mungkin, as you said, mungkin
tapi dalam beberapa sutta yah contohnya MN140 Dhātuvibhanga Sutta, tidak keluar lalu renungkan, tapi ketika dalam jhana nya itu dia memahami yah atau keluar langsung memahami, bukan pakai analisa2 segala lagi.
sepertinya juga Ajahn Chandako berpendapat bahwa ketika jhana, semua indra tertutup
Ketika samatha mencapai puncak keterpusatan dan kesadaran jernih, bagian-bagian signifikan dari apa yang sebelumnya diasumsikan sebagai aspek yang tetap dari diri seseorang lenyap untuk beberapa saat. Apa yang membentuk kehendak untuk berbuat, berbicara dan berpikir (cetana) lenyap dalam jhāna. Fungsi kelima indria juga lenyap, sehingga ia tidak menerima kesan apa pun dari luar. Karena selama dalam jhāna pikiran sepenuhnya terpusat pada hanya satu obyek perhatian, maka adalah mustahil untuk melakukan penyelidikan pada saat itu. Akan tetapi, begitu seseorang keluar dari kondisi itu, pengalaman mengetahui suatu tingkatan berbeda dari realitas tidak dapat mengubah pandangannya akan dunia.
padahal dalam sutta mengatakan bahwa suara merupakan "duri" bagi jhana 1, which is mengimplikasikan bahwa jhana 1 masih terpegaruh oleh suara, dan suara merupakan gangguan bagi jhana 1
‘‘Dasayime, bhikkhave, kaṇṭakā. Katame dasa? Pavivekārāmassa saṅgaṇikārāmatā kaṇṭako, asubhanimittānuyogaṃ anuyuttassa subhanimittānuyogo kaṇṭako, indriyesu guttadvārassa visūkadassanaṃ kaṇṭako, brahmacariyassa mātugāmūpacāro kaṇṭako, paṭhamassa jhānassa saddo kaṇṭako, dutiyassa jhānassa vitakkavicārā kaṇṭakā, tatiyassa jhānassa pīti kaṇṭako, catutthassa jhānassa assāsapassāso kaṇṭako, saññāvedayitanirodhasamāpattiyā saññā ca vedanā ca kaṇṭako rāgo kaṇṭako doso kaṇṭako moho kaṇṭako. [AN v. 134/5]
“.......for the first jhana, noise is the thorn; for the second jhana, applied and sustained thought are a thorn; for the third jhana, rapture is a thorn ...….”