[at] Tania
Bahasa yang digunakan Sang Buddha semasa hidup-Nya adalah Bahasa Magadhi. Namun terkadang di kondisi tertentu, dikisahkan Sang Buddha bisa berkomunikasi dengan orang-orang di luar Magadha. Ini menunjukkan bahwa Sang Buddha juga menguasai bahasa lainnya pada masa itu.
Pada perkembangannya, wejangan Sang Buddha ditulis di atas daun lontar. Yang melakukan hal ini adalah para bhikkhu ortodoks yang ketat pada Vinaya dan Dhamma; yang saat ini dikenal dengan Aliran Theravada. Tipitaka ditulis dalam "Bahasa Pali". Sedangkan para bhikkhu yang lebih terbuka pada pemikiran baru (saat ini dikenal dengan Aliran Mahayana) menulis Tripitaka dalam Bahasa Sansekerta.
Aliran Mahayana menyebar ke utara India, Asia Timur, Asia Tenggara, dan ada literatur yang percaya bahwa Aliran Mahayana sempat berkembang di sekitar Timur Tengah. Aliran Mahayana lebih fleksibel sehingga banyak Sutra yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa setempat. Sedangkan Aliran Theravada meluas ke selatan India, dan perlahan menyebar ke sebagian daerah di Asia Tenggara. Aliran Theravada lebih ortodoks dengan mempertahankan isi wejangan Sang Buddha. Oleh karena itu, Sutta masih tetap menggunakan Bahasa Magadhi (jenis tulisannya disebut dengan Pali [teks]). Aliran Theravada berkembang di Sri Lanka, sedangkan di India perlahan Buddhisme mulai luntur dan akhirnya lenyap. Di Sri Lanka, para bhikkhu sering menggunakan Bahasa Sinhala untuk berkomunikasi. Namun Tipitaka tetap menggunakan Bahasa Pali, bahasa yang dipertahankan dari ribuan tahun lalu.