Ko Saudara Fabian,
Apakah dlm samatha jhana, kekotoran mengendap selama berada dlm kondisi jhana, ketika keluar maka kekotoran muncul kembali. Sedangkan vipassana jhana, kekotoran mengendap dlm kondisi tersebut dan akan lenyap sedikit demi sedikit kemudian pada akhirnya lenyap total walau telah keluar dari kondisi tsb?
Mbah ko bro Haa yang baik, dalam Vipassana prosesnya bukan mengikis sedikit demi sedikit seperti pengertian teman-teman pada umumnya. Prosesnya demikian, kita tahu bahwa:
- setiap latihan meditasi Vipassana akan memperkuat konsentrasi,
- konsentrasi akan membuat kita memiliki kemampuan melihat hal-hal yang tak mungkin kita dapatkan bila kita tak memiliki konsentrasi
- berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut maka timbullah pengetahuan pandangan terang (nana)
- pengalaman dan konsentrasi yang bertambah matang menjadi fondasi bagi munculnya kondisi yang mendukung pada pengetahuan yang lebih mendalam (nana lebih tinggi) untuk muncul dan seterusnya.
- tapi semua pengetahuan ini hanya membimbing kita untuk menyelami hakekat semua fenomena yang kita alami dalam kehidupan ini. Pengertian ini sifatnya sementara, belum sampai pada akar belenggu itu sendiri.
- nanti bila tiba saatnya dimana pengalaman dan pengetahuan kita (akan sifat alami berbagai fenomena) telah menjadi komplit, dan konsentrasi juga telah cukup kuat maka kita akan memasuki Magga, yaitu suatu pengalaman memasuki keadaan yang tak berkondisi (mungkin bisa juga diartikan sebagai keadaan tak berkonsep/kosong) maka pengetahuan kebijaksanaan akan muncul yang menyadari dan memotong/melenyapkan belenggu batin (samyojana).
Pengalaman pandangan terang (nana) dari tingkat pertama (
namarupa parichedda nana) hingga
sankharupekkha nana tak dapat melepaskan kita dari belenggu batin (
samyojana) kerena pengalamannya tidak mencakup pengalaman berhentinya persepsi bentuk, ruang dan waktu dsbnya. Sehingga persepsi terus muncul dan kita tak terlepas dari lingkaran roda kelahiran kembali.
Hanya ketika kita pernah mengalami berhentinya persepsi bentuk, ruang dan waktu, maka kebahagiaan yang lebih tinggi dari keadaan tersebut membuat kita menyadari dan terbebas dari pandangan salah bahwa ada aku yang kekal, pandangan salah bahwa ada entitas inti pada setiap mahluk hidup.
Pandangan benar timbul yaitu, kita menyadari bahwa semua itu ( mengenai aku, hanya persepsi salah kita). Dengan demikian samyojana pertama (
sakkaya ditthi) menjadi lenyap.
Oleh karena kita tahu bahwa itu hanya persepsi, maka pandangan salah bahwa upacara yang dilakukan oleh kita ataupun dilakukan oleh orang lain dapat membuat kita terlepas dari persepsi salah, atau dapat membuat kita mencapai pencerahan juga akan sirna dengan sendirinya. Karena kita menyadari, tanpa jalan yang kita lakukan tersebut (Jalan Ariya Berunsur Delapan) tak mungkin kita mengalami kebebasan dari persepsi, karena tak mungkin terbebas dari persepsi, maka tak mungkin membawa kita mencapai pencerahan,jadi belenggu kedua
silabata paramasa lenyap.
Oleh karena kita mengalami sendiri secara langsung semuanya, maka dengan demikian belenggu ketiga juga hancur pada waktu itu, yaitu keragu-raguan (
vichikicca) terhadap ajaran/jalan (Dhamma), keragu-raguan terhadap penemu Jalan (Sang Buddha) dan guru yang membimbing kita (Sangha).
Jadi belenggu batin dipotong/dilenyapkan oleh pengetahuan/kebijaksanaan (
panna), melalui pengetahuan pengalaman langsung (
direct knowledge) bukan oleh pengikisan sedikit demi sedikit seperti yang dimengerti oleh teman-teman.
Oh ya lenyapnya ketiga belenggu paling rendah tersebut terjadi sekaligus, pada waktu memasuki Magga.
Mettacittena,