betul, ini memang suatu dilema. sampe muncul istilah jangan mengaku sebagai operator alat berat yang handal jika belum bisa menjajaki lahan gambut.
namun menurut saya, dengan pembakaranpun tunggul dengan diameter seperti yang disebut diatas juga bakal gak banyak membantu. pernah dengar bahwa ini juga tergantung kedalaman gambut. teknikalnya saya kurang tau.
jikapun satu2nya jalan adalah dengan pembakaran, maka saya tidak setuju ini dapat dibenarkan. yang punya lahan tentu mendapat untung dengan pembakaran, namun akibatnya, sangat merugikan bagi masyarakat yang lebih luas lagi. istilah dikampung saya, silahkan anda kemaruk tapi jangan saya yang disembelih.
Biasanya tunggul kayu tsb dilubangi dulu pada saat menjelang musim kemarau. Setelah kering, api unggun dibuat didalam lubang kayu tsb, agar tunggul kayu dapat terbakar sampai habis; memang masih tersisa akar akar yang sdh putus dari pokok, tetapi kalau dikedalaman lebih dari setengah meter, tidak terlalu mengganggu penanaman bibit pohon perkebunan. Yg jadi masalah adalah untuk membakar tunggul sebesar itu perlu waktu berminggu minggu, dan biasanya ditinggal begitu saja oleh pembakar, sehingga jika api sdh habis membakar tunggul kayu dan merembet ke gambut yg sdh kering; terjadilah kebakaran dengan asap yg banyak.
Dan kalau yg kemaruk di pedalaman Riau, hidup tanpa listrik, tanpa air bersih, dirumah gubuk, lalu dibayar membersihkan lahan 5jt per ha, maka jelas jawabnya; 'emang gua pikirin mereka yg enak tinggal di kota besar Singapur, Batam dll; hari hari biasanya memangnya eloe pernah inget same gue'