Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Mahayana => Topic started by: Jerry on 25 September 2010, 03:42:57 AM

Title: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 25 September 2010, 03:42:57 AM
Di ambil dari thread sebelah agar tidak berantakan.. Di sini harap pembahasannya hanya seputar masalah yang dibahas dan jawabannya, tanpa mengarah ke subjek pribadi tertentu.

Latar belakang peristiwa:

Adanya member Mahayanis yang menyatakan atau mengimplikasikan bahwa sila dan vinaya seorang anggota Sangha boleh dipilih kapan dan apa saja yang dijalankan berdasarkan kepentingan. Jadi sila & vinaya bukannya bersifat mengekang Sangha sepanjang waktu sejak penabhisan, melainkan pada waktu tertentu ada sila dan vinaya yang boleh tidak dijalankan demi menghindari pelanggaran.
LATAR BELAKANG: ShowHide
Bahkan seorang umat awam pun pada hari uposatha wajib melaksanakan atthasila yg salah satunya berbunyi:

7. Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami
saya bertekad untuk melatih diri menghindari menari, bernyanyi, mendengarkan musik, pergi melihat hiburan, memakai perhiasan, memakai parfum, dan memakai kosmetik)

jadi apakah Bhikkhu malah tidak menjalankan sila ini?


Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg




Kemudian, member-member lain yang membaca bertanya pada yang bersangkutan dalam berbagai cara:
PERTANYAAN: ShowHide
Jadi sila tidak membunuh yah menjalankannya di waktu tertentu aja yah. Ga mungkin juga orang terus-terusan pegang pisau bunuhin semua orang, cuma kalo lagi senggang aja.

Nice...

Begini saja, coba anda jelaskan di sini sekte Theravada mana yang vinayanya tidak ada mengatur tentang bermusik atau yang peraturannya hanya belaku di waktu tertentu saja.


kalau anda umat Buddha bro, seharusnya anda paham bahwa Vinaya bagi bhikkhu adalah mengikat dan untuk dilaksanakan sepanjang ia menjadi bhikkhu. jangan2 menurut anda sila tidak melakukan hubungan sex juga hanya dilaksanakan pada waktu2 tertentu, dan pada waktu lainnya boleh, begitu kah?



Tetapi karena yang ditanya bukan menjawab, malah dialihkan seperti di bawah ini:
PENGALIHAN 1: ShowHide
Bahkan seorang umat awam pun pada hari uposatha wajib melaksanakan atthasila yg salah satunya berbunyi:

7. Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami
saya bertekad untuk melatih diri menghindari menari, bernyanyi, mendengarkan musik, pergi melihat hiburan, memakai perhiasan, memakai parfum, dan memakai kosmetik)

jadi apakah Bhikkhu malah tidak menjalankan sila ini?


Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg
Jadi sila tidak membunuh yah menjalankannya di waktu tertentu aja yah. Ga mungkin juga orang terus-terusan pegang pisau bunuhin semua orang, cuma kalo lagi senggang aja.

Nice...

MAin gitar relevasinya sama membunuh apa yah?
Emangnya merugikan orang lain ndak kan, lain dengan membunuh,
Gak nyambung relevansinya bro

Dan dalam jawaban lain, kembali dialihkan sbb:
PENGALIHAN 2: ShowHide
Bahkan seorang umat awam pun pada hari uposatha wajib melaksanakan atthasila yg salah satunya berbunyi:

7. Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami
saya bertekad untuk melatih diri menghindari menari, bernyanyi, mendengarkan musik, pergi melihat hiburan, memakai perhiasan, memakai parfum, dan memakai kosmetik)

jadi apakah Bhikkhu malah tidak menjalankan sila ini?


Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg

kalau anda umat Buddha bro, seharusnya anda paham bahwa Vinaya bagi bhikkhu adalah mengikat dan untuk dilaksanakan sepanjang ia menjadi bhikkhu. jangan2 menurut anda sila tidak melakukan hubungan sex juga hanya dilaksanakan pada waktu2 tertentu, dan pada waktu lainnya boleh, begitu kah?

Relevansinya main gitar sama membunuh apa relevansinya
Emangnya main gitar memperkosa orang ?
Awa awa wae tidak relevan hubungannya atuh



Akhirnya kembali disinggung:
BTT 1: ShowHide
iya yang anehnya, masing2 vihara katanya vinayanya beda, semua bhante theravada tidak berbudaya, jadi kemana2 =))
(Believe it or not)
Bukan Vinaya, tapi Hinaya.
Selain beda, juga berlaku "kadang-kadang".


BTT 2: ShowHide
iya yang anehnya, masing2 vihara katanya vinayanya beda, semua bhante theravada tidak berbudaya, jadi kemana2 =))
(Believe it or not)
Bukan Vinaya, tapi Hinaya.
Selain beda, juga berlaku "kadang-kadang".



sudah berkali2 saya menanyakan kepada the All-knowing Cheerleader, tapi tidak pernah dijawab.
Karena Bro GM Kainyn menggunakan sebutan yg sama, maka saya bertanya kepada Saudara Bro GM Kainyn, apakah arti HINAYA itu?




Demi kerapian thread, maka saya membuka topik pertanyaan di sini. Yang secara kebetulan pertanyaan yang sama pernah terlintas beberapa waktu lalu ketika dalam sebuah perjalanan bersama seorang yang baru saja saya kenal.
* Upasaka mode on: "Ceritanya begini.." *
CURCOL: ShowHide
Sebelum mulai, saya ceritakan sedikit latar belakang kenalan baru saya ini agar tidak ada kecurigaan bahwa beliau seorang fanatiqin bin Theravadin. Konon karena beliau berasal dari tradisi yang terbuka, Tri Dharma yang menerima keberadaan 3 Buddha(?) maka beliau juga seorang pluralis-universalis yang mempelajari semua tradisi yang ada: Tridharma, Theravada, Mahayana hingga akhirnya beliau sampai pada Tantrayana. Jadi, playgroup, SD, SMP, SMU sudah tamatlah gampangnya.

Demikianlah telah kudengar..
Kenalan baru saya ini, dalam perjalanan pulang kemudian menceritakan bagaimana satu kali beliau mendapati kenyataan bahwa seorang bhikshu pergi menonton film layar lebar. Karena penasaran, beliau lalu mencoba mengonfirmasi pada bhikshu menanyakan alasan bhikshu pergi nonton. Bhikshu pun menjawab dengan sedikit galak & nyolot [menurut saya mungkin bercanda kali yah dengan umat yang udah beliau kenal]. Jawab bhikshu, "Eh.. Suka-suka gua lah.. Gua nonton apa urusan elu? Urus urusan lu sendiri." Kenalan saya pun agak terkejut mendengar bhikshu berujar demikian. Setelahnya beliau melanjutkan lagi, tak lama setelah itu kenalan saya ini mendapat penjelasan [di sini tidak diceritakan siapa yang memberi penjelasan] bahwa jika seorang bhikshu mau pergi nonton, maka sila berkenaan dengan tindakan nonton boleh tidak diambil, demi menghindari pelanggaran. Di lain hari sila tersebut bisa diambil lagi, jika tidak sedang menonton.


Saat mendengar saya berpikir mungkin sekali kenalan saya itu hanya salah paham dalam menafsirkan penjelasan dan tidak saya tanggapi lebih jauh. Tetapi karena sekarang saya mendapati lagi adanya pernyataan demikian, maka saya berkeinginan mempelajari Mahayana lebih jauh dengan melemparkan pertanyaan ini di board Mahayana.

Mohonlah kiranya member-member Mahayana berkenan untuk memberi penjelasan:
"Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

Anumodana atas penjelasannya..


Be happy,
_/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 07:24:20 AM
berarti vegetarian itu kadang2 juga ya, karena masa makan sayur terus =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: iyank4 on 25 September 2010, 08:25:05 AM
 _/\_
SUMBER:
http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_dw_40.shtml

-------------
....laksanakan dan patuhi secara sungguh-sungguh dan jujur SEJAK saat penahbisannya, mereka wajib menahan diri dari keuntungan-keuntungan duniawi.
-------------
SEJAK: artinya dimulai dari, dan tidak ada HINGGA... kesimpulannya: Terus menerus

-------------
"Ehi Bhikkhu, svakkhato dhammo cara brahmacariyam samma ukkhassa antakiriyaya'ti", artinya "Marilah Bhikkhu, Dhamma telah diajarkan dengan sempurna, jalanilah cara hidup suci untuk mengakhiri seluruh dukkha"
-------------
JALANILAH: lagi2x tidak ada pembatas waktu disini..

Jika bhikku tidak menjalankan vinaya, lalu apa bedanya dengan umat, Anda atau saya yang mengenakan jubah bhikku...?

 _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 25 September 2010, 08:29:21 AM
_/\_
SUMBER:
http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_dw_40.shtml

-------------
....laksanakan dan patuhi secara sungguh-sungguh dan jujur SEJAK saat penahbisannya, mereka wajib menahan diri dari keuntungan-keuntungan duniawi.
-------------
SEJAK: artinya dimulai dari, dan tidak ada HINGGA... kesimpulannya: Terus menerus

-------------
"Ehi Bhikkhu, svakkhato dhammo cara brahmacariyam samma ukkhassa antakiriyaya'ti", artinya "Marilah Bhikkhu, Dhamma telah diajarkan dengan sempurna, jalanilah cara hidup suci untuk mengakhiri seluruh dukkha"
-------------
JALANILAH: lagi2x tidak ada pembatas waktu disini..

Jika bhikku tidak menjalankan vinaya, lalu apa bedanya dengan umat, Anda atau saya yang mengenakan jubah bhikku...?

 _/\_

Sumber yang Anda kutipkan di atas membahas dari segi Theravada. Yang ingin dibahas dalam thread ini adalah dari segi Mahayana. Jadi referensi dari segi Theravada tentunya tidak relevan untuk dipakai di sini. :)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 25 September 2010, 10:12:36 AM
 [at] Jerry, nice work ....
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 03:18:22 PM
sepertinya memang begitu, salah satu contoh adalah LSY yang memang vinaya itu tidak mengikat dia.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 25 September 2010, 04:34:04 PM
Wah, ini  model Vinaya Prasmanan, pilih yang suka, yg tidak suka tidak usah diambil.  :o :o :-?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 04:46:06 PM
mungkin vinayanya ngambil disini :
MAZMUR :
150:1. Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat!
150:2 Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat!
150:3 Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi!
150:4 Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling!
150:5 Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!
150:6 Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 25 September 2010, 06:38:43 PM
berarti vegetarian itu kadang2 juga ya, karena masa makan sayur terus =))
iya, jadi harusnya makan ayam juga bisa..
masa makan tahu tempe doang..
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 09:34:55 PM
berarti vegetarian itu kadang2 juga ya, karena masa makan sayur terus =))
iya, jadi harusnya makan ayam juga bisa..
masa makan tahu tempe doang..
bisa aja, asal KFC =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 25 September 2010, 09:59:46 PM
berarti vegetarian itu kadang2 juga ya, karena masa makan sayur terus =))
iya, jadi harusnya makan ayam juga bisa..
masa makan tahu tempe doang..
bisa aja, asal KFC =))

Nih, owe kasih buktinya yg lagi makan KFC.


(http://i988.photobucket.com/albums/af6/monkmajenun/KFCMonk.jpg)


Nyam nyamm nyamm , yummy

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 10:03:59 PM
jadi inget film shaolin POPEYE =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 25 September 2010, 10:09:00 PM
kan udah aye pernah bilang, makan daging itu bukan vinaya, tapi sila bodhisattva
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 25 September 2010, 10:15:17 PM
kan udah aye pernah bilang, makan daging itu bukan vinaya, tapi sila bodhisattva
ok. tp bukan kah dalam vinaya, makanan apa pun tidak boleh di potong oleh gigi bukan?
makanya kenapa buah2 di potong kecil2
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 25 September 2010, 10:23:42 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 25 September 2010, 10:59:09 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
hmm.. kalo ngasih daging ayam yg masih menyatu sama tulang?? boleh kah?
trus
kalao mengasih daging sapi seukuran telapak tangan? boleh kah ( tidak masuk semua ke mulut. jadi harus di potong oleh sendok/garpu, tidak boleh oleh gigi bukan??)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 25 September 2010, 11:00:49 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
hmm.. kalo ngasih daging ayam yg masih menyatu sama tulang?? boleh kah?
trus
kalao mengasih daging sapi seukuran telapak tangan? boleh kah ( tidak masuk semua ke mulut. jadi harus di potong oleh sendok/garpu, tidak boleh oleh gigi bukan??)

Bro, vinaya bagian manakah yg mengatakan tidak boleh memotong daging dengan gigi?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 25 September 2010, 11:15:17 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
hmm.. kalo ngasih daging ayam yg masih menyatu sama tulang?? boleh kah?
trus
kalao mengasih daging sapi seukuran telapak tangan? boleh kah ( tidak masuk semua ke mulut. jadi harus di potong oleh sendok/garpu, tidak boleh oleh gigi bukan??)

Bro, vinaya bagian manakah yg mengatakan tidak boleh memotong daging dengan gigi?
19. Saya takkan makan dengan menggigit-gigit bongkahan nasi.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 25 September 2010, 11:20:55 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
hmm.. kalo ngasih daging ayam yg masih menyatu sama tulang?? boleh kah?
trus
kalao mengasih daging sapi seukuran telapak tangan? boleh kah ( tidak masuk semua ke mulut. jadi harus di potong oleh sendok/garpu, tidak boleh oleh gigi bukan??)

Bro, vinaya bagian manakah yg mengatakan tidak boleh memotong daging dengan gigi?
mas indra, saya tidak begitu tahu mas. cuma waktu itu pernah dengar dan di kasih tau,
yg  kurang lebih seh begitu...

"kenapa tuh daging di potong kecil2"

"kan gak boleh kalao di gigit sebagian, dan sebagiannya lagi di kembalikan taruh di piring"

Begitu pula dengan buah

mohon penjelasan nya mas indra
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 25 September 2010, 11:29:33 PM
kalo buah memang aturannya tidak boleh dimakan jika masih bisa tumbuh, karena itu biasanya umat udah motong duluan.

kalo makanan udah dipotong duluan, kenapa gak boleh dimakan?
hmm.. kalo ngasih daging ayam yg masih menyatu sama tulang?? boleh kah?
trus
kalao mengasih daging sapi seukuran telapak tangan? boleh kah ( tidak masuk semua ke mulut. jadi harus di potong oleh sendok/garpu, tidak boleh oleh gigi bukan??)

Bro, vinaya bagian manakah yg mengatakan tidak boleh memotong daging dengan gigi?
mas indra, saya tidak begitu tahu mas. cuma waktu itu pernah dengar dan di kasih tau,
yg  kurang lebih seh begitu...

"kenapa tuh daging di potong kecil2"

"kan gak boleh kalao di gigit sebagian, dan sebagiannya lagi di kembalikan taruh di piring"

Begitu pula dengan buah

mohon penjelasan nya mas indra

nah saya juga blm pernah tau, makanya tanya
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 25 September 2010, 11:59:44 PM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 26 September 2010, 07:44:31 AM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?
tidak, bahkan membunuh pun tidak melanggar vinaya, itu disebut upaya kausalya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hendrako on 26 September 2010, 07:57:02 AM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: adi lim on 26 September 2010, 08:04:00 AM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?
tidak, bahkan membunuh pun tidak melanggar vinaya, itu disebut upaya kausalya.

sekalian dibold kata upaya kausalya lagi supaya lebh jelas ^-^

 _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 26 September 2010, 10:35:00 AM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 10:36:22 AM
Saya mau tanya: "Apakah bhiksu Mahayana tidak memiliki peraturan untuk tidak berdekatan dengan wanita?". Soalnya selama saya melihat bhiksu-bhiksu dari Mahayana, semuanya tidak menjaga jarak dari wanita. Bahkan ada bhiksu yang tampaknya cukup senior, malah suka bercanda dengan wanita-wanita, tabok-menabok bahu, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya.

Sedangkan kalau kita lihat karakter Bhiksu Tong Sam Cong di Serial TV Kera Sakti, dia sangat menjaga jarak dengan wanita. Bahkan menyentuh wanita saja tidak berani. Ada yang bisa menjelaskan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 26 September 2010, 10:46:59 AM
Apakah bhiksu Mahayana tidak memiliki peraturan untuk tidak berdekatan dengan wanita?

Seorang  bhikkhu  Theravāda  memiliki  227  peraturan  (Sīla)  dalam  Pāṭimokkha sementara  seorang  bhikkhu  Mahayana  pada  dasarnya  memiliki  peraturan  yang sama dengan tambahan bagian minor yang berhubungan dengan sikap hormat pada  stupa,  yang  menjadikannya  250  peraturan  secara  keseluruhan.

Kesemua delapan kelompok peraturan kedisiplinan tersebut pada dasarnya sama untuk  mazhab  Theravāda  dan  Mahayana,  dengan  pengecualian  pada  bagian Pācittiya dan Sekhiya. Seorang bhikkhu Theravāda memiliki 92 Pācittiya dan 75 Sekhiya, sementara seorang bhikkhu Mahayana  memiliki 90 Pācittiya dan 100 Sekhiya.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hendrako on 26 September 2010, 10:49:53 AM
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?



Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 10:58:53 AM
Seorang  bhikkhu  Theravāda  memiliki  227  peraturan  (Sīla)  dalam  Pāṭimokkha sementara  seorang  bhikkhu  Mahayana  pada  dasarnya  memiliki  peraturan  yang sama dengan tambahan bagian minor yang berhubungan dengan sikap hormat pada  stupa,  yang  menjadikannya  250  peraturan  secara  keseluruhan.

Kesemua delapan kelompok peraturan kedisiplinan tersebut pada dasarnya sama untuk  mazhab  Theravāda  dan  Mahayana,  dengan  pengecualian  pada  bagian Pācittiya dan Sekhiya. Seorang bhikkhu Theravāda memiliki 92 Pācittiya dan 75 Sekhiya, sementara seorang bhikkhu Mahayana  memiliki 90 Pācittiya dan 100 Sekhiya.

Jadi dengan kata lain, maksudnya perilaku Bhiksu Tong Sam Cong di Serial TV Kera Sakti itu adalah perilaku bhiksu yang benar? Sedangkan perilaku bhiksu yang cukup senior yang saya lihat suatu waktu itu adalah perilaku bhiksu yang tidak benar?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 11:04:53 AM
Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

Mengutip penjelasan dari Bro wen78, peraturan yang dimiliki oleh seorang bhikkhu (Theravada) dengan seorang bhiksu (Mahayana) adalah tidak terlalu berbeda. Dengan ini, saya menyimpulkan bahwa seorang bhiksu pun seharusnya tidak menyentuh wanita / menjaga jarak dengan wanita.

Jika kasus bhiksu dalam Kisah Zen itu dinyatakan bahwa menolong wanita dengan menggendongnya, maka itu merupakan pelanggaran peraturan (Vinaya). Meskipun dilakukan untuk menolong, tanpa nafsu, atas dasar cinta-kasih; tetap saja perbuatannya itu melanggar Vinaya. Vinaya tetap berlaku tanpa ada pengecualian-pengecualian.

Bhiksu tersebut tentu saja melakukan perbuatan baik karena menolong wanita itu. Namun itu bukan menjadi alasan untuk melarikan diri dari ketetapan Vinaya. Jangan menganggap bahwa perbuatan baik itu bisa menteralisir pelanggaran Vinaya. Saya melihat bhiksu tersebut keliru jika menganggap dirinya bersih dari pelanggaran Vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 26 September 2010, 11:16:40 AM
apabila melanggar vinaya, apakah sangsinya?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 26 September 2010, 12:20:56 PM
Spoiler: ShowHide

Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?




Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.
yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.

Spoiler: ShowHide
Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.


Mengutip penjelasan dari Bro wen78, peraturan yang dimiliki oleh seorang bhikkhu (Theravada) dengan seorang bhiksu (Mahayana) adalah tidak terlalu berbeda. Dengan ini, saya menyimpulkan bahwa seorang bhiksu pun seharusnya tidak menyentuh wanita / menjaga jarak dengan wanita.

Jika kasus bhiksu dalam Kisah Zen itu dinyatakan bahwa menolong wanita dengan menggendongnya, maka itu merupakan pelanggaran peraturan (Vinaya). Meskipun dilakukan untuk menolong, tanpa nafsu, atas dasar cinta-kasih; tetap saja perbuatannya itu melanggar Vinaya. Vinaya tetap berlaku tanpa ada pengecualian-pengecualian.

Bhiksu tersebut tentu saja melakukan perbuatan baik karena menolong wanita itu. Namun itu bukan menjadi alasan untuk melarikan diri dari ketetapan Vinaya. Jangan menganggap bahwa perbuatan baik itu bisa menteralisir pelanggaran Vinaya. Saya melihat bhiksu tersebut keliru jika menganggap dirinya bersih dari pelanggaran Vinaya.

jadi, menolong adalah baik tapi melanggar vinaya. jadi sebaiknya menolong atau tidak?

bila ada seorang Bhikku yg sedang meditasi di tepi sungai, dan terdengar seorang gadis minta tolong yg tenggelam di sungai. dan ketika Bhikku tsb membuka mata, gadis itu sudah mengapung di tepi sungai. apa yg seharunys dilakukan Bhikku tsb?
apakah memberikan pertolongan pertama yaitu memberikan CPR?
apakah tidak memberikan pertolongan pertama(CPR) karena melanggar vinaya?
lalu dimanakah nafsu nya saat itu? apakah saat itu ada nafsu yg timbul? apakah saat itu ada timbul nafsu untuk bisa mencicipi rasa bibir wanita itu?


kembali ke topik,

saya mengungkit hal ini, karena ada hubungannya yaitu makna dibaliknya sebuah tindakan terlepas apakah dilihat secara baku terhadap vinaya apakah dikatakan melanggar atau tidak melanggar. dan ada hubungannya dengan pencapaian seorang Bhikku.
sama halnya dengan pemahaman kita terhadap pancasila. hanya menjalankannya atau memahami makna dibelakangnya.
ini bukan mengenai melabelkan apakah itu boleh, ini tidak boleh, melanggar atau tidak melanggar, tetapi menjiwai/memahami apa yg ada dibaliknya.

seperti yg dikatakan bro purnama,
Quote
Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.


tidak dipungkiri, akan selalu ada Bhikku yg "benar" dan Bhikku yg "tidak benar"  _/\_


apabila melanggar vinaya, apakah sangsinya?

yg ini saya kurang tau, mungkin yg lain bisa menjawabnya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 02:52:21 PM
Quote from: wen78
jadi, menolong adalah baik tapi melanggar vinaya. jadi sebaiknya menolong atau tidak?

bila ada seorang Bhikku yg sedang meditasi di tepi sungai, dan terdengar seorang gadis minta tolong yg tenggelam di sungai. dan ketika Bhikku tsb membuka mata, gadis itu sudah mengapung di tepi sungai. apa yg seharunys dilakukan Bhikku tsb?
apakah memberikan pertolongan pertama yaitu memberikan CPR?
apakah tidak memberikan pertolongan pertama(CPR) karena melanggar vinaya?
lalu dimanakah nafsu nya saat itu? apakah saat itu ada nafsu yg timbul? apakah saat itu ada timbul nafsu untuk bisa mencicipi rasa bibir wanita itu?

Ada perbedaan mengenai Vinaya yang kita pegang di sini. Anda kurang-lebih menyimpulkan bahwa Vinaya adalah peraturan dari Sang Buddha agar seorang bhikkhu bisa melatih diri dengan benar. Sedangkan menurut saya, Vinaya adalah kode etik seorang bhikkhu.

Beberapa kisah mengisahkan Sang Buddha menetapkan Vinaya kepada bhikkhu meskipun bhikkhu tersebut sudah Arahat. Sebagai contoh, suatu ketika Bhikkhu Anuruddha yang sudah mencapai tingkat Arahat bermalam di suatu tempat sehabis dari perjalanannya. Ternyata di tempat Bhikkhu Anuruddha bermalam itu ada banyak wanita. Karena Bhikkhu Anuruddha tetap bermalam di sana, muncullah suatu kejadian dimana Bhikkhu Anuruddha dan seorang wanita sedang bersama dalam satu ruangan. Tidak terjadi apa-apa pada mereka. Tetapi setelah sang Buddha mengetahui hal ini, Bhikkhu Anuruddha ditetapkan melanggar Vinaya dan Bhikkhu Anuruddha menerima kesalahannya ini. Kesalahan yang "sepele" (minor), namun tetap saja sebuah pelanggaran terhadap Vinaya.

Saya mau tahu apakah menurut pendapat Anda, Bhikkhu Anuruddha tidak bersalah dalam hal ini?

Menanggapi pertanyaan Anda: "Menurut saya, seorang bhikkhu boleh saja menolong wanita itu dengan melakukan CPR. Namun setelah itu, bhikkhu tersebut harus membuat pernyataan bersalah di depan Sangha (minimal terdiri dari 5 orang bhikkhu) dan harus mendapatkan hukuman atas pelanggarannya. Inilah kode etik bhikkhu. Kode etik ini harus dipegang seorang bhikkhu baik masih awam maupun sudah mencapai tingkatan-tingkatan kesucian seumur hidupnya. Berangkat dari kerasnya kode etik ini, maka muncul segolongan bhikkhu yang merasa peraturan minor Vinaya sebaiknya dihapuskan. Inilah yang menjadi cikal-bakal perbedaan pandangan mengenai Vinaya."
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 26 September 2010, 03:53:08 PM
Sorry baru ol dan diskusi sudah berjalan jauh dan OOT.. Saya jawab tentang pandangan saya mengenai cerita Tanzan menggendong gadis. Dan setelahnya saya harap diskusi kembali pada alur semula.

Yaitu: Apakah dalam Mahayana, vinaya tidak bersifat mengikat secara total, melainkan boleh diambil dan tidak diambil?

Quote
dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Dalam hal menggendong, saya memiliki pendapat yang sama dengan Bro Hendrako. Sebenarnya permasalahan yang dihadapi gadis itu bukan hal gawat, hanya takut basah dan pakaian kotor. Apa perlunya melanggar Vinaya demi hal remeh demikian?

Bro Wen78 berbicara soal "tanpa nafsu". Tapi apakah Bro Wen78 mengetahui bahwa bhikshu di Jepang umumnya menikah dan berumah tangga? Apakah menurut Bro Wen78, mereka memilih menikah itu berdasarkan "tanpa nafsu" atau "dengan nafsu"?

Quote
tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita
Referensinya dari mana Bro?

Silakan baca sebuah kutipan perspektif yang menjelaskan mengenai cerita Tanzan menggendong gadis.
Spoiler: ShowHide
Quote
With such an understanding let us now examine an oft-quoted Zen story; indeed, popular enough to be cited by even non-Buddhist writers as their own.
       
Two Zen monks, Tanzan and Ekido, traveling on pilgrimage, came to a muddy river crossing. There they saw a lovely young woman dressed in her kimono and finery, obviously not knowing how to cross the river without ruining her clothes. Without further ado, Tanzan graciously picked her up, held her close to him, and carried her across the muddy river, placing her onto the dry ground.
Then he and Ekido continued on their way. Hours later they found themselves at a lodging temple. And here Ekido could no longer restrain himself and gushed forth his complaints:
“Surely, it is against the rules what you did back there…. Touching a woman is simply not allowed…. How could you have done that? … And to have such close contact with her! … This is a violation of all monastic protocol…”
Thus he went on with his verbiage. Tanzan listened patiently to the accusations.
Finally, during a pause, he said, “Look, I set that girl down back at the crossing. Are you still carrying her?”
(Based on an autobiographical story by Japanese Zen master Tanzan)

Tanzan (1819-1892) was a Japanese Buddhist priest and professor of philosophy at the Japanese Imperial University (now the University of Tokyo) during the Meiji period. He was regarded as a Zen master, and figured in several well-known koans, and was also well-known for his disregard of many of the precepts of everyday Buddhism, such as dietary laws. I’m not sure if there is anything virtuous in this.

The first thing we should note is that this is an autobiographical Zen story; it probably did not happen, not exactly in this manner, anyway. For if it did, then it has a serious ethical problem, where one is good at the cost of the perceived evil or foolishness of another. I think it was the Irish playwright, George Bernard Shaw (1856-1950) who quipped, “There are bad women because there are good women.”

Indeed, a bodhisattva who is regarded as good or compassionate on account of the evil or lack in others, would actually be a selfish person, as the bodhisattva is not independently good. A true bodhisattva is one who, being himself highly virtuous, is capable of inspiring goodness in another, even if it is to the bodhisattva’s apparent disadvantage.

Tanzan’s self-told tale has a serious moral flaw if he made himself appear virtuous on account of Ekido’s concern for the Vinaya. Such a person as Ekido, however, was simply rare in Meiji Japan, where priests were as a rule non-celibate (on account of the nikujiki saitaiior “meat-eating and marriage” law of 1872). As such, it was likely than Tanzan had invented a Vinaya-respecting monk as a foil for his self-righteousness.

On the other hand, Tanzan’s tale also evinces his serious lack of understanding of the Vinaya rules. For, in a real life situation, even a Vinaya-observing orthodox Theravada monk would help this lady in every way he could, or he would ask his colleague or some other suitable persons to help the woman. If a Vinaya-keeping monk has helped the woman, he has done a good deed by breaking a minor rule, for which he only needs to confess before another monk, and remind himself not to wander into improper places the next time. There is no need of any skillful means here, only common sense.


Menurut saya:
Menggendong gadis melanggar vinaya, apa pun alasannya dan entah berasal dari mazhab atau Sangha mana pun -- yang mengaku masih dalam lineage yang berasal dari Sang Buddha Gotama a.k.a Sakyamuni.

Tetapi di Jepang, deviasi terhadap Vinaya ini dimulai terutama sejak Shinran, pendiri aliran Jodo Shinshu, yang menikah dalam status bhikshu. Hingga akhirnya pada masa Restorasi Meiji, di mana pemerintah secara resmi menetapkan bahwa bhikshu/ni diperbolehkan untuk menikah. Maka Tanzan yang hidup saat Restorasi Meiji dan menggendong gadis itu harus diragukan kebenaran ceritanya. Wong menikah aja boleh.. Apalagi menggendong gadis?

Tambahan, adalah salah untuk menyamaratakan bahwa apa yang diperbolehkan di Jepang diperbolehkan pula di luar Jepang, khususnya di Indonesia. Bahkan meski pemerintah Jepang atau pemerintah mana pun menetapkan demikian, dalam Dhamma-Vinaya Buddha hal tersebut tetap tergolong sebagai pelanggaran.


be happy,
 _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 26 September 2010, 04:02:53 PM
vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.
Sorry bro ikut menengahi.. Vinaya ditetapkan demi memuluskan langkah para bhikkhu dalam mencapai tujuan. Karena itu, Vinaya ditetapkan dengan mempertimbangkan pula pandangan masyarakat, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Kalau sampai masyarakat antipati dengan Sangha, siapa yang akan mendukung kehidupan para bhikkhu? Kadang meski satu hal benar, seperti kasus Anuruddha Thera yang diceritakan Bro Upasaka. Tetap saja itu sebuah pelanggaran Vinaya. Kalau sampai masyarakat tahu Anuruddha Thera bermalam dalam satu ruangan bersama wanita, apa kata dunia??
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hendrako on 26 September 2010, 06:03:13 PM
Spoiler: ShowHide

Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?




Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.
yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.


Bagi saya, Bhikku yang telah menjiwai vinaya tidak akan melanggar vinaya.
Justru Bhikku yang tidak menjiwai vinayalah yang melanggar vinaya.

Telah bebas dari nafsu tidak dapat jadi patokan karena tidak ada alat yang dapat mengukurnya.
Jadi alasan di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan tidak melanggar vinaya.

Lagipula, sekali lagi,
Dalam cerita Zen tersebut, si gadis hanya takut basah, bukan tenggelam. (mohon dikoreksi bila salah)
Saya hanya menangkap pesan tentang kemelekatan di dalam pikiran.
Soal Vinaya yang dilanggar hanya sebagai analogi ekstrem di dalam ke-Bhiksu-an
yang merupakan pencetus kemelekatan di dalam pikiran Bhiksu yang tidak menggendong gadis.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 26 September 2010, 06:13:28 PM
jangan2 kisah membunuh buddha juga diartikan secara nyata nih sama mahayana =))

trus cerita bhiksu yang menghancurkan patung buddha, trus kisah2 yang lainnya lah =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 06:18:04 PM
Ada sebuah Kisah Zen yang menceritakan bahwa ada dua orang murid yang sedang berselisih pendapat. Lalu sang guru (bhiksu) datang dan menengahi keduanya. Kedua murid masih saja berselisih pendapat. Lalu sang guru membunuh seekor kucing yang ada di dekat mereka, dan mengajarkan suatu penjelasan kepada kedua muridnya. Dikatakan bahwa: Kedua muridnya pun menjadi tercerahkan, sang guru yang membunuh kucing itu adalah melakukan perbuatan upaya kausalya, dan kucing yang dibunuh pun melakukan karma baik.

Jadi, apakah seorang bhiksu yang sudah "menjiwai Vinaya"; juga bisa melakukan perbuatan seperti membunuh?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 26 September 2010, 06:29:58 PM
Ada sebuah Kisah Zen yang menceritakan bahwa ada dua orang murid yang sedang berselisih pendapat. Lalu sang guru (bhiksu) datang dan menengahi keduanya. Kedua murid masih saja berselisih pendapat. Lalu sang guru membunuh seekor kucing yang ada di dekat mereka, dan mengajarkan suatu penjelasan kepada kedua muridnya. Dikatakan bahwa: Kedua muridnya pun menjadi tercerahkan, sang guru yang membunuh kucing itu adalah melakukan perbuatan upaya kausalya, dan kucing yang dibunuh pun melakukan karma baik.

Jadi, apakah seorang bhiksu yang sudah "menjiwai Vinaya"; juga bisa melakukan perbuatan seperti membunuh?
ajahn chan juga memanggil pembasmi serangga untuk membunuh serangga yang mengganggu muridnya =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 26 September 2010, 07:15:22 PM
Ada sebuah Kisah Zen yang menceritakan bahwa ada dua orang murid yang sedang berselisih pendapat. Lalu sang guru (bhiksu) datang dan menengahi keduanya. Kedua murid masih saja berselisih pendapat. Lalu sang guru membunuh seekor kucing yang ada di dekat mereka, dan mengajarkan suatu penjelasan kepada kedua muridnya. Dikatakan bahwa: Kedua muridnya pun menjadi tercerahkan, sang guru yang membunuh kucing itu adalah melakukan perbuatan upaya kausalya, dan kucing yang dibunuh pun melakukan karma baik.

Jadi, apakah seorang bhiksu yang sudah "menjiwai Vinaya"; juga bisa melakukan perbuatan seperti membunuh?
ajahn chan juga memanggil pembasmi serangga untuk membunuh serangga yang mengganggu muridnya =))
Itu juga bentuk Upaya Kausalya.. :D
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: adi lim on 26 September 2010, 07:31:44 PM

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.

Spoiler: ShowHide
Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.


Mengutip penjelasan dari Bro wen78, peraturan yang dimiliki oleh seorang bhikkhu (Theravada) dengan seorang bhiksu (Mahayana) adalah tidak terlalu berbeda. Dengan ini, saya menyimpulkan bahwa seorang bhiksu pun seharusnya tidak menyentuh wanita / menjaga jarak dengan wanita.

Jika kasus bhiksu dalam Kisah Zen itu dinyatakan bahwa menolong wanita dengan menggendongnya, maka itu merupakan pelanggaran peraturan (Vinaya). Meskipun dilakukan untuk menolong, tanpa nafsu, atas dasar cinta-kasih; tetap saja perbuatannya itu melanggar Vinaya. Vinaya tetap berlaku tanpa ada pengecualian-pengecualian.

Bhiksu tersebut tentu saja melakukan perbuatan baik karena menolong wanita itu. Namun itu bukan menjadi alasan untuk melarikan diri dari ketetapan Vinaya. Jangan menganggap bahwa perbuatan baik itu bisa menteralisir pelanggaran Vinaya. Saya melihat bhiksu tersebut keliru jika menganggap dirinya bersih dari pelanggaran Vinaya.

jadi, menolong adalah baik tapi melanggar vinaya. jadi sebaiknya menolong atau tidak?

bila ada seorang Bhikku yg sedang meditasi di tepi sungai, dan terdengar seorang gadis minta tolong yg tenggelam di sungai. dan ketika Bhikku tsb membuka mata, gadis itu sudah mengapung di tepi sungai. apa yg seharunys dilakukan Bhikku tsb?
apakah memberikan pertolongan pertama yaitu memberikan CPR?
apakah tidak memberikan pertolongan pertama(CPR) karena melanggar vinaya?
lalu dimanakah nafsu nya saat itu? apakah saat itu ada nafsu yg timbul? apakah saat itu ada timbul nafsu untuk bisa mencicipi rasa bibir wanita itu?


kembali ke topik,

saya mengungkit hal ini, karena ada hubungannya yaitu makna dibaliknya sebuah tindakan terlepas apakah dilihat secara baku terhadap vinaya apakah dikatakan melanggar atau tidak melanggar. dan ada hubungannya dengan pencapaian seorang Bhikku.
sama halnya dengan pemahaman kita terhadap pancasila. hanya menjalankannya atau memahami makna dibelakangnya.
ini bukan mengenai melabelkan apakah itu boleh, ini tidak boleh, melanggar atau tidak melanggar, tetapi menjiwai/memahami apa yg ada dibaliknya.

seperti yg dikatakan bro purnama,
Quote
Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.


tidak dipungkiri, akan selalu ada Bhikku yg "benar" dan Bhikku yg "tidak benar"  _/\_


apabila melanggar vinaya, apakah sangsinya?

yg ini saya kurang tau, mungkin yg lain bisa menjawabnya.

sesudah UPAYA KAUSALYA
sekarang ada muncul baru lagi SUDAH MENJIWAI VINAYA, artinya sewaktu Vinaya dilanggar oleh seorang Bhiksu tapi itu bukanlah suatu pelanggaran karena sudah menjiwai   ^-^

_/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 26 September 2010, 08:33:56 PM
Saya mau tahu apakah menurut pendapat Anda, Bhikkhu Anuruddha tidak bersalah dalam hal ini?

sebenarnya saya no comment, karena saya belum mencapai apa2 dibandingkan Bhikkhu Anuruddha Thera sehingga tidak etis bila saya memberikan label apakah bersalah atau tidak bersalah.
pendapat saya adalah bersalah tapi tidak bersalah, tidak bersalah tapi bersalah.


Sorry baru ol dan diskusi sudah berjalan jauh dan OOT.. Saya jawab tentang pandangan saya mengenai cerita Tanzan menggendong gadis. Dan setelahnya saya harap diskusi kembali pada alur semula.

Yaitu: Apakah dalam Mahayana, vinaya tidak bersifat mengikat secara total, melainkan boleh diambil dan tidak diambil?

sebenarnya saya menjelaskan dari sisi dibalik vinaya tsb, yaitu makna serta tujuan dari vinaya. bukan menerapkan vinaya tsb lalu digunakan untuk mengetuk palu apakah Bhikku tsb melanggar(bersalah) atau tidak melanggar(tidak bersalah).
dan saya menjelaskan dari sisi pelaku, yaitu menempatkan diri kita sebagai Bhikku itu sendiri. karena kita juga meditasi dan menyadari apa yg timbul dan lenyap, walaupun tingkat metidasi kita belum setinggi para Bhikku, setidak2 masih bisa mendapatkan gambaran kira2 apa jadinya bila kita ada di sisi Bhikku itu sendiri.

seperti bila Bhikku tsb diminta tolong oleh umat agar bermain gitar dan bernyanyi karena suaranya bagus, sama seperti Bhikku menolong menyeberangkan gadis dengan menggendong.
sejujurnya saya tidak mengerti mengapa hal yg seperti ini diributkan, maka saya hendak menjelaskannya dari sisi lain yaitu salah satu kisah Zen dimana jelas dari 2 sisi.

btw, saya jawab dulu.... AFAIK, vinaya Theravada & Mahayana adalah sama bersifat mengikat selamanya.


Quote
tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita
Referensinya dari mana Bro?

Silakan baca sebuah kutipan perspektif yang menjelaskan mengenai cerita Tanzan menggendong gadis.
Spoiler: ShowHide
Quote
With such an understanding let us now examine an oft-quoted Zen story; indeed, popular enough to be cited by even non-Buddhist writers as their own.
       
Two Zen monks, Tanzan and Ekido, traveling on pilgrimage, came to a muddy river crossing. There they saw a lovely young woman dressed in her kimono and finery, obviously not knowing how to cross the river without ruining her clothes. Without further ado, Tanzan graciously picked her up, held her close to him, and carried her across the muddy river, placing her onto the dry ground.
Then he and Ekido continued on their way. Hours later they found themselves at a lodging temple. And here Ekido could no longer restrain himself and gushed forth his complaints:
“Surely, it is against the rules what you did back there…. Touching a woman is simply not allowed…. How could you have done that? … And to have such close contact with her! … This is a violation of all monastic protocol…”
Thus he went on with his verbiage. Tanzan listened patiently to the accusations.
Finally, during a pause, he said, “Look, I set that girl down back at the crossing. Are you still carrying her?”
(Based on an autobiographical story by Japanese Zen master Tanzan)

Tanzan (1819-1892) was a Japanese Buddhist priest and professor of philosophy at the Japanese Imperial University (now the University of Tokyo) during the Meiji period. He was regarded as a Zen master, and figured in several well-known koans, and was also well-known for his disregard of many of the precepts of everyday Buddhism, such as dietary laws. I’m not sure if there is anything virtuous in this.

The first thing we should note is that this is an autobiographical Zen story; it probably did not happen, not exactly in this manner, anyway. For if it did, then it has a serious ethical problem, where one is good at the cost of the perceived evil or foolishness of another. I think it was the Irish playwright, George Bernard Shaw (1856-1950) who quipped, “There are bad women because there are good women.”

Indeed, a bodhisattva who is regarded as good or compassionate on account of the evil or lack in others, would actually be a selfish person, as the bodhisattva is not independently good. A true bodhisattva is one who, being himself highly virtuous, is capable of inspiring goodness in another, even if it is to the bodhisattva’s apparent disadvantage.

Tanzan’s self-told tale has a serious moral flaw if he made himself appear virtuous on account of Ekido’s concern for the Vinaya. Such a person as Ekido, however, was simply rare in Meiji Japan, where priests were as a rule non-celibate (on account of the nikujiki saitaiior “meat-eating and marriage” law of 1872). As such, it was likely than Tanzan had invented a Vinaya-respecting monk as a foil for his self-righteousness.

On the other hand, Tanzan’s tale also evinces his serious lack of understanding of the Vinaya rules. For, in a real life situation, even a Vinaya-observing orthodox Theravada monk would help this lady in every way he could, or he would ask his colleague or some other suitable persons to help the woman. If a Vinaya-keeping monk has helped the woman, he has done a good deed by breaking a minor rule, for which he only needs to confess before another monk, and remind himself not to wander into improper places the next time. There is no need of any skillful means here, only common sense.


mungkin bro Jerry harus mencari lagi makna dibalik koan ini  _/\_



Spoiler: ShowHide
[spoiler]
Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

sebelum saya menjawab pertanyaan bro Jerry, saya ingin menanyakan 1 hal terlebih dahulu.

dalam kisah Zen mengenai Bhikku membawa gadis menyeberangi sungai, apakah Bhikku tsb melanggar vinaya menurut bro Jerry?

Kisah Zen tersebut maksudnya bukan melegalkan penggendongan gadis oleh Bhiksu, tapi membawa pesan bahwa keterikatan pikiran jauh lebih berbahaya.

Bhiksu menggendong gadis hanyalah perbandingan contoh ekstrim perbuatan jasmani dengan pikiran atau batin seorang Bhiksu yang lain.

apakah maksud anda berarti bahwa tindakan Bhikku besar(yg menggendong gadis) adalah salah walaupun tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita, dan pencapaiannya adalah salah? dan yg seharusnya dilakukan adalah seperti Bhikku kecil(yg bertanya) yaitu seharusnya tidak menolong dan membiarkan gadis itu sendiri?




Kalo merujuk pada kisah tsb,
Ya, Bhiksu yang anda sebut Bhiksu Besar, salah. Karena melanggar Vinaya,
dan si gadis toh bisa jalan sendiri, gak perlu digendong.
Si gadis kan ceritanya cuman takut basah, bukan lumpuh, bukan keseleo ato luka.
Yaa.... biarin ajah dia jalan ndiri... gak perlu digendong2, toh akibatnya cuman basah, bukan luka dsb.

Tapi sekali lagi, hal di atas bukan esensi dari kisah tersebut.
Tetapi sebuah analogi pada sebuah kisah yang sangat efektif untuk menunjukkan pesan yang ingin disampaikan.

sebenarnya hal diatas termasuk dalam essensi dari kisah tsb, yaitu yg satu memegang baku vinaya, dan yg satu sudah menjiwai dengan vinaya.
yg memegang baku vinaya adalah Bhikku kecil dalam kisah tersebut dimana memegang erat vinaya, tanpa mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita.
yg sudah menjiwai dengan vinaya adalah Bhikku besar dalam kisah tsb dimana sudah mengetahui alasan dan makna mengapa dalam vinaya dicantumkan tidak boleh dekat dengan wanita, yaitu tidak ada nafsu yg timbul dan atau tidak mengikuti nafsu itu.

vinaya dibuat agar para Bhikku dapat berjalan dijalan yg benar, salah satunya yaitu agar tidak ikut dalam nafsu yg timbul, sehingga ada peraturan untuk menghindari kedekatan dengan wanita.

yg perlu digarisbawahi adalah alasan/penyebab dibalik dibuatnya sebuah vinaya, bukan hanya menjalankan vinaya tanpa mengerti alasan/penyebab dibuatnya sebuah vinaya.

ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.
melanggar tapi sebenarnya tidak melanggar, tidak melanggar tapi sebenarnya melanggar.

yg perlu digarisbawahi, jangan mengatakan bahwa ini dapat disamakan dengan membunuh. ada jurang yg sangat dalam sebagai pembatasnya antara menolong dan membunuh. walaupun dua2nya berakar pada nafsu dan kepuasan, namun tujuannya adalah beda.

[/quote][/spoiler]

Bagi saya, Bhikku yang telah menjiwai vinaya tidak akan melanggar vinaya.
Justru Bhikku yang tidak menjiwai vinayalah yang melanggar vinaya.

Telah bebas dari nafsu tidak dapat jadi patokan karena tidak ada alat yang dapat mengukurnya.
Jadi alasan di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan tidak melanggar vinaya.

Lagipula, sekali lagi,
Dalam cerita Zen tersebut, si gadis hanya takut basah, bukan tenggelam. (mohon dikoreksi bila salah)
Saya hanya menangkap pesan tentang kemelekatan di dalam pikiran.
Soal Vinaya yang dilanggar hanya sebagai analogi ekstrem di dalam ke-Bhiksu-an
yang merupakan pencetus kemelekatan di dalam pikiran Bhiksu yang tidak menggendong gadis.
[/quote]
yg hijau,
ya, tidak ada alat yg bisa mengukurnya dan karena tidak dapat mengukurnya maka tidak dapat digunakan sebagai patokan tidak melanggar vinaya.
karena tidak ada yg bisa mengukurnya bukankah seharusnya umat awam seperti kita tidak sembarangan mengetuk palu?

yg biru
ya, saya setuju. bagaimana kita ubah cerita tsb menjadi seorang Bhikku yg bermain gitar? seorang gadis meminta tolong agar Bhikku tsb bermain gitar dan bernyanyi karena wanita itu rindu akan sebuah lagu yg mengingatkan pada orang tua nya. dan lalu dia akhir nya Bhikku kecil bertanya kenapa anda bermain gitar? dan Bhikku besar menjawab sudah saya letakan lagu, nyanyian dan permainan gitar tsb dari tadi, kenapa kamu masih membawanya?
sama saja bukan?
hanya sebuah pesan tentang kemelekatan di dalam pikiran dan mengenai vinaya yang dilanggar hanya sebagai analogi ekstrem di dalam ke-Bhiksu-an
yang merupakan pencetus kemelekatan di dalam pikiran Bhiksu yang tidak bermain gitar dan bernyanyi?



Ada sebuah Kisah Zen yang menceritakan bahwa ada dua orang murid yang sedang berselisih pendapat. Lalu sang guru (bhiksu) datang dan menengahi keduanya. Kedua murid masih saja berselisih pendapat. Lalu sang guru membunuh seekor kucing yang ada di dekat mereka, dan mengajarkan suatu penjelasan kepada kedua muridnya. Dikatakan bahwa: Kedua muridnya pun menjadi tercerahkan, sang guru yang membunuh kucing itu adalah melakukan perbuatan upaya kausalya, dan kucing yang dibunuh pun melakukan karma baik.

Jadi, apakah seorang bhiksu yang sudah "menjiwai Vinaya"; juga bisa melakukan perbuatan seperti membunuh?

bro upasaka, koan yg anda maksudkan adalah koan "kelas berat". tidak bisa hanya menggunakan nalar dan hati untuk mengertinya. dan rasanya bukan sebuah tindakan bijaksana bila membahas koan ini dengan semudah ini. banyak para Zen master yg memberikan penjelasan akan koan ini.
kl tidak salah koan ini salah satu penyebab terpecahnya Zen menjadi dua aliran yaitu Rinzai dan Soto.

namun bila bro upasaka mengerti, saya banyak pertanyaan mengenai koan ini, karena saya memang tidak mengerti terhadap koan ini  _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 08:45:34 PM
ajahn chan juga memanggil pembasmi serangga untuk membunuh serangga yang mengganggu muridnya =))
Itu juga bentuk Upaya Kausalya.. :D

Nah ini menarik. Bagaimana kalau Bro ryu atau Bro Jerry membuka topik seputar hal ini di Board Theravada...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 26 September 2010, 09:03:35 PM
sebenarnya saya no comment, karena saya belum mencapai apa2 dibandingkan Bhikkhu Anuruddha Thera sehingga tidak etis bila saya memberikan label apakah bersalah atau tidak bersalah.
pendapat saya adalah bersalah tapi tidak bersalah, tidak bersalah tapi bersalah.

Saya juga setingkat dengan Anda. Namun menurut saya, Bhikkhu Anuruddha tetap bersalah di hadapan Vinaya. Sebab sudah sepatutnya bhikkhu tidak berdekatan dengan wanita. Dan ternyata, Sang Buddha pun memang menyatakan bahwa Bhikkhu Anuruddha bersalah.

Di dalam Brahmajala Sutta, Sang Buddha pernah menasihati Bhikkhu Ananda: "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah mengalihkan pandangan ke arah wanita. Namun jika kondisi mengharuskan, janganlah berbicara dengan wanita. Namun jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, engkau harus menjaga kewaspadaanmu."

 
bro upasaka, koan yg anda maksudkan adalah koan "kelas berat". tidak bisa hanya menggunakan nalar dan hati untuk mengertinya. dan rasanya bukan sebuah tindakan bijaksana bila membahas koan ini dengan semudah ini. banyak para Zen master yg memberikan penjelasan akan koan ini.
kl tidak salah koan ini salah satu penyebab terpecahnya Zen menjadi dua aliran yaitu Rinzai dan Soto.

namun bila bro upasaka mengerti, saya banyak pertanyaan mengenai koan ini, karena saya memang tidak mengerti terhadap koan ini  _/\_

Saya sendiri tidak mendalami Ajaran Zen Buddhisme. Namun jujur, saya memang tertarik dengan tulisan-tulisan Ron Rubin dan Stuart Avery Gold yang mengandung inspirasi-inspirasi Zen. Saya cenderung memakai pola pikir bebas dan rasional, dan "kebetulan" saya mendapat banyak kesamaan pendapat di Ajaran Theravada Buddhisme.

Kalau Anda mau bertanya pada saya, silakan. Saya akan menjawab sesuai dengan kemampuan saya...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hendrako on 26 September 2010, 09:20:10 PM
Saya akan menggunakan analogi untuk menjelaskan analogi.
Bro Wen78 tentunya familiar dengan kisah telunjuk dan rembulan.
Sepemahaman saya, Bhiksu yang menggendong gadis adalah telunjuk yang mengarah pada kemelekatan pikiran Bhiksu yang lain pada gadis tersebut. Jangan terikat pada telunjuk, tapi lihatlah apa yang ditunjukkan oleh telunjuk tersebut. Esensi dari cerita tersebut bukan pada pelanggaran dari Bhiksu yang menggendong, tetapi pada pikiran yang terus "menggendong" si gadis, keterikatan.

Semulia apapun alasan dibalik pelanggaran vinaya, apabila melanggar, tetap saja disebut dengan melanggar.
Apabila ada pengecualian di dalam vinaya, maka pengecualian tersebut akan menjadi batu sandungan di dalam prakteknya.
Bisa disalahgunakan dan dijadikan pembenaran oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hendrako on 26 September 2010, 09:30:35 PM
Tentang kasus Bhante Anuruddha,
Setahu saya pada saat kasus Bhante Anuruddha terjadi, belum ada vinaya yang mengatur tentang hal tersebut.
Baru setelah ada kasus ini, maka diberikan vinaya yang berhubungan dengan kasus.
Jadi Bhante Anuruddha tidak melanggar vinaya, karena memang peraturannya belum ada.
(mohon dikoreksi apabila salah)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 26 September 2010, 09:41:18 PM
Jadi bagaimana nih?  Vinaya di Mahayana kontrak wajib selama menjadi biksu atau kadang kadang wajib, kadang kadang optional?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 26 September 2010, 09:43:56 PM
Saya akan menggunakan analogi untuk menjelaskan analogi.
Bro Wen78 tentunya familiar dengan kisah telunjuk dan rembulan.
Sepemahaman saya, Bhiksu yang menggendong gadis adalah telunjuk yang mengarah pada kemelekatan pikiran Bhiksu yang lain pada gadis tersebut. Jangan terikat pada telunjuk, tapi lihatlah apa yang ditunjukkan oleh telunjuk tersebut. Esensi dari cerita tersebut bukan pada pelanggaran dari Bhiksu yang menggendong, tetapi pada pikiran yang terus "menggendong" si gadis, keterikatan.

Semulia apapun alasan dibalik pelanggaran vinaya, apabila melanggar, tetap saja disebut dengan melanggar.
Apabila ada pengecualian di dalam vinaya, maka pengecualian tersebut akan menjadi batu sandungan di dalam prakteknya.
Bisa disalahgunakan dan dijadikan pembenaran oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
betul, sama halnya dengan cerita robinhood, semulia apapun yang namanya mencuri adalah perbuatan dosa, itulah gunanya peraturan, ketika seseorang membunuh dengan alasan membela diri, tetap yang namanya membunuh ada konsekuensinya, bukannya malah cari pembenaran seperti upaya kausalya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 26 September 2010, 09:45:28 PM
Sorry baru ol dan diskusi sudah berjalan jauh dan OOT.. Saya jawab tentang pandangan saya mengenai cerita Tanzan menggendong gadis. Dan setelahnya saya harap diskusi kembali pada alur semula.

Yaitu: Apakah dalam Mahayana, vinaya tidak bersifat mengikat secara total, melainkan boleh diambil dan tidak diambil?

sebenarnya saya menjelaskan dari sisi dibalik vinaya tsb, yaitu makna serta tujuan dari vinaya. bukan menerapkan vinaya tsb lalu digunakan untuk mengetuk palu apakah Bhikku tsb melanggar(bersalah) atau tidak melanggar(tidak bersalah).
dan saya menjelaskan dari sisi pelaku, yaitu menempatkan diri kita sebagai Bhikku itu sendiri. karena kita juga meditasi dan menyadari apa yg timbul dan lenyap, walaupun tingkat metidasi kita belum setinggi para Bhikku, setidak2 masih bisa mendapatkan gambaran kira2 apa jadinya bila kita ada di sisi Bhikku itu sendiri.

seperti bila Bhikku tsb diminta tolong oleh umat agar bermain gitar dan bernyanyi karena suaranya bagus, sama seperti Bhikku menolong menyeberangkan gadis dengan menggendong.
sejujurnya saya tidak mengerti mengapa hal yg seperti ini diributkan, maka saya hendak menjelaskannya dari sisi lain yaitu salah satu kisah Zen dimana jelas dari 2 sisi.
Wah.. Bro bilang bertanya bukan untuk menggunakan vinaya sebagai palu pengetuk apakah terjadi pelanggaran atau tidak, tetapi Bro bertanya soal itu. Bertanya demikian ya dapet jawaban demikian. Pertanyaannya harus diganti jika memang bukan itu maksud Bro. :)

Memberi pendapat apakah melanggar atau tidak bukanlah sesuatu hal yang salah. Setiap orang pemikiran dan pendapatnya masing2, saling share di forum bukan hal yang salah.
Terkadang hanya berdasarkan pendapat sendiri, kita berpikir kita sudah benar. Tetapi ketika pendapat itu dibawa ke muka umum dan dikonfrontir, barulah kita tahu bahwa pendapat kita salah, setidaknya dalam pandangan umum. Meskipun pandangan umum bukan parameter menentukan benar-salah secara mutlak, pun itu seharusnya menjadi sebuah masukan bagi kita..

Jika memang mau berpikir sampai sisi lain, seharusnya para anggota Sangha tersebut sebelum melakukan sesuatu kontroversial tersebut hendaknya mempertimbangkan terlebih dulu apa konsekuensi dari tindakan itu. Dalam buddhisme belakangan, yang demikian dinamakan Sampajanna - pemahaman jernih.

Ketika seorang memutuskan untuk menjalani kehidupan monastik, maka seseorang telah 100% menjadi pengikut Buddha dan bukan lagi pengikut dunia. Sebaliknya, jika masih ingin berpijak di dua perahu, maka jangan mencukur kepala dan memakai jubah. Apalagi jika memang bersuara emas, silakan jadi penyanyi. Berbakat gitar? Silakan menjadi gitaris. Tidak ada pertolongan berfaedah besar dari bernyanyi dan memainkan gitar bagi para gadis muda selain mendapatkan kritik.
Misalnya Ajahn Sujato, murid Ajahn Brahm. Ketika memutuskan untuk menjadi bhikkhu, beliau meninggalkan karir musiknya. Dan setelah menjadi bhikkhu pun beliau tidak kembali ke karir terdahulu atau kembali ke kebiasaan lama, apalagi membuat pembenaran atas hal itu.

Quote
btw, saya jawab dulu.... AFAIK, vinaya Theravada & Mahayana adalah sama bersifat mengikat selamanya.
OK, kini saya clear soal ini.. Thanks atas jawabannya Bro. Grp sent :)

Quote
Quote
tujuannya ingin menolong, tidak ada nafsu yg timbul, tidak merasakan nikmatnya menggendong wanita
Referensinya dari mana Bro?

Silakan baca sebuah kutipan perspektif yang menjelaskan mengenai cerita Tanzan menggendong gadis.
Spoiler: ShowHide
Quote
With such an understanding let us now examine an oft-quoted Zen story; indeed, popular enough to be cited by even non-Buddhist writers as their own.
       
Two Zen monks, Tanzan and Ekido, traveling on pilgrimage, came to a muddy river crossing. There they saw a lovely young woman dressed in her kimono and finery, obviously not knowing how to cross the river without ruining her clothes. Without further ado, Tanzan graciously picked her up, held her close to him, and carried her across the muddy river, placing her onto the dry ground.
Then he and Ekido continued on their way. Hours later they found themselves at a lodging temple. And here Ekido could no longer restrain himself and gushed forth his complaints:
“Surely, it is against the rules what you did back there…. Touching a woman is simply not allowed…. How could you have done that? … And to have such close contact with her! … This is a violation of all monastic protocol…”
Thus he went on with his verbiage. Tanzan listened patiently to the accusations.
Finally, during a pause, he said, “Look, I set that girl down back at the crossing. Are you still carrying her?”
(Based on an autobiographical story by Japanese Zen master Tanzan)

Tanzan (1819-1892) was a Japanese Buddhist priest and professor of philosophy at the Japanese Imperial University (now the University of Tokyo) during the Meiji period. He was regarded as a Zen master, and figured in several well-known koans, and was also well-known for his disregard of many of the precepts of everyday Buddhism, such as dietary laws. I’m not sure if there is anything virtuous in this.

The first thing we should note is that this is an autobiographical Zen story; it probably did not happen, not exactly in this manner, anyway. For if it did, then it has a serious ethical problem, where one is good at the cost of the perceived evil or foolishness of another. I think it was the Irish playwright, George Bernard Shaw (1856-1950) who quipped, “There are bad women because there are good women.”

Indeed, a bodhisattva who is regarded as good or compassionate on account of the evil or lack in others, would actually be a selfish person, as the bodhisattva is not independently good. A true bodhisattva is one who, being himself highly virtuous, is capable of inspiring goodness in another, even if it is to the bodhisattva’s apparent disadvantage.

Tanzan’s self-told tale has a serious moral flaw if he made himself appear virtuous on account of Ekido’s concern for the Vinaya. Such a person as Ekido, however, was simply rare in Meiji Japan, where priests were as a rule non-celibate (on account of the nikujiki saitaiior “meat-eating and marriage” law of 1872). As such, it was likely than Tanzan had invented a Vinaya-respecting monk as a foil for his self-righteousness.

On the other hand, Tanzan’s tale also evinces his serious lack of understanding of the Vinaya rules. For, in a real life situation, even a Vinaya-observing orthodox Theravada monk would help this lady in every way he could, or he would ask his colleague or some other suitable persons to help the woman. If a Vinaya-keeping monk has helped the woman, he has done a good deed by breaking a minor rule, for which he only needs to confess before another monk, and remind himself not to wander into improper places the next time. There is no need of any skillful means here, only common sense.


mungkin bro Jerry harus mencari lagi makna dibalik koan ini  _/\_

Thanks for suggestion, bro.. Saya memahami pesan ceritanya Tanzan, tetapi tetap saja bagi saya sebuah pelanggaran haruslah diakui sebagai pelanggaran. Tidak perlu membuat pembenaran apalagi yang melecehkan pihak lain. Itu pun jika kejadiannya benar terjadi. Bagaimana pun, sekali lagi saya tekankan, cerita Tanzan diragukan kebenarannya.
Mengakui pelanggaran dan kesalahan butuh kebesaran hati. Tetapi menghindari pengakuan dan melecehkan pihak lain hanya menunjukkan kepicikan pemikiran.
NB: Btw yang terakhir ini komen saya tentang Tanzan, bukan Bro Wen. Saya edit & tambahkan agar tidak ada misunderstanding aja. Agar tidak sampai terjadi kesalahpahaman seperti Bro Riky di thread sebelah.


Be happy,
_/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 26 September 2010, 10:10:04 PM
Share percakapan antara umat awam Vassakara dengan bhante Ananda, tidak lama setelah Sang Buddha parinirvana.

‘Ānanda, is there any single bhikkhu who was chosen by the Buddha, or by the Sangha or Elder bhikkhus, to be your refuge after the Buddha is gone?

‘No, brahmin, there is not.’

‘But then, Ānanda, how do you live in harmony? What is your refuge’

‘We are not without refuge – the Dhamma is our refuge. The Buddha has laid down the training and prescribed the patimokkha. On Uposatha day, all the bhikkhus who live near a certain town meet in unison, and one recites the patimokkha. If a bhikkhu has a transgression, he confesses it, and we deal with that in accordance with the Dhamma. It is not the monks who make us act, it is the Dhamma that makes us act.’
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 12:42:21 PM
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 27 September 2010, 12:46:52 PM
Back to topic. :backtotopic:

Vinaya dalam Mahayana mengikat  atau optional?
Mengikat seumur hidup atau hanya kalau di vihara, kalau bertemu umat?
 :-? :-? :-?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 12:48:58 PM
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.


bagaimana jika saya tambahkan sedikit

C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

demikian pula untuk kasus berikut
Quote
A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

saya tambahkan
C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 27 September 2010, 01:18:09 PM
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D

Jadi apakah menurut Anda, nasihat Sang Buddha adalah...

Apa benar ini pemahaman Anda? :)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 01:25:22 PM
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 01:28:16 PM
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D

Jadi apakah menurut Anda, nasihat Sang Buddha adalah...
  • Inilah Sila untuk kalian: "aku bertekad untuk menghindari menikmati musik, tarian, dan hiburan lainnya; kecuali kalau ada umat yang meminta saya melakukannya, maka tidak apa-apa."
  • "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah sekalipun kau melihat wanita. Kalau kondisi mengharuskan, maka janganlah berbicara dengan wanita. Tapi kalau kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu. Kecuali kalau ada wanita yang butuh pertolongan, maka kau boleh menggendongnya. Inilah nasihat-Ku."

Apa benar ini pemahaman Anda? :)

itu pemahaman anda :)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 01:29:32 PM
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


jadi menurut anda, Sang Buddha menetapkan vinaya dengan berdasarkan parameter sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap?

Quote
C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan

bukankah jawaban ini juga bisa diaplikasikan pada kasus "diminta main gitar"?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 27 September 2010, 01:33:17 PM
itu pemahaman anda :)

Pemahaman saya tidak seperti di atas. Kalau pemahaman Anda bukan seperti di atas, maka tolong jelaskan apa intepretasi Anda atas dua pernyataan Sang Buddha berikut ini...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 27 September 2010, 01:58:31 PM
Melihat tulisan Bro wen78, saya membayangkan luar biasanya penegak vinaya di Mahayana. Mereka pasti bisa mengetahui isi pikiran dan bathin orang lain, sehingga bisa mengetahui orang ini melanggar vinaya, orang ini tidak, TANPA mempertimbangkan perilakunya. 

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Dico on 27 September 2010, 02:05:23 PM
Thread yang panas,...sorri kalo sedikit OOT, sekedar refresh aja...

Kasihan yah umat wanita, padahal mereka yang dekat dengan bhiksu belum tentu punya niat buruk....


 ;D  ;D ....okeh....silahkan dilanjut....
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 27 September 2010, 03:08:02 PM
Thread yang panas,...sorri kalo sedikit OOT, sekedar refresh aja...

Kasihan yah umat wanita, padahal mereka yang dekat dengan bhiksu belum tentu punya niat buruk....


 ;D  ;D ....okeh....silahkan dilanjut....
Iya, memang kasihan. Apalagi wanita tukang pijat yang berniat memijat si bhiksu tanpa ada maksud apa-apa, jadi korban deh.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 27 September 2010, 03:30:21 PM
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

saya ingin komen, suatu peraturan atau vinaya itu adalah untuk dituruti, seorang bhikkhu ketika diminta bermain gitar "misalnya umat awam tidak mengetahui vinaya" sang Bhikkhu itu bisa memberitahukan pada umat tersebut peraturan tidak boleh bermain musik.
dan sebaliknya seorang bhikkhu ketika bermain gitar "misalnya tidak mengetahui vinaya (saya rasa tidak mungkin tidak tau)" tugas umat awam yang mengetahui untuk memberikan pengetahuan tersebut pada bhikkhu itu.

bukannya sudah tau salah malah melegalkan hal itu.

ini masalah yang sederhana.

kalau misalkan seorang bhikkhu sedih apakah "hanya dengan bermain gitar" satu2nya cara untuk menghilangkan kesedihan? apakah itu ajaran dari Buddha? ASTAGA!

seorang bhikkhu boleh2 saja melanggar vinaya, tapi dia harus siap menerima resikonya yaitu seperti contoh sekarang, dibuat thread khusus, itulah hukum sebab akibat, sungguh ajaran buddha terbukti sangat hebat =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 27 September 2010, 03:47:18 PM
saya ingin komen, suatu peraturan atau vinaya itu adalah untuk dituruti, seorang bhikkhu ketika diminta bermain gitar "misalnya umat awam tidak mengetahui vinaya" sang Bhikkhu itu bisa memberitahukan pada umat tersebut peraturan tidak boleh bermain musik.
dan sebaliknya seorang bhikkhu ketika bermain gitar "misalnya tidak mengetahui vinaya (saya rasa tidak mungkin tidak tau)" tugas umat awam yang mengetahui untuk memberikan pengetahuan tersebut pada bhikkhu itu.

bukannya sudah tau salah malah melegalkan hal itu.

ini masalah yang sederhana.

kalau misalkan seorang bhikkhu sedih apakah "hanya dengan bermain gitar" satu2nya cara untuk menghilangkan kesedihan? apakah itu ajaran dari Buddha? ASTAGA!

seorang bhikkhu boleh2 saja melanggar vinaya, tapi dia harus siap menerima resikonya yaitu seperti contoh sekarang, dibuat thread khusus, itulah hukum sebab akibat, sungguh ajaran buddha terbukti sangat hebat =))

Bhikkhu ga tau vinaya, lebih baik masuk masa percobaan lagi jadi samanera.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 27 September 2010, 03:52:11 PM
jadi ingat salekha sutta nih =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 06:22:44 PM
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


jadi menurut anda, Sang Buddha menetapkan vinaya dengan berdasarkan parameter sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap?

no comment, sebab dikatakan kita tidak boleh menalar sang Buddha


Quote
C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan

bukankah jawaban ini juga bisa diaplikasikan pada kasus "diminta main gitar"?

bisa, tapi semua kembali lagi ke bhikku tsb. bhikku juga ada pertimbangan sendiri, apakah mengabulkannya atau tidak mengabulkannya.


itu pemahaman anda :)

Pemahaman saya tidak seperti di atas. Kalau pemahaman Anda bukan seperti di atas, maka tolong jelaskan apa intepretasi Anda atas dua pernyataan Sang Buddha berikut ini...
  • Inilah Sila untuk kalian: "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."
  • "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

saya jadi teringat perdebatan kecil kita dimana kita memiliki perbedaan penafsiran terhadap pancasila.
maaf kali ini, saya tidak akan mengintepretasi pada dua pernyataan Sang Buddha tsb, karena saya tidak ingin dikatakan menggunakan penafsiran untuk mencari kemenangan.
bukan anda, tapi ada yg berkata begitu secara tidak langsung.
jadi kali ini, saya hanya memberikan bold intinya.

dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?



Melihat tulisan Bro wen78, saya membayangkan luar biasanya penegak vinaya di Mahayana. Mereka pasti bisa mengetahui isi pikiran dan bathin orang lain, sehingga bisa mengetahui orang ini melanggar vinaya, orang ini tidak, TANPA mempertimbangkan perilakunya.

saya ingin meluruskan, sebenarnya saya tidak berbicara atas nama Mahayana dan atau atas nama vinaya Mahayana.
saya hanya "melawan" pandangan2 umum atas sebuah kesempurnaan sosok bhikku yg harus begini, tidak boleh begitu, dll.

segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.


sekian dan terima kasih.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 06:27:58 PM
C. seorang bhikkhu diminta oleh umat untuk mabuk bersama2.

Jika anda menjawab PELANGGARAN, mengapa untuk kasus bermain gitar tidak dianggap pelanggaran sementara dua2nya adalah larangan dalam Vinaya?

karena berbeda. bermain gitar masih dalam kondisi sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap. mabuk sudah tidak sadarkan diri.


jadi menurut anda, Sang Buddha menetapkan vinaya dengan berdasarkan parameter sadar terhadap apa yg timbul dan lenyap?

no comment, sebab dikatakan kita tidak boleh menalar sang Buddha

baik, saya ralat pertanyaan saya, "apakah dalam melakukan hubungan seksual, seseorang dalam keadaan sadar atau tidak sadar?

Quote
Quote
C. seorang bhikkhu melihat seorang wanita cantik tidak bersuami tapi kepengen punya anak dan spontan menawarkan bantuan

seorang bhikku tidak boleh melakukan hubungan sexual. jika bhikku itu bijak, maka bhikku itu menyarankan agar wanita itu mencari pria untuk menikah agar mempunyai keturunan

bukankah jawaban ini juga bisa diaplikasikan pada kasus "diminta main gitar"?

bisa, tapi semua kembali lagi ke bhikku tsb. bhikku juga ada pertimbangan sendiri, apakah mengabulkannya atau tidak mengabulkannya.


jadi menurut anda menjalani kehidupan kebhikkhuan cukup dengan cara menjalankan sesuai pertimbangan sendiri? tanpa memperhatikan vinaya?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 27 September 2010, 06:32:14 PM
 [at] mas wen 78:
CMIIW
 setahu saya vinaya, itu timbul karena adanya pelanggaran2..(jaman dulu)
 jadi vinaya itu, semacam (saya katakan sekali lagi, SEMACAM) pagar2 pelindung, agar YBS tidak keluar dari jalur....

*mengenai, dilarang menalar sang buddha..

, oh itu, kata saya kurang tepat mas, dimana kita wajib dan harus mempertanyakan dan merasakan kembali apa yg sang buddha ucapkan/ajarkan, ttg ke absahannya.

*dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?


bagi saya pribadi, hal tersebut tidak ada yg aneh, dan tidak ada yg salah. dimana letak kesalahan dan keanehannya? jika anda merasakannya
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 06:33:59 PM

saya jadi teringat perdebatan kecil kita dimana kita memiliki perbedaan penafsiran terhadap pancasila.
maaf kali ini, saya tidak akan mengintepretasi pada dua pernyataan Sang Buddha tsb, karena saya tidak ingin dikatakan menggunakan penafsiran untuk mencari kemenangan.
bukan anda, tapi ada yg berkata begitu secara tidak langsung.
jadi kali ini, saya hanya memberikan bold intinya.

dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?

Melihat tulisan Bro wen78, saya membayangkan luar biasanya penegak vinaya di Mahayana. Mereka pasti bisa mengetahui isi pikiran dan bathin orang lain, sehingga bisa mengetahui orang ini melanggar vinaya, orang ini tidak, TANPA mempertimbangkan perilakunya.

saya ingin meluruskan, sebenarnya saya tidak berbicara atas nama Mahayana dan atau atas nama vinaya Mahayana.
saya hanya "melawan" pandangan2 umum atas sebuah kesempurnaan sosok bhikku yg harus begini, tidak boleh begitu, dll.

segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.


sekian dan terima kasih.

bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 27 September 2010, 07:13:59 PM
saya jadi teringat perdebatan kecil kita dimana kita memiliki perbedaan penafsiran terhadap pancasila.
maaf kali ini, saya tidak akan mengintepretasi pada dua pernyataan Sang Buddha tsb, karena saya tidak ingin dikatakan menggunakan penafsiran untuk mencari kemenangan.
bukan anda, tapi ada yg berkata begitu secara tidak langsung.
jadi kali ini, saya hanya memberikan bold intinya.

dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?

Baiklah, saya tidak akan memaksa... :)

Saya bukan bhikkhu, tapi saya mau menjelaskan prinsip dasar Vinaya di sini. Vinaya adalah kode etik yang dipegang oleh seorang bhikkhu selama ia masih berstatus sebagai bhikkhu. Seorang bhikkhu tunduk di bawah Vinaya, yang salah satunya adalah "tidak berdekatan dengan wanita". Di Vinaya Pitaka dan Atthakatha, ada penjelasan lanjut mengenai mengapa seorang bhikkhu tidak boleh berdekatan dengan wanita. Jika ada teman-teman lain yang mempunyai referensi akuratnya, saya harap bisa di-share di sini.

Dalam kasus Tanzan (bhiksu yang menolong wanita dengan menggendongnya), letak kesalahan bhiksu tersebut bukan pada "memberi pertolongannya". Letak kesalahannya berada di "menggendong wanitanya". Harap dipisahkan jelas mengenai perbuatan baik dan pelanggaran Vinaya-nya. Ini sangat mudah dipahami. Kalau Anda kurang paham, saya bisa memberi contoh yang lain...

Misalnya seorang bhiksu memiliki Vinaya untuk tidak berkata dusta (berbohong). Suatu saat, ada seorang pembunuh yang mengejar seorang wanita muda. Wanita muda itu meminta pertolongan sang bhiksu untuk melindunginya dari pembunuh. Wanita itu bersembunyi di suatu tempat, dan sang pembunuh datang menghampiri sang bhiksu. Bhiksu itu kemudian berkata: "aku melihat wanita itu pergi ke arah sana". Kemudian, pembunuh itu pergi ke arah yang ditunjukkan sang bhiksu; sehingga wanita itu pun akhirnya selamat dari ancaman sang pembunuh. Dalam hal ini, pertolongan yang diberikan sang bhiksu adalah hal yang baik. Namun jangan berdalih bahwa ucapan dusta sang bhiksu itu tidak melanggar Vinaya. Kedua hal ini harus dipertimbangkan sendiri-sendiri.

Apa tujuan Vinaya ditetapkan dengan keras? Sebab, bila Vinaya tidak ditegakkan; maka para bhikkhu / bhiksu bisa semakin melenceng dari ketentuan Sang Buddha. Hari ini kita mengenal kisah dimana seorang bhiksu tidak melanggar Vinaya meskipun sudah menggendong wanita. Esok hari, banyak orang yang beranggapan bahwa seorang bhiksu tidak apa-apa untuk berdekatan dengan wanita. Lusa hari, banyak bhiksu lain yang tidak menjaga jarak dengan wanita. Hari-hari berikutnya, akan ada lagi kekenduran Vinaya yang lainnya.

Anda bisa lihat sendiri, Aliran Buddhisme Theravada adalah aliran yang sangat ketat menjaga Vinaya. Sesuai petunjuk Sang Buddha, patuh pada Vinaya akan membuat usia Dhamma bertahan lebih lama. 2500 tahun sudah berlalu, namun Aliran Theravada masih tetap bertahan sebagaimana 2500 tahun yang lalu. Tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dalam tubuh Theravada. Semua Aliran Theravada baik di Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Indonesia, Kamboja, Laos, ... Australia; memiliki pemahaman Dhamma dan Vinaya yang sama. Bandingkan dengan Aliran Mahayana yang ternyata malah terberai menjadi banyak cabang (Sukhavati, Zen, Tien Tai, Avatamsaka, Nichiren, Dhyana, Vinaya, Yogacara, Tantra, ...), dan tiap cabang pun memiliki pemahaman Dharma dan Vinaya yang cukup berbeda.

Fondasi pemahaman Vinaya terletak pada kepatuhan. Jika sudah memiliki sikap kepatuhan, seorang bhikkhu / bhiksu sudah bisa melihat bahwa: Vinaya memang ditegakkan demi kelangsungan Dhamma itu sendiri. Memang keras, namun saya harus patuh untuk mempertahankan usia Dhamma. Selain itu, aspek Vinaya tentu saja mengatur kehidupan seorang bhikkhu. Seorang bhikkhu memiliki tujuan hidup untuk bertapa. Sangat ironis melihat petapa (bhikkhu / bhiksu) zaman sekarang tidak semuanya bersikap sebagai seorang petapa. Dan di samping hal ini, seorang bhikkhu sebenarnya tidak memiliki kewajiban untuk turun ke "lumpur duniawi". Tidak ada kewajiban seorang bhikkhu untuk menolong wanita yang takut pakaiannya basah.

Di zaman Sang Buddha, ada seorang wanita yang terkena musibah sehingga menjadi tidak waras. Wanita itu bernama Patacara. Pada saat itu, Patacara yang kehilangan akal sehat, sambil menangis dan tidak memakai pakaian; mendatangi Sang Buddha. Patacara menghampiri Sang Buddha dalam kondisi tanpa pakaian. Namun Sang Buddha sama sekali tidak menyentuhnya. Hingga akhirnya ada seorang pria yang memberikan pakaian untuk Patacara, supaya Patacara tidak lagi ditertawakan karena tanpa pakaian. Sang Buddha kemudian berkata pada Patacara, dan singkat cerita... Patacara akhirnya mendapatkan akal sehatnya kembali. Inilah sikap Sang Buddha, yang tetap konsisten untuk menjaga jarak dengan wanita. Sang Buddha tetap tidak menyentuh wanita meski dengan alasan apapun. Jika seorang bhiksu Zen dihadapkan pada kasus ini, saya sangat ragu apakah bhiksu tersebut masih bisa konsisten pada Vinaya atau tidak.

Maaf jika terlalu panjang. Jika Anda masih tidak sependapat dengan saya, maka saya pikir ini adalah hak Anda.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 08:17:41 PM

*mengenai, dilarang menalar sang buddha..

, oh itu, kata saya kurang tepat mas, dimana kita wajib dan harus mempertanyakan dan merasakan kembali apa yg sang buddha ucapkan/ajarkan, ttg ke absahannya.

saya hanya mengikuti suara mayoritas forum ini.



bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.



*dan sebuah pertimbangan lain,
bila menolong wanita tapi dikatakan melanggar vinaya, karena dikatakan tidak boleh dekat dengan wanita. apakah tidak terasa aneh? apakah tidak merasa ada yg salah?
yg membuat vinaya yg salah, apa pembacanya yg salah dalam mencerna vinaya tsb?


bagi saya pribadi, hal tersebut tidak ada yg aneh, dan tidak ada yg salah. dimana letak kesalahan dan keanehannya? jika anda merasakannya
&
Dalam kasus Tanzan (bhiksu yang menolong wanita dengan menggendongnya), letak kesalahan bhiksu tersebut bukan pada "memberi pertolongannya". Letak kesalahannya berada di "menggendong wanitanya". Harap dipisahkan jelas mengenai perbuatan baik dan pelanggaran Vinaya-nya. Ini sangat mudah dipahami. Kalau Anda kurang paham, saya bisa memberi contoh yang lain...

ternyata bro ryu sudah men-post di sebelah,
Quote
2. Seorang Bhiksu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tubuh
seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa

soal bermain gitar, tinggal bagaimana menafsirkankan kalimat "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 08:21:38 PM
bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.

dan vonisnya adalah ? dalam persidangan tentu akan dihasilkan vonis. berbeda dengan anda saya melihat bahwa thread sebelah itu masih dalam koridor pro kontra terhadap adanya pelanggaran atau tidak, para pengikut "bhikkhu" tersebut mengatakan tidak ada pelanggaran, sebaliknya para penganut vinaya mengatakan ada pelanggaran.

Quote
soal bermain gitar, tinggal bagaimana menafsirkankan kalimat "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."

yah anda benar, seorang yg sedang bermeditasi dengan obyek main gitar, besar kemungkinan tidak menikmati permainan gitarnya
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 27 September 2010, 08:50:45 PM
bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.

dan vonisnya adalah ? dalam persidangan tentu akan dihasilkan vonis. berbeda dengan anda saya melihat bahwa thread sebelah itu masih dalam koridor pro kontra terhadap adanya pelanggaran atau tidak, para pengikut "bhikkhu" tersebut mengatakan tidak ada pelanggaran, sebaliknya para penganut vinaya mengatakan ada pelanggaran.

memang belum ada vonisnya, tapi bila bro Indra adalah seorang bhikku dan foto anda ada disana dan dipertanyakan oleh umat apakah melanggar atau tidak melanggar walaupun dikatakan hanya sebatas membahas, apakah anda merasa sedang dalam persidangan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 27 September 2010, 08:57:52 PM
bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.

dan vonisnya adalah ? dalam persidangan tentu akan dihasilkan vonis. berbeda dengan anda saya melihat bahwa thread sebelah itu masih dalam koridor pro kontra terhadap adanya pelanggaran atau tidak, para pengikut "bhikkhu" tersebut mengatakan tidak ada pelanggaran, sebaliknya para penganut vinaya mengatakan ada pelanggaran.

memang belum ada vonisnya, tapi bila bro Indra adalah seorang bhikku dan foto anda ada disana dan dipertanyakan oleh umat apakah melanggar atau tidak melanggar walaupun dikatakan hanya sebatas membahas, apakah anda merasa sedang dalam persidangan?


tentu saja tidak, itu adalah konsekuensi dari perbuatan sendiri, saya melakukan sesuatu yg tidak selayaknya dan wajar mendapat gunjingan. dan saya bahkan dengan sengaja mempublikasikan ketidak-layakan itu, jadi kenapa saya tidak bisa menerima ketika saya dijadikan bahan perbincangan oleh banyak orang?

perlu anda ketahui, bahwa dalam kasus thread sebelah, tidak ada yg mempublikasikan foto siapapun, foto itu nemang sudah ada di sana, bisa diakses oleh seluruh dunia (tadinya, sebelum issue ini muncul).
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 27 September 2010, 08:58:56 PM
Spoiler: ShowHide
bro Jerry, hendrako, dan upasaka, saya gabungkan menjadi 1 saja dan saya sederhanakan,

A. seorang bhikku sedang sedih lalu mengambil gitar dan bermain bernyanyi untuk menghibur dirinya
B. seorang bhikku diminta oleh umat untuk bermain gitar bernyanyi bersama2.

A. seorang bhikku melihat ada wanita cantik lalu menawarkan bantuan agar bisa berdekatan dengan wanita itu.
B. seorang bhikku meihat ada wanita yg sedang membutuhkan bantuan dan dengan spontan menawarkan bantuan.

bagi saya, A adalah pelanggaran vinaya dan B bukan sebuah pelanggaran.
karena A dilandasi keinginan untuk memuaskan diri, dan B dilandasi sesuatu yg tulus.
dan bila dilihat makna dan tujuan dari vinaya, bagi saya adalah membatasi A, bukan membatasi B.

sehingga sebenarnya tidak salah dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama.
salah tapi tak salah, tak salah tapi salah. menjalankan tapi tidak menjalankannya, tidak menjalankannya tapi menjalankannya. sehingga sebenarnya tidak bisa dikatakan vinaya mengikat total atau tidak total secara gamblang, tapi harus dilihat latar belakang dan tujuan vinaya itu dibuat.

namun, bila anda menganggap A dan B adalah sama, dan dua2nya adalah melanggar vinaya, maka kita memiliki persepsi yg berbeda. mungkin karena saya melihat dari makna dan tujuan dari vinaya tsb dibuat, dan anda melihat dari apa isi vinaya itu. secara kasarnya, saya melihat dari apa yg tersirat, dan anda melihat dari apa yg tersurat.
karena perbedaan ini saya rasa tidak ada gunanya lagi diskusi ini.

saya setuju dengan apa yg dikatakan oleh bro purnama, hanya saja saya sudah janji pada diri saya untuk tidak post komentar di thread Theravada, kecuali post pertanyaan. jadi maaf saya menggunakan cara ini  ;D


OK Bro Wen.. Bagi saya sudah cukup deh.. Toh yang awalnya saya tanyakan juga apakah kontrak permanen atau lepas. Dan Bro Wen udah jawab Kontrak Permanen. Hanya saja kemudian Bro Wen menganggap meski bersifat Kontrak Permanen, tetapi ada kalanya boleh dilanggar dan itu bukan sesuatu yang salah.

Sampai di sini kurang lebih kesimpulan menurut saya:
Persamaan kita: sama-sama menganggap Vinaya bersifat kontrak permanen bagi seorang bhikkhu/bhikshu.
Perbedaan kita:
Bro Wen menganggap kalau untuk tujuan baik (sekalipun kebaikan yang remeh), pelanggaran Vinaya diperbolehkan dan itu bukan lagi tergolong pelanggaran.
Sementara bagi saya, kalau untuk tujuan yang bermanfaat (tidak hanya sekadar baik) bagi bhikshu dan bagi makhluk lain, juga secara waktu bersifat genting & memaksa, pelanggaran mungkin saja boleh tetapi tetap harus diakui sebagai pelanggaran.

Makasih atas partisipasi diskusinya.


Be happy
_/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 27 September 2010, 09:38:21 PM
bro Wen,

suatu pelanggaran terhadap Vinaya tetaplah pelanggaran terlepas dari apa motivasinya, apa motif di balik pelanggaran itu akan ditanya oleh Sangha dalam mengambil keputusan atas pelanggaran itu. setelah mendengarkan alasan dan pembelaannya maka selanjutnya Sangha memutuskan jenis pelanggaran itu serta sanksi yg harus ia jalani. di sini kita tidak berhak melakukan judgement atas suatu pelanggaran, jadi sejauh ini kita hanya mencoba membahas apakah terjadi pelanggaran atau tidak, hanya sejauh itu.

bagi saya, sudah terjadi sebuah persidangan di thread sebelah.

dan vonisnya adalah ? dalam persidangan tentu akan dihasilkan vonis. berbeda dengan anda saya melihat bahwa thread sebelah itu masih dalam koridor pro kontra terhadap adanya pelanggaran atau tidak, para pengikut "bhikkhu" tersebut mengatakan tidak ada pelanggaran, sebaliknya para penganut vinaya mengatakan ada pelanggaran.

memang belum ada vonisnya, tapi bila bro Indra adalah seorang bhikku dan foto anda ada disana dan dipertanyakan oleh umat apakah melanggar atau tidak melanggar walaupun dikatakan hanya sebatas membahas, apakah anda merasa sedang dalam persidangan?

itu hanyalah sample, kalau anda merasa keberatan nanti saya sensor deh mukanya jadi kotak2, boleh?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 27 September 2010, 09:45:23 PM
di buat mosaik? :))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 27 September 2010, 09:53:18 PM
di buat mosaik? :))
iye, tapi tar dikira gak sopan, kayak penjahat =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Jerry on 27 September 2010, 10:21:40 PM
di buat mosaik? :))
iye, tapi tar dikira gak sopan, kayak penjahat =))
Kalo yang penjahat biasanya matanya diblok tebel item, kalo mosaik bukannya ehem..? =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 27 September 2010, 10:23:13 PM
di buat mosaik? :))
iye, tapi tar dikira gak sopan, kayak penjahat =))
Kalo yang penjahat biasanya matanya diblok tebel item, kalo mosaik bukannya ehem..? =))
owhh kalo di tipi tuh, yg kotak2. rata2
pelaku pembunuhan dan pemerkosaan
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 27 September 2010, 10:24:21 PM
ga jadi ah kalo gitu, mending apa adanya :P
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 27 September 2010, 10:58:24 PM
Dalam kasus Tanzan (bhiksu yang menolong wanita dengan menggendongnya), letak kesalahan bhiksu tersebut bukan pada "memberi pertolongannya". Letak kesalahannya berada di "menggendong wanitanya". Harap dipisahkan jelas mengenai perbuatan baik dan pelanggaran Vinaya-nya. Ini sangat mudah dipahami. Kalau Anda kurang paham, saya bisa memberi contoh yang lain...

ternyata bro ryu sudah men-post di sebelah,
Quote
2. Seorang Bhiksu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tubuh
seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa

soal bermain gitar, tinggal bagaimana menafsirkankan kalimat "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."

Oh, ada sedikit koreksi... Bagi umat awam, sila untuk menghindari menikmati musik, tarian dan hiburan lainnya memang dilakukan dengan tekad untuk berlatih (sikkhapadam). Namun bagi seorang bhikkhu, Vinaya untuk menghindari menikmati musik, tarian dan hiburan lainnya bukan dilakukan dengan tekad untuk berlatih. Namun sebagai keharusan sejak menerima penahbisan (upasampada).
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: andry on 27 September 2010, 11:03:47 PM
Dalam kasus Tanzan (bhiksu yang menolong wanita dengan menggendongnya), letak kesalahan bhiksu tersebut bukan pada "memberi pertolongannya". Letak kesalahannya berada di "menggendong wanitanya". Harap dipisahkan jelas mengenai perbuatan baik dan pelanggaran Vinaya-nya. Ini sangat mudah dipahami. Kalau Anda kurang paham, saya bisa memberi contoh yang lain...

ternyata bro ryu sudah men-post di sebelah,
Quote
2. Seorang Bhiksu yang dengan birahi menyentuh bagian apapun dari tubuh
seorang wanita, telah melakukan satu kesalahan Sanghavasesa

soal bermain gitar, tinggal bagaimana menafsirkankan kalimat "aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."

Oh, ada sedikit koreksi... Bagi umat awam, sila untuk menghindari menikmati musik, tarian dan hiburan lainnya memang dilakukan dengan tekad untuk berlatih (sikkhapadam). Namun bagi seorang bhikkhu, Vinaya untuk menghindari menikmati musik, tarian dan hiburan lainnya bukan dilakukan dengan tekad untuk berlatih. Namun sebagai keharusan sejak menerima penahbisan (upasampada).
ya, tp kata saya , itu ya cuma buat mereka2 yg masih mau berkubang dlm lumpur sja
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 28 September 2010, 08:48:14 AM
saya ingin meluruskan, sebenarnya saya tidak berbicara atas nama Mahayana dan atau atas nama vinaya Mahayana.
saya hanya "melawan" pandangan2 umum atas sebuah kesempurnaan sosok bhikku yg harus begini, tidak boleh begitu, dll.
Ya, saya mengerti itu. Sebetulnya kita semua bicara di sini hanya mewakili pribadi, bukan suatu organisasi. Kecuali memang orang itu adalah representasinya. Jika saya mengkritik Mahayana yang dijelaskan Bro wen78, itu berarti saya kritik "Mahayana menurut wen78." 


Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Shining Moon on 28 September 2010, 11:36:43 AM
well...rasanya kurang tepat ya kalau kita menggeneralisir kesimpulan berdasarkan statement satu orang saja, lantas mendeskreditkan sekte lain yang bukan sekte kita. Belum tentu pendapat orang itu memang benar demikian apa adanya mewakili kan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 28 September 2010, 12:08:51 PM
well...rasanya kurang tepat ya kalau kita menggeneralisir kesimpulan berdasarkan statement satu orang saja, lantas mendeskreditkan sekte lain yang bukan sekte kita. Belum tentu pendapat orang itu memang benar demikian apa adanya mewakili kan?
Betul, makanya perlu dibedakan ketika diskusi dengan pribadi satu dengan pribadi lain.
Misalnya ada Mahayanis yang bilang vinaya tidak terikat sepanjang waktu, ketahuilah bahwa "Vinaya Mahayana menurut dia pribadi" adalah tidak terikat sepanjang waktu, tetapi bukan berarti "Vinaya Mahayana menurut Mahayanis lain" pasti tidak terikat sepanjang waktu juga.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hatRed on 28 September 2010, 12:21:47 PM
kalau gitu bakal ada pertanyaan lagi

apakah Vinaya bagi Mahaya berbeda bagi tiap2 Mahayanis :hammer:
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 12:22:49 PM
kalau gitu bakal ada pertanyaan lagi

apakah Vinaya bagi Mahaya berbeda bagi tiap2 Mahayanis :hammer:

terserah pada interpretasi masing2
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 28 September 2010, 12:33:47 PM
kalau gitu bakal ada pertanyaan lagi

apakah Vinaya bagi Mahaya berbeda bagi tiap2 Mahayanis :hammer:
Kalau kita bilang Buddhisme, kembali lagi semua dari Ajaran Buddha. Ajaran Buddha dipersepsi dan dinterpretasi, ditafsirkan secara berbeda bagi setiap orang. Karena Buddha-nya sendiri sudah tidak ada, maka tidak mungkin lagi kita konfirmasi yang mana tafsiran yang tepat dan mana yang keliru.

Jadi memang benar, Ajaran Buddha apakah vinaya atau sutra, bisa berbeda maknanya bagi tiap orang, dan karena tidak ada pihak valid yang bisa konfirmasi (=Buddha), jadi kita tidak tahu kebenarannya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Shining Moon on 28 September 2010, 02:23:43 PM
+ 1 buat kayin..
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 28 September 2010, 02:56:57 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 03:13:48 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 28 September 2010, 03:52:29 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 03:56:29 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 28 September 2010, 04:16:02 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 28 September 2010, 07:57:35 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 08:02:21 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


saya menyimpulkan berdasarkan pernyataan anda, kalau saya salah menyimpulkan, bagaimanakah kesimpulan anda?

Quote
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.

bukankah anda sendiri menyetujui bahwa "Vinaya mengatur Perilaku"? kok sekarang dibatalkan?
bukankah alasan dari perilaku itu adalah bagian dari pikiran yg tidak diatur oleh vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 28 September 2010, 08:06:44 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


saya menyimpulkan berdasarkan pernyataan anda, kalau saya salah menyimpulkan, bagaimanakah kesimpulan anda?
main gitar adalah bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.
semua tergantung alasannya. maka alasannya main gitar apa?

Quote
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.

bukankah anda sendiri menyetujui bahwa "Vinaya mengatur Perilaku"? kok sekarang dibatalkan?
dimana saya membatalkannya?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 08:11:45 PM
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

mungkin terlewat oleh Bro Kainyn, jadi saya lanjutkan dulu

apakah main gitar adalah perilaku atau pikiran?
bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.


apakah alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku atau pikiran?
alasan bermain gitar adalah pikiran
motivasi bermain gitar adalah keinginan
alasan dan motivasi bermain gitar adalah perilaku

kalau begitu dapat disimpulkan kalau bermain gitar adalah perilaku dengan alasan yg berasal dari pikiran. apakah ini termasuk dalam cakupan vinaya? sebelumnya anda sudah setuju bahwa vinaya mengatur perilaku.

itu kesimpulan bro Indra, bukan saya.  lalu... ???


saya menyimpulkan berdasarkan pernyataan anda, kalau saya salah menyimpulkan, bagaimanakah kesimpulan anda?
main gitar adalah bisa perilaku, bisa pikiran, bisa dua2nya.
semua tergantung alasannya. maka alasannya main gitar apa?
di atas anda mengatakan bahwa alasan bermain gitar adalah pikiran, jadi ini diluar cakupan vinaya karena kita sepakat bahwa Vinaya mengatur perilaku
jadi dalam konteks Vinaya, kita ambil bagian perilaku saja, bermain gitar dengan pikiran adalah di luar konteks.

Quote
Quote
Quote
segala perilaku dan pencapaian seorang bhikku tentu akan diketahui oleh gurunya/senior diatasnya yg pada akhirnya yg memutuskan apakah melanggar atau tidak melanggar vinaya.
OK, di sini ada hal yang kurang jelas. Saya mau tanya dulu, apakah vinaya mengatur perilaku ataukah pikiran?
perilaku

Bro wen78 katakan vinaya mengatur perilaku. Namun itu tidak selaras dengan perkataan sebelumnya di mana alasan dari perilaku yang menentukan seseorang melanggar vinaya atau tidak.


[...]
tanyakan langsung alsannya ia bermain gitar, baru memberikan label/nilai apakah dia melanggar atau tidak melanggar.

bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.

bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.

bukankah anda sendiri menyetujui bahwa "Vinaya mengatur Perilaku"? kok sekarang dibatalkan?
dimana saya membatalkannya?

sebelumnya anda sudah mengatakan bahwa "Vinaya mengatur perilaku", tetapi di atas anda juga mengatakan bahwa vinaya juga melibatkan alasan yg mana alasan adalah wilayah pikiran.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 28 September 2010, 08:18:55 PM
bro indra, perilaku/tindakan akan selalu diikuti pikiran, dan pikiran bisa tidak diikuti oleh perilaku/tindakan(alias NATO: No Action Think only).

bila anda mo memecahkan menjadi dua bagian yg terpisahakan. maaf, saya tidak bisa mengikuti diskusi anda ini.

sekian dan terima kasih
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 28 September 2010, 08:20:22 PM
Quote
bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya.
IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.
mau komen yang ini, jadi menurut anda bhikkhu itu akan jadi robot gara2 Vinaya? kualitas seorang bhikkhu akan turun gara2 tidak bermain gitar? akan turun kalau tidak bermain sex? akan turun kalau tidak membunuh? akan turun kalau tidak berbohong? bukan sebaliknya?

seorang bhikkhu yang menjalankan vinaya dengan baik menurut saya justru malah akan meningkatkan kualitasnya, dia akan sadar ketika melakukan kesalahan dan dia akan semakin menghindari kesalahan2 yang sudah tahu yang harus dihindari, bukannya malah melakukna kesalahan2 yang malah dianggap benar.

saya kutip sallekha sutta :

12. Sekarang, Cunda, di sini pemurnian harus engkau praktikkan:

(1) ‘Orang lain akan bertindak kejam; kita tidak akan bertindak kejam di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(2) ‘Orang lain akan membunuh makhluk-makhluk hidup; kita harus menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup di sini’; pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(3) ‘Orang lain akan mengambil apa yang tidak diberikan; kita harus menghindari tindakan mengambil apa yang tidak diberikan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(4) ‘Orang lain tidak selibat; kita harus selibat di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(5)  ‘Orang lain akan mengatakan kebohongan; kita harus menghindari kebohongan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(6)  ‘Orang lain akan berkata-kata jahat; kita harus menghindari berkata-kata jahat di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(7) ‘Orang lain akan berkata-kata kasar; kita harus menghindari berkata-kata kasar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
( 8 ) ‘Orang lain akan bergosip; kita harus menghindari gosip di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(9) ‘Orang lain akan tamak; kita tidak boleh tamak di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(10) ‘Orang lain akan memiliki niat buruk; kita harus tanpa niat buruk di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(11) ‘Orang lain akan memiliki pandangan salah; kita harus memiliki pandangan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(12) ‘Orang lain akan memiliki kehendak salah; kita harus memiliki kehendak benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(13) ‘Orang lain akan memiliki ucapan salah; kita harus memiliki ucapan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(14) ‘Orang lain akan memiliki perbuatan salah; kita harus memiliki perbuatan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(15) ‘Orang lain akan memiliki penghidupan salah di sini; kita harus memiliki penghidupan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(16) ‘Orang lain akan memiliki usaha salah; kita harus memiliki usaha benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(17) ‘Orang lain akan memiliki perhatian salah; kita harus memiliki perhatian benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(18) ‘Orang lain akan memiliki konsentrasi salah; kita harus memiliki konsentrasi benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(19) ‘Orang lain akan memiliki pengetahuan salah; kita harus memiliki pengetahuan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(20) ‘Orang lain akan memiliki pembebasan salah; kita harus memiliki pembebasan benar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(21) ‘Orang lain akan dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan; kita harus terbebas dari kelambanan dan ketumpulan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(22) ‘Orang lain akan gelisah; kita tidak boleh gelisah di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(23) ‘Orang lain akan merasa ragu-ragu; kita harus melampaui keragu-raguan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(24) ‘Orang lain akan marah; kita tidak boleh marah di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(25) ‘Orang lain akan kesal; kita tidak boleh kesal di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian. [43]
(26) ‘Orang lain akan meremehkan orang lain; kita tidak boleh meremehkan orang lain di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(27) ‘Orang lain akan sombong; kita tidak boleh sombong di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(28) ‘Orang lain akan merasa iri; kita tidak boleh iri di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(29) ‘Orang lain akan bersifat tamak; kita tidak boleh tamak di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(30) ‘Orang lain akan curang; kita tidak boleh curang di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(31) ‘Orang lain akan menipu’ kita tidak boleh menipu di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(32) ‘Orang lain akan keras-kepala; kita tidak boleh keras-kepala di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(33) ‘Orang lain akan angkuh; kita tidak boleh angkuh di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(34) ‘Orang lain akan sulit dinasihati; kita harus mudah dinasihati di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(35) ‘Orang lain akan memiliki teman-teman jahat; kita harus memiliki teman-teman baik di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(36) ‘Orang lain akan lalai; kita harus rajin di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(37) ‘Orang lain akan tidak berkeyakinan; kita harus berkeyakinan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(38) ‘Orang lain akan tidak memiliki rasa malu; kita harus memiliki rasa malu di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(39) ‘Orang lain akan tidak memiliki rasa takut melakukan perbuatan jahat; kita harus takut melakukan perbuatan jahat di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(40) ‘Orang lain akan sedikit belajar; kita harus banyak belajar di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(41) ‘Orang lain akan malas; kita harus bersemangat di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(42) ‘Orang lain akan tanpa perhatian; kita harus kokoh dalam perhatian di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(43) ‘Orang lain akan tidak memiliki kebijaksanaan; kita harus memiliki kebijaksanaan di sini’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.
(44) ‘Orang lain akan terikat pada pandangan-pandangan mereka sendiri, menggenggamnya erat-erat, dan melepaskannya dengan susah-payah;  kita tidak boleh terikat pada pandangan-pandangan kita sendiri atau menggenggamnya erat-erat, melainkan harus melepaskannya dengan mudah’: pemurnian harus dipraktikkan demikian.


============================================================================

umat awam saja seharusnya bersikap demikian, apalagi seorang bhikkhu yang otomatis sebagai contoh anggota sangha yang kita jadikan pelindung, ingat umat buddha bertisarana pada Buddha, Sangha, Dhamma, alangkah baiknya seorang anggota sangha bisa berprilaku sesuai dengan ajran Buddha.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 28 September 2010, 08:28:22 PM
bro indra, perilaku/tindakan akan selalu diikuti pikiran, dan pikiran bisa tidak diikuti oleh perilaku/tindakan(alias NATO: No Action Think only).

bila anda mo memecahkan menjadi dua bagian yg terpisahakan. maaf, saya tidak bisa mengikuti diskusi anda ini.

sekian dan terima kasih

saya koreksi sedikit : perilaku selalu didahului (bukan diikuti) oleh pikiran -> saya setuju. Vinaya tidak mengurus apapun selama masih dalam tahap pikiran.

seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 29 September 2010, 01:42:00 AM
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 07:04:39 AM
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.
saya juga mau menambahkan, seseorang ketika bertekad menjadi bhikkhu pastinya sadar konsekuensinya, dia harus taat pada hinaya, ketika dia tau dalam hinaya ada sesuatu yang tidak boleh dan dia malah melanggarnya maka tekadnya itu sungguh diragukan.
soal tujuan dan pikirannya itu itu masalah dia sendiri, mau berkilah apapun suatu pelanggaran tetap pelanggaran.
tidak ada istilah seseorang mencuri dengan berkilah dia tidak punya uang maka dia bisa bebas dari pelanggaran itu.

saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya males menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terlalu peduli, hanya ingin mengetahui dari sudut pandangan ajaran Buddha itu hal ini disebut apa.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 08:55:02 AM
bro Kainyn_Kutho, dimana letak ketidak-selarasannya?
vinaya mengatur perilaku para bhikku, dan setiap perilaku/tindakan bhikku ada penyebab, maksud, dan tujuan dibaliknya, yg disebut alasan.
alasan ini yg akan dipertanyakan ketika dianggap telah melakukan sebuah pelanggaran.
Jadi vinaya mengatur perilaku atau alasan, atau keduanya?


Quote
bila vinaya mengatur perilaku diartikan bahwa perilaku bhikku tunduk pada vinaya apapun alasannya, ini bukanlah pemahaman saya. IMO, akan menurunkan kualitas bhikku itu sendiri, dimana bhikku menjadi tidak sadar atas apa yg seharusnya dilakukannya dan apa yg tidak seharusnya dilakukannya, melainkan semuanya mengikuti pada vinaya.
Kalau hanya bersandar pada diri sendiri tentang apa yang harus dilakukan dan tidak, lalu apa bedanya bhiksu dengan orang awam?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 09:16:18 AM
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.

kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 09:37:14 AM
kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
Suatu ketika, senior mendapat laporan bahwa di suatu pesta, terlihat seorang bhiksu menggendong wanita mabuk.
Senior: "Ngapain kamu ada di pesta?"
Junior: "Diundang umat boss, bukan kemauan saya."
Senior: "Lalu ngapain gendong cewek mabok?"
Junior: "Sekadar menolong, daripada cewek itu terkapar di lantai."
Senior: "Bukan karena nafsu?"
Junior: "Bukan."
Senior: "OK, kamu bebas sepenuhnya dari kesalahan."

3 bulan kemudian, terlihat 500 bhiksu di pesta sedang menggendong masing-masing cewek mabok. Ketika ditanya seniornya, semua menjawab alasan yang PERSIS sama. Dengan begitu, tidak ada vinaya yang dilanggar.


Disclaimer: ini adalah fiksi satir belaka, tidak ada hubungannya dengan kenyataan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 29 September 2010, 10:25:38 AM
Suatu ketika, senior mendapat laporan bahwa di suatu pesta, terlihat seorang bhiksu menggendong wanita mabuk.
Senior: "Ngapain kamu ada di pesta?"
Junior: "Diundang umat boss, bukan kemauan saya."
Senior: "Lalu ngapain gendong cewek mabok?"
Junior: "Sekadar menolong, daripada cewek itu terkapar di lantai."
Senior: "Bukan karena nafsu?"
Junior: "Bukan."
Senior: "OK, kamu bebas sepenuhnya dari kesalahan."

3 bulan kemudian, terlihat 500 bhiksu di pesta sedang menggendong masing-masing cewek mabok. Ketika ditanya seniornya, semua menjawab alasan yang PERSIS sama. Dengan begitu, tidak ada vinaya yang dilanggar.


Disclaimer: ini adalah fiksi satir belaka, tidak ada hubungannya dengan kenyataan.

Kok terkesan seperti cerita-cerita bhiksu shaolin junior yang sedang diinterogasi bhiksu senior yang berjanggut panjang yah...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 10:29:17 AM
Kok terkesan seperti cerita-cerita bhikhu shaolin junior yang sedang diinterogasi bhiksu senior yang berjanggut panjang yah...
Memang ini cerita junior diinterogasi senior. Kalau masalah janggut panjang, itu terserah kreativitas pembaca. :D
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 29 September 2010, 10:33:47 AM
Memang ini cerita junior diinterogasi senior. Kalau masalah janggut panjang, itu terserah kreativitas pembaca. :D

Untung bukan cerita bhiksu shaolin popeye versi Bobo Ho...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 29 September 2010, 12:10:22 PM
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.

kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
yg biru,
ini berarti kembali lagi kesebelumnya bahwa menilai sebuah perilaku, tanpa menilai alasannya, yg berarti memisahkan perilaku dan alasan.

yg hijau,
benar, isi pikiran tidak bisa difoto, sehingga tidak ada yg tau isi pikiran ybs. jadi untuk apa dibahas dan diperdebatkan?
ini sama halnya seperti menilai sebuah buku tanpa melihat isinya. menilai kelakuan seorang bhikku tanpa melihat alasannya.

seperti yg sebelumnya yg saya katakan, bagi saya ini sudah terjadi persidangan. namun bila suara mayoritas mengatakan tidak, ya gpp juga.. saya hanya mengikuti suara mayoritas.




kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
Suatu ketika, senior mendapat laporan bahwa di suatu pesta, terlihat seorang bhiksu menggendong wanita mabuk.
Senior: "Ngapain kamu ada di pesta?"
Junior: "Diundang umat boss, bukan kemauan saya."
Senior: "Lalu ngapain gendong cewek mabok?"
Junior: "Sekadar menolong, daripada cewek itu terkapar di lantai."
Senior: "Bukan karena nafsu?"
Junior: "Bukan."
Senior: "OK, kamu bebas sepenuhnya dari kesalahan."

3 bulan kemudian, terlihat 500 bhiksu di pesta sedang menggendong masing-masing cewek mabok. Ketika ditanya seniornya, semua menjawab alasan yang PERSIS sama. Dengan begitu, tidak ada vinaya yang dilanggar.


Disclaimer: ini adalah fiksi satir belaka, tidak ada hubungannya dengan kenyataan.


baik, hanya ingin melihat dari vinaya secara baku? silahkan ke
http://dhammacitta.org/perpustakaan/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu-panduan-untuk-umat-awam/
ke halaman 4, bagian Sanghādisesa, peraturan ke-2.
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

IMO, cerita fiksi diatas adalah cerita yg terlalu dipaksakan dan IMO, sebuah contoh dimana senior tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki otak untuk berpikir, dan adalah seorang senior yg hanya menelan bulat semua jawaban senior tanpa dicerna terlebih dahulu.















all:

sang Buddha mengatakan:
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

dan dalam vinaya dikatakan/diartikan/ditafsirkan menjadi:
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

sehingga, mohon gunakan kebijaksanaan dalam menelaah kalimat sang Buddha yang mengatakan:
"aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."



sekian dan terima kasih
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: hatRed on 29 September 2010, 12:28:55 PM
dalam contoh foto bhikkhu bergitar di FB tersebut jelas2 di tulis bergitar bagi dia adalah hobi...

contoh alasan semacam apa yg terlihat dari foto tersebut dan juga dari profil FB nya, yg memungkinkan alasannya dapat dimaklumi?

Seingat saya memang,Cetana dalam ( Pikiran, Ucapan, dan Perbuatan) lah yang mempengaruhi kamma.

dalam Vinaya itu setahu saya mengatur perilaku2... entahlah apakah ada berapa yg mengatur Pikiran, berapa yg mengatur Ucapan dan berapa yg mengatur Perbuatan.

Kalau saya lihat Buddha Gotama sendiri menetapkan sebuah Vinaya adalah sebagai pedoman bagi para Bhikkhu dalam berperilaku.

yang efeknya tentu saja tidak hanya untuk bhikkhu itu sendiri, tapi kepada Sangha dan juga Masyarakat.

sekian, maaf kalo OOT :P
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 12:34:37 PM
Quote
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

kalau di ganti :
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat gitar. Jika kondisi mengharuskan melihat gitar, maka janganlah bemain dengan gitar. Jika kondisi mengharuskan bemain dengan gitar, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see i see i see

kalau di ganti :
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah koleksi foto wanita. Jika kondisi mengharuskan koleksi foto wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see isee isee
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 12:40:13 PM
seseorang boleh saja berpikir untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya selama belum diwujudkan dalam perbuatan. vinaya baru bertugas setelah adanya perbuatan. seorang bhikkhu juga boleh saja berpikir untuk bermain gitar, piano, atau apapun, dan itu bukanlah pelanggaran vinaya, hanya setelah pikiran itu diwujudkan dalan perbuatan, saat itulah pelanggaran terjadi.

pelanggaran mungkin masih bisa ditoleransi seandainya dalam kasus menolong nyawa seseorang, tapi hanya demi bersenang2 dengan sekelompok anak muda, saya kira sama sekali tidak ada alasan untuk itu, mungkin Bro Wen jika mengenal ybs membantu menanyakan alasannya agar kita bisa menyelesaikan pelomik ini dalam tingkat forum DC.

saya hanya menambahkan,

sang Buddha mengajarkan agar selalu sadar atas apa yg timbul dan lenyap pada pikiran, baik pikiran baik maupun pikiran buruk, yg dipengaruhi oleh faktor seperti keinginan, ego, dll. ketika sadar apa yg ada dipikiran adalah pikiran buruk, maka pikiran kembali akan memberikan nilai/label bahwa ini adalah pikiran tidak baik yg tidak boleh dipikirkan/diikuti terus dan harus dilepaskan.
jadi pada tahap pikiran, sebenarnya sudah diajarkan apa yg seharusnya dan yg tidak seharusnya ada dalam pikiran.



saya tidak mengenal ybs, dan bila kenalpun, saya tidak berani menanyakan alasannya.
bagi saya, sebenarnya tidak terjadi polemik, hanya terjadi perbedaan pendapat dan sedikit perdebatan.

kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
yg biru,
ini berarti kembali lagi kesebelumnya bahwa menilai sebuah perilaku, tanpa menilai alasannya, yg berarti memisahkan perilaku dan alasan.

yg hijau,
benar, isi pikiran tidak bisa difoto, sehingga tidak ada yg tau isi pikiran ybs. jadi untuk apa dibahas dan diperdebatkan?
ini sama halnya seperti menilai sebuah buku tanpa melihat isinya. menilai kelakuan seorang bhikku tanpa melihat alasannya.

seperti yg sebelumnya yg saya katakan, bagi saya ini sudah terjadi persidangan. namun bila suara mayoritas mengatakan tidak, ya gpp juga.. saya hanya mengikuti suara mayoritas.




kita sedang membicarakan VINAYA Bro, Ajaran Sang Buddha dalam dirangkum menjadi SILA, SAMADHI, dan PANNA. apa yang anda uraikan di atas saya setujui sepenuhnya, dan memang demikianlah yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam konteks SAMADHI (Pikiran yang lebih tinggi), tapi di sini kita sedang membicarakan mengenai aspek SILA(moralitas) dalam hal ini VINAYA. bisakah anda membedakan?

Terlebih lagi, apa yg ada dalam pikiran seseorang mustahil dapat kita perdebatkan di sini, bahkan seandainya ada di antara kita yg memiliki kesaktian membaca pikiran. Karena isi pikiran tidak bisa difoto dan ditampillkan di FB. tapi dari perilaku yg terdapat dalam foto, kita dapat menilai kurang lebih seperti apa pikiran ybs.
Suatu ketika, senior mendapat laporan bahwa di suatu pesta, terlihat seorang bhiksu menggendong wanita mabuk.
Senior: "Ngapain kamu ada di pesta?"
Junior: "Diundang umat boss, bukan kemauan saya."
Senior: "Lalu ngapain gendong cewek mabok?"
Junior: "Sekadar menolong, daripada cewek itu terkapar di lantai."
Senior: "Bukan karena nafsu?"
Junior: "Bukan."
Senior: "OK, kamu bebas sepenuhnya dari kesalahan."

3 bulan kemudian, terlihat 500 bhiksu di pesta sedang menggendong masing-masing cewek mabok. Ketika ditanya seniornya, semua menjawab alasan yang PERSIS sama. Dengan begitu, tidak ada vinaya yang dilanggar.


Disclaimer: ini adalah fiksi satir belaka, tidak ada hubungannya dengan kenyataan.


baik, hanya ingin melihat dari vinaya secara baku? silahkan ke
http://dhammacitta.org/perpustakaan/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu-panduan-untuk-umat-awam/
ke halaman 4, bagian Sanghādisesa, peraturan ke-2.
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

IMO, cerita fiksi diatas adalah cerita yg terlalu dipaksakan dan IMO, sebuah contoh dimana senior tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki otak untuk berpikir, dan adalah seorang senior yg hanya menelan bulat semua jawaban senior tanpa dicerna terlebih dahulu.















all:

sang Buddha mengatakan:
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

dan dalam vinaya dikatakan/diartikan/ditafsirkan menjadi:
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "

sehingga, mohon gunakan kebijaksanaan dalam menelaah kalimat sang Buddha yang mengatakan:
"aku bertekad untuk tidak menikmati musik, tarian, dan hiburan-hiburan lainnya."



sekian dan terima kasih

Bro Wen,

kami tidak mengetahui niat seseorang, tapi kami tau perilakunya, Bro Upasaka pernah memberikan contoh mengenai Arahat Anuruddha yg melakukan pelanggaran walaupun tidak diniatkan olehnya, namun dalam kasus itu pelanggaran adalah pelanggaran. apa yg ada dalam pikiran adalah diluar konteks vinaya, apa yg diperbuat itulah yg harus sesuai vinaya.

Intinya: Silahkan menggunakan pembenaran dalam melakukan pelanggaran tapi bersiaplah menerima konsekuensinya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: yasavaddhano on 29 September 2010, 12:41:34 PM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 12:43:21 PM
baik, hanya ingin melihat dari vinaya secara baku? silahkan ke
http://dhammacitta.org/perpustakaan/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu-panduan-untuk-umat-awam/
ke halaman 4, bagian Sanghādisesa, peraturan ke-2.
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "
Kalau tidak menyentuhkan fisik dengan wanita, walaupun pikiran penuh gairah, tidak melanggar vinaya. Bukankah berarti vinaya mengatur perilaku bukannya pikiran?

Kemudian apakah seorang yang menempuh kehidupan petapa akan mencari-cari alasan untuk pegang-pegang wanita? Kembali lagi, untuk apa jadi petapa kalau masih mo pegang-pegang wanita?
Anda ragu vinaya dibuat untuk dipatuhi 100%, sementara saya sendiri ragu petapa yang cari-cari alasan melanggar vinaya memiliki tekad yang baik.


Quote
IMO, cerita fiksi diatas adalah cerita yg terlalu dipaksakan dan IMO, sebuah contoh dimana senior tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki otak untuk berpikir, dan adalah seorang senior yg hanya menelan bulat semua jawaban senior tanpa dicerna terlebih dahulu.
Bukan hanya dipaksakan, tetapi sangat dilebih-lebihkan. Biasanya cerita seperti itu saya buat untuk orang yang kurang peka. Dan benar anda kurang peka. Yang saya maksudkan adalah "pikiran orang tidak bisa diketahui (kecuali dengan kesaktian tertentu), maka vinaya dibutuhkan untuk menjaga kepantasan perilaku seorang petapa." Ternyata anda melihat cerita itu hanya dari sisi "ketololan si senior" yang memang sudah jelas.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 12:55:04 PM
Quote
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

kalau di ganti :
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat gitar. Jika kondisi mengharuskan melihat gitar, maka janganlah bemain dengan gitar. Jika kondisi mengharuskan bemain dengan gitar, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see i see i see

kalau di ganti :
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah koleksi foto wanita. Jika kondisi mengharuskan koleksi foto wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see isee isee
Nanti transformasi lagi: "Ananda, selama kau menjaga kewaspadaanmu, tidak apa bicara dengan wanita (main gitar), apalagi sekadar melihat."

Ini akan jadi permulaan hancurnya vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 12:56:37 PM
75  Māgandiya Sutta
Kepada Māgandiya

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Kuru di mana terdapat sebuah pemukiman Kuru bernama Kammāsadhamma, di atas hamparan rumput di dalam kamar perapian seorang brahmana dari suku Bhāradvāja.

2. Kemudian pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan membawa mangkuk dan jubah luarnya, pergi ke Kammāsadhamma untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah menerima dana makanan di Kammāsadhamma dan telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan Beliau pergi ke suatu hutan untuk melewatkan hari. Setelah memasuki hutan, Beliau duduk di bawah sebatang pohon untuk melewatkan hari. [502]

3. Kemudian Pengembara Māgandiya, sewaktu berjalan-jalan untuk berolah-raga, mendatangi kamar perapian si brahmana dari suku Bhāradvāja. Di sana ia melihat hamparan rumput yang telah dipersiapkan dan bertanya kepada si brahmana: “Untuk siapakah hamparan rumput ini dipersiapkan di dalam kamar perapian Tuan Bhāradvāja? Seperti tempat tidur seorang petapa.”

4. “Guru Māgandiya, ada Petapa Gotama, putera Sakya, yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya. Sekarang suatu berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā sempurna, telah tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi.’ Tempat tidur ini dipersiapkan untuk Guru Gotama.”

5. “Sungguh, Guru Bhāradvāja, suatu pemandangan buruk yang kami lihat ketika kami melihat tempat tidur si perusak kemajuan itu,  Guru Gotama.”

“Hati-hati dengan apa yang engkau katakan, Māgandiya, hati-hati dengan apa yang engkau katakan! Banyak para mulia terpelajar, para brahmana terpelajar, para perumah tangga terpelajar, dan para petapa terpelajar yang berkeyakinan penuh pada Guru Gotama, dan telah didisiplinkan oleh Beliau dalam jalan sejati yang mulia, dalam Dhamma yang bermanfaat.”

“Guru Bhāradvāja, bahkan jika kami berhadapan muka dengan Guru Gotama, kami akan mengatakan kepadanya: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak kemajuan.’ Mengapakah? Karena hal itu telah diturunkan dalam khotbah-khotbah kita.”

“Jika Guru Māgandiya tidak keberatan, bolehkah aku mengatakan hal ini kepada Guru Gotama?”

“Jangan khawatir Guru Bhāradvāja. Beritahukanlah kepadaNya tentang apa yang telah kukatakan.”

6. Sementara itu, dengan telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Bhagavā mendengarkan percakapan antara brahmana dari suku Bhāradvāja dengan Pengembara Māgandiya ini. Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā bangkit dari meditasi, pergi ke kamar perapian si brahmana, dan duduk di atas hamparan rumput yang telah dipersiapkan. Kemudian si brahmana dari suku Bhāradvāja mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi. Sang Bhagavā bertanya kepadanya: “Bhāradvāja, apakah engkau berbincang-bincang dengan Pengembara Māgandiya [503] tentang hamparan rumput ini?”

Ketika hal ini dikatakan, si brahmana, terkejut dan dengan merinding, menjawab: “Kami hendak memberitahukan kepada Guru Gotama tentang hal ini, namun Guru Gotama telah mendahului kami.”

7. Tetapi diskusi antara Sang Bhagavā dan brahmana dari suku Bhāradvāja tidak selesai, karena kemudian Pengembara Māgandiya, sewaktu berjalan-jalan untuk berolah raga, datang ke kamar perapian si brahmana dan menghadap Sang Bhagavā. Ia bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, dan ketika ramah-tamah itu berakhir, ia duduk di satu sisi. Sang Bhagavā berkata kepadanya:

8. “Māgandiya, mata bergembira dalam bentuk-bentuk, menyenangi bentuk-bentuk, bersukacita dalam bentuk-bentuk; itu telah dijinakkan oleh Sang Tathāgata, dijaga, dilindungi, dan dikendalikan, dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk mengendalikannya. Apakah sehubungan dengan hal ini maka engkau mengatakan: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak kemajuan’?”

“Adalah sehubungan dengan hal ini, Guru Gotama, maka aku mengatakan: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak kemajuan.’ Mengapakah? Karena itu tercatat dalam kitab kami.”

“Telinga bergembira dalam suara-suara … Hidung bergembira dalam bau-bauan … Lidah bergembira dalam rasa kecapan … Badan bergembira dalam obyek-obyek sentuhan … Pikiran bergembira dalam obyek-obyek pikiran, menyenangi obyek-obyek pikiran, bersukacita dalam obyek-obyek pikiran; itu telah dijinakkan oleh Sang Tathāgata, dijaga, dilindungi, dan dikendalikan, dan Beliau mengajarkan Dhamma untuk mengendalikannya. Apakah sehubungan dengan hal ini maka engkau mengatakan: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak kemajuan’?”

“Adalah sehubungan dengan hal ini, Guru Gotama, maka aku mengatakan: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak kemajuan.’ Mengapakah? Karena itu tercatat dalam kitab kami.”

9. “Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Di sini seseorang [504] sebelumnya menikmati bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Kemudian, setelah memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan bentuk-bentuk. Ia mungkin meninggalkan keinginan akan bentuk-bentuk, melenyapkan demam terhadap bentuk-bentuk, dan berdiam tanpa kehausan, dengan batin yang damai. Apakah yang akan engkau katakan kepadanya, Māgandiya?” – “Tidak ada, Guru Gotama.”

“Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Di sini seseorang sebelumnya menikmati suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bau-bauan yang dikenali oleh hidung ... rasa kecapan yang dikenali oleh lidah ... obyek-obyek sentuhan yang dikenali oleh badan yang yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Belakangan, setelah memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan obyek-obyek sentuhan. Ia mungkin meninggalkan keinginan akan obyek-obyek sentuhan, melenyapkan demam terhadap obyek-obyek sentuhan, dan berdiam tanpa kehausan, dengan batin yang damai. Apakah yang akan engkau katakan kepadanya, Māgandiya?” – “Tidak ada, Guru Gotama.”

10. “Māgandiya, sebelumnya ketika Aku menjalani kehidupan rumah tangga, Aku menikmati, memiliki lima utas kenikmatan indria: dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata … suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bau-bauan yang dikenali oleh hidung ... rasa kecapan yang dikenali oleh lidah ... obyek-obyek sentuhan yang dikenali oleh badan yang yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Aku memiliki tiga istana, satu untuk musim hujan, satu untuk musim dingin, dan satu untuk musim panas. Aku menetap di istana musim hujan selama empat bulan musim hujan, menikmati para musisi, tidak ada yang laki-laki, dan Aku tidak turun ke istana yang lebih rendah.

“Belakangan, setelah memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria, Aku melenyapkan demam terhadap kenikmatan indria, dan Aku berdiam tanpa kehausan, dengan batin yang damai. Aku melihat makhluk-makhluk lain yang belum terbebas dari nafsu akan kenikmatan indria, yang dilahap oleh keinginan pada kenikmatan indria, terbakar oleh demam terhadap kenikmatan indria, menuruti kenikmatan indria, dan Aku tidak iri pada mereka, juga tidak bergembira di dalamnya. Mengapakah? Karena ada, Māgandiya, kenikmatan yang terlepas dari kenikmatan indria, terlepas dari kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat, [505] yang bahkan melampaui kebahagiaan surgawi.  Karena Aku tidak bergembira di dalam hal itu, maka Aku tidak iri pada apa yang rendah, juga tidak bergembira di dalamnya.

11. “Misalkan, Māgandiya, seorang perumah tangga atau putera perumah tangga kaya, dengan banyak harta kekayaan, dan memiliki lima utas kenikmatan indria, ia menikmati bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata … suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bau-bauan yang dikenali oleh hidung ... rasa kecapan yang dikenali oleh lidah ... obyek-obyek sentuhan yang dikenali oleh badan yang yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Setelah berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mungkin muncul kembali di alam bahagia, di alam surga di antara para pengikut para dewa Tiga Puluh Tiga; dan di sana, dengan dikelilingi oleh sekelompok bidadari di Hutan Nandana, ia menikmati memiliki lima utas kenikmatan indria surgawi. Misalkan ia melihat seorang perumah tangga atau putera perumah tangga menikmati memiliki lima utas kenikmatan indria [manusia]. Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Apakah dewa muda itu yang dikelilingi oleh sekelompok bidadari di Hutan Nandana, yang menikmati memiliki lima utas kenikmatan indria surgawi, iri pada perumah tangga atau putera perumah tangga atas lima utas kenikmatan indria manusia atau apakah ia akan tertarik pada kenikmatan indria manusia?”

“Tidak, Guru Gotama. Mengapakah? Karena kenikmatan indria surgawi adalah lebih unggul dan lebih luhur daripada kenikmatan indria manusia.”

12. “Demikian pula, Māgandiya, sebelumnya ketika Aku menjalani kehidupan rumah tangga, Aku menikmati, memiliki lima utas kenikmatan indria: dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata … suara-suara yang dikenali oleh telinga ... bau-bauan yang dikenali oleh hidung ... rasa kecapan yang dikenali oleh lidah ... obyek-obyek sentuhan yang dikenali oleh badan yang yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Belakangan, setelah memahami sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria, Aku meninggalkan keinginan pada kenikmatan indria, Aku melenyapkan demam terhadap kenikmatan indria, dan Aku berdiam tanpa kehausan, dengan batin yang damai. Aku melihat makhluk-makhluk lain yang belum terbebas dari nafsu akan kenikmatan indria, yang dilahap oleh keinginan pada kenikmatan indria, terbakar oleh demam terhadap kenikmatan indria, [506] menuruti kenikmatan indria, dan Aku tidak iri pada mereka, juga tidak bergembira di dalamnya. Mengapakah? Karena ada, Māgandiya, kenikmatan yang terlepas dari kenikmatan indria, terlepas dari kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat, yang bahkan melampaui kebahagiaan surgawi. Karena Aku tidak bergembira di dalam hal itu, maka Aku tidak iri pada apa yang rendah, juga tidak bergembira di dalamnya.

13. “Misalkan, Māgandiya, ada seorang penderita penyakit kusta dengan luka dan bagian-bagian tubuh melepuh, karena digigit oleh ulat, menggaruk bagian kulit yang terluka dengan kukunya, membersihkan dirinya di atas lubang arang menyala. Kemudian teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya, akan membawa seorang tabib kepadanya. Tabib itu akan meracik obat untuknya, dan dengan obat itu orang itu menjadi sembuh dari penyakitnya dan menjadi pulih dan bahagia, tidak bergantung, menjadi majikan bagi dirinya sendiri, mampu bepergian kemanapun yang ia sukai. Kemudian ia mungkin melihat penderita penyakit kusta lainnya dengan luka dan bagian-bagian tubuh melepuh, karena digigit oleh ulat, menggaruk bagian kulit yang terluka dengan kukunya, membersihkan dirinya di atas lubang arang menyala. Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Apakah orang itu iri pada penderita kusta itu karena lubang arang menyala atau pengobatannya?”

“Tidak, Guru Gotama. Mengapakah? Karena ketika ada penyakit, maka ada kebutuhan akan obat-obatan, dan ketika tidak ada penyakit, maka tidak ada kebutuhan akan obat-obatan.”

14. “Demikian pula, Māgandiya, sebelumnya ketika Aku menjalani kehidupan rumah tangga … (seperti pada §12) … Karena Aku tidak bergembira di dalam hal itu, maka Aku tidak iri pada apa yang rendah, juga tidak bergembira di dalamnya.

15. “Misalkan, Māgandiya, ada seorang penderita penyakit kusta dengan luka dan bagian-bagian tubuh melepuh, karena digigit oleh ulat, menggaruk bagian kulit yang terluka dengan kukunya, membersihkan dirinya di atas lubang arang menyala. Kemudian teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya, akan membawa seorang tabib kepadanya. Tabib itu akan membuatkan obat untuknya, dan dengan obat itu orang itu menjadi sembuh dari penyakitnya dan menjadi pulih dan bahagia, tidak bergantung, menjadi majikan bagi dirinya sendiri, mampu bepergian kemanapun yang ia sukai. Kemudian dua orang kuat menangkapnya pada kedua lengannya dan menariknya ke arah lubang arang menyala. Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Apakah orang itu akan menggeliatkan badannya ke sana dan ke sini?”

“Benar, Guru Gotama. Mengapakah? Karena api itu sungguh menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar.”

“Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Apakah hanya pada saat ini api itu menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar, atau sebelumnya juga api itu menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar?”

“Guru Gotama, api itu pada saat ini  menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar, dan sebelumnya juga api itu menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar. Karena ketika orang itu adalah seorang penderita penyakit kusta dengan luka dan bagian-bagian tubuh melepuh, karena digigit oleh ulat, menggaruk bagian kulit yang terluka dengan kukunya, maka indria-indrianya terganggu; demikianlah, walaupun api itu sesungguhnya menyakitkan ketika disentuh, namun ia memperoleh persepsi salah sebagai menyenangkan.”

16. “Demikian pula, di masa lalu kenikmatan indria adalah menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar; di masa depan kenikmatan indria akan menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar; dan sekarang pada masa kini kenikmatan indria adalah menyakitkan jika disentuh, panas, dan membakar. Tetapi makhluk-makhluk ini yang belum terbebas dari nafsu akan kenikmatan indria, yang dilahap oleh keinginan pada kenikmatan indria, terbakar oleh demam terhadap kenikmatan indria, memiliki indria-indria yang telah rusak; demikiankah, walaupun kenikmatan indria sesungguhnya menyakitkan jika disentuh, namun mereka memperoleh persepsi keliru menganggapnya sebagai menyenangkan.

17. “Misalkan, Māgandiya, ada seorang penderita penyakit kusta dengan luka dan bagian-bagian tubuh melepuh, karena digigit oleh ulat, menggaruk bagian kulit yang terluka dengan kukunya, membersihkan dirinya di atas lubang arang menyala; semakin ia menggaruk bagian kulitnya yang melepuh dan semakin ia membersihkan dirinya di atas lubang arang menyala, [508] maka luka-lukanya itu akan menjadi semakin membusuk, semakin bau, dan semakin terinfeksi, namun ia memperoleh suatu kepuasan dan kenikmatan dalam menggaruk luka-lukanya itu. Demikian pula, Māgandiya, makhluk-makhluk yang belum terbebas dari nafsu akan kenikmatan indria, yang dilahap oleh masih menuruti kenikmatan indria; semakin makhluk-makhluk itu menuruti kenikmatan indria, maka semakin meningkat pula keinginan mereka akan kenikmatan indria dan semakin mereka terbakar oleh demam mereka terhadap kenikmatan indria, namun mereka memperoleh kepuasan dan kenikmatan dengan bergantung pada lima utas kenikmatan indria.

18. “Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Pernahkah engkau melihat atau mendengar seorang raja atau seorang menteri raja menikmati, dan memiliki lima utas kenikmatan indria yang, tanpa meninggalkan keinginan akan kenikmatan indria, tanpa melenyapkan demam terhadap kenikmatan indria, telah mampu berdiam dengan terbebas dari kehausan, dengan batin yang damai, atau yang mampu atau yang akan mampu berdiam demikian?” – “Tidak, Guru Gotama.”

“Bagus, Māgandiya, Aku juga belum pernah melihat atau mendengar seorang raja atau seorang menteri raja menikmati, dan memiliki lima utas kenikmatan indria yang, tanpa meninggalkan keinginann akan kenikmatan indria, tanpa melenyapkan demam terhadap kenikmatan indria, telah mampu berdiam dengan terbebas dari kehausan, dengan batin yang damai, atau yang mampu atau yang akan mampu berdiam demikian. Sebaliknya, Māgandiya, para petapa atau brahmana yang telah berdiam atau sedang berdiam atau akan berdiam dengan terbebas dari kehausan, dengan batin yang damai, semuanya melakukan demikian setelah memahami sebagaimana adanya asal-mula, lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan kenikmatan indria, dan adalah setelah meninggalkan keinginan akan kenikmatan indria dan melenyapkan demam terhadap kenikmatan indria maka mereka telah berdiam atau sedang berdiam atau akan berdiam dengan terbebas dari kehausan, dengan batin yang damai.”

19. Kemudian pada titik ini Sang Bhagavā mengucapkan seruan kegembiraan:

   “Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
   Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi,
   Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan terbaik
   Karena jalan itu menuntun dengan selamat menuju Keabadian.”

Ketika hal ini dikatakan, Pengembara Māgandiya berkata kepada Sang Bhagavā: “Sungguh mengagumkan, Guru Gotama, sungguh menakjubkan, betapa tepatnya hal ini diungkapkan oleh Guru Gotama: [509]

   ‘Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
   Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi.’

Kemi juga pernah mendengar sebelumnya para pengembara yang adalah para guru dan guru-guru dari para guru mengatakan hal ini, dan ini selaras, Guru Gotama.”

“Tetapi, Māgandiya, ketika engkau mendengar sebelumnya para pengembara yang adalah para guru dan guru-guru dari para guru mengatakan hal ini, apakah kesehatan itu, apakah Nibbāna itu?”

Ketika hal ini dikatakan, Pengembara Māgandiya mengusap bagian tubuhnya dengan tangannya dan berkata: “Ini adalah kesehatan itu, Guru Gotama, ini adalah Nibbāna itu; karena sekarang aku sehat dan bahagia dan tidak ada apapun yang menyengsarakan aku.”

20. “Māgandiya, misalkan ada seorang yang buta sejak lahir yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk yang gelap dan terang, yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk berwarna biru, kuning, merah, atau merah muda, yang tidak dapat melihat apa yang rata dan tidak rata, yang tidak dapat melihat bintang-bintang atau matahari dan bulan. Ia mungkin mendengar seseorang yang berpenglihatan baik mengatakan: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan, kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ dan ia pergi mencari kain putih. Kemudian seseorang menipunya dengan kain usang yang kotor sebagai berikut: ‘Tuan, ini adalah kain putih untukmu, indah, tanpa noda, dan bersih.’ Dan ia menerimanya dan memakainya, dan dengan puas ia mengucapkan kata-kata kepuasan sebagai berikut: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan, kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ Bagaimana menurutmu, Māgandiya? Ketika orang yang buta sejak lahir itu menerima kain usang yang kotor itu, memakainya, dan dengan puas ia mengucapkan kata-kata kepuasan sebagai berikut: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan, kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ – apakah ia melakukan itu karena mengetahui dan melihat, atau karena percaya pada orang yang berpenglihatan baik itu?”

“Yang Mulia, ia melakukan itu tanpa mengetahui dan tanpa melihat, [510] tetapi karena percaya pada orang yang berpenglihatan baik itu.”
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 12:56:51 PM
anjutan 75 Māgandiya Sutta
------------------------------------
21. “Demikian pula, Māgandiya, para pengembara sekte lain adalah buta dan tanpa penglihatan. Mereka tidak mengetahui kesehatan, mereka tidak melihat Nibbāna, namun mereka mengucapkan syair sebagai berikut:

   ‘Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
   Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi.’

Syair ini diucapkan oleh para Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna sebelumnya, sebagai berikut:

   ‘Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
   Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi,
   Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan terbaik
   Karena jalan itu menuntun dengan selamat menuju Keabadian.’

Sekarang syair ini perlahan-lahan menjadi umum di antara orang-orang biasa.  Dan walaupun jasmani ini, Māgandiya, adalah penyakit, tumor, anak panah, bencana, dan penderitaan, namun dengan merujuk pada jasmani ini engkau mengatakan: “’Ini adalah kesehatan itu, Guru Gotama, ini adalah Nibbāna itu.’ Engkau tidak memiliki penglihatan mulia, Māgandiya, yang dengannya engkau dapat mengetahui kesehatan dan melihat Nibbāna.”

22. “Aku berkeyakinan pada Guru Gotama sebagai berikut: ‘Guru Gotama mampu mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat mengetahui kesehatan dan melihat Nibbāna.’”

“Māgandiya, misalkan ada seorang yang buta sejak lahir yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk yang gelap dan terang … atau matahari dan bulan. Kemudian teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya, akan membawa seorang tabib untuk mengobatinya. Tabib itu akan meracik obat untuknya, namun dengan obat itu penglihatan orang itu tidak muncul atau tidak menjadi murni. Bagaimana menurutmu, Māgandiya, apakah tabib itu mendapatkan kelelahhan dan kekecewaan?” – “Benar, Guru Gotama.” – “Demikian pula, Māgandiya, jika Aku mengajarkan Dhamma kepadamu sebagai berikut: ‘Ini adalah kesehatan itu, ini adalah Nibbāna itu,’ engkau mungkin tidak mengetahui kesehatan atau tidak melihat Nibbāna, dan itu akan melelahkan dan menyusahkan Aku.” [511]

23. “Aku berkeyakinan pada Guru Gotama sebagai berikut: ‘Guru Gotama mampu mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat mengetahui kesehatan dan melihat Nibbāna.’”

“Māgandiya, misalkan ada seorang yang buta sejak lahir yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk yang gelap dan terang … atau matahari dan bulan. Ia mungkin mendengar seseorang yang berpenglihatan baik mengatakan: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan, kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ dan ia pergi mencari kain putih. Kemudian seseorang menipunya dengan kain usang yang kotor sebagai berikut: ‘Tuan, ini adalah kain putih untukmu, indah, tanpa noda, dan bersih.’ Dan ia menerimanya dan memakainya. Kemudian teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya, akan membawa seorang tabib untuk mengobatinya. Tabib itu akan meracik obat untuknya – obat pembuat muntah dan pencahar, salep dan salep-anti, dan terapi hidung – dan dengan obat-obatan itu penglihatan orang itu muncul dan menjadi murni. Bersamaan dengan munculnya penglihatannya, keinginan dan kesukaannya pada kain usang yang kotor itu menjadi ditinggalkan; kemudian ia mungkin terbakar oleh kemarahan dan permusuhan terhadap orang itu dan mungkin berpikir bahwa orang itu harus dibunuh sebagai berikut: ‘Sungguh, aku telah lama diperdaya, ditipu, dan dicurangi oleh orang itu dengan kain usang yang kotor ini ketika ia memberitahukan kepadaku: “Tuan, ini adalah kain putih untukmu, indah, tanpa noda, dan bersih.”’

24. “Demikian pula, Māgandiya, jika Aku mengajarkan Dhamma kepadamu sebagai berikut: ‘Ini adalah kesehatan itu, ini adalah Nibbāna itu,’ engkau mungkin mengetahui kesehatan dan melihat Nibbāna. Bersamaan dengan munculnya penglihatanmu, keinginan dan nafsumu akan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan dapat ditinggalkan. Kemudian mungkin engkau akan berpikir: ‘Sungguh, aku telah lama diperdaya, ditipu, dan dicurangi oleh pikiran ini. Karena ketika melekat, aku telah melekat hanya pada bentuk materi, aku telah melekat hanya pada perasaan, aku telah melekat hanya pada bentukan-bentukan, aku telah melekat hanya pada kesadaran.  Dengan kemelekatanku sebagai kondisi, maka muncul pula penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka muncul pula kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, maka muncul pula penuaan dan kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, [512] dan keputus-asaan. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.’”

24. “Aku berkeyakinan pada Guru Gotama sebagai berikut: ‘Guru Gotama mampu mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat bangkit dari tempat duduk ini dengan kebutaanku menjadi sembuh’”

“Maka, Māgandiya, bergaullah dengan orang-orang sejati. Ketika engkau bergaul dengan orang-orang sejati, maka engkau akan mendengarkan Dhamma sejati. Ketika engkau mendengarkan Dhamma sejati, maka engkau akan berlatih sesuai dengan Dhamma sejati. Ketika engkau berlatih sesuai dengan Dhamma sejati, maka engkau akan mengetahui dan melihat untuk dirimu sendiri sebagai berikut: ‘Ini adalah penyakit-penyakit, tumor-tumor, dan anak panah-anak panah; tetapi di sini penyakit-penyakit, tumor-tumor, dan anak panah-anak panah itu lenyap tanpa sisa.  Dengan lenyapnya kemelekatan maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka lenyap pula penuaan dan kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.’”

26. Ketika hal ini dikatakan, Pengembara Māgandiya berkata: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi yang tersesat, atau menyalakan pelita adalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Aku ingin menerima pelepasan keduniawian di bawah Guru Gotama, aku ingin menerima penahbisan penuh.”

27. “Māgandiya, seseorang yang sebelumnya adalah penganut sekte lain dan ingin meninggalkan keduniawian dan menerima penahbisan penuh dalam Dhamma dan Disiplin ini harus menjalani masa percobaan selama empat bulan. Di akhir empat bulan itu, jika para bhikkhu puas dengannya, maka mereka akan memberikan kepadanya pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh menjadi seorang bhikkhu. Tetapi Aku mengenali perbedaan-perbedaan individual dalam hal ini.”

“Yang Mulia, jika seseorang yang sebelumnya adalah penganut sekte lain dan ingin meninggalkan keduniawian dan menerima penahbisan penuh dalam Dhamma dan Disiplin ini harus menjalani masa percobaan selama empat bulan, dan jika di akhir empat bulan itu para bhikkhu puas dengannya, maka mereka akan memberikan kepadanya pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh menjadi seorang bhikkhu, maka aku akan menjalani masa percobaan selama empat tahun. Di akhir empat tahun itu jika para bhikkhu puas denganku, maka biarlah mereka memberikan kepadaku pelepasan keduniawian dan penahbisan penuh menjadi seorang bhikkhu.” [513]

28. “Kemudian Pengembara Māgandiya menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan ia menerima penahbisan penuh. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya, dengan berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan teguh, Yang Mulia Māgandiya, dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan Yang Mulia Māgandiya menjadi salah satu di antara para Arahant.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 29 September 2010, 01:19:03 PM
 [at]  ryu

Salah rujukan, ini board Tradisi Mahayana.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 01:20:42 PM
[at]  ryu

Salah rujukan, ini board Tradisi Mahayana.
khan katanya tripitaka dengan tipitaka hampir sama semua isinya, gak mungkin sutta ini terlewat ;D
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 01:23:29 PM
Quote
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah berbicara dengan wanita. Jika kondisi mengharuskan berbicara dengan wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

kalau di ganti :
 "Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat gitar. Jika kondisi mengharuskan melihat gitar, maka janganlah bemain dengan gitar. Jika kondisi mengharuskan bemain dengan gitar, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see i see i see

kalau di ganti :
"Ananda, sebagai seorang bhikkhu janganlah kau melihat wanita. Jika kondisi mengharuskan melihat wanita, maka janganlah koleksi foto wanita. Jika kondisi mengharuskan koleksi foto wanita, maka kau harus menjaga kewaspadaanmu."

i see isee isee
Nanti transformasi lagi: "Ananda, selama kau menjaga kewaspadaanmu, tidak apa bicara dengan wanita (main gitar), apalagi sekadar melihat."

Ini akan jadi permulaan hancurnya vinaya.

sepertinya ini malah bukannya melihat wanita lagi, malah hunting cari wanita buat dijadiin model, dah gitu diedit2 lagi di photoshop, keknya memang harus waspada ketika jadi fotographer, kalo gak hasilnya pasti blur, tar pas edit photoshopnya juga harus waspada kalau gak nanti hasil fotonya jelek =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: kullatiro on 29 September 2010, 09:42:31 PM
sebelum terlalu jauh mari kita merenungkan sebentar tentang ini
Quote
"Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan. Dan telah mencapai ketenangan bathin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur. Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong. Merasa puas, mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupnya Tenang indrianya, selalu waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana."
" Hendaklah ia selalu berpikir: Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk berbahagia Makhluk apapun juga Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali Yang panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk Yang terlihat atau tidak terlihat Yang jauh maupun yang dekat Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan Semoga semuanya berbahagia"
" Jangan menipu orang lain Atau menghina siapa saja, Janganlah karena marah dan benci Mengharapkan orang lain mendapat celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan "Kediaman Brahma" Tidak berpegang pada pandangan yang salah Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga"

Quote
This is what should be done By one who is skilled in goodness, And who knows the path of peace: Let them be able and upright, Straightforward and gentle in speech, Humble and not conceited, Contented and easily satisfied, Unburdened with duties and frugal in their ways. Peaceful and calm and wise and skillful, Not proud or demanding in nature. Let them not do the slightest thing That the wise would later reprove. Wishing: In gladness and in safety, May all beings be at ease. Whatever living beings there may be; Whether they are weak or strong, omitting none, The great or the mighty, medium, short or small, The seen and the unseen, Those living near and far away, Those born and to-be-born — May all beings be at ease! Let none deceive another, Or despise any being in any state. Let none through anger or ill-will Wish harm upon another. Even as a mother protects with her life Her child, her only child, So with a boundless heart Should one cherish all living beings; Radiating kindness over the entire world: Spreading upwards to the skies, And downwards to the depths; Outwards and unbounded, Freed from hatred and ill-will. Whether standing or walking, seated or lying down Free from drowsiness, One should sustain this recollection. This is said to be the sublime abiding. By not holding to fixed views, The pure-hearted one, having clarity of vision, Being freed from all sense desires, Is not born again into this world.


hmm, terjemahan lama ada kata "luwes", kenapa terjemahan baru tidak ada yahh?  jadi aku seharus nya menggunakan terjemahan lama yang ada kata "luwes"  tapi yang ada dahulu dahh. ( nanti di cek lagi kenapa ada beda yahh?)
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 09:52:26 PM
sebelum terlalu jauh mari kita merenungkan sebentar tentang ini
Quote
"Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan. Dan telah mencapai ketenangan bathin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur. Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong. Merasa puas, mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupnya Tenang indrianya, selalu waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana."
" Hendaklah ia selalu berpikir: Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk berbahagia Makhluk apapun juga Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali Yang panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk Yang terlihat atau tidak terlihat Yang jauh maupun yang dekat Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan Semoga semuanya berbahagia"
" Jangan menipu orang lain Atau menghina siapa saja, Janganlah karena marah dan benci Mengharapkan orang lain mendapat celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan "Kediaman Brahma" Tidak berpegang pada pandangan yang salah Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga"

Quote
This is what should be done By one who is skilled in goodness, And who knows the path of peace: Let them be able and upright, Straightforward and gentle in speech, Humble and not conceited, Contented and easily satisfied, Unburdened with duties and frugal in their ways. Peaceful and calm and wise and skillful, Not proud or demanding in nature. Let them not do the slightest thing That the wise would later reprove. Wishing: In gladness and in safety, May all beings be at ease. Whatever living beings there may be; Whether they are weak or strong, omitting none, The great or the mighty, medium, short or small, The seen and the unseen, Those living near and far away, Those born and to-be-born — May all beings be at ease! Let none deceive another, Or despise any being in any state. Let none through anger or ill-will Wish harm upon another. Even as a mother protects with her life Her child, her only child, So with a boundless heart Should one cherish all living beings; Radiating kindness over the entire world: Spreading upwards to the skies, And downwards to the depths; Outwards and unbounded, Freed from hatred and ill-will. Whether standing or walking, seated or lying down Free from drowsiness, One should sustain this recollection. This is said to be the sublime abiding. By not holding to fixed views, The pure-hearted one, having clarity of vision, Being freed from all sense desires, Is not born again into this world.


hmm, terjemahan lama ada kata "luwes", kenapa terjemahan baru tidak ada yahh?  jadi aku seharus nya menggunakan terjemahan lama yang ada kata "luwes"  tapi yang ada dahulu dahh.

saya tidak paham apa poin yg ingin anda sampaikan, di sini dan di thread sebelah kami sedang berusaha mengungkapkan pelanggaran sebagai pelanggaran dan bukan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran, ada masalah dengan hal ini?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: kullatiro on 29 September 2010, 09:53:53 PM
maksud nya mari kita melihat dengan dasar metta karena ajaran buddha kadang berhubungan dengan hal lain tidak hanya vinaya saja tapi ada dasar lain seperti metta.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 09:56:58 PM
maksud nya mari kita melihat dengan dasar metta karena ajaran buddha kadang berhubungan dengan hal lain tidak hanya vinaya saja tapi ada dasar lain seperti metta.

saya tidak melihat adanya pertentangan antara vinaya dan metta.
apakah maksud anda seseorang mungkin melakukan pelanggaran vinaya demi metta?

saya tidak melihat ada alasan apapun yg dapat membenarkan suatu pelanggaran.

misalnya demi untuk menyelamatkan nyawa orang lain, seorang bhikkhu terpaksa melakukan pelanggaran, maka itu bisa dikatakan demi metta, "demi metta aku melakukan pelanggaran." tapi bukan berarti tidak ada pelanggaran di situ, melainkan dia siap menerima resiko dari pelanggaran itu.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: kullatiro on 29 September 2010, 09:58:21 PM
yup  seperti bhikku yang menyeberang atau menolong seorang gadis menyeberang. yup benar tetapi siapa yang akan melakukan teguran apa bhikku kecil tersebut atau ada dewan sangha yang akan melakukan teguran atau bhikku kecil tersebut berhak menegur?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 10:01:26 PM
yup  seperti bhikku yang menyeberang atau menolong seorang gadis menyeberang.

benar, bhikkhu itu tetap melakukan pelanggaran, anda setuju bukan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: kullatiro on 29 September 2010, 10:02:11 PM
jadi pelanggaran apakah anda berhak menghakimi atau dewan sangha yang berhak melakukan teguran?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 29 September 2010, 10:08:27 PM
jadi pelanggaran apakah anda berhak menghakimi atau dewan sangha yang berhak melakukan teguran?

di atas saya sudah mengatakan ini
Quote
saya tidak paham apa poin yg ingin anda sampaikan, di sini dan di thread sebelah kami sedang berusaha mengungkapkan pelanggaran sebagai pelanggaran dan bukan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran, ada masalah dengan hal ini?

tidak ada kegiatan menghakimi di sini, hanya sebagian member mengatakan bukan pelanggaran dan sebagian lagi mengatakan pelanggaran, inilah yg menjadi perdebatan. jadi ini bukan suatu persidangan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 29 September 2010, 10:58:58 PM
sebelum terlalu jauh mari kita merenungkan sebentar tentang ini
Quote
"Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan. Dan telah mencapai ketenangan bathin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur. Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong. Merasa puas, mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupnya Tenang indrianya, selalu waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana."
" Hendaklah ia selalu berpikir: Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk berbahagia Makhluk apapun juga Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali Yang panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk Yang terlihat atau tidak terlihat Yang jauh maupun yang dekat Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan Semoga semuanya berbahagia"
" Jangan menipu orang lain Atau menghina siapa saja, Janganlah karena marah dan benci Mengharapkan orang lain mendapat celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan "Kediaman Brahma" Tidak berpegang pada pandangan yang salah Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga"

Quote
This is what should be done By one who is skilled in goodness, And who knows the path of peace: Let them be able and upright, Straightforward and gentle in speech, Humble and not conceited, Contented and easily satisfied, Unburdened with duties and frugal in their ways. Peaceful and calm and wise and skillful, Not proud or demanding in nature. Let them not do the slightest thing That the wise would later reprove. Wishing: In gladness and in safety, May all beings be at ease. Whatever living beings there may be; Whether they are weak or strong, omitting none, The great or the mighty, medium, short or small, The seen and the unseen, Those living near and far away, Those born and to-be-born — May all beings be at ease! Let none deceive another, Or despise any being in any state. Let none through anger or ill-will Wish harm upon another. Even as a mother protects with her life Her child, her only child, So with a boundless heart Should one cherish all living beings; Radiating kindness over the entire world: Spreading upwards to the skies, And downwards to the depths; Outwards and unbounded, Freed from hatred and ill-will. Whether standing or walking, seated or lying down Free from drowsiness, One should sustain this recollection. This is said to be the sublime abiding. By not holding to fixed views, The pure-hearted one, having clarity of vision, Being freed from all sense desires, Is not born again into this world.


hmm, terjemahan lama ada kata "luwes", kenapa terjemahan baru tidak ada yahh?  jadi aku seharus nya menggunakan terjemahan lama yang ada kata "luwes"  tapi yang ada dahulu dahh. ( nanti di cek lagi kenapa ada beda yahh?)
hmm, menarik sekali, karena memang sudah jauh saya mau menanggapi :
Quote
Inilah yang harus dilaksanakan oleh mereka yang tekun dalam kebaikan. Dan telah mencapai ketenangan bathin. Ia harus pandai, jujur, sangat jujur. Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong. Merasa puas, mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupnya Tenang indrianya, selalu waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana."
walau memang saya tidak pandai saya berusaha jujur, sangat jujur membabarkan ada hal yang membuat hati saya miris. dengan rendah hati, lemah lembut, tiada sombong saya membuat thread itu, merasa puas mudah dirawat Tiada sibuk, sederhana hidupku Tenang indriaku, selalu berusaha waspada Tahu malu, tidak melekat pada keluarga berusaha Tak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para Bijaksana."

Quote
" Hendaklah ia selalu berpikir: Semoga semua makhluk sejahtera dan damai, semoga semua makhluk berbahagia Makhluk apapun juga Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali Yang panjang atau yang besar yang sedang, pendek, kurus atau gemuk Yang terlihat atau tidak terlihat Yang jauh maupun yang dekat Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan Semoga semuanya berbahagia"
amin

Quote
" Jangan menipu orang lain Atau menghina siapa saja, Janganlah karena marah dan benci Mengharapkan orang lain mendapat celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan "Kediaman Brahma" Tidak berpegang pada pandangan yang salah Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga"
saya tidak menipu, karennya saya memberikan bukti, saya tidak menghina, tidak marah, tidak benci, tidak mengharapkan prang celaka Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan nyawanya Untuk melindungi anaknya yang tunggal Demikianlah terhadap semua makhluk Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas Hendaknya pikiran kasih sayang Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk Atau berbaring sesaat sebelum tidur Ia tekun mengembangkan kesadaran ini Yang dinamakan "Kediaman Brahma" Tidak berpegang pada pandangan yang salah seperti bermain gitar Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan, Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga"
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 30 September 2010, 12:36:34 AM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.

Kalau orang mabuk membunuh, apakah termasuk hilang kesadaran atau tidak ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 30 September 2010, 12:39:59 AM
baik, hanya ingin melihat dari vinaya secara baku? silahkan ke
http://dhammacitta.org/perpustakaan/peraturan-kedisiplinan-bhikkhu-panduan-untuk-umat-awam/
ke halaman 4, bagian Sanghādisesa, peraturan ke-2.
"Larangan melakukan kontak fisik dengan seorang wanita dengan niat penuh gairah. Karena peraturan inilah maka seorang bhikkhu menghindari kontak  fisik  dengan  seorang  wanita,  terutama  ketika  makanan,  minuman  atau apapun diberikan secara langsung kepada seorang bhikkhu. "
Kalau tidak menyentuhkan fisik dengan wanita, walaupun pikiran penuh gairah, tidak melanggar vinaya. Bukankah berarti vinaya mengatur perilaku bukannya pikiran?

Kemudian apakah seorang yang menempuh kehidupan petapa akan mencari-cari alasan untuk pegang-pegang wanita? Kembali lagi, untuk apa jadi petapa kalau masih mo pegang-pegang wanita?
Anda ragu vinaya dibuat untuk dipatuhi 100%, sementara saya sendiri ragu petapa yang cari-cari alasan melanggar vinaya memiliki tekad yang baik.


Quote
IMO, cerita fiksi diatas adalah cerita yg terlalu dipaksakan dan IMO, sebuah contoh dimana senior tidak memiliki kecerdasan dan tidak memiliki otak untuk berpikir, dan adalah seorang senior yg hanya menelan bulat semua jawaban senior tanpa dicerna terlebih dahulu.
Bukan hanya dipaksakan, tetapi sangat dilebih-lebihkan. Biasanya cerita seperti itu saya buat untuk orang yang kurang peka. Dan benar anda kurang peka. Yang saya maksudkan adalah "pikiran orang tidak bisa diketahui (kecuali dengan kesaktian tertentu), maka vinaya dibutuhkan untuk menjaga kepantasan perilaku seorang petapa." Ternyata anda melihat cerita itu hanya dari sisi "ketololan si senior" yang memang sudah jelas.



Saua suka quote anda.... mantap...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 30 September 2010, 12:43:18 AM
maksud nya mari kita melihat dengan dasar metta karena ajaran buddha kadang berhubungan dengan hal lain tidak hanya vinaya saja tapi ada dasar lain seperti metta.

saya tidak melihat adanya pertentangan antara vinaya dan metta.
apakah maksud anda seseorang mungkin melakukan pelanggaran vinaya demi metta?

saya tidak melihat ada alasan apapun yg dapat membenarkan suatu pelanggaran.

misalnya demi untuk menyelamatkan nyawa orang lain, seorang bhikkhu terpaksa melakukan pelanggaran, maka itu bisa dikatakan demi metta, "demi metta aku melakukan pelanggaran." tapi bukan berarti tidak ada pelanggaran di situ, melainkan dia siap menerima resiko dari pelanggaran itu.

Seperti hal-nya analogi, pengadilan terhadap kasus pembunuhan karena membela diri. Pembunuhan jika terbukti tetap pembunuhan, tetapi alasan karena terjadi pembunuhan karena membela diri atau membela orang lain menjadi pertimbangan dalam memutuskan hukuman/sanksi.

Dua hal yang berbeda. Pelanggaran vinaya adalah pelanggaran vinaya. Motivasi terhadap pelanggaran vinaya menjadi hal yang lain pula.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: adi lim on 30 September 2010, 07:24:32 AM
jadi pelanggaran apakah anda berhak menghakimi atau dewan sangha yang berhak melakukan teguran?

sebenarnya penghuni DC hanya membahas 'prilaku' seorang Bhikkhu/Bhiksu patut atau tidak patut dilakukan tentunya pembahasan berdasarkan referensi dari Vinaya yang berlaku.
Dan saya melihat 'penghuni DC' tidak menghakimi prilaku Bhiksu/Bhikkhu tersebut.

Konsekuensi dari prilaku benar atau tidak seorang Bhikkhu/Bhiksu tentunya ada, ini resiko yang harus dihadapi, karena sesudah jadi 'Panutan'(praktek memasuki kehidupan monastik) tentunya prilaku/perbuatan harus 'dijaga' tidak boleh lagi seperti orang awam.

Sebagai orang awam saja kalau berprilaku tidak bermoral saja dicela, misalnya mencuri, merampok dan lain2, dan kita ketahui konsekuensi dari perbuatan dari tidak bermoral adalah dipenjara/didenda oleh aparat hukum(polisi, hakim dll ).

Bagi Bhikkhu/Bhiksu juga sama, jika melanggar Vinaya tentunya juga ada konsekuensinya yaitu akan dicela oleh para umat, dan tentunya juga kalau Bhiksu/Bhikkhu yang berada dibawah organisasi Sangha, tentunya Sangha yang akan menghakimi.

Demikian apa adanya

 _/\_


Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 08:47:48 AM
 [at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 09:05:58 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?



liat situasi sungainya dulu, mendingan diajak duduk berdua di pinggir sungai aja, lebih aman
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:08:07 AM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.

Kalau orang mabuk membunuh, apakah termasuk hilang kesadaran atau tidak ?
Mungkin sadar yang dimaksud Bro yasavaddhano adalah "sengaja"? Kalau bhiksu berjalan dan tiba-tiba tersandung, hilang keseimbangan, terhempas dan memeluk wanita dengan tidak sengaja, tentu saja bukan pelanggaran vinaya. Atau bisa juga tidak "sadar/tahu" minuman bening transparan di gelas adalah campuran gin dan meminumnya, maka tidak melanggar. :D

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:08:44 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?



liat situasi sungainya dulu, mendingan diajak duduk berdua di pinggir sungai aja, lebih aman
Kenapa diajak duduk di pinggir sungai?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 30 September 2010, 09:10:15 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?


liat wanitanya, cantik gak =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 09:18:16 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?



liat situasi sungainya dulu, mendingan diajak duduk berdua di pinggir sungai aja, lebih aman
Kenapa diajak duduk di pinggir sungai?

lebih kondusif, emangnya gue mermaid...?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:19:10 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?


liat wanitanya, cantik gak =))

Cantik dan bahenol luar biasa.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:20:22 AM
lebih kondusif, emangnya gue mermaid...?
Merman kali...
Tapi setelah sungainya sudah surut, tidak berarus kuat, gimana? Digendong ke seberangkah?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 09:23:08 AM
lebih kondusif, emangnya gue mermaid...?
Merman kali...
Tapi setelah sungainya sudah surut, tidak berarus kuat, gimana? Digendong ke seberangkah?

berarti cewek itu lumpuh, gendonglah, tapi kalo gak lumpuh, "jalan aja sendiri"
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 30 September 2010, 09:28:17 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?


liat wanitanya, cantik gak =))

Cantik dan bahenol luar biasa.
[TBS] GENDONG DONG [/TBS]
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:34:17 AM
berarti cewek itu lumpuh, gendonglah, tapi kalo gak lumpuh, "jalan aja sendiri"
Kondisinya kira-kira sungai itu bisa dilewati pria (yang umumnya lebih kuat dari wanita), tapi tidak oleh wanita.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: yasavaddhano on 30 September 2010, 09:35:35 AM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.

Kalau orang mabuk membunuh, apakah termasuk hilang kesadaran atau tidak ?
Orang mabuk atau memakai narkoba tidak hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.

Mungkin sadar yang dimaksud Bro yasavaddhano adalah "sengaja"? Kalau bhiksu berjalan dan tiba-tiba tersandung, hilang keseimbangan, terhempas dan memeluk wanita dengan tidak sengaja, tentu saja bukan pelanggaran vinaya. Atau bisa juga tidak "sadar/tahu" minuman bening transparan di gelas adalah campuran gin dan meminumnya, maka tidak melanggar. :D

Yang dimaksud sadar adalah mengetahui dan menyadari dirinya melakukan suatu perbuatan. Jadi meskipun terjatuh sehingga dirinya memeluk wanita dengan tidak sengaja, tetap saja dirinya mengetahui kalau ada bagian tubuh wanita yang sedang bersentuhan dengan dirinya.
Juga kalau dirinya minum minuman yang tidak seharusnya diminum, meskipun sebelumnya dirinya tidak tahu minuman itu tidak pantas, tetap saja dirinya mengetahui dan menyadari kalau ada cairan yang sedang masuk ke dalam tubuhnya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:36:34 AM
[TBS] GENDONG DONG [/TBS]
Jangan pakai mode TBS donk. Dengan mahaguru yang serumah dengan istri dan hidup dalam kemewahan, saya khawatir tanpa diminta pun bisa langsung gendong paksa.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:40:40 AM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.

Kalau orang mabuk membunuh, apakah termasuk hilang kesadaran atau tidak ?
Orang mabuk atau memakai narkoba tidak hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.

Mungkin sadar yang dimaksud Bro yasavaddhano adalah "sengaja"? Kalau bhiksu berjalan dan tiba-tiba tersandung, hilang keseimbangan, terhempas dan memeluk wanita dengan tidak sengaja, tentu saja bukan pelanggaran vinaya. Atau bisa juga tidak "sadar/tahu" minuman bening transparan di gelas adalah campuran gin dan meminumnya, maka tidak melanggar. :D

Yang dimaksud sadar adalah mengetahui dan menyadari dirinya melakukan suatu perbuatan. Jadi meskipun terjatuh sehingga dirinya memeluk wanita dengan tidak sengaja, tetap saja dirinya mengetahui kalau ada bagian tubuh wanita yang sedang bersentuhan dengan dirinya.
Juga kalau dirinya minum minuman yang tidak seharusnya diminum, meskipun sebelumnya dirinya tidak tahu minuman itu tidak pantas, tetap saja dirinya mengetahui dan menyadari kalau ada cairan yang sedang masuk ke dalam tubuhnya.
Berarti benar kata Bro dilbert, kalau orang mabuk dan membunuh, tidak apa-apa?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: yasavaddhano on 30 September 2010, 09:43:08 AM
Bhikkhu bergitar maupun bersentuhan dengan wanita, selama dalam keadaan sadar, tetap dikatakan melanggar vinaya meskipun dilakukan dengan niat baik. Sebaliknya kalau dalam keadaan hilang kesadaran, tidak dikatakan melanggar vinaya.

Kalau orang mabuk membunuh, apakah termasuk hilang kesadaran atau tidak ?
Orang mabuk atau memakai narkoba tidak hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.

Mungkin sadar yang dimaksud Bro yasavaddhano adalah "sengaja"? Kalau bhiksu berjalan dan tiba-tiba tersandung, hilang keseimbangan, terhempas dan memeluk wanita dengan tidak sengaja, tentu saja bukan pelanggaran vinaya. Atau bisa juga tidak "sadar/tahu" minuman bening transparan di gelas adalah campuran gin dan meminumnya, maka tidak melanggar. :D

Yang dimaksud sadar adalah mengetahui dan menyadari dirinya melakukan suatu perbuatan. Jadi meskipun terjatuh sehingga dirinya memeluk wanita dengan tidak sengaja, tetap saja dirinya mengetahui kalau ada bagian tubuh wanita yang sedang bersentuhan dengan dirinya.
Juga kalau dirinya minum minuman yang tidak seharusnya diminum, meskipun sebelumnya dirinya tidak tahu minuman itu tidak pantas, tetap saja dirinya mengetahui dan menyadari kalau ada cairan yang sedang masuk ke dalam tubuhnya.
Berarti benar kata Bro dilbert, kalau orang mabuk dan membunuh, tidak apa-apa?
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 09:44:40 AM
berarti cewek itu lumpuh, gendonglah, tapi kalo gak lumpuh, "jalan aja sendiri"
Kondisinya kira-kira sungai itu bisa dilewati pria (yang umumnya lebih kuat dari wanita), tapi tidak oleh wanita.

kalau saya kenal cewek itu dan sebaliknya, dan statusnya cukup aman dan situasi juga kondusif untuk gendong2an, saya akan gendong, tapi kalau cewek itu sudah bersuami, atau situasi lagi rame, mendingan jangan cari2 masalah.

kalau saya tidak kenal cewek itu, malah mencurigakan, gak kenal kok minta gendong.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 09:45:31 AM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: johan3000 on 30 September 2010, 09:55:12 AM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?


liat wanitanya, cantik gak =))

Cantik dan bahenol luar biasa.

Ya pertama-tama akan gw nego dehhh
  untuk digandong pulang aja .... dari pada gendong lewat sungai...bisa berbahaya....sakit dan masuk angin nanti...
  kalau gak mau... gw bilang ada water boom lho di kota gw... lebih asyik lagi... ngapain nyeberangin sungai...nanti malah kesedot lintah darat lho...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 10:41:20 AM
Ya pertama-tama akan gw nego dehhh
  untuk digandong pulang aja .... dari pada gendong lewat sungai...bisa berbahaya....sakit dan masuk angin nanti...
  kalau gak mau... gw bilang ada water boom lho di kota gw... lebih asyik lagi... ngapain nyeberangin sungai...nanti malah kesedot lintah darat lho...
:D Mau dibawa pulang untuk apa? Ingat lho ini kondisinya "sudah beristri".
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: yasavaddhano on 30 September 2010, 10:48:51 AM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 11:02:11 AM
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.
Dalam Tradisi Theravada, vinaya tentang larangan konsumsi minuman keras itu bermula dari kisah Bhikkhu Sagata yang dalam keadaan mabuk dibawa ke Buddha dengan kepala menghadap ke Buddha, tapi karena mabuk, mengubah posisinya menghadapkan kakinya ke Buddha.
(1) Apakah ini berarti sebetulnya bhikkhu Sagata ini kalau sadar tidak menghormati Buddha?


Yang dimaksud sadar adalah mengetahui dan menyadari dirinya melakukan suatu perbuatan. Jadi meskipun terjatuh sehingga dirinya memeluk wanita dengan tidak sengaja, tetap saja dirinya mengetahui kalau ada bagian tubuh wanita yang sedang bersentuhan dengan dirinya.
Juga kalau dirinya minum minuman yang tidak seharusnya diminum, meskipun sebelumnya dirinya tidak tahu minuman itu tidak pantas, tetap saja dirinya mengetahui dan menyadari kalau ada cairan yang sedang masuk ke dalam tubuhnya.
(2) Apakah ini maksudnya telah terjadi pelanggaran vinaya di sini?

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dhammadinna on 30 September 2010, 11:03:59 AM
Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?

Kalo saya jadi suami orang...

Saya tidak langsung menggendongnya lah... Liat dulu, masa gak ada perahu? Atau orang lain saja, selain saya? Lalu biasanya wanita lain nyebrang pake apa? ;D
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 11:08:25 AM
Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?

Kalo saya jadi suami orang...

Saya tidak langsung menggendongnya lah... Liat dulu, masa gak ada perahu? Atau orang lain yang saja, selain saya? Lalu biasanya wanita lain nyebrang pake apa? ;D
Biasanya ada rakit, tapi karena terlambat pulang, jadi tukang rakitnya sudah tidak beroperasi.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 11:17:15 AM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.

Bagaimana dengan orang gila?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: yasavaddhano on 30 September 2010, 11:46:10 AM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.

Bagaimana dengan orang gila?
Klo menurut aku tingkat kesadaran pada orang gila masih ada walaupun sudah sangat lemah. Orang gila masih bisa menggerakkan tangannya untuk mengambil suatu benda yang diinginkannya walaupun benda itu tidak dikenalinya lagi. Karena itu ada orang gila yang masih bisa dikembalikan menjadi orang normal.
Klo gak salah dalam riwayat Buddha juga ada seorang perempuan gila . Setelah mendengar khotbah Buddha, perempuan gila itu kembali menjadi orang normal. Sebelum khotbah dilanjutkan, orang itu diberi pakaiannyaterlebih dahulu. (Klo ada yang tahu, kasih tahu donk ceritanya).
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 30 September 2010, 11:53:01 AM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.

Bagaimana dengan orang gila?
Klo menurut aku tingkat kesadaran pada orang gila masih ada walaupun sudah sangat lemah. Orang gila masih bisa menggerakkan tangannya untuk mengambil suatu benda yang diinginkannya walaupun benda itu tidak dikenalinya lagi. Karena itu ada orang gila yang masih bisa dikembalikan menjadi orang normal.
Klo gak salah dalam riwayat Buddha juga ada seorang perempuan gila . Setelah mendengar khotbah Buddha, perempuan gila itu kembali menjadi orang normal. Sebelum khotbah dilanjutkan, orang itu diberi pakaiannyaterlebih dahulu. (Klo ada yang tahu, kasih tahu donk ceritanya).

dalam Vinaya ada disebutkan bahwa seorang bhikkhu bisa dibebaskan dari  pelanggaran dengan alasan ketidak-warasan, dalam sutta mis. MN 104 Sāmagāma Sutta, juga dijelaskan mengenai hal ini.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 11:56:37 AM
Klo menurut aku tingkat kesadaran pada orang gila masih ada walaupun sudah sangat lemah. Orang gila masih bisa menggerakkan tangannya untuk mengambil suatu benda yang diinginkannya walaupun benda itu tidak dikenalinya lagi. Karena itu ada orang gila yang masih bisa dikembalikan menjadi orang normal.
Klo gak salah dalam riwayat Buddha juga ada seorang perempuan gila . Setelah mendengar khotbah Buddha, perempuan gila itu kembali menjadi orang normal. Sebelum khotbah dilanjutkan, orang itu diberi pakaiannyaterlebih dahulu. (Klo ada yang tahu, kasih tahu donk ceritanya).
Itu kisah Patacara yang kehilangan suami dan kedua anak pada saat perjalanan ke rumah orang tua. Setelah sampai di kota, seluruh keluarganya juga mati karena kebakaran, maka ia kehilangan kewarasan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 30 September 2010, 02:57:08 PM
Orang mabuk bukan hilang kesadaran, tetapi lemahnya kesadaran.
Contoh hilang kesadaran itu bagaimana?
Contohnya seperti pingsan. Saat terjatuh dirinya tidak mengetahui dan merasakan apapun.
Orang mabuk ketika mau membunuh, tentu terlebih dahulu melihat dan mengetahui musuhnya. Reaksi ketika ia mengetahui yang  mana musuhnya dan timbulnya rasa benci dalam dirinya menunjukkan dirinya dalam keadaan sadar.

Bagaimana dengan orang gila?
Klo menurut aku tingkat kesadaran pada orang gila masih ada walaupun sudah sangat lemah. Orang gila masih bisa menggerakkan tangannya untuk mengambil suatu benda yang diinginkannya walaupun benda itu tidak dikenalinya lagi. Karena itu ada orang gila yang masih bisa dikembalikan menjadi orang normal.
Klo gak salah dalam riwayat Buddha juga ada seorang perempuan gila . Setelah mendengar khotbah Buddha, perempuan gila itu kembali menjadi orang normal. Sebelum khotbah dilanjutkan, orang itu diberi pakaiannyaterlebih dahulu. (Klo ada yang tahu, kasih tahu donk ceritanya).

Kalau saya baca dari thread sdr.yasavaddhano, pengertian hilang kesadaran itu kalau pingsan. Di luar itu berarti belum hilang kesadaran. Lah memang kalau orang pingsan sudah tidak bisa ngapa-ngapa-in. dan saya kira orang yang pingsan (tidak perlu mencapai kesucian apapun) tidak akan melakukan pelanggaran sila (bahkan vinaya) sekalipun...

Inti dari pembahasan thread ini, tentu-nya perilaku/tindakan yang dilakukan tidak dalam keadaan pingsan. Bahkan ketika orang mabuk, dikatakan masih ada kesadaran walaupun lemah. Jadi sdr.Yasavaddhano setuju bahwa orang mabuk juga melakukan pelanggaran sila (vinaya kalau bhikkhu) dan bahkan pelanggaran hukum jika melakukan sesuatu yang melanggaran norma sila/hukum ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 30 September 2010, 03:02:35 PM
Klo menurut aku tingkat kesadaran pada orang gila masih ada walaupun sudah sangat lemah. Orang gila masih bisa menggerakkan tangannya untuk mengambil suatu benda yang diinginkannya walaupun benda itu tidak dikenalinya lagi. Karena itu ada orang gila yang masih bisa dikembalikan menjadi orang normal.
Klo gak salah dalam riwayat Buddha juga ada seorang perempuan gila . Setelah mendengar khotbah Buddha, perempuan gila itu kembali menjadi orang normal. Sebelum khotbah dilanjutkan, orang itu diberi pakaiannyaterlebih dahulu. (Klo ada yang tahu, kasih tahu donk ceritanya).
Itu kisah Patacara yang kehilangan suami dan kedua anak pada saat perjalanan ke rumah orang tua. Setelah sampai di kota, seluruh keluarganya juga mati karena kebakaran, maka ia kehilangan kewarasan.

Di dalam hukum positif, malah orang yang dikatakan hilang kewarasan-annya tidak bisa dihukum, beda dengan orang yang mabuk melakukan perbuatan kriminal, hukuman tetap berat.

Apakah orang gila kesadarannya lebih lemah dari orang mabuk ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 03:23:53 PM
Di dalam hukum positif, malah orang yang dikatakan hilang kewarasan-annya tidak bisa dihukum, beda dengan orang yang mabuk melakukan perbuatan kriminal, hukuman tetap berat.

Apakah orang gila kesadarannya lebih lemah dari orang mabuk ?
Seperti juga dikatakan dalam Milinda Panha, kalau seorang gila memukul Raja Milinda, paling-paling hanya dicambuk lalu dilepas. Kalau orang waras, hukumannya bisa sampai potong anggota badan.

Dari segi hukum juga kalau orang dinyatakan tidak waras, maka bisa bebas dari tuntutan hukum tertentu.

Menurut saya, kalau vinaya itu mengatur perbuatan badan. Perbuatan sengaja (apa pun motifnya), dilakukan dengan niat (apakah mabuk atau tidak), tetap salah. Perbuatan tidak sengaja seperti halnya bhiksu tersandung, menyentuh wanita secara tidak sengaja, maka tidak melanggar vinaya.

Kalau dari segi karma, sepertinya perbuatan (apakah pikiran, ucapan, atau badan) yang dilakukan dengan kesadaran lemah, memiliki karma yang lebih lemah pula.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: adi lim on 30 September 2010, 04:13:24 PM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?

saya tidak akan mengendongnya, berat tahu !
apalagi wanitanya berbadan besar/gemuk ! weleh weleh ........ ogah ah. =)) =))

 _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 30 September 2010, 04:26:35 PM
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?

saya tidak akan mengendongnya, berat tahu !
apalagi wanitanya berbadan besar/gemuk ! weleh weleh ........ ogah ah. =)) =))

 _/\_
[at]  adi lim

Betul, saya pikir menilai benar dan salah berbeda dengan menghakimi orangnya. Kita juga sering membahas apakah pembunuhan, pencurian, dsb, adalah salah atau benar, tapi kita tidak pernah menetapkan hukuman apa pun.

----

Saya ada pertanyaan, siapa saja boleh jawab:

Jika anda seorang umat awam, sudah beristri, sedang bepergian ke luar kota sendirian. Lalu di tengah jalan ada wanita yang minta digendong menyeberang sungai, apakah anda lantas menggendongnya?


liat wanitanya, cantik gak =))

Cantik dan bahenol luar biasa.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 30 September 2010, 05:46:02 PM
Seperti juga dikatakan dalam Milinda Panha, kalau seorang gila memukul Raja Milinda, paling-paling hanya dicambuk lalu dilepas. Kalau orang waras, hukumannya bisa sampai potong anggota badan.

Dari segi hukum juga kalau orang dinyatakan tidak waras, maka bisa bebas dari tuntutan hukum tertentu.

Menurut saya, kalau vinaya itu mengatur perbuatan badan. Perbuatan sengaja (apa pun motifnya), dilakukan dengan niat (apakah mabuk atau tidak), tetap salah. Perbuatan tidak sengaja seperti halnya bhiksu tersandung, menyentuh wanita secara tidak sengaja, maka tidak melanggar vinaya.

Kalau dari segi karma, sepertinya perbuatan (apakah pikiran, ucapan, atau badan) yang dilakukan dengan kesadaran lemah, memiliki karma yang lebih lemah pula.

Saya punya cerita singkat yang berhubungan dengan kalimat yang di-bold...

Dulu teman wanita di kantor saya pernah secara tidak sengaja menyenggol tubuh Bhikkhu Pannavaro di vihara, sebab saat itu kondisinya sedang berdesak-desakan. Teman saya sempat mendengar Bhikkhu Pannavaro berkata seperti ini: "Eh, tadi yang sempat menyenggol saya, laki-laki atau perempuan?" (*dengan intonasi yang sedikit curiga). Meskipun teman saya sempat mendengar beliau berkata seperti itu, namun teman saya yang tidak enak hati langsung pergi begitu saja. Ada kemungkinan bahwa Bhikkhu Pannavaro memiliki rasa bersalah pada Vinaya karena sepertinya telah "disenggol" wanita. Meskipun beliau sendiri bukan yang menyenggol, meskipun beliau sendiri tidak ada niat untuk menyenggol, dan meskipun sepertinya itu bukan pelanggaran Vinaya; namun Bhikkhu Pannavaro tampaknya memang cukup disiplin dalam menjalankan Vinaya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 30 September 2010, 06:13:04 PM
Saya punya cerita singkat yang berhubungan dengan kalimat yang di-bold...

Dulu teman wanita di kantor saya pernah secara tidak sengaja menyenggol tubuh Bhikkhu Pannavaro di vihara, sebab saat itu kondisinya sedang berdesak-desakan. Teman saya sempat mendengar Bhikkhu Pannavaro berkata seperti ini: "Eh, tadi yang sempat menyenggol saya, laki-laki atau perempuan?" (*dengan intonasi yang sedikit curiga). Meskipun teman saya sempat mendengar beliau berkata seperti itu, namun teman saya yang tidak enak hati langsung pergi begitu saja. Ada kemungkinan bahwa Bhikkhu Pannavaro memiliki rasa bersalah pada Vinaya karena sepertinya telah "disenggol" wanita. Meskipun beliau sendiri bukan yang menyenggol, meskipun beliau sendiri tidak ada niat untuk menyenggol, dan meskipun sepertinya itu bukan pelanggaran Vinaya; namun Bhikkhu Pannavaro tampaknya memang cukup disiplin dalam menjalankan Vinaya.
Sepertinya tidak melanggar vinaya. Mungkin berusaha menyadari agar tidak terulang kembali, bukan melupakan begitu saja.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 30 September 2010, 07:14:52 PM
Saya punya cerita singkat yang berhubungan dengan kalimat yang di-bold...

Dulu teman wanita di kantor saya pernah secara tidak sengaja menyenggol tubuh Bhikkhu Pannavaro di vihara, sebab saat itu kondisinya sedang berdesak-desakan. Teman saya sempat mendengar Bhikkhu Pannavaro berkata seperti ini: "Eh, tadi yang sempat menyenggol saya, laki-laki atau perempuan?" (*dengan intonasi yang sedikit curiga). Meskipun teman saya sempat mendengar beliau berkata seperti itu, namun teman saya yang tidak enak hati langsung pergi begitu saja. Ada kemungkinan bahwa Bhikkhu Pannavaro memiliki rasa bersalah pada Vinaya karena sepertinya telah "disenggol" wanita. Meskipun beliau sendiri bukan yang menyenggol, meskipun beliau sendiri tidak ada niat untuk menyenggol, dan meskipun sepertinya itu bukan pelanggaran Vinaya; namun Bhikkhu Pannavaro tampaknya memang cukup disiplin dalam menjalankan Vinaya.
Sepertinya tidak melanggar vinaya. Mungkin berusaha menyadari agar tidak terulang kembali, bukan melupakan begitu saja.


Beda banget dengan yang ini ya?

(http://i988.photobucket.com/albums/af6/monkmajenun/Monkgirlfriend.jpg)

Jika yg berjubah itu seorang samanera apakah boleh bergandengan tangan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: johan3000 on 30 September 2010, 07:18:52 PM
Saya punya cerita singkat yang berhubungan dengan kalimat yang di-bold...

Dulu teman wanita di kantor saya pernah secara tidak sengaja menyenggol tubuh Bhikkhu Pannavaro di vihara, sebab saat itu kondisinya sedang berdesak-desakan. Teman saya sempat mendengar Bhikkhu Pannavaro berkata seperti ini: "Eh, tadi yang sempat menyenggol saya, laki-laki atau perempuan?" (*dengan intonasi yang sedikit curiga). Meskipun teman saya sempat mendengar beliau berkata seperti itu, namun teman saya yang tidak enak hati langsung pergi begitu saja. Ada kemungkinan bahwa Bhikkhu Pannavaro memiliki rasa bersalah pada Vinaya karena sepertinya telah "disenggol" wanita. Meskipun beliau sendiri bukan yang menyenggol, meskipun beliau sendiri tidak ada niat untuk menyenggol, dan meskipun sepertinya itu bukan pelanggaran Vinaya; namun Bhikkhu Pannavaro tampaknya memang cukup disiplin dalam menjalankan Vinaya.
Sepertinya tidak melanggar vinaya. Mungkin berusaha menyadari agar tidak terulang kembali, bukan melupakan begitu saja.


Beda banget dengan yang ini ya?

(http://i988.photobucket.com/albums/af6/monkmajenun/Monkgirlfriend.jpg)

Jika yg berjubah itu seorang samanera apakah boleh bergandengan tangan?

bagaimana kalau anaknya, bahkan cucunya ?
kasih referensi dong siapa nama bhikunya.....(koq GAUL banget) ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 08:42:07 AM
Sepertinya tidak melanggar vinaya. Mungkin berusaha menyadari agar tidak terulang kembali, bukan melupakan begitu saja.


Beda banget dengan yang ini ya?

(http://i988.photobucket.com/albums/af6/monkmajenun/Monkgirlfriend.jpg)

Jika yg berjubah itu seorang samanera apakah boleh bergandengan tangan?
No comment. :)
Setiap sekolah punya aturan sendiri. Mungkin dianggap sudah padam semua nafsunya, jadi tidak apa-apa.



 [at]  3K
Dalam Tradisi Theravada, dengan ibu atau saudara wanita sendiri juga vinaya tetap berlaku. Entahlah dengan yang lain.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 01 October 2010, 08:47:29 AM
Sepertinya tidak melanggar vinaya. Mungkin berusaha menyadari agar tidak terulang kembali, bukan melupakan begitu saja.


Beda banget dengan yang ini ya?

(http://i988.photobucket.com/albums/af6/monkmajenun/Monkgirlfriend.jpg)

Jika yg berjubah itu seorang samanera apakah boleh bergandengan tangan?
No comment. :)
Setiap sekolah punya aturan sendiri. Mungkin dianggap sudah padam semua nafsunya, jadi tidak apa-apa.



 [at]  3K
Dalam Tradisi Theravada, dengan ibu atau saudara wanita sendiri juga vinaya tetap berlaku. Entahlah dengan yang lain.

mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 09:15:37 AM
mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 01 October 2010, 09:46:11 AM
mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)



bro Kainyn_Kutho, terima kasih atas jawabannya
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 09:47:57 AM
mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)



bro Kainyn_Kutho, terima kasih atas jawabannya
Anda serius mengatakannya? Lagi-lagi anda tidak tahu saya menyindir anda secara pribadi?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 01 October 2010, 10:02:53 AM
mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)



bro Kainyn_Kutho, terima kasih atas jawabannya
Anda serius mengatakannya? Lagi-lagi anda tidak tahu saya menyindir anda secara pribadi?
=)) jadi teringat kejadian debat Hudoyo dengan Fabian =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 01 October 2010, 10:33:36 AM
=)) jadi teringat kejadian debat Hudoyo dengan Fabian =))

Pakai jurus sindiran pribadi?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 10:34:28 AM
=)) jadi teringat kejadian debat Hudoyo dengan Fabian =))

Pakai jurus sindiran pribadi?
Sepertinya bukan. Maksudnya tidak berasa lagi disindir.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 01 October 2010, 10:39:43 AM
Sepertinya bukan. Maksudnya tidak berasa lagi disindir.

Jadi maksudnya: "Ada yang pakai jurus sindiran pribadi ...lalu... ada yang tidak berasa disindir." :D
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 01 October 2010, 10:46:27 AM
mungkin karena:

cewek: saya mau nyeberang, tapi takut ketabrak mobil, tulung dong...
bhante: sini saya gandeng ...

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)



bro Kainyn_Kutho, terima kasih atas jawabannya
Anda serius mengatakannya? Lagi-lagi anda tidak tahu saya menyindir anda secara pribadi?

oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 01 October 2010, 10:59:10 AM
=)) jadi teringat kejadian debat Hudoyo dengan Fabian =))

Pakai jurus sindiran pribadi?
waktu Fabian memposting telah tercerahkan, dan pak Hudoyo merasa postingan itu benar adanya, bahkan sampai disebar ke milis2 Fabian telah takluk =)) =))
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 01 October 2010, 11:03:23 AM
waktu Fabian memposting telah tercerahkan, dan pak Hudoyo merasa postingan itu benar adanya, bahkan sampai disebar ke milis2 Fabian telah takluk =)) =))

Oh I see...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 11:04:44 AM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 01 October 2010, 11:24:07 AM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.


Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 11:49:23 AM
saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
"Melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya. Adalah tidak melanggar jika alasannya tepat dan melanggar bila alasannya tidak tepat."

Ada yang salah?


Quote
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.
Apakah sekarang anda mau menggeser prinsip lagi menjadi "vinaya berhubungan dengan alasan sebenarnya bukan alasan di balik alasan sebenarnya"?


Quote
saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.
OK, mungkin saya salah tangkap. Untuk itu saya minta jawaban yang tidak ambigu.

Jadi vinaya mengatur perilaku atau alasan, atau keduanya?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 01 October 2010, 11:53:31 AM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 01 October 2010, 12:16:02 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 12:20:29 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...
Kelihatannya seperti alasan di balik alasan di balik alasan di balik alasan sebenarnya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 01 October 2010, 12:25:16 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...

terlalu cepat jika mengeluarkan jurus ini. jurus ini khusus dipakai jika sudah sampai pada titik DEADLOCK
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 01 October 2010, 12:40:26 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...
Kelihatannya seperti alasan di balik alasan di balik alasan di balik alasan sebenarnya.

Bingung ah... seperti nontong film INCEPTION... mimpi di dalam mimpi di dalam mimpi, sampai mimpi pangkat 5...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 01 October 2010, 12:41:32 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...

terlalu cepat jika mengeluarkan jurus ini. jurus ini khusus dipakai jika sudah sampai pada titik DEADLOCK

Kita juga bole pakai jurus ini... Karena sebenarnya kita bukan menghina, menjelek2an ajaran lain, tetapi kita lagi UPAYA KAUSALYA supaya mereka2 itu tambah SADDHA (keyakinan) kepada ajaran yang "nyeleneh" tersebut.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 01 October 2010, 12:53:04 PM
oh, bro Kainyn_Kutho sedang menyindir saya? bisa dijelaskan kalimat mana yg bro Kainyn_Kutho maksudkan?

Banyak kemungkinannya. Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya.

(Kembali lagi kalau satu dibenarkan dengan satu alasan, besok-besok ada 500 bergandengan tangan seperti itu dengan alasan sama, berarti tidak pernah ada pelanggaran terjadi.)

OK, saya coba jelaskan. Entah anda tahu atau tidak, Bro Indra juga mengeluarkan statement sarkastis di mana wanita itu mungkin ketakutan dan minta di-"tulung" dan disambut oleh si bhante. Saya pun menimpali lagi dengan sarkasme bahwa "Banyak kemungkinannya (=alasan bhiksu gandeng tangan). Oleh karena itu, sebelum mengatakan melanggar vinaya atau tidak, hendaknya dipastikan dulu alasannya." Yang dengan kata lain "gandeng-gandengan juga tidak melanggar asalkan alasannya tepat" yang adalah pernyataan anda sebelumnya bahwa vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku.



saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.

saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.



andan mengatakan :
"melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".

maksudnya apa? apakah sebuah pelanggaran dibutuhkan alasan? apakah alasan bisa dipakai pembenaran sebuah pelanggaran?

Alasan UPAYA KAUSALYA kan bisa...

terlalu cepat jika mengeluarkan jurus ini. jurus ini khusus dipakai jika sudah sampai pada titik DEADLOCK

Kita juga bole pakai jurus ini... Karena sebenarnya kita bukan menghina, menjelek2an ajaran lain, tetapi kita lagi UPAYA KAUSALYA supaya mereka2 itu tambah SADDHA (keyakinan) kepada ajaran yang "nyeleneh" tersebut.

mungkin maksud anda UPAYA KOSALLA
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 01 October 2010, 12:54:43 PM
mungkin maksud anda UPAYA KOSALLA

Cerahkan saya bro... apa tuh UPAYA KOSALLA ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 01 October 2010, 12:56:53 PM
mungkin maksud anda UPAYA KOSALLA

Cerahkan saya bro... apa tuh UPAYA KOSALLA ?

Pali vs Sanskrit
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 01 October 2010, 01:47:51 PM
mungkin maksud anda UPAYA KOSALLA

Cerahkan saya bro... apa tuh UPAYA KOSALLA ?

Pali vs Sanskrit

 :hammer:

 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: wen78 on 01 October 2010, 03:30:24 PM
saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
"Melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya. Adalah tidak melanggar jika alasannya tepat dan melanggar bila alasannya tidak tepat."

Ada yang salah?


Quote
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.
Apakah sekarang anda mau menggeser prinsip lagi menjadi "vinaya berhubungan dengan alasan sebenarnya bukan alasan di balik alasan sebenarnya"?

perbedaannya adalah saya tidak memberikan nilai/label tepat atau tidak tepat terhadap sebuah alasan.
contoh:
seorang bhikku tidak melanggar vinaya karena menolong wanita dengan cara menggendongnya.
menolong adalah alasannya.
saya tidak mengatakan bahwa menolong adalah sebuah alasan yg tepat.
apakah menolong-nya adalah alasan yg tepat/tidak tepat(menolong dengan nafsu atau menolong dengan tulus), saya tidak memberikan nilai/label.
Spoiler: ShowHide
ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.


saya mengatakan "alasan yg tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya, karena bisa disimpulkan bahwa "alasan yg tepat" tsb pasti tidak melanggar vinaya(Hasty Generalization), karena alasannya dikatakan tepat/benar dan bisa digunakan sebagai sebuah pembenaran/agar tidak disalahkan. contoh:
seorang bhikku nyupang leher wanita tidak melanggar karena wanita itu meminta tolong untuk di cupang-in.
seorang bhhikku membunuh tidak melanggar karena seseorang meminta tolong bhikku tsb untuk membunuh.
seorang bhikku dibebaskan dari semua kesalahan ketika menjawab "karena menolong".

saya ingin kembali menggaris-bawahi, saya tidak menilai alasan tsb apakah alasan yg tepat/tidak tepat. saya hanya melihatnya/menilainya secara garis besar dimana menolong ada hal baik.
dan motivasi dibaliknya, bukan hak saya untuk menilainya.
Spoiler: ShowHide
ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.





Quote
saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.
OK, mungkin saya salah tangkap. Untuk itu saya minta jawaban yang tidak ambigu.

Jadi vinaya mengatur perilaku atau alasan, atau keduanya?


maaf, saya sedang tidak mood, mungkin lain waktu saja kita sambung lagi diskusi ini.
saya hanya ingin bertanya mengenai perihal menyindir. OK, saya anggap ini sebagai jawabannya.
thx
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: K.K. on 01 October 2010, 04:06:04 PM
saya tidak mengatakan "tidak melanggar asalkan alasannya tepat", tapi saya mengatakan "melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya".
"Melanggar atau tidak melanggar tergantung alasannya. Adalah tidak melanggar jika alasannya tepat dan melanggar bila alasannya tidak tepat."

Ada yang salah?


Quote
kalimat "alasannya tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya.
mohon di quote bila saya mengatakan demikian.
Apakah sekarang anda mau menggeser prinsip lagi menjadi "vinaya berhubungan dengan alasan sebenarnya bukan alasan di balik alasan sebenarnya"?

perbedaannya adalah saya tidak memberikan nilai/label tepat atau tidak tepat terhadap sebuah alasan.
contoh:
seorang bhikku tidak melanggar vinaya karena menolong wanita dengan cara menggendongnya.
menolong adalah alasannya.
saya tidak mengatakan bahwa menolong adalah sebuah alasan yg tepat.
apakah menolong-nya adalah alasan yg tepat/tidak tepat(menolong dengan nafsu atau menolong dengan tulus), saya tidak memberikan nilai/label.
Spoiler: ShowHide
ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.


saya mengatakan "alasan yg tepat" mengandung makna di balik alasan yg sebenarnya, karena bisa disimpulkan bahwa "alasan yg tepat" tsb pasti tidak melanggar vinaya(Hasty Generalization), karena alasannya dikatakan tepat/benar dan bisa digunakan sebagai sebuah pembenaran/agar tidak disalahkan. contoh:
seorang bhikku nyupang leher wanita tidak melanggar karena wanita itu meminta tolong untuk di cupang-in.
seorang bhhikku membunuh tidak melanggar karena seseorang meminta tolong bhikku tsb untuk membunuh.
seorang bhikku dibebaskan dari semua kesalahan ketika menjawab "karena menolong".

saya ingin kembali menggaris-bawahi, saya tidak menilai alasan tsb apakah alasan yg tepat/tidak tepat. saya hanya melihatnya/menilainya secara garis besar dimana menolong ada hal baik.
dan motivasi dibaliknya, bukan hak saya untuk menilainya.
Spoiler: ShowHide
ya, semua Bhikku bisa menggunakan alasan seperti, "saya sudah tidak memiliki nafsu lagi". namun kebenarannya hanya dia dan guru diatasnya yg mengetahui pencapaiannya apakah dia sudah benar2 tidak memiliki nafsu lagi.
menolong dengan nafsu, menolong dengan tulus.





Quote
saya tidak mengatakan "vinaya mengatur alasan dari suatu perilaku"? mohon di quote  bila saya mengatakan demikian.
OK, mungkin saya salah tangkap. Untuk itu saya minta jawaban yang tidak ambigu.

Jadi vinaya mengatur perilaku atau alasan, atau keduanya?


maaf, saya sedang tidak mood, mungkin lain waktu saja kita sambung lagi diskusi ini.
saya hanya ingin bertanya mengenai perihal menyindir. OK, saya anggap ini sebagai jawabannya.
thx
Terlalu melebar ke mana-mana, Bro wen. Sebetulnya saya cukup takjub anda mood dalam menjawab jawaban begitu panjang tapi tidak mood menjawab yang demikian sederhana. Tapi tidak apa. Kalau anda sudah mood, silahkan dijawab saja apakah vinaya mengatur perilaku atau alasan, atau keduanya.

Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: adi lim on 01 October 2010, 09:03:51 PM
mungkin maksud anda UPAYA KOSALLA

Cerahkan saya bro... apa tuh UPAYA KOSALLA ?

Pali vs Sanskrit

atau berUPAYA KAUSALAH ;D

 _/\_
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: kullatiro on 01 October 2010, 09:45:43 PM
sebenarnya siapa yang bisa mengatakan bhikku itu melakukan pelanggaran ? apakah umat awam bisa melakukan nya? bila bisa apa anda tahu bagaimana kreteria pelanggran dan bagaimana pelaporan nya ?

jangan tertipu oleh mara, hal ini tentu ada  mekanisme nya dalam sangha seperti apa terus terang aku tidak tahu yang mempunyai pengetahuan tentang ini silahkan bila berkenan membagi pengetahuan nya.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: ryu on 01 October 2010, 10:08:30 PM
sebenarnya siapa yang bisa mengatakan bhikku itu melakukan pelanggaran ? apakah umat awam bisa melakukan nya? bila bisa apa anda tahu bagaimana kreteria pelanggran dan bagaimana pelaporan nya ?

jangan tertipu oleh mara, hal ini tentu ada  mekanisme nya dalam sangha seperti apa terus terang aku tidak tahu yang mempunyai pengetahuan tentang ini silahkan bila berkenan membagi pengetahuan nya.
menurut MN, Kosambiya sutta :
8. “Dan apakah pandangan yang mulia dan membebaskan, dan menuntun seseorang yang mempraktikkan sesuai pandangan itu menuju kehancuran total penderitaan ini?

“Di sini seorang bhikkhu, pergi ke hutan atau ke bawah pohon atau ke gubuk kosong, merenungkan sebagai berikut: ‘Adakah gangguan apapun yang belum ditinggalkan dalam diriku yang dapat mengganggu pikiranku sehingga aku tidak dapat mengetahui atau melihat segala sesuatu sebagaimana adanya?’ Jika seorang bhikkhu terganggu oleh nafsu indria, maka pikirannya terganggu. Jika ia terganggu oleh niat buruk, maka pikirannya terganggu. Jika ia terganggu oleh kelambanan dan ketumpulan, maka pikirannya terganggu. Jika ia terganggu oleh kegelisahan dan penyesalan, maka pikirannya terganggu. Jika ia terganggu oleh keragu-raguan, maka pikirannya terganggu. Jika seorang bhikkhu tenggelam dalam spekulasi sehubungan dengan dunia, maka pikirannya terganggu. Jika seorang bhikkhu terlibat dalam pertengkaran, percecokan, dan perselisihan, saling menusuk satu sama lain dengan pedang ucapan, maka pikirannya terganggu.

“Ia memahami sebagai berikut: ‘Tidak ada gangguan yang belum ditinggalkan dalam diriku yang dapat mengganggu pikiranku sehingga aku tidak dapat mengetahui atau melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Pikiranku siap untuk menembus kebenaran-kebenaran.’  Ini adalah pengetahuan pertama yang dicapai olehnya, yang mulia, melampaui duniawi, tidak dimiliki oleh orang-orang biasa.

11. “Kemudian, seorang siswa mulia merenungkan sebagai berikut: ‘Apakah aku memiliki karakter  dari seorang yang berpandangan benar?’ apakah karakter dari seorang yang berpandangan benar? Ini adalah karakter dari seorang yang berpandangan benar: walaupun ia mungkin melakukan beberapa jenis pelanggaran yang karenanya suatu cara rehabilitasi telah ditentukan,  begitu ia mengaku, mengungkapkan, dan memberitahukan pelanggaran itu kepada guru atau kepada teman-temannya yang bijaksana dalam kehidupan suci, dan setelah melakukan hal itu, ia memasuki pengendalian di masa depan. Seperti halnya, seorang bayi muda dan lembut yang sedang berbaring seketika mundur ketika ia meletakkan tangan atau kakinya pada arang membara, demikian pula karakter seseorang yang berpandangan benar.


sekarang mari kita lihat, apakah bhikkhu itu sudah berpandangan benar atau belum, dan apabila menurut anda bhikkhu itu melakukan pandangan benar silahkan beberkan pembelaannya disini, mari kita diskusikan.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Indra on 02 October 2010, 12:04:57 AM
sebenarnya siapa yang bisa mengatakan bhikku itu melakukan pelanggaran ? apakah umat awam bisa melakukan nya? bila bisa apa anda tahu bagaimana kreteria pelanggran dan bagaimana pelaporan nya ?

jangan tertipu oleh mara, hal ini tentu ada  mekanisme nya dalam sangha seperti apa terus terang aku tidak tahu yang mempunyai pengetahuan tentang ini silahkan bila berkenan membagi pengetahuan nya.

pernahkah anda membaca Vinaya Pitaka, Bro. dalam Pitaka itu dijelaskan bagaimana pelanggaran dilakukan, dan sanksi apa yg harus dijalankan oleh si pelanggar. semua orang yg bisa membaca dan mampu memahami Vinaya Pitaka bisa membedakan mana pelanggaran dan mana bukan pelanggaran.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 12:15:17 AM
pernahkah anda membaca Vinaya Pitaka, Bro. dalam Pitaka itu dijelaskan bagaimana pelanggaran dilakukan, dan sanksi apa yg harus dijalankan oleh si pelanggar. semua orang yg bisa membaca dan mampu memahami Vinaya Pitaka bisa membedakan mana pelanggaran dan mana bukan pelanggaran.

Tiga hal ini, o para bhikkhu, dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, o para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

--------- Anguttara Nikaya

------------------------

Dhamma dan Vinaya yang diajarkan Sang Buddha tidak bersifat rahasia. Dhamma dan Vinaya bersifat terbuka; umat awam maupun Non-Buddhis sekali pun boleh mempelajarinya (bukan eksklusif milik bhikkhu). Jadi seumpamanya ada bhikkhu yang berperilaku tidak sesuai dengan Dhamma dan Vinaya, semua orang yang sudah mempelajari Dhamma dan Vinaya seharusnya bisa mengetahui hal ini.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 02 October 2010, 01:42:56 PM
pernahkah anda membaca Vinaya Pitaka, Bro. dalam Pitaka itu dijelaskan bagaimana pelanggaran dilakukan, dan sanksi apa yg harus dijalankan oleh si pelanggar. semua orang yg bisa membaca dan mampu memahami Vinaya Pitaka bisa membedakan mana pelanggaran dan mana bukan pelanggaran.

Tiga hal ini, o para bhikkhu, dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, o para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

--------- Anguttara Nikaya

------------------------

Dhamma dan Vinaya yang diajarkan Sang Buddha tidak bersifat rahasia. Dhamma dan Vinaya bersifat terbuka; umat awam maupun Non-Buddhis sekali pun boleh mempelajarinya (bukan eksklusif milik bhikkhu). Jadi seumpamanya ada bhikkhu yang berperilaku tidak sesuai dengan Dhamma dan Vinaya, semua orang yang sudah mempelajari Dhamma dan Vinaya seharusnya bisa mengetahui hal ini.

Perjelas dulu, Dhamma dan Vinaya yang mana ? Soalnya banyak "Dhamma dan Vinaya" yang eksklusif, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, ataupun tidak boleh di pertanyakan...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 01:52:15 PM
Perjelas dulu, Dhamma dan Vinaya yang mana ? Soalnya banyak "Dhamma dan Vinaya" yang eksklusif, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, ataupun tidak boleh di pertanyakan...

Tentu saja Dhamma dan Vinaya yang tertera di Tipitaka, bukan Dharma dan Vinaya di Tripitaka / Lamrim...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 02 October 2010, 09:15:33 PM
Perjelas dulu, Dhamma dan Vinaya yang mana ? Soalnya banyak "Dhamma dan Vinaya" yang eksklusif, yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, ataupun tidak boleh di pertanyakan...

Tentu saja Dhamma dan Vinaya yang tertera di Tipitaka, bukan Dharma dan Vinaya di Tripitaka / Lamrim...

Apakah ada hal yang buruk yang perlu dirahasiakan dalam Lamrim?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 10:00:37 PM
Apakah ada hal yang buruk yang perlu dirahasiakan dalam Lamrim?

Menurut Tantrayana, ada beberapa sadhana yang tidak boleh sembarangan diketahui umum. Justru katanya ini demi kebaikan orang banyak.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 02 October 2010, 10:07:58 PM
Apakah ada hal yang buruk yang perlu dirahasiakan dalam Lamrim?

Menurut Tantrayana, ada beberapa sadhana yang tidak boleh sembarangan diketahui umum. Justru katanya ini demi kebaikan orang banyak.

Bukan-kah katanya LAMRIN adalah risalah ajaran Tantra yang paling baik ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 10:10:35 PM
Bukan-kah katanya LAMRIN adalah risalah ajaran Tantra yang paling baik ?

Tantrayanis tidak menyatakan bahwa ajaran Tantra adalah yang paling baik. Mereka hanya menyatakan bahwa ajaran Tantrayana adalah ajaran (Dharma) yang paling tinggi dan merupakan kendaraan yang paling cepat untuk mencapai ke-Buddha-an.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Mokau Kaucu on 02 October 2010, 10:30:36 PM
Bukan-kah katanya LAMRIN adalah risalah ajaran Tantra yang paling baik ?

Tantrayanis tidak menyatakan bahwa ajaran Tantra adalah yang paling baik. Mereka hanya menyatakan bahwa ajaran Tantrayana adalah ajaran (Dharma) yang paling tinggi dan merupakan kendaraan yang paling cepat untuk mencapai ke-Buddha-an.

Kalau mencapai keBudhaan adalah hal yang baik. mengapa caranya harus dirahasiakan?

Mohon pencerahan dari yang mengerti
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 10:36:43 PM
Kalau mencapai keBudhaan adalah hal yang baik. mengapa caranya harus dirahasiakan?

Mohon pencerahan dari yang mengerti

Menurut Tantrayanis: "Ajaran Tantrayana memiliki metode yang paling cepat untuk mencapai ke-Buddha-an. Beberapa metodenya mengandung intisari Dharma yang sangat dalam, sehingga tidak semua orang bisa memahaminya. Hanya siswa yang sudah qualified yang bisa memahaminya. Untuk mencegah adanya kesalah-pahaman mengenai Dharma, dan menghindari adanya kesalahan praktik dari orang yang belum qualified, makanya beberapa ajaran Tantrayana dirahasiakan dari konsumsi publik."
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: johan3000 on 02 October 2010, 10:41:23 PM
Kalau mencapai keBudhaan adalah hal yang baik. mengapa caranya harus dirahasiakan?

Mohon pencerahan dari yang mengerti

Menurut Tantrayanis: "Ajaran Tantrayana memiliki metode yang paling cepat untuk mencapai ke-Buddha-an. Beberapa metodenya mengandung intisari Dharma yang sangat dalam, sehingga tidak semua orang bisa memahaminya. Hanya siswa yang sudah qualified yang bisa memahaminya. Untuk mencegah adanya kesalah-pahaman mengenai Dharma, dan menghindari adanya kesalahan praktik dari orang yang belum qualified, makanya beberapa ajaran Tantrayana dirahasiakan dari konsumsi publik."

Tapi apakah itu cuma merupakan suatu alasan saja bro Upasaka....

Apakah pengajaran yg dirahasiakan itu (takut salah pakai) dapat dituangkan dalam multimedia teaching system... sehingga berupa tahap2 yg amat detail dan rinci sehingga orang tsb tidak tersesat atau salah mengertinya....

atau bayar Discovery Channel utk mengpublikasikan ajaran tsb ?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Nevada on 02 October 2010, 10:49:46 PM
Tapi apakah itu cuma merupakan suatu alasan saja bro Upasaka....

Apakah pengajaran yg dirahasiakan itu (takut salah pakai) dapat dituangkan dalam multimedia teaching system... sehingga berupa tahap2 yg amat detail dan rinci sehingga orang tsb tidak tersesat atau salah mengertinya....

atau bayar Discovery Channel utk mengpublikasikan ajaran tsb ?

Memang ada indikasi bahwa itu hanyalah sebuah alasan dari pihak Tantrayanis. Seperti yang sudah diteliti oleh para arkeolog Inggris sejak tahun 1860, Sang Buddha dahulu membabarkan ajaran yang demokratis dan bisa diterima banyak orang karena mudah dimengerti. Sang Buddha sendiri juga tidak menyetujui prinsip para Brahmin yang merahasiakan beberapa ajarannya dari publik.

Sedangkan ajaran Tantrayana baru berkembang setelah 12 abad sejak Sang Buddha meninggal dunia. Alibi ini semakin mengarahkan ke kesimpulan bahwa sadhana-sadhana yang ada di Tantrayana bukanlah metode yang diajarkan oleh Buddha Gotama. Namun jika merujuk pada klaim Tantrayana, ajaran rahasia ini justru diajarkan juga oleh Buddha Gotama sendiri.
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: johan3000 on 02 October 2010, 11:27:48 PM
Tapi apakah itu cuma merupakan suatu alasan saja bro Upasaka....

Apakah pengajaran yg dirahasiakan itu (takut salah pakai) dapat dituangkan dalam multimedia teaching system... sehingga berupa tahap2 yg amat detail dan rinci sehingga orang tsb tidak tersesat atau salah mengertinya....

atau bayar Discovery Channel utk mengpublikasikan ajaran tsb ?

Memang ada indikasi bahwa itu hanyalah sebuah alasan dari pihak Tantrayanis. Seperti yang sudah diteliti oleh para arkeolog Inggris sejak tahun 1860, Sang Buddha dahulu membabarkan ajaran yang demokratis dan bisa diterima banyak orang karena mudah dimengerti. Sang Buddha sendiri juga tidak menyetujui prinsip para Brahmin yang merahasiakan beberapa ajarannya dari publik.

Sedangkan ajaran Tantrayana baru berkembang setelah 12 abad sejak Sang Buddha meninggal dunia. Alibi ini semakin mengarahkan ke kesimpulan bahwa sadhana-sadhana yang ada di Tantrayana bukanlah metode yang diajarkan oleh Buddha Gotama. Namun jika merujuk pada klaim Tantrayana, ajaran rahasia ini justru diajarkan juga oleh Buddha Gotama sendiri.

kadang kala mendengar kata "ajaran yg dirahasiakan"..........

terasa...ahhh apakah gw ini golongan IDIOT .... maslaah gak bisa kasih DVD, eBOOK, audioBOOK utk gw pelajarin sendiri..............dasar....

gw tersinggung deh dgn kata "DIRAHASIAKAN"........... bagaimana dgn member2 yg lain...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: dilbert on 03 October 2010, 07:24:50 AM
Tapi apakah itu cuma merupakan suatu alasan saja bro Upasaka....

Apakah pengajaran yg dirahasiakan itu (takut salah pakai) dapat dituangkan dalam multimedia teaching system... sehingga berupa tahap2 yg amat detail dan rinci sehingga orang tsb tidak tersesat atau salah mengertinya....

atau bayar Discovery Channel utk mengpublikasikan ajaran tsb ?

Memang ada indikasi bahwa itu hanyalah sebuah alasan dari pihak Tantrayanis. Seperti yang sudah diteliti oleh para arkeolog Inggris sejak tahun 1860, Sang Buddha dahulu membabarkan ajaran yang demokratis dan bisa diterima banyak orang karena mudah dimengerti. Sang Buddha sendiri juga tidak menyetujui prinsip para Brahmin yang merahasiakan beberapa ajarannya dari publik.

Sedangkan ajaran Tantrayana baru berkembang setelah 12 abad sejak Sang Buddha meninggal dunia. Alibi ini semakin mengarahkan ke kesimpulan bahwa sadhana-sadhana yang ada di Tantrayana bukanlah metode yang diajarkan oleh Buddha Gotama. Namun jika merujuk pada klaim Tantrayana, ajaran rahasia ini justru diajarkan juga oleh Buddha Gotama sendiri.

kadang kala mendengar kata "ajaran yg dirahasiakan"..........

terasa...ahhh apakah gw ini golongan IDIOT .... maslaah gak bisa kasih DVD, eBOOK, audioBOOK utk gw pelajarin sendiri..............dasar....

gw tersinggung deh dgn kata "DIRAHASIAKAN"........... bagaimana dgn member2 yg lain...

Kalau saya merasa, seperti mau MENIPU dengan EMBEL EMBEL di-rahasia-kan, padahal SECARA LOGIS, INTELEKTUAL, SPIRITUAL mungkin tidak bisa DIPERTANGGUNG-JAWAB-kan. Karena mungkin hanya diperuntukkan bagi yang MENG-IMAN-i secara membuta tetapi tidak dapat di-uji oleh yang KRITIS.

Bro saceng, jangan merasa BODOH, harus-nya merasa kok saya gak bisa DIBOHONGI...
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: sanjiva on 22 February 2012, 03:37:58 PM
Sampai sekian lama pernyataan2 di atas mengenai 'ajaran yg dirahasiakan' di tantra belum mendapatkan tanggapan dari member2 DC yg penganut tantra dan simpatisannya ?   ::)

Jangan-jangan benar yg dikatakan bung dilbert di atas...  :-?
Title: Re: Tanya: Vinaya dalam Mahayana Bukan Kontrak Wajib???
Post by: Choa on 23 March 2012, 12:34:24 PM
Di ambil dari thread sebelah agar tidak berantakan.. Di sini harap pembahasannya hanya seputar masalah yang dibahas dan jawabannya, tanpa mengarah ke subjek pribadi tertentu.

Latar belakang peristiwa:

Adanya member Mahayanis yang menyatakan atau mengimplikasikan bahwa sila dan vinaya seorang anggota Sangha boleh dipilih kapan dan apa saja yang dijalankan berdasarkan kepentingan. Jadi sila & vinaya bukannya bersifat mengekang Sangha sepanjang waktu sejak penabhisan, melainkan pada waktu tertentu ada sila dan vinaya yang boleh tidak dijalankan demi menghindari pelanggaran.
LATAR BELAKANG: ShowHide

Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg




Kemudian, member-member lain yang membaca bertanya pada yang bersangkutan dalam berbagai cara:



Tetapi karena yang ditanya bukan menjawab, malah dialihkan seperti di bawah ini:
PENGALIHAN 1: ShowHide

Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg

Jadi sila tidak membunuh yah menjalankannya di waktu tertentu aja yah. Ga mungkin juga orang terus-terusan pegang pisau bunuhin semua orang, cuma kalo lagi senggang aja.

Nice...


MAin gitar relevasinya sama membunuh apa yah?
Emangnya merugikan orang lain ndak kan, lain dengan membunuh,
Gak nyambung relevansinya bro

Dan dalam jawaban lain, kembali dialihkan sbb:
PENGALIHAN 2: ShowHide

Menjalankan nya di waktu tertentu lar, u tanya saja sama orangnya, Dia emangnya terus -terusan megang gitar, cuman kalo waktu segang aja kale,.
Kalau memang waktunya dia harus jalan kan sila atau vinaya, setau g dijalanin kok, Dia main gitar juga liat situasi jg


kalau anda umat Buddha bro, seharusnya anda paham bahwa Vinaya bagi bhikkhu adalah mengikat dan untuk dilaksanakan sepanjang ia menjadi bhikkhu. jangan2 menurut anda sila tidak melakukan hubungan sex juga hanya dilaksanakan pada waktu2 tertentu, dan pada waktu lainnya boleh, begitu kah?


Relevansinya main gitar sama membunuh apa relevansinya
Emangnya main gitar memperkosa orang ?
Awa awa wae tidak relevan hubungannya atuh



Akhirnya kembali disinggung:
BTT 1: ShowHide
(Believe it or not)
Bukan Vinaya, tapi Hinaya.
Selain beda, juga berlaku "kadang-kadang".


BTT 2: ShowHide
(Believe it or not)
Bukan Vinaya, tapi Hinaya.
Selain beda, juga berlaku "kadang-kadang".




sudah berkali2 saya menanyakan kepada the All-knowing Cheerleader, tapi tidak pernah dijawab.
Karena Bro GM Kainyn menggunakan sebutan yg sama, maka saya bertanya kepada Saudara Bro GM Kainyn, apakah arti HINAYA itu?




Demi kerapian thread, maka saya membuka topik pertanyaan di sini. Yang secara kebetulan pertanyaan yang sama pernah terlintas beberapa waktu lalu ketika dalam sebuah perjalanan bersama seorang yang baru saja saya kenal.
* Upasaka mode on: "Ceritanya begini.." *
CURCOL: ShowHide
Sebelum mulai, saya ceritakan sedikit latar belakang kenalan baru saya ini agar tidak ada kecurigaan bahwa beliau seorang fanatiqin bin Theravadin. Konon karena beliau berasal dari tradisi yang terbuka, Tri Dharma yang menerima keberadaan 3 Buddha(?) maka beliau juga seorang pluralis-universalis yang mempelajari semua tradisi yang ada: Tridharma, Theravada, Mahayana hingga akhirnya beliau sampai pada Tantrayana. Jadi, playgroup, SD, SMP, SMU sudah tamatlah gampangnya.

Demikianlah telah kudengar..
Kenalan baru saya ini, dalam perjalanan pulang kemudian menceritakan bagaimana satu kali beliau mendapati kenyataan bahwa seorang bhikshu pergi menonton film layar lebar. Karena penasaran, beliau lalu mencoba mengonfirmasi pada bhikshu menanyakan alasan bhikshu pergi nonton. Bhikshu pun menjawab dengan sedikit galak & nyolot [menurut saya mungkin bercanda kali yah dengan umat yang udah beliau kenal]. Jawab bhikshu, "Eh.. Suka-suka gua lah.. Gua nonton apa urusan elu? Urus urusan lu sendiri." Kenalan saya pun agak terkejut mendengar bhikshu berujar demikian. Setelahnya beliau melanjutkan lagi, tak lama setelah itu kenalan saya ini mendapat penjelasan [di sini tidak diceritakan siapa yang memberi penjelasan] bahwa jika seorang bhikshu mau pergi nonton, maka sila berkenaan dengan tindakan nonton boleh tidak diambil, demi menghindari pelanggaran. Di lain hari sila tersebut bisa diambil lagi, jika tidak sedang menonton.


Saat mendengar saya berpikir mungkin sekali kenalan saya itu hanya salah paham dalam menafsirkan penjelasan dan tidak saya tanggapi lebih jauh. Tetapi karena sekarang saya mendapati lagi adanya pernyataan demikian, maka saya berkeinginan mempelajari Mahayana lebih jauh dengan melemparkan pertanyaan ini di board Mahayana.

Mohonlah kiranya member-member Mahayana berkenan untuk memberi penjelasan:
"Apakah benar demikian bahwa dalam Mahayana (termasuk Tantrayana dan mazhab-mazhab Mahayana yang lain), keseluruhan sila & vinaya anggota Sangha tidak bersifat mengekang total melainkan sewaktu-waktu ada poin tertentu yang dapat dilepas untuk menghindari pelanggaran?

Anumodana atas penjelasannya..


Be happy,
_/\_

bagi bhiksu SILA dan Vinaya MENGIKAT KEBHIKSUANYA,