//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Jerry

Pages: 1 2 [3]
31
Kafe Jongkok / Yuk bikin resolusi taon baru ^^
« on: 31 December 2008, 09:51:19 PM »
Sebuah survei dilakukan di Amerika mengenai resolusi yang selalu muncul dari tahun ke tahun. Ada beberapa resolusi yang dipilih oleh 50 persen dari peserta survei tersebut. Mau tahu?

1. Menghabiskan Waktu Lebih Banyak Dengan Keluarga
Satu tahun penuh bekerja terkadang membuat seseorang lupa banyak waktu terlewati bersama keluarga. Secara tak sadar, rambut pasangan mulai memutih, si kecil sudah mengucapkan kata pertamanya dan Anda tak sempat melihatnya. Di resolusi Tahun Barunya, banyak orang yang ingin lebih menyediakan waktunya untuk keluarga.

2. Olahraga Teratur dan Menurunkan Berat Badan
Aktifitas padat membuat Anda tak sempat berolahraga. Lemak pun menumpuk. Olahraga teratur akhirnya menjadi salah satu resolusi Tahun Baru terfavorit. Berolahraga tentu saja salah satu tujuannya untuk menurunkan berat badan. Bentuk badan bagus pun menjadi resolusi tahun baru terfavorit.

3. Berhenti Merokok.
Bahaya merokok tampaknya tak perlu lagi dijabarkan. Namun walau mengaku mengerti akan risiko merokok, tetap saja banyak orang yang tak bisa menjauhkan diri dari kebiasaan merokok. Walaupun begitu ternyata banyak orang yang memasukkan 'berhenti merokok' dalam resolusi tahun barunya.

4. Ingin Menikmati Hidup
Stres serta tekanan hidup yang terjadi selama setahun membuat seseorang memasukkan 'Ingin Menikmati Hidup' dalam resolusi tahun barunya.

5. Kurangi Hutang
SIfat boros di Tahun Lalu membuat Anda 'bangkrut'. Di tahun yang baru, Anda ingin lebih disiplin dalam pengeluaran. Kurangi hutang pun jadi resolusi favorit.

Apakah resolusi di atas merupakan resolusi Anda dalam menyambut Tahun Baru?

dari: detikhot.com

Semoga bermanfaat

mettacittena
_/\_

32
Utk sekedar bahan perbandingan, sebagai kajian utk teman2 se-dhamma yang mungkin memiliki pertanyaan2 serupa dan mencari rujukan dari tokoh populer. Tanpa dimaksudkan memancing keributan, baik dgn pihak berseberang, atau dgn sesama teman se-dhamma. Tulisan di bawah telah mengalami sedikit editan utk memperhalus gaya bicara Bertrand Russell yang tajam.


Why I Am Not A Christiant

Pertama-tama perlu dipahami apa yang dimaksud dengan kata 'kr****n'. Kata tersebut akhir-akhir ini digunakan dengan pengertian yang luas oleh banyak pihak. Sebagian mengartkannya tidak lebih dari seseorang yang mencoba menjalani kehidupan yang baik. Dengan pengertian tersebut, saya pikir ada banyak orang kr****n dalam semua kepercayaan dan agama; tetapi saya pikir ini bukan pengertian yang benar dari kata ini, seandainya hanya karena kata ini menyebabkan semua orang yang bukan umat kr****n--semua umat Buddhist, Konfusian, Islam dan sebagainya--tidak berusaha menjalani kehidupan yang baik. Saya tidak mengartikan kr****n sebagai seseorang yang mencoba hidup dengan benar sesuai kepercayaannya. Saya pikir kita mesti mempunyai sejumlah keyakinan tertentu yang baku sebelum kita berhak menyebut diri kita seorang kr****n. Kata ini tidak memiliki makna pasti sekarang ini, berbeda pada zaman St Augustinus dan St Thomas Aquinas yaitu, jika seseorang dikatakan bahwa ia adalah seorang kr****n maka yang dimaksud sudah jelas, menerima semua kumpulan kredo yang disusun dengan tingkat kepastian yang tinggi, serta setiap susunan kata dari kredo yang kita percayai dengan seluruh kekuatan keyakinan kita.

Apakah Orang kr****n itu?

Sekarang ini kata tersebut tidak begitu jelas. Kita memiliki pengertian yang agak kabur akan Kristianitas. Tetapi saya pikir ada dua hal berbeda yang sangat penting bagi seseorang yang menyebut dirinya kr****n. Yang pertama terkait dengan dogma--yaitu kita harus percaya pada Tuhan dan hidup sesudah mati. Kemudian, sebagai kelanjutan dari yang pertama, sebagaimana tersirat dari kata kr****n, kita harus percaya pada Kristus. Sedikitnya mempunyai keyakinan bahwa Kristus, jika bukan Tuhan, paling tidak adalah manusia terbaik dan paling bijaksana. Jika kita tidak percaya dengan Kristus, saya pikir kita tidak berhak menyebut diri kita sebagai kr****n.
Ketika saya berkata kepada Anda mengapa saya bukan seorang kr****n, saya mesti mengatakan kepada Anda dua hal yang berbeda: pertama, mengapa saya tidak percaya pada Tuhan dan hidup sesudah mati; dan kedua, mengapa saya tidak menganggap bahwa Kristus adalah manusia terbaik dan paling bijaksana, meskipun saya mengakuinya mempunyai kebaikan moral yang sangat tinggi.

Sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, di jaman dulu kr****n mempunyai pengertian yang jauh lebih utuh. Misalnya, ia mencakup kepercayaan pada neraka. Kepercayaan pada api neraka abadi adalah bagian penting dari kredo kr****n sampai kira-kira dewasa ini. Di negara kita, sebagaimana yang kita ketahui, ia tidak lagi menjadi bagian penting karena keputusan Dewan Gereja, dan atas keputusan itu Uskup Besar Canterbury dan Uskup Besar York menolaknya; tetapi di negara kita agama kita ditetapkan oleh Keputusan Parlemen, karenanya Dewan Gereja bisa menolaknya, dan neraka tidak lagi penting bagi seorang kr****n. Maka dari itu saya tidak berpendapat bahwa seorang kr****n harus percaya pada neraka.

Eksistensi Tuhan

Persoalan eksistensi Tuhan adalah masalah yang sangat luas dan serius. Tentu saja Anda tahu bahwa Gereja ka****k telah menetapkan sebagai dogma bahwa eksistensi tuhan bisa dibuktikan dengan akal semata. Itu adalah dogma yang agak aneh, tetapi ini adalah salah satu dogma mereka. Mereka mesti memperkenalkan dogma ini karena pernah terjadi para Pemikir bebas biasa berkata bahwa terdapat banyak argumen yang berasal dari penalaran semata untuk mengingkari eksistensi Tuhan, tetapi tentu saja mereka mengetahui bahwa Tuhan ada adalah masalah keyakinan. Gereja ka****k merasa perlu menghentikan argumen dan penalaran yang dikemukakan panjang lebar dengan memutuskan bahwa eksistensi Tuhan bisa dibuktikan dengan akal semata, dan mereka mengemukakan apa yang mereka anggap sebagai argumen untuk membuktikannya.

Argumen Sebab Pertama

Dikatakan bahwa segala sesuatu yang kita lihat di dunia ini mempunyai sebab, dan jika kita terus bergerak mundur pada mata rantai sebab kita pasti sampai pada Sebab Pertama, dan untuk Sebab Pertama ini kita memberi nama Tuhan. Argumen ini, saya pikir, di jaman sekarang tidak kuat, terutama karena sebab tidak mempunyai pengertian seperti dulu lagi. Para filsuf dan ilmuwan terus mencari sebab, dan ia tidak mempunyai arti penting seperti dulu; tetapi, terlepas dari hal tersebut, kita bisa mengetahui bahwa argumen yang harus ada unsur Sebab Pertama adalah argumen yang tidak mempunyai validitas. Untuk waktu yang lama ketika saya masih muda, saya menerima argumen Sebab Pertama, sampai suatu saat, pada usia delapan belas, saya membaca Autobiography John Stuart Mill, dan di sana saya menemukan kalimat berikut: 'Ayahku mengajarkan bahwa pertanyaan, "Siapa yang menciptakan saya?" tidak bisa dijawab, karena pertanyaan ini segera melahirkan pertanyaan berikutnya, "Siapa yang menciptakan Tuhan?"' Kalimat sederhana tersebut memperlihatkan pada saya, seperti yang masih saya yakini ketika itu, kesalahan dalam argumen Sebab Pertama. Jika segala sesuatu pasti mempunyai sebab, maka Tuhan juga harus mempunyai sebab. Jika sesuatu bisa ada tanpa sebab, ia bisa berupa dunia seperti halnya Tuhan, sehingga argumen tersebut tidak valid. Tidak ada alasan mengapa dunia tidak mungkin ada tanpa sebab; atau sebaliknya, tidak ada alasan mengapa dunia tidak mungkin selalu ada. Tidak ada alasan menganggap bahwa dunia mempunyai permulaan. Ide bahwa segala sesuatu harus mempunyai permulaan sebenarnya disebabkan oleh kemiskinan pemikiran kita (note: bukan pengetahuan).

Argumen hukum alam

Argumen yang paling disukai sepanjang abad 18, terutama di bawah pengaruh Sir Isaac Newton dan ilmunya tentang asal usul alam. Orang-orang mengamati bahwa planet-planet bergerak mengelilingi matahari menurut hukum gravitasi, dan menganggap bahwa Tuhan telah memberi perintah pada planet-planet ini untuk bergerak dengan cara tertentu, dan itulah sebabnya mengapa planet-planet tersebut berputar. Penjelasan yang melegakan dan sederhana yang menyelamatkan mereka dari kesulitan mencari penjelasan lebih lanjut akan hukum gravitasi. Sekarang ini kita menjelaskan hukum gravitasi dengan cara cukup rumit yang telah diperkenalkan Einstein, dan kita tidak lagi mempunyai jenis hukum alam seperti yang kita miliki dalam sistem Newton. Kita sekarang tahu bahwa banyak hal yang kita anggap hukum alam sebenarnya adalah konvensi manusia.
Di sisi lain, ketika kita bisa mengetahui apa sebenarnya atom itu, kita mendapati bahwa atom tidak tunduk pada hukum seperti dugaan kita, dan bahwa hukum-hukum yang kita ketahui adalah jumlah rata-rata statistik dari sesuatu yang muncul dari kebetulan (peluang). Sebagian besar hukum alam adalah seperti itu. Ia adalah rata-rata statistik seperti yang muncul dari hukum peluang. Terlepas dari hal tersebut, yang memperlihatkan kondisi sains yang mungkin berubah di kemudian hari, seluruh ide bahwa hukum alam mengimplikasikan adanya pembuat-hukum disebabkan oleh kesimpang-siuran antara hukum alam dan hukum manusia. Hukum manusia adalah aturan yang mendorong kita bertindak dengan cara tertentu, di mana kita bisa memilih untuk bertindak atau tidak; tetapi hukum alam adalah deskripsi dari bagaimana sebenarnya sesuatu itu bertindak, dan, karena semata-mata merupakan deskripsi dari apa yang sebenarnya berlangsung, kita tidak bisa berargumentasi bahwa pasti ada wujud yang menyuruh benda-benda itu melakukan hal itu, karena kita akan dihadapkan pada pertanyaan, 'Mengapa Tuhan hanya menetapkan hukum alam tersebut dan bukan yang lain? Jika kita berkata bahwa Tuhan melakukannya semata-mata dari kebaikannya sendiri, tanpa alasan apapun, maka kita mendapati bahwa ada sesuatu yang tidak tunduk pada hukum, sehingga kereta hukum alam kita terhambat. Jika, sebagaimana pendapat sebagian besar ortodoks, bahwa dalam semua hukum yang ditetapkan Tuhan Ia mempunyai alasan untuk memberikan hukum-hukum tersebut, bukan hukum-hukum lainnya--alasan, tentu saja, untuk menciptakan alam semesta yang terbaik, meski Anda tidak pernah berpikir alam terlihat demikian--jika ada alasan untuk hukum-hukum yang Tuhan berikan, maka Tuhan Sendiri tunduk pada hukum, dan karenanya Anda tidak mendapatkan keuntungan dengan memperkenalkan Tuhan sebagai perantara. Anda sebenarnya mempunyai hukum di luar dan mendahului ketetapan Tuhan, dan Tuhan tidak melaksanakan tujuan Anda, karena ia bukan pembuat-hukum tertinggi. Singkatnya, seluruh argumen tentang hukum alam tidak lagi mempunyai kekuatan sebagaimana sebelumnya. Dalam penelusuran tinjauan saya, argumen-argumen yang digunakan untuk eksistensi Tuhan berubah sifatnya dengan bergantinya waktu. Ia pertama-tama adalah argumen intelektual yang sulit yang mencakup kekeliruan tertentu yang nampak jelas. Ketika kita sampai pada era modern, argumen-argumen tersebut kurang dihargai secara intelektual dan semakin lama banyak dipengaruhi oleh semacam kekaburan moral.

Argumen dari rancangan

Argumen: segala sesuatu di dunia diciptakan sedemikian rupa sehingga kita bisa hidup di dalamnya, dan seandainya dunia pernah berbeda sedikit saja, kita tidak bisa hidup di dalamnya. Inilah argumen dari rancangan. Argumen ini terkadang mengambil bentuk yang agak aneh; misalnya, dikatakan kelinci mempunyai ekor putih supaya mudah ditembak. Ini adalah argumen yang mudah menimbulkan ejekan (parodi). Seperti parodi dari Voltaire, bahwa jelas hidung dirancang sedemikian rupa agar cocok dengan kacamata. Dan sejak jaman Darwin kita mempunyai pemahaman yang jauh lebih baik mengapa makhluk hidup menyesuaikan lingkungannya. Bukannya lingkungan diciptakan untuk menyesuaikan makhluk hidup, tetapi makhluk hidup tumbuh untuk menyesuaikan lingkungan, dan ini adalah dasar penyesuaian (adaptasi). Tidak ada bukti rancangan mengenai hal ini.

Ketika Anda menyelidiki seksama argumen dari rancangan, argumen ini adalah hal paling mengherankan yang bisa dipercayai orang bahwa dunia ini, dengan semua makhluk yang terdapat di dalamnya, dengan semua kekurangannya, adalah yang terbaik yang bisa diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu dalam waktu jutaan tahun. Apakah Anda mengira bahwa, jika Anda diberi kekuasaan dan pengetahuan sempurna dan waktu jutaan tahun untuk menyempurnakan dunia Anda, Anda tidak bisa menciptakan lebih dari Ku Klux Klan atau Fascisti? Sungguh saya tidak terkesan dengan mereka yang berkata: 'Lihatlah saya: saya adalah sebuah adi karya sehingga pasti ada rancangan di alam semesta.' Karenanya, saya menganggap argumen rancangan benar-benar sangat lemah.

Argumen moral

Sekarang kita sampai pada tahap berikutnya yang saya sebut warisan intelektual yang telah dibuat oleh Teist dalam argumentasi mereka, dan kita sampai pada apa yang disebut argumen moral bagi eksistensi Tuhan. Di masa lampau terdapat tiga argumen intelektual bagi eksistensi Tuhan, yang semuanya ditolak oleh Immanuel Kant dalam Critique of Pure Reason; tetapi tidak lama sesudah ia menolak argumen tersebut Kant kemudian menemukan argumen baru, argumen moral, dan sangat teryakinkan. Ia seperti kebanyakan orang: dalam bidang intelektual ia skeptist, tetapi dalam bidang moral ia percaya secara implisit pada aturan dasar bahwa ia harus patuh kepada ibunya. Ini menggambarkan apa yang banyak ditekankan oleh psikoanalisis--sesuatu yang jauh lebih kuat pada diri kita sehingga keterlibatan kita yang paling dini lebih mengikat daripada masa-masa berikutnya.

Kant, menemukan argumen moral baru bagi eksistensi Tuhan, dan dalam berbagai bentuknya sangat terkenal selama abad 19. Salah satunya adalah tidak akan ada benar dan salah jika tidak ada Tuhan. Mengenai ini, jika Anda sangat yakin ada perbedaan antara benar dan salah, maka Anda dihadapkan pada pertanyaan: apakah perbedaan tersebut disebabkan oleh ketetapan Tuhan atau tidak? Jika perbedaan ini disebabkan oleh ketetapan Tuhan, maka untuk Tuhan Sendiri tidak ada perbedaan antara benar-salah, dan menjadi tidak signifikan mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Jika Anda berkata, sebagaimana para teolog, bahwa Tuhan itu baik, Anda kemudian harus berkata bahwa benar dan salah mempunyai arti tertentu yang terlepas dari ketetapan Tuhan, karena ketetapan Tuhan adalah baik dan tidak buruk terlepas dari kenyataan bahwa Tuhan menciptakannya. Jika Anda mengatakan hal tersebut, maka Anda harus berkata bahwa bukan hanya melalui Tuhan saja benar dan salah menjadi ada, tetapi benar dan salah dalam esensinya secara logis mendahului Tuhan. Tentu saja Anda bisa berkata, jika Anda suka, bahwa ada tuhan yang lebih kuasa yang memberikan perintah pada Tuhan yang menciptakan dunia ini, atau Anda bisa sependapat dengan sebagian kaum gnostik, bahwa sebenarnya dunia yang kita ketahui ini diciptakan oleh Setan ketika Tuhan sedang lengah.

Argumen untuk melenyapkan ketidakadilan

Selanjutnya terdapat bentuk argumen moral lain yang sangat aneh, yaitu: dikatakan bahwa eksistensi Tuhan diperlukan untuk menegakkan keadilan di muka bumi. Di dunia ini terdapat banyak ketidak adilan, dan banyak orang miskin yang baik, dan banyak orang kaya yang jahat, dan kita hampir tidak tahu manakah dari keduanya yang lebih mengganggu; tetapi jika Anda ingin mempunyai keadilan di seluruh alam Anda harus menganggap kehidupan akhirat mengembalikan keseimbangan kehidupan di dunia ini, sehingga mereka berkata bahwa harus ada Tuhan, dan harus ada surga dan neraka supaya pada akhirnya akan ada keadilan. Sangat aneh.
Jika Anda melihat masalahnya dari sudut pandang ilmiah, Anda akan berkata: 'Bagaimanapun juga, saya hanya mengetahui dunia ini. Saya tidak tahu alam semesta lain, tetapi sejauh yang bisa dikatakan orang mengenai kemungkinan, kita akan berkata bahwa mungkin dunia adalah contoh yang adil, dan jika ada ketidakadilan di dunia ini maka di tempat lain juga ada ketidakadilan.' Andaikata Anda menemukan peti kayu warna jingga yang Anda buka, dan Anda mendapati semua lapisan atas warna jingganya buruk, Anda tidak akan berkata: 'Bagian bawah pasti bagus, karena untuk mengembalikan keseimbangan.' Anda akan berkata: 'Mungkin semua bagiannya buruk'; dan inilah yang akan dikatakan oleh orang yang berpikiran ilmiah mengenai alam semesta. Ia akan berkata: 'Kita mendapati di dunia ini banyak ketidakadilan, dan selama demikian keadaannya, ada alasan menganggap bahwa keadilan tidak berkuasa di dunia ini; dan selama keadaannya tetap demikian, fakta ini memberikan argumen moral menentang adanya tuhan dan bukan mendukungnya.'
Kenyataannya, apa yang menggerakkan orang-orang untuk percaya pada Tuhan bukanlah argumen intelektual sama sekali. Sebagian besar orang percaya pada Tuhan karena diajarkan sejak usia dini untuk mempercayainya, dan ini adalah alasan utama.

Selanjutnya saya pikir bahwa alasan berikutnya yang paling kuat adalah keinginan akan keselamatan, semacam bahwa ada big brother yang akan menyelamatkan Anda. Perasaan ini memainkan peran yang sangat besar dalam mempengaruhi keinginan banyak orang untuk percaya pada Tuhan.

...

33
Studi Sutta/Sutra / Mora Jataka
« on: 27 December 2008, 02:26:45 AM »
"Disana dia muncul, sang raja pengelihat segala,"dst. Cerita ini disampaikan oleh Sang Bhagava di vihara Jetavana mengenai seorang Bhikkhu yang melanggar vinaya (note: penulis mencoba mengartikan 'backslide' sebagai pelanggaran vinaya, ada ide dr teman2?). Bhikkhu ini dibawa oleh yang lain ke hadapan Sang Bhagava, yang bertanya, "Apakah hal itu benar, Bhikkhu, seperti yang telah Saya dengar, bahwa kamu telah melanggar vinaya? "Ya, Bhante." "Apa yang telah kamu lihat sehingga membuat kamu melakukan demikian?" "Seorang wanita berpakaian dengan dandanan yang sangat menarik." Kemudian jawab Sang Bhagava, "Apa anehnya kalau kaum hawa mengacaukan pikiran seorang seperti kamu! Bahkan orang bijak, yang selama tujuh ratus tahun tidak melakukan kejahatan, hanya mendengar suara sejenak lalu dari seorang perempuan; bahkan yang suci menjadi tidak suci; bahkan mereka yang telah mencapai reputasi tertinggi sedemikian rupa menjadi tercela--terlebih-lebih yang tidak suci!" dan dia memceritakan sebuah kisah dari waktu lampau.



Satu ketika, ketika Brahmadatta menjadi Raja Benares, Sang Bodhisatta terlahir ke dunia ini sebagai seekor Merak. Telur yang mengandungnya memiliki cangkang sekuning tunas kuncup kanikara; dan ketika dia memecahkan cangkang, dia menjadi seekor Merak Keemasan, mulus dan indah, dengan garis merah yang indah dibawah sayapnya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dia melewati tiga jarak bukit, dan di yang keempat dia tinggal, di dataran tinggi dari sebuah bukit keemasan di Dandaka. Ketika subuh menjelang fajar, saat dia duduk diatas bukit, melihat fajar merekah di ufuk timur, dia menggubah sebuah mantera suci untuk menjaga dirinya selamat di tempat dia mencari makan, mantera dimulai "Di sana dia muncul":--

"Di sana dia muncul, sang raja pengelihat segala,
Dia yang menerangi semua dengan cahaya keemasannya.
Pada mu ku menghormat, wahai makhluk yang agung,
Menerangi semua dengan pancaran terang,
Jaga diriku aman senantiasa, doaku,
Tuk hari yang kan melaluiku.

Menghormati matahari dengan cara bijaksana ini dengan ayat yang dilantunkan ini, dia mengulang yang lain dalam menghormati para Buddha yang telah mangkat, dan semua kebaikan mereka:

"Semua para suci, yang berbudi, bijak dalam pengetahuan,
Beginilah ku memberi hormat, atas bantuannya ku memohon:
Segenap hormat pada yang suci, hormat ada pada kebijaksanaan,
Pada kebebasan, dan pada semua yang terbebaskan."

Mengucapkan mantera ini untuk menjaga dirinya dari marabahaya, sang Merak pergi mencari makan.

Jadi setelah terbang hampir seharian, dia pulang kembali dan duduk di puncak bukit untuk melihat matahari tenggelam; lalu saat dia bermeditasi, dia mengucapkan kata-kata lain untuk menjaga dirinya dan menjauhkan malapetaka, yang ini dimulai dari "Di sana dia terbenam":--

"Di sana dia terbenam, sang raja penglihat segala,
Dia yang menerangi semua dengan cahaya keemasannya.
Padamu ku menghormat, wahai makhluk yang agung,
Menerangi semua dengan pancaran terang,
Melewati malam, seperti kala lewati hariku,
Jaga diriku aman, doaku.

Semua para suci, yang berbudi, bijak dalam pengetahuan,
Beginilah ku memberi hormat, atas bantuannya ku memohon:
Segenap hormat pada yang suci, hormat ada pada kebijaksanaan,
Pada kebebasan, dan pada semua yang terbebaskan."

Setelah mengucapkan doa ini untuk menjauhkan dirinya dari malapetaka, sang Merak pun tertidur.

Sementara ada orang kejam yang tinggal di sebuah desa tertentu yang ditinggali para pemburu liar, dekat Benares. Berkelana di sekitar antara bebukitan Himalaya dia memperhatikan bahwa Sang Bodhisatta bertengger di atas bukit emas Di Dandaka, dan menceritakannya pada puteranya.

Hingga pada suatu hari satu dari para istri Raja Benares, Khema namanya, melihat dalam mimpi seekor merak keemasan mencengkeram sebuah naskah suci. Hal ini kemudian dia beritahukan pada sang raja, mengatakan bahwa dia sangat ingin mendengarkan khotbah dari sang merak emas. Raja menanyakan para pembesarnya mengenai hal itu; dan para pembesar mengatakan, "Para pendeta pasti akan mengetahui." Para pendeta mengatakan: "Ya, ada seekor merak berwarna keemasan." Ketika ditanya, di mana? mereka menjawab, "Para pemburu pastilah tahu." Sang raja memanggil para pemburu berkumpul bersama dan menanyai mereka. Kemudian pemburu ini menjawab, "O Tuanku Raja, ada sebuah bukit keemasan di Dandaka; dan di sana seekor merak keemasan hidup." "Maka bawalah dia ke sini--jangan membunuh, hanya menangkapnya hidup-hidup."

Pemburu tersebut meletakkan perangkap di tanah merak mencari makan. Tetapi bahkan ketika sang merak menginjaknya, perangkap itu tidak menutup. Hal ini terus dicoba oleh si pemburu selama tujuh tahjun, tetapi dia tetap tidak dapat menangkapnya; dan lalu dia meninggal. Dan Ratu Khema juga mangkat tanpa dapat menggenapi keinginannya.

Raja murka karena Ratunya meninggal hanya karena seekor merak. Dia memerintahkan sebuah prasasti dibuat di atas lempengan emas tentang hal: "Di antara pegunungan Himalaya ada sebuah bukit keemasan di Dandaka. Di sana hidup seekor merak keemasan; dan siapa yang memakan dagingnya menjadi awet muda dan abadi selalu." Ini dia masukkan dalam peti.

Setelah kemangkatannya, raja berikutnya membaca prasasti ini: dan berpikirlah dia, "Aku akan menjadi awet muda dan abadi;" sehingga dia mengirim pemburu yang lain. Dan seperti yang pertama, pemburu ini gagal menangkap sang merak, dan meninggal dalam usahanya. Dalam cara yang sama kerajaan diperintah oleh enam raja pengganti.

Kemudian raja ketujuh naik tahta, yang juga mengirimkan seorang pemburu. Si pemburu mengamati bahwa ketika sang Merak Emas menginjak perangkap, perangkap itu tidak menutup, dan juga bahwa dia melafalkan mantera sebelum berangkat mencari makan. Lalu pergilah dia ke perbatasan, menangkap seekor merak betina, yang dia latih untuk menari ketika dia menepukkan tangannya, dan pada jentikan jari untuk mengeluarkan suaranya. Lalu, membawanya bersama dia, dia memasang perangkap, membetulkan posisinya di tanah, pagi-pagi sekali, sebelum sang merak melafalkan manteranya. Lalu dia membuat seekor merak betina mengeluarkan suaranya. Suara yang tak biasa ini-nada suara betina-membangkitkan keinginan dalam dada sang merak: meninggalkan manteranya yang belum selesai terlafalkan, dia datang mendekatinya; dan terperangkap dalam jaring. Lalu si pemburu menangkap dan membawanya ke hadapan Raja Benares.

Sang raja bergembira melihat keindahan sang merak; dan memerintahkan sebuah tempat disediakan untuknya. Duduk di atas kursi yang diajukan, sang Bodhisatta bertanya, "Mengapa kamu menangkapku, O raja?"

"Karena mereka mengatakan semua yang menyantapmu menjadi abadi dan awet muda selalu. Jadi aku ingin mendapatkan kemudaan abadi dan keabadian dengan memakanmu," kata sang raja.

"Begitukah--terkabulkan semua yang memakanku menjadi abadi dan awet muda selalu. Tetapi itu berarti bahwa aku terpaksa harus mati!"

"Tentu saja," kata sang raja.

"Baiklah--dan jika saya mati, bagaimana dagingku dapat memberikan keabadian pada mereka yang memakannya?"

"Warnamu keemasan, karena itu (seperti yang dikatakan) mereka yang memakan dagingmu menjadi muda dan hidup selama-lamanya."

"Raja," jawab sang burung, "ada sebuah alasan yang sangat bagus untuk warna keemasanku. Di waktu yang lalu, saya menjalankan sebuah kerajaan yang memimpin atas dunia, bertahta tepat di kota ini; saya menjalankan Lima Sila, dan membuat semua orang di dunia melakukan hal yang sama. Karena itu saya terlahir kembali setelah meninggal di Alam surga tiga-puluh-tiga dewa (ed. Tavatimsa Bhumi); di sana aku hidup hingga batas usiaku, tetapi dikelahiran berikutnya saya menjadi seekor merak sebagai konsekuensi beberapa akibat perbuatan buruk; bagaimanapun, saya menjadi keemasan karena dulu saya pernah memegang teguh sila."

"Apa? Luar biasa! Kamu seorang penguasa kerajaan, yang menjaga Sila! Terlahir berwarna-emas sebagai buahnya! Sebuah contoh, ku mohon!"

"Aku punya satu kalau begitu, Baginda."

"Apakah itu?"

"Baiklah, Baginda, ketika saya dulunya raja, saya biasa bepergian melalui udara dalam sebuah kendaraan berhias permata, yang sekarang terkubur dalam tanah dibawah air danau kerajaan. Galilah dia dari bawah danau, dan itu akan menjadi buktiku."

Raja menyetujui rencana itu; dia memerintahkan danau dikeringkan, dan menggali keluar sebuah kendaraan, dan mempercayai sang Bodhisatta. Lalu sang Bodhisatta menambahkan padanya berikut ini:

"Baginda, terkecuali Nirvana, yang abadi, semua hal yang lain, tersusun dalam hakikatnya, adalah tanpa inti, fana, dan merupakan subjek terhadap kelahiran dan kematian." Berkhotbah dalam topik ini dia membuat sang raja menjaga sila. Damai menyelimuti hati sang raja; dia menganugerahi kerajaannya pada sang Bodhisatta, dan menunjukkannya rasa hormat terbesar. Sang Bodhisatta mengembalikan pemberian; dan setelah tinggal selama beberapa hari, dia terbang ke udara, dan terbang kembali ke bukit emas di Dandaka, dengan sebuah kata nasehat perpisahan--"O Raja, berhati-hatilah!" Dan sang raja setelah berpisah menaati nasihat sang Bodhisatta; dan memberikan dana dan melakukan kebajikan, setelahnya, mangkat dan terlahir sesuai perbuatannya.



Khotbah ini berakhir, dan Sang Bhagava membabarkan Dhamma, dan mengungkapkan kelahiran tersebut:--kini setelah khotbah Bhikkhu yang berniat mengundurkan diri mencapai kesucian:--"Ananda dulunya sang raja itu, dan saya sendiri adalah sang burung merak emas."

Mohon editannya yg pas pada para mod&glomod.. cmiiw

mettacittena
_/\_

34
Empat Kediaman Luhur

Oleh: Ven. Pandita Gunasiri Mahathera

Istilah Pali untuk Empat Kesunyataan Luhur adalah Catur Brahma Vihara. Kata "luhur" tidak mempunyai arti teologika apapun; cuma berarti "unik" yang merupakan arti kata "brahma" dalam konteks ini. Brahma Vihara atau "Kediaman Luhur" adalah empat sifat yang dikembangkan oleh umat Buddha secara umum.

Keempat sifat tersebut adalah: metta (cinta kasih), karuna (belas kasih), mudita (simpati atas kebahagiaan orang lain), dan upekkha (keseimbangan). Mengembangkan keempat sifat ini dapat mengangkat seseorang ke tingkat sosial yang amat tinggi, sehingga ia akan menjadi berkah yang nyata bukan hanya bagi dirinya dan keluarganya sendiri, tetapi juga masyarakat luas.

Dengan kata lain, kita yang sungguh-sungguh mengembangkan metta, karuna, mudita dan upekkha akan tetap menyatu dengan dunia, karena semua perbedaan geografis dan fisik dunia akan tenggelam dan sebuah kesatuan dari semua akan muncul dalam dirinya. Sang Buddha dan murid-murid-Nya adalah pengejawantahan sifat-sifat luhur ini, sebab hidup mereka adalah teladan dan inspirasi bagi pengikut mereka.

Kita, sebagai umat Buddha Dhamma, tentunya berkewajiban untuk memahami kebajikan ini dengan pandangan yang benar dan mempraktikkannya semampu kita.

Asal Mula

Kata metta berasal dari kata mitta, sama dengan kata mitra dalam bahasa Sansekerta yang berarti "sahabat". Jadi istilah metta berarti "perasaan bersahabat" atau cinta kasih yang harus dikembangkan terhadap semua makhluk hidup. Obyeknya adalah "semua makhluk hidup". Karuna, dari akar kata kir, berarti simpati atau kasih sayang kita terhadap orang yang mengalami penderitaan. Jadi, tidak seperti metta, obyek karuna hanyalah pada makhluk yang menderita.

Mudita berasal dari kata modati, yang berarti "kegembiraan". Mudita berarti memberikan simpati atas kebahagiaan orang lain. Yang terakhir dari keempat sifat, tapi bukan berarti yang terendah, adalah upekkha: keseimbangan terhadap semua makhluk. Ini adalah yang tertinggi dari semua perasaan yang dialami oleh Yang Agung. Empat sifat ini mencakup semua perasaan baik dan semua sila yang menjaga kehidupan bhikkhu dan umat awam. Marilah kita bahas empat sifat ini secara mendetil.

Metta mengendalikan perasaan tidak senang terhadap makhluk lain. Kebencian, kedengkian, iri hati dan perasaan buruk lainnya tidak mendapat tempat dalam diri orang yang pikirannya telah menyerap prinsip luhur ini. Dalam hal ini akan muncul kesabaran, toleransi dan kebajikan.

Metta berperang melawan semua pikiran jahat dan menjaga kesadaran, serta mengusir itikad jahat dari pikiran.
Untuk mulai melatih sifat ini, pertama-tama kita harus menjadi seorang silavanta yaitu orang yang menjalankan sila, yang berbudi luhur. Seorang bhikkhu yang mempraktekkan metta akan memurnikan sila dalam kehidupan silanya. Sedangkan umat awam paling sedikit harus melaksanakan Lima Aturan (Pancasila) dan dengan demikian menjadi seorang silavanta. Sila atau moralitas adalah landasan bagi semua umat Buddha.

Selanjutnya, kita harus memahami kerugian dari membenci dan perasaan sejenisnya, seperti kedengkian. Banyak manfaat yang bisa kita peroleh dari pembahasan hal khusus ini. Kita cenderung merasa jengkel kalau kita tidak suka terhadap sesuatu. Inilah dosa, salah satu dari enam hetu atau penyebab kamma yang tercantum dalam Abhidhamma.

Kecenderungan ini hanya bisa dibasmi semuanya kalau kita sudah mencapai kesucian tingkat ketiga, yang disebut anagamimagga. Dosa bersama-sama moha, ahirika dan anotappa, serta uddhacca (berturut-turut: ketidaktahuan, tak ada rasa malu berbuat kejahatan, tak ada ketakutan akibat dari kejahatan, dan keragu-raguan) yang disebut sebagai empat subbha-akusala-sadha-rana-cetasika yang pertama, muncul dalam bentuk kesadaran yang amoral, dan saat mereka bergabung lebih jauh dengan kesadaran yang dikuasai oleh dosa, pikiran akan menghasilkan kodha, kemarahan.

Jika kodha tidak segera dikendalikan, ia akan menguat menjadi vera, rasa permusuhan, yang selanjutnya akan berkobar menjadi upanaha, rasa permusuhan yang lebih hebat. Orang bodoh seperti Devadatta akan membawa sifat jelek ini sampai kelahiran yang berikutnya dan bahkan pada beberapa kelahiran selanjutnya. Dengan metta kita bisa mengendalikan rangkaian sifat jelek, menahan amarah, menjinakkannya sehingga menjadi seperti seekor ular berbisa tanpa taring.

Visuddhi magga
, salah satu naskah yang paling dikenal dalam Buddha Dhamma, menjelaskan poin ini secara mendetil. Kita dapat memikirkan kerugian akibat menuruti nafsu amarah sebagai berikut: kalau membiarkan diri dikuasai oleh kebencian, kita gampang menjadikan orang lain sebagai korban kebencian kita dan pikiran kita akan terobsesi dengan kebencian ini. Kalau begini, kita sangat mungkin menyakiti orang lain atau bahkan membunuh sanak keluarga sendiri, sehingga kita akan menjadi sampah masyarakat.

Lewat amarah, individu bermusuhan dengan individu, keluarga bermusuhan dengan keluarga, negara bermusuhan dengan negara, sebagai akibatnya akan terjadi perselisihan, kekejaman, dan bencana lainnya. Nafsu amarah dan pertikaian yang tak terkendali akan membawa peperangan dalam batin, yang dengan cepat akan meruntuhkan kebudayaan dan peradaban manusia.

Anatthajanano kodho, kemarahan menghasilkan kebencian, sabda Sang Guru.
Bila pikiran manusia sudah diliputi oleh kebencian, hubungan antarmanusia akan dirusaknya, di sinilah motif keegoisan muncul dengan dituntun keserakahan dan itikad buruk. Lewat itikad buruklah manusia bermusuhan satu sama lain. Hal ini berlaku baik pada tingkat pribadi maupun internasional. Manusia mengikis rasa perikemanusiaannya dan melupakan bahwa dirinya adalah makhluk yang berakal budi, sehingga ia akan menggeram, menggigit, merangkak bahkan mengibaskan ekor bila perlu.

Demikianlah, walaupun telah digariskan oleh agama, ia tetap tidak dapat menjaga hubungan antarmanusia baik bagi kebaikannya sendiri maupun bagi masyarakat umum.

Berlawanan dengan hukum yang berkenaan dengan alam fisika di mana yang tidak sejenis akan tarik-menarik, dalam kegiatan batin, yang sejenis akan menarik yang sejenis. Hasil yang tidak terelakkan adalah bahwa manusia akan menarik bentuk pikiran apa pun untuk menguasai dirinya. Kadang-kadang ini bisa berupa kebencian yang kronis, atau dendam kesumat yang lama terpendam. Kedengkian, kemarahan, dan kebencian yang bermunculan dalam diri dapat menyalakan kemurkaan yang menyebabkan kita kehilangan keseimbangan. Singkatnya, tidak ada yang lebih berbahaya daripada dosa, sang angkara murka.

Melenyapkan Kemarahan

Rasa metta mengajarkan untuk melupakan, memaafkan, dan melenyapkan kemarahan. Sang Buddha adalah orang pertama yang memberikan sumbangan pada etika manusia, metta, cinta kasih universal, yang melampaui semua batasan.

Beliau berkata:
Na hi vereni verani sammant'idha kudacananam
Averena ca sammanti esa dhammo sanantano

Kebencian tidak akan berakhir dengan kebencian, kebencian hanya akan berakhir dengan tidak membenci, inilah hukum yang abadi.

Lebih lanjut Sang Buddha berkata:
khanti paramam tapo titikkha
Kesabaran adalah praktik spiritual yang tertinggi.

Sekarang, marilah kita memperdebatkan poin ini dengan cara lain. Berbuat kebajikan bahkan terhadap musuh sekalipun adalah ciri seorang manusia yang luhur. Dalam pengertian ini, berbuat baik kepada musuh sama dengan menarik kebaikan dari musuh, sedangkan berbuat jahat pada musuh sama dengan membangkitkan kekuatan jahat dari musuh. Bentuk-bentuk pikiran juga suatu kekuatan. Karena itu, ia yang membenci orang lain laksana orang yang menaburkan debu pada saat angin bertiup ke arahnya.

Tam eva balam pacceti papam
Sukhumo rajo pativatam va khitto

Kejahatan akan berbalik pada orang yang tidak bijaksana seperti debu yang ditabur melawan angin.

Demikianlah, para umat yang mulai mempraktekkan metta seharusnya melihat dahulu manfaat toleransi dan kesabaran, jalan kebencian menuntun kepada perbudakan dan kesengsaraan, sedangkan kesabaran menuntun kepada kebahagiaan, kedamaian dan keamanan. Namun, tanpa adanya suatu tingkat pendahuluan, metta tidak bisa dikembangkan. Kita harus mencoba setiap metoda untuk membawa pikiran menuju ke keadaan yang seimbang. Membalas kejahatan dengan kejahatan dan membalas dendam dengan dendam hanya akan menghasilkan lingkaran setan.

Contohnya, rasa sakit yang dirasakan seorang musuh hanyalah hasil perbuatan buruknya di masa lampau, bekas luka kesalahannya yang terdahulu menemukan kesempatan untuk bermanifestasi dalam dirinya. Jika kita memperdalam luka ini dan mengulangi kesalahan yang telah dilakukan, pada diri kita akan timbul suatu hutang baru yang pada gilirannya harus dilunasi kelak. Oleh karena itu, memaafkan dan melupakan selalu merupakan yang terbaik.

Mempelajari secara teoritis dari mana metta harus dimulai adalah perbuatan yang sia-sia, kecuali kalau pengetahuan itu dipraktikkan. Orang yang mempraktikkan metta akan selalu mengucapkan: sabbe satta sukhi hontu (Semoga semua makhluk berbahagia). Ia harus merenungkan ucapan tersebut dan menyerap artinya secara total. Kepada siapakah seharusnya metta dipancarkan terlebih dahulu? Visuddhimagga memberikan metodanya.

Ada empat individu yang seharusnya tidak menjadi objek pancaran cinta kasih terlebih dahulu, yaitu: orang yang secara alamiah tidak disukai, orang yang sangat dicintai dan disayangi, orang yang netral dan orang yang dimusuhi. Metta juga tidak seharusnya dikembangkan kepada lawan jenis atau kepada orang yang telah meninggal.

Mengapa begitu? Amatlah mengesalkan bila kita menempatkan orang yang tidak disukai sebagai orang yang disenangi. Sama mengesalkannya kalau kita harus menempatkan orang yang sangat dicintai sebagai orang yang netral. Amatlah melelahkan menempatkan orang yang netral sebagai orang yang dihormati atau disayangi. Juga masih ada kemungkinan bagi kemarahan untuk masuk saat metta ditujukan kepada musuh. Saat kita memancarkan metta terhadap lawan jenis, ada suatu kecenderungan untuk berkembang menjadi cinta yang penuh nafsu, yang pada gilirannya akan melahirkan kesedihan dan ketakutan. Pemato jayanti soko pemato jayanti bhayam, sabda Sang Buddha.

Mempraktekkan metta terhadap orang yang telah meninggal tidak ada gunanya karena “obyek”-nya tidak ada sebab suatu “obyek” sangat diperlukan bagi pengembangan metta. “Awal yang baik berarti setengah telah dikerjakan”, begitulah bunyi peribahasa. Cara yang biasa dan paling benar adalah terlebih dahulu mempraktekkan metta terhadap diri sendiri. Melakukannya secara berulang-ulang seperti berikut ini: aham avero homi abyapajjho homi anigho homi sukhi attanam pariharami (semoga diriku terbebas dari permusuhan, kemalangan dan kecemasan; semoga diriku dapat hidup bahagia!) Demikianlah metta yang dikembangkan akan murni dan kuat. Lalu meditator akan menyadari bahwa metta telah mencapai puncaknya. Hal ini disabdakan dalam Udana:
Sabda disa anuparigamma cetasa
navajjhaga piyataramattana kvaci
evampiyo puthu atta paresam
tasma na himse param attakamo
.
“Setelah menyelidik seluruh dunia dengan mata batinKu, Aku tidak melihat adanya sesuatu yang lebih berharga bagi seseorang daripada dirinya sendiri. Hidup adalah hal yang paling berharga bagi seorang manusia, oleh karena itu, menggantikan orang lain dengan diri sendiri tidaklah menyebabkan kerugian bagi orang lain.”

Pada keadaan ini, meditator yang telah memiliki gelombang pikiran sebagai kendarannya, siap dan layak untuk menyebarluaskan metta, memahami dengan baik apa yang ia utarakan. Ia ibarat riak air di kolam yang tenang dan jernih, yang secara perlahan-lahan timbul dan menyebar sampai ke tepian. Tetapi tidak seperti yang menghilang setelah mencapai tepian, riak metta akan menyentuh semua makhluk dan kembali lagi kepada si pemancar untuk diperkuat dan memulai gerakan lagi dan lagi sampai seluruh dunia menyatu dengannya dan ia menyatu dengan seluruh jagat raya.

Obyek metta adalah satta-pannatti, yaitu semua bentuk kehidupan tanpa kecuali, bahkan dampai ke bentuk kehidupan makhluk bersel satu yang mikroskopik sekalipun. Demikianlah cinta kasih melingkupi dunia, dimulai dari diri sendiri lalu kepada orang yang disayangi, lalu kepada yang netral dan terakhir kepada musuh walau bagaimana jahat dan dengkinya mereka. Meditator menemukan dirinya dalam lingkungan yang begitu damai, sehingga ia tidak membenci siapa pun, dan tak seorang pun yang membencinya. Tak seorang pun yang takut kepadanya dan ia pun tidak merasa takut pada siapapun.

Tahap ini digambarkan dalam syair berikut ini:
Na man koci uttasati napiham bhayami kassaci
Mettabalenapatthaddho ramami pavane sadda


Ini adalah metoda khusus dalam memancarkan cinta kasih. Di samping itu masih ada metoda lain tapi prinsip dasarnya sama saja. Kita bisa duduk di tempat yang tenang dan sunyi untuk membangkitkan metta seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, membawa semua makhluk ke dalam meditasi kita dan menyebutkan mereka dalam kategori berikut: makhluk di timur, barat, selatan dan utara, yang dibedakan menjadi 10 arah dan menyebut sabbe satta sabba pana kepada semua makhluk, semua benda hidup, yang berarti menekankan pencakupan pada semua bentuk kehidupan.

Dalam kaitan ini, kita bisa mengikuti metoda yang diberikan dalam Karaniya Metta Sutta, yang dalam segi tertentu adalah yang paling sering dipakai karena termuat dalam Tipitaka. Yang perlu diperhatikan adalah metta-kammatthan’a, meditasi metta yang tercakup dalam caturarakkha, Empat Perlindungan.

Manfaat

Manfaat melaksanakan metta meliputi hal yang bersifat duniawi maupun yang bersifat adiduniawi. Lewat metta kita dapat memperoleh metta cetovimutti, ketenangan mental, dan kemudian menjadikannya dasar pandangan terang untuk mencapai Nibbana. Ia yang mempraktekkan metta akan menikmati karunia metta di tempat ini pada saat ini juga. Mettanisamsa Sutta menyebutkan manfaat mettabhavana satu per satu, sebagai berikut:
1.   Sukham supati – tidur nyenyak.
2.   Sukham patibujjhati – bangun dengan perasaan segar.
3.   Napapakam supinam passati – tidak bermimpi buruk.
4.   Manussanam piyo hoti, amanussanam piyo hoti – disenangi manusia dan juga yang bukan manusia.
5.   Devata nam rakkhanti – dilindungi para dewa dari gangguan jahat.
6.   Na assa aggi visam vasattham va khamati – api, racun dan senjata tidak dapat mengganggunya.
7.   Tuvatam cittam samadhiyati – pikiran menjadi tenang.
8.   Mukhavananno vippasidati – raut muka menjadi cerah.
9.   Assamulho kalam karoti – meninggal tanpa menderita.
10.   Uttarim appativijjhanto brahmalokupago hoti – jika tidak mencapai kesucian yang lebih tinggi akan dilahirkan di alam Brahma.

Metode untuk mengembangkan karuna, mudita dan upekkha akan dipahami dari apa yang telah dirumuskan pada latihan metta. Masalahnya hanya menggantikan peranan metta seperti diuraikan di atas, dengan “belas kasih”, “simpati” atau “keseimbangan”. Empat Kediaman Luhur dapat dikembangkan secara terpisah atau bersamaan.

Brahmavihara Bhavana
yang luar biasa ini dapat dipraktekkan oleh siapa saja tanpa memandang kecenderungan bawaannya. Semua kebajikan yang lain berasal dari prinsip dasar ini tanpa melihat apakah kita umat Buddha atau bukan. Metta dan upekkha cukup penting dalam Sepuluh Paramita yang bisa membuat kita menjadi Buddha.

Karuna-lah yang menggerakkan Sumedha, yang kemudian menjadi Buddha Gotama, untuk menunda kebahagiaan Nibbana demi menolong sesama umat manusia yang diliputi oleh penderitaan dan terus berada dalam roda samsara, untuk mencapai Penerangan Sempurna. Mahakarunika adalah julukan yang sering ditujukan bagi Sang Buddha.

Marilah kita semua mempraktekkan Empat Kediaman Luhur ini dengan mengikuti contoh yang telah diberikan oleh Sang Guru Agung kita.

Sumber:
World Buddhism, XII, 5,
Des. 1963, Hal. 3-5
Pengalih bahasa: Yenny.

Diterbitkan oleh:
Ekayana
Edisi 3, Mei – Juni 1995
Hal. 23-31

mettacittena
_/\_

35
First Topic dah ngrepotin nih.. Kedepannya mungkin akan lebih banyak lg ngrepotinnya  ;D
Mau minta bantuan ke rekan-rekan Dhamma nih.. Kebetulan teman saya yg beda agama mendapat tugas utk mencari kira-kira bahwa kesempurnaan (nirwana, enlightenment, etc) itu adanya di sini dan sekarang, dan tidak perlu di alam lain. Atau bahwa hidup yang sekarang ini sudah cukup, tidak perlu mencari-cari untuk alam nanti.
Pokoknya pandangan positip tentang alam disini dan sekarang, sehingga tidak kalah dengan alam lain/berikutnya. (seperti surga, alam baka dll)
Ada referensi utk itu?

Mohon bantuan dan pencerahannya. Karena bisa dikatakan jg teman saya ini Buddhist by heart. Maybe some of his previous lifes he's a buddhist? who knows :D
Dan saya senang utk berbagi dhamma, hanya saja saya bukan tipe pengumpul info, maka saya tdk bisa membantu banyak. Pada rekan-rekan di sini sajalah saya berharap banyak :) 

Sabba danam Dhammadanam jinati
The gift of truth excels all gift..
Moga rekan2 berkenan memberi bantuannya  ^:)^

mettacitena
_/\_

36
Perkenalan / Namaste all
« on: 19 October 2008, 05:12:30 PM »
Salam kenal semuanya..

Member baru di sini, nama jerry.
mohon bimbingan dan pencerahannya dari teman-teman dan senior di sini. :)

namaste
_/\_



Pages: 1 2 [3]