Jadi, dengan alasan hal tsb adalah tambahan yang belakangan maka apakah kita boleh mengatakan itu bukan ajaran Buddha? Atau dengan kata lain, bagaimana cara kita menanggapi hal-hal yang bertentangan dengan sutta-sutta awal demikian?
Kalau secara tekstual, memang nilai keotentikan satu tulisan bisa dilihat dari fakta sejarahnya, ada yang merupakan warisan dari konsili awal, ada yang merupakan tambahan belakangan, ada juga yang bermuatan "pengagungan sekte sendiri" bahkan sosial-politik.
Kalau kita sepakati mengacu pada teks-teks awal sebelum ada sempalan dengan kepentingan tertentu, maka secara umum yang menjadi pedoman tentang apa itu Ajaran Buddha ada di 4 Nikaya (dan beberapa bagian di KN) serta vinaya. Dari sumber itu sudah ada acuan bagaimana melihat satu ajaran adalah Ajaran Buddha atau bukan, yaitu dengan membandingkan isinya dengan isi dari sutta-vinaya sendiri; jika sesuai, maka bisa dikatakan itu "Ajaran Buddha", dan jika tidak, berarti bukan. Ini terlepas dari apakah ajaran itu muncul duluan atau belakangan.
Bahkan setelah disaring sedemikian, juga tidak perlu dipercaya, tapi diselidiki lebih lanjut kebenarannya, sebab Buddha sudah dengan jelas mengajarkan agar tidak dogmatis. Misalnya seandainya kisah di atas berasal dari sutta otentik, tetap kita tidak melihatnya sebagai kebenaran mutlak, tapi diselidiki lagi kebenarannya: coba diteliti kira-kira kalau tidak ada matahari, kehidupan berjalan atau tidak di bumi, apakah ada musim, apakah memungkinkan adanya siklus energi dari tumbuhan sampai pengurai, dll.