--- In Dharmajala [at] yahoogroups.com, "ardian_c" <ardian_c [at] ...> wrote:
beberapa kali berpikir apakah pantas menuliskan hal2 seperti ini ?
jika dituliskan bisa membuat beberapa orang merasa senang atau juga
merasa marah bahkan bisa mengundang perdebatan panjang, bahkan pada
sudut yang amat extreme akan menyangkalnya. Disisi lain akan digunakan
sebagai senjata untuk menghantam agama Buddha itu sendiri.
Tapi karena begitu banyaknya pemahaman yang salah, terutama dikalangan
generasi muda yang ironisnya adalah penganut Buddhism. Tidak lupa
dalam ingatan beberapa tahun yang lalu ada satu vihara besar yang
lucunya mengadakan perayaan Valentine tapi tidak mengadakan perayaan
hari raya Imlek padahal mayoritas umatnya adalah orang Tionghoa.
Pengaruh Buddhisme terhadap budaya Tionghoa dan sebaliknya itu amat
luas dan dalam sehingga sulit sekali membedakan yang mana itu Buddhism
dan yang mana itu merupakan bagian murni dari budaya Tionghoa.
Buddhism bisa mendapatkan pijakan dan penyebaran di satu wilayah yang
memiliki budaya yang tinggi dan tua, ini seharusnya menjadi suatu
kebanggaan masyarakat Buddhist itu sendiri. Disaat sekarang ini ada
banyak aliran lain yang dulunya menyangkal atau meminggirkan dengan
keras budaya Tionghoa sekarang perlahan2 mulai menyerap dan mengadakan
kegiatan yang berkaitan dengan budaya Tionghoa.
Ironisnya ada satu kawan saya yang mau mengajarkan kaligrafi dan
mengusulkan kegiatan yang bersifat budaya Tionghoa mendapatkan
tentangan dari pemuka vihara.
Sekedar pembuka mata, tulisan tertua sekarang ini berasal dari
Tiongkok dan disebut tulisan jiahu. Walau demikian hal itu masih
kontroversial, tapi penemuan2 arkeologis belakangan ini yang meningkat
pesat membuktikan bahwa 8500 tahun yang lalu sudah dikenal sistem
pertanian, perternakan dan pembuatan gerabah yang sistematis dan
tertata dengan baik.
Sebelum melihat baik atau buruknya suatu tradisi, perlu dipikir SECARA
JERNIH bahwa banyak tradisi itu mengandung suatu ajaran yang kadang
bersifat upayakausalya atau fangbian men.
Dimana setiap tradisi itu memiliki nilai luhur. Sebagai contoh,
Qingming atau Ceng Beng yang nilainya sebenarnya luhur yaitu reboisasi
atau penanaman pohon, merawat kuburan yang tidak terurus, memberikan
kebebasan bagi para gadis istana, melepaskan sekat2 pemisah antara
keluarga bangsawan dengan rakyat jelata.
Prof.Chen Yao Ting dalam diskusi kecil yang pernah dilakukan oleh saya
dan bbrp kawan, mengatakan bhw ada 2 budaya Tionghoa, yang pertama
adalah Ya Wenhua atau budaya tinggi/budaya yang bersifat filosofis dan
satunya adalah budaya shu wenhua atau budaya umum/budaya yang bersifat
pragmatis.
Sebagai contoh budaya shu adalah kepercayaan akan nenek Meng atau Meng
Po yang tertulis dalam kitab Yvli baojian atau jg terkadang ditulis
Yvli baochao. Dan kepercayaan nenek Meng itu begitu luas pengaruhnya
di masyarakat Tionghoa bahwa mereka yang akan tumimbal lahir diberikan
segelas air teh yang bisa menghapus memory mereka akan kehidupan
sebelumnya.
Sedangkan dalam budaya Ya, tentunya tidak dijelaskan seperti itu, tapi
lebih rumit dan bisa jadi akan membuat bingung masyarakat luas, bahkan
dijaman "modern" ( 2000 tahun kedepan kita semua ini adalah orang
kuno, jadi sebenarnya yg modern atau kuno itu TIDAK ADA, hanya mrk
yang masih kena jebakan konsep waktu yang membedakan KUNO MODERN atau
merasa dirinya sok modern )masih membingungkan banyak orang. Mungkin
banyak yang berlagak manggut2 tapi sebenarnya pusing. Karena
pengertian akan hal ini perlu kontemplasi mendalam, bukan hanya
membaca atau mendengarkan teks2 yang diulang. Inilah yang ditekankan
dengan keras oleh Zhuang Zi maupun Lao Zi, tidak terjebak kedalam
teks. Hal ini juga berlaku terhadap pengertian NIBBANA, perlu
perenungan dan kontemplasi bukan membeo pada teks2 saja.
Sekarang akan saya coba kupas beberapa hal yang berkaitan dengan
pengaruh timbal balik ini.
PENGARUH TIMBAL BALIK :
1.Patung , jelas sekali orang Tionghoa berbondong2 membangun patung
karena pengaruh Buddhism. Hal ini juga yang membuat seorang penyebar
agama lain dengan JELAS dan BERANI menuliskan bahwa Buddhism itulah
yang membuat orang Tionghoa menjadi penyembah berhala.
Ironis bukan ?
Tapi dibalik itu, ternyata membuat satu kemajuan yaitu seni pembuatan
patung menjadi begitu indahnya.
Buddhism awal sebelum terkena pengaruh Helenism jelas seperti orang
Tionghoa, bukanlah penyembah patung. Jadi baik mereka yang beraliran
Theravada, Mahayana maupun Vajrayana jelas2 mendapat pengaruh budaya
YUNANI. Hanya apakah mau mengakui atau tidak ? Bagi mereka yang mau
memurnikan agama Buddha atau mau beragama Buddha murni, buang semua
Buddha Rupang yang ada, karena itu jelas pengaruh budaya Yunani.
Orang Tionghoa purba membuat totem itu sebagai simbol dari klan atau
suku mereka dan dalam catatan Wuzhaque dituliskan bahwa simbol
persatuan orang Tionghoa itu adalah naga.
Awal mulanya mereka menuliskan nama leluhurnya disebilah papan sebagai
wujud tanda bakti mereka.
Kong Zi menganjurkan bakti dan mendorong agar orang Tionghoa
memperlakukan leluhur mereka seolah-olah masih hidup dan sebagai
panutan keluarga dan belajar menyadari bahwa tanpa leluhur terdekat
yaitu orang tua ,kita tidak mungkin bisa ada di dunia ini.
Bahkan Kong Zi secara terang2an mengatakan bhw tidaklah mungkin
menghormati Tian secara baik jika kita tidak bisa menghormati leluhur
terdekat dengan kita terlebih dahulu.
2.raja alam kematian, raja ke 5 yaitu Yuanluo wang atau raja Yama.
Sebelum masuknya Buddhism,orang Tionghoa terutama di aliran
filsafatnya tidak terlalu memusingkan alam kematian. Mereka hanya
yakin bahwa dengan berlaku bajik, pasti mendapat ganjaran yang baik.
Seperti yang tertulis dalam Daode jing, Tian Dao/Jalan Langit dekat
dan menjaga mereka yang berperilaku baik.
Pengaruh Buddhism menanamkan hal yang kuat yaitu tumimbal lahir.
Walau pra masuknya Buddhism, ada kepercayaan akan alam kematian yang
berlokasi di gunung Kunlun kemudian berubah di gunung Taishan dan
penguasanya yaitu Fengdu dadi, tapi pengaruh Buddhism memberikan suatu
pemahaman yang baru yaitu tumimbal lahir.
Dari pemahaman baru ini melahirkan serangkaian upacara
berkesinambungan berkaitan dengan perjalanan orang meninggal.
3.Budaya pindapatta.
Orang Tionghoa beranggapan bahwa mengemis adalah sikap yang tercela.
Jadi tidaklah heran vihara2 di Tiongkok itu para bhiksu dan
samaneranya bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tapi ini
baru sebagian dari masalah budaya, masalah lainnya adalah masalah
ekonomi, terutama pada masa Tang Wu Zhong, dimana ratusan ribu bhiksu,
bhiksuni, samanera, samaneri dipaksa kembali menjadi manusia biasa
karena dianggap menjadi parasit kerajaan dan juga parasit umat yang
menghidupi begitu banyaknya para bhiksu.
Vihara2 yang menghidupi sendiri dengan bercocok tanam tidak ditutup
oleh kerajaan Tang, dan semua itu berkat bhiksu Baizhang yang
menyadari hal itu.
4.jubah yang dikenakan.
secara umum pakaian bhiksu yang dikenakan adalah pakaian orang Han
atau yang disebut Han Fu. Bagi orang Tionghoa memperlihatkan bahu
adalah sikap yang tidak hormat bagi orang lain.
5.Hu/kertas jimat
banyak yg tidak tahu kalau dalam TRIPITAKA baik dalam bahasa mandarin,
jepang, korea ada metoda pembuatan jimat atau hu yang jelas2 mendapat
pengaruh dari Daojiao.
Perlu diingat kalau TIPITAKA sendiri sebenarnya ditulis ulang pada
abad ke 15 di Srilanka. Hal ini dituliskan agar jgn sampai yg
berpegang "TEGUH" pada TIPITAKA menjadi sombong. Bahkan ada
kecenderungan meragukan isi TIPITAKA sekarang ini adalah asli, ada yg
mencurigai kalau TIPITAKA sekarang ini mengandung hal2 yg bersifat
politis dan menguntungkan salah satu golongan saja.
Kertas jimat itu ternyata juga saya lihat di Thailand. Yg lbh absurd
dan rasanya budaya mistisme Tionghoa itu adalah tabu adalah dgn
menggunakan ukiran kayu seperti p*n*s sebagai jimat. Ironisnya jimat
itu dijual di toko Buddhist yg beraliran non MAHAYANA.
6.mantra
dipoint 5 ditulis mengenai hu, dan dalam hal mantra, ternyata ada
kata2 jijiruliling yang menjadi ciri khas Taoism.
Taoism sendiri menyerap kata2 OM AH HUM sebagai bagian dari mantra mereka.
Dong Mi atau Vajrayana timur yg sekarang ini masih berada di Jepang
menggunakan satu mantra pamungkas Taoism sebagai salah satu mantra
pamungkas mereka.
Sebenarnya masih banyak lagi, seperti kertas Wangsheng, Qialan,
songjing, kitab2nya, pengaruh Buddhism thdp Zhu Xi, pengaruh Taoism
thdp Huineng, pengaruh Ruism thdp Baizhang, banting semangka, qifan,
hari la ba, Maitreya, aturan kerajaan , 6 bunyi suara dsbnya.
Yg jelas budaya Tionghoa ada 3 pilar yaitu budaya penghormatan
leluhur, budaya keluarga dan budaya makanan.
Bogor 31 Juli jam 2:30 subuh
Ardian