//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Kelana

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 [8] 9 10 11 12 13 14 15 ... 148
106
Kafe Jongkok / Re: Tebak: Siapa dia ?
« on: 17 September 2014, 08:02:43 AM »
semua orang pasti tau siapa dia (tengah, berbaju putih) tapi pertanyaannya, siapa nama peran yang sedang dimainkan ?


Ini adegan akhir film Warkop yang judulnya: Pokoknya Beres

Dono nyamar jadi Robert Davis Chaniago



107
Diskusi Umum / Re: sila ke enam
« on: 05 September 2014, 10:10:00 AM »
iya kk drtd ane tanya gunany apa makan sblm tgh hr? tercelany gmana kalo stlh tgh hr? kalo buddha bilang ga bole mkn ikan tongkol hny krn buddha dianggep bijaksana lantes diikutin aje??

Lalu mengapa Anda bertanya dan menyatakan:
“mgkn krn tradisi ye? tp dimana2 budhis ngakunya ga ikut tradisi...”
Ini berarti anda memang kurang memahami Kalama Sutta sehingga anda bingung.

Jika anda memilih untuk tidak mendengarkan tradisi, apa kata orang, maka kenapa Anda tidak langsung praktikkan dan  cari tau secara langsung apa manfaatnya?

Jika anda memilih untuk mendengarkan pendapat orang, kata Buddha dalam sutta, bukankah mungkin nanti anda akan menjadi termasuk dari salah satu yang ikut tradisi saja?

Dari sutta sudah disampaikan oleh Sdr. Dhammadinna. Singkatnya adalah untuk kenyamanan, pengendalian diri praktisi itu sendiri dan kenyamanan (tidak mengganggu) orang lain. Dalam praktik, beberapa orang menyatakan mereka lebih menjadi lebih eling. Dan tambahan dari saya yaitu mengenai sosial kemasyarakatan, yaitu masyarakat khususnya India pada waktu itu banyak yang bertani, segala aktivitas dimulai pagi hari termasuk memasak makanan, saat itulah saat yang tepat mengumpulkan makanan karena para perumah tangga bisa mempersiapkan menyisakan makanan. Hal ini mempermudah para bhikkhu untuk mendapatkan makanan.

Manfaatnya bagi umat awam? Jelas ada, namum mungkin tidak selengkap untuk para bhikkhu karena sudah beda profesi. Yang jelas ada pengendalian dan pengorbanan diri, apakah dari hasil praktik karena tahu latar belakangnya maupun tidak tahu latar belakang dari sila yang pada dasarnya sifatnya mengatur hal yang berbeda dari kebiasaan kecenderungan kita sehari-hari. 

108
Diskusi Umum / Re: sila ke enam
« on: 04 September 2014, 06:45:54 PM »
mgkn krn tradisi ye? tp dimana2 budhis ngakunya ga ikut tradisi...

Oleh karena itu, warga suku Kalama, janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu, atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi, atau sesuatu yang didesas-desuskan. Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis di dalam kitab-kitab suci; juga apa yang dikatakan sesuai dengan logika atau kesimpulan belaka; juga apa yang katanya telah direnungkan dengan seksama; juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu; atau karena ingin menghormat seorang pertapa yang menjadi gurumu.

binun...   ::)

Sebaiknya tidak memotong satu paragraf kalimat asli dari Kalama Sutta. Kebiasaan orang suka memotong-potong kalimat dari Kalama Sutta. Di sana sebenarnya ada terusannya:

......Tetapi, warga suku Kalama, kalau setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui, ‘Hal ini tidak berguna, hal ini tercela, hal ini tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka sudah selayaknya kamu menolak hal-hal tersebut.”

Jadi mengikuti tradisi bukannya tidak boleh sama sekali tapi harus ditelaah dulu apakah berguna, tercela, tidak dibenarkan oleh para Bijaksana, mengakibatkan kerugian dan penderitaan.

Kalama Sutta bukan mengajarkan agar menjadi antipati dengan berita, kitab, ajaran, tradisi, dll.

109
Buddhisme untuk Pemula / Re: (ask) Asal mula manusia
« on: 03 September 2014, 10:17:04 AM »
Saya ingin bertanya karena ini merupakan pertanyaan yang sy tidak bisa jawab yang ditanya oleh umat lain

Apakah asal mula manusia yang paling pertama?
Saya menjawab kita ini terbentuk karena kondisi (seperti kolong meja yang ada karena ada kondisi), namun saya di tanya balik siapa yang membuat kondisi ini?

Mohon bantuannya senior2 sekalian.

Sdr. CitroHaryadi, pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab dengan balik bertanya:
Apakah segala sesuatu perlu/mesti/harus ada asal mula/titik awal/ penyebab pertama?
Jika jawabannya : “Ya”,  maka tanyakan kembali:

Apa penyebab pertama dari penyebab pertama tersebut? Karena mengingat bahwa jika dikatakan segala sesuatu, itu berarti termasuk penyebab pertama itu sendiri. Lalu apa penyebab pertama dari penyebab pertama dari penyebab pertama? Dan katakan: “Demikian seterusnya” 
Jika jawabannya: “Ya, kecuali penyebab pertama”, maka katakan:
Anda tidak konsisten karena ternyata tidak segala sesuatu itu perlu ada penyebab pertama contohnya “penyebab pertama” itu sendiri.
Kemudian katakan:
Ketika ternyata tidak segala sesuatu itu perlu asal mula/titik awal/ penyebab pertama, maka tentu saja ada hal-hal lain yang juga tidak memerlukan penyebab pertama untuk kemunculannya.

There is no reason to suppose that the world had a beginning at all. The idea that things must have a beginning is really due to the poverty of our imagination. Therefore, perhaps, I need not waste any more time upon the argument about the First Cause. – Bertrand Russell*, Why I Am Not a Christian, pg 4

* A British philosopher, logician, mathematician, historian, social critic and political activist. In 1950 Russell was awarded the Nobel Prize in Literature.

110
Humor / Re: bantu kakek wija.
« on: 01 September 2014, 10:27:02 PM »
:o klo di wihara2 ada silena sugatim yanti artinye ape tuh?



Silena sugatim yanti berarti dengan sila menuju (terlahir) di alam bahagia. Tidak ada dalam kalimat tersebut yang menunjukkan sugati adalah tujuan terakhir atau tertinggi. Jadi adalah salah jika memiliki pemikiran bahwa sugati adalah tujuan tertinggi.

 “Nibbanam paramam vadanti Buddha – Nibbana adalah yang tertinggi demikian sabda Buddha.” (Dhammapada 184).

Selanjutnya no comment.

111
Humor / Re: bantu kakek wija.
« on: 01 September 2014, 10:25:58 PM »
Hanya pertanyaan renungan.

Bagaimana seseorang bisa membandingkan Buddha dengan tuhan saat orang tersebut tidak memiliki deskripsi mengenai tuhan dengan jelas bahkan tidak bisa membuktikan hasil deskripsinya tersebut?

Jika dikatakan sendiri bahwa seseorang memiliki standar bingkai masing-masing, lalu apa haknya seseorang menilai suatu agama tertentu harus bertuhan? Bukankah keindahan sebuah lukisan dinilai dari lukisan itu sendiri bukan dari bingkainya? Bukankah lukisan dibuat terlebih dulu daripada bingkainya?

Bagaimana seseorang menjadi sukses jika ia takut akan suatu kesalahan yang ia buat? Jika takut kesalahan, akanlah Thomas A. Edison melanjutkan penelitiannya dan menemukan bola lampu yang baik? Jika seseorang takut akan kesalahan dalam melatih sila yang dasarnya merupakan instrumen pengendali diri, dapatkah seseorang fasih mengendalikan diri? Atau mungkinkah jangan-jangan ia tidak tahu apa sila itu dan untuk apa sila itu?

Bagaimana mungkin seseorang berpegang pada sraddha tapi mengesampingkan sila dengan hanya selalu merenungkan Buddha? Tidakkah ia tahu bahwa justru Buddha sendiri merupakan sila yang hidup, perwujudan dari sila?

Selanjutnya no comment.

112
Meditasi / Re: Kasina, Benarkah really exists...?
« on: 27 August 2014, 12:07:45 PM »
Saya hanya bisa menanggapi beberapa pertanyaan saja, yang lainnya mungkin yang lebih ahli yang bisa menjawab dengan tepat.

Di candi-candi jawa tengah,
Tidak terlihat ada objek bulat yang kira-kira sesuai dengan spesifikasi diatas,
Yang kemudian timbul pertanyaan...

Mungkin yang Anda maksud adalah lingkaran bukan bulatan, karena tulisan yang dikutip mengatakan lingkaran bukan bulatan.

Kita bisa melihat lingkaran di Candi Borobudur saat kita melihatnya dari atas. Dari atas nampak gugusan stupa membentuk lingkaran mengelilingi stupa besar yang kalau dilihat dari atas juga berbentuk lingkaran.

Quote
Dimanakah istilah kasina dimulai ?
Kapankah pengunaan kasina mulai populer ?
Siapa ? Mengapa ? Valid kah? didukung Suttakah ?

Anguttara Nikaya 10.29. terdapat kata kasina yang merupakan 10 objek meditasi. http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/dasaka/

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan.

113
Tolong ! / Re: Tolong bantu artikan nama ini
« on: 27 August 2014, 11:05:38 AM »
Makasih buat jawabannya.. Kalo arti spesifik ga ada yaa?

Nama anda berasal dari bahasa Pali dari kata "siri" (Sanskerta: sri) yang berarti kemakmuran, keberuntungan + "ma" dari kata "ammā" (dari kata amba dalam bahasa Sanskerta) yang berarti ibu (biasanya ditujukan pada perempuan muda). Jadi artinya adalah dewi keberuntungan , kemakmuran. Bisa dikatakan sama dengan Dewi Sri.

Demikian.

114
Diskusi Umum / Re: AKU (Anatta) tidak Penting, Lalu apa yang penting??
« on: 26 August 2014, 12:24:11 PM »
Salam sejahtera.
Yang penting adalah pemadaman.niroda.


Apa yang ingin dipadamkan jika seseorang tidak tahu apa yang harus dipadamkan?

115
Studi Sutta/Sutra / Re: "Orang sesat" dalam MN 22 Alagaddupama Sutta
« on: 12 August 2014, 07:06:09 AM »
Walaupun...
Secara tata bahasa dirubah menjadi...

Orang yang salah jalan,
dari siapakah engkau mendengar bahwa Aku mengajarkan Dhamma seperti itu?


Tetep aja esensi kasar, offence'nya tetep kerasa kasar.


Lalu pertanyaannya, disebut apakah orang yang salah jalan atau tersesat?

Seperti yang saya sampaikan kemungkinan justru kita yang berpikiran terlalu negatif pada kata "sesat".


Quote
Semacam...

"Guoblokkk!!!
Kapan2 kubilang belok kanan?
Belok pulak kau, kena tilang lah kau"

Sayangnya dalam teks Pali-nya, tidak ditemukan tanda baca, sehingga kita tidak bisa menilai apakah suatu kata yang di ucapkan oleh Sang Buddha itu dengan nada datar atau dengan nada keras dengan tanda seru seperti contoh yang Anda berikan. Ini yang pertama.

Kedua. Kata 'g****k' sendiri bisa diganti dengan kata "bodoh sekali" sebagai kata yang lebih halus.

Ketiga. Karena kita sebagai awam tidak tahu secara persis apakah seseorang benar-benar bodoh atau tidak maka kita tidak bisa sembarangan menggunakan kata itu untuk menyebut seseorang. Hal yang berbeda dengan Sang Buddha yang memang telah tahu bahwa Bhikkhu Arittha memiliki pandangan yang salah arah. Jadi Sang Buddha menyebutnya dengan kenyataan yang ada, bukan sebaliknya.

 
Hanya itu saja.


116
Studi Sutta/Sutra / Re: "Orang sesat" dalam MN 22 Alagaddupama Sutta
« on: 11 August 2014, 08:31:08 PM »
MN 22 Alagaddupama Sutta mengisahkan tentang seorang bhikkhu bernama Ariṭṭha memunculkan suatu pandangan sesat bahwa perilaku yang dilarang oleh Sang Buddha tidak benar-benar merupakan rintangan. Sang Buddha menegurnya dan, dengan serangkaian perumpamaan yang mengesankan, menekankan bahaya dalam kesalahan memahami Dhamma.

Di sini Sang Buddha menegur Bhikkhu Arittha dengan menyebutnya sebagai "orang sesat" (dalam versi terjemahan DC yang diambil dari Bhikkhu Bodhi):

6. “Orang sesat, dari siapakah engkau mendengar bahwa Aku mengajarkan Dhamma seperti itu? Orang sesat, dalam banyak khotbah bukankah Aku telah menyebutkan bagaimana hal-hal yang merintangi adalah rintangan, dan bagaimana hal-hal itu mampu merintangi seseorang yang menekuninya? Aku telah mengatakan bagaimana kenikmatan indria memberikan sedikit kepuasan, banyak penderitaan, dan banyak keputus-asaan, dan bahwa bahaya di dalamnya bahkan lebih banyak lagi...”

Tampaknya di sini Sang Buddha berkata agak kasar dan berkonotasi tidak menyenangkan walaupun tujuannya untuk menyadarkan sang bhikkhu yang berpandangan salah tsb. Di sini timbul pertanyaan: kenapa kok Buddha bisa berkata demikian kasar dan tidak mengenakkan bagi orang lain? Apakah sutta ini benar-benar mencerminkan sikap Sang Buddha terhadap pandangan salah yang kemudian dicap sebagai "sesat"?

Fyi, definisi kata "sesat" menurut KKBI:


Menurut saya apa yang dikatakan Sang Buddha tidak kasar, karena mamang saat itu Bhikkhu Arittha berpikiran menyimpang, salah berpikir, salah jalan. Kalau salah jalan berarti istilah pendeknya ya tersesat.

Justru saya berpikir, jangan-jangan pikiran kita yang berkonotasi negatif terhadap kata "sesat" sebagai sesuatu yang sangat jahat, sangat amoral. Padahal dalam KBBI jelas berarti tidak melalui jalan yg benar; salah jalan. Jika kata "sesat" tetap dianggap tidak nyaman dibaca , ya ganti saja dengan kata "salah jalan".

Dalam bahasa Pali dari kata yang diterjemahkan oleh DC sebagai "orang sesat" adalah moghapurisa dari kata mogha dan purisa (orang). Mogha sendiri bisa banyak arti, bisa berarti:  tidak berguna, tidak berbuah, sia-sia, tidak tahu yang benar / salah (dari kata moha)

117
Mahayana / Re: mudra
« on: 11 June 2014, 11:41:29 AM »
NamoBuddhaya tmn2 dan senior2.mau tany neh soal mudra...

Ada yg tau gk kpn mudra2 dbwh ini digunakan oleh Buddha sakyamuni..
1.amoghasiddhi.
2.amitabha
3.aksobhaya
4.ratnasambhava
5.vairochana..

M0h0n pencerahannya..anum0dana

.:::::.
'^_^'
(_/l\_)
.(_l_).

Setahu saya tidak ada yang namanya mudra amoghasiddhi, amitabha, dst. Nama-nama tersebut justru merupakan nama-nama Buddha (Panca Dhyani Buddha) dalam tradisi Mahayana khususnya Vajrayana. Mungkin yang dimaksud adalah mudra-mudra yang dilakukan oleh Panca Dhyani Buddha seperti abhaya mudra, bhumisparsha mudra, dhyana mudra, vitarka mudra, dll

118
Mantra Dewa Bumi Mengubah Nasib Secara Lansung
 Bunyi mantra ini :

“Namo Samanto Motonom, Om Turu Turu Tiwi Soha”
.

Kalau bunyi  mantranya salah bagaimana? Bisa-bisa kita menyebarkan kesalahan. Biasanya mantra seperti ini berasal dari bahasa Sanskerta kemudian dialihbahasakan ke bahasa dan logat Tionghoa. Jadi sangat mungkin terjadi perubahan bentuk. Samanto atau samanta? motonom atau mathanam? turu atau dru? Soha atau svaha?

Kemudian ada kata "namo" yang berarti hormat atau terpujilah. Apa iya hanya dengan pujian-pujian seperti itu dapat merubah nasib?

Berikut sabda Sang Buddha dalam Asibandhakaputta Sutta (Saṃyutta Nikāya 42.6), mengenai pujian-pujian, doa-doa

______________
Asibandhakaputta Sutta

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Nālandā di Hutan Mangga milik Pāvārika. [312] Kemudian Asibandhakaputta sang kepala desa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, duduk di satu sisi, dan berkata kepada-Nya: “Yang Mulia, para brahmana di wilayah barat – yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung terbuat dari tanaman air, menyelam ke dalam air, dan menyembah api suci – dikatakan mengarahkan orang mati ke atas, menuntunnya, dan memimpinnya ke surga.[1] Tetapi Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna, mampu menyebabkan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seluruh dunia akan terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.”

“Kepala Desa, Aku akan bertanya kepadamu. Jawablah sesuai dengan apa yang kau anggap benar. Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Misalkan ada seseorang di sini yang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berkata bohong, berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, berkata kasar, bergosip, seorang yang tamak, penuh kebencian, dan menganut pandangan salah. Kemudian sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka akan datang dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan: ‘Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga orang ini terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.’ Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah orang itu, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Misalkan, Kepala Desa, seseorang melemparkan batu besar ke dalam kolam air yang dalam. Kemudian sekelompok orang datang bersama dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka berdoa dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan, dan berkata: ‘Keluarlah, batu yang baik! Naiklah, [313] batu yang baik! Naiklah ke atas daratan, batu yang baik!’ bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah batu itu keluar, dan naik ke atas daratan?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Demikian pula, Kepala Desa, jika seseorang yang membunuh ... dan menganut pandangan salah, bahkan walaupun sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya ... tetap saja, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, orang itu akan terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Bagaimana menurutmu Kepala Desa, misalkan ada seseorang di sini yang menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berkata bohong, menghindari berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, menghindari berkata kasar, menghindari bergosip, seorang yang tidak tamak, tanpa kebencian, dan menganut pandangan benar. Kemudian sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka akan datang dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan: ‘Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga orang ini terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.’ Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah orang itu, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara ... di neraka?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Misalkan, kepala desa, seseorang memecahkan kemudian menenggelamkan sekendi ghee atau sekendi minyak ke dalam kolam air yang dalam. Pecahan dan kepingannya akan tenggelam, tetapi ghee atau minyaknya akan terapung. [314] Kemudian sekelompok orang datang bersama dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka berdoa dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan, dan berkata: ‘Tenggelamlah, ghee atau minyak yang baik!’ bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah ghee atau minyak itu tenggelam?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Demikian pula, Kepala Desa, jika seseorang yang menghindari pembunuhan ... dan menganut pandangan benar, bahkan walaupun sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya ... tetap saja, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, orang itu akan terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.”

Ketika ini dikatakan, Kepala Desa Asibandhakaputta berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Yang Mulia!... Sejak hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”

________________

Sumber: http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_42.6:_Asibandhakaputta_Sutta

119
Buddhisme untuk Pemula / Re: pesan terakhir Sang Buddha
« on: 05 June 2014, 03:42:43 PM »
Coba di copy-paste kutipannya di google search, mungkin bisa tau dari mana asal websitenya.

120
Hanya ingin menyeimbangkan berita dan sekaligus konfirmasi...Terima kasih.
Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan. Terima kasih.

Jangan menganggap aparat kepolisian itu bodoh – bagian SHC dan kantor kepolisian
Oleh : Meekie

Sebenarnya, semakin saya menulis semakin saya takjub, bagaimana mungkin ada sosok seperti ini, yang menuliskan artikel yang begitu banyak belangnya, bahkan masih mengharapkan orang lain akan bersimpati pada peristiwa omong kosong karangannya sendiri? Bahkan saking banyaknya absurditas pada artikelnya tersebut saya tidak tahu lagi mau mulai dari bagian mana dulu, anehnya artikel demikian masih saja dihebohkan dan didukung oleh sekumpulan netter berinisial kera, absurditas ini benar-benar boleh dimasukkan ke dalam Guinness record...............................
......
Satu lagi di bagian akhir, pada umumnya andaikata terjadi peristiwa pelecehan seksual merupakan kejadian yang sangat memedihkan hati, pihak korban asalkan memiliki kemampuan sudah seharusnya segera melaporkan ke kepolisian. Dan juga pergi memeriksa ke rumah sakit mendapatkan hasil visum, seperti cairan mani pelaku kriminal beserta bekas pemukulan dan lain-lain, oleh sebab ini semua adalah bukti yang paling penting untuk membuat dakwaan. Sebaliknya kamu sangat mantap, bulan Juli 1999 angkat kaki, hidup santai bebas merdeka sepanjang 7-8 bulan, hingga pada bulan Maret 2000 baru teringatkan lapor ke kepolisian. Andaikata kamu benar-benar seorang korban teraniaya, saya sungguh tidak tahu kamu ini termasuk kategori apa! Apakah kamu pergunakan waktu selama 7-8 bulan itu baru bisa mengolah diri kamu sendiri menjadi seorang korban teraniaya?

Sumber artikel asli : http://ilovegm.wordpress.com/2012/10/30/別當警察是傻子──張秀霞之警局篇/

Sayang sekali tulisan di atas bukan tulisan Sdr.joni_lee, dengan demikian sukar untuk menanggapi balik.

Yang pasti penulis tidak paham benar mengenai psikologi yang dialami mayoritas korban pelecehan seksual, sehingga penulis menuntut korban harus melapor kepolisi secepatnya dan tidak boleh sampai 7-8 bulan. Butuh waktu untuk menimbulkan keberanian yang kuat bagi korban pelecehan seksual untuk mengungkapkan kejadian sebenarnya, apalagi pelakunya adalah yang dianggapnya sebagai guru bahkan yang mengklaim sebagai Buddha Hidup, baik disertai ancaman maupun tidak.

Dan untuk menyeimbangkan juga berita berikut beberapa informasi:

Spoiler: ShowHide


An Interview with SHC
http://tbsbs.blogspot.sg/2012/08/an-interview-with-shc-victim-of-sexual_30.html
Titisan Sakyamuni??
http://tbsbs.blogspot.com/2012/09/teka-teki-seorang-yang-dijuluki-sie-san.html
Berhenti dari TBS
http://tbsbs.blogspot.sg/2012/09/blog-post_19.html

Percaya atau tidak, dikemabalikan pada sejauh mana masing-masing individu menginvestigasi suatu permasalahan


Pages: 1 2 3 4 5 6 7 [8] 9 10 11 12 13 14 15 ... 148