//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: me my mine  (Read 160602 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: me my mine
« Reply #465 on: 28 August 2013, 04:17:02 PM »
Yang ini gak ada hubungannya dengan buddhisme, tapi cukup menohok untuk kondisi saat ini.
Abaikan judulnya, bukan hanya untuk pria, tapi untuk wanita juga.

Pria Berpendirian

Ada satu PENYAKIT yang bisa dikatakan cukup menggerogoti kehidupan sosial seseorang…dan cukup bisa mempengaruhi seorang Pria dalam misinya untuk memikat Wanita.

Penyakit yang paling MENYAKITKAN adalah pada saat anda MEMBERIKAN kebebasan anda kepada orang lain untuk mereka kendalikan.
Banyak orang begitu TAKUT di NILAI jelek oleh orang lain…Mereka serasa TERPENJARA didalam ketakutan mereka akan PENILAIAN
orang lain menyebabkan mereka harus Jaga Image dan tidak bebas untuk meng-ekspresikan diri mereka sendiri.
Itulah beban batin yang amat sangat menyakitkan!
Mereka terlalu peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang mereka, walaupun sesungguhnya orang lain tidak sepeduli itu akan apa yang mereka katakan!

“Saya sih maunya X… tapi dia bilang harus Y… trus menurut yang lain yang bagus itu sebenernya Z… ya gimana ya?… ya udah lah saya sih nurut aja apa kata orang!”
Jika anda masih berfikir dan bertingkah laku seperti robot yang dikendalikan oleh remote control yang dipegang orang lain, anda tidak
akan pernah nyaman, maju, bahagia, apalagi mendapatkan apa yang anda mau!
Jika apa yang anda inginkan SEJALAN dengan apa yang orang lain inginkan, maka orang lain akan menilai anda sebagai orang yang BAIK.
Tapi jika apa yang anda inginkan TIDAK SEJALAN dengan apa yang orang lain inginkan, apapun penjelasan yang anda berikan, mereka
akan menilai anda sebagai orang yang BURUK.

Jangan biarkan HIDUP anda dikendalikan oleh orang lain… ingat itu!

Mungkin anda pikir orang-orang tersebut lebih tahu mana yang TERBAIK untuk anda… tapi itu TIDAK BENAR!
Andalah yang tahu MANA yang lebih baik untuk diri anda sendiri.
Terima semua opini, pendapat, masukan, kritik dan saran… tapi anda yang HARUS menentukan mana yang terbaik untuk diri anda karena anda BERTANGGUNG JAWAB sepenuhnya atas semua yang terjadi dalam hidup anda!

Saya akan berikan TIPS yang begitu dasyat yang telah mempengaruhi SELURUH HIDUP SAYA SECARA PRIBADI.
Pada saat saya mulai menggunakan hal yang saya akan bagikan ini, hidup saya berubah total. Saya menjadi lebih baik, Saya selalu mendapatkan hasil yang saya inginkan, Saya merasa lebih nyaman, Bahagia dan Selalu Bersemangat!

Pertama,
Buatlah KEPASTIAN untuk sesuatu (take a STAND for something!)
Hindari AREA ABU-ABU … pilih dan benar-benar pilih salah satu: HITAM atau PUTIH. Apapun itu, anda harus membuat KEPASTIAN terlepas dari APAPUN yang orang lain inginkan atau NILAI.
Ingat!
Terima semua masukan, tapi anda yang harus MEMUTUSKAN!

Ada satu kalimat yang sangat bagus yang pernah dikatakan oleh PUA favorit saya, Brent yaitu:
“When you Speak Passionately about Something, people listen… and it doesn’t matter if they agree or disagree with you, they RESPECT the fact that you take a STAND for something… and that is POWERFUL!”

komKedua,
Cari LINGKUNGAN dan KOMUNITAS yang SEJALAN dengan anda!
Ada begitu banyak KOMUNITAS baik itu online maupun offline… jika anda TERJEBAK di satu lingkungan atau komunitas yang TIDAK mendukung anda, maka CARILAH komunitas yang mendukung anda… maka andapun akan lebih cepat dan lebih efektif dalam meraih apapun yang anda inginkan.

Jika anda BELUM tergabung dalam komunitas apapun, CARILAH dan BERGABUNGLAH dengan komunitas yang sejalan dengan apapun yang anda tuju!

Hal yang PALING SULIT dilakukan adalah pada saat KELUARGA anda TIDAK MENDUKUNG apa yang anda ingin capai!
Hal itu pernah terjadi pada saya dan saya TAHU BETUL rasanya!

Lalu bagaimana menyikapinya?
Ada keluarga yang OPEN MINDED dan ada juga keluarga yang KONSERVATIF.

Jika keluarga anda OPEN MINDED, maka menurut saya anda hanya harus bisa menjelaskan kepada keluarga anda sebijak mungkin akan
apa yang anda inginkan. itu saja!

Dilain pihak jika keluarga anda adalah keluarga yang KONSERVATIF, maka ini agak rumit!
Ada yang sampai merasa harus meninggalkan rumah dan nge-kost atau bahkan diusir dari rumah karena keinginan mereka untuk menjadi musisi, bukan menjadi akuntan seperti yang di’inginkan keluarganya.
Saya rasa yang perlu dilakukan untuk keluarga yang konservatif adalah TUNJUKAN HASIL akan hal yang anda lakukan! Maka perlahan tapi pasti mereka akan membuka diri.

The Best WAY you could find to GET whatever you TRULY WANT is by knowing YOUR OWN WAY!

Ketiga,
BANTULAH maka anda akan di BANTU.
Bagikan semua pengalaman dan pemikiran anda kepada banyak orang yang SEJALAN dengan anda… bantulah orang-orang untuk menjadi lebih baik terlepas dari TUJUAN APAPUN selain MEMBANTU MEREKA secara SUNGGUH-SUNGGUH.
Percaya tidak percaya, jika anda membantu orang lain, maka secara OTOMATIS bantuan yang LEBIH BESAR akan datang kepada anda tanpa anda minta atau sadari!

Keempat,
Hindari PERDEBATAN dengan orang-orang yang ingin menjatuhkan Anda.
Banyak orang yang CEPAT iri hati melihat kesuksesan seseorang. Tidak perlu ditanya, itulah yang saya alami TERUS MENERUS.
Banyak orang yang IRI kepada saya INGIN menjatuhkan saya dan hal itu akan TERUS berlangsung sampai saya BERHENTI melakukan apa yang saya inginkan.
Tapi apakah saya berhenti? Tentu TIDAK!
Saya tidak akan berhenti!
Saya sadar bahwa semakin SUKSES anda, semakin BANYAK orang yang RESPECT kepada anda, dan semakin BANYAK pula orang yang
MEMBENCI anda… itu sudah hukum alam!

Yang perlu anda perhatikan adalah JANGAN memfokuskan perhatian anda kepada orang-orang yang MEMBENCI anda… tapi fokuskan
perhatian anda kepada HASIL yang anda ingin capai BERSAMA orang-orang yang mendukung anda!
Lupakan BERDEBAT dengan orang-orang yang membenci anda karena perdebatan tersebut tidak akan pernah menemukan TITIK TEMU. Tidak akan ada kesepakatan dari orang yang ingin menjatuhkan anda untuk AKHIRNYA mendukung anda… mungkin ada beberapa, tapi sebagian besar tentu tidak begitu!
Bilang saja “whatever!” dan teruskan melangkah!
Jangan biarkan mereka MENGHISAP energi, emosi dan pikiran anda!

Kelima,
BERSABARLAH
Manusia mempunyai sebuah “function” dan “program” di dalam kepalanya untuk MENYUKAI hal-hal instant dan hanya berfikir jangka
pendek atau “short term”.
Sedangkan kita tahu yang benar-benar menjamin kesuksesan dalam meraih HASIL yang kita inginkan adalah jangka panjang atau “long
term”.
Orang-orang yang memfokuskan pikiran nya untuk “long term” adalah orang-orang yang akan meraih sukses secara berkesinambungan!
Tapi hal itu “agak” sulit dilakukan karena kita harus melawan NALURI DASAR kita sendiri yang memiliki “function” untuk lebih menikmati sesuatu yang instant!
Kebanyakan orang TIDAK SABARAN dan merasa TIDAK ENAK kalau harus bersabar… itulah EMOSI!… dan kita HARUS melawan EMOSI kita sendiri.c19

Kuncinya adalah KOMITMEN. Komitmen membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Dan orang yang memfokuskan pikiran, daya dan upaya nya untuk “long term” result dan terus BERKOMITMEN maka akan MENDAPATKAN apapun yang dia INGINKAN!

Keenam,
TAKE ACTION!
Jangan hanya membaca, Jangan hanya bicara, Jangan hanya melamun, tapi LAKUKAN apa yang harus anda lakukan!

TAKE ACTION RIGHT NOW TO BE THE MAN THAT WOMAN LOVE!
You are the Best and You KNOW IT!
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: me my mine
« Reply #466 on: 03 September 2013, 10:14:59 PM »
numpang posting ya..... versi cumpol....  :P :P

1. apakah sifat manusia akan tetap atao bisa berubah ?
   pepatah cina mengatakan : lebih mudah memindah gunung dari pada merubah sifat manusia. tap kadang kala sifat orang pun bisa berubah. contoh : anak yg melawan ortu akhirnya mau membantu menjalankan business ortunya, karyawan yg melanggar aturan perusahaan akhirnya bisa  berprestasi, dst... jadi katakanlah perbuatan apa yg salah mereka lakukan, TEKANKAN ITU, jangankan anak sekali lupa bawa kotak pencil, trus kita MENGLABEL DIA PELUPA.

2. komunitas yg sejalan dgn kita ada baiknya, tapi komunitas yg berlainanpun dpt memberi pengetahuan maupun hal lain yg BERLAINan juga...sehingga kita belajar HAL BARU.

3. ada teman yg memberi peluang serta meminjamkan modal pada org tsb. ternyata org tsb tidak mengembalikan modalnya... trus mau pinjam uang lagi, tidak diberi... dia malah berbalik mengatakan teman yg membantu udah BERUBAH..tak mau BANTU LAGI... inilah jenis org yg menutup jalannya sendiri sehingga tdk mendptkan bantuan lagi...

4. spt English Debate... sptnya ini salah satu jenis olah raga ya....

5. bersabarlah, tetapi juga buat deadline...

6. JUST DO IT.... take action....
   bolehlah membaca, berpikir, menganalisa...tapi hasilnya akan kelihatan kalau TAKE ACTION..., tetapi pelatih olympiade mengatakan...hanya dgn simulasi berpikir/mengvisualisasi aja... anda dpt MEMPERBESAR OTOT ANDA (memperbaikin keahlian anda...)

semoga terhibur...
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: me my mine
« Reply #467 on: 04 September 2013, 06:38:09 AM »
cukup menghibur.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: me my mine
« Reply #468 on: 04 September 2013, 07:16:23 AM »
cukup menghibur.

trims juga..kalao sis udah terhibur....

udah pernah baca buku berjudul : me my mine  ?
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: me my mine
« Reply #469 on: 04 September 2013, 07:31:14 PM »
trims juga..kalao sis udah terhibur....

udah pernah baca buku berjudul : me my mine  ?
belum.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline cumi polos

  • Sebelumnya: Teko
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.130
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
  • mohon transparansinya
Re: me my mine
« Reply #470 on: 12 September 2013, 07:09:22 PM »
belum.
saatnya mencari...bukunya kecil, background biru mudah, ada 3 topeng.... nahhh
dlm bhs English...
merryXmas n happyNewYYYY 2018

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: me my mine
« Reply #471 on: 23 August 2016, 06:52:07 PM »
EMPAT KEBENARAN MULIA DALAM MEDITASI VIPASSANA
(Oleh : Y.M. Santacitto)

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammā-Sambuddhassa
Terpujilah Sang Bhagava Yang Maha Suci Yang Telah Mencapai
Penerangan Sempurna

Kālena dhammasavanaṁ
Etammaṅgalamuttamaṁ
Mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai
Itulah berkah utama

Bapak, ibu, saudara sekalian, apa yang ingin saya sampaikan malam hari ini adalah berkaitan dengan Empat Kebenaran Mulia. Bagaimana Empat Kebenaran Mulia ini ditemukan di dalam meditasi buddhis, terutama meditasi vipassanā. Saya ingin mengangkat tema ini karena kita semua tahu bahwa Empat Kebenaran Mulia adalah ajaran yang paling tinggi, ajaran yang paling utama dalam Agama Buddha. Ajaran yang ketika itu direalisasi, dipahami, itulah ajaran yang membawa pada pencerahan. Kemudian disatu sisi, meditasi vipassanā juga telah dianggap oleh para guru meditasi atau oleh umat Buddha sebagai jalan untuk mencapai kebebasan. Dua hal, yaitu Empat Kebenaran Mulia dan vipassanā, sebagai jalan untuk mencapai pembebasan, ini perlu diketahui, karena jika tidak, nanti akan menjadi salah paham bahwa dua hal ini merupakan dua hal yang tidak ada koneksinya. Padahal kalau kita mengkaji lebih lanjut, Empat Kebenaran Mulia dengan vipassanā, meskipun istilahnya berbeda, tetapi merupakan satu kesatuan.

Ketika kita berbicara tentang Empat Kebenaran Mulia, ajaran ini, doktrin ini, merupakan  ajaran yang paling prinsipil. Ajaran yang boleh dikatakan paling utama di dalam ajaran Sang Buddha, sehingga  suatu kali Sang Buddha di dalam salah satu khotbahNya mengatakan “pubbe cāham bhikkhave etarahi ca, dukkhañca paññāpemi dukkhanirodhañca’, wahai para bhikkhu, dari dulu sampai sekarang Saya mengajarkan hanya dukkha dan lenyapnya dukkha”. Dari dulu sampai sekarang Sang Buddha hanya mengajarkan apa itu dukkha, apa itu penderitaan dan apa itu lenyapnya penderitaan. Artinya, apapun yang diajarkan Sang Buddha, apakah itu tentang Paticcasamuppāda (sebab musabab yang saling bergantungan), Tilakkhaṇa (tiga karakteristik umum universal), ataukah tentang analisis pañcakkhandhā, analisis tentang unsur dan lain sebagainya, semua bertujuan agar kita lebih memahami apa itu Empat Kebenaran Mulia. Ketika dikatakan bahwa yang Beliau ajarkan adalah tentang dukkha dan lenyapnya dukkha, disitu sebenarnya Beliau mengatakan Empat Kebenaran Mulia, karena tanpa mengajarkan misalnya sebab dukkha, bagaimana Sang Buddha mengatakan ada dukkha, dan ketika Beliau mengatakan ada lenyapnya dukkha berarti disitu Sang Buddha mengajarkan ada jalan untuk melenyapkan dukkha.

Empat Kebenaran Mulia adalah doktrin, ajaran yang sangat penting, prinsipil di dalam ajaran Sang Buddha. Sehingga sering sekali pada zaman Sang Buddha, terkadang ada seorang petapa bahkan seorang bhikkhu datang kepada Beliau dan bertanya sesuatu yang tidak penting, yang salah satu contohnya adalah suatu kali seorang bhikkhu bernama Mālunkyā bertanya tentang sepuluh pertanyaan spekulatif yang disebut sebagai abyakata dhamma, Sang Buddha tidak mau menjawab, dalam arti Sang Buddha mengatakan bahwa Saya tidak membahas ini. Seperti pertanyaan tentang apakah dunia ini terbatas atau tidak terbatas, yang dicari oleh para ilmuwan, bahkan apakah dunia ini kekal atau tidak kekal, dalam arti alam semesta ini kekal atau tidak kekal, itu termasuk pertanyaan spekulatif, itu tidak dibahas oleh Sang Buddha, atau apakah jiwa ini sama dengan jasmani, yaitu taṃ jīvaṃ taṃ sarīraṃ ataukah jiwa ini berbeda dengan jasmani, aññaṃ jīvaṃ aññaṃ sarīraṃ Sang Buddha tidak mau membahas, kenapa? Karena walaupun dijawab ‘iya’ atau ‘tidak’, tidak ada gunanya, tidak mengantar seseorang kepada pembebasan, tidak mengantar seseorang untuk memahami apa itu dukkha, tidak mengantar seseorang untuk melenyapkan dukkha (penderitaan). Sang Buddha tidak mau membahas.

Sehingga pada suatu kali ketika Beliau berada di Hutan Siṁsapa, hutan dimana terdapat banyak Pohon Siṁsapa. Beliau mengambil segenggam daun siṁsapa dan bertanya kepada para bhikkhu, “Mana yang lebih banyak, daun yang ada di genggaman Saya atau daun yang berada di Hutan Siṁsapa ini?” Tentu para bhikkhu menjawab, daun yang berada di genggaman Sang Buddha adalah jauh lebih sedikit dibandingkan daun yang berada di Hutan Siṁsapa. Kemudian Sang Buddha mengatakan “Seperti halnya daun yang berada di genggaman Saya dan juga daun yang berada di Hutan Siṁsapa, pengetahuan yang Saya ketahui itu seperti halnya daun yang berada di Hutan Siṁsapa, tetapi yang Saya berikan, yang Saya babarkan seperti halnya daun yang ada di genggaman Saya”. Dan daun yang ada di genggaman Beliau tiada lain adalah pengetahuan tentang Empat Kebenaran Mulia. Itulah yang diajarkan, itulah yang akan  membawa kepada pencerahan, itulah yang akan membawa kepada Nibbāna (pembebasan).

Ketika seseorang berbicara tentang pertanyaan spekulatif seperti yang tadi telah saya sebutkan, Sang Buddha mengatakan bahwa orang demikian itu seperti orang yang terkena anak panah beracun. Kemudian ia, ketika keluarganya membawa kepada dokter, ia mengatakan bahwa saya tidak mau panah ini dicabut sebelum saya mengetahui siapa yang memanah, darimana asalnya, apa sukunya, apa nama keluarganya, terbuat dari apa panahnya, dan seterusnya. Sebelum pertanyaan-pertanyaannya itu terjawab, ia akan mati terlebih dahulu. Demikian pula kalau kita hanya berdebat dalam hal yang sifatnya spekulatif, maka hal seperti itu tidak ada gunanya. Maka Sang Buddha mengatakan kepada Bhikkhu Mālunkyā, bahwa apa yang Beliau ajarakan hanya Empat Kebenaran Mulia, karena Empat Kebenaran Mulia inilah yang membawa kepada pencerahan.

Lantas apa itu Empat Kebenaran Mulia? Tentu kita semua tahu bahwa ada kebenaran mulia tentang penderitaan, kebenaran mulia tentang sebab penderitaan, tentang lenyapnya penderitaan, dan kebenaran mulia tentang jalan untuk melenyapkan penderitaan. Sang Buddha menunjukkan kebenaran mulia bahwa selama kita hidup di alam saṃsāra, di alam tumimbal lahir, betapa kita telah banyak mengalami penderitaan. Sang Buddha mengatakan, selama kita hidup di alam saṃsāra maka mau tidak mau kita harus berhadapan dengan sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā, kita harus menghadapi dan harus mengalami apa itu kesedihan, ratap tangis, kemudian penderitaan fisik, depresi, stress, dan kita juga mau tidak mau harus, terkadang, sering sekali kita harus berasosiasi dengan apa yang tidak kita sukai, apakah dengan orang yang tidak kita sukai, atau dengan suara yang tidak kita sukai, itu sudah menjadi makanan kita saat kita berada di alam tumimbal lahir ini. Dan juga, mau tidak mau kita harus berpisah dengan apapun yang kita cintai, apakah berpisah dengan keluarga kita, bisnis kita, kekayaan kita, kemasyuran kita, itu semua harus kita tinggalkan. Itulah yang disebut sebagai penderitaan.

Penderitaan demikian adalah penderitaan yang memang mudah sekali kita lihat, tetapi Sang Buddha memberikan definisi yang disebut sebagai penderitaan disini adalah apapun yang kita alami, yang berkaitan dengan lima gugusan. Kita sebagai makhluk sebenarnya merupakan komposisi, merupakan gabungan dari lima gugusan yang disebut sebagai pañcakkhandhā. Apa yang kita sebut sebagai makhluk, pengalaman-pengalaman yang kita alami berkaitan dengan pañcakkhandhā sesungguhnya tidak kekal, tidak bisa kita pertahankan, akan berubah. Perubahan pada pañcakkhandhā inilah yang Sang Buddha katakan sebagai penderitaan.

Kita lihat jasmani kita, kita tidak bisa mempertahankan jasmani kita untuk tetap muda, tetapi kita harus mengalami ketuaan. Kita tidak bisa mempertahankan jasmani kita untuk tetap sehat, tetapi kita harus mengalami berbagai macam penyakit, jasmani kita adalah sarang penyakit, jasmani kita adalah tumpukan luka, itulah penderitaan. Dan kita tidak bisa mempertahankan jasmani kita untuk tetap hidup, tetapi suatu saat, cepat atau lambat, kita semua harus mengalami kematian, itulah penderitaan.

Demikian pula perasaan kita, jadi pañcakkhandhā pertama adalah jasmani, kedua adalah perasaan, ketiga adalah persepsi, keempat adalah bentuk-bentuk pikiran, dan yang kelima adalah kesadaran. Seperti halnya jasmani yang tidak bisa kita pertahankan sesuai dengan keinginan kita, perasaan juga sama, terus berubah, kita tidak bisa mempertahankan perasaan kita untuk tetap mendapatkan perasaan yang menyenangkan, tetapi perasaan yang tidak menyenangkan juga menjadi makanan sehari-hari kita, setiap momen kita terus mengalami perasaan yang menyenangkan, tidak menyenangkan, perasaan netral, dan seterusnya. Apakah itu perasaan yang muncul ketika kita melihat, mendengar, mencium bau, merasakan melalui sentuhan atau perasaan yang muncul dari pikiran kita, kita terus mengalami berbagai macam perasaan, menyenangkan, tidak menyenangkan, perasaan netral, akan terus mengalami perubahan. Itulah yang disebut sebagai penderitaan.

Seperti bapak, ibu, saudara sekalian sekarang sedang duduk, apakah bisa ketika duduk bertahan terus dengan perasaan yang sama? Walaupun ketika duduk kita merasa nyaman, tetapi ketika kita susuk selama satu jam, dua jam, maka perasaan tidak menyenangkan juga akan muncul, dan kita harus mengubah posisi kita, apakah berdiri, berjalan atau berbaring. Tapi kita juga tidak bisa selamanya berbaring, saat pertama berbaring kita merasakan kenyamanan tetapi perasaan yang muncul dari jasmani kemudian memunculkan perasaan yang tidak menyenangkan, dan kita terus merasakan perasaan yang terus-menerus berubah, itulah yang disebut penderitaan, perubahan.

Dan berkaitan dengan persepsi, persepsi adalah semacam gambaran-gambaran yang ada pada batin kita, pada saat kita mengingat sesuatu maka muncul gambaran, apakah gambaran rumah, gambaran bentuk, gambaran warna, gambaran manusia, yang sebenarnya hanya dua yaitu gambaran bentuk dan warna. Ketika kita mengingat sesuatu maka akan muncul gambaran-gambaran yang sering kali kita sebut sebagai kenangan atau memori, itu berkaitan dengan persepsi. Kita juga tidak bisa mendapatkan satu persepsi saja, misalnya menginginkan bahwa persepsi saya harus persepsi yang menyenangkan atau kenangan-kenangan yang menyenangkan, memori yang menyenangkan, tidak bisa, tetapi berbagai macam memori, berbagai macam kenangan, berbagai macam gambaran batin akan datang silih berganti. Itulah yang disebut sebagai penderitaan.

Jadi, perubahan disinilah yang oleh Sang Buddha sebenarnya disebut sebagai penderitaan. Ketika ada anicca, maka disitu ada dukkha, maka apapun yang masih dikategorikan di dalam perubahan, itulah yang disebut sebagai dukkha, sehingga bahkan apa yang kita anggap sebagai menyenangkan, apa yang kita anggap sebagai sebuah kenikmatan, itu juga merupakan bagian dari dukkha, termasuk perasaan kita, sehingga Sang Buddha mengatakan yaṃ vedayitaṃ sabbantaṃ dukkhaṃ, apapun yang dirasakan semua itu merupakan penderitaan. Sehingga disini tidak hanya yang berkaitan dengan perasaan yang menderita, perasaan yang tidak menyenangkan saja, namun perasaan yang menyenangkan sekalipun itu juga merupakan bagian dari dukkha, merupakan bagian dari penderitaan, sehingga bahkan jhāna yang menimbulkan sebuah perasaan menyenangkan, itu sendiri juga merupakan bagian dari dukkha. Dan Sang Buddha tidak hanya menunjukkan kepada kita apa itu dukkha, tetapi Beliau juga menunjukkan bahwa dukkha itu sendiri sebenarnya ada sebabnya, ada sumbernya.

Ketika seseorang belajar Agama Buddha, apalagi ia baru belajar, begitu ditunjukkan hidup adalah penderitaan, ada beberapa yang kemudian menganggap bahwa ajaran Buddha itu pesimis. Kalau Sang Buddha hanya mengajarkan apa itu dukkha tanpa mengajarkan apa itu sebab dukkha ataupun jalan untuk melenyapkan dukkha, maka memang dikatakan bahwa ajaran Sang Buddha adalah ajaran yang pesimis. Tetapi Sang Buddha tidak hanya menunjukkan apa itu dukkha, Beliau juga menunjukkan kita semua sebab dukkha, bahwa dukkha, penderitaan, ada yang menyebabkan. Kenapa kita menderita itu ada sebabnya, disini Sang Buddha mengatakan bahwa yang menyebabkan dukkha tiada lain adalah nafsu keinginan, yāyaṃ taṇhā ponobbhavikā nandīrāgasahagatā tatratatrābhinandinī, yang menyebabkan kita menderita adalah karena nafsu keinginan kita, nafsu keingian yang disertai oleh kesenangan dan kemelekatan untuk mencari kenikmatan ke sana kemari.
Sebenarnya, hanya sekedar usia tua itu bukanlah penderitaan, tetapi kalau kita menginginkan saya tidak mau tua, itulah penderitaan. Sekedar merasakan sakit, itu bukan merupakan penderitaan, tetapi kalau kita menginginkan saya tidak mau sakit, ada nafsu keinginan, ada taṇhā, itulah penderitaan, termasuk kematian itu bukan penderitaan, tetapi kalau kita ingin tidak mati, kita inginnya hidup, itulah penderitaan. Demikian juga dengan perasaan, sekedar perasaan yang tidak menyenangkan, itu bukan penderitaan, itu hanya sekedar perasaan, sekedar sebuah perubahan dari perasaan yang menyenangkan, tidak menyenangkan, yang netral, sebuah fenomena yang wajar. Tapi begitu kita menginginkan satu perasaan tertentu, itulah penderitaan. Kita tidak mau mendapatkan perasan yang tidak menyenangkan, itu adalah penderitaan, maka ketika menginginkan perasaan yang menyenangkan itu juga penderitaan.

Keinginan inilah yang sebenarnya menjadi sumber penderitaan, sekedar jasmani itu bukan penderitaan, sekedar perasaan itupun bukan penderitaan, tetapi menginginkan jasmani dalam kondisi tertentu, menginginkan perasaan dalam kondisi tertentu itulah yang disebut sebagai penderitaan, termasuk gambaran-gambaran batin ataupun persepsi kita. Kalau kita menginginkan sebuah persepsi tertentu, kita menginginkan saya tidak ingin mendapatkan kenangan-kenangan yang pahit, saya tidak ingin muncul memori-memori yang tidak menyenangkan, kalau keinginan itu muncul, itulah yang disebut sebagai penderitaan. Hanya sekedar memori, hanya sekedar kenangan, itu hanya sekedar fenomena yang sebenarnya bukan penderitaan. Tetapi kalau kita menginginkan satu persepsi tertentu itulah yang disebut sebagai penderitaan.
Atau pada saat kita melakukan meditasi, muncul berbagai macam saṅkhāra, termasuk batin yang terkonsentrasi, kalau kita menginginkan konsentrasi itu, ingin mendapatkan konsentrasi, saya tidak mau batin saya kacau, galau, itulah penderitaan. Termasuk kita menginginkan konsentrasi, itu yang menimbulkan penderitaan, karena pada saat tidak mendapatkan konsentrasi, muncullah kekecewaan, muncullah penderitaan. Jadi yang menyebabkan penderitaan adalah nafsu keinginan kita, hanya sekedar pikiran yang mengembara, hanya sekedar pikiran yang mengkonsep, itu bukan penderitaan, tetapi menginginkan satu bentuk pikiran itu adalah penderitaan.

Termasuk kesadaran kita, kesadaran terdiri dari lima, apakah kesadaran mata, telinga, hidung, lidah, jasmani, dan kesadaran pikiran itu sendiri yang terus berubah dari satu kesadaran ke kesadaran yang lain dan kita tidak bisa menginginkan satu kesadaran saja yang eksis pada waktu itu, misalnya apakah kita bisa hanya mata kita melotot kemudian kita mempertahankan kesadaran mata saja, apakah bisa? Tidak bisa, tetapi akan berubah dengan kesadaran yang lain, suara muncul, muncullah kesadaran telinga. Kalau kita menginginkan satu kesadaran saja, maka penderitaan yang muncul.
Termasuk misalnya pada saat seseorang mencapai jhāna, kesadaran yang hanya kesadaran pikiran saja, itupun sifatnya berubah, tidak kekal, tidak bisa dipertahankan. Dan kalau kemudian seseorang menginginkan sesuatu yang tidak bisa dipertahankan, maka akibatnya, efek yang akan muncul, cepat atau lambat adalah penderitaan. Karena begitu apa yang diinginkan tidak tercapai, tidak terpenuhi, maka penderitaan yang muncul. Sehingga disini yang menyebabkan kita menderita, sebab penderitaan sebagai kebenaran mulia disini adalah nafsu keinginan itu sendiri. Dan sesuai dengan hukum Paticcasamuppāda, sebab musabab yang saling bergantungan, ketika ini ada maka akibat yang seharusnya muncul juga ada, dan sebaliknya. Penderitaan itu lenyap maka dikatakan kebenaran mulia yang ketiga, lenyapnya penderitaan adalah lenyapnya nafsu keingian itu sendiri. Ketika nafsu keinginan lenyap maka penderitaan juga lenyap, nafsu keingian sebagai bahan bakarnya, yang menyebabkan kita menderita di alam saṃsāra, bertumimbal lahir dari satu kelahiran ke kelahiran yang lain, ketika itu lenyap maka penderitaan akan lenyap. Dan dalam ajaran Sang Buddha, juga telah diajarkan tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan yaitu pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Dan jalan ini adalah jalan untuk melenyapkan nafsu keinginan, adalah jalan untuk pembebasan itu sendiri. Inilah Empat Kebenaran Mulia.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: me my mine
« Reply #472 on: 23 August 2016, 06:52:31 PM »
Apa hubungannya empat kebenaran mulia dengan vipassanā (meditasi pandangan terang)?
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Ajaran Sang Buddha, secara garis besar ada dua bentuk meditasi yaitu samatha bhāvanā dan vipassanā bhāvanā. Meditasi untuk mencapai ketenangan adalah samatha, dan vipassanā adalah meditasi yang tujuannya adalah untuk melihat realita, melihat apa yang nyata, untuk melenyapkan kekotoran batin, untuk mencapai Nibbāna, pembebasan itu sendiri.

Vipassanā adalah meditasi yang menekankan pada perhatian, kewaspadaan, untuk melihat, menyadari segala aktifitas yang dilakukan, apakah berdiri, berjalan, duduk, berbaring, dan selama kita tidak tertidur, apakah ketika kita sedang berbicara, sedang diam, sedang berada di toilet, ketika kita menyadari, kita penuh perhatian, itu disebut sebagai vipassanā.
Tetapi sebenarnya, meditasi vipassanā juga tidak hanya sekedar perhatian, tidak hanya sekedar kesadaran. Kalau hanya tahu, hanya sadar kalau saya sedang berjalan saja, maka bahkan ayam pun juga sadar. Betul tidak? Ketika ayam, kambing, sapi berjalan mereka juga sadar, mereka juga tahu bahwa mereka sedang berjalan, ketika mereka sedang makan mereka juga tahu mereka sedang makan. Maka di sini sebenarnya dalam praktek vipassanā tidak hanya kita sadar, perhatian terhadap apa yang kita lakukan, tetapi juga harus ada kebijaksanaan, ada sati (perhatian), ada juga sampajāna.
Kebijaksanaan disini salah satunya adalah ketika kita sadar terhadap apa yang kita lakukan, juga harus ada kualitas yang disebut sebagai leting go. Ada kualitas untuk tidak melekat terhadap apa yang disadari, tidak melekat terhadap objek yang tengah diperhatikan. Tidak hanya sekedar sadar, tetapi juga tidak melekat terhadap objek yang diperhatikan, misalnya ketika kita sadar sedang berjalan, tidak hanya sekedar kita sedang berjalan, kita tahu kita berjalan tetapi kita juga seharusnya tidak melekat terhadap aktifitas berjalan itu sendiri. Jadi, ada kesadaran, ada letting go.

Di dalam salah satu khotbah Sang Buddha yaitu Mahāsatipaṭṭhāna Sutta yang oleh para guru meditasi telah disepakati bahwa inilah latihan meditasi yang disebut vipassanā. Sang Buddha mengatakan bahwa ketika seorang meditator yang mengembangkan sati, mengembangkan perhatian, dalam Satipaṭṭhāna, ketika melihat objek, Beliau mengatakan “anissito ca viharati, na ca kiñci loke upādiyati, seseorang hendaknya berdiam tanpa bersandar,” artinya tanpa bersandar kepada objek yang sedang diperhatikan. Dan “na ca kiñci loke upādiyati, dia tidak melekat terhadap apapun di dunia”, artinya tidak melekat terhadap apapun pengalaman yang muncul.

Sehingga dalam hal ini, selain ia sadar terhadap aktifitas yang dilakukan, saat berdiri dia tahu sedang berdiri, berjalan dia sadar sedang berjalan, berbaring dia sadar sedang berbaring, disaat yang sama dia tidak melekati aktifitas itu sendiri, tidak bersandar, tidak melekat. Artinya disini tidak ada nafsu keinginan, hanya sekedar melihat objek yang sedang muncul. Maka di dalam salah satu khotbah anjuran Sang Buddha dalam kaitannya melihat fenomena adalah diṭṭhe diṭṭhamattaṃ bhavissati. Ketika melihat, latihlah bahwa itu hanya sekedar proses melihat, artinya disitu tidak ada kemelekatan terhadap proses melihat itu sendiri, hanya sekedar proses melihat. Yang biasanya kita, ketika kita melihat objek akan memunculkan, apakah itu perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, memunculkan suka atau tidak suka, memunculkan kemarahan atau kemelekatan. Ketika objek menyenangkan muncul kemudian kita melekati atau ketika objek yang muncul adalah yang tidak menyenangkan kemudian kita menjadi marah, menjadi tidak suka, tetapi pada saat kita melatih sati, melatih vipassanā, disitu kita melihat tetapi tidak melekat terhadap proses melihat itu sendiri, hanya sekedar proses melihat, tanpa membiarkan batin kita terlibat di dalam kesenangan, kemelekatan atau pun kesenangan, hanya sekedar melihat. Artinya, mengetahui tetapi tidak melekat.

Ketika kita mendengar, sute sutamattaṃ bhavissati juga melatih bahwa hanya sekedar proses mendengar, tidak memunculkan sebuah kesenangan, tidak melekati suara yang muncul ketika suara itu menyenangkan, atau tidak menjadi membenci, menjadi tidak suka terhadap suara yang muncul ketika itu tidak menyenangkan, tetapi hanya sekedar mendengar, mengalami proses suara itu sendiri sebagai sekedar suara semata.

Demikian pula, mute mutamattaṃ bhavissati, apakah kita sedang mencium bebauan, merasakan rasa makanan ataupun kita merasakan sentuhan itu juga hanya sekedar fenomena yang sedang berproses tanpa kita melekati, kita mengetahui, kita sadar, kita waspada kemunculan mereka tetapi tidak melekati mereka. Termasuk pikiran, ketika berbagai macam bentuk pikiran muncul, ketika bermeditasi, apakah pikiran kacau, pikiran terkonsentrasi, apapun bentuk pikiran itu hanya disadari tanpa kita melekati.

Praktek meditasi vipassanā yang secara singkat adalah praktek melatih perhatian, melatih kewaspadaan setiap saat, setiap momen tanpa kita melekati objek yang muncul, disitu sebenarnya juga memahami apa itu dukkha, apa itu sebab dukkha, lenyapnya dukkha, dan disitu pula kita telah mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Pada saat kita melihat suatu objek, kemunculan setiap objek tanpa memilih-milih, kita menghadapi setiap objek yang muncul, disitu kita sedang memahami apa itu dukkha yang biasanya, kita manusia mempunyai karakteristik pikiran yang disebut sebagai yatthakāmanipātinaṃ, kita selalu jatuh kepada apa yang kita senangi, yang kita senangi adalah apa yang menyenangkan saja, apa yang memberikan kenikmatan saja, suara yang merdu, bentuk yang indah, makanan yang lezat, itulah yang kita senangi. Sehingga ketika ada pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan, biasanya kita lari, biasanya kita menutupi dengan pengalaman yang kita anggap menyenangkan.

Di dalam meditasi perhatian (vipassanā) atau sati disini yang juga diimbangi dengan sampajāna (kebijaksanaan), tanpa kemelekatan, disitu kita menghadapi apapun yang muncul, kita tidak lari dari masalah, bahkan ketika misalnya muncul perasaan bosan, kita tidak lari. Pada umumnya ketika kita bosan maka kita lari mencari kesenangan, apakah dengan kita pergi ke bioskop, ke restoran, makan, atau menonton televisi, kita mencari kesenangan lain ketika muncul bosan. Tetapi pada saat kita melatih kesadaran, bahkan bosan itu sendiri harus dilihat tanpa kita lari dari rasa bosan itu, disitu kita mempelajari apa itu dukkha, penderitaan, yang sebenarnya untuk mengetahui apa itu sebab dukkha, lenyapnya dukkha, jalan untuk melenyapkan dukkha.

Pertama, anjuran Sang Buddha adalah dukkhaṃ ariyasaccaṃ pariññeyyaṃ seseorang harus mengetahui secara total apa itu dukkha. Pariññeyyaṃ adalah mengetahui secara menyeluruh, mengetahui secara total. Untuk mengetahui secara total apa itu dukkha, kita harus menghadapi apa itu dukkha, termasuk ketika bosan, kita hadapi. Ketika muncul kejengkelan, kita hadapi, kita tidak lari, ketika muncul berbagai macam perasaan, kita tidak lari, kita menghadapi, dan itu mungkin terjadi ketika kita melatih perhatian setiap saat, setiap momen, saat ini, sekarang, tanpa kita lari dari apapun pengalaman yang muncul, hanya sekedar menyadari.

Memahami dukkha dapat ditemukan ketika seseorang melatih vipassanā, dan ketika melatih vipassanā, sadar setiap saat, seseorang lambat laun akan mengetahui bahwa pada saat batinnya bereaksi, pada saat batinnya dikuasai oleh nafsu keinginan, apakah keinginan untuk melekati atau keinginan untuk menolak, pada saat itu muncullah sebuah beban. Dia merasakan, mengalami, pada saat reaksi muncul ketika mengalami sebuah pengalaman, yang sebenarnya reaksi tersebut adalah manifestasi dari nafsu keingian itu sendiri, disitu dia akan mengalami penderitaan, batin akan terbebani, muncul sebuah penderitaan, sehingga lambat laun dia akan mengetahui tenyata ketika muncul sebuah pengalaman, lalu saya bereaksi maka akan muncul penderitaan. Ternyata yang membuat saya menderita adalah nafsu keinginan itu sendiri, apakah keingian untuk menolak ketika ada pengalaman yang tidak menyenangkan atau keingian untuk melekati ketika ada pengalaman yang menyenangkan, disitu akan muncul penderitaan, artinya pada saat kita melatih kesadaran setiap saat, setiap waktu dalam vipassanā, kita selain memahami apa itu dukkha (penderitaan), kita juga ditunjukkan apa itu sebab penderitaan yaitu nafsu keinginan.

Dengan pengalaman melatih vipassanā, seorang yogi juga akan melihat ternyata jika saya tidak bereaksi, jika saya tidak memunculkan nafsu keinginan maka tidak ada penderitaan. Jika saya tidak melekati pengalaman yang muncul, yaitu melekati dalam arti menggenggam, atau kita memeluknya, menyenanginya, atau jika saya tidak menolaknya, tidak membencinya, hanya sekedar melihat apapun yang muncul sekedar fenomena yang tengah berproses tanpa saya melekati maka batin saya semakin bebas dari beban, bebas dari penderitaan. Dia mulai tahu bahwa ketika nafsu keingian tidak ada, tetapi ada kesadaran, dia tidak lengah, tetap menjaga kewaspadaan, disitu ada kesadaran, kewaspadaan, ada perhatian tapi tanpa kemelekatan, tanpa nafsu keingian, maka disitu beban semakin lenyap.

Dia mulai tahu bahwa, sedikit demi sedikit penderitaannya lenyap, ini ditemukan saat seseorang melatih vipassanā. Artinya, kebenaran mulia yang pertama dari empat kebenaran mulia diketahui pada saat seseorang sedang melatih vipassanā, dan sebenarnya jalan mulia berunsur delapan yang terdiri dari delapan faktor itu juga ditemukan, diketahui dan akan semakin dipahami ketika seseorang melatih vipassanā.

Saat seseorang mengembangkan perhatian, bagaimana pandangan benar ketika seseorang melatih kesadaran, melihat setiap pengalaman, setiap saat, setiap waktu dengan penuh perhatian, tanpa kemelekatan, maka dia semakin tahu bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah tidak kekal, segala sesuatu ketika itu dilekati, apa yang tidak kekal itu ketika dilekati, itu adalah dukkha. Dan segala sesuatu yang tidak kekal, yang tidak bisa dipertahankan, yang kita tidak bisa dikontrol sepenuhnya, yang ketika dilekati membawa penderitaan, itu sebenarnya bukan milik kita, bukan aku, bukan diri.

Pandangan tentang anicca, dukkha, anatta akan ditemukan ketika seseorang melatih vipassanā. Pandangan bahwa segala sesuatu adalah tidak kekal, adalah dukkha, tanpa diri, tanpa milik, tanpa aku adalah pandangan benar (sammā diṭṭhi). Dan ketika seseorang melihat bahwa apapun yang muncul tidak bisa dipertahankan, tidak bisa dijadikan sebagai milik yang sesungguhnya, maka orang demikian memiliki kualitas batin yang mudah melepas. Mudah melepas kemelekatan adalah salah satu dari sammā saṅkappa (pikiran benar) yang dalam hal ini adalah nekkhamma vitakka, the thought of renunciation. Jadi sebuah pemikiran untuk meninggalkan kemelekatan, meninggalkan apapun yang memberikan penderitaan, itu adalah renunciation (nekkhamma), sammā saṅkappa muncul saat seseorang melatih vipassanā.

Ketika pandangannya benar, dan juga pemikirannya benar maka ucapan yang dia ucapkan juga merupakan ucapan yang benar, dan perbuatan yang dia lakukan juga merupakan perbuatan yang benar. Dan kalau dia juga menjalani hidupnya, penghidupan yang dia jalani juga merupakan penghidupan yang benar (sammā ājiva). Dan tentu orang yang melatih vipassanā, yang setiap saat, setiap momen hanya meninggalkan kotoran batin dan hanya mengisi kualitas-kualitas yang membawa kepada pencerahan, yang membawa pada lenyapnya penderitaan, pada lenyapnya kekotoran batin, itu merupakan bentuk dari upaya yang benar (sammā vāyāma), karena pada saat itu orang yang melatih vipassanā hanya melenyapkan apa yang tidak bermanfaat dan mengisi secara alami apa yang membawa kepada pencerahan, itu adalah upaya yang benar. Dan tentu karena apa yang dia perhatikan adalah hal yang benar, maka itu adalah sammā sati (perhatian benar). Dan kalau seseorang melatih dengan pandangan yang benar, dan seterusnya sampai pada perhatian yang benar, tentu jika konsentrasi muncul dengan landasan sammā diṭṭhi, sammā saṅkappa, sammā vācā, sammā kammanta, sammā ājiva, sammā sati, sammā vāyāma, maka konsentrasi yang muncul juga merupakan konsentrasi yang benar, yaitu sammā samādhi, dan ini semua ditemukan ketika seseorang melatih meditasi vipassanā.

Sehingga dalam hal ini empat kebenaran mulia dapat ditemukan, dapat dipahami ketika seseorang melatih pandangan terang yang sebenarnya meditasi pandangan terang itu sendiri adalah jalan atau upaya untuk memahami Empat Kebenaran Mulia. Seseorang yang berupaya untuk memahami Empat Kebenaran Mulia sebenarnya adalah orang yang juga tengah melatih vipassanā. Vipassanā dan Empat Kebenaran Mulia merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Mereka mempunyai dua kata tetapi satu makna. Vipassanā adalah Empat Kebenaran Mulia, Empat Kebenaran Mulia adalah bisa dipahami dengan sempurna ketika seseorang melatih vipassanā. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat dan dapat dipahami.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia
Sadhu… Sadhu… Sadhu…


Tanya Jawab
1.   Tanya:
Apakah seorang umat awam juga dapat memraktekkan meditasi vipassanā? Apakah sebelum latihan meditasi vipassanā kita harus memperkuat meditasi samatha?
Jawab:
Para guru meditasi sepakat bahwa Mahāsatipaṭṭhāna Sutta sebagai khotbah Sang Buddha yang berisi tentang vipassanā itu sendiri. Mahāsatipaṭṭhāna Sutta dikhotbahkan bukan hanya kepada bhikkhu dan bhikkhuni, bahkan kepada masyarakat yang disebut masyarakat Kuru, termasuk para upasaka dan upasika, sehingga meditasi vipassanā dapat dilatih oleh siapapun. Dalam kitab komentar dijelaskan mengapa Sang Buddha mengajarkan Mahāsatipaṭṭhāna Sutta kepada masyarakat Kuru, karena dikatakan bahwa masyarakat Kuru mempunyai kualitas manusia yang lebih baik daripada manusia biasanya. Mereka mempunyai fisik yang lebih kuat dan kecerdasan mental yang lebih baik daripada orang-orang pada umumnya, maka Sang Buddha mengajarkan Mahāsatipaṭṭhāna kepada orang-orang Kuru, tidak hanya kepada para bhikkhu dan bhikkhuni saja tetapi juga upasaka dan upasika, bahkan dikatakan setelah mendengarkan Mahāsatipaṭṭhāna, semua masyarakat Kuru, baik yang muda maupun yang tua, semuanya melatih salah satu objek di dalam Mahāsatipaṭṭhāna Sutta. Dikatakan juga, seandainya ada seseorang misalnya yang ketika ditanya “apakah yang kamu latih?”, lalu dia mengatakan “saya tidak melatih apapun”, maka ia akan dicela kemudian dinasihati, “kamu harus melatih salah satu diantara objek sati”, yaitu kāyānupassanā, vedanānupassanā, cittanupassanā dan dhammanupassanā, salah satu diantara ini. Sehingga disini sebenarnya pada waktu itu, latihan satipaṭṭhāna, atau latihan meditasi vipassanā itu sudah dipraktikkan tidak hanya oleh para bhikkhu dan bhikkhuni, tetapi bahkan oleh perumah tangga sekalipun.

Ada satu khotbah yang mengatakan bahwa ada orang yang melatih vipassanā dulu kemudian samatha, ada juga orang yang melatih samatha dulu lalu vipassanā dan ada juga orang yang melatih keduanya secara bersamaan. Dan orang yang melatih apapun itu, apakah itu samatha ataukah vipassanā, kemudian ia akan mendapatkan apa yang dikatakan sebagai dhammuddhacca. Dalam kitab ulasan mengatakan bahwa dhammuddhacca adalah sepuluh vipassanā upakkilesa (sepuluh kekotoran batin dalam vipassanā). Karena batin telah terbebas walaupun hanya untuk sementara, terbebas dari lima rintangan batin, biasanya akan memunculkan fenomena yang luar biasa, apakah seperti melihat cahaya, meskipun dimalam hari terlihat seperti siang hari, atau seseorang mengalami pīti, kegiuran yang luar biasa yang muncul karena pada waktu itu lima rintangan batin tidak ada, ataukah misalnya mendapatkan passaddhi, dimana ketenangan batin yang lebih daripada pīti, sampai merasa seperti terbang, dan itu bukan hanya sekedar imajinasi tetapi memang perasaan terbang, itu semua adalah kekotoran batin kalau dilekati. Biasanya orang yang mengalami hal demikian, pertama kali bahkan sampai beberapa kali juga akan muncul kemelekatan. Jika itu redam, seseorang tidak melekat dengan pengalaman-pengalaman demikian, maka dikatakan jalan untuk membawa pada pencerahan juga akan muncul.

Sehingga disini tidak harus samatha dulu, apapun bisa dilatih. Memang jika melatih samatha dan dapat mencapai jhāna adalah sangat baik karena jhāna, kekuatan dari konsentrasi itu juga sangat membantu pikiran kita untuk melihat anicca, dukkha, anatta. Tetapi kalaupun tidak bisa sampai jhāna, bahkan vipassanā itu sendiri juga dapat memunculkan sebuah konsentrasi, meskipun konsentrasi itu tidak sedalam seperti jhāna, tetapi konsentrasi juga muncul. Redamnya lima rintangan batin juga muncul pada saat seseorang melatih vipassanā dan itu sudah cukup bagi kita untuk melanjutkan meditasi kita, untuk melanjutkan agar kita semangat dalam meditasi. Meskipun orang mengatakan bahwa kalau hanya vipassanā itu seperti kering, tetapi sebenarnya kering di sini bukan berarti kita itu kekeringan tidak ada kebahagiaan, tidak demikian, kebahagiaan itu akan muncul meskipun di dalam vipassanā karena lima rintangan batin juga akan lenyap dan juga akan memunculkan sebuah samādhi (konsentrasi). Ingat bahwa konsentrasi tidak semata-mata bahwa batin fokus pada satu objek. Dalam karakteristik samādhi atau konsentrasi, itu adalah karakteristik batin yang tidak berpencar, disaat yang bersamaan adalah terarah, tidak ada beban. Vipassanā juga memberikan konsentrasi tertentu dimana batin kita tidak ada beban, terutama ketika lima rintangan batin ini redam. Sehingga di sini tidak harus samatha dulu, vipassanā juga bisa dilakukan. Meskipun kalau Anda tertarik dengan samatha, dan ingin melatih samatha dulu, itu juga baik karena itu juga anjuran Sang Buddha kepada para bhikkhu untuk melatih meditasi sambil melatih jhāna yang sekarang kita mengatakan sebagai samatha, itu juga sangat baik.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

 

anything