Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Mahayana => Topic started by: Edward on 21 February 2009, 03:52:27 PM

Title: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 21 February 2009, 03:52:27 PM
Melihat bahwa pembahasan mengenai mahzab Mahayana selalu OOT, karena banyaknya member2 mempertanyakan sesuai dengan aliran laen, sehingga pembahasan mengenai topik itu sendiri menjadi kacau dan ujung2nya selalu membahas antara T vs M...

Gw coba memfasilitasi dengan membuat thread khusus bagi member2 yg ingin bertanya...
Selanjutnya, jika ada pertanyaan2 OOT yg ujung2nya T vs M, akan dilempar k thread ini...

Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 24 March 2009, 12:37:41 PM
Ajaran SangBuddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?

mohon maaf,
kalau saya rasa mungkin sama saja dengan thread terdahulu, ujung-ujung nya tidak ada jawaban, malah teori tanpa realita yang dikeluarkan...

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 24 March 2009, 12:40:35 PM
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 24 March 2009, 12:47:14 PM
Aliran apa saja yang berada dalam naungan Mahayana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 01:04:07 PM
pembahasan

Banyak menyangka bahwa kitab suci pertama Buddhis itu adalah bahasa pali sebenarnya kitab suci pertama Agama Budhha itu sansekerta. Mahayana diperkenankan setiap orang telah mencapai arahat untuk mengembangkan Dhamma sesuai dengan keadaan kondisi, waktu, dan tempat.

Kekurangan Mahayana di Indonesia adalah penerjemah sastra mandarin, Ahli bahasa sansekerta dan juga staff ahli pengajar yang tepat, karena pembahasan Dhamma dalam mahayana jauh lebih complek dari pada diperkirakan orang.

Sebagian Sutra Mahayana berkembang di Negeri Tiongkok kemudian menyebar sesuai kondisi, tempat dan waktu sehingga mengalami evolusi Dogma. Maka itulah kenapa Mahayana lebih komplek.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 01:05:01 PM
Aliran apa saja yang berada dalam naungan Mahayana ?

Paling besar dan pertama kali adalah aliran tanah Suci. dari sini mengalami evolusi dan berkembang menjadi aliran aliran lain
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 01:08:16 PM
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

kata sapa?
ngak koq, kita tidak merasa lebih tinggi koq

cuma mereka aje kale yang merasa rendah ato direndahkan......

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 24 March 2009, 01:19:54 PM
kalau ajaran paling penting dalam mahayana itu apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 01:24:21 PM
kalau ajaran paling penting dalam mahayana itu apa?

Semua Penting.
Tidak ada yang tidak penting
dalam Mahayana teori Dhamma haruslah diimbangi dengan Pratek Dhamma.
Barulah dia mengerti dhamma
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 24 March 2009, 01:26:04 PM
Aliran apa saja yang berada dalam naungan Mahayana ?

Paling besar dan pertama kali adalah aliran tanah Suci. dari sini mengalami evolusi dan berkembang menjadi aliran aliran lain

trims om Purnama,

Jadi yg di Child Board Mahayana, hanya itu saja aliran Mahayana,

sepertinya kebanyakan lahir dari Tiongkok ya?
lalu adakah aliran Mahayana yg lahir dan berkembang di India?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 01:30:05 PM
kalau ajaran paling penting dalam mahayana itu apa?

se7 dengan bro purnama, semua penting

cuma di mahayana menawarkan banyak kemudahan...
ditheravada cuma ada 8 jalan utama
sedangkan dimahayana ada 84.000 pintu dharma menuju nibbana

ngomong2, kemana tuh bro dilbert, bro gandalf, bro edward....
waduh2, banyak tamu nech..... koq ga da yang jaga  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 01:32:04 PM
Mau Tanya Kenapa di Mahayana mengunakan Upaya Kausaliya? dan Apa Manfaatnya?
Ada yang Bisa bantu saya?

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 01:37:15 PM
Aliran apa saja yang berada dalam naungan Mahayana ?

Paling besar dan pertama kali adalah aliran tanah Suci. dari sini mengalami evolusi dan berkembang menjadi aliran aliran lain

trims om Purnama,

Jadi yg di Child Board Mahayana, hanya itu saja aliran Mahayana,

sepertinya kebanyakan lahir dari Tiongkok ya?
lalu adakah aliran Mahayana yg lahir dan berkembang di India?

aliran mahayana banyak, bro hatRed
di sub-board ini cuma sebagian dari aliran mahayana saja
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 24 March 2009, 01:37:48 PM
Kutipan pertanyaan Encarta :
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Quote from: hatRed on Yesterday at 02:59:20 PM
IMHO, kalau arti menemukan pencerahan dalam Zen tidak sama dengan Pandangan Terang seperti dalam sutta2 yg i tahu...
dalam Zen (IMO lagi) pencerahan itu cuma sebatas pengetahuan kebijaksanaan saja...

kutipan purnama :
Semua Penting.
Tidak ada yang tidak penting



teman-teman sedikit penjelasan dari kutipa-kutipan
kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Bukanlah ajaran para murid.
Penceramah demikian adalah tamu dari luar pintu.
Chan yang ingin kamu ceramahkan
hanyalah perbincangan tentang kura-kura yang menjelma ikan.

Menyelami Chan! Mengenali hakikat sejati diri sendiri!
Senantiasa bergerak mengikuti arus ke mana-mana.
Saat kau tidak memalsukannya dan membuang waktu membersihkan dan mengasahnya,
Diri Sejati-mu akan selalu bersinar hingga lebih terang daripada cahaya.

Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!


kutipan sendiri :
ujung-ujungnya jalan umum itu adalah realisasi jalan mulia, pengalaman Zen (pengenalan hati bodhi/True self)
jalan umum hanya sebatas jalan luar, jalan penanggalan aku ciri diri sementara (atta anicca dukkha anatta) tuk menuju pemahaman dan pengalaman/realisasi jalan mulia, pengalaman Zen (pengenalan hakekat sejati/hati bodhi/True self) pada akhirnya (tujuan akhir), itulah yang disebut pencerahan.

Tetapi bagaimanakah akibatnya (pada arah yang benar pembinaan)  bila malah menggunakan/melekat kepada  jalan atau cara-cara melekat kepada kuasa-kuasa/kekuatan-kekuatan duniawi lain diluar.


semoga berguna
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lophenk on 24 March 2009, 01:39:31 PM
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

tdk ada yg lebih tinggi dan tdk ada yg lebih rendah , sama saja.

aliran sungai yg berbeda toh menuju samudra yg sama .
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 24 March 2009, 01:43:00 PM
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 01:43:17 PM
ada
aliran aliran budhis kayaknya pernah dibahas di Dhammacitta
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9372.0
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 01:44:37 PM
Mau Tanya Kenapa di Mahayana mengunakan Upaya Kausaliya? dan Apa Manfaatnya?
Ada yang Bisa bantu saya?

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

Hanya Bodhisattva tingkat atas yang mampu melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, dan tentu upaya kausalya ini sekalipun melanggar sila, ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk.

Apabila ada seorang Bodhisattva melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, maka ini bukanlah sebagai teladan, namun sebagai teguran pada kita.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 01:48:25 PM
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW

Jawaban singkatnya :

1. Percaya akan dhamma Dan mengakui Buddha sebagai Penuntun hidup
2. Pratek dhamma Dalam kehidupan sehari - hari mengikis semua karma buruk
3. Melafalkan Sutra Seperti Sutra amitabha Sutra, Dsbya.

Ketiga tiganya haruslah dilaksanakan secara bersamaan tidak ada perbedaan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 01:56:35 PM
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW
ada yang bilang itu alam brahmana

sebenarnya menurut saya, itu alam saha seperti bumi ato dunia yg kita tempati
cuma bedanya alam sukhavati itu ada diplanet lain disebelah barat...
disono kita belajar dharma, dan umur manusia nya tidak tak terbatas

klu tidak tak terbatas, berhubung umurnyaaaaaaaa panjaanngggggg....
trus belajar dharma terus tiap hari, kenapa tidak bisa mencapai nibbana?  ^-^

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 24 March 2009, 01:58:03 PM
kalau ajaran paling penting dalam mahayana itu apa?

Semua Penting.
Tidak ada yang tidak penting
dalam Mahayana teori Dhamma haruslah diimbangi dengan Pratek Dhamma.
Barulah dia mengerti dhamma

semuanya penting? benar? tanpa terkecuali?

apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

tdk ada yg lebih tinggi dan tdk ada yg lebih rendah , sama saja.

aliran sungai yg berbeda toh menuju samudra yg sama .

ada aliran sungai yg pendek dan panjang kan, yg belok, yg lurus saja, dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 24 March 2009, 02:00:13 PM
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW
ada yang bilang itu alam brahmana

sebenarnya menurut saya, itu alam saha seperti bumi ato dunia yg kita tempati
cuma bedanya alam sukhavati itu ada diplanet lain disebelah barat...
disono kita belajar dharma, dan umur manusia nya tidak tak terbatas

klu tidak tak terbatas, berhubung umurnyaaaaaaaa panjaanngggggg....
trus belajar dharma terus tiap hari, kenapa tidak bisa mencapai nibbana?  ^-^

CMIIW,

navis


rumput tetangga memang lebih hijau ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 02:06:55 PM
pembahasan

Banyak menyangka bahwa kitab suci pertama Buddhis itu adalah bahasa pali sebenarnya kitab suci pertama Agama Budhha itu sansekerta. Mahayana diperkenankan setiap orang telah mencapai arahat untuk mengembangkan Dhamma sesuai dengan keadaan kondisi, waktu, dan tempat.

Kekurangan Mahayana di Indonesia adalah penerjemah sastra mandarin, Ahli bahasa sansekerta dan juga staff ahli pengajar yang tepat, karena pembahasan Dhamma dalam mahayana jauh lebih complek dari pada diperkirakan orang.

Sebagian Sutra Mahayana berkembang di Negeri Tiongkok kemudian menyebar sesuai kondisi, tempat dan waktu sehingga mengalami evolusi Dogma. Maka itulah kenapa Mahayana lebih komplek.

 [at] Bro Purnama = Kitab Suci TIPITAKA PALI TEXT mulai di tulis di daun lontar pada Sidang Agung Sangha Ke Empat yg diadakan di Alu Vihara di Desa Matale pada tahun 101-77 SM yang di hadiri oleh 500 Bhikkhu Arahat + Bhikkhu Terpelajar. Yang jadi pertanyaan saya ke Bro Pur adalah
1.Apakah ada Sejarah Resmi yang mengatakan bahwa Kitab Suci pertama tertulis Bhs Sansekerta?
2.Apakah anda sudah Mengecek Pada Tahun Berapa 3 Rahib China (Fa Xien,Xuan Tzuang,It-Ching) yang mencari Kitab Ke Barat krn Mrk lah yang membantu menyebarkan Agama Buddha di Negeri Tiongkok dan perlu di ketahui bahwa pd waktu itu di negeri tiongkok ada banyak Kaisar yang menentang Agama Buddha shg Para Kaisarnya memerintahkan untuk membakar habis Kitab-kitab agama Buddha di Tiongkok pd waktu itu?  

Semoga kita saling asah,asih dan asuh..... No Offense...

 _/\_
Thanks & Best regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 02:07:13 PM
kalau ajaran paling penting dalam mahayana itu apa?
Semua Penting.
Tidak ada yang tidak penting
dalam Mahayana teori Dhamma haruslah diimbangi dengan Pratek Dhamma.
Barulah dia mengerti dhamma

semuanya penting? benar? tanpa terkecuali?

apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

tdk ada yg lebih tinggi dan tdk ada yg lebih rendah , sama saja.

aliran sungai yg berbeda toh menuju samudra yg sama .

ada aliran sungai yg pendek dan panjang kan, yg belok, yg lurus saja, dll

Yup. Kalo ngak penting yah buat apa ada dhamma dibuat ?. Masak cuman bacaan doang ^.^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 24 March 2009, 02:09:24 PM
menurut i, semua obat dan racun sudah disediakan...

silahkan bedakan sendiri :P (nah loh...)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 02:14:08 PM
Quote
Yang jadi pertanyaan saya ke Bro Pur adalah Apakah ada Sejarah Resmi yang mengatakan bahwa Kitab Suci pertama tertulis Bhs Sansekerta? dan Apakah anda sudah Mengecek Pada Tahun Berapa 3 Rahib China (Fa Xien,Xuan Tzuang,It-Ching) yang mencari Kitab Ke Barat krn Mrk lah yang membantu menyebarkan Agama Buddha di Negeri Tiongkok dan perlu di ketahui bahwa pd waktu itu di negeri tiongkok ada banyak Kaisar yang menentang Agama Buddha shg Para Kaisarnya memerintahkan untuk membakar habis Kitab-kitab agama Buddha di Tiongkok pd waktu itu?  [/qoute]

U bener Bro. Aku baca dari Eksklopedia Buddhis dari teman punya, melihat dari sejarah kita lihat Kapilavastu itu adanya di nepal bro, wajarlah Bahasa sansekerta digunakan.  Dalam sejarah Tiongkok emang benar ada beberapa kaisar dari negeri tiongkok tolak mentah  - mentah Dharma.
Buddhim itu berkembang pesan pada saat dinasti tang.
Seblumnya udah ada tapi banyak yang kagak suka

contoh Tat mo kot su Setengah mati ngajarin dharma ke kaisar pada jaman enam dinasti, malah milih Shaolin se.

banyak hal yang saya bisa aja beri tahu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 02:15:38 PM
menurut i, semua obat dan racun sudah disediakan...

silahkan bedakan sendiri :P (nah loh...)

Obat dipake kebanyakan bisa jadi racun lokh .
Racun dipake racun bisa jadi obat lokh.
Percaya ngak ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 02:18:09 PM
Mau Tanya Kenapa di Mahayana mengunakan Upaya Kausaliya? dan Apa Manfaatnya?
Ada yang Bisa bantu saya?

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

Hanya Bodhisattva tingkat atas yang mampu melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, dan tentu upaya kausalya ini sekalipun melanggar sila, ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk.

Apabila ada seorang Bodhisattva melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, maka ini bukanlah sebagai teladan, namun sebagai teguran pada kita.

 [at] Bro Naviscope = Anumodana atas Penjelasannya......  :) Jadi maksud anda Walaupun Melanggar sila asal untuk Kesejahteraan dan Kebahagiaan  semua Makhluk , semua itu adalah Benar?  Maaf ya Bro,Apakah Sang Buddha pernah Mengatakan seperti ini? apakah ada Sutranya?.. Thanks ya Bro.....Semoga kita bisa saling Asah,Asih dan Asuh.

No Offense..... :)

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 24 March 2009, 02:30:30 PM
aku mo tambahkan juga, Buddha atau arahat atau orang suci siapa (yang mana) yang melanggar sila? coba sebutkan bro!

kutipan :
kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!


semoga kutipan ada relevansinya
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 24 March 2009, 02:33:26 PM
aku mo tambahkan juga, Buddha atau arahat atau orang suci siapa (yang mana) yang melanggar sila? coba sebutkan bro!

kutipan :
kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!


semoga kutipan ada relevansinya
good hope and love
coedabgf

bearti memang chan kan wakkaaaa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 02:39:57 PM
Quote
Yang jadi pertanyaan saya ke Bro Pur adalah Apakah ada Sejarah Resmi yang mengatakan bahwa Kitab Suci pertama tertulis Bhs Sansekerta? dan Apakah anda sudah Mengecek Pada Tahun Berapa 3 Rahib China (Fa Xien,Xuan Tzuang,It-Ching) yang mencari Kitab Ke Barat krn Mrk lah yang membantu menyebarkan Agama Buddha di Negeri Tiongkok dan perlu di ketahui bahwa pd waktu itu di negeri tiongkok ada banyak Kaisar yang menentang Agama Buddha shg Para Kaisarnya memerintahkan untuk membakar habis Kitab-kitab agama Buddha di Tiongkok pd waktu itu?  [/qoute]

U bener Bro. Aku baca dari Eksklopedia Buddhis dari teman punya, melihat dari sejarah kita lihat Kapilavastu itu adanya di nepal bro, wajarlah Bahasa sansekerta digunakan.  Dalam sejarah Tiongkok emang benar ada beberapa kaisar dari negeri tiongkok tolak mentah  - mentah Dharma.
Buddhim itu berkembang pesan pada saat dinasti tang.
Seblumnya udah ada tapi banyak yang kagak suka

contoh Tat mo kot su Setengah mati ngajarin dharma ke kaisar pada jaman enam dinasti, malah milih Shaolin se.

banyak hal yang saya bisa aja beri tahu.

[at] Bro Pur = Pada awal tahun 1 Masehi di China ada 2 Filsafat Moteso dan Lokaraksa yang mengembangkan Agama Buddha di china baru kemudian di bantu perkembangannya oleh 3 Rahib China tsb (Fa Xien,It Ching dan Xuan Tjuang). ada Info Lagi Bro Pur Bhw Raja Asoka mengirim Dhamma Dutanya ke Seluruh pelosok termasuk China pada tahun 250SM, tetapi apakah telah terbentuk Kitab Suci dalam bhs Sansekerta pd waktu itu? Tetapi menurut info yang saya dapat bahwa Kitab Suci Agama Buddha di China berkembang dari 3 Rahib tersebut.

No Offense .... :)

 _/\_
Gunawan S S

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 24 March 2009, 02:44:00 PM
to bro encarta,
yah salah tangkap lagi...

ini maksudnya (relevansinya), saya mo tahu sapa atau darimana itu orangnya yang melakukan itu (melanggar sila).
aku mo tambahkan juga, Buddha atau arahat atau orang suci siapa (yang mana) yang melanggar sila? coba sebutkan bro!

kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.

Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 03:02:32 PM
[at] Bro Pur = Pada awal tahun 1 Masehi di China ada 2 Filsafat Moteso dan Lokaraksa yang mengembangkan Agama Buddha di china baru kemudian di bantu perkembangannya oleh 3 Rahib China tsb (Fa Xien,It Ching dan Xuan Tjuang). ada Info Lagi Bro Pur Bhw Raja Asoka mengirim Dhamma Dutanya ke Seluruh pelosok termasuk China pada tahun 250SM, tetapi apakah telah terbentuk Kitab Suci dalam bhs Sansekerta pd waktu itu? Tetapi menurut info yang saya dapat bahwa Kitab Suci Agama Buddha di China berkembang dari 3

Koreksi
Raja asoka tidak pernah mengirim utusan ke tiongkok bro.
Karena jalur sutra belum ada pada jaman raja asoka.
terbukanya jalur sutra itu adanya di dinasti han Awalnya pada pemerintahan Liu bang 256 BC/247 BC. sementara agama buddha belum dikenal di masa itu. Bro saya pernah bahas di sini
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6720.0. coba baca dulu kalo ada yang kurang mengerti baru tanya kembali


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 03:06:05 PM
[at] gunawan

Mau Tanya Kenapa di Mahayana mengunakan Upaya Kausaliya? dan Apa Manfaatnya?
Ada yang Bisa bantu saya?

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

Hanya Bodhisattva tingkat atas yang mampu melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, dan tentu upaya kausalya ini sekalipun melanggar sila, ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk.

Apabila ada seorang Bodhisattva melakukan upaya kausalya yang melanggar sila, maka ini bukanlah sebagai teladan, namun sebagai teguran pada kita.

 [at] Bro Naviscope = Anumodana atas Penjelasannya......  :) Jadi maksud anda Walaupun Melanggar sila asal untuk Kesejahteraan dan Kebahagiaan  semua Makhluk , semua itu adalah Benar?  Maaf ya Bro,Apakah Sang Buddha pernah Mengatakan seperti ini? apakah ada Sutranya?.. Thanks ya Bro.....Semoga kita bisa saling Asah,Asih dan Asuh.

No Offense..... :)

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

ada di babarkan oleh sang buddha di sutra lotus/ saddharma pundarika sutra
bab II "Upaya Kausalya Parivartah Dharmaparyaya Suttram"

nech linknya.... tangkeeeeeppppp

http://www.fodian.net/world/Indonesian/Bab-II.htm (http://www.fodian.net/world/Indonesian/Bab-II.htm)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 03:07:20 PM
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW
ada yang bilang itu alam brahmana

sebenarnya menurut saya, itu alam saha seperti bumi ato dunia yg kita tempati
cuma bedanya alam sukhavati itu ada diplanet lain disebelah barat...
disono kita belajar dharma, dan umur manusia nya tidak tak terbatas

klu tidak tak terbatas, berhubung umurnyaaaaaaaa panjaanngggggg....
trus belajar dharma terus tiap hari, kenapa tidak bisa mencapai nibbana?  ^-^

CMIIW,

navis


rumput tetangga memang lebih hijau ;D

yup, dan satu lagi, tagihan rekening air nya pasti lebih mahalllll........
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 03:09:01 PM
aku mo tambahkan juga, Buddha atau arahat atau orang suci siapa (yang mana) yang melanggar sila? coba sebutkan bro!

kutipan :
kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!


semoga kutipan ada relevansinya
good hope and love
coedabgf

bearti memang chan kan wakkaaaa

Jigong Chanshi [emanasi seorang Arhat] yang suka mabuk-mabukan dan makan daging
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 03:09:42 PM
 [at] Bro Naviscope = Saya sudah Tangkeeeeeeppppppppp...... :))

Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 03:10:43 PM
^
^
^
mo +1 ah....

necccchhhh bro tangkeeepppp lg....  :P

mari lah kita saling bina,
tapi jangan saling binasakan ya....

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 03:23:21 PM
Jigong Chanshi [emanasi seorang Arhat] yang suka mabuk-mabukan dan makan daging
omong - omong g juga suka sama cerita berita beliau pembabaran  beliau lebih dharma membumi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 24 March 2009, 03:39:02 PM
mo nanya emanasi itu apa ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 03:43:23 PM
 [at] Bro Naviscope = Thanks atas grp ,Kiriman Sutra Upaya kausalya dan sharingnya..... :)  Setelah saya baca sutra Lotus Saya mau tanya lagi nich.... Jika di Theravada ada ungkapan bahwa Sang Buddha sebagai Raja Dhamma , YM.Sariputta Thera sebagai Panglima Dhamma dan YM.Ananda Thera sebagai Bendahara Dhamma. Kebanyakan Sutta di Theravada berisi percakapan antara Sang Buddha dengan YM.Ananda Thera. Yang saya mau tanyakan Apakah Sutra-sutra di Mahayana kebanyakan berisikan percapakan antara Sang Buddha dengan YM.Sariputta Thera? dan YM Sariputta Thera sebagai apa? atau di sebut apa ?  Just sharing No Offense..... :)

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 03:52:13 PM
mo nanya emanasi itu apa ya?
bahasa awam-nya penjelma-an

[at] bro gunawan
klu pangeran dharma di mahayana itu Manjusri Bodhisatva

di bhaisajyaguru vaidurya sutra

Demikian aku telah mendengar, <<< seharusnya refer-nya ke Ananda, CMIIW

Pada suatu saat, sewaktu Sang Junjungan sedang bepergian ke berbagai negeri untuk mengajarkan Dharma kepada penduduk, Beliau tiba di Vaisali. Di tempat itu, Beliau berdiam dibawah pohon di mana musik berkumandang. Bersama Beliau terdapat persamuan besar bhiksu yang berjumlah 8000 orang. Hadir pula 36.000 Bodhisattva Mahasattva, para raja dengan menteri utamanya, brahmana, umat terpelajar, dewa, naga, yaksa, dan makhluk-makhluk ini mengelilingi Hyang Buddha. Hyang Buddha kemudian membabarkan Dharma kepada mereka.

Pangeran Dharma Manjusri yang menerima kekuatan spiritual yang luhur dari Hyang Buddha melalui inspirasi, bangkit dari tempat duduknya, membetulkan letak jubahnya, dan berlutut dengan kaki kanan-Nya. Dengan beranjali, ia memberikan penghormatan. Manjusri menyapa Hyang Buddha dengan berkata : “Oh, Yang Dijunjung dengan tulus aku memohon agar Engkau membabarkan tentang bentuk dan keanekaragaman nama semua Buddha, tentang pahala dari Ikrar Agung mereka yang diucapkan sewaktu pertama kali menapak jalan Bodhisattva. Agar semua yang mendengar ini akan dibersihkan dari rintangan karmanya sehingga mereka bisa memberikan manfaat dan kegembiraan kepada semua makhluk hidup di zaman Ajaran ( Dharma ) Duplikat ( dimana yang tersisa hanya bentuk daripada isinya ).

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 04:03:17 PM
Oh Begitu Toh Bro....  Anumodana yach... Bagaimana dengan Istilah Buddha Amitabha? Avalokitesvara? Konsep Trikaya? Boleh minta di jelaskan sekalian Bro? hehehe... ;D

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 24 March 2009, 04:11:28 PM
Oh Begitu Toh Bro....  Anumodana yach... Bagaimana dengan Istilah Buddha Amitabha? Avalokitesvara? Konsep Trikaya? Boleh minta di jelaskan sekalian Bro? hehehe... ;D

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

Banyak banget pertanyaannya udah kayak wartawan bos :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 24 March 2009, 04:14:39 PM
 [at] Atas = Bakat kali Bro...... =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 04:19:06 PM
[at] gunawan

Buddhisme Mahayana mengenal adanya konsep Tri-Kaya (Tiga Rangkap Tubuh Buddha)

yaitu dharmakaya, sambhogakaya, dan nirmanakaya.
Dharmakaya (tubuh kebenaran)
Sambhogakaya (tubuh kebahagiaan)
Nirmanakaya (tubuh penjelmaan)

utk referensi nya silakan baca lebih lengkap disini
http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Konsep-Trikaya.htm (http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Konsep-Trikaya.htm)

Klu Theravada Penekanan sebagian besar pada nirmana-kaya dan dharma-kaya. CMIIW
Hal terbaik didalam ajaran Mahayana dilengkapi dengan Samboga-kaya atau badan melengkapi;melengkapi konsep Trikaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 24 March 2009, 04:57:53 PM
aku mo tambahkan juga, Buddha atau arahat atau orang suci siapa (yang mana) yang melanggar sila? coba sebutkan bro!

kutipan :
kutipan dari topik Puisi-puisi Master Chan Xuyun :
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!


semoga kutipan ada relevansinya
good hope and love
coedabgf

bearti memang chan kan wakkaaaa

Jigong Chanshi [emanasi seorang Arhat] yang suka mabuk-mabukan dan makan daging

Dalam hal ini Bodhidharma memang pernah berkata:
"Seorang Buddha tidak menjaga sila-sila. Seorang Buddha tidak melakukan perbuatan baik ataupun perbuatan jahat. Seorang Buddha tidak bersemangat ataupun malas. Seorang Buddha adalah seseorang yang tidak melakukan apapun, seseorang yang bahkan tidak bisa memfokuskan pikirannya pada seorang Buddha. Seorang Buddha bukan Buddha."

Namun ia juga mengingatkan dengan segera bahwa:
 

"Mereka secara salah berpendirian bahwa segala sesuatu adalah kosong sehingga melakukan kejahatan tidaklah salah. Orang yang demikian terjerumus dalam neraka kegelapan tanpa akhir tanpa harapan untuk bebas. Mereka yang bijaksana tidak mempertahankan pemahaman demikian."

Bro, bahkan dalam Buddhisme Zen pun sila selalu penting dan pantang dilanggar secara leluasa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 24 March 2009, 05:08:34 PM
biar ga salah persepsi

nech saya kasi contoh lagi ya

Kuan Kong merupakan salah satu orang bijak yang harus diteladani, karena kesetiaan pada negara, pemberani.

Kuan Kong tidak akan membunuh orang ataupun merencanakan pembunuhan pada tentara musuh klo tidak ada sebabnya. jika Kuan Koang tidak berperang maka akan lebih BERSALAH lagi melihat penderitaan pada rakyat banyak.

upaya kausalya, itu tidak boleh sembarangan dipraktek-an, bukan berarti bisa mengunakan upaya kausalya untuk membenarkan tindakan.

sedangkan Jigong Chansi, mengunakan upaya-kausalya untuk menyadarkan orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan pemahaman.

"According to Mahayana Buddhism one of the attributes of a Bodhisattva is to use skill-in-means or upaya-kausalya. This refers to the ability to present Buddhist teachings in such a way as to be be understood by audiences with different levels of comprehension."

Seorang Bodhisattva menurut Mahayana hanyalah membimbing para makhluk di dalam menempuh jalan yang benar menuju nirvana. Itulah pengertian yang benar bagi "menyelamatkan semua makhluk". Mereka menggunakan berbagai metode-jitu (skillful means) yang disebut upaya kausalya (merupakan salah satu di antara 10 Paramita Mahayana)

Upaya kausalya berarti dengan terampil memanfaatkan berbagai metode untuk menarik perhatian dan mengarahkan para makhluk agar bersedia menapaki Jalan Dharma.

CMIIW,

navis

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 24 March 2009, 07:59:11 PM
Wah, kaget jg, dlm satu hari bisa serame ini...

Ow iya, dlm thread ini, gw hanya sebagai fasilitator, jadi bukan sebagai narasumber...Jadi, jika ada member lain yg bisa memberikan jawaban diskusi yg baik, silahkan membantu menjelaskan..

Mungkin ada beberapa pertanyaan yg gw bisa jawab, tetapi, gw ini pun masih seorang murid yg masih dan akan terus berlatih...Jadi semoga kita bisa saling asah, asih, asuh yahhh...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 24 March 2009, 08:16:20 PM
Penjelasan mengenai Alam Sukhavati bisa dicari referensi secara lengkap di dalam Sutra Amitabha dan The Longer Amitabha Sutra...
Berdasarkan beberapa buku yg gw baca, secara ringkas, Sukhavati sama seperti dunia saha kita ini, perbedaannya, di sukhavati masih ada Buddha yg masih mengajarkan Dhamma, dan dunia tersebut terbebas dari berbagai kekotoran duniawi. Sehingga dikatakan bahwa Tanah Suci Sukhavati merupakan dunia yg sangat pas dan tepat untuk mempelajari Dhamma secara langsung dari Buddha dan memperoleh pencerahan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 08:37:12 PM
Quote
Apakah Sutra-sutra di Mahayana kebanyakan berisikan percapakan antara Sang Buddha dengan YM.Sariputta Thera? dan YM Sariputta Thera sebagai apa? atau di sebut apa ?

Tidak semua sutra Mahayana berisi percakapan dengan Yang Arya Shariputra. Sutra-sutra Mahayana seperti Sukhavativyuha dan sutra-sutra Prajnaparamita banyak mengisahkan percakapan antara Sakyamuni Buddha dengan Shariputra. Bahkan beliau diramalkan akan menjadi Samyaksambuddha. Di antara para Shravaka Arahat, beliau merupakan salah satu yang memahami Mahayana.

Di pohon perlindungan Karma Kagyu (salah satu aliran Vajrayana), di bagian Sangha juga terdapat Arya Shariputra.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 08:42:58 PM
Quote
Jigong Chanshi [emanasi seorang Arhat] yang suka mabuk-mabukan dan makan daging
omong - omong g juga suka sama cerita berita beliau pembabaran  beliau lebih dharma membumi

Hati-hati soalnya banyak kitab karangan Yi Guan Dao (Maitreya) berkenaan dengan Jigong Chanshi. Dan yang kebanyakan beredar adalah yang ini....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 08:46:27 PM
Quote
mau tanya, alam sukhavati itu = dgn alamnya anagami?
sebab d sebutkan d sukhavati d ajarkan dhamma oleh buddha amitabha dan lsg mencapai nibanna.
CMIIW

Beda dong.

Anagami ya tidak masuk Sukhavati....mereka terlahir di alam Abhasvara..... kecuali kalau dia beraspirasi untuk ke sana...... misalnya Raja Bimbisara yang mencapai tingkat Anagamin di awal pembabaran Sutra Amitayurdhyana.

 _/\_
The Siddha wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 08:52:13 PM
Quote
sepertinya kebanyakan lahir dari Tiongkok ya?
lalu adakah aliran Mahayana yg lahir dan berkembang di India?

Di India:

1. Madhyamika, dibagi dua lagi:
a. Prasangika Madhyamika
b. Svatantrika Madhyamika

2. Yogacara (Vijnanavada)

Dua aliran Mahayana itu yang berkembang pesat di India.

Praktek dan pengikut Tantra di India juga bercampur dengan filosofi kedua ajaran tersebut.

Anda masih bisa menjumpai agama Buddha Mahayana versi India (walaupun sudah cukup berbeda gayanya) dengan naskah asli Sansekertanya di Nepal (kalangan masyarakat Newar), yang konon merupakan keturunan suku Sakya. Lagipula Nepal sendiri dikenal sebagai tempat kelahiran Pangeran Siddharta.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 08:57:09 PM


Quote
nech saya kasi contoh lagi ya

Kuan Kong merupakan salah satu orang bijak yang harus diteladani, karena kesetiaan pada negara, pemberani.

Kuan Kong tidak akan membunuh orang ataupun merencanakan pembunuhan pada tentara musuh klo tidak ada sebabnya. jika Kuan Koang tidak berperang maka akan lebih BERSALAH lagi melihat penderitaan pada rakyat banyak.

bagaimana dengan lawannya, bukankah mempunyai tujuan yg sama?

Quote
sedangkan Jigong Chansi, mengunakan upaya-kausalya untuk menyadarkan orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan pemahaman.

"According to Mahayana Buddhism one of the attributes of a Bodhisattva is to use skill-in-means or upaya-kausalya. This refers to the ability to present Buddhist teachings in such a way as to be be understood by audiences with different levels of comprehension."

Seorang Bodhisattva menurut Mahayana hanyalah membimbing para makhluk di dalam menempuh jalan yang benar menuju nirvana. Itulah pengertian yang benar bagi "menyelamatkan semua makhluk". Mereka menggunakan berbagai metode-jitu (skillful means) yang disebut upaya kausalya (merupakan salah satu di antara 10 Paramita Mahayana)

apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:00:58 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:03:03 PM
Quote
apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi

Maka dari itu Jigong Chanshi sendiri pernah mengatakan bahwa seseorang seharusnya mengkritik perbuatannya, bukan malah menirunya mabuk-mabukan plus makan daging.

Demikianlah yang kudengar dari Bhiksu Hai Tao Fashi.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:07:40 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

kalau jalan bergitu dekat , kenapa mesti memilih jalan yg bergitu jauh

dan saya pernah bertanya.. kepada orang yg lebih tua. katanya, ajaran dari T ke M ke Tantra memang dari Tiongkok yah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:10:18 PM
Quote
apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi

Maka dari itu Jigong Chanshi sendiri pernah mengatakan bahwa seseorang seharusnya mengkritik perbuatannya, bukan malah menirunya mabuk-mabukan plus makan daging.

Demikianlah yang kudengar dari Bhiksu Hai Tao Fashi.

 _/\_
The Siddha Wanderer

seorang yg tidak dapat ditiru, apa bisa menjadi panutan?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:11:57 PM
Quote
kalau jalan bergitu dekat , kenapa mesti memilih jalan yg bergitu jauh

dan saya pernah bertanya.. kepada orang yg lebih tua. katanya, ajaran dari T ke M ke Tantra memang dari Tiongkok yah

Di India udah ada ajaran dari T ke M terus ke Tantra.....

Ya kebanyakan orang yang lebih tua taunya ya dari tradisi Mahayana Tiongkok... makanya bilang begitu...

Mengenai jalan... gini deh... apa bisa anda langsung loncat jadi siswa SMA padahal anda belum menjadi siswa TK, SD atau SMP?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:13:55 PM
Quote
seorang yg tidak dapat ditiru, apa bisa menjadi panutan?

Kebajikannya yang perlu kita jadikan panutan.

Mabuk2annya ya jangan lah.....

Misalnya anda punya ortu yang suka marah tapi gemar berdana dan tulus dalam memberi....

Apakah tidak boleh anda menjadikan ortu anda sebagai panutan berderma??

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:14:10 PM
Quote
kalau jalan bergitu dekat , kenapa mesti memilih jalan yg bergitu jauh

dan saya pernah bertanya.. kepada orang yg lebih tua. katanya, ajaran dari T ke M ke Tantra memang dari Tiongkok yah

Di India udah ada ajaran dari T ke M terus ke Tantra.....

Ya kebanyakan orang yang lebih tua taunya ya dari tradisi Mahayana Tiongkok... makanya bilang begitu...

Mengenai jalan... gini deh... apa bisa anda langsung loncat jadi siswa SMA padahal anda belum menjadi siswa TK, SD atau SMP?

 _/\_
The Siddha Wanderer

seharusnya dalam arti sama-sama tk , cuma bedah daerah

kalau sama2 bisa lulus untuk apa belajar sampai beberapa tk
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:16:02 PM
Quote
seorang yg tidak dapat ditiru, apa bisa menjadi panutan?

Kebajikannya yang perlu kita jadikan panutan.

Mabuk2annya ya jangan lah.....

Misalnya anda punya ortu yang suka marah tapi gemar berdana dan tulus dalam memberi....

Apakah tidak boleh anda menjadikan ortu anda sebagai panutan berderma??

 _/\_
The Siddha Wanderer

apa seorang osama bin laden bisa diambil baiknya saja? dalam pikiran umat nya sendiri saja banyak bertentangan.
bagaimana dengan musuhya.. apa bisa memberikan contoh yg baik?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:17:09 PM
Masalahnya Hinayana, Mahayana, Vajrayana itu TK, SD, SMP...... bukan sama2 TK, demikian menurut pandangan Mahayana / Vajrayana.

Kalau anda umat T memandang semua TK ya sah2 dan maklum2 saja.... tapi pandangan Mahayana / Vajrayana ya beda lagi....

 _/\_
The Siddha Wanderer

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:19:53 PM
Quote
apa seorang osama bin laden bisa diambil baiknya saja? dalam pikiran umat nya sendiri saja banyak bertentangan.
bagaimana dengan musuhya.. apa bisa memberikan contoh yg baik?

Yah anda pikir apakah kekeliruan Jigong Chanshi itu separah Osama Bin Laden?

Bodhisattva kok dibandingin sama teroris.

Makanya saya pake contoh ortu kita yang bagai seorang Bodhisattva bagi kita!

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:20:52 PM
Masalahnya Hinayana, Mahayana, Vajrayana itu TK, SD, SMP...... bukan sama2 TK, demikian menurut pandangan Mahayana / Vajrayana.

Kalau anda umat T memandang semua TK ya sah2 dan maklum2 saja.... tapi pandangan Mahayana / Vajrayana ya beda lagi....

 _/\_
The Siddha Wanderer



ini pendapat pribadi atau ada referensinya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:24:21 PM
Quote
apa seorang osama bin laden bisa diambil baiknya saja? dalam pikiran umat nya sendiri saja banyak bertentangan.
bagaimana dengan musuhya.. apa bisa memberikan contoh yg baik?

Yah anda pikir apakah kekeliruan Jigong Chanshi itu separah Osama Bin Laden?

Bodhisattva kok dibandingin sama teroris.

Makanya saya pake contoh ortu kita yang bagai seorang Bodhisattva bagi kita!

 _/\_
The Siddha Wanderer


bagaimana dengan orang tua lain?
yang menjual anaknya.. memperkosa.. apa bisa dijadikan panutan untuk anaknya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:24:33 PM
Quote
ini pendapat pribadi atau ada referensinya?

Referensi ya buanyak... silahkan baca sendiri sutra2 Mahayana plus kalau mau belajar lamrim sekalian... buku Pembebasan Di Tangan Kita saya saranin.... Bahkan di Tiongkok modern ini, pembelajaran Lamrim Chenmo - Putidaocidiguanglun [菩提道次第廣論] cukup populer di kalangan mahasiswa di sana.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:27:16 PM
Quote
bagaimana dengan orang tua lain?
yang menjual anaknya.. memperkosa.. apa bisa dijadikan panutan untuk anaknya?

Tampaknya anda tidak memahami arah diskusi.

Saya ya tentu tidak membandingkan dengan ortu semacam itu.

Kalau semuanya pakai pola pikir kaya yang anda sebutin itu... ya kagak bakalan ada lagu "Ma Ma Hao" lah dan juga kagak bakalan ada kalimat "Kasih Ibu Sepanjang Masa".....

Toh katanya anda masih ada juga ibu yang kejam....hehe.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:40:44 PM
Quote
ini pendapat pribadi atau ada referensinya?

Referensi ya buanyak... silahkan baca sendiri sutra2 Mahayana plus kalau mau belajar lamrim sekalian... buku Pembebasan Di Tangan Kita saya saranin.... Bahkan di Tiongkok modern ini, pembelajaran Lamrim Chenmo - Putidaocidiguanglun [菩提道次第廣論] cukup populer di kalangan mahasiswa di sana.....

 _/\_
The Siddha Wanderer

apa relevan suruh baca bukunya dulu. kenapa tidak dikutip sedikit
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:43:22 PM
Quote
bagaimana dengan orang tua lain?
yang menjual anaknya.. memperkosa.. apa bisa dijadikan panutan untuk anaknya?

Tampaknya anda tidak memahami arah diskusi.

Saya ya tentu tidak membandingkan dengan ortu semacam itu.

Kalau semuanya pakai pola pikir kaya yang anda sebutin itu... ya kagak bakalan ada lagu "Ma Ma Hao" lah dan juga kagak bakalan ada kalimat "Kasih Ibu Sepanjang Masa".....

Toh katanya anda masih ada juga ibu yang kejam....hehe.....

 _/\_
The Siddha Wanderer

menurut saya memang pengumpamaan yg dangkal. kenapa tidak boddhisattvanya saja langsung
bagaimana saya yg umat awam bisa paham , mana yg harus ditiru dan jangan ditiru
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:49:14 PM
Referensi saya saranin baca bukunya supaya lebih jelas.... kalau kutip sekutip maka pemahaman yang didapatkan tidak bisa keseluruhan dan kurang mantap... lagipula saya juga tidak punya cukup banyak waktu untuk mengutip, mengetik dan memilah mana-mana saja yang dapat sepenuhnya menjawab pertanyaan anda. Maka dari itu saya saranin beli bukunya aja.... sutra-sutra Mahayana toh anda bisa dapatkan di internet banyak tersedia... rajin baca sutra dong!

Maka dari itu pemahaman anda sebagai seorang Buddhis harus kuat dulu... baru anda bisa memilah mana yang patut ditiru dan mana yang tidak..... sambil kembangkanlah Bodhicitta yang mengharapkan pencerahan sempurna pada semua makhluk termasuk diri sendiri.... doktrin upaya kausalya adalah tahap pembelajaran yang lebih kemudian..... lebih baik anda belajar bertahap dulu...... maka Lamrim Chenmo sangat saya saranin... Ok??

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 24 March 2009, 09:52:46 PM
Ajaran mengenai Bodhicitta juga
meliputi metode yang diturunkan secara khusus
oleh Guru Suwarnadwipa Dharmakirti kepada
Yang Mulia Atisha yang dikenal dengan metode
Menyetarakan dan Menukar Diri dengan Orang
Lain.
Pembebasan di tangan kitaJilid III: Tujuan Agung

jelas saya tidak akan beli dan baca, dariiklannya saja metodenya aneh2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 24 March 2009, 09:59:05 PM
Nah!! Anda belum belajar sudah merasa curiga aneh2.... gimana anda bisa mengosongkan cangkir anda kalau anda belajar dengan prasangka?

Belum baca sudah merasa metodenya aneh2... ini kan prasangka tidak berdasar.... apa dasarnya? Perasaan aja gitu? Kesan pertama gitu? La wong dari judul aja bisa menjustifikasi aneh2.... belum dapet penjelasan, udah muncul prasangka yang nggak-nggak.

Kalau anda belajar sastra..... maka anda akan menemukan bahwa judul yang aneh2 itu kenyatannya isinya nggak ikutan aneh2 kok.... orang yang mengerti akan tahu bahwa itu hanya permainan bahasa saja.

Ehipassiko plisss ??

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 24 March 2009, 10:43:38 PM
Siapa yang menilai siapa?
hati-hati perhatikan seperti nasihat kutipan ini
:

Menyelami Chan! Mengenali hakikat sejati diri sendiri!
Senantiasa bergerak mengikuti arus ke mana-mana.

Saat kau tidak memalsukannya dan membuang waktu membersihkan dan mengasahnya,
Diri Sejati-mu akan selalu bersinar hingga lebih terang daripada cahaya.

Hati-hati, bukan melekat kepada figur makhluk-makhluk pelindung (versi-versi, tetapi sesungguhnya masih duniawi) diluar diri tuk mencapai pembebasan sebab seperti judul diatas 'Siapa yang menilai siapa?', atau mencari pencapaian kebijaksanaan pengalaman pembebasan dari usaha-usaha pengalaman jasmani (ekstrim kanan maupun kiri), contoh ektrimnya adalah sadhana sex atau seperti cara tapa penyiksaan siddharta sampe mo mati.

Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.

Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!

sebab seperti guru Buddha mengajar hanya diperlukan penanggalan cekatan/kemelekatan ciri diri (nama-rupa) khayal/sementara yang bersifat anicca->dukkha dan anatta dan pengetahuan kebijaksaaannya, sehingga (dituntun untuk) dapat melihat nature yang sejati (true self) sendiri dari setiap manusia, dan (rahasia) kebenaran sejati (DHARMA) terbukakan.

Di dalam rumahku ada sebuah gua
di dalam gua tidak ada apapun lagi

kekosongan murni benar-benar luar biasa
gemilang dan indah gemerlap bak surya
makanan vegetarian memelihara tubuh tua ini
katun  dan kulit menutupi bentuk ilusif-nya.
biarkan seribu orang suci muncul di hadapanku
aku memiliki Dharmakaya diriku sendiri

Meskipun banyak rintangan saya mengejar sang biarawan agung
pegunungan berkabut sejuta tingkatan tingginya
beliau menunjukkan jalan pulang ke rumah
bulan bundar tunggal lentera langit


seperti nasihat Bodhidharma, kutipan :
"Seorang Buddha tidak menjaga sila-sila. Seorang Buddha tidak melakukan perbuatan baik ataupun perbuatan jahat. Seorang Buddha tidak bersemangat ataupun malas. Seorang Buddha adalah seseorang yang tidak melakukan apapun, seseorang yang bahkan tidak bisa memfokuskan pikirannya pada seorang Buddha. Seorang Buddha bukan Buddha."
seperti syair ini :
Menyelami Chan! Mengenali hakikat sejati diri sendiri!
Senantiasa bergerak mengikuti arus ke mana-mana.

Saat kau tidak memalsukannya dan membuang waktu membersihkan dan mengasahnya,
Diri Sejati-mu akan selalu bersinar hingga lebih terang daripada cahaya.


"Mereka secara salah berpendirian bahwa segala sesuatu adalah kosong sehingga melakukan kejahatan tidaklah salah. Orang yang demikian terjerumus dalam neraka kegelapan tanpa akhir tanpa harapan untuk bebas. Mereka yang bijaksana tidak mempertahankan pemahaman demikian."


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 08:32:13 AM


Quote
nech saya kasi contoh lagi ya

Kuan Kong merupakan salah satu orang bijak yang harus diteladani, karena kesetiaan pada negara, pemberani.

Kuan Kong tidak akan membunuh orang ataupun merencanakan pembunuhan pada tentara musuh klo tidak ada sebabnya. jika Kuan Koang tidak berperang maka akan lebih BERSALAH lagi melihat penderitaan pada rakyat banyak.

bagaimana dengan lawannya, bukankah mempunyai tujuan yg sama?

^
^
jika anda sudah membaca buku tiga kerajaan/ sam kok
ato minimal nonton film tiga kerajaan
anda akan melihat mana yang benar-benar berjuang demi rakyat, mana yang haus akan kekuasaan


Quote
sedangkan Jigong Chansi, mengunakan upaya-kausalya untuk menyadarkan orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan pemahaman.

"According to Mahayana Buddhism one of the attributes of a Bodhisattva is to use skill-in-means or upaya-kausalya. This refers to the ability to present Buddhist teachings in such a way as to be be understood by audiences with different levels of comprehension."

Seorang Bodhisattva menurut Mahayana hanyalah membimbing para makhluk di dalam menempuh jalan yang benar menuju nirvana. Itulah pengertian yang benar bagi "menyelamatkan semua makhluk". Mereka menggunakan berbagai metode-jitu (skillful means) yang disebut upaya kausalya (merupakan salah satu di antara 10 Paramita Mahayana)

apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi

kenapa bhante itu tidak beralasan sedang menjalankan Pindapata? lebih masuk akal kan....... ;D CMIIW
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 25 March 2009, 08:51:51 AM
Quote
pengalaman pembebasan dari usaha-usaha pengalaman jasmani (ekstrim kanan maupun kiri), contoh ektrimnya adalah sadhana sex

Daripada anda mengatakan bahwa Sadhana "seks" itu ekstrim, lebih baik anda selami batin anda sendiri!

Masih prthagjana kok berani2 menilai praktek sadhana "seks" yang dirinya aja nggak paham sepenuhnya!

Orang yang belum paham akan sadar diri dan tidak terlalu banyak bicara..... nah kalau belum paham tapi sudah berani menjustifikasi... nah ini bagaimana?

Jangan gunakan pernyataan seorang Buddha untuk menyangkal ajaran Buddha yang lain.

Sudahlah... dari dulu kok ributin karmamudra terusss.... kok hobi ya bikin kontroversi...... padahal Empat Kesunyataan Mulia aja belum tembus tapi ud berani njustifikasi karmamudra?? Hebat ya umat2 zaman sekarang.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 08:59:05 AM
^
^
^
xixixi....
calm down bro, calm down....

emang umat2 sekarang, hebat2 loh. sangkin hebatnya.... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 25 March 2009, 09:12:15 AM
Quote
^
^
^
xixixi....
calm down bro, calm down....

emang umat2 sekarang, hebat2 loh. sangkin hebatnya.... Tongue

Tq...tq...

Tapi aneh juga ya... yang suka cari kontroversi tentang Mahayana / Vajrayana itu biasanya banyak posting di forum......banyak debat....... tapi yang tulus belajar kok masih sedikit ya...... apa mungkin mereka merenungkan postingan2 selama ini, mengetahui debat tidak berdasar adalah tiada manfaatnya?

Saya kutip dari Dasabhumika Sutra:

"Tetapi mereka yang melekat pada kedunguan, curiga dan tak menerima, tak akan pernah berkesempatan mendengarnya (ajaran tentang berbagai tingkatan Bodhisattvabhumi)."
(Dasabhumika, Avatamsaka Sutra)

Jadi kalau temen2 mau paham Mahayana, hilangkan dulu rasa curiga dan rasa tak menerima. Percuma saja kalau curiga terus, apa gunanya belajar Mahayana? Yang ada hanyalah seperti cangkir kotor, di mana kekotoran itu adalah rasa curiga dan tak menerima.

Memang seperti yang dikatakan bro. chingik, bagi mereka yang suka meributkan "Lobha vs tekad Bodhisattva" silahkan baca Dasabhumika Sutra, di sana anda akan paham bahwa Bodhisattva juga mencapai tingkatan "Tanpa Aku" dan "Tanpa Keinginan." Good luck yah nyari bukunya......  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 25 March 2009, 09:19:50 AM
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 25 March 2009, 09:22:16 AM
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."

Hehe..... termasuk kita2 ini kan belum mencapai Nibbana nih.......

Seeppp 2x...

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 25 March 2009, 09:25:18 AM
curiga pangkal ehipasiko...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 09:35:05 AM
kenapa tidak

rasa ingin tahu pangkal ehipassiko

kalau curiga kan agak2 negatif geto
rasa ingin tahu kan netral.... ;D

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 25 March 2009, 09:41:44 AM
Quote dari coedabgf :
mencari pencapaian kebijaksanaan pengalaman pembebasan dari usaha-usaha pengalaman jasmani (ekstrim kanan maupun kiri), contoh ektrimnya adalah sadhana sex

Posted by: GandalfTheElder
Daripada anda mengatakan bahwa Sadhana "seks" itu ekstrim, lebih baik anda selami batin anda sendiri!
Masih prthagjana kok berani2 menilai praktek sadhana "seks" yang dirinya aja nggak paham sepenuhnya!
Orang yang belum paham akan sadar diri dan tidak terlalu banyak bicara..... nah kalau belum paham tapi sudah berani menjustifikasi... nah ini bagaimana?
Jangan gunakan pernyataan seorang Buddha untuk menyangkal ajaran Buddha yang lain.
Sudahlah... dari dulu kok ributin karmamudra terusss.... kok hobi ya bikin kontroversi...... padahal Empat Kesunyataan Mulia aja belum tembus tapi ud berani njustifikasi karmamudra?? Hebat ya umat2 zaman sekarang.....

Posted by: naviscope
^
xixixi....
calm down bro, calm down....
emang umat2 sekarang, hebat2 loh. sangkin hebatnya....  :P


loh saya kan... hanya mengingatkan kawan-kawan untuk berhati-hati, tidak menjustifikasi. Malahan saya kutip tulisan-tulisan pengajaran guru-guru yang menurut/sesuai jalan Sutta guru Buddha.
klo dari isi kutipan teman diatas, kenyataan isinya sebenarnya siapa yang menjustifikasi atau mempertahankan pandangan keyakinan sendiri sehingga timbul mencurigai juga tulisan yang dengan maksud mengingatkan teman-teman lain? bahkan saya tidak bilang atau (timbul pikiran) membedakan merasa hebat loh.

sebab seperti yang guru Buddha ingatkan,
kutipan :
Pada saat itu Yang Dijunjungi mengucapkan suatu gatha yang berbunyi :
Barang siapa melihat-Ku dalam wujud,
Barang siapa mencari-Ku dalam suara,
Dia mempraktekkan jalan menyimpang,
Dan tidak dapat melihat Hyang Tathagatha.



semoga teman-teman dapat melihat dengan jelas praktek jalan pengajaran guru Buddha yang bebas dari pencarian pada pengalaman secara jasmaniah ekstrim kiri maupun kanan, kebergantungan pada kemelekatan figur-figur wujud luar untuk mencapai pembebasan dan paham nihilisme atau kewujudan khayal (dimana dua-duanya adalah berasal dari paham kewujudan khayal) karena cekatan atta berupa nama-rupa yang annicca anatta.
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 25 March 2009, 09:42:29 AM
kenapa tidak

rasa ingin tahu pangkal ehipassiko

kalau curiga kan agak2 negatif geto
rasa ingin tahu kan netral.... ;D

CMIIW,

navis

???

sepertinya berbeda....

IMO
rasa ingin tahu merupakan tindak lanjut dari curiga...

contoh : Karena curiga, jadi ingin menyelidiki...

kok jadi diskusi bahasa indonesia :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 25 March 2009, 09:43:41 AM


Quote
nech saya kasi contoh lagi ya

Kuan Kong merupakan salah satu orang bijak yang harus diteladani, karena kesetiaan pada negara, pemberani.

Kuan Kong tidak akan membunuh orang ataupun merencanakan pembunuhan pada tentara musuh klo tidak ada sebabnya. jika Kuan Koang tidak berperang maka akan lebih BERSALAH lagi melihat penderitaan pada rakyat banyak.

bagaimana dengan lawannya, bukankah mempunyai tujuan yg sama?

^
^
jika anda sudah membaca buku tiga kerajaan/ sam kok
ato minimal nonton film tiga kerajaan
anda akan melihat mana yang benar-benar berjuang demi rakyat, mana yang haus akan kekuasaan


Quote
sedangkan Jigong Chansi, mengunakan upaya-kausalya untuk menyadarkan orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan pemahaman.

"According to Mahayana Buddhism one of the attributes of a Bodhisattva is to use skill-in-means or upaya-kausalya. This refers to the ability to present Buddhist teachings in such a way as to be be understood by audiences with different levels of comprehension."

Seorang Bodhisattva menurut Mahayana hanyalah membimbing para makhluk di dalam menempuh jalan yang benar menuju nirvana. Itulah pengertian yang benar bagi "menyelamatkan semua makhluk". Mereka menggunakan berbagai metode-jitu (skillful means) yang disebut upaya kausalya (merupakan salah satu di antara 10 Paramita Mahayana)

apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi

kenapa bhante itu tidak beralasan sedang menjalankan Pindapata? lebih masuk akal kan....... ;D CMIIW

tadi saya serius, melihat anda suka bercanda tentang film samkok , saya ikutan yah

sungguh mulia cita2 kuan koang ^O^
membunuh bergitu banyak dengan alasan yg mulia. memang patut dicontoh
apa ada istilah jihad diajaran sang Buddha, saya ingin ikut juga. bisa kasih sutta jihad disini. karena saya juga merasah
ditindas nih.


sesuai cerita diatas
banteng nya mengaku2 berpanutan pada Jigong Chansi sebagai idola. emang kenapa? gak boleh?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 25 March 2009, 09:47:07 AM
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."

Hehe..... termasuk kita2 ini kan belum mencapai Nibbana nih.......

Seeppp 2x...

_/\_
The Siddha Wanderer

banyak bacot dari tadi, baru sadar? ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 09:49:13 AM


Quote
nech saya kasi contoh lagi ya

Kuan Kong merupakan salah satu orang bijak yang harus diteladani, karena kesetiaan pada negara, pemberani.

Kuan Kong tidak akan membunuh orang ataupun merencanakan pembunuhan pada tentara musuh klo tidak ada sebabnya. jika Kuan Koang tidak berperang maka akan lebih BERSALAH lagi melihat penderitaan pada rakyat banyak.

bagaimana dengan lawannya, bukankah mempunyai tujuan yg sama?

^
^
jika anda sudah membaca buku tiga kerajaan/ sam kok
ato minimal nonton film tiga kerajaan
anda akan melihat mana yang benar-benar berjuang demi rakyat, mana yang haus akan kekuasaan


Quote
sedangkan Jigong Chansi, mengunakan upaya-kausalya untuk menyadarkan orang-orang yang berasal dari berbagai tingkatan pemahaman.

"According to Mahayana Buddhism one of the attributes of a Bodhisattva is to use skill-in-means or upaya-kausalya. This refers to the ability to present Buddhist teachings in such a way as to be be understood by audiences with different levels of comprehension."

Seorang Bodhisattva menurut Mahayana hanyalah membimbing para makhluk di dalam menempuh jalan yang benar menuju nirvana. Itulah pengertian yang benar bagi "menyelamatkan semua makhluk". Mereka menggunakan berbagai metode-jitu (skillful means) yang disebut upaya kausalya (merupakan salah satu di antara 10 Paramita Mahayana)

apa tidak ada yg akan salah menagkap maksud Jigong Chansi nanti?
atau mungkin nanti seperti menjadi alasan bhante mata duitan yg beroperasi di pasar, yg ngaku2 berpanutan pada Jigong Chansi

kenapa bhante itu tidak beralasan sedang menjalankan Pindapata? lebih masuk akal kan....... ;D CMIIW

tadi saya serius, melihat anda suka bercanda tentang film samkok , saya ikutan yah

sungguh mulia cita2 kuan koang ^O^
membunuh bergitu banyak dengan alasan yg mulia. memang patut dicontoh
apa ada istilah jihad diajaran sang Buddha, saya ingin ikut juga. bisa kasih sutta jihad disini. karena saya juga merasah
ditindas nih.


sesuai cerita diatas
banteng nya mengaku2 berpanutan pada Jigong Chansi sebagai idola. emang kenapa? gak boleh?

orang aneh, memaksakan kehendak.....

hehehe... koq jd banteng?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 09:50:16 AM
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."

Hehe..... termasuk kita2 ini kan belum mencapai Nibbana nih.......

Seeppp 2x...

_/\_
The Siddha Wanderer

banyak bacot dari tadi, baru sadar? ^-^

dia sudah mulai sadar, kamu sudah sadar belum?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 25 March 2009, 09:57:49 AM
ajaran moralitas itu tetap pada posisi yang tertinggi. apa jadinya di dunia (penuh) kemelekatan dan kelobhaan ini klo ada pembenaran-pembenaran amoral (apalagi khususnya pemimpin) dengan alasan keyakinan. Sama seperti cerita-cerita kejadian-kejadian pemimpin-pemimpin agama sekarang atau bahkan jaman kegelapan-kegelapan masa lalu, apalagi klo perkataan manusia pemimpinnya menjadi hukum kebenaran. Tetapi untungnya berlaku hukum terpisah pada masa sekarang. wah bisa-bisa gawat dah, aku bisa dikuliti.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 25 March 2009, 10:03:07 AM
seperti i katakan sebelumnya

obat dan racun sudah ada, yg seakan2 menjadi obat dan yg seakan2 menjadi racun pun tersedia...

silahkan pikir sendiri, apa metode anda dalam membedakannya....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 10:07:58 AM
n satu lagi

jangan lupa, kode etik yang diterapkan oleh TS

Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 25 March 2009, 10:10:00 AM
seperti contoh tentang moralitas karena pada dasarnya manusia ditaruh timbangan kebenaran yaitu hati nurani sehingga paling gak dapat membedakan yang mana yang baik yang mana tidak layak, gak tahu dah klo sudah tumpul, gelap alias sesat.
anak 12 tahun, lalu perawan 9 tahun, atau orgy atau swinger, free sex dengan alasan dibenarkan keyakinan, penghakiman membabi-buta bahkan membunuh tanpa kesesuaian/pembuktian jalur hukum bukan karena kejahatan nyata tetapi karena berbeda pemahaman keyakinan. Apa jadinya manusia dengan keyakinannya dan dunia ini semakin lama klo begitu?  :'(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 25 March 2009, 10:16:40 AM
Masalahnya Hinayana, Mahayana, Vajrayana itu TK, SD, SMP...... bukan sama2 TK, demikian menurut pandangan Mahayana / Vajrayana.

Kalau anda umat T memandang semua TK ya sah2 dan maklum2 saja.... tapi pandangan Mahayana / Vajrayana ya beda lagi....

 _/\_
The Siddha Wanderer



::)
ini termasuk merendahkan gak ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 25 March 2009, 10:22:22 AM
seperti contoh tentang moralitas karena pada dasarnya manusia ditaruh timbangan kebenaran yaitu hati nurani sehingga paling gak dapat membedakan yang mana yang baik yang mana tidak layak, gak tahu dah klo sudah tumpul, gelap alias sesat.
anak 12 tahun, lalu perawan 9 tahun, atau orgy atau swinger, free sex dengan alasan dibenarkan keyakinan, penghakiman membabi-buta bahkan membunuh tanpa kesesuaian/pembuktian jalur hukum bukan karena kejahatan nyata tetapi karena berbeda pemahaman keyakinan. Apa jadinya manusia dengan keyakinannya dan dunia ini semakin lama klo begitu?  :'(

justru ada ajaran yg bikin ribet dan ditambah-tambahin, supaya .... tahu sendiri dah
bisa dilihat dari karakter umatnya ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 25 March 2009, 10:26:07 AM
Masalahnya Hinayana, Mahayana, Vajrayana itu TK, SD, SMP...... bukan sama2 TK, demikian menurut pandangan Mahayana / Vajrayana.

Kalau anda umat T memandang semua TK ya sah2 dan maklum2 saja.... tapi pandangan Mahayana / Vajrayana ya beda lagi....

 _/\_
The Siddha Wanderer



Hebat! ^:)^  ^:)^  ^:)^
Jadi thread ini memang tidak tepat.
Mana mungkin anak-anak TK, playgroup, atau tidak sekolah, mengkritisi anak SD & SMP yang nota bene jauh lebih pintar, lebih ngerti, lebih dewasa, lebih bijaksana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 25 March 2009, 10:28:54 AM
 ^-^ => jadi seru nih! (sapa bela sapa bela sapa, sapa dulu, kebenarannya mana?)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 25 March 2009, 10:37:30 AM
menurut statistik saya, jumlah encek2 yg gak lulus SD dan berhasil sukses (baca: kaya) lebih banyak daripada sarjana yang nganggur (baca: miskin)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 10:38:21 AM
snap snap snap

Perlu ditegaskan yang dimaksud oleh Mahayanis sebagai Hinayana bukanlah Theravada...  :P bila kita teliti lebih dalam maka yang disebut Buddha sebagai Hinayanis adalah orang yang mencari pembebasan dan kebahagiaan 'hanya' untuk diri sendiri saja, tidak peduli dengan mahkluk lain; berwawasan sempit;

kalau ada yang tersinggung

I AM SORI
I AM KHILAF

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 25 March 2009, 10:51:06 AM
menurut statistik saya, jumlah encek2 yg gak lulus SD dan berhasil sukses (baca: kaya) lebih banyak daripada sarjana yang nganggur (baca: miskin)

OOT ah....

ney encek2 generasi kapan ya,, SD nya mantep amat... :))

ternyata SD jaman doeloe, hoebat2 =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 25 March 2009, 10:51:51 AM
Bukan masalah Hinayana = Theravada atau bukan. Bagi orang yang menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, lebih pintar dari orang lain, bisakah dia menerima kritik dari orang lain? Hinayana saja dianggap TK, mungkin saya dianggap ga sekolah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 10:56:13 AM
^
^

ngak lah bro....

jangan gitu donk
masak sech, kayaknya ngak dech....

IMHO, kainyn_kutho itu kan lumayan loh, dalam jajaran MOD cukup diperhitungkan loh.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 25 March 2009, 11:19:41 AM
Hanya
^
^

ngak lah bro....

jangan gitu donk
masak sech, kayaknya ngak dech....

IMHO, kainyn_kutho itu kan lumayan loh, dalam jajaran MOD cukup diperhitungkan loh.



Sebenernya bukan masalah pribadi saya sendiri, tetapi kalau dalam satu diskusi, seseorang menempatkan dirinya lebih tinggi, dari orang lain, maka sikap demikian tidak akan membuat diskusi berjalan.

Sekarang di sini 'kan judulnya "Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...", bagaimana jika memang saya seorang Hinayana dan mau mengkritik? Bukankah di mata GandalfTheElder hanya seperti anak TK yang mengkritik anak SD/SMP?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 March 2009, 11:29:48 AM
yup, gpp bro

jangan dimasukin kehati....

murid aje bole kritik gurunya disekolah (guru disekolah loh)
gw salah satu-nya :P

tapi saya tidak merasa lebih pinter dari guru saya loh
cuma kan, kadang guru bisa khilaf, namanya juga manusia :P

P.S. tar saya marahin dia ya, bro kainyn_kutho, tapiiii.... saya takut tar saya disihir jadi kodok  :'(

saya setuju sech, diskusi harus berjalan dua arah.  ^-^

"please ignore the statement above"

lanjut2 diskusi nya


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 25 March 2009, 01:01:20 PM
menurut statistik saya, jumlah encek2 yg gak lulus SD dan berhasil sukses (baca: kaya) lebih banyak daripada sarjana yang nganggur (baca: miskin)

OOT ah....

ney encek2 generasi kapan ya,, SD nya mantep amat... :))

ternyata SD jaman doeloe, hoebat2 =))
menurut statistik saya, jumlah encek2 yg gak lulus SD dan berhasil sukses (baca: kaya) lebih banyak daripada sarjana yang nganggur (baca: miskin)

Maklum lah si gendalf masih anak kecil. Belum dewasa

Setuju sama Bro Indra. Terang aja encek enceknya langsung pratek, lebih tahan banting, daripada sarjana sok pintar tapi Ngak bisa apa - apa pas lansung prateknya.
Alias tong kosong nyaring bunyinya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 25 March 2009, 10:31:43 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.  

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

kalau dari klaim konsep MAHAYANA, bahwa Hinayana berakhir pada jalan SAVAKA/SRAVAKA yang di MAHAYANA hanya identik dengan Bodhisatva tkt-7, dan masih bisa mengambil jalan MAHAYANA untuk mencapai bodhisatva tkt-10 (setara dengan samyaksambuddha/sammasambuddha), masih ada LOGIKA PEMBENARAN-NYA...

Tetapi apakah yang melandaskan pandangan bahwa Tahapan selanjutnya dari MAHAYANA adalah VAJRAYANA/TANTRA ? Apakah karena konsep VAJRAYANA yang "mengusahakan" tercapai-nya penerangan sempurna (annutara samyaksambuddha) hanya dalam 1 kehidupan saja ?
JIKA BEGITU... Malah yang ingin saya tanyakan... apakah dari sekian banyak praktisi VAJRAYANA/TANTRA, ada yang "di-ketahui" sudah mencapai penerangan sempurna annutara samyaksambuddha ? (SOALNYA KALAU ALIRAN VAJRAYANA/TANTRA, KOK YANG KEDENGARAN ADALAH EMANASI EMANASI TERUS MENERUS, malah NAMA SAMPAI pakai angka ROMAWI... ada yang sampai XVI ? ? ? )
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 26 March 2009, 03:34:17 AM
mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 26 March 2009, 08:17:00 AM

Maklum lah si gendalf masih anak kecil. Belum dewasa

Setuju sama Bro Indra. Terang aja encek enceknya langsung pratek, lebih tahan banting, daripada sarjana sok pintar tapi Ngak bisa apa - apa pas lansung prateknya.
Alias tong kosong nyaring bunyinya

ehem, silahkan berdiskusi. Tidak perlu menjelek-jelekkan. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 26 March 2009, 08:27:13 AM
mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti

Pure Land itu bukan nirvana. Sesuai dengan penjelasan saya sebelumnya, Sukhavati itu sama seperti dunia Saha kita ini, tapi dengan kondisi yang berbeda.Perbedaannya ialah kondisi dunia Sukhavati yg terbebas dari berbagai macam delusi, dan memiliki Buddha yaitu Amita Buddha yg masih mengajarkan Dhamma.Dengan berbabagai kondisi yang "pas" tersebut, Sukhavati menjadi lokasi yg paling cocok untuk kita melatih diri dan memperoleh pencerahan di sana.

Sukhavati sendiri tidak abadi, karena suatu saat pun akan hancur dan berputar kembali sesuai dengan hukum anicca, tetapi Sukhavati dikatakan dalam Sutra bahwa memiliki lifespan yg sangat panjang, sehingga dikatakan umurnya hampir tak terhingga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 March 2009, 08:36:16 AM
mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti

Pure Land itu bukan nirvana. Sesuai dengan penjelasan saya sebelumnya, Sukhavati itu sama seperti dunia Saha kita ini, tapi dengan kondisi yang berbeda.Perbedaannya ialah kondisi dunia Sukhavati yg terbebas dari berbagai macam delusi, dan memiliki Buddha yaitu Amita Buddha yg masih mengajarkan Dhamma.Dengan berbabagai kondisi yang "pas" tersebut, Sukhavati menjadi lokasi yg paling cocok untuk kita melatih diri dan memperoleh pencerahan di sana.

Sukhavati sendiri tidak abadi, karena suatu saat pun akan hancur dan berputar kembali sesuai dengan hukum anicca, tetapi Sukhavati dikatakan dalam Sutra bahwa memiliki lifespan yg sangat panjang, sehingga dikatakan umurnya hampir tak terhingga.

apakah sukhavati jg memiliki alam dewa, alam brahma, alam apaya tersendiri ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 March 2009, 09:46:35 AM
"ehipassiko" kata ini selalu berhubungan langsung dengan ajaran buddha.
mengenai hukum anicca, anatta, re-birth,bahkan alam dewa dan alam apaya semua nya bisa dibuktikan melalui jb8.

tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i ??? alias percaya buta/blind faith.

saudara Edward yang bijak,
saya tidak pernah mencari pembenaran sepihak, tetapi pembenaran mutlak. dimana saya memakai kenyataan sebagai bukti...bukan hanya teori.

apakah pernah ada yang merenungkan "mengapa memilih agama buddha?"
mengapa bukan ajaran Isla*,Kriste* atau hind*....atau bahkan maitrey*

kalau saya, tentu saya mau menjawab "saya ingin bahagia"
bahagia yang tentunya bisa di buktikan....bukan ilusi / angan-angan / janji-janji tanpa bukti.

coba sendiri teliti letak ehipassiko nya itu ada bagian mana.
ataukan seperti cerita Ajahn Brahm "nanti saya akan bahagia"

kalau mau simak cerita nya bisa ke.
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9531.msg159530#msg159530


====================================================================
mohon maaf kalau saya repost
Quote from: chingik on 18 February 2009, 09:12:00 PM
Quote from: marcedes on 18 February 2009, 07:05:40 PM

Quote
Maksud saya kemana-mana kita pakai baju itu kemelekatan kan? sekali-sekali keluar rumah tanpa pakaian mas... untuk membuktikan jangan melekat   Grin

gimana yang punya isteri dan suami? kemelekatan kan? sekali sekali suami atau isteri orang lain?  untuk membuktikan tidak melekat   Grin

Maksud saya: apa batasan kemelekatan?
 Namaste
ada penderitaan maka ada kemelekatan, tidak ada kemelekatan, maka penderitaan tidak ada. ^^

Quote from: chingik on 18 February 2009, 03:59:31 PM
Quote
Nah... dalam RAPB, jelas dikatakan bahwa petapa sumedha telah memenuhi semua persyaratan untuk pencapaian ARAHAT (savaka buddha), tetapi karena chanda (keinginan luhur) beliau untuk mencapai sammasambuddha, maka pencapaian ARAHAT ditinggalkan (petapa sumedha tidak mencapai tingkat ARAHAT atau NIBBANA yang dimana kalau mencapai nibbana dan parinibbana maka tidak terlahirkan lagi di alam manapun lagi). Oleh karena ikrar-nya tersebut, Petapa Sumedha harus menjalani tumimbal lahir selama 4 asankheya kappa dan 100 ribu kappa untuk menyempurnakan parami...

Sedangkan dalam konsep MAHAYANA (terutama dilihat dari Saddharmapundarika Sutra), dikatakan bahwa para Sravaka (Arahat) --- Dalam hal ini yang telah mencapai Arahat / tidak ditunda ---- disetarkan dengan bodhisatva tingkat 7, dan jika para Sravaka ingin menempuh jalan bodhisatva dan bertujuan mencapai sammasambuddha, dapat keluar dari nibbana ekstrim (katanya nibbana para sravaka) untuk mencapai sammasambuddha. (Demikian juga BUDDHA GOTAMA dalam sutra saddharmapundarika meramalkan pencapaian sammasambuddha di masa mendatang dari beberapa sravaka/Arahat seperti Arahat Ananda dsbnya)...

Nah, persoalannya terjadi perbedaan di sini... Dari cerita penempuhan jalur bodhisatta (karir bodhisatta calon sammasambuddha seperti petapa sumedha) versi Theravada (sumber RAPB), jelas dikatakan bahwa Petapa Sumedha tidak merealisasikan pencapaian Savaka Buddha / Arahat, tetapi memasuki jalur/karir bodhisatta untuk pencapaian sammasambuddha. BEDA DENGAN KONSEP MAHAYANA, dimana setelah seorang individu merealisasikan ARAHAT / SRAVAKA BUDDHA, seorang ARAHAT dalam kembali menempuh jalur bodhisatva dengan bertumimbal lahir atau beremanasi atau berinkarnasi atau semacamnya dalam rangka pencapaian sammasambuddha.
Yaah....karena pada dasarnya Sammasambuddha lebih luhur. Lihat saja Sumedha walapun belum mencapai kesucian (cuma 4 jhana 5 abhinna), toh ketika mencanangkan ikrarnya, Api neraka aja menjadi padam (lihat RAPB).  Dan masih banyak lagi memuji keluhuran ikrar ini. Semua ini menurut saya membuka kemungkinan bahwa jalur Arahat utk menempuh Sammasambuddha adalah memungkinkan. Oya , perlu dicatat walaupun Mahayana mengatakan Arahat masih ada ruang utk maju lagi, tetapi ruang ini sangat kecil alias sangat sulit seorang Arahat sampai bisa membangkitkan cita2 Agung ini. (SEbenarnya ini secara implisit mengatakan bahwa Arahat memang sudah final sama seperti pandangan Theravada, tetapi Mahayana tidak mau menutup pintu kemungkinan ini rapat2, karena bagaimanapun Arahat blm tahu apa yg Buddha tahu, ini yg menjadi kunci bahwa bisa saja dia belajar lagi dlm arti belajar utk meraih pengetahuan sempurna)
saudara Chingik .... Nibbana itu tidak ada yang namanya "ragu-ragu" masih bisa maju atau tidak bisa maju..semua itu telah di ketahui nya dengan sempurna...

apabila ada seseorang arahat telah mencapai Nibbana, dan dirinya sendiri tidak tahu/tidak yakin dalam pencapaiannya...itu bukan arahat. ^^


tahu atau tidak tahu yg saya maksudkan bukan mengenai nibbananya, tetapi pada pengetahuan sempurna yg mencakup aspek sabbanu nana. Arahat tidak memilikinya.
arahat mengetahui dirinya telah sampai dimana, dan tidak ada keraguan untuk itu.
bisa baca ref Raungan Sariputta.

tetapi memang Arahat(savaka) bukan maha tahu....
tetapi arahat telah menyelami nibbana sampai tahu dimana-mana....jadi tidak ada vicikiccha pada pencapaian nya.

(ref.raungan sariputta)
Quote
Bhante, sebenarnya kami tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengetahui pikiran para Arahat, Sammasambuddha, baik dari masa lampau, yang akan datang maupun sekarang. Tetapi, meskipun demikian kami memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo)."
    "Bhante, sama seperti perbatasan-negara milik seorang raja yang mempunyai benteng yang kokoh, dengan dinding dan menara penjagaan yang kuat dan hanya mempunyai sebuah pintu saja. Dan di sana, ada seorang penjaga pintu yang pandai, berpengalaman serta cerdas, yang akan mengusir orang-orang yang tidak dikenal dan hanya mengijinkan masuk orang-orang yang dikenal saja. Ketika ia memeriksa dengan menyusuri jalan yang mengelilingi dinding benteng-negara itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah, di dinding benteng-negara itu, yang cukup untuk dilewati oleh binatang, sekali pun hanya sekecil seekor kucing. Dan ia berpikir: "Seberapa pun besarnya mahluk-mahluk yang akan masuk atau meninggalkan negara ini, mereka semua hanya dapat melalui pintu ini."

dari sini bukankah sudah jelas kalau "arahat" telah tahu secara sempurna nibbana itu.

Quote from: chingik on 18 February 2009, 09:20:04 PM
Quote
masalah nnya...Mahayana menulis arahat masih bisa merosot.....jadi maksud nya itu apa?
Theravada sendiri tidak pernah mengatakan arahat masih bisa merosot...

apa seorang arahat masih bisa menjadi perumah tangga....
dalam arti kesucian itu bisa pelan-pelan kotor kembali.. ^^

dalam arti lain Sammasambuddha masih bisa kotor?
apabila dialasankan menjadi Arahat tidak sama Sammasambuddha dalam pencapaian..
berarti hal ini menujukkan perbedaan Nirvana kelas Arahat dan kelas Sammasambuddha.?

kalau Theravada kan tidak ada beda nibbana arahat(savaka) dan nibbana sammasambuddha( arahat juga)
sedangkan mahayana ada beda?...tolong infonya
Tafsiran kemerosotan Arahat bukan pernyataan sepihak Mahayana. Hal ini sudah terjadi perdebatan dari berbagai sekte. Sarvastivada yg bagian dari pecahan Theravada juga menyatakan kemerosotan Arahat. Masing2 punya pandangan masing2, mereka saja saling berdebat Arahat jenis apa yg merosot, jenis apa yg tidak merosot. Merosot sebatas apa, dll.
Coba kaji juga ttg Arahat yg tidak sanggup menahan sakit dan memilih bunuh diri, apa karena ada kaitan dgn kekuatiran mengalami kemerosotan, saya sejujurnya blm tahu, tapi silakan kemukakan pandangan anda. NO problem. hehe..

sudah dikatakan berulang ^^
kemorosotan arahat hanya ada dalam kitab komentar para murid-murid....bukan pada ajaran.

dan untungnya theravada dalam kitab komentar belum pernah terjadi kemerosotan arahat.
jika memang sarvastivada menulis demikian...ada baiknya di post disini..biar menambah wawasan semua rekan-rekan se-dhamma. ^^

Quote from: chingik on 18 February 2009, 09:25:01 PM
Quote from: Edward on 18 February 2009, 08:11:31 PM
Setelah point2 penjelasan sudah dijelaskan.
Setelah dapat dilihat perbedaan yg memank jelas dari kedua aliran mainstream.
Kesimpulan-kesimpulan pun sudah dapat diperoleh, sesuai dengan keinginan diri sendiri...
Berbagai thread dan topik sudah dibuka, yang hasilnya selalu sama aja.

Terus, apalagi sih yg mo dicari? Grin

Masalahnya dia mau sampai mendapat kesimpulan bahwa ajaran yg dia anut benar, dan kita salah. haha... Tongue
Ga lah..santai aja bro marcedes, pertanyaan mu sangat bagus,
kayak Bodhisatva Mahakasyapa (bukan Y.A Maha Kassapa) yg selalu meragukan penjelasan Hyang Buddha dalam Mahaparinirvana Sutra. Buddha udh bilang begini2, dia lalu membantah bahwa ah..masak begtiu, kalo begitu bukankah jadi begitu begitu...., hehe..menarik juga ya bentuk dialog Mahaparinirvana Sutra yg terbuka, debatif.

^^
santai lah..
saya sendiri lebih suka berpandangan sesuai kenyataan. yakni sebenar-benarnya.
dhamma 4 kesunyataan mulia itu merupakan kenyataan hakekat yang sudah mutlak sesuai kenyataan....
masalah nya. "aliran mahayana" merubah kenyataan tersebut dan berkata lain.....
dan saya jadi ingin tahu sampai dimana pikiran tersebut melayang.....
apakah masih sesuai kenyataan?

sangat disayangkan buddha dhamma yang sangat demokratis..bebas berpikir....
tetapi jika ternyata hanya khayalan....bukankah itu semua fenomena yang sia-sia?

"selama saya belajar dhamma...saat ini Aliran Theravada yang memberikan gambaran sesuai kenyataan"

maka oleh sebab itu saya tidak menutup diri
"untuk mempersilahkan jika ada yang salah dalam aliran yang saya pelajari ini"
---------------------------------------------------------
Quote from: chingik on 18 February 2009, 09:43:06 PM

Quote
coba jelaskan secara 4 kesunyataan mulia sesuai aja deh dengan kitab mahayana...
kan sammasambuddha lahir terus..
jadi masih menderita lah...
Wah..4 kebenaran mulia, bahkan dalam Dasabhumika Sutra yg membahas tingkatan bodhisatva juga menjabarkan 4 kebenaran mulia dan pattica sammpuda dgn masing2 tingkatan dgn tingkat pemahaman yg berbeda2. Cukup menarik, bahkan tidak mudah dipahami oleh orang awam seperti saya. Tapi saya percaya Isi kitab ini tidak se'naif" yg bro bayangkan, karena mereka bisa membahas panjang lebar ttg 4 kebenaran mulia yg dikaitkan dgn jalan bodhisatva. Entah mereka sekedar ngarang2 sambil makan kacang, ah...ga mungkin deh...

Oya sammasambbudha telah mencapai kondisi tidak lahir dan tidak lenyap, bebas dari dualitas. Di Mahayana tulisan seperti ini buaanyaakknya minta ampun. Apa ga cukup ? Jangan terpaku pada Buddha lahir lagi di lokasi x. dll, itu kan sudah dikatakan bahwa ini bukan jenis kelahiran yg mengikuti siklus 21 musabab saling bergantungan. Buddha yg transeden memiliki abhinna yg tidak kita pahami, jadi bukan Buddha melanggar ucapannya sendiri.
kita tidaklah perlu membahas boddhisatva ada berapa tingkatan....
langsung saja ke pokok kenyataan

diselamatkan dari apa ajaran buddha?
dan mengapa buddha lupa cara pencapaian ke-buddha-an dan harus mendengarkan nasehat pemusik yang lewat?

(apakah bagian sini buddha sengaja bersandiwara seperti aktor laga?)

(buddha yang sudah memiliki pengetahuan maha tahu, kok bisa harus melihat 4 tanda barulah muncul perasaan samvega pada diri-nya?...bersandiwara lagi?)

(Buddha sudah mencapai pencerahan, mengapa harus menunggu umur 35 barulah mengajar?...
mengapa bukan dari kecil seperti umur 25 atau lainnya saja,,
bahkan sengaja menikah...
disatu sisi ini melecehkan kesucian buddha,dimana kita tahu kehidupan suci adalah meninggalkan hidup berumah tangga....lalu?)
bagian ini bisa di delete jika tidak berkenaan oleh moderator...
tetapi saya sungguh bukan dengan maksud menghina, melainkan bertanya apakah ada alasan special untuk ini?

apa buddha sudah hampir seperti Tuh*n dalam agama lain?
"tidak dapat dipikirkan dengan logika dan akal sehat" ^^

mari kita flash back sedikit. ^^
di agama tetangga, Tuh*n katanya sangat welas asih !!!.
bayangkan "mengizinkan iblis menguji anak domba-nya(manusia) untuk dihasut menuju neraka"
ketika saya tanyakan hal ini, dan mempertanyakan

"Orang Tua mana yang TEGA-TEGA nya membiarkan penjahat menghasut anak-nya?"
dan lagi ini "dapat restu dari orang tua"

saya bahkan di beri satu penjelasan yang saya anggap penjelasan crazy think.
yakni " welas asih Tuh*n tidak dapat dipikirkan oleh logika manusia "

tahu kan arti welas asih, cinta kasih,dsb-nya......orang tua kandung kita memiliki semua itu.

disini jelas "kenyataan" Tuh*n itu tidaklah memiliki welas asih,cintakasih,dsb-nya..
tetapi mengapa di "benarkan memiliki semua itu?"
saya kira hanya ketakutan akan kepercayaan yang dipegang itu ternyata tidak sesuai kenyataan.
inilah kebodohan batin. ^^

---------------------------------------------------
sama seperti kenyataan... "buddha" lahir di India... dan dikatakan buddha akan lahir lagi entah dimana, dan mengajarkan dhamma....

ketika kita mempertanyakan "berarti Buddha" itu masih ada sampai sekarang?
masa mau di bilang "jangan dibilang ada, atau tiada".....ini bukan-kah perumitan namanya?

kenyataan-nya kan akan "ada"..berarti proses nya
ketika buddha ada ( di bumi ) kemudian meninggal -----> pindah entah kemana ----> ada lagi entah dimana mengajarkan dhamma..

berarti ADA ---> XXX -----> ADA.
mau dikatakan apa itu coba?..

Quote from: chingik on 18 February 2009, 09:48:42 PM
Quote
masalah paham nihilis......itu jikalau kita beranggapan bahwa sesudah kita meninggal, maka tidak ada sama sekali lagi apa-apa...tamat sudah.
tentu hal ini dianggap nihilisme dikarenakan masih ada sebab...tetapi tidak ada akibat.
nah..bro bisa membedakan kondisi nihilis/lenyap antara orang awam yg beranggapan salah dengan seorang Buddha yg mencapai anutpadisesa nibbana.
Seharusnya juga  bisa membedakan antara kondisi Buddha yg bisa bermanifestasi lagi di tempat lain dengan orang awam yg dilahirkan kembali.   
kita kembali ke hukum sebab akibat..

pernahkah ada akibat tanpa sebab?
disitu dikatakan buddha akan bermanifestasi entah dimana...."sebab" - nya?

berarti buddha itu masih ada donk sampai sekarang....

---------------------------------------------
kalau mau di persingkat...pada inti nya adalah

kan kalau di Theravada buddha menyelamatkan dari Penderitaan.
dimana jara-marana ada karena ada kondisi....
dan ketika kondisi itu sudah tiada...maka jara-marana tidak akan ada.
lahir-mati, untung-rugi, bahagia-derita, dan seterusnya......
bahkan termasuk bentuk pikiran yang memikirkan hal ini pun, juga telah padam.

kalau mahayana apa donk visi-misi Buddha?
selama buddha mengajarkan dhamma dari kappa ke kappa yang sudah sekian banyak.

"buddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?



mau baca versi dulu nya di sini
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5941.msg151786#msg151786

_/\_

salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 26 March 2009, 11:31:59 AM
mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti


sis yuliany, saya kasih ilustrasi (anggap saja seperti cerita fiksi, bisa juga loh buat inspirasi).
Alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia.
Klo alam sukhavati, adalah salah satu alam spiritual yang dipimpin oleh guru Buddha Amithaba.
apa kegiatannya sama seperti di dunia ini? Berbeda, saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh guru BUDDHA Amithaba.
Bagaimana untuk mencapainya? yaitu bagi mereka pelaku pemeraktek/pengikut/pemercaya guru Buddha Amithaba.


kutipan dari marcedes :
tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i Huh? alias percaya buta/blind faith.

saya mo meluruskan seperti pandangan banyak teman-teman yang lain tentang iman kekeristenan dibilang percaya buta/blind faith. coba klo sebaliknya praktek keyakinan teman-teman ditanyakan kepada mereka yang memiliki iman kekeristenan. apa jawaban atau penjelasan mereka? bukan karena kebenaran (petunjuk jalan) pengajaran guru Buddha (mungkin mereka tidak tahu karena tidak mendalami), tetapi kenyataan praktek-praktek umat buddhist secara umum mereka malah melakukan praktek kepercayaan yang membabi buta seperti yang dinyatakan oleh guru Buddha sebagai kepercayaan takhayul, apalagi bagaimana mungkin untuk dapat melepaskan/menanggalkan pandangan salah tentang aku ciri diri sementara yang anicca => dukkha dan anatta untuk dapat meraih pengetahuan sempurna kesejatian (pencerahan) dan bagaimana mungkin untuk dapat merealisasikan kehidupan sejati/nibanna (memberlakukan dalam kehidupan) bila tidak mencapai pengetahuan sejati tentang kesejatian hidup (diri)/kebenaran Mutlak, hanya dalam kekhayalan atau bahkan takhayul.

Seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada sis yuliany bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), didalam praktek penyembahan kepercayaan/keyakinan apapun juga itu menghadirkan suatu kuasa atau kekuatan (yang saya ilustrasikan sebagai tuan-tuan atau raja-raja penguasa atau bahkan preman-preman), tetapi baik atau jahat, yang mengandung (sifat-sifat) kebenaran/terang atau kejahatan/kegelapan pada akhirnya siapa yang tahu, sebagai contohnya pohon atau batu atau patung yang ditumpu (dilekat keyakinan) atau disembah sajapun bisa mendatangkan suatu figur kuasa/kekuatan. Tetapi klo anda mau sungguh-sungguh mempelajarinya, iman kekeristenan bukanlah suatu kepercayaan yang membabi buta atau kepercayaan buta/blind faith, sebab iman kepercayaan kekeristenan diluar dari atau kepada kepercayaan yang ada terhadap (di)dunia ini dengan jelas terpisahkan. (diluar dari praktek-praktek salah manusia penganutnya)


Jangan menjadi tersinggung (aku ciri diri/atta), semoga dapat melihat dan menjadi inspirasi buat perenungan umat.
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 26 March 2009, 11:41:12 AM
menurut statistik saya, jumlah encek2 yg gak lulus SD dan berhasil sukses (baca: kaya) lebih banyak daripada sarjana yang nganggur (baca: miskin)


namaste suvatthi hotu

akooor


banyak "ortu yg bukan sarjana" bisa mengantarkan anak-anaknya menjadi sarjana

Semoga saja "ortu yang sarjana" tidak mengantarkan anak-anaknya cuma bisa lulus SD, karena nganggur.........alias bokek bin bangkrut

thuti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 March 2009, 12:55:10 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.  

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

kalau dari klaim konsep MAHAYANA, bahwa Hinayana berakhir pada jalan SAVAKA/SRAVAKA yang di MAHAYANA hanya identik dengan Bodhisatva tkt-7, dan masih bisa mengambil jalan MAHAYANA untuk mencapai bodhisatva tkt-10 (setara dengan samyaksambuddha/sammasambuddha), masih ada LOGIKA PEMBENARAN-NYA...

Tetapi apakah yang melandaskan pandangan bahwa Tahapan selanjutnya dari MAHAYANA adalah VAJRAYANA/TANTRA ? Apakah karena konsep VAJRAYANA yang "mengusahakan" tercapai-nya penerangan sempurna (annutara samyaksambuddha) hanya dalam 1 kehidupan saja ?
JIKA BEGITU... Malah yang ingin saya tanyakan... apakah dari sekian banyak praktisi VAJRAYANA/TANTRA, ada yang "di-ketahui" sudah mencapai penerangan sempurna annutara samyaksambuddha ? (SOALNYA KALAU ALIRAN VAJRAYANA/TANTRA, KOK YANG KEDENGARAN ADALAH EMANASI EMANASI TERUS MENERUS, malah NAMA SAMPAI pakai angka ROMAWI... ada yang sampai XVI ? ? ? )
memang begitulah pelajaran tingkat tinggi... banyak XXXXXXX -nya....variabel nya rumit...

mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti


sis yuliany, saya kasih ilustrasi (anggap saja seperti cerita fiksi, bisa juga loh buat inspirasi).
Alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia.
Klo alam sukhavati, adalah salah satu alam spiritual yang dipimpin oleh guru Buddha Amithaba.
apa kegiatannya sama seperti di dunia ini? Berbeda, saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh guru BUDDHA Amithaba.
Bagaimana untuk mencapainya? yaitu bagi mereka pelaku pemeraktek/pengikut/pemercaya guru Buddha Amithaba.


kutipan dari marcedes :
tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i Huh? alias percaya buta/blind faith.

saya mo meluruskan seperti pandangan banyak teman-teman yang lain tentang iman kekeristenan dibilang percaya buta/blind faith. coba klo sebaliknya praktek keyakinan teman-teman ditanyakan kepada mereka yang memiliki iman kekeristenan. apa jawaban atau penjelasan mereka? bukan karena kebenaran (petunjuk jalan) pengajaran guru Buddha (mungkin mereka tidak tahu karena tidak mendalami), tetapi kenyataan praktek-praktek umat buddhist secara umum mereka malah melakukan praktek kepercayaan yang membabi buta seperti yang dinyatakan oleh guru Buddha sebagai kepercayaan takhayul, apalagi bagaimana mungkin untuk dapat melepaskan/menanggalkan pandangan salah tentang aku ciri diri sementara yang anicca => dukkha dan anatta untuk dapat meraih pengetahuan sempurna kesejatian (pencerahan) dan bagaimana mungkin untuk dapat merealisasikan kehidupan sejati/nibanna (memberlakukan dalam kehidupan) bila tidak mencapai pengetahuan sejati tentang kesejatian hidup (diri)/kebenaran Mutlak, hanya dalam kekhayalan atau bahkan takhayul.

Seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada sis yuliany bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), didalam praktek penyembahan kepercayaan/keyakinan apapun juga itu menghadirkan suatu kuasa atau kekuatan (yang saya ilustrasikan sebagai tuan-tuan atau raja-raja penguasa atau bahkan preman-preman), tetapi baik atau jahat, yang mengandung (sifat-sifat) kebenaran/terang atau kejahatan/kegelapan pada akhirnya siapa yang tahu, sebagai contohnya pohon atau batu atau patung yang ditumpu (dilekat keyakinan) atau disembah sajapun bisa mendatangkan suatu figur kuasa/kekuatan. Tetapi klo anda mau sungguh-sungguh mempelajarinya, iman kekeristenan bukanlah suatu kepercayaan yang membabi buta atau kepercayaan buta/blind faith, sebab iman kepercayaan kekeristenan diluar dari atau kepada kepercayaan yang ada terhadap (di)dunia ini dengan jelas terpisahkan. (diluar dari praktek-praktek salah manusia penganutnya)


Jangan menjadi tersinggung (aku ciri diri/atta), semoga dapat melihat dan menjadi inspirasi buat perenungan umat.
good hope and love
coedabgf
memang beda antara datang dan melihat..........dengan datang dan percaya
sudahlah....

"ada penderitaan tetapi tidak ada yang menderita"

diskusi nya saya sudahi....

banyak berkah pada anda semua
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 26 March 2009, 12:58:32 PM
mau nanya yah..
bagaimana pandangan pure land (tanah suci) jika dibandingkan dengan re-birth?
apa keberadaan pure land itu sendiri merupakan nirvana atau apa ya..
maaf, saya bener2 nggak ngerti


sis yuliany, saya kasih ilustrasi (anggap saja seperti cerita fiksi, bisa juga loh buat inspirasi).
Alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia.
Klo alam sukhavati, adalah salah satu alam spiritual yang dipimpin oleh guru Buddha Amithaba.
apa kegiatannya sama seperti di dunia ini? Berbeda, saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh guru BUDDHA Amithaba.
Bagaimana untuk mencapainya? yaitu bagi mereka pelaku pemeraktek/pengikut/pemercaya guru Buddha Amithaba.


kutipan dari marcedes :
tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i Huh? alias percaya buta/blind faith.

saya mo meluruskan seperti pandangan banyak teman-teman yang lain tentang iman kekeristenan dibilang percaya buta/blind faith. coba klo sebaliknya praktek keyakinan teman-teman ditanyakan kepada mereka yang memiliki iman kekeristenan. apa jawaban atau penjelasan mereka? bukan karena kebenaran (petunjuk jalan) pengajaran guru Buddha (mungkin mereka tidak tahu karena tidak mendalami), tetapi kenyataan praktek-praktek umat buddhist secara umum mereka malah melakukan praktek kepercayaan yang membabi buta seperti yang dinyatakan oleh guru Buddha sebagai kepercayaan takhayul, apalagi bagaimana mungkin untuk dapat melepaskan/menanggalkan pandangan salah tentang aku ciri diri sementara yang anicca => dukkha dan anatta untuk dapat meraih pengetahuan sempurna kesejatian (pencerahan) dan bagaimana mungkin untuk dapat merealisasikan kehidupan sejati/nibanna (memberlakukan dalam kehidupan) bila tidak mencapai pengetahuan sejati tentang kesejatian hidup (diri)/kebenaran Mutlak, hanya dalam kekhayalan atau bahkan takhayul.

Seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada sis yuliany bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), didalam praktek penyembahan kepercayaan/keyakinan apapun juga itu menghadirkan suatu kuasa atau kekuatan (yang saya ilustrasikan sebagai tuan-tuan atau raja-raja penguasa atau bahkan preman-preman), tetapi baik atau jahat, yang mengandung (sifat-sifat) kebenaran/terang atau kejahatan/kegelapan pada akhirnya siapa yang tahu, sebagai contohnya pohon atau batu atau patung yang ditumpu (dilekat keyakinan) atau disembah sajapun bisa mendatangkan suatu figur kuasa/kekuatan. Tetapi klo anda mau sungguh-sungguh mempelajarinya, iman kekeristenan bukanlah suatu kepercayaan yang membabi buta atau kepercayaan buta/blind faith, sebab iman kepercayaan kekeristenan diluar dari atau kepada kepercayaan yang ada terhadap (di)dunia ini dengan jelas terpisahkan. (diluar dari praktek-praktek salah manusia penganutnya)


Jangan menjadi tersinggung (aku ciri diri/atta), semoga dapat melihat dan menjadi inspirasi buat perenungan umat.
good hope and love
coedabgf

"Berbahagialah orang yang percaya namun tidak melihat."

Apabila tidak melihatnya saya ganti dengan buta, yg notabene adalah sinonim dari kata "tidak melihat,
bukankah kalimat tersebut menjadi:

"Berbahagialah orang yang percaya, buta."

Maaf sebelumnya, bukan bermaksud menyinggung, namun memang itulah yang dikatakan sebagai 'Iman", yang berbeda dengan ke"yakin"an, yang "melihat", apapun agamanya atau bahkan tidak ber"agama" sama sekali.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 26 March 2009, 01:01:31 PM
pertanyaan untuk bro udabgf
apa yesus sama dengan bodhisattva?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 26 March 2009, 01:13:09 PM
hayo siapa lagi yang mo tambahkan, nti saya rangkum jawabannya jadi satu, gak terpecah/pisah-pisah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bukeksiansu on 26 March 2009, 01:51:01 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.  

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Mana yang lebih tinggi, Hindu atau Tibetan? dua-duanya memiliki ajaran Yoga dan Tantra.
Barangkali lebih tinggi lagi kr****n dan Islam  karena mereka adalah ajaran dari langit. penguasa alam semesta.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 26 March 2009, 02:33:36 PM
Quote
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

Semuanya bertahap jalannya. Dari Hinayana terus Mahayana terus Vajrayana.  

Apakah bertahap ini merupakan tinggi-tinggian atau tidak, silahkan renungkan sendiri.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Mana yang lebih tinggi, Hindu atau Tibetan? dua-duanya memiliki ajaran Yoga dan Tantra.
Barangkali lebih tinggi lagi kr****n dan Islam  karena mereka adalah ajaran dari langit. penguasa alam semesta.




bbbb...uahahahahhaaaa...............

nice joke... langit emang tinggi :))  :)) =))
bwakakakaakaa......................


kalo diatas langit ada langit..
Islam dan kr****n itu ada dilangit lapisan berapa ya :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 03:31:46 PM
kutipan dari marcedes :
tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i Huh? alias percaya buta/blind faith.

"ehipassiko" kata ini selalu berhubungan langsung dengan ajaran buddha.
bro/ sis mercedes, sendiri bisa mengatakan ehipassiko, tidak berdasarkan kepercayaan yg membabi buta....

kalau gitu, kenapa tidak bro/ sis mercedes membuktikan nya sendiri dengan ehipassiko terlebih dahulu...
cobalah dengan keyakinan yang sepenuh hati dan tulus, melapalkan namo amitabha buddha selama maybe
1 bulan, dan cobalah liat hasilnya terlebih dahulu, jangan menjudge, sesuatu tanpa ehipassiko.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 26 March 2009, 03:35:27 PM
Saya mau tanya dong
kalau nyang bakar2 kertas itu dari mahayana? jika ya, jelasin dong
trus, kan suka ada ditulis nama2 d pelita. nah itu dari mahayana juga? jelasin juga donggg

terima kasih
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 03:47:52 PM
^
^
^
itu bukan mahayana
itu tradisi, kalau tidak salah itu ajaran konghucu (mgkn lebih jelas nya bro purnama bisa menjelaskan, krn dia expert dibidang ini)

bukan nya sang buddha tidak melarang kita melakukan ritual tradisi, selama itu tidak bertentangan dengan ajaran sang buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 03:50:13 PM
Awal Mula Pemikiran Tanah Suci

Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja vernama Bimbisra yang dipenjara oleh putera mahkotanya sendiri, Pangeran Ajatasatru . Bahkan Ratu Vaidehi pun sulit bertemu dengan sang raja. Anak yang keras kepala ini kejam dan tidak mempunyai rasa berbakti. Ia merebut tahta dan memenjarakan sang raja. Raja Bimbisara merasa sangat sedih dan putus asa. Ia merasa prihatin atas Dunia Saha ini, yaitu dunia lima kemerosotan, yang penuh dengan penderitaan, setan-setan kelaparan, dan binatang. Ia berpikir dalam hati, “Oh, Buddha! Pada situasi sulit ini, mengapa Engkau tidak datang dan menolongku? Tunjukkanlah satu tempat berlindung yagn dapat menentramkan diriku yang letih ini!”

Ratu Vaidehi memohon untuk bertemu sang raja. Ajatasatru tidak mengijinkan Ratu Vaidehi membawa makanan kepada Raja Bimbisara. Raja Vaidehi dengan sedih melumuri madu dan tepung pada badannya untuk mengurangi rasa lapar sang raja. Pada saat tanpa harapan dan menyedihkan ini keduanya berdoa agar Buddha memberikan ajaran cinta kasih kepada mereka. Terjadilah seperti yagn mereka harapkan. Sang Buddha muncul didepan mereka melalui kekuatan gaib-Nya. Beliau berkata kepada Ratu Vaidehi dan Raja Bimbisara. “Pada jarak sepuluh juta milyar Tanah-tanah Buddha menuju barat dari Dunia Saha ini, terdapat sebuah dunia disebut kebahagiaan tertinggi, disana Buddha Amitabha sedang mengajarkan Dharma. Tidak ada penderitaan dalam dunia Amitabha. Itu adalah tempat yang paling suci, paling aman, dan paling membahagiakan. Anda hanya perlu membaca nama Buddha Amitabha. Buddha Amitabha akan menggunakan kekuatan tekad mulia-Nya untuk memanggil mereka yang menyebut nama-Nya untuk terlahir kembali di Tanah Suci”.

Setelah mendengar ajaran Sang Buddha, Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi mulai membaca berulang-ulang nam Amitabha. Sebuah hanmparan tanah yang terang dan bersih benar-benar muncul di depan mata mereka. Ini benar-benar Tanah Suci Amitabha yang membahagiakan. Ini merupakan awal mula filosofi Tanah Suci.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 03:54:26 PM
Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dari kejadian nyata orang-orang yang terlahir kembali di sana.

Di antara orang-orang yang membacakan berulang-ulang nama Buddha Amitabha, ada yang dapat meramalkan kapan mereka akan meninggal dunia; beberapa di antaranya dapat melihat Amitabha Buddha mengajak mereka secara pribadi; ada yang dapat mencium wangi aneh di kamar mereka. Peristiwa peristiwa seperti ini hanya terjadi pada mereka yang melatih ajaran Tanah Suci. Mereka dapat terlahir kembali di Tanah Suci saat mereka telah mencapai kesempurnaan latihan pembacaan berulang-ulang nama Buddha Amitabha.

Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dengan bukti ilmiah
Dari bukti ilmiah saat ini, kita ketahui bahwa ada sistem tata surya yang lain, di samping galaksi kita sendiri, dan terdapat banyak galaksi lain, selain yang kita tinggali. Alam semesta tidak terbatas luasnya; hal ini di luar imajinasi' umat manusia. Dengan kata lain, banyak terdapat dunia-dunia, selain planet Bumi kita.

Sebenarnya, kita tidak mernbutuhkan penemuan-penemuan dari ilmuwan-ilmuwan modem untuk membuktikan bahwa ada sistem tata surya lain di alam semesta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 04:02:23 PM
kutipan dari amitabha sutra:

"Pada masa yang akan datang, Buddhadharma akan hilang. Para raja siluman paling takut pada Surangama Sutra, dan karenanya Surangama Sutra akan lenyap terlebih dahulu, sebab tanpa Sutra ini, tidak ada yang bisa mengucapkan mantra.Lalu satu persatu Sutra-Sutra lainnya akan hilang.

Yang akan lenyap paling akhir adalah Amitabha Sutra. Ia akan tinggal di dunia seratus tahun lagi dan membawa makhluk hidup yang tak terhingga banyaknya menyebrangi lautan penderitaan menuju pantai lainnya, yaitu Nirvana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 March 2009, 04:05:19 PM
penderitaan di alam dewa dan alam brahma juga hanya ada 1 saja, yaitu kematian... Tidak ada sakit, dan usia tua hanya sebentar saja menjelang kematian. Apakah di alam sukhavati ada kematian ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 26 March 2009, 04:23:32 PM
^
^
^
kutipan dari amitabha sutra (versi pendek)

"O Sariputra, demikinlah adanya negeri kebahagiaan sempurna dengan pahala dan kebajikan terhias, megah dan agung. Lagipula Sariputra, di negeri kebahagiaan sempurna makhluk hidup yang lahir semuanya Avaivartika. Di antara mereka banyak yang dalam kehidupan ini mencapai tingkat kebuddhaan, jumlah mereka sangatlah banyak tidak dapat dihitung dan hanya dapat disebut Kalpa Asankhyeya. Yang tiada terbatas, tiada terhingga."

Avaivartika (Sanskrit)  one who turns no more back; who goes straight to Nirvana.

IMHO, karena umur sangat sangattttttt............ panjannnnnnnnnnnngggggggggggggggggggggg,
menurut saya sangat sangat tidak mungkin terjadi kematian
karena sebelum mati, sudah mencapai nirvana terlebih dahulu....  ^-^

 ^:)^ kepada senior2 praktisi pure land, yang lebih expert didalam hal ini.

saya bukan praktisi pure land, saya hanya pemula praktisi tanah kristal lazuardi..... ^-^

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 March 2009, 04:33:28 PM

saya bukan praktisi pure land, saya hanya pemula praktisi tanah kristal lazuardi..... ^-^

CMIIW,

navis

tanah kristal lazuardi = tanah suci buddha bhaisjayaguru ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 26 March 2009, 06:29:14 PM
Awal Mula Pemikiran Tanah Suci

Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja vernama Bimbisra yang dipenjara oleh putera mahkotanya sendiri, Pangeran Ajatasatru . Bahkan Ratu Vaidehi pun sulit bertemu dengan sang raja. Anak yang keras kepala ini kejam dan tidak mempunyai rasa berbakti. Ia merebut tahta dan memenjarakan sang raja. Raja Bimbisara merasa sangat sedih dan putus asa. Ia merasa prihatin atas Dunia Saha ini, yaitu dunia lima kemerosotan, yang penuh dengan penderitaan, setan-setan kelaparan, dan binatang. Ia berpikir dalam hati, “Oh, Buddha! Pada situasi sulit ini, mengapa Engkau tidak datang dan menolongku? Tunjukkanlah satu tempat berlindung yagn dapat menentramkan diriku yang letih ini!”

Ratu Vaidehi memohon untuk bertemu sang raja. Ajatasatru tidak mengijinkan Ratu Vaidehi membawa makanan kepada Raja Bimbisara. Raja Vaidehi dengan sedih melumuri madu dan tepung pada badannya untuk mengurangi rasa lapar sang raja. Pada saat tanpa harapan dan menyedihkan ini keduanya berdoa agar Buddha memberikan ajaran cinta kasih kepada mereka. Terjadilah seperti yagn mereka harapkan. Sang Buddha muncul didepan mereka melalui kekuatan gaib-Nya. Beliau berkata kepada Ratu Vaidehi dan Raja Bimbisara. “Pada jarak sepuluh juta milyar Tanah-tanah Buddha menuju barat dari Dunia Saha ini, terdapat sebuah dunia disebut kebahagiaan tertinggi, disana Buddha Amitabha sedang mengajarkan Dharma. Tidak ada penderitaan dalam dunia Amitabha. Itu adalah tempat yang paling suci, paling aman, dan paling membahagiakan. Anda hanya perlu membaca nama Buddha Amitabha. Buddha Amitabha akan menggunakan kekuatan tekad mulia-Nya untuk memanggil mereka yang menyebut nama-Nya untuk terlahir kembali di Tanah Suci”.

Setelah mendengar ajaran Sang Buddha, Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi mulai membaca berulang-ulang nam Amitabha. Sebuah hanmparan tanah yang terang dan bersih benar-benar muncul di depan mata mereka. Ini benar-benar Tanah Suci Amitabha yang membahagiakan. Ini merupakan awal mula filosofi Tanah Suci.
Selama saya mempelajari Buddha Dhamma Theravada saya hanya mengetahui YM.Ananda Thera sebagai Bendahara Dhamma. YM.Anandalah yang mengulang Dhamma pada Konsili pertama dan YM.Ananda Thera tidak pernah menyebut-nyebut Masalah Tanah Suci ataupun Amitabha. Saya yang masih Bodoh Mau tanya Siapakah yang Mengulang Dhamma ajaran Sang Buddha pertama kali dan Kapan (Versi Mahayana) ?

Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dari kejadian nyata orang-orang yang terlahir kembali di sana.

Di antara orang-orang yang membacakan berulang-ulang nama Buddha Amitabha, ada yang dapat meramalkan kapan mereka akan meninggal dunia; beberapa di antaranya dapat melihat Amitabha Buddha mengajak mereka secara pribadi; ada yang dapat mencium wangi aneh di kamar mereka. Peristiwa peristiwa seperti ini hanya terjadi pada mereka yang melatih ajaran Tanah Suci. Mereka dapat terlahir kembali di Tanah Suci saat mereka telah mencapai kesempurnaan latihan pembacaan berulang-ulang nama Buddha Amitabha.

Kita mengetahui eksistensi Tanah Suci dengan bukti ilmiah
Dari bukti ilmiah saat ini, kita ketahui bahwa ada sistem tata surya yang lain, di samping galaksi kita sendiri, dan terdapat banyak galaksi lain, selain yang kita tinggali. Alam semesta tidak terbatas luasnya; hal ini di luar imajinasi' umat manusia. Dengan kata lain, banyak terdapat dunia-dunia, selain planet Bumi kita.

Sebenarnya, kita tidak mernbutuhkan penemuan-penemuan dari ilmuwan-ilmuwan modem untuk membuktikan bahwa ada sistem tata surya lain di alam semesta.

Saya yang masih Bodoh mau Tanya? Apakah hanya dengan Membacakan Mantra Amitabha saja kita bisa ke Tanah Suci? dan Siapakah yang dapat memberikan Bukti nyata dari keberadaan Tanah Suci tsb? Dan Apakah Hanya Praktisi Tanah Kristal Lazuardi saja yang mampu mencapai tanah Suci tsb?

Note : Saya Hanya mau Tanya dan Belajar Mengenai Mahayana .... ;D Tidak ada maksud lain.... :)  No Offense..... ^:)^


 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 26 March 2009, 08:03:16 PM
Gunawan S S:
Saya yang masih Bodoh mau Tanya? Apakah hanya dengan Membacakan Mantra Amitabha saja kita bisa ke Tanah Suci? dan Siapakah yang dapat memberikan Bukti nyata dari keberadaan Tanah Suci tsb? Dan Apakah Hanya Praktisi Tanah Kristal Lazuardi saja yang mampu mencapai tanah Suci tsb?

, Menurut gue seh kagak bisa bangett yakk
masa cuma baca doang coba.., yg fasti harus d dukung parami yang oke.
kecuali selama 40 tahun terus baca amitabha, non stop. gue jamin bisa tuh minimal alam brahma dahh dapet
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 26 March 2009, 08:29:56 PM
 [at] Atas = Apakah dan siapakah yang menjamin bahwa dengan membaca mantra Amitabha saja selama 40 tahun bisa mencapai alam Brahma?.... :-? , Dalam Ajaran Theravada bahwa seseorang yang melatih Meditasi Samatha dan jika mencapai Jhana/tingkat konsentrasi baru bisa ke alam-alam Brahma dan tidak pernah diajarkan bahwa dgn mantra bisa mencapai kebahagiaan. .... :) ........  :)

 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 26 March 2009, 08:55:31 PM
hhaha, kan kita lagi d konteks mahayana... kosongkan isi cangkirnya bro (gitu sebut guru zen)
coba u bayangkan bro
40 tahun nonstop, ucap2 amitabha terus.
mencerap jhana gak? mencerap lahh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 26 March 2009, 10:38:49 PM
Selama saya mempelajari Buddha Dhamma Theravada saya hanya mengetahui YM.Ananda Thera sebagai Bendahara Dhamma. YM.Anandalah yang mengulang Dhamma pada Konsili pertama dan YM.Ananda Thera tidak pernah menyebut-nyebut Masalah Tanah Suci ataupun Amitabha. Saya yang masih Bodoh Mau tanya Siapakah yang Mengulang Dhamma ajaran Sang Buddha pertama kali dan Kapan (Versi Mahayana) ?


Saya yang masih Bodoh mau Tanya? Apakah hanya dengan Membacakan Mantra Amitabha saja kita bisa ke Tanah Suci? dan Siapakah yang dapat memberikan Bukti nyata dari keberadaan Tanah Suci tsb? Dan Apakah Hanya Praktisi Tanah Kristal Lazuardi saja yang mampu mencapai tanah Suci tsb?

Note : Saya Hanya mau Tanya dan Belajar Mengenai Mahayana .... ;D Tidak ada maksud lain.... :)  No Offense..... ^:)^


Seperti semua perbincangan diskusi pengetahuan Dhamma yang berandai-andai, sayapun mau ikut cerita yang berandai-andai pula,
1.saya yang percaya buta yang seolah-olah hanya menggunakan sedikit intelektualitas sehingga seolah-olah membuta dibandingkan teman-teman yang dapat melihat melalui kepandaian pertimbangan pikiran intelektualitasnya masing-masing, hanya mau menggambarkan saja,
klo menurut kisah setelah maha parinibanna guru Buddha Sakyamuni, apakah sudah ada murid-murid atau pendengar yang dapat mengerti ajaran jalan mulia dan mencapai pencerahan langsung?. dan kapasitas Ananda pada saat itu sebelum konsili pertama apakah sudah dapat menembus kebenaran pengetahuan mulia pencerahan? seperti yang diceritakan, meskipun memiliki banyak perbendaharaan (mengikuti) pengajaran guru Buddha, tetapi hanya dengan cara teguran perenungan oleh Kassapa dan menyerah saat  menanggalkan kepandaian pengetahuan intelektualitasnya, Ananda baru mengerti hakekat kebenaran sejati dan tercerahkan. sehingga apakah ada kemungkinan apakah Ananda mengetahui semua segala sesuatunya secara keseluruhan tentang pengajaran guru Buddha? dan apakah ada kemungkinan juga ada terpecah pengikut-pengikut menurut keterbatasan penerimaan ajaran (kebijaksanaan para pengikut) yang menyebabkan terjadinya pengelompokan pendokumentasian (pengikut) ajaran-ajaran, bahkan saat guru Buddha hiduppun ada terjadi seperti cerita 500 murid yang keluar/pergi tidak mengikuti ajaran selanjutnya (maaf gambarannya klo gak salah)?

2.secara teoritis dan kenyataan bahwa setiap orang mewarisi karmanya masing-masing. secara kenyataannya akan kembali mengikuti jalur (kelekatannya) kepercayaannya/keyakinannya dan kenyataan mewarisi karmanya juga yang membentuk kehidupannya (dimana keyakinan dan kepercayaannya juga itu adalah hasil dari karma kehidupannyanya juga). Dan seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada tulisan terdahulu  bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), dimana anda akan terproses atau menuju pada akhirnya (setelah kematian) menurut pilihan keyakinan/kepercayaan anda masing-masing. Tinggal pilih saja iman/keyakinan/kepercayaan yang benar, yang sesat atau tanpa pengetahuan tentang kebenaran keyakinan yang benar.

Seperti sorga barat sukhavati, mereka yang sungguh-sungguh mempercayainya berarti mereka juga yang memiliki keyakinan dan berusaha mempersiapkan dirinya menyesuaikan diri menurut kebenaran pengajaran dalam setiap aspek kehidupan, (sehingga) memiliki keyakinan untuk dapat memperoleh kesempatan mengalami kehidupan disana.
Dan pada saat kematian jasmaninya, mereka akan dibawa oleh kekuatan Buddha Amitabha masuk dalam kehidupan surga sukhavati.
Dan satu hal bila setiap pemercaya yang mengalami kematian jasmani di bumi ini dibawa kesana oleh kekuatan Buddha Amitabha, berarti sebenarnya di bumi ini tidak ada perwakilan yang dibilang mewakili surga sukhavati (yang membilang baik oleh perorangan pribadi maupun suatu kelompok seperti yang terdengar pada pengakuan beberapa aliran). Dan disana mereka secara khusus (anggap saja saya istilahkan secara intensif) diajar dan belajar seperti yang saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh (kekuatan) guru BUDDHA Amithaba.


Semoga dapat menjadi aspirasi cerita fiksi yang menjadi kenyataan.
Good hope and love

Nb :
Penjelasan untuk beberapa pertanyaan tentang Christianity harap sabar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 March 2009, 11:49:52 PM
kutipan dari marcedes :
tetapi bagaimana pandangan mahayana tentang pure land........
bisa dibuktikan dengan apa?
dengan "saddha" yang tebal seperti ajaran nasra*i Huh? alias percaya buta/blind faith.

"ehipassiko" kata ini selalu berhubungan langsung dengan ajaran buddha.
bro/ sis mercedes, sendiri bisa mengatakan ehipassiko, tidak berdasarkan kepercayaan yg membabi buta....

kalau gitu, kenapa tidak bro/ sis mercedes membuktikan nya sendiri dengan ehipassiko terlebih dahulu...
cobalah dengan keyakinan yang sepenuh hati dan tulus, melapalkan namo amitabha buddha selama maybe
1 bulan, dan cobalah liat hasilnya terlebih dahulu, jangan menjudge, sesuatu tanpa ehipassiko.
coba 1 bulan?...apa bisa lihat itu tanah dan bertemu buddha amitabha?
atau anda mau bilang, cuma di rasakan dengan batin.

bagi pemeditator...jangan tanya masalah "merasakan"

bro,nibbana yang diajarkan sangbuddha dengan 4 kesunyataan mulia dan JB 8.
itu adalah kenyataan saat ini...
bukan "nanti akan bahagia"

kalau anda melafalkan namo amitabha selama 1 bulan...lantas dapat apa? tiket ke alam sana?
dan hal apa yang meyakinkan anda kalau "alam" itu ada?

=============================================

saya pernah suatu kali bertemu dengan anak-anak....lalu mereka bercerita neraka itu seram panas, dan banyak api....
lalu saya berkata "sudah pernah ke sana?"
anak-anak tersebut menjawab "belum"....tapi kata ini, kata itu....dll... neraka itu demikian.

ujung-ujung nya dogmatis.


orang-orang nasran* juga sering bilang, kalau ada 2 orang berkumpul atau lebih memanggil nama Tuha* , maka Tuha* akan hadir disitu.
lantas, siapa yang bilang hadir?...sudah lihatkah?
hanya keyakinan buta saja...

saudara naviscope yang bijak,
jikalau saya melafalkan dan tidak dapat apa-apa?...
anda akan berkata "saudara/i marcedes kamu kurang yakin dan kurang tulus"

apa bedanya dengan gerej* kalau ada penyembuhan ilahi.
jika ditanya mengapa dia sembuh,saya tidak?

maka pendeta itu dengan enteng menjawab
"keyakinan anda belum kuat,anda harus lebih tulus menyerahkan segala-galanya pada Tuha*"

apakah ini namanya pelatihan mengembangkan batin?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 March 2009, 11:52:37 PM
Awal Mula Pemikiran Tanah Suci

Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja vernama Bimbisra yang dipenjara oleh putera mahkotanya sendiri, Pangeran Ajatasatru . Bahkan Ratu Vaidehi pun sulit bertemu dengan sang raja. Anak yang keras kepala ini kejam dan tidak mempunyai rasa berbakti. Ia merebut tahta dan memenjarakan sang raja. Raja Bimbisara merasa sangat sedih dan putus asa. Ia merasa prihatin atas Dunia Saha ini, yaitu dunia lima kemerosotan, yang penuh dengan penderitaan, setan-setan kelaparan, dan binatang. Ia berpikir dalam hati, “Oh, Buddha! Pada situasi sulit ini, mengapa Engkau tidak datang dan menolongku? Tunjukkanlah satu tempat berlindung yagn dapat menentramkan diriku yang letih ini!”

Ratu Vaidehi memohon untuk bertemu sang raja. Ajatasatru tidak mengijinkan Ratu Vaidehi membawa makanan kepada Raja Bimbisara. Raja Vaidehi dengan sedih melumuri madu dan tepung pada badannya untuk mengurangi rasa lapar sang raja. Pada saat tanpa harapan dan menyedihkan ini keduanya berdoa agar Buddha memberikan ajaran cinta kasih kepada mereka. Terjadilah seperti yagn mereka harapkan. Sang Buddha muncul didepan mereka melalui kekuatan gaib-Nya. Beliau berkata kepada Ratu Vaidehi dan Raja Bimbisara. “Pada jarak sepuluh juta milyar Tanah-tanah Buddha menuju barat dari Dunia Saha ini, terdapat sebuah dunia disebut kebahagiaan tertinggi, disana Buddha Amitabha sedang mengajarkan Dharma. Tidak ada penderitaan dalam dunia Amitabha. Itu adalah tempat yang paling suci, paling aman, dan paling membahagiakan. Anda hanya perlu membaca nama Buddha Amitabha. Buddha Amitabha akan menggunakan kekuatan tekad mulia-Nya untuk memanggil mereka yang menyebut nama-Nya untuk terlahir kembali di Tanah Suci”.

Setelah mendengar ajaran Sang Buddha, Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi mulai membaca berulang-ulang nam Amitabha. Sebuah hanmparan tanah yang terang dan bersih benar-benar muncul di depan mata mereka. Ini benar-benar Tanah Suci Amitabha yang membahagiakan. Ini merupakan awal mula filosofi Tanah Suci.

jadi buddha ajar apa disitu?
4 kesunyataan mulia?

penderitaan saja tidak ada disana...buddha nya ngajarin apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 26 March 2009, 11:57:59 PM
SAYA SEBAGAI MEMBER HARAP DISINI BUKAN AJANG DEBAT KUSIR
DEBAT UNTUK MEMBUKTIKAN SIAPA YANG OKE PUNYA
SAYA HARAP DISINI AJANG SALING ASAH-ASIH-ASUH
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 March 2009, 12:06:51 AM
Awal Mula Pemikiran Tanah Suci

Selama masa kehidupan Sang Buddha, ada seorang raja vernama Bimbisra yang dipenjara oleh putera mahkotanya sendiri, Pangeran Ajatasatru . Bahkan Ratu Vaidehi pun sulit bertemu dengan sang raja. Anak yang keras kepala ini kejam dan tidak mempunyai rasa berbakti. Ia merebut tahta dan memenjarakan sang raja. Raja Bimbisara merasa sangat sedih dan putus asa. Ia merasa prihatin atas Dunia Saha ini, yaitu dunia lima kemerosotan, yang penuh dengan penderitaan, setan-setan kelaparan, dan binatang. Ia berpikir dalam hati, “Oh, Buddha! Pada situasi sulit ini, mengapa Engkau tidak datang dan menolongku? Tunjukkanlah satu tempat berlindung yagn dapat menentramkan diriku yang letih ini!”

Ratu Vaidehi memohon untuk bertemu sang raja. Ajatasatru tidak mengijinkan Ratu Vaidehi membawa makanan kepada Raja Bimbisara. Raja Vaidehi dengan sedih melumuri madu dan tepung pada badannya untuk mengurangi rasa lapar sang raja. Pada saat tanpa harapan dan menyedihkan ini keduanya berdoa agar Buddha memberikan ajaran cinta kasih kepada mereka. Terjadilah seperti yagn mereka harapkan. Sang Buddha muncul didepan mereka melalui kekuatan gaib-Nya. Beliau berkata kepada Ratu Vaidehi dan Raja Bimbisara. “Pada jarak sepuluh juta milyar Tanah-tanah Buddha menuju barat dari Dunia Saha ini, terdapat sebuah dunia disebut kebahagiaan tertinggi, disana Buddha Amitabha sedang mengajarkan Dharma. Tidak ada penderitaan dalam dunia Amitabha. Itu adalah tempat yang paling suci, paling aman, dan paling membahagiakan. Anda hanya perlu membaca nama Buddha Amitabha. Buddha Amitabha akan menggunakan kekuatan tekad mulia-Nya untuk memanggil mereka yang menyebut nama-Nya untuk terlahir kembali di Tanah Suci”.

Setelah mendengar ajaran Sang Buddha, Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi mulai membaca berulang-ulang nam Amitabha. Sebuah hanmparan tanah yang terang dan bersih benar-benar muncul di depan mata mereka. Ini benar-benar Tanah Suci Amitabha yang membahagiakan. Ini merupakan awal mula filosofi Tanah Suci.

jadi buddha ajar apa disitu?
4 kesunyataan mulia?

penderitaan saja tidak ada disana...buddha nya ngajarin apa?

Good point...

salah satu sebab mengapa seorang sammasambuddha harus terlahir sebagai manusia adalah karena di dunia manusia yang jangka waktu kehidupan relatif tidak panjang lebih mudah mengamati sukha dan dukha. Kalau di alam dewa yang umurnya panjang dan penderitaan yang ada hanyalah kematian, tidak akan begitu efektif menjelaskan tentang penderitaan. Sedangkan kalau terhadap makhluk di apaya bhumi (alam penderitaan), malah tidak punya kesempatan mempraktekkan dhamma karena terus menerus di dera penderitaan sepanjang usia.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 12:14:17 AM
kutipan dari amitabha sutra:

"Pada masa yang akan datang, Buddhadharma akan hilang. Para raja siluman paling takut pada Surangama Sutra, dan karenanya Surangama Sutra akan lenyap terlebih dahulu, sebab tanpa Sutra ini, tidak ada yang bisa mengucapkan mantra.Lalu satu persatu Sutra-Sutra lainnya akan hilang.

Yang akan lenyap paling akhir adalah Amitabha Sutra. Ia akan tinggal di dunia seratus tahun lagi dan membawa makhluk hidup yang tak terhingga banyaknya menyebrangi lautan penderitaan menuju pantai lainnya, yaitu Nirvana.
jangan berfantasi bro...
nirvana?

di aliran mahayana saja disitu jelas tertulis, bahkan sammasambuddha saja masih harus lahir dan lahir.
lahir maka ada penderitaan...
inikah guru yang mengajarkan kebahagiaan?

bahkan mesti ber-akting pura-pura lupa cara mencapai pencerahan, mesti nikah,
dan nanti ber-akting di kalpa mana lagi?

visi-misi buddha itu menyelamatkan makhluk hidup dari apa?

Selama saya mempelajari Buddha Dhamma Theravada saya hanya mengetahui YM.Ananda Thera sebagai Bendahara Dhamma. YM.Anandalah yang mengulang Dhamma pada Konsili pertama dan YM.Ananda Thera tidak pernah menyebut-nyebut Masalah Tanah Suci ataupun Amitabha. Saya yang masih Bodoh Mau tanya Siapakah yang Mengulang Dhamma ajaran Sang Buddha pertama kali dan Kapan (Versi Mahayana) ?


Saya yang masih Bodoh mau Tanya? Apakah hanya dengan Membacakan Mantra Amitabha saja kita bisa ke Tanah Suci? dan Siapakah yang dapat memberikan Bukti nyata dari keberadaan Tanah Suci tsb? Dan Apakah Hanya Praktisi Tanah Kristal Lazuardi saja yang mampu mencapai tanah Suci tsb?

Note : Saya Hanya mau Tanya dan Belajar Mengenai Mahayana .... ;D Tidak ada maksud lain.... :)  No Offense..... ^:)^


Seperti semua perbincangan diskusi pengetahuan Dhamma yang berandai-andai, sayapun mau ikut cerita yang berandai-andai pula,
1.saya yang percaya buta yang seolah-olah hanya menggunakan sedikit intelektualitas sehingga seolah-olah membuta dibandingkan teman-teman yang dapat melihat melalui kepandaian pertimbangan pikiran intelektualitasnya masing-masing, hanya mau menggambarkan saja,
klo menurut kisah setelah maha parinibanna guru Buddha Sakyamuni, apakah sudah ada murid-murid atau pendengar yang dapat mengerti ajaran jalan mulia dan mencapai pencerahan langsung?. dan kapasitas Ananda pada saat itu sebelum konsili pertama apakah sudah dapat menembus kebenaran pengetahuan mulia pencerahan? seperti yang diceritakan, meskipun memiliki banyak perbendaharaan (mengikuti) pengajaran guru Buddha, tetapi hanya dengan cara teguran perenungan oleh Kassapa dan menyerah saat  menanggalkan kepandaian pengetahuan intelektualitasnya, Ananda baru mengerti hakekat kebenaran sejati dan tercerahkan. sehingga apakah ada kemungkinan apakah Ananda mengetahui semua segala sesuatunya secara keseluruhan tentang pengajaran guru Buddha? dan apakah ada kemungkinan juga ada terpecah pengikut-pengikut menurut keterbatasan penerimaan ajaran (kebijaksanaan para pengikut) yang menyebabkan terjadinya pengelompokan pendokumentasian (pengikut) ajaran-ajaran, bahkan saat guru Buddha hiduppun ada terjadi seperti cerita 500 murid yang keluar/pergi tidak mengikuti ajaran selanjutnya (maaf gambarannya klo gak salah)?

2.secara teoritis dan kenyataan bahwa setiap orang mewarisi karmanya masing-masing. secara kenyataannya akan kembali mengikuti jalur (kelekatannya) kepercayaannya/keyakinannya dan kenyataan mewarisi karmanya juga yang membentuk kehidupannya (dimana keyakinan dan kepercayaannya juga itu adalah hasil dari karma kehidupannyanya juga). Dan seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada tulisan terdahulu  bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), dimana anda akan terproses atau menuju pada akhirnya (setelah kematian) menurut pilihan keyakinan/kepercayaan anda masing-masing. Tinggal pilih saja iman/keyakinan/kepercayaan yang benar, yang sesat atau tanpa pengetahuan tentang kebenaran keyakinan yang benar.

Seperti sorga barat sukhavati, mereka yang sungguh-sungguh mempercayainya berarti mereka juga yang memiliki keyakinan dan berusaha mempersiapkan dirinya menyesuaikan diri menurut kebenaran pengajaran dalam setiap aspek kehidupan, (sehingga) memiliki keyakinan untuk dapat memperoleh kesempatan mengalami kehidupan disana.
Dan pada saat kematian jasmaninya, mereka akan dibawa oleh kekuatan Buddha Amitabha masuk dalam kehidupan surga sukhavati.
Dan satu hal bila setiap pemercaya yang mengalami kematian jasmani di bumi ini dibawa kesana oleh kekuatan Buddha Amitabha, berarti sebenarnya di bumi ini tidak ada perwakilan yang dibilang mewakili surga sukhavati (yang membilang baik oleh perorangan pribadi maupun suatu kelompok seperti yang terdengar pada pengakuan beberapa aliran). Dan disana mereka secara khusus (anggap saja saya istilahkan secara intensif) diajar dan belajar seperti yang saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh (kekuatan) guru BUDDHA Amithaba.


Semoga dapat menjadi aspirasi cerita fiksi yang menjadi kenyataan.
Good hope and love

Nb :
Penjelasan untuk beberapa pertanyaan tentang Christianity harap sabar.

yah, coba baca

Yuganaddha Sutta

Pada suatu waktu YM Ananda sedang tinggal di Kosambi, di Vihara di Taman Ghosita. Disana beliau berbicara pada para bhikkhu, "Teman-teman!"

"Ya, teman," jawab para bhikkhu.

YM Ananda berkata: "Teman-teman, siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya didepan hadapanku, mereka semua melalui satu dari empat jalan. Apakah empat itu?

"Ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan. Seiring dia mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan bersama-sama dengan pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana pikiran seorang bhikkhu yang kegelisahan tentang Dhamma [Comm: kekotoran pandangan] terkendali dengan baik. Ada suatu waktu dimana pikirannya menjadi seimbang didalam, tenang, dan menjadi terpusat & terkonsentrasi. Didalam dirinya sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya dihadapanku, mereka semua melakukannya melalui salah satu dari empat jalan ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
ditambah....

sampasadaniya sutta

"Bhante, sebenarnya kami tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengetahui pikiran para Arahat, Sammasambuddha, baik dari masa lampau, yang akan datang maupun sekarang. Tetapi, meskipun demikian kami memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo)."
    "Bhante, sama seperti perbatasan-negara milik seorang raja yang mempunyai benteng yang kokoh, dengan dinding dan menara penjagaan yang kuat dan hanya mempunyai sebuah pintu saja. Dan di sana, ada seorang penjaga pintu yang pandai, berpengalaman serta cerdas, yang akan mengusir orang-orang yang tidak dikenal dan hanya mengijinkan masuk orang-orang yang dikenal saja. Ketika ia memeriksa dengan menyusuri jalan yang mengelilingi dinding benteng-negara itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah, di dinding benteng-negara itu, yang cukup untuk dilewati oleh binatang, sekali pun hanya sekecil seekor kucing. Dan ia berpikir: "Seberapa pun besarnya mahluk-mahluk yang akan masuk atau meninggalkan negara ini, mereka semua hanya dapat melalui pintu ini."
    "Bhante, hanya dengan cara demikian aku memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo). Oleh karena, para Bhagava, Arahat, Sammasambuddha yang pernah ada pada masa lampau, dengan meninggalkan lima rintangan batin (pancanivarana) dan noda-noda pikiran (citta-upakkilesa) melalui kekuatan kebijaksanaan, dan dengan pikiran yang terpusat baik pada empat landasan kesadaran (cattarosatipatthana), serta mengembangkan dengan sempurna tujuh faktor Penerangan Sempurna (satta-sambojjhanga), maka mereka telah mencapai kesempurnaan sepenuhnya dalam Penerangan Sempurna (Sambodhi) yang tiada bandingannya (anuttara)."


------------------------------------------------------------------------
tahu itu pintu apa?

mahaparinibbana sutta.

"Subhadda, dalam dhamma dan vinaya mana pun, jika tidak terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun tidak akan terdapat seorang petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tetapi dalam dhamma dan vinaya yang mana pun, jika terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun akan terdapat petapa yang sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Kini, dalam dhamma dan vinaya yang kami ajarkan terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan itu, maka dengan sendirinya juga terdapat petapa-petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat.
    Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat.
    Subhadda, sejak kami berumur duapuluh sembilan tahun, kami telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebaikan. Subhadda, kini telah lewat limapuluh satu tahun, dan sepanjang waktu itu, kami telah berkelana dalam suasana kebajikan dan kebenaran, waktu itu di luar tidak ada manusia suci. Juga tidak dari tingkat kedua, ketiga ataupun tingkat kesucian keempat. Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat."

=============================================

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu : "Para bhikkhu, perhatikanlah nasehat ini : 'Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.' (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha)."
Inilah kata-kata terakhir Sang Tathagata.

namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.
namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.
namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.

banyak berkah pada anda
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 12:15:42 AM

Apakah anda pernah bermeditasi?Dlm bermeditasi, kita mengenal istilah dengan "meluaskan" dan "memfokus"kan.Coba saja anda meruncingkan konsentrasi untuk "mendeteksi" berbagai Tanah Suci yg ada dlm kosmos ini, rasanya anda akan dapat merasakannya.

Anda berkata mengenai alam dewa, saya bertanya kembali, dari segi apakah anda dapat "meng-ehipassiko"kan? Segi science? Sama seperti keberadaan Tanah Suci, anda dapat membuktikan sendiri dengan kekuatan pikiran anda.

Yang saya lihat ialah, seorang Buddha, selain dengan kualitas2 yang dimilikinya, ialah makhluk yg "bebas". Ketika semua belenggu sudah dilepaskan, apakah masih ada kesempatan suatu kejadian alamiah menjadi penderitaan?

Anda menyinggung mengenai logika, apakah LOGIKA yang anda junjung tinggi itu merupakan "patokan" pasti? Logika balita dan logika orang dewasa tentu berbeda.Jangankan itu, logika orang yg berumur sama, tentu akan berbeda jika memiliki pengetahuan yg berbeda. Jadi, sesuai dengan dasar2 ILMIAH, apakah sesuatu yg yg begitu tergantung dengan variabel bisa menjadi SUATU PATOKAN PASTI?
Ada suatu ungkapan, "zen bukanlah zen jika hanya sebatas logika.Zen melewati batas2 tersebut" Silahkan anda pikirkan ungkapan tersebut.

Tahukah anda dengan efek placebo?Sesuatu yg anda harapkan, pasti akan terlihat seperti yg anda harapkan, jika anda tidak "membebaskan" pikiran anda dengan belenggu-belenggu yg anda buat sendiri.Rasanya itulah yg anda alami. Maaf jika saya men-judge anda, saya harap yg saya katakan salah.

Ok lha, rasanya memank arah diskusi tidak dapat berlanjut dengan anda, karena diskusi seharusnya dua arah, dan dengan pandangan yg netral.Semoga anda berbahagia.


FYI, saya adalah penganut BEBAS yang tidak terikat dengan aliran tertentu.Karena kapasitas saya sebagai "satpam" board Mahayana, tentu saya akan menjawab sesuai buku2 dan apa yang saya pelajari dalam pandangan Mahayana.Pada pagi hari saya memasang dupa untuk para dewa, dan pada sore (tidak selalu rutin) hari saya membaca Amitocing untuk pelimpahan jasa, dan pada malam(sama, kga rutin juga) hari saya meditasi vipassana.Jadi, silahkan anda melabeli saya, karena saya sendiri tidak berlabel, dan menerima ajaran dari berbagai semua aliran sebagai suatu kesatuan yg saling mengisi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 27 March 2009, 12:20:29 AM
hhaha, kan kita lagi d konteks mahayana... kosongkan isi cangkirnya bro (gitu sebut guru zen)
coba u bayangkan bro
40 tahun nonstop, ucap2 amitabha terus.
mencerap jhana gak? mencerap lahh

Oh...Jadi menurut anda pencapaian Jhana di mahayana Bisa dilakukan hanya dengan Baca Mantra Amitabha?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 12:22:15 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 12:24:17 AM
bro edward yang bijak,
logika tidak selama-nya benar, tetapi kenyataan/fakta yang pasti benar.

kalau masalah diskusi,
sebuah diskusi akan memiliki arah yang baik apabila, memakai kenyataan sebagai acuan..
tetapi kalau sudah pakai fantasi...yah tentu bercabang-cabang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 27 March 2009, 12:27:45 AM
hhaha, kan kita lagi d konteks mahayana... kosongkan isi cangkirnya bro (gitu sebut guru zen)
coba u bayangkan bro
40 tahun nonstop, ucap2 amitabha terus.
mencerap jhana gak? mencerap lahh

Oh...Jadi menurut anda pencapaian Jhana di mahayana Bisa dilakukan hanya dengan Baca Mantra Amitabha?

so, apa bedanya denga buddha-buddha-buddha
aki-aki-aki
masuk-masuk-masuk
keluar-keluar-keluar
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 12:38:34 AM
penderitaan di alam dewa dan alam brahma juga hanya ada 1 saja, yaitu kematian... Tidak ada sakit, dan usia tua hanya sebentar saja menjelang kematian. Apakah di alam sukhavati ada kematian ?

Kutipan dari buku "Pure Land Buddhism ,Dialogues with Ancient Masters"
Bahwa Pure itu terbebas dari  Five Turbidities (Corruption, Defilements, Depravaties, Filths, Impurities).
The five are: 1.the filth of kalpa, when the historical cycle is in a period of degeneration; 2. the filth of views,when all sorts of wrong views prevail; 3. the filth of passions, when desire, hatred and other defilements are predominant; 4. the filth of human condition, when people are more miserable than happy; 5 the filth of life span diminishes (G.C.C Chang). these conditions, viewed from a Buddhist angel, however, can constitute aids to enlightment, as they may spur practitioners to more earnest cultivation.

Kelima kondisi tersebut tidak ada dalam sukhavati.Kira2 seperti itulah penjelasan secara singkat mengenai Pure Land dalam buku tersebut.Secara lengkap bro isa coba cari n baca sendiri.Tersedia secara gratis di Mr Google karena free distribution.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 12:40:27 AM
hhaha, kan kita lagi d konteks mahayana... kosongkan isi cangkirnya bro (gitu sebut guru zen)
coba u bayangkan bro
40 tahun nonstop, ucap2 amitabha terus.
mencerap jhana gak? mencerap lahh

Oh...Jadi menurut anda pencapaian Jhana di mahayana Bisa dilakukan hanya dengan Baca Mantra Amitabha?

so, apa bedanya denga buddha-buddha-buddha
aki-aki-aki
masuk-masuk-masuk
keluar-keluar-keluar

kalau nafas, akan ada gerakan alamiah. secara nyata tanpa membutuhkan bergeraknya "si penggerak"
dan "si pengetahu" yang ada.
tetapi jika menggunakan metode pembacaan, maka disitu ada "penggerak" bergerak..

jadi meditasi nya bukan menjadi "menyadari saat ini"

meditasi seperti ini,saya pernah coba....tetapi
hasilnya mengecewakan.
hanya bercakap-cakap dengan masa lampau, bukan sadar SATI.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 12:50:59 AM
Ada berbagai metode dalam kultivasi Sukhavati, selain dengan merenungkan keagungan dan tanda2 dan gambaran seorang Buddha Amitabha, bisa juga dengan pelafan. Pelafalan tentu tidak sebatas dalam ucapan, tetapi memfokuskan pikiran dlm 1 titik, yaitu sosok Amitabha Buddha. Selain itu, "efek" dari pemfokusan terus menerus akan menumbuhkan " kebiasaan" akan selalu mengingat seorang Buddha, sehingga memungkinkan akan terlahir di sukhavati.

Dari kalimat saya di atas, apakah ada yg bisa melihat korelasinya dengan, Buddhanusati, Samatha Bhavana, dan karma baik dari "KEBIASAAN" mengingat akan dhamma dlm sistem Abhidhamma?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 27 March 2009, 12:54:54 AM
hhaha, kan kita lagi d konteks mahayana... kosongkan isi cangkirnya bro (gitu sebut guru zen)
coba u bayangkan bro
40 tahun nonstop, ucap2 amitabha terus.
mencerap jhana gak? mencerap lahh

Oh...Jadi menurut anda pencapaian Jhana di mahayana Bisa dilakukan hanya dengan Baca Mantra Amitabha?

so, apa bedanya denga buddha-buddha-buddha
aki-aki-aki
masuk-masuk-masuk
keluar-keluar-keluar

Buddho....3x atau Ahi...3x digunakan untuk Object Konsentrasi dan di bacakan dalam batin bukan dibacakan melalui Mulut berupa suara sehingga terdengar oleh diri sendiri atau orang lain.  
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 01:04:02 AM
bro gunawan,
Bukan pelafalannya yang ditekankan dalam penyebutan Amitabha Buddha, tetapi pemfokusan pikiran.Jadi, jika seseorang sedang menyebutkan "Amitofo" berulang2 kali, tidak hanya sebatas ucapan, tetapi pikiran pun turut serta difokuskan. INILAH yang seharusnya DITEKANKAN bagi para pelafal Amitofo.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 27 March 2009, 01:10:02 AM
bro gunawan,
Bukan pelafalannya yang ditekankan dalam penyebutan Amitabha Buddha, tetapi pemfokusan pikiran.Jadi, jika seseorang sedang menyebutkan "Amitofo" berulang2 kali, tidak hanya sebatas ucapan, tetapi pikiran pun turut serta difokuskan. INILAH yang seharusnya DITEKANKAN bagi para pelafal Amitofo.

Anumodana atas Penjelasannya Bro.Edward.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 01:14:11 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!
saudara edward yg bijak,
dalam sutra mahayana (saya lupa nama sutra nya, kalau tahu namanya bisa kasih info donk) dikatakan gotama telah mencapai pencerahan baik sebelum dilahirkan di suku sakya,bahkan jauh sebelum kelahiran-nya menjadi pertapa sumedha.

kok,beliau bisa lupa akan pencerahan-nya?
sehingga butuh guru-guru bahkan mesti 6 tahun menyiksa diri.atau bahkan sampai lewat pemusik?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 01:18:23 AM
bro edward yang bijak,
logika tidak selama-nya benar, tetapi kenyataan/fakta yang pasti benar.

kalau masalah diskusi,
sebuah diskusi akan memiliki arah yang baik apabila, memakai kenyataan sebagai acuan..
tetapi kalau sudah pakai fantasi...yah tentu bercabang-cabang.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 01:22:16 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!
saudara edward yg bijak,
dalam sutra mahayana (saya lupa nama sutra nya, kalau tahu namanya bisa kasih info donk) dikatakan gotama telah mencapai pencerahan baik sebelum dilahirkan di suku sakya,bahkan jauh sebelum kelahiran-nya menjadi pertapa sumedha.

kok,beliau bisa lupa akan pencerahan-nya?
sehingga butuh guru-guru bahkan mesti 6 tahun menyiksa diri.atau bahkan sampai lewat pemusik?


Sorry, can't help. ;D
Karena saya sendiri belom pernah membaca secara langsung sutra tersebut.Mungkin ada member lain yg lebih tahu dan dapat menjelaskan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 01:29:09 AM
Ada berbagai metode dalam kultivasi Sukhavati, selain dengan merenungkan keagungan dan tanda2 dan gambaran seorang Buddha Amitabha, bisa juga dengan pelafan. Pelafalan tentu tidak sebatas dalam ucapan, tetapi memfokuskan pikiran dlm 1 titik, yaitu sosok Amitabha Buddha. Selain itu, "efek" dari pemfokusan terus menerus akan menumbuhkan " kebiasaan" akan selalu mengingat seorang Buddha, sehingga memungkinkan akan terlahir di sukhavati.

Dari kalimat saya di atas, apakah ada yg bisa melihat korelasinya dengan, Buddhanusati, Samatha Bhavana, dan karma baik dari "KEBIASAAN" mengingat akan dhamma dlm sistem Abhidhamma?
sosok nya saja belum pernah dilihat...
mau disuruh berfantasi sampai dimana saudara edward?

jika merenungkan buddhanusati. disitu seorang yogi bisa membangkitkan saddha dimana seorang buddha tercerahkan.
dikarenakan "Dhamma-nya."
jadi bukan sekedar percaya buddha...tetapi "apa yang ditemukan buddha"

buddha dan dhamma itu tidak dapat dipisahkan....
tidak mungkin meng-Agung-kan "sesosok" yang tidak ada "apa-apa-nya"
buddha di agungkan karena menemukan Dhamma, dan Dhamma ada karena Buddha menemukan.

kalau samantha bhavana.....melafalkan nama itu memicu pikiran agar tidak lari dan konsentrasi ke objek awal...
tidak mungkin mencapai konsentrasi yang baik apabila "si penggerak" yg dipakai.

mengingat kebiasaan baik?....saya tidak melihat adanya perbuatan baik/buruk apabila seseorang mengucapkan "besok hari sabtu" selama 100x.
semua itu dari pikiran-nya.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 01:30:47 AM
bro edward yang bijak,
logika tidak selama-nya benar, tetapi kenyataan/fakta yang pasti benar.

kalau masalah diskusi,
sebuah diskusi akan memiliki arah yang baik apabila, memakai kenyataan sebagai acuan..
tetapi kalau sudah pakai fantasi...yah tentu bercabang-cabang.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.
jika demikian saya bertanya dari awal
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Semit on 27 March 2009, 02:41:23 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!

Rekan TS,
Dengan postingan ini, anda telah melanggar aturan yang anda buat sendiri, atas dasar apakah Saudara mengatakan Sutta versi Theravada itu SALAH?

tadinya saya ingin meng-click report to moderator, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena anda adalah moderatornya.

Mohon Klarifikasi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 07:58:25 AM
Ada berbagai metode dalam kultivasi Sukhavati, selain dengan merenungkan keagungan dan tanda2 dan gambaran seorang Buddha Amitabha, bisa juga dengan pelafan. Pelafalan tentu tidak sebatas dalam ucapan, tetapi memfokuskan pikiran dlm 1 titik, yaitu sosok Amitabha Buddha. Selain itu, "efek" dari pemfokusan terus menerus akan menumbuhkan " kebiasaan" akan selalu mengingat seorang Buddha, sehingga memungkinkan akan terlahir di sukhavati.

Dari kalimat saya di atas, apakah ada yg bisa melihat korelasinya dengan, Buddhanusati, Samatha Bhavana, dan karma baik dari "KEBIASAAN" mengingat akan dhamma dlm sistem Abhidhamma?
sosok nya saja belum pernah dilihat...
mau disuruh berfantasi sampai dimana saudara edward?

jika merenungkan buddhanusati. disitu seorang yogi bisa membangkitkan saddha dimana seorang buddha tercerahkan.
dikarenakan "Dhamma-nya."
jadi bukan sekedar percaya buddha...tetapi "apa yang ditemukan buddha"

buddha dan dhamma itu tidak dapat dipisahkan....
tidak mungkin meng-Agung-kan "sesosok" yang tidak ada "apa-apa-nya"
buddha di agungkan karena menemukan Dhamma, dan Dhamma ada karena Buddha menemukan.

kalau samantha bhavana.....melafalkan nama itu memicu pikiran agar tidak lari dan konsentrasi ke objek awal...
tidak mungkin mencapai konsentrasi yang baik apabila "si penggerak" yg dipakai.

mengingat kebiasaan baik?....saya tidak melihat adanya perbuatan baik/buruk apabila seseorang mengucapkan "besok hari sabtu" selama 100x.
semua itu dari pikiran-nya.

salam metta.

Apakah ada salah satu dari kita ini yg pernah melihat secara langsung sosok Siddharta?

Buddha memank tidak dapat dipisahkan dengan Dhamma.Bukankah banyak terdapat tulisan dalam sutta/sutra bahwa ada banyak dunia laen dengan Buddha masing2? Ato jgn2 tulisan seperti itu hanya ada dalam sutra yah?
Lain lagi, bukankah kualitas semua buddha itu sama?
Dhamma ada dimana2, bahkan ada sebelum kedatangan Samyaksambuddha, rasanya lebih tepat jika dikatakan bahwa seorang Samyaksambuddha "hanya" memutar roda dhamma dengan menemukannya kembali dan membabarkannya kepada semua makhluk agar dapat menemui dhamma.

Saya rasa ada yg salah dengan anda pahami dalam pelafalan Amitabha.

Membiasakan diri untuk selalu fokus pikirannya dan merenungkan sosok Buddha tidak ada gunanya?

Kalau memank seperti ini "pakem" pemikiran anda,  stament 1 n 2 sudah ditolak, tentu stament 3 sebagai akibat, udh pasti tidak relevan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 08:05:15 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!

Rekan TS,
Dengan postingan ini, anda telah melanggar aturan yang anda buat sendiri, atas dasar apakah Saudara mengatakan Sutta versi Theravada itu SALAH?

tadinya saya ingin meng-click report to moderator, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena anda adalah moderatornya.

Mohon Klarifikasi.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.

Rekan Marcedes, karena anda yang sebagai partner diskusi dengan saya, bisakah tolong bantu memberikan klarifikasi seperti yg rekan Semit minta?Atau anda pun ternyata sebenarnya membutuhkan klarifikasi seperti rekan Semit?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 08:09:16 AM

Quote
jika demikian saya bertanya dari awal
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

Penderitaan itu sebab atau akibat?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 27 March 2009, 08:10:38 AM
Selama saya mempelajari Buddha Dhamma Theravada saya hanya mengetahui YM.Ananda Thera sebagai Bendahara Dhamma. YM.Anandalah yang mengulang Dhamma pada Konsili pertama dan YM.Ananda Thera tidak pernah menyebut-nyebut Masalah Tanah Suci ataupun Amitabha. Saya yang masih Bodoh Mau tanya Siapakah yang Mengulang Dhamma ajaran Sang Buddha pertama kali dan Kapan (Versi Mahayana) ?


Saya yang masih Bodoh mau Tanya? Apakah hanya dengan Membacakan Mantra Amitabha saja kita bisa ke Tanah Suci? dan Siapakah yang dapat memberikan Bukti nyata dari keberadaan Tanah Suci tsb? Dan Apakah Hanya Praktisi Tanah Kristal Lazuardi saja yang mampu mencapai tanah Suci tsb?

Note : Saya Hanya mau Tanya dan Belajar Mengenai Mahayana .... ;D Tidak ada maksud lain.... :)  No Offense..... ^:)^


Seperti semua perbincangan diskusi pengetahuan Dhamma yang berandai-andai, sayapun mau ikut cerita yang berandai-andai pula,
1.saya yang percaya buta yang seolah-olah hanya menggunakan sedikit intelektualitas sehingga seolah-olah membuta dibandingkan teman-teman yang dapat melihat melalui kepandaian pertimbangan pikiran intelektualitasnya masing-masing, hanya mau menggambarkan saja,
klo menurut kisah setelah maha parinibanna guru Buddha Sakyamuni, apakah sudah ada murid-murid atau pendengar yang dapat mengerti ajaran jalan mulia dan mencapai pencerahan langsung?. dan kapasitas Ananda pada saat itu sebelum konsili pertama apakah sudah dapat menembus kebenaran pengetahuan mulia pencerahan? seperti yang diceritakan, meskipun memiliki banyak perbendaharaan (mengikuti) pengajaran guru Buddha, tetapi hanya dengan cara teguran perenungan oleh Kassapa dan menyerah saat  menanggalkan kepandaian pengetahuan intelektualitasnya, Ananda baru mengerti hakekat kebenaran sejati dan tercerahkan. sehingga apakah ada kemungkinan apakah Ananda mengetahui semua segala sesuatunya secara keseluruhan tentang pengajaran guru Buddha? dan apakah ada kemungkinan juga ada terpecah pengikut-pengikut menurut keterbatasan penerimaan ajaran (kebijaksanaan para pengikut) yang menyebabkan terjadinya pengelompokan pendokumentasian (pengikut) ajaran-ajaran, bahkan saat guru Buddha hiduppun ada terjadi seperti cerita 500 murid yang keluar/pergi tidak mengikuti ajaran selanjutnya (maaf gambarannya klo gak salah)?

2.secara teoritis dan kenyataan bahwa setiap orang mewarisi karmanya masing-masing. secara kenyataannya akan kembali mengikuti jalur (kelekatannya) kepercayaannya/keyakinannya dan kenyataan mewarisi karmanya juga yang membentuk kehidupannya (dimana keyakinan dan kepercayaannya juga itu adalah hasil dari karma kehidupannyanya juga). Dan seperti yang sudah saya jelaskan/gambarkan/ilustrasikan pada tulisan terdahulu  bahwa alam-alam, dunia ini seperti rimba raya, ada tuan-tuan yang baik dan jahat, ada kerajaan-kerajaan dengan penguasa-penguasanya, ada yang didalam penguasaan tuan-tuan baik yang baik maupun yang jahat, atau dalam kerajaan-kerajaan, ada gelandangan terlunta-lunta, ada preman yang berlaku hukum rimba, tetapi tetap meskipun seolah-olah ada atau tiada hukum, semua ada di bawah/tunduk kepada (terproses oleh) satu kuasa hukum tertinggi dunia (yang berujung ketidak-kekalan/maut/kebinasaan), dimana anda akan terproses atau menuju pada akhirnya (setelah kematian) menurut pilihan keyakinan/kepercayaan anda masing-masing. Tinggal pilih saja iman/keyakinan/kepercayaan yang benar, yang sesat atau tanpa pengetahuan tentang kebenaran keyakinan yang benar.

Seperti sorga barat sukhavati, mereka yang sungguh-sungguh mempercayainya berarti mereka juga yang memiliki keyakinan dan berusaha mempersiapkan dirinya menyesuaikan diri menurut kebenaran pengajaran dalam setiap aspek kehidupan, (sehingga) memiliki keyakinan untuk dapat memperoleh kesempatan mengalami kehidupan disana.
Dan pada saat kematian jasmaninya, mereka akan dibawa oleh kekuatan Buddha Amitabha masuk dalam kehidupan surga sukhavati.
Dan satu hal bila setiap pemercaya yang mengalami kematian jasmani di bumi ini dibawa kesana oleh kekuatan Buddha Amitabha, berarti sebenarnya di bumi ini tidak ada perwakilan yang dibilang mewakili surga sukhavati (yang membilang baik oleh perorangan pribadi maupun suatu kelompok seperti yang terdengar pada pengakuan beberapa aliran). Dan disana mereka secara khusus (anggap saja saya istilahkan secara intensif) diajar dan belajar seperti yang saya beri ilustrasi kehidupan disana seperti biara shaolin, tapi bukan belajar pukulan (kung fu) melainkan belajar pendalaman DHAMMA hingga pencerahan oleh (kekuatan) guru BUDDHA Amithaba.


Semoga dapat menjadi aspirasi cerita fiksi yang menjadi kenyataan.
Good hope and love

Nb :
Penjelasan untuk beberapa pertanyaan tentang Christianity harap sabar.



yah, coba baca

Yuganaddha Sutta

Pada suatu waktu YM Ananda sedang tinggal di Kosambi, di Vihara di Taman Ghosita. Disana beliau berbicara pada para bhikkhu, "Teman-teman!"

"Ya, teman," jawab para bhikkhu.

YM Ananda berkata: "Teman-teman, siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya didepan hadapanku, mereka semua melalui satu dari empat jalan. Apakah empat itu?

"Ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan. Seiring dia mengembangkan pandangan terang yang didahului oleh ketenangan, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana seorang bhikkhu telah mengembangkan ketenangan bersama-sama dengan pandangan terang. Seiring dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang, sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Kemudian ada kasus dimana pikiran seorang bhikkhu yang kegelisahan tentang Dhamma [Comm: kekotoran pandangan] terkendali dengan baik. Ada suatu waktu dimana pikirannya menjadi seimbang didalam, tenang, dan menjadi terpusat & terkonsentrasi. Didalam dirinya sang jalan muncul. Dia mengikuti jalan itu, mengembangkannya, menjalaninya. Seiring dia mengikuti sang jalan, mengembangkannya & menjalaninya — belenggu-belenggunya ditinggalkan, obsesi-obsesinya hancur.

"Siapapun — bhikkhu atau bhikkhuni — menyatakan pencapaian arahantnya dihadapanku, mereka semua melakukannya melalui salah satu dari empat jalan ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
ditambah....

sampasadaniya sutta

"Bhante, sebenarnya kami tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengetahui pikiran para Arahat, Sammasambuddha, baik dari masa lampau, yang akan datang maupun sekarang. Tetapi, meskipun demikian kami memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo)."
    "Bhante, sama seperti perbatasan-negara milik seorang raja yang mempunyai benteng yang kokoh, dengan dinding dan menara penjagaan yang kuat dan hanya mempunyai sebuah pintu saja. Dan di sana, ada seorang penjaga pintu yang pandai, berpengalaman serta cerdas, yang akan mengusir orang-orang yang tidak dikenal dan hanya mengijinkan masuk orang-orang yang dikenal saja. Ketika ia memeriksa dengan menyusuri jalan yang mengelilingi dinding benteng-negara itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang atau celah, di dinding benteng-negara itu, yang cukup untuk dilewati oleh binatang, sekali pun hanya sekecil seekor kucing. Dan ia berpikir: "Seberapa pun besarnya mahluk-mahluk yang akan masuk atau meninggalkan negara ini, mereka semua hanya dapat melalui pintu ini."
    "Bhante, hanya dengan cara demikian aku memiliki pengetahuan tentang tradisi Dhamma (Dhammanvayo). Oleh karena, para Bhagava, Arahat, Sammasambuddha yang pernah ada pada masa lampau, dengan meninggalkan lima rintangan batin (pancanivarana) dan noda-noda pikiran (citta-upakkilesa) melalui kekuatan kebijaksanaan, dan dengan pikiran yang terpusat baik pada empat landasan kesadaran (cattarosatipatthana), serta mengembangkan dengan sempurna tujuh faktor Penerangan Sempurna (satta-sambojjhanga), maka mereka telah mencapai kesempurnaan sepenuhnya dalam Penerangan Sempurna (Sambodhi) yang tiada bandingannya (anuttara)."


------------------------------------------------------------------------
tahu itu pintu apa?

mahaparinibbana sutta.

"Subhadda, dalam dhamma dan vinaya mana pun, jika tidak terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun tidak akan terdapat seorang petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tetapi dalam dhamma dan vinaya yang mana pun, jika terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun akan terdapat petapa yang sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Kini, dalam dhamma dan vinaya yang kami ajarkan terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan itu, maka dengan sendirinya juga terdapat petapa-petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat.
    Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat.
    Subhadda, sejak kami berumur duapuluh sembilan tahun, kami telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebaikan. Subhadda, kini telah lewat limapuluh satu tahun, dan sepanjang waktu itu, kami telah berkelana dalam suasana kebajikan dan kebenaran, waktu itu di luar tidak ada manusia suci. Juga tidak dari tingkat kedua, ketiga ataupun tingkat kesucian keempat. Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat."

=============================================

Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu : "Para bhikkhu, perhatikanlah nasehat ini : 'Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.' (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha)."
Inilah kata-kata terakhir Sang Tathagata.

namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.
namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.
namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.

banyak berkah pada anda
salam metta.


saya menjelaskan tentang suatu gambaran (umum) apa?
anda menjelaskan tentang apa?
mengenai keyakinan,
klo seseorang atau anda melangkah bertindak karena (didahului) apa?
saat ada pengakuan kata-kata 'namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.' itu mencerminkan apa?
saat ada pengakuan kata-kata 'aku berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha' itu mencerminkan apa?
apakah anda sudah berjumpa Buddha?
dengan sudah mengetahui, melihat pintu (pikiran) itu, apakah anda sudah dapat melihat 'keBuddhaan'?
apakah DHAMMA/kebenaran yang sesungguhnya?
apakah karma itu?
apakah mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang itu?
apakah anda sebelumnya sudah melihat 'Nibanna'?
apakah anda sudah mencapai arahat?
mengapa anda mengikuti jalan dan memegang teguh ajaran guru Buddha dan mencerminkan pengakuan sebagai umat/pengikut/murid?
apakah dengan pengajaran jalan umum sekarang yang dapat dimengerti oleh intelektualitas anda (sebagai bukti anda dapat menjelaskan dengan baik dan dapat melakukan) anda sudah tercerahkan, melihat dan berlaku segala sesuatunya apa adanya seperti Buddha/mereka yang tercerahkan melihat?
dan yang terakhir, apakah anda sudah mengalami semuanya itu? klo belum karena apa anda memiliki (memegang teguh) pengetahuan itu?
berbahagialah mereka yang belum melihat namun percaya.
(catatan : bisa berbeda makna tulisan jika seperti tendensi bung hendarko tulis "Berbahagialah orang yang percaya namun tidak melihat.", muncul ketidak-murnian pencerapan/pandangan karena apa?)
sebab seperti guru Buddha bilang :
Pada saat itu Yang Dijunjungi mengucapkan suatu gatha yang berbunyi :
Barang siapa melihat-Ku dalam wujud,
Barang siapa mencari-Ku dalam suara,
Dia mempraktekkan jalan menyimpang,
Dan tidak dapat melihat Hyang Tathagatha.
sesungguhnya dari kisah penjelasan kalimat diatas, sebenarnya kita sudah (pernah) melihat atau belum? apa yang membuat manusia tidak melihat atau terbatasi melihat?

teori saja, tindakan meraih apa yang belum terlihat, pengalaman-kebenaran kenyataan teori yang dinyatakan (sebagai pembelajaran untuk meraih/menuju hasil yang belum terlihat), jika menuju untuk mencapai hasil di depan belum terlihat itu karena apa?
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 27 March 2009, 08:55:59 AM
"Berbahagialah orang yang percaya namun tidak melihat."

Apabila tidak melihatnya saya ganti dengan buta, yg notabene adalah sinonim dari kata "tidak melihat,
bukankah kalimat tersebut menjadi:

"Berbahagialah orang yang percaya, buta."

Maaf sebelumnya, bukan bermaksud menyinggung, namun memang itulah yang dikatakan sebagai 'Iman", yang berbeda dengan ke"yakin"an, yang "melihat", apapun agamanya atau bahkan tidak ber"agama" sama sekali.


pernyataan bung hendrako sudah saya jelaskan sekalian pada tulisan diatas Reply #159.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 27 March 2009, 08:58:25 AM
sudah dulu yee... yang lain menyusul.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 09:18:22 AM
^
^
^
se7, satu2 oi, nafsu bangetttt semua... ;D


bukan nya di theravada

jauh-jauh sebelum sakyamuni mencapai pencerahan, dia bertemu dengan buddha dipankara yang mengajarkan dharma kepada dia?

kenapa sekarang mereka sangat sulit untuk mempercayai ada buddha lain yang membabarkan dharma ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 27 March 2009, 09:38:33 AM
oioioi sorry kawan2 belum sempat membahas dulu lagi banyak kerjaan dikantor. Saya bawa buku bagus nanti saya tulis disini sesesempat mungkin. karena kerjaan lagi menumpuk terpaksa selesaikan pekerjaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 10:06:14 AM
Ada berbagai metode dalam kultivasi Sukhavati, selain dengan merenungkan keagungan dan tanda2 dan gambaran seorang Buddha Amitabha, bisa juga dengan pelafan. Pelafalan tentu tidak sebatas dalam ucapan, tetapi memfokuskan pikiran dlm 1 titik, yaitu sosok Amitabha Buddha. Selain itu, "efek" dari pemfokusan terus menerus akan menumbuhkan " kebiasaan" akan selalu mengingat seorang Buddha, sehingga memungkinkan akan terlahir di sukhavati.

Dari kalimat saya di atas, apakah ada yg bisa melihat korelasinya dengan, Buddhanusati, Samatha Bhavana, dan karma baik dari "KEBIASAAN" mengingat akan dhamma dlm sistem Abhidhamma?
sosok nya saja belum pernah dilihat...
mau disuruh berfantasi sampai dimana saudara edward?

jika merenungkan buddhanusati. disitu seorang yogi bisa membangkitkan saddha dimana seorang buddha tercerahkan.
dikarenakan "Dhamma-nya."
jadi bukan sekedar percaya buddha...tetapi "apa yang ditemukan buddha"

buddha dan dhamma itu tidak dapat dipisahkan....
tidak mungkin meng-Agung-kan "sesosok" yang tidak ada "apa-apa-nya"
buddha di agungkan karena menemukan Dhamma, dan Dhamma ada karena Buddha menemukan.

kalau samantha bhavana.....melafalkan nama itu memicu pikiran agar tidak lari dan konsentrasi ke objek awal...
tidak mungkin mencapai konsentrasi yang baik apabila "si penggerak" yg dipakai.

mengingat kebiasaan baik?....saya tidak melihat adanya perbuatan baik/buruk apabila seseorang mengucapkan "besok hari sabtu" selama 100x.
semua itu dari pikiran-nya.

salam metta.

Apakah ada salah satu dari kita ini yg pernah melihat secara langsung sosok Siddharta?

Buddha memank tidak dapat dipisahkan dengan Dhamma.Bukankah banyak terdapat tulisan dalam sutta/sutra bahwa ada banyak dunia laen dengan Buddha masing2? Ato jgn2 tulisan seperti itu hanya ada dalam sutra yah?
Lain lagi, bukankah kualitas semua buddha itu sama?
Dhamma ada dimana2, bahkan ada sebelum kedatangan Samyaksambuddha, rasanya lebih tepat jika dikatakan bahwa seorang Samyaksambuddha "hanya" memutar roda dhamma dengan menemukannya kembali dan membabarkannya kepada semua makhluk agar dapat menemui dhamma.

Saya rasa ada yg salah dengan anda pahami dalam pelafalan Amitabha.

Membiasakan diri untuk selalu fokus pikirannya dan merenungkan sosok Buddha tidak ada gunanya?

Kalau memank seperti ini "pakem" pemikiran anda,  stament 1 n 2 sudah ditolak, tentu stament 3 sebagai akibat, udh pasti tidak relevan.
bro edward yang bijak,

tanpa melihat buddha, seseorang mampu mencapai tingkat kesucian....dikarenakan dhamma yang begitu nyata.

"ada sebuah kisah seorang pemuda belum pernah melihat "buddha gotama" dan memanggil buddha gotama dengan sebutan "sahabat" pemuda tersebut mencapai tingkat kesucian dikarenakan mendengarkan dhamma yang nyata

tetapi bagaimana dengan pelafalan amitabha ?
sudah point jelas disitu,

anda katakan buddha semua sama, dan dhamma semua sama.
lalu "apa yang diajarkan buddha amitabha?"  penderitaan saja tidak ada di sana.

dengan demikian pertanyaan anda "apakah pernah melihat sosok siddharta?"
jawabannya. "tidak secara fisik"
tetapi melihat "4 kesunyataan mulia di sekarang merupakan penglihatan"

saya rasa kata buddha "barang siapa melihat dhamma, maka melihat buddha"
kalau amitabha?... liat ajaran dmana?

4 kesunyataan mulia?  jalan beruas 8?....................

tahukah yang saya maksud kenyataan saat ini.  penderitaan



Quote
jika demikian saya bertanya dari awal
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

Penderitaan itu sebab atau akibat?
bro edward, pertanyaan ini saya tujukkan kepada anda...

"apakah menurut bro edward kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

saya menjelaskan tentang suatu gambaran (umum) apa?
anda menjelaskan tentang apa?
mengenai keyakinan,
klo seseorang atau anda melangkah bertindak karena (didahului) apa?
saat ada pengakuan kata-kata 'namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhasa.' itu mencerminkan apa?
saat ada pengakuan kata-kata 'aku berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha' itu mencerminkan apa?
apakah anda sudah berjumpa Buddha?
dengan sudah mengetahui, melihat pintu (pikiran) itu, apakah anda sudah dapat melihat 'keBuddhaan'?
apakah DHAMMA/kebenaran yang sesungguhnya?
apakah karma itu?
apakah mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang itu?
apakah anda sebelumnya sudah melihat 'Nibanna'?
apakah anda sudah mencapai arahat?
mengapa anda mengikuti jalan dan memegang teguh ajaran guru Buddha dan mencerminkan pengakuan sebagai umat/pengikut/murid?
apakah dengan pengajaran jalan umum sekarang yang dapat dimengerti oleh intelektualitas anda (sebagai bukti anda dapat menjelaskan dengan baik dan dapat melakukan) anda sudah tercerahkan, melihat dan berlaku segala sesuatunya apa adanya seperti Buddha/mereka yang tercerahkan melihat?
dan yang terakhir, apakah anda sudah mengalami semuanya itu? klo belum karena apa anda memiliki (memegang teguh) pengetahuan itu?
berbahagialah mereka yang belum melihat namun percaya.
(catatan : bisa berbeda makna tulisan jika seperti tendensi bung hendarko tulis "Berbahagialah orang yang percaya namun tidak melihat.", muncul ketidak-murnian pencerapan/pandangan karena apa?)
sebab seperti guru Buddha bilang :
Pada saat itu Yang Dijunjungi mengucapkan suatu gatha yang berbunyi :
Barang siapa melihat-Ku dalam wujud,
Barang siapa mencari-Ku dalam suara,
Dia mempraktekkan jalan menyimpang,
Dan tidak dapat melihat Hyang Tathagatha.
sesungguhnya dari kisah penjelasan kalimat diatas, sebenarnya kita sudah (pernah) melihat atau belum? apa yang membuat manusia tidak melihat atau terbatasi melihat?

teori saja, tindakan meraih apa yang belum terlihat, pengalaman-kebenaran kenyataan teori yang dinyatakan (sebagai pembelajaran untuk meraih/menuju hasil yang belum terlihat), jika menuju untuk mencapai hasil di depan belum terlihat itu karena apa?
good hope and love
coedabgf
saudara coedabgf yang bijak,
saya berjumpa dengan 4 kesunyataan mulia yang merupakan kenyataan depan mata.
pertanyaan anda mengenai  ini

Quote
apakah DHAMMA/kebenaran yang sesungguhnya?
apakah karma itu?
apakah mengalami kelahiran dan kematian yang berulang-ulang itu?
apakah anda sebelumnya sudah melihat 'Nibanna'?
apakah anda sudah mencapai arahat?
mengapa anda mengikuti jalan dan memegang teguh ajaran guru Buddha dan mencerminkan pengakuan sebagai umat/pengikut/murid?

ketika kita mempratekkan 4 kesunyataan mulia yang merupakan realita.....
semua pertanyaan ini tidak lah perlu lagi ditanyakan.......

mengapa?
karena akan membawa anda melihat hakekat magga dan phala....yakni berkurangnya "keinginan"
padam nya "keserakahan"
padam nya "kebencian"
padam nya "kebodohan"  >>> ya salah satu jika tidak bisa melihat "penderitaan" dan beranggapan bahwa "kelahiran" bukan penderitaan.

mohon maaf, tetapi jika anda tidak mempratekkan jalan tersebut........
anda hanya akan menjadi penghitung sapi milik orang lain...yakni dengan berkata

"apakah anda telah mencapai tingkatan tertentu?
apakah anda pernah merealisasikan nibbana?
apakah anda pernah merealisasikan ini, itu , dsb-nya?
saya rasa disini kita semua belum mencapai apa-apa, mari belajar bersama-sama.
inilah pengucapan-pengucapan dimana biasanya dipakai seseorang yang belajar dhamma seperti menghitung sapi milik orang lain...

sehingga antara fantasi dan fakta sudah sulit dibedakannya.

=========================================================
jalani lah 4 kesunyataan mulia, dan anda temukan betapa banyak pula sisi menyedihkannya semua yang terbentuk ini...

dan ketika anda telah sampai pada tahap tertentu, semua ini sudah menjadi tidaklah ada apa-apa-nya.

pernah kah anda melihat realita kehidupan ini?
lalu apa yang menyebabkan "keinginan" melafalkan amitofo lagi?

jawaban nya ada disitu.

banyak berkah pada anda
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Semit on 27 March 2009, 10:15:56 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!


Rekan TS,
Dengan postingan ini, anda telah melanggar aturan yang anda buat sendiri, atas dasar apakah Saudara mengatakan Sutta versi Theravada itu SALAH?

tadinya saya ingin meng-click report to moderator, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena anda adalah moderatornya.

Mohon Klarifikasi.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.

Rekan Marcedes, karena anda yang sebagai partner diskusi dengan saya, bisakah tolong bantu memberikan klarifikasi seperti yg rekan Semit minta?Atau anda pun ternyata sebenarnya membutuhkan klarifikasi seperti rekan Semit?
Tuan Mod/TS yg baik,
saya mungkin mekakukan kesalahan dengan nimbrung langsung setelah 11 halaman, sebelum membaca thread ini dari awal, karena saya merasa surorised dengan statement anda. dan sambill saya membaca thread ini dari awal, bisakah menjelaskan aturan khusus berdiskusi di thread ini, selain yang terdapat dalam posting pertama. misalnya. semua pertanyaan yg memohon klarifikasi kepada TS/Mod akan dialihkan ke lawan diskusi dari TS.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 27 March 2009, 10:34:00 AM
bagaimana cara mengikis delusi dalam mahayana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 10:51:26 AM
^
^
^
pake shurangama sutra
disono diajarkan cara membedakan yang sesat sama yang tidak sesat.
cara mengontrol indera2 tubuh....
cara menangkis godaan iblis.

pake lakavantara sutra (sutra biru) juga bisa, sehingga tidak terjadi dualisme...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 27 March 2009, 11:12:11 AM
^
^
^
se7, satu2 oi, nafsu bangetttt semua... ;D


bukan nya di theravada

jauh-jauh sebelum sakyamuni mencapai pencerahan, dia bertemu dengan buddha dipankara yang mengajarkan dharma kepada dia?

kenapa sekarang mereka sangat sulit untuk mempercayai ada buddha lain yang membabarkan dharma ya?

Ini pernyataan aneh, di sutta mana dikatakan bahwa pertapa Sumedha belajar Dhamma dari Buddha Dipankara? memang pertapa Sumedha mendapat penetapan tetapi bukan belajar Dhamma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 11:18:59 AM
petapa sumedha begitu serius menunggu kedatangan dan menyambut buddha dipankara...

trus begitu dia selesai menyambut buddha dipankara.
apakah pernah disebutkan tujuan buddha dipankara datang?
apakah cuma datang, buat ramah tamah, trus pergi?
tidak ada kotbah dharma sama sekali? so wasted u know....

atau memang buddha dipankara ada berkotbah, tapi
petapa sumedha tidak ikut?petapa sumedha pergi? pulang dulu-an? mgkn ada urusan... ;D

no offense, just asking.... :P

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 27 March 2009, 11:20:51 AM
"Berbahagialah orang yang percaya namun tidak melihat."

Apabila tidak melihatnya saya ganti dengan buta, yg notabene adalah sinonim dari kata "tidak melihat,
bukankah kalimat tersebut menjadi:

"Berbahagialah orang yang percaya, buta."

Maaf sebelumnya, bukan bermaksud menyinggung, namun memang itulah yang dikatakan sebagai 'Iman", yang berbeda dengan ke"yakin"an, yang "melihat", apapun agamanya atau bahkan tidak ber"agama" sama sekali.


pernyataan bung hendrako sudah saya jelaskan sekalian pada tulisan diatas Reply #159.

Berbahagialah orang buta yang percaya (masuk kr****n)   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 27 March 2009, 11:23:37 AM
^
^
^
se7, satu2 oi, nafsu bangetttt semua... ;D


bukan nya di theravada

jauh-jauh sebelum sakyamuni mencapai pencerahan, dia bertemu dengan buddha dipankara yang mengajarkan dharma kepada dia?

kenapa sekarang mereka sangat sulit untuk mempercayai ada buddha lain yang membabarkan dharma ya?

Ini pernyataan aneh, di sutta mana dikatakan bahwa pertapa Sumedha belajar Dhamma dari Buddha Dipankara? memang pertapa Sumedha mendapat penetapan tetapi bukan belajar Dhamma.
Menurut Tradisi Theravada, pelajaran Dhamma memang bisa didapatkan seorang Bodhisatta dari Buddha yang ada pada masa itu. Contohnya Bodhisatta Gotama pada kehidupan sebagai Jotipala, menjadi bhikkhu dari Samma Sambuddha Kassapa.

Yang sebetulnya berbeda adalah dalam Tradisi Theravada, ajaran semua Buddha adalah sama PERSIS.
Jadi berbeda dengan aliran lain misalnya Mahayana yang mengajarkan ajaran alternatif dari Buddha Amitabha (yaitu tekad menuju Sukhavati yang tidak diajarkan Buddha Sakyamuni), atau juga misalnya aliran Maitreya yang mengajarkan ajaran Buddha itu bisa kadaluwarsa dan digantikan dengan ajaran Buddha berikutnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 27 March 2009, 11:24:02 AM
petapa sumedha begitu serius menunggu kedatangan dan menyambut buddha dipankara...

trus begitu dia selesai menyambut buddha dipankara.
apakah pernah disebutkan tujuan buddha dipankara datang?
apakah cuma datang, buat ramah tamah, trus pergi?
tidak ada kotbah dharma sama sekali? so wasted u know....

atau memang buddha dipankara ada berkotbah, tapi
petapa sumedha tidak ikut?petapa sumedha pergi? pulang dulu-an? mgkn ada urusan... ;D

no offense, just asking.... :P

CMIIW,

navis

Balik bertanya padahal belum menjawab, sudah ketemu jawabannya belum bro Navis? sudah baca belum kisahnya? Baca dulu ya? no offense  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 11:29:33 AM
sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 11:30:55 AM
^
^
^
se7, satu2 oi, nafsu bangetttt semua... ;D


bukan nya di theravada

jauh-jauh sebelum sakyamuni mencapai pencerahan, dia bertemu dengan buddha dipankara yang mengajarkan dharma kepada dia?

kenapa sekarang mereka sangat sulit untuk mempercayai ada buddha lain yang membabarkan dharma ya?

Ini pernyataan aneh, di sutta mana dikatakan bahwa pertapa Sumedha belajar Dhamma dari Buddha Dipankara? memang pertapa Sumedha mendapat penetapan tetapi bukan belajar Dhamma.

Menurut Tradisi Theravada, pelajaran Dhamma memang bisa didapatkan seorang Bodhisatta dari Buddha yang ada pada masa itu. Contohnya Bodhisatta Gotama pada kehidupan sebagai Jotipala, menjadi bhikkhu dari Samma Sambuddha Kassapa.


Yang sebetulnya berbeda adalah dalam Tradisi Theravada, ajaran semua Buddha adalah sama PERSIS.
Jadi berbeda dengan aliran lain misalnya Mahayana yang mengajarkan ajaran alternatif dari Buddha Amitabha (yaitu tekad menuju Sukhavati yang tidak diajarkan Buddha Sakyamuni), atau juga misalnya aliran Maitreya yang mengajarkan ajaran Buddha itu bisa kadaluwarsa dan digantikan dengan ajaran Buddha berikutnya.


oh ic, nice info bro kaiyn kutho

ternyata tidak belajar dari buddha dipankara
tapi belajar dari buddha kasyapa....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 March 2009, 11:36:13 AM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!

jadi menurut bro edward bahwa THERAVADA dan MAHAYANA itu berbeda... bisa ya BUDDHA GOTAMA menurunkan ajaran yang katanya berkelanjutan tetapi pada kenyataannya BERBEDA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 27 March 2009, 11:42:47 AM
oh ic, nice info bro kaiyn kutho

ternyata tidak belajar dari buddha dipankara
tapi belajar dari buddha kasyapa....

Bukan hanya Buddha Kassapa, tetapi dari semua Buddha juga. Bedanya lagi, menurut Tradisi Theravada, selama seorang Bodhisatta belum menjadi Buddha (di kehidupan terakhirnya), maka ia tidak mencapai pencerahan atau kesucian apa pun. Ia tetap hanya "orang biasa".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 27 March 2009, 11:50:06 AM
Just Asking yach.... ;)  Apakah Mahayana banyak mengambil Ajaran-ajaran dari Rahib-rahib China (Fa-Xien,I Ching,Xuan Zhuang) yang mengambil kitab suci ke barat ?. Kalo tidak salah mereka bertiga mengeluarkan 3 kitab yang berbeda tentu dengan pendapatnya masing-masing... dan pada saat itu juga terdengar banyak Kaisar-kaisar yang anti Buddhism sehingga membakar habis Kitab-kitab yang ada.

No Offense ..Just Asking.... ;D

 _/\_
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 11:50:21 AM
oh ic, nice info bro kaiyn kutho

ternyata tidak belajar dari buddha dipankara
tapi belajar dari buddha kasyapa....

Bukan hanya Buddha Kassapa, tetapi dari semua Buddha juga. Bedanya lagi, menurut Tradisi Theravada, selama seorang Bodhisatta belum menjadi Buddha (di kehidupan terakhirnya), maka ia tidak mencapai pencerahan atau kesucian apa pun. Ia tetap hanya "orang biasa".

berarti sama donk dengan yang dalam sutra intan ("Vajracheddika prajna paramita")

if i am not mistaken
di sutra intan, distate, kalau pada saat yang paling penting, saat detik2 terakhir mencapai pencerahan
tiba2 saja masih terdapat sedikit saja sedikit kemelekatan, ato something like that.

maka pencapaian yang telah dicapai, akan direset jadi nol kembali (alias jadi orang biasa).

so base on this,
ternyata ada persamaan presepsi antara mahayana n theravada.  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 27 March 2009, 12:09:51 PM
sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 March 2009, 12:19:13 PM
Sembilan Kehidupan Lampau Siddharta Sebagai Bhikkhu
(i) Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna,
(ii) Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Manggala,
(iii) Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedhà,
(iv) Sebagai raja dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujàta,
(v) Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa,
(vi) Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu,
(vii) Sebagai Raja Khemà dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha,
(viii) Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konàgamana,
(ix) Sebagai Jotipàla, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.

Demikianlah Beliau menerima ramalan dalam sembilan kehidupan sebagai bhikkhu

Sumber : Riwayat Agung Para Buddha (hal 383-384)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 27 March 2009, 01:08:23 PM
Just Asking yach.... ;)  Apakah Mahayana banyak mengambil Ajaran-ajaran dari Rahib-rahib China (Fa-Xien,I Ching,Xuan Zhuang) yang mengambil kitab suci ke barat ?. Kalo tidak salah mereka bertiga mengeluarkan 3 kitab yang berbeda tentu dengan pendapatnya masing-masing... dan pada saat itu juga terdengar banyak Kaisar-kaisar yang anti Buddhism sehingga membakar habis Kitab-kitab yang ada.

No Offense ..Just Asking.... ;D

 _/\_
Gunawan S S

beberapa diselamatkan, bukan perbedaan pendapat hanya perbedaan mengutarakan isi namun tetep satu garis pemahaman.ini dikarenakan perbedaan penggunaan gaya bahasa di beberapa daerah tertentu.
Vajrachedika Sutra sendiri punya 3 versi, Surangama Sutra sendiri ditemukan kemudian di istana Kaisar Wanita Wu Ze Tian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 01:24:15 PM
^
^
^
bro nyanadhana, kumaha dahang atuh? ^_^

pemahaman akan suatu isi beda-beda, dan cara penyampaian nya juga beda-beda, yang terjadi lah banyak versi...  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 01:28:14 PM
Sembilan Kehidupan Lampau Siddharta Sebagai Bhikkhu
(i) Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna,
(ii) Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Manggala,
(iii) Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedhà,
(iv) Sebagai raja dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujàta,
(v) Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa,
(vi) Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu,
(vii) Sebagai Raja Khemà dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha,
(viii) Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konàgamana,
(ix) Sebagai Jotipàla, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.

Demikianlah Beliau menerima ramalan dalam sembilan kehidupan sebagai bhikkhu

Sumber : Riwayat Agung Para Buddha (hal 383-384)

waduh2, ternyata petapa sumedha belajar dengan banyak buddha ya
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.



oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)

merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan. >> berarti petapa sumedha menapaki jalan mahayana donk??? 10 paramita bodhisattva tah?

setau saya petapa sumedha sudah memenuhi pencapaian arahat pada saat itu juga kan, dia bisa saja jadi arahat dan kembali kejalan theravada kan? CMIIW

no offense, just curiousity....

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 27 March 2009, 01:29:53 PM
^
^
^
waduh2, ternyata buddha belajar dengan banyak buddha
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.



oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)


Jambudipa...melalui beribu2 kalpa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 27 March 2009, 01:30:51 PM
umm.......... something strange.. :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 27 March 2009, 01:32:20 PM
katanya yg bakalan pertama hilang adalah sutra tersebut bukan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 01:34:44 PM
^
^
^
shurangama sutra
+ satu lagi kalau tidak salah, mahaparinibbana sutra

dua sutra ini pencegah ajaran dharma hilang dari muka bumi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 27 March 2009, 01:35:33 PM
umm.......... something strange.. :-?

ada yang aneh lagi?

katanya yg bakalan pertama hilang adalah sutra tersebut bukan?

katanya...ehipassiko dulu ama sutranya baru bisa lanjutin apakah pertama hilang dan alasannya kenapa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 01:36:07 PM
umm.......... something strange.. :-?

something strange?
for example? u tell me lar?

kita kan disini saling asah asih asuh?
bukan kah indah-nya kebersamaan.... ^_^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 27 March 2009, 01:44:33 PM
apa perbedaan TBS ama mahayana asli nya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 27 March 2009, 01:45:14 PM
cuma ide aja...

kita flash back ma sejarah peradaban manusia dengan waktu paling pertama kali Buddha muncul...

apa sesuai.. ?

(tapi keknya OOT.. dah gak usah dibahas.. :hammer:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 27 March 2009, 01:48:29 PM
Sembilan Kehidupan Lampau Siddharta Sebagai Bhikkhu
(i) Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna,
(ii) Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Manggala,
(iii) Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedhà,
(iv) Sebagai raja dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujàta,
(v) Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa,
(vi) Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu,
(vii) Sebagai Raja Khemà dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha,
(viii) Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konàgamana,
(ix) Sebagai Jotipàla, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.

Demikianlah Beliau menerima ramalan dalam sembilan kehidupan sebagai bhikkhu

Sumber : Riwayat Agung Para Buddha (hal 383-384)

waduh2, ternyata petapa sumedha belajar dengan banyak buddha ya
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.



oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)

merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan. >> berarti petapa sumedha menapaki jalan mahayana donk??? 10 paramita bodhisattva tah?

setau saya petapa sumedha sudah memenuhi pencapaian arahat pada saat itu juga kan, dia bisa saja jadi arahat dan kembali kejalan theravada kan? CMIIW

no offense, just curiousity....

 _/\_

Sumber RAPB tidak menyebutkan demikian, tidak ada sama sekali dalam theravada seorang yang sudah Arahat bisa terlahir kembali. tapi tentunya akan OOT kalau membahas theravada di sini, jadi silahkan
:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 27 March 2009, 01:49:48 PM
Quote
waduh2, ternyata petapa sumedha belajar dengan banyak buddha ya
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

Apakah Seorang Buddha yg telah mematahkan 10samyojana akan terlahir Kembali?  Coba anda renungkan.... :)

Quote
oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)

merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan. >> berarti petapa sumedha menapaki jalan mahayana donk??? 10 paramita bodhisattva tah?

setau saya petapa sumedha sudah memenuhi pencapaian arahat pada saat itu juga kan, dia bisa saja jadi arahat dan kembali kejalan theravada kan? CMIIW

no offense, just curiousity....
 

Dasa Paramittha adalah Dana , Sila , Nekkhama , Viriya , Panna , Khanti , Sacca , Addhitthana , Metta dan Uppekha

Kalau 10 Paramittha Bodhisatva itu apa yach?


 _/\_
Thanks & Best Regards
Gunawan S S

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 27 March 2009, 01:53:47 PM
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
jadi pandangan berbeda bagaimana yg kritis?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 01:59:06 PM
Sembilan Kehidupan Lampau Siddharta Sebagai Bhikkhu
(i) Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna,
(ii) Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Manggala,
(iii) Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedhà,
(iv) Sebagai raja dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujàta,
(v) Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa,
(vi) Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu,
(vii) Sebagai Raja Khemà dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha,
(viii) Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konàgamana,
(ix) Sebagai Jotipàla, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.

Demikianlah Beliau menerima ramalan dalam sembilan kehidupan sebagai bhikkhu

Sumber : Riwayat Agung Para Buddha (hal 383-384)

waduh2, ternyata petapa sumedha belajar dengan banyak buddha ya
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.



oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)

merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan. >> berarti petapa sumedha menapaki jalan mahayana donk??? 10 paramita bodhisattva tah?

setau saya petapa sumedha sudah memenuhi pencapaian arahat pada saat itu juga kan, dia bisa saja jadi arahat dan kembali kejalan theravada kan? CMIIW

no offense, just curiousity....

 _/\_

Sumber RAPB tidak menyebutkan demikian, tidak ada sama sekali dalam theravada seorang yang sudah Arahat bisa terlahir kembali. tapi tentunya akan OOT kalau membahas theravada di sini, jadi silahkan
:backtotopic:

makanya, minta donk buku RAPB - nya...  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 27 March 2009, 02:01:24 PM
Just FYI,

waktu sang Buddha Gotama di malam mencapai penerangan Sempurna, dia merenungkan dasa paramitha nya lowww...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 27 March 2009, 02:09:29 PM
cuma ide aja...

kita flash back ma sejarah peradaban manusia dengan waktu paling pertama kali Buddha muncul...

apa sesuai.. ?

(tapi keknya OOT.. dah gak usah dibahas.. :hammer:)

bumi ini sudah pernah punah dan terbentuk kembali lho...bukannya awal peradaban manusia kali ini aja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 March 2009, 03:47:48 PM
Sembilan Kehidupan Lampau Siddharta Sebagai Bhikkhu
(i) Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna,
(ii) Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Manggala,
(iii) Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedhà,
(iv) Sebagai raja dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujàta,
(v) Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa,
(vi) Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu,
(vii) Sebagai Raja Khemà dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha,
(viii) Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konàgamana,
(ix) Sebagai Jotipàla, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.

Demikianlah Beliau menerima ramalan dalam sembilan kehidupan sebagai bhikkhu

Sumber : Riwayat Agung Para Buddha (hal 383-384)

waduh2, ternyata petapa sumedha belajar dengan banyak buddha ya
trus yang jadi pertanyaan, buddha masa lampau tersebut, sekarang masih mengajarkan dharma?
dialam manakah sang buddha masa lampau tersebut?

Kalau menurut Theravada, tiada kelahiran kembali lagi bagi BUDDHA yang sudah parinibbana (anupadisesa nibbana / nibbana tanpa sisa). Mau ngajar dimana lagi ? Tidak tahu menurut konsep Mahayana (sering dikaitkan dengan konsep TRIKAYA)...

sudah baca kisahnya bro

tapi tidak lengkap
tidak mendetail....

setelah membungkuk buat di injak oleh buddha dipankara
dia langsung bertekad menjadi buddha
trus diramalkan bakal jadi samma sambuddha (oleh buddha dipankara)

tapi tidak diceritakan, trus petapa sumedha, setelah itu ikut rombongan atau langsung pulang rumah?


ada kok diceritakan, setelah Buddha Dipankara mengucapkan ramalan, selanjutnya Buddha Dipankara dan rombongan melanjutkan perjalanan disertai oleh para penduduk Ramavati, ke vihara yang dibangun khusus untuk Buddha dan rombongan, di sana Buddha Dipankara memberi ceramah Dhamma kepada para penduduk. sedangkan pada saat yang sama Sumedha malah bermeditasi dan merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan.

Jadi memang benar, bahwa Petapa Sumedha tidak belajar dari Buddha Dipankara.



oh ic2, bener2, bro indra
katanya petapa sumedha lagi menikmati pencapaian jhana nya (alias bertapa dihutan)

merenungkan 10 Paramita yang harus dipenuhi untuk mencapai cita-citanya di masa depan. >> berarti petapa sumedha menapaki jalan mahayana donk??? 10 paramita bodhisattva tah?

setau saya petapa sumedha sudah memenuhi pencapaian arahat pada saat itu juga kan, dia bisa saja jadi arahat dan kembali kejalan theravada kan? CMIIW

no offense, just curiousity....

 _/\_
[/quote]

sudah memenuhi syarat pencapaian, tetapi belum merealisasikan savaka buddha, karena masih adanya keinginan luhur (chanda) untuk menyelamatkan makhluk hidup sebagai seorang sammasambuddha, makanya petapa sumedha akibat aspirasinya yang telah di-pastikan oleh seorang sammasambuddha (buddha dipankara) harus menjalani tambahan kehidupan 4 assankheya kappa + 100 ribu kappa untuk menyempurnakan parami-nya guna kelak bisa mencapai annutara sammasambuddha.

MENGAPA PETAPA SUMEDHA harus menjalani tambahan kehidupan yang begitu lama untuk menyempurnakan parami sebagai seorang sammasambuddha, padahal pada waktu itu petapa sumedha sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang savaka/sravaka di bawah BUDDHA DIPANKARA ?
Bukan lain karena seorang sammasambuddha harus memiliki kecakapan khusus yang dimiliki oleh seorang sammasambuddha (tidak dimiliki oleh sravaka maupun pacceka) yaitu KEMAHATAHUAN atas semua prinsip yang harus diketahui dalam JALAN. Dengan KEMAHATAHUAN inilah seorang sammasambuddha dapat menurunkan ajaran PIONER (pendobrak) pada saat jaman kekosongan ajaran.

Apakah dikatakan petapa sumedha mengambil jalan MAHAYANA ? bisa jadi kalau konsep MAhayana yang mengajarkan umat-nya untuk merealisasikan annutara samyaksambuddha, dalam hal ini mungkin IYA... tetapi kalau konsep MAHAYANA tentang para ARAHAT/SAVAKA BUDDHA keluar dari nibbana SRAVAKA untuk kemudian melanjutkan lagi ke tingkat yang lebih tinggi (dalam hal ini BODHISATVA TKT-10 / ANNUTARA SAMYAKSAMBUDDHA), IMO tidak seperti demikian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 27 March 2009, 04:12:02 PM
[at] bro indra & dilbert

thanks for your kindly explanation.

jadi sedikit mengerti sekarang, hihihi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 05:58:20 PM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!


Rekan TS,
Dengan postingan ini, anda telah melanggar aturan yang anda buat sendiri, atas dasar apakah Saudara mengatakan Sutta versi Theravada itu SALAH?

tadinya saya ingin meng-click report to moderator, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena anda adalah moderatornya.

Mohon Klarifikasi.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.

Rekan Marcedes, karena anda yang sebagai partner diskusi dengan saya, bisakah tolong bantu memberikan klarifikasi seperti yg rekan Semit minta?Atau anda pun ternyata sebenarnya membutuhkan klarifikasi seperti rekan Semit?
Tuan Mod/TS yg baik,
saya mungkin mekakukan kesalahan dengan nimbrung langsung setelah 11 halaman, sebelum membaca thread ini dari awal, karena saya merasa surorised dengan statement anda. dan sambill saya membaca thread ini dari awal, bisakah menjelaskan aturan khusus berdiskusi di thread ini, selain yang terdapat dalam posting pertama. misalnya. semua pertanyaan yg memohon klarifikasi kepada TS/Mod akan dialihkan ke lawan diskusi dari TS.


Ok, karena Marcedes tidak dapat membantu, saya akan menjelaskan sendiri.
Sebelum penjelasan saya, ada alasan mengapa saya meminta pada Marcedes untuk bantu menjelaskan, karena saya perlu mengetahui respon tertulis mengenai statement saya.Yaitu persamaan visi.Dengan begitu diskusi dapat berjalan dengan lancar tanpa adu2 referensi yang berbeda.
Dan penjelasan saya mengenai statement saya ialah:
1.Kalimat itu sebagai kalimat "pemotong" secara langsung pada beberapa member yang secara eksplisit maupun tidak, membanding2kan sutra Mahayana dengan Sutta Theravada.Bahwa menurut sutta itu "x", tapi jika menurut sutra itu "y", bearti "y" itu salah.Saya melihat ada arah diskusi menuju ke arah ini, tentu saja saya akan MENCEGAH, sebelum hal tersebut terjadi.Karena jika benar2 terjadi, akan menjadi debat kusir, dan saya sebagai moderator pasti akan menutup thread ini.Dan jika ujung2nya debat kusir, thread ini akan percuma dan tidak akan membawa manfaat.

2.Apakah isi sutra dan sutta berbeda?
Jika isi dari kedua kitab tersebut sama persis, apakah akan timbul yang namanya THERAVADA DAN MAHAYANA?
Bagi yang gemar menelusuri jejak2 sejarah penulisan sutta / sutra, silahkan diteliti dan dilihat.Dari awal penulisan aja udh beda.Tetapi keduanya memiliki sejarah dan jejak yang sangat kuat.
Bagaimana bisa beda? I don't know.

Untuk itulah, salah satu tujuan dari saya memulai thread ini ialah, agar kita sama2 bisa melihat dan menjembatani segala perbedaan yang ada.Hal ini tentu saja sulit, bagi saya sendiri yg bertugas sebagai Moderator,dan bagi kawan2 yang tertarik untuk berdiskusi. Karena diperlukan NETRALITAS, KETERBUKAAN, DAN SIKAP MENGHARGAI yang kuat agar diskusi dapat berjalan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 06:10:26 PM
Sekali lagi Marcedes, rasanya anda kurang mengerti.

Coba saya jawab secara singkat kepada anda:

Yang ada dalam SUTTA VERSI THERAVADA ITU SALAH!!
KARENA DALAM SUTRA MAHAYANA BERBEDA!
So, MEMASUKKAN KUTIPAN SUTTA THERAVADA TIDAK RELEVAN, KARENA ISI-nya RANCU,MELENCENG dan MELAYANG-LAYANG DARI DHARMA YANG SEBENARNYA!


Rekan TS,
Dengan postingan ini, anda telah melanggar aturan yang anda buat sendiri, atas dasar apakah Saudara mengatakan Sutta versi Theravada itu SALAH?

tadinya saya ingin meng-click report to moderator, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena anda adalah moderatornya.

Mohon Klarifikasi.

Ok, saya setuju.
Jika anda memank sudah bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas, mari anda berbagi dengan kita semua sehingga saya pun, yang masih belajar ini bertambah pengetahuannya agar bisa melihat kenyataan secara murni dan jelas.
Karena kedua aliran memiliki referensi yg berbeda, akan lebih baik jika kenyataan dapat dijelaskan tanpa terikat embel2 menurut "Sutta ini benar, menurut Sutra ini salah".Karena jika tetap berpatokan dengan hal tersebut, pembahasan akan berujung pada debat kusir.
Karena jujur saja, dengan segala ketebatasan yg ada, sutra/sutta yg saya baca itu baru sangat sedikit.

Rekan Marcedes, karena anda yang sebagai partner diskusi dengan saya, bisakah tolong bantu memberikan klarifikasi seperti yg rekan Semit minta?Atau anda pun ternyata sebenarnya membutuhkan klarifikasi seperti rekan Semit?
Tuan Mod/TS yg baik,
saya mungkin mekakukan kesalahan dengan nimbrung langsung setelah 11 halaman, sebelum membaca thread ini dari awal, karena saya merasa surorised dengan statement anda. dan sambill saya membaca thread ini dari awal, bisakah menjelaskan aturan khusus berdiskusi di thread ini, selain yang terdapat dalam posting pertama. misalnya. semua pertanyaan yg memohon klarifikasi kepada TS/Mod akan dialihkan ke lawan diskusi dari TS.


Ok, karena Marcedes tidak dapat membantu, saya akan menjelaskan sendiri.
Sebelum penjelasan saya, ada alasan mengapa saya meminta pada Marcedes untuk bantu menjelaskan, karena saya perlu mengetahui respon tertulis mengenai statement saya.Yaitu persamaan visi.Dengan begitu diskusi dapat berjalan dengan lancar tanpa adu2 referensi yang berbeda.
Dan penjelasan saya mengenai statement saya ialah:
1.Kalimat itu sebagai kalimat "pemotong" secara langsung pada beberapa member yang secara eksplisit maupun tidak, membanding2kan sutra Mahayana dengan Sutta Theravada.Bahwa menurut sutta itu "x", tapi jika menurut sutra itu "y", bearti "y" itu salah.Saya melihat ada arah diskusi menuju ke arah ini, tentu saja saya akan MENCEGAH, sebelum hal tersebut terjadi.Karena jika benar2 terjadi, akan menjadi debat kusir, dan saya sebagai moderator pasti akan menutup thread ini.Dan jika ujung2nya debat kusir, thread ini akan percuma dan tidak akan membawa manfaat.

2.Apakah isi sutra dan sutta berbeda?
Jika isi dari kedua kitab tersebut sama persis, apakah akan timbul yang namanya THERAVADA DAN MAHAYANA?
Bagi yang gemar menelusuri jejak2 sejarah penulisan sutta / sutra, silahkan diteliti dan dilihat.Dari awal penulisan aja udh beda.Tetapi keduanya memiliki sejarah dan jejak yang sangat kuat.
Bagaimana bisa beda? I don't know.

Untuk itulah, salah satu tujuan dari saya memulai thread ini ialah, agar kita sama2 bisa melihat dan menjembatani segala perbedaan yang ada.Hal ini tentu saja sulit, bagi saya sendiri yg bertugas sebagai Moderator,dan bagi kawan2 yang tertarik untuk berdiskusi. Karena diperlukan NETRALITAS, KETERBUKAAN, DAN SIKAP MENGHARGAI yang kuat agar diskusi dapat berjalan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.
saudara edward yang bijak,
sudah di katakan berulang dan berulang, yang kita bicarakan adalah "kenyataan"

kembali ke pertanyaan awal.
bagi anda saudara edward, "apakah kelahiran merupakan penderitaan?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 06:56:04 PM
saudara edward yang bijak,
sudah di katakan berulang dan berulang, yang kita bicarakan adalah "kenyataan"

kembali ke pertanyaan awal.
bagi anda saudara edward, "apakah kelahiran merupakan penderitaan?"

Dan saya mengulang dan mempertegas kalimat saya karena adanya permintaan dari rekan Semit. :)

"apakah kelahiran merupakan penderitaan?"
Ya. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 March 2009, 07:06:02 PM
Sedang beres2 buku lama, secara kga sengaja membaca kembali kutipan menarik dari buku "Keyakinan Umat Buddha oleh Sri Dhammananda"

Komentar mengenai Tikaya.
".....Gagasan ini dengan jelas termaktub dalam teks Pali asli dari Theravada...."
"...Walaupun istilah Sambhogakaya dan Dhammakaya ditemukan pada karya Pali yang belakangan datang dari Mahayana dan Semi-Mahayana, murid2 dari tradisi lain tidak menunjukkan sikap pertentangan terhadapa mereka...."
Lebih lengkap dapat dilihat sendiri di hal 36-39.

Ada pertanyaan yg ingin ditanyakan, apakah yg dimaksud dengan "semi-mahayana?"

Apakah artinya menurut Sri Dhammananda Theravada juga mengakui konsep Trikaya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 March 2009, 10:09:45 PM
saudara edward yang bijak,
sudah di katakan berulang dan berulang, yang kita bicarakan adalah "kenyataan"

kembali ke pertanyaan awal.
bagi anda saudara edward, "apakah kelahiran merupakan penderitaan?"

Dan saya mengulang dan mempertegas kalimat saya karena adanya permintaan dari rekan Semit. :)

"apakah kelahiran merupakan penderitaan?"
Ya. :)
bagus, dan apakah anda setuju juga,
jikalau akhir dari derita adalah  "tanpa kelahiran" ?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 28 March 2009, 12:27:00 AM
saya akhiri saja diskusi ini,
semoga anda semua bisa merenungkan nya......
saya mulai dari malafalkan amitabha....

masalah melafalkan amitabha, anda katakan semua buddha sama, dan dhamma-nya sama.

ketika melafalkan amitabha,di kehidupan sekarang ini..... katakanlah memiliki peluang 50%  untuk bisa ke alam sana....
dan ketika anda memenangkan peluang 50% tersebut... anda mesti dibimbing lagi oleh buddha amitabha...

apakah yang diajarkan buddha amitabha?  >> inilah pokok permasalahan-nya.

dikatakan Sammasambuddha gotama telah membabarkan dhamma dengan sempurna, hingga tidak ada satupun dirahasiakan-nya...
jadi...begitu anda berhadapan dengan buddha amitabha....disitu hanya mengulang kata-kata buddha gotama bukan...

mengapa tidak belajar sekarang saja disini?.....mari lihat untung rugi-nya?
1. untuk masuk ke alam tersebut, mesti berjuang tanpa keberhasilan 100%....mengapa dikatakan bukan 100%.....
karena tidak ada satupun orang yang mampu mengatakan bahwa "alam ini telah saya lihat",
berbeda dengan jhana yang dapat dicapai saat ini....dengan mengikuti petunjuk...ada bukti nyata lagi.

2.ternyata ketika anda telah masuk...anda hanya mendengarkan hal yang sama.
jikalau demikian apa bedanya belajar disini dan di sana?

3.buddha amitabha berkata "4 kesunyataan mulia"
 - kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan , sakit adalah penderitaan, kehilangan orang yang dicintai,dsb-nya...

bukankah hal ini merujuk pada kebohongan?...di sana kan tidak ada penderitaan...
apa anda mau menyatakan UUD45 di negara singapura? tidak berlaku kan....
jadi buddha mengajarkan kebenaran Absolut(paramatha)? atau kebenaran perspektif(samuthi)?

sama halnya disini dan disana.....


===================================
tidak ada alasan pergi kesana belajar dan berharap mendengar "dhamma special" yang membawa pada pencerahan.

kemudian apabila katakanlah telah berhasil ke sana dan telah belajar dhamma disana....
coba lihat perhatikan...

"sariputta
(murid utama yang dikatakan oleh sang buddha sebagai tauladan yang baik)
dikatakan akan terlahir lagi entah dikalpa mana, disitu akan mencapai sammasambuddha.
sampai disini...ternyata "kelahiran" bukan merupakan penderitaan lagi.
sudah berbalik fakta dengan 4 kesunyataan mulia..atau bahkan anda sendiri tadi menyatakan "kelahiran merupakan penderitaan"
dan ketika telah mencapai sammasambuddha parah nya lagi.

---kutipan sutra-----
Ketika Buddha itu sedang menginjak Jalan KeBodhisattvaan, Ia telah mengucapkan Prasetya Agung dengan berkata:"Setelah Aku menjadi Seorang Buddha dan setelah Aku moksha, maka dimanapun juga jika didalam negeri di alam semesta ini terdapat suatu tempat dimana Sutta Bunga Teratai Dari Hukum Yang Menakjubkan dikhotbahkan, maka disitulah Stupa-Ku akan muncul dan menjulang tinggi agar Aku dapat mendengarkan Sutta itu dan memberi kesaksian terhadap-Nya serta memuji-Nya dengan berkata:"Bagus sekali !"
----------------

jadi ternyata "anda belum bebas dari kelahiran"
belum bebas dari penderitaan?...padahal sudah jadi sammasambuddha loh. !!!

ditambah ini....

---kutipan sutra---
Pada saat itu Sang Sakyamuni Buddha bangkit dari tempat duduk Hukum-Nya untuk memperlihatkan Kekuatan Ghaib, dan meletakkan Tangan kanan-Nya diatas kepala-kepala dari Para Bodhisattva-Mahasattva yang tak terhitung jumlah-Nya serta bersabda demikian :
“Selama ratusan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tanpa hitungan, Aku telah melaksanakan Hukum Kesunyataan Penerangan Agung yang aneh ini. Sekarang Aku percayakan kepada kalian. Sebar luaskanlah Hukum Kesunyataan ini dengan sepenuh hati Kalian dan tingkatkan serta suburkanlah di seluruh pelosok alam semesta.”
----------------

kapan yah bebas dari kelahiran?
atau saya ubah menjadi "kapan tidak menderita lagi?"

dan maka lengkaplah semua menjadi............

"buddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?
menyelamatkan dari penderitaan?... toh masih juga lahir...(berarti menderita)
buddha mengajarkan kebahagiaan....toh masih ada penderitaan....
renungkan lah ini.........^^


mari kita bahas lagi lebih lanjut..............
dikatakan telah beribu-ribu koti kalpa tidak terhingga,buddha telah mengajarkan hukum kesunyataan...


------kutipan sutra----
Kemudian Sang Buddha menyapa Semua Bodhisattva-Bodhisattva itu :"Wahai Putera-Putera-Ku Yang Baik ! Sekarang Aku harus memaparkan dan menyatakan dengan jelas kepada Kalian. Seandainya Kalian mengumpulkan atom-atom dari semua dunia itu, baik yang sudah di tebarkan maupun yang belum, kemudian menghitung setiap butiran atom itu sebagai satu kalpa, maka waktu sejak Aku menjadi Buddha masih juga melampaui semuanya ini dengan ratusan ribu koti nayuta asamkhyeya kalpa. Mulai saat itu dan seterusnya, Aku telah tiada henti-hentinya berkhotbah dan mengajar di dalam Dunia Saha ini serta memimpin dan menyelamatkan semua mahluk hidup di tempat-tempat lain dalam ratusan ribu koti nayuta asamkhyeya kawasan. Putera-Putera Yang Baik ! Selama waktu ini, Aku selalu bersabda mengenai Diri-Ku Sendiri sebagai Sang Buddha Cahaya Menyala, dan juga bersabda mengenai Buddha-Buddha yang lain serta menceritakan pula kepada Mereka tentang masuknya Para Buddha ke Nirvana. Demikianlah telah Aku gambarkan kepada Mereka secara Bijaksana.
-------

1.kok bisa lupa cara pencapaian sempurna, bahkan butuh guru bimbingan sampai lewat pemusik?
2.apa mesti menikah lagi dengan yasodhara? jadi siapa lagi calon berikut nya?
3.butuh 6 tahun menyiksa baru pencapaiannya kembali?...apakah pencapaian sammasambuddha bisa memudar?.....

ternyata baik buddha amitabha, buddha gotama, atau bahkan buddha maitreya....masih juga harus menderita....
sariputta pun ikut menjadi tumbal dari kelahiran.......termasuk calon murid yakni anda


inikah jalan menuju kebahagiaan?
bagian mana-nya yang bahagia?

yang ada hanya  P E N D E R I T A A N

banyak berkah pada anda..
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 28 March 2009, 04:15:22 AM
Mari kita ulang secara lengkap 4  Kebenaran Ariya :
1. Kebenaran Ariya tentang dukkha;
2. Kebenaran Ariya tentang sebab dukkha;
3. Kebenaran Ariya tentang berakhirnya dukkha;
4. Kebenaran Ariya tentang Jalan menuju berakhirnya dukkha.

Apakah dukkha itu? Apakah serta merta dukkha = penderitaan? Dukkha dalam arti luas pun mengandung makna yg lebih dalam seperti : ketidakpuasan, ketidaksempurnaan, sakit, ketidakabadian, ketidakselerasan, ketidaknyamanan.

Anda bertanya "Apakah bagi Edward kelahiran merupakan penderitaan?" Tentu saya jawab "ya". Karena dalam kehidupan ini saya masih terbelenggu akan ikatan dan kebahagiaan yg terkondisikan.Tapi apakah sama bagi seseorang yg telah "TERBEBASKAN" sepenuhnya?Ketika kondisi2 telah dilepaskan, tubuh fisik telah dilepaskan dan yg ada adalah tubuh dhamma, yang tidak terkondisikan.Sama seperti makna akan Dhamma itu sendiri.

Jika mengikuti secara serta merta dukkha=penderitaan=kelahiran... Dan kita memasukkan ke dalam Kebenaran Ariya ke 3, menjadi "Kebenaran Ariya tentang Berakhirnya kelahiran" Woooww...Bukankah terlihat seperti paham nihilis? Jika diskusi mencapai k tahap ini, tentu saya akan mengakhiri, karena yg ada adalah spekulasi semata. Karena dengan kapasitas yang ada saat ini, saya belum mencapai tahap melihat dan memahami sepenuhnya dengan pengalaman sendiri.

Mengenai Amitabha Buddha.
Jika berikrar untuk terlahir dalam Sukhavati setelah kematian setelah kehidupan ini, berarti kita tidak mempelajari Dhamma dari Siddharta dan berlatih sesuai ajarannya pada kehidupan ini?Itu hanya ada dalam pikiran makhluk malas!

Dan seperti Jhana, BANYAK praktisi yang telah melihat alam Sukhavati dan tubuh dhamma Amitabha Buddha sebelum harus MATI dahulu.

Apakah Sukhavati memungkinkan menjadi tempat melihat sendiri 4 Kebenaran Ariya?Jika memaknai dukkha = penderitaan, tentu saja TIDAK.Tapi apakah makna dukkha sebegitu sempitnya? ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 28 March 2009, 05:04:45 AM
Menurut Tradisi Theravada, pelajaran Dhamma memang bisa didapatkan seorang Bodhisatta dari Buddha yang ada pada masa itu. Contohnya Bodhisatta Gotama pada kehidupan sebagai Jotipala, menjadi bhikkhu dari Samma Sambuddha Kassapa.

Yang sebetulnya berbeda adalah dalam Tradisi Theravada, ajaran semua Buddha adalah sama PERSIS.
Jadi berbeda dengan aliran lain misalnya Mahayana yang mengajarkan ajaran alternatif dari Buddha Amitabha (yaitu tekad menuju Sukhavati yang tidak diajarkan Buddha Sakyamuni), atau juga misalnya aliran Maitreya yang mengajarkan ajaran Buddha itu bisa kadaluwarsa dan digantikan dengan ajaran Buddha berikutnya.


Sori Bro, saya menolak IKT dikategorikan dalam Mahayana, maupun sebaliknya. ;D
Dan setahu saya, Tradisi Mahayana jg mengakui bahwa ajaran para Buddha sama, cma seperti iklan2, *terms and condition apply*  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 08:23:20 AM
saya akhiri saja diskusi ini,
semoga anda semua bisa merenungkan nya......
saya mulai dari malafalkan amitabha....

masalah melafalkan amitabha, anda katakan semua buddha sama, dan dhamma-nya sama.

ketika melafalkan amitabha,di kehidupan sekarang ini..... katakanlah memiliki peluang 50%  untuk bisa ke alam sana....
dan ketika anda memenangkan peluang 50% tersebut... anda mesti dibimbing lagi oleh buddha amitabha...

apakah yang diajarkan buddha amitabha?  >> inilah pokok permasalahan-nya.

dikatakan Sammasambuddha gotama telah membabarkan dhamma dengan sempurna, hingga tidak ada satupun dirahasiakan-nya...
jadi...begitu anda berhadapan dengan buddha amitabha....disitu hanya mengulang kata-kata buddha gotama bukan...

mengapa tidak belajar sekarang saja disini?.....mari lihat untung rugi-nya?
1. untuk masuk ke alam tersebut, mesti berjuang tanpa keberhasilan 100%....mengapa dikatakan bukan 100%.....
karena tidak ada satupun orang yang mampu mengatakan bahwa "alam ini telah saya lihat",
berbeda dengan jhana yang dapat dicapai saat ini....dengan mengikuti petunjuk...ada bukti nyata lagi.

2.ternyata ketika anda telah masuk...anda hanya mendengarkan hal yang sama.
jikalau demikian apa bedanya belajar disini dan di sana?

3.buddha amitabha berkata "4 kesunyataan mulia"
 - kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan , sakit adalah penderitaan, kehilangan orang yang dicintai,dsb-nya...

bukankah hal ini merujuk pada kebohongan?...di sana kan tidak ada penderitaan...
apa anda mau menyatakan UUD45 di negara singapura? tidak berlaku kan....
jadi buddha mengajarkan kebenaran Absolut(paramatha)? atau kebenaran perspektif(samuthi)?

sama halnya disini dan disana.....


===================================
tidak ada alasan pergi kesana belajar dan berharap mendengar "dhamma special" yang membawa pada pencerahan.

kemudian apabila katakanlah telah berhasil ke sana dan telah belajar dhamma disana....
coba lihat perhatikan...

"sariputta
(murid utama yang dikatakan oleh sang buddha sebagai tauladan yang baik)
dikatakan akan terlahir lagi entah dikalpa mana, disitu akan mencapai sammasambuddha.
sampai disini...ternyata "kelahiran" bukan merupakan penderitaan lagi.
sudah berbalik fakta dengan 4 kesunyataan mulia..atau bahkan anda sendiri tadi menyatakan "kelahiran merupakan penderitaan"
dan ketika telah mencapai sammasambuddha parah nya lagi.

---kutipan sutra-----
Ketika Buddha itu sedang menginjak Jalan KeBodhisattvaan, Ia telah mengucapkan Prasetya Agung dengan berkata:"Setelah Aku menjadi Seorang Buddha dan setelah Aku moksha, maka dimanapun juga jika didalam negeri di alam semesta ini terdapat suatu tempat dimana Sutta Bunga Teratai Dari Hukum Yang Menakjubkan dikhotbahkan, maka disitulah Stupa-Ku akan muncul dan menjulang tinggi agar Aku dapat mendengarkan Sutta itu dan memberi kesaksian terhadap-Nya serta memuji-Nya dengan berkata:"Bagus sekali !"
----------------

jadi ternyata "anda belum bebas dari kelahiran"
belum bebas dari penderitaan?...padahal sudah jadi sammasambuddha loh. !!!

ditambah ini....

---kutipan sutra---
Pada saat itu Sang Sakyamuni Buddha bangkit dari tempat duduk Hukum-Nya untuk memperlihatkan Kekuatan Ghaib, dan meletakkan Tangan kanan-Nya diatas kepala-kepala dari Para Bodhisattva-Mahasattva yang tak terhitung jumlah-Nya serta bersabda demikian :
“Selama ratusan ribu koti asamkhyeya kalpa yang tanpa hitungan, Aku telah melaksanakan Hukum Kesunyataan Penerangan Agung yang aneh ini. Sekarang Aku percayakan kepada kalian. Sebar luaskanlah Hukum Kesunyataan ini dengan sepenuh hati Kalian dan tingkatkan serta suburkanlah di seluruh pelosok alam semesta.”
----------------

kapan yah bebas dari kelahiran?
atau saya ubah menjadi "kapan tidak menderita lagi?"

dan maka lengkaplah semua menjadi............

"buddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?
menyelamatkan dari penderitaan?... toh masih juga lahir...(berarti menderita)
buddha mengajarkan kebahagiaan....toh masih ada penderitaan....
renungkan lah ini.........^^


mari kita bahas lagi lebih lanjut..............
dikatakan telah beribu-ribu koti kalpa tidak terhingga,buddha telah mengajarkan hukum kesunyataan...


------kutipan sutra----
Kemudian Sang Buddha menyapa Semua Bodhisattva-Bodhisattva itu :"Wahai Putera-Putera-Ku Yang Baik ! Sekarang Aku harus memaparkan dan menyatakan dengan jelas kepada Kalian. Seandainya Kalian mengumpulkan atom-atom dari semua dunia itu, baik yang sudah di tebarkan maupun yang belum, kemudian menghitung setiap butiran atom itu sebagai satu kalpa, maka waktu sejak Aku menjadi Buddha masih juga melampaui semuanya ini dengan ratusan ribu koti nayuta asamkhyeya kalpa. Mulai saat itu dan seterusnya, Aku telah tiada henti-hentinya berkhotbah dan mengajar di dalam Dunia Saha ini serta memimpin dan menyelamatkan semua mahluk hidup di tempat-tempat lain dalam ratusan ribu koti nayuta asamkhyeya kawasan. Putera-Putera Yang Baik ! Selama waktu ini, Aku selalu bersabda mengenai Diri-Ku Sendiri sebagai Sang Buddha Cahaya Menyala, dan juga bersabda mengenai Buddha-Buddha yang lain serta menceritakan pula kepada Mereka tentang masuknya Para Buddha ke Nirvana. Demikianlah telah Aku gambarkan kepada Mereka secara Bijaksana.
-------

1.kok bisa lupa cara pencapaian sempurna, bahkan butuh guru bimbingan sampai lewat pemusik?
2.apa mesti menikah lagi dengan yasodhara? jadi siapa lagi calon berikut nya?
3.butuh 6 tahun menyiksa baru pencapaiannya kembali?...apakah pencapaian sammasambuddha bisa memudar?.....

ternyata baik buddha amitabha, buddha gotama, atau bahkan buddha maitreya....masih juga harus menderita....
sariputta pun ikut menjadi tumbal dari kelahiran.......termasuk calon murid yakni anda


inikah jalan menuju kebahagiaan?
bagian mana-nya yang bahagia?

yang ada hanya  P E N D E R I T A A N

banyak berkah pada anda..
salam metta.

Satu kata saja, cari-lah ajaran yang konsisten dari awal sampai akhir... Jangan ajaran di awal katanya ADA JALAN UNTUK MENGAKHIRI PENDERITAAN, tetapi kok akhirnya kagak bisa berakhir PENDERITAAN...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 08:48:44 AM
Sori Bro, saya menolak IKT dikategorikan dalam Mahayana, maupun sebaliknya. ;D
Dan setahu saya, Tradisi Mahayana jg mengakui bahwa ajaran para Buddha sama, cma seperti iklan2, *terms and condition apply*  ;D

Maksud saya bukan IKT adalah bagian dari Mahayana (atau sebaliknya) sama sekali, Bro Edward. Itu hanya contoh perbedaan saja. Kalau di Theravada, ajaran semua Buddha adalah sama, "no terms and conditions applied" ;D
Jadi seandainya orang bisa ke semesta lain dan bertemu Buddha, tetap yang diajarkan adalah sama. Mencari Buddha lain untuk mencari pembebasan dengan cara berbeda adalah seperti berenang ke delapan penjuru mencari air laut yang tidak asin.

Dalam Mahayana ada alternatif ("terms and conditions applied") misalnya dengan Buddha Amitabha atau Buddha Bhaisajyaguru dengan tanah Buddhanya masing-masing (kalau tidak salah, di Barat dan Timur).

Kalau di IKT, beda lagi. Ajaran setiap Buddha ada semacam waktu berlakunya ("Valid thru DD/MM/YYYY"), jadi berubah sesuai zaman. Jadi ada ajaran Buddha yang kadaluwarsa. Ini tentu saja berbeda dengan yang lain, baik Theravada atau pun Mahayana.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 28 March 2009, 08:58:54 AM
biar gak bingung,
mo nanya, term "Buddha" yg digunakan disini "Samma Sambuddha" kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 28 March 2009, 09:50:21 AM
Mari kita ulang secara lengkap 4  Kebenaran Ariya :
1. Kebenaran Ariya tentang dukkha;
2. Kebenaran Ariya tentang sebab dukkha;
3. Kebenaran Ariya tentang berakhirnya dukkha;
4. Kebenaran Ariya tentang Jalan menuju berakhirnya dukkha.

Apakah dukkha itu? Apakah serta merta dukkha = penderitaan? Dukkha dalam arti luas pun mengandung makna yg lebih dalam seperti : ketidakpuasan, ketidaksempurnaan, sakit, ketidakabadian, ketidakselerasan, ketidaknyamanan.

Anda bertanya "Apakah bagi Edward kelahiran merupakan penderitaan?" Tentu saya jawab "ya". Karena dalam kehidupan ini saya masih terbelenggu akan ikatan dan kebahagiaan yg terkondisikan.Tapi apakah sama bagi seseorang yg telah "TERBEBASKAN" sepenuhnya?Ketika kondisi2 telah dilepaskan, tubuh fisik telah dilepaskan dan yg ada adalah tubuh dhamma, yang tidak terkondisikan.Sama seperti makna akan Dhamma itu sendiri.

Jika mengikuti secara serta merta dukkha=penderitaan=kelahiran... Dan kita memasukkan ke dalam Kebenaran Ariya ke 3, menjadi "Kebenaran Ariya tentang Berakhirnya kelahiran" Woooww...Bukankah terlihat seperti paham nihilis? Jika diskusi mencapai k tahap ini, tentu saya akan mengakhiri, karena yg ada adalah spekulasi semata. Karena dengan kapasitas yang ada saat ini, saya belum mencapai tahap melihat dan memahami sepenuhnya dengan pengalaman sendiri.

Mengenai Amitabha Buddha.
Jika berikrar untuk terlahir dalam Sukhavati setelah kematian setelah kehidupan ini, berarti kita tidak mempelajari Dhamma dari Siddharta dan berlatih sesuai ajarannya pada kehidupan ini?Itu hanya ada dalam pikiran makhluk malas!

Dan seperti Jhana, BANYAK praktisi yang telah melihat alam Sukhavati dan tubuh dhamma Amitabha Buddha sebelum harus MATI dahulu.

Apakah Sukhavati memungkinkan menjadi tempat melihat sendiri 4 Kebenaran Ariya?Jika memaknai dukkha = penderitaan, tentu saja TIDAK.Tapi apakah makna dukkha sebegitu sempitnya? ???
bro edward yang bijak,
semua itu sudah masuk kategori penderitaan....walau dukkha banyak arti..tetapi menuju pada 1.

sama seperti baik hati, suka menolong, welas asih.......menuju pada 1 yakni.
kebijaksanaan dan kebahagiaan.

paham nihilis? ^.^
sebuah paham nihilis itu berpikir ada sebab tanpa ada akibat.
misalkan seseorang yang hanya beranggapan hidup kali ini saja.
padahal bahwa apabila citta belum padam, mana mungkin tidak ada bhava?

4 kesunyataan mulia?...baca paticasammupada lagi lah..
ingat ada sebab ada akibat......citta padam yah akibat nya "tidak ada bhava"

nah pikiran malas?...justru "berharap" bertemu dengan buddha dengan hanya malafalkan nama semata...adalah pikiran berfantasi tingkat tinggi.
kenyataan saja lah

ada yang sekarang didepan mata mala berharap yang didepan...
ntar kalau sudah di alam sukhavati sana, diajarkan melafalkan nama buddha mana lagi?



Quote
Apakah Sukhavati memungkinkan menjadi tempat melihat sendiri 4 Kebenaran Ariya?Jika memaknai dukkha = penderitaan, tentu saja TIDAK.Tapi apakah makna dukkha sebegitu sempitnya? Huh?

saudara edward yang bijak,
kadang ketika kenyataan menujukkan sebenarnya mengapa mencari jalan pembenaran fantasi?
hadapi saja itulah jalan kebenaran.

ada yang mengatakan "masih ada 84.000 cara" atau ada juga yang masih berkata "daun yang belum digenggam Tathagatha itu banyak."
semua itu hanya mencari pembenaran....kebenaran sejati itu hanya ada "sekarang"
bukan "nanti" atau "masa lalu"

saya jadi sangat mengerti mengapa sariputta begitu mendengar nasehat dari bikkhu Assaji.
bisa merealisasikan kehidupan pemasuk arus....yakni hanya terlahir sisa 7x.

Ye dhamma hetupabhava
Tesam hetum Tathagataha
Tesam ca yo nirodho
Evam vadi mahasamano
Dari segala hal yang timbul oleh karena suatu kondisi,
‘Kondisinya’ telah diberitahukan oleh Tathagata;
Dan juga pengakhirannya,
Inilah yang diajarkan oleh Pertapa Agung.


diskusi telah berakhir...

banyak berkah pada anda,
semoga semua makhluk berbahagia

"ada penderitaan, tetapi tidak ada yang menderita
ada jalan, tetapi tidak ada yang menempuhnya
ada nibbana, tetapi tidak ada yang mencapainya"

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 28 March 2009, 10:03:10 AM
mungkin saja tempat amitabah benar2 ada
testi, nenek aye sangat percaya.. sebelum meninggal katanya dia melihat surga amitabah
dan biasanya seorang sebelum meninggal melihat tempat yg akan dilaluinya

tapi menurut saya itu bukanlah jalan menujuh kebenaran
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 March 2009, 10:19:20 AM
Ada seorang murid Zen yang sangat serius, bersemangat dan aktif belajar di sebuah Biara Zen.

Pada suatu ketika ia ditanya oleh Guru-nya :
' Kenapa engkau begitu rajin berlatih - siang dan malam ? '
Murid menjawab : ' Ya Sensei - karena aku ingin cepat-cepat menjadi seorang Buddha ! '.
Guru Zen tersebut mengambil sebuah batu dan menggosok-gosok batu tersebut dengan telapak tangannya , terus menerus, tanpa henti.
Murid yang keheranan kemudian bertanya : ' Sensei - apa yang sedang anda lakukan ? '.
' Aku sedang membuat sebuah cermin !.
' Sebuah Cermin ? - Bagaimana mungkin sebuah cermin dapat dibuat dari batu ? '
' S a m a. Engkau ingin cepat-cepat menjadi Buddha. Bagaimana mungkin ? '
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 12:11:41 PM
ada yang mengatakan "masih ada 84.000 cara" atau ada juga yang masih berkata "daun yang belum digenggam Tathagatha itu banyak."
semua itu hanya mencari pembenaran....kebenaran sejati itu hanya ada "sekarang"
bukan "nanti" atau "masa lalu"
Namun tidak semua orang bisa langsung merealisasikannya di sini dan sekarang. Rasanya semua orang juga memerlukan proses untuk menemukan kebenaran sejati "saat ini".



Quote
saya jadi sangat mengerti mengapa sariputta begitu mendengar nasehat dari bikkhu Assaji.
bisa merealisasikan kehidupan pemasuk arus....yakni hanya terlahir sisa 7x.

Salah alamat. Dalam Mahayana, Shariputra tetap akan terus terlahir lagi sampai suatu saat akan mencapai Anuttara Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha.

Dalam Saddharma Pundarika Sutra, dikatakan bahwa seseorang Arahat yang mengatakan kelahirannya telah berakhir dan tidak bertekad mencapai Samyak Sambodhi, adalah seorang Arahat PALSU yang SOMBONG dan tidak bebas dari kesalahan.
Juga seorang Arahat atau Pratyeka Buddha yang tidak mengambil sumpah untuk mencapai Samyak Sambodhi, maka mereka bukanlah murid Tathagata.

Jadi tidak bisa pakai kitab Pali untuk membandingkan, walaupun ada karakter yang sama, namun kisah dan ajarannya berbeda.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 28 March 2009, 12:19:38 PM
buddha sakyamuni mengharuskan semua menjadi seperti dirinya samyak sambodhi?
kalau bukan berarti bukan muridnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 28 March 2009, 12:27:33 PM
How Come , Agga Savaka Seperti Sariputta yang sudah Bebas dari L,D,M dan Mematahkan 10 Belenggu bisa terlahir kembali?.....  ^-^

Oopppsss ini kan Menurut pandangannya Sekte Mahayana.... ;D

 _/\_
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 12:35:15 PM
ada yang mengatakan "masih ada 84.000 cara" atau ada juga yang masih berkata "daun yang belum digenggam Tathagatha itu banyak."
semua itu hanya mencari pembenaran....kebenaran sejati itu hanya ada "sekarang"
bukan "nanti" atau "masa lalu"
Namun tidak semua orang bisa langsung merealisasikannya di sini dan sekarang. Rasanya semua orang juga memerlukan proses untuk menemukan kebenaran sejati "saat ini".



Quote
saya jadi sangat mengerti mengapa sariputta begitu mendengar nasehat dari bikkhu Assaji.
bisa merealisasikan kehidupan pemasuk arus....yakni hanya terlahir sisa 7x.

Salah alamat. Dalam Mahayana, Shariputra tetap akan terus terlahir lagi sampai suatu saat akan mencapai Anuttara Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha.

Dalam Saddharma Pundarika Sutra, dikatakan bahwa seseorang Arahat yang mengatakan kelahirannya telah berakhir dan tidak bertekad mencapai Samyak Sambodhi, adalah seorang Arahat PALSU yang SOMBONG dan tidak bebas dari kesalahan.
Juga seorang Arahat atau Pratyeka Buddha yang tidak mengambil sumpah untuk mencapai Samyak Sambodhi, maka mereka bukanlah murid Tathagata.

Jadi tidak bisa pakai kitab Pali untuk membandingkan, walaupun ada karakter yang sama, namun kisah dan ajarannya berbeda.


jadi kapan baru kelahiran kembali terhenti (akhir dari penderitaan) ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 01:16:24 PM
Seperti saya bilang, ini 'kan pandangan Mahayana, jadi tidak bisa pakai acuan Theravada atau yang lain.
Ini seperti dalam Is1am, Yesus ga disalib; dalam Krist3n, Yesus disalib. Karakternya sama, tapi kisah dan ajarannya 'kan beda.

Kalau untuk akhir dari penderitaan, sepertinya sejak mencapai Arahat (sravaka/Pratyeka) sudah tidak ada penderitaan bathin lagi, tetapi Arahat yang benar akan mengambil jalan Mahayana untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi demi orang lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 March 2009, 01:37:45 PM

Salah alamat. Dalam Mahayana, Shariputra tetap akan terus terlahir lagi sampai suatu saat akan mencapai Anuttara Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha.

Dalam Saddharma Pundarika Sutra, dikatakan bahwa seseorang Arahat yang mengatakan kelahirannya telah berakhir dan tidak bertekad mencapai Samyak Sambodhi, adalah seorang Arahat PALSU yang SOMBONG dan tidak bebas dari kesalahan.
Juga seorang Arahat atau Pratyeka Buddha yang tidak mengambil sumpah untuk mencapai Samyak Sambodhi, maka mereka bukanlah murid Tathagata.

Jadi tidak bisa pakai kitab Pali untuk membandingkan, walaupun ada karakter yang sama, namun kisah dan ajarannya berbeda.





bole tau, di bab berapa dari sadharmapundarika sutra yang mengatakan demikian?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 01:50:22 PM

Salah alamat. Dalam Mahayana, Shariputra tetap akan terus terlahir lagi sampai suatu saat akan mencapai Anuttara Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha.

Dalam Saddharma Pundarika Sutra, dikatakan bahwa seseorang Arahat yang mengatakan kelahirannya telah berakhir dan tidak bertekad mencapai Samyak Sambodhi, adalah seorang Arahat PALSU yang SOMBONG dan tidak bebas dari kesalahan.
Juga seorang Arahat atau Pratyeka Buddha yang tidak mengambil sumpah untuk mencapai Samyak Sambodhi, maka mereka bukanlah murid Tathagata.

Jadi tidak bisa pakai kitab Pali untuk membandingkan, walaupun ada karakter yang sama, namun kisah dan ajarannya berbeda.





bole tau, di bab berapa dari sadharmapundarika sutra yang mengatakan demikian?

Bab II.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 March 2009, 01:56:44 PM
"Lagi, Wahai Sariputra ! Jika para bhiksu dan bhiksuni yang menyatakan bahwa mereka telah menjadi Arhat dan berkata," inilah penitisan kami yang terakhir, sebelum mencapai Nirvana," dan kemudian mereka tidak berusaha lagi untuk mencari Penerangan Agung, maka ketahuilah bahwa golongan ini semuanya sangat sombong. Karena betapapun juga tidak ada hal yang seperti itu sebagai seorang bhiksu yang telah benar-benar mencapai kearhatan meskipun ia tidak menyakini hukum ini. Tetapi terdapat perkecualian jika setelah kemokshaan Sang Buddha tidak terdapat seorang Buddha lagi yang hadir. Karena sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, sangatlah begitu sulit untuk mencari seseorang yang dapat menerima, memelihara, membaca dan menghafalkan serta menjelaskan makna dari sutra-sutra semacam ini. Hanya jika mereka bertemu dengan para Buddha yang lain, barulah mereka dapat memperoleh pemecahan masalah di dalam Hukum Kesunyataan yang sama ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 March 2009, 02:04:43 PM
IMO, sudah mencapai Arahat Trus Berhenti?
kenapa tidak lanjut ke pencapai-an lebih lanjut?

Apakah Arahat sudah = Buddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 02:06:35 PM
Dalam satu terjemahan, ditulis demikian:
"Again, Shariputra, if there should be monks or nuns who claim that they already have attained the status of arhat, that this is their last incarnation, that they have reached the final nirvana, and that therefore they have no further intention of seeking anuttara-samyak-sambodhi, then you should understand that such as these are all persons of overbearing arrogance. Why do I say this? Because if they are monks who have truly attained the status of arhat, then it would be unthinkable that they should fail to believe this Law. The only
exception would be in a time after the Buddha had passed away, when there was no Buddha present in the world. Why is this? Because after the Buddha has passed away it will be difficult to find anyone who can embrace, recite, and understand the meaning of sutras such as this. But if persons at that time encounter another Buddha, then they will attain decisive understanding with regard to this Law."

Jelas di sini bahwa yang mengatakan kelahiran kembali telah berakhir namun tidak mengambil tekad mencapai Samyak Sambodhi, ia hanyalah orang yang mengaku-ngaku sebagai Arahat.


Bait sebelumnya adalah:
"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 March 2009, 02:10:17 PM
^
^
^
jangan mengutip sepotong-sepotong,
karena mengutip sepotong sepotong, bisa menghasilkan salah presepsi...
sutra saddharma pundarika sutra, bukan sutra yang dalam 1-2 menit langsung bisa dipahami...
kalau masih terikat dengan kendaraan yang lain, akan sangat sulit menerima sutra ini.

Tetapi terdapat perkecualian jika setelah kemokshaan Sang Buddha tidak terdapat seorang Buddha lagi yang hadir.

Karena sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, sangatlah begitu sulit untuk mencari seseorang yang dapat menerima, memelihara, membaca dan menghafalkan serta menjelaskan makna dari sutra-sutra semacam ini. Hanya jika mereka bertemu dengan para Buddha yang lain, barulah mereka dapat memperoleh pemecahan masalah di dalam Hukum Kesunyataan yang sama ini.

"Lagi, Wahai Sariputra ! Jika para bhiksu dan bhiksuni yang menyatakan bahwa mereka telah menjadi Arhat dan berkata," inilah penitisan kami yang terakhir, sebelum mencapai Nirvana," dan kemudian mereka tidak berusaha lagi untuk mencari Penerangan Agung, maka ketahuilah bahwa golongan ini semuanya sangat sombong. Karena betapapun juga tidak ada hal yang seperti itu sebagai seorang bhiksu yang telah benar-benar mencapai kearhatan meskipun ia tidak menyakini hukum ini. Tetapi terdapat perkecualian jika setelah kemokshaan Sang Buddha tidak terdapat seorang Buddha lagi yang hadir. Karena sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, sangatlah begitu sulit untuk mencari seseorang yang dapat menerima, memelihara, membaca dan menghafalkan serta menjelaskan makna dari sutra-sutra semacam ini. Hanya jika mereka bertemu dengan para Buddha yang lain, barulah mereka dapat memperoleh pemecahan masalah di dalam Hukum Kesunyataan yang sama ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 02:21:49 PM
^
^
^
jangan mengutip sepotong-sepotong,
karena mengutip sepotong sepotong, bisa menghasilkan salah presepsi...
sutra saddharma pundarika sutra, bukan sutra yang dalam 1-2 menit langsung bisa dipahami...
kalau masih terikat dengan kendaraan yang lain, akan sangat sulit menerima sutra ini.

Tetapi terdapat perkecualian jika setelah kemokshaan Sang Buddha tidak terdapat seorang Buddha lagi yang hadir.

Karena sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, sangatlah begitu sulit untuk mencari seseorang yang dapat menerima, memelihara, membaca dan menghafalkan serta menjelaskan makna dari sutra-sutra semacam ini. Hanya jika mereka bertemu dengan para Buddha yang lain, barulah mereka dapat memperoleh pemecahan masalah di dalam Hukum Kesunyataan yang sama ini.


Saya tidak masalah Mahayana mau percaya bagaimana, juga tidak akan mengatakan ini salah, itu benar. Silahkan saja.
Saya hanya mengatakan apa yang saya baca, dan memang sudah disebutkan bahwa yang paling benar memang jalan Mahayana, oleh karena itu tekad ke empat dari Buddha Bhaisajyaguru adalah membimbing Sravaka dan Pratyeka agar kembali ke jalan benar, yaitu: Mahayana. (Bhaisajyaguru Sutra.)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 02:33:22 PM
Seperti saya bilang, ini 'kan pandangan Mahayana, jadi tidak bisa pakai acuan Theravada atau yang lain.
Ini seperti dalam Is1am, Yesus ga disalib; dalam Krist3n, Yesus disalib. Karakternya sama, tapi kisah dan ajarannya 'kan beda.

Kalau untuk akhir dari penderitaan, sepertinya sejak mencapai Arahat (sravaka/Pratyeka) sudah tidak ada penderitaan bathin lagi, tetapi Arahat yang benar akan mengambil jalan Mahayana untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi demi orang lain.


saya tidak menanyakan dari sisi pandang Theravada, dari sisi MAHAYANA kapankah penderitaan itu berakhir ?
---

kemudian pernyataan di atas, bahwa arahat yang benar akan mengambil jalan Mahayana... berarti savaka/sravaka hinayana itu gak benar ?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 02:41:38 PM
Seperti saya bilang, ini 'kan pandangan Mahayana, jadi tidak bisa pakai acuan Theravada atau yang lain.
Ini seperti dalam Is1am, Yesus ga disalib; dalam Krist3n, Yesus disalib. Karakternya sama, tapi kisah dan ajarannya 'kan beda.

Kalau untuk akhir dari penderitaan, sepertinya sejak mencapai Arahat (sravaka/Pratyeka) sudah tidak ada penderitaan bathin lagi, tetapi Arahat yang benar akan mengambil jalan Mahayana untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi demi orang lain.


saya tidak menanyakan dari sisi pandang Theravada, dari sisi MAHAYANA kapankah penderitaan itu berakhir ?
---


Yang saya bicarakan itu memang dari Mahayana. Sravaka yang mengambil tekad tersebut 'kan sudah tidak menderita lagi. Masalahnya, seharusnya anda tanyakan apa itu penderitaan dari pandangan Mahayana. Kalau memang itu yang ditanyakan, saya tidak mampu jawab.


Quote
kemudian pernyataan di atas, bahwa arahat yang benar akan mengambil jalan Mahayana... berarti savaka/sravaka hinayana itu gak benar ?
Begitulah. Maka harus dibimbing kembali ke jalan Mahayana karena mereka hanya setengah jalan (seperti memang dikatakan sebelumnya, baru TK, harus lanjut SD, SMP, dst). Maka dikatakan bahwa Sariputra sendiri keliru mengira perjuangannya telah berakhir, namun sebenarnya akan terus terlahir sampai mencapai Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha. Saya lupa persisnya pembicaraan ini di mana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 02:47:07 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 March 2009, 02:50:57 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...

Tidak menyesatkan juga. Jika mengambil dan menempuh jalan Hinayana secara benar, pasti di kemudian hari akan mengerti ajaran dari para Buddha untuk meneruskan ke jalan Mahayana. Semua Sravaka seperti Sariputra juga 'kan menempuh jalan Hinayana, lalu setelah mendengarkan ajaran Buddha, mereka melanjutkan ke jalan Mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 02:52:29 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...

Tidak menyesatkan juga. Jika mengambil dan menempuh jalan Hinayana secara benar, pasti di kemudian hari akan mengerti ajaran dari para Buddha untuk meneruskan ke jalan Mahayana. Semua Sravaka seperti Sariputra juga 'kan menempuh jalan Hinayana, lalu setelah mendengarkan ajaran Buddha, mereka melanjutkan ke jalan Mahayana.


apakah semua sravaka itu harus melanjutkan ke jalan MAHAYANA ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 28 March 2009, 03:01:21 PM
gak ada yg bakalan mencapai nibanna dong.. mesti ngantri berapa lama?
kumpulin pahala aja deh biar masuk surga
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 March 2009, 03:14:49 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...

Tidak menyesatkan juga. Jika mengambil dan menempuh jalan Hinayana secara benar, pasti di kemudian hari akan mengerti ajaran dari para Buddha untuk meneruskan ke jalan Mahayana. Semua Sravaka seperti Sariputra juga 'kan menempuh jalan Hinayana, lalu setelah mendengarkan ajaran Buddha, mereka melanjutkan ke jalan Mahayana.

Para Buddha yang mana aja ya?, darimana kita tahu itu jalan yang benar?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 28 March 2009, 03:38:14 PM
gak ada yg bakalan mencapai nibanna dong.. mesti ngantri berapa lama?
kumpulin pahala aja deh biar masuk surga
Karena itu, dlm Tripitaka, Sang Buddha mengenalkan Amitabha Buddha dan berlatih secara langsung kepada seorang Buddha..
Waduh, lama2 gw bisa disangka praktisi Pure Land nich...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 28 March 2009, 03:39:55 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...


namaste suvatthi hotu


kejaaam

thuti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 28 March 2009, 03:47:20 PM


Begitulah. Maka harus dibimbing kembali ke jalan Mahayana karena mereka hanya setengah jalan (seperti memang dikatakan sebelumnya, baru TK, harus lanjut SD, SMP, dst). Maka dikatakan bahwa Sariputra sendiri keliru mengira perjuangannya telah berakhir, namun sebenarnya akan terus terlahir sampai mencapai Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha. Saya lupa persisnya pembicaraan ini di mana.




namaste suvatthi hotu

Dari teks Mahayana yang mana pernyataan seperti itu dikutip?

mohon tuliskan sumber teks sutranya dong, untuk ricek

thuti

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 28 March 2009, 05:37:23 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...

Tidak menyesatkan juga. Jika mengambil dan menempuh jalan Hinayana secara benar, pasti di kemudian hari akan mengerti ajaran dari para Buddha untuk meneruskan ke jalan Mahayana. Semua Sravaka seperti Sariputra juga 'kan menempuh jalan Hinayana, lalu setelah mendengarkan ajaran Buddha, mereka melanjutkan ke jalan Mahayana.

saudara kainyn yang bijak,
coba sebutkan 4 hukum kesunyataan mulia....
1.dukkha  ( dari sini sebuah calon harusnya berusaha untuk menghindari dari dukkha)
2.sebab dukkha
3.akhir dukkha
4.jalan menuju akhir dukkha.

dan kenyataan setelah "LULUS dengan baik secara katakanlah "hinaya"  eh, kok di TK belajar menghindari dukkha..sekarang SD.SMP,SMA diajarkan untuk terus menikmati dukkha?
TK dan SMP--- kok tidak nyambung?

sudah saya paparkan diatas, bahwa menjadi sammasambuddha pun tidak lepas dari penderitaan...karena harus lahir..
"kelahiran = penderitaan"
coba lihat saja contohnya buddha gotama....disitu mesti lupa cara pencapaian-nya...
bahkan harus lewat pemusik,dan belajar dari guru-guru.....
bertapa secara extrim selama 6 tahun.... badan kurus-kering....

demikian dikatakan jalan kebahagiaan?
entah kalpa dimana lagi buddha gotama terlahir, atau mungkin bertapa 10 tahun secara ekstrim...

sesuai konsep anicca kah? "pencapaian sammasambuddha pun tidak kekal"

saya tidak melihat kenyataan dimana kelahiran = penderitaan.
melihat sebagaimana seorang buddha "menuju kebahagiaan"

yang ada jalan berliku-liku, tetapi ujung nya "penderitaan"

apakah arti belajar buddha dhamma? adakah arti mengumpulkan kebajikan? toh tidak lepas dari penderitaan.
demikian kah ajaran buddha?

"buddha menyelamatkan makhluk hidup dari apa?"


gambaran singkat nya.
masuk belajar ajaran buddha >>>> jadi boddhisatva atau jadi murid/sravaka >>>>> jadi sammasambuddha >>>> jadilah contoh buddha gotama......dan nanti kembali lagi ke awal "masuk belajar ajaran buddha...

dikatakan entah berkalpa-kalpa lalu... seorang raja meminta kepada pertapa untuk menjelaskan "sutra teratai",
raja tersebut rela menjadi pelayan asalkan mendapatkan sutra tersebut...
dan ternyata pertapa itu adalah "devadatta" dan raja itu adalah "gotama".

dikatakan siapa yang mendapatkan dan menlafalkan sutra tersebut....bebas dari neraka avici....dan janji-janji indah lainnya.
dan ternyata devadatta telah lupa sutra penyelamat nya.

--kutipan sutra ---
Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.

---kemudian---
Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini.

kronologis nya adalah ------------------
dulu awalnya sangbuddha belajar sama devadatta tentang sutra yang hebat ini, dan siapa saja yang belajar bebas dari neraka avici.
dan sekarang devadatta ada di neraka avici.....kok lupa baca mantra?
mana efek sutra nya?
apakah devadatta telah "lupa" persis yang dialami sama oleh gotama... "lupa" cara pencapaian sempurna-nya.

kalau memang bisa menyelamatkan semua makhluk dari neraka avici....saya yakin
penghuni disana bahkan rela membaca 100x tanpa henti......neraka bisa kosong. ^^


selanjut nya................
kutipan sutra-------
Ketika Buddha itu sedang menginjak Jalan KeBodhisattvaan, Ia telah mengucapkan Prasetya Agung dengan berkata:"Setelah Aku menjadi Seorang Buddha dan setelah Aku moksha, maka dimanapun juga jika didalam negeri di alam semesta ini terdapat suatu tempat dimana Sutta Bunga Teratai Dari Hukum Yang Menakjubkan dikhotbahkan, maka disitulah Stupa-Ku akan muncul dan menjulang tinggi agar Aku dapat mendengarkan Sutta itu dan memberi kesaksian terhadap-Nya serta memuji-Nya dengan berkata:"Bagus sekali !"
------------
kalau memang buddha masih ada....harus nya waktu tercium bau adanya perpecahan, beliau muncul dan berkata "buruk sekali !!!"
tetapi kenyataan-nya... mana?
nasehat nya pun "tidak ada"..


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 28 March 2009, 05:51:07 PM
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...
Kalau begitu, seharusnya JALAN HINAYANA itu menyesatkan, dan harus di BERANTAS... karena menurut berbagai sumber MAHAYANA, bukan jalan yang benar...

eh.udah dong..jangan saling nyalahin..kan postingan ini awalnya dibuka biar orang lebih paham sama mahayana, bukan saling jelek2in ,iya nggak?
Kalo udah kayak gini mendingan saling damai. Kalo ga bisa lagi better di-lock aja. Masa sesama DC begini?? Tau begini saya nggak mau nanya tentang tanah suci karena ujung2nya jadi gini..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 28 March 2009, 05:53:19 PM
Eh sori quote-nya kepencet ampe tiga kali
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 March 2009, 06:12:03 PM
eh.udah dong..jangan saling nyalahin..kan postingan ini awalnya dibuka biar orang lebih paham sama mahayana, bukan saling jelek2in ,iya nggak?
Kalo udah kayak gini mendingan saling damai. Kalo ga bisa lagi better di-lock aja. Masa sesama DC begini?? Tau begini saya nggak mau nanya tentang tanah suci karena ujung2nya jadi gini..

pembahasan panas begini-an (dimana masih dalam koridor kesopanan dan tidak menyerang pribadi member) tidak akan ditemukan di tempat lain (mungkin di vihara vihara), karena forum ini memang PANCEN OYE...

Saya kira, dengan pembahasan atau boleh dikatakan diskusi panas begini, tidak akan merugikan member secara spiritual. Malah semakin membuka cakrawala dan kemungkinan kemungkinan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 28 March 2009, 09:22:54 PM


Begitulah. Maka harus dibimbing kembali ke jalan Mahayana karena mereka hanya setengah jalan (seperti memang dikatakan sebelumnya, baru TK, harus lanjut SD, SMP, dst). Maka dikatakan bahwa Sariputra sendiri keliru mengira perjuangannya telah berakhir, namun sebenarnya akan terus terlahir sampai mencapai Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha. Saya lupa persisnya pembicaraan ini di mana.




namaste suvatthi hotu

Dari teks Mahayana yang mana pernyataan seperti itu dikutip?

mohon tuliskan sumber teks sutranya dong, untuk ricek

thuti



Kalau tidak salah ini ada di Bhaisajyaguru Sutra, merupakan salah satu dari tekad Bodhisatta Bhaisajyaguru
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 28 March 2009, 11:18:32 PM
Kenyataan atau kritik pedas buat seluruh umat (Buddhist)!
wah bro mod jangan dilock dulu yach. Saya mo jelaskan/kasih gambaran mengapa umat awam jalan umum (masih bersifat dangkal/jasmaniah, dimana pengajaran oleh guru Buddha diajarkan agar pembina umum/umat awam jalan umum untuk dapat mengenali/menanggalkan/memisahkan/melepaskan kelekatan ciri atta diri) sebelum dapat mengerti tentang pada akhirnya untuk mencapai keberhasilan para pembina yang bertekad, tulus dan murni  harus masuk melalui jalan mulia (mahayana) untuk dapat menembus pengetahuan sejati pencerahan (hati bodhi/hati sunya/keBuddhaan/pengalaman nibanna).
Gambaran umum umat (jalan awam) keadaannya seperti syairku pada poemofpathofwisdom.blogspot.com :
Semua (masih) hanyalah kekhayalan
Mau keluar kekhayalan memakai kekhayalan
Menyelami yang sejati (masih) terikat pada yang terkondisi
Menilai yang Mutlak dari (keterbatasan) pengalaman persepsi kemelekatan (pada) yang sementara
tetapi bila semua masih diukur dari oleh karena masih tercekatnya (belum dapat menanggalkan) pada atta diri yang annica anatta, semua pengetahuan kebijaksanaan apapun yang ada hanyalah (hanya berasal dari sudut pandang pengetahuan kebijaksanaan pengalaman kenyataan keberadaan atta (yabg anicca anatta) diri) ilusi yaitu kekhayalan dan kebanggaan (kemelekatan) atta diri. (Seperti kisah Ananda tercerahkan.)

Apalagi atau lebih parah lagi melekat keluar (takhayul) seperti yang diajarkan dan dipraktekkan pada beberapa aliran Buddhisme, seperti melalui sex, melalui penyiksaan diri, melalui kemelekatan/pengandalan kepada seseorang (pengakuan) manifestasi Buddha/Bodhisatva hidup di dunia, benda-benda yang dibilang suci/jimat-jimat/mengandung kekuatan gaib  dsbnya.


semoga ada yang dapat merenungi dan mengerti menanggalkan/meninggalkan rakit (khayalan diri/palsu) yang sebenarnya bukan rakit karena sebenarnya belum membebaskan diri/menanggalkan diri berpindah (menaiki) ke rakit Dharma yang sebenarnya atau masih (menginjak) di daratan di seberang sana hilir mudik dengan (menunggangi) pengetahuan palsu sejati attanya dengan kebanggaan pengetahuannya.
Semoga tidak marah/tersinggung (attanya).  ;D
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 March 2009, 12:45:07 AM
kalau berdiskusi dan di situ ada kebencian, lebih baik sudahi saja....
kalau berdiskusi dan di situ tidak ada pertemuan titik pikiran..lebih baik sudahi saja...

makanya dari awal saya tanyakan
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

ketika pertanyaan ini dijawab "tidak" maka tidak ada pembahasan.
tetapi dikatakan "ya"
maka saya hanya menujukkan dimana letak "YA" nya itu berlawanan dengan "tujuan".

saya membaca buku lama "what's wrong with us"
disitu ada kalimat berbunyi

25.para bijak berkata "pembicaraan apapun juga tidak berdasarkan aniccam bukanlah pembicaraan dari seorang yang bijaksana"
sifat ketidak-kekalan dari segala sesuatu yang berkondisi adalah kenyataan, realita kebenaran.
bukan sekedar teori imajinasi, khayalan , impian , pendapat atau kepercayaan.
anda perlu bukti? tidak sulit.
cobalah temukan satu hal saja yang betul-betul anda tahu pasti bersifat kekal abadi, permanen, tidak berubah sepanjang masa...
pastikan hal tersebut nyata dalam kepercayaan atau khayalan anda saja. Dapatkah anda termukan? bila tidak maka mulai sekarang marilah kita berbicara berdasarkan apa yang nyata secara universal saja : bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu memang tidak kekal adanya (anicca).

27. banyak orang tidak menyukai kebenaran. mereka lebih suka bentuk kepercayaan.
seindah apapun kedengarannya, suatu bentuk kepercayaan tetaplah hanyalah kepercayaan.
tidak lebih dari sekedar produk khayalan ilusi.
tetapi sayang-nya malahan kebanyakan orang lebih suka terbuai dan terikat dalam kepercayaan atau khayalan karena mereka khawatir kebenaran yang sesungguhnya mungkin tidak sesuai dengan harapan.
Sebenarnya sekejab saja menyadari dan mengalami kebenaran langsung jauh lebih berharga daripada hidup beribu-ribu tahun dalam "indah-nya" ilusi.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 March 2009, 12:51:04 AM
kalau berdiskusi dan di situ ada kebencian, lebih baik sudahi saja....
kalau berdiskusi dan di situ tidak ada pertemuan titik pikiran..lebih baik sudahi saja...

makanya dari awal saya tanyakan
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

ketika pertanyaan ini dijawab "tidak" maka tidak ada pembahasan.
tetapi dikatakan "ya"
maka saya hanya menujukkan dimana letak "YA" nya itu berlawanan dengan "tujuan".

saya membaca buku lama "what's wrong with us"
disitu ada kalimat berbunyi

25.para bijak berkata "pembicaraan apapun juga tidak berdasarkan aniccam bukanlah pembicaraan dari seorang yang bijaksana"
sifat ketidak-kekalan dari segala sesuatu yang berkondisi adalah kenyataan, realita kebenaran.
bukan sekedar teori imajinasi, khayalan , impian , pendapat atau kepercayaan.
anda perlu bukti? tidak sulit.
cobalah temukan satu hal saja yang betul-betul anda tahu pasti bersifat kekal abadi, permanen, tidak berubah sepanjang masa...
pastikan hal tersebut nyata dalam kepercayaan atau khayalan anda saja. Dapatkah anda termukan? bila tidak maka mulai sekarang marilah kita berbicara berdasarkan apa yang nyata secara universal saja : bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu memang tidak kekal adanya (anicca).


ada satu hal yang kekal / tidak berubah... dari dulu begitu begitu saja...

MAU TAHU ?... yang kekal dan tidak berubah-ubah dari dulu adalah KETIDAKKEKALAN itu sendiri. Tidak ada yang kekal, yang kekal hanyalah perubahan itu (ketidakkekalan)...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 29 March 2009, 02:33:31 AM
Karena itu, ditulis "yg berkondisi tidak kekal sifatnya."
Jika ada yg berkondisi, bearti ada pula yg tidak berkondisi.
Apakah itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 29 March 2009, 09:44:07 AM
energi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 29 March 2009, 10:25:36 AM
kalau berdiskusi dan di situ ada kebencian, lebih baik sudahi saja....
kalau berdiskusi dan di situ tidak ada pertemuan titik pikiran..lebih baik sudahi saja...

makanya dari awal saya tanyakan
"apakah kelahiran merupakan suatu penderitaan?"

ketika pertanyaan ini dijawab "tidak" maka tidak ada pembahasan.
tetapi dikatakan "ya"
maka saya hanya menujukkan dimana letak "YA" nya itu berlawanan dengan "tujuan".

saya membaca buku lama "what's wrong with us"
disitu ada kalimat berbunyi

25.para bijak berkata "pembicaraan apapun juga tidak berdasarkan aniccam bukanlah pembicaraan dari seorang yang bijaksana"
sifat ketidak-kekalan dari segala sesuatu yang berkondisi adalah kenyataan, realita kebenaran.
bukan sekedar teori imajinasi, khayalan , impian , pendapat atau kepercayaan.

anda perlu bukti? tidak sulit.
cobalah temukan satu hal saja yang betul-betul anda tahu pasti bersifat kekal abadi, permanen, tidak berubah sepanjang masa...
pastikan hal tersebut nyata dalam kepercayaan atau khayalan anda saja. Dapatkah anda termukan? bila tidak maka mulai sekarang marilah kita berbicara berdasarkan apa yang nyata secara universal saja : bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu memang tidak kekal adanya (anicca).

27. banyak orang tidak menyukai kebenaran. mereka lebih suka bentuk kepercayaan.
seindah apapun kedengarannya, suatu bentuk kepercayaan tetaplah hanyalah kepercayaan.
tidak lebih dari sekedar produk khayalan ilusi.

tetapi sayang-nya malahan kebanyakan orang lebih suka terbuai dan terikat dalam kepercayaan atau khayalan karena mereka khawatir kebenaran yang sesungguhnya mungkin tidak sesuai dengan harapan.
Sebenarnya sekejab saja menyadari dan mengalami kebenaran langsung jauh lebih berharga daripada hidup beribu-ribu tahun dalam "indah-nya" ilusi.

salam metta.

ada satu hal yang kekal / tidak berubah... dari dulu begitu begitu saja...

MAU TAHU ?... yang kekal dan tidak berubah-ubah dari dulu adalah KETIDAKKEKALAN itu sendiri. Tidak ada yang kekal, yang kekal hanyalah perubahan itu (ketidakkekalan)...



mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha, padahal semua itu dinyatakan oleh guru Buddha bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai, seperti :
perkataan mercedes :
-para bijak berkata "pembicaraan apapun juga tidak berdasarkan aniccam bukanlah pembicaraan dari seorang yang bijaksana"
sifat ketidak-kekalan dari segala sesuatu yang berkondisi adalah kenyataan, realita kebenaran.
bukan sekedar teori imajinasi, khayalan , impian , pendapat atau kepercayaan.
-apa yang nyata secara universal saja : bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu memang tidak kekal adanya (anicca).
-banyak orang tidak menyukai kebenaran. mereka lebih suka bentuk kepercayaan.
seindah apapun kedengarannya, suatu bentuk kepercayaan tetaplah hanyalah kepercayaan.
tidak lebih dari sekedar produk khayalan ilusi.
-Sebenarnya sekejab saja menyadari dan mengalami kebenaran langsung jauh lebih berharga daripada hidup beribu-ribu tahun dalam "indah-nya" ilusi.

pernyataan dilbert :
-ada satu hal yang kekal / tidak berubah... dari dulu begitu begitu saja...
MAU TAHU ?... yang kekal dan tidak berubah-ubah dari dulu adalah KETIDAKKEKALAN itu sendiri. Tidak ada yang kekal, yang kekal hanyalah perubahan itu (ketidakkekalan)...

dimana pada setiap pembicaraan timbul pada hakekatnya suatu pernyataan yang bertentangan atau kekacauan dan kebingungan tentang kebenaran sejati yang dimaksudkan guru Buddha, tentang kenyataan kebenaran pemahaman 'ada dan tiada', 'anicca dan anatta', tentang keberadaan (kehidupan) makhluk/mereka yang telah tercerahkan. mengapa?
Seperti sering saya tulis tanyakan 'siapakah yang telah tercerahkan?', karena secara massal (umum) umat (buddhist) saya beri gambaran/ilustrasi sebagai berikut 'dalam kekhayalan berbicara kebenaran sejati'. apa artinya?
coba anda renungkan syair yang sudah saya tuliskan diatas :
Semua (masih) hanyalah kekhayalan
Mau keluar kekhayalan memakai kekhayalan
Menyelami yang sejati (masih) terikat pada yang terkondisi
Menilai yang Mutlak dari (keterbatasan) pengalaman persepsi kemelekatan (pada) yang sementara
Apa maksudnya?, yaitu semua apa yang anda/umat/awam nyatakan, apa yang dibicarakan, sesungguhnya semua dalam lingkup (pandang) kesementaraan saja alias bersifat ilusi saja.
Seperti pembicaraan tentang blind faith? siapa umat/awam (buddhist) yang dapat membuktikan tentang sesuatu yang menjadi inti keyakinan/kepercayaan guru Buddha sehingga Ia dapat mencapai pengetahuan pandangan terang tentang kesejatian inti keberadaan kehidupan sehingga dapat terbebas dari cengkraman/ikatan/cekatan ketidak-kekalan kehidupan sementara yang palsu atau khayal pada sutta udanna VIII.3, sehingga timbul suatu yang diistilahkan umat/awam dengan yang tercerahkan atau Buddha?
Tentang prinsip ehipassiko yang biasa dinyatakan oleh umat/awam yang masih dalam kesementaraan (yang masih terikat pada yang terkondisi) dalam setiap diskusi, itu sebenarnya pada akhirnya tertuju/ditujukan untuk pemuasan (logika) apa?  tetapi guru Buddha menyatakan prinsip itu supaya murid/umat untuk menggali/melihat/membuktikan kebenaran, bukan malah pada posisi yang terbalik yaitu menutup mata atau menolak segala sesuatu yang tidak sesuai atau asing (belum diketahui) karena kemapanan (seolah-olah berpengetahuan) diri (atta) ini biasanya berkecenderungan terjadi pada Buddhist theravada atau menerima langsung percaya seperti pada praktek-praktek umat pada Buddhist tradisi tantra (mengarah takhayul).
Semoga kawan-kawan buddhist dapat menerima tulisan cinta dari seorang sahabat dan terbebaskan. Untuk lebih jelasnya silahkan renungi tulisan saya pada reply #241 diatas.


semoga bukan memandang dengan kemarahan dan kebanggaan kemapanan (pengetahuan) atta diri
good hope and love
coedabgf

NB : sabar bro gunawan, saya fokus pada tulisan-tulisan akhir, blom fokus baca tulisan-tulisan anda.
       Dan pada teman-teman yang lain, jawaban tentang pertanyaan yang berhubungan kekeristenan
       bagaimana yah, masih mau di ulas?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 29 March 2009, 10:32:10 AM
jangan marah yeeh...., inikan lagi ngebahas topik 'Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...', tapi aye salah baca menjadi 'Pernyataan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...'
coba renungkan tulisan aye jangan langsung dikonter meluap-luap atau meledak-ledak. (apanya yang meluap-luap atau yang meledak-ledak yah...?), moga-moga menyadari, melihat mutiara dalam kata-kata, klo tidak..., apalagi yang bisa saya katakan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 March 2009, 01:16:53 PM
mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha, padahal semua itu dinyatakan oleh guru Buddha bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai, seperti :
perkataan mercedes :
-para bijak berkata "pembicaraan apapun juga tidak berdasarkan aniccam bukanlah pembicaraan dari seorang yang bijaksana"
sifat ketidak-kekalan dari segala sesuatu yang berkondisi adalah kenyataan, realita kebenaran.
bukan sekedar teori imajinasi, khayalan , impian , pendapat atau kepercayaan.
-apa yang nyata secara universal saja : bahwa segala sesuatu yang berkondisi itu memang tidak kekal adanya (anicca).
-banyak orang tidak menyukai kebenaran. mereka lebih suka bentuk kepercayaan.
seindah apapun kedengarannya, suatu bentuk kepercayaan tetaplah hanyalah kepercayaan.
tidak lebih dari sekedar produk khayalan ilusi.
-Sebenarnya sekejab saja menyadari dan mengalami kebenaran langsung jauh lebih berharga daripada hidup beribu-ribu tahun dalam "indah-nya" ilusi.

pernyataan dilbert :
-ada satu hal yang kekal / tidak berubah... dari dulu begitu begitu saja...
MAU TAHU ?... yang kekal dan tidak berubah-ubah dari dulu adalah KETIDAKKEKALAN itu sendiri. Tidak ada yang kekal, yang kekal hanyalah perubahan itu (ketidakkekalan)...

dimana pada setiap pembicaraan timbul pada hakekatnya suatu pernyataan yang bertentangan atau kekacauan dan kebingungan tentang kebenaran sejati yang dimaksudkan guru Buddha, tentang kenyataan kebenaran pemahaman 'ada dan tiada', 'anicca dan anatta', tentang keberadaan (kehidupan) makhluk/mereka yang telah tercerahkan. mengapa?
Seperti sering saya tulis tanyakan 'siapakah yang telah tercerahkan?', karena secara massal (umum) umat (buddhist) saya beri gambaran/ilustrasi sebagai berikut 'dalam kekhayalan berbicara kebenaran sejati'. apa artinya?
coba anda renungkan syair yang sudah saya tuliskan diatas :
Semua (masih) hanyalah kekhayalan
Mau keluar kekhayalan memakai kekhayalan
Menyelami yang sejati (masih) terikat pada yang terkondisi
Menilai yang Mutlak dari (keterbatasan) pengalaman persepsi kemelekatan (pada) yang sementara
Apa maksudnya?, yaitu semua apa yang anda/umat/awam nyatakan, apa yang dibicarakan, sesungguhnya semua dalam lingkup (pandang) kesementaraan saja alias bersifat ilusi saja.
Seperti pembicaraan tentang blind faith? siapa umat/awam (buddhist) yang dapat membuktikan tentang sesuatu yang menjadi inti keyakinan/kepercayaan guru Buddha sehingga Ia dapat mencapai pengetahuan pandangan terang tentang kesejatian inti keberadaan kehidupan sehingga dapat terbebas dari cengkraman/ikatan/cekatan ketidak-kekalan kehidupan sementara yang palsu atau khayal pada sutta udanna VIII.3, sehingga timbul suatu yang diistilahkan umat/awam dengan yang tercerahkan atau Buddha?
Tentang prinsip ehipassiko yang biasa dinyatakan oleh umat/awam yang masih dalam kesementaraan (yang masih terikat pada yang terkondisi) dalam setiap diskusi, itu sebenarnya pada akhirnya tertuju/ditujukan untuk pemuasan (logika) apa?  tetapi guru Buddha menyatakan prinsip itu supaya murid/umat untuk menggali/melihat/membuktikan kebenaran, bukan malah pada posisi yang terbalik yaitu menutup mata atau menolak segala sesuatu yang tidak sesuai atau asing (belum diketahui) karena kemapanan (seolah-olah berpengetahuan) diri (atta) ini biasanya berkecenderungan terjadi pada Buddhist theravada atau menerima langsung percaya seperti pada praktek-praktek umat pada Buddhist tradisi tantra (mengarah takhayul).
Semoga kawan-kawan buddhist dapat menerima tulisan cinta dari seorang sahabat dan terbebaskan. Untuk lebih jelasnya silahkan renungi tulisan saya pada reply #241 diatas.


semoga bukan memandang dengan kemarahan dan kebanggaan kemapanan (pengetahuan) atta diri
good hope and love
coedabgf

NB : sabar bro gunawan, saya fokus pada tulisan-tulisan akhir, blom fokus baca tulisan-tulisan anda.
       Dan pada teman-teman yang lain, jawaban tentang pertanyaan yang berhubungan kekeristenan
       bagaimana yah, masih mau di ulas?
saudara coedabgf yang bijak,
kata-kata itu di ucapkan oleh ven. Ajahn Chah sendiri..

sudah saya katakan di postingan sebelumnya,
syair mengenai "keraguan" akan pencapaian adalah sebuah kebodohan.
ketika kita melihat "anicca" apakah dibutuhkan rekayasa atau semacam pembenaran?
anicca itu begitu "alamiah" sangat alamiah.

sama hal nya dengan kelahiran maka ada jara-marana... semua itu begitu alamiah, tanpa ada penghalang dalam melihat.
hanya ketika seseorang melihat hal ini, orang tersebut ragu akan kebenaran kenyataan.
maka biasanya muncul pada pandangan
"saya umat awam, masih belum tahu apa-apa"
saya umat awam, masih butuh belajar"
saya umat awam, masih harus berguru
saya umat awam, masih harus mengikis khayalan"

inilah beberapa pandangan jika seseorang tidak bisa mandiri membangkitkan kebijaksanaan untuk melihat "secara alamiah"
atau saya sebut "sebagaimana adanya"

1+1 = 2... di ubah bagaimana pun, kenyataannya tetap demikian...
ada kelahiran maka ada penderitaan, di ubah bagaimana pun, kenyataan tetap lah demikian....

demikian pencapaian "apakah harus ada keraguan ketika melihat hasil nya demikian"?
hanya kebodohan yang membuat nya demikian...

ketika seseorang sudah melihat anicca demikian, dan masih "ragu" akan kebenaran anicca. orang tersebut benar-benar bodoh.
=================================
nb:
 "masih butuh belajar" adalah dimana ketika seseorang menguasai 1+1=2 tetapi orang ini ragu akan kebenaran dari hasil 2.
atau ketika seseorang sudah menguasai 1+1=2 tetapi hanya pelajaran itu yang diulang-ulang....

salam metta _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 29 March 2009, 02:02:56 PM
1+1=2 anda yakin 1+1=2
soalnya sekarang katanya 4 = 5 loh ;D
dan kalau alam semesta colaps aye yakin energi tetap ada ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 29 March 2009, 06:19:04 PM
saudara coedabgf yang bijak,
kata-kata itu di ucapkan oleh ven. Ajahn Chah sendiri..


ven Ajahn Chah attained kebenaran sejati atau tidak, awam siapa yang tahu.
Kalaupun ven Ajahn Chah mencapai kebenaran sejati, kata-katanya hanyalah kata-kata, realitas kebenarannya hanya dapat diraih oleh pengalaman pribadi. Diluar realitas pengalaman kebenaran sendiri, pengetahuan atau kata-kata kebenaran tetaplah hanyalah ilusi.

Seperti kutipan syair yang saya tulis pada reply #75 :
Di dalam rumahku ada sebuah gua
di dalam gua tidak ada apapun lagi

kekosongan murni benar-benar luar biasa
gemilang dan indah gemerlap bak surya
makanan vegetarian memelihara tubuh tua ini
katun  dan kulit menutupi bentuk ilusif-nya.
biarkan seribu orang suci muncul di hadapanku
aku memiliki Dharmakaya diriku sendiri

Meskipun banyak rintangan saya mengejar sang biarawan agung
pegunungan berkabut sejuta tingkatan tingginya
beliau menunjukkan jalan pulang ke rumah
bulan bundar tunggal lentera langit


sudah saya katakan di postingan sebelumnya,
syair mengenai "keraguan" akan pencapaian adalah sebuah kebodohan.
ketika kita melihat "anicca" apakah dibutuhkan rekayasa atau semacam pembenaran?
anicca itu begitu "alamiah" sangat alamiah.

sama hal nya dengan kelahiran maka ada jara-marana... semua itu begitu alamiah, tanpa ada penghalang dalam melihat.
hanya ketika seseorang melihat hal ini, orang tersebut ragu akan kebenaran kenyataan.
maka biasanya muncul pada pandangan
"saya umat awam, masih belum tahu apa-apa"
saya umat awam, masih butuh belajar"
saya umat awam, masih harus berguru
saya umat awam, masih harus mengikis khayalan"

inilah beberapa pandangan jika seseorang tidak bisa mandiri membangkitkan kebijaksanaan untuk melihat "secara alamiah"
atau saya sebut "sebagaimana adanya"

1+1 = 2... di ubah bagaimana pun, kenyataannya tetap demikian...
ada kelahiran maka ada penderitaan, di ubah bagaimana pun, kenyataan tetap lah demikian....

demikian pencapaian "apakah harus ada keraguan ketika melihat hasil nya demikian"?
hanya kebodohan yang membuat nya demikian...

ketika seseorang sudah melihat anicca demikian, dan masih "ragu" akan kebenaran anicca. orang tersebut benar-benar bodoh.
=================================
nb:
 "masih butuh belajar" adalah dimana ketika seseorang menguasai 1+1=2 tetapi orang ini ragu akan kebenaran dari hasil 2.
atau ketika seseorang sudah menguasai 1+1=2 tetapi hanya pelajaran itu yang diulang-ulang....

salam metta _/\_


tahukah anda mengapa saya malah mengutip syair guru zen diatas dan anda menulis pandangan anda dan kutipan kata-kata ven. Ajahn Chah seperti yang senantiasa anda tulis untuk menyatakan/meneguhkan tataran pengetahuan anda?.
Sebab keBuddhaan sudah diluar dari pengetahuan/kebenaran itu semua, seperti yang sudah saya jelaskan pada tulisan saya terdahulu  yaitu pengajaran itu diutarakan untuk dapat mengadakan pemisahan sebagai berikut : ‘mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha, padahal semua itu dinyatakan oleh guru Buddha bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai’, awal untuk dapat masuk/mengenal dan menyelami kedalam pengetahuan kebenaran sejati (pengalaman udanna VIII.3), masih bersifat dangkal atau kulit luar bukan kebenaran inti yang sesungguhnya yang dimaksudkan guru Buddha tetapi umat/awam sangat tercekat, sukar untuk memisahkan diri.
Seperti (sebagaimana) anda menyatakan pada nb anda :
nb:
"masih butuh belajar" adalah dimana ketika seseorang menguasai 1+1=2 tetapi orang ini ragu akan kebenaran dari hasil 2.
atau ketika seseorang sudah menguasai 1+1=2 tetapi hanya pelajaran itu yang diulang-ulang....
seperti yang sudah saya nyatakan/utarakan pada kutipan kalimat penjelasan tulisan saya diatas ini ‘mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha, padahal semua itu dinyatakan oleh guru Buddha bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai’ dan kalimat yang sebagai berikut bahwa ‘Sebab keBuddhaan sudah diluar dari pengetahuan/kebenaran itu semuasiapakah yang masih berkutat melekat atau tercekat pada pengetahuan itu atau masih tercekat dalam pengalaman tataran keterbatasan keberadaan itu‘ ketika seseorang sudah menguasai 1+1=2 tetapi hanya pelajaran itu yang diulang-ulang....’ hanya dalam kapasitas tataran yang saya bilang ‘masih bersifat dangkal atau kulit luar bukan kebenaran inti yang sesungguhnya yang dimaksudkan guru Buddha tetapi umat/awam sangat tercekat, sukar untuk memisahkan diri’, ‘bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai’, tetapi melainkan ‘sebagai pengetahuan awal untuk dapat masuk/mengenal kedalam pengetahuan kebenaran sejati’. Dan apalagi kalau dalam kapasitas kebenaran kata-kata saja seperti yang sudah saya tulis diatas sebagai berikut :
ven Ajahn Chah attained kebenaran sejati atau tidak, awam siapa yang tahu.
Kalaupun ven Ajahn Chah mencapai kebenaran sejati, kata-katanya hanyalah kata-kata, realitas kebenarannya hanya dapat diraih oleh pengalaman pribadi. Diluar realitas pengalaman kebenaran sendiri, pengetahuan atau kata-kata kebenaran tetaplah hanyalah ilusi.



semoga dengan jawaban dari kutipan-kutipan tulisan yang sudah ada, mau mencoba menyelami dan dapat melihat mutiara dalam tulisan dan mendapatkan jawaban kebenaran atas sanggahan-sanggahan dan pertanyaan-pertanyaan diri yang baru dan mau muncul.
good hope and love
coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 29 March 2009, 06:19:54 PM
ada yang bisa mengerti gak, menangkap maksud tulisan sesungguhnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 March 2009, 09:04:43 PM
saudara coedabgf yang bijak,
saya tidak tahu ven,Ajahn Chah itu sudah jagoan atau belum...^^
tetapi yang saya tahu pasti, beliau tidak menambahkan khayalan pada anicca.

anicca tetap anicca....demikian dikatakan itu begini-begitu...
tetaplah itu sifat nya yakni adalah dukkha...bahkan bisa di lihat sekarang pun.
lalu apa hubungannya dengan pencapaian beliau sudah tercerahkan atau belum?

andaikata beliau "belum/telah" tercerahkan... apa berarti kata beliau bahwa "anicca" itu indah lantas harus kita percaya? karena label mereknya.....
bahkan anak TK sekalipun,jika menyatakan kenyataan, dimana apa yang "dia lihat sebagai apa yang dilihat - nya" maka anak itu adalah anak yang lebih pintar dari Ajahn Chah sekalipun.

bagaimana pun "terkenal-nya" seseorang,apabila orang tersebut berkata bahwa segala sesuatu yang berlawanan dengan kenyataan.. maka orang itu tetap lah buta.

sama halnya dengan kutipan sutra...dikatakan telah mencapai sammasambuddha...tetapi kenyataan penderitaan terus menerus ada di situ...
lalu apa untung-nya mencapai sammasambuddha?
dimana letak kebahagiaan-nya?

jelaskan donk.. ^^

Quote
‘mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha, padahal semua itu dinyatakan oleh guru Buddha bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai’, awal untuk dapat masuk/mengenal dan menyelami kedalam pengetahuan kebenaran sejati (pengalaman udanna VIII.3), masih bersifat dangkal atau kulit luar bukan kebenaran inti yang sesungguhnya yang dimaksudkan guru Buddha tetapi umat/awam sangat tercekat, sukar untuk memisahkan diri.

sudah saya posting 2x dan ini ke-3x -nya..
hanya umat "awam" yang memang berpikir demikian.

Quote
‘mengapa secara umum umat seolah-olah bijaksana berpengetahuan seolah-olah berbicara prisip kebenaran berasal dari inti pengajaran guru Buddha
apa hubungannya anicca dengan buddha gotama?

gotama hanya menyatakan anicca itu sebagai apa yang dilihat-nya dari kenyataan...
sama seperti penemu hukum gravitasi bumi.....
apa hubungannya penemu dengan konsep/rumus-nya?...
tanpa penemu sekalipun, konsep/rumus itu memang sudah ada sebelumnya...

Quote
‘Sebab keBuddhaan sudah diluar dari pengetahuan/kebenaran itu semua’
kebenaran apapun itu..semua hanya ada dalam pikiran... bukan di luar pikiran.

sama halnya ruang dan waktu....
apakah pikiran ada dalam ruang dan waktu atau
atau ruang dan waktu ada dalam pikiran?

tentu saja ruang dan waktu lah yang ada dalam pikiran.. bukan pikiran ada dalam ruang dan waktu.

matahari,bulan,gunung,anicca,bahkan kita... semua hanya ada didalam pikiran..bukan pikiran ada dalam itu semua.

Quote
‘masih bersifat dangkal atau kulit luar bukan kebenaran inti yang sesungguhnya yang dimaksudkan guru Buddha tetapi umat/awam sangat tercekat, sukar untuk memisahkan diri’, ‘bukan dari inti kebenaran sejati melainkan sebagai ciri-ciri fenomena dari ketidak-kekalan semua yang bersifat duniawi atau carnal (daging) yang harus ditanggalkan/dilepaskan/tidak sepatutnya layak dipercayai’, tetapi melainkan ‘sebagai pengetahuan awal untuk dapat masuk/mengenal kedalam pengetahuan kebenaran sejati’. Dan apalagi kalau dalam kapasitas kebenaran kata-kata saja seperti yang sudah saya tulis diatas sebagai berikut :
ven Ajahn Chah attained kebenaran sejati atau tidak, awam siapa yang tahu.
Kalaupun ven Ajahn Chah mencapai kebenaran sejati, kata-katanya hanyalah kata-kata, realitas kebenarannya hanya dapat diraih oleh pengalaman pribadi. Diluar realitas pengalaman kebenaran sendiri, pengetahuan atau kata-kata kebenaran tetaplah hanyalah ilusi.

saudara coedabgf yang bijak,
saya ulangi lagi... kalau pikiran seperti itu hanyalah dimiliki bagi seseorang yang "ragu" akan kenyataan yang dilihat-nya.

pikiran membentuk sesuatu yang kita harapkan, akan tetapi kenyataan berbeda..lalu manakah yang benar?
kenyataan lah yang benar...apapun itu.

jadi saya tanyakan kepada anda.....^^
apakah "kelahiran(bhava) = penderitaan(dukkha / jara-marana)" merupakan kebenaran sejati?"
dari tadi kan di bahas kebenaran sejati.....

silahkan anda jawab sendiri. ^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 30 March 2009, 07:46:13 AM
Tentang prinsip ehipassiko yang biasa dinyatakan oleh umat/awam yang masih dalam kesementaraan (yang masih terikat pada yang terkondisi) dalam setiap diskusi, itu sebenarnya pada akhirnya tertuju/ditujukan untuk pemuasan (logika) apa?  tetapi guru Buddha menyatakan prinsip itu supaya murid/umat untuk menggali/melihat/membuktikan kebenaran, bukan malah pada posisi yang terbalik yaitu menutup mata atau menolak segala sesuatu yang tidak sesuai atau asing (belum diketahui) karena kemapanan (seolah-olah berpengetahuan) diri (atta) ini biasanya berkecenderungan terjadi pada Buddhist theravada atau menerima langsung percaya seperti pada praktek-praktek umat pada Buddhist tradisi tantra (mengarah takhayul).


seperti yang sudah saya tulis, saya mo tanya adakah rekan-rekan theravadin lain yang mengerti maksud kebenaran (ultimate truth) tulisan saya?,
sabar bro mercedes, anda pasti dapat jawaban atas pertanyaan anda yang mudah sekali.
 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 30 March 2009, 07:54:19 AM
bro and sis semua...,
lepaskan cangkang... segala (kelekatan) kewujudan. Contoh perumpamaan level tinggi adalah seperti syair guru Buddha tentang bahkan (pengetahuan tertinggi) Dhammapun seperti sebuah rakit yang harus ditinggalkan/ditanggalkan untuk menjejak di pantai seberang, apalagi yang (bersifat) fenomena atau bukan yang nyata/sejati, hanya (bersifat) sementara.

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
(Dhammapada 214)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 30 March 2009, 07:57:47 AM
eh... aye berani mati yah... yang dibilang the foreigner sendirian masuk kesarang macan....!  ;D
tapi maksudnya baik loh dengan membawa 'good hope and love'.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 09:09:15 AM


Begitulah. Maka harus dibimbing kembali ke jalan Mahayana karena mereka hanya setengah jalan (seperti memang dikatakan sebelumnya, baru TK, harus lanjut SD, SMP, dst). Maka dikatakan bahwa Sariputra sendiri keliru mengira perjuangannya telah berakhir, namun sebenarnya akan terus terlahir sampai mencapai Samyak Sambodhi bernama Padmaprabha. Saya lupa persisnya pembicaraan ini di mana.




namaste suvatthi hotu

Dari teks Mahayana yang mana pernyataan seperti itu dikutip?

mohon tuliskan sumber teks sutranya dong, untuk ricek

thuti



Sudah saya tulis sebelumnya di Bhaisajyaguru Sutra dikatakan bahwa tekad ke empat dari Bhaisajyaguru adalah untuk membimbing orang yang dalam Sravaka & Pratyeka-yana untuk kembali ke jalan Mahayana. Jika Sravaka & Pratyeka Buddha adalah juga jalan yang membawa pada pembebasan akhir, untuk apa dipanggil-panggil ke dalam jalan Mahayana?

Quote
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang, Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pacekkabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."


Dalam Saddharma Pundarika Sutra Bab II, dikatakan bahwa Sravaka, Arahat, Pratyeka Buddha yang tidak "terpanggil" untuk memasuki Buddhayana (Bodhisatvayana), maka seharusnya tidak dianggap Sravaka, Arahat, Pratyeka Buddha, atau pun murid dari Tathagata.
Ini berarti hanya yang sejati yang akan terpanggil ke dalam Bodhisatvayana.

Quote
"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."


Mengenai Sariputra yang akan menjadi Buddha dengan nama Padmaprabha, ternyata ada di Bab III.

Quote
... Thou thinkest that thou hast reached final rest. I, wishing to revive and renew in thee the knowledge of thy former vow to observe the (religious) course, will reveal to the disciples the Dharmaparyaya called 'the Lotus of the True Law,' this Sûrânta.

Again, Sâriputra, at a future period, after innumerable, inconceivable, immeasurable Æons, when thou shalt have learnt the true law of hundred thousand myriads of kotis of Tathâgatas, showed devotion in various ways, and achieved the present Bodhisattva-course, thou shalt become in the world a Tathâgata, named Padmaprabha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 09:21:01 AM
apakah semua sravaka itu harus melanjutkan ke jalan MAHAYANA ?

Bukankah sudah dibilang bahwa Pratyeka & Sravaka yang berpikir jalannya telah berakhir adalah sombong dan keliru?
Seingat saya, Buddha Sakyamuni juga mengatakan para Sravaka (tidak hanya Sariputra) seperti Kasyapa, Maudgalyayana, Subhuti, Aniruddha, dan lain-lain juga akan menjadi Bodhisatva.


Para Buddha yang mana aja ya?, darimana kita tahu itu jalan yang benar?

Saya kurang tahu. Tetapi kalau di Sutra Mahayana, memang banyak disebutkan tentang Buddha lain. Pembagiannya adalah satu Buddha dalam satu galaksi, lalu ada Buddha di sebelah barat, utara, selatan, timur, zenith (atas), dan Nadir (bawah). Lalu dari arah masing-masing Buddha tersebut, ada Buddha lainnya lagi. Jadi sungguh banyak tak terhitung. Misalnya di sebelah barat ada Buddha Amitayus, Amitaskhamdha, Amitadhavaja, Mahaprabha, dan lain-lain. Di sebelah timur ada Buddha Aksobhya, Merudhvaja, Mahameru, daln lain-lain. Begitu juga di arah-arah lainnya.
Kalau setahu saya, yang dijelaskan dalam sutra adalah Amitayus (Amitabha) dan Bhaisajyaguru. (Dalam wihara Mahayana, sering kita lihat 3 patung utama Buddha, yaitu Sakyamuni di tengah, Amitayus di kiri, dan Bhaisajyaguru di kanan.)


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 09:34:48 AM
saudara kainyn yang bijak,
coba sebutkan 4 hukum kesunyataan mulia....
1.dukkha  ( dari sini sebuah calon harusnya berusaha untuk menghindari dari dukkha)
2.sebab dukkha
3.akhir dukkha
4.jalan menuju akhir dukkha.

dan kenyataan setelah "LULUS dengan baik secara katakanlah "hinaya"  eh, kok di TK belajar menghindari dukkha..sekarang SD.SMP,SMA diajarkan untuk terus menikmati dukkha?
TK dan SMP--- kok tidak nyambung?

[...]


Untuk pertanyaan-pertanyaan itu, saya tidak kompeten menjawab. Silahkan ditanyakan pada yang lain saja yah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 30 March 2009, 10:02:10 AM
Dalam satu terjemahan, ditulis demikian:
"Again, Shariputra, if there should be monks or nuns who claim that they already have attained the status of arhat, that this is their last incarnation, that they have reached the final nirvana, and that therefore they have no further intention of seeking anuttara-samyak-sambodhi, then you should understand that such as these are all persons of overbearing arrogance. Why do I say this? Because if they are monks who have truly attained the status of arhat, then it would be unthinkable that they should fail to believe this Law. The only
exception would be in a time after the Buddha had passed away, when there was no Buddha present in the world. Why is this? Because after the Buddha has passed away it will be difficult to find anyone who can embrace, recite, and understand the meaning of sutras such as this. But if persons at that time encounter another Buddha, then they will attain decisive understanding with regard to this Law."

Jelas di sini bahwa yang mengatakan kelahiran kembali telah berakhir namun tidak mengambil tekad mencapai Samyak Sambodhi, ia hanyalah orang yang mengaku-ngaku sebagai Arahat.


Bait sebelumnya adalah:
"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."




Boleh ditanya dapat darimana Bro ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 30 March 2009, 10:05:41 AM
Para Buddha yang mana aja ya?, darimana kita tahu itu jalan yang benar?

Saya kurang tahu. Tetapi kalau di Sutra Mahayana, memang banyak disebutkan tentang Buddha lain. Pembagiannya adalah satu Buddha dalam satu galaksi, lalu ada Buddha di sebelah barat, utara, selatan, timur, zenith (atas), dan Nadir (bawah). Lalu dari arah masing-masing Buddha tersebut, ada Buddha lainnya lagi. Jadi sungguh banyak tak terhitung. Misalnya di sebelah barat ada Buddha Amitayus, Amitaskhamdha, Amitadhavaja, Mahaprabha, dan lain-lain. Di sebelah timur ada Buddha Aksobhya, Merudhvaja, Mahameru, daln lain-lain. Begitu juga di arah-arah lainnya.
Kalau setahu saya, yang dijelaskan dalam sutra adalah Amitayus (Amitabha) dan Bhaisajyaguru. (Dalam wihara Mahayana, sering kita lihat 3 patung utama Buddha, yaitu Sakyamuni di tengah, Amitayus di kiri, dan Bhaisajyaguru di kanan.)



Apakah Bunyi Mantra2 itu HANYALAH untuk memuji Buddha tersebut atau bagaimana? soalnya terdengar seperti Buddha tersebut sebagai sosok yang ingin di puji baru memberikan bantuan :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 30 March 2009, 10:08:52 AM
bro and sis semua...,
lepaskan cangkang... segala (kelekatan) kewujudan. Contoh perumpamaan level tinggi adalah seperti syair guru Buddha tentang bahkan (pengetahuan tertinggi) Dhammapun seperti sebuah rakit yang harus ditinggalkan/ditanggalkan untuk menjejak di pantai seberang, apalagi yang (bersifat) fenomena atau bukan yang nyata/sejati, hanya (bersifat) sementara.

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
(Dhammapada 214)
bro coedabgf yang bijak,

silahkan jawab pertanyaan saya,
"apakah  (kelahiran = penderitaan) itu merupakan kebenaran sejati"?

kalau anda menyebut rakit, saya menyebut demikian.
"seseorang yang belum melihat "kelahiran=penderitaan", jangan kan menaiki rakit, melihat rakit saja belum bisa"

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
(Dhammapada 214)

yah tentu saja syair ini realita., dari kemelekatan ada kelahiran, dari kelahiran ada jara-marana.
siapa bebas dari kelahiran sama saja bebas dari jara-marana..

kok arti syair nya beda dengan kutipan sutra? ^^

atau mungkin sama seperti kata Ajahn Brahm,
"seseorang saat ini biasanya memakai rakit,belum sampai di tujuan malah sudah di lepas ditengah lautan"

orang seperti ini biasanya menganggap bahwa mencari "pembebasan" adalah kemelekatan itu sendiri.
dan orang seperti ini menganggap bahwa diri-nya telah berusaha "melepas"
sayang-nya yang terjadi justru "melepas" di tengah lautan.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 30 March 2009, 10:59:24 AM
Para Buddha yang mana aja ya?, darimana kita tahu itu jalan yang benar?

Saya kurang tahu. Tetapi kalau di Sutra Mahayana, memang banyak disebutkan tentang Buddha lain. Pembagiannya adalah satu Buddha dalam satu galaksi, lalu ada Buddha di sebelah barat, utara, selatan, timur, zenith (atas), dan Nadir (bawah). Lalu dari arah masing-masing Buddha tersebut, ada Buddha lainnya lagi. Jadi sungguh banyak tak terhitung. Misalnya di sebelah barat ada Buddha Amitayus, Amitaskhamdha, Amitadhavaja, Mahaprabha, dan lain-lain. Di sebelah timur ada Buddha Aksobhya, Merudhvaja, Mahameru, daln lain-lain. Begitu juga di arah-arah lainnya.
Kalau setahu saya, yang dijelaskan dalam sutra adalah Amitayus (Amitabha) dan Bhaisajyaguru. (Dalam wihara Mahayana, sering kita lihat 3 patung utama Buddha, yaitu Sakyamuni di tengah, Amitayus di kiri, dan Bhaisajyaguru di kanan.)



Apakah Bunyi Mantra2 itu HANYALAH untuk memuji Buddha tersebut atau bagaimana? soalnya terdengar seperti Buddha tersebut sebagai sosok yang ingin di puji baru memberikan bantuan :D

bunyi sutra amitabha, bukan mantra mantra utk memuji buddha,
tapi mengingatkan kita bahwa, bukan sang buddha sakyamuni saja yang ada, karena di alam sebelah barat, sebelah timur, sebelah utara, sebelah selatan, sebelah atas, sebelah bawah (sepuluh penjuru buddha).

"O Sariputra sebagaimana Aku memuji jasa dan kebaikan semua Buddha, semua Buddha juga memuji jasa dan kebajikanKu yang tak terkirakan, dengan mengucapkan kata-kata : "Sakyamuni Buddha dapat melasanakan secara luar biasa perbuatan-perbuatan sulit di dunia saha, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan diantara kekeruhan kalpa, kekeruhan pandangan, kekeruhan penderitaan, kekeruhan makhluk hidup dan kekeruhan kehidupan. Ia dapat mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi makhluk hidup, membabarkan Dharma. Ini yang diseluruh dunia sulit dipercaya, Sariputra. Kamu seharusnya mengerti bahwa Aku, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan mempraktekkan perbuatan yang sulit ini, mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi semua dunia kuucapkan Dharma yang sulit dipercaya ini, benar-benar sulit untuk dipercaya."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 11:25:54 AM
Dalam satu terjemahan, ditulis demikian:
"Again, Shariputra, if there should be monks or nuns who claim that they already have attained the status of arhat, that this is their last incarnation, that they have reached the final nirvana, and that therefore they have no further intention of seeking anuttara-samyak-sambodhi, then you should understand that such as these are all persons of overbearing arrogance. Why do I say this? Because if they are monks who have truly attained the status of arhat, then it would be unthinkable that they should fail to believe this Law. The only
exception would be in a time after the Buddha had passed away, when there was no Buddha present in the world. Why is this? Because after the Buddha has passed away it will be difficult to find anyone who can embrace, recite, and understand the meaning of sutras such as this. But if persons at that time encounter another Buddha, then they will attain decisive understanding with regard to this Law."

Jelas di sini bahwa yang mengatakan kelahiran kembali telah berakhir namun tidak mengambil tekad mencapai Samyak Sambodhi, ia hanyalah orang yang mengaku-ngaku sebagai Arahat.


Bait sebelumnya adalah:
"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."




Boleh ditanya dapat darimana Bro ?



Dalam Saddharma Pundarika Sutra Bab II, dikatakan bahwa Sravaka, Arahat, Pratyeka Buddha yang tidak "terpanggil" untuk memasuki Buddhayana (Bodhisatvayana), maka seharusnya tidak dianggap Sravaka, Arahat, Pratyeka Buddha, atau pun murid dari Tathagata.
Ini berarti hanya yang sejati yang akan terpanggil ke dalam Bodhisatvayana.

Quote
"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 30 March 2009, 11:46:23 AM
^
^
^

[at] bro kaiyn kutho

manttafffff om

mo +1 ah....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 11:51:36 AM
Apakah Bunyi Mantra2 itu HANYALAH untuk memuji Buddha tersebut atau bagaimana? soalnya terdengar seperti Buddha tersebut sebagai sosok yang ingin di puji baru memberikan bantuan :D

Sepertinya bukan. Kalau menurut dugaan saya, setiap Buddha 'kan punya karakteristik masing-masing. Mantra masing-masing Buddha itu adalah untuk mengingatkan kita pada kualitas khas itu. Seperti dalam Atanatta Paritta Tradisi Theravada (paritta untuk perlindungan), juga disebutkan karakteristik Buddha-Buddha di masa lampau.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 30 March 2009, 11:52:25 AM
O Sariputra, kalau seorang lelaki berbudi dan wanita berbudi mendengar sutta ini dan mengucapkan nama-nama semua Buddha ini, lelaki berbudi atau wanita berbudi ini akan menjadi orang yang ingat akan Buddha dan dilindungi oleh semua Buddha dan tidak akan gagal mencapai Anuttara Samyak Sambodhi. Sebab itu Sariputra, kalian semua patut percaya dan menerima kata-kataKu dan ucapan semua Buddha.Sariputra, kalau ada orang yang telah berikrar yang sedang berikrar atau yang akan berikrar, ”aku berhasrat lahir di negeri Amitabha.” Orang-orang ini semua tidak akan gagal mencapai Anuttara Samyak Sambodhi apakah dia lahir pada masa lampau, sekarang atau pada masa mendatang. Sebab itu Sariputra, semua laki-laki berbudi dan wanita berbudi jika mereka orang-orang yang memiliki keyakinan, seyogyanya berikrar untuk lahir di negeri ini.

Yang di bold terdengar seperti Iman agama sebelah deh :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 March 2009, 11:53:01 AM
^
^
^

[at] bro kaiyn kutho

manttafffff om

mo +1 ah....

Thanx, Bro naviscope.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 31 March 2009, 10:32:00 AM
bro and sis semua...,
lepaskan cangkang... segala (kelekatan) kewujudan. Contoh perumpamaan level tinggi adalah seperti syair guru Buddha tentang bahkan (pengetahuan tertinggi) Dhammapun seperti sebuah rakit yang harus ditinggalkan/ditanggalkan untuk menjejak di pantai seberang, apalagi yang (bersifat) fenomena atau bukan yang nyata/sejati, hanya (bersifat) sementara.

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
(Dhammapada 214)
bro coedabgf yang bijak,

silahkan jawab pertanyaan saya,
"apakah  (kelahiran = penderitaan) itu merupakan kebenaran sejati"?

kalau anda menyebut rakit, saya menyebut demikian.
"seseorang yang belum melihat "kelahiran=penderitaan", jangan kan menaiki rakit, melihat rakit saja belum bisa"

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan
(Dhammapada 214)

yah tentu saja syair ini realita., dari kemelekatan ada kelahiran, dari kelahiran ada jara-marana.
siapa bebas dari kelahiran sama saja bebas dari jara-marana..

kok arti syair nya beda dengan kutipan sutra? ^^

atau mungkin sama seperti kata Ajahn Brahm,
"seseorang saat ini biasanya memakai rakit,belum sampai di tujuan malah sudah di lepas ditengah lautan"

orang seperti ini biasanya menganggap bahwa mencari "pembebasan" adalah kemelekatan itu sendiri.
dan orang seperti ini menganggap bahwa diri-nya telah berusaha "melepas"
sayang-nya yang terjadi justru "melepas" di tengah lautan.

salam metta.


jawabannya silahkan lihat pada topik : Re: brahmajala sutta - pandangan berbelit2 (Studi Sutta/Sutra)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 31 March 2009, 10:35:33 AM
Apakah Bunyi Mantra2 itu HANYALAH untuk memuji Buddha tersebut atau bagaimana? soalnya terdengar seperti Buddha tersebut sebagai sosok yang ingin di puji baru memberikan bantuan :D

Sepertinya bukan. Kalau menurut dugaan saya, setiap Buddha 'kan punya karakteristik masing-masing. Mantra masing-masing Buddha itu adalah untuk mengingatkan kita pada kualitas khas itu. Seperti dalam Atanatta Paritta Tradisi Theravada (paritta untuk perlindungan), juga disebutkan karakteristik Buddha-Buddha di masa lampau.




saya mau nanya dong, sehubungan dengan pertanyaannya bro ryu..lagu pendupaan yang banyak dinyanyikan di vihara mahayana dan terkadang dinyanyikan oleh suhu, kan ada kalimat seperti ini...'saat pujianku telah melimpah_limpah, para Buddha menampakkan dirinya, aum vajra dupe aum.'..
Apa benar para Buddha akan menampakkan diri jika kita memuji para Buddha sampai melimpah2?
Mohon pencerahannya ya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 31 March 2009, 10:40:29 AM
^
^
^
mencoba menjawab ya

IMO, kata-kata tidak mendeskripsikan sesuatu....
kalau kita penuh keyakinan, dalam hal ini, bukan pada pujian, tapi pada perbuatan baik
saat pujianku telah melimpah_limpah (IMO, perbuatan baikku telah melimpah_limpah) para buddha menampakan diri nya

sama halnya, pada saat pelimpahan jasa
semoga jasa dan kebajikan
"memperindah tanah suci"

IMO, tanah suci sudah indah, tidak perlu diperindah lagi,
hanya dengan sedikit perbuatan baik kita, mo memperindah tanah suci?
haaa.... (hendra susanto mode 'ON')

gan en,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 31 March 2009, 10:40:58 AM
nanti yah sis yul aye jawab, tunggu jawaban yang laen.  :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 31 March 2009, 10:47:02 AM
saya mau nanya dong, sehubungan dengan pertanyaannya bro ryu..lagu pendupaan yang banyak dinyanyikan di vihara mahayana dan terkadang dinyanyikan oleh suhu, kan ada kalimat seperti ini...'saat pujianku telah melimpah_limpah, para Buddha menampakkan dirinya, aum vajra dupe aum.'..
Apa benar para Buddha akan menampakkan diri jika kita memuji para Buddha sampai melimpah2?
Mohon pencerahannya ya


Kalau pendapat saya pribadi, sepertinya bukan karena puji2an itu menyenangkan Buddha, tetapi karena devosi/pengabdiannya yang sungguh-sungguh. Kalau dalam kisah-kisah Theravada, orang yang mengasingkan diri menjaga sila tanpa cela selama 4 bulan, menjaga api upacara tidak padam, akan dikunjungi oleh Brahma. Kalau saya lihat, Brahma di sini menghargai kualitas moralitas & pengabdian orang itu sehingga bersedia mengunjunginya.

Barangkali, demikian juga maksud penampakan Buddha dalam nyanyian itu. Kalau mau lebih jelas, mungkin bisa ditanyakan ke yang mengerti.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 31 March 2009, 11:03:06 AM
saya mau nanya dong, sehubungan dengan pertanyaannya bro ryu..lagu pendupaan yang banyak dinyanyikan di vihara mahayana dan terkadang dinyanyikan oleh suhu, kan ada kalimat seperti ini...'saat pujianku telah melimpah_limpah, para Buddha menampakkan dirinya, aum vajra dupe aum.'..
Apa benar para Buddha akan menampakkan diri jika kita memuji para Buddha sampai melimpah2?
Mohon pencerahannya ya


Mungkin maksudnya, bahwa kita melakukan pujian melalui praktek dhamma, dan oleh karena itu, kita dikatakan melihat Dhamma, bukankah mrk yg melihat Dhamma berarti juga melihat Buddha?

namun ada yg lebih mencengangkan pada baris, "Para Buddha yang sedang bermusyawarah" kok spt anggota DPR?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 31 March 2009, 11:15:19 AM
saya mau nanya dong, sehubungan dengan pertanyaannya bro ryu..lagu pendupaan yang banyak dinyanyikan di vihara mahayana dan terkadang dinyanyikan oleh suhu, kan ada kalimat seperti ini...'saat pujianku telah melimpah_limpah, para Buddha menampakkan dirinya, aum vajra dupe aum.'..
Apa benar para Buddha akan menampakkan diri jika kita memuji para Buddha sampai melimpah2?
Mohon pencerahannya ya


Kalau pendapat saya pribadi, sepertinya bukan karena puji2an itu menyenangkan Buddha, tetapi karena devosi/pengabdiannya yang sungguh-sungguh. Kalau dalam kisah-kisah Theravada, orang yang mengasingkan diri menjaga sila tanpa cela selama 4 bulan, menjaga api upacara tidak padam, akan dikunjungi oleh Brahma. Kalau saya lihat, Brahma di sini menghargai kualitas moralitas & pengabdian orang itu sehingga bersedia mengunjunginya.

Barangkali, demikian juga maksud penampakan Buddha dalam nyanyian itu. Kalau mau lebih jelas, mungkin bisa ditanyakan ke yang mengerti.


kan lagu juga bikinan pemusiknya yang belum tentu sudah cerah.

kalo Para Buddha bermusyawarah keknya diambil dari Taoisme dimana para dewa2 sendiri suka bermusyawarah di depan Raja Langit.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 31 March 2009, 03:52:51 PM
Dalam filsafat Mahayana, nirwana tidak pernah dikonsepkan sebagai pemadaman, biasanya dijelaskan sebagai pengalaman langsung mengenai realitas kosmis. Tidak ada yang harus dihancurkan: nirwana bukan menghancurkan hal-hal negative seperti napsu, kebencian, serta khayalan dan menggantinya dengan hal positif seperti ketenangan, bela rasa, dan sadar diri. Proses pengembangan moral ini mutlak untuk diperbaiki sebelum nirwana. Di nirwana, tidak ada perbedaan antara napsu dan ketenangan atau antara kebencian dan belas kasih karena pemikiran dualistic seperti itu telah teratasi.

Mungkin karena berharap untuk menekankan perbedaan interpretasi ini, disamping ‘nirwana’, para guru Mahayana sering kali menggunakan istilah seperti bodhi, jue(kesadaran), Zen Rhu, dan Buddhahood untuk mencerminkan pencerahan. Penjelasan dalam Zen Budhisme bahkan bersifat lebih langsung dengan istilah seperti sifat Alamiah Buddha dan Wajah Sebenarnya.

Pengalaman pencerahan Buddha dijelaskan secara apa adanya seperti kejadian yang sebenarnya dalam bagian naratif literature budhisme seperti The Garland Sutra (Hua Yen Cing atau Avatamsaka Sutra) dan Lotus Sutra (Lien Hua Jing atau Saddharma Pundharika sutra). Contohnya, Garland Sutra (Hua Yen Cing atau Avatamsaka Sutra) mengatakan:
Quote:
Ketika Buddha pertama kali mencapai pencerahaan, seluruh dunia menjadi dimurnikan, dihiasi dengan segala jenis permata dan bunga serta wewangian beraroma manis mengisi setiap sudutnya. Bunga-bunga merambat menganyam diri sendiri di sekeliling Buddha dan pada mereka terikat permata yang ajaib: emas,perak, batu tembus cahaya, batu akik, tembaga, batu karang, dan batu ambar yang berwarna kuning sawo. Dari daun dan ranting pohon terpancar cahaya yang bersinar terang. Perubahan ini dibawa oleh kekuatan supranatural misterius dari sang Buddha.

Keindahan realitas kosmis yang sulit diterima oleh orang biasa dialami dalam keadaan pencerahan yang dikenal sebagai ‘samadhi cermin laut’ dalam Budhisme Mahayana (aliran )Hua Yen, dan sama dengan ‘manifestasi cermin realitas’ yang dijelaskan dalam bab 4.

Dalam Vimalakirti Sutra, pencerahan yang dialami dalam keadaan Samadhi yang lain yang dikenal sebagai ‘realitas cermin yang kosong’ dijabarkan sebagai ‘Gerbang Spiritual dari Non-dualisme’, pintu gerbang menuju Dharma saat semua yang berseberangan terpecahkan. Di sini, pencerahan merupakan pengalaman langsung realitas kosmis sebagai sang Absolut, ketika tidak ada dualitas, dan saat semua pembedaan lenyap.

Aspek yang tidak dapat dibedakan serta dipisahkan dari realitas kosmis yang dialami di nirwana, secara gambling dijelaskan dalam Heart Sutra yang sangat terkenal (Ban Ruo Xin Jing atau Prajnaparamita Hridaya Sutra), meskipun banyak orang yang telah membacanya mungkin tidak menyadari maksudnya karena bahasanya yang terlalu ringkas:
Semua fenomena atau kenyataan duniawi memiliki karakteristik kekosongan: tidak muncul, tidak berhenti, tidak kotor, tidak murni, tidak menambah, tidak memecah. Oleh karena itu, dalam kekosongan tidak ada bentuk, tidak ada perasaan, tidak ada pikiran, tidak ada aktivitas, dan tidak sadar.

Secara singkat, penjelasan diatas menjelaskan bahwa dalam nirwana, orang yang telah mengalami pencerahan sadar bahwa semua dharma, realitas mutlak mereka, adalah kosong, tidak nyata. Oleh karena itu, dalam aspek rohani realitas kosmis tidak ada dharma yang timbul atau berhenti, tidak ada kenyataan yang kotor atau murni, dan tidak ada Buddha yang ditambahkan ke atau orang biasa yang dibisahkan dari keseluruhan saat orang biasa menjadi Buddha. Ini dikarenakan realitas kosmis dalam aspek rohani tidak terpisahkan dan tidak terbedakan, kosong dari semua bentuk terpisah, persepsi, pemikiran, aktivitas, dan kesadaran.

Hal yang berkaitan dengan perbedaan mereka mengenai konsep nirwana adalah pandangan para penganut Theravada dan Mahayana pada keselamatan. Para penganut Theravada yang mempercayai mentah-mentah bahwa nirwana itu terpisah dari samsara dan dicapai saat faktor-faktor negatif seperti kerinduan, kemelekatan, dan penderitaan dihilangkan, meyakini bahwa keselamatan merupakan masalah pribadi, bahwa setiap orang harus mencapai pencerahan mereka sendiri. Di sisi lain, para penganut Mahayana sangat meyakini bahwa nirwana dan samsara itu sebenarnya sama. Yang tampak berbeda sebenarnya adalah salah satu perspektif spiritual. Ketika realitas dilihat dari perspektif rohani, kita mengalami nirwana, ketika realitas dialami dari perspektif jasmani, kita mengalami samsara. Oleh karena realitas kosmis merupakan suatu kesatuan suci diluar semua dualitas, para penganut Mahayana meyakini bahwa keselamatan merupakan tanggung jawab kosmis.

Bentuk ideal Theravada adalah arahat, Makhluk yang paling berharga, sementara dalam Mahayana yang ideal adalah Bodhisattva, Makhluk yang dapat merasakan pencerahan. Oleh karena arahat hanya memperhatikan pencerahan pribadinya, ia sering digambarkan sebagai sosok dingin dan tanpa emosi, Sementara Bodhisattva yang bersumpah untuk bekerja demi keselamatan dunia terlihat suka menolong dan welas asih.

Theravada menerima Buddha Gautama sebagai sang Buddha, yang berarti satu-satunya Buddha dalam era kita, meskipun mereka juga menerima Buddha-Buddha lainnya dalam era yang lain sebelum dan setelah gautama. Para penganut Mahayana juga menerima Buddha Gautama ( Shakyamuni Buddha) sebagai Sang Buddha, yang berarti Buddha pertama dan yang paling penting dalam masa kita, juga mengenal Buddha-Buddha yang lain dari masa yang lain namun sebagai tambahan mereka meyakini bahwa sebenarnya sudah ada Buddha lain yang tidak terhitung sepanjang zaman dan ada Buddha lain yang jumlahnya juga tidak terhitung pada saat ini. Baik penganut Theravada dan Mahayana mendefinisikan Buddha sebagai orang yang mendapatkan pencerahan. Dengan demikian, perbedaannya tidak terletak pada definisinya, namun pada interpretasi mereka pada apa yang menyebabkan pencerahan. Para pengikut Theravada meyakini bahwa Buddha Gautama merupakan satu-satunya yang mendapatkan pencerahan sempurna sementara para pengikut Mahayana meyakini bahwa setiap orang, termasuk yang bukan manusia, dapat mencapai pencerahan sempurna – suatu pandangan yang mungkin lebih mendekati ajaran Gautama, jika tidak ia tidak akan mendedikasikan seluruh masa hidupnya sebagai manusia untuk tujuan ini. Di lain pihak, Vajrayana menempatkan lebih banyak penekanan pada Buddha Vairocana (personifikasi dari realitas kosmis Buddha Gautama), meskipun yang terakhir masih dianggap sebagai Buddha ada masa kini.

Dengan memikirkan bahwa para penganut Theravada menganggap bahwa pencapaian nirwana eksklusif untuk Buddha Gautama, sungguh mengejutkan bahwa konsep mereka mengenai nirwana kurang begitu ‘megah’ dibandingkan dengan para penganut Mahayana. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa Budhisme Theravada memiliki sasaran Nirwana, sementara Budhisme Mahayana memiliki sasaran Buddhahood, menjadi Buddha. Dengan kata lain dikatakan bahwa dalam Theravada, saat seseorang telah mencapai pencerahan berarti ia telah memadamkan semua keinginannya, penderitaan, dan ilusinya, dan mencapai suatu keadaan mental yang penuh dengan kebahagiaan tinggi. Dalam Mahayana, mencapai pencerahan berarti bahwa seseorang telah membebaskan dirinya dari keterbatasan imajinasi tubuh fisiknya dan menyadari bahwa ia sebenarnya berada dalam keseluruhan kosmos!

Oleh karena para guru Mahayana menyadari bahwa orang berada pada tingkat pengembangan spiritual yang berbeda, mereka telah merancang banyak dan bermacam-macam arti untuk membantu orang-orang itu mencapai pencerahan. Bagi mereka yang kurang memiliki pemahaman intelektual atau kemampuan spiritual, praktik penyembahan (seperti berdoa pada Buddha dan Bodhisattva) akan meningkatkan jasa spiritual mereka dalam kehidupan di masa mendatang. Yang lain mungkin mengucapkan nama Amitabha Buddha agar dilahirkan kembali dalam tanah Buddha untuk perbaikan berikutnya. Yang lebih maju secara spiritual dapat menggunakan meditasi yang hening dan kusuk untuk mencapai pencerahan dalam kehidupan ini. Metode yang semakin cepat dan semakin langsung, namun tidak harus selalu termudah adalah Zen.

__________________
Negeri-Buddha yang satu terbuat dari tujuh permata, negeri-Buddha yang lain seluruhnya penuh dengan bunga teratai; negeri-Buddha yang satu seperti istana dewa Mahesvara, negeri-Buddha yang lain menyerupai cermin kristal, di mana berbagai negeri-buddha di sepuluh penjuru terpantulkan di sana.
(Amitayur Dyana Sutra)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 31 March 2009, 03:54:16 PM
refrensimya dari Sangha Mahayana Indonesia lok !

saya mau nanya dong, sehubungan dengan pertanyaannya bro ryu..lagu pendupaan yang banyak dinyanyikan di vihara mahayana dan terkadang dinyanyikan oleh suhu, kan ada kalimat seperti ini...'saat pujianku telah melimpah_limpah, para Buddha menampakkan dirinya, aum vajra dupe aum.'..
Apa benar para Buddha akan menampakkan diri jika kita memuji para Buddha sampai melimpah2?
Mohon pencerahannya ya


Kalau pendapat saya pribadi, sepertinya bukan karena puji2an itu menyenangkan Buddha, tetapi karena devosi/pengabdiannya yang sungguh-sungguh. Kalau dalam kisah-kisah Theravada, orang yang mengasingkan diri menjaga sila tanpa cela selama 4 bulan, menjaga api upacara tidak padam, akan dikunjungi oleh Brahma. Kalau saya lihat, Brahma di sini menghargai kualitas moralitas & pengabdian orang itu sehingga bersedia mengunjunginya.

Barangkali, demikian juga maksud penampakan Buddha dalam nyanyian itu. Kalau mau lebih jelas, mungkin bisa ditanyakan ke yang mengerti.


kan lagu juga bikinan pemusiknya yang belum tentu sudah cerah.

kalo Para Buddha bermusyawarah keknya diambil dari Taoisme dimana para dewa2 sendiri suka bermusyawarah di depan Raja Langit.

Ngak juga bro
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 31 March 2009, 04:04:39 PM
^
^
^
atas & atas nya lg

eeeewwwww............ panjangggggg

bentar, gw pelan2 cerna.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 31 March 2009, 04:22:47 PM
kalo Para Buddha bermusyawarah keknya diambil dari Taoisme dimana para dewa2 sendiri suka bermusyawarah di depan Raja Langit. ====> beda konsep Bro. Kalo saya baca dari buku Taoisme. ada perbedaan Tao dengan mahayana sedikit. Dalam konsep tao Dewa dewa tao lebih melapor ke raja langit, Atau di kenal sebagai Hi Tian Shang di bukan Thay siang Lo Cin Bro. Emang secara garis besar TSLC saya singkat ;D, adalah maha dewa. Tapi Yang bertangung jawab atas kedamaian bumu itu Kaisar langit. So jadi ada perbedaan tipis disini.
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 01 April 2009, 08:35:35 AM
".....The Bhagavant said to Shariputra: "Do you know that if you travel westwards from here, passing a hundred thousand kotis of nayutas of Buddha-lands, you come to the land called 'Utmost Bliss,' where there is a Bhagavant named 'Amitayus' or 'Amitabha' with ten titles, including Tathagata, Arhat and Samyaksambuddha. He is living there at this very moment, teaching the profound and wonderful Dharma to sentient beings to give them supreme benefit and bliss......"

(Sukhāvatīvyūhaḥ Sutra)


Ada yang bisa menjelaskan terutama kalimat yang dibold??

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 08:56:32 AM
kalo Para Buddha bermusyawarah keknya diambil dari Taoisme dimana para dewa2 sendiri suka bermusyawarah di depan Raja Langit. ====> beda konsep Bro. Kalo saya baca dari buku Taoisme. ada perbedaan Tao dengan mahayana sedikit. Dalam konsep tao Dewa dewa tao lebih melapor ke raja langit, Atau di kenal sebagai Hi Tian Shang di bukan Thay siang Lo Cin Bro. Emang secara garis besar TSLC saya singkat ;D, adalah maha dewa. Tapi Yang bertangung jawab atas kedamaian bumu itu Kaisar langit. So jadi ada perbedaan tipis disini.
 

maksud gw,cara bermusyawarah...bukan soal lapor melapor....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 08:58:01 AM
".....The Bhagavant said to Shariputra: "Do you know that if you travel westwards from here, passing a hundred thousand kotis of nayutas of Buddha-lands, you come to the land called 'Utmost Bliss,' where there is a Bhagavant named 'Amitayus' or 'Amitabha' with ten titles, including Tathagata, Arhat and Samyaksambuddha. He is living there at this very moment, teaching the profound and wonderful Dharma to sentient beings to give them supreme benefit and bliss......"

(Sukhāvatīvyūhaḥ Sutra)


Ada yang bisa menjelaskan terutama kalimat yang dibold??

 _/\_


Ten titles of Amitabha = Tathagata Arhat Samyaksambuddha

Samakan dengan versi Pali

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

juga merupakan titel dari Sakyamuni Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 01 April 2009, 03:07:54 PM
".....The Bhagavant said to Shariputra: "Do you know that if you travel westwards from here, passing a hundred thousand kotis of nayutas of Buddha-lands, you come to the land called 'Utmost Bliss,' where there is a Bhagavant named 'Amitayus' or 'Amitabha' with ten titles, including Tathagata, Arhat and Samyaksambuddha. He is living there at this very moment, teaching the profound and wonderful Dharma to sentient beings to give them supreme benefit and bliss......"

(Sukhāvatīvyūhaḥ Sutra)


Ada yang bisa menjelaskan terutama kalimat yang dibold??

 _/\_


Ten titles of Amitabha = Tathagata Arhat Samyaksambuddha

Samakan dengan versi Pali

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

juga merupakan titel dari Sakyamuni Buddha.

Apakah ini tidak membingungkan? dalam Theravada Arahat adalah telah mencapai kesucian, Sammasambuddha artinya sama.
Arahat adalah Savaka Buddha, seorang Sammasambuddha dikatakan telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

Dari Mahayana dikatakan Arahat belum mencapai Buddha lantas mengapa disebutkan bersama dengan Samyak Sambuddha? mengapa disejajarkan dengan Samyak Sambuddha?

Bingung... aku bingung.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:21:35 PM
".....The Bhagavant said to Shariputra: "Do you know that if you travel westwards from here, passing a hundred thousand kotis of nayutas of Buddha-lands, you come to the land called 'Utmost Bliss,' where there is a Bhagavant named 'Amitayus' or 'Amitabha' with ten titles, including Tathagata, Arhat and Samyaksambuddha. He is living there at this very moment, teaching the profound and wonderful Dharma to sentient beings to give them supreme benefit and bliss......"

(Sukhāvatīvyūhaḥ Sutra)


Ada yang bisa menjelaskan terutama kalimat yang dibold??

 _/\_


Ten titles of Amitabha = Tathagata Arhat Samyaksambuddha

Samakan dengan versi Pali

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

juga merupakan titel dari Sakyamuni Buddha.

Apakah ini tidak membingungkan? dalam Theravada Arahat adalah telah mencapai kesucian, Sammasambuddha artinya sama.
Arahat adalah Savaka Buddha, seorang Sammasambuddha dikatakan telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

Dari Mahayana dikatakan Arahat belum mencapai Buddha lantas mengapa disebutkan bersama dengan Samyak Sambuddha? mengapa disejajarkan dengan Samyak Sambuddha?

Bingung... aku bingung.....

dalam diri seorang SammasamBuddha, ia juga seorang Arahat, ia juga seorang Tathagatha, ia juga seorang Samyaksambuddha, ini adalah kualitas batin seorang Sammasambuddha. namun seorang Arahat tentu bukan seorang Sammasambuddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bukeksiansu on 01 April 2009, 03:28:45 PM

Apakah anda pernah bermeditasi?Dlm bermeditasi, kita mengenal istilah dengan "meluaskan" dan "memfokus"kan.Coba saja anda meruncingkan konsentrasi untuk "mendeteksi" berbagai Tanah Suci yg ada dlm kosmos ini, rasanya anda akan dapat merasakannya.


Menarik sekali. Saya ingin mencoba, di kitab Mahayana manakah bro Edward mengutip kata-kata "meluaskan" dan "memfokuskan"? untuk mendeteksi tanah suci?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 April 2009, 03:33:21 PM
^
^
^
mencoba menjawab ya

mgkn yg di kamsud bro edward, vipasyana aliran tanah suci
ada dua belas tingkat vipasyana (ada shortcut nya loh, soalnya susah bangettttsssss....) setelah lulus 12 tingkat vipasyana
bisa dilanjut ke vipasyana ke 13, dst....

Amitayur Dhyana Sutra (Sutra 16 metode untuk meditasi)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:35:05 PM
navis dah coba?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 01 April 2009, 03:36:22 PM
".....The Bhagavant said to Shariputra: "Do you know that if you travel westwards from here, passing a hundred thousand kotis of nayutas of Buddha-lands, you come to the land called 'Utmost Bliss,' where there is a Bhagavant named 'Amitayus' or 'Amitabha' with ten titles, including Tathagata, Arhat and Samyaksambuddha. He is living there at this very moment, teaching the profound and wonderful Dharma to sentient beings to give them supreme benefit and bliss......"

(Sukhāvatīvyūhaḥ Sutra)


Ada yang bisa menjelaskan terutama kalimat yang dibold??

 _/\_


Ten titles of Amitabha = Tathagata Arhat Samyaksambuddha

Samakan dengan versi Pali

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

juga merupakan titel dari Sakyamuni Buddha.

Apakah ini tidak membingungkan? dalam Theravada Arahat adalah telah mencapai kesucian, Sammasambuddha artinya sama.
Arahat adalah Savaka Buddha, seorang Sammasambuddha dikatakan telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

Dari Mahayana dikatakan Arahat belum mencapai Buddha lantas mengapa disebutkan bersama dengan Samyak Sambuddha? mengapa disejajarkan dengan Samyak Sambuddha?

Bingung... aku bingung.....

dalam diri seorang SammasamBuddha, ia juga seorang Arahat, ia juga seorang Tathagatha, ia juga seorang Samyaksambuddha, ini adalah kualitas batin seorang Sammasambuddha. namun seorang Arahat tentu bukan seorang Sammasambuddha.


Mengapa Arahat? yang lebih rendah? mengapa bukan Bodhisattva yang lebih tinggi? Mengapa tidak disebut Bodhisattva, tathagata, Samyaksambuddha?

bingung..... aku bingung....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 April 2009, 03:38:40 PM
^
^
^
kalau tidak salah,
Arahat = Bodhisattva tingkat 8

kalau mo lanjut ke samyaksambuddha harus lanjut ke bodhisattva tingkat 9 s/d 10
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 April 2009, 03:45:52 PM
navis dah coba?

sudah coba shortcut-nya saja....

recitation buddha meditation

dimana mengucap tetapi tidak mengucap
tidak mengucap, tetapi mengucap...  (bingung dech loe :P)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:46:32 PM
Mengapa Arahat? yang lebih rendah? mengapa bukan Bodhisattva yang lebih tinggi? Mengapa tidak disebut Bodhisattva, tathagata, Samyaksambuddha?

bingung..... aku bingung....


Analisis yang bagus
akan tetapi Bodhisatva masihlah makhluk yang mengejar pencerahan, apakah seorang Sammasambuddha masih mengejar pencerahan? dan untuk apa dia disebut Bodhisatva sementara dia sudah berhenti dan final?
Arahat berarti orang yang sudah mematahkan belenggu dan terbebas sedangkan term Bodhisatva masih memiliki makna mengejar kesucian.

pertanyaan lagi,kan ada Bodhisatva tingkat ke 8 setelah Arahat,jadi Bodhisatva lebih tinggi lagi donk dari arahat.
well Bodhisatva tetep bodhisatva, Bodhisatva yang memiliki kualitas batin Arahat disebut arahat bukan Bodhisatva. dan Arahat memang masih bisa maju menjadi Sammasambuddha dengan penyempurnaan Dasa Parami.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:47:06 PM
navis dah coba?

sudah coba shortcut-nya saja....

recitation buddha meditation

dimana mengucap tetapi tidak mengucap
tidak mengucap, tetapi mengucap...  (bingung dech loe :P)

katanya lagi nunggu angkot ke mangga dua, sempat mengucap tanpa mengucap?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 01 April 2009, 03:51:31 PM
sering kalau kitab di "karang-karang" dan tidak jeli, maka timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang "mencurigakan", karena terjadi in-konsistensi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 01 April 2009, 03:53:51 PM
^
^
^
kalau tidak salah,
Arahat = Bodhisattva tingkat 8

kalau mo lanjut ke samyaksambuddha harus lanjut ke bodhisattva tingkat 9 s/d 10

Maksud pertanyaannya gini lho... kalo di Theravada, Arahat itu sudah tingkat akhir, Samma Sambuddha itu jenisnya. Jadi ada Arahat Samma Sambuddha, Arahat Savaka, dan Arahat Pacceka Buddha. Jadi hanya untuk membedakan "fakultas" misalnya si X itu dokter, spesialis saraf; Y dokter, spesialis anak.

Kalau di Mahayana, Arahat 'kan bukan tingkat akhir, tapi masih pertengahan, kenapa julukan itu dipakai untuk Buddha?
Karena Arahat adalah tingkat bawah, jadi seperti mengatakan X dokter, lulusan SMU. Sebetulnya 'kan dengan adanya "dokter", tidak perlu disebutkan lagi "lulusan SMU"-nya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:55:16 PM
sering kalau kitab di "karang-karang" dan tidak jeli, maka timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang "mencurigakan", karena terjadi in-konsistensi.

bagaimana mengetahui kitab itu di"karang-karang"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 01 April 2009, 03:58:07 PM
Kalau di Mahayana, Arahat 'kan bukan tingkat akhir, tapi masih pertengahan, kenapa julukan itu dipakai untuk Buddha?
Karena Arahat adalah tingkat bawah, jadi seperti mengatakan X dokter, lulusan SMU. Sebetulnya 'kan dengan adanya "dokter", tidak perlu disebutkan lagi "lulusan SMU"-nya.


kita tanyakan kepada sesepuh yang menciptakan Mahayana kalo begitu, bahkan mereka mengakui di setiap kitabnya seorang Sammsambuddha bergelar Bhagavan Arahate Samyaksambuddha dan tidak menuliskan Boddhisatvayam Tathagatanam Samyaksambuddhanam.

dan spekulasi gw adalah menurut Mahayana, Arahat sendiri sudah mencicipi nibbana dan mereka berdiam disitu tanpa mengajarkan pengetahuan itu kepada banyak makhluk,menurut Mahayana,sebenarnya Arahat ini bisa keluar dari keadaaan parinibbana total dan mengambil jalan menuju Sammasambuddha. jadi dalam Mahayana,sebenarnya Arahat bukanlah dipandang kecil dan Bodhisatva lebih tinggi, melainkan mereka yang menikmati Nibbana seharusnya memperpanjang kehidupannya untuk mengajarkan Dhamma kepada makhluk hidup. ini juga untuk Pacceka Buddha yang berbuat sama, Nibbana sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 April 2009, 03:59:01 PM
navis dah coba?

sudah coba shortcut-nya saja....

recitation buddha meditation

dimana mengucap tetapi tidak mengucap
tidak mengucap, tetapi mengucap...  (bingung dech loe :P)

katanya lagi nunggu angkot ke mangga dua, sempat mengucap tanpa mengucap?

angkot nya belum datang....  ^-^

"ditimpuk pake bakiak, krn OOT"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 01 April 2009, 04:14:49 PM
sering kalau kitab di "karang-karang" dan tidak jeli, maka timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang "mencurigakan", karena terjadi in-konsistensi.

bagaimana mengetahui kitab itu di"karang-karang"?

mending kalau kitab itu konsep-nya beda sendiri... kalau nyambung konsep orang... itu-lah akibatnya banyak terjadi celah celah inkonsistensi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 01 April 2009, 06:08:23 PM


Apakah ini tidak membingungkan? dalam Theravada Arahat adalah telah mencapai kesucian, Sammasambuddha artinya sama.
Arahat adalah Savaka Buddha, seorang Sammasambuddha dikatakan telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

Dari Mahayana dikatakan Arahat belum mencapai Buddha lantas mengapa disebutkan bersama dengan Samyak Sambuddha? mengapa disejajarkan dengan Samyak Sambuddha?

Bingung... aku bingung.....


Namaste suvatthi hotu

mungkin yang anda maksud

Namo Bhagavate Śākyamunaye Tathāgatāya Arhate Samyaksaṃbuddhāya (3X)

(Terpujilah Bhagavan Śākyamuni, Tathāgata Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna).


Sammasambuddha adalah seorang arahat
sedangkan arahat adalah Buddha juga tapi bukan Sammasambuddha


semoga bermanfaat

thuti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 01 April 2009, 06:23:48 PM
 [at] Romo Cunda = Keq na Ajaran nya banyak Terkontaminasi oleh kebudayaan setempat jadinya membinggungkan.......... ???.  Mudah-mudahan saya saja yang Binggung..... ^:)^

 _/\_
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 02:49:23 AM

Apakah anda pernah bermeditasi?Dlm bermeditasi, kita mengenal istilah dengan "meluaskan" dan "memfokus"kan.Coba saja anda meruncingkan konsentrasi untuk "mendeteksi" berbagai Tanah Suci yg ada dlm kosmos ini, rasanya anda akan dapat merasakannya.


Menarik sekali. Saya ingin mencoba, di kitab Mahayana manakah bro Edward mengutip kata-kata "meluaskan" dan "memfokuskan"? untuk mendeteksi tanah suci?
bukan mengutip dari kitab secara langsung, tapi ngutip dari buku Pure Land Buddhism, Dialogues with ancient master
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 02:52:33 AM
sering kalau kitab di "karang-karang" dan tidak jeli, maka timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang "mencurigakan", karena terjadi in-konsistensi.

bagaimana mengetahui kitab itu di"karang-karang"?

mending kalau kitab itu konsep-nya beda sendiri... kalau nyambung konsep orang... itu-lah akibatnya banyak terjadi celah celah inkonsistensi...
pernyataan judgemental..jgn salahin ajarannya kalo emank kga isa mengerti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 April 2009, 07:48:33 AM
sering kalau kitab di "karang-karang" dan tidak jeli, maka timbul banyak pertanyaan-pertanyaan yang "mencurigakan", karena terjadi in-konsistensi.

bagaimana mengetahui kitab itu di"karang-karang"?

mending kalau kitab itu konsep-nya beda sendiri... kalau nyambung konsep orang... itu-lah akibatnya banyak terjadi celah celah inkonsistensi...
pernyataan judgemental..jgn salahin ajarannya kalo emank kga isa mengerti
Tapi om edward, yang mengerti apakah banyak?
Sepertinya hanya segelintir orang yang mengerti deh, umat kebanyakan hanya di berikan semacam IMAN bahwa dengan baca begini maka akan ke sini apakah merka mengerti arti membaca sutra2 tsb :D
Atau memang ajarannya begitu? supaya tidak di mengerti?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 08:32:07 AM
 [at]  ryu
itu pertanyaannya sama juga gak... dengan pertanyaan 'memang yang telah mencapai pencerahan/arahat/keBuddhaan banyak gak?'.
apa sebabnya napa gak ngerti? (mode on : tanya napa?)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 02 April 2009, 08:41:49 AM
[at] Romo Cunda = Keq na Ajaran nya banyak Terkontaminasi oleh kebudayaan setempat jadinya membinggungkan.......... ???.  Mudah-mudahan saya saja yang Binggung..... ^:)^

 _/\_
Gunawan S S

namaste suvatthi hotu

Bagaikan orang yang akan memilih beras, maka sebelum memilih kita harus tahu terlebih dahulu: mana beras, mana gabah dan mana batu.
Kemudian kita harus tahu apakah yang mau kita tanak? beraskah, gabahkah atau batukah?

Teliti terlebih dahulu mana yang ajaran Buddha, mana yang cuma berlabel ajaran Buddha, dan yang mana pembodohan.
Kemudian yang mau kita pelajari yang mana, ajaran Buddhakah?, ajaran yang cuma berlabel ajaran Buddha, atau pembodohan?

Belajar teori ajaran Buddha memerlukan keyakinan terhadap pencerahan Buddha, tanpa keyakinan tersebut kita akan sulit mnerimanya.

kemudian setelah mengetahui teori secara intelektual segeralah realisasikan, dengan praktek yang benar maka baik secara bertahap ataupun secara langsung pemahaman "tingkat intelektual" makin jelas, keyakinan pun makin jernih dan sedikit demi sedikit "kepercayaan membuta" memudar.

Semoga kita juga bisa menembus makna yang tersurat dan tersirat melalui kebijaksanaan yang muncul dari latihan pengembangan batin (bhavana).

Semoga bermanfaat

Thuti




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 08:57:51 AM
^
^
^
bisa tlg dijelaskan mana yang berlabel ajaran buddha saja?

mana yang asli ajaran buddha saja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 09:01:30 AM
[at] Romo Cunda = Keq na Ajaran nya banyak Terkontaminasi oleh kebudayaan setempat jadinya membinggungkan.......... ???.  Mudah-mudahan saya saja yang Binggung..... ^:)^

 _/\_
Gunawan S S

At bro gun, semua aliran agama buddha itu sudah membaur dengan kebudayaan setempat termasuk Teravada. Tapi dalam aliran Teravada evolusi pembaurannya tidaklah sebesar di mahayana. Inilah Yang menyebabkan Aliran ini masih eksis dengan sistem yang bertahan selama Ratusan tahun. Dibanding Mahayana memiliki evolusi budaya, Waktu dan tempat dimana pun aliran ini berada, perbandingannya adalah dalam Mahayana itu sangat flesksibel dalam pembauran budaya.

Selama Pembauran tersebut masih tidak melanggar 8 jalan kebenaran, 4 kesunyataan mulia dan Pancasila Buddhis masih bisa diterima dengan baik. Dalam Mahayana Sangha boleh menambahkan Pengetahuan Dhamma dalam kapasitas tertentu syaratnya pun minimal dia sudah mencapai tingkatan Arahat. dalam hal ini Ia sudah memiliki Alam kebijaksanaan yang paling tinggi.

Paling gampang bro Gun u mau percaya yang mana, yang sesuai dengan konsep anda, cukup lah anda jalani, orang lain memiliki kepercayaan konsep lain tidak perlu diributkan atau dipaksakan.

Memang benar Harus liat liat tidak semua aliran buddhis itu Sesuai dengan ajaran. Tapi paling minimal Ada garis besarnya itu sesuai tidak dengan diri kita.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 09:07:39 AM
^
^
^
bro purnama

aku tidak bisa tidak setuju sama kamu bro ... :P

IMO,
Ajaran Buddha kan aslinya dari india, emang kita harus ke India-India an gitu,
Buktinya ngak kan, di Thailand tidak mencoba ke India - India an ?

apa bedanya donk ama agama tetangga sebelah yang mencoba ke barat barat an?
apa bedanya donk ama agama tetangga sebelah yang mencoba ke gurun pasir gurun pasir an?

salam piss n love,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 09:19:09 AM
Bukan india kaleee Agama Buddhis itu tapi Nepal ;D.

teravada tuh eksitensinya bertahan dengan ajarannya karena tidak secara langsung membaur. Kalo Di thailand mah udah ngak Pure Teravada lagi Bro. Udah ada berapa aliran disana, selain itu mereka ada sembayang dewa dan arahat lainya contoh kecil Se mien Fo, Bahkan di Thailand Anggulimala di tung tung cep sama Hio ;D.

So jadi masalahnya adalah sistem yang bertahan dalam tera, tidak langsung mengubah paradigma dan dogma dalam ajaran. Di India juga mengalami pembakaran sutta tera oleh kaum tetangga kita yang mayoritas agamanya dinegeri ini. So jadi buat apa toh saling menjelekan.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 09:22:19 AM
^
^
^
oh iya, nepal, sori2

I AM SORI
I AM KHILAF

tapi koq sang buddha kita mirip orang india ya...

oh ya, kalau ngomong asli asli nya, dulu dulu bukan nya sang buddha sendiri pakai bahasa Sansekerta
kenapa sekarang diganti ya? tanya ken apa?

salam piss n love,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 02 April 2009, 09:23:43 AM
Kalau di Mahayana, Arahat 'kan bukan tingkat akhir, tapi masih pertengahan, kenapa julukan itu dipakai untuk Buddha?
Karena Arahat adalah tingkat bawah, jadi seperti mengatakan X dokter, lulusan SMU. Sebetulnya 'kan dengan adanya "dokter", tidak perlu disebutkan lagi "lulusan SMU"-nya.


kita tanyakan kepada sesepuh yang menciptakan Mahayana kalo begitu, bahkan mereka mengakui di setiap kitabnya seorang Sammsambuddha bergelar Bhagavan Arahate Samyaksambuddha dan tidak menuliskan Boddhisatvayam Tathagatanam Samyaksambuddhanam.

dan spekulasi gw adalah menurut Mahayana, Arahat sendiri sudah mencicipi nibbana dan mereka berdiam disitu tanpa mengajarkan pengetahuan itu kepada banyak makhluk,menurut Mahayana,sebenarnya Arahat ini bisa keluar dari keadaaan parinibbana total dan mengambil jalan menuju Sammasambuddha. jadi dalam Mahayana,sebenarnya Arahat bukanlah dipandang kecil dan Bodhisatva lebih tinggi, melainkan mereka yang menikmati Nibbana seharusnya memperpanjang kehidupannya untuk mengajarkan Dhamma kepada makhluk hidup. ini juga untuk Pacceka Buddha yang berbuat sama, Nibbana sendiri.

Bagaimana dengan Bodhisattva? apakah mereka sudah mencicipi Nibbana belum? Lalu apakah yang dicicipi oleh Sammasambuddha? Apa tujuan pencapaian keBuddhaan?

Bingung.... aku bingung.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 09:26:52 AM
Mudahnya dipahami tidak perlu diributkan. Kalau orang yang sudah memiliki kebijakan tinggi dan kebajikan yang tinggi. Orang tersebut bs bisa tanpa aliran apapun. Orang memiliki pancaran kebuddhaan yang sesungguhnya, Sudah tidak memiliki Ego dalam diri. Kalau anda mau mempelajari mahayana, mudahnya Lepaskan Ego dalam pikiran anda baru anda bisa mengerti

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 02 April 2009, 09:28:27 AM
^
^
^
oh iya, nepal, sori2

I AM SORI
I AM KHILAF

tapi koq sang buddha kita mirip orang india ya...

oh ya, kalau ngomong asli asli nya, dulu dulu bukan nya sang buddha sendiri pakai bahasa Sansekerta
kenapa sekarang diganti ya? tanya ken apa?

salam piss n love,

navis

Theravada bilang pakai bahasa Pali, mana yang benar...? lebih aman buka buku sejarah.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 02 April 2009, 09:29:42 AM
Mudahnya dipahami tidak perlu diributkan. Kalau orang yang sudah memiliki kebijakan tinggi dan kebajikan yang tinggi. Orang tersebut bs bisa tanpa aliran apapun. Orang memiliki pancaran kebuddhaan yang sesungguhnya, Sudah tidak memiliki Ego dalam diri. Kalau anda mau mempelajari mahayana, mudahnya Lepaskan Ego dalam pikiran anda baru anda bisa mengerti

_/\_

Apakah ini jawaban ? Apakah bro Purnama sudah memahami?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 09:32:43 AM
^
^
^
benar tah?
buku sejarah belum tentu benar loh
bahkan sudah dipolitisir sedemikian rupa,

ambil contoh aja buku sejarah kita bro... :P

no offense loh

untuk lebih jelasnya mari kita tanya ke bro kainyn kutho, ato maybe bro2 lain ada yang tahu
setahu saya emang dulu sang buddha pakai bahasa Sansekerta, bahkan saya sudah mengklarisisapi dengan teman2 saya yang dari aliran si itu tuch... ^_^

Mudahnya dipahami tidak perlu diributkan. Kalau orang yang sudah memiliki kebijakan tinggi dan kebajikan yang tinggi. Orang tersebut bs bisa tanpa aliran apapun. Orang memiliki pancaran kebuddhaan yang sesungguhnya, Sudah tidak memiliki Ego dalam diri. Kalau anda mau mempelajari mahayana, mudahnya Lepaskan Ego dalam pikiran anda baru anda bisa mengerti

_/\_

apakah itu yang dinama kan, buddhayana tah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 09:39:20 AM
Theravada bilang pakai bahasa Pali, mana yang benar...? lebih aman buka buku sejarah.....
Apakah ini jawaban ? Apakah bro Purnama sudah memahami?
darimana anda dapat ?
Kalo saya dapatnya dari Eksklopedia Buddhis . Saya mau tanya anda mau berniat provokasi aliran ?
Kalo Provokasi aliran udah gak jaman. Sayang banget ternyata ada orang mengaku dirinya aliran tera tapi masih prokasi aliran.

Percuma belajar Abidhamma, sutta,dan sebagainya cuman buat menujukan keegoisan dan keintelektualan diri.
Saya cuman mengingatkan para clonengan Abidhamma,sutta dan sebagai bukan untuk meyombongkan diri sendiri, tapi buat mengikis diri dari ke egoan dalam diri. Jangan bisa teori saja prateknya juga dari sikap anda

Kalo anda niat Prokavokasi, dan hanya ,menyombongkan diri mu. bro Sabdo palon Anda salah menafirkan kemampuan anda dalam dhamma yang sesungguh tercipta.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 09:45:17 AM
Theravada bilang pakai bahasa Pali, mana yang benar...? lebih aman buka buku sejarah.....
Apakah ini jawaban ? Apakah bro Purnama sudah memahami?
darimana anda dapat ?
Kalo saya dapatnya dari Eksklopedia Buddhis . Saya mau tanya anda mau berniat provokasi aliran ?
Kalo Provokasi aliran udah gak jaman. Sayang banget ternyata ada orang mengaku dirinya aliran tera tapi masih prokasi aliran.

Percuma belajar Abidhamma, sutta,dan sebagainya cuman buat menujukan keegoisan dan keintelektualan diri.
Saya cuman mengingatkan para clonengan Abidhamma,sutta dan sebagai bukan untuk meyombongkan diri sendiri, tapi buat mengikis diri dari ke egoan dalam diri. Jangan bisa teori saja prateknya juga dari sikap anda

Kalo anda niat Prokavokasi, dan hanya ,menyombongkan diri mu. bro Sabdo palon Anda salah menafirkan kemampuan anda dalam dhamma yang sesungguh tercipta.



aiyooooo........... bro purnama
calm down lah

ga da ye, tuh namanya provokasi

tar TS nya marah loh :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 09:45:36 AM
saya setujuh ama bro sabdo. bagaimana melepaskan ego ? kalau sudah bisa melepaskan bearti kan kita sudah......
masih melanjutkan ke mahayana, bukan kah bolak balik jadinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 09:56:10 AM
saya setujuh ama bro sabdo. bagaimana melepaskan ego ? kalau sudah bisa melepaskan bearti kan kita sudah......
masih melanjutkan ke mahayana, bukan kah bolak balik jadinya.

g aja mahayana, bisa belajar teravada juga dari Jimmy lominto, Dia aja bisa mahayana dan tera dijuga maha, Bahkan g belajar aliaran lain kok masih tetap di agama Buddha. gak ada bolak balik tuh malah tetap Buddhis. Orang tera juga ada yang bisa mahayana kok masih tetap di tera ngak pake acara serang menyerang.

Intinya apa ?.hanya menunjukan keegoisan diri saja, kalo itu ditunjukan buat apa thread ini dibuka. Bikin cape nulis dan emosi saja yang ada
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 02 April 2009, 10:00:28 AM
Jadi bagaimana? Apakah semua sepakat bahwa Samyaksambuddha juga adalah seorang Arahat? :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 10:00:44 AM
dari pada tidak ada kerjaan bos ;D

kalau konsepnya beda, dipikirin juga jadinya kacau. jadi sekarang kalau saya, ambil 1 - 1 dulu
cuma kalau tera dibilang di bawah maha kan gimana yah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 10:03:21 AM
^
^
^
benar tah?
buku sejarah belum tentu benar loh
bahkan sudah dipolitisir sedemikian rupa,

ambil contoh aja buku sejarah kita bro... :P

no offense loh

untuk lebih jelasnya mari kita tanya ke bro kainyn kutho, ato maybe bro2 lain ada yang tahu
setahu saya emang dulu sang buddha pakai bahasa Sansekerta, bahkan saya sudah mengklarisisapi dengan teman2 saya yang dari aliran si itu tuch... ^_^

Mudahnya dipahami tidak perlu diributkan. Kalau orang yang sudah memiliki kebijakan tinggi dan kebajikan yang tinggi. Orang tersebut bs bisa tanpa aliran apapun. Orang memiliki pancaran kebuddhaan yang sesungguhnya, Sudah tidak memiliki Ego dalam diri. Kalau anda mau mempelajari mahayana, mudahnya Lepaskan Ego dalam pikiran anda baru anda bisa mengerti

_/\_

apakah itu yang dinama kan, buddhayana tah?

Saya tidak begitu tahu tentang ini. Kalau yang saya pernah baca, Buddha tidak menggunakan 1 dialek tertentu dalam berkhotbah. Kalau dari Sutta-sutta, Buddha kebanyakan berdiam di daerah Magadha, dan Magadha kuno menggunakan bahasa yang bentuknya mirip dengan yang kita kenal sekarang sebagai Pali.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 April 2009, 10:05:20 AM
saya setujuh ama bro sabdo. bagaimana melepaskan ego ? kalau sudah bisa melepaskan bearti kan kita sudah......
masih melanjutkan ke mahayana, bukan kah bolak balik jadinya.

g aja mahayana, bisa belajar teravada juga dari Jimmy lominto, Dia aja bisa mahayana dan tera dijuga maha, Bahkan g belajar aliaran lain kok masih tetap di agama Buddha. gak ada bolak balik tuh malah tetap Buddhis. Orang tera juga ada yang bisa mahayana kok masih tetap di tera ngak pake acara serang menyerang.

Intinya apa ?.hanya menunjukan keegoisan diri saja, kalo itu ditunjukan buat apa thread ini dibuka. Bikin cape nulis dan emosi saja yang ada


Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 10:12:59 AM
Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP

Yang dibilang TK itu 'kan "Hinayana", bro Indra. Bukan Theravada :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 10:16:59 AM
ngomporin mode on  >:D

trus Theravada masuk mana?

Playgroup ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 10:18:35 AM
Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP

ngak lah bro Indra
semua sama saja bro.
Yang penting kita ngak buat egois diri, Lah Dhamma buat apa dibuat ?. lagi pula bro indra yang buat pernyataan tersebut siapa bro indra. Bukan saya lokh. bro indra kan tau. Lagi pula
Si G itu masih terlalu muda bro indra makanya saya nasehatkan dia supaya belajar dewasa, bro indra bisa liat saya kan saya juga bela teravada dalam hal ini ketika si G berbuat kesalahan.

Saya masih baik lokh bro Membiarkan dia mengubah diri, Terus terang aja kemarin si G, di nasehatin sama pakar budaya supaya ubah sikap dulu kalau mau maju.

Saya belajar semua supaya saya bisa menghargai satu aliran dengan aliran lain, termasuk aliran agama lain, ngak langsung cap sesat kalau itu sudah menjurus SARA, sudah menjurus provokasi, Sudah menjurus Merusak sistem masyarakat seperti Provaksi seperti tetangga kita FLG baru lah saya mengatakan itu tidak baik dilakukan, Selama Dhamma mengajarkan kebaikan, cinta kasih, dan juga emosi kita berkurang Why not.

Bukan kah dalam sang Buddha ada kalimat " Dhamma ada dimana mana".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 April 2009, 10:19:18 AM
Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP

Yang dibilang TK itu 'kan "Hinayana", bro Indra. Bukan Theravada :)

Maafkan kesalahanku, Thanks Bro Kain
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 10:19:29 AM
dari pada tidak ada kerjaan bos ;D

kalau konsepnya beda, dipikirin juga jadinya kacau. jadi sekarang kalau saya, ambil 1 - 1 dulu
Belajar satu per satu dan kemudian pilih yang cocok, memang langkah yang tepat.


Quote
cuma kalau tera dibilang di bawah maha kan gimana yah
Kenapa harus terusik? Bagaimana kalau dibilang agama anda ga bakalan selamat, "bergantung" pada manusia (Buddha), bukan Tuhan, dan lain sebagainya. Sama saja, yang terusik sebetulnya ego 'kan? Ego itulah yang bikin menderita.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 10:23:01 AM
Maafkan kesalahanku, Thanks Bro Kain

 _/\_


ngomporin mode on  >:D

trus Theravada masuk mana?

Playgroup ???
Tidak relevan dimasukkan ke mana pun, karena sudut pandang "yana"-nya sendiri berbeda. Ini nanti seperti menanyakan, "Lucifer ada di neraka Avici yah?", sementara sudut pandang yang percaya "lucifer" dan "avici" 'kan sudah beda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 10:25:21 AM
saya mau ada pekerjaan banyak dulu, saya belum bisa bahas banyak, moga - moga kalau ada waktu saya bisa bahas lagi. Cuman berharap jangan saling mencela aja dalam diskusi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 02 April 2009, 10:29:45 AM
Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP

Yang dibilang TK itu 'kan "Hinayana", bro Indra. Bukan Theravada :)

namaste suvatthi hotu

Kata "Hinayana" merujuk pada aliran yang bukan Mahayana, walaupun Theravada menolak disebut Hinayana

Thuti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 10:42:11 AM
namaste suvatthi hotu

Kata "Hinayana" merujuk pada aliran yang bukan Mahayana, walaupun Theravada menolak disebut Hinayana

Thuti

Ya, tapi sebagian Mahayana juga tidak menyamakan Theravada dengan Hinayana sih. :)
Di samping itu, yang menarik dari Kitab Pali adalah tidak menekankan perbedaan aliran, jadi tidak ada Hinayana/Mahayana, religius/kafir, dan lain-lain sebutan. Yang dibedakan dari seseorang hanyalah moralitasnya saja. Jadi saya pikir memang kalau Theravada merujuk ke kitab Pali, tidak perlu menganggap diri Hinayana (karena munculnya istilah mahayana), juga kafir atau Bida'ah (karena munculnya agama lain tertentu).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 02 April 2009, 10:56:46 AM
saya setujuh ama bro sabdo. bagaimana melepaskan ego ? kalau sudah bisa melepaskan bearti kan kita sudah......
masih melanjutkan ke mahayana, bukan kah bolak balik jadinya.

g aja mahayana, bisa belajar teravada juga dari Jimmy lominto, Dia aja bisa mahayana dan tera dijuga maha, Bahkan g belajar aliaran lain kok masih tetap di agama Buddha. gak ada bolak balik tuh malah tetap Buddhis. Orang tera juga ada yang bisa mahayana kok masih tetap di tera ngak pake acara serang menyerang.

Intinya apa ?.hanya menunjukan keegoisan diri saja, kalo itu ditunjukan buat apa thread ini dibuka. Bikin cape nulis dan emosi saja yang ada


Purnama,
anda mahayanist, kok belajar theravada? bukankah seorang mahayanist sudah melampaui theravada dengan menerapkan dalil, Theravada=TK, mahayana=SD, vajrayana=SMP


Namaste suvatthi hotu

Perumpamaan seperti tersebut di atas sangat tidak masuk akal dan lebih menjurus pada kesombongan penganutnya dan merendahkan kaum yang lain.

Apabila Theravada cuma TK maka orang Mahayana adalah kaum yang tidak lulus TK (baca Theravada), dan bagaimana dengan Vajrayana? (gak lulus TK dan tidak lulus SD)

Untuk lulus TK (baca: Theravada) waktu anda tidak akan cukup, aku sudah menggeluti pali teks lebih dari 30 th masih belom lulus (mungkin bodoh).

thuti

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 11:02:48 AM
^
^
^
maksud pernyataan diatas, bisa tolong diperjelas?

apakah dengan ini, maksudnya, jalan besar sudah tidak ada artinya
apakah para sesepuh dari mahayana tidak mungkin mendapatkan pencerahan?

"ingat banyak jalan lain menuju roma"
jangan berpikiran sempit.....

saya yakin dari 84.000 pintu dharma bisa mencerahkan lebih banyak orang
daripada hanya ber pegangan pada 8 jalan utama saja, yang mungkin bisa mencerahkan orang (tapi tidak bisa banyak, maka dikatakan kendaraan kecil)

IMO, karena pada dasarnya 84.000 pintu dharma itu adalah perluasan dari 8 jalan utama.

salam piss n love,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 April 2009, 11:10:13 AM
Namaste suvatthi hotu

Perumpamaan seperti tersebut di atas sangat tidak masuk akal dan lebih menjurus pada kesombongan penganutnya dan merendahkan kaum yang lain.

Apabila Theravada cuma TK maka orang Mahayana adalah kaum yang tidak lulus TK (baca Theravada), dan bagaimana dengan Vajrayana? (gak lulus TK dan tidak lulus SD)

Untuk lulus TK (baca: Theravada) waktu anda tidak akan cukup, aku sudah menggeluti pali teks lebih dari 30 th masih belom lulus (mungkin bodoh).

thuti



Perumpamaan ini memang kurang tepat. Rasanya dari Mahayana pun tidak akan sepakat seperti itu.
Kalau mau dipaksakan, masuk akal kok. Tetapi orang Mahayana yang menggunakan perumpamaan itu adalah menghina dirinya sendiri.
Mengapa begitu? Karena tujuan dari Hinayana (TK) adalah pencapaian Arahatta.
Nah, sekarang pengikut Mahayana yang belum Arahat itu sama saja seperti orang belum lulus TK, tetapi belajar pelajaran SD/SMP.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 11:12:37 AM
bentar dulu......

biar gak terjadi kesalah pahaman.........

perumpamaan ini memang benar dinyatakan oleh Mahayana atau segelintir Mahayanis?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 11:15:02 AM
bentar dulu......

biar gak terjadi kesalah pahaman.........

perumpamaan ini memang benar dinyatakan oleh Mahayana atau segelintir Mahayanis?



wong semua tahu , perumpamaan gitu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 02 April 2009, 11:23:28 AM
Masa? Saya malah nggak tau ada perumpamaan seperti itu. Tapi, perumpamaan ini kok sepertinya malah ngejelekin aliran orang tapi malah mental juga kena sendiri.memangnya yang sma n s1, s2, dsb siapa kalo gitu?
Marilah kita sepakat untuk tidak menghina aliran lain dalam buddhisme, toh kalau kita bisa hidup harmonis kita bisa bahagia...
Saya sendiri, biarpun sepertinya punya ikatan karma dgn theravada memiliki suami yang condong ke mahayana. Dan selama ini saya dan suami rukun2 aja nggak saling menjelekkan... :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 11:27:03 AM
Ahhh............. Tidakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk  :'( :'(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 11:29:24 AM
Masa? Saya malah nggak tau ada perumpamaan seperti itu. Tapi, perumpamaan ini kok sepertinya malah ngejelekin aliran orang tapi malah mental juga kena sendiri.memangnya yang sma n s1, s2, dsb siapa kalo gitu?
Marilah kita sepakat untuk tidak menghina aliran lain dalam buddhisme, toh kalau kita bisa hidup harmonis kita bisa bahagia...
Saya sendiri, biarpun sepertinya punya ikatan karma dgn theravada memiliki suami yang condong ke mahayana. Dan selama ini saya dan suami rukun2 aja nggak saling menjelekkan... :-?

kan uda aye tulis di depan2 , kalau yg bilang bergini kebanyakan om om atau kakek2 dari mahayana yg berasal dari tiongkok ^^!
sori no ofense
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 April 2009, 11:31:58 AM
[at]  ryu
itu pertanyaannya sama juga gak... dengan pertanyaan 'memang yang telah mencapai pencerahan/arahat/keBuddhaan banyak gak?'.
apa sebabnya napa gak ngerti? (mode on : tanya napa?)
Tujuan Buddha yaitu mencari Obat dari Dukkha, cara melepas dari Dukkha sudah di ajarkan, Nah katanya ada 84000 jalan, nah apakah itu untuk lepas dari Dukkha atau malah Jalan untuk ber Dukka lagi ?

Kalau pandangan Saya, Surga sukhavati dll itu hanya seperti bayang2, impian, kemelekatan, janji2, dogma hampir sama dengan agama tetangga yang mengajarkan percaya dan masuk surga bukankah mereka menjanjikan lebih baik? dimana katanya hidup kekal selamanya tidak ada kelahiran kembali?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 April 2009, 11:32:25 AM
Masa? Saya malah nggak tau ada perumpamaan seperti itu. Tapi, perumpamaan ini kok sepertinya malah ngejelekin aliran orang tapi malah mental juga kena sendiri.memangnya yang sma n s1, s2, dsb siapa kalo gitu?
Marilah kita sepakat untuk tidak menghina aliran lain dalam buddhisme, toh kalau kita bisa hidup harmonis kita bisa bahagia...
Saya sendiri, biarpun sepertinya punya ikatan karma dgn theravada memiliki suami yang condong ke mahayana. Dan selama ini saya dan suami rukun2 aja nggak saling menjelekkan... :-?

sungguh bijaksana

yang lain koar2, mengerti dharma, apa lah gitu, tapi kalau menjelek-jelekan aliran lain, apa itu termasuk didalam ajaran?
dosa sungguh dosa....

kalau dengan begitu, bukan kah lebih keliatan kelas nya?
dari kelaku-an saja sudah keliatan mana yang kelas TK, mana yang kelas SD

sori ya, ga kelas
keket MODE 'ON' :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 11:33:39 AM
Tanya sama yang nulis. Klo diliat-liat urutannya sich pasti yang dari vajra, sebab vajra yang dibilang number one  :)). (bingung juga sich tapi koq pake tekhnik-tekhnik pencerahan aneh-aneh mencari-cari pada kewujudan nama-rupa yang dibilang guru Buddha malah bersifat spekulasi. oh... no....! :o  ;)  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 11:36:59 AM
Tanya sama yang nulis. Klo diliat-liat urutannya sich pasti yang dari vajra, sebab vajra yang dibilang number one  :)). (bingung juga sich tapi koq pake tekhnik-tekhnik pencerahan aneh-aneh mencari-cari pada kewujudan nama-rupa yang dibilang guru Buddha malah bersifat spekulasi. oh... no....! :o  ;)  ;D

soalnya para varja bisa ilmu sakti lebih jago dari mahayana loh.. makanya , gak bakal bisa dimengerti oleh umat awam
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 11:41:58 AM
[at]  ryu
itu pertanyaannya sama juga gak... dengan pertanyaan 'memang yang telah mencapai pencerahan/arahat/keBuddhaan banyak gak?'.
apa sebabnya napa gak ngerti? (mode on : tanya napa?)
Tujuan Buddha yaitu mencari Obat dari Dukkha, cara melepas dari Dukkha sudah di ajarkan, Nah katanya ada 84000 jalan, nah apakah itu untuk lepas dari Dukkha atau malah Jalan untuk ber Dukka lagi ?

Kalau pandangan Saya, Surga sukhavati dll itu hanya seperti bayang2, impian, kemelekatan, janji2, dogma hampir sama dengan agama tetangga yang mengajarkan percaya dan masuk surga bukankah mereka menjanjikan lebih baik? dimana katanya hidup kekal selamanya tidak ada kelahiran kembali?
wah, bro ryu ketinggalan neh..
kaga ada kehidupan abadi di sukhavati...Dan surga sukhavati bukan "final destination" seperti ajaran seberang...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 April 2009, 11:48:47 AM
[at]  ryu
itu pertanyaannya sama juga gak... dengan pertanyaan 'memang yang telah mencapai pencerahan/arahat/keBuddhaan banyak gak?'.
apa sebabnya napa gak ngerti? (mode on : tanya napa?)
Tujuan Buddha yaitu mencari Obat dari Dukkha, cara melepas dari Dukkha sudah di ajarkan, Nah katanya ada 84000 jalan, nah apakah itu untuk lepas dari Dukkha atau malah Jalan untuk ber Dukka lagi ?

Kalau pandangan Saya, Surga sukhavati dll itu hanya seperti bayang2, impian, kemelekatan, janji2, dogma hampir sama dengan agama tetangga yang mengajarkan percaya dan masuk surga bukankah mereka menjanjikan lebih baik? dimana katanya hidup kekal selamanya tidak ada kelahiran kembali?
wah, bro ryu ketinggalan neh..
kaga ada kehidupan abadi di sukhavati...Dan surga sukhavati bukan "final destination" seperti ajaran seberang...
Soal percaya sudah pernah saya post tentang berlindung pada triratna :)

Iya memang tidak abadi tapi nyaris khan :D tapi soal keindahan dll nya hampir sama lho gambarannya kakakakakak
Apa Mr. J mengajarkan Sukhavati yak kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 11:50:04 AM
Semua kan bisa terlihat dari isi gambaran kandungan yang tertulis (scripture). klo masih untuk pencapaian lagi yah berarti (pembinaan) ada pencapaian lagi, klo final destination yah berarti final destination, klo ada disediakan 72 harem-harem bidadari yah berarti gambarannya sikonnya seperti itu (bangun terus gak tidur-tidur, mungkin (alam) masih pembinaan mencari pencerahan seperti tekhnik sadhana sex).   :-?  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 11:54:02 AM
klo alam hugh hefner (playboy club), mencapai tingkatan alam apa yach?  8)  :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 April 2009, 11:54:56 AM
iya brarti itu hanya Bayang2 yang masih abu2, susah untuk dibuktikan, dah hanya jadi Iman :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 11:59:09 AM
klo alam hugh hefner (playboy club), mencapai tingkatan alam apa yach?  8)  :-?

kalau saya bilang alat vital juga mempunyai peran yg sangat besar dalam ilmu sakti , seperti dalam taoism
percaya gak he.... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 12:00:04 PM
klo protes atau ribut-ribut iman, guru Buddha saja hanya menyebut sesuatu pada udanna VIII.3. dan bilang klo gak ada itu gak nyampe-nyampe pengetahuannya alias hanya spekulasi saja pengetahuan semuanya alias sia-sia semuanya deng!.  8)  _/\_  ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 12:01:15 PM
tapi koq dalam cerita-cerita pelem-pelem dewa-dewa digambarkan hilang alat vitalnya ya he.. he... he...  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 12:09:46 PM
konon katanya, bagi para praktisi, bisa melihat sendiri dengan pengalaman meditasinya tanpa harus mati dulu...
klo gw sendiri, blom pernah praktek, jadi belom pernah lihat deh....

Udah achk, cukup tentang pure land,pembahasan pun udh mulai muter2...Rasanya kesimpulan sudah bisa diambil bagi masing2 pihak..
Kan masih bnyk tuch, point2 ttng mahayana yg bisa didiskusikan...

Bagaimana mengenai Trikaya?klo kga salah quote, di buku "Keyakinan Umat Buddha oleh Sri Dhammananda" katanya bagi sebagian Theravada, terdapat paham trikaya, tetapi lebih tidak ditekankan..Berbeda dengan mahayana, dimana point trikaya ini sangat penting bagi keseluruhan ajaran secara umum.Ada yg bisa bantu jelaskan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 12:13:12 PM
Trikaya apa ya..?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 02 April 2009, 12:18:08 PM
saya pernah post mengenai trikaya dalam Theravada.
ada dalam sebuah kitab komentar, yang nampaknya ada pengaruh Mahayana.

Bhagava
Arahang
Sammasambuddha

tapi hal ini sedikit sekali diketahui orang awam, dan janggal kalau dikatakan penting bagi sebagian umat Theravada.
mungkin yang dimaksud Buddha Dhamma Sangha, yang gak didukung sebagai trikaya dalam kitab-kitab Theravada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 12:27:11 PM
minta link doonkkk...
nyari pake sistem search kga nemu nih...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 April 2009, 12:31:21 PM
minta link doonkkk...
nyari pake sistem search kga nemu nih...
yang ini?
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1638.msg25915#msg25915
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 02 April 2009, 12:36:57 PM
Sama gak ketemu, udah kebanyakan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 12:41:42 PM
wah, susah jg yah....
Gmn kalo masih ada filenya di copas tulisannya ke sini?
lumayan penasaran jg seh soalnya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 12:47:10 PM
jadi seperti dalam kriste'n yah trinitas gitu.. satu untuk semua :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 02 April 2009, 12:53:09 PM
jadi seperti dalam kriste'n yah trinitas gitu.. satu untuk semua :P
salah bro.. ;D
tapi katanya ada tulisan yg bilang sistem trinitas itu adopsi dari trikaya buddhis..
well, we'll never know about that..

tapi dari segi fakta, trikaya mahayana kan udh ada duluan sebelum kelahiran mr J
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 12:57:12 PM
trikaya ini Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya.

Kaya itu artinya apa ya?

Dharmakaya = Dharma... ?

Samboghakaya= .......?

NirmanaKaya = maksudnya Nirwana ya?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lykim176 on 02 April 2009, 01:08:21 PM
kaya bukannya jasmani yah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 02 April 2009, 01:09:04 PM
^
^
^
maksud pernyataan diatas, bisa tolong diperjelas?

apakah dengan ini, maksudnya, jalan besar sudah tidak ada artinya
apakah para sesepuh dari mahayana tidak mungkin mendapatkan pencerahan?

"ingat banyak jalan lain menuju roma"
jangan berpikiran sempit.....

saya yakin dari 84.000 pintu dharma bisa mencerahkan lebih banyak orang
daripada hanya ber pegangan pada 8 jalan utama saja, yang mungkin bisa mencerahkan orang (tapi tidak bisa banyak, maka dikatakan kendaraan kecil)

IMO, karena pada dasarnya 84.000 pintu dharma itu adalah perluasan dari 8 jalan utama.

salam piss n love,

navis


bisa diquote sutta (pali) atau sutra (sansekerta / taisho) yang menyatakan ada 84.000 pintu dharma ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 02 April 2009, 01:10:56 PM
trikaya ini Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya.

Kaya itu artinya apa ya?

Dharmakaya = Dharma... ?

Samboghakaya= .......?

NirmanaKaya = maksudnya Nirwana ya?



Dharma kaya = tubuh dharma...
sambhogakaya = tubuh kebahagiaan...
nirmanakaya = tubuh penjelmaan...

sebagai contoh : Master Lu menyatakan konsep trikaya dirinya sebagai berikut :
Dharmakaya = BUDDHA VAIROCANA
Sambhogakaya = PADMAKUMARA PUTIH
Nirmanakaya = LU SHENG YEN...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Gunawan on 02 April 2009, 01:11:15 PM
trikaya ini Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya.

Kaya itu artinya apa ya?

Dharmakaya = Dharma... ?

Samboghakaya= .......?

NirmanaKaya = maksudnya Nirwana ya?



 [at] OM Hatred = Nich Linknya mengenai Trikaya sbb;

utk referensi nya silakan baca lebih lengkap disini

http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Konsep-Trikaya.htm

 _/\_
Gunawan S S
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 01:23:59 PM
Dharma-Kaya=yg mutlak     -      Sambhoga-Kaya=sifat dasar Buddha
                      \                                 /
                    Nirmana-Kaya= wujud Buddha

konsep trikaya muncul, dari mana dan kapan ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 April 2009, 01:24:46 PM
 [at] om Gun en om Dilbert

tengk q



setelah disimak2 ternyata emang Trinitas ini mirip Trikaya yah...


btw ada yg mo ditanyain dari link tadi, i buat thread baru aja ya....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: cunda on 02 April 2009, 01:41:22 PM
namaste suvatthi hotu

Kata Dhammakāya terdapat di beberapa sutta dan kitab Aṭṭhakathā (komentar), di antaranya

Dīghanikāyo; Pāthikavaggapāḷi; 4. Aggaññasuttaṃ 118
Khuddakanikāye; Udāna-aṭṭhakathā; 5. Soṇavaggo; 6. Soṇasuttavaṇṇanā 46

namun saya tidak/belum menemukan sambhogakaya dan nirmanakaya

Semoga bermanfaat

thuti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sabdo palon on 02 April 2009, 03:27:45 PM
Theravada bilang pakai bahasa Pali, mana yang benar...? lebih aman buka buku sejarah.....
Apakah ini jawaban ? Apakah bro Purnama sudah memahami?
darimana anda dapat ?
Kalo saya dapatnya dari Eksklopedia Buddhis . Saya mau tanya anda mau berniat provokasi aliran ?
Kalo Provokasi aliran udah gak jaman. Sayang banget ternyata ada orang mengaku dirinya aliran tera tapi masih prokasi aliran.

Percuma belajar Abidhamma, sutta,dan sebagainya cuman buat menujukan keegoisan dan keintelektualan diri.
Saya cuman mengingatkan para clonengan Abidhamma,sutta dan sebagai bukan untuk meyombongkan diri sendiri, tapi buat mengikis diri dari ke egoan dalam diri. Jangan bisa teori saja prateknya juga dari sikap anda

Kalo anda niat Prokavokasi, dan hanya ,menyombongkan diri mu. bro Sabdo palon Anda salah menafirkan kemampuan anda dalam dhamma yang sesungguh tercipta.



Owe Bertanya kepada bro Nyana, yang jawab orang lain, ditanya balik jadi begini  :( Inikah pemahaman, kebijakan, kebajikan?

Bro Nyana apa pendapat bro Nyana terhadap pertanyaanku?
Quote
Bagaimana dengan Bodhisattva? apakah mereka sudah mencicipi Nibbana belum? Lalu apakah yang dicicipi oleh Sammasambuddha? Apa tujuan pencapaian keBuddhaan?

Bingung.... aku bingung.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 04:41:35 PM
Theravada bilang pakai bahasa Pali, mana yang benar...? lebih aman buka buku sejarah.....
Apakah ini jawaban ? Apakah bro Purnama sudah memahami?
darimana anda dapat ?
Kalo saya dapatnya dari Eksklopedia Buddhis . Saya mau tanya anda mau berniat provokasi aliran ?
Kalo Provokasi aliran udah gak jaman. Sayang banget ternyata ada orang mengaku dirinya aliran tera tapi masih prokasi aliran.

Percuma belajar Abidhamma, sutta,dan sebagainya cuman buat menujukan keegoisan dan keintelektualan diri.
Saya cuman mengingatkan para clonengan Abidhamma,sutta dan sebagai bukan untuk meyombongkan diri sendiri, tapi buat mengikis diri dari ke egoan dalam diri. Jangan bisa teori saja prateknya juga dari sikap anda

Kalo anda niat Prokavokasi, dan hanya ,menyombongkan diri mu. bro Sabdo palon Anda salah menafirkan kemampuan anda dalam dhamma yang sesungguh tercipta.



Owe Bertanya kepada bro Nyana, yang jawab orang lain, ditanya balik jadi begini  :( Inikah pemahaman, kebijakan, kebajikan?

Bro Nyana apa pendapat bro Nyana terhadap pertanyaanku?
Quote
Bagaimana dengan Bodhisattva? apakah mereka sudah mencicipi Nibbana belum? Lalu apakah yang dicicipi oleh Sammasambuddha? Apa tujuan pencapaian keBuddhaan?

Bingung.... aku bingung.....

O saya kira ditanya saya. ;D. Yah deh kalo gitu terserah anda mau tanya kesiapa _/\_

Jangan bingung, Kalo bingung pegangan entar jatuh lokh (bercanda Bro or sis Clonengan) ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 April 2009, 04:47:06 PM
trikaya ini Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya.

Kaya itu artinya apa ya?

Dharmakaya = Dharma... ?

Samboghakaya= .......?

NirmanaKaya = maksudnya Nirwana ya?



Dharma kaya = tubuh dharma...
sambhogakaya = tubuh kebahagiaan...
nirmanakaya = tubuh penjelmaan...

sebagai contoh : Master Lu menyatakan konsep trikaya dirinya sebagai berikut :
Dharmakaya = BUDDHA VAIROCANA
Sambhogakaya = PADMAKUMARA PUTIH
Nirmanakaya = LU SHENG YEN...

bro dilbert saya mau tanya maksud u,
 Master lu itu master lu sheng yen itu ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 02 April 2009, 05:07:13 PM
trikaya ini Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya.

Kaya itu artinya apa ya?

Dharmakaya = Dharma... ?

Samboghakaya= .......?

NirmanaKaya = maksudnya Nirwana ya?



Dharma kaya = tubuh dharma...
sambhogakaya = tubuh kebahagiaan...
nirmanakaya = tubuh penjelmaan...

sebagai contoh : Master Lu menyatakan konsep trikaya dirinya sebagai berikut :
Dharmakaya = BUDDHA VAIROCANA
Sambhogakaya = PADMAKUMARA PUTIH
Nirmanakaya = LU SHENG YEN...

bro dilbert saya mau tanya maksud u,
 Master lu itu master lu sheng yen itu ?


jelas kan tuh nirmanakaya-nya tertulis siapa... hehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 09:24:28 PM
mo diberi contoh yang mudah tentang trikaya dengan melalui contoh sangat sederhana trinitas (tetapi sukar ditembus bagi jasmaniah/daging/carnal/duniawi), kawan-kawan?
supaya anda semua tahu gambarannya apa itu trikaya, sehingga umat tidak kebingungan lagi mengartikan keberadaan keyakinan umat sendiri pada sutta udanna VIII.3
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 09:35:51 PM
bro udabgf aye bosan disuruh baca udanna mulu
bro percaya teori big bang?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 02 April 2009, 09:39:07 PM
berdasarkan keyakinan itu mah masih teori, tetapi klo kitab suci itu anda percayakah itu adalah gambaran kebenaran (the real truth)?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 02 April 2009, 09:49:21 PM
berdasarkan teori? bearti tidak percaya ? kan gampang "percaya" dan "tidak percaya"
dan aye tidak ada masalah dengan real truth..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 02 April 2009, 10:33:08 PM
Dharmakaya = Adi Buddha = Tathagarbha = Nirvana = Sunyata = Emptiness
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: nyanadhana on 03 April 2009, 08:33:17 AM
Kalau di Mahayana, Arahat 'kan bukan tingkat akhir, tapi masih pertengahan, kenapa julukan itu dipakai untuk Buddha?
Karena Arahat adalah tingkat bawah, jadi seperti mengatakan X dokter, lulusan SMU. Sebetulnya 'kan dengan adanya "dokter", tidak perlu disebutkan lagi "lulusan SMU"-nya.


kita tanyakan kepada sesepuh yang menciptakan Mahayana kalo begitu, bahkan mereka mengakui di setiap kitabnya seorang Sammsambuddha bergelar Bhagavan Arahate Samyaksambuddha dan tidak menuliskan Boddhisatvayam Tathagatanam Samyaksambuddhanam.

dan spekulasi gw adalah menurut Mahayana, Arahat sendiri sudah mencicipi nibbana dan mereka berdiam disitu tanpa mengajarkan pengetahuan itu kepada banyak makhluk,menurut Mahayana,sebenarnya Arahat ini bisa keluar dari keadaaan parinibbana total dan mengambil jalan menuju Sammasambuddha. jadi dalam Mahayana,sebenarnya Arahat bukanlah dipandang kecil dan Bodhisatva lebih tinggi, melainkan mereka yang menikmati Nibbana seharusnya memperpanjang kehidupannya untuk mengajarkan Dhamma kepada makhluk hidup. ini juga untuk Pacceka Buddha yang berbuat sama, Nibbana sendiri.

Bagaimana dengan Bodhisattva? apakah mereka sudah mencicipi Nibbana belum? Lalu apakah yang dicicipi oleh Sammasambuddha? Apa tujuan pencapaian keBuddhaan?

Bingung.... aku bingung.....

Bodhisatva yang telah Arahat sudah menikmati Nibbana, di dalam Saddharma Pundarika ada dijelaskan bahwa setelah menikmati Nibbana, mereka mengambil jalan Bodhisatva.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 03 April 2009, 09:02:03 AM
berdasarkan keyakinan itu mah masih teori, tetapi klo kitab suci itu anda percayakah itu adalah gambaran kebenaran (the real truth)?


keyakinan gmana dulu neh?

kalo keyakinan kek nyokap e, nakut nakutin buat percaya Tuhan itu namanya bukan teori tapi euforia..
Title: Konsep Bodhisatva dalam Mahayana
Post by: nyanadhana on 03 April 2009, 09:07:23 AM
Dalam Mahayana, Bodhisatva memiliki tingkatan yang disebut Dasa Bhumika Bodhisatva. merujuk dari konsep bahwa setiap orang memiliki Benih Kebuddhaan(Bodhicitta) di dalam dirinya maka setiap orang adalah sama dalam pencapaian Ke Buddhaan.

Seperti yang kita ketahui Kebuddhaan dalam Buddhisme dibagi atas
1. Savaka Buddha = tercerahkan dibawah bimbingan guru Buddha
2. Pacceka Buddha = tercerahkan tanpa bimbingan seorang guru namun tidak memiliki cukup parami untuk mengajarkan Dhamma yang Dia dapat kepada makhluk
3. Sammasambuddha = sama seperti Pacceka Buddha namun beliau mampu mengajarkan Dhamma yang rumit berdasarkan klasifikasi tingkatan makhluk tersebut sehingga semua makhluk yang menemui beliau mendapatkan pengetahuan Dhamma.

Goal dari Mahayana Buddhism adalah menjadi Sammasambuddha dimulai dari pengumpulan Dasa Paramita (beberapa sekolah menggunakan Sad Paramita). karena menurut mereka ,adalah jarang bagi Buddha lahir ke dunia dan adalah jarang makhluk2 bisa mendengarkan Dhamma maka tekad dan aspirasi mereka adalah menjadi Sammasambuddha.

makhluk yang memiliki aspirasi menjadi Buddha adalah Bodhisatva, ini berarti kamu,aku siapa saja memulai karir Bodhisatva. nah Arahat di dalam Mahayana dikategorikan Bodhisatva tingkat 7(koreksi kalo salah)

Arahat(Savaka Buddha) masih memiliki potensi jadi Sammasambuddha(menurut Mahayana) kalo mereka berkeinginan keluar dari Nibbana dan beraspirasi. Bodhisatva setelah tingkat Arahat disebut Mahasatva atau Maha Bodhisatva. jadi ada beda antara Bodhisatva tingkat bawah dengan atas.

well,sampe sini dulu dicernanya kalo bingung tanyaken lagi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 April 2009, 11:58:42 PM
untuk saudara edward yang bijak,
kalau tidak salah anda pernah membahas tentang K.Sri Dhammadana.
dan berikut kutipan tulisan beliau pada buku Where is the buddha? yang merupakan artikel terakhir beliau.

------
Menurut aliran Buddhisme Mahayana ada 3 tubuh Sang Buddha atau 3 kaya, yaitu sambhogakaya, nirmanakaya, dharmakaya. Ia menggunakan sambhogakaya and nirmanakaya untuk melakukan makan, tidur, berjalan, berbicara, menasihati, mengajar. Semua aktivitas ini Ia lakukan dengan tubuh fisik. Ketika Sang Buddha mencapai parinibbana kedua tubuh ini menghilang. Tetapi dharmakaya atau tubuh dharma Sang Buddha tidak pernah dapat menghilang. Menurut aliran Buddhisme Mahayana, Sang Buddha Amitabha berada di tanah suci Sukhavati. Mereka yang melafalkan namaNya dengan hormat dan mereka yang menghormatiNya akan lahir di tanah suci dan mendapatkan kesempatan untuk mencapai nirvana. Menurut cara berpikir dan kepercayaan mereka, konsep ini memberikan banyak harapan dan kepercayaan bahwa Sang Buddha masih tetap hidup sampai semua makhluk mencapai keselamatan terakhir.

Dalam Mahapadana Sutta (Digha Nikaya 14) dikisahkan setiap Bodhisatta, calon
       Samma Sambuddha lahir, Ia mengucapkan "ayam antimaa jati, natthi daani punabbavo"
       (inilah kelahiranKu yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir bagiKu).
--------------

semoga info nya bermanfaat.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sumedho on 07 April 2009, 06:03:29 AM
utk pdf nya bisa diambil di

http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/di-manakah-sang-buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 10 April 2009, 12:07:41 AM
Ikut nimbrung. Benar saya setuju. Diskusi biasanya berakhir dengan "tawuran" antara T dan M. Menurut saya, dalam Buddhadharma dan agama Timur lainnya adalah sesuatu yang unik. Di dalam suatu agama terhadap pluralitas yang sangat besar atau kita boleh menyebutnya "kesatuan di dalam keragaman." Tanpa kita dapat menghargai keberagaman ini, diskusi tak akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Ajaran Mahayana tak dapat dipandang dari kacamata Theravada dan begitu pula sebaliknya. Keduanya harus dihargai perbedaannya dengan tetap memandang bahwa keduanya adalah sama-sama manifestasi Buddhadharma.
Agar wawasan kita menjadi luas, marilah kita berkaca pada agama Hindu. Agama Hindu mempunyai jauh lebih banyak aliran dibanding agama Buddha. Bahkan masing2 aliran itu ada yang sangat berbeda satu sama lain. Para scholar Barat yang tidak mengerti konsep pemikiran Timur akan menganggap bahwa itu semua merupakan agama-agama dan keyakinan yang berbeda. Umpamanya aliran yang satu memandang bahwa Brahma merupakan devata tertinggi, sementara aliran lain memandang Vishnu, Shiva, Indra, dan lain sebagainya merupakan devata tertinggi mereka. Bahkan tidak jarang ada kisah2 yang berbeda dalam teks2 Hindu masing2 sekte. Kendati demikian, masing2 sekte memandang bahwa Veda adalah sumber agama mereka. Apakah semua aliran itu merupakan agama2 yang berbeda? Umat Hindu sendiri TIDAK memandangnya demikian. Mereka dapat menghargai keragaman. Tidak pernah ada perang atau kebencian antar aliran.
Jangan biarkan pola pikir Barat meracuni pikiran kita. Jika ingin mengulas T gunakanlah filosofi T. Bila ingin mengulas M gunakanlah filosofi M. Baru demikian, akan mendatangkan manfaat bagi kemajuan spiritual kita. Sebagai penutup saya ingin memberikan sebuah contoh:

T berkata: Avalokitesvara itu tidak ada karena tak ada di kanon Pali.

Ungkatan di atas tidak tepat, karena MEMANG kanon Pali tidak mengulas Avalokitesvara. Mengaitkan Avalokitesvara dengan kanon Pali adalah suatu kesalahan serius. Ibaratnya mencari roti di toko besi. Ungkapan di atas secara kasar dapat disepadankan dengan:

"Roti itu tidak ada, karena tak dapat dijumpai di toko besi."

Anda akan melihat betapa menggelikannya ungkapan di atas.
Semoga tulisan ini dapat membawa pemahaman terang terhadap kajian filosofi Buddhis.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 10 April 2009, 12:13:04 AM
Sang Buddha masih hidup atau sudah mati? Dua-duanya "ya" dan dua-duanya "tidak." Sang Buddha "tidak mati" karena bila "mati" itu artinya Anda sudah masuk dalam sudut pandang ekstrem nihilisme. Sang Buddha "tidak hidup lagi" karena bila "hidup terus" pada kenyataannya tidak ada lagi Buddha Sakyamuni dalam wujud fisik pada masa sekarang ini. Sang Buddha tidak "tidak mati" karena bila Anda menganggapnya demikian, Anda telah masuk ke dalam pandangan ekstrem eternalisme. Sang Buddha tidak "hidup" karena bila menganggapnya demikian Anda menganggap Buddha masih hidup dengan tubuh fisikNya.
Dengan adanya pemahaman semacam itu, tidak masalah bila ada seorang Buddha dengan "tubuh termurnikan" seperti Amitabha yang seolah-olah masih hidup membabar Dharma di Sukhavati. YM. Mahabhikshu Thich Nhat Hanh pernah menasihatkan: "Jangan biarkan kata-kata menipu kita."

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 10 April 2009, 10:31:18 PM
lha... yang berbeda secara prinsipil itu manifestasi dari buddhadharma ?

Hatred mode on...

Aneh sungguh Aneh...

Hatred mode off...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 11 April 2009, 12:37:23 AM
Sang Buddha masih hidup atau sudah mati? Dua-duanya "ya" dan dua-duanya "tidak." Sang Buddha "tidak mati" karena bila "mati" itu artinya Anda sudah masuk dalam sudut pandang ekstrem nihilisme. Sang Buddha "tidak hidup lagi" karena bila "hidup terus" pada kenyataannya tidak ada lagi Buddha Sakyamuni dalam wujud fisik pada masa sekarang ini. Sang Buddha tidak "tidak mati" karena bila Anda menganggapnya demikian, Anda telah masuk ke dalam pandangan ekstrem eternalisme. Sang Buddha tidak "hidup" karena bila menganggapnya demikian Anda menganggap Buddha masih hidup dengan tubuh fisikNya.
Dengan adanya pemahaman semacam itu, tidak masalah bila ada seorang Buddha dengan "tubuh termurnikan" seperti Amitabha yang seolah-olah masih hidup membabar Dharma di Sukhavati. YM. Mahabhikshu Thich Nhat Hanh pernah menasihatkan: "Jangan biarkan kata-kata menipu kita."

Amiduofo,

Tan

Hanya kata-kata tak menipu
Itu hanyalah kata-kata
Hanya yang berkata-kata
Bisa berniat 'tuk menipu

Hanya kata-kata tak menipu
Lebih dari itu bisa menipu
Hati-hati salah menangkap kata-kata
Bisa bisa menjadi tertipu

Hanya kata-kata tidak menipu
Kurang dari itu bisa menipu
Ini hanyalah kotak-katik kata-kata
Ingatkan hati-hati dalam berkata-kata

Hanya kata-kata tidak menipu
Itu hanyalah kata-kata
.................
.................
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 April 2009, 01:36:07 AM
lha... yang berbeda secara prinsipil itu manifestasi dari buddhadharma ?

TAN:

Buddhadharma dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai wujud. Banyak orang tertipu karena melihat wujud-wujud itu dan menganggapnya berbeda. Es padat dan dingin, air cair dan bisa dingin ataupun panas, tetapi intinya tetap H2O. Padat adalah secara prinsipil berbeda dengan cair. Namun apakah atom H dan O yang menyusun es dan air berbeda? Janga biarkan wujud menipu kita. Sutra Vajracchedika mengatakan bahwa barangsiapa mencari Buddha dalam wujud ia telah tertipu. Semoga ini dapat membantu.

Salam metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 11 April 2009, 01:28:11 PM
Sang Buddha masih hidup atau sudah mati? Dua-duanya "ya" dan dua-duanya "tidak." Sang Buddha "tidak mati" karena bila "mati" itu artinya Anda sudah masuk dalam sudut pandang ekstrem nihilisme. Sang Buddha "tidak hidup lagi" karena bila "hidup terus" pada kenyataannya tidak ada lagi Buddha Sakyamuni dalam wujud fisik pada masa sekarang ini. Sang Buddha tidak "tidak mati" karena bila Anda menganggapnya demikian, Anda telah masuk ke dalam pandangan ekstrem eternalisme. Sang Buddha tidak "hidup" karena bila menganggapnya demikian Anda menganggap Buddha masih hidup dengan tubuh fisikNya.
Dengan adanya pemahaman semacam itu, tidak masalah bila ada seorang Buddha dengan "tubuh termurnikan" seperti Amitabha yang seolah-olah masih hidup membabar Dharma di Sukhavati. YM. Mahabhikshu Thich Nhat Hanh pernah menasihatkan: "Jangan biarkan kata-kata menipu kita."

Amiduofo,

Tan

Mas Tan,

Jadi bagaimana Buddha itu menurut mas Tan? hidup atau mati? atau setengah hidup atau setengah mati? Atau seperti kata orang-orang, hidup enggan mati tak mau? atau mungkin kadang hidup kadang mati?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 11 April 2009, 01:37:52 PM
walau berbeda secara manifestasi.. tetap mempunyai sifat dasar yg sama..

seperti contoh om Tan diatas....

walau air dan es mempunyai manifestasi yg berbeda.. tetap mempunyai sifat dasar H2O

(sifat dasarna apa ya :hammer:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 11 April 2009, 03:01:17 PM
Kalau menurut saya sih antar aliran yang beda, terdapat persamaan dan perbedaan.
Yang berbeda tidak perlu disama-samakan. Air tetaplah air, bukan es, bukan gas. Walaupun ikatan 2H dan O, orang mandi dengan air, bukan es. Tetapi juga perbedaan itu tidak perlu dibesar-besarkan seolah-olah satu "asli" dan lainnya "as-pal".
Demikian juga persamaan yang ada (seperti sama-sama menganut 4 Kebenaran Mulia), tidak perlu dibeda-bedakan hanya karena ada perbedaan prinsipal lainnya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 11 April 2009, 10:31:40 PM
Kalau menurut saya sih antar aliran yang beda, terdapat persamaan dan perbedaan.
Yang berbeda tidak perlu disama-samakan. Air tetaplah air, bukan es, bukan gas. Walaupun ikatan 2H dan O, orang mandi dengan air, bukan es. Tetapi juga perbedaan itu tidak perlu dibesar-besarkan seolah-olah satu "asli" dan lainnya "as-pal".
Demikian juga persamaan yang ada (seperti sama-sama menganut 4 Kebenaran Mulia), tidak perlu dibeda-bedakan hanya karena ada perbedaan prinsipal lainnya.



 :yes: :yes: :yes:

Yang sama jangan dibedakan
Yang beda jangan disamakan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 April 2009, 10:32:40 PM
Mas Tan,

Jadi bagaimana Buddha itu menurut mas Tan? hidup atau mati? atau setengah hidup atau setengah mati? Atau seperti kata orang-orang, hidup enggan mati tak mau? atau mungkin kadang hidup kadang mati?

TAN:

Wah jangan bilang menurut saya donk. Kalo menurut saya pasti salah..hehehe. Saya pakai referensi ajaran para sesepuh saja, yakni Nagarjuna. Buddha itu tidak mati, tidak hidup, hidup dan mati sekaligus, tidak tidak mati dan tidak tidak hidup. Ini disebut tetralemma atau kebenaran rangkap empat. Kalau bingung ikuti saja ajaran Sang Bhagava di Vacchagota Sutta. Inti dari tetralemma itu adalah: Kondisi seorang Buddha itu tak terkatakan. Hidup dan mati itu tak dapat menggambarkan kondisi Beliau lagi. Buddha mengajar pada Vacchagota agar jangan berspekulasi. Pikiran manusia tidak akan bisa mencerap atau menggambarkannya.
Pikiran manusia masih diliputi dualisme, sehingga bingung dengan ajaran seorang Buddha yang mengajar di Sukhavati. Mereka seolah-olah menganggap bahwa itu mengacu pada seorang Buddha yang HIDUP mengajar selama-lamanya. Padahal pengertian "hidup"nya Buddha Amitabha itu tidak sama dengan pengertian kita akan "hidup." Apakah wujud Buddha Amitabha itu masih terdiri dari daging dan tulang seperti manusia? Tidak pernah dikatakan demikian dalam Sutra2 Mahayana. Definisi hidup menurut manusia yang masih dalam tataran kebenaran relatif (samvriti satya) akan sulit memahami hal itu. Sebagian umat Buddha menganggap bahwa ajaran Sukhavati tidak Buddhistis, tetapi alasan yang mereka kemukakan justru mencerminkan pandangan nihilisme, yang juga ditentang Buddha dalam Brahmajala Sutta.
Lebih baik kita banyak praktik Dharma, sehingga tidak memperdebatkan sesuatu yang tidak membawa pada pembebasan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 April 2009, 10:39:02 PM
Kalau menurut saya sih antar aliran yang beda, terdapat persamaan dan perbedaan.
Yang berbeda tidak perlu disama-samakan. Air tetaplah air, bukan es, bukan gas. Walaupun ikatan 2H dan O, orang mandi dengan air, bukan es. Tetapi juga perbedaan itu tidak perlu dibesar-besarkan seolah-olah satu "asli" dan lainnya "as-pal".
Demikian juga persamaan yang ada (seperti sama-sama menganut 4 Kebenaran Mulia), tidak perlu dibeda-bedakan hanya karena ada perbedaan prinsipal lainnya.

TAN:

Benar, karena itu seperti yang saya katakan membahas ajaran T pakai pola pikir T. Membahas M pakai filosofi M. Air memang bukan es dan juga bukan uap air. Es bukan air dan juga bukan uap air. Uap air bukan air dan juga bukan es. Semuanya mempunyai karakteristiknya sendiri2 di jagad raya. Tetapi tidak benar apabila sang air berkata, "Wahai es dan uap air kalian sesat, seharusnya kalian berwujud air seperti saya." Tidak benar bila sang es berkata, "Wahai air dan uap air! Kalian sesat. harusnya kalian berwujud padat seperti saya." Tidak benar pula bila sang uap air berkata, "Wahai air dan es! Kalian sesat. Seharusnya kalian berwujud gas seperti saya." Bagi orang yang belum mengetahui pengetahuan yang lebih tinggi, mereka terpaku pada wujud lahiriah es, air, dan uap air. Namun seorang yang paham kimia akan mengetahui bahwa mereka mempunyai rumus kimia yang sama, yakni H2O! Semuanya terbentuk dari atom H dan O yang sama. Atom H nya sama2 terdiri dari 1 elektron dan atom O nya terdiri dari 18 elektron. Kalau kita sudah bicara dalam tataran atom, tidak ada lagi perbedaannya. Arang batu dan intan mempunyai rumus kimia yang sama, yakni C, kendati wujud dan harganya sangat bertolak belakang.
Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit pencerahan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 April 2009, 10:41:18 PM
walau air dan es mempunyai manifestasi yg berbeda.. tetap mempunyai sifat dasar H2O

TAN:

Sifat dasarnya adalah atom2 yang sama2 terdiri dari elektron, proton, dan netron. Dalam tataran atomik, ketiganya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 11 April 2009, 11:16:18 PM
walau air dan es mempunyai manifestasi yg berbeda.. tetap mempunyai sifat dasar H2O

TAN:

Sifat dasarnya adalah atom2 yang sama2 terdiri dari elektron, proton, dan netron. Dalam tataran atomik, ketiganya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Metta,

Tan

kalau tidak dapat dibedakan... darimana muncul-nya istilah proton, neutron dan elektron ? ? ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 12 April 2009, 08:46:48 AM
Mas Tan,

Jadi bagaimana Buddha itu menurut mas Tan? hidup atau mati? atau setengah hidup atau setengah mati? Atau seperti kata orang-orang, hidup enggan mati tak mau? atau mungkin kadang hidup kadang mati?

TAN:

Wah jangan bilang menurut saya donk. Kalo menurut saya pasti salah..hehehe. Saya pakai referensi ajaran para sesepuh saja, yakni Nagarjuna. Buddha itu tidak mati, tidak hidup, hidup dan mati sekaligus, tidak tidak mati dan tidak tidak hidup. Ini disebut tetralemma atau kebenaran rangkap empat. Kalau bingung ikuti saja ajaran Sang Bhagava di Vacchagota Sutta. Inti dari tetralemma itu adalah: Kondisi seorang Buddha itu tak terkatakan. Hidup dan mati itu tak dapat menggambarkan kondisi Beliau lagi. Buddha mengajar pada Vacchagota agar jangan berspekulasi. Pikiran manusia tidak akan bisa mencerap atau menggambarkannya.
Pikiran manusia masih diliputi dualisme, sehingga bingung dengan ajaran seorang Buddha yang mengajar di Sukhavati. Mereka seolah-olah menganggap bahwa itu mengacu pada seorang Buddha yang HIDUP mengajar selama-lamanya. Padahal pengertian "hidup"nya Buddha Amitabha itu tidak sama dengan pengertian kita akan "hidup." Apakah wujud Buddha Amitabha itu masih terdiri dari daging dan tulang seperti manusia? Tidak pernah dikatakan demikian dalam Sutra2 Mahayana. Definisi hidup menurut manusia yang masih dalam tataran kebenaran relatif (samvriti satya) akan sulit memahami hal itu. Sebagian umat Buddha menganggap bahwa ajaran Sukhavati tidak Buddhistis, tetapi alasan yang mereka kemukakan justru mencerminkan pandangan nihilisme, yang juga ditentang Buddha dalam Brahmajala Sutta.
Lebih baik kita banyak praktik Dharma, sehingga tidak memperdebatkan sesuatu yang tidak membawa pada pembebasan.

Amiduofo,

Tan

Apakah bedanya Buddha Amitabha dengan Brahma dan alam Dewa? Brahma dan dewa juga tidak memiliki daging dan tulang seperti manusia? Apakah mereka mati? tentu tidak, mereka masih hidup di alamnya, apakah mereka hidup? nyatanya yang kita lihat mereka telah mati.

Jadi Dewa dan Brahma juga cocok dengan penggambaran tetralemma yang mas Tan maksudkan: 1. tidak mati dan tidak hidup, 2. hidup dan mati sekaligus, 3. tidak tidak mati, 4. tidak tidak hidup.

Mengenai Vacchagota sutta, apakah itu penjelasan menurut T atau dituturkan oleh Nagarjuna? mas Tan memiliki pengetahuan yang luas, bisakah memberikan penjelasan hanya menurut sutra-sutra M? Sesuai dengan pernyataan mas Tan sendiri yang mengatakan dalam reply no 393. kalau kita membahas M jangan memakai filosofi T kan? Selain itu saya ingin tahu sudut pandang M. Kepada siapa lagi saya harus bertanya selain kepada mas Tan?

Mengenai perdebatan, mudah-mudahan mas Tan jangan menganggap ini sebagai perdebatan, anggaplah ini sebagai orang yang kurang mengerti, yang dengan kritis bertanya kepada orang yang lebih mengerti.

Terima kasih.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 April 2009, 12:59:06 PM
kalau tidak dapat dibedakan... darimana muncul-nya istilah proton, neutron dan elektron ? ? ?

TAN:

Sebenarnya ini ada di buku2 tentang ilmu kimia. Kalau ingin tahu lebih lanjut silakan cari referensi tentang kimia. Sebenarnya ini tidak perlu dibahas terlalu panjang lebar di sini. Semua sudah ada di buku kimia. Tetapi akan saya ulas secara singkat mumpung lagi liburan. Sehabis ini, saya mungkin tidak ada banyak waktu untuk menanggapinya. Coba kita runut ke belakang. Air, es, dan uap air sama-sama memiliki rumus molekul H2O. Jadi apa yang nampak berbeda itu sebenarnya terdiri dari suatu elemen yang sama. Terus kalau kita tarik kembali, H2O terdiri dari atom Hidrogen dan Oksigen. Kedua atom itu memang nampak beda, yakni dari segi jumlah elektron, netron, dan protonnya. Ketiga partikel elementer itu memang beda, terutama dari segi muatannya. Namun kalau kita tarik lagi semakin dalam, elektron yang dimiliki atom O dan H itu sama. Jadi tidak ada elektron yang khas O, H, atau unsur lain. Semua elektron, netron, dan proton pada masing-masing unsur adalah SAMA. Hanya saja, terjadi 114 unsur yang telah dikenal karena setiap unsur itu memiliki jumlah masing-masing yang berbeda. Semoga penjelasan ini cukup dapat memberikan pengertian lebih mendalam.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 April 2009, 01:09:37 PM
Apakah bedanya Buddha Amitabha dengan Brahma dan alam Dewa? Brahma dan dewa juga tidak memiliki daging dan tulang seperti manusia? Apakah mereka mati? tentu tidak, mereka masih hidup di alamnya, apakah mereka hidup? nyatanya yang kita lihat mereka telah mati.

TAN:

Menurut Anda sama atau beda? Buddha Amitabha seorang Buddha yang telah lepas dari lingkaran kelahiran dan kematian. Apakah Brahma sudah lepas dari lingkaran kelahiran dan kematian? Definisi "hidup" antara Brahma, manusia, dan Buddha Amitabha serta Buddha-Buddha kosmis lainnya sama? Saya kira hal ini tidak perlu dibahas lebih jauh. Karena ini adalah sub bagian Mahayana dari dhammacita.org, maka saya asumsikan bahwa sebagian besar telah mengerti filosofi Mahayana. Jadi saya kira tidak perlu dibahas lebih lanjut secara panjang lebar.

Jadi Dewa dan Brahma juga cocok dengan penggambaran tetralemma yang mas Tan maksudkan: 1. tidak mati dan tidak hidup, 2. hidup dan mati sekaligus, 3. tidak tidak mati, 4. tidak tidak hidup.

TAN:

Saya kurang mengerti mengapa Brahma dapat Anda pandang sesuai bagi tetralemma itu? Silakan uraikan secara lebih jelas.

Mengenai Vacchagota sutta, apakah itu penjelasan menurut T atau dituturkan oleh Nagarjuna? mas Tan memiliki pengetahuan yang luas, bisakah memberikan penjelasan hanya menurut sutra-sutra M? Sesuai dengan pernyataan mas Tan sendiri yang mengatakan dalam reply no 393. kalau kita membahas M jangan memakai filosofi T kan? Selain itu saya ingin tahu sudut pandang M. Kepada siapa lagi saya harus bertanya selain kepada mas Tan?

TAN:

Baik, saya mengutip Vacchagota Sutta karena hendak memperlihatkan bahwa tidak ada pertentangan antara T dan M dari segi ini. Saya melihat bahwa keduanya sebenarnya mempunyai intisari yang sama (layaknya air, es, dan uap air dengan H2O sebagai rumus molekulnya - lihat pembahasan di atas). Baik kalau begitu kita kesampingkan Vacchagota Sutta, kita pakai saja filosofi Madhyamika milik Nagarjuna. Saya kira telah jelas. Tetralemma menggambarkan bahwa kondisi kedemikianan dari segala sesuatu termasuk Buddhata (hakekat sejati Kebuddhaan) itu diluar kata-kata dan logika konvensional. Seekor ikan yang belum pernah melihat daratan, jelas tak akan dapat mengenal benar-benar apa itu daratan, walaupun bermilyar2 kata dipergunakan untuk menjelaskannya. Umpamanya ada guru geografi ikan yang berkata, "daratan itu adalah tempat yang tidak ada air.. tidak seperti tempat hidup kita...bla...bla..bla." Apakah keterangan si guru ikan itu dapat menjelaskan daratan dengan sempurna? Begitu juga manusia yang belum mencapai Kebuddhaan. Bisakah kita mengerti kondisi Kebuddhaan dengan sungguh2?

Mengenai perdebatan, mudah-mudahan mas Tan jangan menganggap ini sebagai perdebatan, anggaplah ini sebagai orang yang kurang mengerti, yang dengan kritis bertanya kepada orang yang lebih mengerti.

TAN:

Bagaimana mungkin kita dapat mengerti? Kita ini laksana ikan yang belum pernah lihat daratan. Bagaimana mungkin dapat mengerti daratan. Saya adalah ikan yang sangat amat bodoh. Bagaimana mungkin saya dapat membuat Anda mengerti? Saya justru sedang berjuang agar dapat "melihat" daratan itu sendiri. Perjalanan saya masih panjang.

Metta,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 April 2009, 12:17:10 AM

Baik, saya mengutip Vacchagota Sutta karena hendak memperlihatkan bahwa tidak ada pertentangan antara T dan M dari segi ini. Saya melihat bahwa keduanya sebenarnya mempunyai intisari yang sama (layaknya air, es, dan uap air dengan H2O sebagai rumus molekulnya - lihat pembahasan di atas). Baik kalau begitu kita kesampingkan Vacchagota Sutta, kita pakai saja filosofi Madhyamika milik Nagarjuna. Saya kira telah jelas. Tetralemma menggambarkan bahwa kondisi kedemikianan dari segala sesuatu termasuk Buddhata (hakekat sejati Kebuddhaan) itu diluar kata-kata dan logika konvensional. Seekor ikan yang belum pernah melihat daratan, jelas tak akan dapat mengenal benar-benar apa itu daratan, walaupun bermilyar2 kata dipergunakan untuk menjelaskannya. Umpamanya ada guru geografi ikan yang berkata, "daratan itu adalah tempat yang tidak ada air.. tidak seperti tempat hidup kita...bla...bla..bla." Apakah keterangan si guru ikan itu dapat menjelaskan daratan dengan sempurna? Begitu juga manusia yang belum mencapai Kebuddhaan. Bisakah kita mengerti kondisi Kebuddhaan dengan sungguh2?

Mengenai perdebatan, mudah-mudahan mas Tan jangan menganggap ini sebagai perdebatan, anggaplah ini sebagai orang yang kurang mengerti, yang dengan kritis bertanya kepada orang yang lebih mengerti.

TAN:

Bagaimana mungkin kita dapat mengerti? Kita ini laksana ikan yang belum pernah lihat daratan. Bagaimana mungkin dapat mengerti daratan. Saya adalah ikan yang sangat amat bodoh. Bagaimana mungkin saya dapat membuat Anda mengerti? Saya justru sedang berjuang agar dapat "melihat" daratan itu sendiri. Perjalanan saya masih panjang.

Metta,

Tan



Yang saya sukai dari ajaran BUDDHA (khususnya aliran T), bahwa tidak terdapat pernyataan-pernyataan metafisis yang tidak dapat dibayangkan ataupun "diharamkan" untuk dapat dimengerti dengan pameo pameo bahwa TIDAK DAPAT "DIKATAKAN" SEBELUM MEREALISASIKAN-NYA... PERTANYAAN LANJUTAN, darimana kita tahu SEORANG INDIVIDU MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN (walaupun mengikuti ajaran M) kalau BUKAN DARI PENGAKUAN DIRI SENDIRI. DAN JIKA ADA YANG MENGAKU, APAKAH BISA DI-PERCAYA ?

Jadi menurut saya, ketika ada yang menyatakan bahwa kondisi nibbana itu tidak dapat diceritakan ? menurut saya, SALAH BESAR, dengan jelas sekali bahwa kondisi nibbana adalah kondisi yang aLOBHA, aMOHA dan aDOSA. Sudah tahu kriteria nibbana, sekarang tinggal pelaksanaannya... dan pelaksanaannya yang sulit...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 April 2009, 12:19:46 AM
kalau tidak dapat dibedakan... darimana muncul-nya istilah proton, neutron dan elektron ? ? ?

TAN:

Sebenarnya ini ada di buku2 tentang ilmu kimia. Kalau ingin tahu lebih lanjut silakan cari referensi tentang kimia. Sebenarnya ini tidak perlu dibahas terlalu panjang lebar di sini. Semua sudah ada di buku kimia. Tetapi akan saya ulas secara singkat mumpung lagi liburan. Sehabis ini, saya mungkin tidak ada banyak waktu untuk menanggapinya. Coba kita runut ke belakang. Air, es, dan uap air sama-sama memiliki rumus molekul H2O. Jadi apa yang nampak berbeda itu sebenarnya terdiri dari suatu elemen yang sama. Terus kalau kita tarik kembali, H2O terdiri dari atom Hidrogen dan Oksigen. Kedua atom itu memang nampak beda, yakni dari segi jumlah elektron, netron, dan protonnya. Ketiga partikel elementer itu memang beda, terutama dari segi muatannya. Namun kalau kita tarik lagi semakin dalam, elektron yang dimiliki atom O dan H itu sama. Jadi tidak ada elektron yang khas O, H, atau unsur lain. Semua elektron, netron, dan proton pada masing-masing unsur adalah SAMA. Hanya saja, terjadi 114 unsur yang telah dikenal karena setiap unsur itu memiliki jumlah masing-masing yang berbeda. Semoga penjelasan ini cukup dapat memberikan pengertian lebih mendalam.

Metta,

Tan



walau air dan es mempunyai manifestasi yg berbeda.. tetap mempunyai sifat dasar H2O

TAN:

Sifat dasarnya adalah atom2 yang sama2 terdiri dari elektron, proton, dan netron. Dalam tataran atomik, ketiganya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

Metta,

Tan

saya juga tahu kalau yang membedakan antara satu unsur dengan unsur lain adalah konfigurasi elektron, protn dan neutron yang berbeda beda, walaupun elektron pada tiap unsur adalah sama, hanya jumlah dan konfigurasi-nya yang berbeda beda. Soalnya sdr.Tan menggunakan perumpamaan yang menurut saya salah, ketika menyatakan bahwa elektron, proton dan neutron itu tidak dapat dibedakan satu sama lain (sama)... yang pada kenyataannya PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 April 2009, 08:55:06 AM
lha... yang berbeda secara prinsipil itu manifestasi dari buddhadharma ?

TAN:

Buddhadharma dapat memanifestasikan dirinya dalam berbagai wujud. Banyak orang tertipu karena melihat wujud-wujud itu dan menganggapnya berbeda. Es padat dan dingin, air cair dan bisa dingin ataupun panas, tetapi intinya tetap H2O. Padat adalah secara prinsipil berbeda dengan cair. Namun apakah atom H dan O yang menyusun es dan air berbeda? Janga biarkan wujud menipu kita. Sutra Vajracchedika mengatakan bahwa barangsiapa mencari Buddha dalam wujud ia telah tertipu. Semoga ini dapat membantu.

Salam metta,

Tan

mr Tan, coollllll....

saya setuju dengan pernyataan "Sutra Vajracchedika mengatakan bahwa barangsiapa mencari Buddha dalam wujud ia telah tertipu"

plus 1 ya.... mr Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 13 April 2009, 10:50:23 AM
Apakah bedanya Buddha Amitabha dengan Brahma dan alam Dewa? Brahma dan dewa juga tidak memiliki daging dan tulang seperti manusia? Apakah mereka mati? tentu tidak, mereka masih hidup di alamnya, apakah mereka hidup? nyatanya yang kita lihat mereka telah mati.

TAN:

Menurut Anda sama atau beda? Buddha Amitabha seorang Buddha yang telah lepas dari lingkaran kelahiran dan kematian. Apakah Brahma sudah lepas dari lingkaran kelahiran dan kematian? Definisi "hidup" antara Brahma, manusia, dan Buddha Amitabha serta Buddha-Buddha kosmis lainnya sama? Saya kira hal ini tidak perlu dibahas lebih jauh. Karena ini adalah sub bagian Mahayana dari dhammacita.org, maka saya asumsikan bahwa sebagian besar telah mengerti filosofi Mahayana. Jadi saya kira tidak perlu dibahas lebih lanjut secara panjang lebar.

Begini mas Tan, terus terang pengetahuan saya mengenai Mahayana minim sekali, sebelumnya saya pernah diskusi dengan member-member yang lain, mereka mengatakan bahwa seorang Buddha bisa kembali ke dunia sebagai pangeran Siddharta, bila benar yang dikatakan demikian, maka seorang Buddha tentu belum terbebas dari kelahiran dan kematian.

Ini sama halnya dengan dewa dan Brahma, yang menganggap para dewa sekali waktu turun menjelma kembali untuk menolong umat manusia.

Quote
Jadi Dewa dan Brahma juga cocok dengan penggambaran tetralemma yang mas Tan maksudkan: 1. tidak mati dan tidak hidup, 2. hidup dan mati sekaligus, 3. tidak tidak mati, 4. tidak tidak hidup.

TAN:

Saya kurang mengerti mengapa Brahma dapat Anda pandang sesuai bagi tetralemma itu? Silakan uraikan secara lebih jelas.

1. Dewa dan Brahma tidak mati, karena ia hidup di alamnya.
2. Mereka tidak hidup karena ia telah mati di dunia ini dan terlahir kembali disana.
3. Mereka tidak tidak mati. Mereka bukan tidak mati karena mereka tak bisa dikatakan tak mati
4. Mereka tidak tidak hidup. Mereka bukan tak hidup karena mereka tak bisa dikatakan tidak hidup.

Jadi Dewa dan Brahma juga pas untuk deskripsi ini. Dan ini selaras dengan pemikiran bahwa Buddha bisa terlahir kembali ke dunia sebagai pangeran Sidharta (ada member lain yang mengatakan bahwa pangeran Siddharta pada hakekatnya sudah Buddha ketika terlahir sebagai anak raja Suddhodana).

Quote
Mengenai Vacchagota sutta, apakah itu penjelasan menurut T atau dituturkan oleh Nagarjuna? mas Tan memiliki pengetahuan yang luas, bisakah memberikan penjelasan hanya menurut sutra-sutra M? Sesuai dengan pernyataan mas Tan sendiri yang mengatakan dalam reply no 393. kalau kita membahas M jangan memakai filosofi T kan? Selain itu saya ingin tahu sudut pandang M. Kepada siapa lagi saya harus bertanya selain kepada mas Tan?

TAN:

Baik, saya mengutip Vacchagota Sutta karena hendak memperlihatkan bahwa tidak ada pertentangan antara T dan M dari segi ini. Saya melihat bahwa keduanya sebenarnya mempunyai intisari yang sama (layaknya air, es, dan uap air dengan H2O sebagai rumus molekulnya - lihat pembahasan di atas). Baik kalau begitu kita kesampingkan Vacchagota Sutta, kita pakai saja filosofi Madhyamika milik Nagarjuna. Saya kira telah jelas. Tetralemma menggambarkan bahwa kondisi kedemikianan dari segala sesuatu termasuk Buddhata (hakekat sejati Kebuddhaan) itu diluar kata-kata dan logika konvensional. Seekor ikan yang belum pernah melihat daratan, jelas tak akan dapat mengenal benar-benar apa itu daratan, walaupun bermilyar2 kata dipergunakan untuk menjelaskannya. Umpamanya ada guru geografi ikan yang berkata, "daratan itu adalah tempat yang tidak ada air.. tidak seperti tempat hidup kita...bla...bla..bla." Apakah keterangan si guru ikan itu dapat menjelaskan daratan dengan sempurna? Begitu juga manusia yang belum mencapai Kebuddhaan. Bisakah kita mengerti kondisi Kebuddhaan dengan sungguh2?

Mengapa hakekat sejati keBuddhaan tak bisa diterangkan oleh kata-kata dan logika konvensional? bukankah kita bisa memakai analogi untuk mengungkapkan hakekat sejati keBuddhaan? Saya rasa hakekat sejati keBuddhaan masih bisa diterangkan, yang tak bisa diterangkan "taste" nya itu, karena kita harus mencapai/mengalami sendiri (seperti yang mas Tan katakan sendiri, dalam perumpamaan ikan yang mencapai daratan).
Apakah tak ada keterangan di sutra-sutra M mengenai pencapaian keBuddhaan? Bagaimana keadaannya?

Quote
Mengenai perdebatan, mudah-mudahan mas Tan jangan menganggap ini sebagai perdebatan, anggaplah ini sebagai orang yang kurang mengerti, yang dengan kritis bertanya kepada orang yang lebih mengerti.

TAN:

Bagaimana mungkin kita dapat mengerti? Kita ini laksana ikan yang belum pernah lihat daratan. Bagaimana mungkin dapat mengerti daratan. Saya adalah ikan yang sangat amat bodoh. Bagaimana mungkin saya dapat membuat Anda mengerti? Saya justru sedang berjuang agar dapat "melihat" daratan itu sendiri. Perjalanan saya masih panjang.

Metta,

Tan

Saya tak pernah mengatakan bahwa mas Tan mengerti atau menyelami Dharma, yang saya maksudkan mas Tan lebih mengerti daripada saya mengenai konsep M.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 13 April 2009, 08:31:07 PM
Yang saya sukai dari ajaran BUDDHA (khususnya aliran T), bahwa tidak terdapat pernyataan-pernyataan metafisis yang tidak dapat dibayangkan ataupun "diharamkan" untuk dapat dimengerti dengan pameo pameo bahwa TIDAK DAPAT "DIKATAKAN" SEBELUM MEREALISASIKAN-NYA... PERTANYAAN LANJUTAN, darimana kita tahu SEORANG INDIVIDU MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN (walaupun mengikuti ajaran M) kalau BUKAN DARI PENGAKUAN DIRI SENDIRI. DAN JIKA ADA YANG MENGAKU, APAKAH BISA DI-PERCAYA ?

Jadi menurut saya, ketika ada yang menyatakan bahwa kondisi nibbana itu tidak dapat diceritakan ? menurut saya, SALAH BESAR, dengan jelas sekali bahwa kondisi nibbana adalah kondisi yang aLOBHA, aMOHA dan aDOSA. Sudah tahu kriteria nibbana, sekarang tinggal pelaksanaannya... dan pelaksanaannya yang sulit...

Tidak ada yang di-"haram"-kan atau di-"halal"-kan di sini. Semuanya boleh diceritakan, tapi hanya saja hasilnya sia-sia belaka jika tidak mencapainya. Gambar makanan tidak akan membuat orang kenyang...

Kadangkala penggambaran tentang apa itu nibbana justru dapat menghambat seseorang mencapainya, karena tidak mungkin kan waktu kita bermeditasi terus menerus bertanya-tanya "apa ini yang di maksud nibbana yang saya tahu" "apa ini yang namanya jhana 1, 2,3 dst?" "apa ini yang namanya nimitta?" Bahkan dalam Therevada pun selalu diajarkan bahwa bermeditasi berarti melepaskan. Melepaskan semua beban pikiran dan pengetahuan yang kita miliki... termasuk pengetahuan tentang apa itu nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 13 April 2009, 10:25:51 PM
Yang saya sukai dari ajaran BUDDHA (khususnya aliran T), bahwa tidak terdapat pernyataan-pernyataan metafisis yang tidak dapat dibayangkan ataupun "diharamkan" untuk dapat dimengerti dengan pameo pameo bahwa TIDAK DAPAT "DIKATAKAN" SEBELUM MEREALISASIKAN-NYA... PERTANYAAN LANJUTAN, darimana kita tahu SEORANG INDIVIDU MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN (walaupun mengikuti ajaran M) kalau BUKAN DARI PENGAKUAN DIRI SENDIRI. DAN JIKA ADA YANG MENGAKU, APAKAH BISA DI-PERCAYA ?

TAN:

Seorang sah-sah saja mengatakan dirinya telah mencapai Kebuddhaan. Tetapi kita bisa menilai dari tindak tanduk pribadi yang mengaku dirinya telah mencapai Kebuddhaan. Namun hal ini bukan sesuatu yang harus dipercaya atau diimani dalam agama lain. Anda tidak percaya bahwa Buddha Sakyamuni telah mencapai Kebuddhaan juga tidak masalah. Buddhisme berpusat pada Dharmanya. Saya sendiri tidak peduli apakah Buddha Sakyamuni telah merealisasi Kebuddhaan atau belum. Yang saya tahu, Dharma sungguh baik dan bermanfaat. Itu saja.
Suatu fenomena sebenarnya "bisa" dikatakan sebelum seseorang merealisasinya. Tetapi masalahnya apa yang dikatakan atau DIDEFINISIKAN DENGAN KATA-KATA itu tidaklah mewakili "kesejatian" fenomena tersebut. Bisakah Anda menjelaskan rasa mangga pada orang yang belum pernah makan mangga, sehingga ia sungguh-sungguh mengerti rasa mangga? Mendefinisikan rasa mangga dengan kata-kata adalah sah-sah saja. Tetapi realita yang dituangkan dengan kata-kata itu tidak mewakili hakikat sejati rasa mangga. Hal ini telah diulas dengan gamblang dalam Sutra Samdhinirmocana.


Jadi menurut saya, ketika ada yang menyatakan bahwa kondisi nibbana itu tidak dapat diceritakan ? menurut saya, SALAH BESAR, dengan jelas sekali bahwa kondisi nibbana adalah kondisi yang aLOBHA, aMOHA dan aDOSA. Sudah tahu kriteria nibbana, sekarang tinggal pelaksanaannya... dan pelaksanaannya yang sulit...

TAN:

Apa yang Anda katakan itu ada diulas dalam buku karya Kalupahana tentang filsafat Buddhis. Memang dalam kanon Pali, nibanna didefinisikan secara negatif, yakni dengan menggunakan kalimat ingkaran (awalan "a" yang artinya "tidak"); seprti alobha, amoha, adosa, dan lain-lain. Tetapi masalah apakah sederet definisi seperti alobha, amoha, adosa, dan lain-lain itu telah mewakili nibanna? Menurut saya nibanna yang sejati tidak dapat didefinisikan dengan kata2 secara sempurna. Kata-kata adalah kata-kata dan nibanna adalah nibanna.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 13 April 2009, 10:34:51 PM
Saya kutipkan lagi:

Dalam tataran atomik, ketiganya tidak dapat dibedakan satu sama lain.

ANDA:

saya juga tahu kalau yang membedakan antara satu unsur dengan unsur lain adalah konfigurasi elektron, protn dan neutron yang berbeda beda, walaupun elektron pada tiap unsur adalah sama, hanya jumlah dan konfigurasi-nya yang berbeda beda. Soalnya sdr.Tan menggunakan perumpamaan yang menurut saya salah, ketika menyatakan bahwa elektron, proton dan neutron itu tidak dapat dibedakan satu sama lain (sama)... yang pada kenyataannya PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

TAN:

Anda keliru memahami maksud saya: "Dalam tataran atomik, ketiganya tidak dapat dibedakan satu sama lain." Yang saya maksud adalah dalam tataran atomik atau molekular, molekul H2O pada es, air, dan uap air adalah 100 persen sama. Selanjutnya elektron pada atom H baik air, es, ataupun uap air adalah sama; demikian pula proton dan netronnya. Jadi tidak ada misalnya elektron pada atom H atau O milik es ada tulisannya ES. Tidak pula elektron pada atom H atau O milik air ada tulisannya AIR. Tidak pula alektron pada atom H atau O milik uap air ada tulisannya UAP. Elektron pada atom H atau O pada air, uap air, atau gas adalah sama. Kendati demikian, saya tidak pernah menyatakan elektron = proton = netron. Tidak pernah pula saya menyatakan bahwa air = es = uap air. Meskipun demikian, walau wujudnya berbeda ketiganya mungkin merupakan manifestasi sesuatu yang sama. Anda menekankan perbedaan proton, netron, dan elektron; tetapi kalau dibelah lagi proton, netron, dan elektron sama-sama terbentuk dari ENERGI. Dengan demikian, semua adalah manifestasi energi, seperti yang dituangkan dalam rumus E= mc2 oleh Albert Einstein. Semoga ini dapat memperjelas diskusi.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 13 April 2009, 10:57:22 PM
ANDA:

Begini mas Tan, terus terang pengetahuan saya mengenai Mahayana minim sekali, sebelumnya saya pernah diskusi dengan member-member yang lain, mereka mengatakan bahwa seorang Buddha bisa kembali ke dunia sebagai pangeran Siddharta, bila benar yang dikatakan demikian, maka seorang Buddha tentu belum terbebas dari kelahiran dan kematian.

Ini sama halnya dengan dewa dan Brahma, yang menganggap para dewa sekali waktu turun menjelma kembali untuk menolong umat manusia.


TAN:

Oke. Perbedaan ini terjadi karena T tidak menerima konsep trikaya atau Tiga Tubuh Buddha. Oleh karena itu, tentu saja diskusi tidak akan nyambung. Penganut T tidak akan bisa menerima bahwa seorang Buddha dapat memanifestasikan dirinya lagi di dunia ini (seperti yang diulas dalam Sutra Saddharmapundarika). Sebagai penganut M, saya menerima konsep Trikaya jadi saya juga menerima pandangan bahwa seorang Buddha dapat "menjelma" lagi di dunia. Hanya saja "penjelmaan" seorang Buddha ke dunia ini berbeda dengan para makhluk lainnya. Yang tampil "menjelma" di dunia ini adalah nirmanakaya atau "tubuh jelmaan" seorang Buddha. Namun apakah Tubuh Dharma (Dharmakaya) berpindah? Jawabnya tidak! Ibaratnya adalah bayangan matahari di danau atau sungai. Kita melihat bayangan matahari di sungai, tetapi apakah matahari benar-benar masuk ke sungai. Jawabannya tidak. Ini adalah sekedar analogi saja. Agar tidak salah paham, saya perlu menyatakan bahwa saya tidak hendak menyamakan Buddha dengan matahari.
Nah, selama Anda tidak menerima konsep trikaya yang khas Mahayana, tentu saja Anda tidak akan memahami hal itu. Diskusi lebih lanjut tidak dapat dilakukan dan akan menemui kebuntuan. Banyak orang memperdebatkan benar dan salahnya trikaya. Tetapi masalahnya ikan-ikan yang sama-sama belum pernah melihat daratan dapat memperdebatkan daratan? Saya malas terlibat dalam diskusi semacam itu.

ANDA:

1. Dewa dan Brahma tidak mati, karena ia hidup di alamnya.
2. Mereka tidak hidup karena ia telah mati di dunia ini dan terlahir kembali disana.
3. Mereka tidak tidak mati. Mereka bukan tidak mati karena mereka tak bisa dikatakan tak mati
4. Mereka tidak tidak hidup. Mereka bukan tak hidup karena mereka tak bisa dikatakan tidak hidup.

Jadi Dewa dan Brahma juga pas untuk deskripsi ini. Dan ini selaras dengan pemikiran bahwa Buddha bisa terlahir kembali ke dunia sebagai pangeran Sidharta (ada member lain yang mengatakan bahwa pangeran Siddharta pada hakekatnya sudah Buddha ketika terlahir sebagai anak raja Suddhodana).


TAN:

Kalau memang dapat diterapkan baik pada dewa Brahma ataupun Buddha Amitabha masalahnya kenapa? Dua hal bisa pas dengan definisi2 yang sama, tetapi tidak berarti bahwa keduanya identik!
Contoh: makhluk dengan empat alat gerak, mempunyai dua mata yang di depan, mempunyai tulang belakang, berkembang biak secara vivipar (melahirkan anak).
Nah, manusia dan monyet sama-sama pas dengan definisi di atas. Apakah manusia = monyet? Jadi argumen Anda di atas, tetap tidak dapat dipergunakan untuk mendukung pandangan bahwa Amitabha = Brahma.
Kedua, Brahma atau dewa mungkin dapat menjelma di dunia, tetapi pertanyaannya ketika suatu oknum dewa terlahir di alam manusia, apakah dia masih ada lagi di surganya?
Ini beda dengan "menjelma"nya seorang Buddha. Karena adanya konsep trikaya (Dharmakaya, Nirmanakaya, dan Sambhogakaya), Tubuh Dharma (Dharmakaya) tidak mengalami perpindahan sama sekali. Oleh karena itu, Beliau disebut Tathagata (Rulai). Jadi jelas saya tidak melihat adanya kesamaan antara Brahma dan konsep Buddhologi menurut paham Mahayana.
Saya akan berikan analogi lagi. Seorang bebas (dalam artian tidak sedang menjalani hukuman pidana pemenjaraan) boleh mengunjungi lembaga kemasyarakatan atau penjara, contohnya rohaniwan yang mengadakan pelayanan di penjara. Mereka bebas datang dan pergi. Begitu pula seorang Buddha yang telah bebas. Ruang dan waktu bukan lagi hambatan bagi mereka. Mengatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelmakan" diri lagi jelas membatasi hakekat Kebuddhaan itu sendiri. Seorang Buddha dapat terjun ke selokan atau comberan tanpa mengotori diriNya lagi. Tetapi penjelmaan seorang Buddha itu beda dengan para makhluk samsara. Ini adalah konsep Mahayana yang tidak terdapat dalam T. Saya tidak memaksa penganut T menerima hal ini. Marilah kita praktikkan jalan Dharma kita masing-masing dengan baik.

ANDA:

Mengapa hakekat sejati keBuddhaan tak bisa diterangkan oleh kata-kata dan logika konvensional? bukankah kita bisa memakai analogi untuk mengungkapkan hakekat sejati keBuddhaan? Saya rasa hakekat sejati keBuddhaan masih bisa diterangkan, yang tak bisa diterangkan "taste" nya itu, karena kita harus mencapai/mengalami sendiri (seperti yang mas Tan katakan sendiri, dalam perumpamaan ikan yang mencapai daratan).
Apakah tak ada keterangan di sutra-sutra M mengenai pencapaian keBuddhaan? Bagaimana keadaannya?

TAN:

Penggunaan analogi sah-sah saja. Tetapi yang terpenting adalah penyelaman terhadap "taste" nibanna yang sejati. Bagaimana kita dapat menyelami "taste" nibanna yang sejati? Apakah dengan berkutat pada definisi, logika konvensional, buku-buku, studi pustaka, atau perdebatan tanpa akhir?

ANDA:

Saya tak pernah mengatakan bahwa mas Tan mengerti atau menyelami Dharma, yang saya maksudkan mas Tan lebih mengerti daripada saya mengenai konsep M.

TAN:

Tidak juga. Saya masih sangat dangkal pengetahuannya. Masih kalah jauh dengan yang lain. Saya tidak ada apa2nya dan masih belajar. Dalam Buddhadharma saya masih seperti anak kecil yang sok tahu. Mohon maaf kalau saya nampak terkesan sok tahu. Mohon Anda sudi memaafkan anak kecil yang sok tahu ini.

NB:

Mohon maaf kalau bahasanya agak acak2an. Warnetnya mau tutup.

Metta,

Tan





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 13 April 2009, 11:04:02 PM
Yang saya sukai dari ajaran BUDDHA (khususnya aliran T), bahwa tidak terdapat pernyataan-pernyataan metafisis yang tidak dapat dibayangkan ataupun "diharamkan" untuk dapat dimengerti dengan pameo pameo bahwa TIDAK DAPAT "DIKATAKAN" SEBELUM MEREALISASIKAN-NYA... PERTANYAAN LANJUTAN, darimana kita tahu SEORANG INDIVIDU MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN (walaupun mengikuti ajaran M) kalau BUKAN DARI PENGAKUAN DIRI SENDIRI. DAN JIKA ADA YANG MENGAKU, APAKAH BISA DI-PERCAYA ?

TAN:

Seorang sah-sah saja mengatakan dirinya telah mencapai Kebuddhaan. Tetapi kita bisa menilai dari tindak tanduk pribadi yang mengaku dirinya telah mencapai Kebuddhaan. Namun hal ini bukan sesuatu yang harus dipercaya atau diimani seperti dalam agama lain. Kalau tidak percaya lantas masuk neraka. Anda tidak percaya bahwa Buddha Sakyamuni telah mencapai Kebuddhaan juga tidak masalah. Buddhisme berpusat pada Dharmanya. Saya sendiri tidak peduli apakah Buddha Sakyamuni telah merealisasi Kebuddhaan atau belum. Yang saya tahu, Dharma sungguh baik dan bermanfaat. Itu saja.
Suatu fenomena sebenarnya "bisa" dikatakan sebelum seseorang merealisasinya. Tetapi masalahnya apa yang dikatakan atau DIDEFINISIKAN DENGAN KATA-KATA itu tidaklah mewakili "kesejatian" fenomena tersebut. Bisakah Anda menjelaskan rasa mangga pada orang yang belum pernah makan mangga, sehingga ia sungguh-sungguh mengerti rasa mangga? Mendefinisikan rasa mangga dengan kata-kata adalah sah-sah saja. Tetapi realita yang dituangkan dengan kata-kata itu tidak mewakili hakikat sejati rasa mangga. Hal ini telah diulas dengan gamblang dalam Sutra Samdhinirmocana.


Jadi menurut saya, ketika ada yang menyatakan bahwa kondisi nibbana itu tidak dapat diceritakan ? menurut saya, SALAH BESAR, dengan jelas sekali bahwa kondisi nibbana adalah kondisi yang aLOBHA, aMOHA dan aDOSA. Sudah tahu kriteria nibbana, sekarang tinggal pelaksanaannya... dan pelaksanaannya yang sulit...

TAN:

Apa yang Anda katakan itu ada diulas dalam buku karya Kalupahana tentang filsafat Buddhis. Memang dalam kanon Pali, nibanna didefinisikan secara negatif, yakni dengan menggunakan kalimat ingkaran (awalan "a" yang artinya "tidak"); seprti alobha, amoha, adosa, dan lain-lain. Tetapi masalah apakah sederet definisi seperti alobha, amoha, adosa, dan lain-lain itu telah mewakili nibanna? Menurut saya nibanna yang sejati tidak dapat didefinisikan dengan kata2 secara sempurna. Kata-kata adalah kata-kata dan nibanna adalah nibanna.

Metta,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 14 April 2009, 09:32:03 AM
TAN:

Oke. Perbedaan ini terjadi karena T tidak menerima konsep trikaya atau Tiga Tubuh Buddha. Oleh karena itu, tentu saja diskusi tidak akan nyambung. Penganut T tidak akan bisa menerima bahwa seorang Buddha dapat memanifestasikan dirinya lagi di dunia ini (seperti yang diulas dalam Sutra Saddharmapundarika). Sebagai penganut M, saya menerima konsep Trikaya jadi saya juga menerima pandangan bahwa seorang Buddha dapat "menjelma" lagi di dunia. Hanya saja "penjelmaan" seorang Buddha ke dunia ini berbeda dengan para makhluk lainnya. Yang tampil "menjelma" di dunia ini adalah nirmanakaya atau "tubuh jelmaan" seorang Buddha. Namun apakah Tubuh Dharma (Dharmakaya) berpindah? Jawabnya tidak! Ibaratnya adalah bayangan matahari di danau atau sungai. Kita melihat bayangan matahari di sungai, tetapi apakah matahari benar-benar masuk ke sungai. Jawabannya tidak. Ini adalah sekedar analogi saja. Agar tidak salah paham, saya perlu menyatakan bahwa saya tidak hendak menyamakan Buddha dengan matahari.
Nah, selama Anda tidak menerima konsep trikaya yang khas Mahayana, tentu saja Anda tidak akan memahami hal itu. Diskusi lebih lanjut tidak dapat dilakukan dan akan menemui kebuntuan. Banyak orang memperdebatkan benar dan salahnya trikaya. Tetapi masalahnya ikan-ikan yang sama-sama belum pernah melihat daratan dapat memperdebatkan daratan? Saya malas terlibat dalam diskusi semacam itu.

TL:

Mas Tan, coba perhatikan postingan saya, apakah saya mempertentangkan M dengan T? malah kelihatannya mas Tan yang tidak konsisten, selalu mempertentangkan M dengan T, padahal mas Tan sendiri menyetujui agar jangan melihat M dari sudut pandang T. Ini kedua kali mas Tan membandingkan M dengan T.

Dewa dan Brahma konsep M mengenai keBuddhaan tidak saya bandingkan dengan T, tetapi menurut saya mirip dengan dewa-dewa Hindu yang sekali waktu menjelma menjadi manusia, atau  yang turun ke Bumi untuk mnyelamatkan domba-domba yang tersesat.

TAN:

Kalau memang dapat diterapkan baik pada dewa Brahma ataupun Buddha Amitabha masalahnya kenapa? Dua hal bisa pas dengan definisi2 yang sama, tetapi tidak berarti bahwa keduanya identik!
Contoh: makhluk dengan empat alat gerak, mempunyai dua mata yang di depan, mempunyai tulang belakang, berkembang biak secara vivipar (melahirkan anak).
Nah, manusia dan monyet sama-sama pas dengan definisi di atas. Apakah manusia = monyet? Jadi argumen Anda di atas, tetap tidak dapat dipergunakan untuk mendukung pandangan bahwa Amitabha = Brahma.
Kedua, Brahma atau dewa mungkin dapat menjelma di dunia, tetapi pertanyaannya ketika suatu oknum dewa terlahir di alam manusia, apakah dia masih ada lagi di surganya?
Ini beda dengan "menjelma"nya seorang Buddha. Karena adanya konsep trikaya (Dharmakaya, Nirmanakaya, dan Sambhogakaya), Tubuh Dharma (Dharmakaya) tidak mengalami perpindahan sama sekali. Oleh karena itu, Beliau disebut Tathagata (Rulai). Jadi jelas saya tidak melihat adanya kesamaan antara Brahma dan konsep Buddhologi menurut paham Mahayana.
Saya akan berikan analogi lagi. Seorang bebas (dalam artian tidak sedang menjalani hukuman pidana pemenjaraan) boleh mengunjungi lembaga kemasyarakatan atau penjara, contohnya rohaniwan yang mengadakan pelayanan di penjara. Mereka bebas datang dan pergi. Begitu pula seorang Buddha yang telah bebas. Ruang dan waktu bukan lagi hambatan bagi mereka. Mengatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelmakan" diri lagi jelas membatasi hakekat Kebuddhaan itu sendiri. Seorang Buddha dapat terjun ke selokan atau comberan tanpa mengotori diriNya lagi. Tetapi penjelmaan seorang Buddha itu beda dengan para makhluk samsara. Ini adalah konsep Mahayana yang tidak terdapat dalam T. Saya tidak memaksa penganut T menerima hal ini. Marilah kita praktikkan jalan Dharma kita masing-masing dengan baik.

TL:

Manusia beda dengan monyet, ini benar. Manusia ada kemiripan dengan monyet, ini juga benar. Apakah kita kesal atau menerima persamaan kita dengan monyet? Ini terserah pribadi masing-masing individu. Kita marah atau menerima toh realitas yang sebenarnya tak berubah.

Mengenai konsep Trikaya khususnya Dharmakaya? Disini bukan saya menerima atau tidak menerima, apakah saya harus menerima sesuatu karena tertulis di kitab suci atau karena petinggi agamanya yang mengatakan demikian? Oleh karena itu sebaiknya mas Tan yang menjelaskan, bukankah sudah saya katakan bahwa pengetahuan saya sangat minim?
Mengerti lebih dahulu maka penerimaan menjadi lebih mudah kan?

Mengenai Buddha yang menjelma kembali, itu bukan saya yang mengatakan, itu berdasarkan kitab suci M kan? (tolong dikoreksi bila saya salah) Saya hanya membandingkan penjelmaan ini dengan kitab suci Hindu dan juga Perjanjian Baru kr****n, yaitu penjelmaan untuk menebus dosa umat manusia. (tolong jangan diperlebar, batasi hanya pada penjelmaannya).

TAN:

Penggunaan analogi sah-sah saja. Tetapi yang terpenting adalah penyelaman terhadap "taste" nibanna yang sejati. Bagaimana kita dapat menyelami "taste" nibanna yang sejati? Apakah dengan berkutat pada definisi, logika konvensional, buku-buku, studi pustaka, atau perdebatan tanpa akhir?

CL:

Mas Tan straight to the point saja: adakah keterangan mengenai kebuddhaan dan sifat Nirvana pada buku-buku M? bila ada dimana dan bagaimana? Supaya diskusi kita tidak mengambang tanpa arah.

Terima kasih dan saya sangat menghargai keterangan mas Tan.

Metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 14 April 2009, 05:25:45 PM
TL:

Mas Tan, coba perhatikan postingan saya, apakah saya mempertentangkan M dengan T? malah kelihatannya mas Tan yang tidak konsisten, selalu mempertentangkan M dengan T, padahal mas Tan sendiri menyetujui agar jangan melihat M dari sudut pandang T. Ini kedua kali mas Tan membandingkan M dengan T.

Dewa dan Brahma konsep M mengenai keBuddhaan tidak saya bandingkan dengan T, tetapi menurut saya mirip dengan dewa-dewa Hindu yang sekali waktu menjelma menjadi manusia, atau  yang turun ke Bumi untuk mnyelamatkan domba-domba yang tersesat.

TAN:

Maaf, bukan mempertentangkan antara T dan M. Saya hanya menanggapi berdasarkan apa yang Anda tanyakan. Kalau Anda menganggap saya mempertentangkan T dan M, maka kemungkina Anda salah tafsir terhadap apa yang saya uraikan sebelumnya.
Oke. Kalau mau dianggap mirip antara dewa yang menjelma jadi manusia mungkin memang ada miripnya. Saya pakai kata "mungkin" karena saya tidak banyak tahu bagaimana proses penjelmaaan suatu makhluk adikodrati seperti yang Anda ungkapkan di atas. Anda sendiri mengatakan bahwa segala sesuatu atau persamaan atau perbedaannya, bukan? Hanya saja, "penjelmaan" itu tidak sepenuhnya sama. Kita sepakati saja bahwa memang ada kemiripannya. Tetapi sesuatu yang mirip tidak selamanya identik bukan?

TL:

Manusia beda dengan monyet, ini benar. Manusia ada kemiripan dengan monyet, ini juga benar. Apakah kita kesal atau menerima persamaan kita dengan monyet? Ini terserah pribadi masing-masing individu. Kita marah atau menerima toh realitas yang sebenarnya tak berubah.

Mengenai konsep Trikaya khususnya Dharmakaya? Disini bukan saya menerima atau tidak menerima, apakah saya harus menerima sesuatu karena tertulis di kitab suci atau karena petinggi agamanya yang mengatakan demikian? Oleh karena itu sebaiknya mas Tan yang menjelaskan, bukankah sudah saya katakan bahwa pengetahuan saya sangat minim?
Mengerti lebih dahulu maka penerimaan menjadi lebih mudah kan?

Mengenai Buddha yang menjelma kembali, itu bukan saya yang mengatakan, itu berdasarkan kitab suci M kan? (tolong dikoreksi bila saya salah) Saya hanya membandingkan penjelmaan ini dengan kitab suci Hindu dan juga Perjanjian Baru kr****n, yaitu penjelmaan untuk menebus dosa umat manusia. (tolong jangan diperlebar, batasi hanya pada penjelmaannya).

TAN:

Bukankah saya sudah mengulas panjang lebar tentang "penjelmaan" tadi? Saya sudah menguraikan tentang Tiga Tubuh Buddha, yakni Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya. Ini merupakan acuan untuk menjelaskan mengenai "manifestasi" seorang Buddha menurut  Mahayana. Nirmanakaya adalah Tubuh Jelmaan. Sedangkan Samboghakaya secara harafiah berarti Tubuh Pahala. Seorang Buddha dapat memanifestasikan diriNya dalam miliaran nirmanakaya, sementara itu Dharmakayanya tidak perlu berpindah tempat sama sekali, karena Dharmakaya atau Tubuh Dharma itu omnipresence (maha hadir). Mungkin analoginya adalah matahari (selaku Dharmakaya), sinar matahari (Sambhogakaya), dan bayangan matahari di air (Nirmanakaya). Dengan demikian, seorang Buddha dapat "menjelma" di mana saja dan sebagai apa saja, tetapi Dharmakaya-nya tidak bergerak ke manapun. Ini adalah konsep Mahayana. Saya menerima konsep ini karena menurut saya sangat logis dan masuk akal. Mengapa sangat logis dan masuk akal? Marilah kita cermati alasan2 berikut ini:

1.Seorang Buddha telah mengumpulkan paramita yang tak terhitung jumlahnya (silakan lihat kitab Buddhacarita - Fo Shuo Xing Chan, Lalitavistara Sutra, Sutra Damamukanidana - Xianyujing, dll). Seorang Buddha telah menyempurnakan maitri karunanya melalui tingkatan-tingkatan Boddhisattva (diulas di Sutra Dashabhumika - bagian kumpulan Avatamsaka). Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang."

2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha. Kalau dikatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelma," maka nirvana akan menjadi semacam penjara yang "membatasi" seorang yang telah mencapai pencerahan. Banyak orang dari agama lain yang memahami nirvana semacam ini jadi menyalah artikan bahwa nirvana adalah penjara. Padahal nirvana adalah suatu kondisi, yang melambangkan pembebasan sejati.
Analoginya adalah sebagai berikut. Penjahat harus masuk penjara karena kesalahannya. Tetapi orang bebas (dalam artian bebas dari hukum pidana penjara) boleh berkunjung ke penjara dan setelah itu keluar lagi. Ia datang ke penjara bukan karena kesalahannya dan tidak harus ke sana. Ia datang ke penjara untuk menghibur dan menasihati para narapidana.
Tentu saja, sang Buddha masih dapat datang mengunjungi "penjara" kita ini. Hanya saja dengan cara yang berbeda dengan kita-kita "terlahir" di penjara ini. Beliau hadir bukan karena lobha, dosa, mohanya, melainkan karena maitri karuna Beliau. Konsep Trikaya dapat menjelaskan bagaimana "Kebuddhaan" hadir di samsara ini.

3.Nirvana dan samsara adalah identik menurut Mahayana.

Nah, demikian uraian saya mengenai konsep Buddhologi dalam Mahayana? Apakah uraian saya di atas mempertentangkan antara M dan T? Saya tidak merasa demikian. Bahkan saya tidak pakai kata "T" sama sekali. Silakan Anda cek. Tentu saja penjelasan saya masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan waktu dan tempat.

CL:

Mas Tan straight to the point saja: adakah keterangan mengenai kebuddhaan dan sifat Nirvana pada buku-buku M? bila ada dimana dan bagaimana? Supaya diskusi kita tidak mengambang tanpa arah.

Terima kasih dan saya sangat menghargai keterangan mas Tan.

TAN:

Tentu ada donk. Banyak sekali. Bisa cek di Sutra Avatamsaka, Lankavatara, Saddharmapundarika, Srimaladevisimhanada, Mahaparinirvana, dll.
Di sastra juga banyak, antara lain: Mahayana Uttara Tantra Sashtra, Cheng Wei Shi Lun (karya Xuanzang), Madhyamakasashtra (karya Nagarjuna), dll.
Anda saya sarankan membaca naskah2 di atas, karena saya tidak ada waktu untuk menguraikannya. Lagipula membaca langsung dari sumbernya lebih baik bukan?

Amiduofo,

Tan





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 14 April 2009, 05:28:20 PM
ami to fo juga

saudara Tan, emang manttafffff
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 14 April 2009, 05:33:51 PM
TAMBAHAN:

4. Saya menganggap konsep Buddha atau makhluk adikodrati apapun yang sudi menjelma ke dunia yang sarat penderitaan ini sebagai sesuatu yang baik secara filosofis. Ini mencerminkan ajaran tentang kepedulian. Ini menjadi teladan bagi saya untuk lebih peduli pada orang lain, terutama mereka yang menderita. Jadi terlepas dari apakah benar2 ada Buddha atau makhluk adikodrati yang menjelma, ajaran semacam ini memiliki makna yang baik.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 14 April 2009, 05:50:44 PM

TAN:

Maaf, bukan mempertentangkan antara T dan M. Saya hanya menanggapi berdasarkan apa yang Anda tanyakan. Kalau Anda menganggap saya mempertentangkan T dan M, maka kemungkina Anda salah tafsir terhadap apa yang saya uraikan sebelumnya.
Oke. Kalau mau dianggap mirip antara dewa yang menjelma jadi manusia mungkin memang ada miripnya. Saya pakai kata "mungkin" karena saya tidak banyak tahu bagaimana proses penjelmaaan suatu makhluk adikodrati seperti yang Anda ungkapkan di atas. Anda sendiri mengatakan bahwa segala sesuatu atau persamaan atau perbedaannya, bukan? Hanya saja, "penjelmaan" itu tidak sepenuhnya sama. Kita sepakati saja bahwa memang ada kemiripannya. Tetapi sesuatu yang mirip tidak selamanya identik bukan?


TAN:

Bukankah saya sudah mengulas panjang lebar tentang "penjelmaan" tadi? Saya sudah menguraikan tentang Tiga Tubuh Buddha, yakni Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya. Ini merupakan acuan untuk menjelaskan mengenai "manifestasi" seorang Buddha menurut  Mahayana. Nirmanakaya adalah Tubuh Jelmaan. Sedangkan Samboghakaya secara harafiah berarti Tubuh Pahala. Seorang Buddha dapat memanifestasikan diriNya dalam miliaran nirmanakaya, sementara itu Dharmakayanya tidak perlu berpindah tempat sama sekali, karena Dharmakaya atau Tubuh Dharma itu omnipresence (maha hadir). Mungkin analoginya adalah matahari (selaku Dharmakaya), sinar matahari (Sambhogakaya), dan bayangan matahari di air (Nirmanakaya). Dengan demikian, seorang Buddha dapat "menjelma" di mana saja dan sebagai apa saja, tetapi Dharmakaya-nya tidak bergerak ke manapun. Ini adalah konsep Mahayana. Saya menerima konsep ini karena menurut saya sangat logis dan masuk akal. Mengapa sangat logis dan masuk akal? Marilah kita cermati alasan2 berikut ini:

1.Seorang Buddha telah mengumpulkan paramita yang tak terhitung jumlahnya (silakan lihat kitab Buddhacarita - Fo Shuo Xing Chan, Lalitavistara Sutra, Sutra Damamukanidana - Xianyujing, dll). Seorang Buddha telah menyempurnakan maitri karunanya melalui tingkatan-tingkatan Boddhisattva (diulas di Sutra Dashabhumika - bagian kumpulan Avatamsaka). Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang."

2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha. Kalau dikatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelma," maka nirvana akan menjadi semacam penjara yang "membatasi" seorang yang telah mencapai pencerahan. Banyak orang dari agama lain yang memahami nirvana semacam ini jadi menyalah artikan bahwa nirvana adalah penjara. Padahal nirvana adalah suatu kondisi, yang melambangkan pembebasan sejati.
Analoginya adalah sebagai berikut. Penjahat harus masuk penjara karena kesalahannya. Tetapi orang bebas (dalam artian bebas dari hukum pidana penjara) boleh berkunjung ke penjara dan setelah itu keluar lagi. Ia datang ke penjara bukan karena kesalahannya dan tidak harus ke sana. Ia datang ke penjara untuk menghibur dan menasihati para narapidana.
Tentu saja, sang Buddha masih dapat datang mengunjungi "penjara" kita ini. Hanya saja dengan cara yang berbeda dengan kita-kita "terlahir" di penjara ini. Beliau hadir bukan karena lobha, dosa, mohanya, melainkan karena maitri karuna Beliau. Konsep Trikaya dapat menjelaskan bagaimana "Kebuddhaan" hadir di samsara ini.

3.Nirvana dan samsara adalah identik menurut Mahayana.

Nah, demikian uraian saya mengenai konsep Buddhologi dalam Mahayana? Apakah uraian saya di atas mempertentangkan antara M dan T? Saya tidak merasa demikian. Bahkan saya tidak pakai kata "T" sama sekali. Silakan Anda cek. Tentu saja penjelasan saya masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan waktu dan tempat.


TAN:

Tentu ada donk. Banyak sekali. Bisa cek di Sutra Avatamsaka, Lankavatara, Saddharmapundarika, Srimaladevisimhanada, Mahaparinirvana, dll.
Di sastra juga banyak, antara lain: Mahayana Uttara Tantra Sashtra, Cheng Wei Shi Lun (karya Xuanzang), Madhyamakasashtra (karya Nagarjuna), dll.
Anda saya sarankan membaca naskah2 di atas, karena saya tidak ada waktu untuk menguraikannya. Lagipula membaca langsung dari sumbernya lebih baik bukan?

Amiduofo,

Tan


Jika Nirvana dan Samsara itu tidak berbeda (terlepas dari dualisme), darimana adanya maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan, yang terus menerus di pancarkan, bahkan setelah seorang BUDDHA merealisasikan nibbana tanpa sisa...

INKONSISTEN...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lophenk on 15 April 2009, 03:01:40 PM
Namo Amithofo ,

Buddha Amitabha .. siapakah Engkau , benarkah tanah suciMu jauh di sebelah barat sana ?
setiap hari setiap saat aku selalu menyebut namamu, apakah aku bodoh ? apakah aku melekat ?
yg kurasakan semakin aku nien semakin terasa kedamaian di batin ini ... batin ini spt penuh dgn cahaya kebajikan , rasanya tanah suciMu tdk jauh disana , tp ada di sini dibatin ini.
bagaimanakah menjelaskan apa yg dirasakan batin ini ??

_/\_

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 15 April 2009, 04:18:47 PM
Quote from: Tan
1.Seorang Buddha telah mengumpulkan paramita yang tak terhitung jumlahnya (silakan lihat kitab Buddhacarita - Fo Shuo Xing Chan, Lalitavistara Sutra, Sutra Damamukanidana - Xianyujing, dll). Seorang Buddha telah menyempurnakan maitri karunanya melalui tingkatan-tingkatan Boddhisattva (diulas di Sutra Dashabhumika - bagian kumpulan Avatamsaka). Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang."

Saya juga ingin berdiskusi... :)

Sepertinya memang ada perbedaan goal antara Theravada dengan Mahayana. Meski kata "Nibbana" (T) dan "Nirvana" (M) sama-sama merujuk pada makna Pembebasan Sempurna, namun saya sering melihat ada perbedaan fundamental di antara kedua konsep ini. Jika Aliran Theravada dan Mahayana sama-sama memegang konsep anicca-dukkha-anatta, seharusnya Nibbana dan Nirvana adalah Pembebasan Mutlak. Pembebasan Mutlak ini adalah kondisi yang berada di luar hidup-mati.

Pembebasan ini seharusnya adalah kondisi tak bersyarat. Bagaimana mungkin orang yang telah terbebas masih memiliki sisa (baca : bisa memancarkan belas-kasih lagi). Jadi Nirvana itu Pembebasan Mutlak atau Pembebasan yang Bersyarat?


Quote from: Tan
2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha. Kalau dikatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelma," maka nirvana akan menjadi semacam penjara yang "membatasi" seorang yang telah mencapai pencerahan. Banyak orang dari agama lain yang memahami nirvana semacam ini jadi menyalah artikan bahwa nirvana adalah penjara. Padahal nirvana adalah suatu kondisi, yang melambangkan pembebasan sejati.
Analoginya adalah sebagai berikut. Penjahat harus masuk penjara karena kesalahannya. Tetapi orang bebas (dalam artian bebas dari hukum pidana penjara) boleh berkunjung ke penjara dan setelah itu keluar lagi. Ia datang ke penjara bukan karena kesalahannya dan tidak harus ke sana. Ia datang ke penjara untuk menghibur dan menasihati para narapidana.
Tentu saja, sang Buddha masih dapat datang mengunjungi "penjara" kita ini. Hanya saja dengan cara yang berbeda dengan kita-kita "terlahir" di penjara ini. Beliau hadir bukan karena lobha, dosa, mohanya, melainkan karena maitri karuna Beliau. Konsep Trikaya dapat menjelaskan bagaimana "Kebuddhaan" hadir di samsara ini.

Orang yang telah merealisasi Pembebasan (Nibbana / Nirvana) sudah tidak dapat lagi ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi'. Wujud personal itu terbelenggu oleh anicca-dukkha-anatta. Bila orang yang dikatakan sudah merealisasi Pembebasan itu masih bisa ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi', maka orang itu sesungguhnya belum merealisasi Pembebasan.

Orang yang terbebas pun adalah orang yang tidak lagi terikat oleh dualisme duniawi ini. Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada. Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar. Karena masuk atau keluar adalah sifat dualistis. Dan hal itu tidak kongruen dengan sifat Nibbana / Nirvana yang dalam konsep sejatinya dikatakan absolut.

NB : Orang yang dapat seenaknya keluar-masuk itu bukan orang yang bebas, itu hanyalah orang yang memiliki izin keluar-masuk. Orang yang bebas itu seharusnya tidak dibatasi ruangan atau apapun (tidak perlu keluar-masuk).


Quote from: Tan
3.Nirvana dan samsara adalah identik menurut Mahayana.

Jika Nirvana dan samsara adalah identik, berarti dalam pandangan Mahayana secara jelas menyatakan bahwa Nirvana adalah 'tempat' / 'ruang' ? Apakah benar demikian?

Jika Nirvana memang adalah tempat / ruang / alam, maka sudah seharusnya Nirvana pun tunduk di bawah Panca Niyama (5 Hukum Tertib Kosmis), Tilakkhana (anicca-dukkha-anatta), Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang saling Bergantung), 4 Kebenaran Ariya.

Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?

Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?


Quote from: Tan
4. Saya menganggap konsep Buddha atau makhluk adikodrati apapun yang sudi menjelma ke dunia yang sarat penderitaan ini sebagai sesuatu yang baik secara filosofis. Ini mencerminkan ajaran tentang kepedulian. Ini menjadi teladan bagi saya untuk lebih peduli pada orang lain, terutama mereka yang menderita. Jadi terlepas dari apakah benar2 ada Buddha atau makhluk adikodrati yang menjelma, ajaran semacam ini memiliki makna yang baik.

Amiduofo,

Tan

Secara filosofis memang baik sekali. Namun fakta dunia dengan jelas menunjukkan hanya diri kita sendiri yang bisa menolong diri sendiri (dalam merealisasi Pembebasan). Tidak ada juru selamat yang bisa memberikan tiket VIP ke Nirvana. Ini ibarat papan billboard raksasa yang bertuliskan : "Sadarlah! Lihat dirimu sendiri. Hanya Anda yang dapat menolong dirimu sendiri."

Anda sendiri meragukan apakah benar ada Buddha atau makhluk adikodrati yang menjelma...

Kisah Santa Clause yang memberi hadiah pada anak yang manis juga memiliki filosofi tinggi. Di luar fakta apakah Santa Clause itu benar ada atau tidak ada, saya melihat bahwa kisah ini pantas diteladani oleh para orang tua. Meski kisah ini hanyalah isapan jempol untuk anak-anak.

_/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 15 April 2009, 10:18:51 PM
[at] upasaka...

GRP Sent...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 10:29:41 PM
ANDA:

Jika Nirvana dan Samsara itu tidak berbeda (terlepas dari dualisme), darimana adanya maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan, yang terus menerus di pancarkan, bahkan setelah seorang BUDDHA merealisasikan nibbana tanpa sisa...

INKONSISTEN...

TAN:

Justru sebaliknya, Bang. SANGAT KONSISTEN. Jika seseorang telah merealisasi kesamaan nirvana dan samsara, maka ia akan dapat memancarkan maitri karuna yang sejati. Bagi dia sudah tak ada segala bentuk pembedaan. Dualisme telah hilang. Sekarang saya balik bertanya, kemana perginya semua paramita yang ditimbun seorang Buddha saat Beliau masih menempuh jalan Bodhisattva? Saya melihat Anda menganut pandangan nihilisme penuh, karena yakin bahwa setelah seorang Buddha parinirvana, kekuatan maitri karunanya ikut musnah total. Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.
Saya balik pula bertanya, seorang Buddha dapat mengingat kehidupan lampaunya hingga sejauh yang Beliau inginkan. Pertanyaan saya, di manakan ingatan atau memori atas masa lampau itu tersimpan? Berarti bukankah ada suatu gudang penyimpanan yang ada terus menerus selama berkalpa2? Terus setelah seorang Buddha parinirvana ke manakah perginya "gudang" tersebut. Kalau tidak ada "gudang" itu, bagaimana seorang Buddha dapat merekoleksi kembali kehidupannya hingga jutaan kalpa yang lampau? Mohon penjelasannya secara jelas. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 10:37:15 PM
Karena jawaban Sdr. Upasaka sangag panjang terpaksa saya potong2.

JAWABAN KEPADA UPASAKA 1

Upasaka:

Saya juga ingin berdiskusi...

Sepertinya memang ada perbedaan goal antara Theravada dengan Mahayana. Meski kata "Nibbana" (T) dan "Nirvana" (M) sama-sama merujuk pada makna Pembebasan Sempurna, namun saya sering melihat ada perbedaan fundamental di antara kedua konsep ini. Jika Aliran Theravada dan Mahayana sama-sama memegang konsep anicca-dukkha-anatta, seharusnya Nibbana dan Nirvana adalah Pembebasan Mutlak. Pembebasan Mutlak ini adalah kondisi yang berada di luar hidup-mati.

Pembebasan ini seharusnya adalah kondisi tak bersyarat. Bagaimana mungkin orang yang telah terbebas masih memiliki sisa (baca : bisa memancarkan belas-kasih lagi). Jadi Nirvana itu Pembebasan Mutlak atau Pembebasan yang Bersyarat?

TAN:

Baik! Kata Anda tak bersyarat bukan? Jika Pembebasan Mutlak itu "tidak bisa memancarkan belas kasih lagi" bukankah itu adalah syarat juga? Di sini ada kontradiksi terhadap pernyataan Anda. Anda melepaskan nirvana dari satu syarat tetapi melekatkan padanya suatu syarat lainnya. Masalahnya tidak menjadi selesai, malah berputar2 lagi di hal itu-itu saja. Menurut saya pembebasan mutlak tak bersyarat itu justru adakah kesanggupan untuk memancarkan maitri karuna secara murni tanpa bias2 lobha, dosa, dan moha. Kita tidak dapat mencintai orang lain dengan sungguh2 karena masih diliputi bias-bias lobha, dosa, dan moha. Semua kebajikan kita pada orang sedikit banyak pasti diliputi oleh pertimbangan2 ego betapapun halusnya itu. Adalah ironis bila setelah seseorang mengikis lobha, dosa, dan moha, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih pada makhluk lain. Padahal belas kasih semacam itu adalah belas kasih yang secara logis merupakan maitri karuna sejati. Pandangan bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih, menurut hemat saya adalah tidak masuk akal.

(bersambung ke jilid 2)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 15 April 2009, 10:49:13 PM
ANDA:

Jika Nirvana dan Samsara itu tidak berbeda (terlepas dari dualisme), darimana adanya maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan, yang terus menerus di pancarkan, bahkan setelah seorang BUDDHA merealisasikan nibbana tanpa sisa...

INKONSISTEN...

TAN:

Justru sebaliknya, Bang. SANGAT KONSISTEN. Jika seseorang telah merealisasi kesamaan nirvana dan samsara, maka ia akan dapat memancarkan maitri karuna yang sejati. Bagi dia sudah tak ada segala bentuk pembedaan. Dualisme telah hilang. Sekarang saya balik bertanya, kemana perginya semua paramita yang ditimbun seorang Buddha saat Beliau masih menempuh jalan Bodhisattva? Saya melihat Anda menganut pandangan nihilisme penuh, karena yakin bahwa setelah seorang Buddha parinirvana, kekuatan maitri karunanya ikut musnah total. Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.
Saya balik pula bertanya, seorang Buddha dapat mengingat kehidupan lampaunya hingga sejauh yang Beliau inginkan. Pertanyaan saya, di manakan ingatan atau memori atas masa lampau itu tersimpan? Berarti bukankah ada suatu gudang penyimpanan yang ada terus menerus selama berkalpa2? Terus setelah seorang Buddha parinirvana ke manakah perginya "gudang" tersebut. Kalau tidak ada "gudang" itu, bagaimana seorang Buddha dapat merekoleksi kembali kehidupannya hingga jutaan kalpa yang lampau? Mohon penjelasannya secara jelas. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

Amiduofo,

Tan

buat apa lagi semua paramita ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada ? bukankah ini INKONSISTEN...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 15 April 2009, 10:53:08 PM
Karena jawaban Sdr. Upasaka sangag panjang terpaksa saya potong2.

JAWABAN KEPADA UPASAKA 1

Upasaka:

Saya juga ingin berdiskusi...

Sepertinya memang ada perbedaan goal antara Theravada dengan Mahayana. Meski kata "Nibbana" (T) dan "Nirvana" (M) sama-sama merujuk pada makna Pembebasan Sempurna, namun saya sering melihat ada perbedaan fundamental di antara kedua konsep ini. Jika Aliran Theravada dan Mahayana sama-sama memegang konsep anicca-dukkha-anatta, seharusnya Nibbana dan Nirvana adalah Pembebasan Mutlak. Pembebasan Mutlak ini adalah kondisi yang berada di luar hidup-mati.

Pembebasan ini seharusnya adalah kondisi tak bersyarat. Bagaimana mungkin orang yang telah terbebas masih memiliki sisa (baca : bisa memancarkan belas-kasih lagi). Jadi Nirvana itu Pembebasan Mutlak atau Pembebasan yang Bersyarat?

TAN:

Baik! Kata Anda tak bersyarat bukan? Jika Pembebasan Mutlak itu "tidak bisa memancarkan belas kasih lagi" bukankah itu adalah syarat juga? Di sini ada kontradiksi terhadap pernyataan Anda. Anda melepaskan nirvana dari satu syarat tetapi melekatkan padanya suatu syarat lainnya. Masalahnya tidak menjadi selesai, malah berputar2 lagi di hal itu-itu saja. Menurut saya pembebasan mutlak tak bersyarat itu justru adakah kesanggupan untuk memancarkan maitri karuna secara murni tanpa bias2 lobha, dosa, dan moha. Kita tidak dapat mencintai orang lain dengan sungguh2 karena masih diliputi bias-bias lobha, dosa, dan moha. Semua kebajikan kita pada orang sedikit banyak pasti diliputi oleh pertimbangan2 ego betapapun halusnya itu. Adalah ironis bila setelah seseorang mengikis lobha, dosa, dan moha, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih pada makhluk lain. Padahal belas kasih semacam itu adalah belas kasih yang secara logis merupakan maitri karuna sejati. Pandangan bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih, menurut hemat saya adalah tidak masuk akal.

(bersambung ke jilid 2)

Jadi Apa/Siapa yang memancarkan belas kasih tersebut (ketika sudah merealisasikan nibbana tanpa sisa) ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 10:56:24 PM


Orang yang telah merealisasi Pembebasan (Nibbana / Nirvana) sudah tidak dapat lagi ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi'. Wujud personal itu terbelenggu oleh anicca-dukkha-anatta. Bila orang yang dikatakan sudah merealisasi Pembebasan itu masih bisa ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi', maka orang itu sesungguhnya belum merealisasi Pembebasan.

Orang yang terbebas pun adalah orang yang tidak lagi terikat oleh dualisme duniawi ini. Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada. Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar. Karena masuk atau keluar adalah sifat dualistis. Dan hal itu tidak kongruen dengan sifat Nibbana / Nirvana yang dalam konsep sejatinya dikatakan absolut.

NB : Orang yang dapat seenaknya keluar-masuk itu bukan orang yang bebas, itu hanyalah orang yang memiliki izin keluar-masuk. Orang yang bebas itu seharusnya tidak dibatasi ruangan atau apapun (tidak perlu keluar-masuk).



Dikatakan "keluar-masuk", sebenarnya adalah analogi belaka. Justru karena Nirvana absolut, maka orang yang merealisasi nibbana dapat berada di mana-mana pada saat bersamaan dia tidak ada di mana-mana. Justru aneh sekali jika kita menganggap nirvana absolut, dengan tetap berpandangan bahwa samsara dan nirvana adalah dualitas yang berbeda. Jika nirvana dan samsara adalah dua realitas yang berdiri sendiri-sendiri, maka nirvana itu sendiri pasti berada dalam dualitas. Justru karena nirvana adalah absolut maka ia tidak bisa dipisahkan dengan samsara sekaligus tidak bisa dianggap sebagai esensi yang sama. Sebab "beda" dan "sama" sekali lagi merupakan konstruksi duniawi.

 


 "Sadarlah! Lihat dirimu sendiri. Hanya Anda yang dapat menolong dirimu sendiri."



Kontradiksinya, diri justru yang sering menghambat seseorang merealisasi nirvana. Karena terjebak pandangan ini, kita kemudian berpikir bahwa nirvana bisa direalisasi dengan kehendak dan usaha diri. Pada dasarnya, orang yang menyerahkan upayanya pada "diri" ataupun "bantuan yang lain" pada dasarnya menempuh jalan berbeda menuju arah yang sama. Seseorang yang pada awalnya mengandalkan tekad diri sendiri, pada suatu titik di jalan dia harus menanggalkan bahwa usaha dari diri yang berlebihan justru menghambat pencapaian nirvana. Karena bagaimanapun "diri" adalah wujud dari ego yang harus dilepaskan. Begitu juga yang mengandalkan metode "bantuan yang lain" pada satu titik pencapaian realisasi tertentu ia menyadari bahwa "tidak ada jarak antara yang dibantu dan membantu", sehingga akhirnya ia harus juga melepaskan "yang lain" dari pandangannya. Oleh karena itu dalam Mahayana selalu dikatakan "Sifat Kebuddhaan telah ada di dalam diri setiap makhluk hidup," hanya yang sadar disebut sebagai Buddha, yang tidak sadar yang disebut sebagai awam. Dalam jalan menuju realisasi Nibbana, seseorang akan melepaskan dikotomi antara "diri/aku" dengan "yang lain", maka apa bedanya antara memulai dengan "kemampuan diri sendiri" atau "dengan memohon bantuan yang lain", keduanya jika dilakukan dengan praktik yang benar akan menuju hasil yang sama baiknya. Sebaliknya jika keduanya dilakukan dengan praktik yang salah akan menuju hasil yang buruk.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 10:56:42 PM
JAWABAN KEPADA UPASAKA (2)

Upasaka:

Orang yang telah merealisasi Pembebasan (Nibbana / Nirvana) sudah tidak dapat lagi ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi'. Wujud personal itu terbelenggu oleh anicca-dukkha-anatta. Bila orang yang dikatakan sudah merealisasi Pembebasan itu masih bisa ditemukan dalam bentuk 'orang' atau 'pribadi', maka orang itu sesungguhnya belum merealisasi Pembebasan.

TAN:

Apakah yang dimaksud dengan "orang" dan "pribadi" di sini? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?

Upasaka:

Orang yang terbebas pun adalah orang yang tidak lagi terikat oleh dualisme duniawi ini. Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada. Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar. Karena masuk atau keluar adalah sifat dualistis. Dan hal itu tidak kongruen dengan sifat Nibbana / Nirvana yang dalam konsep sejatinya dikatakan absolut.

TAN:

Justru karena itu. Karena tidak adanya konsep masuk atau keluar, belas kasih seorang Buddha akan tetap eksis - TIDAK DIBATASI RUANG DAN WAKTU. Saya tidak menerima pandangan Anda di atas, karena:

1.Seolah-olah menyatakan bahwa nirvana hanya dapat dicapai setelah seseorang wafat atau tidak hidup di jagad raya ini. Bagaimana dengan nirvana dengan sisa (saupadisesa nirvana)? Ini nampak nyata dari pernyataan Anda: "Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada." - artinya selama masih di jagad raya seseorang tak akan mencapai nirvana.

2.Pernyataan Anda kontradiksi dengan poin 1 di atas dengan menyatakan bahwa "Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar." Dengan demikian, mustahil bagi seseorang mencapai nirvana atau terbebaskan. Begitu terbebaskan, ia akan "keluar" dari jagad raya dan tidak masuk lagi. Jika demikian, dalam benaknya selamanya akan tetap ada dualisme. Bagaimana mungkin ada pembebasan sejati? Justru konsep Mahayana bahwa samsara dan nirvana adalah sama lebih sesuai dengan konsep tidak ada masuk dan keluar. Pantai seberang adalah pantai ini juga (lihat Sutra Prajnaparamitahrdaya) - Gate-gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha!

Apakah Anda tidak sadar bahwa pernyataan Anda "Orang yang bebas itu seharusnya tidak dibatasi ruangan atau apapun (tidak perlu keluar-masuk)" justru mendukung konsep Trikaya dan juga kesamaan samsara dan nirvana.
Peryataan "Orang yang dapat seenaknya keluar-masuk itu bukan orang yang bebas, itu hanyalah orang yang memiliki izin keluar-masuk" ini hanya permainan kata2 Anda saja. Bagaimana kalau saya tanggapi dengan permainan kata-kata pula: "ORANG YANG MENURUT ORANG YANG BELUM TERCERAHI NAMPAK SEPERTI KELUAR MASUK, TETAPI SESUNGGUHNYA DALAM BATINNYA TIDAK ADA KELUAR MASUK." Nah pertanyaan, saya apakah orang itu "keluar masuk"?
Keluar masuk dari sudut pandang siapa?

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:03:10 PM

Jadi Apa/Siapa yang memancarkan belas kasih tersebut (ketika sudah merealisasikan nibbana tanpa sisa) ?

pertanyaan siapa dan apa tidak berlaku bagi yang telah merealisasikan nirvana, karena pada dasarnya tidak ada aku dan orang lain, bagaimana bisa ada "siapa" atau "apa"? Pada dasarnyanya di dalam diri setiap orang ada Sifat Kebuddhaan, maka kehadiran nirvana adalah mutlak di dalam "samsara"; karena samsara menjadi ada semata-mata kita tertutup oleh debu duniawi ego-diri,jika kita bisa melnghentikan gerak ego-diri yang liar, maka realisasi nirvana akan terjadi dengan sendirinya. Oleh karena itu, nirvana sebenarnya adalah hakikat sejati yang konstan terus menerus yang dilupakan oleh kita karena sifat ego-diri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:04:14 PM
ANDA:

Jika Nirvana dan Samsara itu tidak berbeda (terlepas dari dualisme), darimana adanya maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan, yang terus menerus di pancarkan, bahkan setelah seorang BUDDHA merealisasikan nibbana tanpa sisa...

INKONSISTEN...

TAN:

Justru sebaliknya, Bang. SANGAT KONSISTEN. Jika seseorang telah merealisasi kesamaan nirvana dan samsara, maka ia akan dapat memancarkan maitri karuna yang sejati. Bagi dia sudah tak ada segala bentuk pembedaan. Dualisme telah hilang. Sekarang saya balik bertanya, kemana perginya semua paramita yang ditimbun seorang Buddha saat Beliau masih menempuh jalan Bodhisattva? Saya melihat Anda menganut pandangan nihilisme penuh, karena yakin bahwa setelah seorang Buddha parinirvana, kekuatan maitri karunanya ikut musnah total. Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.
Saya balik pula bertanya, seorang Buddha dapat mengingat kehidupan lampaunya hingga sejauh yang Beliau inginkan. Pertanyaan saya, di manakan ingatan atau memori atas masa lampau itu tersimpan? Berarti bukankah ada suatu gudang penyimpanan yang ada terus menerus selama berkalpa2? Terus setelah seorang Buddha parinirvana ke manakah perginya "gudang" tersebut. Kalau tidak ada "gudang" itu, bagaimana seorang Buddha dapat merekoleksi kembali kehidupannya hingga jutaan kalpa yang lampau? Mohon penjelasannya secara jelas. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

Amiduofo,

Tan


Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

Disebut nihilis apabila tidak ada apa-apa samasekali sebagai kebalikan dari ada, masalahnya disini Parinibbana bukanlah dalam konteks ada dan tiada atau bahkan biasanya ditambahkan masih dan sudah. Melainkan diluar ada dan tiada. Kata nihilis tidak berlaku dalam kondisi ini.

Baru kali ini saya membaca Nibbana diidentikkan dengan materi..??  :-?

Yang saya bold hijau menunjukkan analisa bro Upasaka memang benar2 tajam, yaitu Nibbana diinterpretasikan sebagai tempat sebagaimana yang ditunjukkan oleh Bro Tan, GRP send. 8)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:06:52 PM

Jadi Apa/Siapa yang memancarkan belas kasih tersebut (ketika sudah merealisasikan nibbana tanpa sisa) ?

pertanyaan siapa dan apa tidak berlaku bagi yang telah merealisasikan nirvana, karena pada dasarnya tidak ada aku dan orang lain, bagaimana bisa ada "siapa" atau "apa"? Pada dasarnyanya di dalam diri setiap orang ada Sifat Kebuddhaan, maka kehadiran nirvana adalah mutlak di dalam "samsara"; karena samsara menjadi ada semata-mata kita tertutup oleh debu duniawi ego-diri,jika kita bisa melnghentikan gerak ego-diri yang liar, maka realisasi nirvana akan terjadi dengan sendirinya. Oleh karena itu, nirvana sebenarnya adalah hakikat sejati yang konstan terus menerus yang dilupakan oleh kita karena sifat ego-diri.

Yang dimaksud oleh Bro Dilbert adalah Parinibbana, Nibbana tanpa sisa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:13:20 PM
JAWABAN KEPADA UPASAKA (3)

Upasaka:

Jika Nirvana dan samsara adalah identik, berarti dalam pandangan Mahayana secara jelas menyatakan bahwa Nirvana adalah 'tempat' / 'ruang' ? Apakah benar demikian?

Jika Nirvana memang adalah tempat / ruang / alam, maka sudah seharusnya Nirvana pun tunduk di bawah Panca Niyama (5 Hukum Tertib Kosmis), Tilakkhana (anicca-dukkha-anatta), Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang saling Bergantung), 4 Kebenaran Ariya.

Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?

Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?

TAN:

Pertanyaan ini tidak tepat, seperti menanyakan jika api mati ke mana perginya api itu. Tetapi pertanyaan Anda saya tanggapi dengan pertanyaan pula. Menurut Anda apakah samsara itu sebuah "tempat" atau "ruang"? Samsara adalah kondisi pikiran. Pikiran yang menentukan Anda "terlahir" di mana saat ini. Anda dilanda keserakahan, artinya Anda sedang terlahir di alam preta. Anda sedang berbahagia, artinya Anda ada di alam dewa. Samsara adalah kondisi pikiran. Jika pikiran tidak mengkondisikan samsara, maka samsara itu tidak ada lagi. Karena itu, samsara adalah nirvana dan nirvana adalah samsara.
Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan Anda boleh dikatakan salah alamat.

Anda menyatakan: "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Pertanyaan saya: Logika dari mana itu? Saya tidak paham maksud Anda pun tidak mengerti apa keterkaitannya dengan topik diskusi kita.

Amiduofo,

Tan


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:14:27 PM

Yang dimaksud oleh Bro Dilbert adalah Parinibbana, Nibbana tanpa sisa.

Apakah "sisa" itu kalau gitu? Apa yang bisa tersisa dari pencapaian nibbana? Kalau tanpa sisa apa yang tak tersisa kalau demikian? Mohon masukkannya. Terimakasih.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:16:46 PM

Yang dimaksud oleh Bro Dilbert adalah Parinibbana, Nibbana tanpa sisa.

Apakah "sisa" itu kalau gitu? Apa yang bisa tersisa dari pencapaian nibbana? Kalau tanpa sisa apa yang tak tersisa kalau demikian? Mohon masukkannya. Terimakasih.

Pancakhanda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:17:25 PM

Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan Anda boleh dikatakan salah alamat.

Anda menyatakan: "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Pertanyaan saya: Logika dari mana itu? Saya tidak paham maksud Anda pun tidak mengerti apa keterkaitannya dengan topik diskusi kita.

Amiduofo,

Tan




Bro Tan,
nice point. GRP sent.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:22:26 PM

Pancakhanda.

Jadi yang membedakan antara nibbana dan parinibbana, hanya pada hilang dan lenyapnya tubuh belaka atau alias mati? Bukankah demikian maksudnya? Kalau demikian, maka nibbana masih bisa dicemari oleh pancakandha. Kalau seseorang dikatakan sudah merealisasikan nibbana/nirvana tapi masih tercemar oleh pancakandha bukankah sulit dikatakan bahwa ia merealisasikan nibbana/nirvana? Jika kematian masih membawa dampak perubahanan padanya dapatkah dikatakan ia mencapai nibbana/nirvana? Bukankah nibbana/nirvana adalah kondisi yang melampaui kehidupan dan kematian?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:22:46 PM
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***



Disebut nihilis apabila tidak ada apa-apa samasekali sebagai kebalikan dari ada, masalahnya disini Parinibbana bukanlah dalam konteks ada dan tiada atau bahkan biasanya ditambahkan masih dan sudah. Melainkan diluar ada dan tiada. Kata nihilis tidak berlaku dalam kondisi ini.

TAN:

Oke. Saya balik bertanya. Begini: "bukan dalam konteks ada dan tiada" itu maksudnya gimana? Coba dijelaskan pandangan Anda. Sehingga arah diskusi menjadi jelas.

***

Baru kali ini saya membaca Nibbana diidentikkan dengan materi..??  

TAN:

Siapa yang mengidentikkan nirvana dengan materi? Anda salah mengerti. Yang Anda bold hijau itu pertanyaan saya untuk Sdr. Dilbert atau Upasaka. Silakan Anda jawab pertanyaan tersebut.

****

Yang saya bold hijau menunjukkan analisa bro Upasaka memang benar2 tajam, yaitu Nibbana diinterpretasikan sebagai tempat sebagaimana yang ditunjukkan oleh Bro Tan, GRP send.

TAN:

Penafsiran Anda salah. Tidak perlu saya tanggapi lebih lanjut.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:23:26 PM
JAWABAN KEPADA UPASAKA (3)

Upasaka:

Jika Nirvana dan samsara adalah identik, berarti dalam pandangan Mahayana secara jelas menyatakan bahwa Nirvana adalah 'tempat' / 'ruang' ? Apakah benar demikian?

Jika Nirvana memang adalah tempat / ruang / alam, maka sudah seharusnya Nirvana pun tunduk di bawah Panca Niyama (5 Hukum Tertib Kosmis), Tilakkhana (anicca-dukkha-anatta), Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang saling Bergantung), 4 Kebenaran Ariya.

Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?

Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?

TAN:

Pertanyaan ini tidak tepat, seperti menanyakan jika api mati ke mana perginya api itu. Tetapi pertanyaan Anda saya tanggapi dengan pertanyaan pula. Menurut Anda apakah samsara itu sebuah "tempat" atau "ruang"? Samsara adalah kondisi pikiran. Pikiran yang menentukan Anda "terlahir" di mana saat ini. Anda dilanda keserakahan, artinya Anda sedang terlahir di alam preta. Anda sedang berbahagia, artinya Anda ada di alam dewa. Samsara adalah kondisi pikiran. Jika pikiran tidak mengkondisikan samsara, maka samsara itu tidak ada lagi. Karena itu, samsara adalah nirvana dan nirvana adalah samsara.
Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan Anda boleh dikatakan salah alamat.

Anda menyatakan: "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Pertanyaan saya: Logika dari mana itu? Saya tidak paham maksud Anda pun tidak mengerti apa keterkaitannya dengan topik diskusi kita.

Amiduofo,

Tan




Bukan BEDA dengan samsara, melainkan BUKAN samsara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:25:40 PM
Jadi yang membedakan antara nibbana dan parinibbana, hanya pada hilang dan lenyapnya tubuh belaka atau alias mati? Bukankah demikian maksudnya? Kalau demikian, maka nibbana masih bisa dicemari oleh pancakandha. Kalau seseorang dikatakan sudah merealisasikan nibbana/nirvana tapi masih tercemar oleh pancakandha bukan sulit dikatakan bahwa ia merealisasikan nibbana/nirvana? Jika kematian masih membawa dampak perubahanan padanya dapatkah dikatakan ia mencapai nibbana/nirvana? Bukankah nibbana/nirvana adalah kondisi yang melampaui kehidupan dan kematian?

TAN:

Bagus sekali. Bro Sobat Dharma. Ini masalahnya, yakni antara anaupadisesa nirvana dan saupadisesa nirvana. Anda telah menemukan pointnya dan merumuskannya secara jitu. GRP Sent.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:28:41 PM

Bukan BEDA dengan samsara, melainkan BUKAN samsara.

"Beda" dan "bukan" bedanya apa bro?
Contohnya:
Hitam adalah "bukan" apapun yang berwarna putih
Putih adalah "bukan" apapun yang berawarna hitam
maka, hitam dan putih adalah "beda".

Yang baik adalah "bukan" apapun yang jahat
Yang jahat adalah "bukan" apapun yang baik
Bukan \kah tepat dikatakan "baik" dan "jahat" adalah dua hal yang berbeda

gimana bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:29:24 PM
HENDRAKO:

Bukan BEDA dengan samsara, melainkan BUKAN samsara.

TAN:

Saya bingung dengan pernyataan Anda. Jika "bukan beda" dengan samsara, mengapa Anda menyebutnya "bukan" samsara. Ibaratnya Anda menyatakan "Jakarta bukan beda dengan ibukota Republik Indonesia, melainkan BUKAN ibukota Republik Indonesia"? Bagaimana tuh logikanya. Kok saya makin bingung saja.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:31:55 PM
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***

Setelah Parinibbana, dimana tubuh telah melapuk, Buddha adalah Dhamma.



Disebut nihilis apabila tidak ada apa-apa samasekali sebagai kebalikan dari ada, masalahnya disini Parinibbana bukanlah dalam konteks ada dan tiada atau bahkan biasanya ditambahkan masih dan sudah. Melainkan diluar ada dan tiada. Kata nihilis tidak berlaku dalam kondisi ini.

TAN:

Oke. Saya balik bertanya. Begini: "bukan dalam konteks ada dan tiada" itu maksudnya gimana? Coba dijelaskan pandangan Anda. Sehingga arah diskusi menjadi jelas.

***
Pada saat anda berbicara tentang warna, apakah kata tinggi dan pendek dapat digunakan untuk menggambarkan warna??

Baru kali ini saya membaca Nibbana diidentikkan dengan materi..??  

TAN:

Siapa yang mengidentikkan nirvana dengan materi? Anda salah mengerti. Yang Anda bold hijau itu pertanyaan saya untuk Sdr. Dilbert atau Upasaka. Silakan Anda jawab pertanyaan tersebut.

****
Kalimat anda berkesan demikian, berikut kutipannya:

TAN:

Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.


TAN:

Penafsiran Anda salah. Tidak perlu saya tanggapi lebih lanjut.

Amiduofo,

 _/\_

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:35:37 PM
DILBERT:

buat apa lagi semua paramita ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada ? bukankah ini INKONSISTEN...

TAN:

Buat apa lagi semua paramita dilepaskan ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada? Apakah paramita itu sesuatu yang bisa kita lepaskan seenaknya seperti membawa tas belanjaan setelah berbelanja di mall? Saya kira tidak begitu lho. Paramita tidaklah dipegang atau dilepaskan. Itu adalah sesuatu yang alami.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:35:49 PM

Bukan BEDA dengan samsara, melainkan BUKAN samsara.

"Beda" dan "bukan" bedanya apa bro?
Contohnya:
Hitam adalah "bukan" apapun yang berwarna putih
Putih adalah "bukan" apapun yang berawarna hitam
maka, hitam dan putih adalah "beda".

Yang baik adalah "bukan" apapun yang jahat
Yang jahat adalah "bukan" apapun yang baik
Bukan \kah tepat dikatakan "baik" dan "jahat" adalah dua hal yang berbeda

gimana bro?

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.


Anda tepat sekali mengatakan bahwa "baik" dan "jahat" adalah dua hal yang berbeda.
Nibbana bukan BEDA dengan Baik dan Jahat.
Nibbana BUKAN Baik,maupun Jahat.
"baik" dan "jahat" = Samsara

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 April 2009, 11:38:19 PM

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.



Kalau digantikan dengan:
Ikan teri BUKAN ikan kakap
Ikan beda dengan serangga

bukankah maknanya nggak berubah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 April 2009, 11:39:57 PM
HENDRAKO:

Kalimat anda berkesan demikian, berikut kutipannya:

[deleted]

TAN:

Ah itu khan kesan Anda saja. Sah-sah saja Anda mau berkesan apapun. Ini negara demokratis. Yang pasti saya tidak menganggap demikian. Itu hanya analogi saja.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:43:16 PM

Penjelasan tentang beda dan bukan dari saya adalah sebagai contoh berikut.
Ikan teri BEDA dengan ikan kakap.
Ikan Bukan serangga.



Kalau digantikan dengan:
Ikan teri BUKAN ikan kakap
Ikan beda dengan serangga

bukankah maknanya nggak berubah?

Apabila disebut BEDA, masih ada kemungkinan persamaan.
BUKAN, dengan tegas bermaksud tidak ada persamaan ataupun perbedaan.

Contoh saya kurang pas pada serangga, karena masih ada persamaan bahwa sama2 binatang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:45:44 PM
HENDRAKO:

Kalimat anda berkesan demikian, berikut kutipannya:

TAN:

Ini bertolak belakang dengan pandangan sains bahwa materi tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, melainkan materi hanya dapat ditransformasikan menjadi materi lainnya. Justru saya melihat pandangan Mahayana ini lebih sesuai dengan sains modern.

TAN:

Ah itu khan kesan Anda saja. Sah-sah saja Anda mau berkesan apapun. Ini negara demokratis. Yang pasti saya tidak menganggap demikian. Itu hanya analogi saja.

Amiduofo,

Tan



Syukurlah apabila saya salah,  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Toni on 15 April 2009, 11:48:35 PM
Quote
PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

Cuma mau menanggapi yang ini. he5x
+, -, ~ adalah sama. Mengapa? Karena + dapat diganti oleh - dan - dapat diganti oleh +. Ini dikarenakan adalah sebuah elektriksitas dan magnetis. Jadi sebenarnya + adalah - dan - adalah +
Jadi jika ditanggapi sama atau tidak sama. Jawabannya adalah sama.

Untuk mahayana vs theravada silahkan lanjut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 15 April 2009, 11:52:38 PM
Quote
PROTON (+), ELEKTRON (-) dan NEUTRON (netral) itu TIDAK SAMA.

Cuma mau menanggapi yang ini. he5x
+, -, ~ adalah sama. Mengapa? Karena + dapat diganti oleh - dan - dapat diganti oleh +. Ini dikarenakan adalah sebuah elektriksitas dan magnetis. Jadi sebenarnya + adalah - dan - adalah +
Jadi jika ditanggapi sama atau tidak sama. Jawabannya adalah sama.

Untuk mahayana vs theravada silahkan lanjut.
Menarik sekali.
Bagaimana dengan Neutron (0), apakah dapat digantikan oleh + dan -?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 09:29:38 AM
TAN:

Maaf, bukan mempertentangkan antara T dan M. Saya hanya menanggapi berdasarkan apa yang Anda tanyakan. Kalau Anda menganggap saya mempertentangkan T dan M, maka kemungkina Anda salah tafsir terhadap apa yang saya uraikan sebelumnya.
Oke. Kalau mau dianggap mirip antara dewa yang menjelma jadi manusia mungkin memang ada miripnya. Saya pakai kata "mungkin" karena saya tidak banyak tahu bagaimana proses penjelmaaan suatu makhluk adikodrati seperti yang Anda ungkapkan di atas. Anda sendiri mengatakan bahwa segala sesuatu atau persamaan atau perbedaannya, bukan? Hanya saja, "penjelmaan" itu tidak sepenuhnya sama. Kita sepakati saja bahwa memang ada kemiripannya. Tetapi sesuatu yang mirip tidak selamanya identik bukan?

TL:

Sebelum saya mengungkapkan kemiripannya dengan konsep Hindu, saya ingin bertanya sedikit lagi kepada mas Tan, benarkah bahwa alaya Vinnana terus ada, dan Dharmakaya ini adalah manifestasi alaya vinnana ini?

TAN:

Bukankah saya sudah mengulas panjang lebar tentang "penjelmaan" tadi? Saya sudah menguraikan tentang Tiga Tubuh Buddha, yakni Dharmakaya, Samboghakaya, dan Nirmanakaya. Ini merupakan acuan untuk menjelaskan mengenai "manifestasi" seorang Buddha menurut  Mahayana. Nirmanakaya adalah Tubuh Jelmaan. Sedangkan Samboghakaya secara harafiah berarti Tubuh Pahala. Seorang Buddha dapat memanifestasikan diriNya dalam miliaran nirmanakaya, sementara itu Dharmakayanya tidak perlu berpindah tempat sama sekali, karena Dharmakaya atau Tubuh Dharma itu omnipresence (maha hadir). Mungkin analoginya adalah matahari (selaku Dharmakaya), sinar matahari (Sambhogakaya), dan bayangan matahari di air (Nirmanakaya). Dengan demikian, seorang Buddha dapat "menjelma" di mana saja dan sebagai apa saja, tetapi Dharmakaya-nya tidak bergerak ke manapun. Ini adalah konsep Mahayana. Saya menerima konsep ini karena menurut saya sangat logis dan masuk akal. Mengapa sangat logis dan masuk akal? Marilah kita cermati alasan2 berikut ini:

TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:
1.Seorang Buddha telah mengumpulkan paramita yang tak terhitung jumlahnya (silakan lihat kitab Buddhacarita - Fo Shuo Xing Chan, Lalitavistara Sutra, Sutra Damamukanidana - Xianyujing, dll). Seorang Buddha telah menyempurnakan maitri karunanya melalui tingkatan-tingkatan Boddhisattva (diulas di Sutra Dashabhumika - bagian kumpulan Avatamsaka). Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang

CL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:
2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha. Kalau dikatakan bahwa seorang Buddha tidak dapat "menjelma," maka nirvana akan menjadi semacam penjara yang "membatasi" seorang yang telah mencapai pencerahan. Banyak orang dari agama lain yang memahami nirvana semacam ini jadi menyalah artikan bahwa nirvana adalah penjara. Padahal nirvana adalah suatu kondisi, yang melambangkan pembebasan sejati.
Analoginya adalah sebagai berikut. Penjahat harus masuk penjara karena kesalahannya. Tetapi orang bebas (dalam artian bebas dari hukum pidana penjara) boleh berkunjung ke penjara dan setelah itu keluar lagi. Ia datang ke penjara bukan karena kesalahannya dan tidak harus ke sana. Ia datang ke penjara untuk menghibur dan menasihati para narapidana.
Tentu saja, sang Buddha masih dapat datang mengunjungi "penjara" kita ini. Hanya saja dengan cara yang berbeda dengan kita-kita "terlahir" di penjara ini. Beliau hadir bukan karena lobha, dosa, mohanya, melainkan karena maitri karuna Beliau. Konsep Trikaya dapat menjelaskan bagaimana "Kebuddhaan" hadir di samsara ini.

TL:
Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:
Tentu ada donk. Banyak sekali. Bisa cek di Sutra Avatamsaka, Lankavatara, Saddharmapundarika, Srimaladevisimhanada, Mahaparinirvana, dll.
Di sastra juga banyak, antara lain: Mahayana Uttara Tantra Sashtra, Cheng Wei Shi Lun (karya Xuanzang), Madhyamakasashtra (karya Nagarjuna), dll.
Anda saya sarankan membaca naskah2 di atas, karena saya tidak ada waktu untuk menguraikannya. Lagipula membaca langsung dari sumbernya lebih baik bukan?

TL:

Begini mas Tan, terus terang keterangan mengenai Nirvana dan penjelmaan dalam M adalah filosofi abu-abu yang tak jelas, lebih baik mas Tan sendiri yang mengatakan bagaimana, ada dimana, halaman berapa, alinea ke berapa, jadi jelas.

Ini contoh yang saya dapat dari Lankavatara.net:
It is the “knowledge” of those
… who are free from the dualisms of being and non-being, etc.,

… who are also free from the dualism of no-birth and no-annihilation

… who are free from all assertion and negation

… who have by self-realization gained insight into the truths of egolessness and imagelessness

… who no longer discriminate the world as subject to causation  

… who regard the world as a vision and a dream, like the birth and death of a barren woman’s child, wherein there is nothing .);evolving and nothing disappearing  

perhatikan warna biru jadi tiada sebab terbentuknya dunia, tiada yang berevolusi, tak ada yang lenyap, ini nitya atau anitya mas Tan? konsisten atau tidak dengan pratitya sramutpada?

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:15:05 AM
Quote from: Tan
Baik! Kata Anda tak bersyarat bukan? Jika Pembebasan Mutlak itu "tidak bisa memancarkan belas kasih lagi" bukankah itu adalah syarat juga? Di sini ada kontradiksi terhadap pernyataan Anda. Anda melepaskan nirvana dari satu syarat tetapi melekatkan padanya suatu syarat lainnya. Masalahnya tidak menjadi selesai, malah berputar2 lagi di hal itu-itu saja. Menurut saya pembebasan mutlak tak bersyarat itu justru adakah kesanggupan untuk memancarkan maitri karuna secara murni tanpa bias2 lobha, dosa, dan moha. Kita tidak dapat mencintai orang lain dengan sungguh2 karena masih diliputi bias-bias lobha, dosa, dan moha. Semua kebajikan kita pada orang sedikit banyak pasti diliputi oleh pertimbangan2 ego betapapun halusnya itu. Adalah ironis bila setelah seseorang mengikis lobha, dosa, dan moha, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih pada makhluk lain. Padahal belas kasih semacam itu adalah belas kasih yang secara logis merupakan maitri karuna sejati. Pandangan bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, ia tak dapat lagi memancarkan belas kasih, menurut hemat saya adalah tidak masuk akal.

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:16:11 AM
Quote from: Tan
Apakah yang dimaksud dengan "orang" dan "pribadi" di sini? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?

Quote from: sobat-dharma
Dikatakan "keluar-masuk", sebenarnya adalah analogi belaka. Justru karena Nirvana absolut, maka orang yang merealisasi nibbana dapat berada di mana-mana pada saat bersamaan dia tidak ada di mana-mana. Justru aneh sekali jika kita menganggap nirvana absolut, dengan tetap berpandangan bahwa samsara dan nirvana adalah dualitas yang berbeda. Jika nirvana dan samsara adalah dua realitas yang berdiri sendiri-sendiri, maka nirvana itu sendiri pasti berada dalam dualitas. Justru karena nirvana adalah absolut maka ia tidak bisa dipisahkan dengan samsara sekaligus tidak bisa dianggap sebagai esensi yang sama. Sebab "beda" dan "sama" sekali lagi merupakan konstruksi duniawi.

Di postingan-postingan yang sebelumnya, Saudara Tan menyatakan bahwa "2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha."...

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan? Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.


Quote from: Tan
Justru karena itu. Karena tidak adanya konsep masuk atau keluar, belas kasih seorang Buddha akan tetap eksis - TIDAK DIBATASI RUANG DAN WAKTU. Saya tidak menerima pandangan Anda di atas, karena:

1.Seolah-olah menyatakan bahwa nirvana hanya dapat dicapai setelah seseorang wafat atau tidak hidup di jagad raya ini. Bagaimana dengan nirvana dengan sisa (saupadisesa nirvana)? Ini nampak nyata dari pernyataan Anda: "Selama masih berada di lingkup jagad raya, maka dualisme akan selalu ada." - artinya selama masih di jagad raya seseorang tak akan mencapai nirvana.

2.Pernyataan Anda kontradiksi dengan poin 1 di atas dengan menyatakan bahwa "Orang yang terbebas tidak akan lagi masuk atau keluar." Dengan demikian, mustahil bagi seseorang mencapai nirvana atau terbebaskan. Begitu terbebaskan, ia akan "keluar" dari jagad raya dan tidak masuk lagi. Jika demikian, dalam benaknya selamanya akan tetap ada dualisme. Bagaimana mungkin ada pembebasan sejati? Justru konsep Mahayana bahwa samsara dan nirvana adalah sama lebih sesuai dengan konsep tidak ada masuk dan keluar. Pantai seberang adalah pantai ini juga (lihat Sutra Prajnaparamitahrdaya) - Gate-gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha!

Apakah Anda tidak sadar bahwa pernyataan Anda "Orang yang bebas itu seharusnya tidak dibatasi ruangan atau apapun (tidak perlu keluar-masuk)" justru mendukung konsep Trikaya dan juga kesamaan samsara dan nirvana.
Peryataan "Orang yang dapat seenaknya keluar-masuk itu bukan orang yang bebas, itu hanyalah orang yang memiliki izin keluar-masuk" ini hanya permainan kata2 Anda saja. Bagaimana kalau saya tanggapi dengan permainan kata-kata pula: "ORANG YANG MENURUT ORANG YANG BELUM TERCERAHI NAMPAK SEPERTI KELUAR MASUK, TETAPI SESUNGGUHNYA DALAM BATINNYA TIDAK ADA KELUAR MASUK." Nah pertanyaan, saya apakah orang itu "keluar masuk"?
Keluar masuk dari sudut pandang siapa?

Amiduofo,

Tan

Iya, maksud saya di postingan yang itu adalah Parinirvana atau Nirvana Tanpa Sisa. :)

Apakah analogi keluar-masuk itu maksudnya kemampuan seorang Buddha untuk menjelma dan menyudahi penjelmaan-Nya itu? Bisa diterangkan lebih lanjut...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:17:25 AM
Quote from: Tan
Pertanyaan ini tidak tepat, seperti menanyakan jika api mati ke mana perginya api itu. Tetapi pertanyaan Anda saya tanggapi dengan pertanyaan pula. Menurut Anda apakah samsara itu sebuah "tempat" atau "ruang"? Samsara adalah kondisi pikiran. Pikiran yang menentukan Anda "terlahir" di mana saat ini. Anda dilanda keserakahan, artinya Anda sedang terlahir di alam preta. Anda sedang berbahagia, artinya Anda ada di alam dewa. Samsara adalah kondisi pikiran. Jika pikiran tidak mengkondisikan samsara, maka samsara itu tidak ada lagi. Karena itu, samsara adalah nirvana dan nirvana adalah samsara.
Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan Anda boleh dikatakan salah alamat.

Anda menyatakan: "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Pertanyaan saya: Logika dari mana itu? Saya tidak paham maksud Anda pun tidak mengerti apa keterkaitannya dengan topik diskusi kita.

Amiduofo,

Tan

Samsara dijelaskan oleh Sang Buddha sebagai Roda Kehidupan yang Berulang. Dan dalam mitologi Buddhisme, ada berbagai jenis alam kehidupan, yang kesemuanya berada di Alam Semesta ini. Jadi samsara jelas berada dalam lingkup Alam Semesta ini. Dan itu bukanlah kondisi pikiran. Kondisi pikiran hanyalah cerminan yang menunjukkan apakah kita masih terseret oleh samsara atau terlepas dari samsara.

Ya, saya bertanya apakah Nirvana itu mengkondisikan samsara atau sebaliknya. Itu saya kemukakan karena saya belum mengerti tentang komentar Anda mengenai keidentikan Nirvana dengan samsara. Namun sekarang saya sudah cukup mendapatkan dekripsi tentang Nirvana dari Anda...

Saya menyatakan : "Lantas jika memang identik, mengapa orang yang telah merealisasi Nirvana dikatakan tidak ingin memasuki Nirvana tanpa sisa? Bukankah Nirvana dan samsara saling berkaitan, sehingga orang yang telah merealisasi Nirvana memang tidak akan bisa memasuki Nirvana tanpa sisa?"

Ini pun saya kemukakan karena membaca statement Anda yang berbunyi : "Dengan demikian, tidak mungkin setelah ia memasuki Nirvana Tanpa Sisa, Beliau berhenti memancarkan energi belas kasihNya terhadap para makhluk. Tidak mungkin energi paramita-paramita itu berhenti begitu saja. Kalau dengan memasuki Nirvana Tanpa Sisa seorang Buddha tidak memiliki dan tidak dapat memancarkan belas kasih lagi, paramita-paramita yang dilakukannya akan menjadi sia-sia; dengan asumsi bahwa maitri karuna yang sejati itu tak terbatas dan tak terkatakan. Maitri karuna sejati tidak dapat mengatakan, "Oke sampai di sini saja saya menolong kamu." Maitri karuna seorang Buddha itu tak dapat berakhir, beda dengan maitri karuna manusia biasa: "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang."

Maksud dari pertanyaan saya adalah :
- Samsara dan Nirvana adalah identik...
- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...
- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).
- Jadi... Apakah pandangan saya ini benar atau salah? Tolong dijelaskan lagi...

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:18:19 AM
Quote from: sobat-dharma
Kontradiksinya, diri justru yang sering menghambat seseorang merealisasi nirvana. Karena terjebak pandangan ini, kita kemudian berpikir bahwa nirvana bisa direalisasi dengan kehendak dan usaha diri. Pada dasarnya, orang yang menyerahkan upayanya pada "diri" ataupun "bantuan yang lain" pada dasarnya menempuh jalan berbeda menuju arah yang sama. Seseorang yang pada awalnya mengandalkan tekad diri sendiri, pada suatu titik di jalan dia harus menanggalkan bahwa usaha dari diri yang berlebihan justru menghambat pencapaian nirvana. Karena bagaimanapun "diri" adalah wujud dari ego yang harus dilepaskan. Begitu juga yang mengandalkan metode "bantuan yang lain" pada satu titik pencapaian realisasi tertentu ia menyadari bahwa "tidak ada jarak antara yang dibantu dan membantu", sehingga akhirnya ia harus juga melepaskan "yang lain" dari pandangannya. Oleh karena itu dalam Mahayana selalu dikatakan "Sifat Kebuddhaan telah ada di dalam diri setiap makhluk hidup," hanya yang sadar disebut sebagai Buddha, yang tidak sadar yang disebut sebagai awam. Dalam jalan menuju realisasi Nibbana, seseorang akan melepaskan dikotomi antara "diri/aku" dengan "yang lain", maka apa bedanya antara memulai dengan "kemampuan diri sendiri" atau "dengan memohon bantuan yang lain", keduanya jika dilakukan dengan praktik yang benar akan menuju hasil yang sama baiknya. Sebaliknya jika keduanya dilakukan dengan praktik yang salah akan menuju hasil yang buruk.

Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.

Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan. Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :

"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya. Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.
- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll...

Mohon penjelasan lanjutnya... :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 11:00:32 AM

"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya. Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.
- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll...

Mohon penjelasan lanjutnya... :)


- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk. >> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)


- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita. >> sudah bodhisattva, sudah calon buddha, tinggal memasuki nirvana saja, tidak perlu ditolong lagi

- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat. >> itu lah tugas nya mahayana yang mencoba menyadarkan mereka, bukan nya berpangku tangan saja....

sori, bahasa nya lugas... n tajam...

hehehe...
saya mencoba menjawab dari sudut pandang mahayana
karena bro upasaka masih melihat dari sisi pandang theravada
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 11:07:37 AM
[at] naviscope

No problemo... Saya juga sedang belajar Aliran Mahayana. Jadi saya ingin turun aktif berdiskusi... ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 11:08:57 AM

Pancakhanda.

Jadi yang membedakan antara nibbana dan parinibbana, hanya pada hilang dan lenyapnya tubuh belaka atau alias mati? Bukankah demikian maksudnya? Kalau demikian, maka nibbana masih bisa dicemari oleh pancakandha. Kalau seseorang dikatakan sudah merealisasikan nibbana/nirvana tapi masih tercemar oleh pancakandha bukankah sulit dikatakan bahwa ia merealisasikan nibbana/nirvana? Jika kematian masih membawa dampak perubahanan padanya dapatkah dikatakan ia mencapai nibbana/nirvana? Bukankah nibbana/nirvana adalah kondisi yang melampaui kehidupan dan kematian?

bukan hanya pada "hilang"-nya tubuh (rupa) yang merupakan salah satu khandha dari panca khanda... tetapi semua khanda sudah tidak bersatu padu lagi. Terhenti proses bersatu-nya khanda-khanda itu...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 11:11:22 AM
DILBERT:

buat apa lagi semua paramita ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada ? bukankah ini INKONSISTEN...

TAN:

Buat apa lagi semua paramita dilepaskan ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada? Apakah paramita itu sesuatu yang bisa kita lepaskan seenaknya seperti membawa tas belanjaan setelah berbelanja di mall? Saya kira tidak begitu lho. Paramita tidaklah dipegang atau dilepaskan. Itu adalah sesuatu yang alami.

Amiduofo,

Tan

Sdr.Tan benar ketika mengatakan bahwa Paramita tidak dipegang dan dilepaskan. Itu sesuatu yang alami... Maka ketika mencapai parinibbana (nibbana tanpa sisa). Tidak ada lagi yang bisa dipancarkan paramita-nya... karena alamiahnya sudah berhenti proses.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 16 April 2009, 11:20:26 AM
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***


"Maitri Karuna" seorang Sammasambuddha, adalah beliau mengajar manusia dan dewa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 11:26:03 AM

Yang dimaksud oleh Bro Dilbert adalah Parinibbana, Nibbana tanpa sisa.

Apakah "sisa" itu kalau gitu? Apa yang bisa tersisa dari pencapaian nibbana? Kalau tanpa sisa apa yang tak tersisa kalau demikian? Mohon masukkannya. Terimakasih.

yang sisa itu adalah pencapaian nibbana oleh individu yang masih hidup di dunia ini... yang dalam hal ini adalah panca khanda... itu lah sisa...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 11:51:14 AM
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***


"Maitri Karuna" seorang Sammasambuddha, adalah beliau mengajar manusia dan dewa.


yang di bold MERAH itu-lah pola pikir seorang puthujana yang masih mempertimbangkan untung rugi (DUALISME)... makanya tidak akan logis kalau pola pikir seorang puthujana (awam) dibandingkan dengan seorang tercerahkan...

di sutra vajracheddika (sutra intan / salah satu sutra utama Mahayana), saya kutip:

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi

Kemudian lagi :

"Subhuti, seorang Bodhisattva juga demikian, jika dia berkata, "Aku harus membebaskan makhluk hidup yang tak terhitung dari tumimbal lahir, maka dia tidak akan disebut seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma yang dinamakan Bodhisattva. Karena itu Hyang Buddha mengatakan semua Dharma tidak memiliki konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan."

"Subhuti, jika seorang Bodhisattva mengatakan, "Aku akan menghiasi Tanah Buddha", dia tidak akan disebut Bodhisattva. Apa sebabnya? Memperindah tanah Buddha dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan memperindah. Oleh sebab itu dinamakan memperindah. Subhuti, jika seorang Bodhisattva memahami bahwa segala Dharma tidak memiliki konsepsi diri, Tathagatha menyebutnya sebagai
seorang Bodhisattva sejati."


Kemudian :

"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam."


Dan Lagi :

"Subhuti, seorang Bodhisattva boleh memenuhi sistem dunia yang banyaknya bagai butir-butir pasir di sungai Gangga dengan 7 macam permata mulia dan memberikannya sebagai dana amal. Tetapi jika seorang lainnya mengetahui bahwa semua Dharma tidak memiliki diri dan mencapai Anuttpatika-Dharma-ksanti, pahala dan kebajikan dari Bodhisattva tersebut akan melampaui Bodhisattva yang pertama. Mengapa begitu? Subhuti, itu disebabkan karena Bodhisattva tidak menerima pahala dan kebajikan."

Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Djunjungi, bagaimana bisa Bodhisattva tidak menerima pahala dan kebajikan?"

"Subhuti, karena Bodhisattva tidak boleh mengharapkan pahala dan kebajikan dari perbuatan baik yang dilakukannya, mereka dikatakan tidak menerima pahala dan kebajikan."


-------

Jika mainstream ajaran Mahayana lebih menekankan pada pencapaian annutara sammasambuddha, menurut saya OK OK saja... tetapi bukan dalam artian bahwa setelah pencapaian nibbana tanpa sisa (parinibbana) seorang annutara samyaksambuddha itu masih bisa begini begitu... Tentu beda pencapaian seorang sravaka dengan seorang pacceka maupun seorang samyaksambuddha. Tetapi dalam runut (proses) alamiah-nya tentang pembebasan adalah berhenti-nya proses, melihat apa adanya (secara alamiah), melampaui dualisme untung rugi, baik jahat dsbnya. Itulah akhir dari penderitaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 16 April 2009, 11:59:22 AM
>> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
Apakah Mahayana mempertimbangkan bahwa seseorang yang belum mencapai Ke-Buddha-an bisa berbuat kesalahan, sehingga bisa juga mengajarkan hal yang keliru, ataukah hanya berasumsi ajaran Mahayana pasti benar, keegoisan dikikis dengan menyebarkan ajaran PASTI BENAR ini?


Quote
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)
Ini pemikiran keliru tentang Theravada. Dalam Theravada, kita TIDAK BISA menolong orang lain, bahkan Buddha sendiri tidak bisa. (Bisa dilihat dari kedatangan Buddha Gotama TIDAK "menyulap" semua mahluk jadi suci.)
Buddha hanya memberikan jalan, namun seseorang harus 'menolong dirinya sendiri'. Jadi mungkin di Mahayana ada semacam "Juru selamat" yang bisa menolong orang lain, namun di Theravada tidak. Terlebih lagi, orang yang masih menggapai-gapai dalam lumpur TIDAK BISA menyelamatkan orang yang di lumpur juga. Orang yang sudah selamat dari lumpur baru bisa membantu mereka yang masih di lumpur.
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 16 April 2009, 12:06:47 PM
Mungkin didalam nibbana sudah tidak ada dilbert, tan, dan makhluk dan aku.
Dan mungkin begitu mnrt pndngan buddhism. Maka apa yg diributkan mgnai nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 12:13:57 PM
>> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
Apakah Mahayana mempertimbangkan bahwa seseorang yang belum mencapai Ke-Buddha-an bisa berbuat kesalahan, sehingga bisa juga mengajarkan hal yang keliru, ataukah hanya berasumsi ajaran Mahayana pasti benar, keegoisan dikikis dengan menyebarkan ajaran PASTI BENAR ini?


Quote
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)
Ini pemikiran keliru tentang Theravada. Dalam Theravada, kita TIDAK BISA menolong orang lain, bahkan Buddha sendiri tidak bisa. (Bisa dilihat dari kedatangan Buddha Gotama TIDAK "menyulap" semua mahluk jadi suci.)
Buddha hanya memberikan jalan, namun seseorang harus 'menolong dirinya sendiri'. Jadi mungkin di Mahayana ada semacam "Juru selamat" yang bisa menolong orang lain, namun di Theravada tidak. Terlebih lagi, orang yang masih menggapai-gapai dalam lumpur TIDAK BISA menyelamatkan orang yang di lumpur juga. Orang yang sudah selamat dari lumpur baru bisa membantu mereka yang masih di lumpur.
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?



Mantap... setajam silet...

GRP SENT...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 12:22:40 PM
GRP untuk semuanya karena berdiskusi dengan baik, _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 01:21:27 PM
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

<< bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)


Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 16 April 2009, 02:03:22 PM
bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)
Memangnya kalo Bro naviscope masuk vihara Theravada, semua orang nongkrong sendiran di perpustakaan baca buku, tidak ada yang diskusi, nanya bhante, ikut dhamma class, denger ceramah?
Saya sih memang ke vihara mana pun, tapi setahu saya, rumah ibadah agama apa pun ga ada yang cuma disodorin buku lalu disuruh belajar sendiri deh.

Saya rasa OK saja tentu kalau sesama umat saling peduli, justru harus begitu. Tetapi saya kurang cocok dengan sikap "promosi agama sendiri" ke orang lain dengan dalih "mengikis keegoisan". Saya juga sering bertemu dengan "sales agama" dengan dalih "mengasihi dan ingin menyelamatkan jiwa saya". Bagi saya, itu bukan "tidak egois" atau "mengasihi", tetapi lebih ke arah "menghakimi" ("saya sudah tahu yang paling benar, sementara anda punya salah, maka saya mengenalkan punya saya supaya anda ga sesat").



Quote
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?

Ada kasus seseorang mau menolong temannya hampir tenggelam, tetapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Orang yang hampir tenggelam itu meronta-ronta sambil berusaha terus memeluk "penyelamat"nya dengan keras. Alhasil, keduanya mati tenggelam.
Terlepas dari niat baiknya, si penyelamat tidak tahu bahwa kalau mau menolong orang yang hampir tenggelam itu harus dari belakang, maka hasilnya begitu.

Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 02:32:58 PM
Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".

 =))

bisa saja bro Kainyn...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 02:37:51 PM
bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)
Memangnya kalo Bro naviscope masuk vihara Theravada, semua orang nongkrong sendiran di perpustakaan baca buku, tidak ada yang diskusi, nanya bhante, ikut dhamma class, denger ceramah?
Saya sih memang ke vihara mana pun, tapi setahu saya, rumah ibadah agama apa pun ga ada yang cuma disodorin buku lalu disuruh belajar sendiri deh.

Saya rasa OK saja tentu kalau sesama umat saling peduli, justru harus begitu. Tetapi saya kurang cocok dengan sikap "promosi agama sendiri" ke orang lain dengan dalih "mengikis keegoisan". Saya juga sering bertemu dengan "sales agama" dengan dalih "mengasihi dan ingin menyelamatkan jiwa saya". Bagi saya, itu bukan "tidak egois" atau "mengasihi", tetapi lebih ke arah "menghakimi" ("saya sudah tahu yang paling benar, sementara anda punya salah, maka saya mengenalkan punya saya supaya anda ga sesat").



Quote
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?

Ada kasus seseorang mau menolong temannya hampir tenggelam, tetapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Orang yang hampir tenggelam itu meronta-ronta sambil berusaha terus memeluk "penyelamat"nya dengan keras. Alhasil, keduanya mati tenggelam.
Terlepas dari niat baiknya, si penyelamat tidak tahu bahwa kalau mau menolong orang yang hampir tenggelam itu harus dari belakang, maka hasilnya begitu.

Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".



Serperti saya tekankan sama seperti Bro tan. Konsep Tera dengan maha memang ada perbedaan. Bukan berarti Mahayana itu tidak murni ajarannya, bukan berarti tera murni ajarannya, karena semua kitab kitab suci yang ada itu tidak ada letak permurnianya. Semua itu berdiri sendiri Mahayana dengan Kanon Sansekerta pada konsuil ke 2. Sementara kanon pali Pada konsuil ke 3. Dimana kedua aliran ini sebenarnya tidak pernah ketemu. memiliki daerah masing, tradisi sendiri - sendiri. Bagaimana mungkin bisa kalo memaksakan Konsep Tera ke maha. Konsep maha ke tera kalo orangnya masih punya EGO sendiri. Seperti saya katakan anda hilangkan EGO anda dulu baru bisa pelajari sesuatu yang berbenda dengan anda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 02:52:14 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:00:03 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 03:11:46 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar


Aliran-aliran BUDDHA sudah ada sejak BUDDHA masih hidup ? Interpretasi sendiri sendiri atau gimana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 03:17:42 PM
^
^
^
aliran buddha sudah ada sejak sang buddha hidup?
berarti agama lain juga ada donk, sejak buddha hidup???
sama donk kondisi-nya kayak sekarang, ada kairoh & romah???


tripitaka asli ditulis dalam bahasa sansekerta kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:19:07 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar


Aliran-aliran BUDDHA sudah ada sejak BUDDHA masih hidup ? Interpretasi sendiri sendiri atau gimana ?

Interprasi dari siapa boss ?, Siapa nulis Buddha Masih hidup ?. Sesudah Beliau meninggal, baca atuh tulisan saya baik - baik. Kalo ngak bisa baca jelas dengan baik pakai kaca pembesar dong :P. lah jelas tulisan saya setelah BUDDHA MENINGGAL. Bukan semasa dia HIDUP
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 03:23:47 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar


menurut mbah Wiki, http://en.wikipedia.org/wiki/Pali
Bahasa Pali adalah bahasa yang dipakai oleh penduduk Kerajaan Magadha, jadi bahasa Pali=Magadha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:26:07 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar


menurut mbah Wiki, http://en.wikipedia.org/wiki/Pali
Bahasa Pali adalah bahasa yang dipakai oleh penduduk Kerajaan Magadha, jadi bahasa Pali=Magadha.

Magadha itu Mirip Bahsa Pali bro indra, Tulisan Benernya Magadhi Soalnya aye cek dari dua buku sekaligus.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 16 April 2009, 03:26:45 PM
Serperti saya tekankan sama seperti Bro tan. Konsep Tera dengan maha memang ada perbedaan. Bukan berarti Mahayana itu tidak murni ajarannya, bukan berarti tera murni ajarannya, karena semua kitab kitab suci yang ada itu tidak ada letak permurnianya. Semua itu berdiri sendiri Mahayana dengan Kanon Sansekerta pada konsuil ke 2. Sementara kanon pali Pada konsuil ke 3. Dimana kedua aliran ini sebenarnya tidak pernah ketemu. memiliki daerah masing, tradisi sendiri - sendiri. Bagaimana mungkin bisa kalo memaksakan Konsep Tera ke maha. Konsep maha ke tera kalo orangnya masih punya EGO sendiri. Seperti saya katakan anda hilangkan EGO anda dulu baru bisa pelajari sesuatu yang berbenda dengan anda.

Bukan masalah siapa yang murni kok di sini. Saya tidak perlu ajaran murni/asli/benar kalau isinya ga nyambung dengan pemahaman saya. Bahkan kalau menurut saya sih, sudah tidak ada yang murni (bukan tidak ada yang benar, tapi semua sudah terdistorsi waktu).


Sikap yang menurut saya pribadi cocok adalah: TIDAK MENYEMBUNYIKAN ajaran, namun TIDAK MEMAKSAKAN pengajaran kepada orang lain.
Mahayana menilai kalau punya ajaran dan tidak disebar-luaskan, adalah egois. Saya kurang sependapat.
Mahayana juga menilai bahwa semua jalan (benar) akan kembali pada Mahayana. Saya juga tidak sependapat. Itu saja.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:35:41 PM
aye tuliskan dari 2 Buku Sekaligus sebagai Penulisan bahwa g ngak sembarangan nulis dan juga Romo Khrisnanda bukan Orang sembarang ambil refrensi Bro Indra. Kenapa Saya gembar gembor buku beliau dia itu menggunakan 100 lebih buku untuk refrensi tulisan beliau, ini adaalah penggalan tulisan beliau dan juga Dari Bhante piyasilako berjudul " jalan Tunggal".  Berikut pengalan kalimat itu

"Tidak ada Sapun Bagian kitab Suci pali yang menyebutkan Bahwa Buddha berbahsa Pali. Kata Pali tidak ditemukan dalam Tripitaka. kemunculannya yang pertama ada pada msa belakangan didalam komentar2 . Dalam komentar2 kata " Pali" sering berarti sesuatu :naskah kitab suci" Sedangkan Untuk bahasa pali dari kitab suci "Pali ", Komentar2, memberitahu kita bahwa itu adalah Bahasa Magandhi."

Sisanya anda baca sendiri, Apasusahnya membaca buku Karangan Romo Khrisnanda wijaya Mukti bahwa tuh buku gratis, dan juga buku jalan Tunggal itu juga gratis bisa didapatkan di Dian darma, Kalo wacana Buddha darma pesan melalui Bro hendra lim. Dia tidak mengambil pungutan bayaran, bahkan rela meluangkan waktunya buat antar buku ini kalo didaerah jakarta.
oleh karena itu Saya kenapa tulis menghargai simpatik dia.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:37:42 PM
Serperti saya tekankan sama seperti Bro tan. Konsep Tera dengan maha memang ada perbedaan. Bukan berarti Mahayana itu tidak murni ajarannya, bukan berarti tera murni ajarannya, karena semua kitab kitab suci yang ada itu tidak ada letak permurnianya. Semua itu berdiri sendiri Mahayana dengan Kanon Sansekerta pada konsuil ke 2. Sementara kanon pali Pada konsuil ke 3. Dimana kedua aliran ini sebenarnya tidak pernah ketemu. memiliki daerah masing, tradisi sendiri - sendiri. Bagaimana mungkin bisa kalo memaksakan Konsep Tera ke maha. Konsep maha ke tera kalo orangnya masih punya EGO sendiri. Seperti saya katakan anda hilangkan EGO anda dulu baru bisa pelajari sesuatu yang berbenda dengan anda.

Bukan masalah siapa yang murni kok di sini. Saya tidak perlu ajaran murni/asli/benar kalau isinya ga nyambung dengan pemahaman saya. Bahkan kalau menurut saya sih, sudah tidak ada yang murni (bukan tidak ada yang benar, tapi semua sudah terdistorsi waktu).


Sikap yang menurut saya pribadi cocok adalah: TIDAK MENYEMBUNYIKAN ajaran, namun TIDAK MEMAKSAKAN pengajaran kepada orang lain.
Mahayana menilai kalau punya ajaran dan tidak disebar-luaskan, adalah egois. Saya kurang sependapat.
Mahayana juga menilai bahwa semua jalan (benar) akan kembali pada Mahayana. Saya juga tidak sependapat. Itu saja.



Kalo anda tidak sependapat yah tidak usah maksain kehendak anda dengan orang lain supaya sependapat dengan anda. Itu namanya EGO. Kalo mengungkap pendapat silakan saja, tidak perlu teriak - teriak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 03:47:58 PM
[at] bro purnama

santai bro, santai...

bisa tlg di tulis lebih lengkap judul buku-nya
jd penasaran pengen baca... :P

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 16 April 2009, 03:48:27 PM
Kalo anda tidak sependapat yah tidak usah maksain kehendak anda dengan orang lain supaya sependapat dengan anda. Itu namanya EGO. Kalo mengungkap pendapat silakan saja, tidak perlu teriak - teriak.

Teriak-teriak apa yah? Saya maksain kehendak yang mana?
Lagipula saya tidak merasa ada diskusi dengan anda sebelumnya. Kok malah ego anda yang terusik?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:48:42 PM
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar


menurut mbah Wiki, http://en.wikipedia.org/wiki/Pali
Bahasa Pali adalah bahasa yang dipakai oleh penduduk Kerajaan Magadha, jadi bahasa Pali=Magadha.

dari wiki loe Bro, berarti aye ngak salah refrensi, mau buku atau wab sama lokh

Pali was considered by early Buddhists to be linguistically similar to Old Magadhi or even a direct continuation of that language. Many Theravada sources refer to the Pali language as “Magadhan” or the “language of Magadha.” This seems to be problematic, as the later form of Magadhi of Asoka's inscriptions (3rd century BC) is an Eastern Indian language whereas Pali most closely resembles Western Indian inscriptions. Ancient Magadha may, however, have been in the West of ancient India after all.[7] There are many remarkable analogies between Pali and Ardhamagadhi (Half Magadhi), an old form of Magadhi preserved in ancient Jain texts. Ardhamagadhi differs from the eastern Prakrit of Ashokan inscriptions on similar points as Pali. For example, Ardhamagadhi too does not change r into l, and in the noun inflexion it shows the ending -o instead of the eastern Prakritic -e at least in many metrical places. This similarity is not accidental, since Mahavira, the 24th Tirthankara of Jainism preached in the same area (Magadha) as Buddha Gotama.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 03:49:49 PM

Di postingan-postingan yang sebelumnya, Saudara Tan menyatakan bahwa "2.Orang yang telah bebas tentunya dapat pergi ke mana saja, bukan? Karena itu, bagi saya sangat masuk akal pandangan bahwa seorang Buddha masih dapat "pergi" atau "masuk" lagi ke dunia samsara. Hanya saja "masuk" atau "menjelma"nya Beliau ke dalam samsara itu bukan didasari oleh lobha, dosa, dan moha."...

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan? Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.


Dalam hal ini, tentu kita dibatasi bahasa dalam menyampaikan apa yang dimaksudkan. Seringkali kita menggunakan analogi untuk menyebutkan misalnya 'orang yang merealisasi nibbana', namun jelas-jelas ini cuma analogi belaka. Begitu juga nama "Buddha", jelas hanyalah metafora untuk menyampaikan sesuatu yang lebih tinggi. Kata "Buddha" berarti "Yang Mengetahui" atau "Yang Sadar", jika kata ini digunakan kita pun seharusnya bertanya siapa yang sadar? siapa yang mengetahui? Kalau pada dasarnya "tidak ada diri" saat seseorang merealisasi nibbana.  

Karena itu walaupun digunakan bahasa yang seolah-olah menyebutkan tentang 'diri',  memang tidak ada 'diri' yang merealisasi. Artinya tidak ada diri-ego yang sebagaimana kita alami sebagai manusia awam. Begitu juga juga soal 'keluar' dan 'masuk', karena sejak semula tidak ada yang keluar ataupun masuk, karena nibbana/nirvana itu identik dengan samsara, sekaligus bukan identik :) Lebih jauh lagi sobat, nirvana itu berada di luar hukum alam semesta, karena bagaimana pun hukum alam semesta (sebatas pengetahuan manusia) adalah bagian dari dunia samsara yang dikenali oleh ego-diri (pikiran). Namun  bagi seorang yang merealisasi nibbana, tidaklah berbeda antara alam semesta dan nibbana/nirvana itu sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 03:50:39 PM
Kalo anda tidak sependapat yah tidak usah maksain kehendak anda dengan orang lain supaya sependapat dengan anda. Itu namanya EGO. Kalo mengungkap pendapat silakan saja, tidak perlu teriak - teriak.

Teriak-teriak apa yah? Saya maksain kehendak yang mana?
Lagipula saya tidak merasa ada diskusi dengan anda sebelumnya. Kok malah ego anda yang terusik?


santai juga bro kainyn, santai....

;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:51:40 PM
apa benar kalau mahayana tingkatnya lebih tinggi dari T ? kenapa?

tdk ada yg lebih tinggi dan tdk ada yg lebih rendah , sama saja.

aliran sungai yg berbeda toh menuju samudra yg sama .

mendingan kita ngejungker aja yukkk : hammer :
;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 03:55:21 PM
Bro, pada jaman Sriwijaya atau Majapahit juga tidak pernah ada sebutan Indonesia, tapi kita tau bahwa Negara Sriwijaya/Majapahit adalah Negara Indonesia di masa lalu. dan kita tidak memerlukan ratusan pustaka untuk hal ini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 16 April 2009, 03:56:50 PM
santai juga bro kainyn, santai....

;D


Santai kok. Ga buru2. :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 16 April 2009, 03:56:58 PM
[at] bro purnama

santai bro, santai...

bisa tlg di tulis lebih lengkap judul buku-nya
jd penasaran pengen baca... :P



ada bos di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10009.0.html
Tinggal telpon orangnya mau rela antar, Bro Hendra itu Orangnya baik lok, kalo dia orang didc g bisa GRP 100. mau rela antar kerumah g tanpa pungutan biaya.

Karena itu g nanti mau ketemu lagi sama dia, mau diskusikan masalah buku ini agar bisa di PDFkan disumbangkan ke DC. karena itu perlu perizinan dari Romo Khrisnanda sendiri Bos. Bagi yang mau tau isi buku ini, G janji bawa buku ini pas kopdar nanti ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 04:26:41 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya.
Akal sehat dan logika tidak akan membantu seseorang merealisasikan nirvana, justru dengan tekad dan semangat yang positif Sang Buddha akhirnya merealisasi nirvana

Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
Jika anda melihat semua makhluk secara kuantitas belaka....  Eihh... kalau nggak salah ada nada takut sendirian di sini? Ketakutan jika tidak ada yang menolong nanti kalau sendirian bro?  ;D Bukankah kalau sendirian bisa dengan usaha sendiri, setidaknya menurut keyakinan bro demikian kan?  :))

- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.

Kalau pada dasarnya nibbana sudah ada di sini, saat ini, maka sebenarnya nggak ada yang menunda-nunda ataupun yang ditunggu...

- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
Ucapan singa!  Saya pikir ini tidak berdasarkan logika, tapi lebih berdasarkan keyakinan bukan?

- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll..
Barang siapa yang takut merugikan diri sendiri, silahkan saja mempertahankan pikiran demikian. Saya pingin tahu apa yang masih mempertahankan pikiran ‘takut merugikan diri sendiri’ bisa menghilangkan klesa... Selama seseorang masih mempertahankan pikiran untung dan rugi saya nggak tahu apa yang bisa dicapainya... mungkin sukses dalam berdagang kali..:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 04:32:06 PM

bukan hanya pada "hilang"-nya tubuh (rupa) yang merupakan salah satu khandha dari panca khanda... tetapi semua khanda sudah tidak bersatu padu lagi. Terhenti proses bersatu-nya khanda-khanda itu...

Bukannya kandha yang lain muncul karena tubuh (atau indera) ada. Maaf kalau saya salah...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 04:40:17 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya.
Akal sehat dan logika tidak akan membantu seseorang merealisasikan nirvana, justru dengan tekad dan semangat yang positif Sang Buddha akhirnya merealisasi nirvana

Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
Jika anda melihat semua makhluk secara kuantitas belaka....  Eihh... kalau nggak salah ada nada takut sendirian di sini? Ketakutan jika tidak ada yang menolong nanti kalau sendirian bro?  ;D Bukankah kalau sendirian bisa dengan usaha sendiri, setidaknya menurut keyakinan bro demikian kan?  :))

- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.

Kalau pada dasarnya nibbana sudah ada di sini, saat ini, maka sebenarnya nggak ada yang menunda-nunda ataupun yang ditunggu...

- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
Ucapan singa!  Saya pikir ini tidak berdasarkan logika, tapi lebih berdasarkan keyakinan bukan?

- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll..
Barang siapa yang takut merugikan diri sendiri, silahkan saja mempertahankan pikiran demikian. Saya pingin tahu apa yang masih mempertahankan pikiran ‘takut merugikan diri sendiri’ bisa menghilangkan klesa... Selama seseorang masih mempertahankan pikiran untung dan rugi saya nggak tahu apa yang bisa dicapainya... mungkin sukses dalam berdagang kali..:)


mantafff, langsung to the point, ga neko2, mudah dicerna....

plus 1 ya, ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 04:45:12 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 16 April 2009, 04:46:25 PM
oh... ah.. oh..... ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 04:48:46 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 04:51:58 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....


"membuka diri" adalah istilah dalam bahasa indonesia untuk lebih terbuka dengan perbedaan. Seperti halnya "makan hati", bukan berarti kita memakan hati yang sebenarnya bukan :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 04:56:39 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Wah ini mau bikin kuesioner ya...? :) Kalau si penanya memaksakan suatu pilihan yang terbatas pada penjawabnya, maka ia hanya menginginkan "kepastian", bukan diskusi. maaf bro, kalau diberi pilihan kaku demikian, saya enggan menjawab. Trims.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 05:00:26 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....


"membuka diri" adalah istilah dalam bahasa indonesia untuk lebih terbuka dengan perbedaan. Seperti halnya "makan hati", bukan berarti kita memakan hati yang sebenarnya bukan :))

Sebaiknya diskusi yang sehat bukan mencari-cari syntax error, saya bisa dan saya yakin anda juga memahami bahwa "diri sendiri" yang dimaksud oleh Bro upasaka, adalah kita semua sebagai gabungan pancakkhandha. kita sebagai buddhist  memang sudah sepakat bahwa tidak ada diri (anatta), tapi dalam percakapan sehari2, bahkan Sang Buddha (dalam Sutta) juga sering menggunakan kata diri sebagai suatu konvensi bahasa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 05:02:41 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Wah ini mau bikin kuesioner ya...? :) Kalau si penanya memaksakan suatu pilihan yang terbatas pada penjawabnya, maka ia hanya menginginkan "kepastian", bukan diskusi. maaf bro, kalau diberi pilihan kaku demikian, saya enggan menjawab. Trims.

itu karena saya menggunakan pendekatan matematis, tapi tentu anda tetap diperbolehkan memberikan penjelasan sepanjang yg anda mau. anyway, demi kenyamanan anda, saya akan meralat:

jika, nirvana=samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai nirvana? boleh dijawab dengan jawaban apapun yg anda anggap benar.

semoga Bro sobat-dharma tidak enggan menjawab.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 05:03:18 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Wah ini mau bikin kuesioner ya...? :) Kalau si penanya memaksakan suatu pilihan yang terbatas pada penjawabnya, maka ia hanya menginginkan "kepastian", bukan diskusi. maaf bro, kalau diberi pilihan kaku demikian, saya enggan menjawab. Trims.

i like your style :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 05:12:10 PM
Quote from: sobat-dharma
Dalam hal ini, tentu kita dibatasi bahasa dalam menyampaikan apa yang dimaksudkan. Seringkali kita menggunakan analogi untuk menyebutkan misalnya 'orang yang merealisasi nibbana', namun jelas-jelas ini cuma analogi belaka. Begitu juga nama "Buddha", jelas hanyalah metafora untuk menyampaikan sesuatu yang lebih tinggi. Kata "Buddha" berarti "Yang Mengetahui" atau "Yang Sadar", jika kata ini digunakan kita pun seharusnya bertanya siapa yang sadar? siapa yang mengetahui? Kalau pada dasarnya "tidak ada diri" saat seseorang merealisasi nibbana.  

Karena itu walaupun digunakan bahasa yang seolah-olah menyebutkan tentang 'diri',  memang tidak ada 'diri' yang merealisasi. Artinya tidak ada diri-ego yang sebagaimana kita alami sebagai manusia awam. Begitu juga juga soal 'keluar' dan 'masuk', karena sejak semula tidak ada yang keluar ataupun masuk, karena nibbana/nirvana itu identik dengan samsara, sekaligus bukan identik :) Lebih jauh lagi sobat, nirvana itu berada di luar hukum alam semesta, karena bagaimana pun hukum alam semesta (sebatas pengetahuan manusia) adalah bagian dari dunia samsara yang dikenali oleh ego-diri (pikiran). Namun  bagi seorang yang merealisasi nibbana, tidaklah berbeda antara alam semesta dan nibbana/nirvana itu sendiri.

Sobat...

Jika memang tidak ada diri, lalu siapa atau apa yang bisa memancarkan maitri-karuna itu?

Apakah orang yang telah merealisasi Nirvana itu akan kekal?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 05:12:35 PM
Saya tahu bahwa sebagai manusia, kita masih membutuhkan bantuan orang lain. Semua keberhasilan yang dapat kita raih pada dasarnya dibantu pula oleh orang lain.
Namun maksud saya, yang bisa membantu diri sendiri untuk merealisasi Pencerahan adalah diri sendiri tentunya. Sang Buddha hanya sebagai guru dan penunjuk jalan.
Diri yang mana? Kukira anda juga bersepakat kalau diri itu pada prinsipnya adalah anatta?

Oleh karena itu, saya kurang mengerti dengan konsep Mahayanis yang menyatakan :
"...saya baru akan mau menjadi Buddha setelah semua makhluk terbebas dari penderitaan..."

Cobalah membuka diri, anda pasti akan mengerti....

Tekad dan semangatnya sangat baik dan positif. Namun satu hal yang kurang pas di akal sehat saya adalah nilai logisnya.
Akal sehat dan logika tidak akan membantu seseorang merealisasikan nirvana, justru dengan tekad dan semangat yang positif Sang Buddha akhirnya merealisasi nirvana

Karena :
- Kita tidak mungkin mampu menolong semua makhluk.
- Seandainya semua makhluk sudah terbebas, akhirnya tinggal kita yang belum terbebas. Saat itu bila kita membutuhkan pertolongan, maka tidak ada satu makhluk pun yang ada untuk mau / mampu menolong kita.
Jika anda melihat semua makhluk secara kuantitas belaka....  Eihh... kalau nggak salah ada nada takut sendirian di sini? Ketakutan jika tidak ada yang menolong nanti kalau sendirian bro?  ;D Bukankah kalau sendirian bisa dengan usaha sendiri, setidaknya menurut keyakinan bro demikian kan?  :))

- Jumlah makhluk hidup di samsara ini tidak terhitung. Kalau semua orang kerjanya hanya menunda, ujung-ujungnya hanya ada hukum timbal-balik antara penunda dengan orang yang ditunggu. Alias berjalan di tempat.

Kalau pada dasarnya nibbana sudah ada di sini, saat ini, maka sebenarnya nggak ada yang menunda-nunda ataupun yang ditunggu...

- Menurut saya (ini menurut saya yha...), samsara ini selalu ada... Jadi tidak mungkin samsara ini kehabisan penghuninya / makhluk hidup.
Ucapan singa!  Saya pikir ini tidak berdasarkan logika, tapi lebih berdasarkan keyakinan bukan?

- dan kalau semua poin itu benar, maka tekad 'menolong makhluk lain' ini hanya menjadi aksi kebaikan yang merugikan diri sendiri - ibarat memberi makan pada semua pengemis di dunia, tapi diri sendiri akhirnya mati kelaparan.
- dll..
Barang siapa yang takut merugikan diri sendiri, silahkan saja mempertahankan pikiran demikian. Saya pingin tahu apa yang masih mempertahankan pikiran ‘takut merugikan diri sendiri’ bisa menghilangkan klesa... Selama seseorang masih mempertahankan pikiran untung dan rugi saya nggak tahu apa yang bisa dicapainya... mungkin sukses dalam berdagang kali..:)


1) Anda tidak perlu memainkan tendensi kata-kata. :) Saya rasa Anda sudah paham siapa itu diri sendiri yang saya maksud.

2) Saya sudah bisa menerimanya dari dulu. Tapi hanya sebatas kalimat motivasi, bukan filsafat realitas.

3) Akal sehat dan logika memang bukan hal utama yang dibutuhkan untuk merealisasikan Nirvana. Namun bila kita berangkat tanpa akal sehat dan logika, kita mudah sekali dibutakan oleh dunia. Ini ibarat Anda menyatakan : "tidak perlu akal sehat dan logika, yang kau butuhkan hanyalah tekad dan semangat untuk dapat menghentikan revolusi Bumi."

4) Anda tidak perlu memainkan kontekstual makna dalam kalimat saya. :) Saya mengajukan pertanyaan yang saya ambil dari pemahaman Mahayana saya yang masih dangkal. Maksudnya, saya ingin menerka masa depan samsara ditinjau dari pandangan Mahayana. Jikalau semua makhluk sudah terbebas dari penderitaan, lantas apa yang akan dilakukan oleh 'sang juru selamat' setelah itu...?

5) Nirvana bisa direalisasikan di hidup ini, bukannya sudah ada di sini. Kata "di sini" yang Anda pakai saja secara implisit menunjukkan pemahaman Anda bahwa Nirvana adalah sebuah tempat. Dan satu lagi... Kalau tidak ada yang perlu ditunda atau ditunggu, kenapa bodhisatva dengan lantang menyerukan "...saya tunda pencapaian kebuddhaan saya, karena...", ...?

6) Kan sudah saya bilang, ini menurut saya. Alasan saya menyatakan demikian karena samsara itu tiada berawal. Jadi akan menjadi terlalu berspekulasi kalau saya menyatakan bahwa samsara juga akan lenyap. Kalau menurut Anda sendiri, bagaimana?

7) Tidak mementingkan keuntungan diri sendiri, memberi keuntungan pada orang lain; adalah tindakan terpuji. Tapi bukan berarti lebih baik menjadi orang baik hati yang bodoh. Di sinilah letak kebijaksanaan berperan, apakah seseorang ingin melakukan kebaikan dengan cara yang arif atau monoton...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 05:12:46 PM

Sebaiknya diskusi yang sehat bukan mencari-cari syntax error, saya bisa dan saya yakin anda juga memahami bahwa "diri sendiri" yang dimaksud oleh Bro upasaka, adalah kita semua sebagai gabungan pancakkhandha. kita sebagai buddhist  memang sudah sepakat bahwa tidak ada diri (anatta), tapi dalam percakapan sehari2, bahkan Sang Buddha (dalam Sutta) juga sering menggunakan kata diri sebagai suatu konvensi bahasa.

bagaimana gabungan pancakhanda bisa membantu seseorang merealisasi nibbana? bukankah realisasi nibbana berarti disadarinya pancakhanda sebagai "bukan-diri"? Sebenarnya seperti yang sebelumnya saya katakan, okey saja seseorang berpandangan bahwa dengan mengandalkan usaha "diri" seseorang bisa memulai praktik dhamma. Namun, pada tingkat pencapaian tertentu "diri" justru harus dilepaskan. Bukankah dalam Theravada pun diajarkan kala meditasi adalah praktik pelepasan? Sama saja dengan pihak yang memulai praktiknya dengan pandangan melalui bantuan "yang lain", karena pada titik pencapaian tertentu ia akan menyadari bahwa "tidak ada yang dibantu dan tidak ada yang membantu".

Singkatnya, saya cuma berpendapat kalau terlalu ngotot mengatakan "hanya dengan usaha diri sendiri" seseorang bisa merealisasikan nirvana, maka ia sama berpotensi terjebak pada kekeliruan yang justru membuatnya berjalan ke arah sebaliknya: pemujaan akan usaha diri yang berlebihan, yang berarti terjebak dalam diri-ego.  

Saya juga berharap, kalau hal tersebut hanya masalah konvensi bahasa belaka, bukan suatu pandangan yang mengarah ke ekses lebih jauh... dari sekadar penggunaan bahasanya. Semoga kita semua tidak terjebak pada pandangan ego-diri sebagai solusi dari samsara, padahal ego-diri lah yang menjadi akar samsara
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 05:15:47 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Yah tentu saja menurut M kita sudah Nirvana mas Indra, bukankah Nirvana dan Samsara sama?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 05:18:58 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Yah tentu saja menurut M kita sudah Nirvana mas Indra, bukankah Nirvana dan Samsara sama?



Mr. TL,
saya sudah Nirvana padahal saya masih bernafsu besar, walaupun tenaga kurang. :)) tapi biarlah, karena gue udah nirvana, kan gak perlu lagi segala macam sila, meditasi, dll, apa yg harus dilakukan sudah dilakukan, kehidupan suci telah selesai. finish
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 05:22:15 PM
Quote from: sobat-dharma
Dalam hal ini, tentu kita dibatasi bahasa dalam menyampaikan apa yang dimaksudkan. Seringkali kita menggunakan analogi untuk menyebutkan misalnya 'orang yang merealisasi nibbana', namun jelas-jelas ini cuma analogi belaka. Begitu juga nama "Buddha", jelas hanyalah metafora untuk menyampaikan sesuatu yang lebih tinggi. Kata "Buddha" berarti "Yang Mengetahui" atau "Yang Sadar", jika kata ini digunakan kita pun seharusnya bertanya siapa yang sadar? siapa yang mengetahui? Kalau pada dasarnya "tidak ada diri" saat seseorang merealisasi nibbana.  

Karena itu walaupun digunakan bahasa yang seolah-olah menyebutkan tentang 'diri',  memang tidak ada 'diri' yang merealisasi. Artinya tidak ada diri-ego yang sebagaimana kita alami sebagai manusia awam. Begitu juga juga soal 'keluar' dan 'masuk', karena sejak semula tidak ada yang keluar ataupun masuk, karena nibbana/nirvana itu identik dengan samsara, sekaligus bukan identik :) Lebih jauh lagi sobat, nirvana itu berada di luar hukum alam semesta, karena bagaimana pun hukum alam semesta (sebatas pengetahuan manusia) adalah bagian dari dunia samsara yang dikenali oleh ego-diri (pikiran). Namun  bagi seorang yang merealisasi nibbana, tidaklah berbeda antara alam semesta dan nibbana/nirvana itu sendiri.

Sobat...

Jika memang tidak ada diri, lalu siapa atau apa yang bisa memancarkan maitri-karuna itu?

Apakah orang yang telah merealisasi Nirvana itu akan kekal?


Mari kita menggunakan kata-kata dalam Visuddhimagga untuk membantu anda memahaminya:

Penderitaan belakalah yang ada, tiada penderita yang ditemukan;
Perbuatan ada, tetapi pelaku perbuatan tidak ada;
Nibbana ada, tetapi orang yang memasuki tidak ada;
Jalan ada, tetapi pejalannnya tidak ada.

Di sini bisa kulanjutkan:
pancaran maitri-karuna ada, tetapi yang memancarkan tidak ada.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 05:30:15 PM
Mas-mas sekalian,

translation of Yoga Vasistha by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 05:31:38 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Yah tentu saja menurut M kita sudah Nirvana mas Indra, bukankah Nirvana dan Samsara sama?


salah besar cayank :P

kata sapa menurut M, menurut kata loe kale, bukan menurut kata M, tlg jangan suka mengarahkan opini public kearah yang tidak benar ya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 05:33:26 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Yah tentu saja menurut M kita sudah Nirvana mas Indra, bukankah Nirvana dan Samsara sama?



Mr. TL,
saya sudah Nirvana padahal saya masih bernafsu besar, walaupun tenaga kurang. :)) tapi biarlah, karena gue udah nirvana, kan gak perlu lagi segala macam sila, meditasi, dll, apa yg harus dilakukan sudah dilakukan, kehidupan suci telah selesai. finish

wauw   ^:)^  GRP sent, pahalanya besar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 16 April 2009, 05:42:00 PM
masing masing keknya pada belum ahli dalam alirannya masing2.... :-?

bagaimana mencari tolak ukur diskusinya... ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 April 2009, 05:46:33 PM
1)Anda tidak perlu memainkan tendensi kata-kata. Saya rasa Anda sudah paham siapa itu diri sendiri yang saya maksud.

Jawab:  saya tidak sedang bermain-main bro, dan memangnya siapa diri sendiri yang  bro maksudkan? Memangnya ada “diri” yang lain lagi?

2) Saya sudah bisa menerimanya dari dulu. Tapi hanya sebatas kalimat motivasi, bukan filsafat realitas.
Jawab:  cerita dong biar lengkap ...

3) Akal sehat dan logika memang bukan hal utama yang dibutuhkan untuk merealisasikan Nirvana. Namun bila kita berangkat tanpa akal sehat dan logika, kita mudah sekali dibutakan oleh dunia. Ini ibarat Anda menyatakan : "tidak perlu akal sehat dan logika, yang kau butuhkan hanyalah tekad dan semangat untuk dapat menghentikan revolusi Bumi."

Jawab:  Iya, itu yang dilakukan Sang Buddha ketika melempar mangkoknya ke aliran sungai... Dan ternyata melawan arus sungai bro! Kalau meragukan “akal sehat” dan “logika” dalam cerita ini, setidaknya hikmatnya bisa diambilkan...

4) Anda tidak perlu memainkan kontekstual makna dalam kalimat saya. Saya mengajukan pertanyaan yang saya ambil dari pemahaman Mahayana saya yang masih dangkal. Maksudnya, saya ingin menerka masa depan samsara ditinjau dari pandangan Mahayana. Jikalau semua makhluk sudah terbebas dari penderitaan, lantas apa yang akan dilakukan oleh 'sang juru selamat' setelah itu...?

Jawab: Pertanyaannya iseng banget...:)) Tapi okey koq. Jika semua makhluk terbebas dari penderitaan ya bersaam dengan itu ia terbebas juga ... Kan katanya ‘semua makhluk’, berarti ia sendiri termasuk dong  :)) 

5) Nirvana bisa direalisasikan di hidup ini, bukannya sudah ada di sini. Kata "di sini" yang Anda pakai saja secara implisit menunjukkan pemahaman Anda bahwa Nirvana adalah sebuah tempat. Dan satu lagi... Kalau tidak ada yang perlu ditunda atau ditunggu, kenapa bodhisatva dengan lantang menyerukan "...saya tunda pencapaian kebuddhaan saya, karena...", ...?

Jawab:  “Di sini” adalah keberadaan yang melampaui eksistensi ...

6) Kan sudah saya bilang, ini menurut saya. Alasan saya menyatakan demikian karena samsara itu tiada berawal. Jadi akan menjadi terlalu berspekulasi kalau saya menyatakan bahwa samsara juga akan lenyap. Kalau menurut Anda sendiri, bagaimana?

Jawab: Saya tidak tahu? Bagaimanapun saya kan bukan Arahat, Bodhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna, bagaimana saya bisa tahu...

7) Tidak mementingkan keuntungan diri sendiri, memberi keuntungan pada orang lain; adalah tindakan terpuji. Tapi bukan berarti lebih baik menjadi orang baik hati yang bodoh. Di sinilah letak kebijaksanaan berperan, apakah seseorang ingin melakukan kebaikan dengan cara yang arif atau monoton...
Jawab:  berapakah banyak dari mereka yang memikirkan keuntungan dan kerugian di kepalanya bisa disebut bijak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 05:47:46 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Yah tentu saja menurut M kita sudah Nirvana mas Indra, bukankah Nirvana dan Samsara sama?


salah besar cayank :P

kata sapa menurut M, menurut kata loe kale, bukan menurut kata M, tlg jangan suka mengarahkan opini public kearah yang tidak benar ya...

reply no 425:

Quote
Pikiran yang menentukan Anda "terlahir" di mana saat ini. Anda dilanda keserakahan, artinya Anda sedang terlahir di alam preta. Anda sedang berbahagia, artinya Anda ada di alam dewa. Samsara adalah kondisi pikiran. Jika pikiran tidak mengkondisikan samsara, maka samsara itu tidak ada lagi. Karena itu, samsara adalah nirvana dan nirvana adalah samsara.
Pertanyaan Anda ini juga inkonsten: "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" Anda mengatakan bahwa nirvana adalah absolut, maka tentunya tak ada lagi dualisme. Tak ada lagi yang mengkondisikan nirvana. Tetapi Anda mempertentangkan nirvana dengan menyatakan mana yang mengkondisikan mana. Jika Anda berpegang bahwa nirvana adalah sesuatu yang absolut, maka tidak ada yang saling mengkondisikan lagi. Justru pandangan bahwa nirvana identik dengan samsara memperlihatkan bahwa keduanya tidak saling mengkondisikan. Di sini saya melihat filosofi Mahayana sangat konsisten. Saya tidak perlu menjawab pertanyaan "Jika Nirvana bukanlah tempat, lantas mengapa Nirvana identik dengan samsara? Apakah Nirvana itu yang mengkondisikan samsara, atau samsara yang mengkondisikan Nirvana?" karena berpandangan bahwa nirvana identik dengan samsara. Tidak ada yang saling mengkondisikan. Justru orang yang berpandangan nirvana beda dengan samsara itulah yang harus menjawab pertanyaan tersebut.

Tuh mas Tan,  kata mas Naviscope saya salah,

Mas Tan mengutip darimana?  kata mas Naviscope Nirvana tidak identik dengan Samsara tuh, Mahayana tidak berpendapat demikian. Gimana nih?

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 05:59:09 PM
Quote
Upasaka:
4) Anda tidak perlu memainkan kontekstual makna dalam kalimat saya. Saya mengajukan pertanyaan yang saya ambil dari pemahaman Mahayana saya yang masih dangkal. Maksudnya, saya ingin menerka masa depan samsara ditinjau dari pandangan Mahayana. Jikalau semua makhluk sudah terbebas dari penderitaan, lantas apa yang akan dilakukan oleh 'sang juru selamat' setelah itu...?

Quote
Sobat Dharma:
Jawab: Pertanyaannya iseng banget... Tapi okey koq. Jika semua makhluk terbebas dari penderitaan ya bersaam dengan itu ia terbebas juga ... Kan katanya ‘semua makhluk’, berarti ia sendiri termasuk dong   
 

mas Sobat Dharma, mungkin yang dimaksudkan mas Upasaka, ialah: jika seorang Bodhisattva memasuki Nirvana berarti ia sudah melanggar sumpahnya sendiri, karena Ia sudah bersumpah tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk masuk Nirvana.

Bodhisattva yang lain juga begitu, mereka memiliki sumpah yang sama yaitu tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk memasuki Nirvana.

Karena  hanya dengan menjadi Bodhisattva bisa memasuki Nirvana yang sesungguhnya (menjadi Buddha) maka siapakah yang memasuki Nirvana?

Bukankah semuanya akan saling menunggu yang lain memasuki Nirvana? Dengan demikian tak ada yang memasuki Nirvana karena saling menunggu?

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 06:06:40 PM
oke,

TL, saya mo tanya,

penasaran saja, kalau kamu sudah mencapai nirvana, kamu bakal ingat pada yang lain tidak?
loe bakal membantu yg lain tidak, yang belum mencapai nirvana

kalau saya liat sech, sangat kecil kemungkinan, mo perduli sama yang lain
saya sudah capai nirvana, yang lain bukan urusan saya lagi?
betul demikian kah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 06:21:44 PM
oke,

TL, saya mo tanya,

penasaran saja, kalau kamu sudah mencapai nirvana, kamu bakal ingat pada yang lain tidak?
loe bakal membantu yg lain tidak, yang belum mencapai nirvana

kalau saya liat sech, sangat kecil kemungkinan, mo perduli sama yang lain
saya sudah capai nirvana, yang lain bukan urusan saya lagi?
betul demikian kah?

Wah mas Navis nanya begitu saya jadi malu, saya kan hanya mengutip dari tulisan mas Tan.
Kemudian karena teringat tulisan mas Tan saya komentari tulisan mas Indra.

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 16 April 2009, 06:34:45 PM
^
^
^
hmmm....

[quote dari kamu]
mas Sobat Dharma, mungkin yang dimaksudkan mas Upasaka, ialah: jika seorang Bodhisattva memasuki Nirvana berarti ia sudah melanggar sumpahnya sendiri, karena Ia sudah bersumpah tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk masuk Nirvana.

Bodhisattva yang lain juga begitu, mereka memiliki sumpah yang sama yaitu tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk memasuki Nirvana.

Karena  hanya dengan menjadi Bodhisattva bisa memasuki Nirvana yang sesungguhnya (menjadi Buddha) maka siapakah yang memasuki Nirvana?

Bukankah semuanya akan saling menunggu yang lain memasuki Nirvana? Dengan demikian tak ada yang memasuki Nirvana karena saling menunggu?

metta,
[/quote]

kamu mempertanyakan boddhisattva
saya mempertanyakan kembali ke kamu, kamu setelah jadi buddha, apakah masi ingat orang lain yang belum mencapai nirvana? kamu sudah memasuki nirvana, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah nirvana

apakah kamu akan bertindak seperti dibawah ini?
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, kacian dech loe....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 16 April 2009, 06:38:02 PM
bukankah dengan mencapai nirvana berarti sudah menyelamatkan 1 umat manusia dari kegelapan batin, yaitu diri sendiri. :-? Apakah itu termaksud egois ?? :-?





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 April 2009, 06:50:54 PM
bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 16 April 2009, 07:02:58 PM
hm.. bukan itu jawaban yang sy harapkan.. hee... ok thanks. silahkan lanjutkan diskusinya.. sy lebih memilih netral.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 April 2009, 09:03:45 PM
yah memang ada perbedaan pandangan
kalo nggak beda gak ada namanya aliran...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dipasena on 16 April 2009, 09:10:53 PM
yah memang ada perbedaan pandangan
kalo nggak beda gak ada namanya aliran...

nah betul itu, kalo ga ada perbedaan ga mungkin ada aliran... apakah setiap aliran mengajarkan hal buruk ? apakah semua aliran mengajarkan ajaran buddha ? walau ada beberapa aliran yg sudah terkontaminasi tradisi, budaya dan kepercayaan chinese, it's ok toh ga ngajari untuk melanggar sila bukan ?

anggap perbedaan sebagai keragaman di buddhism, sebagai bumbu penyedap, anda tertarik aliran A, saya tertarik aliran B, kamu tertarik aliran C, yo monggo... lebih bagus jika praktekin, kembangkan bathin di dalam aliran itu, tujuannya sama mencapai pembebasan tertinggi... so, apalagi yg diributkan ?

jika diributkan, apa beda nya dengan umat agama lain terutama nasrani yg suka jelek-jelekin buddhism ? ntar kalo di ladeni, malah marah2... nah loh... mau jd orang pecundang seperti itu ? jika ga... lupa kan perbedaan yg mencolok antar aliran buddhism, ambil kesamaannya, yaitu buddha sebagai panutan dan ajarannya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 16 April 2009, 09:34:48 PM
^
^
^
hmmm....

[quote dari kamu]
mas Sobat Dharma, mungkin yang dimaksudkan mas Upasaka, ialah: jika seorang Bodhisattva memasuki Nirvana berarti ia sudah melanggar sumpahnya sendiri, karena Ia sudah bersumpah tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk masuk Nirvana.

Bodhisattva yang lain juga begitu, mereka memiliki sumpah yang sama yaitu tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk memasuki Nirvana.

Karena  hanya dengan menjadi Bodhisattva bisa memasuki Nirvana yang sesungguhnya (menjadi Buddha) maka siapakah yang memasuki Nirvana?

Bukankah semuanya akan saling menunggu yang lain memasuki Nirvana? Dengan demikian tak ada yang memasuki Nirvana karena saling menunggu?

metta,

Quote
kamu mempertanyakan boddhisattva
saya mempertanyakan kembali ke kamu, kamu setelah jadi buddha, apakah masi ingat orang lain yang belum mencapai nirvana? kamu sudah memasuki nirvana, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah nirvana

apakah kamu akan bertindak seperti dibawah ini?
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, kacian dech loe....

Mas Navis mungkin harus mempertanyakan pada diri sendiri, apakah mas Navis menerima konsep Nirvana = Samsara (konsep M) seperti yang dikemukakan oleh mas Tan atau tidak?

Kalau saya jelas tidak.

Kalau mas Navis menerima maka mas Navis harus pertanyakan pertanyaan mas Navis kepada diri sendiri.

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 16 April 2009, 09:49:05 PM
Bukankah suatu kesalahpahaman jika menyatakan Boddhisattva melanggar sumpah sendiri jika mengatakan bahwa semua Boddhisattva menyatakan tidak akan mengalami Nirvana jika semua makhluk belum memasuki Nirvana?

Setahu saya ini cuma sumpah beberapa Boddhisattva deh...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 April 2009, 10:04:02 PM
sah sah saja bahkan seorang bodhisatta itu mengucapkan sumpah... Karena sepanjang "seorang" individu yang disebut/telah menyandang karir bodhisatta masih terus menerus mempunyai keinginan (bahkan keinginan luhur/chanda), maka individu tersebut TIDAK AKAN MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN... (ini sejalan dengan apa yang diungkapkan di dalam SUTRA INTAN/VAJRACHEDDIKA SUTRa).

Kutipan Sutra Intan :

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: wen78 on 16 April 2009, 10:17:42 PM
kamu mempertanyakan boddhisattva
saya mempertanyakan kembali ke kamu, kamu setelah jadi buddha, apakah masi ingat orang lain yang belum mencapai nirvana? kamu sudah memasuki nirvana, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah nirvana
bagaimana kl saya modif sedikit menjadi...

kamu setelah jadi orang kaya, apakah masi ingat orang lain yang belum menjadi orang kaya? kamu sudah menjadi orang kaya, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah menjadi orang kaya

apakah kamu akan bertindak seperti dibawah ini?
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, kacian dech loe....
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, masing2 menjalankan karma-nya masing2.
apakah yang belum menyeberang pantai bisa menyeberang pantai, semua tergantung diri mereka sendiri.

bukankah dengan mencapai nirvana berarti sudah menyelamatkan 1 umat manusia dari kegelapan batin, yaitu diri sendiri. :-? Apakah itu termaksud egois ?? :-?
tergantung, siapa yg mengatakan siapa yg egois? ;D

Bukankah suatu kesalahpahaman jika menyatakan Boddhisattva melanggar sumpah sendiri jika mengatakan bahwa semua Boddhisattva menyatakan tidak akan mengalami Nirvana jika semua makhluk belum memasuki Nirvana?

Setahu saya ini cuma sumpah beberapa Boddhisattva deh...
AFAIK, Boddhisattva bersumpah karena weles asih/kasih sayang/.. dll mereka kepada semua mahluk, sehingga mereka bersumpah untuk tidak masuk ke Nirvana demi menolong semua mahluk.

seperti orang yang banyak duit, tapi dia gunakan untuk membantu orang2 yg tidak mampu. tapi dia tidak disebut orang kaya, karena tidak punya uang banyak, tidak punya Ferarri, gak punya handphone.. dll. dan setiap uang yg dia dapatkan, dia gunakan untuk membantu org lain.
ato dengan kata lain, dia tidak bisa menikmati uang yg dia hasilkan.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 10:26:35 PM
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Wah ini mau bikin kuesioner ya...? :) Kalau si penanya memaksakan suatu pilihan yang terbatas pada penjawabnya, maka ia hanya menginginkan "kepastian", bukan diskusi. maaf bro, kalau diberi pilihan kaku demikian, saya enggan menjawab. Trims.

itu karena saya menggunakan pendekatan matematis, tapi tentu anda tetap diperbolehkan memberikan penjelasan sepanjang yg anda mau. anyway, demi kenyamanan anda, saya akan meralat:

jika, nirvana=samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai nirvana? boleh dijawab dengan jawaban apapun yg anda anggap benar.

semoga Bro sobat-dharma tidak enggan menjawab.


Bagaimana Bro sobat? saya sudah meralat pertanyaan saya untuk mengatasi keengganan Bro, mohon sudi memberikan pencerahan

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:32:04 PM
Quote from: sobat-dharma
Mari kita menggunakan kata-kata dalam Visuddhimagga untuk membantu anda memahaminya:

Penderitaan belakalah yang ada, tiada penderita yang ditemukan;
Perbuatan ada, tetapi pelaku perbuatan tidak ada;
Nibbana ada, tetapi orang yang memasuki tidak ada;
Jalan ada, tetapi pejalannnya tidak ada.

Di sini bisa kulanjutkan:
pancaran maitri-karuna ada, tetapi yang memancarkan tidak ada.

Sobat...

Empat baris awal yang Anda ketik itu berbicara mengenai realita anatta dalam tataran pra-Parinirvana. Artinya, dengan atau tidak menerima konsep anatta, fakta berbicara bahwa pada hakikatnya tidak ditemukan substansi inti (diri) di dunia ini. Penderita, pelaku perbuatan, orang yang merealisasi maupun pejalan; dinyatakan tidak ada, karena tidak ada penggerak utama yang beraktivitas dalam orang yang bersangkutan.

Namun pada dua baris akhir yang Anda ketik, statement itu berbicara dalam tataran pasca-Parinirvana. Di taraf ini, orang yang sudah memasuki Parinirvana sudah tidak lagi beraktivitas. Anda menyatakan bahwa pancaran maitri-karuna ada. Ini merujuk pada dua hal, yaitu :
- mungkin orang yang bersangkutan (Buddha) masih melakukan kegiatan memancarkan maitri-karuna.
- mungkin maitri-karuna itu dipancarkan oleh sesuatu (thing) - yang notabene adalah orang yang sudah memasuki Parinirvana.

Mohon penjelasan lanjutnya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 April 2009, 10:32:16 PM
Quote from: sobat-dharma
1)Anda tidak perlu memainkan tendensi kata-kata. Saya rasa Anda sudah paham siapa itu diri sendiri yang saya maksud.
Jawab:  saya tidak sedang bermain-main bro, dan memangnya siapa diri sendiri yang  bro maksudkan? Memangnya ada “diri” yang lain lagi?

Maksudnya : "...yang bisa membuat diri sendiri (seseorang) merealisasi Pembebasan adalah diri sendiri (orang itu) pula."
Analoginya -> yang bisa membuat diri sendiri kenyang adalah diri sendiri pula.


Quote from: sobat-dharma
2) Saya sudah bisa menerimanya dari dulu. Tapi hanya sebatas kalimat motivasi, bukan filsafat realitas.
Jawab:  cerita dong biar lengkap ...

Saya melihat kalimat yang diucapkan bodhisatva itu hanya sebatas kalimat motivasi yang mendorong saya untuk mengembangkan kebajikan; tidak egois. Namun jika ditinjau dari pernyataan logika, maka kalimat itu agak pincang.


Quote from: sobat-dharma
3) Akal sehat dan logika memang bukan hal utama yang dibutuhkan untuk merealisasikan Nirvana. Namun bila kita berangkat tanpa akal sehat dan logika, kita mudah sekali dibutakan oleh dunia. Ini ibarat Anda menyatakan : "tidak perlu akal sehat dan logika, yang kau butuhkan hanyalah tekad dan semangat untuk dapat menghentikan revolusi Bumi."

Jawab:  Iya, itu yang dilakukan Sang Buddha ketika melempar mangkoknya ke aliran sungai... Dan ternyata melawan arus sungai bro! Kalau meragukan “akal sehat” dan “logika” dalam cerita ini, setidaknya hikmatnya bisa diambilkan...

Bro, jadi menurut Anda kejadian yang menimpa Petapa Sidharta itu tidak logis? Apa maksud Anda hukum alam memberi pengecualian agar mangkok itu mengalir melawan arus? Saya melihat kisah itu bisa saja terjadi, dan itu bukanlah suatu kejadian yang tidak bisa dijelaskan secara logika atau ilmu eksak. Bagi saya, akal sehat dan pemikiran logis merupakan filter awal untuk memilah suatu hal. Setelah itu, untuk pembuktian tentu saja saya harus mempraktikkannya.


Quote from: sobat-dharma
4) Anda tidak perlu memainkan kontekstual makna dalam kalimat saya. Saya mengajukan pertanyaan yang saya ambil dari pemahaman Mahayana saya yang masih dangkal. Maksudnya, saya ingin menerka masa depan samsara ditinjau dari pandangan Mahayana. Jikalau semua makhluk sudah terbebas dari penderitaan, lantas apa yang akan dilakukan oleh 'sang juru selamat' setelah itu...?
Jawab: Pertanyaannya iseng banget... :)) Tapi okey koq. Jika semua makhluk terbebas dari penderitaan ya bersaam dengan itu ia terbebas juga ... Kan katanya ‘semua makhluk’, berarti ia sendiri termasuk dong :))  

;D Iya, saya ingin tahu skenarionya dulu. Saya 'kan sedang belajar...
OK. Kalau begitu dalam konsep Mahayana, jadi semua makhluk di samsara ini akan memasuki Parnirvana secara bersama-sama?
Apa benar begitu?


Quote from: sobat-dharma
5) Nirvana bisa direalisasikan di hidup ini, bukannya sudah ada di sini. Kata "di sini" yang Anda pakai saja secara implisit menunjukkan pemahaman Anda bahwa Nirvana adalah sebuah tempat. Dan satu lagi... Kalau tidak ada yang perlu ditunda atau ditunggu, kenapa bodhisatva dengan lantang menyerukan "...saya tunda pencapaian kebuddhaan saya, karena...", ...?

Jawab:  “Di sini” adalah keberadaan yang melampaui eksistensi ...

Apa maksudnya keberadaan yang melampaui eksistensi?
Keberadaan itu berarti kehadiran; ada; eksis. Jadi sesuatu yang eksis dan melebihi eksistensi...?

Menurut saya, frase "di sini" adalah menunjukkan lokasi. Saya kurang mengerti dengan penjelasan ini; mengapa frase "di sini" dapat merujuk pada "keberadaan" -yang merupakan aktivitas-.


Quote from: sobat-dharma
6) Kan sudah saya bilang, ini menurut saya. Alasan saya menyatakan demikian karena samsara itu tiada berawal. Jadi akan menjadi terlalu berspekulasi kalau saya menyatakan bahwa samsara juga akan lenyap. Kalau menurut Anda sendiri, bagaimana?

Jawab: Saya tidak tahu? Bagaimanapun saya kan bukan Arahat, Bodhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna, bagaimana saya bisa tahu...

Kalau Anda tidak tahu, kenapa Anda mengiyakan pertanyaan saya mengenai; "apakah semua makhluk akan merealisasi Nirvana, sehingga samsara kosong dari para makhluk", ...


Quote from: sobat-dharma
7) Tidak mementingkan keuntungan diri sendiri, memberi keuntungan pada orang lain; adalah tindakan terpuji. Tapi bukan berarti lebih baik menjadi orang baik hati yang bodoh. Di sinilah letak kebijaksanaan berperan, apakah seseorang ingin melakukan kebaikan dengan cara yang arif atau monoton...
Jawab:  berapakah banyak dari mereka yang memikirkan keuntungan dan kerugian di kepalanya bisa disebut bijak?

Saya tidak tahu. Saya bukanlah ahli sensus, Arhat, ataupun Samyaksambuddha...
Namun yang saya tahu, orang bijak itu selalu mempertimbangkan suatu hal berdasarkan prioritas dan faedahnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 16 April 2009, 11:39:53 PM
TANGGAPAN TERPADU

Menarik juga diskusi ini, karena sehari saja saya tidak mengecek dhammacitta sudah ada puluhan posting yang masuk. Sungguh luar biasa. Karena keterbatasan ruang dan waktu, saya tidak dapat membaca semuanya. Oleh karena itu, saya hanya akan menanggapi yang saya anggap penting saja.

Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya. Jadi perdebatan pada akhirnya tetap terelakkan. Memang perdebatan bukan sesuatu yang buruk, jika masing-masing pihak menyadari bahwa masalah agama berbeda dengan ranah ilmu pasti, dimana suatu jawaban empiris mungkin ditemukan. Namun dalam diskusi masalah agama, kebanyakan hal tidak dapat dibuktikan secara empiris. Akhirnya keputusan bergantung pada pilihan masing-masing. Demikian pula pandangan saya tentang Mahayana, walaupun hanya dapat dibuktikan secara ontologis, namun bagi saya filsafat Mahayana sangat masuk akal.

Baik kita akan lanjutkan diskusinya. Sebelumnya, karena banyaknya posting yang masuk saya tidak akan menanggapi satu persatu, melainkan merangkum semuanya menjadi satu posting. Tidak semua pernyataan akan saya tanggapi. Hanya yang sempat saya baca dan anggap penting saja yang akan ditanggapi. Oleh karena itu, harap maklum adanya.


Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Pernyataan:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Pernyataan:

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.

TAN:

Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Pernyataan:

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

TAN:

Kata-kata apapun, baik “orang” atau apa saja hanya dipergunakan untuk menjelaskan (lihat Sutra Samdhinirmocana).

Pernyataan:

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan?

TAN:

Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

Pernyataan:

Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.

TAN:

Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Pernyataan:

- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...

TAN:

Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Pernyataan:

- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).

TAN:

Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.


Amiduofo,

Tan


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 April 2009, 11:54:17 PM
Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

sepanjang pengetahuan saya yg minim, sepertinya yg di bold itu harusnya satu kalpa, dalam komentar dijelaskan maksudnya adalah akhir kappa, dimana kappa dalam hal ini adalah ayu kappa. boleh minta rujukan yg menyebutkan berkalpa2 (>1 kalpa)?

dan pada kenyataannya Ananda tidak mengajukan permohonan, jadi saya pikir tidak perlu berandai2 dengan spekulasi.

silahkan lanjooot...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 12:08:26 AM
sah sah saja bahkan seorang bodhisatta itu mengucapkan sumpah... Karena sepanjang "seorang" individu yang disebut/telah menyandang karir bodhisatta masih terus menerus mempunyai keinginan (bahkan keinginan luhur/chanda), maka individu tersebut TIDAK AKAN MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN... (ini sejalan dengan apa yang diungkapkan di dalam SUTRA INTAN/VAJRACHEDDIKA SUTRa).

Kutipan Sutra Intan :

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.



[at] sdr.Tan...

coba perhatikan kutipan di atas dari SUTRA INTAN (Sutra Intan)... yang tidak menggunakan kacamata sutta pali (theravada) sehingga tidak menjadi polemik theravada dan mahayana... Bisakah sdr.Tan menjelaskan apa yang dimaksudkan dalam SUTRA INTAN dengan KONSEP UTAMA MAHAYANA dalam karier bodhisatva ? ? ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 April 2009, 12:15:56 AM
Quote from: Tan
Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Well...
...
Jelas selama pancaskhandha masih ada, maka Buddha tetap beraktivitas. Aktivitasnya pun hanya berupa kiriya (fungsional). Namun ketika Buddha memasuki Parinirvana (Nirvana Tanpa Sisa), Buddha tidak lagi dapat ditemukan dalam wujud atau kondisi apapun. Jadi tidak mungkin masih beraktivitas, meskipun juga sebatas kiriya (fungsional).


Quote from: Tan
Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

...Jadi orang yang telah memasuki Parinirvana itu punya banyak duplikat ya?


Quote from: Tan
Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Jelas berbeda dong...
- Nirvana (masih ada pancaskhandha) adalah keadaan batin yang terbebas dari segala dualisme. Namun orang yang bersangkutan (Buddha) masih menjalani penghidupan-Nya.
- Parinirvana (tanpa sisa) adalah keadaan yang terbebas sepenuhnya. Orang yang telah memasuki Parinirvana itu telah terbebas dari samsara dan tidak lagi bertumibal-lahir. Dia tidak akan lahir, muncul, menjelma, maupun tercipta lagi dalam wujud maupun materi apapun.


Quote from: Tan
Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Hmmm... Mohon bimbingan dari Anda. Saya adalah orang yang masih jauh dari Pencerahan... :)


Quote from: Tan
Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Jadi Parinirvana (Pembebasan Mutlak) masih memiliki sifat, toh...
Maitri-karuna itu artinya cinta kasih dan welas asih, bukan?
Dua sifat ini adalah kondisi batin yang hanya diaplikasikan dalam perbuatan.
Jadi setelah Buddha memasuki Parinirvana, Beliau masih memiliki citta-cetasika dan secara otomatis mengaplikasikannya?
Hmm... Jadi seperti keadaan serba otomatis ya? :)


Quote from: Tan
Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.

Pertanyaan saya di postingan sebelumnya masih valid, karena ada hubungannya dengan pertanyaan saya di atas...


_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 17 April 2009, 12:26:35 AM
TANGGAPAN TERPADU

Menarik juga diskusi ini, karena sehari saja saya tidak mengecek dhammacitta sudah ada puluhan posting yang masuk. Sungguh luar biasa. Karena keterbatasan ruang dan waktu, saya tidak dapat membaca semuanya. Oleh karena itu, saya hanya akan menanggapi yang saya anggap penting saja.

Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya. Jadi perdebatan pada akhirnya tetap terelakkan. Memang perdebatan bukan sesuatu yang buruk, jika masing-masing pihak menyadari bahwa masalah agama berbeda dengan ranah ilmu pasti, dimana suatu jawaban empiris mungkin ditemukan. Namun dalam diskusi masalah agama, kebanyakan hal tidak dapat dibuktikan secara empiris. Akhirnya keputusan bergantung pada pilihan masing-masing. Demikian pula pandangan saya tentang Mahayana, walaupun hanya dapat dibuktikan secara ontologis, namun bagi saya filsafat Mahayana sangat masuk akal.

Baik kita akan lanjutkan diskusinya. Sebelumnya, karena banyaknya posting yang masuk saya tidak akan menanggapi satu persatu, melainkan merangkum semuanya menjadi satu posting. Tidak semua pernyataan akan saya tanggapi. Hanya yang sempat saya baca dan anggap penting saja yang akan ditanggapi. Oleh karena itu, harap maklum adanya.


Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Pernyataan:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Pernyataan:

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.

TAN:

Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Pernyataan:

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

TAN:

Kata-kata apapun, baik “orang” atau apa saja hanya dipergunakan untuk menjelaskan (lihat Sutra Samdhinirmocana).

Pernyataan:

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan?

TAN:

Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

Pernyataan:

Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.

TAN:

Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Pernyataan:

- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...

TAN:

Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Pernyataan:

- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).

TAN:

Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.


Amiduofo,

Tan




Setelah Parinibbana,
Buddha = Dhamma.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 08:45:36 AM
bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.

Tapi kalo saya kecebur lumpur karena salah saya, 10 orang kecebur lumpur gara2 salah masing2, kok saya mau naik sendiri tanpa menginjak kepala orang lain juga dibilang egois? Bukannya itu seperti 10 orang napi yang masih punya masa hukuman menghalangi 1 orang napi yang sudah habis masa hukumannya pulang ke rumah dengan dalih "solidaritas"? Bahkan dengan dalih lain "rumah adalah penjara, penjara adalah rumah. Jika dualisme menghilang, maka penjara tidak beda dengan rumah". Saya jadi kurang mengerti definisi egois nih.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 09:00:57 AM
^
^
^
uda dech bro

uda jelas-jelas jawaban-nya

bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

jgn berusaha membenar-benarkan sesuatu yang tidak benar
karena sesuatu yang tidak benar, kalau dibenar-benarin jadi salah


itu lah beda sudut pandang T ama M

Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 09:04:20 AM
^
^
^
uda dech bro

uda jelas-jelas jawaban-nya

bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?

jgn berusaha membenar-benarkan sesuatu yang tidak benar
karena sesuatu yang tidak benar, kalau dibenar-benarin jadi salah

haaa...


nibbana  berkaitan yathabutham nyanadasa (melihat apa adanya) yang tentunya berarti sesuai dengan proses alamiahnya...

Demikian ini dikatakan oleh Bhante Sariputta, siswa utama Sang Buddha:

'Bukan kematian, atau kelahiran yang kunantikan;
Bagaikan pekerja menantikan upah, aku menantikan waktuku.
Bukan kematian atau kelahiran yang kurindukan,
Dengan waspada dan jelas mengerti,
Begitulah aku menantikan waktuku'.


---

Jadi ketika ada tudingan bahwa para savaka Theravada EGOIS hanya menyelamatkan diri sendiri, maka dari sekian banyak savaka yang sudah mencapai nibbana tetap melakukan pembabaran dhamma (dalam hal ini tentunya banyak makhluk yang bisa dibimbing untuk menjadi pemasuk arus, pemenang arus, kembali sekali dan bahkan juga mencapai tingkat arahat). TETAPI KONTEKS-NY adalah secara alamiah bahwa setelah merealisasikan nibbana tanpa sisa (parinibbana), maka selesai-lah "TUGAS"-nya. Lihat syair yang di ucapkan oleh Ariya Sariputra di atas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 09:05:35 AM
Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya.
Kalau gitu saya tanya yang tidak pakai aliran sama sekali:
"Katanya Mahayana, Buddha Gotama juga sebenarnya ada dan tidak masuk nirvana sampai semua mahluk mencapai pembebasan. Sekarang, mana Buddha Gotamanya? kok hanya berpangku tangan lihat debat antar aliran gini?"
Kalau itu juga masih dianggap 'dari sudut pandang aliran tertentu', saya tidak akan tanya lagi.



Quote
TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Jadi walaupun sudah parinirvana, tetap ada yang disebut tubuh Buddha, dan juga bisa dirujuk "milikku"?
Kalau gitu, apa bedanya Mahayana dengan pandangan Eternalisme yang mengatakan ada "aku" (baik sadar maupun tidak sadar, baik terbatas maupun tidak terbatas)?



Quote
TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Wah, ini putar2 kata yang mahir. "Semua yang berkondisi terkena hukum perubahan" ditanya balik "apakah hukum perubahan berkondisi?"
Kalau gitu saya lanjutkan, "Semua yang berkondisi adalah dukkha", "semua fenomena adalah tanpa inti diri". Saya balik begini:
"Semua yang berkondisi adalah dukkha, namun itu juga anitya" dengan kata lain, "kapan-kapan, berkondisi itu tidak ada dukkhanya".
Yang lebih heboh lagi: "fenomena adalah tanpa inti diri, namun hukum ini juga berubah" dengan kata lain, "kapan-kapan, fenomena ada yang ada inti diri". Mahir sekali.
;D


Quote
Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Bathin - Jasmani adalah akibat dari Avidya. Kok ada suatu "jasmani" yang bukan dari Avidya?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 17 April 2009, 09:11:46 AM
Hukum karma berhenti kalo sudah mencapai parinibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 10:16:56 AM
Hukum karma berhenti kalo sudah mencapai parinibbana.

Bagi orang tersebut memang tidak berlaku lagi. Tetapi hukum karmanya tetap ada (tanam padi, tuai padi).
Yang masalah, dibalikin jadi pertanyaan "hukum karma sendiri, nitya atau anitya?"
Kalau dibilang "nitya", berarti "ADA yang kekal", dengan demikian, hal-hal kekekalan macam "tubuh Buddha" dst, juga valid. Kalau dibilang "anitya", berarti "suatu saat nanti, bunuh orang berbuah umur panjang".


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 10:26:02 AM
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 10:26:44 AM
Kalau dibilang "anitya", berarti "suatu saat nanti, bunuh orang berbuah umur panjang".

ada benerna juga....... dulu manusia sedikit bisa umurnya panjang2......

sekarang manusia kebanyakan umurnya tambah pendek.......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 10:29:21 AM
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 10:37:33 AM
^
^
^
maksudnya apa nech, menurut orang jelek yang suka jelek2in orang????
wakakakaka......

cuma beda pandangan saja,
aliran T bisa melihat kesusahan,
sedangkan aliran M tidak bisa melihat kesusahan, makanya meninggalkan nibbana, untuk menolong makhluk hidup yang kesusahan... bukan berdiam di nibbana...

toh pada saat setelah mencapai nibbana, tidak tega melihat kesusahan
toh akhirnya keluar dari jalur, dan menapaki jalan mahayana...
toh akhirnya buntut2 nya masuk ke mahayana lg, am I right? hehehe,,,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 10:39:03 AM
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......

Ya, kalau ini, saya setuju.
Ada orang "menunda" sesuatu karena alasan tertentu. Ada orang lain "tidak menunda" karena juga punya alasan sendiri.
Jika ada saling-pengertian, maka tidak akan ada tuding-menuding orang lain egois.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 10:41:31 AM
orang jelek yg suka ngejelek jelekin orang ya kita kita ini loh... :whistle:

yg masih dalam lautan asmara eh samsara.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 April 2009, 10:42:08 AM
Kalo 10 orang itu kecebur lumpur gara-gara 1 orang yang narik, maka kalau kemudian orang itu tinggalkan 10 lainnya, itu egois.
Kalo 1 orang itu naik dengan menginjak kepala 10 orang di lumpur (sehingga lebih susah naik), maka itu juga egois.


sudah dech, bilang saja dari awal, kalau kamu memang berusaha menyelamatkan diri sendiri dulu, ketimbang menyelamatkan orang lain.

haaa...

Coba jangan lari dari konteks.
Saya masuk penjara karena perbuatan kriminal yang saya lakukan.
10 orang lain masuk penjara karena perbuatan yang mereka lakukan.
Di penjara, saya berkelakuan baik sehingga mendapat pengurangan masa hukuman, sementara 10 orang lain malah bikin onar.
Ketika saya sudah habis masa hukumannya, saya keluar "sendirian".

Saya mau tanya jadinya saya egois atau tidak kalau menurut Mahayana? Atau saya mesti ikutan bikin onar supaya bebasnya bareng baru dibilang Mahayanis sejati?


mengenai masalah ini.........

pandangan egois itu adalah pandangan duniawi........

jadi sebenarnya orang yg keluar penjara itu egois menurut orang yg masih di dalam penjara tetapi bagi orang yg di luar penjara hal itu tidak dipermasalahkan......

sama saja menyebut

Arahat yg parinibanna itu egois menurut orang jelek yg suka jelek2in orang..... tetapi tidak dipermasalahkan bagi arahat lainnya......

Sis hatRed...

Egois itu adalaf sifat mementingkan diri sendiri. Artinya bila seseorang mampu memberi / menolong orang lain, namun orang itu tidak melakukannya dan malah mendahulukan kepentingan dirinya.

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.

Btw...
Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 10:45:23 AM
 [at] om Upasaka

=))  i jadi sis.. euy.......... jadi malu ah.... :-[

emang orangnya gak egois..... namun pandangan orang (jelek yg suka ngejelekin orang laen) kan bisa macem macem.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 10:49:54 AM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 17 April 2009, 10:50:44 AM
Ke-anitya-an hukum karma sudah terkandung di dalam hukum itu sendiri:
Hukum karma sebagaimana hal lain di alam samsara adalah hal yang terkondisi, perpaduan, dan bersyarat.
Diperlukan sebab agar hukum berlaku.
Tanpa sebab, hukum karma tidak berlaku sekaligus hal ini juga merupakan hukum karma itu sendiri.
Inilah ke-anitya-an hukum karma, berkondisi.

Hal ini bagaikan orang yang membunuh dirinya.
Dan karena hal inilah maka pembebasan dimungkinkan.
Hal yang terlihat sederhana,
namun hanya dapat dilihat dan diajarkan oleh seorang Sammasambuddha.

Jadi apakah hukum karma anitya?
Jawabannya YA.
Namun bukan dalam artian permukaan, yaitu sebab akan tidak membawa akibat.
Namun dalam artian ke-tidak-ada-an sebab yang menyebabkan kelahiran kembali,
yang secara otomatis memotong proses hukum karma.
Sebelum parinibbana, seorang arahat hanya menerima akibat tanpa sebab yang baru.
Setelah Parinibbana, aliran segala potensi akibat lalu, secara otomatis terpotong oleh terpotongnya arus kelahiran.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 10:57:52 AM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh






tuh kan betul........ pandangan orang jelek yg suka ngejelekin oran laen... emang beda beda dan macem macem........

ada yg bilang.. tuh arahat kurang kerjaan...... ada yg bilang bego......... ada yg bilang arahat itu penuh cinta kasih..... ada yg bilang mulia (hotel kaleee)

tapi bagi arahat seharusnya hal itu gak jadi masalah lageee.........

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......

bodhisatva blum arahat kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 April 2009, 10:58:14 AM
Quote from: naviscope
Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh

Saya tidak punya referensinya. Bisa Bro ceritakan sedikit mengenai kisahnya?
Agar saya tahu, dan teman-teman yang lain pun tahu...?
:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 17 April 2009, 10:59:15 AM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh






Cita-cita utama seorang Bhodhisatva (dalam imajinasi saya) adalah pencapaian Sammasambuddha sehingga dapat mengajarkan pembebasan kepada mahluk-mahluk, inilah Maitri Karuna utama seorang Bodhisattva sekaligus Sammasambuddha.

Segala perbuatan cinta kasih di dalam perjalanan Boddhisattva tujuannya adalah hal diatas. Jadi perbuatan cinta kasih sang Bodhisattva adalah SARANA, bukan TUJUAN. Sama halnya dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang merupakan SARANA, bukan TUJUAN.
Salah pengertian SARANA sebagai TUJUAN, akan berakibat salah juga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 11:04:05 AM
Ke-anitya-an hukum karma sudah terkandung di dalam hukum itu sendiri:
Hukum karma sebagaimana hal lain di alam samsara adalah hal yang terkondisi, perpaduan, dan bersyarat.
Diperlukan sebab agar hukum berlaku.
Tanpa sebab, hukum karma tidak berlaku sekaligus hal ini juga merupakan hukum karma itu sendiri.
Inilah ke-anitya-an hukum karma, berkondisi.

Hal ini bagaikan orang yang membunuh dirinya.
Dan karena hal inilah maka pembebasan dimungkinkan.
Hal yang terlihat sederhana,
namun hanya dapat dilihat dan diajarkan oleh seorang Sammasambuddha.

Jadi apakah hukum karma anitya?
Jawabannya YA.
Namun bukan dalam artian permukaan, yaitu sebab akan tidak membawa akibat.
Namun dalam artian ke-tidak-ada-an sebab yang menyebabkan kelahiran kembali,
yang secara otomatis memotong proses hukum karma.
Sebelum parinibbana, seorang arahat hanya menerima akibat tanpa sebab yang baru.
Setelah Parinibbana, aliran segala potensi akibat lalu, secara otomatis terpotong oleh terpotongnya arus kelahiran.

Ya, saya cocok dengan itu. Yang berubah bukan kaidahnya, tetapi keterkondisian yang menopangnya adalah berubah.
Gampangnya, api itu panas. Yang berubah adalah keberadaan api yang berkondisi itu, bukan sifat api berubah dari panas jadi dingin.
Kalau mau main kata2, lebih baik:
"Sabbe dhamma anicca", jadi kita semua ga usah belajar dhamma. Buat apa belajar, ntar juga ada "kurikulum baru".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 11:07:58 AM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh






tuh kan betul........ pandangan orang jelek yg suka ngejelekin oran laen... emang beda beda dan macem macem........

ada yg bilang.. tuh arahat kurang kerjaan...... ada yg bilang bego......... ada yg bilang arahat itu penuh cinta kasih..... ada yg bilang mulia (hotel kaleee)

tapi bagi arahat seharusnya hal itu gak jadi masalah lageee.........

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......

bodhisatva blum arahat kan?

bodhisatva blum arahat kan? << tergantung level berapa tuh boddhisattva
bodhisatva level 8, klu tidak salah sudah setara dengan arahat
trus, klu level 9 - 10 sudah diatas arahat loh

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 April 2009, 11:12:03 AM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain

Jadi Boddhisattva Ksitigarbha masuk ke neraka untuk mengajarkan Dharma pada makhluk-makhluk di sana ya?
Beliau memasuki neraka dengan cara apa? Meninggal dan terlahir di alam neraka? Atau singgah sebentar di neraka?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 17 April 2009, 11:12:41 AM
 [at] navis

:o  bodhisatva ada tingkatannya ya.......

baru tau ???

kek dragonball aja... dah sampe saiya berapa tuh :P

Quote
[at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain

tapi kok di kotak kotakan ya......... ::)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 11:17:48 AM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain

Jadi Boddhisattva Ksitigarbha masuk ke neraka untuk mengajarkan Dharma pada makhluk-makhluk di sana ya?
Beliau memasuki neraka dengan cara apa? Meninggal dan terlahir di alam neraka? Atau singgah sebentar di neraka?

berikut saya kasi video kstigarbha boddhisattva

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10177.new.html#new (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10177.new.html#new)

biar lebih gampang cerna-nya

semoga bermanfaat
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 12:00:52 PM
^
^
^
maksudnya apa nech, menurut orang jelek yang suka jelek2in orang????
wakakakaka......

cuma beda pandangan saja,
aliran T bisa melihat kesusahan,
sedangkan aliran M tidak bisa melihat kesusahan, makanya meninggalkan nibbana, untuk menolong makhluk hidup yang kesusahan... bukan berdiam di nibbana...

toh pada saat setelah mencapai nibbana, tidak tega melihat kesusahan
toh akhirnya keluar dari jalur, dan menapaki jalan mahayana...
toh akhirnya buntut2 nya masuk ke mahayana lg, am I right? hehehe,,,

Kalau masih berkutat dengan keinginan untuk menyelamatkan makhluk hidup (bahkan walaupun yang namanya keinginan luhur / chanda), maka tidak bisa merealisasikan nibbana... jadi bukan sudah "masuk"/"merealisasikan" nibbana lantas keluar lagi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 12:03:21 PM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh


darimana tahu bodhisatva kshitigarbha masuk neraka ? Setahu saya referensi bodhisatva kshitigarbha hanya tentang sumpah beliau TIDAK AKAN MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN SEBELUM NERAKA KOSONG.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 01:25:10 PM
^
^
^
maksudnya apa nech, menurut orang jelek yang suka jelek2in orang????
wakakakaka......

cuma beda pandangan saja,
aliran T bisa melihat kesusahan,
sedangkan aliran M tidak bisa melihat kesusahan, makanya meninggalkan nibbana, untuk menolong makhluk hidup yang kesusahan... bukan berdiam di nibbana...

toh pada saat setelah mencapai nibbana, tidak tega melihat kesusahan
toh akhirnya keluar dari jalur, dan menapaki jalan mahayana...
toh akhirnya buntut2 nya masuk ke mahayana lg, am I right? hehehe,,,

Kalau masih berkutat dengan keinginan untuk menyelamatkan makhluk hidup (bahkan walaupun yang namanya keinginan luhur / chanda), maka tidak bisa merealisasikan nibbana... jadi bukan sudah "masuk"/"merealisasikan" nibbana lantas keluar lagi...

kalau begitu bro dilbert, arahat tidak punya kesempatan menjadi samma sambuddha lg donk???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 01:52:15 PM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain


Ga usah jauh2 ke neraka, bagaimana kalau para Bodhisatva mengajar dharma ke binatang dulu? Bisa atau tidak?
Atau lebih tidak jauh lagi, mengajar manusia yang sangat jahat, misalnya. Bisa atau tidak? Kok masih banyak orang jahat?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 17 April 2009, 01:52:58 PM
'Subhuti, janganlah mengatakan Tathagatha punya pikiran "Aku telah membabarkan Dharma." Janganlah berpikir begitu. Apa sebabnya?Jika seseorang mengatakan bahwa Tathagatha telah membabarkan Dharma dia menghina Hyang Buddha disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk mengerti apa yang kukatakan.
Subhuti, di dalam Dharma yang dibabarkan sebenarnya tidak ada Dharma yang bisa dibabarkan, oleh sebab itu disebut Dharma yang dibabarkan.'

'Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva.'

'Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam.'



Mungkin perbandingan yang saya berikan kurang tepat karena dibatasi ruang dan waktu, tetapi untuk ilustrasi penggambaran perbedaan pencapaian kehidupan pengalaman pencerahan.
Perbedaannya seperti orang awam yang bercerita tentang bulan dengan seorang astronot yang sudah pergi ke bulan bercerita tentang bulan.
Orang biasa (awam) bercerita tentang bulan tetapi dia masih dan hanya tetap bertumpu pada (hanya terikat/melekat/tercekat pada) pengalamannya pada bumi, tetapi astronot tersebut sudah mengalami menjejakan kaki pada bulan (the truth/kenyataan/pengalaman, paradigma berbeda), dimana mungkin cerita awam dapat saja menggambarkan hal yang sama (mirip) seperti pengalaman nyata sang astronot.
Jadi dari cerita perbandingan diatas, siapakah yang sedang berspekulasi?
Siapakah dan apakah yang dimaksud (yang sedang) berspekulasi menurut guru Buddha dalam brahmajala?

Saat ada pertanyaan atau pernyataan tentang mati-hidup/lahir, penderitaan, alam-alam, dewa dsbnya (yang) duniawi atau penjelasan keBuddhaan, Nibanna,Tuhan, atta anatta, ada tiada, kosong sunya dsbnya, awam hanya membicara bersifat apakah.... dengan kebanggaannya masih bertumpu pada/masih ketercekatannya pada (sudut pandang pengalaman) keakuan dagingnya?
tetapi yang tercerahkan seperti seorang astronot dia tahu gambaran bumi tetapi saat dia cerita kenyataan gambaran bulan yang sebenarnya, ketika dia bercerita bulan dia sudah melewati batasan kungkungan bayang-bayang lingkup pengalaman/bukan dari/sudah terbebas dari cekatan paradigma bumi lagi, bukan (masih) bumi lagi.
Itulah sebabnya para suci yang sungguh (the real one) mengajarkan menanggalkan (tidak meributkan/memperkarakan/membesarkan/mempolemikan lagi benar atau salah) segala yang sifatnya duniawi tetapi memperkatakan DHAMMA (the absolute truth) dan (yang berhubungan dengan segala) pencapaiannya (the Absolut (truth)).


Semoga dapat membantu sedikit memberi gambaran pada pertanyaan dari dan diskusi-diskusi yang lain dalam mencari kebenaran DHAMMA dan menuju the Absolute.
good hope and love
sahabatmu

.................
but and i have a Savior


Ilustrasi sikap batin yang tercerahkan, tidak ada pertentangan tetapi (karena sudah) melihat secara menyeluruh gambaran kenyataan keberadaan kebenaran sejati.
Seperti astronot yang sudah pernah menjejakan kakinya di bulan. Saat dibumi ia dapat merealisasikan dalam pandangan kesadaran batin/pikirannya untuk melihat apakah ia melihat pandangan keadaan (di) bumi atau melihat pandangan keadaan (di) bulan. Tetapi klo orang umum (awam) yang blom pernah ke bulan, saat merealisasikan gambar bulan, tetap saja sebatas yang berasal dari pengalaman pandangan yang berasal dari bumi, bukan dari gambaran nyata sesungguhnya alias hanya (masih) ilusi, dan saat membicarakan bulan meskipun dengan mahir karena kaki belum pernah mencapai dan merealisasikan ke bulan, hanya masih bertumpu pada (pengetahuan) bumi, tetap saja itu yang disebut berspekulasi oleh guru Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 02:24:16 PM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain


Ga usah jauh2 ke neraka, bagaimana kalau para Bodhisatva mengajar dharma ke binatang dulu? Bisa atau tidak?
Atau lebih tidak jauh lagi, mengajar manusia yang sangat jahat, misalnya. Bisa atau tidak? Kok masih banyak orang jahat?



Bisa juga lokh Bro, Buddha sendiri saja mengajarkan Dhamma Kepada semua mahluk termasuk binatang, para Bodhisatva mengajarkan Dhamma sesuai panutan Beliau mengajarkan kepada semua mahluk Lokh,

Siapa Tau Alam binatang itu dulunya orang orang yang tidak pernah mengenal Dharma, atau pernah melakukan kesalahan, Lagi pula Subtansi Bodhisatva mengajar dhama itu tidak mengenal siapa dia, bentuk dia, dimana dia. Intinya adalah Selalu siap sedia dimanapun, kapanpun, mengajar dhamma itu, mereka selalu siap.

Masalah Ksigarbha mengajar Dhamma agar satu, mengurangi semua mahluk yang pernah bersalah, melakukan kesalahan di neraka avici, agar bisa bertobat, mengikuti ajaran Sang Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 02:26:00 PM
^
^
^
maksudnya apa nech, menurut orang jelek yang suka jelek2in orang????
wakakakaka......

cuma beda pandangan saja,
aliran T bisa melihat kesusahan,
sedangkan aliran M tidak bisa melihat kesusahan, makanya meninggalkan nibbana, untuk menolong makhluk hidup yang kesusahan... bukan berdiam di nibbana...

toh pada saat setelah mencapai nibbana, tidak tega melihat kesusahan
toh akhirnya keluar dari jalur, dan menapaki jalan mahayana...
toh akhirnya buntut2 nya masuk ke mahayana lg, am I right? hehehe,,,

Kalau masih berkutat dengan keinginan untuk menyelamatkan makhluk hidup (bahkan walaupun yang namanya keinginan luhur / chanda), maka tidak bisa merealisasikan nibbana... jadi bukan sudah "masuk"/"merealisasikan" nibbana lantas keluar lagi...

kalau begitu bro dilbert, arahat tidak punya kesempatan menjadi samma sambuddha lg donk???

realisasi nibbana = arahat... baik savaka buddha, pacceka buddha maupun sammasambuddha disebut juga arahat... dalam hal ini mungkin bro. naviscope bertanya dari sisi seorang savaka buddha...

Apakah seseorang yang telah merealisasikan savaka buddha TIDAK PUNYA KESEMPATAN menjadi sammasambuddha ?  
Maka jawaban menurut ajaran Theravada, tidak bisa lagi, karena sama sama sudah menjadi BUDDHA hanya tingkatannya berbeda... dan seorang individu yang merealisasikan nibbana (arahat) itu maka inilah kelahirannya yang terakhir. Perbedaannya adalah savaka buddha adalah individu yang merealisasikan ke-BUDDHA-an dengan mengikuti ajaran seorang sammasambuddha, sedangkan sammasambuddha merealisasikan ke-BUDDHA-annya dengan usaha sendiri. Masalah mengajar/memberikan Dharma, baik savaka buddha maupun sammasambuddha tetap memberikan ajaran pembebasan kepada semua makhluk sepanjang nibbana dengan sisa (artinya masih hidup).

Tidak ada bedanya donk... para savaka buddha  juga tetap mengajar, demikian juga seorang sammasambuddha juga mengajar, bedanya hanya sammasambuddha menjadi pioner (yang pertama) merumuskan ajaran pembebasan (memiliki pengetahuan tentang JALAN) ketika dunia dalam periode kekosongan ajaran. Sedangkan seorang individu yang merealisasikan savaka buddha juga langsung timbul pengetahuan tentang JALAN.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 02:28:15 PM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain


Ga usah jauh2 ke neraka, bagaimana kalau para Bodhisatva mengajar dharma ke binatang dulu? Bisa atau tidak?
Atau lebih tidak jauh lagi, mengajar manusia yang sangat jahat, misalnya. Bisa atau tidak? Kok masih banyak orang jahat?



Bisa juga lokh Bro, Buddha sendiri saja mengajarkan Dhamma Kepada semua mahluk termasuk binatang, para Bodhisatva mengajarkan Dhamma sesuai panutan Beliau mengajarkan kepada semua mahluk Lokh,

Siapa Tau Alam binatang itu dulunya orang orang yang tidak pernah mengenal Dharma, atau pernah melakukan kesalahan, Lagi pula Subtansi Bodhisatva mengajar dhama itu tidak mengenal siapa dia, bentuk dia, dimana dia. Intinya adalah Selalu siap sedia dimanapun, kapanpun, mengajar dhamma itu, mereka selalu siap.

Masalah Ksigarbha mengajar Dhamma agar satu, mengurangi semua mahluk yang pernah bersalah, melakukan kesalahan di neraka avici, agar bisa bertobat, mengikuti ajaran Sang Buddha.

OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 02:32:16 PM
Quote from: naviscope
ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain


Ga usah jauh2 ke neraka, bagaimana kalau para Bodhisatva mengajar dharma ke binatang dulu? Bisa atau tidak?
Atau lebih tidak jauh lagi, mengajar manusia yang sangat jahat, misalnya. Bisa atau tidak? Kok masih banyak orang jahat?



Bisa juga lokh Bro, Buddha sendiri saja mengajarkan Dhamma Kepada semua mahluk termasuk binatang, para Bodhisatva mengajarkan Dhamma sesuai panutan Beliau mengajarkan kepada semua mahluk Lokh,

Siapa Tau Alam binatang itu dulunya orang orang yang tidak pernah mengenal Dharma, atau pernah melakukan kesalahan, Lagi pula Subtansi Bodhisatva mengajar dhama itu tidak mengenal siapa dia, bentuk dia, dimana dia. Intinya adalah Selalu siap sedia dimanapun, kapanpun, mengajar dhamma itu, mereka selalu siap.

Masalah Ksigarbha mengajar Dhamma agar satu, mengurangi semua mahluk yang pernah bersalah, melakukan kesalahan di neraka avici, agar bisa bertobat, mengikuti ajaran Sang Buddha.

OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?


Orangnya belum mencapai keBuddhaan, Buddha aja tidak pantang menyerah bro, kenapa mesti menyerah. Beliau aja masih mau menyadarkan devata dari Lobha, kenapa para Bodhisatava kagak mau mengikuti jejak beliau ?. Aneh kan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 17 April 2009, 02:33:38 PM
 [at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 02:40:41 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 02:41:37 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

mana mungkinlah diri sendiri diselamatkan tapi sudah diselamat orang lain tidak diselamatkan.
Bro Kaiyn juga kenal agama Buddha juda dari orang Yang mengajar agama Buddha juga kan. kalo ngak Mana mungkin bisa tahu agama Buddha. Kalo ngak ada yang kasih Tau. Emangnya Dhamma langsung muncul dari langit tokh :)

Duh semesti kita masih inget ada tuh cerita di jantaka dimana kisah Buddha sudah mencapai kesempurnaan, Seorang kakek membujuk beliau mau mengajarkan dhamma kepada semua mahluk supaya semua mahluk Bisa mencapai kesempurnaan Beliau. Dan Beliau Namakara kepada kakek tersebut. Dan Akhirnya Beliau memilih mau mengajarkan Dhamma kepada kita semua sampai sekarang. Itu dia konsep yang dijalani oleh mahayana. Ngak hanya harus menyelamatkan diri sendiri bro tapi juga mau bantu menyelamatkan yang lain, Kalo tidak Dhamma bisa musnah lebih awal dong ?. kalo Berpikiran Hanya sendiri saja  terselamatkan semua gimana Dhamma bisa Cepat berakhir sebelum Ramalan Buddha kita.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 02:43:47 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

pembebasan sendiri juga butuh pembimbing kalo gitu ngak butuh Sangha dong. Buat apa Sangha di buat. Kalo gitu Anda ngapain belajar dari Buddha tapi anda sendiri bisa kok memiliki pencerahan.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 02:47:28 PM
^
^
^
betul, betul sekali
kalau tergantung diri sendiri
pembimbing tidak berguna lagi,
kan kita uda pinter dengan sendiri-nya

:P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 03:05:44 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

pembebasan sendiri juga butuh pembimbing kalo gitu ngak butuh Sangha dong. Buat apa Sangha di buat. Kalo gitu Anda ngapain belajar dari Buddha tapi anda sendiri bisa kok memiliki pencerahan.



tidak harus mutlak ada sangha baru bisa terbuka JALAN PEMBEBASAN... contohnya pacceka buddha bisa muncul di dunia dengan kekosongan ajaran... Di Kalpa bhadda (kalpa bahagia ini), muncul 5 orang sammasambuddha yang merupakan kalpa dengan jumlah sammasambuddha terbanyak, oleh karena itu dikatakan kalpa bahagia...

Sulit untuk terlahir sebagai manusia...
Lebih Sulit lagi untuk terlahir sebagai manusia dan mendengarkan dharma ajaran seorang sammasambuddha...
Lebih Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia pada masa seorang sammasambuddha terlahirkan dan mendengarkan dhamma.
Lebih Lebih dan Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia dan menjadi murid langsung dari seorang sammasambuddha....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 03:10:05 PM
^
^
^
waduh2, cilako...
tidak perlu ada-nya sangha

tapi kan lama bro, kalau dibantu bimbingan bukan nya lebih cepat.....

kalau pemikiran salah kayak gitu, tar lama2 malah merasa lebih pintar dari sangha?
trus lama2 sudah tidak memandang dewa donk, dewa sudah dianggap makhluk rendahan
manusia lebih sempurna, waduh2, ini sudah makin melenceng....  :o :o :o :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 April 2009, 03:14:32 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

mana mungkinlah diri sendiri diselamatkan tapi sudah diselamat orang lain tidak diselamatkan.
Bro Kaiyn juga kenal agama Buddha juda dari orang Yang mengajar agama Buddha juga kan. kalo ngak Mana mungkin bisa tahu agama Buddha. Kalo ngak ada yang kasih Tau. Emangnya Dhamma langsung muncul dari langit tokh :)

Duh semesti kita masih inget ada tuh cerita di jantaka dimana kisah Buddha sudah mencapai kesempurnaan, Seorang kakek membujuk beliau mau mengajarkan dhamma kepada semua mahluk supaya semua mahluk Bisa mencapai kesempurnaan Beliau. Dan Beliau Namakara kepada kakek tersebut. Dan Akhirnya Beliau memilih mau mengajarkan Dhamma kepada kita semua sampai sekarang. Itu dia konsep yang dijalani oleh mahayana. Ngak hanya harus menyelamatkan diri sendiri bro tapi juga mau bantu menyelamatkan yang lain, Kalo tidak Dhamma bisa musnah lebih awal dong ?. kalo Berpikiran Hanya sendiri saja  terselamatkan semua gimana Dhamma bisa Cepat berakhir sebelum Ramalan Buddha kita.

Yang huruf bercetak tebal itu... Apakah benar sampai segitunya?? :o


- Sammasambuddha = arahat yang menemukan kembali Dhamma dan mampu mengajarkan pada khalayak ramai
- Savaka Buddha = arahat yang belajar dari Ajaran Sammasambuddha yang sudah ada

Di Theravada, perealisasian Nibbana hanya bisa dicapai oleh diri sendiri. Maksudnya : "oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula kesucian dijalani."

Konsep di Theravada ini sudah jelas, dan tidak ada larangan bagi Theravadin untuk mengenalkan Ajaran Sang Buddha kepada khalayak ramai. Yang membedakannya dengan Mahayana, adalah di Theravada tidak mengenal persepsi bahwa kita bisa membantu perealisasian orang lain. Lagipula tidak semua makhluk memiliki kesempatan untuk mempelajari Dhamma, seperti orang idiot, hewan, hantu, ashura, dan makhluk penghuni neraka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 03:16:11 PM
^
^
^
waduh2, cilako...
tidak perlu ada-nya sangha

tapi kan lama bro, kalau dibantu bimbingan bukan nya lebih cepat.....

yah memang logika-nya seperti itu...

ada sammasambuddha, maka berbahagia-lah manusia yang bisa bertemu dengan seorang sammasambuddha dan mendapat pengajaran langsung dari seorang sammasambuddha....

Tidak ada sammasambuddha, dengan anggota sangha sebagai individu yang sedang merintis JALAN, juga masih bisa mencapai pembebasan...

Tidak ada sammasambuddha, tidak ada anggota sangha dan berada pada masa kekosongan ajaran, masih ada juga individu yang mencapai pembebasan... karena hukum kesunyataan tentang JALAN PEMBEBASAN itu tetap eksis DENGAN ATAU TANPA ADANYA SAMMASAMBUDDHA ATAU SANGHA...

UNIVERSAL gak bro ajaran KESUNYATAAN ini (red : ajaran BUDDHA) ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 17 April 2009, 03:18:16 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

koq komentar-komentarnya jadi melintir.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 03:19:23 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

pembebasan sendiri juga butuh pembimbing kalo gitu ngak butuh Sangha dong. Buat apa Sangha di buat. Kalo gitu Anda ngapain belajar dari Buddha tapi anda sendiri bisa kok memiliki pencerahan.



tidak harus mutlak ada sangha baru bisa terbuka JALAN PEMBEBASAN... contohnya pacceka buddha bisa muncul di dunia dengan kekosongan ajaran... Di Kalpa bhadda (kalpa bahagia ini), muncul 5 orang sammasambuddha yang merupakan kalpa dengan jumlah sammasambuddha terbanyak, oleh karena itu dikatakan kalpa bahagia...

Sulit untuk terlahir sebagai manusia...
Lebih Sulit lagi untuk terlahir sebagai manusia dan mendengarkan dharma ajaran seorang sammasambuddha...
Lebih Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia pada masa seorang sammasambuddha terlahirkan dan mendengarkan dhamma.
Lebih Lebih dan Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia dan menjadi murid langsung dari seorang sammasambuddha....

Kenapa Anda jadi manusia juga udah tau itu penderitaan ?, Kalo ngak bth sanggha, ngak butuh dhamma, Pertanyaaanya adalah Anda Beragama Buddha Untuk apa ?. KTP saja
Lagi pula kalo anda Belajar Agama Buddha sama aja anda sudah diselamatkan Dhamma.
Kalo Anda merasa diri Anda Sudah Tercerahkan, ngapain Belajar Dhamma lagi, Ngapain ngaku beragama Buddha kalo, masih pengan hinaya,  

Anda sendiri nulis bahwa pencerahan berasal dari sendiri kalo ngak tau Dhamma bagaimana bisa, Emangnya Dhamma jatuh dari langit, Rasionalistas sedikit, Saya tanya lg anda tau agama Buddha darimana ?. ngak Butuh Sangha kalo gitu kenapa anda ngak bubarin aja ngak guna kok ?.
Sekarang Balik lagi ke rasional Siapa yang bisa kasih tau agama Buddha kalo ngak Ada manusia yang ngak mau kasih tau, agak ada para Boddhisatva, Agak ada Buddha, Ngak mungkin anda bisa mengenal Dhamma. Intinya Pandangan itu justru menyimpang Dhamma.

Ngak mungkin Langsung bisa tercerahkan kalo ngak ada petunjuk, Buat apa Hinaya, buat apa Sutta, anda anda tidak merasa butuhkan, Karena anda Sudah merasa Tercerahakan jadi kagak butuh itu namanya Dhamma.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 03:27:30 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

mana mungkinlah diri sendiri diselamatkan tapi sudah diselamat orang lain tidak diselamatkan.
Bro Kaiyn juga kenal agama Buddha juda dari orang Yang mengajar agama Buddha juga kan. kalo ngak Mana mungkin bisa tahu agama Buddha. Kalo ngak ada yang kasih Tau. Emangnya Dhamma langsung muncul dari langit tokh :)

Duh semesti kita masih inget ada tuh cerita di jantaka dimana kisah Buddha sudah mencapai kesempurnaan, Seorang kakek membujuk beliau mau mengajarkan dhamma kepada semua mahluk supaya semua mahluk Bisa mencapai kesempurnaan Beliau. Dan Beliau Namakara kepada kakek tersebut. Dan Akhirnya Beliau memilih mau mengajarkan Dhamma kepada kita semua sampai sekarang. Itu dia konsep yang dijalani oleh mahayana. Ngak hanya harus menyelamatkan diri sendiri bro tapi juga mau bantu menyelamatkan yang lain, Kalo tidak Dhamma bisa musnah lebih awal dong ?. kalo Berpikiran Hanya sendiri saja  terselamatkan semua gimana Dhamma bisa Cepat berakhir sebelum Ramalan Buddha kita.


Bukan di kisah Jataka, tetapi di kisah kehidupan siddharta ketika mencapai penerangan sempurna dan mencapai annutara sammasambuddha, yaitu :

Brahmà Sahampati Memohon Pengajaran Dhamma
(Brahmà Sahampati yang agung adalah seorang Thera mulia bernama Sahaka pada masa Buddha Kassapa. Dalam kapasitasnya, ia berhasil mencapai Jhàna Pertama Rupàvacara dan karena ia meninggal dunia tanpa terjatuh dari Jhàna, ia terlahir di Alam Jhàna Pertama dan menjadi Mahàbrahmà yang memiliki umur kehidupan enam puluh empat antara kappa yang setara dengan satu asankhyeyya kappa. Ia disebut Brahmà Sahampati di alam brahmà tersebut. Samyutta Atthakatthà dan Sàrattha Tikà).

Ketika Buddha masih tidak berkeinginan untuk berusaha mengajarkan Dhamma, Mahàbrahmà Sahampati berpikir, “Nassati vata bho loko! Vinassati vata bho loko!” “O teman, dunia akan binasa! O teman, dunia akan binasa!” Buddha yang layak mendapat penghormatan oleh dewa dan manusia karena telah menembus pengetahuan semua Dhamma di dunia tidak sudi mengajarkan Dhamma!” Kemudian dalam sekejap, dengan kecepatan bagaikan seorang kuat yang merentangkan tangannya yang terlipat atau melipat tangannya yang terentang, Brahmà Sahampati lenyap dari alam brahmà bersama-sama dengan sepuluh ribu Mahàbrahmà lainnya, muncul di hadapan Buddha. Pada waktu itu, Mahàbrahmà Sahampati meletakkan selendangnya (selendang brahmà) di bahu kirinya dan berlutut dengan lutut kanannya menyentuh tanah (duduk cara brahmà). Bersujud kepada Buddha dengan mengangkat kedua tangannya yang dirangkapkan dan berkata:

“Buddha yang agung, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà. Buddha agung yang memiliki bahasa yang baik, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà. Ada banyak makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu kotoran di mata pengetahuan dan kebijaksanaan mereka. Jika makhluk-makhluk ini tidak berkesempatan mendengarkan Dhamma Buddha, mereka akan menderita kerugian besar karena tidak memperoleh Dhamma yang luar biasa Magga-Phala yang layak mereka dapatkan. Buddha yang mulia, akan terbukti bahwa ada dari mereka yang mampu memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.”

Kemudian lagi, setelah mengucapkan dengan bahasa prosa biasa, Mahàbrahmà juga mengajukan permohonan dalam syair seperti berikut:
“Buddha yang agung, pada masa lampau sebelum kemunculan-Mu, di Negeri Magadha, terdapat ajaran salah yang tidak suci, yang diajarkan oleh enam guru berpandangan salah, seperti Purana Kassapa yang dinodai oleh lumpur kotoran. Dan oleh karena itu, sudilah membuka pintu gerbang Magga untuk memasuki Nibbàna yang abadi (yang tertutup sejak lenyapnya ajaran Buddha Kassapa). Izinkan semua makhluk mendengarkan Dhamma Empat Kebenaran Mulia yang terlihat jelas oleh-Mu yang bebas dari debu kilesa.

“Buddha yang mulia dan bijaksana, yang memiliki mata kebijaksanaan yang mampu melihat segala sesuatu! Bagaikan seorang yang memiliki pandangan mata yang tajam berdiri di puncak gunung dan melihat semua orang di sekelilingnya, demikian pula Engkau, Buddha yang mulia, karena telah terbebas dari kesedihan, naik ke menara Pa¤¤à dan melihat semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà, yang terjatuh ke dalam jurang kesedihan (karena dilindas oleh kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, dan lain-lain).

“Buddha yang mulia dan memiliki kecerdasan, yang hanya mengetahui kemenangan, tidak pernah kalah, dalam semua pertempuran! Bangunlah! Buddha yang mulia, yang bebas dari hutang kenikmatan indria, yang memiliki kebiasaan membebaskan makhluk-makhluk yang ingin mendengarkan dan mengikuti ajaran Buddha, dari perjalanan sulit berupa kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian dan bagaikan pemimpin rombongan, yang mengantar mereka dengan selamat menuju Nibbàna! Sudilah, mengembara di dunia ini dan mengumandangkan Dhamma dari Buddha yang agung, sudilah, mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada semua makhluk manusia, dewa, dan brahmà. Buddha yang mulia, ada makhluk-makhluk yang dapat melihat dan memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.”

(Kenyataan bahwa brahmà datang dan mengajukan permohonan untuk mengajarkan Dhamma, tepat pada waktu Buddha merenungkan dalamnya Dhamma dan besarnya kilesa makhluk-makhluk, dan tidak berniat untuk berusaha mengajarkan Dhamma adalah dhammatà bagi semua Buddha).

Sumber : BuddhaVamsa (Riwayat Agung Para Buddha) hal 684 - 686
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 03:29:08 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

mana mungkinlah diri sendiri diselamatkan tapi sudah diselamat orang lain tidak diselamatkan.
Bro Kaiyn juga kenal agama Buddha juda dari orang Yang mengajar agama Buddha juga kan. kalo ngak Mana mungkin bisa tahu agama Buddha. Kalo ngak ada yang kasih Tau. Emangnya Dhamma langsung muncul dari langit tokh :)

Duh semesti kita masih inget ada tuh cerita di jantaka dimana kisah Buddha sudah mencapai kesempurnaan, Seorang kakek membujuk beliau mau mengajarkan dhamma kepada semua mahluk supaya semua mahluk Bisa mencapai kesempurnaan Beliau. Dan Beliau Namakara kepada kakek tersebut. Dan Akhirnya Beliau memilih mau mengajarkan Dhamma kepada kita semua sampai sekarang. Itu dia konsep yang dijalani oleh mahayana. Ngak hanya harus menyelamatkan diri sendiri bro tapi juga mau bantu menyelamatkan yang lain, Kalo tidak Dhamma bisa musnah lebih awal dong ?. kalo Berpikiran Hanya sendiri saja  terselamatkan semua gimana Dhamma bisa Cepat berakhir sebelum Ramalan Buddha kita.


Bukan di kisah Jataka, tetapi di kisah kehidupan siddharta ketika mencapai penerangan sempurna dan mencapai annutara sammasambuddha, yaitu :

Brahmà Sahampati Memohon Pengajaran Dhamma
(Brahmà Sahampati yang agung adalah seorang Thera mulia bernama Sahaka pada masa Buddha Kassapa. Dalam kapasitasnya, ia berhasil mencapai Jhàna Pertama Rupàvacara dan karena ia meninggal dunia tanpa terjatuh dari Jhàna, ia terlahir di Alam Jhàna Pertama dan menjadi Mahàbrahmà yang memiliki umur kehidupan enam puluh empat antara kappa yang setara dengan satu asankhyeyya kappa. Ia disebut Brahmà Sahampati di alam brahmà tersebut. Samyutta Atthakatthà dan Sàrattha Tikà).

Ketika Buddha masih tidak berkeinginan untuk berusaha mengajarkan Dhamma, Mahàbrahmà Sahampati berpikir, “Nassati vata bho loko! Vinassati vata bho loko!” “O teman, dunia akan binasa! O teman, dunia akan binasa!” Buddha yang layak mendapat penghormatan oleh dewa dan manusia karena telah menembus pengetahuan semua Dhamma di dunia tidak sudi mengajarkan Dhamma!” Kemudian dalam sekejap, dengan kecepatan bagaikan seorang kuat yang merentangkan tangannya yang terlipat atau melipat tangannya yang terentang, Brahmà Sahampati lenyap dari alam brahmà bersama-sama dengan sepuluh ribu Mahàbrahmà lainnya, muncul di hadapan Buddha. Pada waktu itu, Mahàbrahmà Sahampati meletakkan selendangnya (selendang brahmà) di bahu kirinya dan berlutut dengan lutut kanannya menyentuh tanah (duduk cara brahmà). Bersujud kepada Buddha dengan mengangkat kedua tangannya yang dirangkapkan dan berkata:

“Buddha yang agung, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà. Buddha agung yang memiliki bahasa yang baik, sudilah Buddha mengajarkan Dhamma kepada semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà. Ada banyak makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu kotoran di mata pengetahuan dan kebijaksanaan mereka. Jika makhluk-makhluk ini tidak berkesempatan mendengarkan Dhamma Buddha, mereka akan menderita kerugian besar karena tidak memperoleh Dhamma yang luar biasa Magga-Phala yang layak mereka dapatkan. Buddha yang mulia, akan terbukti bahwa ada dari mereka yang mampu memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.”

Kemudian lagi, setelah mengucapkan dengan bahasa prosa biasa, Mahàbrahmà juga mengajukan permohonan dalam syair seperti berikut:
“Buddha yang agung, pada masa lampau sebelum kemunculan-Mu, di Negeri Magadha, terdapat ajaran salah yang tidak suci, yang diajarkan oleh enam guru berpandangan salah, seperti Purana Kassapa yang dinodai oleh lumpur kotoran. Dan oleh karena itu, sudilah membuka pintu gerbang Magga untuk memasuki Nibbàna yang abadi (yang tertutup sejak lenyapnya ajaran Buddha Kassapa). Izinkan semua makhluk mendengarkan Dhamma Empat Kebenaran Mulia yang terlihat jelas oleh-Mu yang bebas dari debu kilesa.

“Buddha yang mulia dan bijaksana, yang memiliki mata kebijaksanaan yang mampu melihat segala sesuatu! Bagaikan seorang yang memiliki pandangan mata yang tajam berdiri di puncak gunung dan melihat semua orang di sekelilingnya, demikian pula Engkau, Buddha yang mulia, karena telah terbebas dari kesedihan, naik ke menara Pa¤¤à dan melihat semua makhluk, manusia, dewa, dan brahmà, yang terjatuh ke dalam jurang kesedihan (karena dilindas oleh kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, dan lain-lain).

“Buddha yang mulia dan memiliki kecerdasan, yang hanya mengetahui kemenangan, tidak pernah kalah, dalam semua pertempuran! Bangunlah! Buddha yang mulia, yang bebas dari hutang kenikmatan indria, yang memiliki kebiasaan membebaskan makhluk-makhluk yang ingin mendengarkan dan mengikuti ajaran Buddha, dari perjalanan sulit berupa kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian dan bagaikan pemimpin rombongan, yang mengantar mereka dengan selamat menuju Nibbàna! Sudilah, mengembara di dunia ini dan mengumandangkan Dhamma dari Buddha yang agung, sudilah, mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada semua makhluk manusia, dewa, dan brahmà. Buddha yang mulia, ada makhluk-makhluk yang dapat melihat dan memahami Dhamma yang Engkau ajarkan.”

(Kenyataan bahwa brahmà datang dan mengajukan permohonan untuk mengajarkan Dhamma, tepat pada waktu Buddha merenungkan dalamnya Dhamma dan besarnya kilesa makhluk-makhluk, dan tidak berniat untuk berusaha mengajarkan Dhamma adalah dhammatà bagi semua Buddha).

G lagi loepa, ngak bawa buku ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 03:44:13 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

pembebasan sendiri juga butuh pembimbing kalo gitu ngak butuh Sangha dong. Buat apa Sangha di buat. Kalo gitu Anda ngapain belajar dari Buddha tapi anda sendiri bisa kok memiliki pencerahan.



tidak harus mutlak ada sangha baru bisa terbuka JALAN PEMBEBASAN... contohnya pacceka buddha bisa muncul di dunia dengan kekosongan ajaran... Di Kalpa bhadda (kalpa bahagia ini), muncul 5 orang sammasambuddha yang merupakan kalpa dengan jumlah sammasambuddha terbanyak, oleh karena itu dikatakan kalpa bahagia...

Sulit untuk terlahir sebagai manusia...
Lebih Sulit lagi untuk terlahir sebagai manusia dan mendengarkan dharma ajaran seorang sammasambuddha...
Lebih Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia pada masa seorang sammasambuddha terlahirkan dan mendengarkan dhamma.
Lebih Lebih dan Lebih Sulit lagi terlahir sebagai manusia dan menjadi murid langsung dari seorang sammasambuddha....

Kenapa Anda jadi manusia juga udah tau itu penderitaan ?, Kalo ngak bth sanggha, ngak butuh dhamma, Pertanyaaanya adalah Anda Beragama Buddha Untuk apa ?. KTP saja
Lagi pula kalo anda Belajar Agama Buddha sama aja anda sudah diselamatkan Dhamma.
Kalo Anda merasa diri Anda Sudah Tercerahkan, ngapain Belajar Dhamma lagi, Ngapain ngaku beragama Buddha kalo, masih pengan hinaya,  

Anda sendiri nulis bahwa pencerahan berasal dari sendiri kalo ngak tau Dhamma bagaimana bisa, Emangnya Dhamma jatuh dari langit, Rasionalistas sedikit, Saya tanya lg anda tau agama Buddha darimana ?. ngak Butuh Sangha kalo gitu kenapa anda ngak bubarin aja ngak guna kok ?.
Sekarang Balik lagi ke rasional Siapa yang bisa kasih tau agama Buddha kalo ngak Ada manusia yang ngak mau kasih tau, agak ada para Boddhisatva, Agak ada Buddha, Ngak mungkin anda bisa mengenal Dhamma. Intinya Pandangan itu justru menyimpang Dhamma.

Ngak mungkin Langsung bisa tercerahkan kalo ngak ada petunjuk, Buat apa Hinaya, buat apa Sutta, anda anda tidak merasa butuhkan, Karena anda Sudah merasa Tercerahakan jadi kagak butuh itu namanya Dhamma.


Kenapa Anda jadi manusia juga udah tau itu penderitaan ?,

saya jadi manusia karena belum terputus dari rantai kelahiran kembali... salah satu penyebabnya adalah avijja (kegelapan bathin) sehingga masih terus menerus terlahirkan kembali di 31 alam kehidupan ini (hanya saja dalam kehidupan ini "kebetulan" karena karma saya yang harus terlahir-kan menjadi manusia)...
Note : baca pattica samupada (hukum sebab musabab yang bergantungan) untuk lebih mengerti tentang roda samsara kelahiran kembali.


Kalo ngak bth sanggha, ngak butuh dhamma, Pertanyaaanya adalah Anda Beragama Buddha Untuk apa ?. KTP saja
Lagi pula kalo anda Belajar Agama Buddha sama aja anda sudah diselamatkan Dhamma.
Kalo Anda merasa diri Anda Sudah Tercerahkan, ngapain Belajar Dhamma lagi, Ngapain ngaku beragama Buddha kalo, masih pengan hinaya, 

Bukan dikatakan Sangha tidak berguna dalam pembabaran Dharma, malahan Sangha itu (dikala ketidakhadiran seorang sammasambuddha di dunia) adalah merupakan wakil buddha untuk membabarkan dhamma ajaran buddha, dan jika ada sangha di dunia, maka masih merupakan keberuntungan bagi dunia.

TETAPI saya katakan bahwa TIDAK MUTLAK hanya satu satu-nya jalan HARUS ADA SAMMASAMBUDDHA ataupun HARUS ADA SANGHA baru-lah ada pembebasan... kan masih ada pintu PACCEKA BUDDHA yaitu individu yang mencapai pembebasan di masa kekosongan ajaran (TIDAK ADA AJARAN yang NAMANYA AJARAN BUDDHA di dunia) dengan usaha sendiri, tetapi tidak memberikan pengajaran kepada makhluk lain...


Anda sendiri nulis bahwa pencerahan berasal dari sendiri kalo ngak tau Dhamma bagaimana bisa, Emangnya Dhamma jatuh dari langit, Rasionalistas sedikit,

Ajaran BUDDHA adalah ajaran dari makhluk yang mencapai pembebasan (nibbana) sendiri yaitu seorang sammasambuddha, tidak berasal dari langit, tetapi manfaatnya menembus langit (surga)... Ajaran BUDDHA dalam tulisan maupun pengajaran lisan berupa kata-kata dikatakan pannati dhamma, sedangkan paramatha dhamma (dharma absolut) tetap ada di dunia dengan atau tidak adanya kehadiran sammasambuddha ataupun adanya ajaran buddha.


Saya tanya lg anda tau agama Buddha darimana ?. ngak Butuh Sangha kalo gitu kenapa anda ngak bubarin aja ngak guna kok ?.
Sekarang Balik lagi ke rasional Siapa yang bisa kasih tau agama Buddha kalo ngak Ada manusia yang ngak mau kasih tau, agak ada para Boddhisatva, Agak ada Buddha, Ngak mungkin anda bisa mengenal Dhamma. Intinya Pandangan itu justru menyimpang Dhamma.

Saya tahu ajaran buddha dari sekolah, dari para bhikkhu di vihara (sangha)... TETAPI kan saya katakan bahwa TIDAK MUTLAK HARUS ADA SANGHA baru ada jalan pembebasan (karena ada jalan PACCEKA BUDDHA). Jika ada SANGHA (apalagi kalau ada sammasambuddha) itu lebih bagus... tentunya lebih mudah mendapatkan pengajaran dan bimbingan.

Masalah bubarin SANGHA, buat apa di bubarin SANGHA kalau SANGHA itu memberikan banyak manfaat buat kita... TETAPI dikatakan lagi... WALAU TANPA SANGHA, TETAP ADA JALAN PEMBEBASAN... NGERTI GAK SIH ??? kayaknya capek saya jelaskannya...


Ngak mungkin Langsung bisa tercerahkan kalo ngak ada petunjuk, Buat apa Hinaya, buat apa Sutta, anda anda tidak merasa butuhkan, Karena anda Sudah merasa Tercerahakan jadi kagak butuh itu namanya Dhamma.

Kata siapa kagak perlu VINAYA, SUTTA dsbnya itu... tetapi walaupun tanpa VINAYA dan SUTTA itu, tetap ada JALAN PEMBEBASAN... Contohnya Pangeran SIDDHARTA saja bisa mencapai penerangan sempurna pada saat belum ada ajaran BUDDHA pada masanya... Tuh Kan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 03:52:23 PM
[at] bro dilbert
Bukan dikatakan Sangha tidak berguna dalam pembabaran Dharma, malahan Sangha itu (dikala ketidakhadiran seorang sammasambuddha di dunia) adalah merupakan wakil buddha untuk membabarkan dhamma ajaran buddha, dan jika ada sangha di dunia, maka masih merupakan keberuntungan bagi dunia.

tapi kata-nya, sangha sendiri saja belum mencapai pencerahan, mo sok2 ajarin orang
ibaratnya kalau belum bisa berenang, jangan sok jadi baywatch....

aku jd bingung, bingung sana bingung sini
sebentar bilang tidak bole
sebentar bilang bole

no offense :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 03:54:29 PM
Orangnya belum mencapai keBuddhaan, Buddha aja tidak pantang menyerah bro, kenapa mesti menyerah. Beliau aja masih mau menyadarkan devata dari Lobha, kenapa para Bodhisatava kagak mau mengikuti jejak beliau ?. Aneh kan

Lalu Buddha sekarang kok tidak terus mengajar di sini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 03:54:37 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

Saya belum pernah kenal atau ketemu Bodhisatva, jadi saya tidak tahu.
Mau bantu jawab?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 03:55:36 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

Tapi kalau dibilang begitu, nanti dibilang "tidak mengosongkan cangkir, bro dilbert. Maka saya tanya dari sisi "cangkir" seberang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 03:56:12 PM
[Qoute]saya jadi manusia karena belum terputus dari rantai kelahiran kembali... salah satu penyebabnya adalah avijja (kegelapan bathin) sehingga masih terus menerus terlahirkan kembali di 31 alam kehidupan ini (hanya saja dalam kehidupan ini "kebetulan" karena karma saya yang harus terlahir-kan menjadi manusia)...
Note : baca pattica samupada (hukum sebab musabab yang bergantungan) untuk lebih mengerti tentang roda samsara kelahiran kembali.[/qoute]

Kalo gitu kebetulan dong agama Buddhanya?

[qoute]
Bukan dikatakan Sangha tidak berguna dalam pembabaran Dharma, malahan Sangha itu (dikala ketidakhadiran seorang sammasambuddha di dunia) adalah merupakan wakil buddha untuk membabarkan dhamma ajaran buddha, dan jika ada sangha di dunia, maka masih merupakan keberuntungan bagi dunia.

TETAPI saya katakan bahwa TIDAK MUTLAK hanya satu satu-nya jalan HARUS ADA SAMMASAMBUDDHA ataupun HARUS ADA SANGHA baru-lah ada pembebasan... kan masih ada pintu PACCEKA BUDDHA yaitu individu yang mencapai pembebasan di masa kekosongan ajaran (TIDAK ADA AJARAN yang NAMANYA AJARAN BUDDHA di dunia) dengan usaha sendiri, tetapi tidak memberikan pengajaran kepada makhluk lain...
[/Qoute]

Kalo Tidak mengajarkan kepada mahluk lain gimana Buddha mengajar Dhama ?

[Qoute]Ajaran BUDDHA adalah ajaran dari makhluk yang mencapai pembebasan (nibbana) sendiri yaitu seorang sammasambuddha, tidak berasal dari langit, tetapi manfaatnya menembus langit (surga)... Ajaran BUDDHA dalam tulisan maupun pengajaran lisan berupa kata-kata dikatakan pannati dhamma, sedangkan paramatha dhamma (dharma absolut) tetap ada di dunia dengan atau tidak adanya kehadiran sammasambuddha ataupun adanya ajaran buddha.
[/qoute]

Artinya anda gak ngerti maksud bahasa saya. saya katakan emangnya Dhamma langsung hadir gitu aja.

[qoute]Saya tahu ajaran buddha dari sekolah, dari para bhikkhu di vihara (sangha)... TETAPI kan saya katakan bahwa TIDAK MUTLAK HARUS ADA SANGHA baru ada jalan pembebasan (karena ada jalan PACCEKA BUDDHA). Jika ada SANGHA (apalagi kalau ada sammasambuddha) itu lebih bagus... tentunya lebih mudah mendapatkan pengajaran dan bimbingan.

Masalah bubarin SANGHA, buat apa di bubarin SANGHA kalau SANGHA itu memberikan banyak manfaat buat kita... TETAPI dikatakan lagi... WALAU TANPA SANGHA, TETAP ADA JALAN PEMBEBASAN... NGERTI GAK SIH Huh? kayaknya capek saya jelaskannya...
[/qoute]

Anda jawab sendiri pertanyaan anda sendiri. Yang tidak mengerti tuh anda. saya sengaja nanya kayak seperti itu, artinya saya buka jalan pikiran kebudhaan anda bukan ?. Anda aja bisa cape jelasin kesaya. Saya juga bisa cape dong ajarin anda, padahal Buddha kita tuh ngak kenal kata cape lok untuk mengajar dhamma. Bodhisatva aja ngak kenal kata cape.

[Qoute]Kata siapa kagak perlu VINAYA, SUTTA dsbnya itu... tetapi walaupun tanpa VINAYA dan SUTTA itu, tetap ada JALAN PEMBEBASAN... Contohnya Pangeran SIDDHARTA saja bisa mencapai penerangan sempurna pada saat belum ada ajaran BUDDHA pada masanya... Tuh Kan.
[/Qoute]

Baca buku Sejarah Bos, Beliau belajar dulu sama orang lain sebelum Beliau mencapai pencapaian sempurna. Beliau saja mencari jawaban dulu dari guru guru brahmana yang terkenal. Sebelum jadi Buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 03:56:47 PM
[at] kainyn
tanya diri anda yang tahu kenapa.  :))

bro kainyn sudah tahu jawabannya... bahwa semua-nya tergantung kepada diri sendiri... jadikanlah diri sendiri sebagai pulau sendiri... buddha dan para suciwan hanya menunjukkan jalan, selanjutnya untuk menempuh JALAN PEMBEBASAN itu tergantung kepada diri sendiri...

Tapi kalau dibilang begitu, nanti dibilang "tidak mengosongkan cangkir, bro dilbert. Maka saya tanya dari sisi "cangkir" seberang.

Cangkirnya cuman satu aja tuh secangkir Teh :hammer:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 03:57:36 PM
Orangnya belum mencapai keBuddhaan, Buddha aja tidak pantang menyerah bro, kenapa mesti menyerah. Beliau aja masih mau menyadarkan devata dari Lobha, kenapa para Bodhisatava kagak mau mengikuti jejak beliau ?. Aneh kan

Lalu Buddha sekarang kok tidak terus mengajar di sini?


Tak usah jawab tokh di dalam sutta tera juga ada cari sendiri dekh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 03:59:28 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

koq komentar-komentarnya jadi melintir.
Jawab saja kalau mau, jangan banyak komentar yang ga perlu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 17 April 2009, 04:01:46 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

Saya belum pernah kenal atau ketemu Bodhisatva, jadi saya tidak tahu.
Mau bantu jawab?



loh sutta ada sutra ada (dokumentasi pengajaran yang dibabarkan guru Buddha), Sangha ada, jadi maksud komentar saya tanya pada diri anda/masing-masing sendiri kenapa gitu loh...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 17 April 2009, 04:05:30 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

koq komentar-komentarnya jadi melintir.
Jawab saja kalau mau, jangan banyak komentar yang ga perlu.



sorry bro kainyn,
bukan maksudnya komentarin tulisan anda pada kutipan tapi komentar-komentar diskusi selanjutnya teman-teman yang lain.  ^:)^  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 04:11:54 PM
Ini karena para Bodhisatva kurang gigih << contohnya saya kale ya... :P
atau orang-orangnya kepala batu? <<< contohnya si itu tuch... :hammer:

kaburrrrr............
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 04:13:15 PM
[at] bro dilbert
Bukan dikatakan Sangha tidak berguna dalam pembabaran Dharma, malahan Sangha itu (dikala ketidakhadiran seorang sammasambuddha di dunia) adalah merupakan wakil buddha untuk membabarkan dhamma ajaran buddha, dan jika ada sangha di dunia, maka masih merupakan keberuntungan bagi dunia.

tapi kata-nya, sangha sendiri saja belum mencapai pencerahan, mo sok2 ajarin orang
ibaratnya kalau belum bisa berenang, jangan sok jadi baywatch....

aku jd bingung, bingung sana bingung sini
sebentar bilang tidak bole
sebentar bilang bole

no offense :P


kalimat di atas TIDAK PERNAH SAYA KATAKAN... coba bongkar semua thread yang pernah saya tulis... SAYA TIDAK PERNAH MENULISKAN PERNYATAAN SEPERTI ITU...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 17 April 2009, 04:17:53 PM
^
^
^
eeewwww... CAPS LOCK

AKU TIDAK BILANG KAMU BRO, JGN MARAH ATUH...

aye juga tidak menuduh sapa2, aye hanya baca, trus aye berusaha menyambung nyambungkan
ternyata tidak bisa nyambung... hehehe...

kaburrrrr lgggggggggggg.............

no offense loh :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 04:22:05 PM
^
^
^
eeewwww... CAPS LOCK

AKU TIDAK BILANG KAMU BRO, JGN MARAH ATUH...

aye juga tidak menuduh sapa2, aye hanya baca, trus aye berusaha menyambung nyambungkan
ternyata tidak bisa nyambung... hehehe...

kaburrrrr lgggggggggggg.............

no offense loh :P

wkwkkwkwk Hidup raja jungker DC paling baru :P

:hammer:

^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 04:22:11 PM
Orangnya belum mencapai keBuddhaan, Buddha aja tidak pantang menyerah bro, kenapa mesti menyerah. Beliau aja masih mau menyadarkan devata dari Lobha, kenapa para Bodhisatava kagak mau mengikuti jejak beliau ?. Aneh kan

Lalu Buddha sekarang kok tidak terus mengajar di sini?


Tak usah jawab tokh di dalam sutta tera juga ada cari sendiri dekh


Kalau dalam Sutta Pali, Buddha ga ngajar karena udah parinibbana, sudah tidak bisa menunggu mahluk-mahluk lain masuk nibbana sama-sama. Juga karena mahluk apapun termasuk Buddha, tidak ada 3 macam tubuh, jadi sudah hilang yah hilang.
Nah, kalo di Mahayana 'kan katanya menunggu untuk masuk nirvana bareng, nunggunya di mana?
Lalu 'kan ada Trikaya yang selalu ada, tapi kok sekarang ini tidak digunakan untuk mengajar?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 04:25:51 PM
[Qoute]saya jadi manusia karena belum terputus dari rantai kelahiran kembali... salah satu penyebabnya adalah avijja (kegelapan bathin) sehingga masih terus menerus terlahirkan kembali di 31 alam kehidupan ini (hanya saja dalam kehidupan ini "kebetulan" karena karma saya yang harus terlahir-kan menjadi manusia)...
Note : baca pattica samupada (hukum sebab musabab yang bergantungan) untuk lebih mengerti tentang roda samsara kelahiran kembali.[/qoute]
Kalo gitu kebetulan dong agama Buddhanya?

Tidak tahu apakah kebetulan atau karena karma baik lampau saya... who knows... yang pasti-nya kondisi saya terlahir sekarang ini berada di dunia manusia dan terlahir di dunia yang ada ajaran buddha-nya...

Kalo Tidak mengajarkan kepada mahluk lain gimana Buddha mengajar Dhama ?

SAMMASAMBUDDHA adalah guru para manusia dan para dewa...


Artinya anda gak ngerti maksud bahasa saya. saya katakan emangnya Dhamma langsung hadir gitu aja.

Pannati dhamma = dhamma ajaran baru ada setelah sammasambuddha mengajarkan dhamma...
Paramatha dhamma = dhamma absolut tetap ada, dengan atau tidak hadirnya sammasambuddha dan ajaran...


Anda jawab sendiri pertanyaan anda sendiri. Yang tidak mengerti tuh anda. saya sengaja nanya kayak seperti itu, artinya saya buka jalan pikiran kebudhaan anda bukan ?. Anda aja bisa cape jelasin kesaya. Saya juga bisa cape dong ajarin anda, padahal Buddha kita tuh ngak kenal kata cape lok untuk mengajar dhamma. Bodhisatva aja ngak kenal kata cape.

Saya kan masih puthujana (awam), gak bisa dibandingkan dengan BUDDHA... lagian... BUDDHA memang tidak bisa menolong orang lain yang tidak mau berubah dan belajar...


Baca buku Sejarah Bos, Beliau belajar dulu sama orang lain sebelum Beliau mencapai pencapaian sempurna. Beliau saja mencari jawaban dulu dari guru guru brahmana yang terkenal. Sebelum jadi Buddha

Yang dimaksud tentu-nya adalah ajaran pembebasan... jika guru guru siddharta (sebelum menjadi BUDDHA) sudah mengajarkan ajaran pembebasan, maka status guru siddharta tentunya adalah seorang sammasambuddha... Guru siddharta yang terunggul yaitu Alara Kalama mengajarkan siddharta mencapai kondisi KEKOSONGAN (mencapai jhana arupa tertinggi ke-2, dan sebagai pahalanya, Alara Kalam terlahir di Alam Brahma Arupa Kekosongan / Alam ke-30)... sEdangkan guru Siddharta lainnya yaitu Uddhaka Ramaputra  mengajarkan siddharta mencapai kondisi PENCERAPAN dan BUKAN PENCERAPAN (mencapai jhana arupa tertinggi ke-1, dan sebagai pahalanya, Uddhaka Ramaputra terlahir di Alam Brahma Arupa PENCERAPAN dan BUKAN PENCERAPAN / Alam ke-31)... Alam Brahma Arupa merupakan alam bagi para anagami (yang kembali sekali lagi), para brahma arupa ini akan mencapai nibbana di alam Brahma Arupa.

Bro purnama... malah saya sarankan balik, kalau sdr.purnama baca kembali sejarah buddha... saya sarankan buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yang dapat di download di
http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha/halaman-komentar-1/
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 04:28:27 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

Saya belum pernah kenal atau ketemu Bodhisatva, jadi saya tidak tahu.
Mau bantu jawab?



loh sutta ada sutra ada (dokumentasi pengajaran yang dibabarkan guru Buddha), Sangha ada, jadi maksud komentar saya tanya pada diri anda/masing-masing sendiri kenapa gitu loh...

Inti dari pertanyaan saya adalah, "Bodhisatva dikatakan dengan gigih mengusahakan kebaikan orang lain (tidak seperti Arahat Hinayana yang cuman nyantai di Nirvana, ga ngapa-ngapain). Lalu kenapa bukti konkretnya tidak ada? Kenapa masih banyak kejahatan sementara banyak Bodhisatva yang gigih menyelamatkan orang lain? Apa ini Bodhisatva yang lagi libur (ga kerja) atau orang-orang ini terlalu susah untuk diselamatkan Bodhisatva?"


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 April 2009, 04:28:41 PM
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

koq komentar-komentarnya jadi melintir.
Jawab saja kalau mau, jangan banyak komentar yang ga perlu.



sorry bro kainyn,
bukan maksudnya komentarin tulisan anda pada kutipan tapi komentar-komentar diskusi selanjutnya teman-teman yang lain.  ^:)^  _/\_

Kalau mau protes ke orang lain, jangan quote tulisan saya langsung, bro. Itu berarti menunjuk pada saya dan saya akan menanggapi. Sorry kalau ada salah paham. _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 17 April 2009, 04:29:51 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 April 2009, 04:37:08 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 17 April 2009, 10:22:04 PM
Quote from: sobat-dharma
Mari kita menggunakan kata-kata dalam Visuddhimagga untuk membantu anda memahaminya:

Penderitaan belakalah yang ada, tiada penderita yang ditemukan;
Perbuatan ada, tetapi pelaku perbuatan tidak ada;
Nibbana ada, tetapi orang yang memasuki tidak ada;
Jalan ada, tetapi pejalannnya tidak ada.

Di sini bisa kulanjutkan:
pancaran maitri-karuna ada, tetapi yang memancarkan tidak ada.

Sobat...

Empat baris awal yang Anda ketik itu berbicara mengenai realita anatta dalam tataran pra-Parinirvana. Artinya, dengan atau tidak menerima konsep anatta, fakta berbicara bahwa pada hakikatnya tidak ditemukan substansi inti (diri) di dunia ini. Penderita, pelaku perbuatan, orang yang merealisasi maupun pejalan; dinyatakan tidak ada, karena tidak ada penggerak utama yang beraktivitas dalam orang yang bersangkutan.

Namun pada dua baris akhir yang Anda ketik, statement itu berbicara dalam tataran pasca-Parinirvana. Di taraf ini, orang yang sudah memasuki Parinirvana sudah tidak lagi beraktivitas. Anda menyatakan bahwa pancaran maitri-karuna ada. Ini merujuk pada dua hal, yaitu :
- mungkin orang yang bersangkutan (Buddha) masih melakukan kegiatan memancarkan maitri-karuna.
- mungkin maitri-karuna itu dipancarkan oleh sesuatu (thing) - yang notabene adalah orang yang sudah memasuki Parinirvana.

Mohon penjelasan lanjutnya...

Sah-sah saja seorang memiliki penafsirannya sendiri, begitu juga saya memiliki penafsiran berbeda.

Dua baris pertama jelas-jelas mengatakan bahwa pada dasarnya "diri itu tidak ada", meskipun penderitaan dan perbuatan "ada", yang berarti pada dasarnya memang diri itu tidak ada. Oleh karen itu, ketika seseorang dikatakan mencapai nirvana, bukan berarti diri itu musnah atau berubah dari ada menjadi tiada, karena diri itu pada dasarnya memang pada dasarnya tiada pada permulaannya.

Dikatakan ada yang merealisasi nirvana, namun pada dasarnya memang tidak ada yang merealisasi. Dikatakan ada yang menempuh jalan, tapi pada dasarnya tidak ada yang menemupuh. Dengan demikian, jika memang sejak awal tidak ada yang menderita dan tidak ada pelaku, maka sebenarnya ketika merealisasi nirvana seseorang tidak kehilangan apapun atau mencapai apapun. Sebab, akhirnya "ia" hanya menyadari hakikat yang sejati bahwa diri itu tiada.

Pernyataan ini juga sekaligus menggambarkan bagaimana pada dasarnya samsara dan nirvana tidaklah berbeda, yang berbeda hanya kesadaran akan hakikat diri yang tak berwujud atau kosong.

(yang berikut ini ada konklusi tambahan dari penafsiran saya)

Jadi mencapai nirvana bukan berarti seseorang mengalami eksklusi selamanya dari dunia samsara, karena jika demikian maka pencapaian nirvana berarti terjadi perubahan dari yang ada menjadi tiada. Sebaliknya realisasi nirvana justru menggambarkan suatu proses yang alami, kembali ke hakikat yang sejati yaitu bahwa diri itu anatta atau sunyata. Dengan pemahaman demikianlah maka realisasi nirvana tidak terikat dengan kehidupan dan kematian, "ia" tidak pasif terikat oleh suatu keadaan, sebaliknya "ia" mengatasi semua kondisi yang ada.




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 17 April 2009, 11:04:21 PM
Maksudnya : "...yang bisa membuat diri sendiri (seseorang) merealisasi Pembebasan adalah diri sendiri (orang itu) pula."
Analoginya -> yang bisa membuat diri sendiri kenyang adalah diri sendiri pula.

Analoginya membingungkan bro. Kalau tidak makan apa bisa membuat seseorang menjadi kenyang? Saya sebagai pemula, mohon tuntunannya.

Saya melihat kalimat yang diucapkan bodhisatva itu hanya sebatas kalimat motivasi yang mendorong saya untuk mengembangkan kebajikan; tidak egois. Namun jika ditinjau dari pernyataan logika, maka kalimat itu agak pincang.

Seseorang tidak akan termotivasi oleh suatu kata-kata apabila ia tidak meyakini kebenaran kata-kata tersebut. Logis kan? :)

Bro, jadi menurut Anda kejadian yang menimpa Petapa Sidharta itu tidak logis? Apa maksud Anda hukum alam memberi pengecualian agar mangkok itu mengalir melawan arus? Saya melihat kisah itu bisa saja terjadi, dan itu bukanlah suatu kejadian yang tidak bisa dijelaskan secara logika atau ilmu eksak. Bagi saya, akal sehat dan pemikiran logis merupakan filter awal untuk memilah suatu hal. Setelah itu, untuk pembuktian tentu saja saya harus mempraktikkannya.

Saya kan bilang “kalau”. Sebaliknya  saya justru berpandangan bahwa logika lah yang terlalu sempit untuk memahami segala sesuatu. Jika kita menggunakan semata-mata logika dan akal sehat sebagai ukuran  segala sesuatu, maka kita terjebak membenarkan pikiran ego belaka. Logika dan akal sehat pada dasarnya adalah keyakinan akan suatu standar kebenaran yang digunakan untukmengevaluasi segala sesuatu. Sebagai sebuah “standar” ia  harus diyakini dulu sebagai kebenaran.

Oleh karena itu, logika tidak lain hanya klaim akan kebenaran yang disahkan atas pengakuan atas keunggulan rasio dan meremehkan aspek-aspek lain dalam manuisia seperti emosi dan tubuh. Bahkan dalam dunia filsafat barat saja, sudah sangat sering logika dan akal sehat dikritisi keabsahannya sebagai suatu standar kebenaran.

Okey, kita kemudian merasa ada, “hey tunggu, kalau logika salah, ada saringan lapis kedua yaitu empirisme atau pembuktian.” Pandangan ini tentu saja terkesan memasang sikap berhati-hati dan seolah-olah menerapkan sikap kritis pada logika itu sendiri. Namun di sisi lain, akibat penggunaan logika dan akal sehat sebagai saringan tingkat pertama telah menyebabkan “kebenaran” kemungkinan-kemungkinan di luar logika dipersempit. Dalam hal ini sifat logika dan akal sehat adalah membatasi mana yang benar dan mana yang salah, akibat batas ini adalah kemungkinan hanya dibatasi sejauh logika membenarkannya. Dengan demikian akhirnya seseorang akhirnya diperbudak oleh logikanya sendiri.

 
Menurut saya, frase "di sini" adalah menunjukkan lokasi. Saya kurang mengerti dengan penjelasan ini; mengapa frase "di sini" dapat merujuk pada "keberadaan" -yang merupakan aktivitas-.

Ada kesalahpahaman seolah ketika seseorang menyebut tentang tempat, ia semata-mata hanya merujuk pada makna tempat secara harafiah. Padahal makna “tempat” secara harafiah sebenarnya hanya dalam kamus bahasa belaka yang seolah waktu dan tempat adalah makna yang berdiri sendiri-sendiri. Pada pengalaman eksistensial empirik sehari-hari, tempat dan waktu tidak terpisah. Mengapa? Misalnya ketika kita menyebut suatu tempat, misalnya “Jakarta." Pada pengalaman empiriknya Jakarta yang disebut adalah Jakarta yang hanya bermakna suatu titik atau tempat di peta ataupun konsep tentang jakarta sebagai sebuah kota yang terletak di wilayah lebih luas tidak benar-benar eksis, tapi yang benar-benar dialami adalah Jakarta saat ini sebagaimana di alami oleh saya pada waktu dan ruang yang spesifik “di sini”. Sehingga walaupun ada orang lain yang juga berada di Jakarta apa yang dialaminya sebagai “di sini” berbeda dengan yang saya alami. Jadi “Jakarta” sebagai pengalaman empirik tidaklah mungkin adalah suatu esensi yang terpisah antara tempat dan waktu, karena dalam pengalaman “di sini”, tempat dan waktu itu menyatu. Jakarta sebagai hanya tempat hanya ada dalah konsep di pikiran, hanya jakarta yang riil dialami sebagai ruang dan waktu merupakan Jakarta yang "nyata" dialami.

Nah, setelah kita memahami bawa pengalaman “di sini” tidak mungkin dipahami sebagai ruang dan waktu dalam makna abstrak yang eksklusif satu sama lain sebagaimana dalam kamus bahasa, kia memasuki pemahaman lebih jauh yaitu: bahwa pengalaman empirik akan ruang dan waktu selalu melibatkan kesadaran subjek akan kehadirannya. Ketika kita menyebut “di sini”, kita selalu mengandaikan di mana subjek berada, atau lebih spesifiknya di mana tubuhnya berada dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Atau lebih tepatnya keberadaan ruang dan waktu yang sebagaimana dialami subjek hanya mungkin dapat dirasakan oleh subjek dan di mana tubuhnya hadir. Begitu juga kehadiran subjek hanya mungkin hadir jika ada ruang dan tempat yang dirasakan terpisah olehnya. Singkatnya objek ada karena subjek, dan subjek ada karena objek.

Dari sini, saya coba kembali ke kata saya: “Nirvana ada di sini.” Maka kata ini tidak hanya menunjuk pada “tempat” belaka. Sebagaimana penjelasan panjang lebar saya di atas, “di sini” berarti juga melibatkan ruang dan waktu serta bagaimana subjek mengalaminya, dan bagaimana subjek dan objek adalah esensi yang saling mengadakansatu sama lain. Oleh karena itu, realisasi nirvana bisa terbantu jika kita menggali bagaimana relasi antara subjek dan objek  dengan membangun kesadaran yang menembus realitas subjek fan objek. Singkatnya “sunyata” ada di dalam pengalaman akan subjek dan objek.





Kalau Anda tidak tahu, kenapa Anda mengiyakan pertanyaan saya mengenai; "apakah semua makhluk akan merealisasi Nirvana, sehingga samsara kosong dari para makhluk", ...

Maksudnya?


Saya tidak tahu. Saya bukanlah ahli sensus, Arhat, ataupun Samyaksambuddha...
Namun yang saya tahu, orang bijak itu selalu mempertimbangkan suatu hal berdasarkan prioritas dan faedahnya.

Dengan standar apa? standar siapa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 17 April 2009, 11:18:04 PM

Saya tidak punya referensinya. Bisa Bro ceritakan sedikit mengenai kisahnya?
Agar saya tahu, dan teman-teman yang lain pun tahu...?
:)

Baca di sini bro:

www.buddhanet.net/pdf_file/ksitigarbha.pdf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 18 April 2009, 12:29:30 AM
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh






tuh kan betul........ pandangan orang jelek yg suka ngejelekin oran laen... emang beda beda dan macem macem........

ada yg bilang.. tuh arahat kurang kerjaan...... ada yg bilang bego......... ada yg bilang arahat itu penuh cinta kasih..... ada yg bilang mulia (hotel kaleee)

tapi bagi arahat seharusnya hal itu gak jadi masalah lageee.........

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......

bodhisatva blum arahat kan?

bodhisatva blum arahat kan? << tergantung level berapa tuh boddhisattva
bodhisatva level 8, klu tidak salah sudah setara dengan arahat
trus, klu level 9 - 10 sudah diatas arahat loh

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain

Mas Naviscope (dan juga mas Tan), bila ingin mengutip sesuatu sebutkan sumbernya dengan jelas, seperti berikut ini:

The large sutra on perfect wisdom (abhisamayalankara) translated bye Edward Conze. hal 172 VI.B bebunyi:

1. A Bodhisattva should avoid disciple thought and 2. Pratyeka Buddha thought, because it is not the path to enlightenment.

1. Seorang Bodhisattva harus menghindari jalan Arahat dan 2. Jalan Pratyeka Buddha, karena itu bukan jalan pencerahan.
Darimana mas Navis mengutip mengenai Arahat sudah mencapai tingkat ke 7? itu pasti asal sebut, karena disini jelas dikatakan bahwa jalan Arahat dan Pratyeka Buddha tidak membawa pada Pencerahan.

hal 244: AA II.6
Because those whose thought has been set free on the level of disciple and Pratyeka Buddhas does not understand any Dharmas.

Karena mereka yang pikirannya telah terbebas pada tingkat Arahat dan Pratyeka Buddha tidak mengerti Dharma samasekali.

Hal 334: AA IV A
Some persons belonging to the great Vehicle will spurn this perfection of wisdom which is the root of all the Buddhadharmas, and decide instead to study the sutras associated with the vehicles associated with the vehicles of the disciples and Pratyeka Buddhas, sutras which are like branch, leaves and foliage. This also will be the Mara's deed to them

Beberapa orang yang mengikuti Mahayana akan menolak sutra prajna paramita yang merupakan akar dari semua Buddhadharma, dan memutuskan untuk mempelajari sutra yang berkaitan dengan kendaraan yang berkaitan dengan kendaraan Arahat dan Pratyeka Buddha, sutra yang seperti cabang, daun dan kuncup daun. Ini juga merupakan perbuatan Mara kepada mereka.

Nah seperti ini caranya mengutip suatu ajaran M yang benar.

Bukankah ini mirip dengan agama tetangga yang menuduh ajaran agama lain berasal deri kuasa kegelapan?

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 18 April 2009, 02:18:21 AM
Quote
TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan dimana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

TL:

Maaf mas Tan aliran non-Mahayana mana yang mengatakan ada tubuh absolut seorang Buddha ? (Tantra masih saya anggap Mahayana juga) Darimana mas Tan mengatakan tak ada pertentangan?

Quote
TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

TL:

Suatu pertanyaan balik yang aneh... setahu saya karma dan anitya adalah sesuatu yang berhubungan, yaitu: tanpa adanya anitya tak ada karma. anitya yang menyebabkan karma. bila anitya berhenti maka karma juga berhenti. jadi karma dan anitya adalah hubungan yang saling berkait.

Mas Tan belum menjawab pertanyaan saya yang satu ini: apakah kesadaran anitya atau nitya?
tolong dijawab.

Quote
TL:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

TL:

Saya masih sebatas bertanya kepada mas Tan, saya tak pernah mengatakan Nirvana adalah suatu batasan. Tolong beritahu, mana yang merupakan penjara? Nirvana atau panca Skandha?
Saya tidak tahu apa maksudnya "perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan" jawabannya kok nggak nyambung? Saya hanya bertanya apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali?

Quote
Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 09:42:16 AM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 18 April 2009, 10:05:11 AM
Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Sebetulnya, kalau masih ada "dualisme" dan "non-dualisme", itu juga sudah dualisme. ;D
Yang saya tahu, seharusnya kita bisa melihat ilusi dualisme itu sendiri, bukan menyama-nyamakan yang berbeda (nirvana-samsara) dengan alasan sudah "non-dualisme", juga membeda-bedakan yang sama (samsara "dualisme" dan samsara "non-dualisme").

Ilusi dualisme itu hanya terbentuk di pikiran, tidak nyata. Misalnya dualisme ilusi "mahayana" & "hinayana". Kalau kita lihat secara nyata, yang ada hanya orang-orang yang menjalani hidup saja. Dualisme itu hanya ada pada orang yang pikirannya terilusi demikian (bahasa kasarnya: brainwashed). Bagi orang yang tidak pernah belajar "Mahayana dan Hinayana", dualisme tersebut tidak muncul.

Sedangkan di sisi lain, perbedaan nyata adalah sederhana. Pria yah pria, wanita yah wanita. Entahlah kalau orang "non-dualisme" yang sudah melihat nirvana = samsara, mungkin melihat pria = wanita?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 April 2009, 10:17:26 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 10:17:37 AM
Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Sebetulnya, kalau masih ada "dualisme" dan "non-dualisme", itu juga sudah dualisme. ;D
Yang saya tahu, seharusnya kita bisa melihat ilusi dualisme itu sendiri, bukan menyama-nyamakan yang berbeda (nirvana-samsara) dengan alasan sudah "non-dualisme", juga membeda-bedakan yang sama (samsara "dualisme" dan samsara "non-dualisme").

Ilusi dualisme itu hanya terbentuk di pikiran, tidak nyata. Misalnya dualisme ilusi "mahayana" & "hinayana". Kalau kita lihat secara nyata, yang ada hanya orang-orang yang menjalani hidup saja. Dualisme itu hanya ada pada orang yang pikirannya terilusi demikian (bahasa kasarnya: brainwashed). Bagi orang yang tidak pernah belajar "Mahayana dan Hinayana", dualisme tersebut tidak muncul.

Sedangkan di sisi lain, perbedaan nyata adalah sederhana. Pria yah pria, wanita yah wanita. Entahlah kalau orang "non-dualisme" yang sudah melihat nirvana = samsara, mungkin melihat pria = wanita?



Gini bos Ngak ada yang namanya penyelamatan diri sendiri dan penyelamatan sama orang lain.
Ente semestinya ngerti kalimat Sabbe Satta Bhanvantu Sukhita ngak apa artinye ?
Sembenarnya konsepnya penyelamatan itu bukan dari versi tentangga. u Salah kaprah.  Penyelamatan sebenernya tuh kepada semua mahluk. kan seperti saya katakan ngak tera ngak maha sebenar cuman beda beda tipis konsepnya, Sebagaian ajaran besar sama. Cuman bedanya Kalo dimahayana di kembangkan lagi, kalo tera ngak. Jujur aje kayak ente tanya sebenernya juga ada dalam tipitaka.

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 10:18:59 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 April 2009, 10:28:47 AM
Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Sebetulnya, kalau masih ada "dualisme" dan "non-dualisme", itu juga sudah dualisme. ;D
Yang saya tahu, seharusnya kita bisa melihat ilusi dualisme itu sendiri, bukan menyama-nyamakan yang berbeda (nirvana-samsara) dengan alasan sudah "non-dualisme", juga membeda-bedakan yang sama (samsara "dualisme" dan samsara "non-dualisme").

Ilusi dualisme itu hanya terbentuk di pikiran, tidak nyata. Misalnya dualisme ilusi "mahayana" & "hinayana". Kalau kita lihat secara nyata, yang ada hanya orang-orang yang menjalani hidup saja. Dualisme itu hanya ada pada orang yang pikirannya terilusi demikian (bahasa kasarnya: brainwashed). Bagi orang yang tidak pernah belajar "Mahayana dan Hinayana", dualisme tersebut tidak muncul.

Sedangkan di sisi lain, perbedaan nyata adalah sederhana. Pria yah pria, wanita yah wanita. Entahlah kalau orang "non-dualisme" yang sudah melihat nirvana = samsara, mungkin melihat pria = wanita?



Gini bos Ngak ada yang namanya penyelamatan diri sendiri dan penyelamatan sama orang lain.
Ente semestinya ngerti kalimat Sabbe Satta Bhanvantu Sukhita ngak apa artinye ?
Sembenarnya konsepnya penyelamatan itu bukan dari versi tentangga. u Salah kaprah.  Penyelamatan sebenernya tuh kepada semua mahluk. kan seperti saya katakan ngak tera ngak maha sebenar cuman beda beda tipis konsepnya, Sebagaian ajaran besar sama. Cuman bedanya Kalo dimahayana di kembangkan lagi, kalo tera ngak. Jujur aje kayak ente tanya sebenernya juga ada dalam tipitaka.

 
engga ada penyelamatan diri sendiri itu maksudnya apa ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 10:56:35 AM
Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Sebetulnya, kalau masih ada "dualisme" dan "non-dualisme", itu juga sudah dualisme. ;D
Yang saya tahu, seharusnya kita bisa melihat ilusi dualisme itu sendiri, bukan menyama-nyamakan yang berbeda (nirvana-samsara) dengan alasan sudah "non-dualisme", juga membeda-bedakan yang sama (samsara "dualisme" dan samsara "non-dualisme").

Ilusi dualisme itu hanya terbentuk di pikiran, tidak nyata. Misalnya dualisme ilusi "mahayana" & "hinayana". Kalau kita lihat secara nyata, yang ada hanya orang-orang yang menjalani hidup saja. Dualisme itu hanya ada pada orang yang pikirannya terilusi demikian (bahasa kasarnya: brainwashed). Bagi orang yang tidak pernah belajar "Mahayana dan Hinayana", dualisme tersebut tidak muncul.

Sedangkan di sisi lain, perbedaan nyata adalah sederhana. Pria yah pria, wanita yah wanita. Entahlah kalau orang "non-dualisme" yang sudah melihat nirvana = samsara, mungkin melihat pria = wanita?



Gini bos Ngak ada yang namanya penyelamatan diri sendiri dan penyelamatan sama orang lain.
Ente semestinya ngerti kalimat Sabbe Satta Bhanvantu Sukhita ngak apa artinye ?
Sembenarnya konsepnya penyelamatan itu bukan dari versi tentangga. u Salah kaprah.  Penyelamatan sebenernya tuh kepada semua mahluk. kan seperti saya katakan ngak tera ngak maha sebenar cuman beda beda tipis konsepnya, Sebagaian ajaran besar sama. Cuman bedanya Kalo dimahayana di kembangkan lagi, kalo tera ngak. Jujur aje kayak ente tanya sebenernya juga ada dalam tipitaka.

 
engga ada penyelamatan diri sendiri itu maksudnya apa ya?

gini bos ada salah kaprah Dalam pemikiran setiap pemegang Hinaya yang Fanatik, pasti timbul pemahaman yang salah kaprah sebenarnya.  Seperti " diri sendiri adalah tuan dari diri sendiri karanea siapa lagi yang bisa menjadi tuannya". Dan kalimat lainnya. Yang memegang hinaya secara fanatik akan timbul kalimat ini berarti Mengutamakan Diri sendiri.

Bukti Literal Paling awal dari reaksi terhadap kesempitan dan keogisan Hinaya fantaik, untuk kembali kepada Ajaran asli tapi tidak disadari Disempuranakan oleh mahayana. dalam konsep Prajna Paramita. seperti kalimat

"...Ia ( bodhisattwa) harus berlatih dirinya seperti : diriku sendiri akan kutempatkan didalam " YANG DEMIKIAN". dan, agar semua dunia dapat ditolong, Aku juga akan menempatkan semua Orang ke dalam " yang Demikina", dan akan kubimbimbing ke Nirwana semua semesta Makhluk Hidup Tak terukur)

Pancavimsatisaharastika membandingakan Hinaya sebgai kunang 2 dan mendorong Para Bodhisatwa mengikuti Perumpaan "akan tetapi Sang surya setelah terbit, memancarkan sinarnya ke seluruh Jambudwipa. Demikain juga halnya dengan seorang bodhisatva setelah Ia memutuskan latihan 2 yang membawa kepada pencerahan. Kebuddhaan Sempurna, membimbing Mahluk Tak terhinggga Banyaknya ke Nirwana".

Bagi Pengikut tera Fanatik mungkin segara menyatakan bahwa mahayana Takala berbicara mengenai "kekosongan" atau " kepadiran" dari semua keberadaan dari satu Pihak, juga membual tentang "membimbing Semua mahluk ke Nirwana". Dipihak lain - suatu Kontradiksi yang jelas Sekali, Demikaiankata Mereka,

Jawaban sederhana saja : Kenyataan Bahwa segalanya adalah Kosong- bahwa sesungguhnya Tidak terdapat Mahluk untuk diselamatkan - menyiratkan bahwa penyelamatan apapun semestinya diperuntukan bagi semua mahluk, Karena, Jika seorang Cerah, segalanya juga Cerah-tidakkah semua itu bentuk pikiran?. Untuk lebih sederhana, Aspirasi Bodhisattwa ini menunjukan welas asih tanpa batas yang diharapkan oleh mahayan dapat menawarkan pemusatan diri dari Hinaya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 10:57:00 AM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

Ada board ULASAN BUKU untuk postingan promosi semacam ini...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:02:20 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi

Bro, berkali2 anda menuliskan HINAYA, artinya apa sih?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 11:07:06 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi

Bro, berkali2 anda menuliskan HINAYA, artinya apa sih?

Ngak ada artinya. Bro. cuman jelasin aja Sebenarnya maha juga punya Hinaya sendiri, bukan aja tera :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:08:26 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi

Bro, berkali2 anda menuliskan HINAYA, artinya apa sih?

Ngak ada artinya. Bro. cuman jelasin aja Sebenarnya maha juga punya Hinaya sendiri, bukan aja tera :)
makin bingung, maha punya Hinaya sendiri? apa sih Hinaya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 11:11:58 AM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

Ada board ULASAN BUKU untuk postingan promosi semacam ini...

Cuman kasi kisi - kisi sedikit Bro. Lagian saya kan dari kemarin agar untuk membaca untuk jangan mengambil kesimpulan sendiri. Inilah sikap kadang kita ngambil kesimpulan sendiri ahhasil jadinya Ego.

Lagi Pula Refrensi saya berikan memang bagus untuk dibaca, supaya jgn bersikap fanatisme sama aliran sendiri.

Memang Mahayana ada beberapa beda konsep Tera. Bukan berarti Maha itu melenceng ajaran Dhamma, Justru memperkaya Dhamma, jadi saya mempromosikan buku ini, supaya buka jalan pikiran jgn berpandangan sempit kalo itu tidak lah yakin. Nantinya hasilnya Ngawur.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 11:12:59 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi

Bro, berkali2 anda menuliskan HINAYA, artinya apa sih?

Ngak ada artinya. Bro. cuman jelasin aja Sebenarnya maha juga punya Hinaya sendiri, bukan aja tera :)
makin bingung, maha punya Hinaya sendiri? apa sih Hinaya?

Ampir sm lah dengan tera. Cuman bedanya ada maha lebih berkembang
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 18 April 2009, 11:15:38 AM
apa mungkin hinaya itu istilah ciptaan pak pur???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 11:16:20 AM
apa mungkin hinaya itu istilah ciptaan pak pur???

Kagak lah pak emangnya g Buddha :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:16:46 AM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

Ada board ULASAN BUKU untuk postingan promosi semacam ini...

Cuman kasi kisi - kisi sedikit Bro. Lagian saya kan dari kemarin agar untuk membaca untuk jangan mengambil kesimpulan sendiri. Inilah sikap kadang kita ngambil kesimpulan sendiri ahhasil jadinya Ego.

Lagi Pula Refrensi saya berikan memang bagus untuk dibaca, supaya jgn bersikap fanatisme sama aliran sendiri.

Memang Mahayana ada beberapa beda konsep Tera. Bukan berarti Maha itu melenceng ajaran Dhamma, Justru memperkaya Dhamma, jadi saya mempromosikan buku ini, supaya buka jalan pikiran jgn berpandangan sempit kalo itu tidak lah yakin. Nantinya hasilnya Ngawur.

silahkan sampaikan promosi anda di board yang sesuai, dan anda bisa memberikan link di sini untuk merujuk ke sana. begitu etika yg benar
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:17:53 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Omong omong sutra intan emang banyak lagi pis kalo orang tera bilang pegang Hinaya, kalo kita Vinaya, beda beda tipis, tapi ujung akarnya sama aja lagi

Bro, berkali2 anda menuliskan HINAYA, artinya apa sih?

Ngak ada artinya. Bro. cuman jelasin aja Sebenarnya maha juga punya Hinaya sendiri, bukan aja tera :)
makin bingung, maha punya Hinaya sendiri? apa sih Hinaya?

Ampir sm lah dengan tera. Cuman bedanya ada maha lebih berkembang

Saya tidak pernah menemukan term HINAYA dalam theravada, mungkin teman2 lain bisa membantu? dan Bro Pur, apakah HINAYA dlam Mahayana? mohon penjelasannya. thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 18 April 2009, 11:20:05 AM
apa mungkin hinaya itu istilah ciptaan pak pur???

Kagak lah pak emangnya g Buddha :))

jd apa donk???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 18 April 2009, 11:24:40 AM
apa mungkin hinaya itu istilah ciptaan pak pur???

Kagak lah pak emangnya g Buddha :))

jd apa donk???

gini Bro, Karena Aye ada kerjaan lagi diluar, aye jawab singkat aja. Saya tidak punya kemampuan untuk membuat hinaya nanti saya jadi ngawur dong. Hinaya terbentuk di maha itu atas dasar dari para sanggha yang memiliki Prajna minimal setinggkat Arahat. Hinaya yang dikembangkan di mahayana dibentuk atas dasar musyawarah para sangha, Juga yang memiliki Dhamma jauh lebih dari saya lah. saya mah belum bisa bikin hinaya Atuh.
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 April 2009, 11:27:02 AM
Apa maksudnya VINAYA?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:30:23 AM
apa mungkin hinaya itu istilah ciptaan pak pur???

Kagak lah pak emangnya g Buddha :))

jd apa donk???

gini Bro, Karena Aye ada kerjaan lagi diluar, aye jawab singkat aja. Saya tidak punya kemampuan untuk membuat hinaya nanti saya jadi ngawur dong. Hinaya terbentuk di maha itu atas dasar dari para sanggha yang memiliki Prajna minimal setinggkat Arahat. Hinaya yang dikembangkan di mahayana dibentuk atas dasar musyawarah para sangha, Juga yang memiliki Dhamma jauh lebih dari saya lah. saya mah belum bisa bikin hinaya Atuh.
 

ya, ini pasti VINAYA, kalau versi Theravada, Vinaya yang bikin Sang Buddha sendiri, bahkan para Arahat tidak berhak menambah, mengurang, merevisi Vinaya.

  :outoftopic:  :backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 18 April 2009, 11:35:13 AM
Kok diskusinya jadi tidak nyambung ya?

Dikatakan bahwa seorang Buddha menyelamatkan mahluk lain adalah dengan memberi petunjuk jalan, tetapi yang menjalankan harus kita sendiri, konyol sekali kalau beranggapan yang dimaksud menyelamatkan mahluk seperti konsep agama tetangga.

Agama tetangga mengatakan dengan mengucap secara berulang-ulang nama sang penyelamat, dan menyerahkan diri sepenuhnya pada sang penyelamat akan diselamatkan ke nirvana/surga abadi, tanpa perlu bersusah payah.

Mungkinkah seorang Buddha bermeditasi supaya orang lain yang mencapai pencerahan? atau mungkinkah seseorang memindahkan rasa senang atau rasa sakit, yang dideritanya kepada orang lain? Umpamanya si A sakit gigi, mungkinkah ia memindahkan sakit giginya kepada si B? sehingga si B yang merasa sakit gigi, sedangkan si A tidak lagi merasa sakit gigi?

demikian juga bermeditasi, mungkinkah kita memindahkan hasil meditasi kita kepada orang lain? sehingga orang lain yang mencapai pencerahan?

Oleh karena itu Sang Buddha mengatakan saya hanya penunjuk jalan. Sang Buddha hanya menyelamatkan mahluk hidup dengan mengajarkan Sang Jalan.

Yang melatih Sang Jalan adalah kita sendiri, tak ada orang lain yang bisa melatihkan Sang Jalan untuk kita.

Analogi yang lain lagi: bila si A berlatih sepeda maka ketrampilan menaiki sepeda adalah menjadi milik A, tak mungkin terjadi si A berlatih, kemudian ketrampilannya pindah kepada si B tanpa si B berlatih.

Si B bisa juga menguasai ketrampilan bersepeda yang sama berdasarkan petunjuk dari si A. Tetapi yang harus berlatih adalah si B sendiri.

Demikian juga mengenai kesucian, kesucian kita sendiri yang harus mencapainya tak ada orang lain yang bisa membantu kita, orang lain hanya bisa mengajarkan jalan.

karena Nirvana hanya bisa dicapai oleh mahluk yang telah mencapai kesucian, maka kita sendiri yang harus mencapai Nirvana, tak ada mahluk lain yang bisa membawa kita pada Nirvana. Mahluk lain hanya menunjukkan jalan.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 April 2009, 11:36:03 AM
[at] bro purnama

jaaaahhhhh, kabur dia, hehehe....

[at] bro indra n ryu

nanya-nya satu2, nafsu banget, tuh anak orang kabur jadi-nya
wakakakakaka..............
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 18 April 2009, 11:38:29 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Boleh. Minta link-nya kalau ada. Thanx.



BTW, TS-nya udah ga lanjut, apa ga sebaiknya lanjut ke thread baru supaya ga "ngambang"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:41:19 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Boleh. Minta link-nya kalau ada. Thanx.



BTW, TS-nya udah ga lanjut, apa ga sebaiknya lanjut ke thread baru supaya ga "ngambang"?
saya Pikir tidak perlu, Bro.
TS dalam kapasitasnya sebagai Mod, hanya memfasilitasi diskusi ini, selanjutnya diserahkan kepada member, jadi sebaiknya tetap dilanjutkan di sini saja.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 18 April 2009, 11:43:41 AM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Boleh. Minta link-nya kalau ada. Thanx.



BTW, TS-nya udah ga lanjut, apa ga sebaiknya lanjut ke thread baru supaya ga "ngambang"?
saya Pikir tidak perlu, Bro.
TS dalam kapasitasnya sebagai Mod, hanya memfasilitasi diskusi ini, selanjutnya diserahkan kepada member, jadi sebaiknya tetap dilanjutkan di sini saja.

_/\_

TS tuh apa maksudnya ya mas Indra?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:45:13 AM
TS=Thread Starter, poster pertama dalam suatu thread
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 18 April 2009, 11:45:55 AM
sekedar berkomentar.

kebuddhahan atau arahat dapat dicapai bila seseorang mempunyai parami yang cukup.

sehingga mengkondisikan........

maka itu yg menganggap di kehidupan ini tidak dapat mencapai nibbana... dengan pencapaian arahat... sebaiknya berusaha menyempurnakan paraminya.... untuk modal di kehidupan selanjutnya..

bahkan sapa tau bisa jadi bodhisatva........
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 18 April 2009, 11:48:30 AM
TS=Thread Starter, poster pertama dalam suatu thread

Kiranya begitu, terima kasih mas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 18 April 2009, 11:52:59 AM
saya Pikir tidak perlu, Bro.
TS dalam kapasitasnya sebagai Mod, hanya memfasilitasi diskusi ini, selanjutnya diserahkan kepada member, jadi sebaiknya tetap dilanjutkan di sini saja.

_/\_

OK deh.  _/\_





Analogi yang lain lagi: bila si A berlatih sepeda maka ketrampilan menaiki sepeda adalah menjadi milik A, tak mungkin terjadi si A berlatih, kemudian ketrampilannya pindah kepada si B tanpa si B berlatih.

Si B bisa juga menguasai ketrampilan bersepeda yang sama berdasarkan petunjuk dari si A. Tetapi yang harus berlatih adalah si B sendiri.

Demikian juga mengenai kesucian, kesucian kita sendiri yang harus mencapainya tak ada orang lain yang bisa membantu kita, orang lain hanya bisa mengajarkan jalan.
Ini perumpamaan yang tepat, tapi tetap bisa dibalas begini:
Seseorang yang "Mahayana" tidak akan berhenti mengajar naik sepeda sebelum semua orang bisa naik sepeda.
(Maka orang yang sudah bisa naek sepeda, belajar naik motor, tidak nunggu yang lain bisa naik sepeda = Hinayana.)
;D

Menurut saya, yang tidak konsisten dari Mahayana adalah konsep "Anitya" yang tidak jelas berlaku pada apa saja. Sebentar bilang semua mahluk terkondisi demikian, sebentar bilang kecuali Buddha yang punya "tubuh mutlak". Sebentar bilang dalam samsara semua berubah, sebentar bilang samsara = nirvana karena tidak ada dualisme. Bikin bingung.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 April 2009, 12:43:33 PM
Quote from: sobat-dharma
Sah-sah saja seorang memiliki penafsirannya sendiri, begitu juga saya memiliki penafsiran berbeda.

Dua baris pertama jelas-jelas mengatakan bahwa pada dasarnya "diri itu tidak ada", meskipun penderitaan dan perbuatan "ada", yang berarti pada dasarnya memang diri itu tidak ada. Oleh karen itu, ketika seseorang dikatakan mencapai nirvana, bukan berarti diri itu musnah atau berubah dari ada menjadi tiada, karena diri itu pada dasarnya memang pada dasarnya tiada pada permulaannya.

Dikatakan ada yang merealisasi nirvana, namun pada dasarnya memang tidak ada yang merealisasi. Dikatakan ada yang menempuh jalan, tapi pada dasarnya tidak ada yang menemupuh. Dengan demikian, jika memang sejak awal tidak ada yang menderita dan tidak ada pelaku, maka sebenarnya ketika merealisasi nirvana seseorang tidak kehilangan apapun atau mencapai apapun. Sebab, akhirnya "ia" hanya menyadari hakikat yang sejati bahwa diri itu tiada.

Pernyataan ini juga sekaligus menggambarkan bagaimana pada dasarnya samsara dan nirvana tidaklah berbeda, yang berbeda hanya kesadaran akan hakikat diri yang tak berwujud atau kosong.

(yang berikut ini ada konklusi tambahan dari penafsiran saya)

Jadi mencapai nirvana bukan berarti seseorang mengalami eksklusi selamanya dari dunia samsara, karena jika demikian maka pencapaian nirvana berarti terjadi perubahan dari yang ada menjadi tiada. Sebaliknya realisasi nirvana justru menggambarkan suatu proses yang alami, kembali ke hakikat yang sejati yaitu bahwa diri itu anatta atau sunyata. Dengan pemahaman demikianlah maka realisasi nirvana tidak terikat dengan kehidupan dan kematian, "ia" tidak pasif terikat oleh suatu keadaan, sebaliknya "ia" mengatasi semua kondisi yang ada.

Tidak ditemukan diri, karena tidak ada penggerak utama dalam satu fenomena yang disebut "makhluk". Tiada substansi inti ini berarti tiada diri, alias anatta. Sampai di sini kita sudah sepakat.

Jika Anda mengatakan samsara identik dengan Nirvana, artinya Anda tidak bisa menyampingkan 2 realitas lainnya; yaitu dukkha dan anitya. Apakah hakikat sejati Nirvana juga termasuk dukkha dan anitya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 April 2009, 12:43:47 PM
Quote from: sobat-dharma
Analoginya membingungkan bro. Kalau tidak makan apa bisa membuat seseorang menjadi kenyang? Saya sebagai pemula, mohon tuntunannya.

Maksud saya; kalau kita ingin merealisasi kenyang, maka kita sendiri yang harus makan. Tidak mungkin ada orang yang bisa membantu kita untuk merealisasi kenyang.


Quote from: sobat-dharma
Seseorang tidak akan termotivasi oleh suatu kata-kata apabila ia tidak meyakini kebenaran kata-kata tersebut. Logis kan? :)

Tidak juga. :) Yesus pernah berkata, "jika seseorang menampar pipi kirimu, berikanlah pipi kananmu."
Kalimat ini juga kalimat bijak, inspiratif dan memotivasi saya. Tapi saya tidak menelannya bulat-bulat. Dan setelah saya saring dengan akal sehat, saya melihat kepincangannya sehingga saya tidak menggenggamnya sebagai pedoman hidup. Meski demikian, saya rasa kalimat itu tidak kalah bijaknya dari kalimat yang diucapkan oleh bodhisattva itu.


Quote from: sobat-dharma
Saya kan bilang “kalau”. Sebaliknya  saya justru berpandangan bahwa logika lah yang terlalu sempit untuk memahami segala sesuatu. Jika kita menggunakan semata-mata logika dan akal sehat sebagai ukuran  segala sesuatu, maka kita terjebak membenarkan pikiran ego belaka. Logika dan akal sehat pada dasarnya adalah keyakinan akan suatu standar kebenaran yang digunakan untukmengevaluasi segala sesuatu. Sebagai sebuah “standar” ia  harus diyakini dulu sebagai kebenaran.

Oleh karena itu, logika tidak lain hanya klaim akan kebenaran yang disahkan atas pengakuan atas keunggulan rasio dan meremehkan aspek-aspek lain dalam manuisia seperti emosi dan tubuh. Bahkan dalam dunia filsafat barat saja, sudah sangat sering logika dan akal sehat dikritisi keabsahannya sebagai suatu standar kebenaran.

Okey, kita kemudian merasa ada, “hey tunggu, kalau logika salah, ada saringan lapis kedua yaitu empirisme atau pembuktian.” Pandangan ini tentu saja terkesan memasang sikap berhati-hati dan seolah-olah menerapkan sikap kritis pada logika itu sendiri. Namun di sisi lain, akibat penggunaan logika dan akal sehat sebagai saringan tingkat pertama telah menyebabkan “kebenaran” kemungkinan-kemungkinan di luar logika dipersempit. Dalam hal ini sifat logika dan akal sehat adalah membatasi mana yang benar dan mana yang salah, akibat batas ini adalah kemungkinan hanya dibatasi sejauh logika membenarkannya. Dengan demikian akhirnya seseorang akhirnya diperbudak oleh logikanya sendiri.

Saya rasa logika tidak menjadi tuan saya. Saya memakai logika dan akal sehat pun sewajarnya, hanya sebatas panduan awal. Tentunya keabsahan mereka bergantung dari tingkat intelektual, cara pandang dan pengalaman saya sebagai pribadi. Dan selama ini, logika dan akal sehat selalu memberikan jaminan yang lebih tinggi daripada perasaan dan harapan. Akal sehat dan logika mengarahkan saya untuk melihat suatu hal lebih realistis - tidak dibuai oleh imajinasi, dan tidak perlu yakin pada suatu hal dengan cara menghibur diri sendiri.

Kalau memang Anda memilah suatu hal dengan menggunakan filter yang berbeda dari saya, saya menghormati Anda. Karena saya sangat menghormati kehendak bebas orang lain.


Quote from: sobat-dharma
Ada kesalahpahaman seolah ketika seseorang menyebut tentang tempat, ia semata-mata hanya merujuk pada makna tempat secara harafiah. Padahal makna “tempat” secara harafiah sebenarnya hanya dalam kamus bahasa belaka yang seolah waktu dan tempat adalah makna yang berdiri sendiri-sendiri. Pada pengalaman eksistensial empirik sehari-hari, tempat dan waktu tidak terpisah. Mengapa? Misalnya ketika kita menyebut suatu tempat, misalnya “Jakarta." Pada pengalaman empiriknya Jakarta yang disebut adalah Jakarta yang hanya bermakna suatu titik atau tempat di peta ataupun konsep tentang jakarta sebagai sebuah kota yang terletak di wilayah lebih luas tidak benar-benar eksis, tapi yang benar-benar dialami adalah Jakarta saat ini sebagaimana di alami oleh saya pada waktu dan ruang yang spesifik “di sini”. Sehingga walaupun ada orang lain yang juga berada di Jakarta apa yang dialaminya sebagai “di sini” berbeda dengan yang saya alami. Jadi “Jakarta” sebagai pengalaman empirik tidaklah mungkin adalah suatu esensi yang terpisah antara tempat dan waktu, karena dalam pengalaman “di sini”, tempat dan waktu itu menyatu. Jakarta sebagai hanya tempat hanya ada dalah konsep di pikiran, hanya jakarta yang riil dialami sebagai ruang dan waktu merupakan Jakarta yang "nyata" dialami.

Nah, setelah kita memahami bawa pengalaman “di sini” tidak mungkin dipahami sebagai ruang dan waktu dalam makna abstrak yang eksklusif satu sama lain sebagaimana dalam kamus bahasa, kia memasuki pemahaman lebih jauh yaitu: bahwa pengalaman empirik akan ruang dan waktu selalu melibatkan kesadaran subjek akan kehadirannya. Ketika kita menyebut “di sini”, kita selalu mengandaikan di mana subjek berada, atau lebih spesifiknya di mana tubuhnya berada dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Atau lebih tepatnya keberadaan ruang dan waktu yang sebagaimana dialami subjek hanya mungkin dapat dirasakan oleh subjek dan di mana tubuhnya hadir. Begitu juga kehadiran subjek hanya mungkin hadir jika ada ruang dan tempat yang dirasakan terpisah olehnya. Singkatnya objek ada karena subjek, dan subjek ada karena objek.

Dari sini, saya coba kembali ke kata saya: “Nirvana ada di sini.” Maka kata ini tidak hanya menunjuk pada “tempat” belaka. Sebagaimana penjelasan panjang lebar saya di atas, “di sini” berarti juga melibatkan ruang dan waktu serta bagaimana subjek mengalaminya, dan bagaimana subjek dan objek adalah esensi yang saling mengadakansatu sama lain. Oleh karena itu, realisasi nirvana bisa terbantu jika kita menggali bagaimana relasi antara subjek dan objek  dengan membangun kesadaran yang menembus realitas subjek fan objek. Singkatnya “sunyata” ada di dalam pengalaman akan subjek dan objek.

Saya mengerti maksud Anda...
Ada perbedaan yang tersirat kasat mata antara 2 kalimat ini...
1) "Saya sudah di sini"
2) "Nirvada ada di sini"

- Kalimat yang pertama menunjukkan bahwa saya sudah sampai di lokasi ini. Kata pengubung "sudah" dalam kalimat itu, menunjukkan dengan jelas bahwa saya telah sampai di sini. Di kalimat ini, sebenarnya dapat diserap pemahaman bahwa "saya baru saja sampai di sini". Artinya kalimat itu juga menunjukkan "kapan" saya sampai di lokasi itu. Namun kalimat itu juga bisa ditambahkan keterangan waktu, seperti : "Saya sudah di sini sejak satu jam lalu". Artinya, kalimat baru ini merujuk pada penjelasan masa lalu.
Kesimpulannya -> kalimat pertama memang secara implisit menunjukkan "kapan" / "waktu", tapi kebenarannya belum akurat. Untuk memastikan waktunya, penambahan keterangan waktu harus diberikan.

- Kalimat yang kedua menunjukkan bahwa "subjek"; yaitu Nirvana; ada di "objek"; yaitu di sini". Secara implisit, kalimat ini juga menunjukkan lokasi (tempat) dan kapan (waktu). Kalimat ini menunjukkan bahwa Nirvana ada di lokasi ini dan di kehidupan ini. Perbedaan minornya dengan kalimat yang pertama adalah posisi dari "subjek", yaitu "Nirvana". Jika dikatakan bahwa Nirvana ada di sini, ini berarti menunjukkan bahwa Nirvana sudah ada, memang selalu ada, terus hadir, dsb. Tidak perlu penambahan keterangan waktu lagi. Karena kalimat ini dengan gamblang menyatakan bahwa "Nirvana memang ada di tempat ini dan di kehidupan ini".
Kesimpulannya -> kalimat kedua memang secara implisit menunjukkan "kapan" / "waktu", dan kebenarannya sudah akurat. Karena tidak perlu dijelaskan sejak kapan ada, yang pasti saat ini memang Nirvana itu sudah ada.


Maka, jika memang pada saat ini Nirvana ada di sini (samsara), artinya Nirvana pun berada di dalam samsara. Sama seperti contoh kalimat pertama tadi : "Saya sudah ada di sini". Kalimat itu menyatakan bahwa saya ada di dalam area / lokasi ini.

Berangkat dari pemahaman ini, menurut saya adalah tidak tepat untuk memakai kalimat bahwa "Nirvana ada di sini". Karena sudah jelas akan membuat orang memandang bahwa Nirvana identik dengan ruang (samsara) dan saat ini kita sudah mencapai "Nirvana". Lihat saja buktinya, dari dulu banyak teman-teman yang selama ini menangkap Nirvana sebagai suatu domisili baru dalam rancah Buddhisme Mahayana.


Quote from: sobat-dharma
Maksudnya?

Sudahlah... Yang ini tidak perlu dibahas lagi. :)


Quote from: sobat-dharma
Dengan standar apa? standar siapa?

Standarnya adalah memberi kebaikan bagi makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri. Standarnya adalah tidak merugikan makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 18 April 2009, 03:33:35 PM
haa.... ???

Nirvana  is Samsara.... ???

Samsara is Nirvana ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 18 April 2009, 03:44:31 PM
^
^
^
di mahayana ada lakanvantara sutra (sutra biru)
sutra untuk menghilang kan dualisme (bro dilbert pasti tau, itu kan sutra patokan buat zen)

mungkin bro2 mo mencicipi sedikit... hehehe...

Boleh. Minta link-nya kalau ada. Thanx.



BTW, TS-nya udah ga lanjut, apa ga sebaiknya lanjut ke thread baru supaya ga "ngambang"?
saya Pikir tidak perlu, Bro.
TS dalam kapasitasnya sebagai Mod, hanya memfasilitasi diskusi ini, selanjutnya diserahkan kepada member, jadi sebaiknya tetap dilanjutkan di sini saja.

_/\_

 :yes:
Saya masih ikutin koq...Cma yah sebagai fasilitator aja...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 April 2009, 05:23:49 PM
Harusnya undang Bodhisatva elsol yang juga bertekad tidak akan mencapai nibbana apabila aliran maitreya belum musnah =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 18 April 2009, 11:06:18 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:22:19 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 18 April 2009, 11:32:46 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di bacaannya BUDDHA ?... kalimat ini artinya apa ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 April 2009, 11:35:09 PM
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

apa tuh buddha wacana ?

secara grammar buddha wacana = BACAANNYA SANG BUDDHA

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di bacaannya BUDDHA ?... kalimat ini artinya apa ?


mungkin koran/majalah abad 6SM, jangan terlalu serius bro. santai dikit
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 18 April 2009, 11:38:08 PM
^
^
santai tapi serius... :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 19 April 2009, 02:11:54 PM
Harus cari referensinya memusingkan =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 April 2009, 02:39:54 PM
Buddhavacana / Buddhawacana secara harafiah artinya adalah perkataan Sang Buddha.
Dalam Mahayana (dan juga Theravada), walaupun bukan perkataan Sang Buddha tetap dimasukkan jadi Buddhawacana, misalnya Vimalakirtinirdesa Sutra.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 April 2009, 02:47:20 PM
Buddhavacana / Buddhawacana secara harafiah artinya adalah perkataan Sang Buddha.
Dalam Mahayana (dan juga Theravada), walaupun bukan perkataan Sang Buddha tetap dimasukkan jadi Buddhawacana, misalnya Vimalakirtinirdesa Sutra.

mari kita analisa
Buddha= ini sudah jelas
wacana=wacaan->bacaan

kemudian kita ambil contoh kata, misalnya Buddhakicca=tugas-tugas Sang Buddha, Buddha Bar=Bar-nya Sang Buddha, maka Buddhawacana=Wacaannya Sang Buddha=Bacaannya Sang Buddha.

Kalau perkataan Sang Buddha=Khotbah Sang Buddha biasanya disebut Sutta/Sutra

*** NOT TO BE TAKEN SERIOUSLY ***

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 19 April 2009, 03:12:17 PM
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:891.pali

Vacana

Vacana (nt.) [fr. vac; Vedic vacana] 1. speaking, utter- ance, word, bidding S ii.18 (alaŋ vacanāya one says rightly); iv.195 (yathā bhūtaŋ); A ii.168; Sn 417, 699, 932, 984, 997; Miln 235; Pv ii.27; SnA 343, 386. -- mama vacanena in my name PvA 53. -- dubbacana a bad word Th 2, 418 (=dur -- utta -- vacana ThA 268). -- vacanaŋ karoti to do one's bidding J i.222, 253. <-> 2. (t. t. g.) what is said with regard to its grammatical, syntactical or semantic relation, way of speech, term, expression, as: āmantana˚ term of address KhA 167; SnA 435; paccatta˚ expression of sep. relation, i. e. the accusative case SnA 303; piya˚ term of endearment Nd2 130; SnA 536; puna˚ repetition SnA 487; vattamāna˚ the present tense SnA 16, 23; visesitabba˚ qualifying (predicative) expression VvA 13; sampadāna˚ the dative relation SnA 317. At SnA 397 (combd with linga and other terms) it refers to the "number," i. e. singular & plural.
   -- attha word -- analysis or meaning of words Vism 364; SnA 24. -- kara one who does one's bidding, obedient; a servant Vv 165; 8421; J ii.129; iv.41 (vacanaŋ -- kara); v.98; PvA 134. -- khama gentle in words S ii.282; A iv.32. -- paṭivacana speech and counterspeech (i. e. reply), conversation DhA ii.35; PvA 83, 92, 117. -- patha way of saying, speech M i.126 (five ways, by which a person is judged: kālena vā akālena vā, bhūtena & a˚, saṇhena & pharusena, attha -- saŋhitena & an˚, mettacittā & dosantarā); A ii.117, 153; iii.163; iv.277, cp. D iii.236; Vv 6317 (=vacana VvA 262); SnA 159, 375. -- bheda variance in expression, different words, kind of speech SnA 169, cp. vacanamatte bhedo SnA 471. -- vyattaya distinction or specification of expression SnA 509. -- sampaṭiggaha "taking up together," summing up (what has been said), résumé KhA 100. -- sesa the rest of the words PvA 14, 18, 103.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 April 2009, 03:17:18 PM
oalah, ternyata aku salah lihat kamus, kamus jawa ini yg sedang kubuka :hammer: kalo Pali, iya bener si gacha

maap... maap
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 19 April 2009, 04:12:47 PM
Tanggapan Terpadu Tentang Mahayana

Ivan Taniputera (17 April 2009)

Melalui pengamatan saya, diskusi kali ini sudah menjurus pada perdebatan. Meskipun pihak yang menanyakan mengenai Mahayana berdalih bahwa mereka ingin mengenal Mahayana lebih jauh, tetapi pada kenyataannya malah berakhir pada perdebatan yang tidak berujung pangkal. Saya tidak berharap setiap orang menerima paham Mahayana. Setiap orang bebas menentukan apa yang mereka yakini. Menerima berbeda dengan memahami. Apa yang dimaksud memahami adalah mengerti sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu memperdebatkannya. Perdebatan tanpa praktik Dharma nyata tak akan membawa kita ke mana-mana.
Oleh karena itu, tulisan saya kali ini lebih ditujukan bagi mereka yang ingin mengerti Mahayana. Semoga artikel ini bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami Mahayana dan menghindarkan salah tafsir terhadapnya. Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa dalam artikel kali ini tidak ada maksud untuk mengkontraskan Mahayana dengan aliran apapun. Oleh karena itu, saya menyebutkan pandangan dalam Buddhisme yang bukan khas Mahayana sebagai "pandangan non Mahayanis." Ini tidak mengacu pada mazhab atau sekte apapun. Semoga saling pengertian antar sesama umat Buddha dapat semakin meningkat.

1.Nirvana dalam Mahayana

Nirvana dalam Mahayana bukanlah sesuatu yang statis dan seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karunanya bahkan setelah Beliau memasuki nirvana. Dalam diskusi sebelumnya ada yang mengkritik bahwa tanpa adanya pancaskandha, seperti pada "nirvana tanpa sisa," tidak mungkin ada pemancaran maitri karuna, sebagaimana halnya "nirvana bersisa." Permasalahan dalam pandangan ini adalah:

a.Seolah-olah terjadi perbedaan dan dualisme antara "nirvana bersisa" dan nirvana tanpa sisa" Padahal nirvana itu tak terpisah-pisahkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang absolut itu dapat dipisah-pisahkan?

b.Pancaskandha seolah-olah dapat memberikan pengaruh pada nirvana. Ini nampak jelas jika kita mengamati alur logika di bawah ini:

"Nirvana tanpa sisa" tak lagi memancarkan maitri karuna "karena" tak ada lagi pancaskandha.
"Nirvana bersisa" masih dapat memancarkan maitri karuna "karena" ada pancaskandha.

Dengan demikian, nampaknya nirvana dikondisikan oleh pancaskandha. Padahal nirvana itu adalah sesuatu yang tak berkondisi. Mahayana lebih konsisten dalam hal ini dengan menyatakan bahwa pemancaran maitri karuna itu "tidak bergantung" pada pancaskhandha. Karenanya, tak ada perbedaan kondisi baik pada "nirvana bersisa" atau "nirvana tanpa sisa."

2.Maitri karuna dan seluruh kualitas positif adalah sifat alami seorang Buddha

Mahayana mengajarkan suatu praktik spiritual guna menghilangkan segenap kekotoran batin, baik itu lobha, dosa, moha, kesombongan, dan lain sebagainya. Segenap varana atau kekotoran batin (baik kleshavarana atau jneyavarana) akan ditransformasi menjadi kemurnian pikiran. Kualitas cinta dan belas kasih seorang Buddha akan menjadi murni tanpa kekotoran batin. Makhluk yang belum tercerahi tidak akan dapat merealisasi maitri karuna sejati karena batinnya masih tertutupi oleh kekotoran batin. Maitri karuna sejati ini tidak akan berakhir. Akan sungguh ironis bila seorang Buddha menapaki jalan Bodhisattva, tetapi setelah berhasil mentransformasi segenap kekotoran batinnya dan merealisasi maitri karuna sejati, namun meninggalkan begitu saja semuanya setelah memasuki mahaparinirvana.
Maitri karuna akan menjadi kualitas alami seorang Buddha tanpa Beliau menginginkannya. Dengan demikian, tidak tepat apabila seseorang mengkritik paham Mahayana ini dengan menyatakan bahwa seorang Buddha yang tak memiliki "keinginan" lagi seharusnya mustahil memancarkan maitri karuna. Keinginan bukan penyebab bagi maitri karuna. Setelah pencerahan direalisasi, semua kualitas bajik secara otomatis akan menjadi sifat alaminya. Sebagai analogi, sifat alami air adalah cair. Apakah air menginginkan agar dirinya menjadi cair? Apa yang disebut dengan sendirinya adalah cair.
Orang yang belum merealisasi nirvana harus punya "keinginan" untuk mempraktikkan dana, sila, virya, kshanti, samadhi, dan prajna demi melatih dirinya. Tetapi setelah ini menjadi sifat alami kita, tidak perlu ada lagi "dorongan" atau "keinginan" untuk mempraktikkannya. Semuanya akan berjalan secara otomatis atau alami.

3.Tiga Tubuh Buddha

Mahayana mengajarkan bahwa Buddha memiliki tiga tubuh, yakni dharmakaya, samboghakaya, dan nirmanakaya. Dharmakaya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dilahirkan atau menjelma. Namun karena maitri karuna adalah sifat sejati seorang Buddha, terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya). Kedua konsep ini dapat dicakup sekaligus oleh Mahayana, sehingga nirvana menurut Mahayana tidaklah abu-abu; melainkan sangat jelas, konsisten, dan mendalam. Mungkin ada sebagian pihak akan mengkritik bahwa tiga tubuh Buddha itu seolah-olah mengajarkan adanya tiga "pribadi" Buddha yang terpisah. Kritikan ini akan dijawab dengan fakta bahwa dalam rujukan-rujukan Pali juga terdapat mengenai nimmita Buddha (Buddha jelmaan). Pertanyaannya, di antara Buddha-Buddha jelmaan itu manakah yang benar-benar Buddha? Apakah satu Buddha dapat menjadi banyak Buddha yang terpisah? Mungkin pihak non Mahayanis akan menjawab bahwa nimitta Buddha itu berbeda dengan nirmanakaya. Tetapi jawaban ini tidak berarti apa-apa, karena tak menjawab inti pertanyaannya: "Siapakah di antara nimitta-nimitta Buddha itu yang benar-benar Buddha?" Kedua, Mahayana juga menerima absolutisme nirvana, jadi pertanyaan atau kritikan mengenai tiga "pribadi" terpisah itu tidak valid dalam hal ini, sehingga tak perlu dijawab lebih jauh. Sesuatu mungkin nampak terpisah dari sudut pandang orang yang belum tercerahi.
Lebih jauh lagi, "penjelmaan" (kita gunakan saja istilah ini agar lebih mudah dalam menjelaskannya) nirmanakaya itu berbeda dengan penjelmaan suatu makhluk yang masih diliputi avidya. Pihak non Mahayanis beranggapan bahwa tanpa adanya avidya (sebagai salah satu mata rantai (pratyasamutpada), seseorang tak perlu bertumimbal lahir lagi dalam samsara. Pandangan ini juga diterima oleh Mahayana. Tetapi bedanya, pihak non Mahayanis menganggap bahwa nirvana itu seolah-olah adalah suatu "batasan" atau "sekat" yang membatasi seorang Buddha dari samsara. Pandangan inilah yang ditolak oleh Mahayana. Dalam hal ini Mahayana konsisten dengan konsep keabsolutan nirvana. Justru karena absolut itu maka tiada lagi sekat yang dikenakan padanya. Nirvana bukanlah penjara.
Kemunculan nirmanakaya di samsara bukan disebabkan oleh keinginan (Sanskrit: trsna, Pali: tanha), melainkan ini sudah merupakan sifat alami seorang Buddha. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang menjelma, karena masih berdiri pada perahu dualisme. Bagi Buddha tidak ada lagi yang menjelma, mati, datang, atau pergi.

4. Samsara dan Nirvana

Dari sudut pandang yang telah tercerahi (paramartha satya) tidak ada dualisme lagi. Oleh karena itu, bagi seorang Buddha nirvana tentunya identik dengan samsara. Nirvana bukanlah lawan dari samsara. Sesuatu yang absolut tak memerlukan lawan lagi bukan? Pemahaman seperti ini harus dilihat dari konteksnya yang benar. Orang yang tak memahami Mahayana akan mengajukan kritikan: "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." Ini jelas merupakan pandangan salah dan logika yang dipaksakan. Permasalahannya begini. Pribadi yang mengajukan pernyataan itu, masih menganggap bahwa nirvana dan samsara adalah dua hal yang terpisah. Jadi apa yang diungkapkannya itu tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Ia tak berhak menyatakan bahwa dirinya telah merealisasi nirvana, selama masih menganggapnya sebagai sesuatu yang terpisah. Kritikan di atas mengandung kelemahan fatal. Ibaratnya seseorang mengatakan: "Kalau setiap orang boleh membeli makanan, tentunya aku yang tak memiliki uang sepeserpun juga boleh membeli makanan di sana." Orang itu lupa bahwa prasyarat untuk membeli adalah memiliki uang. Kedua, bila seseorang telah merealisasi keidentikan samsara dan nirvana, ia secara otomatis tak akan memiliki lobha, dosa, dan moha lagi. Tentu saja orang yang hanya paham bahwa nirvana identik dengan samsara secara intelektual juga tak dapat dianggap merealisasi pencerahan.

5.Juru Selamat dalam Mahayana

Banyak orang salah paham bahwa di Mahayana mengenal konsep juru selamat. Membantu atau menolong makhluk lain tidak berarti bahwa kita yang mencerahkan mereka. Pencerahan tetap harus diusahakan sendiri. Namun kita dapat membantu orang lain dengan membawakan materi-materi Dharma. Oleh karena itu, saya sangat menganjurkan sesorang berdana Dharma, yakni berupa mencetak Sutra atau buku. Bila Mahayana mengenal konsep juru selamat seperti pada agama lain, untuk apa diajarkan berbagai jenis meditasi? Bukankah cukup berpangku tangan saja. Bahkan berbagai ritual dalam tradisi Mahayana sesungguhnya adalah bentuk meditasi. Tradisi Chan (Dhyana) yang menjadi bagian Mahayana mengenal apa yang disbut meditasi Chan. Sementara itu, tradisi Tantra mengenal meditasi pada suara-suara mantra. Aliran Sukhavati bermeditasi dengan mengulang nama Buddha Amitabha. Dengan demikian, pandangan adanya juru selamat dalam Mahayana yang siap menyeberangkan kita ke nirvana merupakan sesuatu yang mengada-ada.

6.Konsep penjelmaan Buddha mirip dengan dewa-dewa yang turun ke dunia

"Penjelmaan" Buddha dalam bentuk nirmanakaya telah kita ulas di atas. Sehingga seharusnya telah menjadi jelas perbedaannya dengan para dewa dan Brahma yang turun ke dunia. Tetapi kritikan di atas dapat pula ditanggapi dengan fakta bahwa seorang Buddha yang "terpisah" dari samsara itu sebenarnya justru sangat mirip dengan konsep tirthankara dalam agama Jain. Tirthankara adalah serangkaian sosok-sosok yang telah merealisasi pencerahan menurut Jainisme dan mereka memasuki suatu kondisi yang mirip nirvana dalam Buddhisme; dimana mereka benar-benar "terpisah" dari samsara. Tidakkah konsep non Mahayanis ini juga mirip dengan konsep tirthankara dalam Jainisme? Padahal pendiri Jain, yakni Nirgrantha Nataputra (Mahavira) dianggap dianggap salah satu di antara enam guru menyimpang dalam kurun waktu kehidupan Buddha.

7.Menunda "nirvana tanpa sisa"

Dalam Mahaparinibanna Sutta disebutkan bahwa bila Ananda memohon pada Buddha, Beliau dapat hidup selama satu kalpa lagi. Buddha seolah-olah dapat hidup abadi, karena kehadiran peradaban manusia di muka bumi ini "baru" sekitar 6.000 tahun, yang belum apa-apa bila dibandingkan satu kalpa. Konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa itu juga tidak bertentangan dengan ajaran mengenai Buddha Amitabha yang mengajar di Sukhavati. Bila pihak non-Mahayanis mengkritik eksistensi Buddha Amitabha yang seolah-olah hidup abadi itu, ia juga harus mempertanyakan kesahihan konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa sebagaimana yang termaktub dalam Mahaparinibanna Sutta.

8.Bodhisattva

Setiap bodhisattva berikrar untuk menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Para kritikus non-Mahayana kerap menjadikan hal ini sebagai bahan kritikan dan gurauan dengan mengatakan bahwa kelak para bodhisattva akan saling dorong-mendorong rekannya yang lain memasuki nirvana. Dengan demikian, ia dapat menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Sepintas pandangan di atas terdengar masuk akal. Tetapi setelah direnungkan dengan sesama, terdapat kesalahan fatal dalam pertanyaan itu. Pertama, suatu ikrar hendaknya tidak diambil maknanya secara harafiah. Ketika seorang pemuda mengatakan pada kekasihnya, "Hingga bumi kiamat aku tetap mencintaimu." Tentu saja ungkapan cinta pemuda itu pada kekasihnya hendaknya tidak diartikan secara harafiah. Kita tidak dapat mempertanyakan, "Bukankah sebelum bumi kiamat pemuda itu pasti sudah meninggal - ikrarnya tidak masuk akal." Pertanyaan seperti itu sungguh merupakan kebodohan, karena orang yang menanyakan tidak mengetahui apa makna suatu ikrar. Perasaan atau batin seseorang tidak dapat dihitung secara matematis. Kita tidak dapat mengukur berapa meter atau sentimeter dalamnya suatu cinta. Tak pula kita dapat menimbang berapa kilogram massa suatu cinta. Kedua, orang yang mengajukan kritikan semacam itu tidak mengetahui bagaimana konsep mengenai bodhisattva menurut Mahayana. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang diungkapkan di atas, karena pemenuhan suatu ikrar akan berjalan alami. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang dikritikan sebelumnya. Karenanya, pertanyaan atau kritikan itu dengan sendirinya menjadi tidak valid.

9.Mengapa masih banyak penderitaan di dunia ini?

Apabila para Buddha dan bodhisattva masih terus berkarya menebarkan maitri karuna, mengapa di dunia ini masih banyak penderitaan? Karena itu, tidak mungkin para Buddha dan bodhisattva masih memancarkan belas kasihnya. Pertanyaan ini memang terkesan logis, tetapi sungguh tidak tepat. Kritikan ini dapat kita balikkan dengan pertanyaan pula. Kaum non Mahayanis, tentu menerima bahwa Dharma adalah obat bagi penyakit batin umat manusia. Namun mengapa masih banyak umat Buddha yang batinnya sakit?
Kedua, Buddha dan bodhisattva hingga saat ini masih memancarkan kasihnya, hanya kita tidak menyadari atau pura-pura tak mengetahuinya. Mahayana mengajarkan bahwa seorang bodhisattva dapat bermanifestasi dalam wujud apa saja (lihat Sutra Saddharmapundarika dan Karandavyuha mengenai perwujudan-perwujudan Bodhisattva Avalokitesvara demi menolong para makhluk). Florence Nightigale dengan tidak kenal lelah menolong para prajurit yang terluka di medan laga. Henry Dunant mendirikan organisasi Palang Merah demi meringankan penderitaan orang lain. Oscar Schindler pernah menyelamatkan ribuan jiwa orang Yahudi dari pembantaian oleh Nazi. Pastor Damien merelakan dirinya berkarya di tengah para penderita kusta. Pastor Maximilianus Kolbe mengorbankan dirinya demi menyelamatkan seorang Polandia yang masih mempunyai tanggungan keluarga saat hendak dibunuh oleh Nazi. Daftar para bodhisattva ini masih sangat panjang dan mustahil semuanya dituliskan di sini. Bahkan pada saat sekarang para bodhisattva masih berkarya demi misi-misi kemanusiaan, baik besar maupun kecil. Beberapa bodhisattva sanggup melakukan kebajikan besar yang masih dikenang hingga berabad-abad. Sementara itu banyak bodhisattva lainnya yang melakukan kebajikan-kebajikan kecil dan tidak dikenal orang. Namun, baik skala besar ataupun kecil semuanya adalah bodhisattva yang terus menerus berkarya hingga detik ini.
Masih banyaknya penderitaan di muka bumi ini, bukanlah kesalahan para Buddha dan bodhisattva. Malahan Anda perlu menanyakan diri Anda sendiri, apakah kontribusi Anda selaku umat Buddha untuk meringankan penderitaan Anda. Para makhluk memang keras hati dan susah dibawa menuju jalan kebenaran. Jadi banyaknya penderitaan bukanlah bukti bahwa para Buddha dan bodhisattva tidak memancarkan maitri karunanya. Bencana kelaparan masih terjadi bukan berarti FAO tidak ada gunanya. Peperangan masih terjadi bukan berarti bahwa PBB tinggal diam. Buddha dan bodhisattva bukanlah sosok yang maha kuasa. Mahayana juga mengajarkan hal ini. Kitalah yang hendaknya merubah dunia ini menjadi Sukhavati.

10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.
Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 19 April 2009, 09:36:52 PM
Tanggapan yang sgt baik dari bro Tan.

Perkenankan sy utk menambahkan sedikit.
Selama sy memperhatikan perdebatan ini, saya menangkap satu hal yang cukup menggelikan.
Pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan oleh rekan2 di sini banyak mencerminkan kesalah pahaman tentang Mahayana. Namun bukan tidak ada juga karena terdapat rekan-rekan yang mungkin penjelasannya kurang memadai sehingga membuat perdebatan semakin melebar.  Tapi di sini saya rasa tidak perlu menjabarkan satu per satu, karena akan tetap membuat arah diskusi ini tidak menghasilkan titik terang.
Mungkin sudah menjadi hal yang umum bahwa Mahayana hingga sekarang telah dianggap sebagai satu aliran yang seolah-olah berseberangan dgn konsep ajaran dalam Theravada.  Akan tetapi saya mengharapkan rekan2 di sini utk mengkaji secara lebih intensif tentang Mahayana.
Sejauh pengamatan saya, sesungguhnya Mahayana bukan "aliran" yg selama ini digembar-gemborkan terpisah dr ideologi awal basic Buddhism. Basic Buddhism juga bukan sekedar adalah hanya Theravada. Kita perlu memahami perpecahan antar sekte pada awal itu telah memunculkan berbagai penafsiran yang berbeda. Ide para Buddha dan bodhisatva, Tana suci Buddha , semua ini bukan ekslusifitas dari Mahayana. Dlm Sekte-sekte awal itu, ide-ide itu sudah ada dan bukan muncul scr mendadak karena kita tau bahwa tidak ada akibat yg muncul tanpa sebab. Jadi bisa kita lihat dari 18 sekte. Karena berlarut-larutnya konflik perpecahan ini mengakibatkan agama Buddha pada masa itu mencapai satu titik balik. Mahayana adalah pergerakan baru utk menjawab tantangan ini. Jadi sebenarnya Mahayana bukan bagian dari sekte-sekte itu. Justru sebaliknya, Mahayana adalah satu wadah baru utk keluar dari perpecahan antar sekte. Makanya mengapa disebut lahirnya Buddhis Mahayana. Lantas, apakah Mahayana sekedar adalah ajaran tentang para Buddha dan bodhisatva, tanah suci Buddha, dan hal-hal lain semacam itu?? Tidak!! Banyak sekali orang-orang telah salah kaprah.
Lalu apa?? Ya, karena disebut sebagai sebuah pergerakan baru pd masa itu, sebagai sebuah wadah baru, maka sesungguhnya, Mahayana itu MENAMPUNG semua ide-ide yang adalah di dalam semua sekte-sekte yang ada, dan tidak memberi judgement pada perbedaan dalam ide-ide itu.  Apa buktinya?
1.Universitas Nalanda adalah contoh konkret gerakan Mahayana sebagai sebuah wadah menampung semua ajaran dari berbagai aliran.
2. Sejarah perkembangan agama Buddha di Tiongkok
Sdr-sdr mungkin sdh tau bahwa Tiongkok selama ini dikenal sebagai pusat agama Buddha Mahayana. Tetapi apakah ada yg memahami wujud Tripitaka Tiongkok?
Tripitaka Tiongkok sesungguhnya juga sebuah wadah yang non-sektarian. Mereka menampung berbagai kitab dari semua aliran yang berbeda. Kita bisa lihat ada kitab dari Mahasanghika , Dharmaguptaka, dll. Jadi ketika anda bertanya ttg konsep Nibbana kepada Mahayana, sesungguhnya jawaban anda sendiri juga bagian dari yang telah ditampung oleh Mahayana sejak awal. Hanya saja karena berbagai faktor pula yg menjadikan wujud Mahayana tidak seperti wujud pergerakan awalnya lagi.
Itulah mengapa Mahayana terlihat begitu kompleks. Ini pernah dirasakan oleh Master XuanZhuang, dan itulah sebabnya juga yang mendorong beliau pergi ke India. Tetapi karena Universitas Nalanda inilah juga yg semakin meneguhkan Master XuanZuang utk terus menjadi seorang Mahayanis, mengapa? Karena dgn tidak menjudge perbedaan ideologi itulah kita baru dapat keluar dari kungkungan dualisme. Tugas kita adalah berlatih secara insight.
Jadi adalah sangat menggelikan saya melihat rekan Theravada mencari kesalahan Mahayana. Itu tidak relevan. Dan Mahayana yang menyalahi Theravada juga sama tidak mengertinya mereka ttg Mahayana itu sendiri.
 
Ini sekedar pandangan saya.
sy rasa ini cukup jelas utk menjelaskan ttg Mahayana yg sesungguhnya.
Utk selanjut nya, silakan melanjutkan perdebatan jika merasa tanggapan sy tidk mampu mengakhiri perdebatan ini . :)
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 02:44:47 AM
Tanggapan Terpadu Tentang Mahayana

Ivan Taniputera (17 April 2009)

Melalui pengamatan saya, diskusi kali ini sudah menjurus pada perdebatan. Meskipun pihak yang menanyakan mengenai Mahayana berdalih bahwa mereka ingin mengenal Mahayana lebih jauh, tetapi pada kenyataannya malah berakhir pada perdebatan yang tidak berujung pangkal. Saya tidak berharap setiap orang menerima paham Mahayana. Setiap orang bebas menentukan apa yang mereka yakini. Menerima berbeda dengan memahami. Apa yang dimaksud memahami adalah mengerti sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu memperdebatkannya. Perdebatan tanpa praktik Dharma nyata tak akan membawa kita ke mana-mana.
Oleh karena itu, tulisan saya kali ini lebih ditujukan bagi mereka yang ingin mengerti Mahayana. Semoga artikel ini bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami Mahayana dan menghindarkan salah tafsir terhadapnya. Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa dalam artikel kali ini tidak ada maksud untuk mengkontraskan Mahayana dengan aliran apapun. Oleh karena itu, saya menyebutkan pandangan dalam Buddhisme yang bukan khas Mahayana sebagai "pandangan non Mahayanis." Ini tidak mengacu pada mazhab atau sekte apapun. Semoga saling pengertian antar sesama umat Buddha dapat semakin meningkat.

1.Nirvana dalam Mahayana

Nirvana dalam Mahayana bukanlah sesuatu yang statis dan seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karunanya bahkan setelah Beliau memasuki nirvana. Dalam diskusi sebelumnya ada yang mengkritik bahwa tanpa adanya pancaskandha, seperti pada "nirvana tanpa sisa," tidak mungkin ada pemancaran maitri karuna, sebagaimana halnya "nirvana bersisa." Permasalahan dalam pandangan ini adalah:

a.Seolah-olah terjadi perbedaan dan dualisme antara "nirvana bersisa" dan nirvana tanpa sisa" Padahal nirvana itu tak terpisah-pisahkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang absolut itu dapat dipisah-pisahkan?

b.Pancaskandha seolah-olah dapat memberikan pengaruh pada nirvana. Ini nampak jelas jika kita mengamati alur logika di bawah ini:

"Nirvana tanpa sisa" tak lagi memancarkan maitri karuna "karena" tak ada lagi pancaskandha.
"Nirvana bersisa" masih dapat memancarkan maitri karuna "karena" ada pancaskandha.

Dengan demikian, nampaknya nirvana dikondisikan oleh pancaskandha. Padahal nirvana itu adalah sesuatu yang tak berkondisi. Mahayana lebih konsisten dalam hal ini dengan menyatakan bahwa pemancaran maitri karuna itu "tidak bergantung" pada pancaskhandha. Karenanya, tak ada perbedaan kondisi baik pada "nirvana bersisa" atau "nirvana tanpa sisa."


gatha pencerahan dari Master Zen Hui Neng...

Pada awalnya tidak ada pohon pencerahan (pohon bodhi)
Juga tidak ada tiang tempat cermin digantung.
Jika pada awalnya adalah kosong
Dimanakah debu bisa melekat ?


Jika Nirvana = Samsara, harusnya ada atau tidak ada-nya maitri karuna itu memang bukan berasal dari dualisme "nibbana dengan sisa" ataupun "nibbana tanpa sisa"... Karena realisasi ke-BUDDHA-an LAH, seorang individu (yang sudah merealisasikan nibbana) timbul pengetahuan tentang melihat apa adanya (yatabhutam nyanadasa), bahwa pada dasarnya semuanya adalah KOSONG (lebih spesifik dinyatakan sebagai an-atta/anitya).

Perbuatan-perbuatan baik (yang tentu-nya dilakukan oleh perbuatan, pikiran maupun ucapan) dengan brahma vihara (maitri karuna mudita dan upekkha) dilakukan dengan batasan kombinasi dan paduan skandha skandha.

saya menerima konsep pemikiran nirvana = samsara, MENGAPA ? karena memang proses alamiahnya adalah seperti itu. MELIHAT APA ADANYA (yathabutham nyanadasa) memang seharusnya menerima nirvana dan juga samsara. Ketika nirvana tidak dibedakan dengan samsara, seseorang merealisasikan nibbana dengan sendirinya. Seorang Arahat tidak tergoyahkan oleh kesenangan yang bisa membuai-nya dan tidak bersedih atas penderitaan yang dialami-nya. Pemancaran maitri karuna bisa dilakukan oleh subjek, dan objek yang menerima pancaran maitri karuna itu sendiri bisa berbagai respon-nya. Ketika sudah merealisasikan ke-BUDDHA-an, tidak dipermasalahkan lagi apakah pancaran maitri karuna itu ada atau tidak, diterima atau tidak, seorang Arahat yang tidak mengharapkan imbalan/ganjaran itulah yang mendapatkan pembalasan/parami yang tak ternilai (LIHAT kembali SUTRA INTAN)...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 03:00:17 AM

2.Maitri karuna dan seluruh kualitas positif adalah sifat alami seorang Buddha

Mahayana mengajarkan suatu praktik spiritual guna menghilangkan segenap kekotoran batin, baik itu lobha, dosa, moha, kesombongan, dan lain sebagainya. Segenap varana atau kekotoran batin (baik kleshavarana atau jneyavarana) akan ditransformasi menjadi kemurnian pikiran. Kualitas cinta dan belas kasih seorang Buddha akan menjadi murni tanpa kekotoran batin. Makhluk yang belum tercerahi tidak akan dapat merealisasi maitri karuna sejati karena batinnya masih tertutupi oleh kekotoran batin. Maitri karuna sejati ini tidak akan berakhir. Akan sungguh ironis bila seorang Buddha menapaki jalan Bodhisattva, tetapi setelah berhasil mentransformasi segenap kekotoran batinnya dan merealisasi maitri karuna sejati, namun meninggalkan begitu saja semuanya setelah memasuki mahaparinirvana.
Maitri karuna akan menjadi kualitas alami seorang Buddha tanpa Beliau menginginkannya. Dengan demikian, tidak tepat apabila seseorang mengkritik paham Mahayana ini dengan menyatakan bahwa seorang Buddha yang tak memiliki "keinginan" lagi seharusnya mustahil memancarkan maitri karuna. Keinginan bukan penyebab bagi maitri karuna. Setelah pencerahan direalisasi, semua kualitas bajik secara otomatis akan menjadi sifat alaminya. Sebagai analogi, sifat alami air adalah cair. Apakah air menginginkan agar dirinya menjadi cair? Apa yang disebut dengan sendirinya adalah cair.
Orang yang belum merealisasi nirvana harus punya "keinginan" untuk mempraktikkan dana, sila, virya, kshanti, samadhi, dan prajna demi melatih dirinya. Tetapi setelah ini menjadi sifat alami kita, tidak perlu ada lagi "dorongan" atau "keinginan" untuk mempraktikkannya. Semuanya akan berjalan secara otomatis atau alami.


Sifat alami.... ? ? ? pernyataan ini sedemikian benar-nya terlihat kesalahan penjelasan di atas. Justru karena sifat alami-nya itu, maka ketika merealisasikan "nibbana tanpa sisa" pada hakekatnya tidak ada lagi maitri karuna, karena sudah menjadi sifat alamiah dari seorang BUDDHA, maka BUDDHA memandang maitri karuna mudita = dosa lobha dan moha, atau dengan kata lain nirvana = samsara. BUDDHA tidak tercemarkan lagi oleh segala jenis kebahagiaan/kebaikan/maitri/karuna/mudita dan tidak tercemarkan juga oleh penderitaan/dosa/lobha/moha.

Karena pada hakekat-nya tidak ada makhluk yang bisa ditolong oleh bahkan seorang Tathagatha. Walaupun sifat alamiah BUDDHA (MAITRI KARUNA MUDITA) tetap ada, tetapi hanya sebatas itu saja. Tidak ada yang bisa diperjuangkan lagi. KETIKA individu yang masih dalam jalur/karir bodhisatva masih berkutat pada pandangan tentang PEMBEBASAN MAKHLUK LAIN, maka TIDAK ADA MEREALISASIKAN ke-BUDDHA-an.... (Lihat kembali SUTRA INTAN).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 03:11:53 AM

3.Tiga Tubuh Buddha

Mahayana mengajarkan bahwa Buddha memiliki tiga tubuh, yakni dharmakaya, samboghakaya, dan nirmanakaya. Dharmakaya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dilahirkan atau menjelma. Namun karena maitri karuna adalah sifat sejati seorang Buddha, terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya). Kedua konsep ini dapat dicakup sekaligus oleh Mahayana, sehingga nirvana menurut Mahayana tidaklah abu-abu; melainkan sangat jelas, konsisten, dan mendalam. Mungkin ada sebagian pihak akan mengkritik bahwa tiga tubuh Buddha itu seolah-olah mengajarkan adanya tiga "pribadi" Buddha yang terpisah. Kritikan ini akan dijawab dengan fakta bahwa dalam rujukan-rujukan Pali juga terdapat mengenai nimmita Buddha (Buddha jelmaan). Pertanyaannya, di antara Buddha-Buddha jelmaan itu manakah yang benar-benar Buddha? Apakah satu Buddha dapat menjadi banyak Buddha yang terpisah? Mungkin pihak non Mahayanis akan menjawab bahwa nimitta Buddha itu berbeda dengan nirmanakaya. Tetapi jawaban ini tidak berarti apa-apa, karena tak menjawab inti pertanyaannya: "Siapakah di antara nimitta-nimitta Buddha itu yang benar-benar Buddha?" Kedua, Mahayana juga menerima absolutisme nirvana, jadi pertanyaan atau kritikan mengenai tiga "pribadi" terpisah itu tidak valid dalam hal ini, sehingga tak perlu dijawab lebih jauh. Sesuatu mungkin nampak terpisah dari sudut pandang orang yang belum tercerahi.
Lebih jauh lagi, "penjelmaan" (kita gunakan saja istilah ini agar lebih mudah dalam menjelaskannya) nirmanakaya itu berbeda dengan penjelmaan suatu makhluk yang masih diliputi avidya. Pihak non Mahayanis beranggapan bahwa tanpa adanya avidya (sebagai salah satu mata rantai (pratyasamutpada), seseorang tak perlu bertumimbal lahir lagi dalam samsara. Pandangan ini juga diterima oleh Mahayana. Tetapi bedanya, pihak non Mahayanis menganggap bahwa nirvana itu seolah-olah adalah suatu "batasan" atau "sekat" yang membatasi seorang Buddha dari samsara. Pandangan inilah yang ditolak oleh Mahayana. Dalam hal ini Mahayana konsisten dengan konsep keabsolutan nirvana. Justru karena absolut itu maka tiada lagi sekat yang dikenakan padanya. Nirvana bukanlah penjara.
Kemunculan nirmanakaya di samsara bukan disebabkan oleh keinginan (Sanskrit: trsna, Pali: tanha), melainkan ini sudah merupakan sifat alami seorang Buddha. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang menjelma, karena masih berdiri pada perahu dualisme. Bagi Buddha tidak ada lagi yang menjelma, mati, datang, atau pergi.


Sdr.Tan mengatakan bahwa dalam teks pali ditemukan tentang nimitta Buddha (tubuh jelmaan)... Memang benar ada seperti itu, bukan hanya seorang sammasambuddha yang bisa menciptakan banyak tubuh nimitta. Para Sravaka seperti Culapanthaka juga sanggup menciptakan tubuh nimitta sebanyak ribuan. Tetapi pengertian tubuh jelmaan menjadi berbeda jika dilihat dari perspektif waktu. Yang diciptakan oleh tubuh nimitta baik oleh sammasambuddha maupun sravaka adalah tubuh nimitta dalam waktu yang paralel (sama). Jadi memang seyogia-nya ada tubuh yang asli dan ada tubuh ciptaan.

Tetapi konsep TRIKAYA terutama konsep dharmakaya (tubuh absolute) yang menurut penjelasannya adalah sifat alami buddha yang sudah ada dari sono-nya, dan tubuh nirmanakaya ini kemudian "menjelma" dalam tubuh fisik (nirmanakaya) menciptakan preseden bahwa dari sononya para sammasambuddha itu sudah menjadi buddha sejak berkalpa kalpa jaman dahulu. (ada di sutra mahayana). Jika para BUDDHA sekarang ini sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak jaman dahulu, pertanyaannya adalah SIAPAKAH yang mencapai ke-BUDDHA-an ? Kelahiran-kelahiran bodhisatta sebelum merealisasikan annutara sammasambuddha sebagai BUDDHA GOTAMA sebagai manusia, binatang, dewa dan dsbnya APAKAH JUGA merupakan tubuh jelmaan dari DHARMAKAYA BUDDHA ?

Jika demikian, maka analogi-nya adalah para makhluk yang ada di samsara itu DULU-nya sudah mencapai ke-BUDDHA-an berkalpa kalpa dahulu, dan karena "sesuatu", maka menjelma dalam tubuh jelmaan sekarang ini.

Dan JAWABAN MAHAYANA yang menurut saya paling PAMUNGKAS adalah UPAYAKAUSALYA seorang bodhisatta/buddha...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 03:28:13 AM

4. Samsara dan Nirvana

Dari sudut pandang yang telah tercerahi (paramartha satya) tidak ada dualisme lagi. Oleh karena itu, bagi seorang Buddha nirvana tentunya identik dengan samsara. Nirvana bukanlah lawan dari samsara. Sesuatu yang absolut tak memerlukan lawan lagi bukan? Pemahaman seperti ini harus dilihat dari konteksnya yang benar. Orang yang tak memahami Mahayana akan mengajukan kritikan: "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." Ini jelas merupakan pandangan salah dan logika yang dipaksakan. Permasalahannya begini. Pribadi yang mengajukan pernyataan itu, masih menganggap bahwa nirvana dan samsara adalah dua hal yang terpisah. Jadi apa yang diungkapkannya itu tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Ia tak berhak menyatakan bahwa dirinya telah merealisasi nirvana, selama masih menganggapnya sebagai sesuatu yang terpisah. Kritikan di atas mengandung kelemahan fatal. Ibaratnya seseorang mengatakan: "Kalau setiap orang boleh membeli makanan, tentunya aku yang tak memiliki uang sepeserpun juga boleh membeli makanan di sana." Orang itu lupa bahwa prasyarat untuk membeli adalah memiliki uang. Kedua, bila seseorang telah merealisasi keidentikan samsara dan nirvana, ia secara otomatis tak akan memiliki lobha, dosa, dan moha lagi. Tentu saja orang yang hanya paham bahwa nirvana identik dengan samsara secara intelektual juga tak dapat dianggap merealisasi pencerahan.


Dalam hal nibbana melampaui dualisme, termasuk dualisme nirvana dan samsara, sehingga nirvana pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari samsara, menurut saya INI BENAR SEKALI. Justru karena nondualisme nirvana dan samsara itu (yang juga sejalan dengan apa yang disampaikan di dalam SUTRA INTAN), sekali lagi bahwa dalam karir bodhisatta, ketika seorang bodhisatva masih berkutat pada keinginan luhur (chanda) untuk menyelamatkan makhluk hidup, MAKA SELAMA ITU PULA bodhisatva itu tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an/ARAHAT.

Jadi saya juga menolak bahwa pada perspektif puthujana (di luar pemetik buah pembebasan/ARAHATTA PHALA) bahwa lobha/dosa/moha itu sama dengan alobha/dosa/moha. KETIKA sudah ter-realisasi pembebasan/arahatta, maka barulah akan timbul pengetahuan akan melihat apa adanya (yathabutham nyanadasa) dan pada saat itulah nirvana tidak terpisah dari samsara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 03:33:04 AM

5.Juru Selamat dalam Mahayana

Banyak orang salah paham bahwa di Mahayana mengenal konsep juru selamat. Membantu atau menolong makhluk lain tidak berarti bahwa kita yang mencerahkan mereka. Pencerahan tetap harus diusahakan sendiri. Namun kita dapat membantu orang lain dengan membawakan materi-materi Dharma. Oleh karena itu, saya sangat menganjurkan sesorang berdana Dharma, yakni berupa mencetak Sutra atau buku. Bila Mahayana mengenal konsep juru selamat seperti pada agama lain, untuk apa diajarkan berbagai jenis meditasi? Bukankah cukup berpangku tangan saja. Bahkan berbagai ritual dalam tradisi Mahayana sesungguhnya adalah bentuk meditasi. Tradisi Chan (Dhyana) yang menjadi bagian Mahayana mengenal apa yang disbut meditasi Chan. Sementara itu, tradisi Tantra mengenal meditasi pada suara-suara mantra. Aliran Sukhavati bermeditasi dengan mengulang nama Buddha Amitabha. Dengan demikian, pandangan adanya juru selamat dalam Mahayana yang siap menyeberangkan kita ke nirvana merupakan sesuatu yang mengada-ada.


Justru karena ada sutra-sutra mahayana yang saling bertolak belakang, terutama SUTRA HATI dan SUTRA INTAN di satu sisi, bertolak belakang misalnya dengan SUTRA MAHAYANA lainnya yang lebih menjadi preseden akan timbulnya konsep dan pemikiran juru selamat.

seharusnya memang dalam ajaran MAHAYANA adalah ajaran yang mengarahkan keinginan pencapaian annutara samyaksambuddha, tetapi STOP hanya sampai di sana saja. Dalam beberapa ajaran MAHAYANA seperti ajaran LAMRIN yang memberikan instruksi tahapan tahapan untuk merealisasikan annutara samyaksambuddha dari mulai pembangkitan bodhicitta sampai pada praktek dan jalan mencapai annutara samyaksambuddha. HAl ini menurut saya memang sangat mencerminkan pada ajaran MAHAYANA. Tetapi tidak dalam artian bahwa jalan MAHAYANA itu membuat seolah olah para sravaka (di Mahayana juga ada sravaka) yang bisa keluar dari nibbana ekstrim ala sravaka untuk kemudian melanjutkan lagi ke tingkat yang lebih tinggi / annutara samyak sambuddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 09:39:57 AM
Saya tidak tahu apakah tanggapan dari (sebagian) pihak Mahayana adalah juga ke saya, tapi karena hanya disebutkan secara umum/general, maka saya anggap begitu. Oleh karena itu, saya lebih bingung lagi kenapa kalau dikritisi, malah bawa-bawa "Theravada", dan seolah-olah "diserang" sebagai aliran "tidak murni".

Saya katakan lagi bahwa kalau saya membahas satu aliran, saya tidak bawa aliran lain sebagai landasan. Aliran lain hanya saya singgung sebagai contoh. Saya tanya sebagai orang "luar", itu saja. Jadi tolong kalau ada pertanyaan dari saya, dijawab saja pakai bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti, tidak perlu bawa-bawa aliran lain. Kalau sedang bahas Mahayana, saya tidak tertarik bahas Theravada. Begitu juga kalau sedang bahas Is1am, saya tidak tertarik bahas Buddha.
Lalu kalau memang tidak mampu menerima kritik atau pun tidak mau melanjutkan, yah tinggal bilang saja, karena saya juga tidak tertarik untuk cari "musuh". Seperti diskusi dengan agama lain juga kadang mereka bilang tidak tahu, tetapi itu adalah iman mereka, maka saya berhenti karena memang itulah ujungnya.

Jadi bagaimana? Apakah bisa lanjut, atau menurut kalian ini "menggelikan"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 11:13:51 AM
Tidak ditemukan diri, karena tidak ada penggerak utama dalam satu fenomena yang disebut "makhluk". Tiada substansi inti ini berarti tiada diri, alias anatta. Sampai di sini kita sudah sepakat.

Jika Anda mengatakan samsara identik dengan Nirvana, artinya Anda tidak bisa menyampingkan 2 realitas lainnya; yaitu dukkha dan anitya. Apakah hakikat sejati Nirvana juga termasuk dukkha dan anitya?

Jelaskan lebih jauh pertanyaanmu sobat...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 11:49:17 AM
Maksud saya; kalau kita ingin merealisasi kenyang, maka kita sendiri yang harus makan. Tidak mungkin ada orang yang bisa membantu kita untuk merealisasi kenyang.

Kalau menurut saya analogi ini kurang sesuai untuk realisasi nirvana.. Kenapa? Kekenyangan hanya bisa dirasakan secara subjektf oleh suatu ego-diri yang merasa hanya dirinya yang bisa merasakan lapar. Sedangkan nirvana adalah fenomena di luar batas diri subjektif. Nirvana bukan hanya pengalaman batin ataupun fisik belaka, karena untuk merealisasinya seseorang harus melampaui batin maupun fisiknya sendiri. Jika Nirvana dirasakan hanya sama dengan rasa lapar yang berupa pengalaman subjektif, dan fisik maka merealisasinya tidak akan banyak berarti...

Sedangkan dalam hal makan,sebenarnya tidak peduli apakah ia disuap atau makan sendiri, jika makanan sudah dicerna dengan baik dan cukup jumlahnya maka ia otomatis kenyang.

Tidak juga. :) Yesus pernah berkata, "jika seseorang menampar pipi kirimu, berikanlah pipi kananmu."
Kalimat ini juga kalimat bijak, inspiratif dan memotivasi saya. Tapi saya tidak menelannya bulat-bulat. Dan setelah saya saring dengan akal sehat, saya melihat kepincangannya sehingga saya tidak menggenggamnya sebagai pedoman hidup. Meski demikian, saya rasa kalimat itu tidak kalah bijaknya dari kalimat yang diucapkan oleh bodhisattva itu.

Kalau gitu jelaskan, akal sehat Anda menjadi ukuran kebenaran bagi Anda… Minimal anda menafsirkannya dengan suatu cara tertentu dan makna yang Anda yakini sebagai kebenaran yang akhirnya memotivasi Anda… walaupun wujudnya sudah jauh berbeda dengan kalimat aslinya..


Saya rasa logika tidak menjadi tuan saya. Saya memakai logika dan akal sehat pun sewajarnya, hanya sebatas panduan awal. Tentunya keabsahan mereka bergantung dari tingkat intelektual, cara pandang dan pengalaman saya sebagai pribadi. Dan selama ini, logika dan akal sehat selalu memberikan jaminan yang lebih tinggi daripada perasaan dan harapan. Akal sehat dan logika mengarahkan saya untuk melihat suatu hal lebih realistis - tidak dibuai oleh imajinasi, dan tidak perlu yakin pada suatu hal dengan cara menghibur diri sendiri.

Kalau memang Anda memilah suatu hal dengan menggunakan filter yang berbeda dari saya, saya menghormati Anda. Karena saya sangat menghormati kehendak bebas orang lain.


Coba perhatikan kata anda sendiri, “saya rasa logika tidak menjadi tuan saya.” Kata yang anda gunakan adalah “saya rasa”, dalam hal ini yang bekerja di balik “saya rasa” itu sendiri tidak lain hanya keyakinan.

Ini bukan soal filter yang berbeda belaka… Jika logika dijadikan panduan awal, maka bersiap-siaplah ia akan menjadi penuntun Anda, atau dengan kata lain siapa yang memandu ia yang akan menjadi pemipin, dan pemimpin itulah tuan bagi yang dipimpin dan yang dituntun. Daripada anda menjadikan logika dan akal sehat sebagai penuntun, bukanlkah lebih baik kita dituntun oleh Buddha Dharma, sebelum akhirnya dituntun oleh Nirvana .


Maka, jika memang pada saat ini Nirvana ada di sini (samsara), artinya Nirvana pun berada di dalam samsara. Sama seperti contoh kalimat pertama tadi : "Saya sudah ada di sini". Kalimat itu menyatakan bahwa saya ada di dalam area / lokasi ini.

Berangkat dari pemahaman ini, menurut saya adalah tidak tepat untuk memakai kalimat bahwa "Nirvana ada di sini". Karena sudah jelas akan membuat orang memandang bahwa Nirvana identik dengan ruang (samsara) dan saat ini kita sudah mencapai "Nirvana". Lihat saja buktinya, dari dulu banyak teman-teman yang selama ini menangkap Nirvana sebagai suatu domisili baru dalam rancah Buddhisme Mahayana.


Saya sudah mencoba menjelaskannya, tapi memang akal sehat sulit menerimanya…  Setiap ruang dan waktu selalu ada jika dialami batin, oleh karena itu tidak ada ruang dan waktu yang berdiri sendiri… Alam yang murni hanya bisa dicapai oleh pikiran yang murni pula, “Jika pikiran murni maka alampun murni.” Dalam hal ini Nirvana adalah wilayah yang bebas dari pensekatan kaku antara dunia batin internal dan dunia alam eksternal…. Tidak mungkin Nirvana hanya merupakan suatu tempat belaka… Kalau anda masih juga belum paham soal ini ya saya tidak punya argumen lain lagi.

Standarnya adalah memberi kebaikan bagi makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri. Standarnya adalah tidak merugikan makhluk lain, alam sekitar dan tentu saja diri sendiri.

Bagaimana jika “saya sendiri”, “makhluk lain” dan “alam” sekitar pada hakikatnya adalah satu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 20 April 2009, 11:58:06 AM
Sebatas itulah bedanya awam dengan yang tercerahkan seperti dalam jerat/jaring pada brahmajala sutta, sebesar apapun usaha (perbuatan) awam.
Siapakah manusia duniawi yang (sudah) dapat mencapai Nibanna oh guru Buddha?
Memiliki pengetahuan jalan (umum) pembebasan yang engkau ajarkan oh guru Buddha,
tetapi terlekat kepada apa yang engkau ajarkan harus dilepaskan/ditanggalkan 'tuk masuk dalam realisasi Nibanna

Sunyata (diri) dapat dilihat saat anda menanggalkan segala/semua konsep (di) diri.
Melalui pengetahuan pengalaman itu anda dapat masuk dalam pengalaman pengetahuan Nibanna.
Tetapi siapakah makhluk yang masih tercekat dapat menanggalkan jerat kebentukan duniawi keakuan ilusi diri.
(sebab) semua yang duniawi hanya bersifat spekulasi, karena kesementaraannya (anicca anatta),
bukan kenyataan keberadaan kebenaran yang sesungguhnya/yang sejati

Kekacauan dan kebingungan awam karena ikatan/cekatan diri yang palsu (atta anicca anatta).
yang di bumi (belum pernah ke bulan) menceritakan bulan, tetap saja yang diperkatakannya itu tentang bulan meskipun membilang gambaran bulan tak berkondisi bumi, adalah kondisi bumi. Tetapi yang telah menjejakan di bulan, membilang kondisi bulan memang menceritakan kenyataan keberadaan, keadaan bulan.
Apa yang dijelaskan oleh guru Buddha itu merujuk kepada personal god menurut ukuran awam. Oleh karena kebijaksanaan guru Buddha melihat kecenderungan awam kepada melekatnya awam kepada yang diukur menurut ukuran duniawi/materi/jasmani (khayal (diri) dan atau takhayul (bergantung kepada benda/makhluk duniawi (diluar diri)) karena kemelekatan/ikatan/cekatan pada atta palsu makanya diberi petunjuk hanya sebatas pada Udanna VIII.3. Meskipun demikian itupun kenyataan prakteknya (umat/awam) sekarang adalah mengarah seperti itu.


guru Buddha menyatakan anicca dukkha anatta (kesementaraan), 4 kesunyataan mulia dan 8 jalan utama dllsbgnya untuk pengajaran pada awam, untuk (jalan/cara/pengertian) penanggalan tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi untuk menuju pengenalan hakekat kehidupan diri yang sejati.
Oleh karena kelekatan/ketercekatan kepada tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi ini, maka guru Buddha hanya menjelaskan tentang kesejatian pada Udanna VIII.3 untuk menghindari kekonyolan ketakhayulan umat lagi, tetapi ia menegaskan keberadaan itu bahwa oleh karena itulah makhluk dapat terbebas sempurna dari segala (sifat) ketidak-kekalan/sementara/palsu/ilusi/khayal/(menghasilkan) penderitaan.
Jadi apakah semua ciri yang diajarkan dapat disamakan dengan atau itu adalah yang sejati?
apalagi pandangan yang berasal dari konsepsi menurut diri?
 :whistle:  #:-S
So, there ada pandangan awam, jalan/pengajaran umum untuk awam (untuk menanggalkan kekhayalan diri/awam) dan jalan mulia (pengenalan dan (realisasi) masuk ke pengalaman (keberadaan kehidupan) kesejatian).   :))


semoga menyadari melihat kenyataan
good hope and love
sahabatmu, coedabgf
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 20 April 2009, 12:20:33 PM
Quote from: sobat dhamma
Bagaimana jika “saya sendiri”, “makhluk lain” dan “alam” sekitar pada hakikatnya adalah satu?
makna yg bermanfaat ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 20 April 2009, 12:26:56 PM
Cuma hati-hati saja, di (pengajaran) jalan mulia banyak.... dicampur lagi dengan (bumbu-bumbu/mito-mitos) ketakhayulan oleh sebab ketakhayulan karena (masih) sifat khayal makhluk duniawi. (ujug-ujugnya begitu lagi terus berputar pada/dalam jerat brahmajala sutta, klo tidak khayal, tahkayul yang (sifatnya masih) duniawi).

kutipan :
guru Buddha menyatakan anicca dukkha anatta (kesementaraan), 4 kesunyataan mulia dan 8 jalan utama dllsbgnya untuk pengajaran pada awam, untuk (jalan/cara/pengertian) penanggalan tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi untuk menuju pengenalan hakekat kehidupan diri yang sejati.
Oleh karena kelekatan/ketercekatan kepada tubuh (keberadaan menurut pandangan) duniawi ini, maka guru Buddha hanya menjelaskan tentang kesejatian pada Udanna VIII.3 untuk menghindari kekonyolan ketakhayulan umat lagi, tetapi ia menegaskan keberadaan itu bahwa oleh karena itulah makhluk dapat terbebas sempurna dari segala (sifat) ketidak-kekalan/sementara/palsu/ilusi/khayal/(menghasilkan) penderitaan.
Jadi apakah semua ciri yang diajarkan dapat disamakan dengan atau itu adalah yang sejati?
apalagi pandangan yang berasal dari konsepsi menurut diri?

So, there ada pandangan awam, jalan/pengajaran umum untuk awam (untuk menanggalkan kekhayalan diri/awam) dan jalan mulia (pengenalan dan (realisasi) masuk ke pengalaman (keberadaan kehidupan) kesejatian).  
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 20 April 2009, 12:44:23 PM
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 20 April 2009, 12:48:02 PM
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_


mungkin bisa dicoba lagi dengan menggunakan bahasa yg lebih sederhana...
terus terang, dari sekian banyak postingan anda, cuma yg terakhir ini yg bisa saya mengerti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ENCARTA on 20 April 2009, 01:01:36 PM
Ngomong-ngomong tulisan saya ada yang bisa terima gak yah...?
ayo buat yang bisa atau mo menyelidiki/terima beri saya semangat,
klo gak... buat apa saya tulis, bikin ribut/hanya debat saja yah dan buang waktu tulis (saya) atau waktu teman-teman untuk baca dan debat tulisan saya.
saya minta komentar yah teman...!
klo gak berguna saya ga terusin deh, mo keluar, mungkin gak searus/arusnya beda.  _/\_


ayo semangat :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 20 April 2009, 01:46:19 PM
Quote from: sobat-dharma
Jelaskan lebih jauh pertanyaanmu sobat...

Anda menyatakan bahwa samsara dan Nirvana adalah identik. Maka, saya yang pemahamannya masih dangkal ini bertanya kepada Anda...

Apakah hakikat Nirvana itu adalah anitya, dukkha dan anatta...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 20 April 2009, 01:47:34 PM
Quote from: sobat-dharma
Kalau menurut saya analogi ini kurang sesuai untuk realisasi nirvana.. Kenapa? Kekenyangan hanya bisa dirasakan secara subjektf oleh suatu ego-diri yang merasa hanya dirinya yang bisa merasakan lapar. Sedangkan nirvana adalah fenomena di luar batas diri subjektif. Nirvana bukan hanya pengalaman batin ataupun fisik belaka, karena untuk merealisasinya seseorang harus melampaui batin maupun fisiknya sendiri. Jika Nirvana dirasakan hanya sama dengan rasa lapar yang berupa pengalaman subjektif, dan fisik maka merealisasinya tidak akan banyak berarti...

Sedangkan dalam hal makan,sebenarnya tidak peduli apakah ia disuap atau makan sendiri, jika makanan sudah dicerna dengan baik dan cukup jumlahnya maka ia otomatis kenyang.

Sobat... Analogi yang saya berikan itu tidak perlu dibandingkan tiap seginya dengan Nirvana. Bagaimanapun juga tidak akan ada analogi yang sebanding dengan Nirvana. Analogi saya itu cukup dilihat dalam term "mencapai kenyang". Jadi maksudnya... meski saya disuapi oleh orang lain atau makan sendiri, tetap saja yang bisa membuat saya kenyang adalah dengan makan. Makan ini adalah usaha sendiri.

Sampai di sini, apakah kita sepakat dengan paradigma ini...?


Quote from: sobat-dharma
Kalau gitu jelaskan, akal sehat Anda menjadi ukuran kebenaran bagi Anda… Minimal anda menafsirkannya dengan suatu cara tertentu dan makna yang Anda yakini sebagai kebenaran yang akhirnya memotivasi Anda… walaupun wujudnya sudah jauh berbeda dengan kalimat aslinya..

Saya rasa, tidak perlu saya menguraikan lebih lanjut mengenai statement dari agama lain di sini...

Bagi saya, suatu hal harus teruji oleh banyak pembuktian agar dapat saya terima. Setidaknya untuk saat ini... Anda tidak perlu mencari tahu bagaimana pola gelombang pikiran saya bekerja. Yang sedang kita bahas adalah statement yang harus dapat dipertanggungjawabkan di sepanjang zaman.


Quote from: sobat-dharma
Coba perhatikan kata anda sendiri, “saya rasa logika tidak menjadi tuan saya.” Kata yang anda gunakan adalah “saya rasa”, dalam hal ini yang bekerja di balik “saya rasa” itu sendiri tidak lain hanya keyakinan.

Ini bukan soal filter yang berbeda belaka… Jika logika dijadikan panduan awal, maka bersiap-siaplah ia akan menjadi penuntun Anda, atau dengan kata lain siapa yang memandu ia yang akan menjadi pemipin, dan pemimpin itulah tuan bagi yang dipimpin dan yang dituntun. Daripada anda menjadikan logika dan akal sehat sebagai penuntun, bukanlkah lebih baik kita dituntun oleh Buddha Dharma, sebelum akhirnya dituntun oleh Nirvana .

Hehehe... Anda ini orangnya lucu juga. :)

Saya pakai kata "rasa", itu pun karena formalitas dalam tata berbahasa. Lagipula kata "rasa" di kalimat itu sebenarnya menunjukkan bahwa saya melewati proses menimbang, hingga akhirnya saya menyatakan statement itu.

Hmmm... Jadi kita tidak perlu memakai akal sehat dan logika sebagai panduan awal? Lalu kita sebaiknya memakai apa? Iman...?

Lalu darimana Anda bisa berpendapat bahwa bila kita menggunakan akal sehat dan logika sebagai panduan awal, maka seterusnya kita akan menjadi budaknya...? Saya harap Anda mengeluarkan pernyataan ini dengan tidak menggunakan akal sehat dan logika... :)

Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Sekarang saya tambah tidak mengerti dengan konsep Nirvana...
Saya baru tahu kalau Nirvana itu adalah penuntun. Saya baru tahu kalau Nirvana itu bukanlah the Ultimate. Saya baru tahu, hmmm... jika sekiranya kita dituntun Nirvana, lalu kita akan diarahkan ke mana lagi...?


Quote from: sobat-dharma
Saya sudah mencoba menjelaskannya, tapi memang akal sehat sulit menerimanya…  Setiap ruang dan waktu selalu ada jika dialami batin, oleh karena itu tidak ada ruang dan waktu yang berdiri sendiri… Alam yang murni hanya bisa dicapai oleh pikiran yang murni pula, “Jika pikiran murni maka alampun murni.” Dalam hal ini Nirvana adalah wilayah yang bebas dari pensekatan kaku antara dunia batin internal dan dunia alam eksternal…. Tidak mungkin Nirvana hanya merupakan suatu tempat belaka… Kalau anda masih juga belum paham soal ini ya saya tidak punya argumen lain lagi.

Ya, saya tahu bagaimana sulitnya mendeskripsikan Pembebasan dengan kata-kata. Tapi saya mencium adanya aroma perbedaan konsep Pembebasan antara Aliran Mahayana dengan Aliran Theravada. Jadi saya hanya ingin menggali pemahaman yang lebih lanjut mengenai konsep ini di Mahayana...

Saya tidak akan berspekulasi sejauh itu. Kalimat singkat itu cukup menjadi satu kalimat kontroversial. Karenanya, saya tidak akan mengeluarkan statement seperti itu. Statement yang lebih tepat adalah, "Nirvana dapat direalisasi di kehidupan ini". Statement ini lugas, tidak spekulatif, maknanya tidak akan melebar, koridornya jelas, dan value dari Nirvana itu sendiri tetap terjaga. Seumpanya Anda mengeluarkan statement ini dari kemarin, saya tidak akan memperpanjang pembicaraan.

Kalau saya memang masih terlihat tidak paham, saya juga tidak punya argumen lain lagi...


Quote from: sobat-dharma
Bagaimana jika “saya sendiri”, “makhluk lain” dan “alam” sekitar pada hakikatnya adalah satu?

Apa maksudnya bahwa "saya sendiri", "makhluk lain" dan "alam sekitar" pada hakikatnya adalah satu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 02:57:23 PM
Quote from: sobat-dharma
Jelaskan lebih jauh pertanyaanmu sobat...

Anda menyatakan bahwa samsara dan Nirvana adalah identik. Maka, saya yang pemahamannya masih dangkal ini bertanya kepada Anda...

Apakah hakikat Nirvana itu adalah anitya, dukkha dan anatta...?


Dengan menyadari dan melihat anitya, dukkha dan samsara sebagaimana adanya seseorang merealisasi nirvana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 03:28:30 PM

Sobat... Analogi yang saya berikan itu tidak perlu dibandingkan tiap seginya dengan Nirvana. Bagaimanapun juga tidak akan ada analogi yang sebanding dengan Nirvana. Analogi saya itu cukup dilihat dalam term "mencapai kenyang". Jadi maksudnya... meski saya disuapi oleh orang lain atau makan sendiri, tetap saja yang bisa membuat saya kenyang adalah dengan makan. Makan ini adalah usaha sendiri.
Sampai di sini, apakah kita sepakat dengan paradigma ini...?
Tidak. Jelas-jelas Nirvana tidak bisa dianalogikan dengan kekenyangan...


Saya rasa, tidak perlu saya menguraikan lebih lanjut mengenai statement dari agama lain di sini...
Bagi saya, suatu hal harus teruji oleh banyak pembuktian agar dapat saya terima. Setidaknya untuk saat ini... Anda tidak perlu mencari tahu bagaimana pola gelombang pikiran saya bekerja. Yang sedang kita bahas adalah statement yang harus dapat dipertanggungjawabkan di sepanjang zaman.
maksudnya?


Hehehe... Anda ini orangnya lucu juga. :)
Terimakasih :)


Saya pakai kata "rasa", itu pun karena formalitas dalam tata berbahasa. Lagipula kata "rasa" di kalimat itu sebenarnya menunjukkan bahwa saya melewati proses menimbang, hingga akhirnya saya menyatakan statement itu.
Pertimbangan apa? Cerita dong....


Hmmm... Jadi kita tidak perlu memakai akal sehat dan logika sebagai panduan awal? Lalu kita sebaiknya memakai apa? Iman...?
Wah itu sih dikotomi yang dibuat oleh Theolog... logika vs iman.  Ternyata di balik anda punya jiwa gembala juga :))


Lalu darimana Anda bisa berpendapat bahwa bila kita menggunakan akal sehat dan logika sebagai panduan awal, maka seterusnya kita akan menjadi budaknya...? Saya harap Anda mengeluarkan pernyataan ini dengan tidak menggunakan akal sehat dan logika... :)
Anda menggunakannya sebagai panduan awal, bukan semata-mata menggunakannya... Itulah bedanya. 

Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.


Sekarang saya tambah tidak mengerti dengan konsep Nirvana...
Saya baru tahu kalau Nirvana itu adalah penuntun. Saya baru tahu kalau Nirvana itu bukanlah the Ultimate. Saya baru tahu, hmmm... jika sekiranya kita dituntun Nirvana, lalu kita akan diarahkan ke mana lagi...?
Maksud saya sebagai penuntun untuk membedakan antara praktik yang membebaskan dan tidak membebaskan. Nirvana harus menjadi  tolak ukur dari semua praktik, karena bagaimanapun tujuan dari mempraktikkan Dharma adalah terlepas dari siklus kehidupan dan kematian.

Ya, saya tahu bagaimana sulitnya mendeskripsikan Pembebasan dengan kata-kata. Tapi saya mencium adanya aroma perbedaan konsep Pembebasan antara Aliran Mahayana dengan Aliran Theravada. Jadi saya hanya ingin menggali pemahaman yang lebih lanjut mengenai konsep ini di Mahayana...
Selamat berjuang :)

Saya tidak akan berspekulasi sejauh itu. Kalimat singkat itu cukup menjadi satu kalimat kontroversial. Karenanya, saya tidak akan mengeluarkan statement seperti itu. Statement yang lebih tepat adalah, "Nirvana dapat direalisasi di kehidupan ini". Statement ini lugas, tidak spekulatif, maknanya tidak akan melebar, koridornya jelas, dan value dari Nirvana itu sendiri tetap terjaga. Seumpanya Anda mengeluarkan statement ini dari kemarin, saya tidak akan memperpanjang pembicaraan.
Kenapa tidak, kalau paramita dari kehidupan lampau sudah mencukupi. Kenapa tidak? Setiap masa kehidupan adalah “kehidupan ini”, bukankah gitu? Kalaupun tidak di kehidupan ini lalu memangnya bermasalah?

Apa maksudnya bahwa "saya sendiri", "makhluk lain" dan "alam sekitar" pada hakikatnya adalah satu?
Yang membeda-bedakan adalah pikiran ego-diri , sedangkan hakikatnya mereka semuanya adalah tidak bisa dibedakan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 20 April 2009, 04:16:16 PM
Quote from: sobat-dharma
Dengan menyadari dan melihat anitya, dukkha dan samsara sebagaimana adanya seseorang merealisasi nirvana.

Lalu bagaimana dengan anatta...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 20 April 2009, 04:16:50 PM
Quote from: sobat-dharma
Tidak. Jelas-jelas Nirvana tidak bisa dianalogikan dengan kekenyangan...

Hmmm...
Maksud saya kalau kita ingin kenyang, maka kita yang harus makan. Kalau kita ingin bisa mengendarai sepeda, maka kita yang harus belajar bersepeda. Kalau kita ingin merealisasi Nirvana, maka kita yang harus berusaha untuk merealisasinya.

Saya ajak Anda melihat dari sisi cara mencapainya, tapi Anda selalu menolak. Sudah saya katakan, analogi itu bukan menjadi contoh sebanding dengan sendi-sendi Nirvana.


Quote from: sobat-dharma
maksudnya?

Harus diuji kebenarannya dengan berbagai cara. Kalau tidak berlaku universal, maka saya ragu untuk menerimanya.


Quote from: sobat-dharma
Pertimbangan apa? Cerita dong....

Pernahkah Anda berpikir dahulu sebelum mengambil suatu keputusan...? Nah, seperti itulah pertimbangan...


Quote from: sobat-dharma
Wah itu sih dikotomi yang dibuat oleh Theolog... logika vs iman.  Ternyata di balik anda punya jiwa gembala juga :))

:)) Tidak ada hubungannya dengan itu, sobat...
Saya minta pendapat dari Anda, sebaiknya kita menggunakan apa sebagai panduan awal...?


Quote from: sobat-dharma
Anda menggunakannya sebagai panduan awal, bukan semata-mata menggunakannya... Itulah bedanya.  

Jadi yang benar seperti apa...? Cerita dong...


Quote from: sobat-dharma
Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Mungkin Anda salah menerapkannya...
Akal sehat dan logika bukanlah yang paling vital. Tapi setidaknya kita bisa mengevaluasi banyak hal dengan menggunakannya.


Quote from: sobat-dharma
Maksud saya sebagai penuntun untuk membedakan antara praktik yang membebaskan dan tidak membebaskan. Nirvana harus menjadi  tolak ukur dari semua praktik, karena bagaimanapun tujuan dari mempraktikkan Dharma adalah terlepas dari siklus kehidupan dan kematian.

Jadi maksudnya Nirvana itu adalah hasil yang seharusnya didapat dengan melaksanakan praktik Dharma...?

*Apakah seorang Arhat (Sravaka Buddha) sudah terlepas dari siklus kehidupan dan kematian?


Quote from: sobat-dharma
Kenapa tidak, kalau paramita dari kehidupan lampau sudah mencukupi. Kenapa tidak? Setiap masa kehidupan adalah “kehidupan ini”, bukankah gitu? Kalaupun tidak di kehidupan ini lalu memangnya bermasalah?

Anda salah menangkap maksud saya...
Kehidupan ini yaitu kehidupan saat ini. Kehidupan saat kita sedang mendiskusikan Dharma ini. Kehidupan ini adalah kehidupan yang potensial bagi kita untuk merealisasi Pembebasan.

Tapi saya tahu kemungkinan kecil terlintas statement itu di benak Anda. Karena sebagai seorang Mahayanis, pikiran Anda terpola untuk perencanaan jauh di masa depan. Bukan prioritas masa kini yang bermanfaat di masa depan.


Quote from: sobat-dharma
Yang membeda-bedakan adalah pikiran ego-diri , sedangkan hakikatnya mereka semuanya adalah tidak bisa dibedakan.

Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah pernyataan di atas merupakan wejangan Aliran Mahayana atau paradigma pribadi Anda sendiri...?

Saya melihat ada kesamaan antara pernyataan itu dengan konsep di Hinduisme, yang menyatakan bahwa; "Atman dan Brahman dikenal sebagai dua esensi, namun pada hakikatnya adalah satu".

Kita sedang membahas tentang berbuat kebaikan untuk kesejahteraan semua pihak... Apakah bila seseorang menjadikan dirinya sebagai 'tumbal', maka orang itu telah berbuat kebaikan nan arif?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 04:19:51 PM
Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Jadi sang jalan yang dimaksud, seharusnya memang tidak bersesuaian dengan logika dan akal sehat?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 04:22:10 PM
Quote from: sobat-dharma
Dengan menyadari dan melihat anitya, dukkha dan samsara sebagaimana adanya seseorang merealisasi nirvana.

Lalu bagaimana dengan anatta...?


maksudku anatta juga
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 04:27:46 PM
Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Jadi sang jalan yang dimaksud, seharusnya memang tidak bersesuaian dengan logika dan akal sehat?



Sang Jalan berada di luar logika dan akal sehat. Jika masih terikat padanya ataupun lawan darinya, berarti semakin menyimpang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 04:37:14 PM
Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Jadi sang jalan yang dimaksud, seharusnya memang tidak bersesuaian dengan logika dan akal sehat?



Sang Jalan berada di luar logika dan akal sehat. Jika masih terikat padanya ataupun lawan darinya, berarti semakin menyimpang.

Saya setuju bahwa "kebijaksanaan sang jalan" tidak terjangkau logika dan tidak bisa dijelaskan dengan akal intelektualitas. Tetapi kalau dibilang "tidak bersesuaian", saya jadi bingung.

Sekarang andaikan ada seseorang membunuh orang lain (yang tidak salah apa-apa) dengan alasan membahagiakan orang lain, lalu tentu saja tidak bisa diterima dengan logika dan akal sehat. Lalu orang itu dengan entengnya mengatakan, "Saya melakukannya karena mengikut Sang Jalan, dan Sang Jalan memang ada di luar logika, kalian tidak akan mengerti."

Bagaimana pendapat anda?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 04:51:32 PM
^
^
^
klu membunuh orang lain

gimana kalau contoh nya dibalik, mengorbankan diri untuk membahagiakan orang lain?

bagaimana pendapat anda?

satu pertanyaan lagi, mengapa agama buddha begitu kelam?  :whistle:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 04:58:16 PM
^
^
^
klu membunuh orang lain

gimana kalau contoh nya dibalik, mengorbankan diri untuk membahagiakan orang lain?

bagaimana pendapat anda?

satu pertanyaan lagi, mengapa agama buddha begitu kelam?  :whistle:
Berkorban demi orang lain itu hal yang wajar diterima akal sehat.

Ini bukan bilang tentang Agama Buddha, hanya analogi tentang "akal sehat & logika" yang bersesuaian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 April 2009, 05:00:56 PM
Quote
Tanggapan terpadu Tentang Mahayana

Ivan Taniputera (17 April 2009)

Melalui pengamatan saya, diskusi kali ini sudah menjurus pada perdebatan. Meskipun pihak yang menanyakan mengenai Mahayana berdalih bahwa mereka ingin mengenal Mahayana lebih jauh, tetapi pada kenyataannya malah berakhir pada perdebatan yang tidak berujung pangkal. Saya tidak berharap setiap orang menerima paham Mahayana. Setiap orang bebas menentukan apa yang mereka yakini. Menerima berbeda dengan memahami. Apa yang dimaksud memahami adalah mengerti sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu memperdebatkannya. Perdebatan tanpa praktik Dharma nyata tak akan membawa kita ke mana-mana.
Oleh karena itu, tulisan saya kali ini lebih ditujukan bagi mereka yang ingin mengerti Mahayana. Semoga artikel ini bermanfaat bagi mereka yang ingin memahami Mahayana dan menghindarkan salah tafsir terhadapnya. Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa dalam artikel kali ini tidak ada maksud untuk mengkontraskan Mahayana dengan aliran apapun. Oleh karena itu, saya menyebutkan pandangan dalam Buddhisme yang bukan khas Mahayana sebagai "pandangan non Mahayanis." Ini tidak mengacu pada mazhab atau sekte apapun. Semoga saling pengertian antar sesama umat Buddha dapat semakin meningkat.


Nampaknya mas Tan salah paham, seperti yang sudah saya katakan bahwa saya bertanya dengan kritis, bukankah untuk lebih memahami sesuatu maka kita harus bisa menghilangkan keragu-raguan? dan cara terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan adalah dengan bertanya?

Mengenai praktik, praktik seperti apakah yang dimaksudkan oleh mas Tan? Setahu saya pernyataan praktik ini merupakan pernyataan yang sangat subjektif sifatnya. Ada yang beranggapan bahwa membuat rumah sakit, berdana, mendirikan sekolah, membantu fakir miskin adalah praktek. Ada yang beranggapan bahwa sembahyang, dzikir, atau pembacaan sutra atau paritta atau mantra seperti Kwan Sie Im Keng atau Maha karuna Dharani adalah praktek . Ada yang beranggapan meditasi baru praktek. Ada yang beranggapan menolong orang lain baru praktek. Yang manakah yang sungguh-sungguh praktek? Yang manakah yang menurut mas Tan dianggap praktek?

Quote
1.Nirvana dalam Mahayana

Nirvana dalam Mahayana bukanlah sesuatu yang statis dan seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karunanya bahkan setelah Beliau memasuki nirvana. Dalam diskusi sebelumnya ada yang mengkritik bahwa tanpa adanya pancaskandha, seperti pada "nirvana tanpa sisa," tidak mungkin ada pemancaran maitri karuna, sebagaimana halnya "nirvana bersisa." Permasalahan dalam pandangan ini adalah:

a.Seolah-olah terjadi perbedaan dan dualisme antara "nirvana bersisa" dan nirvana tanpa sisa" Padahal nirvana itu tak terpisah-pisahkan. Bagaimana mungkin sesuatu yang absolut itu dapat dipisah-pisahkan?

b.Pancaskandha seolah-olah dapat memberikan pengaruh pada nirvana. Ini nampak jelas jika kita mengamati alur logika di bawah ini:

"Nirvana tanpa sisa" tak lagi memancarkan maitri karuna "karena" tak ada lagi pancaskandha.
"Nirvana bersisa" masih dapat memancarkan maitri karuna "karena" ada pancaskandha.

Dengan demikian, nampaknya nirvana dikondisikan oleh pancaskandha. Padahal nirvana itu adalah sesuatu yang tak berkondisi. Mahayana lebih konsisten dalam hal ini dengan menyatakan bahwa pemancaran maitri karuna itu "tidak bergantung" pada pancaskhandha. Karenanya, tak ada perbedaan kondisi baik pada "nirvana bersisa" atau "nirvana tanpa sisa."

Mengenai Nirvana tanpa sisa atau bersisa? memang "debatable", tetapi sangat aneh pernyataan mas Tan yang mengatakan Nirvana tak berkondisi di satu sisi, di sisi lain mengatakan bahwa Nirvana memancarkan maitri karuna. Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

Quote
2.Maitri karuna dan seluruh kualitas positif adalah sifat alami seorang Buddha

Mahayana mengajarkan suatu praktik spiritual guna menghilangkan segenap kekotoran batin, baik itu lobha, dosa, moha, kesombongan, dan lain sebagainya. Segenap varana atau kekotoran batin (baik kleshavarana atau jneyavarana) akan ditransformasi menjadi kemurnian pikiran. Kualitas cinta dan belas kasih seorang Buddha akan menjadi murni tanpa kekotoran batin. Makhluk yang belum tercerahi tidak akan dapat merealisasi maitri karuna sejati karena batinnya masih tertutupi oleh kekotoran batin. Maitri karuna sejati ini tidak akan berakhir. Akan sungguh ironis bila seorang Buddha menapaki jalan Bodhisattva, tetapi setelah berhasil mentransformasi segenap kekotoran batinnya dan merealisasi maitri karuna sejati, namun meninggalkan begitu saja semuanya setelah memasuki mahaparinirvana.
Maitri karuna akan menjadi kualitas alami seorang Buddha tanpa Beliau menginginkannya. Dengan demikian, tidak tepat apabila seseorang mengkritik paham Mahayana ini dengan menyatakan bahwa seorang Buddha yang tak memiliki "keinginan" lagi seharusnya mustahil memancarkan maitri karuna. Keinginan bukan penyebab bagi maitri karuna. Setelah pencerahan direalisasi, semua kualitas bajik secara otomatis akan menjadi sifat alaminya. Sebagai analogi, sifat alami air adalah cair. Apakah air menginginkan agar dirinya menjadi cair? Apa yang disebut dengan sendirinya adalah cair.
Orang yang belum merealisasi nirvana harus punya "keinginan" untuk mempraktikkan dana, sila, virya, kshanti, samadhi, dan prajna demi melatih dirinya. Tetapi setelah ini menjadi sifat alami kita, tidak perlu ada lagi "dorongan" atau "keinginan" untuk mempraktikkannya. Semuanya akan berjalan secara otomatis atau alami.

Lagi-lagi saya merasa ada ketidak konsistenan disini, belas kasih atau maitri karuna tidak akan berakhir? Tolong dijawab darimanakah maitri karuna ini dipancarkan? Dari panca skandha atau bukan?
Untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada Mas Tan: APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA...??

Coba perhatikan pertanyaan dari teman-teman disini bukan mengenai sayang atau tidak sayang meninggalkan keBuddhaan (yang jelas berasal dari kemelekatan halus) yang menjadi argumen mas Tan, tetapi pertanyaannya adalah bagaimana caranya seorang Buddha memancarkan maitri karuna terus menerus bahkan setelah Parinirvana. (tolong diterangkan mengapa demikian dan apa yang memancarkan)

Quote
3.Tiga Tubuh Buddha

Mahayana mengajarkan bahwa Buddha memiliki tiga tubuh, yakni dharmakaya, samboghakaya, dan nirmanakaya. Dharmakaya sendiri merupakan sesuatu yang absolut dan tidak dilahirkan atau menjelma. Namun karena maitri karuna adalah sifat sejati seorang Buddha, terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya). Kedua konsep ini dapat dicakup sekaligus oleh Mahayana, sehingga nirvana menurut Mahayana tidaklah abu-abu; melainkan sangat jelas, konsisten, dan mendalam. Mungkin ada sebagian pihak akan mengkritik bahwa tiga tubuh Buddha itu seolah-olah mengajarkan adanya tiga "pribadi" Buddha yang terpisah. Kritikan ini akan dijawab dengan fakta bahwa dalam rujukan-rujukan Pali juga terdapat mengenai nimmita Buddha (Buddha jelmaan). Pertanyaannya, di antara Buddha-Buddha jelmaan itu manakah yang benar-benar Buddha? Apakah satu Buddha dapat menjadi banyak Buddha yang terpisah? Mungkin pihak non Mahayanis akan menjawab bahwa nimitta Buddha itu berbeda dengan nirmanakaya. Tetapi jawaban ini tidak berarti apa-apa, karena tak menjawab inti pertanyaannya: "Siapakah di antara nimitta-nimitta Buddha itu yang benar-benar Buddha?" Kedua, Mahayana juga menerima absolutisme nirvana, jadi pertanyaan atau kritikan mengenai tiga "pribadi" terpisah itu tidak valid dalam hal ini, sehingga tak perlu dijawab lebih jauh. Sesuatu mungkin nampak terpisah dari sudut pandang orang yang belum tercerahi.
Lebih jauh lagi, "penjelmaan" (kita gunakan saja istilah ini agar lebih mudah dalam menjelaskannya) nirmanakaya itu berbeda dengan penjelmaan suatu makhluk yang masih diliputi avidya. Pihak non Mahayanis beranggapan bahwa tanpa adanya avidya (sebagai salah satu mata rantai (pratyasamutpada), seseorang tak perlu bertumimbal lahir lagi dalam samsara. Pandangan ini juga diterima oleh Mahayana. Tetapi bedanya, pihak non Mahayanis menganggap bahwa nirvana itu seolah-olah adalah suatu "batasan" atau "sekat" yang membatasi seorang Buddha dari samsara. Pandangan inilah yang ditolak oleh Mahayana. Dalam hal ini Mahayana konsisten dengan konsep keabsolutan nirvana. Justru karena absolut itu maka tiada lagi sekat yang dikenakan padanya. Nirvana bukanlah penjara.
Kemunculan nirmanakaya di samsara bukan disebabkan oleh keinginan (Sanskrit: trsna, Pali: tanha), melainkan ini sudah merupakan sifat alami seorang Buddha. Kita memandangnya sebagai sesuatu yang menjelma, karena masih berdiri pada perahu dualisme. Bagi Buddha tidak ada lagi yang menjelma, mati, datang, atau pergi.


Mas Tan nampaknya ahli mengenai Tipitaka Pali (terlepas dari fakta bahwa ini kesekian kalinya mas Tan membandingkan antara M dengan T padahal mengatakan tidak bermaksud demikian) Boleh tahu dimana dikatakan bahwa Buddha ada jelmaan-jelmaan Buddha? tolong referensinya.

Juga tolong diterangkan mengapa pada buddha bisa muncul trikaya? bagaimanakah proses yang terjadi sehingga trikaya muncul.

Yang mengatakan bahwa Nirvana adalah sekat yang membatasi seorang Buddha dari samsara menurut saya adalah mas Tan sendiri. Setahu saya Non-Mahayanis beranggapan bahwa Samsara muncul oleh karena ada sebab, Nirvana telah terbebas dari sebab-sebab itu, oleh karena itu dikatakan batinnya telah terbebas (bukan terbebas dari sekat, tetapi terbebas dari sebab-sebab). Jadi perhatikan perbedaan cara berpikir mahayanis dan non Mahayanis

Pemikiran bahwa seorang Buddha selalu memancarkan maitri karuna walaupun telah Parinirvana adalah merupakan Pemikiran yang lagi lagi telah terkontaminasi Hindu.

Quote
4. Samsara dan Nirvana

Dari sudut pandang yang telah tercerahi (paramartha satya) tidak ada dualisme lagi. Oleh karena itu, bagi seorang Buddha nirvana tentunya identik dengan samsara. Nirvana bukanlah lawan dari samsara. Sesuatu yang absolut tak memerlukan lawan lagi bukan? Pemahaman seperti ini harus dilihat dari konteksnya yang benar. Orang yang tak memahami Mahayana akan mengajukan kritikan: "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." Ini jelas merupakan pandangan salah dan logika yang dipaksakan. Permasalahannya begini. Pribadi yang mengajukan pernyataan itu, masih menganggap bahwa nirvana dan samsara adalah dua hal yang terpisah. Jadi apa yang diungkapkannya itu tidak konsisten dengan dirinya sendiri. Ia tak berhak menyatakan bahwa dirinya telah merealisasi nirvana, selama masih menganggapnya sebagai sesuatu yang terpisah. Kritikan di atas mengandung kelemahan fatal. Ibaratnya seseorang mengatakan: "Kalau setiap orang boleh membeli makanan, tentunya aku yang tak memiliki uang sepeserpun juga boleh membeli makanan di sana." Orang itu lupa bahwa prasyarat untuk membeli adalah memiliki uang. Kedua, bila seseorang telah merealisasi keidentikan samsara dan nirvana, ia secara otomatis tak akan memiliki lobha, dosa, dan moha lagi. Tentu saja orang yang hanya paham bahwa nirvana identik dengan samsara secara intelektual juga tak dapat dianggap merealisasi pencerahan.


Mengenai pernyataan bahwa "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." mas katakan  bahwa salah dan logika dipaksakan karena masih menganggap kedua hal itu terpisah. Ini juga pernyataan aneh. Faktanya:
"Nirvana identik dengan Samsara, yang mengatakan bukan orang itu tetapi mas Tan sendiri kan?" logika bila Nirvana yang bebas dari lobha, dosa, moha adalah = samsara yang diliputi lobha,dosa, moha. Maka dari sini kita bisa tarik logika berikut: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya memiliki lobha, dosa atau moha.
logika kedua: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya tidak memiliki lobha, dosa atau moha (kedua-duanya Nirvana).
Ini baru sesuai dengan arti identik. Silahkan buka kamus.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 05:03:14 PM
bisa saja, kalau yang kamu bunuh itu adalah
pembunuh sadis, kalau kamu tidak bunuh dia, akan jatuh korban2 yang lain nya...

hehehe....
kadang2 bro, ada sesuatu yang harus diluar logika
kalau terlalu bermain logika, tidak bisa membawa menuju nirvana,,,,....  klu tidak salah perkataan bro sobat dharma :P

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 April 2009, 05:03:23 PM
Quote
5.Juru Selamat dalam Mahayana

Banyak orang salah paham bahwa di Mahayana mengenal konsep juru selamat. Membantu atau menolong makhluk lain tidak berarti bahwa kita yang mencerahkan mereka. Pencerahan tetap harus diusahakan sendiri. Namun kita dapat membantu orang lain dengan membawakan materi-materi Dharma. Oleh karena itu, saya sangat menganjurkan sesorang berdana Dharma, yakni berupa mencetak Sutra atau buku. Bila Mahayana mengenal konsep juru selamat seperti pada agama lain, untuk apa diajarkan berbagai jenis meditasi? Bukankah cukup berpangku tangan saja. Bahkan berbagai ritual dalam tradisi Mahayana sesungguhnya adalah bentuk meditasi. Tradisi Chan (Dhyana) yang menjadi bagian Mahayana mengenal apa yang disbut meditasi Chan. Sementara itu, tradisi Tantra mengenal meditasi pada suara-suara mantra. Aliran Sukhavati bermeditasi dengan mengulang nama Buddha Amitabha. Dengan demikian, pandangan adanya juru selamat dalam Mahayana yang siap menyeberangkan kita ke nirvana merupakan sesuatu yang mengada-ada.

Berikut saya kutip tulisan mas Tan sendiri.

"terdapat nirmanakaya yang "menjelma" (ingat kata ini saya tulis dalam anda kutip) dirinya demi mengajarkan dan membantu membebaskan para makhluk dari pandangan salahnya. Ajaran ini lebih mendalam, karena sanggup menyesuaikan diri dengan dua hal; yakni keabsolutan nirvana (dalam hal ini dharmakaya) dan hakikat maitri karuna seorang Buddha (dalam wujud emanasi nirmanakaya)."

menjelma berulang-ulang kan?

Dalam ajaran Hindu Dewa Wisnu berulang kali menjelma menjadi manusia untuk menolong manusia, pertama dalam kisah Arjuna Sosrobahu, kedua dalam kisah Ramayana (sebagai Rama) dan terakhir dalam Mahabharata sebagai Krishna.

Quote
6.Konsep penjelmaan Buddha mirip dengan dewa-dewa yang turun ke dunia

"Penjelmaan" Buddha dalam bentuk nirmanakaya telah kita ulas di atas. Sehingga seharusnya telah menjadi jelas perbedaannya dengan para dewa dan Brahma yang turun ke dunia. Tetapi kritikan di atas dapat pula ditanggapi dengan fakta bahwa seorang Buddha yang "terpisah" dari samsara itu sebenarnya justru sangat mirip dengan konsep tirthankara dalam agama Jain. Tirthankara adalah serangkaian sosok-sosok yang telah merealisasi pencerahan menurut Jainisme dan mereka memasuki suatu kondisi yang mirip nirvana dalam Buddhisme; dimana mereka benar-benar "terpisah" dari samsara. Tidakkah konsep non Mahayanis ini juga mirip dengan konsep tirthankara dalam Jainisme? Padahal pendiri Jain, yakni Nirgrantha Nataputra (Mahavira) dianggap dianggap salah satu di antara enam guru menyimpang dalam kurun waktu kehidupan Buddha.


Nah ini menarik mas Tan... Apabila benar seperti yang mas Tan katakan, tolong kutipkan dan sebutkan sumbernya. Dan satu hal lagi apakah mas Tan yakin bahwa kebebasan dari samsara (Nirvana) yang dianut oleh aliran Jaina sama dengan Nirvana yang dianut oleh aliran non Mahayanis?

bagian yang saya bold: nampak jelas sekali bahwa sesungguhnya mas Tan sendiri yang beranggapan bahwa ada sekat yang memisahkan Nirvana dan Samsara. sedangkan non mahayanis yang saya ketahui mengatakan bahwa "segala sesuatu muncul dari sebab dan akan berhenti bila sebabnya berhenti". Tak ada pernyataan yang mengatakan mengenai sekat.

Tolong dikutipkan yang dari Jaina ya? sangat menarik mas.

Quote
7.Menunda "nirvana tanpa sisa"

Dalam Mahaparinibanna Sutta disebutkan bahwa bila Ananda memohon pada Buddha, Beliau dapat hidup selama satu kalpa lagi. Buddha seolah-olah dapat hidup abadi, karena kehadiran peradaban manusia di muka bumi ini "baru" sekitar 6.000 tahun, yang belum apa-apa bila dibandingkan satu kalpa. Konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa itu juga tidak bertentangan dengan ajaran mengenai Buddha Amitabha yang mengajar di Sukhavati. Bila pihak non-Mahayanis mengkritik eksistensi Buddha Amitabha yang seolah-olah hidup abadi itu, ia juga harus mempertanyakan kesahihan konsep Buddha yang dapat hidup selama satu kalpa sebagaimana yang termaktub dalam Mahaparinibanna Sutta

Mas Tan sebelum (lagi-lagi) membandingkan antara M dengan T cobalah lebih dahulu mempelajari lebih jauh mengenai T, cari tahu lebih jauh apa yang dimaksud kalpa menurut T, ada berapa jenis kalpa menurut T.

Quote
8.Bodhisattva

Setiap bodhisattva berikrar untuk menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Para kritikus non-Mahayana kerap menjadikan hal ini sebagai bahan kritikan dan gurauan dengan mengatakan bahwa kelak para bodhisattva akan saling dorong-mendorong rekannya yang lain memasuki nirvana. Dengan demikian, ia dapat menjadi yang terakhir dalam memasuki nirvana. Sepintas pandangan di atas terdengar masuk akal. Tetapi setelah direnungkan dengan sesama, terdapat kesalahan fatal dalam pertanyaan itu. Pertama, suatu ikrar hendaknya tidak diambil maknanya secara harafiah. Ketika seorang pemuda mengatakan pada kekasihnya, "Hingga bumi kiamat aku tetap mencintaimu." Tentu saja ungkapan cinta pemuda itu pada kekasihnya hendaknya tidak diartikan secara harafiah. Kita tidak dapat mempertanyakan, "Bukankah sebelum bumi kiamat pemuda itu pasti sudah meninggal - ikrarnya tidak masuk akal." Pertanyaan seperti itu sungguh merupakan kebodohan, karena orang yang menanyakan tidak mengetahui apa makna suatu ikrar. Perasaan atau batin seseorang tidak dapat dihitung secara matematis. Kita tidak dapat mengukur berapa meter atau sentimeter dalamnya suatu cinta. Tak pula kita dapat menimbang berapa kilogram massa suatu cinta. Kedua, orang yang mengajukan kritikan semacam itu tidak mengetahui bagaimana konsep mengenai bodhisattva menurut Mahayana. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang diungkapkan di atas, karena pemenuhan suatu ikrar akan berjalan alami. Mustahil ada peristiwa "dorong mendorong" seperti yang dikritikan sebelumnya. Karenanya, pertanyaan atau kritikan itu dengan sendirinya menjadi tidak valid.

Apakah kitab suci sama dengan kitab dongeng? atau buku romans? jadi ikrar Bodhisattva tidak sungguh-sungguh ya mas Tan?  ;D

Yang keduanya mana..?

Quote
9.Mengapa masih banyak penderitaan di dunia ini?

Apabila para Buddha dan bodhisattva masih terus berkarya menebarkan maitri karuna, mengapa di dunia ini masih banyak penderitaan? Karena itu, tidak mungkin para Buddha dan bodhisattva masih memancarkan belas kasihnya. Pertanyaan ini memang terkesan logis, tetapi sungguh tidak tepat. Kritikan ini dapat kita balikkan dengan pertanyaan pula. Kaum non Mahayanis, tentu menerima bahwa Dharma adalah obat bagi penyakit batin umat manusia. Namun mengapa masih banyak umat Buddha yang batinnya sakit?
Kedua, Buddha dan bodhisattva hingga saat ini masih memancarkan kasihnya, hanya kita tidak menyadari atau pura-pura tak mengetahuinya. Mahayana mengajarkan bahwa seorang bodhisattva dapat bermanifestasi dalam wujud apa saja (lihat Sutra Saddharmapundarika dan Karandavyuha mengenai perwujudan-perwujudan Bodhisattva Avalokitesvara demi menolong para makhluk). Florence Nightigale dengan tidak kenal lelah menolong para prajurit yang terluka di medan laga. Henry Dunant mendirikan organisasi Palang Merah demi meringankan penderitaan orang lain. Oscar Schindler pernah menyelamatkan ribuan jiwa orang Yahudi dari pembantaian oleh Nazi. Pastor Damien merelakan dirinya berkarya di tengah para penderita kusta. Pastor Maximilianus Kolbe mengorbankan dirinya demi menyelamatkan seorang Polandia yang masih mempunyai tanggungan keluarga saat hendak dibunuh oleh Nazi. Daftar para bodhisattva ini masih sangat panjang dan mustahil semuanya dituliskan di sini. Bahkan pada saat sekarang para bodhisattva masih berkarya demi misi-misi kemanusiaan, baik besar maupun kecil. Beberapa bodhisattva sanggup melakukan kebajikan besar yang masih dikenang hingga berabad-abad. Sementara itu banyak bodhisattva lainnya yang melakukan kebajikan-kebajikan kecil dan tidak dikenal orang. Namun, baik skala besar ataupun kecil semuanya adalah bodhisattva yang terus menerus berkarya hingga detik ini.
Masih banyaknya penderitaan di muka bumi ini, bukanlah kesalahan para Buddha dan bodhisattva. Malahan Anda perlu menanyakan diri Anda sendiri, apakah kontribusi Anda selaku umat Buddha untuk meringankan penderitaan Anda. Para makhluk memang keras hati dan susah dibawa menuju jalan kebenaran. Jadi banyaknya penderitaan bukanlah bukti bahwa para Buddha dan bodhisattva tidak memancarkan maitri karunanya. Bencana kelaparan masih terjadi bukan berarti FAO tidak ada gunanya. Peperangan masih terjadi bukan berarti bahwa PBB tinggal diam. Buddha dan bodhisattva bukanlah sosok yang maha kuasa. Mahayana juga mengajarkan hal ini. Kitalah yang hendaknya merubah dunia ini menjadi Sukhavati.

Saya hanya bingung dengan pernyataan mas Tan yang berikut:Florence Nightingale, Henry Dunant dan Oscar Schindler dll adalah Bodhisattva? Saya banyak menolong nyamuk, semut, belut, lele dll. mereka juga adalah mahluk hidup kan? Bila demikian jadi saya adalah Bodhisattva juga kan?  ;D

Para makhluk memang keras hati dan susah dibawa menuju jalan kebenaran. Ini saya setuju sekali, seringkali si A menuduh si B melekat pada pandangan tetapi si A lupa bahwa ia juga sebenarnya melekat pada pandangannya sendiri.
Semoga mimpi mas Tan agar dunia ini menjadi Sukhavati, terkabul.

Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan

Amiiiinnnn.. semoga praktisi Mahayana imannya tambah kuat, semoga mas Tan juga "imannya" tambah kuat, semoga mas Tan dibukakan jalan olehNya. Semoga mas Tan mendapatkan berkah dan limpahan "KasihNya".

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 05:07:27 PM
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 05:09:49 PM
Hmmm...
Maksud saya kalau kita ingin kenyang, maka kita yang harus makan. Kalau kita ingin bisa mengendarai sepeda, maka kita yang harus belajar bersepeda. Kalau kita ingin merealisasi Nirvana, maka kita yang harus berusaha untuk merealisasinya.

Saya ajak Anda melihat dari sisi cara mencapainya, tapi Anda selalu menolak. Sudah saya katakan, analogi itu bukan menjadi contoh sebanding dengan sendi-sendi Nirvana.

Dari awal saya juga sudah mengatakan bahwa jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.”  Tapi anda tidak paham juga... jadinya saya berkata bahwa diri itu pada hakikatnya adalah pancakandha, maka mengandalkannya tidak akan membantu seseorang merealisasi nirvana.
Lantas anda mengatakan kalau saya menyelewengkan maksud yang kamu katakan dengan bersikeras dengan analogi makan dan kenyang ini. Saya lalu menolak bahwa analogi tersebut tidak tepat untuk Nirvana. Penolakan saya jelas maksudnya, karena bagaimanapun yang saya maksudkan dari awal adalah bahwa nirvana adalah pelepasan dan penyadaran akan diri sebagai sesuatu yang kekal. Sedangkan kenyang berkaitan dengan sensai subjektif aku. So..?

Pernahkah Anda berpikir dahulu sebelum mengambil suatu keputusan...? Nah, seperti itulah pertimbangan...
Maksudku isi pertimbangannya... Bukan pertimbangan itu sendiri.

:)) Tidak ada hubungannya dengan itu, sobat...
Saya minta pendapat dari Anda, sebaiknya kita menggunakan apa sebagai panduan awal...?
Hanya saja nada anda bertanya tentang Iman mengingatkan saya pada para gembala... Biasanya hanya para teolog yang melawankan akal sehat dengan iman :) Sori kalo membuat diskusi menjadi agak keluar dari topik
Kalau panduan awal bukan kah sudah kujawab, kalau untuk urusan realisasi nirvana tentunya Buddha Dharma panduannya. Kalau berdagang, tentu panduannya untung dan rugi, kalau berdebat tentu panduannya retorika, kalau berteman tentu panduannya perasaan dan kasih sayang, kalau sedang melukis panduannya estetika dll. Nggak ada panduan yang seragam bro. Apalagi satu panduang untuk segalanya... Jika ada yang meyakini adanya satu panduan untuk segalanya, wah serem bro...  

Jadi yang benar seperti apa...? Cerita dong...
Nggak ada yang bener bro... Itulah kehidupan, nggak ada yang bisa pake satu ukuran.

Mungkin Anda salah menerapkannya...
Akal sehat dan logika bukanlah yang paling vital. Tapi setidaknya kita bisa mengevaluasi banyak hal dengan menggunakannya.
Mungkin saja... Setiap orang bisa salah

Jadi maksudnya Nirvana itu adalah hasil yang seharusnya didapat dengan melaksanakan praktik Dharma...?
Kalau tidak merealisasi nirvana untuk apa?

*Apakah seorang Arhat (Sravaka Buddha) sudah terlepas dari siklus kehidupan dan kematian?
Mana aku tahu... Aku bukan Arahat, Boddhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna.... :) Kedengarannya nggak asing ya bro :)) Dalam diskusi soal seperti jawabanku sudah paten bro

Anda salah menangkap maksud saya...
Kehidupan ini yaitu kehidupan saat ini. Kehidupan saat kita sedang mendiskusikan Dharma ini. Kehidupan ini adalah kehidupan yang potensial bagi kita untuk merealisasi Pembebasan.
Ya...iya dong bro. Kalau saat ini tumpukan paramita dari kehidupan masa lampau sudah mencukupi, ya bisa saya merealisasi pembebasan. Tapi siapa yang tahu apakah saya saat ini saya sudah layak atau belum... jadi ya saya berusaha sekeras semangat saja.. Lalu apa bedanya?

Tapi saya tahu kemungkinan kecil terlintas statement itu di benak Anda. Karena sebagai seorang Mahayanis, pikiran Anda terpola untuk perencanaan jauh di masa depan. Bukan prioritas masa kini yang bermanfaat di masa depan.
Wah... prasangka ini namanya bro :))

Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah pernyataan di atas merupakan wejangan Aliran Mahayana atau paradigma pribadi Anda sendiri...?
Saya melihat ada kesamaan antara pernyataan itu dengan konsep di Hinduisme, yang menyatakan bahwa; "Atman dan Brahman dikenal sebagai dua esensi, namun pada hakikatnya adalah satu".

Wah bro saya nggak ingat lagi, yang mana asli yang mana tidak....  Tapi kelanjutannya adalah hakikat semua makhluk hidup adalah  Buddha di dalam dirinya.  Terserah deh, kalau mau disebut sebagai pengaruh Hindu atau apapun itu... Saat ini saya sedang tidak berminat mendiskusikan hal seperti itu.

Kita sedang membahas tentang berbuat kebaikan untuk kesejahteraan semua pihak... Apakah bila seseorang menjadikan dirinya sebagai 'tumbal', maka orang itu telah berbuat kebaikan nan arif?
Itukan perspektif anda bro...(sekali lagi koq agak mirip perspektif sang gembala ya?)  Tidak ada yang jadi tumbal ataupun yang mengorbankan di sini, karena  dikotomi “aku dan orang” sebagai sesuatu yang berbeda hanyalah muncul dalam pikiran yang masih tercemar. Oleh karena itu hal demikian tidak berlaku untuk Jalan Bodhisattva.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 20 April 2009, 05:11:32 PM
hm.. maaf sedikit berkomentar... Jika kita membunuh seorang pembunuh sadis karena dengan begitu, supaya tdk jatuh korban2 lain? hm... jika demikian apa bedanya kita dengan pembunuh itu? juga sama2 pembunuh .. bukankan di setiap negara memiliki hukum terhadap kriminal. namun jika membunuh karena membela diri jika pembunuh itu mau membunuh kita, dan kita membela diri itu mungkin masih bisa di toleransi, bahkan di hukum undang2 pun tdk di salahkan.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 05:17:51 PM
^
^
anda membunuh bukan karena hasrat membunuh.... jadi anda beda dengan pembunuh itu

kalau begitu, sama saja anda berpangku tangan.
itu lah beda-nya pandangan T ama M.
T lebih mengutamakan diri sendiri
M lebih mengutamakan semua makhluk

baca sadharma pundarika sutra, maka anda akan mengerti Mahayana....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 20 April 2009, 05:23:08 PM
;D saya tdk berpihak pada aliran T maupun M ... xixixi... hanya dari pemikiranku saja, bro.

Tapi masih sulit sy terima kalau di katakan , bisa membenarkan membunuh seorang pembunuh untuk menghindari jatuhnya korban lain. Kita bisa menangkap dan menyerahkan kepada hukum yang berlaku di negara tersebut. Sudah ada beberapa contoh, pembunuh yang bertobat... siapa tahu dengan di hukumnya dia, maka dia bisa bertobat ? who knows...

setiap manusia mempunyai hati nurani, namun terkadang kejamnya dunia menutupi hati nurani manusia.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 20 April 2009, 05:24:46 PM
Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Jadi sang jalan yang dimaksud, seharusnya memang tidak bersesuaian dengan logika dan akal sehat?



Sang Jalan berada di luar logika dan akal sehat. Jika masih terikat padanya ataupun lawan darinya, berarti semakin menyimpang.

Saya setuju bahwa "kebijaksanaan sang jalan" tidak terjangkau logika dan tidak bisa dijelaskan dengan akal intelektualitas. Tetapi kalau dibilang "tidak bersesuaian", saya jadi bingung.

Sekarang andaikan ada seseorang membunuh orang lain (yang tidak salah apa-apa) dengan alasan membahagiakan orang lain, lalu tentu saja tidak bisa diterima dengan logika dan akal sehat. Lalu orang itu dengan entengnya mengatakan, "Saya melakukannya karena mengikut Sang Jalan, dan Sang Jalan memang ada di luar logika, kalian tidak akan mengerti."

Bagaimana pendapat anda?




Logika adalah pikiran yang membatas-batasi dan memilah-milah segala sesuatu dengan aturan dan standar kebenaran tertentu.
Akal sehat adalah pikiran yang sesuai dengan pendapat umum atau orang banyak

Pada dasarnya tidak semua akal sehat adalah logis, dan tidak semua akal sehat adalah logis. Tidak semua yang diterima umum adalah benar secara logis, dan tidak semua yang benar secara logis akan diterima oleh umum. Keduanya adalah hal yang berbeda.

Pertama-tama kedua hal ini harus dibedakan dulu.

Pikiran tercerahkan tidak akan mudah dipahami oleh logika, karena standar-sandar kebenaran logika tentang kebenaran hanyalah hukum baku yang hanya berdasarkan nalar pikiran sebagai uji kebenaran. Pikiran yang tercerahkan berada di luar nalar tersebut, oleh karena itu seringkali di mata logika, pikiran yang tercerahkan tampak "tidak sesuai" dengan standar-standar yang digunakan.

Sedangkan akal sehat yang hanya berdasarkan pendapat umum belaka, jelas-jelas hanya mencerminkan keyakinan yang dianut secara kolektif akan suatu kebenaran atau standar normalisasi. Pikiran yang tercerahkan jelas berada di luar pikiran umum tentang apa yang baik dan tidak baik. Bagi umum, hidup yang baik adalah untuk mencapai sesuatu prestasi, tapi dalam praktik Dharma kita malah diminta melepaskan segala sesuatu. Dengan demikian, bagi akal sehat pikiran tercerahkan tampak "tidak sesuai" baginya.

Oleh karena itu dikatakan keduanya "tidak berkesesuaian" dengan praktik Dharma karena dalam kacamata keduanya, Pikiran Yang Tercerahkan tampak sangat bertentangan. Meskipun demikian, bagi yang tercerahkan keduanya hanyalah mimpi yang tak berarti
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 05:25:44 PM
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 05:28:25 PM
Logika adalah pikiran yang membatas-batasi dan memilah-milah segala sesuatu dengan aturan dan standar kebenaran tertentu.
Akal sehat adalah pikiran yang sesuai dengan pendapat umum atau orang banyak

Pada dasarnya tidak semua akal sehat adalah logis, dan tidak semua akal sehat adalah logis. Tidak semua yang diterima umum adalah benar secara logis, dan tidak semua yang benar secara logis akan diterima oleh umum. Keduanya adalah hal yang berbeda.

Pertama-tama kedua hal ini harus dibedakan dulu.
OK, ini saya setuju.

Quote
Pikiran tercerahkan tidak akan mudah dipahami oleh logika, karena standar-sandar kebenaran logika tentang kebenaran hanyalah hukum baku yang hanya berdasarkan nalar pikiran sebagai uji kebenaran. Pikiran yang tercerahkan berada di luar nalar tersebut, oleh karena itu seringkali di mata logika, pikiran yang tercerahkan tampak "tidak sesuai" dengan standar-standar yang digunakan.
Lagi-lagi saya setuju.

Quote
Sedangkan akal sehat yang hanya berdasarkan pendapat umum belaka, jelas-jelas hanya mencerminkan keyakinan yang dianut secara kolektif akan suatu kebenaran atau standar normalisasi. Pikiran yang tercerahkan jelas berada di luar pikiran umum tentang apa yang baik dan tidak baik. Bagi umum, hidup yang baik adalah untuk mencapai sesuatu prestasi, tapi dalam praktik Dharma kita malah diminta melepaskan segala sesuatu. Dengan demikian, bagi akal sehat pikiran tercerahkan tampak "tidak sesuai" baginya.

Oleh karena itu dikatakan keduanya "tidak berkesesuaian" dengan praktik Dharma karena dalam kacamata keduanya, Pikiran Yang Tercerahkan tampak sangat bertentangan. Meskipun demikian, bagi yang tercerahkan keduanya hanyalah mimpi yang tak berarti
OK, berarti bagi yang tercerahkan, membunuh dan tidak membunuh = sama saja?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 20 April 2009, 05:36:02 PM
;D saya tdk berpihak pada aliran T maupun M ... xixixi... hanya dari pemikiranku saja, bro.

Tapi masih sulit sy terima kalau di katakan , bisa membenarkan membunuh seorang pembunuh untuk menghindari jatuhnya korban lain. Kita bisa menangkap dan menyerahkan kepada hukum yang berlaku di negara tersebut. Sudah ada beberapa contoh, pembunuh yang bertobat... siapa tahu dengan di hukumnya dia, maka dia bisa bertobat ? who knows...

setiap manusia mempunyai hati nurani, namun terkadang kejamnya dunia menutupi hati nurani manusia.

Iya, cocok. Kita tidak bisa menghakimi orang lain. Kita boleh melakukan hal yang cocok bagi kita (misalnya kita merasa terancam, maka kita menyerang balik yang mungkin membunuhnya), tapi kita tidak berhak bilang "demi kebenaran, maka itu tidak salah" ataupun "karena saya sudah cerah, maka perbuatan saya itu tidak salah".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 20 April 2009, 06:48:25 PM
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 20 April 2009, 06:53:26 PM
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?
Iya jadi hampir sama konsepnya dengan Juru slamat, asal mengikuti kata2 dan percaya apa yang dikatankan juru slamat maka akan selamat :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 20 April 2009, 07:09:20 PM
^
^
makin tajam saja... setajam silet...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 07:57:36 PM
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D

koq seperti aku melihat
orang yang beralih agama
dari buddha ke kri****

trus menjelek-jelek an agama asal-nya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 08:00:55 PM
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?

tidak, tapi berusaha menyadarkan mereka.
jika kita membiarkan orang itu, tanpa berusaha untuk menyadarkan mereka
maka mereka akan mati terbakar.

saya bisa saja langsung lari keluar menuju pintu yang sempit itu (jelas tahu, kan, siapa yang bisa berbuat demikian :P)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 20 April 2009, 08:42:00 PM
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D

koq seperti aku melihat
orang yang beralih agama
dari buddha ke kri****

trus menjelek-jelek an agama asal-nya

Kalo saya
koq seperti melihat
orang yang beralih aliran
dari M ke T

trus sedikit sharing kenapa pindah dari aliran asal-nya......
 :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 20 April 2009, 08:54:13 PM
^
^
^
semoga tidak menimbulkan kebencian setelah pindah aliran

trus menjelek-jelekan aliran sebelum-nya
berarti kalau gitu, sudah mencapai kemajuan yang cukup berarti :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 20 April 2009, 09:04:11 PM
^
^
^
Kelihatannya, pindah karena sudah tidak cocok, bukan lebih jelek. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 20 April 2009, 10:38:41 PM
^
^
^
semoga tidak menimbulkan kebencian setelah pindah aliran

trus menjelek-jelekan aliran sebelum-nya
berarti kalau gitu, sudah mencapai kemajuan yang cukup berarti :P
Apa ada nada kebencian dalam post saya?
Sebelumnya saya hanya tahu nianfo tanpa mengerti arti dan tujuan bacanya hanya baca saja, tanpa mengetahui dhamma sama sekali, bahkan di vihara hanya kebaktian saja, makanya aye pindah aliran ke aliran D :D

Tambahan, Mungkin otak aye blom sanggup mmahami mahayana kali makanya kaga ngerti2 :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 20 April 2009, 10:47:32 PM
Quote from: sobat-dharma
Dari awal saya juga sudah mengatakan bahwa jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.”  Tapi anda tidak paham juga... jadinya saya berkata bahwa diri itu pada hakikatnya adalah pancakandha, maka mengandalkannya tidak akan membantu seseorang merealisasi nirvana.
Lantas anda mengatakan kalau saya menyelewengkan maksud yang kamu katakan dengan bersikeras dengan analogi makan dan kenyang ini. Saya lalu menolak bahwa analogi tersebut tidak tepat untuk Nirvana. Penolakan saya jelas maksudnya, karena bagaimanapun yang saya maksudkan dari awal adalah bahwa nirvana adalah pelepasan dan penyadaran akan diri sebagai sesuatu yang kekal. Sedangkan kenyang berkaitan dengan sensai subjektif aku. So..?

OK. :) Lalu bagaimana dengan konsep menolong makhluk lain di Aliran Mahayana? Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Mengenai analogi itu, sudah berkali-kali saya katakan bahwa contoh itu hanya berjalan di koridor "cara pencapaian". Jadi Anda tidak perlu mencari-cari ketidakselarasan analogi itu dengan hakikat Nirvana. Kalau Anda menganggap analogi saya itu sungguh amat sangat tidak tepat sekali, silakan Anda kemukakan analogi yang paling tepat untuk mendekripsikan perealisasian Nirvana.


Quote from: sobat-dharma
Maksudku isi pertimbangannya... Bukan pertimbangan itu sendiri.

Saya menganalisa sesuatu dengan tingkat intelejensial, pengalaman dan cara pandang saya. Setelah itu, saya akan mencoba membuktikannya. Jadi saya tidak akan menelan doktrin bulat-bulat, untuk kelak kemudian baru saya buktikan. Saya percaya pada apa yang sudah terbukti kebenarannya, dan berusaha untuk mencari fakta dari sesuatu yang belum terbukti kebenarannya.

Menurut Anda sendiri, akal sehat dan logika tidak perlu menjadi panduan awal bukan?
Kalau begitu apakah Anda mau minum Baygon, untuk membuktikan bahwa Baygon itu bisa membunuh kita atau tidak?


Quote from: sobat-dharma
Hanya saja nada anda bertanya tentang Iman mengingatkan saya pada para gembala... Biasanya hanya para teolog yang melawankan akal sehat dengan iman  Sori kalo membuat diskusi menjadi agak keluar dari topik
Kalau panduan awal bukan kah sudah kujawab, kalau untuk urusan realisasi nirvana tentunya Buddha Dharma panduannya. Kalau berdagang, tentu panduannya untung dan rugi, kalau berdebat tentu panduannya retorika, kalau berteman tentu panduannya perasaan dan kasih sayang, kalau sedang melukis panduannya estetika dll. Nggak ada panduan yang seragam bro. Apalagi satu panduang untuk segalanya... Jika ada yang meyakini adanya satu panduan untuk segalanya, wah serem bro...

Kalau panduan awal untuk menerima Buddha-Dharma apa...? Imin...? ;D


Quote from: sobat-dharma
Nggak ada yang bener bro... Itulah kehidupan, nggak ada yang bisa pake satu ukuran.

Hmmm... Begitu yah, bro. Buddha-Dharma juga tidak benar dong...?

Anda mengatakan bahwa akal sehat dan logika tidak bisa dipercaya sebagai panduang awal. Pun Anda mengatakan bahwa dalam mengkaji sesuatu, kita harus memakai berbagai variasi ukuran sebagai bahan perhitungan. Jadi ketika bertemu suatu hal yang kompleks, untuk menganalisanya kita harus mencampur-adukkan ukuran-ukuran itu yah...?


Quote from: sobat-dharma
Kalau tidak merealisasi nirvana untuk apa?

Jadi menurut Anda, Nirvana adalah hasil...?


Quote from: sobat-dharma
Mana aku tahu... Aku bukan Arahat, Boddhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna.... :) Kedengarannya nggak asing ya bro :)) Dalam diskusi soal seperti jawabanku sudah paten bro

:) Kedengarannya klise, bro...
Tapi yang saya tanyakan adalah pandangan dari Aliran Mahayana.


Quote from: sobat-dharma
Ya...iya dong bro. Kalau saat ini tumpukan paramita dari kehidupan masa lampau sudah mencukupi, ya bisa saya merealisasi pembebasan. Tapi siapa yang tahu apakah saya saat ini saya sudah layak atau belum... jadi ya saya berusaha sekeras semangat saja.. Lalu apa bedanya?

Bedanya...

- Konsep di Aliran Theravada, seseorang bisa merealisasi Nibbana (Pembebasan Mutlak) di kehidupan kali ini juga - meskipun 'hanya' sebagai Savaka Buddha.
- Konsep di Aliran Mahayana, seseorang baru bisa merealisasi Nirvana (Pembebasan Mutlak) di kehidupan ini - yakni ketika menjadi Samyaksambuddha.

Berhubung Buddha Sasana masih eksis sampai detik ini, saya punya kabar buruk bagi Anda...
"Anda belum bisa merealisasi Nirvana, karena Anda tidak mungkin menjadi Samyaksambuddha di kehidupan ini."


Quote from: sobat-dharma
Wah... prasangka ini namanya bro :))

Saya berprasangka demikian pun karena saya menanggapi prasangka dari Umat Mahayanis kepada Umat Theravadin...

Umat Mahayanis berprasangka bahwa :
- Umat Mahayanis mengutamakan semua makhluk
- Umat Theravadin lebih mengutamakan diri sendiri

Saya rasa Anda tahu bagaimana wujud aplikasi Umat Mahayanis yang dikatakan mengutamakan semua makhluk itu. Yaitu dengan bertekad untuk menolong semua makhluk terlepas dari penderitaan, baru kemudian turut memasuki Mahaparinirvana. Berangkat dari prasangka inilah maka saya berprasangka bahwa konsep Aliran Mahayana adalah membentuk pola pikir untuk perencanaan di masa depan. Masa kini hanya dijadikan batu loncatan semata, bukan prioritas awal.


Quote from: sobat-dharma
Wah bro saya nggak ingat lagi, yang mana asli yang mana tidak....  Tapi kelanjutannya adalah hakikat semua makhluk hidup adalah  Buddha di dalam dirinya.  Terserah deh, kalau mau disebut sebagai pengaruh Hindu atau apapun itu... Saat ini saya sedang tidak berminat mendiskusikan hal seperti itu.

Di postingan sebelumnya Anda mengatakan bahwa "diri sendiri", "orang lain" dan "alam sekitar" pada hakikatnya adalah satu. Pada postingan di atas, Anda menyatakan bahwa hakikat semua makhluk hidup adalah Buddha di dalam dirinya. Lalu di mana "alam sekitar" gerangan...?

Meski Anda membawa arah pembicaraan sampai mengenai sifat kebuddhaan di setiap makhluk, tetap saja Anda belum bisa mengingkari pernyataan saya dahulu; "bahwa merugikan diri sendiri, meski untuk menolong orang lain, adalah kurang bijaksana".

Apakah Anda tega melukai seorang Buddha untuk menolong Buddha yang lain...? ;D


Quote from: sobat-dharma
Itukan perspektif anda bro...(sekali lagi koq agak mirip perspektif sang gembala ya?)  Tidak ada yang jadi tumbal ataupun yang mengorbankan di sini, karena  dikotomi “aku dan orang” sebagai sesuatu yang berbeda hanyalah muncul dalam pikiran yang masih tercemar. Oleh karena itu hal demikian tidak berlaku untuk Jalan Bodhisattva.

Saya paham mengenai konsep Mahayana yang memegang doktrin anatta. Maksud saya, yang disebut sebagai "aku" (diri sendiri) adalah Bodhisattva yang bersangkutan. Dan yang disebut sebagai "dia" / "mereka" (orang lain) adalah makhluk lain yang ditolong oleh Bodhisattva. Bukankah seorang Bodhisattva rela mengorbankan nyawanya sendiri (baca : tumbal) untuk menolong semua makhluk...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 09:24:46 AM
tidak, tapi berusaha menyadarkan mereka.
jika kita membiarkan orang itu, tanpa berusaha untuk menyadarkan mereka
maka mereka akan mati terbakar.

saya bisa saja langsung lari keluar menuju pintu yang sempit itu (jelas tahu, kan, siapa yang bisa berbuat demikian :P)

Ya, berarti konsepnya tetap bisa "membawa anak kecil keluar dari pintu sempit", bukan?
Anak kecil itu berarti orang yang "belum tahu". Rumah terbakar berarti dunia dengan segala penderitaan, berarti selamat dari rumah terbakar adalah nirvana.

Jadi pertanyaan baru: Menurut Mahayana, memangnya bisa orang mencapai Nirvana (keluar dari rumah terbakar) tanpa pengertian (anak kecil tidak tahu apa-apa) hanya dengan ikut suatu tata cara/ritual (disuruh A, yah lakukan A, walaupun ga ngerti maknanya)?


Lalu ada yang bikin penasaran dalam perumpamaan ini. Dikatakan bahwa konsep Mahayana berbeda dengan Hinayana di mana Mahayana tidak akan mencapai nirvana sebelum semua mahluk selamat. Dalam perumpamaan itu, kok sudah ada yang di luar rumah? Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 09:35:20 AM
Meski Anda membawa arah pembicaraan sampai mengenai sifat kebuddhaan di setiap makhluk, tetap saja Anda belum bisa mengingkari pernyataan saya dahulu; "bahwa merugikan diri sendiri, meski untuk menolong orang lain, adalah kurang bijaksana".

Apakah Anda tega melukai seorang Buddha untuk menolong Buddha yang lain...? ;D

Saya jadi bertanya-tanya, seandainya ada Bodhisatva (Mahayana) diancam oleh orang jahat untuk "bunuh Buddha atau ada 1 juta orang lain yang akan dibunuh", kira-kira bagaimana yah?

Kalau Buddhanya tidak dibunuh, egois sekali. Kok 1 orang lebih diutamakan daripada 1 juta orang. Tidak sesuai dengan semangat "anti-egois (Hinayana)". Lagipula ini 'kan "pembunuhan yang dibenarkan", demi hidup 1 juta orang. ;D

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 09:48:24 AM
Iya jadi hampir sama konsepnya dengan Juru slamat, asal mengikuti kata2 dan percaya apa yang dikatankan juru slamat maka akan selamat :D
Ya, seperti anak kecil ujian matematika, dapat SMS ajaib dari "luar", ga pakai jalan, langsung isi hasil akhir yang betul semua lalu naik kelas.

Aneh juga sekolahan di mana anak seperti itu bisa naik kelas.


^
^
makin tajam saja... setajam silet...
Kalo ama Pedangnya Muramasa, lebih tajam mana? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 10:19:53 AM


Lalu ada yang bikin penasaran dalam perumpamaan ini. Dikatakan bahwa konsep Mahayana berbeda dengan Hinayana di mana Mahayana tidak akan mencapai nirvana sebelum semua mahluk selamat. Dalam perumpamaan itu, kok sudah ada yang di luar rumah? Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?



Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?  << yang pertama keluar itu emang seorang hinayana, tapi apakah seorang hinayana yang setelah keluar dari pintu tersebut akan masuk kembali untuk mengingatkan anak2 yang sedang asik ato lengah dengan kesenangan dunia?
saya rasa tidak,...
seorang hinayana, akan melihat rumah itu terbakar dengan anak2 didalam-nya...

kalau untuk menyadarkan anak2 yang sedang asik ato lengah, kita mengalihkan perhatian anak itu dengan cara yang modern, tidak kaku ato kuno...
bukan nya menyadarkan anak2 yg sedang asik dengan kotbah yang aneh2, seperti bla bla bla, orang itu tidak akan mengerti.

seorang hinayana, lebih mengarah ke sepritual, tapi melupakan ada tugas sosial.
apakah metta dan karuna seorang hinayana sudah tumpul kah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 11:05:09 AM
Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?  << yang pertama keluar itu emang seorang hinayana, tapi apakah seorang hinayana yang setelah keluar dari pintu tersebut akan masuk kembali untuk mengingatkan anak2 yang sedang asik ato lengah dengan kesenangan dunia?
saya rasa tidak,...
seorang hinayana, akan melihat rumah itu terbakar dengan anak2 didalam-nya...
Nah, semakin menarik. Jadi antara Samsara dan Nirvana, bisa keluar masuk dengan bebas.


Quote
kalau untuk menyadarkan anak2 yang sedang asik ato lengah, kita mengalihkan perhatian anak itu dengan cara yang modern, tidak kaku ato kuno...
bukan nya menyadarkan anak2 yg sedang asik dengan kotbah yang aneh2, seperti bla bla bla, orang itu tidak akan mengerti.

seorang hinayana, lebih mengarah ke sepritual, tapi melupakan ada tugas sosial.
apakah metta dan karuna seorang hinayana sudah tumpul kah?
Kalau memang begitu hebatnya (bisa bolak-balik Nirvana-Samsara) dan begitu "tajam"-nya metta-karuna Mahayana, sekarang ini kok ga ada Buddha di "rumah terbakar" yah? Atau bolak-balik Sang Mahayana ini anter jemput orang-orang dari Samsara-Nirvana perlu waktu (seperti mikrolet gitu, tunggu 1 rit, baru ada lagi) atau gimana?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 11:11:20 AM
^
^
^
wakakaka...

angkot kale tunggu 1 rit
empat sama enam kale
ayo digeser dulu mbak, yang kiri 4, yang kanan 6.... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 11:16:30 AM


Lalu ada yang bikin penasaran dalam perumpamaan ini. Dikatakan bahwa konsep Mahayana berbeda dengan Hinayana di mana Mahayana tidak akan mencapai nirvana sebelum semua mahluk selamat. Dalam perumpamaan itu, kok sudah ada yang di luar rumah? Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?



Apakah yang pertama kali keluar memberi petunjuk itu seorang Hinayana?  << yang pertama keluar itu emang seorang hinayana, tapi apakah seorang hinayana yang setelah keluar dari pintu tersebut akan masuk kembali untuk mengingatkan anak2 yang sedang asik ato lengah dengan kesenangan dunia?
saya rasa tidak,...
seorang hinayana, akan melihat rumah itu terbakar dengan anak2 didalam-nya...

kalau untuk menyadarkan anak2 yang sedang asik ato lengah, kita mengalihkan perhatian anak itu dengan cara yang modern, tidak kaku ato kuno...
bukan nya menyadarkan anak2 yg sedang asik dengan kotbah yang aneh2, seperti bla bla bla, orang itu tidak akan mengerti.

seorang hinayana, lebih mengarah ke sepritual, tapi melupakan ada tugas sosial.
apakah metta dan karuna seorang hinayana sudah tumpul kah?

seorang savaka hinayana pasti mengulurkan tangan membantu apabila ada makhluk yang ingin berubah. Yang tidak bisa dilakukan adalah terhadap makhluk yang tidak mau ditolong sendiri, karena memang sifat alamiahnya adalah pada dasarnya setiap orang harus bisa membantu dirinya sendiri dulu (dalam pengertian harus bersedia di tolong, dengan demikian telah memberikan kesempatan bagi orang yang mau menolong bisa menolongnya). Karena kalau dalam konteks sang korban sendiri tidak mau ditolong, maka sekuat apapun sang penolong, walaupun kadang bisa menolong dalam jangka waktu sementara, pada akhirnya akan terjerumus lagi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 11:22:10 AM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 21 April 2009, 11:26:46 AM
Jadi teringat contoh kecil: pada saat naik pesawat, pramugari selalu memberikan petunjuk yang rutin di lakukan untuk penyelamatan. Nah apakah yang biasa naik pesawat, ingat pada saat pramugari memberikan pengarahan tali oksigen yang jika pesawat terjadi kekurangan oksigen maka tali oksigen akan turun secara otomatis, tarik talinya dan bernafaslah secara normal, kemudian Kepada orang tua yang membawa anak, harap memakai dahulu tali oksigen tsb. kemudian memakaikan kepada anaknya.

Namanya bukan tali oksigen yah, lupa namanya. Tp yah gt maksudne :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 11:30:05 AM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...

Kalau menurut Mahayana, memang definisinya Sravaka Hinayana itu seperti apa? Kemampuannya gimana? Apa cuma seperti orang dungu yang ga bisa apa-apa?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 11:37:33 AM
Jadi teringat contoh kecil: pada saat naik pesawat, pramugari selalu memberikan petunjuk yang rutin di lakukan untuk penyelamatan. Nah apakah yang biasa naik pesawat, ingat pada saat pramugari memberikan pengarahan tali oksigen yang jika pesawat terjadi kekurangan oksigen maka tali oksigen akan turun secara otomatis, tarik talinya dan bernafaslah secara normal, kemudian Kepada orang tua yang membawa anak, harap memakai dahulu tali oksigen tsb. kemudian memakaikan kepada anaknya.

Namanya bukan tali oksigen yah, lupa namanya. Tp yah gt maksudne :P

Yang bikin petunjuk itu pasti "terkontaminasi" Hinayana. ;D

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 11:50:18 AM
Kalau menurut Mahayana, memang definisinya Sravaka Hinayana itu seperti apa? Kemampuannya gimana? Apa cuma seperti orang dungu yang ga bisa apa-apa?

^
^
^
hanya bingung saja, koq jadi in-konsisten?
sebentar bilang ga bole tolong, sebentar bilang mo tolong
koq jadi setengah-tengah?

Jadi teringat contoh kecil: pada saat naik pesawat, pramugari selalu memberikan petunjuk yang rutin di lakukan untuk penyelamatan. Nah apakah yang biasa naik pesawat, ingat pada saat pramugari memberikan pengarahan tali oksigen yang jika pesawat terjadi kekurangan oksigen maka tali oksigen akan turun secara otomatis, tarik talinya dan bernafaslah secara normal, kemudian Kepada orang tua yang membawa anak, harap memakai dahulu tali oksigen tsb. kemudian memakaikan kepada anaknya.

Namanya bukan tali oksigen yah, lupa namanya. Tp yah gt maksudne :P

Yang bikin petunjuk itu pasti "terkontaminasi" Hinayana. ;D



kalau sudah terkontaminasi hinayana, yg tuir2 pasti akan pasang selang oksigen trus lari keluar secepat mungkin.
trus yang masi kecil, anak2 dibiarkan begitu saja.... :P

kalau hinayana, mo menolong orang, syaratnya kan di harus mencapai nirvana dulu
eh, kalau sudah capai nirvana, emang masi boleh menolong orang lain, tidak bole kale...

kecuali dia mo keluar dari nirvana lagi dan melanjut kan ke jalur mahayana?  :-?
tapi kan hinayana tidak ada tuh yang namanya sistem keluar dari nirvana, hmmm....
aye jd bingung, sungguh bingung  :whistle:


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 21 April 2009, 12:00:56 PM
hanya bingung saja, koq jadi in-konsisten?
sebentar bilang ga bole tolong, sebentar bilang mo tolong
koq jadi setengah-tengah?
Bukan ga "bole" lho, tapi ga "bisa".



Quote
kalau sudah terkontaminasi hinayana, yg tuir2 pasti akan pasang selang oksigen trus lari keluar secepat mungkin.
trus yang masi kecil, anak2 dibiarkan begitu saja.... :P

kalau hinayana, mo menolong orang, syaratnya kan di harus mencapai nirvana dulu
eh, kalau sudah capai nirvana, emang masi boleh menolong orang lain, tidak bole kale...

Saya tidak tahu tentang doktrin Hinayana, tetapi apakah benar diajarkan oleh Hinayana ini benar2 tidak boleh menolong orang lain, tidak boleh membagikan ajaran, tidak boleh bermasyarakat? Ataukah hanya karena secara sederhana orang ini ingin mencapai pembebasan yang bukan Samyak Sambodhi, maka dinilai "Hinayana"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 21 April 2009, 12:04:19 PM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...
baca di sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2355.msg139433.html#msg139433
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 12:06:34 PM
^
^
^
bentar ya

lg menuju angkot, untuk menuju TKP

eh salah, menuju lunch time
met lunch everybody

broder n sista :P

no hard feeling yo, namanya juga diskusi... wakakakaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 21 April 2009, 12:09:36 PM
sama, no hard feeling apabila mahayana dipertanyakan karena ini thread nya :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 21 April 2009, 12:36:20 PM
- Jalan satu-satunya  ke Nirvana sejati (menurut thread sebelah ada nirvana tidak sejati / Arahat) adalah menjadi Samyak Sambuddha.
- Untuk menjadi Samyak Sambuddha harus menjadi Boddhisattva.
- Mereka yang belum Nirvana maka belum selamat.
- Seorang Buddha muncul di dunia ini untuk menyelamatkan mahluk hidup.

Pertanyaan:

- Adakah yang menjadi Buddha pada waktu Buddha Sakyamuni muncul?

- Bila tidak ada, lantas siapakah yang diselamatkan oleh Buddha Sakyamuni?

- Bukankah misi Buddha Sakyamuni untuk menyelamatkan mahluk hidup telah gagal?

- Dengan demikian, bukankah tak ada yang diselamatkan dalam sistem M?

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 01:21:10 PM

- Bukankah misi Buddha Sakyamuni untuk menyelamatkan mahluk hidup telah gagal?

Metta,

saya jawab yg ini j ya, mo lanjut kerja cuy

- Bukankah misi Buddha Sakyamuni untuk menyelamatkan mahluk hidup telah gagal? << mo dibilang gagal sepenuh nya, tidak juga, mo dibilang berhasil sepenuhnya juga tidak, bukti nya ente ama aye, masi disini bos, masi didunia penuh penderitaan ini bos....

klu dia sudah berhasil sepenuhnya, buat apa ada buddha maitreya lagi?
buddha maitreya yang bakal berhasil sepenuhnya melaksanakan tugas,
dan dhyani buddha yang bertugas, klu ga salah amoghapasa buddha ya (yg dalam arti sankrit, berhasil melaksanakan tugas dengan sempurna)

n satu lagi, buddha maitreya, menaklukkan orang dengan cinta kasih (METTA) ato maitri karuna nya...

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 01:24:22 PM
[at] hinayana

katanya bisa menolong orang setelah nibbana?
bukan nya setelah nibbana tidak bole bergesekan lagi dengan dunia luar?

gimana setelah nibbana menolong mahluk hidup yang lain ya?
apa di alam nibbana tar dia pancarkan signalnya (bip bip bip, satelit kale ya?)
ato bisa jadi signalnya terlalu jauh, sehingga tidak bisa diterima oleh makhluk dibumi
ato jangan signal yang dipancarkan di angkasa luar itu yang selama ini kita kira-in mahluk ET ato mahluk planet lain,
jangan2 itu signal dari alam nibbana lagi?
hehehe....

jangan dijelasin pake bahasa planet ya, aye tidak mengerti bahasa planet, aye hanya mengerti bahasa manusia
karena aye masi diselubungi ama LBM...

jelasin pake kata2 yang mudah dicerna ya, biar B.A.B. nya lancar.... :P

I am a free thinker with a compassion heart...  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 01:34:30 PM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...

savaka hinayana (kalau boleh dikatakan hinayana) menolong dalam artian memang hanya menunjukkan jalan (memberikan ajaran ataupun penjelasan ataupun instruksi) tetapi tetap yang menjalankan adalah individu itu sendiri. Jika individu itu sendiri tidak mau mempraktekkan sendiri ajaran/instruksi/penjelasan, maka mustahil akan mengalami pembebasan. Tetapi para savaka sendiri juga hanya bisa menjalankan "tugas"-nya itu sepanjang masih ada "sisa" alias masih hidup. Mengapa ? Karena begitu sudah parinibbana (merealisasikan nibbana tanpa sisa), maka tiada lagi kelahiran buat para savaka tersebut.

Dari awal saja, seorang sammasambuddha dalam tradisi T (hinayana dimasukkan juga boleh), juga hanya sebagai penunjuk jalan, guru manusia dan para dewa. Tidak ada yang bisa men-suci-kan diri kecuali diri sendiri. dan ini benar benar KONSISTEN. Buddha Gotama (sammasambuddha) setelah mencapai annutara sammasambuddha, membabarkan ajaran pembebasan yang sudah ditempuhi, supaya para makhluk dapat mengambil jalan yang sama untuk merealisasikan pembebasan masing-masing. JALAN SUDAH DITUNJUKKAN, MASING-MASING MAKHLUK-LAH YANG KEMUDIAN MENJALANI-NYA MASING-MASING.

---
Nih kasih cerita koan Zen...

Seorang umat bertanya kepada guru zen.

Umat : Bisakah anda membantu saya memahami arti Zen ?

Guru : Aku sangat ingin membantu, tapi sekarang aku harus buang air kecil dulu.

Guru beranjak dari tempat duduknya dan mendekati umat tersebut kemudian berkata dengan suara lirih.

Guru : Coba pikirkan, bahkan untuk hal sepele seperti ini aku harus melakukannya sendiri. Boleh tanya, bisakah kamu melakukannya untukku

Catatan
Untuk memahami masalah hidup dan mati, seseorang harus mengandalkan dirinya sendiri. Orang lain tidak bisa melakukannya untukmu. Hanya Mengandalkan penjelasan dari orang lain adalah seperti burung kakak tua belajar bicara. Ia mengatakan apa yang diajarkan tapi tidak tahu arti dari kata kata tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 21 April 2009, 01:38:04 PM
OK. :) Lalu bagaimana dengan konsep menolong makhluk lain di Aliran Mahayana? Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Mengenai analogi itu, sudah berkali-kali saya katakan bahwa contoh itu hanya berjalan di koridor "cara pencapaian". Jadi Anda tidak perlu mencari-cari ketidakselarasan analogi itu dengan hakikat Nirvana. Kalau Anda menganggap analogi saya itu sungguh amat sangat tidak tepat sekali, silakan Anda kemukakan analogi yang paling tepat untuk mendekripsikan perealisasian Nirvana.

Jawaban saya soal ini sederhana, kuulangi lagi: Jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.” 

Pada titik di mana "tidak ada yang ditolong dan tidak ada yang menolong" tidak ada yang namanya pribadi lagi. Analogi hanya "diri" yang bisa merealisasi nirvana adalah kesesatan yang muncul dari pikiran tercemar. Karen apada mulanya diri itu tiada, maka tidak ada yang merealisasi nirvana.

Saya rasa, dalam hal ini sebenarnya jelas maksud saya.

Kalau saya menolak analogi makan dan kenyang. Pada dasarnya hanya sebagian yang kutolak. Seperti yang kukatakan sebelumnya, tidak ada bedanya antara makan sendir atau disuap, bagaimana pun orang tersebut akan kenyang. Namun kalau anda menyamakan arti rasa kenyang dengan pengalaman nirvana, dalam pemaknaan bahwa diri yang bisa merasakannya atau merealisasikannya, maka analogimu memasuki bagian yang sesat. Karena dalam nirvana tidak ada diri yang mengalami, sedangkan dalam kenyang terdapat diri yang merasakan. Jika memang hanya dalam "koridor cara pencapaian", maka analogi ini hanya sesuai dengan bagaimana "cara ia makan": makan sendiri atau disuap, bukan "bagaimana dia merasakan kenyang." 

Saya menganalisa sesuatu dengan tingkat intelejensial, pengalaman dan cara pandang saya. Setelah itu, saya akan mencoba membuktikannya. Jadi saya tidak akan menelan doktrin bulat-bulat, untuk kelak kemudian baru saya buktikan. Saya percaya pada apa yang sudah terbukti kebenarannya, dan berusaha untuk mencari fakta dari sesuatu yang belum terbukti kebenarannya.

Menurut Anda sendiri, akal sehat dan logika tidak perlu menjadi panduan awal bukan?
Kalau begitu apakah Anda mau minum Baygon, untuk membuktikan bahwa Baygon itu bisa membunuh kita atau tidak?

Saya sudah bilang ada kalanya logika dan akal sehat bisa dijadikan panduan awal, ada kalanya tidak. Dalam hal realisasi nirvana, logika dan akal sehat tidak banyak membantu, malahan lebih sering menghalangi. Justru tekad dan semangat positif Bodhisattva yang dapat membantu seseorang merealisasi nirvana. Simpel dan sederhana maksud saya.

Kalau panduan awal untuk menerima Buddha-Dharma apa...? Imin...? ;D

Kesadaran akan hidup itu tidak memuaskan, ketidakkekalan penderitaan dan kebahagiaan.

Hmmm... Begitu yah, bro. Buddha-Dharma juga tidak benar dong...?

Maksud saya tidak ada yang paling benar; atawa tidak ada satu ukuran untuk segala hal

Anda mengatakan bahwa akal sehat dan logika tidak bisa dipercaya sebagai panduang awal. Pun Anda mengatakan bahwa dalam mengkaji sesuatu, kita harus memakai berbagai variasi ukuran sebagai bahan perhitungan. Jadi ketika bertemu suatu hal yang kompleks, untuk menganalisanya kita harus mencampur-adukkan ukuran-ukuran itu yah...?

Kadang-kadang ya, kadang-kadang tidak


Jadi menurut Anda, Nirvana adalah hasil...?

Tidak. Tidak ada yang bisa menghasilkan nirvana, yang bisa hanya menyadarinya.

:) Kedengarannya klise, bro...
Tapi yang saya tanyakan adalah pandangan dari Aliran Mahayana.

Anda kan sudah dengar dari sekian banya diskusi yang ada di forum ini. Saya rasa padangan ini dari segi aliran Mahayana sudah banyak jawaban. Saya sendiri berpendirian dari awal diskusi tidak akan membahas tentang hal ini.

Bedanya...

- Konsep di Aliran Theravada, seseorang bisa merealisasi Nibbana (Pembebasan Mutlak) di kehidupan kali ini juga - meskipun 'hanya' sebagai Savaka Buddha.
- Konsep di Aliran Mahayana, seseorang baru bisa merealisasi Nirvana (Pembebasan Mutlak) di kehidupan ini - yakni ketika menjadi Samyaksambuddha.

Yang penting kedua-duanya mengatakan manusia akhirnya bisa merealisasikan Nirvana bukan

Berhubung Buddha Sasana masih eksis sampai detik ini, saya punya kabar buruk bagi Anda...
"Anda belum bisa merealisasi Nirvana, karena Anda tidak mungkin menjadi Samyaksambuddha di kehidupan ini."

It's okay. Saya tidak buru-buru koq.

Saya berprasangka demikian pun karena saya menanggapi prasangka dari Umat Mahayanis kepada Umat Theravadin...

Umat Mahayanis berprasangka bahwa :
- Umat Mahayanis mengutamakan semua makhluk
- Umat Theravadin lebih mengutamakan diri sendiri

Saya rasa Anda tahu bagaimana wujud aplikasi Umat Mahayanis yang dikatakan mengutamakan semua makhluk itu. Yaitu dengan bertekad untuk menolong semua makhluk terlepas dari penderitaan, baru kemudian turut memasuki Mahaparinirvana. Berangkat dari prasangka inilah maka saya berprasangka bahwa konsep Aliran Mahayana adalah membentuk pola pikir untuk perencanaan di masa depan. Masa kini hanya dijadikan batu loncatan semata, bukan prioritas awal.

Saya tidak berprasangka demikian terhadap seluruh umat Theravadin. Di dalam Theravada pun diajarkan tentang meditasi dengan objek Metta yang memancarkan metta pada seluruh makhluk hidup. Di dalamnya ada kata-kata "semoga semua makhluk terlepas dari mara bahaya, bebas dari penderitaan fisik dan mental, dan  berbahagia-sejahtera." Kalau kata-kata ini dinalar kan memang tidak mungkin harapan ini akan langsung terlaksana. Tapi toh, di dalam Therava meditasi demikian dilakukan juga. Masalahnya adalah ada sebagian kecil Theravadin yang terlalu logis dan menakar semuanya dengan akal melulu.... Ini dilakukan atas nama beberapa individu belaka, bukan seluruh Theravadin

Tapi sungguh aneh kan prasangka di balas dengan prasangka?

Di postingan sebelumnya Anda mengatakan bahwa "diri sendiri", "orang lain" dan "alam sekitar" pada hakikatnya adalah satu. Pada postingan di atas, Anda menyatakan bahwa hakikat semua makhluk hidup adalah Buddha di dalam dirinya. Lalu di mana "alam sekitar" gerangan...?

Alam sekitar (objek) ada karena subjek ada. Subjek ada karena alam sekitar (objek) ada. Jadi alam sekitar adalah "alam" sebagaimana subjek meng-"alam"-i

Meski Anda membawa arah pembicaraan sampai mengenai sifat kebuddhaan di setiap makhluk, tetap saja Anda belum bisa mengingkari pernyataan saya dahulu; "bahwa merugikan diri sendiri, meski untuk menolong orang lain, adalah kurang bijaksana".
Kalau pikiran untung dan rugi ditiadakan, maka kebingungan demikian seharusnya tidak ada.

Apakah Anda tega melukai seorang Buddha untuk menolong Buddha yang lain...? ;D

Ini beda bro, dengan orang yang mengorbankan dirinya untuk orang lain. Mengorbankan "diri" adalah wujud dari pelepasan dari konsep diri dalam bentuk tindakan nyata. Kalau mengorbankan yang lain untuk menolong yang lain, bagaimanapun itu yang dikorbankan adalah orang lain.

Saya paham mengenai konsep Mahayana yang memegang doktrin anatta. Maksud saya, yang disebut sebagai "aku" (diri sendiri) adalah Bodhisattva yang bersangkutan. Dan yang disebut sebagai "dia" / "mereka" (orang lain) adalah makhluk lain yang ditolong oleh Bodhisattva. Bukankah seorang Bodhisattva rela mengorbankan nyawanya sendiri (baca : tumbal) untuk menolong semua makhluk...?

Pengorbanan diri adalah bentuk praktik dana paramita, yang berarti seseorang melepaskan keterikatannya dengan ego dan segala hal yang mencerminkan kepentingan ego. Berdana di sini bukan hanya melepaskan harta benda dan kehidupan duniawi untuk menjalani kehidupan suci, tapi juga menyiapkan diri untuk melepaskan semuanya yang berkaiatan dengan ego, termasuk "diri" itu sendiri dan pancaskandha. Seorang calon Boddhisattva dikondisikan untuk rela melepaskan tubuh, pikiran, perasaan dan segala hal yang berkaitan dengan ego  sebagai bagian proses pemurnian. Dalam hal ini cita-cita untuk mencapai nirvana dapat juga terancam menjadi tujuan ambisius untuk kepentingan pribadi belaka yang akhirnya justru menghambat realisasi nirvana, jika tidak dimurnikan dengan semangat dan tekad untuk pelepasan (dana paramita) terlebih dahulu.  Ikrar seorang Bodhisattva adalah bagian dari komitmen untuk melepaskan tujuan pencapaian nirbana semata-mata untuk tujuan egosentrik, yang berarti dengan ikrar ini seorang calon Bodhisattva justru semakin terbantu dalam merealisasi nirvana. Semakin seorang murn dari ego-diri, ia semakin dekat dengan nirvana. Demikianlah penafsiran saya atas hal ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 01:43:26 PM
[at] hinayana

katanya bisa menolong orang setelah nibbana?
bukan nya setelah nibbana tidak bole bergesekan lagi dengan dunia luar?

gimana setelah nibbana menolong mahluk hidup yang lain ya?
apa di alam nibbana tar dia pancarkan signalnya (bip bip bip, satelit kale ya?)
ato bisa jadi signalnya terlalu jauh, sehingga tidak bisa diterima oleh makhluk dibumi
ato jangan signal yang dipancarkan di angkasa luar itu yang selama ini kita kira-in mahluk ET ato mahluk planet lain,
jangan2 itu signal dari alam nibbana lagi?
hehehe....

jangan dijelasin pake bahasa planet ya, aye tidak mengerti bahasa planet, aye hanya mengerti bahasa manusia
karena aye masi diselubungi ama LBM...

jelasin pake kata2 yang mudah dicerna ya, biar B.A.B. nya lancar.... :P

I am a free thinker with a compassion heart...  ^-^

lha kan ada nibbana dengan sisa (saupadisesa nibbana) alias para arahat tersebut (baik sammamsambuddha, paccekabuddha maupun savakabuddha) yang masih hidup masih terus memberikan "pengajaran" kepada makhluk makhluk yang menginginkan pengajaran. Lha bukti-nya ajaran BUDDHA itu ada karena BUDDHA GOTAMA memberikan pengajaran (membabarkan dhamma dalam sutta, vinaya dan abhidhamma).

Sebagaian sutta di dalam sutta pitaka juga merupakan pengajaran dhamma dari para murid murid utama buddha seperti Sariputra, Mogallana, Kassapa dsbnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 01:44:52 PM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...

savaka hinayana (kalau boleh dikatakan hinayana) menolong dalam artian memang hanya menunjukkan jalan (memberikan ajaran ataupun penjelasan ataupun instruksi) tetapi tetap yang menjalankan adalah individu itu sendiri. Jika individu itu sendiri tidak mau mempraktekkan sendiri ajaran/instruksi/penjelasan, maka mustahil akan mengalami pembebasan. Tetapi para savaka sendiri juga hanya bisa menjalankan "tugas"-nya itu sepanjang masih ada "sisa" alias masih hidup. Mengapa ? Karena begitu sudah parinibbana (merealisasikan nibbana tanpa sisa), maka tiada lagi kelahiran buat para savaka tersebut.

Dari awal saja, seorang sammasambuddha dalam tradisi T (hinayana dimasukkan juga boleh), juga hanya sebagai penunjuk jalan, guru manusia dan para dewa. Tidak ada yang bisa men-suci-kan diri kecuali diri sendiri. dan ini benar benar KONSISTEN. Buddha Gotama (sammasambuddha) setelah mencapai annutara sammasambuddha, membabarkan ajaran pembebasan yang sudah ditempuhi, supaya para makhluk dapat mengambil jalan yang sama untuk merealisasikan pembebasan masing-masing. JALAN SUDAH DITUNJUKKAN, MASING-MASING MAKHLUK-LAH YANG KEMUDIAN MENJALANI-NYA MASING-MASING.

---
Nih kasih cerita koan Zen...

Seorang umat bertanya kepada guru zen.

Umat : Bisakah anda membantu saya memahami arti Zen ?

Guru : Aku sangat ingin membantu, tapi sekarang aku harus buang air kecil dulu.

Guru beranjak dari tempat duduknya dan mendekati umat tersebut kemudian berkata dengan suara lirih.

Guru : Coba pikirkan, bahkan untuk hal sepele seperti ini aku harus melakukannya sendiri. Boleh tanya, bisakah kamu melakukannya untukku

Catatan
Untuk memahami masalah hidup dan mati, seseorang harus mengandalkan dirinya sendiri. Orang lain tidak bisa melakukannya untukmu. Hanya Mengandalkan penjelasan dari orang lain adalah seperti burung kakak tua belajar bicara. Ia mengatakan apa yang diajarkan tapi tidak tahu arti dari kata kata tersebut.


zen itu bukan nya masih dalam ruang lingkup mahayana?
ato jgn2 hinayana sudah mengakui zen???



savaka hinayana (kalau boleh dikatakan hinayana) menolong dalam artian memang hanya menunjukkan jalan (memberikan ajaran ataupun penjelasan ataupun instruksi) tetapi tetap yang menjalankan adalah individu itu sendiri. Jika individu itu sendiri tidak mau mempraktekkan sendiri ajaran/instruksi/penjelasan, maka mustahil akan mengalami pembebasan. Tetapi para savaka sendiri juga hanya bisa menjalankan "tugas"-nya itu sepanjang masih ada "sisa" alias masih hidup. Mengapa ? Karena begitu sudah parinibbana (merealisasikan nibbana tanpa sisa), maka tiada lagi kelahiran buat para savaka tersebut.

^
^
^
koq belum saya liat tuh, emang dari aliran hinayana belum ada yang capai nibbana ya?
ato memang sudah ada capai nibbana, tapi diem2 saja???  ^-^
hehehe...

koq jd mirip2 samma sambuddha ya?
klu kayak gitu, banyak donk buddha2 bermunculan? buddha maitreya bukan buddha selanjutnya donk
buddha entah hitungan keberapa gitu?

maafkan aku yang banyak bertanya ini... hehehe...
semakin aku banyak bertanya
semakin aku banyak tidak tahu

jadi lebih baik, jangan banyak tanya kale ye,,, hehehe...
jd pusink kan loe, sama aye juga pusink...

bek to work dulu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 01:49:29 PM
OK. :) Lalu bagaimana dengan konsep menolong makhluk lain di Aliran Mahayana? Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Mengenai analogi itu, sudah berkali-kali saya katakan bahwa contoh itu hanya berjalan di koridor "cara pencapaian". Jadi Anda tidak perlu mencari-cari ketidakselarasan analogi itu dengan hakikat Nirvana. Kalau Anda menganggap analogi saya itu sungguh amat sangat tidak tepat sekali, silakan Anda kemukakan analogi yang paling tepat untuk mendekripsikan perealisasian Nirvana.

Jawaban saya soal ini sederhana, kuulangi lagi: Jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.” 

Pada titik di mana "tidak ada yang ditolong dan tidak ada yang menolong" tidak ada yang namanya pribadi lagi. Analogi hanya "diri" yang bisa merealisasi nirvana adalah kesesatan yang muncul dari pikiran tercemar. Karen apada mulanya diri itu tiada, maka tidak ada yang merealisasi nirvana.

Saya rasa, dalam hal ini sebenarnya jelas maksud saya.

Kalau saya menolak analogi makan dan kenyang. Pada dasarnya hanya sebagian yang kutolak. Seperti yang kukatakan sebelumnya, tidak ada bedanya antara makan sendir atau disuap, bagaimana pun orang tersebut akan kenyang. Namun kalau anda menyamakan arti rasa kenyang dengan pengalaman nirvana, dalam pemaknaan bahwa diri yang bisa merasakannya atau merealisasikannya, maka analogimu memasuki bagian yang sesat. Karena dalam nirvana tidak ada diri yang mengalami, sedangkan dalam kenyang terdapat diri yang merasakan. Jika memang hanya dalam "koridor cara pencapaian", maka analogi ini hanya sesuai dengan bagaimana "cara ia makan": makan sendiri atau disuap, bukan "bagaimana dia merasakan kenyang." 


Nah... sdr.sobat_dharma sudah mengetahui konsep ajaran MAHAYANA yang sebenarnya dengan posting ini. Postingan di atas ini kan sejalan dengan apa yang disebutkan di dalam Sutra Intan maupun Sutra Hati... Permasalahannya kan seperti yang saya bilang dari thread thread yang membahas tentang Mahayana adalah adanya konflik dan inkonsistensi antar Sutra Mahayana sendiri. Sutra Intan dan Sutra Hati mewakili ajaran MAHAYANA yang dikatakan oleh bhikkhu Buddhadasa adalah dengan mengandalkan konsep Kekosongan untuk merealisasikan ke-BUDDHA-an

(Bhikkhu Buddhadasa menganalogikan bahwa ajaran hinayana itu sebagai ajaran yang masuk dari pintu depan, sedangkan ajaran Mahayana adalah ajaran yang masuk dari pintu belakang. Ajaran hinayana/theravada adalah ajaran yang berisikan instruksi yang lebih sistematis dan bertahap, sedangkan ajaran MAhayana lebih kepada pembangkitan bodhicitta melalui kebijaksanaan sebagai awal... ).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 01:51:27 PM
^
^
^
savaka hinayana bisa menolong
koq perasaan, hinayana jadi setengah mahayana ya?
or it's just my feeling?

dengan cara apa ditolong dengan cara kontek2 dengan nya handy talkie ato bisikan dalam mimpi? koq jd mirip2 boddhisattva ya  :-?

jgn2 campur2 nech, ga bole dicampur2
loe kira nasi campur... hehehe...

savaka hinayana (kalau boleh dikatakan hinayana) menolong dalam artian memang hanya menunjukkan jalan (memberikan ajaran ataupun penjelasan ataupun instruksi) tetapi tetap yang menjalankan adalah individu itu sendiri. Jika individu itu sendiri tidak mau mempraktekkan sendiri ajaran/instruksi/penjelasan, maka mustahil akan mengalami pembebasan. Tetapi para savaka sendiri juga hanya bisa menjalankan "tugas"-nya itu sepanjang masih ada "sisa" alias masih hidup. Mengapa ? Karena begitu sudah parinibbana (merealisasikan nibbana tanpa sisa), maka tiada lagi kelahiran buat para savaka tersebut.

Dari awal saja, seorang sammasambuddha dalam tradisi T (hinayana dimasukkan juga boleh), juga hanya sebagai penunjuk jalan, guru manusia dan para dewa. Tidak ada yang bisa men-suci-kan diri kecuali diri sendiri. dan ini benar benar KONSISTEN. Buddha Gotama (sammasambuddha) setelah mencapai annutara sammasambuddha, membabarkan ajaran pembebasan yang sudah ditempuhi, supaya para makhluk dapat mengambil jalan yang sama untuk merealisasikan pembebasan masing-masing. JALAN SUDAH DITUNJUKKAN, MASING-MASING MAKHLUK-LAH YANG KEMUDIAN MENJALANI-NYA MASING-MASING.

---
Nih kasih cerita koan Zen...

Seorang umat bertanya kepada guru zen.

Umat : Bisakah anda membantu saya memahami arti Zen ?

Guru : Aku sangat ingin membantu, tapi sekarang aku harus buang air kecil dulu.

Guru beranjak dari tempat duduknya dan mendekati umat tersebut kemudian berkata dengan suara lirih.

Guru : Coba pikirkan, bahkan untuk hal sepele seperti ini aku harus melakukannya sendiri. Boleh tanya, bisakah kamu melakukannya untukku

Catatan
Untuk memahami masalah hidup dan mati, seseorang harus mengandalkan dirinya sendiri. Orang lain tidak bisa melakukannya untukmu. Hanya Mengandalkan penjelasan dari orang lain adalah seperti burung kakak tua belajar bicara. Ia mengatakan apa yang diajarkan tapi tidak tahu arti dari kata kata tersebut.


zen itu bukan nya masih dalam ruang lingkup mahayana?
ato jgn2 hinayana sudah mengakui zen???



savaka hinayana (kalau boleh dikatakan hinayana) menolong dalam artian memang hanya menunjukkan jalan (memberikan ajaran ataupun penjelasan ataupun instruksi) tetapi tetap yang menjalankan adalah individu itu sendiri. Jika individu itu sendiri tidak mau mempraktekkan sendiri ajaran/instruksi/penjelasan, maka mustahil akan mengalami pembebasan. Tetapi para savaka sendiri juga hanya bisa menjalankan "tugas"-nya itu sepanjang masih ada "sisa" alias masih hidup. Mengapa ? Karena begitu sudah parinibbana (merealisasikan nibbana tanpa sisa), maka tiada lagi kelahiran buat para savaka tersebut.

^
^
^
koq belum saya liat tuh, emang dari aliran hinayana belum ada yang capai nibbana ya?
ato memang sudah ada capai nibbana, tapi diem2 saja???  ^-^
hehehe...

koq jd mirip2 samma sambuddha ya?
klu kayak gitu, banyak donk buddha2 bermunculan? buddha maitreya bukan buddha selanjutnya donk
buddha entah hitungan keberapa gitu?

maafkan aku yang banyak bertanya ini... hehehe...
semakin aku banyak bertanya
semakin aku banyak tidak tahu

jadi lebih baik, jangan banyak tanya kale ye,,, hehehe...
jd pusink kan loe, sama aye juga pusink...

bek to work dulu


Lha dari awal memang saya tidak membenturkan antara Theravada dan Mahayana... coba bongkar quote saya sebelumnya saya katakan bahwa di dalam sutra sutra Mahayana sendiri terjadi banyak inkonsistensi dan konflik antara sutra yang satu dengan sutra yang lain. SAya juga mempelajari Mahayana, terutama Buddhisme Zen yang saya rasa lebih mewakili konsep MAHAYANA lebih baik dibandingkan dengan aliran mahayana yang lain (this is my opinion)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 21 April 2009, 02:06:24 PM
^ ^ ^ setuju, Zen aye sedikit lebih ngerti daripada baca nienfo :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 02:15:03 PM
oh ternyata bro dilbert & ryu juga mengakui aliran M, eh salah satu turunan dari M....

jadi inti nya itu ya...

oh ic, ic,.... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 02:16:43 PM
oh ya, satu lagi

bro ryu, anda mengatakan nienfo tidak bermanfaat???

mgkn tidak bermanfaat buat anda, tapi ini tidak berarti tidak bermanfaat bagi yang lain loh.
tlg jgn digeneralisasikan begitu,,,....

y ud, back to work dulu,....

mission accompolish....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 21 April 2009, 02:27:36 PM
Quote from: sobat-dharma
Jawaban saya soal ini sederhana, kuulangi lagi: Jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.” 

Pada titik di mana "tidak ada yang ditolong dan tidak ada yang menolong" tidak ada yang namanya pribadi lagi. Analogi hanya "diri" yang bisa merealisasi nirvana adalah kesesatan yang muncul dari pikiran tercemar. Karen apada mulanya diri itu tiada, maka tidak ada yang merealisasi nirvana.

Saya rasa, dalam hal ini sebenarnya jelas maksud saya.

Kalau saya menolak analogi makan dan kenyang. Pada dasarnya hanya sebagian yang kutolak. Seperti yang kukatakan sebelumnya, tidak ada bedanya antara makan sendir atau disuap, bagaimana pun orang tersebut akan kenyang. Namun kalau anda menyamakan arti rasa kenyang dengan pengalaman nirvana, dalam pemaknaan bahwa diri yang bisa merasakannya atau merealisasikannya, maka analogimu memasuki bagian yang sesat. Karena dalam nirvana tidak ada diri yang mengalami, sedangkan dalam kenyang terdapat diri yang merasakan. Jika memang hanya dalam "koridor cara pencapaian", maka analogi ini hanya sesuai dengan bagaimana "cara ia makan": makan sendiri atau disuap, bukan "bagaimana dia merasakan kenyang." 

Saya rasa pembicaraan mengenai analogi ini tidak perlu diperpanjang lagi. Saya memakai tema "kenyang" bukan dengan maksud menyetarakan kondisinya dengan Nirvana. Tapi untuk terakhir kalinya, saya katakan bahwa itu hanya contoh analogi yang saya maksudkan; "bahwa untuk merealisasi Nirvana, kita yang harus berusaha sendiri."

Saya lihat pendapat Anda memang sudah sejalan dengan pendapat saya. Tapi Anda terus mengangkat pembicaraan ke hal-hal spesifik Nirvana, yang sedari awal tidak pernah saya singgung kaitannya dengan analogi itu.


Quote from: sobat-dharma
Saya sudah bilang ada kalanya logika dan akal sehat bisa dijadikan panduan awal, ada kalanya tidak. Dalam hal realisasi nirvana, logika dan akal sehat tidak banyak membantu, malahan lebih sering menghalangi. Justru tekad dan semangat positif Bodhisattva yang dapat membantu seseorang merealisasi nirvana. Simpel dan sederhana maksud saya.

Oya... Jadi dengan memakai apakah sebaiknya kita mengevaluasi usaha kita selama ini?


Quote from: sobat-dharma
Kesadaran akan hidup itu tidak memuaskan, ketidakkekalan penderitaan dan kebahagiaan.

Hmmm... ;D

Lalu... kalau panduan awal untuk menerima kesadaran apa...?


Quote from: sobat-dharma
Maksud saya tidak ada yang paling benar; atawa tidak ada satu ukuran untuk segala hal

Tidak ada satu ukuran untuk segala hal..?
Berarti benar dong... kalau pada suatu kondisi tertentu, membunuh pun bisa menjadi salah satu sarana untuk merealisasi Nirvana...?


Quote from: sobat-dharma
Tidak. Tidak ada yang bisa menghasilkan nirvana, yang bisa hanya menyadarinya.

Konteks pertanyaan saya bukan itu. Saya bukan bertanya apakah Nirvana itu adalah sebuah produk. Yang saya tanyakan, apakah benar Nirvana adalah hasil (akibat) dari menjalani Tekad Bodhisattva?


Quote from: sobat-dharma
Anda kan sudah dengar dari sekian banya diskusi yang ada di forum ini. Saya rasa padangan ini dari segi aliran Mahayana sudah banyak jawaban. Saya sendiri berpendirian dari awal diskusi tidak akan membahas tentang hal ini.

Justru saya masih ragu dengan kepastian jawaban dari Aliran Mahayana. Karena itulah saya bertanya kepada Anda. Saya membutuhkan jawaban yang pasti. Dan saya tidak bermaksud menanyakan pandangan pribadi Anda; yang saya tanyakan adalah pandangan dari Aliran Mahayana.


Quote from: sobat-dharma
Yang penting kedua-duanya mengatakan manusia akhirnya bisa merealisasikan Nirvana bukan

Beda waktunya, bro. Kan yang sedang kita bahas adalah timingnya, bukan tujuan akhirnya.


Quote from: sobat-dharma
It's okay. Saya tidak buru-buru koq.

Ow... Saya kira Anda berniat merealisasikan Nirvana saat ini.
Ya, saya baru tahu dari kemarin, kalau "saat ini" versi Anda adalah kehidupan kali ini, kehidupan berikutnya, kehidupan berikut berikutnya, dan seterusnya... :)


Quote from: sobat-dharma
Saya tidak berprasangka demikian terhadap seluruh umat Theravadin. Di dalam Theravada pun diajarkan tentang meditasi dengan objek Metta yang memancarkan metta pada seluruh makhluk hidup. Di dalamnya ada kata-kata "semoga semua makhluk terlepas dari mara bahaya, bebas dari penderitaan fisik dan mental, dan  berbahagia-sejahtera." Kalau kata-kata ini dinalar kan memang tidak mungkin harapan ini akan langsung terlaksana. Tapi toh, di dalam Therava meditasi demikian dilakukan juga. Masalahnya adalah ada sebagian kecil Theravadin yang terlalu logis dan menakar semuanya dengan akal melulu.... Ini dilakukan atas nama beberapa individu belaka, bukan seluruh Theravadin

Tapi sungguh aneh kan prasangka di balas dengan prasangka?

Saya tidak mengatakan Anda. Saya pakai majas totem pro parte. Jadi kalau maksud saya Umat Mahayanis, tentu maksud saya bukan seluruh umatnya...

Karena belum pasti, makanya saya berprasangka. Makanya saya kemukakan di sini. Agar sekiranya ucapan saya salah, maka ada Umat Mahayanis yang bisa mengklarifikasi. Kalau maksud saya klarifikasi, itu artinya menyanggah ucapan saya dan memberikan pernyataan yang lebih tepat. Jadi bukan hanya dengan menyanggah ucapan saya, dan tanpa memberikan pernyataan yang lebih tepat dari ucapan saya itu.


Quote from: sobat-dharma
Alam sekitar (objek) ada karena subjek ada. Subjek ada karena alam sekitar (objek) ada. Jadi alam sekitar adalah "alam" sebagaimana subjek meng-"alam"-i

Ow... rupanya begitu.
Saya juga ingin menciptakan alam surgawi sendiri. Bagaimana caranya...?


Quote from: sobat-dharma
Kalau pikiran untung dan rugi ditiadakan, maka kebingungan demikian seharusnya tidak ada.

Maukah Anda menolong semua fakir miskin di dunia ini, agar mereka tidak perlu lagi hidup melarat...?


Quote from: sobat-dharma
Ini beda bro, dengan orang yang mengorbankan dirinya untuk orang lain. Mengorbankan "diri" adalah wujud dari pelepasan dari konsep diri dalam bentuk tindakan nyata. Kalau mengorbankan yang lain untuk menolong yang lain, bagaimanapun itu yang dikorbankan adalah orang lain.

Saya ulangi pertanyaan saya...

Apakah Anda tega melukai seorang Buddha (baca : diri sendiri) untuk menolong Buddha yang lain (baca : makhluk lain)...?


Quote from: sobat-dharma
Pengorbanan diri adalah bentuk praktik dana paramita, yang berarti seseorang melepaskan keterikatannya dengan ego dan segala hal yang mencerminkan kepentingan ego. Berdana di sini bukan hanya melepaskan harta benda dan kehidupan duniawi untuk menjalani kehidupan suci, tapi juga menyiapkan diri untuk melepaskan semuanya yang berkaiatan dengan ego, termasuk "diri" itu sendiri dan pancaskandha. Seorang calon Boddhisattva dikondisikan untuk rela melepaskan tubuh, pikiran, perasaan dan segala hal yang berkaitan dengan ego  sebagai bagian proses pemurnian. Dalam hal ini cita-cita untuk mencapai nirvana dapat juga terancam menjadi tujuan ambisius untuk kepentingan pribadi belaka yang akhirnya justru menghambat realisasi nirvana, jika tidak dimurnikan dengan semangat dan tekad untuk pelepasan (dana paramita) terlebih dahulu.  Ikrar seorang Bodhisattva adalah bagian dari komitmen untuk melepaskan tujuan pencapaian nirbana semata-mata untuk tujuan egosentrik, yang berarti dengan ikrar ini seorang calon Bodhisattva justru semakin terbantu dalam merealisasi nirvana. Semakin seorang murn dari ego-diri, ia semakin dekat dengan nirvana. Demikianlah penafsiran saya atas hal ini.

Jujur dalam hati saya, saya sangat menghargai tekad seperti ini. Saya sangat terharu melihat kisah di mana seorang anak rela mendonorkan ginjalnya untuk ibunya, hingga akhirnya ia sendiri malah meninggal. Saya puji ketulusan dan kebajikan yang dilakukan anak itu.

Tapi, konteks sudah berbeda ketika berada di jalan perealisasian Nirvana. Di sinilah letak alasan mengapa Umat Mahayanis menyatakan bahwa Umat Theravadin lebih egois. Karena dalam tradisi Theravada, seorang bhikkhu seharusnya tidak lagi melekat pada apapun. Fokus dalam penghidupannya adalah perealisasian Nibbana. Dan ini mungkin dibaca oleh Umat Mahayanis sebagai bentuk ketidakpedulian pada makhluk lain yang menderita. Atau mungkin ada bisikan sayup-sayup melintas di hati Umat Mahayanis, yang berkata bahwa "bhikkhu (Theravada) tidak akan mungkin menunda jalan perealisasian Nibbana-nya, demi mendonorkan ginjal pada ibunya.”

Dan ini adalah pandangan yang terlalu sempit, sobat...
(Ingat, saya berbicara dalam tataran mayoritas).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 21 April 2009, 02:36:49 PM
oh ya, satu lagi

bro ryu, anda mengatakan nienfo tidak bermanfaat???

mgkn tidak bermanfaat buat anda, tapi ini tidak berarti tidak bermanfaat bagi yang lain loh.
tlg jgn digeneralisasikan begitu,,,....

y ud, back to work dulu,....

mission accompolish....
Ok deh, mungkin gak cocok obatnya sama aye yak :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 02:42:18 PM
^
^
^
yup, banyak jalan lain menuju roma
hehehe...

84.000 pintu dharma di mahayana, terserah anda mo memilih pintu yang mana....

oh ya, kemarin klu tidak salah bro dilbert pernah menanyakan dari mana asal kata 84.000 pintu dharma

cerita nya, dulu sang buddha pernah meramalkan sebelum dia parinirvana
dia pesan kepada biksu sapa, lupa namanya
dia pesan, kelak akan lahir seorang raja, (raja penyebar agama buddha) raja ASOKA
serahkan relik buddha yg berjumlah 84.000 untuk di bangun candi sejumlah 84.000 buah
ini untuk melambangkan 84.000 pintu dharma menuju pencerahan....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 02:49:30 PM
^
^
^
yup, banyak jalan lain menuju roma
hehehe...

84.000 pintu dharma di mahayana, terserah anda mo memilih pintu yang mana....

oh ya, kemarin klu tidak salah bro dilbert pernah menanyakan dari mana asal kata 84.000 pintu dharma

cerita nya, dulu sang buddha pernah meramalkan sebelum dia parinirvana
dia pesan kepada biksu sapa, lupa namanya
dia pesan, kelak akan lahir seorang raja, (raja penyebar agama buddha) raja ASOKA
serahkan relik buddha yg berjumlah 84.000 untuk di bangun candi sejumlah 84.000 buah
ini untuk melambangkan 84.000 pintu dharma menuju pencerahan....

cerita tadi valid atau cuma cerita saja ? ada referensi-nya kagak ?

---

salah satu referensi yang saya temukan paling menghubungkan antara angka 84.000 dengan istilah pintu dharma adalah...

Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapatlah pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:

”DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI BHIKKHUTO
CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA PAVATINNO”

”Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. ”
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 21 April 2009, 02:57:37 PM
^
^
^
thanks for the info-nya bro,
hehehe...

aye cuma baca cerita raja Asoka, mgkn bro bisa ambil di ekayana....
tapi setidaknya hampir2 sama lah, inti-nya sama koq, hehehe....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 21 April 2009, 04:44:24 PM
Saya rasa pembicaraan mengenai analogi ini tidak perlu diperpanjang lagi. Saya memakai tema "kenyang" bukan dengan maksud menyetarakan kondisinya dengan Nirvana. Tapi untuk terakhir kalinya, saya katakan bahwa itu hanya contoh analogi yang saya maksudkan; "bahwa untuk merealisasi Nirvana, kita yang harus berusaha sendiri."

Saya lihat pendapat Anda memang sudah sejalan dengan pendapat saya. Tapi Anda terus mengangkat pembicaraan ke hal-hal spesifik Nirvana, yang sedari awal tidak pernah saya singgung kaitannya dengan analogi itu.
 

Sebenarnya alasan yang dicari-cari untuk membeda-bedakan antara Mahayana dengan Theravada semata-mata dengan mengatakan yang satu mengandalkan usaha sendiri dengan yang lain mengandalkan bantuan makhluk lain. Hal itulah sebenarnya yang kukritik dari awal.

Jelas apa yang dimaksud oleh Theravadin sebagai usaha sendiri minimal juga membutuhkan bimbingan dari orang lain, sedang apa yang yang dimaksud oleh Mahayanis sebagai dengan bantuan Para Bodhisattva sebenarnya juga pasti melibatkan “diri” terlibat dalam praktik; karena dalam melakukan apapun pasti toh subjek yang bertindak, termasuk tindakan yang paling sederhana pun. Bahkan  untuk memohon bantuan makhluk lain pun, subjek minimal harus bertindak asertif memohon bantuan. Lantas kalau demikian, kenapa harus disinggung-singgung tentang usaha diri? Bukankah sudah jelas, selama kita belum tercerahkan ke mana-mana pun diri ego selalu kita bawa ke mana-mana. Bahkan kita hampir-hampir merasa mustahil untuk meninggalkannya.  Dengan demikian memperkuat asumsi ini bukankah hanya membuatnya menjadi janggal. Bukankah lebih baik terus mengingatkan bahwa “diri” itu yang harus dilepaskan bukan untuk terus diperkuat eksistensinya.

Kesalahan justru terletak pada cara pembedaan yang “sendiri” dan “tidak sendiri”; Kenyataannya orang yang memperkuat pandangan bahwa hanya dengan usaha sendiri realisasi nirvana bisa dicapai justru memperkuat rasa ego-diri dan tidak mendapatkan manfaat dari pandangan ini. Sebaliknya orang yang terlalu menggantungkan diri pada “bantuan dari yang lain”, lupa bahwa pada dasarnya “tidak ada yang dibantu dan tidak ada yang membantu. Kedua-duanya adalah kekeliruan akibat pikiran sesat, namun jika tidak menggunakan adakah cara lain? Bukan sebelum kita tercerahkan seluruh yang dipikirkan oleh kita berpontesi menjadi “sesat”? Mungkinkah realisasi nirvana terjadi lansgung  tanpa sama sekali  bergumul dengan samsara terlebih dahulu? Sesat atau tidak, ini lah dua piliham jalan yang ada… Tidak perlu melecehkan yang lain sebagai “irasional” atau “ego-sentrik”, karena pada dasarnya bukan itulah yang membantu seseorang merealisasi nirvana. 


Oya... Jadi dengan memakai apakah sebaiknya kita mengevaluasi usaha kita selama ini?
Hmmm... ;D

Lalu... kalau panduan awal untuk menerima kesadaran apa...?


Tidak perlu menggiring saya dengan pertanyaan-pertanyaan :))  (Lagi-lagi bukankah ini cara gembala kepada domba-dombanya?)  Mari kita diskusi dengan sehat… Sejak awal telah kukatakan, adakalanya akal memang kita gunakan. Misalnya ketika berbicara dengan anda, toh saya menggunakan bahasa yang bisa anda pahami. Kalau anda memahami apa yang kukatakan (tidak berlaku untuk kondisi bahasa yang berbeda), berarti di dalamnya ada struktur pengertian yang logis, karena itu ada kesesuaian pemahaman antara saya dan anda. Masalahnya adalah, akal sehat dan logika memang tidak sesuai untuk realisasi nirvana. Nah, untuk memahami ini saya memang tidak bisa menggunakan argumen logik apapun, karena memang semua argument logik hanya akan mementahkan maksud sebenarnya. :)


Tidak ada satu ukuran untuk segala hal..?
Berarti benar dong... kalau pada suatu kondisi tertentu, membunuh pun bisa menjadi salah satu sarana untuk merealisasi Nirvana...?
Tolong dijelaskan lebih lengkap maksudmu:)

Konteks pertanyaan saya bukan itu. Saya bukan bertanya apakah Nirvana itu adalah sebuah produk. Yang saya tanyakan, apakah benar Nirvana adalah hasil (akibat) dari menjalani Tekad Bodhisattva?
Tekad Bodhisattva adalah awal, selanjutnya adalah mempraktikkan paramita

Justru saya masih ragu dengan kepastian jawaban dari Aliran Mahayana. Karena itulah saya bertanya kepada Anda. Saya membutuhkan jawaban yang pasti. Dan saya tidak bermaksud menanyakan pandangan pribadi Anda; yang saya tanyakan adalah pandangan dari Aliran Mahayana.
Saya tidak berniat membahas hal yang demikian

Beda waktunya, bro. Kan yang sedang kita bahas adalah timingnya, bukan tujuan akhirnya.
Lama dan sebentar bukan persoalan kalau kita mengembangkan kesabaran



Ow... Saya kira Anda berniat merealisasikan Nirvana saat ini.
Ya, saya baru tahu dari kemarin, kalau "saat ini" versi Anda adalah kehidupan kali ini, kehidupan berikutnya, kehidupan berikut berikutnya, dan seterusnya... :)
Nirvana ada di “saat ini”, tapi apakah saya bisa merealisasikan nirvana “saat ini” atau tidak, ini adalah persoalan yang berbeda.

Saya tidak mengatakan Anda. Saya pakai majas totem pro parte. Jadi kalau maksud saya Umat Mahayanis, tentu maksud saya bukan seluruh umatnya...

Karena belum pasti, makanya saya berprasangka. Makanya saya kemukakan di sini. Agar sekiranya ucapan saya salah, maka ada Umat Mahayanis yang bisa mengklarifikasi. Kalau maksud saya klarifikasi, itu artinya menyanggah ucapan saya dan memberikan pernyataan yang lebih tepat. Jadi bukan hanya dengan menyanggah ucapan saya, dan tanpa memberikan pernyataan yang lebih tepat dari ucapan saya itu.

Wah, saya nggak paham bro. Penjelasan plizzzz

Ow... rupanya begitu.
Saya juga ingin menciptakan alam surgawi sendiri. Bagaimana caranya...?

Membingungkan bro

Maukah Anda menolong semua fakir miskin di dunia ini, agar mereka tidak perlu lagi hidup melarat...?
Koq jadi masalah mau atau tidak mau? Saya jadi bingung…


Saya ulangi pertanyaan saya...

Apakah Anda tega melukai seorang Buddha (baca : diri sendiri) untuk menolong Buddha yang lain (baca : makhluk lain)...?

Kalau saya bro… pencapaian saya masih rendah, belum mampu mengatasi ego-diri :) Jalanku masih jauh bro. Buktinya: masih suka berdiskusi rame-rame beginian :))

Jujur dalam hati saya, saya sangat menghargai tekad seperti ini. Saya sangat terharu melihat kisah di mana seorang anak rela mendonorkan ginjalnya untuk ibunya, hingga akhirnya ia sendiri malah meninggal. Saya puji ketulusan dan kebajikan yang dilakukan anak itu.

Antara isi hati dan isi kepala ternyata berbeda, wah saya benar2 nggak paham

Tapi, konteks sudah berbeda ketika berada di jalan perealisasian Nirvana. Di sinilah letak alasan mengapa Umat Mahayanis menyatakan bahwa Umat Theravadin lebih egois. Karena dalam tradisi Theravada, seorang bhikkhu seharusnya tidak lagi melekat pada apapun. Fokus dalam penghidupannya adalah perealisasian Nibbana. Dan ini mungkin dibaca oleh Umat Mahayanis sebagai bentuk ketidakpedulian pada makhluk lain yang menderita. Atau mungkin ada bisikan sayup-sayup melintas di hati Umat Mahayanis, yang berkata bahwa "bhikkhu (Theravada) tidak akan mungkin menunda jalan perealisasian Nibbana-nya, demi mendonorkan ginjal pada ibunya.”

Dan ini adalah pandangan yang terlalu sempit, sobat...
(Ingat, saya berbicara dalam tataran mayoritas).

:)) no komen :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 21 April 2009, 05:14:01 PM
Quote from: sobat-dharma
Sebenarnya alasan yang dicari-cari untuk membeda-bedakan antara Mahayana dengan Theravada semata-mata dengan mengatakan yang satu mengandalkan usaha sendiri dengan yang lain mengandalkan bantuan makhluk lain. Hal itulah sebenarnya yang kukritik dari awal.

Jelas apa yang dimaksud oleh Theravadin sebagai usaha sendiri minimal juga membutuhkan bimbingan dari orang lain, sedang apa yang yang dimaksud oleh Mahayanis sebagai dengan bantuan Para Bodhisattva sebenarnya juga pasti melibatkan “diri” terlibat dalam praktik; karena dalam melakukan apapun pasti toh subjek yang bertindak, termasuk tindakan yang paling sederhana pun. Bahkan  untuk memohon bantuan makhluk lain pun, subjek minimal harus bertindak asertif memohon bantuan. Lantas kalau demikian, kenapa harus disinggung-singgung tentang usaha diri? Bukankah sudah jelas, selama kita belum tercerahkan ke mana-mana pun diri ego selalu kita bawa ke mana-mana. Bahkan kita hampir-hampir merasa mustahil untuk meninggalkannya.  Dengan demikian memperkuat asumsi ini bukankah hanya membuatnya menjadi janggal. Bukankah lebih baik terus mengingatkan bahwa “diri” itu yang harus dilepaskan bukan untuk terus diperkuat eksistensinya.

Kesalahan justru terletak pada cara pembedaan yang “sendiri” dan “tidak sendiri”; Kenyataannya orang yang memperkuat pandangan bahwa hanya dengan usaha sendiri realisasi nirvana bisa dicapai justru memperkuat rasa ego-diri dan tidak mendapatkan manfaat dari pandangan ini. Sebaliknya orang yang terlalu menggantungkan diri pada “bantuan dari yang lain”, lupa bahwa pada dasarnya “tidak ada yang dibantu dan tidak ada yang membantu. Kedua-duanya adalah kekeliruan akibat pikiran sesat, namun jika tidak menggunakan adakah cara lain? Bukan sebelum kita tercerahkan seluruh yang dipikirkan oleh kita berpontesi menjadi “sesat”? Mungkinkah realisasi nirvana terjadi lansgung  tanpa sama sekali  bergumul dengan samsara terlebih dahulu? Sesat atau tidak, ini lah dua piliham jalan yang ada… Tidak perlu melecehkan yang lain sebagai “irasional” atau “ego-sentrik”, karena pada dasarnya bukan itulah yang membantu seseorang merealisasi nirvana. 

Makanya saya tanya, sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?


Quote from: sobat-dharma
Tidak perlu menggiring saya dengan pertanyaan-pertanyaan :)) (Lagi-lagi bukankah ini cara gembala kepada domba-dombanya?)  Mari kita diskusi dengan sehat… Sejak awal telah kukatakan, adakalanya akal memang kita gunakan. Misalnya ketika berbicara dengan anda, toh saya menggunakan bahasa yang bisa anda pahami. Kalau anda memahami apa yang kukatakan (tidak berlaku untuk kondisi bahasa yang berbeda), berarti di dalamnya ada struktur pengertian yang logis, karena itu ada kesesuaian pemahaman antara saya dan anda. Masalahnya adalah, akal sehat dan logika memang tidak sesuai untuk realisasi nirvana. Nah, untuk memahami ini saya memang tidak bisa menggunakan argumen logik apapun, karena memang semua argument logik hanya akan mementahkan maksud sebenarnya. :)

Hehehe... Saya tidak mengerti kenapa Anda belum bisa mengerti...


Quote from: sobat-dharma
Tolong dijelaskan lebih lengkap maksudmu:)

Kata Anda, tidak ada ukuran yang berlaku untuk segala hal. Jadi apakah membunuh dapat dilihat sebagai karma baik pada suatu keadaan tertentu?


Quote from: sobat-dharma
Tekad Bodhisattva adalah awal, selanjutnya adalah mempraktikkan paramita

...dan hasilnya adalah Nirvana?


Quote from: sobat-dharma
Saya tidak berniat membahas hal yang demikian

Pantas di postingan sebelumnya Anda mengatakan kepada saya; "selamat berjuang :)". Kenapa Anda tidak mau menolong saya, padahal saya butuh jawaban itu... Tapi, ya sudah terserah Anda. Saya menghargai kehendak bebas orang lain...


Quote from: sobat-dharma
Lama dan sebentar bukan persoalan kalau kita mengembangkan kesabaran

Kita sedang membahas perealisasian di kehidupan kali ini, bukan masalah sabar atau tidak sabar.


Quote from: sobat-dharma
Nirvana ada di “saat ini”, tapi apakah saya bisa merealisasikan nirvana “saat ini” atau tidak, ini adalah persoalan yang berbeda.

Lah, bukannya Anda mengatakan "saat ini" adalah kehidupan ini? Dan karena kita masih terseret dalam proses penerusan kehidupan, artinya semua kehidupan adalah saat ini. Jadi kapanpun juga, Anda memang mampu merealisasikan Nirvana saat ini. :)


Quote from: sobat-dharma
Wah, saya nggak paham bro. Penjelasan plizzzz

^-^
Tidak usah, deh...


Quote from: sobat-dharma
Membingungkan bro

Hmmm... Saya juga bingung dengan penjelasan Anda sebelumnya.
Omong-omong dalam konsep Mahayana, bisakah kita menciptakan alam dengan pikiran kita sendiri...?


Quote from: sobat-dharma
Koq jadi masalah mau atau tidak mau? Saya jadi bingung…

Kalau tidak ada pikiran untung-rugi, seharusnya Anda memang mau menolong mereka semua... :)


Quote from: sobat-dharma
Kalau saya bro… pencapaian saya masih rendah, belum mampu mengatasi ego-diri :) Jalanku masih jauh bro. Buktinya: masih suka berdiskusi rame-rame beginian :))

Hmmm... implisit...
Sama. Saya juga masih belum lulus TK...


Quote from: sobat-dharma
Antara isi hati dan isi kepala ternyata berbeda, wah saya benar2 nggak paham

Jadi Anda tidak pernah mengalami pertentangan di dalam batin...?
 ^:)^ salutt...
Mohon pencerahan untuk kasus ini...


Quote from: sobat-dharma
:)) no komen :))

Yup... I get your point. :))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 April 2009, 05:41:11 PM
Saya rasa pembicaraan mengenai analogi ini tidak perlu diperpanjang lagi. Saya memakai tema "kenyang" bukan dengan maksud menyetarakan kondisinya dengan Nirvana. Tapi untuk terakhir kalinya, saya katakan bahwa itu hanya contoh analogi yang saya maksudkan; "bahwa untuk merealisasi Nirvana, kita yang harus berusaha sendiri."

Saya lihat pendapat Anda memang sudah sejalan dengan pendapat saya. Tapi Anda terus mengangkat pembicaraan ke hal-hal spesifik Nirvana, yang sedari awal tidak pernah saya singgung kaitannya dengan analogi itu.
 

Sebenarnya alasan yang dicari-cari untuk membeda-bedakan antara Mahayana dengan Theravada semata-mata dengan mengatakan yang satu mengandalkan usaha sendiri dengan yang lain mengandalkan bantuan makhluk lain. Hal itulah sebenarnya yang kukritik dari awal.

Jelas apa yang dimaksud oleh Theravadin sebagai usaha sendiri minimal juga membutuhkan bimbingan dari orang lain, sedang apa yang yang dimaksud oleh Mahayanis sebagai dengan bantuan Para Bodhisattva sebenarnya juga pasti melibatkan “diri” terlibat dalam praktik; karena dalam melakukan apapun pasti toh subjek yang bertindak, termasuk tindakan yang paling sederhana pun. Bahkan  untuk memohon bantuan makhluk lain pun, subjek minimal harus bertindak asertif memohon bantuan. Lantas kalau demikian, kenapa harus disinggung-singgung tentang usaha diri? Bukankah sudah jelas, selama kita belum tercerahkan ke mana-mana pun diri ego selalu kita bawa ke mana-mana. Bahkan kita hampir-hampir merasa mustahil untuk meninggalkannya.  Dengan demikian memperkuat asumsi ini bukankah hanya membuatnya menjadi janggal. Bukankah lebih baik terus mengingatkan bahwa “diri” itu yang harus dilepaskan bukan untuk terus diperkuat eksistensinya.

Kesalahan justru terletak pada cara pembedaan yang “sendiri” dan “tidak sendiri”; Kenyataannya orang yang memperkuat pandangan bahwa hanya dengan usaha sendiri realisasi nirvana bisa dicapai justru memperkuat rasa ego-diri dan tidak mendapatkan manfaat dari pandangan ini. Sebaliknya orang yang terlalu menggantungkan diri pada “bantuan dari yang lain”, lupa bahwa pada dasarnya “tidak ada yang dibantu dan tidak ada yang membantu. Kedua-duanya adalah kekeliruan akibat pikiran sesat, namun jika tidak menggunakan adakah cara lain? Bukan sebelum kita tercerahkan seluruh yang dipikirkan oleh kita berpontesi menjadi “sesat”? Mungkinkah realisasi nirvana terjadi lansgung  tanpa sama sekali  bergumul dengan samsara terlebih dahulu? Sesat atau tidak, ini lah dua piliham jalan yang ada… Tidak perlu melecehkan yang lain sebagai “irasional” atau “ego-sentrik”, karena pada dasarnya bukan itulah yang membantu seseorang merealisasi nirvana. 


Justru di sinilah letak perbedaan sebagian pandangan kaum Mahayanis bahwa kedudukan seorang BODHISATVA itu sedemikian tinggi-nya sehingga melampaui seorang SAVAKA BUDDHA dalam hal pencapaian kesucian. Jika memang sdr.sobat_dhamma setuju bahwa pada dasarnya "keterlibatan" diri sendiri dalam menempuh jalan kesucian/pembebasan itu sangat krusial/penting sekali, maka pada dasarnya ketika seorang BODHISATVA tetap berkutat pada ikrar untuk MEMBEBASKAN MAKHLUK HIDUP (tidak hanya sekedar menolong dalam artian menanam karma baik), maka seorang BODHISATVA itu tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an...

Itu saja... Jelas sekali kok bagaimana seharusnya BODHISATVA bertindak ketika "ingin" mencapai ke-BUDDHA-an (lihat kembali SUTRA INTAN)...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 21 April 2009, 11:58:52 PM
^
^
^
yup, banyak jalan lain menuju roma
hehehe...

84.000 pintu dharma di mahayana, terserah anda mo memilih pintu yang mana....

oh ya, kemarin klu tidak salah bro dilbert pernah menanyakan dari mana asal kata 84.000 pintu dharma

cerita nya, dulu sang buddha pernah meramalkan sebelum dia parinirvana
dia pesan kepada biksu sapa, lupa namanya
dia pesan, kelak akan lahir seorang raja, (raja penyebar agama buddha) raja ASOKA
serahkan relik buddha yg berjumlah 84.000 untuk di bangun candi sejumlah 84.000 buah
ini untuk melambangkan 84.000 pintu dharma menuju pencerahan....

cerita tadi valid atau cuma cerita saja ? ada referensi-nya kagak ?

---

salah satu referensi yang saya temukan paling menghubungkan antara angka 84.000 dengan istilah pintu dharma adalah...

Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapatlah pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:

”DVASÎTI BUDDHATO GANHAM DYE SAHASSÂNI BHIKKHUTO
CATURÂSITISAHASSÂNI YE ME DHAMMA PAVATINNO”

”Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. ”


Memang susah mas Dilbert kalau belajar Dharma dari kabar burung, 84.000 Dhammakhandha (kelompok Dhamma) setelah menjadi kabar burung lalu menjadi 84.000 pintu Dharma menuju pencerahan...

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 22 April 2009, 12:24:34 AM

- Bukankah misi Buddha Sakyamuni untuk menyelamatkan mahluk hidup telah gagal?

Metta,

saya jawab yg ini j ya, mo lanjut kerja cuy

- Bukankah misi Buddha Sakyamuni untuk menyelamatkan mahluk hidup telah gagal? << mo dibilang gagal sepenuh nya, tidak juga, mo dibilang berhasil sepenuhnya juga tidak, bukti nya ente ama aye, masi disini bos, masi didunia penuh penderitaan ini bos....

 :o

Quote
klu dia sudah berhasil sepenuhnya, buat apa ada buddha maitreya lagi?
buddha maitreya yang bakal berhasil sepenuhnya melaksanakan tugas,
dan dhyani buddha yang bertugas, klu ga salah amoghapasa buddha ya (yg dalam arti sankrit, berhasil melaksanakan tugas dengan sempurna)

Belajar dimana mas ini ya?   ::)

Quote
n satu lagi, buddha maitreya, menaklukkan orang dengan cinta kasih (METTA) ato maitri karuna nya...

CMIIW,

navis

Yang ini saya setuju saja dah... selain maitri karuna, Buddha juga menaklukkan orang dengan kebijaksanaan (prajna) Dengan pengertian atau pengetahuan (jnana) Kesaktian (siddhi) Dll.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 22 April 2009, 10:32:18 AM
Quote
Jujur dalam hati saya, saya sangat menghargai tekad seperti ini. Saya sangat terharu melihat kisah di mana seorang anak rela mendonorkan ginjalnya untuk ibunya, hingga akhirnya ia sendiri malah meninggal. Saya puji ketulusan dan kebajikan yang dilakukan anak itu.

Tapi, konteks sudah berbeda ketika berada di jalan perealisasian Nirvana. Di sinilah letak alasan mengapa Umat Mahayanis menyatakan bahwa Umat Theravadin lebih egois. Karena dalam tradisi Theravada, seorang bhikkhu seharusnya tidak lagi melekat pada apapun. Fokus dalam penghidupannya adalah perealisasian Nibbana. Dan ini mungkin dibaca oleh Umat Mahayanis sebagai bentuk ketidakpedulian pada makhluk lain yang menderita. Atau mungkin ada bisikan sayup-sayup melintas di hati Umat Mahayanis, yang berkata bahwa "bhikkhu (Theravada) tidak akan mungkin menunda jalan perealisasian Nibbana-nya, demi mendonorkan ginjal pada ibunya.”

Dan ini adalah pandangan yang terlalu sempit, sobat...
(Ingat, saya berbicara dalam tataran mayoritas).
kalau diri kita sendiri kita tidak cinta, lalu berusaha menolong orang..itu tidaklah masalah....
yang jadi masalah apakah diri kita sudah tidak menderita?

memang betul dikalangan beberapa aliran pandangan sempit itu sudah populer.
bahkan angka 84.000 juga sudah populer...
lebih lagi "buddha adalah seorang pelupa" adalah sangat populer.
sungguh tragis ajaran buddha.

apa-nya yang membahagiakan dari ajaran buddha?

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 10:55:37 AM
Saya rasa diskusi ini tidak akan maju sebelum pihak yang membuat ide "Mahayana" ini mendeskripsikan batasan apa saja seorang bisa disebut "Hinayana". Kalau hanya mengorbankan diri (demi agama), itu sih bukan hanya kalangan Mahayana-Hinayana, tapi agama lain juga banyak. Yang mengorbankan diri demi orang lain, juga bukan hanya Mahayana-Hinayana, agama lain juga banyak, siapa pun bisa, walaupun orang itu tidak punya agama.
Beberapa waktu lalu, saya diskusi dengan umat lain tentang "kasih" yang diklaim sebagai eksklusif milik umatnya. Pada akhirnya, dia tidak bisa menunjukkan satu pun contoh pengorbanan yang hanya bisa dilakukan oleh umat agamanya DAN tidak bisa dilakukan oleh umat lain. Karena memang tidak ada.

Jadi kalau tidak ada batasan definisi "Mahayana" dan "Hinayana", saya rasa ide itu adalah tidak berarti, dan sebagian (bukan semua, tentu saja) pihak Mahayana yang menuding Hinayana sebagai egois seharusnya malu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 22 April 2009, 11:28:56 AM
Saya rasa diskusi ini tidak akan maju sebelum pihak yang membuat ide "Mahayana" ini mendeskripsikan batasan apa saja seorang bisa disebut "Hinayana". Kalau hanya mengorbankan diri (demi agama), itu sih bukan hanya kalangan Mahayana-Hinayana, tapi agama lain juga banyak. Yang mengorbankan diri demi orang lain, juga bukan hanya Mahayana-Hinayana, agama lain juga banyak, siapa pun bisa, walaupun orang itu tidak punya agama.
Beberapa waktu lalu, saya diskusi dengan umat lain tentang "kasih" yang diklaim sebagai eksklusif milik umatnya. Pada akhirnya, dia tidak bisa menunjukkan satu pun contoh pengorbanan yang hanya bisa dilakukan oleh umat agamanya DAN tidak bisa dilakukan oleh umat lain. Karena memang tidak ada.

Jadi kalau tidak ada batasan definisi "Mahayana" dan "Hinayana", saya rasa ide itu adalah tidak berarti, dan sebagian (bukan semua, tentu saja) pihak Mahayana yang menuding Hinayana sebagai egois seharusnya malu.


modusnya mirip mirip dengan kasus aliran aliran baru di agama lain, misalnya ahmadiyah yang mengatakan bahwa nabi terakhir bukan MUHAMMAD SAW... buat beda gitu loo...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 22 April 2009, 11:52:20 AM
Saya rasa diskusi ini tidak akan maju sebelum pihak yang membuat ide "Mahayana" ini mendeskripsikan batasan apa saja seorang bisa disebut "Hinayana". Kalau hanya mengorbankan diri (demi agama), itu sih bukan hanya kalangan Mahayana-Hinayana, tapi agama lain juga banyak. Yang mengorbankan diri demi orang lain, juga bukan hanya Mahayana-Hinayana, agama lain juga banyak, siapa pun bisa, walaupun orang itu tidak punya agama.
Beberapa waktu lalu, saya diskusi dengan umat lain tentang "kasih" yang diklaim sebagai eksklusif milik umatnya. Pada akhirnya, dia tidak bisa menunjukkan satu pun contoh pengorbanan yang hanya bisa dilakukan oleh umat agamanya DAN tidak bisa dilakukan oleh umat lain. Karena memang tidak ada.

Jadi kalau tidak ada batasan definisi "Mahayana" dan "Hinayana", saya rasa ide itu adalah tidak berarti, dan sebagian (bukan semua, tentu saja) pihak Mahayana yang menuding Hinayana sebagai egois seharusnya malu.


^
^
Sudah saya tanyakan 3 kali, tapi belum ada jawaban dari pihak Mahayanis...

Btw...
Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?

OK. :) Lalu bagaimana dengan konsep menolong makhluk lain di Aliran Mahayana? Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Makanya saya tanya, sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 12:12:20 PM
[at] bro upasaka, dilbert, kainyn kutho

met hav lunch

hehehe.....

saya baru bisa mengerti kenapa aliran T tidak mau disebut egois
karena pada dasar-nya, aliran T itu tidak mengenal ada-nya AKU?
DIRI? bahkan diri sendiri/ aku ini tidak ada, maka bagaimana bisa disebut egois ya?
hehehe... betul tak?

egois itu kan mementingkan diri sendiri? begitu kan?

prinsip aliran T, bahwa air itu mengalir tetap kebawah, jadi tidak mungkin melawan arus, jadi jalan-in saja lah
tidak mgkn kita bisa mengunakan kekuatan, untuk membalik-kan air mengalir menjadi keatas... hehehe...
betul tak ye?

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Lily W on 22 April 2009, 12:15:01 PM
:jempol:

N'etam mama.... ini bukan milikku...;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 01:39:35 PM
[at] bro upasaka, dilbert, kainyn kutho

met hav lunch

hehehe.....
Selamat makan juga :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 01:55:32 PM
modusnya mirip mirip dengan kasus aliran aliran baru di agama lain, misalnya ahmadiyah yang mengatakan bahwa nabi terakhir bukan MUHAMMAD SAW... buat beda gitu loo...
;D
Kalau mau promosi sih, rasanya tidak masalahnya, terutama yang berhubungan dengan kepercayaan (seperti siapa nabi terakhir dalam agama Samawi) karena akhir2nya akan tergantung kecocokan masing-masing. Didebat pun, satu pakai buku A, satu pakai buku B, jadi ga ada habisnya.
Tapi kalau mau bilang sesuatu yang faktual (seperti mengatakan 'umat selain umat saya, sifatnya egois'), sebaiknya dibuktikan terlebih dahulu.



^
^
Sudah saya tanyakan 3 kali, tapi belum ada jawaban dari pihak Mahayanis...

Btw...
Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?

OK. :) Lalu bagaimana dengan konsep menolong makhluk lain di Aliran Mahayana? Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?

Makanya saya tanya, sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan...?
Sudah "Tatiyampi" yah? ;D Ya, sudahlah. Mungkin memang tidak bisa lanjut.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 22 April 2009, 03:11:37 PM
Hehehe... Saya tidak mengerti kenapa Anda belum bisa mengerti...

Sama.


Kata Anda, tidak ada ukuran yang berlaku untuk segala hal. Jadi apakah membunuh dapat dilihat sebagai karma baik pada suatu keadaan tertentu?

Anda salah paham. Dalam praktik Buddhadharma, ukuran yang digunakan tetap mengutamakan sila. Tetapi kalau anda adalah seorang tentara di medan perang bisakah anda tetap bertahan untuk tidak membunuh?


...dan hasilnya adalah Nirvana?

Tentu. Memangnya bertanya yang demikian?

Pantas di postingan sebelumnya Anda mengatakan kepada saya; "selamat berjuang :)". Kenapa Anda tidak mau menolong saya, padahal saya butuh jawaban itu... Tapi, ya sudah terserah Anda. Saya menghargai kehendak bebas orang lain...

Lain kali saja ya, kalau sudah minatnya sudah ada.

Kita sedang membahas perealisasian di kehidupan kali ini, bukan masalah sabar atau tidak sabar.

Sabar dan tidak sabar dalam konteks bahwa kita harus bersabar kapanpun nirvana terealisasi. Pandangan Mahayana  bahwa bodhisattva siap menunda realisasi nirvana demi makhluk lain mencerminkan sikap sabar tersebut. Sikap sabar adalah bagian dari praktik enam paramita yang justru membantu seseorang merealisasi nirvana, bukan menghambatnya.


Lah, bukannya Anda mengatakan "saat ini" adalah kehidupan ini? Dan karena kita masih terseret dalam proses penerusan kehidupan, artinya semua kehidupan adalah saat ini. Jadi kapanpun juga, Anda memang mampu merealisasikan Nirvana saat ini. :)

Tetapi saya juga mengatakan setiap kehidupan adalah kehidupan ini. Jadi nirvana ada di dalam setiap kehidupan manapun dan kapanpun. Namun realisasinya tergantung pada kesempurnaan praktik paramita dan bagaimana akhirnya  berhasil menyingkirkan dua rintangan: klesavarana (rintangan kekotoran batin) dan jneyavarana (rintangan pengetahuan).

Hmmm... Saya juga bingung dengan penjelasan Anda sebelumnya.
Omong-omong dalam konsep Mahayana, bisakah kita menciptakan alam dengan pikiran kita sendiri...?

Bisa. Tapi dalam hal seperti ini rasanya lebih tepat jika kamu tanyakan pada penganut Tantra dan Tanah Murni. Saya kurang kompeten menjelaskan hal demikian.

Kalau tidak ada pikiran untung-rugi, seharusnya Anda memang mau menolong mereka semua... :)
Kalau bilang mau, tentunya mau. Kalau kemampuan masih dipertanyakan :)

Jadi Anda tidak pernah mengalami pertentangan di dalam batin...?
 ^:)^ salutt...
Mohon pencerahan untuk kasus ini...

Tentu saja pernah. Tapi hebatnya anda pertentangan pikiran dan hati yang demikian dibawa terus dan dengan sengaja dipelihara… Itu yang membuat saya heran :)


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 22 April 2009, 03:25:04 PM
Justru di sinilah letak perbedaan sebagian pandangan kaum Mahayanis bahwa kedudukan seorang BODHISATVA itu sedemikian tinggi-nya sehingga melampaui seorang SAVAKA BUDDHA dalam hal pencapaian kesucian. Jika memang sdr.sobat_dhamma setuju bahwa pada dasarnya "keterlibatan" diri sendiri dalam menempuh jalan kesucian/pembebasan itu sangat krusial/penting sekali,
Sebaliknya saya justru mengatakan penekanan akan "keterlibatan diri" adalah hal yang berlebihan.

maka pada dasarnya ketika seorang BODHISATVA tetap berkutat pada ikrar untuk MEMBEBASKAN MAKHLUK HIDUP (tidak hanya sekedar menolong dalam artian menanam karma baik), maka seorang BODHISATVA itu tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an...

Justru itu, seorang Bodhisattva rela untuk menunda realisasi Ke-Buddha-an. Tapi tentu saja seorang Bodhisattva sambil menolong sekaligus ia tetap mempraktikkan keenam paramita. Setiap menolong ia selalu ingat untukmerenungkan bahwa "tidak ada yang menolong dan tidak ada yang ditolong, oleh karena itu juga tidak ada perbuatan menolong." Demikianlah seorang Bodhisattva terus menyempurnakan praktik prajna paramita melalui perbuatan menolong. 

Itu saja... Jelas sekali kok bagaimana seharusnya BODHISATVA bertindak ketika "ingin" mencapai ke-BUDDHA-an (lihat kembali SUTRA INTAN)...

Supaya lebih jelas bagaimana kalau bagian tersebut dikutip juga.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 22 April 2009, 03:28:07 PM
[at] bro upasaka, dilbert, kainyn kutho

met hav lunch

hehehe.....

saya baru bisa mengerti kenapa aliran T tidak mau disebut egois
karena pada dasar-nya, aliran T itu tidak mengenal ada-nya AKU?
DIRI? bahkan diri sendiri/ aku ini tidak ada, maka bagaimana bisa disebut egois ya?
hehehe... betul tak?

egois itu kan mementingkan diri sendiri? begitu kan?

prinsip aliran T, bahwa air itu mengalir tetap kebawah, jadi tidak mungkin melawan arus, jadi jalan-in saja lah
tidak mgkn kita bisa mengunakan kekuatan, untuk membalik-kan air mengalir menjadi keatas... hehehe...
betul tak ye?

:)


Bro naviscope,
anda menunjukkan keterbukaan pikiran yang baik
salut buat anda  :jempol:

Sekarang bagaimana dengan yg lain? :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 22 April 2009, 04:36:19 PM
Sebaliknya saya justru mengatakan penekanan akan "keterlibatan diri" adalah hal yang berlebihan.

yang tidak berlebihan yang bagaimana bro.sobat ?

Justru itu, seorang Bodhisattva rela untuk menunda realisasi Ke-Buddha-an. Tapi tentu saja seorang Bodhisattva sambil menolong sekaligus ia tetap mempraktikkan keenam paramita. Setiap menolong ia selalu ingat untukmerenungkan bahwa "tidak ada yang menolong dan tidak ada yang ditolong, oleh karena itu juga tidak ada perbuatan menolong." Demikianlah seorang Bodhisattva terus menyempurnakan praktik prajna paramita melalui perbuatan menolong. 

Nah, justru karena ketika seorang BODHISATVA, tetap berkutat pada janji/ikrar/sumpahnya untuk menyelamatkan makhluk, tidak bisa merealisasikan ke-BUDDHA-an, TIDAK BISA... BUKAN BISA TAPI DITUNDA... Ini adalah sesuatu yang berbeda konteks-nya... Justru harus melepas keinginan tersebut (bahkan keinginan luhur/chanda) sekalipun...

Ingat makna tersirat dalam proses penyiksaan diri Pangeran Siddharta sebelum mencapai pencerahan sempurna, bagaimana Siddharta yang akhirnya sadar bahwa untuk meninggalkan kehidupan penyiksaan diri (yang ternyata tidak dapat membawa pada pembebasan) selama 6 tahun. Bahwa pada dasarnya KETIKA TIDAK ADA YANG DIKEJAR, MAKA ITULAH HASIL MAKSIMAL YANG BISA DIDAPATKAN.

Ingat juga cerita bagaimana Y.A. Ananda mencapai kesucian Arahat dalam postur setengah miring (ketika akan tidur), yaitu sewaktu Ananda melepaskan KEINGINAN KUAT UNTUK MENCAPAI ARAHAT karena waktu pelaksanaan konsili sangha pada keesokan hari-nya yang begitu mendesak Ananda...

Itu-lah maknanya... Secara alamiah, ajaran BUDDHA mengajarkan kepada umat-nya untuk bersandar pada diri sendiri, karena tidak ada yang bisa menolong kita, kecuali kita sendiri mau ditolong dan bertindak sendiri untuk menolong diri kita sendiri. ITU ESENSI-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 22 April 2009, 04:39:29 PM

Itu saja... Jelas sekali kok bagaimana seharusnya BODHISATVA bertindak ketika "ingin" mencapai ke-BUDDHA-an (lihat kembali SUTRA INTAN)...

Supaya lebih jelas bagaimana kalau bagian tersebut dikutip juga.



Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 04:59:44 PM
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.
Wah, ini sutra yang bagus dan dalam. Minta link-nya donk, Bro dilbert ;D


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 05:09:52 PM
^
^
^
sutra intan bro

sutra mahayana yang paling tinggggiiiii.....

vajracheddika prajna paramita sutra (kakak kandung nya prajna paramita sutra, ato sutra hati)
masih ada hubungan saudara :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 22 April 2009, 05:11:01 PM
pantas namanya intan :-?

panjang gak sutranya? minta juga ah.. :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 05:12:42 PM
^
^
^
sutra intan bro

sutra mahayana yang paling tinggggiiiii.....

vajracheddika prajna paramita sutra (kakak kandung nya prajna paramita sutra, ato sutra hati)
masih ada hubungan saudara :P
Ooo... Sutra Pemotong Intan yah... OK deh.
Thanx, bro naviscope.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 05:15:49 PM
nechhhh tangkeppppp

http://www.geocities.com/sutra_online/sutra_intan.htm (http://www.geocities.com/sutra_online/sutra_intan.htm)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 22 April 2009, 05:19:48 PM
pantas namanya intan :-?

panjang gak sutranya? minta juga ah.. :P

panjang, ada 84.000 kata.^^

metta regards
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 22 April 2009, 05:22:47 PM
nechhhh tangkeppppp

http://www.geocities.com/sutra_online/sutra_intan.htm (http://www.geocities.com/sutra_online/sutra_intan.htm)

trims... dah di copas...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 05:24:49 PM
pantas namanya intan :-?

panjang gak sutranya? minta juga ah.. :P

panjang, ada 84.000 kata.^^

metta regards
tuh kan so tewu dech....

lama2 bisa jadi dukun loe, hehehe... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 05:26:04 PM
Dikatakan pula bagi mereka yang dapat menguraikan “Gatha Empat Bait” ini kepada orang lain, ia mendapatkan pahala yang lebih besar dan lebih mulia dari pada

memberikan persembahan dan bedana sapta ratna kepada para Dewa di empat penjuru baik yang di atas maupun yang di bawah. Bahkan dikatakan pula, bahwa pahala

itu lebih besar daripada pahala yang terkumpul oleh mereka yang selama berpuluh-ribu kalpa memberikan persembahan dengan seluruh jiwa raga mereka…

“Gatha Empat Bait” itu berbunyi:

Datang padaku dalam bentuk rupa
Memohon padaku dengan bunyi suara
Itulah perbuatan manusia yang tersesat
Takkan pernah sang Tathagata ditemukan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 22 April 2009, 05:28:06 PM
Dikatakan pula bagi mereka yang dapat menguraikan “Gatha Empat Bait” ini kepada orang lain, ia mendapatkan pahala yang lebih besar dan lebih mulia dari pada

memberikan persembahan dan bedana sapta ratna kepada para Dewa di empat penjuru baik yang di atas maupun yang di bawah. Bahkan dikatakan pula, bahwa pahala

itu lebih besar daripada pahala yang terkumpul oleh mereka yang selama berpuluh-ribu kalpa memberikan persembahan dengan seluruh jiwa raga mereka…

“Gatha Empat Bait” itu berbunyi:

Datang padaku dalam bentuk rupa
Memohon padaku dengan bunyi suara
Itulah perbuatan manusia yang tersesat
Takkan pernah sang Tathagata ditemukan


So? Pahala apakah yang telah anda peroleh setelah menguraikan gatha ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 22 April 2009, 05:30:22 PM
ada dech...

ga usa hitungan2 dech, tar pahala bisa dihitung ama yg diatas...
aye terima perezzz j, hehehe...


sutra intan, kalau bisa mengerti sutra ini, bisa mencapai pencerahan loh :P

jd coba dech icip dulu sutra intan ini dengan kebijaksanaan yang kalian punya... ^-^

 :o  <<< my post is already => 999 triple nine.... berhenti post dulu ah.....  :-[

besok baru break 1000 ye...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 22 April 2009, 05:32:59 PM
Andai surga dan neraka tak pernah ada ....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 22 April 2009, 07:47:27 PM
ada dech...

ga usa hitungan2 dech, tar pahala bisa dihitung ama yg diatas...aye terima perezzz j, hehehe...


sutra intan, kalau bisa mengerti sutra ini, bisa mencapai pencerahan loh :P

jd coba dech icip dulu sutra intan ini dengan kebijaksanaan yang kalian punya... ^-^

 :o  <<< my post is already => 999 triple nine.... berhenti post dulu ah.....  :-[

besok baru break 1000 ye...

Amiiiinnnn semoga mas naviscope mendapatkan berkah limpahan kasihNYA yang diatas, semoga mas naviscope mendapatkan pahala yang berlimpah dari yang diatas, enak ya ngerti sutra satu bait mencapai pencerahan, nanti kalau mas Navis mencapai pencerahan ajarin ilmunya ke kita-kita ya?   ^-^

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 07:52:58 PM
ada dech...

ga usa hitungan2 dech, tar pahala bisa dihitung ama yg diatas...aye terima perezzz j, hehehe...


sutra intan, kalau bisa mengerti sutra ini, bisa mencapai pencerahan loh :P

jd coba dech icip dulu sutra intan ini dengan kebijaksanaan yang kalian punya... ^-^

 :o  <<< my post is already => 999 triple nine.... berhenti post dulu ah.....  :-[

besok baru break 1000 ye...

Amiiiinnnn semoga mas naviscope mendapatkan berkah limpahan kasihNYA yang diatas, semoga mas naviscope mendapatkan pahala yang berlimpah dari yang diatas, enak ya ngerti sutra satu bait mencapai pencerahan, nanti kalau mas Navis mencapai pencerahan ajarin ilmunya ke kita-kita ya?

metta,

Kalau mengenai banyaknya bait, menurut pendapat saya memang tidak selalu mesti panjang-panjang baru bisa dapat pencerahan sih. Kalau memang "nyambung", satu-dua bait juga cukup. Tapi sekali lagi itu tergantung orangnya juga, bukan hanya baitnya. Bukan semua orang bisa begitu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 22 April 2009, 08:44:07 PM
ada dech...

ga usa hitungan2 dech, tar pahala bisa dihitung ama yg diatas...aye terima perezzz j, hehehe...


sutra intan, kalau bisa mengerti sutra ini, bisa mencapai pencerahan loh :P

jd coba dech icip dulu sutra intan ini dengan kebijaksanaan yang kalian punya... ^-^

 :o  <<< my post is already => 999 triple nine.... berhenti post dulu ah.....  :-[

besok baru break 1000 ye...

Amiiiinnnn semoga mas naviscope mendapatkan berkah limpahan kasihNYA yang diatas, semoga mas naviscope mendapatkan pahala yang berlimpah dari yang diatas, enak ya ngerti sutra satu bait mencapai pencerahan, nanti kalau mas Navis mencapai pencerahan ajarin ilmunya ke kita-kita ya?

metta,

Kalau mengenai banyaknya bait, menurut pendapat saya memang tidak selalu mesti panjang-panjang baru bisa dapat pencerahan sih. Kalau memang "nyambung", satu-dua bait juga cukup. Tapi sekali lagi itu tergantung orangnya juga, bukan hanya baitnya. Bukan semua orang bisa begitu.


kalau banyak apakah kemungkinan nyambungnya lebih besar mas Kainyn?
Kalau begitu 84.000 kemungkinan nyambungnya lebih besar ya?

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 April 2009, 09:17:55 PM
kalau banyak apakah kemungkinan nyambungnya lebih besar mas Kainyn?
Kalau begitu 84.000 kemungkinan nyambungnya lebih besar ya?

Metta,
Kalau menurut saya pribadi, yang menentukan adalah potensi orang itu sendiri.
Jadi kalo emang orang yang "buta kebenaran", mau 1 atau pun 84.000.000, tetap saja tidak bisa ngerti. Lalu mengenai yang mana yang tepat, saya percaya hanya seorang Buddha saja yang tahu cara mengajar dan apa yang harus diajar ke orang tertentu dengan tepat.

Jadi menurut pendapat saya, banyak dikit tidak jadi patokan, yang penting adalah "ketepatan" bahan apa yang bisa membuat orang menyadari kebenaran. Dan ketepatan itu berkembang bersama dengan bertambahnya kebijaksanaan seseorang.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 22 April 2009, 09:34:39 PM
Kenapa dalam sutra mahayana sering ada kata2 seperti ini :
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha : "Yang Dijunjungi, nama apakah yang harus diberikan kepada Sutra ini, dan bagaimana kami harus menerima dan mempertahankannya?"

Hyang Buddha memberitahukan Subhuti : "Sutra ini disebut Vajracchedika Prjana Paramita, engkau harus menerima dan mempertahankannya dengan nama ini. Apa sebabnya? Subhuti, paramita kebijaksanaan yang dibicarakan Hyang

Buddha sebenarnya bukan paramita kebijaksanaan, tapi hanya untuk percakapan dinamakan paramita kebijaksanaan."


===========================================
"Subhuti, Aku teringat pada asamkheya kalpa yang tak terhitung di masa lalu sebelum Buddha Dipankara, Aku bertemu dengan 84.000 nayuta juta Buddha, dan memberikan persembahan serta melayani mereka semua tanpa terkecuali. Tetapi jika ada seseorang di jaman berakhirnya Dharma yang dapat menerima, mempertahankan, mempelajari dan membacakan Sutra ini, pahala dan kebajikan yang diperolehnya adalah 100 kali lebih, 1.000 kali lebih, sejuta ataupun suatu jumlah yang tak terbilang daripada pahala dan kebajikan yang Kuperoleh dari memberikan persembahan kepada semua Buddha tersebut."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 22 April 2009, 11:45:35 PM
Quote from: sobat-dharma
Anda salah paham. Dalam praktik Buddhadharma, ukuran yang digunakan tetap mengutamakan sila. Tetapi kalau anda adalah seorang tentara di medan perang bisakah anda tetap bertahan untuk tidak membunuh?

Ok. Kalau begitu kita sependapat.


Quote from: sobat-dharma
Tentu. Memangnya bertanya yang demikian?

O... Nirvana merupakan hasil.
Jadi Nirvana adalah akibat dari suatu sebab.  :-?


Quote from: sobat-dharma
Sabar dan tidak sabar dalam konteks bahwa kita harus bersabar kapanpun nirvana terealisasi. Pandangan Mahayana  bahwa bodhisattva siap menunda realisasi nirvana demi makhluk lain mencerminkan sikap sabar tersebut. Sikap sabar adalah bagian dari praktik enam paramita yang justru membantu seseorang merealisasi nirvana, bukan menghambatnya.

Saya jadi ingin bertanya...

Misalnya : Di kehidupan ini, seorang Bodhisatva menunda perealisasian Nirvana dengan mengorbankan nyawanya. Kemudian di kehidupan berikutnya, Bodhisattva itu (setelah bertumimbal lahir maksudnya) kembali menunda perealisasin Nirvana dengan mengorbankan nyawanya. Dan di kehidupan-kehidupan selanjutnya juga demikian... Jadi sampai kapan Bodhisattva itu menunda penundaannya?


Quote from: sobat-dharma
Tetapi saya juga mengatakan setiap kehidupan adalah kehidupan ini. Jadi nirvana ada di dalam setiap kehidupan manapun dan kapanpun. Namun realisasinya tergantung pada kesempurnaan praktik paramita dan bagaimana akhirnya  berhasil menyingkirkan dua rintangan: klesavarana (rintangan kekotoran batin) dan jneyavarana (rintangan pengetahuan).

Yup. Anda mengiyakan komentar saya. :)


Quote from: sobat-dharma
Bisa. Tapi dalam hal seperti ini rasanya lebih tepat jika kamu tanyakan pada penganut Tantra dan Tanah Murni. Saya kurang kompeten menjelaskan hal demikian.

OK. :)


Quote from: sobat-dharma
Kalau bilang mau, tentunya mau. Kalau kemampuan masih dipertanyakan :)

Jadi memang tidak mungkin bagi seseorang untuk dapat menolong semua makhluk, ya...?


Quote from: sobat-dharma
Tentu saja pernah. Tapi hebatnya anda pertentangan pikiran dan hati yang demikian dibawa terus dan dengan sengaja dipelihara… Itu yang membuat saya heran :)

Makanya saya minta pencerahan dari Anda untuk kasus itu...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 23 April 2009, 12:15:53 AM
Quote from: dilbert
Nah, justru karena ketika seorang BODHISATVA, tetap berkutat pada janji/ikrar/sumpahnya untuk menyelamatkan makhluk, tidak bisa merealisasikan ke-BUDDHA-an, TIDAK BISA... BUKAN BISA TAPI DITUNDA... Ini adalah sesuatu yang berbeda konteks-nya... Justru harus melepas keinginan tersebut (bahkan keinginan luhur/chanda) sekalipun...

Ingat makna tersirat dalam proses penyiksaan diri Pangeran Siddharta sebelum mencapai pencerahan sempurna, bagaimana Siddharta yang akhirnya sadar bahwa untuk meninggalkan kehidupan penyiksaan diri (yang ternyata tidak dapat membawa pada pembebasan) selama 6 tahun. Bahwa pada dasarnya KETIKA TIDAK ADA YANG DIKEJAR, MAKA ITULAH HASIL MAKSIMAL YANG BISA DIDAPATKAN.

Ingat juga cerita bagaimana Y.A. Ananda mencapai kesucian Arahat dalam postur setengah miring (ketika akan tidur), yaitu sewaktu Ananda melepaskan KEINGINAN KUAT UNTUK MENCAPAI ARAHAT karena waktu pelaksanaan konsili sangha pada keesokan hari-nya yang begitu mendesak Ananda...

Itu-lah maknanya... Secara alamiah, ajaran BUDDHA mengajarkan kepada umat-nya untuk bersandar pada diri sendiri, karena tidak ada yang bisa menolong kita, kecuali kita sendiri mau ditolong dan bertindak sendiri untuk menolong diri kita sendiri. ITU ESENSI-nya.

Baik sekali, Bro Dilbert.

"Ketika Anda berusaha sebaik mungkin, berbuat atas dasar ketenangan dan pengertian, tidak mendesak untuk melihat hasil; saat itulah Anda akan mencapai keberhasilan sesungguhnya."



Omong-omong...
Pahala itu artinya upah untuk perbuatan baik, bukan?
Berarti ada yang memberi upah... ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 23 April 2009, 09:22:44 PM
Omong-omong...
Pahala itu artinya upah untuk perbuatan baik, bukan?
Berarti ada yang memberi upah... ^-^


Pahala itu berasal dari kata phala yang artinya buah atau hasil ;)
kalau ditinjau dari pengertian ini maka tidak ada yang memberi upah, tetapi hanyalah aksi dan reaksi, sebab akibat, "menabur dan menuai". ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: maha sravakha sripada on 25 April 2009, 03:29:04 PM
 _/\_
klo boleh tau ya...sejak kapan Mahayana kita kenal dan siapa pelakonnya...
#-o
#-o
salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 April 2009, 03:32:51 PM
Pada mulanya, pemisahan antara Sthavira dan Mahasanghika.

kalau M, itu turunan nya Mahasanghika

;)

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 26 April 2009, 11:39:00 AM
yang tidak berlebihan yang bagaimana bro.sobat ?

Mencari ke dalam dan memeriksa diri, serta tidak menjadikan “diri” sebagai pegangan.

Nah, justru karena ketika seorang BODHISATVA, tetap berkutat pada janji/ikrar/sumpahnya untuk menyelamatkan makhluk, tidak bisa merealisasikan ke-BUDDHA-an, TIDAK BISA... BUKAN BISA TAPI DITUNDA... Ini adalah sesuatu yang berbeda konteks-nya... Justru harus melepas keinginan tersebut (bahkan keinginan luhur/chanda) sekalipun...

Menurut Mahayana, seorang Bodhisattva yang sedang mempraktikkan upaya kausalya, dapat terus mengembangkan keenam paramita. Dengan demikian ia terus menerus mempertahankan suatu kondisi yang mendekati realisasi nirvana tanpa melekat dengan apa yang dilakukannya. Dengan cara ini ia hidup di dunia meski tidak terikat padanya dan terus menerus mempertahankan suatu kondisi di mana jika ia “inginkan” kelak, ia bisa langsung meneruskan latihannya hingga mencapai Buddha Sempurna.

Ingat makna tersirat dalam proses penyiksaan diri Pangeran Siddharta sebelum mencapai pencerahan sempurna, bagaimana Siddharta yang akhirnya sadar bahwa untuk meninggalkan kehidupan penyiksaan diri (yang ternyata tidak dapat membawa pada pembebasan) selama 6 tahun. Bahwa pada dasarnya KETIKA TIDAK ADA YANG DIKEJAR, MAKA ITULAH HASIL MAKSIMAL YANG BISA DIDAPATKAN.

Dalam hal ini, seorang Bodhisattva saat berusaha menyelamatkan seluruh makhluk hidup, ia tetap mempertahankan pikiran bahwa pada hakikatnya “tidak ada yang dibantu ataupun membantu karena itu tidak ada tindakan membantu” dengan demikian dikatakan walaupun berbuat tapi tidak berbuat, karena itu tidak ada hasil yang dicapai ataupun hal yang dilepaskan olehnya. Inilah praktik Prajna Paramita.

Ingat juga cerita bagaimana Y.A. Ananda mencapai kesucian Arahat dalam postur setengah miring (ketika akan tidur), yaitu sewaktu Ananda melepaskan KEINGINAN KUAT UNTUK MENCAPAI ARAHAT karena waktu pelaksanaan konsili sangha pada keesokan hari-nya yang begitu mendesak Ananda...

Itu-lah maknanya... Secara alamiah, ajaran BUDDHA mengajarkan kepada umat-nya untuk bersandar pada diri sendiri, karena tidak ada yang bisa menolong kita, kecuali kita sendiri mau ditolong dan bertindak sendiri untuk menolong diri kita sendiri. ITU ESENSI-nya.
Sebaliknya, makna cerita itu tidak mengatakan tentang bersandar pada diri sendiri. Justru ketika ia melepaskan usaha dan mengatakan pada tidak ada yang dikejar, maka bersamaan dengan itu ia melepaskan “diri yang mengejar” atau ego-diri. Ketika seseorang merasa ia masih berusaha mencapai sesuatu, maka di sana ego-diri lah yang “berusaha”, sebaliknya ketika pikiran “berusaha” ditinggalkan ego-diri juga berlahan-lahan ditinggalkan.

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.

Perhatikan kalimatnya, “Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian: ‘Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir’ [...]” Lihat kalimat ini menggambarkan tentang ikrar Bodhisattva, yaitu tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi. Kalimat ini lebih tepatnya menggambarkan sebuah “tekad”  yang harus dimiliki sebagai landasan awal jalan Boddhisattva.

Namun dalam mempraktikkan jalan Bodhisattva, ia harus menyelami Prajna-Paramita, bersama dengan kelima paramita lainnya. Kesadaran bahwa “...bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan” adalah cerminan dari kebijaksanaan prajna–paramita yang melihat segala sesuatu sama dengan sunyata, dan sunyata adalah segala sesuatu.

Oleh karena itu, dikatakan Bodhisattva bebas dari keempat corak (atau ciri).Yang dimaksud sebagai keempat corak atau ciri tersebut adalah rintangan yang menghambat sravaka dan Pacceka-Buddha menjalani jalan Bodhisattva. Keempat corak itu, yaitu ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’ masing-masing bisa dijelaskan berikut ini (berdasarkan Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna):

‘Corak aku’ muncul ketika seseorang berusaha membuktikan dirinya merealisasi nirvana yang tenang dan suci. Ia meyakini bahwa nirvana dalah kondisi batin. Keyakinan ini membuktikan bahwa dirinya masih diliputi oleh sebuah kesadaran subjektif yang mencerminkan keakuan. Pandangan ini muncul karena adanya keyakinan dari semula bahwa hanya “aku” yang bisa mencapai nirvana, sehingga ia memisahkan antara “pengalaman internal” dengan “pengalaman eksternal”. Jika seseorang merasa mencapai Nirvana dengan pemikiran demikian maka ia sebenarnya ia belum merealisasi Nirvana yang sebenarnya.

‘Corak manusia’ adalah kecenderungan di mana ketika seseorang merasa dirinya telah merealisasi nirvana dan ia kemudian menganggap bahwa ia mencapai nirvana, maka ia terjebak pada anggapan yang sebenarnya masih mencerminkan bahwa ia masih memiliki kedirian.

‘Corak makhluk’  adalah rintangan yang muncul ketika ia berhasil menyadari bahwa ‘corak aku’ dan ‘corak manusia’ pada dasarnya adalah kosong tanpa inti, namun ia kemudian menganggap dirinya telah lepas dari corak aku dan corak manusia, sehingga ia merasa menjadi suci. Karena ia masih belum terlepas dari kesan ‘menganggap dirinya’, maka pikiran tersebut adalah ‘Corak makhluk’.

Singkatnya: membuktikan dirinya telah mencapai pencerahan adalah Corak Aku, menganggap dirinya telah sadar adalah Corak Manusia, pemahaman bahwa ia tidak memiliki corak apapun adan Corak Makhluk.

Selanjutnya, karena memiliki ‘daya paham’ akan corak-corak tersebut maka ia dikatakan memiliki Corak kehidupan. Karena bagaimanapun ‘daya paham’ mencerminkan adanya ‘pemahaman’ itu sendiri, yang berarti seseorang masih berjebak dalam diri. Bahkan kesadaran dan daya pengertian yang akan ketiga corak itu sendiri pun pada dasarnya adalah debu, oleh karena itu ‘daya pemahaman’ dan ‘daya sadar’ demikian juga dilepas.

Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya.   
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 26 April 2009, 11:41:15 AM
Quote from: sobat-dharma
Anda salah paham. Dalam praktik Buddhadharma, ukuran yang digunakan tetap mengutamakan sila. Tetapi kalau anda adalah seorang tentara di medan perang bisakah anda tetap bertahan untuk tidak membunuh?

Ok. Kalau begitu kita sependapat.


Quote from: sobat-dharma
Tentu. Memangnya bertanya yang demikian?

O... Nirvana merupakan hasil.
Jadi Nirvana adalah akibat dari suatu sebab.  :-?


Quote from: sobat-dharma
Sabar dan tidak sabar dalam konteks bahwa kita harus bersabar kapanpun nirvana terealisasi. Pandangan Mahayana  bahwa bodhisattva siap menunda realisasi nirvana demi makhluk lain mencerminkan sikap sabar tersebut. Sikap sabar adalah bagian dari praktik enam paramita yang justru membantu seseorang merealisasi nirvana, bukan menghambatnya.

Saya jadi ingin bertanya...

Misalnya : Di kehidupan ini, seorang Bodhisatva menunda perealisasian Nirvana dengan mengorbankan nyawanya. Kemudian di kehidupan berikutnya, Bodhisattva itu (setelah bertumimbal lahir maksudnya) kembali menunda perealisasin Nirvana dengan mengorbankan nyawanya. Dan di kehidupan-kehidupan selanjutnya juga demikian... Jadi sampai kapan Bodhisattva itu menunda penundaannya?


Quote from: sobat-dharma
Tetapi saya juga mengatakan setiap kehidupan adalah kehidupan ini. Jadi nirvana ada di dalam setiap kehidupan manapun dan kapanpun. Namun realisasinya tergantung pada kesempurnaan praktik paramita dan bagaimana akhirnya  berhasil menyingkirkan dua rintangan: klesavarana (rintangan kekotoran batin) dan jneyavarana (rintangan pengetahuan).

Yup. Anda mengiyakan komentar saya. :)


Quote from: sobat-dharma
Bisa. Tapi dalam hal seperti ini rasanya lebih tepat jika kamu tanyakan pada penganut Tantra dan Tanah Murni. Saya kurang kompeten menjelaskan hal demikian.

OK. :)


Quote from: sobat-dharma
Kalau bilang mau, tentunya mau. Kalau kemampuan masih dipertanyakan :)

Jadi memang tidak mungkin bagi seseorang untuk dapat menolong semua makhluk, ya...?


Quote from: sobat-dharma
Tentu saja pernah. Tapi hebatnya anda pertentangan pikiran dan hati yang demikian dibawa terus dan dengan sengaja dipelihara… Itu yang membuat saya heran :)

Makanya saya minta pencerahan dari Anda untuk kasus itu...

Melihat arah diskusi kita terakhir ini, saya menilai mulai menjadi kontra-produktif. Oleh karena itu, saya pikir perlu untuk mengkerecutkan isu yang didiskusikan.

Pertama-tama, saya menilai kalau keberatan bro. Upasaka berkaitan dengan ikrar Bodhisattva yang dinilai tidak sesuai dengan logika dan akal sehatnya. Dalam hal ini, saya menilai bro. Upasaka terlalu mengandalkan logika dan akal sehat. Kritik saya kemudian sekitar penggunaan logika dan akal sehat sebagai standar kebenaran, yang kemudian oleh sdr. Upasaka jawab dengan pentingnya segala sesuatu dinilai dengan akal sehat dan logika sebelum diterima.

Pada bagian penjelasan ini, saya tetap keberatan dengan penggunaan logika dan akal sehat sebagai ukuran semata dalam menilai ikrar bodhisattva, mengapa?

Pada sudut pandang tertentu ikrar Bodhisattva tidak terlalu berbeda dengan meditasi objek metta dalam Theravada. Dalam meditasi dengan objek metta, misalnya seseorang diminta untuk mengharapkan kebahagiaan semua makhluk. Bukankah dengan mengharapkan kebaikan semua makhluk hidup, bukan berarti secara otomatis semua makhluk akan langsung mengalami kebahagiaan seperti yang diharapkan?  (Jika dipandang dengan akal sehat serupa) Namun, ternyata meditasi metta toh ternyata dapat bermanfaat untuk seorang meditator. Hal yang sama berlaku untuk ikrar Bodhisattva untuk membantu semua makhluk hidup merealisasi nirvana.

Dalam hal ini Santideva dalam Bodhicaryavatara menulis:

“Bila sekedar berpikir hendak menyembuhkan
Makhluk lain dari sakit kepala saja
Adalah suatu kehendak baik
Yang dipenuhi kebajikan tak terbatas.

Lantas bagaimana menjelaskan
Tentang kehendak untuk menghapuskan penderitaan
Mereka yang tiada terhitung
Yang menginginkan agar masing-masing dari mereka
Mencapai kebajikan tidak terbatas?

[...]

Kehendak membawa kebajikan bagi semua makhluk yang
Demikian
Yang tak tumbuh pada mereka yang tak menginginkan
Kebajikan bagi diri sendiri
Adalah permata pikiran yang tiada banding
Dan kelahirannya belum pernah terjadi sebelumnya dalam
Pengembaraan samsara

[...]
Namun bila pikiran baik yang muncul (dalam
Memandangnya)
Buahnya akan berlipat ganda jauh melampaui
Penyebabnya
Saat Bodhisattva mengalami penderitaan berat ia tidak
Bersikap buruk
Oleh sebab itu kebajikannya terus berkembang dengan sendirinya”

Pada kata-kata di atas, jelas ikrar Bodhisattva dinilai sebagai cara membangkitkan pikiran yang positif, tidak dinilai dari segi nyata atau tidaknya. Bahkan ketika kita membangun pikiran yang positif akan seseorang saja, maka hasilnya akan memberikan dampak yang positif untuk kita. Bagaimana kita membangun pikiran yang positif akan kebaikan semua makhluk hidup tanpa memilah-milah? Bukankah akan semakin kuat dampak positifnya?

Dengan ikrarlah, seorang Bodhisattva mulai membangun kebajikan yang tanpa batas:

“Sejak saat itu
Meskipun tidur ataupun tak sadar
Kekuatan kebajikannya seluas angkasa
Akan tiada habisnya mengalir.”

Kebajikan tanpa batas ini yang disebut sebagai Bodhicitta:

“Segala kebajikan yang lain bagaikan pohon yang ditanam
Setelah berbuah ia punah begitu saja
Sebaliknya pohon abadi Bodhicitta
Tak akan berhenti berbuah, bahkan terus berkembang

Bodhicitta atau dalam pengertian ini adalah ikrar Bodhisattva merupakan landasan bagi seorang calon Bodhisattva untuk membangun pikiran dan tekad tak terbatas untuk mempraktekkan Buddha Dharma hingga mencapai Kebuddhaan Yang Sempurna. Ia adalah bahan bakar tak habis-habisnya yang mendukung tekad tersebut.
Oleh karena itu tidak tepatlah hal demikian ditakar dengan logika dan akal sehat. Karena tekad Bodhisattva bukanlah suatu pernyataan afirmasi akan suatu kebenaran objektif. Sebaliknya ia adalah suatu pernyataan sederhana yang sifatnya subjektif, namun lebih mencerminkan suatu tekad dan semangat.

Meskipun saya melihat sebenarnya selama ini bro. Upasaka menggunakan pengertiannya yang luas dan longgar untuk kedua konsep tersebut. Jika ia, “bertanya mungkinkah hal demikian terjadi?” yang dipermasalahkan oleh dia bukanlah logis atau tidaknya isi ikrar Bodhisattva tersebut, melainkan nyata atau tidak nyatanya isi Ikrar tersebut.  Dalam arti ia mempertanyakan apakah isi ikrar tersebut  mempertimbangkan aspek realitas atau tidak. Bro Upasaka lebih bertindak selaku seorang penganut realisme yang sedang mempertanyakan suatu idealisme yang dinilainya tidak sesuai dengan “akal sehat”-nya sebagai realis, ketimbang seorang yang menggunakan kaidah-kaidah dalam ilmu logika untuk mengevaluasi isi pernyataan ikrar. Jika ia menggunakan kaidah-kaidah dalam logika, seharusnya ia sadar hukum dalam ilmu logika: “Semua logis belum tentu nyata.”  Karena logika adalah sistem kebenaran simbolik yang terisolasi dengan kenyataan empirik. Sedangkan yang dipertanyakan Bro. Upasaka apakah hal yang demikian “mungkin terjadi.”

Dalam realisme yang dianut oleh Bro. Upasaka sebenarnya yang bekerja adalah “akal sehat” yang didasarkan pada keyakinan umum akan mungkin atau tidaknya suatu hal terjadi. Akal sehat demikian hanyalah cerminan apa yang berlaku pada pandangan masyarakat umum, ketimbang suatu kebenaran yang pasti. Misalnya, jika masyarakat Abad 18 ditanyakan apakah mungkin seseorang menangkap listrik di dalam bola kaca atau sebuah benda berat terbang di udara dan turun lagi dengan selamat, maka mereka akan menertawakan sebagai tidak masuk akal. Namun, jika masyarakat saat ini ditanyakan hal yang sama, maka jawabanya akan bertentangan dengan masyarakat Abad 18. Mengapa demikian? Karena akal sehat demikian hanya dibentuk oleh keterbatasan pengetahuan dan apa yang berlaku sebagai keyakinan umum apa yang mungkin dan tidak mungkin.

Nah, sekarang mari kita bertanya apakah mungkin seseorang menyelamatkan semua makhluk hidup dalam samsara? Tentu dengan akal sehat dan batas pengetahuan saat ini kita cenderung akan menjawab tidak mungkin. Tetapi ingat, dalam posisi ini kita tidak berbeda dengan masyarakat Abad 18 ketika ditanyakan tentang pesawat dan bola lampu. Jawaban kita atas pertanyaan ini dibatasi oleh pengetahuan dan keyakinan umum yang dianut oleh kita semua. Meskipun demikian, saya tidak bermaksud untuk menjawab dengan yakin dan pasti bahwa seseorang bisa menyelamatkan semua makhluk hidup dalam samsara, namun saya juga tidak akan mengatakan dengan pasti juga bahwa tidak mungkin ini terjadi. Pada dasarnya semua kemungkinan bisa terjadi jika hal tersebut berkaitan dengan realitas. Bahkan untuk pengetahuan-pengetahuan tentang dunia material saja kita masih akan menemukan banyak surprise di kemudian hari, bagaimana dengan Jalan Kebodhisattvaan yang melampaui dunia material?

Sebagai sumber kekuatan kebajikan, Bodhicitta justru harus melawan semua akal sehat yang dianut oleh realisme yang dibentuk berdasarkan cara pikir umum belaka. Dalam meditasi metta, hal yang sama juga berlaku. Mengharapkan kebahagiaan semua makhluk hidup bukan berarti bisa terjadi tiba-tiba semua makhluk hidup bebas dari kebahagiaan. Ukuran-ukuran keyakinan umum seperti kuantitas, waktu dan ruang sebagaimana dalam pengertian objektivisme justru menghambat niat dalam memancarkan metta. Dalam hal ini, kita harus memancarkan metta pada makhluk ke segala penjuru tanpa mempertimbangan objektivitas ruang dan waktu. Bahkan konon, dalam Theravada pun percaya bahwa ketika kita memancarkan metta dengan konsentrasi yang kuat seseorang akan lambat laun merasakan kebahagiaan yang kita pancarkan padanya. Dalam ikrar Bodhisattva hal yang sama berlaku. Ukuran objektif tidak lagi berlaku. Dengan mengabaikan ini, dan menguatkan tekad sepenuhnya maka semua potensi yang ada di dalam dicurahkan untuk mempraktikkan Buddha Dharma. Jika tekad yang harapan positif tersebut dipancarkan terus menerus dengan kuat bukankah tidak tertutup kemungkinan pancaran enerji positifnya benar-benar akan membantu makhluk lain bebas dari samsara?

Tekad yang muncul dari kesadaran akan tiadanya batas ukuran objektif demikian justru adalah sumber yang luar biasa untuk menjalani Buddha Dharma. Pada beberapa kasus nyata, seringkali seseorang yang didesak oleh keinginan untuk menyelamatkan orang lain dan keinginan mengorbankan diri menjadi mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan olehnya pada saat biasa. Seorang Ibu yang melihat suami dan anak terjepit dibawa mobil dan berada dalam bahaya, mampu mengangkat mobil yang beratnya tak akan mampu diangkatnya pada saat “normal.” Dorongan altruisme yang demikianlah yang akan memacu seorang Bodhisattva untuk terus mempraktikkan Buddha Dharma.

“Setelah dengan jelas melihat bodhicitta dengan cara ini
Seorang Jinaputra harus tak gentar
Terus mendorong dirinya sendiri
Untuk tidak berpaling dari prakteknya.”

Lantas akan dengan demikian semuanya akan saling menunggu dan akhirnya tidak ada yang mencapai Buddha Sempurna seperti yang dikira bro. Upasaka?  Sekali lagi ini hanya dugaan yang dilandaskan pengetahuan dan keyakinan umum terbatas belaka.  Para Bodhisattva terdahulu tak terhitung banyaknya yang akhirnya mencapai Buddha Sempurna, bahkan Buddha Sakyamuni sendiri dahulu adalah Bodhisattva. Jika memang kekhawatiran bahwa ikrar Bodhisattva menyebabkan semuanya akan saling menunggu hingga tidak ada yang mencapai Buddha Sempurna adalah benar, maka seharusnya tidak ada Buddha Yang Sempurna di dunia ini. Oleh karena itu kekhawatiran ini berlebihan.  Kenyataannya, isi ikrar tidak selalu harus terwujud saat seorang Bodhisattva akan mencapai Buddha Sempurna. Ketika praktiknya sudah matang, maka Bodhisattva akan tetap mencapai Buddha Sempurna terlepas dari ikrar yang disampaikannya terwujud ataupun tidak.

Untuk lebih memahami ikrar Bodhisattva, perhatikan kutipan dari Mahavaipulya Paripurnabuddhis Nitarthasutra ini:

“Kebijaksanaan yang dimiliki Bodhisattva luar biasa. Mereka tidak akan terikat oleh hal-hal yang bersifat duniawi, namun demikian mereka juga tidak terburu-buru melepaskan segala penderitaannya. Mereka tidak takut mati dan lahir kembali, juga tidak ingin mencapai Nirvana sedini mungkin. Mereka tidak menjunjung tinggi (memuji) para umat yang melakukan Sila dengan tekun, sebaliknya mereka tidak membenci umat yang melanggar sila. Mereka tidak memuliakan tokoh Dharma, tapi mereka juga tidak menyepelekan dan memandang umat yang baru belajar Dharma. Mengapa para Bodhisattva bersikap demikian?  Tiada lain kesadaran mereka telah mencapai tingkat sempurna! Hakikat ini bisa diumpamakan sebagai fungsi terang yang berada di dalam mata.  Bila mata telah dibuka, segala sesuatu dapat kita lihat dengan jelas, tanpa membedakan mana yang disukai atau mana yang dibenci oleh penglihatannya. Ini berarti fungsi terang dari mata telah melimpahi segala sesuatu di alam semesta secara sama rata (merata) tanpa benci dan suka!” 

Melalui kutipan ini, jelas dalam Mahayana tekad seorang Bodhisattva untuk tidak merealisasi nirvana secara cepat mencerminkan keseimbangan akan sikap tidak takut mati dan lahir kembali, yang mencerminkan sikap tidak terikat dengan duniawi sekaligus tidak segera melepaskan penderitaannya. Sikap ini justru mencerminkan keseimbangan dan kebijaksanaan (prajna) yang merupakan bagian dari kesadaran sempurna.

Dari kutipan ini kita juga lihat, ikrar calon Bodhisattva untuk menunda realisasi nirvana demi semua makhluk yang pada awalnya adalah perwujudan tekad dan semangat bodhicitta, pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi suatu kesadaran yang merata tanpa diskriminasi terhadap segala sesuatu pada Bodhisattva tingkat atas. Dengan demikian, sikap untuk menunda realisasi nirvana jika bukan karena kemelekatan pada duniawi adalah justru mencerminkan kesadaran tersebut.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 26 April 2009, 05:34:21 PM
_/\_
klo boleh tau ya...sejak kapan Mahayana kita kenal dan siapa pelakonnya...
#-o
#-o
salam metta

Kassapa, Ananda dan siapapun para murid guru Buddha yang mencapai pencerahan yang dapat menembus pengetahuan the real Truth of True Self. Cuma nama-nama yang lain gak diceritakan hanya silsilahnya saja dari Kassapa, Ananda dstnya sampai Sesepuh Hui neng (sebagai para sesepuh).
Makanya ada jalan pelatihan bertahap secara umum/awam (ada literatur-literatur catatan-catatan kotbah-kotbah pengajaran guru Buddha sebagai rujukan bagi semua) dan pribadi yang diistilahkan inisiasi bagi yang sudah siap/saatnya terbuka/dibukakan rahasianya.
Makanya klo secara jalan umum pencapaiannya sampai dimana (?), berbeda klo seperti cerita-cerita pencapaian para murid guru/master Zen apakah sudah tercerahkan dan itu terbukti kualitasnya dengan pandangan-pandangannya sebab klo belum tercerahkan merasa/mengaku-aku bijaksana bisa benjol terus diketok sang gurunya, entahlah klo gurunya sendiri mengaku-ngaku atau sudah diluar dari pengawasan gurunya (seperti pemilihan penerus sesepuh V antara kualitas murid utama yang dianggap bijaksana oleh saudara-saudara lainnya perguruan dengan Hui neng yang kuli dapur buta huruf malah).
Tetapi itu bukan jalan atau cara-cara yang aneh.
Dimasa sekarang? entahlah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 27 April 2009, 10:33:25 PM
Diskusi Dengan Saudara Dilbert

Mohon maaf, karena baru sempat menanggapi sekarang. Saya kira tidak banyak diskusi yang perlu dilakukan lagi, karena masing-masing pihak telah menyampaikan pandangannya. Argumen saya tentang Mahayana tetap seperti yang sudah saya ungkapkan sebelumnya. Bagi saya argument Mahayana sudah cukup logis. Jadi masing-masing pihak akan tetap berpegang pandangannya masing-masing tentang berbagai hal, sehingga tidak banyak lagi yang dapat dibicarakan; meskipun ada beberapa poin2 yang disepakati.  Saya hanya ingin menanggapi hal-hal ini saja.

DILBERT:

Sifat alami.... ? ? ? pernyataan ini sedemikian benar-nya terlihat kesalahan penjelasan di atas. Justru karena sifat alami-nya itu, maka ketika merealisasikan "nibbana tanpa sisa" pada hakekatnya tidak ada lagi maitri karuna, karena sudah menjadi sifat alamiah dari seorang BUDDHA, maka BUDDHA memandang maitri karuna mudita = dosa lobha dan moha, atau dengan kata lain nirvana = samsara. BUDDHA tidak tercemarkan lagi oleh segala jenis kebahagiaan/kebaikan/maitri/karuna/mudita dan tidak tercemarkan juga oleh penderitaan/dosa/lobha/moha.

Karena pada hakekat-nya tidak ada makhluk yang bisa ditolong oleh bahkan seorang Tathagatha. Walaupun sifat alamiah BUDDHA (MAITRI KARUNA MUDITA) tetap ada, tetapi hanya sebatas itu saja. Tidak ada yang bisa diperjuangkan lagi. KETIKA individu yang masih dalam jalur/karir bodhisatva masih berkutat pada pandangan tentang PEMBEBASAN MAKHLUK LAIN, maka TIDAK ADA MEREALISASIKAN ke-BUDDHA-an.... (Lihat kembali SUTRA INTAN).

TAN:

Justru karena Buddha tidak tercemar lagi oleh dosa, lobha, dan moha, maka pemancaran maitri karuna itu menjadi alami. Buddha memancarkan maitri karuna tanpa pembeda-bedaan dan tidak tepat bila Sdr. Dilbert menggunakan istilah “memperjuangkan” di sini. Pemancaran maitri karuna itu tetap ada, namun tidak ada “perjuangan” lagi. Semuanya berjalan secara alami karena demikianlah adanya. Api tidak perlu “berjuang” membuat dirinya panas. Karena memang demikianlah adanya api. Saya juga melihat bahwa penjelasan saya sudah sesuai dengan Sutra Intan. Oleh karena bagi seorang yang telah mencapai pencerahan tak ada yang diperjuangkan lagi, semua itu telah menjadi termurnikan dan alami.

DILBERT:

Para Sravaka seperti Culapanthaka juga sanggup menciptakan tubuh nimitta sebanyak ribuan. Tetapi pengertian tubuh jelmaan menjadi berbeda jika dilihat dari perspektif waktu. Yang diciptakan oleh tubuh nimitta baik oleh sammasambuddha maupun sravaka adalah tubuh nimitta dalam waktu yang paralel (sama). Jadi memang seyogia-nya ada tubuh yang asli dan ada tubuh ciptaan.

TAN:

Ya susah juga ya. Kalau mau dicari-cari perbedaannya, semua juga beda. Kalau mau dicari-cari persamaannya ya sama. Oleh karena itu, semua agama pada akhirnya akan berpulang lagi ke masalah “belief.”

DILBERT:

Jadi saya juga menolak bahwa pada perspektif puthujana (di luar pemetik buah pembebasan/ARAHATTA PHALA) bahwa lobha/dosa/moha itu sama dengan alobha/dosa/moha. KETIKA sudah ter-realisasi pembebasan/arahatta, maka barulah akan timbul pengetahuan akan melihat apa adanya (yathabutham nyanadasa) dan pada saat itulah nirvana tidak terpisah dari samsara.

TAN:

Benar, hakikat bahwa samsara = nirvana itu hanya dapat dipahami bila seseorang telah merealisasi kebebasan dari dualisme. Orang yang memikirkan konsep ini dari sudut pandang dualisme justru bisa sampai pada kesimpulan yang aneh-aneh, seperti: “kalau benar bahwa samsara = nirvana, tentunya saya yang telah bebas dari lobha dosa moha kini sudah merealisasi nirvana.” Kesimpulan aneh seperti itu saja masih dilandasi moha, jadi bagaimana mungkin orang yang menyimpulkan seperti itu telah merealisasi nirvana. Ini jelas logika salah orang yang tidak memahami hakikat di atas.

Mungkin hanya itu saja yang ingin saya tambahkan. Saya kira tidak banyak lagi yang dapat kita diskusikan, karena masalah hanya akan berputar-putar seperti itu saja. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaannya berdiskusi.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 27 April 2009, 11:00:01 PM
TANGGAPAN UNTUK SDR. TRUTH LOVER

Mohon maaf baru sempat menanggapi sekarang.

TL:

Nampaknya mas Tan salah paham, seperti yang sudah saya katakan bahwa saya bertanya dengan kritis, bukankah untuk lebih memahami sesuatu maka kita harus bisa menghilangkan keragu-raguan? dan cara terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan adalah dengan bertanya?

TAN:

Bertanya berbeda dengan berdebat. Kalau orang bertanya itu jelas sekali harus menempatkan diri sebagai orang yang “Tidak tahu.” Lalu si penjawab akan memberikan jawaban. Si penanya akan menerima jawaban itu sebagaimana adanya. Jika bertanya terus menyanggah jawabannya dengan seolah-olah mengajukan “pertanyaan” lagi, maka itu sama saja dengan berdebat. Anda bertanya tentang Mahayana, saya sudah memberikan jawaban saya.

TL:

Yang manakah yang sungguh-sungguh praktek? Yang manakah yang menurut mas Tan dianggap praktek?

TAN:

Segala sesuatu yang dapat mengubah hati, pikiran, dan perbuatan kita ke arah yang lebih baik dan bermanfaat adalah praktik Dharma. Bermeditasi, membaca buku-buku Dharma, atau berdiskusi Dharma kalau akhirnya hanya untuk melecehkan aliran lain bukanlah praktik Dharma. Memberikan bantuan atau sekedar senyuman pada orang lain dengan tulus iklas, walaupun tidak ada kata “Dharma” sama sekali, adalah praktik Dharma.

TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

TL:

Lagi-lagi saya merasa ada ketidak konsistenan disini, belas kasih atau maitri karuna tidak akan berakhir? Tolong dijawab darimanakah maitri karuna ini dipancarkan? Dari panca skandha atau bukan?
Untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada Mas Tan: APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA...??

TAN:

Dalam kasus Kebudhaan, maitri karuna bukan dipancarkan pancaskandha. Tetapi sudah menjadi sifat alami seorang Buddha. Api memancarkan panas. Apakah panas itu juga dipancarkan pancaskandha. Api punya pancaskandha? Untuk kesekian kalinya pula saya bertanya: Hukum karma itu anitya atau nitya? Anitya sendiri nitya atau anitya?

TL:

tetapi pertanyaannya adalah bagaimana caranya seorang Buddha memancarkan maitri karuna terus menerus bahkan setelah Parinirvana.

TAN:

Wah saya tidak tahu karena belum mencapai Kebuddhaan. Saya sudah cukup puas mengetahui dari ajaran Mahayana bahwa maitri karuna tak akan berakhir. Di luar itu terus terang saya tidak tahu, karena saya belum mencapai Kebuddhaan.

TL:

terlepas dari fakta bahwa ini kesekian kalinya mas Tan membandingkan antara M dengan T padahal mengatakan tidak bermaksud demikian

TAN:

Apakah Sdr. TL mengetahui bahwa Sutta2 Pali itu 99% juga ada di kumpulan Agama (Ahanjing) milik Mahayana? Sutta2 Pali dimasukkan dalam bagian tersendiri yang bernama Agama Sutra. Saya sah-sah saja memakai argument itu karena ajaran seperti itu juga ada di kanon Mahayana. Jadi tidak tepat bahwa saya dikatakan membandingkan antara M dengan T.

TL:

Yang mengatakan bahwa Nirvana adalah sekat yang membatasi seorang Buddha dari samsara menurut saya adalah mas Tan sendiri. Setahu saya Non-Mahayanis beranggapan bahwa Samsara muncul oleh karena ada sebab, Nirvana telah terbebas dari sebab-sebab itu, oleh karena itu dikatakan batinnya telah terbebas (bukan terbebas dari sekat, tetapi terbebas dari sebab-sebab). Jadi perhatikan perbedaan cara berpikir mahayanis dan non Mahayanis

TAN:

Terbebas dari sebab-sebab berarti tak ada sekali lagi, bukan?

TL:

Pemikiran bahwa seorang Buddha selalu memancarkan maitri karuna walaupun telah Parinirvana adalah merupakan Pemikiran yang lagi lagi telah terkontaminasi Hindu.

TAN:

Wah, apa jeleknya Hindu?

TL:

Mengenai pernyataan bahwa "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." mas katakan  bahwa salah dan logika dipaksakan karena masih menganggap kedua hal itu terpisah. Ini juga pernyataan aneh. Faktanya:
"Nirvana identik dengan Samsara, yang mengatakan bukan orang itu tetapi mas Tan sendiri kan?" logika bila Nirvana yang bebas dari lobha, dosa, moha adalah = samsara yang diliputi lobha,dosa, moha. Maka dari sini kita bisa tarik logika berikut: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya memiliki lobha, dosa atau moha.
logika kedua: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya tidak memiliki lobha, dosa atau moha (kedua-duanya Nirvana).
Ini baru sesuai dengan arti identik. Silahkan buka kamus.

TAN:

Kesalahan argument itu, karena memaksakan pandangan orang yang belum tercerahi pada yang telah tercerahi. Ibaratnya memaksa mencangkokkan kepala kambing pada gajah. Ya bagaimana bisa ketemu? Saya kira saya sudah jelaskan dengan cukup gamblang. Kalau seseorang masih berpaksa berpandangan seperti itu, ya berarti diskusi sudah Death End alias memasuki jalan buntu. Tidak bisa diteruskan lagi karena sudah mentok.


TL:

Nah ini menarik mas Tan... Apabila benar seperti yang mas Tan katakan, tolong kutipkan dan sebutkan sumbernya. Dan satu hal lagi apakah mas Tan yakin bahwa kebebasan dari samsara (Nirvana) yang dianut oleh aliran Jaina sama dengan Nirvana yang dianut oleh aliran non Mahayanis?

bagian yang saya bold: nampak jelas sekali bahwa sesungguhnya mas Tan sendiri yang beranggapan bahwa ada sekat yang memisahkan Nirvana dan Samsara. sedangkan non mahayanis yang saya ketahui mengatakan bahwa "segala sesuatu muncul dari sebab dan akan berhenti bila sebabnya berhenti". Tak ada pernyataan yang mengatakan mengenai sekat.

Tolong dikutipkan yang dari Jaina ya? sangat menarik mas.

TAN:

LIhat saja buku “Filsafat India” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pustaka Pelajar.

TL:

Saya hanya bingung dengan pernyataan mas Tan yang berikut:Florence Nightingale, Henry Dunant dan Oscar Schindler dll adalah Bodhisattva? Saya banyak menolong nyamuk, semut, belut, lele dll. mereka juga adalah mahluk hidup kan? Bila demikian jadi saya adalah Bodhisattva juga kan?

TAN:

O iya kalau memang Anda tulus dalam menolong makhluk2 itu, Anda adalah bodhisattva. Namaste untuk Anda.

TL:

Ini saya setuju sekali, seringkali si A menuduh si B melekat pada pandangan tetapi si A lupa bahwa ia juga sebenarnya melekat pada pandangannya sendiri.

TAN:

Sama-sama melekat khan. Ingat sesame bis kota jangan saling mendahului :P

TL:

Semoga mimpi mas Tan agar dunia ini menjadi Sukhavati, terkabul.

TAN:

Sadhu..sadhu.

TL:

Amiiiinnnn.. semoga praktisi Mahayana imannya tambah kuat, semoga mas Tan juga "imannya" tambah kuat, semoga mas Tan dibukakan jalan olehNya. Semoga mas Tan mendapatkan berkah dan limpahan "KasihNya".

TAN:

Sadhu2…! Semoga praktisi Theravada juga makin rajin berjihad demi keyakinannya. Nibanna menantimu Bang! Berjihadlah dengan rajin. Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 28 April 2009, 06:55:01 AM
:)) :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 07:29:57 AM
Jadi bingung , mau milih theravada atau mayahana yak =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 April 2009, 08:55:08 AM
[at] atas n atas n atas-nya lagi

Mr. Tan,

bravo, hebat, jawaban anda sangat sangat memuaskan, dan membuka wawasan, hehehe...


"Sadhu2…! Semoga praktisi Theravada juga makin rajin berjihad demi keyakinannya. Nibanna menantimu Bang! Berjihadlah dengan rajin. Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet."


amitofo,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 April 2009, 09:12:56 AM
Dalam kasus Kebudhaan, maitri karuna bukan dipancarkan pancaskandha. Tetapi sudah menjadi sifat alami seorang Buddha. Api memancarkan panas. Apakah panas itu juga dipancarkan pancaskandha. Api punya pancaskandha? Untuk kesekian kalinya pula saya bertanya: Hukum karma itu anitya atau nitya? Anitya sendiri nitya atau anitya?


Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?


Lalu permainan kata itu masih diulang kembali. Jadi kalau boleh, saya mau tanya: Anitya itu mencakup apa saja? Termasuk Dharma juga? Kalau benar demikian, berarti memang nyambung juga dengan Aliran Maitreya. "Sabbe Dharma Anitya". Dulu zaman Pancaran (warna) X, sekarang (warna) X udah expired, ganti zaman Pancaran (warna) Y.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 11:05:48 AM
Dalam kasus Kebudhaan, maitri karuna bukan dipancarkan pancaskandha. Tetapi sudah menjadi sifat alami seorang Buddha. Api memancarkan panas. Apakah panas itu juga dipancarkan pancaskandha. Api punya pancaskandha? Untuk kesekian kalinya pula saya bertanya: Hukum karma itu anitya atau nitya? Anitya sendiri nitya atau anitya?


Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

Lalu permainan kata itu masih diulang kembali. Jadi kalau boleh, saya mau tanya: Anitya itu mencakup apa saja? Termasuk Dharma juga? Kalau benar demikian, berarti memang nyambung juga dengan Aliran Maitreya. "Sabbe Dharma Anitya". Dulu zaman Pancaran (warna) X, sekarang (warna) X udah expired, ganti zaman Pancaran (warna) Y.


sdr.kainyn... saya setuju dengan anda. dan saya rasa dari awal, kita kita tidak pernah bermain kata-kata (seperti yang dituduhkan)... yang kita tanyakan adalah berdasarkan logis berpikir berdasarkan konsep konsep. Dan saya tetap konsisten dengan pernyataan saya bahwa dalam sutra-sutra Mahayana sendiri terjadi in-konsistensi ajaran. Tidak nyambung. misalnya Sutra Hati dan Sutra Intan di satu pihak dengan sutra Saddharmapundarika dan sutra lainnya di pihak lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 11:08:05 AM
[at] atas n atas n atas-nya lagi

Mr. Tan,

bravo, hebat, jawaban anda sangat sangat memuaskan, dan membuka wawasan, hehehe...


"Sadhu2…! Semoga praktisi Theravada juga makin rajin berjihad demi keyakinannya. Nibanna menantimu Bang! Berjihadlah dengan rajin. Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet."

amitofo,

navis

Inilah tanda tanda dari praktisi yang sudah kehabisan kata-kata, sehingga mengeluarkan pernyataan RETORIKA belaka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 11:11:16 AM
Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

aye praktisi Mahayana lho =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 28 April 2009, 12:05:41 PM
Quote from: sobat-dharma
Melihat arah diskusi kita terakhir ini, saya menilai mulai menjadi kontra-produktif. Oleh karena itu, saya pikir perlu untuk mengkerecutkan isu yang didiskusikan.

Pertama-tama, saya menilai kalau keberatan bro. Upasaka berkaitan dengan ikrar Bodhisattva yang dinilai tidak sesuai dengan logika dan akal sehatnya. Dalam hal ini, saya menilai bro. Upasaka terlalu mengandalkan logika dan akal sehat. Kritik saya kemudian sekitar penggunaan logika dan akal sehat sebagai standar kebenaran, yang kemudian oleh sdr. Upasaka jawab dengan pentingnya segala sesuatu dinilai dengan akal sehat dan logika sebelum diterima.

Pada bagian penjelasan ini, saya tetap keberatan dengan penggunaan logika dan akal sehat sebagai ukuran semata dalam menilai ikrar bodhisattva, mengapa?

Pada sudut pandang tertentu ikrar Bodhisattva tidak terlalu berbeda dengan meditasi objek metta dalam Theravada. Dalam meditasi dengan objek metta, misalnya seseorang diminta untuk mengharapkan kebahagiaan semua makhluk. Bukankah dengan mengharapkan kebaikan semua makhluk hidup, bukan berarti secara otomatis semua makhluk akan langsung mengalami kebahagiaan seperti yang diharapkan?  (Jika dipandang dengan akal sehat serupa) Namun, ternyata meditasi metta toh ternyata dapat bermanfaat untuk seorang meditator. Hal yang sama berlaku untuk ikrar Bodhisattva untuk membantu semua makhluk hidup merealisasi nirvana.

Dalam hal ini Santideva dalam Bodhicaryavatara menulis:

“Bila sekedar berpikir hendak menyembuhkan
Makhluk lain dari sakit kepala saja
Adalah suatu kehendak baik
Yang dipenuhi kebajikan tak terbatas.

Lantas bagaimana menjelaskan
Tentang kehendak untuk menghapuskan penderitaan
Mereka yang tiada terhitung
Yang menginginkan agar masing-masing dari mereka
Mencapai kebajikan tidak terbatas?

[...]

Kehendak membawa kebajikan bagi semua makhluk yang
Demikian
Yang tak tumbuh pada mereka yang tak menginginkan
Kebajikan bagi diri sendiri
Adalah permata pikiran yang tiada banding
Dan kelahirannya belum pernah terjadi sebelumnya dalam
Pengembaraan samsara

[...]
Namun bila pikiran baik yang muncul (dalam
Memandangnya)
Buahnya akan berlipat ganda jauh melampaui
Penyebabnya
Saat Bodhisattva mengalami penderitaan berat ia tidak
Bersikap buruk
Oleh sebab itu kebajikannya terus berkembang dengan sendirinya”

Pada kata-kata di atas, jelas ikrar Bodhisattva dinilai sebagai cara membangkitkan pikiran yang positif, tidak dinilai dari segi nyata atau tidaknya. Bahkan ketika kita membangun pikiran yang positif akan seseorang saja, maka hasilnya akan memberikan dampak yang positif untuk kita. Bagaimana kita membangun pikiran yang positif akan kebaikan semua makhluk hidup tanpa memilah-milah? Bukankah akan semakin kuat dampak positifnya?

Dengan ikrarlah, seorang Bodhisattva mulai membangun kebajikan yang tanpa batas:

“Sejak saat itu
Meskipun tidur ataupun tak sadar
Kekuatan kebajikannya seluas angkasa
Akan tiada habisnya mengalir.”

Kebajikan tanpa batas ini yang disebut sebagai Bodhicitta:

“Segala kebajikan yang lain bagaikan pohon yang ditanam
Setelah berbuah ia punah begitu saja
Sebaliknya pohon abadi Bodhicitta
Tak akan berhenti berbuah, bahkan terus berkembang

Bodhicitta atau dalam pengertian ini adalah ikrar Bodhisattva merupakan landasan bagi seorang calon Bodhisattva untuk membangun pikiran dan tekad tak terbatas untuk mempraktekkan Buddha Dharma hingga mencapai Kebuddhaan Yang Sempurna. Ia adalah bahan bakar tak habis-habisnya yang mendukung tekad tersebut.
Oleh karena itu tidak tepatlah hal demikian ditakar dengan logika dan akal sehat. Karena tekad Bodhisattva bukanlah suatu pernyataan afirmasi akan suatu kebenaran objektif. Sebaliknya ia adalah suatu pernyataan sederhana yang sifatnya subjektif, namun lebih mencerminkan suatu tekad dan semangat.

Meskipun saya melihat sebenarnya selama ini bro. Upasaka menggunakan pengertiannya yang luas dan longgar untuk kedua konsep tersebut. Jika ia, “bertanya mungkinkah hal demikian terjadi?” yang dipermasalahkan oleh dia bukanlah logis atau tidaknya isi ikrar Bodhisattva tersebut, melainkan nyata atau tidak nyatanya isi Ikrar tersebut.  Dalam arti ia mempertanyakan apakah isi ikrar tersebut  mempertimbangkan aspek realitas atau tidak. Bro Upasaka lebih bertindak selaku seorang penganut realisme yang sedang mempertanyakan suatu idealisme yang dinilainya tidak sesuai dengan “akal sehat”-nya sebagai realis, ketimbang seorang yang menggunakan kaidah-kaidah dalam ilmu logika untuk mengevaluasi isi pernyataan ikrar. Jika ia menggunakan kaidah-kaidah dalam logika, seharusnya ia sadar hukum dalam ilmu logika: “Semua logis belum tentu nyata.”  Karena logika adalah sistem kebenaran simbolik yang terisolasi dengan kenyataan empirik. Sedangkan yang dipertanyakan Bro. Upasaka apakah hal yang demikian “mungkin terjadi.”

Dalam realisme yang dianut oleh Bro. Upasaka sebenarnya yang bekerja adalah “akal sehat” yang didasarkan pada keyakinan umum akan mungkin atau tidaknya suatu hal terjadi. Akal sehat demikian hanyalah cerminan apa yang berlaku pada pandangan masyarakat umum, ketimbang suatu kebenaran yang pasti. Misalnya, jika masyarakat Abad 18 ditanyakan apakah mungkin seseorang menangkap listrik di dalam bola kaca atau sebuah benda berat terbang di udara dan turun lagi dengan selamat, maka mereka akan menertawakan sebagai tidak masuk akal. Namun, jika masyarakat saat ini ditanyakan hal yang sama, maka jawabanya akan bertentangan dengan masyarakat Abad 18. Mengapa demikian? Karena akal sehat demikian hanya dibentuk oleh keterbatasan pengetahuan dan apa yang berlaku sebagai keyakinan umum apa yang mungkin dan tidak mungkin.

Nah, sekarang mari kita bertanya apakah mungkin seseorang menyelamatkan semua makhluk hidup dalam samsara? Tentu dengan akal sehat dan batas pengetahuan saat ini kita cenderung akan menjawab tidak mungkin. Tetapi ingat, dalam posisi ini kita tidak berbeda dengan masyarakat Abad 18 ketika ditanyakan tentang pesawat dan bola lampu. Jawaban kita atas pertanyaan ini dibatasi oleh pengetahuan dan keyakinan umum yang dianut oleh kita semua. Meskipun demikian, saya tidak bermaksud untuk menjawab dengan yakin dan pasti bahwa seseorang bisa menyelamatkan semua makhluk hidup dalam samsara, namun saya juga tidak akan mengatakan dengan pasti juga bahwa tidak mungkin ini terjadi. Pada dasarnya semua kemungkinan bisa terjadi jika hal tersebut berkaitan dengan realitas. Bahkan untuk pengetahuan-pengetahuan tentang dunia material saja kita masih akan menemukan banyak surprise di kemudian hari, bagaimana dengan Jalan Kebodhisattvaan yang melampaui dunia material?

Sebagai sumber kekuatan kebajikan, Bodhicitta justru harus melawan semua akal sehat yang dianut oleh realisme yang dibentuk berdasarkan cara pikir umum belaka. Dalam meditasi metta, hal yang sama juga berlaku. Mengharapkan kebahagiaan semua makhluk hidup bukan berarti bisa terjadi tiba-tiba semua makhluk hidup bebas dari kebahagiaan. Ukuran-ukuran keyakinan umum seperti kuantitas, waktu dan ruang sebagaimana dalam pengertian objektivisme justru menghambat niat dalam memancarkan metta. Dalam hal ini, kita harus memancarkan metta pada makhluk ke segala penjuru tanpa mempertimbangan objektivitas ruang dan waktu. Bahkan konon, dalam Theravada pun percaya bahwa ketika kita memancarkan metta dengan konsentrasi yang kuat seseorang akan lambat laun merasakan kebahagiaan yang kita pancarkan padanya. Dalam ikrar Bodhisattva hal yang sama berlaku. Ukuran objektif tidak lagi berlaku. Dengan mengabaikan ini, dan menguatkan tekad sepenuhnya maka semua potensi yang ada di dalam dicurahkan untuk mempraktikkan Buddha Dharma. Jika tekad yang harapan positif tersebut dipancarkan terus menerus dengan kuat bukankah tidak tertutup kemungkinan pancaran enerji positifnya benar-benar akan membantu makhluk lain bebas dari samsara?

Tekad yang muncul dari kesadaran akan tiadanya batas ukuran objektif demikian justru adalah sumber yang luar biasa untuk menjalani Buddha Dharma. Pada beberapa kasus nyata, seringkali seseorang yang didesak oleh keinginan untuk menyelamatkan orang lain dan keinginan mengorbankan diri menjadi mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan olehnya pada saat biasa. Seorang Ibu yang melihat suami dan anak terjepit dibawa mobil dan berada dalam bahaya, mampu mengangkat mobil yang beratnya tak akan mampu diangkatnya pada saat “normal.” Dorongan altruisme yang demikianlah yang akan memacu seorang Bodhisattva untuk terus mempraktikkan Buddha Dharma.

“Setelah dengan jelas melihat bodhicitta dengan cara ini
Seorang Jinaputra harus tak gentar
Terus mendorong dirinya sendiri
Untuk tidak berpaling dari prakteknya.”

Lantas akan dengan demikian semuanya akan saling menunggu dan akhirnya tidak ada yang mencapai Buddha Sempurna seperti yang dikira bro. Upasaka?  Sekali lagi ini hanya dugaan yang dilandaskan pengetahuan dan keyakinan umum terbatas belaka.  Para Bodhisattva terdahulu tak terhitung banyaknya yang akhirnya mencapai Buddha Sempurna, bahkan Buddha Sakyamuni sendiri dahulu adalah Bodhisattva. Jika memang kekhawatiran bahwa ikrar Bodhisattva menyebabkan semuanya akan saling menunggu hingga tidak ada yang mencapai Buddha Sempurna adalah benar, maka seharusnya tidak ada Buddha Yang Sempurna di dunia ini. Oleh karena itu kekhawatiran ini berlebihan.  Kenyataannya, isi ikrar tidak selalu harus terwujud saat seorang Bodhisattva akan mencapai Buddha Sempurna. Ketika praktiknya sudah matang, maka Bodhisattva akan tetap mencapai Buddha Sempurna terlepas dari ikrar yang disampaikannya terwujud ataupun tidak.

Untuk lebih memahami ikrar Bodhisattva, perhatikan kutipan dari Mahavaipulya Paripurnabuddhis Nitarthasutra ini:

“Kebijaksanaan yang dimiliki Bodhisattva luar biasa. Mereka tidak akan terikat oleh hal-hal yang bersifat duniawi, namun demikian mereka juga tidak terburu-buru melepaskan segala penderitaannya. Mereka tidak takut mati dan lahir kembali, juga tidak ingin mencapai Nirvana sedini mungkin. Mereka tidak menjunjung tinggi (memuji) para umat yang melakukan Sila dengan tekun, sebaliknya mereka tidak membenci umat yang melanggar sila. Mereka tidak memuliakan tokoh Dharma, tapi mereka juga tidak menyepelekan dan memandang umat yang baru belajar Dharma. Mengapa para Bodhisattva bersikap demikian?  Tiada lain kesadaran mereka telah mencapai tingkat sempurna! Hakikat ini bisa diumpamakan sebagai fungsi terang yang berada di dalam mata.  Bila mata telah dibuka, segala sesuatu dapat kita lihat dengan jelas, tanpa membedakan mana yang disukai atau mana yang dibenci oleh penglihatannya. Ini berarti fungsi terang dari mata telah melimpahi segala sesuatu di alam semesta secara sama rata (merata) tanpa benci dan suka!” 

Melalui kutipan ini, jelas dalam Mahayana tekad seorang Bodhisattva untuk tidak merealisasi nirvana secara cepat mencerminkan keseimbangan akan sikap tidak takut mati dan lahir kembali, yang mencerminkan sikap tidak terikat dengan duniawi sekaligus tidak segera melepaskan penderitaannya. Sikap ini justru mencerminkan keseimbangan dan kebijaksanaan (prajna) yang merupakan bagian dari kesadaran sempurna.

Dari kutipan ini kita juga lihat, ikrar calon Bodhisattva untuk menunda realisasi nirvana demi semua makhluk yang pada awalnya adalah perwujudan tekad dan semangat bodhicitta, pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi suatu kesadaran yang merata tanpa diskriminasi terhadap segala sesuatu pada Bodhisattva tingkat atas. Dengan demikian, sikap untuk menunda realisasi nirvana jika bukan karena kemelekatan pada duniawi adalah justru mencerminkan kesadaran tersebut.

1) Metta Bhavana bertujuan untuk mengakhiri kebencian yang ada di diri sendiri. Mengharapkan agar semua makhluk berbahagia itu artinya mengharapkan agar semua makhluk berbahagia saat ini dan kelak. Meskipun, tidak mungkin semua makhluk saat ini berbahagia. Perbedaannya adalah :
- Metta bhavana dilakukan dengan pikiran, identik dengan kata "semoga".
- Ikrar Bodhisattva dijalankan dengan perbuatan.

Mengharapkan kebahagiaan semua makhluk dengan menolong semua makhluk adalah 2 kalimat dengan konteks yang berbeda. Dan konteks kalimat di Ikrar Bodhisattva ini tidak (atau belum) dapat dipertanggungjawabkan dalam bukti nyata.


2) Tanpa menerapkan Ikrar Bodhisattva, sebenarnya setiap orang juga bisa menjalani penghidupan suci 'sambil' menolong makhluk lain. Justru penghidupan suci tidak akan membawa seseorang mencapai Nirvana jika orang itu tidak mengembangkan kebajikan. Sang Buddha mengajarkan sila, samadhi dan prajna, sebagai satu paket yang harus diaplikasikan untuk mencapai Pembebasan. Jadi Ikrar Bodhisattva hanyalah trademark semata. Namun pada hakikatnya, tekad itu bersifat universal; dan sebenarnya juga ada di Theravada.


3) "...pohon abadi Bodhicitta..."
    Ini salah satu contoh syair yang kurang saya terima. Entah apakah memang syair Mahayana lebih sering memakai gaya bahasa konotasi atau tidak, tapi saya melihat contoh kalimat di atas adalah kurang tepat. Mengapa disebut "abadi", padahal "pohon" yang dimaksud adalah "semangat / tekad". Bukankah "semangat / tekad" itu muncul karena ada faktor-faktor pendukung? Kalau begitu, sangat jelas bahwa "pohon" itu pun sebenarnya tidak abadi.


4) Ya, saya memakai landasan realisme. ;D
    Contoh pandangan orang di abad 18 dan pandangan masyarakat saat ini di atas kurang mengena. Mari kita pakai analogi dalam akar Buddhisme...

   Anda berkata ada kemungkinan bahwa semua makhluk akan ditolong dan mencapai Pembebasan. Jika kesimpulan ini benar, maka secara langsung Hukum Pratitya Samutpada akan gugur. Kita tahu bahwa isi dunia ini berada dalam kondisi yang saling bergantungan. Ketika Anda menyatakan bahwa semua makhluk mampu merealisasi Nirvana sehingga samsara akan kosong, artinya ada satu fase di mana makhluk-makhluk tertentu tidak bergantung dengan yang lainnya. Maksudnya : Kalau samsara bisa kosong dari makhluk, berarti ada suatu masa dimana semua makhluk berada dalam keadaan yang kondusif untuk merealisasi Nirvana. Artinya semua makhluk saat itu akan menjadi Buddha, tidak ada lagi makhluk di alam menderita, tidak ada lagi kutu di tubuh seekor kucing, tidak ada lagi cacing dalam isi perut manusia, tidak ada lagi ganggang yang menjaga ekosistem perairan, dsb.

   Bukankah ini adalah skenario jauh di masa depan dari Ikrar Bodhisattva, yakni terbebasnya semua makhluk sehingga samsara jadi kosong? Kalau benar, berarti sekali lagi Hukum Pratitya Samutpada gugur. Samsara bergantung pada makhluk, dan makhluk juga bergantung pada samsara. Oleh karena itu, awal dan akhir samsara adalah tidak relevan untuk disimpulkan. Apalagi jika hal ini adalah sebagian dari visi-misi seorang Bodhisattva. Inilah yang belum bisa saya terima dengan akal sehat.


5) Bantuan seh bantuan. Tapi saya belum tahu jelas makna bantuan dari seorang Bodhisattva, karena selama ini belum ada yang mau menjelaskan lebih lanjut.

   Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."
   
   Apakah benar...? Kalau benar, lantas apa bedanya dengan bantuan yang dapat diberikan oleh Kaum Theravadin?


6) Dalam Theravada juga tidak ada unsur buru-buru atau tergesa-gesa. Semuanya kembali pada keputusan orang yang bersangkutan. Ada yang ingin segera merealisasi Nibbana karena kematangan batinnya dalam melihat penghidupan ini. Atau ada juga yang belum ingin segera merealisasinya, karena batinnya belum cukup matang.

Jadi di Theravada tidak ada pola wajib tak tertulis yang mengharuskan praktisi untuk menunda pencapaian Nibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 April 2009, 01:26:21 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 April 2009, 01:28:57 PM
Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

aye praktisi Mahayana lho =))

begitu tah? :P

bukan nya sudah berubah haluan...

mo kenderaan apa yang penting sampai tujuan toh.... :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 28 April 2009, 01:44:40 PM
Quote from: naviscope
<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?

Kenapa tidak...? Praktisi Theravada bukanlah robot yang sudah diprogram untuk menyepelekan kejadian di luar.


Quote from: naviscope
bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

Kenapa tidak? Banyak bhikkhu di STI yang sekarang juga fokus menjadi bhikkhu pengkhotbah. Itu kan termasuk menolong makhluk lain.

Jangan mengambil pemikiran sempit dengan menganggap praktisi Theravada adalah orang yang memakai kaca mata kuda, tidak peduli kanan-kiri.


No offense juga,
:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 02:10:01 PM
Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

aye praktisi Mahayana lho =))

begitu tah? :P

bukan nya sudah berubah haluan...

mo kenderaan apa yang penting sampai tujuan toh.... :P

Sekarang aliran MARA =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 02:26:24 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???
Tanpa jadi mahayana atau theravada pun seseorang bisa saja melakukannya berdasarkan hati nuraninya

Quote
saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?
jawabannya sama dengan di atas

Quote
apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?
orang tidak mengenal ajaran Buddha pun bisa melakukannya kenapa pikiran anda theravada tidak akan melakukannya? apa karena ada doktrin tertentu?

Quote
bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?
Orang yang menggapai-gapai (menyelamatkan diri) dalam rawa untuk menyelamatkan orang lain yang mengapai-gapai dalam rawa adalah tidak mungkin; orang yang tidak berada dalam rawa dapat menyelamatkan orang yang menggapai-gapai dalam rawa adalah mungkin. Orang tidak terlatih, tidak disiplin dan tidak mencapai nibbana akan melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah tidak mungkin; orang yang terlatih, disiplin dan telah mencapai nibbana bila melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah mungkin.

Quote
no offense,

navis
sama no offense :)

RYU
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 28 April 2009, 02:31:00 PM
Quote from: naviscope
<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?

Kenapa tidak...? Praktisi Theravada bukanlah robot yang sudah diprogram untuk menyepelekan kejadian di luar.


Quote from: naviscope
bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

Kenapa tidak? Banyak bhikkhu di STI yang sekarang juga fokus menjadi bhikkhu pengkhotbah. Itu kan termasuk menolong makhluk lain.

Jangan mengambil pemikiran sempit dengan menganggap praktisi Theravada adalah orang yang memakai kaca mata kuda, tidak peduli kanan-kiri.


No offense juga,
:)


Kalau begitu saya menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ikrar Bodhisattva tidak masuk akal bukan? :) Toh, kalau benar anda berpandangan demikian, berarti menunda realisasi nibbana bukanlah hal yang buruk bukan?

Tapi kalau tidak salah anda mengatakan bahwa tindakan demikian "belum cukup matang" batinnya. Sedangkan tindakan segera merealisasi nibbana adalah tindakan yang "matang ".

Apakah dengan demikian bhikkhu2 yang menjadi penceramah tersebut "belum matang" batinnya? Seorang yang mengorbankan ginjalnya demi ibunya "belum matang" batinnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 April 2009, 02:33:55 PM
^
^

yup, setuju....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 02:38:05 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis

membantu orang tidak dalam konteks membantu orang mencapai pembebasan... yang sdr.navis katakan adalah menolong dalam harfiah seorang awam (puthujana), menolong secara fisik... SIAPA SAJA DAPAT MELAKUKAN-NYA... tidak hanya mahayana atau theravada.... siapa saja bisa...

Konteks-nya kan yang ditanyakan adalah MENOLONG MAKHLUK MENCAPAI PEMBEBASAN (NIBBANA) ??? Apa yang ini bisa ??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 02:41:23 PM
Quote from: naviscope
<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?

Kenapa tidak...? Praktisi Theravada bukanlah robot yang sudah diprogram untuk menyepelekan kejadian di luar.


Quote from: naviscope
bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

Kenapa tidak? Banyak bhikkhu di STI yang sekarang juga fokus menjadi bhikkhu pengkhotbah. Itu kan termasuk menolong makhluk lain.

Jangan mengambil pemikiran sempit dengan menganggap praktisi Theravada adalah orang yang memakai kaca mata kuda, tidak peduli kanan-kiri.


No offense juga,
:)


Kalau begitu saya menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ikrar Bodhisattva tidak masuk akal bukan? :) Toh, kalau benar anda berpandangan demikian, berarti menunda realisasi nibbana bukanlah hal yang buruk bukan?

Tapi kalau tidak salah anda mengatakan bahwa tindakan demikian "belum cukup matang" batinnya. Sedangkan tindakan segera merealisasi nibbana adalah tindakan yang "matang ".

Apakah dengan demikian bhikkhu2 yang menjadi penceramah tersebut "belum matang" batinnya? Seorang yang mengorbankan ginjalnya demi ibunya "belum matang" batinnya?

kata siapa ikrar seorang bodhisatva tidak masuk akal ?? Kan hanya dikatakan bahwa jika seorang bodhisatva masih berkutat / masih memikirkan keinginan untuk menyelamatkan makhluk (membebaskan makhluk untuk mencapai pembebasan) itu... maka tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an... itu saja...
NB : untuk kesekalian kali-nya, LIHAT SUTRA INTAN... Posisi Bodhisatva menurut pandangan Mahayana itu seperti apa, jelas diterangkan di dalam SUTRA INTAN...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 28 April 2009, 02:44:11 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis

membantu orang tidak dalam konteks membantu orang mencapai pembebasan... yang sdr.navis katakan adalah menolong dalam harfiah seorang awam (puthujana), menolong secara fisik... SIAPA SAJA DAPAT MELAKUKAN-NYA... tidak hanya mahayana atau theravada.... siapa saja bisa...

^
^

yup siapa saja bisa, tapi itu bukan kah merupakan penundaan pencapaian nibbana
kalau hitung2an pake kalkulator, bukan-nya yg hinayana
akan lebih perhitungan?

"
saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan."
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?
  ^-^

yang saya ambil contoh ini bodhisattva avalokitesvara loh,
kalau begitu, toh aliran hinayana, pada saatnya toh berubah haluan donk, menapaki jalan bodhisattva???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 28 April 2009, 02:45:24 PM

kata siapa ikrar seorang bodhisatva tidak masuk akal ?? Kan hanya dikatakan bahwa jika seorang bodhisatva masih berkutat / masih memikirkan keinginan untuk menyelamatkan makhluk (membebaskan makhluk untuk mencapai pembebasan) itu... maka tidak akan merealisasikan ke-BUDDHA-an... itu saja...
NB : untuk kesekalian kali-nya, LIHAT SUTRA INTAN... Posisi Bodhisatva menurut pandangan Mahayana itu seperti apa, jelas diterangkan di dalam SUTRA INTAN...

Kata bro upasaka. Betul begitu kan bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 28 April 2009, 02:48:03 PM
Quote from: sobat-dharma
Kalau begitu saya menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ikrar Bodhisattva tidak masuk akal bukan? :) Toh, kalau benar anda berpandangan demikian, berarti menunda realisasi nibbana bukanlah hal yang buruk bukan?

Tapi kalau tidak salah anda mengatakan bahwa tindakan demikian "belum cukup matang" batinnya. Sedangkan tindakan segera merealisasi nibbana adalah tindakan yang "matang ".

Apakah dengan demikian bhikkhu2 yang menjadi penceramah tersebut "belum matang" batinnya? Seorang yang mengorbankan ginjalnya demi ibunya "belum matang" batinnya?

Bukan. :)
Alasannya sudah saya uraikan di postingan sebelumnya.

Orang yang menunda perealisasian Nibbana itu orang yang belum cukup matang untuk menjalani penghidupan suci. Hatinya selalu tergerak melihat perubahan dunia ini. Di satu sisi, buruk karena menghambat pencapaian Nibbana. Di satu sisi, baik karena mau menolong makhluk lain. jadi ini hanyalah masalah persepsi, dan tergantung dari sudut mana kita memandangnya.

Seperti yang dikatakan Bro Dilbert dan Ryu, untuk kesekian kalinya saya tanyakan :

"Pertolongan seperti apakah yang hanya bisa dilakukan Bodhisattva (versi Mahayana)...?"

"Sejauh apakah pertolongan yang dapat diberikan?"

"Apakah menolong makhluk lain sampai mengantar mereka menuju Nirvana?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 28 April 2009, 02:53:36 PM
sdr.kainyn... saya setuju dengan anda. dan saya rasa dari awal, kita kita tidak pernah bermain kata-kata (seperti yang dituduhkan)... yang kita tanyakan adalah berdasarkan logis berpikir berdasarkan konsep konsep. Dan saya tetap konsisten dengan pernyataan saya bahwa dalam sutra-sutra Mahayana sendiri terjadi in-konsistensi ajaran. Tidak nyambung. misalnya Sutra Hati dan Sutra Intan di satu pihak dengan sutra Saddharmapundarika dan sutra lainnya di pihak lain.

Ya, serba salah. Saya hanya tanya batas "Hinayana" dan "Mahayana", bisa nyasar ke "Theravada". Lalu ada yang tanya "kesadaran" dan "Anitya", tidak dijawab malah putar-putar sampai ke ke-"anitya"-an "anitya" itu sendiri. Kalau begini, entah dari mana harus bahas. Lalu kalau bicara terus terang juga dibilang sengaja "menyerang" atau "berjihad". Jadi sebetulnya thread ini untuk menjawab kritik atau apa yah?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 02:57:04 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis

membantu orang tidak dalam konteks membantu orang mencapai pembebasan... yang sdr.navis katakan adalah menolong dalam harfiah seorang awam (puthujana), menolong secara fisik... SIAPA SAJA DAPAT MELAKUKAN-NYA... tidak hanya mahayana atau theravada.... siapa saja bisa...

^
^

yup siapa saja bisa, tapi itu bukan kah merupakan penundaan pencapaian nibbana
kalau hitung2an pake kalkulator, bukan-nya yg hinayana
akan lebih perhitungan?

"
saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan."
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?
  ^-^

yang saya ambil contoh ini bodhisattva avalokitesvara loh,
kalau begitu, toh aliran hinayana, pada saatnya toh berubah haluan donk, menapaki jalan bodhisattva???
Selama masih bisa menolong kenapa tidak? apa point di sini anggapan anda hinayana "tidak bisa menolong" atau "tidak mau menolong" ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 02:59:38 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis

membantu orang tidak dalam konteks membantu orang mencapai pembebasan... yang sdr.navis katakan adalah menolong dalam harfiah seorang awam (puthujana), menolong secara fisik... SIAPA SAJA DAPAT MELAKUKAN-NYA... tidak hanya mahayana atau theravada.... siapa saja bisa...

^
^

yup siapa saja bisa, tapi itu bukan kah merupakan penundaan pencapaian nibbana
kalau hitung2an pake kalkulator, bukan-nya yg hinayana
akan lebih perhitungan?

"
saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan."
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?
  ^-^

yang saya ambil contoh ini bodhisattva avalokitesvara loh,
kalau begitu, toh aliran hinayana, pada saatnya toh berubah haluan donk, menapaki jalan bodhisattva???

Tidak ada yang namanya menunda nibbana tuh bro navis... yang ada realisasi nibbana, terealisasi atau tidak realiasasi ? Seseorang arahat yang masih hidup tentunya masih bisa memberikan bantuan/pertolongan... tetapi tentunya pertolongan bukan dalam artian membebaskan/mensucikan makhluk hidup.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 28 April 2009, 03:10:51 PM
Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."

<<<  bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain
bisakah seorang hinayana melakukan hal demikian???

saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan.
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?

apakah seorang hinayana akan mendonorkan ginjal untuk ibu-nya?
itu tindakan untuk menunda pencapaian nibbana?
apakah bisa dilakukan?


bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk???
<<< bukan nya seorang hinayana lebih memfocuskan untuk mencapai pembebasan bagi dirinya sendiri dulu, baru urus orang lain???
sendiri masih belum bebas, apakah masih ada waktu untuk urus orang lain?

no offense,

navis

membantu orang tidak dalam konteks membantu orang mencapai pembebasan... yang sdr.navis katakan adalah menolong dalam harfiah seorang awam (puthujana), menolong secara fisik... SIAPA SAJA DAPAT MELAKUKAN-NYA... tidak hanya mahayana atau theravada.... siapa saja bisa...

^
^

yup siapa saja bisa, tapi itu bukan kah merupakan penundaan pencapaian nibbana
kalau hitung2an pake kalkulator, bukan-nya yg hinayana
akan lebih perhitungan?

"
saya ambil contoh
ketika kita harus berjalan lurus kedepan
tiba2 ditengah perjalanan kita mendengar anak meminta pertolongan."
apakah kita akan berjalan trus ato kita akan menunggu mencapai nibbana?
  ^-^

yang saya ambil contoh ini bodhisattva avalokitesvara loh,
kalau begitu, toh aliran hinayana, pada saatnya toh berubah haluan donk, menapaki jalan bodhisattva???

Tidak ada yang namanya menunda nibbana tuh bro navis... yang ada realisasi nibbana, terealisasi atau tidak realiasasi ? Seseorang arahat yang masih hidup tentunya masih bisa memberikan bantuan/pertolongan... tetapi tentunya pertolongan bukan dalam artian membebaskan/mensucikan makhluk hidup.
Tambahan, Arahat berbuat baik pun juga bukan untuk menambah karma Baiknya juga :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 28 April 2009, 07:38:33 PM
Quote
TANGGAPAN UNTUK SDR. TRUTH LOVER

Mohon maaf baru sempat menanggapi sekarang.

TL:

Nampaknya mas Tan salah paham, seperti yang sudah saya katakan bahwa saya bertanya dengan kritis, bukankah untuk lebih memahami sesuatu maka kita harus bisa menghilangkan keragu-raguan? dan cara terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan adalah dengan bertanya?

TAN:

Bertanya berbeda dengan berdebat. Kalau orang bertanya itu jelas sekali harus menempatkan diri sebagai orang yang “Tidak tahu.” Lalu si penjawab akan memberikan jawaban. Si penanya akan menerima jawaban itu sebagaimana adanya. Jika bertanya terus menyanggah jawabannya dengan seolah-olah mengajukan “pertanyaan” lagi, maka itu sama saja dengan berdebat. Anda bertanya tentang Mahayana, saya sudah memberikan jawaban saya.

Mas Tan masih tidak nyambung, coba perhatikan yang warna biru. Bedakan bertanya biasa dengan bertanya dengan kritis.

Quote
TL:

Yang manakah yang sungguh-sungguh praktek? Yang manakah yang menurut mas Tan dianggap praktek?

TAN:

Segala sesuatu yang dapat mengubah hati, pikiran, dan perbuatan kita ke arah yang lebih baik dan bermanfaat adalah praktik Dharma. Bermeditasi, membaca buku-buku Dharma, atau berdiskusi Dharma kalau akhirnya hanya untuk melecehkan aliran lain bukanlah praktik Dharma. Memberikan bantuan atau sekedar senyuman pada orang lain dengan tulus iklas, walaupun tidak ada kata “Dharma” sama sekali, adalah praktik Dharma.

Apakah bertanya, menyanggah, membandingkan dianggap sama dengan melecehkan? bila memang benar praktik Dharma adalah sesuai kriteria mas Tan maka saya kira saya berpraktek Dharma dengan baik, demikian juga bandit dan kriminal yang tak mengenal Dharma yang tak pernah membantah, menyanggah atau membandingkan dharma, tetapi murah senyum dan kadang-kadang menolong orang lain juga.

Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?

Quote
TL:

Lagi-lagi saya merasa ada ketidak konsistenan disini, belas kasih atau maitri karuna tidak akan berakhir? Tolong dijawab darimanakah maitri karuna ini dipancarkan? Dari panca skandha atau bukan?
Untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada Mas Tan: APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA...??

TAN:

Dalam kasus Kebudhaan, maitri karuna bukan dipancarkan pancaskandha. Tetapi sudah menjadi sifat alami seorang Buddha. Api memancarkan panas. Apakah panas itu juga dipancarkan pancaskandha. Api punya pancaskandha? Untuk kesekian kalinya pula saya bertanya: Hukum karma itu anitya atau nitya? Anitya sendiri nitya atau anitya?

Oh ya? maitri karuna tidak dipancarkan panca skandha? tetapi sifat alami seorang Buddha?. Jadi yang memancarkan apa? Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu lain diluar pancaskandha? tolong disebutkan mas namanya apa? termasuk kelompok jasmani apa kelompok batin? atau suatu kelompok tersendiri?

Mas Tan bertanya Anitya sendiri nitya atau anitya, mas Tan yang harus menjawab, karena bila saya menjawab dengan konsep aliran yang berbeda nanti dianggap melecehkan.
Jawaban terhadap karma anitya atau tidak anitya: Tentu saja karma individu bersifat anitya suatu ketika bila mencapai pencerahan karma tak lagi berproduksi, berhenti, stop. Saya harap cukup jelas.
UNTUK KEEMPAT KALINYA SAYA BERTANYA : APAKAH KESADARAN ANITYA ATAU NITYA MAS TAN?

Quote
TL:

tetapi pertanyaannya adalah bagaimana caranya seorang Buddha memancarkan maitri karuna terus menerus bahkan setelah Parinirvana.

TAN:

Wah saya tidak tahu karena belum mencapai Kebuddhaan. Saya sudah cukup puas mengetahui dari ajaran Mahayana bahwa maitri karuna tak akan berakhir. Di luar itu terus terang saya tidak tahu, karena saya belum mencapai Kebuddhaan.

Aah rupanya ada sesuatu yang terus-terusan memancarkan maitri karuna, tetapi tidak tahu kok bisa begitu ya? sama ya? saya juga sama nggak tahu mas Tan.

Quote
TL:

terlepas dari fakta bahwa ini kesekian kalinya mas Tan membandingkan antara M dengan T padahal mengatakan tidak bermaksud demikian

TAN:

Apakah Sdr. TL mengetahui bahwa Sutta2 Pali itu 99% juga ada di kumpulan Agama (Ahanjing) milik Mahayana? Sutta2 Pali dimasukkan dalam bagian tersendiri yang bernama Agama Sutra. Saya sah-sah saja memakai argument itu karena ajaran seperti itu juga ada di kanon Mahayana. Jadi tidak tepat bahwa saya dikatakan membandingkan antara M dengan T

Saya mohon maaf mas Tan, terpaksa harus membantah. Memang di Mahayana ada Abhidharmakosa, tetapi isinya sangat berbeda dengan Abhidhamma. di Mahayana memang ada Dirghagama, Majjhimagama dsbnya tetapi isinya hanya beberapa yang sama dengan Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, selebihnya berbeda.
maaf ngomong-ngomong mas Tan pernah melihat buku Abhidharmakosa atau Dirghagama belum? kok segitu yakinnya 99% sama?

Quote
TL:

Yang mengatakan bahwa Nirvana adalah sekat yang membatasi seorang Buddha dari samsara menurut saya adalah mas Tan sendiri. Setahu saya Non-Mahayanis beranggapan bahwa Samsara muncul oleh karena ada sebab, Nirvana telah terbebas dari sebab-sebab itu, oleh karena itu dikatakan batinnya telah terbebas (bukan terbebas dari sekat, tetapi terbebas dari sebab-sebab). Jadi perhatikan perbedaan cara berpikir mahayanis dan non Mahayanis

TAN:

Terbebas dari sebab-sebab berarti tak ada sekali lagi, bukan?

kok nggak nyambung ya? Terbebas dari sebab-sebab beda artinya dengan terbebas dari sekat-sekat.

Quote
TL:

Pemikiran bahwa seorang Buddha selalu memancarkan maitri karuna walaupun telah Parinirvana adalah merupakan Pemikiran yang lagi lagi telah terkontaminasi Hindu.

TAN:

Wah, apa jeleknya Hindu?


Hindu jelek atau tidak? sama dengan pertanyaan apa jeleknya Islam? apa jeleknya kr****n?  ;D
Maksudnya pemikiran Mahayana nampaknya adalah produk sinkretisme dengan Hindu mas, saya tidak mempermasalahkan jelek atau baik.

Quote
TL:

Mengenai pernyataan bahwa "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." mas katakan  bahwa salah dan logika dipaksakan karena masih menganggap kedua hal itu terpisah. Ini juga pernyataan aneh. Faktanya:
"Nirvana identik dengan Samsara, yang mengatakan bukan orang itu tetapi mas Tan sendiri kan?" logika bila Nirvana yang bebas dari lobha, dosa, moha adalah = samsara yang diliputi lobha,dosa, moha. Maka dari sini kita bisa tarik logika berikut: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya memiliki lobha, dosa atau moha.
logika kedua: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya tidak memiliki lobha, dosa atau moha (kedua-duanya Nirvana).
Ini baru sesuai dengan arti identik. Silahkan buka kamus.

TAN:

Kesalahan argument itu, karena memaksakan pandangan orang yang belum tercerahi pada yang telah tercerahi. Ibaratnya memaksa mencangkokkan kepala kambing pada gajah. Ya bagaimana bisa ketemu? Saya kira saya sudah jelaskan dengan cukup gamblang. Kalau seseorang masih berpaksa berpandangan seperti itu, ya berarti diskusi sudah Death End alias memasuki jalan buntu. Tidak bisa diteruskan lagi karena sudah mentok.

Nah mas Tan bingung sendiri kan? hehehe apakah kambing identik dengan gajah? apakah yang sudah tercerahi sama dengan yang belum tercerahi? coba lihat link berikut:( http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1884.60.html )reply no 66. kok berbeda dengan pernyataan mas Gandalf, mas Tan? Mana yang benar nih.

Quote
TL:

Nah ini menarik mas Tan... Apabila benar seperti yang mas Tan katakan, tolong kutipkan dan sebutkan sumbernya. Dan satu hal lagi apakah mas Tan yakin bahwa kebebasan dari samsara (Nirvana) yang dianut oleh aliran Jaina sama dengan Nirvana yang dianut oleh aliran non Mahayanis?

bagian yang saya bold: nampak jelas sekali bahwa sesungguhnya mas Tan sendiri yang beranggapan bahwa ada sekat yang memisahkan Nirvana dan Samsara. sedangkan non mahayanis yang saya ketahui mengatakan bahwa "segala sesuatu muncul dari sebab dan akan berhenti bila sebabnya berhenti". Tak ada pernyataan yang mengatakan mengenai sekat.

Tolong dikutipkan yang dari Jaina ya? sangat menarik mas.

TAN:

LIhat saja buku “Filsafat India” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pustaka Pelajar.


Tolong kutipan yang jelas dong mas, biar lebih ilmiah.

Quote
TL:

Saya hanya bingung dengan pernyataan mas Tan yang berikut:Florence Nightingale, Henry Dunant dan Oscar Schindler dll adalah Bodhisattva? Saya banyak menolong nyamuk, semut, belut, lele dll. mereka juga adalah mahluk hidup kan? Bila demikian jadi saya adalah Bodhisattva juga kan?

TAN:

O iya kalau memang Anda tulus dalam menolong makhluk2 itu, Anda adalah bodhisattva. Namaste untuk Anda.

Hehehe terima kasih  ^:)^ GRP untuk mas Tan. Saya memang tulus menolong mahluk-nahluk, tapi saya tidak menganggap saya Bodhisattva, karena penipu, pencuri, pemeras dlsbnya juga bisa melakukan hal yang sama apakah mereka bodhisattva?

Quote
TL:

Ini saya setuju sekali, seringkali si A menuduh si B melekat pada pandangan tetapi si A lupa bahwa ia juga sebenarnya melekat pada pandangannya sendiri.

TAN:

Sama-sama melekat khan. Ingat sesame bis kota jangan saling mendahului


Sebaiknya kita jangan melekat dan jangan menuduh orang lain melekat, bener nggak mas?

Quote
TL:

Semoga mimpi mas Tan agar dunia ini menjadi Sukhavati, terkabul.

TAN:

Sadhu..sadhu.

Mas Tan mimpinya memang dahsyat  ;D

Quote
TL:

Amiiiinnnn.. semoga praktisi Mahayana imannya tambah kuat, semoga mas Tan juga "imannya" tambah kuat, semoga mas Tan dibukakan jalan olehNya. Semoga mas Tan mendapatkan berkah dan limpahan "KasihNya".

TAN:

Sadhu2…! Semoga praktisi Theravada juga makin rajin berjihad demi keyakinannya. Nibanna menantimu Bang! Berjihadlah dengan rajin. Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

Amiduofo,

Tan

Wah saya tidak setuju umat Theravada yang berjihad demi keyakinannya mas, saya lebih setuju praktisi Theravada ber "ehipassiko" tidak percaya begitu saja, tidak memperkuat iman seperti yang dikatakankan mas Tan  ^-^  tetapi mengembangkan kebijaksanaan dan pengertian (nana dan panna).

Semoga bila orang lain mengemukakan sanggahan, bantahan atau  perbandingan tidak saya anggap sebagai pintar berdebat, atau lidah setajam silet, tetapi berusaha mencerna, apakah yang dikatakannya bermanfaat, masuk diakal dan dan dapat dipahami.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 April 2009, 10:18:04 PM
[at] sdr.Truth Lover

GRP Sent...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 29 April 2009, 06:33:32 AM
kutan bagi2 GRP ah :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 29 April 2009, 07:28:10 AM
Terima kasih Mas Dilbert dan mas Ryu, GRP sent juga.
GRP juga untuk mas-mas yang lain.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 29 April 2009, 08:38:32 AM
^
^

eheeemmmmm

hehehe... uda dapat ya....

endang sukamti cyntia lamusu
trengkyu, god bless u

nech tak kasi balek, tangkeeeppppp.....

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 29 April 2009, 10:45:34 AM
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 12:03:09 PM
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?

saya sudah lama absen disini dan berharap ada yang bisa menjawab pertanyaan saya....
btw, ga liat page-page sebelumnya....apa sudah terjawab? ^^



saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 29 April 2009, 02:05:01 PM
saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?

Bro marcedes yang baik,
Kalau ditanya apakah Brahmavihara merupakan kondisi, maka saya akan jawab "ya dan tidak".
Tetapi kalau ditanya apakah Brahmavihara berkondisi, maka saya akan jawab, "Ya, berkondisi."

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 03:48:48 PM
saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?

Bro marcedes yang baik,
Kalau ditanya apakah Brahmavihara merupakan kondisi, maka saya akan jawab "ya dan tidak".
Tetapi kalau ditanya apakah Brahmavihara berkondisi, maka saya akan jawab, "Ya, berkondisi."

saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 29 April 2009, 04:19:07 PM
saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.


Saya perjelas lagi, yang saya katakan adalah "Brahmavihara adalah berkondisi."

Ya, tentu saja demikian. Saya tidak ingin bicara rumit tentang dualitas dosa/adosa(metta), tetapi secara sederhana, jika Brahmavihara adalah tidak berkondisi, maka para Brahma yang mengembangkannya pasti kekal dan abadi.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 29 April 2009, 04:28:23 PM
Tabib yang pandai


Perumpamaan ini terdapat pada Bab III, mengenai metode jitu Sang
Buddha dalam mengajar.


Di sebuah kerajaan tersebutlah seorang tabib istana yang bodoh. Ia
hanya menggunakan jenis-jenis obat yang terbuat dari susu saja untuk
menyembuhkan semua penyakit, tanpa mengetahui kegunaan obat-obat
tersebut yang sebenarnya. Untuk tiap jenis penyakit ia selalu
memberikan obat yang sama, padahal sesungguhnya kadangkala obat yang
terbuat dari susu tersebut berbahaya apabila diberikan pada penderita
penyakit tertentu. Namun sang tabib tidak mengetahuinya dan lebih
parah lagi sang raja juga tidak mengetahuinya. Ia masih
memperkerjakan dan menggaji tabib tersebut. Pada saat yang sama
hiduplah tabib lain yang pandai, ia memahami dan ahli dalam segala
jenis obat serta sanggup mengobati berbagai penyakit. Tabib yang
pandai tersebut berusaha menemui sang raja dengan cara yang cerdik.
Akhirnya tabib pandai berhasil menjumpai sang raja dan
membongkar kebohongan tabib bodoh sehingga akhirnya disingkirkan dari
negeri tersebut.
Tabib pandai melihat bahwa kini telah tiba saat untuk mengajar sang
raja kebenaran, ia meminta raja untuk melarang penggunaan obat yang
terbuat dari susu, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh tabib bodoh
guna mengobati segala jenis penyakit. Tabib pandai mengatakan bahwa
susu adalah racun sehingga tidak sepantasnya diminum.
Setelah perintah ini dikeluarkan tabib pandai meramu berbagai jenis
dengan berbagai rasa yang lezat seperti misalnya pedas, asin, manis,
atau masam. Tidak ada satupun penyakit yang tidak dapat disebutkan
oleh obat hasil ramuan tabib pandai.
Suatu ketika raja sendiri jatuh sakit dan sang tabib diundang
untuk menyembuhkannya. Pada kesempatan ini sang tabib melihat bahwa
obat yang terbuat dari susu sangat baik untuk dipergunakan. Ia
meminta sang raja untuk minum susu. Tentu saja sang raja menjadi
marah dan berkata:

 "Apakah engkau gila? Apakah aku menderita demam? Dan engkau
mengatakan bahwa apabila aku minum susu maka akan sembuh? Sebelumnya
engkau mengatakan bahwa susu adalah racun. Kini engkau memintaku
untuk meminumnya. Bagaimana ini? Apakah engkau bermaksud menipuku?
Apa yang dikatakan baik oleh tabib terdahulu telah engkau sangkal dan
katakan sebagai racun, sehingga akhirnya aku mengusirnya. Sekarang
engkau mengatakan bahwa susu dapat menyembuhkan penyakit. Dari apa
yang engkau katakan, tabib terdahulu dapat menuntutmu."
Kemudian tabib yang pandai berkata pada raja, "Wahai raja, mohon
jangan berkata demikian. Seekor cacing menggerogoti sebatang kayu dan
sebagai hasilnya secara kebetulan muncul sesuatu yang mirip sebuah
huruf. Sang cacing tidak mengetahui sedikitpun mengenai huruf ini,
tetapi seseorang yang bijaksana [dan tidak buta aksara] dapat
mengenali huruf tersebut. Namun ia tidak mengatakan bahwa cacing
tersebut dapat membaca dan menulis [sehingga dapat menciptakan bentuk
yang mirip sebuah huruf tersebut], tidak pula ia diliputi oleh
kekaguman akan hal tersebut. Wahai, Raja! Ketahuilah bahwa tabib
terdahulu juga demikian, ia tidak dapat membedakan … aspek baik dan
buruk [dari sesuatu]." Sang Raja ingin mengetahui, "Apakah yang
engkau maksud dengan ia tidak mengetahuinya?" Sang tabib
menjawab, "obat yang terbuat dari susu dapat membahayakan [dalam
kondisi tertentu] tetapi dapat pula menjadi obat yang sangat mujarab
[pada kondisi lainnya]."

Sang raja kemudian sangat gembira dan mengagumi pengetahuan tabib
tersebut. Sang Buddha kemudian menjelaskan lebih jauh mengenai
perumpamaan di atas.

"Ketahuilah, wahai Bhikshu! Demikian pula halnya dengan Sang
Tathagata… Ia datang [ke dunia] ini sebagai seorang Tabib Agung serta
mengalahkan semua penganut agama sesat (tirthika) dan tabib-tabib
yang bodoh. Di hadapan raja dan seluruh rakyatnya, Ia
mengatakan, "Aku akan menjadi Raja seluruh Tabib dan mengalahkan para
tirthika."


Dari perumpamaan di atas seorang guru yang bijaksana akan
dapat mengajar dengan cara yang cerdik, namun guru yang bodoh tidak
dapat membedakan mana yang harus diajarkan pada kalangan tertentu dan
mana yang tidak. Ia memukul rata semua pendengarnya dengan ajaran
yang sama, tentu saja tindakan ini berbahaya bagi kemajuan spiritual
seseorang.


sumber: Mahaparinirvana Sutra
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 29 April 2009, 10:36:31 PM
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?




Awal dari pertanyaan saya kepada mas Tan karena: Menurut mas Tan, Sang Buddha setelah Parinirvana terus-menerus memancarkan maitri dan karuna. Apakah mas Kaynin setuju dengan pendapat ini?

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 11:11:13 PM
sudahlah saudara Truthlover, ^^

mau tahu jawabannya? paling-paling
Sang buddha telah bebas dari dualisme dan tidak memiliki inti yang kekal, tidak memancarkan maupun memancarkan......bebas dan tidak pada kedua-dua-nya... hehehe


salam metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 11:16:42 PM
saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.


Saya perjelas lagi, yang saya katakan adalah "Brahmavihara adalah berkondisi."

Ya, tentu saja demikian. Saya tidak ingin bicara rumit tentang dualitas dosa/adosa(metta), tetapi secara sederhana, jika Brahmavihara adalah tidak berkondisi, maka para Brahma yang mengembangkannya pasti kekal dan abadi.
yang tidak kekal adalah asal-nya dan tidak memiliki sebuah "diri" disitu....brahmavihara adalah brahmavihara.........metta adalah metta, benci adalah benci....
se-rumit itu kah?

salam metta. ^^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 29 April 2009, 11:23:30 PM
TL:


Mas Tan masih tidak nyambung, coba perhatikan yang warna biru. Bedakan bertanya biasa dengan bertanya dengan kritis.



TAN:

Ya sama saja. Bertanya dengan kritis pada akhirnya akan terjadi sanggah menyanggah juga.

TL:

Apakah bertanya, menyanggah, membandingkan dianggap sama dengan melecehkan? bila memang benar praktik Dharma adalah sesuai kriteria mas Tan maka saya kira saya berpraktek Dharma dengan baik, demikian juga bandit dan kriminal yang tak mengenal Dharma yang tak pernah membantah, menyanggah atau membandingkan dharma, tetapi murah senyum dan kadang-kadang menolong orang lain juga.

TAN:

Murah senyum dan menolong orang lain, siapapun juga yang melakukannya (penjahat atau bukan penjahat) adalah praktik Dharma. Tindakan kriminalitas siapapun yang melakukannya (orang yang mengenal Dharma atau bukan) adalah tetap bukan praktik Dharma. Apakah sikap kritis baik atau buruk? Semua ada baik ada buruknya. Sikap kritis juga ada batasnya. Tujuan saya mengikuti diskusi ini adalah untuk menjelaskan mengenai Mahayana dan sebenarnya saya malas berdebat.
Saya jadi timbul pertanyaan: Untuk apa Anda menyanggah dan membandingkan? Apakah Anda masih ragu dengan aliran Anda sendiri? Bila Anda sudah yakin untuk apa menyanggah dan membanding2kan dengan aliran lain? Ada baiknya Anda jalankan sendiri apa yang sudah Anda yakini. Saya sebenarnya hanya ingin memberikan info pada mereka yang dengan tulus ingin mengenal Mahayana.

TL:


Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?



TAN:

Pertanyaan dapat pula dijawab dengan pertanyaan. Justru pada pertanyaan saya itu sudah terkandung jawaban atau pertanyaan Anda. Kalau Anda masih belum get the point, ya saya menyerah deh. Berarti diskusi sudah berada di jalan buntu (death end). Berarti sampai di sini saja pembicaraan kita mengenai topik ini.

TL:

Oh ya? maitri karuna tidak dipancarkan panca skandha? tetapi sifat alami seorang Buddha?. Jadi yang memancarkan apa? Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu lain diluar pancaskandha? tolong disebutkan mas namanya apa? termasuk kelompok jasmani apa kelompok batin? atau suatu kelompok tersendiri?

Mas Tan bertanya Anitya sendiri nitya atau anitya, mas Tan yang harus menjawab, karena bila saya menjawab dengan konsep aliran yang berbeda nanti dianggap melecehkan.
Jawaban terhadap karma anitya atau tidak anitya: Tentu saja karma individu bersifat anitya suatu ketika bila mencapai pencerahan karma tak lagi berproduksi, berhenti, stop. Saya harap cukup jelas.
UNTUK KEEMPAT KALINYA SAYA BERTANYA : APAKAH KESADARAN ANITYA ATAU NITYA MAS TAN?

TAN:

Tidak ada yang memancarkan, karena itu disebut sifat alami seorang Buddha. Saya kira ini cukup jelas. Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu yang lain di luar pancaskandha? Ini pertanyaan menarik. Mari kita ulas. Sesudah Buddha parinirvana, jika tidak ada sesuatu di luar pancaskandha, itu artinya Buddha akan jadi NIHIL. Apakah bedanya dengan paham nihilisme? Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak musnah begitu saja. Tetapi kondisinya berada di luar jangkauan pemikiran manusia. Itulah arti sesungguhnya: “Buddha berada di luar “ada” dan “tiada.” Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak “musnah,” namun pada saat yang sama tidak terjerumus pada pandangan eternalisme. Jadi saya melihat Mahayana sungguh berada di Jalan Tengah.
Menjawab dengan konsep aliran berbeda sah-sah saja. Yang perlu diingat adalah masing-masing aliran punya konsep yang beda-beda. Kita tidak dapat memaksakan setiap orang memegang konsep yang sama. Tapi sudah wajar bahwa setiap orang akan memandang benar apa yang telah dipegangnya dan memandang salah aliran atau kepercayaan lain.
Anda menjawab dengan karma individu, tetapi saya untuk kesekian kalinya menanyakan: “HUKUM KARMA itu nitya atau anitya?” Ingat saya tidak menanyakan “karma individu.”
Untuk keempat kalinya pula saya bertanya: “Anitya itu sendiri nitya atau anitya”? Silakan Anda simpulkan sendiri.

TL:

Aah rupanya ada sesuatu yang terus-terusan memancarkan maitri karuna, tetapi tidak tahu kok bisa begitu ya? sama ya? saya juga sama nggak tahu mas Tan.

TAN:

Kita belum mencapai Kebuddhaan mana bisa tahu? Tetapi saya mengetahui demikian adanya berdasarkan ajaran Mahayana. Bagi saya sudah cukup sampai di situ saja. Nanti saya akan tahu sendiri kalau sudah merealisasi Kebuddhaan.

TL:

Saya mohon maaf mas Tan, terpaksa harus membantah. Memang di Mahayana ada Abhidharmakosa, tetapi isinya sangat berbeda dengan Abhidhamma. di Mahayana memang ada Dirghagama, Majjhimagama dsbnya tetapi isinya hanya beberapa yang sama dengan Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, selebihnya berbeda.
maaf ngomong-ngomong mas Tan pernah melihat buku Abhidharmakosa atau Dirghagama belum? kok segitu yakinnya 99% sama?

TAN:

Tentu pernah donk. Baca saja buku karya Bhikshu Thich Minh Chau: “The Chinese Madhyama agama and the Pali Majjhima nikaya: a comparative study (Buddhist Tradition Series) (Hardcover)


Hardcover: 388 pages
Publisher: Motilal Banarsidass,; 1st Indian ed edition (January 1, 1991)
Language: English
ISBN-10: 8120807944
ISBN-13: 978-8120807945

Saya juga punya Tripitaka kanon Taisho dalam bahasa Mandarin. Tipitaka Pali saya juga punya, baik yang terbitan Wisdom Publication atau PTS (Pali Translation Society). Yang bahasa Indonesia juga   ada.  Tapi kita kembali ke topiknya agar tidak OOT. Anda tidak dapat menuduh saya mengkontraskan antara dua aliran, karena sumber yang saya ungkapkan itu juga ada di kanon Mahayana. Apakah Mahayana tidak boleh memakai apa yang ada di kanonnya sendiri?

TL:

Nah mas Tan bingung sendiri kan? hehehe apakah kambing identik dengan gajah? apakah yang sudah tercerahi sama dengan yang belum tercerahi? coba lihat link berikut:( http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1884.60.html )reply no 66. kok berbeda dengan pernyataan mas Gandalf, mas Tan? Mana yang benar nih.

TAN:

Sebenarnya tidak berbeda. Masing-masing mencermati dari wawasan yang berlainan. Mengenai topik ini saya kira sudah jelas. Silakan Anda cermati 10 poin jawaban saya terdahulu. Saya kira tidak perlu saya tanggapi lagi.

TL:

Tolong kutipan yang jelas dong mas, biar lebih ilmiah.

TAN:

Silakan Anda cari sendiri bukunya kalau memang merasa perlu. Saya kira judul dan penerbitnya sudah cukup jelas.

TL:

Hehehe terima kasih   GRP untuk mas Tan. Saya memang tulus menolong mahluk-nahluk, tapi saya tidak menganggap saya Bodhisattva, karena penipu, pencuri, pemeras dlsbnya juga bisa melakukan hal yang sama apakah mereka bodhisattva?

TAN:

Pada MOMEN mereka melakukan itu dengan tulus, mereka adalah bodhisattva. Saat seorang yang bahkan rajin membabarkan Dharma sekalipun melakukan kejahatan pada makhluk lain, mereka adalah penjahat. Bodhisattva dan tidak letaknya adalah di pikiran.


TL:

Sebaiknya kita jangan melekat dan jangan menuduh orang lain melekat, bener nggak mas?

TAN:

Ooo jangan melekat ya? :P Yup bagus sekali. Setuju. Hahahahaha

TL:

Semoga bila orang lain mengemukakan sanggahan, bantahan atau  perbandingan tidak saya anggap sebagai pintar berdebat, atau lidah setajam silet, tetapi berusaha mencerna, apakah yang dikatakannya bermanfaat, masuk diakal dan dan dapat dipahami.

TAN:

Masuk diakal bagi siapa? Dapat dipahami bagi siapa? Masing-masing orang punya pemahamannya sendiri-sendiri. Masing-masing orang punya pandangan tentang apa yang dianggap masuk akal dan tak masuk akal. Apa yang saya anggap masuk akal mungkin bagi Anda tidak masuk akal. Apa yang saya anggap tidak masuk akal, bagi Anda adalah masuk akal. Pada akhirnya, tidak akan ada kesatuan pandangan. Kita hanya bisa menoleransi pandangan pihak lainnya. Akhirnya semua akan berpulang pada “belief” masing-masing, apapun agama dan keyakinannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 29 April 2009, 11:37:52 PM
Kaynin:

Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

TAN:

Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 11:48:39 PM
Quote
Masuk diakal bagi siapa? Dapat dipahami bagi siapa? Masing-masing orang punya pemahamannya sendiri-sendiri. Masing-masing orang punya pandangan tentang apa yang dianggap masuk akal dan tak masuk akal. Apa yang saya anggap masuk akal mungkin bagi Anda tidak masuk akal. Apa yang saya anggap tidak masuk akal, bagi Anda adalah masuk akal. Pada akhirnya, tidak akan ada kesatuan pandangan. Kita hanya bisa menoleransi pandangan pihak lainnya. Akhirnya semua akan berpulang pada “belief” masing-masing, apapun agama dan keyakinannya.

saudara Tan yg bijak,
jika semua teori tanpa kenyataan, semua ajaran bisa mengatakan mereka-lah paling benar.
ketika teori tidak sesuai kenyataan yang manakah yang salah? kenyataan atau teori?

kenyataan tidaklah mungkin salah, dan yang salah pasti adalah teori-nya.
ketika berkata semua itu kembali ke masing-masing, sungguh itu bukanlah pemikiran buddhis.
karena buddhis tidak mengajarkan samuthi saja.

4 kesunyataan mulia yang dibabarkan sang buddha, bukanlah teori tanpa kebenaran...melainkan kenyataan sesungguh-nya.... ( seperti habis makan banyak pasti kenyang ^^ )
baik ajaran percaya atau tidak percaya tetap saja akan terkena imbas dari 4 kenyataan ini...

jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama....

kalau membahas teori tanpa kenyataan, maka muncul 1001 macam teori atau 84.000 teori.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 April 2009, 11:55:29 PM
Kaynin:

Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

TAN:

Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

Tan
saudara Tan yang bijak,
kalau ada sesuatu pasti ada sebab-nya.........

api ada maka ada panas api, asap ada pasti ada sumber-nya, demikian metta ada karena ada pikiran yang memancarkan....
tanpa pikiran dari mana metta?

sama halnya , bisakah cinta kasih dipancarkan dari sebuah kursi?
pelajaran dari mana anda berpendapat bahwa maitri karuna muncul tanpa sebab dan asal?

selama saya belajar meditasi, tidak pernah ada sebuah pikiran tanpa objek...pasti ada objek baru ada kesadaran mental.
objek adalah penyebab dan kesadaran adalah akibat.
tidak percaya? pratek saja sekarang.. ^^

nanti anda akan tahu pendapat bahwa
metta bisa dipancarkan,tanpa pikiran...itu salah besar dan hanya merupakan teori tanpa kenyataan.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 30 April 2009, 12:07:00 AM
Quote
Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

kalau saya berpendapat bahwa "kursi rumah saya adalah seorang buddha" dan anda berpendapat lain....
kemudian ada 2 pendapat berbeda...tanpa di imbangi kenyataan...lalu muncul pendapat bahwa "biarlah yang satu begini dan yang satu begitu"

maka kita semua disini sia-sia belajar agama buddha, dan sia-sia berdiskusi.


nb : kursi tidak memiliki pikiran, apakah bisa memancarkan metta?
( jadi kata "kursi dirumah saya adalah seorang buddha" adalah kiasan" ^^ )

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 30 April 2009, 06:01:50 AM
Manopubbangama dhamma
manosettha manomaya
manasa ce pasannena
bhasati va karoti va
tato nam sukha manveti
chayava anapayini.
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 30 April 2009, 07:14:52 AM
Kaynin:

Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

TAN:

Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

Tan
saudara Tan yang bijak,
kalau ada sesuatu pasti ada sebab-nya.........

api ada maka ada panas api, asap ada pasti ada sumber-nya, demikian metta ada karena ada pikiran yang memancarkan....
tanpa pikiran dari mana metta?

sama halnya , bisakah cinta kasih dipancarkan dari sebuah kursi?
pelajaran dari mana anda berpendapat bahwa maitri karuna muncul tanpa sebab dan asal?

selama saya belajar meditasi, tidak pernah ada sebuah pikiran tanpa objek...pasti ada objek baru ada kesadaran mental.
objek adalah penyebab dan kesadaran adalah akibat.
tidak percaya? pratek saja sekarang.. ^^

nanti anda akan tahu pendapat bahwa
metta bisa dipancarkan,tanpa pikiran...itu salah besar dan hanya merupakan teori tanpa kenyataan.

salam metta.

quote dari meditasi ala mahayana :
kalau begitu, buktikan donk ^^............kalau pakai teori tanpa kenyataan semua juga bisa.

Bagi teman-teman pemeraktek jalan  umum,
saya mo beri inspirasi, tapi harap direnungkan baik-baik secara mendalam jangan langsung serang balik.
dorongan-dorongan sifat-sifat keTuhanan/brahma vihara (metta karuna upekha mudita) sebenarnya dilakukan (dimunculkan) oleh pikiran atau bukan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 30 April 2009, 08:19:35 AM
yang jujur yah bukan ego....!  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 April 2009, 09:05:02 AM
yang tidak kekal adalah asal-nya dan tidak memiliki sebuah "diri" disitu....brahmavihara adalah brahmavihara.........metta adalah metta, benci adalah benci....
se-rumit itu kah?

salam metta. ^^

Ya, yang tidak kekal adalah kondisinya. Kalau pikiran tidak bergerak, mana ada lagi benci dan metta?
Bagi saya, itu sederhana apa adanya. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 30 April 2009, 09:13:56 AM
Kaynin:

Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

TAN:

Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

Tan

OK, kalau gitu saya tidak lanjut. Terima kasih untuk jawabannya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 30 April 2009, 02:08:01 PM
Quote
TL:

Mas Tan masih tidak nyambung, coba perhatikan yang warna biru. Bedakan bertanya biasa dengan bertanya dengan kritis.

TAN:

Ya sama saja. Bertanya dengan kritis pada akhirnya akan terjadi sanggah menyanggah juga.

Itulah seninya bertanya dengan kritis mas Tan.

Quote
TL:

Apakah bertanya, menyanggah, membandingkan dianggap sama dengan melecehkan? bila memang benar praktik Dharma adalah sesuai kriteria mas Tan maka saya kira saya berpraktek Dharma dengan baik, demikian juga bandit dan kriminal yang tak mengenal Dharma yang tak pernah membantah, menyanggah atau membandingkan dharma, tetapi murah senyum dan kadang-kadang menolong orang lain juga.

TAN:

Murah senyum dan menolong orang lain, siapapun juga yang melakukannya (penjahat atau bukan penjahat) adalah praktik Dharma. Tindakan kriminalitas siapapun yang melakukannya (orang yang mengenal Dharma atau bukan) adalah tetap bukan praktik Dharma. Apakah sikap kritis baik atau buruk? Semua ada baik ada buruknya. Sikap kritis juga ada batasnya. Tujuan saya mengikuti diskusi ini adalah untuk menjelaskan mengenai Mahayana dan sebenarnya saya malas berdebat.

Kan mas Tan tidak perlu menyanggah saya?
 
Quote
Saya jadi timbul pertanyaan: Untuk apa Anda menyanggah dan membandingkan? Apakah Anda masih ragu dengan aliran Anda sendiri? Bila Anda sudah yakin untuk apa menyanggah dan membanding2kan dengan aliran lain? Ada baiknya Anda jalankan sendiri apa yang sudah Anda yakini. Saya sebenarnya hanya ingin memberikan info pada mereka yang dengan tulus ingin mengenal Mahayana.
Setiap orang sejak dilahirkan sudah memiliki persepsi, dalam perjalanannya mencari kebenaran tentu kebenaran yang dipelajarinya dibandingkan dengan peersepsi dan pengalamannya sendiri ini wjar kan?

Coba perhatikan pertanyaan saya, bukankah saya berusaha bertanya dan membandingkan dengan ajaran Mahayana yang diungkapkan antara satu buku dan buku yang lain atau kitab suci Hindu yang saya anggap lebih dekat dengan konsep mas Tan, saya juga membandingkan dengan pernyataan mas Gandalf yang saling bertentangan dengan mas Tan.

Quote
TL:


Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?



TAN:

Pertanyaan dapat pula dijawab dengan pertanyaan. Justru pada pertanyaan saya itu sudah terkandung jawaban atau pertanyaan Anda. Kalau Anda masih belum get the point, ya saya menyerah deh. Berarti diskusi sudah berada di jalan buntu (death end). Berarti sampai di sini saja pembicaraan kita mengenai topik ini.

Kalau menyerah ya sudah saya tak akan bertanya lebih jauh.

Quote
TL:

Oh ya? maitri karuna tidak dipancarkan panca skandha? tetapi sifat alami seorang Buddha?. Jadi yang memancarkan apa? Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu lain diluar pancaskandha? tolong disebutkan mas namanya apa? termasuk kelompok jasmani apa kelompok batin? atau suatu kelompok tersendiri?

Mas Tan bertanya Anitya sendiri nitya atau anitya, mas Tan yang harus menjawab, karena bila saya menjawab dengan konsep aliran yang berbeda nanti dianggap melecehkan.
Jawaban terhadap karma anitya atau tidak anitya: Tentu saja karma individu bersifat anitya suatu ketika bila mencapai pencerahan karma tak lagi berproduksi, berhenti, stop. Saya harap cukup jelas.
UNTUK KEEMPAT KALINYA SAYA BERTANYA : APAKAH KESADARAN ANITYA ATAU NITYA MAS TAN?

TAN:

Tidak ada yang memancarkan, karena itu disebut sifat alami seorang Buddha. Saya kira ini cukup jelas. Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu yang lain di luar pancaskandha? Ini pertanyaan menarik. Mari kita ulas. Sesudah Buddha parinirvana, jika tidak ada sesuatu di luar pancaskandha, itu artinya Buddha akan jadi NIHIL. Apakah bedanya dengan paham nihilisme?


Kalau ada sesuatu diluar pancaskandha apa? sebutin dong mas.

Quote
Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak musnah begitu saja. Tetapi kondisinya berada di luar jangkauan pemikiran manusia. Itulah arti sesungguhnya: “Buddha berada di luar “ada” dan “tiada.” Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak “musnah,” namun pada saat yang sama tidak terjerumus pada pandangan eternalisme. Jadi saya melihat Mahayana sungguh berada di Jalan Tengah.


Bener juga ya apa yang dikatakan mas Marcedes.

Quote
Menjawab dengan konsep aliran berbeda sah-sah saja. Yang perlu diingat adalah masing-masing aliran punya konsep yang beda-beda. Kita tidak dapat memaksakan setiap orang memegang konsep yang sama. Tapi sudah wajar bahwa setiap orang akan memandang benar apa yang telah dipegangnya dan memandang salah aliran atau kepercayaan lain.
Berbeda belum tentu salah, sama belum tentu benar.

Quote
Anda menjawab dengan karma individu, tetapi saya untuk kesekian kalinya menanyakan: “HUKUM KARMA itu nitya atau anitya?” Ingat saya tidak menanyakan “karma individu.”

Jadi karma apa selain karma individu mahluk? karma kursi, karma pohon, mungkin batu jadi Sun go Kong akibat karma ?  ^-^


Quote
Untuk keempat kalinya pula saya bertanya: “Anitya itu sendiri nitya atau anitya”? Silakan Anda simpulkan sendiri

Anitya adalah sifat dari kondisi-kondisi. dengan berhentinya kondisi-kondisi maka lenyaplah anitya, sekarang saya ulangi pertanyaan saya kelima kalinya dan jangan menghindar mas Tan:

APAKAH KESADARAN ITU BERSIFAT ANITYA ATAU NITYA?   ^-^

Quote
TL:

Aah rupanya ada sesuatu yang terus-terusan memancarkan maitri karuna, tetapi tidak tahu kok bisa begitu ya? sama ya? saya juga sama nggak tahu mas Tan.

TAN:

Kita belum mencapai Kebuddhaan mana bisa tahu? Tetapi saya mengetahui demikian adanya berdasarkan ajaran Mahayana. Bagi saya sudah cukup sampai di situ saja. Nanti saya akan tahu sendiri kalau sudah merealisasi Kebuddhaan.

Persis seperti ajaran Hindu:

Kesadaran tak terbatas itu adalah intinya disini. itu meliputi semuanya. itu adalah satu. itulah kesadaran. itulah yang mempersatukan semuanya. Tetapi kita tak dapat mengatakan itu satu karena ketidak hadiran pembagian  atau dualitas. Lebih jauh cukup untuk mengetahui bahwa diri sendiri yang merupakan kebenaran dan jangan biarkan pemikiran mengenai dualitas timbul. Itulah satu-satunya yang ada dimana-mana pada setiap waktu dalam berbagai bentuk. Tidak nampak (tak dapat dialami dengan batin maupun jasmani) atau merupakan objek yang akan dicapai. Lebih jauh bukan sebab juga bukan akibat. Sangat halus. Pengalaman murni saja (bukan yang mengalami atau pengalaman itu sendiri). Walaupun diterangkan demikian, diluar (tak bisa digambarkan ) penggambaran, jadi orang tak dapat mengatakan itu begini atau begitu. Bagaimana mungkin menjadi penyebab dari semua penciptaan ini?

Mirip kan dengan Mahayana? oh ya yang disebut kesadaran tak terbatas menurut Hindu tersebut adalah Brahman.

Quote
TL:

Saya mohon maaf mas Tan, terpaksa harus membantah. Memang di Mahayana ada Abhidharmakosa, tetapi isinya sangat berbeda dengan Abhidhamma. di Mahayana memang ada Dirghagama, Majjhimagama dsbnya tetapi isinya hanya beberapa yang sama dengan Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, selebihnya berbeda.
maaf ngomong-ngomong mas Tan pernah melihat buku Abhidharmakosa atau Dirghagama belum? kok segitu yakinnya 99% sama?

TAN:

Tentu pernah donk. Baca saja buku karya Bhikshu Thich Minh Chau: “The Chinese Madhyama agama and the Pali Majjhima nikaya: a comparative study (Buddhist Tradition Series) (Hardcover)


Hardcover: 388 pages
Publisher: Motilal Banarsidass,; 1st Indian ed edition (January 1, 1991)
Language: English
ISBN-10: 8120807944
ISBN-13: 978-8120807945

Saya juga punya Tripitaka kanon Taisho dalam bahasa Mandarin. Tipitaka Pali saya juga punya, baik yang terbitan Wisdom Publication atau PTS (Pali Translation Society). Yang bahasa Indonesia juga   ada.  Tapi kita kembali ke topiknya agar tidak OOT. Anda tidak dapat menuduh saya mengkontraskan antara dua aliran, karena sumber yang saya ungkapkan itu juga ada di kanon Mahayana. Apakah Mahayana tidak boleh memakai apa yang ada di kanonnya sendiri?

Jawab yang jujur mas 99% sama atau tidak?

Quote
TL:

Nah mas Tan bingung sendiri kan? hehehe apakah kambing identik dengan gajah? apakah yang sudah tercerahi sama dengan yang belum tercerahi? coba lihat link berikut:( http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1884.60.html )reply no 66. kok berbeda dengan pernyataan mas Gandalf, mas Tan? Mana yang benar nih.

TAN:

Sebenarnya tidak berbeda. Masing-masing mencermati dari wawasan yang berlainan. Mengenai topik ini saya kira sudah jelas. Silakan Anda cermati 10 poin jawaban saya terdahulu. Saya kira tidak perlu saya tanggapi lagi.

Satu bilang pencerahan beda dengan non pencerahan, yang satu mengatakan Buddha = Boddhisattva yang mana yang benar nih? Sumbernya?  Atau salah satu memakai pendapat pribadi?  ;D

Quote
TL:

Tolong kutipan yang jelas dong mas, biar lebih ilmiah.

TAN:

Silakan Anda cari sendiri bukunya kalau memang merasa perlu. Saya kira judul dan penerbitnya sudah cukup jelas.

Bukunya kosong sama dengan isi, isi sama dengan kosong ya mas?

Quote
TL:

Hehehe terima kasih   GRP untuk mas Tan. Saya memang tulus menolong mahluk-nahluk, tapi saya tidak menganggap saya Bodhisattva, karena penipu, pencuri, pemeras dlsbnya juga bisa melakukan hal yang sama apakah mereka bodhisattva?

TAN:

Pada MOMEN mereka melakukan itu dengan tulus, mereka adalah bodhisattva. Saat seorang yang bahkan rajin membabarkan Dharma sekalipun melakukan kejahatan pada makhluk lain, mereka adalah penjahat. Bodhisattva dan tidak letaknya adalah di pikiran.

Maaf disinilah letaknya seni bertanya dengan kritis mas. Bodhisattva letaknya pada pikiran, ucapan dan perbuatan mas, bukan pada pikiran saja.

Quote
TL:

Sebaiknya kita jangan melekat dan jangan menuduh orang lain melekat, bener nggak mas?

TAN:

Ooo jangan melekat ya?  Yup bagus sekali. Setuju. Hahahahaha

Hayo mas Tan masih melekat pada bodhisattva letaknya di pikiran?

Quote
TL:

Semoga bila orang lain mengemukakan sanggahan, bantahan atau  perbandingan tidak saya anggap sebagai pintar berdebat, atau lidah setajam silet, tetapi berusaha mencerna, apakah yang dikatakannya bermanfaat, masuk diakal dan dan dapat dipahami.

TAN:

Masuk diakal bagi siapa? Dapat dipahami bagi siapa? Masing-masing orang punya pemahamannya sendiri-sendiri. Masing-masing orang punya pandangan tentang apa yang dianggap masuk akal dan tak masuk akal. Apa yang saya anggap masuk akal mungkin bagi Anda tidak masuk akal. Apa yang saya anggap tidak masuk akal, bagi Anda adalah masuk akal. Pada akhirnya, tidak akan ada kesatuan pandangan. Kita hanya bisa menoleransi pandangan pihak lainnya. Akhirnya semua akan berpulang pada “belief” masing-masing, apapun agama dan keyakinannya.

Amiduofo,

Tan

Baik sekali mas, semoga mas Tan sering-sering nien fo agar imannya selalu bertambah kuat.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 03:20:28 PM
TL:



Kan mas Tan tidak perlu menyanggah saya?




TAN:

Ooo saya tidak menyanggah, hanya memberikan penjelasan mengenai Mahayana sejauh yang saya ketahui. :P hahahaha

TL:



Kalau ada sesuatu diluar pancaskandha apa? sebutin dong mas.




TAN:

Nama itu hanya sebutan yang diberikan oleh manusia. Apalah arti sebuah nama? Apa namanya tidak penting. Saya bisa beri sebutan apa saja dan sekaligus tidak bisa beri sebutan apa saja. Yang pasti itu “ada”sesuatu. Kalau tidak berarti sama saja dengan nihilisme donk? Anda mau disebut kaum nihilis? Seperti yang telah saya katakan berkali-kali Mahayana lebih konsisten dan masuk akal dengan hal ini. Mari saya terangkan dengan alur logika.

Kalau bagi Anda, hanya ada lima skandha penyusun makhluk hidup DAN tak ada yang lainnya lagi, maka begitu seorang Buddha memasuki nirvana tanpa sisa, dimana panca skandha musnah; artinya semuanya ikut MUSNAH. Bila begitu apa bedanya dengan nihilisme? Bisakah Anda menjelaskan hal ini? Untuk kesekian kalinya saya mengungkapkan hal ini.

Di sini letak bedanya dengan ajaran Mahayana. Mahayana bukan eternalisme karena menganggap bahwa sesuatu yang kekal itu dipandang dari konsepsi adanya “aku” atau tidak. Bila “aku” telah padam, maka tidak ada lagi bias-bias kesalahan. Tidak ada lagi keinginan untuk melanggengkan sang “aku.” Itulah sebabnya meskipun mengajarkan bahwa seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karuna hal itu tidak dapat disamakan etenalisme ataupun disamakan dengan pandangan Brahmanisme. Saya kira sudah cukup jelas ya. Terserah mau diterima atau tidak.

TL:



Jadi karma apa selain karma individu mahluk? karma kursi, karma pohon, mungkin batu jadi Sun go Kong akibat karma ?




TAN:

Hukum karma alias karma niyama. Itu nitya atau anitya? Apakah hukum karma masih merupakan obyek perubahan?

TL:



Anitya adalah sifat dari kondisi-kondisi. dengan berhentinya kondisi-kondisi maka lenyaplah anitya, sekarang saya ulangi pertanyaan saya kelima kalinya dan jangan menghindar mas Tan:

APAKAH KESADARAN ITU BERSIFAT ANITYA ATAU NITYA? 




TAN:

Saya ulangi pula pertanyaan SEKALIGUS JAWABAN saya untuk kelima kalinya:

APAKAH ANITYA ITU BERSIFAT NITYA ATAU ANITYA?
Coba direnungkan. Apakah cukup jelas? Nah itulah jawaban saya. Saya sudah menjawab untuk kali ke-5. Andalah yang menghindar dari jawaban saya. Hahahahahahaahaha.......

TL:



Jawab yang jujur mas 99% sama atau tidak?




TAN:

Sama. Silakan ehipassiko saja sendiri.

TL:



Baik sekali mas, semoga mas Tan sering-sering nien fo agar imannya selalu bertambah kuat.





TAN:

Baik sekali, semoga Bung TL sering-sering baca paritta Pali saja biar tambah pinter berdebat.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 03:28:38 PM
Mercedes:

saudara Tan yang bijak,
kalau ada sesuatu pasti ada sebab-nya.........

api ada maka ada panas api, asap ada pasti ada sumber-nya, demikian metta ada karena ada pikiran yang memancarkan....
tanpa pikiran dari mana metta?

sama halnya , bisakah cinta kasih dipancarkan dari sebuah kursi?
pelajaran dari mana anda berpendapat bahwa maitri karuna muncul tanpa sebab dan asal?

selama saya belajar meditasi, tidak pernah ada sebuah pikiran tanpa objek...pasti ada objek baru ada kesadaran mental.
objek adalah penyebab dan kesadaran adalah akibat.
tidak percaya? pratek saja sekarang.. ^^

nanti anda akan tahu pendapat bahwa
metta bisa dipancarkan,tanpa pikiran...itu salah besar dan hanya merupakan teori tanpa kenyataan.

TAN:

Oke. Kalau dipaksa memberikan sebuah nama, maka sebut saja sumbernya adalah Pikiran Termurnikan Seorang Buddha. Mungkin sebagian ada yang menuduh ini adalah eternalisme, mirip Brahmanisme lah, atau what ever deh, tetapi bagi saya ini jauh sekali dari eternalisme. Sifat alami pikiran yang termurnikan adalah metta karuna. Oleh karena itu, tidak mustahil ada pemancaran metta karuna oleh seorang Buddha. Saya kira cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 30 April 2009, 03:40:48 PM
Mercedes:

saudara Tan yang bijak,
kalau ada sesuatu pasti ada sebab-nya.........

api ada maka ada panas api, asap ada pasti ada sumber-nya, demikian metta ada karena ada pikiran yang memancarkan....
tanpa pikiran dari mana metta?

sama halnya , bisakah cinta kasih dipancarkan dari sebuah kursi?
pelajaran dari mana anda berpendapat bahwa maitri karuna muncul tanpa sebab dan asal?

selama saya belajar meditasi, tidak pernah ada sebuah pikiran tanpa objek...pasti ada objek baru ada kesadaran mental.
objek adalah penyebab dan kesadaran adalah akibat.
tidak percaya? pratek saja sekarang.. ^^

nanti anda akan tahu pendapat bahwa
metta bisa dipancarkan,tanpa pikiran...itu salah besar dan hanya merupakan teori tanpa kenyataan.

TAN:

Oke. Kalau dipaksa memberikan sebuah nama, maka sebut saja sumbernya adalah Pikiran Termurnikan Seorang Buddha. Mungkin sebagian ada yang menuduh ini adalah eternalisme, mirip Brahmanisme lah, atau what ever deh, tetapi bagi saya ini jauh sekali dari eternalisme. Sifat alami pikiran yang termurnikan adalah metta karuna. Oleh karena itu, tidak mustahil ada pemancaran metta karuna oleh seorang Buddha. Saya kira cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Ko Tan :
Berarti kalau Buddha itu skarang masih ada atau tidak?
Yang bertumibal lahir itu apa kalau dalam Mahayana?
Ketika Buddha parinibbana, apakah yang berpindah ketika parinibbana, tetap Buddha (Sidhharta Gautama) atau menjadi Buddha yang lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 03:45:04 PM
Mercedes:

saudara Tan yg bijak,
jika semua teori tanpa kenyataan, semua ajaran bisa mengatakan mereka-lah paling benar.
ketika teori tidak sesuai kenyataan yang manakah yang salah? kenyataan atau teori?

kenyataan tidaklah mungkin salah, dan yang salah pasti adalah teori-nya.
ketika berkata semua itu kembali ke masing-masing, sungguh itu bukanlah pemikiran buddhis.
karena buddhis tidak mengajarkan samuthi saja.

4 kesunyataan mulia yang dibabarkan sang buddha, bukanlah teori tanpa kebenaran...melainkan kenyataan sesungguh-nya.... ( seperti habis makan banyak pasti kenyang ^^ )
baik ajaran percaya atau tidak percaya tetap saja akan terkena imbas dari 4 kenyataan ini...

jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama....

kalau membahas teori tanpa kenyataan, maka muncul 1001 macam teori atau 84.000 teori.

TAN:

Saya akan beri analogi sebagai berikut. Ada sekelompok orang yang belum pernah pergi ke Paris. Suatu kali masing-masing dari mereka mendengar penuturan rekan atau kerabatnya masing-masing yang pernah pergi ke Paris. Ada di antara mereka yang mengagumi menara Eifel, sehingga dalam ceriteranya mereka banyak menceritakan tentang menara tersebut, umpamanya konstruksi bajanya yang luar biasa, keindahan kota Paris dilihat dari puncaknya dan lain sebagainya. Ada yang memusatkan ceritanya pada Istana Louvre dengan tamannya yang indah. Ada lagi yang bercerita tentang Gereja Notre Dame dan lain sebagainya. Ada lagi orang yang belum pernah ke Paris, tetapi membaca tentang Paris dari buku perjalanan.
Nah, suatu kali orang-orang yang belum pernah ke Paris ini berkumpul menjadi satu dan berdialog ramai tentang Paris, bahkan mereka membuat forum atau milis di internet untuk mendiskusikan Paris. Ada yang bilang dan bersikeras bahwa Eifel adalah bangunan terindah di Paris. Yang lain tidak mau kalah dan mengatakan Louvre adalah yang terindah. Yang lagi berteriak bahwa Notre Dame yang terindah. Bahkan yang lebih ekstrem ada yang mengatakan bahwa satu2nya bangunan terkenal di Paris adalah Eifel, Louvre, atau Notre Dame. Ingat! Tak seorangpun dari mereka pernah ke Paris. Tapi dengan lihainya mereka bercerita dan berteori tentang Paris, bahkan melebihi orang yang pernah ke Paris sendiri.
Analogi tadi mungkin tepat...mungkin juga tidak. Tetapi intinya adalah pertanyaan: Adakah di antara kita yang sudah jadi Buddha? Apakah teori kita hanya dari buku, penuturan guru-guru agama, atau dengar dari orang lain?
Semua yang diperdebatkan di sini hanya dari KITAB...hanya dari BUKU....!
Mana yang benar? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.
Hanya saja saya merasa selama teori itu bermanfaat bagi saya, saya merasa berhak memegangnya.

"jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama...."

What is "kenyataan" and what is "illusion"? Semua orang hanya "melihat apa yang mereka ingin lihat" (mengutip dari film Knowing). Anda ingin melihat "ilusi" menjadi "kenyataan" maka saat itu jadilah "kenyataan" itu. Anda ingin melihat "kenyataan" menjadi "ilusi" maka saat itu pula jadilah "ilusi" itu. Semua makhluk dalam samsara masih ditutupi oleh debu kebodohan tak dapat membedakan antara "ilusi" dan "kenyataan." Tak ada yang tahu siapa benar siapa salah. Karena itu jangan harap ada teori yang "sama." Teori yang "sama" hanya ada di kalangan orang yang berpendapat sama. Tapi dalam tataran majemuk jangan harap ada teori yang "sama."

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 30 April 2009, 03:49:58 PM
Quote from: Tan
TAN:

Oke. Kalau dipaksa memberikan sebuah nama, maka sebut saja sumbernya adalah Pikiran Termurnikan Seorang Buddha. Mungkin sebagian ada yang menuduh ini adalah eternalisme, mirip Brahmanisme lah, atau what ever deh, tetapi bagi saya ini jauh sekali dari eternalisme. Sifat alami pikiran yang termurnikan adalah metta karuna. Oleh karena itu, tidak mustahil ada pemancaran metta karuna oleh seorang Buddha. Saya kira cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Bro Tan, saya mau tanya sedikit neh.
Cuma tanya aja kok... ;D

Berulang kali Bro Tan menyatakan bahwa seorang Buddha memiliki sifat alamiah, yakni memancarkan maitri-karuna; baik saat masih memiliki pancaskhandha maupun tidak.

Pertanyaannya : Kalau seorang Samyaksambuddha sudah memasuki Mahaparinirvana, apakah berarti Beliau masih ada pikiran?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 03:53:03 PM
Ryu:

Ko Tan :
Berarti kalau Buddha itu skarang masih ada atau tidak?
Yang bertumibal lahir itu apa kalau dalam Mahayana?
Ketika Buddha parinibbana, apakah yang berpindah ketika parinibbana, tetap Buddha (Sidhharta Gautama) atau menjadi Buddha yang lain?

TAN:

Bung Ryu,
Pertanyaan Anda ini agak sulit dijawab karena dalam ditinjau dari sudut pandang kebenaran relatif dan absolut akan menghasilkan jawaban yang beda. Apakah Buddha "ada" atau "tidak"? Saya akan coba berikan jawaban terbaik berdasarkan pengetahuan saya yang masih sangat dangkal ini. Buddha dalam wujud Manussabuddha seperti Sakyamuni jelas sekarang tidak "ada" lagi. Tetapi setelah parinirvana Buddha tidak hilang ke dalam nihilisme. Jadi Buddha itu tetap "ada" hanya saja melampaui segenap pemikiran kita. Inilah sebabnya dikatakan bahwa Buddha itu di luar "ada" dan "tiada." Itulah makna sebenarnya bagi "di luar ada dan tiada."
Bagi orang yang masih berada dalam lingkungan kelahiran dan kematian, maka Mahayana dan Theravada tidak berbeda dalam hal ini. Citta adalah yang terlahir kembali. Ini dijelaskan secara jelas dalam Bhavasankranti Sutra milik mazhab Mahayana.

"Ketika Buddha parinibbana, apakah yang berpindah ketika parinibbana, tetap Buddha (Sidhharta Gautama) atau menjadi Buddha yang lain?"

Tiada yang berpindah. Tidak ada pula yang datang dan pergi. Itulah sebabnya Buddha dalam bahasa Mandarin diberi gelar Rulai atau Tathagata.

Demikian semoga bermanfaat,

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 03:57:37 PM
Upasaka:

Pertanyaannya : Kalau seorang Samyaksambuddha sudah memasuki Mahaparinirvana, apakah berarti Beliau masih ada pikiran?

TAN:

Bung Upasaka, sejujurnya saya katakan TIDAK TAHU karena saya belum menjadi Buddha. Kalau saya berikan jawaban yang definitif (ya atau tidak) berarti itu hanya sebatas spekulasi atau mengutip dari kitab. Tetapi pendapat pribadi saya, kalaupun Buddha masih ada "pikiran" maka itu sangat berbeda sekali dengan "pikiran" para makhluk awam. Nah karena itu, saya tidak tahu apakah "pikiran" seorang Buddha itu masih dapat disebut "pikiran" atau tidak.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 30 April 2009, 04:04:12 PM
Quote from: Tan
TAN:

Bung Upasaka, sejujurnya saya katakan TIDAK TAHU karena saya belum menjadi Buddha. Kalau saya berikan jawaban yang definitif (ya atau tidak) berarti itu hanya sebatas spekulasi atau mengutip dari kitab. Tetapi pendapat pribadi saya, kalaupun Buddha masih ada "pikiran" maka itu sangat berbeda sekali dengan "pikiran" para makhluk awam. Nah karena itu, saya tidak tahu apakah "pikiran" seorang Buddha itu masih dapat disebut "pikiran" atau tidak.

Amiduofo,

Tan

OK. Tapi saya masih ingin bertanya lagi.
Saya ingin tahu komentar Anda, selaku perwakilan Umat Mahayana di sini. :)

Anda tidak berani menjawab dengan pasti, karena menurut Anda itu terlalu spekulatif.

Pertanyaannya : Apakah menurut Anda keberadaan "pikiran" itu tidak terkondisikan oleh hal-hal lainnya, misalnya pancaskhandha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 30 April 2009, 04:13:50 PM
Mungkn mksdnxa pikiran buddha sudah brbeda dngan pikiran mkhluk.
Pikirannya anjing sudah jelas beda dngan pikiran manusia.
Apabila dalam T itu anupadisesa nibbana bukan nihilisme tapi juga bukan eternalis dan atta, maka diantara itulah yg disebut 'pikiran buddha' atau 'kesadaran tertinggi' atau 'kebahagiaan abadi' atau inilah (kediaman) tentram, suci, dan luhur.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 30 April 2009, 04:19:51 PM
Tambah:
mgkin pikiran nyamuk jelas berbeda dngan pkran anjing.
Dan pikiran anjng jelas brbeda dngan pikiran manusia.
Dan mungkin pikiran manusia itu jelas berbda dngan pkiran maha brahma.
Dan mungkn pkiran mahabrahma itu jelas brbeda dngan pkiran buddha.
Dan mgkn dlm mahayana pkran buddha itu disbt pkiran dan kesadaran tertinggi.
Dan dmikian sang buddha telah bebas dari knsep sang aku atau ciri2 keakuan seperti yg dijelaskan dalam sutra intan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 30 April 2009, 05:03:16 PM
Quote
TAN:

Saya akan beri analogi sebagai berikut. Ada sekelompok orang yang belum pernah pergi ke Paris. Suatu kali masing-masing dari mereka mendengar penuturan rekan atau kerabatnya masing-masing yang pernah pergi ke Paris. Ada di antara mereka yang mengagumi menara Eifel, sehingga dalam ceriteranya mereka banyak menceritakan tentang menara tersebut, umpamanya konstruksi bajanya yang luar biasa, keindahan kota Paris dilihat dari puncaknya dan lain sebagainya. Ada yang memusatkan ceritanya pada Istana Louvre dengan tamannya yang indah. Ada lagi yang bercerita tentang Gereja Notre Dame dan lain sebagainya. Ada lagi orang yang belum pernah ke Paris, tetapi membaca tentang Paris dari buku perjalanan.
Nah, suatu kali orang-orang yang belum pernah ke Paris ini berkumpul menjadi satu dan berdialog ramai tentang Paris, bahkan mereka membuat forum atau milis di internet untuk mendiskusikan Paris. Ada yang bilang dan bersikeras bahwa Eifel adalah bangunan terindah di Paris. Yang lain tidak mau kalah dan mengatakan Louvre adalah yang terindah. Yang lagi berteriak bahwa Notre Dame yang terindah. Bahkan yang lebih ekstrem ada yang mengatakan bahwa satu2nya bangunan terkenal di Paris adalah Eifel, Louvre, atau Notre Dame. Ingat! Tak seorangpun dari mereka pernah ke Paris. Tapi dengan lihainya mereka bercerita dan berteori tentang Paris, bahkan melebihi orang yang pernah ke Paris sendiri.
Analogi tadi mungkin tepat...mungkin juga tidak. Tetapi intinya adalah pertanyaan: Adakah di antara kita yang sudah jadi Buddha? Apakah teori kita hanya dari buku, penuturan guru-guru agama, atau dengar dari orang lain?
Semua yang diperdebatkan di sini hanya dari KITAB...hanya dari BUKU....!
Mana yang benar? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.
Hanya saja saya merasa selama teori itu bermanfaat bagi saya, saya merasa berhak memegangnya.
saudara Tan,

contoh anda kurang tepat...masalah nya saya sudah pergi ke paris, ^^
atau dengan kata lain telah saya pratekkan dan telah saya alami secara kenyataan.
dan itu tidak sesuai dengan apa yang anda katakan.

jadi Saudara Tan selama mempelajari Dhamma tidak pernah mempratekkan? atau bahkan meng-check kebenaran? dari mana asumsi bahwa ada metta tanpa ada pikiran?

itulah masalah nya, yang berteori tentang paris adalah orang yang tidak pernah ke-paris...
sedangkan kenyataan, saya sendiri sudah mempratekkan-nya....so?

apa butuh menjadi seorang buddha baru bijaksana?
untuk menguasai 1+1 = 2,tidak butuh menjadi sammasambuddha bukan.. ^^
apa 1+1=2 anda ragukan hasilnya,karena anda bukan seorang buddha?


anak SD saja ketika memakan garam mengatakan Garam itu rasanya asin, maka Anak SD itu sudah menjadi Buddha disitu...

dan ketika anak SD memakan garam lalu mengatakan dan meragukan bahwa rasa garam itu asin, kira-kira anak ini bisa disebut tetap SD atau buddha?
(inilah ilusi itu)




Quote
"jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama...."

What is "kenyataan" and what is "illusion"? Semua orang hanya "melihat apa yang mereka ingin lihat" (mengutip dari film Knowing). Anda ingin melihat "ilusi" menjadi "kenyataan" maka saat itu jadilah "kenyataan" itu. Anda ingin melihat "kenyataan" menjadi "ilusi" maka saat itu pula jadilah "ilusi" itu. Semua makhluk dalam samsara masih ditutupi oleh debu kebodohan tak dapat membedakan antara "ilusi" dan "kenyataan." Tak ada yang tahu siapa benar siapa salah. Karena itu jangan harap ada teori yang "sama." Teori yang "sama" hanya ada di kalangan orang yang berpendapat sama. Tapi dalam tataran majemuk jangan harap ada teori yang "sama."
kasihan sekali pemahaman anda saudara Tan ^^....

ketika seseorang berteori garam rasanya manis, dan yang satu berteori garam rasanya asin..
yang mana benar menurut saudara Tan?
apakah dengan bermimpi dan menghayal rasa garam bisa berubah menjadi manis?

tentu asin bukan?...dari mana jawaban keyakinan bahwa garam rasanya asin?
tentu dari anda telah memakan garam dan meyakinkan bahwa pada saat itu bukan mimpi...

itulah saya katakan, teori bisa saja tidak sesuai kenyataan,
tetapi kenyataan tidak akan bisa diubah oleh teori.


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 30 April 2009, 05:24:03 PM
Ryu:

Ko Tan :
Berarti kalau Buddha itu skarang masih ada atau tidak?
Yang bertumibal lahir itu apa kalau dalam Mahayana?
Ketika Buddha parinibbana, apakah yang berpindah ketika parinibbana, tetap Buddha (Sidhharta Gautama) atau menjadi Buddha yang lain?

TAN:

Bung Ryu,
Pertanyaan Anda ini agak sulit dijawab karena dalam ditinjau dari sudut pandang kebenaran relatif dan absolut akan menghasilkan jawaban yang beda. Apakah Buddha "ada" atau "tidak"? Saya akan coba berikan jawaban terbaik berdasarkan pengetahuan saya yang masih sangat dangkal ini. Buddha dalam wujud Manussabuddha seperti Sakyamuni jelas sekarang tidak "ada" lagi. Tetapi setelah parinirvana Buddha tidak hilang ke dalam nihilisme. Jadi Buddha itu tetap "ada" hanya saja melampaui segenap pemikiran kita. Inilah sebabnya dikatakan bahwa Buddha itu di luar "ada" dan "tiada." Itulah makna sebenarnya bagi "di luar ada dan tiada."
Bagi orang yang masih berada dalam lingkungan kelahiran dan kematian, maka Mahayana dan Theravada tidak berbeda dalam hal ini. Citta adalah yang terlahir kembali. Ini dijelaskan secara jelas dalam Bhavasankranti Sutra milik mazhab Mahayana.

"Ketika Buddha parinibbana, apakah yang berpindah ketika parinibbana, tetap Buddha (Sidhharta Gautama) atau menjadi Buddha yang lain?"

Tiada yang berpindah. Tidak ada pula yang datang dan pergi. Itulah sebabnya Buddha dalam bahasa Mandarin diberi gelar Rulai atau Tathagata.

Demikian semoga bermanfaat,

Amiduofo,

Tan
saudara Tan yang bijak,
di luar "ADA" dan "tidak ada" adalah pemahaman bodoh dan keliru...^^

dari arah pemahaman anda tentang parinirvana anda mau merujuk pada kata "ADA" tetapi anda takut dikatakan "ADA" malah bilang diluar "ada dan tiada"

sudah jelas ketika sangbuddha akan lahir entah dan menjadi buddha dikalpa mana,(bahkan lupa cara pencapaian)
dan ditanya apakah buddha itu ada?
diluar ada dan tiada jawab-nya?....

ini seperti saya bertanya apakah anda sedang main surfing web DC, lalu anda menjawab sedang main dan tidak main.

inilah salah satu dari  62 pandangan salah dalam brahmajala sutta.

oh satu lagi, kata "ru lai" itu merujuk pada "yang akan datang" alias "ru lai fo" yang tidak lain "buddha metteya"
apa buddha metteya = buddha gotama?

sedangkan kata "Tathagata" merujuk pada "panggilan kepada buddha"
ada yang mengartikan menjadi "yang telah pergi" (thus gone) dalam konteks orang tersebut telah pergi keluar dari Samsara, alias telah Nibbana.

salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 30 April 2009, 05:27:50 PM
Quote
TL:



Kan mas Tan tidak perlu menyanggah saya?




TAN:

Ooo saya tidak menyanggah, hanya memberikan penjelasan mengenai Mahayana sejauh yang saya ketahui.  hahahaha

Jadi sanggah-menyanggah terjadi karena mas Tan juga kan  ;D


Quote
TL:



Kalau ada sesuatu diluar pancaskandha apa? sebutin dong mas.




TAN:

Nama itu hanya sebutan yang diberikan oleh manusia. Apalah arti sebuah nama? Apa namanya tidak penting. Saya bisa beri sebutan apa saja dan sekaligus tidak bisa beri sebutan apa saja. Yang pasti itu “ada”sesuatu. Kalau tidak berarti sama saja dengan nihilisme donk? Anda mau disebut kaum nihilis? Seperti yang telah saya katakan berkali-kali Mahayana lebih konsisten dan masuk akal dengan hal ini. Mari saya terangkan dengan alur logika.

Kalau bagi Anda, hanya ada lima skandha penyusun makhluk hidup DAN tak ada yang lainnya lagi, maka begitu seorang Buddha memasuki nirvana tanpa sisa, dimana panca skandha musnah; artinya semuanya ikut MUSNAH. Bila begitu apa bedanya dengan nihilisme? Bisakah Anda menjelaskan hal ini? Untuk kesekian kalinya saya mengungkapkan hal ini.

Kalau bukan Skandha yang memancarkan apa mas? ada referensinya nggak? apa cuma pendapat pribadi?    ^-^

Quote
Di sini letak bedanya dengan ajaran Mahayana. Mahayana bukan eternalisme karena menganggap bahwa sesuatu yang kekal itu dipandang dari konsepsi adanya “aku” atau tidak. Bila “aku” telah padam, maka tidak ada lagi bias-bias kesalahan. Tidak ada lagi keinginan untuk melanggengkan sang “aku.” Itulah sebabnya meskipun mengajarkan bahwa seorang Buddha masih dapat memancarkan maitri karuna hal itu tidak dapat disamakan etenalisme ataupun disamakan dengan pandangan Brahmanisme. Saya kira sudah cukup jelas ya. Terserah mau diterima atau tidak.

ehm.. aku itu darimana ada dimana, bentuknya apa mas? bagaimana cara padamnya aku mas? apakah hilang begitu saja dengan nien fo?

Quote
TL:



Jadi karma apa selain karma individu mahluk? karma kursi, karma pohon, mungkin batu jadi Sun go Kong akibat karma ?




TAN:

Hukum karma alias karma niyama. Itu nitya atau anitya? Apakah hukum karma masih merupakan obyek perubahan?

Nggak nyambung lagi. Hukum karma atau karma Niyama terjadi pada apa mas? terjadi pada mahluk hidup atau benda mati juga berlaku karma niyama?

Quote
TL:



Anitya adalah sifat dari kondisi-kondisi. dengan berhentinya kondisi-kondisi maka lenyaplah anitya, sekarang saya ulangi pertanyaan saya kelima kalinya dan jangan menghindar mas Tan:

APAKAH KESADARAN ITU BERSIFAT ANITYA ATAU NITYA?  




TAN:

Saya ulangi pula pertanyaan SEKALIGUS JAWABAN saya untuk kelima kalinya:

APAKAH ANITYA ITU BERSIFAT NITYA ATAU ANITYA?
Coba direnungkan. Apakah cukup jelas? Nah itulah jawaban saya. Saya sudah menjawab untuk kali ke-5. Andalah yang menghindar dari jawaban saya. Hahahahahahaahaha.......

Coba jawab mas Tan :

Mahluk hidup punya kesadaran atau tidak ? ? ? ^-^
Kesadaran itu anitya atau nitya ?

Quote
TL:



Jawab yang jujur mas 99% sama atau tidak?




TAN:

Sama. Silakan ehipassiko saja sendiri.

Abhidharma Sarvastivada:
Sangitiparyaya ('Discourses on Gathering Together')
Dharmaskandha ('Aggregation of Dharmas')
Prajnaptisastra ('Treatise on Designations')
Dhatukaya ('Body of Elements')
Vijnanakaya ('Body of Consciousness')
Prakaranapada ('Exposition')
Jnanaprasthana ('Foundation of Knowledge')

Abhidhamma:
Dhammasangani ('Enumeration of Factors')
Vibhanga ('Analysis')
Dhatukatha ('Discussion of Elements')
Puggalapannatti ('Descriptions of Individuals')
Kathavatthu ('Points of Controversy')
Yamaka ('The Pairs')
Patthana ('Foundational Conditions' or 'Relations')

The Four Āgamas: (   http://en.wikipedia.org/wiki/Agamas  )

There are four extent collections of Āgamas. They are preserved in their entirety only in Chinese translation (Agama: 阿含經), although small portions of all four have recently been discovered in Sanskrit, and portions of three of the four Āgamas are preserved in Tibetan.[6] It is not known if any schools had an equivalent to the Khuddaka Nikāya, the fifth Nikāya of the Pāli Canon. The four extent Āgamas are:


The Saṃyukta Āgama ("Connected Discourses", Zá Ahánjīng 雜阿含經 Taishō 99)[7] (corresponding to Saṃyutta Nikāya). A Chinese translation of the complete Saṃyukta Āgama of the Sarvāstivāda (說一切有部) school was done by Guṇabhadra (求那跋陀羅) in the Song state (宋) [435-443CE]4 (although two folios are missing). Portions of the Sarvāstivāda Saṃyukta Āgama also survive in Tibetan translation. There is also an incomplete Chinese translation of the Saṃyukta Āgama (別譯雜阿含經 Taishō 100) of the Kāśyapīya (飲光部) school by an unknown translator [circa the Three Qin (三秦) period, 352-431CE][8]. A comparison of the Sarvāstivādin, Kāśyapīya, and Theravadin texts reveals a considerable consistency of content, although each recension contains texts not found in the others.  


The Madhyama Āgama ("Middle-length Discourses," Zhōng Ahánjīng 中阿含經, Taishō 26)[9] (corresponding to Majjhima Nikāya). A complete translation of the Madhyama Āgama of the Sarvāstivāda school was done by Saṃghadeva (僧伽提婆) in the Eastern Jin dynasty (東晉) [397-398CE]. The Madhyama Āgama of the Sarvāstivāda school contains 222 sūtras, in contrast to the 152 suttas in the Pāli Majjhima Nikāya. Portions of the Sarvāstivāda Madhyama Āgama also survive in Tibetan translation.  


The Dīrgha Āgama ("Long Discourses," Cháng Ahánjīng 長阿含經 Taishō 1)[10] (corresponding to Dīgha Nikāya). A complete version of the Dīrgha Āgama of the Dharmagupta (法藏部) school was done Buddhayaśas (佛陀耶舍) and Zhu Fonian (竺佛念) in the Late Qin dynasty (後秦) [413CE]. It contains 30 sūtras in contrast to the 34 suttas of the Theravadin Dīgha Nikāya. A "very substantial" portion of the Sarvāstivādin Dīrgha Āgama survives in Sanskrit,[11] and portions survive in Tibetan translation.  


The Ekottara Āgama ("Increased by One Discourses," Zēngyī Ahánjīng, 增壹阿含經 Taishō 125)[12] (corresponding to Anguttara Nikāya). A complete version, translated by Dharmanandi (曇摩難提) of the Fu Qin state (苻秦) [397CE] and altered by Saṃghadeva in the Eastern Jin (東晉), is thought to be from either the Mahāsaṃghika (大眾部) or Sarvāstivādin canons. It contains some mahāyāna philosophy. According to Keown, "there is considerable disparity between the Pāli and the Sarvāstivādin versions, with more than two-thirds of the sūtras found in one but not the other compilation, which suggests that much of this portion of the Sūtra Piṭaka was not formed until a fairly late date."[13]
In addition, there is a substantial quantity of Agama-style texts outside of the main collections. These are found in various sources:

Partial Āgama collections and independent sutras within the Chinese canon.
Small groups of sutras or independent sutras within the Tibetan canon.
Sutras reconstructed from ancient manuscripts in Sanskrit, Gandhari, or other ancient Indic languages.
Passages and quotes from Agama sutras preserved within Mahayana Sutras, Abhidharma texts, later commentaries, and so on.
Isolated phrases preserved in inscriptions. For example, the Ashoka pillar at Lumbini declares iha budhe jāte, a quote from the Mahaparinirvana Sutra.

99% sama ya mas Tan?  ;D

Quote
TL:



Baik sekali mas, semoga mas Tan sering-sering nien fo agar imannya selalu bertambah kuat.





TAN:

Baik sekali, semoga Bung TL sering-sering baca paritta Pali saja biar tambah pinter berdebat.

Amiduofo,

Tan

Oh ya bagaimana dengan kutipan kitab suci Hindu tersebut, mirip atau tidak?
Terima kasih mas Tan, semoga mas Tan selalu berbahagia.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 30 April 2009, 05:41:44 PM
Mercedes:

saudara Tan yg bijak,
jika semua teori tanpa kenyataan, semua ajaran bisa mengatakan mereka-lah paling benar.
ketika teori tidak sesuai kenyataan yang manakah yang salah? kenyataan atau teori?

kenyataan tidaklah mungkin salah, dan yang salah pasti adalah teori-nya.
ketika berkata semua itu kembali ke masing-masing, sungguh itu bukanlah pemikiran buddhis.
karena buddhis tidak mengajarkan samuthi saja.

4 kesunyataan mulia yang dibabarkan sang buddha, bukanlah teori tanpa kebenaran...melainkan kenyataan sesungguh-nya.... ( seperti habis makan banyak pasti kenyang ^^ )
baik ajaran percaya atau tidak percaya tetap saja akan terkena imbas dari 4 kenyataan ini...

jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama....

kalau membahas teori tanpa kenyataan, maka muncul 1001 macam teori atau 84.000 teori.

TAN:

Saya akan beri analogi sebagai berikut. Ada sekelompok orang yang belum pernah pergi ke Paris. Suatu kali masing-masing dari mereka mendengar penuturan rekan atau kerabatnya masing-masing yang pernah pergi ke Paris. Ada di antara mereka yang mengagumi menara Eifel, sehingga dalam ceriteranya mereka banyak menceritakan tentang menara tersebut, umpamanya konstruksi bajanya yang luar biasa, keindahan kota Paris dilihat dari puncaknya dan lain sebagainya. Ada yang memusatkan ceritanya pada Istana Louvre dengan tamannya yang indah. Ada lagi yang bercerita tentang Gereja Notre Dame dan lain sebagainya. Ada lagi orang yang belum pernah ke Paris, tetapi membaca tentang Paris dari buku perjalanan.
Nah, suatu kali orang-orang yang belum pernah ke Paris ini berkumpul menjadi satu dan berdialog ramai tentang Paris, bahkan mereka membuat forum atau milis di internet untuk mendiskusikan Paris. Ada yang bilang dan bersikeras bahwa Eifel adalah bangunan terindah di Paris. Yang lain tidak mau kalah dan mengatakan Louvre adalah yang terindah. Yang lagi berteriak bahwa Notre Dame yang terindah. Bahkan yang lebih ekstrem ada yang mengatakan bahwa satu2nya bangunan terkenal di Paris adalah Eifel, Louvre, atau Notre Dame. Ingat! Tak seorangpun dari mereka pernah ke Paris. Tapi dengan lihainya mereka bercerita dan berteori tentang Paris, bahkan melebihi orang yang pernah ke Paris sendiri.
Analogi tadi mungkin tepat...mungkin juga tidak. Tetapi intinya adalah pertanyaan: Adakah di antara kita yang sudah jadi Buddha? Apakah teori kita hanya dari buku, penuturan guru-guru agama, atau dengar dari orang lain?  
Semua yang diperdebatkan di sini hanya dari KITAB...hanya dari BUKU....!
Mana yang benar? Tanyalah pada rumput yang bergoyang.
Hanya saja saya merasa selama teori itu bermanfaat bagi saya, saya merasa berhak memegangnya.

"jadi selama ini apakah ilusi yang ingin di-diskusikan atau kenyataan?
andai membahas kenyataan, maka semua teori menjadi sama...."

What is "kenyataan" and what is "illusion"? Semua orang hanya "melihat apa yang mereka ingin lihat" (mengutip dari film Knowing). Anda ingin melihat "ilusi" menjadi "kenyataan" maka saat itu jadilah "kenyataan" itu. Anda ingin melihat "kenyataan" menjadi "ilusi" maka saat itu pula jadilah "ilusi" itu. Semua makhluk dalam samsara masih ditutupi oleh debu kebodohan tak dapat membedakan antara "ilusi" dan "kenyataan." Tak ada yang tahu siapa benar siapa salah. Karena itu jangan harap ada teori yang "sama." Teori yang "sama" hanya ada di kalangan orang yang berpendapat sama. Tapi dalam tataran majemuk jangan harap ada teori yang "sama."

Amiduofo,

Tan

Nah disinilah masalahnya mas Tan, bila Nirvana hanya merupakan dongeng menurut Mahayana maka mirip Dengan kr****n atau Islam dllnya, yaitu: Semua itu mungkin bisa dibuktikan nanti setelah kita meninggal.

Tetapi tidak semua aliran Buddhis yang beranggapan seperti Mahayana, ada juga aliran Buddhis yang mengajarkan kita mencicipi Nirvana sekarang dalam kehidupan ini juga !!!

Yang mencicipi Nibbana itu bukan hanya satu atau dua, bahkan seorang guru meditasi pada abad 20 dikatakan telah membimbing ribuan orang mencicipi Nirvana selagi mereka hidup, bukan setelah mereka wafat.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 30 April 2009, 05:50:46 PM
Sati.. Sati.. Sati.. * pinjam slogan suhu *

mohon dengan hormat nih, jgn saling menyerang pribadi yah... , sekilat inpo ... nasi goreng memang enak, tp tdk semua orang menyukai nasi goreng.. sama dengan aliran2 dalam buddhis ... masing2 orang memiliki kecocokan yang berbeda2 dengan aliran yang ada... selama anda merasa bahagia dan kepribadian anda semakin baik hari demi hari sejak mendalami aliran tersebut... maka berbahagialah anda...

no offence... peace and good luck...

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 10:59:19 PM
Upasaka:

OK. Tapi saya masih ingin bertanya lagi.
Saya ingin tahu komentar Anda, selaku perwakilan Umat Mahayana di sini.

Anda tidak berani menjawab dengan pasti, karena menurut Anda itu terlalu spekulatif.

Pertanyaannya : Apakah menurut Anda keberadaan "pikiran" itu tidak terkondisikan oleh hal-hal lainnya, misalnya pancaskhandha?

TAN:

Saya perlu luruskan. Saya tidak mewakili umat Mahayana di sini. Karena saya tidak merasa ada yang pernah mengangkat saya sebagai wakilnya. Apa yang saya sampaikan di sini adalah sebatas pengetahuan saya yang dangkal mengenai Mahayana.

"Apakah pikiran terkondisikan?"

Saya perlu bertanya apakah maksud Anda menanyakan hal itu? Topik kita adalah Buddha yang masih memancarkan cinta kasih setelah parinirvana. Pertanyaan Anda itu saya anggap topik lain. Jawaban saya singkat saja: "Bagi makhluk yang masih berada dalam samsara maka pikiran masih terkondisikan oleh hal-hal lain."

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:01:43 PM
Johnsun:

Mungkn mksdnxa pikiran buddha sudah brbeda dngan pikiran mkhluk.
Pikirannya anjing sudah jelas beda dngan pikiran manusia.
Apabila dalam T itu anupadisesa nibbana bukan nihilisme tapi juga bukan eternalis dan atta, maka diantara itulah yg disebut 'pikiran buddha' atau 'kesadaran tertinggi' atau 'kebahagiaan abadi' atau inilah (kediaman) tentram, suci, dan luhur.

Tambah:
mgkin pikiran nyamuk jelas berbeda dngan pkran anjing.
Dan pikiran anjng jelas brbeda dngan pikiran manusia.
Dan mungkin pikiran manusia itu jelas berbda dngan pkiran maha brahma.
Dan mungkn pkiran mahabrahma itu jelas brbeda dngan pkiran buddha.
Dan mgkn dlm mahayana pkran buddha itu disbt pkiran dan kesadaran tertinggi.
Dan dmikian sang buddha telah bebas dari knsep sang aku atau ciri2 keakuan seperti yg dijelaskan dalam sutra intan.

TAN:

Bagus sekali! You got my point. Grp Send untuk Anda.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:15:23 PM
Mercedes:

saudara Tan,

contoh anda kurang tepat...masalah nya saya sudah pergi ke paris, ^^
atau dengan kata lain telah saya pratekkan dan telah saya alami secara kenyataan.
dan itu tidak sesuai dengan apa yang anda katakan.

jadi Saudara Tan selama mempelajari Dhamma tidak pernah mempratekkan? atau bahkan meng-check kebenaran? dari mana asumsi bahwa ada metta tanpa ada pikiran?

itulah masalah nya, yang berteori tentang paris adalah orang yang tidak pernah ke-paris...
sedangkan kenyataan, saya sendiri sudah mempratekkan-nya....so?

apa butuh menjadi seorang buddha baru bijaksana?
untuk menguasai 1+1 = 2,tidak butuh menjadi sammasambuddha bukan.. ^^
apa 1+1=2 anda ragukan hasilnya,karena anda bukan seorang buddha?


anak SD saja ketika memakan garam mengatakan Garam itu rasanya asin, maka Anak SD itu sudah menjadi Buddha disitu...

dan ketika anak SD memakan garam lalu mengatakan dan meragukan bahwa rasa garam itu asin, kira-kira anak ini bisa disebut tetap SD atau buddha?
(inilah ilusi itu)

TAN:

Anda tidak paham maksud saya dan mengartikan posting saya terlalu harafiah. Apa yang saya sampaikan itu berbeda sekali dengan apa yang Anda ungkapkan di sini.
Ungkapan Anda: “apa butuh menjadi seorang buddha baru bijaksana?
untuk menguasai 1+1 = 2,tidak butuh menjadi sammasambuddha bukan.. ^^
apa 1+1=2 anda ragukan hasilnya,karena anda bukan seorang buddha?” Pertanyaan saya:

1.Kebijaksanaan macam apa dulu? Kebijaksanaan tertinggi (prajna) jelas hanya seorang Buddha yang sanggup merealisasinya. Ingat banyak orang merasa dirinya bijaksana. Tetapi sekali lagi kebijaksanaan macam apa yang Anda maksud? Kalau kebijaksanaan Buddha jelas hanya seorang samyaksambuddha yang sanggup merealisasinya.

2. Ungkapan Anda mengenai 1+1 dan keharusan menjadi samasambuddha adalah sesuatu yang aneh dan tidak nyambung. Saya giliran bertanya pada Anda: “Apakah pengetahuan bahwa 1+1 = 2 itu adalah Kebijaksanaan Buddha?” Kalau bukan jangan gunakan sebagai analogi di sini.

Kebijaksanaan Buddha ya Kebijaksanaan Buddha.

Analogi Anda tentang garam dan anak SD tidak tepat. Yang benar adalah: Anda tidak akan pernah tahu apakah garam itu asin sebelum mengecap keasinan tersebut. Lagipula “asin” adalah sekedar istilah. Orang Inggris mengatakannya “salty.” Orang Jerman menyebutnya “saelzig.” Bagi orang Inggris garam jelas tidak asin tapi “salty.” Tetapi istilah “salty” sendiri apakah dapat menggambarkan rasa “garam.”

Mengenai metta dan pikiran. Tentu saja bagi makhluk yang belum tercerahi metta timbul dari pikiran. Saya tidak pernah mengatakan bahwa “metta” tidak berasal dari “ketiadaan” sama sekali. Buddha tidak masuk ke dalam nihilisme. Buddha itu tetap “ada.” Kalian boleh menyebutnya “Pikiran Tertinggi” atau apa saja. Saya tidak mempermasalahkan sebutan. Hanya saja “keberadaan” itu berbeda dengan apa yang kita pikirkan sebagai “keberadaan.” Itulah sebabnya Kebuddhaan merupakan “sesuatu yang tak terkatakan.” Dengan demikian, Mahayana menurut saya bukanlah eternalisme, meskipun aliran non Mahayana menuduhnya demikian. Saya tidak peduli tuduhan apapun terhadap Mahayana. Pandangan saya tak akan berubah sama sekali.

Amiduofo,

Tan


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:23:22 PM
Mercedes:

kasihan sekali pemahaman anda saudara Tan ^^....

ketika seseorang berteori garam rasanya manis, dan yang satu berteori garam rasanya asin..
yang mana benar menurut saudara Tan?
apakah dengan bermimpi dan menghayal rasa garam bisa berubah menjadi manis?

tentu asin bukan?...dari mana jawaban keyakinan bahwa garam rasanya asin?
tentu dari anda telah memakan garam dan meyakinkan bahwa pada saat itu bukan mimpi...

itulah saya katakan, teori bisa saja tidak sesuai kenyataan,
tetapi kenyataan tidak akan bisa diubah oleh teori.

salam metta.

TAN:

Anda salah mengerti. Asin dan manis hanyalah nama. Sebagai contoh kita mengacungkan jempol artinya “bagus.” Tetapi orang India mengacungkan jempol artinya “kotor.” Mana yang benar mana yang salah? Karena itu jangan biarkan kata-kata menipu kita. Orang yang sudah mengecap rasa garam, dia sudah tahu “kedemikianan” (tathata) garam itu. Mau disebut “asin,” “manis,” “salty,” atau “saelzig” ya sami mawon.
Kenyataan tidak bisa diubah oleh teori, demikian kata Anda. Kalo gitu mari kita kembali ke topik kita tentang masalah Kebuddhaan. Kita anggap Buddha sebagai suatu “kenyataan.” Nah masalahnya, apakah kita semua sudah menjadi Buddha? Kalau belum. Janganlah kalian bilang TAHU kenyataan itu. Sudahkah kalian memasuki parinirvana? Kalau belum jangan bilang itu sebagai “kenyataan.” Kita semua ini cuma “kutu-kutu buku” atau “kutu-kutu teori.”

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:32:58 PM
Mercedes:

saudara Tan yang bijak,
di luar "ADA" dan "tidak ada" adalah pemahaman bodoh dan keliru...^^

dari arah pemahaman anda tentang parinirvana anda mau merujuk pada kata "ADA" tetapi anda takut dikatakan "ADA" malah bilang diluar "ada dan tiada"

sudah jelas ketika sangbuddha akan lahir entah dan menjadi buddha dikalpa mana,(bahkan lupa cara pencapaian)
dan ditanya apakah buddha itu ada?
diluar ada dan tiada jawab-nya?....

ini seperti saya bertanya apakah anda sedang main surfing web DC, lalu anda menjawab sedang main dan tidak main.

inilah salah satu dari  62 pandangan salah dalam brahmajala sutta.

oh satu lagi, kata "ru lai" itu merujuk pada "yang akan datang" alias "ru lai fo" yang tidak lain "buddha metteya"
apa buddha metteya = buddha gotama?

sedangkan kata "Tathagata" merujuk pada "panggilan kepada buddha"
ada yang mengartikan menjadi "yang telah pergi" (thus gone) dalam konteks orang tersebut telah pergi keluar dari Samsara, alias telah Nibbana.

salam metta

TAN:

Sebelumnya saya minta izin OOT dulu. Perkataan Anda sungguh lucu dan membuat saya geli. Tapi cukup menghibur juga. Anda mengatakan “Saudara Tan yang bijak…. Adalah pemahaman yang BODOH dan KELIRU.” Lucu sekali, Anda mengatakan saya bijak.. tapi bilang pandangan saya bodoh dan keliru. Hahahahahaaha…. :p
Oke kembali ke laptop. Anda salah. Saya tidak takut mengatakan “ada.” Saya tidak takut dikatakan “eternalis.” Memang apakah untungnya bagi saya dikatakan “eternalis” atau “tidak eternalis”? Uang saya tidak tambah sama sekali hahahahaha ) (becanda).
Jadi baiklah untuk menyingkat waktu. Saya katakan Buddha itu tetap “ada.” Hanya saja “keberadaan” itu berbeda dengan konsep “keberadaan” yang ada di benak kita. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Buddha itu di luar ada dan tiada. Saya kira ini cukup jelas.

Ungkapan Anda: “oh satu lagi, kata "ru lai" itu merujuk pada "yang akan datang" alias "ru lai fo" yang tidak lain "buddha metteya"
apa buddha metteya = buddha gotama?”

Hahahaaha Anda salah besar!!! Rulai itu bahasa Mandarin bagi Tathagata. Dalam Sutra Saddharmapundarika ada disebutkan Duobao Rulai yang dalam bahasa Sansekerta disebut Prabutaratna Tathatagata. Rulai itu salah satu gelar Buddha. Ungkapan bahwa Rulai mengacu pada Maitreya saja jelas ngawur. Sutra lain ada menyebutkan Miaoshi shen Rulai (Buddha Tubuh Elok). Nah sekarang Anda simpulkan sendiri apakah Rulai = Maitreya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:38:39 PM
Kilas Balik.

Dari kesimpulan hasil diskusi selama ini.

1.Kaum non Mahayanis tidak dapat menjawab bahwa bila seorang Buddha parinirvana dan seluruh pancaskandhanya lenyap - TERUS TAK ADA APA2 LAGI YANG TERSISA, bukankah itu sama dengan nihilisme? Apakah mereka takut disebut kaum nihilis? Semoga tidak demikian halnya. :p

2.Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hukum karma nitya atau anitya. Apakah konsep anitya sendiri nitya atau anitya juga tidak dapat dijawab dengan memuaskan. Padahal itu merupakan jawaban bagi kritikan kaum non Mahayanis terhadap Mahayana.

3.Saya kasih pertanyaan tambahan. Apakah Dharma sendiri nitya atau anitya? Kalau Dharma itu dikatakan anitya, bagaimana mungkin dengan mengandalkan Dharma kita bisa bebas dari anitya? Lha wong Dharmanya sendiri anitya bagaimana bisa membebaskan kita dari anitya?

Sementara itu dulu. Semoga kaum non Mahayanis bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Semoga!

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 30 April 2009, 11:39:02 PM
Melihat bahwa pembahasan mengenai mahzab Mahayana selalu OOT, karena banyaknya member2 mempertanyakan sesuai dengan aliran laen, sehingga pembahasan mengenai topik itu sendiri menjadi kacau dan ujung2nya selalu membahas antara T vs M...

Gw coba memfasilitasi dengan membuat thread khusus bagi member2 yg ingin bertanya...
Selanjutnya, jika ada pertanyaan2 OOT yg ujung2nya T vs M, akan dilempar k thread ini...

Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

 _/\_


pesan dari mod/TS, mohon diperhatikan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:47:08 PM

TL:

Nggak nyambung lagi. Hukum karma atau karma Niyama terjadi pada apa mas? terjadi pada mahluk hidup atau benda mati juga berlaku karma niyama?

TAN:

Karma niyama ya karma niyama. Jangan coba mengkaitkan dengan makhluk hidup atau makhluk mati. Saya tanya sebagai suatu niyama. Nitya atau anitya? Mohon jawabannya.

TL:

Coba jawab mas Tan :

Mahluk hidup punya kesadaran atau tidak ? ? ? 
Kesadaran itu anitya atau nitya ?

TAN:

Sudah saya jawab pada posting2 sebelumnya. Saya tentu tidak mau mengulang-ulang terus. Seratus kali Anda menanyakan pertanyaan ini. Seratus kali pula Anda akan mendapatkan jawaban yang sama dari saya: “Apakah anitya itu sendiri nitya atau anitya?”

TL:

99% sama ya mas Tan?   

TAN:

Wah kok pakai wikipedia? Anda cek sendiri dari sumbernya donk. Saya tidak akan menanggapi kalau Anda pakai sumber wikipedia. Jawabannya saya tetap 99 % sama. Ingat 99 % bukan berarti bahwa “semuanya sama lho.” Pasti ada bedanya. Saya ga pernah bilang Abhidarma Sarvatisvara = Abhidhamma. Itu Anda sendiri yang bilang. Tetapi yang pasti dalam kanon Mahayana. Abhidhamma Pali juga ada.

TL:

Oh ya bagaimana dengan kutipan kitab suci Hindu tersebut, mirip atau tidak?
Terima kasih mas Tan, semoga mas Tan selalu berbahagia.

TAN:

Ohya bagaimana dengan konsep Tirthankara dalam agama Jain. Mirip atau tidak?

Terima kasih kembali. Semoga Anda selalu berbahagia.

Amiduofo,

Tan







Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:50:58 PM
TL:

Nah disinilah masalahnya mas Tan, bila Nirvana hanya merupakan dongeng menurut Mahayana maka mirip Dengan kr****n atau Islam dllnya, yaitu: Semua itu mungkin bisa dibuktikan nanti setelah kita meninggal.

TAN:

Bagi saya semua boleh dikatakan sebagai "dongeng" selama kita semua belum merealisasinya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 April 2009, 11:54:43 PM
Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

TAN:

Saya pribadi sih sebenarnya tidak masalah apabila direndahkan atau dihina. Semuanya dapat dijadikan inputan yang berharga.


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 May 2009, 12:32:15 AM
Quote
Anda tidak paham maksud saya dan mengartikan posting saya terlalu harafiah. Apa yang saya sampaikan itu berbeda sekali dengan apa yang Anda ungkapkan di sini.
Ungkapan Anda: “apa butuh menjadi seorang buddha baru bijaksana?
untuk menguasai 1+1 = 2,tidak butuh menjadi sammasambuddha bukan.. ^^
apa 1+1=2 anda ragukan hasilnya,karena anda bukan seorang buddha?” Pertanyaan saya:

1.Kebijaksanaan macam apa dulu? Kebijaksanaan tertinggi (prajna) jelas hanya seorang Buddha yang sanggup merealisasinya. Ingat banyak orang merasa dirinya bijaksana. Tetapi sekali lagi kebijaksanaan macam apa yang Anda maksud? Kalau kebijaksanaan Buddha jelas hanya seorang samyaksambuddha yang sanggup merealisasinya.

2. Ungkapan Anda mengenai 1+1 dan keharusan menjadi samasambuddha adalah sesuatu yang aneh dan tidak nyambung. Saya giliran bertanya pada Anda: “Apakah pengetahuan bahwa 1+1 = 2 itu adalah Kebijaksanaan Buddha?” Kalau bukan jangan gunakan sebagai analogi di sini.

Kebijaksanaan Buddha ya Kebijaksanaan Buddha.

Analogi Anda tentang garam dan anak SD tidak tepat. Yang benar adalah: Anda tidak akan pernah tahu apakah garam itu asin sebelum mengecap keasinan tersebut. Lagipula “asin” adalah sekedar istilah. Orang Inggris mengatakannya “salty.” Orang Jerman menyebutnya “saelzig.” Bagi orang Inggris garam jelas tidak asin tapi “salty.” Tetapi istilah “salty” sendiri apakah dapat menggambarkan rasa “garam.”

Mengenai metta dan pikiran. Tentu saja bagi makhluk yang belum tercerahi metta timbul dari pikiran. Saya tidak pernah mengatakan bahwa “metta” tidak berasal dari “ketiadaan” sama sekali. Buddha tidak masuk ke dalam nihilisme. Buddha itu tetap “ada.” Kalian boleh menyebutnya “Pikiran Tertinggi” atau apa saja. Saya tidak mempermasalahkan sebutan. Hanya saja “keberadaan” itu berbeda dengan apa yang kita pikirkan sebagai “keberadaan.” Itulah sebabnya Kebuddhaan merupakan “sesuatu yang tak terkatakan.” Dengan demikian, Mahayana menurut saya bukanlah eternalisme, meskipun aliran non Mahayana menuduhnya demikian. Saya tidak peduli tuduhan apapun terhadap Mahayana. Pandangan saya tak akan berubah sama sekali.

Amiduofo,
saudara tan yang bijak,

jawabannya adalah ya, 1+1 = 2 adalah kebijaksanaan seorang buddha.
memang nya kebijaksanaan apa yang anda harapkan dari seorang buddha dari 1+1 sama dengan berapa?

aduh, apa anda mau tunggu menjadi buddha dulu baru meyakinkan diri anda bahwa garam itu rasanya asin?

astaga saudara Tan, walau orang inggris bahkan indo sekalipun "bahagia" mereka katakan "happy"
apa beda rasa bahagia orang inggris dan rasa bahagia orang indonesia?

kalau inggris bilang "suffering" dan indo bilang "penderitaan" apa berbeda?
jelas berbeda secara kata-kata, tetapi "rasa"  itu sama.

orang inggris bilang "air" adalah "water" apa berbeda ?
sudah dikatakan kata nya memang berbeda "A I R" dan " W A T E R" tetapi maksud dari penujukan objek "air" adalah sama...
coba saja tanyakan karateristik dari air pada orang inggris...sama tidak dengan indonesia...^^


Quote
Anda salah mengerti. Asin dan manis hanyalah nama. Sebagai contoh kita mengacungkan jempol artinya “bagus.” Tetapi orang India mengacungkan jempol artinya “kotor.” Mana yang benar mana yang salah? Karena itu jangan biarkan kata-kata menipu kita. Orang yang sudah mengecap rasa garam, dia sudah tahu “kedemikianan” (tathata) garam itu. Mau disebut “asin,” “manis,” “salty,” atau “saelzig” ya sami mawon.
Kenyataan tidak bisa diubah oleh teori, demikian kata Anda. Kalo gitu mari kita kembali ke topik kita tentang masalah Kebuddhaan. Kita anggap Buddha sebagai suatu “kenyataan.” Nah masalahnya, apakah kita semua sudah menjadi Buddha? Kalau belum. Janganlah kalian bilang TAHU kenyataan itu. Sudahkah kalian memasuki parinirvana? Kalau belum jangan bilang itu sebagai “kenyataan.” Kita semua ini cuma “kutu-kutu buku” atau “kutu-kutu teori.”

Amiduofo,
yang salah mengerti itu saya atau anda?
kalau asin dan manis adalah nama saja menurut anda...
jadi asin = manis? ^^
kita mengatakan asin itu merujuk pada sebuah penamaan....(samuthi)
guna untuk menamakan/ me-label sesuatu. agar tidak terjadi kesalahpahaman....
kita ini pakai bahasa indonesia loh.^^


masalah kebijaksanaan seorang buddha, nah. saya tanyakan pada anda....
apakah buddha merasakan "rasa" garam itu berbeda dengan apa yang saya rasakan?

seseorang menjadi buddha, dikarenakan sudah berlatih dan memakai pengalaman-nya sebagai kebijaksanaan....

jadi ketika saya memakan garam dan merasakan "asin" pada garam, apakah perlu saya meragukan rasa yang saya dapatkan dari garam? >>> iinilah point utamanya.

sudah saya nyatakan disini, saya sudah merealisasikan pengalaman dimana
"sebuah kesadaran ada,karena ada objek"
tidak mungkin ada kesadaran tanpa objek.......
apakah perlu saya menunggu buddha metteya untuk tahu jawaban beliau?

sama seperti saya sudah makan garam, apa perlu saya ragukan rasa garam itu asin?


justru karena demikian makanya saya mengatakan, anda keliru jika mengatakan bahwa metta itu bisa dipancarkan tanpa pikiran.
seperti anda mengatakan bahwa rasa garam itu manis pada saya.


-------------------------------------

Quote
Sebelumnya saya minta izin OOT dulu. Perkataan Anda sungguh lucu dan membuat saya geli. Tapi cukup menghibur juga. Anda mengatakan “Saudara Tan yang bijak…. Adalah pemahaman yang BODOH dan KELIRU.” Lucu sekali, Anda mengatakan saya bijak.. tapi bilang pandangan saya bodoh dan keliru. Hahahahahaaha…. :p
Oke kembali ke laptop. Anda salah. Saya tidak takut mengatakan “ada.” Saya tidak takut dikatakan “eternalis.” Memang apakah untungnya bagi saya dikatakan “eternalis” atau “tidak eternalis”? Uang saya tidak tambah sama sekali hahahahaha ) (becanda).
Jadi baiklah untuk menyingkat waktu. Saya katakan Buddha itu tetap “ada.” Hanya saja “keberadaan” itu berbeda dengan konsep “keberadaan” yang ada di benak kita. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Buddha itu di luar ada dan tiada. Saya kira ini cukup jelas.

Ungkapan Anda: “oh satu lagi, kata "ru lai" itu merujuk pada "yang akan datang" alias "ru lai fo" yang tidak lain "buddha metteya"
apa buddha metteya = buddha gotama?”

Hahahaaha Anda salah besar!!! Rulai itu bahasa Mandarin bagi Tathagata. Dalam Sutra Saddharmapundarika ada disebutkan Duobao Rulai yang dalam bahasa Sansekerta disebut Prabutaratna Tathatagata. Rulai itu salah satu gelar Buddha. Ungkapan bahwa Rulai mengacu pada Maitreya saja jelas ngawur. Sutra lain ada menyebutkan Miaoshi shen Rulai (Buddha Tubuh Elok). Nah sekarang Anda simpulkan sendiri apakah Rulai = Maitreya.
well bagus lah untuk tawa anda, tawa itu ibadah. ^^ semoga anda berbahagia.
]
dan memang saya salah disitu, setelah saya check pada translator ternyata artinya merujuk pada Tathagata.
kalau begitu ilmu bahasa mandarin saya butuh di tingkatkan. ^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 May 2009, 12:47:54 AM
Kilas Balik.

Dari kesimpulan hasil diskusi selama ini.

1.Kaum non Mahayanis tidak dapat menjawab bahwa bila seorang Buddha parinirvana dan seluruh pancaskandhanya lenyap - TERUS TAK ADA APA2 LAGI YANG TERSISA, bukankah itu sama dengan nihilisme? Apakah mereka takut disebut kaum nihilis? Semoga tidak demikian halnya. :p

2.Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hukum karma nitya atau anitya. Apakah konsep anitya sendiri nitya atau anitya juga tidak dapat dijawab dengan memuaskan. Padahal itu merupakan jawaban bagi kritikan kaum non Mahayanis terhadap Mahayana.

3.Saya kasih pertanyaan tambahan. Apakah Dharma sendiri nitya atau anitya? Kalau Dharma itu dikatakan anitya, bagaimana mungkin dengan mengandalkan Dharma kita bisa bebas dari anitya? Lha wong Dharmanya sendiri anitya bagaimana bisa membebaskan kita dari anitya?

Sementara itu dulu. Semoga kaum non Mahayanis bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Semoga!

Amiduofo,

Tan
1. loh darimana anda tarik kesimpulan bahwa nihilisme?....
saya tidak berani comment karena kita berbicara nibbana, sedangkan saya belum nibbana.

tetapi pengetahuan tentang 1+1 = 2 ,bahkan dengan seorang buddha sekalipun saya berani berdiskusi. ( karena saya pahami dengan baik )

(tetapi kalau tidak salah menurut beberapa rujukan, setelah seseorang parinibbana maka pancakhadhanya padam)

justru sebaliknya menurut mahayana gimana? ^^
setelah buddha parinirvana apa buddha masih ada?
dikatakan "tidak ada" eh bisa muncul lagi di entah dikalpa mana....

dikatakan "ADA" sama saja masuk dalam pandangan salah dalam sutta.

dikatakan "ada dan tiada" kok bisa muncul di salah satu kalpa entah dimana]

bahkan lupa cara pencapaian hingga butuh guru, dan lagi tenggelam dalam nafsu indria karena menikahi seorang putri yasodhara.
gimana itu?
jadi pencapaian buddha juga bisa merosot? apa ini sesuai dengan konsep anicca mahayanis? segala tidak memiliki inti...

^^


katanya kelahiran = penderitaan...kok buddha masih lahir lagi?
jadi tujuan ajaran buddha itu apa?
katanya bebas dari penderitaan... ^^
apa dengan demikian masih bisa dikatakan bebas.....


2. masalah anitya dan nitya apa bisa kasih saya info mengenai kata tersebut, saya miskin ilmu kalau soal itu.

salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 May 2009, 12:51:31 AM
Kilas Balik.

Dari kesimpulan hasil diskusi selama ini.

1.Kaum non Mahayanis tidak dapat menjawab bahwa bila seorang Buddha parinirvana dan seluruh pancaskandhanya lenyap - TERUS TAK ADA APA2 LAGI YANG TERSISA, bukankah itu sama dengan nihilisme? Apakah mereka takut disebut kaum nihilis? Semoga tidak demikian halnya. :p

2.Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hukum karma nitya atau anitya. Apakah konsep anitya sendiri nitya atau anitya juga tidak dapat dijawab dengan memuaskan. Padahal itu merupakan jawaban bagi kritikan kaum non Mahayanis terhadap Mahayana.

3.Saya kasih pertanyaan tambahan. Apakah Dharma sendiri nitya atau anitya? Kalau Dharma itu dikatakan anitya, bagaimana mungkin dengan mengandalkan Dharma kita bisa bebas dari anitya? Lha wong Dharmanya sendiri anitya bagaimana bisa membebaskan kita dari anitya?

Sementara itu dulu. Semoga kaum non Mahayanis bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Semoga!

Amiduofo,

Tan

[at] Tan

Saya akan berkomentar. Namun saya bukan bermaksud menjadi perwakilan kaum Non-Mahayanis.


1) Setelah Parinibbana, jelas Buddha tidak lagi memiliki pancakkhandha. Lalu apakah lenyap / nihilisme? Jawabannya adalah tidak. Parinibbana diumpamakan seperti api yang padam. Dimana tidak ada lagi unsur-unsur yang menyebabkan api untuk bertahan, maka api pun tidak akan tercipta lagi. Parinibbana tidak dikatakan lenyap, karena memang tidak pernah 'ada' diri yang merealisasinya. Parinibbana tidak dikatakan kekal, karena memang tidak 'ada' diri yang berada di dalamnya.

Apakah sesuatu yang tidak tercipta itu dikatakan lenyap / nihilisme? Saya rasa Anda cukup cerdas untuk menjawab pertanyaan ini.

Konsep nihilisme itu berangkat dari pemahaman bahwa ada diri yang akan lepas dari dunia ini. Dan ini tidak sama dengan konsep di Theravada. Terlebih lagi Aliran Theravada tidak pernah memegang konsep bahwa masih 'ada' thing (Buddha tidak mungkin akan lenyap, kata Bro Tan) dalam Parinibbana, meski doktrin anatta juga diakui.

Nah, kontroversi "anatta tapi masih memiliki sisa setelah Parinirvana" inilah yang jika ditinjau sebenarnya selaras dengan paham eternalisme. Semoga tidak demikian adanya. :)


2) Hukum Karma itu sendiri merupakan hukum timbal-balik dari anitya, dukkha dan anatta. Karena dunia ini tidak ada yang kekal, fatamorgana / penderitaan dan tanpa inti; makanya setiap perbuatan berkehendak adalah Karma. Jadi kalau ditanya apakah Hukum Karma itu anitya? Maka jawabannya adalah "Hukum Karma merupakan salah satu koridor penghidupan yang berlaku sebagai timbal-baliknya dengan anitya, dukkha dan anatta."

Apakah konsep anitya itu anitya atau nitya? Maka jawabannya :
- Selama kita masih terperangkap dalam samsara, maka anitya akan terus berlaku.
- Ketika kita mencapai Pembebasan Mutlak / Parinirvana, maka anitya tidak lagi berlaku.

Kesimpulannya : Konsep anitya bukan bersifat anitya ataupun nitya. Konsep anitya merupakan salah satu sifat dari samsara. Jadi tidaklah relevan untuk berspekulasi tentang hal ini.


3) Pertanyaan nomor 3 ini modelnya sama dengan pertanyaan nomor 2. Hanya saja Anda memakai objek "Dharma". Mungkin supaya terkesan lebih spektakuler dan agar Kaum Non-Mahayanis tersentil. Tapi sebenarnya pertanyaan ini secara tidak langsung sudah terjawab bila pertanyaan nomor 2 juga sudah dijawab.


Sementara itu dulu. Semoga Kaum Mahayanis tidak segera puas atas jawaban ini. Semoga!


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 May 2009, 01:14:06 AM
Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

TAN:

Saya pribadi sih sebenarnya tidak masalah apabila direndahkan atau dihina. Semuanya dapat dijadikan inputan yang berharga.


Amiduofo,

Tan
saya sependapat dengan saudara Tan. ^^


saudara Tan,
saya dan anda sudah memiliki pandangan berbeda mengenai objek dan kesadaran.

anda berpendapat bahwa "metta dapat timbul tanpa pikiran"
sedangkan saya berpendapat lain....

saya menyatakan pendapat saya benar, karena saya telah langsung merealisasikan pengalaman ini.
bagaimana dengan anda?
apakah anda telah merealisasikan pengalaman langsung,hingga anda berani mengeluarkan pernyataan itu?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 May 2009, 10:30:39 AM
Kilas balik dari diskusi selama ini,

selama page 1 sampai page sekarang belum pernah ada jawaban.
karena pengetahuan mahayana suadara TAN sepertinya lebih luas..jadi sy mohon beri jawaban, semoga memuaskan.

1.bagian pertama membahas aliran buddha amitabha/tanah suci.
dikatakan beberapa oleh rekan mahayana bahwa ketika seseorang memasuki alam buddha amitabha disitu akan menerima pelajaran dan dibimbing langsung oleh buddha.

4 kesunyataan mulia ( ada pada theravada dan mahayana dan menggambarkan kenyataan )

-bagaimana bisa mengajarkan apa itu dukkha, kalau di situ tidak ada penderitaan?
ibarat buddha berkata "anda akan mengalami usia tua dan kematian"
umat pun berkata "disini panjang usia tak-terhitung karena nol-nya terlalu banyak"

-bagaimana bisa mengajarkan apa itu Sakit, tua, mati, kalau umur makhluk disana di katakan "tak-terhitung"
-dikatakan bahwa ajaran buddha semua sama, "apakah ketika anda telah bertemu buddha amitabha lalu buddha tersebut mengajarkan "hafalkan lah nama buddha lain, maka terlahir lagi di alam buddha lain...kan ajaran buddha sama....berarti para sesepuh pure land disitu merenung ke buddha mana lagi?


2.pertanyaanpun berlanjut pada 4 kesunyataan mulia yang patut dipertanyakan.
apakah anda setuju kalau kelahiran merupakan penderitaan?

ketika kita lahir kita sudah terperangkap dengan beberapa hal, bahkan seperti sakit,tua,mati.
bahkan diskusi di DC ini, adalah sebab dari kelahiran.^^
dan sesuai kenyataan dimana ada kelahiran pasti disitu ada jara-marana.

-dikatakan buddha menyatakan bahwa kelahiran adalah dukkha, mengapa buddha masih ingin lahir? dan mengajarkan kita(ajaran mahayana) untuk tetap lahir?

-dikatakan buddha telah mencapai pencerahan sempurna jauh dikalpa sebelumnya , mengapa beliau "lupa" cara pencapaian bahkan mencari guru-guru....
dan terjerat nafsu hingga menikahi putri yasodhara?


dari kejadian yang dialami Buddha gotama, bisakah saya tarik kesimpulan bahwa
-seorang buddha bisa mengalami kemerosotan batin.
(apakah ini disebut anicca bahkan pencapaian-pun tidak kekal)

-buddha mengajarkan untuk mengembangkan benih boddhisatva hingga mencapai buddha, lalu kenyataannya tidak membawa "kebebasan dari penderitaan"
jadi buddha mengajarkan kita untuk lahir terus....dan ini sudah bertolak belakang dengan
"kelahiran merupakan penderitaan"

jadi apakah ajaran buddha tidak dapat menyelamatkan/membebaskan mahkluk dari penderitaan?

mohon diberi jawaban yang memuaskan, semoga. ^^



Nb: anda adalah orang ke-3 yang saya beri pertanyaan ini,
dan pendahulu anda orang pertama dan kedua ketika ditanya
apakah kelahiran merupakan penderitaan...

orang ke-1 menjawab "YA".. tetapi begitu, saya buka pertanyaan selanjut-nya, tidak ada jawaban.

kalau orang ke-2 jawabannya agak panjang, tetapi karena terlalu berbeli-belit sampai sekarang pun tidak pernah menjawab "ya" atau "tidak"
makanya mendapat gelar "yang tercerahkan" karena telah bebas dari dualisme. ^^
semoga anda orang ke-3 bisa menjadi tauladan bagi kedua pendahulu anda



salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 01 May 2009, 11:50:57 AM
Kaynin:

Api ada karena adanya kondisi mendukung. Dan selama api itu ada, maka timbulnya panas adalah mungkin.
Buddha/mahluk juga ada karena kondisi mendukung (panca skandha). Selama Panca Skandha ada, maka bisa ada Lobha, Dosa, dan Moha, begitu pula Maitri dan Karuna.
Nah, sekarang Maitri dan Karuna bisa terjadi bukan karena panca skandha. Kok makin tidak konsisten yah? Atau Maitri & Karuna itu bisa berasal dari bukan mahluk hidup (mungkin seperti batu Ponari memancarkan Maitri/Karuna sehingga berkhasiat,) atau bagaimana?

TAN:

Hmm. Jadi Anda tetap berpendapat bahwa maitri karuna itu HANYA dapat terpancar karena adanya pancaskandha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa maitri karuna yang termurnikan seorang Buddha tak ada kaitannya dengan panca skandha. Kalau mau disebut tidak konsisten itu terserah Anda. Bukan tujuan saya untuk membuat Anda percaya ajaran Mahayana. Semuanya terserah dan berpulang pada Anda sendiri. Saya kira diskusi topik ini telah mencapai jalan buntu (death end). Pendapat kita tak ada titik temunya. Marilah masing-masing kita jalankan praktik yang kita anggap baik.

Tan
saudara Tan yang bijak,
kalau ada sesuatu pasti ada sebab-nya.........

api ada maka ada panas api, asap ada pasti ada sumber-nya, demikian metta ada karena ada pikiran yang memancarkan....
tanpa pikiran dari mana metta?

sama halnya , bisakah cinta kasih dipancarkan dari sebuah kursi?
pelajaran dari mana anda berpendapat bahwa maitri karuna muncul tanpa sebab dan asal?

selama saya belajar meditasi, tidak pernah ada sebuah pikiran tanpa objek...pasti ada objek baru ada kesadaran mental.
objek adalah penyebab dan kesadaran adalah akibat.
tidak percaya? pratek saja sekarang.. ^^

nanti anda akan tahu pendapat bahwa
metta bisa dipancarkan,tanpa pikiran...itu salah besar dan hanya merupakan teori tanpa kenyataan.

salam metta.

quote dari meditasi ala mahayana :
kalau begitu, buktikan donk ^^............kalau pakai teori tanpa kenyataan semua juga bisa.

Bagi teman-teman pemeraktek jalan  umum,
saya mo beri inspirasi, tapi harap direnungkan baik-baik secara mendalam jangan langsung serang balik.
dorongan-dorongan sifat-sifat keTuhanan/brahma vihara (metta karuna upekha mudita) sebenarnya dilakukan (dimunculkan) oleh pikiran atau bukan?

menurut saya dimunculkan oleh pikiran... jadi saya setuju ketika sudah me-realisasi-kan nibbana/arahatta phala, maka pada dasarnya sudah tiada lagi kehendak pikiran untuk ini dan itu... secara analogi dapat dikatakan bahwa nirvana = samsara...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 May 2009, 05:36:02 PM
TOPIK: Lenyapnya Pancaskandha

Saya akan berikan tanggapan terpadu. Pertama-tama mengapa disebut nihilisme? Misalkan ada sesuatu yang sebut saja bernama Ucok. Ucok ini terdiri dari A, B, C, D, dan E. Sehingga secara matematis boleh dituliskan:

Ucok = A + B + C + D + E.

Nah, jika A = 0, B = 0, C = 0, D = 0, dan E = 0. Maka berapakah nilai Ucok?

Ucok = 0 + 0 + 0 + 0 + 0

Ucok = 0 (nihil)

Bila seluruh pancaskandha padam, maka seorang Buddha tentunya akan menjadi 0. Dengan demikian, pandangan apakah bukan nihilisme?

Marilah kita cermati satu persatu berbagai jawaban:

UPASAKA:


1) Setelah Parinibbana, jelas Buddha tidak lagi memiliki pancakkhandha. Lalu apakah lenyap / nihilisme? Jawabannya adalah tidak. Parinibbana diumpamakan seperti api yang padam. Dimana tidak ada lagi unsur-unsur yang menyebabkan api untuk bertahan, maka api pun tidak akan tercipta lagi. Parinibbana tidak dikatakan lenyap, karena memang tidak pernah 'ada' diri yang merealisasinya. Parinibbana tidak dikatakan kekal, karena memang tidak 'ada' diri yang berada di dalamnya.

Apakah sesuatu yang tidak tercipta itu dikatakan lenyap / nihilisme? Saya rasa Anda cukup cerdas untuk menjawab pertanyaan ini.

Konsep nihilisme itu berangkat dari pemahaman bahwa ada diri yang akan lepas dari dunia ini. Dan ini tidak sama dengan konsep di Theravada. Terlebih lagi Aliran Theravada tidak pernah memegang konsep bahwa masih 'ada' thing (Buddha tidak mungkin akan lenyap, kata Bro Tan) dalam Parinibbana, meski doktrin anatta juga diakui.

Nah, kontroversi "anatta tapi masih memiliki sisa setelah Parinirvana" inilah yang jika ditinjau sebenarnya selaras dengan paham eternalisme. Semoga tidak demikian adanya.



TAN:

Tanggapan di atas tidak masuk akal dan tidak membebaskan kaum non Mahayanis dari dari pandangan nihilisme. Dikatakan “Buddha tidak lagi memiliki pancakkhandha.” Padahal unsur penyusun makhluk hidup adalah “pancakkhandha.” Secara matematis tidak memiliki pancaskandha berarti identik dengan  0 + 0 + 0 + 0 + 0 = 0 (Ingat saya tulis dengan huruf besar NOL). Apakah ini sekali lagi tidak identik dengan nihilisme? Selanjutnya dikatakan “apakah lenyap/ nihilisme? Jawabannya adalah tidak.” Ini tidak masuk akal karena seolah-olah hendak mengatakan bahwa 0 = 1. Selanjutnya diberikan analogi tentang api. Sepintas memang masuk akal. Tetapi sekarang pertanyaannya apakah “api” benar hilang-hilang bila unsur-unsur pendukungnya tidak ada lagi? Jawabannya adalah TIDAK. Api tidak hilang melainkan bertransformasi menjadi bentuk energi lainnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa “tidak tercipta maka tidak akan lenyap.”  Bila dicermati secara seksama pandangan ini tetap menimbulkan permasalahan. Kita tidak mempermasalahkan “tercipta” atau “tidak tercipta.” Untuk mudahnya begini, saya akan mempertanyakan apakah panca skandha itu “ada” atau “tidak ada”? Apakah “ada” Buddha Sakyamuni yang sebelumnya terdiri dari pancaskandha? Kemana perginya pancaskandha itu setelah Beliau parinirvana?
Mengemukakan konsep bahwa yang tak tercipta tak akan lenyap jelas tidak tepat di sini, karena pada kenyataannya pancaskandha itu “ada.” Jika pancaskandha itu tidak ada karena tak pernah tercipta, siapakah yang menulis artikel ini?
Jawaban di atas tetap tidak dapat menuntaskan masalah nihilisme yang saya kemukakan.

UPASAKA:

Ketika kita mencapai Pembebasan Mutlak / Parinirvana, maka anitya tidak lagi berlaku.



TAN:

Apakah maksud Anda, setelah mencapai Pembebasan Mutlak semuanya menjadi nitya alias kekal? Benarkah demikian?

Anda tidak menjawab pertanyaan saya, apakah konsep anitya itu merupakan nitya atau anitya. Ingat kita bicara anitya sebagai suatu KONSEP lho. Saya tekan lagi KONSEP. Saya tidak menanyakan mengenai anitya/ nitya ditinjau dari sebelum dan sesudah pembebasan. Yang Anda jawab hanyalah memberikan pembedaan mengenai nitya dan anitya ditinjau dari orang yang sudah bebas dan belum. Padahal yang saya tanyakan bukan itu.
Kedua, dengan jawaban Anda, seolah-olah hendak mengatakan bahwa anitya itu tidak kekal. Bagaimana logikanya?

Orang yang belum tercerahi masih berlaku anitya, tetapi yang sudah tercerahi tidak lagi berlaku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut Anda anitya itu TIDAK KEKAL. Benarkah demikian?

MERCEDES:

1. loh darimana anda tarik kesimpulan bahwa nihilisme?....
saya tidak berani comment karena kita berbicara nibbana, sedangkan saya belum nibbana.



TAN:

Kalau begitu mengapa Anda berkomentar bahwa sesudah seorang Buddha parinirvana tak dapat lagi memancarkan cinta kasih?

APAKAH MAHAYANA MENGAJARKAN ETERNALISME?

Ini merupakan rangkuman bagi penjelasan-penjelasan saya sebelumnya. Mahayana mengajarkan bahwa seorang Buddha tidak lenyap sama sekali, seperti pandangan kaum nihilis (sesudah mati tidak ada apa-apa lagi). Tetapi apakah ini merupakan pandangan eternalisme? Mari kita cermati. Seorang Buddha sudah tidak memiliki lagi “aku” atau “atman.” Apa yang disebut atman ini berupaya mengekalkan atau melanggengkan dirinya. Saat atman ini tidak ada lagi, maka tak ada lagi yang dapat disebut eternalis. Menurut Mahayana seorang Buddha berada dalam suatu kondisi “keberadaan.” Tetapi “keberadaan” ini berbeda dengan “keberadaan” para makhluk samsara. Jadi kita tak dapat menyebutnya sebagai “keberadaan” karena memang kondisinya beda. Mahayana menyebutnya dengan Trikaya (Dharmakaya, Nirmanakaya, dan Samboghakaya). Boleh juga kita menyebutnya sebagai Pikiran Buddha yang Tercerahi dan lain sebagainya. Bila demikian, tentu ada yang menyanggah dan menanyakan, “Apakah seorang Buddha yang telah parnivirvana mempunyai “pikiran?” Jawabnya adalah apa yang disebut “pikiran” itu beda dengan “pikiran” para makhluk awam. Nah pertanyaannya, apakah itu masih dapat disebut “pikiran”?
Itulah sebabnya dikatakan bahwa kondisi Kebuddhaan itu tak terkatakan. Oleh karena itu, ajaran Mahayana sekali lagi konsisten di sini, dengan tak terjebak pada pandangan nihilisme maupun eternalisme.
Agar jelasnya saya akan ungkapkan apa yang disebut eternalisme itu? Umpamanya ada seorang dewa bernama X. Ia mencintai orang yang menyembahnya dan menghukum orang yang menghujatnya. Ia ingin mengekalkan dirinya. Nah inilah baru yang disebut eternalisme. Adanya suatu “aku” yang ingin terus melanggengkan dirinya. Apakah Buddha dalam Mahayana seperti itu? Tentu saja sangat jauh dari itu.


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 May 2009, 05:51:38 PM
TOPIK: Metta dan Pikiran

MERCEDES:

saudara Tan,
saya dan anda sudah memiliki pandangan berbeda mengenai objek dan kesadaran.

anda berpendapat bahwa "metta dapat timbul tanpa pikiran"
sedangkan saya berpendapat lain....

saya menyatakan pendapat saya benar, karena saya telah langsung merealisasikan pengalaman ini.
bagaimana dengan anda?
apakah anda telah merealisasikan pengalaman langsung,hingga anda berani mengeluarkan pernyataan itu?



TAN:

Anda nampaknya salah paham. Saya akan perjelas lagi. Bagi makhluk yang belum tercerahi, metta timbul dari pikirannya. Namun apakah metta suatu makhluk samsara dapat maksimal? Jawabanya tidak, karena kita masih memiliki semangat keakuan. Dalam melakukan kebajikan, sedikit banyak dalam hati seseorang pasti mengharapkan “pamrih.” Kalau ditanya “adakah orang di dunia ini yang tidak pernah punya pamrih”? Pasti tak seorangpun akan mengacungkan jarinya.
Ini berbeda dengan seorang Buddha yang telah membebaskan dirinya dari keakuan. Metta yang dipancarkanNya tidak lagi terkondisi oleh pancaskandha. Semuanya itu terpancar secara alami dari apa yang dinamakan “Pikiran Tercerahi Seorang Buddha.” Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, Buddha dalam Mahayana itu tidak “musnah” menjadi nihilisme, seperti yang dianut oleh kawan-kawan non Mahayanis; melainkan dalam suatu “keberadaan” yang berbeda dengan konsep “keberadaan” menurut makhluk-makhluk awam. Kondisi inilah yang sanggup memancarkan metta secara sempurna, tetapi bukan eternalisme. Untuk jelasnya lihat posting sebelumnya.
Adalah tidak masuk akal, Buddha yang sempurna segenap paramitanya dapat begitu saja musnah menjadi kenihilan.
Pertanyaannya, lebih sempurna mana seorang Buddha yang masih berada dalam nirvana sisa dengan yang tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 May 2009, 05:54:30 PM
MERCEDES:

-dikatakan buddha menyatakan bahwa kelahiran adalah dukkha, mengapa buddha masih ingin lahir?

TAN:

Kata siapa Buddha punya KEINGINAN untuk lahir? Itu adalah pelintiran Anda terhadap Ajaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 May 2009, 05:56:41 PM
Tambahan lagi:

Kalau metta karuna seorang Buddha masih terkondisi oleh pancaskandha, itu artinya metta Beliau tak sempurna. Sekali lagi Mahayana konsisten dengan mengajarkan bahwa maitri karuna yang dipancarkanNya tak terkondisi oleh pancaskandha.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 May 2009, 05:59:50 PM
MERCEDES:

apakah kelahiran merupakan penderitaan...

TAN:

Kalau begitu jelaskan dahulu apakah yang Anda maksud dengan "kelahiran" dan "penderitaan." Apakah bagi Anda kelahiran = keluarnya bayi dari rahim ibunya setelah 9 bulan 10 hari? Apakah penderitaan itu sama dengan seseorang yang sudah jauh-jauh mengejar bis, ternyata bisnya baru berangkat? Tanpa penjelasan yang lengkap, pertanyaan Anda tentu saja tak akan dapat dijawab. Karena konsep kelahiran dan penderitaan masing-masing orang itu beda, maka jawaban dari pertanyaan Anda itu tentunya hanya Anda sendiri yang tahu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 01 May 2009, 09:19:32 PM
0+0+0+0+0+0=0
0= Nihil ?? Ini adalah pernyataan yang gegagah, sangat gegabah.
Padahal jelas, 0 atau NOL, KOSONG, zero adalah suatu angka, yang juga memiliki arti, peran. Angka 10 tidak akan ada tanpa angka 0.
Sebuah gelas tidak akan terisi penuh jika gelas itu tidak KOSONG.
(Bagi mereka yang memperdalam Zen, tentu tidak akan asing mengenai analogi ini)
Jadi ada ARTI dalam KEKOSONGAN.

Jadi Kekosongan tidak sama dengan Nihil

Meskipun tidak ada lagi yang tersisa, kosong, empty, namun tetap memiliki arti.
Semoga kita tidak terjebak dalam 2 pinggiran ekstrem. _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 May 2009, 09:18:52 AM
TOPIK: Lenyapnya Pancaskandha

Saya akan berikan tanggapan terpadu. Pertama-tama mengapa disebut nihilisme? Misalkan ada sesuatu yang sebut saja bernama Ucok. Ucok ini terdiri dari A, B, C, D, dan E. Sehingga secara matematis boleh dituliskan:

Ucok = A + B + C + D + E.

Nah, jika A = 0, B = 0, C = 0, D = 0, dan E = 0. Maka berapakah nilai Ucok?

Ucok = 0 + 0 + 0 + 0 + 0

Ucok = 0 (nihil)

Bila seluruh pancaskandha padam, maka seorang Buddha tentunya akan menjadi 0. Dengan demikian, pandangan apakah bukan nihilisme?

Marilah kita cermati satu persatu berbagai jawaban:

Ketika orang melihat "ada"-nya Atta, maka hanya ada dua pola pikir yang mungkin:
1. Eternalisme di mana yang menunjuk pada "diri" itu kekal (seperti pandangan bahwa Maitri-Karuna yang termurnikan dari seorang Buddha adalah kekal).
2. Annihilationisme (nihilisme) yang mengatakan "diri" itu akan hancur.

Bebeda dengan yang diajarkan dalam kitab Pali bahwa tidak ada satu pun yang bisa disebut sebagai "diri". Semua hanyalah kumpulan dari kondisi-kondisi yang selalu berjalan dan dalam prosesnya, selalu disertai dukkha.


Kemudian, melihat dari 2 pendapat Bro Tan berikut ini:
1. Maitri-Karuna seorang Buddha terus ada tanpa adanya panca skandha
2. Ucok = A+B+C+D+E; Jika A=0; B=0; C=0; D=0; E=0 -> Ucok menjadi 0, maka itu nihilisme.

Maka sudah jelas Bro Tan melihat Ucok sebagai "Ada", oleh karena itu kelenyapan Ucok adalah suatu kehancuran. Maka menurut Tradisi Theravada, pandangan tersebut adalah pandangan "atta", bukan "anatta". Kemudian setelah meninggal (parinirvana) ada Maitri-Karuna yang termurnikan yang kekal, maka itu adalah pandangan Eternalisme dengan Atta (baik dengan atau pun tanpa kesadaran), tidak terbatas, dan selalu berbahagia (lepas dari dukkha).

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 10:54:18 AM
Quote
Kalau begitu mengapa Anda berkomentar bahwa sesudah seorang Buddha parinirvana tak dapat lagi memancarkan cinta kasih?

APAKAH MAHAYANA MENGAJARKAN ETERNALISME?

Ini merupakan rangkuman bagi penjelasan-penjelasan saya sebelumnya. Mahayana mengajarkan bahwa seorang Buddha tidak lenyap sama sekali, seperti pandangan kaum nihilis (sesudah mati tidak ada apa-apa lagi). Tetapi apakah ini merupakan pandangan eternalisme? Mari kita cermati. Seorang Buddha sudah tidak memiliki lagi “aku” atau “atman.” Apa yang disebut atman ini berupaya mengekalkan atau melanggengkan dirinya. Saat atman ini tidak ada lagi, maka tak ada lagi yang dapat disebut eternalis. Menurut Mahayana seorang Buddha berada dalam suatu kondisi “keberadaan.” Tetapi “keberadaan” ini berbeda dengan “keberadaan” para makhluk samsara. Jadi kita tak dapat menyebutnya sebagai “keberadaan” karena memang kondisinya beda. Mahayana menyebutnya dengan Trikaya (Dharmakaya, Nirmanakaya, dan Samboghakaya). Boleh juga kita menyebutnya sebagai Pikiran Buddha yang Tercerahi dan lain sebagainya. Bila demikian, tentu ada yang menyanggah dan menanyakan, “Apakah seorang Buddha yang telah parnivirvana mempunyai “pikiran?” Jawabnya adalah apa yang disebut “pikiran” itu beda dengan “pikiran” para makhluk awam. Nah pertanyaannya, apakah itu masih dapat disebut “pikiran”?
Itulah sebabnya dikatakan bahwa kondisi Kebuddhaan itu tak terkatakan. Oleh karena itu, ajaran Mahayana sekali lagi konsisten di sini, dengan tak terjebak pada pandangan nihilisme maupun eternalisme.
Agar jelasnya saya akan ungkapkan apa yang disebut eternalisme itu? Umpamanya ada seorang dewa bernama X. Ia mencintai orang yang menyembahnya dan menghukum orang yang menghujatnya. Ia ingin mengekalkan dirinya. Nah inilah baru yang disebut eternalisme. Adanya suatu “aku” yang ingin terus melanggengkan dirinya. Apakah Buddha dalam Mahayana seperti itu? Tentu saja sangat jauh dari itu.


Amiduofo,

Tan
begini saudara Tan yang bijak,

saya mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah Nibbana,
tetapi saya "tahu" pasti bahwa penderitaan akan berakhir ketika pikiran ini padam.

dan Nibbana adalah padam, jadi bagaimana mungkin Buddha masih bisa memancarkan metta dengan tanpa pikiran.....
adalah sama seperti saya disuruh percaya kursi yang merupakan benda tanpa pikiran bisa memancarkan metta.
------
tetapi dalam konteks NIRVANA(mahayana) disitu jelas dikatakan Buddha masih memiliki eksis, karena bisa lahir lagi entah dikalpa mana, jadi buddha dalam mahayana tidak bisa dikatakan "PADAM"

yang jadi pertanyaan sekarang adalah,
apabila dikatakan "tidak padam" mengapa bisa beliau lupa cara pencapaiannya....
bahkan batinnya merosot. !!!!


Quote
Anda nampaknya salah paham. Saya akan perjelas lagi. Bagi makhluk yang belum tercerahi, metta timbul dari pikirannya. Namun apakah metta suatu makhluk samsara dapat maksimal? Jawabanya tidak, karena kita masih memiliki semangat keakuan.
saudara Tan, yang salah paham itu anda. ^^

bagaimana bisa ada kesadaran tanpa ada objek, ini bukan masalah AKU atau "diri" atau ego....
ini masalah benar secara mutlak....

bisakah Dhammacitta ini ADA tanpa ada Komputer?
inilah yang saya maksudkan, tentu ada komputer dulu baru ada DC.....
tentu ada matahari dan bumi, barulah ada siang dan malam,
tentu ada listrik baru ada bola lampu,

jadi bukan masalah KE-AKU-AN atau pikiran ego atau ada diri or apalah........
anda benar-benar membuat rumus baru  ^^

masih kah anda berpikir metta bisa dipancarkan tanpa pikiran?

Quote
Metta yang dipancarkanNya tidak lagi terkondisi oleh pancaskandha
oh,saudara Tan...
tidak pernah ada sejarah "lampu bisa menyala tanpa listrik"


Quote
Kata siapa Buddha punya KEINGINAN untuk lahir? Itu adalah pelintiran Anda terhadap Ajaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan
kata saya,
ketika ada seseorang menyatakan keinginannya untuk tidak makan, tetapi kenyataannya malah makan, dikatakan apakah orang itu?
pembohong bukan...^^

sama seperti buddha, menyatakan tidak memiliki keinginan untuk lahir, tetapi kenyataan lahir lagi, apakah buddha itu seorang mulut berkata "A" tapi tindakan "B".. ^^

Quote
Tambahan lagi:

Kalau metta karuna seorang Buddha masih terkondisi oleh pancaskandha, itu artinya metta Beliau tak sempurna. Sekali lagi Mahayana konsisten dengan mengajarkan bahwa maitri karuna yang dipancarkanNya tak terkondisi oleh pancaskandha.

Amiduofo,

Tan
apakah ketika seseorang mencapai buddha, sudah tidak terkena sakit? sudah tidak terkena tua?
yang jelas ketika buddha lahir, pasti juga sakit dan tua serta mati...

begitu juga listrik dan lampu....tidak mungkin lampu bisa nyala tanpa listrik.
buddha tidak pernah mengajarkan untuk melawan hukum alam. ^^
dan buddha pun tunduk pada hukum alam...
ataukan di versi mahayana sudah lain?...hehehe


Quote
MERCEDES:

apakah kelahiran merupakan penderitaan...

TAN:

Kalau begitu jelaskan dahulu apakah yang Anda maksud dengan "kelahiran" dan "penderitaan." Apakah bagi Anda kelahiran = keluarnya bayi dari rahim ibunya setelah 9 bulan 10 hari? Apakah penderitaan itu sama dengan seseorang yang sudah jauh-jauh mengejar bis, ternyata bisnya baru berangkat? Tanpa penjelasan yang lengkap, pertanyaan Anda tentu saja tak akan dapat dijawab. Karena konsep kelahiran dan penderitaan masing-masing orang itu beda, maka jawaban dari pertanyaan Anda itu tentunya hanya Anda sendiri yang tahu.

Amiduofo,

Tan
kelahiran yang saya maksudkan Bhava dan dapat menimbulkan "JARA-MARANAM"

kalau tidak mengerti boleh konfirmasi balik ^^


masalah nihil, anda seperti vecchagota yang bertanya kepada buddha. masalah ke mana sang buddha pergi setelah nibbana. ^^
jawabnya tidak kemana-mana, hanya padam. dan tidak ada "diri" disitu ke sana atau kemari....

kembali ke pertanyaan saya
"apakah kelahiran merupakan sebab dari penderitaan?"

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 10:58:48 AM
Quote
“Apakah seorang Buddha yang telah parnivirvana mempunyai “pikiran?” Jawabnya adalah apa yang disebut “pikiran” itu beda dengan “pikiran” para makhluk awam. Nah pertanyaannya, apakah itu masih dapat disebut “pikiran”?
Itulah sebabnya dikatakan bahwa kondisi Kebuddhaan itu tak terkatakan.
saudara Tan,

saya sudah ada sedikit pengalaman, masalah "tak-terkatakan" dan khawatir menjadi "tak-terpikirkan"

sama seperti ajaran tetangga "Tuha# di luar logika dan akal sehat"
apa yang mau di-diskusikan? kalau sudah "di luar pikiran".....tinggal tutup buku. ^^

harap diskusi tidak ke arah situ saja. ^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 02 May 2009, 11:02:15 AM
 [at]  Marcedes, memang kenapa? Di Theravada juga ada nama accinteya, yang memang tidak terjangkau pikiran biasa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 02 May 2009, 11:53:06 AM
[at] mercedes...

Jawabannya mungkin adalah, karena upaya kausalya seorang bodhisatva untuk menyelamatkan makhluk hidup, termasuk terlahir kembali dan sampai pada skenario lupa akan pencerahan dan bathin merosot...

Terhadap jawaban ini (UPAYA KAUSALYA) saya angkat tangan deh... Memang jawaban pamungkas...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 02:35:41 PM
Bung Kelana yang baik,

KELANA:

0+0+0+0+0+0=0
0= Nihil ?? Ini adalah pernyataan yang gegagah, sangat gegabah.
Padahal jelas, 0 atau NOL, KOSONG, zero adalah suatu angka, yang juga memiliki arti, peran. Angka 10 tidak akan ada tanpa angka 0.
Sebuah gelas tidak akan terisi penuh jika gelas itu tidak KOSONG.
(Bagi mereka yang memperdalam Zen, tentu tidak akan asing mengenai analogi ini)
Jadi ada ARTI dalam KEKOSONGAN.

Jadi Kekosongan tidak sama dengan Nihil

Meskipun tidak ada lagi yang tersisa, kosong, empty, namun tetap memiliki arti.
Semoga kita tidak terjebak dalam 2 pinggiran ekstrem.


TAN:

Ulasan Anda di atas, yakni bahwa 0 mempunyai arti atau peran itu berada di luar konteks pembahasan kita. Baik saya akan kembalikan lagi ke laptop. Kita sedang membahas mengenai padamnya pancaskandha. Jadi 0 ini dalam konteks pembicaraan kita berarti sesuatu yang benar-benar tidak ada. Untuk jelasnya adalah kelinci yang punya sayap. "Avaibility" kelinci yang punya sayap di muka bumi ini adalah 0. Artinya Anda tak akan menemukan kelinci semacam itu, sekalipun Anda mengublek-ublek seluruh penjuru bumi ini. Demikian yang saya maksudkan dengan 0.
Bila Anda menganggap 0 dalam konsep seperti yang Anda ungkapkan itu, maka secara tidak langsung Anda mendukung konsep Mahayana. Buddha berada dalam suatu kondisi yang "ada," tetapi "keberadaannya" berbeda dengan "keberadaan" para makhluk. Jadi kita tidak menganggapnya sebagai eternalisme. Begitu pula Buddhisme tidak pula terjatuh dalam pandangan nihilis, seperti sebagian kaum non-Mahayanis memahami Buddha. Inilah konsistensi Mahayana.
Ya seperti konsep 0 itulah. Walaupun tentu saja Buddha tidak dapat disamakan dengan 0. Dari 0 memancarlah bilangan 10, 100, 1000, 1000, 10.000 hingga tak terhingga. Begitu pula seorang Buddha setelah parinirvana dapat memancarkan maitri karuna.
Terima kasih banyak untuk Bung Kelana telah memberikan ide bagi hal ini. Konsep 0 yang Anda ungkapkan di atas justru sangat dekat dengan Buddhologi Mahayana.


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 02:55:35 PM
KAYNIN KUTHO:

Ketika orang melihat "ada"-nya Atta, maka hanya ada dua pola pikir yang mungkin:
1. Eternalisme di mana yang menunjuk pada "diri" itu kekal (seperti pandangan bahwa Maitri-Karuna yang termurnikan dari seorang Buddha adalah kekal).
2. Annihilationisme (nihilisme) yang mengatakan "diri" itu akan hancur.

Bebeda dengan yang diajarkan dalam kitab Pali bahwa tidak ada satu pun yang bisa disebut sebagai "diri". Semua hanyalah kumpulan dari kondisi-kondisi yang selalu berjalan dan dalam prosesnya, selalu disertai dukkha.


Kemudian, melihat dari 2 pendapat Bro Tan berikut ini:
1. Maitri-Karuna seorang Buddha terus ada tanpa adanya panca skandha
2. Ucok = A+B+C+D+E; Jika A=0; B=0; C=0; D=0; E=0 -> Ucok menjadi 0, maka itu nihilisme.

Maka sudah jelas Bro Tan melihat Ucok sebagai "Ada", oleh karena itu kelenyapan Ucok adalah suatu kehancuran. Maka menurut Tradisi Theravada, pandangan tersebut adalah pandangan "atta", bukan "anatta". Kemudian setelah meninggal (parinirvana) ada Maitri-Karuna yang termurnikan yang kekal, maka itu adalah pandangan Eternalisme dengan Atta (baik dengan atau pun tanpa kesadaran), tidak terbatas, dan selalu berbahagia (lepas dari dukkha).

TAN:

Anda masih belum menuntaskan masalah mengenai nihilisme. Saya masih tetap memandang bahwa ajaran non Mahayana itu adalah nihilisme. Kalau begitu sekarang apakah para makhluk yang berwujud sebagai pancaskandha itu ada atau tidak? Kita di sini tidak meninjau adanya "diri" atau tidak. Apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu ada atau tidak?
Nihilisme itu artinya adalah keyakinan bahwa sesudah kematian atau parinirvana tidak ada apa-apa lagi.
Kita ulas pendapat Anda: "Anda mengatakan bahwa suatu "diri" adalah kumpulan dari kondisi-kondisi." Berarti selama kondisi-kondisi masih ada, "diri" itu juga "ada" bukan? Dengan tidak adanya kondisi2 itu "diri" juga ikut "hilang" bukan? Mau pakai hilang atau "hancur" maknanya tetap sama. Dengan kata lain, pandangan non Mahayanis mau dibolak balik bagaimanapun juga tetap adalah nihilis.
Bila Anda mengatakan bahwa "diri" itu tidak pernah "ada." Maka itu artinya adalah Anda membohongi diri sendiri. Anda masih cari duit untuk keluarga, membalas postingan ini, menuntut ganti rugi kalau mobil Anda ditabrak, dan lain sebagainya. Itu artinya "diri" itu masih "ada." Sekalipun Anda menyangkalnya dengan mengatakan "paduan kondisi" lah atau apa lah, sang "diri" itu masih eksis se eksisnya.
Nah balik lagi ke pancaskandha. Jika semua pancaskandha sudah padam dan tak ada yang tersisa lagi, bukankah itu nihilisme?
Bila sang "aku" yang pada mulanya "ada" sekalipun terdiri dari paduan kondisi dan setelah itu "hancur" atau "padam", apakah itu bukan disebut nihilisme?
Jika Anda mengatakan bahwa "aku" itu sedari mula sudah "tidak ada," maka itu kontradiksi dengan penjelasan Anda sendiri bahwa "aku" itu adalah "paduan berbagai kondisi." Bagaimana mungkin sesuatu yang "tidak ada" terbentuk dari "paduan berbagai kondisi." Jika memang "aku" itu pada mulanya sudah "tidak ada," maka paduan berbagai kondisi tidak mungkin menghasilkan "aku." Ingat secara logis: "Menghasilkan yang tidak ada = tidak menghasilkan apa2."
Jadi saya menemukan kejanggalan pada logika Anda.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 03:00:32 PM
MERCEDES:

saudara tan yang bijak,

jawabannya adalah ya, 1+1 = 2 adalah kebijaksanaan seorang buddha.


TAN:

Kalau begitu apakah saya paham bahwa 1 + 1 = 2 adalah juga seorang Buddha? Seorang yang memiliki Kebijaksanaan Buddha seharusnya adalah seorang Buddha. Hmmm.. kalau begitu berdasarkan ungkapan Anda itu, saya adalah seorang Buddha donk? Benar begitu?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 May 2009, 03:29:36 PM
Anda masih belum menuntaskan masalah mengenai nihilisme. Saya masih tetap memandang bahwa ajaran non Mahayana itu adalah nihilisme. Kalau begitu sekarang apakah para makhluk yang berwujud sebagai pancaskandha itu ada atau tidak? Kita di sini tidak meninjau adanya "diri" atau tidak. Apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu ada atau tidak?

Sebelum melebar dan panjang, saya mau tanya satu hal.
Ketika Buddha Sakyamuni belum parinirvana, apanya yang disebut dengan Buddha? Apakah tubuhnya, pikirannya, ingatannya, perasaannya, atau kesadarannya?
Jika bukan salah satu dari kelima skandha itu, apakah ada sesuatu yang lain yang sifatnya tidak berubah, yang bisa dirujuk sebagai Buddha Sakyamuni?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 05:24:26 PM
MERCEDES:

saudara tan yang bijak,

jawabannya adalah ya, 1+1 = 2 adalah kebijaksanaan seorang buddha.


TAN:

Kalau begitu apakah saya paham bahwa 1 + 1 = 2 adalah juga seorang Buddha? Seorang yang memiliki Kebijaksanaan Buddha seharusnya adalah seorang Buddha. Hmmm.. kalau begitu berdasarkan ungkapan Anda itu, saya adalah seorang Buddha donk? Benar begitu?

Amiduofo,

Tan
tentu saja anda adalah seorang buddha tetapi dalam jangkauan 1+1 = 2. ^^
seorang buddha dikatakan Buddha karena seseorang itu mengetahui secara pasti dan tanpa ada keraguan akan pengetahuan-nya itu bahwa pengetahuannya adalah benar apa adanya.

apakah anda ragu pengetahuan anda tentang 1+1 = 2?
dan melihat hasil 2 adalah sebatas "ilusi" ? ^^

Quote
Apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu ada atau tidak?
Nihilisme itu artinya adalah keyakinan bahwa sesudah kematian atau parinirvana tidak ada apa-apa lagi.

sesuai apa yang dikatakan buddha.
dan memakai terjemahan dari buku project 4 DC

‘Para bhikkhu, jasmani Sang Tathàgata yang berdiri tegak dengan unsur-unsur yang menghubungkannya dengan jasmani akan menjadi hancur.78 Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan melihatnya lagi. Para bhikkhu, bagaikan ketika tangkai serumpun mangga dipotong, maka semua mangga pada rumpun itu akan jatuh bersamanya, demikian pula jasmani Sang Tathàgata dengan unsur-unsurnya yang menghubungkannya dengan penjelmaan telah terpotong. Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan melihatnya lagi.’


78. Semuanya yang sebelumnya mengikatnya pada lingkaran kelahiran kembali.


-----------------
menurut aliran Theravada, tidak ada yang benar-benar disebut sebuah "makhluk" semua itu hanya unsur-unsur yang menggabungkan-nya.

sesuai juga apa yang tertulis pada milinda panha,
dan saudara kainyin_kutho babarkan itu sama persis "manakah yang disebut nagasena?"
menarik juga contoh yang diambil saudara kainyn ..^_^


sebaliknya saudara Tan, mohon pertanyaan saya anda jawab, karena belum terjawab.... ^^


[at]  Marcedes, memang kenapa? Di Theravada juga ada nama accinteya, yang memang tidak terjangkau pikiran biasa.
oh ya? ^^

pertanyaan berupa accinteya ( tidak terpikirkan ) bukan berarti berbeda dengan sesuai apa yang sekarang dipikirkan...(mungkin bingung), saya kasih contoh.

pertanyaan berupa accinteya
1. bagaimanakah asal dari segala asal mula....( yang ini dipikirkan pun tidak tahu jawabannya jikalau bukan buddha)
dan mau dibuktikan lewat pengalaman langsung pun, tidak akan bisa.....
ini tidak bertolak belakang, karena belum ada pengalaman langsung.



tetapi dalam konteks (saya sebut pikiran "asalan" dan sesuai yang kita bahas disini)
1. kita telah mempelajari dengan pengalaman langsung, bahwa
"ada-nya WEB DC, dikarenakan ada Komputer"
"adanya pengembangan metta melalui pikiran barulah metta bisa terpancar..."
"adanya objek barulah ada kesadaran"


jadi apabila telah mencapai kebuddha-an, tidak berarti rumus ini berubah....ini rumus pasti

apa dengan mencapai ke-buddha-an ala mahayana bisa berputar kejadian rumus NYATA ini?
menjadi web DC sudah bisa ada tanpa komputer terlebih dahulu,
siang dan malam sudah dapat terjadi tanpa bumi dan matahari.....

mohon di renungkan. ^^

jadi jelas konsep dalam Theravada mengenai Accinteya itu apa, dan tidak bertolak belakang dengan pengalaman langsung.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 05:59:41 PM
KAYNIN KUTHO:

Sebelum melebar dan panjang, saya mau tanya satu hal.
Ketika Buddha Sakyamuni belum parinirvana, apanya yang disebut dengan Buddha? Apakah tubuhnya, pikirannya, ingatannya, perasaannya, atau kesadarannya?
Jika bukan salah satu dari kelima skandha itu, apakah ada sesuatu yang lain yang sifatnya tidak berubah, yang bisa dirujuk sebagai Buddha Sakyamuni?

TAN:

Saya tanya balik, kalau begitu menurut Anda apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu "ada" atau "tidak"? Apakah pancaskandha yang membentuk Buddha Sakyamuni itu "ada" atau "tidak"? Apakah Anda setuju kalau Buddha Sakyamuni itu disebut sebagai "tokoh dongeng"?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:02:36 PM
MERCEDES:

tentu saja anda adalah seorang buddha tetapi dalam jangkauan 1+1 = 2. ^^
seorang buddha dikatakan Buddha karena seseorang itu mengetahui secara pasti dan tanpa ada keraguan akan pengetahuan-nya itu bahwa pengetahuannya adalah benar apa adanya.

apakah anda ragu pengetahuan anda tentang 1+1 = 2?
dan melihat hasil 2 adalah sebatas "ilusi" ? ^^

TAN:

Lho kalau begitu buddha itu banyak ya? Anda menggunakan buddha dalam huruf kecil dan besar. Apakah Buddha ada tingkatan-tingkatannya? Manakah yang benar-benar "Buddha", yakni Buddha (dengan huruf besar) atau buddha (dengan huruf kecil)? Saya baru tahu sekarang kalau ada buddha (dengan huruf kecil) dan Buddha (dengan huruf besar).

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:07:45 PM
MERCEDES mengutip:

‘Para bhikkhu, jasmani Sang Tathàgata yang berdiri tegak dengan unsur-unsur yang menghubungkannya dengan jasmani akan menjadi hancur.78 Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan melihatnya lagi. Para bhikkhu, bagaikan ketika tangkai serumpun mangga dipotong, maka semua mangga pada rumpun itu akan jatuh bersamanya, demikian pula jasmani Sang Tathàgata dengan unsur-unsurnya yang menghubungkannya dengan penjelmaan telah terpotong. Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat MELIHATNYA. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan MELIHATNYA lagi.’

TAN:

Perhatikan kata "MELIHATNYA" yang saya tulis dengan huruf besar semua. Kutipan di atas jelas sekali mendukung ajaran Mahayana, karena yang dipermasalahkan adalah "melihat" dan "tidak melihat." Sesuatu yang "tak terlihat" oleh para dewa dan manusia, bukannya tidak ada lho. Gelombang elektromagnetik tidak terlihat oleh manusia, tetapi pada kenyataannya ada atau tidak? Sekali lagi kutipan di atas tidak mendukung pandangan nihilis kaum non Mahayanis.

Lagipula yang dibicarakan adalah "jasmani" Sang Buddha. Mahayana sendiri tidak memandang dharmakaya dalam artian fisik kok.

Jelas sekali kutipan di atas malah mendukung ajaran Mahayana atau setidaknya sama sekali tak bertentangan dengannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:17:17 PM
MERCEDES:

menurut aliran Theravada, tidak ada yang benar-benar disebut sebuah "makhluk" semua itu hanya unsur-unsur yang menggabungkan-nya.

sesuai juga apa yang tertulis pada milinda panha,
dan saudara kainyin_kutho babarkan itu sama persis "manakah yang disebut nagasena?"
menarik juga contoh yang diambil saudara kainyn ..^_^

TAN:

Ingat. "Tidak ada yang benar2 makhluk" bukan berarti makhluk itu "tak ada." Dua hal itu tidak identik. Selama suatu makhluk masih terikat pada samsara, tidak bijaksana mengatakan bahwa "makhluk"  itu tak ada. Saya kasih analogi yang menggelikan. Ada seorang penjual pisang goreng yang terlalu ekstrem terikat pada pandangan bahwa "sesuatu itu tidak ada karena merupakan paduan unsur." Waktu ditanya, "Ada pisang, Bang?" Dia menjawab, "Tidak ada! Tidak apa-apa." Karena pisang itu menurutnya paduan unsur, maka ia menjawab demikian. Akhirnya tak ada yang membeli pisang gorengnya. hahahahahaha!
Selama suatu "makhluk" masih terikat oleh samsara, maka segala sesuatu itu harus dianggap "ada."
Mahayana sangat jelas dengan hal ini. Sementara itu, kaum non Mahayanis terkadang masih mengacaukan antara "tidak ada sesuatu yang benar-benar eksis karena semuanya merupakan paduan unsur" dengan "tidak ada apa-apa sama sekali." Akhirnya dipukul rata bahwa semuanya "benar-benar tidak ada."

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 06:28:46 PM
KAYNIN KUTHO:

Sebelum melebar dan panjang, saya mau tanya satu hal.
Ketika Buddha Sakyamuni belum parinirvana, apanya yang disebut dengan Buddha? Apakah tubuhnya, pikirannya, ingatannya, perasaannya, atau kesadarannya?
Jika bukan salah satu dari kelima skandha itu, apakah ada sesuatu yang lain yang sifatnya tidak berubah, yang bisa dirujuk sebagai Buddha Sakyamuni?

TAN:

Saya tanya balik, kalau begitu menurut Anda apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu "ada" atau "tidak"? Apakah pancaskandha yang membentuk Buddha Sakyamuni itu "ada" atau "tidak"? Apakah Anda setuju kalau Buddha Sakyamuni itu disebut sebagai "tokoh dongeng"?

Amiduofo,

Tan
saudara Tan yang dimaksudkan saudara kainyin adalah ini :

Quote
1. "Bagaimana Yang Mulia disebut dan siapakah nama Anda?
"Baginda, saya disebut Nagasena tetapi itu hanyalah rujukan
dalam penggunaan
sehari-hari, karena sebenarnya tidak ada individu permanen yang
dapat
ditemukan."
Kemudian Milinda memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para
bhikkhu untuk
menjadi saksi: "Nagasena ini berkata
bahwa tidak ada individu permanen yang tersirat dalam namanya.
Apakah
mungkin hal seperti itu diterima?" Kemudian ia berbalik kepada
Nagasena dan
berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu
siapakah yang
memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang
menjalani kehidupan
dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh
makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan?
Jika apa yang
Anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik
atau
perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau
pelaku
kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia,
seseorang membunuh
Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa
tidak ada
mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda
disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah
rambutnya?"
"Saya tidak mengatakan demikian, Raja yang Agung."
"Kalau begitu, apakah kukunya, giginya, kulitnya atau bagian
tubuhnya yang lain?"
"Tentu saja tidak"
"Atau apakah tubuhnya, atau perasaannya, atau pencerapannya,
atau
bentuk-bentuk pikirannya, atau kesadarannya? Ataukah semua tadi
digabungkan?
Ataukah sesuatu di luar semua itu tadi yang disebut Nagasena?"
Dan masih saja Nagasena menjawab: "Bukan semuanya itu"
"Kalau begitu Nagasena, kalau boleh saya berkata, saya tidak
dapat menemukan
Nagasena itu. Nagasena hanyalah omong kosong. Tetapi siapakah
yang kami
lihat di depan mata ini? Kebohonganlah yang telah dikatakan
Yang Mulia."
"Baginda, tuan telah dibesarkan dalam kemewahan sejak
dilahirkan. Bagaimanakah tadi Baginda datang kemari, berjalan
kaki atau naik
kereta?"
"Naik kereta, Yang Mulia."
"Kalau begitu, tolong jelaskan, apakah kereta itu. Apakah
porosnya? Apakah
rodanya, atau sasisnya, atau kendalinya, atau kuknya, yang
disebut kereta?
Atau gabungan semuanya itu, atau sesuatu di luar semua itu?"
"Bukan semua itu, Yang Mulia."
"Kalau  begitu, Baginda, kereta ini hanyalah omong kosong.
Baginda berkata
dusta ketika berkata datang kemari naik kereta. Baginda adalah
raja yang
besar di India. Siapa yang Baginda takuti sehingga Baginda
berdusta?"
Dan Nagasena kemudian memanggil orang-orang Yunani Bactria
dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Raja Milinda ini telah
berkata bahwa
beliau datang kemari naik kereta, tetapi ketika ditanya 'Apakah
kereta itu?'
beliau tidak dapat menunjukkannya. Dapatkah hal ini diterima?
Kemudian  secara  serempak  ke-500  orang  Yunani  Bactria  itu
bersama-sama
berteriak kepada raja, "Jawablah bila Baginda bisa!"
"Yang  Mulia, saya telah berkata dengan benar. Karena mempunyai
semua bagian
itulah maka ia disebut kereta."
"Bagus sekali. Baginda akhirnya sudah dapat menangkap artinya
dengan benar. Demikian juga karena ke-32 jenis zat organ materi
dalam tubuh
manusia dan 5 unsur makhluklah saya disebut Nagasena. Seperti
yang telah
dikatakan oleh Bhikkhuni Vajira di hadapan Sang Buddha yang
Agung, 'Seperti
halnya ada berbagai bagian itu maka kata "kereta" digunakan,
demikian juga
bila ada unsur-unsur makhluk maka kata "makhluk"
digunakan.'
"Sangat indah Nagasena, sungguh luar biasa menggagumkannya
penyelesaian teka-teki ini olehmu, meskipun sulit. Seandainya
Sang Buddha
berada di sinipun Beliau pasti akan menyetujui jawabanmu."
inilah yang dimaksudkan tidak ada "makhluk" hanya ada unsur-unsur yang padam setelah parinibbana.

Quote
Lho kalau begitu buddha itu banyak ya? Anda menggunakan buddha dalam huruf kecil dan besar. Apakah Buddha ada tingkatan-tingkatannya? Manakah yang benar-benar "Buddha", yakni Buddha (dengan huruf besar) atau buddha (dengan huruf kecil)? Saya baru tahu sekarang kalau ada buddha (dengan huruf kecil) dan Buddha (dengan huruf besar).

Amiduofo,

Tan
pentingkah membahas huruf besar huruf kecil?, masih fokus kah pembahasan kita ini....
apa begini cara anda memberi jawaban?....hehehe...

MERCEDES mengutip:

‘Para bhikkhu, jasmani Sang Tathàgata yang berdiri tegak dengan unsur-unsur yang menghubungkannya dengan jasmani akan menjadi hancur.78 Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat melihatnya. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan melihatnya lagi. Para bhikkhu, bagaikan ketika tangkai serumpun mangga dipotong, maka semua mangga pada rumpun itu akan jatuh bersamanya, demikian pula jasmani Sang Tathàgata dengan unsur-unsurnya yang menghubungkannya dengan penjelmaan telah terpotong. Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat MELIHATNYA. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan MELIHATNYA lagi.’

TAN:

Perhatikan kata "MELIHATNYA" yang saya tulis dengan huruf besar semua. Kutipan di atas jelas sekali mendukung ajaran Mahayana, karena yang dipermasalahkan adalah "melihat" dan "tidak melihat." Sesuatu yang "tak terlihat" oleh para dewa dan manusia, bukannya tidak ada lho. Gelombang elektromagnetik tidak terlihat oleh manusia, tetapi pada kenyataannya ada atau tidak? Sekali lagi kutipan di atas tidak mendukung pandangan nihilis kaum non Mahayanis.

Lagipula yang dibicarakan adalah "jasmani" Sang Buddha. Mahayana sendiri tidak memandang dharmakaya dalam artian fisik kok.

Jelas sekali kutipan di atas malah mendukung ajaran Mahayana atau setidaknya sama sekali tak bertentangan dengannya.

Amiduofo,
Tan
saudara Tan membaca Sutta itu bukan sepotong-sepotong, dan pahami makna-nya....
baca lah seluruh nya..^^

yang saya bold itu sudah menggambarkan seluruhnya....sedangkan mahayana?
oke lah katanya tidak dapat dilihat seperti gelombang elektromagnetik...^^

tapi entah dikalpa mana lagi beliau dapat dilihat bukan(sesuai sutra mahayana)....

buktinya saja dikatakan bahwa sebelum kehidupan bernama Gotama, ternyata Sangbuddha (entah apa namanya dulu) telah mencapai pencerahan sempurna jauh di kalpa sebelumnya.
sekarang "buddha gotama" ( kini ) dapat dilihat dengan mata bukan.......

jadi kalau mau mengutip sutta Theravada guna membenarkan argumen anda, sebaiknya anda selidiki dulu makna sutta itu. ^^


Quote
TAN:

Ingat. "Tidak ada yang benar2 makhluk" bukan berarti makhluk itu "tak ada." Dua hal itu tidak identik. Selama suatu makhluk masih terikat pada samsara, tidak bijaksana mengatakan bahwa "makhluk"  itu tak ada. Saya kasih analogi yang menggelikan. Ada seorang penjual pisang goreng yang terlalu ekstrem terikat pada pandangan bahwa "sesuatu itu tidak ada karena merupakan paduan unsur." Waktu ditanya, "Ada pisang, Bang?" Dia menjawab, "Tidak ada! Tidak apa-apa." Karena pisang itu menurutnya paduan unsur, maka ia menjawab demikian. Akhirnya tak ada yang membeli pisang gorengnya. hahahahahaha!
Selama suatu "makhluk" masih terikat oleh samsara, maka segala sesuatu itu harus dianggap "ada."
Mahayana sangat jelas dengan hal ini. Sementara itu, kaum non Mahayanis terkadang masih mengacaukan antara "tidak ada sesuatu yang benar-benar eksis karena semuanya merupakan paduan unsur" dengan "tidak ada apa-apa sama sekali." Akhirnya dipukul rata bahwa semuanya "benar-benar tidak ada."

Amiduofo,

Tan
sungguh anda tidak mengerti maksud saudara Kainyn...
bacalah milinda panha itu....

ingat anda belum menjawab pertanyaan saya.. ^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:33:35 PM
MERCEDES:

saya mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah Nibbana,
tetapi saya "tahu" pasti bahwa penderitaan akan berakhir ketika pikiran ini padam.

TAN:

Kontradiktif! Anda mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah nibanna, tetapi Anda berani mengklaim tahu pasti bahwa penderitaan akan berakhir kalau pikiran ini padam. Menurut non Mahayanis bukannya "padamnya pikiran" = nibanna. Kalau padamnya pikiran Anda tolak identik dengan nibanna. Berarti artinya Anda mendukung pandangan bahwa saat seseorang parinirvana masih ada pikiran bukan? Pernyataan Anda sungguh kontradiktif. Di saat mengklaim bahwa Anda tidak tahu masalah nibanna, tetapi pada sisi lain tahu pasti masalah nibanna. Apakah "tidak tahu" = "tahu"?
Kedua, pikiran Anda sendiri belum padam, tetapi bagaimana Anda tahu pasti bahwa itu adalah akhir penderitaan? Dari buku kah? Dari kitab kah?

MERCEDES:

dan Nibbana adalah padam, jadi bagaimana mungkin Buddha masih bisa memancarkan metta dengan tanpa pikiran.....
adalah sama seperti saya disuruh percaya kursi yang merupakan benda tanpa pikiran bisa memancarkan metta.

TAN:

Oke..oke... Buddha yang telah parinirvana menurut Anda tidak dapat memancarkan metta karena tak mempunyai pikiran. Kursi juga tak dapat memancarkan metta. Jadi menurut Anda, Buddha  = kursi?

MERCEDES:
------
tetapi dalam konteks NIRVANA(mahayana) disitu jelas dikatakan Buddha masih memiliki eksis, karena bisa lahir lagi entah dikalpa mana, jadi buddha dalam mahayana tidak bisa dikatakan "PADAM"

TAN:

Sudah saya jawab berulang kali. Menurut Mahayana Buddha jelas tidak bisa "padam" (istilah "padam" dalam pengertian makhluk samsara). Padam artinya sama dengan nihilisme. Karena itu saya selalu menyatakan berulang-ulang bahwa non Mahayanis itu = nihilisme.

MERCEDES:

yang jadi pertanyaan sekarang adalah,
apabila dikatakan "tidak padam" mengapa bisa beliau lupa cara pencapaiannya....
bahkan batinnya merosot. !!!!

TAN:

Justru yang jadi pertanyaan, bila BEliau PADAM. Apa bedanya dengan nihilisme? Kalau hanya masalah lupa pada pencapaiannya, itu jawaban gampang. Dalam Mahayana ada ajaran Upakaya Kausalya. Jadi Buddha tidak dapat dikatakan merosot batinnya. Nah, sekarang terserah Anda mau terima jawaban Upaya Kausalya atau tidak.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:36:36 PM
MERCEDES:

pentingkah membahas huruf besar huruf kecil?, masih fokus kah pembahasan kita ini....
apa begini cara anda memberi jawaban?....hehehe...

TAN:

Sangat penting. Beginikah cara Anda lari dari permasalahan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 May 2009, 06:49:12 PM
MERCEDES:

inilah yang dimaksudkan tidak ada "makhluk" hanya ada unsur-unsur yang padam setelah parinibbana.

TAN:

Terima kasih Anda mengutipkan Milindapanha secara panjang lebar. Tapi sejujurnya saya sudah pernah baca kutipan-kutipan itu. Oke..oke Anda sebut unsur-unsur penyusun yang padam (seperti poros, tiang, dll pada kereta). Pertanyaannya tetap saja:

Apakah unsur-unsur itu pada mulanya "ada" dan setelah itu "tidak ada" lagi?

Jadi setelah unsur-unsur penyusun itu padam, tidak ada "makhluk" alias tidak ada apa-apa lagi, bukan? Sekali lagi saya tanyakan apa bedanya dengan nihilisme?

Anda mau berargumen ada unsur penyusun atau tak ada unsur penyusun, saya tidak melihat ada bedanya dengan nihilisme.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 07:03:22 PM
Quote
Kontradiktif! Anda mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah nibanna, tetapi Anda berani mengklaim tahu pasti bahwa penderitaan akan berakhir kalau pikiran ini padam. Menurut non Mahayanis bukannya "padamnya pikiran" = nibanna. Kalau padamnya pikiran Anda tolak identik dengan nibanna. Berarti artinya Anda mendukung pandangan bahwa saat seseorang parinirvana masih ada pikiran bukan? Pernyataan Anda sungguh kontradiktif. Di saat mengklaim bahwa Anda tidak tahu masalah nibanna, tetapi pada sisi lain tahu pasti masalah nibanna. Apakah "tidak tahu" = "tahu"?
Kedua, pikiran Anda sendiri belum padam, tetapi bagaimana Anda tahu pasti bahwa itu adalah akhir penderitaan? Dari buku kah? Dari kitab kah?
saudara Tan,
yang saya tidak tahu adalah "keadaan batin seseorang yang merealisasikan nibbana"

tetapi yang saya tahu pasti adalah "pikiran menimbulkan penderitaan" dan akhir dari penderitaan adalah pikiran ini padam.

sama seperti anda tahu bahwa "kelahiran adalah penyebab Jara-maranam" dan tanpa kelahiran maka tidak ada "jara-maranam"
apakah anda mengerti yg saya maksud? kontradiktif nya bagianmana?
apakah perumpaman-an ini agak membingungkan......contoh sederhana deh saya kasih...

anda kenyang karena makan banyak, dan kenyang tidak akan terjadi apabila tidak makan...
itulah "pengetahuan yang pasti saya yakini dan telaah secara langsung lewat pengalaman langsung"


Quote
Oke..oke... Buddha yang telah parinirvana menurut Anda tidak dapat memancarkan metta karena tak mempunyai pikiran. Kursi juga tak dapat memancarkan metta. Jadi menurut Anda, Buddha  = kursi?
kok anda tanya saya.......teori anda bukankah berbunyi
"metta bisa dipancarkan tanpa pikiran"

berarti andalah yang ber-asumsi kursi(yang tidak punya pikiran) bisa memancarkan metta.
hebat kan. ^^



Quote
Sudah saya jawab berulang kali. Menurut Mahayana Buddha jelas tidak bisa "padam" (istilah "padam" dalam pengertian makhluk samsara). Padam artinya sama dengan nihilisme. Karena itu saya selalu menyatakan berulang-ulang bahwa non Mahayanis itu = nihilisme.
oke lah sekarang seperti nya ada kesalahpahaman arti dari kata "nihilisme"


Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.

sumber wikipedia

inikah arti dari kata nihilisme? jauh dari kategori......^^

Theravada memandang nihilisme apabila seseorang belum merealisasikan pengetahuan tentang hukum kamma, dan patticasammupada dan beranggapan bahwa, setelah mati yang tidak ada apa-apa lagi.
Theravada bukanlah aliran seperti itu, tetapi mengajarkan untuk menelusuri "SEBAB-SEBAB" dan "AKIBAT-AKIBAT" yang saling berhubungan......itulah merealisasikan kebijaksanaan..

nihilisme?....hehehe.....

Quote
justru yang jadi pertanyaan, bila BEliau PADAM. Apa bedanya dengan nihilisme? Kalau hanya masalah lupa pada pencapaiannya, itu jawaban gampang. Dalam Mahayana ada ajaran Upakaya Kausalya. Jadi Buddha tidak dapat dikatakan merosot batinnya. Nah, sekarang terserah Anda mau terima jawaban Upaya Kausalya atau tidak.

o0o0o0o0o jadi ujung-ujung nya sutra ini..?
http://www.fodian.net/World/Indonesian/Bab-II.htm


sekian diskusi kita...hehehe

orang yang telah tercerahkan
cinta akan kehidupan rumah tangga dan mencari guru guna membantu pencapaian-nya....
tersiksa selama 6 tahun dengan penyiksaan hebat, harus mendengar syair dari pemain kecapi barulah sadar, apakah arti semua ini?
jawabannya. "buddha di luar logika dan akal sehat"....



diskusi telah berakhir.

salam metta.



mohon maaf kalau ada kesalahan-kesalahan saya.....semoga anda berbahagia saudara Tan.^^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 07:13:26 PM
lupa selingan...

Pertapa Vacchagotta bertanya,"Tetapi, Gotama di manakah bhikkhu yang batinnya bebas bertumimbal lahir?"

Sang Buddha menjawab, "Vaccha, untuk mengatakan bahwa ia bertumimbal lahir dalam kasus ini tidaklah tepat."

"Lalu, Gotama, ia tidak bertumimbal lahir."

"Vaccha, untuk mengatakan bahwa ia tidak bertumimbal lahir dalam kasus ini tidaklah tepat."

"Lalu, Gotama, ia bertumimbal lahir dan tidak bertumimbal lahir."

"Vaccha, untuk mengatakan bahwa ia bertumimbal lahir dan tidak bertumimbal lahir dalam kasus ini tidaklah tepat."

"Lalu, Gotama, ia tiada bertumimbal lahir dan tidak tak bertumimbal lahir."

"Vaccha, untuk mengatakan bahwa ia tiada bertumimbal lahir dan tidak tak bertumimbal lahir dalam kasus ini tidaklah tepat."

Vaccha gagal memikirkan hal itu, kemudian Sang Buddha memberikan umpan balik kepada Vaccha sebagai berikut:

"Apa yang kau pikir, Vaccha? Andaikan api menyala di hadapanmu? Apakah kamu tahu bahwa api menyala di hadapanmu?

"Gotama, jika api menyala di hadapanku, aku akan tahu bahwa api menyala di hadapanku."

"Tetapi andaikan, Vaccha, seseorang menanyaimu, `Bergantung pada apakah api yang menyala di hadapanmu?' Apakah jawabanmu Vaccha?"

"Aku akan menjawab, O Gotama, `Ia bergantung pada bahan bakar rumput, dan kayu api yang menyala di hadapanku ini."

"Tetapi, Vaccha, jika api di hadapanmu padam, apakah kamu tahu bahwa api di hadapanmu itu padam?"

"Gotama, jika api di hadapanku padam, aku akan tahu bahwa api di hadapanku padam."

"Tetapi, Vaccha, jika seseorang bertanya kepadamu, `ke arah manakah api itu pergi, Timur atau Barat, Utara atau Selatan?' Apakah yang akan kau katakan, Vaccha?"

"Pertanyaan ini tidak sesuai dengan kasusnya, Gotama, karena api bergantung pada bahan bakar rumput dan kayu, dan jika semua bahan bakar habis, dan ia tidak dapat yang lain, jadi tanpa bahan, ia dikatakan padam."

"Tepat sama, Vaccha, semua bentuk, sentuhan, pemahaman, kegiatan batin, kesadaran telah ditinggalkan, dicabut, dibuat seperti tonggak palmira, menjadi padam, dan tidak dapat bersemi pada waktu yang akan datang."

"Para makhluk suci, Oh Vaccha yang sudah bebas dari apa yang disebut lima perpaduan, adalah dalam, tak terukur bagaikan samudera luas. Untuk mengatakan bahwa ia bertumimbal lahir, tidak sesuai dengan kasusnya. Untuk mengatakan ia tidak bertumimbal lahir, dan tidak tak bertumimbal lahir, tidak sesuai dengan kasusnya."



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 May 2009, 07:17:54 PM
[at] mercedes...

Jawabannya mungkin adalah, karena upaya kausalya seorang bodhisatva untuk menyelamatkan makhluk hidup, termasuk terlahir kembali dan sampai pada skenario lupa akan pencerahan dan bathin merosot...

Terhadap jawaban ini (UPAYA KAUSALYA) saya angkat tangan deh... Memang jawaban pamungkas...

saudara Dilbert,
jadi kenyataan....kata-kata anda....^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 02 May 2009, 09:08:00 PM

Ulasan Anda di atas, yakni bahwa 0 mempunyai arti atau peran itu berada di luar konteks pembahasan kita. Baik saya akan kembalikan lagi ke laptop. Kita sedang membahas mengenai padamnya pancaskandha. Jadi 0 ini dalam konteks pembicaraan kita berarti sesuatu yang benar-benar tidak ada. Untuk jelasnya adalah kelinci yang punya sayap. "Avaibility" kelinci yang punya sayap di muka bumi ini adalah 0. Artinya Anda tak akan menemukan kelinci semacam itu, sekalipun Anda mengublek-ublek seluruh penjuru bumi ini. Demikian yang saya maksudkan dengan 0.

Sdr. Tan, saya rasa saya tidak keluar konteks pembicaraan.
Anda menyamakan 0 dengan Nihil. Ini yang saya tidak sependapat. Padahal nihil itu berarti tidak ada apapun sama sekali termasuk tidak ada makna atau arti. Sedangkan 0 meskipun tidak ada apapun tetapi tetap ada makna.

Yang perlu dicatat adalah keberadaan makna bukanlah berarti ada wujud, ada pancaskandha, ada inti, ada maitri karuna, ada Buddha dll. Oleh karena itu non-Mahayana menolak keberadaan yang seperti disebut di atas sekaligus mereka juga menolak jika dikatakan tidak ada apa-apa sama sekali.


Quote
Bila Anda menganggap 0 dalam konsep seperti yang Anda ungkapkan itu, maka secara tidak langsung Anda mendukung konsep Mahayana. Buddha berada dalam suatu kondisi yang "ada," tetapi "keberadaannya" berbeda dengan "keberadaan" para makhluk. Jadi kita tidak menganggapnya sebagai eternalisme. Begitu pula Buddhisme tidak pula terjatuh dalam pandangan nihilis, seperti sebagian kaum non-Mahayanis memahami Buddha. Inilah konsistensi Mahayana.
Ya seperti konsep 0 itulah. Walaupun tentu saja Buddha tidak dapat disamakan dengan 0. Dari 0 memancarlah bilangan 10, 100, 1000, 1000, 10.000 hingga tak terhingga. Begitu pula seorang Buddha setelah parinirvana dapat memancarkan maitri karuna.
Terima kasih banyak untuk Bung Kelana telah memberikan ide bagi hal ini. Konsep 0 yang Anda ungkapkan di atas justru sangat dekat dengan Buddhologi Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Begini, Sdr. Tan. Konsep Anatta, konsep Kekosongan, Sunyata, ada dalam Mahayana maupun non-Mahayana. Dan dari yang saya pelajari, keduanya pada awalnya memiliki pemahaman yang sama.

Yang menjadi perbedaan adalah Mahayana cenderung menggunakan terms atau istilah yang “positif” sehingga terkesan adanya bentuk inti, seperti istilah tatagathagarba, dharmakaya, “diri sejati”, dll, yang sebenarnya digunakan untuk mereka yang kurang mampu melepaskan ke-atta-an. Inilah yang belakangan cenderung berkembang dan disalahartikan oleh mayoritas kaum Mahayana, seperti Buddha kembali dilahirkan, manifestasi Buddha, Buddha yang Parinirvana tetap memancarkan maitri, bahkan ada yang mengatakan minum kopi bersama Buddha yang sudah Parinirvana, dll. Dan saya yakin bukan ini pemikiran dari Mahayana awal.

Sedangkan Non-Mahayana cenderung menggunakan terms “negatif” seperti padam, hancur, dll. Mungkin ada kaum Non-Mahayana atau yang lainnya yang beranggapan ini adalah NIHILism, tapi ini adalah pemikiran yang salah. Dalam ajaran Non-Mahayana sendiri diajarkan untuk menghindari 2 pinggiran ekstrem, termasuk penjelasan adanya penolakan dikatakan NIHIL (tidak ada apa-apa sama sekali). Hal ini ada dalam Sutta.

Jadi mungkin apa yang saya sampaikan tidaklah sama dengan pemahaman Sdr. Tan mengenai Kekosongan ataupun angka 0. Saya tidak akan mengiyakan 0 itu adalah nihil dan juga tidak akan mengiyakan 0 seperti ada Buddha yang memancarkan maitri. Saya hanya mengatakan ada makna. Kata “ada” disini juga jangan disalahartikan dengan keberadaan inti kekal, atta, pancaskandha, ada proses memancar, manifestasi, dll. Secara kasarnya, jika ditanya apa yang ada? Ya Kekosongan itu sendiri.

Hanya demikian yang bisa saya sampaikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 02 May 2009, 10:13:55 PM
Bukannya ada itu adalah tiada dan tiada itu ada.
Ksng wujud dan wujud kosong.
Manifstasi nirvana bentuk adlah tanah suci sukhavati.
Manifestasi nirvana tanpa bntuk adlah keadaan batin bebas mutlak.
Manifestasi nirvana bukan tidak nihilisme adalah padamnya nafsu, lnyapnya lapisan kehidupan dan bntk2 karma.
Manifestasi nirvana bukan nihilisme adalah adanya aku sbgai penghuni sukhavati kekal yg brbahagia slama2nya.
Ada itu tiada, tiada itu ada.
Kosong itu wujud, wujud itu kosong. Dmikian pula halnya perasaan, pikiran, ingatan, dan kesadaran.
Maaf hanya pndapat, cmiiw.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 02 May 2009, 10:54:21 PM
Secara nihilisme (ucchedavada) adalah paham yang ditolak oleh Theravada. Demikian juga dengan eternalisme (sassatavada) juga merupakan paham ekstrim yang ditolak Theravada.

Secara pula pikiran pencapai nibbana pikirannya tidak terjangkau putthujana, dan demikian pula parinibbana, tidak ini itu bukan ini atau itu bukan kedua-duanya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 03 May 2009, 10:34:22 AM
Kilas Balik.

Dari kesimpulan hasil diskusi selama ini.

1.Kaum non Mahayanis tidak dapat menjawab bahwa bila seorang Buddha parinirvana dan seluruh pancaskandhanya lenyap - TERUS TAK ADA APA2 LAGI YANG TERSISA, bukankah itu sama dengan nihilisme? Apakah mereka takut disebut kaum nihilis? Semoga tidak demikian halnya. :p

Nampaknya mas Tan kurang mengerti mengenai teori nihilisme, karena jawabannya panjang dan tadinya saya malas menulis terlalu panjang, itu alasan pertama.

Alasan kedua adalah karena saya menghindar untuk membandingkan antara Mahayana dengan ajaran lain. Dan hanya membandingkan ajaran Mahayana dengan ajaran Mahayana sendiri atau ajaran non Buddhis seperti Hindu. Tetapi karena mas Tan sendiri yang mengklaim bahwa Tipitaka ada di Mahayana (walaupun saya tidak beranggapan demikian).  Jadi saya rasa saya tidak perlu sungkan-sungkan membandingkan Tipitaka dengan buku-buku Mahayana yang lain, karena bukankah Tipitaka Pali juga 99% sama dengan Tripitaka Mahayana? jadi hanya 1 diantara 100 yang berbeda. Jadi Saya tidak membandingkan T dengan M, karena T juga termasuk M menurut pemahaman mas Tan iya kan? 

dan ini saya terapkan khusus (hanya) bila bertanya dengan kritis terhadap mas Tan.  ;D

Pertama saya kutipkan pendapat Mahayana menurut Nagarjuna. Dikutip dari systems of Buddhistic thought Oleh Yamakami Sogen hal 18 (Bharatiya publishing house 1979). Supaya jelas kontradiksi kedua pandangan ini.

“’Tetapi sementara secara empati memelihara doktrin anatman, Buddha dan para Siswanya tidak pernah dalam ajarannya dan khotbahnya menolak kehadiran apa yang disebut empirical ego. Fakta ini telah di kemukakan dengan jelas oleh Nagarjuna dalam komentar terhadap Prajnaparamita sutra’, dimana ia mengatakan:
Sang Tathagata kadang-kadang mengajarkan  bahwa atman ada dan pada lain waktu Ia mengajarkan bahwa atman tidak ada. Ketika Ia mengajarkan bahwa atta ada dan merupakan sipenerima penderitaan atau kebahagiaan pada kehidupan selanjutnya sebagai hasil dari karmanya sendiri, objeknya adalah untuk menyelamatkan manusia agar tidak jatuh kedalam paham nihilisme (ucchedavada).
Ketika Beliau mengajarkan bahwa tidak ada atman, dalam pengertian pencipta atau yang merasakan atau sesuatu substansi yang bebas, terlepas dari nama umum yang diberikan kepada ke lima pancaskandha, tujuannya adalah untuk menyelamatkan manusia gara tidak terjatuh pada pandangan yang berseberangan dengan nihilisme (Sasvatavada).’”


Ini Sebenarnya adalah pandangan plin-plan. Perhatikan cara penyampaiannya disini, jelas nampak seolah-olah Sang buddha adalah mahluk mendua yang kadang mengajarkan A, kadang mengajarkan B, tidak konsekuen. 
Hal lain yang jelas juga disini adalah: bahwa Nagarjuna (saya katakan bahwa ini pandangan Nagarjuna) berpandangan secara tidak langsung atman (atta) ada. Sebenarnya PANDANGAN NAGARJUNA ADALAH TERMASUK PANDANGAN SEMI ETERNALIS (Brahmajala Sutta ada membahas 62 pandangan salah dan pandangan Nagarjuna adalah salah satu diantaranya).
MEMPERSOALKAN ADA ATAU TIDAK ADA ADALAH SATU KOIN DUA SISI. adalah merupakan pandangan salah.
Sekarang kita bandingkan dan saya kutipkan pendapat dari Tipitaka.


Kaccayanagotta Sutta (SN XII.15) — To Kaccayana Gotta (on Right View)
Baca:  http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn12/sn12.015.than.html
Kaccayanagotta Sutta (SN XII.15) — To Kaccayana Gotta (on Right View)

“oleh dan banyak orang, Kaccayana, dunia ini didukung oleh (mengambilnya sebagai objek) sebuah polaritas, yaitu (pandangan) mengenai keberadaan dan ketiadaan. (existence & non-existence). Tetapi jika seseorang melihat asal mula dunia sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar, ‘ketiadaan (non-existence)’  yang berkenaan dengan dunia tak lagi muncul pada seseorang. Jika seseorang melihat penghentian dunia sebagaimana apa adanya dengan pengertian benar, ‘keberadaan’ yang berhubungan dengan dunia (existence) tak lagi muncul pada seseorang.”“oleh dan banyak orang, Kaccayana, dunia ini terbelenggu oleh kemelekatan, keterikatan (makanan), & bias. Tetapi bagi mereka ini yang tak terlibat atau tak terbelenggu oleh keterikatan-keterikatan ini, perhatian yang terbelenggu (fixation of awareness), bias, atau obsesi, atau juga ia tak melekat pada pandangan ini ‘milikku diri.’ Ia tak memiliki keraguan atau ketidak pastian bahwa, penderitaan ketika timbul, dia timbul; penderitaan ketika tenggelam, dia tenggelam. Beginilah, pandangannya terlepas dari yang lainnya. Sejauh inilah, kaccayana, ada pandangan benar.
 “’Segala sesuatu ada’: Ini adalah satu pandangan ekstrim. ‘Segala sesuatu tidak ada ‘: ini adalah pandangan ekstrim kedua. Menghindari kedua pandangan ekstrim ini, Sang Tathagata mengajarkan Dhamma melalui jalan tengah: Dari ketidak tahuan sebagai sebab, muncullah bentuk-bentuk batin. Dari bentuk-bentuk batin sebagai sebab muncullah kesadaran. Dari keadaran sebagai sebab muncullah batin dan jasmani. Dari batin dan jasmani ……. (PATICCA SAMUPPADA)…..  Dari kelahiran sebagai sebab, kemudian umur tua & kematian, penderitaan, ratap tangis, kesakitan, stress, & putus asa muncul. Itulah asal mula seluruh bentuk penderitaan dan stress


Apakah cukup jelas?

Sang Buddha tak pernah terjebak pandangan eternalisme maupun nihilisme.... ;)
Menurut kitab suci Tipitaka Pali, Nagarjuna (yang berpandangan semi eternalisme) telah salah merepresentasikan Sang Buddha.
Sang Buddha tidak berpandangan eternalisme atau Nihilisme, tetapi Sang Buddha berpandangan sesuai dengan Paticca Samuppada  :P yaitu segala sesuatu yang muncul akan lenyap kembali.

Sebagai tambahan ini saya kutipkan sebagian dari Uttiya Sutta (AN.X no 95) :
Baca :  (http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an10/an10.095.than.html)

 “Baiklah Yang Mulia Gotama,  apakah alam semesta terbatas… alam semesta tak terbatas… Jiwa dan tubuh adalah sama… Jiwa adalah suatu hal, dan tubuh adalah hal lain… setelah meninggal Sang Tathagata ada… Setelah meninggal Sang Tathagata tak ada… Setelah wafat Sang Tathagata ada dan tidak ada… Setelah meninggal Sang Tathagata bukan tidak ada juga bukan ada. Hanya ini yang benar, tetapi diluar ini tak berharga’?”
“Uttiya, Saya tak pernah menyatakan bahwa ‘Setelah wafat Sang Tathagata bukan tidak ada juga bukan ada: Hanya ini yang benar; yang lainnya tak berharga.’”
“Tetapi, Yang Mulia Gotama, pada waktu ditanya, ‘Apakah “alam semesta abadi: hanya ini yang benar yang lain tak berharga”?’ Anda mengatakan kepada saya, ‘Uttiya, Saya tak pernah menyatakan bahwa”Alam semesta abadi: hanya ini yang benar yang lain tak berharga.’” Pada waktu ditanya “Alam semesta tak abadi… Alam semesta terbtas…Alam semesta tak terbatas… Jiwa dan tubuh adalah sama… jiwa satu hal dan tubuh adalah hal lainnya… Setelah wafat seorang Tathagata ada… Setelah wafat seorang Tathagata tiada… Setelah wafat Tathagata ada dan tiada… Setelah wafat Tathagata bukan tidak ada juga bukan ada. hanya ini yang benar yang lain tak berharga”?’ Anda mengatakan kepada saya, Uttiya, Saya tak menyatakan bahwa “Sang Tathagata setelah wafat bukan tidak ada, juga bukan ada. hanya ini yang benar yang lain tak berharga.’” Lalu apa yang sudah dinyatakan?”

“Uttiya, Setelah mengetahuinya, Aku mengajarkan Dhamma kepada murid-muridku untuk memurnikan batin mahluk-mahluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratapan, untuk lenyapnya penderitaan dan stress, untuk pencapaian metode benar & untuk mencapai kebebasan.”
“Dan, Yang Mulia Gotama, ketika telah mengetahui langsung (menembus), anda mengajarkan Dhamma kepada para siswa untuk memurnikan batin mahluk-mahluk, untuk mengatasi kesedihan dan ratap tangis, untuk melenyapkan penderitaan dan stress, untuk pencapaian metode benar & untuk mencapai kebebasan, akankah semua alam semesta terbebaskan, atau setengah atau sepertiga.?”Ketika ditanya begini, Sang Buddha diam.

Kemudian pikiran demikian muncul pada Y.A. Ananda: “jangan biarkan Uttiya si pengelana memiliki pandangan buruk bahwa,’Ketika saya menanyakan pertanyaan yang mencakup semuanya, Petapa Gotama bimbang dan tidak menjawab. Mungkin ia tak dapat menjawab. ‘(pandangan) ini akan membuat melukai dan membawa penderitaan baginya untuk waktu yang lama.” Lalu ia bertanya kepada Uttiya, “Jika demikian halnya, sahabat, Saya akan membuat perumpamaan, karena pada kasus kasus tertentu orang-orang yang cerdas dapat mengerti arti dari apa yang dikatakan.
“Uttiya, umpamanya ada benteng istana dengan parit-parit dan tembok-tembok pertahanan yang kuat, , hanya memiliki sebuah gerbang. Disana ada seorang penjaga gerbang yang bijaksana banyak pengetahuan dan kompeten menjagadan mengusir mereka yang tidak dikenalnya dan mengijinkan masuk mereka yang mengenalnya. Ia ronda mengelilingi jalanan di dalam kota, ia menjaga agar tak ada retakan atau celah yang cukup besar yang memungkinkan kucing bisa masuk. Walaupun ia tidak tahu bahwa ‘Demikian banyak mahluk yang telah masuk atau meninggalkan kota,’ ia tahu demikian; ‘ Mahluk besar manapun yang masuk atau keluar kota semua memasuki atau keluar dari gerbang ini.’
“Demikian juga dengan cara yang sama, sang Tathagata tidak berusaha agar seluruh alam semesta atau setengahnya atau sepertiga terbawa kearah pembebasan dengan Dhamma ini. Tetapi Ia tahu ini: ‘Semua yang telah terbebas, sedang dibebaskan, atau akan terbebas dari alam semesta, telah melakukannya, sedang melakukannya, atau akan melakukannya setelah mengatasi kelima ritangan batin – kekotoran-kekotoran dari kewaspadaan/kesadaran yang melemahkan pengertian – setelah memapankan batinnya dengan empat landasan perhatian, dan setelah mengembangkan, sebagaimana seharusnya, ketujuh faktor pencerahan. Jika anda bertanya kepada Sang Buddha pertanyaan ini, anda bertanya dari sisi yang lain. Itulah sebabnya Beliau tidak menanggapi.



Perhatikan Tipitaka Pali menjawab dengan telak spekulasi Nagarjuna (bahkan jauh sebelum Nagarjuna lahir) yang mendua, bahwa Sang Tathagata ada dan tidak ada atau Sang Tathagata bukan tidak ada tetapi juga bukan ada.Mas Tan karena mas Tan hanya memperdalam dari satu sisi, sehingga sulit mengerti mengenai ajaran pada sisi yang lain.

Seperti perumpamaan demikian: (harap diingat ini hanya perumpamaan)
Ada seseorang yang kecelakaan tertabrak jatuh hingga tak sadarkan diri. Kemudian seseorang berusaha menolong orang tersebut, setelah bangun alih-alih berusaha ramah terhadap orang itu, ia malah menuduh orang yang menolongnya itulah yang mencelakainya (moral story adalah: asumsi tak berdasar).

Apakah satu sisi itu? ajaran mengenai ada dan tidak ada (nihilisme dan eternalisme) atau tengah antara nihilisme dan eternalisme, atau tidak dua-duanya (bukan nihilisme dan bukan eternalisme).

Sang Buddha dalam Tipitaka Pali tidak mengajarkan hal itu, tetapi berdasarkan suatu pandangan yang samasekali berbeda, terlepas dari dualisme ada dan tidak ada.

Sisi yang lain yaitu:
YAITU : PRATITYA SRAMUTPADA.
Mohon jangan dibantah, bukankah kitab suci Tipitaka sama dengan kitab suci Tripitaka Mahayana?  ;D

untuk lebih jelasnya, baca kembali syair Sang Buddha ketika di Bodhgaya waktu baru mencapai penerangan sempurna, yaitu:

"Semua faktor-faktor pendukung dumadi (tumimbal lahir)telah dihancurkan, maka tak akan ada lagi kelahiran."


Quote
2.Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hukum karma nitya atau anitya. Apakah konsep anitya sendiri nitya atau anitya juga tidak dapat dijawab dengan memuaskan. Padahal itu merupakan jawaban bagi kritikan kaum non Mahayanis terhadap Mahayana.

Mas Tan mari kita ke basic.. tolong jelaskan hukum karma menurut mas Tan apakah melingkupi mahluk hidup saja dan apakah melingkupi benda mati?

PERTANYAAN INI SANGAT SEDERHANA (TAK PERLU ADA SPEKULASI) TETAPI MAS TAN TAK BISA MENJAWAB, (ATAU TAK BERANI MENJAWAB.....? ? ? ? ?) ANAK SD SAJA BISA MENJAWAB PERTANYAAN INI  HEHEHE....

Quote
3.Saya kasih pertanyaan tambahan. Apakah Dharma sendiri nitya atau anitya? Kalau Dharma itu dikatakan anitya, bagaimana mungkin dengan mengandalkan Dharma kita bisa bebas dari anitya? Lha wong Dharmanya sendiri anitya bagaimana bisa membebaskan kita dari anitya?


Pertanyaan aneh.
Seperti pertanyaan : Bandung ada di Jawa Barat. Sekarang pertanyaan dibalik: apakah Jawa barat ada di Bandung? 

Dukkha termasuk Dharma, pertanyaan dibalik apakah Dharma bersifat dukkha?

Nien Fo adalah temasuk Dharma, apakah Dharma bersifat Nien Fo? 

Lari pagi supaya sehat adalah Dharma, Apakah Dharma adalah lari pagi? 

Aneh, sungguh aneh. (mas Hatred mode: on)  ;D

Perhatikan: sutta berikut:

Sabbe sankhara anicca
sabbe sankhara dukkha
Sabbe Dhamma anatta
.

perhatikan anicca dan dukkha diterapkan pada sankhara, tetapi tidak diterapkan pada Dhamma.
Semoga lain kali mas Tan mengajukan pertanyaan yang lebih berbobot dan tidak spekulatif seperti itu.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 03 May 2009, 11:37:16 AM

TL:

Nggak nyambung lagi. Hukum karma atau karma Niyama terjadi pada apa mas? terjadi pada mahluk hidup atau benda mati juga berlaku karma niyama?

TAN:

Karma niyama ya karma niyama. Jangan coba mengkaitkan dengan makhluk hidup atau makhluk mati. Saya tanya sebagai suatu niyama. Nitya atau anitya? Mohon jawabannya.

Sudah saya jawab diatas: hukum karma hanya berlaku dan valid hanya pada mahluk hidup, sewaktu mereka masih memiliki kelima kelompok kemelekatan (panca skandha). Bila kemelekatan terhadap panca skandha telah lenyap seluruhnya, maka karma niyama tak berlaku.

Quote
TL:

Coba jawab mas Tan :

Mahluk hidup punya kesadaran atau tidak ? ? ? 
Kesadaran itu anitya atau nitya ?

TAN:

Sudah saya jawab pada posting2 sebelumnya. Saya tentu tidak mau mengulang-ulang terus. Seratus kali Anda menanyakan pertanyaan ini. Seratus kali pula Anda akan mendapatkan jawaban yang sama dari saya: “Apakah anitya itu sendiri nitya atau anitya?”

Sudah saya jawab pada postingna no 882 diatas.

Quote
TL:

99% sama ya mas Tan?   

TAN:

Wah kok pakai wikipedia? Anda cek sendiri dari sumbernya donk. Saya tidak akan menanggapi kalau Anda pakai sumber wikipedia. Jawabannya saya tetap 99 % sama. Ingat 99 % bukan berarti bahwa “semuanya sama lho.” Pasti ada bedanya. Saya ga pernah bilang Abhidarma Sarvatisvara = Abhidhamma. Itu Anda sendiri yang bilang. Tetapi yang pasti dalam kanon Mahayana. Abhidhamma Pali juga ada.

99% berarti hanya satu yang berbeda diantara seratus, apakah saya salah secara matematis?;D
Mengenai tanggapan terhadap Wikipedia, saya serahkan pada pembaca, mau percaya tulisan mas Tan atau percaya Wikipedia   ^-^

Quote
TL:

Oh ya bagaimana dengan kutipan kitab suci Hindu tersebut, mirip atau tidak?
Terima kasih mas Tan, semoga mas Tan selalu berbahagia.

TAN:

Ohya bagaimana dengan konsep Tirthankara dalam agama Jain. Mirip atau tidak?

Terima kasih kembali. Semoga Anda selalu berbahagia. Amiduofo,

Tan

Mas Tan mengerti atau tidak pandangan causal effect/ sebab akibat/ pratitya sramutpada
ini kutipan ajaran jainism ( http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism#Doctrines ):

Jains believe that every human is responsible for his/her actions and all living beings have an eternal soul, jīva.
Jains beranggapan bahwa semua manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan semua mahluk hidup memiliki roh yang kekal, jiva.Apa mirip ?   ;D

Jains view God as the unchanging traits of the pure soul of each living being, described as Infinite Knowledge, Perception, Consciousness, and Happiness (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). Jains do not believe in an omnipotent supreme being, creator or manager (kartā), but rather in an eternal universe governed by natural laws
Jains beranggapan Tuhan/dewa sebagai sifat tak berubah dari jiwa yang murni setiap mahluk hidup, diterangkan sebagai pengetahuan tak terbatas, persepsi, kesadaran dan kebahagiaan (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). jain tidak percaya mahluk tertinggi yang maha tahu dan maha kuasa, pencipta atau pengatur, tetapi percaya alam semesta yang abadi yang diatur oleh hukum alam.
Mirip T atau mirip M  ;D

History suggests that various strains of Hinduism became vegetarian due to strong Jain influences
Berbagai aliran Hinduisme menjadi vegetarian karena pengruh kuat jainism. Mirip mana ?  ;D
tolong diperhatikan kita tidak mempersoalkan vegetarian benar atau salah, baik atau buruk.

Metta,





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 03 May 2009, 04:29:14 PM
Mohon maaf, jika saya baru sempat membalas saat ini.
1) Metta Bhavana bertujuan untuk mengakhiri kebencian yang ada di diri sendiri. Mengharapkan agar semua makhluk berbahagia itu artinya mengharapkan agar semua makhluk berbahagia saat ini dan kelak. Meskipun, tidak mungkin semua makhluk saat ini berbahagia. Perbedaannya adalah :
- Metta bhavana dilakukan dengan pikiran, identik dengan kata "semoga".
- Ikrar Bodhisattva dijalankan dengan perbuatan.
Mengharapkan kebahagiaan semua makhluk dengan menolong semua makhluk adalah 2 kalimat dengan konteks yang berbeda. Dan konteks kalimat di Ikrar Bodhisattva ini tidak (atau belum) dapat dipertanggungjawabkan dalam bukti nyata.
Menurut saya bro upasaka, baik Metta bhavana maupun Ikrar Bodhisattva kedua-duanya dimulai dari pikiran. Kutipan-kutipan yang saya cantumkan dalam posting sebelumnya jelas-jelas mengatakan bahwa Ikrar bodhisattva adalah cara membangkitkan pikiran Bodhicitta.
Keduanya juga bro upasaka, dari pikiran yang terbangkit akan menuntun pada suatu tindakan. Metta Bhavana yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tidaklah mungkin hanya kata “semoga” yang hanya merupakan harapan semu belaka.  Karena dalam membangkitkan Metta juga dibutuhkan tekad yang sungguh-sungguh dan tulus, sebagaimana dalam mengucapkan Ikrar Bodhisattva.
 Sebagai tekad yang sungguh-sungguh, metta bhava tidak pernah berhenti hanya pada kata-kata “semoga” saja melainkan juga akan tercermin dalam tindakan seorang meditator yang tidak ingin menyakiti makhluk lain dan benar-benar bertindakan untuk kebaikan semua makhluk hidup. Sama halnya dengan itu, sebagai tekad yang sungguh-sungguh, ikrar Bodhisattva akan tercermin juga dalam tindakan keseharian seorang calon Bodhisattva yang benar-benar mengharapkan semua makhluk terbebas dari samsara. Bahkan ikrar Bodhisattva itu sendiri adalah pancaran metta karuna.
Tidaklah tepat bro Upasaka, memisahkan antara pikiran yang dibangkitkan dengan tindakan yang dilakukan kelak. Setiap pikiran positif yang  berhasil dibangkitkan dengan sungguh-sungguh semuanya akan menghasilkan tindakan positif yang sama.

2) Tanpa menerapkan Ikrar Bodhisattva, sebenarnya setiap orang juga bisa menjalani penghidupan suci 'sambil' menolong makhluk lain. Justru penghidupan suci tidak akan membawa seseorang mencapai Nirvana jika orang itu tidak mengembangkan kebajikan. Sang Buddha mengajarkan sila, samadhi dan prajna, sebagai satu paket yang harus diaplikasikan untuk mencapai Pembebasan. Jadi Ikrar Bodhisattva hanyalah trademark semata. Namun pada hakikatnya, tekad itu bersifat universal; dan sebenarnya juga ada di Theravada.
Saya tidak setuju jika ikrar Bodhisattva disamakan dengan merk dagang (trademark/trade=dagang mark=tanda, atau merk), sebab di dalamnya tidak ada masalah untung dan rugi.  Semoga anda menyadari bahwa kata-kata ini dapat dianggap sebagai pelecehan terhadap ikrar Bodhisattva.
Di luar semua ini, saya setuju jika tekad ini universal. Namun saya melihat hanya di Mahayana yang mengajak seseorang yang ingin mencapai Anuttara Samyak Sambodhi untuk terlebih dahulu melepaskan cita-cita dirinya untuk merealisasi nirvana, dengan cara mengutamakan makhluk lain. Dengan cara demikian, secara otomatis seseorang semakin dekat dengan realisasi nirvana, bukan menjauhinya. Dalam Theravada, tekad demikian bisa saja muncul, meski sangat tergantung pada individu masing-masing.  Oleh karena itu, Mahayana adalah jalan yang lebih terbuka dan menuntn semua orang tanpa peduli kapasitas dan kemampuannya. Setiap manusia dengan kemampuan dan keterbatasan apapun selalu dituntun dengan Ikrar Bodhisattva yang membantunya untuk merealisasi nirvana. Sedangkan dalam Theravada, kemampuan individual menjadi penting, karena semuanya tergantung pada kemauan dan kemampuan masing-masing.

3) "...pohon abadi Bodhicitta..."
    Ini salah satu contoh syair yang kurang saya terima. Entah apakah memang syair Mahayana lebih sering memakai gaya bahasa konotasi atau tidak, tapi saya melihat contoh kalimat di atas adalah kurang tepat. Mengapa disebut "abadi", padahal "pohon" yang dimaksud adalah "semangat / tekad". Bukankah "semangat / tekad" itu muncul karena ada faktor-faktor pendukung? Kalau begitu, sangat jelas bahwa "pohon" itu pun sebenarnya tidak abadi.
Ah, namanya saja syair Bro, selalu banyak menggunakan metafora. Jangan terlalu dilihat dari kacamata realis melulu.

4) Ya, saya memakai landasan realisme. ;D
    Contoh pandangan orang di abad 18 dan pandangan masyarakat saat ini di atas kurang mengena. Mari kita pakai analogi dalam akar Buddhisme...
   Anda berkata ada kemungkinan bahwa semua makhluk akan ditolong dan mencapai Pembebasan. Jika kesimpulan ini benar, maka secara langsung Hukum Pratitya Samutpada akan gugur. Kita tahu bahwa isi dunia ini berada dalam kondisi yang saling bergantungan. Ketika Anda menyatakan bahwa semua makhluk mampu merealisasi Nirvana sehingga samsara akan kosong, artinya ada satu fase di mana makhluk-makhluk tertentu tidak bergantung dengan yang lainnya. Maksudnya : Kalau samsara bisa kosong dari makhluk, berarti ada suatu masa dimana semua makhluk berada dalam keadaan yang kondusif untuk merealisasi Nirvana. Artinya semua makhluk saat itu akan menjadi Buddha, tidak ada lagi makhluk di alam menderita, tidak ada lagi kutu di tubuh seekor kucing, tidak ada lagi cacing dalam isi perut manusia, tidak ada lagi ganggang yang menjaga ekosistem perairan, dsb.

   Bukankah ini adalah skenario jauh di masa depan dari Ikrar Bodhisattva, yakni terbebasnya semua makhluk sehingga samsara jadi kosong? Kalau benar, berarti sekali lagi Hukum Pratitya Samutpada gugur. Samsara bergantung pada makhluk, dan makhluk juga bergantung pada samsara. Oleh karena itu, awal dan akhir samsara adalah tidak relevan untuk disimpulkan. Apalagi jika hal ini adalah sebagian dari visi-misi seorang Bodhisattva. Inilah yang belum bisa saya terima dengan akal sehat.
Bukankah hukum Pratitya Samutpada adalah hukum yang dirumuskan untuk dipecahkan rangkaian jika seseorang ingin merealisasi nirvana.  Anda keliru sama sekali ketika mengandaikan Pratitya Samutpada adalah suatu hukum objektif yang berdiri sendiri dan harus tetap ada meski subjek tidak ada. Sebaliknya, Pratitya Samutpada adalah ‘lingkaran setan’ yang muncul terus menerus antara faktor subjektif dan objektif yang terkait satu sama lain yang akhirnya menyebabkan seseorang terus terlempar dalam samsara.  Oleh karena itu, hukum Pratitya Samutpada itu sendiri adalah cerminan dari samsara itu sendiri. Jika samsara adalah ilusi debu duniawi, maka  Pratitya Samutpada tetap berputar juga disebabkan oleh ilusi debu duniawi. Jadi dengan hilangnya ilusi debu duniawi, maka patah pula rangkaian Pratitya Samutpada. Patahnya rangkaian tersebut yang menyebabkan seseorang menyadari hakikat sejati Pratitya Samutpada yang ilusif. Jadi jika semua makhluk lepas dari samsara, lalu apa gunanya hukum Pratitya Samutpada?
Di sinilah saya menilai anda menganut suatu realisme yang kebacut. Realisme dogmatis yang telah mendewa-dewakan paham tentang subjek dan objek yang terpisah secara absolut. Cara anda memahami Pratitya Samutpada di atas mencerminkan hal ini.  Anda memahami Pratitya Samutpada adalah sesuatu yang  nyata, bahkan HARUS tetap ada meski nirvana telah terealisasi. Hal ini mengandaikan seolah-olah Pratitya Samutpada adalah kenyataan mandiri yang terpisah sepenuhnya dari Nirvana. Jika memang demikian adanya, maka Nirvana yang anda pahami tidak lain dari suatu kondisi baru di luar kondisi-kondisi yang telah kita kenal. Padahal cara pandang demikian benar-benar keliru.

5) Bantuan seh bantuan. Tapi saya belum tahu jelas makna bantuan dari seorang Bodhisattva, karena selama ini belum ada yang mau menjelaskan lebih lanjut.
   Kalau saya melihat bantuan seorang Bodhisattva adalah bantuan berupa pikiran dan fisik. Terutama masalah fisik, yang saya tangkap adalah : "bantuan untuk berkorban (termasuk nyawa) untuk makhluk lain, bantuan membimbing Dharma, bantuan untuk menjadi dewa pelindung, bantuan untuk menjadi berkat bagi semua makhluk (menjadi Samyaksambuddha)."
   
   Apakah benar...? Kalau benar, lantas apa bedanya dengan bantuan yang dapat diberikan oleh Kaum Theravadin?
Masalahnya bukan pada perbedaan ‘bantuan’ yang diberikan, namun lebih pada bagaimana CARA bantuan itu diberikan.  Bodhisattva memberikan bantuan dengan tetap mempertahankan kebijaksaan Prajna Paramita bahwa pada dasarnya “tidak ada yang membantu dan tidak ada yang dibantu, oleh karena itu tidak ada bantuan.” Jika seorang Theravadin juga mempertahankan pandangan demikian, maka baru dikatakan benar-benar tidak ada bedanya.

6) Dalam Theravada juga tidak ada unsur buru-buru atau tergesa-gesa. Semuanya kembali pada keputusan orang yang bersangkutan. Ada yang ingin segera merealisasi Nibbana karena kematangan batinnya dalam melihat penghidupan ini. Atau ada juga yang belum ingin segera merealisasinya, karena batinnya belum cukup matang.
Jadi di Theravada tidak ada pola wajib tak tertulis yang mengharuskan praktisi untuk menunda pencapaian Nibbana.

Pandangan  “semuanya kembali pada keputusan orang yang bersangkutan” demikian mencerminkan bagaimana para Theravadin kemudian dinilai terlalu hanya memperhatikan pencapaian individual belaka. Dalam Mahayana, pencapaian individual diabaikan dan sebagai gantinya adalah pencapaian universal semua makhluk. Oleh karena itu, Kereta Mahayana selalu siap menunggu membantu dan semua makhluk  untuk merealisasi nirvana tanpa pandan bulu. Adanya pembedaan antara yang matang batinnya dan tidak matang bantinnya adalah cermin dari pikiran yang masih diskriminatif. Dalam Mahayana, pembedaan demikian juga adalah tanda pikiran yang masih diselimuti debu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:01:14 PM
Kutipan dari Mercedes:

Selama jasmani ini ada, para dewa dan manusia dapat MELIHATNYA. Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan MELIHATNYA lagi.’

MERCEDES:

saudara Tan membaca Sutta itu bukan sepotong-sepotong, dan pahami makna-nya....
baca lah seluruh nya..^^

yang saya bold itu sudah menggambarkan seluruhnya....sedangkan mahayana?
oke lah katanya tidak dapat dilihat seperti gelombang elektromagnetik...^^

tapi entah dikalpa mana lagi beliau dapat dilihat bukan(sesuai sutra mahayana)....

buktinya saja dikatakan bahwa sebelum kehidupan bernama Gotama, ternyata Sangbuddha (entah apa namanya dulu) telah mencapai pencerahan sempurna jauh di kalpa sebelumnya.
sekarang "buddha gotama" ( kini ) dapat dilihat dengan mata bukan.......

jadi kalau mau mengutip sutta Theravada guna membenarkan argumen anda, sebaiknya anda selidiki dulu makna sutta itu. ^^


TAN:

Di Sutta ada disebutkan: Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan MELIHATNYA lagi.’
Tetapi tidak disebutkan para dewa atau manusia dari kalpa mana. Jadi dengan demikian, tidak menutup kemungkinan di kalpa lain para dewa dan manusia masih dapat melihatnya. Teks Sutta tidak menambahkan frasa "di kalpa manapun." Selain itu, Sutta di atas ditujukan pada para dewa dan manusia di kalpa SEKARANG. Jadi saya sah-sah saja menganggap bahwa Buddha masih dapat "dilihat" di kalpa lainnya, kecuali teks Sutta menyebutkan "Di kalpa atau dunia manapun." Selama tidak ada kalimat itu adalah sah saya menafsirkan bahwa Buddha masih dapat dilihat di kalpa lainnya. Bukan begitu?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:17:58 PM
MERCEDES:


saudara Tan,
yang saya tidak tahu adalah "keadaan batin seseorang yang merealisasikan nibbana"

tetapi yang saya tahu pasti adalah "pikiran menimbulkan penderitaan" dan akhir dari penderitaan adalah pikiran ini padam.

sama seperti anda tahu bahwa "kelahiran adalah penyebab Jara-maranam" dan tanpa kelahiran maka tidak ada "jara-maranam"
apakah anda mengerti yg saya maksud? kontradiktif nya bagianmana?
apakah perumpaman-an ini agak membingungkan......contoh sederhana deh saya kasih...

anda kenyang karena makan banyak, dan kenyang tidak akan terjadi apabila tidak makan...
itulah "pengetahuan yang pasti saya yakini dan telaah secara langsung lewat pengalaman langsung"



TAN:

Anda belum memadamkan pikiran, jadi bagaimana Anda tahu bahwa pikiran padam merupakan akhir penderitaan. Jadi pengetahuan ini hanya berdasarkan buku atau kitab. Ingat logika manusia belum tentu benar. Baik kita ambil contoh Anda tentang makan dan kenyang. Memang benar bahwa makan bisa menimbulkan kenyang. Tetapi perasaan kenyang dan lapar tidak hanya timbul dari makanan. Anda pernah dengar percobaan psikologis dengan tikus tidak? Bagian-bagian otak seekor tikus dirusak dan dirangsang, maka ia akan terus menerus merasa lapar. Apabila bagian tertentu dimanipulasi ia akan merasa kenyang. Jadi ungkapan “kenyang tidak akan terjadi apabila tidak makan” adalah salah.
Pikiran padam mengakhiri penderitaan? Apakah Buddha sebelum mencapai anaupadisesa nirvana pikirannya sudah padam belum? Karena pikiran adalah bagian pancaskandha maka jawabannya BELUM. Anda bilang kalau pikiran padam penderitaan padam. Jadi kalau pikiran belum padam, penderitaan masih ada. Kesimpulannya Buddha Sakyamuni masih menderita donk?

MERCEDES:


oke lah sekarang seperti nya ada kesalahpahaman arti dari kata "nihilisme"


Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain.

sumber wikipedia

inikah arti dari kata nihilisme? jauh dari kategori......^^

Theravada memandang nihilisme apabila seseorang belum merealisasikan pengetahuan tentang hukum kamma, dan patticasammupada dan beranggapan bahwa, setelah mati yang tidak ada apa-apa lagi.
Theravada bukanlah aliran seperti itu, tetapi mengajarkan untuk menelusuri "SEBAB-SEBAB" dan "AKIBAT-AKIBAT" yang saling berhubungan......itulah merealisasikan kebijaksanaan..

nihilisme?....hehehe.....



TAN:

Wah saya tidak mau memakai definisi nihilisme menurut Nietzche.  Anda bisa saja comot definisi nihilisme apapun berdasarkan sumber yang mendukung pendapat Anda. Karena itu, saya dengan tegas menolak definisi Nietzche di atas.

Oke kita cermati kalimat “
Theravada memandang nihilisme apabila seseorang belum merealisasikan pengetahuan tentang hukum kamma, dan patticasammupada dan beranggapan bahwa, setelah mati yang tidak ada apa-apa lagi.



Masalahnya apakah Anda berani mengklaim bahwa Anda telah merealisasikan pengetahuan tentang hukum kamma, patticasammupada dll? Yakinkah Anda. Bagi saya hanya seseorang Buddha yang benar-benar merealisasikan patticasammupada, hukum kamma, dll. Kalau belum dia cuma mengutip dari buku sini dan buku sana (sama seperti saya hehehehehe....). Kalau Anda benar-benar merealisasikan pengetahuan tentang hukum kamma, kemudian ada seorang ibu yang membawa anaknya terlahir cacat dan menanyakan kamma apakah yang telah diperbuat anaknya pada tumimbal lahir yang lalu- dapatkah Anda menjawab pertanyaan ibu itu secara pasti? Tolong beri jawaban yang jujur. Kalau Anda memang bisa saya ingin dibacakan tumimbal lahir masa lampau saya (past life).
Jadi:

1.Anda belum merealisasikan hukum kamma dan patticasammupada
2.Anda beranggapan setelah mati tidak ada apa-apa lagi.

Kesimpulannya: Anda seorang nihilis.

MERCEDES:


orang yang telah tercerahkan
cinta akan kehidupan rumah tangga dan mencari guru guna membantu pencapaian-nya....
tersiksa selama 6 tahun dengan penyiksaan hebat, harus mendengar syair dari pemain kecapi barulah sadar, apakah arti semua ini?
jawabannya. "buddha di luar logika dan akal sehat"....



TAN:

Jawabannya tetap UPAKAYA KAUSALYA, Bang.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:28:06 PM
UNTUK KELANA:

TAN:

Bung Kelana, dalam beberapa kasus nol memang bisa disamakan dengan nihil. Contoh waktu kita makan di warung bebek goreng yang sudah kehabisan persediaan. Kita tanya, "Ada bebek, Bang?" Jawabannya, "Maaf! Kosong, Bang!" Jadi nol sendiri mempunyai banyak arti.
Nol pada postingan saya di atas, saya pergunakan dalam konteks yang berbeda dengan apa yang Bung Kelana ungkapkan.

KELANA:

Begini, Sdr. Tan. Konsep Anatta, konsep Kekosongan, Sunyata, ada dalam Mahayana maupun non-Mahayana. Dan dari yang saya pelajari, keduanya pada awalnya memiliki pemahaman yang sama.

Yang menjadi perbedaan adalah Mahayana cenderung menggunakan terms atau istilah yang “positif” sehingga terkesan adanya bentuk inti, seperti istilah tatagathagarba, dharmakaya, “diri sejati”, dll, yang sebenarnya digunakan untuk mereka yang kurang mampu melepaskan ke-atta-an. Inilah yang belakangan cenderung berkembang dan disalahartikan oleh mayoritas kaum Mahayana, seperti Buddha kembali dilahirkan, manifestasi Buddha, Buddha yang Parinirvana tetap memancarkan maitri, bahkan ada yang mengatakan minum kopi bersama Buddha yang sudah Parinirvana, dll. Dan saya yakin bukan ini pemikiran dari Mahayana awal.

Sedangkan Non-Mahayana cenderung menggunakan terms “negatif” seperti padam, hancur, dll. Mungkin ada kaum Non-Mahayana atau yang lainnya yang beranggapan ini adalah NIHILism, tapi ini adalah pemikiran yang salah. Dalam ajaran Non-Mahayana sendiri diajarkan untuk menghindari 2 pinggiran ekstrem, termasuk penjelasan adanya penolakan dikatakan NIHIL (tidak ada apa-apa sama sekali). Hal ini ada dalam Sutta.

Jadi mungkin apa yang saya sampaikan tidaklah sama dengan pemahaman Sdr. Tan mengenai Kekosongan ataupun angka 0. Saya tidak akan mengiyakan 0 itu adalah nihil dan juga tidak akan mengiyakan 0 seperti ada Buddha yang memancarkan maitri. Saya hanya mengatakan ada makna. Kata “ada” disini juga jangan disalahartikan dengan keberadaan inti kekal, atta, pancaskandha, ada proses memancar, manifestasi, dll. Secara kasarnya, jika ditanya apa yang ada? Ya Kekosongan itu sendiri.

Hanya demikian yang bisa saya sampaikan.

TAN:

Maaf, saya tidak sependapat Bung Kelana. Kalau pendapat Anda demikian, berarti Anda menyalahkan aliran Sukhavati, Tiantai, Mizong (Tantra), yang tergolong Mahayana belakangan? Anda juga akan menolak doktrin Trikaya, dll? Anda juga harus menolak Sutra Saddharmapundarika. Dengan demikian, Anda akan menolak korpus Mahayana sebagai suatu keseluruhan. Saya berpandangan konsep Mahayana sudah benar (menurut pendapat pribadi saya - tidak ada keharusan mengikuti apa yang saya anut), seperti yang sudah saya ulas pada posting2 sebenarnya.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:31:24 PM
Secara nihilisme (ucchedavada) adalah paham yang ditolak oleh Theravada. Demikian juga dengan eternalisme (sassatavada) juga merupakan paham ekstrim yang ditolak Theravada.

TAN:

Benar, tetapi kenyataannya banyak umat non Mahayanis yang mempunyai pandangan sangat mirip dengan nihilisme.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:52:25 PM
TL:

Nampaknya mas Tan kurang mengerti mengenai teori nihilisme, karena jawabannya panjang dan tadinya saya malas menulis terlalu panjang, itu alasan pertama.

Alasan kedua adalah karena saya menghindar untuk membandingkan antara Mahayana dengan ajaran lain. Dan hanya membandingkan ajaran Mahayana dengan ajaran Mahayana sendiri atau ajaran non Buddhis seperti Hindu. Tetapi karena mas Tan sendiri yang mengklaim bahwa Tipitaka ada di Mahayana (walaupun saya tidak beranggapan demikian). Jadi saya rasa saya tidak perlu sungkan-sungkan membandingkan Tipitaka dengan buku-buku Mahayana yang lain, karena bukankah Tipitaka Pali juga 99% sama dengan Tripitaka Mahayana? jadi hanya 1 diantara 100 yang berbeda. Jadi Saya tidak membandingkan T dengan M, karena T juga termasuk M menurut pemahaman mas Tan iya kan? 

TAN:

Anda salah. Saya tidak pernah mengatakan bahwa Tripitaka Mahayana = Tipitaka Pali. Saya hanya bilang bahwa sebagian besar sutra di kumpulan Agama ada di Nikaya Pali. Ingat Agama Sutra hanya salah satu bagian saja dari kanon Pali. Selain itu, masih banyak pula Sutra yang hanya ada di Mahayana. Anda salah paham kalau mengatakan bahwa saya bilang Tripitaka Mahayana = Tipitaka Pali. Salah besar! Saya punya kumpulan kanon Pali dan Tripitaka Mahayana, jadi tidak mungkin saya sebodoh itu mengatakan demikian.
Ajaran Mahayana tidak identik dengan ajaran Theravada. Meskipun Mahayana mengakui Agama Sutra, tetapi juga menggunakan Sutra-sutra Mahayana. Jadi penafsiran pada Agama Sutra diterangi dengan cahaya Sutra-Sutra Mahayana. Oleh karena itu, kami kaum Mahayanis tidak menganggap keduanya bertentangan.

TL:

Ini Sebenarnya adalah pandangan plin-plan. Perhatikan cara penyampaiannya disini, jelas nampak seolah-olah Sang buddha adalah mahluk mendua yang kadang mengajarkan A, kadang mengajarkan B, tidak konsekuen. 
Hal lain yang jelas juga disini adalah: bahwa Nagarjuna (saya katakan bahwa ini pandangan Nagarjuna) berpandangan secara tidak langsung atman (atta) ada. Sebenarnya PANDANGAN NAGARJUNA ADALAH TERMASUK PANDANGAN SEMI ETERNALIS (Brahmajala Sutta ada membahas 62 pandangan salah dan pandangan Nagarjuna adalah salah satu diantaranya).
MEMPERSOALKAN ADA ATAU TIDAK ADA ADALAH SATU KOIN DUA SISI. adalah merupakan pandangan salah.

TAN:

Anda memandang bahwa Buddha dengan cara mengajar seperti itu adalah plin plan. Tetapi mari kita cermati. Saya ambil contoh, seorang dokter yang memeriksa seorang anak yang kekurangan vitamin pada sayuran. Ia lalu menyuruh anak itu banyak makan sayuran. Kemudian ada pasien lain yang menderita sakit asam urat. Ia disarankan jangan banyak makan sayuran. Menurut Anda dokter itu plin plan?
Ada lagi seorang pasien yang berobat dan diberi suatu jenis obat. Setelah pasien sembuh, dokter berkata obatnya boleh dihentikan atau tak boleh diminum lagi. Apakah dokter itu plin plan?

MERCEDES:

Sisi yang lain yaitu:
YAITU : PRATITYA SRAMUTPADA.
Mohon jangan dibantah, bukankah kitab suci Tipitaka sama dengan kitab suci Tripitaka Mahayana?   

untuk lebih jelasnya, baca kembali syair Sang Buddha ketika di Bodhgaya waktu baru mencapai penerangan sempurna, yaitu:

"Semua faktor-faktor pendukung dumadi (tumimbal lahir)telah dihancurkan, maka tak akan ada lagi kelahiran."

TAN:

Ya tentu saja saya setuju pratyasamupatda. Hanya saja kaum Mahayana tidak menganggap penjelmaan Buddha sebagai "kelahiran." Kalaupun dianggap "kelahiran" maka itu adalah nampaknya begitu di mata makhluk samsara. Tetapi yang pasti tetap tidak ada "kelahiran." Nah, pertanyaan apakah ajaran Mahayana bertentangan dengan pratyasamutpada? Jawabannya, tidak! Karena itu bukanlah "kelahiran."

TL:

Mas Tan mari kita ke basic.. tolong jelaskan hukum karma menurut mas Tan apakah melingkupi mahluk hidup saja dan apakah melingkupi benda mati?

PERTANYAAN INI SANGAT SEDERHANA (TAK PERLU ADA SPEKULASI) TETAPI MAS TAN TAK BISA MENJAWAB, (ATAU TAK BERANI MENJAWAB.....? ? ? ? ?) ANAK SD SAJA BISA MENJAWAB PERTANYAAN INI  HEHEHE....

TAN:

Kalau Anda tidak suka spekulasi dan berbelit-belit. Jawab saja: Apakah hukum kamma itu anitya atau nitya? Gitu aja kok repot. gak usah repot2 lah.. saya ini tak suka merepotkan orang lain. Hehehehehe.....

TL:

Sudah saya jawab diatas: hukum karma hanya berlaku dan valid hanya pada mahluk hidup, sewaktu mereka masih memiliki kelima kelompok kemelekatan (panca skandha). Bila kemelekatan terhadap panca skandha telah lenyap seluruhnya, maka karma niyama tak berlaku.

TAN:

Buddha sebelum parinirvana masih menerima balasan kammanya, dan mengalami penyakit. Apakah Buddha masih punya kemelekatan pada panca skandha?

TL:

99% berarti hanya satu yang berbeda diantara seratus, apakah saya salah secara matematis?
Mengenai tanggapan terhadap Wikipedia, saya serahkan pada pembaca, mau percaya tulisan mas Tan atau percaya Wikipedia   

TAN:

Meskipun semua pembaca tidak percaya tulisan saya, sama sekali saya tidak peduli. Saya punya pandangan sendiri berdasarkan literatur2 yang saya punya. Saya tidak perlu penilaian atau pendapat orang lain. Jadi tulisan saya tidak dipercaya juga tidak mengapa. Dipercaya atau tidak, bagi saya tidak ada untungnya apa2. Kecuali kalau tulisan dipercaya, terus saya dapat hadiah 500.000 USD. Nah baru ceritanya lain.
Kedua, kebenaran tidak bergantung dari banyak orang yang percaya atau tidak. Dulu yang percaya bumi bulat hanya GALILEO GALILEI. Nah, nyatanya bumi datar atau bulat?

MERCEDES:

Mas Tan mengerti atau tidak pandangan causal effect/ sebab akibat/ pratitya sramutpada
ini kutipan ajaran jainism ( http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism#Doctrines ):

Jains believe that every human is responsible for his/her actions and all living beings have an eternal soul, jīva.
Jains beranggapan bahwa semua manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan semua mahluk hidup memiliki roh yang kekal, jiva.Apa mirip ?   

Jains view God as the unchanging traits of the pure soul of each living being, described as Infinite Knowledge, Perception, Consciousness, and Happiness (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). Jains do not believe in an omnipotent supreme being, creator or manager (kartā), but rather in an eternal universe governed by natural laws
Jains beranggapan Tuhan/dewa sebagai sifat tak berubah dari jiwa yang murni setiap mahluk hidup, diterangkan sebagai pengetahuan tak terbatas, persepsi, kesadaran dan kebahagiaan (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). jain tidak percaya mahluk tertinggi yang maha tahu dan maha kuasa, pencipta atau pengatur, tetapi percaya alam semesta yang abadi yang diatur oleh hukum alam.
Mirip T atau mirip M 

History suggests that various strains of Hinduism became vegetarian due to strong Jain influences
Berbagai aliran Hinduisme menjadi vegetarian karena pengruh kuat jainism. Mirip mana ? 
tolong diperhatikan kita tidak mempersoalkan vegetarian benar atau salah, baik atau buruk.

TAN:

Ah, bukannya umat Buddha juga percaya ajaran bahwa "tidak percaya mahluk tertinggi yang maha tahu dan maha kuasa, pencipta atau pengatur"? Adalah wajar bahwa di antara berbagai ajaran agama ada kemiripan dan ketidak-miripannya. Tidak perlu dibingungkan. Bagaimana dengan kemiripan ajaran non-Mahayanis dengan konsep tirthankara yang juga tak dapat memancarkan maitri karuna setelah ia memasuki nirvana?

Amiduofo,

Tan




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 May 2009, 09:55:20 PM
Apakah kelahiran merupakan penderitaan?

Jawaban saya simpel saja:

Selama Anda masih menganggap sesuatu sebagai penderitaan, maka itu adalah penderitaan. Selama Anda menganggap sesuatu sebagai bukan penderitaan, maka itu adalah bukan penderitaan.

Amiduofo,

TAn
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 May 2009, 01:52:50 AM
Quote from: Tan
TAN:

Tanggapan di atas tidak masuk akal dan tidak membebaskan kaum non Mahayanis dari dari pandangan nihilisme. Dikatakan “Buddha tidak lagi memiliki pancakkhandha.” Padahal unsur penyusun makhluk hidup adalah “pancakkhandha.” Secara matematis tidak memiliki pancaskandha berarti identik dengan  0 + 0 + 0 + 0 + 0 = 0 (Ingat saya tulis dengan huruf besar NOL). Apakah ini sekali lagi tidak identik dengan nihilisme? Selanjutnya dikatakan “apakah lenyap/ nihilisme? Jawabannya adalah tidak.” Ini tidak masuk akal karena seolah-olah hendak mengatakan bahwa 0 = 1. Selanjutnya diberikan analogi tentang api. Sepintas memang masuk akal. Tetapi sekarang pertanyaannya apakah “api” benar hilang-hilang bila unsur-unsur pendukungnya tidak ada lagi? Jawabannya adalah TIDAK. Api tidak hilang melainkan bertransformasi menjadi bentuk energi lainnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa “tidak tercipta maka tidak akan lenyap.”  Bila dicermati secara seksama pandangan ini tetap menimbulkan permasalahan. Kita tidak mempermasalahkan “tercipta” atau “tidak tercipta.” Untuk mudahnya begini, saya akan mempertanyakan apakah panca skandha itu “ada” atau “tidak ada”? Apakah “ada” Buddha Sakyamuni yang sebelumnya terdiri dari pancaskandha? Kemana perginya pancaskandha itu setelah Beliau parinirvana?
Mengemukakan konsep bahwa yang tak tercipta tak akan lenyap jelas tidak tepat di sini, karena pada kenyataannya pancaskandha itu “ada.” Jika pancaskandha itu tidak ada karena tak pernah tercipta, siapakah yang menulis artikel ini?
Jawaban di atas tetap tidak dapat menuntaskan masalah nihilisme yang saya kemukakan.

Tuduhan yang menyatakan bahwa Sang Buddha mengajarkan Nihilisme sudah muncul ke permukaan sejak 2,5 millenium lalu. Statement Anda ini hanya sebuah lagu lama.

Ketika kita berbicara menganai manusia, tentu saja kita tidak bisa mengelak adanya pancaskhandha. Namun pancaskhanda hanyalah kelompok kehidupan, yang menyusun secara rapi satu fenomena yang kita sebut sebagai "manusia'. Ketika 5 kelompok kehidupan ini terurai dan kehabisan bahan bakarnya (lihat kembali Pratitya Samutpada (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,6525.msg159484.html#msg159484)), maka kelima kelompok kehidupan ini tidak akan kembali terseret dalam proses transformasi bentuk selanjutnya. Pancaskhandha bisa ada karena ditunjang oleh faktor-faktor penyebabnya.

Ketika bahan bakar ini terhenti, maka tidak akan ada lagi penyebab munculnya pancaskhandha. Seperti perumpamaan api yang padam; karena tidak ada kondisi-kondisi yang berpadu, maka api tidak akan tercipta. Kalau Anda mengklaim bahwa ini nihilisme, itu wajar sekali. Karena orang seperti Anda itu masih melihat bahwa Buddha pernah hidup, dan sekarang sudah mati. Matinya pun Parinibbana, alias hilang. Saya mau cari Beliau, tapi kata Umat Theravada sudah tidak ada lagi. Berarti Buddha melenyapkan diri-Nya? O tidak. Tidak mungkin seperti itu. Ini adalah pandangan nihilisme, saya tidak mau ikutan jadi nihil deh.  ;D

Kemana perginya pancaskhandha setelah Sang Buddha memasuki Parinibbana?
Jawab : Pancaskhandha secara garis besar adalah paduan nama dan rupa. Rupa (jasmani) Beliau terurai secara biologis. Nama (batin) Beliau tidak lagi bermanifestasi. Karena batin Beliau sudah mencapai Pembebsan. Jadi tidak ada bahan bakar yang masih bergelora, sehingga tidak lagi menjelma ke bentuk baru.

Parinibbana (versi Theravada) itu artinya bertransformasi ke energi baru? Jangan gampang termakan oleh statement di Hukum Termodinamika I, yah. Hukum Termodinamika I saja kontradiksi dengan Hukum Termodinamika II.

Batin itu bekerja bersama dengan jasmani dalam mengarungi kehidupan. Ketika jasmani terurai habis, dan batin sudah Terbebas, tidak akan ada lagi penjelamaan berikutnya.


Quote from: Tan
Apakah maksud Anda, setelah mencapai Pembebasan Mutlak semuanya menjadi nitya alias kekal? Benarkah demikian?

Anda tidak menjawab pertanyaan saya, apakah konsep anitya itu merupakan nitya atau anitya. Ingat kita bicara anitya sebagai suatu KONSEP lho. Saya tekan lagi KONSEP. Saya tidak menanyakan mengenai anitya/ nitya ditinjau dari sebelum dan sesudah pembebasan. Yang Anda jawab hanyalah memberikan pembedaan mengenai nitya dan anitya ditinjau dari orang yang sudah bebas dan belum. Padahal yang saya tanyakan bukan itu.
Kedua, dengan jawaban Anda, seolah-olah hendak mengatakan bahwa anitya itu tidak kekal. Bagaimana logikanya?

Orang yang belum tercerahi masih berlaku anitya, tetapi yang sudah tercerahi tidak lagi berlaku. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut Anda anitya itu TIDAK KEKAL. Benarkah demikian?

Sabbe sankhara anitya.
-> Semoga ejaannya benar di mata Anda.

Artinya : segala sesuatu yang merupakan paduan unsur adalah tidak kekal.

Apa saja yang termasuk paduan unsur?
Jawab : samsara, maitri-karuna, konsep, postingan di DC, kerutan di dahi Anda, limit waktu di Warnet, dll.

Apa yang tidak tunduk di bawah anitya?
Jawab: (seharusnya) Nirvana

Apakah konsep anitya itu nitya atau anitya?
Jawab : anitya. Karena konsep itu hanya sebatas gagasan, sehingga sifatnya tidak kekal.

(Semoga alurnya tidak direwind lagi...)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 May 2009, 01:53:05 AM
Quote from: sobat-dharma
Menurut saya bro upasaka, baik Metta bhavana maupun Ikrar Bodhisattva kedua-duanya dimulai dari pikiran. Kutipan-kutipan yang saya cantumkan dalam posting sebelumnya jelas-jelas mengatakan bahwa Ikrar bodhisattva adalah cara membangkitkan pikiran Bodhicitta.
Keduanya juga bro upasaka, dari pikiran yang terbangkit akan menuntun pada suatu tindakan. Metta Bhavana yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tidaklah mungkin hanya kata “semoga” yang hanya merupakan harapan semu belaka.  Karena dalam membangkitkan Metta juga dibutuhkan tekad yang sungguh-sungguh dan tulus, sebagaimana dalam mengucapkan Ikrar Bodhisattva.
 Sebagai tekad yang sungguh-sungguh, metta bhava tidak pernah berhenti hanya pada kata-kata “semoga” saja melainkan juga akan tercermin dalam tindakan seorang meditator yang tidak ingin menyakiti makhluk lain dan benar-benar bertindakan untuk kebaikan semua makhluk hidup. Sama halnya dengan itu, sebagai tekad yang sungguh-sungguh, ikrar Bodhisattva akan tercermin juga dalam tindakan keseharian seorang calon Bodhisattva yang benar-benar mengharapkan semua makhluk terbebas dari samsara. Bahkan ikrar Bodhisattva itu sendiri adalah pancaran metta karuna.
Tidaklah tepat bro Upasaka, memisahkan antara pikiran yang dibangkitkan dengan tindakan yang dilakukan kelak. Setiap pikiran positif yang  berhasil dibangkitkan dengan sungguh-sungguh semuanya akan menghasilkan tindakan positif yang sama.

Saya sependapat dengan Anda, tapi tidak semuanya.

Metta bhavana bisa diaplikasikan dalam tindakan. Tidak menyakiti makhluk lain dan penuh cinta pada semua makhluk. Misalnya : ketika saya dicopet, jika saya mengembangkan metta, seharusnya saya memakai landasan cinta universal ketika melihat pencopet itu. Bagaimanapun juga, semua makhluk pada dasarnya ingin berbahagia. Jadi pencopet itu sebenarnya ingin berbahagia. Dia ingin berbahagia dengan mencopet. Karena dengan memiliki barang itu, dia menjadi bahagia (secara duniawi). Dengan pengertian inilah saya seharusnya tidak marah pada pencopet. Saya seharusnya menanamkan cinta universal, dan melihat pencopet itu sebagai makhluk yang berhak untuk berbahagia. Sehingga saya tidak perlu geram. Di sini juga dipengaruhi oleh sifat keakuan diri untuk membendung hasrat marah pada pencopet itu. Berangkat dari sini, karuna (belas kasih) pun muncul. Saya seharusnya kasihan kepada pencopet itu. Saya kasihan karena dia meraih kebahagiaan dengan cara yang salah. Caranya akan membuat dia menderita. Karena atas dasar belas kasih, saya pun berusaha menjelaskan perbuatan salahnya... Di sini akan muncul lagi mudita (simpati). Ketika pencopet itu bahagia setelah mencopet; atau pencopet itu mengakui kesalahannya, saya seharusnya turut berbahagia padanya. Inilah wujud sikap turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain. Dan ketiganya ini juga harus bediri atas fondasi upekkha (keseimbangan batin). Karena jika tidak, maka metta-karuna-mudita saya hanyalah merupakan sensasi gabungan beberapa jenis emosi. Alias masih melekat pada duniawi; seperti ekspresi menangis, pilu di hati, nafsu-keinginan untuk berkorban demi pencopet itu, dsb.

Semangat Bodhicitta itu 90% dituntut dalam perbuatan. OK, mungkin persentase itu hanyalah statistik ngawur, karena saya bukan ahli sensus. Tapi setidaknya, semangat Bodhicitta itu adalah "untuk menolong semua makhluk". Apakah Anda ingin menyatakan bahwa kalimat itu maknanya konotatif? Jadi supaya terkesan elegan, Sang Bodhisattva berikrar untuk menolong semua makhluk, meski kenyataannya impossible...?

Perhatikan bedanya! Metta bhavana bisa dijalankan secara universal. Memancarkan metta dan mengaplikasikannya ke semua makhluk itu bisa dilakukan, sangat logis. Anda bisa kok mencintai semua makhluk. Sedangkan semangat Bodhicitta itu tidak bisa dijalankan secara universal. Menolong semua makhluk itu tidak bisa digenapi, tidak mungkin ada orang yang bisa menolong semua makhluk. Kalau Anda mengatakan bahwa hal itu bisa dilakukan, itu namanya Anda memakai iman. Tanyakan saja pada anak kecil...

- Apakah mengharapkan semua orang selamat itu bisa dilakukan?
- Apakah menyelamatkan semua orang itu bisa dilakukan?

Anak kecil akan memberikan jawaban yang jujur pada Anda.


Quote from: sobat-dharma
Saya tidak setuju jika ikrar Bodhisattva disamakan dengan merk dagang (trademark/trade=dagang mark=tanda, atau merk), sebab di dalamnya tidak ada masalah untung dan rugi.  Semoga anda menyadari bahwa kata-kata ini dapat dianggap sebagai pelecehan terhadap ikrar Bodhisattva.
Di luar semua ini, saya setuju jika tekad ini universal. Namun saya melihat hanya di Mahayana yang mengajak seseorang yang ingin mencapai Anuttara Samyak Sambodhi untuk terlebih dahulu melepaskan cita-cita dirinya untuk merealisasi nirvana, dengan cara mengutamakan makhluk lain. Dengan cara demikian, secara otomatis seseorang semakin dekat dengan realisasi nirvana, bukan menjauhinya. Dalam Theravada, tekad demikian bisa saja muncul, meski sangat tergantung pada individu masing-masing.  Oleh karena itu, Mahayana adalah jalan yang lebih terbuka dan menuntn semua orang tanpa peduli kapasitas dan kemampuannya. Setiap manusia dengan kemampuan dan keterbatasan apapun selalu dituntun dengan Ikrar Bodhisattva yang membantunya untuk merealisasi nirvana. Sedangkan dalam Theravada, kemampuan individual menjadi penting, karena semuanya tergantung pada kemauan dan kemampuan masing-masing.

Lagi-lagi Anda menyinggung masalah untung-rugi. Saya tidak membahas perihal ekonomi luar negeri, bro.

Saya mau nanya neh.

Misalkan kita semua bercita-cita menjadi Samyaksambuddha. Di suatu masa, tibalah saatnya saya yang menjadi Samyaksambuddha. Saat itu saya membabarkan Dharma sampai saya akhirnya memasuki Parinirvana. Nah, meski saya membabarkan Dharma, tidak ada satu makhluk pun yang mengikuti langkah saya untuk memasuki Parinirvana. Karena semua orang bercita-cita untuk menjadi Samyaksambuddha... Lalu setelah melalui masa yang panjang, akhirnya Anda pun menjadi Samyaksambuddha. Anda membabarkan Dharma sampai Anda pun memasuki Parinirvana. Tapi tidak ada lagi yang mengikuti langkah Anda, karena semua bercita-cita ingin menjadi Samyaksambuddha. Jadi setelah menjadi Samyaksambuddha, sumbangsih seperti apa yang bisa diberikan untuk semua makhluk? Toh pada akhirnya Samyaksambuddha pun egois, karena memasuki Parinirvana sendirian. Nah loh...

Memangnya menurut Anda yang bisa membuat seseorang sukses itu apa?
- Karena orang itu memiliki kualitas untuk mencapai kesuksesan?
- Karena orang itu bekerja serabutan dan percaya bahwa rajin pada akhirnya akan sukses?

Kalau menurut saya, Anda akan memilih poin ke-2.


Quote from: sobat-dharma
Ah, namanya saja syair Bro, selalu banyak menggunakan metafora. Jangan terlalu dilihat dari kacamata realis melulu.

Ini dia permasalahannya. Coba telaah syair indah nan mulia di bawah ini.

"Saya mencintai kamu selama 10.000 tahun".

Itu adalah contoh kalimat gombal dari seorang pria pengemis cinta wanita.

Ada tingkat kemiripan yang cukup banyak dengan syair di Mahayana. Ini yang sering menghantarkan paradigma berpikir "ah puitis sekali, sungguh mulia..."


Quote from: sobat-dharma
Bukankah hukum Pratitya Samutpada adalah hukum yang dirumuskan untuk dipecahkan rangkaian jika seseorang ingin merealisasi nirvana.  Anda keliru sama sekali ketika mengandaikan Pratitya Samutpada adalah suatu hukum objektif yang berdiri sendiri dan harus tetap ada meski subjek tidak ada. Sebaliknya, Pratitya Samutpada adalah ‘lingkaran setan’ yang muncul terus menerus antara faktor subjektif dan objektif yang terkait satu sama lain yang akhirnya menyebabkan seseorang terus terlempar dalam samsara.  Oleh karena itu, hukum Pratitya Samutpada itu sendiri adalah cerminan dari samsara itu sendiri. Jika samsara adalah ilusi debu duniawi, maka  Pratitya Samutpada tetap berputar juga disebabkan oleh ilusi debu duniawi. Jadi dengan hilangnya ilusi debu duniawi, maka patah pula rangkaian Pratitya Samutpada. Patahnya rangkaian tersebut yang menyebabkan seseorang menyadari hakikat sejati Pratitya Samutpada yang ilusif. Jadi jika semua makhluk lepas dari samsara, lalu apa gunanya hukum Pratitya Samutpada?
Di sinilah saya menilai anda menganut suatu realisme yang kebacut. Realisme dogmatis yang telah mendewa-dewakan paham tentang subjek dan objek yang terpisah secara absolut. Cara anda memahami Pratitya Samutpada di atas mencerminkan hal ini.  Anda memahami Pratitya Samutpada adalah sesuatu yang  nyata, bahkan HARUS tetap ada meski nirvana telah terealisasi. Hal ini mengandaikan seolah-olah Pratitya Samutpada adalah kenyataan mandiri yang terpisah sepenuhnya dari Nirvana. Jika memang demikian adanya, maka Nirvana yang anda pahami tidak lain dari suatu kondisi baru di luar kondisi-kondisi yang telah kita kenal. Padahal cara pandang demikian benar-benar keliru.

Tidak usah berkelit. Jawab saja dengan jujur... :)

Menurut Anda mungkinkah di suatu masa, hiduplah semua Buddha di dunia ini, dunia ini berjaya dengan Dharma yang indah di awal, tengah dan akhir. Semua makhluk mencapai Pembebasan. Tidak lagi ada gajah-gajah yang perkasa, tidak lagi ada cacing di usus manusia, tidak lagi ada belatung yang memakan bangkai; karena semuanya sudah menjadi Buddha.

Kalau jawaban Anda adalah mungkin (atau bahkan "pasti ada"), well...
Saya tidak habis pikir bagaimana kondisi dunia saat itu... di mana Hukum Relativitas Fisika tidak lagi eksis, di mana Hukum Rantai Makanan tidak lagi eksis, di mana Hukum Kausalitas tidak lagi eksis. Oya... Mungkinkah ini salah satu jenis alam kehidupan hasil karya pikiran yang pernah Anda katakan tempo hari yang lalu? Alam kehidupan yang tidak memiliki hukum keseimbangan alam...?


Quote from: sobat-dharma
Masalahnya bukan pada perbedaan ‘bantuan’ yang diberikan, namun lebih pada bagaimana CARA bantuan itu diberikan.  Bodhisattva memberikan bantuan dengan tetap mempertahankan kebijaksaan Prajna Paramita bahwa pada dasarnya “tidak ada yang membantu dan tidak ada yang dibantu, oleh karena itu tidak ada bantuan.” Jika seorang Theravadin juga mempertahankan pandangan demikian, maka baru dikatakan benar-benar tidak ada bedanya.

Dalam Konsep Aliran Theravada, menyelami realita anatta; tidak ada diri yang membantu dan tidak ada diri yang dibantu, adalah salah satu wujud orang yang bersangkutan sudah merealisasi Kesucian Tingkat Tertinggi / Arahat. Di titik itu, orang yang bersangkutan tidak lagi memiliki keakuan - dia tidak akan lagi membandingkan dirinya dengan orang lain.

Kalau ada orang yang bisa memberikan bantuan dengan pemahaman benar bahwa "tidak ada diri yang membantu dan tidak ada diri yang dibantu", maka saya akan dengan tegas menyatakan orang itu adalah orang Yang Tercerahkan / Buddha.

Kesimpulannya :
- Kalau benar dia Buddha, dia tidak akan lagi mengalami kelahiran berikutnya.
- Kalau benar bisa melakukan hal itu dengan sempurna, tidak mungkin ia hanya bergelar Bodhisattva. Memangnya Bodhisattva sudah tidak memiliki keakuan? Lucu sekali kalau begitu, kenapa sampai ada kisah Bodhisattva yang menangis pilu. Bukankah itu tandanya Beliau belum Tercerahkan. Lantas kalau belum Tercerahkan, statement "tidak ada yang membantu dan tidak ada yang dibantu" itu belum direalisasi. Sejujurnya masih ada modus keakuan yang halus sekali di sana. Dan ini yang disebut dalam Theravada sebagai vipallasa (halusinasi - persepsi, pikiran dan pandangan).


Quote from: sobat-dharma
Pandangan  “semuanya kembali pada keputusan orang yang bersangkutan” demikian mencerminkan bagaimana para Theravadin kemudian dinilai terlalu hanya memperhatikan pencapaian individual belaka. Dalam Mahayana, pencapaian individual diabaikan dan sebagai gantinya adalah pencapaian universal semua makhluk. Oleh karena itu, Kereta Mahayana selalu siap menunggu membantu dan semua makhluk  untuk merealisasi nirvana tanpa pandan bulu. Adanya pembedaan antara yang matang batinnya dan tidak matang bantinnya adalah cermin dari pikiran yang masih diskriminatif. Dalam Mahayana, pembedaan demikian juga adalah tanda pikiran yang masih diselimuti debu.

Ada orang yang sudah dewasa, dan ada yang belum. Apakah jika saya mengatakan anak berusia 12 tahun itu masih kanak-kanak lantas Anda menganggap perkataan saya sebaga diskriminasi??

Kematangan spiritual tiap orang tidak sama. Ada yang mudah mengerti, namun ada juga yang sulit mengerti. Itu adalah kualitas intelektual batin, bro. Apakah lantas orang yang sudah matang harus menunggu semua makhluk sampai matang juga? Hati-hati, bro. Ingat Hukum Anitya, kalau kelamaan nganggur bisa expired. :))

Kalau Anda bilang menolong makhluk lain, apakah Anda bisa membuat seseorang mencapai Nirvana?
Lantas pertolongan apa yang sebenarnya Anda praktikkan?
Yaitu pertolongan atas azas moralitas. Menolong pengemis, menolong kucing yang terluka, menolong ibu yang sekarat. Itu semua pertolongan yang awam.

Apakah Theravadin egois dan tidak mau berbuat hal itu? Tidak juga.
Atas azas apa Anda menyatakan bahwa dalam konsep Theravada tidak dikenal memberi pertolongan pada makhluk lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 04 May 2009, 08:03:45 AM
Secara nihilisme (ucchedavada) adalah paham yang ditolak oleh Theravada. Demikian juga dengan eternalisme (sassatavada) juga merupakan paham ekstrim yang ditolak Theravada.

TAN:

Benar, tetapi kenyataannya banyak umat non Mahayanis yang mempunyai pandangan sangat mirip dengan nihilisme.



Sangat disayangkan mas Tan menjawab seperti ini, dalam membandingkan suatu ajaran kita harus membandingkan kitab sucinya bukan membandingkan umatnya, karena perbandingan umat bersifat sangat subjektif.

Semoga komentar mas Tan lain kali lebih berbobot.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 08:43:46 AM
TAN:

Saya tanya balik, kalau begitu menurut Anda apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu "ada" atau "tidak"? Apakah pancaskandha yang membentuk Buddha Sakyamuni itu "ada" atau "tidak"? Apakah Anda setuju kalau Buddha Sakyamuni itu disebut sebagai "tokoh dongeng"?

Kumpulan panca skandha yang selalu berubah (dan pada akhirnya hancur) pada mahluk yang kita kenal sebagai Buddha Sakyamuni, menurut saya adalah ada. Namun "inti diri" yang kekal dari Buddha Sakyamuni adalah tidak ada, apakah itu relik jasmaninya (sekarang mungkin ada, tetapi suatu saat tetap akan hancur), apakah kesadarannya, apakah pencerapannya, apakah perasaannya, termasuk bentuk pikirannya yang berupa Maitri-Karuna.
Contoh sederhana dan singkatnya, orangnya ada, berarti tubuhnya ada (menurut sejarah), namun tidak kekal dan sudah hancur, bukan? Mengenai 4 skandha (bathin) lainnya, pembicaraannya hanya menghasilkan spekulasi yang oleh Buddha sendiri (menurut kitab Pali) tidak ditanggapi (karena tidak bermanfaat). Oleh karena itu, saya memilih kita kembali saja pada kenyataan sekarang dan bercermin di diri sendiri, apakah ada bagian dari "diri" ini yang kekal? Tetapi kemungkinan Bro Tan juga akan menjawab "Ada", jadi saya tidak lanjut lagi deh. Bagaimana pun juga, terima kasih jawabannya.

Saya juga tidak akan menentang kok kalau ada yang katakan Buddha Sakyamuni disebut "tokoh dongeng". Karena pada kenyataannya, memang menentang atau tidak, tetap tidak akan mampu membuktikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 04 May 2009, 08:45:00 AM
Quote
MERCEDES:

saya mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah Nibbana,
tetapi saya "tahu" pasti bahwa penderitaan akan berakhir ketika pikiran ini padam.

TAN:

Kontradiktif! Anda mengatakan tidak tahu dan tidak berani comment kalau masalah nibanna, tetapi Anda berani mengklaim tahu pasti bahwa penderitaan akan berakhir kalau pikiran ini padam. Menurut non Mahayanis bukannya "padamnya pikiran" = nibanna. Kalau padamnya pikiran Anda tolak identik dengan nibanna. Berarti artinya Anda mendukung pandangan bahwa saat seseorang parinirvana masih ada pikiran bukan? Pernyataan Anda sungguh kontradiktif. Di saat mengklaim bahwa Anda tidak tahu masalah nibanna, tetapi pada sisi lain tahu pasti masalah nibanna. Apakah "tidak tahu" = "tahu"?
Kedua, pikiran Anda sendiri belum padam, tetapi bagaimana Anda tahu pasti bahwa itu adalah akhir penderitaan? Dari buku kah? Dari kitab kah?

Mas Mercedes yang dimaksud oleh mas Tan ada sesuatu yang abadi adalah infinite consciousness / empirical ego / alaya vinnana yang abadi memancarkan maitri karuna persis seperti Brahma.

Seorang guru meditasi samatha bhavana pernah mengatakan bahwa memang benar banyak mahluk yang terlahir di alam Brahma yang disebabkan mereka melatih metta bhavana, mereka selalu memancarkan metta. Tetapi kita tahu Brahma tidak kekal mereka akan mati di alam mereka bila usianya telah habis, tetapi sangat lama, sehingga seolah-olah tak pernah mati.

Hindu karena kemampuan melihat ke masa depan yang tidak terlalu panjang sehingga menganggap Brahma adalah kesadaran tak terbatas yang abadi, yang selalu memancarkan maitri karuna. Mahayana karena sinkretisme dengan Hindu menganggap bahwa itulah Nirvana. Kesadaran tak terbatas/ Brahma itulah yang mereka sebut alaya vinnana.

Kitab-kitab suci Mahayana seperti Saddharma Pundarika Sutra, Avatamsaka Sutra dll tak pernah dimasukkan dalam agama sutra padahal kitab-suci ini juga dimulai dengan: Demikianlah yang kudengar.
Disebabkan ketidak sepakatan diantara golongan Mahayana sendiri mengenai keabsahan kedua kitab tersebut.

At: mas Tan: semoga mas Tan berlapang dada untuk mengungkapkan secara terus terang mengenai ajaran mahayana, sehingga semua pembaca bisa mendapat manfaat dari diskusi ini, semoga mas Tan tidak berpikir mengenai diskusi ini dari segi menang atau kalah, semoga mas Tan mengambil yang benar membuang yang salah: bukankah seharusnya demikian yang dilakukan oleh pencari kebenaran sejati?

Seperti Alaya Vinnana yang kekal abadi, mas Tan nampak sekali menghindar untuk membahas mengenai Alaya Vinnana, itulah sebabnya bila saya tanyakan apakah kesadaran itu anitya atau tidak mas Tan selalu menghindar dengan mengajukan pertanyaan balasan: apakah anitya itu nitya atau anitya? (dalam usaha defensif).

Padahal seharusnya bagi pencari kebenaran sejati dia akan menjawab (dan bukan menyembunyikan) dengan terus terang mengenai jawaban yang ada di kepalanya.

Sebenarnya bisa menjawab : anitya, nitya atau dengan jujur juga bisa mengatakan  saya tidak tahu.
Atau bila ada jawaban lain dijawab dengan jawaban lain (diluar ketiga jawaban itu, seperti yang saya lakukan dengan menjawab mengenai paham nihilisme).

bukan dengan ngotot bertanya balik dalam usaha defensif yang malu untuk mengakui bingung, lalu bertanya balik apakah anitya itu nitya atau anitya. Sehingga diskusi yang konstruktif menjadi nampak seperti debat kusir.

Padahal jawaban saya tergantung dari jawaban dari mas Tan.

Saya tidak menjawab karena pertanyaan apakah anitya itu nitya atau tidak, karena akan menyebabkan debat liar penuh spekulasi mirip seperti pertanyaan : ada durian asam atau tidak?
bila saya menjawab tidak, maka akan dijawab balik: bagaimana dengan durian busuk? bila saya menjawab durian busuk tidak termasuk hanya durian segar yang dimaksud, akan ada pertanyaan lagi bagaimana bila ada mutasi gen? Bagaimana bila ilmuwan berhasil merekayasa genetika? bagaimana bila ada penjual nakal menyuntikkan cairan asam? dsbnya... Padahal jawabannya sederhana sekali tidak ada durian asam.

Demikian juga pertanyaan saya sederhana sekali : apakah kesadaran itu nitya atau anitya.

Diskusi yang baik adalah menjawab setiap pertanyaan, setelah itu baru balik bertanya.
Semoga mas Tan tidak lagi berusaha menyembunyikan fakta.

Semoga tak ada dusta diantara kita.
Demi kemajuan Dharma para pembaca.

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 04 May 2009, 09:13:54 AM
TAN:

Saya tanya balik, kalau begitu menurut Anda apakah Buddha Sakyamuni sebelum parinirvana itu "ada" atau "tidak"? Apakah pancaskandha yang membentuk Buddha Sakyamuni itu "ada" atau "tidak"? Apakah Anda setuju kalau Buddha Sakyamuni itu disebut sebagai "tokoh dongeng"?

Kumpulan panca skandha yang selalu berubah (dan pada akhirnya hancur) pada mahluk yang kita kenal sebagai Buddha Sakyamuni, menurut saya adalah ada. Namun "inti diri" yang kekal dari Buddha Sakyamuni adalah tidak ada, apakah itu relik jasmaninya (sekarang mungkin ada, tetapi suatu saat tetap akan hancur), apakah kesadarannya, apakah pencerapannya, apakah perasaannya, termasuk bentuk pikirannya yang berupa Maitri-Karuna.
Contoh sederhana dan singkatnya, orangnya ada, berarti tubuhnya ada (menurut sejarah), namun tidak kekal dan sudah hancur, bukan? Mengenai 4 skandha (bathin) lainnya, pembicaraannya hanya menghasilkan spekulasi yang oleh Buddha sendiri (menurut kitab Pali) tidak ditanggapi (karena tidak bermanfaat). Oleh karena itu, saya memilih kita kembali saja pada kenyataan sekarang dan bercermin di diri sendiri, apakah ada bagian dari "diri" ini yang kekal? Tetapi kemungkinan Bro Tan juga akan menjawab "Ada", jadi saya tidak lanjut lagi deh. Bagaimana pun juga, terima kasih jawabannya.

Saya juga tidak akan menentang kok kalau ada yang katakan Buddha Sakyamuni disebut "tokoh dongeng". Karena pada kenyataannya, memang menentang atau tidak, tetap tidak akan mampu membuktikan.


Benar mas Kay, walaupun kita menjawab ada reliknya, ada tempat mencapai penerangan dlsbnya, tetap akan menjadi debat kusir:  pertanyaannya akan menjadi apakah anda pernah bertemu langsung?

Bahkan walau kita pernah bertemu langsung sekalipun, tetap bisa didebat oleh mas Tan: darimana anda tahu yang anda temui itu Buddha Sakyamuni atau bukan?

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 09:29:56 AM
Benar mas Kay, walaupun kita menjawab ada reliknya, ada tempat mencapai penerangan dlsbnya, tetap akan menjadi debat kusir:  pertanyaannya akan menjadi apakah anda pernah bertemu langsung?

Bahkan walau kita pernah bertemu langsung sekalipun, tetap bisa didebat oleh mas Tan: darimana anda tahu yang anda temui itu Buddha Sakyamuni atau bukan?

Metta

Ya, tepat sekali. Tidak ada habisnya mendebat yang tidak bisa dibuktikan.
Saya bukan orang yang mempermasalahkan kancil itu ada, buaya ada, dan pertemuan kancil dan buaya adalah ada. Saya hanya "menikmati" kisah itu dan berusaha mendapatkan manfaat di balik kisah tersebut.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 May 2009, 10:40:42 AM

Quote
TAN:

Di Sutta ada disebutkan: Tetapi saat hancurnya jasmani dan habisnya umur kehidupan, para dewa dan manusia tidak akan MELIHATNYA lagi.’
Tetapi tidak disebutkan para dewa atau manusia dari kalpa mana. Jadi dengan demikian, tidak menutup kemungkinan di kalpa lain para dewa dan manusia masih dapat melihatnya. Teks Sutta tidak menambahkan frasa "di kalpa manapun." Selain itu, Sutta di atas ditujukan pada para dewa dan manusia di kalpa SEKARANG. Jadi saya sah-sah saja menganggap bahwa Buddha masih dapat "dilihat" di kalpa lainnya, kecuali teks Sutta menyebutkan "Di kalpa atau dunia manapun." Selama tidak ada kalimat itu adalah sah saya menafsirkan bahwa Buddha masih dapat dilihat di kalpa lainnya. Bukan begitu?

Amiduofo,

Tan
sudah dibilang, ini sudah ke-2 kalinya, bacalah sutta dan pratekkan...memangnya bahasa pali menerjemahkan sama persis...

ketika seseorang meramal^^, orang biasa berkata "saya melihat ini itu ada kejadian begini dan begitu"
apakah peramal tersebut betul-betul "melihat" dengan memakai indra mata?
tidak kan....hehehe ^^


Quote
TAN:

Anda belum memadamkan pikiran, jadi bagaimana Anda tahu bahwa pikiran padam merupakan akhir penderitaan. Jadi pengetahuan ini hanya berdasarkan buku atau kitab. Ingat logika manusia belum tentu benar. Baik kita ambil contoh Anda tentang makan dan kenyang. Memang benar bahwa makan bisa menimbulkan kenyang. Tetapi perasaan kenyang dan lapar tidak hanya timbul dari makanan. Anda pernah dengar percobaan psikologis dengan tikus tidak? Bagian-bagian otak seekor tikus dirusak dan dirangsang, maka ia akan terus menerus merasa lapar. Apabila bagian tertentu dimanipulasi ia akan merasa kenyang. Jadi ungkapan “kenyang tidak akan terjadi apabila tidak makan” adalah salah.
Pikiran padam mengakhiri penderitaan? Apakah Buddha sebelum mencapai anaupadisesa nirvana pikirannya sudah padam belum? Karena pikiran adalah bagian pancaskandha maka jawabannya BELUM. Anda bilang kalau pikiran padam penderitaan padam. Jadi kalau pikiran belum padam, penderitaan masih ada. Kesimpulannya Buddha Sakyamuni masih menderita donk?

sudah saya katakan, saya tahu persis karena telah merealisasikan pengalaman langsung
jadi bukan di pikir-pikir........seperti telah makan garam bukan di pikir-pikir saja.
"kelahiran merupakan sebab dari penderitaan"

Penderitaan sepenuhnya padam apabila telah mencapai PARINIBBANA(setelah meninggal)
Para Arahat masih merasakan penderitaan fisik, se-waktu dirinya belum Meninggal.
jadi jangan harap lolos dari penderitaan selama masih ada tubuh, hal ini pun pernah di ungkapkan AjahnChah.

Quote
Kesimpulannya: Anda seorang nihilis.
syukurlah saya seorang nihilisme.^^
jawabannya adalah "marcedes telah di luar logika dan akal sehat anda"....

Quote
At: mas Tan: semoga mas Tan berlapang dada untuk mengungkapkan secara terus terang mengenai ajaran mahayana, sehingga semua pembaca bisa mendapat manfaat dari diskusi ini, semoga mas Tan tidak berpikir mengenai diskusi ini dari segi menang atau kalah, semoga mas Tan mengambil yang benar membuang yang salah: bukankah seharusnya demikian yang dilakukan oleh pencari kebenaran sejati?
inilah permasalahan-nya, bukan meneliti apakah pandangan saya salah atau tidak ataukah sesuai dengan pengalaman langsung, melainkan mencari cara pembenaran diri tanpa pengalaman langsung dan mengeluarkan pola pikir asal-asalan......

"metta bisa dipancarkan tanpa pikiran"?
lampu bisa nyala tanpa listrik.....

makanya dari awal, sudah tercium gelagat model diskusi "tanpa pikir dan pratek" saya jadi malas diskusi.

bahkan tidak tahu yang namanya hukum sebab akibat....
dengan mengatakan begini.

Selama Anda masih menganggap sesuatu sebagai penderitaan, maka itu adalah penderitaan. Selama Anda menganggap sesuatu sebagai bukan penderitaan, maka itu adalah bukan penderitaan.

anggaplah semua ini bukan penderitaan......
jadi kenapa anda masih tua,sakit dan mati?
apa kalau dianggap(dipikir) tua itu tidak ada, sakit itu tidak ada, mati itu tidak ada,
seseorang bisa tetap awet muda? bisa tanpa sakit? bisa tidak mati?

baguslah nanti 4 kesunyataan mulia sudah bisa berubah.....
lahir adalah dukkha, diganti menjadi lahir jika di anggap dukkha adalah dukkha, tidak dianggap dukkha adalah bukan dukhha.
demikian dan seterusnya....

masa diskusi model begini.....
sudah tidak dapat jawaban memuaskan, malah diberi "di luar logika dan akal sehat"

suadara Truthlover, pandangan Seperti itu pun juga sudah termasuk dalam 62 pandangan dalam brahmajala sutta,
yakni : pandangan berbelit-belit. ^^


Quote
Karena pada kenyataannya, memang menentang atau tidak, tetap tidak akan mampu membuktikan.
kalau kita membahas apakah Sangbuddha tokoh dongeng yah tentu hal ini sia-sia..karena siapa yg bisa buktikan?

tetapi kalau membahas Dhamma, apakah kita ini mengalami penuaan atau tidak,bukankah ini lebih bisa mengarah "pembuktian dan kenyataan" pada saat ini.

toh, kelahiran apakah merupakan sebab dari penderitaan, adalah kenyataan saat ini bukan....
apakah lampu bisa menyala tanpa listrik juga merupakan kenyataan, jadi buat apa membahas terlalu jauh,kalau depan mata saja tidak bisa dijawab..



salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 May 2009, 10:44:24 AM
Saya tidak menjawab karena pertanyaan apakah anitya itu nitya atau tidak, karena akan menyebabkan debat liar penuh spekulasi mirip seperti pertanyaan : ada durian asam atau tidak?
bila saya menjawab tidak, maka akan dijawab balik: bagaimana dengan durian busuk? bila saya menjawab durian busuk tidak termasuk hanya durian segar yang dimaksud, akan ada pertanyaan lagi bagaimana bila ada mutasi gen? Bagaimana bila ilmuwan berhasil merekayasa genetika? bagaimana bila ada penjual nakal menyuntikkan cairan asam? dsbnya... Padahal jawabannya sederhana sekali tidak ada durian asam.

model diskusi orang tercerahkan ^.^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 10:48:20 AM
Mohon kawan - kawan diskusi yang baik, jangan melakukan diskusi penyerangan bersifat pribadi.

Penggalan kalimat ini

sudah dibilang, ini sudah ke-2 kalinya, bacalah sutta dan pratekkan...memangnya bahasa pali menerjemahkan sama persis...

ketika seseorang meramal^^, orang biasa berkata "saya melihat ini itu ada kejadian begini dan begitu"
apakah peramal tersebut betul-betul "melihat" dengan memakai indra mata?
tidak kan....hehehe ^^ ==> seperti kalimat ini.

makanya dari awal, sudah tercium gelagat model diskusi "tanpa pikir dan pratek" saya jadi malas diskusi.
========================
Kalo sudah malas diskusi jangan menulis di thread ini lagi lah.

Satu hal lagi pembahasan jangan berdasarkan pemaksaan 1 konsep . Disini diskusi perbedaan pandangan Mahayana dengan Teravada, jadi kadang saya lihat masih adanya pemaksaan satu konsep, sama saja diskusi mau menang sendiri, gimana saling mau belajar, yang posting masih ada sikap egoistisme.

Makasih
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 10:49:20 AM
Saya tidak menjawab karena pertanyaan apakah anitya itu nitya atau tidak, karena akan menyebabkan debat liar penuh spekulasi mirip seperti pertanyaan : ada durian asam atau tidak?
bila saya menjawab tidak, maka akan dijawab balik: bagaimana dengan durian busuk? bila saya menjawab durian busuk tidak termasuk hanya durian segar yang dimaksud, akan ada pertanyaan lagi bagaimana bila ada mutasi gen? Bagaimana bila ilmuwan berhasil merekayasa genetika? bagaimana bila ada penjual nakal menyuntikkan cairan asam? dsbnya... Padahal jawabannya sederhana sekali tidak ada durian asam.

model diskusi orang tercerahkan ^.^

Lah anda buat pernyataan malas diskusi kok masih diskusi dimana konsistensi anda dalam diskuso?.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 04 May 2009, 10:54:06 AM
memang ada tersirat pemaksaan satu konsep???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 10:57:12 AM
memang ada tersirat pemaksaan satu konsep???

terkadang ada Bro, sikap - sikap dari tulisan.
terkadang ada sikap tidak ada saling asah, asih dan asuh.
Masalah Konsep Nibana aliran Teravada dengan Mahayana walau ada perbedaan, tapi bukan saling menghina, tapi saling mengisi dan saling memahami ajaran satu dengan lainnya. tidak ada tumpang tindih sikap - sikap fanatisme berlebihan terhadap aliran sendiri
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 10:58:01 AM
Mohon kawan - kawan diskusi yang baik, jangan melakukan diskusi penyerangan bersifat pribadi.

Penggalan kalimat ini

sudah dibilang, ini sudah ke-2 kalinya, bacalah sutta dan pratekkan...memangnya bahasa pali menerjemahkan sama persis...

ketika seseorang meramal^^, orang biasa berkata "saya melihat ini itu ada kejadian begini dan begitu"
apakah peramal tersebut betul-betul "melihat" dengan memakai indra mata?
tidak kan....hehehe ^^ ==> seperti kalimat ini.

makanya dari awal, sudah tercium gelagat model diskusi "tanpa pikir dan pratek" saya jadi malas diskusi.
========================
Kalo sudah malas diskusi jangan menulis di thread ini lagi lah.

Satu hal lagi pembahasan jangan berdasarkan pemaksaan 1 konsep . Disini diskusi perbedaan pandangan Mahayana dengan Teravada, jadi kadang saya lihat masih adanya pemaksaan satu konsep, sama saja diskusi mau menang sendiri, gimana saling mau belajar, yang posting masih ada sikap egoistisme.

Makasih

Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 04 May 2009, 11:01:56 AM
nahkan... uda dikasih tau judulnya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:03:48 AM
Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:07:15 AM
Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.

Setuju atau tidak, kalau saya minta semua orang Mahayana menghapus istilah Hinayana, karena saya merasa terhina? (Saya bukan Theravadin, tetapi lebih dekat pada definisi Hinayana.)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 04 May 2009, 11:13:00 AM
^
^

masi melekat dengan "aku dan dharma"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 04 May 2009, 11:13:43 AM
Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.

plus 1 ya, hehehe....

ups,
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:14:09 AM
Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.
Janganlah seseorang memukul brahmana, juga janganlah brahmana yang dipukul itu menjadi marah kepadanya. Sungguh memalukan perbuatan orang yang memukul brahmana, tetapi lebih memalukan lagi adalah brahmana yang menjadi marah kepada orang yang telah memukulnya.

Tak ada yang lebih baik bagi seorang 'brahmana' selain menarik pikirannya dari hal-hal yang menyenangkan. Lebih cepat ia dapat menyingkirkan itikad jahatnya, maka lebih cepat pula penderitaannya akan berakhir.

DHAMMAPADA XXVI, 7-8
 
;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:14:43 AM
Setuju atau tidak, kalau saya minta semua orang Mahayana menghapus istilah Hinayana, karena saya merasa terhina? (Saya bukan Theravadin, tetapi lebih dekat pada definisi Hinayana.)

==
Dimana kalimat saya menghina hinaya anda?

Saya hanya membuat pernyataan ada perbedaan hinaya teravada dgn Mahayana, tidak berarti menghina anda,

ooo apa tulisan sebelumnya menyebut bagi kaum hinaya fanatik ?.


Saya tanya anda kembali anda merasa bagian fanatik tersebut tidak, kalau tidak anda tidak akan merasa diri anda terhina. Lagi pula pengalan kalimat itu terdapat dalam buku Jalan tunggal bukan dari pandangan saya saja. kalo anda mau protes. protes saja sama Dian Dharma sama Karaniya mereka tokh yang mencetaknya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:15:16 AM
Judulnya thread ini :
Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.
Janganlah seseorang memukul brahmana, juga janganlah brahmana yang dipukul itu menjadi marah kepadanya. Sungguh memalukan perbuatan orang yang memukul brahmana, tetapi lebih memalukan lagi adalah brahmana yang menjadi marah kepada orang yang telah memukulnya.

Tak ada yang lebih baik bagi seorang 'brahmana' selain menarik pikirannya dari hal-hal yang menyenangkan. Lebih cepat ia dapat menyingkirkan itikad jahatnya, maka lebih cepat pula penderitaannya akan berakhir.

DHAMMAPADA XXVI, 7-8
 
;D

G Setuju itu.
+1 buat bro ryu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:15:58 AM
^
^

masi melekat dengan "aku dan dharma"

Penting dan perlukah bagi ajaran Mahayana untuk menunjuk orang lain melekat?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:18:59 AM
^
^

masi melekat dengan "aku dan dharma"

Penting dan perlukah bagi ajaran Mahayana untuk menunjuk orang lain melekat?

Tanya saja sama orangnya buat tulisan lar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:21:20 AM
Setuju atau tidak, kalau saya minta semua orang Mahayana menghapus istilah Hinayana, karena saya merasa terhina? (Saya bukan Theravadin, tetapi lebih dekat pada definisi Hinayana.)

==
Dimana kalimat saya menghina hinaya anda?

Saya hanya membuat pernyataan ada perbedaan hinaya teravada dgn Mahayana, tidak berarti menghina anda,

ooo apa tulisan sebelumnya menyebut bagi kaum hinaya fanatik ?.


Saya tanya anda kembali anda merasa bagian fanatik tersebut tidak, kalau tidak anda tidak akan merasa diri anda terhina. Lagi pula pengalan kalimat itu terdapat dalam buku Jalan tunggal bukan dari pandangan saya saja. kalo anda mau protes. protes saja sama Dian Dharma sama Karaniya mereka tokh yang mencetaknya.

Berarti kalian Mahayanis fanatik sekali donk sampai ribut-ribut suruh menghentikan penghinaan? Bukankah kalo ga fanatik, ga merasa terhina? Sekarang dibilang pandangan berbelit-belit malah terhina dengan alasan kritik bukan membangun, dll. Lagi-lagi kok tidak konsisten yah?

Saya tidak merasa terhina dengan sebutan Hinayana dan sebetulnya tidak menuntut apa2 dari Mahayana, tetapi menunjukkan bahwa kalian tidak bisa melihat kesalahan sendiri, hanya pandai menunjuk orang lain.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 04 May 2009, 11:22:01 AM
^
^

masi melekat dengan "aku dan dharma"

Penting dan perlukah bagi ajaran Mahayana untuk menunjuk orang lain melekat?

bukan pernyataan ajaran mahayana ya,
ga da urusan ama mahayana

bukan kah bro mo mencapai pencerahan? mo mencapai arahat?
kenapa masi melekat pada "aku dan dharma"?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:24:21 AM
Apakah kelahiran merupakan penderitaan?

Jawaban saya simpel saja:

Selama Anda masih menganggap sesuatu sebagai penderitaan, maka itu adalah penderitaan. Selama Anda menganggap sesuatu sebagai bukan penderitaan, maka itu adalah bukan penderitaan.

Amiduofo,

TAn
IMO, selama terlahir kembali itu sudah merupakan penderitaan, apabila ada yang mengatakan trlahir kembali merupakan kebahagiaan pastinya itu adalah kebahagiaan semu, dan akhir dari penderitaan sudah jelas adalah Nibbana ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 04 May 2009, 11:25:44 AM
bukan terhina om, melainkan termaha. =))

Intermezzo dikit yak, mudah-mudahan diskusi dilanjutkan dengan kepala dingin.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:26:43 AM
Berarti kalian Mahayanis fanatik sekali donk sampai ribut-ribut suruh menghentikan penghinaan? Bukankah kalo ga fanatik, ga merasa terhina? Sekarang dibilang pandangan berbelit-belit malah terhina dengan alasan kritik bukan membangun, dll. Lagi-lagi kok tidak konsisten yah?

 _/\_ makasih dekh di katakan tidak konsisten, sorry yah saya bukan fanatik. Dan tidak merasa bagian dari fanatik.  Karma kan terus berjalan Bro, Semua ada karmanya tergantung dari diri anda sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:30:23 AM
bukan pernyataan ajaran mahayana ya,
ga da urusan ama mahayana

bukan kah bro mo mencapai pencerahan? mo mencapai arahat?
kenapa masi melekat pada "aku dan dharma"?
Sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa bukan masalah label.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:30:58 AM
bukan terhina om, melainkan termaha. =))

Intermezzo dikit yak, mudah-mudahan diskusi dilanjutkan dengan kepala dingin.

Intermezo ngak masalah bos g juga setuju, bercanda sedikit dalam diskusi,
 
tapi kadang modie dc nulis ada pake capslock kalo nulis, ada tuh modie Dc kayak gt nulisnya ?. Koreksi masing - masing dah. terkadang juga masih pake konsep sendiri - sendiri kok. malahan kebanyakan dari siapa yang sering melakukan penglanggaran diskusi. terlihat lar dari pembaca, yang nilai pembaca, ingat tulisan mempresntasikan emosi anda dalam tulisan, psikologis tulisan tuh bisa terlihat sifat asli anda seperti apa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:36:58 AM
_/\_ makasih dekh di katakan tidak konsisten, sorry yah saya bukan fanatik. Dan tidak merasa bagian dari fanatik.  Karma kan terus berjalan Bro, Semua ada karmanya tergantung dari diri anda sendiri.

Bukan saya yang mengatakan anda fanatik, tapi tulisan anda sendiri.
 _/\_

Kritis sih boleh Bro, tapi ada konteksnya, ada kala yang masih melanggar etika diskusi. seperti kalimat - kalimat menghina orang lain dan sebagainya, Siapa yang ngak boleh kritis, Kritis nya membangun tidak apa, kristis untuk mengtahui banyak tidak apa, Kristis untuk mengatahui lebih dalam lagi ngak apa, kadang kristisnya berubah jadi acara hina menghina, yang ini mestinya digaris bawahi.

Saya tanya anda kembali anda merasa bagian fanatik tersebut tidak, kalau tidak anda tidak akan merasa diri anda terhina.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:37:35 AM
Jadi maksudnya jangan meneruskan thread ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:40:43 AM
semua menyatakan memiliki kebijaksanaan bahkan dengan mengutip sutra/sutta-sutta bahkan sampai dapat menyelami proses batin, bahkan sampai dapat melihat ciri-ciri batin (benar gak yah klo dibandingkan dengan proses kenyataan tindakan/perbuatan sungguh sudah tercerahkan kebenaran yang diakui?).
tetapi bila sudah memiliki kebijaksanaan bagaimana kasusnya dengan saya yang menjadikannya seperti tahanan rumah, dengan memblokir dan memindahkan semua tulisan/pandangan/wawasan/pengetahuan pada semua thread-thread lain hanya kesatu tempat thread saja sehingga bahkan isi thread itupun teracak-acak? bijaksanakah sikap seperti itu? atau ada sikap kesempit/kepicikan pandangan karena kemapanan cangkang diri?

Justru anda dipisahkan agar tulisan kebijaksanaan tinggi anda tidak tercampur dengan kebijaksanaan kami yang dangkal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 May 2009, 11:41:12 AM
wahhh om2 ini seperti maling teriak maling...

yang satu bilang tidak terhina tapi merasa terhina...

yang satunya terhina tapi merasa tidak terhina ;D

contoh arya nichh... buta tapi bisa melihat, masak uda pada tua bangka kayak anak kecil berebut mainan... yang anak kecil jadi sok tua bangka... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:42:00 AM
semua menyatakan memiliki kebijaksanaan bahkan dengan mengutip sutra/sutta-sutta bahkan sampai dapat menyelami proses batin, bahkan sampai dapat melihat ciri-ciri batin (benar gak yah klo dibandingkan dengan proses kenyataan tindakan/perbuatan sungguh sudah tercerahkan kebenaran yang diakui?).
tetapi bila sudah memiliki kebijaksanaan bagaimana kasusnya dengan saya yang menjadikannya seperti tahanan rumah, dengan memblokir dan memindahkan semua tulisan/pandangan/wawasan/pengetahuan pada semua thread-thread lain hanya kesatu tempat thread saja sehingga bahkan isi thread itupun teracak-acak? bijaksanakah sikap seperti itu? atau ada sikap kesempit/kepicikan pandangan karena kemapanan cangkang diri?
<=====   lihat status aye, apa aye merasa memiliki kebijaksanaan?, aye bahkan merasa masihhhhhhhhhhhh jauhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh, tapi berusaha lebih baik walau masih jauh. Dan post anda itu yang tercerahkan malah membuat aye merasa jauhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh tersesat deh :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 04 May 2009, 11:42:31 AM
Jadi maksudnya jangan meneruskan thread ini?

teruskan saja, kan selagi ada aliran lain yang belum puas, kan susah?
kalau diteruskan, jangan2 tar ada aliran lain jd berubah haluan, jd repot juga ya?

pusink juga ya, bagai pisau dibelah dua
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:43:10 AM
wahhh om2 ini seperti maling teriak maling...

yang satu bilang tidak terhina tapi merasa terhina...

yang satunya terhina tapi merasa tidak terhina ;D

contoh arya nichh... buta tapi bisa melihat, masak uda pada tua bangka kayak anak kecil berebut mainan... yang anak kecil jadi sok tua bangka... ;D

Lagi-lagi pintar menunjuk ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 04 May 2009, 11:44:29 AM
wahhh om2 ini seperti maling teriak maling...

yang satu bilang tidak terhina tapi merasa terhina...

yang satunya terhina tapi merasa tidak terhina ;D

contoh arya nichh... buta tapi bisa melihat, masak uda pada tua bangka kayak anak kecil berebut mainan... yang anak kecil jadi sok tua bangka... ;D

Lagi-lagi pintar menunjuk ;D

yang satu bilang sudah tidak ada ego,
tapi ternyata masih ada ego?

tunjuk tidak tunjuk
yang merasa ditunjuk sapa sech?
ato jgn2 ada yg ke GR-an

maklum lah, masi tersesat....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 May 2009, 11:46:42 AM
wahhh om2 ini seperti maling teriak maling...

yang satu bilang tidak terhina tapi merasa terhina...

yang satunya terhina tapi merasa tidak terhina ;D

contoh arya nichh... buta tapi bisa melihat, masak uda pada tua bangka kayak anak kecil berebut mainan... yang anak kecil jadi sok tua bangka... ;D

Lagi-lagi pintar menunjuk ;D

om... nunjuk apa ommm??? arya gak ngerti nichh... saya kan pinter om tp bodoh sich om... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 May 2009, 11:47:37 AM
trus tindakan yang dilakukan oleh siapapun juga membatasi hanya pada satu thread saja untuk tujuan apa, sedangkan topik pada thread-thread lain berbeda-beda? aye gak menuduh nama yeh...

om salah masuk kamar om... ini untuk orang yang pake bahasa indonesia... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 04 May 2009, 11:48:11 AM
Tampaknya disini trjadi angin ribut, sayang gw ketinggalan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 04 May 2009, 11:48:19 AM
Bukan saya yang mengatakan anda fanatik, tapi tulisan anda sendiri ==> Tulisan bagian yang mana ?
Bagian Hinaya Fanatik ituuu. Kalo anda tidak senang Orang anda Protes itu Penerbit Dian darma dan Karaniya dengan Bhante Piyasilo tidak perlu protes ke saya, saya hanya melampirkan saja , Kalo anda tidak merasa bagian dari fanatik, anda tidak akan emosi, marah mengangapnya saya bukan dari itu, tidak akan coment tentang fanatisme hinaya.
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:48:40 AM
wahhh om2 ini seperti maling teriak maling...

yang satu bilang tidak terhina tapi merasa terhina...

yang satunya terhina tapi merasa tidak terhina ;D

contoh arya nichh... buta tapi bisa melihat, masak uda pada tua bangka kayak anak kecil berebut mainan... yang anak kecil jadi sok tua bangka... ;D

Lagi-lagi pintar menunjuk ;D

yang satu bilang sudah tidak ada ego,
tapi ternyata masih ada ego?

tunjuk tidak tunjuk
yang merasa ditunjuk sapa sech?
ato jgn2 ada yg ke GR-an

maklum lah, masi tersesat....
Merasa ditunjuk dan melihat orang menunjuk orang lain adalah berbeda. Tidak ada hubungannya dengan rasa-merasa dan GR.
Saya pikir anda cukup pintar untuk mengerti bahasa yang benar.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:50:46 AM
Buat perenungan ;
Mereka yang menganggap ketidak-benaran sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran keliru seperti itu, tak akan pernah dapat menyelami kebenaran.

Mereka yang mengetahui kebenaran sebagai kebenaran, dan ketidak-benaran sebagai ketidak-benaran, maka mereka yang mempunyai pikiran benar seperti itu, akan dapat menyelami kebenaran.
DHAMMAPADA I, 11-12

Amat mudah melihat kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi sangat sulit untuk mellihat kesalahan-kesalahan sendiri. Seseorang dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan orang lain seperti menampi dedak, tetapi ia menyembunyikan kesalahan-kesalahannya sendiri seperti penjudi licik menyembunyikan dadu yang berangka buruk.
DHAMMAPADA XVIII, 18

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:52:29 AM
Mohon Supaya Tidak OOT, Back to Topic!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 04 May 2009, 11:52:56 AM
Glo-Mod, apa ga sebaiknya di-lock aja topiknya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 May 2009, 11:53:08 AM
duuhhh beneran nih bodohhh... engak ngerti aku...

om punya tante gak??? mesti tanya tante, omm, bisa ngerti gak tulisan om sendiri... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 May 2009, 11:53:40 AM
karena ada kebingungan, kekacauan, keraguan, ketakutan dari tercerabut (=tercabut) dari cangkang diri alias kemapanan cangkang diri (ego atau keakuan/atta diri dan pengetahuannya).

ini lagi... kepinteran :))





Dimohon jangan ngeflame :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 11:54:45 AM
Sementara di Lock dulu biar tenang ;D

Nanti kalau mau di aktifin lagi sama Edward aja ya karena beliau TSnya :)
Title: lanjutan sementara dari thread "pandangan kritis mengenai mahayana"
Post by: marcedes on 04 May 2009, 03:23:52 PM
Quote
ketika seseorang meramal^^, orang biasa berkata "saya melihat ini itu ada kejadian begini dan begitu"
apakah peramal tersebut betul-betul "melihat" dengan memakai indra mata?
tidak kan....hehehe ^^ ==> seperti kalimat ini.
saudara purnama yg bijak.
disitu saya menjelaskan maksud "melihat" dalam brahmajala sutta itu banyak artinya.....

apakah melihat dengan memakai objek indria mata, ataukah dengan pikiran....

orang bermimpi buruk, kadang mengatakan " saya melihat hal buruk,hingga terbangun"
apakah maksud dari kata melihat itu sama dengan melihat dengan mata.

kalau contoh saya tidak berkenaan di hati anda, saya minta maaf, tapi itu murni saya ingin menujukkan perbedaan kata "melihat"


----------------

Quote
Kalo sudah malas diskusi jangan menulis di thread ini lagi lah.

Satu hal lagi pembahasan jangan berdasarkan pemaksaan 1 konsep . Disini diskusi perbedaan pandangan Mahayana dengan Teravada, jadi kadang saya lihat masih adanya pemaksaan satu konsep, sama saja diskusi mau menang sendiri, gimana saling mau belajar, yang posting masih ada sikap egoistisme.

Makasih
konsep yang kita pakai adalah "kenyataan"
kalau konsep memakai teori pikiran....tentu saya dari awal tidak mau berdiskusi....

kalau anak SD bilang Superman itu ada....dan orang dewasa bilang superman itu tidak ada.....
mana yang benar?

tentu pakai kenyataan sebagai penengah....

dan kalau pakai teori anda, maka terjadi lah pemahaman samuthi kepanjangan tiada habis.
(sy berdiskusi disini memakai "kenyataan" sebagai acuan)
kalau anda? ^^


Quote
Lah anda buat pernyataan malas diskusi kok masih diskusi dimana konsistensi anda dalam diskuso?.
saya memang sudah malas diskusi apabila dengan Saudara Tan....karena memakai konsep "pikirannya" bukan "kenyataan"

maukah anda berdiskusi mengenai teori fisika dengan seseorang yang percaya apabila lampu bisa nyala tanpa listrik?
maukah anda berdiskusi dengan seseorang mengenai matematika kalau orang itu percaya 1+1 = 3. ?


jadi saya menunggu mahayana lain yang memiliki pengetahuan lebih luas, bahkan yang bisa membimbing saya JIKALAU saya salah.^^
apakah anda orang-nya?




Quote
Jadi maksudnya jangan meneruskan thread ini?
Sementara di Lock dulu biar tenang Grin

Quote
Nanti kalau mau di aktifin lagi sama Edward aja ya karena beliau TSnya Smiley
ayolah jangan menutup-nya, buka baju donk...^^
saya berharap ada mahayana yang mau memberikan saya jawaban...
dan tentu nya mahayana/orang yang benar-benar berbobot...
bukan asal teori....
tetapi teori sesuai "kenyataan"
karena kita berbicara "fakta"



salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 04:21:16 PM
^^^^ koq masih bisa post? padahal dah di lock?

unlock lagi nih ;D

Semoga diskusinya jadi lancar lagi :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 05:44:40 PM
Wah ternyata belum di lock juga, ya.

Luar biasa. Belum sampai sehari dah maju 2-3 halaman. Betul2 diskusi yang bersemangat.
Saya belum bisa mereply semua pertanyaan. Tetapi saya sudah baca sekilas. Saya angkat topik ini dulu.

HUKUM KAMMA ITU NITYA ATAU ANITYA?

Pertanyaan ini nampaknya tidak bersedia dijawab dengan gamblang, karena akan menimbulkan problematika bagi sebagian orang. Oleh karena itu, alih-alih memberikan jawaban langsung, ada rekan peserta diskusi yang mencoba mengaitkannya dengan karma masing-masing individu. Intinya dijawab bahwa:

1.Bagi yang belum tercerahi, karma masih ada.
2.Bagi yang sudah tercerahi, hukum karma sudah tak berlaku lagi.

Jawaban ini tak memecahkan masalahnya. Pertanyaannya, meskipun bagi sebagian orang yang telah tercerahi hukum karma tak berlaku lagi, tetapi hal ini tetap berarti bahwa hukum karma tetap ada; karena bagi sebagian orang lain yang belum tercerahi, hukum ini masih berlaku. Oleh karena itu, hukum kamma MASIH TETAP BERLAKU, ENTAH ADA YANG SUDAH TERCERAHI ATAU BELUM. Apakah dengan demikian hukum karma bersifat kekal? Jadi pertanyaan saya apakah hukum karma bersifat kekal atau tidak kekal masih belum terjawab hingga saat ini. Mohon maaf, tanpa bermaksud merendahkan pihak manapun, saya terus mengatakan bahwa saya belum menerima  jawaban yang definitif dan memuaskan mengenai hal ini. Masing-masing masih mencoba berkelit ke sana kemari.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 05:50:52 PM
UPASAKA:

Apakah konsep anitya itu nitya atau anitya?
Jawab : anitya. Karena konsep itu hanya sebatas gagasan, sehingga sifatnya tidak kekal.

TAN:

Baik. Kalau anitya itu bersifat anitya, berarti suatu saat ada kesempatan anitya ini akan berubah menjadi nitya. Gampangnya begini, sesuatu yang tidak kekal itu juga bersifat tidak kekal; artinya ada kesempatan bahwa yang tidak kekal itu tadi musnah bukan? Bila "yang tidak kekal" sudah musnah bukankah berarti semuanya akan menjadi "kekal." Bukankah demikian? Artinya konsep atman yang kekal menjadi tidak mustahil bukan? Ini semuanya konsekuensi dari pandangan Anda bahwa anitya itu anitya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 05:52:55 PM
UPASAKA:

Apa yang tidak tunduk di bawah anitya?
Jawab: (seharusnya) Nirvana


TAN:

Kalau begitu nirvana itu kekal bukan?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 06:02:49 PM
UPASAKA:

Ketika bahan bakar ini terhenti, maka tidak akan ada lagi penyebab munculnya pancaskhandha. Seperti perumpamaan api yang padam; karena tidak ada kondisi-kondisi yang berpadu, maka api tidak akan tercipta. Kalau Anda mengklaim bahwa ini nihilisme, itu wajar sekali. Karena orang seperti Anda itu masih melihat bahwa Buddha pernah hidup, dan sekarang sudah mati. Matinya pun Parinibbana, alias hilang. Saya mau cari Beliau, tapi kata Umat Theravada sudah tidak ada lagi. Berarti Buddha melenyapkan diri-Nya? O tidak. Tidak mungkin seperti itu. Ini adalah pandangan nihilisme, saya tidak mau ikutan jadi nihil deh. 

TAN:

Bagus sekali! Itulah sebabnya dalam Mahayana mengatakan bahwa Buddha bukanlah "melenyapkan" diri; namun berada dalam suatu "keberadaan" yang berada di luar kita pikiran umat manusia. Pikiran yang tak tercerahi jelas tidak dapat memahami bagaimana "kondisi" Buddha sebenarnya. Sebagai contoh, saya beri analogi. Orang primitif tak dapat membayangkan dan tak punya kosa kata untuk "pesawat terbang." Mereka mungkin akan menyebutnya sebagai "burung besi." Tetapi ingat "pesawat terbang" itu jelas bukan "burung." Begitu pula pikiran manusia yang tak akan dapat memahami bagaimana kondisi Buddha setelah pencerahan. Seluruh kata-kata dan istilah yang dipergunakan manusia tak ada yang dapat dengan tepat menggambarkannya. Dengan kata lain, kita tak punya kosa kata untuk itu.
Sebagian non Mahayanis menganggap Buddha sebagai benar-benar sudah musnah dan tidak ada apa-apa lagi. Itulah sebabnya saya sebut mereka nihilis. Bagi saya justru ajaran Mahayanis ini yang lebih masuk akal. Sekali lagi BAGI SAYA. Kalau bagi Anda tidak masuk akal ya tidak masalah. Semua keyakinan tak boleh dipaksakan. Tiap orang boleh memilih mana yang benar.

UPASAKA:

Kemana perginya pancaskhandha setelah Sang Buddha memasuki Parinibbana?
Jawab : Pancaskhandha secara garis besar adalah paduan nama dan rupa. Rupa (jasmani) Beliau terurai secara biologis. Nama (batin) Beliau tidak lagi bermanifestasi. Karena batin Beliau sudah mencapai Pembebsan. Jadi tidak ada bahan bakar yang masih bergelora, sehingga tidak lagi menjelma ke bentuk baru.

TAN:

O Jelas tidak! Mahayana juga tidak pernah mengatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Dalam Sutra2 Mahayana seolah2 dikatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Tetapi ini bukanlah "penjelmaan" seperti pada makhluk samsara pada umumnya. Ingat bahwa kosa kata kita terbatas. Kita menggunakan gambaran "menjelma" karena pikiran kita yang terbatas ini tak sanggup menemukan istilah yang tepat baginya. Jadi jelas dalam paham Mahayana, Buddha tidak "menjelma" lagi. Istilah atau gambaran tentang "penjelmaan" itu hanya laksana kata "burung besi" yang dipergunakan manusia primitif bagi pesawat terbang. Jangan biarkan kata-kata menipu kita.

UPASAKA

Parinibbana (versi Theravada) itu artinya bertransformasi ke energi baru? Jangan gampang termakan oleh statement di Hukum Termodinamika I, yah. Hukum Termodinamika I saja kontradiksi dengan Hukum Termodinamika II.

Batin itu bekerja bersama dengan jasmani dalam mengarungi kehidupan. Ketika jasmani terurai habis, dan batin sudah Terbebas, tidak akan ada lagi penjelamaan berikutnya.

TAN:

Saya kira kalau disepadankan dengan transformasi energi tidaklah tepat. Nirvana adalah absolutisme, sehingga tak mungkin ada transformasi lagi.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 06:14:00 PM
MARCEDES:

maukah anda berdiskusi mengenai teori fisika dengan seseorang yang percaya apabila lampu bisa nyala tanpa listrik?

TAN:

Siapa bilang ga bisa? Anda khan cuma sebutkan lampu khan? Lampu itu macam2 lho. Ada lampu minyak tanah lho. Apakah lampu minyak tanah hidup dengan listrik?

MARCEDES:

maukah anda berdiskusi dengan seseorang mengenai matematika kalau orang itu percaya 1+1 = 3. ?

TAN:

Ingat 1 + 1 = 2 itu adalah konsensus yang dibuat oleh umat manusia. 1, 2, 3, ... dst hanyalah lambang2 yang dibuat oleh umat manusia untuk menyatakan jumlah. Menurut ilmu filsafat, bisa saja suatu saat 1 + 1 = 3, 1 + 1 = 5, dll.
Bahkan 1 + 1 juga bisa = 10 lho. Ini ilmiah bukan saya yang buat-buat. Bagaimana bisa begitu? Bisa saja! Kalau saya pakai basis BINER! Ingat, bila Anda mempelajari matematika, penulisan hasil suatu jumlah adalah didasari oleh basis bilangan yang dipergunakan. Tidak ada konsensus yang pasti.

MERCEDES:

jadi saya menunggu mahayana lain yang memiliki pengetahuan lebih luas, bahkan yang bisa membimbing saya JIKALAU saya salah.^^
apakah anda orang-nya?

TAN:

Wah maaf, jawaban saya masih belum memuaskan Anda ya. Saya khan sudah bilang kalau pengetahuan saya itu sempit luas dan dangkal. Pun saya juga belum merealisasikan Kebuddhaan. Saya hanya berharap agar Anda menemukan rekan diskusi yang luas pandangannya di masa mendatang.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 May 2009, 08:19:19 PM
UPASAKA:

Apa yang tidak tunduk di bawah anitya?
Jawab: (seharusnya) Nirvana


TAN:

Kalau begitu nirvana itu kekal bukan?

Amiduofo,

Tan
Nirvana bukannya Tujuan akhir umat Buddhis?
Suatu yang mutlak, tidak terlahir kembali, kebahagiaan tertinggi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 10:18:06 PM
RYU:

Nirvana bukannya Tujuan akhir umat Buddhis?
Suatu yang mutlak, tidak terlahir kembali, kebahagiaan tertinggi.

TAN:

Bung Ryu, saya tidak mempermasalahkan apakah nirvana tujuan akhir umat Buddha atau bukan. Tetapi pertanyaan saya apakah nirvana itu kekal?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 10:27:52 PM
TL:

Sangat disayangkan mas Tan menjawab seperti ini, dalam membandingkan suatu ajaran kita harus membandingkan kitab sucinya bukan membandingkan umatnya, karena perbandingan umat bersifat sangat subjektif.

Semoga komentar mas Tan lain kali lebih berbobot.

TAN:

Ajarannya sih OK. Tapi umatnya banyak yang menafsirkan tidak benar menurut anggapan saya. Setelah membaca Sutta-sutta non Mahayanis justru saya melihat ajarannya tidak bertentangan dengan Mahayana. Tetapi sekali lagi itu penafsiran saya. Saya tidak memaksa Anda mengikuti penafsiran saya. SEperti kata Suhu Hendra: Nasi goreng memang enak, tetapi tidak semua orang suka nasi goreng. Dan saya adalah adalah salah seorang yang tidak suka nasi goreng, tetapi lebih suka soto.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 10:29:32 PM
TL:

Semoga komentar mas Tan lain kali lebih berbobot.

TAN:

Kalau komentar saya tidak berbobot, mengapa Anda masih menanggapinya? Mengapa?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 10:50:40 PM
TL:

Kitab-kitab suci Mahayana seperti Saddharma Pundarika Sutra, Avatamsaka Sutra dll tak pernah dimasukkan dalam agama sutra padahal kitab-suci ini juga dimulai dengan: Demikianlah yang kudengar.
Disebabkan ketidak sepakatan diantara golongan Mahayana sendiri mengenai keabsahan kedua kitab tersebut.

TAN:

Terus masalahnya apa kalau tidak dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Justru itulah yang membedakan Tripitaka Mahayana dengan Tipitaka Pali. Apakah Anda hendak memaksakan bahwa semuanya harus dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Ataukah semua sutra2 Mahayana harus dibuang, sehingga tinggal Agama Sutra saja? [Kok jadi ingat agama XXX yang pernah menyarankan pembakaran kitab-kitab ;)]
Kedua, kata siapa pernah ada ketidak-sepakatan di antara golongan Mahayana tentang keabsahan kedua kitab tersebut? Jawabnya tidak ada. Yang ada adalah aliran-aliran Mahayana menjadikan kitab2 tertentu sebagai pedomannya. Ya ini wajarlah. Sutra2 Mahayana itu jumlahnya bejibun. Akhirnya suatu aliran hanya pakai sutra2 tertentu saja, tetapi tidak memandang rendah Sutra2 Mahayana lainnya. Sebagai contoh:

Aliran Huayan (Avatamsaka) menjadikan Sutra Avatamsaka sebagai pedomannya.
Airan Tiantai (Panggung Surgawi) menjadikan Sutra Saddharmapundarika sebagai pedomannya.
Aliran Mizong (Tantra) menjadikan Sutra Mahavairocana dan Vajrasekhara sebagai pedomannya.

Mungkin dahulu dalam proses penyusunan kanonisasi Taisho Tripitaka Mahayana pernah terjadi perdebatan mengenai berbagai kitab yang hendak dimasukkan. Ini wajar saja, karena di tiap2 agama juga begitu. Bukannya menyinggung Theravada, tetapi kenyataan sejarah juga memperlihatkan bahwa Abhidhamma Pali sempat menjadi kontroversi.

Di sini Anda sekali lagi mengungkapkan ketidak benaran. Yang sebelumnya menuduh saya mengatakan Tipitaka Pali = Tripitaka Mahayana. Sekarang mengatakan ada perselisihan mengenai keabsahan Sadharmapundarika dan Avatamsaka Sutra dalam Mahayana. Padahal keduanya sudah 1000 tahun lebih masuk dalam kanon Mahayana.

TL:

At: mas Tan: semoga mas Tan berlapang dada untuk mengungkapkan secara terus terang mengenai ajaran mahayana, sehingga semua pembaca bisa mendapat manfaat dari diskusi ini, semoga mas Tan tidak berpikir mengenai diskusi ini dari segi menang atau kalah, semoga mas Tan mengambil yang benar membuang yang salah: bukankah seharusnya demikian yang dilakukan oleh pencari kebenaran sejati?

TAN:

O maaf! Saya tidak lagi mencari kebenaran sejati. Bagi saya kebenaran adalah ajaran Mahayana. Saya tidak mencari-cari lagi. Anda ingin merubah saya mengikuti aliran Anda? Kalau itu tujuan Anda, Anda pasti akan kecewa, Bung. Sebaiknya urungkan saja niat Anda. Saya sudah yakin 100 %, Mahayana itu logis dan realistis. Tetapi saya tidak memaksa Anda mengikuti Mahayana. Di sini Mahayana dikritik, jadi saya merasa berhak memberikan jawaban. Anda sendiri masihkan mencari kebenaran sejati?

TL:

Seperti Alaya Vinnana yang kekal abadi, mas Tan nampak sekali menghindar untuk membahas mengenai Alaya Vinnana, itulah sebabnya bila saya tanyakan apakah kesadaran itu anitya atau tidak mas Tan selalu menghindar dengan mengajukan pertanyaan balasan: apakah anitya itu nitya atau anitya? (dalam usaha defensif).

TAN:

Justru Anda tidak mau menjawab hal itu, karena jawaban apakah anitya itu nitya atau anitya akan merupakan tantangan bagi apa yang Anda yakini dan sekaligus jawaban apakah kesadaran itu anitya atau nitya. Apakah Anda tidak bersedia menjawab apakah anitya itu nitya atau anitya sebagai usaha defensif pula? Coba tanyalah pada diri Anda sendiri.

Selebihnya posting Anda di bawah ini tidak akan saya tanggapi, karena menurut saya tidak berguna ditanggapi. Saya sudah banyak jelaskan panjang lebar sebelumnya. Kalau Anda tidak mengerti-ngerti juga ya sudah.

Semoga pencerahan tidak hanya di intelektual, tetapi juga pada tindakan, perkataan, dan tindakan.

Amiduofo,

Tan






Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 May 2009, 10:56:50 PM
Quote from: Tan
TAN:

Kalau begitu nirvana itu kekal bukan?

Amiduofo,

Tan

Nirvana tidak tunduk di bawah anitya, maka Nirvana tidak akan mengalami proses perubahan. Apakah Nirvana adalah eternalisme? Jawabannya adalah bukan.

Nirvana itu kan tidak tercipta. Kalau tidak tercipta maka tidak bisa dikatakan "ada" atau "tidak ada". Karena bukan "ada" dan bukan "tidak ada", maka jelaslah Nirvana tidak "mengalami proses perubahan" maupun tidak "tidak mengalami proses perubahan".

Kesimpulannya:
-> Meski Nirvana tidak tunduk di bawah Hukum Anitya, Nirvana bukanlah nitya; karena Nirvana juga tidak tunduk di bawah Hukum Nitya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 May 2009, 10:57:00 PM
Quote from: Tan
TAN:

Baik. Kalau anitya itu bersifat anitya, berarti suatu saat ada kesempatan anitya ini akan berubah menjadi nitya. Gampangnya begini, sesuatu yang tidak kekal itu juga bersifat tidak kekal; artinya ada kesempatan bahwa yang tidak kekal itu tadi musnah bukan? Bila "yang tidak kekal" sudah musnah bukankah berarti semuanya akan menjadi "kekal." Bukankah demikian? Artinya konsep atman yang kekal menjadi tidak mustahil bukan? Ini semuanya konsekuensi dari pandangan Anda bahwa anitya itu anitya.

Amiduofo,

Tan

Hahaha... Ya, kan direwind lagi. Ck ck ck...

Di postingan sebelumnya Anda bilang yang sedang kita bahas adalah konsep. Kini setelah saya memberikan argumen tentang konsep anitya, Anda malah balik lagi membicarakan hakikat anitya. Anda ini suka loncat-loncat yah...

Bro Tan, kalau hakikat anitya sudah saya uraikan sebelumnya. Anitya hanya berlaku di semua hal yang terkondisi. Di luar dari hal itu, anitya tidak berlaku. Artinya pertanyaan apakah hakikat anitya itu anitya atau nitya tidaklah valid.

Bro Tan, kalau konsep anitya sudah saya uraikan juga sebelumnya. Anitya diuraikan dalam konsep; dalam konteks ini adalah Buddhisme. Konsep itu hanya gagasan dan ide. Artinya konsep anitya adalah anitya (tidak kekal). Karena kelak konsep anitya ini akan hilang dari khalayak ramai, sehingga orang tidak lagi mengenal doktrin tentang anitya. Namun karekteristik anitya di dunia ini tidak lenyap.

Gitu loh...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 May 2009, 10:57:13 PM
Quote from: Tan
TAN:

Bagus sekali! Itulah sebabnya dalam Mahayana mengatakan bahwa Buddha bukanlah "melenyapkan" diri; namun berada dalam suatu "keberadaan" yang berada di luar kita pikiran umat manusia. Pikiran yang tak tercerahi jelas tidak dapat memahami bagaimana "kondisi" Buddha sebenarnya. Sebagai contoh, saya beri analogi. Orang primitif tak dapat membayangkan dan tak punya kosa kata untuk "pesawat terbang." Mereka mungkin akan menyebutnya sebagai "burung besi." Tetapi ingat "pesawat terbang" itu jelas bukan "burung." Begitu pula pikiran manusia yang tak akan dapat memahami bagaimana kondisi Buddha setelah pencerahan. Seluruh kata-kata dan istilah yang dipergunakan manusia tak ada yang dapat dengan tepat menggambarkannya. Dengan kata lain, kita tak punya kosa kata untuk itu.
Sebagian non Mahayanis menganggap Buddha sebagai benar-benar sudah musnah dan tidak ada apa-apa lagi. Itulah sebabnya saya sebut mereka nihilis. Bagi saya justru ajaran Mahayanis ini yang lebih masuk akal. Sekali lagi BAGI SAYA. Kalau bagi Anda tidak masuk akal ya tidak masalah. Semua keyakinan tak boleh dipaksakan. Tiap orang boleh memilih mana yang benar.

Ya, Nirvana adalah keadaan yang tak terkondisikan. Tapi pernyataan Anda yang berbunyi "Buddha berada di dalam suatu 'keberadaan' di luar pikiran awam" itu merupakan pandangan semi-eternalisme. Bagaimana bisa disebut semi-eternalisme? Karena Anda menyatakan Buddha berdiam di kondisi itu. Itu menunjukkan bahwa ada sesuatu / seseorang (yakni Buddha) yang berdiam di kondisi itu.

Non-Mahayanis tidak pernah memegang pandangan melenyapkan diri. Karena memang tidak ada diri yang dilenyapkan. Sudah berulang kali saya katakan; tidak tercipta itu tidak bisa disebut lenyap. Kalau suatu hal itu tidak tercipta, apakah suatu hal itu bisa dibilang lenyap? Tentu saja tidak, bro.

Sedangkan Anda... Anda memegang konsep anatta. Tapi setelah merealisasi Nirvana, Anda menyatakan bahwa ada intensitas yang berdiam di kondisi itu - selamanya. Ini jelas sekali merupakan konsep semi-eternalisme. Apalagi jika diuraikan sampai 'kepercayaan' bahwa Buddha yang sudah Parinirvana dapat 'menjelma' (lihat, saya pakai kata menjelma dengan tanda kutip) dan memanifestasi diri-Nya lagi di samsara.


Quote from: Tan
TAN:

O Jelas tidak! Mahayana juga tidak pernah mengatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Dalam Sutra2 Mahayana seolah2 dikatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Tetapi ini bukanlah "penjelmaan" seperti pada makhluk samsara pada umumnya. Ingat bahwa kosa kata kita terbatas. Kita menggunakan gambaran "menjelma" karena pikiran kita yang terbatas ini tak sanggup menemukan istilah yang tepat baginya. Jadi jelas dalam paham Mahayana, Buddha tidak "menjelma" lagi. Istilah atau gambaran tentang "penjelmaan" itu hanya laksana kata "burung besi" yang dipergunakan manusia primitif bagi pesawat terbang. Jangan biarkan kata-kata menipu kita.

Kalau begitu...
- Apakah yang menyebabkan adanya 'penjelmaan itu'?
- Siapakah yang menjadi 'jelmaan' itu?
- Apa faedah dari 'penjelmaan' itu?
- Apa dampak yang ditmbulkan dari 'penjelmaan' itu?
- Mengapa bisa ada fenomena 'penjelmaan' itu?


Quote from: Tan
TAN:

Saya kira kalau disepadankan dengan transformasi energi tidaklah tepat. Nirvana adalah absolutisme, sehingga tak mungkin ada transformasi lagi.

Amiduofo,

Tan

Ya. Saya setuju dengan pernyataan Anda.

Tapi di postingan sebelumnya, Anda secara implisit menyinggung bahwa Parinibbana (versi Theravada) itu masih bertransformasi ke bentuk / energi yang lain. Itu saya petik dari komentar Anda mengenai api yang padam. Karena Anda mengatakan bahwa perumpamaan itu tidak tepat, sebab api yang padam masih bertransformasi ke energi baru. Selanjutnya Anda juga mengatakan secara implisit bahwa energi itu tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga hal ini membuat saya untuk mengajukan pertanyaan kepada Anda...

...So?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:03:14 PM
MERCEDES:

anggaplah semua ini bukan penderitaan......
jadi kenapa anda masih tua,sakit dan mati?
apa kalau dianggap(dipikir) tua itu tidak ada, sakit itu tidak ada, mati itu tidak ada,
seseorang bisa tetap awet muda? bisa tanpa sakit? bisa tidak mati?

baguslah nanti 4 kesunyataan mulia sudah bisa berubah.....
lahir adalah dukkha, diganti menjadi lahir jika di anggap dukkha adalah dukkha, tidak dianggap dukkha adalah bukan dukhha.
demikian dan seterusnya....

masa diskusi model begini.....
sudah tidak dapat jawaban memuaskan, malah diberi "di luar logika dan akal sehat"

suadara Truthlover, pandangan Seperti itu pun juga sudah termasuk dalam 62 pandangan dalam brahmajala sutta,
yakni : pandangan berbelit-belit. ^^

TAN:

Jawaban saya simpel saja. GPS (Gak Pake Sulit). Orang akan menderita kalau menganggap tua, sakit, dan mati adalah penderitaan. Kalau Anda menganggapnya sebagai penderitaan ya itu adalah penderitaan. Gampang khan? Apakah Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi? Semoga Saudara Mercedes memahami hal itu.
Siapa bilang, orang yang tidak tua, sakit, ataupun mati tidak menderita? Itu adalah omong kosong. Menjadi highlander yang tidak dapat mati tidak membuat orang bahagia. Ada nenek seorang teman yang umurnya hampir 100 tahun berkata, “Kok saya gak mati-mati ya? Dah bosan hidup nih.” Begitu yang sering dikatakannya. Orang yang tidak pernah sakit bagaimana bisa mengetahui bahagianya sehat?
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
Perubahan rumusan Empat Kesunyataan Mulia itu terlalu mengada-ada dan dibuat2. Saya kira jawaban saya cukup gamblang.
Nah, siapa yang berbelit? Ditanya hukum kamma itu nitya atau anitya juga tak mau menjawab. Ditanya anitya itu nitya atau anitya malah berputar-putar. Aduh…aduh… siapa yang berbelit2? Dah ah..jangan saling menuduh. Jangan menyerang pribadi dah.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:06:24 PM
UPASAKA:

Nirvana tidak tunduk di bawah anitya, maka Nirvana tidak akan mengalami proses perubahan. Apakah Nirvana adalah eternalisme? Jawabannya adalah bukan.

Nirvana itu kan tidak tercipta. Kalau tidak tercipta maka tidak bisa dikatakan "ada" atau "tidak ada". Karena bukan "ada" dan bukan "tidak ada", maka jelaslah Nirvana tidak "mengalami proses perubahan" maupun tidak "tidak mengalami proses perubahan".

Kesimpulannya:
-> Meski Nirvana tidak tunduk di bawah Hukum Anitya, Nirvana bukanlah nitya; karena Nirvana juga tidak tunduk di bawah Hukum Nitya.

TAN:

Oke. Sekarang masalahnya kenapa jawaban itu tidak dapat diterapkan pada Trikaya menurut ajaran Mahayana? Anda tinggal ganti saja kata "nirvana" pada jawaban Anda tersebut dengan "Trikaya." Masalah terselesaikan bukan? Tidak perlu lagi ada debat antara Mahayanis dan non-Mahayanis.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:08:50 PM
UPASAKA:

Bro Tan, kalau hakikat anitya sudah saya uraikan sebelumnya. Anitya hanya berlaku di semua hal yang terkondisi. Di luar dari hal itu, anitya tidak berlaku. Artinya pertanyaan apakah hakikat anitya itu anitya atau nitya tidaklah valid.

TAN:

Oke Bro. Kalau begitu saya pungkasin saja ya biar tidak terlalu berpanjang lebar. Bila jawaban Anda seperti itu, saya juga berhak mengatakan: demikian pula halnya Dharma Mahayana. Segenap kritikan dan pertanyaan tentang Dharma Mahayana adalah tidak valid. Apakah Anda menerima argumen saya itu?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:13:00 PM
UPASAKA:

Ya, Nirvana adalah keadaan yang tak terkondisikan. Tapi pernyataan Anda yang berbunyi "Buddha berada di dalam suatu 'keberadaan' di luar pikiran awam" itu merupakan pandangan semi-eternalisme. Bagaimana bisa disebut semi-eternalisme? Karena Anda menyatakan Buddha berdiam di kondisi itu. Itu menunjukkan bahwa ada sesuatu / seseorang (yakni Buddha) yang berdiam di kondisi itu.

Non-Mahayanis tidak pernah memegang pandangan melenyapkan diri. Karena memang tidak ada diri yang dilenyapkan. Sudah berulang kali saya katakan; tidak tercipta itu tidak bisa disebut lenyap. Kalau suatu hal itu tidak tercipta, apakah suatu hal itu bisa dibilang lenyap? Tentu saja tidak, bro.

Sedangkan Anda... Anda memegang konsep anatta. Tapi setelah merealisasi Nirvana, Anda menyatakan bahwa ada intensitas yang berdiam di kondisi itu - selamanya. Ini jelas sekali merupakan konsep semi-eternalisme. Apalagi jika diuraikan sampai 'kepercayaan' bahwa Buddha yang sudah Parinirvana dapat 'menjelma' (lihat, saya pakai kata menjelma dengan tanda kutip) dan memanifestasi diri-Nya lagi di samsara.

TAN:

Sudah saya katakan berulang kali. Mahayana tidak dapat dikatakan semi eternalisme. Mengapa? SEperti yang sudah saya katakan sebelumnya, istilah-istilah seperti "keberadaann," "penjelmaan", dan lain sebagainya adalah istilah yang dipergunakan karena keterbatasan kapasitas kita. Jangan disamakan dengan "keberadaan," atau "penjelmaan" makhluk2 awam. Tidak ada lagi transformasi energi. Jadi Mahayana bukan eternalisme atau semi eternalisme. Saya telah menggunakan perumpamaan tentang orang primitif dan pesawat terbang. Mereka sah-sah saja menyebut pesawat terbang sebagai "burung besi," karena tak punya kosa kata untuk itu. Namun bukan berarti bahwa pesawat terbang = burung. Sudah saya ulas di posting sebelumnya. Harapan saya Bro Upasaka dapat memahami hal itu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:16:15 PM
UPASAKA:

Kalau begitu...
- Apakah yang menyebabkan adanya 'penjelmaan itu'?
- Siapakah yang menjadi 'jelmaan' itu?
- Apa faedah dari 'penjelmaan' itu?
- Apa dampak yang ditmbulkan dari 'penjelmaan' itu?
- Mengapa bisa ada fenomena 'penjelmaan' itu?

TAN:

Sebelum menjawab pertanyaan ini. Saya ingin agar Sdr. Upasaka jangan memahami istilah "penjelmaan" seperti penjelmaan makhluk samsara. Karena kalau masing-masing masih punya bahasa yang berbeda, tidak ada gunanya komunikasi di lanjutkan. Sebelum mengulas sesuatu kita harus "satu" bahasa. Demikian mohon makluk adanya, bukannya saya tidak mau menanggapi pertanyaan di atas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 May 2009, 11:17:40 PM
UPASAKA:

Ya. Saya setuju dengan pernyataan Anda.

Tapi di postingan sebelumnya, Anda secara implisit menyinggung bahwa Parinibbana (versi Theravada) itu masih bertransformasi ke bentuk / energi yang lain. Itu saya petik dari komentar Anda mengenai api yang padam. Karena Anda mengatakan bahwa perumpamaan itu tidak tepat, sebab api yang padam masih bertransformasi ke energi baru. Selanjutnya Anda juga mengatakan secara implisit bahwa energi itu tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga hal ini membuat saya untuk mengajukan pertanyaan kepada Anda...

...So?

TAN:

Iya apa masalahnya? Saya merasa argumen saya sudah konsisten dilihat dari konteks2nya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 05 May 2009, 10:20:23 AM
Quote
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
sekedar informasi saudara Tan,

sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N

karena, sesuai konsekuesni pasal 4 kesunyataan mulia.
begitu lahir anda tidak akan bisa lolos dari P E N D E R I T A A N.
kecuali tidak lahir barulah sepenuh nya bebas dari penderitaan....
dan penderitaan yang di alami adalah P E N D E R I T A A N    F I S I K....
bukan penderitaan batin..

semoga anda bisa memahami penderitaaan fisik dan penderitaan batin itu berbeda...


Quote
Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi? Semoga Saudara Mercedes memahami hal itu.

astaga, saudara Tan,
anda kira ketika seseorang mencapai pencerahan dapat melawan hukum alam?
jadi menurut anda ketika seseorang mencapai ke-buddha-an sudah menjadi makhluk superpower like god? bahkan tidak butuh obat dan makanan?

anda kira buddha itu sudah seperti Tuha* ?

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"
pantas saja anda bilang kalau buddha bisa memancarkan metta tanpa pikiran.
karena buddha sudah out of human logic sampai anda menyatakan hal ouf of human logic juga.....

ternyata anda menganut paham seperti itu...ya ampun...


-----------------------------------
ketika buddha mencapai pencerahan, beliau itu menjadi MENGERTI hukum alam, bahwa apapun yang lahir, pastilah mengalami kelapukan,sakit dan mati

 ( apapun itu yang artinya biar Tuha* sekalipun ketika lahir pasti mengalami kelapukan, contoh nya YESU* yg dianggap Tuha* nasran* juga bisa Tua)


sakit/tua
ketika sesuatu itu "berkondisi ( sankhara) itu muncul maka suatu saat pasti akan berubah dan lenyap.
oleh itu umat buddha yang mengerti ketika mengalami sakit keras/tua, bukannya malah mental jatuh atau stress karena kondisi fisik nya berubah dari ganteng jadi jelek....melainkan telah mengerti ini adalah sebuah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM


segala apa yang di-inginkan tidak mungkin terpenuhi.
Buddha menyadari apapun ke-inginan beliau tidak mungkin terpenuhi sepenuh-nya
berbeda dengan umat awam yang menghayal se-tinggi langit, jadi buddha yang tercerahkan bukan tukang ber-angan-angan tinggi.
buddha menyadari inilah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM...

dan bukan berarti menjadi buddha/mencapai pencerahan 
"APAPUN yang di-inginkan pasti terkabulkan"  >>> ini adalah anggapan salah.


hidup dengan lingkungan yang tidak diharapkan....
apakah anda mengira ketika orang yang tercerahkan bisa "se-mau enak-enaknya" ?
justru orang yang tercerahkan mengerti "keinginan" adalah sumber penderitaan...

bukan menjadi bebas berkeinginan........ >>>> ini adalah anggapan salah


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 05 May 2009, 10:47:48 AM
Quote
Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi?

ini menarik... seorang buddha itu sama dengan kita manusia biasa yang bisa sakit, perbedaannya dengan kita... waktu kita sakit, kita akan sangat menderita seperti meraung2, menangis kesakitan, sedangkan sang buddha hanya merasa sakit tetapi tidak membuat pikirannya menjadi terpengaruh oleh sakit tersebut.

sang buddha mempunyai kemampuan kesadaran yang tinggi, sehingga beliau sakit tetapi dapat menyadari kesakitannya dan tidak terpengaruh oleh sakit itu, singkatnya sakit itu ada dan tiada.

klo kita sakit itu ada dan ada...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 May 2009, 11:08:55 AM
Quote
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
sekedar informasi saudara Tan,

sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N

karena, sesuai konsekuesni pasal 4 kesunyataan mulia.
begitu lahir anda tidak akan bisa lolos dari P E N D E R I T A A N.
kecuali tidak lahir barulah sepenuh nya bebas dari penderitaan....
dan penderitaan yang di alami adalah P E N D E R I T A A N    F I S I K....
bukan penderitaan batin..

semoga anda bisa memahami penderitaaan fisik dan penderitaan batin itu berbeda...


Quote
Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi? Semoga Saudara Mercedes memahami hal itu.

astaga, saudara Tan,
anda kira ketika seseorang mencapai pencerahan dapat melawan hukum alam?
jadi menurut anda ketika seseorang mencapai ke-buddha-an sudah menjadi makhluk superpower like god? bahkan tidak butuh obat dan makanan?

anda kira buddha itu sudah seperti Tuha* ?

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"
pantas saja anda bilang kalau buddha bisa memancarkan metta tanpa pikiran.
karena buddha sudah out of human logic sampai anda menyatakan hal ouf of human logic juga.....

ternyata anda menganut paham seperti itu...ya ampun...


-----------------------------------
ketika buddha mencapai pencerahan, beliau itu menjadi MENGERTI hukum alam, bahwa apapun yang lahir, pastilah mengalami kelapukan,sakit dan mati

 ( apapun itu yang artinya biar Tuha* sekalipun ketika lahir pasti mengalami kelapukan, contoh nya YESU* yg dianggap Tuha* nasran* juga bisa Tua)


sakit/tua
ketika sesuatu itu "berkondisi ( sankhara) itu muncul maka suatu saat pasti akan berubah dan lenyap.
oleh itu umat buddha yang mengerti ketika mengalami sakit keras/tua, bukannya malah mental jatuh atau stress karena kondisi fisik nya berubah dari ganteng jadi jelek....melainkan telah mengerti ini adalah sebuah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM


segala apa yang di-inginkan tidak mungkin terpenuhi.
Buddha menyadari apapun ke-inginan beliau tidak mungkin terpenuhi sepenuh-nya
berbeda dengan umat awam yang menghayal se-tinggi langit, jadi buddha yang tercerahkan bukan tukang ber-angan-angan tinggi.
buddha menyadari inilah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM...

dan bukan berarti menjadi buddha/mencapai pencerahan 
"APAPUN yang di-inginkan pasti terkabulkan"  >>> ini adalah anggapan salah.


hidup dengan lingkungan yang tidak diharapkan....
apakah anda mengira ketika orang yang tercerahkan bisa "se-mau enak-enaknya" ?
justru orang yang tercerahkan mengerti "keinginan" adalah sumber penderitaan...

bukan menjadi bebas berkeinginan........ >>>> ini adalah anggapan salah


salam metta.

Mantap sdr.marcedes... semua-nya saya rangkum dalam 2 kata saja...

yatabhutam nyanadasa  (melihat apa-adanya)

GRP Sent...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 05 May 2009, 11:57:56 AM
Quote
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
sekedar informasi saudara Tan,

sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N

karena, sesuai konsekuesni pasal 4 kesunyataan mulia.
begitu lahir anda tidak akan bisa lolos dari P E N D E R I T A A N.
kecuali tidak lahir barulah sepenuh nya bebas dari penderitaan....
dan penderitaan yang di alami adalah P E N D E R I T A A N    F I S I K....
bukan penderitaan batin..

semoga anda bisa memahami penderitaaan fisik dan penderitaan batin itu berbeda...


Pernyataan ini, apakah berdasarkan teks Pali, atau memang dari teks Sanskrit?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 05 May 2009, 01:10:30 PM
Quote
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
sekedar informasi saudara Tan,

sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N

karena, sesuai konsekuesni pasal 4 kesunyataan mulia.
begitu lahir anda tidak akan bisa lolos dari P E N D E R I T A A N.
kecuali tidak lahir barulah sepenuh nya bebas dari penderitaan....
dan penderitaan yang di alami adalah P E N D E R I T A A N    F I S I K....
bukan penderitaan batin..

semoga anda bisa memahami penderitaaan fisik dan penderitaan batin itu berbeda...

Pernyataan ini, apakah berdasarkan teks Pali, atau memang dari teks Sanskrit?
saudara Kainyn yg bijak,

saya tidak tahu pasti ada kesamaan dari teks pali atau sangkrit,

tetapi yang saya tulis adalah pengalaman langsung yg saya telaah sendiri....
dari apa yang saya pernah alami penderitaan fisik dan batin sampai pernah bergelutat dengan kematian.
dan pernah saya membaca beberapa buku karya AjahnBrahm, dimana Ajahn Chah mengangkat tangan dikepala dan berkata
"saya berbahagia karena saya mengerti tidak ada yang membahagiakan di kehidupan ini"

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 05 May 2009, 01:17:31 PM
saudara Kainyn yg bijak,

saya tidak tahu pasti ada kesamaan dari teks pali atau sangkrit,

tetapi yang saya tulis adalah pengalaman langsung yg saya telaah sendiri....
dari apa yang saya pernah alami penderitaan fisik dan batin sampai pernah bergelutat dengan kematian.
dan pernah saya membaca beberapa buku karya AjahnBrahm, dimana Ajahn Chah mengangkat tangan dikepala dan berkata
"saya berbahagia karena saya mengerti tidak ada yang membahagiakan di kehidupan ini"

salam metta.

Maksud saya adalah jika pernyataan itu menyangkut "Arahat", maka tidak valid karena definisi "Arahat" sendiri sudah beda antara teks Pali dengan teks Sanskrit. Jadi anda bisa katakan bahwa menurut teks Pali, Arahat tetap menderita secara fisik, tetapi bagi Mahayanis, belum tentu (bukannya tidak) Arahatnya demikian.

Namun kalau kita meninggalkan spekulasi ke-arahat-an, baik menurut teks Pali atau pun Sanskrit, kita bisa kembali pada kehidupan nyata apakah hidup kita sendiri sudah bebas dari penderitaan. Apakah benar sejak kita bangun hari ini sampai saat sekarang, dalam hidup ini, tidak ada penderitaan (fisik/bathin) sama sekali? Saya rasa, kita semua tahu jawabannya. Dan jika memang anda kembalikan semua pada realita kehidupan sekarang, maka baru di situ pernyataan anda bisa valid.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 05 May 2009, 01:48:26 PM
Quote from: Tan
TAN:

Oke. Sekarang masalahnya kenapa jawaban itu tidak dapat diterapkan pada Trikaya menurut ajaran Mahayana? Anda tinggal ganti saja kata "nirvana" pada jawaban Anda tersebut dengan "Trikaya." Masalah terselesaikan bukan? Tidak perlu lagi ada debat antara Mahayanis dan non-Mahayanis.

Amiduofo,

Tan

Masalahnya Nirvana tidak memiliki elemen apapun, termasuk kaya alias "tubuh". Jadi saya pikir tidak semudah itu untuk merumuskan bahwa Nirvana = Trikaya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 05 May 2009, 01:48:43 PM
Quote from: Tan
TAN:

Oke Bro. Kalau begitu saya pungkasin saja ya biar tidak terlalu berpanjang lebar. Bila jawaban Anda seperti itu, saya juga berhak mengatakan: demikian pula halnya Dharma Mahayana. Segenap kritikan dan pertanyaan tentang Dharma Mahayana adalah tidak valid. Apakah Anda menerima argumen saya itu?

Amiduofo,

Tan

Anda hobi bertautologis yah...? ;D

Terlihat sekali Anda suka memberikan pernyataan dengan loncat-loncat dari koridor tema. Anda juga suka memberikan pertanyaan baru, padahal Anda belum menjawab pertanyaan saya.


Kenapa saya katakan bahwa pertanyaan "apakah anitya itu anitya atau nitya" itu tidak valid? Karena...

Kita akan memandang bahwa hakikat anitya adalah nitya (kekal) ketika kita membicarakannya di tataran samsara. Namun kita juga memandang bahwa hakikat anitya adalah anitya (tidak kekal) karena anitya tidak akan ada lagi dalam Nirvana.

Jadi jawaban saya atas pertanyaan Anda ini tidak akan membuat Anda terpuaskan. Karena Anda sendiri juga sebenarnya tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan bagi saya. Selanjutnya...? Anda akan memanfaatkan jawaban saya untuk menyudutkan saya. Itu cara berdiskusi yang tidak benar.

Saya kan sudah memberikan jawaban saya. Sekarang kalau Anda bagaiamana? Bisakah Anda menjawab pertanyaan "apakah anitya itu anitya atau nitya"...? Saya rasa jawaban Anda ini juga dinantikan oleh Sdr. Truth Lover. Dan saya harap Anda jangan melemparkan pertanyaan baru lagi untuk menutupi ketidakmampuan Anda dalam menyusun jawaban atas pertanyaan itu.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 05 May 2009, 01:48:54 PM
Quote from: Tan
Sudah saya katakan berulang kali. Mahayana tidak dapat dikatakan semi eternalisme. Mengapa? SEperti yang sudah saya katakan sebelumnya, istilah-istilah seperti "keberadaann," "penjelmaan", dan lain sebagainya adalah istilah yang dipergunakan karena keterbatasan kapasitas kita. Jangan disamakan dengan "keberadaan," atau "penjelmaan" makhluk2 awam. Tidak ada lagi transformasi energi. Jadi Mahayana bukan eternalisme atau semi eternalisme. Saya telah menggunakan perumpamaan tentang orang primitif dan pesawat terbang. Mereka sah-sah saja menyebut pesawat terbang sebagai "burung besi," karena tak punya kosa kata untuk itu. Namun bukan berarti bahwa pesawat terbang = burung. Sudah saya ulas di posting sebelumnya. Harapan saya Bro Upasaka dapat memahami hal itu.

Saya paham dengan perumpamaan itu. Untung saya sedang tidak iseng. Kalau tidak, saya ingin menyentil perumpamaan Anda itu... ;D

Sekarang Anda coba jawab saja...

1) Anda memegang konsep anatta bukan?
   -> Saya harap jawabannya : "Ya"
2) Anda memegang konsep Nirvana sebagai Pembebasan Mutlak bukan?
   -> Saya harap jawabannya : "Ya"
3) Anda memandang bahwa Nirvana itu tidak tunduk pada Hukum Anitya bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"
4) Anda memegang konsep bahwa Buddha memiliki Trikaya = Nirvana bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"
5) Anda memandang bahwa Parinirvana itu tidak mungkin tanpa sisa bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"
6) Anda memandang bahwa "kosong = ada" / "ada = kosong" bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"
7) Anda memandang bahwa setelah Parinirvana, Buddha itu masih ada, tapi tidak ada lagi dalam Samsara bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"

Mari kita simpulkan bersama...
Apakah ini adalah pandangan semi-eternalisme?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 05 May 2009, 01:49:09 PM
Quote from: Tan
TAN:

Sebelum menjawab pertanyaan ini. Saya ingin agar Sdr. Upasaka jangan memahami istilah "penjelmaan" seperti penjelmaan makhluk samsara. Karena kalau masing-masing masih punya bahasa yang berbeda, tidak ada gunanya komunikasi di lanjutkan. Sebelum mengulas sesuatu kita harus "satu" bahasa. Demikian mohon makluk adanya, bukannya saya tidak mau menanggapi pertanyaan di atas.

Amiduofo,

Tan

Kalau begitu, tolong jelaskan seperti apakah "penjelmaan" yang dimaksud.
Saya masih belum mengerti. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 05 May 2009, 01:49:38 PM
Quote from: Tan
TAN:

Iya apa masalahnya? Saya merasa argumen saya sudah konsisten dilihat dari konteks2nya.

Amiduofo,

Tan

Masalahnya...

- Anda konsisten dengan menyatakan bahwa Parinibbana (versi Theravada) itu paham nihilisme.
- Anda konsisten dengan menyatakan bahwa perumpamaan api yang padam sebagai ilustrasi Nibbana itu tidak cocok.

So... Saya tidak sependapat dengan Anda untuk kedua hal itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 05 May 2009, 01:59:16 PM
^
^

mencoba menjawab ya,

api itu padam, bukan berarti api itu hilang
api itu kalau dipanggil lagi, api itu bisa ada loh
pertanyaan-nya kemana kah api itu selama padam?
ketika dia sudah padam, bukan nya seharusnya tidak bisa dipanggil lagi?

IMO, itu lah konsep nibbana menurut saya, I THINK

CMIIW,
navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 05 May 2009, 02:15:51 PM
^
^

mencoba menjawab ya,

api itu padam, bukan berarti api itu hilang
api itu kalau dipanggil lagi, api itu bisa ada loh
pertanyaan-nya kemana kah api itu selama padam?
ketika dia sudah padam, bukan nya seharusnya tidak bisa dipanggil lagi?

IMO, itu lah konsep nibbana menurut saya, I THINK

CMIIW,
navis


Jadi kalau "dipanggil" lagi, bisa timbul Lobha/Dosa/Moha lagi, sehingga terlahir kembali?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 05 May 2009, 02:20:06 PM
^
^

begitu tah?

trus kemana kah sang api tersebut
kenapa kalau kita mo pake api bisa, muncul lagi tuh api
padahal kan tuh api sudah mati?

berarti parinibbana tidak beda dengan RIP donk (alias Rest In Peace)???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 05 May 2009, 03:01:35 PM
^
^

begitu tah?

trus kemana kah sang api tersebut
kenapa kalau kita mo pake api bisa, muncul lagi tuh api
padahal kan tuh api sudah mati?

berarti parinibbana tidak beda dengan RIP donk (alias Rest In Peace)???
saudara naviscope yg bijak

telah di ibaratkan oleh sang buddha, nibbana seperti api lilin yang padam karena sumbu dan lilinnya telah habis...

jadi apa bisa dengan sumbu dan lilin yang habis membuat api menyala?

kalau anda membakar lilin lain, itu sudah beda ceritanya....

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 05 May 2009, 03:17:41 PM
^
^

xixixi,
aku ga bijak bro, masi jauh dari bijak.... :P
aku kan jd malu... ;D

berarti dengan kata lain, sang buddha sudah RIP, sudah dibebas tugaskan.....
sudah tidak bisa menyinari lagi, hehehe...

timpuk bro marcedes benz, pake metta juga....

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:07:27 PM
MERCEDES:

sekedar informasi saudara Tan,

sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N

karena, sesuai konsekuesni pasal 4 kesunyataan mulia.
begitu lahir anda tidak akan bisa lolos dari P E N D E R I T A A N.
kecuali tidak lahir barulah sepenuh nya bebas dari penderitaan....
dan penderitaan yang di alami adalah P E N D E R I T A A N    F I S I K....
bukan penderitaan batin..

semoga anda bisa memahami penderitaaan fisik dan penderitaan batin itu berbeda...

TAN:

Saya punya definisi beda dengan Anda tentang arti "penderitaan." Menurut saya "penderitaan" adalah "rasa tidak puas, senang, atau enggan terhadap suatu kondisi." Ini lebih konsisten dengan apa yang Buddha katakan. Mengapa jaramaranam disebut sebagai "penderitaan"? Karena para makhluk menganggapnya demikian. Sangat simpel.
Karena itu, walaupun seseorang mengalami kesakitan, ia belum tentu menderita. Banyak kasus tentang hal ini dalam santo santa ka****k [masa kalah dengan santo santa ka****k?]
Ingat pembedaan menjadi penderitaan fisik maupun mental sebenarnya tidak diperlukan. Intinya penderitaan adalah penderitaan. Penderitaan itu ada kalau Anda menganggapnya demikian. Buddha mengalami penyakit, tetapi Beliau tidak menderita. Buddha sama-sama mengalami usia tua, tetapi Beliau tidak menderita.

Anda mengatakan: "sekali lagi saya ulangi, seseorang yg belum meninggal baik itu seorang arahat, tetap akan mengalami P E N D E R I T A A N"

Saya katakan, pandangan ini tidak sesuai dengan agama Buddha. Orang yang telah merealisasi nirvana tidak lagi menderita. Meskipun orang awam menganggapnya menderita. Bila arahat masih mengalami penderitaan, itu artinya keyakinan bahwa nirvana adalah jalan keluar bagi penderitaan adalah omong kosong.
Jadi jelas saya menolak dengan tegas pandangan Anda itu. Tidak sesuai dengan agama Buddha yang saya pahami.

MERCEDES:

astaga, saudara Tan,
anda kira ketika seseorang mencapai pencerahan dapat melawan hukum alam?
jadi menurut anda ketika seseorang mencapai ke-buddha-an sudah menjadi makhluk superpower like god? bahkan tidak butuh obat dan makanan?

anda kira buddha itu sudah seperti Tuha* ?

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"
pantas saja anda bilang kalau buddha bisa memancarkan metta tanpa pikiran.
karena buddha sudah out of human logic sampai anda menyatakan hal ouf of human logic juga.....

ternyata anda menganut paham seperti itu...ya ampun...

TAN:

Anda memutar balikkan apa yang saya katakan. Anda dan saya mempunya pandangan yang berbeda terhadap penderitaan. Saya tidak pernah mengatakan bahwa orang yang mencapai pencerahan dapat melawan hukum alam. Tentu seorang Buddha masih butuh makanan dan pakaian. Masih pula mengalami penyakit dan penuaan. Ini adalah proses yang alami. Penyakit dan penuaan bukanlah sesuatu yang dengan sendirinya membawa penderitaan. Tergantung bagaimana seseorang menyikapinya.
Kapan pula saya mengatakan bahwa Buddha dapat memancarkan metta tanpa pikiran? Silakan baca posting2 saya sebelumnya agar tidak mengulang-ulang.
Nah, semoga pada kesempatan selanjutnya, Anda tidak mengubah-ubah lagi esensi yang saya katakan. Saya kira itu bukan cara berdiskusi yang sehat apalagi cerdas.

MERCEDES:

ketika buddha mencapai pencerahan, beliau itu menjadi MENGERTI hukum alam, bahwa apapun yang lahir, pastilah mengalami kelapukan,sakit dan mati

 ( apapun itu yang artinya biar Tuha* sekalipun ketika lahir pasti mengalami kelapukan, contoh nya YESU* yg dianggap Tuha* nasran* juga bisa Tua)


sakit/tua
ketika sesuatu itu "berkondisi ( sankhara) itu muncul maka suatu saat pasti akan berubah dan lenyap.
oleh itu umat buddha yang mengerti ketika mengalami sakit keras/tua, bukannya malah mental jatuh atau stress karena kondisi fisik nya berubah dari ganteng jadi jelek....melainkan telah mengerti ini adalah sebuah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM


segala apa yang di-inginkan tidak mungkin terpenuhi.
Buddha menyadari apapun ke-inginan beliau tidak mungkin terpenuhi sepenuh-nya
berbeda dengan umat awam yang menghayal se-tinggi langit, jadi buddha yang tercerahkan bukan tukang ber-angan-angan tinggi.
buddha menyadari inilah PROSES ALAMIAH dari HUKUM ALAM...

dan bukan berarti menjadi buddha/mencapai pencerahan 
"APAPUN yang di-inginkan pasti terkabulkan"  >>> ini adalah anggapan salah.


hidup dengan lingkungan yang tidak diharapkan....
apakah anda mengira ketika orang yang tercerahkan bisa "se-mau enak-enaknya" ?
justru orang yang tercerahkan mengerti "keinginan" adalah sumber penderitaan...

bukan menjadi bebas berkeinginan........ >>>> ini adalah anggapan salah


salam metta.

TAN:

Nah! Anda juga mengerti khan bahwa kalau orang memahami semuanya sebagai proses yang alamiah, ia tak menganggapnya sebagai penderitaan bukan? Semoga Anda jangan memutar balik lagi apa yang saya ungkapkan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:11:47 PM
HENDRA SUSANTO:

ini menarik... seorang buddha itu sama dengan kita manusia biasa yang bisa sakit, perbedaannya dengan kita... waktu kita sakit, kita akan sangat menderita seperti meraung2, menangis kesakitan, sedangkan sang buddha hanya merasa sakit tetapi tidak membuat pikirannya menjadi terpengaruh oleh sakit tersebut.

sang buddha mempunyai kemampuan kesadaran yang tinggi, sehingga beliau sakit tetapi dapat menyadari kesakitannya dan tidak terpengaruh oleh sakit itu, singkatnya sakit itu ada dan tiada.

klo kita sakit itu ada dan ada...

TAN:

Benar. Dengan kata lain, Buddha tidak "menderita." Penyakit dan usia tua itu sendiri bukanlah "penderitaan"nya, tetapi bagaimana sikap seseorang menanggapinya. Dalam doktrin Mahayana penyakit, kematian, dan usia tua itu sendiri bersifat netral. Tidak baik ataupun buruk.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:16:46 PM
UPASAKA:

Masalahnya Nirvana tidak memiliki elemen apapun, termasuk kaya alias "tubuh". Jadi saya pikir tidak semudah itu untuk merumuskan bahwa Nirvana = Trikaya.

TAN:

Hmm... Anda menyatakan "nirvana tidak memiliki elemen apapun, termasuk kaya alias tubuh" bukanlah adalah suatu "kondisi" pula? Dengan kata lain, Anda seolah-olah hendak menyatakan bahwa nirvana itu berkondisi. Kedua, saya perlu mengulangi lagi bahwa yang dimaksud dengan "tubuh" di sini tidak sama dengan tubuh dalam pengertian makhluk yang belum tercerahi. Saya sebenarnya tidak menolak ungkapan bahwa "nirvana tidak memiliki elemen apapun" asalkan yang Anda maksud "elemen" di sini adalah "elemen" dalam pengertian makhluk samsara. Nirvana memang tidak dapat diungkapkan dengan kosa kata umat awam.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:23:28 PM
UPASAKA:

Kita akan memandang bahwa hakikat anitya adalah nitya (kekal) ketika kita membicarakannya di tataran samsara. Namun kita juga memandang bahwa hakikat anitya adalah anitya (tidak kekal) karena anitya tidak akan ada lagi dalam Nirvana.

TAN:

Anda telah terjebak di sini. Oke anggap saja anitya tidak berlaku lagi bagi seseorang yang telah merealisasi nirvana. Tetapi ini tidak berarti anitya tidak ada lagi. Anitya tetap berlaku bagi para makhluk yang telah mencapai pencerahan, meskipun ada yang telah merealisasi nirvana. Sebagai contoh, saya beri kasus sebagai berikut. Seseorang berada dalam rumah yang tertutup rapat, sehingga ia tidak lagi melihat matahari. Namun apakah matahari itu hilang seiring dengan hal itu? Jawabannya tidak! Orang yang berada di luar rumah masih dapat melihat matahari. Nah, apakah kini anitya atau nitya itu kekal?
Kalau pertanyaan ini dianggap tidak valid atau ditolak menjawabnya dengan alasan apapun, maka saya juga boleh menyatakan bahwa segenap pertanyaan dan kritikan terhadap Mahayana juga tidak patut, layak, ataupun valid.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:28:48 PM
Saya mencoba menjawab yang ini dulu:

Anda memandang bahwa setelah Parinirvana, Buddha itu masih ada, tapi tidak ada lagi dalam Samsara bukan?
   -> Saya pikir jawabannya : "Ya"

TAN:

Hmmm.. kalau saya jawab "ada" juga tidak tepat. Karena Anda masih menggunakan definisi "ada" berdasarkan pandangan seseorang yang masih belum tercerahi. Apa yang disebut "keberadaan" di sini hendaknya tidak didasari oleh pandangan kita yang masih ada dalam samsara ini. Iya Buddha "ada" tetapi berada dalam kondisi yang di luar "keberadaan" makhluk samsarik. Inilah bedanya dengan eternalisme ataupun semi eternalisme. Apakah Anda melihat bedanya?
Mahayana boleh dicap eternalisme atau semi eternalis asalkan penganut pandangan "ada" sama seperti makhluk samsarik, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 05 May 2009, 11:31:12 PM
MERCEDES:

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"

TAN:

Anda bisa melogika Buddha? Hebat sekali kalau begitu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: N1AR on 06 May 2009, 12:19:04 AM
HENDRA SUSANTO:

ini menarik... seorang buddha itu sama dengan kita manusia biasa yang bisa sakit, perbedaannya dengan kita... waktu kita sakit, kita akan sangat menderita seperti meraung2, menangis kesakitan, sedangkan sang buddha hanya merasa sakit tetapi tidak membuat pikirannya menjadi terpengaruh oleh sakit tersebut.

sang buddha mempunyai kemampuan kesadaran yang tinggi, sehingga beliau sakit tetapi dapat menyadari kesakitannya dan tidak terpengaruh oleh sakit itu, singkatnya sakit itu ada dan tiada.

klo kita sakit itu ada dan ada...

TAN:

Benar. Dengan kata lain, Buddha tidak "menderita." Penyakit dan usia tua itu sendiri bukanlah "penderitaan"nya, tetapi bagaimana sikap seseorang menanggapinya. Dalam doktrin Mahayana penyakit, kematian, dan usia tua itu sendiri bersifat netral. Tidak baik ataupun buruk.

Amiduofo,

Tan

sepertinya yg saya tangap itu bergini
buddha sakit tapi dia mampu mengatasinya dengan pikiran nya saja.

kalau pikiran bergitu hebat dan bisa mengatasi penderitaannya. tapi apa pikiran itu bisa mengatasi penderitaan orang lain yg berada disampingnya?
istilahnya kalau ada yg sakit dan meninggal, bukanya pikiran yg lain juga ada pengaruhnya. selain pikiran orang pertama
ya istilah lagi.
kalau kita lahir kita menangis untuk dunia, kalau kita mati dunia menangis untuk kita
dan bagai mana tanpa sisa kalau masih ada yg menangis untuk kita

thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 May 2009, 11:27:24 AM
MERCEDES:

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"

TAN:

Anda bisa melogika Buddha? Hebat sekali kalau begitu.

Amiduofo,

Tan
saudara Tan yang bija,

bacalah sampasadaniya sutta,
di situ sariputta bisa melogika-kan Buddha.....


Quote
Hmm... Anda menyatakan "nirvana tidak memiliki elemen apapun, termasuk kaya alias tubuh" bukanlah adalah suatu "kondisi" pula?
semakin menarik diskusi dengan anda..^^

tahukah arti dari kondisi ( sankkhara )

coba definisikan donk dan beri sedikit perumpamaan....soalnya mungkin ada ke-salah pahaman arti Sankhara....
sampai anda mengeluarkan jawaban seperti itu.


Quote
Mahayana boleh dicap eternalisme atau semi eternalis asalkan penganut pandangan "ada" sama seperti makhluk samsarik, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
tapi kenyataannya demikian....
seperti memainkan kata-kata saja.....coba perhatikan kornologisnya

buddha sebelum gotama nirvana ----- >>> memasuki parinirvana >>>>> menjelma sebagai pangeran sakya ( pangeran ini manusia loh... )  >>>>>> memasuki parnirvana >>>>> dikatakan akan menjelma entah di kalpa mana lagi....

dari peristiwa berantai, anda masih mau mengatakan buddha itu keluar dari "ADA dan tiada"
pandangan anda itu jelas mengatakan ADA
eternalis dan semi-eternalisme...



Quote
Anda telah terjebak di sini. Oke anggap saja anitya tidak berlaku lagi bagi seseorang yang telah merealisasi nirvana. Tetapi ini tidak berarti anitya tidak ada lagi. Anitya tetap berlaku bagi para makhluk yang telah mencapai pencerahan, meskipun ada yang telah merealisasi nirvana. Sebagai contoh, saya beri kasus sebagai berikut. Seseorang berada dalam rumah yang tertutup rapat, sehingga ia tidak lagi melihat matahari. Namun apakah matahari itu hilang seiring dengan hal itu? Jawabannya tidak! Orang yang berada di luar rumah masih dapat melihat matahari. Nah, apakah kini anitya atau nitya itu kekal?
Kalau pertanyaan ini dianggap tidak valid atau ditolak menjawabnya dengan alasan apapun, maka saya juga boleh menyatakan bahwa segenap pertanyaan dan kritikan terhadap Mahayana juga tidak patut, layak, ataupun valid.
saudara Tan bijak,
contoh anda tidak sesuai dengan kasusnya.

Quote
Benar. Dengan kata lain, Buddha tidak "menderita." Penyakit dan usia tua itu sendiri bukanlah "penderitaan"nya, tetapi bagaimana sikap seseorang menanggapinya. Dalam doktrin Mahayana penyakit, kematian, dan usia tua itu sendiri bersifat netral. Tidak baik ataupun buruk.


Nah! Anda juga mengerti khan bahwa kalau orang memahami semuanya sebagai proses yang alamiah, ia tak menganggapnya sebagai penderitaan bukan? Semoga Anda jangan memutar balik lagi apa yang saya ungkapkan.

Quote
Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi? Semoga Saudara Mercedes memahami hal itu.

oh, saudara Tan yang memutar balik kata itu siapa?


jadi ada perbedaan menurut saya disini yang sangat jelas

mahayana(TAN) berpendapat bahwa ketika seseorang mencapai ke-buddha-an, segala hal penderitaan bisa di atasinya dengan berpikir "bahwa ini adalah proses"
tetapi kesakitan badan yang dialami nya bahkan tidak dianggap penderitaan...


berarti orang yang telah mencapai kebuddha-an itu seperti telah menjadi kebal menderita.

se-umpama ada seseorang yang telah berpengalaman dalam masalah,
ketika mendapat masalah, orang tersebut malah berpikir "oh cuma masalah, biasa lah"
gampang kok menyelesaikannya.....setelah itu orang tersebut beraksi menghadapi masalah tsb...

apa seperti ini saudara Tan yang anda maksudkan....coba perhatikan contoh saya....
kalau ya mohon di konfirmasikan...



metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 May 2009, 12:02:22 PM
MERCEDES:

pantas saja anda bilang " buddha di luar logika pikir manusia"

TAN:

Anda bisa melogika Buddha? Hebat sekali kalau begitu.

Amiduofo,

Tan



Ryu

Menarik sekali, apa kita sebagai Buddhist lebih Mempercayai Buddha sebagai Manusia atau sosok yang diluar Logika?

IMO Menariknya ajaran Buddha itu bukan hal2 yang gaib atau diluar logika, tapi seperti menuntun orang menjadi lebih baik+ suatu pencapaian Nibbana yang merupakan jalan untuk lepas dari penderitaan :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 06 May 2009, 01:16:42 PM
[at] cogan ryu...

walaupun reputasi anda sudah tinggi, tapi musti saya kudu kasih GRP sent lagi buat pernyataan di atas...

GRP Sent
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 May 2009, 01:42:10 PM
Saya sependapat dengan Anda, tapi tidak semuanya.
Metta bhavana bisa diaplikasikan dalam tindakan. Tidak menyakiti makhluk lain dan penuh cinta pada semua makhluk. Misalnya : ketika saya dicopet, jika saya mengembangkan metta, seharusnya saya memakai landasan cinta universal ketika melihat pencopet itu. Bagaimanapun juga, semua makhluk pada dasarnya ingin berbahagia. Jadi pencopet itu sebenarnya ingin berbahagia. Dia ingin berbahagia dengan mencopet. Karena dengan memiliki barang itu, dia menjadi bahagia (secara duniawi). Dengan pengertian inilah saya seharusnya tidak marah pada pencopet. Saya seharusnya menanamkan cinta universal, dan melihat pencopet itu sebagai makhluk yang berhak untuk berbahagia. Sehingga saya tidak perlu geram. Di sini juga dipengaruhi oleh sifat keakuan diri untuk membendung hasrat marah pada pencopet itu. Berangkat dari sini, karuna (belas kasih) pun muncul. Saya seharusnya kasihan kepada pencopet itu. Saya kasihan karena dia meraih kebahagiaan dengan cara yang salah. Caranya akan membuat dia menderita. Karena atas dasar belas kasih, saya pun berusaha menjelaskan perbuatan salahnya... Di sini akan muncul lagi mudita (simpati). Ketika pencopet itu bahagia setelah mencopet; atau pencopet itu mengakui kesalahannya, saya seharusnya turut berbahagia padanya. Inilah wujud sikap turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain. Dan ketiganya ini juga harus bediri atas fondasi upekkha (keseimbangan batin). Karena jika tidak, maka metta-karuna-mudita saya hanyalah merupakan sensasi gabungan beberapa jenis emosi. Alias masih melekat pada duniawi; seperti ekspresi menangis, pilu di hati, nafsu-keinginan untuk berkorban demi pencopet itu, dsb.
Semangat Bodhicitta itu 90% dituntut dalam perbuatan. OK, mungkin persentase itu hanyalah statistik ngawur, karena saya bukan ahli sensus. Tapi setidaknya, semangat Bodhicitta itu adalah "untuk menolong semua makhluk". Apakah Anda ingin menyatakan bahwa kalimat itu maknanya konotatif? Jadi supaya terkesan elegan, Sang Bodhisattva berikrar untuk menolong semua makhluk, meski kenyataannya impossible...?
Perhatikan bedanya! Metta bhavana bisa dijalankan secara universal. Memancarkan metta dan mengaplikasikannya ke semua makhluk itu bisa dilakukan, sangat logis. Anda bisa kok mencintai semua makhluk. Sedangkan semangat Bodhicitta itu tidak bisa dijalankan secara universal. Menolong semua makhluk itu tidak bisa digenapi, tidak mungkin ada orang yang bisa menolong semua makhluk. Kalau Anda mengatakan bahwa hal itu bisa dilakukan, itu namanya Anda memakai iman. Tanyakan saja pada anak kecil...
- Apakah mengharapkan semua orang selamat itu bisa dilakukan?
- Apakah menyelamatkan semua orang itu bisa dilakukan?
Anak kecil akan memberikan jawaban yang jujur pada Anda.
 
Di sini saya melihat anda masih membedakan antara “mengharapkan” dan “melakukan”, seolah-olah keduanya memisahkan antara Metta Bhavana dan Ikrar Bodhisattva.  Anda melupakan bahwa keinginan untuk menolong makhluk lain pada Bodhisattva juga dilandasi oleh Metta-karuna –mudita yang sama, yang tentunya juga dilandasi oleh Prajna sehingga tidak ada kemelakatan. Mengharapkan semua makhluk lepas dari samsara adalah aspirasi tertinggi dari kata “semoga makhluk berbahagia” karena ‘kebahagiaan’ tertinggi yang bisa diraih makhluk hidup adalah Nirvana. Selain itu, calon Bodhisattva juga memperkuat harapan tersebut dalam sebuah visi  jelas.
Saya sudah mengatakan pada anda bahwa, pembangkitan pikiran “bodhicitta” adalah yang terpenting dalam Ikrar Bodhisattva bukan logika tentang mungkin atau tidaknya ikrar tersebut diwujudkan, seperti halnya dalam Metta Bhavana pembangkitan Metta itu paling penting dibandingkan apakah akhirnya semua makhluk hidup bebahagia seperti yang diharapkan atau tidak. Dalam hal ini, yang penting adalah kedua-duanya membangkitkan tekad dan semangat yang kurang lebih sama.  Kalau anda kemudian mempertanyakan Ikrar Bodhisattva semata-mata agar terkesan elegan, maka anda seharusnya mempertanyakan hal yang sama pula pada Metta Bhavana. Di sini saya kembali bertanya pada anda, buat apa mengharapkan semua makhluk berbahagia padahal tidak ada kemungkinan hal ini terjadi?

Lagi-lagi Anda menyinggung masalah untung-rugi. Saya tidak membahas perihal ekonomi luar negeri, bro.
:) sebaliknya anda sering membahas dharma dengan kacamata ekonomi :) saya perlu mengingatkan itu supaya anda tidak kembali terjebak pada perspektif yang sama.

Saya mau nanya neh.
Misalkan kita semua bercita-cita menjadi Samyaksambuddha. Di suatu masa, tibalah saatnya saya yang menjadi Samyaksambuddha. Saat itu saya membabarkan Dharma sampai saya akhirnya memasuki Parinirvana. Nah, meski saya membabarkan Dharma, tidak ada satu makhluk pun yang mengikuti langkah saya untuk memasuki Parinirvana. Karena semua orang bercita-cita untuk menjadi Samyaksambuddha... Lalu setelah melalui masa yang panjang, akhirnya Anda pun menjadi Samyaksambuddha. Anda membabarkan Dharma sampai Anda pun memasuki Parinirvana. Tapi tidak ada lagi yang mengikuti langkah Anda, karena semua bercita-cita ingin menjadi Samyaksambuddha. Jadi setelah menjadi Samyaksambuddha, sumbangsih seperti apa yang bisa diberikan untuk semua makhluk? Toh pada akhirnya Samyaksambuddha pun egois, karena memasuki Parinirvana sendirian. Nah loh...
Jika semua makhluk mulai memasuki Jalan Bodhisattva berarti cita-cita semua makhluk hidup merealisasi nirvana akan segera terwujud. Lalu apa yang harus dicemaskan? Koq pusing2 banget.
Bro Upasaka, logika demikian hanya menimbulkan keragu-raguan dan tidak bermanfaat, kenapa harus terus dipertahankan? Coba kalau anda bertanya terus dengan logika anda apa bukti logis bahwa Sakyamuni benar-benar mencapai Kebuddhaan dan terus meragukan hal tersebut atau apakah realisasi nirvana itu mungkin terjadi atau tidak, saya rasa pertanyaan demikian tidak ada gunanya.  Dalam Dharma, tidak semua pertanyaan perlu dijawab saat ini juga.

Memangnya menurut Anda yang bisa membuat seseorang sukses itu apa?
- Karena orang itu memiliki kualitas untuk mencapai kesuksesan?
- Karena orang itu bekerja serabutan dan percaya bahwa rajin pada akhirnya akan sukses?
Kalau menurut saya, Anda akan memilih poin ke-2.
Realisasi nirvana tidak sama dengan” kesuksesan” sesaat di dunia ini. Dalam realisasi nirvana jika saat ini anda tidak memiliki kualitas kesuksesan, maka berusahalah untuk membangun kualitas itu terlebih dahulu. Untuk itu, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mulai membangun kualitas sukses tersebut apalagi jika ia dibantu untuk membangun kualitas-kualitas tersebut.  Jika paramita dalam kehidupan ini belum mencukupi, maka teruslah berlatih mengembangkannya meski dalam kehidupan selanjutnya.

"Saya mencintai kamu selama 10.000 tahun".
Itu adalah contoh kalimat gombal dari seorang pria pengemis cinta wanita.
Tergantung bagaimana kalimat ini diucapkan; apakah si pengucap mengatakannya dengan sungguh-sungguh atau diucapkan sekadar untuk merayu. Jika diucapkan dengan sungguh-sungguh, maka muncullah kemelekatan ia pada pasangannya yang sangat kuat, dengan adanya kelekatan tersebut maka tidak mungkin dalam kehidupan selanjutnya ia kembali mencintai orang yang sama. Ingat apa yang dialami oleh Yasodara. Bukan hanya 1.000 tahun saja, mungkin berkalpa-kalpa lamanya ia akan terus terikat pada orang yang sama.



Ada tingkat kemiripan yang cukup banyak dengan syair di Mahayana. Ini yang sering menghantarkan paradigma berpikir "ah puitis sekali, sungguh mulia..."
Saya katakan itu metafora , meski demikian kekuatan bodhicitta yang bangkit melalui  tekad yang sungguh-sungguh bukannya hal yang tidak mungkin bertahan untuk waktu yang tak terhitung lamanya. Saya katakan kata “abadi” semata-mata adalah metafora karena pemahamannya bukan dalam makna permanen dan tetap sebagaimana yang dikira orang yang membacanya sepintas, namun kata tersebut berusaha menggambarkan kuatnya dampak yang muncul dari bodhicitta.

Tidak usah berkelit. Jawab saja dengan jujur... :)
Saya tidak sedang berkelit :)

Menurut Anda mungkinkah di suatu masa, hiduplah semua Buddha di dunia ini, dunia ini berjaya dengan Dharma yang indah di awal, tengah dan akhir. Semua makhluk mencapai Pembebasan. Tidak lagi ada gajah-gajah yang perkasa, tidak lagi ada cacing di usus manusia, tidak lagi ada belatung yang memakan bangkai; karena semuanya sudah menjadi Buddha.
Kalau sejak semula semua yang anda katakan memang “tidak ada”: penderitaan ada tapi tidak ada yang menderita, lalu apa yang perlu dicemaskan?

Kalau jawaban Anda adalah mungkin (atau bahkan "pasti ada"), well...
Kalau hanya masalah “mungkin” dan “tidak mungkin”, kita hanya berbicara tentang probabilitas bukan? Kalau gitu kita hanya bicara tentang sesuatu yang sangat acak. Konon, bahkan sebagian sainstis meyakini ada “kemungkinan” jika semua Alam Semesta hancur. :) Saya menggunakan contoh ini bukan berarti saya setuju pandangan jika suatu saat alam semesta akan hancur. Namun saya hanya hendak berkata kalau sebatas “mungkin” atau “tidak mungkin”, probabilitas yang muncul dalam dunia ini adalah tidak terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, buat apa meributkan probabilitas semacam demikian?

Saya tidak habis pikir bagaimana kondisi dunia saat itu... di mana Hukum Relativitas Fisika tidak lagi eksis, di mana Hukum Rantai Makanan tidak lagi eksis, di mana Hukum Kausalitas tidak lagi eksis. Oya... Mungkinkah ini salah satu jenis alam kehidupan hasil karya pikiran yang pernah Anda katakan tempo hari yang lalu? Alam kehidupan yang tidak memiliki hukum keseimbangan alam...?
Anda terlalu banyak berpikir bro :) 
Kalau Buddha bisa terbang, menembus tembok, menggandakan diri dan melakukan banyak keajaiban, mengapa kita bicara tentang hukum fisika lagi?

Dalam Konsep Aliran Theravada, menyelami realita anatta; tidak ada diri yang membantu dan tidak ada diri yang dibantu, adalah salah satu wujud orang yang bersangkutan sudah merealisasi Kesucian Tingkat Tertinggi / Arahat. Di titik itu, orang yang bersangkutan tidak lagi memiliki keakuan - dia tidak akan lagi membandingkan dirinya dengan orang lain.
Kalau ada orang yang bisa memberikan bantuan dengan pemahaman benar bahwa "tidak ada diri yang membantu dan tidak ada diri yang dibantu", maka saya akan dengan tegas menyatakan orang itu adalah orang Yang Tercerahkan / Buddha.
Kesimpulannya :
- Kalau benar dia Buddha, dia tidak akan lagi mengalami kelahiran berikutnya.
- Kalau benar bisa melakukan hal itu dengan sempurna, tidak mungkin ia hanya bergelar Bodhisattva. Memangnya Bodhisattva sudah tidak memiliki keakuan? Lucu sekali kalau begitu, kenapa sampai ada kisah Bodhisattva yang menangis pilu. Bukankah itu tandanya Beliau belum Tercerahkan. Lantas kalau belum Tercerahkan, statement "tidak ada yang membantu dan tidak ada yang dibantu" itu belum direalisasi. Sejujurnya masih ada modus keakuan yang halus sekali di sana. Dan ini yang disebut dalam Theravada sebagai vipallasa (halusinasi - persepsi, pikiran dan pandangan).
No komen deh soal ini :)
Ada orang yang sudah dewasa, dan ada yang belum. Apakah jika saya mengatakan anak berusia 12 tahun itu masih kanak-kanak lantas Anda menganggap perkataan saya sebaga diskriminasi??
Sifat Kebuddhaan tidak mengenal dewasa atau anak, bodoh atau pintar, suci atau awam. Mebeda-bedakannya berarti adalah tindakan diskriminatif (bersifat membeda-bedakan)
Kematangan spiritual tiap orang tidak sama. Ada yang mudah mengerti, namun ada juga yang sulit mengerti. Itu adalah kualitas intelektual batin, bro. Apakah lantas orang yang sudah matang harus menunggu semua makhluk sampai matang juga? Hati-hati, bro. Ingat Hukum Anitya, kalau kelamaan nganggur bisa expired. :))
:) Itu asumsi anda :))

Kalau Anda bilang menolong makhluk lain, apakah Anda bisa membuat seseorang mencapai Nirvana?
Lantas pertolongan apa yang sebenarnya Anda praktikkan?
Yaitu pertolongan atas azas moralitas. Menolong pengemis, menolong kucing yang terluka, menolong ibu yang sekarat. Itu semua pertolongan yang awam.
Dengan membantu seseorang meningkatkan kualitas-kualitas yang dibutuhkan untuk merealisasi nirvana, maka saya akan membantu seseorang merealisasi nirvana. Jika kualitas yang ada sudah terbentuk sempurna maka pada tahap tertentu seseorang pasti akan merealisasi nirvana.

Apakah Theravadin egois dan tidak mau berbuat hal itu? Tidak juga.
Atas azas apa Anda menyatakan bahwa dalam konsep Theravada tidak dikenal memberi pertolongan pada makhluk lain?
Saya  tidak mengatakan dengan demikian Theravadin egois, saya hanya mengatakan jika sebagian Theravadin berpandangan bahwa realisasi nirvana  tergantung pada kemampuan setiap individu berarti lebih mementingkan pencerahan yang sifatnya individual. Hal mana pandangan demikian tidak muncul dalam Mahayana karena selalu mementingkan pencerahan kolektif tanpa peduli apapun kemampuan yang dimilikinya. (Coba anda baca lagi posting saya sebelumnya)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 May 2009, 01:50:41 PM
[at] cogan ryu...

walaupun reputasi anda sudah tinggi, tapi musti saya kudu kasih GRP sent lagi buat pernyataan di atas...

GRP Sent


Di tunggu GRP dari yang lain nih =)) Lobha mode = on
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 May 2009, 01:57:01 PM

Menarik sekali, apa kita sebagai Buddhist lebih Mempercayai Buddha sebagai Manusia atau sosok yang diluar Logika?

IMO Menariknya ajaran Buddha itu bukan hal2 yang gaib atau diluar logika, tapi seperti menuntun orang menjadi lebih baik+ suatu pencapaian Nibbana yang merupakan jalan untuk lepas dari penderitaan :)

Tentu saja Sakyamuni adalah manusia, tapi Buddha adalah sosok yang melampaui logika pemahaman manusia biasa.

Adalah salah jika anda menyamakan apa yang di luar logika sedarajat dengan kegaiban, justru konsep "gaib" muncul semata-mata karena adanya hal yang tidak bisa dipahami oleh logika. Kegaiban adalah bias yang muncul dari kacamata logika yang memang terbatas. Dalam hal ini, logika bahkan adalah salah satu sumber penderitaan yang harus dilepas jika ingin merealisasi nibbana.

Banyak hal yang dulu dipahami sebagai "gaib" oleh logika, namun setelah akhirnya logika bisa menerimanya maka kegaiban tidak lagi berarti.  Dengan demikian, permasalah gaib atau tidaknya sesuatu semat-mata tergantung pada kemampuan logika untuk menjelaskannya. Jika tidak mampu menjelaskannya oleh kacamata logika yang naif itu lantas disebut sebagai "misterius", "gaib", dll. Jika ternyata sudah dijangkau oleh logika maka ia akan menyebutnya sebagai "masuk akal". Dengan demikian logika semata-mata bekerja dengan kaidah-kaidah yang akrab dan dikenalnya belaka. Kaidah-kaidah dalam logika adalah sejumlah aturan-aturan yang disepakati bersama sebagai kebenaran dan harus diterima.

saya perlu menulis ini, karena saya menangkap adanya kesalahpahaman bahwa segala sesuatu yang berada di luar logika adalah gaib.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 May 2009, 02:18:11 PM

Menarik sekali, apa kita sebagai Buddhist lebih Mempercayai Buddha sebagai Manusia atau sosok yang diluar Logika?

IMO Menariknya ajaran Buddha itu bukan hal2 yang gaib atau diluar logika, tapi seperti menuntun orang menjadi lebih baik+ suatu pencapaian Nibbana yang merupakan jalan untuk lepas dari penderitaan :)

Tentu saja Sakyamuni adalah manusia, tapi Buddha adalah sosok yang melampaui logika pemahaman manusia biasa.

Adalah salah jika anda menyamakan apa yang di luar logika sedarajat dengan kegaiban, justru konsep "gaib" muncul semata-mata karena adanya hal yang tidak bisa dipahami oleh logika. Kegaiban adalah bias yang muncul dari kacamata logika yang memang terbatas. Dalam hal ini, logika bahkan adalah salah satu sumber penderitaan yang harus dilepas jika ingin merealisasi nibbana.

Banyak hal yang dulu dipahami sebagai "gaib" oleh logika, namun setelah akhirnya logika bisa menerimanya maka kegaiban tidak lagi berarti.  Dengan demikian, permasalah gaib atau tidaknya sesuatu semat-mata tergantung pada kemampuan logika untuk menjelaskannya. Jika tidak mampu menjelaskannya oleh kacamata logika yang naif itu lantas disebut sebagai "misterius", "gaib", dll. Jika ternyata sudah dijangkau oleh logika maka ia akan menyebutnya sebagai "masuk akal". Dengan demikian logika semata-mata bekerja dengan kaidah-kaidah yang akrab dan dikenalnya belaka. Kaidah-kaidah dalam logika adalah sejumlah aturan-aturan yang disepakati bersama sebagai kebenaran dan harus diterima.

saya perlu menulis ini, karena saya menangkap adanya kesalahpahaman bahwa segala sesuatu yang berada di luar logika adalah gaib.



melampaui logika pemahaman manusia biasa yang bagaimana ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 May 2009, 02:35:22 PM
melampaui logika pemahaman manusia biasa yang bagaimana ya?

Contoh paling sederhana, bagaimana kamu bisa memahami sesuatu sebagai indah. Mengapa kamu memahami serangkaian nada sebagai lagu yang "menemtramkan" atau "enak" didengarkan sedangkan rangkaian lagu yang lain sangat "mengganggu" dan "sumbang"?  Mengapa kita tertarik dengan pemandangan tertentu yang kita sebut "indah," namun pemandangan lain sama sekali tidak menggugah? Mengapa kita bertepuk tangan untuk menyatakan sesuatu penghargaan atau kesetujuaan, padahal tepuk tangan hanyalah membunyikan telapak tangan dengan memukulnya dengan telapak tangan lain? Mengapa senyum dianggap menyenangkan untuk orang lain padahal itu hanya menekukkan otot-otot tertentu wajah kita dengan cara tertentu? Mengapa mengucapkan kata "selamat pagi" atau "selamat-selamat lainnya" pada orang lain di saat bertemu dikatakan sopan padahal jelas-jelas itu hanya kata-kata kosong?

Contoh di atas menunjukkan pengalaman-pengalaman sederhana yang sulit kita jabarkan dengan logika atau kalau kita paksakan untuk kita pahami dengan logika jadinya konyol. Jika dalam kejadian sehari-hari seperti ini saja logika tidak selalu mampu memahaminya, bagaimana dengan nirvana yang jelas-jelas dikatakan di luar pemahaman logika? 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 06 May 2009, 03:46:39 PM
melampaui logika pemahaman manusia biasa yang bagaimana ya?

Contoh paling sederhana, bagaimana kamu bisa memahami sesuatu sebagai indah. Mengapa kamu memahami serangkaian nada sebagai lagu yang "menemtramkan" atau "enak" didengarkan sedangkan rangkaian lagu yang lain sangat "mengganggu" dan "sumbang"?  Mengapa kita tertarik dengan pemandangan tertentu yang kita sebut "indah," namun pemandangan lain sama sekali tidak menggugah? Mengapa kita bertepuk tangan untuk menyatakan sesuatu penghargaan atau kesetujuaan, padahal tepuk tangan hanyalah membunyikan telapak tangan dengan memukulnya dengan telapak tangan lain? Mengapa senyum dianggap menyenangkan untuk orang lain padahal itu hanya menekukkan otot-otot tertentu wajah kita dengan cara tertentu? Mengapa mengucapkan kata "selamat pagi" atau "selamat-selamat lainnya" pada orang lain di saat bertemu dikatakan sopan padahal jelas-jelas itu hanya kata-kata kosong?

Contoh di atas menunjukkan pengalaman-pengalaman sederhana yang sulit kita jabarkan dengan logika atau kalau kita paksakan untuk kita pahami dengan logika jadinya konyol. Jika dalam kejadian sehari-hari seperti ini saja logika tidak selalu mampu memahaminya, bagaimana dengan nirvana yang jelas-jelas dikatakan di luar pemahaman logika? 

nirvana dikatakan di luar pemahaman logika ? menurut saya logis tuh... kali ada yang buat jadi aneh-aneh sehingga jadi di luar logika...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 May 2009, 04:56:26 PM
melampaui logika pemahaman manusia biasa yang bagaimana ya?

Contoh paling sederhana, bagaimana kamu bisa memahami sesuatu sebagai indah. Mengapa kamu memahami serangkaian nada sebagai lagu yang "menemtramkan" atau "enak" didengarkan sedangkan rangkaian lagu yang lain sangat "mengganggu" dan "sumbang"?  Mengapa kita tertarik dengan pemandangan tertentu yang kita sebut "indah," namun pemandangan lain sama sekali tidak menggugah? Mengapa kita bertepuk tangan untuk menyatakan sesuatu penghargaan atau kesetujuaan, padahal tepuk tangan hanyalah membunyikan telapak tangan dengan memukulnya dengan telapak tangan lain? Mengapa senyum dianggap menyenangkan untuk orang lain padahal itu hanya menekukkan otot-otot tertentu wajah kita dengan cara tertentu? Mengapa mengucapkan kata "selamat pagi" atau "selamat-selamat lainnya" pada orang lain di saat bertemu dikatakan sopan padahal jelas-jelas itu hanya kata-kata kosong?

Contoh di atas menunjukkan pengalaman-pengalaman sederhana yang sulit kita jabarkan dengan logika atau kalau kita paksakan untuk kita pahami dengan logika jadinya konyol. Jika dalam kejadian sehari-hari seperti ini saja logika tidak selalu mampu memahaminya, bagaimana dengan nirvana yang jelas-jelas dikatakan di luar pemahaman logika? 


Objek adalah netral, AKU lah yang melabeli semuanya, sama seperti Buddha Mungkin dilabeli sebagai manusia yang diluar logika dengan di tambahi supaya terlihat lebih super bukan begitu?
Padahal ajaran Buddha sederhana tidak usah muluk2 dan masuk logika yaitu Jalan Tengah :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 06 May 2009, 10:35:05 PM
MERCEDES:

tapi kenyataannya demikian....
seperti memainkan kata-kata saja.....coba perhatikan kornologisnya

buddha sebelum gotama nirvana ----- >>> memasuki parinirvana >>>>> menjelma sebagai pangeran sakya ( pangeran ini manusia loh... )  >>>>>> memasuki parnirvana >>>>> dikatakan akan menjelma entah di kalpa mana lagi....

dari peristiwa berantai, anda masih mau mengatakan buddha itu keluar dari "ADA dan tiada"
pandangan anda itu jelas mengatakan ADA
eternalis dan semi-eternalisme...

TAN:

Saya kira di sini diskusinya sudah mencapai jalan buntu ya. Telah saya uraikan sebelumnya bahwa istilah "penjelmaan" itu tidak seperti penjelmaan para makhluk samsara. Jadi tuduhan bahwa Mahayana eternalis atau semi eternalis sangat tidak tepat. Mahayana baru disebut eternalis atau semi eternalis bila "penjelmaan" itu sama dengan pengertian makhluk samsara. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Begitu juga dengan pengertian "ada." Keberadaan di sini hendaknya tidak diartikan sebagai "keberadaan" dalam artian makhluk samsara. Oleh karena itu sekali lagi semi eternalis atau eternalisme tidak berlaku bagi Mahayana. Kalau Anda tetap berpendapat demikian, diskusi tidak ada gunanya lagi dilanjutkan.

MERCEDES:

oh, saudara Tan yang memutar balik kata itu siapa?


jadi ada perbedaan menurut saya disini yang sangat jelas

mahayana(TAN) berpendapat bahwa ketika seseorang mencapai ke-buddha-an, segala hal penderitaan bisa di atasinya dengan berpikir "bahwa ini adalah proses"
tetapi kesakitan badan yang dialami nya bahkan tidak dianggap penderitaan...


berarti orang yang telah mencapai kebuddha-an itu seperti telah menjadi kebal menderita.

se-umpama ada seseorang yang telah berpengalaman dalam masalah,
ketika mendapat masalah, orang tersebut malah berpikir "oh cuma masalah, biasa lah"
gampang kok menyelesaikannya.....setelah itu orang tersebut beraksi menghadapi masalah tsb...
apa seperti ini saudara Tan yang anda maksudkan....coba perhatikan contoh saya....
kalau ya mohon di konfirmasikan...

TAN:

Saya kira kesalahan Anda adalah membandingkan antara pola pikir orang yang belum tercerahi dengan seorang Buddha. Mungkin bagi orang yang belum tercerahi dapat dianggap sebagai menggampangkan masalah. Tetapi sekali lagi hal ini tak dapat dibandingkan dengan seorang Buddha. Apakah Buddha kebal menderita? Yang jelas adalah Buddha tidak lagi menderita meski mengalami tua, sakit, dan mati. Kalau Anda menyanggahnya berarti nibanna bukan jalan keluar dari penderitaan. Selain itu, apakah penderitaan itu hanya tua, sakit, dan mati? Orang yang kalah judi apakah tidak menderita? Menderita kalau ia melekat pada kekalahannya itu. Tidak menderita kalau ia sanggup melepas.
Tetap bagaimanapun penderitaan itu erat dengan bagaimana seorang menyikapinya. Pandangan ini lebih universal. Kalau Anda tetap berpendapat demikian, saya kira diskusi ini sudah mencapai jalan buntu dan tidak ada gunanya diteruskan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 07 May 2009, 09:17:48 AM
Sang Buddha sewaktu masih hidup mengalami dan merasakan tua, sakit dan mati  . Tetapi batinnya tidak menderita dalam merespon tua, sakit dan mati.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 07 May 2009, 10:21:25 AM
Quote
Saya kira kesalahan Anda adalah membandingkan antara pola pikir orang yang belum tercerahi dengan seorang Buddha. Mungkin bagi orang yang belum tercerahi dapat dianggap sebagai menggampangkan masalah. Tetapi sekali lagi hal ini tak dapat dibandingkan dengan seorang Buddha. Apakah Buddha kebal menderita? Yang jelas adalah Buddha tidak lagi menderita meski mengalami tua, sakit, dan mati. Kalau Anda menyanggahnya berarti nibanna bukan jalan keluar dari penderitaan. Selain itu, apakah penderitaan itu hanya tua, sakit, dan mati? Orang yang kalah judi apakah tidak menderita? Menderita kalau ia melekat pada kekalahannya itu. Tidak menderita kalau ia sanggup melepas.
Tetap bagaimanapun penderitaan itu erat dengan bagaimana seorang menyikapinya. Pandangan ini lebih universal. Kalau Anda tetap berpendapat demikian, saya kira diskusi ini sudah mencapai jalan buntu dan tidak ada gunanya diteruskan.
saudara Tan, diskusi seperti nya memang sudah jalan buntu ^^

ketika saya bertanya tentang ke-buddha-an anda mengatakan out of logis
dari mana keyakinan anda tentang mahayana yang anda katakan 100% kalau semua yang anda katakan out of logis

ketika anda menyatakan penderitaan jika dipandang sebagai penderitaan maka bukan menderita, hal ini membawa pada 1 pertanyaan, kapankah keluar dari lingkaran yang melelahkan ini?

jadi, buddha membebaskan apa saudara Tan?

ketika kita susah payah berlatih mencapai ke-buddha-an,toh akhirnya pencapaian bisa merosot,
jadi menurut Tan apakah memang "semua" baik yang berkondisi atau tidak berkondisi itu tidak kekal?

salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 07 May 2009, 11:33:22 AM

Objek adalah netral, AKU lah yang melabeli semuanya, sama seperti Buddha Mungkin dilabeli sebagai manusia yang diluar logika dengan di tambahi supaya terlihat lebih super bukan begitu?
Padahal ajaran Buddha sederhana tidak usah muluk2 dan masuk logika yaitu Jalan Tengah :)

Justru Logikalah yang muluk-muluk dan berlebihan

nirvana dikatakan di luar pemahaman logika ? menurut saya logis tuh... kali ada yang buat jadi aneh-aneh sehingga jadi di luar logika...

Coba jelaskan dengan formula logika yang ada....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 May 2009, 11:41:17 AM
out of logic, upaya kausalya... iman kali...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 May 2009, 11:46:20 AM

Objek adalah netral, AKU lah yang melabeli semuanya, sama seperti Buddha Mungkin dilabeli sebagai manusia yang diluar logika dengan di tambahi supaya terlihat lebih super bukan begitu?
Padahal ajaran Buddha sederhana tidak usah muluk2 dan masuk logika yaitu Jalan Tengah :)
Justru Logikalah yang muluk-muluk dan berlebihan

baru kali ini saya dengar kalau logic itu lebih muluk muluk dan berlebihan dibandingkan dengan out of logic...


nirvana dikatakan di luar pemahaman logika ? menurut saya logis tuh... kali ada yang buat jadi aneh-aneh sehingga jadi di luar logika...
Coba jelaskan dengan formula logika yang ada....

formula untuk nibbana itu adalah arahatta magga (jalan pembebasan), terurai secara jelas di dalam dhammacakkapavatana sutta (sutta pemutaran roda pertama) yang membahas tentang Cattari arya saccani (Empat kesunyataan Mulia).
Semua yang diuraikan oleh Guru agung Buddha adalah logik (nyata), mulai dari apa itu dukkha, berbagai jenis dukkha, adanya jalan menuju lenyapnya dukkha dan diberikan jalannya.

Coba sdr.sobat dhamma katakan manakah yang tidak logic di dalam Arahatta Magga ini ??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 07 May 2009, 11:59:20 AM
formula untuk nibbana itu adalah arahatta magga (jalan pembebasan), terurai secara jelas di dalam dhammacakkapavatana sutta (sutta pemutaran roda pertama) yang membahas tentang Cattari arya saccani (Empat kesunyataan Mulia).
Semua yang diuraikan oleh Guru agung Buddha adalah logik (nyata), mulai dari apa itu dukkha, berbagai jenis dukkha, adanya jalan menuju lenyapnya dukkha dan diberikan jalannya.


Sederhananya, lingkaran kelahiran adalah penderitaan. Terhentinya lingkaran kelahiran adalah lenyapnya penderitaan.
Kelahiran kembali memiliki sebab, yaitu Lobha-Dosa-Moha. Tanpa sebab tersebut, maka kelahiran kembali berakhir. Dalam label pikiran, kita sebut "nibbana".

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 07 May 2009, 12:00:46 PM

baru kali ini saya dengar kalau logic itu lebih muluk muluk dan berlebihan dibandingkan dengan out of logic...

Logikalah yang suka berputar-putar mencari penjelasan, membangun argumentasi dan sistem, menjadikan hal yang sederhana tampak kompleks. Dengan melihat sesuatu "apa adanya" maka tidak peelu logika, bukankah demikian?

Coba sdr.sobat dhamma katakan manakah yang tidak logic di dalam Arahatta Magga ini ??

Koq jadi soal logis tidak logis :) hehehehehe itukan cara pandang logika menilai sesuatu? Kalau mau tanya apakah Buddhadharma logis atau tidak tanyakan pada ahli logika, bukan saya yang jelas-jelas tidak mempercayai logika.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 May 2009, 12:05:39 PM

baru kali ini saya dengar kalau logic itu lebih muluk muluk dan berlebihan dibandingkan dengan out of logic...

Logikalah yang suka berputar-putar mencari penjelasan, membangun argumentasi dan sistem, menjadikan hal yang sederhana tampak kompleks. Dengan melihat sesuatu "apa adanya" maka tidak peelu logika, bukankah demikian?


Dimana-mana Logika itu adalah penyederhanaan dari hal yang kelihatannya kompleks... tidak ada logika yang membuat sesuatu yang sederhana menjadi kompleks.... Justru dengan Logika kita bisa membedah segala hal...


Koq jadi soal logis tidak logis :) hehehehehe itukan cara pandang logika menilai sesuatu? Kalau mau tanya apakah Buddhadharma logis atau tidak tanyakan pada ahli logika, bukan saya yang jelas-jelas tidak mempercayai logika.

Berarti mempercayai yang tidak logika... DITERIMA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 07 May 2009, 12:13:21 PM
Dimana-mana Logika itu adalah penyederhanaan dari hal yang kelihatannya kompleks... tidak ada logika yang membuat sesuatu yang sederhana menjadi kompleks.... Justru dengan Logika kita bisa membedah segala hal...

:) Lebih sederhana mana dengan praktik; cukup lakukan saja tidak perlu banyak berteori :) bagaimana? 

Contoh lain:
saya bisa melihat dan mendegar, tanpa perlu repot-repot menjelaskan bagaimana proses mendengar dan melihat terjadi. Lebih sederhana mana cukup melihat dan mendengar dengan berusaha menjelaskan proses melihat dan mendengar menggunakan logika?

Berarti mempercayai yang tidak logika... DITERIMA...
Logika justru perlu dipercayai dulu, sebelum diterima atau tidak. Apa bedanya logika dengan iman?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 May 2009, 12:45:33 PM
Dimana-mana Logika itu adalah penyederhanaan dari hal yang kelihatannya kompleks... tidak ada logika yang membuat sesuatu yang sederhana menjadi kompleks.... Justru dengan Logika kita bisa membedah segala hal...

:) Lebih sederhana mana dengan praktik; cukup lakukan saja tidak perlu banyak berteori :) bagaimana? 

Contoh lain:
saya bisa melihat dan mendegar, tanpa perlu repot-repot menjelaskan bagaimana proses mendengar dan melihat terjadi. Lebih sederhana mana cukup melihat dan mendengar dengan berusaha menjelaskan proses melihat dan mendengar menggunakan logika?

ilmuwan itu melihat burung bisa terbang, baru kemudian dicari cara, dicari tahu bagaimana bisa terbang. Bahkan sebuah pesawat yang begitu berat pun bisa terbang... Dengan cara-cara itu pula maka kamera bisa tercipta, hp bisa tercipta... Ketika manusia tidak berkembang, maka tidak ada peradaban ini. Semakin berkembang ilmu pengetahuan. kita mendapati bahwa ajaran buddha tidak bertentangan langsung dengan perkembangan ilmu pengetahuan.


Logika justru perlu dipercayai dulu, sebelum diterima atau tidak. Apa bedanya logika dengan iman?

Itu namanya hipotesa (dugaan)... ada hipotesa awal... terus ada penelitian, trus ada penarikan kesimpulan apakah hipotesa itu bisa diterima atau tidak... EHI PHASSIKO namanya kalau dalam buddhis. Beda donk logika dengan iman... gimana sih...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 07 May 2009, 03:57:47 PM
ilmuwan itu melihat burung bisa terbang, baru kemudian dicari cara, dicari tahu bagaimana bisa terbang. Bahkan sebuah pesawat yang begitu berat pun bisa terbang... Dengan cara-cara itu pula maka kamera bisa tercipta, hp bisa tercipta... Ketika manusia tidak berkembang, maka tidak ada peradaban ini. Semakin berkembang ilmu pengetahuan. kita mendapati bahwa ajaran buddha tidak bertentangan langsung dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Justru itulah saya bilang logika itu kompleks. Lihat betapa kompleksnya sistem operasi dalam microelectronic, lihat kompleksnya sistem mesin robotic, dll. Semuanya dibangun dengan logika mekanistik yang kompleks. Saya tidak membantah bahwa logika itu berguna, apalagi dalam sains eksak dan teknologi. Masalahnya adalah logika harus dilepaskan dalam prosese seorang merealisasi nirvana, meskipun mungkin saja pada tahap awalnya bisa membantu. Dalam hal ini bukanlah Buddhadharma bertentangan dengan logika, namun logika yang tidak bisa digunakan untuk memahami Buddhadharma. Buddhadharma adalah suatu keadaanya yang melampaui logika, sehingga bagi logika yang sempit Buddhadharma bisa saja terlihat "tidak logis." Yang bermasalah adalah logika itu sendiri terbatas, bukan Buddhadharma yang tidak logis.

Mengapa demikian? Jawabnya logika sendiri adalah bagian dari pikiran, sedangkan pikiran adalah bagian dari Pancaskandha. Bagaimana Pancaskandha yang sebenarnya ilusif tersebut bisa meraih kebenaran absolut. Kebenaran absolut Nirvana justru dipahami ketika pancaskandha disadari sebagai yang anatta, anicca dan anitya. Dengan demikian, logika pun adalah anatta, anicca dan anitya pada hakikatnya, sehingga logika tidak lain adalah bagian dari samsara. Maka dikatakan Buddhadharma melampaui logika, karena Buddhadharma mengajarkan yang lebih tinggi darinya, yaitu Nirvana.

Itu namanya hipotesa (dugaan)... ada hipotesa awal... terus ada penelitian, trus ada penarikan kesimpulan apakah hipotesa itu bisa diterima atau tidak... EHI PHASSIKO namanya kalau dalam buddhis. Beda donk logika dengan iman... gimana sih...

Ini namanya Logika Deduktif. Kadangkala prosesnya terbalik, penelitian dahulu baru menghasilkan sebuah hipotesa, biasanya disebut Logika Induktif. Pada prinsipnya, semua proses ini adalah permainan logika belaka untuk membenarkan dirinya dan semuanya tergantung pada hukum-hukum logika yang diakui/diyakini sebagai kebenaran.

Sebuah Hipotesa dikatakan telah teruji setelah diteliti dan menghasilkan kesimpulan baru (tesis) yang dikatakan lebih kokoh. Dalam banyak penelitian betapa kemudian banyak tesis yang katanya telah teruji akhirnya bisa disanggah juga dengan proses yang sama, dan proses yang sama akan terus terjadi dan terjadi seterusnya tanpa tahu kapan berakhir. Apa yang dulu sempat disebut ilmu akhirnya menjadi mitos, dan apa yang menjadi mitos akhirnya menjadi ilmu, dan seterusnya. Lalu jika kenyataannya demikian, apa bedanya ilmu dengan iman keyakinan? Toh iman keyakinan pun demikian adanya, saling sanggah terus menerus satu sama lain dengan asumsi dan pendapatnya masing-masing.

Saya juga tidak setuju jika Ehipassiko disamakan dengan Logika Deduktif. Dalam ehipassiko yang disebut "Datang dan lihatlah!" sebenarnya seruan untuk melaksanakan Buddhadharma dengan mempraktiknya langsung dan mencapai langsung apa yang diajarkan, bukan untuk mengujinya secara logis. Prinsipnya adalah "melihat" dan "mengetahui". Hanya dengan menjalankan praktik Buddhadharma kita bisa melihat sendiri dan mengetahui sebagaimana yang dicapai oleh Sang Buddha, bukan hanya berdasarkan pengetahuan literer ataupun penalaran logis.

Dengan "melihat" dan "mengetahui" secara langsung, maka yang dibutukan bukan logika, namun praktik Buddhadharma. Hasilnya adalah sebuah "pengetahuan" absolut yang tidak dibutuhkan penalaran logis untuk membenarkannya. Ketika nirvana direalisasi, maka tidak ada "kesimpulan akhir" yang perlu diumumkan atau dibela dengan sebuah argumen logis sekalipun. Barang siapa yang ingin melihat dan mengetahui hal yang sama ia harus mempraktikkannya langsung, bukan membacanya dan mendiskusikannya sebagaimana yang dilakukan dalam Ilmu Pengetahuan.

Sedangkan dalam Logika Deduktif/Induktif produk dari penggalian kebenaran adalah suatu kesimpulan kebenaran yang diakui benar secara logis. Tujuannya adalah mengumpulkan "kebenaran-kebenaran" yang ditemukan kemudian dimanfaatkan untuk kegunaan-kegunaan praktis dan bisa dipelajari kembali tanpa perlu melakukan pengujian ulang yang serupa. Jika ada "kebenaran" yang akhirnya tidak ada lagi yang menyanggah maka ia dianggap final dan tuntas. Sayangnya, dalam sainspun tidak ada yang benar-benar mampu menemukan kebenaran absolut, karena seperti yang kukatakan di atas, tesis yang ditemukan selalu bisa disanggah lagi, apakah sepuluh tahun, lima puluh tahun, seratus tahun ataupun beratus-ratus tahun kemudian. Dengan logikalah kemudian sains yang satu dengan lainnya saling menyerang dan menjatuhkan atau mempertahankan diri. Konon, dengan cara demikianlah sains berevolusi.

Anda lihat betapa bedanya jalan yang ditemph oleh Buddhadharma dan Sains. Ehipassiko jelas bukan proses pencarian dengan mengandalkan hipotesis dan tesis seperti yang anda katakan. Hasil dari Ehipassiko adalah praktik Buddhadharma yang membawa pada kebenaran absolut yang tidak perlu dibela ataupun dibenarkan dengan logika, sebab Nirvana adalah absolut. Kenapa yang absolut harus dibela dengan logika yang jelas-jelas jauh berada di bawahnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 May 2009, 04:47:28 PM
Guru SD mengajarkan kepada anak SD tentunya mengatakan bahwa air itu ya air seperti itu saja,
naik kelas ke SMP mulai diajarkan air itu H2O... tetapi belum diajarkan kimia-nya...
di SMA mulai diajarkan apa itu Hidrogen, apa itu Oksigen, bagaimana ikatan molekulnya dsbnya...
naik terus sampai ke perguruan tinggi (jika ngambil jurusan kimia) akan diperdalam lagi...

Nah, BUDDHA GOTAMA sebagaimana adalah seorang sammasambuddha memiliki KEMAHATAHUAN akan semua prinsip yang perlu diketahui, mengetahui secara persis bagaimana kondisi bathin itu bergerak dan dijabarkan dengan sangat baik di dalam abhidhamma. Apakah itu rumit, tergantung kepada tingkat pemahaman kita... saya sendiri karena belum menemukan "kunci" dalam mempelajari abhidhamma, menganggap abhidhamma itu sulit sekali. Tetapi saya yakin, ketika semua hal itu jelas, maka semuanya akan terasa mudah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 May 2009, 02:20:23 PM
Guru SD mengajarkan kepada anak SD tentunya mengatakan bahwa air itu ya air seperti itu saja,
naik kelas ke SMP mulai diajarkan air itu H2O... tetapi belum diajarkan kimia-nya...
di SMA mulai diajarkan apa itu Hidrogen, apa itu Oksigen, bagaimana ikatan molekulnya dsbnya...
naik terus sampai ke perguruan tinggi (jika ngambil jurusan kimia) akan diperdalam lagi...

Nah, BUDDHA GOTAMA sebagaimana adalah seorang sammasambuddha memiliki KEMAHATAHUAN akan semua prinsip yang perlu diketahui, mengetahui secara persis bagaimana kondisi bathin itu bergerak dan dijabarkan dengan sangat baik di dalam abhidhamma. Apakah itu rumit, tergantung kepada tingkat pemahaman kita... saya sendiri karena belum menemukan "kunci" dalam mempelajari abhidhamma, menganggap abhidhamma itu sulit sekali. Tetapi saya yakin, ketika semua hal itu jelas, maka semuanya akan terasa mudah.

Bukankah bro dilbert, Abhidhamma yang paling sederhana adalah langsung melihat ke dalam diri sendiri?

Jika anda menggunakan contoh dengan menggunakan jenjang pendidikan maka sangat wajar peningkatan jenjang berarti bertambah rumitnya materi yang dipelajari. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan semata-mata yang dilatih sebagian besar adalah kemampuan kognisi atau bernalar. Memang benar, nalar itu sifatnya semakin lama semakin rumit dan kompleks. Namun saya jadi kurang paham bagaimana perumpamaan ini dikaitkan dengan Budhadharma.

Sedangkan tentang Kemahatahuan Sang Buddha, menurut saya arti Mahatahu di sini tidak bisa diartikan semata-mata dalam pengertian kognitif atau pengetahuan logis belaka. Apa yang dicapai Sang Buddha adalah "Pengetahuan Agung" yang melampaui "pikiran biasa." Untuk menjelaskan soal ini ijinkan saya mengutip bagian dari Brahmajàla Sutta di bawah ini:

'Ada lagi, para bhikkhu, hal-hal lain, yang mendalam, sulit dilihat, sulit dipahami, damai, luhur, melampaui sekadar pikiran, halus, yang harus dialami oleh para bijaksana, yang Sang Tathàgata, setelah mencapainya dengan pengetahuan-agung-Nya sendiri, menyatakan, dan tentang hal-hal yang diucapkan dengan benar oleh ia yang sungguh-sungguh memuji Sang Tathàgata.’

Dari kutipan ini bukankah Buddha sendiri juga mengatakan bahwa Buddhadharma "melampaui sekadar pikiran", dalam hal ini logika bukanlah adalah pikiran, sehingga dengan demikian bukankah tepat dikatakan bahwa Budhadharma "melampaui sekadar logika"? Sedangkan "Pengetahuan-agung" Sang Buddha bukanlah sekadar "pengetahuan" dalam arti umum; karena jelas di sini dikatakan "pengetahuan agung melampaui sekadar pikiran."

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 May 2009, 04:13:27 PM
Guru SD mengajarkan kepada anak SD tentunya mengatakan bahwa air itu ya air seperti itu saja,
naik kelas ke SMP mulai diajarkan air itu H2O... tetapi belum diajarkan kimia-nya...
di SMA mulai diajarkan apa itu Hidrogen, apa itu Oksigen, bagaimana ikatan molekulnya dsbnya...
naik terus sampai ke perguruan tinggi (jika ngambil jurusan kimia) akan diperdalam lagi...

Nah, BUDDHA GOTAMA sebagaimana adalah seorang sammasambuddha memiliki KEMAHATAHUAN akan semua prinsip yang perlu diketahui, mengetahui secara persis bagaimana kondisi bathin itu bergerak dan dijabarkan dengan sangat baik di dalam abhidhamma. Apakah itu rumit, tergantung kepada tingkat pemahaman kita... saya sendiri karena belum menemukan "kunci" dalam mempelajari abhidhamma, menganggap abhidhamma itu sulit sekali. Tetapi saya yakin, ketika semua hal itu jelas, maka semuanya akan terasa mudah.

Bukankah bro dilbert, Abhidhamma yang paling sederhana adalah langsung melihat ke dalam diri sendiri?

Jika anda menggunakan contoh dengan menggunakan jenjang pendidikan maka sangat wajar peningkatan jenjang berarti bertambah rumitnya materi yang dipelajari. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan semata-mata yang dilatih sebagian besar adalah kemampuan kognisi atau bernalar. Memang benar, nalar itu sifatnya semakin lama semakin rumit dan kompleks. Namun saya jadi kurang paham bagaimana perumpamaan ini dikaitkan dengan Budhadharma.

Sedangkan tentang Kemahatahuan Sang Buddha, menurut saya arti Mahatahu di sini tidak bisa diartikan semata-mata dalam pengertian kognitif atau pengetahuan logis belaka. Apa yang dicapai Sang Buddha adalah "Pengetahuan Agung" yang melampaui "pikiran biasa." Untuk menjelaskan soal ini ijinkan saya mengutip bagian dari Brahmajàla Sutta di bawah ini:

'Ada lagi, para bhikkhu, hal-hal lain, yang mendalam, sulit dilihat, sulit dipahami, damai, luhur, melampaui sekadar pikiran, halus, yang harus dialami oleh para bijaksana, yang Sang Tathàgata, setelah mencapainya dengan pengetahuan-agung-Nya sendiri, menyatakan, dan tentang hal-hal yang diucapkan dengan benar oleh ia yang sungguh-sungguh memuji Sang Tathàgata.’

Dari kutipan ini bukankah Buddha sendiri juga mengatakan bahwa Buddhadharma "melampaui sekadar pikiran", dalam hal ini logika bukanlah adalah pikiran, sehingga dengan demikian bukankah tepat dikatakan bahwa Budhadharma "melampaui sekadar logika"? Sedangkan "Pengetahuan-agung" Sang Buddha bukanlah sekadar "pengetahuan" dalam arti umum; karena jelas di sini dikatakan "pengetahuan agung melampaui sekadar pikiran."

Brahmajala sutra yang mana yang dikutip ? brahmajula sutra versi mahayana ya ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 May 2009, 06:01:59 PM
Brahmajala sutra yang mana yang dikutip ? brahmajula sutra versi mahayana ya ?

Tidak juga. Saya ambil dari Digha Nikaya terbitan DC Press
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 09 May 2009, 09:34:02 AM

Quote
Mengapa demikian? Jawabnya logika sendiri adalah bagian dari pikiran, sedangkan pikiran adalah bagian dari Pancaskandha. Bagaimana Pancaskandha yang sebenarnya ilusif tersebut bisa meraih kebenaran absolut. Kebenaran absolut Nirvana justru dipahami ketika pancaskandha disadari sebagai yang anatta, anicca dan anitya.
saudara Sobat-dharma,

btw, jadi dengan apa seseorang mencapai pencerahan kalau bukan dari pikiran?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 10 May 2009, 09:07:52 AM
Quote
TL:

Nampaknya mas Tan kurang mengerti mengenai teori nihilisme, karena jawabannya panjang dan tadinya saya malas menulis terlalu panjang, itu alasan pertama.

Alasan kedua adalah karena saya menghindar untuk membandingkan antara Mahayana dengan ajaran lain. Dan hanya membandingkan ajaran Mahayana dengan ajaran Mahayana sendiri atau ajaran non Buddhis seperti Hindu. Tetapi karena mas Tan sendiri yang mengklaim bahwa Tipitaka ada di Mahayana (walaupun saya tidak beranggapan demikian). Jadi saya rasa saya tidak perlu sungkan-sungkan membandingkan Tipitaka dengan buku-buku Mahayana yang lain, karena bukankah Tipitaka Pali juga 99% sama dengan Tripitaka Mahayana? jadi hanya 1 diantara 100 yang berbeda. Jadi Saya tidak membandingkan T dengan M, karena T juga termasuk M menurut pemahaman mas Tan iya kan? 

TAN:

Anda salah. Saya tidak pernah mengatakan bahwa Tripitaka Mahayana = Tipitaka Pali. Saya hanya bilang bahwa sebagian besar sutra di kumpulan Agama ada di Nikaya Pali.  Ingat Agama Sutra hanya salah satu bagian saja dari kanon Pali. Selain itu, masih banyak pula Sutra yang hanya ada di Mahayana. Anda salah paham kalau mengatakan bahwa saya bilang Tripitaka Mahayana = Tipitaka Pali. Salah besar! Saya punya kumpulan kanon Pali dan Tripitaka Mahayana, jadi tidak mungkin saya sebodoh itu mengatakan demikian.
Ajaran Mahayana tidak identik dengan ajaran Theravada. Meskipun Mahayana mengakui Agama Sutra, tetapi juga menggunakan Sutra-sutra Mahayana. Jadi penafsiran pada Agama Sutra diterangi dengan cahaya Sutra-Sutra Mahayana. Oleh karena itu, kami kaum Mahayanis tidak menganggap keduanya bertentangan.

ini jawaban mas Tan pada reply # 771 :

Quote
TL:

terlepas dari fakta bahwa ini kesekian kalinya mas Tan membandingkan antara M dengan T padahal mengatakan tidak bermaksud demikian

TAN:

Apakah Sdr. TL mengetahui bahwa Sutta2 Pali itu 99% juga ada di kumpulan Agama (Ahanjing) milik Mahayana?   Sutta2 Pali dimasukkan dalam bagian tersendiri yang bernama Agama Sutra. Saya sah-sah saja memakai argument itu karena ajaran seperti itu juga ada di kanon Mahayana. Jadi tidak tepat bahwa saya dikatakan membandingkan antara M dengan T.

Jadi setuju menurut mas Tan 99% Tipitaka Pali ada di Agama sutra?  ;D

Quote
The Saṃyukta Āgama ("Connected Discourses", Zá Ahánjīng 雜阿含經 Taishō 99)[7] (corresponding to Saṃyutta Nikāya). A Chinese translation of the complete Saṃyukta Āgama of the Sarvāstivāda  (說一切有部) school was done by Guṇabhadra (求那跋陀羅) in the Song state (宋) [435-443CE]4 (although two folios are missing). Portions of the Sarvāstivāda Saṃyukta Āgama also survive in Tibetan translation. There is also an incomplete Chinese translation of the Saṃyukta Āgama (別譯雜阿含經 Taishō 100) of the Kāśyapīya (飲光部) school  by an unknown translator [circa the Three Qin (三秦) period, 352-431CE][8]. A comparison of the Sarvāstivādin, Kāśyapīya, and Theravadin texts reveals a considerable consistency of content, although each recension contains texts not found in the others.


The Madhyama Āgama ("Middle-length Discourses," Zhōng Ahánjīng 中阿含經, Taishō 26)[9] (corresponding to Majjhima Nikāya). A complete translation of the Madhyama Āgama of the Sarvāstivāda school was done by Saṃghadeva  (僧伽提婆) in the Eastern Jin dynasty (東晉) [397-398CE]. The Madhyama Āgama of the Sarvāstivāda school contains 222 sūtras, in contrast to the 152 suttas in the Pāli Majjhima Nikāya. Portions of the Sarvāstivāda Madhyama Āgama also survive in Tibetan translation.


The Dīrgha Āgama ("Long Discourses," Cháng Ahánjīng 長阿含經 Taishō 1)[10] (corresponding to Dīgha Nikāya). A complete version of the Dīrgha Āgama of the Dharmagupta  (法藏部) school was done Buddhayaśas (佛陀耶舍) and Zhu Fonian (竺佛念) in the Late Qin dynasty (後秦) [413CE]. It contains 30 sūtras in contrast to the 34 suttas of the Theravadin Dīgha Nikāya. A "very substantial" portion of the Sarvāstivādin Dīrgha Āgama survives in Sanskrit,[11] and portions survive in Tibetan translation.


The Ekottara Āgama ("Increased by One Discourses," Zēngyī Ahánjīng, 增壹阿含經 Taishō 125)[12] (corresponding to Anguttara Nikāya). A complete version, translated by Dharmanandi (曇摩難提) of the Fu Qin state (苻秦) [397CE] and altered by Saṃghadeva in the Eastern Jin  (東晉), is thought to be from either the Mahāsaṃghika (大眾部) or Sarvāstivādin canons. It contains some mahāyāna philosophy. According to Keown, "there is considerable disparity between the Pāli and the Sarvāstivādin versions, with more than two-thirds of the sūtras found in one but not the other compilation, which suggests that much of this portion of the Sūtra Pitaka was not formed until a fairly late date."13]
In addition, there is a substantial quantity of Agama-style texts outside of the main collections. These are found in various sources:

 :o mana yang benar?   ;D

Quote
TL:

Ini Sebenarnya adalah pandangan plin-plan. Perhatikan cara penyampaiannya disini, jelas nampak seolah-olah Sang buddha adalah mahluk mendua yang kadang mengajarkan A, kadang mengajarkan B, tidak konsekuen. 
Hal lain yang jelas juga disini adalah: bahwa Nagarjuna (saya katakan bahwa ini pandangan Nagarjuna) berpandangan secara tidak langsung atman (atta) ada. Sebenarnya PANDANGAN NAGARJUNA ADALAH TERMASUK PANDANGAN SEMI ETERNALIS (Brahmajala Sutta ada membahas 62 pandangan salah dan pandangan Nagarjuna adalah salah satu diantaranya).
MEMPERSOALKAN ADA ATAU TIDAK ADA ADALAH SATU KOIN DUA SISI. adalah merupakan pandangan salah.

TAN:

Anda memandang bahwa Buddha dengan cara mengajar seperti itu adalah plin plan. Tetapi mari kita cermati. Saya ambil contoh, seorang dokter yang memeriksa seorang anak yang kekurangan vitamin pada sayuran. Ia lalu menyuruh anak itu banyak makan sayuran. Kemudian ada pasien lain yang menderita sakit asam urat. Ia disarankan jangan banyak makan sayuran. Menurut Anda dokter itu plin plan?
Ada lagi seorang pasien yang berobat dan diberi suatu jenis obat. Setelah pasien sembuh, dokter berkata obatnya boleh dihentikan atau tak boleh diminum lagi. Apakah dokter itu plin plan?

Perumpamaannya kok nggak tepat ya?
Perumpamaan yang benar adalah: menghadapi pasien lever dokternya bilang pada ibunya si A sakit lever, pada ayahnya dia mengatakan si A tidak sakit apa-apa.
Pada ayahnya ia bilang sakit lever tidak bisa sembuh, pada ibunya ia mengatakan sakit lever bisa sembuh. Itu namanya plin plan atau tidak ? ;D

Quote
MERCEDES:

Sisi yang lain yaitu:
YAITU : PRATITYA SRAMUTPADA.
Mohon jangan dibantah, bukankah kitab suci Tipitaka sama dengan kitab suci Tripitaka Mahayana?   

untuk lebih jelasnya, baca kembali syair Sang Buddha ketika di Bodhgaya waktu baru mencapai penerangan sempurna, yaitu:

"Semua faktor-faktor pendukung dumadi (tumimbal lahir)telah dihancurkan, maka tak akan ada lagi kelahiran."

TAN:

Ya tentu saja saya setuju pratyasamupatda. Hanya saja kaum Mahayana tidak menganggap penjelmaan Buddha sebagai "kelahiran." Kalaupun dianggap "kelahiran" maka itu adalah nampaknya begitu di mata makhluk samsara. Tetapi yang pasti tetap tidak ada "kelahiran." Nah, pertanyaan apakah ajaran Mahayana bertentangan dengan pratyasamutpada? Jawabannya, tidak! Karena itu bukanlah "kelahiran

Tidak dilahirkan? apa Beliau muncul begitu saja?  Seperti dewa?   
Atau bersandiwara pura-pura lahir?   ^-^

Quote
TL:

Mas Tan mari kita ke basic.. tolong jelaskan hukum karma menurut mas Tan apakah melingkupi mahluk hidup saja dan apakah melingkupi benda mati?

PERTANYAAN INI SANGAT SEDERHANA (TAK PERLU ADA SPEKULASI) TETAPI MAS TAN TAK BISA MENJAWAB, (ATAU TAK BERANI MENJAWAB.....? ? ? ? ?) ANAK SD SAJA BISA MENJAWAB PERTANYAAN INI  HEHEHE....

TAN:

Kalau Anda tidak suka spekulasi dan berbelit-belit. Jawab saja: Apakah hukum kamma itu anitya atau nitya? Gitu aja kok repot. gak usah repot2 lah.. saya ini tak suka merepotkan orang lain. Hehehehehe.....

Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya ^-^

Anitya bersifat nitya atau Anitya?

Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:

Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.

Berbagai hal bisa muncul di alam sengsara disebabkan oleh hukum sebab dan akibat dan akan lenyap kembali (bersifat anitya) selama akarnya tidak dilenyapkan maka kondisi-kondisi akan muncul kembali. Sesuai dengan hukum pratitya sramupatda. (dari Avidya timbullah sankshara, dari sankshara timbullah vinyana, dari vinyana timbullah nama-rupa, dari nama-rupa timbullah salayatana, dstnya)
Akar dari sebab musabab tersebut adalah avidya bila avidya lenyap mungkinkah timbul vinyana/alaya vinyana? Bila tak ada vinyana mungkinkah terjadi pemancaran metta? Bila mungkin dengan apa pemancaran maitri karuna dilakukan bila vinyana tidak timbul?

Pratitya sramupatda yang merupakan lingkaran tumimbal lahir mahluk hidup, saling bergantungan yaitu: bila ini muncul maka muncullah itu. Bila ini lenyap maka lenyaplah itu. Selama ada pemunculan maka akan timbul kondisi-kondisi, bila kondisi-kondisi itu lenyap maka pemunculan juga akan lenyap. Dengan lenyapnya pemunculan maka muncul dan lenyapnya segala sesuatu juga ikut berhenti. Dengan kata lain bila tak ada pemunculan (kelahiran) maka penghentian (kematian) juga tak akan terjadi. jadi bila tak ada pemunculan maka tak ada anitya. Karena anitya adalah konsekuensi logis yang merupakan penghentian dari suatu pemunculan atau dengan kata lain suatu yang muncul akan lenyap kembali.

PERTANYAAN ANEH DARI MAS TAN: APAKAH PENGHENTIAN ITU AKAN BERHENTI JUGA ATAU TIDAK BERHENTI? Ini adalah pertanyaan gaya mas Tan yang tentu saja tidak valid.  :P

Demikian juga dengan nirvana,
Nirvana adalah termasuk asanskhata Dharma, sedangkan sanskhata Dharma masih masuk dalam alam samsara jika kondisi-kondisi Dharma (sanskhata Dharma) berhenti, maka asanskhata Dharma yang akan menggantikan.
Karena pada Nirvana bersifat asanskhata maka Nirvana tak berkondisi, dan karena tak berkondisi maka tak ada muncul dan lenyap kembali dengan kata lain pada Nirvana tak ada anitya.

Mungkin mas Tan masih akan bertanya lagi apakah anitya itu nitya atau anitya? Jawabnya Nirvana telah terlepas dari dualisme anitya maupun nitya karena Nirvana tak berkondisi.
Theravada tak akan menjawab Nirvana anitya karena akan muncul pandangan nihilisme, dan juga tidak nitya, karena pandangan nitya akan memunculkan eternalisme.

NIRVANA TAK BERKONDISI JADI BUKAN ANITYA MAUPUN NITYA...

Sesuai dengan kitab Udana: Ajhatam, abhutam dan asankhatam, tidak dikatakan Nirvana bersifat nitya maupun anitya. Jadi Nirvana adalah berhentinya anitya itu sendiri. Paham mas?   :)

Quote
TL:

Sudah saya jawab diatas: hukum karma hanya berlaku dan valid hanya pada mahluk hidup, sewaktu mereka masih memiliki kelima kelompok kemelekatan (panca skandha). Bila kemelekatan terhadap panca skandha telah lenyap seluruhnya, maka karma niyama tak berlaku.

TAN:

Buddha sebelum parinirvana masih menerima balasan kammanya, dan mengalami penyakit. Apakah Buddha masih punya kemelekatan pada panca skandha?

Sudah jelas ada keperluan mempertahankan pancaskhanda karena kebutuhan contohnya : Sang Buddha memerlukan makan untuk mempertahankan kelanjutan hidupnya supaya dapat mengembangkan Dharma. Tetapi Beliau makan bukan karena kemelekatan loba,loba,loba seperti mas Tan dan saya.   
Weleh..weleh... sekarang terbalik posisinya malah saya yang diminta berbagi pengetahuan oleh mas Tan ^-^

Quote
TL:

99% berarti hanya satu yang berbeda diantara seratus, apakah saya salah secara matematis?
Mengenai tanggapan terhadap Wikipedia, saya serahkan pada pembaca, mau percaya tulisan mas Tan atau percaya Wikipedia   

TAN:

Meskipun semua pembaca tidak percaya tulisan saya, sama sekali saya tidak peduli. Saya punya pandangan sendiri berdasarkan literatur2 yang saya punya. Saya tidak perlu penilaian atau pendapat orang lain.


Iya saya setuju mas Tan, pake kacamata kuda aja  ;D

Quote
Jadi tulisan saya tidak dipercaya juga tidak mengapa. Dipercaya atau tidak, bagi saya tidak ada untungnya apa2. Kecuali kalau tulisan dipercaya, terus saya dapat hadiah 500.000 USD. Nah baru ceritanya lain.

Kalau ada yang mau bayar tulisan saya setengah atau sepersepuluhnya saja dari 500.000 USD tolong kasih tahu saya ya mas Tan? nanti saya bagi separoh, makasih sebelumnya lho mas.

Quote
Kedua, kebenaran tidak bergantung dari banyak orang yang percaya atau tidak. Dulu yang percaya bumi bulat hanya GALILEO GALILEI. Nah, nyatanya bumi datar atau bulat?

Benar mas Tan kebenaran tidak tergantung dari banyak orang yang percaya atau tidak. Tetapi orang yang percaya buta dan tak peduli benar atau tidak; atau orang-orang yang mencari pembenaran sangat banyak mas Tan.

Quote
MERCEDES:

Mas Tan mengerti atau tidak pandangan causal effect/ sebab akibat/ pratitya sramutpada
ini kutipan ajaran jainism ( http://en.wikipedia.org/wiki/Jainism#Doctrines ):

Jains believe that every human is responsible for his/her actions and all living beings have an eternal soul, jīva.
Jains beranggapan bahwa semua manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya dan semua mahluk hidup memiliki roh yang kekal, jiva.Apa mirip ?   

Jains view God as the unchanging traits of the pure soul of each living being, described as Infinite Knowledge, Perception, Consciousness, and Happiness (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). Jains do not believe in an omnipotent supreme being, creator or manager (kartā), but rather in an eternal universe governed by natural laws
Jains beranggapan Tuhan/dewa sebagai sifat tak berubah dari jiwa yang murni setiap mahluk hidup, diterangkan sebagai pengetahuan tak terbatas, persepsi, kesadaran dan kebahagiaan (Ananta Jnāna, Ananta Darshana, Ananta Cāritra and Ananta Sukha). jain tidak percaya mahluk tertinggi yang maha tahu dan maha kuasa, pencipta atau pengatur, tetapi percaya alam semesta yang abadi yang diatur oleh hukum alam.
Mirip T atau mirip M 

History suggests that various strains of Hinduism became vegetarian due to strong Jain influences
Berbagai aliran Hinduisme menjadi vegetarian karena pengruh kuat jainism. Mirip mana ? 
tolong diperhatikan kita tidak mempersoalkan vegetarian benar atau salah, baik atau buruk.

TAN:

Ah, bukannya umat Buddha juga percaya ajaran bahwa "tidak percaya mahluk tertinggi yang maha tahu dan maha kuasa, pencipta atau pengatur"?

Loh? di Theravada jelas tidak, emangnya di Mahayana percaya?  ^-^

Quote
Adalah wajar bahwa di antara berbagai ajaran agama ada kemiripan dan ketidak-miripannya. Tidak perlu dibingungkan. Bagaimana dengan kemiripan ajaran non-Mahayanis dengan konsep tirthankara yang juga tak dapat memancarkan maitri karuna setelah ia memasuki nirvana?

Amiduofo,

Tan

Manakah yang lebih mungkin memancarkan maitri karuna:
jiwa roh yang kekal abadi seperti paham alaya vinyana yang telah memasuki Nirvana atau
keadaan yang tak berkondisi?   ^-^

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 10 May 2009, 09:36:13 AM
Wah ternyata belum di lock juga, ya.

Luar biasa. Belum sampai sehari dah maju 2-3 halaman. Betul2 diskusi yang bersemangat.
Saya belum bisa mereply semua pertanyaan. Tetapi saya sudah baca sekilas. Saya angkat topik ini dulu.

HUKUM KAMMA ITU NITYA ATAU ANITYA?

Pertanyaan ini nampaknya tidak bersedia dijawab dengan gamblang, karena akan menimbulkan problematika bagi sebagian orang. Oleh karena itu, alih-alih memberikan jawaban langsung, ada rekan peserta diskusi yang mencoba mengaitkannya dengan karma masing-masing individu. Intinya dijawab bahwa:

1.Bagi yang belum tercerahi, karma masih ada.
2.Bagi yang sudah tercerahi, hukum karma sudah tak berlaku lagi.

Jawaban ini tak memecahkan masalahnya. Pertanyaannya, meskipun bagi sebagian orang yang telah tercerahi hukum karma tak berlaku lagi, tetapi hal ini tetap berarti bahwa hukum karma tetap ada; karena bagi sebagian orang lain yang belum tercerahi, hukum ini masih berlaku. Oleh karena itu, hukum kamma MASIH TETAP BERLAKU, ENTAH ADA YANG SUDAH TERCERAHI ATAU BELUM. Apakah dengan demikian hukum karma bersifat kekal? Jadi pertanyaan saya apakah hukum karma bersifat kekal atau tidak kekal masih belum terjawab hingga saat ini. Mohon maaf, tanpa bermaksud merendahkan pihak manapun, saya terus mengatakan bahwa saya belum menerima  jawaban yang definitif dan memuaskan mengenai hal ini. Masing-masing masih mencoba berkelit ke sana kemari.

Amiduofo,

Tan


Ini pemikiran spekulatif Mahayana yang terlebih lagi tidak menyelesaikan masalah, karena beranggapan suatu ketika semua mahluk hidup merealisasi Nirvana berkat pertolongan Bodhisattva dan Buddha yang harus berkali-kali tumimbal lahir lagi (apa bedanya ya?) sehingga tak ada lagi mahluk di alam samsara, sehingga setelah semua mahluk masuk Nirvana maka tak ada lagi karma.

Spekulasi lebih besar lagi akan timbul dari spekulasi Mahayana tersebut:

BILA BUDDHA JUGA BERTUMIMBAL LAHIR KEMBALI SAMPAI KAPAN SEMUA MAHLUK AKAN TERBEBAS DARI SAMSARA?

Bukankah terlahir kembali berarti masuk alam samsara lagi? Bukankah bila seorang yang telah mencapai pencerahan dan tak akan terlahir kembali, maka masih memungkinkan samsara akan bersih dari mahluk? karena semua mahluk telah terbebas dari samsara?.

Ini hanya spekulasi yang dijawab dengan spekulasi.

Ada aliran diluar M yang tak mau berspekulasi mengenai apakah semua mahluk akan terbebas dari samsara atau tidak, yang penting baginya adalah membebaskan dirinya dari samsara dan membantu mahluk lain sebanyak mungkin agar terbebas dari samsara.

Pandangan di luar M ini menggunakan rujukan dari satu sutra yang berisi perumpamaan orang yang terkena panah.

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 10 May 2009, 10:01:10 AM
TL:

Kitab-kitab suci Mahayana seperti Saddharma Pundarika Sutra, Avatamsaka Sutra dll tak pernah dimasukkan dalam agama sutra padahal kitab-suci ini juga dimulai dengan: Demikianlah yang kudengar.
Disebabkan ketidak sepakatan diantara golongan Mahayana sendiri mengenai keabsahan kedua kitab tersebut.

TAN:

Terus masalahnya apa kalau tidak dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Justru itulah yang membedakan Tripitaka Mahayana dengan Tipitaka Pali. Apakah Anda hendak memaksakan bahwa semuanya harus dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Ataukah semua sutra2 Mahayana harus dibuang, sehingga tinggal Agama Sutra saja? [Kok jadi ingat agama XXX yang pernah menyarankan pembakaran kitab-kitab ;)]
Kedua, kata siapa pernah ada ketidak-sepakatan di antara golongan Mahayana tentang keabsahan kedua kitab tersebut? Jawabnya tidak ada. Yang ada adalah aliran-aliran Mahayana menjadikan kitab2 tertentu sebagai pedomannya. Ya ini wajarlah. Sutra2 Mahayana itu jumlahnya bejibun. Akhirnya suatu aliran hanya pakai sutra2 tertentu saja, tetapi tidak memandang rendah Sutra2 Mahayana lainnya. Sebagai contoh:

Aliran Huayan (Avatamsaka) menjadikan Sutra Avatamsaka sebagai pedomannya.
Airan Tiantai (Panggung Surgawi) menjadikan Sutra Saddharmapundarika sebagai pedomannya.
Aliran Mizong (Tantra) menjadikan Sutra Mahavairocana dan Vajrasekhara sebagai pedomannya.

Mungkin dahulu dalam proses penyusunan kanonisasi Taisho Tripitaka Mahayana pernah terjadi perdebatan mengenai berbagai kitab yang hendak dimasukkan. Ini wajar saja, karena di tiap2 agama juga begitu. Bukannya menyinggung Theravada, tetapi kenyataan sejarah juga memperlihatkan bahwa Abhidhamma Pali sempat menjadi kontroversi.

Di sini Anda sekali lagi mengungkapkan ketidak benaran. Yang sebelumnya menuduh saya mengatakan Tipitaka Pali = Tripitaka Mahayana. Sekarang mengatakan ada perselisihan mengenai keabsahan Sadharmapundarika dan Avatamsaka Sutra dalam Mahayana. Padahal keduanya sudah 1000 tahun lebih masuk dalam kanon Mahayana.

Apakah mas Tan membaca menurut prajna paramita sutra dikatakan MEREKA YANG MENGIKUTI JALAN PRATYEKA BUDDHA DAN SRAVAKA BUDDHA DIANGGAP TELAH BERADA DIBAWAH PENGARUH MARA?

Pada bagian lain di SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA DIKATAKAN BAHWA ARAHAT HANYA PENGHENTIAN SEMENTARA, yang diumpamakan kafilah yang berjalan jauh lalu menemukan sebuah kota, lalu rombongan kafilah DIBOHONGI oleh pemimpin kafilah yang mengatakan bahwa mereka telah sampai tujuan. Apa iya Seorang Buddha suka berbohong?

Renungkan sendiri kedua pernyataan dari kitab suci Prajna Paramita sutra dan Saddharma Pundarika sutra ini, kontradiktif atau tidak?

Pertanyaan: bila jalan Sravaka Buddha itu dibawah pengaruh Mara mengapa dikatakan di Saddharma Pundarika bahwa itu hanya penghentian sementara? Apakah Buddha bersekutu dengan Mara di dalam doktrin Mahayana?

Quote
TL:

At: mas Tan: semoga mas Tan berlapang dada untuk mengungkapkan secara terus terang mengenai ajaran mahayana, sehingga semua pembaca bisa mendapat manfaat dari diskusi ini, semoga mas Tan tidak berpikir mengenai diskusi ini dari segi menang atau kalah, semoga mas Tan mengambil yang benar membuang yang salah: bukankah seharusnya demikian yang dilakukan oleh pencari kebenaran sejati?

TAN:

O maaf! Saya tidak lagi mencari kebenaran sejati. Bagi saya kebenaran adalah ajaran Mahayana. Saya tidak mencari-cari lagi. Anda ingin merubah saya mengikuti aliran Anda? Kalau itu tujuan Anda, Anda pasti akan kecewa, Bung. Sebaiknya urungkan saja niat Anda. Saya sudah yakin 100 %, Mahayana itu logis dan realistis. Tetapi saya tidak memaksa Anda mengikuti Mahayana. Di sini Mahayana dikritik, jadi saya merasa berhak memberikan jawaban. Anda sendiri masihkan mencari kebenaran sejati?

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

Quote
TL:

Seperti Alaya Vinnana yang kekal abadi, mas Tan nampak sekali menghindar untuk membahas mengenai Alaya Vinnana, itulah sebabnya bila saya tanyakan apakah kesadaran itu anitya atau tidak mas Tan selalu menghindar dengan mengajukan pertanyaan balasan: apakah anitya itu nitya atau anitya? (dalam usaha defensif).

TAN:

Justru Anda tidak mau menjawab hal itu, karena jawaban apakah anitya itu nitya atau anitya akan merupakan tantangan bagi apa yang Anda yakini dan sekaligus jawaban apakah kesadaran itu anitya atau nitya. Apakah Anda tidak bersedia menjawab apakah anitya itu nitya atau anitya sebagai usaha defensif pula? Coba tanyalah pada diri Anda sendiri.

Selebihnya posting Anda di bawah ini tidak akan saya tanggapi, karena menurut saya tidak berguna ditanggapi. Saya sudah banyak jelaskan panjang lebar sebelumnya. Kalau Anda tidak mengerti-ngerti juga ya sudah.

Diatas saya sudah jawab mengenai pertanyaan mas Tan, Sekarang giliran mas Tan jawab pertanyaan saya  apakah kesadaran itu anitya atau nitya?   ^-^

Quote
Semoga pencerahan tidak hanya di intelektual, tetapi juga pada tindakan, perkataan, dan tindakan.

Amiduofo,

Tan

bagus ini berlaku juga untuk mas Tan, lengkapnya demikian: semoga saya mencapai pencerahan, sehingga pikiran, perkataan dan tindakan saya lurus tidak bertentangan dengan Dharma.

Metta,



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 11 May 2009, 09:56:51 AM
Quote from: Tan
TAN:

Hmm... Anda menyatakan "nirvana tidak memiliki elemen apapun, termasuk kaya alias tubuh" bukanlah adalah suatu "kondisi" pula? Dengan kata lain, Anda seolah-olah hendak menyatakan bahwa nirvana itu berkondisi. Kedua, saya perlu mengulangi lagi bahwa yang dimaksud dengan "tubuh" di sini tidak sama dengan tubuh dalam pengertian makhluk yang belum tercerahi. Saya sebenarnya tidak menolak ungkapan bahwa "nirvana tidak memiliki elemen apapun" asalkan yang Anda maksud "elemen" di sini adalah "elemen" dalam pengertian makhluk samsara. Nirvana memang tidak dapat diungkapkan dengan kosa kata umat awam.

Amiduofo,

Tan

Kan sudah saya bilang kalau Nirvana itu “tidak tercipta”, oleh karena itu tidak ada elemen apa pun. Nirvana itu kondisi yang tidak tercipta, jadi bukanlah suatu kondisi yang berkondisi.

O jadi Nirvana itu memiliki elemen yang bukan merupakan elemen seperti Samsara? Nama elemennya apa Bro? Elemen Nirvana yah? Pasti jawabannya Trikaya + Maitri-Karuna. Ya kan? ;D


Quote from: Tan
TAN:

Anda telah terjebak di sini. Oke anggap saja anitya tidak berlaku lagi bagi seseorang yang telah merealisasi nirvana. Tetapi ini tidak berarti anitya tidak ada lagi. Anitya tetap berlaku bagi para makhluk yang telah mencapai pencerahan, meskipun ada yang telah merealisasi nirvana. Sebagai contoh, saya beri kasus sebagai berikut. Seseorang berada dalam rumah yang tertutup rapat, sehingga ia tidak lagi melihat matahari. Namun apakah matahari itu hilang seiring dengan hal itu? Jawabannya tidak! Orang yang berada di luar rumah masih dapat melihat matahari. Nah, apakah kini anitya atau nitya itu kekal?
Kalau pertanyaan ini dianggap tidak valid atau ditolak menjawabnya dengan alasan apapun, maka saya juga boleh menyatakan bahwa segenap pertanyaan dan kritikan terhadap Mahayana juga tidak patut, layak, ataupun valid.

Amiduofo,

Tan

Siapa yang terjebak…?

Yang saya maksud itu adalah kondisi Nirvana-nya, kondisi Pembebasan Mutlaknya (Parinirvana); bukan orang yang telah merealisasinya.

Kalau ditanya apakah anitya masih berlaku bagi orang yang sudah merealisasi Nirvana? Jawabannya adalah “A BIG YES”.

Kalau ditanya apakah anitya masih berlaku dalam Nirvana? Jawabannya adalah “itu pertanyaan yang tidak relevan”.

Konteks pertanyaan yang Anda ajukan itu pun berkondisi, sehingga bila konteksnya tidak terpenuhi maka pertanyaan itu tidak valid untuk dijawab.

Apakah relevan jika saya bertanya :
- “Apakah perubahan itu statis atau berubah?” :D

Jadi sebenarnya Anda yang terjebak oleh planning Anda sendiri. Anda malah salah tangkap dengan pertanyaan Anda sendiri.


Quote from: Tan
TAN:

Hmmm.. kalau saya jawab "ada" juga tidak tepat. Karena Anda masih menggunakan definisi "ada" berdasarkan pandangan seseorang yang masih belum tercerahi. Apa yang disebut "keberadaan" di sini hendaknya tidak didasari oleh pandangan kita yang masih ada dalam samsara ini. Iya Buddha "ada" tetapi berada dalam kondisi yang di luar "keberadaan" makhluk samsarik. Inilah bedanya dengan eternalisme ataupun semi eternalisme. Apakah Anda melihat bedanya?
Mahayana boleh dicap eternalisme atau semi eternalis asalkan penganut pandangan "ada" sama seperti makhluk samsarik, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.

Amiduofo,

Tan

O begitu… :-?
Mohon kiranya Bro Tan menjelaskan definisi “ada” berdasarkan pandangan orang yang sudah tercerahi.


Btw… Bro Tan, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

“Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 11 May 2009, 09:58:05 AM
Quote from: sobat-dharma
Di sini saya melihat anda masih membedakan antara “mengharapkan” dan “melakukan”, seolah-olah keduanya memisahkan antara Metta Bhavana dan Ikrar Bodhisattva.  Anda melupakan bahwa keinginan untuk menolong makhluk lain pada Bodhisattva juga dilandasi oleh Metta-karuna –mudita yang sama, yang tentunya juga dilandasi oleh Prajna sehingga tidak ada kemelakatan. Mengharapkan semua makhluk lepas dari samsara adalah aspirasi tertinggi dari kata “semoga makhluk berbahagia” karena ‘kebahagiaan’ tertinggi yang bisa diraih makhluk hidup adalah Nirvana. Selain itu, calon Bodhisattva juga memperkuat harapan tersebut dalam sebuah visi  jelas.
Saya sudah mengatakan pada anda bahwa, pembangkitan pikiran “bodhicitta” adalah yang terpenting dalam Ikrar Bodhisattva bukan logika tentang mungkin atau tidaknya ikrar tersebut diwujudkan, seperti halnya dalam Metta Bhavana pembangkitan Metta itu paling penting dibandingkan apakah akhirnya semua makhluk hidup bebahagia seperti yang diharapkan atau tidak. Dalam hal ini, yang penting adalah kedua-duanya membangkitkan tekad dan semangat yang kurang lebih sama.  Kalau anda kemudian mempertanyakan Ikrar Bodhisattva semata-mata agar terkesan elegan, maka anda seharusnya mempertanyakan hal yang sama pula pada Metta Bhavana. Di sini saya kembali bertanya pada anda, buat apa mengharapkan semua makhluk berbahagia padahal tidak ada kemungkinan hal ini terjadi?

Saya kan berada jauh ribuan kilometer dari Anda. Oleh karena itu, saya mengharapkan Anda dapat hidup berbahagia. Karena saya tidak bisa membahagiakan Anda, jadi saya hanya mampu ’mendoakan’ Anda untuk berbahagia.

Anda berada jauh ribuan kilometer dari saya. Oleh karena itu, sebaiknya Anda mengaharapkan agar saya dapat hidup berbahagia. Karena Anda memegang konsep Bodhicitta, seharusnya Anda turut mampu menolong dan membahagiakan saya. Berhubung saat ini saya sedang butuh bantuan tenaga dan materi yang cukup besar, saya harap Anda mau membantu saya. Mau ya, Bro? Jangan cuma memancarkan maitri-karuna-mudita lewat pikiran saja loh… Saya tunggu kesedian bantuan dari Anda. ;D

Untuk uraian mengenai Metta Bhavana, saya skip dulu deh. Percuma saya jelaskan juga, nanti tetap saja Anda akan mengidentikannya dengan Ikrar Bodhisattva.


Quote from: sobat-dharma
:) sebaliknya anda sering membahas dharma dengan kacamata ekonomi :) saya perlu mengingatkan itu supaya anda tidak kembali terjebak pada perspektif yang sama.

Jadi kalau membahas Dharma, kita tidak boleh membicarakan mengenai kusala (menguntungkan) dan akusala (merugikan) yah...?


Quote from: sobat-dharma
Jika semua makhluk mulai memasuki Jalan Bodhisattva berarti cita-cita semua makhluk hidup merealisasi nirvana akan segera terwujud. Lalu apa yang harus dicemaskan? Koq pusing2 banget.
Bro Upasaka, logika demikian hanya menimbulkan keragu-raguan dan tidak bermanfaat, kenapa harus terus dipertahankan? Coba kalau anda bertanya terus dengan logika anda apa bukti logis bahwa Sakyamuni benar-benar mencapai Kebuddhaan dan terus meragukan hal tersebut atau apakah realisasi nirvana itu mungkin terjadi atau tidak, saya rasa pertanyaan demikian tidak ada gunanya.  Dalam Dharma, tidak semua pertanyaan perlu dijawab saat ini juga.

Saya tidak ragu mengenai jalan pencapaian Nirvana-nya. Yang saya tekankan di postingan sebelumnya adalah kemustahilan semua makhluk pada satu masa bisa serentak merealisasi jalan itu.

Dan jika semua makhluk menapaki Jalan Bodhisttva pada saat yang bersamaan, maka...
- Ekologi sistem tidak lagi seimbang.
- Planet Bumi menjadi sebuah lokasi hunian yang sempit.
- Semua makhluk harus mengantri untuk menjadi Samyaksambuddha. Karena meski semua makhluk menapaki Jalan Bodhisattva secara serentak, namun tidak mungkin ada lebih dari satu Samyaksambuddha dalam satu masa.
- Pada akhirnya, Samyaksambuddha terakhir tidak layak disebut sebagai seorang Samyaksambuddha. Karena Beliaulah makhluk terakhir di samsara ini, sehingga Beliau tidak bisa mengajarkan Dharma pada makhluk lain. Ujung-ujungnya... Hal ini kontradiksi dengan Konsep Mahayana. Karena kalau hal ini terjadi, maka Samyaksambuddha terakhir ini lebih pantas diberi gelar Pratyeka Buddha.

Mudah-mudahan saya tidak diiming-imingi dengan iman lagi...


Quote from: sobat-dharma
Realisasi nirvana tidak sama dengan” kesuksesan” sesaat di dunia ini. Dalam realisasi nirvana jika saat ini anda tidak memiliki kualitas kesuksesan, maka berusahalah untuk membangun kualitas itu terlebih dahulu. Untuk itu, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mulai membangun kualitas sukses tersebut apalagi jika ia dibantu untuk membangun kualitas-kualitas tersebut.  Jika paramita dalam kehidupan ini belum mencukupi, maka teruslah berlatih mengembangkannya meski dalam kehidupan selanjutnya.

Saya tidak bilang kesuksesan duniawi. Saya pakai kata ”kesuksesan” itu dalam lingkup generalisasi, yaitu bersifat luas dan komprehensif. Mencapai Nirvana pun merupakan kesuksesan merealisasi Pembebasan, Bro. Dan di dalam Hukum Alam, yang ada adalah konsekuensi. Konsekuensi dari orang yang memiliki kualitas dalam bidang yang digeluti adalah KESUKSESAN.

Untuk bisa SUKSES MEREALISASI NIRVANA, seseorang harus mempunyai kualitas yang memadai. Bukan dengan berusaha dalam kebajikan secara membabi-buta dan tanpa systematic planning yang jelas.


Quote from: sobat-dharma
Tergantung bagaimana kalimat ini diucapkan; apakah si pengucap mengatakannya dengan sungguh-sungguh atau diucapkan sekadar untuk merayu. Jika diucapkan dengan sungguh-sungguh, maka muncullah kemelekatan ia pada pasangannya yang sangat kuat, dengan adanya kelekatan tersebut maka tidak mungkin dalam kehidupan selanjutnya ia kembali mencintai orang yang sama. Ingat apa yang dialami oleh Yasodara. Bukan hanya 1.000 tahun saja, mungkin berkalpa-kalpa lamanya ia akan terus terikat pada orang yang sama.

Yang saya maksudkan adalah mustahil untuk mencintai 1.000 tahun lamanya, jika umurnya saja tidak mencapai 1.000 tahun. Kalau sudah begitu, itu namanya kalimat / syair yang ’manis’ di telinga bukan?

Quote from: sobat-dharma
Saya katakan itu metafora , meski demikian kekuatan bodhicitta yang bangkit melalui  tekad yang sungguh-sungguh bukannya hal yang tidak mungkin bertahan untuk waktu yang tak terhitung lamanya. Saya katakan kata “abadi” semata-mata adalah metafora karena pemahamannya bukan dalam makna permanen dan tetap sebagaimana yang dikira orang yang membacanya sepintas, namun kata tersebut berusaha menggambarkan kuatnya dampak yang muncul dari bodhicitta.

Itu dia Bro. Ketika membaca Ikrar Bodhisattva itu, jantung saya terhentak keras oleh syair emas itu sehingga membuatnya berdegup haru. Namun setelah saya selidiki, rupanya itu hanyalah permainan pikiran. Dan saya tidak boleh mudah hanyut dalam ucapan-ucapan manis orang lain.


Quote from: sobat-dharma
Kalau sejak semula semua yang anda katakan memang “tidak ada”: penderitaan ada tapi tidak ada yang menderita, lalu apa yang perlu dicemaskan?

Hmm... Saya tidak mengerti atau Anda yang tidak mengerti yah. :|
Saya ulangi lagi pertanyaannya dengan sudut pandang berbeda...

”Apakah menurut Anda, suatu saat nanti mungkin ada masa kehidupan di mana semua makhluk menapaki Jalan Bodhisattva, sehingga tidak lagi diperlukan mikroorganisme pengurai untuk membusukkan bangkai?”


Quote from: sobat-dharma
Kalau hanya masalah “mungkin” dan “tidak mungkin”, kita hanya berbicara tentang probabilitas bukan? Kalau gitu kita hanya bicara tentang sesuatu yang sangat acak. Konon, bahkan sebagian sainstis meyakini ada “kemungkinan” jika semua Alam Semesta hancur. :) Saya menggunakan contoh ini bukan berarti saya setuju pandangan jika suatu saat alam semesta akan hancur. Namun saya hanya hendak berkata kalau sebatas “mungkin” atau “tidak mungkin”, probabilitas yang muncul dalam dunia ini adalah tidak terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, buat apa meributkan probabilitas semacam demikian?

Anda terlalu banyak berpikir bro :)
Kalau Buddha bisa terbang, menembus tembok, menggandakan diri dan melakukan banyak keajaiban, mengapa kita bicara tentang hukum fisika lagi?

Menurut konsep Mahayana, apakah tersirat bahwa semua makhluk akan lepas dari Samsara?

Kita tidak perlu berspekulasi “mungkin” atau “tidak mungkin” deh. Kalau di konsep Mahayana dinyatakan tidak mengenai “YA” atau “TIDAK”…?

Yang bisa ditelaah lewat logika dan ilmu eksak (setidaknya sampai detik ini), maka lebih baik ditelaah terlebih dahulu. Kemampuan gaib Sang Buddha pun sebenarnya masih memiliki kolerasinya dengan Iptek. Namun suatu masa di mana Hukum Relativitas Fisika tidak lagi eksis, di mana Hukum Rantai Makanan tidak lagi eksis, di mana Hukum Kausalitas tidak lagi eksis, menurut saya itu tidak mungkin ada. Dengan kata lain, filsafat ilmu eksak bertolak-belakang dengan “konsep Penapakan Jalan Bodhisattva secara serentak”.

Selanjutnya terserah Anda…
Ingin bersandar pada pemikiran logis (akal sehat) atau berbahagia dengan percaya namun tidak melihat (iman).


Quote from: sobat-dharma
Sifat Kebuddhaan tidak mengenal dewasa atau anak, bodoh atau pintar, suci atau awam. Mebeda-bedakannya berarti adalah tindakan diskriminatif (bersifat membeda-bedakan)

Sifat orang yang belum mencapai kebuddhaan itu masih mengenal kematangan mental, Bro. Yang saya tekankan adalah perbedaan kualitas batin antar orang yang satu dengan orang yang lain, ketika belum mencapai kebuddhaan.

Kurang teliti neh bacanya… :)


Quote from: sobat-dharma
:) Itu asumsi anda :))

^-^


Quote from: sobat-dharma
Dengan membantu seseorang meningkatkan kualitas-kualitas yang dibutuhkan untuk merealisasi nirvana, maka saya akan membantu seseorang merealisasi nirvana. Jika kualitas yang ada sudah terbentuk sempurna maka pada tahap tertentu seseorang pasti akan merealisasi nirvana.

Jadi dengan membantu orang lain maka kita bisa merealisasi Nirvana toh...? :-?

Hmmm.... Begitu yah. Pantas saja deh. :-?


Quote from: sobat-dharma
Saya  tidak mengatakan dengan demikian Theravadin egois, saya hanya mengatakan jika sebagian Theravadin berpandangan bahwa realisasi nirvana  tergantung pada kemampuan setiap individu berarti lebih mementingkan pencerahan yang sifatnya individual. Hal mana pandangan demikian tidak muncul dalam Mahayana karena selalu mementingkan pencerahan kolektif tanpa peduli apapun kemampuan yang dimilikinya. (Coba anda baca lagi posting saya sebelumnya)

Saya ingin jujur mengatakan hal ini…

Sebenarnya di Umat Theravada, ada sebagian umatnya yang memang secara halus tersirat pemikiran egoisnya. Dan ini sangat sulit diketahui, terutama oleh dirinya sendiri.

Jadi apakah Jalan Theravada itu egois atau tidak? Jawabannya adalah sangat bergantung dari praktisi Theravada itu sendiri. Karena sebenarnya Konsep Theravada itu tidak dibangun atas dasar kepentingan individual. Jadi yang memberi kesan egois atau tidak itu berasal dari pola pandang praktisi yang bersangkutan, dan pola pandang orang lain terhadap praktisi yang bersangkutan itu.


Btw… Bro Sobat-Dharma, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

”Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 11:56:35 AM

Quote
Mengapa demikian? Jawabnya logika sendiri adalah bagian dari pikiran, sedangkan pikiran adalah bagian dari Pancaskandha. Bagaimana Pancaskandha yang sebenarnya ilusif tersebut bisa meraih kebenaran absolut. Kebenaran absolut Nirvana justru dipahami ketika pancaskandha disadari sebagai yang anatta, anicca dan anitya.
saudara Sobat-dharma,

btw, jadi dengan apa seseorang mencapai pencerahan kalau bukan dari pikiran?


According to Sammana-Phala Sutta (berhubung saya bicara dengan Theravadin):

Melalui praktik yang antara lain:

1. Mempraktikkan sila yang mulia
2. Mengendalikan indera-indera
3. Membangun sati dan sampajnana 
4. Kepuasaan seperti "burung terbang bebas hanya dengan sayapnya"

Dengan demikian dapat mengatasi lima rintangan:
1. Kerinduan pada duniawi
2. Niat jahat
3. Kemalasan dan kelambanan
4. Kegelisahan dan kekhawatiran
5. Keragu-raguan

Dengan demikian seorang praktisi dapat bekonsentrasi menembus jhana 1, 2, 3, 4 (samadhi). Setelah itu dengan konsentrasi yang murni dan terpusat akhirnya merenungkan empat kebenaran mulia dan lain sehingga mencapai nibbana (panna)

Dari langkah-langkah yang disajikan di atas, tidak ada yang secara langsung dikatakan "akal pikiran" atau "logika" dapat membantu seseorang merealisasi nibbana. Justru yang dibutuhkan adalah "pandangan terang" yang akhirnya menyebabkan seseorang "mengetahui" dan "melihat" langsung apa yang diajarkan oleh Sang Buddha.

Bagaimana dengan akal? Tentu saja bukan berarti akal sama sekali tidak dibutuhkan. Minimal dibutuhkan ketika membaca Ajaran Sang Buddha dari teks dan mendiskusikannya seperti yang kita lakukan di forum ini. Tapi itu berada di tahap awal belaka. Pada praktik selanjutnya, baik Theravadin ataupun Mahayanis, rasio-logis kadang-kadang malah bisa mengganggu. Kenapa demikian?
1. Terlalu banyak berpikir kritis membuat orang mudah ragu-ragu dan tidak memiliki keyakinan akan jalan (rintangan ke lima)
2. Terbiasa banyak berpikir menyebabkan pikiran terus bergerak dan sulit mencapai keheningan yang biasa menyebabkan kerinduan pada duniawi (rintangan 1) dan kegelisahan (rintangan 4)
Demikian pendapat saya tentang dampak terlalu banyak pikiran terhadap praktik Buddhadharma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 11 May 2009, 12:13:04 PM

Quote
Mengapa demikian? Jawabnya logika sendiri adalah bagian dari pikiran, sedangkan pikiran adalah bagian dari Pancaskandha. Bagaimana Pancaskandha yang sebenarnya ilusif tersebut bisa meraih kebenaran absolut. Kebenaran absolut Nirvana justru dipahami ketika pancaskandha disadari sebagai yang anatta, anicca dan anitya.
saudara Sobat-dharma,

btw, jadi dengan apa seseorang mencapai pencerahan kalau bukan dari pikiran?


According to Sammana-Phala Sutta (berhubung saya bicara dengan Theravadin):

Melalui praktik yang antara lain:

1. Mempraktikkan sila yang mulia
2. Mengendalikan indera-indera
3. Membangun sati dan sampajnana 
4. Kepuasaan seperti "burung terbang bebas hanya dengan sayapnya"

Dengan demikian dapat mengatasi lima rintangan:
1. Kerinduan pada duniawi
2. Niat jahat
3. Kemalasan dan kelambanan
4. Kegelisahan dan kekhawatiran
5. Keragu-raguan

Dengan demikian seorang praktisi dapat bekonsentrasi menembus jhana 1, 2, 3, 4 (samadhi). Setelah itu dengan konsentrasi yang murni dan terpusat akhirnya merenungkan empat kebenaran mulia dan lain sehingga mencapai nibbana (panna)

Dari langkah-langkah yang disajikan di atas, tidak ada yang secara langsung dikatakan "akal pikiran" atau "logika" dapat membantu seseorang merealisasi nibbana. Justru yang dibutuhkan adalah "pandangan terang" yang akhirnya menyebabkan seseorang "mengetahui" dan "melihat" langsung apa yang diajarkan oleh Sang Buddha.

Bagaimana dengan akal? Tentu saja bukan berarti akal sama sekali tidak dibutuhkan. Minimal dibutuhkan ketika membaca Ajaran Sang Buddha dari teks dan mendiskusikannya seperti yang kita lakukan di forum ini. Tapi itu berada di tahap awal belaka. Pada praktik selanjutnya, baik Theravadin ataupun Mahayanis, rasio-logis kadang-kadang malah bisa mengganggu. Kenapa demikian?
1. Terlalu banyak berpikir kritis membuat orang mudah ragu-ragu dan tidak memiliki keyakinan akan jalan (rintangan ke lima)
2. Terbiasa banyak berpikir menyebabkan pikiran terus bergerak dan sulit mencapai keheningan yang biasa menyebabkan kerinduan pada duniawi (rintangan 1) dan kegelisahan (rintangan 4)
Demikian pendapat saya tentang dampak terlalu banyak pikiran terhadap praktik Buddhadharma.

itu-lah logika-nya arahatta magga (jalan pembebasan), jadi tidak blash blush blesh... langsung jadi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 04:12:52 PM
itu-lah logika-nya arahatta magga (jalan pembebasan), jadi tidak blash blush blesh... langsung jadi...

Yang bagian mana logikanya bro? Saya cuma melihat praktik di sini. lagipula dalam Mahayana juga tidak ada yang "blash blush blesh... langsung jadi..."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 04:41:36 PM
Btw… Bro Sobat-Dharma, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

”Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”


Happy Vesak day too. Kepada semua teman-teman di sini Happy Vesakh.

buat bro Upasaka, untuk sementara diskusi kita saya tunda dulu jawabannya karena ada sesuatu yang menarik.

Sobat-sobat,
saya rasa salah satu perdebatan yang rame di topik ini adalah tentang apakah setelah seseorang merealisasi nirvana apakah ia akan "terpisah sepenuhnya dari samsara" atau "masih bebas berkontak dengan samsara."

Para Theravadin dalam diskusi meyakini bahwa saat seseorang merealisasi nirvana ia terlepas sama sekali dari samsara sehingga ia tidak bisa kembali lagi kondisi-kondisi sebelumnya. Hal ini kemudian membentuk opini bahwa jika seseorang masih memiliki keinginan untuk menyelamatkan makhluk lain maka ia belum merealisasi nirvana. Pandangan ini menyakini bahwa karena seseorang tidak lagi memiliki keinginan ia tidak mungkin kembali ke kondisi sebelumnya. Demikian apa yang saya baca dari opini-opini yang berkembang di dalam diskusi ini.

Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Para Mahayanis berargumen bahwa justru kebebasan tersebut yang membuktikan bahwa seseorang meraih pembebasan yang sejati, karena dengan demikian seseorang tidak terikat dengan kondisi apapun. Demikian kira-kira opini  yang saya pahami berkembang di antara Para Mahayanis di forum ini.

Perdebatan tentang ini menyebabkan seolah-olah adanya perbedaan konsep realisasi nirvana antara Theravada dan Mahayana. Apakah perbedaan ini meman demikian halnya?

Terakhir ini saya mencoba membaca Digha Nikaya Pali dan menemukan sebuah bagian dari Mahanidana Sutta yang sebagian terakhir dari isinya membahas tentang 8  pembebasan (vimokha). Pertama-tama, sutta tersebut menyebutkan satu-persatu 8 pembebasan yang antara lain terdiri dari berikut ini:

Jika kita lihat, yang dimaksud sebagai pembebasan kedelapan tidak lain adalah realisasi nirvana: lenyapnya persepsi dan perasaan.

Nah setelah itu saya sampe pada bagian yang akan kudiskusikan dalam forum ini. Setelah Sang Buddha menyebutkan kedelapan pembebasan tersebut, Beliau mengatakan demikian:

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Jika kita melihat kutipan ini, jelas dalam sutta pali juga mengatakan bahwa justru saat seseorang merealisasi nirvana yang sempurna, ia "terbebaskan dari dua arah", yang artinya ia menjadi bebas untuk "keluar dan masuk dalam kondisi kedelapan pembebasan kapanpun ia inginkan dan selama ia inginkan" (lihat bagian yang kuberi tanda biru). Dengan demikian, seseorang dikatakan mencapai pembebasan yang lebih mulia dan sempurna adalah jika ia bebas untuk keluar dan masuk antara nirvana dan samsara.

Nah jika interpretasi saya benar, berarti sebenarnya dalam sutta pali pun menganut pandangan yang sama dengan Para Mahayanis di forum ini, yaitu meski seseorang merealisasi nirvana seseorang masih "bebas keluar dan masuk" antara nirvana dan samsara. Dengan anggapan bahwa semua tingkat pembebasan lain masih berada dalam Samsara sedangkan hanya pembebasan terakhir saja yang merupakan realisasi Nirvana. Sedangkan kata-kata Sang Buddha ini (jika tidak ada keraguan tentang keaslian sutta) sama sekali tidak mendukung pandangan bahwa realisasi nirvana yang sempurna berarti terpotong/terpisah selamanya dari samsara tanpa ada "kebebasan" untuk bergerak di antaranya.

Bagaimana menurut teman-teman?   

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 May 2009, 04:53:37 PM
Btw… Bro Sobat-Dharma, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

”Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”


Happy Vesak day too. Kepada semua teman-teman di sini Happy Vesakh.

buat bro Upasaka, untuk sementara diskusi kita saya tunda dulu jawabannya karena ada sesuatu yang menarik.

Sobat-sobat,
saya rasa salah satu perdebatan yang rame di topik ini adalah tentang apakah setelah seseorang merealisasi nirvana apakah ia akan "terpisah sepenuhnya dari samsara" atau "masih bebas berkontak dengan samsara."

Para Theravadin dalam diskusi meyakini bahwa saat seseorang merealisasi nirvana ia terlepas sama sekali dari samsara sehingga ia tidak bisa kembali lagi kondisi-kondisi sebelumnya. Hal ini kemudian membentuk opini bahwa jika seseorang masih memiliki keinginan untuk menyelamatkan makhluk lain maka ia belum merealisasi nirvana. Pandangan ini menyakini bahwa karena seseorang tidak lagi memiliki keinginan ia tidak mungkin kembali ke kondisi sebelumnya. Demikian apa yang saya baca dari opini-opini yang berkembang di dalam diskusi ini.

Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Para Mahayanis berargumen bahwa justru kebebasan tersebut yang membuktikan bahwa seseorang meraih pembebasan yang sejati, karena dengan demikian seseorang tidak terikat dengan kondisi apapun. Demikian kira-kira opini  yang saya pahami berkembang di antara Para Mahayanis di forum ini.

Perdebatan tentang ini menyebabkan seolah-olah adanya perbedaan konsep realisasi nirvana antara Theravada dan Mahayana. Apakah perbedaan ini meman demikian halnya?

Terakhir ini saya mencoba membaca Digha Nikaya Pali dan menemukan sebuah bagian dari Mahanidana Sutta yang sebagian terakhir dari isinya membahas tentang 8  pembebasan (vimokha). Pertama-tama, sutta tersebut menyebutkan satu-persatu 8 pembebasan yang antara lain terdiri dari berikut ini:
  • (1)   Memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk.
    (2)   Tanpa melihat bentuk materi dalam diri seseorang, ia melihatnya di luar
    (3)   Berpikir: “Ini indah”, seseorang meliputinya.
    (4)   Dengan secara total melampaui semua persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi-sensor dan dengan ke-tidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, berpikir: “Ruang adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Ruang Tanpa Batas
    (5)   Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam alam Kesadaran Tanpa Batas
    (6)   Dengan melampaui alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa pun,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan
    (7)   Dengan melampaui Alam Kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi
    (8 )   Dengan melampaui Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi, seseorang masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan.

Jika kita lihat, yang dimaksud sebagai pembebasan kedelapan tidak lain adalah realisasi nirvana: lenyapnya persepsi dan perasaan.

Nah setelah itu saya sampe pada bagian yang akan kudiskusikan dalam forum ini. Setelah Sang Buddha menyebutkan kedelapan pembebasan tersebut, Beliau mengatakan demikian:

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Jika kita melihat kutipan ini, jelas dalam sutta pali juga mengatakan bahwa justru saat seseorang merealisasi nirvana yang sempurna, ia "terbebaskan dari dua arah", yang artinya ia menjadi bebas untuk "keluar dan masuk dalam kondisi kedelapan pembebasan kapanpun ia inginkan dan selama ia inginkan" (lihat bagian yang kuberi tanda biru). Dengan demikian, seseorang dikatakan mencapai pembebasan yang lebih mulia dan sempurna adalah jika ia bebas untuk keluar dan masuk antara nirvana dan samsara.

Nah jika interpretasi saya benar, berarti sebenarnya dalam sutta pali pun menganut pandangan yang sama dengan Para Mahayanis di forum ini, yaitu meski seseorang merealisasi nirvana seseorang masih "bebas keluar dan masuk" antara nirvana dan samsara. Dengan anggapan bahwa semua tingkat pembebasan lain masih berada dalam Samsara sedangkan hanya pembebasan terakhir saja yang merupakan realisasi Nirvana. Sedangkan kata-kata Sang Buddha ini (jika tidak ada keraguan tentang keaslian sutta) sama sekali tidak mendukung pandangan bahwa realisasi nirvana yang sempurna berarti terpotong/terpisah selamanya dari samsara tanpa ada "kebebasan" untuk bergerak di antaranya.

Bagaimana menurut teman-teman?   


1 Saupadisesa=Nibbana yang dicapai selagi masih hidup, misalnya para Arahat yang berdiam dalam kedamaian Nibbana (Nirodhasamapatti)
2. Anupadisesa=Nibbana yang dicapai saat Parinibbana, yaitu ketika para Arahat meninggal dunia.


Apa sutta di atas termasuk yang no.1 khan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 05:01:35 PM

1 Saupadisesa=Nibbana yang dicapai selagi masih hidup, misalnya para Arahat yang berdiam dalam kedamaian Nibbana (Nirodhasamapatti)
2. Anupadisesa=Nibbana yang dicapai saat Parinibbana, yaitu ketika para Arahat meninggal dunia.

Apa sutta di atas termasuk yang no.1 khan?

Tidak ada keterangan bro.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 May 2009, 05:06:28 PM

1 Saupadisesa=Nibbana yang dicapai selagi masih hidup, misalnya para Arahat yang berdiam dalam kedamaian Nibbana (Nirodhasamapatti)
2. Anupadisesa=Nibbana yang dicapai saat Parinibbana, yaitu ketika para Arahat meninggal dunia.

Apa sutta di atas termasuk yang no.1 khan?

Tidak ada keterangan bro.

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: coedabgf on 11 May 2009, 05:10:03 PM
Btw… Bro Sobat-Dharma, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

”Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”


Happy Vesak day too. Kepada semua teman-teman di sini Happy Vesakh.

buat bro Upasaka, untuk sementara diskusi kita saya tunda dulu jawabannya karena ada sesuatu yang menarik.

Sobat-sobat,
saya rasa salah satu perdebatan yang rame di topik ini adalah tentang apakah setelah seseorang merealisasi nirvana apakah ia akan "terpisah sepenuhnya dari samsara" atau "masih bebas berkontak dengan samsara."

Para Theravadin dalam diskusi meyakini bahwa saat seseorang merealisasi nirvana ia terlepas sama sekali dari samsara sehingga ia tidak bisa kembali lagi kondisi-kondisi sebelumnya. Hal ini kemudian membentuk opini bahwa jika seseorang masih memiliki keinginan untuk menyelamatkan makhluk lain maka ia belum merealisasi nirvana. Pandangan ini menyakini bahwa karena seseorang tidak lagi memiliki keinginan ia tidak mungkin kembali ke kondisi sebelumnya. Demikian apa yang saya baca dari opini-opini yang berkembang di dalam diskusi ini.

Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Para Mahayanis berargumen bahwa justru kebebasan tersebut yang membuktikan bahwa seseorang meraih pembebasan yang sejati, karena dengan demikian seseorang tidak terikat dengan kondisi apapun. Demikian kira-kira opini  yang saya pahami berkembang di antara Para Mahayanis di forum ini.

Perdebatan tentang ini menyebabkan seolah-olah adanya perbedaan konsep realisasi nirvana antara Theravada dan Mahayana. Apakah perbedaan ini meman demikian halnya?

Terakhir ini saya mencoba membaca Digha Nikaya Pali dan menemukan sebuah bagian dari Mahanidana Sutta yang sebagian terakhir dari isinya membahas tentang 8  pembebasan (vimokha). Pertama-tama, sutta tersebut menyebutkan satu-persatu 8 pembebasan yang antara lain terdiri dari berikut ini:
  • (1)   Memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk.
    (2)   Tanpa melihat bentuk materi dalam diri seseorang, ia melihatnya di luar
    (3)   Berpikir: “Ini indah”, seseorang meliputinya.
    (4)   Dengan secara total melampaui semua persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi-sensor dan dengan ke-tidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, berpikir: “Ruang adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Ruang Tanpa Batas
    (5)   Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam alam Kesadaran Tanpa Batas
    (6)   Dengan melampaui alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa pun,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan
    (7)   Dengan melampaui Alam Kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi
    (8 )   Dengan melampaui Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi, seseorang masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan.

Jika kita lihat, yang dimaksud sebagai pembebasan kedelapan tidak lain adalah realisasi nirvana: lenyapnya persepsi dan perasaan.

Nah setelah itu saya sampe pada bagian yang akan kudiskusikan dalam forum ini. Setelah Sang Buddha menyebutkan kedelapan pembebasan tersebut, Beliau mengatakan demikian:

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Jika kita melihat kutipan ini, jelas dalam sutta pali juga mengatakan bahwa justru saat seseorang merealisasi nirvana yang sempurna, ia "terbebaskan dari dua arah", yang artinya ia menjadi bebas untuk "keluar dan masuk dalam kondisi kedelapan pembebasan kapanpun ia inginkan dan selama ia inginkan" (lihat bagian yang kuberi tanda biru). Dengan demikian, seseorang dikatakan mencapai pembebasan yang lebih mulia dan sempurna adalah jika ia bebas untuk keluar dan masuk antara nirvana dan samsara.

Nah jika interpretasi saya benar, berarti sebenarnya dalam sutta pali pun menganut pandangan yang sama dengan Para Mahayanis di forum ini, yaitu meski seseorang merealisasi nirvana seseorang masih "bebas keluar dan masuk" antara nirvana dan samsara. Dengan anggapan bahwa semua tingkat pembebasan lain masih berada dalam Samsara sedangkan hanya pembebasan terakhir saja yang merupakan realisasi Nirvana. Sedangkan kata-kata Sang Buddha ini (jika tidak ada keraguan tentang keaslian sutta) sama sekali tidak mendukung pandangan bahwa realisasi nirvana yang sempurna berarti terpotong/terpisah selamanya dari samsara tanpa ada "kebebasan" untuk bergerak di antaranya.

Bagaimana menurut teman-teman?   


1 Saupadisesa=Nibbana yang dicapai selagi masih hidup, misalnya para Arahat yang berdiam dalam kedamaian Nibbana (Nirodhasamapatti)
2. Anupadisesa=Nibbana yang dicapai saat Parinibbana, yaitu ketika para Arahat meninggal dunia.


Apa sutta di atas termasuk yang no.1 khan?


tambahan penjelasan dari thread - penjelasan coedabgf (yang saya birui dan tebalkan) :

wah, saya telat masuk di thread ini,
masih bisa nanya nggak?
kalau saya liat ada beberapa postingan dari teman2di  forum berbicara soal
kebenaran sejati dan nibbana,
bisa dijelaskan dalam agama budha?
tks.
Nibbana adalah hilanganya Dosa,lobha dan Moha (kebencian, keserakahan dan kebodohan batin), punca penderitaan kita adalah dikarenakan oleh kemelekatan(attachment), jadi hanya dengan menghilangkan kemelekatan maka kita akan mencapai ketenangan sejati yg dipanggil Nibbana.

Kemelekatan terlahir dari Dosa, lobha dan Moha..

CMIIW
salam,
 Christ

saat menyadari dan terbebasnya dari kesalahan pandangan dan memelekatan kepada kewujudan ciri diri yang palsu (yang memiliki sifat yang disebut tilakhana, sifat duniawi), seseorang dapat mengetahui dan menyelami pengetahuan dan mencapai realisasi Nibanna.
Saat seseorang mencapai realisasi Nibanna, saat itu seseorang menyadari/mengetahui kebenaran sejati, kedemikianan, kewajaran, kemurnian True self (sumber) kehidupannya yang sejati.

ada yang mencapai pengetahuan kebijaksanaan tetapi belum mencapai realisasi Nibanna, itu yang dibilang guru Buddha sifatnya masih berspekulasi.
tapi ada yang memiliki banyak pengetahuan tetapi belum mengalaminya, itu yang disebut hanya sebatas teori (omdo).
Saya tanya sekali lagi, apa anda sudah tercerahkan atau masih spekulasi? atau hanya omdo? atau anda sudah mencicipi Nibbana seperti Bapak Hudoyo?

kan... ai sudah bilang hanya berbagi informasi. (seperti yang anda tulis urutannya the real truth, masih spekulasi dan juga termasuk omdo.)
Omong-omong kata 'mencicipi Nibanna', pengalaman realisasi Nibanna bukan seperti orang makan icip-icip setelah itu dibilang gak lagi makan (tindakannya). Tetapi seperti orang makan dilihat dari pengalaman rasanya. Sekali merasakan, seterusnya melekat pengetahuan itu.
Klo dibilang icip-icip, lalu hilang atau katanya seperti ini atau itu, tetapi seperti orang lupa tidak dapat meraih lagi alias dibilang pernah menyicipi tapi tidak dapat mencapainya lagi alias tidak berada dalam kebijaksanaan pencapaian itu lagi, itu sih namanya (masih) spekulasi sendiri.
Lihat kutipan saya yang saya huruf birui dan tebalkan. Mereka sudah mengetahui yang asli/sifat kesejatian (Udanna VIII.3, sunya), dapat melihat dan membedakan yang palsu (yang berkondisi, bersifat tilakhana) dengan yang sejati (Udanna VIII.3), meskipun mereka hidup didalam kesemetaraan tubuh dan dunia fana (yang berkondisi, bersifat tilakhana).


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 05:28:45 PM

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Kata "di sini dan saat ini" sama sekali tidak secara gamblang menjelaskan bahwa pembebasan demikian hanya dalam Saupadisesa. Penjelasan hanya berdasarkan kata ini sangat spekulatif. Bagaimanapun kondisi Anupadisesa sendiri masih adalah misteri. Sang Buddha sendiri hanya menjawabnya dengan diam ketika ditanya tentang bagaimana keadaan setelah Tathagata mencapai Parinibbana. Nah, kalau kita berdiskusi tentang keadaan setelah sang Buddha telah parinibbana, maka mencontoh sikap Sang Buddha saya hanya akan bersikap diam :)

Meskipun demikian, di bawah ini saya akan menyampaikan beberapa pertimbangan saya.

Seingat saya beda antara nibbana tanpa sisa dan nibbana yang dicapai ketika masih hidup yang pasti hanya pada ada tidaknya Pancaskandha. Jika asumsinya seseorang yang telah merealisasi Nirvana berarti ia telah mematahkan lingkaran kehidupan dan kematian, berartikan ada atau tidaknya pancaskandha bukan lagi rintangan? Apalagi di sini dikatakan bahwa pembebasan sejati berarti seseorang bebas untuk masuk dan keluar dari kondisi nirvana dan samsara, sehingga jika seseorang dikatakan bebas keluar dan masuk berartikan keberadaan pancaskandha sama sekali tidak ada kaitannya? Bahkan jika dikatakan nirvana adalah kondisi yang melampaui dualitas ada dan tiada, maka seharusnya ada dan tiadanya pancaskandha bukanlah sesuatu yang harus terlalu diperhitungkan bukan?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 May 2009, 05:34:18 PM

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Kata "di sini dan saat ini" sama sekali tidak secara gamblang menjelaskan bahwa pembebasan demikian hanya dalam Saupadisesa. Penjelasan hanya berdasarkan kata ini sangat spekulatif. Bagaimanapun kondisi Anupadisesa sendiri masih adalah misteri. Sang Buddha sendiri hanya menjawabnya dengan diam ketika ditanya tentang bagaimana keadaan setelah Tathagata mencapai Parinibbana. Nah, kalau kita berdiskusi tentang keadaan setelah sang Buddha telah parinibbana, maka mencontoh sikap Sang Buddha saya hanya akan bersikap diam :)

Meskipun demikian, di bawah ini saya akan menyampaikan beberapa pertimbangan saya.

Seingat saya beda antara nibbana tanpa sisa dan nibbana yang dicapai ketika masih hidup yang pasti hanya pada ada tidaknya Pancaskandha. Jika asumsinya seseorang yang telah merealisasi Nirvana berarti ia telah mematahkan lingkaran kehidupan dan kematian, berartikan ada atau tidaknya pancaskandha bukan lagi rintangan? Apalagi di sini dikatakan bahwa pembebasan sejati berarti seseorang bebas untuk masuk dan keluar dari kondisi nirvana dan samsara, sehingga jika seseorang dikatakan bebas keluar dan masuk berartikan keberadaan pancaskandha sama sekali tidak ada kaitannya? Bahkan jika dikatakan nirvana adalah kondisi yang melampaui dualitas ada dan tiada, maka seharusnya ada dan tiadanya pancaskandha bukanlah sesuatu yang harus terlalu diperhitungkan bukan?


Kalau tidak salah pernah baca, ada pertapa yang bisa mengetahui dimana kelahiran kembali seseorang dengan cara mengetok tengkorak orang mati, ketika sang Buddha meminta pertapa itu mengetok tengkorak arahat, pertapa itu bingung karena tidak mengetahui keberadaan arahat tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 05:36:40 PM
Kalau tidak salah pernah baca, ada pertapa yang bisa mengetahui dimana kelahiran kembali seseorang dengan cara mengetok tengkorak orang mati, ketika sang Buddha meminta pertapa itu mengetok tengkorak arahat, pertapa itu bingung karena tidak mengetahui keberadaan arahat tersebut.

Kalau seandainya cerita ini benar, berartikan ini menggambarkan kondisi Parinibbana yang melampaui keadaan ada atau tiadak? Logika si pertapa tentang ada dan tiada tidak mampu menjangkau nibbana/parinibbana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 May 2009, 05:39:22 PM
Kalau tidak salah pernah baca, ada pertapa yang bisa mengetahui dimana kelahiran kembali seseorang dengan cara mengetok tengkorak orang mati, ketika sang Buddha meminta pertapa itu mengetok tengkorak arahat, pertapa itu bingung karena tidak mengetahui keberadaan arahat tersebut.

Kalau seandainya cerita ini benar, berartikan ini menggambarkan kondisi Parinibbana yang melampaui keadaan ada atau tiadak? Logika si pertapa tentang ada dan tiada tidak mampu menjangkau nibbana/parinibbana
Nah, kenapa Mahayana koq bisa menggambarkan Nibbana? Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 11 May 2009, 05:42:35 PM
Nah, kenapa Mahayana koq bisa menggambarkan Nibbana? Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain?

Bukankah sutta yang kukutip juga berkata demikian, pembebasan sejati justru terjadi ketika seseorang dapat berpindah dari kondis satu ke kondisi lainnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 05:43:11 PM
TL:

Jadi setuju menurut mas Tan 99% Tipitaka Pali ada di Agama sutra?

TAN:

Absolutely Yes. Anda tanyakan 1000 kali juga jawabannya akan sama.

TL:

Perumpamaannya kok nggak tepat ya?
Perumpamaan yang benar adalah: menghadapi pasien lever dokternya bilang pada ibunya si A sakit lever, pada ayahnya dia mengatakan si A tidak sakit apa-apa.
Pada ayahnya ia bilang sakit lever tidak bisa sembuh, pada ibunya ia mengatakan sakit lever bisa sembuh. Itu namanya plin plan atau tidak ?

TAN:

Ah, itu khan Cuma kata Anda tidak tepat. Ya biasalah dalam debat itu saling menyalahkan pendapat orang lain sangat wajar. Kalau tidak saling menyalahkan bukan debat namanya. Hahahahaahaah ) Bagi saya sih tepat ya. Tapi terserah kata Anda. Baiklah, kalau si ayah sakit jantung atau sedang dalam tekanan batin kronis, lebih baik ia tidak perlu kenyataan sebenarnya. Ini ada dalam psikologi. Dalam hal ini sang dokter tidak plin plan. Menyampaikan sesuatu harus diperhatikan juga kondisi pendengarnya. Itu baru bijaksana.

TL:

Tidak dilahirkan? apa Beliau muncul begitu saja?  Seperti dewa?    
Atau bersandiwara pura-pura lahir?  

TAN:

Ya itu, bersandiwara khan cuma kata Anda. Sudah dijelaskan berulang-ulang. Kalau tidak paham-paham ya sudah. Saya kasih penjelasan terakhir ya. “Kelahiran” di sini bukan dalam pengertian “kelahiran” makhluk samsara. Kita tidak punya kosa kata untuk mendefinisikannya, sementara itu Anda dengan semena-mena menerapkan keterbatasan kosa kata manusia yang belum tercerahi untuk membahas mengenai Buddha. Ini jelas mustahil, bagaikan orang primitif yang hendak menjelaskan mengenai pesawat ataupun sistim computer. Jelas diskusi ini tidak akan nyambung walau sampai kapanpun. . Beda dengan ajaran Mahayana yang dengan rendah hati mengakui keterbatasan manusia. Oke. Untuk selanjutnya saya tidak akan membahas lagi masalah ini.

TL:

Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya  

Anitya bersifat nitya atau Anitya?

Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:

Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.

…… (jawabannya yang terlalu berbelit2 dipotong karena kepanjangan)


TAN:

Kasihan sekali Anda memberikan jawaban yang berbelit2 dan tidak pernah menjawab permasalahannya dengan jelas. Selama itu pula perdebatan ini tidak akan selesai. Kalau nibanna adalah penghentian anitya, maka bila nibanna nitya (kekal), penghentian anitya itu juga nitya. Bila nibanna itu anitya, maka penghentian anitya itu juga tidak kekal. Jadi kuncinya pada nibanna. Nah mempertanyakan semacam itu, Anda katakan tidak valid. Kalau Anda mengatakan pertanyaan itu tidak valid, saya juga boleh mengatakan bahwa segenap pertanyaan Anda tentang Mahayana juga tidak valid dan bahkan “kurang ajar.” Jadi sama-sama khan? Meskipun ada orang yang telah merealisasi nibanna dan tidak lagi terikat pada hukum anitya, tetapi makhluk lain yang belum, tetap terikat pada anitya bukan? Nah, berarti anitya masih ada bukan? Untuk jelasnya begini, meskipun Anda berada dalam sebuah ruangan dan tidak melihat adanya matahari, tetapi bukan berarti matahari lenyap khan? Sekarang anitya itu nitya atau anitya?  Tolong beri jawaban yang jelas dan tidak berbelit-belit.
Sebagai tambahan, saya mengakui bahwa memang bagi sebagian orang ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid, terutama kalau sudah menyangkut masalah keyakinan. Untuk itulah kita perlu saling menghormati dan toleransi.

TL:

Loh? di Theravada jelas tidak, emangnya di Mahayana percaya?

TAN:

O jelas tidak. Mahayana juga tidak percaya kok. Tetapi ada suatu aliran non Mahayana yang percaya nihilisme lho. Ehm..ehm.. aliran apa ya? Tauk ah gelapppp…..!

TL:

Manakah yang lebih mungkin memancarkan maitri karuna:
jiwa roh yang kekal abadi seperti paham alaya vinyana yang telah memasuki Nirvana atau
keadaan yang tak berkondisi?    

metta

TAN:

Walah..walah…! Pertanyaan ini lagi. Muter-muter ae. Mana yang paling mungkin? Bila nirvana disebut tak berkondisi, maka “kemustahilan untuk memancarkan maitri karuna” adalah juga kondisi. Akibatnya nirvana jadi berkondisi donk. Bagaimana dengan Mahayana? Apakah nirvana Mahayaan jadi berkondisi dengan pemancaran maitri karuna? Oo jelas tidak donk. Mengapa? Karena “pemancaran maitri karuna di sini beda dengan pemancaran maitri karuna makhluk yang belum dicerahi!” Mengapa digunakan istilah “pemancaran maitri karuna”? Karena keterbatasan kosa kata dan pemahaman kita yang belum tercerahi, dipergunakan istilah “pemancaran maitri karuna.” Nah, karena “pemancaran maitri karuna” itu hendaknya tidak dipahami dalam pengertian awam, nirvana menurut Mahayana jadi tak berkondisi. Karena yang dimaksud “kondisi” sebenarnya hanyalah jargon-jargon yang diterapkan oleh umat awam yang belum tercerahi. Semoga ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 05:53:07 PM
TL:

Ini pemikiran spekulatif Mahayana yang terlebih lagi tidak menyelesaikan masalah, karena beranggapan suatu ketika semua mahluk hidup merealisasi Nirvana berkat pertolongan Bodhisattva dan Buddha yang harus berkali-kali tumimbal lahir lagi (apa bedanya ya?) sehingga tak ada lagi mahluk di alam samsara, sehingga setelah semua mahluk masuk Nirvana maka tak ada lagi karma.

Spekulasi lebih besar lagi akan timbul dari spekulasi Mahayana tersebut:

BILA BUDDHA JUGA BERTUMIMBAL LAHIR KEMBALI SAMPAI KAPAN SEMUA MAHLUK AKAN TERBEBAS DARI SAMSARA?

Bukankah terlahir kembali berarti masuk alam samsara lagi? Bukankah bila seorang yang telah mencapai pencerahan dan tak akan terlahir kembali, maka masih memungkinkan samsara akan bersih dari mahluk? karena semua mahluk telah terbebas dari samsara?.

Ini hanya spekulasi yang dijawab dengan spekulasi.

Ada aliran diluar M yang tak mau berspekulasi mengenai apakah semua mahluk akan terbebas dari samsara atau tidak, yang penting baginya adalah membebaskan dirinya dari samsara dan membantu mahluk lain sebanyak mungkin agar terbebas dari samsara.

Pandangan di luar M ini menggunakan rujukan dari satu sutra yang berisi perumpamaan orang yang terkena panah.

metta,

TAN:

Lalu apa yang bukan spekulasi? Jujur aja dah pada diri sendiri. Apa  yang Anda ungkapkan di atas salah kaprah. Kalau mau pakai bahasa pamungkas Anda, pertanyaan itu tidak valid. Siapa bilang Buddha bertumimbal lahir kembali? Jelas tidak ada ajaran semacam ini di Mahayana. Semuanya hanya bikinan dan spekulasi kacau Anda saja. Anda bilang “membantu sebanyak mungkin agar terbebas dari samsara.”  Bukankah ini adalah konsep Mahayana? Mahayana juga tidak pernah berspekulasi apakah semua makhluk akan terbebas dari samsara atau tidak kok? Bodhisattva Mahayana memang berikrar membebaskan para makhluk dari samsara. Tapi itu khan cuma ikrar. Intinya adalah sama yakni “membantu sebanyak mungkin makhluk dari samsara.
Ada aliran di luar M, yang getol bilang Sabbe Sattha Bhavantu Sukithatta. Malah getol bikin stiker gede2 pake tulisan itu. Nah, pertanyaannya apakah itu berarti bahwa aliran tersebut berspekulasi agar semua makhluk berbahagia? Lagian secara logika, apakah mungkin semua makhluk berbahagia, padahal masing2 punya kepentingan beda. Apakah kita berharap agar seorang maling berhasil dalam merampok, sehingga ia bahagia? Nah, sekarang giliran saya tanya: Sabbe Sattha Bhavantu Sukhittata itu masuk akal ga? Hahahahahaa.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 05:55:10 PM
TL:

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

TAN:

Orang K juga menganggap agamanya sebagai kebenaran sejati. God is truth... etc...etc... Hm lalu mana yang benar-benar "truth" ya. Hahahaahahah
The highest truth is NO TRUTH.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 05:58:39 PM
Sobat dharma:

Bukankah sutta yang kukutip juga berkata demikian, pembebasan sejati justru terjadi ketika seseorang dapat berpindah dari kondis satu ke kondisi lainnya

TAN:

Very good! Jawaban yang sangat mantap. Salut untuk Anda.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 06:01:32 PM
AKU TERTAWA

Membaca pesan Waisak kemarin bahwa agama Buddha adalah agama yang membawa pesan damai, toleransi, dan saling menghormati, saya jadi ingin tertawa. Rasanya kalau mencermati diskusi yang ada di milis2 Buddhis, terutama masalah sekte, rasanya kok agama Buddha jauh dari itu ya? Apakah kita tidak maul mengklaim sebagai agama yang pesan damai, toleransi, dan saling menghormati?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 11 May 2009, 06:10:36 PM

Quote
Mengapa demikian? Jawabnya logika sendiri adalah bagian dari pikiran, sedangkan pikiran adalah bagian dari Pancaskandha. Bagaimana Pancaskandha yang sebenarnya ilusif tersebut bisa meraih kebenaran absolut. Kebenaran absolut Nirvana justru dipahami ketika pancaskandha disadari sebagai yang anatta, anicca dan anitya.
saudara Sobat-dharma,

btw, jadi dengan apa seseorang mencapai pencerahan kalau bukan dari pikiran?


According to Sammana-Phala Sutta (berhubung saya bicara dengan Theravadin):

Melalui praktik yang antara lain:

1. Mempraktikkan sila yang mulia
2. Mengendalikan indera-indera
3. Membangun sati dan sampajnana 
4. Kepuasaan seperti "burung terbang bebas hanya dengan sayapnya"

Dengan demikian dapat mengatasi lima rintangan:
1. Kerinduan pada duniawi
2. Niat jahat
3. Kemalasan dan kelambanan
4. Kegelisahan dan kekhawatiran
5. Keragu-raguan

Dengan demikian seorang praktisi dapat bekonsentrasi menembus jhana 1, 2, 3, 4 (samadhi). Setelah itu dengan konsentrasi yang murni dan terpusat akhirnya merenungkan empat kebenaran mulia dan lain sehingga mencapai nibbana (panna)

Dari langkah-langkah yang disajikan di atas, tidak ada yang secara langsung dikatakan "akal pikiran" atau "logika" dapat membantu seseorang merealisasi nibbana. Justru yang dibutuhkan adalah "pandangan terang" yang akhirnya menyebabkan seseorang "mengetahui" dan "melihat" langsung apa yang diajarkan oleh Sang Buddha.

Bagaimana dengan akal? Tentu saja bukan berarti akal sama sekali tidak dibutuhkan. Minimal dibutuhkan ketika membaca Ajaran Sang Buddha dari teks dan mendiskusikannya seperti yang kita lakukan di forum ini. Tapi itu berada di tahap awal belaka. Pada praktik selanjutnya, baik Theravadin ataupun Mahayanis, rasio-logis kadang-kadang malah bisa mengganggu. Kenapa demikian?
1. Terlalu banyak berpikir kritis membuat orang mudah ragu-ragu dan tidak memiliki keyakinan akan jalan (rintangan ke lima)
2. Terbiasa banyak berpikir menyebabkan pikiran terus bergerak dan sulit mencapai keheningan yang biasa menyebabkan kerinduan pada duniawi (rintangan 1) dan kegelisahan (rintangan 4)
Demikian pendapat saya tentang dampak terlalu banyak pikiran terhadap praktik Buddhadharma.
sobat dharma

semua itu menggunakan apa? kalau bukan dari pikiran sumber nya?

memang nya melatih dari 1-4 tidak lewat pikiran?....
lewat pikiran kan, dan pikiran adalah sumber-nya...bagaimana itu?

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 11 May 2009, 07:11:06 PM
Quote
by Tan
Ada aliran di luar M, yang getol bilang Sabbe Sattha Bhavantu Sukithatta. Malah getol bikin stiker gede2 pake tulisan itu. Nah, pertanyaannya apakah itu berarti bahwa aliran tersebut berspekulasi agar semua makhluk berbahagia? Lagian secara logika, apakah mungkin semua makhluk berbahagia, padahal masing2 punya kepentingan beda. Apakah kita berharap agar seorang maling berhasil dalam merampok, sehingga ia bahagia? Nah, sekarang giliran saya tanya: Sabbe Sattha Bhavantu Sukhittata itu masuk akal ga? Hahahahahaa.

Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi. _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 May 2009, 08:16:23 PM
kayaknya ilmu BAHASA Sdr. Tan perlu di perdalam atau memang ndak mengerti arti kata SEMOGA !

jadi tidak bisa mengartikan arti kata SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA ! secara tepat kemudian memvonis suatu aliran yang tidak benar bila menggunakan slogan itu.
jadi sdr Tan perlu memahami dulu arti yang lebih mendalam, sebelum mengkritik sesuatu.

jadi saya tidak menjelaskan lagi, karena sudah di jelaskan sdr. Bond secara terperinci.

SENT GRP ke Sdr. Bond

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 May 2009, 09:03:45 PM
Nah, kenapa Mahayana koq bisa menggambarkan Nibbana? Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain?

Bukankah sutta yang kukutip juga berkata demikian, pembebasan sejati justru terjadi ketika seseorang dapat berpindah dari kondis satu ke kondisi lainnya
‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’


keknya yang di bold itu maksudnya kedua arah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 10:59:01 PM
Tanggapan terhadap Bond dan Adi Lim


BOND:

Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi.

TAN:

Nah! Ini dia... kena juga pancingan saya hehehehehee....

Tanggapan saya adalah sebagai berikut:

1.Kalau begitu, umat non Mahayana hendaknya jangan mengkritik Mahayana yang berkenaan dengan ikrar Bodhisattva. Anda bisa menulis tanggapan seperti di atas, seharusnya memahami bahwa ikrar Bodhisattva juga mengandung makna yang sama. Itu juga dapat dianggap sebagai good wishes. Tidak ada bedanya sama sekali.

2.Sekarang saya balik bertanya. Itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan bukan (dalam istilah Anda “terbebaskan dan mengerti aniccha”). Entah pakai kata “semoga” atau apapun juga, itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan (nirvana). Lalu apa bedanya dengan ikrar bodhisattva? Orang mengucapkan kata “semoga” tentunya dengan harapan bahwa “harapan”nya itu dapat terkabul (kalau ia tidak mengharapkan demikian, tentunya orang itu hanya “gombal” atau “munafik” - istilah Jawanya “abang2 lambe” atau dalam bahasa Indonesia “bibir manis”). Tentunya orang non Mahayanis tidak hanya bermanis bibir bukan? Selanjutnya, orang yang mengucapkan Sabbe Sattha Bhavantu Sukkhitata tentunya juga punya asumsi bahwa hal itu tidak mustahil terjadi bukan? Kalau umat non Mahayanis merasa itu mustahil terjadi (semua makhluk mencapai pencerahan), maka itu artinya umat non Mahayanis harus mengakui bahwa mereka berkhayal terlalu tinggi, bukan? Ibaratnya kita bilang, semoga batu di kebunku berubah menjadi emas semua. Orang yang punya keinginan semacam itu akan Anda anggap “pengkhayal” atau “gila”, bukan?

3.Tidak cukup mengucapkan kata “semoga” bukan? Hanya mengucapkan kata “semoga” tidak menyelesaikan masalah atau ada gunanya. Ada teman saya yang hanya bilang “semoga aku kaya,” “semoga ujianku lulus,” “semoga...” “semoga...” Nah, tanpa usaha yang nyata, apakah itu ada gunanya? Oleh karena itu, seorang Bodhisattva Mahayana akan melakukan tindakan nyata dan tidak hanya berkata “semoga” saja. Bodhisattva Mahayana memilih untuk bertindak secara aktif. Itulah gunanya ikrar Bodhisattva.

Menimbang poin2 di atas, ikrar Bodhisattva jelas bukan spekulatif atau tidak masuk akal. Jika pihak non Mahayanis terus menerus mengkritik ikrar Bodhisattva, maka slogan SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA yang mereka dengungkan hanya pepesan kosong yang tidak ada artinya.

ADILIM:

kayaknya ilmu BAHASA Sdr. Tan perlu di perdalam atau memang ndak mengerti arti kata SEMOGA !

jadi tidak bisa mengartikan arti kata SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA ! secara tepat kemudian memvonis suatu aliran yang tidak benar bila menggunakan slogan itu.
jadi sdr Tan perlu memahami dulu arti yang lebih mendalam, sebelum mengkritik sesuatu.

jadi saya tidak menjelaskan lagi, karena sudah di jelaskan sdr. Bond secara terperinci.

SENT GRP ke Sdr. Bond

TAN:

Saran yang sangat baik Sdr. Adi Lim. Anda telah berbuat karma yang sungguh sangat bajik dengan menyarankan saya memperdalam bahasa Indonesia. Memang saya orang yang sangat bodoh dan tidak paham bahasa Indonesia dengan baik. Semoga sdr. Adi Lim bersedia mengajari saya bahasa Indonesia. Budi baik Anda sungguh tak terlupakan.
Saya hanya dapat membalasnya dengan sebuah saran pula. Saya juga menyarankan umat non Mahayana untuk lebih memperdalam pula bahasa Indonesia. BUKAN karena bahasa Indonesia mereka kurang baik (seperti saya). Bahasa Indonesia mereka sudah sangat teramat baik, tetapi tidak apa-apa khan kalau bisa lebih baik lagi? Bahkan siapa tahu bisa jadi lebih baik.  Dengan demikian, umat non Mahayanis dapat mengerti lebih baik ikrar Bodhisattva dan tidak terus menerus mengkritik atau mendiskreditkan Mahayana.
Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 May 2009, 11:11:06 PM

Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)

Sdr Tan,
jika ada postingan yg menurut anda "kurang ajar" anda bisa menggunakan feature "Report to Moderator" dan kami para mod akan mengambil tindakan yang dianggap perlu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 11:30:07 PM
TL:

Apakah mas Tan membaca menurut prajna paramita sutra dikatakan MEREKA YANG MENGIKUTI JALAN PRATYEKA BUDDHA DAN SRAVAKA BUDDHA DIANGGAP TELAH BERADA DIBAWAH PENGARUH MARA?

Pada bagian lain di SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA DIKATAKAN BAHWA ARAHAT HANYA PENGHENTIAN SEMENTARA, yang diumpamakan kafilah yang berjalan jauh lalu menemukan sebuah kota, lalu rombongan kafilah DIBOHONGI oleh pemimpin kafilah yang mengatakan bahwa mereka telah sampai tujuan. Apa iya Seorang Buddha suka berbohong?

Renungkan sendiri kedua pernyataan dari kitab suci Prajna Paramita sutra dan Saddharma Pundarika sutra ini, kontradiktif atau tidak?

Pertanyaan: bila jalan Sravaka Buddha itu dibawah pengaruh Mara mengapa dikatakan di Saddharma Pundarika bahwa itu hanya penghentian sementara? Apakah Buddha bersekutu dengan Mara di dalam doktrin Mahayana?

TAN:

Apakah maksudnya di bawah “pengaruh Mara”? Anda perlu membaca Sutra itu secara lengkap untuk memahami maksudnya. Maksudnya adalah seseorang yang merasa bahwa diri mereka sudah sempurna dan tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Orang yang merasa sudah “sempurna” justru belum “sempurna.” Mengapa? Karena “sempurna” hanya ada bila dikontraskan dengan “tidak sempurna.” Nah, dengan demikian, bila dualisme telah dilampaui, masih adakah “sempurna” dan “tidak sempurna”? Oleh karena itu, orang yang telah “sempurna” justru tidak akan merasa “sempurna” lagi. Tetapi mereka juga tak akan merasa “tidak sempurna.” Mereka telah menyelami kedemikianan segala sesuatu (tathata) dan terbebas dari segenap label.
Sutra Sadharmapundarika menyebutkan pula sebagai contoh, 500 orang bhikshu yang meninggalkan pasamuan, ketika Buddha memaparkan mengenai sutra ini. Mereka merasa diri telah “sempurna” dan tak perlu belajar lagi. Inilah yang disebut “kesombongan spiritual.” Merasa malu atau enggan mempelajari sesuatu yang mereka anggap rendah. Inilah sebabnya Sutra menyebabkan berada “di bawah pengaruh Mara.” Tentu ini adalah suatu metafora atau perumpamaan bagi hal tersebut.
Kedua, mengapa disebut “penghentian sementara”? Ini untuk menghapuskan pandangan salah bahwa perealisasian sravaka atau pratykebuddha itu adalah suatu “kemandekan.” Selain itu, yang patut diingat goal bagi Mahayana adalah Samyaksambuddha. Oleh karena itu, dalam konteks ini hendaknya istilah “penghentian sementara” itu dipahami.
Apakah Buddha berbohong dan bersekutu dengan Mara? Jawabannya tentu saja tidak. Kesimpulan yang keliru. Oleh karena itu, kedua Sutra itu tidak bertolak belakang. Keduanya mengkaji dari sudut pandang yang berbeda. Semua praktisi Mahayana yang mendalami Mahayana akan tahu betul tentang hal ini.

TL:

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

TAN:

Anda menganggap sesuatu sebagai kebenaran sejati, maka itu jadi kebenaran sejati bagi Anda. Orang lain menganggap sesuatu sebagai kebenaran sejati, maka itu jadi kebenaran sejati bagi orang lain. Lalu mana yang kebenaran sejati? Kebenaran sejati juga perlu ada ketidak-benaran sejati. Kalau tidak ada ketidak-benaran sejati bagaimana mungkin ada kebenaran sejati? Apakah kebenaran sejati masih perlu dipihaki? Apa bedanya dengan umat K dan agama lainnya yang mati-matian mengatakan bahwa ajaran mereka adalah kebenaran sejati? Lalu mana yang benar-benar kebenaran sejati? Bingung :p Orang Jawa bilang: Kabeh kecap nomer siji (semua kecap nomor satu).

TL:

iatas saya sudah jawab mengenai pertanyaan mas Tan, Sekarang giliran mas Tan jawab pertanyaan saya apakah kesadaran itu anitya atau nitya?   

TAN:

Maaf, jawaban Anda masih belum menjawab pertanyaan saya. Jawaban saya bagi pertanyaan Anda masih belum berubah: “apakah anitya itu nitya atau anitya?” Pertanyaan saya tidak valid menurut Anda? Kalau begitu sama juga pertanyaan Anda tidak valid.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 11:43:51 PM
UPASAKA:

Siapa yang terjebak…?

Yang saya maksud itu adalah kondisi Nirvana-nya, kondisi Pembebasan Mutlaknya (Parinirvana); bukan orang yang telah merealisasinya.

Kalau ditanya apakah anitya masih berlaku bagi orang yang sudah merealisasi Nirvana? Jawabannya adalah “A BIG YES”.

Kalau ditanya apakah anitya masih berlaku dalam Nirvana? Jawabannya adalah “itu pertanyaan yang tidak relevan”.

Konteks pertanyaan yang Anda ajukan itu pun berkondisi, sehingga bila konteksnya tidak terpenuhi maka pertanyaan itu tidak valid untuk dijawab.

Apakah relevan jika saya bertanya :
- “Apakah perubahan itu statis atau berubah?” Cheesy

Jadi sebenarnya Anda yang terjebak oleh planning Anda sendiri. Anda malah salah tangkap dengan pertanyaan Anda sendiri.

TAN:

Saudara Upasaka, jadi begini saya jawab singkat saja. Kuncinya adalah relevansi suatu pertanyaan. Jika Anda menganggap pertanyaan itu tidak relevan, maka saya juga mengatakan bahwa segenap pertanyaan kritis tentang Mahayana juga tidak relevan, apalagi bila Anda menggunakan standar non Mahayanis sebagai landasannya.

UPASAKA:

O begitu…
Mohon kiranya Bro Tan menjelaskan definisi “ada” berdasarkan pandangan orang yang sudah tercerahi.

TAN:

Justru itu, Bro. Saya belum tercerahi jadi tak dapat memberikan definisi seperti yang Anda minta. Bagi saya cukup mengetahui saja bahwa definisi "ada" itu berbeda. Kelak kalau saya sudah tercerahi pasti akan tahu sendiri.

Saya mengucapkan selamat Waisak juga.. walaupun terlambat.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 11 May 2009, 11:48:38 PM
Pertanyaan "kurang ajar"

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman saya akan menjelaskan apa yang saya maksud dengan "pertanyaan kurang ajar." Semoga ini bisa meluruskannya. Yang saya maksud adalah seseorang "menanyakan" sesuatu tapi sesungguhnya dia sudah punya jawaban bagi pertanyaannya itu. Jika orang menjawab pertanyaannya dan ternyata tidak sesuai dengan pemikiran si penanya, maka ia akan "mencacatnya" habis-habisan. Nah, kalau sudah begitu apa gunanya bertanya. Dengan kata lain, si penanya mengharapkan jawaban yang sesuai dengan pemikirannya.
Kalau sudah begini, lebih baik penanya semacam itu, kirim saja sms pertanyaan ke dirinya sendiri, lalu balas juga ke nomor sendiri, jawabannya. Pasti ia akan puas! Dijamin deh.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 May 2009, 11:54:52 PM
Pertanyaan "kurang ajar"

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman saya akan menjelaskan apa yang saya maksud dengan "pertanyaan kurang ajar." Semoga ini bisa meluruskannya. Yang saya maksud adalah seseorang "menanyakan" sesuatu tapi sesungguhnya dia sudah punya jawaban bagi pertanyaannya itu. Jika orang menjawab pertanyaannya dan ternyata tidak sesuai dengan pemikiran si penanya, maka ia akan "mencacatnya" habis-habisan. Nah, kalau sudah begitu apa gunanya bertanya. Dengan kata lain, si penanya mengharapkan jawaban yang sesuai dengan pemikirannya.
Kalau sudah begini, lebih baik penanya semacam itu, kirim saja sms pertanyaan ke dirinya sendiri, lalu balas juga ke nomor sendiri, jawabannya. Pasti ia akan puas! Dijamin deh.

Amiduofo,

Tan

hmm... prosedur yg benar adalah click "Report to moderator" ketika anda menemukan postingan "kurang ajar". tidak melakukan hal ini, dan melakukan tuduhan seperti ini setelah diskusi berjalan sepanjang ini, sepertinya merugikan posisi anda sendiri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 May 2009, 12:01:07 AM
to Indra:

Baik terima kasih atas sarannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 12 May 2009, 12:32:25 AM
Btw… Bro Sobat-Dharma, selamat Hari Raya Trisuci Waisak yah. _/\_

”Happy Vesakh to all Mahayanis and Theravadin”


Happy Vesak day too. Kepada semua teman-teman di sini Happy Vesakh.

buat bro Upasaka, untuk sementara diskusi kita saya tunda dulu jawabannya karena ada sesuatu yang menarik.

Sobat-sobat,
saya rasa salah satu perdebatan yang rame di topik ini adalah tentang apakah setelah seseorang merealisasi nirvana apakah ia akan "terpisah sepenuhnya dari samsara" atau "masih bebas berkontak dengan samsara."

Para Theravadin dalam diskusi meyakini bahwa saat seseorang merealisasi nirvana ia terlepas sama sekali dari samsara sehingga ia tidak bisa kembali lagi kondisi-kondisi sebelumnya. Hal ini kemudian membentuk opini bahwa jika seseorang masih memiliki keinginan untuk menyelamatkan makhluk lain maka ia belum merealisasi nirvana. Pandangan ini menyakini bahwa karena seseorang tidak lagi memiliki keinginan ia tidak mungkin kembali ke kondisi sebelumnya. Demikian apa yang saya baca dari opini-opini yang berkembang di dalam diskusi ini.

Para Mahayanis meyakini bahwa seseorang yang telah merealisasi nirvana ia masih bebas untuk berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Para Mahayanis berargumen bahwa justru kebebasan tersebut yang membuktikan bahwa seseorang meraih pembebasan yang sejati, karena dengan demikian seseorang tidak terikat dengan kondisi apapun. Demikian kira-kira opini  yang saya pahami berkembang di antara Para Mahayanis di forum ini.

Perdebatan tentang ini menyebabkan seolah-olah adanya perbedaan konsep realisasi nirvana antara Theravada dan Mahayana. Apakah perbedaan ini meman demikian halnya?

Terakhir ini saya mencoba membaca Digha Nikaya Pali dan menemukan sebuah bagian dari Mahanidana Sutta yang sebagian terakhir dari isinya membahas tentang 8  pembebasan (vimokha). Pertama-tama, sutta tersebut menyebutkan satu-persatu 8 pembebasan yang antara lain terdiri dari berikut ini:
  • 1)   Memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk.
    (2)   Tanpa melihat bentuk materi dalam diri seseorang, ia melihatnya di luar
    (3)   Berpikir: “Ini indah”, seseorang meliputinya.
    (4)   Dengan secara total melampaui semua persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi-sensor dan dengan ke-tidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, berpikir: “Ruang adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Ruang Tanpa Batas
    (5)   Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas,” seseorang masuk dan berdiam dalam alam Kesadaran Tanpa Batas
    (6)   Dengan melampaui alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa pun,” seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan
    (7)   Dengan melampaui Alam Kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi
    (8 )   Dengan melampaui Alam Bukan persepsi juga bukan Bukan-Persepsi, seseorang masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan.
Jika kita lihat, yang dimaksud sebagai pembebasan kedelapan tidak lain adalah realisasi nirvana: lenyapnya persepsi dan perasaan.

Nah setelah itu saya sampe pada bagian yang akan kudiskusikan dalam forum ini. Setelah Sang Buddha menyebutkan kedelapan pembebasan tersebut, Beliau mengatakan demikian:

‘ânanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapan pun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super yang ia miliki di sini dan saat ini, baik kehancuran kekotoran-kekotoran maupun pembebasan yang tanpa kekotoran dari hati dan pembebasan oleh kebijaksanaan bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-arah,”  dan, ânanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan kedua-arah” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.’

Jika kita melihat kutipan ini, jelas dalam sutta pali juga mengatakan bahwa justru saat seseorang merealisasi nirvana yang sempurna, ia "terbebaskan dari dua arah", yang artinya ia menjadi bebas untuk "keluar dan masuk dalam kondisi kedelapan pembebasan kapanpun ia inginkan dan selama ia inginkan" (lihat bagian yang kuberi tanda biru). Dengan demikian, seseorang dikatakan mencapai pembebasan yang lebih mulia dan sempurna adalah jika ia bebas untuk keluar dan masuk antara nirvana dan samsara.

Nah jika interpretasi saya benar, berarti sebenarnya dalam sutta pali pun menganut pandangan yang sama dengan Para Mahayanis di forum ini, yaitu meski seseorang merealisasi nirvana seseorang masih "bebas keluar dan masuk" antara nirvana dan samsara. Dengan anggapan bahwa semua tingkat pembebasan lain masih berada dalam Samsara sedangkan hanya pembebasan terakhir saja yang merupakan realisasi Nirvana. Sedangkan kata-kata Sang Buddha ini (jika tidak ada keraguan tentang keaslian sutta) sama sekali tidak mendukung pandangan bahwa realisasi nirvana yang sempurna berarti terpotong/terpisah selamanya dari samsara tanpa ada "kebebasan" untuk bergerak di antaranya.

Bagaimana menurut teman-teman?   



Maksud maju dan mundur adalah dari poin satu , kedua dstnya hingga ke delapan dan sebaliknya dari poin delapan, ketujuh, dstnya hingga ke satu kembali.

Maksud keluar masuk adalah keluar masuk Nibbana dalam kehidupan seorang Ariya puggala selama ia masih hidup.
Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 May 2009, 12:37:23 AM
TL:

Maksud keluar masuk adalah keluar masuk Nibbana dalam kehidupan seorang Ariya puggala selama ia masih hidup.

TAN:

Nirvana tanpa sisa dan dengan sisa mana yang lebih tinggi?


TL:

Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).

TAN:

Mana ada di ajaran Hindu kalau nirvana dan samsara itu identik?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 May 2009, 12:40:28 AM
TAMBAHAN:

Maksud maju dan mundur adalah dari poin satu , kedua dstnya hingga ke delapan dan sebaliknya dari poin delapan, ketujuh, dstnya hingga ke satu kembali.

Maksud keluar masuk adalah keluar masuk Nibbana dalam kehidupan seorang Ariya puggala selama ia masih hidup.
Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).


TAN:

Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 May 2009, 12:43:26 AM
TL:

Sudah jelas ada keperluan mempertahankan pancaskhanda karena kebutuhan contohnya : Sang Buddha memerlukan makan untuk mempertahankan kelanjutan hidupnya supaya dapat mengembangkan Dharma. Tetapi Beliau makan bukan karena kemelekatan loba,loba,loba seperti mas Tan dan saya.   
Weleh..weleh... sekarang terbalik posisinya malah saya yang diminta berbagi pengetahuan oleh mas Tan

TAN:

Apakah Sang Buddha masih punya keinginan untuk mempertahankan hidupnya atau untuk menyebarkan Dharma? Katanya tidak ada keinginan lagi? Bagaimana jawaban Anda?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 12 May 2009, 12:49:24 AM
TL:

Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).

TAN:

Salah besar. Ajaran Brahmanisme tidak pernah mengajarkan kesamaan nirvana dan samsara. Goal mereka adalah penyatuan dengan suatu istha devata agar dapat terbebaskan dari samsara.  Ini jelas sekali nampak dalam Bhagavadgita maupun Upanishads. Silakan Anda baca Mundaka Upanishad: "Aku melihat suatu makhluk suci di seberang sana, yang mengatasi kegelapan.... ia merupakan jalan menuju pembebasan." Nah, lebih mirip mana ternyata filosofi Hindu dengan aliran Mahayana (nirvana identik dengan samsara) dan aliran non Mahayana (nirvana tidak identik dengan samsara). Silakan dicerna sendiri.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 12 May 2009, 06:25:45 AM
TAN:

Saran yang sangat baik Sdr. Adi Lim. Anda telah berbuat karma yang sungguh sangat bajik dengan menyarankan saya memperdalam bahasa Indonesia. Memang saya orang yang sangat bodoh dan tidak paham bahasa Indonesia dengan baik. Semoga sdr. Adi Lim bersedia mengajari saya bahasa Indonesia. Budi baik Anda sungguh tak terlupakan.
Saya hanya dapat membalasnya dengan sebuah saran pula. Saya juga menyarankan umat non Mahayana untuk lebih memperdalam pula bahasa Indonesia. BUKAN karena bahasa Indonesia mereka kurang baik (seperti saya). Bahasa Indonesia mereka sudah sangat teramat baik, tetapi tidak apa-apa khan kalau bisa lebih baik lagi? Bahkan siapa tahu bisa jadi lebih baik.  Dengan demikian, umat non Mahayanis dapat mengerti lebih baik ikrar Bodhisattva dan tidak terus menerus mengkritik atau mendiskreditkan Mahayana.
Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)

ADI LIM

Sdr. Tan yang baik
Saya menyarankan anda belajar bahasa tidak salah, karena di milis, saya membaca pendapat penulis dengan apa adanya, dimana kami anggap tulisan ini berdasarkan yang anda ketahui, jadi bebas untuk mengkritik balik

kalau memang anda mau memperbandingkan maksud kata2 Sabbe Satta  Bhavantu Sukhitatta (slogan satu aliran) dan Ikrar Bodhisatva (tekad suatu aliran), kenapa harus pakai menyindir dan menyudutkan suatu slogan yang kamu tidak setuju.
Kan lebih elegan bila sdr Tan bisa menjelaskan langsung secara lugas dan terperinci, sehingga pembaca budiman bisa mengerti dan paham apa maksud anda menulis.

mengenai kata2 SLOGAN, IKRAR, TEKAD ada beda, mungkin para pembaca lainnya bisa menjelaskan !

dengan kamu menulis untuk menyudutkan suatu Slogan milik satu aliran adalah perbuatan buruk, bisa membuat pembaca lainnya salah penafsiran.

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 12 May 2009, 06:38:13 AM
Sdr. Tan yang baik

ada tambahan, MAAF ya


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 May 2009, 06:48:02 AM
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 12 May 2009, 09:41:43 AM
Tanggapan terhadap Bond dan Adi Lim


BOND:

Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi.

TAN:

Nah! Ini dia... kena juga pancingan saya hehehehehee....

Tanggapan saya adalah sebagai berikut:

1.Kalau begitu, umat non Mahayana hendaknya jangan mengkritik Mahayana yang berkenaan dengan ikrar Bodhisattva. Anda bisa menulis tanggapan seperti di atas, seharusnya memahami bahwa ikrar Bodhisattva juga mengandung makna yang sama. Itu juga dapat dianggap sebagai good wishes. Tidak ada bedanya sama sekali.

2.Sekarang saya balik bertanya. Itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan bukan (dalam istilah Anda “terbebaskan dan mengerti aniccha”). Entah pakai kata “semoga” atau apapun juga, itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan (nirvana). Lalu apa bedanya dengan ikrar bodhisattva? Orang mengucapkan kata “semoga” tentunya dengan harapan bahwa “harapan”nya itu dapat terkabul (kalau ia tidak mengharapkan demikian, tentunya orang itu hanya “gombal” atau “munafik” - istilah Jawanya “abang2 lambe” atau dalam bahasa Indonesia “bibir manis”). Tentunya orang non Mahayanis tidak hanya bermanis bibir bukan? Selanjutnya, orang yang mengucapkan Sabbe Sattha Bhavantu Sukkhitata tentunya juga punya asumsi bahwa hal itu tidak mustahil terjadi bukan? Kalau umat non Mahayanis merasa itu mustahil terjadi (semua makhluk mencapai pencerahan), maka itu artinya umat non Mahayanis harus mengakui bahwa mereka berkhayal terlalu tinggi, bukan? Ibaratnya kita bilang, semoga batu di kebunku berubah menjadi emas semua. Orang yang punya keinginan semacam itu akan Anda anggap “pengkhayal” atau “gila”, bukan?

3.Tidak cukup mengucapkan kata “semoga” bukan? Hanya mengucapkan kata “semoga” tidak menyelesaikan masalah atau ada gunanya. Ada teman saya yang hanya bilang “semoga aku kaya,” “semoga ujianku lulus,” “semoga...” “semoga...” Nah, tanpa usaha yang nyata, apakah itu ada gunanya? Oleh karena itu, seorang Bodhisattva Mahayana akan melakukan tindakan nyata dan tidak hanya berkata “semoga” saja. Bodhisattva Mahayana memilih untuk bertindak secara aktif. Itulah gunanya ikrar Bodhisattva.

Menimbang poin2 di atas, ikrar Bodhisattva jelas bukan spekulatif atau tidak masuk akal. Jika pihak non Mahayanis terus menerus mengkritik ikrar Bodhisattva, maka slogan SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA yang mereka dengungkan hanya pepesan kosong yang tidak ada artinya.

ADILIM:

kayaknya ilmu BAHASA Sdr. Tan perlu di perdalam atau memang ndak mengerti arti kata SEMOGA !

jadi tidak bisa mengartikan arti kata SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA ! secara tepat kemudian memvonis suatu aliran yang tidak benar bila menggunakan slogan itu.
jadi sdr Tan perlu memahami dulu arti yang lebih mendalam, sebelum mengkritik sesuatu.

jadi saya tidak menjelaskan lagi, karena sudah di jelaskan sdr. Bond secara terperinci.

SENT GRP ke Sdr. Bond

TAN:

Saran yang sangat baik Sdr. Adi Lim. Anda telah berbuat karma yang sungguh sangat bajik dengan menyarankan saya memperdalam bahasa Indonesia. Memang saya orang yang sangat bodoh dan tidak paham bahasa Indonesia dengan baik. Semoga sdr. Adi Lim bersedia mengajari saya bahasa Indonesia. Budi baik Anda sungguh tak terlupakan.
Saya hanya dapat membalasnya dengan sebuah saran pula. Saya juga menyarankan umat non Mahayana untuk lebih memperdalam pula bahasa Indonesia. BUKAN karena bahasa Indonesia mereka kurang baik (seperti saya). Bahasa Indonesia mereka sudah sangat teramat baik, tetapi tidak apa-apa khan kalau bisa lebih baik lagi? Bahkan siapa tahu bisa jadi lebih baik.  Dengan demikian, umat non Mahayanis dapat mengerti lebih baik ikrar Bodhisattva dan tidak terus menerus mengkritik atau mendiskreditkan Mahayana.
Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)

Terima kasih om Tan atas tanggapan Anda. Sebenarnya ikrar adalah suatu tekad untuk menjadi yg disertai usaha2 oleh yg bersangkutan. Kalau good wishes dengan "smoga" itu memang harapan agar orang lain menjadi baik, tetapi yg mengatakan "smoga"bukanlah penentu atas kehidupan orang lain, sekalipun kita juga berusaha menyadarkan mereka. Jadi keberhasilan atas good wishes tadi adalah bukan si good wisher atau pemberkat tapi yg diberikan harapannya. Jadi 2 objek yg berbeda antara good wishes dengan kata "sabe satta bhavantu sukhitata" dan ikrar bodhisatva.

Sebenarnya masalah ikrar bodhisatva mahayanis yg dipertentangkan bagi saya bukan suatu masalah, tapi bila ada beberapa memperdebatkan itu urusan pribadi masing2 menilainya. Bagi saya bodhisatva adalah bodhisatva , Buddha adalah Buddha dan mereka tidak didominasi aliran buddhist manapun juga. Perbedaan konsep itu hal yg wajar. Sekalipun ada yg menanggap ikrar bodhiatva mustahil, misal : "saya akan menjadi Buddha bila semua makhluk bebas dari alam samsara" bagi saya itu tidak masalah, paling tidak ,usaha2 bodhisatva tersebut patut diacungi jempol karena ia senantiasa membantu orang tanpa lelah. Dan pasti ada buahnya yg luar biasa dan bisa saja saat buah untuk mencapai keBuddhaan  tiba dia menyadari hal yg sebenarnya dan akhirnya dia berpikir untuk merealisasikannya untuk menjadi Buddha karena pengertiannya telah menjadi sempurna. Atau bisa saja Seorang bodhisatva yg mengucapkan ikrar tersebut sadar itu hal yg tidak mungkin tetapi tetap diucapkan sebagai pendorong/penyemangat dia untuk mengumpulkan parami sampai saatnya tiba. Permasalahannya kita tidak tau pikiran dan kedalaman pengertian setiap orang yg melakukan ikrar bodhisatva. Yang pasti jika tujuannya membebaskan makhluk dari penderitaan adalah baik adanya bila sesuai dengan JM 8. Entah itu dari non mahayanis dan mahayanis sesungguhnya keduanya sama-sama membina diri dan juga membantu makhluk lainnya hanya tujuan pencapaian yg berbeda saja.  Jadi mengenai jalan mahayana dan non mahayana dikembalikan kepada pemilih mau contreng yang mana  ;D . Selama kedua aliran ini mengajarkan sesuatu yg bukan takhayul dan membawa kepada jalan pembebasan maka semuanya adalah baik dalam satu wadah Buddha sasana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: 7 Tails on 12 May 2009, 10:09:02 AM
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)

kesempurnaan untuk apa bos?
aye gak lihat ada yg sempurna disini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 May 2009, 10:21:27 AM
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)

kesempurnaan untuk apa bos?
aye gak lihat ada yg sempurna disini
untuk bahan perenungan aja ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 May 2009, 12:45:42 PM
Pertanyaan "kurang ajar"

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman saya akan menjelaskan apa yang saya maksud dengan "pertanyaan kurang ajar." Semoga ini bisa meluruskannya. Yang saya maksud adalah seseorang "menanyakan" sesuatu tapi sesungguhnya dia sudah punya jawaban bagi pertanyaannya itu. Jika orang menjawab pertanyaannya dan ternyata tidak sesuai dengan pemikiran si penanya, maka ia akan "mencacatnya" habis-habisan. Nah, kalau sudah begitu apa gunanya bertanya. Dengan kata lain, si penanya mengharapkan jawaban yang sesuai dengan pemikirannya.
Kalau sudah begini, lebih baik penanya semacam itu, kirim saja sms pertanyaan ke dirinya sendiri, lalu balas juga ke nomor sendiri, jawabannya. Pasti ia akan puas! Dijamin deh.

Amiduofo,

Tan

Sdr.Tan (Ivan Taniputra kalau tidak salah)...

Bertanya itu tidak harus selalu dalam konteks bertanya terhadap sesuatu yang tidak tahu. Bertanya itu juga bisa dalam konteks KONFIRMASI terhadap apa yang diketahui-nya terhadap pernyataan pihak yang lain...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 12 May 2009, 01:07:21 PM
sobat dharma

semua itu menggunakan apa? kalau bukan dari pikiran sumber nya?

memang nya melatih dari 1-4 tidak lewat pikiran?....
lewat pikiran kan, dan pikiran adalah sumber-nya...bagaimana itu?

metta


Tergantung pengertian pikiran yang kamu gunakan apa. Kalau pikiran logis semata rasanya tidak :) Dalam bahasa Indonesia kata pikiran seringkali bisa bermakna luas, sebagaimana juga kata "mind" dalam bahasa inggris dan "citta" dalam bahasa sansekerta. Orang Tionghoa sendiri menterjemahkannya dalam "Sin" atau "hati" untuk membedakannya dengan pikiran intelektual. Jelas kata pikiran memiliki makna lebih luas dari sekadar "logis" atau "common sense." Jadi arti pikiran yang digunakan dalam Dharma seringkali bukanlah pikiran logis intelektual yang kita kenal. Singkatnya, tidak semua pikiran adalah pikiran logis :)

Lagipula dalam praktik Dharma pikiran yang harus dijinakkan, dengan kata lain pikiran adalah masalahnya bukan sebagai solusi. Dalam hal ini yang harus dijinakan adalah pikiran duniawi yang tercemar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 12 May 2009, 01:13:35 PM
Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi. _/\_


Mohon maaf saya ikut campur untuk meluruskan kesalahpahaman bro bond,

Dalam Ikrar Bodhisattva pun tidak ada yang namanya "Pasti"; yang ada hanya "saya akan berusaha." Yang namanya berusaha adalah cerminan dari "semoga" dalam wujud yang lebih "nyata". Jika seseorang berpikir "semoga semua makhluk berbahagia" bukankah kemudian ia juga akan "berusaha" agar semua makkluk tidak tersakiti di mana ia berada? Dengan demikian "semoga" dan "berusaha" adalah wujud dari suatu niat akan sesuatu yang diekspresikan kata-kata yang bisa berbeda-beda namun artinya sama.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 12 May 2009, 01:23:48 PM
Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan

Demikianlah Bro Tan,
saya menilai ada semacam kecemasan dalam diri para rekan-rekan non-Mahayanis untuk disamakan pandangannya dengan Mahayana. Ada usaha untuk terus menerus mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana. Ada kecenderungan membuat gambaran perbedaan antara Theravada dan Mahayana yang seolah-olah saling beroposisi satu sama lain dan bersifat dikotomis. Seolah-olah keduanya berbeda bak langit dan bumi, padahal nyatanya tidak demikian.

Komentar bagus bro :) GRP sent

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 12 May 2009, 03:36:16 PM
Saudara Tan,
tidak ada dalam sutta dikatakan nibbana sisa atau nibbana tanpa sisa yg lebih tinggi...

karena ini ibarat anda bertanya kebenaran mana lebih tinggi garam rasanya asin dan gula rasanya manis.
kebenaran adalah kebenaran....tidak ada tinggi atau rendah...
kebenaran tidak sama dengan parami/pahala kebajikan.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 12 May 2009, 03:39:24 PM
Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan

Demikianlah Bro Tan,
saya menilai ada semacam kecemasan dalam diri para rekan-rekan non-Mahayanis untuk disamakan pandangannya dengan Mahayana. Ada usaha untuk terus menerus mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana. Ada kecenderungan membuat gambaran perbedaan antara Theravada dan Mahayana yang seolah-olah saling beroposisi satu sama lain dan bersifat dikotomis. Seolah-olah keduanya berbeda bak langit dan bumi, padahal nyatanya tidak demikian.

Komentar bagus bro :) GRP sent

T dan M ada kesamaan ada perbedaan.. kalau dibahas persamaan yah jelas bukan di Thread ini. ^^

tetapi perbedaan yang jelas terlihat bagi saya adalah  dimana perbedaan 4 kesunyataan mulia yang jauh.
T beranggapan lahir adalah dukkha. dan itu di lakukannya dgn ke-padam-an

M beranggapan lahir adalah dukkha dan itu tidak dilakukannya dgn ke-padam-an, karena batin buddha bisa merosot dan lahir lagi.....
dan alasan buddha melakukan ini telah dijawab....
yakni "buddha tidak terpikirkan dgn logika dan akal sehat"
itu saja. ^^

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 12 May 2009, 03:45:28 PM
Untuk teman-teman yang masih dibingunkan oleh diskusi tentang konsep buddha antara Theravada dan Mahayana saya ajak untuk ikut membaca posting dari Bro Gandalf yang sangat bermanfaat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5087.msg178392/topicseen.html#msg178392
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 12 May 2009, 03:46:54 PM
Komentar bagus bro :) GRP sent


GRP unsent; harus tunggu setelah 720 jam lagi  :'(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 May 2009, 04:06:15 PM
Komentar bagus bro :) GRP sent


GRP unsent; harus tunggu setelah 720 jam lagi  :'(
Kirim ke Aye aja ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 May 2009, 04:18:09 PM
ikuuuuttt
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 May 2009, 04:32:16 PM
Mengenai kemungkinan adanya kesamaan antara Nienfo dengan metode Buddho berikut ini saya kutipkan pendapat dari Ajahn Sumedho yang pernah menjadi murid dari Ajahn Chah

"Banyak bhikkhu hutan di Timur-laut Thailand menggunakan kata 'Buddho' sebagai objek meditasi mereka. Mereka menggunakannya sebagai sejenis koan. Pertama-tama, mereka membikin tenang pikiran dengan mengikuti keluar masuknya napas seiring suku kata BUD DHO, dan kemudian mulai melakukan kontemplasi, 'Apakah Buddho -Dia yang mengetahui- itu?' 'Apa artinya mengetahui?'

Ketika saya berkeliling di daerah timur-laut Thailand dan singgah di tudong, saya mengunjungi vihara tempat Ajahn Fun dan tinggal beberapa lama di sana.

[...]

Beliau mengajarkan untuk tidak hanya mengulang-ulang kata 'Buddho', tapi merenungkan dan mengamatinya, membawa pikiran menembus dan benar-benar melihat ke dalam 'Buddho', 'Dia yang mengetahui' -mengamati muncul dan lenyapnya, tinggi dan rendahnya, sebegitu hingga seluruh perhatian kita tumplek padanya.

Dengan melakukan hal itu 'Buddho' menjadi sesuatu yang bergema dalam pikiran. Kita mesti mengamati, menonton, dan memeriksanya sebelum ia muncul dan setelah ia muncul, lalu mendengarkan gema suara itu dan yang ada di baliknya -hingga akhirnya kita hanya mendengar keheningan."

Sumber: Ajah Sumedho, "Hidup Saat Ini."  Pustaka Karaniya, 1991

Nah, jika kita melihat kutipan kesaksian Ajahn Sumedho ini tentang meditasi Buddho, kita akan menemukan banyak sekali kesamaanya dengan nienfo.

Bagaimana menurut teman-teman?

Menyambung dari tret melafal nama Buddha, karena di sana bukan tempat debat maka di teruskan di sini ;D


Tujuan membaca nien fo ....
untuk meditasi?
untuk mendapatkan karma baik?
untuk terlahir ke surga?
untuk mendapat suatu manfaat? (karena katanya ada kesaksian2 yang katanya juga mendapat manfaat dari membaca nien fo itu)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 12 May 2009, 04:47:44 PM
IMO,
Tujuan membaca nien fo ....
untuk meditasi? >> yoa
untuk mendapatkan karma baik? >> pastinya dech...
untuk terlahir ke surga? >> tapi gw ga mo disurga sukhavati, mo nya disurga lazuardi

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 May 2009, 05:36:45 PM
IMO,
Tujuan membaca nien fo ....
untuk meditasi? >> yoa
untuk mendapatkan karma baik? >> pastinya dech...
untuk terlahir ke surga? >> tapi gw ga mo disurga sukhavati, mo nya disurga lazuardi


yang no 4 nya mana cuy ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 12 May 2009, 05:51:22 PM
^
^

hmmm yang empat,untuk mendapat suatu manfaat?
ga tau dech, itu jawaban buat praktisi nien fo, aye kan bukan praktisi tanah suci, jd ga berani melangkahi bro...
masi tau tata karma, :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lophenk on 12 May 2009, 07:17:26 PM
IMO,
Tujuan membaca nien fo ....
untuk meditasi? >> yoa << idem
untuk mendapatkan karma baik? >> pastinya dech...<< idem
untuk terlahir ke surga? >> tapi gw ga mo disurga sukhavati, mo nya disurga lazuardi
                                 << yahhh ... gak ketemuan donk bro :D
untuk mendapat suatu manfaat?
Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .
nah untuk mensucikannya g memilih metode nienfo tuk mewujudkannya :)








 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 May 2009, 07:17:08 AM
Untuk teman-teman yang masih dibingunkan oleh diskusi tentang konsep buddha antara Theravada dan Mahayana saya ajak untuk ikut membaca posting dari Bro Gandalf yang sangat bermanfaat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5087.msg178392/topicseen.html#msg178392

Postingan yang masih diragukan kebenarannya kok disebut sangat bermanfaat.
Jika kita belum membaca sumbernya bagaimana kita bisa menilai?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 07:55:24 AM
IMO,
Tujuan membaca nien fo ....
untuk meditasi? >> yoa << idem
untuk mendapatkan karma baik? >> pastinya dech...<< idem
untuk terlahir ke surga? >> tapi gw ga mo disurga sukhavati, mo nya disurga lazuardi
                                 << yahhh ... gak ketemuan donk bro :D
untuk mendapat suatu manfaat?
Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .
nah untuk mensucikannya g memilih metode nienfo tuk mewujudkannya :)








 


untuk terlahir ke surga? >> tapi gw ga mo disurga sukhavati, mo nya disurga lazuardi
                                 << yahhh ... gak ketemuan donk bro :D

sori sori, salah tulis, seharusnya tanah suci sukhavati, bukan surga sukhavati,
tolong diklarifikasi dulu ya, sebelum ditimpuk batu bata ama orang nya, wakakaka....


ga ketemu, gpp bro, kan bisa saling kunjung mengunjungi, hehehe... at least, kita tetangga-an :P



untuk mendapat suatu manfaat?

Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .
nah untuk mensucikannya g memilih metode nienfo tuk mewujudkannya :)


waduh2, aku tidak bisa tidak setuju dengan kamu bro,
yes, aku setuju ama kamu bro....;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 May 2009, 08:21:45 AM

Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .

Ada yang salah. Ini terjemahan jadul, sudah tidak berlaku lagi, . ;D

Dhammapada 183.
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Jadi bukannya mengurangi, tapi tidak melakukan. Kalau mengurangi berarti jika sekarang melakukan 10 kejahatan besok 8, 5 kejahatan maka dianggap cincai, tidak apa-apa, toh berkurang. ;D

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 08:50:08 AM
^
^

please dech ah, jgn lebay....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 May 2009, 09:14:16 AM
^
^

please dech ah, jgn lebay....


 ^-^ kenapa Sdr. Naviscope?? Anda tidak bisa menerima masukan / kritikan ya  :))
Padahal judul topiknya Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda... ^-^
ngak lebay kok.... ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 13 May 2009, 09:22:05 AM

Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .

Ada yang salah. Ini terjemahan jadul, sudah tidak berlaku lagi, . ;D

Dhammapada 183.
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Jadi bukannya mengurangi, tapi tidak melakukan. Kalau mengurangi berarti jika sekarang melakukan 10 kejahatan besok 8, 5 kejahatan maka dianggap cincai, tidak apa-apa, toh berkurang. ;D



That's right _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 May 2009, 09:25:20 AM

Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .

Ada yang salah. Ini terjemahan jadul, sudah tidak berlaku lagi, . ;D

Dhammapada 183.
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Jadi bukannya mengurangi, tapi tidak melakukan. Kalau mengurangi berarti jika sekarang melakukan 10 kejahatan besok 8, 5 kejahatan maka dianggap cincai, tidak apa-apa, toh berkurang. ;D


GRP buat om Kelana ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 09:30:41 AM
^
^

please dech ah, jgn lebay....


 ^-^ kenapa Sdr. Naviscope?? Anda tidak bisa menerima masukan / kritikan ya  :))
Padahal judul topiknya Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda... ^-^
ngak lebay kok.... ^-^

bukan, kalau emang tertulis seperti itu, kenapa tidak dipublikasi keluar
kenapa di simplycity?
why, berarti sudah kebohongan publik?
ato mengikuti perkembangan jaman, tuntutan jaman?

Tidak melakukan segala bentuk kejahatan << emang bisa, loe yakin, selagi loe masi kerja, masi berdagang, masi bercinta, emang bisa?

sori ya, sapa yang tersinggung, emang nya gw pikirin
situ kale yang tersinggung...
gitu j koq freeport, ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: F.T on 13 May 2009, 09:46:53 AM
Tentu tidak ada yang sempurna di dunia ini, namun dengan mentolerir kejahatan itu jg tdk benar. Bahwa mengurangi kejahatan dari 10 menjadi 8 itu spt di kritik oleh bro kelana " ah cincailah " ...

Dengan menyadari bahwa tidak melakukan kejahatan, kita lebih mawas diri dan menjaga sila.. Bila mentolerir kejahatan maka hal itu dapat menghambat pengembangan batin kita sendiri.

Semoga semua mahkluk berbahagia...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 May 2009, 10:30:01 AM

Inti ajaran Buddha : perbanyak kebajikan , kurangi kejahatan , sucikan hati & pikiran .

Ada yang salah. Ini terjemahan jadul, sudah tidak berlaku lagi, . ;D

Dhammapada 183.
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Jadi bukannya mengurangi, tapi tidak melakukan. Kalau mengurangi berarti jika sekarang melakukan 10 kejahatan besok 8, 5 kejahatan maka dianggap cincai, tidak apa-apa, toh berkurang. ;D


GRP buat om Kelana ;D

thank you
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 May 2009, 10:40:33 AM
bukan, kalau emang tertulis seperti itu, kenapa tidak dipublikasi keluar
kenapa di simplycity?
why, berarti sudah kebohongan publik?
ato mengikuti perkembangan jaman, tuntutan jaman?

Tidak melakukan segala bentuk kejahatan << emang bisa, loe yakin, selagi loe masi kerja, masi berdagang, masi bercinta, emang bisa?

Jawabannya sudah disampaikan oleh Sdr. Felix.
Tambahan sudah dipublikasi bahwa terjemahan jadul adalah tidak tepat. kok :)


Quote
sori ya, sapa yang tersinggung, emang nya gw pikirin
situ kale yang tersinggung...
gitu j koq freeport, ;D

Nah, sekarang siapakah yang lebay? :))
Saya sebelumnya tidak pernah mengatakan anda atau siappun yang tersinggung, saya hanya bertanya kenapa?? anda tidak bisa menerima masukan??
Please deh jangan lebay… :))
Selanjutnya no commnet. :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 11:07:01 AM
^
^

weleh2, jd pusink

pdhal kalau mo dibilang jadul sech terjemahan Dhammapada 183 (karena sebelum masehi)
nah terjemahan yang kita dapat yang kita sudah tau secara umum itu
sudah melalui proses simplicity, ato proses mengikuti perkembangan jaman.

toh intinya hampir sama,
jangan lah berbuat jahat, perbanyak lah berbuat baik, sucikan hati dan pikiran

saya rasa, statement diatas lebih umum, tidak dibuat buat, tidak sok suci, lebih bisa diterima oleh orang awam,that's all
tidak semua makhluk sesuci bro kelana and sebijaksana bro kelana loh....  ^-^ CMIIW

that's why i say jangan lebay...

trus mendapat tanggapan bahwa aku tidak bisa menerima kritikan, toh yg dikritik bukan saya
toh klu emang dikritik, klu masuk akal, why not,
gitu j koq freeport... ;D

selanjutnya no comment juga ah.....   :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 13 May 2009, 01:48:08 PM
Kirim ke Aye aja ;D

Sudah terkirim :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 13 May 2009, 01:51:07 PM
yang no 4 nya mana cuy ;D

Yang namanya manfaat hanya efek samping dari praktik. Dala praktik samatha bavana manapun ada manfaat sampingan yang bisa didapatkan. Namun jika seseorang terlalu melekat pada pada manfaat  saja tanpa mengejar tujuan sebenarnya (nirvana) maka namanya praktiknya tersesat. Sama dengan orang yang berharap bisa mencapai jhana sekadar untuk mencari kesaktian.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 May 2009, 03:52:37 PM
^
^

weleh2, jd pusink

pdhal kalau mo dibilang jadul sech terjemahan Dhammapada 183 (karena sebelum masehi)
nah terjemahan yang kita dapat yang kita sudah tau secara umum itu
sudah melalui proses simplicity, ato proses mengikuti perkembangan jaman.

toh intinya hampir sama,
jangan lah berbuat jahat, perbanyak lah berbuat baik, sucikan hati dan pikiran

saya rasa, statement diatas lebih umum, tidak dibuat buat, tidak sok suci, lebih bisa diterima oleh orang awam,that's all
tidak semua makhluk sesuci bro kelana and sebijaksana bro kelana loh....  ^-^ CMIIW

that's why i say jangan lebay...

trus mendapat tanggapan bahwa aku tidak bisa menerima kritikan, toh yg dikritik bukan saya
toh klu emang dikritik, klu masuk akal, why not,
gitu j koq freeport... ;D

selanjutnya no comment juga ah.....   :P

sdr.navis... sdr.Kelana hanya memaparkan apa yang tertulis di dalam Dhammapada:183, that's it...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Satria_Bergincu on 13 May 2009, 04:11:45 PM
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 04:18:51 PM
[at] atas n atas-nya lg

ups, bro dilbert

aye tidak ada kamsud begitu juga, hehehe...
aye hanya speak up, my mind
tidak bole ya? y ud, kalau tidak bole.... hehehe....

I AM SORI
I AM KHILAF

sori ya bro kelana, sebagai ganti nya, tak kasi GRP ya, kasi daaaa....  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: William_phang on 13 May 2009, 04:24:06 PM
kayaknya navis dan satria_bergincu ini kloningannya??.. soalnya td sempat liat posting yang sama persis...apa saya yang kabur matanya...hehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 13 May 2009, 04:32:17 PM
^
^

salah liat kale...  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 13 May 2009, 05:43:07 PM
Quote
TL:

Jadi setuju menurut mas Tan 99% Tipitaka Pali ada di Agama sutra?

TAN:

Absolutely Yes. Anda tanyakan 1000 kali juga jawabannya akan sama.


Hayo pada reply sebelumnya nggak ngaku... jadi benar kan Theravada 99% sama dengan Mahayana? 
Tapi sorry... kayaknya Theravada nggak ngerasa sama lho mas...  ^-^

Quote
TL:

Perumpamaannya kok nggak tepat ya?
Perumpamaan yang benar adalah: menghadapi pasien lever dokternya bilang pada ibunya si A sakit lever, pada ayahnya dia mengatakan si A tidak sakit apa-apa.
Pada ayahnya ia bilang sakit lever tidak bisa sembuh, pada ibunya ia mengatakan sakit lever bisa sembuh. Itu namanya plin plan atau tidak ?

TAN:

Ah, itu khan Cuma kata Anda tidak tepat. Ya biasalah dalam debat itu saling menyalahkan pendapat orang lain sangat wajar. Kalau tidak saling menyalahkan bukan debat namanya. Hahahahaahaah ) Bagi saya sih tepat ya. Tapi terserah kata Anda. Baiklah, kalau si ayah sakit jantung atau sedang dalam tekanan batin kronis, lebih baik ia tidak perlu kenyataan sebenarnya. Ini ada dalam psikologi. Dalam hal ini sang dokter tidak plin plan. Menyampaikan sesuatu harus diperhatikan juga kondisi pendengarnya. Itu baru bijaksana.


Iya kan saya hanya mengikuti perumpamaan mas Tan: "(Tan mode: on)" :P
Saya catat pernyataan mas Tan, jadi Buddhanya di Mahayana sah-sah saja berbohong? demi alasan bijaksana? ;D

Quote
TL:

Tidak dilahirkan? apa Beliau muncul begitu saja?  Seperti dewa?   
Atau bersandiwara pura-pura lahir?   

TAN:

Ya itu, bersandiwara khan cuma kata Anda. Sudah dijelaskan berulang-ulang. Kalau tidak paham-paham ya sudah. Saya kasih penjelasan terakhir ya. “Kelahiran” di sini bukan dalam pengertian “kelahiran” makhluk samsara. Kita tidak punya kosa kata untuk mendefinisikannya, sementara itu Anda dengan semena-mena menerapkan keterbatasan kosa kata manusia yang belum tercerahi untuk membahas mengenai Buddha. Ini jelas mustahil, bagaikan orang primitif yang hendak menjelaskan mengenai pesawat ataupun sistim computer. Jelas diskusi ini tidak akan nyambung walau sampai kapanpun. . Beda dengan ajaran Mahayana yang dengan rendah hati mengakui keterbatasan manusia. Oke. Untuk selanjutnya saya tidak akan membahas lagi masalah ini.

Katanya punya keterbatasan pengetahuan kok tahu Buddha mondar-mandir Nirvana-Samsara?   ^-^

Quote
TL:

Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya 

Anitya bersifat nitya atau Anitya?

Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:

Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.

Berbagai hal bisa muncul di alam sengsara disebabkan oleh hukum sebab dan akibat dan akan lenyap kembali (bersifat anitya) selama akarnya tidak dilenyapkan maka kondisi-kondisi akan muncul kembali. Sesuai dengan hukum pratitya sramupatda. (dari Avidya timbullah sankshara, dari sankshara timbullah vinyana, dari vinyana timbullah nama-rupa, dari nama-rupa timbullah salayatana, dstnya)
Akar dari sebab musabab tersebut adalah avidya bila avidya lenyap mungkinkah timbul vinyana/alaya vinyana? Bila tak ada vinyana mungkinkah terjadi pemancaran metta? Bila mungkin dengan apa pemancaran maitri karuna dilakukan bila vinyana tidak timbul?

Pratitya sramupatda yang merupakan lingkaran tumimbal lahir mahluk hidup, saling bergantungan yaitu: bila ini muncul maka muncullah itu. Bila ini lenyap maka lenyaplah itu. Selama ada pemunculan maka akan timbul kondisi-kondisi, bila kondisi-kondisi itu lenyap maka pemunculan juga akan lenyap. Dengan lenyapnya pemunculan maka muncul dan lenyapnya segala sesuatu juga ikut berhenti. Dengan kata lain bila tak ada pemunculan (kelahiran) maka penghentian (kematian) juga tak akan terjadi. jadi bila tak ada pemunculan maka tak ada anitya. Karena anitya adalah konsekuensi logis yang merupakan penghentian dari suatu pemunculan atau dengan kata lain suatu yang muncul akan lenyap kembali.

PERTANYAAN ANEH DARI MAS TAN: APAKAH PENGHENTIAN ITU AKAN BERHENTI JUGA ATAU TIDAK BERHENTI? Ini adalah pertanyaan gaya mas Tan yang tentu saja tidak valid. 

Demikian juga dengan nirvana,
Nirvana adalah termasuk asanskhata Dharma, sedangkan sanskhata Dharma masih masuk dalam alam samsara jika kondisi-kondisi Dharma (sanskhata Dharma) berhenti, maka asanskhata Dharma yang akan menggantikan.
Karena pada Nirvana bersifat asanskhata maka Nirvana tak berkondisi, dan karena tak berkondisi maka tak ada muncul dan lenyap kembali dengan kata lain pada Nirvana tak ada anitya.

Mungkin mas Tan masih akan bertanya lagi apakah anitya itu nitya atau anitya? Jawabnya Nirvana telah terlepas dari dualisme anitya maupun nitya karena Nirvana tak berkondisi.
Theravada tak akan menjawab Nirvana anitya karena akan muncul pandangan nihilisme, dan juga tidak nitya, karena pandangan nitya akan memunculkan eternalisme.

NIRVANA TAK BERKONDISI JADI BUKAN ANITYA MAUPUN NITYA...

Sesuai dengan kitab Udana: Ajhatam, abhutam dan asankhatam, tidak dikatakan Nirvana bersifat nitya maupun anitya. Jadi Nirvana adalah berhentinya anitya itu sendiri. Paham mas?   

TAN:

Kasihan sekali Anda memberikan jawaban yang berbelit2 dan tidak pernah menjawab permasalahannya dengan jelas. Selama itu pula perdebatan ini tidak akan selesai. Kalau nibanna adalah penghentian anitya, maka bila nibanna nitya (kekal), penghentian anitya itu juga nitya. Bila nibanna itu anitya, maka penghentian anitya itu juga tidak kekal. Jadi kuncinya pada nibanna. Nah mempertanyakan semacam itu, Anda katakan tidak valid. Kalau Anda mengatakan pertanyaan itu tidak valid, saya juga boleh mengatakan bahwa segenap pertanyaan Anda tentang Mahayana juga tidak valid dan bahkan “kurang ajar.” Jadi sama-sama khan? Meskipun ada orang yang telah merealisasi nibanna dan tidak lagi terikat pada hukum anitya, tetapi makhluk lain yang belum, tetap terikat pada anitya bukan? Nah, berarti anitya masih ada bukan? Untuk jelasnya begini, meskipun Anda berada dalam sebuah ruangan dan tidak melihat adanya matahari, tetapi bukan berarti matahari lenyap khan? Sekarang anitya itu nitya atau anitya?  Tolong beri jawaban yang jelas dan tidak berbelit-belit.
Sebagai tambahan, saya mengakui bahwa memang bagi sebagian orang ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid, terutama kalau sudah menyangkut masalah keyakinan. Untuk itulah kita perlu saling menghormati dan toleransi.


Bingung? Wajar karena sudah saya katakan tolong diresapi dan dimengerti, karena saya rasa memang terlalu dalam untuk mas Tan. Penjelasan seperti ini merupakan pelajaran anak SMP dikalangan T lho mas.
Masa iya mas Tan nggak mengerti bahwa bila sebuah rumah, tiang-tiang penopangnya telah hancur, gentingnya telah berserakan, tiang kuda-kudanya telah patah berkeping-keping apakah masih dapat menjadi tempat naungan bagi orang-orang?

Berbicara mengenai pertanyaan spekulatif yang tak keruan juntrungannya, apakah berhentinya fungsi rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti atau tak bisa berhenti? ^-^

Nih saya kasih tahu lagi, simak yang baik pelajaran SMP ini ya? Berhentinya fungsi rumah tersebut karena bahan-bahan pendukungnya telah tak berfungsi, oleh karena itu fungsi rumah tersebut juga berhenti.

Demikian juga dengan mahluk hidup,
mahluk hidup bertumimbal lahir selama masa yang tak terhitung disebabkan kemelekatan pada panca khandha, kemelekatan ini sendiri merupakan kondisi,  apakah yang menyebabkan kemelekatan pada pancakhandha? akarnya adalah Moha/Avijja.

Bila kemelekatan kepada pancakhandha berakhir maka kita terbebas dari kondisi-kondisi, karena kondisi-kondisi yang tercipta disebabkan oleh kemelekatan kepada pancakhandha ini talah berhenti, itulah yang disebut Nibbana.

Jadi Nibbana (anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang tak berkondisi, bedakan dengan Saupadisesa Nibbana yang masih memiliki kondisi karena masih adanya pancakhandha. (maksudnya Saupadisesa Nibbana adalah mencapai Nibbana selama masih memiliki bentuk sebagai manusia, dewa, maupun Brahma dengan kata lain masih hidup belum meninggal)

Oleh sebab itu dikatakan dalam Dhammanussati: Sanditthiko, akaliko, opanayiko paccatam veditabbo vinnuhiti...
Dhamma berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh orang bijaksana dalam batin masing-masing.

Perhatikan terjemahan kata diselami, yang tepat adalah dialami. Dhamma adalah jalan hingga tercapainya Nibbana itu sendiri (baca: Dhammacakkapavattana sutta)

Dhamma disini bukan berarti teori spekulasi macam-macam. Dhamma berarti pembersihan batin dari macam-macam noda, dengan kata lain mencapai Magga/Phala yaitu: mencapai dan mengalami Nibbana sewaktu kita masih hidup, bukan sudah meninggal.

Bagaimanakah caranya agar kita terbebas dari kondisi-kondisi tersebut? Dengan melatih Dhamma dan menembus Dhamma atau mencapai kesucian/ mengalami Nibbana seseorang pada akhirnya akan mampu melepaskan kemelekatan pada pancakhandha. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha ketika Beliau mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon Bodhi, "wahai pembuat rumah.... dstnya"  baca sendiri deh di RAPB.

Mengenai mahluk lain masih diliputi oleh anicca, oleh karena mereka belum terbebas dari kondisi-kondisi.

Mengenai Anitya itu nitya atau tidak anitya maksudnya apa? MAS TAN SENDIRI BISA MENJAWAB ATAU TIDAK?
Saya telah menjawab dengan jelas!!!  Dan sekarang MAS TAN, TERUS MEMAKAI JURUS BERKELIT KARENA MAS TAN SENDIRI TAK BISA MENJAWAB KAN? jawaban saya tak memuaskan mas Tan, itu jelas karena memaksakan pendapat bahwa T nihilis padahal sudah dikatakan bahwa Sang Buddha menolak bila dikatakan Beliau ada setelah Parinibbana, Beliau juga tidak setuju bila dikatakan Beliau tak ada setelah Parinibbana, maupun pandangan Buddha ada dan tidak ada, Buddha bukan tidak ada dan bukan ada, karena semua hal itu merupakan spekulasi. ^-^

Hayo ngaku, mas Tan bingung terhadap pertanyaan mas Tan sendiri kan? Makanya dikasih tahu bagaimanapun juga tetap nggak mudeng.  ;D

makanya kalo kagak ngerti mengenai Nirvana jangan berspekulasi.


Quote
Quote
Jadi tulisan saya tidak dipercaya juga tidak mengapa. Dipercaya atau tidak, bagi saya tidak ada untungnya apa2. Kecuali kalau tulisan dipercaya, terus saya dapat hadiah 500.000 USD. Nah baru ceritanya lain.
Kalau ada yang mau bayar tulisan saya setengah atau sepersepuluhnya saja dari 500.000 USD tolong kasih tahu saya ya mas Tan? nanti saya bagi separoh, makasih sebelumnya lho mas.

Sudah dapat belum yang mau membeli tulisan saya mas?    ;D

Quote
TL:

Loh? di Theravada jelas tidak, emangnya di Mahayana percaya?

TAN:

O jelas tidak. Mahayana juga tidak percaya kok. Tetapi ada suatu aliran non Mahayana yang percaya nihilisme lho. Ehm..ehm.. aliran apa ya? Tauk ah gelapppp…..!

yang mana ya? saya juga gelap tuh! siapa yang menjadi nihil ya? tolong kasih tahu dimana mahluk yang menjadi nihil tersebut, oh ya tolong kasih tahu mas Tan, bagaimana caranya mahluk tersebut menjadi nihil.
ngomong-ngomong ada yang mengajarkan eternalisme lho mas, hayo ngaku siapa ::)

Mau lapor kepada moderator nih, mas Tan menghina dan merendahkan ajaran lain yang tidak sesuai dengan pandangannya  dengan mengatakan bahwa ajaran tersebut nihilis... hayo buktikan mas Tan, dimana di Tipitaka maupun komentarnya yang mengatakan bahwa SANG BUDDHA MENGAJARKAN UNTUK MENGHANCURKAN DIRI SENDIRI (NIHILISME?)


Quote
TL:

Manakah yang lebih mungkin memancarkan maitri karuna:
jiwa roh yang kekal abadi seperti paham alaya vinyana abadi yang terus-terusan kerja memancarkan maitri-karuna setelah memasuki Nirvana atau
 
keadaan yang tak berkondisi?   

metta

TAN:

Walah..walah…! Pertanyaan ini lagi. Muter-muter ae. Mana yang paling mungkin? Bila nirvana disebut tak berkondisi, maka “kemustahilan untuk memancarkan maitri karuna” adalah juga kondisi. Akibatnya nirvana jadi berkondisi donk. Bagaimana dengan Mahayana? Apakah nirvana Mahayaan jadi berkondisi dengan pemancaran maitri karuna? Oo jelas tidak donk. Mengapa? Karena “pemancaran maitri karuna di sini beda dengan pemancaran maitri karuna makhluk yang belum dicerahi!” Mengapa digunakan istilah “pemancaran maitri karuna”? Karena keterbatasan kosa kata dan pemahaman kita yang belum tercerahi, dipergunakan istilah “pemancaran maitri karuna.”  Nah, karena “pemancaran maitri karuna” itu hendaknya tidak dipahami dalam pengertian awam, nirvana menurut Mahayana jadi tak berkondisi. Karena yang dimaksud “kondisi” sebenarnya hanyalah jargon-jargon yang diterapkan oleh umat awam yang belum tercerahi. Semoga ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan


sesuatu memancarkan sesuatu, yang kita tidak tahu apa sesuatu itu karena berbeda dengan apa yang kita tahu, kita punya keterbatasan, tetapi kita tahu akan sesuatu yang kita tidak tahu.  ^-^

Ada sesuatu tak berkondisi, dari yang tak berkondisi ini ada suatu kondisi yang timbul, tak tahu apa itu, tetapi itu jangan disebut kondisi, oleh karena kita umat awam tak mengerti, oleh karena itu, sesuatu itu tak berkondisi  ;D

semoga cukup jelas  =))

Mana yang berbelit-belit ya?

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 13 May 2009, 05:52:37 PM
TL:

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

TAN:

Orang K juga menganggap agamanya sebagai kebenaran sejati. God is truth... etc...etc... Hm lalu mana yang benar-benar "truth" ya. Hahahaahahah
The highest truth is NO TRUTH.

Amiduofo,

Tan

Pantesan begitu ya?

Filosofinya tinggi banget ya? T memang kurang pintar berfilosofi, jadi straight to the point, Kalau menurut T: the highest truth is PENETRATING THE TRUTH.

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 13 May 2009, 05:57:25 PM
.
Sobat dharma:

Bukankah sutta yang kukutip juga berkata demikian, pembebasan sejati justru terjadi ketika seseorang dapat berpindah dari kondis satu ke kondisi lainnya

TAN:

Very good! Jawaban yang sangat mantap. Salut untuk Anda.

Amiduofo,

Tan

Mantafff sekali.   Sumbernya?


AKU TERTAWA

Membaca pesan Waisak kemarin bahwa agama Buddha adalah agama yang membawa pesan damai, toleransi, dan saling menghormati, saya jadi ingin tertawa. Rasanya kalau mencermati diskusi yang ada di milis2 Buddhis, terutama masalah sekte, rasanya kok agama Buddha jauh dari itu ya? Apakah kita tidak maul mengklaim sebagai agama yang pesan damai, toleransi, dan saling menghormati?

Amiduofo,

Tan

Apakah maksud mas Tan sebaiknya umat umat agama Buddha kalau nggak setuju diam aja? dibohongin diam aja, belajar nggak ngerti diam aja, kalau orang lain nggak benar ? kita benar-benarkan atau setuju saja.

Hayo mas Edward, mas Edward sih menyediakan ruang ini, hayo tuh gara-gara mas Edward kita dianggap tidak saling menghormati, tidak saling toleransi, dan tidak damai.

Mas-mas sekalian jangan mengemukakan pandangan yang berbeda dengan mas Tan ya? karena kalau mas-mas sekalian mengemukakan pandangan yang berbeda dengan mas Tan, termasuk tidak toleran, tidak menghormati dan tidak damai.

selamat Waisak Mas Tan dan mas-mas yang lain, maaf saya lebih lambat lagi daripada mas Tan.

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 13 May 2009, 08:19:06 PM
 :)
Berasa dipanggil, jadi nongol deh....
 :outoftopic: bentar yahh...
Apakah mas truth lover ada masalah dengan keberadaan thread ini? Jika ada, sudah tersedia fasilitas untuk mengajukan saran maupun kritik secara terbuka di thread masukan , tidak perlu bermain kata-kata dengan sarkasme anda.

Tujuan awal dan ketentuan dari thread ini rasanya sudah dituliskan, dan para moderator pun sudah berusaha untuk menjaga agar diskusi tetap berjalan secara kondusif, tetapi karena para moderator masih seorang puthujana, tidak terlepas dari kesalahan, terbawa emosi, maupun kekurangan kebijaksanaan . Jadi jika anda merasa ada masukan bagaimana thread ini dapat berjalan secara lebih kondusif , dapat disampaikan ke kita semua.

Ow iya, kalo dari saya pribadi sih, terkadang masih sangat sulit menafsirkan kalimat-kalimat sarkasme halus dari suatu kalimat diskusi, ada yg bermain dengan sangat halus, baik dengan disengaja maupun tidak.

Ok,  :backtotopic:
Reply atas post saya yang ini akan saya kumpulkan dalam thread tersendiri, agar diskusi tidak melenceng..
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 15 May 2009, 11:51:54 AM
kalau yg dicari merupakan pembenaran bukan kebenaran semua nya menjadi sulit.....
belum lagi berjumpa dengan kata-kata tidak berdasar....
dhamma tidak memiliki inti, atau tidak berkondisi adalah sesuatu yang berkondisi atau sebaliknya...
paling baik belajar bahasa kata (sankhara) terlebih dahulu ^^

analogi nya..
C timbul, karena ada nya A+B...maka C disebut berkondisi.
karena di kondisikan oleh A dan B
apabila A+B tidak ada, maka C tidak ada....

jadi kalau teori nya disebut sesuatu yang tidak-berkondisi adalah berkondisi...itu bagaimana ya?
saya bingung...ada yang bisa jelaskan pada sy... ^^
maklum bahasa indo saya cuma dapat 6 saja di rapor

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 15 May 2009, 12:02:18 PM
kalau yg dicari merupakan pembenaran bukan kebenaran semua nya menjadi sulit.....
belum lagi berjumpa dengan kata-kata tidak berdasar....
dhamma tidak memiliki inti, atau tidak berkondisi adalah sesuatu yang berkondisi atau sebaliknya...
paling baik belajar bahasa kata (sankhara) terlebih dahulu ^^

analogi nya..
C timbul, karena ada nya A+B...maka C disebut berkondisi.
karena di kondisikan oleh A dan B
apabila A+B tidak ada, maka C tidak ada....

jadi kalau teori nya disebut sesuatu yang tidak-berkondisi adalah berkondisi...itu bagaimana ya?
saya bingung...ada yang bisa jelaskan pada sy... ^^
maklum bahasa indo saya cuma dapat 6 saja di rapor

salam metta.

Bagaimana juga anda menjelaskan dengan logika
a adalah kondisi bagi b
b adalah kondisi bagi a

Dalam Mahanidana sutta dikatakan:
nama-rupa adalah kondisi bagi kesadaran,
kesadaran adalah kondisi bagi nama-rupa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 15 May 2009, 02:51:39 PM
Bagaimana juga anda menjelaskan dengan logika
a adalah kondisi bagi b
b adalah kondisi bagi a

Dalam Mahanidana sutta dikatakan:
nama-rupa adalah kondisi bagi kesadaran,
kesadaran adalah kondisi bagi nama-rupa

Ini memang gaya bahasa yang sedikit rancu. Dalam Mahanidana ini dijelaskan dalam konteks kelahiran kembali.
Nama-Rupa dan Kesadaran dalam Mahanidana ini dikatakan sebagai hubungan kausal sirkular di mana kesadaran tidak akan menyebabkan kelahiran tanpa bathin jasmani; demikian pula bathin-jasmani tidak akan menyebabkan kelahiran tanpa adanya kesadaran. Pendek kata, seperti "Ayam dan Telur". Yang mana yang sebab, yang mana yang akibat? Dalam lingkaran tumimbal lahir, keduanya adalah sebab, dan keduanya juga akibat.

Untuk paticca samuppada dalam konteks penghentian dukkha, salah satunya ada di dalam Titthayatanadi Sutta (Anguttara Nikaya III, Mahavagga), di mana dikatakan Avijja sebagai penyebab lingkaran tumimbal lahir, dan dengan lenyapnya Avijja, maka tidak ada lagi kelahiran kembali.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 15 May 2009, 02:54:22 PM
hmm?

Bukannya Kesadaran itu bagian dari Nama (nb: panca Khanda)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 15 May 2009, 03:07:08 PM
Kalau dari Tradisi Theravada, ketika seseorang meninggal, pikiran, perasaan, dan ingatan "bersatu" dengan kesadaran (yang biasa disebut kesadaran penerus) karena tidak adanya jasmani. Dengan adanya kondisi yang mendukung (adanya jasmani) maka kesadaran bertemu dengan jasmani dan terjadilah pikiran, perasaan, dan ingatan. Walaupun secara sederhana nama itu dibagi menjadi 4 (vinnana, sanna, sankhara, vedana), tetapi hubungan masing-masing khanda, sebetulnya jauh lebih kompleks, tidak dibagi dan disatukan begitu saja seperti kita potongan puzzle.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 May 2009, 09:29:17 PM
MARCEDES:

Saudara Tan,
tidak ada dalam sutta dikatakan nibbana sisa atau nibbana tanpa sisa yg lebih tinggi...

karena ini ibarat anda bertanya kebenaran mana lebih tinggi garam rasanya asin dan gula rasanya manis.
kebenaran adalah kebenaran....tidak ada tinggi atau rendah...
kebenaran tidak sama dengan parami/pahala kebajikan.

TAN:

Tidak bisa begitu donk. Kalau tidak ada yang tinggi atau lebih tinggi kalau dikonfirmasi sesuatu yang menyerempet-nyerempet Mahayana mengapa rekan non Mahayanis selalu mengatakan "O.. itu waktu Sang Buddha masih hidup di dunia (alias nibanna dengan sisa)." Jelas yang melakukan pembedaan adalah rekan-rekan non Mahayanis sendiri.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 May 2009, 09:37:58 PM
ADI LIM:

Sdr. Tan yang baik
Saya menyarankan anda belajar bahasa tidak salah, karena di milis, saya membaca pendapat penulis dengan apa adanya, dimana kami anggap tulisan ini berdasarkan yang anda ketahui, jadi bebas untuk mengkritik balik

kalau memang anda mau memperbandingkan maksud kata2 Sabbe Satta  Bhavantu Sukhitatta (slogan satu aliran) dan Ikrar Bodhisatva (tekad suatu aliran), kenapa harus pakai menyindir dan menyudutkan suatu slogan yang kamu tidak setuju.
Kan lebih elegan bila sdr Tan bisa menjelaskan langsung secara lugas dan terperinci, sehingga pembaca budiman bisa mengerti dan paham apa maksud anda menulis.

mengenai kata2 SLOGAN, IKRAR, TEKAD ada beda, mungkin para pembaca lainnya bisa menjelaskan !

dengan kamu menulis untuk menyudutkan suatu Slogan milik satu aliran adalah perbuatan buruk, bisa membuat pembaca lainnya salah penafsiran.

TAN:

Anda salah paham. Saya bukannya tidak setuju dengan Sabbe Sattha Bhavantu Sukithatta. Yang saya tidak setuju adalah umat non Mahayanis yang mengkritik Ikrar atau Tekad Bodhisattva sebagaimana yang diajarkan dalam Mahayana. Bagi saya ungkapan Sabbe Sattha Bhavantu Sukitthata tidak ada bedanya dengan ikrar Bodhisattva. Anda mau sebut IKRAR, TEKAD, SLOGAN apapun juga harus memperhatikan kaidah-kaidah berikut ini:

1.Anda tahu bahwa apa yang Anda tekadkan, ikrarkan, atau slogankan itu bukan sesuatu yang tak masuk akal. Sebagai contoh. Anda berkata, "Aku berikrar untuk tidak makan coklat lagi." Bila Anda merasa bahwa itu mustahil Anda lakukan maka itu berarti ikrar atau tekad Anda itu hanya pemanis bibir atau lip service belaka. Bisa juga dikatakan bahwa Anda menipu diri Anda sendiri.

2.Anda benar-benar mengharap apa yang Anda ikrarkan itu benar-benar terjadi. Contoh. Anda mengatakan pada teman Anda: "Semoga Anda lulus ujian." Tetapi ternyata dalam hati Anda mengharapkan ia gagal ujian. Apa yang Anda ucapkan itu palsu.

3.Ikrar, tekad, atau slogan harus disertai tindakan nyata. Anda hanya membuat slogan: "Semoga perusahaan kita menjadi yang terbaik dan pemimpin dalam teknik manufaktur abad ke-21." Tetapi ternyata tidak ada peningkatan etos kerja. Penerapan ISO masih awut2an. Kedisiplinan masih tetap kurang. Nah, slogan macam apa pula itu?

Dari sini jelas bahwa Ikrar Bodhisattva dalam Mahayana tidak berbeda dengan ucapan Sabbe Sattha Bhavantu Sukithtata.
Anda salah besar kalau mengatakan bahwa saya tidak setuju dengan ungkapan tersebut. Semua umat Buddha baik Mahayana dan Theravada perlu mewujudkan ucapan tersebut dengan sepenuh tenaganya. Kalau tidak, itu hanya akan jadi pemanis bibir atau lip service saja.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 May 2009, 09:41:36 PM
BOND:
erima kasih om Tan atas tanggapan Anda. Sebenarnya ikrar adalah suatu tekad untuk menjadi yg disertai usaha2 oleh yg bersangkutan. Kalau good wishes dengan "smoga" itu memang harapan agar orang lain menjadi baik, tetapi yg mengatakan "smoga"bukanlah penentu atas kehidupan orang lain, sekalipun kita juga berusaha menyadarkan mereka. Jadi keberhasilan atas good wishes tadi adalah bukan si good wisher atau pemberkat tapi yg diberikan harapannya. Jadi 2 objek yg berbeda antara good wishes dengan kata "sabe satta bhavantu sukhitata" dan ikrar bodhisatva.

Sebenarnya masalah ikrar bodhisatva mahayanis yg dipertentangkan bagi saya bukan suatu masalah, tapi bila ada beberapa memperdebatkan itu urusan pribadi masing2 menilainya. Bagi saya bodhisatva adalah bodhisatva , Buddha adalah Buddha dan mereka tidak didominasi aliran buddhist manapun juga. Perbedaan konsep itu hal yg wajar. Sekalipun ada yg menanggap ikrar bodhiatva mustahil, misal : "saya akan menjadi Buddha bila semua makhluk bebas dari alam samsara" bagi saya itu tidak masalah, paling tidak ,usaha2 bodhisatva tersebut patut diacungi jempol karena ia senantiasa membantu orang tanpa lelah. Dan pasti ada buahnya yg luar biasa dan bisa saja saat buah untuk mencapai keBuddhaan  tiba dia menyadari hal yg sebenarnya dan akhirnya dia berpikir untuk merealisasikannya untuk menjadi Buddha karena pengertiannya telah menjadi sempurna. Atau bisa saja Seorang bodhisatva yg mengucapkan ikrar tersebut sadar itu hal yg tidak mungkin tetapi tetap diucapkan sebagai pendorong/penyemangat dia untuk mengumpulkan parami sampai saatnya tiba. Permasalahannya kita tidak tau pikiran dan kedalaman pengertian setiap orang yg melakukan ikrar bodhisatva. Yang pasti jika tujuannya membebaskan makhluk dari penderitaan adalah baik adanya bila sesuai dengan JM 8. Entah itu dari non mahayanis dan mahayanis sesungguhnya keduanya sama-sama membina diri dan juga membantu makhluk lainnya hanya tujuan pencapaian yg berbeda saja.  Jadi mengenai jalan mahayana dan non mahayana dikembalikan kepada pemilih mau contreng yang mana  Grin . Selama kedua aliran ini mengajarkan sesuatu yg bukan takhayul dan membawa kepada jalan pembebasan maka semuanya adalah baik dalam satu wadah Buddha sasana.


TAN:

Kalau dalam hal ini saya setuju 100 % dengan Anda. Kita jangan mempermasalahkan ikrar Bodhisattva atau bukan. Semua orang bebas memilih Theravada atau Mahayana, asalkan hidupnya dapat menjadi lebih baik.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 May 2009, 10:26:05 PM
TL:

Hayo pada reply sebelumnya nggak ngaku... jadi benar kan Theravada 99% sama dengan Mahayana? 
Tapi sorry... kayaknya Theravada nggak ngerasa sama lho mas...

TAN:

Anda salah besar. Di sini kita membahas sesuatu yang beda. Mari kita lihat apa yang sedang kita bicarakan. Yang kita bicarakan adalah perbandingan Agama Sutra dan Nikaya Pali. Ingat bahwa Agama Sutra hanya salah satu bagian saja dari Kanon Mahayana. Kalau isi Agama Sutra kurang lebih 99 % sama dengan Nikaya Pali. Tetapi karena Mahayana juga memiliki suatu kumpulan yang disebut Sutra-sutra Mahayana (Nama Mahayana Sutra), maka jelas tidak mungkin bahwa Theravada 99 % sama dengan Mahayana. Ini adalah sesuatu yang beda. Yang satu bicara kitab suci sedangkan yang satu bicara mazhab. Suatu agama yang kitab sucinya benar-benar sama saja bias terpecah menjadi berbagai mazhab, apalagi yang kita sucinya tidak identik. Sutra-sutra Mahayana itu jumlahnya jauh lebih banyak dibanding Agama Sutra. Inilah yang Anda tidak mengerti-ngerti jadi diskusinya tidak maju-maju.
Memang Theravada tidak sama dengan Mahayana, tetapi dalam diskusi ini kita memperbandingkan mana yang lebih masuk akal. Selama diskusi selama beberapa minggu ini belum pernah saya mendapatkan jawaban yang membuktikan bahwa Mahayana “tidak masuk akal.” Malah saya merasa sudah membuktikan bahwa ada beberapa ajaran mazhab non Mahayanis yang tidak masuk akal, seperti mengajarkan nihilisme, dan lain sebagainya.
Justru saya berdiskusi untuk “menguji” mazhab saya sendiri. Tetapi ternyata tidak ada satupun tanggapan rekan-rekan non Mahayanis yang sanggup menggoyangkan sendi-sendi Mahayana.
Mahayana juga nggak merasa sama dengan Theravada kok hehehehee…. Malahan Mahayana tidak mau dikatakan nihilisme.

TL:

Iya kan saya hanya mengikuti perumpamaan mas Tan: "(Tan mode: on)" 
Saya catat pernyataan mas Tan, jadi Buddhanya di Mahayana sah-sah saja berbohong? demi alasan bijaksana?

TAN:

Hm bagaimana ya? Karena kita beda pandangan di sini. Bagi saya tindakan semacam itu bukan berbohong. Kita kadang harus bijaksana dalam menjawab sesuatu. Supaya orang seperti Anda bisa mengerti, saya kasih satu contoh dah. Umpamanya Anda punya anak atau keponakan yang masih kecil dan ingusan, terus dia bertanya: “Darimana datangnya adik bayi?” Pertanyaannya apakah Anda akan memberikan jawaban: “O iya adik bayi itu datangnya dari hubungan [tiiiittttt sensor], caranya alat [tiittttt..sensor] dimasukkan ke [tiittttt…sensor]…..” Begitu ya? Jawaban yang bijak adalah mengatakan: “Adik bayi itu datang dibawa burung bangau.” Nah, apakah jawaban itu adalah kebohongan? Tidak. Karena itu adalah jawaban terbaik yang dapat diberikan. Anda mungkin akan berkilah dengan mengatakan, “Ah, tunggu kamu besar, nanti khan tahu sendiri.” Tetapi ingat ini bukan jawaban. Efek negatifnya akan lebih besar. Sang anak jadi penasaran dan kemungkinan mencari dari sumber-sumber lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Selanjutnya, kasus yang saya ungkapkan dalam posting sebelumnya juga belum Anda jawab. Apakah bijaksana memberitahu kondisi yang sebenarnya pada sang ayah yang sakit jantung atau depresi? Sebaiknya Anda jawab pertanyaan ini.
Apakah sah-sah saja seorang Buddha di Mahayana berbohong? Pertanyaan ini tidak valid, karena Mahayana tidak menganggapnya sebagai kebohongan.

TL:

Katanya punya keterbatasan pengetahuan kok tahu Buddha mondar-mandir Nirvana-Samsara?

TAN:

Anda salah. Buddha tidak mondar mandir nirvana-samsara. Anda mengatakannya demikian karena memandangnya dari sudut pandang dualisme. Sah-sah saja Anda mengatakan demikian, tetapi dari sudut pandang Mahayana hal ini tidak benar. Istilah “mondar mandir” nirvana dan samsara itu tidak valid karena:

1.Bagi seorang Buddha tidak ada lagi dualisme nirvana dan samsara. Karena nirvana tidak lagi beda dan samsara, adakah lagi masuk dan keluar?
2.Saat seorang Buddha “memasuki” (ini istilah yang terpaksa digunakan) samsara, ia tidak meninggalkan “keberadaan”nya (istilah ini juga terpaksa dipergunakan karena kerterbatasan kosa kata kita) di nirvana. Dharmakaya seorang Buddha tetap omnipresence dan tidak “berpindah” ke mana-mana.

Jadi jelas istilah “mondar-mandir nirvana-samsara” itu tidak valid. Ya memang kita mempunyai keterbatasan pengetahuan, karena itu kita harus tahu batasnya.

TL:

Bingung? Wajar karena sudah saya katakan tolong diresapi dan dimengerti, karena saya rasa memang terlalu dalam untuk mas Tan. Penjelasan seperti ini merupakan pelajaran anak SMP dikalangan T lho mas.
Masa iya mas Tan nggak mengerti bahwa bila sebuah rumah, tiang-tiang penopangnya telah hancur, gentingnya telah berserakan, tiang kuda-kudanya telah patah berkeping-keping apakah masih dapat menjadi tempat naungan bagi orang-orang?

TAN:

Bisa. Kalau rumahnya dibangun kembali. Meskipun fungsi sebuah sudah berakhir, tetapi unsur penyusun2nya masih ada khan. Genting, kuda-kuda, tiang penopang, atau bata-batanya masih ada khan? Ataukah menurut Anda lantas semuanya lenyap sama sekali? Semoga tidak ada yang terobsesi dengan David Copperfield di sini yang bisa menihilismekan suatu benda.

TL

Berbicara mengenai pertanyaan spekulatif yang tak keruan juntrungannya, apakah berhentinya fungsi rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti atau tak bisa berhenti? 

TAN:

Rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti dengan dua cara:

1.Tidak ada orang lagi yang tinggal di sana. Kalau tidak yang berlindung di dalamnya, apakah dapat disebut tempat berlindung?
2.Rumahnya rusak dan tidak dapat memenuhi fungsi sebagai tempat berlindung.

Jadi rumah tidak harus hancur. Rumah memang anitya, tetapi ingat anitya tidak sama dengan nihilisme. Rumah mungkin hancur menjadi unsur2 penyusunnya. Tetapi ingat unsur2 penyusun ini tetap ada. Karena itu analogi itu tidak dapat mendukung pendapat Anda

TL:

Nih saya kasih tahu lagi, simak yang baik pelajaran SMP ini ya? Berhentinya fungsi rumah tersebut karena bahan-bahan pendukungnya telah tak berfungsi, oleh karena itu fungsi rumah tersebut juga berhenti.

TAN:

Semua anak SD, juga tahu bahwa rumah itu bisa dibangun kembali dan reruntuhannya tidak mungkin lenyap begitu saja.

TL:

Demikian juga dengan mahluk hidup,
mahluk hidup bertumimbal lahir selama masa yang tak terhitung disebabkan kemelekatan pada panca khandha, kemelekatan ini sendiri merupakan kondisi,  apakah yang menyebabkan kemelekatan pada pancakhandha? akarnya adalah Moha/Avijja.

Bila kemelekatan kepada pancakhandha berakhir maka kita terbebas dari kondisi-kondisi, karena kondisi-kondisi yang tercipta disebabkan oleh kemelekatan kepada pancakhandha ini talah berhenti, itulah yang disebut Nibbana.

Jadi Nibbana (anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang tak berkondisi, bedakan dengan Saupadisesa Nibbana yang masih memiliki kondisi karena masih adanya pancakhandha. (maksudnya Saupadisesa Nibbana adalah mencapai Nibbana selama masih memiliki bentuk sebagai manusia, dewa, maupun Brahma dengan kata lain masih hidup belum meninggal)

TAN:

Jadi menurut Anda: anupadisesa nibanna tak berkondisi, sedangkan saupadisesa nibanna masih berkondisi? Jadi ada dua jenis nibanna yang berbeda kalau begitu? Apakah menurut Anda dengan demikian anupadisesa nibanna lebih tinggi dari saupadisesa nibanna? Jika anupadisesa nibanna “lebih tinggi” dari saupadisesa nibanna bukankan itu adalah suatu “kondisi” (dalam artian lebih tinggi dan rendah)?  Anda mengatakan saupadisesa nibanna masih berkondisi. Artinya “nibanna” masih bisa berkondisi dan tidak bukan? Bisa “berkondisi dan tidak” bukankah itu adalah suatu kondisi. Ingat ini Anda sendiri yang menyatakan lho.

TL:

Oleh sebab itu dikatakan dalam Dhammanussati: Sanditthiko, akaliko, opanayiko paccatam veditabbo vinnuhiti...
Dhamma berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh orang bijaksana dalam batin masing-masing.

Perhatikan terjemahan kata diselami, yang tepat adalah dialami. Dhamma adalah jalan hingga tercapainya Nibbana itu sendiri (baca: Dhammacakkapavattana sutta)

Dhamma disini bukan berarti teori spekulasi macam-macam. Dhamma berarti pembersihan batin dari macam-macam noda, dengan kata lain mencapai Magga/Phala yaitu: mencapai dan mengalami Nibbana sewaktu kita masih hidup, bukan sudah meninggal.

Bagaimanakah caranya agar kita terbebas dari kondisi-kondisi tersebut? Dengan melatih Dhamma dan menembus Dhamma atau mencapai kesucian/ mengalami Nibbana seseorang pada akhirnya akan mampu melepaskan kemelekatan pada pancakhandha. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha ketika Beliau mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon Bodhi, "wahai pembuat rumah.... dstnya"  baca sendiri deh di RAPB.

Mengenai mahluk lain masih diliputi oleh anicca, oleh karena mereka belum terbebas dari kondisi-kondisi.

Mengenai Anitya itu nitya atau tidak anitya maksudnya apa? MAS TAN SENDIRI BISA MENJAWAB ATAU TIDAK?
Saya telah menjawab dengan jelas!!!  Dan sekarang MAS TAN, TERUS MEMAKAI JURUS BERKELIT KARENA MAS TAN SENDIRI TAK BISA MENJAWAB KAN? jawaban saya tak memuaskan mas Tan, itu jelas karena memaksakan pendapat bahwa T nihilis padahal sudah dikatakan bahwa Sang Buddha menolak bila dikatakan Beliau ada setelah Parinibbana, Beliau juga tidak setuju bila dikatakan Beliau tak ada setelah Parinibbana, maupun pandangan Buddha ada dan tidak ada, Buddha bukan tidak ada dan bukan ada, karena semua hal itu merupakan spekulasi. 

Hayo ngaku, mas Tan bingung terhadap pertanyaan mas Tan sendiri kan? Makanya dikasih tahu bagaimanapun juga tetap nggak mudeng.   

makanya kalo kagak ngerti mengenai Nirvana jangan berspekulasi.

TAN:

Wah. Anda masih belum bisa menjawab juga. Masih menuduh orang lain berkelit. Tapi tidak mengapa. Saya tidak peduli dituduh apapun. Anda tidak berspekulasi? Kalau begitu bagaimana bisa tahu kalau nibanna itu tak berkondisi? Dari buku khan? Nah, sesama pencontek buku tidak perlu saling menyalahkan. Sama-sama spekulan tida boleh saling mendahului. Heheheehehe. Sebagai informasi, saya tidak bingung dengan pertanyaan saya sendiri. Saya berterima kasih, karena Anda telah memproklamasikan kebingungan saya.

TL:

Sudah dapat belum yang mau membeli tulisan saya mas?

TAN:

Ah, mana ada yang mau. Dikasih gratis saja belum tentu ada yang mau. Wakakakaka )

TL:

yang mana ya? saya juga gelap tuh! siapa yang menjadi nihil ya? tolong kasih tahu dimana mahluk yang menjadi nihil tersebut, oh ya tolong kasih tahu mas Tan, bagaimana caranya mahluk tersebut menjadi nihil.
ngomong-ngomong ada yang mengajarkan eternalisme lho mas, hayo ngaku siapa 

Mau lapor kepada moderator nih, mas Tan menghina dan merendahkan ajaran lain yang tidak sesuai dengan pandangannya  dengan mengatakan bahwa ajaran tersebut nihilis... hayo buktikan mas Tan, dimana di Tipitaka maupun komentarnya yang mengatakan bahwa SANG BUDDHA MENGAJARKAN UNTUK MENGHANCURKAN DIRI SENDIRI (NIHILISME?)

TAN:

Sudah saya ungkapkan pada posting-posting terdahulu. Malas ngulang-ulang terus. Ajaran yang mengatakan bahwa sesudah pancaskandha hancur terus tidak ada apa-apa lagi, apakah bukan nihilisme?
Hayo masih tidak mau ngaku ada yang mengajarkan nihilisme? Siapa ya?

TL:

sesuatu memancarkan sesuatu, yang kita tidak tahu apa sesuatu itu karena berbeda dengan apa yang kita tahu, kita punya keterbatasan, tetapi kita tahu akan sesuatu yang kita tidak tahu.   

Ada sesuatu tak berkondisi, dari yang tak berkondisi ini ada suatu kondisi yang timbul, tak tahu apa itu, tetapi itu jangan disebut kondisi, oleh karena kita umat awam tak mengerti, oleh karena itu, sesuatu itu tak berkondisi   

semoga cukup jelas   

Mana yang berbelit-belit ya?

TAN:

Berbelit-belit bagi yang tidak mau tahu atau mengerti. Tidak berbelit-belit bagi yang tahu dan mengerti.

Amiduofo,

Tan




Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 15 May 2009, 10:52:03 PM
PERTANYAAN

Bila aliran non Mahayanis mengatakan bahwa sesudah seorang Buddha memasuki nirvana tanpa sisa, maka seluruh panca skandha sudah padam, sehingga tidak ada apa-apa lagi tentunya. Jika demikian halnya, mengapa dalam naskah-naskah non Mahayanis Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA sesudah anupadisesa nibanna? Jika para makhluk hanya terbentuk dari pancaskandha, tentunya dengan padamnya pancaskandha maka tentunya benar-benar tidak ada apa-apa lagi bukan? Anehnya Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA setelah parinibanna. Padahal kalau Buddha dengan tegas mengatakan TIDAK ADA, maka tidak perbantahan lagi mengenai hal ini. Ungkapan Buddha itu akan menjadi kontradiktif. Mohon tanggapannya yang masuk akal. Sebelum dan sesudahnya terima kasih.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 15 May 2009, 11:45:56 PM
PERTANYAAN

Bila aliran non Mahayanis mengatakan bahwa sesudah seorang Buddha memasuki nirvana tanpa sisa, maka seluruh panca skandha sudah padam, sehingga tidak ada apa-apa lagi tentunya. Jika demikian halnya, mengapa dalam naskah-naskah non Mahayanis Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA sesudah anupadisesa nibanna? Jika para makhluk hanya terbentuk dari pancaskandha, tentunya dengan padamnya pancaskandha maka tentunya benar-benar tidak ada apa-apa lagi bukan? Anehnya Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA setelah parinibanna. Padahal kalau Buddha dengan tegas mengatakan TIDAK ADA, maka tidak perbantahan lagi mengenai hal ini. Ungkapan Buddha itu akan menjadi kontradiktif. Mohon tanggapannya yang masuk akal. Sebelum dan sesudahnya terima kasih.

Amiduofo,

Tan
saudara Tan yang bijak,
dalam teks pali mesti kita teliti kata-kata tersebut....maaf dalam hal ini sy juga bukan ahli.

tetapi dalam kasus percakapan buddha dengan vecchagota, buddha jelas menolak kata "tidak ada setelah parinibbana" apabila tidak ada unsur yg padam...
dan buddha juga menolak dikatakan "ADA" karena kasus nya tidak tepat....
dalam hal tumimbal lahir.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 16 May 2009, 07:36:45 AM
PERTANYAAN

Bila aliran non Mahayanis mengatakan bahwa sesudah seorang Buddha memasuki nirvana tanpa sisa, maka seluruh panca skandha sudah padam, sehingga tidak ada apa-apa lagi tentunya. Jika demikian halnya, mengapa dalam naskah-naskah non Mahayanis Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA sesudah anupadisesa nibanna? Jika para makhluk hanya terbentuk dari pancaskandha, tentunya dengan padamnya pancaskandha maka tentunya benar-benar tidak ada apa-apa lagi bukan? Anehnya Buddha menolak dikatakan TIDAK ADA setelah parinibanna. Padahal kalau Buddha dengan tegas mengatakan TIDAK ADA, maka tidak perbantahan lagi mengenai hal ini. Ungkapan Buddha itu akan menjadi kontradiktif. Mohon tanggapannya yang masuk akal. Sebelum dan sesudahnya terima kasih.

Amiduofo,

Tan
bukankah nibbana itu keadaan yang sudah terbebas dari kekotoran bathin, suatu kondisi kebahagiaan tertinggi.
padamnya unsur2 yang mendukung kelahiran kembali.

ada dalam PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA :
Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang membina Samadhi Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang (nirvana). Dalam pengamatan bathinNya, Beliau melihat dengan jelas, bahwa lima kelompok kegemaran (Panca-Skhanda) itu sebenarnya adalah kosong (Sunyata). Dengan pencapaian meditasiNya ini, maka Sang Avalokitesvara telah terbebas dari segala sumber sengsara dan derita.

O, Sariputra, wujud (rupa) tidak bedanya dengan kosong (sunyata), dan kosong (sunyata) juga tidak berbeda dengan wujud (rupa). Maka wujud pada hakekatnya adalah kosong dan kosong adalah wujud. Demikian pula halnya dengan perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran.

Sariputra, kekosongan dari semua benda tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang.

Oleh sebab itu,dengan kekosongan maka tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran; tiada wujud, suara, bau, rasa, sentuhan dan gambaran pikiran ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kekuatan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.

Karena tiada yang dicapai, maka Bodhisattva mengandalkan Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang; oleh sebab itu hati nuraninya telah terbebaskan dari segala kemelekatan dan halangan.

Karena tidak ada lagi kemelekatan dan halangan, maka tidak ada rasa takut dan khawatir, dan dapat terbebas dari ilusi dan keterperdayaan, dengan demikian dapat mencapai Kesempurnaan Sejati.

Para Budha di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang membina pada Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai Kesadaran Sejati Tertinggi.

Maka kita mengetahui bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci Agung, Mantra unggul dan Mantra yang tiada taranya; Yang benar dan tepat untuk menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :

"Gate Gate Paragate Parasamgate Bodhisvaha"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 May 2009, 02:32:07 PM

bukankah nibbana itu keadaan yang sudah terbebas dari kekotoran bathin, suatu kondisi kebahagiaan tertinggi.
padamnya unsur2 yang mendukung kelahiran kembali.

ada dalam PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA :
Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang membina Samadhi Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang (nirvana). Dalam pengamatan bathinNya, Beliau melihat dengan jelas, bahwa lima kelompok kegemaran (Panca-Skhanda) itu sebenarnya adalah kosong (Sunyata). Dengan pencapaian meditasiNya ini, maka Sang Avalokitesvara telah terbebas dari segala sumber sengsara dan derita.

[...]

Sariputra, kekosongan dari semua benda tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang.

Bro,
Sunyata walaupun sering diartikan sebagai "kekosongan", namun sebenarnya bukan kekosongan sebagaimana kota pahami. Dalam Sutra Hati, Sunyata digambarkan sebagai: "tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang." Jadi bukan konsep sebagaimana kita pahami "tidak ada" sebagai bentuk negatif dari "ada". Sebab, jika sunyata semata-mata dianggap sebagai "tidak ada" sebagai bentuk negatif dari "ada" sebagaimana kita pahami, maka sunyata tidaklah bebas dari dualitas. Tidak ada dan ada terbentuk karena pikiran yang diskriminatif (membeda-bedakan), oleh karena itu ada dan tiada sebenarnya adalah kondisi. Irulah sebabnya dikatakan bahwa "Tanpa-kondisi" adalah kondisi, sebab persepsi tentang ada dan tiadanya kondisi itu sendiri adalah suatu kondisi dualitas.

:) Demikianlah pendapat saya tentang sunyata; kalau terdengar tidak logis maafkan saya, bagaimanapun saya tidak memiliki bahasa yang logis untuk menjelsakan sesuatu yang melampaui logika. Mohon dimaklumi kelemahan saya yang satu ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 16 May 2009, 02:59:18 PM

bukankah nibbana itu keadaan yang sudah terbebas dari kekotoran bathin, suatu kondisi kebahagiaan tertinggi.
padamnya unsur2 yang mendukung kelahiran kembali.

ada dalam PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA :
Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang membina Samadhi Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang (nirvana). Dalam pengamatan bathinNya, Beliau melihat dengan jelas, bahwa lima kelompok kegemaran (Panca-Skhanda) itu sebenarnya adalah kosong (Sunyata). Dengan pencapaian meditasiNya ini, maka Sang Avalokitesvara telah terbebas dari segala sumber sengsara dan derita.

[...]

Sariputra, kekosongan dari semua benda tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang.

Bro,
Sunyata walaupun sering diartikan sebagai "kekosongan", namun sebenarnya bukan kekosongan sebagaimana kota pahami. Dalam Sutra Hati, Sunyata digambarkan sebagai: "tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang." Jadi bukan konsep sebagaimana kita pahami "tidak ada" sebagai bentuk negatif dari "ada". Sebab, jika sunyata semata-mata dianggap sebagai "tidak ada" sebagai bentuk negatif dari "ada" sebagaimana kita pahami, maka sunyata tidaklah bebas dari dualitas. Tidak ada dan ada terbentuk karena pikiran yang diskriminatif (membeda-bedakan), oleh karena itu ada dan tiada sebenarnya adalah kondisi. Irulah sebabnya dikatakan bahwa "Tanpa-kondisi" adalah kondisi, sebab persepsi tentang ada dan tiadanya kondisi itu sendiri adalah suatu kondisi dualitas.

:) Demikianlah pendapat saya tentang sunyata; kalau terdengar tidak logis maafkan saya, bagaimanapun saya tidak memiliki bahasa yang logis untuk menjelsakan sesuatu yang melampaui logika. Mohon dimaklumi kelemahan saya yang satu ini.
Bukannya itu mengarah ke  :
.....Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.

Memang theravada tidak mengarah ke tidak ada (nihilis) juga ke eternalis khan?
tapi tampak nya mahayana yang mengarah ke eternalis :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 May 2009, 03:12:23 PM
Bukannya itu mengarah ke  :
.....Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.

Memang theravada tidak mengarah ke tidak ada (nihilis) juga ke eternalis khan?
tapi tampak nya mahayana yang mengarah ke eternalis :)

 :)) :)) :)) Ternyata kembali pada pemberian label. "Nihilis" ataupun "Eternalis" hanyalah label  :)) Label demikian tidak akan membantu anda memahami permasalahan tapi hanya menciptakan pertentangan posisi yang tidak bakal habis-habisnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 16 May 2009, 03:15:21 PM
Bukannya itu mengarah ke  :
.....Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.

Memang theravada tidak mengarah ke tidak ada (nihilis) juga ke eternalis khan?
tapi tampak nya mahayana yang mengarah ke eternalis :)

 :)) :)) :)) Ternyata kembali pada pemberian label. "Nihilis" ataupun "Eternalis" hanyalah label  :)) Label demikian tidak akan membantu anda memahami permasalahan tapi hanya menciptakan pertentangan posisi yang tidak bakal habis-habisnya.
iya lah, pada akhirnya jalani sendiri ajah sesuai iman dan kepercayaan masing2 yak =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 16 May 2009, 03:24:27 PM
iya lah, pada akhirnya jalani sendiri ajah sesuai iman dan kepercayaan masing2 yak =)) =)) =))

kelihatannya yang demikian yang kamu inginkan ya? :) okey aku turuti deh. Ternyata bro ryu orangnya beriman juga ya =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 16 May 2009, 05:05:31 PM
iya lah, pada akhirnya jalani sendiri ajah sesuai iman dan kepercayaan masing2 yak =)) =)) =))

kelihatannya yang demikian yang kamu inginkan ya? :) okey aku turuti deh. Ternyata bro ryu orangnya beriman juga ya =))
=)) sayangnya aye masih tersesat, tidak punya iman =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 16 May 2009, 05:44:33 PM
RYU:

Memang theravada tidak mengarah ke tidak ada (nihilis) juga ke eternalis khan?
tapi tampak nya mahayana yang mengarah ke eternalis

TAN:

Itulah dia. Aliran non Mahayanis menggunakan siasat DIAM MEMBISU agar tidak dikatakan nihilis atau eternalis (menolak berkomentar "ya" "tidak" "ya dan tidak" ataupun "bukan ya ataupun tidak." Memang sekilas siasat ini nampak jitu. Tetapi kalau kita renungkan sungguh-sungguh baru kelihatan kelemahan taktiknya itu. Namun di zaman sekarang berdiam diri seperti itu nampaknya sudah ketinggalan zaman. Tetap saja pertanyaan saya tidak terjawab. Bila dalam ajaran non Mahayanis dikatakan bahwa pancakkandha adalah dasar bagi segala sesuatu, dimana ke-5 kanddha ini padam saat seseorang mencapai parinibanna; dengan kata lain tidak ada apa-apa lagi, mengapa Buddha tidak dengan mudah mengatakan TIDAK ADA saja? Bila Buddha mengatakan demikian, tentu tidak akan terjadi perselisihan antar sekte. Umat non Mahayanis akan berkelit dan menolak menanggapinya. Mereka mengatakan bahwa pertanyaan ini tidak valid. Baik, kita akan mengulas implikasi bagi tanggapan non Mahayanis ini:

1.Jawaban bahwa pertanyaan itu tidak valid, dapat menimbulkan kesan bahwa yang ditanya tidak tahu lagi harus menjawab apa, sehingga melontarkan jawaban seperti itu.

2.Jika mereka mengatakan bahwa pertanyaan itu tidak valid, maka umat Mahayana juga berhak melontarkan pendapat bahwa segenap kritikan dan pertanyaan kaum non Mahayanis terhadap Mahayanis adalah juga tidak valid.

Sekarang kita akan menjawab apakah Mahayana mengarah pada eternalis. Jawabannya adalah tidak. Eternalis adalah pandangan akan "ada"nya suatu esensi yang kekal dan berubah. Ini disebut atman dalam bahasa Sansekerta. Tentu saja pengertian "ada" di sini adalah dalam pengertian makhluk awam. Mahayana ternyata tidak mengakui adanya atman semacam ini. Marilah kita tengok pada Sutra Lankavatara. Sang Buddha dengan tegas menyatakan: "Mahamati, Tathagatagarbha yang Kuajarkan bukanlah atman illahi." Karena itu, bertolak dari kutipan sutra di atas, Mahayana sama sekali tidak mengajarkan adanya atman yang kekal.
Kedua, Mahayana memang menganggap bahwa Sang Buddha tidak musnah (nihilis), melainkan berada dalam suatu "keberadaan." Tetapi "keberadaan" di sini tidak sama dengan pengertian "keberadaan" menurut orang yang belum tercerahi. Jadi definisi eternalis tidak tepat dikenakan pada Mahayana. Oleh karena itu, kelebihan Mahayana adalah sanggup mengatasi nihilisme dan eternalisme sekaligus.
Hal ini tentu saja berbeda dengan non Mahayanis, yang mengajarkan bahwa setelah pancaskandha padam tidak ada apa-apa lagi. Namun anehnya yang tidak dapat dimengerti, mengapa mereka tidak mau mengatakan bahwa Buddha SUDAH TIDAK ADA LAGI? Ini terkesan kontradiktif dengan ajaran mereka.
Demikian, semoga posting ini jadi bahan pertimbangan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 16 May 2009, 05:50:59 PM
MARCEDES:

saudara Tan yang bijak,
dalam teks pali mesti kita teliti kata-kata tersebut....maaf dalam hal ini sy juga bukan ahli.

tetapi dalam kasus percakapan buddha dengan vecchagota, buddha jelas menolak kata "tidak ada setelah parinibbana" apabila tidak ada unsur yg padam...

TAN:

Tapi pada kenyataannya, ada khan unsur yang padam? Yaitu pancakkhanda. Kalau para makhluk hanya tersusun dari lima kandha dan itu padam saat mencapai nibanna tanpa sisa, lalu apa lagi yang tersisa? Mengapa tidak dikatakan saja tidak ada? Maka semuanya akan menjadi logis.

MARCEDES:

dan buddha juga menolak dikatakan "ADA" karena kasus nya tidak tepat....
dalam hal tumimbal lahir.

TAN:

Tunggu. Yang Anda maksud dalam kasus ini adalah tumimbal lahir atau seorang Buddha yang merealisasi anupadisesa nibanna? Ini yang perlu kita bedakan karena kasusnya berbeda.

Amiduofo,


Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 17 May 2009, 12:04:16 AM
MARCEDES:

saudara Tan yang bijak,
dalam teks pali mesti kita teliti kata-kata tersebut....maaf dalam hal ini sy juga bukan ahli.

tetapi dalam kasus percakapan buddha dengan vecchagota, buddha jelas menolak kata "tidak ada setelah parinibbana" apabila tidak ada unsur yg padam...

TAN:

Tapi pada kenyataannya, ada khan unsur yang padam? Yaitu pancakkhanda. Kalau para makhluk hanya tersusun dari lima kandha dan itu padam saat mencapai nibanna tanpa sisa, lalu apa lagi yang tersisa? Mengapa tidak dikatakan saja tidak ada? Maka semuanya akan menjadi logis.

MARCEDES:

dan buddha juga menolak dikatakan "ADA" karena kasus nya tidak tepat....
dalam hal tumimbal lahir.

TAN:

Tunggu. Yang Anda maksud dalam kasus ini adalah tumimbal lahir atau seorang Buddha yang merealisasi anupadisesa nibanna? Ini yang perlu kita bedakan karena kasusnya berbeda.

Amiduofo,
Tan
Saudara Tan, seorang yang mencapai nibbana tidak akan berspekulasi, apakah dirinya akan ada dimasa depan, atau tidak ada dimasa depan....tetapi menembus akan dua hal itu....tidak terjebak pada pilihan yang dibuat pikirannya sendiri...

jadi tidaklah mungkin seorang yang mencapai arahat, itu berkata kepada orang lain bahwa, saya telah mencapai tingkat kesucian arahat....dikarenakan tidak ada pencapaian apapun, tetapi yang ada adalah "pelepasan"....tetapi sebenarnya telah mencapai arahat.

periksa lah Tipitaka dan sampai saat ini tidak ada satupun seorang arahat berkata bahwa "saya ada pada masa lampau, atau masa depan, atau tidak ada di kedua-dua-nya...."
tetapi sebenarnya itu telah padam....jadi dikatakan tidak ada apa-apa lagi...

jadi ketika anda bertanya, apakah Buddha itu tidak ada setelah parinibbana...tidaklah mungkin buddha berkata "saya tidak ada", tetapi sebenarnya memang tidak ada....karena para arahat tidak berpikir tentang masa lampau, atau masa depan...
yang ada "yathabhutam nanadassanam"

inilah yang dimaksudkan dengan brahmajala sutta, tidak berspekulasi dan tidak berpikir tentang masa depan atau masa lampau......tetapi yang ada     S A A T      I N I
maka dikatakan padam..................


"Nibbana, O Raja, tidak dibangun, dan karenanya tidak ada sebab yang dapat
ditunjuk bagi pembuatannya. Tidak dapat dikatakan bahwa nibbana itu telah
timbul atau dapat timbul; bahwa nibbana itu adalah masa lalu, masa kini atau
masa depan; atau dapat dikenali dengan mata, telinga, hidung, lidah atau
tubuh."
"Kalau begitu, Yang Mulia Nagasena, nibbana adalah kondisi yang tidak ada!"
"Nibbana itu ada, O Baginda, dan dapat dikenali lewat pikiran.
Seorang siswa Arya yang pikirannya murni, mulia, tulus, tidak terhalang, dan
bebas dari kemelekatan dapat mencapai nibbana." 


mudah-mudahan kata-kata saya bisa dipahami.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 17 May 2009, 09:26:09 AM
sedang mencerna nih ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 17 May 2009, 11:49:19 AM
TAN:

Itulah dia. Aliran non Mahayanis menggunakan siasat DIAM MEMBISU agar tidak dikatakan nihilis atau eternalis (menolak berkomentar "ya" "tidak" "ya dan tidak" ataupun "bukan ya ataupun tidak."
Pertama-tama, aliran Hinayana mengajarkan mahluk untuk berbahagia, bukan untuk menjadi tukang debat paling mahir, atau pun mampu menjawab semua pertanyaan, walaupun itu pertanyaan ga nyambung.

Saya beri perumpamaan. Misalkan Bro Tan punya anak yang sangat gemar dengan superhero tertentu. Suatu ketika dalam kisahnya, superhero tersebut mengalami kemalangan, dan menghilang. Namun tidak diceritakan kelanjutannya. Kemudian anak Bro Tan itu bertanya-tanya dan memaksa meminta jawaban dan penjelasan kepada anda apakah superhero masih ada atau mati. Karena superhero itu bagi anak Bro Tan terlebih dahulu diasumsikan "ADA", maka kemudian ia memaksa bertanya apakah kemudian ia tetap ada atau binasa.
Nah, kepada para anak-anak tersebut, hanya ada dua pilihan bagi kita untuk menjawab, "Superhero tetap ada (eternalis)" dan "Superhero sudah binasa (nihilis)". Setelah ia dewasa, maka ia punya pola pikir yang berbeda dari sekadar "ada" dan "tidak ada".



Quote
Memang sekilas siasat ini nampak jitu. Tetapi kalau kita renungkan sungguh-sungguh baru kelihatan kelemahan taktiknya itu. Namun di zaman sekarang berdiam diri seperti itu nampaknya sudah ketinggalan zaman. Tetap saja pertanyaan saya tidak terjawab. Bila dalam ajaran non Mahayanis dikatakan bahwa pancakkandha adalah dasar bagi segala sesuatu, dimana ke-5 kanddha ini padam saat seseorang mencapai parinibanna; dengan kata lain tidak ada apa-apa lagi, mengapa Buddha tidak dengan mudah mengatakan TIDAK ADA saja? Bila Buddha mengatakan demikian, tentu tidak akan terjadi perselisihan antar sekte. Umat non Mahayanis akan berkelit dan menolak menanggapinya. Mereka mengatakan bahwa pertanyaan ini tidak valid. Baik, kita akan mengulas implikasi bagi tanggapan non Mahayanis ini:

1.Jawaban bahwa pertanyaan itu tidak valid, dapat menimbulkan kesan bahwa yang ditanya tidak tahu lagi harus menjawab apa, sehingga melontarkan jawaban seperti itu.
Saya rasa jawaban bahwa "pertanyaan itu ditanyakan dengan tidak tepat" memang hanya pantas dikatakan oleh seorang yang sudah mencapai kesucian saja, karena ia memang tahu bahwa pertanyaan itu tidak tepat.
Untuk orang yang masih belum mencapai kesucian (seperti saya), itu hanyalah suatu cliche yang sebenarnya memang tidak valid.
Namun saya heran mengapa Bro Tan di sini malah terbawa arus menjadi "orang suci" juga dengan membalas "menghakimi" Non-Mahayana.


Quote
2.Jika mereka mengatakan bahwa pertanyaan itu tidak valid, maka umat Mahayana juga berhak melontarkan pendapat bahwa segenap kritikan dan pertanyaan kaum non Mahayanis terhadap Mahayanis adalah juga tidak valid.
Ini sekali lagi saya setuju, dalam hal "spekulasi setelah parinibbana".


Quote
Sekarang kita akan menjawab apakah Mahayana mengarah pada eternalis. Jawabannya adalah tidak. Eternalis adalah pandangan akan "ada"nya suatu esensi yang kekal dan berubah. Ini disebut atman dalam bahasa Sansekerta. Tentu saja pengertian "ada" di sini adalah dalam pengertian makhluk awam. Mahayana ternyata tidak mengakui adanya atman semacam ini. Marilah kita tengok pada Sutra Lankavatara. Sang Buddha dengan tegas menyatakan: "Mahamati, Tathagatagarbha yang Kuajarkan bukanlah atman illahi." Karena itu, bertolak dari kutipan sutra di atas, Mahayana sama sekali tidak mengajarkan adanya atman yang kekal.
Kedua, Mahayana memang menganggap bahwa Sang Buddha tidak musnah (nihilis), melainkan berada dalam suatu "keberadaan." Tetapi "keberadaan" di sini tidak sama dengan pengertian "keberadaan" menurut orang yang belum tercerahi. Jadi definisi eternalis tidak tepat dikenakan pada Mahayana. Oleh karena itu, kelebihan Mahayana adalah sanggup mengatasi nihilisme dan eternalisme sekaligus.
Hal ini tentu saja berbeda dengan non Mahayanis, yang mengajarkan bahwa setelah pancaskandha padam tidak ada apa-apa lagi. Namun anehnya yang tidak dapat dimengerti, mengapa mereka tidak mau mengatakan bahwa Buddha SUDAH TIDAK ADA LAGI? Ini terkesan kontradiktif dengan ajaran mereka.
Demikian, semoga posting ini jadi bahan pertimbangan.
Ya, saya sudah melihat perbedaannya. Hinayana berusaha menghindari spekulasi dalam bentuk apa pun juga sehingga ketika ditanya mengenai spekulasi "setelah parinibbana" memilih diam. Di lain pihak, Mahayana mencoba menteorikan spekulasi tersebut ke dalam konsep tertentu. Bagi saya memang keduanya sama, adalah untuk menjaga pikiran orang awam agar spekulasinya tidak berkembang terlalu jauh ke mana-mana. Jadi hanya tergantung preference masing-masing saja.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 17 May 2009, 11:12:48 PM
Diskusi dengan Sdr. Kainyn Kutho

Diskusi dengan Sdr. Kainyn kali ini sudah ada beberapa kemajuan. Setidaknya kita sudah sepakat dalam berbagai hal; terutama dalam poin-poin berikut ini:

KAINYN KUTHO (1):

Ini sekali lagi saya setuju, dalam hal "spekulasi setelah parinibbana".

KAYNIN KUTHO (2):

Ya, saya sudah melihat perbedaannya. Hinayana berusaha menghindari spekulasi dalam bentuk apa pun juga sehingga ketika ditanya mengenai spekulasi "setelah parinibbana" memilih diam. Di lain pihak, Mahayana mencoba menteorikan spekulasi tersebut ke dalam konsep tertentu. Bagi saya memang keduanya sama, adalah untuk menjaga pikiran orang awam agar spekulasinya tidak berkembang terlalu jauh ke mana-mana. Jadi hanya tergantung preference masing-masing saja.

TAN:

Ya saya 100 % sepakat dengan Anda.

Berikut ini masih ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan.

KAYNIN KUTHO:

Pertama-tama, aliran Hinayana mengajarkan mahluk untuk berbahagia, bukan untuk menjadi tukang debat paling mahir, atau pun mampu menjawab semua pertanyaan, walaupun itu pertanyaan ga nyambung.

TAN:

Benar. Saya kira aliran Mahayana juga demikian. Sesungguhnya tujuan semua agama adalah membawa umatnya pada kebahagiaan dan bukan menjadi tukang debat. Namun pada kenyataannya banyak dari kita yang gemar berdebat. Tetapi ini tidak masalah, yang penting kita jangan melupakan tujuan sejati Buddhisme, baik itu Mahayana maupun non Mahayana.

KAINYN KUTHO:

Saya beri perumpamaan. Misalkan Bro Tan punya anak yang sangat gemar dengan superhero tertentu. Suatu ketika dalam kisahnya, superhero tersebut mengalami kemalangan, dan menghilang. Namun tidak diceritakan kelanjutannya. Kemudian anak Bro Tan itu bertanya-tanya dan memaksa meminta jawaban dan penjelasan kepada anda apakah superhero masih ada atau mati. Karena superhero itu bagi anak Bro Tan terlebih dahulu diasumsikan "ADA", maka kemudian ia memaksa bertanya apakah kemudian ia tetap ada atau binasa.
Nah, kepada para anak-anak tersebut, hanya ada dua pilihan bagi kita untuk menjawab, "Superhero tetap ada (eternalis)" dan "Superhero sudah binasa (nihilis)". Setelah ia dewasa, maka ia punya pola pikir yang berbeda dari sekadar "ada" dan "tidak ada".

TAN:

Benar. Perumpamaan yang baik. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa superhero itu memang "ada," dalam artian sebagai berikut:

1. Dapat mempengaruhi mentalitas seseorang, khususnya anak2.
2. Jika tokoh superhero atau pujaan kita mati, maka kita akan merasa sedih. Ada kasus seorang anak yang menangis waktu Superman ditonjok oleh musuhnya yang membawa batu kryptonite. Konon dengan adanya batu itu tenaga Superman akan menjadi lemah.
3. Orang dewasa juga kadang sedih dan menangis waktu tokoh idolanya mati atau menderita. Contoh: ibu-ibu yang menonton sinetron.

Nah, jika superhero itu "tidak ada" mengapa ada orang yang menangis dan susah waktu "tokoh" kesayangan disakiti atau mati. Jadi seorang superhero itu "ada" namun mempunyai konsep "keberadaan" yang berbeda dengan kita.

Tetapi jika superhero dikatakan "ada," pada kenyataannya ia tidak mempunyai darah dan daging atau wujud seperti kita. Jadi superhero itu memang "tidak ada," tetapi tidak mempunyai konsep "ketidak-adaan" seperti kita.

Dari sinilah pandangan kita mengenai "ada" dan "tidak ada" itu perlu kita perluas seiring dengan hidup kita, yang akan mencapai puncaknya saat kita merealisasi Kesempurnaan.

KAINYN KUTHO:

Namun saya heran mengapa Bro Tan di sini malah terbawa arus menjadi "orang suci" juga dengan membalas "menghakimi" Non-Mahayana.


TAN:

Saya tidak menghakimi non Mahayana. Jujurnya dalam praktik keseharian saya sendiri tidak menganut pandangan dikotomis Mahayana - non Mahayana. Saya menjalankan meditasi konsentrasi pernafasan (satthipatana), nianfo, dan juga membaca mantra. Bagi saya, kalau sudah masuk ke tataran praktik spiritual, label tidak lagi penting. Hanya untuk menjelaskan di sini (dalam artian forum ini) saya perlu mengambil sisi Mahayana. Lebih jauh lagi, dalam menjelaskan sesuatu, kita terkadang perlu mengambil sisi ekstrem lawan dari hal itu. Oleh karena itu, saya seolah-olah terkesan "menghakimi." Padahal bukan itu maksud saya.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 17 May 2009, 11:15:37 PM
MERCEDES:

jadi ketika anda bertanya, apakah Buddha itu tidak ada setelah parinibbana...tidaklah mungkin buddha berkata "saya tidak ada", tetapi sebenarnya memang tidak ada....

TAN:

Berarti benar ya, memang "tidak ada apa-apa" lagi khan?


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 18 May 2009, 10:34:38 AM
KAINYN KUTHO:

Saya beri perumpamaan. Misalkan Bro Tan punya anak yang sangat gemar dengan superhero tertentu. Suatu ketika dalam kisahnya, superhero tersebut mengalami kemalangan, dan menghilang. Namun tidak diceritakan kelanjutannya. Kemudian anak Bro Tan itu bertanya-tanya dan memaksa meminta jawaban dan penjelasan kepada anda apakah superhero masih ada atau mati. Karena superhero itu bagi anak Bro Tan terlebih dahulu diasumsikan "ADA", maka kemudian ia memaksa bertanya apakah kemudian ia tetap ada atau binasa.
Nah, kepada para anak-anak tersebut, hanya ada dua pilihan bagi kita untuk menjawab, "Superhero tetap ada (eternalis)" dan "Superhero sudah binasa (nihilis)". Setelah ia dewasa, maka ia punya pola pikir yang berbeda dari sekadar "ada" dan "tidak ada".

TAN:

Benar. Perumpamaan yang baik. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa superhero itu memang "ada," dalam artian sebagai berikut:

1. Dapat mempengaruhi mentalitas seseorang, khususnya anak2.
2. Jika tokoh superhero atau pujaan kita mati, maka kita akan merasa sedih. Ada kasus seorang anak yang menangis waktu Superman ditonjok oleh musuhnya yang membawa batu kryptonite. Konon dengan adanya batu itu tenaga Superman akan menjadi lemah.
3. Orang dewasa juga kadang sedih dan menangis waktu tokoh idolanya mati atau menderita. Contoh: ibu-ibu yang menonton sinetron.

Nah, jika superhero itu "tidak ada" mengapa ada orang yang menangis dan susah waktu "tokoh" kesayangan disakiti atau mati. Jadi seorang superhero itu "ada" namun mempunyai konsep "keberadaan" yang berbeda dengan kita.

Tetapi jika superhero dikatakan "ada," pada kenyataannya ia tidak mempunyai darah dan daging atau wujud seperti kita. Jadi superhero itu memang "tidak ada," tetapi tidak mempunyai konsep "ketidak-adaan" seperti kita.

Dari sinilah pandangan kita mengenai "ada" dan "tidak ada" itu perlu kita perluas seiring dengan hidup kita, yang akan mencapai puncaknya saat kita merealisasi Kesempurnaan.
Ya, sebetulnya kita ini anak-anak yang belum tahu. Sebetulnya dibilang "ada" yah salah, dibilang "tidak ada", juga keliru. Tapi namanya anak-anak perlu bimbingan dalam berkembang, jadi tergantung kecocokan masing-masing terhadap satu konsep. Kalau yang saya percaya, setelah kita sendiri "dewasa", tidak ada lagi pertanyaan "ada/tidak ada" tersebut.




Quote
KAINYN KUTHO:

Namun saya heran mengapa Bro Tan di sini malah terbawa arus menjadi "orang suci" juga dengan membalas "menghakimi" Non-Mahayana.


TAN:

Saya tidak menghakimi non Mahayana. Jujurnya dalam praktik keseharian saya sendiri tidak menganut pandangan dikotomis Mahayana - non Mahayana. Saya menjalankan meditasi konsentrasi pernafasan (satthipatana), nianfo, dan juga membaca mantra. Bagi saya, kalau sudah masuk ke tataran praktik spiritual, label tidak lagi penting. Hanya untuk menjelaskan di sini (dalam artian forum ini) saya perlu mengambil sisi Mahayana. Lebih jauh lagi, dalam menjelaskan sesuatu, kita terkadang perlu mengambil sisi ekstrem lawan dari hal itu. Oleh karena itu, saya seolah-olah terkesan "menghakimi." Padahal bukan itu maksud saya.

Amiduofo,

Tan

Ya, memang sebetulnya agama, aliran atau sekte semuanya tidak berarti dan tidak nyata. Yang nyata hanyalah kehidupan dengan semua penderitaannya. :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 18 May 2009, 11:29:24 PM
MERCEDES:

jadi ketika anda bertanya, apakah Buddha itu tidak ada setelah parinibbana...tidaklah mungkin buddha berkata "saya tidak ada", tetapi sebenarnya memang tidak ada....

TAN:

Berarti benar ya, memang "tidak ada apa-apa" lagi khan?


Amiduofo,

Tan
saudara Tan yg bijak,
kalau di quote tolong di quote secara lengkap, karena kalau sepotong seperti itu..
seakan-akan saya menyatakan "bahwa Tathagata tidak ada setelah parinibbana"

tetapi maksud saya adalah "tidak ada pemikiran seperti ada atau pun tidak ada setelah itu"


jadi ketika anda bertanya, apakah Buddha itu tidak ada setelah parinibbana...tidaklah mungkin buddha berkata "saya tidak ada", tetapi sebenarnya memang tidak ada.....karena para arahat tidak berpikir tentang masa lampau, atau masa depan...



salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 18 May 2009, 11:46:05 PM
bisa baca,Potthapàda Sutta

disitu lah jawabannya.

apakah Tathagata itu ada setelah parinibbana.
apakah Tathagata itu tidak ada setelah parinibbana.
apakah Tathagata itu tidak ada ataupun ada setelah parinibbana.
apakah Tathagata itu bukan tidak ada ataupun bukan ada setelah parinibbana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 May 2009, 11:41:35 PM
Quote
TL:

Hayo pada reply sebelumnya nggak ngaku... jadi benar kan Theravada 99% sama dengan Mahayana? 
Tapi sorry... kayaknya Theravada nggak ngerasa sama lho mas...

TAN:

Anda salah besar. Di sini kita membahas sesuatu yang beda. Mari kita lihat apa yang sedang kita bicarakan. Yang kita bicarakan adalah perbandingan Agama Sutra dan Nikaya Pali. Ingat bahwa Agama Sutra hanya salah satu bagian saja dari Kanon Mahayana. Kalau isi Agama Sutra kurang lebih 99 % sama dengan Nikaya Pali. Tetapi karena Mahayana juga memiliki suatu kumpulan yang disebut Sutra-sutra Mahayana (Nama Mahayana Sutra), maka jelas tidak mungkin bahwa Theravada 99 % sama dengan Mahayana. Ini adalah sesuatu yang beda. Yang satu bicara kitab suci sedangkan yang satu bicara mazhab. Suatu agama yang kitab sucinya benar-benar sama saja bias terpecah menjadi berbagai mazhab, apalagi yang kita sucinya tidak identik. Sutra-sutra Mahayana itu jumlahnya jauh lebih banyak dibanding Agama Sutra. Inilah yang Anda tidak mengerti-ngerti jadi diskusinya tidak maju-maju.
Memang Theravada tidak sama dengan Mahayana, tetapi dalam diskusi ini kita memperbandingkan mana yang lebih masuk akal. Selama diskusi selama beberapa minggu ini belum pernah saya mendapatkan jawaban yang membuktikan bahwa Mahayana “tidak masuk akal.” Malah saya merasa sudah membuktikan bahwa ada beberapa ajaran mazhab non Mahayanis yang tidak masuk akal, seperti mengajarkan nihilisme, dan lain sebagainya.
Justru saya berdiskusi untuk “menguji” mazhab saya sendiri. Tetapi ternyata tidak ada satupun tanggapan rekan-rekan non Mahayanis yang sanggup menggoyangkan sendi-sendi Mahayana.
Mahayana juga nggak merasa sama dengan Theravada kok hehehehee…. Malahan Mahayana tidak mau dikatakan nihilisme.

Agama Sutra 99% sama dengan Nikaya Pali. Bila Agama Sutra sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain, berarti isi Nikaya Pali 99% sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain.

dulu disekolah matematika dapat berapa mas?

Quote
TL:

Iya kan saya hanya mengikuti perumpamaan mas Tan: "(Tan mode: on)" 
Saya catat pernyataan mas Tan, jadi Buddhanya di Mahayana sah-sah saja berbohong? demi alasan bijaksana?

TAN:

Hm bagaimana ya? Karena kita beda pandangan di sini. Bagi saya tindakan semacam itu bukan berbohong. Kita kadang harus bijaksana dalam menjawab sesuatu. Supaya orang seperti Anda bisa mengerti, saya kasih satu contoh dah. Umpamanya Anda punya anak atau keponakan yang masih kecil dan ingusan, terus dia bertanya: “Darimana datangnya adik bayi?” Pertanyaannya apakah Anda akan memberikan jawaban: “O iya adik bayi itu datangnya dari hubungan [tiiiittttt sensor], caranya alat [tiittttt..sensor] dimasukkan ke [tiittttt…sensor]…..” Begitu ya? Jawaban yang bijak adalah mengatakan: “Adik bayi itu datang dibawa burung bangau.” Nah, apakah jawaban itu adalah kebohongan? Tidak. Karena itu adalah jawaban terbaik yang dapat diberikan. Anda mungkin akan berkilah dengan mengatakan, “Ah, tunggu kamu besar, nanti khan tahu sendiri.” Tetapi ingat ini bukan jawaban. Efek negatifnya akan lebih besar. Sang anak jadi penasaran dan kemungkinan mencari dari sumber-sumber lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Selanjutnya, kasus yang saya ungkapkan dalam posting sebelumnya juga belum Anda jawab. Apakah bijaksana memberitahu kondisi yang sebenarnya pada sang ayah yang sakit jantung atau depresi? Sebaiknya Anda jawab pertanyaan ini.
Apakah sah-sah saja seorang Buddha di Mahayana berbohong? Pertanyaan ini tidak valid, karena Mahayana tidak menganggapnya sebagai kebohongan.

Jadi berbohong bisa dibenarkan ya? asal bijaksana
membunuh bisa dibenarkan, asal bijaksana
mencuri bisa dibenarkan asal bijaksana
asusila bisa dibenarkan asal bijaksana    ;D

Tidak bisa membedakan antara berbohong dengan diam ya mas?  Apakah kalau diam termasuk berbohong?  ^-^

Quote
TL:

Katanya punya keterbatasan pengetahuan kok tahu Buddha mondar-mandir Nirvana-Samsara?

TAN:

Anda salah. Buddha tidak mondar mandir nirvana-samsara. Anda mengatakannya demikian karena memandangnya dari sudut pandang dualisme. Sah-sah saja Anda mengatakan demikian, tetapi dari sudut pandang Mahayana hal ini tidak benar. Istilah “mondar mandir” nirvana dan samsara itu tidak valid karena:

1.Bagi seorang Buddha tidak ada lagi dualisme nirvana dan samsara. Karena nirvana tidak lagi beda dan samsara, adakah lagi masuk dan keluar?
2.Saat seorang Buddha “memasuki” (ini istilah yang terpaksa digunakan) samsara, ia tidak meninggalkan “keberadaan”nya (istilah ini juga terpaksa dipergunakan karena kerterbatasan kosa kata kita) di nirvana. Dharmakaya seorang Buddha tetap omnipresence dan tidak “berpindah” ke mana-mana.

Jadi jelas istilah “mondar-mandir nirvana-samsara” itu tidak valid. Ya memang kita mempunyai keterbatasan pengetahuan, karena itu kita harus tahu batasnya.

kalau tidak tahu bersikap tahu itu namanya ... tahu

Quote
TL:

Bingung? Wajar karena sudah saya katakan tolong diresapi dan dimengerti, karena saya rasa memang terlalu dalam untuk mas Tan. Penjelasan seperti ini merupakan pelajaran anak SMP dikalangan T lho mas.
Masa iya mas Tan nggak mengerti bahwa bila sebuah rumah, tiang-tiang penopangnya telah hancur, gentingnya telah berserakan, tiang kuda-kudanya telah patah berkeping-keping apakah masih dapat menjadi tempat naungan bagi orang-orang?

TAN:

Bisa. Kalau rumahnya dibangun kembali. Meskipun fungsi sebuah sudah berakhir, tetapi unsur penyusun2nya masih ada khan. Genting, kuda-kuda, tiang penopang, atau bata-batanya masih ada khan? Ataukah menurut Anda lantas semuanya lenyap sama sekali? Semoga tidak ada yang terobsesi dengan David Copperfield di sini yang bisa menihilismekan suatu benda.

Kelihatannya saya musti sabar mengajarkan mas Tan,

Jika seorang Bhikkhu melepaskan kemelekatan pada kesadaran, kemudian karena melepas kemelekatan terhadap kesadaran, penyangganya terpotong, dan tak ada basis kesadaran. Kesadaran, dengan demikian tidak muncul, tidak muncul terus-menerus, tidak melakukan fungsi apapun, terbebas, karena terbebas menjadi mantap, karena mantap menjadi puas. karena menjadi puas tidak teragitasi, ia (bhikkhu) (batinnya) tak terbelenggu, ia mengetahui "kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, kewajiban telah dilaksanakan. Tak ada lagi yang harus dilakukan di dunia ini."
ini dari Upaya Sutta, Samyutta Nikaya. kalau 99% sama, mungkin ada di Agama Sutra   ^-^

Quote
TL

Berbicara mengenai pertanyaan spekulatif yang tak keruan juntrungannya, apakah berhentinya fungsi rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti atau tak bisa berhenti? 

TAN:

Rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti dengan dua cara:

1.Tidak ada orang lagi yang tinggal di sana. Kalau tidak yang berlindung di dalamnya, apakah dapat disebut tempat berlindung?
2.Rumahnya rusak dan tidak dapat memenuhi fungsi sebagai tempat berlindung.

Jadi rumah tidak harus hancur. Rumah memang anitya, tetapi ingat anitya tidak sama dengan nihilisme. Rumah mungkin hancur menjadi unsur2 penyusunnya. Tetapi ingat unsur2 penyusun ini tetap ada. Karena itu analogi itu tidak dapat mendukung pendapat Anda

lain yang yang ditanyakan lain yang dijawab. perhatikan kalimat berikut:

ada fungsi rumah sebagai tempat perlindungan yang telah berhenti, simak baik-baik pertanyaannya: apakah penghentian fungsinya akan berhenti atau tidak berhenti?


Quote
TL:

Nih saya kasih tahu lagi, simak yang baik pelajaran SMP ini ya? Berhentinya fungsi rumah tersebut karena bahan-bahan pendukungnya telah tak berfungsi, oleh karena itu fungsi rumah tersebut juga berhenti.

TAN:

Semua anak SD, juga tahu bahwa rumah itu bisa dibangun kembali dan reruntuhannya tidak mungkin lenyap begitu saja.


Semua anak TK juga tahu itu hanya spekulasi mas Tan, emangnya tahu itu akan dibangun kembali atau tidak?  ;D

Quote
TL:

Demikian juga dengan mahluk hidup,
mahluk hidup bertumimbal lahir selama masa yang tak terhitung disebabkan kemelekatan pada panca khandha, kemelekatan ini sendiri merupakan kondisi,  apakah yang menyebabkan kemelekatan pada pancakhandha? akarnya adalah Moha/Avijja.

Bila kemelekatan kepada pancakhandha berakhir maka kita terbebas dari kondisi-kondisi, karena kondisi-kondisi yang tercipta disebabkan oleh kemelekatan kepada pancakhandha ini talah berhenti, itulah yang disebut Nibbana.

Jadi Nibbana (anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang tak berkondisi, bedakan dengan Saupadisesa Nibbana yang masih memiliki kondisi karena masih adanya pancakhandha. (maksudnya Saupadisesa Nibbana adalah mencapai Nibbana selama masih memiliki bentuk sebagai manusia, dewa, maupun Brahma dengan kata lain masih hidup belum meninggal)

TAN:

Jadi menurut Anda: anupadisesa nibanna tak berkondisi, sedangkan saupadisesa nibanna masih berkondisi? Jadi ada dua jenis nibanna yang berbeda kalau begitu? Apakah menurut Anda dengan demikian anupadisesa nibanna lebih tinggi dari saupadisesa nibanna? Jika anupadisesa nibanna “lebih tinggi” dari saupadisesa nibanna bukankan itu adalah suatu “kondisi” (dalam artian lebih tinggi dan rendah)?  Anda mengatakan saupadisesa nibanna masih berkondisi. Artinya “nibanna” masih bisa berkondisi dan tidak bukan? Bisa “berkondisi dan tidak” bukankah itu adalah suatu kondisi. Ingat ini Anda sendiri yang menyatakan lho.

kalau tidak mengerti jangan membantah mas, seorang Arahat telah mengalami Nibbana dalam kehidupan ini juga, bukan sesudah wafat. Jangankan Arahat, seorang Sotapanna juga merasakan Nibbana sewaktu masih hidup bukan sesudah meninggal.

Membandingkan Nirvana tinggi atau rendah adalah pertanyaan penuh konsep dari orang yang tak mengerti, Nirvana tak ada lebih tinggi atau lebih rendah kalau seorang Ariya mencapai Nirvana sewaktu duduk bermeditasi tentu saja ada kondisi yaitu tubuhnya sendiri, yang masih utuh.

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 May 2009, 11:43:27 PM
Quote
TL:

Oleh sebab itu dikatakan dalam Dhammanussati: Sanditthiko, akaliko, opanayiko paccatam veditabbo vinnuhiti...
Dhamma berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh orang bijaksana dalam batin masing-masing.

Perhatikan terjemahan kata diselami, yang tepat adalah dialami. Dhamma adalah jalan hingga tercapainya Nibbana itu sendiri (baca: Dhammacakkapavattana sutta)

Dhamma disini bukan berarti teori spekulasi macam-macam. Dhamma berarti pembersihan batin dari macam-macam noda, dengan kata lain mencapai Magga/Phala yaitu: mencapai dan mengalami Nibbana sewaktu kita masih hidup, bukan sudah meninggal.

Bagaimanakah caranya agar kita terbebas dari kondisi-kondisi tersebut? Dengan melatih Dhamma dan menembus Dhamma atau mencapai kesucian/ mengalami Nibbana seseorang pada akhirnya akan mampu melepaskan kemelekatan pada pancakhandha. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha ketika Beliau mencapai Penerangan Sempurna di bawah pohon Bodhi, "wahai pembuat rumah.... dstnya"  baca sendiri deh di RAPB.

Mengenai mahluk lain masih diliputi oleh anicca, oleh karena mereka belum terbebas dari kondisi-kondisi.

Mengenai Anitya itu nitya atau tidak anitya maksudnya apa? MAS TAN SENDIRI BISA MENJAWAB ATAU TIDAK?
Saya telah menjawab dengan jelas!!!  Dan sekarang MAS TAN, TERUS MEMAKAI JURUS BERKELIT KARENA MAS TAN SENDIRI TAK BISA MENJAWAB KAN? jawaban saya tak memuaskan mas Tan, itu jelas karena memaksakan pendapat bahwa T nihilis padahal sudah dikatakan bahwa Sang Buddha menolak bila dikatakan Beliau ada setelah Parinibbana, Beliau juga tidak setuju bila dikatakan Beliau tak ada setelah Parinibbana, maupun pandangan Buddha ada dan tidak ada, Buddha bukan tidak ada dan bukan ada, karena semua hal itu merupakan spekulasi. 

Hayo ngaku, mas Tan bingung terhadap pertanyaan mas Tan sendiri kan? Makanya dikasih tahu bagaimanapun juga tetap nggak mudeng.   

makanya kalo kagak ngerti mengenai Nirvana jangan berspekulasi.

TAN:

Wah. Anda masih belum bisa menjawab juga. Masih menuduh orang lain berkelit. Tapi tidak mengapa. Saya tidak peduli dituduh apapun. Anda tidak berspekulasi? Kalau begitu bagaimana bisa tahu kalau nibanna itu tak berkondisi? Dari buku khan? Nah, sesama pencontek buku tidak perlu saling menyalahkan. Sama-sama spekulan tida boleh saling mendahului. Heheheehehe. Sebagai informasi, saya tidak bingung dengan pertanyaan saya sendiri. Saya berterima kasih, karena Anda telah memproklamasikan kebingungan saya.

Kalau saya tidak cuma dari buku mas, juga mendengar pengalaman mereka yang mengalami Nibbana, maaf jadi kita tidak sama. mas Tan tukang contek dari buku, kalau saya ditambah penuturan pengalaman orang lain hehehehe.

BTW perlu diingat satu hal mengapa Sang buddha menolak menerangkan mengenai Nibbana harap dicamkan baik-baik:Sang Buddha waktu menerangkan semua Sutta belum Parinibbana oleh karena itu beliau menolak menerangkan mengenai keadaan sesudah Parinibbana, karena akan menjadi bentuk spekulasi.

Jadi pengalaman Nirvana yang Beliau terangkan adalah Nirvana yang masih bersisa (Saupadisesa Nibbana) sedangkan kalau Nibbana tanpa sisa (anupadisesa Nibbana / Parinibbana) ikuti link yang diberikan mas Marcedes atau link berikut:

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an10/an10.095.than.html

Nah kalau orang  yang menerangkan panjang lebar keadaan setelah Parinirvana emangnya orang itu pernah Parinirvana?  Mati suri kali ya?  ^-^

Quote
TL:

Sudah dapat belum yang mau membeli tulisan saya mas?

TAN:

Ah, mana ada yang mau. Dikasih gratis saja belum tentu ada yang mau. Wakakakaka )

kok menyembunyikan fakta mas? lengkapnya kan begini:

Quote
Quote
Jadi tulisan saya tidak dipercaya juga tidak mengapa. Dipercaya atau tidak, bagi saya tidak ada untungnya apa2. Kecuali kalau tulisan dipercaya, terus saya dapat hadiah 500.000 USD. Nah baru ceritanya lain.
Kalau ada yang mau bayar tulisan saya setengah atau sepersepuluhnya saja dari 500.000 USD tolong kasih tahu saya ya mas Tan? nanti saya bagi separoh, makasih sebelumnya lho mas.

Belum ditanya kan? Coba ditanya mungkin ada yang mau beli, ntar kita bagi dua honornya  :))
Quote
TL:

yang mana ya? saya juga gelap tuh! siapa yang menjadi nihil ya? tolong kasih tahu dimana mahluk yang menjadi nihil tersebut, oh ya tolong kasih tahu mas Tan, bagaimana caranya mahluk tersebut menjadi nihil.
ngomong-ngomong ada yang mengajarkan eternalisme lho mas, hayo ngaku siapa 

Mau lapor kepada moderator nih, mas Tan menghina dan merendahkan ajaran lain yang tidak sesuai dengan pandangannya  dengan mengatakan bahwa ajaran tersebut nihilis... hayo buktikan mas Tan, dimana di Tipitaka maupun komentarnya yang mengatakan bahwa SANG BUDDHA MENGAJARKAN UNTUK MENGHANCURKAN DIRI SENDIRI (NIHILISME?)

TAN:

Sudah saya ungkapkan pada posting-posting terdahulu. Malas ngulang-ulang terus. Ajaran yang mengatakan bahwa sesudah pancaskandha hancur terus tidak ada apa-apa lagi, apakah bukan nihilisme?
Hayo masih tidak mau ngaku ada yang mengajarkan nihilisme? Siapa ya?


Nuduh ya? Kapan dan dimana dikatakan sesudah panca skandha hancur tak ada apa-apa lagi? sumbernya mana?

Copy paste lagi aaahhhh:

Jika seorang Bhikkhu melepaskan kemelekatan pada kesadaran, kemudian karena melepas kemelekatan terhadap kesadaran, penyangganya terpotong, dan tak ada basis kesadaran. Kesadaran, dengan demikian tidak muncul, tidak muncul terus-menerus, tidak melakukan fungsi apapun, terbebas, karena terbebas menjadi mantap, karena mantap menjadi puas. karena menjadi puas tidak teragitasi, ia (bhikkhu) (batinnya) tak terbelenggu, ia mengetahui "kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, kewajiban telah dilaksanakan. Tak ada lagi yang harus dilakukan di dunia ini."

Mana dibilang nggak ada apa-apa lagi? fitnah lebih keji dari pembunuhan   ^-^


Ada yang mengatakan kesadaran abadi, siapa ya? tauk ah gelaappp   :))

Quote
TL:

sesuatu memancarkan sesuatu, yang kita tidak tahu apa sesuatu itu karena berbeda dengan apa yang kita tahu, kita punya keterbatasan, tetapi kita tahu akan sesuatu yang kita tidak tahu.   

Ada sesuatu tak berkondisi, dari yang tak berkondisi ini ada suatu kondisi yang timbul, tak tahu apa itu, tetapi itu jangan disebut kondisi, oleh karena kita umat awam tak mengerti, oleh karena itu, sesuatu itu tak berkondisi   

semoga cukup jelas   

Mana yang berbelit-belit ya?

TAN:

Berbelit-belit bagi yang tidak mau tahu atau mengerti. Tidak berbelit-belit bagi yang tahu dan mengerti.

Amiduofo,

Tan

mau tahu dan mau mengerti juga kagak bisa, yang tahu dan mengerti cuma yang nulis  ^-^

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 May 2009, 11:52:11 PM
TL:

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

TAN:

Orang K juga menganggap agamanya sebagai kebenaran sejati. God is truth... etc...etc... Hm lalu mana yang benar-benar "truth" ya. Hahahaahahah
The highest truth is NO TRUTH.

Amiduofo,

Tan

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     ^-^ 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 May 2009, 11:57:09 PM
TL:

Maksud keluar masuk adalah keluar masuk Nibbana dalam kehidupan seorang Ariya puggala selama ia masih hidup.

TAN:

Nirvana tanpa sisa dan dengan sisa mana yang lebih tinggi?

udah dijawab diatas.

Quote
TL:

Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).

TAN:

Mana ada di ajaran Hindu kalau nirvana dan samsara itu identik?


Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 20 May 2009, 11:59:05 PM
TAMBAHAN:

Maksud maju dan mundur adalah dari poin satu , kedua dstnya hingga ke delapan dan sebaliknya dari poin delapan, ketujuh, dstnya hingga ke satu kembali.

Maksud keluar masuk adalah keluar masuk Nibbana dalam kehidupan seorang Ariya puggala selama ia masih hidup.
Sekarang saya mengerti mengapa Aliran M beranggapan bisa bolak balik Nirvana-Samsara, rupanya menilai sutta dari kacamata Hindu. (Nirvana dan Samsara identik).


TAN:

Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan

Sudah dijawab, Emangnya waktu menjawab mengenai Nirvana Sang Buddha sudah wafat?   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 21 May 2009, 12:55:44 PM

Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

metta,

Kitab suci yang mana dulu? Jika kitab suci tersebut ditulis setelah masa Sang Buddha, maka asumsi bahwa ajaran tersebut berasal dari Hindu adalah salah. Anda harus ingat juga bahwa Agama Buddha banyak berpengaruh terhadap Hindu. Ingatlah bahkan dalam Hindu, Buddha Gotama diakui sebagai salah satu avatar visnu. Bahkan kitab suci seperti Bhagavad Gita jelas-jelas ditulis karena adanya pengaruh Buddhisme dalam Hindu. Oleh karena itu jika kitab suci itu lebih tua atau berasal dari masa sebelum Sang Buddha, maka saya baru bisa mengakui bahwa adanya kesamaan tersebut karena pengaruh Hindu kepada Mahayana. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 22 May 2009, 11:09:17 PM
TL:

Agama Sutra 99% sama dengan Nikaya Pali. Bila Agama Sutra sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain, berarti isi Nikaya Pali 99% sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain.

dulu disekolah matematika dapat berapa mas?

TAN:

Wah dulu bahasa Indonesia Anda dapat berapa? Tulisan sudah jelas begitu masa ga ngerti2.

TL:

Jadi berbohong bisa dibenarkan ya? asal bijaksana
membunuh bisa dibenarkan, asal bijaksana
mencuri bisa dibenarkan asal bijaksana
asusila bisa dibenarkan asal bijaksana    Grin

Tidak bisa membedakan antara berbohong dengan diam ya mas?  Apakah kalau diam termasuk berbohong? 

TAN:

Kalau diam itu adalah tindakan yang bijaksana ya why not? Kalau berjihad membela nihilisme itu dianggap tindakan bijaksana ya silakan saja. Siapa yang mau melarang.

TL:

Nuduh ya? Kapan dan dimana dikatakan sesudah panca skandha hancur tak ada apa-apa lagi? sumbernya mana?

TAN:

Lho.. kalau ga mau dituduh "tidak ada apa-apa lagi" berarti masih ada apa-apa donk. Hayoooo jangan mungkir lagi ya. Mau tetap jadi nihilis ya? hehehehehee

TL:

mau tahu dan mau mengerti juga kagak bisa, yang tahu dan mengerti cuma yang nulis

TAN:

Betul sekali.

Amiduofo,

Tan


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 22 May 2009, 11:11:06 PM
TL:

Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

TAN:

Boleh saja, asal diakui bahwa ajaran non Mahayanis itu juga berasal dari Jain alias pengikut Nigantha Nataputta. Ya kita barter lah. Heheheeheheheheh


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 23 May 2009, 09:49:58 AM
Quote
TL:

Agama Sutra 99% sama dengan Nikaya Pali. Bila Agama Sutra sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain, berarti isi Nikaya Pali 99% sejalan dengan buku-buku Mahayana yang lain.

dulu disekolah matematika dapat berapa mas?

TAN:

Wah dulu bahasa Indonesia Anda dapat berapa? Tulisan sudah jelas begitu masa ga ngerti2.

kutip lagi aahh:

Quote
TAN:

Anda salah besar. Di sini kita membahas sesuatu yang beda. Mari kita lihat apa yang sedang kita bicarakan. Yang kita bicarakan adalah perbandingan Agama Sutra dan Nikaya Pali. Ingat bahwa Agama Sutra hanya salah satu bagian saja dari Kanon Mahayana. Kalau isi Agama Sutra kurang lebih 99 % sama dengan Nikaya Pali. Tetapi karena Mahayana juga memiliki suatu kumpulan yang disebut Sutra-sutra Mahayana (Nama Mahayana Sutra), maka jelas tidak mungkin bahwa Theravada 99 % sama dengan Mahayana.  Ini adalah sesuatu yang beda. Yang satu bicara kitab suci sedangkan yang satu bicara mazhab. Suatu agama yang kitab sucinya benar-benar sama saja bias terpecah menjadi berbagai mazhab, apalagi yang kita sucinya tidak identik. Sutra-sutra Mahayana itu jumlahnya jauh lebih banyak dibanding Agama Sutra. Inilah yang Anda tidak mengerti-ngerti jadi diskusinya tidak maju-maju.
Memang Theravada tidak sama dengan Mahayana, tetapi dalam diskusi ini kita memperbandingkan mana yang lebih masuk akal. Selama diskusi selama beberapa minggu ini belum pernah saya mendapatkan jawaban yang membuktikan bahwa Mahayana “tidak masuk akal.” Malah saya merasa sudah membuktikan bahwa ada beberapa ajaran mazhab non Mahayanis yang tidak masuk akal, seperti mengajarkan nihilisme, dan lain sebagainya.
Justru saya berdiskusi untuk “menguji” mazhab saya sendiri. Tetapi ternyata tidak ada satupun tanggapan rekan-rekan non Mahayanis yang sanggup menggoyangkan sendi-sendi Mahayana.
Mahayana juga nggak merasa sama dengan Theravada kok hehehehee…. Malahan Mahayana tidak mau dikatakan nihilisme.

Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali.  Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:

1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Gitu aja kok kagak ngatri  ^-^`

Quote
TL:

Jadi berbohong bisa dibenarkan ya? asal bijaksana
membunuh bisa dibenarkan, asal bijaksana
mencuri bisa dibenarkan asal bijaksana
asusila bisa dibenarkan asal bijaksana     ;D

Tidak bisa membedakan antara berbohong dengan diam ya mas?  Apakah kalau diam termasuk berbohong? 

TAN:

Kalau diam itu adalah tindakan yang bijaksana ya why not? Kalau berjihad membela nihilisme itu dianggap tindakan bijaksana ya silakan saja. Siapa yang mau melarang.

Kutip lagi aaahh:

Quote
TL:

Iya kan saya hanya mengikuti perumpamaan mas Tan: "(Tan mode: on)" 
Saya catat pernyataan mas Tan, jadi Buddhanya di Mahayana sah-sah saja berbohong? demi alasan bijaksana?

TAN:

Hm bagaimana ya? Karena kita beda pandangan di sini. Bagi saya tindakan semacam itu bukan berbohong. Kita kadang harus bijaksana dalam menjawab sesuatu. Supaya orang seperti Anda bisa mengerti, saya kasih satu contoh dah. Umpamanya Anda punya anak atau keponakan yang masih kecil dan ingusan, terus dia bertanya: “Darimana datangnya adik bayi?” Pertanyaannya apakah Anda akan memberikan jawaban: “O iya adik bayi itu datangnya dari hubungan [tiiiittttt sensor], caranya alat [tiittttt..sensor] dimasukkan ke [tiittttt…sensor]…..” Begitu ya? Jawaban yang bijak adalah mengatakan: “Adik bayi itu datang dibawa burung bangau.” Nah, apakah jawaban itu adalah kebohongan? Tidak. Karena itu adalah jawaban terbaik yang dapat diberikan. Anda mungkin akan berkilah dengan mengatakan, “Ah, tunggu kamu besar, nanti khan tahu sendiri.” Tetapi ingat ini bukan jawaban. Efek negatifnya akan lebih besar. Sang anak jadi penasaran dan kemungkinan mencari dari sumber-sumber lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Selanjutnya, kasus yang saya ungkapkan dalam posting sebelumnya juga belum Anda jawab. Apakah bijaksana memberitahu kondisi yang sebenarnya pada sang ayah yang sakit jantung atau depresi? Sebaiknya Anda jawab pertanyaan ini.
Apakah sah-sah saja seorang Buddha di Mahayana berbohong? Pertanyaan ini tidak valid, karena Mahayana tidak menganggapnya sebagai kebohongan

kutip lagi aaaahh untuk menyegarkan ingatan:

Quote
TL:

Apakah mas Tan membaca menurut prajna paramita sutra dikatakan MEREKA YANG MENGIKUTI JALAN PRATYEKA BUDDHA DAN SRAVAKA BUDDHA DIANGGAP TELAH BERADA DIBAWAH PENGARUH MARA?

Pada bagian lain di SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA DIKATAKAN BAHWA ARAHAT HANYA PENGHENTIAN SEMENTARA, yang diumpamakan kafilah yang berjalan jauh lalu menemukan sebuah kota, lalu rombongan kafilah DIBOHONGI oleh pemimpin kafilah yang mengatakan bahwa mereka telah sampai tujuan. Apa iya Seorang Buddha suka berbohong?

Renungkan sendiri kedua pernyataan dari kitab suci Prajna Paramita sutra dan Saddharma Pundarika sutra ini, kontradiktif atau tidak?

Pertanyaan: bila jalan Sravaka Buddha itu dibawah pengaruh Mara mengapa dikatakan di Saddharma Pundarika bahwa itu hanya penghentian sementara? Apakah Buddha bersekutu dengan Mara di dalam doktrin Mahayana?

TAN:

Apakah maksudnya di bawah “pengaruh Mara”? Anda perlu membaca Sutra itu secara lengkap untuk memahami maksudnya. Maksudnya adalah seseorang yang merasa bahwa diri mereka sudah sempurna dan tidak perlu melakukan apa-apa lagi. Orang yang merasa sudah “sempurna” justru belum “sempurna.” Mengapa? Karena “sempurna” hanya ada bila dikontraskan dengan “tidak sempurna.” Nah, dengan demikian, bila dualisme telah dilampaui, masih adakah “sempurna” dan “tidak sempurna”? Oleh karena itu, orang yang telah “sempurna” justru tidak akan merasa “sempurna” lagi. Tetapi mereka juga tak akan merasa “tidak sempurna.” Mereka telah menyelami kedemikianan segala sesuatu (tathata) dan terbebas dari segenap label.
Sutra Sadharmapundarika menyebutkan pula sebagai contoh, 500 orang bhikshu yang meninggalkan pasamuan, ketika Buddha memaparkan mengenai sutra ini. Mereka merasa diri telah “sempurna” dan tak perlu belajar lagi. Inilah yang disebut “kesombongan spiritual.” Merasa malu atau enggan mempelajari sesuatu yang mereka anggap rendah. Inilah sebabnya Sutra menyebabkan berada “di bawah pengaruh Mara.” Tentu ini adalah suatu metafora atau perumpamaan bagi hal tersebut.
Kedua, mengapa disebut “penghentian sementara”? Ini untuk menghapuskan pandangan salah bahwa perealisasian sravaka atau pratykebuddha itu adalah suatu “kemandekan.” Selain itu, yang patut diingat goal bagi Mahayana adalah Samyaksambuddha. Oleh karena itu, dalam konteks ini hendaknya istilah “penghentian sementara” itu dipahami.
Apakah Buddha berbohong dan bersekutu dengan Mara? Jawabannya tentu saja tidak. Kesimpulan yang keliru. Oleh karena itu, kedua Sutra itu tidak bertolak belakang. Keduanya mengkaji dari sudut pandang yang berbeda. Semua praktisi Mahayana yang mendalami Mahayana akan tahu betul tentang hal ini.

baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?   ;D

Oh ya ngomong-ngomong Prajnaparamita mas Tan punya "The large Sutra of Perfect Wisdom (Abhisamayalankara)?" yang diterjemahkan oleh Edward Conze?

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?  ^-^

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.
Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?  ^-^

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.

Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.

Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.   ^-^

Quote
TL:

Nuduh ya? Kapan dan dimana dikatakan sesudah panca skandha hancur tak ada apa-apa lagi? sumbernya mana?

TAN:

Lho.. kalau ga mau dituduh "tidak ada apa-apa lagi" berarti masih ada apa-apa donk. Hayoooo jangan mungkir lagi ya. Mau tetap jadi nihilis ya? hehehehehee

Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi, menuduh tanpa dasar, tanpa referensi    ^-^

Quote
TL:

mau tahu dan mau mengerti juga kagak bisa, yang tahu dan mengerti cuma yang nulis

TAN:

Betul sekali.

Amiduofo,

Tan

yang nulis bikin bingung siapa? tauk ah gelaaap  ;D

Quote
Quote
Quote
TL

Berbicara mengenai pertanyaan spekulatif yang tak keruan juntrungannya, apakah berhentinya fungsi rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti atau tak bisa berhenti? 

TAN:

Rumah sebagai tempat perlindungan bisa berhenti dengan dua cara:

1.Tidak ada orang lagi yang tinggal di sana. Kalau tidak yang berlindung di dalamnya, apakah dapat disebut tempat berlindung?
2.Rumahnya rusak dan tidak dapat memenuhi fungsi sebagai tempat berlindung.

Jadi rumah tidak harus hancur. Rumah memang anitya, tetapi ingat anitya tidak sama dengan nihilisme. Rumah mungkin hancur menjadi unsur2 penyusunnya. Tetapi ingat unsur2 penyusun ini tetap ada. Karena itu analogi itu tidak dapat mendukung pendapat Anda
lain yang yang ditanyakan lain yang dijawab. perhatikan kalimat berikut:

ada fungsi rumah sebagai tempat perlindungan yang telah berhenti, simak baik-baik pertanyaannya: apakah penghentian fungsinya akan berhenti atau tidak berhenti?

Berhenti atau tidak berhenti?   ;D


Quote
Quote
Quote
TL:

Demikian juga dengan mahluk hidup,
mahluk hidup bertumimbal lahir selama masa yang tak terhitung disebabkan kemelekatan pada panca khandha, kemelekatan ini sendiri merupakan kondisi,  apakah yang menyebabkan kemelekatan pada pancakhandha? akarnya adalah Moha/Avijja.

Bila kemelekatan kepada pancakhandha berakhir maka kita terbebas dari kondisi-kondisi, karena kondisi-kondisi yang tercipta disebabkan oleh kemelekatan kepada pancakhandha ini talah berhenti, itulah yang disebut Nibbana.

Jadi Nibbana (anupadisesa Nibbana) adalah keadaan yang tak berkondisi, bedakan dengan Saupadisesa Nibbana yang masih memiliki kondisi karena masih adanya pancakhandha. (maksudnya Saupadisesa Nibbana adalah mencapai Nibbana selama masih memiliki bentuk sebagai manusia, dewa, maupun Brahma dengan kata lain masih hidup belum meninggal)

TAN:

Jadi menurut Anda: anupadisesa nibanna tak berkondisi, sedangkan saupadisesa nibanna masih berkondisi? Jadi ada dua jenis nibanna yang berbeda kalau begitu? Apakah menurut Anda dengan demikian anupadisesa nibanna lebih tinggi dari saupadisesa nibanna? Jika anupadisesa nibanna “lebih tinggi” dari saupadisesa nibanna bukankan itu adalah suatu “kondisi” (dalam artian lebih tinggi dan rendah)?  Anda mengatakan saupadisesa nibanna masih berkondisi. Artinya “nibanna” masih bisa berkondisi dan tidak bukan? Bisa “berkondisi dan tidak” bukankah itu adalah suatu kondisi. Ingat ini Anda sendiri yang menyatakan lho.
kalau tidak mengerti jangan membantah mas, seorang Arahat telah mengalami Nibbana dalam kehidupan ini juga, bukan sesudah wafat. Jangankan Arahat, seorang Sotapanna juga merasakan Nibbana sewaktu masih hidup bukan sesudah meninggal.

Membandingkan Nirvana tinggi atau rendah adalah pertanyaan penuh konsep dari orang yang tak mengerti, Nirvana tak ada lebih tinggi atau lebih rendah kalau seorang Ariya mencapai Nirvana sewaktu duduk bermeditasi tentu saja ada kondisi yaitu tubuhnya sendiri, yang masih utuh.

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?

Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab  ^-^

metta

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 23 May 2009, 10:00:36 AM
Pertanyaan umum:

bila seseorang belum Parinibbana, apakah dia bisa mengatakan bahwa Parinibbana itu begini, Parinibbana begitu?

Kecuali ia telah mengalami Parinibbana kemudian muncul lagi dari Parinibbana.

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Sekarang Saya bertanya kepada kaum Mahayanis Apakah Buddha ketika mengatakan mengenai Parinibbana Beliau telah Parinibbana? demikian juga para bhikkhu yang mengutip pernyataan dan menuliskan dalam sutra, apakah mereka pernah Parinibbana?

Bila jawabannya tidak maka:

Ini adalah perumpamaan orang buta menuntun orang buta.

Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 23 May 2009, 10:05:13 AM
TL:

Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

TAN:

Boleh saja, asal diakui bahwa ajaran non Mahayanis itu juga berasal dari Jain alias pengikut Nigantha Nataputta. Ya kita barter lah. Heheheeheheheheh


Amiduofo,

Tan

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 23 May 2009, 10:06:58 AM
TL:

Bagus, lebih keren pakai kacamata kuda mas Tan, Saya bukan mencari kebenaran sejati tetapi saya memihak  pada kebenaran sejati, dimanapun itu berada. Sesuai slogan saya: The truth and nothing but the truth....

TAN:

Orang K juga menganggap agamanya sebagai kebenaran sejati. God is truth... etc...etc... Hm lalu mana yang benar-benar "truth" ya. Hahahaahahah
The highest truth is NO TRUTH.

Amiduofo,

Tan

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     ^-^


Benar nggak mas?   :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 23 May 2009, 04:18:21 PM
Daripada debat gak ada juntrungannya, silahkan bro. truth lover mengutip dari kitab Hindu mana yang katanya dijiplak Mahayana itu? Kan beres toh?

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 23 May 2009, 05:11:36 PM
Quote
1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Saya heran kok dari dulu poin kaya gini ini yang didebatin ya?

Agama sutra di Tripitaka Mahayana (Dazang Jing) itu sebenarnya kitab-kitab aliran Mahasanghika dan Sarvastivada juga Kasyapiya.

Ke-18 sekte awal agama Buddha semuanya mempunyai 5 kitab pegangan yaitu:
1. Digha (Dirgha)
2. Majjhima (Madhya)
3. Samyutta (Samyukta)
4. Anguttara (Ekottara)
5. Kuhuddaka (Ksudraka)

Isi agama sutra antar sekte banyak yang mirip, namun juga ada bedanya dikit-dikit.

Isinya adalah ajaran Shravakayana. Isinya tentu tidak bertentangan dengan Mahayana.

Karena seorang Bodhisattva juga harus mempelajari ajaran Shravaka dan Pratyekabuddha, maka sutra-sutra Hinayana juga termasuk dalam pembelajaran mereka.

Agama-agama Sutra adalah fondasi agama Buddha, Sutra-sutra Mahayana adalah perkembangannya / lanjutannya.

Sebuah perkembangan tentu tidak akan sama persis seperti asalnya bukan? Ini adalah kenyataan yang bahkan semua orang pun bisa paham. Maka dari itu bro. Tan mengatakan bahwa jelas tidak mungkin bahwa Theravada 99 % sama dengan Mahayana.

namun berbeda bukan berarti bertentangan.

Bagi Shravakayana, pencapaian arhat sudah finish. Bagi Mahayana belum. Bagi Shravakayana ajaran tentang tingkatan Bodhisattva dalam Mahayana tidak dapat diterima, maka dari itu bagi Shravakayana, keduanya tidak sejalan.

Namun bagi Mahayana, keduanya sejalan karena Mahayana juga mengakui bahwa Sang Buddha pernah juga  mengajarkan bahwa pencapaian Arhat sudah finish. Ini adalah tindakan terampil sang Buddha untuk menyesuaikan dengan batin para makhluk pada saat itu. Pembahasan tentang ini sudah dibahas sejak dulu di forum ini.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 23 May 2009, 05:19:45 PM
Oya utk ko Tan,

Thx banget ya udah bantuin jawabin pertanyaan2 di sini, jadi tdk terbengkalai hehe...

Oya OOT, happy b day juga ya ko Tan... telat nih.. hehe... gak nyangka kalau tanggal ultahnya ko2 sama dengan daku....

Ngmg2 kita sama2 di Sby, gmn klo ketemuan?  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 25 May 2009, 08:21:28 AM
 [at]  Ructor
Post anda saya hapus, jika memang ingin berdiskusi, silahkan berdiskusi dengan baik.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 25 May 2009, 08:46:10 AM
Quote
1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Saya heran kok dari dulu poin kaya gini ini yang didebatin ya?

Agama sutra di Tripitaka Mahayana (Dazang Jing) itu sebenarnya kitab-kitab aliran Mahasanghika dan Sarvastivada juga Kasyapiya.


Ke-18 sekte awal agama Buddha semuanya mempunyai 5 kitab pegangan yaitu:
1. Digha (Dirgha)
2. Majjhima (Madhya)
3. Samyutta (Samyukta)
4. Anguttara (Ekottara)
5. Kuhuddaka (Ksudraka)

Isi agama sutra antar sekte banyak yang mirip, namun juga ada bedanya dikit-dikit.

Isinya adalah ajaran Shravakayana. Isinya tentu tidak bertentangan dengan Mahayana.

Karena seorang Bodhisattva juga harus mempelajari ajaran Shravaka dan Pratyekabuddha, maka sutra-sutra Hinayana juga termasuk dalam pembelajaran mereka.

Agama-agama Sutra adalah fondasi agama Buddha, Sutra-sutra Mahayana adalah perkembangannya / lanjutannya.

Sebuah perkembangan tentu tidak akan sama persis seperti asalnya bukan? Ini adalah kenyataan yang bahkan semua orang pun bisa paham. Maka dari itu bro. Tan mengatakan bahwa jelas tidak mungkin bahwa Theravada 99 % sama dengan Mahayana.

namun berbeda bukan berarti bertentangan.

Bagi Shravakayana, pencapaian arhat sudah finish. Bagi Mahayana belum. Bagi Shravakayana ajaran tentang tingkatan Bodhisattva dalam Mahayana tidak dapat diterima, maka dari itu bagi Shravakayana, keduanya tidak sejalan.

Namun bagi Mahayana, keduanya sejalan karena Mahayana juga mengakui bahwa Sang Buddha pernah juga  mengajarkan bahwa pencapaian Arhat sudah finish. Ini adalah tindakan terampil sang Buddha untuk menyesuaikan dengan batin para makhluk pada saat itu. Pembahasan tentang ini sudah dibahas sejak dulu di forum ini.

 _/\_
The Siddha Wanderer

^
^
se7

I am shallow and ignorant in my knowledge and I try to not incur malicious karma by misinforming. There are Theravada Sutras which are studied by Mahayana students, and those which I am fortunate enough to be acquainted with will be presented here.
 
1.Digha Nikaya
2.Majjhima Nikaya
3.Samyutta Nikaya
4.Anguttara Nikaya
5.Khuddaka Nikaya

[at] gandalf
kamu kemana saja, bantu-in mr. Tan donk, gimana sech, petapa sakti kita?
jangan naik2 gunung melulu, disini j, wakakaka.....

oh, piye toh, gandalf arek2 suroboyo toh... ;D

untung ada si sobat darma, ama MOD MODEL 'ON'  ^-^  ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 27 May 2009, 03:30:24 PM
at Gandalf:

Boleh. Kalau berminat ketemuan boleh hubungi hp saya di 0816658902. Tetapi saya Sabtu ini akan bertolak ke Semarang, sekitar 2 bulan. Mungkin baru balik Surabaya sekitar bulan Agustus.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 27 May 2009, 11:17:41 PM
TL:

Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali.  Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:

1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Gitu aja kok kagak ngatri

TAN:

Anda sudah dikasih tahu berulang-ulang tetapi tidak mau mengerti. [Ada apa ya gerangan?] Saya ulangi lagi. Selain Agama Sutra, Mahayana juga mempunyai sutra-sutra Mahayana. Apakah ajarannya bertentangan? Tergantung sudut pandang Anda. Bagi saya tidak bertentangan. Kalaupun dalam sutra-sutra Mahayana ada yang seolah-olah mencela pratyekabuddha dan sravaka, maka itu bukanlah celaan kepada suatu aliran tertentu. Anda perlu melihat konteksnya, mengapa Buddha dalam Sutra Mahayana tersebut mengatakan demikian.
Sebagai contoh dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha mengatakan ke 500 arahat yang meninggalkan persamuan sebagai "dikuasai." Coba liat alasannya. Para arahat itu "merasa" dirinya telah mencapai pencerahan sempurna, sehingga mengira bahwa mereka tidak perlu lagi belajar. Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Nah, apakah seorang arahat dalam aliran non Mahayanis dapat merasa dirinya telah mencapai pencerahan? Bila tidak, maka pengertian shravaka dan pratyekabuddha dalam Mahayana tidaklah sama dengan savaka dan paccekabuddha dalam non Mahayana. Inilah yang perlu kita tempatkan dalam proporsinya masing2. Tidak bisa semuanya dihantam sama. Jadi selama ini apa yang Anda tuduhkan sangat tidak valid.
Ajaran keduanya mungkin memang berbeda, tetapi yang berbeda belum tentu bertentangan; kecuali ada pihak-pihak yang memaksakannya sebagai pertentangan. Sejauh kita memahami konteksnya tidak ada yang perlu dianggap bertentangan.

TL:

Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.

Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.  

TAN:

Hahaha! Sangat lucu. Ingat shravaka dan pratyekabuddha TIDAK mengacu pada suatu aliran tertentu. Bagaimana bisa dikatakan bahwa kutipan sutra di atas menjelek-jelekkan suatu aliran tertentu? Mungkin ada baiknya ada melatih logika atau kemampuan berbahasa Anda, sehingga dapat memahami suatu kutipan dengan baik. Sekarang saya balik bertanya. Oke mungkin memang benar Tipitaka Pali tidak pernah menjelek2an aliran lain, tetapi masalahnya apakah penganut Tipitaka Pali juga tidak pernah mendiskreditkan aliran lain?

TL:

Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi,  menuduh tanpa dasar, tanpa referensi


TAN:

Hahahaha. Pintar sekali Anda mengelak. Sungguh jurus mengelak Anda setajam silet. Tetapi saya kembalikan lagi ke pokok persoalannya, ya. Bila Anda tidak mau dituduh bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa lagi," maka tentunya berarti Anda setuju bahwa setelah nirvana "masih ada apa-apa" bukan? Jika Anda mengatakan bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa" lagi berarti "tuduhan" saya benar adanya. Hayooo jangan mengelak lagi.

TL:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TAN:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TL:

baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?

TAN:

Susah juga. Anda masih ngeyel bahwa itu adalah "berbohong." Bagi saya itu tidak berbohong, jadi ungkapan Anda di atas tidak valid dan bukan keharusan bagi saya untuk menjawabnya.

TL:

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik  merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

TAN:

Buku Filsafat India terbitan Pustaka Pelajar.

TL:

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     chuckle


Benar nggak mas?  

TAN:

Salah besar dong. Bahasa Inggris Anda dapat berapa? Terus pernah belajar bahasa Sansekerta tidak? No-truth kok bisa disamakan dengan A-Dharma? Adharma itu terjemahannya yang tepat "sesuatu yang bertentangan dengan Dharma." Awalan A itu menunjukkan suatu negasi atau ingkaran. A Dharma itu lebih tepatnya NON TRUTH. No Truth artinya kebijaksanaan keshunyataan. Itu baru highest truth dan bukan diterjemahkan seenak perut sendiri sebagai A-Dharma. Lama-lama makin menggelikan juga.

TL:

Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.

TAN:

Sang Buddha memang dengan pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya yang sangat dalam tak terukur memang tak mungkin terjebak dalam spekulasi..... tetapi bagaimana dengan Anda?

TL:

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?

Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab

TAN:

Saya memang tidak mau menjawabnya. Bereskan dulu topik-topik yang belum selesai.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 27 May 2009, 11:24:53 PM
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.

Sdr Tan,
Sang Buddha dalam banyak Sutta selalu menegaskan bahwa Beliau telah mencapai Penerangan Sempurna, bagaimana ini? saya tidak ingin turut dalam perdebatan ini, hanya ingin klarifikasi saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 28 May 2009, 04:25:12 PM
Sang Bhagavà berkata. ‘Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.’


disitu SangBuddha menyatakan-nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 28 May 2009, 05:50:36 PM
Quote
Quote from: Tan on Yesterday at 11:17:41 PM
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.


wahhh... klo di DN mah banyak Sang Buddha menyatakan beliau telah mencapai penerangan sempurna...

ntah dari mana nich bung tan dapat 'pengetahuan' ini
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 29 May 2009, 08:10:14 AM
Quote
Quote from: Tan on Yesterday at 11:17:41 PM
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.


wahhh... klo di DN mah banyak Sang Buddha menyatakan beliau telah mencapai penerangan sempurna...

ntah dari mana nich bung tan dapat 'pengetahuan' ini

Mungkin di Sutra Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengklaim bahwa sudah mencapai Pencerahan ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 29 May 2009, 09:01:39 AM
Sang Bhagavà berkata. 'Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.'


disitu SangBuddha menyatakan-nya.

sharusnya mungkn dlm sutta itu sang buddha brkata 'aku' telah mencapai. . .yang tiada tandingan. . .
Tpi dalam sutta itu sng buddha koq berkata pakai kata 'beliau' dan 'nya', bukankah ini kalimat langsung/direct dari sang buddha? cmiiw.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 29 May 2009, 09:41:22 AM
Sang Bhagavà berkata. 'Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.'


disitu SangBuddha menyatakan-nya.

sharusnya mungkn dlm sutta itu sang buddha brkata 'aku' telah mencapai. . .yang tiada tandingan. . .
Tpi dalam sutta itu sng buddha koq berkata pakai kata 'beliau' dan 'nya', bukankah ini kalimat langsung/direct dari sang buddha? cmiiw.

Betul sekali. Perkataan itu adalah merujuk pada orang ke tiga, yaitu Tathagata. Di situ tidak ada klaim bahwa Buddha Gotama adalah yang telah mencapai penerangan sempurna.

Untuk pernyataan Buddha Gotama sendiri, dalam Mahapadana Sutta, sedikitnya empat kali tercatat Buddha mengatakan "Ahaṃ etarahi arahaṃ sammāsambuddho" "saya sendiri Arahat Sammasambuddha".
Jadi dalam Tradisi Hinayana, Buddha memang menyatakan pencerahan sempurnanya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 May 2009, 04:28:48 PM
Baik, di sini saya tanggapi semuanya. Orang yang telah mencapai penerangan sempurna tentu tidak akan merasa "aku" mencapai penerangan sempurna. Jika dia merasa bahwa ada "aku" yang telah mencapai penerangan sempurna, maka itu berarti adalah ajaran eternalisme yang berpusat pada "atman." Selain itu menurut Prajna Paramita Hrdaya Sutra, tidak ada sesuatu yang "dicapai." Itulah sebabnya, jelas sekali Mahayana bukan eternalisme.
Mengapa Sang Buddha "memproklamirkan" penerangan sempurnanya? Itu hanya ditujukan bagi umat awam yang belum mencapai penerangan sempurna. Para makhluk memang harus diajar dengan cara demikian, yakni diberi tahu bahwa "ada" yang namanya penerangan sempurna. Tetapi begitu mereka telah merealisasi penerangan itu, maka tidak ada lagi yang direalisasi, termasuk penerangan sempurna itu sendiri. Ia telah memasuki "kedemikianan" segala sesuatu.

Justru kalau seseorang merasa dirinya telah sempurna, maka penerangan sempurnanya itu yang patut dipertanyakan. Orang yang telah benar-benar "sempurna" justru tidak akan merasa dirinya "sempurna"? Mengapa? Jawabnya karena dualisme sudah PADAM. Orang merasa dirinya "sempurna" karena membandingkan dengan sesuatu yang "tidak sempurna." Saya merasa nilai ujian matematika, saya sempurna dapat nilai 100, karena membandingkan dengan teman yang mendapat nilai 80, 70, 60, atau bahkan 50. Tetapi jika dualisme telah dilampaui, tentu tidak ada lagi yang namanya "sempurna" dan "tidak sempurna."

"Merasa" diri sempurna berbeda dengan "mengatakan" bahwa diri sempurna. Tathagata mengatakan demikian, sebagai rujukan untuk mengajar para makhluk. Memang dalam Sutra Samdhinirmocana ada diungkapkan bahwa seorang Buddha mengajar umat manusia dengan kata-kata konvensional. Kata-kata konvensional walau tidak mengungkapkan paramartha satya secara utuh, namun berguna dalam menyampaikan sesuatu. Ibaratnya jari yang menunjuk bulan. Kalau tidak ada "jari" apakah yang hendak dipergunakan menunjuk "bulan"?

Oleh karena itu, di dalam Sutra Sadharmapundarika jelas sekali para "shravaka" yang merasa dirinya telah "sempurna" bukanlah "shravaka" sejati. Inilah yang hendak ditekankan dalam Sutra tersebut, jadi bukan ejekan terhadap suatu aliran tertentu. Shravaka sejati tentu tidak akan merasa ada "aku" yang telah sempurna, pun "sempurna" dan "tidak sempurna" sudah pupus dalam dirinya.

Semoga penjelasan ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 30 May 2009, 04:32:56 PM
Tambahan.....

Ingat..ingat... dalam Zen ada disebutkan bahwa sebuah koan (Mandarin: gongan) tidak boleh ditiru. Seorang Samyaksambuddha mungkin boleh memproklamirkan bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Tetapi apakah itu berarti bahwa orang yang bukan Samyaksambuddha juga boleh menggembar-gemborkan bahwa ia telah mencapai penerangan sempurna? Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 30 May 2009, 06:18:50 PM
Tambahan.....

Ingat..ingat... dalam Zen ada disebutkan bahwa sebuah koan (Mandarin: gongan) tidak boleh ditiru. Seorang Samyaksambuddha mungkin boleh memproklamirkan bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Tetapi apakah itu berarti bahwa orang yang bukan Samyaksambuddha juga boleh menggembar-gemborkan bahwa ia telah mencapai penerangan sempurna? Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Amiduofo,

Tan

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 03:15:31 PM
INDRA:

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan

TAN:

Benar. Tapi dari mana Anda tahu bahwa Sang Buddha "yakin sekali" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan? Mungkin Anda menjawab berdasarkan "kata-kata dari Sutta." Tetapi itu hanya kata-kata. Tak ada seorangpun yang akan pernah tahu apa yang sesungguhnya "diyakini" atau "dirasakan" Buddha. Sebagai tambahan lagi, Sutta2 atau Sutra2 itu tidak ditulis sendiri oleh Buddha. Semuanya diyakini berasal dari Ananda. Tetapi apakah benar dari Ananda? Secara tradisi ya. Tetapi apakah benar demikian? Kita tidak tahu. Tidak ada bukti sejarah yang menyatakan demikian. Semuanya hanya berdasarkan "belief." Oleh karena itu, bagi saya tidak seorangpun sanggup mengetahui dengan pasti atau yakin 100 % mengenai apa yang "dirasakan" atau "diyakini" Buddha.
Kedua, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, kalau memang bahwa apa yang ada dalam Sutta itu dikatakan oleh Sang Buddha, maka itu adalah semata-mata upaya Beliau untuk mengajar para makhluk. Jadi mereka mengenal bahwa ada yang disebut "Penerangan Sempurna" tersebut. Ini adalah "jalan keluar" dari samsara. Tetapi menurut pandangan Mahayana (rujukan: Sutra Hati/ Prajna Paramita Hrdaya Sutra) begitu pencerahan dicapai maka tidak ada lagi "pencerahan," alasan:

1.Tidak ada lagi dualisme antara "pencerahan" dan "bukan pencerahan."
2.Menurut Mahayana nirvana dan samsara adalah "identik" atau tanpa dualisme di antaranya.

Bila demikian, masih adakah suatu "atman" yang "merasa" tercerahi? Saya kira ini akan dapat Anda jawab dengan mudah.

Jika dikatakan bahwa Sang Buddha "yakin sekali" dan bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan, maka ini akan kontradiksi dengan penjelasan rekan-rekan non Mahayanis lainnya, bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, segenap pancaskandha yang membentuk suatu "aku" telah padam. Jika sang "aku" telah padam, apakah mungkin ada "aku" yang merasa tercerahi?

Saya kira penjelasan saya tidak OOT. Semoga penjelasan singkat ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 03:23:56 PM
UPASAKA:

Mungkin di Sutra Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengklaim bahwa sudah mencapai Pencerahan ya?

TAN:

Tidak juga. Mahayana mengakui semua sutra yang berada dalam Agama Sutra. Saya sendiri mempelajari Agama Sutra (Ahanjing) dan juga Panca Nikaya Pali. Semua menyebutkan gelaran Buddha sebagai Samyaksambuddha  (Fo atau San Miao San Pu duo), Arahat (Aluohan), Sasta deva manusyanam (tian ren shi), dan lain sebagainya. Kedua dalam Sutra2 Mahayana juga dicatat gelaran2 Buddha semacam itu. Namun, sekali lagi saya uraikan, Buddha menyatakan mengenai pencerahan sempurna adalah demi membimbing para makhluk menapaki jalan yang sama dengan Beliau demi "membebaskan" dirinya dari samsara.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 31 May 2009, 06:50:15 PM
Quote
Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

apakah hanya sekadar asumsi atau emang ada ancaman dlm Buddhism (terutama utk mazhab Mahayana)?
mohon dijawab dg statement pendukung yg sahih dlm 'sutra'.

makasih.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 09:03:37 PM
XUVIE:

apakah hanya sekadar asumsi atau emang ada ancaman dlm Buddhism (terutama utk mazhab Mahayana)?
mohon dijawab dg statement pendukung yg sahih dlm 'sutra'.

makasih.

TAN:

Anda salah besar. Itu bukan ancaman. Anda silakan baca dalam riwayat para Mahaguru Zen. Salah satunya adalah kisah tentang seorang guru yang melihat siswanya duduk bermeditasi guna mencapai pencerahan.
Guru : Mengapa engkau duduk bermeditasi
Murid : Untuk mencapai pencerahan

Sang guru mengambil sebuah batu dan menggosoknya. Murid bertanya: Guru mengapa engkau menggosok batu itu?
Guru: Untuk mengubahnya menjadi cermin!
Murid: Bagaimana mungkin batu berubah menjadi cermin?
Guru : Kalau batu bisa tidak bisa berubah menjadi cermin, bagaimana mungkin dengan duduk bermeditasi bisa menjadi Buddha.

Banyak contoh lainnya. Seorang bhikshu Zen pernah menghangatkan dirinya dengan membakar patung Buddha. Tetapi bhikshu ini sudah mencapai wawasan spiritual yang tinggi. Namun kalau Anda menirunya dengan membakar patung Buddha, maka itu jelas tidak membawa suatu pencerahan spiritual yang tinggi. Bhikshu itu membakar patung Buddha dengan alasan-alasan tertentu yang hanya dapat dipahami oleh orang yang telah mencapai pencerahan spiritual tinggi.

Suatu tindakan spiritual hendaknya bukan sekedar meniru-niru.

PS: Anda menyebutkan "ancaman," namun sebenarnya itu bukan "ancaman." Jadi seharusnya pertanyaan Anda tidak valid dan sesungguhnya saya tidak perlu menjawabnya. Tetapi tidak mengapa, agar setiap orang memperoleh pemahaman yang baik saya akan tetap menjawabnya.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Om Svabhava Suddha Sarva Dharma Svabhava Suddho Ham,


Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 09:07:24 PM
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 31 May 2009, 09:25:45 PM
Begini Sdr. Tan, saya tidak bisa membuktikan kebenaran/ketidak-benaran Tipitaka, jadi saya memilih untuk mengikuti para guru saya untuk mempercayai Tipitaka sampai terbukti salah, dan saya kira anda pun tidak memiliki kualifikasi untuk membantah kebenaran Tipitaka (maaf kalau dugaan saya salah). jadi untuk diskusi kita sebaiknya kita kesampingkan dulu pembahasan benar/salahnya isi Tipitaka.

nah bahwa terdapat banyak rujukan dalam Sutta yang mengatakan bahwa Sang Buddha menyatakan dirinya telah mencapai Pencerahan yang berarti mengkronfontasi statement anda berikut ini:

"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya kira akan lebih bijaksana anda mengemukakan rujukan yg sah untuk membantah ini. tidak cukup hanya dengan diplomasi. maksud saya, tolong tunjukkan sutta/sutra di mana Sang Buddha tidak menganggap dirinya tercerahkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 09:26:42 PM
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan

Menurut saya itu bukan ancaman.
Atau jika menurut Anda itu merupakan ancaman, jadi maksudnya Sang Buddha di Sutta Theravada itu melakukan ancaman ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 31 May 2009, 09:44:29 PM
Terimakasih utk penjelasannya, tp tidak ckp mengenai inti pertanyaan saya.
Saya memakai kata 'ancaman' krn begitulah yg saya lihat.
Baiklah, jika itu bukan ancaman, adakah penjelasan sahih dr sutra yg mengatakan 'mengkopi tindak tanduk orang bijak dpt menjadikan kita laksana badut dan lebih parah lg menjerumuskan ke neraka Avici'?  ???

Itu utk pertanyaan saya sebelumnya yg saya perjelas, sedangkan utk jawaban thdp pertanyaan Pak Ivan,

Utk kejahatan2 besar yg Anda katakan, melukai Buddha, membunuh ayah ibu dll. itu sebuah hal yg rasional. Krn sesuai dg Hukum Kamma, dimana ada aksi maka ada reaksi. apakah maw masuk ke avici atau tidak, ada buah yg dipetik sesuai benih yg ditabur.

Ttg Ambattha Sutta, ya pernah membaca hal tsb. Dan memang sedikit banyak saya pandang sbg sbuah ancaman, krn bbrp hal:
1. Tidak ada contoh kasus sebelumnya dimana kepala ssorg pecah 7 keping krn tidak menjawab pertanyaaan seorang Samma Sambuddha.
2. Bisa saja telah mengalami pergeseran isi sutta, misalnya sedikit banyak telah ditambahkan.
3. Tidak ada alasan kuat yg telah diperbuat Saccaka Niganthaputta yg dpt menghancurkan kepalanya bila tdk dijawab, kembali ke poin 1.
Tp mengenai hal itu lebih bisa saya terima krn bbrp hal yg menyangkut 'belief' saya:
1. Yg mengutarakan adlh seorang Samma Sambuddha
2. Mengikuti 4 mahapadesa, krn tidak terbukti benar atau salahnya, saya hanya bisa bersikap terbuka, tdk setuju pun tdk menentang.

Sedangkan dlm quote Pak Ivan di atas, saya tidak melihat adanya sebuah alasan kuat, terlebih contoh kasus yg diberikan adlh cerita2 Mahaguru Zen. Maaf, saya menangkap pesan moral yg ada pd cerita. Tp bagaimanapun cerita itu, tetaplah sebuah cerita belaka.

Saya hanya bertanya adakah bukti sahih dari sutra, bkn cerita. Secara saya tidak bersentuhan terlalu dlm dg mazhab Mahayana. Jd pertanyaan di atas bukan utk mendiskreditkan.

Jika Anda tidak menjawab scr langsung melainkan berkelit dg cerita, saya pun bisa memberikan sebuah cerita ttg Zen, dari seorang Guru Zen, ketika ditanyakan seseorang, "Guru, setelah ini akan jadi apakah seorang Guru Zen?"
"Akan terlahir jadi seekor keledai atau binatang," dijawab oleh Guru Zen tsb.
"Setelah ini Guru?" kembali ditanyakan orang tsb.
Sang Guru menjawab, "Akan terlahir ke neraka."
Dan orang tsb dg terperanjat bertanya, "Tetapi bukankah Anda seorang Guru Zen?"
Dg tenang Guru tsb menjawab, "Jika bukan saya yg terlahir ke neraka utk menyelamatkan, siapa lagi?"
Apakah ini berarti orang yg mempelajari Buddha Dhamma scr tulus dan mendalam akan terlahir ke neraka? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab, krn saya pun tidak menganggap terlalu serius cerita tsb. Saya hanya sekadar menunjukkan kembali pd Pak Ivan ttg 'cerita'.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 31 May 2009, 10:39:02 PM
saudara Tan yg bijak,
anda mengatakan bahwa, ketika seseorang yang tercerahkan begini dan begitu....
apakah anda sudah tercerahkan? jadi tahu persis....
kalau anda merasa belum tercerahkan, saya ingin tahu dasar apa anda mengatakan statment berikut?
"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya setuju dengan pandangan saudara indra, terkait benar tidaknya...adakah rujukan tentang itu?
karena,Luanta Mahaboowa juga mengeluarkan statment mengenai pencapaian arahat-nya.
apakah beliau itu belum tercerahkan?mohon petunjuknya saudara Tan.


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 10:51:15 PM
INDRA:

Begini Sdr. Tan, saya tidak bisa membuktikan kebenaran/ketidak-benaran Tipitaka, jadi saya memilih untuk mengikuti para guru saya untuk mempercayai Tipitaka sampai terbukti salah, dan saya kira anda pun tidak memiliki kualifikasi untuk membantah kebenaran Tipitaka (maaf kalau dugaan saya salah). jadi untuk diskusi kita sebaiknya kita kesampingkan dulu pembahasan benar/salahnya isi Tipitaka.

nah bahwa terdapat banyak rujukan dalam Sutta yang mengatakan bahwa Sang Buddha menyatakan dirinya telah mencapai Pencerahan yang berarti mengkronfontasi statement anda berikut ini:

"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya kira akan lebih bijaksana anda mengemukakan rujukan yg sah untuk membantah ini. tidak cukup hanya dengan diplomasi. maksud saya, tolong tunjukkan sutta/sutra di mana Sang Buddha tidak menganggap dirinya tercerahkan.

TAN:

Oooo.. Anda mau rujukan ya? Oke2.. saya beri. Rujukannya adalah Sutra Hati atau Sutra Prajna Paramita Hrdaya. Silakan simak baik-baik:

"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.

O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedannya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud. Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu.

Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang.

Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh danakal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang DICAPAI (DIREALISASI).

Karena tiadayang DICAPAI (DIREALISASI), maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan.

Karena tiada kemelekatan dan rintangan, maka tiada takut dan khwatir, dan mereka dapat bebas dari lamuna dan ketidaklaziman, dengan begitu mencapa Parinirvana.

Para Buddha dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang mengandalkan pada kebijaksanaan sempurna memperoleh kesadaran tertinggi.

Maka kita tahu bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci yang Agung, Mantra yang terunggul dan Mantra yang tiada taranya; yang benar dan pasti dapa menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :
Gate Gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha !
Prajna Paramita Hrdaya Sutra"

Silakan perhatikan kata "DIREALISASI" yang saya tulis dengan huruf besar. Kata itu mengacu pada Penerangan Sempurna.

Sebelumnya, saya selaku umat Mahayana dengan tegas menyatakan bahwa Sutra-sutra Mahayana adalah juga berasal dari Hyang Buddha Sakyamuni. Sama seperti Anda, saya juga mengikuti guru-guru saya berpegang pada Sutra-sutra Mahayana, sampai terbukti bahwa sutra2 tersebut salah.

Jadi berdasarkan Sutra Hati di atas jelas sekali Buddha menyatakan bahwa setelah seorang merealisasi Penerangan Sempurna maka justru tiada lagi Penerangan Sempurna. Konsep ini bagi saya sudah cukup jelas, tetapi entah bagi Anda.
Kedua, konsep ini sudah jelas sekali bagi umat yang paham filosofi Mahayana dan bagi umat Mahayana tidak akan timbul pertanyaan2 semacam ini. Nah kutipan Sutra di atas sudah dengan jelas membuktikan bahwa Buddha tidak "merasa" dirinya tercerahkan. Saya kira sudah cukup jelas.

Amiduofo,

Tan



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 10:52:32 PM
UPASAKA:

Menurut saya itu bukan ancaman.
Atau jika menurut Anda itu merupakan ancaman, jadi maksudnya Sang Buddha di Sutta Theravada itu melakukan ancaman ya?

TAN:

Kalau begitu apa yang saya ungkapkan itu juga bukan ancaman. Case Closed.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 10:57:24 PM
Quote from: Tan
TAN:

Oooo.. Anda mau rujukan ya? Oke2.. saya beri. Rujukannya adalah Sutra Hati atau Sutra Prajna Paramita Hrdaya. Silakan simak baik-baik:

"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.

O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedannya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud. Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu.

Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang.

Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh danakal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang DICAPAI (DIREALISASI).

Karena tiadayang DICAPAI (DIREALISASI), maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan.

Karena tiada kemelekatan dan rintangan, maka tiada takut dan khwatir, dan mereka dapat bebas dari lamuna dan ketidaklaziman, dengan begitu mencapa Parinirvana.

Para Buddha dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang mengandalkan pada kebijaksanaan sempurna memperoleh kesadaran tertinggi.

Maka kita tahu bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci yang Agung, Mantra yang terunggul dan Mantra yang tiada taranya; yang benar dan pasti dapa menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :
Gate Gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha !
Prajna Paramita Hrdaya Sutra"

Silakan perhatikan kata "DIREALISASI" yang saya tulis dengan huruf besar. Kata itu mengacu pada Penerangan Sempurna.

Sebelumnya, saya selaku umat Mahayana dengan tegas menyatakan bahwa Sutra-sutra Mahayana adalah juga berasal dari Hyang Buddha Sakyamuni. Sama seperti Anda, saya juga mengikuti guru-guru saya berpegang pada Sutra-sutra Mahayana, sampai terbukti bahwa sutra2 tersebut salah.

Jadi berdasarkan Sutra Hati di atas jelas sekali Buddha menyatakan bahwa setelah seorang merealisasi Penerangan Sempurna maka justru tiada lagi Penerangan Sempurna. Konsep ini bagi saya sudah cukup jelas, tetapi entah bagi Anda.
Kedua, konsep ini sudah jelas sekali bagi umat yang paham filosofi Mahayana dan bagi umat Mahayana tidak akan timbul pertanyaan2 semacam ini. Nah kutipan Sutra di atas sudah dengan jelas membuktikan bahwa Buddha tidak "merasa" dirinya tercerahkan. Saya kira sudah cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Jadi maksudnya Bodhisattva Avalokitesvara sudah merealisasi Pencerahan ya?

Kok bisa sudah mencapai Nirvana (baca : menjadi Buddha) tapi masih bergelar Boddhisattva (baca : masih menderita)...?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 10:58:17 PM
MARCEDES:

saudara Tan yg bijak,
anda mengatakan bahwa, ketika seseorang yang tercerahkan begini dan begitu....
apakah anda sudah tercerahkan? jadi tahu persis....
kalau anda merasa belum tercerahkan, saya ingin tahu dasar apa anda mengatakan statment berikut?
"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya setuju dengan pandangan saudara indra, terkait benar tidaknya...adakah rujukan tentang itu?
karena,Luanta Mahaboowa juga mengeluarkan statment mengenai pencapaian arahat-nya.
apakah beliau itu belum tercerahkan?mohon petunjuknya saudara Tan.

TAN:

Apa yang saya ungkapkan itu dari penelaahan Sutra-sutra beserta doktrin Mahayana. Sumber sutranya sudah saya kutipkan di atas yaitu Sutra Hati. Saya kira sudah cukup jelas. Hmmm jadi Anda setuju ungkapan saya bahwa "anda mengatakan bahwa, ketika seseorang yang tercerahkan begini dan begitu...." Lalu bagaimana dengan posting2 rekan-rekan non Mahayanis yang dengan yakin menyatakan bahwa:

1)Tidak ada apa2 setelah parinirvana, karena pancaskandha sudah padam - ini nihilisme
2)Buddha merasa yakin bahwa dirinya telah mencapai pencerahan

Apakah mereka juga sudah tercerahi?
Mengenai pencerahan Luanta Mahaboowa saya tidak mau komentar apa2.
Dia adalah guru dari aliran non Mahayana dan selain itu saya tidak kenal Beliau. Bukan kapasitas saya untuk mengomentarinya.

Om Mani Padme Hum,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 31 May 2009, 10:59:27 PM
Sdr. Tan, terus terang saya terlalu bodoh untuk memahami sutra yg anda tampilkan, baiklah (anggap) saya menerima validitas sutra rujukan anda, sekarang bagaimana menurut anda dengan statement sebaliknya oleh Sang Buddha mengenai Pencerahan diriNya spt yg telah dikutip oleh rekan2 lainnya di sini? karena kalau ada dua statement yang saling berlawanan, tidak mungkin dua2nya benar
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:00:23 PM
UPASAKA:

Jadi maksudnya Bodhisattva Avalokitesvara sudah merealisasi Pencerahan ya?

Kok bisa sudah mencapai Nirvana (baca : menjadi Buddha) tapi masih bergelar Boddhisattva (baca : masih menderita)...?

TAN:

Ini pertanyaan OOT. Kita tidak sedang membahas Bodhisattva Avalokitesvara. Mohon maaf. Saya tidak mau terpancing membahas masalah ini, karena pembicaraan akan melebar. Silakan buka thread lain tentang Avalokitesvara, saya akan menanggapinya kalau ada waktu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:02:00 PM
UPASAKA:

Jadi maksudnya Bodhisattva Avalokitesvara sudah merealisasi Pencerahan ya?

Kok bisa sudah mencapai Nirvana (baca : menjadi Buddha) tapi masih bergelar Boddhisattva (baca : masih menderita)...?

TAN:

Ini pertanyaan OOT. Kita tidak sedang membahas Bodhisattva Avalokitesvara. Mohon maaf. Saya tidak mau terpancing membahas masalah ini, karena pembicaraan akan melebar. Silakan buka thread lain tentang Avalokitesvara, saya akan menanggapinya kalau ada waktu.

Amiduofo,

Tan


Saya masih bertanya dalam koridor "Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda..."

Harap jawab di sini saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:06:22 PM
INDRA:

Sdr. Tan, terus terang saya terlalu bodoh untuk memahami sutra yg anda tampilkan, baiklah (anggap) saya menerima validitas sutra rujukan anda, sekarang bagaimana menurut anda dengan statement sebaliknya oleh Sang Buddha mengenai Pencerahan diriNya spt yg telah dikutip oleh rekan2 lainnya di sini? karena kalau ada dua statement yang saling berlawanan, tidak mungkin dua2nya benar

TAN:

Kenapa tidak bisa dua-duanya benar? Penafsiran dari sisi Mahayana mengenai Sang Buddha mencapai pencerahannya sudah saya ulas di atas. Baik, akan saya kupas lagi:

1.Sang Buddha menyatakan demikian, bukan karena "merasa" bahwa diriNya telah mencapai Pencerahan, tetapi demi memperlihatkan para makhluk bahwa ada yang namanya Penerangan Sempurna, sehingga para makhluk terdorong untuk ikut menapaki jalan Dharma yang dibawakanNya.

2.Jika benar bahwa Sang Buddha "merasa" telah mencapai Penerangan Sempurna, maka ini akan kontradiksi dengan pernyataan rekan-rekan non Mahayanis di milis ini bahwa bila pancaskandha sebagai pendukung adanya atta telah padam, maka tidak ada lagi atta. Jika tidak ada lagi atta, bagaimana mungkin ada perasaan ada suatu "atta" yang telah mencapai pencerahan (dalam hal ini "diri" Sang Buddha sendiri). Justru kaum non Mahayanis yang harus menjawab pertanyaan ini. Bila Sang Buddha memang "merasa" telah mencapai Pencerahan, maka tentunya ia akan merasa bahwa ada "sesuatu" yang telah mencapai pencerahan. Nah, sekali lagi ini kontradiksi dengan pandangan rekan non Mahayanis pada posting2 sebelumnya.

Demikian tanggapan saya. Semoga cukup jelas.

Om Svabhava Suddha Sarva Dharma Svabhava Suddho Ham,


Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:08:50 PM
UPASAKA:

Saya masih bertanya dalam koridor "Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda..."

Harap jawab di sini saja.

TAN:

Kalau begitu saya mohon maaf. Saya pada kesempatan kali ini tidak bersedia menjawab pertanyaan Anda. Pada suatu milis, peserta diskusi juga punya hak untuk tidak menjawab atau menanggapi suatu pertanyaan. Anda mungkin mengira saya bodoh atau tidak mampu menjawab pertanyaan Anda. Tetapi saya tidak keberatan sama sekali dianggap bodoh atau dungu. Mungkin di lain kesempatan saya akan menjawabnya bila saya rasa waktunya tepat. Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya. Terima kasih.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:09:13 PM
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan

Saya ingin coba memperjelas maksud dari Bro Xuvie...

Apakah yang menjadi referensi Anda untuk menyatakan :

Quote from: Tan
Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

Itu statement yang berasal darimana? Apakah dari Sutra Mahayana, Sutta Theravada, atau dari isi buku-buku karya Ivan Taniputera?

Itu yang dipertanyakan oleh Bro Xuvie. Karena selintas jika dibaca, gaya bahasa statement itu mirip dengan gaya bahasa 10 Tulah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:12:06 PM
Quote from: Tan
TAN:

Kalau begitu saya mohon maaf. Saya pada kesempatan kali ini tidak bersedia menjawab pertanyaan Anda. Pada suatu milis, peserta diskusi juga punya hak untuk tidak menjawab atau menanggapi suatu pertanyaan. Anda mungkin mengira saya bodoh atau tidak mampu menjawab pertanyaan Anda. Tetapi saya tidak keberatan sama sekali dianggap bodoh atau dungu. Mungkin di lain kesempatan saya akan menjawabnya bila saya rasa waktunya tepat. Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya. Terima kasih.

Amiduofo,

Tan

Anda terlalu cerdas bagi saya untuk dikatakan sebagai orang bodoh. :)

Karena Anda tidak ingin menjawabnya sekarang, maka saya tidak memaksa Anda.
Tapi saya ingin mengetahui jelas apa penyebab Anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya itu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:14:42 PM
UPASAKA:

Anda terlalu cerdas bagi saya untuk dikatakan sebagai orang bodoh.

Karena Anda tidak ingin menjawabnya sekarang, maka saya tidak memaksa Anda.
Tapi saya ingin mengetahui jelas apa penyebab Anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya itu.

TAN:

Lho? Bukankan alasannya sudah saya ungkapkan pada posting sebelumnya? Baiklah saya ulangi lagi: Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:17:46 PM
UPASAKA:

Anda terlalu cerdas bagi saya untuk dikatakan sebagai orang bodoh.

Karena Anda tidak ingin menjawabnya sekarang, maka saya tidak memaksa Anda.
Tapi saya ingin mengetahui jelas apa penyebab Anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya itu.

TAN:

Lho? Bukankan alasannya sudah saya ungkapkan pada posting sebelumnya? Baiklah saya ulangi lagi: Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya.

Amiduofo,

Tan

Saya perjelas pertanyaan saya yah...

Memangnya kenapa Anda ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan Non-Mahayanis di posting2 sebelumnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:18:24 PM
UPASAKA:

Itu statement yang berasal darimana? Apakah dari Sutra Mahayana, Sutta Theravada, atau dari isi buku-buku karya Ivan Taniputera?

Itu yang dipertanyakan oleh Bro Xuvie. Karena selintas jika dibaca, gaya bahasa statement itu mirip dengan gaya bahasa 10 Tulah.

TAN:

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:19:43 PM
UPASAKA:

Saya perjelas pertanyaan saya yah...

Memangnya kenapa Anda ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan Non-Mahayanis di posting2 sebelumnya?

TAN:

Saya perjelas jawaban saya ya:

Karena yang namanya suatu masalah ya harus dituntaskan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:23:43 PM
Quote from: Tan
TAN:

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.

Amiduofo,

Tan

Ooo... Pantas. Rupanya dari Buku Zen.
Uhmm... Bisa sekalian diposting di sini referensinya?

Kisah di Ambattha Sutta
-> Itu teguran (kalau dalam kamus Mahayana disebut sebagai wujud maitri-karuna).
    Sang Buddha memberi nasehat, agar pemuda itu tidak terbelah kepalanya.

Uraian mengenai Garuka Kamma
-> Itu pemetaan matriks sebab-akibat.
    Uraian mengenai garuka kamma itu hanyalah penjelasan yang menunjukkan sebab dan akibat.


Pertanyaan selanjutnya... Bagaimanakah jenis narasi-dekripsi yang ditunjukkan oleh referensi Anda itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:25:02 PM
Quote from: Tan
TAN:

Saya perjelas jawaban saya ya:

Karena yang namanya suatu masalah ya harus dituntaskan.

Amiduofo,

Tan

Saya perjelas kembali pertanyaan saya...

Kenapa masalah itu ingin dituntaskan, namun masalah dari saya malah belum mau dituntaskan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:32:39 PM
UPASAKA:

Ooo... Pantas. Rupanya dari Buku Zen.
Uhmm... Bisa sekalian diposting di sini referensinya?

Kisah di Ambattha Sutta
-> Itu teguran (kalau dalam kamus Mahayana disebut sebagai wujud maitri-karuna).
    Sang Buddha memberi nasehat, agar pemuda itu tidak terbelah kepalanya.

Uraian mengenai Garuka Kamma
-> Itu pemetaan matriks sebab-akibat.
    Uraian mengenai garuka kamma itu adalah hanya penjelasan yang menunjukkan sebab dan akibat.


Pertanyaan selanjutnya... Bagaimanakah jenis narasi-dekripsi yang ditunjukkan oleh referensi Anda itu?

TAN:

Ya saya harus cari dulu satu persatu. Sekedar informasi buku2 saya ada kurang lebih 5.000 buah, terdiri dari Buddhisme, sejarah, filsafat, sains, ensiklopedia, dll. Buku Buddhis sendiri ada kurang lebih 1.000 buah. Nah bagaimana mencarinya dengan cepat? Saya kira apa yang diulas di sana sudah cukup jelas; jadi bagi saya tidak perlu memposting atau menuliskan kembali referensinya di sini.
Lagian saya sedang sibuk menulis buku Sejarah Kerajaan Nusantara Pasca Keruntuhan Majapahit, yang saya jadwalkan bisa selesai dalam tahun ini. Jadi saya tidak ada waktu mencarinya.
Nah, kalau Anda bilang bahwa itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat," begitu pula saya bilang statemen itu juga hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Nah apa bedanya? Anggap saja sekalian bahwa 10 Tullah itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Beres bukan?

Oya sedikit pertanyaan lagi terhadap pertanyaan Anda. Mengapa Buddha yang berbelas kasih tidak berusaha menghalangi yakkha Vajirapani dalam memecah kepala Ambattha, kalau sekiranya pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Buddha hingga kali ketiga?
Kemungkinannya:

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:34:48 PM
UPASAKA:

Saya perjelas kembali pertanyaan saya...

Kenapa masalah itu ingin dituntaskan, namun masalah dari saya malah belum mau dituntaskan?

TAN:

Saya perjelas kembali jawaban saya:

Saya punya hak memilih mana yang perlu dituntaskan dan tidak. Mana yang lebih perlu dan tidak, karena keterbatasan ruang dan waktu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 31 May 2009, 11:39:22 PM
Sdr. Upasaka,
saya mencoba untuk menengahi, dalam hal ini Sdr. Tan benar, Sdr. Tan memang berhak untuk mengabaikan anda, mohon Sdr. Upasaka menghormati hak2 member lain
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 31 May 2009, 11:42:03 PM
Tambahan lagi untuk sdr. Upasaka:

Penjelasan tentang Bodhisattva Avalokitesvara itu sangat panjang dan akan membutuhkan thread yang sangat panjang. Saya harus bongkar beberapa Sutra dan risalah. Lagian juga percuma. Saya merasa rekan2 non Mahayanis sulit menerimanya dan akan menimbulkan perdebatan tanpa akhir. Tetapi saya hanya dapat menjanjikan bila kita dan rekan-rekan lain bisa bertatap muka, maka kita dapat mengulas masalah ini dengan lebih santai. Saya dalam bulan Juli ini memang ada rencana ke Jakarta, sekalian ingin belanja buku bekas di Pasar Senen untuk bahan buku saya. Semoga kita ada kesempatan untuk bertemu, sekalian untuk membina persahabatan yang lebih erat. Bagaimanapun juga berdiskusi langsung lebih enak daripada lewat tulisan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:44:33 PM
Quote from: Tan
TAN:

Ya saya harus cari dulu satu persatu. Sekedar informasi buku2 saya ada kurang lebih 5.000 buah, terdiri dari Buddhisme, sejarah, filsafat, sains, ensiklopedia, dll. Buku Buddhis sendiri ada kurang lebih 1.000 buah. Nah bagaimana mencarinya dengan cepat? Saya kira apa yang diulas di sana sudah cukup jelas; jadi bagi saya tidak perlu memposting atau menuliskan kembali referensinya di sini.
Lagian saya sedang sibuk menulis buku Sejarah Kerajaan Nusantara Pasca Keruntuhan Majapahit, yang saya jadwalkan bisa selesai dalam tahun ini. Jadi saya tidak ada waktu mencarinya.
Nah, kalau Anda bilang bahwa itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat," begitu pula saya bilang statemen itu juga hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Nah apa bedanya? Anggap saja sekalian bahwa 10 Tullah itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Beres bukan?

Oya sedikit pertanyaan lagi terhadap pertanyaan Anda. Mengapa Buddha yang berbelas kasih tidak berusaha menghalangi yakkha Vajirapani dalam memecah kepala Ambattha, kalau sekiranya pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Buddha hingga kali ketiga?
Kemungkinannya:

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?

Amiduofo,

Tan

Wah koleksi buku-buku Anda banyak juga yah...
Hmmm. Kalau begitu anggap saja statement itu belum bisa dibuktikan oleh Anda.

Belum tentu. Makanya saya ajak Anda untuk melihat langsung statement itu dari referensi alsinya.
Mungkin ada bagian-bagian lain yang kontroversial dan tidak terpublikasi di sini.

Ada dua kemungkinan di sini...
1) Cerita di sutta seringkali digambarkan dengan analogi. Bisa saja yakkha yang dituliskan di kisah itu hanyalah gaya cerita yang mengadopsi aliran 'kartunis'. Seperti penggambaran bunga-bunga bermekaran menjelang Mahaparinibbana Buddha Gotama (yang maksudnya adalah persembahan bunga-bungaan dari para umat).

2) Jika yakkha itu memang benar ada, maka Sang Buddha memang tidak mencegahnya karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan Sang Buddha kali ini.

Hanya itu saja.


Lalu muncul lagi pertanyaan dari saya untuk Anda...

1) Kenapa meniru gaya orang bijaksana bisa membuat seseorang terjatuh ke Neraka Avici?
2) Apakah penjelasan garuka kamma versi Theravada belum lengkap, sehingga musti dilengkapi lagi oleh uraian dari Zen?
3) Omong-omong metode pengajaran Zen itu sering memakai kekerasan fisik dan ucapan. Apakah itu merupakan metode pengajaran yang diamalkan dari Sang Buddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 31 May 2009, 11:47:29 PM
Quote from: Tan
TAN:

Saya perjelas kembali jawaban saya:

Saya punya hak memilih mana yang perlu dituntaskan dan tidak. Mana yang lebih perlu dan tidak, karena keterbatasan ruang dan waktu.

Amiduofo,

Tan

Quote from: Indra
Sdr. Upasaka,
saya mencoba untuk menengahi, dalam hal ini Sdr. Tan benar, Sdr. Tan memang berhak untuk mengabaikan anda, mohon Sdr. Upasaka menghormati hak2 member lain

Saya sudah mengatakan kalau saya menghormati keputusan Saudara Tan untuk menunda menjawab pertanyaan saya. Sering kali saya katakan kalau saya menghargai kehendak bebas orang lain.

Dan akhirnya, Saudara Tan mau menjawab hal ini...

Quote
Tambahan lagi untuk sdr. Upasaka:

Penjelasan tentang Bodhisattva Avalokitesvara itu sangat panjang dan akan membutuhkan thread yang sangat panjang. Saya harus bongkar beberapa Sutra dan risalah. Lagian juga percuma. Saya merasa rekan2 non Mahayanis sulit menerimanya dan akan menimbulkan perdebatan tanpa akhir. Tetapi saya hanya dapat menjanjikan bila kita dan rekan-rekan lain bisa bertatap muka, maka kita dapat mengulas masalah ini dengan lebih santai. Saya dalam bulan Juli ini memang ada rencana ke Jakarta, sekalian ingin belanja buku bekas di Pasar Senen untuk bahan buku saya. Semoga kita ada kesempatan untuk bertemu, sekalian untuk membina persahabatan yang lebih erat. Bagaimanapun juga berdiskusi langsung lebih enak daripada lewat tulisan.

Amiduofo,

Tan

Hanya itu saja penjelasan yang ingin saya dapat dari Saudara Tan.

OK. Terima kasih.
Lain kali kita bahas saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 12:04:34 AM
UPASAKA:

Ada dua kemungkinan di sini...
1) Cerita di sutta seringkali digambarkan dengan analogi. Bisa saja yakkha yang dituliskan di kisah itu hanyalah gaya cerita yang mengadopsi aliran 'kartunis'. Seperti penggambaran bunga-bunga bermekaran menjelang Mahaparinibbana Buddha Gotama (yang maksudnya adalah persembahan bunga-bungaan dari para umat).

TAN:

Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

UPASAKA:

2) Jika yakkha itu memang benar ada, maka Sang Buddha memang tidak mencegahnya karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan Sang Buddha kali ini.

TAN:

Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Hanya itu saja.

UPASAKA:

Lalu muncul lagi pertanyaan dari saya untuk Anda...

1) Kenapa meniru gaya orang bijaksana bisa membuat seseorang terjatuh ke Neraka Avici?

TAN:

Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

UPASAKA:

2) Apakah penjelasan garuka kama versi Theravada belum lengkap, sehingga musti dilengkapi lagi oleh uraian dari Zen?

TAN:

Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

UPASAKA:

3) Omong-omong metode pengajaran Zen itu sering memakai kekerasan fisik dan ucapan. Apakah itu merupakan metode pengajaran yang diamalkan dari Sang Buddha?

TAN:

Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 12:12:55 AM
Tambahan:

Mungkin memang ada bhikshu yang memukuli atau menyakiti muridnya dengan kebencian, tetapi ini adalah oknum dan tidak mencerminkan ajaran Mahayana itu sendiri. Ini juga umum dalam agama atau aliran lainnya. Saya ingat kata-kata  dalam film Angel and Demon: "Agama itu ada kekurangannya, tetapi itu dikarenakan kelemahan manusia."

Om Mani Padme Hum,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 June 2009, 12:31:21 AM
Quote from: Tan
Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

Maksud saya, mungkin yakkha di kisah itu hanyalah gambaran karakter dari si penulis Sutta. Dalam banyak kisah Sutta Theravada, gaya cerita analogi ini sering ditemukan. Salah satunya adalah gaya cerita tentang Mara, yang maksudnya adalah gejolak batin sendiri.

NB: Mara memang makhluk. Tapi ada beberapa kisah yang memakai Mara sebagai wujud kotoran batin.


Quote from: Tan
Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya setelah ditegur. Makanya Sang Buddha tidak 'khawatir' dan berusaha mencegah yakkha memukul kepala Ambatha.


Quote from: Tan
Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Banyak bhikkhu yang belum mencapai tingkat kesucian. Tapi mereka berusaha bertindak-tanduk dalam kebenaran (Dhamma). Dan mereka semua berusaha meneladani tindak-tanduk Sang Buddha. Apakah itu adalah kesalahan? Jadi mereka semua masuk Neraka Avici ya?

Oooo... begitu toh.
Rupanya ada pembunuhan dengan kasus tertentu yang dapat dinyatakan sebagai kebaikan?
Rupanya masih mungkin bagi orang Yang Tercerahkan untuk dapat membunuh?

Berarti tanpa meniru pun, para teroris nun jauh di sana punya bekal-bekal Pencerahan seperti ini.


Quote from: Tan
Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

Tidak ada maksud begitu. Saya hanya ingin mengetahui apakah maksudnya Sang Buddha lupa menyisipkan uraian mengenai perihal itu dalam penjelasan mengenai garuka kamma. Rupanya sudah jelas sekarang...

Kanon Mahayana itu seringkali mengandung wejangan-wejangan dari para Bhiksu sesepuh. Pantas saja banyak isi ajaran Buddhisme yang bertolak-belakang jika dibandingkan antar-sektenya.


Quote from: Tan
Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan

Apakah Sang Buddha menghardik dengan ucapan dan atau perlakuan yang bersifat kekerasan?

Mungkin 'kekerasan' di Ajaran Zen tidak terlalu parah.
Tapi kenapa Sang Buddha tidak memberi pengajaran dengan bumbu 'kekerasan' seperti itu?

Apakah maksudnya 'kekerasan' itu adalah metode mutakhir untuk mengajarkan Dharma?
Atau metode Sang Buddha itu kuno, jadi perlu direvisi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 June 2009, 12:33:28 AM
Tambahan:

Mungkin memang ada bhikshu yang memukuli atau menyakiti muridnya dengan kebencian, tetapi ini adalah oknum dan tidak mencerminkan ajaran Mahayana itu sendiri. Ini juga umum dalam agama atau aliran lainnya. Saya ingat kata-kata  dalam film Angel and Demon: "Agama itu ada kekurangannya, tetapi itu dikarenakan kelemahan manusia."

Om Mani Padme Hum,

Tan

Saya tidak setuju dengan kalimat yang bercetak tebal itu...

Ada agama yang memang kurang, jadi bukan karena ulah oknumnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 12:38:05 AM
UPASAKA:

Saya tidak setuju dengan kalimat yang bercetak tebal itu...

Ada agama yang memang kurang, jadi bukan karena ulah oknumnya.


TAN:

Hahahaha... ya..ya saya mengerti maksud Anda. Sebenarnya saya sangat setuju dengan apa yang Anda maksudkan itu. Memang semua agama itu tidak sama. Itu saya setuju sekali. Tetapi apa yang diungkapkan dalam film Angel and Demon itu sedikit banyak juga ada benarnya. Namun kalau mau mengulas ini mungkin harus dimasukkan "Buddhisme dan Kepercayaan Lain" (CMIWW).

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 June 2009, 12:39:36 AM
Quote from: Tan
TAN:

Hahahaha... ya..ya saya mengerti maksud Anda. Sebenarnya saya sangat setuju dengan apa yang Anda maksudkan itu. Memang semua agama itu tidak sama. Itu saya setuju sekali. Tetapi apa yang diungkapkan dalam film Angel and Demon itu sedikit banyak juga ada benarnya. Namun kalau mau mengulas ini mungkin harus dimasukkan "Buddhisme dan Kepercayaan Lain" (CMIWW).

Amiduofo,

Tan

Saya tidak ingin membahas lebih lanjut mengenai hal ini di sini.

*Tan mode on* ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 June 2009, 06:41:15 AM
Jadi maksudnya Bodhisattva Avalokitesvara sudah merealisasi Pencerahan ya?

Kok bisa sudah mencapai Nirvana (baca : menjadi Buddha) tapi masih bergelar Boddhisattva (baca : masih menderita)...?

Lihat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5314.0.html

Akan menjawab kira2 75 %....

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 07:13:30 AM
UPASAKA:

Itu statement yang berasal darimana? Apakah dari Sutra Mahayana, Sutta Theravada, atau dari isi buku-buku karya Ivan Taniputera?

Itu yang dipertanyakan oleh Bro Xuvie. Karena selintas jika dibaca, gaya bahasa statement itu mirip dengan gaya bahasa 10 Tulah.

TAN:

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.

Amiduofo,

Tan

Yang ini ko? :
Di sebuah monastery Zen terdapat seorang master Zen dan seorang muridnya.
Untuk mengajarkan kesunyataan, maka di depan murid, sang Guru mengangkat patung Buddha dari keramik dan kemudian menjatuhkannya hingga pecah.
Murid terbengong sejenak dan kemudian merasa tercerahkan.
Setelah peristiwa itu, si murid mohon diri untuk turun gunung.  Sang Guru sedih dan hendak menahannya, tapi si murid bersikeras. Tak lama kemudian, sang guru meninggal dan ada peristiwa2 yang menunjukkan bahwa beliau telah menjadi Bodhisattva.

Si murid mengajarkan hal itu kepada masyarakat desa di kaki gunung. Setiap ia menemukan pemilik rumah memiliki patung Buddha ia selalu membanting dan memecahkannya. Demikianlah seterusnya, penduduk2 desa itu mengajar ke desa-desa lain dimana orang2 semuanya mulai membanting dan memecahkan patung Buddha. Mereka berkata : patung is patung, buang ketahayulan!

Sampai suatu ketika terjadi gempa bumi dahsyat dan semua dari mereka mati. Ternyata si murid dan mereka semua terlahir di neraka.

Koan : Perbuatan yang sama, tapi terlahir di tempat yang berbeda. Mengapa???

Hints:
- Belajar Zen harus memahami esensinya, bukan sekedar meniru penampilan luarnya belaka.
- Apa yang nampak diluarnya mungkin sama, tapi proses dalam batin adalah tanggung jawab masing2 pribadi.
- Belajar memutuskan kemelekatan janganlah menjadi sebuah kemelekatan baru.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 01 June 2009, 11:08:23 AM
Mengenai Buddha mengatakan dirinya sebagai "yg telah tercerahkan" bukanlah berarti atta yg tercerahkan. Manusia ketika masih ada kilesa maka diperlukan konsep agar menjadi jelas. Bagaimana mungkin org yg terkungkung dengan kilesa lalu ditunjukan tanpa konsep...Yang ada adalah kebingungan kecuali ia memiliki kebijaksanaan yg cukup. Sang Buddha mengatakan dirinya "tercerahkan" dikatakan oleh Nya adalah tanpa adanya kilesa. Dan sebenarnya tersirat dan tersurat Sang Buddha mengatakan bahwa dirinya telah "tercerahkan" dengan memberikan petunjuk2 bagaimana merealisasikan nibbana atau dengan cara lainnya, jadi dalam hal ini bukanlah masalah atta atau anatta tetapi lebih kepada kualitas batin orang yg mengatakan. Kalau kita mengatakan tidak pernah Sang Buddha mengatakan sebagai " Yang Tercerahkan" dan jika demikian dikatakan adanya atta dan sebagai eternalis. Apakah kita2 ini tau pikiran Buddha? apakah kita menilainya dengan campuran kilesa atau tidak? Kalau kita tau Sang Buddha tanpa kilesa, belajarlah tentang hal itu agar kita mengerti apa yg dimaksud setiap perkataan Sang Tathagata.

Quote
"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.

O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedannya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud. Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu.

Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang.

Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh danakal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang DICAPAI (DIREALISASI).

Karena tiadayang DICAPAI (DIREALISASI), maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan.

Sutra ini hanya mengacu apa yg sebenarnya terjadi apabila seseorang telah merealisasi nibbana yaitu tidak adanya lagi konsep yg digenggam . Jadi tergantung kita mau melihat dari kaca mata mana. Dan disitu tidak secara jelas pula dikatakan Sang Buddha tidak mengatakan dirinya tercerahkan, saya kira perkataan "tidak mengatakan sebagai yg tercerahkan" hanya berupa tafsiran jika demikian ini dikembalikan kepada masing2 pihak untuk menilai.

Sebuah perumpamaan seseorang dalam ruangan mengatakan " ruangan ini kosong/tiada ini dan tiada itu" tetapi ia masih berada dalam ruangan itu, lalu apakah benar2 ruangan itu kosong atau tidak ada apa2nya? hanya ketika tidak ada siapapun, maka lihatlah apakah benar2 kosong, tiada apa2? jika tidak ada siapa2 di ruangan itu maka tiada jejak dan konsep yg tertinggal entah itu kosong ataupun isi.

Smoga bermanfaat _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:24:40 AM
GANDALF:

Lihat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5314.0.html

Akan menjawab kira2 75 %....


The Siddha Wanderer

TAN:

Benar. Artikel yang sangat bagus. Sebagai tambahan, sesudah kalau tidak salah tingkatan (bhumi) ke-7 atau 8 seorang Bodhisattva tidak akan mengalami kemunduran lagi dan terus akan naik menuju Kebuddhaan. Nah sampai pada tingkatan ini seorang bodhisattva akan menerima vyakarana bahwa ia akan mencapai Kebuddhaan di masa mendatang.

[Oya, saya lagi di Semarang. Apakah Anda berminat ketemuan? Saya senang sekali kalau bisa berdiskusi dengan anda bila kembali ke Surabaya. Mohon kirimkan sms atau e-mail via japri. Sebelumnya banyak terima kasih.]

Om Mani Padme Hum,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:28:12 AM
at Bond:

Ya benar sekali. Itulah yang saya maksudkan. Buddha mengatakan bahwa dirinya tercerahi bukan karena ia "merasa" tercerahi; melainkan karena "Manusia ketika masih ada kilesa maka diperlukan konsep agar menjadi jelas. Bagaimana mungkin org yg terkungkung dengan kilesa lalu ditunjukan tanpa konsep...Yang ada adalah kebingungan kecuali ia memiliki kebijaksanaan yg cukup." (seperti yang Anda katakan). Jadi, karena itu tidak ada suatu "atta" yang "merasa" tercerahi.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:31:28 AM
at Ryu:

Ya benar sekali. Seperti itulah belajar Dharma. Sudah sangat jelas sekali dalam kisah Zen di atas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 June 2009, 11:47:39 AM
at Bond:

Ya benar sekali. Itulah yang saya maksudkan. Buddha mengatakan bahwa dirinya tercerahi bukan karena ia "merasa" tercerahi; melainkan karena "Manusia ketika masih ada kilesa maka diperlukan konsep agar menjadi jelas. Bagaimana mungkin org yg terkungkung dengan kilesa lalu ditunjukan tanpa konsep...Yang ada adalah kebingungan kecuali ia memiliki kebijaksanaan yg cukup." (seperti yang Anda katakan). Jadi, karena itu tidak ada suatu "atta" yang "merasa" tercerahi.

Amiduofo,

Tan

Luar biasa, Sdr. Tan bahkan mengetahui apa yg dipikirkan Sang Buddha ketika mengatakan sesuatu. Komentar serupa ini sernig saya temui dalam kitab2 yg bersifat komentar, dan para komentator itu telah atau diyakini telah Arahat. mungkinkah Sdr. Tan juga? ini mungkin pertanyaan yg OOT, tapi kalau benar, maka celakalah, Sdr. Marcedes, Truth Lover, Upasaka, dan saya juga.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 01 June 2009, 11:52:00 AM
at Bond:

Ya benar sekali. Itulah yang saya maksudkan. Buddha mengatakan bahwa dirinya tercerahi bukan karena ia "merasa" tercerahi; melainkan karena "Manusia ketika masih ada kilesa maka diperlukan konsep agar menjadi jelas. Bagaimana mungkin org yg terkungkung dengan kilesa lalu ditunjukan tanpa konsep...Yang ada adalah kebingungan kecuali ia memiliki kebijaksanaan yg cukup." (seperti yang Anda katakan). Jadi, karena itu tidak ada suatu "atta" yang "merasa" tercerahi.

Amiduofo,

Tan

Luar biasa, Sdr. Tan bahkan mengetahui apa yg dipikirkan Sang Buddha ketika mengatakan sesuatu. Komentar serupa ini sernig saya temui dalam kitab2 yg bersifat komentar, dan para komentator itu telah atau diyakini telah Arahat. mungkinkah Sdr. Tan juga? ini mungkin pertanyaan yg OOT, tapi kalau benar, maka celakalah, Sdr. Marcedes, Truth Lover, Upasaka, dan saya juga.

_/\_

Jangan khawatir bro...
Arahatnya bisa merosot.......

 :|
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 June 2009, 12:18:32 PM
+ hendrako
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 June 2009, 12:38:35 PM
MARCEDES:

saudara Tan yg bijak,
anda mengatakan bahwa, ketika seseorang yang tercerahkan begini dan begitu....
apakah anda sudah tercerahkan? jadi tahu persis....
kalau anda merasa belum tercerahkan, saya ingin tahu dasar apa anda mengatakan statment berikut?
"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya setuju dengan pandangan saudara indra, terkait benar tidaknya...adakah rujukan tentang itu?
karena,Luanta Mahaboowa juga mengeluarkan statment mengenai pencapaian arahat-nya.
apakah beliau itu belum tercerahkan?mohon petunjuknya saudara Tan.

TAN:

Apa yang saya ungkapkan itu dari penelaahan Sutra-sutra beserta doktrin Mahayana. Sumber sutranya sudah saya kutipkan di atas yaitu Sutra Hati. Saya kira sudah cukup jelas. Hmmm jadi Anda setuju ungkapan saya bahwa "anda mengatakan bahwa, ketika seseorang yang tercerahkan begini dan begitu...." Lalu bagaimana dengan posting2 rekan-rekan non Mahayanis yang dengan yakin menyatakan bahwa:

1)Tidak ada apa2 setelah parinirvana, karena pancaskandha sudah padam - ini nihilisme
2)Buddha merasa yakin bahwa dirinya telah mencapai pencerahan

Apakah mereka juga sudah tercerahi?
Mengenai pencerahan Luanta Mahaboowa saya tidak mau komentar apa2.
Dia adalah guru dari aliran non Mahayana dan selain itu saya tidak kenal Beliau. Bukan kapasitas saya untuk mengomentarinya.

Om Mani Padme Hum,

Tan
saudara Tan, ketika berbicara bahwa setelah parinibbana panca-kandha padam itu ada dalam rujukan sutta.
dan sutta pali tidak ada yang berlawanan arah....
dan jelas sekali bahwa ketika Gotama lahir, yang dikatakannya menjadi jelas !!!
"inilah kelahiran-ku yang terakhir"

sedangkan dalam sutra mahayana dikatakan Gotama telah mencapai penerangan sempurna jauh sebelum kalpa ini.
jadi ketika buddha lahir berkata "inilah kelahiran-ku yang terakhir"
terus lahir dan berkata lagi "inilah kelahiran-ku yang terakhir"
itu apa?
mana akhir nya?

seperti yang di tuliskan saudara indra.
karena kalau ada dua statement yang saling berlawanan, tidak mungkin dua2nya benar
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 01 June 2009, 12:45:43 PM
Tambahan lagi untuk sdr. Upasaka:

Penjelasan tentang Bodhisattva Avalokitesvara itu sangat panjang dan akan membutuhkan thread yang sangat panjang. Saya harus bongkar beberapa Sutra dan risalah. Lagian juga percuma. Saya merasa rekan2 non Mahayanis sulit menerimanya dan akan menimbulkan perdebatan tanpa akhir. Tetapi saya hanya dapat menjanjikan bila kita dan rekan-rekan lain bisa bertatap muka, maka kita dapat mengulas masalah ini dengan lebih santai. Saya dalam bulan Juli ini memang ada rencana ke Jakarta, sekalian ingin belanja buku bekas di Pasar Senen untuk bahan buku saya. Semoga kita ada kesempatan untuk bertemu, sekalian untuk membina persahabatan yang lebih erat. Bagaimanapun juga berdiskusi langsung lebih enak daripada lewat tulisan.

Amiduofo,

Tan
dana tulisan disini saja saudara Tan, bisa di lihat semua member...^^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 01:52:07 PM
INDRA:

Luar biasa, Sdr. Tan bahkan mengetahui apa yg dipikirkan Sang Buddha ketika mengatakan sesuatu. Komentar serupa ini sernig saya temui dalam kitab2 yg bersifat komentar, dan para komentator itu telah atau diyakini telah Arahat. mungkinkah Sdr. Tan juga? ini mungkin pertanyaan yg OOT, tapi kalau benar, maka celakalah, Sdr. Marcedes, Truth Lover, Upasaka, dan saya juga.

TAN:

Pertanyaannya sangat mudah dibalik. Bagaimana mungkin Anda yakin bahwa Buddha "merasa" tercerahi? Mungkin dijawab dari Sutta2. Tetapi pada kenyataannya Sutta2 hanyalah sebuah tulisan. Bagaimana Anda yakin bahwa Buddha "benar2" merasa tercerahi? Apakah Anda telah mencapai kearahatan juga.
Bila iya wah bahaya besar nih. Hehehehe.... Atau mungkin keyakinan Anda dari "iman"? Tapi kalau sudah ngomong "iman" pasti akan ditentang habis2an oleh umat Buddha yang lain hahahaha.
Meskipun OOT tetap akan saya jawab: Bukan saya mengetahui apa yang dipikirkan Sang Buddha, tetapi berdasarkan Sutra-Sutra Buddhis dan logika. Saya akan tanyakan kembali, bila benar bahwa Buddha "merasa" tercerahi, maka "SIAPA" yang tercerahi itu? Jika benar bahwa "atta" sudah padam, lalu apakah yang tercerahi? Bila Sang Buddha masih merasa bahwa ada "atta" yang tercerahi maka nibbanna sebagai "penghancuran" atta adalah omong kosong belaka.
Dengan tegas saya katakan, bahwa kalau Buddha masih merasa "dirinya" mencapai pencerahan, maka penjelasan rekan-rekan non Mahayanis akan kontradiktif, khususnya pernyataan bahwa dengan nibanna seluruh pancaskandha yang mengkondisikan atta sudah "padam." Mohon maaf pula, saya  terpaksa menyatakan bahwa ajaran tersebut adalah ADHARMIK dan tentunya tidak saya terima.
Kalau rekan-rekan non Mahayana masih belum paham juga, mungkin pertanyaan saya ini bisa membantu membuka wawasan: "Kalau Sang Buddha benar-benar "merasa" bahwa dirinya mencapai pencerahan, maka elemen apakah yang merasakannya?" Apakah elemen ini juga terbentuk dari samjna, vijnana, dll atau bukan?
Semoga kali ini cukup jelas, sehingga saya tidak perlu mengulangi terus menerus dan selain itu, tidak memboroskan tempat dan waktu. Selanjutnya saya ucapkan banyak2 terima kasih atas pengertiannya.

Om Svabhava Suddha Sarva Dharma Svabhava Suddho Ham,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 01 June 2009, 01:56:03 PM
beuuuu... terlalu 'sakti' nich orang... :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 02:05:40 PM
MARCEDES:

saudara Tan, ketika berbicara bahwa setelah parinibbana panca-kandha padam itu ada dalam rujukan sutta.
dan sutta pali tidak ada yang berlawanan arah....
dan jelas sekali bahwa ketika Gotama lahir, yang dikatakannya menjadi jelas !!!
"inilah kelahiran-ku yang terakhir"

sedangkan dalam sutra mahayana dikatakan Gotama telah mencapai penerangan sempurna jauh sebelum kalpa ini.
jadi ketika buddha lahir berkata "inilah kelahiran-ku yang terakhir"
terus lahir dan berkata lagi "inilah kelahiran-ku yang terakhir"
itu apa?
mana akhir nya?

seperti yang di tuliskan saudara indra.
karena kalau ada dua statement yang saling berlawanan, tidak mungkin dua2nya benar

TAN:

Saya jelaskan lagi ya. Bagi kaum Mahayanis kedua hal itu tidak bertentangan. Ketika Dharmakaya mengemanasikan dirinya sebagai Nirmanakaya (dalam hal ini Buddha Sakyamuni - Pangeran Siddharta), maka tentu saja itu adalah "kelahiran" terakhir sebagai Pangeran Siddharta. Untuk selanjutnya tidak ada lagi "kelahiran" sebagai Pangeran Siddharta. Jadi pandangan dalam Sutta Pali juga "benar" dan Mahayana juga "benar."
Mahayana juga mengajarkan upaya kausalya, jadi tatkala Bodhisattva Siddharta terlahir dan berjalan tujuh langkah serta mengeluarkan raungan singa (Simhanada); ungkapan "Inilah kelahiranKu yang terakhir" adalah ajaran bagi umat manusia untuk menapaki jalan Dharma demi menghentikan samsara. Tetapi proses emanasi sendiri berada di luar ruang dan waktu; sehingga bagi umat awam dikatakan "tak berakhir."
Kedua, Anda selalu berpikir bahwa dua statemen yang saling bertentangan tidak mungkin kedua-duanya benar. Ini adalah salah; kalau Anda belajar filsafat Dewey, maka Anda akan mengetahui bahwa tidak selamanya demikian. Saya akan berikan suatu analogi yang mungkin tidak tepat benar (sekali lagi saya bilang ini adalah analogi, semoga Anda dapat memahami apa maksudnya "analogi"):

1.Lampu lalu lintas tidak menyala merah
2.Lampu lalu lintas menyala merah

Mana di antara kedua statemen yang nampak bertentangan itu yang benar? Jawabnya keduanya bisa benar tergantung kondisinya, karena lampu lalu lintas terkadang menyala merah dan terkadang tidak (kuning serta hijau). Tidak ada yang salah di antara kedua statemen di atas.

Jangan lupa pula bahwa kedua statemen yang saling bertetangan bisa juga keduanya salah. Contoh:

Air berwarna putih
Air berwarna hitam

Mana yang benar? Keduanya salah. Mengapa? Air itu TIDAK berwarna.

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya. Sebagaimana umat Buddha (khususnya Mahayana, entah kalau non Mahayana) yang baik kita hendaknya sedikit demi sedikit meluaskan wawasan kita dan tidak terjebak terus menerus dalam dikotomi sempit (kalau bukan kawan, maka ia adalah lawan).

Semoga tulisan saya cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 02:07:17 PM
HENDRAKO:

Jangan khawatir bro...
Arahatnya bisa merosot.......

TAN:

Sekarang saya kira bukan saatnya bercanda ya. Coba jawab dengan serius apakah seorang arahat bisa merosot?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 02:08:45 PM
HENDRA SUSANTO:

beuuuu... terlalu 'sakti' nich orang...

TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 02:10:38 PM
MARCEDES:

dana tulisan disini saja saudara Tan, bisa di lihat semua member...^^

TAN:

Mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya lagi tidak ingin berdana. Harap Maklum. Terima kasih.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 01 June 2009, 02:27:46 PM
HENDRA SUSANTO:

beuuuu... terlalu 'sakti' nich orang...

TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

om... yang nanya soal keyakinan siapa om  ^-^ ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 01 June 2009, 02:36:43 PM
UPAYA KAUSALYA....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 June 2009, 02:49:53 PM
MR. Tan,

jia you ya,
wout ever happen, i am on your side ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 02:51:03 PM
HENDRA SUSANTO:

om... yang nanya soal keyakinan siapa om  

TAN:

Hahaha yang jawab Anda juga siapa? Bagi saya posting di milis tidak ada kaitannya dengan pribadi yang bersangkutan dan mau mereply atau menjawab apa saja juga adalah hak saya asalkan masih dalam koridor2 yang benar.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lophenk on 01 June 2009, 02:59:30 PM
 [at] Tan

tulisan2 anda telah bnyk menjawab pertanyaan2 dr temen2 non mahayana ,

dan membuat sy semakin yakin di jln mahayana ... thanks _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 03:12:32 PM
kalau aye melihat tulisan disini malah semakin tidak yakin dengan ajaran Buddha kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 03:25:46 PM
O iya ko Tan mau tanya :
Kalau Boddhisatva yang berikrar katanya kalau saya mencapai penerangan sempurna maka bla bla lba

Nah dalam ikrar itu yang mencapai penerangan sempurna itu apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 03:28:36 PM
RYU:

kalau aye melihat tulisan disini malah semakin tidak yakin dengan ajaran Buddha kakakakakak

TAN:

Ya tidak masalah. Tidak ada paksaan dalam keyakinan. Mau "yakin" atau "tidak yakin" berpulang pada masing-masing pribadi. Yang penting adalah kita dapat memperoleh manfaat dari suatu ajaran.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: morpheus on 01 June 2009, 03:56:50 PM
baru tau thread ini berkembang banyak. seru juga :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 01 June 2009, 03:59:37 PM
HENDRA SUSANTO:

om... yang nanya soal keyakinan siapa om 

TAN:

Hahaha yang jawab Anda juga siapa? Bagi saya posting di milis tidak ada kaitannya dengan pribadi yang bersangkutan dan mau mereply atau menjawab apa saja juga adalah hak saya asalkan masih dalam koridor2 yang benar.

Amiduofo,

Tan

yahh... jadi curhat...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 01 June 2009, 04:46:43 PM
TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Masalah "pecundang-memencundangi" sebetulnya tergantung dari sudut pandang saja. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya lebih banyak ketemu umat Mahayana yang "sakti"2 yang memecundangi Non-Mahayana ketimbang sebaliknya. Memang ada aliran dengan kecenderungan suka "memecundangi" orang lain. Ada lagi aliran yang membalas "pecundangan" dengan "pecundangan" yang lebih parah.

Kalau menurut "dongeng"-nya, Buddha sih mengajarkan untuk tidak membalas satu perbuatan tidak baik dengan perbuatan tidak baik lainnya. Tapi entah masih ada atau tidak aliran yang masih menerapkan ajaran ini.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 04:59:11 PM
TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Masalah "pecundang-memencundangi" sebetulnya tergantung dari sudut pandang saja. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya lebih banyak ketemu umat Mahayana yang "sakti"2 yang memecundangi Non-Mahayana ketimbang sebaliknya. Memang ada aliran dengan kecenderungan suka "memecundangi" orang lain. Ada lagi aliran yang membalas "pecundangan" dengan "pecundangan" yang lebih parah.

Kalau menurut "dongeng"-nya, Buddha sih mengajarkan untuk tidak membalas satu perbuatan tidak baik dengan perbuatan tidak baik lainnya. Tapi entah masih ada atau tidak aliran yang masih menerapkan ajaran ini.


ada nanti, aliran Ryu Chan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 01 June 2009, 05:11:09 PM
ada nanti, aliran Ryu Chan ;D

Kalo ada, nanti saya ikut ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: qingsen on 01 June 2009, 05:11:39 PM
hahaha-yana is much more better......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 01 June 2009, 05:15:10 PM
hahaha-yana is much more better......

Verily, to abandon any "yana" as self or mine, is even better. It's indeed the teaching of Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 01 June 2009, 05:18:05 PM
ehemmm.... ehemmm....

hello everybody, tujuan Thread ini kan untuk mencoba menjawab secara sudut pandang mahayana
toh klu tidak ketemu, bukan berarti harus memaksakan sudut pandang aliran lain toh


klu misalnya, terjadi kesalahan pahaman, karena masing2 harus menahan diri.

ayo mari rame2, kita timpuk bata TS-nya wakakakaka.....
krn sudah buat thread yang hot ini, thread global warming gitu loh :P

 _/\_

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 06:39:38 PM
ehemmm.... ehemmm....

hello everybody, tujuan Thread ini kan untuk mencoba menjawab secara sudut pandang mahayana
toh klu tidak ketemu, bukan berarti harus memaksakan sudut pandang aliran lain toh


klu misalnya, terjadi kesalahan pahaman, karena masing2 harus menahan diri.

ayo mari rame2, kita timpuk bata TS-nya wakakakaka.....
krn sudah buat thread yang hot ini, thread global warming gitu loh :P

 _/\_

navis
Emang berani timpuk bata? gw bilangin yak kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 01 June 2009, 07:34:48 PM
Lalu bagaimana dengan posting2 rekan-rekan non Mahayanis yang dengan yakin menyatakan bahwa:

1)Tidak ada apa2 setelah parinirvana, karena pancaskandha sudah padam - ini nihilisme

Apakah mereka juga sudah tercerahi?
Tidak ada apa2 stlh parinirvana, memang nihilisme. Dan bagi mereka yg mengatakan ada pun, atau antara ada dan tiada misalnya dari Dharmakaya bisa mengada kembali ke wujud Nirmanakaya, sudah pola pikir yg salah pula.
Saya sendiri belum tercerahi, tetapi merujuk pd bbrp sutta, salah 1 nya dlm Aggi-Vacchagotta Sutta dikatakan bwh Nirvana adlh diluar konsep. Jadi sudah tidak valid bila mengatakan ada, tidak ada, antara ada dan tiada, bukan ada ataupun tiada.

Jika benar bahwa Sang Buddha "merasa" telah mencapai Penerangan Sempurna, maka ini akan kontradiksi dengan pernyataan rekan-rekan non Mahayanis di milis ini bahwa bila pancaskandha sebagai pendukung adanya atta telah padam, maka tidak ada lagi atta. Jika tidak ada lagi atta, bagaimana mungkin ada perasaan ada suatu "atta" yang telah mencapai pencerahan (dalam hal ini "diri" Sang Buddha sendiri). Justru kaum non Mahayanis yang harus menjawab pertanyaan ini. Bila Sang Buddha memang "merasa" telah mencapai Pencerahan, maka tentunya ia akan merasa bahwa ada "sesuatu" yang telah mencapai pencerahan. Nah, sekali lagi ini kontradiksi dengan pandangan rekan non Mahayanis pada posting2 sebelumnya.
Tidak berkontradiksi, kenyataannya nibbana yg dicapai adalah nibbana yg mengandung sisa kehidupan, krn itu tentu saja masih ada Panca-khandha, dlm hal ini ada kesadaran (vinnana) yg mengenali telah tercapainya pencerahan (arahat), putusnya akar LDM dan kelahiran kembali.
Sedangkan analogi 'bara api yg padam' yg diberi Sang Buddha kpd pemuda Vacchagotta adl analogi utk nibbana yg tdk lagi mengandung sisa kehidupan. Dan bukan berarti kata 'padam' harus diterjemahkan sbg 'tidak ada'.
Tidak terlihat adanya kontradiksi.

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.
Makasih utk menjawab sumbernya. Saya harap lain kali jika Pak Ivan ingat dpt memposting cerita tsb atau memberi info ttg buku tsb.
Saya tidak tahu menahu apa itu 10 Tulah. Kalau 10 commandment sih tau.. :P
Ttg Garuka kamma, sangat rasional skali dan bersesuaian dg doktrin Hukum Kamma.

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?
Menurut saya, bukan ke-2nya. Bukan mampu atau tidak mampu, tetapi seperti dalam kebanyakan kasus, Sang Buddha telah meninjau terlebih dahulu apakah pantas atau tidak utk mencegah hal tsb terjadi. Krn bila tidak pantas, tetapi Sang Buddha ttp mencegah, berarti dia telah 'berkeinginan', sesuatu yg tidak lagi ada pada seorang Samma Sambuddha. Krn itulah beliau menyebut diriNya dng 'Tathagata' (tathata &gata/agata), kedemikianan itulah penggambaran Samma Sambuddha.
Jadi hanya sejauh memberikan nasehat lah, peranan beliau dlm kasus Ambattha.

Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis.


Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.
Berhati2 (appamada) jg dengan ajaran Guru2 dan para sesepuh. Sang Buddha tlh mengajarkan ttg Dhamma dan Vinaya sbg pegangan kita sepeninggal beliau nanti. Bahwa Sang Buddha pun telah mengingatkan bahwa ajaran asli beliau tidak akan bertahan lebih dari 500 tahun. Bahkan dlm 16 ramalan mimpi Raja Pasenadi Sang Buddha tlh meramalkan di masa depan ada kecenderungan orang2 utk mendengar dan mengikuti ajaran para anggota Sangha yg terdengar lucu, menarik meski berlawanan dg ajaran Buddha yg sesungguhnya. Seorang guru yg terkenal dan memiliki banyak pengikut belum tentu telah terlepas dr pandangan salah. Apalagi pujangga, yg terkadang demi kata2 bernada indah terpaksa membelokkan sedikit hal yg akan disampaikan.
Dan berhati2lah thdp ajaran yg bersifat rahasia, krn dlm Mahaparinibbana sutta Sang Buddha mengajarkan bahwa ajaran ini adlh ajaran yg jelas sifatnya, tidak ada rahasia seperti seorang guru yg menggenggam tangannya, seolah-olah menyimpan sesuatu.


Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.
Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 01 June 2009, 08:05:00 PM
Pertanyaannya sangat mudah dibalik. Bagaimana mungkin Anda yakin bahwa Buddha "merasa" tercerahi? Mungkin dijawab dari Sutta2. Tetapi pada kenyataannya Sutta2 hanyalah sebuah tulisan. Bagaimana Anda yakin bahwa Buddha "benar2" merasa tercerahi? Apakah Anda telah mencapai kearahatan juga.
Di sini kaum non-mahayanis bisa merujuk ke Sampasadaniya Sutta atau Mahaparinibbana Sutta, mengikuti cara Bhante Sariputta dlm menganalisis pencerahan yg telah di capai Sang Buddha. Dan kita tidak perlu takut utk jatuh ke neraka Avici karenanya. :)

Saya jelaskan lagi ya. Bagi kaum Mahayanis kedua hal itu tidak bertentangan. Ketika Dharmakaya mengemanasikan dirinya sebagai Nirmanakaya (dalam hal ini Buddha Sakyamuni - Pangeran Siddharta), maka tentu saja itu adalah "kelahiran" terakhir sebagai Pangeran Siddharta. Untuk selanjutnya tidak ada lagi "kelahiran" sebagai Pangeran Siddharta. Jadi pandangan dalam Sutta Pali juga "benar" dan Mahayana juga "benar."
Mahayana juga mengajarkan upaya kausalya, jadi tatkala Bodhisattva Siddharta terlahir dan berjalan tujuh langkah serta mengeluarkan raungan singa (Simhanada); ungkapan "Inilah kelahiranKu yang terakhir" adalah ajaran bagi umat manusia untuk menapaki jalan Dharma demi menghentikan samsara. Tetapi proses emanasi sendiri berada di luar ruang dan waktu; sehingga bagi umat awam dikatakan "tak berakhir."
Kedua, Anda selalu berpikir bahwa dua statemen yang saling bertentangan tidak mungkin kedua-duanya benar. Ini adalah salah; kalau Anda belajar filsafat Dewey, maka Anda akan mengetahui bahwa tidak selamanya demikian. Saya akan berikan suatu analogi yang mungkin tidak tepat benar (sekali lagi saya bilang ini adalah analogi, semoga Anda dapat memahami apa maksudnya "analogi"):

1.Lampu lalu lintas tidak menyala merah
2.Lampu lalu lintas menyala merah

Mana di antara kedua statemen yang nampak bertentangan itu yang benar? Jawabnya keduanya bisa benar tergantung kondisinya, karena lampu lalu lintas terkadang menyala merah dan terkadang tidak (kuning serta hijau). Tidak ada yang salah di antara kedua statemen di atas.

....

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya. Sebagaimana umat Buddha (khususnya Mahayana, entah kalau non Mahayana) yang baik kita hendaknya sedikit demi sedikit meluaskan wawasan kita dan tidak terjebak terus menerus dalam dikotomi sempit (kalau bukan kawan, maka ia adalah lawan).
Krn Dharmakaya itu bisa beremanasi maka berarti eksis. Sedangkan Nibbana adlh diluar konsep, salah satunya, Nibbana bukan ada/eksis. Jadi entah Dharmakaya itu bukan Nibbana atau Dharmakaya adlh konsep yg salah. Dikembalikan pd penganut 'Dharmakaya'.

Proses emanasi di luar ruang dan waktu? Jika ada proses maka ada perubahan, jika ada perubahan maka bisa dilakukan pengamatan dan satuan waktu thdpnya, dlm mengukur perubahan itu. Dan perubahan itu sendiri pasti lah memerlukan ruang. Apakah mksd Anda ada sebuah konsep 'ruang & waktu' di luar dari 'ruang & waktu' yg ada skrng?
Note: Saya sendiri merasa terinspirasi kala membaca buku 'Buddhisme & Sains Modern' Anda. Dan di sini saya merasa ada ketidak-kongruenan antara yg Anda post dng yg Anda tulis di buku.

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

Berhati2lah dlm mengikuti 'upaya kausalya' (upaya kosalla), hanya sebuah pengingat agar tidak tergelincir dan terjatuh ke dlm Neraka Avici. :)

Terimakasih utk peringatannya, semoga kita semua bisa berhati-hati (appamada) dlm berpikir, berucap dan bertindak. Tidak melekat baik pd pandangan sempit maupun pandangan luas, krn pandangan (ditthi) adl obsesi (anusaya). Dan semoga tidak keblinger krn memaksakan utk menyamakan yg berbeda dan membedakan yg sama.

mettacittena

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 10:05:27 PM
XUVIE:

Tidak ada apa2 stlh parinirvana, memang nihilisme. Dan bagi mereka yg mengatakan ada pun, atau antara ada dan tiada misalnya dari Dharmakaya bisa mengada kembali ke wujud Nirmanakaya, sudah pola pikir yg salah pula.
Saya sendiri belum tercerahi, tetapi merujuk pd bbrp sutta, salah 1 nya dlm Aggi-Vacchagotta Sutta dikatakan bwh Nirvana adlh diluar konsep. Jadi sudah tidak valid bila mengatakan ada, tidak ada, antara ada dan tiada, bukan ada ataupun tiada.

TAN:

Ya tidak bisa begitu donk. Kalau dikejar lantas bilang "diluar konsep." Apa bedanya dengan umat agama lain yang kalau diajak debat lantas bilang "T****N itu di luar konsep manusia." Ini tidak adil, rekan2 non Mahayana selalu mengejar rekan2 Mahayana dan meminta jawaban yang definitif. Tetapi waktu ditanya dengan pertanyaan di atas lantas dengan mudahnya menjawab "di luar konsep," "pertanyaan tidak valid," dan bla...bla...bla.. Mana letak keadilannya. Supaya adil saya juga mau bilang ah: "Dharmakaya berada di luar konsep, sehingga "ada" dan "tiada" juga tidak valid." Habis perkara bukan? Pelajaran yang bisa diambil adalah: Kita semua adalah tukang bajak atau contek dari buku yang disebut Sutta, Sutra, tulisan para guru sesepuh, buku Dhamma, buku Dharma, dan entah apa lagi. Kita semua cuma debatin buku, sehingga pada akhirnya tidak akan ada ujung pangkalnya. Dengan demikian "pertanyaan kritis terhadap Mahayana juga tidak valid."
Sebagai tambahan, apa yang diungkapkan pada Aggi Vacchagota Sutta itu hanya dapat diselami oleh orang yang sudah bebas dualisme, tetapi kita semua di sini belum; jadi jangan mencoba "melarikan diri" dengan jawaban semacam itu. Tetapi kalau masih memaksa "lari" dengan jawaban semacam itu, rekan2 Mahayana juga berhak "lari" dengan cara yang sama.

XUVIE:

Tidak berkontradiksi, kenyataannya nibbana yg dicapai adalah nibbana yg mengandung sisa kehidupan, krn itu tentu saja masih ada Panca-khandha, dlm hal ini ada kesadaran (vinnana) yg mengenali telah tercapainya pencerahan (arahat), putusnya akar LDM dan kelahiran kembali.
Sedangkan analogi 'bara api yg padam' yg diberi Sang Buddha kpd pemuda Vacchagotta adl analogi utk nibbana yg tdk lagi mengandung sisa kehidupan. Dan bukan berarti kata 'padam' harus diterjemahkan sbg 'tidak ada'.
Tidak terlihat adanya kontradiksi.

TAN:

Menarik sekali. Jadi nibanna dengan sisa itu tidak memadamkan pancakkhandha bukan? Jadi yang memadamkan pancakkhanda adalah nibanna tanpa sisa yang dicapai melalui proses kematian. Oleh karena itu, nibanna tanpa sisa jadi dikondisikan oleh kematian donk? Atau seseorang mungkin mengalami nibanna tanpa sisa tanpa harus mengalami kematian? Kalau "padam" tidak berarti "tidak ada," maka begitu pula umat Mahayana berhak mengatakan suatu "penjelmaan" Dharmakaya dalam wujud Nirmakaya hendaknya tidak diartikan sebagai "ada." Hayoo yang adil ya......
Kesadaran yang mengenali pencapaian pencerahan kayaknya menarik. Sekarang pertanyaannya APA yang dikenali oleh vijnana tersebut sebagai telah mencapai pencerahan? Secara logika, bila Anda mengenali sesuatu, maka harus ada SESUATU yang dikenali bukan? Nah apakah yang dikenali itu? Atta atau bukan? Kalau bukan atta lantas apa?

XUVIE:

Menurut saya, bukan ke-2nya. Bukan mampu atau tidak mampu, tetapi seperti dalam kebanyakan kasus, Sang Buddha telah meninjau terlebih dahulu apakah pantas atau tidak utk mencegah hal tsb terjadi. Krn bila tidak pantas, tetapi Sang Buddha ttp mencegah, berarti dia telah 'berkeinginan', sesuatu yg tidak lagi ada pada seorang Samma Sambuddha. Krn itulah beliau menyebut diriNya dng 'Tathagata' (tathata &gata/agata), kedemikianan itulah penggambaran Samma Sambuddha.
Jadi hanya sejauh memberikan nasehat lah, peranan beliau dlm kasus Ambattha.

Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis.

TAN:

Kalau bukan mampu atau tidak mampu terus apa? Sekali lagi ini jawaban yang ngambang dan tidak menjawab pertanyaannya. Kalau rekan Mahayana yang memberikan jawaban macam begitu, pasti deh rekan-rekan non Mahayana dengan "buas" akan mengejarnya habis-habisan. Sekarang saya tanya balik berdasarkan jawaban Anda. Jika Sang Buddha tidak ingin pertanyaannya dijawab oleh Ambattha, lalu mengapa ia menanyakannya sampai berulang2? Apalagi menurut saya pertanyaan itu adalah masalah sepele, yakni tinggi dan rendahnya derajat (Ambattha merasa keturunan Brahmana dan merasa lebih tinggi dari keturunan Khattiya). Apakah mendorong Buddha untuk menanyakan hal itu hingga berulang-ulang? Apakah Buddha menginginkan jawaban?
Anda bilang: "Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis."
Pertanyaan saya: "Jadi menurut Anda membiarkan atau tidak mencegah kepala seseorang hancur dihajar gada hanya karena tidak menjawab suatu pertanyaan adalah tindakan yang sangat realistis ya?"

XUVIE:

Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

TAN:

Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 10:09:39 PM
XUVIE:

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

TAN:

Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 10:13:05 PM
XUVIE:

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

TAN:

Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?

Amiduofo,

Tan
Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 10:13:59 PM
Tambahan:

XUVIE:

Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.

TAN:

Jangan lupa pula, Sang Buddha ditemani oleh yakkha Vajirapani yang membawa2 gada. Gadanya sangat ampuh lho. Sekali hantam kepala orang bisa pecah jadi tujuh seperti biji arjaka. Dashyat sekali!

Yang sama juga jangan dibeda-bedakan. Hehehehe

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 10:15:51 PM
RYU:

Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?

TAN:

Walah. Jadi cuma cerita ya? Jangan-jangan seluruh riwayat kehidupan Buddha cuma cerita juga ya?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 10:19:37 PM
RYU:

Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?

TAN:

Walah. Jadi cuma cerita ya? Jangan-jangan seluruh riwayat kehidupan Buddha cuma cerita juga ya?

Amiduofo,

Tan
Memang cerita lah, masa film =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 01 June 2009, 10:21:17 PM

XUVIE:

Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

TAN:

Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?

Amiduofo,

Tan




karena cuma tau yg kisah Zen itu.... :P

mo coment aja.....

Guru Zen itu belum mencapai tingkat kesucian arahat.... karena masih mempunyai keinginan/cetana yg tidak termasuk Kiriya..

kalau menurut cerita dia membunuh kucing hanya untuk menghilangkan apa yg direbutkan bukan merupakan tindakan yg bijaksana.... ibarat seorang ayah yg merobek baju baru yg direbut oleh dua putrinya...

lagipula memang tidak dikatakan dia mencapai kesucian kan? hanya seorang guru...

mengenai Bhikkhu Sati kurang tau ceritanya kek gmana ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 10:22:31 PM
RYU:

Memang cerita lah, masa film

TAN:

Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 June 2009, 10:25:48 PM
menurut saya, cerita juga bisa bermanfaat, dan manfaat itu hanya kita sendiri lah yg bisa menilai, banyak kisah orang tercerahkan setelah mendengar cerita. banyak ilmu pengetahuan yg diajarkan melalui cerita
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 10:26:54 PM
RYU:

Memang cerita lah, masa film

TAN:

Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan

Kalau berdasarkan Cerita, katanya penerangan sempurna itu ada caranya, dan bisa di coba oleh yang mau mencoba. tapi katanya juga jangan percaya oleh sesuatu yang di katakan oleh kitab suci. nah makanya jangan percaya dongggg ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 01 June 2009, 10:31:01 PM
^ tambah...

kecuali sesuai logika anda dan dibuktikan sendiri.. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 June 2009, 10:32:47 PM
^ tambah...

kecuali sesuai logika anda dan dibuktikan sendiri.. ;D
Logikanya logika sendiri atau bersama? bagi anda masuk akal belum tentu bagi saya masuk akal ;D

Harus sesuatu yang benar2 bisa disebut kebenaran Absolut ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 01 June 2009, 10:47:30 PM
Quote
Ya tidak bisa begitu donk. Kalau dikejar lantas bilang "diluar konsep." Apa bedanya dengan umat agama lain yang kalau diajak debat lantas bilang "T****N itu di luar konsep manusia." Ini tidak adil, rekan2 non Mahayana selalu mengejar rekan2 Mahayana dan meminta jawaban yang definitif. Tetapi waktu ditanya dengan pertanyaan di atas lantas dengan mudahnya menjawab "di luar konsep," "pertanyaan tidak valid," dan bla...bla...bla.. Mana letak keadilannya. Supaya adil saya juga mau bilang ah: "Dharmakaya berada di luar konsep, sehingga "ada" dan "tiada" juga tidak valid." Habis perkara bukan? Pelajaran yang bisa diambil adalah: Kita semua adalah tukang bajak atau contek dari buku yang disebut Sutta, Sutra, tulisan para guru sesepuh, buku Dhamma, buku Dharma, dan entah apa lagi. Kita semua cuma debatin buku, sehingga pada akhirnya tidak akan ada ujung pangkalnya. Dengan demikian "pertanyaan kritis terhadap Mahayana juga tidak valid."
Sebagai tambahan, apa yang diungkapkan pada Aggi Vacchagota Sutta itu hanya dapat diselami oleh orang yang sudah bebas dualisme, tetapi kita semua di sini belum; jadi jangan mencoba "melarikan diri" dengan jawaban semacam itu. Tetapi kalau masih memaksa "lari" dengan jawaban semacam itu, rekan2 Mahayana juga berhak "lari" dengan cara yang sama.

Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep. Jika orang membandingkan dg T***N di konsep agama lain, yah silakan. Kita bukan harus mencari eksklusivitas toh? Kenyataannya yg Sang Buddha ajarkan adlh Dhamma, kebenaran. Bkn Buddhisme, generasi selanjutnya yg mengkotakkan. Sang Buddha sendiri mengatakan, bila ada 4KM & JMB8, maka ada arahat. Toh 'nibbana' itu hny istilah dlm bahasa Pali toh?
Boleh saja Anda mengatakan Dharmakaya di luar konsep, tp Anda telah salah dng mencoba menjelaskan Dharmakaya sebelumnya, seperti pula dlm sedikit yg pernah saya baca ttg tulisan2 kaum Mahayanis. Sama kontradiktifnya dg umat T***N yg mengatakan T***N di luar konsep tp kemudian mencoba mendeskripsikan T***N lagi.
Jadi sama kontradiktifnya jika saya mencoba menjelaskan hal yg sudah saya katakan di luar konsep.
Krn itu saya tidak dapat menjelaskan lebih jauh. Terlebih saya belum merealisasikan scr langsung. :)

Quote
Menarik sekali. Jadi nibanna dengan sisa itu tidak memadamkan pancakkhandha bukan? Jadi yang memadamkan pancakkhanda adalah nibanna tanpa sisa yang dicapai melalui proses kematian. Oleh karena itu, nibanna tanpa sisa jadi dikondisikan oleh kematian donk? Atau seseorang mungkin mengalami nibanna tanpa sisa tanpa harus mengalami kematian? Kalau "padam" tidak berarti "tidak ada," maka begitu pula umat Mahayana berhak mengatakan suatu "penjelmaan" Dharmakaya dalam wujud Nirmakaya hendaknya tidak diartikan sebagai "ada." Hayoo yang adil ya......
Kesadaran yang mengenali pencapaian pencerahan kayaknya menarik. Sekarang pertanyaannya APA yang dikenali oleh vijnana tersebut sebagai telah mencapai pencerahan? Secara logika, bila Anda mengenali sesuatu, maka harus ada SESUATU yang dikenali bukan? Nah apakah yang dikenali itu? Atta atau bukan? Kalau bukan atta lantas apa?
Karena sesuai pengertian Saupadisesa Nibbana dan Anupadisesa Nibbana, jadi ya, harus setelah penghancuran pancakkhandha barulah tercapai Anupadisesa Nibbana, yg tdk mengandung sisa unsur kehidupan. Krn sesuai dg yg telah diajarkan Sang Buddha ttg Sankhata: Apapun yg terbentuk, akan hancur. Kongruen pula dg doktrin Anicca dan Anatta.
Silakan buka kamus dan bandingkan antara 'padam' dgn 'tidak ada'.
Ya, memang menarik. Apa yg dikenali oleh vinnana belum tentu harus identik dg diri. Melainkan Vinnana mengenali terutama lenyapnya avijja dan tanha. Membandingkan dg 10 belenggu, vinnana mengenali pula lenyapnya 10 belenggu. Membandingkan dg 7 faktor pencerahan, vinnana mengenali adanya ke-7 faktor tsb. Tidak perlu ada diri di sana yg dibebaskan. Melainkan unsur2 yg muncul, terbentuk dan hancur. Haruskah saya posting cerita yg berulang kali telah diposting oleh Sdr. Dilbert?

Quote
Kalau bukan mampu atau tidak mampu terus apa? Sekali lagi ini jawaban yang ngambang dan tidak menjawab pertanyaannya. Kalau rekan Mahayana yang memberikan jawaban macam begitu, pasti deh rekan-rekan non Mahayana dengan "buas" akan mengejarnya habis-habisan. Sekarang saya tanya balik berdasarkan jawaban Anda. Jika Sang Buddha tidak ingin pertanyaannya dijawab oleh Ambattha, lalu mengapa ia menanyakannya sampai berulang2? Apalagi menurut saya pertanyaan itu adalah masalah sepele, yakni tinggi dan rendahnya derajat (Ambattha merasa keturunan Brahmana dan merasa lebih tinggi dari keturunan Khattiya). Apakah mendorong Buddha untuk menanyakan hal itu hingga berulang-ulang? Apakah Buddha menginginkan jawaban?
Anda bilang: "Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis."
Pertanyaan saya: "Jadi menurut Anda membiarkan atau tidak mencegah kepala seseorang hancur dihajar gada hanya karena tidak menjawab suatu pertanyaan adalah tindakan yang sangat realistis ya?"
Bukan ngambang, tp memang pertanyaan 'mampu-tak mampu' itu sendiri tidak 'apply' pd masalah tsb. Spt pd kasus genosida suku Sakya o/ Pangeran Virudhaka, stlh Sang Buddha mencoba mencegah bbrp kali, tetapi tetap dilakukan oleh pangeran tsb. Apakah itu berarti Sang Buddha tidak mampu menghentikan genosida tsb? Atau krn Sang Buddha egois dan tidak peduli? Kenyataannya Sang Buddha tlh melihat terlebih dahulu bahwa buah kamma orang2 sakya telah matang.
Jadi spt dlm hal Ambattha, krn dia yg memulai perdebatan tsb, dia yg menuai hasil toh? Saat dia tdk bs menjawab, jika krn hal itu dan bbrp hal lain spti kammanya telah siap masak. Kenapa tidak realistis bila kepalanya hancur? Jika tidak siap dg konsekuensi, tentu dia tidak perlu memulai perdebatan dg Sang Buddha kan? Jd wajar Sang Buddha menuntut jawaban drnya, agar diskusi berjalan lancar. Ibarat membangunkan macan tidur. Kalau ga siap dimangsa ya jangan coba2.
Oleh krn belas kasihnya maka Sang Buddha menganjurkan pd dia utk menjawab, dg begitu mencegah dan menghindarkan pemuda Ambattha dr kematian.
Krn jika Sang Buddha berusaha merubah hukum kamma (menghentikan tindakan Vajirapani), menurut saya beliau bukan seorang Samma Sambuddha. Paling banter selevel Mr. J**** deh yg melawan hukum kamma, spti membangkitkan orang mati dll.

Quote
Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?
Jika Boss saya memarahi di hadapan karyawan lain dg tujuan agar yg lain tidak mengulangi kesalahan yg seperti saya lakukan di lain waktu. Menurut Anda itu bijaksana atau tidak?

Quote
Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?
Berasumsi bahwa tidak ada perubahan spt penambahan bumbu dlm kanon Buddhis, maka Sang Buddha tentunya yg mengulangi cerita tsb.
Dan ingat, yg saya tuliskan sebelumnya adl mengikuti tulisan Anda, bahwa 'bayi bodhisattva Siddhartha' yg mengajarkan. Maka saya tidak melihat adanya kesalahan dlm tulisan saya, memangnya saat itu bayi bodhisattva Siddhartha telah mengajar orang? Dlm non-mahayanis sih tidak. Tp ngga tau sih kalo dlm kitab Mahayanis, krn yah.. bisa jadi Sang Buddha time travel ke saat masih bayi dan mengajar. Yah.. penuh cerita mujizat sih dlm Mahayana. Mirip2 ama dongeng2 agama tetangga. Gak heran pemeluk agama Buddha di tanah air akhir jaman Majapahit berbondong2 memeluk agama lain. Krn lebih byk lg mujizatnya. ;D

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 01 June 2009, 11:01:21 PM
Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan


Makanya perlu ditelaah dan ditelaah lagi. Bisa jadi hanya cerita belaka. Sia2 atau tidak, dapat kita telaah kembali sperti dlm Jnanasarasamuccaya, 31:
"Sebagaimana orang bijaksana menguji emas dengan membakar, memotong dan menggosoknya (pada sepotong batu penguji), demikian pula kalian menerima kata-kata-Ku setelah memeriksanya dan bukan hanya karena rasa hormat terhadap-Ku."

Dan bagian Kalama Sutta yg saya kutipkan sedikit.
Quote
“Ya, Kalama, tidaklah salah bila ragu-ragu, mempertanyakan apa yang diragukan dan apa yang tak jelas. Dalam persoalan yang meragukan, kebingungan timbul."

“Janganlah percaya begitu saja pada, suatu tadisi, desas desus atau logika ataupun kesimpulan semata-mata, atau sesudah merenungkan dan cocok dengan beberapa teori, atau karena rasa hormat kepada seorang petapa. Akan tetapi Kalama, kalau setelah kalian selidiki sendiri, kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan, patut dicela, dikecam oleh orang-orang bijaksana; hal-hal tersebut, bila, dilakukan dan dikerjakan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka Kalama tentu saja kalian harus menolaknya."

“Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah hal-hal ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Kerugian, Yang Mulia."

"Lalu, Kalama, bukankah orang ini karena telah dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, melakukan kejahatan, menyesatkan orang lain sehingga mengalami kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?"

'Ya, Yang Mulia."

"Karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal itu menguntungkan atau tidak menguntungkan?"

"Tidak menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak?"

"Tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal ini dikecam oleh orang bijaksana atau tidak ?”

'Dikecam, Yang Mulia."

"Jika dilakukan atau dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kerugian dan penderitaan atau tidak?"

"Menimbulkan kerugian dan penderitam, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang Kukatakan kepada kalian tadi: Janganlah percaya begitu saja melainkan setelah kalian selidiki sendiri kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan dan menimbulkan kerugian dan penderitam ... kalian harus menolaknya, inilah alasan-Ku membicarakannya."

"Kalama, janganlah ... percaya begitu saja. Tetapi bila kau ketahui bagi dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan, tidak tercela, dipuji oleh orang bijaksana; hal-hal ini bila dilakukan dan dikerjakan menimbulkan keuntungan dan kebahagiaan - maka, Kalama, setelah mengerjakan hal-hal ini, tinggallah di dalamnya."

"Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika kebebasan dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Keuntungan, Yang Mulia."

"Apakah orang ini, yang tidak dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan dan membawa orang lain ke dalam kebahagiaan?"

'Ya, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal ini menguntungkan atau tidak menguntungkan?'

"Menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal ini tercela atau tidak?"

"Tidak tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal im dikecam atau dipuji oleh orang bijaksana?”

"Dipuji, Yang Mulia."

"Jika dilakukan dan dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kebahagiaan atau tidak?"

"Menimbulkan kebahagiaan, Yang Mulia!”

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang telah Kukatakan kepada kalian tadi: 'Janganlah percaya begitu saja ...tetapi ketahuilah oleh dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan ... dan menimbulkan kebahagiaan…lakukanlah hal-hal ini dan tinggallah di dalanmya,' inilah alasan-Ku membicarakannya.

Jika hal tsb belum kita realisasikan, terimalah dg terbuka sebagaimana dlm 4 Mahapadesa (Kewibawaan) yg ada dlm Mahaparinibbana Sutta. Tetapi jika ditemukan berlawanan dg Dhamma-Vinaya, maka sah bagi kita utk menolaknya.
Bukankah memang telah dikatakan tidak ada yg dicapai pula pada akhirnya? Kalau begitu emang sia2 dong. Truss.. Kenapa masih berpraktik? ^-^


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 01 June 2009, 11:07:58 PM
karena cuma tau yg kisah Zen itu.... :P

mo coment aja.....

Guru Zen itu belum mencapai tingkat kesucian arahat.... karena masih mempunyai keinginan/cetana yg tidak termasuk Kiriya..

kalau menurut cerita dia membunuh kucing hanya untuk menghilangkan apa yg direbutkan bukan merupakan tindakan yg bijaksana.... ibarat seorang ayah yg merobek baju baru yg direbut oleh dua putrinya...

lagipula memang tidak dikatakan dia mencapai kesucian kan? hanya seorang guru...

mengenai Bhikkhu Sati kurang tau ceritanya kek gmana ;D

Thanks utk berbagi ceritanya hatred. :)
Cuman utk sekedar mastiin.. Saya tidak salah baca kan? Coba bandingin yg bercetak tebal biru dng merah.
Demikianlah yg telah saya baca.. Evamme dibbam ^-^
Demikianlah yg telah saya copas.. Evamme copas..

TAN:

Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 01 June 2009, 11:30:15 PM
^

  setiap orang menilai dari berbagai sisi.....

saya melihat dari sisi, komparatif dengan sifat2 arahat...

sedangkan bro Tan sepertinya melihat dari sisi Impulsif dengan keabsolutan arahat...     ( cmiiw bro Tan)

Jadi kalo mo ditarik, maka orang itu "seharusnya" belum arahat.... namun jika benar orang tersebut arahat... maka demikianlah adanya... karena memang benar juga arahat must be absolut...

hehe....pasrah pasrah deh.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:35:19 PM
XUVIE:

Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep. Jika orang membandingkan dg T***N di konsep agama lain, yah silakan. Kita bukan harus mencari eksklusivitas toh? Kenyataannya yg Sang Buddha ajarkan adlh Dhamma, kebenaran. Bkn Buddhisme, generasi selanjutnya yg mengkotakkan. Sang Buddha sendiri mengatakan, bila ada 4KM & JMB8, maka ada arahat. Toh 'nibbana' itu hny istilah dlm bahasa Pali toh?
Boleh saja Anda mengatakan Dharmakaya di luar konsep, tp Anda telah salah dng mencoba menjelaskan Dharmakaya sebelumnya, seperti pula dlm sedikit yg pernah saya baca ttg tulisan2 kaum Mahayanis. Sama kontradiktifnya dg umat T***N yg mengatakan T***N di luar konsep tp kemudian mencoba mendeskripsikan T***N lagi.
Jadi sama kontradiktifnya jika saya mencoba menjelaskan hal yg sudah saya katakan di luar konsep.
Krn itu saya tidak dapat menjelaskan lebih jauh. Terlebih saya belum merealisasikan scr langsung.

TAN:

Tetapi kenyataannya Anda juga sudah berusaha menjelaskan bahwa nibanna, kendati Anda mengatakan bahwa "nibanna berada di luar konsep." Jadi penjelasan Anda juga kontradiktif. Anda menuduh seseorang melakukan kesalahan, tetapi pada kenyataannya Anda melakukan kesalahan yang sama. Pernyataan Anda (Xuvie): "Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep." adalah juga sebuah KONSEP. Jadi pendek atau panjang Anda sudah berkonsep. Pelajaran dari hal ini adalah, kita hendaknya bijaksana dalam menuduh pihak lawan. Jangan-jangan Anda juga melakukan kesalahan sama yang mungkin lebih fatal.

XUVIE:

Karena sesuai pengertian Saupadisesa Nibbana dan Anupadisesa Nibbana, jadi ya, harus setelah penghancuran pancakkhandha barulah tercapai Anupadisesa Nibbana, yg tdk mengandung sisa unsur kehidupan. Krn sesuai dg yg telah diajarkan Sang Buddha ttg Sankhata: Apapun yg terbentuk, akan hancur. Kongruen pula dg doktrin Anicca dan Anatta.
Silakan buka kamus dan bandingkan antara 'padam' dgn 'tidak ada'.
Ya, memang menarik. Apa yg dikenali oleh vinnana belum tentu harus identik dg diri. Melainkan Vinnana mengenali terutama lenyapnya avijja dan tanha. Membandingkan dg 10 belenggu, vinnana mengenali pula lenyapnya 10 belenggu. Membandingkan dg 7 faktor pencerahan, vinnana mengenali adanya ke-7 faktor tsb. Tidak perlu ada diri di sana yg dibebaskan. Melainkan unsur2 yg muncul, terbentuk dan hancur. Haruskah saya posting cerita yg berulang kali telah diposting oleh Sdr. Dilbert?

TAN:

Saya perlu tanyakan kembali berulang kali. Kalau begitu nibanna tanpa sisa itu lebih tinggi dari nibanna bersisa donk. Karena dalam nibanna tanpa sisa semua skandha sudah dipadamkan, maka tentu lebih tinggi donk?
Kedua, nibanna tanpa sisa hanya dapat dicapai setelah kematian. Pertanyaan saya berarti nibanna tanpa sisa hanya terkondisi oleh kematian donk? Nibanna masih terkondisi kalau begitu? Anda belum menjawab pertanyaan saya: "Apakah seseorang dapat mencapai nibanna tanpa sisa tanpa melalui proses kematian?" Dapat atau tidak? Mohon dijawab yang jelas.
Saya tidak tanya definisi menurut kamus. Jika Anda tidak setuju bahwa setelah "padam" tidak ada apa-apa. Maka Anda seharusnya setuju bahwa setelah padam masih mungkin "ada apa-apa," bukan? Mohon dijawab juga yang jelas.

XUVIE:

Bukan ngambang, tp memang pertanyaan 'mampu-tak mampu' itu sendiri tidak 'apply' pd masalah tsb. Spt pd kasus genosida suku Sakya o/ Pangeran Virudhaka, stlh Sang Buddha mencoba mencegah bbrp kali, tetapi tetap dilakukan oleh pangeran tsb. Apakah itu berarti Sang Buddha tidak mampu menghentikan genosida tsb? Atau krn Sang Buddha egois dan tidak peduli? Kenyataannya Sang Buddha tlh melihat terlebih dahulu bahwa buah kamma orang2 sakya telah matang.
Jadi spt dlm hal Ambattha, krn dia yg memulai perdebatan tsb, dia yg menuai hasil toh? Saat dia tdk bs menjawab, jika krn hal itu dan bbrp hal lain spti kammanya telah siap masak. Kenapa tidak realistis bila kepalanya hancur? Jika tidak siap dg konsekuensi, tentu dia tidak perlu memulai perdebatan dg Sang Buddha kan? Jd wajar Sang Buddha menuntut jawaban drnya, agar diskusi berjalan lancar. Ibarat membangunkan macan tidur. Kalau ga siap dimangsa ya jangan coba2.
Oleh krn belas kasihnya maka Sang Buddha menganjurkan pd dia utk menjawab, dg begitu mencegah dan menghindarkan pemuda Ambattha dr kematian.
Krn jika Sang Buddha berusaha merubah hukum kamma (menghentikan tindakan Vajirapani), menurut saya beliau bukan seorang Samma Sambuddha. Paling banter selevel Mr. J**** deh yg melawan hukum kamma, spti membangkitkan orang mati dll.

TAN:

Oh ya. Jawabannya masih seperti ini juga. Kalau begitu semua kritikan terhadap Mahayana juga tidak "apply." Anehnya, Anda menyatakan bahwa Sang Buddha masih bisa "menuntut." Apakah seorang Buddha masih bisa "menuntut" seseorang? Keluar dari apakah tuntutan itu? Kata Anda sebelumnya sudah tidak punya keinginan lalu atas dasar apa Beliau menuntut? Penjelasan Anda kontradiktif dengan sebelumnya. Sang Buddha masih ingin agar Ambattha terhindar dari konsekuensi penghancuran kepala oleh Vajirapani, jadi Beliau menuntut jawaban dari Ambattha. Jadi Sang Buddha masih punya keinginan atau harapan donk? Bagaimana ini? Mana keterangan Anda yang benar?

XUVIE:

Jika Boss saya memarahi di hadapan karyawan lain dg tujuan agar yg lain tidak mengulangi kesalahan yg seperti saya lakukan di lain waktu. Menurut Anda itu bijaksana atau tidak?

TAN:

Kalau begitu semoga boss Anda yang bijaksana itu memarahi Anda di hadapan orang banyak agar Anda tidak mengulangi suatu kesalahan yang sama di kemudian hari (kalau ada).

XUVIE:

Berasumsi bahwa tidak ada perubahan spt penambahan bumbu dlm kanon Buddhis, maka Sang Buddha tentunya yg mengulangi cerita tsb.
Dan ingat, yg saya tuliskan sebelumnya adl mengikuti tulisan Anda, bahwa 'bayi bodhisattva Siddhartha' yg mengajarkan. Maka saya tidak melihat adanya kesalahan dlm tulisan saya, memangnya saat itu bayi bodhisattva Siddhartha telah mengajar orang? Dlm non-mahayanis sih tidak. Tp ngga tau sih kalo dlm kitab Mahayanis, krn yah.. bisa jadi Sang Buddha time travel ke saat masih bayi dan mengajar. Yah.. penuh cerita mujizat sih dlm Mahayana. Mirip2 ama dongeng2 agama tetangga. Gak heran pemeluk agama Buddha di tanah air akhir jaman Majapahit berbondong2 memeluk agama lain. Krn lebih byk lg mujizatnya.

TAN:

Berarti tulisan saya juga benar donk, kalau Buddha mengucapkan hal itu untuk mengajar, karena toh Beliau mengulanginya di kemudian hari di hadapan siswa2Nya.
Di Mahayana banyak mukjizat? Hmm di non Mahayana tidak ada mukjizat ya? Lalu berikut ini apa?

1.Buddha memancarkan api dan air secara bersamaan.
2.Buddha menciptakan tangga keemasan saat turun dari surga setelah membabarkan Abhidhamma
3.Buddha melindungi Suriya ketika hendak dimangsa oleh Rahu, seperti yang tercantum dalam Samyutta Nikaya.
4.Nimmita Buddha yang berasal dari Buddha Sakyamuni
5.Batu hancur berkeping2 waktu Devadatta hendak membunuh Buddha.
dll.

Itu bukan mukjizatkah? Hmmmmm......

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:36:13 PM
HATRED:

sedangkan bro Tan sepertinya melihat dari sisi Impulsif dengan keabsolutan arahat...     ( cmiiw bro Tan)

TAN:

Saya tidak mengerti apa yang dimaksud impulsif itu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 01 June 2009, 11:40:23 PM
^

   karena Arahat itu absolut, maka yg dilakukannya tidak bisa disanggah lagi... (impuls dari keyakinan sifat absolut seorang Arahat terhadap penilaian)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2009, 11:42:49 PM
HATRED:

karena Arahat itu absolut, maka yg dilakukannya tidak bisa disanggah lagi... (impuls dari keyakinan sifat absolut seorang Arahat terhadap penilaian)

TAN:

Very interesting! Menurut Anda apakah arahat itu absolut atau tidak?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 01 June 2009, 11:46:43 PM
^
   dalam "aturan" harus absolut ;D


Dalam contoh kasus lain, sifat impuls ini adalah......

Bila ada seseorang yg memakan daging, maka seorang mahayanis (yg katanya vege) dapat menyanggah orang tersebut. Namun bila "label" Arahat menempel pada orang tersebut, maka seorang mahayanis tidak dapat menyanggah orang tersebut, bukan karena orang tersebut melainkan karena sifat Arahat yg diimpuls ke orang tersebut....

maka itu penilaian mahayanis terhadap arahat juga terimpuls ke orang tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 02 June 2009, 12:31:29 AM
HENDRAKO:

Jangan khawatir bro...
Arahatnya bisa merosot.......

TAN:

Sekarang saya kira bukan saatnya bercanda ya. Coba jawab dengan serius apakah seorang arahat bisa merosot?

Amiduofo,

Tan

Menurut pengertian saya sejauh ini, seorang Arahat tidak akan merosot.
Saya serius loh.
 :|
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:58:45 AM
Quote from: Tan
Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

Maksud saya, mungkin yakkha di kisah itu hanyalah gambaran karakter dari si penulis Sutta. Dalam banyak kisah Sutta Theravada, gaya cerita analogi ini sering ditemukan. Salah satunya adalah gaya cerita tentang Mara, yang maksudnya adalah gejolak batin sendiri.

NB: Mara memang makhluk. Tapi ada beberapa kisah yang memakai Mara sebagai wujud kotoran batin.


Quote from: Tan
Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya setelah ditegur. Makanya Sang Buddha tidak 'khawatir' dan berusaha mencegah yakkha memukul kepala Ambatha.


Quote from: Tan
Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Banyak bhikkhu yang belum mencapai tingkat kesucian. Tapi mereka berusaha bertindak-tanduk dalam kebenaran (Dhamma). Dan mereka semua berusaha meneladani tindak-tanduk Sang Buddha. Apakah itu adalah kesalahan? Jadi mereka semua masuk Neraka Avici ya?

Oooo... begitu toh.
Rupanya ada pembunuhan dengan kasus tertentu yang dapat dinyatakan sebagai kebaikan?
Rupanya masih mungkin bagi orang Yang Tercerahkan untuk dapat membunuh?

Berarti tanpa meniru pun, para teroris nun jauh di sana punya bekal-bekal Pencerahan seperti ini.


Quote from: Tan
Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

Tidak ada maksud begitu. Saya hanya ingin mengetahui apakah maksudnya Sang Buddha lupa menyisipkan uraian mengenai perihal itu dalam penjelasan mengenai garuka kamma. Rupanya sudah jelas sekarang...

Kanon Mahayana itu seringkali mengandung wejangan-wejangan dari para Bhiksu sesepuh. Pantas saja banyak isi ajaran Buddhisme yang bertolak-belakang jika dibandingkan antar-sektenya.


Quote from: Tan
Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan

Apakah Sang Buddha menghardik dengan ucapan dan atau perlakuan yang bersifat kekerasan?

Mungkin 'kekerasan' di Ajaran Zen tidak terlalu parah.
Tapi kenapa Sang Buddha tidak memberi pengajaran dengan bumbu 'kekerasan' seperti itu?

Apakah maksudnya 'kekerasan' itu adalah metode mutakhir untuk mengajarkan Dharma?
Atau metode Sang Buddha itu kuno, jadi perlu direvisi?

Saudara Tan...

Pertanyaan-pertanyaan saya di atas juga Anda tunda ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:58:55 AM
Jadi maksudnya Bodhisattva Avalokitesvara sudah merealisasi Pencerahan ya?

Kok bisa sudah mencapai Nirvana (baca : menjadi Buddha) tapi masih bergelar Boddhisattva (baca : masih menderita)...?

Lihat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5314.0.html

Akan menjawab kira2 75 %....

_/\_
The Siddha Wanderer

Saya baru baca sekilas, tapi sudah banyak menemukan 'kejanggalan' di sana.
Sebagian besar tidak berhubungan dengan pertanyaan saya akan keidentikan Bodhisattva = Buddha ini.

Namun ada satu peryataan sederhana yang paling menggelitik saya...

Di thread itu, dinyatakan bahwa :

"Ketika Bodhisattva tingkat sepuluh memasuki Abhisekabhumi, maka Beliau telah dapat disebut sebagai seorang Buddha, walaupun masih terdapat klesha dalam batin-Nya".

Pertanyaan-Nya :
1) Apa arti gelar "Buddha" bagi Anda sebenarnya?
2) Apakah benar ada tingkatan Buddha yang masih hina (baca : masih ada kotoran batin)?
3) Kalau benar, mungkin kisah Guru Zen yang membunuh kucing itu mungkin termasuk "Buddha yang Hina" yah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:59:07 AM
Quote from: Tan
TAN:

Saya jelaskan lagi ya. Bagi kaum Mahayanis kedua hal itu tidak bertentangan. Ketika Dharmakaya mengemanasikan dirinya sebagai Nirmanakaya (dalam hal ini Buddha Sakyamuni - Pangeran Siddharta), maka tentu saja itu adalah "kelahiran" terakhir sebagai Pangeran Siddharta. Untuk selanjutnya tidak ada lagi "kelahiran" sebagai Pangeran Siddharta. Jadi pandangan dalam Sutta Pali juga "benar" dan Mahayana juga "benar."
Mahayana juga mengajarkan upaya kausalya, jadi tatkala Bodhisattva Siddharta terlahir dan berjalan tujuh langkah serta mengeluarkan raungan singa (Simhanada); ungkapan "Inilah kelahiranKu yang terakhir" adalah ajaran bagi umat manusia untuk menapaki jalan Dharma demi menghentikan samsara. Tetapi proses emanasi sendiri berada di luar ruang dan waktu; sehingga bagi umat awam dikatakan "tak berakhir."
Kedua, Anda selalu berpikir bahwa dua statemen yang saling bertentangan tidak mungkin kedua-duanya benar. Ini adalah salah; kalau Anda belajar filsafat Dewey, maka Anda akan mengetahui bahwa tidak selamanya demikian. Saya akan berikan suatu analogi yang mungkin tidak tepat benar (sekali lagi saya bilang ini adalah analogi, semoga Anda dapat memahami apa maksudnya "analogi"):

1.Lampu lalu lintas tidak menyala merah
2.Lampu lalu lintas menyala merah

Mana di antara kedua statemen yang nampak bertentangan itu yang benar? Jawabnya keduanya bisa benar tergantung kondisinya, karena lampu lalu lintas terkadang menyala merah dan terkadang tidak (kuning serta hijau). Tidak ada yang salah di antara kedua statemen di atas.

Jangan lupa pula bahwa kedua statemen yang saling bertetangan bisa juga keduanya salah. Contoh:

Air berwarna putih
Air berwarna hitam

Mana yang benar? Keduanya salah. Mengapa? Air itu TIDAK berwarna.

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya. Sebagaimana umat Buddha (khususnya Mahayana, entah kalau non Mahayana) yang baik kita hendaknya sedikit demi sedikit meluaskan wawasan kita dan tidak terjebak terus menerus dalam dikotomi sempit (kalau bukan kawan, maka ia adalah lawan).

Semoga tulisan saya cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Rupanya proses penerusan kehidupan itu Anda penggal-penggal menjadi tiap orangnya yah...
Belum mengerti?? Akan saya ulangi lagi...

Satu proses kehidupan berulang yang terus-menerus, telah melahirkan orang-orang bernama Sumedha... seekor anak ayam jantan... Pangeran Siddhattha Gotama. Ketika Pangeran Siddhattha terlahir, beliau mengucapkan :
"Inilah kelahiranku yang terakhir".

Maksudnya adalah inilah kehidupan terakhirnya, karena di kehidupan ini juga Pangeran Siddhattha akan menghentikan proses penerusan kehidupan. Bukti kongkretnya adalah... Di dalam Sutta (setidaknya yang saya tahu Sutta Theravada), selama perjalanan dalam mengumpulkan Parami, Bodhisatta tidak pernah menyatakan "inilah kelahiranku yang terakhir"; kecuali pada kelahirannya sebagai Pangeran Siddhattha.


Coba telaah pernyataan pertentangan di bawah ini :
- lampu bohlam itu terus menyala selama 1 jam
- lampu bohlam itu tidak menyala selama 1 jam
=> Kesimpulan : sepintas kedua lampu itu tampaknya memang menyala, namun pernyataan kedua tidak sejalan dengan pernyataan pertama. Karena durasinya tidak sama - alias pernyataan yang bertentangan.


Sebenarnya masih banyak contoh lainnya. Kalau menurut saran saya, sebaiknya kita harus jeli melihat ketidakselarasan yang memang muncul dalam paradoks "serupa tapi ternyata tak sama". Janganlah kita berusaha menyama-nyamakan sesuatu yang mirip. Karena pembenaran apapun yang kita kemukakan, kebenaran itu akan selalu ada. Dan kebenaran itu menunjukkan kalau keduanya adalah tidak selaras.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:59:16 AM
Quote from: Tan
TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Siapa yang memecundangi??; dan siapa yang dipecundangi??

Adakah diri yang melakukan perbuatan mecundangi??; dan adakah diri yang diperlakukan sebagai pecundang??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:59:29 AM
Quote
TAN:

Ya tidak bisa begitu donk. Kalau dikejar lantas bilang "diluar konsep." Apa bedanya dengan umat agama lain yang kalau diajak debat lantas bilang "T****N itu di luar konsep manusia." Ini tidak adil, rekan2 non Mahayana selalu mengejar rekan2 Mahayana dan meminta jawaban yang definitif. Tetapi waktu ditanya dengan pertanyaan di atas lantas dengan mudahnya menjawab "di luar konsep," "pertanyaan tidak valid," dan bla...bla...bla.. Mana letak keadilannya. Supaya adil saya juga mau bilang ah: "Dharmakaya berada di luar konsep, sehingga "ada" dan "tiada" juga tidak valid." Habis perkara bukan? Pelajaran yang bisa diambil adalah: Kita semua adalah tukang bajak atau contek dari buku yang disebut Sutta, Sutra, tulisan para guru sesepuh, buku Dhamma, buku Dharma, dan entah apa lagi. Kita semua cuma debatin buku, sehingga pada akhirnya tidak akan ada ujung pangkalnya. Dengan demikian "pertanyaan kritis terhadap Mahayana juga tidak valid."
Sebagai tambahan, apa yang diungkapkan pada Aggi Vacchagota Sutta itu hanya dapat diselami oleh orang yang sudah bebas dualisme, tetapi kita semua di sini belum; jadi jangan mencoba "melarikan diri" dengan jawaban semacam itu. Tetapi kalau masih memaksa "lari" dengan jawaban semacam itu, rekan2 Mahayana juga berhak "lari" dengan cara yang sama.

Untuk kesekian kalinya...

Manusia bisa ada karena paduan nama-rupa. Nama-rupa ada karena ada penyebab-penyebabnya. Jika penyebab-penyebabnya tidak lagi berpadu, maka tidak akan ada lagi nama-rupa. Kalau tidak ada lagi nama-rupa, maka tidak akan ada lagi manusia. Jadi Parinibbana adalah terhentinya semua sebab-sebab dukkha.

Konsep Theravada jelas sekali. Tidak ngjlimet. Selalu konsisten. Diuraikan dengan jelas sampai bagian-bagian terkecilnya, yaitu gejolak-gejolak batin yang menjadi penyebab-penyebab dukkha. Ketika seseorang mampu memutuskan akar penyebab ini, maka dia sudah merealisasi Nibbana. Karena itulah ketika memasuki Parinibbana, Buddha tidak lagi bisa ditemukan di manapun dan kapanpun.

Buddha bukan lenyap; karena tidak ada diri yang lenyap setelah Parinibbana. Buddha bukan kekal; karena tidak ada diri yang kekal setelah Parinibbana. Buddha bukan tidak lenyap; karena penyebab dukkha sudah terhenti sehingga proses penghidupan sudah tidak berjalan. Buddha bukan tidak kekal; karena penyebab dukkha sudah tidak berpadu sehingga proses penghidupan sudah tidak saling mengkondisikan.

Kalau saya uraikan seperti itu, rasanya penjelasan Nibbana versi Theravada bukan "di luar konsep" kan?
Kecuali Anda belum mengosongkan gelas, sehingga konsep ini memang akan selalu di luar pemikiran Anda.


Quote from: Tan
TAN:

Menarik sekali. Jadi nibanna dengan sisa itu tidak memadamkan pancakkhandha bukan? Jadi yang memadamkan pancakkhanda adalah nibanna tanpa sisa yang dicapai melalui proses kematian. Oleh karena itu, nibanna tanpa sisa jadi dikondisikan oleh kematian donk? Atau seseorang mungkin mengalami nibanna tanpa sisa tanpa harus mengalami kematian? Kalau "padam" tidak berarti "tidak ada," maka begitu pula umat Mahayana berhak mengatakan suatu "penjelmaan" Dharmakaya dalam wujud Nirmakaya hendaknya tidak diartikan sebagai "ada." Hayoo yang adil ya......
Kesadaran yang mengenali pencapaian pencerahan kayaknya menarik. Sekarang pertanyaannya APA yang dikenali oleh vijnana tersebut sebagai telah mencapai pencerahan? Secara logika, bila Anda mengenali sesuatu, maka harus ada SESUATU yang dikenali bukan? Nah apakah yang dikenali itu? Atta atau bukan? Kalau bukan atta lantas apa?

Ketika merealisasi Nibbana, yang padam adalah hasrat-keakuan. Tidak lagi ada tanha-upadana; dan menyelami hakikat tilakkhana. Menjadi Buddha berarti menjadi orang yang sepenuhnya sadar. Meskipun menghadapi suka-duka, batin seorang Buddha tentunya tidak akan hanyut dalam fatamorgana dunia. Karena itulah disebut sebagai padamnya lobha-dosa-moha.

Ketika memasuki Parinibbana, nama dan rupa terurai habis. Rupa (fisik jasmani) terurai secara biologis, dan nama (batin) tidak lagi disokong oleh bahan bakar samsara; yakni lobha-dosa-moha. Oleh karena itu nama dan rupa tidak akan bisa berpadu lagi; terlebih lagi berpadu dengan rupa (fisik jasmani) yang selanjutnya.

Tidak ada 'penjelmaan' berikutnya. Tidak ada pernyataan Sang Buddha di konsep Theravada yang mengatakan bahwa Beliau ingin bermanifestasi ke bentuk penjelmaan berikutnya setelah 12 tahun memasuki Parinibbana. Yang ternyata setelah dihitung-hitung, 12 tahun itu sama dengan 12 abad. Tidak ada pembenaran-pembenaran seperti itu dalam Theravada. Umat Theravadin sangat kritis dalam berehipassiko. Kami sangat jeli melihat statement; dan kami tidak ragu untuk mengakui kalau ada konsep yang kontradiksi dalam tubuh Theravada. Dan kami tidak suka membuat pembenaran-pembenaran seperti itu.

Mencapai Pencerahan adalah menyelami hakikat diri sendiri. Maksudnya adalah menyelami proses pergerakkan batin diri sendiri. Yang dikenali tentu saja sangat luas; bukan hanya sebatas sanna atau vinnana saja.

Memangnya kalau dalam Mahayana, apa yang berusaha dikenali?


Quote from: Tan
Kalau bukan mampu atau tidak mampu terus apa? Sekali lagi ini jawaban yang ngambang dan tidak menjawab pertanyaannya. Kalau rekan Mahayana yang memberikan jawaban macam begitu, pasti deh rekan-rekan non Mahayana dengan "buas" akan mengejarnya habis-habisan. Sekarang saya tanya balik berdasarkan jawaban Anda. Jika Sang Buddha tidak ingin pertanyaannya dijawab oleh Ambattha, lalu mengapa ia menanyakannya sampai berulang2? Apalagi menurut saya pertanyaan itu adalah masalah sepele, yakni tinggi dan rendahnya derajat (Ambattha merasa keturunan Brahmana dan merasa lebih tinggi dari keturunan Khattiya). Apakah mendorong Buddha untuk menanyakan hal itu hingga berulang-ulang? Apakah Buddha menginginkan jawaban?
Anda bilang: "Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis."
Pertanyaan saya: "Jadi menurut Anda membiarkan atau tidak mencegah kepala seseorang hancur dihajar gada hanya karena tidak menjawab suatu pertanyaan adalah tindakan yang sangat realistis ya?"

Ini sudah saya bahas bersama Anda. Saudara Xuvie hanya ingin memberi tambahan sedikit...
Karena itu, saya tambahkan sdikit juga...

Sang Buddha berulang-kali bertanya pada Ambatha, karena ingin membuat Ambatha mengoreksi dirinya sendiri.
Sang Buddha menegur Ambatha adalah wujud metta-karuna-Nya kepada Ambatha; memberi nasehat agar kepala Ambatha tidak akan terbelah tujuh.
Sang Buddha tidak berusaha mencegah yakkha, karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambatha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya.

Ada yang ingin saya tanyakan :
- Menurut Anda pertanyaan Sang Buddha itu sepele ya?
- Jadi menurut Anda, Sammasambuddha itu bisa-bisanya mengucapkan kata-kata sepele?
- Menurut saya, Anda sudah cukup cerdas untuk dapat memetik amanah dari Sutta itu. Tapi kenapa Anda terus mengungkit Sutta itu? Apakah Anda ingin memakai Sutta itu sebagai topik perbandingan?
- Lantas menurut Anda, seperti apakah amanah dari Sutta itu?


Quote from: Tan
TAN:

Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?

Amiduofo,

Tan

Bhikkhu Sati merunduk malu itu artinya kalau beliau menyadari kesalahan-Nya. Ucapan Sang Buddha yang tegas itu tidak didasari oleh kekasaran. Mau buktinya? Coba periksa apakah Sang Buddha merugikan Bhikkhu Sati? Jawabannya tentu tidak, justru 'hardikan' Sang Buddha itu membuat Bhikkhu Sati tersadarkan. Dengan kata lain, ucapan Sang Buddha itu memberi keuntungan bagi Bhikkhu Sati.

Sang Buddha 'menghardik' Bhikkhu Sati di depan umum karena Bhikkhu Sati telah melakukan kesalahan di depan umum; dengan mengemukakan pandangan salahnya - yang beliau ucapkan seolah sebagai kebenaran. Tujuan Sang Buddha 'menghardik' Bhikkhu Sati di depan umum, agar bhikkhu lainnya mendapat klarifikasi langsung dari Sang Buddha. Sekaligus memberi petikan amanah yang juga bermanfaat bagi bhikkhu lainnya.

Pertanyaan dari saya untuk Anda :
- Apakah bijaksana apabila Anda dan rekan kerja di kantor Anda sedang cekcok, lalu Boss Anda dengan senyum tulusnya menasehati kalian sambil membunuh kucing di hadapan kalian untuk memberi inspirasinya?
- Apakah tindakan seperti itu memberi keuntungan? Yang jelas si kucing justru mendapatkan petaka; karena dibunuh. Selain itu, Office Boy juga merasa dirugikan; karena demi melerai perselisihan, Boss Anda mengotori ruangan kantor dengan bangkai kucing.

Coba renungkan baik-baik, Bro!

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 12:59:39 AM
Quote from: Tan
TAN:

Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?

Amiduofo,

Tan

Ada beberapa pertanyaan dari rekan Mahayanis yang memang tidak valid.
Tapi karena gelas yang penuh dengan air, makanya sampai sekarang masih belum bisa diterima...  /:)

Kisah pekikan setelah kelahiran Pangeran Siddhattha itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, ini kembali lagi pada pembacanya; ingin mengimani cerita itu atau berusaha menyikapinya dengan bijaksana.

Contoh pertanyaan Anda yang ini adalah tidak valid...
Karena itu, tidak perlu kita bahas lebih lanjut.


Quote from: Tan
TAN:

Jangan lupa pula, Sang Buddha ditemani oleh yakkha Vajirapani yang membawa2 gada. Gadanya sangat ampuh lho. Sekali hantam kepala orang bisa pecah jadi tujuh seperti biji arjaka. Dashyat sekali!

Yang sama juga jangan dibeda-bedakan. Hehehehe

Amiduofo,

Tan

Yang sama adalah statusnya; yakni sebagai petapa (bhikkhu atau bhiksu).  -> "memang tidak dibeda-bedakan"
Yang beda adalah tindak-tanduknya; yang satu pakai senjata yang satu meninggalkan senjata. -> "ini beda loh"


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:18:09 AM
To Hendrako:

Mari perhatikan ungkapan Anda berikut ini:

Jangan khawatir bro...
Arahatnya bisa merosot.......

Bandingkan dengan yang ini:

Menurut pengertian saya sejauh ini, seorang Arahat tidak akan merosot.
Saya serius loh.

Kesimpulannya:

Anda orang yang plin plan dan kontradiktif.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 02 June 2009, 01:29:01 AM
Quote
Tetapi kenyataannya Anda juga sudah berusaha menjelaskan bahwa nibanna, kendati Anda mengatakan bahwa "nibanna berada di luar konsep." Jadi penjelasan Anda juga kontradiktif. Anda menuduh seseorang melakukan kesalahan, tetapi pada kenyataannya Anda melakukan kesalahan yang sama. Pernyataan Anda (Xuvie): "Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep." adalah juga sebuah KONSEP. Jadi pendek atau panjang Anda sudah berkonsep. Pelajaran dari hal ini adalah, kita hendaknya bijaksana dalam menuduh pihak lawan. Jangan-jangan Anda juga melakukan kesalahan sama yang mungkin lebih fatal.

Pertama, saya tidak menuduh Anda. Dan pernyataan saya 'nibbana di luar konsep' adlh mengutip dr pernyataan Sang Buddha Gotama. Ada rujukannya. Jadi saya tidak sembarang  berkata.
Memang benar, ada sedikit paradoks yg terjadi. Bahwa 'Nibbana ada di luar konsep' itu sendiri pun sebuah konsep. Tapi konsep inilah yg paling mendekati realitas. Krn tidak dijelaskan terlalu jauh melainkan diberikan rambu2 & syarat mengenainya yaitu Ajatam Abhutam Akatam Asankhatam.
Saat realitas dideskripsikan ke dalam tataran pikiran dan kata2, tentu mengalami degradasi dan distorsi, tidak lagi realitas melainkan konsep.
Mari bayangkan pertanyaan anda. Jika sejak awal Sang Buddha tidak mencoba menjelaskan sbagaimana dlm Udana 8:3 bahwa 'ada ke tidakterlahiran, keterciptaan, keterbentukan, ketak-berkondisian yg dpt dicapai dr apa yg terlahir, tercipta, terbentuk dan berkondisi', bagaimana orang bisa mengerti dan mencapai pembebasan dr yg terlahir, tercipta, terbentuk dan berkondisi karenanya? Singkatnya, bagaimana orang bisa mencapai tujuan dari Buddha Dhamma?
Hanya saja, Sang Buddha sebagaimana dlm Pali Sutta dan Agama Sutra tidak melakukan hal2 yg bertabrakan dg ajarannya sendiri. Berbeda dg yg ada dlm kanon Mahayana di luar Agama Sutra.
Jadi kembali lagi, sebenarnya, bila Anda mengakui kebenaran Agama Sutra, maka kata2 Buddha-Bodhisattva (diluar Agama Sutra), para Guru dan para pujangga buddhis, termasuk Anda bertabrakan sendiri dg yg tertera dlm Agama Sutra.

Quote
Saya perlu tanyakan kembali berulang kali. Kalau begitu nibanna tanpa sisa itu lebih tinggi dari nibanna bersisa donk. Karena dalam nibanna tanpa sisa semua skandha sudah dipadamkan, maka tentu lebih tinggi donk?
Kedua, nibanna tanpa sisa hanya dapat dicapai setelah kematian. Pertanyaan saya berarti nibanna tanpa sisa hanya terkondisi oleh kematian donk? Nibanna masih terkondisi kalau begitu? Anda belum menjawab pertanyaan saya: "Apakah seseorang dapat mencapai nibanna tanpa sisa tanpa melalui proses kematian?" Dapat atau tidak? Mohon dijawab yang jelas.
Saya tidak tanya definisi menurut kamus. Jika Anda tidak setuju bahwa setelah "padam" tidak ada apa-apa. Maka Anda seharusnya setuju bahwa setelah padam masih mungkin "ada apa-apa," bukan? Mohon dijawab juga yang jelas.

Silakan tanya berulang kali, yg jelas ini pertama kali Anda menanyakan pd saya scr langsung. :)
Mengapa Anda selalu mencari yg lebih tinggi? Ke-2 2nya bahkan belum saya realisasikan, bagaimana saya bisa menjelaskan yg lebih tinggi yg mana? Bahkan sejauh yg saya pelajari, pun tidak ada Sang Buddha membandingkan mana kondisi yg lebih tinggi. Jika saya bisa menjawabnya, entah bagaimana cara saya menalar seorang Samma Sambuddha. Entah saya melebihi beliau, atau ?
Batin yg telah mencapai Nibbana tidak ada pembedaan A lebih tinggi dari B. Hanya ada melihat A sebagai A dan B sebagai B. Sejauh inilah yg saya bisa nalar. Demikianlah.
Jadi saya hanya bisa memberikan penjelasan sejauh yg saya ketahui dan ada tercantum dlm teks. Harap dimaklumi.
Ada kelahiran maka tentu ada pelapukan dan penghancuran. Jika penghancuran unsur2 tsb yg Anda mksd dg kematian. Maka mencapai nibbana tanpa sisa tanpa melalui proses penghancuran adlh tidak mungkin. Krn bagaimana mungkin disebut 'tidak bersisa' jika 'tidak hancur'? Aneh.. Dlm kalimat pertanyaan Anda itu sendiri bertabrakan makanya saya memilih tidak menjawab sebelumnya.
Eits.. Gmnpun, perbendaharaan kata2 dan persepsi itu penting. Terkadang bisa jadi 2 orang merujuk 1 hal sama, tp krn berbeda kosa kata, maka jadilah perdebatan. Sebelumnya, saya telah menyarankan Anda utk memeriksa di kamus dan membedakan antara kata padam dg tidak ada.
Apabila Anda menyamakan ke-2 hal tsb. Anda seperti orang yg menyamakan bahwa arti kata Atheis sbg 'tidak percaya adanya Tuhan' sama dengan 'percaya bahwa tidak ada Tuhan'
Berhati2lah meskipun sekilas terlihat sama..
Jika saya setuju dg setelah padam masih ada apa2. Berarti saya bertentangan dg prinsip 'Nibbana adlh bukan ada, bukan tiada, bukan antara ada dan tiada, bukan bukan ada pun tiada' itu sendiri.
Mengapa masih terus mencoba memancing saya menjawab dlm jawaban yg salah?
Patuhilah aturan bermain..
Saya sendiri tidak merasa benar krn tdk menjawab. Jd sia2 bila ada serangan yg ditujukan pd pribadi saya.
Toh.. apa artinya? Ini semua hanya kata2, bkn sebuah pengalaman langsung. Jd saya semata ingin berdiskusi saja dan menyampaikan bbrp hal yg saya ketahui sebagaimana ada dlm kanon Pali dan membandingkan dg kanon Mahayana.

Quote
Oh ya. Jawabannya masih seperti ini juga. Kalau begitu semua kritikan terhadap Mahayana juga tidak "apply." Anehnya, Anda menyatakan bahwa Sang Buddha masih bisa "menuntut." Apakah seorang Buddha masih bisa "menuntut" seseorang? Keluar dari apakah tuntutan itu? Kata Anda sebelumnya sudah tidak punya keinginan lalu atas dasar apa Beliau menuntut? Penjelasan Anda kontradiktif dengan sebelumnya. Sang Buddha masih ingin agar Ambattha terhindar dari konsekuensi penghancuran kepala oleh Vajirapani, jadi Beliau menuntut jawaban dari Ambattha. Jadi Sang Buddha masih punya keinginan atau harapan donk? Bagaimana ini? Mana keterangan Anda yang benar?

Kenyataannya, memang demikianlah. Tidak diragukan lagi Anda seorang cendekia. Saya banyak belajar dr tulisan Anda. Tentunya Anda tahu bahwa inti diskusi adlh bertanya dan menjawab. Pertanyaan Anda selalu saya usahakan utk saya jawab dg baik. Tetapi bagaimana dg pertanyaan saya? Selalu Anda kembalikan, bertanya kembali. Dan terkadang mengarah ke pribadi, pdhl jelas yg saya tulis adalah sebagaimana yg tertera dlm kanon Pali.
Kalau begitu, katakanlah di bagian mana semua kritikan thdp Mahayana juga tdk 'apply'?

Menuntut itu hny sebuah penekanan, sbgmn yg saya tangkap dr pertanyaan Anda sbelumnya yg mengindikasikan seolah2 Sang Buddha menuntut jawaban. Jika Anda tidak merasa demikian..
Baiklah, anggaplah saya menulis 'menuntut' itu hanya pandangan subjektif saya dan tanggapan tulisan sy yg sedikit berlebihan atas tulisan Anda sebelumnya, jika Anda tidak menganggap Sang Buddha menuntut sebuah jawaban. Maafkan saya.
Sang Buddha bertanya pd Ambattha, krn apa yg ditanyakan harus dijawab. Apa yg dilakukan harus siap akan konsekuensinya toh? Setuju? Dan dia sendiri telah memulai perdebatan tsb. Karenanya wajar jika Sang Buddha bertanya akan jawaban dari dia. Krn perdebatan telah terjadi, maka wajar jika perdebatan harus berlangsung hingga akhir. Sedangkan Ambattha berhenti ditengah2. Jadi pertanyaan Sang Buddha bukan didorong oleh kehendak (cetana) spt keinginan dan pengharapan, melainkan sbuah tindakan fungsional (kiriya) dlm situasi tsb. Dan krn SB tidak bisa menghentikan, oleh belas-kasihnya, maka dia memberitahu pemuda Ambattha akan konsekuensi bila dia tidak menjawab utk ke-3 kalinya.

Quote
Kalau begitu semoga boss Anda yang bijaksana itu memarahi Anda di hadapan orang banyak agar Anda tidak mengulangi suatu kesalahan yang sama di kemudian hari (kalau ada).

OOT, krn sebelumnya Anda mengambil saya dan boss saya hny sebagai analogi dlm kasus Bhikkhu Sati.
Tp dari efek psikologis malu krn telah salah (hiri), yg tertanam lebih kuat dlm benak, tentunya Bhikkhu Sati menjadi lebih berhati2 lagi dlm bertindak kedepannya, krn takut akan berbuat salah lagi (ottapa).

Quote
Berarti tulisan saya juga benar donk, kalau Buddha mengucapkan hal itu untuk mengajar, karena toh Beliau mengulanginya di kemudian hari di hadapan siswa2Nya.
Di Mahayana banyak mukjizat? Hmm di non Mahayana tidak ada mukjizat ya? Lalu berikut ini apa?

1.Buddha memancarkan api dan air secara bersamaan.
2.Buddha menciptakan tangga keemasan saat turun dari surga setelah membabarkan Abhidhamma
3.Buddha melindungi Suriya ketika hendak dimangsa oleh Rahu, seperti yang tercantum dalam Samyutta Nikaya.
4.Nimmita Buddha yang berasal dari Buddha Sakyamuni
5.Batu hancur berkeping2 waktu Devadatta hendak membunuh Buddha.
dll.

Itu bukan mukjizatkah? Hmmmmm......
Itu mujizat, memang. Makanya perhatikan dong saya tulis 'penuh' sebelumnya. Di Theravada ada, tetapi tidak terlalu berlebihan dan dilebih2kan, gampangnya, "tidak penuh" hanya sekadarnya.

FYI, saya sendiri tidak terlalu meyakini cerita2 yg berlebihan dlm kitab2. Sebagaimana bbrp scholar yg menemukan adanya perubahan dan pergeseran isi Sutta seiring perubahan zaman.

Dan sekadar mengingatkan, krn ini board Mahayana ttg 'pertanyaan kritis mengenai Mahayana' jadi bahaslah sesuai tempat dan waktu. Bkn 'pertanyaan kritis ttg non-Mahayana' toh? ;D

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:42:46 AM
UPASAKA:

Satu proses kehidupan berulang yang terus-menerus, telah melahirkan orang-orang bernama Sumedha... seekor anak ayam jantan... Pangeran Siddhattha Gotama. Ketika Pangeran Siddhattha terlahir, beliau mengucapkan :
"Inilah kelahiranku yang terakhir".

Maksudnya adalah inilah kehidupan terakhirnya, karena di kehidupan ini juga Pangeran Siddhattha akan menghentikan proses penerusan kehidupan. Bukti kongkretnya adalah... Di dalam Sutta (setidaknya yang saya tahu Sutta Theravada), selama perjalanan dalam mengumpulkan Parami, Bodhisatta tidak pernah menyatakan "inilah kelahiranku yang terakhir"; kecuali pada kelahirannya sebagai Pangeran Siddhattha.

TAN:
Well! Saya berhak menyatakan pula alur logika sebagai berikut: Pemuda Sumedha yang menerima Vekkarana dari Buddha Dipankara tidak merealisasi Penerangan Sempurna pada kurun waktu kehidupannya. Seekor anak ayam jantan tidak merealisasi Penerangan Sempurn pada kurun waktu kehidupannya. Itulah sebabnya, mereka tidak menyatakan “Inilah Kelahiranku yang terakhir.” Beda kasusnya dengan Pangeran Sidharta yang merealisasi Penerangan Sempurna pada kurun waktu kehidupannya. Karena itu, ia menyatakan bahwa itulah kelahirannya yang terakhir.
Konsep Mahayana sudah jelas bahwa nirmanakaya merupakan emanasi dari Dharmakaya, yang tujuannya adalah membimbing para makhluk menuju Jalan Dharma. Itulah sebabnya, Beliau mengucapkan mengenai “Kelahiran Terakhir” yang mengacu pada pembebasan dari samsara.
Jadi, ungkapan semacam itu memang sudah sesuai dengan “hakikat” nirmanakaya pada saat itu; yakni “memperagakan” suatu “drama” Penerangan Sempurna. Demikianlah pandangan Mahayana. Karena itu, pertanyaan bahwa “seseorang yang sudah merealisasi Penerangan Sempurna di masa lampau” kini “mencapai Penerangan Sempurna lagi tidaklah valid. Mengapa? Karena Penerangan Sempurna itu hanya suatu “drama agung” demi mengajar umat manusia.
Selanjutnya, pernyataan saya bahwa itu adalah “kelahiran terakhir” bagi sosok Siddharta juga tetap valid, karena pada kenyataannya pada masa berikutnya memang tidak ada sosok Pangeran Siddharta lagi; terlepas dari apakah Sang Bodhisatta pada kehidupan lampaunya pernah mengucapkan proklamasi semacam itu ada tidak.
Kalau mau pakai bahasa ngotot-ngototan saya juga bisa berkelit dengan menyatakan bahwa mungkin saja Bodhisatta Sumedha di masa lalu mengucapkan hal semacam itu, hanya saja tidak dicatat dalam Tipitaka. Toh di Tipitaka juga tidak mencatat semua hal. Anda mungkin membantah: “Bagaimana bisa!” sambil memelototkan mata. Saya bilang bisa saja! Toh Tipitaka juga tidak mencatat warna celana yang dipakai Sumedha. Jadi Tipitaka tidak mencatat segalanya. Mungkin Anda membantah lagi dengan menyatakan: “Ah, pernyataan spekulatif!” Memang spekulatif, tetapi Anda tidak bisa membuktikan secara PASTI bahwa pernyataan saya salah. Selama Anda tidak bisa melakukan TIME TRAVEL dan mengunjungi masing-masing kehidupan Bodhisatta itu di masa lampau, maka apa yang saya ungkapkan masih mungkin memiliki derajat kebenaran; sehingga Anda tidak punya hak untuk mengklaimnya sebagai kesalahan.

UPASAKA:
Coba telaah pernyataan pertentangan di bawah ini :
- lampu bohlam itu terus menyala selama 1 jam
- lampu bohlam itu tidak menyala selama 1 jam
=> Kesimpulan : sepintas kedua lampu itu tampaknya memang menyala, namun pernyataan kedua tidak sejalan dengan pernyataan pertama. Karena durasinya tidak sama - alias pernyataan yang bertentangan.

TAN:
Ah ya benar sekali! Tapi tambahkan pula pernyataan bahwa kedua statemen di atas harus mengacu pada satu lampu, pada tempat, dan waktu yang sama. Tanpa tambahan keterangan itu, mungkin saja masing-masing statemen mengacu pada dua lampu bohlam yang berbeda atau satu lampu pada saat yang berbeda.
Anggap saja semua kondisi sudah dipenuhi. Tetapi seperti kelitan yang biasa dilontarkan rekan non Mahayanis, saya juga akan menjawab bahwa analogi atau dua statemen Anda di atas tidak valid bila dikenakan pada kasus Mahayana (dan memang menurut saya adalah demikian adanya).
Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:58:24 AM
UPASAKA:
Untuk kesekian kalinya...

Manusia bisa ada karena paduan nama-rupa. Nama-rupa ada karena ada penyebab-penyebabnya. Jika penyebab-penyebabnya tidak lagi berpadu, maka tidak akan ada lagi nama-rupa. Kalau tidak ada lagi nama-rupa, maka tidak akan ada lagi manusia. Jadi Parinibbana adalah terhentinya semua sebab-sebab dukkha.
TAN:
Tetapi bagaimanapun juga penjelasan non Mahayanis selalu memancing dikotomi antara nibanna dan parinibbana. Ini yang justru membuat segalanya menjadi rumit dan terkesan kontradiktif. Jika parinibanna adalah terhentinya semua sebab-sebab dukkha, maka ketika seorang Buddha “baru” mencapai nibanna (belum parinibanna) maka sebab-sebab dukkha itu masih ada. Demikiankah maksud Anda? Karena itu, berdasarkan konsep di atas, nibanna sebagai pembebasan dukkha adalah omong kosong dan salah. Parinibbanalah yang menjadi pembebasan dari semua sebab-sebab dukkha. Lalu pertanyaan saya apakah gunanya nibanna apakah gunanya parinibanna? Apakah parinibanna dan nibanna itu adalah dua entitas yang terpisah?
UPASAKA:
 
Konsep Theravada jelas sekali. Tidak ngjlimet. Selalu konsisten. Diuraikan dengan jelas sampai bagian-bagian terkecilnya, yaitu gejolak-gejolak batin yang menjadi penyebab-penyebab dukkha. Ketika seseorang mampu memutuskan akar penyebab ini, maka dia sudah merealisasi Nibbana. Karena itulah ketika memasuki Parinibbana, Buddha tidak lagi bisa ditemukan di manapun dan kapanpun.

TAN:
Tidak juga. Justru tidak konsisten. Contohnya seperti dikotomi antara nibanna dan parinibanna; antara nibanna dengan sisa dan tanpa sisa. Kalau benar nibanna tanpa sisa itu tak terkondisi, mengapa hanya dapat dicapai setelah kematian? Pertanyaan saya :”Apakah nibanna tanpa sisa dapat dicapai tanpa kematian?” tidak pernah dijawab. Justru ini membuktikan ketidak-konsisten pandangan non Buddhis tentang nibanna.

UPASAKA:
Buddha bukan lenyap; karena tidak ada diri yang lenyap setelah Parinibbana. Buddha bukan kekal; karena tidak ada diri yang kekal setelah Parinibbana. Buddha bukan tidak lenyap; karena penyebab dukkha sudah terhenti sehingga proses penghidupan sudah tidak berjalan. Buddha bukan tidak kekal; karena penyebab dukkha sudah tidak berpadu sehingga proses penghidupan sudah tidak saling mengkondisikan.

TAN:
Hahaha. SEkarang meminjam dari postingan rekan non Mahayana di sini, bahwa kalau ada dua hal yang bertentangan, maka tidak mungkin dua-duanya benar. Mari kita cermati dua statemen Anda:
1.Buddha bukan lenyap
2.Buddha bukan kekal
Mana dia antara dua pernyataan yang saling bertentangan itu yang benar?
Mari kita cermati pernyataan ini: “karena tidak ada diri yang lenyap setelah Parinibbana.” Pertanyaan saya: “Sebelum parinibanna masih ada diri tidak?”

UPASAKA:

Kalau saya uraikan seperti itu, rasanya penjelasan Nibbana versi Theravada bukan "di luar konsep" kan?
Kecuali Anda belum mengosongkan gelas, sehingga konsep ini memang akan selalu di luar pemikiran Anda.
TAN:
Ada rekan non Mahayanis yang menyatakan bahwa nibanna itu di luar konsep, tetapi sekarang Anda menyatakan bukan di luar konsep. Nah lagi-lagi mana yang benar nih?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:13:18 AM
UPASAKA:

Sang Buddha berulang-kali bertanya pada Ambatha, karena ingin membuat Ambatha mengoreksi dirinya sendiri.
Sang Buddha menegur Ambatha adalah wujud metta-karuna-Nya kepada Ambatha; memberi nasehat agar kepala Ambatha tidak akan terbelah tujuh.
Sang Buddha tidak berusaha mencegah yakkha, karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambatha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya.

TAN:
Jawabannya masih yang itu-itu juga. Anda bilang: “karena INGIN membuat Ambatha mengoreksi dirinya sendiri” Berarti Sang Buddha punya keinginan donk? Ini sekali kontradiktif dengan pernyataan2 sebelumnya, bahwa seorang Buddha tidak punya keinginan lagi. Ternyata menurut Anda Buddha masih punya keinginan lho.
Pertanyaan saya: Jika Sang Buddha tahu bahwa Ambattha tidak akan menjawab pertanyaannya, apakah BEliau akan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya?
UPASAKA:
Ada yang ingin saya tanyakan :
- Menurut Anda pertanyaan Sang Buddha itu sepele ya?
- Jadi menurut Anda, Sammasambuddha itu bisa-bisanya mengucapkan kata-kata sepele?
- Menurut saya, Anda sudah cukup cerdas untuk dapat memetik amanah dari Sutta itu. Tapi kenapa Anda terus mengungkit Sutta itu? Apakah Anda ingin memakai Sutta itu sebagai topik perbandingan?
- Lantas menurut Anda, seperti apakah amanah dari Sutta itu?
TAN:
Ada yang ingin saya jawab:
-Menurut saya YA. Mengapa? Karena yang diributkan adalah masalah status atau kedudukan. Tentunya bagi seorang Samyaksambuddha suatu status adalah “tidak penting lagi” bukan? Atau menurut Anda status atau kasta (Brahmana vs. Khattiya) masih penting bagi seorang Sammasambuddha? Jika bagi Anda pertanyaan itu bukan sepele, maka kesimpulannya seorang Sammasambuddha masih mementingkan status.
-Bagi saya seorang Sammasambuddha TIDAK bisa mengeluarkan kata-kata sepele. Jadi kemungkinannya Sutta itu yang bermasalah, jadi bukan Sammasambuddhanya. Nah, biasanya rekan non Mahayanis mengkritik Sutra Mahayana, kini giliran saya mengkritik Sutta non Mahayanis.
-Menurut saya, banyak rekan non Mahayanis yang sudah cukup cerdas untuk memetik amanah dari ajaran Mahayana. Tapi kenapa mereka terus mengungkit ajaran Mahayana? Apakah mereka ingin mempertobatkan semua umat Mahayana menjadi non Mahayana?
-Semua kitab termasuk yang bermasalah sekalipun tetap ada amanatnya. yaitu: “Jangan menuduh dan merendahkan orang sembarangan. Jangan-jangan orang yang merendahkan atau menuduh itu justru punya kesalahan yang lebih besar.” Waktu Ambattha memaki suku Sakya sebagai keturunan rendah, justru Ambattha sendiri yang keturunan wanita pelayan. Nah ini pelajaran berharga yang bisa dipetik. Jangan merendahkan kalau tidak mau direndahkan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:26:19 AM
UPASAKA:
Bhikkhu Sati merunduk malu itu artinya kalau beliau menyadari kesalahan-Nya. Ucapan Sang Buddha yang tegas itu tidak didasari oleh kekasaran. Mau buktinya? Coba periksa apakah Sang Buddha merugikan Bhikkhu Sati? Jawabannya tentu tidak, justru 'hardikan' Sang Buddha itu membuat Bhikkhu Sati tersadarkan. Dengan kata lain, ucapan Sang Buddha itu memberi keuntungan bagi Bhikkhu Sati.
TAN:
Dengan alasan yang sama. Apakah seorang Bhikshu Zen yang memukul dengan tongkat merugikan muridnya? Jawabannya tentu tidak, justru “pukulan” tongkat itu membuat siswa tersadarkan dan kembali bermeditasi dengan benar. Dengan kata lain, “pukulan” tongkat itu memberi keuntungan bagi sang siswa.
UPASAKA:

Sang Buddha 'menghardik' Bhikkhu Sati di depan umum karena Bhikkhu Sati telah melakukan kesalahan di depan umum; dengan mengemukakan pandangan salahnya - yang beliau ucapkan seolah sebagai kebenaran. Tujuan Sang Buddha 'menghardik' Bhikkhu Sati di depan umum, agar bhikkhu lainnya mendapat klarifikasi langsung dari Sang Buddha. Sekaligus memberi petikan amanah yang juga bermanfaat bagi bhikkhu lainnya.

TAN:
Begitu pula, seorang Bhikshu Zen memukul dengan tongkat atau membunuh seekor kucing karena para siswanya telah melakukan kesalahan. Dengan “memukul” atau memberikan tindakan semacam itu – yang beliau lakukan seolah sebagai kebenaran, tujuan sang Bhikshu adalah membenarkan kesalahan murid-muridnya. Sekaligus memberikan petikan amanah yang juga bermanfaat bagi para siswa lainnya.
UPASAKA:
Pertanyaan dari saya untuk Anda :
- Apakah bijaksana apabila Anda dan rekan kerja di kantor Anda sedang cekcok, lalu Boss Anda dengan senyum tulusnya menasehati kalian sambil membunuh kucing di hadapan kalian untuk memberi inspirasinya?
- Apakah tindakan seperti itu memberi keuntungan? Yang jelas si kucing justru mendapatkan petaka; karena dibunuh. Selain itu, Office Boy juga merasa dirugikan; karena demi melerai perselisihan, Boss Anda mengotori ruangan kantor dengan bangkai kucing.

Coba renungkan baik-baik, Bro!
TAN:
Jawaban dari saya untuk Anda:
-Kalau pembunuhan kucing itu dapat menjadikan saya tercerahi, maka itu adalah bijaksana. Sang kucing berjasa karena berperan serta dalam proses pencerahan, juga akan bertumimbal lahir di alam yang lebih baik. Everybody happy kalau segala sesuatu dilakukan dengan bijaksana. Tidak ada yang dirugikan di sini.
-Sudah dijawab di atas. Office Boy belum tentu dirugikan kalau si boss membersihkan sendiri bangkai kucingnya. Dengan asumsi si Boss bijaksana, maka tentunya ia akan membersihkan sendiri bangkai kucingnya; kecuali kalau si office boy memang dengan penuh suka cita membersihkan ruangan dari bangkai kucing. Sekali lagi semua hanya sekedar asumsi.
Coba renugkan baik-baik, Bro!
Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:45:03 AM
XUVIE:

Dan sekadar mengingatkan, krn ini board Mahayana ttg 'pertanyaan kritis mengenai Mahayana' jadi bahaslah sesuai tempat dan waktu. Bkn 'pertanyaan kritis ttg non-Mahayana' toh?

TAN:

Wah ga bisa begitu donk. Ga adil! Apakah rekan-rekan non Mahayanis boleh mengkritik Mahayanis sedangkan rekan2 Mahayanis tidak boleh mengkritik non Mahayanis? Kritikan itu adalah bagian dari jawaban yang tak dapat dipisahkan. Saya bisa buka thread sendiri, tetapi tidak akan efektif karena semuanya berkaitan. Akan membuang2 waktu kalau saya harus membalas di dua thread padahal keduanya saling berkaitan.
Jika rekan2 non Mahayanis tidak bersedia dikritik, maka dengan senang hati saya akan mundur. Untuk apa saya berdiskusi dengan orang yang tidak bersedia balik dikritik?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:54:17 AM
XUVIE:

Itu mujizat, memang. Makanya perhatikan dong saya tulis 'penuh' sebelumnya. Di Theravada ada, tetapi tidak terlalu berlebihan dan dilebih2kan, gampangnya, "tidak penuh" hanya sekadarnya.

TAN:

Bagaimana kriteria Anda menentukan suatu mukjizat itu berlebihan atau tidak? Apakah kriterianya? Agama lain juga akan menyatakan bahwa mukjizat mereka tidak berlebihan. Ini sangat subyektif. Pernyataan Anda bahwa mukjizat di Mahayanis berlebihan dan di non Mahayanis tidak berlebihan adalah sangat subyektif. Saya juga bisa menyatakan mukjizat di Mahayanis tidak berlebihan.

Mukjizat sekadarnya? Apakah yang Anda maksud dengan mukjizat sekadarnya? Bagaimanakah kriteria sekadarnya? Untuk menyingkat pembicaraan. Bagi saya kriteria sekadarnya itu sangat subyektif. Tiap orang boleh memberikan kriterianya sendiri2. Kriteria Anda mungkin tidak berarti apa2 bagi saya. Sebagai tambahan, mukjizat adalah "pembelokan" dari hukum alam, jadi seharusnya tidak ada istilah sekadarnya.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 02 June 2009, 03:03:04 AM
Quote
Selanjutnya, pernyataan saya bahwa itu adalah “kelahiran terakhir” bagi sosok Siddharta juga tetap valid, karena pada kenyataannya pada masa berikutnya memang tidak ada sosok Pangeran Siddharta lagi; terlepas dari apakah Sang Bodhisatta pada kehidupan lampaunya pernah mengucapkan proklamasi semacam itu ada tidak.

Jadi sebelumnya, telah pernah ada 'kelahiran terakhir' bagi seorang Gotama di kelahiran terdahulunya. Kemudian kembali terlahir lagi di 'kelahiran terakhir' sebagai seorang Sakyamuni, Siddhartha Gautama. Dan mungkin di masa depan akan terlahir lagi di 'kelahiran terakhir' lain sebagai sosok lain. Terakhir dari hongkong?!
Berarti bukan benar2 'kelahiran terakhir' dong. Kalau hanya krn Nama-rupa berbeda lantas dianggap 'kelahiran terakhir', berarti ini adlh kelahiran terakhir bagi sy dlm wujud yg skrg. Dan ini 'kelahiran terakhir' pula bagi seorang Ivan Taniputera. Begitukah?
Terlalu dipaksakan..

Quote
Memang spekulatif, tetapi Anda tidak bisa membuktikan secara PASTI bahwa pernyataan saya salah. Selama Anda tidak bisa melakukan TIME TRAVEL dan mengunjungi masing-masing kehidupan Bodhisatta itu di masa lampau, maka apa yang saya ungkapkan masih mungkin memiliki derajat kebenaran; sehingga Anda tidak punya hak untuk mengklaimnya sebagai kesalahan.
Memang benar, tetapi berhub sebagaimana kaum non-Mahayanis meyakini kanon Pali, dan Anda sbg kaum Mahayana pun mengakui kebenaran Agama Sutra, maka bisa kembali lagi ke 4 kewibawaan utk mengecek ke Dhamma-Vinaya yg telah diajarkan Sang Gotama.
Dan seperti telah dikatakan oleh Bro Upasaka, bahwa dlm Theravada, penjelasan rasionalnya lebih dapat dipertanggung jawabkan.

instrumen dalam berlogikanya sepertinya banyak fallacy ya.. Boleh diperbaiki terlebih dahulu deh baru bisa meneruskan ke dlm diskusi.

Quote
nibanna sebagai pembebasan dukkha adalah omong kosong dan salah. Parinibbanalah yang menjadi pembebasan dari semua sebab-sebab dukkha. Lalu pertanyaan saya apakah gunanya nibanna apakah gunanya parinibanna? Apakah parinibanna dan nibanna itu adalah dua entitas yang terpisah?
Anda boleh membantah, silakan diperiksa kembali. Yakinkah Anda bahwa Saupadisesa nibbana dan Anupadisesa Nibbana tidak termuat dlm pembahasan Mahayana? Bukankah Mahayana mengklaim kalau ajaran Mahayana pun telah mencakup ajaran Theravada? Berarti itu bukan kelitan non-Mahayanis, melainkan Mahayanis sendiri.
Jadi jangan memandang dr sudut non-Mahayanis, tp pandanglah sbg sebuah pertentangan yg ada dlm tubuh Mahayana sendiri.

Quote
Pertanyaan saya :”Apakah nibanna tanpa sisa dapat dicapai tanpa kematian?” tidak pernah dijawab. Justru ini membuktikan ketidak-konsisten pandangan non Buddhis tentang nibanna.
Entah apakah terlewat dan tidak membaca atau kebanyakan debu di mata?
harap baca di atas telah tertulis:
Quote
Maka mencapai nibbana tanpa sisa tanpa melalui proses penghancuran adlh tidak mungkin.
Sudah dijelaskan pula bahwa pertanyaan tsb sendiri berkontradiksi, bagaimana mungkin disebut nibbana tanpa sisa bila tanpa kematian? Twisted!!
Mendikotomikan Nibbana dg Parinibbana? Benarkah demikian? Atau hanya pandangan yg mencoba menyamakan dan tidak mau melihat perbedaan yg ada?

Quote
SEkarang meminjam dari postingan rekan non Mahayana di sini, bahwa kalau ada dua hal yang bertentangan, maka tidak mungkin dua-duanya benar. Mari kita cermati dua statemen Anda:
1.Buddha bukan lenyap
2.Buddha bukan kekal
Mana dia antara dua pernyataan yang saling bertentangan itu yang benar?
Mari kita cermati pernyataan ini: “karena tidak ada diri yang lenyap setelah Parinibbana.” Pertanyaan saya: “Sebelum parinibanna masih ada diri tidak?”
Tidak jelas. Postingan rekan non Mahayana yg manakah yg dimaksud di sini? Tolong kutipkan agar kita bisa melihat jelas, sertakan sumber dg jelas, tdk perlu 'rekan non-Mahayana' krn itu bisa berarti banyak orang.
Sebelum parinibbana, apakah itu setelah nibbana atau belum? Lebih spesifik tolong..

Quote
Ada rekan non Mahayanis yang menyatakan bahwa nibanna itu di luar konsep, tetapi sekarang Anda menyatakan bukan di luar konsep. Nah lagi-lagi mana yang benar nih?

Sejauh yg saya tangkap dr mksd Bro Upasaka adl bahwa Bro Upasaka mengatakan bahwa 'Kalau saya uraikan seperti itu, rasanya penjelasan Nibbana versi Theravada bukan "di luar konsep" kan?'
Dlm hal ini, perhatikan makna tertulis maupun yg tersirat. Saya melihat bahwa Bro Upasaka hanya mencoba utk memberi pengertian yg lebih jelas, krn sebelumnya Anda selalu bersikeras bahwa penjelasan saya ttg 'di luar konsep' terlalu kabur. Karenanya, sedikit berkompromi, Bro Upasaka hanya mencoba menjelaskan secara lebih detil. Dan dia semata menulis 'rasanya' bukan bahwa penjelasan Nibbana Theravadin 'bukan di luar konsep'
Seperti orang yg ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun. Demikianlah Anda tidak menjawab pertanyaan yg dilontarkan melainkan dng mengadu antara jawaban kaum non-Mahayanis dan kembali bertanya.
Itukah arti diskusi bagi Anda? Terus terang, saya tidak akan melanjutkan lebih jauh lagi apabila hal yg sama berkelanjutan.

Quote
Jawabannya masih yang itu-itu juga. Anda bilang: “karena INGIN membuat Ambatha mengoreksi dirinya sendiri” Berarti Sang Buddha punya keinginan donk? Ini sekali kontradiktif dengan pernyataan2 sebelumnya, bahwa seorang Buddha tidak punya keinginan lagi. Ternyata menurut Anda Buddha masih punya keinginan lho.
Pertanyaan saya: Jika Sang Buddha tahu bahwa Ambattha tidak akan menjawab pertanyaannya, apakah BEliau akan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya?
Anda terlalu detil & perhatian pd kata2 dr lawan bicara. Sehingga sedikit kesalahan spt 'menuntut' dan 'ingin' yg di atas langsung digembar-gemborkan. Tentunya Anda bisa memaklumi sedikit kesalahan sebagaimana yg Bro Upasaka tulis, kan? Dan bukankah ada dikatakan dlm sutra sesepuh Anda bahwa 'jangan melihat jari, tetapi lihatlah bulan'
Jd jangan terlalu meributkan hal2 sepele dlm tulisan kaum Non-Mahayanis, lihatlah hal yg dimaksud dlm tulisan tsb. ;)

Quote
-Bagi saya seorang Sammasambuddha TIDAK bisa mengeluarkan kata-kata sepele. Jadi kemungkinannya Sutta itu yang bermasalah, jadi bukan Sammasambuddhanya. Nah, biasanya rekan non Mahayanis mengkritik Sutra Mahayana, kini giliran saya mengkritik Sutta non Mahayanis.

Pernah mendengar pepatah 'menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri jua?'
Bukannya Sutta non-mahayanis pun diakui sebagai bagian dr kitab Mahayana, sebagai Agama Sutra. Benar kan? Tolong dijawab benar atau tidak saja.

Quote
-Semua kitab termasuk yang bermasalah sekalipun tetap ada amanatnya. yaitu: “Jangan menuduh dan merendahkan orang sembarangan. Jangan-jangan orang yang merendahkan atau menuduh itu justru punya kesalahan yang lebih besar.”

Umm.. Apakah ini juga termuat dlm Sutta/Sutra? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 02 June 2009, 03:26:45 AM
Quote
Begitu pula, seorang Bhikshu Zen memukul dengan tongkat atau membunuh seekor kucing karena para siswanya telah melakukan kesalahan. Dengan “memukul” atau memberikan tindakan semacam itu – yang beliau lakukan seolah sebagai kebenaran, tujuan sang Bhikshu adalah membenarkan kesalahan murid-muridnya. Sekaligus memberikan petikan amanah yang juga bermanfaat bagi para siswa lainnya.

Sip dah.. Knp dr awal tidak menjawab tetapi setelah Bro Upasaka menjawab baru diberikan jawaban sama? Seperti orang menanyakan pohon sukun dijawab pohon mangga.. :-?

Quote
Sang kucing berjasa karena berperan serta dalam proses pencerahan, juga akan bertumimbal lahir di alam yang lebih baik.

Hello.. Para guru abhidhamma.. Adakah krn kucing dibunuh utk tujuan kebaikan maka dipastikan kucing akan terlahir di alam lebih baik? Bukankah setiap mahluk mewarisi kammanya tersendiri?
Bukannya krn kucing mati menderita, menolak saat akan dibunuh, maka akan terlahir sekali lagi ke alam menderita? Itu logikanya bukan?
Apa tuh namanya kamma yg berdasar pd pikiran terakhir sebelum meninggal yg menentukan kelahiran kembali ke alam mana.

Quote
Wah ga bisa begitu donk. Ga adil! Apakah rekan-rekan non Mahayanis boleh mengkritik Mahayanis sedangkan rekan2 Mahayanis tidak boleh mengkritik non Mahayanis? Kritikan itu adalah bagian dari jawaban yang tak dapat dipisahkan. Saya bisa buka thread sendiri, tetapi tidak akan efektif karena semuanya berkaitan. Akan membuang2 waktu kalau saya harus membalas di dua thread padahal keduanya saling berkaitan.
Jika rekan2 non Mahayanis tidak bersedia dikritik, maka dengan senang hati saya akan mundur. Untuk apa saya berdiskusi dengan orang yang tidak bersedia balik dikritik?

Hihi.. Bukannya tidak adil.. Tapi ini kan memang di board Mahayana? Agar tidak OOT toh? :)
Dibuka aja di board Theravada agar dijawab para sesepuh di sana. ;)
Jika dirasa semua saling berkaitan, bagaimana bila diadakan semacam board 'muara' pertemuan antara Theravada dg Mahayana?
Tdk berhub dg kesiapan dikritik. Tetapi memang saya menyarankan demikian agar tdk berputar2. Bukannya biasa selalu dikatakan utk membuka thread baru saja?

Ttg mujizat. Ya bisa dibandingkan. Utk membaca satu sutra Mahayana sebelumnya, kadang kita harus membaca terlebih dahulu keagungan2, mujizat2 yg dpt dilakukan Sang Buddha, yg terkesan 'Wow' tetapi bagi saya, cukup membosankan. Bandingkan dg penjelasan Sang Buddha ttg mujizat di sutta Theravada yg kebanyakan hanya menjelaskan apa adanya ttg panca abhinna yg dpt diperoleh lewat samadhi.
Seperti lazimnya kita ketemukan di setiap sutra Mahayana, ttg kemampuan Buddha & para Bodhisattva utk muncul ke alam manusia dan sekali membabarkan dhamma, berkoti2 mahluk diselamatkan, bla bla bla.. Toh ampe umur segini hari ini belum kedengaran ada 1 pun yg nongol di dekat rumah saya. Yg sering mah kedatangan ustad atau ulama. Apa para Buddha dan Bodhisattva menyamar dlm bentuk ustad dan ulama?? ^-^
Bandingkan dg cerita mujizat di Theravada, memang ada bbrp. Tp tidak terlalu banyak dibandingkan dg yg Mahayana. Tentu saja tidak saya hitung brp banyak scr pasti. Berhubung saya bukan orang yg kurang kerjaan. Dan terutama krn saya kekurangan bahan. Berbeda dg Anda yg gudang ilmu, pemilik 1000 buku dan risalah buddhis. Bagaimana jika pd waktu senggang, dihitung brp perbandingan mujizat yg ada antar Sutta Theravada dg Sutra Mahayana+Agama Sutra?
Memang, tolok ukur utk itu sendiri bersifat subjektif. Jadi tidak perlu dibahas berkepanjangan. ;D
Krn seperti yg pernah saya katakan, FYI, saya tidak terlalu terkesan dan meyakini dng cerita2 tsb. Dan andaipun ada, dlm Sutta Theravada tafsir-menafsirnya lebih rasional dibandingkan dg maaf.. Mahayana, sejauh yg pernah saya baca. Mungkin saja ada sutta Mahayana yg rasional, krn belum ketemu, maka di sinilah saya bertanya pd Anda sekalian para sesepuh Mahayana. Bukannya utk balik ditanya. :)

Terima kasih

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sumedho on 02 June 2009, 05:55:44 AM
 [at] bro Tan &  [at] bro Xuvie:

Utk pembahasan "Pertanyaan kritis mengenai Theravada" bisa dibuat di board theravada agar pembahasannya tidak bercampur dan keluar dari topik.

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 10:21:53 AM
Quote from: Tan
Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

Maksud saya, mungkin yakkha di kisah itu hanyalah gambaran karakter dari si penulis Sutta. Dalam banyak kisah Sutta Theravada, gaya cerita analogi ini sering ditemukan. Salah satunya adalah gaya cerita tentang Mara, yang maksudnya adalah gejolak batin sendiri.

NB: Mara memang makhluk. Tapi ada beberapa kisah yang memakai Mara sebagai wujud kotoran batin.


Quote from: Tan
Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya setelah ditegur. Makanya Sang Buddha tidak 'khawatir' dan berusaha mencegah yakkha memukul kepala Ambatha.


Quote from: Tan
Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Banyak bhikkhu yang belum mencapai tingkat kesucian. Tapi mereka berusaha bertindak-tanduk dalam kebenaran (Dhamma). Dan mereka semua berusaha meneladani tindak-tanduk Sang Buddha. Apakah itu adalah kesalahan? Jadi mereka semua masuk Neraka Avici ya?

Oooo... begitu toh.
Rupanya ada pembunuhan dengan kasus tertentu yang dapat dinyatakan sebagai kebaikan?
Rupanya masih mungkin bagi orang Yang Tercerahkan untuk dapat membunuh?

Berarti tanpa meniru pun, para teroris nun jauh di sana punya bekal-bekal Pencerahan seperti ini.


Quote from: Tan
Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

Tidak ada maksud begitu. Saya hanya ingin mengetahui apakah maksudnya Sang Buddha lupa menyisipkan uraian mengenai perihal itu dalam penjelasan mengenai garuka kamma. Rupanya sudah jelas sekarang...

Kanon Mahayana itu seringkali mengandung wejangan-wejangan dari para Bhiksu sesepuh. Pantas saja banyak isi ajaran Buddhisme yang bertolak-belakang jika dibandingkan antar-sektenya.


Quote from: Tan
Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan

Apakah Sang Buddha menghardik dengan ucapan dan atau perlakuan yang bersifat kekerasan?

Mungkin 'kekerasan' di Ajaran Zen tidak terlalu parah.
Tapi kenapa Sang Buddha tidak memberi pengajaran dengan bumbu 'kekerasan' seperti itu?

Apakah maksudnya 'kekerasan' itu adalah metode mutakhir untuk mengajarkan Dharma?
Atau metode Sang Buddha itu kuno, jadi perlu direvisi?

Saudara Tan...

Pertanyaan-pertanyaan saya di atas juga Anda tunda ya?

Saudara Tan...

Pertanyaan-pertanyaan saya di atas juga Anda tunda ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 10:23:04 AM
Quote from: Tan
TAN:
Well! Saya berhak menyatakan pula alur logika sebagai berikut: Pemuda Sumedha yang menerima Vekkarana dari Buddha Dipankara tidak merealisasi Penerangan Sempurna pada kurun waktu kehidupannya. Seekor anak ayam jantan tidak merealisasi Penerangan Sempurn pada kurun waktu kehidupannya. Itulah sebabnya, mereka tidak menyatakan “Inilah Kelahiranku yang terakhir.” Beda kasusnya dengan Pangeran Sidharta yang merealisasi Penerangan Sempurna pada kurun waktu kehidupannya. Karena itu, ia menyatakan bahwa itulah kelahirannya yang terakhir.
Konsep Mahayana sudah jelas bahwa nirmanakaya merupakan emanasi dari Dharmakaya, yang tujuannya adalah membimbing para makhluk menuju Jalan Dharma. Itulah sebabnya, Beliau mengucapkan mengenai “Kelahiran Terakhir” yang mengacu pada pembebasan dari samsara.
Jadi, ungkapan semacam itu memang sudah sesuai dengan “hakikat” nirmanakaya pada saat itu; yakni “memperagakan” suatu “drama” Penerangan Sempurna. Demikianlah pandangan Mahayana. Karena itu, pertanyaan bahwa “seseorang yang sudah merealisasi Penerangan Sempurna di masa lampau” kini “mencapai Penerangan Sempurna lagi tidaklah valid. Mengapa? Karena Penerangan Sempurna itu hanya suatu “drama agung” demi mengajar umat manusia.
Selanjutnya, pernyataan saya bahwa itu adalah “kelahiran terakhir” bagi sosok Siddharta juga tetap valid, karena pada kenyataannya pada masa berikutnya memang tidak ada sosok Pangeran Siddharta lagi; terlepas dari apakah Sang Bodhisatta pada kehidupan lampaunya pernah mengucapkan proklamasi semacam itu ada tidak.
Kalau mau pakai bahasa ngotot-ngototan saya juga bisa berkelit dengan menyatakan bahwa mungkin saja Bodhisatta Sumedha di masa lalu mengucapkan hal semacam itu, hanya saja tidak dicatat dalam Tipitaka. Toh di Tipitaka juga tidak mencatat semua hal. Anda mungkin membantah: “Bagaimana bisa!” sambil memelototkan mata. Saya bilang bisa saja! Toh Tipitaka juga tidak mencatat warna celana yang dipakai Sumedha. Jadi Tipitaka tidak mencatat segalanya. Mungkin Anda membantah lagi dengan menyatakan: “Ah, pernyataan spekulatif!” Memang spekulatif, tetapi Anda tidak bisa membuktikan secara PASTI bahwa pernyataan saya salah. Selama Anda tidak bisa melakukan TIME TRAVEL dan mengunjungi masing-masing kehidupan Bodhisatta itu di masa lampau, maka apa yang saya ungkapkan masih mungkin memiliki derajat kebenaran; sehingga Anda tidak punya hak untuk mengklaimnya sebagai kesalahan.

Anda benar! Dengan ini saya menyatakan :
“Inilah kelahiranku yang terakhir.”

Apakah berarti saya sudah mencapai Pencerahan? ^-^


Lucu sekali komentar Anda. Saya ambil poin-poinnya :
- Bodhisatta Gotama sudah mencapai Pencerahan sejak kehidupan yang lampau.
- Sebagai wujud dari Nirmanakaya, Bodhisatta Gotama lahir menjadi Pangeran Siddhattha untuk menjadi Sammasambuddha.

Pertanyaannya :
- Apa seh arti Pencerahan bagi Anda?
- Apakah Pencerahan sama dengan Nirvana?
- Bagaimana caranya seseorang yang sudah merealisasi Pencerahan atau Nirvana untuk masih dapat terhanyut dalam roda kehidupan berulang?
- Kalau begitu, apakah mungkin Sammasambuddha Gotama masih melanjutkan roda kehidupan berulang untuk kelak mengajarkan Dhamma kepada para dewa dan manusia lagi?


Quote from: Tan
TAN:
Ah ya benar sekali! Tapi tambahkan pula pernyataan bahwa kedua statemen di atas harus mengacu pada satu lampu, pada tempat, dan waktu yang sama. Tanpa tambahan keterangan itu, mungkin saja masing-masing statemen mengacu pada dua lampu bohlam yang berbeda atau satu lampu pada saat yang berbeda.
Anggap saja semua kondisi sudah dipenuhi. Tetapi seperti kelitan yang biasa dilontarkan rekan non Mahayanis, saya juga akan menjawab bahwa analogi atau dua statemen Anda di atas tidak valid bila dikenakan pada kasus Mahayana (dan memang menurut saya adalah demikian adanya).
Amiduofo,

Tan

Tidak valid di mananya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 10:37:15 AM
Quote from: Tan
TAN:
Tetapi bagaimanapun juga penjelasan non Mahayanis selalu memancing dikotomi antara nibanna dan parinibbana. Ini yang justru membuat segalanya menjadi rumit dan terkesan kontradiktif. Jika parinibanna adalah terhentinya semua sebab-sebab dukkha, maka ketika seorang Buddha “baru” mencapai nibanna (belum parinibanna) maka sebab-sebab dukkha itu masih ada. Demikiankah maksud Anda? Karena itu, berdasarkan konsep di atas, nibanna sebagai pembebasan dukkha adalah omong kosong dan salah. Parinibbanalah yang menjadi pembebasan dari semua sebab-sebab dukkha. Lalu pertanyaan saya apakah gunanya nibanna apakah gunanya parinibanna? Apakah parinibanna dan nibanna itu adalah dua entitas yang terpisah?

Nibbana adalah padamnya lobha-dosa-moha. Ini jelas merujuk pada kondisi batin. Orang yang mencapai Nibbana tidak lagi merasakan suka maupun duka; batinnya sudah mencapai kedamaian. Artinya Nibbana juga terhentinya dukkha. Namun orang yang merealisasi Nibbana masih menjalani penghidupan di samsara ini. Jadi meskipun batinnya tidak lagi menderita, namun ia masih memiliki keterbatasan fisik; sesuai hakikatnya sebagai makhluk.

Ketika memasuki Parinibbana, maka ia tidak lagi dibatasi oleh fisik jasmani. Orang yang memasuki Parinibbana adalah orang yang sudah merealisasi Nibbana tanpa sisa. Orang itu sudah merealisasi Pembebasan Mutlak.

Nibbana bukan berguna atau tidak. Nibbana dan Parinibbana adalah satu realitas. Perbedaannya adalah :
- Nibbana merupakan Pembebasan; dimana orang yang merealisasinya masih menjalani penghidupan.
- Parinibbana merupakan Pembebasan Mutlak; dimana orang yang memasukinya tidak lagi menjalani rutinitas penghidupan.


Quote from: Tan
TAN:
Tidak juga. Justru tidak konsisten. Contohnya seperti dikotomi antara nibanna dan parinibanna; antara nibanna dengan sisa dan tanpa sisa. Kalau benar nibanna tanpa sisa itu tak terkondisi, mengapa hanya dapat dicapai setelah kematian? Pertanyaan saya :”Apakah nibanna tanpa sisa dapat dicapai tanpa kematian?” tidak pernah dijawab. Justru ini membuktikan ketidak-konsisten pandangan non Buddhis tentang nibanna.

Nibbana itu merupakan Pembebasan – terbebas dari lobha-dosa-moha. Nibbana itu berbicara mengenai kondisi batin, yakni batin yang tidak berkondisi.

Nibbana tanpa sisa (Parinibbana) hanya dapat dicapai setelah seseorang meninggalkan penghidupan. Karena ketika seseorang meninggalkan penghidupan (meninggal), saat itulah semua paduan unsur-unsur yang masih ada akan terurai habis; seperti api yang padam.

Konsep Theravada sangat jelas. Tidak ngejlimet. Selalu konsisten. Nibbana dan Parinibbana dijelaskan dengan penggambaran yang detail dan logis, serta sangat sistematis dan berada dalam koridor yang rapi.


….Ketidak-konsisten pandangan Non-Buddhis…??

Anda salah ketik yah?
Hmm… Kalau Anda mengantuk, sebaiknya jangan dipaksakan untuk membalas postingan dulu. Sebagai info, hati (lever) manusia akan bekerja menawarkan racun di dalam tubuh ketika pukul 2-3 pagi. Jadi sebaiknya Anda beristirahat / tidur pada waktu itu.


Quote from: Tan
Hahaha. SEkarang meminjam dari postingan rekan non Mahayana di sini, bahwa kalau ada dua hal yang bertentangan, maka tidak mungkin dua-duanya benar. Mari kita cermati dua statemen Anda:
1.Buddha bukan lenyap
2.Buddha bukan kekal
Mana dia antara dua pernyataan yang saling bertentangan itu yang benar?
Mari kita cermati pernyataan ini: “karena tidak ada diri yang lenyap setelah Parinibbana.” Pertanyaan saya: “Sebelum parinibanna masih ada diri tidak?”

“Buddha bukan lenyap” dan “Buddha bukan kekal”.

Maka yang dimaksud adalah : setelah memasuki Parinibbana, Buddha tidak lagi bisa dikatakan ada maupun tiada. Nibbana tanpa sisa adalah perealisasian tertinggi, ia berada di luar samsara. Maksudnya bahwa ia tidak terkungkung oleh samsara. Jadi ia bukanlah lenyap, bukanlah kekal, bukanlah tidak kekal, dan bukanlah tidak lenyap.

Sebelum Parinibbana, tidak ada diri juga. Sejak awal kelahiran sampai kematian, tidak ada intensitas yang namanya “diri”. Yang ada hanyalah konsep tentang keberadaan diri. Dan konsep inilah yang harus ditanggalkan guna merealisasi Nibbana.

Gimana rasanya sudah meminjam cara berpikir Theravadin untuk mengemukakan postingan? Logis kan?

Tapi sayangnya saya kemukakan lagi cara berpikir Theravadin untuk mengemukakan jawaban. Logis juga kan?


Quote from: Tan
TAN:
Ada rekan non Mahayanis yang menyatakan bahwa nibanna itu di luar konsep, tetapi sekarang Anda menyatakan bukan di luar konsep. Nah lagi-lagi mana yang benar nih?

Amiduofo,

Tan

Maksudnya… Penjelasan mengenai Nibbana itu masih bisa saya rincikan lebih jelas lagi. Tentu saja hakikat Nibbana di luar konsep pemikiran manusia. Karena Nibbana berada di luar samsara, sedangkan pemikiran manusia merupakan bagian dari samsara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 10:46:36 AM
Quote from: Tan
TAN:
Jawabannya masih yang itu-itu juga. Anda bilang: “karena INGIN membuat Ambatha mengoreksi dirinya sendiri” Berarti Sang Buddha punya keinginan donk? Ini sekali kontradiktif dengan pernyataan2 sebelumnya, bahwa seorang Buddha tidak punya keinginan lagi. Ternyata menurut Anda Buddha masih punya keinginan lho.
Pertanyaan saya: Jika Sang Buddha tahu bahwa Ambattha tidak akan menjawab pertanyaannya, apakah BEliau akan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya?

Pertanyaannya masih itu-itu saja…

Keinginan yang tidak lagi ada pada diri seorang Buddha adalah keinginan berdasarkan keakuan. Tentu saja seorang Buddha masih memiliki keinginan. Kalau tidak memiliki keinginan, bagaimana mungkin Sang Buddha bisa memberi khotbah kepada para dewa dan manusia.

Pertanyaan Anda tidak valid lagi... ^-^

Sudah saya katakan, Sang Buddha sudah tahu kalau Ambatha akan menjawab pertanyaan-Nya setelah diulangi untuk ketiga kalinya. Jadi Sang Buddha tidak risau dengan niat yakkha itu. Karena itulah Sang Buddha tidak berusaha mencegah perbuatan yakkha itu.


Quote from: Tan
TAN:
Ada yang ingin saya jawab:
-Menurut saya YA. Mengapa? Karena yang diributkan adalah masalah status atau kedudukan. Tentunya bagi seorang Samyaksambuddha suatu status adalah “tidak penting lagi” bukan? Atau menurut Anda status atau kasta (Brahmana vs. Khattiya) masih penting bagi seorang Sammasambuddha? Jika bagi Anda pertanyaan itu bukan sepele, maka kesimpulannya seorang Sammasambuddha masih mementingkan status.
-Bagi saya seorang Sammasambuddha TIDAK bisa mengeluarkan kata-kata sepele. Jadi kemungkinannya Sutta itu yang bermasalah, jadi bukan Sammasambuddhanya. Nah, biasanya rekan non Mahayanis mengkritik Sutra Mahayana, kini giliran saya mengkritik Sutta non Mahayanis.
-Menurut saya, banyak rekan non Mahayanis yang sudah cukup cerdas untuk memetik amanah dari ajaran Mahayana. Tapi kenapa mereka terus mengungkit ajaran Mahayana? Apakah mereka ingin mempertobatkan semua umat Mahayana menjadi non Mahayana?
-Semua kitab termasuk yang bermasalah sekalipun tetap ada amanatnya. yaitu: “Jangan menuduh dan merendahkan orang sembarangan. Jangan-jangan orang yang merendahkan atau menuduh itu justru punya kesalahan yang lebih besar.” Waktu Ambattha memaki suku Sakya sebagai keturunan rendah, justru Ambattha sendiri yang keturunan wanita pelayan. Nah ini pelajaran berharga yang bisa dipetik. Jangan merendahkan kalau tidak mau direndahkan.

Amiduofo,

Tan

- Apakah yang terjadi pada Ambatha setelah dia menjawab pertanyaan sepele dari Sang Buddha? Hasilnya apa?? Kalau dari pertanyaan sepele itu akhirnya Ambatha bias berubah ke arah yang lebih baik, artinya pertanyaan Sang Buddha itu bukan pertanyaan sepele. Justru Anda yang terlalu menyepelekan hal-hal kecil. Hati-hati loh, semut yang kecil itu bisa mengalahkan seekor gajah yang besar…

- Kalau menurut saya, Sang Buddha tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata sepele di dalam Sutta. Yang jadi permasalahannya adalah orang-orang yang membaca Sutta itu. Seringkali mereka menyepelekan kata-kata yang sederhana.

- Anda keliru. Kami semua Umat Non-Mahayanis di sini tidak lebih cerdas dari Anda. Terlebih saya sendiri. Saya hanyalah seorang awam yang baru mengenyam pendidikan di bangku TK, dan saya masih belum mengerti pelajaran di bangku SD (baca : Mahayana) dan SMP (baca : Vajrayana). Karena itu, saya ingin membangkitkan pemikiran kritis saya guna mempelajari tendensi dari pelajaran-pelajaran di bangku SD ini.

- Terima kasih atas pencerahannya. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 10:50:14 AM
Quote from: Tan
TAN:
Dengan alasan yang sama. Apakah seorang Bhikshu Zen yang memukul dengan tongkat merugikan muridnya? Jawabannya tentu tidak, justru “pukulan” tongkat itu membuat siswa tersadarkan dan kembali bermeditasi dengan benar. Dengan kata lain, “pukulan” tongkat itu memberi keuntungan bagi sang siswa.

Apakah seorang Yang Tercerahkan masih membutuhkan tongkat dalam memberikan pengajarannya?

Hmmm... Mungkin memang benar, kalau Guru-guru Zen itu lebih berbakat mengajar daripada seorang Sammasambuddha Gotama yah? Hahaha...


Quote from: Tan
TAN:
Begitu pula, seorang Bhikshu Zen memukul dengan tongkat atau membunuh seekor kucing karena para siswanya telah melakukan kesalahan. Dengan “memukul” atau memberikan tindakan semacam itu – yang beliau lakukan seolah sebagai kebenaran, tujuan sang Bhikshu adalah membenarkan kesalahan murid-muridnya. Sekaligus memberikan petikan amanah yang juga bermanfaat bagi para siswa lainnya.

Dimana kekonsistenan kalau Aliran Mahayana (baca : Zen) bertindak atas dasar menghargai semua bentuk kehidupan? Demi memberikan inspirasi, seekor kucing harus dijadikan tumbal? Wow... Sungguh bijaksana sekali tindakannya? Sang Buddha Gotama pasti bisa memberikan standing applause untuk metode pengajaran ini yah... ;D


Quote from: Tan
TAN:
Jawaban dari saya untuk Anda:
-Kalau pembunuhan kucing itu dapat menjadikan saya tercerahi, maka itu adalah bijaksana. Sang kucing berjasa karena berperan serta dalam proses pencerahan, juga akan bertumimbal lahir di alam yang lebih baik. Everybody happy kalau segala sesuatu dilakukan dengan bijaksana. Tidak ada yang dirugikan di sini.
-Sudah dijawab di atas. Office Boy belum tentu dirugikan kalau si boss membersihkan sendiri bangkai kucingnya. Dengan asumsi si Boss bijaksana, maka tentunya ia akan membersihkan sendiri bangkai kucingnya; kecuali kalau si office boy memang dengan penuh suka cita membersihkan ruangan dari bangkai kucing. Sekali lagi semua hanya sekedar asumsi.
Coba renugkan baik-baik, Bro!
Amiduofo,

Tan

- Kucing itu berjasa? Kucing itu akan terlahir ke alam yang lebih baik? Everybody’s happy? Bagaimana mungkin?? Kucing itu kan tidak tahu apa-apa, nyatanya dia harus kehilangan nyawanya meski tidak berbuat salah kepada seisi kantor… Kucing itu mungkin akan terlahir kea lam rendah lagi, karena pikirannya pasti dipenuhi dengan rasa takut dan kebencian ketika menjelang kematiannya. Dan siapa tahu timbunan karma burukya masih banyak… Dan saya ini penggemar kucing loh. Bagaimana pun, saya tetap akan sedih melihat kucing dibunuh. Jadi setidaknya tindakan itu tidak bias membuat semua orang happy.

- Wow… Sungguh Boss teladan. Kalau begitu, Office Boy itu pasti senang sekali punya Boss seperti itu. Kelak jika Boss itu menumpahkan kopi di lantai, maka Boss itu juga yang akan membersihkannya sendiri. Hahaha…

- Anda mau berjasa bagi banyak makhluk bukan? Pergilah ke pedalaman suku-suku primitif, dan berikanlah diri Anda sebagai tumbal persembahan bagi dewa-dewa mereka. Mungkin saja mereka akan mendapat pencerahan dari perbuatan itu. No offense loh… ;D


Coba renungkan kembali, Bro!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 10:55:53 AM


Quote from: Tan
TAN:
Jawaban dari saya untuk Anda:
-Kalau pembunuhan kucing itu dapat menjadikan saya tercerahi, maka itu adalah bijaksana. Sang kucing berjasa karena berperan serta dalam proses pencerahan, juga akan bertumimbal lahir di alam yang lebih baik. Everybody happy kalau segala sesuatu dilakukan dengan bijaksana. Tidak ada yang dirugikan di sini.
-Sudah dijawab di atas. Office Boy belum tentu dirugikan kalau si boss membersihkan sendiri bangkai kucingnya. Dengan asumsi si Boss bijaksana, maka tentunya ia akan membersihkan sendiri bangkai kucingnya; kecuali kalau si office boy memang dengan penuh suka cita membersihkan ruangan dari bangkai kucing. Sekali lagi semua hanya sekedar asumsi.
Coba renugkan baik-baik, Bro!
Amiduofo,

Tan

- Kucing itu berjasa? Kucing itu akan terlahir ke alam yang lebih baik? Everybody’s happy? Bagaimana mungkin?? Kucing itu kan tidak tahu apa-apa, nyatanya dia harus kehilangan nyawanya meski tidak berbuat salah kepada seisi kantor… Kucing itu mungkin akan terlahir kea lam rendah lagi, karena pikirannya pasti dipenuhi dengan rasa takut dan kebencian ketika menjelang kematiannya. Dan siapa tahu timbunan karma burukya masih banyak… Dan saya ini penggemar kucing loh. Bagaimana pun, saya tetap akan sedih melihat kucing dibunuh. Jadi setidaknya tindakan itu tidak bias membuat semua orang happy.


mgkn sudah takdirnya kale tuh kucing harus mati, alias sudah karma nya ;D

Kucing itu kan tidak tahu apa-apa, nyatanya dia harus kehilangan nyawanya meski tidak berbuat salah kepada seisi kantor…
Kucing itu mungkin akan terlahir kea lam rendah lagi, karena pikirannya pasti dipenuhi dengan rasa takut dan kebencian ketika menjelang kematiannya. << kalau kucing terlahir dialam lebih rendah, jangan salahkan orang lain, salahkan diri sendiri kenapa tidak bisa melepas, masih saja punya kebencian....  :P

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 11:00:41 AM
Quote from: Tan
TAN:
Jawaban dari saya untuk Anda:
-Kalau pembunuhan kucing itu dapat menjadikan saya tercerahi, maka itu adalah bijaksana. Sang kucing berjasa karena berperan serta dalam proses pencerahan, juga akan bertumimbal lahir di alam yang lebih baik. Everybody happy kalau segala sesuatu dilakukan dengan bijaksana. Tidak ada yang dirugikan di sini.
-Sudah dijawab di atas. Office Boy belum tentu dirugikan kalau si boss membersihkan sendiri bangkai kucingnya. Dengan asumsi si Boss bijaksana, maka tentunya ia akan membersihkan sendiri bangkai kucingnya; kecuali kalau si office boy memang dengan penuh suka cita membersihkan ruangan dari bangkai kucing. Sekali lagi semua hanya sekedar asumsi.
Coba renugkan baik-baik, Bro!
Amiduofo,

Tan

- Kucing itu berjasa? Kucing itu akan terlahir ke alam yang lebih baik? Everybody’s happy? Bagaimana mungkin?? Kucing itu kan tidak tahu apa-apa, nyatanya dia harus kehilangan nyawanya meski tidak berbuat salah kepada seisi kantor… Kucing itu mungkin akan terlahir kea lam rendah lagi, karena pikirannya pasti dipenuhi dengan rasa takut dan kebencian ketika menjelang kematiannya. Dan siapa tahu timbunan karma burukya masih banyak… Dan saya ini penggemar kucing loh. Bagaimana pun, saya tetap akan sedih melihat kucing dibunuh. Jadi setidaknya tindakan itu tidak bias membuat semua orang happy.

- Wow… Sungguh Boss teladan. Kalau begitu, Office Boy itu pasti senang sekali punya Boss seperti itu. Kelak jika Boss itu menumpahkan kopi di lantai, maka Boss itu juga yang akan membersihkannya sendiri. Hahaha…

- Anda mau berjasa bagi banyak makhluk bukan? Pergilah ke pedalaman suku-suku primitif, dan berikanlah diri Anda sebagai tumbal persembahan bagi dewa-dewa mereka. Mungkin saja mereka akan mendapat pencerahan dari perbuatan itu. No offense loh… ;D


Coba renungkan kembali, Bro!



IMO, Sang Kucing boleh bisa dianggap berjasa, bila kucing tersebut timbul cetana untuk dikorbankan... demi kebaikan orang lain.  :|

* bila maksud jasa disini adalah karma baik, sekali lagi saya komparatif dengan teori karma, bahwa perbuatan bisa masuk karma jika ada cetana. dalam kisah zen sepertinya kucing itu gak ada cetana untuk dikorbankan. jadi bagaimana mungkin bisa mendapat jasa (baca:karma baik). sebaliknya guru zen tersebut mempunyai cetana untuk membunuh kucing, agar muridna tidak ribut (suatu bentuk penolakan, dimana masih ada LDM). tetapi bila dalam kisah, Guru Zen tersebut memang dikatakan sudah "tercerahkan" maka cetana nya tidak menimbulkan karma. karena saya terimpuls dengan keabsolutan orang yg "tercerahkan" kepada guru Zen tersebut.



|      moga moga kucing yg ini gak dibelah....
|     
|       _/\_
|
V
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 June 2009, 11:03:06 AM
Dan seorang yg tercerahkan tidak mungkin membunuh dengan sengaja (ini bukan pengalaman pribadi, hanya baca dari dongeng).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 02 June 2009, 11:21:43 AM
To Hendrako:

Mari perhatikan ungkapan Anda berikut ini:

Jangan khawatir bro...
Arahatnya bisa merosot.......

Bandingkan dengan yang ini:

Menurut pengertian saya sejauh ini, seorang Arahat tidak akan merosot.
Saya serius loh.

Kesimpulannya:

Anda orang yang plin plan dan kontradiktif.

Amiduofo,

Tan


Perhatikan yang saya bold biru diatas.
Apabila tanpa imbuhan -nya, maka kesimpulan anda benar.

-nya yang saya maksud adalah kepemilikan, dalam hal ini aliran Mahayana (yang (mungkin) terwakili oleh anda) sebagai obyek yang ditanggapi, dimana yg saya ketahui sampai saat ini, bahwa Arahat dalam pandangan Mahayana bisa merosot.
Sedangkan dari yang saya pelajari dan pahami, seorang Arahat telah terbebas dan takkan merosot. Apabila Arahat dipandang masih bisa merosot, maka itu adalah sebuah kemerosotan itu sendiri, Arahat2-an. (menurut saya pribadi)

Dan kali ini saya juga serius loh.
 :|
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 June 2009, 12:00:36 PM
saudara Tan,
Quote
Saya jelaskan lagi ya. Bagi kaum Mahayanis kedua hal itu tidak bertentangan. Ketika Dharmakaya mengemanasikan dirinya sebagai Nirmanakaya (dalam hal ini Buddha Sakyamuni - Pangeran Siddharta), maka tentu saja itu adalah "kelahiran" terakhir sebagai Pangeran Siddharta. Untuk selanjutnya tidak ada lagi "kelahiran" sebagai Pangeran Siddharta. Jadi pandangan dalam Sutta Pali juga "benar" dan Mahayana juga "benar."
Mahayana juga mengajarkan upaya kausalya, jadi tatkala Bodhisattva Siddharta terlahir dan berjalan tujuh langkah serta mengeluarkan raungan singa (Simhanada); ungkapan "Inilah kelahiranKu yang terakhir" adalah ajaran bagi umat manusia untuk menapaki jalan Dharma demi menghentikan samsara. Tetapi proses emanasi sendiri berada di luar ruang dan waktu; sehingga bagi umat awam dikatakan "tak berakhir."
Kedua, Anda selalu berpikir bahwa dua statemen yang saling bertentangan tidak mungkin kedua-duanya benar. Ini adalah salah; kalau Anda belajar filsafat Dewey, maka Anda akan mengetahui bahwa tidak selamanya demikian. Saya akan berikan suatu analogi yang mungkin tidak tepat benar (sekali lagi saya bilang ini adalah analogi, semoga Anda dapat memahami apa maksudnya "analogi"):

1.Lampu lalu lintas tidak menyala merah
2.Lampu lalu lintas menyala merah

Mana di antara kedua statemen yang nampak bertentangan itu yang benar? Jawabnya keduanya bisa benar tergantung kondisinya, karena lampu lalu lintas terkadang menyala merah dan terkadang tidak (kuning serta hijau). Tidak ada yang salah di antara kedua statemen di atas.

Jangan lupa pula bahwa kedua statemen yang saling bertetangan bisa juga keduanya salah. Contoh:

Air berwarna putih
Air berwarna hitam

Mana yang benar? Keduanya salah. Mengapa? Air itu TIDAK berwarna.

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya. Sebagaimana umat Buddha (khususnya Mahayana, entah kalau non Mahayana) yang baik kita hendaknya sedikit demi sedikit meluaskan wawasan kita dan tidak terjebak terus menerus dalam dikotomi sempit (kalau bukan kawan, maka ia adalah lawan).

Semoga tulisan saya cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
saudara tan,
anda tahu makna bertentangan atau tidak sih?
kata "besok saya tidak akan lahir"
kemudian "besok saya akan lahir"  kalau di tanya mana benar...jelas belum saya tahu.
tapi yang JELAS BERTENTANGAN.
dimana jika satu dikatakan benar, yang satu nya tidak mungkin benar pula.

tahu tidak mengapa sang Buddha berkali-kali mengatakan hal ini dalam beberapa sutta.
1.simsapa sutta
2.cula-malungkyaputta sutta.
3.potthapada sutta.
4.brahmajala sutta.

ini yang saya tahu semua tercatat hal yang sama.
mengapa SangBuddha tidak pernah mau menjawab
apakah Tathagata itu ada setelah parinibbana,tidak ada, ada dan tiada bukan ada maupun bukan tidak ada.
dan alasan Buddha sudah sangat jelas dan diuraikan terus menerus
"ini tidak membawa pada jalan nibbana/akhir dari Dukkha"

ketika saya berdiskusi dengan Bhante Maha.
kata-kata beliau setidaknya membuat saya mengerti apa yang dimaksud dengan
"ini tidak membawa pada jalan nibbana/akhir dari dukkha"

karena semua jawaban ini bersifat spekulasi
"apa yang dirasakan ketika telah mencapai sotapanna"?
bhante menjawab ini pertanyaan gila.
Bhante menjawab ini pertanyaan gila, ketika anda berumur 8 tahun, dan anda bertanya bagaimana jika saya menjadi sarjana, atau menjadi dokter, ini atau itu...
itu hanya pikiran masa depan,....tetap lah fokus pada "saat ini"

"if Buddha reborn after passed away"?
bhante "tidak,tidak mungkin,tetapi kau tidak perlu berpikir seperti itu"
------------
SangBuddha selalu menyatakan "apakah aku ada di masa lampau?" apakah aku ada dimasa depan?
tidak lah mungkin.

ketika seorang pangeran bertanya kepada Buddha, sungguh damai dan tenang para bikkhu disini, apakah yang membuat demikian?
SangBuddha menjawab "tidak menyesali masa lalu,tidak merindukan masa depan,diam dalam keheningan saat ini"

keep pratice meditation everytime be mindfullnes and be passion that's the key.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 12:14:07 PM
TANGGAPAN TERPADU UNTUK XUVIE
Keterangan: Kata-kata di dalam kurung siku [] adalah tanggapan saya.
Kata-kata di luar kurung siku adalah tanggapan Xuvie sebelumnya.

===========================================================
Pertama, saya tidak menuduh Anda. Dan pernyataan saya 'nibbana di luar konsep' adlh mengutip dr pernyataan Sang Buddha Gotama. Ada rujukannya. Jadi saya tidak sembarang  berkata.
Memang benar, ada sedikit paradoks yg terjadi. Bahwa 'Nibbana ada di luar konsep' itu sendiri pun sebuah konsep. Tapi konsep inilah yg paling mendekati realitas.

[Di sini telah terjadi kontradiksi. Pada mulanya dikatakan nirvana di luar konsep, tetapi belakangan dinyatakan bahwa itu adalah “konsep.” Dengan demikian, menyimpulkan dari perkataan Anda itu, seharusnya “nirvana ada di luar konsep” tidak lagi valid, karena toh sudah dikonsepkan. BAgi saya konsep yang mendekati realitas atau jauh dari realitas adalah sama-sama konsep. Anjing baik besar atau kecil adalah tetap anjing. Kedua bagaimana Anda tahu bahwa itu yang paling mendekati realitas, sedangkan Anda belum merealisasi nirvana?]

=============================================================
 Krn tidak dijelaskan terlalu jauh melainkan diberikan rambu2 & syarat mengenainya yaitu Ajatam Abhutam Akatam Asankhatam.
Saat realitas dideskripsikan ke dalam tataran pikiran dan kata2, tentu mengalami degradasi dan distorsi, tidak lagi realitas melainkan konsep.

[Hal yang sama pula dengan filosofi Mahayana. Ketika realitas dalam filosofi Mahayana dideskripsikan ke dalam tataran pikiran dan kata2, tentu mengalami degradasi dan distorsi, seperti yang sudah saya katakan dalam posting2 sebelumnya. Banyak istilah2 dalam Mahayana yang terpaksa diungkapkan dalam kata-kata awam. Banyak umat non Mahayanis menafsirkannya terlalu harafiah dan melontarkan kritikan.Padahal sebenarnya makna yang hendak disampaikan tidak demikian. Itulah sebabnya saya juga boleh mengatakan bahwa kritikan itu tidak valid]

========================================================

Mari bayangkan pertanyaan anda. Jika sejak awal Sang Buddha tidak mencoba menjelaskan sbagaimana dlm Udana 8:3 bahwa 'ada ke tidakterlahiran, keterciptaan, keterbentukan, ketak-berkondisian yg dpt dicapai dr apa yg terlahir, tercipta, terbentuk dan berkondisi', bagaimana orang bisa mengerti dan mencapai pembebasan dr yg terlahir, tercipta, terbentuk dan berkondisi karenanya? Singkatnya, bagaimana orang bisa mencapai tujuan dari Buddha Dhamma?

[Hal inipun sudah diungkapkan dalam Sutra Samdhinirmocana. Sangat gamblang malah. Dijelaskan bahwa Sang Guru mengunakan “kata-kata sementara” (provisional meaning) untuk mengomunikasikan suatu ajaran. Itulah sebabnya agama Buddha, baik dari aliran apapun, sebenarnya adalah agama praktik.]

============================================================

Hanya saja, Sang Buddha sebagaimana dlm Pali Sutta dan Agama Sutra tidak melakukan hal2 yg bertabrakan dg ajarannya sendiri. Berbeda dg yg ada dlm kanon Mahayana di luar Agama Sutra.
Jadi kembali lagi, sebenarnya, bila Anda mengakui kebenaran Agama Sutra, maka kata2 Buddha-Bodhisattva (diluar Agama Sutra), para Guru dan para pujangga buddhis, termasuk Anda bertabrakan sendiri dg yg tertera dlm Agama Sutra.

[Bertabrakan menurut Anda, sedangkan bagi umat Mahayana tidak ada yang bertabrakan tuh. Secara logika, bila Agama Sutra bertabrakan dengan kanon Mahayana, mengapa kanon itu dimasukkan dalam kanon Mahayana? Bhikshu2 Mahayana yang menyusun kanon Taisho atau Beijing Sanzang tidak bodoh. Mereka pernah mengeluarkan Sutra2 yang dianggap palsu dari kanon. Jika benar yang Anda bilang ajarannya bertabrakan, maka dengan mudah mereka dapat mengeluarkannya dari kanon. Jawaban yang sangat simple. Jadi saya tekankan lagi. Ungkapan Anda bawa Agama Sutra bertabrakan dengan kanon Mahayana adalah sesuatu yang sangat subyektif dan tidak berarti apa2. Saya mempelajari dua2nya tetapi tidak merasa ada kontradiksi. Kalau perbedaan memang pasti ada. Tetapi bukan “tabrakan.” Kontradiksi tidak akan terjadi kalau Anda bersedia menerima penjelasan Mahayana. Tetapi bila tidak, maka kontradiksi itu bagi Anda akan terus ada. Nah, bila sudah begitu tidak ada lagi gunanya berdiskusi. Dengan alasan itu, agar tidak membuang-buang waktu saya. Saya tidak akan menanggapi lagi pernyataan yang menyatakan bahwa Agama Sutra bertabrakan dengan Sutra2 Mahayana].

==========================================================

Silakan tanya berulang kali, yg jelas ini pertama kali Anda menanyakan pd saya scr langsung.  
Mengapa Anda selalu mencari yg lebih tinggi? Ke-2 2nya bahkan belum saya realisasikan, bagaimana saya bisa menjelaskan yg lebih tinggi yg mana? Bahkan sejauh yg saya pelajari, pun tidak ada Sang Buddha membandingkan mana kondisi yg lebih tinggi. Jika saya bisa menjawabnya, entah bagaimana cara saya menalar seorang Samma Sambuddha. Entah saya melebihi beliau, atau ?
Batin yg telah mencapai Nibbana tidak ada pembedaan A lebih tinggi dari B. Hanya ada melihat A sebagai A dan B sebagai B. Sejauh inilah yg saya bisa nalar.

[Anda tidak mengerti esensi pertanyaan saya. Ibaratnya buah sukun Anda jawab mangga. Buah mangga Anda jawab sukun. Mengapa pertanyaan mana yang lebih tinggi saya tanyakan terus menerus? Jawabnya karena umat non Mahayanis selalu mengkontraskan dengan nibanna tanpa sisa. Jika demikian, adalah konsekuensi wajar (anggap saja saya orang non Buddhis yang tidak tahu banyak mengenai agama Buddha) bahwa pasti ada perbedaan antara nibanna sisa dan tanpa sisa. Jadi pertanyaan mana yang lebih tinggi adalah konsekuensi yang wajar dari keterangan kalian. Itupun kalau kalian bisa atau bersedia menjawabnya. Memang benar bagi Samyasambuddha tidak ada tinggi atau rendah. Tetapi masalahnya saya tanya pada Anda yang belum mencapai samyaksambuddha. Jadi tinggi dan rendah seharusnya masih valid bagi Anda].

========================================================

Demikianlah.
Jadi saya hanya bisa memberikan penjelasan sejauh yg saya ketahui dan ada tercantum dlm teks. Harap dimaklumi.
Ada kelahiran maka tentu ada pelapukan dan penghancuran. Jika penghancuran unsur2 tsb yg Anda mksd dg kematian. Maka mencapai nibbana tanpa sisa tanpa melalui proses penghancuran adlh tidak mungkin. Krn bagaimana mungkin disebut 'tidak bersisa' jika 'tidak hancur'? Aneh.. Dlm kalimat pertanyaan Anda itu sendiri bertabrakan makanya saya memilih tidak menjawab sebelumnya.

[Jadi nibanna tanpa sisa adalah berkondisi bukan? Saya tidak bisa nonton di bioskop kalau tidak membayar karcis – itu adalah kondisi. Nah jika nibanna tanpa sisa tanpa melalu proses penghancuran adalah tidak mungkin, maka itu artinya nibanna tanpa sisa adalah berkondisi. Jadi ungkapan bahwa nibanna itu tak berkondisi adalah salah, setidaknya dengan mengacu pada keterangan Anda di atas. Dengan demikian, sekarang akan jadi jelas siapa yang sesungguhnya bertabrakan].

=====================================================

Eits.. Gmnpun, perbendaharaan kata2 dan persepsi itu penting. Terkadang bisa jadi 2 orang merujuk 1 hal sama, tp krn berbeda kosa kata, maka jadilah perdebatan. Sebelumnya, saya telah menyarankan Anda utk memeriksa di kamus dan membedakan antara kata padam dg tidak ada.
Apabila Anda menyamakan ke-2 hal tsb. Anda seperti orang yg menyamakan bahwa arti kata Atheis sbg 'tidak percaya adanya Tuhan' sama dengan 'percaya bahwa tidak ada Tuhan'
Berhati2lah meskipun sekilas terlihat sama..
Jika saya setuju dg setelah padam masih ada apa2. Berarti saya bertentangan dg prinsip 'Nibbana adlh bukan ada, bukan tiada, bukan antara ada dan tiada, bukan bukan ada pun tiada' itu sendiri.
Mengapa masih terus mencoba memancing saya menjawab dlm jawaban yg salah?

[Bukannya memancing, tetapi karena memang apa yang Anda ungkapkan itu menimbulkan banyak pertanyaan. Jadi pertanyaan semacam itu adalah konsekuensi wajar dari apa yang Anda ungkapkan. Jika padam tidak dapat diartikan sebagai tak ada apa lagi, maka secara logika tentunya padam dapat diartikan sebagai “ada apa-apa lagi.” Ini bukan dari saya lho, melainkan saya hanya mengikuti alur logis posting2 Anda sebelumnya. Anda pernah pula menyatakan bahwa bila ada dua hal yang bertentangan, maka mustahil dua-duanya benar. Nah, sekarang silakan jawab, bila padam bukan berarti tidak ada apa-apa lagi, tentunya lawannya yang benar bukan? Yakni “padam masih ada apa-apa.” Jika Anda ngotot bahwa dua-duanya tidak ada yang benar, sebagai konsekuensinya Anda harus menarik pernyataan Anda sebelumnya bahwa jika ada dua pernyataan yang bertentangan, maka salah satu di antara keduanya pasti salah. Itupun jika Anda bersedia mengakuinya. Bila tidak ya terserah Anda.].

======================================================

Patuhilah aturan bermain..

[Aturan bermain apa lagi yang harus dipatuhi? Bermain lompat tali maksudnya?]

==========================================================

Saya sendiri tidak merasa benar krn tdk menjawab. Jd sia2 bila ada serangan yg ditujukan pd pribadi saya.

[Siapa yang menyerang pribadi Anda?]

==========================================================

Toh.. apa artinya? Ini semua hanya kata2, bkn sebuah pengalaman langsung. Jd saya semata ingin berdiskusi saja dan menyampaikan bbrp hal yg saya ketahui sebagaimana ada dlm kanon Pali dan membandingkan dg kanon Mahayana.

[Begitupun saya. Saya hanya berupaya menjelaskan kesalah-pahaman rekan2 non Mahayana terhadap ajaran Mahayana].

==========================================================

Kenyataannya, memang demikianlah. Tidak diragukan lagi Anda seorang cendekia. Saya banyak belajar dr tulisan Anda. Tentunya Anda tahu bahwa inti diskusi adlh bertanya dan menjawab. Pertanyaan Anda selalu saya usahakan utk saya jawab dg baik. Tetapi bagaimana dg pertanyaan saya? Selalu Anda kembalikan, bertanya kembali. Dan terkadang mengarah ke pribadi, pdhl jelas yg saya tulis adalah sebagaimana yg tertera dlm kanon Pali.

[Begitupun juga saya. Saya merasa telah memberikan jawaban yang terbaik. Pertanyaan itu tentunya juga adalah sebagian dari jawaban. Ada pertanyaan yang perlu dijawab dengan pertanyaan balik. Mengarah pada pribadi? Saya kira itu hanya perasaan Anda saja].

======================================================

Kalau begitu, katakanlah di bagian mana semua kritikan thdp Mahayana juga tdk 'apply'?

[Ya semuanya lah. Karena kritikan di sini adalah penafsiran yang terlalu harafiah dan dipaksakan terhadap ajaran Mahayana. Sesungguhnya kerja sama yang baik antara aliran itu harusnya berupa upaya untuk memahami satu sama lain dan bukannya saling mengkritik atau membandingkan. Sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa Mahayana dan non Mahayana itu pasti beda. Tetapi biasanya non Mahayanis terus menerus menekankan perbedaan itu. Namun sudah dengan asumsi (gelas yang tidak lagi kosong) bahwa ajaran non Mahayana itu pasti benar].

=====================================================

Menuntut itu hny sebuah penekanan, sbgmn yg saya tangkap dr pertanyaan Anda sbelumnya yg mengindikasikan seolah2 Sang Buddha menuntut jawaban. Jika Anda tidak merasa demikian..
Baiklah, anggaplah saya menulis 'menuntut' itu hanya pandangan subjektif saya dan tanggapan tulisan sy yg sedikit berlebihan atas tulisan Anda sebelumnya, jika Anda tidak menganggap Sang Buddha menuntut sebuah jawaban. Maafkan saya.

[Lho? Saya tidak tahu apakah Sang Buddha menuntut jawaban atau tidak. Yang saya tanya adalah bagaimana pandangan menurut Anda. Yang saya perlukan adalah jawaban yang jelas. Ya atau tidak].

==================================================

Sang Buddha bertanya pd Ambattha, krn apa yg ditanyakan harus dijawab. Apa yg dilakukan harus siap akan konsekuensinya toh? Setuju? Dan dia sendiri telah memulai perdebatan tsb. Karenanya wajar jika Sang Buddha bertanya akan jawaban dari dia. Krn perdebatan telah terjadi, maka wajar jika perdebatan harus berlangsung hingga akhir. Sedangkan Ambattha berhenti ditengah2.

[Darimana ada aturan bahwa suatu perdebatan harus berhenti sampai akhir. Bagaimana kalau tidak mungkin ditemukan jalan keluar? Ungkapan bahwa perdebatan harus diselesaikan sampai akhir adalah terlalu menggampangkan masalah. Perdebatan antara Mahayana dan non Mahayana sendiri mana mungkin bisa selesai? Sampai kapan seseorang harus berdebat? Sampai jenggotan ya? Dengan demikian, jawaban Anda di atas masih jauh dari sasaran, karena inti masalahnya bukan itu. Ibarat buah sukun dijawab buah mangga dan demikian pula sebaliknya].

===========================================================
 Jadi pertanyaan Sang Buddha bukan didorong oleh kehendak (cetana) spt keinginan dan pengharapan, melainkan sbuah tindakan fungsional (kiriya) dlm situasi tsb. Dan krn SB tidak bisa menghentikan, oleh belas-kasihnya, maka dia memberitahu pemuda Ambattha akan konsekuensi bila dia tidak menjawab utk ke-3 kalinya.

[Jadi menurut Anda kiriya ya? Omong2 seperti apa sih kiriya itu. Apakah seperti proses yang tidak dapat dihentikan oleh Buddha dan berjalan seperti ban berjalan atau robot yang otomatis? Kalau penjelasan Anda mengenai kiriya adalah seperti itu, maka apakah bedanya Buddha dan sebuah robot yang hanya mempunyai “tindakan fungsional”? Apakah orang mencapai pencerahan hanya untuk menjadi “robot” bila jawaban Anda adalah “ya.” Menurut saya, kiriya tidak seperti itu, setidaknya menurut definisi Mahayana. Tetapi ini akan saya simpan dulu sampai akhir. Tunggu bagaimana penjelasan Anda].

==========================================================
XUVIE:
Jadi sebelumnya, telah pernah ada 'kelahiran terakhir' bagi seorang Gotama di kelahiran terdahulunya. Kemudian kembali terlahir lagi di 'kelahiran terakhir' sebagai seorang Sakyamuni, Siddhartha Gautama. Dan mungkin di masa depan akan terlahir lagi di 'kelahiran terakhir' lain sebagai sosok lain. Terakhir dari hongkong?!

TAN:
Anda salah besar! Buddhisme Mahayana tidak menganggapnya sebagai “kelahiran” melainkan EMANASI. Jadi pertanyaan Anda di sini sangat tidak valid. Seperti yang telah saya ungkapkan di atas, karena keterbatasan kata-kata, maka dipergunakan istilah kelahiran. Tetapi tentunya itu bukan istilah kelahiran, seperti manusia atau para makhluk pada umumnya, sehingga penyebutan sebagai “kelahiran” di sini tidak tepat. Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, emanasi itu adalah suatu permainan kosmis demi mengajarkan para makhluk. Yaitu memperagakan bagaimana proses pencarian seorang manusia menuju Penerangan Sempurna. Itulah berita sesungguhnya yang ingin disampaikan. Pernah tahu Sutra Lalitavistara ga? Itu adalah Sutra Mahayana yang membahas mengenai riwayat Buddha Sakyamuni. Tahu arti kata “Lalitavistara” ga? Itu artinya “Permainan atau Drama Kosmis.” Istilah “kelahiran terakhir” itu hanya istilah yang dipergunakan untuk mengajar umat manusia.
XUVIE:

Berarti bukan benar2 'kelahiran terakhir' dong. Kalau hanya krn Nama-rupa berbeda lantas dianggap 'kelahiran terakhir', berarti ini adlh kelahiran terakhir bagi sy dlm wujud yg skrg. Dan ini 'kelahiran terakhir' pula bagi seorang Ivan Taniputera. Begitukah?
Terlalu dipaksakan..
TAN:
Benar. Setidaknya saya bisa pakai rujukan dari ajaran non Mahayanis untuk mendukung teori saya di atas. Kalau ini bukan kelahiran terakhir dari sosok Tan, maka berarti di masa yang akan datang masih ada sosok Tan lagi. Itu berarti ada suatu “atta” kekal yang terlahir berulang-ulang. Nah itu adalah ajaran eternalis bukan? Tentunya Anda tidak mau disebut eternalis khan?
XUVIE:
Memang benar, tetapi berhub sebagaimana kaum non-Mahayanis meyakini kanon Pali, dan Anda sbg kaum Mahayana pun mengakui kebenaran Agama Sutra, maka bisa kembali lagi ke 4 kewibawaan utk mengecek ke Dhamma-Vinaya yg telah diajarkan Sang Gotama.
Dan seperti telah dikatakan oleh Bro Upasaka, bahwa dlm Theravada, penjelasan rasionalnya lebih dapat dipertanggung jawabkan.

instrumen dalam berlogikanya sepertinya banyak fallacy ya.. Boleh diperbaiki terlebih dahulu deh baru bisa meneruskan ke dlm diskusi.

TAN:

Kebenaran rasional dari Hongkong? Mana buktinya? Justru pertanyaan2 saya banyak yang tidak terjawab oleh rekan-rekan non Mahayanis. Semuanya banyak yang muter2 saja. Pernyataan Anda bahwa logika saya banyak fallacynya adalah sesuatu yang sangat subyektif. Itu semua hanya karena SAYA TIDAK SEPENDAPAT DENGAN ANDA. Coba saja kalau saya sependapat dengan Anda seperti Sdr. Upasaka, dll, maka Anda akan bilang logika saya sudah benar. Anda bilang kalau saya banyak mengarah pada pribadi Anda. Tetapi ungkapan “instrumen dalam berlogikanya sepertinya banyak fallacy ya.. Boleh diperbaiki terlebih dahulu deh baru bisa meneruskan ke dlm diskusi.” apakah bukan pengarahan terhadap pribadi juga. Saya juga boleh bilang tanggapan Anda semuanya sangat subyektif. Bisa diperbaiki terlebih dahulu sebelum meneruskannya ke dalam diskusi.

[bersambung]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 02 June 2009, 12:18:03 PM
27. ‘Baiklah, Bhagavà, apakah Tathàgata ada setelah kematian? Apakah hanya ini yang benar dan semua yang lainnya salah?’ ‘Aku tidak menyatakan bahwa Tathàgata ada setelah kematian,’ ‘Baiklah, Bhagavà, apakah Tathàgata tidak ada setelah kematian, … ada dan tidak ada setelah kematian? … bukan ada dan bukan tidak ada setelah kematian?’ ‘Aku tidak menyatakan bahwa Tathàgata bukan ada dan bukan tidak ada setelah kematian, dan bahwa semua yang lainnya adalah salah.’
28. ‘Tetapi, Bhagavà, mengapakah Bhagavà tidak menyatakan hal-hal ini?’ ‘Poññhapàda, itu tidak mendukung pada tujuan, tidak mendukung pada Dhamma, [189] bukan jalan untuk memulai kehidupan suci; tidak mengarah menuju ketidaktertarikan, tidak menuju kebosanan, tidak menuju pelenyapan, tidak menuju ketenangan, tidak menuju pengetahuan yang lebih tinggi, tidak menuju pencerahan, tidak menuju Nibbàna. Itulah sebabnya, maka Aku tidak menyatakannya.’
29. ‘Tetapi, Bhagavà, apakah yang Bhagavà nyatakan?’ ‘Poññhapàda, Aku telah menyatakan: “Ini adalah penderitaan, ini adalah asal-mula penderitaan, ini adalah lenyapnya penderitaan, dan ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.”’
30. ‘Tetapi, Bhagavà, mengapakah Bhagavà menyatakan hal-hal ini?’ ‘Karena, Poññhapàda, itu mendukung pada tujuan, mendukung pada Dhamma, [189] jalan untuk memulai kehidupan suci; mengarah menuju ketidaktertarikan, menuju kebosanan, menuju pelenyapan, menuju ketenangan, menuju pengetahuan yang lebih tinggi, menuju pencerahan, menuju Nibbàna. Itulah sebabnya, maka Aku menyatakannya.’

.................

31. Kemudian para pengembara, segera setelah Sang Bhagavà pergi, mencela, mengejek, mencemooh Poññhapàda dari segala penjuru, dengan mengatakan: ‘Apa pun yang dikatakan Petapa Gotama, Poññhapàda setuju dengan-Nya: “Jadi, begitu, Bhagavà. Jadi, begitu, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan!” Kami tidak mengerti sepatah kata pun dari keseluruhan ceramah Petapa Gotama: “Apakah dunia ini kekal atau tidak? – apakah terbatas atau tidak terbatas? – apakah jiwa sama dengan badan atau berbeda? – apakah Tathàgata ada setelah kematian atau tidak ada, [190] atau keduanya, atau bukan keduanya?”’
Poññhapàda menjawab: ‘Aku juga tidak mengerti tentang apakah dunia ini kekal atau tidak … atau apakah Tathàgata ada setelah kematian atau tidak, atau keduanya, atau bukan keduanya. Tetapi Petapa Gotama mengajarkan cara yang benar dan nyata dalam praktik yang selaras dengan Dhamma dan berdasarkan pada Dhamma. Dan mengapakah seorang sepertiku tidak mengungkapkan persetujuan atas praktik yang benar dan nyata, yang diajarkan dengan begitu baik oleh Petapa Gotama?’

................
33. ‘Poññhapàda, semua pengembara itu adalah buta dan tidak memiliki penglihatan, engkau satu-satunya di antara mereka yang memiliki penglihatan. Beberapa hal yang Kuajarkan dan Kutunjukkan, Poññhapàda, adalah pasti, yang lainnya adalah tidak pasti. Yang manakah yang Kutunjukkan adalah tidak pasti? “Dunia adalah kekal“ Aku nyatakan sebagai tidak pasti …. “Tathàgata ada setelah kematian .…” Mengapa? Karena tidak mendukung …menuju Nibbàna. Itulah sebabnya, mengapa Aku menyatakannya sebagai tidak pasti.’

‘Tetapi yang manakah yang Kutunjukkan sebagai pasti? “Ini adalah penderitaan [192], ini adalah asal-mula penderitaan, ini adalah lenyapnya penderitaan, dan ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.” Mengapa? Karena, itu mendukung pada tujuan, mendukung pada Dhamma, jalan untuk memulai kehidupan suci; mengarah menuju ketidaktertarikan, menuju kebosanan, menuju pelenyapan, menuju ketenangan, menuju pengetahuan yang lebih tinggi, menuju pencerahan, menuju Nibbàna. Itulah sebabnya, maka Aku menyatakannya sebagai pasti.’

selanjutnya baca sendiri agak panjang......Download tuh.^^
daripada membahas A,B,C lalu Z.. pada akhirnya hanya NOL besar yg didapat.
apa tidak cape?....cape d. ;D   _/\_

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 12:21:24 PM
MARCEDES:

daripada membahas A,B,C lalu Z.. pada akhirnya hanya NOL besar yg didapat.
apa tidak cape?....cape d.

TAN:

Kalau rekan2 non Mahayana berhenti membahas A, B, C, lalu Z maka saya juga berhenti. Prinsipnya "Anda jual kami beli." Meskipun hasilnya NOL besar saya juga akan tetap meladeninya.

“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Amiduofo,

Tab
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 June 2009, 12:23:07 PM
kalrifikasi:

sayalah yang mengatakan bahwa "jika ada dua statement yg berlawanan, maka tidak mungkin dua2nya benar".
tambahan "tidak mungkin dua2nya benar" berarti "salah satunya benar atau dua2nya tidak benar"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 12:31:53 PM
:))  tulisan oh.. tulisan..... pantas saja guru Zen bilang kitab itu racun :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 12:44:27 PM
MARCEDES:

daripada membahas A,B,C lalu Z.. pada akhirnya hanya NOL besar yg didapat.
apa tidak cape?....cape d.

TAN:

Kalau rekan2 non Mahayana berhenti membahas A, B, C, lalu Z maka saya juga berhenti. Prinsipnya "Anda jual kami beli." Meskipun hasilnya NOL besar saya juga akan tetap meladeninya.

“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Amiduofo,

Tan

standing applause buat mr. Tan.... ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 12:45:06 PM
TANGGAPAN TERPADU UNTUK XUVIE (part II)
Keterangan: Kata-kata di dalam kurung siku [] adalah tanggapan saya.
Kata-kata di luar kurung siku adalah tanggapan Xuvie sebelumnya.
=======================================================================
Tidak jelas. Postingan rekan non Mahayana yg manakah yg dimaksud di sini? Tolong kutipkan agar kita bisa melihat jelas, sertakan sumber dg jelas, tdk perlu 'rekan non-Mahayana' krn itu bisa berarti banyak orang.
Sebelum parinibbana, apakah itu setelah nibbana atau belum? Lebih spesifik tolong..

[Baik saya tanyakan:
1.Kondisi sebelum nibanna
2.Kondisi setelah nibanna
3.Kondisi sebelum parinibanna
4.Kondisi setelah parinibanna
Sudah cukup spesifik khan.

Sejauh yg saya tangkap dr mksd Bro Upasaka adl bahwa Bro Upasaka mengatakan bahwa 'Kalau saya uraikan seperti itu, rasanya penjelasan Nibbana versi Theravada bukan "di luar konsep" kan?'
Dlm hal ini, perhatikan makna tertulis maupun yg tersirat. Saya melihat bahwa Bro Upasaka hanya mencoba utk memberi pengertian yg lebih jelas, krn sebelumnya Anda selalu bersikeras bahwa penjelasan saya ttg 'di luar konsep' terlalu kabur. Karenanya, sedikit berkompromi, Bro Upasaka hanya mencoba menjelaskan secara lebih detil. Dan dia semata menulis 'rasanya' bukan bahwa penjelasan Nibbana Theravadin 'bukan di luar konsep'

[Memangnya penjelasan mengenai nibanna boleh dikompromikan? Kedua, mana yang benar nibanna berada “di luar konsep” atau “bukan di luar konsep”? Tolong berikan jawaban yang jelas. Katanya tidak mungkin dua-duanya benar (sesuai logika Anda sendiri].
===============================================================

Seperti orang yg ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun.

[Saat satu jari menunjuk pada orang lain, keempat jari ternyata menunjuk pada diri sendiri].

================================================

Demikianlah Anda tidak menjawab pertanyaan yg dilontarkan melainkan dng mengadu antara jawaban kaum non-Mahayanis dan kembali bertanya.
Itukah arti diskusi bagi Anda? Terus terang, saya tidak akan melanjutkan lebih jauh lagi apabila hal yg sama berkelanjutan.

[Mengapa juga Anda mengadu antara kanon Mahayana dan Pali? Jika Anda berhenti mengadu. Saya juga berhenti. Prinsipnya: “Anda jual kami beli” Bagi saya sesungguhnya kanon Mahayana atau Pali itu tidak pantas diadu. Kedua-duanya adalah harta permata Buddhadharma yang agung. Mendingan praktikkan saja apa yang Anda anggap baik, tanpa perlu mengkritisi aliran lain].

================================================================

Anda terlalu detil & perhatian pd kata2 dr lawan bicara. Sehingga sedikit kesalahan spt 'menuntut' dan 'ingin' yg di atas langsung digembar-gemborkan. Tentunya Anda bisa memaklumi sedikit kesalahan sebagaimana yg Bro Upasaka tulis, kan? Dan bukankah ada dikatakan dlm sutra sesepuh Anda bahwa 'jangan melihat jari, tetapi lihatlah bulan'
Jd jangan terlalu meributkan hal2 sepele dlm tulisan kaum Non-Mahayanis, lihatlah hal yg dimaksud dlm tulisan tsb.

[Lho... ga bisa gitu donk. Bagi Anda itu sepele atau kesalah kecil, lha bagi saya itu sungguh esensial kok. Gimana donk jadinya? Kedua, pelajaran yang dapat ditarik adalah jangan remehkan hal-hal kecil. Ketiga, apa yang Anda anggap remeh belum tentu demikian pula menurut orang lain].

================================================================

Pernah mendengar pepatah 'menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri jua?'
Bukannya Sutta non-mahayanis pun diakui sebagai bagian dr kitab Mahayana, sebagai Agama Sutra. Benar kan? Tolong dijawab benar atau tidak saja.

[Saya jawab dengan tegas “BENAR.”]

================================================================

Umm.. Apakah ini juga termuat dlm Sutta/Sutra?

[Termuat pada sutra atau tidak, tetapi yang pasti ajaran itu bermanfaat. Memang cara membuat telur dadar juga dimuat dalam Sutra atau Sutta ya? Ga mesti semua yang baik itu harus termuat dalam sutra atau sutta]

===========================================================

Hello.. Para guru abhidhamma.. Adakah krn kucing dibunuh utk tujuan kebaikan maka dipastikan kucing akan terlahir di alam lebih baik? Bukankah setiap mahluk mewarisi kammanya tersendiri?
Bukannya krn kucing mati menderita, menolak saat akan dibunuh, maka akan terlahir sekali lagi ke alam menderita? Itu logikanya bukan?
Apa tuh namanya kamma yg berdasar pd pikiran terakhir sebelum meninggal yg menentukan kelahiran kembali ke alam mana.

[But, jangan lupa di dalam Mahayana, para guru yang telah mencapai realisasi punya kemampuan untuk melakukan pelimpahan jasa sehingga suatu makhluk bisa terlahir di alam yang lebih baik. Bhikshu itu adalah guru Zen, tentunya ia punya pertimbangan2 tertentu dalam membunuh kucing itu. Bisa juga ia tahu konsekuensi karmanya dan lebih rela menanggung hal itu, sehingga para muridnya tercerahi. Sekali lagi banyak pertimbangan dan kemungkinannya. Anda mengungkapkan pandangan secara non Mahayanis. Di sini sebagai pengimbang saya mengungkapkan pandangan Mahayanis.]

============================================================

Ttg mujizat. Ya bisa dibandingkan. Utk membaca satu sutra Mahayana sebelumnya, kadang kita harus membaca terlebih dahulu keagungan2, mujizat2 yg dpt dilakukan Sang Buddha, yg terkesan 'Wow' tetapi bagi saya, cukup membosankan. Bandingkan dg penjelasan Sang Buddha ttg mujizat di sutta Theravada yg kebanyakan hanya menjelaskan apa adanya ttg panca abhinna yg dpt diperoleh lewat samadhi.
Seperti lazimnya kita ketemukan di setiap sutra Mahayana, ttg kemampuan Buddha & para Bodhisattva utk muncul ke alam manusia dan sekali membabarkan dhamma, berkoti2 mahluk diselamatkan, bla bla bla.. Toh ampe umur segini hari ini belum kedengaran ada 1 pun yg nongol di dekat rumah saya. Yg sering mah kedatangan ustad atau ulama. Apa para Buddha dan Bodhisattva menyamar dlm bentuk ustad dan ulama??  
Bandingkan dg cerita mujizat di Theravada, memang ada bbrp. Tp tidak terlalu banyak dibandingkan dg yg Mahayana. Tentu saja tidak saya hitung brp banyak scr pasti. Berhubung saya bukan orang yg kurang kerjaan. Dan terutama krn saya kekurangan bahan. Berbeda dg Anda yg gudang ilmu, pemilik 1000 buku dan risalah buddhis. Bagaimana jika pd waktu senggang, dihitung brp perbandingan mujizat yg ada antar Sutta Theravada dg Sutra Mahayana+Agama Sutra?
Memang, tolok ukur utk itu sendiri bersifat subjektif. Jadi tidak perlu dibahas berkepanjangan.  
Krn seperti yg pernah saya katakan, FYI, saya tidak terlalu terkesan dan meyakini dng cerita2 tsb. Dan andaipun ada, dlm Sutta Theravada tafsir-menafsirnya lebih rasional dibandingkan dg maaf.. Mahayana, sejauh yg pernah saya baca. Mungkin saja ada sutta Mahayana yg rasional, krn belum ketemu, maka di sinilah saya bertanya pd Anda sekalian para sesepuh Mahayana. Bukannya utk balik ditanya.  

[Lagi-lagi sangat subyektif. Tanggapannya tidak terlalu bermutu untuk terlalu banyak saya tanggapi. Saya cuma mau bilang “rasional” dan “tidak rasional” itu sangat subyektif. Karena sesuai dengan selera Anda, maka Anda bilang “rasional” kalau tidak ya Anda bilang “tidak rasional.” Sekali lagi celotehan seperti di atas tidak ada artinya bagi saya. Lagian apakah dalam hidup Anda, Anda tidak pernah mendapatkan pertolongan orang lain? Nah orang yang menolong Anda itu boleh dikatakan sebagai “bodhisattva.” Setidaknya demikian menurut Mahayana. Jadi kita disarankan untuk saling menjadi “bodhisattva” bagi sesama kita. Dengan demikian dunia jadi indah. Rasional ga filsafat Mahayana yang ini?]

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 12:54:12 PM
Ko TAN
[But, jangan lupa di dalam Mahayana, para guru yang telah mencapai realisasi punya kemampuan untuk melakukan pelimpahan jasa sehingga suatu makhluk bisa terlahir di alam yang lebih baik. Bhikshu itu adalah guru Zen, tentunya ia punya pertimbangan2 tertentu dalam membunuh kucing itu. Bisa juga ia tahu konsekuensi karmanya dan lebih rela menanggung hal itu, sehingga para muridnya tercerahi. Sekali lagi banyak pertimbangan dan kemungkinannya. Anda mengungkapkan pandangan secara non Mahayanis. Di sini sebagai pengimbang saya mengungkapkan pandangan Mahayanis.]

RYU
Jadi Membunuh itu dibenarkan ya dalam kasus tertentu? Boleh tau di Sutra mana Buddha bilang boleh membunuh? Kalau benar ada ajakan atau pembenaran dalam membunuh dalam ajaran Buddha, tenyata Buddha itu sama saja dengan agama lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 June 2009, 01:01:15 PM
^
kalau yg di atas benar, maka saya mau mengusulkan untuk membatalkan status BANNED dari member Chandra_Mukti19
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:04:11 PM
Ya, berarti menurut Chandra itu benar adanya, membunuh itu bisa menuntun ke Nibbana ;D
Jadi malu aye kalah sama Chandra :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 01:05:51 PM
seinget i :-? bhiksu yg ngebelek kucing itu gak diterangkan sudah mencapai pencerahan atau belum deh :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:06:29 PM
Ko Tan
[Lagi-lagi sangat subyektif. Tanggapannya tidak terlalu bermutu untuk terlalu banyak saya tanggapi. Saya cuma mau bilang “rasional” dan “tidak rasional” itu sangat subyektif. Karena sesuai dengan selera Anda, maka Anda bilang “rasional” kalau tidak ya Anda bilang “tidak rasional.” Sekali lagi celotehan seperti di atas tidak ada artinya bagi saya. Lagian apakah dalam hidup Anda, Anda tidak pernah mendapatkan pertolongan orang lain? Nah orang yang menolong Anda itu boleh dikatakan sebagai “bodhisattva.” Setidaknya demikian menurut Mahayana. Jadi kita disarankan untuk saling menjadi “bodhisattva” bagi sesama kita. Dengan demikian dunia jadi indah. Rasional ga filsafat Mahayana yang ini?]

RYU
Berarti Pencuri yang baik hati seperti kisah Robin Hood adalah Budhisatva, hmmmm baru tau aye nih ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:08:26 PM
seinget i :-? bhiksu yg ngebelek kucing itu gak diterangkan sudah mencapai pencerahan atau belum deh :D
Ingat cerita Chandra Mukti? Gurunya perokok tapi melarang muridnya untuk tidak merokok?
Ingat cerita gurunya yang pemarah dan suka bilang kasar dan melarang muridnya untuk mengikuti tingkah lakunya?

Apakah kualitas Guru seperti itu yang harus kita ikuti?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 01:10:46 PM
Ko Tan
[Lagi-lagi sangat subyektif. Tanggapannya tidak terlalu bermutu untuk terlalu banyak saya tanggapi. Saya cuma mau bilang “rasional” dan “tidak rasional” itu sangat subyektif. Karena sesuai dengan selera Anda, maka Anda bilang “rasional” kalau tidak ya Anda bilang “tidak rasional.” Sekali lagi celotehan seperti di atas tidak ada artinya bagi saya. Lagian apakah dalam hidup Anda, Anda tidak pernah mendapatkan pertolongan orang lain? Nah orang yang menolong Anda itu boleh dikatakan sebagai “bodhisattva.”  bagi anda sendiri  Setidaknya demikian menurut Mahayana. Jadi kita disarankan untuk saling menjadi “bodhisattva” bagi sesama kita. Dengan demikian dunia jadi indah. Rasional ga filsafat Mahayana yang ini?]

yg biru i tambahan dari i....


Komen : dalam diskusi yg kritis ini, menurut i om Tan jangan mnurunkan arti makna kosa kata deh ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 01:13:38 PM
seinget i :-? bhiksu yg ngebelek kucing itu gak diterangkan sudah mencapai pencerahan atau belum deh :D
Ingat cerita Chandra Mukti? Gurunya perokok tapi melarang muridnya untuk tidak merokok?
Ingat cerita gurunya yang pemarah dan suka bilang kasar dan melarang muridnya untuk mengikuti tingkah lakunya?

Apakah kualitas Guru seperti itu yang harus kita ikuti?

jawabannya mungkin terdapat dalam pameo terkenal ini ;D

"Logika anak SD dan Kuliah berbeda, jadi ngajarin pelajaran Kuliah ke anak SD gak bakal nyampe"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 01:19:39 PM
Kan sudah saya bilang kalo Candra Mukti jangan dibanned... ;D

Candra Mukti mengatakan bahwa :
- pembunuhan bisa menuntun ke Nibbana
- seks bisa menuntun ke Nibbana

Kedua statement itu rupanya selaras dengan pernyataan dari Kaum Non-Hinayana...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 01:23:11 PM
Ko Tan
[Lagi-lagi sangat subyektif. Tanggapannya tidak terlalu bermutu untuk terlalu banyak saya tanggapi. Saya cuma mau bilang “rasional” dan “tidak rasional” itu sangat subyektif. Karena sesuai dengan selera Anda, maka Anda bilang “rasional” kalau tidak ya Anda bilang “tidak rasional.” Sekali lagi celotehan seperti di atas tidak ada artinya bagi saya. Lagian apakah dalam hidup Anda, Anda tidak pernah mendapatkan pertolongan orang lain? Nah orang yang menolong Anda itu boleh dikatakan sebagai “bodhisattva.” Setidaknya demikian menurut Mahayana. Jadi kita disarankan untuk saling menjadi “bodhisattva” bagi sesama kita. Dengan demikian dunia jadi indah. Rasional ga filsafat Mahayana yang ini?]

RYU
Berarti Pencuri yang baik hati seperti kisah Robin Hood adalah Budhisatva, hmmmm baru tau aye nih ;D

Jack the Ripper juga mungkin Bodhisattva.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:23:50 PM
RYU:

RYU
Jadi Membunuh itu dibenarkan ya dalam kasus tertentu? Boleh tau di Sutra mana Buddha bilang boleh membunuh? Kalau benar ada ajakan atau pembenaran dalam membunuh dalam ajaran Buddha, tenyata Buddha itu sama saja dengan agama lain.

TAN:

Salah juga. Buddha tidak pernah melarang membunuh atau membolehkan membunuh. Justru ini bedanya dengan agama lain. Kalau agama lain itu semuanya berupa "perintah" atau "pengharusan" : jangan lakukan... engkau harus melakukan...
Tetapi Buddhadharma yang saya pahami tidak demikian. Buddha hanya mengajarkan konsekuensinya berupa karma. Anda diberi tahu kalau berbuat ini, maka karmanya begini.. berbuat itu... karmanya begitu.
Nah, mau dilakukan? Semua berpulang pada pribadi masing-masing.

Kembali ke kisah bhikshu Zen membelah kucing agar diskusi tidak berkepanjangan.
Baik, anggap saja kita tidak tahu apakah ia sudah pencerahan atau belum. Yang pasti dalam melakukan sesuatu Sang Guru sudah punya pertimbangan sendiri. Sebagai seorang guru Buddhis kita asumsikan bahwa ia tahun tentang hukum karma. Kalaupun menuai karmanya maka itu adalah urusannya.

Tetapi mari kita kilas balik. Sebenarnya tema pembicaraan waktu saya memberikan contoh tersebut adalah "kita hendaknya tidak mencontoh orang lain yang dianggap telah mencapai pencerahan." Namun temanya telah menjadi melebar.
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah jangan meniru-niru guru Zen tersebut bila Anda tidak siap konsekuensinya.
Jadi jangan karena menganggap bahwa seseorang telah mencapai pencerahan kita mengikuti tindak tanduknya secara membuta. Itu saja pesannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 01:25:02 PM
MARCEDES:

daripada membahas A,B,C lalu Z.. pada akhirnya hanya NOL besar yg didapat.
apa tidak cape?....cape d.

TAN:

Kalau rekan2 non Mahayana berhenti membahas A, B, C, lalu Z maka saya juga berhenti. Prinsipnya "Anda jual kami beli." Meskipun hasilnya NOL besar saya juga akan tetap meladeninya.

“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Amiduofo,

Tan

Hanya dengan kesabaran?
Jadi tidak perlu pakai usaha ya? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 02 June 2009, 01:27:51 PM
Mungkin Bhikksu Zennya bisa ngomong bahasa kucing dan kucingnya bilang " bunuh gue aje biar mereka cerah, dan dosanya ente ngak bakalan kena " ^-^

Kalo gara2 kucing, kenapa harus dibunuh, kasi aja ke orang lain  diam2. Toh yg melekat pada si kucing akan merasa kehilangan dan cerah sendiri. Oh pikiran....oh pikiran.....mesti dipisah nih sanna dan sankhara baru keliatan delusi atau panna atas tindakan bhikksu tsb. ;D
Yg pasti mencerahkan makhluk bukan dengan mengorbankan makhluk lainnya.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:28:45 PM
RYU:

Ya, berarti menurut Chandra itu benar adanya, membunuh itu bisa menuntun ke Nibbana
Jadi malu aye kalah sama Chandra

TAN:

Saran saya dalam berdiskusi berikan tanggapan yang serius. Kalau Anda menulis seperti di atas, berarti saya menganggap Anda setuju dengan pendapat Chandra Mukti bahwa membunuh dapat membawa ke nibanna. Dengan demikian, saya anggap bahwa Anda sudah siap melakukan banyak pembunuhan. Mohon tanggapi berdasarkan topik yang terkait. Bila tidak, pada lain kesempatan saya tidak akan menganggap serius semua posting Anda.

Om Mani Padme Hum,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 01:34:45 PM
hush.... koq semua pada ributin kucing sech

let the kucing Rest In Peace aja lah :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:35:21 PM
seinget i :-? bhiksu yg ngebelek kucing itu gak diterangkan sudah mencapai pencerahan atau belum deh :D
Ingat cerita Chandra Mukti? Gurunya perokok tapi melarang muridnya untuk tidak merokok?
Ingat cerita gurunya yang pemarah dan suka bilang kasar dan melarang muridnya untuk mengikuti tingkah lakunya?

Apakah kualitas Guru seperti itu yang harus kita ikuti?

jawabannya mungkin terdapat dalam pameo terkenal ini ;D

"Logika anak SD dan Kuliah berbeda, jadi ngajarin pelajaran Kuliah ke anak SD gak bakal nyampe"
Jadi ingat ayat ini :
18:1. Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada ***** dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?"
18:2 Maka ***** memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka
18:3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.
18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."
18:6 "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:38:44 PM
RYU:

RYU
Jadi Membunuh itu dibenarkan ya dalam kasus tertentu? Boleh tau di Sutra mana Buddha bilang boleh membunuh? Kalau benar ada ajakan atau pembenaran dalam membunuh dalam ajaran Buddha, tenyata Buddha itu sama saja dengan agama lain.

TAN:

Salah juga. Buddha tidak pernah melarang membunuh atau membolehkan membunuh. Justru ini bedanya dengan agama lain. Kalau agama lain itu semuanya berupa "perintah" atau "pengharusan" : jangan lakukan... engkau harus melakukan...
Tetapi Buddhadharma yang saya pahami tidak demikian. Buddha hanya mengajarkan konsekuensinya berupa karma. Anda diberi tahu kalau berbuat ini, maka karmanya begini.. berbuat itu... karmanya begitu.
Nah, mau dilakukan? Semua berpulang pada pribadi masing-masing.

Kembali ke kisah bhikshu Zen membelah kucing agar diskusi tidak berkepanjangan.
Baik, anggap saja kita tidak tahu apakah ia sudah pencerahan atau belum. Yang pasti dalam melakukan sesuatu Sang Guru sudah punya pertimbangan sendiri. Sebagai seorang guru Buddhis kita asumsikan bahwa ia tahun tentang hukum karma. Kalaupun menuai karmanya maka itu adalah urusannya.

Tetapi mari kita kilas balik. Sebenarnya tema pembicaraan waktu saya memberikan contoh tersebut adalah "kita hendaknya tidak mencontoh orang lain yang dianggap telah mencapai pencerahan." Namun temanya telah menjadi melebar.
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah jangan meniru-niru guru Zen tersebut bila Anda tidak siap konsekuensinya.
Jadi jangan karena menganggap bahwa seseorang telah mencapai pencerahan kita mengikuti tindak tanduknya secara membuta. Itu saja pesannya.

Amiduofo,

Tan
sekali lagi, yang di Bold itu persis sama yang di katakan Chandramukti.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 01:41:30 PM
RYU:

Ya, berarti menurut Chandra itu benar adanya, membunuh itu bisa menuntun ke Nibbana
Jadi malu aye kalah sama Chandra

TAN:

Saran saya dalam berdiskusi berikan tanggapan yang serius. Kalau Anda menulis seperti di atas, berarti saya menganggap Anda setuju dengan pendapat Chandra Mukti bahwa membunuh dapat membawa ke nibanna. Dengan demikian, saya anggap bahwa Anda sudah siap melakukan banyak pembunuhan. Mohon tanggapi berdasarkan topik yang terkait. Bila tidak, pada lain kesempatan saya tidak akan menganggap serius semua posting Anda.

Om Mani Padme Hum,

Tan
Chandra pernah berkata, apakah Buddha pernah berkata dengan membunuh tidak bisa mencapai nibbana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:41:59 PM
RYU:

sekali lagi, yang di Bold itu persis sama yang di katakan Chandramukti.

TAN:

Lihat keterangan di bawahnya dan jangan lihat sepotong2. Kalau Anda masih ngotot saya nyerah. Berarti agama Buddha ternyata ada larangan2 juga seperti agama lain ya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:43:45 PM
RYU:

Chandra pernah berkata, apakah Buddha pernah berkata dengan membunuh tidak bisa mencapai nibbana?

TAN:

Membunuh tidak ada hubungannya dengan mencapai nibanna atau tidak. Keduanya adalah pernyataan yang tidak ada hubungannya. Saya tidak setuju dengan Chandramukti karena menurut hemat saya dia mencampur adukkan dua hal, yakni membunuh dan nibanna.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 01:45:30 PM
RYU:

sekali lagi, yang di Bold itu persis sama yang di katakan Chandramukti.

TAN:

Lihat keterangan di bawahnya dan jangan lihat sepotong2. Kalau Anda masih ngotot saya nyerah. Berarti agama Buddha ternyata ada larangan2 juga seperti agama lain ya.

Amiduofo,

Tan

Memangnya Sangha Mahayana tidak mengenal adanya peraturan kebhiksuan untuk tidak membunuh ya? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 June 2009, 01:46:21 PM
RYU:

sekali lagi, yang di Bold itu persis sama yang di katakan Chandramukti.

TAN:

Lihat keterangan di bawahnya dan jangan lihat sepotong2. Kalau Anda masih ngotot saya nyerah. Berarti agama Buddha ternyata ada larangan2 juga seperti agama lain ya.

Amiduofo,

Tan
memang ada, Vinaya Pitaka berisi larangan, memang ini hanya ditujukan untuk bhikkhu, tapi statement Sdr. Tan menyiratkan bahwa tidak ada larangan sama sekali, padahal ada
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:47:32 PM
HATRED:

yg biru i tambahan dari i....


Komen : dalam diskusi yg kritis ini, menurut i om Tan jangan mnurunkan arti makna kosa kata deh

TAN:

Ga juga. Dalam Mahayana kita diajarkan untuk menjadi bodhisattva2 bagi semua makhluk. Prinsip ini sudah sesuai dengan ajaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:53:30 PM
INDRA:

memang ada, Vinaya Pitaka berisi larangan, memang ini hanya ditujukan untuk bhikkhu, tapi statement Sdr. Tan menyiratkan bahwa tidak ada larangan sama sekali, padahal ada

TAN:

You ada benarnya! Bagui bhikshu, Konsekuensinya adalah para bhikkhu itu terkena parajika dan diusir dari Sangha. Boleh saja ini disebut larangan. Tetapi jelas beda dengan larangan dalam agama lain. Dalam agama lain, larangan itu bila dilanggar akan diikuti oleh hukuman dari suatu makhluk adikuasa. Sedangkan dalam agama Buddha, tidak tepat bila kita menyebutnya hukuman; karena tidak ada suatu makhluk berpribadi yang menghukum. Semua itu adalah konsekuensi karma. Nah, karena itu saya tidak setuju kalau dalam agama Buddha menggunakan istilah "larangan," yang tepat adalah "anjuran." Kamu seharusnya.....

Saya kira ini lebih tepat, sebagaimana halnya beberapa rekan Buddhis yang ngotot tidak mau menggunakan istilah "iman" dalam Buddhisme, dan lebih suka memakai istilah "sraddha." Begitu pula saya lebih suka menggunakan kata "anjuran" bukan "larangan."

Justru ini memperlihatkan keluasan wawasan Buddhadharma. Para umat dianggap sudah dewasa, sehingga cukup dengan "anjuran" mereka seharusnya sudah dapat disadarkan.

Demikian semoga cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 01:55:23 PM
HATRED:

yg biru i tambahan dari i....


Komen : dalam diskusi yg kritis ini, menurut i om Tan jangan mnurunkan arti makna kosa kata deh

TAN:

Ga juga. Dalam Mahayana kita diajarkan untuk menjadi bodhisattva2 bagi semua makhluk. Prinsip ini sudah sesuai dengan ajaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

kalau bagi semua makhluk, maka saat kita berbuat baik pada papa mama, belum dapat dikatakan sebagai bodhisatva ;D karena belum semua makhluk kita perlihatkan sikap bodhisatva. :D

biar lebih jelas.. coba bagaimana dengan contoh kasus berikut ini.

Saya berbuat baik sama pacar saya, namun saya suka membunuh dengan dasar kebencian kepada manusia lain selain pacar saya. nah.. saya disebut bodhisatva gak? kenapa iya dan kenapa tidak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:56:27 PM
UPASAKA:

Memangnya Sangha Mahayana tidak mengenal adanya peraturan kebhiksuan untuk tidak membunuh ya?

TAN:

Siapa bilang tidak ada? Mahayana memakai Vinaya Dharmaguptaka yang isinya sebagian besar sama dengan Pali. Anda seharusnya sudah tahu kalau dalam Sangha Mahayana juga ada Vinaya. Jadi tidak perlu menanyakan seperti itu.
Hal-hal selanjutnya sudah saya tanggapi dalam posting menanggapi sdr. Indra di atas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 01:58:08 PM
HATRED:

kalau bagi semua makhluk, maka saat kita berbuat baik pada papa mama, belum dapat dikatakan sebagai bodhisatva  karena belum semua makhluk kita perlihatkan sikap bodhisatva.

biar lebih jelas.. coba bagaimana dengan contoh kasus berikut ini.

Saya berbuat baik sama pacar saya, namun saya suka membunuh dengan dasar kebencian kepada manusia lain selain pacar saya. nah.. saya disebut bodhisatva gak? kenapa iya dan kenapa tidak?

TAN:

Menurut Anda? Kalau sudah tahu tidak perlu bertanya. Pertanyaan ini bisa dijawab sendiri. Jadi saya tidak akan menanggapinya lagi.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:00:33 PM
UPASAKA:

Hanya dengan kesabaran?
Jadi tidak perlu pakai usaha ya?

TAN:

Eitsss... Protes ke Sdr. Edward donk. Khan saya copy dan paste itu dari dia. Salah alamat Bung.
Kedua, siapa bilang ga pake usaha. Saya sudah menanggapi berkalimat2 terhadap kritikan rekan2 non Mahayana. Apakah itu bukan usaha?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:04:47 PM
RYU:

RYU
Berarti Pencuri yang baik hati seperti kisah Robin Hood adalah Budhisatva, hmmmm baru tau aye nih

UPASAKA:

Jack the Ripper juga mungkin Bodhisattva.

TAN:

Dari komentar di atas nampaknya Anda tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Bodhisattva menurut Mahayana.
Saya tidak peduli apakah menurut Anda Robin Hood atau Jack Ripper adalah Bodhisattva.
Yang pasti saya tahu apa yang saya maksud.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:07:49 PM
HATRED:

kalau bagi semua makhluk, maka saat kita berbuat baik pada papa mama, belum dapat dikatakan sebagai bodhisatva  karena belum semua makhluk kita perlihatkan sikap bodhisatva.

biar lebih jelas.. coba bagaimana dengan contoh kasus berikut ini.  menurut pendapat om Tan bagaimana jawaban dari sisi Mahayana?

Saya berbuat baik sama pacar saya, namun saya suka membunuh dengan dasar kebencian kepada manusia lain selain pacar saya. nah.. saya disebut bodhisatva gak? kenapa iya dan kenapa tidak?

TAN:

Menurut Anda? Kalau sudah tahu tidak perlu bertanya. Pertanyaan ini bisa dijawab sendiri. Jadi saya tidak akan menanggapinya lagi.

Amiduofo,

Tan

sudah saya edit biar jelas pertanyaannya, agar tidak ada prasangka yg lain....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 02:14:51 PM
UPASAKA:

Hanya dengan kesabaran?
Jadi tidak perlu pakai usaha ya?

TAN:

Eitsss... Protes ke Sdr. Edward donk. Khan saya copy dan paste itu dari dia. Salah alamat Bung.
Kedua, siapa bilang ga pake usaha. Saya sudah menanggapi berkalimat2 terhadap kritikan rekan2 non Mahayana. Apakah itu bukan usaha?

Amiduofo,

Tan

Lantas kenapa Anda sembarangan copy-paste kalimat dari Bro Edward itu? Anda harus bisa mempertanggung-jawabkannya dong kalau ditanya...

Uppss.. Jadi ceritanya ini Anda ingin menyelamatkan Umat Non-Mahayanis ya? ;D


Intermezzo :
-> hatRed sudah punya pacar? :D ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 02:20:24 PM
^
^
hatRed sudah punya pacar?
sapa? sapa? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:27:20 PM
:outoftopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 02:36:38 PM
^
^
guru selamat ya...

baru pangkas rambut, lsg dapat pacar...

aW... aW...

kita bahas ditopic baru ya  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:38:56 PM
^

:hammer:  sesat... berita yg menyesatkan :P

 [at] om opa :hammer: dapat berita dari mana ini :-? :-w
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 June 2009, 02:39:57 PM
 [at]  Non-Mahayanis

Sebetulnya, apa sih yang kalian cari di sini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:44:08 PM
kalo saya nyari tau ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Elin on 02 June 2009, 02:47:59 PM
Saya berbuat baik sama pacar saya

hohohohoho.... uda pacaran tooh suiiiit suittt
keknya Elin tau nih pacarna sapa...
antara initialnya S, X, R . . .
hayooo ngaku sapa??

^:)^ back to topic...
soriiiiiii....
met lanjutin diskusi yaa.. peace..

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 02:49:28 PM
[at]  Non-Mahayanis

Sebetulnya, apa sih yang kalian cari di sini?

Saya baru aja dapat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:51:46 PM
OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOooooooooooooooo..........buleet dan gede...........


:hammer:

ntar dulu jangan balik dulu mesti di clearkan neh........

                          |
                          |
                          V

biar lebih jelas.. coba bagaimana dengan contoh kasus berikut ini.

harap diperhatikan anak2... ada kata contoh .. ya.. ada kata contoh... Ce Oo En Te Oo Ha C.O.N.T.O.H .....

:D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 June 2009, 02:52:18 PM
kalo saya nyari tau ;D

Sekarang sudah tahu, blom? ;D


Saya baru aja dapat.

Setelah "dapat", kira-kira perlu dilanjutin ga, bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 02:53:37 PM
HATRED:

sudah saya edit biar jelas pertanyaannya, agar tidak ada prasangka yg lain....

TAN:

Baik akan saya jawab. Begini, Bodhisattva itu menurut Mahayana adalah suatu konsep ideal yang berdasarkan maitri karuna dalam menciptakan kemaslahatan bagi makhluk lain. Tentu saja masih ada pengertian Bodhisattva lainnya dalam Mahayana. Tetapi tidak akan kita bahas. Agar tidak OOT.
Nah lanjut.... dalam menciptakan kemaslahatan itu, tentunya secara ideal adalah tidak dicemati oleh "ego" atau sifat mementingkan diri sendiri. Baru dengan demikian, dapat disebut sebagai ideal Bodhisattva.
Untuk jelasnya, silakan mengacu pada Bodhicaryavatara karya Santideva.
Nah, sekarang kembali pada pertanyaan Anda:

"Saya berbuat baik sama pacar saya, namun saya suka membunuh dengan dasar kebencian kepada manusia lain selain pacar saya. nah.. saya disebut bodhisatva gak? kenapa iya dan kenapa tidak?"

Nah pertanyaannya: Apakah Anda berbuat baik pada pacar Anda itu dilandasi maitri karuna tanpa bias kepentingan diri? Pertanyaan ini hanya Anda yang dapat menjawabnya. Tetapi hati-hati jawaban bisa menipu. Jangan-jangan apa yang Anda anggap sebagai maitri karuna itu sebenarnya hanya nafsu semata.

Lanjut lagi. Oleh karena itu, maitri karuna juga harus diimbangi oleh prajna. Jadi seorang Bodhisattva menurut Mahayana juga perlu menyeimbangkan antara prajna dan maitri karuna.

Karena itu, para Bodhisattva seperti Manjushri dan Akasagarbha memegang pedang. Pedang itu bukan alat untuk memecahkan kepala orang menjadi tujuh seperti biji arjaka, melainkan sebagai lambang prajna yang memotong moha.
Maitri karuna yang diliputi moha, loba, dan dvesha bukan maitri karuna sejati. Itulah sebabnya prajna diperlukan.

Balik ke kemungkinan jawaban Anda. Asumsikan Anda menjawab: "Saya bermaitri karuna tanpa bias kepentingan diri." Nah, jika Anda sudah sanggup melaksanakannya, tidak mungkin atau kecil sekali kemungkinan Anda membunuh orang lain dengan semena-mena.

Nah. Semoga penjelasan saya sudah cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 02:57:40 PM
^

  Jelas sekali...

 Jadi saya sampaikan apa yg saya dapat ;D
 
 Jadi jawabannya adalah, "tidak" karena belum ada maitri karuna.

dan buat memperjelas.. orang yg berbuat baik kepada orang lain. seperti berbakti kepada ayah dan ibu, serta orang lain, namun belum mencapai keseimbangan batin yg mantap tidak dapat dikatakan sebagai bodhisatva, karena dia belum mutlak memiliki maitri karuna walaupun orangnya sederhana dan saleh. maka itu orang tersebut masih memiliki kemungkinan "terperosok".
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 03:01:02 PM
UPASAKA:

Lantas kenapa Anda sembarangan copy-paste kalimat dari Bro Edward itu? Anda harus bisa mempertanggung-jawabkannya dong kalau ditanya...

Uppss.. Jadi ceritanya ini Anda ingin menyelamatkan Umat Non-Mahayanis ya?

TAN:

Khan sudah dijawab pertanyaannya.
Paling tidak "menyelamatkan" dari:

1.Pandangan salah terhadap Mahayana
2.Sikap membuang2 waktu, karena walau bagaimanapun saya tidak akan beralih keyakinan pada Non-Mahayana. Semakin saya tanggapi semoga mereka akan semakin sadar bahwa percuma berusaha mengubah keyakinan saya dari Mahayana ke non Mahayana.
3.Menyelamatkan dari pandangan bahwa semua orang Mahayana itu bodoh (bila ada yang menganggapnya demikian - bukan menuduh - saya ulangi: kalau seandainya ada - tapi semoga saja ga ada).

Ya setidaknya begitulah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 02 June 2009, 03:03:55 PM
Saya baru aja dapat.

Setelah "dapat", kira-kira perlu dilanjutin ga, bro?


Bagi saya seh perlu. Tapi suasana sedang kurang kondusif...
Dan saat ini saya sedang tidak ingin melanjutkannya lagi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 02 June 2009, 03:06:06 PM
Bagi saya seh perlu. Tapi suasana sedang kurang kondusif...
Dan saat ini saya sedang tidak ingin melanjutkannya lagi.

OK deh. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 03:08:49 PM
HATRED:

Jelas sekali...

 Jadi saya sampaikan apa yg saya dapat
 
 Jadi jawabannya adalah, "tidak" karena belum ada maitri karuna.

dan buat memperjelas.. orang yg berbuat baik kepada orang lain. seperti berbakti kepada ayah dan ibu, serta orang lain, namun belum mencapai keseimbangan batin yg mantap tidak dapat dikatakan sebagai bodhisatva, karena dia belum mutlak memiliki maitri karuna walaupun orangnya sederhana dan saleh. maka itu orang tersebut masih memiliki kemungkinan "terperosok".

TAN:

Oke. Saya tambahkan lagi. Kendati demikian, dalam berbuat baik pada orang lain. Tidak perlu memusingkan apakah saya ini Bodhisattva atau bukan. Ajaran Mahayana tidak pernah memusingkan hal ini. Berbuat kebajikan ya berbuat kebajikan. Saya dilabeli Bodhisattva atau bukan Bodhisattva tidak ada pengaruhnya bagi saya. Waktu saya memberikan sedikit makanan pada orang yang tidak mampu, yang ada adalah rasa bahagia karena dia bisa menyambung hidupnya. Sekali lagi pada waktu itu, tidak terlintas dalam pikiran saya apakah saya Bodhisattva atau bukan.
Begitu pula saat berbakti pada orang tua atau orang lain. Kita bisa berusaha melakukan tindakan ideal Bodhisattva tanpa perlu dilabeli sebagai Bodhisattva.
Jadi sebenarnya, pertanyaan Anda di atas tidak valid menurut paham Mahayana. Karena ajaran ideal Bodhisattva adalah suatu teladan dan bukannya untuk melabeli: Saya adalah bodhisattva, Saya bukan bodhisattva, si A Bodhisattva, si A bukan Bodhisattva.
Sebenarnya bukan itu yang dimaksud dengan ajaran Bodhisattva.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:11:24 PM
Bagi saya seh perlu. Tapi suasana sedang kurang kondusif...
Dan saat ini saya sedang tidak ingin melanjutkannya lagi.

two thumbs up buat bro upasaka....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:13:57 PM
[at]  Non-Mahayanis

Sebetulnya, apa sih yang kalian cari di sini?

mencari sesuatu yang tidak pasti
karena sesuatu yang tidak pasti adalah hal yang pasti didunia ini ;D

ups, wait gw termasuk kategori mahayanis ato non mahayanis yach? hehehe....
EGP, mo mahayanis kek, mo non mahayanis kek.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 03:15:59 PM
 [at] om Tan

    saya bertanya untuk taraf definitif om ;D. maka itu kejelasannya saya harus paham....

kalo mengenai perbuatan tanpa label itu i juga setoejoe..... :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 03:18:34 PM
[at]  Non-Mahayanis

Sebetulnya, apa sih yang kalian cari di sini?
aye mahayanis, mencari penjelasan tentang mahayanis ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:19:33 PM
^
^

sumpe loe? hehehe....

object itu netral, kita harus memandang sesuatu itu netral
sati, sati, sati....
salah satu latihan vipassana  ^-^

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 03:20:53 PM
^^^ sumpe lah, aye khan kebaktian di vihara yang nyatu ama kelenteng :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 03:22:39 PM
HATRED:
saya bertanya untuk taraf definitif om

TAN:

Ya tidak mengapa bertanya definitif. But dalam agama tidak semua dapat dijawab secara definitif. Sebagai contoh ya ideal Bodhisattva itu tadi. Itu adalah suatu ideal dan bukan dipergunakan untuk menentukan atau menilai secara definitif, apakah si A merupakan seorang bodhisattva, si B bukan, dan lain sebagainya. Jadi sebenarnya tidak valid bila Anda meminta jawaban yang definitif.
Menjadi "Bodhisattva" tidak harus berarti bahwa Anda semua akan berlabel "Bodhisattva," melainkan berusaha meneladani ideal Bodhisattva dan menerapkannya demi kemaslahatan orang lain, sambil berupaya untuk terus menerus mengikis lobha, dosa, beserta moha.
Tidak benar pula bahwa dalam berbuat kebajikan, seseorang harus menunggu terlebih dahulu sampai lobha, dosa, dan mohanya padam. Bila demikian, kapan Anda akan berbuat kebajikan?
Hidup ini adalah praktik dan latihan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 03:25:23 PM
RYU:

^^^ sumpe lah, aye khan kebaktian di vihara yang nyatu ama kelenteng

TAN:

Vihara yang menyatu dengan kelenteng bukanlah kriteria bahwa itu adalah vihara Mahayana. Saya pernah ke Vihara Mahavira Graha, tetapi kok sama sekali tidak menyatu dengan kelenteng ya? Sebaliknya malah ada suatu vihara yang menyatu dengan kelenteng, tetapi yang memimpin kebaktian di sana setiap minggunya adalah bhikkhu non Mahayanis.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 03:29:31 PM
RYU:

^^^ sumpe lah, aye khan kebaktian di vihara yang nyatu ama kelenteng

TAN:

Vihara yang menyatu dengan kelenteng bukanlah kriteria bahwa itu adalah vihara Mahayana. Saya pernah ke Vihara Mahavira Graha, tetapi kok sama sekali tidak menyatu dengan kelenteng ya? Sebaliknya malah ada suatu vihara yang menyatu dengan kelenteng, tetapi yang memimpin kebaktian di sana setiap minggunya adalah bhikkhu non Mahayanis.

Amiduofo,

Tan
kalau dari baca sutranya?
di sana bacanya :
maha karuna dharani, trus ada baca2 namo amitofo dll
Trus ada yang isi adalah kosong kosong adalah isi, trus ada bhaisajya guru dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:39:42 PM
^
^
trus apakah  ko ryu merasa ada yang salah dengan kebaktian tersebut?  ^-^
so far, asik2 j kan... hehehe...

ada vihara yang menyatu dengan klenteng, malah melakukan tradisi non mahayanis
itu kan melanggar aturan, hehehe...
yang bisa terima klenteng itu kan cuma mahayanis? CMIIW

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 02 June 2009, 03:46:18 PM
^
kalau yg di atas benar, maka saya mau mengusulkan untuk membatalkan status BANNED dari member Chandra_Mukti19

Wah, baru tahu ane kalo ternyata bro CM dibanned?
Bagaimana bisa mengetahui bahwa seseorang telah di banned??
Sorry,
 :outoftopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 02 June 2009, 03:51:08 PM
RYU:

^^^ sumpe lah, aye khan kebaktian di vihara yang nyatu ama kelenteng

TAN:

Vihara yang menyatu dengan kelenteng bukanlah kriteria bahwa itu adalah vihara Mahayana. Saya pernah ke Vihara Mahavira Graha, tetapi kok sama sekali tidak menyatu dengan kelenteng ya? Sebaliknya malah ada suatu vihara yang menyatu dengan kelenteng, tetapi yang memimpin kebaktian di sana setiap minggunya adalah bhikkhu non Mahayanis.

Amiduofo,

Tan

Setuju Sama Ko Tan. Contoh paling Realistis Klenteng dengan Aliran Budhis non mahayanis ada.
Contohnya Klenteng Toa She Bio. Disitu klenteng juga ada. Kebaktian Non mahayanis pun terjadi malahan Sering kali Sangha non mahayanis ngadain kebaktian disana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:52:09 PM
[at] atas n atas lg
wout? r u kidding me?
chandra mukti ama karuna mukti orang ya sama tah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 03:53:44 PM
RYU:

^^^ sumpe lah, aye khan kebaktian di vihara yang nyatu ama kelenteng

TAN:

Vihara yang menyatu dengan kelenteng bukanlah kriteria bahwa itu adalah vihara Mahayana. Saya pernah ke Vihara Mahavira Graha, tetapi kok sama sekali tidak menyatu dengan kelenteng ya? Sebaliknya malah ada suatu vihara yang menyatu dengan kelenteng, tetapi yang memimpin kebaktian di sana setiap minggunya adalah bhikkhu non Mahayanis.

Amiduofo,

Tan

Setuju Sama Ko Tan. Contoh paling Realistis Klenteng dengan Aliran Budhis non mahayanis ada.
Contohnya Klenteng Toa She Bio. Disitu klenteng juga ada. Kebaktian Non mahayanis pun terjadi malahan Sering kali Sangha non mahayanis ngadain kebaktian disana.

koq bisa? tapi kan non mahayanis tidak pernah mengakui ada-nya kelenteng? CMIIW
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 02 June 2009, 03:55:31 PM
[at] atas n atas lg
wout? r u kidding me?
chandra mukti ama karuna mukti orang ya sama tah?

Beda bro.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 04:18:36 PM
^
^
trus apakah  ko ryu merasa ada yang salah dengan kebaktian tersebut?  ^-^
so far, asik2 j kan... hehehe...

ada vihara yang menyatu dengan klenteng, malah melakukan tradisi non mahayanis
itu kan melanggar aturan, hehehe...
yang bisa terima klenteng itu kan cuma mahayanis? CMIIW

 _/\_
justru aye merasa aneh makanya keluar :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 02 June 2009, 04:23:16 PM
[at] atas n atas lg
wout? r u kidding me?
chandra mukti ama karuna mukti orang ya sama tah?

beda, CM itu si pitung, kalau karuna mukti itu suhu fa hai alias gachapin
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 02 June 2009, 04:25:29 PM
^
ralat.... Karuna Murti kaleee.......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 04:35:11 PM
[at] atas n atas lg
wout? r u kidding me?
chandra mukti ama karuna mukti orang ya sama tah?

beda, CM itu si pitung, kalau karuna mukti itu suhu fa hai alias gachapin

oh ic, aye belum sempat kenal sipitung. (uda keburu ditangkap ama company) ;D
klu suhu fa hai alias wolverine alias gachapin itu kan om botak, hehehe.... dia mah uda basi ;D aye uda basi kenal dia... jiakakakakaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 02 June 2009, 04:36:44 PM
[at] atas n atas lg
wout? r u kidding me?
chandra mukti ama karuna mukti orang ya sama tah?

beda, CM itu si pitung, kalau karuna mukti itu suhu fa hai alias gachapin

Bisa aja bro Bond, tapi pas juga sih  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 02 June 2009, 04:41:47 PM
Nimbrung soal kelenteng.....

Soal kelenteng yah memang terjadi demikian karena pengaruh / ancaman politik di zaman Orba!! Makanya nggak jarang kelenteng2 Taois sekarang ditempeli Vihara Theravada / Buddhayana. Di Sby tidak ada, tapi saya lihat di daerah Jabotabek kok banyak sekali ya hehe.....

Ini tentu sangat aneh dan mengundang kebingungan. Tapi yah mau gimana lagi.... kalau nggak gitu nanti kelentengnya ditutup...   :'( :'(

Tapi sayangnya sekarang banyak oknum2 yang memperebutkan kelenteng apakah Buddhis atau Khonghucu atau Taois. Ini kan sayang... Padahal sudah jelas batas2 kelenteng Tao, Buddha dengan Khonghucu. Ini bisa dilihat dari altar utamanya. Kalau altar utamanya itu para Bodhisattva Buddhis, sudah barang tentu itu kelenteng Buddhis. Kalau altar utamanya Taois, maka itu kelenteng Taois.

Yang masih Ok misalnya kelenteng Boen Tek Bio (Vihara Padumuttara). Altar utamanya Avalokitesvara Bodhisattva (Mahayana) sehingga kita bisa yakin bahwa kelenteng tersebut bercorak Buddhis. Nah di era modern kelenteng tersebut diurus oleh kalangan Theravada dan nggabung sama Vihara Padumuttara. Ini masih ok karena sama2 Buddhis. Kelenteng Buddhis diurus Buddhis, ya wajar ..... meskipun beda tradisi.

Nah kalau di Semarang ada kelenteng Buddhis Tay Kak Sie (altar utama Sakyamuni dan Avalokitesvara), setahu saya yang ngurus malah MATAKIN.... (Khonghucu). Nah lho....

Belum lagi Vihara Dharmakaya Angkasapura... itu kelenteng Taois (altar dewa Lu Ban - dewanya arsitektur dan pertukangan orang Tionghoa), tapi di depan altarnya malah ditaruh rupang Sakyamuni Buddha. Nah lo kelenteng Taois dikonvert jadi Buddhis ??

Vihara Buddha Prabha di Jogja tempatnya Bhante Uttamo saat masih jadi umat awam belajar Dharma, itu juga kelenteng Taois/Khonghucu benernya. Kondisinya udah rusak, untung diselametin oleh pihak Buddhayana. Tapi sayangnya usaha positif ini kurang begitu terlihat maksimal karena nama dewa2 Taoisnya dikasih nama Sansekerta semua.....

Kacau....kacau.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 02 June 2009, 04:45:40 PM

2.Sikap membuang2 waktu, karena walau bagaimanapun saya tidak akan beralih keyakinan pada Non-Mahayana. Semakin saya tanggapi semoga mereka akan semakin sadar bahwa percuma berusaha mengubah keyakinan saya dari Mahayana ke non Mahayana.

ini agak menggelikan, statement serupa ini sudah sering kali dilontarkan oleh Sdr. Tan, saya sih menilai bahwa member yg berdiskusi di sini hanya ingin berdiskusi dengan anda, walaupun dengan gaya yg agak sedikit frontal, tapi kenapa anda beranggapan bahwa para member di sini sedang berusaha untuk mengalihkan keyakinan anda? silahkan baca pengantar thread ini oleh TS.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 02 June 2009, 05:17:20 PM
lima hari ke Bandung dan tidak pake internet, ternyata topik ini sudah berkembang begitu pesat. Jadi tertinggal nih. Sementara ini mengamati dulu deh :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 02 June 2009, 05:22:23 PM
lima hari ke Bandung dan tidak pake internet, ternyata topik ini sudah berkembang begitu pesat. Jadi tertinggal nih. Sementara ini mengamati dulu deh :)

oleh2 nya mana nech?  ^-^

kebandung ada mampir ke t4 cogan ryu tak ye? hehehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 02 June 2009, 05:29:50 PM

oleh2 nya mana nech?  ^-^

kebandung ada mampir ke t4 cogan ryu tak ye? hehehe...

Hampir setiap hari di Bandung mendengarkan Sutra Hati jika ada waktu kosong jadi tidak terlalu sempat banyak keliling ke mana-mana... Jadi oleh-olehnya adalah terjemahan Hsin-shin Ming-nya Shengcan :)). Silahkan baca terjemahannya di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11121.0.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 02 June 2009, 05:48:56 PM
 [at]  Tan
Baiklah.. Saya merasa 'cukup' utk sekarang. Bukan berarti saya terpuaskan, ataupun saya tidak bisa memberi argumen lebih lanjut. Anyway, terima kasih utk jawabannya yg panjang.
Dan maaf utk bbrp sentilan & candaan dr sy yg bersifat pribadi.  :-[

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 06:28:16 PM
Quote
TL:

Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali.  Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:

1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Gitu aja kok kagak ngatri

TAN:

Anda sudah dikasih tahu berulang-ulang tetapi tidak mau mengerti. [Ada apa ya gerangan?] Saya ulangi lagi. Selain Agama Sutra, Mahayana juga mempunyai sutra-sutra Mahayana. Apakah ajarannya bertentangan? Tergantung sudut pandang Anda. Bagi saya tidak bertentangan. Kalaupun dalam sutra-sutra Mahayana ada yang seolah-olah mencela pratyekabuddha dan sravaka, maka itu bukanlah celaan kepada suatu aliran tertentu. Anda perlu melihat konteksnya, mengapa Buddha dalam Sutra Mahayana tersebut mengatakan demikian.
Sebagai contoh dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha mengatakan ke 500 arahat yang meninggalkan persamuan sebagai "dikuasai." Coba liat alasannya. Para arahat itu "merasa" dirinya telah mencapai pencerahan sempurna, sehingga mengira bahwa mereka tidak perlu lagi belajar. Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Nah, apakah seorang arahat dalam aliran non Mahayanis dapat merasa dirinya telah mencapai pencerahan? Bila tidak, maka pengertian shravaka dan pratyekabuddha dalam Mahayana tidaklah sama dengan savaka dan paccekabuddha dalam non Mahayana. Inilah yang perlu kita tempatkan dalam proporsinya masing2. Tidak bisa semuanya dihantam sama. Jadi selama ini apa yang Anda tuduhkan sangat tidak valid.
Ajaran keduanya mungkin memang berbeda, tetapi yang berbeda belum tentu bertentangan; kecuali ada pihak-pihak yang memaksakannya sebagai pertentangan. Sejauh kita memahami konteksnya tidak ada yang perlu dianggap bertentangan.


jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak?
Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.

perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?   ^-^

Quote
TL:

Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.

Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.   

TAN:

Hahaha! Sangat lucu. Ingat shravaka dan pratyekabuddha TIDAK mengacu pada suatu aliran tertentu. Bagaimana bisa dikatakan bahwa kutipan sutra di atas menjelek-jelekkan suatu aliran tertentu? Mungkin ada baiknya ada melatih logika atau kemampuan berbahasa Anda, sehingga dapat memahami suatu kutipan dengan baik. Sekarang saya balik bertanya. Oke mungkin memang benar Tipitaka Pali tidak pernah menjelek2an aliran lain, tetapi masalahnya apakah penganut Tipitaka Pali juga tidak pernah mendiskreditkan aliran lain?

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa? 

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa? 

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.


Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

Quote
TL:

Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi,  menuduh tanpa dasar, tanpa referensi


TAN:

Hahahaha. Pintar sekali Anda mengelak. Sungguh jurus mengelak Anda setajam silet. Tetapi saya kembalikan lagi ke pokok persoalannya, ya. Bila Anda tidak mau dituduh bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa lagi," maka tentunya berarti Anda setuju bahwa setelah nirvana "masih ada apa-apa" bukan? Jika Anda mengatakan bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa" lagi berarti "tuduhan" saya benar adanya. Hayooo jangan mengelak lagi.

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

Quote
TL:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TAN:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

Quote
TL:

baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?

TAN:

Susah juga. Anda masih ngeyel bahwa itu adalah "berbohong." Bagi saya itu tidak berbohong, jadi ungkapan Anda di atas tidak valid dan bukan keharusan bagi saya untuk menjawabnya.

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

Quote
TL:

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik  merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

TAN:

Buku Filsafat India terbitan Pustaka Pelajar.

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

Quote
TL:

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     chuckle


Benar nggak mas?   

TAN:

Salah besar dong. Bahasa Inggris Anda dapat berapa? Terus pernah belajar bahasa Sansekerta tidak? No-truth kok bisa disamakan dengan A-Dharma? Adharma itu terjemahannya yang tepat "sesuatu yang bertentangan dengan Dharma." Awalan A itu menunjukkan suatu negasi atau ingkaran. A Dharma itu lebih tepatnya NON TRUTH. No Truth artinya kebijaksanaan keshunyataan. Itu baru highest truth dan bukan diterjemahkan seenak perut sendiri sebagai A-Dharma. Lama-lama makin menggelikan juga.

NO TRUTH ARTINYA KEBIJAKSANAAN KESHUNYATAAN    ^-^  belajar bahasa Sansekerta dimana mas?  :))
Quote
TL:

Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.

TAN:

Sang Buddha memang dengan pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya yang sangat dalam tak terukur memang tak mungkin terjebak dalam spekulasi..... tetapi bagaimana dengan Anda?

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?   ^-^

Quote
TL:

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?

Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab

TAN:

Saya memang tidak mau menjawabnya. Bereskan dulu topik-topik yang belum selesai.

Amiduofo,

Tan

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG  ^-^

Metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 06:32:22 PM
TL:

Kalau saya bisa membuktikan bahwa itu memang ada di kitab suci Hindu beranikah mas Tan mengakui bahwa ajaran itu memang berasal dari Hindu?

TAN:

Boleh saja, asal diakui bahwa ajaran non Mahayanis itu juga berasal dari Jain alias pengikut Nigantha Nataputta. Ya kita barter lah. Heheheeheheheheh


Amiduofo,

Tan

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

metta

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 06:53:59 PM
INDRA:

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan

TAN:

Benar. Tapi dari mana Anda tahu bahwa Sang Buddha "yakin sekali" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan? Mungkin Anda menjawab berdasarkan "kata-kata dari Sutta." Tetapi itu hanya kata-kata. Tak ada seorangpun yang akan pernah tahu apa yang sesungguhnya "diyakini" atau "dirasakan" Buddha. Sebagai tambahan lagi, Sutta2 atau Sutra2 itu tidak ditulis sendiri oleh Buddha. Semuanya diyakini berasal dari Ananda. Tetapi apakah benar dari Ananda? Secara tradisi ya. Tetapi apakah benar demikian? Kita tidak tahu. Tidak ada bukti sejarah yang menyatakan demikian. Semuanya hanya berdasarkan "belief." Oleh karena itu, bagi saya tidak seorangpun sanggup mengetahui dengan pasti atau yakin 100 % mengenai apa yang "dirasakan" atau "diyakini" Buddha.
Kedua, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, kalau memang bahwa apa yang ada dalam Sutta itu dikatakan oleh Sang Buddha, maka itu adalah semata-mata upaya Beliau untuk mengajar para makhluk. Jadi mereka mengenal bahwa ada yang disebut "Penerangan Sempurna" tersebut. Ini adalah "jalan keluar" dari samsara. Tetapi menurut pandangan Mahayana (rujukan: Sutra Hati/ Prajna Paramita Hrdaya Sutra) begitu pencerahan dicapai maka tidak ada lagi "pencerahan," alasan:

1.Tidak ada lagi dualisme antara "pencerahan" dan "bukan pencerahan."
2.Menurut Mahayana nirvana dan samsara adalah "identik" atau tanpa dualisme di antaranya.

Bila demikian, masih adakah suatu "atman" yang "merasa" tercerahi? Saya kira ini akan dapat Anda jawab dengan mudah.

Jika dikatakan bahwa Sang Buddha "yakin sekali" dan bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan, maka ini akan kontradiksi dengan penjelasan rekan-rekan non Mahayanis lainnya, bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, segenap pancaskandha yang membentuk suatu "aku" telah padam. Jika sang "aku" telah padam, apakah mungkin ada "aku" yang merasa tercerahi?
Saya kira penjelasan saya tidak OOT. Semoga penjelasan singkat ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

membandingkan suatu ajaran adalah membandingkan apa yang tertulis di kitab sucinya, bukan membandingkan pendapat pribadi. Jangan mengungkapkan pendapat pribadi. Kalau seseorang mengucapkan Namo Omitofo dsbnya apakah bisa dikatakan bahwa mantra Namo Omitofo berasal dari orang itu?. Apa yang tertulis di kitab suci yang diakui oleh umat aliran tersebut mewakili pandangan aliran tersebut. That's it.

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas   ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 07:03:41 PM
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 07:12:11 PM
INDRA:

Begini Sdr. Tan, saya tidak bisa membuktikan kebenaran/ketidak-benaran Tipitaka, jadi saya memilih untuk mengikuti para guru saya untuk mempercayai Tipitaka sampai terbukti salah, dan saya kira anda pun tidak memiliki kualifikasi untuk membantah kebenaran Tipitaka (maaf kalau dugaan saya salah). jadi untuk diskusi kita sebaiknya kita kesampingkan dulu pembahasan benar/salahnya isi Tipitaka.

nah bahwa terdapat banyak rujukan dalam Sutta yang mengatakan bahwa Sang Buddha menyatakan dirinya telah mencapai Pencerahan yang berarti mengkronfontasi statement anda berikut ini:

"Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan."

saya kira akan lebih bijaksana anda mengemukakan rujukan yg sah untuk membantah ini. tidak cukup hanya dengan diplomasi. maksud saya, tolong tunjukkan sutta/sutra di mana Sang Buddha tidak menganggap dirinya tercerahkan.

TAN:

Oooo.. Anda mau rujukan ya? Oke2.. saya beri. Rujukannya adalah Sutra Hati atau Sutra Prajna Paramita Hrdaya. Silakan simak baik-baik:

"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.
O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedannya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud. Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu.

Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang.

Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh danakal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)

Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang DICAPAI (DIREALISASI).

Karena tiadayang DICAPAI (DIREALISASI), maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan.

Karena tiada kemelekatan dan rintangan, maka tiada takut dan khwatir, dan mereka dapat bebas dari lamuna dan ketidaklaziman, dengan begitu mencapa Parinirvana.

Para Buddha dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang mengandalkan pada kebijaksanaan sempurna memperoleh kesadaran tertinggi.

Maka kita tahu bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci yang Agung, Mantra yang terunggul dan Mantra yang tiada taranya; yang benar dan pasti dapa menghapuskan semua derita.

Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :
Gate Gate Paragate Parasamgate Boddhi Svaha !
Prajna Paramita Hrdaya Sutra"

Silakan perhatikan kata "DIREALISASI" yang saya tulis dengan huruf besar. Kata itu mengacu pada Penerangan Sempurna.

Sebelumnya, saya selaku umat Mahayana dengan tegas menyatakan bahwa Sutra-sutra Mahayana adalah juga berasal dari Hyang Buddha Sakyamuni. Sama seperti Anda, saya juga mengikuti guru-guru saya berpegang pada Sutra-sutra Mahayana, sampai terbukti bahwa sutra2 tersebut salah.

Jadi berdasarkan Sutra Hati di atas jelas sekali Buddha menyatakan bahwa setelah seorang merealisasi Penerangan Sempurna maka justru tiada lagi Penerangan Sempurna. Konsep ini bagi saya sudah cukup jelas, tetapi entah bagi Anda.
Kedua, konsep ini sudah jelas sekali bagi umat yang paham filosofi Mahayana dan bagi umat Mahayana tidak akan timbul pertanyaan2 semacam ini. Nah kutipan Sutra di atas sudah dengan jelas membuktikan bahwa Buddha tidak "merasa" dirinya tercerahkan. Saya kira sudah cukup jelas.

Amiduofo,

Tan





Maksudnya apa? Nirvana dan Samsara identik kenapa harus terlepas dari Samsara?  ^-^

Kekosongan tiada wujud, pikiran tindakan, perasaan , kemauan dan kesadaran, Tapi ada kesadaran yang terus menerus memancarkan maitri karuna  ^-^

Sudah cukup jelas, bahkan jelas sekali    ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 07:17:58 PM
Tambahan:

Mungkin memang ada bhikshu yang memukuli atau menyakiti muridnya dengan kebencian, tetapi ini adalah oknum dan tidak mencerminkan ajaran Mahayana itu sendiri. Ini juga umum dalam agama atau aliran lainnya. Saya ingat kata-kata  dalam film Angel and Demon: "Agama itu ada kekurangannya, tetapi itu dikarenakan kelemahan manusia."

Om Mani Padme Hum,

Tan

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 02 June 2009, 07:18:47 PM
Br. truth lover, harap diskusi dengan baik.

Ini bukan tempat tantang menantang. Percuma diskusi Dharma tapi dengan pikiran menantang lawan.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 07:27:53 PM
Br. truth lover, harap diskusi dengan baik.

Ini bukan tempat tantang menantang. Percuma diskusi Dharma tapi dengan pikiran menantang lawan.

_/\_
The Siddha Wanderer

Mas Gandalf Saya harap anda juga menegur masTan karena mengatakan bila ada yang menjual maka saya beli, karena ini bukan tempat untuk mengeluarkan kata-kata seperti itu, mana yang lebih menantang? kata-kata mas Tan atau kata-kata saya? Saya hanya menantang pembuktian.

Saya kira tantangan saya masih sehat dalam pembuktian suatu argumentasi.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 07:30:12 PM
lima hari ke Bandung dan tidak pake internet, ternyata topik ini sudah berkembang begitu pesat. Jadi tertinggal nih. Sementara ini mengamati dulu deh :)
Kenapa gak lapor nih :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 02 June 2009, 07:34:27 PM
Ok. Tapi silahkan keluarkan pembuktian anda sendiri... bukankah belum anda keluarkan? Yang soal samsara dan Nirvana? Jadi tentu tidak sekedar "menantang" bukan?

Saya sendiri mungkin terlewat kalo bro Tan mengucapkan kalimat seperti itu, tapi kalau saya tahu tentu akan saya peringatkan. Di samping itu selama ini saya lihat bro Tan telah menjawab dengan bahasa yang kritis namun cukup sopan.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 02 June 2009, 07:38:08 PM
Saya harap mas Gandalf mengerti, saya memiliki hak menjawab kepada orang yang saya inginkan.
Dan pertanyaan ini bukan ditujukan kepada mas Gandalf. Jadi tak perlu penasaran bila tidak saya jawab.

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 09:02:51 PM
TANGGAPAN TERPADU UNTUK TL

Wah TL muncul lagi nih hehehehee........

TL:

jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak? Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment. Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?

TAN:

Dalam menjawab suatu diskusi seseorang berhak mengemukakan apa yang merupakan pendapat pribadinya. Tidak ada larangan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Saya harap Anda cukup mengerti demokrasi dan sanggup menghargai pandangan pribadi orang lain. Dan pendapat pribadi saya adalah “tidak bertentangan.” Apa yang berbeda belum tentu bertentangan.

Mari kita cermati Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (The Large Sutra of Perfect Wisdom), terjemahan Edward Conze, tentu saya juga punya bukunya. Anda sayangnya hanya memotong sebagian saja dan tidak melihat bagian atasnya:

Coba lihat bagian VI halam 172:

The Bodhisattva should fulfil the six perfections. (Because having stood in these six perfections, the Buddhas and Lords, and the Disciples and Pratyekabuddhas, have gone, do go and will go to the other shore of the flood of the fivefold cognizable.....

Nah jelas sekali menurut kutipan di atas para Shravaka dan Pratyeka buddha juga akan menuju ke Pantai Seberang (other shore) asalkan mereka menjalankan enam paramita (six perfections).

Anda lalu mengutip potongan di bawah ini:

A Bodhisattva should avoid disciple THOUGHT and Pratyekabuddha THOUGHT.

Perhatikan di belakangnya ada kata thought yang artinya “pemikiran.” Jadi Anda harus bedakan bahwa “pemikiran seorang shravaka” tidaklah identik dengan “shravaka” itu sendiri.
Apa yang dimaksud dengan “pemikiran shravaka” adalah perasaan bahwa semuanya sudah selesai. Padahal belum. Ibaratnya Anda merasa sudah mengerjakan semua soal, tetapi ternyata di balik kertas ujian Anda masih ada soal-soal lain yang belum dikerjakan. Nah, kurang lebih analoginya begitu. Tentunya kalau dipahami seperti itu, tidak ada pertentangan dengan Sutra Saddharmapundarikan yang menyatakan bahwa itu adalah penghentian sementara.

Sampai di sini kontradiksinya sudah terpecahkan.

TL:

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?  

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?  

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.

Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

TAN:

Andalah yang seharusnya jangan asal cuap-cuap. Pada kenyataannya ada ga aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Apakah aliran Theravada itu identik dengan aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Saya kira tidak demikian, karena dalam Theravada juga ada ajaran tentang Bodhisatta (Jataka) dll. Selain itu, dalam Theravada juga diajarkan Dasa Parami, yang mirip dengan Sad Paramita Mahayana. Oleh karena itu, adalah gegabah menyatakan bahwa Shravaka dan Pratyekabuddha itu identik dengan satu aliran tertentu.
Kalau Anda merasa bahwa ungkapan di atas mendiskreditkan aliran tertentu, maka itu adalah pendapat pribadi Anda sendiri.
Anda harus membuktikan bahwa dalam sejarah memang ada aliran Shravaka dan Pratyekabuddha (dalam artian hanya mengajarkan untuk menjadi shravaka dan pratyekabuddha).

TL:

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

TAN:

Inikah cara mengelak dari menjawab pertanyaan ya? Anda biasa gaya debat tukang ojek ya yang asal lari begitu saja. (omong2 ke Senayan ongkosnya berapa Mas TL? huehuehue).
Sudah kembali ke topik. Pertanyaannya kembali lagi. Kalau Anda menolak bahwa sesudah nirvana “tidak ada apa-apa lagi,” maka tentunya sesudah nirvana ada “apa-apa lagi” bukan? Hayo kali ini jangan mungkir.

TL:

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

TAN :

Mari kita kilas balik.

Bukankah Anda (TL) yang mulai dulu dengan mengatakan:

“Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Kemudian saya tanggapi:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Ternyata Anda menanggapi lagi dengan: “Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!”

Terpaksa saya tanggapi lagi dengan pernyataan yang sama: “Dimana dikatakan begitu? Jangan asal nyebut !!!”

TL:

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

OOT. Tidak akan saya jawab.

TL:

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

TAN:

Hari ini saya akan jawab tantangan Anda.  Silakan baca buku GEM IN THE LOTUS: THE SEEDING OF INDIAN CIVILIZATION, karya Abraham Eraly, halaman 192:

“The worship of Tirthankaras was especially incongruous, for they, having attained nirvana, had nothing more to do with the affairs of the world, and could not in any way help the worshipper.”

Nah cukup jelas terjemahannya, ya. Bandingan dengan ajaran non Mahayanis yang menyatakan bahwa setelah Buddha parinibanna tidak mungkin memancarkan maitri karuna lagi. Saya melihat kemiripan yang sangat nyata.

TL:

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?

TAN:

Bohong! Kalau begitu Anda setuju bahwa setelah parinirvana Buddha  tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna. Itu artinya Anda sudah mengatakan bahwa Buddha akan “begini” atau “begitu” setelah parinirvana. Kalau Anda benar-benar tidak mengatakan apa-apa, maka seharusnya Anda diam saja. Nah baru begitu benar bahwa Anda tidak mengatakan hal semacam itu.

TL:

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TAN:

Kalau begitu anitya itu kekal atau tidak kekal? Pertanyaan ini juga TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TL:

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?

TAN:

Tantangannya sudah saya jawab di atas. Ternyata benar bukan bahwa non Mahayanis merupakan pengikut Nirgrantha Nattaputra?

TL:

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas  

TAN:

Benar nih tidak ada “aku”? Lalu pertanyaannya siapakah "TL" yang dengan rajin mengkritik ajaran Mahayana ini? Berarti bagi TL tidak ada “aku” ya? Lalu siapa yang dengan “garang” eh “kritis” mengkritiki aliran Mahayana? Ada cerita banyolan berikut ini antara seorang ahli filsafat dan temannya.

Ahli filsafat (AF): Aku bisa membuktikan aku sedang tidak berada di manapun juga.
Teman (T): Ah masa. Coba buktikan!
AF: Baik. Apakah aku sekarang berada di Mesir?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Jepang?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Rusia?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di ........?
T: Tidak.
(dst)
AF: Nah, bila aku tidak berada di Mesir, Jepang, Rusia,... maka tentunya aku tidak berada di manapun juga. Karena tidak berada di manapun juga, maka aku juga tidak berada di sini.
T: (bingung)
Lalu temannya memukul si ahli filsafat. “Plak!”
AF: Lho kenapa kamu memukulku?
T: Lho siapa yang memukulmu? Bukankan kamu sedang tidak berada di sini. Lalu apakah yang kupukul?

Hahahaha. Semoga Anda tidak menjadi seperti ahli filsafat itu.
Kalau memang benar bukan pancaskandha yang membentuk aku, jawab dengan jelas siapakah TL yang paling “garang” eh “kritis” dalam mengkritiki Mahayana? Terbentuk dari apakah TL yang mengetik posting di dhammacitta ini?

TL:

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)

TAN:

Hukum Dhammata itu siapa yang menciptakan dan mengapa harus begitu. Anda bilang bahwa itu sudah menjadi hukum Dhammatanya. Tertulis di sutta apakah? Sekarang giliran saya minta referensi Suttanya huehuehue.
Pertanyaan lagi, ketika yakkha Vajirapani menghantamkan gadanya, sehingga kepala Ambattha pecah menjadi tujuh apakah yakkha Vajirapani juga terkena kamma buruk?
Sebenarnya secara logika Buddha tidak perlu menunjukkan dengan kemampuan batinnya agar pemuda Ambattha terlepas dari bahaya tersebut.
Aturan mainnya adalah bila ditanya sampai kali ketiga oleh Sammasambuddha, seseorang tidak menjawab, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh. Nah, kalau Anda beralasan hanya demi pemuda Ambattha terhindar dari bahaya, Buddha juga bisa MENGHENTIKAN PERTANYAANNYA SAMPAI KALI KEDUA SAJA. Habis perkara. Tidak perlu ada pertanyaan yang ketiga.
Lalu Pangeran Siddharta waktu masih di dalam kandungan dijaga oleh empat dewa pelindung dengan pedang terhunus. Apakah gunanya dewa pelindung itu? Apakah seorang bodhisatta yang kelak menjadi Sammasambuddha masih dapat mengalami bahaya, misalnya ibunya dicelakai orang. Nah bila tidak, apakah gunanya empat dewa pelindung itu?
Katanya, agama Buddha non kekerasan. Tetapi mengapa masih ada yakkha pembawa gada dan dewa pelindung dengan pedang terhunus? Hahahaha...jawabnya dhammatta, dhammatta, dan dhammatta, ya? huehuehuehue.

TL:

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

TAN:

Tetapi yakkha yang membawa gada nan dashyat penghantam atau peremuk kepala itu kok dibenarkan ya?


Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 10:03:14 PM
Sutta tentang setelah Nibbana apakah ada atau tidak ada :

KHUDDAKA-NIKÃYA

BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG

6. PERTANYAAN UPASIVA

 
Kemudian siswa brahmana Upasiva mengajukan pertanyan:

 
1.    'Manusia Sakya,' katanya, 'tidaklah mungkin bagi saya untuk menyeberangi samudra yang amat luas sendirian, dan tanpa bantuan. Engkau adalah mata yang melihat segalanya, beritahukanlah apa yang dapat digunakan untuk membantu saya menyeberangi samudra.'    

2.    Sang Buddha berkata kepada Upasiva: 'Gunakanlah dua hal ini untuk membantumu menyeberangi samudra: persepsi (pemahaman) tentang Kekosongan1 dan kesadaran bahwa 'tidak ada apa pun'. Tinggalkanlah kenikmatan-kenikmatan indera dan bebaskanlah dirimu dari keraguan, sehingga engkau mulai melihat dan merindukan akhir dari nafsu keinginan.'

3.    'Yang Mulia,' kata Upasiva, 'jika orang telah terbebas dari kemelekatan terhadap segala kesenangan dan tidak bergantung lagi pada apa pun, dan dia lepaskan juga apa pun lainnya, maka dia bebas dalam kebebasan tertinggi dari persepsi. Tetapi apakah dia abadi berada di sana dan tidak akan kembali lagi?'

4.    'Jika seseorang telah terbebas,' kata Sang Buddha, 'dari semua kesenangan indera dan tidak bergantung pada apa pun, dia terbebas dalam kebebasan tertinggi dari persepsi. Dia akan tinggal di sana dan tidak kembali lagi.'

5.    'Yang Mulia, Engkau memiliki mata yang melihat segalanya,' kata Upasiva. 'Jika orang ini tinggal bertahun-tahun di dalam keadaan ini tanpa kembali, apakah dia akan menjadi dingin dan terbebas di sana sendiri? Katakanlah, apakah kesadaran masih ada bagi orang seperti ini.'    

6.    'Ini bagaikan lidah api yang tiba-tiba diterpa hembusan angin,' kata Sang Buddha. Dalam sekejap ia lenyap dan tidak ada lagi yang diketahui tentangnya. Sama halnya dengan orang bijaksana yang terbebas dari keberadaan mental: dalam sekejap dia telah pergi dan tidak ada yang dapat diketahui tentang dia.'

7.    'Tolong terangkanlah hal ini secara jelas, Tuan,' kata Upasiva, 'Engkau manusia bijaksana yang tahu secara tepat cara hal-hal bekerja: apakah orang itu telah lenyap, apakah dia hanya sekadar tidak ada, ataukah dia ada dalam kesejahteraan yang abadi?

8.    Jika seseorang telah pergi, maka tidak ada apa pun yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Sesuatu yang dapat dipakai untuk membicarakannya tidak lagi ada baginya; kamu tidak dapat mengatakan bahwa dia tidak ada. Bila semua cara untuk ada sudah hilang, berarti seluruh fenomena hilang, maka seluruh cara menjelaskannya juga lenyap.'
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 10:06:23 PM
BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG

3. PERTANYAAN PUNNAKA

 
Siswa brahmana Punnaka adalah penanya berikutnya:

1.    'Saya datang,' katanya, 'untuk mengajukan pertanyaan mengenai orang yang tanpa nafsu, orang yang, memiliki penglihatan yang berakar dalam. Yang Mulia, saya mohon penjelasan, mengapa para bijaksana di dunia, para brahmana, para penguasa dan lain-lain, selalu memberikan persembahan kepada para dewa?'

2.    'Orang-orang itu,' kata Sang Buddha, 'selalu memberikan persembahan kepada para dewa, karena sementara bertambah tua mereka ingin mempertahankan kehidupan mereka seperti dahulu.'

3.    'Tetapi, Yang Mulia,' kata Punnaka, 'dengan melakukan semua persembahan yang khidmat ini, apakah mereka akan pernah melampaui usia tua dan kelahiran?'

4.    'Doa-doa mereka,' kata Sang Buddha, 'puji-pujian, persembahan dan aspirasi mereka semuanya dibuat atas dasar ingin memiliki, ingin ganjaran: Mereka merindukan kenikmatan sensual. Orang-orang, para ahli dalam persembahan ini, bersuka ria di dalam nafsu untuk dumadi (menjadi). Orang-orang ini tidak dapat melampaui usia tua dan kelahiran.'

5.    'Engkau harus menjelaskan hal ini, Yang Mulia,' kata Punnaka. Jika semua persembahan yang diberikan para ahli itu tidak dapat membawa mereka menyeberangi usia tua dan kelahiran, siapakah di antara manusia, di antara para dewa yang telah pernah berhasil melampauinya?'    

6.    'Ketika seseorang telah memeriksa dunia dari atas sampai bawah,' jawab Sang Buddha, jika tidak ada apa pun di dunia ini yang menimbulkan percikan gejolak, maka dia telah menjadi manusia yang bebas dari asap, getaran dan kelaparan nafsu. Dia telah menjadi tenang. Dia telah melampaui usia tua; dia telah melampaui kelahiran.'


Sutta diatas bagaimana menurut mahayanis? soalnya mahayanis dewanya banyak khan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 02 June 2009, 10:31:12 PM
Saya harap mas Gandalf mengerti, saya memiliki hak menjawab kepada orang yang saya inginkan.
Dan pertanyaan ini bukan ditujukan kepada mas Gandalf. Jadi tak perlu penasaran bila tidak saya jawab.

Metta,

Ya anda memang punya hak menjawab, tapi tentu jangan digunakan dengan semena-mena.

Saya sebagai moderator di sini juga punya hak untuk mengawasi jalannya diskusi.

Tidak ada kaitannya dengan penasaran atau tidak, yang saya masalahkan adalah bagaimana cara anda berdiskusi.

Jangan hanya sekedar menantang saja tanpa pembuktian, yang ada hanya akan jadi debat gak ada juntrungannya.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 11:34:45 PM
RYU:

Sutta diatas bagaimana menurut mahayanis? soalnya mahayanis dewanya banyak khan

TAN:

Di non Mahayanis apa tidak ada dewa2? Kalau begitu untuk apa baca Atananiya Sutta. Untuk apa baca Araddhanang devata?
Kalau dari segi berlindung atau tidak. Maka Mahayana juga sama2 mengajarkan kita untuk tidak berlindung pada para dewa.
Mahayana juga mengajarkan berbagai bentuk meditasi. Jika benar Mahayana hanya semata2 mengajarkan berlindung atau minta tolong pada dewa2. Untuk apa susah2 diajarkan meditasi?
Kedua, minta tolong pada dewa atau memberikan persembahan itu tidak bergantung apakah dia Mahayanis atau non Mahayanis. Penganut kedua aliran itu sama2 melakukannya.
Saya bisa tunjukkan orang non Mahayanis yang masih sembahyang dewa2.
Biasanya orang sembahyang pada dewa saat kepepet dan sudah bingung ga tahu mau minta tolong ke siapa. Sebagai umat Buddha yang baik kita hendaknya toleran dan dapat memahami serta memaklumi kondisi batin tiap insan
Saya sendiri tak akan mempermasalahkan apakah seseorang mau bersembahyang pada dewa, pohon, guci, hewan, relik, atau apapun juga.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 11:37:08 PM
RYU:

Sutta diatas bagaimana menurut mahayanis? soalnya mahayanis dewanya banyak khan

TAN:

Di non Mahayanis apa tidak ada dewa2? Kalau begitu untuk apa baca Atananiya Sutta. Untuk apa baca Araddhanang devata?
Kalau dari segi berlindung atau tidak. Maka Mahayana juga sama2 mengajarkan kita untuk tidak berlindung pada para dewa.
Mahayana juga mengajarkan berbagai bentuk meditasi. Jika benar Mahayana hanya semata2 mengajarkan berlindung atau minta tolong pada dewa2. Untuk apa susah2 diajarkan meditasi?
Kedua, minta tolong pada dewa atau memberikan persembahan itu tidak bergantung apakah dia Mahayanis atau non Mahayanis. Penganut kedua aliran itu sama2 melakukannya.
Saya bisa tunjukkan orang non Mahayanis yang masih sembahyang dewa2.
Biasanya orang sembahyang pada dewa saat kepepet dan sudah bingung ga tahu mau minta tolong ke siapa. Sebagai umat Buddha yang baik kita hendaknya toleran dan dapat memahami serta memaklumi kondisi batin tiap insan
Saya sendiri tak akan mempermasalahkan apakah seseorang mau bersembahyang pada dewa, pohon, guci, hewan, relik, atau apapun juga.

Amiduofo,

Tan
bukankah itu nanti akan berkembang ke pandangan salah?
Apakah tidak apa2?
Kenapa di biarkan?
Apakah karena ada toleransi maka hal2 seperti ini di bolehkan dan patut di lestarikan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 11:41:35 PM
RYU:

bukankah itu nanti akan berkembang ke pandangan salah?
Apakah tidak apa2?
Kenapa di biarkan?
Apakah karena ada toleransi maka hal2 seperti ini di bolehkan dan patut di lestarikan?

TAN:

Pertanyaan yang sangat menarik. Menurut Anda bagaimana caranya mencegah agar tidak berkembang ke pandangan salah? Apakah kita harus meniru cara-cara K dengan menghardik, menghancurkan, atau membakar patung, guci, relik, pohon keramat, dan semua "berhala" lainnya? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 11:45:33 PM
Oh iya, jangan selalu berkata Non Mahayana juga melakukan hal yang sama, karena itu pembenaran dan itu merupakan lari dari pertanyaan karena saya ini mahayana ;D

RYU:

bukankah itu nanti akan berkembang ke pandangan salah?
Apakah tidak apa2?
Kenapa di biarkan?
Apakah karena ada toleransi maka hal2 seperti ini di bolehkan dan patut di lestarikan?

TAN:

Pertanyaan yang sangat menarik. Menurut Anda bagaimana caranya mencegah agar tidak berkembang ke pandangan salah? Apakah kita harus meniru cara-cara K dengan menghardik, menghancurkan, atau membakar patung, guci, relik, pohon keramat, dan semua "berhala" lainnya? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan
Kenapa tidak lari ke Sutta? IMO inilah kelemahan Buddhis, karena pemahaman sutta tidak di berikan sedari kecil sehingga pemahaman yang benar dari ajaran Buddha pun dikaburkan oleh Tradisi dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 11:55:03 PM
RYU:
Oh iya, jangan selalu berkata Non Mahayana juga melakukan hal yang sama, karena itu pembenaran dan itu merupakan lari dari pertanyaan karena saya ini mahayana
Kenapa tidak lari ke Sutta? IMO inilah kelemahan Buddhis, karena pemahaman sutta tidak di berikan sedari kecil sehingga pemahaman yang benar dari ajaran Buddha pun dikaburkan oleh Tradisi dll

TAN:

Kalo Mahayana jangan pakai istilah Sutta tapi Sutra donk huehuehue :))
Bagaimana dengan yang sudah telanjur "menyembah berhala"? Kita khotbahin dan datengin rumahnya dengan membawa Sutta? Hmm jadi inget ama cara-cara agama ...... ya?
Bagaimana kalau kita buat organisasi Buddhis Garis Keras? Btw saya saja sudah meninggalkan "garis keras." hehehehehe

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 02 June 2009, 11:58:19 PM
Tambahan untuk Ryu:

Kalau you mau pakai cara2 seperti itu ya jalankan saja. Kalau Anda anggap cara2 itu Buddhistik ya silakan saja. Saya tidak ambil pusing kok.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 02 June 2009, 11:59:08 PM
RYU:
Oh iya, jangan selalu berkata Non Mahayana juga melakukan hal yang sama, karena itu pembenaran dan itu merupakan lari dari pertanyaan karena saya ini mahayana
Kenapa tidak lari ke Sutta? IMO inilah kelemahan Buddhis, karena pemahaman sutta tidak di berikan sedari kecil sehingga pemahaman yang benar dari ajaran Buddha pun dikaburkan oleh Tradisi dll

TAN:

Kalo Mahayana jangan pakai istilah Sutta tapi Sutra donk huehuehue :))
Bagaimana dengan yang sudah telanjur "menyembah berhala"? Kita khotbahin dan datengin rumahnya dengan membawa Sutta? Hmm jadi inget ama cara-cara agama ...... ya?
Bagaimana kalau kita buat organisasi Buddhis Garis Keras? Btw saya saja sudah meninggalkan "garis keras." hehehehehe

Amiduofo,

Tan
saya tidak melihat Buddha mengajarkan garis keras, dan apakah Buddha tidak mengajarkan cara membabarkan dhamma dengan benar?

Oh kalau Sutra inget nya ke kamasutra sih =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:01:32 AM
Tambahan untuk Ryu:

Kalau you mau pakai cara2 seperti itu ya jalankan saja. Kalau Anda anggap cara2 itu Buddhistik ya silakan saja. Saya tidak ambil pusing kok.

Amiduofo,

Tan
Ya kalau tidak mau ambil pusing ya udah deh, berarti memang cara melestarikan ajaran Buddha yaitu dengan memberikan pandangan salah pada umat, OK deh :(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:01:47 AM
RYU:

saya tidak melihat Buddha mengajarkan garis keras, dan apakah Buddha tidak mengajarkan cara membabarkan dhamma dengan benar?

Oh kalau Sutra inget nya ke kamasutra sih

TAN:

Ouw. kalau gitu silakan saja babarkan Dhamma dengan cara yang benar menurut Buddha. Semoga bukan cuma digembar gemborkan di milis. Berjuanglah Nak! Nibanna menantimu hehehehehe.
Kalo Sutta saya juga cuma ingetnya Kamasutta sih wakakakakaka

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:03:31 AM
RYU:

Ya kalau tidak mau ambil pusing ya udah deh, berarti memang cara melestarikan ajaran Buddha yaitu dengan memberikan pandangan salah pada umat, OK deh

TAN:

Apa itu benar.. apa itu salah? Benar salah itu sangat subyektif. Salah seorang teman saya dari agama lain mengatakan bahwa kitab sucinya paling benar. Nah, siapa sekarang yang paling benar?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:06:46 AM
Tambahan untuk Ryu:

Kalau Anda peduli dengan orang lain yang berpandangan salah. Apakah Anda sendiri sudah menghapuskan pandangan salah dalam diri Anda?

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:13:57 AM
RYU:

saya tidak melihat Buddha mengajarkan garis keras, dan apakah Buddha tidak mengajarkan cara membabarkan dhamma dengan benar?

Oh kalau Sutra inget nya ke kamasutra sih

TAN:

Ouw. kalau gitu silakan saja babarkan Dhamma dengan cara yang benar menurut Buddha. Semoga bukan cuma digembar gemborkan di milis. Berjuanglah Nak! Nibanna menantimu hehehehehe.
Kalo Sutta saya juga cuma ingetnya Kamasutta sih wakakakakaka

Tan


Berarti begitu ya, sayangnya saya belum punya potensi kearah situ, saya masih tersesat, dalam kebaktian di vihara pun hanya membaca mantra bertahun2 tanpa mengerti makna karena tidak ada sama sekali ceramah2, bahkan saya mengetahui saya mahayanis pun ketika tau baca mantra2 itu dari mahayana.

RYU:

Ya kalau tidak mau ambil pusing ya udah deh, berarti memang cara melestarikan ajaran Buddha yaitu dengan memberikan pandangan salah pada umat, OK deh

TAN:

Apa itu benar.. apa itu salah? Benar salah itu sangat subyektif. Salah seorang teman saya dari agama lain mengatakan bahwa kitab sucinya paling benar. Nah, siapa sekarang yang paling benar?

Amiduofo,

Tan
Berarti menurut Ko Tan Pandangan salah dalam ajaran Buddha tidak valid?

Tambahan untuk Ryu:

Kalau Anda peduli dengan orang lain yang berpandangan salah. Apakah Anda sendiri sudah menghapuskan pandangan salah dalam diri Anda?

Tan
saya tidak mau umat Buddhis seperti saya Ko, makanya saya nanya kenapa ko mahayana seperti itu (ada dewa2) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 12:36:17 AM
BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG

3. PERTANYAAN PUNNAKA

 
Siswa brahmana Punnaka adalah penanya berikutnya:

1.    'Saya datang,' katanya, 'untuk mengajukan pertanyaan mengenai orang yang tanpa nafsu, orang yang, memiliki penglihatan yang berakar dalam. Yang Mulia, saya mohon penjelasan, mengapa para bijaksana di dunia, para brahmana, para penguasa dan lain-lain, selalu memberikan persembahan kepada para dewa?'

2.    'Orang-orang itu,' kata Sang Buddha, 'selalu memberikan persembahan kepada para dewa, karena sementara bertambah tua mereka ingin mempertahankan kehidupan mereka seperti dahulu.'

3.    'Tetapi, Yang Mulia,' kata Punnaka, 'dengan melakukan semua persembahan yang khidmat ini, apakah mereka akan pernah melampaui usia tua dan kelahiran?'

4.    'Doa-doa mereka,' kata Sang Buddha, 'puji-pujian, persembahan dan aspirasi mereka semuanya dibuat atas dasar ingin memiliki, ingin ganjaran: Mereka merindukan kenikmatan sensual. Orang-orang, para ahli dalam persembahan ini, bersuka ria di dalam nafsu untuk dumadi (menjadi). Orang-orang ini tidak dapat melampaui usia tua dan kelahiran.'

5.    'Engkau harus menjelaskan hal ini, Yang Mulia,' kata Punnaka. Jika semua persembahan yang diberikan para ahli itu tidak dapat membawa mereka menyeberangi usia tua dan kelahiran, siapakah di antara manusia, di antara para dewa yang telah pernah berhasil melampauinya?'    

6.    'Ketika seseorang telah memeriksa dunia dari atas sampai bawah,' jawab Sang Buddha, jika tidak ada apa pun di dunia ini yang menimbulkan percikan gejolak, maka dia telah menjadi manusia yang bebas dari asap, getaran dan kelaparan nafsu. Dia telah menjadi tenang. Dia telah melampaui usia tua; dia telah melampaui kelahiran.'


Sutta diatas bagaimana menurut mahayanis? soalnya mahayanis dewanya banyak khan ;D

Penghormatan kepada dewa dalam Mahayana tetap dalam koridor sekedar penghormatan, bukan objek perlindungan.   Mahayana juga mengajarkan jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran.
JIka kuatir mengalami pandangan salah, ya tentu harus memberi wejangan2 dan penjelasan. Memangnya dalam praktik Mahayana tidak melakukan itu?
Lagipula jika menilik kembali pada Sutta, Sang Buddha saja tidak mengajar jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran kepada Brahmana Sigalovada, malahan hanya mengajarkan bagaimana memberi persembahan ke 6 arah.
"Ibu dan ayah adalah arah timur,
Dan guru-guru adalah arah selatan
Istri den anak-anak adalah arah barat,
Dan sahabat-sahabat serta sanak keluarga adalah arah utara;
Para pelayan dan karyawan adalah arah bawah
Dan arah atas adalah para pertapa dan brahmana
Semua arah ini harus disembah oleh orang yang
Pantas menjabat sebagai kepala keluarga dalam warganya."

Pada kenyataannya sekarang tidak sedikit juga yg berpegang pada Sigalovada sutta dan alhasil sibuk melakukan karma baik yang bukan mengarah pada berakhirnya usia tua dan kelahiran, melainkan berharap sukur2 terlahir di alam dewa saja. Kalo dihitung2, itu gak jauh beda mengajar orang utk tetap berada dalam lingkup samsara. Dengan kata lain Sigalovada Sutta berseberangan toh dengan pertanyaan Punnaka dalam Khuddaka Nikaya ini, yakni tidak membawa orang utk melampaui usia tua dan kelahiran. 
:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 12:48:03 AM
Penghormatan kepada dewa dalam Mahayana tetap dalam koridor sekedar penghormatan, bukan objek perlindungan.   Mahayana juga mengajarkan jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran.
JIka kuatir mengalami pandangan salah, ya tentu harus memberi wejangan2 dan penjelasan. Memangnya dalam praktik Mahayana tidak melakukan itu?
Lagipula jika menilik kembali pada Sutta, Sang Buddha saja tidak mengajar jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran kepada Brahmana Sigalovada, malahan hanya mengajarkan bagaimana memberi persembahan ke 6 arah.
"Ibu dan ayah adalah arah timur,
Dan guru-guru adalah arah selatan
Istri den anak-anak adalah arah barat,
Dan sahabat-sahabat serta sanak keluarga adalah arah utara;
Para pelayan dan karyawan adalah arah bawah
Dan arah atas adalah para pertapa dan brahmana
Semua arah ini harus disembah oleh orang yang
Pantas menjabat sebagai kepala keluarga dalam warganya."

Pada kenyataannya sekarang tidak sedikit juga yg berpegang pada Sigalovada sutta dan alhasil sibuk melakukan karma baik yang bukan mengarah pada berakhirnya usia tua dan kelahiran, melainkan berharap sukur2 terlahir di alam dewa saja. Kalo dihitung2, itu gak jauh beda mengajar orang utk tetap berada dalam lingkup samsara. Dengan kata lain Sigalovada Sutta berseberangan toh dengan pertanyaan Punnaka dalam Khuddaka Nikaya ini, yakni tidak membawa orang utk melampaui usia tua dan kelahiran. 
:)


Menurut saya ini misinterpretasi, Sigalaka Sutta dibabarkan Sang Buddha ketika melihat pemuda Sigalaka sedang memberi hormat mengikuti tradisi yang adalah suatu ritual yg tiadk bermanfaat, dan Sang Buddha kemudian memberikan alternatif penghormatan yg lebih bermanfaat.

Dalam sutta ini dijelaskan bagaimana cara menghormati orang tua, guru, karyawan, dll, dan bukan arahnya yg dipentingkan, arah itu hanya sebagai pengantar dalam pengajaran itu sebagai pembanding bagi pemuda Sigalaka yg secara rutin menyembah sepuluh penjuru.

dan Sang Buddha selalu mengajarkan sesuai dengan watak dan kecenderungan pendengarnya. dalam hal ini MUNGKIN Sang Buddha melihat bahwa potensi pemuda Sigalaka hanya sampai di sana. tetapi apakah hal ini membenarkan kita untuk mengabaikan sutta2 lainnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:49:47 AM
RYU:

Berarti menurut Ko Tan Pandangan salah dalam ajaran Buddha tidak valid?

TAN:

Pertanyaan yang bagus. Valid bagi kita umat Buddha. Tetapi belum tentu valid bagi orang/ agama lain. Soto memang enak, tetapi bukan berarti semua orang suka soto atau harus makan soto. Sekarang posisinya saya balik.
Umpamanya saya ini penganut agama yang bernama Vestorisme (sekedar umpama). Tuhannya bernama Lord Vestor. Kitab Sucinya bernama Kyrmovestor, yang disabdakan sendiri pada utusannya yang bernama Lykomanus. Dalam kitab Kyrmovestor bab 9 ayat 7 dikatakan: "Orang-orang yang tidak percaya pada Lord Vestor selalu pencipta alam semesta adalah berpandangan salah dan mereka harus dipertobatkan. Umat-umatKu (Lord Vestor) harus berjuang menghapuskan pandangan salah umat manusia. Itu sebagai bukti cinta kasih kalian terhadapKu. Hapuskanlah pandangan salah itu."

Nah, saya selaku pengabar agama Vestorisme datang pada Anda dengan sejilid Kitab Kebenaran Kyrmovestor dan mengatakan, "Bung Ryu! Terimalah kebenaran Kyrmovestor! Hapuskan pandangan salah Anda yang tidak percaya pada Lord Vestor. Anda tersesat. Marilah tapaki jalan yang bahagia ini dengan beriman pada Lord Vestor."

Nah bagaimana tanggapan Anda kalau ada orang yang datang dengan mengatakan seperti itu pada Anda?
Kebenaran adalah valid bagi mereka yang menerimanya. Kebenaran adalah tidak valid bagi mereka yang tidak menerimanya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: johan3000 on 03 June 2009, 06:10:20 AM
Mahayana memiliki berapa suta "resmi" ?
apakah diamond suta juga "milik" Mahayana?
apakah TaMo yg membawa agama Buddha ke Tiongkok
   yg kemudian disebut Mahayana?
apa arti sebenarnya Mahayana ?

thanks sebelumnya...
semoga pertanyaan diatas cukup kritis utk dibahas. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 06:42:11 AM
RYU:

Berarti menurut Ko Tan Pandangan salah dalam ajaran Buddha tidak valid?

TAN:

Pertanyaan yang bagus. Valid bagi kita umat Buddha. Tetapi belum tentu valid bagi orang/ agama lain. Soto memang enak, tetapi bukan berarti semua orang suka soto atau harus makan soto. Sekarang posisinya saya balik.
Umpamanya saya ini penganut agama yang bernama Vestorisme (sekedar umpama). Tuhannya bernama Lord Vestor. Kitab Sucinya bernama Kyrmovestor, yang disabdakan sendiri pada utusannya yang bernama Lykomanus. Dalam kitab Kyrmovestor bab 9 ayat 7 dikatakan: "Orang-orang yang tidak percaya pada Lord Vestor selalu pencipta alam semesta adalah berpandangan salah dan mereka harus dipertobatkan. Umat-umatKu (Lord Vestor) harus berjuang menghapuskan pandangan salah umat manusia. Itu sebagai bukti cinta kasih kalian terhadapKu. Hapuskanlah pandangan salah itu."

Nah, saya selaku pengabar agama Vestorisme datang pada Anda dengan sejilid Kitab Kebenaran Kyrmovestor dan mengatakan, "Bung Ryu! Terimalah kebenaran Kyrmovestor! Hapuskan pandangan salah Anda yang tidak percaya pada Lord Vestor. Anda tersesat. Marilah tapaki jalan yang bahagia ini dengan beriman pada Lord Vestor."

Nah bagaimana tanggapan Anda kalau ada orang yang datang dengan mengatakan seperti itu pada Anda?
Kebenaran adalah valid bagi mereka yang menerimanya. Kebenaran adalah tidak valid bagi mereka yang tidak menerimanya.

Amiduofo,

Tan
Penyataan Ko Tan ini kembali lari ke arah yang lain, Yang ingin saya tanyakan adalah dalam ajaran Buddha yang otomatis ini untuk orang yang menjalankan ajarannya, urusan ajaran lain biarkan ajaran lain yang punya penjelasannya sendiri, dalam ajaran Buddha diperbolehkan untuk berpikir kritis (atau dalam mahayana tidak boleh kritis? harus tunduk aturan atau tradisi? yang salah biarin salah gitu? kalau gitu mah apa bedanya dong ajaran Buddha sama ajaran Lain? )
Saya bertanya ini karena pemahaman saya sebagai mahayanis sangatlah dangkal dan di banding dengan yang lain disini pastinya sangatlah jauh sekali jarak pemahamannya.

Ajaran Buddha menerangkan ini adalah pandangan benar, ini adalah pandangan salah, apabila ada pandangan salah berarti diperbolehkan dalam ajaran Buddha? apakah cukup di jawab ahhhh inikan karma kamu sehingga punya pandangan salah titik gitu ?

(jangan lari ke theravada/atau agama lain juga ada pandangan salah juga, karena thread ini untuk bertanya kepada mahayana ;D )
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 06:52:22 AM
BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG

3. PERTANYAAN PUNNAKA

 
Siswa brahmana Punnaka adalah penanya berikutnya:

1.    'Saya datang,' katanya, 'untuk mengajukan pertanyaan mengenai orang yang tanpa nafsu, orang yang, memiliki penglihatan yang berakar dalam. Yang Mulia, saya mohon penjelasan, mengapa para bijaksana di dunia, para brahmana, para penguasa dan lain-lain, selalu memberikan persembahan kepada para dewa?'

2.    'Orang-orang itu,' kata Sang Buddha, 'selalu memberikan persembahan kepada para dewa, karena sementara bertambah tua mereka ingin mempertahankan kehidupan mereka seperti dahulu.'

3.    'Tetapi, Yang Mulia,' kata Punnaka, 'dengan melakukan semua persembahan yang khidmat ini, apakah mereka akan pernah melampaui usia tua dan kelahiran?'

4.    'Doa-doa mereka,' kata Sang Buddha, 'puji-pujian, persembahan dan aspirasi mereka semuanya dibuat atas dasar ingin memiliki, ingin ganjaran: Mereka merindukan kenikmatan sensual. Orang-orang, para ahli dalam persembahan ini, bersuka ria di dalam nafsu untuk dumadi (menjadi). Orang-orang ini tidak dapat melampaui usia tua dan kelahiran.'

5.    'Engkau harus menjelaskan hal ini, Yang Mulia,' kata Punnaka. Jika semua persembahan yang diberikan para ahli itu tidak dapat membawa mereka menyeberangi usia tua dan kelahiran, siapakah di antara manusia, di antara para dewa yang telah pernah berhasil melampauinya?'    

6.    'Ketika seseorang telah memeriksa dunia dari atas sampai bawah,' jawab Sang Buddha, jika tidak ada apa pun di dunia ini yang menimbulkan percikan gejolak, maka dia telah menjadi manusia yang bebas dari asap, getaran dan kelaparan nafsu. Dia telah menjadi tenang. Dia telah melampaui usia tua; dia telah melampaui kelahiran.'


Sutta diatas bagaimana menurut mahayanis? soalnya mahayanis dewanya banyak khan ;D

Penghormatan kepada dewa dalam Mahayana tetap dalam koridor sekedar penghormatan, bukan objek perlindungan.   Mahayana juga mengajarkan jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran.
JIka kuatir mengalami pandangan salah, ya tentu harus memberi wejangan2 dan penjelasan. Memangnya dalam praktik Mahayana tidak melakukan itu?
Lagipula jika menilik kembali pada Sutta, Sang Buddha saja tidak mengajar jalan utk menyeberangi usia tua dan kelahiran kepada Brahmana Sigalovada, malahan hanya mengajarkan bagaimana memberi persembahan ke 6 arah.
"Ibu dan ayah adalah arah timur,
Dan guru-guru adalah arah selatan
Istri den anak-anak adalah arah barat,
Dan sahabat-sahabat serta sanak keluarga adalah arah utara;
Para pelayan dan karyawan adalah arah bawah
Dan arah atas adalah para pertapa dan brahmana
Semua arah ini harus disembah oleh orang yang
Pantas menjabat sebagai kepala keluarga dalam warganya."

Pada kenyataannya sekarang tidak sedikit juga yg berpegang pada Sigalovada sutta dan alhasil sibuk melakukan karma baik yang bukan mengarah pada berakhirnya usia tua dan kelahiran, melainkan berharap sukur2 terlahir di alam dewa saja. Kalo dihitung2, itu gak jauh beda mengajar orang utk tetap berada dalam lingkup samsara. Dengan kata lain Sigalovada Sutta berseberangan toh dengan pertanyaan Punnaka dalam Khuddaka Nikaya ini, yakni tidak membawa orang utk melampaui usia tua dan kelahiran. 
:)

Terima kasih bro chingik sudah hadir dan menjawab, apakah menurut bro sigalovada sutta merupakan pandangan salah?

saya melihat dalam penyembahan dewa dll (atau mengucapkan kata Buddha berulang2) bukankah dalam mahayana itu supaya terlahir kembali di (contoh) surga sukhavati dll?

dan sigalovada sutta khan itu merupakan aturan2 saja dan ketika di jalankan apakah ada iming2 ke surga sukhavati juga?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 06:58:00 AM
o iya jangan tanya saya soal tripitaka mahayana karena saya tidak pernah melihat tripitaka mahayana ;D
yang saya tau paling membaca prajna paramita, maha karuna dharani, nien fo, tanpa mengetahui arti membaca itu gunanya apa ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 03 June 2009, 07:07:40 AM
intermezzo sedikit...
Quote profile gw itu kutipan dari RAPB buku pertama..Halaman 13, mengenai dasar2 kualitas moral seorang bakal buddha..Kalimatnya sungguh kena bangett.... :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 09:41:09 AM



Menurut saya ini misinterpretasi, Sigalaka Sutta dibabarkan Sang Buddha ketika melihat pemuda Sigalaka sedang memberi hormat mengikuti tradisi yang adalah suatu ritual yg tiadk bermanfaat, dan Sang Buddha kemudian memberikan alternatif penghormatan yg lebih bermanfaat.

Dalam sutta ini dijelaskan bagaimana cara menghormati orang tua, guru, karyawan, dll, dan bukan arahnya yg dipentingkan, arah itu hanya sebagai pengantar dalam pengajaran itu sebagai pembanding bagi pemuda Sigalaka yg secara rutin menyembah sepuluh penjuru.

dan Sang Buddha selalu mengajarkan sesuai dengan watak dan kecenderungan pendengarnya. dalam hal ini MUNGKIN Sang Buddha melihat bahwa potensi pemuda Sigalaka hanya sampai di sana. tetapi apakah hal ini membenarkan kita untuk mengabaikan sutta2 lainnya?
Benar apa yang anda katakan tentang cara penghormatan yang benar, begitu juga poin tentang arah, ya memang bukan arah yg dipentingkan. Tapi acuan saya mengambil contoh sutta ini bukan mempermasalahkan cara (seperti arah), manfaat atau tidak bermanfaat.
Lebih jelasnya kita perlu memperhatikan kembali inti pertanyaan bro Ryu tentang mahayanis yg melakukan persembahan kepada para dewa sementara membandingkan dengan pertanyaan Punnaka yg menyatakan bahwa persembahan kepada dewa tidak memberi jalan menujuk akhir usia tau dan kelahiran. Nah, utk menanggapi pertanyaan ini, Sigalovada sutta adalah contoh yang cukup gamblang bahwa persembahan/penghormatan kepada orangtua, dll juga sama tidak memberi jalan langsung pd akhir usia tua dan kelahiran, tetapi Sang Buddha toh juga mengajarkannya. Jika mengkuatirkan orang akan mengalami pandangan salah, maka Sutta ini juga sama berpotensinya membuat orang bisa mengalami pandangan salah karena tidak mengajarkan langsung utk menyeberangi usia tua dan kelahiran. Tetapi betul bro Indra mengatakan  Sang Buddha selalu mengajarkan sesuai dengan watak dan kecenderungan pendengarnya. Intinya terletak di sini. Ketika Mahayana memperlihatkan ritual2 kepada para dewa, intisarinya ya memang utk mereka yg memiliki watak dan kecenderungan pada level ini.  Sedangkan jalan-jalan menuju pada tahapan yg lebih mulia seperti ke arah berakhirnya usia tua dan kelahiran juga tetap diajarkan, dan memang memiliki acuan pada sutra2 lainnnya juga. Jadi saya tidak mengatakan bahwa sutta2 lain diabaikan lho ya. :)
Mudah2an bro Ryu juga memahaminya.  ;)




 
 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 03 June 2009, 09:54:45 AM
Vihara Buddha Prabha di Jogja tempatnya Bhante Uttamo saat masih jadi umat awam belajar Dharma, itu juga kelenteng Taois/Khonghucu benernya. Kondisinya udah rusak, untung diselametin oleh pihak Buddhayana. Tapi sayangnya usaha positif ini kurang begitu terlihat maksimal karena nama dewa2 Taoisnya dikasih nama Sansekerta semua.....
-------------
Salah persepsi karena tidak semua Dewa Asal Tiongkok tuh Tao, ada yang katagori Dewa Purba macam Shen nong , Nu wa, Katagori Apa hayoo, tao bukan, KHC Bukan, Buddhis Bukan ?.
Klaim dewa dewa tao itu cuman buat memajukan tao saja, ngak semua bisa semua dewa tao itu dikasih nama sansekerta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 03 June 2009, 10:02:36 AM
Vihara Buddha Prabha di Jogja tempatnya Bhante Uttamo saat masih jadi umat awam belajar Dharma, itu juga kelenteng Taois/Khonghucu benernya. Kondisinya udah rusak, untung diselametin oleh pihak Buddhayana. Tapi sayangnya usaha positif ini kurang begitu terlihat maksimal karena nama dewa2 Taoisnya dikasih nama Sansekerta semua.....
-------------
Salah persepsi karena tidak semua Dewa Asal Tiongkok tuh Tao, ada yang katagori Dewa Purba macam Shen nong , Nu wa, Katagori Apa hayoo, tao bukan, KHC Bukan, Buddhis Bukan ?.
Klaim dewa dewa tao itu cuman buat memajukan tao saja, ngak semua bisa semua dewa tao itu dikasih nama sansekerta.

Menurut paham Tao, setahu saya, dewa dewi purba pun dimasukkan ke dalam jajaran kedewataan mereka. Ini saya pahami dari penulis aliran Zhengyi mainstream di Singapore!

Nah yang di Buddha Prabha tuh bukan dewa2 purba yang diberi nama Sansekerta, tapi dewa yang bener2 Taois. Kalau mau tahu ya ke sana saja.... hehe...

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 10:08:09 AM



Menurut saya ini misinterpretasi, Sigalaka Sutta dibabarkan Sang Buddha ketika melihat pemuda Sigalaka sedang memberi hormat mengikuti tradisi yang adalah suatu ritual yg tiadk bermanfaat, dan Sang Buddha kemudian memberikan alternatif penghormatan yg lebih bermanfaat.

Dalam sutta ini dijelaskan bagaimana cara menghormati orang tua, guru, karyawan, dll, dan bukan arahnya yg dipentingkan, arah itu hanya sebagai pengantar dalam pengajaran itu sebagai pembanding bagi pemuda Sigalaka yg secara rutin menyembah sepuluh penjuru.

dan Sang Buddha selalu mengajarkan sesuai dengan watak dan kecenderungan pendengarnya. dalam hal ini MUNGKIN Sang Buddha melihat bahwa potensi pemuda Sigalaka hanya sampai di sana. tetapi apakah hal ini membenarkan kita untuk mengabaikan sutta2 lainnya?
Benar apa yang anda katakan tentang cara penghormatan yang benar, begitu juga poin tentang arah, ya memang bukan arah yg dipentingkan. Tapi acuan saya mengambil contoh sutta ini bukan mempermasalahkan cara (seperti arah), manfaat atau tidak bermanfaat.
Lebih jelasnya kita perlu memperhatikan kembali inti pertanyaan bro Ryu tentang mahayanis yg melakukan persembahan kepada para dewa sementara membandingkan dengan pertanyaan Punnaka yg menyatakan bahwa persembahan kepada dewa tidak memberi jalan menujuk akhir usia tau dan kelahiran. Nah, utk menanggapi pertanyaan ini, Sigalovada sutta adalah contoh yang cukup gamblang bahwa persembahan/penghormatan kepada orangtua, dll juga sama tidak memberi jalan langsung pd akhir usia tua dan kelahiran, tetapi Sang Buddha toh juga mengajarkannya. Jika mengkuatirkan orang akan mengalami pandangan salah, maka Sutta ini juga sama berpotensinya membuat orang bisa mengalami pandangan salah karena tidak mengajarkan langsung utk menyeberangi usia tua dan kelahiran. Tetapi betul bro Indra mengatakan  Sang Buddha selalu mengajarkan sesuai dengan watak dan kecenderungan pendengarnya. Intinya terletak di sini. Ketika Mahayana memperlihatkan ritual2 kepada para dewa, intisarinya ya memang utk mereka yg memiliki watak dan kecenderungan pada level ini.  Sedangkan jalan-jalan menuju pada tahapan yg lebih mulia seperti ke arah berakhirnya usia tua dan kelahiran juga tetap diajarkan, dan memang memiliki acuan pada sutra2 lainnnya juga. Jadi saya tidak mengatakan bahwa sutta2 lain diabaikan lho ya. :)
Mudah2an bro Ryu juga memahaminya.  ;)




 
  


Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 10:12:40 AM
Quote
Terima kasih bro chingik sudah hadir dan menjawab, apakah menurut bro sigalovada sutta merupakan pandangan salah?

saya melihat dalam penyembahan dewa dll (atau mengucapkan kata Buddha berulang2) bukankah dalam mahayana itu supaya terlahir kembali di (contoh) surga sukhavati dll?

dan sigalovada sutta khan itu merupakan aturan2 saja dan ketika di jalankan apakah ada iming2 ke surga sukhavati juga?

Sigalovada Sutta tentu bukan ajaran yg mengarah pada pandangan salah. Tetapi yang jelas Sigalavoda sutta tidak mengajarkan jalan menuju akhir usia tua secara langsung. Bila orang memberi interpretasi secara harfiah, maka Sutta ini hanya mengarahkan orang terlahir di alam dewa saja. Itulah mengapa bro Indra mengatakan bhw ini dikarenakan Buddha mengajarkan orang berdasarkan watak dan kecenderungannya. Dari segi ini semestinya perlu dipahami juga bahwa ritual persembahan pada dewa dalam lingkup mahayanis juga demikian, yakni disesuaikan
dengan watak dari orang mempraktikkannya.

Ini ada persoalan lain yg perlu dijernihkan: Hanya memberi persembahan kepada dewa tidak membuat orang terlahir di Sukhavati. Sukhavati hanya dapat terealisasi bila memenuhi syarat keyakinan, tekad dan praktik.  Mengucapkan nama Buddha berulang2 juga tidak harus terlahir di Sukhavati ,  semua tergantung dari tekad praktisinya. Misalnya Praktisi Zen juga mempraktikkan nienfo, tetapi tidak semua praktisi Zen mau terlahir di Sukhavati. Yang terlahir di Sukhavati adalah orang yg memiliki tekad dan kemauan terlahir di Sukhavati.  
Jika bicara soal iming2, bila diselidiki secara mendalam, semuanya adalah iming2. Sigalovada sutta hanya mengajarkan tentang tata cara, tetapi tetap saja disebutkan bahwa bila mempraktikkannya kita akan memperoleh kehormatan. Bagi orang yg tertarik dgn kehormatan maka bisa saja kita mengatakan dia telah diming2i utk memproleh kehormatan demi praktik ini, tetapi sebenarnya tidak demikian kan?. Begitu jg ketika mahayana mengajarkan tentang Sukhavati, ya bila orang yg tertarik dgn kebahagiaan surga akan terkesan diiming2i, tetapi sebenarnya tidk demikian juga. Tentu semuanya perlu dipelajari secara seksama.  

 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 10:20:25 AM
Quote
Terima kasih bro chingik sudah hadir dan menjawab, apakah menurut bro sigalovada sutta merupakan pandangan salah?

saya melihat dalam penyembahan dewa dll (atau mengucapkan kata Buddha berulang2) bukankah dalam mahayana itu supaya terlahir kembali di (contoh) surga sukhavati dll?

dan sigalovada sutta khan itu merupakan aturan2 saja dan ketika di jalankan apakah ada iming2 ke surga sukhavati juga?

Sigalovada Sutta tentu bukan ajaran yg mengarah pada pandangan salah. Tetapi yang jelas Sigalavoda sutta tidak mengajarkan jalan menuju akhir usia tua secara langsung. Bila orang memberi interpretasi secara harfiah, maka Sutta ini hanya mengarahkan orang terlahir di alam dewa saja. Itulah mengapa bro Indra mengatakan bhw ini dikarenakan Buddha mengajarkan orang berdasarkan watak dan kecenderungannya. Dari segi ini semestinya perlu dipahami juga bahwa ritual persembahan pada dewa dalam lingkup mahayanis juga demikian, yakni disesuaikan
dengan watak dari orang mempraktikkannya.

Ini ada persoalan lain yg perlu dijernihkan: Hanya memberi persembahan kepada dewa tidak membuat orang terlahir di Sukhavati. Sukhavati hanya dapat terealisasi bila memenuhi syarat keyakinan, tekad dan praktik.  Mengucapkan nama Buddha berulang2 juga tidak harus terlahir di Sukhavati ,  semua tergantung dari tekad praktisinya. Misalnya Praktisi Zen juga mempraktikkan nienfo, tetapi tidak semua praktisi Zen mau terlahir di Sukhavati. Yang terlahir di Sukhavati adalah orang yg memiliki tekad dan kemauan terlahir di Sukhavati. 
Jika bicara soal iming2, bila diselidiki secara mendalam, semuanya adalah iming2. Sigalovada sutta hanya mengajarkan tentang tata cara, tetapi tetap saja disebutkan bahwa bila mempraktikkannya kita akan memperoleh kehormatan. Bagi orang yg tertarik dgn kehormatan maka bisa saja kita mengatakan dia telah diming2i utk memproleh kehormatan demi praktik ini, tetapi sebenarnya tidak demikian kan?. Begitu jg ketika mahayana mengajarkan tentang Sukhavati, ya bila orang yg tertarik dgn kebahagiaan surga akan terkesan diiming2i, tetapi sebenarnya tidk demikian juga. Tentu semuanya perlu dipelajari secara seksama. 

 


demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 03 June 2009, 10:27:54 AM
bedanya di agama tetangga, setelah surga udah pol mentok.
kalo di sini, udah diiming-imingi surga dan bidadari (baca kasus nanda), ditakut-takuti lagi dengan jatuh lagi ke neraka :whistle:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 10:31:42 AM
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
  
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 10:36:29 AM
Quote
Terima kasih bro chingik sudah hadir dan menjawab, apakah menurut bro sigalovada sutta merupakan pandangan salah?

saya melihat dalam penyembahan dewa dll (atau mengucapkan kata Buddha berulang2) bukankah dalam mahayana itu supaya terlahir kembali di (contoh) surga sukhavati dll?

dan sigalovada sutta khan itu merupakan aturan2 saja dan ketika di jalankan apakah ada iming2 ke surga sukhavati juga?

Sigalovada Sutta tentu bukan ajaran yg mengarah pada pandangan salah. Tetapi yang jelas Sigalavoda sutta tidak mengajarkan jalan menuju akhir usia tua secara langsung. Bila orang memberi interpretasi secara harfiah, maka Sutta ini hanya mengarahkan orang terlahir di alam dewa saja. Itulah mengapa bro Indra mengatakan bhw ini dikarenakan Buddha mengajarkan orang berdasarkan watak dan kecenderungannya. Dari segi ini semestinya perlu dipahami juga bahwa ritual persembahan pada dewa dalam lingkup mahayanis juga demikian, yakni disesuaikan
dengan watak dari orang mempraktikkannya.

Ini ada persoalan lain yg perlu dijernihkan: Hanya memberi persembahan kepada dewa tidak membuat orang terlahir di Sukhavati. Sukhavati hanya dapat terealisasi bila memenuhi syarat keyakinan, tekad dan praktik.  Mengucapkan nama Buddha berulang2 juga tidak harus terlahir di Sukhavati ,  semua tergantung dari tekad praktisinya. Misalnya Praktisi Zen juga mempraktikkan nienfo, tetapi tidak semua praktisi Zen mau terlahir di Sukhavati. Yang terlahir di Sukhavati adalah orang yg memiliki tekad dan kemauan terlahir di Sukhavati. 
Jika bicara soal iming2, bila diselidiki secara mendalam, semuanya adalah iming2. Sigalovada sutta hanya mengajarkan tentang tata cara, tetapi tetap saja disebutkan bahwa bila mempraktikkannya kita akan memperoleh kehormatan. Bagi orang yg tertarik dgn kehormatan maka bisa saja kita mengatakan dia telah diming2i utk memproleh kehormatan demi praktik ini, tetapi sebenarnya tidak demikian kan?. Begitu jg ketika mahayana mengajarkan tentang Sukhavati, ya bila orang yg tertarik dgn kebahagiaan surga akan terkesan diiming2i, tetapi sebenarnya tidk demikian juga. Tentu semuanya perlu dipelajari secara seksama. 

 


demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain :)

ya, agama lain makan pake mulut, dengar pake kuping, memakai baju dan jubah,  berarti sama aja dong dng agama Buddha. Jangan liat kulitnya. tapi isinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 10:41:30 AM
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
  
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 


Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 10:56:15 AM
Quote
Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
pembenaran seprti dalam hal apa ? contoh konkrit nya apa ya, tolong lebih jelas dulu ..:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 11:02:58 AM
Quote
Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
pembenaran seprti dalam hal apa ? contoh konkrit nya apa ya, tolong lebih jelas dulu ..:)

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 June 2009, 11:24:25 AM
Quote
Ya saya memahami, tapi yang ingin saya tanyakan mahayana kenapa seperti "terlihat" membelokan tujuan Nibbana menjadi ke arah lain (contoh surga sukhavati)

saya mau kutip kata2 di sutta :
"Ada penderitaan, tapi tidak ada yang menderita,
Ada jalan, tapi tidak ada yang menempuhnya,
Ada nibbana, tapi tidak ada yang mencapainya."
haha..bro Ryu lupa lagi ya. Sigalovada sutta juga tidak bertujuan langsung ke nibbana. Berarti Buddha membelokkan tujuan juga ? Malahan Sigalovada sutta lebih berpotensi membuat orang terhempas dalam samsara, karena bila mempraktikkannya mungkin hanya terlahir di alam surga. Dan di alam surga banyak kenikmatan surgawi , apakah tidak takut orang terbuai hingga lupa akan dhamma? hehe...kesannya bisa menjadi begitu kan? Tapi saya tau tidak slalu demikian.
Beda dengan Sukhavati, mungkin tidak langsung mengajar orang langsung merealiasasi nibbana, tetapi ajaran langsung itu juga ada dalam sutra lain , bukan di sutra2 tentang Sukhavati. Cukup fair toh mau pilih yg mana. TApi sebenarnya ditelusuir lebih dalam lagi, Sukhavati bisa jg dikatakan mengajar ke arah nibbana, mengapa? karena setelah terlahir di sana, kita akan diarahkan lagi utk praktik dhamma, dan tujuan akhir di Sukhavati adalah merealisasi nibbana dan mencapai Kebuddhaan. Setidaknya tidak seresiko belajar Sigaloavada sutta lah..hehe.
Ada yg bilang, mengapa harus belajar dhamma di Sukhavati kalo di sini sudah ada. Ya, silakan kalo memang sanggup realiasasi langsung di sini. Mahayana juga menganjurkan. TEtapi tetap ada kebebasan utk menentukan sendiri. Tidak semua Mahayanis mempraktikkan Sukhavati lho. Lihat saja master Xuanzhuang, Xuyun, Taixu, Yinshun, mereka memilih surga Tusita utk belajar pd bodhistava Maitreya.
 
 Jadi jangan terpaku pada "kenapa seperti "terlihat"  .." , ya semua akan terlihat seperti begini2 dan begitu2..kalo tidak dipelajari secara seksama. Umat agama lain saat melihat agama buddha juga akan bilang kenapa seperti "terlihat" ....
 

bro chingik... manusia dan para dewa itu dapat digolongkan atas
1. Dvihetuka puggala.
2. Trihetuka puggala.

Dvihetuka puggala adalah para manusia dan dewa yang hanya memiliki 2 akar (dvihetuka) sehingga pada kehidupannya sebagai dewa dan manusia tidak akan bisa mencapai jhana dan lokkutara (nibbana), tetapi akibat dari praktek meditasi dan kusala citta di masa terlahir sebagai dvihetuka puggala, maka mereka bisa terlahir kembali menjadi trihetuka puggala pada masa kehidupan yang akan datang.

Sedangkan Trihetuka puggala adalah para manusia dan dewa yang memiliki 3 akar (trihetuka) dan dapat mencapai jhana dan lokkutara jika dikembangkan dengan baik.

Jadi para dewa (sebagai trihetuka puggala) juga bisa mencapai jhana dan lokkutara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 11:28:07 AM
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 11:41:03 AM
RYU:

Ajaran Buddha menerangkan ini adalah pandangan benar, ini adalah pandangan salah, apabila ada pandangan salah berarti diperbolehkan dalam ajaran Buddha? apakah cukup di jawab ahhhh inikan karma kamu sehingga punya pandangan salah titik gitu ?

TAN:

Jangan ngomong "boleh" dan "tidak boleh." Karena "boleh" dan "tidak boleh" adalah suatu "larangan." Sekali lagi saya tidak setuju dengan kata "larangan." Yang lebih tepat bagi saya adalah "anjuran." Ini beda dengan "larangan." Larangan berlaku bila pihak yang memberlakukan larangan, yang menjatuhkan sanksi atau hukuman. Dalam agama Buddha, bila seseorang melakukan kejahatan (akusala karma), maka Buddha tidak pernah menjatuhkan hukuman. Karena itu, sekali lagi saya lebih suka menggunakan kata "anjuran." Jadi istilah "boleh" dan "tidak boleh" adalah tidak valid. Kalau "larangan" sifatnya memaksa dan "anjuran" sifatnya tidak memaksa.
Kembali ke topik. Kita perlu jelaskan dahulu berbagai peristilahan.
"Pandangan salah" yang kita bicarakan di sini, tentunya adalah "pandangan salah menurut agama Buddha" dan bukan agama lainnya. Bagaimana sikap umat Buddha yang baik terhadap pandangan salah? Umat Buddha tentunya dianjurkan untuk tidak menganut "pandangan salah menurut agama Buddha." Logikanya kalau dia masih "menganut pandangan salah menurut agama Buddha" tentunya sebaiknya dia tidak menjadi penganut agama Buddha. Lebih baik dia mendirikan keyakinan sendiri yang didasari oleh "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu. Nah, barulah dengan demikian "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu akan menjadi "pandangan benar menurut agama yang didirikannya." Atau dia mencari agama lain yang menganggap "pandangan salah menurut agama Buddha" itu sebagai "pandangan benar menurut agama lain tersebut." Nah, kasus ini akan terselesaikan dengan mudah.
Kita boleh saja memberikan anjuran pada sesama umat Buddha mengenai pandangan salah dan benar itu. Tetapi sifatnya tidak memaksa. Buddha sendiri tidak pernah memaksa. Ingat Upali Sutta, yang mengajarkan toleransi.

Demikian, semoga bermanfaat.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 11:45:34 AM
dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 11:47:49 AM
RYU:

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa?

TAN:

Perlu Sdr. Ryu cari tahu, apakah benar "upacara pemujaan dewa2" dalam Mahayana itu sama dengan "pemujaan dewa2 dari agama lain." Soalnya selama saya ikut Mahayana kok ga ada ya upacara seperti itu. Lagipula selama ini saya ikut Mahayana ga pernah ikut acara "puja dewa2." Saya juga ga gitu suka upacara2 ritual. Apakah kalo gitu saya bukan Mahayana ya? But btw saya menghormati dewa2 dan orang yang melakukan ritual semacam itu; asalkan dia mengetahui makna apa yang dilakukannya dan bukan cuma ikut2an.
Btw. Anda pernah baca literatur Mahayana seperti Cheng Wei Shi Lun atau Mo He Chi Kuan (Jepang: Mahashikan). Ada ga di situ tentang puja dewa2? Kalau ada saya dikasih tahu ya. Nanti saya juga adain puja dewa gede2an. Ma kasih.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 June 2009, 11:47:59 AM
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan

sdr.TAN,

yang sdr.TAN analogikan dengan persamaan antara monyet dan manusia itu masih belum seberapa banyak... menurut para ahli genetika, persamaan DNA manusia dan monyet mencapai 98%, hanya 2% yang berbeda itu yang membuat appearance (penampilan dan kualitas) manusia itu berbeda dengan monyet...

sdr.TAN berusaha menganalogikan sesuatu yang berbeda. Tentunya dalam hal ini, sdr.RYU secara implisit menyatakan memang ada perbedaan antar ajaran (baik dalam satu lingkup ajaran yang akarnya sama maupun ajaran yang akarnya berbeda). Kalau semua (100% match) tentunya tidak akan berbeda. Antara satu manusia dengan manusia lain saja Genetika-nya bisa berbeda. Kalau sama, maka itu identik namanya. seperti halnya kloning makhluk hidup.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 June 2009, 11:53:46 AM
dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

pada dasarnya LARANGAN (seperti halnya di dalam vinaya pitaka) itu di buat untuk aturan main kelembagaan (sangha)... Pada jaman BUDDHA masih hidup, BUDDHA dianggap sebagai HAKIM yang bisa memutuskan apakah benar terjadi pelanggaran, karena itulah justifikasi yang paling mutlak pada masa itu. Namanya juga pengikut BUDDHA, kalau tidak bisa diputuskan oleh BUDDHa, tentunya bukan pengikut BUDDHA lagi donk...

Masalahnya kan setelah BUDDHA sudah parinibbana, siapa lagi yang bisa menjadi HAKIM/JURI untuk memutuskan suatu pelanggaran ? Paling dekat mungkin hanya VINAYA PITAKA ?? VINAYA hanya bisa menghakimi perbuatan yang nampak/jelas jelas terlihat, terhadap pelanggaran yang tidak diketahui, VINAYA tidak berjalan, kecuali hanya citta dan cetasika masing-masing individu yang bisa merekam semua perbuatan dan hal ini berkaitan dengan konsekuensi karma yang diterima masing-masing nantinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 11:56:09 AM
RYU:

demikian juga dengan agama lain, katanya dengan iman, tekad & praktek dia bisa ke surga lho, berarti tidak ada bedanya dong ajarang buddha dengan agama lain

TAN:

Baik, kita batasi topiknya pada "persamaan dan perbedaan dengan agama lain" agar tidak melebar ke "lima benua" dan "tujuh samudera."
Semua agama di dunia ini masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaannya sendiri-sendiri. Begitu juga dengan agama Buddha. Tentu saja ada persamaan dan perbedaannya dengan agama lain.
Agama Buddha mengajarkan bahwa dengan perbuatan (melaksanakan Pancasila Buddhis) dia bisa terlahir di alam surga. Ini juga ada di agama lain. Ajaran Sukhavati mengajarkan seseorang dapat dilahirkan di surga Sukhavati melalui praktik nianfo dan perenungan pada Buddha Amitabha (baca Sutra Amitayur Dhyana). Apakah ini sama dengan agama lain? Ya. mungkin ada persamaannya. Tetapi tidak sepenuhnya sama. Setidaknya, nama tokohnya saja sudah berlainan. Setahu saya tidak ada agama lain, yang juga mengajarkan tentang Amitabha; kecuali Anda dapat membuktikan yang sebaliknya. Kedua, metoda konsentrasi dan pelafalan sebagaimana yang ada di Sukhavati Vyuha dan Amitayur Dhyana, apakah juga ada diajarkan di agama lain?
Anda menyebutkan iman di sini. Apakah yang disebut "iman" pada masing-masing agama itu sama? Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.
Nah, segala sesuatu mungkin ada persamaan dan perbedaannya; tetapi memukul rata bahwa semua adalah SEPENUHNYA SAMA dengan menilik hanya dari segelintir persamaan adalah tindakan yang tidak bijaksana. Saya akan berikan sedikit ilustrasi.

Monyet mempunyai mata dua. Manusia memiliki mata dua
Monyet mempunyai dua telinga. Manusia memliki dua telinga
Monyet mempunyai satu hidung. Manusia mempunyai satu hidung
Monyet mempunyai satu mulut. Manusia mempunyai satu mulut
Monyet butuh makan supaya tidak mati. Manusia butuh makan supaya tidak mati.
Monyet butuh minum supaya tidak mati. Manusia butuh minum supaya tidak mati.
dan seterusnya.

Apakah manusia lalu SAMA dengan monyet?

Demikianlah, selanjutnya agar supaya berhati-hati dalam menyimpulkan persamaan dan perbedaan.

Amiduofo,


Tan
Ok, back to pertanyaan untuk Mahayana, jangan ke ajaran lain, Ajaran Buddha paling Utama apa? untuk lepas dari Dukkha? Untuk terlahir kembali di surga...?

RYU:

Ajaran Buddha menerangkan ini adalah pandangan benar, ini adalah pandangan salah, apabila ada pandangan salah berarti diperbolehkan dalam ajaran Buddha? apakah cukup di jawab ahhhh inikan karma kamu sehingga punya pandangan salah titik gitu ?

TAN:

Jangan ngomong "boleh" dan "tidak boleh." Karena "boleh" dan "tidak boleh" adalah suatu "larangan." Sekali lagi saya tidak setuju dengan kata "larangan." Yang lebih tepat bagi saya adalah "anjuran." Ini beda dengan "larangan." Larangan berlaku bila pihak yang memberlakukan larangan, yang menjatuhkan sanksi atau hukuman. Dalam agama Buddha, bila seseorang melakukan kejahatan (akusala karma), maka Buddha tidak pernah menjatuhkan hukuman. Karena itu, sekali lagi saya lebih suka menggunakan kata "anjuran." Jadi istilah "boleh" dan "tidak boleh" adalah tidak valid. Kalau "larangan" sifatnya memaksa dan "anjuran" sifatnya tidak memaksa.
Kembali ke topik. Kita perlu jelaskan dahulu berbagai peristilahan.
"Pandangan salah" yang kita bicarakan di sini, tentunya adalah "pandangan salah menurut agama Buddha" dan bukan agama lainnya. Bagaimana sikap umat Buddha yang baik terhadap pandangan salah? Umat Buddha tentunya dianjurkan untuk tidak menganut "pandangan salah menurut agama Buddha." Logikanya kalau dia masih "menganut pandangan salah menurut agama Buddha" tentunya sebaiknya dia tidak menjadi penganut agama Buddha. Lebih baik dia mendirikan keyakinan sendiri yang didasari oleh "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu. Nah, barulah dengan demikian "pandangan salah menurut agama Buddha"-nya itu akan menjadi "pandangan benar menurut agama yang didirikannya." Atau dia mencari agama lain yang menganggap "pandangan salah menurut agama Buddha" itu sebagai "pandangan benar menurut agama lain tersebut." Nah, kasus ini akan terselesaikan dengan mudah.
Kita boleh saja memberikan anjuran pada sesama umat Buddha mengenai pandangan salah dan benar itu. Tetapi sifatnya tidak memaksa. Buddha sendiri tidak pernah memaksa. Ingat Upali Sutta, yang mengajarkan toleransi.

Demikian, semoga bermanfaat.

Amiduofo,

Tan
Ok Ko :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 11:56:27 AM
INDRA:

dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

TAN:

Anda sudah ngomong itu berulang kali. Saya tentu tahu, karena sebagai informasi saya yang menerjemahkan buku Vinaya Mukha jilid 1 (bahasa Indonesianya dibagi jadi 1A dan 1B). Jilid 2-nya baru jadi separuh. Masih belum ada waktu nerusin. Vinaya itu berlaku bagi Sangha. Ingat Sangha di sini sebagai suatu organisasi. Ini kasusnya beda. Kita ngomong agama Buddha secara global dan bukan sebagai kasus khusus (organisatoris). Tentu saja sebagai suatu organisasi, Sangha punya serangkaian aturannya sendiri (baca: Vinaya).
Semoga ini dapat dibedakan.
Kedua, kalau umat awam (baca: Upasaka/ Upasika) berbuat "salah" misalnya membunuh nyamuk. Bagi seorang bhikkhu itu merupakan pelanggaran dukkhata. Nah apakah umat awam juga dianggap melakukan pelanggaran dukkhata? Bhikkhu tidak boleh punya rambut panjang (melebihi kalau tidak salah 2 jari). Nah apakah umat awam juga berlaku hal yang sama?
Kalau umat Buddha membunuh, apakah sanggha yang menjatuhkan "hukuman." Jawabnya TIDAK. Pemerintah yang menjatuhkan hukuman.
Jadi jelas sekali kasusnya beda. Apa yang beda jangan disama2kan, dan apa yang sama jangan dibeda2kan.
Umat Buddha hanya "dianjurkan" untuk tidak membunuh. Kalau dia bandel dan tetap membunuh risikonya ditanggung penumpang. Kalau dia sudah keluar dari penjara dan selanjutnya tetap mengikuti peribadatan Buddha, siapakah yang melarang?
Semoga penjelasan saya ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 11:58:00 AM
Bro Dilbert, saya mencoba meluruskan anggapan bahwa dikatakan tidak ada larangan dalam agama buddha, walaupun larangan itu khusus untuk Sangha, jadi Sangha beragama buddha atau tidak?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 12:00:02 PM
INDRA:

dutiyampi saya mencoba meluruskan, bahwa ADA LARANGAN dalam Buddhism dan ada sanksi jika larangan itu dilakukan, baca Vinaya Pitaka

TAN:

Anda sudah ngomong itu berulang kali. Saya tentu tahu, karena sebagai informasi saya yang menerjemahkan buku Vinaya Mukha jilid 1 (bahasa Indonesianya dibagi jadi 1A dan 1B). Jilid 2-nya baru jadi separuh. Masih belum ada waktu nerusin. Vinaya itu berlaku bagi Sangha. Ingat Sangha di sini sebagai suatu organisasi. Ini kasusnya beda. Kita ngomong agama Buddha secara global dan bukan sebagai kasus khusus (organisatoris). Tentu saja sebagai suatu organisasi, Sangha punya serangkaian aturannya sendiri (baca: Vinaya).
Semoga ini dapat dibedakan.
Kedua, kalau umat awam (baca: Upasaka/ Upasika) berbuat "salah" misalnya membunuh nyamuk. Bagi seorang bhikkhu itu merupakan pelanggaran dukkhata. Nah apakah umat awam juga dianggap melakukan pelanggaran dukkhata? Bhikkhu tidak boleh punya rambut panjang (melebihi kalau tidak salah 2 jari). Nah apakah umat awam juga berlaku hal yang sama?
Kalau umat Buddha membunuh, apakah sanggha yang menjatuhkan "hukuman." Jawabnya TIDAK. Pemerintah yang menjatuhkan hukuman.
Jadi jelas sekali kasusnya beda. Apa yang beda jangan disama2kan, dan apa yang sama jangan dibeda2kan.
Umat Buddha hanya "dianjurkan" untuk tidak membunuh. Kalau dia bandel dan tetap membunuh risikonya ditanggung penumpang. Kalau dia sudah keluar dari penjara dan selanjutnya tetap mengikuti peribadatan Buddha, siapakah yang melarang?
Semoga penjelasan saya ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Sdr Tan. saya berusaha agar tidak ada penyelewengan informasi di sini, jadi ada atau tidak ada larangan dalam agama buddha? kalo dijawab "hanya untuk bhikkhu", lantas apakah para bhikkhu tidak beragama buddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:01:51 PM
RYU:

Ok, back to pertanyaan untuk Mahayana, jangan ke ajaran lain, Ajaran Buddha paling Utama apa? untuk lepas dari Dukkha? Untuk terlahir kembali di surga...?

TAN:

Lepas dari dukkha tentunya. But. Tidak semua orang bisa begitu. Saya punya teman, Buddhis juga. Tetapi pikirannya hanya bisnis, bisnis, dan bisnis. Sudah saya beri buku2 Dhamma, tetapi ga dibaca. Bagi dia tujuan hidupnya adalah menjadi orang sukses dalam bisnis. Tujuan orang tidak sama. Itulah masalahnya. Ada yang berpraktik agar lepas dari dukkha. Ada yang bertujuan mencapai kehidupan yang lebih baik. Ada yang ingin masuk surga saja sudah cukup.
Tetapi kalau kita yakin Dhamma itu baik, tidak ada salahnya memberikan saran atau masukan dengan cara damai, misalnya memberikan/ meminjamkan buku2 Dharma. Masalah dibaca atau tidak, itu di luar hak kita. Kalau Dhamma itu baik, mengapa kita tidak bagikan kepada orang lain. Selanjutnya Dhamma, itu tidak harus dilabeli "Buddha."
Saya sering memberikan saran pada orang lain yang didasari Dhamma, tetapi saya tidak pernah bilang itu ajaran "Buddha." Dan ternyata mereka bisa menerimanya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 12:03:34 PM
Quote
Begini, Ko Tan selalu membandingkan dengan ajaran non Mahayana dan juga agama lain, mari kita lihat ajaran lain.....
Bagi ajaran lain ada yang di sebut pandangan salah contohnya adalah menyembah Patung atau Ilah lain, nah apakah pemuka agama, yang mengajar, dan doktrin2 nya melakukan hal itu dan memperbolehkan umatnya atau menghindarinya?

Mari kita lihat Buddhis, mereka melakukan pembenaran2 bahwa toleransi lah, tidak masalah lah dll hal2 pandangan salah yang apa Buddha katakan, bisa lihat bedanya?
pembenaran seprti dalam hal apa ? contoh konkrit nya apa ya, tolong lebih jelas dulu ..:)

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa? ;D
Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha.  
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional.  

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:04:32 PM
RYU:

bisa dilihat dari upacara2 yang sering di adakan dalam "mahayana mungkin ya" seperti pemujaan dewa?

TAN:

Perlu Sdr. Ryu cari tahu, apakah benar "upacara pemujaan dewa2" dalam Mahayana itu sama dengan "pemujaan dewa2 dari agama lain." Soalnya selama saya ikut Mahayana kok ga ada ya upacara seperti itu. Lagipula selama ini saya ikut Mahayana ga pernah ikut acara "puja dewa2." Saya juga ga gitu suka upacara2 ritual. Apakah kalo gitu saya bukan Mahayana ya? But btw saya menghormati dewa2 dan orang yang melakukan ritual semacam itu; asalkan dia mengetahui makna apa yang dilakukannya dan bukan cuma ikut2an.
Btw. Anda pernah baca literatur Mahayana seperti Cheng Wei Shi Lun atau Mo He Chi Kuan (Jepang: Mahashikan). Ada ga di situ tentang puja dewa2? Kalau ada saya dikasih tahu ya. Nanti saya juga adain puja dewa gede2an. Ma kasih.

Amiduofo,

Tan
Jadi kalau tidak mengerti makna memuja dewa bagaimana? bisa terjerumus ke pandangan salah khan ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:05:17 PM
INDRA:

Sdr Tan. saya berusaha agar tidak ada penyelewengan informasi di sini, jadi ada atau tidak ada larangan dalam agama buddha? kalo dijawab "hanya untuk bhikkhu", lantas apakah para bhikkhu tidak beragama buddha?

TAN:

Sangha tentu beragama Buddha. Kalau tidak beragama Buddha untuk apa mereka masuk Sangha. Pertanyaannya juga bisa saya balik: Apakah Vinaya berlaku bagi umat awam (baca: Upasaka/ Upasika)? Apakah Upasaka dan Upasika itu beragama Buddha atau tidak?
Justru di sini informasi yang saya berikan sudah obyektif dan apa adanya, serta menjelaskan bagaimana kedudukan Vinaya dalam agama Buddha. Informasi saya sudah tidak sepotong2.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 12:08:46 PM
informasi yg tidak sepotong2 menurut saya seharusnya begini:
larangan memang ada dalam agama buddha tetapi ditujukan kepada Sangha, bagi umat awam yg ada hanyalah himbauan/anjuran.

dan saya mendesak anda adalah agar para pengunjung dari luar tidak mendapatkan informasi yg salah dalam forum ini, saya tidak tertarik untuk MENYERANG anda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:14:40 PM
RYU:

Ok, back to pertanyaan untuk Mahayana, jangan ke ajaran lain, Ajaran Buddha paling Utama apa? untuk lepas dari Dukkha? Untuk terlahir kembali di surga...?

TAN:

Lepas dari dukkha tentunya. But. Tidak semua orang bisa begitu. Saya punya teman, Buddhis juga. Tetapi pikirannya hanya bisnis, bisnis, dan bisnis. Sudah saya beri buku2 Dhamma, tetapi ga dibaca. Bagi dia tujuan hidupnya adalah menjadi orang sukses dalam bisnis. Tujuan orang tidak sama. Itulah masalahnya. Ada yang berpraktik agar lepas dari dukkha. Ada yang bertujuan mencapai kehidupan yang lebih baik. Ada yang ingin masuk surga saja sudah cukup.
Tetapi kalau kita yakin Dhamma itu baik, tidak ada salahnya memberikan saran atau masukan dengan cara damai, misalnya memberikan/ meminjamkan buku2 Dharma. Masalah dibaca atau tidak, itu di luar hak kita. Kalau Dhamma itu baik, mengapa kita tidak bagikan kepada orang lain. Selanjutnya Dhamma, itu tidak harus dilabeli "Buddha."
Saya sering memberikan saran pada orang lain yang didasari Dhamma, tetapi saya tidak pernah bilang itu ajaran "Buddha." Dan ternyata mereka bisa menerimanya.

Amiduofo,

Tan
Ok nah kenapa ajaran Buddha tidak bisa masuk ke orang tersebut? apa mungkin karena ada alternatif lain contohnya bisa ke alam surga lain?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:19:03 PM
RYU:

Jadi kalau tidak mengerti makna memuja dewa bagaimana? bisa terjerumus ke pandangan salah khan

TAN:

Anda benar! Bukan hanya memuja dewa saja. Dalam setiap aspek kehidupan bila orang tidak mengetahui maknanya bisa saja terjerumus ke pandangan salah. Sebagai contoh dalam bermain saham, valas, atau forex. Bila tidak tahu maknanya bisa saja dia akan terjerumus pada kerugian besar. Sekedar sharing. Saya sudah sering memberikan masukan pada orang2 yang melakukan pemujaan yang membuta. Sering saya adakan dialog dengan teman yang beragama Buddha. Ini adalah salah satu contohnya yang saya ingat.

Tan: Wah hari ini sembahyang apa Oom (O)? Kok sibuk. Wah enak tuh makanannya.
O: Oooo ini sembahyang biasa ceit - capgo
Tan: [pura-pura ga tahu] Wah apaan tuh Oom ceit-capgo?
O: Kamu anak muda sekarang banyak yang ga tahu tradisi ya? Itu sembahyang supaya pheng an (selamat) banyak hokkie (rejeki) ama sehat.
Tan: Ooo gitu ya Oom. Maaf Oom jadi pengen nanya nih. Semoga Oom ga keberatan. Jadi phengan, hokkie, ama sehat itu bisa didapet dengan sembahyang ya?
O : .............. ya...ya setidak2nya kita memohon pada para dewa.
Tan: Lho tapi kok pake segala macam makanan ini, Oom? Wah itu ada babi kecap segala. Nanti kalau sudah selesai sembahyang bungkusin buwat saya ya (becanda).
O: Lho iya supaya dewanya seneng. Kalau mereka seneng makan khan nanti jadi baek sama kita.
Tan: Sori Oom boleh tanya lagi. Kalau dewanya memang bisa kasih kita phengan, hokkie, sehat, dll. Kok masih perlu kita kasih makan. Jangan2 nanti malah kita yang kasih mereka phengan (dapet makanan), sehat (sesudah makan), hokkie (karena kita kasih makan) ke mereka?

Si Oom mungkin agak kesal, terbaca dari raut wajahnya. Jadi saya alihkan ke topik lain.  Jadi dalam menjelaskan sesuatu kita mesti liat sikonnya dulu. Prinsipnya adalah jangan menggurui dan tidak memaksa. Kedua, karena dia (si Oom) mengaku beragama Buddha, maka saya merasa tidak masalah bila saya mengadakan dialog di atas. Kalau dia beragama Vestorisme, tentu saya tidak akan memulai dialog di atas.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:21:36 PM
RYU:

Ok nah kenapa ajaran Buddha tidak bisa masuk ke orang tersebut? apa mungkin karena ada alternatif lain contohnya bisa ke alam surga lain?

TAN:

Saya tidak tahu. Karena memang saya tidak ingin mengubahnya jadi umat "Buddha." Saya lebih suka kalau orang jadi hidup sesuai Dhamma, ketimbang jadi umat "Buddha." Dhamma itu tidak perlu label bukan? Ibaratnya seperti mata air yang tiap orang boleh minum dari sana.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:24:56 PM
INDRA:

informasi yg tidak sepotong2 menurut saya seharusnya begini:
larangan memang ada dalam agama buddha tetapi ditujukan kepada Sangha, bagi umat awam yg ada hanyalah himbauan/anjuran.

dan saya mendesak anda adalah agar para pengunjung dari luar tidak mendapatkan informasi yg salah dalam forum ini, saya tidak tertarik untuk MENYERANG anda.

TAN:

Tetapi pada informasi saya terakhir sehubungan dengan topik terkait sudah saya jelaskan seperti itu, bukan? Jadi sudah ga ada masalah lagi khan?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:25:09 PM
RYU:

Jadi kalau tidak mengerti makna memuja dewa bagaimana? bisa terjerumus ke pandangan salah khan

TAN:

Anda benar! Bukan hanya memuja dewa saja. Dalam setiap aspek kehidupan bila orang tidak mengetahui maknanya bisa saja terjerumus ke pandangan salah. Sebagai contoh dalam bermain saham, valas, atau forex. Bila tidak tahu maknanya bisa saja dia akan terjerumus pada kerugian besar. Sekedar sharing. Saya sudah sering memberikan masukan pada orang2 yang melakukan pemujaan yang membuta. Sering saya adakan dialog dengan teman yang beragama Buddha. Ini adalah salah satu contohnya yang saya ingat.

Tan: Wah hari ini sembahyang apa Oom (O)? Kok sibuk. Wah enak tuh makanannya.
O: Oooo ini sembahyang biasa ceit - capgo
Tan: [pura-pura ga tahu] Wah apaan tuh Oom ceit-capgo?
O: Kamu anak muda sekarang banyak yang ga tahu tradisi ya? Itu sembahyang supaya pheng an (selamat) banyak hokkie (rejeki) ama sehat.
Tan: Ooo gitu ya Oom. Maaf Oom jadi pengen nanya nih. Semoga Oom ga keberatan. Jadi phengan, hokkie, ama sehat itu bisa didapet dengan sembahyang ya?
O : .............. ya...ya setidak2nya kita memohon pada para dewa.
Tan: Lho tapi kok pake segala macam makanan ini, Oom? Wah itu ada babi kecap segala. Nanti kalau sudah selesai sembahyang bungkusin buwat saya ya (becanda).
O: Lho iya supaya dewanya seneng. Kalau mereka seneng makan khan nanti jadi baek sama kita.
Tan: Sori Oom boleh tanya lagi. Kalau dewanya memang bisa kasih kita phengan, hokkie, sehat, dll. Kok masih perlu kita kasih makan. Jangan2 nanti malah kita yang kasih mereka phengan (dapet makanan), sehat (sesudah makan), hokkie (karena kita kasih makan) ke mereka?

Si Oom mungkin agak kesal, terbaca dari raut wajahnya. Jadi saya alihkan ke topik lain.  Jadi dalam menjelaskan sesuatu kita mesti liat sikonnya dulu. Prinsipnya adalah jangan menggurui dan tidak memaksa. Kedua, karena dia (si Oom) mengaku beragama Buddha, maka saya merasa tidak masalah bila saya mengadakan dialog di atas. Kalau dia beragama Vestorisme, tentu saya tidak akan memulai dialog di atas.

Amiduofo,

Tan


Apakah yang telah dilakukan oleh Mahayana untuk menghindari dari pandangan salah tersebut, apakah pandangan salah tersebut di biarkan dan dikembangkan ke arah yang lain, atau melarang umatnya untuk tidak melakukannya, atau membiarkan umatnya melakukan pandangan salah tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:26:34 PM
RYU:

Ok nah kenapa ajaran Buddha tidak bisa masuk ke orang tersebut? apa mungkin karena ada alternatif lain contohnya bisa ke alam surga lain?

TAN:

Saya tidak tahu. Karena memang saya tidak ingin mengubahnya jadi umat "Buddha." Saya lebih suka kalau orang jadi hidup sesuai Dhamma, ketimbang jadi umat "Buddha." Dhamma itu tidak perlu label bukan? Ibaratnya seperti mata air yang tiap orang boleh minum dari sana.

Amiduofo,

Tan
Ya saya setuju hal tersebut, tapi bukankah lebih baik orang itu berlabel buddhis dan hidup sesuai dhamma, dari pada orang itu berlabel buddhis tapi menyimpangkan ajaran Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:27:41 PM
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha.  
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional.  

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:30:37 PM
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha. 
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional. 

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:30:52 PM
RYU:

Apakah yang telah dilakukan oleh Mahayana untuk menghindari dari pandangan salah tersebut, apakah pandangan salah tersebut di biarkan dan dikembangkan ke arah yang lain, atau melarang umatnya untuk tidak melakukannya, atau membiarkan umatnya melakukan pandangan salah tersebut.

TAN:

Pertanyaan menarik. Anda perlu membedakan Mahayana sebagai individu atau organisatoris? Kalau sebagai individu (setidaknya saya), saya telah berupaya memberikan penjelasan yang baik. Kalau sebagai organisatoris itu di luar hak dan wewenang saya. Lha wong saya ini tidak bergabung dengan organisasi apapun. Ke vihara iya. Tapi tidak ikut organisasi apapun.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:35:08 PM
RYU:

Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho

TAN:

Ai! Pertanyaan yang bagus. Manusia memang tidak serta merta dapat melepaskan kemelekatannya. Posting di dhammacitta ini juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda bekerja juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda pacaran juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda mengumpulkan duit juga sumber kemelekatan lho (nah supaya tidak melekat transfer aja semua duit Anda ke rekening saya. Biar kemelekatan saya yang tambah gede, tapi Anda terbebas dari kemelekatan. Hehehe). Sebenarnya banyak kegiatan yang menjadi sumber kemelekatan. Bukankah dengan demikian para umat awam Buddha, seharusnya segera meninggalkan pekerjaan, rumah, isteri/ suami, dan lainnya. Bagaimana kalau dhammacitta juga ditutup biar tidak timbul kemelekatan? Jadi bukan hanya puja dewa saja yang kita akhiri. Bagaimana menurut Anda?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:36:14 PM
RYU:

Apakah yang telah dilakukan oleh Mahayana untuk menghindari dari pandangan salah tersebut, apakah pandangan salah tersebut di biarkan dan dikembangkan ke arah yang lain, atau melarang umatnya untuk tidak melakukannya, atau membiarkan umatnya melakukan pandangan salah tersebut.

TAN:

Pertanyaan menarik. Anda perlu membedakan Mahayana sebagai individu atau organisatoris? Kalau sebagai individu (setidaknya saya), saya telah berupaya memberikan penjelasan yang baik. Kalau sebagai organisatoris itu di luar hak dan wewenang saya. Lha wong saya ini tidak bergabung dengan organisasi apapun. Ke vihara iya. Tapi tidak ikut organisasi apapun.

Amiduofo,

Tan
Dalam hal ajaran ko, dan pemberitahuan terhadap umat dengan melihat banyaknya sutra2 yang terus muncul dan di tambah2kan oleh oknum2 (mungkin) apakah ajaran Buddha akan semakin Bias ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:39:02 PM
RYU:

Dalam hal ajaran ko, dan pemberitahuan terhadap umat dengan melihat banyaknya sutra2 yang terus muncul dan di tambah2kan oleh oknum2 (mungkin) apakah ajaran Buddha akan semakin Bias

TAN:

Bisa kasih tahu Sutra2 apa yang menurut Anda ditambahkan?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:39:39 PM
RYU:

Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho

TAN:

Ai! Pertanyaan yang bagus. Manusia memang tidak serta merta dapat melepaskan kemelekatannya. Posting di dhammacitta ini juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda bekerja juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda pacaran juga bisa menambah kemelekatan lho. Anda mengumpulkan duit juga sumber kemelekatan lho (nah supaya tidak melekat transfer aja semua duit Anda ke rekening saya. Biar kemelekatan saya yang tambah gede, tapi Anda terbebas dari kemelekatan. Hehehe). Sebenarnya banyak kegiatan yang menjadi sumber kemelekatan. Bukankah dengan demikian para umat awam Buddha, seharusnya segera meninggalkan pekerjaan, rumah, isteri/ suami, dan lainnya. Bagaimana kalau dhammacitta juga ditutup biar tidak timbul kemelekatan? Jadi bukan hanya puja dewa saja yang kita akhiri. Bagaimana menurut Anda?

Amiduofo,

Tan
itu hal yang nyata, saya sampai tidak kerja nih melototin komputer kakakakakakakak

Ini khan dalam koridor ajaran Buddha Ko bukan dari hal2 di luar, soal kemelekatan itu tergantung Bathin orang itu apakah dia merasa cukup atau terus merasa kekurangan, nah apakah dalam pemujaan dewa bisa batin merasa cukup? saya rasa dengan pemujaan dewa itu "pasti" ada kepengennya, kalo gak ngapain muja2 dewa =))

Karena rasa takut, banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung, ke arama-arama (hutan-hutan), ke pohon-pohon dan ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap keramat.

Tetapi itu bukanlah perlindungan yang aman, bukanlah perlindungan yang utama. Dengan mencari perlindungan seperti itu, orang tidak akan bebas dari penderitaan.

Ia yang telah berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan bijaksana dapat melihat Empat Kebenaran Mulia, yaitu:

Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukka, serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan yang menuju pada akhir dukkha.

Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari segala penderitaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:40:19 PM
RYU:

Dalam hal ajaran ko, dan pemberitahuan terhadap umat dengan melihat banyaknya sutra2 yang terus muncul dan di tambah2kan oleh oknum2 (mungkin) apakah ajaran Buddha akan semakin Bias

TAN:

Bisa kasih tahu Sutra2 apa yang menurut Anda ditambahkan?

Amiduofo,

Tan
saya pernah membaca Sutra Bakti seorang anak terjemaahan Bahasa indo, dan saya merasa itu seperti di buat2 :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:50:19 PM
RYU:

itu hal yang nyata, saya sampai tidak kerja nih melototin komputer kakakakakakakak

Ini khan dalam koridor ajaran Buddha Ko bukan dari hal2 di luar, soal kemelekatan itu tergantung Bathin orang itu apakah dia merasa cukup atau terus merasa kekurangan, nah apakah dalam pemujaan dewa bisa batin merasa cukup? saya rasa dengan pemujaan dewa itu "pasti" ada kepengennya, kalo gak ngapain muja2 dewa

TAN:

Wah ga bisa gitu donk. Sebagai umat Buddha yang baik, yang ingin membebaskan orang lain dari pandangan salah, Anda tidak bisa membedakan antara yang "di dalam" dan "luar." Agar konsisten baik "di dalam" maupun "di luar" Anda hendaknya melaksanakan prinsip2 Buddhistik. Apakah Dhamma itu hanya berlaku untuk hal2 "di dalam" saja? Buddha mengajarkan membebaskan kemelekatan. Kalau begitu agar konsisten, Anda tentunya berhenti memelototi komputer atau berhenti bekerja sebagai salah satu sumber kemelekatan bukan?
Anda bekerja pasti ada "kepengen"nya khan? Nah agar adil dan konsisten terapkan prinsip Anda pada semua aspek kehidupan.
Kedua, saya ulangi lagi bahwa tiap orang tidak sama.
Setiap orang pasti masih ada kemelekatan. Nah kalau kita sendiri masih melekat, mengapa "teriak"2 pada kemelekatan orang lain?
Sikap batin yang benar saat puja dewa itu contohnya, tidak egois. Umpamanya dia juga mendoakan "semoga semua makhluk berbahagia" Jadi dia mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama juga mengarahkan batinnya pada sikap maitri karuna. Saat bekerja kita mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama kita juga bisa berdana (melepas kemelekatan).
Bagi saya, hidup ini adalah praktik Dharma berkesinambungan. Mustahil bagi kita secara serta merta melepas kemelekatan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 12:53:53 PM
RYU:

itu hal yang nyata, saya sampai tidak kerja nih melototin komputer kakakakakakakak

Ini khan dalam koridor ajaran Buddha Ko bukan dari hal2 di luar, soal kemelekatan itu tergantung Bathin orang itu apakah dia merasa cukup atau terus merasa kekurangan, nah apakah dalam pemujaan dewa bisa batin merasa cukup? saya rasa dengan pemujaan dewa itu "pasti" ada kepengennya, kalo gak ngapain muja2 dewa

TAN:

Wah ga bisa gitu donk. Sebagai umat Buddha yang baik, yang ingin membebaskan orang lain dari pandangan salah, Anda tidak bisa membedakan antara yang "di dalam" dan "luar." Agar konsisten baik "di dalam" maupun "di luar" Anda hendaknya melaksanakan prinsip2 Buddhistik. Apakah Dhamma itu hanya berlaku untuk hal2 "di dalam" saja? Buddha mengajarkan membebaskan kemelekatan. Kalau begitu agar konsisten, Anda tentunya berhenti memelototi komputer atau berhenti bekerja sebagai salah satu sumber kemelekatan bukan?
Anda bekerja pasti ada "kepengen"nya khan? Nah agar adil dan konsisten terapkan prinsip Anda pada semua aspek kehidupan.
Kedua, saya ulangi lagi bahwa tiap orang tidak sama.
Setiap orang pasti masih ada kemelekatan. Nah kalau kita sendiri masih melekat, mengapa "teriak"2 pada kemelekatan orang lain?
Sikap batin yang benar saat puja dewa itu contohnya, tidak egois. Umpamanya dia juga mendoakan "semoga semua makhluk berbahagia" Jadi dia mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama juga mengarahkan batinnya pada sikap maitri karuna. Saat bekerja kita mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama kita juga bisa berdana (melepas kemelekatan).
Bagi saya, hidup ini adalah praktik Dharma berkesinambungan. Mustahil bagi kita secara serta merta melepas kemelekatan.

Amiduofo,

Tan

Sdr. Tan, kalau begitu mungkin anda beranggapan Sang Buddha juga masih melekat pada makanan, karena Sang Buddha juga makan setiap hari.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 12:58:24 PM
RYU:

saya pernah membaca Sutra Bakti seorang anak terjemaahan Bahasa indo, dan saya merasa itu seperti di buat2

TAN:

Nah, Anda tahu ga makna Sutra Bakti Seorang Anak (Fu Mu En Jing)? Kita tidak bisa menilai dari wujud fisik suatu benda/ buku. Apakah isinya buruk dan mengajak kita melakukan kejahatan? Semua buku yang memotivasi agar seseorang bisa hidup lebih baik adalah Dharma.
Anda tahu ga kalau dalam Mahayana itu juga dikategorikan sebagai sutra "aspal"? Kalau orang yang belajar kanon Mahayana pasti tahu itu adalah Sutra "aspal" dan dikarang di Tiongkok. Namun karena isinya baik maka tidak dilarang. Sutra2 aspal lain yang isinya bertentangan dengan Dharma sudah lama dikeluarkan dari kanon Mahayana.
Sampai di sini jelas di antara Mahayana dan non Mahayana sudah ada perbedaan paham mengenai kanon. Nah, perbedaan ini tidak akan bisa kita selesaikan.
Bagi non Mahayana, kanon itu hanya sebatas Pali text saja yang konon dibabarkan oleh Buddha sendiri. Tetapi bagi Mahayana kanon itu dinamis. Buktinya Sutra Altar karya Huineng juga dimasukkan dalam kanon.
Nah, bagi kaum non Mahayana ini adalah penambahan, tetapi bagi Mahayana ini adalah suatu proses dinamis, asalkan tidak bertentang Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan.
Semoga perbedaan ini tidak menjadi ajang perpecahan. Marilah saling menghargai perbedaan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 12:59:34 PM
Wah ga bisa gitu donk. Sebagai umat Buddha yang baik, yang ingin membebaskan orang lain dari pandangan salah, Anda tidak bisa membedakan antara yang "di dalam" dan "luar." Agar konsisten baik "di dalam" maupun "di luar" Anda hendaknya melaksanakan prinsip2 Buddhistik.
Kalau saya bisa pastinya saya akan lakukan ko ;D

Quote
Apakah Dhamma itu hanya berlaku untuk hal2 "di dalam" saja? Buddha mengajarkan membebaskan kemelekatan. Kalau begitu agar konsisten, Anda tentunya berhenti memelototi komputer atau berhenti bekerja sebagai salah satu sumber kemelekatan bukan?
siapakah RYU ini yang masih tersesat gitu lho :P

Quote
Anda bekerja pasti ada "kepengen"nya khan? Nah agar adil dan konsisten terapkan prinsip Anda pada semua aspek kehidupan.
Kedua, saya ulangi lagi bahwa tiap orang tidak sama.
Setiap orang pasti masih ada kemelekatan. Nah kalau kita sendiri masih melekat, mengapa "teriak"2 pada kemelekatan orang lain?
Yakin Ko? SETIAP Orang?
Saya hanya ingin bertanya ko bukan untuk teriak2 lho ;D dan saya pernah baca hal itu :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=192

Quote
Sikap batin yang benar saat puja dewa itu contohnya, tidak egois. Umpamanya dia juga mendoakan "semoga semua makhluk berbahagia" Jadi dia mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama juga mengarahkan batinnya pada sikap maitri karuna. Saat bekerja kita mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama kita juga bisa berdana (melepas kemelekatan).
Bagi saya, hidup ini adalah praktik Dharma berkesinambungan. Mustahil bagi kita secara serta merta melepas kemelekatan.

Amiduofo,

Tan
kalau pandangan ko begini berarti mustahil belajar ajaranBuddha itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:00:14 PM
INDRA:

Sdr. Tan, kalau begitu mungkin anda beranggapan Sang Buddha juga masih melekat pada makanan, karena Sang Buddha juga makan setiap hari.

TAN:

Bro Indra. Nampaknya Anda menyamakan diri Anda dengan Buddha ya? Buddha ya Buddha. Indra ya Indra. Makan bagi Buddha ya beda dengan makan bagi Indra.
Semoga tanggapan saya cukup jelas.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:02:29 PM
RYU:

kalau pandangan ko begini berarti mustahil belajar ajaranBuddha itu?

TAN:

Salah juga. Kalau mustahil, mengapa di dunia ada Arahat, Paccekabuddha, dan Sammasambuddha? Makanya saya katakan praktik Dhamma adalah praktik berkesinambungan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 01:02:47 PM
RYU:

saya pernah membaca Sutra Bakti seorang anak terjemaahan Bahasa indo, dan saya merasa itu seperti di buat2

TAN:

Nah, Anda tahu ga makna Sutra Bakti Seorang Anak (Fu Mu En Jing)? Kita tidak bisa menilai dari wujud fisik suatu benda/ buku. Apakah isinya buruk dan mengajak kita melakukan kejahatan? Semua buku yang memotivasi agar seseorang bisa hidup lebih baik adalah Dharma.
Anda tahu ga kalau dalam Mahayana itu juga dikategorikan sebagai sutra "aspal"? Kalau orang yang belajar kanon Mahayana pasti tahu itu adalah Sutra "aspal" dan dikarang di Tiongkok. Namun karena isinya baik maka tidak dilarang. Sutra2 aspal lain yang isinya bertentangan dengan Dharma sudah lama dikeluarkan dari kanon Mahayana.
Sampai di sini jelas di antara Mahayana dan non Mahayana sudah ada perbedaan paham mengenai kanon. Nah, perbedaan ini tidak akan bisa kita selesaikan.
Bagi non Mahayana, kanon itu hanya sebatas Pali text saja yang konon dibabarkan oleh Buddha sendiri. Tetapi bagi Mahayana kanon itu dinamis. Buktinya Sutra Altar karya Huineng juga dimasukkan dalam kanon.
Nah, bagi kaum non Mahayana ini adalah penambahan, tetapi bagi Mahayana ini adalah suatu proses dinamis, asalkan tidak bertentang Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan.
Semoga perbedaan ini tidak menjadi ajang perpecahan. Marilah saling menghargai perbedaan.

Amiduofo,

Tan
Kenapa alkitab tidak dimasukan dalam kanon mahayana? sesuai dengan dhama juga lho ;D khan Yesus pun bisa disebut boddhisatva ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 01:03:43 PM
RYU:

itu hal yang nyata, saya sampai tidak kerja nih melototin komputer kakakakakakakak

Ini khan dalam koridor ajaran Buddha Ko bukan dari hal2 di luar, soal kemelekatan itu tergantung Bathin orang itu apakah dia merasa cukup atau terus merasa kekurangan, nah apakah dalam pemujaan dewa bisa batin merasa cukup? saya rasa dengan pemujaan dewa itu "pasti" ada kepengennya, kalo gak ngapain muja2 dewa

TAN:

Wah ga bisa gitu donk. Sebagai umat Buddha yang baik, yang ingin membebaskan orang lain dari pandangan salah, Anda tidak bisa membedakan antara yang "di dalam" dan "luar." Agar konsisten baik "di dalam" maupun "di luar" Anda hendaknya melaksanakan prinsip2 Buddhistik. Apakah Dhamma itu hanya berlaku untuk hal2 "di dalam" saja? Buddha mengajarkan membebaskan kemelekatan. Kalau begitu agar konsisten, Anda tentunya berhenti memelototi komputer atau berhenti bekerja sebagai salah satu sumber kemelekatan bukan?
Anda bekerja pasti ada "kepengen"nya khan? Nah agar adil dan konsisten terapkan prinsip Anda pada semua aspek kehidupan.
Kedua, saya ulangi lagi bahwa tiap orang tidak sama.
Setiap orang pasti masih ada kemelekatan. Nah kalau kita sendiri masih melekat, mengapa "teriak"2 pada kemelekatan orang lain?
Sikap batin yang benar saat puja dewa itu contohnya, tidak egois. Umpamanya dia juga mendoakan "semoga semua makhluk berbahagia" Jadi dia mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama juga mengarahkan batinnya pada sikap maitri karuna. Saat bekerja kita mungkin masih melekat, tetapi pada saat yang sama kita juga bisa berdana (melepas kemelekatan).
Bagi saya, hidup ini adalah praktik Dharma berkesinambungan. Mustahil bagi kita secara serta merta melepas kemelekatan.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:05:23 PM
RYU:

Yakin Ko? SETIAP Orang?
Saya hanya ingin bertanya ko bukan untuk teriak2 lho  dan saya pernah baca hal itu :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=192

TAN:

Setiap orang, kecuali yang sudah jadi arahat, pratyekabuddha, dan Samyaksambuddha. Hehehehehee

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 01:06:31 PM
RYU:

Yakin Ko? SETIAP Orang?
Saya hanya ingin bertanya ko bukan untuk teriak2 lho  dan saya pernah baca hal itu :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=192

TAN:

Setiap orang, kecuali yang sudah jadi arahat, pratyekabuddha, dan Samyaksambuddha. Hehehehehee

Amiduofo,

Tan
Bukan setiap orang ko itu mah, sebagian orang ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:07:44 PM
RYU:

Kenapa alkitab tidak dimasukan dalam kanon mahayana? sesuai dengan dhama juga lho  khan Yesus pun bisa disebut boddhisatva

TAN:

Anda tentunya bisa jawab sendiri. Pertanyaannya: apakah Alkitab secara keseluruhan sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia? Kalau menurut Anda sesuai ya silakan saja masukkan ke Kanon.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 01:08:40 PM
RYU:

Yakin Ko? SETIAP Orang?
Saya hanya ingin bertanya ko bukan untuk teriak2 lho  dan saya pernah baca hal itu :
http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=192

TAN:

Setiap orang, kecuali yang sudah jadi arahat, pratyekabuddha, dan Samyaksambuddha. Hehehehehee

Amiduofo,

Tan

nah klarifikasi begini kan indah, rewarded deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:10:04 PM
RYU:

Bukan setiap orang ko itu mah, sebagian orang

TAN:

Ya hanya masalah istilah saja. Saya yakin Anda cukup cerdas untuk tahu maksudnya. Lagipula dalam diskusi ini, kita ngomong orang secara umum. Oke. Silakan kembali ke topik.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 01:10:36 PM
RYU:

Kenapa alkitab tidak dimasukan dalam kanon mahayana? sesuai dengan dhama juga lho  khan Yesus pun bisa disebut boddhisatva

TAN:

Anda tentunya bisa jawab sendiri. Pertanyaannya: apakah Alkitab secara keseluruhan sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia? Kalau menurut Anda sesuai ya silakan saja masukkan ke Kanon.

Amiduofo,

Tan
TAN:

Nah, Anda tahu ga makna Sutra Bakti Seorang Anak (Fu Mu En Jing)? Kita tidak bisa menilai dari wujud fisik suatu benda/ buku. Apakah isinya buruk dan mengajak kita melakukan kejahatan? Semua buku yang memotivasi agar seseorang bisa hidup lebih baik adalah Dharma.
Anda tahu ga kalau dalam Mahayana itu juga dikategorikan sebagai sutra "aspal"? Kalau orang yang belajar kanon Mahayana pasti tahu itu adalah Sutra "aspal" dan dikarang di Tiongkok. Namun karena isinya baik maka tidak dilarang. Sutra2 aspal lain yang isinya bertentangan dengan Dharma sudah lama dikeluarkan dari kanon Mahayana.



Ryu
Apakah sutra bakti sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 03 June 2009, 01:12:50 PM
:o  wout jadi cerita sesat itu statusnya "diakui" sebagai sutta resmi mahayana kah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:13:44 PM
RYU:

Apakah sutra bakti sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia?

TAN:

Begini. Anda silakan tunjukkan bagian mana yang tidak sesuai dengan 4 KM dan JMB8? Nanti coba kita kupas sama2.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:14:42 PM
HATRED:

wout jadi cerita sesat itu statusnya "diakui" sebagai sutta resmi mahayana kah?

Begini. Silakan Anda tunjukkan mengapa cerita itu disebut "sesat"? Mari kita kupas sama2.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hendrako on 03 June 2009, 01:20:07 PM
fiuuhhh........... #:-S
....cape juga.... (:$
....cabut aaah (dari thread ini) ........
....selamat berdiskusi teman2.... :>-
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 03 June 2009, 01:20:39 PM
sebelum OOT saya kasih warning dulu, sebaiknya untuk topik ini dibahas di board studi sutta/sutra, dan kalo gak salah keknya udah pernah dibahas deh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hatRed on 03 June 2009, 01:22:25 PM
sutra nya yg ini kan :-?

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,997.0.html

nah berikut pernyataan saya mengenai sutta tersebut

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,997.msg159055.html#msg159055
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 01:48:27 PM
INDRA:

sebelum OOT saya kasih warning dulu, sebaiknya untuk topik ini dibahas di board studi sutta/sutra, dan kalo gak salah keknya udah pernah dibahas deh

TAN:

Betul. Sudah pernah dibahas. Saya lupa juga pernah kasih koment. Jadi ga perlu dibahas lagi.

Amiduofo,

Tan

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 01:52:20 PM
RYU:

Apakah sutra bakti sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia?

TAN:

Begini. Anda silakan tunjukkan bagian mana yang tidak sesuai dengan 4 KM dan JMB8? Nanti coba kita kupas sama2.

Amiduofo,

Tan

Ketika itu, setelah mendengar penjelasan Buddha tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, "Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?" Hyang Buddha menjawab, "Wahai siswa siswaku, jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang tua..."

"Demi mereka tulis dan perbanyaklah Sutra ini, sebarluaskan demi kebajikan semua mahluk serta kumandangkanlah Sutra ini. Segeralah bertobat atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua kalian, berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha." Demi orang tua, patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan bersih. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktek berdana. Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.





Selain ini mau tanya juga, berarti berbohong demi kebenaran boleh ya? membuat sutra palsu dan di sebarkan sehingga mungkin saja orang yang membacanya malah semakin tersesat dan jauh dari Dhamma Buddha yang sebenarnya :(
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 03 June 2009, 02:06:46 PM
woii... bukannya pada kerja...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 02:08:34 PM
woii... bukannya pada kerja...
ohhh iyaaaa lupaaaa, siap bosss ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 03 June 2009, 02:57:59 PM
Diskusi ini ada lanjutan dari Topik "Ajaran Zen Bodhidharma":

No offense, menilik dari tulisan diatas, saya tidak tahu apakah itu salah penerjemahan jika memang benar penerjemahannya demikian saya sangat meragukan keaslian tulisan itu.

Mungkin saja terjemahannya salah. Tapi kalau seandainya memang demikian mengapa harus diragukan keasliannya?

Kalau membayangkan itu artinya memang terperangkap dalam delusi. Arahat dalam mencapai kerahatannya bukanlah dengan membayangkan tetapi dengan see insight/insight investigation-->melihat realita bahkan melihat delusi dan mencabut kilesa yg paling halus sekalipun. Arahat adalah juga Buddha yaitu Savaka-Buddha. mengenai kekosongan , jangan2 terperangkap di jhana 7 yg dianggap nirvana. Hati2 lho. Hal seperti ini adalah hal yg sangat halus dan harus dilihat langsung. Sepertinya Penulisan ini oleh penulis aslinya memiliki tendensi tertentu. Dan bukanlah Bodhidharma langsung yg mengatakannya. Jika ya dipastikan dia bukan Bodhisatva(versi mahayana). Jika tetap diartikan sebagai bodhisatva maka jelas bodhisatva disini masih ada kilesa.  Tapi saya tetap berpikir positif bahwa uraian diatas bukanlah Boddhidharma yg mengatakan. Jujur saja tulisan diatas bertentangan dengan kenyataan praktek ataupun secara sutta. _/\_

Kilesa yang mana? Dari mana melihat kilesanya?

Quote
Nirvana adalah pikiran yang kosong

hati2 juga ini bisa jadi perangkap jhana 7.

:| No comment


Siapa yang mengetahui bahwa pikiran adalah palsu dan sama sekali tanpa sesuatu yang nyata mengetahui bahwa pikirannya sendiri bukan ada juga bukan tiada. Para fana terus menerus menciptakan pikiran, mengakuinya sebagai yang ada. Dan Para Arahat terus-menerus meniadakan pikiran, mengakunya sebagai sesuatu yang tiada. Namun Para Bodhisattva dan Buddha tidak menciptakan ataupun meniadakan pikiran. Inilah apa yang dimaksud dengan pikiran itu bukan ada juga bukan tiada. Pikiran yang bukan ada juga bukan tiada itu disebut sebagai Jalan Tengah.

Sutta mana yg mengatakan demikian khusus yg di bold, dan arahat mana yg mengatakan demikian? :)

Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktikal? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama_/\_

Dalam pandangan Mahayana Para Arahat Sravaka masih terjebak dalam empat corak/ciri.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 04:20:00 PM
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha.  
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional.  

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho ;D
JIka anggapannya  seperti itu, maka sama saja pemujaan pada Buddha juga menambah kemelekatan. Memberi persembahan bunga pd Buddha juga bisa menambah kemelekatan.
Masyarakat Thailand yg mayoritas Theravada , mereka memuja Buddha tapi kemelekatan umatnya tetap sama saja sperti kita smua ini (secara umum).
Buddha memang mengajar melepas dari kemelekatan. Tetapi Buddha juga ada mengajarkan utk kesejahteraan yg bersifat duniawi. Sekali lagi, liat di Sigalovada.:)
Sikap batin yang benar saat memuja dewa tentu seperti dalam Devanussati sambil merenungkan sifat kebajikan para dewa. Lebih jauh lagi mahayana tentu tidak mendorong orang utk hanya sekedar mencari kebahagiaan yg bersifat lokiya. Semua kembali lagi pada watak dan kecenderungan masing2. Dan scr fakta kondisi manusia skrang lebih banyak yg mengejar kebahagiaan duniawi, maka fenomena yg terlihat adalah orang lebih banyak memuja dewa demi manfaat kehidupan duniawi saja.  Tentu goalnya bukan itu yg diharapkan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 04:36:30 PM
CHINGIK:

Memberi persembahan pada dewa bukan hal yg salah lho dalam pandangan agama Buddha. 
Kecuali dilakukan dengan sikap batin yg salah , itu lain cerita lagi dong..
Kenyataannya tidak sedikit yg bahkan memberi persembahan pada Buddha dengan sikap batin yg tidak benar juga. Tidak melulu dalam lingkup mahayana.
Tapi ada satu hal yg harus diakui bahwa kekentalan ritual pemujaan dewa dalam mahayana tidak terlepas dari pengaruh Taoisme. Namun tetap harus dibedakan, karena mahayana memang telah menjadi satu aliran yg telah diadopsi ke dalam tradisi /budaya Tiongkok. Ini fakta sejarah yg tidak bisa ditampik. Tapi perlu ditekankan, bahwa dalam tingkat skolar Mahayana, hal2 pemujaan tetaplah dianggap sekedar pemujaan, sedangkan pemahaman benar tetap disajikan dengan proporsional. 

TAN:

Ya tepat sekali. Saya sangat setuju dengan Bro Chingik. Memang semuanya berpulang pada sikap batin. Setuju sekali! Sangat mengena.

Amiduofo,

Tan
Sikap bathin yang benar seperti apakah dalam pemujaan terhadap dewa?

Buddha mengajarkan untuk tidak melekat dan melepas, dalam hal pemujaan dewa "saya rasa" malah menambah kemelekatan lho ;D
JIka anggapannya  seperti itu, maka sama saja pemujaan pada Buddha juga menambah kemelekatan. Memberi persembahan bunga pd Buddha juga bisa menambah kemelekatan.
Masyarakat Thailand yg mayoritas Theravada , mereka memuja Buddha tapi kemelekatan umatnya tetap sama saja sperti kita smua ini (secara umum).
Buddha memang mengajar melepas dari kemelekatan. Tetapi Buddha juga ada mengajarkan utk kesejahteraan yg bersifat duniawi. Sekali lagi, liat di Sigalovada.:)
Sikap batin yang benar saat memuja dewa tentu seperti dalam Devanussati sambil merenungkan sifat kebajikan para dewa. Lebih jauh lagi mahayana tentu tidak mendorong orang utk hanya sekedar mencari kebahagiaan yg bersifat lokiya. Semua kembali lagi pada watak dan kecenderungan masing2. Dan scr fakta kondisi manusia skrang lebih banyak yg mengejar kebahagiaan duniawi, maka fenomena yg terlihat adalah orang lebih banyak memuja dewa demi manfaat kehidupan duniawi saja.  Tentu goalnya bukan itu yg diharapkan.
Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 03 June 2009, 04:53:24 PM
Quote
Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?
Renungkan saja dulu mengapa Buddhisme bisa lenyap di tanah asalnya. Memangnya saat itu tidak membudayakan ajaran Buddha? bahkan saat itu disebut kerajaan buddhis. Tapi tergerus jaman juga. Semua ini berkaitan dengan fenomena perkembangan cara berpikir manusia. TApi Buddha sendiri sudah memprediksinya. Ya usaha tetap pada masing2 individu.
Mahayana sbenarnya juga tetap masih membudayakan ajaran Buddha yg goalnya mengakhiri usia tua dan kelahiran. Tapi jangan semata2 menilai dr Mahayana Indonesia yg masih muda usianya.  (Beda lho ya dengan Mahayana yg telah tersinkretisasi dgn Taoisme):)
Contoh sederhana, Dharma drum yg diprakarsai oleh Master Shengyen cukup mewakili Mahayana khususnya Zen, dan masih banyak lagi seperti penekanan Vinaya yg dibangkitkan kembali oleh master Hongyi, kebangkitan  Buddhisme Tiongkok dari Master TAixu , diteruskan oleh master Yinshun. Apalagi Chan dari Master XuYun. Mereka benar2 telah membangkitkan kembali semangat Mahayana yg bukan seperti perkiraan anda hanya tungtungcep dan puja dewa.  

Kalo tentang Sukhavati , tidak sekedar terlahir saja. Itukan hanya satu dari sekian metode praktik dalam Mahayana. Gak bisa digeneralisasi. Tapi ingat, praktisi Sukhavati bukan hanya ingin terlahir di Sukhavati, mereka ada jenis2 praktik yang memiliki goal nibbana dengan metode Perenungan Buddha dengan wujud sejati. Metode ini mengikis pemikiran dualitas yg selaras dgn pelatihan sila, samadhi dan prajna . 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 03 June 2009, 05:05:11 PM
Quote
Selanjutnya, Buddha Amitabha itu transendens dan juga imanen. Apakah agama lain juga mengajarkan hal yang sama, terutama sehubungan dengan mahadewa-nya? Setahu saya, mahadewa itu transendens dan bukan imanen. Kecuali Anda bisa membuktikan yang sebaliknya.

Sedikit info, Mahadewa dlm agama samawi juga immanen, sbg contohnya, dlm agama kr****n, Allah Bapa adl aspek transenden sedangkan roh kudus adl aspek immanen.

:backtotopic:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kur0do Karuna on 03 June 2009, 05:32:32 PM
sutra2 mahayana kok panjang2 ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: johan3000 on 03 June 2009, 05:53:30 PM
Mahayana memiliki berapa suta "resmi" ?
apakah diamond suta juga "milik" Mahayana?
apakah TaMo yg membawa agama Buddha ke Tiongkok
   yg kemudian disebut Mahayana?
apa arti sebenarnya Mahayana ?

thanks sebelumnya...
semoga pertanyaan diatas cukup kritis utk dibahas. :)

Yg diatas terlewatkan dan belum dijawab...

Sewaktu mau makan, biksu Mahayana pernah memimpin DOA,
menurut saya doa tersebut sangat panjang (lama sekali),
apalagi saat itu saya udah sangat lapar.

bisa sharing sebenarnya apa isi doa tsb?
adakah doa makan yg standard dari Mahayana?
Apakah bisa versi pendek aja (30 detik begitu?)

thanks sebelumnya... :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 05:55:11 PM
XUVIE:

Sedikit info, Mahadewa dlm agama samawi juga immanen, sbg contohnya, dlm agama kr****n, Allah Bapa adl aspek transenden sedangkan roh kudus adl aspek immanen.

TAN:

Kebetulan saya adalah mantan agama K, jadi bisa menjawab hal ini. Roh Kudus (RK) dalam agama K adalah transenden. Karena kita masih perlu memohon kehadirannya.
Meskipun mungkin benar ada ajaran yang menganggapnya immanen, tetapi ajaran itu tidak pernah jadi ajaran mainstream (arus utama) dan kerap dikutuk sebagai bid'ah.
Kembali lagi, meskipun ada kesamaannya, bukan berarti sesuatu itu IDENTIK.
Selanjutnya, saya tidak tahu apakah topik ini cocok dibahas di sini oleh moderator, karena mungkin lebih cocok di "Buddhisme dan Kepercayaan Lain."
Cuma terus terang saya sedang kurang berminat membahas topik semacam itu. Mungkin 12 tahun yang lalu saya masih minat.  Tetapi saya kurang berminat sekarang.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 05:56:48 PM
JOHAN3000:

Yg diatas terlewatkan dan belum dijawab...

Sewaktu mau makan, biksu Mahayana pernah memimpin DOA,
menurut saya doa tersebut sangat panjang (lama sekali),
apalagi saat itu saya udah sangat lapar.

bisa sharing sebenarnya apa isi doa tsb?
adakah doa makan yg standard dari Mahayana?
Apakah bisa versi pendek aja (30 detik begitu?)

thanks sebelumnya...

TAN:

Saya biasa baca "Semoga Semua Makhluk Berbahagia dan tidak berkekurangan."

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 05:58:23 PM
RYU:

Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?

TAN:

Terus Bung Ryu pernah tahu ga orang "terlahir" di Sukhavati untuk apa? Untuk bersenang-senang dan bercanda ria bersama Buddha Amitabha kah? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 03 June 2009, 06:01:28 PM
KURODO KARUNA:

Sutta Non Mahayana yang ada di Digha Nikaya juga panjang2. Sutra Mahayana juga ada yang pendek, contoh Prajna Paramita Hrdaya Sutra.
Jadi pertanyaan "Sutra Mahayana kok panjang2" tidak valid.
Pertanyaan baru valid bila:

1.Semua Sutta Non Mahayana adalah pendek2.
2.Semua Sutra Mahayana adalah panjang2.

Kedua, apakah definisi bagi panjang dan pendek? Dari jumlah halaman, jumlah huruf, atau apanya?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 03 June 2009, 06:08:13 PM
TAN:

Kebetulan saya adalah mantan agama K, jadi bisa menjawab hal ini. Roh Kudus (RK) dalam agama K adalah transenden. Karena kita masih perlu memohon kehadirannya.
Meskipun mungkin benar ada ajaran yang menganggapnya immanen, tetapi ajaran itu tidak pernah jadi ajaran mainstream (arus utama) dan kerap dikutuk sebagai bid'ah.
Kembali lagi, meskipun ada kesamaannya, bukan berarti sesuatu itu IDENTIK.
Selanjutnya, saya tidak tahu apakah topik ini cocok dibahas di sini oleh moderator, karena mungkin lebih cocok di "Buddhisme dan Kepercayaan Lain."
Cuma terus terang saya sedang kurang berminat membahas topik semacam itu. Mungkin 12 tahun yang lalu saya masih minat.  Tetapi saya kurang berminat sekarang.

Amiduofo,

Tan
Benar, meskipun ada kesamaan bukan berarti identik.
Yup.. tidak perlu dibahas, sy hny menyampaikan info. Saya jg kurang berminat.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 03 June 2009, 07:08:52 PM
RYU:

Betul sekali!!, nah Goal dalam ajaran Buddha kenapa tidak lebih di budayakan? kenapa yang berkembang malah hal2 di luar ajaran Buddha? apakah karena harus mengikuti perkembangan zaman? kenapa "menurut saya" Surga sukhavati atau surga yang lain lebih ngetrend dari Nibbana dalam mahayana?

TAN:

Terus Bung Ryu pernah tahu ga orang "terlahir" di Sukhavati untuk apa? Untuk bersenang-senang dan bercanda ria bersama Buddha Amitabha kah? Mohon pencerahannya.

Amiduofo,

Tan
Menurut chingik Umat mahayana berlatih utk terlahir di Sukhavati dan belajar di bawah bimbingan Buddha Amitabha bukan menolak Buddha Gotama. apakah ini base on faith atau apa? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 03 June 2009, 07:09:56 PM
Quote
TANGGAPAN TERPADU UNTUK TL

Wah TL muncul lagi nih hehehehee........

TL:

jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak? Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment. Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Tidak berbeda?
TAN:

Dalam menjawab suatu diskusi seseorang berhak mengemukakan apa yang merupakan pendapat pribadinya. Tidak ada larangan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Saya harap Anda cukup mengerti demokrasi dan sanggup menghargai pandangan pribadi orang lain. Dan pendapat pribadi saya adalah “tidak bertentangan.” Apa yang berbeda belum tentu bertentangan.

Mari kita cermati Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (The Large Sutra of Perfect Wisdom), terjemahan Edward Conze, tentu saya juga punya bukunya. Anda sayangnya hanya memotong sebagian saja dan tidak melihat bagian atasnya:

Coba lihat bagian VI halam 172:

The Bodhisattva should fulfil the six perfections. (Because having stood in these six perfections, the Buddhas and Lords, and the Disciples and Pratyekabuddhas, have gone, do go and will go to the other shore of the flood of the fivefold cognizable.....

Nah jelas sekali menurut kutipan di atas para Shravaka dan Pratyeka buddha juga akan menuju ke Pantai Seberang (other shore) asalkan mereka menjalankan enam paramita (six perfections).

Anda lalu mengutip potongan di bawah ini:

A Bodhisattva should avoid disciple THOUGHT and Pratyekabuddha THOUGHT.

Perhatikan di belakangnya ada kata thought yang artinya “pemikiran.” Jadi Anda harus bedakan bahwa “pemikiran seorang shravaka” tidaklah identik dengan “shravaka” itu sendiri.
Apa yang dimaksud dengan “pemikiran shravaka” adalah perasaan bahwa semuanya sudah selesai. Padahal belum. Ibaratnya Anda merasa sudah mengerjakan semua soal, tetapi ternyata di balik kertas ujian Anda masih ada soal-soal lain yang belum dikerjakan. Nah, kurang lebih analoginya begitu. Tentunya kalau dipahami seperti itu, tidak ada pertentangan dengan Sutra Saddharmapundarikan yang menyatakan bahwa itu adalah penghentian sementara.

Sampai di sini kontradiksinya sudah terpecahkan.

Iya mas. Biarpun sibuk tapi tetap rindu sama mas Tan, sampai teringat terus   ;D

Demokrasi? Emangnya ini DPR apa forum?  :P
Dalam mengadu argumentasi harus disertai sumber referensi yang baik bukan dengan dijawab lidah yang tak bertulang.

Bila dikatakan pemikiran seorang Shravaka tidak identik dengan Shravaka itu sendiri apakah pemikiran seorang Sammasambuddha identik dengan Sammasambuddha itu sendiri?  ;D

kutip lagi biar jelas:

perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.

Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)

Kalau bukan Shravaka thought dan Pratyeka Buddha thought, apakah Samyaksambuddha thought? Bukankah ini sesuai dengan pernyataan saya bahwa ini penghinaan bagi mereka yang mengambil jalan Shravaka atau Pratyeka Buddha?

Kontradiksi mana yang sudah terpecahkan?

Tambahan lagi hal 173: ada pernyataan begini: He should not take refuge in Buddha, Dharma and Samgha.
juga ada pernyataan: He should not take refuge in morality  :o

Quote
TL:

kutip lagi aaahhhh....

hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?  

hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.

Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?  

hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.

Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...

TAN:

Andalah yang seharusnya jangan asal cuap-cuap. Pada kenyataannya ada ga aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Apakah aliran Theravada itu identik dengan aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Saya kira tidak demikian, karena dalam Theravada juga ada ajaran tentang Bodhisatta (Jataka) dll. Selain itu, dalam Theravada juga diajarkan Dasa Parami, yang mirip dengan Sad Paramita Mahayana. Oleh karena itu, adalah gegabah menyatakan bahwa Shravaka dan Pratyekabuddha itu identik dengan satu aliran tertentu.
Kalau Anda merasa bahwa ungkapan di atas mendiskreditkan aliran tertentu, maka itu adalah pendapat pribadi Anda sendiri.
Anda harus membuktikan bahwa dalam sejarah memang ada aliran Shravaka dan Pratyekabuddha (dalam artian hanya mengajarkan untuk menjadi shravaka dan pratyekabuddha).

Masih nggak ngerti ya? Saya tidak mempermasalahkan aliran, Pernyataan itu menghina mereka yang mengambil jalan Shravaka dan Pratyeka Buddha, mendiskreditkan jalan yang ditempuh oleh mereka.

Quote
TL:

Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.

TAN:

Inikah cara mengelak dari menjawab pertanyaan ya? Anda biasa gaya debat tukang ojek ya yang asal lari begitu saja. (omong2 ke Senayan ongkosnya berapa Mas TL? huehuehue).
Sudah kembali ke topik. Pertanyaannya kembali lagi. Kalau Anda menolak bahwa sesudah nirvana “tidak ada apa-apa lagi,” maka tentunya sesudah nirvana ada “apa-apa lagi” bukan? Hayo kali ini jangan mungkir.

Ngeyel ya? sudah dibilang ajaran non Mahayanis tak berspekulasi mengenai Parinirvana. Emangnya Para Buddha dan Arahat sudah Parinirvana waktu membabarkan Dharma? Saya tidak tahu dan tidak ingin menjadi sok tahu dengan berspekulasi mengenai Parinirvana. Ngeyel terus mau memaksakan pendapat ya?

Quote
TL:

Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!

TAN :

Mari kita kilas balik.

Bukankah Anda (TL) yang mulai dulu dengan mengatakan:

“Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Kemudian saya tanggapi:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

Ternyata Anda menanggapi lagi dengan: “Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!”

Terpaksa saya tanggapi lagi dengan pernyataan yang sama: “Dimana dikatakan begitu? Jangan asal nyebut !!!”

Awal dari pernyataan saya adalah karena mas Tan pernah menulis bahwa Buddha setelah Parinirvana terus memancarkan maitri karuna dsbnya? Lupa ya?  ;)

Quote
TL:

Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

OOT. Tidak akan saya jawab.

Buddha dalam Saddharma Pundarika yang mengatakan hal ini, apakah OOT?  ;D
Saya ulangi pertanyaannya: Apakah seorang Buddha mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?   ^-^

Quote
TL:

Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.

TAN:

Hari ini saya akan jawab tantangan Anda.  Silakan baca buku GEM IN THE LOTUS: THE SEEDING OF INDIAN CIVILIZATION, karya Abraham Eraly, halaman 192:

“The worship of Tirthankaras was especially incongruous, for they, having attained nirvana, had nothing more to do with the affairs of the world, and could not in any way help the worshipper.”

Nah cukup jelas terjemahannya, ya. Bandingan dengan ajaran non Mahayanis yang menyatakan bahwa setelah Buddha parinibanna tidak mungkin memancarkan maitri karuna lagi. Saya melihat kemiripan yang sangat nyata.

Sebelum saya tanggapi, peraturan tantangannya harus dibuat jelas lebih dulu mas, jika saya bisa membuktikan mengenai Nirvana identik dengan Samsara, apakah mas Tan bersedia mengakui bahwa itu memang dijiplak dari Hindu?    ;)

Quote
TL:

Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?

TAN:

Bohong! Kalau begitu Anda setuju bahwa setelah parinirvana Buddha  tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna. Itu artinya Anda sudah mengatakan bahwa Buddha akan “begini” atau “begitu” setelah parinirvana. Kalau Anda benar-benar tidak mengatakan apa-apa, maka seharusnya Anda diam saja. Nah baru begitu benar bahwa Anda tidak mengatakan hal semacam itu.

Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan, AFAIK tidak pernah saya mengatakan dapat atau tidak dapat, karena merupakan spekulasi. Saya mempertanyakan konsep Buddha memancarkan maitri karuna (yang merupakan suatu kegiatan), atau melakukan kegiatan apapun setelah mencapai Parinirvana. Apakah setelah Parinirvana bisa menghitung duit atau kegiatan lainnya?   :))

Quote
TL:

Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG

TAN:

Kalau begitu anitya itu kekal atau tidak kekal? Pertanyaan ini juga TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG


Lupa ya sudah saya jawab berkali kali ya? Kenapa mas belum nyampe ya? ok deh untuk penyegaran ingatan kembali saya kutip kembali jawaban saya:

Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya

Anitya bersifat nitya atau Anitya?

Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:

Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.

Berbagai hal bisa muncul di alam sengsara disebabkan oleh hukum sebab dan akibat dan akan lenyap kembali (bersifat anitya) selama akarnya tidak dilenyapkan maka kondisi-kondisi akan muncul kembali. Sesuai dengan hukum pratitya sramupatda. (dari Avidya timbullah sankshara, dari sankshara timbullah vinyana, dari vinyana timbullah nama-rupa, dari nama-rupa timbullah salayatana, dstnya)
Akar dari sebab musabab tersebut adalah avidya bila avidya lenyap mungkinkah timbul vinyana/alaya vinyana? Bila tak ada vinyana mungkinkah terjadi pemancaran metta? Bila mungkin dengan apa pemancaran maitri karuna dilakukan bila vinyana tidak timbul?

Pratitya sramupatda yang merupakan lingkaran tumimbal lahir mahluk hidup, saling bergantungan yaitu: bila ini muncul maka muncullah itu. Bila ini lenyap maka lenyaplah itu. Selama ada pemunculan maka akan timbul kondisi-kondisi, bila kondisi-kondisi itu lenyap maka pemunculan juga akan lenyap. Dengan lenyapnya pemunculan maka muncul dan lenyapnya segala sesuatu juga ikut berhenti. Dengan kata lain bila tak ada pemunculan (kelahiran) maka penghentian (kematian) juga tak akan terjadi. jadi bila tak ada pemunculan maka tak ada anitya. Karena anitya adalah konsekuensi logis yang merupakan penghentian dari suatu pemunculan atau dengan kata lain suatu yang muncul akan lenyap kembali.

PERTANYAAN ANEH DARI MAS TAN: APAKAH PENGHENTIAN ITU AKAN BERHENTI JUGA ATAU TIDAK BERHENTI? Ini adalah pertanyaan gaya mas Tan yang tentu saja tidak valid.  

Demikian juga dengan nirvana,
Nirvana adalah termasuk asanskhata Dharma, sedangkan sanskhata Dharma masih masuk dalam alam samsara jika kondisi-kondisi Dharma (sanskhata Dharma) berhenti, maka asanskhata Dharma yang akan menggantikan.
Karena pada Nirvana bersifat asanskhata maka Nirvana tak berkondisi, dan karena tak berkondisi maka tak ada muncul dan lenyap kembali dengan kata lain pada Nirvana tak ada anitya.

Mungkin mas Tan masih akan bertanya lagi apakah anitya itu nitya atau anitya? Jawabnya Nirvana telah terlepas dari dualisme anitya maupun nitya karena Nirvana tak berkondisi.
Theravada tak akan menjawab Nirvana anitya karena akan muncul pandangan nihilisme, dan juga tidak nitya, karena pandangan nitya akan memunculkan eternalisme.

NIRVANA TAK BERKONDISI JADI BUKAN ANITYA MAUPUN NITYA...

Sesuai dengan kitab Udana: Ajhatam, abhutam dan asankhatam, tidak dikatakan Nirvana bersifat nitya maupun anitya. Jadi Nirvana adalah berhentinya anitya itu sendiri. Paham mas?  


Sudah saya jawab kan?
Mana jawabanmu? kesadaran bersifat anitya atau nitya
?   ^-^

Quote
TL:

Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?

TAN:

Tantangannya sudah saya jawab di atas. Ternyata benar bukan bahwa non Mahayanis merupakan pengikut Nirgrantha Nattaputra?

Jawab dulu mas berani atau tidak mengakui bahwa konsep Nirvana dan samsara identik itu berasal dari Hindu? Saya akan mengakui itu berasal dari Nigantha Nataputta jika mas Tan berhasil membuktikan bahwa memang benar demikian.   ;)

Quote
TL:

warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku?  di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas  

TAN:

Benar nih tidak ada “aku”? Lalu pertanyaannya siapakah "TL" yang dengan rajin mengkritik ajaran Mahayana ini? Berarti bagi TL tidak ada “aku” ya? Lalu siapa yang dengan “garang” eh “kritis” mengkritiki aliran Mahayana? Ada cerita banyolan berikut ini antara seorang ahli filsafat dan temannya.

Ahli filsafat (AF): Aku bisa membuktikan aku sedang tidak berada di manapun juga.
Teman (T): Ah masa. Coba buktikan!
AF: Baik. Apakah aku sekarang berada di Mesir?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Jepang?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Rusia?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di ........?
T: Tidak.
(dst)
AF: Nah, bila aku tidak berada di Mesir, Jepang, Rusia,... maka tentunya aku tidak berada di manapun juga. Karena tidak berada di manapun juga, maka aku juga tidak berada di sini.
T: (bingung)
Lalu temannya memukul si ahli filsafat. “Plak!”
AF: Lho kenapa kamu memukulku?
T: Lho siapa yang memukulmu? Bukankan kamu sedang tidak berada di sini. Lalu apakah yang kupukul?

Hahahaha. Semoga Anda tidak menjadi seperti ahli filsafat itu.
Kalau memang benar bukan pancaskandha yang membentuk aku, jawab dengan jelas siapakah TL yang paling “garang” eh “kritis” dalam mengkritiki Mahayana? Terbentuk dari apakah TL yang mengetik posting di dhammacitta ini?

Dimanakah TL? di perasaankah? di jasmani kah? di bentuk-bentuk pikirankah? coba tolong jelaskan dimanakah TL?   ;)

Quote
TL:

Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.

Malah dibilang mengancam busyeeetttt.

sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)

TAN:

Hukum Dhammata itu siapa yang menciptakan dan mengapa harus begitu. Anda bilang bahwa itu sudah menjadi hukum Dhammatanya. Tertulis di sutta apakah? Sekarang giliran saya minta referensi Suttanya huehuehue.
Pertanyaan lagi, ketika yakkha Vajirapani menghantamkan gadanya, sehingga kepala Ambattha pecah menjadi tujuh apakah yakkha Vajirapani juga terkena kamma buruk?
Sebenarnya secara logika Buddha tidak perlu menunjukkan dengan kemampuan batinnya agar pemuda Ambattha terlepas dari bahaya tersebut.
Aturan mainnya adalah bila ditanya sampai kali ketiga oleh Sammasambuddha, seseorang tidak menjawab, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh. Nah, kalau Anda beralasan hanya demi pemuda Ambattha terhindar dari bahaya, Buddha juga bisa MENGHENTIKAN PERTANYAANNYA SAMPAI KALI KEDUA SAJA. Habis perkara. Tidak perlu ada pertanyaan yang ketiga.
Lalu Pangeran Siddharta waktu masih di dalam kandungan dijaga oleh empat dewa pelindung dengan pedang terhunus. Apakah gunanya dewa pelindung itu? Apakah seorang bodhisatta yang kelak menjadi Sammasambuddha masih dapat mengalami bahaya, misalnya ibunya dicelakai orang. Nah bila tidak, apakah gunanya empat dewa pelindung itu?
Katanya, agama Buddha non kekerasan. Tetapi mengapa masih ada yakkha pembawa gada dan dewa pelindung dengan pedang terhunus? Hahahaha...jawabnya dhammatta, dhammatta, dan dhammatta, ya? huehuehuehue.

Jadi suatu hukum harus ada yang menciptakan ya mas? jadi suatu hukum ada penciptanya ya mas?  ^-^

Pengen tahu di sutta mana mengenai menjaga bayi Siddharta ya mas tan? nih linknya tangkeeepp.

http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html

 :))

Quote
TL:

Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.

TAN:

Tetapi yakkha yang membawa gada nan dashyat penghantam atau peremuk kepala itu kok dibenarkan ya?


Amiduofo,

Tan

Siapa yang membenarkan ya? tauk aahhh gelappp   :))

Metta,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: johan3000 on 03 June 2009, 07:24:58 PM
Quote
Sangha Mahayana Indonesia merupakan pemegang Dharma Niyoga tertinggi yang
berdasarkan Ajaran Agama Buddha Mahayana yang bersumber pada kitab suci Maha
Tripitaka Mahayana dengan 12 bagian sastra-sastra

Dharma Niyoga tertinggi itu artinya apa ya?

kalau ini yg tertinggi apakah yg lain tidak setinggi itu?

thanks atas jawabannya..  :x
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 03 June 2009, 07:31:02 PM
fiuuhhh........... #:-S
....cape juga.... (:$
....cabut aaah (dari thread ini) ........
....selamat berdiskusi teman2.... :>-


Iya aye juga, bentar lagi cabut juga nih, pantesan supplemen laris   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 03 June 2009, 07:48:51 PM
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 03 June 2009, 07:57:23 PM
Quote
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks

Saya tahu siapa yang anda maksud... haha....

Sebenarnya tindakan Beliau bahkan melanggar Vinaya Bodhisattva:

Furthermore, he (a disciple of the Buddha) should not practice fortune-telling or divination (Brahmajala Sutra)

Mau gimana ngingetin, kalau suhunya didukung banyak pihak?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 03 June 2009, 09:37:22 PM
Bro Gandalf aja yang ingetin...hehehe..dgr2 tarifnya muahaaal loh.
Btw kemaren melihat sekumpulan bhiksu/ni mahayana bertukar jubah di depan umum. Walaupun mereka pakai jubah daleman, tapi rasanya koq ga sreq ya liatnya. Ini ga diatur dalam vinaya kah bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 03 June 2009, 09:42:53 PM
Kabarnya,
ada petinggi suhu mahayana yang jago ilmu hongsui dan kabarnya lagi, suhu tersebut memasang tarif selangit...
Bolehkah sebenarnya hal ini dalam vinaya mahayana? Kalau ga boleh, kok nggak ada yang ingetin ya??
Thanks

oknum di mana-mana ada. Bhikkhu Theravada juga ada yang nyambi jadi dukun.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 03 June 2009, 10:35:08 PM
Pada saat itu Sang Buddha menyapa Para Bodhisattva, mahluk-mahluk Kasurgan dan Keempat Kelompok itu dengan bersabda:"Melalui banyak kalpa yang tak terhitung yang telah lewat, Aku telah mencari Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai itu dengan tiada henti-hentinya. Selama banyak kalpa lamanya, Aku menjadi Seorang Raja dan berPrasetya untuk mencari Penerangan Agung dengan hati yang tiada pernah ragu. Karena ingin untuk mewujudkan Keenam Paramita, maka sungguh-sungguh Aku berdana dengan setulus hati; Gajah-Gajah, Kuda, Istri-Istri, Anak-Anak, Budak Laki-Laki dan Perempuan, Pelayan-Pelayan dan Pengikut, Kepala, Mata, Sumsum, Otak, Daging Tubuh-Ku, Kaki dan Tangan serta seluruh Jiwa Raga Aku danakan. Pada waktu itu masa hidup manusia adalah tanpa batas. Demi untuk Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini, Aku tinggalkan Tahta Negeri-Ku dan Aku serahkan Pemerintahan-Ku kepada Pangeran Agung. Dengan tetabuhan genderang dan pemakluman yang menyeluruh, Aku mencari Kebenaran dimanapun jua dengan menjanjikan :"Siapakah gerangan yang dapat mengajarkan sebuah Kendaraan Agung Kepada-Ku, maka kepada-Nya Aku akan mempersembahkan seluruh Hidup-ku dan menjadi Pelayan-Nya." Ketika itu Seorang Pertapa datang Kepada-Ku, Sang Raja
dan berkata:"Hamba mempunyai Satu Kendaraan Agung yang disebut Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan. Jika Paduka mematuhi Hamba, maka Hamba akan mengajarkan-Nya kepada Paduka." Aku, Sang Raja, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Sang Pertapa itu, menjadi berdebar karena Kegembiraan yang meluap-luap dan segera Aku mengikuti-Nya, melayani segala kebutuhan-Nya, mengumpulkan bebuahan, mengangsu air, mengumpulkan bahan bakar, mempersiapkan daharnya dan bahkan menjadikan Tubuh-Ku sebagai tempat duduk dan tempat tidur-Nya, tetapi meskipun demikian Jiwa dan Raga-Ku tidak pernah merasa letih. Pada saat Aku melayani demikian itu, seribu tahun telah berlalu dan karena demi Hukum itu, Aku melayani-Nya dengan bersemangat sehingga Ia tidak kekurangan apapun jua."


...........
kemudian


Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.
Aku nyatakan kepada Kalian Keempat Kelompok: Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna. Pada saat itu Sang Devaraja akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang Beliau akan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan secara luas kepada seluruh umat, dan para mahluk hidup yang banyaknya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga yang akan mencapai KeArhatan; Para Umat yang tanpa terhitung jumlah-Nya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga, mencurahkan Diri Pada Jalan Agung, akan mencapai Kepastian untuk tidak terlahir kembali dan Mereka akan mencapai Tingkatan yang tiada akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal.

kemudian,,,

Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini. Dan jika Ia terlahir diantara Para Dewa dan Manusia, maka Ia akan menikmati Kebahagiaan yang tiada taranya. Bagi Sang Buddha yang menyaksikan Kelahiran-Nya haruslah melalui permunculan dari sebuah Bunga Teratai."




saya sungguh tidak mengerti...
sang pertapa(devadatta) mendengarkan sutra ini dari buddha yang lampau, lalu kemudian melafalkan-nya...terus knp devadatta bisa masuk neraka avici?
Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta.

terus..

apabila pertapa(devadatta) mengajarkan hukum ini pada raja(gotama), mengapa sekarang pertapa-nya jadi merosot batin-nya?..
dan jika kita lihat dari kejadian.

dikatakan jauh sebelum kelahiran Gotama,beliau telah mencapai pencerahan sempurna....
tetapi pada waktu menjadi seorang Raja(disini berarti belum sempurna) kok masih butuh pengajaran dari Devadatta, disini berarti Devadatta lebih dulu mempelajari sutra ini jauh sebelum Gotama.

apa mau di jawab upayaklausa lagi?

dari Buddha berpura-pura bertapa menjadi kurus kering selama 6 tahun(hampir mati pula), butuh bimbingan dari guru-guru meditasi....
bahkan dengan nafsu nya memperebutkan gadis pada waktu pernikahan dengan mempertunjukkan kemampuan memanah...
apa ini ciri-ciri dari seorang tercerahkan?
dan aneh-nya mengapa setelah berakting mencapai pencerahan...buddha sangat tidak setuju dengan perbuatan (maaf hubungan intim)
lalu mengapa di satu sisi melakukan hubungan intim?

upaya lagi jawabnya?
saya rasa ini jadi mirip dengan agama tetangga, yang katanya menikah demi melindungi wanita dari perbudakan tau-tau malah melakukan hubungan intim dengan semua istri nya dalam 1 malam. !!!
bahkan dengan gadis dibawah umur....

dan setahu saya devadatta hanya akan menjadi seorang Paccekabuddha...bukan Sammasambuddha..

Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna.
bukankah kata-kata ini setahu saya selalu di tujukan pada seorang Sammsambuddha.


mohon info,
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 04 June 2009, 12:19:06 AM
Bro. truth lover,

Tidak usah menyindir dengan bahasa yang "sopan". Apabila anda posting dengan niat seperti ini terus, maka terpaksa akan saya karantina postingan anda baik yang di topik ini atau topik lainnya.

Apa anda pikir Mahayana tidak menghormati Sakyamuni sebagai Guru Utama? Lalu "Namo Penshi Shijia Moni Fo" itu apa?

Amitabha Buddha dalam paham Mahayana adalah Sambhogakaya dari Buddha ke-4 di masa Bhadrakalpa ini yaitu Sakyamuni Buddha. Lima Panca Dhyani Buddha bermanasi menjadi Lima Samyasakmbuddha pada masa Bhadrakalpa ini.

Jadi Amitabha = ya Shakyamuni Buddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Sdr. Gandalf yang sopan,

Coba baca artikel berikut :

----------------------------

Amitabha (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Sebenarnya, apakah teman-teman tau makna daripada kata itu? Kita mungkin sering menyebutkan kata tersebut ketika bertemu dengan teman sedharma atau ketika kita melakukan puja. Kata Amitabha atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut ini adalah kutipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus:

“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”

Jadi dapat disimpulkan, Buddha Amitabha (Amitayus) adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas yang usianya tidak terbatas oleh waktu. Negeri tempat beliau tinggal disebut Sukhavati yang konon dikatakan berada nun jauh di sebelah barat bumi kita. Amitabha Buddha memiliki empat puluh delapan ikrar, yang isinya terutama untuk mendirikaan tanah suci atau surga, yang penghuninya dapat menghayati kehidupan berkebahagiaan tingkat tertinggi. Makhluk hidup yang memanggil nama Beliau, untuk memohon pertolongan, akan Beliau bawa mengarungi samudera kehidupan, hingga tiba di Tanah Suci yang Beliau ciptakan itu. Di antara ke-48 Ikrar-Nya, ada tiga yang merupakan Ikrar yang paling utama, yaitu:

1. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

2. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanyauntuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan mengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

3. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

Sekarang , yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?

“Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran.” (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)

Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati.
“Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
1. Pikiran yang tulus,
2. Pikiran yang penuh keyakinan,
3. Pikiran yang terpusat pada tekad untuk terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.

Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.


Source : http://kmbui.net/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=33

----------------------------


Artikel di atas dengan jelas menyatakan kalau Buddha Amitabha tidak sama dengan Buddha Sakyamuni. Membaca postingan anda, rasanya sudah jelas bahwa penjelmaan di konsep Mahayana memang betul penjelmaan / reinkarnasi.

<1> Sejak kapan Buddha Sakyamuni berikrar untuk membangun Tanah Suci?

<2> Artikel di atas menunjukkan iman bisa membawa kita ke Sukhavati.

<3> Artikel di atas menyatakan manusia memiliki jiwa (atman).

<4> Artikel di atas memperlihatkan adanya konsep Para Penolong / Juru Selamat di Mahayana.

<5> Jika poin nomor 3 benar, maka saya berbahagia bila Sukhavati ternyata adalah masa depan saya.

<6> Dan hal itu diperkuat dengan pernyataan berikut di paragraf selanjutnya.

<7> Enak sekali caranya menuju Sukhavati. Hanya dengan memikirkan sampai melekat pada Sukhavati, maka kita bisa pergi ke sana. Dan dapat jemputan VIP pula. Sungguh konsep yang sangat tidak masuk akal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 June 2009, 12:50:26 AM
fiuuhhh........... #:-S
....cape juga.... (:$
....cabut aaah (dari thread ini) ........
....selamat berdiskusi teman2.... :>-


Iya aye juga, bentar lagi cabut juga nih, pantesan supplemen laris   ;D

Cabut? Memang kapan pasangnya? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 09:44:08 AM
Diskusi ini ada lanjutan dari Topik "Ajaran Zen Bodhidharma":

No offense, menilik dari tulisan diatas, saya tidak tahu apakah itu salah penerjemahan jika memang benar penerjemahannya demikian saya sangat meragukan keaslian tulisan itu.

Mungkin saja terjemahannya salah. Tapi kalau seandainya memang demikian mengapa harus diragukan keasliannya?

Kalau membayangkan itu artinya memang terperangkap dalam delusi. Arahat dalam mencapai kerahatannya bukanlah dengan membayangkan tetapi dengan see insight/insight investigation-->melihat realita bahkan melihat delusi dan mencabut kilesa yg paling halus sekalipun. Arahat adalah juga Buddha yaitu Savaka-Buddha. mengenai kekosongan , jangan2 terperangkap di jhana 7 yg dianggap nirvana. Hati2 lho. Hal seperti ini adalah hal yg sangat halus dan harus dilihat langsung. Sepertinya Penulisan ini oleh penulis aslinya memiliki tendensi tertentu. Dan bukanlah Bodhidharma langsung yg mengatakannya. Jika ya dipastikan dia bukan Bodhisatva(versi mahayana). Jika tetap diartikan sebagai bodhisatva maka jelas bodhisatva disini masih ada kilesa.  Tapi saya tetap berpikir positif bahwa uraian diatas bukanlah Boddhidharma yg mengatakan. Jujur saja tulisan diatas bertentangan dengan kenyataan praktek ataupun secara sutta. _/\_

Kilesa yang mana? Dari mana melihat kilesanya?
Saya katakan masih ada kilesa jika dianggap bodhisatva dari sisi non mahayanis jika ada yg menganggap sebagai Bodhisatva. Karena setahu saya Bodhisatva menurut Mahayanis Bodhisatva tidak ada lagi kilesa CMIIW.Nyatanya dari pandangan diatas masih  terjebak pandangan yg keliru mengenai definisi pencapaian arahat. Mencapai arahat(sudah dijelaskan diatas-membayangkan....). Dengan belum melihat jelas keseluruhan tilakhana secara lengkap hingga padamnya LDM itu lah masih ada tersisa kilesa.Karena dalam latihan2 nyata untuk merealisasikan nibana tidak ada namanya membayangkan, membayangkan adalah delusi juga. Saya rasa anda tau Vipasanna(pandangan terang- yg melihat langsung dan membayangkan saja.
[/b]
Quote
Nirvana adalah pikiran yang kosong

hati2 juga ini bisa jadi perangkap jhana 7.

:| No comment
Bahkan dijhana 8 dikatakan persepsi dan non persepsi ini juga perangkap yg lebih halus seakan-akan beyond konsep total dan berpikir kilesa sudah hilang . Untuk benar-benar mengetahui harus ditembus melalui vipasanna. Makanya kata2 tersebut diatas harus dibandingkan dengan sutta yg bersifat praktikal yg langsung menuntun kita pada latihan merealisasikan nibbana. Coba Anda baca tentang Sunlun Sayadaw, Paauk Sayadaw dan Mahasi Sayadaw tentang latihannya apakah membayangkan atau tidak dan apa saja jebakan batmannya, perhatikan pula teknik latihannya dan bandingkan dengan sutta2 yg ada. Kalau ada contoh dari Zen ttg latihan vipasannanya atau prakteknya Boddhidharma serta referensi pendukungnya maka akan lebih bagus. Agar kita tidak berkutat pada teori saja yg mana kata2nya dapat dibolak balik sehingga jalannya diskusi benar2 untuk melihat fakta dan mendukung latihan kita dalam praktek Dhamma._/\_


Siapa yang mengetahui bahwa pikiran adalah palsu dan sama sekali tanpa sesuatu yang nyata mengetahui bahwa pikirannya sendiri bukan ada juga bukan tiada. Para fana terus menerus menciptakan pikiran, mengakuinya sebagai yang ada. Dan Para Arahat terus-menerus meniadakan pikiran, mengakunya sebagai sesuatu yang tiada. Namun Para Bodhisattva dan Buddha tidak menciptakan ataupun meniadakan pikiran. Inilah apa yang dimaksud dengan pikiran itu bukan ada juga bukan tiada. Pikiran yang bukan ada juga bukan tiada itu disebut sebagai Jalan Tengah.

Sutta mana yg mengatakan demikian khusus yg di bold, dan arahat mana yg mengatakan demikian? :)

Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktikal? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama_/\_

Dalam pandangan Mahayana Para Arahat Sravaka masih terjebak dalam empat corak/ciri.
 Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 04 June 2009, 12:01:42 PM
aduh, mataku tersayang, Mr. Bond. akan lebih indah kalo gak pake koneng2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 12:13:20 PM
Ini beberapa tanggapan saya dulu untuk Sdr. TL:

TAN:

Mari kita lihat salah satu kalimat pada posting Anda (TL) sebelumnya:

“Hayo yang suka merendah-rendahkan ALIRAN lain siapa?”

lalu pada posting berikutnya Anda (TL) mengatakan:

“Masih nggak ngerti ya? Saya TIDAK MEMPERMASALAHKAN ALIRAN, Pernyataan itu menghina mereka yang mengambil jalan Shravaka dan Pratyeka Buddha, mendiskreditkan jalan yang ditempuh oleh mereka.”

Di sini kita lihat bahwa pernyataan Anda bertolak belakang. Pada kesempatan sebelumnya Anda mempermasalahkan aliran, tetapi pada posting berikutnya Anda mempermasalahkan aliran. Ini menunjukkan ketidak-konsistenan posting Anda. Mungkin benar apa yang saya katakan bahwa ini adalah diskusi “tukang ojek.”

========================

TL:

Ngeyel ya? sudah dibilang ajaran non Mahayanis tak berspekulasi mengenai Parinirvana. Emangnya Para Buddha dan Arahat sudah Parinirvana waktu membabarkan Dharma? Saya tidak tahu dan tidak ingin menjadi sok tahu dengan berspekulasi mengenai Parinirvana. Ngeyel terus mau memaksakan pendapat ya?

TAN:

Pertama asumsikan dahulu bahwa saya dan Anda BELUM mencapai pencerahan. Kedua, kita berangkat dahulu dari pandangan yang netral; artinya anggap saja kita belum tahu mana yang benar, apakah itu Mahayana atau non Mahayana (kecuali kalau Anda sudah punya pandangan bahwa non Mahayana lebih benar dibandingkan Mahayana atau Mahayana adalah salah).
Untuk menjawab pertanyaan Anda, mari kita telaah dahulu kronologis peristiwa diskusi yang sudah berlangsung sangat panjang ini.

(1)Titik awal masalahnya adalahnya kritikan Anda terhadap Mahayana, bahwa seorang Buddha yang telah parinirvana tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna.
(2)Anda menuduh bahwa Mahayana telah berspekulasi dengan menyatakan bahwa seorang Buddha setelah parinirvana dapat “begini” dan “begitu.”

Nah sekarang kita analisa. Jika pernyataan bahwa seorang Buddha setelah parinirvana dapat “begini” dan “begitu” adalah spekulasi. Maka pernyataan sebaliknya bahwa seorang Buddha setelah parinirvana “tidak dapat begini” dan “tidak dapat begitu” adalah juga spekulasi. Saya kira ini adalah suatu logika yang wajar. “bisa begini dan begitu” dan “tidak bisa begini dan tidak bisa begitu” adalah sama-sama suatu konsep. Saya akan beri suatu analogi yang mungkin saja menurut Anda tidak tepat. Paijo dan Paimin sama-sama belum mengenal orang yang bernama Pailul. Mereka hanya dengar-dengar saja dari orang lain. Paijo berkata, “Pailul itu katanya bisa membuat pesawat, lho!” Paimin menimpali, “Pailul itu katanya tidak bisa membuat pesawat, lho!” Nah, kedua-duanya adalah spekulatif karena belum mengetahui dengan sungguh-sungguh tentang Pailul dan hanya DENGAR dari kata orang saja.
Sampai di sini, menurut saya pandangan kita adalah sama-sama spekulatif karena kita belum merealisasi nirvana. Jadi tidak ada yang benar dan salah.
Nah, sekarang siapa yang suka memaksakan pendapat. Hayoo jawab! Siapa yang suka ngeyel. Hayo tunjuk jari!

========================================================

TL:

Awal dari pernyataan saya adalah karena mas Tan pernah menulis bahwa Buddha setelah Parinirvana terus memancarkan maitri karuna dsbnya? Lupa ya?

TAN:

Benar sekali. Nah dari sini Anda juga membalasnya dengan pandangan spekulatif pula. Kalau pandangan Mahayana ditudul spekulatif; maka pandangan non Mahayana adalah juga spekulatif. Adil bukan?

========================================================

TL:

Buddha dalam Saddharma Pundarika yang mengatakan hal ini, apakah OOT?   
Saya ulangi pertanyaannya: Apakah seorang Buddha mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?

TAN:

Di sini saja pandangan kita sudah berbeda. Bagi Mahayana itu bukan kebohongan, karena pada dasarnya Buddha toh “menunjukkan” sesuatu yang lebih baik akhirnya. Jadi bukan kebohongan. Ini beda dengan bila saya bilang, “Ini adalah berlian mutu nomor satu.” Tetapi nyatakanya cuma berlian mutu nomor dua atau tiga. Nah itu baru namanya “berbohong.” Selain itu, Anda bedakan pula pernyataan “benar” dan “betul.” Benar tidak harus betul dan betul tidak harus benar.
Nah, daripada berpanjang-panjang, saya ungkapkan lagi bahwa pernyaaan Buddha dalam Saddharmapundarika itu bukan “kebohongan,” sehingga tuduhan Anda tidak “valid.” Nah kalau memang Sdr. TL bukan orang yang “suka memaksakan kehendak” (cmiww :p) maka tentunya bisa menghormati prinsip ini dan tidak memaksakan terus pandangan-pandangannya sendiri. OK?

========================================================

TL:

Sebelum saya tanggapi, peraturan tantangannya harus dibuat jelas lebih dulu mas, jika saya bisa membuktikan mengenai Nirvana identik dengan Samsara, apakah mas Tan bersedia mengakui bahwa itu memang dijiplak dari Hindu?

TAN:

Di sini jelas sekali nampak bahwa Anda dalam berdiskusi menganut prinsip “menang-kalah,” tetapi tidak masalah. Itu terserah Anda. Saya akan jawab secara ilmiah. Adanya kemiripan tidak harus memperlihatkan bahwa keduanya saling menjiplak. Kedua A mirip B belum tentu A menjiplak B, bisa juga B menjiplak A. Saya kira Anda cukup cerdas memahami ini. Karena kita tidak tahu pasti apa yang terjadi di masa lampau (sejarah saja masih kerap bertentangan sehubungan dengan hal ini), maka meminta saya mengakui hal itu adalah sangat tidak bijaksana.

==========================================

TL:

Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan, AFAIK tidak pernah saya mengatakan dapat atau tidak dapat, karena merupakan spekulasi. Saya mempertanyakan konsep Buddha memancarkan maitri karuna (yang merupakan suatu kegiatan), atau melakukan kegiatan apapun setelah mencapai Parinirvana. Apakah setelah Parinirvana bisa menghitung duit atau kegiatan lainnya?

TAN:

Nah ini dia! Diskusinya muter-muter lagi khan? Coba kita analisa jawaban Anda di atas, akan nampak beberapa kejanggalan.

(1)Anda tidak mengatakan “dapat” atau “tidak dapat”
(2)Anda mempertanyakan konsep Buddha “dapat” memancarkan maitri karuna.

Nah menimbang poin (2) di atas, kalau Anda tidak berasumsi bahwa Buddha “tidak dapat” melakukan sesuatu setelah parinirvana, tentunya Anda tidak akan mempertanyakannya bukan? Oleh karena itu, poin (1) di atas menjadi tidak valid. Dengan demikian, terbukti poin (1) dan (2) adalah kontradiksi.

=========================================================

TL:

Dimanakah TL? di perasaankah? di jasmani kah? di bentuk-bentuk pikirankah? coba tolong jelaskan dimanakah TL? 

TAN:

Jawaban yang unik dan menarik. Oke kalau begitu “dimanakah” Tl? Apakah TL itu ada atau ga? Coba jawab yang jelas dan tidak berputar-putar?
Kalau TL itu “tidak ada” maka postingan-postingannya itu sama dengan jawaban otomatis pada “answering machine” hahahahaha...lucu!
Pertanyaannya:
Siapakah yang:

(1)tidak mau dituduh berbohong dengan menyatakan: “Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan...”
(2)menantang untuk menerima bahwa ajaran Mahayana mencontek Hindu

Hanya sekedar mesinkah? Huehuehue...

==========================================================

TL:

Siapa yang membenarkan ya? tauk aahhh gelappp 

TAN:

Berarti Anda tidak membenarkan yakkha Vajirapani membawa gada peremuk kepala itu bukan? Hayo jawab yang tegas. Jangan muter-muter doank!
Kemudian, apakah yakkha Vajirapani berbuat karma buruk dengan meremukkan kepala orang yang tidak menjawab pertanyaan seorang Sammasambuddha hingga kali ketiga?
Apakah tindakan penghancuran kepala itu bertentangan dengan maitri karuna atau tidak? Mohon pencerahannya.

Segitu dulu.

Amiduofo,


Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 June 2009, 12:15:22 PM
RYU:

Apakah sutra bakti sesuai dengan Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Mulia?

TAN:

Begini. Anda silakan tunjukkan bagian mana yang tidak sesuai dengan 4 KM dan JMB8? Nanti coba kita kupas sama2.

Amiduofo,

Tan

Ketika itu, setelah mendengar penjelasan Buddha tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, "Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?" Hyang Buddha menjawab, "Wahai siswa siswaku, jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang tua..."

"Demi mereka tulis dan perbanyaklah Sutra ini, sebarluaskan demi kebajikan semua mahluk serta kumandangkanlah Sutra ini. Segeralah bertobat atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua kalian, berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha." Demi orang tua, patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan bersih. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktek berdana. Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.





Selain ini mau tanya juga, berarti berbohong demi kebenaran boleh ya? membuat sutra palsu dan di sebarkan sehingga mungkin saja orang yang membacanya malah semakin tersesat dan jauh dari Dhamma Buddha yang sebenarnya :(
Takut terlewatkan nih pertanyaan aye ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 04 June 2009, 12:23:28 PM
Saya katakan masih ada kilesa jika dianggap bodhisatva dari sisi non mahayanis jika ada yg menganggap sebagai Bodhisatva. Karena setahu saya Bodhisatva menurut Mahayanis Bodhisatva tidak ada lagi kilesa CMIIW.Nyatanya dari pandangan diatas masih  terjebak pandangan yg keliru mengenai definisi pencapaian arahat. Mencapai arahat(sudah dijelaskan diatas-membayangkan....). Dengan belum melihat jelas keseluruhan tilakhana secara lengkap hingga padamnya LDM itu lah masih ada tersisa kilesa.Karena dalam latihan2 nyata untuk merealisasikan nibana tidak ada namanya membayangkan, membayangkan adalah delusi juga. Saya rasa anda tau Vipasanna(pandangan terang- yg melihat langsung dan membayangkan saja

Okey, soal ini saya menolak untuk menilai apakah memang Bodhidharma masih memiliki kilesa atau tidak. Sama halnya seperti saya tidak akan menilai apakah Paauk Sayadaw, Mahasi Sayadaw, Ajahn Chah, dll. masih memiliki kilesa atau tidak. Saya tidak berniat berspekulasi soal ini :) maklum pencapaian saya belum cukup untuk menilai pencapaian para guru-guru di atas.

Bahkan dijhana 8 dikatakan persepsi dan non persepsi ini juga perangkap yg lebih halus seakan-akan beyond konsep total dan berpikir kilesa sudah hilang . Untuk benar-benar mengetahui harus ditembus melalui vipasanna. Makanya kata2 tersebut diatas harus dibandingkan dengan sutta yg bersifat praktikal yg langsung menuntun kita pada latihan merealisasikan nibbana. Coba Anda baca tentang Sunlun Sayadaw, Paauk Sayadaw dan Mahasi Sayadaw tentang latihannya apakah membayangkan atau tidak dan apa saja jebakan batmannya, perhatikan pula teknik latihannya dan bandingkan dengan sutta2 yg ada. Kalau ada contoh dari Zen ttg latihan vipasannanya atau prakteknya Boddhidharma serta referensi pendukungnya maka akan lebih bagus. Agar kita tidak berkutat pada teori saja yg mana kata2nya dapat dibolak balik sehingga jalannya diskusi benar2 untuk melihat fakta dan mendukung latihan kita dalam praktek Dhamma._/\_

Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi termasuk dalam arupadhatu, meskipun demikian, perlu diingat bahwa Sang Buddha pun masih mengajarkan pada siswa-siswa-Nya untuk menembus kedua pencapaian ini. Bahkan pada waktu Buddha merenungkan siapa yang layak menerima Buddhadharma sesaat Beliau mencapai penerangan sempurna, maka perhatiannya tertuju pada Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang menurut pengetahuan-Nya kilesanya paling minim. Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta adalah Guru yang mengajarkan pada Sang Buddha tentang Landasan Kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi.  Dengan demikian, Landasan Kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi adalah kondisi yang paling mendekati penerangan sempurna yang dicapai oleh Buddha Gotama.

Apa yang diajarkan oleh Bodhidharma adalah pencerahan seketika yang tidak mengikuti penembusan melalui Jhana 1, 2, 3 dan seterusnya, namun langsung menembus Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi guna mendekati kondisi yang paling dekat dengan Nirvana.

Mungkin demikian, jika penjelasan saya sesuaikan dengan pemahaman tingkat-tingkat pencapaian dalam Sutta Pitaka Pali. Meskipun perlu dipertimbangkan bahwa apa yang dimaksud oleh Bodhidharma sebagai nirvana dalam ceramahnya bukanlah Nirvana sempurna seperti yang ditembus oleh Anuttara Samyak Sambodhi. Namun dalam Mahayana dikenal "nirvana mikro"  yang umumnya disebut sebagai Bodhicitta (Pikiran Kebuddhaan).  Bodhicitta direalisasi oleh Bodhisattva yang mempraktikkan enam paramita. Sedangkan Nirvana Sempurna hanya direalisasi oleh Anuttara Samyak Sambodhi.

Masalahnya adalah ada perbedaan konsep pencapaian nirvana antara Theravada dan Mahayana yang memang menyebabkan perdebatan dalam topik ini. Terutama pandangan Mahayana bahwa Bodhisattva mampu menunda realisasi Nirvana Absolut dan tetap mempertahankan kondisi "nirvana mikro" (Bodhicitta) dalam setiap tindakannya. Sedangkan bagi Theravada, tidak ada bedanya antara Nirvana yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan yang dicapai oleh siswa-siswanya. Perbedaan ini, tampaknya berkaitan dengan persoalan yang pelik dan sulit dibuktikan oleh kedua belah pihak, karena menyangkut tentang Nirvana yang hanya memang bisa dipahami oleh yang menembusnya.

Dalam hal ini, Mahayana menganggap bahwa terjadinya kesalahpahaman para Sravaka bahwa "nirvana mikro" adalah Nirvana Mutlak.Dalam hal ini, Bodhidharma sebagai Mahayanis, dan sesuai dengan pencapaiannya, membenarkan bahwa Para Sravaka belum mencapai "pantai seberang." Sedangkan Para Arahat (Pacceka Buddha) mencapai "pantai seberang,"  namun Para Bodhisattva melampaui "pantai ini" ataupun "pantai seberang." Tentu saja ini hanyalah gambaran kasar, bukan mencerminkan pencapaian sesungguhnya ataupun identitas seperti apapun yang diberikan padanya. Seorang Guru yang dinamai sebagai "Arahat" jika ia memiliki kualitas seperti halnya seorang Bodhisattva maka ia adalah "yang melampaui pantai ini ataupun pantai seberang". Seorang Guru yang meski dijuluki siswa Mahayana sebagai "Bodhisattva" namun jika kualitasnya adalah Sravaka, ia tetap adalah "yang belum mencapai pantai seberang." Dalam hal ini, mohon kita tidak terlalu terikat dengan label-label seperti "Sravaka", "Arahat", "Bodhisattva," dsb-nya. Bukankah bagi Bodhidharma kata-kata dan wujud justru adalah cerminan dari delusi?

Oleh karena itu, saya sepakat dengan anda bahwa dalam membahas hal seperti ini diskusi yang berbelit-belit hanya akan memperumit keadaan, karena selama ini saya selalu menolak membahas hal ini. Sebaliknya saya kurang setuju dengan pandangan bahwa cukup dengan penjabaran teknik-teknik meditasi dan dukungan referensi sutta ataupun sutra dapat menjernihkan persoalan ini. Sekali lagi, cara penjabaran demikian dengan menyusun deskripsi pencapaiannya secara detil tahap demi tahap yang kemudian dikait-kaitan dengan referensi sutta tidak membuktikan suatu pendekatan lebih baik daripada lainnya, sebab bagaimanapun yang tejadi hanyalah usaha memberikan pembenaran terhadap suatu metode tertentu.

Buat apa kita menggambarkan naga, jika kita sama sekali tidak pernah melihat naga. Gambaran demikian hanya membuat kita terus bertanya-tanya tentang wujud naga sepanjang pencarian kita. Jika ternyata naga tesebut sebenarnya bertentangan dengan imajinasi kita, maka walaupun ia ada di depan kita tidak mengenalinya.

Cukup berpegang teguh pada Sila, Samadhi dan Prajna. Maka dengan berjalannya waktu kita akan mengenal dengan sendirinya.

Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.

Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

‘Corak aku’ muncul ketika seseorang berusaha membuktikan dirinya merealisasi nirvana yang tenang dan suci. Ia meyakini bahwa nirvana dalah kondisi batin. Keyakinan ini membuktikan bahwa dirinya masih diliputi oleh sebuah kesadaran subjektif yang mencerminkan keakuan. Pandangan ini muncul karena adanya keyakinan dari semula bahwa hanya “aku” yang bisa mencapai nirvana, sehingga ia memisahkan antara “pengalaman internal” dengan “pengalaman eksternal”. Jika seseorang merasa mencapai Nirvana dengan pemikiran demikian maka ia sebenarnya ia belum merealisasi Nirvana yang sebenarnya.

‘Corak manusia’ adalah kecenderungan di mana ketika seseorang merasa dirinya telah merealisasi nirvana dan ia kemudian menganggap bahwa ia mencapai nirvana, maka ia terjebak pada anggapan yang sebenarnya masih mencerminkan bahwa ia masih memiliki kedirian.

‘Corak makhluk’  adalah rintangan yang muncul ketika ia berhasil menyadari bahwa ‘corak aku’ dan ‘corak manusia’ pada dasarnya adalah kosong tanpa inti, namun ia kemudian menganggap dirinya telah lepas dari corak aku dan corak manusia, sehingga ia merasa menjadi suci. Karena ia masih belum terlepas dari kesan ‘menganggap dirinya’, maka pikiran tersebut adalah ‘Corak makhluk’.

Singkatnya: membuktikan dirinya telah mencapai pencerahan adalah Corak Aku, menganggap dirinya telah sadar adalah Corak Manusia, pemahaman bahwa ia tidak memiliki corak apapun adan Corak Makhluk.

Selanjutnya, karena memiliki ‘daya paham’ akan corak-corak tersebut maka ia dikatakan memiliki Corak kehidupan. Karena bagaimanapun ‘daya paham’ mencerminkan adanya ‘pemahaman’ itu sendiri, yang berarti seseorang masih berjebak dalam diri. Bahkan kesadaran dan daya pengertian yang akan ketiga corak itu sendiri pun pada dasarnya adalah debu, oleh karena itu ‘daya pemahaman’ dan ‘daya sadar’ demikian juga dilepas.

Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 04 June 2009, 12:26:00 PM

2.Sikap membuang2 waktu, karena walau bagaimanapun saya tidak akan beralih keyakinan pada Non-Mahayana. Semakin saya tanggapi semoga mereka akan semakin sadar bahwa percuma berusaha mengubah keyakinan saya dari Mahayana ke non Mahayana.

ini agak menggelikan, statement serupa ini sudah sering kali dilontarkan oleh Sdr. Tan, saya sih menilai bahwa member yg berdiskusi di sini hanya ingin berdiskusi dengan anda, walaupun dengan gaya yg agak sedikit frontal, tapi kenapa anda beranggapan bahwa para member di sini sedang berusaha untuk mengalihkan keyakinan anda? silahkan baca pengantar thread ini oleh TS.

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 12:48:58 PM
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arya_bodhi on 04 June 2009, 12:53:57 PM
xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh...  ^-^ ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 12:55:01 PM
at [Ryu]:

Sesuai dengan anjuran moderator, pertanyaan Anda akan saya jawab di kolom Sutra.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 12:57:11 PM
ARYA BODHI:

xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh... 

TAN:

Wah syukurlah kalau ternyata memang saya yang ke-ge-er-an. Memang harapan saya juga seperti itu. Tetapi apakah Anda BENAR-BENAR tahu pemikiran dan motivasi orang lain (khususnya yang terlibat dalam thread ini)?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 02:24:42 PM
Quote

Apa yang diajarkan oleh Bodhidharma adalah pencerahan seketika yang tidak mengikuti penembusan melalui Jhana 1, 2, 3 dan seterusnya, namun langsung menembus Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi guna mendekati kondisi yang paling dekat dengan Nirvana.

Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Quote
Masalahnya adalah ada perbedaan konsep pencapaian nirvana antara Theravada dan Mahayana yang memang menyebabkan perdebatan dalam topik ini. Terutama pandangan Mahayana bahwa Bodhisattva mampu menunda realisasi Nirvana Absolut dan tetap mempertahankan kondisi "nirvana mikro" (Bodhicitta) dalam setiap tindakannya. Sedangkan bagi Theravada, tidak ada bedanya antara Nirvana yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan yang dicapai oleh siswa-siswanya. Perbedaan ini, tampaknya berkaitan dengan persoalan yang pelik dan sulit dibuktikan oleh kedua belah pihak, karena menyangkut tentang Nirvana yang hanya memang bisa dipahami oleh yang menembusnya.

Bodhisatva menunda karena ingin menjadi SammasamBuddha bukan? Jika saat itu juga dia realisasikan tentu jadi arahat tapi karena tekad untuk menjadi Buddha maka tertunda, disini artinya masih ada Bhava tanha(keinginan utk menjadi) inilah yg disebut kilesa. Saya memahami masalah nirwana pelik, tetapi mengapa Sang Buddha mengatakan siswa2 arahat telah bersih dari kilesa/nibbana?

Quote
Dalam hal ini, Mahayana menganggap bahwa terjadinya kesalahpahaman para Sravaka bahwa "nirvana mikro" adalah Nirvana Mutlak.Dalam hal ini, Bodhidharma sebagai Mahayanis, dan sesuai dengan pencapaiannya, membenarkan bahwa Para Sravaka belum mencapai "pantai seberang." Sedangkan Para Arahat (Pacceka Buddha) mencapai "pantai seberang," namun Para Bodhisattva melampaui "pantai ini" ataupun "pantai seberang." Tentu saja ini hanyalah gambaran kasar, bukan mencerminkan pencapaian sesungguhnya ataupun identitas seperti apapun yang diberikan padanya. Seorang Guru yang dinamai sebagai "Arahat" jika ia memiliki kualitas seperti halnya seorang Bodhisattva maka ia adalah "yang melampaui pantai ini ataupun pantai seberang". Seorang Guru yang meski dijuluki siswa Mahayana sebagai "Bodhisattva" namun jika kualitasnya adalah Sravaka, ia tetap adalah "yang belum mencapai pantai seberang." Dalam hal ini, mohon kita tidak terlalu terikat dengan label-label seperti "Sravaka", "Arahat", "Bodhisattva," dsb-nya. Bukankah bagi Bodhidharma kata-kata dan wujud justru adalah cerminan dari delusi?

Apa sih nirvana menurut mahayana? apa juga arti nirvana mikro dan absolut? Kalau bicara Arahat bukan hanya Pacekka Buddha. Savaka Buddha, pacceka Buddha dan Sammasambuddha adalah arahat.  Kalau Sravaka Arahat baru dengar juga sih  ;D. Kalo sravaka/savaka arahat masih ada kilesa masih bisa diterima.

Quote
Oleh karena itu, saya sepakat dengan anda bahwa dalam membahas hal seperti ini diskusi yang berbelit-belit hanya akan memperumit keadaan, karena selama ini saya selalu menolak membahas hal ini. Sebaliknya saya kurang setuju dengan pandangan bahwa cukup dengan penjabaran teknik-teknik meditasi dan dukungan referensi sutta ataupun sutra dapat menjernihkan persoalan ini. Sekali lagi, cara penjabaran demikian dengan menyusun deskripsi pencapaiannya secara detil tahap demi tahap yang kemudian dikait-kaitan dengan referensi sutta tidak membuktikan suatu pendekatan lebih baik daripada lainnya, sebab bagaimanapun yang tejadi hanyalah usaha memberikan pembenaran terhadap suatu metode tertentu.

Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit .
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.

Quote
Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

Apa arti jneyavarana menurut sutra Mahayana sendiri selain pandangan bro pribadi.?

Apakah Jneyavarana adalah juga kilesa?

4 corak itu adalah tentang micchaditthi yg telah tidak ada lagi pada diri arahat dan prakteknya juga demikian. Jangan2 yg dimaksud non mahayanis arahat sebenarnya bodhisatva di mahayanis lagi, karena masalah konsep, nah lho  ;D (spekulatif deh...)

Quote
Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Berarti ini karena diyakini? bukan fakta lapangan dong  ;D
Quote
Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.

Demikian juga saya  ;D _/\_







Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 04 June 2009, 02:26:57 PM
ARYA BODHI:

xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh... 

TAN:

Wah syukurlah kalau ternyata memang saya yang ke-ge-er-an. Memang harapan saya juga seperti itu. Tetapi apakah Anda BENAR-BENAR tahu pemikiran dan motivasi orang lain (khususnya yang terlibat dalam thread ini)?

Amiduofo,

Tan
Sudah saya katakan, base saya mahayana, hanya saya memang belum memahami mahayana sama sekali, hanya kebaktian doang + lirik cewe kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 04 June 2009, 02:57:01 PM
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 03:32:03 PM
Pada saat itu Sang Buddha menyapa Para Bodhisattva, mahluk-mahluk Kasurgan dan Keempat Kelompok itu dengan bersabda:"Melalui banyak kalpa yang tak terhitung yang telah lewat, Aku telah mencari Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai itu dengan tiada henti-hentinya. Selama banyak kalpa lamanya, Aku menjadi Seorang Raja dan berPrasetya untuk mencari Penerangan Agung dengan hati yang tiada pernah ragu. Karena ingin untuk mewujudkan Keenam Paramita, maka sungguh-sungguh Aku berdana dengan setulus hati; Gajah-Gajah, Kuda, Istri-Istri, Anak-Anak, Budak Laki-Laki dan Perempuan, Pelayan-Pelayan dan Pengikut, Kepala, Mata, Sumsum, Otak, Daging Tubuh-Ku, Kaki dan Tangan serta seluruh Jiwa Raga Aku danakan. Pada waktu itu masa hidup manusia adalah tanpa batas. Demi untuk Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini, Aku tinggalkan Tahta Negeri-Ku dan Aku serahkan Pemerintahan-Ku kepada Pangeran Agung. Dengan tetabuhan genderang dan pemakluman yang menyeluruh, Aku mencari Kebenaran dimanapun jua dengan menjanjikan :"Siapakah gerangan yang dapat mengajarkan sebuah Kendaraan Agung Kepada-Ku, maka kepada-Nya Aku akan mempersembahkan seluruh Hidup-ku dan menjadi Pelayan-Nya." Ketika itu Seorang Pertapa datang Kepada-Ku, Sang Raja
dan berkata:"Hamba mempunyai Satu Kendaraan Agung yang disebut Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan. Jika Paduka mematuhi Hamba, maka Hamba akan mengajarkan-Nya kepada Paduka." Aku, Sang Raja, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Sang Pertapa itu, menjadi berdebar karena Kegembiraan yang meluap-luap dan segera Aku mengikuti-Nya, melayani segala kebutuhan-Nya, mengumpulkan bebuahan, mengangsu air, mengumpulkan bahan bakar, mempersiapkan daharnya dan bahkan menjadikan Tubuh-Ku sebagai tempat duduk dan tempat tidur-Nya, tetapi meskipun demikian Jiwa dan Raga-Ku tidak pernah merasa letih. Pada saat Aku melayani demikian itu, seribu tahun telah berlalu dan karena demi Hukum itu, Aku melayani-Nya dengan bersemangat sehingga Ia tidak kekurangan apapun jua."


...........
kemudian


Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.
Aku nyatakan kepada Kalian Keempat Kelompok: Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna. Pada saat itu Sang Devaraja akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang Beliau akan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan secara luas kepada seluruh umat, dan para mahluk hidup yang banyaknya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga yang akan mencapai KeArhatan; Para Umat yang tanpa terhitung jumlah-Nya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga, mencurahkan Diri Pada Jalan Agung, akan mencapai Kepastian untuk tidak terlahir kembali dan Mereka akan mencapai Tingkatan yang tiada akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal.

kemudian,,,

Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini. Dan jika Ia terlahir diantara Para Dewa dan Manusia, maka Ia akan menikmati Kebahagiaan yang tiada taranya. Bagi Sang Buddha yang menyaksikan Kelahiran-Nya haruslah melalui permunculan dari sebuah Bunga Teratai."




saya sungguh tidak mengerti...
sang pertapa(devadatta) mendengarkan sutra ini dari buddha yang lampau, lalu kemudian melafalkan-nya...terus knp devadatta bisa masuk neraka avici?
Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta.

terus..

apabila pertapa(devadatta) mengajarkan hukum ini pada raja(gotama), mengapa sekarang pertapa-nya jadi merosot batin-nya?..
dan jika kita lihat dari kejadian.

dikatakan jauh sebelum kelahiran Gotama,beliau telah mencapai pencerahan sempurna....
tetapi pada waktu menjadi seorang Raja(disini berarti belum sempurna) kok masih butuh pengajaran dari Devadatta, disini berarti Devadatta lebih dulu mempelajari sutra ini jauh sebelum Gotama.

apa mau di jawab upayaklausa lagi?

dari Buddha berpura-pura bertapa menjadi kurus kering selama 6 tahun(hampir mati pula), butuh bimbingan dari guru-guru meditasi....
bahkan dengan nafsu nya memperebutkan gadis pada waktu pernikahan dengan mempertunjukkan kemampuan memanah...
apa ini ciri-ciri dari seorang tercerahkan?
dan aneh-nya mengapa setelah berakting mencapai pencerahan...buddha sangat tidak setuju dengan perbuatan (maaf hubungan intim)
lalu mengapa di satu sisi melakukan hubungan intim?

upaya lagi jawabnya?
saya rasa ini jadi mirip dengan agama tetangga, yang katanya menikah demi melindungi wanita dari perbudakan tau-tau malah melakukan hubungan intim dengan semua istri nya dalam 1 malam. !!!
bahkan dengan gadis dibawah umur....

dan setahu saya devadatta hanya akan menjadi seorang Paccekabuddha...bukan Sammasambuddha..

Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna.
bukankah kata-kata ini setahu saya selalu di tujukan pada seorang Sammsambuddha.


mohon info,
salam metta.

mohon diberi penjelasan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 03:34:13 PM
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_

agar lebih mantap lebih baik kalau tertulis, "saya dengan ikhlas menelusuri thread ini dari page 1." ;D    _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 03:38:44 PM
Quote
Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit .
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 05:43:28 PM
Demikianlah nama para Tathagata tersebut. Apabila ada orang yang berkesempatan mendengar-Nya,
maka orang itu tidak pernah mendengarkan perkataan jahat lagi selama 60.000 kalpa. Ia tak akan
terjatuh ke dalam Neraka Avici.
.....

Setelah selesai melafalkan Dharani-Nya, Bodhisattva Avalokitesvara lalu berkata pada Bhagava Buddha, "Yang
Dijunjungi Dunia, demikianlah Dharani Nama Seluruh Tathagata. Apabila ada putera dan
puteri berbudi yang menerima, mempertahankan, membaca, melafalkan, merenungkan makna, serta
menghafalkan-Nya; maka orang itu dapat dikatakan telah menghapus lima kejahatan besar yang pernah
dilakukannya.

.....

Setelah wafat akan terlahir kembali sebagai dewa atau raja, yang usianya dapat mencapai 8.400000
tahun. Lalu akan terlahir sebagai raja Cakravartin yang usianya mencapai 60 kalpa menengah.
Kemudian, ia akan memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan seorang Buddha bernama
Perbendaharaan Teratai Tathagata Arahat Samyaksambuddha."


--------------------
seseorang hanya mendengar kan saja....tidak akan bisa mendengar hal jahat selama 60.000 kalpa?apa benar
seorang Sammsambuddha seperti Buddha Gotama saja sudah beberapa kali mendengar hal jahat....

dan lagi kalau se-tahu saya Raja Cakkavatti adalah merupakan seorang Raja penguasa dunia...secara Tunggal.

apa benar bisa umur bisa sampai 60 kalpa/kappa?
jadi ketika 1 kappa saja hancur, raja itu menetap dimana tinggal?...

moho penjelasan.
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 04 June 2009, 06:46:20 PM
Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.

Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

‘Corak aku’ muncul ketika seseorang berusaha membuktikan dirinya merealisasi nirvana yang tenang dan suci. Ia meyakini bahwa nirvana dalah kondisi batin. Keyakinan ini membuktikan bahwa dirinya masih diliputi oleh sebuah kesadaran subjektif yang mencerminkan keakuan. Pandangan ini muncul karena adanya keyakinan dari semula bahwa hanya “aku” yang bisa mencapai nirvana, sehingga ia memisahkan antara “pengalaman internal” dengan “pengalaman eksternal”. Jika seseorang merasa mencapai Nirvana dengan pemikiran demikian maka ia sebenarnya ia belum merealisasi Nirvana yang sebenarnya.

‘Corak manusia’ adalah kecenderungan di mana ketika seseorang merasa dirinya telah merealisasi nirvana dan ia kemudian menganggap bahwa ia mencapai nirvana, maka ia terjebak pada anggapan yang sebenarnya masih mencerminkan bahwa ia masih memiliki kedirian.

‘Corak makhluk’  adalah rintangan yang muncul ketika ia berhasil menyadari bahwa ‘corak aku’ dan ‘corak manusia’ pada dasarnya adalah kosong tanpa inti, namun ia kemudian menganggap dirinya telah lepas dari corak aku dan corak manusia, sehingga ia merasa menjadi suci. Karena ia masih belum terlepas dari kesan ‘menganggap dirinya’, maka pikiran tersebut adalah ‘Corak makhluk’.

Singkatnya: membuktikan dirinya telah mencapai pencerahan adalah Corak Aku, menganggap dirinya telah sadar adalah Corak Manusia, pemahaman bahwa ia tidak memiliki corak apapun adan Corak Makhluk.

Selanjutnya, karena memiliki ‘daya paham’ akan corak-corak tersebut maka ia dikatakan memiliki Corak kehidupan. Karena bagaimanapun ‘daya paham’ mencerminkan adanya ‘pemahaman’ itu sendiri, yang berarti seseorang masih berjebak dalam diri. Bahkan kesadaran dan daya pengertian yang akan ketiga corak itu sendiri pun pada dasarnya adalah debu, oleh karena itu ‘daya pemahaman’ dan ‘daya sadar’ demikian juga dilepas.

Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.

AFAIK, dalam konsep dasabhumi (sepuluh tingkat) bodhisatva Mahayana, seorang sravaka hanya digolongkan pada bodhisatva tingkat ke-7 yang hanya melenyapkan kilesavarana, sedangkan bodhisatva tingkat-10 (dianggap sudah mencapai annutara samyaksambuddha) telah melenyapkan kilesavarana dan jneyvarana (rintangan paham).

Sebenarnya dalam hal ini, di dalam konsep Theravada (kalau dapat disebutkan sebagai itu), perbedaan kualitas pencapaian ke-BUDDHA-an (sravaka, pacceka atau sammasambuddha) adalah pada kualitas penyempurnaan paraminya.
1. Seorang sammasambuddha pannadhika (yang unggul di dalam kebijaksanaan) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 4 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan parami-nya.
2. Seorang sammasambuddha saddhadika (yang unggul di dalam keyakinan) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 8 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan parami-nya.
3. Seorang sammasambuddha viriyadhika (yang unggul di dalam usaha) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 16 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan paraminya.

Untuk seorang pacceka buddha, mereka harus memenuhi Kesempurnaannya selama dua asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa. Mereka tidak dapat menjadi Pacceka-Buddha sebelum melewati masa Pemenuhan Kesempurnaan sebanyak kappa itu

Disebut juga Sàvaka-Bodhisatta adalah (a) bakal Siswa Utama (Agga Sàvaka), sepasang siswa seperti Yang Mulia Sàriputta (Upatissa) dan Yang Mulia Moggallàna (Kolita), (b) bakal Siswa Besar (Mahà Sàvaka), delapan puluh Siswa Besar (seperti Yang Mulia Kondanna sampai dengan Yang Mulia Piïgiya), (c) bakal Siswa Biasa (Pakati Sàvaka), yaitu siswa-siswa lain selain Siswa Utama dan Siswa Besar, yang semuanya telah mencapai Arahanta selain yang telah disebutkan di atas.

Dari tiga kelompok ini (a) bakal Siswa Utama harus memenuhi Kesempurnaannya selama satu asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa; (b) bakal Siswa Besar selama seratus ribu kappa, (c) bakal Siswa Biasa, tidak disebutkan dalam Tipiñaka berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi Kesempurnaan, namun dalam Komentar dan Subkomentar dari Pubbenivàsakathà (dalam Mahàpadàna Sutta) disebutkan bahwa para Siswa Besar dapat mengingat kehidupan lampaunya sampai seratus ribu kappa yang lalu dan Siswa Biasa kurang dari itu. Karena pemenuhan Kesempurnaan dilakukan dalam setiap kehidupannya, dapat disimpulkan bahwa bakal Siswa Biasa harus memenuhi Kesempurnaan selama tidak lebih dari seratus ribu kappa, namun waktu pastinya tidak ditentukan, dapat selama seratus kappa atau seribu kappa, dan sebagainya.

Bahkan dalam beberapa contoh, hanya satu atau dua kehidupan seperti dalam kisah seekor katak berikut:
Seekor katak terlahir sebagai dewa setelah mendengar suara Buddha yang sedang membabarkan Dhamma. Sebagai dewa ia mengunjungi Buddha dan menjadi seorang yang ‘memasuki arus’ sebagai akibat dari perbuatan mendengarkan Dhamma dari Buddha (lengkapnya terdapat dalam kisah Manduka dalam Vimàna-vatthu).

YANG MENJADI "PERMASALAHAN" adalah di dalam paham mahayana, seorang sravaka (tidak semua) dapat keluar dari "NIBBANA SRAVAKA" yang identik dengan bodhisatva tingkat-7, untuk kemudian melanjutkan lagi pencapaiannya menjadi bodhisatva tingkat-10 (identik dengan sammasambuddha).
Sedangkan di dalam non-mahayana (a.k.a. Theravada), seseorang ketika sudah merealisasikan nibbana (baik itu sravaka, pacceka maupun sammasambuddha) tidak akan terkondisi lagi terlahirkan di alam manapun lagi, sehingga di dalam hal ini, tidak akan ada lagi pencapaian ataupun non pencapaian setelah parinibbana.

Hal ini sejalan dengan kisah adithana petapa SUMEDHA di hadapan buddha dipankara, walaupun secara kualitas petapa SUMEDHA sudah memiliki semua aspek dan kualitas untuk mencapai seorang SAVAKA BUDDHA. Tetapi karena adithana petapa sumedha, dan Buddha Dipankara dengan kekuatan abhinna-nya melihat bahwa petapa sumedha dapat mencapai keinginan mulia-nya (chanda), sehingga Buddha Dipankara meramalkan pencapaian petapa sumedha dimasa mendatang menjadi seorang sammasambuddha. Dengan adithana ini, petapa sumedha HARUS MENJALANI TAMBAHAN 4 assankheya kappa + seratus ribu kappa untuk menyempurnakan paraminya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 07:13:19 PM
^
^
^

Perbedaan pada kualitas parami lebih bisa diterima daripada mengatakan masih ada kilesa pada arahat vs bodhisatva yg merupakan kontradiktif tiada akhir(ini diakibatkan tidak adanya kejelasan praktek dhamma yg bisa dipertanggung jawabkan kecuali ada yg bisa memberikannya secara sutra mengenai praktek langsung-minimal) .Nirvana adalah nirvana, Dhamma adalah dhamma apalagi yg harus dikatakan selain Yatthabhutam nyanadassanam.

GRP sent  :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 07:41:36 PM
MARCEDES:

lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

TAN:

Pandangan yang salah dan jelas sekali memperlihatkan bahwa Anda tidak paham mengenai Mahayana. Di dalam Mahayana sendiri banyak risalah-risalah (sastra) mengenai bagaimana seseorang berpraktik, sehigga tidak langsung "zap" seperti kata Anda. Apakah Anda pernah dengar Yogacarabhumisastra, Cheng Wei Shi Lun, Mo ho Chi Kuan, karya2 Master Zhiyi, gongan2 guru Zen, dll. Apakah semua itu bukan penjelasan tentang metoda berpraktik guna merealisasi pencerahan?

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 07:54:00 PM
^
^
^

Bisa dijelaskan dengan gamblang disini om Tan?
dan apa tanda setiap pencapaian setiap tingkatan bodhisatva melalui praktek tsb?
Kilesa2 apa yg runtuh dari tiap tingkatan?
Objek apa meditasi apa saja yg dipakai?
Adakah yg pernah mempraktekannya disini?
Bisa dijelaskan secara step by step langkah latihannya?

Jika itu suatu metode untuk pencerahan tentu bisa dijelaskan dari langkah apa yg dilihat lalu diolah lalu apa yg dialami dan bagaimana mengatasi rintangan2nya sehingga kita tau pencapaian tsb?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 04 June 2009, 07:56:45 PM
Quote
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

Di Tibet, Guru Tantrik yang menekankan pembelajaran pada Sutra-sutra Mahayana (Atisha) bahkan menulis Bodhipathapradipa, yang menjadi cikal bakal teks2 Tahapan Jalan (Lamrim) di Tibet.

Lamrim menjelaskan secara terperinci mengenai jalan menuju Nirvana. Di antaranya Lamrim Chenmo [Tahapan Agung Menuju Pencerahan) karya Tsongkhapa, Pembebasan Di Tangan Kita karya Phabongkha Rinpoche, Ornamen Permata Kebebasan karya Gampopa, Ucapan Guruku Yang Sempurna karya Patrul Rinpoche.

Bahkan kalangan Mahayana / Vajrayana Tibetan sangat menentang pandangan pencerahan langsung "Zap".

Semuanya ada TAHAPANNYA.

Lama Jey Tsongkhapa bahkan juga menulis sebuah teks yang menjelaskan secara terperinci tingkatan2 pencapaian menuju Hinayana Arhat dan tingkatan2 menuju Mahayana Arhat (Samyaksambuddha).

Sungguh lucu kalau ada statement seperti yang anda sebutkan.

Ngomong2 apakah anda sudah baca Visuddhi Magga?

Saya sih sudah dikit2. Dan kelengkapan isinya juga nggak jauh beda dengan karya2 Mahayana seperti Abhidharmasamuccayya dan Abhisamayalamkara.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 08:00:38 PM
Om gandalf coba ditulis secara sistimatis agar kita lebih memahami apa itu lamrin, ini dan itu. Kalo cuma si A mencapai ini dan mencapai itu sama halnya agama lain. Tuntunan praktek langsungnya. Siapa tau saya berminat memiliki tekad Bodhistava lho ;D

Ngomong2 om Gandalf sudah ikut latihannya dan bisa cerita2 pengalamannya? atau sekedar baca saja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 04 June 2009, 08:03:59 PM
Hehe.. sori kalau saya jabarin semuanya itu sgt panjang dan memakan banyak waktu, rasanya saya belum bisa....

Apalagi yg reply pasti akan seabrek, jadi tentu saya harus punya waktu luang yang lumayan.

Nanti kapan klo ada waktu.

Baru ikut latihan belajar Lamrim cuma dua kali..... haha.... yang lainnya cuma baca dan berusaha pahami sendiri. Belum ada waktu soalnya. Makanya kayanya saya gak berkompeten nih ya?

_/\_
The Siddha Wanderer

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 08:07:45 PM
MARCEDES:

lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

TAN:

Pandangan yang salah dan jelas sekali memperlihatkan bahwa Anda tidak paham mengenai Mahayana. Di dalam Mahayana sendiri banyak risalah-risalah (sastra) mengenai bagaimana seseorang berpraktik, sehigga tidak langsung "zap" seperti kata Anda. Apakah Anda pernah dengar Yogacarabhumisastra, Cheng Wei Shi Lun, Mo ho Chi Kuan, karya2 Master Zhiyi, gongan2 guru Zen, dll. Apakah semua itu bukan penjelasan tentang metoda berpraktik guna merealisasi pencerahan?

Amiduofo,

Tan
Quote
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

Di Tibet, Guru Tantrik yang menekankan pembelajaran pada Sutra-sutra Mahayana bahkan menulis Bodhipathapradipa, yang menjadi cikal bakal teks2 Tahapan Jalan (Lamrim) di Tibet.

Lamrim menjelaskan secara terperinci mengenai jalan menuju Nirvana. Di antaranya Lamrim Chenmo [Tahapan Agung Menuju Pencerahan) karya Tsongkhapa, Pembebasan Di Tangan Kita karya Phabongkha Rinpoche, Ornamen Permata Kebebasan karya Gampopa, Ucapan Guruku Yang Sempurna karya Patrul Rinpoche.

Bahkan kalangan Mahayana / Vajrayana Tibetan sangat menentang pandangan pencerahan langsung "Zap".

Semuanya ada TAHAPANNYA.

Lama Jey Tsongkhapa bahkan juga menulis sebuah teks yang menjelaskan secara terperinci tingkatan2 pencapaian menuju Hinayana Arhat dan tingkatan2 menuju Mahayana Arhat (Samyaksambuddha).

Sungguh lucu kalau ada statement seperti yang anda sebutkan.

Ngomong2 apakah anda sudah baca Visuddhi Magga?

Saya sih sudah dikit2. Dan kelengkapan isinya juga nggak jauh beda dengan karya2 Mahayana seperti Abhidharmasamuccayya dan Abhisamayalamkara.

 _/\_
The Siddha Wanderer
saudara Tan,
ayo bahas disini, kebetulan pengetahuan saya tentang mahayana dangkal habis....
benar kata saudara Bond, siapa tahu visudhimagga versi mahayana jauh lebih detail..dan bisa saja saya juga memiliki tekad bodhisatva

mula-mula yah, dari nian fo lah...

Bentuk Nianfo melalui meditasi visualisasi adalah suatu usaha menciptakan sebuah objek yang divisualkan melalui pikiran dan mengarahkan pikiran pada objek tersebut secara terpadu hingga mencapai pikiran terpusat. Praktik Nianfo melalui visualisasi ini diajarkan oleh sang Buddha kepada ratu Vaidehi dalam Amitayur-dhyana Sutra. Sang Buddha berkata kepada ratu Vadehi bahwa cara untuk melihat dan terlahir di alam Sukhavati adalah dengan mempraktikkan 16 tahap meditasi visualisai pada bentuk-bentuk kemuliaan alam Sukahvati beserta tanda-tanda kemuliaan 9 jenjang alam tersebut.

mari bahas mengenai apa itu tanda-tanda kemuliaan 9 jenjang alam.
kemudian 16 tahap meditasi visualisasi itu apa.


oh ya, bagaimana jika saudara Gandalf tidak keberatan membahasnya dan tampilkan disini...

karena dulu saudara pernah mengatakan bahwa "arahat masih dapat merosot dan tercatat dalam kitab suci"(entah aliran apa lupa namanya)
sampai hari ini,belum juga ada bukti atau kutipan-nya.

dan sekalian pertanyaan saya yang diatas mengenai sutra mahayana yang "sangat dalam artinya" mohon diberi penjelasan.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 04 June 2009, 08:10:07 PM
Ok nanti kalo om ada waktu silakan di share ya....thx om Gandalf  ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 04 June 2009, 08:12:10 PM
Nah itu dia ... masih belum ada waktu saya... kapan2 aja.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 04 June 2009, 08:20:45 PM
Dalam Sutra YeBaoChaBieJing (Sutra tentang berbagai jenis karma) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh manfaat dari melafal nama Buddha dengan suara lantang:
1. Mengatasi rasa kantuk
2. Membuat takut Mara.
3. Suara berdentang ke sepuluh penjuru
4. Penderitaan di 3 alam buruk menjadi jeda
5. Suara lain tidak dapat masuk (menjadi tidak terganggu)
6. Pikiran menjadi tidak berkeliaran
7. Semangat dan tekun
8. Para Buddha "bergembira"
9. Mencapai kedaan Samadhi
10. Terlahir di Tanah murni.


saya sekalian mau tanya yang nomor 8 itu..
apa benar? jadi buddha yang parinibbana masih memiliki indra pendengar?

-------------

kalau begitu minta om Tan saja...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 08:56:20 PM
[at] Marcedes

Jadi begini saya sebenarnya agak enggan menjelaskan kalau hanya untuk debat saja. Tetapi kali ini akan coba saya jelaskan (semoga bukan untuk debat):

Kalaupun dikatakan para Buddha "bergembira," maka "kegembiraan" mereka itu berbeda dengan pengertian "kegembiraan" kita. Apakah Buddha punya "indra pendengar"? Kalaupun ada "indra pendengar" maka hal itu berbeda dengan "indra pendengar" kita. Mungkin Anda bertanya lagi "seperti apa pastinya"? Tentu saja saya yang belum merealisasi Kebuddhaan tidak akan dapat menjawabnya. Ibaratnya seekor ikan yang belum pernah melihat daratan, tidak akan dapat sungguh2 mengerti apa itu daratan. Dalam bahasa singkatnya "Sang Buddha bergembira" itu adalah bagian ashankata Dharma Mahayana.
Semoga bermanfaat.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 09:04:31 PM
MARCEDES:

seseorang hanya mendengar kan saja....tidak akan bisa mendengar hal jahat selama 60.000 kalpa?apa benar
seorang Sammsambuddha seperti Buddha Gotama saja sudah beberapa kali mendengar hal jahat....

dan lagi kalau se-tahu saya Raja Cakkavatti adalah merupakan seorang Raja penguasa dunia...secara Tunggal.

apa benar bisa umur bisa sampai 60 kalpa/kappa?
jadi ketika 1 kappa saja hancur, raja itu menetap dimana tinggal?...

moho penjelasan.
salam metta.

TAN:

Tidak "mendengar" hal jahat dapat ditafsirkan pula terpengaruh hal-hal jahat. Waktu ada kita mendengarkan sesuatu yang jahat atau mengesalkan, barangkali ada teman yang mengatakan "jangan dengarkan saja!" Yang dimaksud tentu saja agar kita jangan terpengaruh oleh apa yang kita dengar tersebut.
Mendengar di sini tentu saja yang dimaksud bukan sekedar mendengar, tetapi mengembangkan konsentrasi pada suara atau mantra. Meditasi pada suara memang ada dalam Mahayana, khususnya yang terdapat dalam Sutra Shurangama (LengYanjing).
Selanjutnya, dalam Sutra disebutkan bahwa ia akan menjadi raja Cakravartin selama 60 kalpa, tetapi tidak dikatakan itu berkesinambungan terus menerus. Jadi mungkin saja ia mengalami kehancuran kalpa dahulu dan "mengungsi" ke abhassara, lalu setelah pembentukan jagad raya, ia menjadi raja Cakravartin lagi, demikianlah terus menerus hingga jumlahnya total 60 kalpa.
Demikian semoga membantu.

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 04 June 2009, 09:07:10 PM
[at] MARCEDES:

Sutra  Sutra YeBaoChaBieJing  itu omong2 Taisho no berapa ya? Saya ingin baca juga

Amiduofo,

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 04 June 2009, 09:49:35 PM
Quote
Jadi begini saya sebenarnya agak enggan menjelaskan kalau hanya untuk debat saja.


Betul, saya setuju.

Percuma kalau ujung2nya nanti ya debat. Awalnya mau tahu tapi lama2 debat dan jadi sektarian. Pantesan aja topik ini kaga selesai2.... hehe.....

Diskusi Dharma yang tidak kondusif.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 04 June 2009, 11:22:27 PM
^
^
^

Perbedaan pada kualitas parami lebih bisa diterima daripada mengatakan masih ada kilesa pada arahat vs bodhisatva yg merupakan kontradiktif tiada akhir(ini diakibatkan tidak adanya kejelasan praktek dhamma yg bisa dipertanggung jawabkan kecuali ada yg bisa memberikannya secara sutra mengenai praktek langsung-minimal) .Nirvana adalah nirvana, Dhamma adalah dhamma apalagi yg harus dikatakan selain Yatthabhutam nyanadassanam.

GRP sent  :jempol:

Saya malah merasa perbedaan kualitas ya adalah juga kata lain dari perbedaan tingkatan tertentu, bisa karena masih ada kilesa atau apa sajalah, memungkinkan bukan? karena beda kualitas toh? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 04 June 2009, 11:32:36 PM
perbedaan kualitas menurut saya adalah misalnya dalam hal kebijaksanaan dan pengetahuan, kalo soal kilesa sih udah sama2 null, contohnya, pengetahuan (kekuatan batin) keajaiban ganda, ini adalah eksklusif pada Sammasambuddha, para savaka tidak memilikinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 June 2009, 11:33:16 PM
^
^
^

Perbedaan pada kualitas parami lebih bisa diterima daripada mengatakan masih ada kilesa pada arahat vs bodhisatva yg merupakan kontradiktif tiada akhir(ini diakibatkan tidak adanya kejelasan praktek dhamma yg bisa dipertanggung jawabkan kecuali ada yg bisa memberikannya secara sutra mengenai praktek langsung-minimal) .Nirvana adalah nirvana, Dhamma adalah dhamma apalagi yg harus dikatakan selain Yatthabhutam nyanadassanam.

GRP sent  :jempol:

Saya malah merasa perbedaan kualitas ya adalah juga kata lain dari perbedaan tingkatan tertentu, bisa karena masih ada kilesa atau apa sajalah, memungkinkan bukan? karena beda kualitas toh? :)


Kalau dalam konsep Theravada, Pencerahan adalah padamnya lobha-dosa-moha. Jadi tidak mungkin ada Pencerahan (baik Sammasambuddha, Pacceka Buddha maupun Savaka Buddha) yang masih memiliki kilesa (kotoran batin).

Basicnya...

Sammasambuddha lebih dihormati karena Beliaulah yang menemukan kembali Dhamma dan menembusnya serta mengajarkannya ke khalayak ramai; yang sebelumnya telah melewati perjalanan dan pengumpulan Parami yang sangat besar.

Pacceka Buddha juga dihormati karena Beliau adalah orang yang mampu menemukan kembali Dhamma dan menembusnya secara otodidak, meski tidak ada yang membimbing Beliau.

Savaka Buddha turut dihormati pula karena Beliau adalah orang yang mampu menembus Dhamma yang diajarkan oleh Sammasambuddha. Pencapaian Beliau adalah luar biasa, mengingat tidak semua orang memiliki kematangan parami untuk menembus Dhamma pada kehidupan kali ini.

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 04 June 2009, 11:34:16 PM
Bro. truth lover,

Tidak usah menyindir dengan bahasa yang "sopan". Apabila anda posting dengan niat seperti ini terus, maka terpaksa akan saya karantina postingan anda baik yang di topik ini atau topik lainnya.

Apa anda pikir Mahayana tidak menghormati Sakyamuni sebagai Guru Utama? Lalu "Namo Penshi Shijia Moni Fo" itu apa?

Amitabha Buddha dalam paham Mahayana adalah Sambhogakaya dari Buddha ke-4 di masa Bhadrakalpa ini yaitu Sakyamuni Buddha. Lima Panca Dhyani Buddha bermanasi menjadi Lima Samyasakmbuddha pada masa Bhadrakalpa ini.

Jadi Amitabha = ya Shakyamuni Buddha.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Sdr. Gandalf yang sopan,

Coba baca artikel berikut :

----------------------------

Amitabha (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Sebenarnya, apakah teman-teman tau makna daripada kata itu? Kita mungkin sering menyebutkan kata tersebut ketika bertemu dengan teman sedharma atau ketika kita melakukan puja. Kata Amitabha atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut ini adalah kutipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus:

“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”

Jadi dapat disimpulkan, Buddha Amitabha (Amitayus) adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas yang usianya tidak terbatas oleh waktu. Negeri tempat beliau tinggal disebut Sukhavati yang konon dikatakan berada nun jauh di sebelah barat bumi kita. Amitabha Buddha memiliki empat puluh delapan ikrar, yang isinya terutama untuk mendirikaan tanah suci atau surga, yang penghuninya dapat menghayati kehidupan berkebahagiaan tingkat tertinggi. Makhluk hidup yang memanggil nama Beliau, untuk memohon pertolongan, akan Beliau bawa mengarungi samudera kehidupan, hingga tiba di Tanah Suci yang Beliau ciptakan itu. Di antara ke-48 Ikrar-Nya, ada tiga yang merupakan Ikrar yang paling utama, yaitu:

1. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

2. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanyauntuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan mengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

3. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.

Sekarang , yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?

“Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran.” (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)

Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati.
“Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
1. Pikiran yang tulus,
2. Pikiran yang penuh keyakinan,
3. Pikiran yang terpusat pada tekad untuk terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.

Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.


Source : http://kmbui.net/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=33

----------------------------


Artikel di atas dengan jelas menyatakan kalau Buddha Amitabha tidak sama dengan Buddha Sakyamuni. Membaca postingan anda, rasanya sudah jelas bahwa penjelmaan di konsep Mahayana memang betul penjelmaan / reinkarnasi.

<1> Sejak kapan Buddha Sakyamuni berikrar untuk membangun Tanah Suci?

<2> Artikel di atas menunjukkan iman bisa membawa kita ke Sukhavati.

<3> Artikel di atas menyatakan manusia memiliki jiwa (atman).

<4> Artikel di atas memperlihatkan adanya konsep Para Penolong / Juru Selamat di Mahayana.

<5> Jika poin nomor 3 benar, maka saya berbahagia bila Sukhavati ternyata adalah masa depan saya.

<6> Dan hal itu diperkuat dengan pernyataan berikut di paragraf selanjutnya.

<7> Enak sekali caranya menuju Sukhavati. Hanya dengan memikirkan sampai melekat pada Sukhavati, maka kita bisa pergi ke sana. Dan dapat jemputan VIP pula. Sungguh konsep yang sangat tidak masuk akal.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 04 June 2009, 11:34:56 PM
Quote

Apa yang diajarkan oleh Bodhidharma adalah pencerahan seketika yang tidak mengikuti penembusan melalui Jhana 1, 2, 3 dan seterusnya, namun langsung menembus Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi guna mendekati kondisi yang paling dekat dengan Nirvana.

Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Quote
Masalahnya adalah ada perbedaan konsep pencapaian nirvana antara Theravada dan Mahayana yang memang menyebabkan perdebatan dalam topik ini. Terutama pandangan Mahayana bahwa Bodhisattva mampu menunda realisasi Nirvana Absolut dan tetap mempertahankan kondisi "nirvana mikro" (Bodhicitta) dalam setiap tindakannya. Sedangkan bagi Theravada, tidak ada bedanya antara Nirvana yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan yang dicapai oleh siswa-siswanya. Perbedaan ini, tampaknya berkaitan dengan persoalan yang pelik dan sulit dibuktikan oleh kedua belah pihak, karena menyangkut tentang Nirvana yang hanya memang bisa dipahami oleh yang menembusnya.

Bodhisatva menunda karena ingin menjadi SammasamBuddha bukan? Jika saat itu juga dia realisasikan tentu jadi arahat tapi karena tekad untuk menjadi Buddha maka tertunda, disini artinya masih ada Bhava tanha(keinginan utk menjadi) inilah yg disebut kilesa. Saya memahami masalah nirwana pelik, tetapi mengapa Sang Buddha mengatakan siswa2 arahat telah bersih dari kilesa/nibbana?

Quote
Dalam hal ini, Mahayana menganggap bahwa terjadinya kesalahpahaman para Sravaka bahwa "nirvana mikro" adalah Nirvana Mutlak.Dalam hal ini, Bodhidharma sebagai Mahayanis, dan sesuai dengan pencapaiannya, membenarkan bahwa Para Sravaka belum mencapai "pantai seberang." Sedangkan Para Arahat (Pacceka Buddha) mencapai "pantai seberang," namun Para Bodhisattva melampaui "pantai ini" ataupun "pantai seberang." Tentu saja ini hanyalah gambaran kasar, bukan mencerminkan pencapaian sesungguhnya ataupun identitas seperti apapun yang diberikan padanya. Seorang Guru yang dinamai sebagai "Arahat" jika ia memiliki kualitas seperti halnya seorang Bodhisattva maka ia adalah "yang melampaui pantai ini ataupun pantai seberang". Seorang Guru yang meski dijuluki siswa Mahayana sebagai "Bodhisattva" namun jika kualitasnya adalah Sravaka, ia tetap adalah "yang belum mencapai pantai seberang." Dalam hal ini, mohon kita tidak terlalu terikat dengan label-label seperti "Sravaka", "Arahat", "Bodhisattva," dsb-nya. Bukankah bagi Bodhidharma kata-kata dan wujud justru adalah cerminan dari delusi?

Apa sih nirvana menurut mahayana? apa juga arti nirvana mikro dan absolut? Kalau bicara Arahat bukan hanya Pacekka Buddha. Savaka Buddha, pacceka Buddha dan Sammasambuddha adalah arahat.  Kalau Sravaka Arahat baru dengar juga sih  ;D. Kalo sravaka/savaka arahat masih ada kilesa masih bisa diterima.

Quote
Oleh karena itu, saya sepakat dengan anda bahwa dalam membahas hal seperti ini diskusi yang berbelit-belit hanya akan memperumit keadaan, karena selama ini saya selalu menolak membahas hal ini. Sebaliknya saya kurang setuju dengan pandangan bahwa cukup dengan penjabaran teknik-teknik meditasi dan dukungan referensi sutta ataupun sutra dapat menjernihkan persoalan ini. Sekali lagi, cara penjabaran demikian dengan menyusun deskripsi pencapaiannya secara detil tahap demi tahap yang kemudian dikait-kaitan dengan referensi sutta tidak membuktikan suatu pendekatan lebih baik daripada lainnya, sebab bagaimanapun yang tejadi hanyalah usaha memberikan pembenaran terhadap suatu metode tertentu.

Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit .
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.

Quote
Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

Apa arti jneyavarana menurut sutra Mahayana sendiri selain pandangan bro pribadi.?

Apakah Jneyavarana adalah juga kilesa?

4 corak itu adalah tentang micchaditthi yg telah tidak ada lagi pada diri arahat dan prakteknya juga demikian. Jangan2 yg dimaksud non mahayanis arahat sebenarnya bodhisatva di mahayanis lagi, karena masalah konsep, nah lho  ;D (spekulatif deh...)

Quote
Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Berarti ini karena diyakini? bukan fakta lapangan dong  ;D
Quote
Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.

Demikian juga saya  ;D _/\_

Sdr. Sobat Dharma dan Sdr. Bond,

Saya ingin menambahkan.

<1> Dalam Mahaparinibbana Sutta (Kanon Pali), Sang Buddha saja memasuki Parinibbana dengan tahapan jhana-jhana sebelum masuk dalam tahap landasangan bukan-pencerapan, bukan bukan-pencerapan, dst. Kecuali jika kemampuan Bodhidharma itu memang tertulis pula di Kanon Mahayana. Seumpamanya betul, ini lagi-lagi menunjukkan kontradiksi antara Theravada dan Mahayana.

<2> Sudah saya katakan, ternyata benar kalau Mahayana memiliki konsep bahwa Nirvana itu bertingkat. Jika benar Nirvana itu memiliki tingkatan, dengan kata lain Nirvana itu sendiri berkondisi. Ini jelas sekali menujukkan ketidakkonsistenan di Mahayana.

<3> Nirvana menurut Mahayana adalah identik dengan samsara. Salah satu harapan Umat Mahayanis adalah "semoga samsara berubah menjadi Nirvana". Begitu bukan? Atau bukankah begitu?

<4> Fokus pelatihan di Mahayana cenderung menitik-beratkan pada pengembangan sifat welas asih, berdasarkan konsep Bodhicitta. Selain itu, nianfo (puja Buddha) juga menjadi tool utk memperkuat keyakinan dan keteguhan. Mahayana lebih berkonsentrasi pada "tidak berbuat kejahatan" dan "kembangkan perbuatan baik". Dan bisa dibilang tidak terlalu menyentuh "menyucikan pikiran". Dalam konsep Mahayana, penyucian pikiran adalah suatu hal yang dapat direalisasi secara alamiah, yaitu dengan cara mengumpulkan Paramita sebanyak-banyaknya. Dan cara mengumpulkan Paramita ini diterapkan lewat dua poin tadi. Begitu bukan? Atau bukankah begitu?

<5> Konsep jneyavarana itu merupakan pembendahan detil dari corak anatta. Orang yang sudah merealisasi Pencerahan adalah orang yang sudah menyelami anitya, dukkha dan anatta. Akan terlihat sangat konyol ketika memberi pernyataan bahwa ada orang yang sudah merealisasi Pencerahan tapi masih melekat pada 4 corak jneyavarana. Inilah yang menjadi delusi umat manusia. Umat manusia cenderung percaya pada hal-hal yang disajikan lewat data statistik dan uraian ilmiah. Saya bisa katakan bahwa konsep jneyavarana adalah hipnotis. TIDAK ADA orang yang mencapai PENCERAHAN tapi masih memiliki KESALAHAN-PANDANG.

<6> Lagi-lagi menelan doktrin Mahayana lewat iman dan keyakinan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 04 June 2009, 11:36:23 PM
Quote
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

Di Tibet, Guru Tantrik yang menekankan pembelajaran pada Sutra-sutra Mahayana (Atisha) bahkan menulis Bodhipathapradipa, yang menjadi cikal bakal teks2 Tahapan Jalan (Lamrim) di Tibet.

Lamrim menjelaskan secara terperinci mengenai jalan menuju Nirvana. Di antaranya Lamrim Chenmo [Tahapan Agung Menuju Pencerahan) karya Tsongkhapa, Pembebasan Di Tangan Kita karya Phabongkha Rinpoche, Ornamen Permata Kebebasan karya Gampopa, Ucapan Guruku Yang Sempurna karya Patrul Rinpoche.

Bahkan kalangan Mahayana / Vajrayana Tibetan sangat menentang pandangan pencerahan langsung "Zap".

Semuanya ada TAHAPANNYA.

Lama Jey Tsongkhapa bahkan juga menulis sebuah teks yang menjelaskan secara terperinci tingkatan2 pencapaian menuju Hinayana Arhat dan tingkatan2 menuju Mahayana Arhat (Samyaksambuddha).

Sungguh lucu kalau ada statement seperti yang anda sebutkan.

Ngomong2 apakah anda sudah baca Visuddhi Magga?

Saya sih sudah dikit2. Dan kelengkapan isinya juga nggak jauh beda dengan karya2 Mahayana seperti Abhidharmasamuccayya dan Abhisamayalamkara.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Jadi maksudnya ada revisi baru Buddhisme yang mewacanakan tahapan Pencerahan dari Para Lama?
Nampaknya semakin kontradiksi dengan versi Sang Buddha.

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 June 2009, 11:36:31 PM
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_


Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 05 June 2009, 12:02:56 AM
Dalam Sutra YeBaoChaBieJing (Sutra tentang berbagai jenis karma) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh manfaat dari melafal nama Buddha dengan suara lantang:
1. Mengatasi rasa kantuk
2. Membuat takut Mara.
3. Suara berdentang ke sepuluh penjuru
4. Penderitaan di 3 alam buruk menjadi jeda
5. Suara lain tidak dapat masuk (menjadi tidak terganggu)
6. Pikiran menjadi tidak berkeliaran
7. Semangat dan tekun
8. Para Buddha "bergembira"
9. Mencapai kedaan Samadhi
10. Terlahir di Tanah murni.


saya sekalian mau tanya yang nomor 8 itu..
apa benar? jadi buddha yang parinibbana masih memiliki indra pendengar?

-------------

kalau begitu minta om Tan saja...

Mendengar itu merupakan aktifitas. Mendengar itu adalah wujud dari maitri-karuna.
Jadi memang setelah Parinirvana, Para Buddha masih bisa mendengar.
Oleh karena itu Para Buddha bisa mendengarkan nianfo dari pengikut-Nya.
Oleh karena itu pula kebahagiaan Para Buddha di Nirvana akan semakin bertambah setelah mendengarkan nianfo (melafal Buddha) dari para pengikut-Nya.

Apakah Sdr. Marcedes setuju?!

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nagaratana on 05 June 2009, 12:05:12 AM
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_


Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.

Saya secara PRIBADI menyatakan tidak ada keinginan untuk mengkonversi pandangan orang lain. Jangan sampai ada prasangka buruk, apalagi pada semua pihak non Mahayanis.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 05 June 2009, 01:16:13 AM
 [at] bro Marcedes,
Tentang kisah devadatta di sutra teratai, kapan2 dilanjut deh...pdhal udah jelasin bla..bla..tau2 klik..eh ilang semua wkwkwkw

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 05 June 2009, 01:21:22 AM
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 05 June 2009, 06:00:56 AM
Quote
Jadi maksudnya ada revisi baru Buddhisme yang mewacanakan tahapan Pencerahan dari Para Lama?
Nampaknya semakin kontradiksi dengan versi Sang Buddha.

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?

Belum apa2 sudah negative thinking dan salah tangkep.... Cape dee....

Justru seseorang menulis Lamrim dengan tujuan meneruskan ajaran Sang Buddha Sakyamuni dan semuanya didasarkan atas sabda-sabda Sang Buddha sendiri. Maka dari itu kita temui banyak kutipan sabda Sang Buddha Sakyamuni dalam teks-teks Lamrim.

Visuddhimagga pun adalah karya Buddhagosa dan bukan sabda langsung dari Sang Buddha. Apa anda berniat mengklaim kalau ada revisi baru Buddhisme dalam Visuddhimagga?

Ini sungguh konyol.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 05 June 2009, 06:15:48 AM
Quote
Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Bro upasaka,

Bila memang terwujud seperti yang anda ucapkan, maka tentu hal itu adalah sangat baik.

Namun bila anda melihat postingan di sini, justru ada beberapa pertanyaan yang diulang2 terus padahal dulu sudah dijawab [dan nggak ada respon dari si pihak Theravadin!). Belakangan malah topik yang sama diungkit2 lagi. Cape dee... udah susah2 dijelasin malah dilupakan!

Kalau memang ada niat belajar / membandingkan Dharma dengan benar, tentu tidak dengan segitu mudahnya dilupakan.

Pun juga ada berbagai postingan sindiran yang tidak pantas.

Walaupun mungkin bro Tan melakukan kekeliruan, maka itupun juga wajar karena kalau anda melihat beberapa pihak Theravadin (tidak semua lo!) yang ikut berdebat pun sering mengeluarkan kata2 yang provokatif, sindiran2.

Dan saya lihat tidak semua rekan2 Theravada di sini dapat berdiskusi dengan baik dan objektif. Kritikan dari seseorang yang benar2 mengkritisi dan dari orang yang menyindir Mahayana akan sangat jelas terlihat bedanya.

Pembenaran suatu konsep pun juga ada di kalangan Theravadin yang berdebat di sini. Jadi tidak semua kekeliruan ada pada pihak Mahayanis. Bahkan kalau boleh saya katakan, banyak juga yang sudah "terikat" dengan aliran tertentu, jadi dalam berdiskusi, sadar atau tidak sadar, membenarkan konsepnya.

Masalah konversi keyakinan saya kurang setuju terhadap bro. Tan. Saya rasa rekan2 di sini tidak sampe segitunya. Namun jujur saya merasakan adanya usaha untuk menyangkal ajaran Mahayana dan menentangnya sebagai ajaran asli Sang Buddha! Tapi ini cuma "roso" lo... haha.... Boleh anda terima boleh tidak.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 05 June 2009, 06:48:54 AM
 :-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<

ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 05 June 2009, 08:07:41 AM
Dalam Sutra YeBaoChaBieJing (Sutra tentang berbagai jenis karma) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh manfaat dari melafal nama Buddha dengan suara lantang:
1. Mengatasi rasa kantuk
2. Membuat takut Mara.
3. Suara berdentang ke sepuluh penjuru
4. Penderitaan di 3 alam buruk menjadi jeda
5. Suara lain tidak dapat masuk (menjadi tidak terganggu)
6. Pikiran menjadi tidak berkeliaran
7. Semangat dan tekun
8. Para Buddha "bergembira"
9. Mencapai kedaan Samadhi
10. Terlahir di Tanah murni.


saya sekalian mau tanya yang nomor 8 itu..
apa benar? jadi buddha yang parinibbana masih memiliki indra pendengar?

-------------

kalau begitu minta om Tan saja...

Mendengar itu merupakan aktifitas. Mendengar itu adalah wujud dari maitri-karuna.
Jadi memang setelah Parinirvana, Para Buddha masih bisa mendengar.
Oleh karena itu Para Buddha bisa mendengarkan nianfo dari pengikut-Nya.
Oleh karena itu pula kebahagiaan Para Buddha di Nirvana akan semakin bertambah setelah mendengarkan nianfo (melafal Buddha) dari para pengikut-Nya.

Apakah Sdr. Marcedes setuju?!

Begitu bukan? Atau bukankah begitu?
Saudara Tan yg bijak,
bilang kalau mendengar yang dimaksud adalah mendengar yang arti nya sudah diluar logika dan akal sehat dia dan saya....
jadi mau bahas apa?
paling ia-ia-ia saja dulu....

kalau tidak salah ada motto dari jepang sy lupa bahasa aslinya tetapi artinya "simpan saja dan tunggu"
kadang suatu masalah kita tidak menemukan jawabannya,dan tidak perlu melabeli benar atau salah, cukup di simpan,
akan tetapi dengan menunggu se-iring waktu bisa saja ada jawabannya.^^


Quote
Saya rasa Kaum Theravadin tidak berkepentingan untuk mengkonversi rekan-rekan Mahayanis di sini.

Yang menjadi dasar mengapa thread ini dibuat, karena thread ini bisa dijadikan sebagai ajang kritisasi studi banding Mahayana dan Theravada. Jika Bro Tan hanya ingin menjelaskan konsep, lalu mengharapkan Kaum Theravadin di sini mengucapkan "oh begitu, ya sudah", itu tidak lebih dari sebuah tanya-jawab formal. Kalau ingin berdiskusi dalam metode seperti itu, lebih baik adakan saja tanya-jawab di thread Tanya - Jawab untuk Pemula. Dan itu adalah hal yang sangat klise.

Komentar, pertanyaan maupun pernyataan dari Kaum Theravadin di sini sebaiknya jangan ditanggapi sebagai serangan fundamentalis pada doktrin-doktrin Mahayana. Anggap saja jika ini sebagai sesi pembuktian seberapa valid-kah konsep di Mahayana. Hal ini wajar saja, karena kami Umat Theravadin pun melakukan hal yang sama dalam mengktitisasi konsep di Theravada. Namun bedanya, kami mengkritisinya sendiri; sedangkan kritisasi terhadap Mahayana dilakukan dalam diskusi terbuka.

Namun satu hal yang saya harapkan, diskusi ini sebaiknya bukan berdasarkan atas pembenaran konsep. Seringkali saya lihat bahwa ada usaha untuk membenarkan suatu konsep ketika terpojok. Nah, hal seperti inilah yang seharusnya tidak dipegang dalam berdiskusi.

Diskusi ini kondusif, apabila semua pihak tidak bersikap deffensive.
Quote
bro upasaka,

Bila memang terwujud seperti yang anda ucapkan, maka tentu hal itu adalah sangat baik.

Namun bila anda melihat postingan di sini, justru ada beberapa pertanyaan yang diulang2 terus padahal dulu sudah dijawab [dan nggak ada respon dari si pihak Theravadin!). Belakangan malah topik yang sama diungkit2 lagi. Cape dee... udah susah2 dijelasin malah dilupakan!

Kalau memang ada niat belajar / membandingkan Dharma dengan benar, tentu tidak dengan segitu mudahnya dilupakan.

Pun juga ada berbagai postingan sindiran yang tidak pantas.

Walaupun mungkin bro Tan melakukan kekeliruan, maka itupun juga wajar karena kalau anda melihat beberapa pihak Theravadin (tidak semua lo!) yang ikut berdebat pun sering mengeluarkan kata2 yang provokatif, sindiran2.

Dan saya lihat tidak semua rekan2 Theravada di sini dapat berdiskusi dengan baik dan objektif. Kritikan dari seseorang yang benar2 mengkritisi dan dari orang yang menyindir Mahayana akan sangat jelas terlihat bedanya.

Pembenaran suatu konsep pun juga ada di kalangan Theravadin yang berdebat di sini. Jadi tidak semua kekeliruan ada pada pihak Mahayanis. Bahkan kalau boleh saya katakan, banyak juga yang sudah "terikat" dengan aliran tertentu, jadi dalam berdiskusi, sadar atau tidak sadar, membenarkan konsepnya.

Masalah konversi keyakinan saya kurang setuju terhadap bro. Tan. Saya rasa rekan2 di sini tidak sampe segitunya. Namun jujur saya merasakan adanya usaha untuk menyangkal ajaran Mahayana dan menentangnya sebagai ajaran asli Sang Buddha! Tapi ini cuma "roso" lo... haha.... Boleh anda terima boleh tidak.

 Namaste
The Siddha Wanderer
Jempol deh...setuju-setuju
 _/\_


 [at] bro Marcedes,
Tentang kisah devadatta di sutra teratai, kapan2 dilanjut deh...pdhal udah jelasin bla..bla..tau2 klik..eh ilang semua wkwkwkw

sy tunggu saja...tq


metta for all of you
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: johan3000 on 05 June 2009, 08:18:52 AM
:-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<
ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Quote
chingik :
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Saya ingat sepupuh ke 3 HIU NENG itu BUTA HURUF...gak sekolah.. tapi bisa mencapai pencerahan...
sewaktu belajar sama HONG REN... dia malah disuruh tumbuk beras aja.. (bukan diajarin berdebat)...
Dia cukup mendengarkan sebait kalimat dari Diamond sutta, udah bisa tersadarkan...

Kenapa disini kita berdebat sampai begitu SENGIT.... panjang2
gw belum tercerahkan... mohon bimbingan dari petinggi Mahayana....
tentang cara Hui Neng mencapai pencerahan supaya bisa diterapkan pada saya...

terima kasih sebelumnya..


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 05 June 2009, 10:22:22 AM
Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Munkin terdengar rancu buat yang menganut paham pencerahan secara bertingkat. Paham bahwa seseorang harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst hingga mencapai Nirvana memang tidak keliru. Demikian yang dtulis dalam Sammanaphala Sutta dan pola demikian terus diulang-ulang dalam sutta pali lainnya. Namun, urutan demikian dibabarkan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi Sang Buddha Gotama.  Buddha Gotama sendiri pernah bercerita tentang Buddha Vipassi yang tidak melalui urutan demikian dalam mencapai pencerahan sempurna (kalau nggak salah dalam Mahapadana Sutta). Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan Landasan Kekosongan dan Landasan tanpa-persepsi dan bukan tanpa-persepsi pada Beliau, tidak dikatakan melalui tahap-tahap secara urut seperti yang diajarkan Buddha Gotama. Bahkan Sang Bodhisatta Gotama mempelajari kedua landasan dari dua guru yang berbeda. Dengan demikian, anggapan harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst. sebenarnya hanyalah suatu prosedur alternatif, bukan keharusan.

Bahkan dalam Theravada sendiri, ada Mahasi Sayadaw yang berpendapat bahwa Jhana tidak harus dicapai dahulu untuk mempraktikkan Vipassana. Namun ada sebagian guru dalam Theravada seperti Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm yang mengatakan bahwa Jhana adalah pintu masuk ke semua pencapaian (saya pribadi menyebut pandangan ini sebagai Pan-Jhanaisme).

Pengalaman Bodhidharma justru menggambarkan bagaimana Jhana 1-4 bisa dicapai dengan mudah melalui pintu masuk lain, yaitu langsung melihat ke Bodhicitta atau Pikiran Kebuddhaan. Kalau anda bertanya bagaimana metode pastinya. Saya akan menjawab bahwa pada dasarnya Zen adalah Metode tanpa-metode. Zen adalah metode yang tidak terikat pada suatu cara atau wujud tertentu. Bentuk praktiknya bisa seperti apapun, namun yang penting adalah praktisi Zen terus mengamati pikirannya (citta). Maka dalam Zen tidak peduli apakah yang seseorang praktikkan adalah meditasi samatha bhavana, metta bavana, vipassana bhavana, nienfo, kong-an, dll, jika ia tidak mengawasi pikirannya maka ia akan menyimpang. Dalam Zen, Jhana (sebagaimana yang dimaksud dalam Jhana 1, 2, 3 dan 4 ) hanyalah efek samping dari seseorang yang menjadi sadar akan Bodhicittanya.     

Bodhisatva menunda karena ingin menjadi SammasamBuddha bukan? Jika saat itu juga dia realisasikan tentu jadi arahat tapi karena tekad untuk menjadi Buddha maka tertunda, disini artinya masih ada Bhava tanha(keinginan utk menjadi) inilah yg disebut kilesa. Saya memahami masalah nirwana pelik, tetapi mengapa Sang Buddha mengatakan siswa2 arahat telah bersih dari kilesa/nibbana?

Bukan, Bodhisattva menunda penerangan sempurnanya demi makhluk lain yang masih tersesat.

Apa sih nirvana menurut mahayana? apa juga arti nirvana mikro dan absolut? Kalau bicara Arahat bukan hanya Pacekka Buddha. Savaka Buddha, pacceka Buddha dan Sammasambuddha adalah arahat.  Kalau Sravaka Arahat baru dengar juga sih  ;D. Kalo sravaka/savaka arahat masih ada kilesa masih bisa diterima.

Nirvana dalam Mahayana sebagaimana yang saya pahami: tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan logika, hanya yang telah merealisasinya yang dapat memahaminya secara sepenuhnya. Setiap usaha menjelaskannya dalam bahasa hanya menghasilkan kerancuan baru. Sedangkan nirvana mikro adalah sebutan untuk pencapaian Para Bodhisattva yang tetap mempertahankan "nirvana" dalam pikirannya namun tetap bertahan dalam samsara. Nirvana mikro atau Bodhicitta hanya dapat disadari ketika seorang Boddhisattva tidak terperangkap dalam "kekosongan" stagnan yang terpisah dari "keberadaan" yang sebagaimana dimiliki oleh awam. Nirvana mikro adalah suatu penembusan yang melampaui itu, sehingga memungkinkan seorang Bodhhisattva tetap dalam dunia yang penuh kilesa namun tetap mempertahankan pencapaiannya.

Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit.

Saya akan jelaskan hal ini dalam sisi Zen. Sekali lagi, zen adalah metode tanpa-metode. Artinya praktik zen tidak memiliki wujud pasti. Seseorang bisa terus mempraktikkan metode yang metode yang digunakannya. Inti dari zen, seperti kata Bodhidharma hanya mengamati/mengawasi pikiran. Dalam hal ini, sebenarnya posting yang kukirim tentang khotbah Bodhidharma sudah sangat jelas membabarkan hal ini. Memang masih ada sebagian kecil terjemahan yang belum selesai kuterjemahkan, jadi sabar dulu ya :) 

Saya menilai kebiasaan dengan jabaran rinci tahap-tahap pencapaian sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa guru sebenarnya bukanlah suatu keharusan. Dalam zen, guru yang menunjuk cara memasukinya namun praktisi yang belajar dari pengalamannya. Guru saya yang mengajari saya zen, pernah berkata bahwa pencapaian setiap orang dalam menjalani zen adalah unik dan berbeda-beda. Berusaha menyeragamkan praktik setiap orang dalam zen sama sekali sia-sia. Mungkin ada yang cocok dengan melalui Jhana 1, 2, 3 dan 4 terlebih dahulu, mungkin ada yang cocok melalui vipassana lebih dahulu baru mengalami jhana, mungkin ada yang lebih cocok dengan nienfo, dll. Jadi tidak ada tolak ukur pasti bagi setiap orang. 

Tolak ukurnya cuma satu paket yang longgar: sila, samadhi dan prajna.
 
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.

Saya rasa apa yang dilakukan Paauk Sayadaw, dalam hal ini penjabarannya berdasarkan tuntunan praktik dalam Visuddhimagga sangat bermanfaat kala seseorang membutuhkan petunjuk yang jelas dan terperinci. Master Ch'an seperti Hanshan dalam otobiografinya juga pernah menyinggung persoalan ini. Masalah dalam zen memang tiadanya tuntunan terperinci untuk mengklarifikasi pencapaian seseorang, sehigga banyak praktisi zen yang tersesat di tengah-tengah praktiknya. Bahkan banyak sekali guru zen di masanya yang akhirnya enggan mengajarkan siswa-siswanya mempraktikkan zen semata-mata khawatir jika beliau meninggal tidak ada orang yang menuntun muridnya guna mencapai pencerahan di kala-kala praktiknya sedang membutuhkan tuntunan. 

Namun, tuntunan yang demikian (sebagaimana dalam Visuddhimagga) bukannya tidak membuahkan masalah. Banyak praktisi yang jika terlalu berpegang pada tuntunan tertulis yang baku bisa jadi putus asa karena terlalu terikat dengan deskripsi yang digambarkan dalam tuntunan tersebut. Setiap kali ia memiliki pengalaman dalam meditasinya ia bertanya-tanya terus apakah ia telah mencapai sesuai yang dicantumkan dalam tuntunan atau tidak. Kondisi ini, hanya menimbulkan kegelisahan dan kecemasan baru sehingga mengganggu praktik seseorang. Belum lagi dalam diri praktisi muncul pertanyaan-pertanyaan seperti "kapan saya bisa mencapai tahap seperti yang tertulis dalam tuntunan?" atau "apa yang saya capai koq tidak ada dalam tuntunan ya?"  Dalam hal ini, peran seorang guru yang seperti Paauk Sayadaw, Ajahn Brahma, dll. yang terus menginngatkan siswa-siswanya tentang praktik sebagaimana mestinya sangat penting. Bukan tulisan atau teks yang bisa membantu, namun kehadiran guru itu sendiri dengan pengalaman dan pengetahuannya yang bisa membantu.

Selain itu perlu diingat, Visuddimagga yang diacu oleh Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm bukanlah satu-satunya tuntunan demikian. Saya pernah mendengar tentang Vimutthimagga (jalan Pembebasan) yang ditulis oleh Arahant Upatissa. Saya sendiri belum sempat membacanya. Nanti kalau sudah membacanya akan kita diskusikan di forum ini.

Di luar semua ini, Bodhidharma sendiri tidak mementingkan tuntunan semacam ini. Beliau justru menganjurkan seseorang untuk tidak menceritakan pencapaiannya pada orang lain. Dalam hal ini tuntunan rinci tidaklah diperlukan. Ajarannya sederhana, cukup mengamati/mengawasi pikiran.Transmisi dilakukan oleh guru ke murid dari pikiran ke pikiran. Bagi Bodhidharma, selagi seseorang masih terus waspada dan mengawasi pikirannya ia tidak mungkin tersesat. Mungkin anda tidak sepaham dengannya. Jika demikian, maka terus mengikuti tuntunan dalam Visuddhimagga juga tidak ada salahnya jika memang membuahkan hasil bagi anda. Dalam hal ini, setiap seseorang terus waspada akan pikirannya itulah zen. 

Apa arti jneyavarana menurut sutra Mahayana sendiri selain pandangan bro pribadi.?

Apakah Jneyavarana adalah juga kilesa?

4 corak itu adalah tentang micchaditthi yg telah tidak ada lagi pada diri arahat dan prakteknya juga demikian. Jangan2 yg dimaksud non mahayanis arahat sebenarnya bodhisatva di mahayanis lagi, karena masalah konsep, nah lho  ;D (spekulatif deh...)

Dalam Mahayana, Jneyavarana disebutkan terpisah dari Kleshavarana. Saya menyimpulkan tentang Jneyavarana ini berdasarkan Sutra Maha Kesadaran Sempurna. Jika teman-teman Mahayana lain punya pengertian lain mohon ditambahkan. Dalam Mahayana, pluralitas selalu dihargai :). Jika Theravada punya konsep sendiri ya tidak masalahkan..

Berarti ini karena diyakini? bukan fakta lapangan dong  ;D

:)) Selama saya masih belum mencapai yang disebutkan, semuanya hanya keyakinan belaka. Bahkan umat Buddha yang belum merealisasi nirvana, nirvana hanyalah keyakinan belaka bukan fakta. Bahkan banyak hal dalam Buddhisme seperti tumimbal lahir, karma, pratitya samutpada, anatta dll semuanya hanya berdasarkan keyakinan belaka jika seseorang belum berhasil menembus pencapaian seperti yang diajarkan :)) Bahkan saya meragukan, jika pencerahan telah dicapai "fakta" sebagaimana yang kita pahami saat ini masih sama :) -kala subjek dan objek tidak lagi eksis berdiri sendiri-sendiri apakah fakta masih relevan...







[/quote]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 05 June 2009, 12:21:38 PM
Quote
Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama,Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 June 2009, 01:01:16 PM
:-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<
ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Quote
chingik :
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Saya ingat sepupuh ke 3 HIU NENG itu BUTA HURUF...gak sekolah.. tapi bisa mencapai pencerahan...
sewaktu belajar sama HONG REN... dia malah disuruh tumbuk beras aja.. (bukan diajarin berdebat)...
Dia cukup mendengarkan sebait kalimat dari Diamond sutta, udah bisa tersadarkan...

Kenapa disini kita berdebat sampai begitu SENGIT.... panjang2
gw belum tercerahkan... mohon bimbingan dari petinggi Mahayana....
tentang cara Hui Neng mencapai pencerahan supaya bisa diterapkan pada saya...

terima kasih sebelumnya..


DAri Platform Sutra (Sutra Dasar) karya dari murid-murid Hui Neng, dikatakan bahwa :
1. Hui Neng membangkitkan keingin-tahuan (mungkin bisa disebut dengan bodhicitta) ketika mendengar lantunan sutra intan (diamond sutra) di desa kelahirannya.
2. Hui Neng membalas tulisan Gatha Pencerahan dari murid kepala Hong Ren (Shen Xiu). Dalam tahapan ini, apakah Hui Neng mencapai pencerahan (pencerahan kecil) atau tidak belum dipastikan.
3. Hui Neng mendapat kepastian pencerahan sepenuhnya dari Master Hong Ren, ketika pada tengah malam mendapat ulasan dan penjelasan Sutra Intan (Diamond Sutra) selengkapnya.

Kecepatan pencerahan (nibbana) dari Hui Neng, sebenarnya masih kalah dari Arahat Bahiya, yang mencapai kesucian Arahat, ketika BUDDHA selesai memberikan khotbah kepada BAHIYA sebagaimana yang disebutkan di dalam BAHIYA SUTTA. Sehingga BUDDHA memberikan gelar ETTAGATTA sebagai YANG TERBAIK (ETTAGATTA) di DALAM KECEPATAN PENCAPAIAN KESUCIAN ARAHAT.

Dalam kitab komentar, dijelaskan bahwa BAHIYA telah memiliki benih-benih yang sangat mendukung untuk cepat mencapai tingkat kesucian ARAHAT, karena sejak Buddha Kassapa sampai Buddha Sakyamuni, BAHIYA terus menerus menyempurnakan parami-nya dan terus menerus terlahir dan menjadi bhikkhu/petapa.

Di dalam Abhidhamma, Puthujana dapat dibagi atas :
1. Dugati ahetuka puggala
    dugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir di empat alam menyedihkan.
2. Sugati ahetuka puggala.
    Sugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir dalam kondisi cacat mental, buta atau tuli baik terlahir sebagai manusia maupun dewa alam rendah.
3. Dvihetuka puggala
    Dvihetuka puggala merefer pada manusia atau dewa yang terlahir dengan nana-vipayuttam maha vipaka citta yang kurang kebijaksanaannya, sehingga makhluk dvihetuka puggala ini tidak akan bisa mencapai jhana dan magga di dalam kehidupan sekarang ini bagaimanapun kerasnya mereka berusaha. Tetapi Dvihetuka puggala bisa terlahir kembali menjadi Ti-hetuka puggala pada kehidupan mendatang sebagai hasil dari meditasi dan usahanya.
4. Tihetuka puggala.
    Tihetuka puggala merefer pada manusia dan dewa yang terlahir dengan nana sampayutam maha vipaka citta yang berasosiasi dengan kebijaksanaan. Tihetuka puggala ini dapat mencapai jhana dan magga jika melaksanakan samatha bhavana atau vipasanna bhavana.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 05 June 2009, 01:25:05 PM
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.

Hal ini tercantum di dalam sutta pitaka majjhima nikaya. Jika anda meminta pastinya di mana, nanti saya kutipkan setelah saya menemukannya. Saya perlu cari ke rak buku saya dulu, saat ini saya nggak ada di rumah :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 June 2009, 01:39:23 PM
Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Munkin terdengar rancu buat yang menganut paham pencerahan secara bertingkat. Paham bahwa seseorang harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst hingga mencapai Nirvana memang tidak keliru. Demikian yang dtulis dalam Sammanaphala Sutta dan pola demikian terus diulang-ulang dalam sutta pali lainnya. Namun, urutan demikian dibabarkan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi Sang Buddha Gotama.  Buddha Gotama sendiri pernah bercerita tentang Buddha Vipassi yang tidak melalui urutan demikian dalam mencapai pencerahan sempurna (kalau nggak salah dalam Mahapadana Sutta). Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan Landasan Kekosongan dan Landasan tanpa-persepsi dan bukan tanpa-persepsi pada Beliau, tidak dikatakan melalui tahap-tahap secara urut seperti yang diajarkan Buddha Gotama. Bahkan Sang Bodhisatta Gotama mempelajari kedua landasan dari dua guru yang berbeda. Dengan demikian, anggapan harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst. sebenarnya hanyalah suatu prosedur alternatif, bukan keharusan.

Bahkan dalam Theravada sendiri, ada Mahasi Sayadaw yang berpendapat bahwa Jhana tidak harus dicapai dahulu untuk mempraktikkan Vipassana. Namun ada sebagian guru dalam Theravada seperti Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm yang mengatakan bahwa Jhana adalah pintu masuk ke semua pencapaian (saya pribadi menyebut pandangan ini sebagai Pan-Jhanaisme).

Pengalaman Bodhidharma justru menggambarkan bagaimana Jhana 1-4 bisa dicapai dengan mudah melalui pintu masuk lain, yaitu langsung melihat ke Bodhicitta atau Pikiran Kebuddhaan. Kalau anda bertanya bagaimana metode pastinya. Saya akan menjawab bahwa pada dasarnya Zen adalah Metode tanpa-metode. Zen adalah metode yang tidak terikat pada suatu cara atau wujud tertentu. Bentuk praktiknya bisa seperti apapun, namun yang penting adalah praktisi Zen terus mengamati pikirannya (citta). Maka dalam Zen tidak peduli apakah yang seseorang praktikkan adalah meditasi samatha bhavana, metta bavana, vipassana bhavana, nienfo, kong-an, dll, jika ia tidak mengawasi pikirannya maka ia akan menyimpang. Dalam Zen, Jhana (sebagaimana yang dimaksud dalam Jhana 1, 2, 3 dan 4 ) hanyalah efek samping dari seseorang yang menjadi sadar akan Bodhicittanya.      


Menurut Abhidhamma (Buku "Buddha Abhidhamma" oleh Dr.Mehm Tin Mohn) dikatakan, Lokkutara citta (kesadaran lokkutara) hanya bisa dicapai dengan meditasi vipasana (pandangan terang). Ada dua cara untuk mencapai jalan kesadaran (magga nana), yaitu :
1. Vipasana Yanika - Mengambil meditasi pandangan terang sebagai kendaraan.
2. Samatha Yanika - Mengambil meditasi ketenanga (samatha) sebagai kendaraan.

Seseorang harus mencapai konsentrasi mendekati(neighbourhood concentration/upacara samadhi) dengan samatha bhavana dan kemudian melanjutkan ke meditasi pandangan terang (vipasana). Pada jalan ini, seseorang menggunakan upacara samadhi sebagai dasar untuk mata kebijaksanannya melihat timbul dan tenggelamnya nama dan rupa dalam karakteristik annicca, dukkha dan an-atta. Jika individu ini berhasil, maka akan mendapatkan magga (jalan) dan phala (hasil) sekaligus. Dan hanya ada 4 lokkutara kusala citta (Sotapana magga citta, Sakadagami magga citta, Anagami magga citta, arahatta magga citta) serta 4 lokkutara vipaka citta (sotapanna phala citta, sakagadami phala citta, anagami phala citta, arahatta phala citta) dimana ketika terealisasi, magga dan phala terealisasi sekaligus.

Pada jalan kedua (samatha yanika), seseorang itu mengembangkan konsentrasi jhana (jhana samadhi... Dalam hal ini upacara samadhi walaupun dikatakan sebagai pintu gerbang Jhana, tetapi masih dibedakan dengan Jhana) dengan samatha bhavana dan menggunakan konsentrasi jhana ini sebagai dasar untuk vipasana. Jika dia menggunakan konsentrasi jhana 1 sebagai dasar, magga nana-nya diikuti dengan konsentrasi jhana, sehingga dikenal citta-nya sebagai first jhana sotapatti citta.

Demikian juga selanjutnya untuk jhana 2 s/d jhana 5, Setiap level jhana memiliki 5 citta, jadi untuk 4 tingkat kesucian total ada 20 jhana magga citta. Demikian juga untuk phala citta, ada 20 jhana phala citta. Total ada 40 lokkutara jhana citta.

----------------------

Jadi jelas di sini, bahwa menurut abhidhamma, untuk mencapai tingkat kesucian melalui meditasi bisa tanpa menggunakan jhana sebagai dasar (vipasana yanika) dan ada juga jalan menggunakan jhana sebagai dasar (samatha yanika). Jadi untuk kedua pandangan (apakah jhana perlu atau tidak perlu untuk pencerahan (vipasana)) adalah sama sama valid dan bisa untuk mencapai Magga dan Phala....



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 05 June 2009, 02:07:37 PM
Quote
by sobat dharma
Munkin terdengar rancu buat yang menganut paham pencerahan secara bertingkat. Paham bahwa seseorang harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst hingga mencapai Nirvana memang tidak keliru. Demikian yang dtulis dalam Sammanaphala Sutta dan pola demikian terus diulang-ulang dalam sutta pali lainnya. Namun, urutan demikian dibabarkan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi Sang Buddha Gotama.  Buddha Gotama sendiri pernah bercerita tentang Buddha Vipassi yang tidak melalui urutan demikian dalam mencapai pencerahan sempurna (kalau nggak salah dalam Mahapadana Sutta). Lagipula kedua guru Bodhisatta Gotama, Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta yang mengajarkan Landasan Kekosongan dan Landasan tanpa-persepsi dan bukan tanpa-persepsi pada Beliau, tidak dikatakan melalui tahap-tahap secara urut seperti yang diajarkan Buddha Gotama. Bahkan Sang Bodhisatta Gotama mempelajari kedua landasan dari dua guru yang berbeda. Dengan demikian, anggapan harus melalui dahulu jhana 1, 2, 3 dst. sebenarnya hanyalah suatu prosedur alternatif, bukan keharusan.

Memang rancu, Cara apapun entah itu Lewat jhana ataupun direct vipasanna itu memang ada tahapan. Yg terlihat seperti instant adalah karena kecepatannya. Ada yg secepat mogallana ada yg hitungan menit dsb. Apakah Bodhidharma tidak melalui latihan2 sebelumnya yg merupakan faktor pendukung. Entahlah jalur apa yg dipakai Bodhidharma , jika melalui jhana adalah mustahil, ini fakta bukan teori saja. Kalau masuk dari direct vipasana pun tidak ada namanya pencerahan seketika ini juga fakta, realita langsung yg bisa dilihat dalam vipasana. Kalau tidak percaya silakan dipraktekan jadi bukan sebagai asumsi itu adalah anggapan..apa Anda tahu bagaimana landasan memasuki jhana 7 dan 8? Kalau belum coba baca visudhi magga kembali atau tanya guru Anda yg berkompeten lalu praktekan.

Coba Anda tulis isi Mahapadana sutta... :) mengenai alara kalama dan Udaka Ramaputta yg tertulis secara sutta adalah mengenai pencapaian akhir yg mereka capai dalam jhana. Bukan mengenai latihan urut atau bukan berurut. Jika memang demikian tunjukan sutta itu...? bagaimana kalimatnya?

Yg perlu diperjelas juga apa yg dimaksud pencerahan yg Anda maksud? apakah karena munculnya pengetahuan "ting" atau terealisasinya nibbana. Agar jangan salah sambung. Apa mungkin "zap"(istilah marcedes) lsg jhana 7 dan 8 tanpa landasan lainnya?

Quote
by sobat dharma
Bahkan dalam Theravada sendiri, ada Mahasi Sayadaw yang berpendapat bahwa Jhana tidak harus dicapai dahulu untuk mempraktikkan Vipassana. Namun ada sebagian guru dalam Theravada seperti Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm yang mengatakan bahwa Jhana adalah pintu masuk ke semua pencapaian (saya pribadi menyebut pandangan ini sebagai Pan-Jhanaisme).

Jhana dan vipasanna adalah merupakan satu kesatuan yg saling mendukung. Direct vipasanna pada point tertentu kekuatan konsentrasi sama pada jhana hanya bedanya pada objek berbeda. Dan apa yg diajarkan Mahasi dan Paauk tidak bertentangan dan merupakan pandangan benar. Bagaimana dengan pandangan arhata terperangkap karena membayangkan nibbana seperti yg Anda copas ttg Bodhidharma dibawah ini  :

Dengan "membayangkan bahwa mereka mengakhiri penderitaan dan mencapai nirvana Para Arahat berakhir dengan terperangkap oleh nirvana. Namun Para Bodhisattva mengetahui bahwa penderitaan pada dasarnya adalah kosong. Dan dengan tetap dalam kekosongan mereka tetap berada dalam nirvana."

Padahal telah saya katakan berulang-ulang bahwa praktek sebenarnya bukan demikian makanya saya ragu itu benar2 pendapat Bodhidharma. Jadi hal diatas bukanlah hal yg diyakini tapi fakta lapangan.  Kembali saya tekankan Apakah Anda mengerti arti membayangkan dan melihat langsung? ini adalah masalah fakta.

Quote
Pengalaman Bodhidharma justru menggambarkan bagaimana Jhana 1-4 bisa dicapai dengan mudah melalui pintu masuk lain, yaitu langsung melihat ke Bodhicitta atau Pikiran Kebuddhaan. Kalau anda bertanya bagaimana metode pastinya. Saya akan menjawab bahwa pada dasarnya Zen adalah Metode tanpa-metode. Zen adalah metode yang tidak terikat pada suatu cara atau wujud tertentu. Bentuk praktiknya bisa seperti apapun, namun yang penting adalah praktisi Zen terus mengamati pikirannya (citta). Maka dalam Zen tidak peduli apakah yang seseorang praktikkan adalah meditasi samatha bhavana, metta bavana, vipassana bhavana, nienfo, kong-an, dll, jika ia tidak mengawasi pikirannya maka ia akan menyimpang. Dalam Zen, Jhana (sebagaimana yang dimaksud dalam Jhana 1, 2, 3 dan 4 ) hanyalah efek samping dari seseorang yang menjadi sadar akan Bodhicittanya.
   

Metode apapun tentu harus jelas apa yg menjadi dasar kilesa itu telah hilang atau terealisasinya nibbana, jika belum sampai disana bisa dilihat dari latihannya apakah telah mencapai faktor2 pendukung untuk terealisasinya nibbana. Kalau sekedar alasan metodenya apa saja, tidur pun bisa mencapai Buddha  ;D termasuk membunuh pun adalah praktik tanpa metode lah, asalan saja pasti bisa. :)

Perhatikan dibold apakah mengamati citta bisa langsung dilakukan seorang pemula?

Quote
Bukan, Bodhisattva menunda penerangan sempurnanya demi makhluk lain yang masih tersesat
.
ini juga bhava tanha

Quote
Nirvana dalam Mahayana sebagaimana yang saya pahami: tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan logika, hanya yang telah merealisasinya yang dapat memahaminya secara sepenuhnya. Setiap usaha menjelaskannya dalam bahasa hanya menghasilkan kerancuan baru. Sedangkan nirvana mikro adalah sebutan untuk pencapaian Para Bodhisattva yang tetap mempertahankan "nirvana" dalam pikirannya namun tetap bertahan dalam samsara. Nirvana mikro atau Bodhicitta hanya dapat disadari ketika seorang Boddhisattva tidak terperangkap dalam "kekosongan" stagnan yang terpisah dari "keberadaan" yang sebagaimana dimiliki oleh awam. Nirvana mikro adalah suatu penembusan yang melampaui itu, sehingga memungkinkan seorang Bodhhisattva tetap dalam dunia yang penuh kilesa namun tetap mempertahankan pencapaiannya.

Nirwana yg dipertahankan adalah berkondisi dan usaha. Artinya masih berenang  ;D Keadaan nirwana memang tidak dapat dijelaskan tapi faktor pendukung dari yg paling awal dapat dijelaskan. Bukan berarti tidak bisa dijelaskan lalu pandangan kita menjadi kabur.

Quote
Saya rasa apa yang dilakukan Paauk Sayadaw, dalam hal ini penjabarannya berdasarkan tuntunan praktik dalam Visuddhimagga sangat bermanfaat kala seseorang membutuhkan petunjuk yang jelas dan terperinci. Master Ch'an seperti Hanshan dalam otobiografinya juga pernah menyinggung persoalan ini. Masalah dalam zen memang tiadanya tuntunan terperinci untuk mengklarifikasi pencapaian seseorang, sehigga banyak praktisi zen yang tersesat di tengah-tengah praktiknya. Bahkan banyak sekali guru zen di masanya yang akhirnya enggan mengajarkan siswa-siswanya mempraktikkan zen semata-mata khawatir jika beliau meninggal tidak ada orang yang menuntun muridnya guna mencapai pencerahan di kala-kala praktiknya sedang membutuhkan tuntunan.

Wajar kalau banyak yg tersesat.  ;D
Saya hanya melihat kemampuan seorang guru untuk menjelaskan, jika tidak ada klarifikasi bisa2 belum merealisasikan nibbana bilangnya sudah, klarifikasi kan tidak perlu mengumbar saya telah mencapai arahat,intern saja(dalam arti oo sudah selesai atau tau sendiri juga bisa tergantung panna). kalau ada tuntunan seharusnya ada penjelasan. Jika tidak, apanya  yg dituntun?

Quote
Namun, tuntunan yang demikian (sebagaimana dalam Visuddhimagga) bukannya tidak membuahkan masalah. Banyak praktisi yang jika terlalu berpegang pada tuntunan tertulis yang baku bisa jadi putus asa karena terlalu terikat dengan deskripsi yang digambarkan dalam tuntunan tersebut. Setiap kali ia memiliki pengalaman dalam meditasinya ia bertanya-tanya terus apakah ia telah mencapai sesuai yang dicantumkan dalam tuntunan atau tidak. Kondisi ini, hanya menimbulkan kegelisahan dan kecemasan baru sehingga mengganggu praktik seseorang. Belum lagi dalam diri praktisi muncul pertanyaan-pertanyaan seperti "kapan saya bisa mencapai tahap seperti yang tertulis dalam tuntunan?" atau "apa yang saya capai koq tidak ada dalam tuntunan ya?"  Dalam hal ini, peran seorang guru yang seperti Paauk Sayadaw, Ajahn Brahma, dll. yang terus menginngatkan siswa-siswanya tentang praktik sebagaimana mestinya sangat penting. Bukan tulisan atau teks yang bisa membantu, namun kehadiran guru itu sendiri dengan pengalaman dan pengetahuannya yang bisa membantu

Instruksi mereka jelas saat berlatih tidak boleh berpikir tentang teori2 hanya melakukan tugasnya saja sesuai instruksi. Tatkala ada masalah, dengan diberikan instruksi jelas maka masalah dapat diselesaikan. Bahkan bisa diselesaikan dengan guru2 yg kompeten laiinya. Bahkan perinciannya pun bisa dijelaskan dengan gamblang setiap rintangan yg ada. Sampai saat ini saya belum melihat cara yg diterangkan dengan gamblang ttg praktek dhamma dalam mahayana.Nah jika arahan dan instruksi sudah jelas dan orang itu tidak mengikuti itu salah orangnya. Beda halnya tanpa metode dan tanpa klarifikasi mentok pun tidak ada jawaban.

Quote
Selain itu perlu diingat, Visuddimagga yang diacu oleh Paauk Sayadaw dan Ajahn Brahm bukanlah satu-satunya tuntunan demikian. Saya pernah mendengar tentang Vimutthimagga (jalan Pembebasan) yang ditulis oleh Arahant Upatissa. Saya sendiri belum sempat membacanya. Nanti kalau sudah membacanya akan kita diskusikan di forum ini.

Isinya mirip dengan visudhi magga bro. Silakan baca2 dulu , bagaimana merealisasi nibbana. Lalu bandingkan pernyataan yg katanya adalah Bodhidharma tentang arahat membayangkan nirvana. Apakah ada penjelasan ttg tulisan bodhidharma tadi? bisa dikatakan vimutti magga juga ttg praktek . Nah bandingkan dengan isi sutra mahayana yg ada. kontradikitif tidak?

Quote

Di luar semua ini, Bodhidharma sendiri tidak mementingkan tuntunan semacam ini. Beliau justru menganjurkan seseorang untuk tidak menceritakan pencapaiannya pada orang lain. Dalam hal ini tuntunan rinci tidaklah diperlukan. Ajarannya sederhana, cukup mengamati/mengawasi pikiran.Transmisi dilakukan oleh guru ke murid dari pikiran ke pikiran. Bagi Bodhidharma, selagi seseorang masih terus waspada dan mengawasi pikirannya ia tidak mungkin tersesat. Mungkin anda tidak sepaham dengannya. Jika demikian, maka terus mengikuti tuntunan dalam Visuddhimagga juga tidak ada salahnya jika memang membuahkan hasil bagi anda. Dalam hal ini, setiap seseorang terus waspada akan pikirannya itulah zen.

Saya setuju dengan Anda Bodhidharma tidak pusing ttg tuntunan itu oleh karena itu saya ragu ttg copasan yg katanya itu adalah kata2 bodhidharma. "cukup mengawasi pikiran" bagaimana? pikiran itu sangat komplex lho. Hal nyata anda bisa mengamati setiap pikiran Anda sekarang? berapa banyak yg muncul, kalau tidak tahu jawabannya, adakah cara sederhana untuk mengetahui pertanyaan saya paling tidak referensi sutranya (dari kemaren ngak keluar2 ;D). Kalau cara zen tidak ada metodenya, ehmm tidak ada lagi yg harus saya tanya. Buddha saja mengajarkan ada cara, ada metode untuk setiap karakter orang dengan landasan pondasi yg sama ;D

Quote
Selama saya masih belum mencapai yang disebutkan, semuanya hanya keyakinan belaka. Bahkan umat Buddha yang belum merealisasi nirvana, nirvana hanyalah keyakinan belaka bukan fakta. Bahkan banyak hal dalam Buddhisme seperti tumimbal lahir, karma, pratitya samutpada, anatta dll semuanya hanya berdasarkan keyakinan belaka jika seseorang belum berhasil menembus pencapaian seperti yang diajarkan laugh Bahkan saya meragukan, jika pencerahan telah dicapai "fakta" sebagaimana yang kita pahami saat ini masih sama Smiley -kala subjek dan objek tidak lagi eksis berdiri sendiri-sendiri apakah fakta masih relevan...

Makanya saya mengajak semuanya untuk lihat keselarasan antara teori dan praktek. Kembali kepada pertanyaan awal membayangkan dan melihat langsung apakah sama? mana yg fakta melihat langsung atau membayangkan. Kalau saya bilang merasakan makanan dengan mencicipinya dan tau rasa itu fakta. Kalau membayangkan itu khayalan. Nah apakah yg Anda yakini ini adalah fakta atau khayalan  ;D
Seperti mengenai jhana lompat, lsg ke jhana 7  & 8 tanpa landasan apapun. Anda sudah melihatnya lsg? kalau belum makanya saya tanya teorinya berupa referensi sutra2nya sampai sekarang koq belum ada respon dari mahayanis ya? alasan mereka debat yg tidak berguna dll. Atau memang ngak ada jawabannya? maaf saya tidak menyerang siapapun....kalau memang tidak ada ya sudah.. ;D
Tapi saya terima kasih bro sobat sudah menjelaskan semampunya. Saya hargai itu jika ada salah kata saya mohon maaf. _/\_






Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 June 2009, 03:10:24 PM
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.

Hal ini tercantum di dalam sutta pitaka majjhima nikaya. Jika anda meminta pastinya di mana, nanti saya kutipkan setelah saya menemukannya. Saya perlu cari ke rak buku saya dulu, saat ini saya nggak ada di rumah :)

Ya kalau tidak merepotkan, tolong rujukan sutta-nya. thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 05 June 2009, 04:42:36 PM
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.

Hal ini tercantum di dalam sutta pitaka majjhima nikaya. Jika anda meminta pastinya di mana, nanti saya kutipkan setelah saya menemukannya. Saya perlu cari ke rak buku saya dulu, saat ini saya nggak ada di rumah :)

Ya kalau tidak merepotkan, tolong rujukan sutta-nya. thanks
yang ini bukan ?

DVEDHAVITAKKA SUTTA

(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997)

 

   1. Demikianlah saya dengar :

      Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Vihara milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu : "Para bhikkhu."

      "Ya, Bhante," jawab mereka.

      Selanjutnya, Sang Bhagava berkata :
   2. "Para bhikkhu, sebelum saya mencapai penerangan sempurna, ketika saya masih seorang Bodhisatva yang belum mencapai penerangan sempurna, terpikir olehku : 'Seandainya saya membagi pikiranku menjadi dua bagian?' Kemudian aku mulai menerapkan satu sisi pemikiran dengan keinginan-keinginan nafsu (kama), berpikir dengan kemauan jahat (byapada) serta berpikir dengan kekejaman (vihimsa), dan aku menerapkan sisi pemikiran yang lain dengan meninggalkan pemuasan nafsu indera (nekhamma), berpikir tanpa kemauan jahat (abyapada) serta berpikir tanpa kekejaman (avihimsa).

   3. "Sementara saya hidup seperti itu, rajin, tekun dengan keteguhan hati, sebuah pikiran keinginan nafsu (kama) muncul kepadaku. Saya mengerti : 'Pikiran keinginan nafsu muncul padaku. Hal ini mengarah pada penderitaanku, penderitaan orang lain dan penderitaan kedua pihak; hal ini menghambat kebijaksanaan, menyebabkan kesukaran-kesukaran, dan berpaling dari arah mencapai nibbana.' Ketika saya mempertimbangkan: 'Ini mengarah pada penderitaanku sendiri,' hal itu mereda dalam diriku; ketika saya mempertimbangkan: 'Ini mengarah pada penderitaan orang lain,' hal itu mereda dalam diriku; ketika saya mempertimbangkan: 'Ini mengarah pada penderitaan kedua pihak,' hal itu mereda dalam diriku; ketika saya mempertimbangkan: 'Ini menghambat kebijaksanaan, menyebabkan kesukaran-kesukaran, dan berpaling dari arah mencapai nibbana,' hal itu mereda dalam diriku. Bilamana ada pikiran keinginan nafsu muncul dalam diriku, saya meninggalkannya, memindahkannya dan melenyapkannya. ............................


http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=340
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 05 June 2009, 04:49:40 PM
Bro. Bond,
Saya menilai persoalan utama yang kita bahas berakar dari ketidaksetujuan anda pada pernyataan Bodhidharma bahwa Arahat hanya "membayangkan" dirinya mencapai nirvana. Kemudian akhirnya berujung pada mempertanyakan keabsahan metode Bodhidharma.Untuk itu saya merasa tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan anda secara rinci satu persatu. Cukup saya ajukan di sini beberapa keberatan saya tentang argumen bro.

Pertama, saya jadi tidak paham, bagaimana bro. bisa mengatakan bahwa tulisan itu bukan berdasarkan kata-kata Bodhidharma yang aseli. Apakah hanya tidak sesuai dengan pandangan Theravada, maka pernyataan tersebut dianggap sebagai palsu. Bagaimanapun Bodhidharma adalah seorang Mahayanis dan khobahnya ditujukan pada kalangan Mahayanis. Argumen-argumen yang digunakan adalah lazim dalam sutra-sutra Mahayana. Saya tidak melihat adanya ketidaksesuaian antara kata-kata Bodhidharma dengan sutra-sutra Mahayana.Bagi rekan-rekan Mahayanis pun tidak ada yang merasa perlu mempertanyakan keaslian teks tersebut semat-mata dari pendapatnya mengenai Arahat. Sedangkan anda menilainya dari kacamata Theravada, sehingga tidak heran buat anda pernyataan Beliau terkesan aneh dan janggal, karena memang kaca matanya tidak sesuai.

Sejak pertama kali saya menterjemahkan teks ini dan akan menyebarkannya lewat forum, saya sudah mempertimbangkan kemungkinan kesalahpahaman yang akan terjadi di antara kalangan Theravadin jika membacanya.  Namun, bagaimanapun saya mengingat kalangan praktisi zen yang minim bahasa inggrisnya memang membutuhkan teks ini untuk meningkatkan pemahamannya sebagaimana yang saya sendiri peroleh setelah membacanya. Demi inilah, saya memutuskan memposting teks ini meski berisiko menuai krontraversi dari kalangan Theravadin.

Dalam hal ini, saya tidak merasa bahwa kalangan Theravadin yang sulit menerima tulisan ini  harus menerimanya. Saya juga tidak merasa perlu terus-menerus membela tulisan tersebut dengan argumen-argumen. Dalam hal ini saya menyerahkan sepenuhnya pada kekritisan pembaca.


Kedua, soal dukungan saya kepada metode pencerahan seketika. Kalau anda meminta saya mengutip sumber-sumber dari Tipitaka yang kugunakan akan kupenuhi. Namun saya harus mengintip ke buku-buku yang berarti saya harus pulang ke rumah. Saat ini saya belum ada di rumah, sehingga membutuhkan waktu. Mohon kesabarannya :) Namun sebelumnya, saya bertanya apa yang anda maksud sebagai "kondisi pendukung" adalah jhana 1-4?

Ketiga, kalau anda memandang Bodhisattva menunda penerangan sempurnanya demi makhluk lain yang masih tersesat
karena bhava tanha, terserah anda deh :) Kalau anda masih menggunakan kacamata Theravada dalam melihat hal ini, saya rasa tidak ada gunanya berdiskusi tentang ini. Sudah sedemikian panjangnya penjelasan dari teman-teman Mahayana soal ini, namun semuanya berlalu masuk dari telinga kana keluar dari telinga kiri. Saya tidak akan memperpanjang soal ini.

Keempat, soal nirvana saya rasa juga cukup penjelasan dari saya. Kalau bro. sulit memahami atau di akal sehat bro. tidak masuk ada yang namanya "nirvana mikro" ya nggak masalah juga. Ada kata-kata yang mengatakan bahwa untuk membahas sesuatu yang berada di luar konteks bahasa, maka diam adalah cara yang terbaik.

Kelima, dalam zen guru yang menunjuk, murid yang mengalaminya. Kalau anda menilai cocok dengan tutunan yang mendetil silahkan diikuti saja. Saya berharap dengan sungguh-sungguh, semoga anda mencapai pencerahan dengan cara demikian. :)

Keenam, tentang vimuttimagga saya hanya pernah mendengarnya. Saya menyebutnya hanya semata-mata ingin menunjukkan kemungkinan adanya tuntunan versi lain selain Vissudhimagga. Itu saja. Mengenai sesuai atau tidak, saya perlu membacanya langsung dan memutuskannya sendiri :)

Ketujuh, antara "melihat" dan "membayangkan" bisa jadi suatu jebakan. Ada yang merasa dirinya melihat namun sebenarnya membayangkan. Ada merasa dirinya membayangkan namun sebenarnya melihat. Bahkan ada yang membayangkan sedang melihat dan melihat dengan membayangkan ;D  Kapan seseorang yakin ia melihat semata-mata hanya melihat, dan membayangkan semata-mata ia membayangkan? Dan bagaimana seseorang yakin apa yang dikatakan seseorang adalah ada yang ia lihat atau yang ia bayangkan? Jika seseorang bisa melihat dengan bola mata saja maka seharusnya tanpa kesadaranpun mata bisa melihat. Namun jika kesadaran yang "melihat" bersama dengan bola mata, maka pikiranpun ikut melihat.Jika ada kesadaran dan pikiran dalam melihat, maka pada hakikatnya melihat juga adalah membayangkan. Ada yang melihat dengan mata terpejam namun ada yang melihat dengan mata terbuka.

Jika dikatakan seseorang "melihat dan mengetahui" sendiri bahwa ia merealisasi nirvana, sebenarnya dengan apakah ia "melihat" dan "mengetahui"? Apakah ia melihat seperti bola mata dengan kesadaran dan pikirannya melihat ke layar komputer seperti saat ini?  Jika ya, maka tepatlah dikatakan "melihat" dan "megetahui" nirvana adalah sama dengan fakta yang kita pahami semata-mata saat ini. Namun jika "melihat" dan "mengetahui" realisasi nirvana tidak sama dengan "melihat" dan "mengetahui" indera, kesadaran dan pikiran saat ini maka tidak benar menyamakannya dengan fakta yang kita kenal saat ini. Dalam hal ini saya tidak setuju bahwa  "melihat" dan "mengetahui" dalam realisasi nirvana sama dengan fakta objektif yang kita kenal sehari-hari. Karena dalam nirvanatidak ada subjek dan objek. Jika tidak ada subjek (anatta) maka sebenarnya kata "melihat" dan "mengetahui" semata-mata hanya kiasan saja karena tidak ada yang melihat dan tidak ada yang mengetahui. Demikian juga jika tidak ada objek, maka sebenarnya tidak ada yang dilihat dan tidak ada yang diketahui :) Bagaimana mungkin "melihat" dan "mengetahui" dalam proses realisasi disamakan dengan fakta dalam pengertian umum?

Sorry jadi ngelantur :))

Maaf, tantangan anda tentang apakah saya sudah melihatnya lsg metode pencerahan seketika benar-benar seolah-olah menjadikan ehipassiko sama dengan empirisme dalam sains yang berarti "melihat" sebagai "subjek melihat objek." Dalam hal ini saya menilai pertanyaan anda sama sekali melenceng dari pengertian "melihat" dan "mengetahui" dalam ehipassiko.

Kalau anda minta referensi sutra-sutranya, saya sebenarnya skeptis bahwa meskipun saya menunjukkan sutranya pada anda, belum tentu anda meyakini. Jangan-jangan anda hanya akan bertanya, apakah sutranya otentik atau tidak. Perilaku demikian selalu konsisten muncul dari sebagian teman-teman Theravadin yang berdiskusi di forum ini.

Mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung hati.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 05 June 2009, 04:58:27 PM
^
^
heh?

wasap bro?
sembarang pecet remote ON
sini, pecet lg OFF
hehehe...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 June 2009, 05:12:56 PM
^
^
^

tadi mau comment reply om-ryu... rupanya di delete.... jadi gak nyambung, akhirnya saya ikutan delete juga...

ok... Back to Topic...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 10:24:17 AM
Bro. Bond,
Saya menilai persoalan utama yang kita bahas berakar dari ketidaksetujuan anda pada pernyataan Bodhidharma bahwa Arahat hanya "membayangkan" dirinya mencapai nirvana. Kemudian akhirnya berujung pada mempertanyakan keabsahan metode Bodhidharma.Untuk itu saya merasa tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan anda secara rinci satu persatu. Cukup saya ajukan di sini beberapa keberatan saya tentang argumen bro.

Pertama, saya jadi tidak paham, bagaimana bro. bisa mengatakan bahwa tulisan itu bukan berdasarkan kata-kata Bodhidharma yang aseli. Apakah hanya tidak sesuai dengan pandangan Theravada, maka pernyataan tersebut dianggap sebagai palsu. Bagaimanapun Bodhidharma adalah seorang Mahayanis dan khobahnya ditujukan pada kalangan Mahayanis. Argumen-argumen yang digunakan adalah lazim dalam sutra-sutra Mahayana. Saya tidak melihat adanya ketidaksesuaian antara kata-kata Bodhidharma dengan sutra-sutra Mahayana.Bagi rekan-rekan Mahayanis pun tidak ada yang merasa perlu mempertanyakan keaslian teks tersebut semat-mata dari pendapatnya mengenai Arahat. Sedangkan anda menilainya dari kacamata Theravada, sehingga tidak heran buat anda pernyataan Beliau terkesan aneh dan janggal, karena memang kaca matanya tidak sesuai.

Sejak pertama kali saya menterjemahkan teks ini dan akan menyebarkannya lewat forum, saya sudah mempertimbangkan kemungkinan kesalahpahaman yang akan terjadi di antara kalangan Theravadin jika membacanya.  Namun, bagaimanapun saya mengingat kalangan praktisi zen yang minim bahasa inggrisnya memang membutuhkan teks ini untuk meningkatkan pemahamannya sebagaimana yang saya sendiri peroleh setelah membacanya. Demi inilah, saya memutuskan memposting teks ini meski berisiko menuai krontraversi dari kalangan Theravadin.

Dalam hal ini, saya tidak merasa bahwa kalangan Theravadin yang sulit menerima tulisan ini  harus menerimanya. Saya juga tidak merasa perlu terus-menerus membela tulisan tersebut dengan argumen-argumen. Dalam hal ini saya menyerahkan sepenuhnya pada kekritisan pembaca.


Kedua, soal dukungan saya kepada metode pencerahan seketika. Kalau anda meminta saya mengutip sumber-sumber dari Tipitaka yang kugunakan akan kupenuhi. Namun saya harus mengintip ke buku-buku yang berarti saya harus pulang ke rumah. Saat ini saya belum ada di rumah, sehingga membutuhkan waktu. Mohon kesabarannya :) Namun sebelumnya, saya bertanya apa yang anda maksud sebagai "kondisi pendukung" adalah jhana 1-4?

Ketiga, kalau anda memandang Bodhisattva menunda penerangan sempurnanya demi makhluk lain yang masih tersesat
karena bhava tanha, terserah anda deh :) Kalau anda masih menggunakan kacamata Theravada dalam melihat hal ini, saya rasa tidak ada gunanya berdiskusi tentang ini. Sudah sedemikian panjangnya penjelasan dari teman-teman Mahayana soal ini, namun semuanya berlalu masuk dari telinga kana keluar dari telinga kiri. Saya tidak akan memperpanjang soal ini.

Keempat, soal nirvana saya rasa juga cukup penjelasan dari saya. Kalau bro. sulit memahami atau di akal sehat bro. tidak masuk ada yang namanya "nirvana mikro" ya nggak masalah juga. Ada kata-kata yang mengatakan bahwa untuk membahas sesuatu yang berada di luar konteks bahasa, maka diam adalah cara yang terbaik.

Kelima, dalam zen guru yang menunjuk, murid yang mengalaminya. Kalau anda menilai cocok dengan tutunan yang mendetil silahkan diikuti saja. Saya berharap dengan sungguh-sungguh, semoga anda mencapai pencerahan dengan cara demikian. :)

Keenam, tentang vimuttimagga saya hanya pernah mendengarnya. Saya menyebutnya hanya semata-mata ingin menunjukkan kemungkinan adanya tuntunan versi lain selain Vissudhimagga. Itu saja. Mengenai sesuai atau tidak, saya perlu membacanya langsung dan memutuskannya sendiri :)

Ketujuh, antara "melihat" dan "membayangkan" bisa jadi suatu jebakan. Ada yang merasa dirinya melihat namun sebenarnya membayangkan. Ada merasa dirinya membayangkan namun sebenarnya melihat. Bahkan ada yang membayangkan sedang melihat dan melihat dengan membayangkan ;D  Kapan seseorang yakin ia melihat semata-mata hanya melihat, dan membayangkan semata-mata ia membayangkan? Dan bagaimana seseorang yakin apa yang dikatakan seseorang adalah ada yang ia lihat atau yang ia bayangkan? Jika seseorang bisa melihat dengan bola mata saja maka seharusnya tanpa kesadaranpun mata bisa melihat. Namun jika kesadaran yang "melihat" bersama dengan bola mata, maka pikiranpun ikut melihat.Jika ada kesadaran dan pikiran dalam melihat, maka pada hakikatnya melihat juga adalah membayangkan. Ada yang melihat dengan mata terpejam namun ada yang melihat dengan mata terbuka.

Jika dikatakan seseorang "melihat dan mengetahui" sendiri bahwa ia merealisasi nirvana, sebenarnya dengan apakah ia "melihat" dan "mengetahui"? Apakah ia melihat seperti bola mata dengan kesadaran dan pikirannya melihat ke layar komputer seperti saat ini?  Jika ya, maka tepatlah dikatakan "melihat" dan "megetahui" nirvana adalah sama dengan fakta yang kita pahami semata-mata saat ini. Namun jika "melihat" dan "mengetahui" realisasi nirvana tidak sama dengan "melihat" dan "mengetahui" indera, kesadaran dan pikiran saat ini maka tidak benar menyamakannya dengan fakta yang kita kenal saat ini. Dalam hal ini saya tidak setuju bahwa  "melihat" dan "mengetahui" dalam realisasi nirvana sama dengan fakta objektif yang kita kenal sehari-hari. Karena dalam nirvanatidak ada subjek dan objek. Jika tidak ada subjek (anatta) maka sebenarnya kata "melihat" dan "mengetahui" semata-mata hanya kiasan saja karena tidak ada yang melihat dan tidak ada yang mengetahui. Demikian juga jika tidak ada objek, maka sebenarnya tidak ada yang dilihat dan tidak ada yang diketahui :) Bagaimana mungkin "melihat" dan "mengetahui" dalam proses realisasi disamakan dengan fakta dalam pengertian umum?

Sorry jadi ngelantur :))

Maaf, tantangan anda tentang apakah saya sudah melihatnya lsg metode pencerahan seketika benar-benar seolah-olah menjadikan ehipassiko sama dengan empirisme dalam sains yang berarti "melihat" sebagai "subjek melihat objek." Dalam hal ini saya menilai pertanyaan anda sama sekali melenceng dari pengertian "melihat" dan "mengetahui" dalam ehipassiko.

Kalau anda minta referensi sutra-sutranya, saya sebenarnya skeptis bahwa meskipun saya menunjukkan sutranya pada anda, belum tentu anda meyakini. Jangan-jangan anda hanya akan bertanya, apakah sutranya otentik atau tidak. Perilaku demikian selalu konsisten muncul dari sebagian teman-teman Theravadin yang berdiskusi di forum ini.

Mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung hati.
Pertama saya tidak menyatakan bukan asli tapi ragu itu asli. Jadi masih bisa asli masih juga tidak  ;D Karena saya menghormati Bodhidharma sebagai bodhisatva(versi mahayana) yg tidak ada kilesa. Maka acuannya adalah pandangan dari tulisan itu.  Tapi kalau memang ada yg bisa menjelaskan ooo. dia itu bodhisatva tingkat masih ada kilesa saya bisa maklum. Tetapi kenyataanya setiap pernyataan bodhistva yg rancu2 selalu dijadikan patokan seakan2 mereka perfect lalu menilai arahat seperti ini dan itu tentu saja hal tsb perlu dipertanyakan mengenai kebenaran pandangan itu sebagai bahan pertimbangan bukan mengambil mentah2 sebagai doktrin ooo memang beda ya sudah, kalau sudah begitu ya sudah ;D Padahal Jelas saya melihat bukan dari sutta dan sutra (tapi ngak nongol pas ditanya )saja tapi dari prkatek mereka untuk mencapai kearahatan. Bukan teori saja. Smoga jelas kalau belum jelas apa mau dikata lagi  ;D Kalau Anda ragu dengan praktek mereka yg beralatih untuk mencapai kearahatan, silakan Anda buktikan dengan coba dulu baru beli. Makanya saya mau tau juga ttg bodhistava dan di test drive kalo cocok baru beli tapi barangnya kosong melulu. ;D


 Disinilah artinya saya tidak melulu terpaku pada konsep theravadin itu sendiri. Oleh karena itu satu2nya acuan untuk membuktikan kebenaran itu ada beberapa tools pertama adalah referensi sutra(saya sengaja tidak bertanya sutta karena nanti dianggap memakai kacamata theravadin) , yg kedua adalah pengalaman Anda sendiri dan ketiga orang yg pernah mengalami juga. Sayapun menyadari bahwa kita2 bukanlah pada tahap2 yg sangat2 advance tetapi paling tidak hal2 yg sangat advance itu berpondasi awal dari saat kini. Jika pondasi awal benar seterusnya akan lebih mantap. Sebenarnya salah satu acuan untuk mengetahui selain referensi sutta dan sutra yg sering diperdebatkan maka sering saya tanyakan pengalaman. Kalau memang belum mengalami maka yg bisa dijadikan acuan orang yg berkompeten . jika tidak ada sama sekali cukup katakan saja tidak ada referensi itu atau tidak tau.

Mengenai "kondisi pendukung" untuk jhana selanjutnya adalah benar jhana sebelumnya. Saya telah membuat ilustrasi pintu demi pintu dengan masalah kecepatan yg terlihat instant. Tapi jika ini belum dimengerti tidak mengapa.....dan jika Anda berpandangan lain oleh karena itu saya minta referensi suttanya seperti yg Anda kemukakan sendiri mengenai referensi itu.

Baiklah saya tidak berpanjang lebar lagi, jika Anda pikir cukup sampai disini. Paling tidak saya tau seberapa jauh kebenaran sutra Mahayana dan juga dari sisi prakteknya. Karena membuktikan itu tidak melulu masalah nibbana. Tetapi konsep awalnya dalam latihan awal,kemudian menengah dan akhir. Jika baik diawal, tengah dan akhir maka nibbana pasti terealisasi. Cuma kelihatannya banyak yg terjebak dalam permasalahan nirvana melulu. Padahal masalah jhana itu adalah yg  paling dekat bisa kita ketahui. Atau pun tahapan awal vipasana. Nah ini pun belum ada kejelasan dari pihak mahayana khususnya dari sisi praktek.

Clue dari jawaban yg  diharapkan, tidak usah jauh2 ke nibbana tapi hal yg mendukung teralisasinya itu adalah apa yg dilihat , bagaimana tau satu atau dua kilesa itu hilang, misal dalam pencapaian bodhisatva 1,2,3 dst. Kalau dalam sutta ataupun visudhi magga jelas dalam prakteknya. Misal untuk melihat nama dan rupa setelah keluar jhana diarahkan ke hadayavatthu lalu melihat nama dan rupa, rupa utk mengetahui karakteristiknya bisa sampai melihat rupa kalapa=rupa kalapa...kemudian mengenai nama bisa melihat langsung prosesnya misal bagaimana sanna dan sankhara berproses dan pengetahuan menghancurkan kilesa dst. Dan rintangan2 yg terjadi. Saya ambil contoh Luangta Mahaboowa bisa mengetahui pencapain muridnya melalui pengalaman si murid itu ataupun saat meditasi sehingga diberikan instruksi apakah masih terperangkap dalam delusi atau tidak(jika tidak percaya coba dibuktikan kesana ;D). Dan masih ada guru2 yg lain, coba Anda ke Paauk Sayadaw dll, dia juga pasti tau. Inilah contoh konkrit yg saya maksud. Dan disini pun saya tau beberapa yg memiliki pengalaman yg baik mengenai praktek . Saya mengatakan ini tidak ada maksud membandingkan tetapi agar lebih fakta dan nyata bahwa berlatih itu bukan sekedar konsep, jika ada konsep maka konsep itu harus bisa dipertanggungjawabkan bila benar2 kita mau melihat Dhamma kalau tidak yg ngak apa juga paling jualan kecap saja. Contoh lagi mereka yg disini belajar Abhidhamma dan menyerapnya dengan baik dalam kehidupan sehari2 mereka bsia menerapkannya dengan baik. Bagaimana baiknya silakan tanya mereka. Dan juga Bukan masalah terperinci atau tidak tetapi rincian itu adalah untuk mengetahui bagaimana latihan kita apa sudah sesuai 4KM dan JMB8 kalau tidak acuan...ya entahlah. Misal pada stage tertentu Anda mengalami stagnasi atau kebuntuan. Apakah Anda diam saja dan tidak bertanya untuk solusi? ini yg saya maksud. Bukan rincian teori saja.

Hal yg patut direnungkan adalah ajaran Sang Buddha bukanlah hanya sekedar berbuat baik dan mengumpulkan parami tetapi adalah bagaimana seseorang menghancurkan kilesa yg laten. Kalau sekedar berbuat baik sama sajalah dengan jargon tetangga


Paling saya tunggu saja referensi2 yg ada mengenai praktek dari mahayanis jika berkenan. Smoga tidak ada pandangan merasa diserang ataupun saling menyudutkan. Selanjutnya saya hanya menonton saja, kalaupun ingin didiskusikan lebih lanjut ok, kalau tidak juga tidak apa. Saya tidak ngotot dalam hal ini. Biar bagaimanapun mahayana dan theravada saudara seperguruan toh  ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 01:37:35 PM
apa boleh titip pertanyaan disini...

Metode2 Mahayana biasanya menggabungkan praktik samatha dan vipashyana (vipassana) sekaligus.

Mahabhiksu Tan Luan, Patriark Tanah Suci di Tiongkok, ketika memberikan komentarnya terhadap Sukhavativyuha-Upadesha (Penjelasan Tanah Suci) karya Vasubandhu, pernah menulis:

"Jika seorang pria atau wanita berbudi menjalankan Praktek Lima Kesadaran dan mampu mencapainya, ia tentu akan terlahir di Tanah Suci Sukhavati dan melihat Amitabha Buddha. Apakah Lima Gerbang Praktek berkesadaran itu? Di antaranya: menyembah, memuja, beraspirasi, kontemplasi dan pelimpahan jasa.  
.....
Bagaimanakah seseorang beraspirasi pada Tanah Suci? Seseorang dengan teguh bertekad, menempatkan pikirannya pada kelahiran di alam Tanah Suci Sukhavati, seseorang berharap untuk mempraktekkan samatha dengan benar.

Bagaimanakah seseorang berkontemplasi? Seseorang berkontemplasi dengan kebijaksanaan. yaitu mengkontemplasikan Tanah Suci dengan penuh kesadaran, berharap untuk mempraktekkan vipashyana sesuai dengan Dharma."

........

Gerbang keempat pada fase "masuk" adalah sepenuhnya mengkontemplasi.... dan mempraktekkan vipashyana, dengan cara inilah seseorang mencapai Tanah Suci [Sukhavati] itu.


Selain itu dalam salah satu sutra Tanah Suci, yaitu Amitayur Dhyana Sutra disebutkan berbagai macam metode Vipashyana Tanah Suci.

 _/\_
The Siddha Wanderer


saudara Gandalf,
Vipassana adalah meditasi dimana tidak mengikuti keinginan,dan membiarkan sebagaimana adanya, bahkan tekankan untuk memperhatikan semua gejolak batin yang timbul dengan jangan menekan ataupun tidak menekan...semua itu dibiarkan saja yang penting disadari
ini artinya pikiran dari "si pengetahu" saja yang dipakai...bukan "si pelaku"


sedangkan anda menulis disitu malah "berharap"
bisa dijelaskan vipassana seperti apa dalam mahayana?

di Theravada ada guru seperti MahassiSayadawi yang menjelaskan vipassana secara detail,
karena dalam Sutta Theravada "jika melakukan vipassana dan samantha secara benar dan sesuai Dhamma dan juga 8JB lainnya, nibbana adalah buahnya"...bukan "alam sukhavati"

dalam metode MahassiSayadaw juga dikatakan akan ada beberapa Nana(pengetahuan) yang timbul ketika mempratekkan vipassana.
jadi terus terang, yg anda jabarkan adalah hal yang tidak pernah saya dengar dan ketahui...
mohon penjelasan.


salam metta.



1.sekalian pertanyaan saya kemarin-kemarin mengenai sutra mahayana, tolong dijelaskan
2.kemudian 9 kemuliaan jenjang alam itu apa dalam pratek nianfo
3.16 metode itu apa,bisakah di jelaskan?

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 June 2009, 02:05:19 PM
Mengenai Bodhisatta Gotama mempelajari Landasan Kekosongan dari Alara Kalama dan Landasan Bukan persepsi pun bukan-tanpa persepsi silahkan baca pada kutipan di bawah ini:

MN 26
Ariyapariyesana Sutta

Sumber:
Majjhima Nikaya: Kitab Suci Agama Buddha, Jilid 2
Diterjemahkan dan diedit dari Bahasa Pali oleh:
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi
diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh:
Dra, Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Vihara Bodhivamasa, 2005

Hal. 525-526
"Setelah meninggalkan keduniawian, para bhikkhu, untuk mencari apa yang bajik, mencari keadaan tertinggi dari kedamaian tertinggi, aku pergi ke Alara Kalama dan berkata kepadanya: 'Sahabat Kalama, saya ingin menjalani kehidupan suci di dalam Dhamma dan Vinaya ini.' Alara Kalama menjawab: 'Yang mulia boleh tinggal di sini. Dhamma ini memang sedemikian rupa sehingga orang bijak dapat segera masuk dan berdiam di dalamnya, karena merealisasikan untuk dirinya sendiri doktrin gurunya sendiri melalui pengetahuan langsung.' Dengan cepat aku mempelajari Dhamma itu. Sejauh pengulangan-bibir saja dan pengulangan ajarannya, aku berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, dan aku menyatakan, 'aku tahu dan melihat' -dan ada juga orang-orang lain juga melakukan yang demikian pula.

"Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya lewat keyakinan saja Alara Kalama menyatakan: "Dengan merealisasikan untuk diriku sendiri melalui pengetahuan langsung, aku masuk dan berdiam di dalam Dhamma ini." Tentunya Alara Kalama berdiam dengan mengetahui dan melihat Dhamma ini.' Kemudian aku pergi kepada Alara Kalama dan bertanya kepadanya: 'Sahabat Kalama, dengan cara apakah engkau menyatakan bahwa dengan merealisasikan untuk dirimu sendiri melalui pengetahuan langsung maka engkau akan berdiam di dalam Dhamma ini?' Sebagai jawabannya, dia menyatakan landasan kekosongan.

Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya Alara Kalama saja yang memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Aku pun juga memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Sebaiknya aku mencoba merealisasikan Dhamma yang oleh Alara Kalama dinyatakan bahwa dia telah masuk dan berdiam di dalamnya dengan merealisasikan untuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung.'

[...]

Hal. 528-529
"Masih dalam pencarian, para bhikkhu, mengenai apa yang bajik, karena mencari keadaan tertinggi dari kedamaian tertinggi, aku pergi ke Uddaka Ramaputta dan berkata kepadanya: 'Sahabat , saya ingin menjalani kehidupan suci di dalam Dhamma dan Vinaya ini.' Uddaka Ramaputta menjawab: 'Yang mulia boleh tinggal di sini. Dhamma ini memang sedemikian rupa sehingga orang bijak dapat segera masuk dan berdiam di dalamnya, karena merealisasikan untuk dirinya sendiri doktrin gurunya sendiri melalui pengetahuan langsung.' Dengan cepat aku mempelajari Dhamma itu. Sejauh pengulangan-bibir saja dan pengulangan ajarannya, aku berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, dan aku menyatakan, 'aku tahu dan melihat' -dan ada juga orang-orang lain juga melakukan yang demikian pula.

"Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya lewat keyakinan saja Rama menyatakan: "Dengan merealisasikan untuk diriku sendiri melalui pengetahuan langsung, aku masuk dan berdiam di dalam Dhamma ini." Tentunya Rama berdiam dengan mengetahui dan melihat Dhamma ini.' Kemudia aku pergi kepada Uddaka Ramaputta dan bertanya kepadanya: 'Sahabat, dengan cara apakah Rama menyatakan bahwa dengan merealisasikan untuk dirimu sendiri melalui pengetahuan langsung maka engkau akan berdiam di dalam Dhamma ini?' Sebagai jawabannya, dia menyatakan landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi.

Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya Rama saja yang memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Aku pun juga memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Sebaiknya aku mencoba merealisasikan Dhamma yang oleh Rama dinyatakan bahwa dia telah masuk dan berdiam di dalamnya dengan merealisasikan untuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung.'

[...]
536-537

"Aku mempertimbangkan demikian: 'Kepada siapakah aku pertama-tama harus mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan memahami Dhamma ini dengan cepat? Kemudian muncul di dalam diriku: Alara Kalama adalah bijaksana, cerdas, dan mudah memahami; telah lama dia memiliki hanya sedikit debu di matanya. Sebaiknya aku mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Alara Kalama. Dia akan memahaminya dengan cepat.' Kemudian para dewa menghampiriku dan berkata 'Yang Mulia Bhante, Alara Kalama telah meninggal tujuh hari yang lalu.' Dan pengetahuan serta visi muncul di dalam diriku: 'Alara Kalama telah meninggal tujuh hari yang lalu.' Aku berpikir: 'Kerugian Alara Kalama sungguh besar. Seandainya dia mendengar Dhamma ini, dia akan memahaminya dengan cepat.'

"Aku mempertimbangkan demikian: 'Kepada siapakah aku pertama-tama harus mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan memahami Dhamma ini dengan cepat? Kemudian muncul di dalam diriku:Uddaka Ramaputta adalah bijaksana, cerdas, dan mudah memahami; telah lama dia memiliki hanya sedikit debu di matanya. Sebaiknya aku mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Uddaka Ramaputta. Dia akan memahaminya dengan cepat.' Kemudian para dewa menghampiriku dan berkata 'Yang Mulia Bhante, Uddaka Ramaputta telah meninggal tadi malam.' Dan pengetahuan serta visi muncul di dalam diriku: 'Uddaka Ramaputta telah meninggal tadi malam.' Aku berpikir: 'Kerugian Uddaka Ramaputta sungguh besar. Seandainya dia mendengar Dhamma ini, dia akan memahaminya dengan cepat.'

=========================

Coba lihat bagian yang kuberi warna biru: Baik Alara Kalama maupun Uddaka Ramaputta mengatakan bahwa Dhamma yang mereka ajarkan  "dapat segera masuk dan berdiam di dalamnya." Dalam hal ini, kata "segera masuk" mennjelaskan bahwa Landasan Kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa persepsi dapat direalisasi dengan "segera".

Mengenai legitimasi pencapaian Alara Kalama maupun Uddaka Ramaputta, lihat pada bagian di mana Sang Buddha sedang mempertimbangkan siapa yang pertama akan diajari penemuannya yang berharga. Sang Buddha menyebut keduanya: "bijaksana, cerdas, dan mudah memahami; telah lama dia memiliki hanya sedikit debu di matanya." Meskipun keduanya belum merealisasi Nibbana, namun Sang Buddha melihat keduanya paling mudah merealisasi Nibbana di antara orang-orang yang dikenalinya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 June 2009, 02:10:03 PM
Mengenai pencapaian Buddha Vipassi yang tanpa melalui Jhana 1-4, namun langsung melalui perenungan terhadap paticca samupadda, silahkan baca kutipan ini.

Setelah melihat empat hal (Orang tua, sakit, mati dan pertapa) seperti yang dialami oleh Siddhatta Gotama, Pangeran Vipassi kemudian melakukan pengasingan. Demikian kutipan ceritanya:

Mahapadana Sutta

Dalam:
Khotbah-khotbah Panjang
Sang Buddha
Digha Nikàya
Penerjemah:
Team Giri Mangala Publication
Team DhammaCitta Press
DhammaCitta, 2009

Hal. 176-179

[...]

Kemudian Pangeran Vipassi berkata kepada kusirnya: “Engkau bawalah kereta itu dan kembalilah ke istana. Tetapi aku akan tinggal di sini dan mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah.” “Baik, Pangeran,” jawab sang kusir, dan kembali ke istana. Dan Pangeran Vipassi, mencukur rambut dan janggutnya dan mengenakan jubah kuning, pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.’

‘Dan sekelompok besar orang dari ibu kota kerajaan, Bandhumatã, delapan puluh empat ribu orang, mendengar bahwa Pangeran Vipassi telah meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Dan mereka berpikir: “Ini tentu bukan ajaran dan disiplin biasa, bukan pelepasan biasa, yang karenanya Pangeran Vipassi mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Jika Sang Pangeran bisa melakukan hal itu, mengapa kita tidak?” Dan demikianlah, para bhikkhu, sekelompok besar orang berjumlah delapan puluh empat ribu, mencukur rambut dan janggut mereka dan mengenakan jubah kuning, mengikuti Bodhisatta Vipassi menjalani kehidupan tanpa rumah, dan dengan para pengikutnya ini, Sang Bodhisatta melakukan perjalanan melewati desa-desa, pasar, dan kota-kota.’

‘Kemudian Bodhisatta Vipassi, setelah pergi ke tempat sunyi, muncul pikiran: “Tidaklah pantas bagiku untuk hidup bersama-sama sekelompok besar orang seperti ini. Aku harus menetap sendirian, menarik diri dari kerumunan ini.” Maka tidak lama kemudian, ia meninggalkan kerumunan itu dan menetap sendirian. Delapan puluh empat ribu orang mengambil satu arah, Sang Bodhisatta mengambil arah lainnya.’

‘Kemudian, ketika Sang Bodhisatta telah memasuki tempat pengasingannya sendiri, di tempat yang sunyi, ia berpikir: “Dunia ini, aduh! dalam keadaan yang sangat menyedihkan: ada kelahiran dan kerusakan, ada kematian dan terjatuh dalam kondisi-kondisi lainnya dan terlahir kembali. Dan tidak seorang pun yang mengetahui jalan membebaskan diri dari penderitaan ini, usia-tua dan kematian ini. Kapankah kebebasan dari penderitaan ini, dari usia-tua dan kematian ini ditemukan?”

‘Dan kemudian, para bhikkhu, Sang Bodhisatta berpikir: “Dengan apakah yang ada, yang mengakibatkan usia-tua-dan-kematian terjadi? Apakah yang mengondisikan usia-tua-dan-kematian?” Dan kemudian, para bhikkhu, sebagai akibat dari kebijaksanaan yang muncul dari perenungan mendalam, perlahan-lahan pencapaian muncul dalam dirinya: “Karena kelahiran ada, maka usia-tua-dan-kematian terjadi, kelahiran mengondisikan usia-tua-dan-kematian.”

‘Kemudian ia berpikir: “Apakah yang mengondisikan kelahiran?” dan perlahan-lahan pencapaian muncul dalam dirinya: “Penjelmaan mengondisikan kelahiran” … “Apakah yang mengondisikan penjelmaan?” … “Kemelekatan mengondisikan penjelmaan” … “Keinginan mengondisikan kemelekatan” … “Perasaan mengondisikan keinginan” …  “Kontak mengondisikan perasaan” … “Enam landasan indria mengondisikan kontak” … “Batin-dan-jasmani mengondisikan enam-landasan-indria” … “Kesadaran mengondisikan batin-dan-jasmani” .… Dan kemudian, para bhikkhu, Bodhisatta Vipassi berpikir: “Dengan apakah yang ada, yang mengakibatkan kesadaran terjadi? Apakah yang mengondisikan kesadaran?” Dan kemudian, sebagai akibat dari kebijaksanaan yang muncul dari perenungan mendalam, perlahan-lahan pencapaian muncul dalam dirinya: “Batin-dan-jasmani mengondisikan kesadaran”.’

Kemudian, para bhikkhu, Bodhisatta Vipassi berpikir: “Kesadaran ini kembali kepada batin-dan-jasmani, tidak pergi lebih jauh lagi. Hingga sejauh ini, ada kelahiran dan kerusakan, ada kematian dan terjatuh dalam kondisi-kondisi lainnya dan kelahiran kembali, yaitu: Batin-dan-jasmani mengondisikan kesadaran dan kesadaran mengondisikan batin-dan-jasmani, batin-dan-jasmani mengondisikan enam-landasan-indria, enam-landasan-indria mengondisikan kontak, kontak mengondisikan perasaan, perasaan mengondisikan keinginan, keinginan mengondisikan kemelekatan, kemelekatan mengondisikan penjelmaan, penjelmaan mengondisikan kelahiran, kelahiran mengondisikan usia-tua-dan-kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesusahan. Dan demikianlah keseluruhan penderitaan ini berasal-mula.” Dan pada pikiran: “Asal-mula, asal-mula”, muncullah dalam diri Bodhisatta Vipassi, pandangan terang ke dalam hal-hal yang belum pernah dicapai sebelumnya, pengetahuan, kebijaksanaan, kesadaran, dan cahaya.’

‘Kemudian ia berpikir: “Dengan tidak adanya apakah, maka usia-tua-dan-kematian tidak terjadi? Dengan lenyapnya apakah, maka usia-tua-dan-kematian lenyap?” Dan kemudian, sebagai akibat dari kebijaksanaan yang muncul dari perenungan mendalam, perlahan-lahan pencapaian muncul dalam dirinya: “Dengan tidak adanya kelahiran, maka usia-tua-dan-kematian tidak terjadi. Dengan lenyapnya kelahiran, maka usia-tua-dan-kematian lenyap” … “Dengan lenyapnya apakah, maka kelahiran lenyap?” “Dengan lenyapnya penjelmaan, maka kelahiran lenyap” … “Dengan lenyapnya kemelekatan, maka penjelmaan lenyap” … “Dengan lenyapnya keinginan, maka kemelekatan lenyap” … “Dengan lenyapnya perasaan, maka keinginan lenyap” … “Dengan lenyapnya kontak, maka perasaan lenyap” … “Dengan lenyapnya enam-landasan-indria, maka kontak lenyap” … “Dengan lenyapnya batin-dan-jasmani, maka enam-landasan-indria lenyap” … “Dengan lenyapnya kesadaran, maka batin-dan-jasmani lenyap” … “Dengan lenyapnya batin-dan-jasmani, maka kesadaran lenyap” .…’

‘Kemudian Bodhisatta Vipassi berpikir: “Aku telah menemukan jalan pandangan terang (vipassanà) menuju pencerahan, yaitu:

“Dengan lenyapnya batin-dan-jasmani, maka kesadaran lenyap; dengan lenyapnya kesadaran, maka batin-dan-jasmani lenyap; dengan lenyapnya batin-dan-jasmani, maka enam-landasan-indria lenyap; dengan lenyapnya enam-landasan-indria, maka kontak lenyap; dengan lenyapnya kontak, maka perasaan lenyap; dengan lenyapnya perasaan, maka keinginan lenyap; dengan lenyapnya keinginan, maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan, maka penjelmaan lenyap; dengan lenyapnya penjelmaan, maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran, maka usia-tua-dan-kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesusahan lenyap. Dan demikianlah keseluruhan penderitaan itu lenyap.” Dan pada pikiran: “Lenyapnya, lenyapnya”, muncullah dalam diri Bodhisatta Vipassi, pandangan terang ke dalam hal-hal yang belum pernah dicapai sebelumnya, pengetahuan, kebijaksanaan, kesadaran, dan cahaya.’
 
‘Kemudian, para bhikkhu, pada waktu lain, Bodhisatta Vipassi berdiam merenungkan muncul dan lenyapnya lima gugus kemelekatan: “Demikianlah badan ini, demikianlah munculnya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan …; demikianlah persepsi …; demikianlah bentukan-bentukan batin …; demikianlah kesadaran, demikianlah munculnya, demikianlah lenyapnya.” Dan sewaktu ia merenungkan muncul dan lenyapnya lima gugus kemelekatan, tidak lama kemudian batinnya bebas dari kekotoran tanpa sisa.’

‘Kemudian, para bhikkhu, Sang Bhagavà, Sang Arahat, Buddha Vipassi yang telah mencapai Penerangan Sempurna berpikir: “Bagaimana jika Aku mengajarkan Dhamma?” Dan kemudian ia berpikir:  “Aku telah menembus Dhamma ini yang sangat dalam, sulit dilihat, sulit ditangkap, damai, luhur, melampaui logika, halus, untuk dipahami oleh para bijaksana.

[...]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 June 2009, 02:36:58 PM
To bro. bond, tentu saya tidak menghindari diskusi dengan anda. Namun jika anda bertanya terlalu jauh dan menyimpang dari kemampuan saya menjawab karena di luar batas pencapaian saya atau terus menerus menggunakan sudut pandang yang memang tampak berbeda, ya saya mohon maaf jika saya tidak menjawab. 

Saya hanya tidak paham bahwa anda merasa bisa melihat kilesa hanya dari beberapa patah kata dalam khotbah Bodhidharma. Ini yang saya tidak habis pikir. Misalnya, tentang Pa Auk Sayadaw, tentu saya pernah bertemu dengan beliau. Namun, saya tidak berani mengambil kesimpulan bahwa beliau masih memiliki kilesa atau tidak hanya sepintas menyaksikan beberapa tindak tanduk dan perkataannya.Demikian juga tentang Ajahn Brahm, saya tidak berani mengambil kesimpulan tentang beliau masih memiliki kilesa atau tidak. Meskipun jujur saja, saya sempat bertanya-tanya, namun saya selalu insyaf bahwa pencapaian saya mungkin yang masih kurang.

Bahkan Ajahn Mahaboowa pun pernah dipertanyakan tentang pencapaiannya ketika ia menangis. Lantas orang-orang ramai bertanya apakah arahat bisa menangis? Bukankah menangis berarti masih memiliki kilesa? dsb, dsb, nya. Dalam hal ini Ajahn Mahaboowa memiliki jawabannya sendiri yang bisa dibaca dalam buku berjudul "Arahattamagga" (kalau nggak salah judulnya demikian).

Sebagai orang awam saya tidak berani menyimpulkan bahwa guru A masih memiliki kilesa, guru B sudah bebas dari kilesa, dsb hanya berdasarkan keyakinan mana perilaku yang dianggap masih memiliki kilesa mana yang tidak. Saya rasa kesimpulan yang dibuat dengan cara demikian cenderung tidak pada tempatnya.

Inilah yang saya tidak paham, mengapa anda mampu untuk menyimpulkan kata-kata demikian masih memiliki kilesa, kata-kata demikian tidak. Atas dasar pertimbangan seperti apa anda menyimpulkan hal ini? Mohon penjelasannya.

salam persaudaraan Mahayana dan Theravada :)



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 03:03:05 PM
Quote
Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna, sementara saya masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan sempurna, Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.
    Saya (berpikir) demikian: 'Mengapa, dengan diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, Saya mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian dan kekotoran? Seandainya, diriku yang masih mengalami dhamma seperti itu, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti itu, Saya mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengatasi ikatan yang kuat, yaitu Nibbana?'
    Kemudian, ketika Saya masih anak-anak, seorang pemuda berambut hitam yang masih remaja, dalam masa hidupku yang pertama, aku mencukur habis rambut dan jenggotku meskipun ibu dan ayahku berkeinginan sebaliknya dan berduka dengan wajah berurai air mata. Saya mengenakan jubah kuning dan pergi meninggalkan kehidupan duniawi menuju kehidupan tak berumah-tangga (pabbaja).
    Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Alara Kalama dan berkata kepadanya: 'Kawan Kalama, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.'
kalau anda mengutip sutta ini, maka coba lihat kata buddha disitu....apa bisa dikatakan pada saat itu Siddharta telah mencapai Ke-buddha-an?
ini jelas kalau beliau belum mencapai pencerahan, tetapi dalam sutra mahayana mengatakan Siddharta jauh sebelum dari kalpa tak terhitung telah mencapai pencerahan....

dengan asumsi jika mahayana mengatakan kitab nya isi-nya sama dengan Theravada pada bagian ini.

jelaskan donk...^^

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 03:04:12 PM
btw, diskusi disini bisa bikin pengetahuan jadi luas....

tq for all of member here.

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 03:20:51 PM
Quote
MN 26
Ariyapariyesana Sutta

Sumber:
Majjhima Nikaya: Kitab Suci Agama Buddha, Jilid 2

Diterjemahkan dan diedit dari Bahasa Pali oleh:
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi
diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh:
Dra, Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Vihara Bodhivamasa, 2005

Hal. 525-526
"Setelah meninggalkan keduniawian, para bhikkhu, untuk mencari apa yang bajik, mencari keadaan tertinggi dari kedamaian tertinggi, aku pergi ke Alara Kalama dan berkata kepadanya: 'Sahabat Kalama, saya ingin menjalani kehidupan suci di dalam Dhamma dan Vinaya ini.' Alara Kalama menjawab: 'Yang mulia boleh tinggal di sini. Dhamma ini memang sedemikian rupa sehingga orang bijak dapat segera masuk dan berdiam di dalamnya, karena merealisasikan untuk dirinya sendiri doktrin gurunya sendiri melalui pengetahuan langsung.' Dengan cepat aku mempelajari Dhamma itu. Sejauh pengulangan-bibir saja dan pengulangan ajarannya, aku berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, dan aku menyatakan, 'aku tahu dan melihat' -dan ada juga orang-orang lain juga melakukan yang demikian pula.

Menarik sekali... :)

"Segera" memasuki bukan berarti "zap" atau "ting" tiba2 di masuk ke jhana 7 tersebut. Kata "segera" artinya bukan langsung masih ada proses...cepat atau tidaknya tergantung parami dan kemahiran juga, makanya dikatakan "sehingga...orang bijak...." dalam kasus kecepatan masuk jhana Mogallana lah yg paling unggul. Tapi ini bukan bearti tidak ada proses dari jhana2 sebelumnya.

Untuk contoh pintu demi pintu yg yg saling terhubung atau "connecting door" satu ruangan dengan yg lainnya perumpamaan masuk jhana demi jhana dan kecepatannya silakan baca di "supermindfulness" karangan Ajahn Brahm. Mungkin bisa jelas.

Dan hal yg penting diperhatikan adalah bagaimana saat2 awal alara kalama dan ramaputta melatih jhana2, referensi itu tidak disebutkan. Yg dijelaskan hanya kondisi saat dia sudah mahir sehingga sesuai keinginannya ia dapat berada dalam jhana yg diinginkan tapi bukan berarti tidak melewati tiap "connecting door demi connecting door"

Quote
Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya Alara Kalama saja yang memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Aku pun juga memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Sebaiknya aku mencoba merealisasikan Dhamma yang oleh Alara Kalama dinyatakan bahwa dia telah masuk dan berdiam di dalamnya dengan merealisasikan untuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung.'

perhatikan yg dibold " bahwa dia telah masuk" artinya sebelumnya dimana, ?, dalam hal ini masuk jhana 7...jika Anda katakan bukan jhana lalu apa?(coba liat prosesnya makanya coba dipraktekan   ;D) Nah alara kalama berpikir bahwa jhana 7 ini adalah akhir dari segalanya/nibbana.

Quote
"Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya lewat keyakinan saja Rama menyatakan: "Dengan merealisasikan untuk diriku sendiri melalui pengetahuan langsung, aku masuk dan berdiam di dalam Dhamma ini." Tentunya Rama berdiam dengan mengetahui dan melihat Dhamma ini.' Kemudian aku pergi kepada Uddaka Ramaputta dan bertanya kepadanya: 'Sahabat, dengan cara apakah Rama menyatakan bahwa dengan merealisasikan untuk dirimu sendiri melalui pengetahuan langsung maka engkau akan berdiam di dalam Dhamma ini?' Sebagai jawabannya, dia menyatakan landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi.

Quote
Aku mempertimbangkan: 'Bukan hanya Rama saja yang memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Aku pun juga memiliki keyakinan, semangat, kewaspadaan, konsentrasi dan kebijaksanaan. Sebaiknya aku mencoba merealisasikan Dhamma yang oleh Rama dinyatakan bahwa dia telah masuk dan berdiam di dalamnya dengan merealisasikan untuk dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung.'

Penjelasannya idem seperti sebelumnya dalam kasus alara kalama.

Mengenai Buddha Vipassi dan apa yg saya ketahui melalui Tipitaka kanon Pali Bahwa cara Pencapaian Buddha adalah caranya sama.CMIIW.Mengacu pada hal itu maka Buddha Vipassi tentu juga mengalami jhana2 sebagai toolsnya. Sutta yg Anda referensikan hanya mengacu cara bervipasanna yg diajarkan Buddha Vipassi untuk merealisasikan nibbana tapi bukan berarti dia tidak mengalami jhana.Karena seorang Buddha memiliki kemampuan abinna dan kesempurnaan yg lengkap sehingga ia harus mahir dalam jhana(dalam hal ini jhana 1-8) dan vipasanna atau keduanya.

Quote
Mengenai pencapaian Buddha Vipassi yang tanpa melalui Jhana 1-4, namun langsung melalui perenungan terhadap paticca samupadda, silahkan baca kutipan ini.

Tahukah Anda bagaimana melihat paticasamupadda?

Banyak yg hal kontroversi mengatakan tidak perlu jhana dsb untuk melihat ini, hanya dengan perenungan biasa. Mari kita kaji lebih lanjut

Paticasamupada terdiri dari 12 nidana disana dijelaskan rangkaian avijja(sebagai kilesa) sebagai sebab tumimbal lahir dan tumimbal lahir ini menyangkut nama dan rupa. Dan kilesa itu "ada" pada batin, dan tubuh adalah salah satu wujud efeknya dikatakan sebagai manusia dia terlahir. Nah apakah melihat rangkaian dalam jasmani khususnya organ dalam bisa dengan mata kasar? kecuali di operasi lalu dipelajari ^-^
Kedua melihat kilesa yg laten tadi yg bernama avija tadi yg "berada" pada batin bisa dicabut dengan perenungan biasa? tentu tidak sobat karena untuk mendapatkan pengetahuan menghancurkan kilesa ini seseorang harus bisa melihat proses daripada Nama tadi artinya anda harus bisa melihat mana citta, cetasika,vedana, sanna dan sankhara dsb..Ini juga ada kaitannya juga dengan proses tummbal lahir yg akan memunculkan nyana2 sehingga muncul pengertian dan kejenuhan terhadap kehidupan.dst

Bagaimana dengan direct vipasanna. Seperti yg pernah dikatakan Mahasi Sayadaw  dalam point tertentu konsentrasi khanika samadhi bisa setara dengan kekuatan jhana hanya dipergunakan pada objek yg berbeda. Dan patut diingat dalam jhana orang tidak bisa bervipasana.

Kenapa dikatakan jhana 7 dan 8 kilesanya dikit, sebenarnya tidak demikian adanya. Tetapi lebih karena kekuatan konsentrasi yg dipakai nantinya untuk vipasana. Sehingga kalau jhana 4 memakai kaca pembesar, maka jhana 7 dan 8 memakai teleskop.

Smoga bermanfaat penejelasan ini _/\_





Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 June 2009, 03:44:13 PM
kalau anda mengutip sutta ini, maka coba lihat kata buddha disitu....apa bisa dikatakan pada saat itu Siddharta telah mencapai Ke-buddha-an?
ini jelas kalau beliau belum mencapai pencerahan, tetapi dalam sutra mahayana mengatakan Siddharta jauh sebelum dari kalpa tak terhitung telah mencapai pencerahan....

dengan asumsi jika mahayana mengatakan kitab nya isi-nya sama dengan Theravada pada bagian ini.

jelaskan donk...^^

salam metta.

Seorang bodhisatta/bodhisattva meskipun dikatakan hidup dalam samsara, namun ia tidak tercemar olehnya. Dengan demikian walaupun mengalami tumimbal lahir, bodhisatta tidak terikat sebagaimana yang dialami makhluk awam lain.

Dalam sutta pali pun dikatakan Bodhisatta dilahirkan dalam kondisi yang berbeda. Merujuk pada beberapa sutta dikatakan ada beberapa cara-cara kelahiran, yang antara lain saya kutip di bawah ini:

Sampasadinya Sutta, hal. 433
‘Juga, Sang Bhagavà tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali dalam empat cara, yaitu: seseorang masuk ke dalam rahim ibunya tanpa menyadarinya, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara pertama. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke dua. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke tiga. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali

Sangiti Sutta, hal. 522-523
Empat cara masuk ke dalam rahim: (a) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya tanpa menyadarinya, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (b) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (c) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (d) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar.

Seorang Bodhisatta dikatakan "masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar." Oleh karena itu meskipun baru lahir, Pangeran Siddhata sudah dapat berjalan tujuh langkah dan berkata bahwa ini adalah kehidupannya yang terakhir.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 03:58:36 PM
Quote
Saya hanya tidak paham bahwa anda merasa bisa melihat kilesa hanya dari beberapa patah kata dalam khotbah Bodhidharma. Ini yang saya tidak habis pikir. Misalnya, tentang Pa Auk Sayadaw, tentu saya pernah bertemu dengan beliau. Namun, saya tidak berani mengambil kesimpulan bahwa beliau masih memiliki kilesa atau tidak hanya sepintas menyaksikan beberapa tindak tanduk dan perkataannya.Demikian juga tentang Ajahn Brahm, saya tidak berani mengambil kesimpulan tentang beliau masih memiliki kilesa atau tidak. Meskipun jujur saja, saya sempat bertanya-tanya, namun saya selalu insyaf bahwa pencapaian saya mungkin yang masih kurang.


Saya ingin bertanya ketika seseorang mengatakan lobha adalah bukan kilesa tetapi faktanya itu adalah kilesa. Sama halnya jika mengatakan bahwa si A memukul orang itu kenyataanya orang itu tidak memukul tetapi berjabat tangan apakah hal itu dapat dibedakan pengertiannya?

Sama halnya pengertian kilesa . Apa yg saya katakan mengenai kilesa dalam pandangan atau miccha ditthi.

Bisa Anda tunjukan tulisan saya bahwa bodhidharma ada kilesa?, saya hanya membuat perumpamaan bahkan ada kata "jika itu benar bodhdharma tanpa kilesa (versi mahayana)....."(lalu siapa yg menanggap benar? ^-^) oleh karena itu  saya ragu itu adalah khotbah bodhidharma artinya masih 50-50 . Tetapi dari tulisan itu jelas cerminan yg masih ada kilesa tetapi Anda sendiri yg menanggap itu khotbah Boddhidarma dikatakan bodhidharma Sehingga Anda berpikir saya mengatakan dia pasti ada kilesa yg tercermin dalam khotbahnya, padahal itu pikiran Anda yg bergerak toh... Saya telah jelaskan sebelumnya saya menghormati Boddhidharma. Anda tahu mengkritisi pandangan? karena saya ragu maka saya tidak tau benar pandangan siapa entah bodhidharma atau orang lainnya. Jadi ini adalah asumsi Anda sendiri bukan? :) Coba baca lagi tulisan saya dari awal, terus terang saya malas copas ulang tulisan saya.

Quote
Bahkan Ajahn Mahaboowa pun pernah dipertanyakan tentang pencapaiannya ketika ia menangis. Lantas orang-orang ramai bertanya apakah arahat bisa menangis? Bukankah menangis berarti masih memiliki kilesa? dsb, dsb, nya. Dalam hal ini Ajahn Mahaboowa memiliki jawabannya sendiri yang bisa dibaca dalam buku berjudul "Arahattamagga" (kalau nggak salah judulnya demikian).

Nah Luangta Mahaboowa ada penjelasannya kan kenapa dan mengapa, Anda sendiri telah menunjukannya.. apakah tulisan mengenai khotbah Bodhidharma ada penjelasan mengenai arahat membayangkan?, paling tidak praktisinya langsung toh... ;D

Quote
Inilah yang saya tidak paham, mengapa anda mampu untuk menyimpulkan kata-kata demikian masih memiliki kilesa, kata-kata demikian tidak. Atas dasar pertimbangan seperti apa anda menyimpulkan hal ini? Mohon penjelasannya.

Telah saya jelaskan berulang2 perbandingannya dan pertimbangannya beserta contohnya. Kalau belum mengerti smoga suatu saat Anda mengerti, mungkin karena keterbatasan saya dalam menjelaskan ke Anda. Mungkin teman2 yg mengerti maksud saya dan mahir dalam menjelaskan dapat membantu menjelaskan maksud saya tadi. cluenya pernyataan dan fakta beda...itu saja.

Salam metta _/\_

salam persaudaraan Mahayana dan Theravada Smiley

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 04:00:09 PM
Quote
saudara Gandalf,
Vipassana adalah meditasi dimana tidak mengikuti keinginan,dan membiarkan sebagaimana adanya, bahkan tekankan untuk memperhatikan semua gejolak batin yang timbul dengan jangan menekan ataupun tidak menekan...semua itu dibiarkan saja yang penting disadari
ini artinya pikiran dari "si pengetahu" saja yang dipakai...bukan "si pelaku"


sedangkan anda menulis disitu malah "berharap"
bisa dijelaskan vipassana seperti apa dalam mahayana?

di Theravada ada guru seperti MahassiSayadawi yang menjelaskan vipassana secara detail,
karena dalam Sutta Theravada "jika melakukan vipassana dan samantha secara benar dan sesuai Dhamma dan juga 8JB lainnya, nibbana adalah buahnya"...bukan "alam sukhavati"

dalam metode MahassiSayadaw juga dikatakan akan ada beberapa Nana(pengetahuan) yang timbul ketika mempratekkan vipassana.
jadi terus terang, yg anda jabarkan adalah hal yang tidak pernah saya dengar dan ketahui...
mohon penjelasan.


salam metta.

Sebenarnya ada salah tangkep makna di sini.

Yang dimaksud bukanlah dalam meditasi Vipashyana kita memunculkan keinginan. Namun yang saya maksud adalah ingin melakukan Vipassana.

Maknanya sama seperti ketika anda ditanya "anda ke vihara ngapain?" "O Saya ingin bermeditasi Vipassana".... Gitu lohh...

Vipashyana menurut tradisi Amitabha adalah Kontemplasi. Ini salah satu dari 5 "Gerbang Kesadaran" (Mindfulness) - Wu Nien Men - menuju Tanah Suci. Metode ini disebutkan dalam Amitayur Dhyana Sutra, Sukavativyuhopadesa karya Vasubandhu dan komentarnya karya Tan Luan.

Vipashyana dalam aliran Sukhavati adalah kontemplasi / visualisasi terhadap aspek2 agung dan mulia dari Amitabha Buddha dan Tanah Suci Sukhavati dengan penuh kesadaran. [mindful]

Selain itu dalam paham Mahayana tiongkok, meditasi yang dianjurkan adalah "chih-kuan" yaitu "samatha-vipashyana".

Zen Master Chu Hung pernah berkata:

"Sekarang ini engkau hanya harus melafalkan nama Buddha dengan kemurnian dan pandangan terang. Kemurnian berarti melafalkan nama Buddha tanpa ada pikiran lain. Pandangan terang berarti meninjau kembali ketika engkau melafalkan nama Buddha. kemurnian adalah Samatha, "berhenti" dan pandangan terang adalah Vipashyana "meninjau [disadari]". Satukanlah kesadaranmu (mindfulness) akan Buddha melalui pelafalan nama Buddha, dan berhenti (Samatha) maupun meninjau (Vipashyana) bersama-sama."

Sedangkan Master Yin Guang, Patriark Tanah Suci ke-13 pernah berkata:

Do not concern yourself with whether or not you will become enlightened.
Do  not concern  yourself with existence and non-existence, with inside and outside and in-between.
Do  not  concern  yourself  with  "stopping" [shammata/samatha]and "observing" [vipashyana/vipasyana].
Do not concern yourself with whether [this method of reciting the buddha-name] is the same or not the same as other Buddhist methods.
If the feeling of doubt does not arise, do not concern yourself with who it is or who it is not [who is reciting the buddha-name]. Simply go on reciting the buddha-name with unified mind and unified intent without a break, pure and unmixed.
 
Ya metode Sukhavati merupakan penggabungan metode samatha dan vipashyana. Jadi tidak pada Vipashyana saja ataupun Samatha saja.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 06 June 2009, 04:07:58 PM
kalau anda mengutip sutta ini, maka coba lihat kata buddha disitu....apa bisa dikatakan pada saat itu Siddharta telah mencapai Ke-buddha-an?
ini jelas kalau beliau belum mencapai pencerahan, tetapi dalam sutra mahayana mengatakan Siddharta jauh sebelum dari kalpa tak terhitung telah mencapai pencerahan....

dengan asumsi jika mahayana mengatakan kitab nya isi-nya sama dengan Theravada pada bagian ini.

jelaskan donk...^^

salam metta.

Seorang bodhisatta/bodhisattva meskipun dikatakan hidup dalam samsara, namun ia tidak tercemar olehnya. Dengan demikian walaupun mengalami tumimbal lahir, bodhisatta tidak terikat sebagaimana yang dialami makhluk awam lain.

Dalam sutta pali pun dikatakan Bodhisatta dilahirkan dalam kondisi yang berbeda. Merujuk pada beberapa sutta dikatakan ada beberapa cara-cara kelahiran, yang antara lain saya kutip di bawah ini:

Sampasadinya Sutta, hal. 433
‘Juga, Sang Bhagavà tidak tertandingi dalam hal mengajarkan Dhamma sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali dalam empat cara, yaitu: seseorang masuk ke dalam rahim ibunya tanpa menyadarinya, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara pertama. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke dua. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya. Ini adalah cara ke tiga. Atau seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar. Ini adalah ajaran yang tanpa tandingan sehubungan dengan cara-cara kelahiran kembali

Sangiti Sutta, hal. 522-523
Empat cara masuk ke dalam rahim: (a) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya tanpa menyadarinya, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (b) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana tanpa menyadarinya, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (c) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana tanpa menyadarinya; (d) seseorang masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar.

Seorang Bodhisatta dikatakan "masuk ke dalam rahim ibunya dengan sadar, berdiam di sana dengan sadar, dan keluar dari sana dengan sadar." Oleh karena itu meskipun baru lahir, Pangeran Siddhata sudah dapat berjalan tujuh langkah dan berkata bahwa ini adalah kehidupannya yang terakhir.

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 06 June 2009, 04:11:44 PM
saudara Sobat-dharma,
dikatakan bahwa jauh kalpa tak terhitung Gotama telah mencapai pencerahan sempurna,
lalu sekarang masih butuh guru? apa orang yang mencapai pencerahan sempurna juga butuh guru?

salam metta.

Hal ini tercantum di dalam sutta pitaka majjhima nikaya. Jika anda meminta pastinya di mana, nanti saya kutipkan setelah saya menemukannya. Saya perlu cari ke rak buku saya dulu, saat ini saya nggak ada di rumah :)

Ya kalau tidak merepotkan, tolong rujukan sutta-nya. thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: johan3000 on 06 June 2009, 04:49:12 PM
:-t :-t #:-S #:-S ~X( ~X( ~X( ~X( [-o< [-o< [-o< [-o<
ternyata ajaran Buddha itu begitu rumit melihat diskusi ini membuat aye pusing kakakakakak
Quote
chingik :
udeh, yg basa basi diabaikan aja, diskusi yg elegan dan atas dasar berbagi wawasan aja.
awalnya memang males kalo diskusinya sperti putar2, tapi gw demen deh kalo pertanyaan yg objektif, tidak pake atribut emosi, sindiran, dll.,. yg kayak gitu bikin batin suka melenceng ke arah kusala citta. cape soalnya butuh usaha utk balik ke sikap netral lagi..hehe

Saya ingat sepupuh ke 3 HIU NENG itu BUTA HURUF...gak sekolah.. tapi bisa mencapai pencerahan...
sewaktu belajar sama HONG REN... dia malah disuruh tumbuk beras aja.. (bukan diajarin berdebat)...
Dia cukup mendengarkan sebait kalimat dari Diamond sutta, udah bisa tersadarkan...

Kenapa disini kita berdebat sampai begitu SENGIT.... panjang2
gw belum tercerahkan... mohon bimbingan dari petinggi Mahayana....
tentang cara Hui Neng mencapai pencerahan supaya bisa diterapkan pada saya...

terima kasih sebelumnya..


DAri Platform Sutra (Sutra Dasar) karya dari murid-murid Hui Neng, dikatakan bahwa :
1. Hui Neng membangkitkan keingin-tahuan (mungkin bisa disebut dengan bodhicitta) ketika mendengar lantunan sutra intan (diamond sutra) di desa kelahirannya.
2. Hui Neng membalas tulisan Gatha Pencerahan dari murid kepala Hong Ren (Shen Xiu). Dalam tahapan ini, apakah Hui Neng mencapai pencerahan (pencerahan kecil) atau tidak belum dipastikan.
3. Hui Neng mendapat kepastian pencerahan sepenuhnya dari Master Hong Ren, ketika pada tengah malam mendapat ulasan dan penjelasan Sutra Intan (Diamond Sutra) selengkapnya.

Kecepatan pencerahan (nibbana) dari Hui Neng, sebenarnya masih kalah dari Arahat Bahiya, yang mencapai kesucian Arahat, ketika BUDDHA selesai memberikan khotbah kepada BAHIYA sebagaimana yang disebutkan di dalam BAHIYA SUTTA. Sehingga BUDDHA memberikan gelar ETTAGATTA sebagai YANG TERBAIK (ETTAGATTA) di DALAM KECEPATAN PENCAPAIAN KESUCIAN ARAHAT.

Dalam kitab komentar, dijelaskan bahwa BAHIYA telah memiliki benih-benih yang sangat mendukung untuk cepat mencapai tingkat kesucian ARAHAT, karena sejak Buddha Kassapa sampai Buddha Sakyamuni, BAHIYA terus menerus menyempurnakan parami-nya dan terus menerus terlahir dan menjadi bhikkhu/petapa.

Di dalam Abhidhamma, Puthujana dapat dibagi atas :
1. Dugati ahetuka puggala
    dugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir di empat alam menyedihkan.
2. Sugati ahetuka puggala.
    Sugati ahetuka puggala merefer pada makhluk yang terlahir dalam kondisi cacat mental, buta atau tuli baik terlahir sebagai manusia maupun dewa alam rendah.
3. Dvihetuka puggala
    Dvihetuka puggala merefer pada manusia atau dewa yang terlahir dengan nana-vipayuttam maha vipaka citta yang kurang kebijaksanaannya, sehingga makhluk dvihetuka puggala ini tidak akan bisa mencapai jhana dan magga di dalam kehidupan sekarang ini bagaimanapun kerasnya mereka berusaha. Tetapi Dvihetuka puggala bisa terlahir kembali menjadi Ti-hetuka puggala pada kehidupan mendatang sebagai hasil dari meditasi dan usahanya.
4. Tihetuka puggala.
    Tihetuka puggala merefer pada manusia dan dewa yang terlahir dengan nana sampayutam maha vipaka citta yang berasosiasi dengan kebijaksanaan. Tihetuka puggala ini dapat mencapai jhana dan magga jika melaksanakan samatha bhavana atau vipasanna bhavana.


Thanks atas jawabannya bro.........

kita berdebat terus disini.... kira2 ada yg sedikit mau mencapai pencerahan gak?

semoga kita bisa meniru cara  BAHIYA yaaaaa...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 05:19:55 PM
Quote
saudara Gandalf,
Vipassana adalah meditasi dimana tidak mengikuti keinginan,dan membiarkan sebagaimana adanya, bahkan tekankan untuk memperhatikan semua gejolak batin yang timbul dengan jangan menekan ataupun tidak menekan...semua itu dibiarkan saja yang penting disadari
ini artinya pikiran dari "si pengetahu" saja yang dipakai...bukan "si pelaku"


sedangkan anda menulis disitu malah "berharap"
bisa dijelaskan vipassana seperti apa dalam mahayana?

di Theravada ada guru seperti MahassiSayadawi yang menjelaskan vipassana secara detail,
karena dalam Sutta Theravada "jika melakukan vipassana dan samantha secara benar dan sesuai Dhamma dan juga 8JB lainnya, nibbana adalah buahnya"...bukan "alam sukhavati"

dalam metode MahassiSayadaw juga dikatakan akan ada beberapa Nana(pengetahuan) yang timbul ketika mempratekkan vipassana.
jadi terus terang, yg anda jabarkan adalah hal yang tidak pernah saya dengar dan ketahui...
mohon penjelasan.


salam metta.

Sebenarnya ada salah tangkep makna di sini.

Yang dimaksud bukanlah dalam meditasi Vipashyana kita memunculkan keinginan. Namun yang saya maksud adalah ingin melakukan Vipassana.

Maknanya sama seperti ketika anda ditanya "anda ke vihara ngapain?" "O Saya ingin bermeditasi Vipassana".... Gitu lohh...

Vipashyana menurut tradisi Amitabha adalah Kontemplasi. Ini salah satu dari 5 "Gerbang Kesadaran" (Mindfulness) - Wu Nien Men - menuju Tanah Suci. Metode ini disebutkan dalam Amitayur Dhyana Sutra, Sukavativyuhopadesa karya Vasubandhu dan komentarnya karya Tan Luan.

Vipashyana dalam aliran Sukhavati adalah kontemplasi / visualisasi terhadap aspek2 agung dan mulia dari Amitabha Buddha dan Tanah Suci Sukhavati dengan penuh kesadaran. [mindful]

Selain itu dalam paham Mahayana tiongkok, meditasi yang dianjurkan adalah "chih-kuan" yaitu "samatha-vipashyana".

Zen Master Chu Hung pernah berkata:

"Sekarang ini engkau hanya harus melafalkan nama Buddha dengan kemurnian dan pandangan terang. Kemurnian berarti melafalkan nama Buddha tanpa ada pikiran lain. Pandangan terang berarti meninjau kembali ketika engkau melafalkan nama Buddha. kemurnian adalah Samatha, "berhenti" dan pandangan terang adalah Vipashyana "meninjau [disadari]". Satukanlah kesadaranmu (mindfulness) akan Buddha melalui pelafalan nama Buddha, dan berhenti (Samatha) maupun meninjau (Vipashyana) bersama-sama."

Sedangkan Master Yin Guang, Patriark Tanah Suci ke-13 pernah berkata:

Do not concern yourself with whether or not you will become enlightened.
Do  not concern  yourself with existence and non-existence, with inside and outside and in-between.
Do  not  concern  yourself  with  "stopping" [shammata/samatha]and "observing" [vipashyana/vipasyana].
Do not concern yourself with whether [this method of reciting the buddha-name] is the same or not the same as other Buddhist methods.
If the feeling of doubt does not arise, do not concern yourself with who it is or who it is not [who is reciting the buddha-name]. Simply go on reciting the buddha-name with unified mind and unified intent without a break, pure and unmixed.
 
Ya metode Sukhavati merupakan penggabungan metode samatha dan vipashyana. Jadi tidak pada Vipashyana saja ataupun Samatha saja.

 _/\_
The Siddha Wanderer

YTambahan...

Setahu saya di kalangan Theravada Tradisi Hutan dikenal praktek penyatuan samatha-vipassana 'Buddho' yang mirip dengan penyatuan samatha-vipashyana dalam Nianfo.

One of well-known meditation practises in Thailand that will be explained here is "Luangpuh Mun's samatha-vipassana", generally known as 'Buddho Meditation' (ภาวนาพุทโธ) in Thailand. This technique is classified as Anapanasati, mindfulness on the breath, together with mental recitation of the Buddha' name "Bud-dho". Mentally you recite 'bud' on the inhalation and 'dho' for the exhalation. Buddho means "Awakened One". The purpose of using the word "Buddho" along with the breath is a technique that helps the mind focus easily on one-pointedness. First of all, the practitioners of this method should practise samatha to calm the mind. Then they begin to practise vipassana by using the calmed mind to concentrate on the reality of all things truly as they are. One important element of this technique that practitioners should do before trying out meditating is to investigate the body as the compound of the four elements and the Five Aggregates. Observe your thoughts regarding the body as a desirable thing to cling to, as impermanence and non-self. Contemplate the body like this until the mind accepts these realities. It is easier if the practitioner attains a concentration first and then investigates the body as mentioned earlier.

Meditation is a central component in the Thai forest tradition. Methods of meditation are numerous and diverse. Meditation methods frequently used by Ajahn Sao Kantasilo Mahathera and his student, Ajahn Mun Bhuridatta, are the walking meditation and the sitting meditation. Outside the sitting meditation session, the practitioner must be aware and mindful of his or her body and mind movements in all positions: standing, walking, sitting and lying. During sitting meditation, the mind is calmed with traditional practices such as mindfulness of breathing (anapanasati). The mental intoning of the mantra "Buddho" is used in order to maintain attention on the breath (in-breath is "Bud", out-breath is "dho") or the contemplation of the 32 body parts. The meditator goes through three levels of samadhi (concentration). In khanika-samadhi the mind is only calmed for a short time. In upacara-samadhi, approach concentration lasts longer. And in appana-samadhi, jhana is attained. When sufficient concentration has been established, the three characteristics (impermanence, suffering and non-self) are contemplated, insight arises and ignorance is extinguished. No distinction is made between samatha meditation and insight (vipassana) meditation; the two are used in conjunction.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 05:31:04 PM
yg bikin masuk jhananya adalah anapanasatinya bukan buddhonya. Bagaimana dengan nienfo, bisa dijelaskan om gandalf?

Mirip tapi tak sama ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 05:35:02 PM
yg bikin masuk jhananya adalah anapanasatinya bukan buddhonya. Bagaimana dengan nienfo, bisa dijelaskan om gandalf?

Mirip tapi tak sama ;D

Nah... jangan lupa pelafalan nama Buddha pun juga dibarengi dengan vipashyana [kontemplasi]

Mirip dengan Buddho juga dibarengi dengan kontemplasi Anapanasati menuju Vipassana.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 05:43:54 PM
Quote
Nah... jangan lupa pelafalan nama Buddha pun juga dibarengi dengan vipashyana [kontemplasi]

Mirip dengan Buddho juga dibarengi dengan kontemplasi Anapanasati menuju Vipassana.

 bener berbarengan? yakin? ;)
 bisa dijelaskan prosesnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 05:49:06 PM
Quote
Nah... jangan lupa pelafalan nama Buddha pun juga dibarengi dengan vipashyana [kontemplasi]

Mirip dengan Buddho juga dibarengi dengan kontemplasi Anapanasati menuju Vipassana.

 bener berbarengan? yakin? ;)
 bisa dijelaskan prosesnya?

Haha... saya sih belum bisa meditasi sampai ke sana.... jadi prosesnya benar2 gimana ya saya nggak tahu.... haha....

Berbarengan / konjungsi ya katanya gitu... praktek nya ya gw kaga tau haha....

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 05:58:52 PM
Quote
Nah... jangan lupa pelafalan nama Buddha pun juga dibarengi dengan vipashyana [kontemplasi]

Mirip dengan Buddho juga dibarengi dengan kontemplasi Anapanasati menuju Vipassana.

 bener berbarengan? yakin? ;)
 bisa dijelaskan prosesnya?

Haha... saya sih belum bisa meditasi sampai ke sana.... jadi prosesnya benar2 gimana ya saya nggak tahu.... haha....

Berbarengan / konjungsi ya katanya gitu... praktek nya ya gw kaga tau haha....

_/\_
The Siddha Wanderer

samatha dan Vipasanna. cara berlatihnya dengan melatih samatha terlebih dahulu sampai pada tahap konsentrasi yg cukup---upacara samadhi kemudian baru bervipasana. Kalau sampai masuk jhana maka dia setelah berdiam dalam jhana maka dia harus keluar terlebih dahulu baru bervipasana. Penjelasan singkat prosesnya demikian. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 06:12:17 PM
Ok.

Kalau gitu sama dengan yang saya kutip dong:

During sitting meditation, the mind is calmed with traditional practices such as mindfulness of breathing (anapanasati). The mental intoning of the mantra "Buddho" is used in order to maintain attention on the breath (in-breath is "Bud", out-breath is "dho") or the contemplation of the 32 body parts. The meditator goes through three levels of samadhi (concentration). In khanika-samadhi the mind is only calmed for a short time. In upacara-samadhi, approach concentration lasts longer. And in appana-samadhi, jhana is attained. When sufficient concentration has been established, the three characteristics (impermanence, suffering and non-self) are contemplated, insight arises and ignorance is extinguished. No distinction is made between samatha meditation and insight (vipassana) meditation; the two are used in conjunction.

Untuk yang metode Sukhavati saya kurang tahu, namun mungkin ada kesamaan.

Karena setahu saya Mahabhiksu Zhiyi pendiri aliran Tientai juga menjelaskan tentang metode anapana menuju "Chih-kuan" [samatha-vipashyana] dalam karyanya "Enam Gerbang Dharma menuju Pencerahan Agung".

Patut diketahui pula Master Zhiyi sangat menganjurkan praktek pelafalan nama Amitabha Buddha / metode Sukhavati.

Satipatthana juga dikenal dalam Mahayana dengan sebutan "Smrtyupasthana". Sutra Anapana juga pernah dibawa oleh An Shih Gao.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 06:27:55 PM
Quote
Ok.

Kalau gitu sama dengan yang saya kutip dong:

During sitting meditation, the mind is calmed with traditional practices such as mindfulness of breathing (anapanasati). The mental intoning of the mantra "Buddho" is used in order to maintain attention on the breath (in-breath is "Bud", out-breath is "dho") or the contemplation of the 32 body parts. The meditator goes through three levels of samadhi (concentration). In khanika-samadhi the mind is only calmed for a short time. In upacara-samadhi, approach concentration lasts longer. And in appana-samadhi, jhana is attained. When sufficient concentration has been established, the three characteristics (impermanence, suffering and non-self) are contemplated, insight arises and ignorance is extinguished. No distinction is made between samatha meditation and insight (vipassana) meditation; the two are used in conjunction.

ya untuk pernyataan om Gandalf yg kedua :) tapi kalau nienfo dibarengi vipasanna tidak bisa bersamaan. Kalau nienfo/buddho..buddho dulu sampai upacara samadhi baru masuk ke vipasanna baru bisa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 06:40:25 PM
Quote
Ok.

Kalau gitu sama dengan yang saya kutip dong:

During sitting meditation, the mind is calmed with traditional practices such as mindfulness of breathing (anapanasati). The mental intoning of the mantra "Buddho" is used in order to maintain attention on the breath (in-breath is "Bud", out-breath is "dho") or the contemplation of the 32 body parts. The meditator goes through three levels of samadhi (concentration). In khanika-samadhi the mind is only calmed for a short time. In upacara-samadhi, approach concentration lasts longer. And in appana-samadhi, jhana is attained. When sufficient concentration has been established, the three characteristics (impermanence, suffering and non-self) are contemplated, insight arises and ignorance is extinguished. No distinction is made between samatha meditation and insight (vipassana) meditation; the two are used in conjunction.

ya untuk pernyataan om Gandalf yg kedua :) tapi kalau nienfo dibarengi vipasanna tidak bisa bersamaan. Kalau nienfo/buddho..buddho dulu sampai upacara samadhi baru masuk ke vipasanna baru bisa.

Hmmm... mungkin saja... tapi bisa saja metode Sukhavati punya teknik tersendiri...

Tapi yang pasti dalam metode Sukhavati tetap menggunakan Vipashyana.

Tanpa Vipashyana tidak mungkin ada Pembebasan Sejati, dan ini tidak dibatasi oleh sekte2 tertentu.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 06 June 2009, 06:47:59 PM
Quote
Hmmm... mungkin saja... tapi bisa saja metode Sukhavati punya teknik tersendiri...

Ya bisa saja ada teknik sendiri. Dari penjelasan prosesnya baru kita bisa tau. Tetapi jika tujuannya alam sukhavati maka pembebasannya hanya sampai alam sukhavati saja. Bukan nibbana yg diajarkan Sang Buddha.:) Tujuan sedikit banyak mempengaruhi praktek seseorang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 06:50:21 PM
Quote
Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna, sementara saya masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan sempurna, Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.
    Saya (berpikir) demikian: 'Mengapa, dengan diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, Saya mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian dan kekotoran? Seandainya, diriku yang masih mengalami dhamma seperti itu, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti itu, Saya mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengatasi ikatan yang kuat, yaitu Nibbana?'
    Kemudian, ketika Saya masih anak-anak, seorang pemuda berambut hitam yang masih remaja, dalam masa hidupku yang pertama, aku mencukur habis rambut dan jenggotku meskipun ibu dan ayahku berkeinginan sebaliknya dan berduka dengan wajah berurai air mata. Saya mengenakan jubah kuning dan pergi meninggalkan kehidupan duniawi menuju kehidupan tak berumah-tangga (pabbaja).
    Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Alara Kalama dan berkata kepadanya: 'Kawan Kalama, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.'
sobat-dharma tolong dijelaskan. ^^
yang bold itu saya rasa cukup jelas " B E L U M "
tahu kan arti kata "belum...."  
Quote
mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?
yah,tolong jelaskan bagian ini, "mengapa" pertapa Jotipala(Gotama) sampai harus menghina, bahkan "di tarik rambut nya" oleh seseorang guna bertemu buddha....


----------------
saudara Gandalf,
bagaimana bisa dengan melafalkan buddho seseorang bisa mencapai jhana...
alat buddho dipakai hanya untuk sementara sebagai pembantu dimana jika pikiran loss mindfull...agar kembali ke trek nya...

makanya se-waktu diskusi dgn bhante Maha, beliau berkata, jika seseorang itu bukan buddhism, bisa diganti dengan 1-1 2-2 3-3 sampai 10 atau berapa baru kembali lagi 1-1....
karena jika meditator seorang agama lain, maka sulit untuk menerima kata "buddho" dimana keyakinan nya berbeda.
(ini sekaligus berarti ajaran buddha memang bersifat universal, dimana baik dari agama apapun bisa mencapai jhana)

disitu gunanya "hanya" membantu mencapai dimana kondisi batin supaya lebih ter-kontrol...
tentu jika sudah menguasai Jhana dengan baik,,,maka buddho sudah tidak di pakai...


Quote
Sebenarnya ada salah tangkep makna di sini.

Yang dimaksud bukanlah dalam meditasi Vipashyana kita memunculkan keinginan. Namun yang saya maksud adalah ingin melakukan Vipassana.

Maknanya sama seperti ketika anda ditanya "anda ke vihara ngapain?" "O Saya ingin bermeditasi Vipassana".... Gitu lohh...

Vipashyana menurut tradisi Amitabha adalah Kontemplasi. Ini salah satu dari 5 "Gerbang Kesadaran" (Mindfulness) - Wu Nien Men - menuju Tanah Suci. Metode ini disebutkan dalam Amitayur Dhyana Sutra, Sukavativyuhopadesa karya Vasubandhu dan komentarnya karya Tan Luan.

Vipashyana dalam aliran Sukhavati adalah kontemplasi / visualisasi terhadap aspek2 agung dan mulia dari Amitabha Buddha dan Tanah Suci Sukhavati dengan penuh kesadaran. [mindful]

Selain itu dalam paham Mahayana tiongkok, meditasi yang dianjurkan adalah "chih-kuan" yaitu "samatha-vipashyana".

Zen Master Chu Hung pernah berkata:

"Sekarang ini engkau hanya harus melafalkan nama Buddha dengan kemurnian dan pandangan terang. Kemurnian berarti melafalkan nama Buddha tanpa ada pikiran lain. Pandangan terang berarti meninjau kembali ketika engkau melafalkan nama Buddha. kemurnian adalah Samatha, "berhenti" dan pandangan terang adalah Vipashyana "meninjau [disadari]". Satukanlah kesadaranmu (mindfulness) akan Buddha melalui pelafalan nama Buddha, dan berhenti (Samatha) maupun meninjau (Vipashyana) bersama-sama."

Sedangkan Master Yin Guang, Patriark Tanah Suci ke-13 pernah berkata:

Do not concern yourself with whether or not you will become enlightened.
Do  not concern  yourself with existence and non-existence, with inside and outside and in-between.
Do  not  concern  yourself  with  "stopping" [shammata/samatha]and "observing" [vipashyana/vipasyana].
Do not concern yourself with whether [this method of reciting the buddha-name] is the same or not the same as other Buddhist methods.
If the feeling of doubt does not arise, do not concern yourself with who it is or who it is not [who is reciting the buddha-name]. Simply go on reciting the buddha-name with unified mind and unified intent without a break, pure and unmixed.
 
Ya metode Sukhavati merupakan penggabungan metode samatha dan vipashyana. Jadi tidak pada Vipashyana saja ataupun Samatha saja.

 Namaste
The Siddha Wanderer
aduh, saudara Gandalf bagaimana bisa meditasi dengan pengertian "sebagaimana-adanya" malah disuruh visualisasi.
pernahkah tahu tentang "si-pelaku" dan "si-pengetahu" coba baca buku AjahnBrahm, saya sendiri sudah bisa membedakan "si-pengetahu" dan "si-pelaku"

pikiran kita ada 2.. dimana "yang bergerak"(si-pelaku) dan "yang menyadari"(si-pengetahu)
kalau anda menyuruh pikiran ini "ber-visualisasi" maka pikiran bagian "yang-bergerak(si-pengetahu) yang main.....
dan ini bukan sesuai ajaran Theravada tentang Vipassana.....

makanya kalau anda mengatakan Vipassana versi Theravada. dan mau di samakan dengan Vipassana versi Mahayana, tidak bakalan nyambung.
oleh sebab itu saya disini meminta anda menjelaskan tentang Vipassana Mahayana secara detail...
alangkah bagusnya jika sama dengan perincian sebagaimana pada Visudhimagga.

dan lagi Vipassana pada versi Theravada jika dilakukan maka buah yang pasti adalah "NIBBANA"  dan tidak ada pilihan lain...mutlak.
sedangkan pada Vipassana versi Mahayana menyatakan bisa "nirvana" terus bisa "alam sukhavati" kemudian bisa mencapai Bodhisatva.

tolong dijelaskan secara jelas-jelas...

kemudian pertanyaan 3 saya sebelum nya. thx
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 06:50:30 PM
La ke Tanah Suci untuk apa? Nirvana dong... haha...

Lagipula Tanah Suci itu pada hakekatnya adalah Pikiran Murni yang berrati Pikiran yang Telah Mencapai Nirvana.  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 06:57:06 PM
sedikit kutipan dari Upali-Sutta.

Quote
26. “Sungguh membawa keberuntungan sihir yang mengubah keyakinan itu, Yang Mulia, sungguh baik sihir yang mengubah keyakinan itu!(590) Yang Mulia, seandainya saja kaumku dan sanak saudaraku yang terkasih harus diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi kaumku dan sanak saudaraku yang terkasih untuk waktu yang lama. Seandainya saja semua para mulia harus diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi para mulia itu untuk waktu yang lama.[384] Seandainya saja semua brahmana…semua pedagang…semua pekerja harus diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi para pekerja itu untuk waktu yang lama. Seandainya saja dunia dengan para dewanya, para Maranya, dan para Brahmanya, generasi ini dengan para petapa dan brahmananya, pangerannya dan rakyatnya, harus diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi dunia ini untuk waktu yang lama. Mengenai hal ini, Yang Mulia, saya akan memberikan suatu perumpamaan; karena beberapa orang bijaksana di sini memahami arti suatu pernyataan melalui perumpamaan.

27. “Yang Mulia, pada suatu ketika ada seorang brahmana yang sudah tua, sudah berumur, dan dibebani usia. Dia mempunyai istri seorang gadis brahmana muda yang hamil dan sudah mendekati persalinan. Maka istrinya ini memberitahu dia: ‘Pergilah, brahmana, belilah seekor kera muda di pasar dan bawalah kembali kepadaku sebagai teman bermain bagi anakku.' Brahmana itu menjawab: ‘Tunggu, nyonya, sampai engkau telah melahirkan anak itu. Jika engkau melahirkan seorang anak lelaki, maka aku akan membeli seekor kera jantan muda di pasar dan membawanya kembali kepadamu sebagai teman bermain bagi anak lelakimu; tetapi jika engkau melahirkan seorang anak perempuan, maka aku akan membeli seekor kera betina muda di pasar dan membawanya kembali kepadamu sebagai teman bermain bagi anak perempuanmu.' Untuk kedua kalinya istrinya itu mengucapkan permohonan yang sama dan menerima jawaban yang sama pula. Untuk ketiga kalinya istrinya itu mengucapkan permohonan yang sama. Kemudian, karena pikirannya amat mencintai istrinya, brahmana itu lalu pergi ke pasar, membeli seekor kera jantan muda, membawanya kembali dan memberitahu istrinya:' Aku telah membeli seekor kera jantan muda ini di pasar [385] dan membawanya kembali kepadamu sebagai teman bermain bagi anak lelakimu.' Kemudian istrinya berkata: Pergilah, brahmana, bawalah kera jantan muda ini ke Rattapani, putra tukang celup, dan katakan kepadanya: “Rattapani yang baik, saya ingin agar kera jantan muda ini diberi warna yang disebut kuning-salep, kemudian dipukul dan dipukul lagi, dan diratakan di dua sisinya.”' Maka, karena pikirannya amat mencintai istrinya, brahmana itu membawa kera jantan muda itu ke Rattapani, putra tukang celup, dan berkata kepadanya: ‘Rattapani yang baik, saya ingin agar kera jantan muda ini diberi warna yang disebut kuning-salep, kemudian diketok dan diketok lagi, dan dilicinkan di dua sisinya.' Rattapani, putra tukang celup itu berkata kepadanya: ‘Yang Mulia, kera jantan muda ini akan tahan menerima warna itu tetapi tidak akan menerima ketokan dan pelicinan.' Demikian pula, Yang Mulia, doktrin Nigantha yang tolol itu akan menyenangkan orang-orang tolol tetapi bukan orang-orang yang bijaksana, dan doktrin itu tidak akan tahan bila diuji atau dilicinkan.

“Kemudian, Yang Mulia, pada saat yang lain brahmana itu membawa seperangkat pakaian baru ke Rattapani, putra tukang celup dan berkata kepadanya: ‘Rattapani yang baik, saya ingin agar seperangkat pakaian baru ini diberi warna yang disebut kuning-salep, kemudian dipukul dan dipukul lagi, dan diratakan di dua sisinya.' Rattapani, putra tukang celup itu berkata kepadanya: ‘Yang Mulia, seperangkat pakaian baru ini akan tahan menerima warna dan pukulan dan pelicinan.'

Demikian pula, Yang Mulia, doktrin Yang Terberkahi itu, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, akan menyenangkan orang-orang yang bijaksana tetapi bukan orang-orang tolol, dan doktrin itu akan tahan bila diuji atau dilicinkan.”

 _/\_

salam metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 06 June 2009, 06:57:30 PM
La ke Tanah Suci untuk apa? Nirvana dong... haha...

Lagipula Tanah Suci itu pada hakekatnya adalah Pikiran Murni yang berrati Pikiran yang Telah Mencapai Nirvana.  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer

Numpang tanya Bro Gandalf,
konon katanya setelah terlahir kembali di alam sukhavati maka makhluk2 akan mencapai Nirvana dari alam tersebut. dan anda mengatakan bahwa sukhavati adalah telah mencapai nirvana. mohon penjelasannya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 07:01:31 PM
Quote
aduh, saudara Gandalf bagaimana bisa meditasi dengan pengertian "sebagaimana-adanya" malah disuruh visualisasi.
pernahkah tahu tentang "si-pelaku" dan "si-pengetahu" coba baca buku AjahnBrahm, saya sendiri sudah bisa membedakan "si-pengetahu" dan "si-pelaku"

pikiran kita ada 2.. dimana "yang bergerak"(si-pelaku) dan "yang menyadari"(si-pengetahu)
kalau anda menyuruh pikiran ini "ber-visualisasi" maka pikiran bagian "yang-bergerak(si-pengetahu) yang main.....
dan ini bukan sesuai ajaran Theravada tentang Vipassana.....

makanya kalau anda mengatakan Vipassana versi Theravada. dan mau di samakan dengan Vipassana versi Mahayana, tidak bakalan nyambung.
oleh sebab itu saya disini meminta anda menjelaskan tentang Vipassana Mahayana secara detail...
alangkah bagusnya jika sama dengan perincian sebagaimana pada Visudhimagga.

dan lagi Vipassana pada versi Theravada jika dilakukan maka buah yang pasti adalah "NIBBANA"  dan tidak ada pilihan lain...mutlak.
sedangkan pada Vipassana versi Mahayana menyatakan bisa "nirvana" terus bisa "alam sukhavati" kemudian bisa mencapai Bodhisatva.

tolong dijelaskan secara jelas-jelas...

kemudian pertanyaan 3 saya sebelum nya. thx
salam metta.

Hmm... Anapanasati yang menuju pada Vipassana pun melakukan kontemplasi [tubuh, pikiran, perasaan, Dhamma] bukan?

La dalam Sukhavati juga melakukan praktik kontemplasi Tanah Suci denagn segala atributnya untuk melakukan Vipashyana..... Dari kontemplasi itu maka terjadi "kuan" / observing = meninjau/menyadari - Vipashyana.

Demikian yang saya pahami. Bro. chingik boleh menambah/mengoreksi kalau saya salah.

Secara detail? Sudah saya bilang masih belum ada waktu bosss.....sabaarrrr..... Ini aja njawabnya singkat2......

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 07:02:37 PM
Quote
doktrin itu tidak akan tahan bila diuji atau dilicinkan

Saya heran motivasi apa yang mendasari postingan kutipan sutta seperti ini.... hahaha....  ;D... ternyata... masih saja.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 06 June 2009, 07:19:22 PM
Quote
doktrin itu tidak akan tahan bila diuji atau dilicinkan

Saya heran motivasi apa yang mendasari postingan kutipan sutta seperti ini.... hahaha....  ;D... ternyata... masih saja.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
hahaha, mudah-mudahan ini sebagai motivasi dan pembuktian bahwa ajaran mahayana itu memang lulus ISO9001/3 ^^
soalnya kalau dalam ajaran agama lain, ini begitu itu begitu...ketika di tanya mengapa begini mengapa begitu..
maka jawabannya tidak akan jelas....

demikian jika memang tahan uji maka bisa saja saya beralih keyakinan, bahkan dengan enteng berkata "di Thera,vipassana cuma bisa menghasilan 1 buah"
sedangkan di Mahayana bahkan bisa memilih 3 buah"

saya jujur saja, ketika seseorang mengatakan hanya 1 buah, kemudian orang lain mengatakan 3 buah,
maka ketika 3 buah itu benar...harus dengan jujur dan lapang dada, kalau pengetahuan orang yang menyatakan hanya 1 buah, adalah orang yang tidak sebijaksana mengatakan 3 buah.

oleh sebab itu saya sangat penasaran ingin tahu, sebab-sebab orang tersebut mengatakan 3.
yah, dengan penjelasan seperti visudhi-magga,maka hal itu pasti diketahui.

saya sangat berharap anda punya waktu luang menulis proses demi proses, dari pencapaian yang dikatakan dalam mahayanis.
bukankah kita disini ingin mencari akhir diskusi yang berbelit-belit ini. ^^
dan sy kira hanya akan ada 2 jawaban.


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 07:37:42 PM
Quote
hahaha, mudah-mudahan ini sebagai motivasi dan pembuktian bahwa ajaran mahayana itu memang lulus ISO9001/3 ^^
soalnya kalau dalam ajaran agama lain, ini begitu itu begitu...ketika di tanya mengapa begini mengapa begitu..
maka jawabannya tidak akan jelas....

demikian jika memang tahan uji maka bisa saja saya beralih keyakinan, bahkan dengan enteng berkata "di Thera,vipassana cuma bisa menghasilan 1 buah"
sedangkan di Mahayana bahkan bisa memilih 3 buah"

saya jujur saja, ketika seseorang mengatakan hanya 1 buah, kemudian orang lain mengatakan 3 buah,
maka ketika 3 buah itu benar...harus dengan jujur dan lapang dada, kalau pengetahuan orang yang menyatakan hanya 1 buah, adalah orang yang tidak sebijaksana mengatakan 3 buah.

oleh sebab itu saya sangat penasaran ingin tahu, sebab-sebab orang tersebut mengatakan 3.
yah, dengan penjelasan seperti visudhi-magga,maka hal itu pasti diketahui.

saya sangat berharap anda punya waktu luang menulis proses demi proses, dari pencapaian yang dikatakan dalam mahayanis.
bukankah kita disini ingin mencari akhir diskusi yang berbelit-belit ini. ^^
dan sy kira hanya akan ada 2 jawaban.

Hahaha..... ya semoga saja niat anda positif.... selalu "awas" saja terhadap pikiran anda... hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 06 June 2009, 07:48:54 PM
Quote
Numpang tanya Bro Gandalf,
konon katanya setelah terlahir kembali di alam sukhavati maka makhluk2 akan mencapai Nirvana dari alam tersebut. dan anda mengatakan bahwa sukhavati adalah telah mencapai nirvana. mohon penjelasannya

Sukhavati dibagi jadi 2

1. Sukhavati tentatif
2. Sukhavati Sesungguhnya [True Pure Land]

Yang saya maksud Nirvana adalah Sukhavati Sesungguhnya. Para praktisi Sukhavati yang sesungguhnya tentu berusaha mencapai tingkatan Sukhavati sesungguhnya ini.

Tapi kalau usahanya kurang maksimal maka mereka akan terlahir di alam Sukhavati tentatif [pinggiran] di mana ada tempat yang indah dan kondusif untuk belajar Dharma menuju Nirvana. Di sini dengan kekuatan ikrar dan upaya kausalya Amitabha Buddha, para makhluk dimbimbing dalam suatu alam yang sangat kondusif untuk belajar Dharma.

Ini sama seperti ketika seseorang berusaha jadi Arahat tapi akhirnya malah jadi cuma Anagamin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 June 2009, 09:44:02 PM
cara pembuktian alam sukhavati ini apakah bisa dilakukan pada saat ini atau hanya mengimani saja?

Bagaimana caranya dan bagaiman kita tahu itu hal yang benar bukan ilusi, dan adakah bukti2 nya ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 07 June 2009, 06:17:42 AM
cara pembuktian alam sukhavati ini apakah bisa dilakukan pada saat ini atau hanya mengimani saja?

Bagaimana caranya dan bagaiman kita tahu itu hal yang benar bukan ilusi, dan adakah bukti2 nya ;D

Pikiran Yang Murni adalah Tanah Suci, itulah yang disebutkan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra. Untuk mencapainya dibutuhkan keyakinan dan "5 Gerbang Kesadaran".

Hidup saat ini bisa dibuktikan, sama dengan Nirvana.

Agar tidak percaya membuta pada tokoh yang tidak ada di sejarah, kita harus memahami bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi bila anda mencari Amitabha sebagai tokoh historis, Sakyamuni Buddhalah jawabannya.

Aliran Tanah Suci mengatakan bahwa Sakyamuni adalah perwujudan dari Amitabha Buddha.

Sedangkan bhiksu Nichiren yang kontroversial, yang sangat menekankan pada kembali ke Buddha Sakyamuni, menyebutkan bahwa Buddha Amitabha adalah "penjelmaan" dari Buddha Sakyamuni juga.

Kalau bukti2nya saya ya gak tahu dan gak punya... sama seperti kita tidak bisa membuktikan  apakah Nirvana itu benar2 ada atau tidak.... la wong kita2 sama2 belum sampai ke sono....

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 07 June 2009, 06:35:54 AM
duhai... ini sama aja dengan ada kuat 'keimanan' kakkakkkakaka... :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 07 June 2009, 06:37:39 AM
Saddha dan Sraddha ya sama2 dibutuhin di semua aliran Buddhis tanpa pandang bulu.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 07 June 2009, 07:47:22 AM
cara pembuktian alam sukhavati ini apakah bisa dilakukan pada saat ini atau hanya mengimani saja?

Bagaimana caranya dan bagaiman kita tahu itu hal yang benar bukan ilusi, dan adakah bukti2 nya ;D

Pikiran Yang Murni adalah Tanah Suci, itulah yang disebutkan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra. Untuk mencapainya dibutuhkan keyakinan dan "5 Gerbang Kesadaran".

Hidup saat ini bisa dibuktikan, sama dengan Nirvana.

Agar tidak percaya membuta pada tokoh yang tidak ada di sejarah, kita harus memahami bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi bila anda mencari Amitabha sebagai tokoh historis, Sakyamuni Buddhalah jawabannya.

Aliran Tanah Suci mengatakan bahwa Sakyamuni adalah perwujudan dari Amitabha Buddha.

Sedangkan bhiksu Nichiren yang kontroversial, yang sangat menekankan pada kembali ke Buddha Sakyamuni, menyebutkan bahwa Buddha Amitabha adalah "penjelmaan" dari Buddha Sakyamuni juga.

Kalau bukti2nya saya ya gak tahu dan gak punya... sama seperti kita tidak bisa membuktikan  apakah Nirvana itu benar2 ada atau tidak.... la wong kita2 sama2 belum sampai ke sono....

_/\_
The Siddha Wanderer
Berarti dalam mahayana harus mengimani ya, ok deh :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 07 June 2009, 08:05:09 AM
cara pembuktian alam sukhavati ini apakah bisa dilakukan pada saat ini atau hanya mengimani saja?

Bagaimana caranya dan bagaiman kita tahu itu hal yang benar bukan ilusi, dan adakah bukti2 nya ;D

Pikiran Yang Murni adalah Tanah Suci, itulah yang disebutkan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra. Untuk mencapainya dibutuhkan keyakinan dan "5 Gerbang Kesadaran".

Hidup saat ini bisa dibuktikan, sama dengan Nirvana.

Agar tidak percaya membuta pada tokoh yang tidak ada di sejarah, kita harus memahami bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi bila anda mencari Amitabha sebagai tokoh historis, Sakyamuni Buddhalah jawabannya.

Aliran Tanah Suci mengatakan bahwa Sakyamuni adalah perwujudan dari Amitabha Buddha.

Sedangkan bhiksu Nichiren yang kontroversial, yang sangat menekankan pada kembali ke Buddha Sakyamuni, menyebutkan bahwa Buddha Amitabha adalah "penjelmaan" dari Buddha Sakyamuni juga.

Kalau bukti2nya saya ya gak tahu dan gak punya... sama seperti kita tidak bisa membuktikan  apakah Nirvana itu benar2 ada atau tidak.... la wong kita2 sama2 belum sampai ke sono....

_/\_
The Siddha Wanderer
Berarti dalam mahayana harus mengimani ya, ok deh :)

om... sorry klo kasusnya uda seperti ini... memang udah cenderung ke mengimani :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dipasena on 07 June 2009, 08:07:56 AM
sebab itu muncul sutta yg menjelaskan seperti ini

Jangan menerima sesuatu hanya karena tradisi yang turun temurun
Jangan menerima sesuatu hanya karena kitab suci
Jangan menerima sesuatu hanya berdasarkan logika
Jangan menerima sesuatu hanya karena pertimbangan nalar
Jangan menerima sesuatu hanya karena hal itu disampaikan oleh seorang guru
dsb...


sekalian ga perlu menerima sutta ini untuk dipercaya, jika tertarik, lakukan praktek yg telah ditentukan alurnya... ntar keluar sendiri dari kata belief tersebut dan dapat melihat apa itu nibbana, apa itu sukhavati

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 07 June 2009, 08:19:12 AM
Setiap sudut pandang dari suatu masalah mempunyai dua sisi, sisi yang baik dan sisi yang jelek, dengan kata lain kekuatan dan kelemahannya. Pengikut-pengikut tertentu dari setiap agama senantiasa berusaha untuk menonjolkan argumentasi dan bukti yang mendukung keyakinannya, dan berusaha menyembunyikan yang tidak mendukungnya. Sebaliknya, juga senantiasa berusaha menggaris-bawahi ketaktaatasasan dan fakta-fakta yang saling bertentangan, seraya berusaha mengabaikan segi-segi yang kuat dari keyakinan yang tak dianutnya. Semestinya, demi untuk mendapatkan pengertian yang seimbang dan tidak memihak dari setiap sudut pandang, kita hendaknya mempertimbangkan argumentasi kedua pihak. Sang Buddha bersabda:

      Tidak hanya atas dasar pendapat sepihak,
      Seseorang akan dekat pada kebenaran.
      Orang Bijaksana adalah mereka yang menyelidiki,
      Ceritera dari kedua belah pihak.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ructor on 07 June 2009, 10:24:22 AM
cara pembuktian alam sukhavati ini apakah bisa dilakukan pada saat ini atau hanya mengimani saja?

Bagaimana caranya dan bagaiman kita tahu itu hal yang benar bukan ilusi, dan adakah bukti2 nya ;D

Pikiran Yang Murni adalah Tanah Suci, itulah yang disebutkan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra. Untuk mencapainya dibutuhkan keyakinan dan "5 Gerbang Kesadaran".

Hidup saat ini bisa dibuktikan, sama dengan Nirvana.

Agar tidak percaya membuta pada tokoh yang tidak ada di sejarah, kita harus memahami bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi bila anda mencari Amitabha sebagai tokoh historis, Sakyamuni Buddhalah jawabannya.

Aliran Tanah Suci mengatakan bahwa Sakyamuni adalah perwujudan dari Amitabha Buddha.

Sedangkan bhiksu Nichiren yang kontroversial, yang sangat menekankan pada kembali ke Buddha Sakyamuni, menyebutkan bahwa Buddha Amitabha adalah "penjelmaan" dari Buddha Sakyamuni juga.

Kalau bukti2nya saya ya gak tahu dan gak punya... sama seperti kita tidak bisa membuktikan  apakah Nirvana itu benar2 ada atau tidak.... la wong kita2 sama2 belum sampai ke sono....

_/\_
The Siddha Wanderer

ebatt... (http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/matabelo.gif)
rupane smua Buddddddhaaa itu satu toh...
jd formasi Buddddhhhaaaa yg buanyak bener itu sbentoelne cuma 1 orang.(http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/kutu_buku.gif)

klo gt smua smyksmabudddhhhaaa itu cuma 1 orang ja.. ~_~""""
jd klo g jg bs jd smyaksambbbudddhhaaaa, berarti g jg sbarnya 1 orang ma smyaksambuddhhhhaaa laenn ne.. (http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/tepuk.gif)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 07 June 2009, 10:33:04 AM
 [at] ructor, pendapat anda cukup menarik,
tapi mohon gunakan bahasa yang lebih bisa dimengerti. misalnya dalam satu suku kata harus ada minimal 1 vokal
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ructor on 07 June 2009, 10:42:52 AM
[at] ructor, pendapat anda cukup menarik,
tapi mohon gunakan bahasa yang lebih bisa dimengerti. misalnya dalam satu suku kata harus ada minimal 1 vokal

(http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/mikir.gif) kan bahasa ne bahasa gaul.......
otcre deehh... bahasa yg lbh baek kae gene yachh??(http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/yeap.gif) :

Quote
Pikiran Yang Murni adalah Tanah Suci, itulah yang disebutkan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra. Untuk mencapainya dibutuhkan keyakinan dan "5 Gerbang Kesadaran".

Hidup saat ini bisa dibuktikan, sama dengan Nirvana.

Agar tidak percaya membuta pada tokoh yang tidak ada di sejarah, kita harus memahami bahwa Amitabha adalah Sambhogakaya dari Sakyamuni Buddha. Jadi bila anda mencari Amitabha sebagai tokoh historis, Sakyamuni Buddhalah jawabannya.

Aliran Tanah Suci mengatakan bahwa Sakyamuni adalah perwujudan dari Amitabha Buddha.

Sedangkan bhiksu Nichiren yang kontroversial, yang sangat menekankan pada kembali ke Buddha Sakyamuni, menyebutkan bahwa Buddha Amitabha adalah "penjelmaan" dari Buddha Sakyamuni juga.

Kalau bukti2nya saya ya gak tahu dan gak punya... sama seperti kita tidak bisa membuktikan  apakah Nirvana itu benar2 ada atau tidak.... la wong kita2 sama2 belum sampai ke sono....

kalau menurut gw, Buddha Sakayamuni tu "penjelamaan" dr Dewa Siwa. Dewa Siwa tu "penjelmaan" dr Maha Brahmaa. jd :

Buddha Amitabha = Budha Skyamuni = Dewa Siwa = Maha Brahma

mengakulah, alibi mu sudah terbongkar wahai Skyamui aka Amitabha aka Siwa aka Maha Brahma (http://s301.photobucket.com/albums/nn47/hyprotika/hei.gif)


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 07 June 2009, 11:32:28 AM
ini mirip konsep Trinitas.

dimana pada waktu mr Y ingin di tangkap di taman getsemani, disitu berdoa pada siapa?
kalau menurut konsep Tuha*n = mr.Y = roh kudus....
jadi berdoa dan memohon pada diri sendiri...>>> seperti ada penyakit jiwa yang suka berbicara pada diri sendiri entah apa namanya.
ketika Buddha Gotama mengatakan jauh disebelah barat ada Buddha amitabha, disini Buddha kena penyakit jiwa kah?

mohon di konfirmasikan penjelasan
diskusi ini semakin menarik karena sudah hampir sampai di ujung....

maka seperti saudara Ryu katakan,saya pun sependapat hanya ada 2 kemungkinan
1.T dan M adalah saudara yang membuat pembodohan bagi semua makhluk.
2.T/M salah satunya yang benar, satunya lagi adalah ajaran untuk penghuni rumah sakit jiwa. ;D

visudhi-magga mungkin adalah salah satu akhir dari ini semua....

salam metta _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 07 June 2009, 11:52:04 AM
ini mirip konsep Trinitas.

dimana pada waktu mr Y ingin di tangkap di taman getsemani, disitu berdoa pada siapa?
kalau menurut konsep Tuha*n = mr.Y = roh kudus....
jadi berdoa dan memohon pada diri sendiri...>>> seperti ada penyakit jiwa yang suka berbicara pada diri sendiri entah apa namanya.
ketika Buddha Gotama mengatakan jauh disebelah barat ada Buddha amitabha, disini Buddha kena penyakit jiwa kah?

mohon di konfirmasikan penjelasan
diskusi ini semakin menarik karena sudah hampir sampai di ujung....

maka seperti saudara Ryu katakan,saya pun sependapat hanya ada 2 kemungkinan
1.T dan M adalah saudara yang membuat pembodohan bagi semua makhluk.
2.T/M salah satunya yang benar, satunya lagi adalah ajaran untuk penghuni rumah sakit jiwa. ;D

visudhi-magga mungkin adalah salah satu akhir dari ini semua....
salam metta _/\_

Buddha Gotama=Buddha Amitabha, ah itu kan maksudnya sama dalam hakikat dharmakayanya. Kalo orang biasa yg ngomong gitu, ya itu gila namanya. Kalo Buddha yg ngomong gitu, tentu pengertiannya tidak akan sesempit perkiraan anda. Gitu aja tidak bisa bedakan, gimana sih..hehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 07 June 2009, 12:19:38 PM
ini mirip konsep Trinitas.

dimana pada waktu mr Y ingin di tangkap di taman getsemani, disitu berdoa pada siapa?
kalau menurut konsep Tuha*n = mr.Y = roh kudus....
jadi berdoa dan memohon pada diri sendiri...>>> seperti ada penyakit jiwa yang suka berbicara pada diri sendiri entah apa namanya.
ketika Buddha Gotama mengatakan jauh disebelah barat ada Buddha amitabha, disini Buddha kena penyakit jiwa kah?

mohon di konfirmasikan penjelasan
diskusi ini semakin menarik karena sudah hampir sampai di ujung....

maka seperti saudara Ryu katakan,saya pun sependapat hanya ada 2 kemungkinan
1.T dan M adalah saudara yang membuat pembodohan bagi semua makhluk.
2.T/M salah satunya yang benar, satunya lagi adalah ajaran untuk penghuni rumah sakit jiwa. ;D

visudhi-magga mungkin adalah salah satu akhir dari ini semua....
salam metta _/\_

Buddha Gotama=Buddha Amitabha, ah itu kan maksudnya sama dalam hakikat dharmakayanya. Kalo orang biasa yg ngomong gitu, ya itu gila namanya. Kalo Buddha yg ngomong gitu, tentu pengertiannya tidak akan sesempit perkiraan anda. Gitu aja tidak bisa bedakan, gimana sih..hehe
yah, apakah kalau Gotama melakukan Seks juga pengertiannya tidak akan sempit?

mohon visuddhimagga nya.... dan pertanyaan saya sebelumnya tentang metode nain fo 9 jenjang alam, dan 16 metode...
kemudian pembahasan sutra yg saya kutip....

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 07 June 2009, 08:49:00 PM
Hahaha..... selama ini Nirvana toh juga diimani.....

Apa anda yakin Nirvana benar2 ada? Buktiin dong!  ;D  ;D Saya juga mau lihat  :)) :))

Apa anda tahu kalau alam Sukhavati itu juga sebenarnya adalah manifestasi dari Tanah Suci Sakyamuni Buddha sendiri yang notabene adalah Dunia Saha??  8)  8)

Maka dari itu kalau Pikiran Anda Murni, maka walaupun anda berada di dunia Saha, Dunia Saha ini adalah Sukhavati.... Pikiran Murni itu adalah Tanah Suci Yang Sesungguhnya [True Pure Land]. Jadi bukan alam Sukhavati di luar alam semesta sono, yang hanya merupakan Sukhavati relatif/tentatif saja.

Dan ini bukan ngayalll, karena dunia Saha ini adalah tempat kita hidup.

Oya bro ructor, kalau anda beranggapan bahwa Buddha adalah manifestasi Siwa... silahkan pindah agama Hindu.... kakaka..... tuh semua umat Hindu ngeklaim Buddha sebagai avatar Tuhan.... hehe.....

Setuju dengan bro. chingik. Sang Buddha Sakyamuni dan Amitabha sama dalam hal Dharmakaya, namun bukan hanya Dharmakaya, Sambhogakaya dari Sakyamuni adalah Amitabha Buddha. Tapi kalau Nirmanakaya ya jelas beda lah.....

Oya bro mercedes, apa anda sudah melakukan semua yang diajarkan dalam Visuddhimagga? atau hanya menerima karena anda merasa logis tuh tulisan? Atau memuaskan intelektual anda? Hahaha......... Sekedar penasaran saja......  8) 8)

Saya sih punya bukunya.... dan saya pikir buku tersebut memang dapat memuaskan dahaga orang2 yang ingin mencari tahu tentang tahap2 pencerahan dan meditasi.... tapi ya itu.....  apa sudah dipahami benar2 nggak? Selama anda belum menjalaninya 100 % dan mengalaminya sendiri semuanya, maka saya anggap anda masih memahaminya sedikit polll haha... krn hanya intelektual saja yang main di situ....

 _/\_
The Siddha Wanderer

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 11:24:18 AM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?Bodhisattva itu banyak tingkatannya. Ada yang masih memiliki kilesa ada yang tidak. Hanya Bodhisattva tingkat 8-10 (yang telah menuaikan Prajna Paramita dengan sempurna) yang tetap tidak tercemar meski hidup dalam samsara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 08 June 2009, 11:37:05 AM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?

Majjhima Nikaya 81, Raja Vagga, Ghatikara Sutta.

Kisahnya Bodhisatta hidup sebagai pemuda bernama Jotipala dan diajak oleh temannya Ghatikara untuk mendengarkan khotbah Buddha Kassapa. Jotipala menolak dan mengatakan ajaran "petapa gundul" tidak ada manfaatnya.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 11:39:17 AM
Bodhisattva itu banyak tingkatannya. Ada yang masih memiliki kilesa ada yang tidak. Hanya Bodhisattva tingkat 8-10 (yang telah menuaikan Prajna Paramita dengan sempurna) yang tetap tidak tercemar meski hidup dalam samsara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 11:57:13 AM
Tentang Meditasi Buddho,
coba perhatikan pendapat Phra Ajaan Thate Desaransi dalam bukunya yang berjudul "Buddho" ini:

If you go to a teacher experienced in meditating on the rising and
 falling of the abdomen, he will have you meditate on rising and
 falling, and focus your mind on the different motions of the body.  For
 instance, when you raise your foot, you think //raising//.  When you
 place your foot, you think //placing//, and so on; or else he will have
 you focus continually on being preoccupied with the phenomenon of
 arising and passing away in every motion or position of the body.

 If you go to a teacher experienced in psychic powers, he will have you
 repeat //na ma ba dha, na ma ba dha//, and focus the mind on a single
 object until it takes you to see heaven and hell, deities and brahmas
 of all sorts, to the point where you get carried away with your
 visions.

 If you go to a teacher experienced in breath meditation, he will have
 you focus on your in-and-out breath, and have you keep your mind firmly
 preoccupied with nothing but the in-and-out breath.

 If you go to a teacher experienced in meditating on //buddho//, he will
 have you repeat //buddho, buddho, buddho//, and have you keep the mind
 firmly in that meditation word until you are fully skilled at it.  Then
 he will have you contemplate //buddho// and what it is that is saying
 //buddho//.  Once you see that they are two separate things, focus on
 what is saying //buddho//.  As for the word //buddho//, it will
 disappear, leaving only what it is that was saying //buddho//.  You
 then focus on what it is that was saying //buddho// as your object.


====

Jika anda perhatikan kata-kata ini, jelas sekali Ajaan Thate menyebutkan adanya empat metode meditasi. Meditasi Buddho dibedakan dengan konsentrasi memperhatikan napas (Anapanasati) atau konsentrasi memperhatikan tenggelam dan berkembangnya perut serta pergerakan tubuh (Vipasaana). Bahkan selain "Buddho", dikenal meditasi dengan mantra lain yaitu: "na ma ba dha." Jelas sekali dikatakan di sini bahwa mantra "na ma ba dha" digunakan untuk membantu praktisi melihat alam surga atau neraka. Sedangkan dalam meditasi Buddho, Ajahn Thate jelas-jelas mengatakan konsentrasinya hanya pada dua hal, yaitu kata "buddho" dan "apa yang mengucapkan buddho." Sama sekali tidak disinggung bahwa Buddho hanya digunakan untuk membantu anapasati. Anapasati jelas dibedakan dengan metode buddho". Jadi apa bedanya "Buddho" dan "na ma ba dha" dengan nien fo?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 08 June 2009, 12:09:25 PM
Hahaha..... selama ini Nirvana toh juga diimani.....

Apa anda yakin Nirvana benar2 ada? Buktiin dong!  ;D  ;D Saya juga mau lihat  :)) :))

Apa anda tahu kalau alam Sukhavati itu juga sebenarnya adalah manifestasi dari Tanah Suci Sakyamuni Buddha sendiri yang notabene adalah Dunia Saha??  8)  8)

Maka dari itu kalau Pikiran Anda Murni, maka walaupun anda berada di dunia Saha, Dunia Saha ini adalah Sukhavati.... Pikiran Murni itu adalah Tanah Suci Yang Sesungguhnya [True Pure Land]. Jadi bukan alam Sukhavati di luar alam semesta sono, yang hanya merupakan Sukhavati relatif/tentatif saja.

Dan ini bukan ngayalll, karena dunia Saha ini adalah tempat kita hidup.

Oya bro ructor, kalau anda beranggapan bahwa Buddha adalah manifestasi Siwa... silahkan pindah agama Hindu.... kakaka..... tuh semua umat Hindu ngeklaim Buddha sebagai avatar Tuhan.... hehe.....

Setuju dengan bro. chingik. Sang Buddha Sakyamuni dan Amitabha sama dalam hal Dharmakaya, namun bukan hanya Dharmakaya, Sambhogakaya dari Sakyamuni adalah Amitabha Buddha. Tapi kalau Nirmanakaya ya jelas beda lah.....

Oya bro mercedes, apa anda sudah melakukan semua yang diajarkan dalam Visuddhimagga? atau hanya menerima karena anda merasa logis tuh tulisan? Atau memuaskan intelektual anda? Hahaha......... Sekedar penasaran saja......  8) 8)

Saya sih punya bukunya.... dan saya pikir buku tersebut memang dapat memuaskan dahaga orang2 yang ingin mencari tahu tentang tahap2 pencerahan dan meditasi.... tapi ya itu.....  apa sudah dipahami benar2 nggak? Selama anda belum menjalaninya 100 % dan mengalaminya sendiri semuanya, maka saya anggap anda masih memahaminya sedikit polll haha... krn hanya intelektual saja yang main di situ....

 _/\_
The Siddha Wanderer

Buddha mengajarkan bahwa dimana kondisi kehidupan tidak lebih dari bahagia dan penderitaan dan terus silih berganti > bukankah ini sudah  membuktikan kata-kata buddha.

Buddha mengajarkan bahwa manusia tidak lepas dari berbagai kondisi sakit,tua,mati.. > bukankah ini dapat dibuktikan dengan kenyataan.

buddha mengajarkan manusia hanya perpaduan unsur dan khandha yang tidak lain perasaan,pikiran,..... > bukankah ini dapat di selami langsung?

buddha mengajarkan manfaat meditasi agar "sadar" akan kondisi, dimana sebuah pikiran,perasaan tanpa memiliki sebuah inti..semua itu berganti-ganti begitu cepat dan memang sifat alamiah,nya... > bukankah ini bisa dibuktikan.....

buddha mengajarkan bahwa penyebab dari penderitaan adalah kelahiran, karena ketika kita lahir...kita akan mendapatkan berbagai kondisi yg tidak menyenangkan maupun menyenangkan.. > ini juga bisa dibuktikan....

Buddha mengatakan bahwa penyebab penderitaan adalah karena ada kelahiran, dan setelah lahir tidak akan lepas dari anicca... >> bukankah ini juga bisa dibuktikan..

Buddha mengajarkan meditasi bisa membawa pada membangkitkan ya "S A T I" guna melatih pikiran agar tetap sadar dengan kondisi semua ini....> bukankah ini juga bisa dipratekkan...

dsb-nya...
maka sebab itu, keyakinan saya pada ajaran Buddha timbul melalui "karena sudah membuktikan beberapa" bukan asal meyakini...

kalau saya balik bertanya pada anda sudahkah anda mempratekkan apa yg tertulis dalam sutra hingga ada meyakini?
babarkan disini donk....

seperti saudara Bond katakan, tidak perlu membahas terlalu jauh...misalkan ketika kita melihat pemain bulutangkis mahir bermain,
cukup dari pola latihannya kita ketahui saja, maka dari situ sudah kelihatan.....
apakah anda pernah melihat pemain bulutangkis seperti taufik yg menjuarai tournament hanya dengan latihan menari habis itu?

sama seperti anda, anda mengatakan mengenai alam Sukhavati, kemudian samantha vipasana versi mahayana,
bisa babarkan disini latihannya dan polanya...?


Tentang Meditasi Buddho,
coba perhatikan pendapat Phra Ajaan Thate Desaransi dalam bukunya yang berjudul "Buddho" ini:

If you go to a teacher experienced in meditating on the rising and
 falling of the abdomen, he will have you meditate on rising and
 falling, and focus your mind on the different motions of the body.  For
 instance, when you raise your foot, you think //raising//.  When you
 place your foot, you think //placing//, and so on; or else he will have
 you focus continually on being preoccupied with the phenomenon of
 arising and passing away in every motion or position of the body.

 If you go to a teacher experienced in psychic powers, he will have you
 repeat //na ma ba dha, na ma ba dha//, and focus the mind on a single
 object until it takes you to see heaven and hell, deities and brahmas
 of all sorts, to the point where you get carried away with your
 visions.

 If you go to a teacher experienced in breath meditation, he will have
 you focus on your in-and-out breath, and have you keep your mind firmly
 preoccupied with nothing but the in-and-out breath.

 If you go to a teacher experienced in meditating on //buddho//, he will
 have you repeat //buddho, buddho, buddho//, and have you keep the mind
 firmly in that meditation word until you are fully skilled at it.  Then
 he will have you contemplate //buddho// and what it is that is saying
 //buddho//.  Once you see that they are two separate things, focus on
 what is saying //buddho//.  As for the word //buddho//, it will
 disappear, leaving only what it is that was saying //buddho//.  You
 then focus on what it is that was saying //buddho// as your object.


====

Jika anda perhatikan kata-kata ini, jelas sekali Ajaan Thate menyebutkan adanya empat metode meditasi. Meditasi Buddho dibedakan dengan konsentrasi memperhatikan napas (Anapanasati) atau konsentrasi memperhatikan tenggelam dan berkembangnya perut serta pergerakan tubuh (Vipasaana). Bahkan selain "Buddho", dikenal meditasi dengan mantra lain yaitu: "na ma ba dha." Jelas sekali dikatakan di sini bahwa mantra "na ma ba dha" digunakan untuk membantu praktisi melihat alam surga atau neraka. Sedangkan dalam meditasi Buddho, Ajahn Thate jelas-jelas mengatakan konsentrasinya hanya pada dua hal, yaitu kata "buddho" dan "apa yang mengucapkan buddho." Sama sekali tidak disinggung bahwa Buddho hanya digunakan untuk membantu anapasati. Anapasati jelas dibedakan dengan metode buddho". Jadi apa bedanya "Buddho" dan "na ma ba dha" dengan nien fo?
saya tidak tahu anda pernah langsung mempratekkan meditasi, tetapi sampai saat ini yg jelas perkataan Buddho, atau menghitung 1-1 2-2.....
kemudian pakai mantra "sangha" atau "Dhammo" semua itu bisa saja...
kadang ketika meditasi, secara tidak sadar pikiran kita telah terbawa objek lain, guna dari Buddho atau menghitung 1-1 2-2 kemudian mantra apapun...semua itu agar pikiran kita kembali pada keadaan "yang mengetahui dan objek awal"
karena kalau meditasi, ketika pikiran telah lari.....baru disadari eh...

salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 08 June 2009, 12:16:38 PM
Quote
by Gandalf
Hahaha..... selama ini Nirvana toh juga diimani.....

Apa anda yakin Nirvana benar2 ada? Buktiin dong!  Grin  Grin Saya juga mau lihat  laugh laugh

Ini beneran apa bercanda nih  om ;D?

Kalau beneran apa ente siap liat nirvana? ;D

Siap ngak untuk pembuktian nirvana? gua serius nih ;D, jangan sampai dikasi tau banyak alasan ini itu :whistle:  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 12:19:10 PM
Memperkuat asumsi ini, simak juga kesaksian Ajahn Sumedho yang sebelumnya sudah pernah kuposkan dalam topik lain:

"Banyak bhikkhu hutan di Timur-laut Thailand menggunakan kata 'Buddho' sebagai objek meditasi mereka. Mereka menggunakannya sebagai sejenis koan. Pertama-tama, mereka membikin tenang pikiran dengan mengikuti keluar masuknya napas seiring suku kata BUD DHO, dan kemudian mulai melakukan kontemplasi, 'Apakah Buddho -Dia yang mengetahui- itu?' 'Apa artinya mengetahui?'

Ketika saya berkeliling di daerah timur-laut Thailand dan singgah di tudong, saya mengunjungi vihara tempat Ajahn Fun dan tinggal beberapa lama di sana.

[...]

Beliau mengajarkan untuk tidak hanya mengulang-ulang kata 'Buddho', tapi merenungkan dan mengamatinya, membawa pikiran menembus dan benar-benar melihat ke dalam 'Buddho', 'Dia yang mengetahui' -mengamati muncul dan lenyapnya, tinggi dan rendahnya, sebegitu hingga seluruh perhatian kita tumplek padanya.

Dengan melakukan hal itu 'Buddho' menjadi sesuatu yang bergema dalam pikiran. Kita mesti mengamati, menonton, dan memeriksanya sebelum ia muncul dan setelah ia muncul, lalu mendengarkan gema suara itu dan yang ada di baliknya -hingga akhirnya kita hanya mendengar keheningan."

Sumber: Ajah Sumedho, "Hidup Saat Ini."  Pustaka Karaniya, 1991


Dalam hal ini Ajahn Sumedho menyinggung tentang Ajahn Fun. Beliau jelas-jelas mengatakan bahwa "Buddho" adalah objek meditasi yang mandiri. Caranya adalah dengan terus mengulang-ulang kata tersebut sambil merenungkan arti kata tersebut.  Kemudian kata-kata "Bddho" akan menggema dalam pikiran dan akhirnya seseorang hanya mendengar keheningan. Jadi "Buddho" juga adalah metode untuk memasuki keheningna, dari keheningan seseorang akan memasuki Jhana.

Kedua fakta ini: kata-kata Ajahn Thate dan kesaksian Ajahn Sumedho tentang Ajahn Fun, menggambarkan dengan jelas bahwa pada praktik melafalkan "Buddho" di antara bhikkhu2 hutan di Timur Laut Thailand adalah metode yang mandiri di luar anapanasati dan vipassana klasik.

Justru hanya kemudian pada perkembangannya, beredar suatu pandangan di antara kalangan Theravadin seolah-olah metode "Buddho" hanyalah pendukung bagi anapanasati. Saya melihat di sini ada usaha untuk membuang tradisi Theravada tradisional yang umumnya berkembang di antara para bhikkhu Thailand jadul (jaman dulu dan menggantinya dengan paham yang lebih reformis dan modern dengan keyakinan akan pemurnian ajaran Buddha yang lebih bersifat "fundamentalis kitab suci."  Paham reformis ini yang kemudian berusaha untuk mengidentifikasikan Theravada adalah ajaran yang seratus persen sesuai dengan rasionalitas modern sambil melakukan pembersihan terhadap Theravadin tradisional yang lebih toleran terhadap metode2 yang beragam. Menurut saya. corak ini yang banyak menjadi populer di kalangan Theravadin Indonesia (dan beberapa bhikkhu Thailand dan Barat) yang menafsirkan bahwa metode "Buddho" hanyalah pendukung bagi metode-metode yang secara absah tercantum dalam kitab suci (seperti anapanasati). ==> Ini cuma asumsi saya loh, untuk pastinya butuh bukti-bukti tambahan melalui kajian yang lebih sistematis :)

Bagaimana menurut anda?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 June 2009, 12:26:52 PM
Hahaha..... selama ini Nirvana toh juga diimani.....
Apa anda yakin Nirvana benar2 ada? Buktiin dong!  ;D  ;D Saya juga mau lihat  :)) :))

Apakah Nirvana itu benar2 ada ?
Opini saya... INTI Ajaran para BUDDHA dari jaman dahulu, sekarang ataupun yang akan datang tidak lain adalah Kesunyataan tentang DUKKHA dan JALAN MENUJU LENYAPNYA DUKKHA.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 08 June 2009, 12:32:11 PM
Hanya masalahnya :

Lenyapnya dukkha sendiri adalah egois.
Lenyapnya dukkha makhluk lain duluan adalah mulia.

Atau

Lenyapnya dukkha sendiri adalah yang diajarkan Sang Buddha.
Lenyapnya dukkha semua makhluk baru sendiri adalah tambahan belakangan.

:whistle: :whistle: :whistle: :whistle: :whistle: :whistle:

Tetep aja gak sepakat =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 08 June 2009, 12:34:03 PM
sepertinya tidak akan ada titik temu di sini, pertanyaan kritis ujung ujungnya jawaban dari mahayana adalah kalau tidak percaya ya tinggalkan, jadi harus dirubah nih thread, jangan bertanya kritis ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 12:35:44 PM
saya tidak tahu anda pernah langsung mempratekkan meditasi, tetapi sampai saat ini yg jelas perkataan Buddho, atau menghitung 1-1 2-2.....
kemudian pakai mantra "sangha" atau "Dhammo" semua itu bisa saja...
kadang ketika meditasi, secara tidak sadar pikiran kita telah terbawa objek lain, guna dari Buddho atau menghitung 1-1 2-2 kemudian mantra apapun...semua itu agar pikiran kita kembali pada keadaan "yang mengetahui dan objek awal"
karena kalau meditasi, ketika pikiran telah lari.....baru disadari eh...

salam metta.

Tidak demikian dengan kata-kata Ajahn Thate di atsa:
Mantra "na ma ba dha"  mengajak praktisinya ke alam dewa dan neraka.
Sedangkan "BuddhO adalah semata-mata pengulangan "Buddho" dan "siapa yang mengucapkannya."

Entah apakah saya pernah praktik meditasi atau tidak, tidak merubah fakta kata-kata di atas membedakan antara "buddho" dan "na ma ba dha" dengan anapanasati dan vipassana klasik.

Simak juga kesaksian Ajahn Sumedho tentang kata-kata Ajahn Fun.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 08 June 2009, 12:35:59 PM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?

Majjhima Nikaya 81, Raja Vagga, Ghatikara Sutta.

Kisahnya Bodhisatta hidup sebagai pemuda bernama Jotipala dan diajak oleh temannya Ghatikara untuk mendengarkan khotbah Buddha Kassapa. Jotipala menolak dan mengatakan ajaran "petapa gundul" tidak ada manfaatnya.



berkat ucapan yang meremehkan itu (so everybody beware of wout u said)
Jotipala harus menjalani petapa an selama 6 tahun
buddha sebelum nya, cuma 1 minggu, ada yang 3 minggu, ada yang 1 bulan ada yang paling lama cuma 3 bulan.

jd teman2 jgn sembarang berucap ya, tar kena hukuman loh, kayak Jotipala

CMIIW,

navis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 June 2009, 12:42:19 PM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?

Majjhima Nikaya 81, Raja Vagga, Ghatikara Sutta.

Kisahnya Bodhisatta hidup sebagai pemuda bernama Jotipala dan diajak oleh temannya Ghatikara untuk mendengarkan khotbah Buddha Kassapa. Jotipala menolak dan mengatakan ajaran "petapa gundul" tidak ada manfaatnya.



berkat ucapan yang meremehkan itu (so everybody beware of wout u said)
Jotipala harus menjalani petapa an selama 6 tahun
buddha sebelum nya, cuma 1 minggu, ada yang 3 minggu, ada yang 1 bulan ada yang paling lama cuma 3 bulan.

jd teman2 jgn sembarang berucap ya, tar kena hukuman loh, kayak Jotipala

CMIIW,

navis

tapi katanya upaya kausalya... bukan karena hukum kamma....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 08 June 2009, 12:44:50 PM
Sorry, kutipan kata-kata Ajahn Thate di atas ada yang masih tertinggal:

Only after you have inspired confidence in your heart as already mentioned should you go to the teacher experienced in that form of meditation. If he is experienced in repeating samma araham, he will teach you to repeat samma araham, samma araham, samma araham. Then he'll have you visualize a bright, clear jewel two inches above your navel, and tell you to focus your mind right there as you continue your repetition, without letting your mind slip away from the jewel. In other words, you take the jewel as the focal point of your mind.

Selain "Buddho" dan "na ma ba dha", masih ada lagi satu mantra, yaitu "samma araham" yang diulang-ulang sambil membayangkan berlian terang dua inci di atas pusar (Tan t'ein). Ternyata dalam Theravada juga ada metode visualisasi berlian :)

Untuk pastinya mengenai sumber yang kukutip silahkan baca langsung ke:
http://www.accesstoinsight.org/lib/thai/thate/buddho.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 08 June 2009, 12:58:54 PM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?

Majjhima Nikaya 81, Raja Vagga, Ghatikara Sutta.

Kisahnya Bodhisatta hidup sebagai pemuda bernama Jotipala dan diajak oleh temannya Ghatikara untuk mendengarkan khotbah Buddha Kassapa. Jotipala menolak dan mengatakan ajaran "petapa gundul" tidak ada manfaatnya.



berkat ucapan yang meremehkan itu (so everybody beware of wout u said)
Jotipala harus menjalani petapa an selama 6 tahun
buddha sebelum nya, cuma 1 minggu, ada yang 3 minggu, ada yang 1 bulan ada yang paling lama cuma 3 bulan.

jd teman2 jgn sembarang berucap ya, tar kena hukuman loh, kayak Jotipala

CMIIW,

navis

tapi katanya upaya kausalya... bukan karena hukum kamma....

justru dia kena hukum karma bro, makanya harus menjalani petapa-an selama 6 tahun
makanya jgn pake upaya kausalya sembarang, silap2 kualat loe... hehehe...

apalagi meremehkan sutra-sutra, ga berani gw....
cuma saran loh, hehehe... I did warn u guys (tar dibilang gw ga bilang-bilang..., so tar klu kena, jangan salahin gw ya, resiko tanggung masing2... hehehe...)  ^-^


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 08 June 2009, 01:03:55 PM
Quote
Jadi "Buddho" juga adalah metode untuk memasuki keheningna, dari keheningan seseorang akan memasuki Jhana.

Cermati kalimat ini apakah ada peralihan subjek meditasi disana sebelum masuk jhana?

Quote
Kedua fakta ini: kata-kata Ajahn Thate dan kesaksian Ajahn Sumedho tentang Ajahn Fun, menggambarkan dengan jelas bahwa pada praktik melafalkan "Buddho" di antara bhikkhu2 hutan di Timur Laut Thailand adalah metode yang mandiri di luar anapanasati dan vipassana klasik.

Praktik melafalkan Buddho adalah adalah salah satu dalam perenungan Buddha sesuai dengan visuddhi magga. Kalau tekniknya diluar anapanasati memang ya.. sama halnya dengan subjek meditasi kasina dsb.

Ada 3 cara melafalkan Buddho menurut Ajahn Pannavadho(murid langsung Luangta Mahaboowa) :
1. Murni melafalkan Buddho...
2. Tarik nafas Bud....buang nafas dho
3. Buddho2 terlebih dahulu lalu setelah mencapai ketenangan tertentu baru berfokus pada anapanasati

Dan ini tinggal dipilih mana yg cocok.

Bisa dijelaskan bro sobat mengenai teknik diluar vipasanna klasik? setau saya dari penjelasan mereka sama saja.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 08 June 2009, 01:13:43 PM

Bro Sobat, proses kelahiran di atas sepertinya hanya berlaku pada kelahiran terakhir seorang Bodhisattta, yaitu kelahiran dimana ia akan mencapai Sammasambuddha.

mengenai bagian Tidak tercemar, ini maksudnya apa?
bagaimana dengan kasus dimana Bodhisatta Gotama yang karena kesombongannya menghina Buddha Kassapa dalam kelahirannya sbg Brahmana Jotipala? apakah ini termasuk tercemar atau tidak?

_/\_

Cerita lengkapnya?

Majjhima Nikaya 81, Raja Vagga, Ghatikara Sutta.

Kisahnya Bodhisatta hidup sebagai pemuda bernama Jotipala dan diajak oleh temannya Ghatikara untuk mendengarkan khotbah Buddha Kassapa. Jotipala menolak dan mengatakan ajaran "petapa gundul" tidak ada manfaatnya.



berkat ucapan yang meremehkan itu (so everybody beware of wout u said)
Jotipala harus menjalani petapa an selama 6 tahun
buddha sebelum nya, cuma 1 minggu, ada yang 3 minggu, ada yang 1 bulan ada yang paling lama cuma 3 bulan.

jd teman2 jgn sembarang berucap ya, tar kena hukuman loh, kayak Jotipala

CMIIW,

navis

tapi katanya upaya kausalya... bukan karena hukum kamma....

justru dia kena hukum karma bro, makanya harus menjalani petapa-an selama 6 tahun
makanya jgn pake upaya kausalya sembarang, silap2 kualat loe... hehehe...

apalagi meremehkan sutra-sutra, ga berani gw....
cuma saran loh, hehehe... I did warn u guys (tar dibilang gw ga bilang-bilang..., so tar klu kena, jangan salahin gw ya, resiko tanggung masing2... hehehe...)  ^-^


 _/\_
Hahahaha, untungnya saya percaya pada satu, dan dia menjamin masuk surga lho, dan hukum karama tidak berlaku :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 June 2009, 01:14:43 PM
 [at] navis...

pertanyaan tersebut timbul karena ada pernyataan bahwa Siddharta (bakal BUDDHA SAKYAMUNI) sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak jaman dahulu.

Terus di-tanya lagi oleh kaum Non-Mahayana, KENAPA kalau sudah mencapai ke-BUDDHA-an itu Siddharta harus bersusah payah lagi menderita 6 tahun dengan usaha penyiksaan diri yang mungkin tidak bisa ditandingi oleh manusia/makhluk lainnya. Nah, kan jawaban kaum Mahayana adalah upaya kausalya seorang Bodhisatva-Mahasatva.

Jika jawaban upaya kausalya itu benar, maka tidak ada korelasi/hubungan/efek dari petapa jotipala yang menghina BUDDHA Kassapa dan buah kammanya harus menempuh 6 tahun sengsara (penyiksaan diri) untuk mencapai tingkat ke-BUDDHA-an.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 08 June 2009, 01:20:18 PM
^
^
oh gitu yach

aye ga tau tuch bro, aye kan monotheis freelance bro
thera oke, maha juga oke, tantra juga ayo...

emang iya, dulu sang buddha sudah mencapai pencerahan sempurna, baru tau aku,
bisa dikutip dikit dibab berapa, ayat berapa, junto berapa? ;D
trus dia capai pencerahan sempurna, untuk ke dua kali-nya, OD donk, alias Over Dosis....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 June 2009, 01:59:53 PM
^
^
oh gitu yach

aye ga tau tuch bro, aye kan monotheis freelance bro
thera oke, maha juga oke, tantra juga ayo...

emang iya, dulu sang buddha sudah mencapai pencerahan sempurna, baru tau aku,
bisa dikutip dikit dibab berapa, ayat berapa, junto berapa? ;D
trus dia capai pencerahan sempurna, untuk ke dua kali-nya, OD donk, alias Over Dosis....


saya gak ahlinya bro... musti tanya ahlinya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 08 June 2009, 03:12:56 PM
Tentang Meditasi Buddho,
coba perhatikan pendapat Phra Ajaan Thate Desaransi dalam bukunya yang berjudul "Buddho" ini:

If you go to a teacher experienced in meditating on the rising and
 falling of the abdomen, he will have you meditate on rising and
 falling, and focus your mind on the different motions of the body.  For
 instance, when you raise your foot, you think //raising//.  When you
 place your foot, you think //placing//, and so on; or else he will have
 you focus continually on being preoccupied with the phenomenon of
 arising and passing away in every motion or position of the body.

 If you go to a teacher experienced in psychic powers, he will have you
 repeat //na ma ba dha, na ma ba dha//, and focus the mind on a single
 object until it takes you to see heaven and hell, deities and brahmas
 of all sorts, to the point where you get carried away with your
 visions.

 If you go to a teacher experienced in breath meditation, he will have
 you focus on your in-and-out breath, and have you keep your mind firmly
 preoccupied with nothing but the in-and-out breath.

 If you go to a teacher experienced in meditating on //buddho//, he will
 have you repeat //buddho, buddho, buddho//, and have you keep the mind
 firmly in that meditation word until you are fully skilled at it.  Then
 he will have you contemplate //buddho// and what it is that is saying
 //buddho//.  Once you see that they are two separate things, focus on
 what is saying //buddho//.  As for the word //buddho//, it will
 disappear, leaving only what it is that was saying //buddho//.  You
 then focus on what it is that was saying //buddho// as your object.


====

Jika anda perhatikan kata-kata ini, jelas sekali Ajaan Thate menyebutkan adanya empat metode meditasi. Meditasi Buddho dibedakan dengan konsentrasi memperhatikan napas (Anapanasati) atau konsentrasi memperhatikan tenggelam dan berkembangnya perut serta pergerakan tubuh (Vipasaana). Bahkan selain "Buddho", dikenal meditasi dengan mantra lain yaitu: "na ma ba dha." Jelas sekali dikatakan di sini bahwa mantra "na ma ba dha" digunakan untuk membantu praktisi melihat alam surga atau neraka. Sedangkan dalam meditasi Buddho, Ajahn Thate jelas-jelas mengatakan konsentrasinya hanya pada dua hal, yaitu kata "buddho" dan "apa yang mengucapkan buddho." Sama sekali tidak disinggung bahwa Buddho hanya digunakan untuk membantu anapasati. Anapasati jelas dibedakan dengan metode buddho". Jadi apa bedanya "Buddho" dan "na ma ba dha" dengan nien fo?

Kutipan di atas sama sekali tidak jelas menyebutkan empat METODE meditasi, mungkin perlu kutipan yg lebih lengkap. saya sih menangkapnya lebih sebagai contoh seorag guru dalam mengajar muridnya bermeditasi daripada sedang menjelaskan metode meditasi.

bedanya dengan "Buddho" ada di kalimatpaling akhir:
 As for the word //buddho//, it will
 disappear, leaving only what it is that was saying //buddho//.  You
 then focus on what it is that was saying //buddho// as your object.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 08 June 2009, 05:37:25 PM
Sorry, kutipan kata-kata Ajahn Thate di atas ada yang masih tertinggal:

Only after you have inspired confidence in your heart as already mentioned should you go to the teacher experienced in that form of meditation. If he is experienced in repeating samma araham, he will teach you to repeat samma araham, samma araham, samma araham. Then he'll have you visualize a bright, clear jewel two inches above your navel, and tell you to focus your mind right there as you continue your repetition, without letting your mind slip away from the jewel. In other words, you take the jewel as the focal point of your mind.

Selain "Buddho" dan "na ma ba dha", masih ada lagi satu mantra, yaitu "samma araham" yang diulang-ulang sambil membayangkan berlian terang dua inci di atas pusar (Tan t'ein). Ternyata dalam Theravada juga ada metode visualisasi berlian :)

Untuk pastinya mengenai sumber yang kukutip silahkan baca langsung ke:
http://www.accesstoinsight.org/lib/thai/thate/buddho.html

Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 08 June 2009, 08:27:44 PM
Sorry, kutipan kata-kata Ajahn Thate di atas ada yang masih tertinggal:

Only after you have inspired confidence in your heart as already mentioned should you go to the teacher experienced in that form of meditation. If he is experienced in repeating samma araham, he will teach you to repeat samma araham, samma araham, samma araham. Then he'll have you visualize a bright, clear jewel two inches above your navel, and tell you to focus your mind right there as you continue your repetition, without letting your mind slip away from the jewel. In other words, you take the jewel as the focal point of your mind.

Selain "Buddho" dan "na ma ba dha", masih ada lagi satu mantra, yaitu "samma araham" yang diulang-ulang sambil membayangkan berlian terang dua inci di atas pusar (Tan t'ein). Ternyata dalam Theravada juga ada metode visualisasi berlian :)

Untuk pastinya mengenai sumber yang kukutip silahkan baca langsung ke:
http://www.accesstoinsight.org/lib/thai/thate/buddho.html

Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.

saudara Xuvie,
IMO di pratekkan hanya modal keyakinan seperti-nya tidak cocok.^^ ...melainkan melatih mantra buddho ataupun mantra 1-1 2-2 dengan penuh kesadaran.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 08 June 2009, 09:10:42 PM
yup.. tapi hanya utk ketenangan aja sih kenapa tdk bs dng modal keyakinan aja?
kalau dng kesadaran sih dah pasti dpt ketenangan dan lebih dr sekadar itu.
Sebagaimana dlm Anguttara Nikaya dikatakan Sang Buddha:
"Monks, I know of no other single thing of such power to cause the arising of wholesome states; if not yet arisen, or to cause the waning of unwholesome states; if already arisen, as appamada."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 08 June 2009, 09:14:16 PM
yup.. tapi hanya utk ketenangan aja sih kenapa tdk bs dng modal keyakinan aja?
kalau dng kesadaran sih dah pasti dpt ketenangan dan lebih dr sekadar itu.
Sebagaimana dlm Anguttara Nikaya dikatakan Sang Buddha:
"Monks, I know of no other single thing of such power to cause the arising of wholesome states; if not yet arisen, or to cause the waning of unwholesome states; if already arisen, as appamada."

yah, karena dari pratek kesadaran maka ada pengalaman/pengetahuan hingga menimbulkan keyakinan yang tak tergoyahkan.
kalau mau boleh di gabung jadi kesadaran dan keyakinan...hehehe

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 08 June 2009, 09:28:51 PM
sepakat.. BTT! ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 09 June 2009, 10:24:08 AM
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 09 June 2009, 12:22:28 PM
Ternyata berguna juga ya adanya thread ini kemudian baru ada konsolidasi. Jadi dalam segala hal tidak melulu negatif tetapi hikmah yg diambil. Tergantung pikiran melihat dari sudut mana atau keseluruhan aspek. Smoga usaha mahayanis berhasil.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 09 June 2009, 03:40:16 PM
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja
Mulai dari yang ambil sutra asal2an di perbaiki, yang bajakan coba di berikan pengertian kepada umat ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: J.W on 09 June 2009, 04:25:27 PM
^
^
oh gitu yach

aye ga tau tuch bro, aye kan monotheis freelance bro
thera oke, maha juga oke, tantra juga ayo...

emang iya, dulu sang buddha sudah mencapai pencerahan sempurna, baru tau aku,
bisa dikutip dikit dibab berapa, ayat berapa, junto berapa? ;D
trus dia capai pencerahan sempurna, untuk ke dua kali-nya, OD donk, alias Over Dosis....


saya gak ahlinya bro... musti tanya ahlinya...

Ayoo....bro chingik.. kamu bisaaaaaaaaaaaaaaaa......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 09 June 2009, 09:19:46 PM
Ini lanjutan diskusi kita bro. bond, mohon maaf jika karena kesibukan saya tidak segera memberikan tanggapan.

"Segera" memasuki bukan berarti "zap" atau "ting" tiba2 di masuk ke jhana 7 tersebut. Kata "segera" artinya bukan langsung masih ada proses...cepat atau tidaknya tergantung parami dan kemahiran juga, makanya dikatakan "sehingga...orang bijak...." dalam kasus kecepatan masuk jhana Mogallana lah yg paling unggul. Tapi ini bukan bearti tidak ada proses dari jhana2 sebelumnya.

Saya kurang paham dengan yang anda maksud dengan “zap” atau “ting”. Persoalannya, adalah apakah memang Jhana 1-4 adalah satu-satunya jalan yang wajib dilalui atau tidak. 

Untuk contoh pintu demi pintu yg yg saling terhubung atau "connecting door" satu ruangan dengan yg lainnya perumpamaan masuk jhana demi jhana dan kecepatannya silakan baca di "supermindfulness" karangan Ajahn Brahm. Mungkin bisa jelas.
Saya sudah pernah membaca buku ini. Pada dasarnya, saya memandang apa yang ditawarkan oleh Ajahn Brahm adalah baik dan bermanfaat. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya “jalan lain” menuju nibbana.

Dan hal yg penting diperhatikan adalah bagaimana saat2 awal alara kalama dan ramaputta melatih jhana2, referensi itu tidak disebutkan. Yg dijelaskan hanya kondisi saat dia sudah mahir sehingga sesuai keinginannya ia dapat berada dalam jhana yg diinginkan tapi bukan berarti tidak melewati tiap "connecting door demi connecting door"

Itu kalau anda membacanya dengan menggunakan perspektif Ajahn Brahm. Yang jelas, dalam sutta tersebut sama sekali tidak dikatakan tentang Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta mencapai jhana atau tidak. Malahan kedua landasan tersebut (kekosongan dan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi) adalah Dhamma yang diajarkan oleh keduanya secara terpisah, bukan merupakan kelanjutan dalam satu rangkaian. Dalam hal ini, terkesan sebagai satu rangkaian karena Bodhisatta Gotama pertama-tama belajar dari Alara Kalama terlebih dahulu, baru kemudian Beliau belajar dengan Uddaka Ramaputta. Meski demikian, sebenarnya tidak ada jaminan bahwa kedua landasan tersebut adalah satu rangakaian pencapaian yang berkelanjutan.

Bahkan ketika merenungkan siapa orang yang pertama kali akan diajarkan Buddhadharma, Sang Buddha teringat pada Alara Kalama terlebih dahulu ketimbang Uddaka Ramaputta. Asumsinya, jika Alara Kalama yang diingat terlebih dahulu, seharusnya Landasan Kekosongan-nya Alara Kalama dianggap lebih mendekati Nirvana sempurna dibandingkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi-nya Uddaka Ramaputta. Dengan demikian jika berusaha mengurutkan tingkat pencapaiannya (dengan asumsi konsep jhana 5-8 itu diterima), seharusnya yang disebut sebagai jhana 7 adalah Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, sedangkan jhana 8 adalah Landasan kekosongan. Namun Sang Buddha dalam khotbah-Nya yang lain selalu menyebutkan Landasan kekosongan terlebih dahulu, baru menyebutkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi. Hal ini menyebabkan saya menyimpulkan bahwa cara Sang Buddha mengurutan pencapaian-pencapaian sebagaimana dalam Sammana Phala Sutta (Jhana 1-4 kemudian 4 landasan) didasarkan semata-mata oleh perjalanan pengalaman pribadinya, bukan didasarkan pada suatu keharusan baku. Oleh karena itu, Landasan Kekosongan disebut lebih dahulu ketimbang Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, dikarenakan Sang Buddha terlebih dahulu mencapai Landasan Kekosongan, bukan dikarenakan pencapaian dalam Landasan Kekosongan lebih rendah dibandingkan dengan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi. Maka menurut saya kurang tepat dikatakan Landasan Kekosongan adalah Jhana 7, sedangkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi adalah Jhana 8. Masalahnya adalah apakah memang ada yang namanya jhana 5-8? Apakah urutan demikian memang sesuai dalam sutta dan sutra? Setahu saya dalam sutta yang pernah kubaca yang diurutkan dalam suatu tingkatan baku hanyalah jhana 1-4. Sedangkan Sang Buddha sendiri selalu menyebut Landasan Kekosongan dan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi sebagai empat landasan yang tidak diberi tingkatan pasti dengan label “jhana 5-8”. Kecuali, teman-teman di sini memiliki sumber sutta/sutra yang menyebutkan hal ini secara pasti dengan mengatakan keempat landasan adalah jhana 5-8, sehingga dengan demikian semua asumsi saya memang salah.

perhatikan yg dibold " bahwa dia telah masuk" artinya sebelumnya dimana, ?, dalam hal ini masuk jhana 7...jika Anda katakan bukan jhana lalu apa?(coba liat prosesnya makanya coba dipraktekan   ;D) Nah alara kalama berpikir bahwa jhana 7 ini adalah akhir dari segalanya/nibbana.

Keempat Landasan :)
Memang dalam sutta sempat disebutkan oleh Y.A. Sariputta (dalam Digha Nikaya Sangiti Sutta kalau nggak salah) bahwa keempat landasan adalah arupa jhana. Namun selama ini belum ada sumber sutta yang kubaca mengatakan bahwa keempat landasan ini adalah jhana 5-8. Bahkan Sang Buddha sendiri mengelompokkannya secara konsisten sebagai “empat landasan” daripada menyebutnya sebagai jhana 1-4 yang keduanya seringkali dikelompokkan secara terpisah, bukan sebagai satu kesatuan kelompok.

Mungkin anda sampai di sini berpikir, kalau gitu kata “arupa jhana” mengandung arti bahwa keempat landasan itu adalah jhana juga bukan? Seperti jhana 1-4?

Menurut saya, justru sebutan “arupa” (tanpa-wujud) justru meletakkan keempat landasan secara beroposisi/berhadapan dengan jhana 1-4 yang biasanya disebut sebagai “rupa”-jhana (berwujud), ketimbang menggambar urutan yang berkelanjutan. Kata “arupa” dan “rupa” jelas-jelas menggambarkan dua sifat yang bertentanga ketimbang berkelanjutan. Tanpa-rupa dan rupa adalah dua kondisi bertentangan, sebagaimana analogi dalam hubungan antara sifat gelap (tanpa-cahaya) dan terang (bercahaya). Kondisi arupa pada keempat landasan justru menggambarkan keadaan yang berada di luar rupa pada jhana1-4, sehingga menurut pendapat saya sulit menerima asumsi keempat landasan hanyalah sekadar landasan kelanjutan kumulatif dari jhana 1-4.

Asumsi kelanjutan kumulatif, mungkin benar jika diterapkan pada pencapaian jhana 1-4. Namun pada arupa jhana atau empat landasan, menurut saya tidak ada kesan pencapaian yang sifatnya kumulatif. Dalam hal ini kata “arupa” sendiri menggambarkan kondisi yang berada di luar wujud apapun, sehingga sulit memberikan suatu asumsi kumulatif dalam tingkatan-tingkatan yang tidak lagi mengenal wujud.

Lagi pula, setiap menyebutkan tingkatan pencapaian-pencapaian, Sang Buddha selalu menggunakan rumusan seperti “masuk ke A, dia keluar dari pencapaian A lantas masuk ke pencapaian B, keluar dari pencapaian B, masuk ke pencapaian C, dst.” Jadi dalam pencapaian apapun, Beliau selalu menekankan tentang “keluar dan masuk” yang dalam hal ini setiap pencapaian bukanlah tempat berdiam. Intinya adalah bahwa seseorang tidak boleh melekat pada pencapaian apapun, karena bagaimanapun ia  harus melepaskannya untuk mengalami pencapaian yang lain dan kemudian melepaskannya. Inti dari dari nibbana/nirvana adalah ketika seseorang bebas sepenuhnya dari semua tingkat pencapaian dan bebas masuk dan keluar kapanpun ia mau (terbebaskan dari dua arah) serta tidak melekat pada hasil dari pencapaian manapun (tentang Terbebaskan dari daua-arah baca Mahanidana Sutta, yang terakhir ini adalah tambahan kesimpulanku).

Meski demikian, sekali lagi ini semuanya cuma asumsi loh :) Tentu saja pendapat saya pribadi ini yang masih awam tidaklah sebanding dengan para guru-guru yang tercerahkan. Dalam konteks ini, saya hanya membuka kemungkinan penafsiran lain, bukan membantah pandangan yang sudah ada.


Tahukah Anda bagaimana melihat paticasamupadda?

Banyak yg hal kontroversi mengatakan tidak perlu jhana dsb untuk melihat ini, hanya dengan perenungan biasa. Mari kita kaji lebih lanjut

Paticasamupada terdiri dari 12 nidana disana dijelaskan rangkaian avijja(sebagai kilesa) sebagai sebab tumimbal lahir dan tumimbal lahir ini menyangkut nama dan rupa. Dan kilesa itu "ada" pada batin, dan tubuh adalah salah satu wujud efeknya dikatakan sebagai manusia dia terlahir. Nah apakah melihat rangkaian dalam jasmani khususnya organ dalam bisa dengan mata kasar? kecuali di operasi lalu dipelajari ^-^
Kedua melihat kilesa yg laten tadi yg bernama avija tadi yg "berada" pada batin bisa dicabut dengan perenungan biasa? tentu tidak sobat karena untuk mendapatkan pengetahuan menghancurkan kilesa ini seseorang harus bisa melihat proses daripada Nama tadi artinya anda harus bisa melihat mana citta, cetasika,vedana, sanna dan sankhara dsb..Ini juga ada kaitannya juga dengan proses tummbal lahir yg akan memunculkan nyana2 sehingga muncul pengertian dan kejenuhan terhadap kehidupan.dst

Bagaimana dengan direct vipasanna. Seperti yg pernah dikatakan Mahasi Sayadaw dalam point tertentu konsentrasi khanika samadhi bisa setara dengan kekuatan jhana hanya dipergunakan pada objek yg berbeda. Dan patut diingat dalam jhana orang tidak bisa bervipasana.

Kenapa dikatakan jhana 7 dan 8 kilesanya dikit, sebenarnya tidak demikian adanya. Tetapi lebih karena kekuatan konsentrasi yg dipakai nantinya untuk vipasana. Sehingga kalau jhana 4 memakai kaca pembesar, maka jhana 7 dan 8 memakai teleskop.

Smoga bermanfaat penejelasan ini _/\_


Terimakasih penjelasannya. Memang yang demikian ini yang saya dengar dari Pa Aauk Sayadaw langsung maupun saya baca dari bukunya Ajahn Brahm.Pendapat ini juga sejalan dengan Visuddhimagga yang kukagumi kecanggihannya dan membawa manfaat tak terkira bagi yang ingin mempelajari Buddhadharma. Seperti yang saya katakan, saya sangat menghargai pendapat demikian, sebagaimana saya sangat menghormati beliau-beliau ini. Meskipun demikian, saya selalu bersikap terbuka pada kemungkinan adanya jalan lain, di mana jhana 1-4 bukanlah keharusan tujuan langsung namun akan dicapai secara otomatis jika seseorang mengalihkan tujuannya pada arah lain. Sekali lagi, saya tidak bermaksud membantah pandangan beliau-beliau ini ataupun berniat menjatuhkan pandangan mereka yang didapatkan pengalaman meditasinya jauh-jauh-jauh-jauh-jauh..... nun di atas saya. Lagipula apalah artinya pandangan dari seorang awam seperti saya :)


Saya ingin bertanya ketika seseorang mengatakan lobha adalah bukan kilesa tetapi faktanya itu adalah kilesa. Sama halnya jika mengatakan bahwa si A memukul orang itu kenyataanya orang itu tidak memukul tetapi berjabat tangan apakah hal itu dapat dibedakan pengertiannya?

Saya tidak melihat bahwa kilesa dapat dilihat dari penampilan perilaku luar. Dalam Mahayana, beda antara yang tercerahkan dan tidak tercerahkan bukan dilihat dari sisi penampilan luarnya, namun hanya apakah mereka melekat atau tidak pada perilaku tertentu. Hal ini hanya bisa diketahui oleh mereka yang sama-sama tercerahkan.

Dalam ilmu psikologi yang kupelajari, isi batin manusia bisa terlihat langsung dari perilaku tampaknya. Namun hal ini konsisten hanya jika seseorang masing terikat secara ego pada perilakunya, sehingga perilakunya langsung secara sadar ataupun tak-sadar menggambar siapa dirinya. Namun saya tidak bisa menerima bahwa cara analisa demikian berlaku untuk mereka yang telah tercerahkan, karena mereka tidak lagi melekat pada tindakannya.

Lagipula apa jaminannya, dari perilaku tampak, kilesa seseorang bisa langsung terlihat? Apakah dengan demikian orang yang anda amati dalam jangka waktu tertentu dan di tempat tertentu ketika belum ada sifat kilesa yang tampak anda bisa menyimpulkan orang tersebut bebas dari kilesa? Apa jaminannya ia hanya pandai berakting di depan umum hingga tidak terlihat adanya kilesa sesuai dengan kriteria perilaku yang ada? Mungkin hanya pengamatan 24 jam dalam 7 hari tanpa henti sepanjang masa hidup orang tersebut yang akhirnya bisa membuat orang yakin bahwa seseorang tidak lagi memiliki kilesa :)) Dan itupun tidak menunjukkan apa-apa, karena perilaku tampak bukanlah jaminan bahwa seseorang memang bebas dari kilesa.

Bahkan dalam kasus Bahiya (dalam Bahiya Sutta Udana) yang dikatakan memiliki parami yang bagus, ternyata bisa salah menilai bahwa dirinya sendiri telah bebas dari kilesa. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang paraminya baik dalam menilai kilesanya saja masih bisa salah paham, bagaimana dengan orang yang menilai kilesa orang lain (siapapun orang itu) hanya berdasarkan penampakan luar?

Dalam kasus Bodhidharma, saya samasekali tidak melihat adanya kilesa dalam khotbahnya. Apalagi kata-kaa yang Anda maksud sebagai cerminan kilesa sama sekali tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana.

Bisa Anda tunjukan tulisan saya bahwa bodhidharma ada kilesa?, saya hanya membuat perumpamaan bahkan ada kata "jika itu benar bodhdharma tanpa kilesa (versi mahayana)....."(lalu siapa yg menanggap benar? ^-^) oleh karena itu  saya ragu itu adalah khotbah bodhidharma artinya masih 50-50 . Tetapi dari tulisan itu jelas cerminan yg masih ada kilesa tetapi Anda sendiri yg menanggap itu khotbah Boddhidarma dikatakan bodhidharma Sehingga Anda berpikir saya mengatakan dia pasti ada kilesa yg tercermin dalam khotbahnya, padahal itu pikiran Anda yg bergerak toh... Saya telah jelaskan sebelumnya saya menghormati Boddhidharma. Anda tahu mengkritisi pandangan? karena saya ragu maka saya tidak tau benar pandangan siapa entah bodhidharma atau orang lainnya. Jadi ini adalah asumsi Anda sendiri bukan? :) Coba baca lagi tulisan saya dari awal, terus terang saya malas copas ulang tulisan saya.

Syukur kalau anda tidak menilai demikian :) Sampai saat ini saya pribadi belum melihat adanya alasan untuk meragukan bahwa khotbah tersebut bukan berasal dari Bodhidharma, jika hanya dari asumsi anda bahwa salinan khotbah tersebut mengandung kilesa. Justru itu saya tidak setuju bahwa dari segi isi kata-kata di dalamnya mengandung kilesa, sehingga tidak ada bagi saya untuk meragukan tulisan tersebut adalah khotbah Bodhidharma.

Sebaliknya, saya menilai apa yang anda sebut sebagai kilesa atau tidak, sangat bias dengan pendekatan Theravadin. Keraguan anda bahwa kata-kata dalam tulisan tersebut semata-mata adanya keyakinan bahwa dalam diri anda bahwa “Theravada dan guru saya tidak berpandangan demikian.” Kemudian mungkin anda merasa tidak suka dengan sebagian kata-kata yang bertentangan dengan keyakinan tersebut dan kemudian memutuskan untuk menilainya sebagai kata-kata yang masih mengandung kilesa. Nah, dalam hal ini sebenarnya siapa yang dipenuhi oleh kilesa  ^-^ 

Nah Luangta Mahaboowa ada penjelasannya kan kenapa dan mengapa, Anda sendiri telah menunjukannya.. apakah tulisan mengenai khotbah Bodhidharma ada penjelasan mengenai arahat membayangkan?, paling tidak praktisinya langsung toh... ;D

Kasus Ajahn Mahaboowa justru menunjukkan bahwa jangan menunjuk seseorang masih memiliki kilesa atau tidak hanya berdasarkan kata-kata atau perbuatan tampak belaka :) Perbuatan bisa sama, tapi kondisi batinnya bisa berbeda. Yang tercerahkan tidak melekat, yang awam masih melekat. Itulah inti perbedaannya, bukan penampilan luar belaka.

Telah saya jelaskan berulang2 perbandingannya dan pertimbangannya beserta contohnya. Kalau belum mengerti smoga suatu saat Anda mengerti, mungkin karena keterbatasan saya dalam menjelaskan ke Anda. Mungkin teman2 yg mengerti maksud saya dan mahir dalam menjelaskan dapat membantu menjelaskan maksud saya tadi. cluenya pernyataan dan fakta beda...itu saja.

Salam metta _/\_


Terimakasih atas perhatian yang baik dan bersahabat. Semoga anda terhindar dari marabahaya, terhindar dari penderitaan batin, terhindar dari penderitaan fisik, serta bahagia dan sejahtera selalu. Salam Metta.

salam persaudaraan Mahayana dan Theravada Smiley
Salam persaudaraan :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 09 June 2009, 09:27:38 PM

Jadi "Buddho" juga adalah metode untuk memasuki keheningna, dari keheningan seseorang akan memasuki Jhana.

Cermati kalimat ini apakah ada peralihan subjek meditasi disana sebelum masuk jhana?

Mungkin aja. Tapi yang pasti kan Buddho ternyata bis amembawa seseorang pada keheningan. So, demikian juga nienfo.

Bisa dijelaskan bro sobat mengenai teknik diluar vipasanna klasik? setau saya dari penjelasan mereka sama saja.
Kata ini hanya kugunakan sekadar untuk mengatakan bahwa teknik "Buddho" bisa dipraktikkan secara tersendiri sebagai samatha atau mungkin juga vipassana, berbeda dengan yang ada di sutta. Apa yang saya sebut sebagai "klasik" adalah metode yang diajarkan sendiri oleh Sang Buddha. Jadi di luar "klasik" berarti ada modifikasi seperti dalam melafalkan Buddho ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 09 June 2009, 09:31:18 PM
Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Lantas siapa yang berhak mewakili seluruh aliran atau tradisi? Soal yang demikian bisa jadi ribut deh :)

Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.

Demikian juga jika yang dilafalkan adalah "namoamituofo" atau "na mo a mi ta bha". Yang ini termasuk nggak? ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 09 June 2009, 09:32:17 PM
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja

menyambut baik hal ini. siap dikontak jika memang dibutuhkan :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 09 June 2009, 09:33:33 PM
Mulai dari yang ambil sutra asal2an di perbaiki, yang bajakan coba di berikan pengertian kepada umat ;D

lebih masalah lagi kalau sutra diberi copyright bro. nanti dikira neolib loh :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sukma Kemenyan on 09 June 2009, 10:39:23 PM
Benter...
Metode Buddho = Vipasanna ?
Metode Buddho = Samatha ?

Saya kira metode buddho tidak ada hubungannya dengan vipasanna maupun samatha.

Namun, mungkin juga gw yg salah...
Berhubung gw udah terlalu lama absen dari meditasi,
Ada yg bisa bantu ingetin apa yang ada dalam pikiran ketika Vipasanna ?
dan apa yang ada dalam pikiran ketika Samatha ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 10 June 2009, 11:08:25 AM
Quote
Saya kurang paham dengan yang anda maksud dengan “zap” atau “ting”. Persoalannya, adalah apakah memang Jhana 1-4 adalah satu-satunya jalan yang wajib dilalui atau tidak.

Dari jhana 4 ke 5 itu ada hubungannya dari nimittanya difokuskan ruang tanpa batas dibaliknya. Caranya bisa Anda baca di visuddhi magga, atu kalau pernah ikut ceramah Prof. Mehm Ti mon maka akan jelas sekali. Oleh karena itu dikatakan arupa jhana 5 dilandasi rupa jhana 4, dan 6 dilandasi 5....Jadi 1-8 memang ada keterkaitannya. Jadi seseorang langsung tanpa landasan apapun langsung masuk jhana 8.ini yg dimaksud "zap" atau "ting" ;D

Quote
Saya sudah pernah membaca buku ini. Pada dasarnya, saya memandang apa yang ditawarkan oleh Ajahn Brahm adalah baik dan bermanfaat. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya “jalan lain” menuju nibbana.

Jalan menuju nibbana yaitu lewat samatha-vipasanna dan direct vipasana. Ajahn Brahm--> samatha-vipasana. Khusus vipasanna objek semua guru sama yaitu 4 landasan yg di investigasi kayanupasana, vedananupasana, cittanupasana dan dhammanupasana(sesuai Tipitaka).

Quote
Yang jelas, dalam sutta tersebut sama sekali tidak dikatakan tentang Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta mencapai jhana atau tidak.

Saya tidak tau secara sutta, mungkin teman2 ada referensinya. Tetapi secara visuddhi magga yg berdasarkan sutta apa yg dicapai alara kalama dan uddaka adalah jhana. Dan secara praktek juga demikian. Dan hal ini bisa dilihat dari karakteristik jhana.
Quote
Bahkan ketika merenungkan siapa orang yang pertama kali akan diajarkan Buddhadharma, Sang Buddha teringat pada Alara Kalama terlebih dahulu ketimbang Uddaka Ramaputta. Asumsinya, jika Alara Kalama yang diingat terlebih dahulu, seharusnya Landasan Kekosongan-nya Alara Kalama dianggap lebih mendekati Nirvana sempurna dibandingkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi-nya Uddaka Ramaputta. Dengan demikian jika berusaha mengurutkan tingkat pencapaiannya (dengan asumsi konsep jhana 5-8 itu diterima), seharusnya yang disebut sebagai jhana 7 adalah Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, sedangkan jhana 8 adalah Landasan kekosongan. Namun Sang Buddha dalam khotbah-Nya yang lain selalu menyebutkan Landasan kekosongan terlebih dahulu, baru menyebutkan Landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi. Hal ini menyebabkan saya menyimpulkan bahwa cara Sang Buddha mengurutan pencapaian-pencapaian sebagaimana dalam Sammana Phala Sutta (Jhana 1-4 kemudian 4 landasan) didasarkan semata-mata oleh perjalanan pengalaman pribadinya, bukan didasarkan pada suatu keharusan baku.

Dari jhana berapa aja mau vipasanna-->nibbana bisa, yg penting keluar jhana dulu. Panduan dari sutta dan visudhi magga sudah jelas. Makanya dasar pencapaiannya harus dipahami dulu ,jadi ngak bingung terhadap perkataan sutta. Apalagi kalo hanya sepotong-sepotong.

Quote
Lagipula apa jaminannya, dari perilaku tampak, kilesa seseorang bisa langsung terlihat? Apakah dengan demikian orang yang anda amati dalam jangka waktu tertentu dan di tempat tertentu ketika belum ada sifat kilesa yang tampak anda bisa menyimpulkan orang tersebut bebas dari kilesa? Apa jaminannya ia hanya pandai berakting di depan umum hingga tidak terlihat adanya kilesa sesuai dengan kriteria perilaku yang ada? Mungkin hanya pengamatan 24 jam dalam 7 hari tanpa henti sepanjang masa hidup orang tersebut yang akhirnya bisa membuat orang yakin bahwa seseorang tidak lagi memiliki kilesa laugh Dan itupun tidak menunjukkan apa-apa, karena perilaku tampak bukanlah jaminan bahwa seseorang memang bebas dari kilesa.

Saya rasa Anda belum bisa membedakan, smoga salah  :). Ada salah satu contoh dalam sutta (saya lupa) orang itu mengatakan Ajaran Sang Buddha mengajarkan ini dan itu(yg bertentangan) lalu dijawab kalau tidak salah muridnya (arahat) Sang Buddha mengatakan bahwa Sang Buddha tidak mengajarkan demikian tetapi yg diajarkan adalah begini dan begitu..(sesuai praktek yg dialami arahat itu). Mungkin disini yg ahli sutta bisa menampilkan yg saya maksud  _/\_

Sama halnya apa yg tertulis diatas, tidak tahu apakah khotbah asli atau tidak, yg pasti yg ngomong khotbah itu masih ada kilesa, sama dengan perumpamaan diatas. Kenapa? apa yg disampaikan tidak sesuai yg dipraktekan . Dan saya rasa 2 esensi yg bertolak belakang inilah sebagai dasar. Contoh saya : memukul kenyataanya berjabat tangan. Jika demikian apa artinya orang yg mengatakan memukul. artinya bisa bohong atau asal ngomong atau karna ketidak tahuannya. semuanya adalah avija, nah avija kategori kilesa atau bukan?. Smoga ini penjelasan terakhir saya mengenai khotbah bodhidharma. Seperti saya katakan sebelumnya lebih baik Anda renungkan dengan seksama, lalu praktekanlah lebih intens, kalau perlu tanya kepada bhikkhu2 theravada, benar ngak sih praktek jalan kearahatan itu membayangkan nirvana? dan ingat jangan tanya teorinya. Baiklah daripada nanti Anda bingung , selamat merenungkan masuk ke barak batin kembali. Karena apa yg saya lihat adalah fakta2 lapangan yg nyata dan juga pengalaman saya sendiri saat bervipasanna. Memang hal ini sulit dijelaskan mungkin karena ada tulisan " Khotbah Bodhidharma"  :)) Tulisan adalah tulisan, dan tulisan itu kita tidak tahu siapa yg nulis, hal yg paling bisa dibuktikan adalah ketika di praktekan, nah secara praktek tulisan khotbah itu ngawur khusus tulisan "membayangkan. Maaf kalau ada salah kata. Saya tidak menyerang ya....tapi itu fakta. Saya rasa agar suasana kondusif dan tidak semakin bingung, saya rasa cukup membahas mengenai tulisan bodhidharma.  _/\_
Quote
Kasus Ajahn Mahaboowa justru menunjukkan bahwa jangan menunjuk seseorang masih memiliki kilesa atau tidak hanya berdasarkan kata-kata atau perbuatan tampak belaka Smiley Perbuatan bisa sama, tapi kondisi batinnya bisa berbeda. Yang tercerahkan tidak melekat, yang awam masih melekat. Itulah inti perbedaannya, bukan penampilan luar belaka.

Kalau gitu sama2 membunuh, kualitas batin yg satu adalah arahat dan satunya ada kilesa ya.  ^-^

Metta _/\_












Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 10 June 2009, 11:50:48 AM
Benter...
Metode Buddho = Vipasanna ?
Metode Buddho = Samatha ?

Saya kira metode buddho tidak ada hubungannya dengan vipasanna maupun samatha.

Namun, mungkin juga gw yg salah...
Berhubung gw udah terlalu lama absen dari meditasi,
Ada yg bisa bantu ingetin apa yang ada dalam pikiran ketika Vipasanna ?
dan apa yang ada dalam pikiran ketika Samatha ?

Buddho --->samatha

Vipasanna adalah mengamati dan melihat langsung empat objek, kayanupasana, vedananupasana, cittanupasana dan dhammanupasanna. Objek dalam vipasana tidak tunggal. Ini yg mengantarkan org ke nibbana melalu pengetahuan langsung dan kebijaksanaan.

Kalau samatha objek tunggal.bisa ke jhana2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 10 June 2009, 07:13:28 PM
OOT: Kemarin minggu g sempat ngobrol sama sama kawan kawan mahayanis. Kita perlu adanya penerjemah, penulis teori mahayana. Selama ini penulis mahayana di dunia maya tuh masih sedikit, ngak banyak yang menguasai teori mahayana masih dihitung sama jari. So jadi kemarin g sempat mengungkap ide dan kemungkinan akan berlanjut. Bagaimana perlunya penerjermah sutra mahayana, abidharma mahayana, Dharani dan tata cara sembayang aliran mahayana . Selama ini penulis  mahayana tuh single figter kali kita coba bareng bareng ngerjainnya. Semofa rapat kecil ini saya bisa menjadi besar lama kelamaan dengan simpatisan.

Bukan menyingung Teravada, pada dasarnya teori Teravada sudah banyak penulis. Sementara Mahayana masih tidak sebanyak Tera. karena itu perlu adanya konlidasinya. Semoga kedepannya itu berhasil. Mohon dukungan dari kawan kawan mahayana saling membantu. Projek  kita kecil. Kemarin masih rapat kecil saja
Mulai dari yang ambil sutra asal2an di perbaiki, yang bajakan coba di berikan pengertian kepada umat ;D

memang sih ngak gampang coba nanti minggu mungkin g bisa ketemu kawan kawan ngadain rapat kembali.
selama ini ada sih sutra online berbahasa indo cuman kayaknya belumlengkap.Soalnya ngak bukan pekerjaan gampang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 11 June 2009, 08:45:39 PM
Dan pendapat saya, kata2 itu memang tidak masalah, jika dipraktekkan dg penuh keyakinan, tdk mustahil utk mencapai ketenangan meski yg dijapa bukan 'Buddho' melainkan 'a-b-c'.

Demikian juga jika yang dilafalkan adalah "namoamituofo" atau "na mo a mi ta bha". Yang ini termasuk nggak? ^-^
termasuk pastinya. tp perkataan saya jg tidak mewakili aliran manapun.
pendapat pribadi saya, sebenernya toh dr awal Sang Buddha tidak mengajarkan metode memakai kata2 tertentu toh? tanya kenapa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 11 June 2009, 08:55:02 PM
Urun pendapat dikit, sejarah buddhism yg berakar ribuan tahun, dlm prakteknya pasti ada yang mencoba utk mengasimilasikan atau mengintegrasikan cara 'ini' dari T dgn cara 'itu' dr M, dsb. Entah itu dari Ajahn Thate, Ajahn ini, Ajahn itu, singkatnya, guru2 tertentu yg memiliki caranya sendiri. Tapi bukan mewakili keseluruhan aliran.

Lantas siapa yang berhak mewakili seluruh aliran atau tradisi? Soal yang demikian bisa jadi ribut deh :)

jika memang hal tsb tertera dlm sutta aliran tsb baru valid dikatakan mewakili aliran tsb. bukan lewat tafsir-tafsiran yg berbelok2 tentunya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mr.Jhonz on 18 June 2009, 12:51:56 PM
Sy minta bantuannya..
Bukan untuk mengkritik..
Quote
Kita mengenal adanya Buddha Maitreya berdasarkan Sabda Sang Buddha Sakyamuni di dalam Sutra Maha Ratna Kuta (Ta Pao Ci Cing) Bab88 (Pertemuan Maha Kasyapa):
Suatu ketika Junjungan Dunia menjulurkan tangan-Nya yang membiaskan cahaya kemilauan, hasil paduan kesucian laksa asamkheya kalpa. Dengan jari dan telapak tangan-Nya yang bersinar bagaikan bunga teratai, Beliau mengusap ubun-ubun Bodhisatva Ajita(nama Maitreya pada masa itu) sambil bersabda," Wahai Maitreya! Demikianlah kupesankan kepadamu nanti masa lima ratus tahun kelima, saat lenyapnya Dharma Sejati, engkau harus datang melindungi Tri Mustika. Jangan sampai lenyap dan terputus". Seketika itu juga Trisahasra Maha Sahasra lokya dhatu(alam semesta) dipenuhi cahaya terang dan diikuti enam bentuk suara gemuruh yang dahsyat.Semua makhluk suci dan deva serentak menghormati Bodhisatva Maitreya dengan sikap anjali sambil berkata, "Sang Tathagata telah berpesan kepadamu yang mulia dengan pengharapan seluruh umat manusia dan deva mendapatkan berkah kebahagiaan, terimalah pesan itu Yang Mulia!" Saat itu Bodhisatva Maitreya segera berdiri sambil menampakkan bahu kanannya, dan berlutut menghormati Sang Buddha dengan sikap anjali: "Junjungan Dunia, demi keselamatan semua makhluk aku telah menerima penderitaan laksaan kalpa yang tak terhitung, apalagi kini Tathagata telah menyampaikan pesan Dharma sejati,bagaimana mungkin tidak diterima? Wahai Junjungan Dunia!Kini aku berjanji pada masa yang akan datang akan kubabarkan Dharma Anuttara Samma Sambodhi yang telah Tathagata capai dalam perjuangan berlaksa-laksa asam-kheya kalpa yang tak terhitung!"
Kemudian dalam Sutra tentang Bodhisatva Maitreya Mencapai Surga Tusita (Mi Lek Sang Seng Cin) Sang Buddha bersabda :"Setelah aku mencapai maha pari-nirwana bila ada bhikhu-bhikhu, upasaka-upasaka,deva,naga,yaksa dan sebagainya hingga kelompok rahulata, yang begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus timbul rasa gembira maka setelah akhir hidupnya dalam waktu yang seketika akan mencapai surga tusita dan berkesempatan mendengarkan Maha Dharma Bodhisatva Maitreya!" Sang Buddha melanjutkan :"Bila ada bhikhu-bhikhu,upasaka-upasaka,deva,naga bahkan kelompok rahulata bila begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus bersikap anjali dan memberi hormat yang tulus, maka terbebaslah orang atau makhluk ini dari dosa karma samsara 500 kalpa.Dan kepada mereka yang dapat melaksanakan bhakti-puja menghormati Buddha Maitreya maka orang itu akan segera terbebas dari ikatan dosa karma samsara puluhan milyar kalpa, sekalipun tidak berhasil mencapai Surga Tusita, namun pasti dapat berjumpa dengan Buddha Maitreya pada masa yang akan datang, mendengar Maha Dharma tak terhingga dan mencapai Kesempurnaan!"

Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, serta merta massa yang tak terhitung, dengan perasaan yang senang dan puas memberikan hormat pada Bodhisatva Ajita yang terus berdiri dari semula dalam mendengarkan khotbah Sang Buddha. Bodhisatva Ajita inilah Buddha Maitreya akan datang!
apakah benar disutta mahayana berisi sama persis dgn yg sy qoute diatas??

MOHON BANTUANNYA
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 09 July 2009, 09:57:24 PM
tak tahu mau nanya ke mana, semoga di sini tidak terlalu nyasar..
ceritanya gini, kemarin saya lihat brosur. di brosur itu disebutkan seorang suhu anggota sangha dari luar negeri, pendiri vihara di luar negeri akan mengadakan kegiatan di indo. nah, yang saya bingung anggota sangha tersebut memiliiki rambut dan di brosur pertama beliau mengenakan pakaian putih, lalu di brosur yang lain beliau mengenakan pakaian pemuka agama sebelah lengkap dengan atributnya. hmmm, apakah ada aliran baru yang anggota sanghanya boleh berganti2 jubah dan berambut atau apa ya? thanks...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 09 July 2009, 10:36:48 PM
yg jelas dong aliran apaan tuh? ga perlu khawatir terdengar negatif kalo memang kenyataannya begitu kan? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 10 July 2009, 06:29:32 AM
Quote
tak tahu mau nanya ke mana, semoga di sini tidak terlalu nyasar..
ceritanya gini, kemarin saya lihat brosur. di brosur itu disebutkan seorang suhu anggota sangha dari luar negeri, pendiri vihara di luar negeri akan mengadakan kegiatan di indo. nah, yang saya bingung anggota sangha tersebut memiliiki rambut dan di brosur pertama beliau mengenakan pakaian putih, lalu di brosur yang lain beliau mengenakan pakaian pemuka agama sebelah lengkap dengan atributnya. hmmm, apakah ada aliran baru yang anggota sanghanya boleh berganti2 jubah dan berambut atau apa ya? thanks...


Aliran apa tu? Agama I Kuan Tao? Maitreya? Kan suka pake baju putih2 terus berambut.

Aliran Nichiren jubahnya jg kadang2 putih2 setahu saya.

Klo di Mahayana Tiongkok biasanya jubahnya oranye, kalau umat awam hitam.

Kalau di Vajrayana aliran Nyingma ada yang suka pake baju putih2 tapi ada merahnya, yaitu para Ngakpa, tapi mereka bukan bhiksu, namun semacam anagarika gitu lah......

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 10 July 2009, 10:47:08 AM
Namanya bhiksuni koq...(lupa nama panjangnya). Pendiri vihara Guan Yin di Kao Shiung, Taiwan. Kadang pakai jubah putih kadang pakai jubah suster ka****k..
Makanya bingung apa ada aliran baru di mahayana? Sptnya 'bhiksuni' ini akan datang ke jakarta bulan depan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 10 July 2009, 11:21:05 AM
^
OMG....

bisa2 nya pake jubah suster ka****k :hammer:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 10 July 2009, 01:56:52 PM
bagus tuh, ga melekat terhadap jubah :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 10 July 2009, 04:05:47 PM
Heh? Nggak salah nih pendapatnya acek ryu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 10 July 2009, 05:00:16 PM
bagus tuh, ga melekat terhadap jubah :))
cuma baju kok dipermasalahkan....^^

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 10 July 2009, 05:19:40 PM
Quote
Namanya bhiksuni koq...(lupa nama panjangnya). Pendiri vihara Guan Yin di Kao Shiung, Taiwan. Kadang pakai jubah putih kadang pakai jubah suster ka****k..
Makanya bingung apa ada aliran baru di mahayana? Sptnya 'bhiksuni' ini akan datang ke jakarta bulan depan.


Haa??? wah ada aliran ekletik baru....

Tp yakin tuh jubah suster ka****k?

Kalau di Jepang, bhiksuninya pake tutup kerudung kaya suster2 ka****k.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 10 July 2009, 06:26:04 PM
denger2 itu memang dah pindah agama jadi K. gara2 melihat gereja, padahal sebelumnya dia rajin berdana ke vihara kwan im, katanya mau ke indo mau kesaksian yak? liat lagi brosur nya

tak tahu mau nanya ke mana, semoga di sini tidak terlalu nyasar..
ceritanya gini, kemarin saya lihat brosur. di brosur itu disebutkan seorang suhu anggota sangha dari luar negeri, pendiri vihara di luar negeri akan mengadakan kegiatan di indo. nah, yang saya bingung anggota sangha tersebut memiliiki rambut dan di brosur pertama beliau mengenakan pakaian putih, lalu di brosur yang lain beliau mengenakan pakaian pemuka agama sebelah lengkap dengan atributnya. hmmm, apakah ada aliran baru yang anggota sanghanya boleh berganti2 jubah dan berambut atau apa ya? thanks...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 10 July 2009, 06:43:09 PM
Yup.. bhikshuni di Jepang setau saya pakaiannya agak sedikit mirip biarawati ka****k dan memakai kerudung.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 10 July 2009, 07:19:56 PM
Quote
denger2 itu memang dah pindah agama jadi K. gara2 melihat gereja, padahal sebelumnya dia rajin berdana ke vihara kwan im, katanya mau ke indo mau kesaksian yak? liat lagi brosur nya

Jadi K gara2 lihat gereja?.... Gedubrakk.....

Paling2 bukan bhiksuni yang benar2 mengerti Dharma, tapi yang "cung cung cep".....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 10 July 2009, 08:08:32 PM
Quote
denger2 itu memang dah pindah agama jadi K. gara2 melihat gereja, padahal sebelumnya dia rajin berdana ke vihara kwan im, katanya mau ke indo mau kesaksian yak? liat lagi brosur nya

Jadi K gara2 lihat gereja?.... Gedubrakk.....

Paling2 bukan bhiksuni yang benar2 mengerti Dharma, tapi yang "cung cung cep".....

 _/\_
The Siddha Wanderer

salah ding keknya yang ini nih ;D
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11772.msg196219/topicseen.html#msg196219
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Shining Moon on 12 July 2009, 12:58:06 PM
Heh? Di brosur terbaru sih masih pake jubah putih seperti anagarika. Tapi tak ada berita soal kesaksian...panitianya sih yg saya tau buddhis lo..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2009, 08:38:29 PM
oooh, mungkin beda orang ;D
Title: Kearahatan Ananda
Post by: Indra on 01 August 2009, 02:32:18 PM
Menurut terjemahan Saddharma Pundarika Sutra yg di-posting oleh Rekan Triyana, Ananda dikatakan telah Arahat pada saat pembabaran Sutra ini, selagi Sang Buddha masih hidup. apakah memang demikian menurut Mahayana? karena menurut Teks Pali, Ananda baru mencapai Kearahatan setelah Sang Buddha Parinibbana.

mohon penjelasan dari sesepuh Mahayana. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 01 August 2009, 03:28:57 PM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Indra : Di Bab berapa dan baris keberapa mohon dicantumkan.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 August 2009, 03:39:12 PM
Quote
BAB I
PURWAKA

 

Demikianlah yang telah kami dengar,

Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka semua adalah para Arahat yang namanya telah terkenal antara lain adalah Arahat :

Ajnata Kaundinya - Maha Kasyapa - Uruvilva Kasyapa - Gaya Kasyapa - Nadi Kasyapa - Sariputra - Maha Maudgalyayana - Katyayana - Aniruddha - Kapphina - Gavampati - Revata - Pilindavasta - Vakkula - Maha Kaushthila - Nanda - Sundara Nanda - Purna - Maitrayaniputra- Subhuti - Ananda - dan Rahula.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 03 August 2009, 11:23:53 AM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Indra :

Ananda yang ada di Bab 1 tersebut bukanlah Ananda yang anda maksud tetapi Ananda murid Sang Buddha yang lain yang telah Arahat. Namanya memang sama tetapi berbeda orangnya. Ini diterangkan dalam Longer Saddharma Pundarika Sutra :

............... with them yet other great disciples, as the venerable Ananda, still under training, and two thousand other monks, some of whom still under training, the others masters; with six thousand nuns having at their head Mahâpragâpatî, and the nun Yasodharâ, the mother of Râhula, along with her train; (further) with eighty thousand Bodhisattvas, all unable to slide back, endowed with the spells of supreme, perfect enlightenment, firmly standing in wisdom; who moved onward the never deviating wheel of the law; who had propitiated many hundred thousands of Buddhas; who under many hundred thousands of Buddhas had planted the roots of goodness, had been intimate with many hundred thousands of Buddhas, were in body and mind fully penetrated with the feeling of charity; able in communicating the wisdom of the Tathâgatas; very wise, having reached the perfection of wisdom; renowned in many hundred thousands of worlds; having saved many hundred thousand myriads of kotis of beings; such as the Bodhisattva Mahâsattva Mañgusrî, as prince royal; the Bodhisattvas Mahâsattvas Avalokitesvara, Mahâsthâmaprâpta, Sarvarthanâman, Nityodyukta, Anikshiptadhura, Ratnakandra, Bhaishagyarâga, Pradânasûra, Ratnakandra, Ratnaprabha, Pûrnakandra, Mahivikrâmin, Trailokavikrâmin, Anantavikrâmin, Mahâpratibhâna, Satatasamitâbhiyukta, Dharanîdhara, Akshayamati, Padmasrî, Nakshatrarâga, the Bodhisattva Mahâsattva Maitreya, the Bodhisattva Mahâsattva Simha.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 03 August 2009, 07:32:09 PM
Ada referensi lain soal Ananda yg telah 'arhat' ini? Mungkin cerita mengenainya di Sutra? Nama orang jaman dulu memang dikit sih.. Kebanyakan itu-itu aja. Tapi sejauh ini yg saya tau Ananda di Buddhisme cm 1 Ananda sepupu Sang Buddha saja deh..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 05 August 2009, 09:42:01 AM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Xuvie : Menurut Saddharma Pundarika Sutra ada Ananda murid Sang Buddha yang telah Arahat dan ada Ananda murid Sang Buddha yang baru mencapai KeArahatan setelah Sang Buddha Parinirvana. Kalo anda punya pandangan yang berbeda silahkan cantumkan referensinya.


 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 05 August 2009, 12:09:37 PM
Tidak ada yang namanya dua orang Ananda, baik di Mahayana maupun Vajrayana.

Yang ada adalah kekeliruan menerjemahkan.

Yang bahasa Indonesia itu (menyebutkan Ananda sudah Arhat) adalah terjemahan Burton Watson.

Sedangkan yang bhs Inggris (menyebutkan Ananda masih dalam pelatihan) adalah terjemahan H Kern.

So bisa disimpulkan bahwa Burton salah menerjemahkan, karena Mahayana dan Vajrayana juga sepakat bahwa Ananda mencapai Arhat setelah Sang Buddha Parinirvana.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 05 August 2009, 01:50:52 PM
Namo Buddhaya,

Buat Bro Gandalf :

Saya kira tidak ada yang salah menerjemahkan karena ada 2 versi Saddharma Pundarika Sutra dimana yang satu lebih panjang dari yang lain.

Dan terjemahan yang saya posting disini versi mandarin yang diterjemahkan langsung oleh Y.A Kumarajiva dan terjemahan Y.A Kumarajiva ini sudah diakui bahkan oleh kalangan cendekiawan barat sendiri sangat tepat sekali dalam penterjemahannya.Bila anda membaca kisah Y.A Kumarajiva ini anda akan tahu betapa susahnya membawa Kitab Suci dari India ke Tiongkok pada saat itu bahkan dengan taruhan nyawa tetapi berkat perlindungan para Buddha,Bodhisattva dan Dharmapala Y.A Kumarajiva mampu melewati semua itu jadi saya yakin terjemahan Y.A Kumarajiva adalah tepat dan benar.

Terjemahan yang lebih panjang yang anda katakan diterjemahkan oleh H Kern tersebut saya yakin seyakin-yakinnya juga betul karena diambil dari versi yang lain, adalah umum dalam Mahayana apabila ada satu Sutra dengan banyak terjemahan. Ada kanon Tiongkok, Tibet, Mongolia, Bhutan, Jepang tetapi saya meyakini bahwa pada dasarnya semuanya benar. Bahkan H.H Dalai Lama sendiri pernah mengatakan bahwa ada lagi Sutra-sutra yang lain yang belum kita ketahui.

Mengenai nama Ananda, perlu Bro Gandalf ketahui dalam khazanah susastra Sanskrit adalah lazim apabila nama seseorang itu lebih dari satu. Jadi sebelum anda mengetahui dengan pasti bahwa nama kesemua Arahat tersebut, merujuk kepada kedua terjemahan tersebut saya meyakini bahwa ada 2 Ananda seperti yang tertulis dalam Sutra Saddharma Pundarika Sutra .

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 05 August 2009, 04:55:41 PM
Mengenai dua atau satu Ananda, saya rasa tidak mungkin langsung mengambil kesimpulan tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut.

To bro Triyana,
bisakah dijelaskan lebih jauh lagi mengenai dua versi Saddharmapundarika Sutra. Apakah ada informasi atau rujukan mengenai ini. Setahu saya, dalam terjemahan Bahasa Inggris memang ada beberapa versi Lotus Sutra, namun kalau teks terjemahannya dalam bahasa lain ataupun bahasa Sanskritnya saya belum tahu. Mohon penerangannya. Trims

To bro, gandalf,
terjemahan Sutra Teratai ke dalam bahas indonesia yang kutahu berasal dari terjemahannya Soothill & ... (aku nggak ingat namanya), kalau nggak salah. Kalau Sutra Teratai terjemahan Burton Watson sudah diterjemahkan, kapankah itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 05 August 2009, 07:03:23 PM
Sori nih langsung saja krn saya kurang pinter berbelit-belit. Saya cuma hendak menjawab sekaligus mengritik cara berpikir Anda dlm diskusi.. Anda terima atau tidak itu tdk masalah buat saya, tapi silakan dikaji..
Buat Rekan Xuvie : Menurut Saddharma Pundarika Sutra ada Ananda murid Sang Buddha yang telah Arahat dan ada Ananda murid Sang Buddha yang baru mencapai KeArahatan setelah Sang Buddha Parinirvana. Kalo anda punya pandangan yang berbeda silahkan cantumkan referensinya.
Sejauh yg saya tau, bahkan dalam RAPB tdk ada disebutkan 2 Ananda. Ini sudah jelas dr berbagai sumber yg membentuk pengetahuan saya ttg buddhisme awal, pada zamannya Sang Buddha. Tdk pernah dijelaskan Ananda, putra si fulan. Ananda dari daerah lain dan lainnya. Karena itu lah saya bertanya pd Anda. Alih alih menjawab, Anda malah meminta saya mencantumkan referensi tentang Ananda 1 orang. Yang nanya siapa??
Dan Anda mengatakan 'ada', padahal tdk ada keterangan dan cerita lebih lanjut ttg 2 Ananda tsb yg mungkin saja terjadi krn kesalahan penerjemahan atau kesalahan pencerita Sutra, sebuah human error yg kadang kala bisa terjadi.

Utk sumber saya: Jataka 2, Jataka 4, bbrp cerita Jataka lain di luar 2 & 4. Sutta Pali. RAPB. Ebook di library DC: Ananda Penjaga Dhamma. Saya rasa cukup segini deh.. Silakan cek & ricek, berehipassiko langsung.
Skrg boleh dong saya meminta sumber Anda yg "jelas"? Bkn cm sebuah kalimat yg mungkin saja krn human error seperti saya katakan sebelumnya..

Lebih lanjut lagi.. Maaf meski bukan diskusi dg saya sebenarnya..

Bila anda membaca kisah Y.A Kumarajiva ini anda akan tahu betapa susahnya membawa Kitab Suci dari India ke Tiongkok pada saat itu bahkan dengan taruhan nyawa tetapi berkat perlindungan para Buddha,Bodhisattva dan Dharmapala Y.A Kumarajiva mampu melewati semua itu jadi saya yakin terjemahan Y.A Kumarajiva adalah tepat dan benar.
Emang apa hubungannya perjalanan yg berat dengan ketepatan dan kebenaran terjemahan? Kalau perjalanan ngga berat berarti ketepatan dan kebenaran penerjemahan diragukan, begitu?


Mengenai nama Ananda, perlu Bro Gandalf ketahui dalam khazanah susastra Sanskrit adalah lazim apabila nama seseorang itu lebih dari satu. Jadi sebelum anda mengetahui dengan pasti bahwa nama kesemua Arahat tersebut, merujuk kepada kedua terjemahan tersebut saya meyakini bahwa ada 2 Ananda seperti yang tertulis dalam Sutra Saddharma Pundarika Sutra .
 _/\_
Lagi-lagi, fallacy bermain di sini. Apa Bro Gandalf harus tahu terlebih dulu dengan PASTI semua nama Arhat di masa Sang Buddha baru Anda akan menerima opininya? ga nyambung oi.. Apakah dokter umum harus mampu menangani segala jenis penyakit baru boleh berpraktek?
Haruskah membangun satu stadion sepak bola baru boleh bermain bola? Aneh.. Sungguh aneh.. :-?

Referensi yg tepat untuk Anda mungkin: Anguttara Nikaya 3.67 Kathavatthu Sutta. Monggo dicari moga membantu. Maaf bukan bermaksud menggurui.. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 05 August 2009, 07:55:35 PM
Namo Buddhaya,
 
Buat Bro Sobat Dharma :

Terjemahan Buddhist Text Translation Society


Wonderful Dharma Lotus Sutra

(Also known as:)
Saddharma Pundarika Sutra

(Taisho Tripitaka 0262)

Translated into Chinese during the Yil, Tson Dynasty by Kumarajiva

Translated into English by the Buddhist Text Translation Society

Wonderful Dharma Lotus Sutra


Chapter One -- Introduction
  

Thus I have heard.

At one time the Buddha dwelt on Mount Grdhrakuta, near the city of the House of the Kings, together with a gathering of great Bhikshus, twelve thousand in all. All were Arhats who had exhausted all outflows and had no further afflictions. Having attained self-benefit, they had exhausted the bonds of all existence and their hearts had attained self-mastery.

Their names were: Ajnatakaundinya, Mahakashyapa, Uruvilvakashyapa, Gayakashyapa, Nadikashyapa, Shariputra, Maharn Maudgalyayana, Mahakatyayana, Aniruddha, Kapphina, Gavampati, Revata, Pilindavatsa, Vakkula, Mahakaushthila, Nanda, Sundarananda, Purnamaitrayaniputra, Subhuti, Ananda, and Rahula -- and other great Arhats such as these, whom the assembly knew and recognised.

Moreover, there were those with further study and those beyond study, two thousand in all, there was the Bhikshuni Mahaprajapati with her retinue of six thousand, and Rahula's mother, Bhikshuni Yashodhara, also with her retinue.

There were eighty-thousand Bodhisattvas, Mahasattvas, all irreversibly established in Anuttarasamyaksambodhi. All had obtained Dharani and the eloquence of delight in speech and turned the irreversible wheel of the Dharma. They had made offering to limitless hundreds of thousands of Buddhas and in the presence of those Buddhas had planted the roots of virtue. They were constantly receiving those Buddhas' praise. They cultivated themselves in compassion and were well able to enter the wisdom of the Buddhas. They had penetrated the great wisdom and arrived at the other shore. Their reputations extended throughout limitless world realms, and they were able to cross over countless hundreds of thousands of living beings.

Their names were: The Bodhisattva Manjushri, The Bodhisattva Who Contemplates The World's Sounds, The Bodhisattva Who Has Attained Great Might, The Bodhisattva Constant Vigor, The Bodhisattva Unresting, The Bodhisattva Jeweled Palm, The Bodhisattva Medicine King, The Bodhisattva Courageous Giving, The Bodhisattva Full Moon, The Bodhisattva Great Strength, The Bodhisattva Unlimited Strength, The Bodhisattva Who Has Transcended the Three Realms, The Bodhisattva Bhadrapala, The Bodhisattva Maitreya, The Bodhisattva Jewel Accumulation, The Bodhisattva Guiding Master --- and other Bodhisattvas Mahasattvas such as these, eighty thousand in all.



SADDHARMA-PUNDARÎKA
OR, THE LOTUS OF THE TRUE LAW.
Translated By H. Kern (1884)
Sacred Books of the East, Vol XXI.

SADDHARMA-PUNDARÎKA
OR
THE LOTUS OF THE TRUE LAW.
HOMAGE TO
ALL THE BUDDHAS AND BODHISATTVAS.
CHAPTER I

INTRODUCTORY.

Thus have I heard. Once upon a time the Lord was staying at Râgagriha, on the Gridhrakuta mountain, with a numerous assemblage of monks, twelve hundred monks, all of them Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples, such as the venerable Agñâta-Kaundinya, the venerable Asvagit, the venerable Vâshpa, the venerable Mahânâman, the venerable Bhadrikal, the venerable Mahâ-Kâsyapa, the venerable Kâsyapa of Uruvilvâ, the venerable Kâsyapa of Nadi, the venerable Kâsyapa of Gayâ, the venerable Sâriputra, the venerable Mahâ-Maudgalyâyana, the venerable Mahâ-Kâtyâyana, the venerable Aniruddha, the venerable Revata, the venerable Kapphina, the venerable Gavâmpati, the venerable Pilindavatsa, the venerable Vakula, the venerable Bhâradvâga, the venerable Mahâ-Kaushthila, the venerable Nanda (alias Mahânanda), the venerable Upananda, the venerable Sundara-Nanda, the venerable Pûrna Maitrâyanîputra, the venerable Subhûti, the venerable Râhula; with them yet other great disciples, as the venerable Ananda, still under training, and two thousand other monks, some of whom still under training, the others masters; with six thousand nuns having at their head Mahâpragâpatî, and the nun Yasodharâ, the mother of Râhula, along with her train; (further) with eighty thousand Bodhisattvas, all unable to slide back, endowed with the spells of supreme, perfect enlightenment, firmly standing in wisdom; who moved onward the never deviating wheel of the law; who had propitiated many hundred thousands of Buddhas; who under many hundred thousands of Buddhas had planted the roots of goodness, had been intimate with many hundred thousands of Buddhas, were in body and mind fully penetrated with the feeling of charity; able in communicating the wisdom of the Tathâgatas; very wise, having reached the perfection of wisdom; renowned in many hundred thousands of worlds; having saved many hundred thousand myriads of kotis of beings; such as the Bodhisattva Mahâsattva Mañgusrî, as prince royal; the Bodhisattvas Mahâsattvas Avalokitesvara, Mahâsthâmaprâpta, Sarvarthanâman, Nityodyukta, Anikshiptadhura, Ratnakandra, Bhaishagyarâga, Pradânasûra, Ratnakandra, Ratnaprabha, Pûrnakandra, Mahivikrâmin, Trailokavikrâmin, Anantavikrâmin, Mahâpratibhâna, Satatasamitâbhiyukta, Dharanîdhara, Akshayamati, Padmasrî, Nakshatrarâga, the Bodhisattva Mahâsattva Maitreya, the Bodhisattva Mahâsattva Simha.

Monggo dicermati disini ada 2 terjemahan yang berbeda yang berasal dari 2 sumber yang berbeda yang tentunya berasal dari bahasa Sanskrit.

Buat Rekan Xuvie :

Mohon maaf kalo Rekan Xuvie tersinggung tetapi saya tidak berbelit-belit  :) , Langsung saja ya.........

" Dan Anda mengatakan 'ada', padahal tdk ada keterangan dan cerita lebih lanjut ttg 2 Ananda tsb yg mungkin saja terjadi krn kesalahan penerjemahan atau kesalahan pencerita Sutra, sebuah human error yg kadang kala bisa terjadi."

"Skrg boleh dong saya meminta sumber Anda yg "jelas"? Bkn cm sebuah kalimat yg mungkin saja krn human error seperti saya katakan sebelumnya.."

= Lihat Referensi Saddharma Pundarika Sutra diatas.
, Jadi sudah jelas tidak ada kesalahan penterjemahan.  :)


"Emang apa hubungannya perjalanan yg berat dengan ketepatan dan kebenaran terjemahan? Kalau perjalanan ngga berat berarti ketepatan dan kebenaran penerjemahan diragukan, begitu?"

= Ini berkaitan dengan motivasi, dengan kondisi yang sedemikian berat Y.A Kumarajiva mebulatkan tekad mengambil Kitab Suci di Bharat (India) dengan segala resiko yang ada. Perjalanan-nya berat atau tidak, tidak masalah, tetapi kalo sudah tahu mengambil-nya susah dengan segala resiko tapi tetap berangkat berarti ada tekad kuat untuk itu. Mengenai ketepatan dan kebenaran, kecendekiawanan dan ketulusan Y.A Kumarajiva tidak diragukan lagi, untuk lebih jelasnya silahkan baca Riwayat Agung Y.A Kumarajiva.


"Lagi-lagi, fallacy bermain di sini. Apa Bro Gandalf harus tahu terlebih dulu dengan PASTI semua nama Arhat di masa Sang Buddha baru Anda akan menerima opininya? ga nyambung oi.. Apakah dokter umum harus mampu menangani segala jenis penyakit baru boleh berpraktek?
Haruskah membangun satu stadion sepak bola baru boleh bermain bola? Aneh.. Sungguh aneh."

= Untuk mengetahui sesuatu dengan pasti ya harus diteliti satu persatu, pekerjaan seorang dokter ya seperti itu, didiagnosa dulu satu persatu kalo perlu dibawa ke laboraturium buat diperiksa, baru diambil kesimpulan. Berlaku buat dokter umum atau spesialis.

= Tentang sepakbola, mau maen dimana-pun boleh tapi diskusi ini bukan tentang sepakbola to ?   :)

= Kalo Rekan pengin jawaban yang jelas ya sebaik-nya di uraikan satu-persatu nama Arahat yang ada,kalo Rekan tidak mengetahui semua-nya ada kemungkinan ada Arahat yang bernama Ananda dan di Saddharma Pundarika Sutra ada tertulis tentang hal tersebut, bukan begitu Rekan Xuvie ?


Nama sama untuk lebih dari satu orang itu hal biasa lho Rekan Xuvie.


 _/\_
 






Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 08:11:32 PM
Quote
Translated into Chinese during the Yil, Tson Dynasty by Kumarajiva

Translated into English by the Buddhist Text Translation Society
Rekan Triyana, jelas bahwa text ini mengalami beberapa kali terjemahan dari sumber aslinya, bagaimana anad bisa memastikan tidak ada kesalahan terjemahan? kalau yg anda maksudkan terjemahan english-indoensia->100% akurat, bagaimana dengan chinese-english atau sanskrit-english?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 05 August 2009, 08:25:21 PM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Indra :

Mengenai Buddhist Text Translation Society monggo langsung kesini saja :  

http://www.bttsonline.org/   :)

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 08:30:48 PM
tidak berguna,

yg saya inginkan dan juga rekan2 lain di sini adalah bagaimana anda bisa memastikan akurasi terjemahan itu? maaf... apakah anda memiliki kualifikasi untuk dapat memverifikasi dari sumber aslinya? dari sanskrit? karena dari pengamatan saya pada Teks Pali, ada banyak versi terjemahan dalam English yang saling bertolak belakang, misalnya terjemahan Rhys Davids beda dengan terjemahan Bhikkhu Bodhi, dll
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 05 August 2009, 08:59:34 PM
Saya jawab saja: saya tidak merasa tersinggung koq. Cuma ingin meluruskan bbrp hal.
Mengenai kesalahan penterjemahan, Ko Indra sudah menyampaikan dg jelas maksud saya. Bukan terjemahan Inggris-Indo. Tapi dari Sanskrit-Chinese. Atau mungkin Chinese-english.

Kembali saya tegaskan tdk ada kaitan ada tdknya kesalahan dg segala yg Anda katakan, ketulusan, motivasi, testimoni hidup, dan kecendekiawanan. Saya tdk memandang kuatnya motivasi dan kehebatan testimoni hidupnya, ketulusan dan kecendekiawanan ybs berarti tdk akan adanya kesalahan. Tp jika anda masih tetap meyakini hal2 tsb ada kaitan ya silakan.

Ngga nangkep perumpamaan saya ya sudah.. Sebelumnya saya juga sudah menulis di postingan terdahulu bahwa mungkin saja memang ada Ananda lain. Tapi sejauh yg pernah saya baca belum pernah. Nah saat saya bertanya pada Anda mengenai referensi jelas, Anda malah balik bertanya bukti dan referensi saya bahwa tidak ada Ananda lain. Itu yg pertama. Kedua, saat Bro Gandalf mengatakan tidak ada, Anda menjawab bahwa setidaknya Bro Gandalf harus tau dengan PASTI semua nama Arhat baru Anda akan menerima opininya.

Udah ah.. Sekian saja. Terima kasih. Saya rasa tdk perlu saya lanjutkan lebih jauh lagi diskusi ini.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 05 August 2009, 09:07:12 PM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Indra :

Translated into Chinese during the Yil, Tson Dynasty by Kumarajiva

Translated into English by the Buddhist Text Translation Society

Rekan Indra tidak percaya 2 penterjemah diatas ?

Bagaimana dengan Sutta apakah anda dapat membaca langsung versi Pali ?
atau anda menggunakan terjemahan Rhys Davids dan Bhikkhu Bodhi ?  :)

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 09:12:56 PM
Namo Buddhaya,

Buat Rekan Indra :

Translated into Chinese during the Yil, Tson Dynasty by Kumarajiva

Translated into English by the Buddhist Text Translation Society

Rekan Indra tidak percaya 2 penterjemah diatas ?

Bagaimana dengan Sutta apakah anda dapat membaca langsung versi Pali ?
atau anda menggunakan terjemahan Rhys Davids dan Bhikkhu Bodhi ?  :)

 _/\_


saya menggunakan semua sumber yg ada, kalau perlu saya bahkan ambil dari sumber Pali sebagai referensi tertinggi, dan dengan bantuan kamus, insya auloh selama ini saya bisa menemukan jalan keluar jika terjadi kontradiksi.

Mengenai 2 nama yg anda sebutkan, saya tidak kenal, jadi no comment
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 09:14:54 PM
sebenarnya anda cukup meng-quote text asli dari sanskrit yang berisi dua paragraf itu yang menyebut Ananda, mungkin ada member di sini yang bisa memverifikasi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 05 August 2009, 09:20:42 PM
_/\_

Ini pandangan saya thdp versi Pali ya.. Pertama-tama, saya bukan mahayanist, bukan berarti saya theravadin. Tapi utk soal pitaka, saya lebih cenderung ke Nikaya Pali. Sebenernya sekarang jg sedang mencari sumber2 Agama Sanskrit sbg imbangannya Nikaya Pali. Sayangnya sepertinya agak dipinggirkan ya.. Dan Sutra2 yg diangkat kebanyakan yg tdk ada dlm Nikaya Pali.

Kalo andai ada kesalahan atau perbedaan antara 2 penerjemah kitab Pali yg perbedaannya signifikan, saya akan menggunakan nalar saya dalam menelaah langsung ke-2nya dan mengambil mana yg lebih masuk akal. Jika tidak, saya akan mencari kesana kemari dan bertanya kepada yang ahlinya hingga mendapat jawaban. Tidak perlu benar2 memuaskan yang penting adalah paling tidak penjelasannya cukup kuat dan rasional. Jika tdk ada orang yg dpt menjawab, ada kamus Pali-Inggris, jadi setidaknya kita bisa mengecek kebenarannya langsung.

Kembali pada Kalama Sutta, Sang Buddha tdk pernah meminta kita percaya begitu saja pada otoritas, dan kitab suci serta tradisi. Kita punya hak koq utk menolak bila dirasa tdk dpt menerima.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 09:40:31 PM
Apa yang melawan arus ( patisotagami ) adalah tidak kentara ,dalam ,sulit dilihat dan sulit dimengerti .
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 09:42:59 PM
Seorang bhikku yang hatinya terbebas tidak memihak siapa pun tidak berselisih dengan siapa pun ,
berpikir tanpa salah pengertian ,
dan ucapannya mengalir didunia .
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 09:47:17 PM
Apa yang melawan arus ( patisotagami ) adalah tidak kentara ,dalam ,sulit dilihat dan sulit dimengerti .
Seorang bhikku yang hatinya terbebas tidak memihak siapa pun tidak berselisih dengan siapa pun ,
berpikir tanpa salah pengertian ,
dan ucapannya mengalir didunia .

Ada yg bisa kasih tau arti dari quote di atas dengan bahasa yg lebih mudah dalam relevansinya dengan topik ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 05 August 2009, 09:54:20 PM
 [at]  ^

Kayanya jangan 'ada' tapi langsung aja ke penulis kata2 tsb utk menjelaskan. Drpd tafsir menafsir mending yg terang benderang toh? ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 10:01:53 PM
[at]  ^

Kayanya jangan 'ada' tapi langsung aja ke penulis kata2 tsb utk menjelaskan. Drpd tafsir menafsir mending yg terang benderang toh? ;)
takutnya malah ditambah teka-teki lain ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 05 August 2009, 10:16:44 PM
:)) iya jg.. but we'll never know until we try. kalo keluarnya teka teki lagi.. mayan kan bisa dipake buat ngbingungin orang laen di laen kesempatan. ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 10:41:28 PM
Buddha berkata , "O Bhikku , Kamu harus menjauhkan diri dari bertengkar mulut , karena itu akan membuatmu terlalu banyak bicara .
Ketika kamu bicara banyak , pikiranmu akan jauh dari meditasi .
Ketika kamu jauh dari meditasi maka pannya atau kebijaksanaan tidak akan ada padamu ."

Ini adalah ucapan yang menarik karena hampir semua orang senang ber aduh argumentasi demi ' kemenangan " . Ketika seseorang tidak dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda , orang cenderung untuk berargumentasi dengan gigih.
Tetapi kita semua harus ingat bahwa pertikaian tidak akan menyelesaikan masalah .

Semua pihak , ingin pihak lain menerima pendapatnya .
 Perang mulut tidak berguna.
Itu hanya membawa lebih banyak permasalahan .
Kadang kadang malahan merusak suatu kelompok

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 10:49:19 PM
Buddha berkata , "O Bhikku , Kamu harus menjauhkan diri dari bertengkar mulut , karena itu akan membuatmu terlalu banyak bicara .
Ketika kamu bicara banyak , pikiranmu akan jauh dari meditasi .
Ketika kamu jauh dari meditasi maka pannya atau kebijaksanaan tidak akan ada padamu ."

Ini adalah ucapan yang menarik karena hampir semua orang senang ber aduh argumentasi demi ' kemenangan " . Ketika seseorang tidak dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda , orang cenderung untuk berargumentasi dengan gigih.
Tetapi kita semua harus ingat bahwa pertikaian tidak akan menyelesaikan masalah .

Semua pihak , ingin pihak lain menerima pendapatnya .
 Perang mulut tidak berguna.
Itu hanya membawa lebih banyak permasalahan .
Kadang kadang malahan merusak suatu kelompok

Namo Sanghyang Adi Buddhaya

Bro Hariyono, sadarkah anda bahwa anda sedang berada di sebuah forum diskusi? kita di sini semua berdiskusi? bagaimana caranya diskusi tanpa berkata2? saya tidak melihat ada yg bertengkar di sini. Dalam suatu diskusi tentu wajar jika ada adu argumentasi, debat, namun kita semua dapat mengambil pelajaran dari argumentasi yg dilontarkan oleh peserta diskusi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 10:53:35 PM
Namo Sanhyang adi Buddhaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 10:56:34 PM
Melihat bahwa pembahasan mengenai mahzab Mahayana selalu OOT, karena banyaknya member2 mempertanyakan sesuai dengan aliran laen, sehingga pembahasan mengenai topik itu sendiri menjadi kacau dan ujung2nya selalu membahas antara T vs M...

Gw coba memfasilitasi dengan membuat thread khusus bagi member2 yg ingin bertanya...
Selanjutnya, jika ada pertanyaan2 OOT yg ujung2nya T vs M, akan dilempar k thread ini...

Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

 _/\_

.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 August 2009, 10:58:51 PM
Melihat bahwa pembahasan mengenai mahzab Mahayana selalu OOT, karena banyaknya member2 mempertanyakan sesuai dengan aliran laen, sehingga pembahasan mengenai topik itu sendiri menjadi kacau dan ujung2nya selalu membahas antara T vs M...

Gw coba memfasilitasi dengan membuat thread khusus bagi member2 yg ingin bertanya...
Selanjutnya, jika ada pertanyaan2 OOT yg ujung2nya T vs M, akan dilempar k thread ini...

Silahkan berdikusi, mempertanyakan, atau mengkritik , tapi harap masih dalam koridor kesopanan dan tidak menghina atau merendahkan..

 _/\_

.

yg saya lihat batasannya adalah tidak menghina atau merendahkan, apaakh Bro Hariyono melihat ada bagian yg menghina atau merendahkan? mohon petunjuk
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hariyono on 05 August 2009, 11:23:38 PM
saya tak melihat ..alangkah bijaksananya apabila kita melangkah yang lain .

sadhu.sadhu.sadhu.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 August 2009, 02:55:37 PM
Daripada mulai beralih ke debat kusir yang defensif, mari kita kembali ke persoalan yang sebenarnya. Pertanyaannya yang diajukan oleh bro Indra adalah, apakah benar dalam Sutra Teratai, Ananda dikatakan telah mencapai Kearahatan pada saa Buddha masih hidu? Pertanyaan ini didasarkan pada temuannya pada Bab Satu sutra ini yang memasukkan Ananda dalam list para Arahat. Tentu saja hal ini sebenarnya adalah pertanyaan yang mengusik dan penting. Saya salut dengan ketelitian bro Indra. Menurut saya para Mahayanis (termasuk saya dalam hal ini) tidak perlu menjadi defensif dalam soal demikian, biarlah hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih  :)

Mari kita coba telusuri ke isi Sutra tersebut. Memang kemungkinan ada beberapa sutra terjemahan inggris yang menyatakan bahwa Ananda berada dalam daftar para arahat, hal tersebut dapat ditemukan pada bagian pembuka sutra yang bercerita tentang para haridirin yang ikut menjadi saksi tentang pembabaran sutra ini oleh Sang Buddha. Soal ini saya tidak akan mengutip lagi, karena sudah banyak dikutip di atas.

Di sini kemudian terjadi beberapa asumsi. Bro Triyana dengan asumsinya bahwa  terdapat dua Ananda, yaitu Ananda yang menjadi asisten tetap Sang Buddha, yang diyakini masih belum mencapai Kearahatan hingga parinirvana Sang Buddha, dan Ananda yang dikatakan telah mencapai Kearahat pada saat sutra tersebut dibabarkan. Asumsi ini kemudian dibantah oleh bro. gandalf yang mengatakan bahwa tidak mungkin ada dua Ananda, yang sayangnya belum juga bisa menunjukkan bukti mengenai pendapatnya. Meskipun demikian, asumsi tentang adanya dua Ananda juga belum bisa dibuktikan oleh bro Triyana karena sumber-sumber yang diajukan seputar perbedaan versi terjemahan sutra tersebut ke dalam bahasa inggris, bukan perbedaan dalam naskah bahasa sansekerta ataupun mandarin sebagai pembandingnya.

Di luar semua pendapat tersebut, saya sendiri, dalam hal ini, melihat bahwa memang terjadi 'kesalahan' dalam pencatatan di bagian awal sutra ini. Pendapat saya didasarkan pada temuan saya mengenai setelah membaca terjemahan sutra ini pada Bab 8 dan Bab 9. Berikut ini adalah dasar-dasar asumsi saya.

Pada sutra ini bagian Bab 8, yang berisi tentang ramalan Sang Buddha tentang pencerahan sempurna kelimaratus Arahat dalam kata-kata berikut:

"Dihadapan keduabelas Arhat ini, biarlah sekarang Aku mengantarkannya ke dalam Penerangan Agung. Diantara persidangan ini, pengikut agungKU Bhiksu Katindinya, setelah mengabdi pada 62 ribu kotis para Buddha akan, menjadi seorang Buddha yang bergelar SAMANTAPRABHASA Tathagata, Yang Maha Mulia, Bijaksana. Yang telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna. Maha Tahu Tentang Dunia, Pemimpin Yang Tiada Tara, Maha Pengatur, Guru dari para dewa dan manusia, Sang Buddha, Yang Maha Agung. Kelima ratus para arhat yang lain, yaitu Uruvilva-Kasyapa, Gaya-Kayapa, Nadi-Kasyapa, Kalodayin, Udayin, Aniruddha, Revata, Kapphina, Vakkhula, Cunda, Svagata, dan lain-lainnya, semuanya akan mencapai Penerangan Agung dan semuanya akan bergelar sama yaitu SAMANTAPRABHASA"
(Sumber dari terjemahan Oka Diputera berdasarkan terjemahan Soothill & Kern).

Dalam kutipan di sini, walaupun disebutkan kata "lain-lain", nama Ananda maupun Rahula tidak muncul ketika menyebutkan tentang kumpulan Para Arahat. Sebaliknya di sini disebutkan beberapa nama seperti Kalodayin, Udayin, Aniruddha, Kapphina, Cunda, Svagata yang tidak disebutkan dalam daftar Arahat Bab 1. Dalam hal ini, perlu dicermati pula baik nama Rahula maupun Ananda sama sekali tidak muncul dalam Bab 8 yang berisi tentang Para Arahat. Apakah dengan demikian hal ini berarti nama Ananda dan Rahula otomatis sudah dianggap terwakili dalam deretan 500 Arahat yang disebutkan dalam Bab 8, sepert halnya dalam Bab  1?

Jawabanya ada di dalam Bab 9, di mana Ananda dan Rahula muncul pada Bab 9, bersama dengan rombongan 2.000 Sravaka. Dalam hal ini, keduanya tidak dimasukkan dalam rombongan 500 Arahat, namun bersama dengan 2.000 Sravaka yang memohon kepada Sang BUddha dengan kata-kata berikut:


"Yang Maha Agung ! biarlah kami didalam hal ini juga mempunyai sebuah kedudukan. Kami hanya percaya kepada Sang Tathagata. Kami diperkenalkan serta dikenal oleh semua dunia termasuk para dewanya, manusia-manusianya, dan asuranya. Ananda selalu sebagai pembantu yang melindungi dan memelihara Hukum Kesunyataan ini, dan Rahula adalah putra Sang Buddha. Seandainya Sang Buddha menganggap layak untuk menetapkan kami mencapai Penerangan Agung, maka keinginan-keinginan kami akan terkabul dan harapan orang-orang akan terpenuhi.” (sumber kutipan idem dg atas)

Kemudian permohonan tersebut dijawab oleh Sang Buddha:

"Sang Buddha bersabda kepada Ananda : 'Apakah Engkau melihat dua ribu manusia yang masih dibawah asuhan maupun yang sudah tidak dibawah asuhan ini ?'

'Ya, saya melihat, Ananda ! manusia-manusia ini akan mengabdi kepada para Buddha Tathagata yang tak terbatas jumlahnya seperti atom-atom dari lima puluh dunia, memuja dan menghormatinya, memelihara kekayaan hukumnya, dan akhirnya pada waktu yang bersamaan, didalam kawasan-kawasan diseluruh penjuru, masing-masing akan menjadi seorang Buddha. Semua akan mempunyai gelar yang sama, yaitu Ratna Keturagas Tathagata, Maha Terhormat, Maha Bijaksana, Pemimpin Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Bebas dari ikatan-ikatan, Maha Tahu Dunia, Pemimpin yang tak ada bandingannya, Maha Pengatur, Guru dari Para Dewa dan Manusia, Sang Buddha, Yang Dihormati Dunia. Masa hidupnya akan menjadi satu kalpa, dan kemegahan kawasannya, para Sravaka dan para Bodhisatvanya, hukumnya yang sejati dan hukumnya yang palsu, semuanya akan menjadi sama.'" (Sumber kutipan idem sama dengan yang di atas).

Dengan demikian, Ananda dan Rahula seharusnya tidak masuk dalam rombongan kelima ratus Arahat, karena dalam Bab 9 jelas-jelas mereka berdua diramalkan pencapaian penerangan sempurnanya bersama dengan kedua ribu sravaka, yang di dalam Bab 1 disebutkan sebagai "Disamping para Arahat yang termashur itu, datang pula menghadap kira-kira 2.000 orang Saiksha dan Asaiksha." Dalam hal ini, seharusnya Ananda dan Rahula termasuk dalam kelompok tersebut.

Lantas mengapa terjadi ketidakkonsistenan yang menyebutkan bahwa Ananda dan Rahula adalah Arahat dalam Bab 1?

Jika kita saksikan dalam bagian tersebut yang seharusnya berisi tentang berbagai rombongan makhuk-makhluk yang menghadiri khotbah Sutra teratai, selalu menyebutkan tentang jumlah rombongan masing-masing kelompok disertai dengan nama-nama yang mewakili kelompok-kelompok tersebut. Misalnya, ketika menyebutkan tentang Para Arahat, dicatat nama-nama yang mewakili siapa saja, baru jumlah rombongannya, begitu seterusnya juga untuk Para Bodhisattva,  bhiksuni, raja, yakhsa, garuda, naga, dst. Namun anehnya, ketika menyebutkan tentang "2.000 orang Saiksha dan Asaiksha" tidak ada nama yang disebutkan sebagai wakil mereka. Bukan hal tersebut adalah kejanggalan.

Menurutku, kejanggalan ini seharusnya bisa terjawan ketika kita membaca Bab 9, di mana Ananda dan Rahula dikatakan mewakili para Saiksha dan Asaiksha memohon pada Sang Buddha untuk diramal tentang penerangan sempurna yang akan dicapai mereka. Hal ini sangat jelas sekali, sebenarnya dalam Sutra Teratai pun, Ananda dan Rahula sebenarnya bukan termasuk dalam rombongan 500 Para Arahat, namun 2.000 Sravaka yang berada setelahnya.

Lantas, mengapa pada Sutra Teratai yang ada pada kita saat ini, nama Ananda dan Rahula dimasukkan dalam Rombongan Para Ahrahat? dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan alasan yang akan kujawab di bawah ini:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 06 August 2009, 03:27:20 PM
Untuk menjawab tentang mengapa teradi ketidakkonsistenan antara Bab 1 dan Bab 8+9 pada Sutra Teratai, sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya. Oleh karena itu, jawaban saya di bawah hanyalah spekulatif sifatnya, bukan berdasarkan fakta.

1. Kemungkinan terjadi perubahan yang bisa sengaja atau tidak sengaja selama masa penyalinan sutra ini selama masa hampir ribuan tahun lamanya. Selain dalam tradisi Mahayana sendiri yang mendorong terus meyalin sutra ini, tentu saja para Buddhis pada sebelumnya yang berniat melestarikan ajaran Sang Buddha pasti terus menyalin sutra ini sebagai cara untuk meperbaharuinya, mengingat bahan yang digunakan untuk mencatat di masa lalu selalu beresiko rusak atau aus. Yang terakhir ini, berlaku untuk naskah kuno kegamaan manapun. Dalam proses penyalinan ulang ini, tidak tertutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam pencatatan. Kesalahan akibat keteledoran tidak tertutup kemungkinanya, namun mengingat naskah demikian selalu dianggap suci maka sikap hati-hati penyalin selalu diutama karena rasa hormat pada naskah ini. Pemujaan naslah Buddhis dalam kalangan Mahayana adalah hal yang wajar, meski tidak tertutup kemungkinan tetap saja ada penyalin yang teledor,walaupun kecil kemungkinannya. Kemungkinan kedua, si penyalin dengan sengaja merubah isi yang dianggapnya keliru menurut pengetahuannya. Misalnya, dalam pegetahuan si penyalin, Ananda dan Rahula adalah Arahat, maka ia megambil inisiatif untuk mengkoreksi  apa yang dikiranya sebagai 'kesalahan' dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jika seandainya demikian, maka si penyalin tidak tahu kisah Ananda baru mencapai Kearahatan setelah Sang Buddha parinirvana. Atau juga si penyalin membaca sebuah versi lain tentang kisah hidup Sang Buddha yang lalu berusaha menyesuaikan isi sutra ini dengan yang dibacanya. Kemungkinan kesengajaan yang lain adalah si penyalin adalah seorang penganut yang meyakini Arahat dan Sravaka adalah sosok yang sama, yang sebenarnya bertentangan dengan isi Sutra Teratai yang membedakan keduanya, dan berusaha menyesuaikannya dengan pandangan ini. Demikianlah asumsi mengenai kesalahan ditingkat penyalinan.

2. Kemungkinan kesalahan lain mungkin juga bisa muncul dari tingkat penerjemahan, mengingat sutra ini diterjemahkan dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa Mandarin baru ke Bahasa  Jepang atau Inggris (Biasanya edisi Bahasa Indonesia mengikuti terjemahan Bahasa Inggrisnya). So, sulit menilai kesalahan yang terjadi dalam suatu terjemahan semata-mata hanya berdasarkan perbandingan murni beberapa terjemahan yang tingkat terjemahan sama, misalnya terjemahan Bahasa Inggris yang satu dengan yang lain. Meski, perbandingan demikian, bisa membuktikan konsisten atau tidaknya kesalahan tersebut, namun tidak bisa membuktikan kapan kesalahan tersebut terjadi jika hampir semua terjemahan Bahasa Inggris kosisten kesalahannya. Misalnya dalam kasus Sutra Teratai ini, sebagian besar versi terjemahan bisa jadi melakukan 'kesalahan' yang sama, kecuali satu terjemahan. Kita tidak bisa benar-benar meyakini perbedaan tersebut terjadi karena kesalahan mayoritas penerjemah, dengan menutupi kemungkinan bahwa penerjemah yang satu ini yang melihat kesalahan tersebut lalu berusaha membetulkannya sendiri menurut yang ia ketahui. So, dalam hal ini, kita belum bisa bicara banyak sampai ada kajian perbandingan berbagai versi bahasanya dan tahun pembuatan yang berbeda dibuat.

3. Kemungkinan terakhir, yang merupakan kemungkinan paling kecil, adalah tidak terjadi kesalahan dalam penyalinan ataupun penerjemahan, melainkan terjadi 'kesalahan' dalam pencatatan sejak awalnya. Dalam hal ini termasuk juga kemungkinan sutra ini dikarang tidak berdasarkan kenyataan atau yang disebut sebagi 'aspal'.  Saya sampai saat ini belum meliihat adanya kemungkinan ke arah sana. Dalam hal ini, saya sendiri belum mengkajinya, dan tidak berniat mengkajinya, hingga kemungkinan ini. Sebab, saya sendiri tidak melihat ada manfaatnya mengatakan sutra ini 'aspal' semata-mata hanya atas nama kebenaran historis ataupun alasan lainnya. Dalam hal ini, saya lebih suka melihat sisi manfaat dari sutra ini dibandingkan mempertanyakan keotentikannya  ;D. Demikianlah pendirian saya mengenai ini, harap dimaklumi  ^:)^.

4. Kemungkinan tambahan: ada dua Ananda. Tapi hal ini sama sekali belum ada bukti di dalam naskah lain.

Fiuhhh... selesai juga telaah in. Terimakasih   :P

 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 06 August 2009, 10:16:48 PM
Sip sobat-dharma. Penjelasan seperti inilah yg kita inginkan dlm sebuah diskusi. Membahas berbagai kemungkinan yg ada, dr sikap netral. Bukannya pertanyaan 1 dijawab dengan melempar pertanyaan balik. Atau memberi teka-teki ==" :jempol:

+1 :)

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 06 August 2009, 10:27:38 PM
Analisis yg baik sekali, Sobat.

clicked!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 06 August 2009, 10:41:06 PM
sebenarnya aye dah tau itu, cuma aye diemin dulu ternyata Sobat Dharma yang telah memeriksa dengan baik ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 06 August 2009, 10:52:14 PM
sebenarnya aye dah tau itu, cuma aye diemin dulu ternyata Sobat Dharma yang telah memeriksa dengan baik ;D
ok ok, tapi
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 06 August 2009, 11:13:15 PM
sebenarnya aye dah tau itu, cuma aye diemin dulu ternyata Sobat Dharma yang telah memeriksa dengan baik ;D
ok ok, tapi
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
karena didiemin dulu ama Ryu jadi clickednya didiemin dulu hingga 720 hrs. :))

done ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Triyana2009 on 07 August 2009, 03:35:28 PM
Namo Buddhaya,

Sebenarnya saya mau menutup topik ini tetapi berhubung Bro Sobat Dharma mempertanyakan kesahihan 2 Terjemahan Saddharma Pundarika Sutra maka saya coba jawab :

"Untuk menjawab tentang mengapa teradi ketidakkonsistenan antara Bab 1 dan Bab 8+9 pada Sutra Teratai, sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya. Oleh karena itu, jawaban saya di bawah hanyalah spekulatif sifatnya, bukan berdasarkan fakta."

= Seharusnya saudara tidak gegabah mengatakan ada ketidakkonsistenan dalam Saddharma Pundarika Sutra karena setiap Sutra yang ada sudah diteliti dan dicermati dan terbukti tepat dan benar. Disini anda menjawab bahwa sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya, perlu saudara ketahui bahwa hal tersebut sudah dilakukan oleh para cendekiawan Buddhis.

Seharusnya saudara dalam menjawab pertanyaan tidak spekulatif tetapi berdasarkan fakta agar tidak menimbulkan fitnah. Hal ini juga untuk menjaga kredibilitas saudara sendiri.

= Perlu saudara ketahui bahwa terjemahan yang digunakan berasal dari kanon Tiongkok (Taisho Tripitaka 0262) yang telah diakui tepat dan benar.

Seperti yang telah saya jelaskan diawal bahwa dimungkinkan ada 2 terjemahan dalam satu Sutra yang sama dikarenakan perbedaan kanon.

Tetapi tidak pernah, saya tegaskan kembali tidak pernah ada kekeliruan dalam Sutra-Sutra tersebut apalagi kekeliruan tentang ke Arahat an Ananda.

Jadi saudara harus lebih berhati-hati dalam berkomentar.  :)

Wonderful Dharma Lotus Sutra
(Taisho Tripitaka 0262)
(Also known as:)
Saddharma Pundarika Sutra
Translated into Chinese during the Yil, Tson Dynasty by Kumarajiva
Translated into English by the Buddhist Text Translation Society

 _/\_







Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sobat-dharma on 07 August 2009, 08:20:23 PM
Bro Triyana,
saya mohon maaf jika ulasan saya terkesan tidak netral buat Anda. Saya sendiri, sebagai Mahayanis, sudah berusaha senetral mungkin dalam hal ini. Kalau menurut Anda ternyata saya timpang dalam menakar data, saya tidak bermaksud menyinggung Anda, kendati saya masih berpegang (untuk sementara ini) dengan pandangan yang masih lemah ini sampai ada pembuktian yang lebih sahih (menggunakan istilah Anda). Adapun beberapa jawaban saya tentang sanggahan Anda akan kusampaikan di bawah ini.

= Seharusnya saudara tidak gegabah mengatakan ada ketidakkonsistenan dalam Saddharma Pundarika Sutra karena setiap Sutra yang ada sudah diteliti dan dicermati dan terbukti tepat dan benar. Disini anda menjawab bahwa sebenarnya perlu dikaji lebih jauh pada naskah-naskah terjemahan lebih awal, ketimbang hanya pada terjemahan bahasa inggrisnya, perlu saudara ketahui bahwa hal tersebut sudah dilakukan oleh para cendekiawan Buddhis.

Saya sadar sekali soal ini bro., oleh karena itu, ketika saya mengatakan perlu kajian yang lebih cermat, yang saya maksudkan adalah diskusi di dalam forum ini, bukan diskusi secara luas di seluruh dunia. Tentu saja sudah banyak sarjana Buddhis maupun non-Buddhis yang menganalisis sutra ini, namun memang karena saya sampai saat ini belum menemukannya, yang mungkin karena kekurangan pengetahuan saya dalam hal2 demikian. 

Seharusnya saudara dalam menjawab pertanyaan tidak spekulatif tetapi berdasarkan fakta agar tidak menimbulkan fitnah. Hal ini juga untuk menjaga kredibilitas saudara sendiri.

Pertama, jika saya berniat memfitnah, maka seharusnya saya tidak menyebutkan asumsi-asumsi yang kubuat semata-mata spekulatif. Orang yang sedang berusaha memfitnah selalu mengatakan kata-kata adalah kebenaran dengan bertujuan agar orang percaya dengan kata-katanya mengenai sasaran yang akan dijatuhkan. Coba Anda pikiran buat apa seseorang yang sedang berniat memfitnah mengakui bahwa kata-katanya adalah spekulatif belaka :)

Kedua, fitnah dilakukan semata-mata untuk menjatuhkan menjatuhkan sasarannya. Anda boleh percaya atau tidak percaya, saya sama sekali tidak bermaksud menjatuhkan Sutra Teratai. Buat apa saya menjatuhkan sutra yang sebenarnya juga saya kagumi dan sanjung kesuciannya :) Saya bahkan selalu kagum dengan isi dalam sutra ini yang mengatakan bahwa walaupun terdapat tiga yana pada hakikatnya hanya satu yana, yaitu Buddhayana. Terutama lagi, pesan yang terkandung di dalamnya agar tidak melemehkan kebajikan-kebajikan "kecil" demi perkembangan Dharma.

Dalam hal ini yang mengetahui motif saya yang sebenarnya hanya diri saya sendiri, walaupun saya sangat ingin Anda menjadi sama tahu dengan diri saya mengenai motif saya, tapi hal tersebut tidak mungkin karena tidak ada yang bisa menengok langsung ke dalam isi batin seseorang. Jadi apa boleh buat, kalaupun anda tetap menganggap saya sedang berusaha memfitnah, toh saya hanya bisa memberikan penjelasan apa adanya. Semuanya tergantung pada Anda apakah mau meneri atau menolak pembelaan diri saya.   

= Perlu saudara ketahui bahwa terjemahan yang digunakan berasal dari kanon Tiongkok (Taisho Tripitaka 0262) yang telah diakui tepat dan benar.
Ini kabar gembira. Akan lebih positif lagi jika Anda juga menyertakan refrensinya, agar saya juga bisa menikmati kegembiraan yang sama :)

Seperti yang telah saya jelaskan diawal bahwa dimungkinkan ada 2 terjemahan dalam satu Sutra yang sama dikarenakan perbedaan kanon.
Anda sudah jelaskan soal ini. Namun, saya belum menemukan dengan pasti apakah terjemahan N. Kern dan BTTS yang Anda kutip berasal dari sumber yang sama atau tidak. Misalnya, jika sumber terjemahan keduanya berasal dari sumber yang sama, Sutra Teratai terjemahan Kumarajiva ke dalam bahasa Mandarin, maka sungguh aneh jika sumber terjemahannya sama namun isinya berbeda. Seandainya jika demikian, mungkin salah satunya dari terjemahan tersebut kurang akurat atau dua-duanya memang hanya akurat pada sebagian. Dalam hal ini saya tidak mempermasalahkan terjemahan Kumarajiva, namun terjemahan bahasa Inggris dari terjemahan Kumarajiva Sansekerta-Mandarin tersebut. Mohon Anda tidak mempertukarkan antara terjemahan versi bahasa Inggrisnya dengan terjemahan yang dibuat Kumarajiva langsung dari Sansekerta ke bahasa Mandarin. Namun jika sendainya ternyata sumber untuk terjemahan antara keduanya berbeda, misalkan sumber N. Kern berasal dari terjemahan versi lain (Bahasa Jepang misalnya) sedangkan BTTS dari bahasa Mandarin terjemahan Kumarajiva, maka mungkin potensi kesalahannya lebih besar ada pada terjemahannya N. Kern. Maksud saya sebenarnya hanya itu, menunjukkan suatu alur penyelidikan keabsahan suatu teks terjemahan dan kemungkinan-kemungkinannya, bukan benar-benar mengatakan ada kesalahan dalam terjemahan.


Tetapi tidak pernah, saya tegaskan kembali tidak pernah ada kekeliruan dalam Sutra-Sutra tersebut apalagi kekeliruan tentang ke Arahat an Ananda.

Saya menghargai pendirian Anda. Seperti yang saya katakan di atas, uraian saya di atas hanya spekulasi dengan landasan berbagai ragam asumsi yang memang sangat terbuka untuk disanggah siapapu. Keyakinan Anda akan kemurnian sutra-sutra ibarat intan yang keras, sedangkan kata-kata hanyalah seperti kumpulan daun. Mana mungkin kan daun memotong intang  :))

Jadi saudara harus lebih berhati-hati dalam berkomentar.  :)
Karena berhati-hati itulah saya selalu mengatakan di depan bahwa kata-kata adalah "spekulasi" belaka, dan pada setiap bagian tulisan saya selalu menambahkan kata "mungkin" atau "seandainya" di sela-selanya. Tidak cukup berhati-hatikah itu menurut Anda?


Sekali lagi mohon maaf jika uraian saya menyinggung Anda, terimakasih bro Triyana, atas komentarnya yang menarik :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 07 August 2009, 08:32:16 PM
ok,

 :backtotopic:

kalau gak salah sekarang sedang membahas tentang dua Ananda, silahkan lanjut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 07 August 2009, 09:49:57 PM
Daripada mulai beralih ke debat kusir yang defensif, mari kita kembali ke persoalan yang sebenarnya. Pertanyaannya yang diajukan oleh bro Indra adalah, apakah benar dalam Sutra Teratai, Ananda dikatakan telah mencapai Kearahatan pada saa Buddha masih hidu? Pertanyaan ini didasarkan pada temuannya pada Bab Satu sutra ini yang memasukkan Ananda dalam list para Arahat. Tentu saja hal ini sebenarnya adalah pertanyaan yang mengusik dan penting. Saya salut dengan ketelitian bro Indra. Menurut saya para Mahayanis (termasuk saya dalam hal ini) tidak perlu menjadi defensif dalam soal demikian, biarlah hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih  :)

kalau dalam tradisi mahayana china, arahat tidaklah selalu berarti arahat sempurna. arahat juga diberi embel-embel arahat tingkat pertama, tingkat kedua, ketiga dan keempat. artinya, kata arahat disamakan dengan kata sravaka (ariya sangha). lihatlah dalam literatur china, jarang sekali ada kata srotapanna dll. ada kemungkinan dalam proses penerjemahan sutra teratai, kata yang dimaksud di sana adalah kata sravaka atau ariya sangha. biasanya mengenai arahat yang disebutkan adalah arahat penuh atau bukan dijelaskan dalam kitab-kitab komentarnya (sastra).
jadi, menurut hemat saya, hal semacam ini tidak perlu diperdebatkan lebih jauh. Ananda di sini sudah jelas seorang sravaka - srotapanna yang merupakan sepupu pangeran Siddharta dan pelayan terdekat Buddha. hal yang lebih penting di sini adalah makna atau dharma yang terkandung dalam sutra itu sendiri. _/\_

peace.. salam damai dalam kasih dharma
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 07 August 2009, 09:57:59 PM
hal ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh konsep Bodhisattva. kebodhisattvaan sendiri secara umum dibagi menjadi 10 bhumi, dan tidak perduli ada di level bhumi manapun, seseorang tetaplah disebut Bodhisattva. sulit sekali ditemukan kata-kata seperti si X bodhisattva bhumi 10; si A bodhisattva bhumi 1. semuanya disebutkan secara merata sebagai bodhisattva. maka tidaklah mengherankan dalam sutra mahayana, para ariya sangha semua disebut sravaka. dan dalam mahayana, kata sravaka ini sangat identik dengan kata arahat. srotapanna di china biasanya disebut sebagai arahat tingkat 1. mungkin karena orang china suka menyingkat kata, maka sebutan arahat tingkat 1 disingkat menjadi arahat saja; apalagi mengingat sudah menjadi rahasia umum bahwa Ananda mencapai arahat penuh setelah Buddha parinirvana. dilihat dari sisi ini, setidaknya kita mendapatkan pengertian baru dan saya harap semua bisa memaklumi dan menerimanya. polemik-polemik sperti ini tidak akan mengurangi ajaran dharma dalam sutra ini bukan? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 07 August 2009, 10:08:46 PM
Daripada mulai beralih ke debat kusir yang defensif, mari kita kembali ke persoalan yang sebenarnya. Pertanyaannya yang diajukan oleh bro Indra adalah, apakah benar dalam Sutra Teratai, Ananda dikatakan telah mencapai Kearahatan pada saa Buddha masih hidu? Pertanyaan ini didasarkan pada temuannya pada Bab Satu sutra ini yang memasukkan Ananda dalam list para Arahat. Tentu saja hal ini sebenarnya adalah pertanyaan yang mengusik dan penting. Saya salut dengan ketelitian bro Indra. Menurut saya para Mahayanis (termasuk saya dalam hal ini) tidak perlu menjadi defensif dalam soal demikian, biarlah hitam dikatakan hitam, putih dikatakan putih  :)

kalau dalam tradisi mahayana china, arahat tidaklah selalu berarti arahat sempurna. arahat juga diberi embel-embel arahat tingkat pertama, tingkat kedua, ketiga dan keempat. artinya, kata arahat disamakan dengan kata sravaka (ariya sangha). lihatlah dalam literatur china, jarang sekali ada kata srotapanna dll. ada kemungkinan dalam proses penerjemahan sutra teratai, kata yang dimaksud di sana adalah kata sravaka atau ariya sangha. biasanya mengenai arahat yang disebutkan adalah arahat penuh atau bukan dijelaskan dalam kitab-kitab komentarnya (sastra).
jadi, menurut hemat saya, hal semacam ini tidak perlu diperdebatkan lebih jauh. Ananda di sini sudah jelas seorang sravaka - srotapanna yang merupakan sepupu pangeran Siddharta dan pelayan terdekat Buddha. hal yang lebih penting di sini adalah makna atau dharma yang terkandung dalam sutra itu sendiri. _/\_

peace.. salam damai dalam kasih dharma

Berarti dalam tradisi Mahayana Tiongkok, tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami dan Anagami juga bisa disebut tingkat Arahat?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 08 August 2009, 07:18:03 AM
Di Mahayana, tidak tepat menyebut Srotapanna, Sakrdagamin dan Anagamin sebagai Arhat tingkat 1, 2, atau 3.

Yang biasanya digunakan sutra2 Mahayana adalah para Shravaka / Shravakayana yang merujuk pada 4 tingkat kesucian menuju Arhat. Sedangkan istilah "Arhat" sendiri ya ditujukan pada "Arhat".

Cuman dalam karya aliran Sarvastivada yaitu Abhidharmakosa, Arhat dibagi menjadi 6 tingkat dan kitab Madhyama-agama membagi Arhat menjadi 9 tingkat.

Semua jenis Arhat adalah Asaiksa, dan ada 6 jenis Asaiksa / Arhat:
1. Parihanadharma (mereka yang dapat merosot)
2. Cetanadharma
3. Anuraksanadharma
4. Sthitakampya
5. Prativedhanadharma
6. Akopyadharma (telah sepenuhnya teguh dan tersebrangkan)

Golongan 1 -5 memiliki pikiran yang masih lemah, sedangkan nomor 6 memiliki pikiran yang teguh, tetap dan kuat. Nomor 6 bisa disebut sebgaai Arhat sejati.

Yang umumnya dan paling mudah merosot adalah golongan Parihanadharma. Pencapaian Arhat Parihanadharma hanya sementara [occasionally].

Jey Tsongkhapa mengatakan bahwa aliran Vaibhasika (Sarvastivada) menyatakan bahwa:
1. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Anagamin kalau timbul lagi penderitaan alam arupa
2. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Sakrdagamin kalau timbul lagi penderitaan alam rupa
3. Parihanadharma Arhat dapat merosot menjadi Srotapanna kalau timbul lagi penderitaan alam kamadhatu

Namun Parihanadharma Arhat tidak dapat merosot lebih jauh dari Srotapanna. Jadi tidak mungkin bagi Arhat untuk kembali lagi jadi prthagjana.

Satu kategori lagi dalam Mahayana adalah Mahayana Arhat yaitu Samyaksambuddha. Ini juga dijelaskan oleh Jey Tsongkhapa.

So.... mungkin saja Ananda termasuk dalam Parihanadharma Arhat?

Karena semua catatan Mahayana menunjukkan bahwa Ananda mencapai pencerahan Arhat Akopyadharma setelah Sang Buddha Parinirvana.

Tambahan: Biasanya dalam sutra2 Mahayana disebutkan tentang pencapaian Bodhisattva yaitu Anuttpatika Dharma-kshanti yang berarti Bodhisattva tingkat ke-8.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 08 August 2009, 11:21:50 AM
thanks, siip, penjelasan elder lebih lengkap ;). Namun, memang ada yang menyebut srotapanna sebagai arahat tingkat 1. Maksudnya yaitu berada pada tingkat 1 dari 4 tingkat jalur pencerahan arahat. Bila istilah ini dipakai maka biasanya untuk arahat penuh, akan disebut sebagai 'arahat' saja atau arahat tingkat 4. Semoga dengan info ini, nantinya para Dharmabrothers tidak kebingungan bila mendengar atau membaca istilah ini. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 10 August 2009, 08:48:23 AM
Mulai ada titik terang  ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 11 August 2009, 04:22:33 PM
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 11 August 2009, 07:33:11 PM
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.

Ada dunkzz.......... pencapaian kebahagiaan menurut Sarvastivada dan Sautrantika= Arhat Akopyadharma........

Bahkan kadang orang yang tampaknya berhasil, bahagia, sukses, bijaksana, tenang batinnya, bisa saja jatuh ketika pikirannya lemah. Ini bisa disamakan dengan Parihanadharma Arhat. Dan justru pada saat inilah saya melihat perjuangan kita dites, apakah kita memang sudah dapat mencapai kebahagiaan sejati yaitu menjadi seorang Arhat Akopyadharma yang tidak akan merosot lagi.

Seorang Parihanadharma Arhat dsb tentu dianjurkan untuk berjuang dengan usaha dan penuh semangat untuk menjadi Arhat Akopyadharma (pencapaian kebahagiaan anda bilang!) dengan memperkuat pikirannya. Dan kalau tidak salah di dalam Abhidharmakosa Sarvastivada sendiri dijelaskan. bahwa Arhat Akopyadharma sama dengan pencapaian Samyaksambuddha.

Sarvastivada dan Theravada (lebih tepatnya Mahaviharavasin) sama2 merupakan aliran dalam Shravakayana yang meyakini bahwa pencapaian pencerahan Arhat setara dengan Samyaksambuddha.

Seorang Srotapanna yang menjadi Sakrdagamin lalu menjadi Anagamin, bisa saja langsung menjadi Arhat Akopyadharma, tanpa harus menjadi Arhat Parihanadharma dulu.

Lantas kenapa menurut Sarvastivada, mereka kok bisa merosot?

Klo menurut aliran Sautrantika, tidak ada Arhat yang merosot lagi jd Srotapanna, yang ada adalah perbedaan tingkat "kebahagiaan" (bliss) ketika menjadi Arhat. Dan perlu ditekankan bahwa aliran Sautrantika juga mengajarkan agar seseorang mencapai tingkat Arhat dengan "kebahagiaan sejati" (Akopyadharma), bukan yang "kebahagiaan rendah" (Parihanadharma) semata.

Namun segala macam kemerosotan (baik yang hanya merupakan kebahagiaan / konsentrasi meditatif atau yang berupa buah-buah pencapaian) tersebut dikarenakan oleh sebab2 yang disetujui oleh baik Sarvastivada maupun Sautantrika yaitu:
1. Uang dan nama
2. Pikiran yang lemah (spt Godhika Thera yang berkali2 merosot dari buah2 pencapaian, lalu jijik, namun mampu mencapai Arahat Akopyadharma sebelum bunuh diri)

Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.

Dan perlu diketahui juga bahwa Jey Tsongkhapa, pemuka agama Buddha Mahayana [Vajrayana] dan pendiri aliran Gelug, mengatakan bahwa mustahil Shravakayana Arhat bisa merosot menjadi Srotapanna, Sakrdagamin atau Anagamin. Yang masih bisa merosot hanyalah Sakrdagamin dan Anagamin. Menurut Tsongkhapa, beberapa jenis Arhat seperti Parihanadharma hanya bisa merosot dalam "konsetrasi meditatifnya", namun pencapaian Arhat-nya ya masih tetap eksis.

Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??  8) 8) Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)

Dan patut diingat juga kalau kita di sini sedang membahas apakah Ananda Arhat atau tidak dalam Saddharmapundarika Sutra..... dan agaknya menarik juga mengingat menurut pakar Mahayana seperti Tsongkhapa, menolak kemerosotan seorang Arhat. Lantas apakah memang Ananda disebutkan sebagai Arhat dalam Saddharmapundarika Sutra? Saya di sini lebih setuju terhadap opini bro. sobat_dharma.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 12 August 2009, 11:06:06 PM
Mulai ada titik terang  ;D _/\_

sungguh berbeda memang dengan konsep theravada mengenai apa itu kesucian dan pencerahan...

apabila seorang sotapana dikatakan lahir tidak lebih 7x...
kemudian dalam kehidupan berikutnya mencapai arahat.....
kemudian merosot lagi....kembali jadi sotapana,
naik jadi sakadami kemudian kembali lagi sotapana, terus jadi sammasambuddha, kemudian merosot lagi....demikian terus menerus

apakah arti pencapaian kebahagiaan? apakah arti "akhir-Dukkha" ?
apa yang buddha perjuangkan? nol besar.

Ada dunkzz.......... pencapaian kebahagiaan menurut Sarvastivada dan Sautrantika= Arhat Akopyadharma........

Bahkan kadang orang yang tampaknya berhasil, bahagia, sukses, bijaksana, tenang batinnya, bisa saja jatuh ketika pikirannya lemah. Ini bisa disamakan dengan Parihanadharma Arhat. Dan justru pada saat inilah saya melihat perjuangan kita dites, apakah kita memang sudah dapat mencapai kebahagiaan sejati yaitu menjadi seorang Arhat Akopyadharma yang tidak akan merosot lagi.

Seorang Parihanadharma Arhat dsb tentu dianjurkan untuk berjuang dengan usaha dan penuh semangat untuk menjadi Arhat Akopyadharma (pencapaian kebahagiaan anda bilang!) dengan memperkuat pikirannya. Dan kalau tidak salah di dalam Abhidharmakosa Sarvastivada sendiri dijelaskan. bahwa Arhat Akopyadharma sama dengan pencapaian Samyaksambuddha.

Sarvastivada dan Theravada (lebih tepatnya Mahaviharavasin) sama2 merupakan aliran dalam Shravakayana yang meyakini bahwa pencapaian pencerahan Arhat setara dengan Samyaksambuddha.

Seorang Srotapanna yang menjadi Sakrdagamin lalu menjadi Anagamin, bisa saja langsung menjadi Arhat Akopyadharma, tanpa harus menjadi Arhat Parihanadharma dulu.

Lantas kenapa menurut Sarvastivada, mereka kok bisa merosot?

Klo menurut aliran Sautrantika, tidak ada Arhat yang merosot lagi jd Srotapanna, yang ada adalah perbedaan tingkat "kebahagiaan" (bliss) ketika menjadi Arhat. Dan perlu ditekankan bahwa aliran Sautrantika juga mengajarkan agar seseorang mencapai tingkat Arhat dengan "kebahagiaan sejati" (Akopyadharma), bukan yang "kebahagiaan rendah" (Parihanadharma) semata.

Namun segala macam kemerosotan (baik yang hanya merupakan kebahagiaan / konsentrasi meditatif atau yang berupa buah-buah pencapaian) tersebut dikarenakan oleh sebab2 yang disetujui oleh baik Sarvastivada maupun Sautantrika yaitu:
1. Uang dan nama
2. Pikiran yang lemah (spt Godhika Thera yang berkali2 merosot dari buah2 pencapaian, lalu jijik, namun mampu mencapai Arahat Akopyadharma sebelum bunuh diri)

Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.

Dan perlu diketahui juga bahwa Jey Tsongkhapa, pemuka agama Buddha Mahayana [Vajrayana] dan pendiri aliran Gelug, mengatakan bahwa mustahil Shravakayana Arhat bisa merosot menjadi Srotapanna, Sakrdagamin atau Anagamin. Yang masih bisa merosot hanyalah Sakrdagamin dan Anagamin. Menurut Tsongkhapa, beberapa jenis Arhat seperti Parihanadharma hanya bisa merosot dalam "konsetrasi meditatifnya", namun pencapaian Arhat-nya ya masih tetap eksis.

Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??  8) 8) Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)

Dan patut diingat juga kalau kita di sini sedang membahas apakah Ananda Arhat atau tidak dalam Saddharmapundarika Sutra..... dan agaknya menarik juga mengingat menurut pakar Mahayana seperti Tsongkhapa, menolak kemerosotan seorang Arhat. Lantas apakah memang Ananda disebutkan sebagai Arhat dalam Saddharmapundarika Sutra? Saya di sini lebih setuju terhadap opini bro. sobat_dharma.

_/\_
The Siddha Wanderer
yang saya tahu dalam theravada, tidak ada sutta yang mengatakan arahat itu bisa merosot...

dan lagi...

Quote
Kalau di Mahayana = jadi Mahayana Arhat = Samyaksambuddha yang kagak bakalan merosot lagi jadi Srotapanna atau Bodhisattva tingkat 1.... Kalau sudah jadi Samyaksambuddha ya tetep Samyaksambuddha, dan inilah apa yang disebut sebagai pencapaian kebahagiaan yang sejati-jatinya menurut Mahayana.
lalu mana jawaban yang dulu, dimana buddha mengatakan , sewaktu saya masih perumah tangga, masih "kotor"
masih mencari pasangan hidup, kemudian berguru pada alara kalama, demi belajar pencapaian?...maksud nya?

 :-?

Quote
Haisss..... begitu saja koq repot sampe mikirin arti kebahagiaan dll??    Jadi tidak usah berlebihan sampai mengatakan "nol besar" saya rasa dan apalagi sampai terburu2 mengatakan Sammasambuddha akan merosot lagi (la ini saya heran dari mana muncul suatu konsep seperti ini?, krn nggak ada yang ngomong kaya gitu)
saya rasa tidak berlebihan kok, memang tidak ada yg ngomong, tapi prilaku yang terlihat demikian.
bukti bukti juga berasal dari sutra dan sutta.
menurut sutta mana ada orang tercerahkan sempuna, masih butuh guru untuk di ajari pencapaian hingga arupa-jhana? 8) 8)

apakah orang tercerahkan itu , suka bersandiwara berpura-pura menahan lapar dan derita, hingga tulang punggung bisa dipegang dari depan?
kemudian masih sibuk cari jodoh untuk menikahi Yasodhara...butuh bantuan dewa untuk melihat 4 tanda...butuh bantuan dewa memainkan kecapi?
maksud semua itu apa?

-------
dalam beberapa sutta, dikatakan 5 khandha ini harus di pandang sebagai jijik, dan serangkaian kebusukan di dalamnya, tetapi aneh nya dalam sutra justru menyenangi sebuah bhava/penjelmaan.

kan saya bilang dari dulu, masa sih ngomong A tapi prilaku B.....
btw, penjelasan nya dari topik yang dulu mana om gandalf? mengenai visudhi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 13 August 2009, 04:22:51 PM
^
^
^
Saya sependapat sama mercedes bukan masalah sutta saja dalam sutra, jujur aja aneh jika seseorang sudah LDMnya sudah terlepas, bagaimana bisa merosot peringkatnya. Buat apa dia melatih LDMnya, Kalo Lobha sama Dukha baru bisa dilepaskan tanpa mokha masih bisa turun peringkat, kalo sudah hilang 3 unsur tersebut bagaimana mungkin ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 06:23:28 PM
 [at]  mercedes dan purnama:
Ya menurut sutta2 Theravada (Mahaviharavasin!) memang tidak pernah mengatakan bahwa Arhat bisa merosot.

Demikian juga pakar Mahayana seperti Jey Tsongkhapa dan para pengikut aliran Sautantrika: Mustahil Arhat bisa merosot jadi Srotapanna.

Yang menganggap Arhat bisa merosot hanya aliran Sarvastivada.

Menurut Mahayana dan Sautantrika, Shravakayana Arhat hanya bisa merosot dalam "pencapaian2" tertentu, tapi bukan tingkat pencerahannya. Jadi kalau udah ninggalin lobha, dosa, moha, ya gak mungkin balik jadi Srotapanna/ Sakrdagamin/ Anagamin lagi.

Mengenai "kemerosotan" Arhat ini dibabarkan Sang Buddha sendiri dalam kitab Agama. Namun tentu bagi Mahayana "kemerosotan" ini bukan kemerosotan tingkat pencerahan.

 [at] mercedes
Ya to anda ini ngalor ngidul sampe ngomongin topik2 yang lalu!! Wkwkwk..... ya sudah aye jawabin  8)

Apa anda tahu yang dimaksud dalam "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu sebenarnya adalah kata-kata "kiasan" yang menunjuk pada Dharmakaya?

Jadi ya tidak perlu dipahami secara harafiah bahwa Sang Bodhisattva dari dulu telah tercerahkan. Dan ini ada dalam komentar2 para guru agung Buddhis terhadap Sutra Saddharmapundarika, di mana ditunjukkan bahwa ungkapan "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu adalah Dharmakaya yang dimaksud.

Kalau anda melihat karya Kaydrubjey, pemimpin aliran Gelug - Ganden Tripa ke-2, yang dalam karyanya merangkum kisah bagaimana usaha Sang Bodhisattva mencapai Samyaksambuddha baik dari sudut pandang Shravakayana, Mahayana maupun Vajrayana, maka semuanya tidak ada yang mengatakan "Oh Bodhisattva tercerahkan sudah sedari dulu sebelum menjadi Siddharta".

Ini sama dengan ungkapan bahwa "kita sedari dulu adalah Buddha". Ini juga sepatutnya tidak diartikan mentah2 tanpa adanya suatu penjelasan yang tepat. Maksud dari ungkapan ini adalah ke-Buddhaan adalah hakekat sejati dalam diri kita, jadi BUKAN berarti kita dulu Buddha lalu terperosok jadi makhluk samsara. Lah ini memang jadi konyol apabila tidak dipahami dengan tepat.

Apabila kata2 tersebut diartikan mentah2 tentu arti yang dimaksud tidak dapat dimengerti.

Lantas apabila seorang Bodhisattva pada tingkat tertentu memang secara upaya kausalya menjelma menjadi makhluk biasa, apakah kita mengatakan pencerahannya merosot? Ya tentu tidak. Tidak ada dalam konsep Mahayana yang mengatakan seperti itu. Bodhisattva tingkat 8 ya tingkat 8, gak bisa merosot jadi Bodhisattva tingkat 1.
Kalau anda menganggap upaya kausalya mustahil, ya silahkan. Karena saya belum merealisasi apa hakekat sejati dari pikiran dan fenomena, saya tidak berani interpretasi macam2 yang berada di luar nalar / logika saya. Menalar tindakan pencerahan para Buddha sama dengan berusaha melogika Nirvana (Nibbana) dengan pikiran intelektual kita yang terbatas. Logika memang penting dan diperlukan, namun kita juga harus tahu diri keterbatasan pikiran kita yang masih diliputi lobha, dvesa dan moha.

Tapi kalau mau interpretasi terus dengan intelektual dan "pengetahuan" Buddhis yang seseorang punyai, silahkan. Tapi saya sih meragukan interpretasi semacam itu, karena saya juga berpegang pada Kalama Sutta sabda Sang Buddha. Tidak percaya begitu saja hanya karena masuk logika, ini sabda Sang Buddha sendiri dalam Sutta.

Tapi klo misalnya masih bersikeras melogika Nirvana 100%... (baik Nirvana dalam konsep Shravakayana maupun Mahayana) ya.... bagi saya huebbatt poll itu, karena belum mencapai, ternyata sudah bisa paham! Hoh!  8) 8)

Yah ini memang problema umat Buddhis di mana tidak dapat mengakui bahwa dalam tubuh keyakinannya sendiri diperlukan sesuatu yang bersifat "belief", dan tidak selalu dapat mengandalkan logika. "Belief" memang sudah menjadi suatu ciri khas dari agama.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 06:36:05 PM
Quote
dalam beberapa sutta, dikatakan 5 khandha ini harus di pandang sebagai jijik, dan serangkaian kebusukan di dalamnya, tetapi aneh nya dalam sutra justru menyenangi sebuah bhava/penjelmaan.

Semua aliran Buddhis menganggap 5 skhanda sebagai sesuatu yang menjijikkan. Tapi bukan berarti kita meremehkannya.

Tanpa ada lima skhanda, emang anda bisa bertemu ajaran Buddha, bisa mencerna ajaran Buddha dan bisa hidup?

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 06:39:40 PM
Quote
btw, penjelasan nya dari topik yang dulu mana om gandalf? mengenai visudhi...

Opo toh... saya kok lupa....wkwk....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 13 August 2009, 07:06:57 PM
mari bahas point demi point...^^

Quote
Yang menganggap Arhat bisa merosot hanya aliran Sarvastivada.
oke lah....

Quote
Ya to anda ini ngalor ngidul sampe ngomongin topik2 yang lalu!! Wkwkwk..... ya sudah aye jawabin  

Apa anda tahu yang dimaksud dalam "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu sebenarnya adalah kata-kata "kiasan" yang menunjuk pada Dharmakaya?

Jadi ya tidak perlu dipahami secara harafiah bahwa Sang Bodhisattva dari dulu telah tercerahkan. Dan ini ada dalam komentar2 para guru agung Buddhis terhadap Sutra Saddharmapundarika, di mana ditunjukkan bahwa ungkapan "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu adalah Dharmakaya yang dimaksud.
saya hanya ingat topik lalu memang tidak ada jawaban sama sekali.....jadi buat apa membahas A,B,C kalau dari awal saja sudah ada ngandat....selesaikan dulu bukan.^^

kemudian mari bahas ke point

----
apakah bisa Seorang tercerahkan sempurna...kemudian dengan abhinna membentuk sebuah tubuh, lalu tubuh itu entah pergi melacur, pergi dugem, pergi berjudi, kemudian dengan gampang nya berkata.
"ini bukan REAL dari saya" !!!... apa begitu ciri-ciri orang tercerahkan?
mengatakan bahwa nafsu duniawi harus di jauhi, tapi membentuk 1 tubuh....lalu dengan tubuh itu pergi menikmati nafsu duniawi?

justru alasan mengatakan itu merujuk pada dharmakaya, sebenarnya justru tambah kelihatan seperti apa sifat-sifat orang tercerahkan dengan sifat orang terbodohi...
inilah jawaban rancu.
apa bedanya malam hari jadi batman tapi siang hari jadi joker????


----------
kemudian masalah tercerahkan...

Quote
di mana ditunjukkan bahwa ungkapan "Buddha dari dulu telah tercerahkan" itu adalah Dharmakaya yang dimaksud.
jadi apa gunanya buddha menahan lapar dan hampir mati? buat ceritain pengorbanan nya biar murid terharu?
berarti secara tidak langsung "anda sama saja menyatakan bahwa BUDDHA MEMANG BERSANDIWARA"

---------------
Quote
Ini sama dengan ungkapan bahwa "kita sedari dulu adalah Buddha". Ini juga sepatutnya tidak diartikan mentah2 tanpa adanya suatu penjelasan yang tepat. Maksud dari ungkapan ini adalah ke-Buddhaan adalah hakekat sejati dalam diri kita, jadi BUKAN berarti kita dulu Buddha lalu terperosok jadi makhluk samsara. Lah ini memang jadi konyol apabila tidak dipahami dengan tepat.

Apabila kata2 tersebut diartikan mentah2 tentu arti yang dimaksud tidak dapat dimengerti.
saya harap anda bisa bedakan kata "esensi bertolak belakang" dengan "se-arah"
bukan mencari pembenaran malah membelokkan.

bukti lain, juga tercatat pada sutra teratai entah nomor berapa, dikatakan seorang Raja mencari dharma, kemudian bertemu seorang pertapa, pertapa ini mengajarkan dharma pada Raja. raja pun mencapai Sammasambuddha....dan dikatakan siapapun yang mendengarkan dharma ini tidak akan masuk neraka dan akan terlahir di tanah buddha...
pertapa ini adalah devadatta, dan raja ini adalah Gotama....

sungguh ironis, pertapa[devadatta] yg pertama kali melihat kebenaran dharma sekarang malah masuk neraka avici,dan kemudian mana yang dikatakan tidak akan masuk neraka..?
fakta nya sekarang masuk avici.
----------------------
Quote
Lantas apabila seorang Bodhisattva pada tingkat tertentu memang secara upaya kausalya menjelma menjadi makhluk biasa, apakah kita mengatakan pencerahannya merosot? Ya tentu tidak.

saya setuju dengan kata anda, tetapi masalah nya "apa yang dilakukanya ketika menjelama itu?"

kalau buddha yang agung kemudian menjelma entah menjadi pertapa biasa, atau menjadi perumah tangga...
ini masih bisa di terima akal...

tapi kalau sudah menjelma jadi perumah tangga, kemudian mengikuti prilaku kehidupan perumah tangga.
itu yang tanda tanya....

dalam Mahaparinibbana-sutta sang buddha menjelaskan mengenai perkumpulan, disitu Sangbuddha mengatakan "bahkan ketika saya berkumpul ditengah-tengah, mereka pun tidak tahu siapa saya"

tetapi sang buddha disitu mengajarkan dhamma, dan berprilaku sesuai apa yang dikatakannya.
ngomong A berprilaku A.


Quote
Yah ini memang problema umat Buddhis di mana tidak dapat mengakui bahwa dalam tubuh keyakinannya sendiri diperlukan sesuatu yang bersifat "belief", dan tidak selalu dapat mengandalkan logika. "Belief" memang sudah menjadi suatu ciri khas dari agama.
entah lah kalau anda,
tapi saya pribadi lebih melihat fakta baru belief daripada dengar tanpa fakta baru belief sama saja "blind belief"
apa bedanya dengan slogan "percayalah tanpa melihat"  _/\_

Quote
dalam beberapa sutta, dikatakan 5 khandha ini harus di pandang sebagai jijik, dan serangkaian kebusukan di dalamnya, tetapi aneh nya dalam sutra justru menyenangi sebuah bhava/penjelmaan.

Semua aliran Buddhis menganggap 5 skhanda sebagai sesuatu yang menjijikkan. Tapi bukan berarti kita meremehkannya.

Tanpa ada lima skhanda, emang anda bisa bertemu ajaran Buddha, bisa mencerna ajaran Buddha dan bisa hidup?

_/\_
The Siddha Wanderer
yah, tetapi buddha disitu mengatakan
"kelahiran adalah DUKKHA" dan kenyataan nya buddha terus dan terus lahir.....
lalu sekarang.

apakah AKHIR-DUKKHA?
apakah bisa berarti TANPA-AKHIR-DUKKHA ?
----
sekarang anda ingat visudhi? mohon di jawab kalau begitu...

 _/\_
metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 13 August 2009, 07:15:23 PM
Meski Bro Gandalf ini banyak penafsirannya dan kadang berbelit, jujur ngga semua penjelasan bisa saya terima. Tapi dalam menjawab Bro Gandalf banyak jujur, berusaha menjelaskan dan tidak menyembunyikan hal2 yg ditafsirkan dalam pandangan berbeda mungkin akan disalah artikan. Salut utk sikapnya deh! =D>

p.s
ups cant repeat in 720 hrs ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 08:37:04 PM
Wew bro mercedes, dari jawaban anda, toh semuanya bisa dirangkum jadi satu intinya, maka saya jawab langsung saja.

Pertama-tama, Sang Bodhisattva ketika melakukan upaya kausalya ya tentu tidak enak-enakan mengumbar lobha, dvesa, moha. Sang Bodhisattva tampak seolah2 melakukan tindakan yang melanggar sila, namun ini semua adalah tindakan-tindakan yang ditujukan untuk menyadarkan para makhluk.

Jadi tindakan Bodhisattva itu bukan tindakan yang disengaja untuk memuaskan sang atman (atta) atau aku. Semuanya ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk dan akibat yang ditimbulkan oleh upaya kausalya Bodhisattva selalu positif.

Pencerahan para Bodhisattva tingkat 8 - 10 tentu lebih tinggi daripada pencerahan Shravakayana Arhat, demikian menurut Mahayana. Jadi Nirvana yang dicapai oleh para Bodhisattva tersebut adalah Nirvana Non- Dual (Apratishtita Nirvana), berbeda dengan Nirvana para Shravakayana Arhat (Anupadisesa Nirvana).

Nirvana Non-Dual memungkinkan para Bodhisattva untuk melakukan tindakan upaya kausalya, yang mungkin tampak seolah2 melanggar sila, namun sebenarnya merupakan tindakan pencerahan. Inilah mengapa dikatakan hanya Bodhisattva tingkat tinggi yang mampu melakukan upaya kausalya dengan tepat 100%. Seorang prthagjana mustahil dapat melakukan upaya kausalya 100%, sehingga para prthagjana jangan coba2 melakukannya, kalau bukan malah terjerumus ke alam-alam rendah.

Contoh dari upaya kausalya adalah ketika Sang Bodhisattva terlahir menjadi Pangeran Mahasattva yang membunuh orang jahat yang berencana membunuh 500 pedagang di atas kapal. Dengan motivasi welas asih, Sang Pangeran membunuh orang jahat itu untuk menyelamatkan hidup kelima ratus pedagang dan menyelamatkan si orang jahat dari kelahiran di alam-alam rendah.

Kyabje Pabongkha Rinpoche dari aliran Gelug dan Khenchen Thrangu Rinpoche dari aliran Kagyu memandang tindakan Pangeran Mahasattva adalah sebagai perbuatan yang sangat positif dan mampu menghasilkan banyak kebajikan, meskipun tindakan membunuh itu sendiri tidak akan mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan.

Namun dalam contoh di atas, kebajikan dihasilkan dari motivasi welas asih yang kuat. Niat / motivasi menentukan semua faktor seperti apakah tindakan itu bajik atau tidak. (Pembebasan Di Tangan Kita). Selain niat, akibat nyata yang positif dari upaya kausalya seorang Bodhisattva juga turut menjelaskan apakah tindakannya itu bajik atau tidak.

Karena Mahayana menganut Nirvana Non Dual yaitu Akhir Dukha pun bukan akhir Dukha, karena pada hakekatnya segala fenomena baik akhir Dukha maupun bukan akhir Dukha adalah kosong (shunya).

Karena Non Dual, kita juga tidak bisa semata2 mencap bahwa Nirvana Mahayana itu berakhir dengan "tanpa akhir dukha". Kita harus ingat bahwa posisi Mahayana adalah Non-Dual.

Quote
jadi apa gunanya buddha menahan lapar dan hampir mati? buat ceritain pengorbanan nya biar murid terharu?
berarti secara tidak langsung "anda sama saja menyatakan bahwa BUDDHA MEMANG BERSANDIWARA"

Anda tampaknya nggak paham dengan apa yang saya katakan. Dharmakaya adalah hakekat ke-Buddhaan yang ada daalm diri kita. "Sandiwara" itupun hanya kiasan dalam Saddharmapundarika Sutra dan tidak patut diartikan sebagai "pura2". Baik Mahayana dan Vajrayana ya mengakui pengorbanan Beliau yang kata anda membuat kita terharu itu. "Sandiwara" di sini dimaksudkan bahwa sebenarnya kita makhluk samsara ini pada hakekatnya memiliki Tathagatagarbha. Karena pada hakekatnya diri kita sebenarnya adalah Buddha [sifat ke-Buddhaan / Buddha Nature], maka perjuangan kita mencapai Nirvana ini seolah-olah tampak sebagai sebuah sandiwara, namun yang namanya "seolah-olah" ya tentu tidak berarti yang sebenar-benarnya bukan?

Jadi sangat jelas di sini sandiwara di sini dimaksudkan untuk menjelaskan hakekat ke-Buddhaan dalam diri, bukan Buddha main sandiwara jadi Siddharta. La kalau Buddha bersandiwara seperti itu, ya saya juga tidak percaya.

Quote
bukti lain, juga tercatat pada sutra teratai entah nomor berapa, dikatakan seorang Raja mencari dharma, kemudian bertemu seorang pertapa, pertapa ini mengajarkan dharma pada Raja. raja pun mencapai Sammasambuddha....dan dikatakan siapapun yang mendengarkan dharma ini tidak akan masuk neraka dan akan terlahir di tanah buddha...
pertapa ini adalah devadatta, dan raja ini adalah Gotama....

Waduh gini deh...... sebut saja si Joko dan si Bodhi.

Si Joko belajar agama Buddha selama 1 tahun dan percaya bahwa Sutra teratai dapat membawa pada Ke-Buddhaan. Ia mempelajarinya namun tidak mampu mencapai pencapaian apa2 karena halangan karmanya.

Ketika ia bertemu Bodhi, ia mengulang ajaran Sutra Teratai pada Bodhi. Tampaknya karma bajik Bodhi mendukung sehingga ia dapat memahaminya atas USAHANYA SENDIRI dan menjadi Buddha.

Nah sayangnya si Joko masih belum dapat mencapai akhir Dukha, akhirnya terjerumus kembali dalam roda samsara dan ia terjebak dalam lobha, dvesa, moha.

Ini sama ketika mislanya si A memberikan kopian Sutra Teratai yang didapatnya dari vihara pada si B. Nah si B mampu mencapai Buddha, tapi si A malah tidka mampu mencapainya. Ini adalah kejadian yang wajar, meskipun kita mungkin akan heran "loh kok si A yang ngasih malah nggak mampu mencapai apa2?", tapi ini sangat mungkin, karena batinnya sendiri belum teguh, si A hanya merasa takjub, hafal dan yakin akan isi Sutra namun gagal mempraktekkannya dengan benar.

Ini sama dengan Devadatta dan Sakyamuni.

Quote
yah, tetapi buddha disitu mengatakan
"kelahiran adalah DUKKHA" dan kenyataan nya buddha terus dan terus lahir.....
lalu sekarang.

Saya kutip jawaban Master Zen Tienju:

Pertanyaan: Apakah kelahiran kembali di Tanah Suci bertentangan dengan kebenaran “Tanpa Kelahiran”?

Jawaban:
Yang Arya Zhiyi mengatakan:
“Yang bijak, yang dengan tulus berjuang untuk terlahir kembali di Tanah Suci, juga mengerti bahwa hakekat kelahiran kembali adalah kosong. Ini adalah Tanpa-Kelahiran yang tepat dan merupakan arti dari ‘ ketika Pikiran Murni maka tanah-tanah Buddha akan murni.’
Yang tumpul dan bodoh, di lain sisi, terjebak dalam konsep kelahiran. Mendengar istilah “Lahir”, mereka mendefinisikannya sebagai kelahiran yang nyata, mendengar ‘Tanpa-Kelahiran', mereka melekat pada arti harafiahnya dan berpikir bahwa tidak ada kelahiran kembali di mana-mana. Sedikit yang sadar bahwa “Kelahiran tentunya adalah Tanpa-Kelahiran dan Tanpa-Kelahiran tidak menghalangi Kelahiran.”


Juga telah dikatakan oleh seorang guru Zen:

“Jika kita memahami Kelahiran sebagai kelahiran kembali yang sebenar-benarnya, kita menyimpang menuju arah Eternalisme, jika kita memahami Tanpa Kelahiran yang berarti bahwa tidak ada kelahiran yang sebenar-benarnya, kita melakukan kesalahan Nihilisme. Kelahiran namun Tanpa Kelahiran, Tanpa kelahiran namun Kelahiran, pastinya adalah ‘makna yang ultimit.’”


Guru Zen yang lain mengatakan: “Kelahiran tentunya adalah kelahiran, namun kembali ke Tanah Suci adalah tidak kembali lagi (non-returning).”

…. Berbagai tanda Kelahiran dan Kematian secara salah muncul, seperti dalam mimpi, dari Pikiran Sejati…. Ketika kita memahami kebenaran ini, kelahiran kembali di Tanah Suci adalah kelahiran kembali dalam keadaan Hanya-Pikiran; di antara Kelahiran dan Tanpa Kelahiran, tidak ada kontradiksi arti yang eksis!

Bisa dilihat bahwa penjelasan di atas merujuk Pada Tanah Suci. Ini juga dapat diterapkan dalam Dunia Saha kita yang merupakan Tanah Suci Sakyamuni Buddha. Seseorang yang mencapai Nirvana Non-Dual, menyadari secara penuh bahwa tidak ada kontradiksi antara “Adanya Kelahiran” dengan “Akhir Kelahiran”, sehingga Beliau secara bebas melakukan berbagai tindakan pencerahan di dunia samsara.

Namun karena seorang Bodhisattva tingkat tinggi telah mencapai Nirvana Non-Dual, maka Beliau akan dapat mencapai "Kelahiran" di Tanah Suci Sakyamuni Buddha yaitu Dunia Saha kita, namun Beliau sekaligus juga mencapai "Tanpa-Kelahiran" / "Akhir Kelahiran" di Dunia Saha yang juga adalah samsara ini. Kelahiran kembali seorang Bodhisattva yang seprti itu adalah bebas dari lobha, dvesa dan moha, dan tidak terbayangkan oleh pikiran kita yang terbatas, yang belum merealisasi Non-Dualisme.

Untuk lebih jelasnya, silahkan baca penjelasan Tiantai Master Zhiyi:

All phenomena are by nature empty, always unborn (Non-Birth), equal and still. Are we not going against this truth when we abandon this world, seeking rebirth in the Land of Ultimate Bliss? The (Vimalakirti) Sutra teaches that “to be reborn in the Pure Land, you should first purify your own Mind; only when the Mind is pure, will the Buddha lands be pure.” Are not Pure Land followers going against this truth?

Answer

This question involves two principles and can be answered on two levels.
(A) On the level of generality, if you think that seeking rebirth in the Pure Land means “leaving here and seeking there”, and is therefore incompatible with the Truth of Equal Thusness, are you not committing the same mistake by grasping at this Saha World and not seeking rebirth in the Pure Land, i.e., “leaving there and grasping here”? If, on the other hand, you say, “I am neither seeking rebirth there, nor do I wish to remain here,” you fall into the error of nihilism.

The Diamond Sutra states in this connection:
“Subhuti, ... do not have such a thought. Why? Because one who develops the Supreme Enlightened Mind does not advocate the (total) annihilation (of the marks of the dharmas.)” (Bilingual Buddhist Series, Vol. 1. Taipei: Buddhist Cultural Service, 1962, p. 130.)

(B) On the level of Specifics, since you have brought up the truth of Non-Birth and the Pure Mind, I would like to give the following explanation. Non-Birth is precisely the truth of No-Birth and No-Death. No-Birth means that all dharmas are false aggregates, born of causes and conditions, with no Self-Nature. Therefore,
they have no real “birth nature” or “time of birth”. Upon analysis, they do not really come from anywhere. Therefore, they are said to have No-Birth. No-Death means that, since phenomena have no Self-Nature, when they are extinguished, they cannot be considered dead. Because they have no real place to return to,
they are said to be not extinct (No-Death).
For this reason, the truth of Non-Birth (or No-Birth No-Death) cannot exist outside of ordinary phenomena, which are subject to birth and death. Therefore, Non-Birth does not mean not seeking rebirth in the Pure Land.


The Treatise on the Middle Way states:
“Dharmas (phenomena) are born of causes and conditions. I say they are thus empty. They are also called false and fictitious, and that is also the truth of the Middle Way.”

It also states:
“Dharmas are neither born spontaneously nor do they arise from others. They are born neither together with nor apart from causes and conditions. They are therefore said to have Non-Birth.”

The Vimalakirti Sutra states:
“Although he knows that Buddha Lands / Are void like living beings / He goes on practicing the Pure Land (Dharma) / to teach and convert men.” (Charles Luk, The Vimalakirti Nirdesa Sutra, p. 88.)

It also states:
“We can build mansions at will on empty land, but it is impossible to build in the middle of empty space.” When the Buddhas preach, they usually rely on the Two Truths (ultimate and conventional). They do not destroy the fictitious, provisional identities of phenomena while revealing their true characteristics.
That is why the wise, while earnestly striving for rebirth in the Pure Land, also understand that the nature of rebirth is intrinsically empty. This is true Non-Birth, and also the meaning of “only when the Mind is pure, will the Buddha Lands be pure”. The dull and ignorant, on the other hand, are caught up in the concept of birth. Upon hearing the term “Birth”, they understand it as actual birth; hearing of “Non-Birth”, they (cling to its literal meaning) and think that there is no rebirth anywhere. Little do they realize that “Birth is precisely Non-Birth, and Non-Birth does not hinder Birth.”

Quote
sekarang anda ingat visudhi? mohon di jawab kalau begitu...

Yap saya sudah ingat.... maksudnya Visuddhi magga-nya Mahayana?  Maaf saya belum sempat menulis dan menyusun tulisan yang membahas hal tersebut....krn wkt liburan pun saya banyak kerjaan.

Tapi sebagai dasarnya ya baca dulu tahapan meditasi [Bhavanakrama] karya Kamalashila. Di sana disinggung sedikit tentang Buddhanusmrti (Nien Fo).

Dalam Pratyutpanna Samadhi dan karya-karya Samatha-Vipashyana Zhiyi dijelaskan lebih lanjut mengenai Buddhanusmriti ini, di mana dapat membawa seseorang pada samatha sampai muncul nirmana-nirmana para Buddha, lalu seseorang melanjutkannya dengan vipashyana dengan mengamati bentuk-bentuk pikiran dan nirmana para Buddha sebagai hakekat shunyata (kekosongan).

Seorang pemuka agama Buddha Jodo Shu (Sukhavati) di Jepang mengatakan bahwa Buddhanusmrti memang dapat mengnatar pada samatha dan pencapaian dhyana-dhyana (jhana), dan ini berdasarkan pengalamannya sendiri.

Metode Yixing Sanmei (Ekavyuha Samadhi) mengatakan seseorang harus memahami ajaran bahwa semua adalah kosong, tidak kekal, tanpa inti (Prajnaparamita), baru seseorang melafalkan nama Buddha sampai muncul nirmita2 para Buddha dan seseorang melanjutkannya dengan mengamati bentuk-bentuk pikiran tersebut (vipashyana) dan merealisasikan bahwa pada hakekatnya / esensi Dharmadhatu Sukhavati dan Amitabha adalah shunyata [kosong].

Jadi tidaklah terlalu berlebihan apabila dikatakan metode Buddhanusmrti ini membawa pada tingkat2 pencerahan karena metode tersebut berpuncak pada vipashyana.

Vipashyana Sukhavati yang diajukan oleh Tan Luan sedikit berbeda, namun sama-sama melalui proses "mengamati" yang merupakan ciri khas vipashyana, berbeda dengan samatha yang "konsentrasi".

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 08:42:37 PM
Quote
Meski Bro Gandalf ini banyak penafsirannya dan kadang berbelit, jujur ngga semua penjelasan bisa saya terima. Tapi dalam menjawab Bro Gandalf banyak jujur, berusaha menjelaskan dan tidak menyembunyikan hal2 yg ditafsirkan dalam pandangan berbeda mungkin akan disalah artikan. Salut utk sikapnya deh! Claps

Anumodana  _/\_

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 13 August 2009, 09:37:32 PM
Ini penjelasan lain mengenai Devadatta:

"Sang raja pada saat itu adalah kehidupan lampau dari diriKu. Sang pertapa pada saat itu adalah kehidupan lampau dari Devadatta. Devadatta adalah guruKu.' (P.197, L.10.):

Senchu Murano menerjemahkan kata, "zen-chishiki" sebagai seorang guru. Namun, kata "zen-chishiki" memiliki makna yang lebih dalam. Secara harafiah zen berarti baik, sedang chishiki berarti kebijaksanaan. Penerjemah lain dari sutra ini menggunakan kata "sahabat" atau "persahabatan" untuk kata chishiki.Hubungan antara Devadatta dan sang Buddha tidak dapat dipisahkan dengan hubungan antara sang raja dan sang pertapa. Karena hubungan tersebut, Devadatta yang jahat itu akan menjadi seorang Buddha. Nichiren Shonin juga berkata bahwa Yoritsuna Hei-no-saemon* adalah zen-chishiki nya yang sesungguhnya.  Yoritsuna mencoba mengeksekusi beliau di Tatsu-no-kuchi, Kamakura. Akibat pengeksekusian tersebut, Nichiren menyadari bahwa ia adalah kelahiran kembali dari Visistacarita Bodhisattva. Pasti ada segelintir orang yang mengkritik Anda dengan tajam. Bisakah Anda menerima kritik tersebut sebagai pelajaran berharga ataukah tidak? Jika Anda bisa menerima sang pengkritik sebagai guru yang baik atau sahabat, Anda akan dapat berkembang secara spiritual ke tingkatan yang lebih tinggi. Maka mereka adalah zen-chishiki bagi Anda.

(Penjelasan oleh Bhiksu Shokai Kanai, bhiksu aliran Nichiren Shu, aliran Nichiren yang mainstream dan masih diterima oleh Japan Buddhist Federation)

*Pada tahun 1271, Hei-no-Saemon-no-jo Yoritsuna, orang yang bertanggungjawab atas tentara pemerintah, memimpin tentara untuk menyerang kediaman Nichiren Shõnin di Matsubagayatsu. Ia menyatakan Nichiren sebagai seorang penjahat. Ia memutuskan untuk menghukum mati Nichiren Shõnin secara diam-diam, dengan mengunakan alasan untuk mengasingkan Nichiren.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 14 August 2009, 09:55:19 AM
Saudara Gandalf,

Quote
ertama-tama, Sang Bodhisattva ketika melakukan upaya kausalya ya tentu tidak enak-enakan mengumbar lobha, dvesa, moha. Sang Bodhisattva tampak seolah2 melakukan tindakan yang melanggar sila, namun ini semua adalah tindakan-tindakan yang ditujukan untuk menyadarkan para makhluk.

Jadi tindakan Bodhisattva itu bukan tindakan yang disengaja untuk memuaskan sang atman (atta) atau aku. Semuanya ditujukan untuk kebahagiaan semua makhluk dan akibat yang ditimbulkan oleh upaya kausalya Bodhisattva selalu positif.

Pencerahan para Bodhisattva tingkat 8 - 10 tentu lebih tinggi daripada pencerahan Shravakayana Arhat, demikian menurut Mahayana. Jadi Nirvana yang dicapai oleh para Bodhisattva tersebut adalah Nirvana Non- Dual (Apratishtita Nirvana), berbeda dengan Nirvana para Shravakayana Arhat (Anupadisesa Nirvana).
berarti sang Bodhisatva ini bisa diartikan "demi menyelamatkan makhluk hidup, malah melanggar SILA"
ini apa bedanya dengan ngomong A prilaku B... sama kan.

setahu saya dalam praktik SILA, Bahkan ketika bikkhu ini pun mau dibunuh atau dipancung tetap berpegang teguh pada SILA....bukan semata-mata menyelamatkan diri malah melanggar SILA..
ini namanya pembenaran diri, bukan kebenaran.
jadi bisa bikkhu ketika mau dibunuh, malah balik hajar?
coba lihat bikkhu di Shaolin yang mengusai Kungfu, dan bikkhu myanmar yang disikat junta....sejarah membuktikan beda kan...
yang 1 melawan yang 1 terima nasib.
pernah bhante Aggadipo bermasalah dengan preman, ketika ditanya kalau preman itu bertindak?
bhante jawabnya  " kabur "
sama dengan bikkhu Thai, saya pernah bertanya dulu, ketika kita di serang apa yang kita harus lakukan?
dikatakan "kabur dulu" baru dari kejauhan coba pancarkan pikiran metta.

apa kalau bikkhu mahayana langsung ambil senjata balik hajar? dengan alasan pembelaan diri?..

jelas sekali disitu ada 2 pikiran.
1. mau menolong.
2. melanggar SILA....
ketika menolong tapi harus melanggar SILA....pasti bertabrakan dengan kondisi batin sekalipun menolong nyawa orang......[ apalagi batin seorang tercerahkan itu sudah pasti 100% SATI SAMPAJANA ]

disini lebih jelas siapa yang menelan mentah-mentah kata "demi menolong makhluk hidup"

contoh kasus seperti ini,
apabila seorang bikkhu, ketika melihat matahari di atas, dalam dirinya timbul keragu-raguan dan ada 2 pikiran.
1. apakah belum lewat tengah hari?
2. apakah sudah lewat tengah hari?

tetapi ketika bikkhu tersebut dengan beralasan bahwa saya lapar, dan ini belum lewat tengah hari [ karena saya belum melihat JAM ] ini sama saja SALAH...
coba lihat kondisi batin pada saat itu...mengapa dikatakan salah...
1.kondisi batin ini sudah penuh keraguan.
2.terjadi pembenaran diri [ dengan memastikan bahwa ini belum lewat tengah hari ]
3.parahnya mengambil keputusan pada saat itu...
orang yang memiliki SATI tidak mungkin mengambil keputusan disaat seperti itu..
saya rasa topik yg mirip ini pernah dibawakan AjahnChah dan dipost saudara Ryu.

jadi alasan bahwa Boddhisatva atau Gotama [ telah mencapai pencerahan sempurna ]
pasti memiliki SATI 100% tapi bisa berbuat seperti melanggar sila demi menolong?

apa bedanya alasan bahwa demi menolong IBU saya kelaparan, maka saya MENCURI.
demi semata-mata welas asih kepada IBU.


---------------------------------------

Quote
Pencerahan para Bodhisattva tingkat 8 - 10 tentu lebih tinggi daripada pencerahan Shravakayana Arhat, demikian menurut Mahayana. Jadi Nirvana yang dicapai oleh para Bodhisattva tersebut adalah Nirvana Non- Dual (Apratishtita Nirvana), berbeda dengan Nirvana para Shravakayana Arhat (Anupadisesa Nirvana).

Nirvana Non-Dual memungkinkan para Bodhisattva untuk melakukan tindakan upaya kausalya, yang mungkin tampak seolah2 melanggar sila, namun sebenarnya merupakan tindakan pencerahan. Inilah mengapa dikatakan hanya Bodhisattva tingkat tinggi yang mampu melakukan upaya kausalya dengan tepat 100%. Seorang prthagjana mustahil dapat melakukan upaya kausalya 100%, sehingga para prthagjana jangan coba2 melakukannya, kalau bukan malah terjerumus ke alam-alam rendah.

Contoh dari upaya kausalya adalah ketika Sang Bodhisattva terlahir menjadi Pangeran Mahasattva yang membunuh orang jahat yang berencana membunuh 500 pedagang di atas kapal. Dengan motivasi welas asih, Sang Pangeran membunuh orang jahat itu untuk menyelamatkan hidup kelima ratus pedagang dan menyelamatkan si orang jahat dari kelahiran di alam-alam rendah.

saya tidak terlalu mengerti non-dual...tapi yang saya mau tanya...Buddha Gotama termasuk nibbana yg mana?

oke anda ambil perumpamaan kisah JATAKA...
coba lihat disitu...disana Gotama masih seorang BODHISATVA[ masih kotor/belum tercerahkan sempurna ] > saya tidak tahu kisah jataka ini dari sutta/sutra...tapi saya ambil pandangan sutta.

Gotama menolong 500 pedagang, akan tetapi tetap sewaktu membunuh bodhisatva membuat kamma buruk.....jadi
1.membuat kamma baik.....melalui pikiran [ ingin menyelamatkan makhluk ]
2.membuat kamma buruk melalui pikiran dan tindakan [ sekaligus melanggar sila ke-1 ]

jangan beralasan bahwa dengan pikiran penuh metta/cinta kasih, tetapi tangan malah menusuk pisau..
sekali lagi bodhisatva itu belum 100% sati...dan lagi masih ada kekotoran.

lagian kalau diambil dari sudut pandang sutra, dimana bodhisatva [telah tercerahkan penuh dan dengan abhinna luar biasa ]

masa pembunuh biasa saja tidak bisa dihentikan dengan abhinna?

Angulimala saja cape berlari ga sampai-sampai.....tetapi Sangbuddha dengan kekuatan BATIN malah membuat nya tercerahkan...

jika pada saat itu pangeran mahastava [telah mencapai penerangan sempurna] malah menghentikan pembunuh dengan membunuh....justu ini lah  kerancuan dari sutra.

tetapi pernahkah anda lihat dalam sutta [ dimana telah mencapai pencerahan sempurna ]
SangBuddha berbuat hal nekad seperti itu?
makanya saya katakan malam jadi batman[pahlawan] siang jadi joker[penjahat]

jadi bukan contoh upayakausalya yang saya lihat...maaf  _/\_
melainkan kebodohan yang saya lihat...dan saya melihat nya dari berbagai pandangan kok...perbedaan dimana ketika sang Buddha telah tercerahkan versi kehidupan setelah bermeditasi di bawah pohon 6 tahun..dan SEBELUM meditasi dibawah pohon 6 tahun.

-------------------------
Quote
Kyabje Pabongkha Rinpoche dari aliran Gelug dan Khenchen Thrangu Rinpoche dari aliran Kagyu memandang tindakan Pangeran Mahasattva adalah sebagai perbuatan yang sangat positif dan mampu menghasilkan banyak kebajikan, meskipun tindakan membunuh itu sendiri tidak akan mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan.

Namun dalam contoh di atas, kebajikan dihasilkan dari motivasi welas asih yang kuat. Niat / motivasi menentukan semua faktor seperti apakah tindakan itu bajik atau tidak. (Pembebasan Di Tangan Kita). Selain niat, akibat nyata yang positif dari upaya kausalya seorang Bodhisattva juga turut menjelaskan apakah tindakannya itu bajik atau tidak.

Karena Mahayana menganut Nirvana Non Dual yaitu Akhir Dukha pun bukan akhir Dukha, karena pada hakekatnya segala fenomena baik akhir Dukha maupun bukan akhir Dukha adalah kosong (shunya).

Karena Non Dual, kita juga tidak bisa semata2 mencap bahwa Nirvana Mahayana itu berakhir dengan "tanpa akhir dukha". Kita harus ingat bahwa posisi Mahayana adalah Non-Dual.

ini sungguh terlalu ,apabila itu benar dikatakan oleh Guru aliran Tantra diatas.....
jadi apabila IBU saya kelaparan, tetapi saya tidak punya uang, kemudian saya termotivasi menolong nya
dengan mencuri......
" perbuatan saya sangat positif " ?    :o

memang betul, niat yang menentukan..tetapi coba lihat baik-baik ada 2 pikiran disitu..
1. menolong..
2. mencuri..
jadi 1 sisi anda berbuat baik 1 sisi anda berbuat jahat.... apa nya yang sangat positif?

------------------------------------------
Quote
Anda tampaknya nggak paham dengan apa yang saya katakan. Dharmakaya adalah hakekat ke-Buddhaan yang ada daalm diri kita. "Sandiwara" itupun hanya kiasan dalam Saddharmapundarika Sutra dan tidak patut diartikan sebagai "pura2". Baik Mahayana dan Vajrayana ya mengakui pengorbanan Beliau yang kata anda membuat kita terharu itu. "Sandiwara" di sini dimaksudkan bahwa sebenarnya kita makhluk samsara ini pada hakekatnya memiliki Tathagatagarbha. Karena pada hakekatnya diri kita sebenarnya adalah Buddha [sifat ke-Buddhaan / Buddha Nature], maka perjuangan kita mencapai Nirvana ini seolah-olah tampak sebagai sebuah sandiwara, namun yang namanya "seolah-olah" ya tentu tidak berarti yang sebenar-benarnya bukan?

Jadi sangat jelas di sini sandiwara di sini dimaksudkan untuk menjelaskan hakekat ke-Buddhaan dalam diri, bukan Buddha main sandiwara jadi Siddharta. La kalau Buddha bersandiwara seperti itu, ya saya juga tidak percaya.
ini sangat rancu.....
coba lihat tujuan sang buddha "bersandiwara" kemudian
tujuan buddha[setelah tercerahkan] membabarkan dhamma 45 tahun?
nyambung tidak? anda pikir-pikir sendiri...

justru sangat tidak nyambung dhamma yang dibawakan nya [setelah tercerahkan] dengan sandiwara yang di lakoni nya selama 35 tahun. ini pun jika ditambahkan kehidupan lampau,,sudah berapa lama?

------------------------------
Quote
Waduh gini deh...... sebut saja si Joko dan si Bodhi.

Si Joko belajar agama Buddha selama 1 tahun dan percaya bahwa Sutra teratai dapat membawa pada Ke-Buddhaan. Ia mempelajarinya namun tidak mampu mencapai pencapaian apa2 karena halangan karmanya.

Ketika ia bertemu Bodhi, ia mengulang ajaran Sutra Teratai pada Bodhi. Tampaknya karma bajik Bodhi mendukung sehingga ia dapat memahaminya atas USAHANYA SENDIRI dan menjadi Buddha.

Nah sayangnya si Joko masih belum dapat mencapai akhir Dukha, akhirnya terjerumus kembali dalam roda samsara dan ia terjebak dalam lobha, dvesa, moha.

Ini sama ketika mislanya si A memberikan kopian Sutra Teratai yang didapatnya dari vihara pada si B. Nah si B mampu mencapai Buddha, tapi si A malah tidka mampu mencapainya. Ini adalah kejadian yang wajar, meskipun kita mungkin akan heran "loh kok si A yang ngasih malah nggak mampu mencapai apa2?", tapi ini sangat mungkin, karena batinnya sendiri belum teguh, si A hanya merasa takjub, hafal dan yakin akan isi Sutra namun gagal mempraktekkannya dengan benar.

Ini sama dengan Devadatta dan Sakyamuni.
kalau ini sy bisa mengerti, anda baik sekali dalam memberi perumpamaan....  _/\_

----------------------------------

Quote
Pertanyaan: Apakah kelahiran kembali di Tanah Suci bertentangan dengan kebenaran “Tanpa Kelahiran”?

Jawaban:
Yang Arya Zhiyi mengatakan:
“Yang bijak, yang dengan tulus berjuang untuk terlahir kembali di Tanah Suci, juga mengerti bahwa hakekat kelahiran kembali adalah kosong. Ini adalah Tanpa-Kelahiran yang tepat dan merupakan arti dari ‘ ketika Pikiran Murni maka tanah-tanah Buddha akan murni.’
Yang tumpul dan bodoh, di lain sisi, terjebak dalam konsep kelahiran. Mendengar istilah “Lahir”, mereka mendefinisikannya sebagai kelahiran yang nyata, mendengar ‘Tanpa-Kelahiran', mereka melekat pada arti harafiahnya dan berpikir bahwa tidak ada kelahiran kembali di mana-mana. Sedikit yang sadar bahwa “Kelahiran tentunya adalah Tanpa-Kelahiran dan Tanpa-Kelahiran tidak menghalangi Kelahiran.”

Juga telah dikatakan oleh seorang guru Zen:

“Jika kita memahami Kelahiran sebagai kelahiran kembali yang sebenar-benarnya, kita menyimpang menuju arah Eternalisme, jika kita memahami Tanpa Kelahiran yang berarti bahwa tidak ada kelahiran yang sebenar-benarnya, kita melakukan kesalahan Nihilisme. Kelahiran namun Tanpa Kelahiran, Tanpa kelahiran namun Kelahiran, pastinya adalah ‘makna yang ultimit.’”

Guru Zen yang lain mengatakan: “Kelahiran tentunya adalah kelahiran, namun kembali ke Tanah Suci adalah tidak kembali lagi (non-returning).”

…. Berbagai tanda Kelahiran dan Kematian secara salah muncul, seperti dalam mimpi, dari Pikiran Sejati…. Ketika kita memahami kebenaran ini, kelahiran kembali di Tanah Suci adalah kelahiran kembali dalam keadaan Hanya-Pikiran; di antara Kelahiran dan Tanpa Kelahiran, tidak ada kontradiksi arti yang eksis!

Bisa dilihat bahwa penjelasan di atas merujuk Pada Tanah Suci. Ini juga dapat diterapkan dalam Dunia Saha kita yang merupakan Tanah Suci Sakyamuni Buddha. Seseorang yang mencapai Nirvana Non-Dual, menyadari secara penuh bahwa tidak ada kontradiksi antara “Adanya Kelahiran” dengan “Akhir Kelahiran”, sehingga Beliau secara bebas melakukan berbagai tindakan pencerahan di dunia samsara.

Namun karena seorang Bodhisattva tingkat tinggi telah mencapai Nirvana Non-Dual, maka Beliau akan dapat mencapai "Kelahiran" di Tanah Suci Sakyamuni Buddha yaitu Dunia Saha kita, namun Beliau sekaligus juga mencapai "Tanpa-Kelahiran" / "Akhir Kelahiran" di Dunia Saha yang juga adalah samsara ini. Kelahiran kembali seorang Bodhisattva yang seprti itu adalah bebas dari lobha, dvesa dan moha, dan tidak terbayangkan oleh pikiran kita yang terbatas, yang belum merealisasi Non-Dualisme.
maaf, rancu...
ketika dikatakan di alamsukahvati mengajarkan dhamma. coba lihat baik-baik... " mengajarkan " dengan kata lain "proses belajar mengajar" > ada mendengar, melihat , atau mencerapi bahkan ada kesadaran.
disitu sudah pasti ada namanya khandha saya menyebutnya "bhava/kelahiran" atau pembentukan karena ada khandha...

apa anda mau mengatakan bahwa khandha ini kekal dialam sana? tentu anda melawan anicca.
apa anda mau mengatakan bahwa khandha ini tidak kekal di alam sana? tentu ada dukkha
jadi dari pada sibuk mengartikan kata-kata guru Zen..coba lihat di sisi sebelah....
maka yang anda lihat guru Zen ini memiliki sedikit kebodohan...

Quote
Guru Zen yang lain mengatakan: “Kelahiran tentunya adalah kelahiran, namun kembali ke Tanah Suci adalah tidak kembali lagi (non-returning).”
sungguh rancu....
anda mengatakan bahwa disana mencapai nibbana/not-return...tetapi kenyataannya...buddha gotama saja masih bisa memunculkan dharmakaya-nya? berarti pikiran[khandha/nama] buddha masih eksis [ ada ] sampai sekarang

jadi anda berkata A disini [ ZEN ] tetapi di satu sisi [ sutra ] terjadi B....benar mana?
ini namanya esensi bertolak belakang.

bisa yang bahasa inggris itu di terjemahkan secara full.. saya kutip dikit..
Quote
Untuk lebih jelasnya, silahkan baca penjelasan Tiantai Master Zhiyi:

All phenomena are by nature empty, always unborn (Non-Birth), equal and still. Are we not going against this truth when we abandon this world, seeking rebirth in the Land of Ultimate Bliss? The (Vimalakirti) Sutra teaches that “to be reborn in the Pure Land, you should first purify your own Mind; only when the Mind is pure, will the Buddha lands be pure.” Are not Pure Land followers going against this truth?
ini jelas, sekali master Zhiyi ini secara tidak langsung mengatakan AjahnChah dan guru-guru Theravada di Thailand belum purify own mind.

menurut master ini, siapa pun yang purify mind pasti mencapai pure land...kita balik rumus nya saja...
yang belum mencapai pure land belum purify mind. >> fakta loh bukan provokasi.

 _/\_
metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: indera_9 on 14 August 2009, 10:20:12 AM
^
^
^

Good  :jempol:
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 14 August 2009, 10:37:05 AM
Quote
Kyabje Pabongkha Rinpoche dari aliran Gelug dan Khenchen Thrangu Rinpoche dari aliran Kagyu memandang tindakan Pangeran Mahasattva adalah sebagai perbuatan yang sangat positif dan mampu menghasilkan banyak kebajikan, meskipun tindakan membunuh itu sendiri tidak akan mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan.

Namun dalam contoh di atas, kebajikan dihasilkan dari motivasi welas asih yang kuat. Niat / motivasi menentukan semua faktor seperti apakah tindakan itu bajik atau tidak. (Pembebasan Di Tangan Kita). Selain niat, akibat nyata yang positif dari upaya kausalya seorang Bodhisattva juga turut menjelaskan apakah tindakannya itu bajik atau tidak.
saya rasa ini sudah gila...

jadi saya bunuh saja peternak ikan, peternak udang, peternak ayam , peternak sapi, kuda, bebek....
bunuh pendeta, bunuh uskup, bunuh ustadz, bunuh pencuri, bunuh pembunuh...

dengan mengatakan motivasi saya "menyelamatkan makhluk hidup?"
korban saya cuma 10 orang lah...tapi saya bisa menyelamatkan jutaan nyawa.... SANGAT POSITIF !!!!
termasuk bunuh presiden Israel, karena saya bisa menyelamatkan nyawa anak PALESTINA ribuan.. !!!

ini sudah gila !!!
saya juga bisa mengatakan ini upayakausalya.....

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 14 August 2009, 04:29:49 PM
Quote
Kyabje Pabongkha Rinpoche dari aliran Gelug dan Khenchen Thrangu Rinpoche dari aliran Kagyu memandang tindakan Pangeran Mahasattva adalah sebagai perbuatan yang sangat positif dan mampu menghasilkan banyak kebajikan, meskipun tindakan membunuh itu sendiri tidak akan mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan.

Namun dalam contoh di atas, kebajikan dihasilkan dari motivasi welas asih yang kuat. Niat / motivasi menentukan semua faktor seperti apakah tindakan itu bajik atau tidak. (Pembebasan Di Tangan Kita). Selain niat, akibat nyata yang positif dari upaya kausalya seorang Bodhisattva juga turut menjelaskan apakah tindakannya itu bajik atau tidak.
saya rasa ini sudah gila...

jadi saya bunuh saja peternak ikan, peternak udang, peternak ayam , peternak sapi, kuda, bebek....
bunuh pendeta, bunuh uskup, bunuh ustadz, bunuh pencuri, bunuh pembunuh...

dengan mengatakan motivasi saya "menyelamatkan makhluk hidup?"
korban saya cuma 10 orang lah...tapi saya bisa menyelamatkan jutaan nyawa.... SANGAT POSITIF !!!!
termasuk bunuh presiden Israel, karena saya bisa menyelamatkan nyawa anak PALESTINA ribuan.. !!!

ini sudah gila !!!
saya juga bisa mengatakan ini upayakausalya.....

metta.

Masalahnya, akibat dari tindakan anda apa? Yakin Positif? Kalau nantinya jadi tambah buruk (misal: balas dendam semua keluarganya, atau malah semua jatuh ke alam-alam rendah) ya itu tanggung jawab anda dan hal tersebut bukan upaya kausalya. Maka dari itu motivasi welas asih yang benar selalu disertai kebijaksanaan.

Kebijaksanaan di sini menentukan apakah kita dapat yakin bahwa akibat dari tindakan kita menjadi sesuatu yang positif. Maka dari itulah kebijaksanaan melakukan ini hanyalah dapat dimiliki dan dilakukan oleh Bodhisattva tingkat tinggi, bukan prthagjana seperti kita. Demikian juga tindakan Pangeran Mahasattva itu seharusnya dipahami sebagai bentuk upaya kausalya Bodhisattva tingkat tinggi, bukan oleh prthagjana seperti kita. Karena mustahil kita sebagai prthagjana mampu membunuh dengan motivasi welas asih 100% pada semua makhluk, karena tentu dalam tindakan membunuh tidak terlepas dari dvesa (kebencian).

Ya kalau kita secara sembarangan meniru tindakan Pangeran Mahasattva... maka buah kelahiran di alam nerakalah yang kita dapat........

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 14 August 2009, 04:55:11 PM
Quote
Kyabje Pabongkha Rinpoche dari aliran Gelug dan Khenchen Thrangu Rinpoche dari aliran Kagyu memandang tindakan Pangeran Mahasattva adalah sebagai perbuatan yang sangat positif dan mampu menghasilkan banyak kebajikan, meskipun tindakan membunuh itu sendiri tidak akan mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan.

Namun dalam contoh di atas, kebajikan dihasilkan dari motivasi welas asih yang kuat. Niat / motivasi menentukan semua faktor seperti apakah tindakan itu bajik atau tidak. (Pembebasan Di Tangan Kita). Selain niat, akibat nyata yang positif dari upaya kausalya seorang Bodhisattva juga turut menjelaskan apakah tindakannya itu bajik atau tidak.
saya rasa ini sudah gila...

jadi saya bunuh saja peternak ikan, peternak udang, peternak ayam , peternak sapi, kuda, bebek....
bunuh pendeta, bunuh uskup, bunuh ustadz, bunuh pencuri, bunuh pembunuh...

dengan mengatakan motivasi saya "menyelamatkan makhluk hidup?"
korban saya cuma 10 orang lah...tapi saya bisa menyelamatkan jutaan nyawa.... SANGAT POSITIF !!!!
termasuk bunuh presiden Israel, karena saya bisa menyelamatkan nyawa anak PALESTINA ribuan.. !!!

ini sudah gila !!!
saya juga bisa mengatakan ini upayakausalya.....

metta.

Masalahnya, akibat dari tindakan anda apa? Yakin Positif? Kalau nantinya jadi tambah buruk (misal: balas dendam semua keluarganya, atau malah semua jatuh ke alam-alam rendah) ya itu tanggung jawab anda dan hal tersebut bukan upaya kausalya. Maka dari itu motivasi welas asih yang benar selalu disertai kebijaksanaan.

Kebijaksanaan di sini menentukan apakah kita dapat yakin bahwa akibat dari tindakan kita menjadi sesuatu yang positif. Maka dari itulah kebijaksanaan melakukan ini hanyalah dapat dimiliki dan dilakukan oleh Bodhisattva tingkat tinggi, bukan prthagjana seperti kita. Demikian juga tindakan Pangeran Mahasattva itu seharusnya dipahami sebagai bentuk upaya kausalya Bodhisattva tingkat tinggi, bukan oleh prthagjana seperti kita. Karena mustahil kita sebagai prthagjana mampu membunuh dengan motivasi welas asih 100% pada semua makhluk, karena tentu dalam tindakan membunuh tidak terlepas dari dvesa (kebencian).

Ya kalau kita secara sembarangan meniru tindakan Pangeran Mahasattva... maka buah kelahiran di alam nerakalah yang kita dapat........

 _/\_
The Siddha Wanderer
jadi anda mau bilang kalau seorang Bodhisatva itu bisa membunuh tanpa kebencian?
hebat yah.....
mungkin bodhisatva bisa melakukan hubungan intim tanpa nafsu,
atau bisa meminum alkohol tanpa melanggar SILA....
mungkin juga bisa mencuri tanpa melanggar SILA...atau mungkin bisa berbohong tanpa kamma buruk...
luar biasa sekali tingkat bodhisattva itu...

saya no coment lagi. saya rasa sampai disini diskusi kita.. oke. ^^

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 14 August 2009, 05:45:37 PM
Quote
Saudara Gandalf,

berarti sang Bodhisatva ini bisa diartikan "demi menyelamatkan makhluk hidup, malah melanggar SILA"
ini apa bedanya dengan ngomong A prilaku B... sama kan.

setahu saya dalam praktik SILA, Bahkan ketika bikkhu ini pun mau dibunuh atau dipancung tetap berpegang teguh pada SILA....bukan semata-mata menyelamatkan diri malah melanggar SILA..
ini namanya pembenaran diri, bukan kebenaran.
jadi bisa bikkhu ketika mau dibunuh, malah balik hajar?
coba lihat bikkhu di Shaolin yang mengusai Kungfu, dan bikkhu myanmar yang disikat junta....sejarah membuktikan beda kan...
yang 1 melawan yang 1 terima nasib.
pernah bhante Aggadipo bermasalah dengan preman, ketika ditanya kalau preman itu bertindak?
bhante jawabnya  " kabur "
sama dengan bikkhu Thai, saya pernah bertanya dulu, ketika kita di serang apa yang kita harus lakukan?
dikatakan "kabur dulu" baru dari kejauhan coba pancarkan pikiran metta.

apa kalau bikkhu mahayana langsung ambil senjata balik hajar? dengan alasan pembelaan diri?..

jelas sekali disitu ada 2 pikiran.
1. mau menolong.
2. melanggar SILA....
ketika menolong tapi harus melanggar SILA....pasti bertabrakan dengan kondisi batin sekalipun menolong nyawa orang......[ apalagi batin seorang tercerahkan itu sudah pasti 100% SATI SAMPAJANA ]

disini lebih jelas siapa yang menelan mentah-mentah kata "demi menolong makhluk hidup"

contoh kasus seperti ini,
apabila seorang bikkhu, ketika melihat matahari di atas, dalam dirinya timbul keragu-raguan dan ada 2 pikiran.
1. apakah belum lewat tengah hari?
2. apakah sudah lewat tengah hari?

tetapi ketika bikkhu tersebut dengan beralasan bahwa saya lapar, dan ini belum lewat tengah hari [ karena saya belum melihat JAM ] ini sama saja SALAH...
coba lihat kondisi batin pada saat itu...mengapa dikatakan salah...
1.kondisi batin ini sudah penuh keraguan.
2.terjadi pembenaran diri [ dengan memastikan bahwa ini belum lewat tengah hari ]
3.parahnya mengambil keputusan pada saat itu...
orang yang memiliki SATI tidak mungkin mengambil keputusan disaat seperti itu..
saya rasa topik yg mirip ini pernah dibawakan AjahnChah dan dipost saudara Ryu.

jadi alasan bahwa Boddhisatva atau Gotama [ telah mencapai pencerahan sempurna ]
pasti memiliki SATI 100% tapi bisa berbuat seperti melanggar sila demi menolong?

apa bedanya alasan bahwa demi menolong IBU saya kelaparan, maka saya MENCURI.
demi semata-mata welas asih kepada IBU.

Haha... jujur saya pengen tertawa melihat tulisan ini... maaf2.....

Menurut agama Buddha, sila yang paling penting itu apa sih? Sudah jelas jawabnya: Cinta Kasih itulah Sila yang Sejati. Cinta Kasih yang benar adalah cinta kasih yang disertai kebijaksanaan.

Jujur tentang ada perampok / preman gila terus "kabur" adalah benar2 tidak realistis di dunia ini. Mungkin memang tindakan “kabur” dapat secara tepat dilakukan dan hasilnya bisa saja positif dalam kondisi tertentu. Tapi kalau anda lihat realita dunia ini, maka konsep seperti itu adalah KONYOL apabila dilakukan dalam segala kondisi dan dalam segala waktu.

Maaf saya sedikit keras, tapi jujur saya bisa2 pindah agama kalau harus menghadapi bahwa agama Buddha ternyata mempunyai kekonyolan seperti itu.

Bhiksu Shaolin yang paham pun tentu tidak sembarang main hajar. Tentunya mereka yang telah memiliki kebijaksanaan yang cukup, dapat menentukan kapan ia harus menghajar dan kapan ia harus kabur dan tidak menghiraukan.

Jadi mereka telah memahami kapan waktu2 yang tepat untuk sebuah jenis tindakan. Tidak mungkin satu jenis tindakan diaplikasikan dalam semua kondisi. Jujur, kalau semuanya pake metode “kabur” begitu, itu namanya NAIF.

Contoh: Suatu hari tiga orang bhiksu berjalan bersama Ibu dan adik (yang masih bayi)- yang masih umat awam, dari salah satu bhiksu. Namun di tengah jalan sang ibu dan anak digebukin sama preman gila. Nah terusnya bhiksunya kabur semua….gak berusaha melindungi sang ibu dan anak sama sekali………cuma meancarkan pikiran maitri..................... Hohhhhh….. apa benar Sila dan Vinaya itu kaya gini? Kalau benar kaya gini, wah saya salah memilih ajaran Buddha! Karena ternyata para bhiksunya sedingin lemari es!

Di Mahayana, ketika seseorang tidak menyelamatkan makhluk hidup hanya karena terikat Sila-nya, maka itu sudah merupakan pelanggaran Sila Bodhisattva. Jadi menyelamatkan semua makhluk hidup adalah Sila Utama Mahayana. Maka dari itu dikatakan di dalam sutra-sutra, para Bodhisattva bisa saja melanggar sila2 Pratimoksha untuk menyelamatkan semua makhluk. Namun yang patut digarisbawahi adalah tindakan ini hanya dapat dilakukan Bodhisattva tingkat tinggi [tingkat 8 ke atas]. Jadi kalau masih prthagjana, ya jangan coba2 upaya kausalya

Bangsa Indonesia aja bisa merdeka melalui perang – bunuh2an, namun kalau nggak perang apa bisa damai? Apa semua negara bisa mengikuti contoh Mahatma Gandhi? Apakah filosofi Gandhi dapat diterapkan pada semua jenis kondisi dan semua jenis orang? Saya kira tidak. Namun tentu kalau bunuh2an pada saat perang ya tentu masih disertai dvesa.

Quote
saya tidak terlalu mengerti non-dual...tapi yang saya mau tanya...Buddha Gotama termasuk nibbana yg mana?

oke anda ambil perumpamaan kisah JATAKA...
coba lihat disitu...disana Gotama masih seorang BODHISATVA[ masih kotor/belum tercerahkan sempurna ] > saya tidak tahu kisah jataka ini dari sutta/sutra...tapi saya ambil pandangan sutta.

Gotama menolong 500 pedagang, akan tetapi tetap sewaktu membunuh bodhisatva membuat kamma buruk.....jadi
1.membuat kamma baik.....melalui pikiran [ ingin menyelamatkan makhluk ]
2.membuat kamma buruk melalui pikiran dan tindakan [ sekaligus melanggar sila ke-1 ]

jangan beralasan bahwa dengan pikiran penuh metta/cinta kasih, tetapi tangan malah menusuk pisau..
sekali lagi bodhisatva itu belum 100% sati...dan lagi masih ada kekotoran.

lagian kalau diambil dari sudut pandang sutra, dimana bodhisatva [telah tercerahkan penuh dan dengan abhinna luar biasa ]

masa pembunuh biasa saja tidak bisa dihentikan dengan abhinna?

Angulimala saja cape berlari ga sampai-sampai.....tetapi Sangbuddha dengan kekuatan BATIN malah membuat nya tercerahkan...

jika pada saat itu pangeran mahastava [telah mencapai penerangan sempurna] malah menghentikan pembunuh dengan membunuh....justu ini lah  kerancuan dari sutra.

tetapi pernahkah anda lihat dalam sutta [ dimana telah mencapai pencerahan sempurna ]
SangBuddha berbuat hal nekad seperti itu?
makanya saya katakan malam jadi batman[pahlawan] siang jadi joker[penjahat]

jadi bukan contoh upayakausalya yang saya lihat...maaf  _/\_
melainkan kebodohan yang saya lihat...dan saya melihat nya dari berbagai pandangan kok...perbedaan dimana ketika sang Buddha telah tercerahkan versi kehidupan setelah bermeditasi di bawah pohon 6 tahun..dan SEBELUM meditasi dibawah pohon 6 tahun.

Buddha Gautama adalah Samyaksambuddha, maka tentu Nirvana yang dicapainya adalah Apratishtita Nirvana, meskipun menurut sudut pandang Shravakayana Beliau mencapai Anupadisesa Nirvana.

Untuk menjawab pertanyaan anda, maka kita harus memahami dulu hukum karma. Tentu banyak orang yang mendengar ajaran Sang Buddha dan hidup di zaman Beliau, namun tetap tidak dapat mencapai pencerahan. Sebagian hanya sampai ke alam-alam surga, dsb. Karena apa? Tentu ini karena berbagai halangan karma mereka yang membuat pemahaman mereka terbatas. Walaupun ada Guru Junjungan Dunia dengan 84000 metode mencapai pencerahan, tetap saja ada segolongan orang2 yang tidak mampu mencapai tingkat2 pencerahan.
 
Karena halangan karma bisa begitu kuat akibatnya, maka bukan mustahil ada orang yang benar2 psycho dan evil oleh karena sebab2 karma yang ditimbunnya di masa lampau. Diajari bagaimanapun mereka tidak bisa sadar dan terus dengan kegilaannya, membunuh dan merugikan banyak makhluk.

Bila kita lihat Angulimala, maka kita dapat melihat bahwa ia pertama ditipu oleh gurunya yang memanfaatkan kepolosannya, dan kita bisa lihat bahwa ketika masih kecil; sifat Angulimala itu baik adanya. Maka tentu tidak sulit2 amat bagi Sang Buddha untuk menyadarkannya.

Nah kalau sedari kecil seseorang sudah hidup di lingkungan yang kejam, dicuci otak jadi gila kaya orang2 psycho, terus jadi pembunuh berantai. Nah yang kaya gini ini bisa saja sadar, namun bisa juga malah menjadi pembunuh seumur hidupnya karena halangan karmanya. Beda kasus sama Angulimala.

Seorang Bodhisattva melihat dengan kebijaksanaannya bahwa apabila orang seperti ini tidak dapat disadarkan dalam kehidupan ini juga, maka satu2nya cara adalah dengan membunuh orang psycho yang keji itu, dengan tujuan untuk menyelamatkan para makhluk calon korban dan termasuk juga si psycho itu sendiri.

Dengan dibunuh, maka karma buruk si psycho juga turut berbuah dan sebagai akibatnya halangan karmanya terpurifikasikan, menyebabkan dirinya terlahir di alam-alam tinggi. Jadi tindakan positif Sang Bodhisattva ini tidak egois. Beliau tidak hanya melindungi makhluk2 korban, namun beliau juga menyelamatkan makhluk2 pelaku kejahatan dari niat buruk mereka sendiri.

Namun tentu hanya Bodhisattva tingkat tinggi yang mampu menentukan kapan saat yang tepat dan kondisi yang tepat melakukan upaya kausalya. Kalau manusia biasa yang belum mencapai pencerahan yang memadai, ya jangan coba2.

Quote
ini sungguh terlalu ,apabila itu benar dikatakan oleh Guru aliran Tantra diatas.....
jadi apabila IBU saya kelaparan, tetapi saya tidak punya uang, kemudian saya termotivasi menolong nya
dengan mencuri......
" perbuatan saya sangat positif " ?    :o

memang betul, niat yang menentukan..tetapi coba lihat baik-baik ada 2 pikiran disitu..
1. menolong..
2. mencuri..
jadi 1 sisi anda berbuat baik 1 sisi anda berbuat jahat.... apa nya yang sangat positif?

Selama anda masih prthagjana [manusia biasa], maka wajar saja apabila anda menimbun karma buruk walaupun anda membunuh dengan niat menolong banyak orang. Seorang prthagjana seperti kita, mustahil dapat melakukan tindakan membunuh untuk menolong dengan disertai 100% welas asih, pasti dasar dari pikiran kita yang bekerja pada saat membunuh adalah dvesa (kebencian). Jadi antara dvesa dan maitri (cinta kasih) itu 50:50.

Namun seorang Bodhisattva tingkat 8 yang melakukan upaya kausalya telah mengikis habis lobha, dvesa, moha yang memungkinkannya untuk melakukan pelanggaran sila tanpa harus disertai oleh tiga racun, motivasi mereka 100% maitri karuna (welas asih pada semua makhluk).

Namun dalam paham Mahayana, meskipun kita tidak memiliki niat membunuh dan pada saat membunuh tidak disertai tiga racun, tetap saja tindakan membunuh itu merupakan suatu aksi yang negatif. Para Bodhisattva dikatakan siap menghadapi apapun akibat dari perbuatan negatif yang mereka lakukan demi menyelamatkan semua makhluk. Jadi para Bodhisattva benar2 bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Maka dari itulah walaupun Pangeran Mahasattva menimbun bejibun kebajikan yang sama dengan kebajikan selama berkalpa-kalpa lamanya, ia tetap harus menanggung akibat dari perbuatan membunuhnya di alam-alam rendah. Namun batin para Bodhisattva tetap seteguh intan (vajra).

Quote
ini sangat rancu.....
coba lihat tujuan sang buddha "bersandiwara" kemudian
tujuan buddha[setelah tercerahkan] membabarkan dhamma 45 tahun?
nyambung tidak? anda pikir-pikir sendiri...

justru sangat tidak nyambung dhamma yang dibawakan nya [setelah tercerahkan] dengan sandiwara yang di lakoni nya selama 35 tahun. ini pun jika ditambahkan kehidupan lampau,,sudah berapa lama?

Wah... jangan pura2 tidak mengerti! Sudah saya jelaskan bahwa sandiwara itu adalah kiasan atau seolah-olah saja........ eh... tetap tidak paham. Saran saya, baca ulang postingan saya dan pahami maksud saya.

Quote
sungguh rancu....
anda mengatakan bahwa disana mencapai nibbana/not-return...tetapi kenyataannya...buddha gotama saja masih bisa memunculkan dharmakaya-nya? berarti pikiran[khandha/nama] buddha masih eksis [ ada ] sampai sekarang

jadi anda berkata A disini [ ZEN ] tetapi di satu sisi [ sutra ] terjadi B....benar mana?
ini namanya esensi bertolak belakang.

Dalam paham Non-Dualisme, Buddha itu eksis pun juga tidak eksis. Maka dari itu Dharmakaya kekal justru malah diekuivalenkan dengan Shunyata (kekosongan). Ini adalah inti dari Prajnaparamita Hrdaya Sutra yaitu kosong adalah isi, isi adalah kosong (shunyata - rupa, rupa - shunyata). Maka dari itu saya katakan Sang Buddha mencapai Nirvana Apratishtita (Non-Dual).

Quote
ini jelas, sekali master Zhiyi ini secara tidak langsung mengatakan AjahnChah dan guru-guru Theravada di Thailand belum purify own mind.

menurut master ini, siapa pun yang purify mind pasti mencapai pure land...kita balik rumus nya saja...
yang belum mencapai pure land belum purify mind. >> fakta loh bukan provokasi.

Haduhh.... cakupan makna purify mind itu kan luasssss..... maksudnya yang dipurify itu apanyaaaaa kan banyak banget..... jangan terikat dengan kata per kata, atau literal per literal, tapi lihat makna dari setiap kata-kata plus pelajari konsep Mahayana.

Saya tidak mengatyakan Ajahn Chah atau siapapun itu.... tapi yang jelas penganut Shravakayana hanya melenyapkan kleshavarana (halangan kekotoran batin), namun belum melenyapkan jneyaavarana (halangan paham) sama sekali. Seorang Bodhisattva tingkat 8 - 10 mengikis jneyavarana perlahan-lahan, sampai akhirnya ketika menjadi Samyaksambuddha halangan paham tersebut lenyap.

Maka dari itu seseorang dikatakan benar2 purify mind yaitu ketika jneyavarana lenyap yaitu menjadi Samyaksambuddha.

Apabila dipandang dari jneyavarana, maka Shravakayana Arhat belum "purify mind" sepenuhnya.

Namun apabila dipandang dari kleshavarana, maka Shravakayana Arhat dapat disebut telah "purify mind".

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 14 August 2009, 05:59:34 PM
Quote
jadi anda mau bilang kalau seorang Bodhisatva itu bisa membunuh tanpa kebencian?
hebat yah.....
mungkin bodhisatva bisa melakukan hubungan intim tanpa nafsu,
atau bisa meminum alkohol tanpa melanggar SILA....
mungkin juga bisa mencuri tanpa melanggar SILA...atau mungkin bisa berbohong tanpa kamma buruk...
luar biasa sekali tingkat bodhisattva itu...

saya no coment lagi. saya rasa sampai disini diskusi kita.. oke. ^^

Seorang Bodhisattva dalam fisiknya mungkin tampak melanggar sila, namun dalam batinnya mereka tidak melanggar sila.

Justru tidak menyelamatkan para makhluk hanya karena terikat Sila Pratimoksha adalah pelanggaran Sila Bodhisattva.

Tapi tidak terikat bukan berarti tidak melaksanakan lo. Kalau tidak dalam kondisi sangat terpaksa, tentu Sang Bodhisattva tidak akan pernah melanggar Sila Pratimoksha. Para Bodhisattva tentu tetap menjaga Sila Pratimoksha bagaikan ibu menjaga anaknya yang tunggal.

Bahkan walaupun dalam kondisi sangat terpaksa, Sang Bodhisattva belum tentu "melanggar Sila Pratimoksha", beliau akan mempertimbangkan masak2 apakah tindakan pelanggarannya benar-benar dapat berakibat positif atau malah negatif? Apakah waktu dan kondisinya sudah tepat?

Kalau Bodhisattva tingkat rendah, maka tindakan membunuhnya pastinya masih disertai kebencian. kalau tingkat tinggi, maka segala bentuk tindakannya tidak pernah disertai kebencian, karena kleshavarana telah lenyap.

Dan seperti yang saya tekankan, tanpa niat yang disertai lobha, dvesa, moha pun, tindakan mencuri atau membunuh tetap saja merupakan tindakan yang negatif sifatnya. Para Bodhisattva dengan sukarela siap menerima segala akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya, baik itu akibat positif maupun negatif. Seperti kisah pangeran Mahasattva yang rela dirinya terjatuh ke alam-alam neraka oleh karena membunuh orang jahat untuk menyelamatkan kelima ratus pedagang.

Dan tentu tindakan Sang Bodhisattva ini penuh pertimbangan, tidak serampangan.

Jadi kalau asal ada jagal babi dibunuh, ada jagal ayam dibunuh, ini tentu BUKAN tindakan upaya kausalya Bodhisattva, tapi tindakan orgil.

 _/\_
The Siddha wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 14 August 2009, 06:23:06 PM
Sebagai tambahan refereni, copas dari wikipedia:

In one of Mahayana Buddhism's most famous declarations, the aggregates (skandha) are referenced:

Form is emptiness, emptiness is form.

What does this mean? To what degree is it a departure from the aforementioned Theravada perspective? Moreover, more generally, how are the aggregates used in the Mahayana literature? These questions are addressed below.

The intrinsic emptiness of all things

The Sanskrit version of the classic "Prajnaparamita Hridaya Sutra" ("Heart Sutra") begins:
The noble Avalokiteshvara Bodhisattva,    Arya avalokiteshvaro bodhisattvo
while practicing the deep practice of Prajnaparamita        gambhiran prajna-paramita caryan caramano
looked upon the Five Skandhas,    vyaavalokayati sma panca skandhas
...seeing they were empty of self-existence....    tansh ... svabhava shunyan pashyati sma....

From its very first lines, this version of the Heart Sutra introduces a practice and worldview alternative to the Theravada perspective of the aggregates:

Prajnaparamita
    Whereas Theravada meditation practices with the aggregates generally use change-penetrating vipassana meditation, here the non-dualistic prajnaparamita practice is invoked.
Svabhava
    In the Theravada canon, when "emptiness of self" is mentioned, the English word "self" is a translation of the Pali word "atta" (Sanskrit, "atman"); in the Sanskrit-version of the Heart Sutra, the English word "self" is a translation of the Sanskrit word "sva-bhava". According to Red Pine, "The 'self' (sva) ... was more generalized in its application than 'ego' (atman) and referred not only to beings but to any inherent substance that could be identified as existing in time or space as a permanent or independent entity."[56] (Italics added.)

In other words, whereas the Sutta Pitaka typically instructs one to apprehend the aggregates without clinging or self-identification, Prajnaparamita leads one to apprehend the aggregates as having no intrinsic reality.

In the Heart Sutra's second verse, after rising from his aggregate meditation, Avalokiteshvara declares:

   Form is emptiness, emptiness is form, form does not differ from emptiness, emptiness does not differ from form. The same is true with feelings, perceptions, mental formations and consciousness.

Thich Nhat Hanh interprets this statement as:

   Form is the wave and emptiness is the water.... [W]ave is water, water is wave.... [T]hese five [aggregates] contain each other. Because one exists, everything exists.

Red Pine comments:

   That form is empty was one of the Buddha's earliest and most frequent pronouncements. But in the light of Prajnaparamita, form is not simply empty, it is so completely empty, it is emptiness itself, which turns out to be the same as form itself.... All separations are delusions. But if each of the skandhas is one with emptiness, and emptiness is one with each of the skandhas, then everything occupies the same indivisible space, which is emptiness.... Everything is empty, and empty is everything.

Tangibility and transcendence

Commenting on the Heart Sutra, D.T. Suzuki notes:

   When the sutra says that the five Skandhas have the character of emptiness ..., the sense is: no limiting qualities are to be attributed to the Absolute; while it is immanent in all concrete and particular objects, it is not in itself definable.

That is, from the Mahayana perspective, the aggregates convey the relative (or conventional) experience of the world by an individual, although Absolute truth is realized through them.

The tathagatagarbha sutras, on occasion, speak of the ineffable skandhas of the Buddha (beyond the nature of worldly skandhas and beyond worldly understanding), and in the Mahayana Mahaparinirvana Sutra the Buddha tells of how the Buddha's skandhas are in fact eternal and unchanging. The Buddha's skandhas are said to be incomprehensible to unawakened vision.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 14 August 2009, 09:10:03 PM
Mengenai upaya kausalya saya berikan beberapa referensi:

Istilah Upaya kusalya sebenarnya merujuk pada banyak hal, mulai dari konsep Trikaya, sampai pemutaran roda Dharma Shravakayana, Mahayana dan Vajrayana semuanya dinamakan sebagai upaya (tindakan terampil) para Buddha.

Jadi tidak tepat untuk menyebut upaya kausalya sebagai tindakan melanggar sila untuk menyelamatkan semua makhluk. Ini hanya merujuk pada satu pengertiannya saja, namun makna sebenarnya bukan itu.

Mahayana Mahaparinirvana Sutra mengatakan:
"Mereka yang bijak terbebas dari lima skandha dengan cara tindakan terampil (upaya). 'Tindakan terampil' merujuk pada Delapan Ruas Jalan Mulia, Enam Paramita dan Empat Apramana."

Jadi upaya kausalya sendiri sebenarnya merujuk pada segala jenis tindakan para Buddha dan Bodhisattva yang ditujukan untuk menyebrangkan para makhluk.

Ada satu kisah nyata. Suatu hari vihara Ajahn Chah terkena hama semut merah yang sangat menggangu dan berbahaya dan akhirnya ia mengizinkan tentara untuk membasmi semut2 itu. Ketika para pengikutnya bertanya2 mengenai tindkaannya ini, Ajahn Chah menjawab, "Aku akan bertanggung jawab penuh - janganlah engkau khawatir tentang ini!"

Menurut Mahayana-samgraha, sila-sila boleh dilanggar apabila niat kita adalah untuk membantu makhluk lain, asal tidak menyebabkan kemelekatan, kebodohan dan kebencian muncul dalam diri sendiri ataupun diri makhluk lain.

Bodhisattva-pitaka Sutra menyatakan bahwa tidak ada Sila apapun yang boleh dilanggar (atas dasar alasan apapun). Ini memberikan contoh nyata bahwa Bodhisattva juga menjaga dengan teguh Sila-sila Pratimoksha dan Bodhisattva.

Kitab Siksasamuccaya mengatakan bahwa pembunuhan yang didasarkan atas motivasi welas asih bagi semua makhluk hanya dapat dilakukan oleh Bodhisattva tingkat tinggi. Seseorang seharusnya tidak bertindak melampaui kapasitas spiritualnya dan apabila seseorang melanggarnya maka akibatnya tentu akan buruk.

Memahami upaya kausalya memang tidaklah mudah, bahkan Upaya-kausalya Sutra menyebutkan bahkan para Shravaka dan Pratyeka-Buddha tidak dapat memahami sutra ini. Yang dapat memahaminya adalah para Bodhisattva.

Menurut Asanga dalam karyanya Bodhisattva-bhumi Sastra, Bodhisattva bisa saja berbohong untuk menyelamatkan makhluk lain dari bahaya kematian atau mutilasi, tapi Bodhisattva tidak akan pernah berbohong untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Bodhisattva bisa saja menggunakan teguran kata-kata yang keras dan kasar untuk mengubah seseorang yang tidak bajik menjadi seorang yang bajik.

Sedangkan Asanga juga menjelaskan bahwa seorang Bodhisattva awam diizinkan melanggar sila ketiga yaitu memenuhi permintaan berhubungan seks pra-nikah dengan perempuan yang apabila permintaan tersebut ditolak oleh Sang Bodhisattva, maka perempuan tersebut akan menjadi dendam kesumat (bahkan bunuh diri). Maka untuk menjauhkan perempuan tersebut dari bahaya dendam kesumat dan tindakan bodoh seperti bunuh diri, Sang Bodhisattva menyelamatkannya dengan memenuhi permintaan perempuan tersebut, walau harus melanggar sila. Setelah itu Sang Bodhisattva akan membawa perempuan tersebut menuju tindakan yang bajik.

Jadi ya Sang Bodhisattva tidak enak-enakan main seks terus, tapi setelah melakukan upaya kausalya seperti itu, Sang Bodhisattva membimbingnya hingga perempuan tersebut tidak lagi memiliki keinginan berhubungan seks bebas atau dengan kata lain secara teguh menjaga sila ketiga.

Dalam Bodhisattva-bhumi Sastra juga disebutkan bahwa suatu ketika Sang Bodhisattva bertemu dengan perampok yang akan membunuh banyak sekali Sravaka Arhat. Sang Bodhisattva kemudian berpikir;
“’Jika saya mengambil hidup dari makhluk hidup ini. Aku sendiri mungkin akan terlahir menjadi salah satu makhluk neraka. Lebih baik aku terlahir menjadi makhluk neraka daripada makhluk ini, setelah melakukan perbuatan dengan akibat yang segera hadir, akan terperosok ke neraka.’ Dengan sikap seperti itu, sang Bodhisattva memastikan bahwa pikirannya bajik atau tak melekat dan kemudian merasa terpaksa,  dengan hanya pikiran welas asih sebagai konsekuensinya, ia mengambil hidup makhluk hidup itu. Tidak ada pelanggaran, namun menyebarnya banyak kebajikan.”

Mengomentari Bodhisttva-bhumi Sastra, Tsongkhapa dalam karyanya "Jalan Dasar Menuju Pencerahan" menulis bahwa tindakan upaya kausalya "pelanggaran sila pertama" harus memenuhi syarat2 ini:
1. Pada saat membunuh, sang pelaku harus memastikan pikirannnya dalam kondisi bajik dan tidak terikat dengan karma, dan sepenuhnya tidak tercampur oleh kekotoran batin (klesha)
2. Tindakan membunuh ini seharusnya dilakukan oleh karena situasi yang sangat memaksa (terpaksa), dengan kata lain tidak ada jalan / alternatif lain lagi

Di Tibet, dalam praktik Tantra tertinggi, tindakan membunuh diizinkan untuk meniadakan seseorang yang menyebabkan penderitaan banyak makhluk, namun atas dasar syarat yang ketat:
1.   Tidak ada jalan damai yang dapat dilakukan lagi
2.   Tindakan tersebut murni dilakukan dengan siddhi
3.   Tidak ada motivasi lain kecuali welas asih agung
4.   Tindakan pembunuhan tersebut harus berakibat positif
5.   Seseorang harus dapat menempatkan seseorang yang dibunuh itu ke dalam jalan pembebasan

Maka dari itu dapat diketahui dari syarat2 di atas bahwa pelanggaran sila oleh para Bodhisattva, seharusnya dilakukan hanya ketika memenuhi kondisi2 di atas. Di luar kelima syarat di atas, maka tindakan seseorang tidak dapat dihitung sebagai upaya kausalya.

Dan dari lima syarat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa para Bodhisattva hanya dapat “melanggar sila” dalam lima kondisi (kelima faktor di bawah harus ada semua):
1. Sangat terpaksa, tidak ada jalan lain lagi
2. Dilakukan oleh para Bodhisattva tingkat tinggi yang telah memiliki siddhi tertentu
3. Satu-satunya motivasi adalah welas asih agung, 100 %
4. Akibat dari tindakan tersebut harus selalu positif dan tidak menyebabkan ketiga racun muncul dalam diri para makhluk hidup
5. Seseorang harus menyelamatkan pula makhluk / orang yang dibunuh itu, jadi tidak hanya para calon korban saja.

“Bodhisattva dengan upaya kausalya-nya berada bersama-sama di dalam keadaan nirvana dan samsara.” (Arya-satyaka-parivarta)

Upaya Kausalya Sutra menjelaskan lebih lanjut ketika Sang Bodhisattva terlahir sebagai Pangeran Mahasattva (Mahakaruna). Kala itu dalam sutra disebutkan bahwa ada pedagang gadungan di antara kelima ratus pedagang. Pedagang gadungan tersebut sering melakukan kejahatan yang kejam tanpa rasa penyesalan. Ia berniat merampok dan membunuhi kelima ratus pedagang.

Kelima ratus pedagang tersebut sebenarnya adalah para Bodhisattva ynag bertekad mencapai Anuttara Samyaksambodhi. Apabila perampok jahat tersebut membunuhi mereka, tentu karma buruknya akan besar sekali. Oleh karena itu Sang pangeran Mahasattva menyusun rencana untuk mencegah orang jahat itu masuk neraka sekaliogus menolong nyawa kelima ratus Bodhisattva. Ia akhirnya memutuskan untuk membunuh perampok jahat itu sambil berpikir:
“Saya harus membunuhnya sendiri. Biarpun saya akan jatuh ke alam neraka yang sengsara dan menjalani proses penderitaan selama ratusan ribu kalpa karena telah membunuhnya, saya mampu menahan penderitaan ini, namun saya tidak akan membiarkan orang jahat ini membunuh 500 Bodhisattva dan menderita di neraka karena karma buruk tersebut.”

Sebagai akibat dari perbuatan yang didasari atas motivasi welas asihnya, sang pangeran Mahasattva mampu menikmati kenikmatan di alam-alam tinggi selama seratus ribu kalpa dan perampok jahat itu juga terlahir di surga sesudah mati.

Dari kisah di atas, dapat diringkas bahwa:
1. Pembunuhan adalah tindakan yang tercela
2. Pembunuhan seperti di atas melenyapkan penderitaan banyak makhluk (500 pedagang), mempurifikasi halangan karma sang perampok dan hanya membawa penderitaan bagi diriku sendiri (sang Bodhisattva)
3. Motivasi dan niatku adalah cinta kasih agung dan murni
4. Maka dari itu, lebih baik saya (Bodhisattva) menderita di neraka daripada sang perampok jatuh ke neraka ataupun kelimaratus pedagang menderita oleh perbuatan sang perampok
5. Aku mengambil hidup orang lain dengan kondisi yang sangat terpaksa untuk kesejahteraan semua makhluk, di mana sudah tidak ada jalan/ pilihan lain lagi.

Dan sampai sekarang yang pasti adalah seorang Bodhisattva di tingkat berapapun tentu mengusahakan agar JANGAN sampai memakai metode "melanggar sila" untuk menyelamatkan semua makhluk. Para Bodhisattva tentu dengan kebijaksanaan mereka akan mengusahakan untuk tetap menjaga teguh sila2nya baik itu Sila Pratimoksha ataupun Bodhisattva ketika harus menyelamatkan makhluk hidup apapun kondisinya. Para Bodhisattva akan berusaha sebisa mungkin untuk menghindari metode upaya kausalya "yang melanggar sila", kecuali kondisi yang ada sangat sangat memaksa dan tidak ada jalan lain lagi.

_/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 16 August 2009, 12:31:13 AM
maaf sy sudah tidak tertarik membahas ini dengan anda...sebab-nya.

1. anda membaca sebuah sutta/sutra tidak melihat dengan analisa jika anda disitu...
dengan kata lain anda tidak menganalisa batin, anda hanya bercerita mengenai apa yang tertulis seperti seorang nasran! yang mengatakan Kitab suci nya itu NYATA...

2.anda mengatakan seorang bodhisatva bisa membunuh dengan welas asih, hal itu sungguh gila...
sebuah cerita SangBuddha bercakap dengan pangeran tentang jika melihat bayi yang menelan sebuah biji, maka sang Buddha bercerita bahwa kita harus menggunakan tangan untuk mengeluarkan biji tersebut walaupun harus menyiksa bayi, hal ini sangat logis karena memang hanya demikian cara yang dapat dilakukan oleh seorang perumah tangga. TETAPI TIDAK MEMBUNUH BAYI.

sama halnya seorang dokter yang menggunakan alkohol pada obat untuk melindungi luka dari infeksi, tentu rasa alkohol itu terasa sakit/pedis, tetapi itu menyembuhkan...BUKAN MEMBUNUH....

saya rasa anda tidak bisa membedakan nama-nya membunuh, dengan menolong - tetapi harus tersiksa...


3.anda seperti nya tidak pernah mau menganalisa batin pada saat melakukan act, sebab nya anda selalu mengeluarkan alasan "upayakausalya"
jika diteliti apa bedanya Upayakausalya dengan "TUHA* di luar logika dan akal sehat? "
saya rasa kalau sudah pakai slogan demikian....buddha pun menjadi MAHA-BISA, MAHA-KUASA,
apapun dilakukan oleh BUDDHA....adalah terbaik bagi makhluk hidup...
walau harus membunuh...

demikian lah kita lihat Teroris seperti Nurdi*, mereka menyatakan bahwa mereka berbuat baik bukan?
mereka melakukan hal benar dipandangan mereka......mengapa?
ketika mereka melakukannya mereka tidak menganalisa batin sendiri....
saya memang bukan ahli menganalisa batin, tetapi saya cukup BAIK dalam mengetahui mana MEMBUNUH dan mana MENOLONG.

tidak ada namanya MEMBUNUH dengan WELAS ASIH......

4. kisah cerita AjahnChah itu pernah saya baca, tapi sayang nya saya masih ragu kebenarannya...
alasan nya sederhana, yang membuat buku itu bukan Ajahn sendiri,
paling para penulis yang berusaha mengingat atau mengulang catatan yang pernah di buat nya ketika diskusi dengan Ajahn....

dan lagi dalam Buku AjahnBrahm [ murid AjahnChah ]
sewaktu meditasi, AjahnBrahm mendengar suara brisik, tetapi Ajahn Chah menasehati bahwa "bukan suara itu yang mengganggu mu, tapi kamu yang mengganggu suara itu"

sewaktu meditasi juga diceritakan di waktu lain,
banyak nyamuk dan menggigit dimana mana....AjahnBrahm tidak bisa meditasi, tetapi ketika beliau membuka mata....adakah bikkhu mengeluh?
justru mereka tetap tenang walau badannya digigit nyamuk......

cerita itu sungguh rancu dimana AjahnChah menyuruh "bunuh saja serangga/hama, biar saya yang tanggung karma nya,dari pada menghambat latihan murid-murid saya"

Seorang Arahat pasti sudah tahu, hukum Karma tidak bisa di pindah-pindahkan....
tidak mungkin bapak makan nasi lantas anak yang kenyang
apalagi Arahat sudah tahu tentang hukum karma...
apakah mungkin Arahat seperti AjahnChah masih ngomong hal tolol seperti itu?
mau tanggung karma orang?
makanya saya ragu kebenarannya....

5. pada inti nya...anda tidak mau membuka pikiran rasional, dan selalu berkata apapun yang dilakukan bodhistva baik itu KEJAM atau BAJIK semua itu UPAYAKAUSALYA.
bagi sy bodhisatva juga punya 5 khandha.. sama dengan saya...memiliki Sanna,memiliki Sangkhara,memiliki Vinanna,dsb-nya

tidak mungkin seorang Buddha bisa berpikir seperti intel core 2 duo...alias bersamaan sekaligus,,yang ada pemindahan objek ke objek satu dengan sangat cepat...dari situ dianalisa
jadi membunuh dengan alasan welas asih....? adalah hal mustahil.


jadi pahlawan negara kita sudah masuk surga ya.....membunuh dengan alasan membela rakyat...
kemudian Nurdin juga masuk surga...membunuh dengan alasan perintah ALLA#....
Hamas[palestina] meluncurkan roket ke israel demikian sebalik nya demi alasan mempertahankan negara


6.dari cerita anda melihat seorang preman mengeroyok wanita, lalu anda mau bikkhu tersebut melindungi dengan cara berkelahi?
dan kalau bikkhu tersebut cuma diam, anda bakalan pindah agama buddha?
memang nya bikkhu seorang superman? anda lupa slogan buddhism "jadilah pulau bagi dirimu sendiri"

Ananda saja melakukan apa ketika Gajah Nalagiri dibuat mabuk? cuma pasang badan kan....
bukan ambil tombak atau pedang dengan alasan membunuh demi welas asih, karena apabila Nalagiri melukai Buddha bisa masuk neraka avici...

jadi yg terjadi paling bikkhu tersebut menasehati sambil mencoba menghalangi, andai kata preman tersebut lebih kuat, bikkhu tidak mungkin BERKELAHI......karena itu vinaya mereka...

---------------------------
pernah cerita nyata, seorang bikkhu pergi ke-bali ditugaskan oleh Alm Bhante win, akan tetapi ada seorang penguasa juga di bali, menyuruh bikkhu tersebut keluar dari BALI......
kebetulan bikkhu tersebut tinggal di kediaman ibu hartati...

kemudian si Murid Bhante Win menelpon Bhante Win untuk menerima petunjuk apa yang harus dilakukan..
bhante Win cuma bilang, apapun yang terjadi jangan pergi..tetapi disitu layani umat......
Bhante tersebut di ancam akan di telanjangi apabila tidak angkat kaki dari Bali.... oleh penguasa tersebut
murid tersebut diberi waktu 2 hari untuk angkat kaki

2 hari kemudian datang 2 preman badan BESAR.....bertemu bikkhu[murid] tersebut..
bikkhu tersebut di suruh angkat kaki, lalu bhante cuma bisa diam...

----saya lalu bertanya , jika bhante di telanjangi apa yang di buat?---- masa tidak melawan..
bhante lalu berkata "mana bisa bikkhu berkelahi"

untung kamma baik berbuah, dan ibu Hartati menolong.....akhir nya kesalahpahaman pun berakhir...


Quote
Menurut Mahayana-samgraha, sila-sila boleh dilanggar apabila niat kita adalah untuk membantu makhluk lain, asal tidak  menyebabkan kemelekatan, kebodohan dan kebencian muncul dalam diri sendiri ataupun diri makhluk lain.
kalau menurut Mahayana demikian, sama saja dengan slogan para tetangga....

dan lagi kutipan ini sungguh rancu, ini sama saja mau MAKAN BANYAK tapi tidak mau KENYANG...

sorry yah, maaf saja kalau diskusi saya akhiri.......karena sudah beda pemahaman nan jauh...
ingat bikkhu bukan juru-selamat...bikkhu bukan pembela kebenaran seperti batman/spiderman/superman.

mereka seorang manusia yang sama dengan saya dan anda......tetapi mereka fokus untuk membersihkan diri mereka...
saya jadi teringat cerita AjahnBrahm, dimana ada 7 bikkhu yang berdiam dalam GOA...
kemudian 1 bikkhu ketua perkumpulan disuruh memilih "siapa jadi tumbal" dari ke 6 bikkhu tersebut...
tau kan jawabannya?
kalau pakai metode anda...
bisa cerita nya menjadi bikkhu berkelahi membunuh semua penjahat tersebut dengan alasan bahwa
"daripada penjahat membunuh arahat, lebih baik arahat membunuh penjahat dengan niat menyelamatkan dari Neraka Avici...dan Arahat pun bisa LOLOS DARI karma...."
LUAR BIASA BRAVO dah....  

 _/\_
salam metta....

-----------------------------
Quote
Dari kisah di atas, dapat diringkas bahwa:
1. Pembunuhan adalah tindakan yang tercela
2. Pembunuhan seperti di atas melenyapkan penderitaan banyak makhluk (500 pedagang), mempurifikasi halangan karma sang perampok dan hanya membawa penderitaan bagi diriku sendiri (sang Bodhisattva)
3. Motivasi dan niatku adalah cinta kasih agung dan murni
4. Maka dari itu, lebih baik saya (Bodhisattva) menderita di neraka daripada sang perampok jatuh ke neraka ataupun kelimaratus pedagang menderita oleh perbuatan sang perampok
5. Aku mengambil hidup orang lain dengan kondisi yang sangat terpaksa untuk kesejahteraan semua makhluk, di mana sudah tidak ada jalan/ pilihan lain lagi.[mana abhinna nya? kan sudah pencerahan sempurna....]
dengan Abhinna-yang tak dapat dipikirkan manusia masa lemah begitu?

anda tahu bagaimana memancarkan metta dalam meditasi objek metta-bhavana?
seperti nya bodhisatva ini butuh pengajaran khusus dalam meditasi objek metta
bahkan memancarkan metta saja bisa lupa diri sendiri....
persis seperti cerita AjahnBrahm, kalau pakai metode anda
bikkhu ketua ini sudah menghabisi penjahat itu...

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 16 August 2009, 06:40:25 AM
Jujur sedari dulu saya juga sudah tidak berminat diskusi dengan anda, karena anda secara tidak langsung sudah berusaha memikirkan / menganalisa batin orang yang mencapai Nirvana dengan rasio anda. Bagi saya ini konyol, karena anda belum mencapai Nirvana, tapi sudah bilang A, sudah bilang B. Yang seperti ini namanya bukan analisa batin yang sesungguhnya, tapi cuma sekedar rasional2an yang dipaksakan aja.

Kalau ada orang yang benar2 menggunakan rasional 100%, maka Nirvana itu sebenarnya ya tidak logis dan tidak rasional. Mana ada kebencian bisa ilang, keserakahan bisa ilang, bahkan nafsu seks bisa ilang dsb. Bagi orang yang benar2 rasional,  sudah pasti akan yakin bahwa setidak2nya manusia itu walaupun sebijak apapun, pasti memiliki setitik kebencian / kegelapan dalam hatinya! Karena yang namanya kebencian atau keserakahan atau nafsu seksual itu YA SIFAT ALAMIAH MANUSIA. Itu bagi orang logis, rasional DAN TIDAK BERAGAMA. Bagi mereka sifat2 buruk tersebut adalah kondisi natural manusia, yang tidak mungkin dihilangkan, NAMUN DAPAT DIKENDALIKAN DENGAN SEBIJAK MUNGKIN. Bahkan tidak hanya mereka yang tidak beragama, orang beragama K pun meyakini konsep ini juga, tentu dengan seabrek penjelasan ilmiah mereka!! (Jangan lupa, bahwa sebagian besar pemahaman logika dan penemuan teknologi di dunia ini diciptakan oleh orang K, jadi seseorang tidak seharusnya merendahkan begitu saja pemahaman ilmiah mereka)

Nah kalau seseorang beragama Buddha, ya pasti ada yang namanya "BELIEF" akan adanya NIRVANA. Nah Nirvana itu bagaimana ya saya tahunya dari "TEXT BOOK" alias Sutta2 dan Sutra2.

Ini sama dengan upaya kausalya, saya tahunya ya dari Sutra2 alias "TEXT BOOK" juga. Ya lantas apa bedanya dengan Nirvana (Nibbana)? Sama2 "BELIEF" dan sama2 "TEXT BOOK".

Dan untuk mempertahankan "BELIEF" itu diperlukan suatu alasan2 logis dan ilmu pengetahuan yang mendukung. Tapi mendukung itupun hanya bisa sebatas 50%. Sisanya adalah kita merealisasinya sendiri.

Tampaknya memang rasional saya berbeda denagn rasional menurut anda!

Bagi saya, ya saya memang tahunya dari Sutra2 kalau seorang Bodhisattva bisa membunuh dengan niat welas asih 100%. Tapi saya hanya bisa "BELIEF" dengan rasional 50%, karena saya memang belum mencapai Bodhisattva tingkat 8. Dan bagi saya itu logis2 aja, karena saya TIDAK MAMPU MENILAI BATIN ORANG YANG TERCERAHKAN. Saya nggak tahu batin2 yang mencapai Nirvana itu bagaimana, saya tahunya cuma dari Sutta2.

Ini sama ketika orang2 Buddhis mengatakan, oh... kalau mencapai Nirvana itu bebas dari kemelekatan, kebencian, bebas dari nafsu seks, bahkan kalau sudah jadi Arhat bisa meninggal kalau 7 hari nggak jadi bhikkhu! Maaf ya, bagi orang yang benar2 menggunakan RASIONAL-nya 100% hal tersebut nggak masuk akal.

Terus tentang cerita anda soal teroris. Seorang Bodhisattva tingkat 8 ya sudah paham betul bagaimana batinnya pada saat itu, dan beliau pasti sudah mempertimbangkan masak2 akibat perbuatannya itu, apakah memang dapat menyelamatkan semua makhluk, atau menambah kerusakan seperti layaknya teroris.

Menurut saya, sebelum mencapai Nirvana, maka pemahaman anda akan terbatas mengenai "menolong"! Demikian juga saya, jadi kalau anda tanya saya, saya jawab, saya belum sepenuhnya paham apa dan bagaimana itu menolong yang sesungguhnya. Tapi tentu saya akan menolong sesuai dengan anjuran Sang Buddha sendiri sesuai dengan pemahaman saya, yang sebagai prthagjana, saya tidak berani coba2 ber-upayakausalya seenak udel, tapi saya kan selalu berusaha menjaga Sila Pratimoksha saya.

Loh emang anda yakin kalau Ajahn Chah = Arhat? Woww..... tampaknya anda sudah bisa menilai batin seorang Ajahn Chah...... hebattt yaaaa.....ya nggak heran kalau anda sudah berani menilai batin Bodhisattva tingkat tinggi itu tidak mungkin seperti ini dan itu.

Ya tentu semuanya Upaya Kausalya bagi Bodhisattva, la wong Kleshavarana (dvesa, lobha dan moha) udah LENYAP habis... Bagi anda ya tidak mungkin, karena anda masih prthagjana, demikian juga saya........ tapi saya ada "BELIEF" sama upayakausalya dan saya ada "BELIEF" sama Nirvana, maka saya sebagai umat beragama Buddha, saya percaya itu.

Dan konsep upaya kauslaya sendiri adalah memang logis menurut saya, apabila mau ditinjau ulang. Nggak usah lah terus pakai contoh2 untuk mendegradasikan apa yang namanya upaya kausalya. So simple untuk membuktikan bahwa sometimes kekerasan itu diperlukan untuk sebuah kebaikan yang lebih besar. Ambil contoh2 di kalangan prthagjana:

Anda tahu Tiongkok dulu itu seeprti apa? Loh sekarang sudah muajjuuuu dan pesaaattt tuh...... Itu karena apa? Tentu bukan hanya sekedar karma kan? Karena untuk suatu kejadian muncul, diperlukan beberapa faktor pendukung, karma hanya salah satunya.

Saya tidak bilang para pahlawan masuk surga lo...... tapi yang saya tekankan adalah bagaimana sebenarnya ANDA DAPAT HIDUP ENAK DI ATAS FONDASI PEPERANGAN. Coba kalau dulu para pahlawan nggak perjuangin kemerdekaan kita, mana mungkin sekarang kita dapat menikmati majunya agama Buddha dan mengetahui banyak ajaran-ajaran Sang Buddha? Paling kita terus susah karena terjajah.

Terus di dunia bisnis, adalah sangat susah apabila tidak pernah menipu, bisa2 bisnis malah gagal, nah seberapa banyak orang sih di dunia ini yang sukses karena tidak pernah sama sekali menipu? Paling hanya segelintir. Saya jadi teringat perkataan Ven. Chin Kung, kalau seseorang berbohong pada saat berbisinis, namun motivasi dan tindakan nyatanya BENAR-BENAR adalah untuk kepentingan orang banyak, maka hal itu tidak akan apa-apa. Namun tentu berbohong sebisa mungkin dihindari, kalau bukan dalam keadaan terpaksa.

Nah ada yang absurd juga dengan pendapat anda, la kalau semua bhikkhu hanya menasihati, terus premannya nggak mau tahu gimana? Dan kalau hanya menunggu orang lain bantu sambil mengharap2 moga2 ada orang lain nolong karena karma baiknya berbuah, la ini yang namanya BUDDHISME PASIF yang bagi saya sangat ABSURD dan KONYOL apabila diterapkan dalam segala dan semua kondisi, karena tentu tidak selalu pasti ada orang ketiga yang datang menolong, seperti Ibu Hartati itu dan ini REALITA di dunia ini!

Kalau menerapkan prinsip anda, maka kemungkinan ibu dan anak itu malah keburu meninggal karena digebukin preman. Terus paling bhikkhunya bilang, wah kita kan harus menjaga Vinaya........... aduhhhh..... saya benar2 malu kalau agama Buddha seperti ini ternyata!!!

Terus ada kasus lain misalnya ada banjir, terus ada wanita yang hanyut, eh ada bhikkhu kebetulan di sana yang sudah bisa menyelamatkan diri. Loh, lantas apakah beliau akan mempertahankan Vinaya-nya dengan tidak menggaet tangan/badan sang wanita, padahal wanita tersebut sangat butuh pertolongan?? Ini orang RASIONAL pasti sudah bisa jawab.

Dan soal Arhat bunuh penjahat segala, saya kurang tahu ya kalau Arhat. Tapi kalau Bodhisattva yang setingkat dengan Arhat, maka tentu beliau nggak akan sembarang bunuh penjahat.

Sepemahaman saya, anda selama ini selalu menyamaratakan seenaknya bahwa "wah kalau Bodhisattva upaya kausalya, maka kalau ada orang jahat ya pasti dibunuh deh untuk menyelamatkan orang itu". Ini adalah GENERALISASI yang berlebihan. Sudah saya katakan bahwa seorang Bodhisattva PASTI AKAN SELALU MENCARI JALAN YANG TANPA MELANGGAR SILA APAPUN, beliau akan berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan penjahat tersebut tanpa harus membunuhnya tentu!!

Dan tentu seorang Bodhisattva tingkat tinggi tentu akan mampu membimbing para makhluk, tanpa harus melanggar Sila. Bahkan Bodhisattva tingkat 10 seperti Avalokitesvara tentu akan mampu mengubah penjahat seperti Angulimala untuk memasuki Jalan Kesucian tanpa harus membunuhnya, karena bagaimanapun membunuh adalah aksi negatif dan sebisa mungkin (mendekati HARUS) dihindari oleh karena sebab welas aish agung. Bahkan Sang Bodhisattva bisa saja menggunakan cara yang menyiksa (tanpa membunuh) untuk membuat orang lain merubah haluan hidupnya menjadi lebih baik, seeprti yang dilakukan Tilopa pada Naropa, Marpa pada Milarepa.

Namun apabila kondisi sudah sangat sangat terpaksa dan tidak ada jalan lain lagi, baru Sang Bodhisattva akan berani membunuh dengan motivasi welas asih dan siap menanggung segala akibatnya!

La metta bhavana untuk kita sebagai prthagjana, dan maitri bhavana untuk para Bodhisattva ya buedaaa!! Prajna-nya aja udah seperti langit dan bumi apabila dibandingan dengan kita2.

Quote
"daripada penjahat membunuh arahat, lebih baik arahat membunuh penjahat dengan niat menyelamatkan dari Neraka Avici...dan Arahat pun bisa LOLOS DARI karma...."

Coba baca lagi postingan saya yg lalu ini....

Dan seperti yang saya tekankan, tanpa niat yang disertai lobha, dvesa, moha pun, tindakan mencuri atau membunuh tetap saja merupakan tindakan yang negatif sifatnya. Para Bodhisattva dengan sukarela siap menerima segala akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya, baik itu akibat positif maupun negatif. Seperti kisah pangeran Mahasattva yang rela dirinya terjatuh ke alam-alam neraka oleh karena membunuh orang jahat untuk menyelamatkan kelima ratus pedagang.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 16 August 2009, 09:16:23 AM
Seorang Bodhisatva sama seperti saya dan anda manusia, mereka memiliki 5khandha yang sama....memangnya mereka puunya 10 khandha? sehingga tidak bisa dipahami sama sekali...

memang saya tidak tahu apa itu nirvana  secara realita....akan tetapi saya bisa TAHU SECARA PASTI mana MEMBUNUH dan mana WELAS ASIH....sudah saya bilan di post kemarin.

misalkan seorang Bikkhu dapat mengetahui rasa gula itu manis dan rasa garam itu asin, kemudian mengetahui rasa lemon = asam.
saya sudah yakin 100% rasa gula itu = manis, tetapi belum mengetahui rasa garam dan rasa lemon.
sedangkan anda katakan rasa gula,rasa garam serta rasa lemon semua nya gelap atau anda tidak ketahui....
untuk apa  latihan meditasi, latihan 8 jalan, kalau selalu menggangap bodhisatva itu serba bisa dan kita manusia tidak tahu apa-apa?

---------------------------
Quote
Ini sama ketika orang2 Buddhis mengatakan, oh... kalau mencapai Nirvana itu bebas dari kemelekatan, kebencian, bebas dari nafsu seks, bahkan kalau sudah jadi Arhat bisa meninggal kalau 7 hari nggak jadi bhikkhu! Maaf ya, bagi orang yang benar2 menggunakan RASIONAL-nya 100% hal tersebut nggak masuk akal.
memang apa hubungannya? dengan topik....

kalau mau text book atau tidak....semua isi sutta/sutra juga bisa dikatakan NOL BESAR...
SangBuddha melakukan abhinna, hah paling acara The master....
kalau buat alasan sesuai topik jadi biar nyambung.......

Quote
Bagi saya, ya saya memang tahunya dari Sutra2 kalau seorang Bodhisattva bisa membunuh dengan niat welas asih 100%. Tapi saya hanya bisa "BELIEF" dengan rasional 50%, karena saya memang belum mencapai Bodhisattva tingkat 8. Dan bagi saya itu logis2 aja, karena saya TIDAK MAMPU MENILAI BATIN ORANG YANG TERCERAHKAN. Saya nggak tahu batin2 yang mencapai Nirvana itu bagaimana, saya tahunya cuma dari Sutta2.
gula, garam , lemon tidak ada yang rasa yg diketahui? apa gunanya latihan?....
kalau pakai pikiran anda,
Nurdi* juga seorang Bodhisatva bagi ALLA# karena berusaha menyelamatkan makhluk hidup dari Neraka.
bahkan calon pengantin rela mengorbankan nyawa.....

Quote
Saya tidak bilang para pahlawan masuk surga lo...... tapi yang saya tekankan adalah bagaimana sebenarnya ANDA DAPAT HIDUP ENAK DI ATAS FONDASI PEPERANGAN. Coba kalau dulu para pahlawan nggak perjuangin kemerdekaan kita, mana mungkin sekarang kita dapat menikmati majunya agama Buddha dan mengetahui banyak ajaran-ajaran Sang Buddha? Paling kita terus susah karena terjajah.
kalau begitu mari dukung Palestina dan Israel biar terus saling sikat....
dari pendapat anda, anda seperti bisa membaca masa depan...
kalau kasus bikkhu di bali, mungkin anda sudah menghajar preman......tetapi jika kamma baik berbuah pasti ada sesuatu hal yg terjadi yang dapat merubah..

Quote
Loh emang anda yakin kalau Ajahn Chah = Arhat? Woww..... tampaknya anda sudah bisa menilai batin seorang Ajahn Chah...... hebattt yaaaa.....ya nggak heran kalau anda sudah berani menilai batin Bodhisattva tingkat tinggi itu tidak mungkin seperti ini dan itu.
saya tidak yakin 100%, akan tetapi pratek dan kebijaksanaan beliau sudah TERTULIS dan banyak SAKSI..

berbeda dengan hanya TERTULIS tapi kelakuan diluar hajar kiri hajar kanan.
pernah lihat film bikkhu T main kungfu? secara tidak langsng itu sudah terlihat
tapi coba lihat Biksu Shaoli* ? filmnya beredar dimana, mana bak pembela kebenaran....
ya semua biksu itu calon bodhisatva dan melakukan meditasi objek injak kaki di tanah hingga tanah cekung,  objek yang jauh dari jangkauan sang Guru.

-------------------------------------
Quote
Sepemahaman saya, anda selama ini selalu menyamaratakan seenaknya bahwa "wah kalau Bodhisattva upaya kausalya, maka kalau ada orang jahat ya pasti dibunuh deh untuk menyelamatkan orang itu". Ini adalah GENERALISASI yang berlebihan. Sudah saya katakan bahwa seorang Bodhisattva PASTI AKAN SELALU MENCARI JALAN YANG TANPA MELANGGAR SILA APAPUN, beliau akan berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan penjahat tersebut tanpa harus membunuhnya tentu!!
disini sudah 2 point kesalahan fatal...

1. mana ABHINNA nya? pernakah anda melihat Buddha terdesak?
2.lagi-lagi kalau terdesak yah membunuh dengan welas asih....mencuri dengan terpaksa?
semua pencuri kalau di tangkap polisi tahu alasannya?
pak saya terpaksa, karena masalah perut alias lapar, dan dari pada anak dan istri sy mati kelaparan jadi lebih baik saya mencuri....

pencuri saja NGAKU SALAH walau mencuri karena WELAS ASIH, dari pada BODHISATVA tidak ngaku SALAH kalau membunuh........[ dan lagi ngaku nya tidak melekat pada LDM ]
sungguh keliru......

-----------------------------------------------------
Quote
Nah ada yang absurd juga dengan pendapat anda, la kalau semua bhikkhu hanya menasihati, terus premannya nggak mau tahu gimana? Dan kalau hanya menunggu orang lain bantu sambil mengharap2 moga2 ada orang lain nolong karena karma baiknya berbuah, la ini yang namanya BUDDHISME PASIF yang bagi saya sangat ABSURD dan KONYOL apabila diterapkan dalam segala dan semua kondisi, karena tentu tidak selalu pasti ada orang ketiga yang datang menolong, seperti Ibu Hartati itu dan ini REALITA di dunia ini!
begini saja, anda tanya sj ke vihara Theravada disitu, terutama bikkhu sudah bermassa vassa lebih 5 tahun....dari pada saya ngomong terus....

bhante Agadippo saja dan murid Bhante Win sudah ngomong sama....
bukan menunggu...bikkhu bisa menolong tapi dengan ruang gerak TERBATAS....
seperti ANANDA THERA...cuma pasang BODY untuk melindungi GURU-NYA....
bukan ambil tombak,pedang buat bunuh gajah NALAGIRI....

memang beda dengan Bodhisatva, semua nya BISA!!! upayakausalya gitu loh....beres...
coba anda solusikan cerita AjahnBrahm mengenai 7 bikkhu di GOA tersebut...dengan metode Bodhisatva...
hasilnya pasti seperti film pahlawan hidup semua, penjahat mampus...happy ending..
dari situ sudah kelihatan mana orang ber-metta mana orang jagoan metta tapi tangannya nusuk kiri nusuk kanan.

ini persis seperti buku AjahnBrahm dimana orang inggris tersebut.
mengatakan saya melakukan Sex dengan istri saya tapi saya tidak melekat.
lalu apa kata Ajahn?
coba anda cari tahu sendiri....

 _/\_
salam metta....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 16 August 2009, 09:20:26 AM
Quote
La metta bhavana untuk kita sebagai prthagjana, dan maitri bhavana untuk para Bodhisattva ya buedaaa!! Prajna-nya aja udah seperti langit dan bumi apabila dibandingan dengan kita2.

berarti Metta-bhavana metode AjahnChah itu Tidak ada apa-apanya dari Bodhisatva....
memang Bodhisatva itu HUEBAT SUEKALE....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 16 August 2009, 07:05:33 PM
Quote
berarti Metta-bhavana metode AjahnChah itu Tidak ada apa-apanya dari Bodhisatva....
memang Bodhisatva itu HUEBAT SUEKALE....

Nah ini anda selalu memandang tulisan seseorang dari sisi negatifnyaaa tokkk.... sehinga timbul sindiran2 useless semacam ini.

Memang kalau berbeda tingkat prajna itu berarti "TIDAK ADA APA-APANYA"?? Siapa yang pernah mengatakan metode Ajahn Chah itu TIDAK ADA APA-APANYA?

Semua jenis metode dalam agama Buddha itu tentu sangat baik, jadi tidak ada yang "TIDAK ADA APA-APANYA".

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 16 August 2009, 07:32:44 PM
Quote
berarti Metta-bhavana metode AjahnChah itu Tidak ada apa-apanya dari Bodhisatva....
memang Bodhisatva itu HUEBAT SUEKALE....

Nah ini anda selalu memandang tulisan seseorang dari sisi negatifnyaaa tokkk.... sehinga timbul sindiran2 useless semacam ini.

Memang kalau berbeda tingkat prajna itu berarti "TIDAK ADA APA-APANYA"?? Siapa yang pernah mengatakan metode Ajahn Chah itu TIDAK ADA APA-APANYA?

Semua jenis metode dalam agama Buddha itu tentu sangat baik, jadi tidak ada yang "TIDAK ADA APA-APANYA".

 _/\_
The Siddha Wanderer

Om Gandalf, dalam metta-bhavana objek yang di pancarkan metta itu juga tentu harus diri sendiri juga......
dan dari kebahagiaan batin yang kita rasakan baru di pancarkan keluar....
kalau diri sendiri menderita, kebahagiaan apa yg mau di pancarkan?

dari sini jelas metode ini berbanding terbalik dengan yg anda tulis...
misalkan bagi para guru Theravadin, tidak ada namanya "Buddha Amitabha,apalagi Alam Sukhavati"

dengan kata lain buddha Amitabha itu omong kosong menurut Theravada. sedangkan bagi Mahayana ini mutlak memang ada...
inilah esensi bertolak belakang....

di satu sisi anda mengatakan
Quote
La metta bhavana untuk kita sebagai prthagjana, dan maitri bhavana untuk para Bodhisattva ya buedaaa!!

tetapi disatu sisi anda mengatakan
Quote
Semua jenis metode dalam agama Buddha itu tentu sangat baik, jadi tidak ada yang "TIDAK ADA APA-APANYA".
1+1 = X adalah jawaban tunggal yakni hanya 1 jawaban benar...sama seperti kasus ini.

sudah saya katakan berkali-kali jauh sebelum...hanya ada 2.
T dan M salah satu benar.
T dan M tidak ada yang benar.

mustahil T dan M benar sama-sama.
-------------
kalau anda mengatakan saya nyindir anda, dan kata sy tidak berkenaan di hati anda, saya minta maaf....

metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 16 August 2009, 08:04:38 PM
Seorang Bodhisatva sama seperti saya dan anda manusia, mereka memiliki 5khandha yang sama....memangnya mereka puunya 10 khandha? sehingga tidak bisa dipahami sama sekali...

memang saya tidak tahu apa itu nirvana  secara realita....akan tetapi saya bisa TAHU SECARA PASTI mana MEMBUNUH dan mana WELAS ASIH....sudah saya bilan di post kemarin.

misalkan seorang Bikkhu dapat mengetahui rasa gula itu manis dan rasa garam itu asin, kemudian mengetahui rasa lemon = asam.
saya sudah yakin 100% rasa gula itu = manis, tetapi belum mengetahui rasa garam dan rasa lemon.
sedangkan anda katakan rasa gula,rasa garam serta rasa lemon semua nya gelap atau anda tidak ketahui....
untuk apa  latihan meditasi, latihan 8 jalan, kalau selalu menggangap bodhisatva itu serba bisa dan kita manusia tidak tahu apa-apa?

Mereka punya 5 skandha, tapi realisasi dan pengendalian mereka terhadap 5 skhanda sangat jauh berbeda dengan kita2 sebagai prthagjana.

Justru saya bangga jadi manusia tidak tahu apa-apa, dibanding harus menjadi MANUSIA SOK TAHU.

Anda bilang anda cuma tahu rasa gula...... ya sama aja dong berarti anda ya memang belum tahu rasa garam (upaya kausalya Bodhisattva)...... makanya jangan bicara aneh2.

Kalau anda baca Sila Bodhisattva, maka juga disebutkan jangan membunuh. Para Bodhisattva ya juga tahu bahwa seseorang seharusnyalah tidak membunuh karena seseorang harus mengembangkan welas asih atau Bodhicitta. Jadi ya para Bodhisattva tentu TAHU RASA gula.

Namun ada saat2 di mana tentu ada pengecualian untuk semua, dan ini hanya bisa dilakukan Bodhisattva tingkat tinggi - yaitu garam yang anda belum ketahui rasanya.

Quote
memang apa hubungannya? dengan topik....

kalau mau text book atau tidak....semua isi sutta/sutra juga bisa dikatakan NOL BESAR...
SangBuddha melakukan abhinna, hah paling acara The master....
kalau buat alasan sesuai topik jadi biar nyambung.......

Saya yang tidak nyambung atau anda???.......wakakaka

Anda berkata saya tidak rasional dengan mengatakan Bodhisattva bisa membunuh dengan welas asih 100%, maka saya katakan kalau itu tindakan seorang Bodhisattva yang tidak mampu sepenuhnya dipahami oleh kita, sama seperti Nirvana. Semuanya cuma keyakinan pada Text Book.

Bebas dari nafsu seks itupun juga text book Tripitaka, bagi orang-orang ATHEIS ataupun MURNI SCIENTIST atau yang tidak beragama, ataupun yang agama K dsb, bagi mereka Nirvana itu juga TIDAK RASIONAL karena mana mungkin nafsu seks bisa ilang - itu kan kondisi alamiah manusia!!, sama seperti ketika anda menggangap upaya kausalya Bodhisattva itu tidak rasional, dengan menganggap mustahil bisa membunuh dengan welas asih 100%.

Bagi orang ATHEIS dan SCIENTIST MURNI, Nirvana tidak rasional karena mengatakan seseorang bisa bebas dari kebencian dan nafsu seks sepenuhnya. Nah menurut mereka ini kondisi alamiah manusia, mana bisa dilenyapkan? Gak logis ah! Yang bisa adalah bagaimana sebijaksana mungkin mengendalikan amarah / nafsu mereka, atau mengarahkannya ke sesuatu yang positif, jadi gak bisa serta merta ilang lenyap abisss.bis....bis....

Nah menurut orang seperti anda....... mengatakan bahwa upaya kausalya itu tidak logis karena mustahil seseorang bsia membunuh dengan welas asih 100%.

Ya sebenarnya posisi anda itu ya sama seperti ATHEIS dan SCIENTIST MURNI itu, yang sama2 menanyakan sesuatu yang belum mereka realisasi sendiri.

Quote
gula, garam , lemon tidak ada yang rasa yg diketahui? apa gunanya latihan?....
kalau pakai pikiran anda,
Nurdi* juga seorang Bodhisatva bagi ALLA# karena berusaha menyelamatkan makhluk hidup dari Neraka.
bahkan calon pengantin rela mengorbankan nyawa.....

Anda ini benar2 tidak memperhatikan tulisan orang ya.....

Sudah saya katakan akibat dari upaya kausalya seorang Bodhisattva HARUS POSITIF 100% di segala aspek. Nah kalau kaya Nurdi* itu apa kalau nggak malah nambah kerusakan di negeri ini. Mananya yang positif?

Konyol sekali anda membandingkan Nurdi* dan Bodhisattva. Untuk alasan lainnya silahkan lihat postingan saya sebelumnya... males kalau ngulang2 terus untuk mengahadapi pikiran negatif terus seperti anda.... yang berusaha menyama2kan Bodhisattva dengan teroris.... padahal sudah sejak kemarin2 sudah saya tekankan perbedaannya.....

Quote
kalau begitu mari dukung Palestina dan Israel biar terus saling sikat....

Loh... maka dari itu saya kan pernah bilang, metode filosofi Gandhi bisa efektif dalam kondisi tertentu.

Metode peperangan melawan penjajah di Indonesia ternyata juga terbukti efektif, dan hasilnya cukup positif, yaitu kita bisa MERDEKA sekarang ini.........besok 17 Agustusan lo.... hayooo... saatnya anda merenungkan jasa2 pahlawan kita!

Nah kalau perangnya Palestina sama Israel? Kayanya metode peperangan tidak efektif di sana. maka cobalah metode Gandhi, atau metode lainnya??

Satu metode tidak dapat diaplikasikan dalam semua jenis kondisi bossssss........... maka dari itu Sang Buddha pun mengajar 80000 pintu Dharma.

Quote
dari pendapat anda, anda seperti bisa membaca masa depan...
kalau kasus bikkhu di bali, mungkin anda sudah menghajar preman......tetapi jika kamma baik berbuah pasti ada sesuatu hal yg terjadi yang dapat merubah..

Oh jadi anda nunggu karma baik tok...... yaa.... hahaha..... kalau Bhante Mettanando bilang, orang seperti anda itu "KARMATIC BUDDHIST" yang pemahamannya masih banyak yang perlu dibenahi sana sini.

Oya yang soal wanita terkena banjir itu menurut anda bhikkhunya boleh nolong gak? wkwkwk..... kita lihat pengembangan metta bhavana anda itu seperti apa? Karena anda sudah berani menyindir maitri karuna yang dimiliki Bodhisattva!

Quote
saya tidak yakin 100%, akan tetapi pratek dan kebijaksanaan beliau sudah TERTULIS dan banyak SAKSI..

Kan tetep bukan anda...... Yang anda tahu cuma Text Book dan denger omongan orang..... la kalau anda nggak yakin 100% kok berani ngomong Ajahn Chah itu Arhat tanpa embel2 kata "MUNGKIN". Benar2 tidak konsisten.

Quote
berbeda dengan hanya TERTULIS tapi kelakuan diluar hajar kiri hajar kanan.
pernah lihat film bikkhu T main kungfu? secara tidak langsng itu sudah terlihat
tapi coba lihat Biksu Shaoli* ? filmnya beredar dimana, mana bak pembela kebenaran....
ya semua biksu itu calon bodhisatva dan melakukan meditasi objek injak kaki di tanah hingga tanah cekung,  objek yang jauh dari jangkauan sang Guru.

La ini anda tetap bebal padahal sudah dikasih tahu.

Bhiksu Shaolin yang mengerti ajaran Buddha tentu tidak sembarang main hajar sana sini, beliau TAHU KAPAN AKAN KABUR, KAPAN HARUS MENGHAJAR untuk menyadarkan orang tersebut. Jadi seorang Bhiksu Shaolin yang paham tentu akan bertindak sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada dengan tepat dan cermat, dan untuk masing2 kondisi ya dihadapi dengan metode yang berbeda2 pula.

Ini menunjukkan anda tidak perhatian sama sekali terhadap tulisan saya. Yang ada dalam pikiran anda jangan2 cuma "bhiksu Shaolin langgar Vinaya... langgar Vinaya..... buruk... buruk....". Ya pantes aja.

Emang bhikkhu T nggak ada yang jago kungfu ya.... setahu saya di Thai ada juga yang jadi guru Muay thai tuh....

Quote
disini sudah 2 point kesalahan fatal...

1. mana ABHINNA nya? pernakah anda melihat Buddha terdesak?
2.lagi-lagi kalau terdesak yah membunuh dengan welas asih....mencuri dengan terpaksa?
semua pencuri kalau di tangkap polisi tahu alasannya?
pak saya terpaksa, karena masalah perut alias lapar, dan dari pada anak dan istri sy mati kelaparan jadi lebih baik saya mencuri....

Justru saya melihat pendapat anda yang punya kesalahan fatal.

Seorang Bodhisattva tentu tidak pernah terdesak, beliau tentu memliki kebijaksanaan yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.

Kalau anda masih tidak mengerti mengenai kata "terpaksa" maka saya jelaskan begini:

Misal ada si A ini orangnya jahaaattt bangett... sukanya bunuh sana sini, karena halangan karmanya, sifatnya sangat sulit diubah. Lalu Sang Bodhisattva melihat orang tersebut dan berusaha menyelamatkannya, kemudian beliau berpikir metode apakah yang tepat untuk orang tersebut? Pada saat "penerawangan" beliau itu, Sang Bodhisattva menyadari bahwa tampaknya orang jahat ini sangat bebal sekali sehingga sulit diubah ke dalam ajaran Buddha Dharma. Namun dengan welas asihnya, sang Bodhisattva tetap berusaha untuk merubahnya menjadi orang baik dengan cara2 yang tanpa melanggar sila (misal tanpa membunuhnya). Sang Bodhisattva berusaha untuk sabar dan terus setia membimbing si orang jahat.

Namun apa daya, rintangan karma buruk orang tersebut terlalu berat, dan ia masih suka banyak membunuh orang, sehingga akhirnya Sang Bodhisattva memutuskan untuk mengambil nyawanya dengan tujuan untuk menyelamatkan para calon korban dan orang jahat itu sendiri dari bahaya karma buruk.

Di sini SANG Bodhisattva sama sekali TIDAK TERPAKSA. Beliau hanya bertindak sesuai dengan kondisi batin seseorang dan pemahaman yang jelas akan akibat2 perbuatan seseorang, dengan tujuan menyelamatkan semua makhluk.

Kenapa saya menggunakan kata2 "terpaksa", ini sekadar untuk menunjukkan bahwa tidak ada jalan lain lagi yang dapat dilakukan, tidak ada lagi jalan damai/lembut yang dapat digunakan sehingga salah satu metode yang dapat dipakai adalah "jalan kekerasan" untuk menyadarkan orang tersebut. Inilah yang saya maksud "terpaksa".

Jadi kondisinya-lah yang terpaksa, BUKAN pribadi Sang Bodhisattva yang terpaksa. Karena Bodhisattva yang telah melenyapkan kleshavarana tidak akan pernah terpaksa.

Quote
pencuri saja NGAKU SALAH walau mencuri karena WELAS ASIH, dari pada BODHISATVA tidak ngaku SALAH kalau membunuh........[ dan lagi ngaku nya tidak melekat pada LDM ]
sungguh keliru......

Bodhisattva juga akan NGAKU SALAH kalau tindakannya itu TIDAK DISERTAI BODHICITTA. Bodhicitta bukanlah seekdar welas asih agung, tapi juga kebijaksanaan agung. Bahkan ketika melakukan upaya kausalya pembunuhan pun, beliau masih juga NGAKU SALAH dan dengan berani siap menanggung segala perbuatannya yang negatif [mis: membunuh].

Quote
begini saja, anda tanya sj ke vihara Theravada disitu, terutama bikkhu sudah bermassa vassa lebih 5 tahun....dari pada saya ngomong terus....

bhante Agadippo saja dan murid Bhante Win sudah ngomong sama....
bukan menunggu...bikkhu bisa menolong tapi dengan ruang gerak TERBATAS....
seperti ANANDA THERA...cuma pasang BODY untuk melindungi GURU-NYA....
bukan ambil tombak,pedang buat bunuh gajah NALAGIRI....

memang beda dengan Bodhisatva, semua nya BISA!!! upayakausalya gitu loh....beres...
coba anda solusikan cerita AjahnBrahm mengenai 7 bikkhu di GOA tersebut...dengan metode Bodhisatva...
hasilnya pasti seperti film pahlawan hidup semua, penjahat mampus...happy ending..
dari situ sudah kelihatan mana orang ber-metta mana orang jagoan metta tapi tangannya nusuk kiri nusuk kanan.

Dan saya juga lihat bagaimana seseorang BUTA terhadap METTA yang sejati dan sudah MEMBATU, sehingga tidak mau menolong orang yang digebukin dengan alasan Vinaya, bahkan tidak mau menolong wanita yang terseret banjir.

Karena Sang Buddha melihat bahwa gajah Nalagiri dapat ditaklukkan dengan cara lembut, maka Beliau menaklukkannya dengan cara yang lembut. Ini karena beliau mampu melihat jelas bagaimana kondisi batin gajah Nalagiri.

Seorang Bodhistatva yang melakukan upaya kausalya juga terlebih dahulu melihat kondisi batin seseorang dan melihat segala akibat-akibatnya, apakah orang tersebut dapat ditaklukkan dengan cara lembut, atau harus ditaklukkan dengan cara yang keras [mislanya harus membunuhnya]?

Maka dari itu saya mengatakan anda ini sukanya seenaknya MENYAMARATAKAN. Sudah saya katakan bahwa satu metode tidak dapat digunakan untuk semua kondisi, begitu juga dengan metode "membunuh untuk menyelamatkan banyak orang" ya tidak dapat diaplikasikan dalam semua kondisi.

Jadi ya nggak usah ngasih contoh aneh seperti "wah ada Gajah Nalagiri kenapa nggak ambil tombak?" Ini adalah pertanyaan konyol yang terburu2 karena anda ternyata tidak mau paham apa yang saya maksudkan, padahal saya sudah bilang bahwa para Bodhisattva selalu mengedepankan terlebih dahulu cara2 "Non-Violence", dan ternyata Gajah Nalagiri memang sesuai dengan metode ini, yang sangat mujarab - ya iya dong kan ajaran Sang Buddha, tentu mujarab!.

Maka dari itu dalam sutra2 lebih banyak disebutkan bagaimana Bodhisattva menyelamatkan seseorang yang jahat dengan cara yang lembut, yang tanpa harus membunuhnya. Sedangkan kisah2 upaya kauslaya yang mengharuskan membunuh sangat sedikit. Ini disebabkan bahwa Sang Bodhisattva memiliki welas asih agung.

Quote
ini persis seperti buku AjahnBrahm dimana orang inggris tersebut.
mengatakan saya melakukan Sex dengan istri saya tapi saya tidak melekat.
lalu apa kata Ajahn?
coba anda cari tahu sendiri....

Ah kisah itu........ itu kan yang dibahas adalah prthagjana.... ya saya kira ya wajar aja.....hahaha.......

 _/\_
salam metta....
[/quote]
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 16 August 2009, 08:11:48 PM
Quote
Om Gandalf, dalam metta-bhavana objek yang di pancarkan metta itu juga tentu harus diri sendiri juga......
dan dari kebahagiaan batin yang kita rasakan baru di pancarkan keluar....
kalau diri sendiri menderita, kebahagiaan apa yg mau di pancarkan?

dari sini jelas metode ini berbanding terbalik dengan yg anda tulis...
misalkan bagi para guru Theravadin, tidak ada namanya "Buddha Amitabha,apalagi Alam Sukhavati"

dengan kata lain buddha Amitabha itu omong kosong menurut Theravada. sedangkan bagi Mahayana ini mutlak memang ada...
inilah esensi bertolak belakang....

di satu sisi anda mengatakan
Quote
La metta bhavana untuk kita sebagai prthagjana, dan maitri bhavana untuk para Bodhisattva ya buedaaa!!

tetapi disatu sisi anda mengatakan
Quote
Semua jenis metode dalam agama Buddha itu tentu sangat baik, jadi tidak ada yang "TIDAK ADA APA-APANYA".
1+1 = X adalah jawaban tunggal yakni hanya 1 jawaban benar...sama seperti kasus ini.

sudah saya katakan berkali-kali jauh sebelum...hanya ada 2.
T dan M salah satu benar.
T dan M tidak ada yang benar.

mustahil T dan M benar sama-sama.
-------------
kalau anda mengatakan saya nyindir anda, dan kata sy tidak berkenaan di hati anda, saya minta maaf....

metta.

Duh anda ini benar2 anehhhh yaaaa...... emang BEDA itu selalu satunya SALAH???

Siapa yang bilang benar2 sama?

Bagi Mahayana, Shravakayana itu pemahaman dasar dan Mahayana adalah pemahaman lebih lanjutnya. Maka dari itu bagi Mahayana ya bisa menerima Shravakayana.

Namun bagi pengikut Shravakayana, tidak ada lanjutan yang namanya Mahayana itu sehingga nggak heran baginya kalau mencap omong kosong saja Mahayana itu.

Saya tidak mempersoalkan anda menyindir saya, tapi saya mempersoalkan apabila anda menyindir Bodhisattva.

La siapa bilang juga Bodhisattva tidak memancarkan maitri pada dirinya sendiri. justru karena beliau maitri pada dirinya sendiri, beliau membawa dirinya untuk melakukan upaya kauslaya menyelamatkan banyak makhluk. Pikiran sang Bodhisattva adalah bagaikan Intan, meskipun harus menanggung akibat buruk dari upaya kausalya yang melanggar sila, namun tetap saja batin beliau tidak tergoyahkan, yang terlihat goyah hanya luarnya saja / fisik!

Pokoknya ya jangan kebacut metta berlebihan pada diri sendiri sampai2 wanita hanyut gak mau ditolong!....haaaaa................

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 16 August 2009, 08:35:24 PM
Berdasarkan pada apa yang saya ketahui, kisah Pangeran Mahasatva tidaklah sesederhana kata 'membunuh'. Saat itu Mahasatva memimpin rombongan 500 orang pedagang yang sedang menaiki satu kapal. Kebetulan dalam kapal itu ada seorang penjahat besar yang berencana menghabisi mereka semua, merebut kapal beserta segala kekayaan yang dibawa. Mahasatva memiliki kekuatan batin sehingga bisa mengetahui rencana jahat ini. Mahasatva juga mengetahui bahwa ke-500 pedangan itu sebenarnya adalah para Bohisattva yang memiliki kebajikan luar biasa. Melalui mata batinnya, Mahasatva melihat bahwa jika si penjahat membunuh 500 Bodhisatva ini, maka ia akan langsung jatuh ke neraka avici untuk waktu yang sangat lama dan sekaligus menutup jodoh dengan Buddhadharma (karma yang menghalangi seseorang untuk memahami Dharma/ mencapai kesucian). Maka muncullah rasa welas asih yang agung dalam diri Bodhisatva terhadap si penjahat. Bodhisatva terus merenung dengan mata batinnya dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya cara mencegah si penjahat melakukan kejahatan hanyalah dengan membunuhnya. Lalu Bodhisattva pun membulatkan hatinya berpikir demikian: "Biarlah aku yang masuk neraka (karena membunuh si penjahat) asalkan bisa menolong dia (si penjahat) dan 500 Bodhisattva selamat. Bila ia kubiarkan membunuh dan masuk neraka avici, ia tidak akan sanggup menahan penderitaan itu dan ia kehilangan kesempatan mencapai kesucian. Sedangkan aku, seorang pahlawan, tak akan tergoyahkan api neraka sekalipun." Di akhir cerita, Buddha berpesan bahwa kisah ini jangan sampai didengar oleh orang yang tidak mampu memahaminya (salah paham bahwa Buddha memperbolehkan pembunuhan).

Dari sini kita harusnya paham dengan jelas maksud Buddha. Kisah ini haruslah diresapi secara keseluruhan. Memang Bodhisattva akhirnya membunuh orang itu, akan tetapi beliau pun dengan jelas mengatakan bahwa akibat perbuatan membunuh itu adalah neraka dan beliau sanggup menerima konsekuensi itu. Di sini harusnya kita melihat pengorbanan beliau, bukan pembunuhannya. Jadi, bagi yang ingin meniru silakan saja, asalkan mau menerima konsekuensi karma buruknya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 17 August 2009, 01:11:08 AM
Quote
Pokoknya ya jangan kebacut metta berlebihan pada diri sendiri sampai2 wanita hanyut gak mau ditolong!....haaaaa................
yang bilang tidak di tolong siapa?...
sudah diberikan cerita tentang percakapan Buddha dengan seorang pangeran tentang menolong Bayi...
tentu saja jika bikkhu tersebut bisa menolong wanita hanyut maka  pasti akan di tolong...
tapi bukan membunuh...

Quote
Namun bagi pengikut Shravakayana, tidak ada lanjutan yang namanya Mahayana itu sehingga nggak heran baginya kalau mencap omong kosong saja Mahayana itu.
berarti guru-guru spritual di Thai semua itu bodoh ya......dan bodhisatva itu hebat....
sesuai fakta saja, mereka tidak percaya adanya Buddha Amitabha apalagi Alam Sukhavati...

Quote
La siapa bilang juga Bodhisattva tidak memancarkan maitri pada dirinya sendiri. justru karena beliau maitri pada dirinya sendiri, beliau membawa dirinya untuk melakukan upaya kauslaya menyelamatkan banyak makhluk. Pikiran sang Bodhisattva adalah bagaikan Intan, meskipun harus menanggung akibat buruk dari upaya kausalya yang melanggar sila, namun tetap saja batin beliau tidak tergoyahkan, yang terlihat goyah hanya luarnya saja / fisik!
sudah saya katakan, mana Abhinna-nya? Angulimala,Nalagiri,Naga perkasa,Kassapa.....dengan enteng buddha melakukan kesaktian menalukkan, tetapi kejadian terpaksa membunuh di kapal?
apalagi "tercerahkan sempurna"

----------------------------------
Quote
Mereka punya 5 skandha, tapi realisasi dan pengendalian mereka terhadap 5 skhanda sangat jauh berbeda dengan kita2 sebagai prthagjana.

Justru saya bangga jadi manusia tidak tahu apa-apa, dibanding harus menjadi MANUSIA SOK TAHU.
pantasan om,jadi selama ini anda latihan apa memahami/merealisasikan buddhism dan dari mana anda meyakini buddhism? apa karena baca Tripitaka langsung perasaan cocok jadi langsung yakin...

padahal di Qu'ra* dan Alkita*  mr.T itu lebih hebat dari bodhisatva dan melakukan lebih banyak upayakausalya yakin tidak mau pindah agama? wong alam semesta saja cuma 7 hari complit.
----------------------------
Quote
Anda bilang anda cuma tahu rasa gula...... ya sama aja dong berarti anda ya memang belum tahu rasa garam (upaya kausalya Bodhisattva)...... makanya jangan bicara aneh2.

Kalau anda baca Sila Bodhisattva, maka juga disebutkan jangan membunuh. Para Bodhisattva ya juga tahu bahwa seseorang seharusnyalah tidak membunuh karena seseorang harus mengembangkan welas asih atau Bodhicitta. Jadi ya para Bodhisattva tentu TAHU RASA gula.

Namun ada saat2 di mana tentu ada pengecualian untuk semua, dan ini hanya bisa dilakukan Bodhisattva tingkat tinggi - yaitu garam yang anda belum ketahui rasanya.
anda tidak mengerti apa yg saya maksudkan....

misalkan seseorang untuk memasuki Jhana harus berurutan dari 1 kemudian 2 lalu 3 dan 4....
masalah nya anda selalu berlindung dengan kata "upayakausalya" dimana bodhisatva bisa memasuki jhana samapatti langsung 4 kemudian 1 lalu 2 dan 3....bahkan dengan alasan kemampuan bodhisatva itu adalah "upayakausalya/melebihi pikiran manusia"

sama halnya membunuh tanpa melekat LDM, atau membunuh dengan niat WELAS ASIH...> yah jelas saya bantah

pernahkan anda menganalisa batin ini? inilah saya yakin 100% tidak ada namanya membunuh tanpa melekat LDM atau membunuh dengan niat WELAS ASIH...

berbeda dengan kata Ajahn yakni pembebasan melalui penderitaan, kita harus latihan,harus terus mengamati...dan ini merupakan kesulitan. tetapi buka pembebasan melalui PEMBUNUHAN atau menghilangkan NYAWA makhluk hidup..

dalam Buku What's Wrong With Us...
ketika kita melakukan metta-bhavana, "semoga semua makhluk berbahagia" lalu ada nyamuk datang dan mengigit, kemudian tangan langsung membunuh nyamuk itu...
kepada siapa kamu memancarkan metta?

------------------------

Quote
Berdasarkan pada apa yang saya ketahui, kisah Pangeran Mahasatva tidaklah sesederhana kata 'membunuh'. Saat itu Mahasatva memimpin rombongan 500 orang pedagang yang sedang menaiki satu kapal. Kebetulan dalam kapal itu ada seorang penjahat besar yang berencana menghabisi mereka semua, merebut kapal beserta segala kekayaan yang dibawa. Mahasatva memiliki kekuatan batin sehingga bisa mengetahui rencana jahat ini. Mahasatva juga mengetahui bahwa ke-500 pedangan itu sebenarnya adalah para Bohisattva yang memiliki kebajikan luar biasa. Melalui mata batinnya, Mahasatva melihat bahwa jika si penjahat membunuh 500 Bodhisatva ini, maka ia akan langsung jatuh ke neraka avici untuk waktu yang sangat lama dan sekaligus menutup jodoh dengan Buddhadharma (karma yang menghalangi seseorang untuk memahami Dharma/ mencapai kesucian). Maka muncullah rasa welas asih yang agung dalam diri Bodhisatva terhadap si penjahat. Bodhisatva terus merenung dengan mata batinnya dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya cara mencegah si penjahat melakukan kejahatan hanyalah dengan membunuhnya. Lalu Bodhisattva pun membulatkan hatinya berpikir demikian: "Biarlah aku yang masuk neraka (karena membunuh si penjahat) asalkan bisa menolong dia (si penjahat) dan 500 Bodhisattva selamat. Bila ia kubiarkan membunuh dan masuk neraka avici, ia tidak akan sanggup menahan penderitaan itu dan ia kehilangan kesempatan mencapai kesucian. Sedangkan aku, seorang pahlawan, tak akan tergoyahkan api neraka sekalipun." Di akhir cerita, Buddha berpesan bahwa kisah ini jangan sampai didengar oleh orang yang tidak mampu memahaminya (salah paham bahwa Buddha memperbolehkan pembunuhan).

Dari sini kita harusnya paham dengan jelas maksud Buddha. Kisah ini haruslah diresapi secara keseluruhan. Memang Bodhisattva akhirnya membunuh orang itu, akan tetapi beliau pun dengan jelas mengatakan bahwa akibat perbuatan membunuh itu adalah neraka dan beliau sanggup menerima konsekuensi itu. Di sini harusnya kita melihat pengorbanan beliau, bukan pembunuhannya. Jadi, bagi yang ingin meniru silakan saja, asalkan mau menerima konsekuensi karma buruknya.
mana Abhinna - nya? masa orang tercerahkan sempurna kepepet akal....

Angulimala saja dengan santai nya Buddha taklukkan....
bahkan seorang "Tercerahkan sempurna" memiliki kemampuan batin untuk membuat 500 orang tersebut tidak terlihat oleh penjahat...dimana pernah Buddha melakukan kesaktian ini[cuma saya lupa kisah lengkap-nya]

Tercerahkan sempurna memiliki lagi kemampuan batin luar biasa dapat berpindah tempat dalam sekejab, bahkan dengan kemampuan itu bisa menyentuh Matahari dan Bulan dengan tangan sendiri...

Abhinna nya, apa macet pada saat itu?

cerita ini memang sekilas mengharukan melihat tekad mulia bodhisatva tetapi sayangnya jiika diteliti lebih lanjut justru terlihat seperti kebodohan pengarang....
sama seperti Sutra kisah Bakti orang tua, buddha ber-anjali pada tumpukan Tulang...

wong Bapak nya saja Raja yang masih hidup Buddha tidak melakukan hal itu.....bahkan ketika Gotama masih kecil Petapa Asita justru yang menghormati beliau, karena jika sebaliknya yang di hormati Tathagatha,maka kepala petapa Asita kaladewata akan pecah 7.

Quote
Bebas dari nafsu seks itupun juga text book Tripitaka, bagi orang-orang ATHEIS ataupun MURNI SCIENTIST atau yang tidak beragama, ataupun yang agama K dsb, bagi mereka Nirvana itu juga TIDAK RASIONAL karena mana mungkin nafsu seks bisa ilang - itu kan kondisi alamiah manusia!!, sama seperti ketika anda menggangap upaya kausalya Bodhisattva itu tidak rasional, dengan menganggap mustahil bisa membunuh dengan welas asih 100%.
wah, anda melenceng terlalu jauh......mengapa kita tidak membahas mr.Y atau Muhamma* saja disini?

Quote
Kan tetep bukan anda...... Yang anda tahu cuma Text Book dan denger omongan orang..... la kalau anda nggak yakin 100% kok berani ngomong Ajahn Chah itu Arhat tanpa embel2 kata "MUNGKIN". Benar2 tidak konsisten.
kasihan sekali,
sama hal nya ketika saya tidak tahu apa pernah S.Gotama lahir atau tidak...anggap saja tidak pernah lahir..
tetapi apa yang di sampaikan dalam BOOK[Tipitaka] itu sesuai fakta dan benar secara mutlak...
baik pernah atau tidak pernah lahir bukan lagi soal..melainkan apa yang ditemukan itu bisa di LIHAT DAN DI BUKTIKAN SEKARANG...
apa pernah 4 kesunyataan mulia itu mati kadaluarsa/Expired?

begitu pula dengan AjahnChah, saya belum pernah menjumpai Beliau, baik tidak pernah lahir atau pernah lahir,
melainkan apa yang tercatat dari yang di ajarkannya tidak pernah EXPIRED...dan tetapi bisa di buktikan saat ini.

Quote
Saya yang tidak nyambung atau anda???.......wakakaka
wah Tertawa... tapi baguslah biar awet muda...    ;D

sudahlah tidak ada yang perlu dibahas lagi...
karena anda ngotot dengan yang anda tidak bisa pikirkan sendiri dan menganggap itu 100% sudah teralisasikan..
kalau saya sudah yakin kok,sama seperti anda yakin tidak ada yang terbentuk itu kekal...
dan membunuh dengan welas asih itu tidak ada....

masalah kelakuan sandiwara Buddha semasa hidup kemudian jika di gabungkan dengan ketika telah tercerahkan dibawah pohon bodhi...sungguh rancu...
apalagi waktu berusaha keluar Istana masih butuh bantuan DEWA....padahal seorang Buddha memiliki Abhinna luar biasa mau pindah tempat dalam sekejab saja tidak pake lama....
apa Abhinna nya macet lagi?

terlalu banyak kejanggalan dalam sutra yang tidak mungkin saya tulis semua disini......dan parahnya lagi kejanggalan semua itu rata-rata bertolak belakang jauh dari sutta.

 _/\_
salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 August 2009, 01:28:25 AM
Ada satu hal yang menggelitik saya...

Sering kali "upaya kausalya" dipakai untuk menunjukkan perbuatan eksklusif dari para Bodhisattva. Semakin sering dipakai sebagai 'tameng', saya melihat bahwa upaya kausalya ini seperti sebuah pembenaran...

Adakah penjelasan detil nan sistematis tentang kenapa upaya kausalya hanya bisa dilakukan oleh Bodhisattva tingkat tinggi?

Setahu saya, Sang Buddha (dalam Tipitaka Pali) tidak pernah mengajarkan apalagi melakukan upaya kusala. Apakah dalam Tripitaka Mahayana terdapat kisah seperti itu?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: morpheus on 17 August 2009, 09:00:24 AM
cerita itu sungguh rancu dimana AjahnChah menyuruh "bunuh saja serangga/hama, biar saya yang tanggung karma nya,dari pada menghambat latihan murid-murid saya"

Seorang Arahat pasti sudah tahu, hukum Karma tidak bisa di pindah-pindahkan....
tidak mungkin bapak makan nasi lantas anak yang kenyang
apalagi Arahat sudah tahu tentang hukum karma...
apakah mungkin Arahat seperti AjahnChah masih ngomong hal tolol seperti itu?
mau tanggung karma orang?
makanya saya ragu kebenarannya....
cerita ini saya dengar langsung dari seorang ajahn yg pernah berdiam di bodhinyana monastery...

biasakan mengutip dengan akurat. yg saya dengar, ajahn chah bersedia menerima karma buruknya demi latihan murid2nya, bukan menanggung karma orang lain. ajahn chah bukan  atau suma ching hai... dia juga gak bilang bunuh aja serangga2 itu. dia panggil exterminator...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 17 August 2009, 01:26:41 PM
cerita itu sungguh rancu dimana AjahnChah menyuruh "bunuh saja serangga/hama, biar saya yang tanggung karma nya,dari pada menghambat latihan murid-murid saya"

Seorang Arahat pasti sudah tahu, hukum Karma tidak bisa di pindah-pindahkan....
tidak mungkin bapak makan nasi lantas anak yang kenyang
apalagi Arahat sudah tahu tentang hukum karma...
apakah mungkin Arahat seperti AjahnChah masih ngomong hal tolol seperti itu?
mau tanggung karma orang?
makanya saya ragu kebenarannya....
cerita ini saya dengar langsung dari seorang ajahn yg pernah berdiam di bodhinyana monastery...

biasakan mengutip dengan akurat. yg saya dengar, ajahn chah bersedia menerima karma buruknya demi latihan murid2nya, bukan menanggung karma orang lain. ajahn chah bukan  atau suma ching hai... dia juga gak bilang bunuh aja serangga2 itu. dia panggil exterminator...

apa extermintator itu maksud nya yg mengeksekusi?

maaf,maaf yang saya baca sekira nya demikian tetapi kurang lebih, pokok nya Ajahn bersedia menanggung kamma buruk nya,
bisakah yg mengeksekusi memindahkah kamma buruknya ke orang ?
misalkan Algojo yg memenggal leher, Algojo bertindak atas perintah Raja...
dimana Raja[ memiliki niat buruk ] kemudian algojo sudah niat buruk action nya buruk pula...

apakah bisa kamma buruk algojo dipindahkan ke Raja sehingga algojo bebas dari hukum kamma

---------
mungkin yg dimaksudkan lain, misalkan begini..
Latihan murid-murid > berarti murid tersebut belum mencapai pencerahan....
seseorang yang belum mencapai pencerahan, wajar saja melakukan berbagai kesalahan
bahkan tidak jarang pada saat hari-hari tertentu para Bikkhu menyatakan kesalahannya dan berusaha untuk tidak melakukan pelanggaran lagi...

jadi, bisa saja para bikkhu[yang belum tercerahkan] itu melanggar vinaya atau bahkan membunuh dengan banyak alasan..

sekarang yang dibahas adalah orang yang telah tercerahkan sempurna ini melakukan pembunuhan.

jadi sekira-nya saya tidak mungkin percaya begitu saja cerita demikian dengan maksud bahwa boleh membunuh[valid / tidak salah] itu dapat dilakukan.
Ajahn mungkin memiliki maksud lain dari apa yang dikatakannya....harusnya dibicarakan lebih detail...
bukan membahas 1 kutipan dan mengambil analisa bahwa Ajahn memang demikian..padahal dalam buku AjahnBrahm sendiri bertolak belakang sekali.


salam metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 17 August 2009, 07:15:52 PM
Quote
mana Abhinna - nya? masa orang tercerahkan sempurna kepepet akal....

Angulimala saja dengan santai nya Buddha taklukkan....
bahkan seorang "Tercerahkan sempurna" memiliki kemampuan batin untuk membuat 500 orang tersebut tidak terlihat oleh penjahat...dimana pernah Buddha melakukan kesaktian ini[cuma saya lupa kisah lengkap-nya]

Tercerahkan sempurna memiliki lagi kemampuan batin luar biasa dapat berpindah tempat dalam sekejab, bahkan dengan kemampuan itu bisa menyentuh Matahari dan Bulan dengan tangan sendiri...

Abhinna nya, apa macet pada saat itu?

cerita ini memang sekilas mengharukan melihat tekad mulia bodhisatva tetapi sayangnya jiika diteliti lebih lanjut justru terlihat seperti kebodohan pengarang.... [Quote/]


OK... Menurut Vinaya, bagaimanapun juga, Bhikkhu dilarang keras membunuh.
Dalam kasus ini, saat itu Bodhisattva bukan seorang Bhikkhu melainkan seorang  kasta Ksatria. Di sutra ini, juga Buddha mengatakan ini bukan berarti anjuran untuk membunuh, dan tidak membenarkan pembunuhan.
Saat itu Bodhisattva belum menjadi Buddha bro... tentu saja kemampuannya belumlah sempurna. Dan ini bukan tentang kepepet akal, melainkan situasi kepepet. Bisakah bro bayangkan penjahat ganas di depan mata kita dengan senjata berbahaya? Ini situasi yang sudah di luar kendali kita. Pikiran si penjahat sudah terlalu liar, hanyut dalam keserakahan akan kekayaan besar.
OK lah, Buddha menaklukkan Angulimala. Tapi bagaimana dengan kehancuran suku Sakya? Bukankah Buddha pun tidak bisa mencegah penyerangan itu, sekalipun sudah menasehati pada sang Raja?  Lalu bukankah ada pula kisah di mana penduduk suatu kota hanya menghormati Mahamonggalana dan tidak menghiraukan Buddha?  Jadi ada saat2 tertentu, kita terpaksa adu keras atau kabur. Sedangkan saat itu, kapal Bodhisattva sedang di tengah2 lautan. Tidak mungkin mereka bisa kabur dari situasi ini.
Bila kita yang dihadapkan pada situasi yang sama dengan dua pilihan: dibunuh atau membunuh.  Manakah yang kita pilih? Bila membunuh maka kita berbuat karma buruk. Bila membiarkan dibunuh, si penjahat berbuat karma buruk. Dan bila kita menerima dibunuh tanpa menyimpan dendam, kita melakukan Khanti parami. Dalam hal ini apabila memang tidak ada jalan keluar lain, maka memilih Khanti parami adalah pilihan yang baik.
Nah, sekarang coba kita sesuaikan dengan kisah di atas. Apakah bijak membiarkan 1 bunuh 500?



Quote
sama seperti Sutra kisah Bakti orang tua, buddha ber-anjali pada tumpukan Tulang...

wong Bapak nya saja Raja yang masih hidup Buddha tidak melakukan hal itu.....bahkan ketika Gotama masih kecil Petapa Asita justru yang menghormati beliau, karena jika sebaliknya yang di hormati Tathagatha,maka kepala petapa Asita kaladewata akan pecah 7. [Quote/]
]

Tentu saja bila Tathagata bernamaskara pada manusia, kepala orang itu akan dipecahkan menjadi 7 oleh  Vajrapani Bodhisattva (dalam kanon Pali disebut sebagai Raja Yakkha Vajirapani). Namun, hal ini tidaklah mungkin terjadi. Seorang Buddha tidak akan melakukan tindakan demikian.
Namun dalam sutra bakti Buddha menyatakan perlunya menghormati orang tua, di mana tulang belulang itu adalah orang tua Bodhisattva di masa lampau. Buddha beranjali, bukan namaskara!
Buddhadharma begitu indah, Pengetahuan Kebijaksanaan Tathagata lebih dalam dan lebih luas dari lautan, sungguh tak mudah dipahami, sungguh sulit dipahami...
Saya tidak mengatakan semua tulisan saya ini benar, juga tidak melihat ini salah. Apa yang saya pahami adalah pemahaman saya. Apa yang anda pahami adalah pemahaman anda. Saya tidak bisa membuat pemahaman saya menjadi pemahaman anda, begitu juga sebaliknya. Saya belum paham benar 100% akan sutra2 itu, tapi saya tahu bahwa sutra2 itu benar hanya saja saya yang belum memahami. Dan hal ini bukanlah masalah. Apa yang saya pahami dari sutra ini saya ambil, apa yang belum saya pahami saya biarkan demikian sampai saatnya tiba saya memahaminya.
Bila ada sutta Pali yang sulit dimengerti apakah itu berarti sutta palsu? Tidak, sutra itu harus diklarifikasikan dengan benar, yaitu oleh seorang Arya. Saya sendiri tidak merasa berhak mengecap suatu karya palsu atau asli.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 17 August 2009, 08:36:57 PM
Quote
mana Abhinna - nya? masa orang tercerahkan sempurna kepepet akal....

Angulimala saja dengan santai nya Buddha taklukkan....
bahkan seorang "Tercerahkan sempurna" memiliki kemampuan batin untuk membuat 500 orang tersebut tidak terlihat oleh penjahat...dimana pernah Buddha melakukan kesaktian ini[cuma saya lupa kisah lengkap-nya]

Tercerahkan sempurna memiliki lagi kemampuan batin luar biasa dapat berpindah tempat dalam sekejab, bahkan dengan kemampuan itu bisa menyentuh Matahari dan Bulan dengan tangan sendiri...

Abhinna nya, apa macet pada saat itu?

cerita ini memang sekilas mengharukan melihat tekad mulia bodhisatva tetapi sayangnya jiika diteliti lebih lanjut justru terlihat seperti kebodohan pengarang.... [Quote/]


OK... Menurut Vinaya, bagaimanapun juga, Bhikkhu dilarang keras membunuh.
Dalam kasus ini, saat itu Bodhisattva bukan seorang Bhikkhu melainkan seorang  kasta Ksatria. Di sutra ini, juga Buddha mengatakan ini bukan berarti anjuran untuk membunuh, dan tidak membenarkan pembunuhan.
Saat itu Bodhisattva belum menjadi Buddha bro... tentu saja kemampuannya belumlah sempurna. Dan ini bukan tentang kepepet akal, melainkan situasi kepepet. Bisakah bro bayangkan penjahat ganas di depan mata kita dengan senjata berbahaya? Ini situasi yang sudah di luar kendali kita. Pikiran si penjahat sudah terlalu liar, hanyut dalam keserakahan akan kekayaan besar.
OK lah, Buddha menaklukkan Angulimala. Tapi bagaimana dengan kehancuran suku Sakya? Bukankah Buddha pun tidak bisa mencegah penyerangan itu, sekalipun sudah menasehati pada sang Raja?  Lalu bukankah ada pula kisah di mana penduduk suatu kota hanya menghormati Mahamonggalana dan tidak menghiraukan Buddha?  Jadi ada saat2 tertentu, kita terpaksa adu keras atau kabur. Sedangkan saat itu, kapal Bodhisattva sedang di tengah2 lautan. Tidak mungkin mereka bisa kabur dari situasi ini.
Bila kita yang dihadapkan pada situasi yang sama dengan dua pilihan: dibunuh atau membunuh.  Manakah yang kita pilih? Bila membunuh maka kita berbuat karma buruk. Bila membiarkan dibunuh, si penjahat berbuat karma buruk. Dan bila kita menerima dibunuh tanpa menyimpan dendam, kita melakukan Khanti parami. Dalam hal ini apabila memang tidak ada jalan keluar lain, maka memilih Khanti parami adalah pilihan yang baik.
Nah, sekarang coba kita sesuaikan dengan kisah di atas. Apakah bijak membiarkan 1 bunuh 500?



Quote
sama seperti Sutra kisah Bakti orang tua, buddha ber-anjali pada tumpukan Tulang...

wong Bapak nya saja Raja yang masih hidup Buddha tidak melakukan hal itu.....bahkan ketika Gotama masih kecil Petapa Asita justru yang menghormati beliau, karena jika sebaliknya yang di hormati Tathagatha,maka kepala petapa Asita kaladewata akan pecah 7. [Quote/]
]

Tentu saja bila Tathagata bernamaskara pada manusia, kepala orang itu akan dipecahkan menjadi 7 oleh  Vajrapani Bodhisattva (dalam kanon Pali disebut sebagai Raja Yakkha Vajirapani). Namun, hal ini tidaklah mungkin terjadi. Seorang Buddha tidak akan melakukan tindakan demikian.
Namun dalam sutra bakti Buddha menyatakan perlunya menghormati orang tua, di mana tulang belulang itu adalah orang tua Bodhisattva di masa lampau. Buddha beranjali, bukan namaskara!
Buddhadharma begitu indah, Pengetahuan Kebijaksanaan Tathagata lebih dalam dan lebih luas dari lautan, sungguh tak mudah dipahami, sungguh sulit dipahami...
Saya tidak mengatakan semua tulisan saya ini benar, juga tidak melihat ini salah. Apa yang saya pahami adalah pemahaman saya. Apa yang anda pahami adalah pemahaman anda. Saya tidak bisa membuat pemahaman saya menjadi pemahaman anda, begitu juga sebaliknya. Saya belum paham benar 100% akan sutra2 itu, tapi saya tahu bahwa sutra2 itu benar hanya saja saya yang belum memahami. Dan hal ini bukanlah masalah. Apa yang saya pahami dari sutra ini saya ambil, apa yang belum saya pahami saya biarkan demikian sampai saatnya tiba saya memahaminya.
Bila ada sutta Pali yang sulit dimengerti apakah itu berarti sutta palsu? Tidak, sutra itu harus diklarifikasikan dengan benar, yaitu oleh seorang Arya. Saya sendiri tidak merasa berhak mengecap suatu karya palsu atau asli.

Sutra bakti yang beredar sekarang sudah di pastikan palsu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 18 August 2009, 12:32:11 AM
Quote
Dalam kasus ini, saat itu Bodhisattva bukan seorang Bhikkhu melainkan seorang  kasta Ksatria. Di sutra ini, juga Buddha mengatakan ini bukan berarti anjuran untuk membunuh, dan tidak membenarkan pembunuhan.
Saat itu Bodhisattva belum menjadi Buddha bro... tentu saja kemampuannya belumlah sempurna. Dan ini bukan tentang kepepet akal, melainkan situasi kepepet. Bisakah bro bayangkan penjahat ganas di depan mata kita dengan senjata berbahaya? Ini situasi yang sudah di luar kendali kita. Pikiran si penjahat sudah terlalu liar, hanyut dalam keserakahan akan kekayaan besar.
OK lah, Buddha menaklukkan Angulimala. Tapi bagaimana dengan kehancuran suku Sakya? Bukankah Buddha pun tidak bisa mencegah penyerangan itu, sekalipun sudah menasehati pada sang Raja?
mohon saudara membaca dari halaman 1.
karena jika anda membaca dari halaman 1 tidak mungkin ada alasan seperti yg saya bold biru.

sekali lagi Buddha bukan pembela kebenaran seperti hero superman atau batman...
Buddha hanya menasehati[penunjuk jalan] yang mau milih adalah anda/kita.

Quote
OK... Menurut Vinaya, bagaimanapun juga, Bhikkhu dilarang keras membunuh.
Dalam kasus ini, saat itu Bodhisattva bukan seorang Bhikkhu melainkan seorang  kasta Ksatria
mohon anda baca dari page 1.
dalam Sutra mahayana dikatakan Gotama telah mencapai pencerahan sempurna JAUH sebelum kelahirannya yg sekarang.
makanya saya katakan "masa Abhinna-nya macet?" bahkan sibuk cari jodoh dengan Yasodhara...
dan dijawab oleh Om Gandalf itu semua adalah "upayakausalya"


Quote
Dalam hal ini apabila memang tidak ada jalan keluar lain, maka memilih Khanti parami adalah pilihan yang baik.
Nah, sekarang coba kita sesuaikan dengan kisah di atas. Apakah bijak membiarkan 1 bunuh 500?
saya anjurkan anda membaca 7 pertapa dalam goa yang di serang penjahat dalam buku "Membuka pintu hati" AjahnBrahm...
mohon anda baca...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 19 August 2009, 04:48:41 PM
Memang di ikuti dari awal sampai akhir, jawaban bro Grandalf, tidak lebih tidak kurang adalah UPAYAKAUSALYA,

jadi kesimpulannya Apapun boleh dilakukan bagi seorang Bodhisatva termasuk membunuh, mencuri, dan lain-lainnya yang melanggar sila dengan terpaksa  karena ada alasan yaitu UPAYAKAUSALYA.
memang Bingung !!!!!

sedangkan ajaran para Buddha sudah pasti
Hindari Berbuat Kejahatan,
Perbanyak Berbuat kebajikan
Sucikan Pikiran

(tidak ada tambahan kata2 boleh melanggar karena Upayakausalya)

jadi jawaban & pernyataan Bro Gandalf boleh kita samakan dengan 'tetangga kita', tumpang tindih dan bolak balik tidak klop atau sejalan dengan jawaban2 nya sendiri, yang berdasarkan Sutra2 yang dia ketahui.

Memang demikianlah kemampuan Bathin mereka untuk menerima Buddha Dhamma,

Jadi Bro Marcedes, tak usah permasalahkan, demikian adanya.

Bagi kita2 yang sudah tahu teori aja susah untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari2,
apalagi mereka-mereka ini yang sangat ngotot akan keyakinan mereka atas sutra2 nya.
Jadi kita cuma bisa kasihan aja atas kemampuan mereka, yang demikian susah menerima KEBENARAN.

Yang penting jadi umat Buddhis pegangan kita adalah TIPITAKA (Vinaya, Sutta, Abhidhamma) bukan Tripitaka
karena Tripitaka itu berisi tiga kitab suci yaitu Kitab Pali, Kitab Sansekerta, Kitab Kawi (ke 3 nya digabung jadi satu), bisa bayangin itu gabungan 3 kitab suci jadi 1, demikian kerumitan Tripitaka itu.

Salam Metta, Bro Gandalf jangan marah ya !

 _/\_







Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 19 August 2009, 08:08:53 PM
 [at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 19 August 2009, 08:37:48 PM
Saya setuju bahwa Upaka Kaulsayatidak boleh dijadikan alasan atau excuse untuk melegalkan pembunuhan, dll.
Kalau tidak buat apa Buddha mengajarkan Vinaya?

Namun, seorang Master Mahayana mengatakan bahwa agama Buddha sekarang ini telah terinfeksi oleh virus-virus yang melenceng. Nah, sialnya, kita tidak tahu yang mana yang melenceng. Kadang hal yang tampak melenceng itu karena digosipkan 'melenceng'; dan yang tampaknya lurus itu karena sudah dipromosikan sebagai 'lurus'.

Di sinilah pentingnya letak tradisi Oral Buddhisme. Baik Mahayana maupun Theravada yang 'patent' itu selalu diwariskan melalui tradisi oral langsung Guru-Murid. Hal-hal yang demikian ini hanya bisa didapatkan dalam tradisi oral ini. Apa yang kita ketahui sebagai Dharma yang umum dan beredar bebas ini sangat berbeda dengan ajaran tradisi oral. Mungkin materinya sama tapi maknanya jauh mendalam.

Contohnya, dari sekian banyak murid Sesepuh Chan Huineng, siapakah yang tercerahkan dengan mempelajari sendiri Tripitaka secara mandiri? Hanya ada satu orang, Master Yuan jia! Sedangkan yang lainnya perlu bimbingan langsung dari Master Huineng. Bagaimana mungkin kita, tanpa seorang Guru yang Tercerahkan, berpikir bahwa kita telah memahami sempurna semua Dharma dan berhak untuk mengklarifikasi dan menyertifikasi bahwa suatu Dharma itu asli dari Buddha atau bukan?
Kadang kita merasa bahwa pemahaman kita sudah benar, tapi suatu saat kita akan mengalami berbagai fenomena yang tak terpahamkan. Yang dapat memutarbalikkan segala pemahaman kita sebelumnya. Pada saat-saat demikian itulah kemunduran (kehancuran sradha) atau kemajuan (benih Jnana) terjadi.
Pintu gerbang menuju Pengetahuan Sejati adalah dengan mengetahui ketidaktahuan, menyadari bahwa pengetahuan kita sekarang ini bukan yang sejati.
Buddhadharma itu ibarat sebuah kota dengan banyak gerbang. Ada gerbang Theravada, ada gerbang Mahayana, ada gerbang Vajrayana. Dari masing-masing gerbang tentu punya pemandangan dan jalan yang berbeda. Kita ini ibarat manusia yang masih berada di luar pintu gerbang dan mengatakan bahwa pintu gerbang lain akan menuju jalan lain. Kita tidak akan pernah tahu kebenarannya selama kita belum masuk ke dalam kota Nirvana. Setelah kita masuk kota itu, kita pun masih harus berkeliling kota mengobservasi setiap sudut dan pintu gerbang. Barulah kita akan mengetahui mana pintu gerbang Nirvana yang sesungguhnya. Pintu mana saja yang pasti berakhir di Kota Nirvana.
Bila kita meragukan suatu pintu gerbang, tinggalkan saja. Carilah pintu gerbang kita sendiri.
Berbeda lagi kasus dalam hal Bodhisattva, karena Bodhisattva harus memahami semua jalur menuju Nirvana. Maka dari itulah, Bodhisattva berdiam lama dalam samsara, demi memahami semua jalan. Akhirnya setelah memahami semua jalan, Kebuddhaan dicapai. Bukankah Buddha adalah 'Pengenal Segenap Jalan'?
Intinya, tidak ada gunanya memperdebatkan jalan mana yang paling benar. Mari berjalan di jalan masing-masing dan buktikan kebenarnannya, bukan untuk memenangi perdebatan tapi demi Pembebasan. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 19 August 2009, 10:01:41 PM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

Bro Dharmamitra, kalau mau tahu dari mana Bro asal, BISA DIKETAHUI yaitu bro Dharmamitra harus banyak membaca, memahami Sutta, Abhidhamma (Kanon Pali), sering diskusi Dhamma, jadi bukan suruh menghapal, tapi menghayati dan memahami.

kemudian Bro Dharmamitra juga harus berlatih Meditasi (baik Samatha & Vipassana) dengan serius, walaupun bisa memakan waktu bertahun2, tetapi dengan keseriusan yang baik pasti berhasil mengetahui asal usul Bro Dharmamitra sendiri, BISA DIBUKTIKAN & FAKTA, Silahkan Dicoba, bukan Janji Muluk2 atau Mukzizat.

Jadi tidak hanya dengan teori atau meminta orang lain melihat asal usul kita sendiri, haruslah dari diri sendiri dulu.

Selamat Mencoba Bro Dharmamitra
 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 August 2009, 10:15:00 PM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

Bro Dharmamitra, kalau mau tahu dari mana Bro asal, BISA DIKETAHUI yaitu bro Dharmamitra harus banyak membaca, memahami Sutta, Abhidhamma (Kanon Pali), sering diskusi Dhamma, jadi bukan suruh menghapal, tapi menghayati dan memahami.

kemudian Bro Dharmamitra juga harus berlatih Meditasi (baik Samatha & Vipassana) dengan serius, walaupun bisa memakan waktu bertahun2, tetapi dengan keseriusan yang baik pasti berhasil mengetahui asal usul Bro Dharmamitra sendiri, BISA DIBUKTIKAN & FAKTA, Silahkan Dicoba, bukan Janji Muluk2 atau Mukzizat.

Jadi tidak hanya dengan teori atau meminta orang lain melihat asal usul kita sendiri, haruslah dari diri sendiri dulu.

Selamat Mencoba Bro Dharmamitra
 _/\_

Dalam Samyutta Nikaya 15.1 Sang Buddha mengatakan: "Para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang dapat diketahui ..."

sia-sialah mencari tahu asal-usul kita dalam samsara, karena tidak dapat diketahui. dan lagi, seandainya anda bisa mengetahui pun pengetahuan itu tidak berguna dalam merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 August 2009, 10:30:53 PM
Setahu saya, dalam konsep Mahayana...

Asal mula kita (manusia dan semua makhluk) pada dasarnya berasal dari Mahatman / Adhi Buddha / Nirvana. Jadi secara eksplisit, Aliran Mahayana menyatakan ada sebab utama yang menjadi detonator terbentuknya samsara ini. Oleh karena itu, banyak semboyan dari Aliran Mahayana seperti:

- semua makhluk adalah satu
- semoga samsara berubah menjadi Nirvana
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)
- dsb.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 August 2009, 10:35:14 PM
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)

Tapi kita di masa lalu sudah pernah menjadi Buddha dan sekarang jatuh lagi? jadi kapan bisa terbebas dari samsara?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 August 2009, 10:55:49 PM
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)

Tapi kita di masa lalu sudah pernah menjadi Buddha dan sekarang jatuh lagi? jadi kapan bisa terbebas dari samsara?

Menurut konsep Mahayana, kita benar-benar bisa mencapai Pembebasan dengan merealisasi Anuttara Samyaksambodhi dan menjadi seorang Samyaksambuddha. Sedangkan terbebas dari samsara itu sendiri merupakan kesalahan pandang. Karena samsara = Nirvana, sehingga sebenarnya terbebas dari samsara itu tidak valid dalam konteks Mahayana.

Penjelasan singkatnya seh begitu, kalau mau info lebih lanjut... hubungi Bro Gandalf...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 19 August 2009, 10:58:37 PM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

maaf....bisa baca Brahmajala sutta[DN]... kemudian dilanjutkan dengan Pottapada sutta[DN]...
bisa baca terbitan Dhammacitta...sudah tersedia pula link untuk Download.

nanti anda akan tahu,sungguh suatu yang bertolak belakang dengan kata anda...
pencarian akan pertanyaan anda, sangat bertolak belakang dengan jalan menuju Akhir-dukkha....
refrensi sutta nya sudah saya berikan, silahkan dibaca.

Quote
Namun, seorang Master Mahayana mengatakan bahwa agama Buddha sekarang ini telah terinfeksi oleh virus-virus yang melenceng. Nah, sialnya, kita tidak tahu yang mana yang melenceng. Kadang hal yang tampak melenceng itu karena digosipkan 'melenceng'; dan yang tampaknya lurus itu karena sudah dipromosikan sebagai 'lurus'.

Di sinilah pentingnya letak tradisi Oral Buddhisme. Baik Mahayana maupun Theravada yang 'patent' itu selalu diwariskan melalui tradisi oral langsung Guru-Murid. Hal-hal yang demikian ini hanya bisa didapatkan dalam tradisi oral ini. Apa yang kita ketahui sebagai Dharma yang umum dan beredar bebas ini sangat berbeda dengan ajaran tradisi oral. Mungkin materinya sama tapi maknanya jauh mendalam.
makanya itulah gunanya latihan....ketika kita berlatih dan ternyata fakta lapangan tidak sesuai dalam KITAB SUCI, tentu yang patut dipertanyakan adalah salah satunya...

justru setelah meneliti dengan lanjut batin ini,
mana ada ketika kita dalam keadaan SATI[penuh perhatian] malah membunuh demi welas asih...
silahkan di coba sendiri
justru saya kaget ketika membaca bodhisatva[telah tercerahkan] membunuh demi welas asih....sungguh suatu yang bertolak belakang antara fakta lapangan hasil latihan dengan teori...

saya tidak tahu master huineng itu sudah tercerahkan atau belum, tetapi pernah dibahas mengenai cara latihan Bodhidharma yang aneh disitu seperti yang di katakan Saudara Bond..

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg186898.html#msg186898

Quote
Kadang kita merasa bahwa pemahaman kita sudah benar, tapi suatu saat kita akan mengalami berbagai fenomena yang tak terpahamkan. Yang dapat memutarbalikkan segala pemahaman kita sebelumnya. Pada saat-saat demikian itulah kemunduran (kehancuran sradha) atau kemajuan (benih Jnana) terjadi.
Pintu gerbang menuju Pengetahuan Sejati adalah dengan mengetahui ketidaktahuan, menyadari bahwa pengetahuan kita sekarang ini bukan yang sejati.
saudara Dhammita, kalau ini namanya pemahaman yang didapat dari hasil melihat dan menebak....

jadi "Nana/pengetahuan yang timbul" ketika melaksanakan meditasi Vipassana yang tertulis dalam visudhimagga itu bisa berubah?
rasa garam tidak akan pernah berubah menjadi manis...ingat itu baik-baik ^^
hanya orang yang tidak pernah memakan garam, maka mereka mengatakan rasa garam bisa berubah.

Quote
Buddhadharma itu ibarat sebuah kota dengan banyak gerbang. Ada gerbang Theravada, ada gerbang Mahayana, ada gerbang Vajrayana. Dari masing-masing gerbang tentu punya pemandangan dan jalan yang berbeda. Kita ini ibarat manusia yang masih berada di luar pintu gerbang dan mengatakan bahwa pintu gerbang lain akan menuju jalan lain. Kita tidak akan pernah tahu kebenarannya selama kita belum masuk ke dalam kota Nirvana. Setelah kita masuk kota itu, kita pun masih harus berkeliling kota mengobservasi setiap sudut dan pintu gerbang. Barulah kita akan mengetahui mana pintu gerbang Nirvana yang sesungguhnya. Pintu mana saja yang pasti berakhir di Kota Nirvana.
Bila kita meragukan suatu pintu gerbang, tinggalkan saja. Carilah pintu gerbang kita sendiri.
Berbeda lagi kasus dalam hal Bodhisattva, karena Bodhisattva harus memahami semua jalur menuju Nirvana. Maka dari itulah, Bodhisattva berdiam lama dalam samsara, demi memahami semua jalan. Akhirnya setelah memahami semua jalan, Kebuddhaan dicapai. Bukankah Buddha adalah 'Pengenal Segenap Jalan'?
Intinya, tidak ada gunanya memperdebatkan jalan mana yang paling benar. Mari berjalan di jalan masing-masing dan buktikan kebenarnannya, bukan untuk memenangi perdebatan tapi demi Pembebasan.
pada dasarnya saya setuju dengan kata anda, tetapi sayangnya itu pemikiran saya dahulu sebelum meneliti sutta dan sutra.
ketika saya meniatkan diri membaca berbagai sutra, saya  mendapatkan hal yang berbeda jauh dengan ajaran Theravada....dan tentu bertolak belakang....

lebih rancu lagi dikatakan lagi dalam aliran Vajranyana ada yang dapat mencapai Sammasambuddha dikehidupan sekarang ini.....parahnya siapa yang telah merealisasikan sammasambuddha di kehidupan sekarang setelah Buddha Gotama?
tentu hasil dari latihan Vajrayana ini dianggap hanya omongkosong[karena tidak ada yang pernah mencapai]

ibarat menulis ada latihan yang bisa mengubah anda menjadi Superman dikehidupan sekarang ini, tetapi tidak ada Superman yang pernah muncul, sungguh sebuah Teori tanpa dasar[bukti]

kemudian anda katakan masalah pintu nirvana....jadi para guru-guru di Thailand yang berlatih sedemikian lama,belum lagi para Bikkhu Hutan, mereka semua belum pernah merealisasikan atau berkata pada bahwa "ternyata Buddha Amitabha itu ada, atau alam Sukhavati itu ada"

jadi menurut anda,merekap[guru thai] semua itu belum mencapai nirvana/nibbana?
bahkan pengertian nirvana[mahayana] dan Nibbana[Theravada] itu sudah berbeda...!!!
saya bukan juga sengaja mencari pertengakaran diforum ini, tetapi saya menemukan kejanggalan dan bertanya....
yang saya heran kadang ketika kita bertanya cukup kritis malah dianggap cari masalah....padahal judul Thread nya begitu..

lagian penjelasan yang diberikan tidak mungkin saya telaah/ iyakan langsung begitu saja.....kalau di iyakan langsung yah bukan diskusi nama-nya...
tetapi tentu ada standard rasional dan standard dari hasil latihan di cocokkan.

oh ya, sudahkah anda membaca cerita mengenai 7 pertapa dalam goa yang diserang oleh penjahat ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 19 August 2009, 11:11:35 PM
The Blessed One said, "And which is the burden? 'The five clinging-aggregates,' it should be said. Which five? Form as a clinging-aggregate, feeling as a clinging-aggregate, perception as a clinging-aggregate, fabrications as a clinging-aggregate, consciousness as a clinging-aggregate. This, monks, is called the burden.

SUTTA diatas (sutta loh, bukan abhidhamma) dengan jelas dan gamblang menyatakan bhw mahluk hidup itu terdiri dari panca khandha yaitu :
1. Rupa Khandha - form
2. Viññana Khandha - consciousness
3. Sañña Khandha - perception
4. Sankhära Khandha - fabrication
5. Vedanä Khandha - feeling

dan kelima khandha itulah yg disebut Dukkha (burden)

penjelasan yang saya kutip dari saudara MArkos....
bagi ajaran Buddha yang namanya Khandha tentu sifat nya tidak kekal dan tanpa milik dan itu adalah dukkha..

bagaimana mungkin kalau sudah merealisasikan nirvana dalam konsep mahayana khandha nya berubah menjadi bukan dukkha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 20 August 2009, 06:08:30 AM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

Bro Dharmamitra, kalau mau tahu dari mana Bro asal, BISA DIKETAHUI yaitu bro Dharmamitra harus banyak membaca, memahami Sutta, Abhidhamma (Kanon Pali), sering diskusi Dhamma, jadi bukan suruh menghapal, tapi menghayati dan memahami.

kemudian Bro Dharmamitra juga harus berlatih Meditasi (baik Samatha & Vipassana) dengan serius, walaupun bisa memakan waktu bertahun2, tetapi dengan keseriusan yang baik pasti berhasil mengetahui asal usul Bro Dharmamitra sendiri, BISA DIBUKTIKAN & FAKTA, Silahkan Dicoba, bukan Janji Muluk2 atau Mukzizat.

Jadi tidak hanya dengan teori atau meminta orang lain melihat asal usul kita sendiri, haruslah dari diri sendiri dulu.

Selamat Mencoba Bro Dharmamitra
 _/\_

Dalam Samyutta Nikaya 15.1 Sang Buddha mengatakan: "Para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang dapat diketahui ..."

sia-sialah mencari tahu asal-usul kita dalam samsara, karena tidak dapat diketahui. dan lagi, seandainya anda bisa mengetahui pun pengetahuan itu tidak berguna dalam merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi.

Setuju Bro Indra, sesudah mengetahui asal usul kita dalam samsara, belum tentu bisa merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi.

Tapi bila dalam tahap Proses Menekunin Buddha Dhamma dengan patokan TIPITAKA, bisa membantu mereka mendapat pengetahuan yang benar tentang Buddha Dhamma, dari pada keadaan sekarang yang masih micchaditthi maksudnya begitu Bro Indra.

Seperti kita ketahui dalam Tipitaka untuk yang menjadi 8 pasang Makhluk Suci tidaklah gampang, apalagi menjadi Samma Sambuddha

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 20 August 2009, 10:39:32 PM
The Blessed One said, "And which is the burden? 'The five clinging-aggregates,' it should be said. Which five? Form as a clinging-aggregate, feeling as a clinging-aggregate, perception as a clinging-aggregate, fabrications as a clinging-aggregate, consciousness as a clinging-aggregate. This, monks, is called the burden.

SUTTA diatas (sutta loh, bukan abhidhamma) dengan jelas dan gamblang menyatakan bhw mahluk hidup itu terdiri dari panca khandha yaitu :
1. Rupa Khandha - form
2. Viññana Khandha - consciousness
3. Sañña Khandha - perception
4. Sankhära Khandha - fabrication
5. Vedanä Khandha - feeling

dan kelima khandha itulah yg disebut Dukkha (burden)

penjelasan yang saya kutip dari saudara MArkos....
bagi ajaran Buddha yang namanya Khandha tentu sifat nya tidak kekal dan tanpa milik dan itu adalah dukkha..

bagaimana mungkin kalau sudah merealisasikan nirvana dalam konsep mahayana khandha nya berubah menjadi bukan dukkha?

Dukkha tetaplah Dukkha dari sudut pandang mahkluk samsara, namun bagi yang mencapai Nirvana tiada lagi Dukkha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 20 August 2009, 10:45:38 PM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

Bro Dharmamitra, kalau mau tahu dari mana Bro asal, BISA DIKETAHUI yaitu bro Dharmamitra harus banyak membaca, memahami Sutta, Abhidhamma (Kanon Pali), sering diskusi Dhamma, jadi bukan suruh menghapal, tapi menghayati dan memahami.

kemudian Bro Dharmamitra juga harus berlatih Meditasi (baik Samatha & Vipassana) dengan serius, walaupun bisa memakan waktu bertahun2, tetapi dengan keseriusan yang baik pasti berhasil mengetahui asal usul Bro Dharmamitra sendiri, BISA DIBUKTIKAN & FAKTA, Silahkan Dicoba, bukan Janji Muluk2 atau Mukzizat.

Jadi tidak hanya dengan teori atau meminta orang lain melihat asal usul kita sendiri, haruslah dari diri sendiri dulu.

Selamat Mencoba Bro Dharmamitra
 _/\_

Dalam Samyutta Nikaya 15.1 Sang Buddha mengatakan: "Para bhikkhu, samsara ini adalah tanpa awal yang dapat diketahui ..."

sia-sialah mencari tahu asal-usul kita dalam samsara, karena tidak dapat diketahui. dan lagi, seandainya anda bisa mengetahui pun pengetahuan itu tidak berguna dalam merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi.

lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 20 August 2009, 10:50:50 PM
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?

Nidana yg manakah yang menjelaskan asal-usul seseorang?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 20 August 2009, 11:31:03 PM
[at]  bro marcedes,
semua yang bro nyatakan adalah benar, bahwa semua itu salah. Karena yang bro cerap sebagai 'salah' itu memang merupakan suatu 'kesalahan'. Namun, apa yang disampaikan Om Gandaf itu adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, nga nyambung... Mahayana mengatakan Sakyamuni telah mencapai Buddha sejak dulu kala. Bila hal ini salah, dapatkah bro menjelaskan dari mana asal usul Sakyamuni muncul pertama kali di jagad raya ini?
Dalam hal ini maka saya juga menyatakan bahwa bro pun asalnya satu dengan Buddha, bro aslinya adalah seorang Buddha juga. Lalu, bisakah bro beri tahu saya dari mana asal mula bro? Kalau tidak bisa, bagaimana mungkin bro mengatakan awal mulanya seseorang itu Buddha atau bukan?
Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Bila saya tahu, maka tentulah saya sudah merealisasikan Anuttara Samyaksambodhi. :)

maaf....bisa baca Brahmajala sutta[DN]... kemudian dilanjutkan dengan Pottapada sutta[DN]...
bisa baca terbitan Dhammacitta...sudah tersedia pula link untuk Download.

nanti anda akan tahu,sungguh suatu yang bertolak belakang dengan kata anda...
pencarian akan pertanyaan anda, sangat bertolak belakang dengan jalan menuju Akhir-dukkha....
refrensi sutta nya sudah saya berikan, silahkan dibaca.

Quote
Namun, seorang Master Mahayana mengatakan bahwa agama Buddha sekarang ini telah terinfeksi oleh virus-virus yang melenceng. Nah, sialnya, kita tidak tahu yang mana yang melenceng. Kadang hal yang tampak melenceng itu karena digosipkan 'melenceng'; dan yang tampaknya lurus itu karena sudah dipromosikan sebagai 'lurus'.

Di sinilah pentingnya letak tradisi Oral Buddhisme. Baik Mahayana maupun Theravada yang 'patent' itu selalu diwariskan melalui tradisi oral langsung Guru-Murid. Hal-hal yang demikian ini hanya bisa didapatkan dalam tradisi oral ini. Apa yang kita ketahui sebagai Dharma yang umum dan beredar bebas ini sangat berbeda dengan ajaran tradisi oral. Mungkin materinya sama tapi maknanya jauh mendalam.
makanya itulah gunanya latihan....ketika kita berlatih dan ternyata fakta lapangan tidak sesuai dalam KITAB SUCI, tentu yang patut dipertanyakan adalah salah satunya...

justru setelah meneliti dengan lanjut batin ini,
mana ada ketika kita dalam keadaan SATI[penuh perhatian] malah membunuh demi welas asih...
silahkan di coba sendiri
justru saya kaget ketika membaca bodhisatva[telah tercerahkan] membunuh demi welas asih....sungguh suatu yang bertolak belakang antara fakta lapangan hasil latihan dengan teori...

saya tidak tahu master huineng itu sudah tercerahkan atau belum, tetapi pernah dibahas mengenai cara latihan Bodhidharma yang aneh disitu seperti yang di katakan Saudara Bond..

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg186898.html#msg186898

Quote
Kadang kita merasa bahwa pemahaman kita sudah benar, tapi suatu saat kita akan mengalami berbagai fenomena yang tak terpahamkan. Yang dapat memutarbalikkan segala pemahaman kita sebelumnya. Pada saat-saat demikian itulah kemunduran (kehancuran sradha) atau kemajuan (benih Jnana) terjadi.
Pintu gerbang menuju Pengetahuan Sejati adalah dengan mengetahui ketidaktahuan, menyadari bahwa pengetahuan kita sekarang ini bukan yang sejati.
saudara Dhammita, kalau ini namanya pemahaman yang didapat dari hasil melihat dan menebak....

jadi "Nana/pengetahuan yang timbul" ketika melaksanakan meditasi Vipassana yang tertulis dalam visudhimagga itu bisa berubah?
rasa garam tidak akan pernah berubah menjadi manis...ingat itu baik-baik ^^
hanya orang yang tidak pernah memakan garam, maka mereka mengatakan rasa garam bisa berubah.

Quote
Buddhadharma itu ibarat sebuah kota dengan banyak gerbang. Ada gerbang Theravada, ada gerbang Mahayana, ada gerbang Vajrayana. Dari masing-masing gerbang tentu punya pemandangan dan jalan yang berbeda. Kita ini ibarat manusia yang masih berada di luar pintu gerbang dan mengatakan bahwa pintu gerbang lain akan menuju jalan lain. Kita tidak akan pernah tahu kebenarannya selama kita belum masuk ke dalam kota Nirvana. Setelah kita masuk kota itu, kita pun masih harus berkeliling kota mengobservasi setiap sudut dan pintu gerbang. Barulah kita akan mengetahui mana pintu gerbang Nirvana yang sesungguhnya. Pintu mana saja yang pasti berakhir di Kota Nirvana.
Bila kita meragukan suatu pintu gerbang, tinggalkan saja. Carilah pintu gerbang kita sendiri.
Berbeda lagi kasus dalam hal Bodhisattva, karena Bodhisattva harus memahami semua jalur menuju Nirvana. Maka dari itulah, Bodhisattva berdiam lama dalam samsara, demi memahami semua jalan. Akhirnya setelah memahami semua jalan, Kebuddhaan dicapai. Bukankah Buddha adalah 'Pengenal Segenap Jalan'?
Intinya, tidak ada gunanya memperdebatkan jalan mana yang paling benar. Mari berjalan di jalan masing-masing dan buktikan kebenarnannya, bukan untuk memenangi perdebatan tapi demi Pembebasan.
pada dasarnya saya setuju dengan kata anda, tetapi sayangnya itu pemikiran saya dahulu sebelum meneliti sutta dan sutra.
ketika saya meniatkan diri membaca berbagai sutra, saya  mendapatkan hal yang berbeda jauh dengan ajaran Theravada....dan tentu bertolak belakang....

lebih rancu lagi dikatakan lagi dalam aliran Vajranyana ada yang dapat mencapai Sammasambuddha dikehidupan sekarang ini.....parahnya siapa yang telah merealisasikan sammasambuddha di kehidupan sekarang setelah Buddha Gotama?
tentu hasil dari latihan Vajrayana ini dianggap hanya omongkosong[karena tidak ada yang pernah mencapai]

ibarat menulis ada latihan yang bisa mengubah anda menjadi Superman dikehidupan sekarang ini, tetapi tidak ada Superman yang pernah muncul, sungguh sebuah Teori tanpa dasar[bukti]

kemudian anda katakan masalah pintu nirvana....jadi para guru-guru di Thailand yang berlatih sedemikian lama,belum lagi para Bikkhu Hutan, mereka semua belum pernah merealisasikan atau berkata pada bahwa "ternyata Buddha Amitabha itu ada, atau alam Sukhavati itu ada"

jadi menurut anda,merekap[guru thai] semua itu belum mencapai nirvana/nibbana?
bahkan pengertian nirvana[mahayana] dan Nibbana[Theravada] itu sudah berbeda...!!!
saya bukan juga sengaja mencari pertengakaran diforum ini, tetapi saya menemukan kejanggalan dan bertanya....
yang saya heran kadang ketika kita bertanya cukup kritis malah dianggap cari masalah....padahal judul Thread nya begitu..

lagian penjelasan yang diberikan tidak mungkin saya telaah/ iyakan langsung begitu saja.....kalau di iyakan langsung yah bukan diskusi nama-nya...
tetapi tentu ada standard rasional dan standard dari hasil latihan di cocokkan.

oh ya, sudahkah anda membaca cerita mengenai 7 pertapa dalam goa yang diserang oleh penjahat ?


cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.

Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.

Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.

Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.

kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 21 August 2009, 06:50:46 AM
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro.  


PASTI BEDA !
Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 21 August 2009, 09:18:03 AM
Quote
cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.
begini bro,saya tidak tahu master Huineng itu tercerahkan atau tidak, tetapi.....
bisa di lihat dari METODE LATIHAN beliau...

kan tidak mungkin seseorang mau jagoan badminton malah latihan senam balet...

SangBuddha memberikan banyak metode latihan, tetapi semua itu tidak bertentangan dengan isi Tipitaka maupun Metode yang diajarkan seperti MahassiSayadaw...
lagian kebanyakan metode Vipassana merujuk pada isi MahaSatipattana-Sutta....tentang landasan perhatian.

Quote
Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.

Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.

Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.
waduh,
bagaimana bisa berubah bro...bisa dijelaskan pada saya yang awam ini.

jadi pencapaian Sammasambuddha itu bisa berubah jadi Perumahtangga?
kan sesuai slogan, tidak ada yang KEKAL dan semua bisa berubah..

begini saja, kalau Arahat kan sudah biasa dilihat Di Thailand, bahkan di Myanmar hal ini bisa dilihat dari Relik yang mengkristal mereka....
saya pun sudah pernah memegang relik-relik Arahat seperti Sariputta,dan lainnya...
yang unik relik Ananda yang selalu berbentuk hati...

kemudian uniknya pula relik ini memiliki pancaran energi, silahkan dicoba sendiri dan rasakan...kadang tangan seperti kesetrum listrik kecil....bahkan relik ini bergetar ditangan...

tetapi selama saya melihat relik-relik, tidak ada satupun relik Arahat[savaka buddha] yang menyamai relik [Sammasambuddha] berbeda...
ke-indah-an dan kejernian relik tersebut berbeda....dan ke-aneka-ragaman warna pun sangat berbeda...

disini kelihatan jelas...banyak murid Sammasambuddha mencapai tingkat Savaka-Buddha..
tetapi tidak ada yang menyamai SAMMASAMBUDDHA...
jadi jelas saja saya katakan "siapa yang merealisasikan Sammasambuddha?"


Quote
kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?

MEMBUKA PINTU HATI

Beberapa abad yang silam, tujuh org bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala; mereka tidak pernah akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Yang keenam sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah bhikkhu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat parrita, dan kalau pun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun Bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkannya mereka untuk bersabar.

Suatu hari, gerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Akan tetapi, untunglah. Bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil—jangan tanya saya—membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.

Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.

Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, “Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?” Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?

Sebagian menyarankan si musuh saja, “Bukan,” kata saya. “Saudaranya?” “Salah.”

Bhikkhu yang tidak berguna selalu saja disebutkan—tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak mampu memilih.

Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit, bahkan kepada bhikkhu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.

Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan org Yahudi-Kristiani diantara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.

Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apa pun yang kau lakukan,” akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah dilakukan. Ayo masuk.”

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama diusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.

Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.

Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.

Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun, saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang harusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala bhikkhu menjelaskan kepada para bandit, kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

Sumber: Ajahn Brahm, buku ”Membuka Pintu Hati” terjemahan dari buku “Opening the Door of Your Heart”


------------------
jadi masih beranggapan boleh membunuh dengan welas asih?...yang namanya Welas asih dan METTA itu seperti yang lakukan kepala Bikkhu ini, Welas asih nya sama rata walau keadaan terdesak pun, tidak memilih-milih TUMBAL...

semoga anda bisa tercerahkan membaca cerita unik ini.



Quote
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
maaf bukan maksud menggurui anda, tetapi seperti nya anda salah paham mengenai hukum paticasamupadda ini..

hukum ini menjelaskan mengenai bahwa dari AVIJA[kebodohan/kegelapan batin] maka timbullah penderitaan [jati-marana/usia tua dan mati]
bukan penjelasan dari awal manusia terbentuk seperti cerita Adam dan Hawa di kitab agama tetangga.

nah ketika seseorang melakukan vipassana-bhavana dari semula misalnya seseorang beranggapan bahwa ROH itu ada, dari sini pengetahuan nya tentang melihat kesinambungan mental dan objek saling mengikat kemudian dengan pandangan mendalam
melihat tentang manusia tidak lebih dari unsur-unsur pembentuk karena adanya pengetahuan maka ketidaktahuan nya pun tentang hal ini lenyap...dari sinilah pemahaman tentang ROH itu ada tidaklah benar bagi pemeditasi buddhism... dan inilah disebut "nana"

nana dalam vipasana pun banyak..bukan cuma 1

jadi anggapan bahwa  "nana" bisa berubah seperti kata anda......saya bingung maksud nya itu apa..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 21 August 2009, 09:56:48 AM
Saya hanya ingin menambahkan topik Ananda yang dibahas di: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.1635.html

Saddharmapuṇḍarīkasūtram
nidānaparivartaḥ

Sanskerta:
evaṁ mayā śrutam| ekasmin samaye bhagavān rājagṛhe viharati sma gṛdhrakūṭe parvate mahatā bhikṣusaṁghena sārdhaṁ dvādaśabhirbhikṣuśataiḥ sarvairarhadbhiḥ kṣīṇāsravairniḥkleśairvaśībhūtaiḥ suvimuktacittaiḥ suvimuktaprajñairājāneyairmahānāgaiḥ kṛtakṛtyaiḥ kṛtakaraṇīyairapahṛtabhārairanuprāptasvakārthaiḥ parikṣīṇabhavasaṁyojanaiḥ samyagājñāsuvimuktacittaiḥ sarvacetovaśitāparamapāramitāprāptairabhijñātābhijñātairmahāśrāvakaiḥ| tadyathā-

English:
Thus have I heard. Once upon a time the Lord was staying at Rājagṛha, on the Gridhrakuta mountain, with a numerous assemblage of monks, twelve hundred monks, all of them Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples, such as

Sanskerta:
āyuṣmatā ca ājñātakauṇḍinyena, āyuṣmatā ca aśvajitā, āyuṣmatā ca bāṣpeṇa, āyuṣmatā ca mahānāmnā, āyuṣmatā ca bhadrikeṇa, āyuṣmatā ca mahākāśyapena, āyuṣmatā ca urubilvakāśyapena, āyuṣmatā ca nadīkāśyapena, āyuṣmatā ca gayākāśyapena, āyuṣmatā ca śāriputreṇa, āyuṣmatā ca mahāmaudgalyāyanena, āyuṣmatā ca mahākātyāyanena, āyuṣmatā ca aniruddhena, āyuṣmatā ca revatena, āyuṣmatā ca kapphinena, āyuṣmatā ca gavāṁpatinā, āyuṣmatā ca pilindavatsena, āyuṣmatā ca bakkulena, āyuṣmatā ca mahākauṣṭhilena, āyuṣmatā ca bharadvājena, āyuṣmatā ca mahānandena, āyuṣmatā ca upanandena, āyuṣmatā ca sundaranandena, āyuṣmatā ca pūrṇamaitrāyaṇīputreṇa, āyuṣmatā ca subhūtinā āyuṣmatā ca rāhulena|

English:
the venerable Agñâta-Kaundinya, the venerable Asvagit, the venerable Vâshpa, the venerable Mahânâman, the venerable Bhadrikal, the venerable Mahâ-Kâsyapa, the venerable Kâsyapa of Uruvilvâ, the venerable Kâsyapa of Nadi, the venerable Kâsyapa of Gayâ, the venerable Sâriputra, the venerable Mahâ-Maudgalyâyana, the venerable Mahâ-Kâtyâyana, the venerable Aniruddha, the venerable Revata, the venerable Kapphina, the venerable Gavâmpati, the venerable Pilindavatsa, the venerable Vakula, the venerable Bhâradvâga, the venerable Mahâ-Kaushthila, the venerable Nanda (alias Mahânanda), the venerable Upananda, the venerable Sundara-Nanda, the venerable Pûrna Maitrâyanîputra, the venerable Subhûti, the venerable Râhula;

Sanskerta:
ebhiścānyaiśca mahāśrāvakaiḥ-āyuṣmatā ca ānandena śaikṣeṇa| anyābhyāṁ ca dvābhyāṁ bhikṣusahasrābhyāṁ śaikṣāśaikṣābhyām| mahāprajāpatīpramukhaiśca ṣaḍbhirbhikṣuṇīsahasraiḥ| yaśodharayā ca bhikṣuṇyā rāhulamātrā saparivārayā|…..

English:
with them yet other great disciples (maha sravaka), as the venerable Ananda, still under training (saiksena), and two thousand other monks, some of whom still under training, the others masters; with six thousand nuns having at their head Mahâprajâpatî, and the nun Yasodharâ, the mother of Râhula,…….

Kesimpulan:
Berdasarkan perbandingan dengan teks Sanskerta (perhatikan Teks yang di bold HITAM)
Ananda yang dimaksud adalah Ananda yang merupakan Sepupu dari Siddhārtha yang kemudian menjadi Pembantu tetap Sang Buddha dan masih berlatih, belum menjadi Arahat.

Terlepas dari topik Ananda ini, coba perhatikan kalimat yang di warna merah khususnya yang di Bold MERAH, merupakan ciri dan kondisi batin para arahat, : having done their task, done their duty, reached the goal; perfect knowledge.
Bukankah perlu dipertanyakan jika ada yang mengatakan bahwa para arahat adalah belum sempurna dan masih harus menyempurnakan lagi batin mereka?? Jika ya para arahat harus menyempurnakan diri lagi, maka gugur penjelasan dari Sutra ini. Dan perlu dipertanyakan pula definisi dari sempurna dalam pikiran yang bersangkutan. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 21 August 2009, 10:53:27 AM

tulisan yg anda bold merah banyak terdapat dalam SUTTA....
arahat telah mencapai apa yg harusnya dicapai, dan tidak ada lagi yang lebih tinggi dari pada ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 21 August 2009, 03:27:38 PM

tulisan yg anda bold merah banyak terdapat dalam SUTTA....
arahat telah mencapai apa yg harusnya dicapai, dan tidak ada lagi yang lebih tinggi dari pada ini.

Setuju bro Mercy !!!
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 21 August 2009, 09:04:09 PM
Quote
cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.
begini bro,saya tidak tahu master Huineng itu tercerahkan atau tidak, tetapi.....
bisa di lihat dari METODE LATIHAN beliau...

kan tidak mungkin seseorang mau jagoan badminton malah latihan senam balet...

SangBuddha memberikan banyak metode latihan, tetapi semua itu tidak bertentangan dengan isi Tipitaka maupun Metode yang diajarkan seperti MahassiSayadaw...
lagian kebanyakan metode Vipassana merujuk pada isi MahaSatipattana-Sutta....tentang landasan perhatian.

Quote
Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.

Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.

Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.
waduh,
bagaimana bisa berubah bro...bisa dijelaskan pada saya yang awam ini.

jadi pencapaian Sammasambuddha itu bisa berubah jadi Perumahtangga?
kan sesuai slogan, tidak ada yang KEKAL dan semua bisa berubah..

begini saja, kalau Arahat kan sudah biasa dilihat Di Thailand, bahkan di Myanmar hal ini bisa dilihat dari Relik yang mengkristal mereka....
saya pun sudah pernah memegang relik-relik Arahat seperti Sariputta,dan lainnya...
yang unik relik Ananda yang selalu berbentuk hati...

kemudian uniknya pula relik ini memiliki pancaran energi, silahkan dicoba sendiri dan rasakan...kadang tangan seperti kesetrum listrik kecil....bahkan relik ini bergetar ditangan...

tetapi selama saya melihat relik-relik, tidak ada satupun relik Arahat[savaka buddha] yang menyamai relik [Sammasambuddha] berbeda...
ke-indah-an dan kejernian relik tersebut berbeda....dan ke-aneka-ragaman warna pun sangat berbeda...

disini kelihatan jelas...banyak murid Sammasambuddha mencapai tingkat Savaka-Buddha..
tetapi tidak ada yang menyamai SAMMASAMBUDDHA...
jadi jelas saja saya katakan "siapa yang merealisasikan Sammasambuddha?"


Quote
kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?

MEMBUKA PINTU HATI

Beberapa abad yang silam, tujuh org bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala; mereka tidak pernah akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Yang keenam sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah bhikkhu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat parrita, dan kalau pun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun Bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkannya mereka untuk bersabar.

Suatu hari, gerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Akan tetapi, untunglah. Bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil—jangan tanya saya—membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.

Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.

Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, “Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?” Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?

Sebagian menyarankan si musuh saja, “Bukan,” kata saya. “Saudaranya?” “Salah.”

Bhikkhu yang tidak berguna selalu saja disebutkan—tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak mampu memilih.

Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit, bahkan kepada bhikkhu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.

Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri dan yang lain-lain.

Saya mengingatkan org Yahudi-Kristiani diantara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.

Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apa pun yang kau lakukan,” akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah dilakukan. Ayo masuk.”

Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama diusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.

Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.

Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.

Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun, saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang harusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala bhikkhu menjelaskan kepada para bandit, kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!

Sumber: Ajahn Brahm, buku ”Membuka Pintu Hati” terjemahan dari buku “Opening the Door of Your Heart”


------------------
jadi masih beranggapan boleh membunuh dengan welas asih?...yang namanya Welas asih dan METTA itu seperti yang lakukan kepala Bikkhu ini, Welas asih nya sama rata walau keadaan terdesak pun, tidak memilih-milih TUMBAL...

semoga anda bisa tercerahkan membaca cerita unik ini.



Quote
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
maaf bukan maksud menggurui anda, tetapi seperti nya anda salah paham mengenai hukum paticasamupadda ini..

hukum ini menjelaskan mengenai bahwa dari AVIJA[kebodohan/kegelapan batin] maka timbullah penderitaan [jati-marana/usia tua dan mati]
bukan penjelasan dari awal manusia terbentuk seperti cerita Adam dan Hawa di kitab agama tetangga.

nah ketika seseorang melakukan vipassana-bhavana dari semula misalnya seseorang beranggapan bahwa ROH itu ada, dari sini pengetahuan nya tentang melihat kesinambungan mental dan objek saling mengikat kemudian dengan pandangan mendalam
melihat tentang manusia tidak lebih dari unsur-unsur pembentuk karena adanya pengetahuan maka ketidaktahuan nya pun tentang hal ini lenyap...dari sinilah pemahaman tentang ROH itu ada tidaklah benar bagi pemeditasi buddhism... dan inilah disebut "nana"

nana dalam vipasana pun banyak..bukan cuma 1

jadi anggapan bahwa  "nana" bisa berubah seperti kata anda......saya bingung maksud nya itu apa..

"Where there was neither sameness nor difference, suddenly difference appears. What differs from that difference, becomes sameness. Once sameness and difference mutually arise, and due to them, what is neither the same nor different is created. This turmoil eventually brings about weariness. Prolonged weariness produces defilement. The combination of these in a murky turbidity creates afflictions with respect to wearisome defilements. The world comes about through this arising; the lack of any arising becomes emptiness. Emptiness is sameness; the world, difference. Those that have neither difference nor sameness become conditioned dharmas." ~ Shurangama Sutra ~

"Suatu ketika, tiada kesamaan pun tiada perbedaan, lalu tiba-tiba perbedaan muncul. Apa yang berbeda dari 'perbedaan' menjadi 'kesamaan'. Begitu kesamaan dan perbedaan muncul saling berkaitan, berdasarkan keduanya, apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan tercipta. Keadaan kacau ini menimbulkan keresahan. Keresahan yang berkepanjangan menghasilkan kekotoran. Percampuran kesemuanya ini dalam satu adukan keruh melahirkan derita batin oleh kekotoran batin (berupa) keresahan. Dunia ini terbentuk dari kemunculan ini; yang bukan kemunculan menjadi kekosongan. Kekosongan adalah kesamaan; dunia adalah perbedaan. Apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan menjadi dharma-dharma yang berkondisi (sankhara-dharma)." ~ Shurangama Sutra..
Paragraf di atas lalu diikuti dengan penjelasan mengenai bagaimana empat elemen: angin, api, air dan tanah (Rupa-skandha) terbentuk sebagai efek samping dari munculnya kekotoran batin (Avidya). Avidya lalu bercampur aduk dengan empat elemen secara kacau balau sehingga muncul 'mahkluk hidup'(panca-skandha dengan enam-indria) dan alam semesta. Lalu diteruskan dengan kekotoran batin (kilesa) yang berinteraksi dan melahirkan kekotoran batin lainnya sehingga rantai hukum karma memunculkan berbagai kondisi akibat karma-karma para mahkluk.
Dalam sastranya, di paragraf ini dijelaskan dengan lebih mendetail tentang proses munculnya keyakinan/pandangan salah tentang adanya suatu diri (michaditti) dari Avidya yang paling dasar tadi, sampai bagaimana michaditti ini berkembang menjadi semakin kompleks dan akhirnya melahirkan karma. Seterusnya secara garis besar sama dengan 12 nidana dari paticcasamudpada.
Buddha menjelaskan hal ini sebagai jawaban dari pertanyaan Arya Purna. Pertanyaan Arya Purna itu secara singkat adalah demikian: "Bila segala sesuatu adalah Tathagata-garbha, kenapa Samsara bisa muncul?"
Bila ada yang bertanya kepada Buddha, "Bagaimanakah asal usul alam semesta?" tentu Buddha tidak menjawabnya, karena pertanyaan ini tidak bermanfaat untuk menuju Nirvana. Namun, berbeda ketika Arya Purna bertanya untuk lebih memahami Dharma yang bermanfaat bagi pemahaman Dharma dan memudahkan pengajaran. Dengan mengetahui bagaimana detail Avidya berkembang, maka akan membantu untuk memahami berbagai jenis sifat dan cara kerja pikiran sehingga akhirnya memudahkan dalam membimbing para siswa; kurang lebih sama bergunanya seperti Abhidharma .Dalam hal ini, sutra ini dibabarkan dengan sistematis dan mendalam.

Chan=Latihan senam balet? apa maksudnya bro? bisa dijabarkan lebih jelas lagi? kalau bisa dengan contoh kasus yang bro pahami/pengalaman bro.. jadi ada argumen yang mendukung pernyataan bro..

Jangan kan para Chan master, para upasaka pun di China dan Taiwan juga cukup banyak yang punya relik. Ini juga membuktikan bahwa metode Chan dan Sukhavati itu membawa pada pencerahan.

Iya, saya juga suka cerita ini. Karya Ajahn Brahm memang bermutu tinggi..

Bukan begitu, maksud saya... secara teori, Nana memang punya pakem-pakem baku dan sistematis. Namun pada prakteknya bervariasi pada tiap individu. Manifestasi prosesnya berbeda tapi pemahamannya sama. Contoh nyatanya adalah saat bermeditasi. Dalam perkembangannya tentu tidak sama persis dengan sutta, karena variasi individu. Namun bagaimanapun juga, sutta tetaplah sebuah penuntun. Sutta itu merupakan petunjuk, tapi kitalah yang menjalani. Sutta itu kata-kata yang merupakan benda mati, tapi kita mahkluk hidup. Jadi kita perlu menghidupkan sutta itu dalam praktek kita.

Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...
 

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 21 August 2009, 09:17:24 PM
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro.  


PASTI BEDA !
Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?


Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.

Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 21 August 2009, 09:26:17 PM
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.

Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.

bisa minta referensi mengenai ini, bro? terutama mengenai bagian yg bold
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 21 August 2009, 11:03:51 PM
"Where there was neither sameness nor difference, suddenly difference appears. What differs from that difference, becomes sameness. Once sameness and difference mutually arise, and due to them, what is neither the same nor different is created. This turmoil eventually brings about weariness. Prolonged weariness produces defilement. The combination of these in a murky turbidity creates afflictions with respect to wearisome defilements. The world comes about through this arising; the lack of any arising becomes emptiness. Emptiness is sameness; the world, difference. Those that have neither difference nor sameness become conditioned dharmas." ~ Shurangama Sutra ~

"Suatu ketika, tiada kesamaan pun tiada perbedaan, lalu tiba-tiba perbedaan muncul. Apa yang berbeda dari 'perbedaan' menjadi 'kesamaan'. Begitu kesamaan dan perbedaan muncul saling berkaitan, berdasarkan keduanya, apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan tercipta. Keadaan kacau ini menimbulkan keresahan. Keresahan yang berkepanjangan menghasilkan kekotoran. Percampuran kesemuanya ini dalam satu adukan keruh melahirkan derita batin oleh kekotoran batin (berupa) keresahan. Dunia ini terbentuk dari kemunculan ini; yang bukan kemunculan menjadi kekosongan. Kekosongan adalah kesamaan; dunia adalah perbedaan. Apa yang bukan kesamaan maupun perbedaan menjadi dharma-dharma yang berkondisi (sankhara-dharma)." ~ Shurangama Sutra..

Kenapa kalimat ”Where there …” diterjemahkan dengan “Suatu ketika,…”, Sdr. Dharmamitra???

Setahu saya “Where there” berarti “Dimana ada”

Saya ambil terjemahan Inggris lainnya bertuliskan: “In the midst of what is neither the same nor different, difference blazes forth.” http://cttbusa.org/shurangama/shurangama14.asp

Om Google menerjemahkan: “Dimana/di antara tidak ada kesamaan maupun perbedaan
 ….” Kalau saya menerjemahkannya;” Dimana/di antara kesamaan maupun perbedaan….”(cmiiw dalam terjemahan)
 
Jadi disini tidak disampaikan adanya momen ”suatu ketika” atau sebuah titik awal. Analoginya: ada X dan Y dan di antaranya muncul Z (dunia). Sampai disini kita tidak bisa mengatakan ini adalah awal pertama, karena tidak ada keterangan kapan X dan Y muncul, tidak dijelaskan bahwa ini adalah awal dari segala awal.

Selanjutnya sutra menjelaskan mengenai proses terjadinya dunia dan ‘kekacauan” batin. Ingat ini bukan berarti ini titik awal permulaan bagi dunia karena tidak ada penjelasan yang menjelaskan awal dari Penyebab munculnya dunia.

Itu saja yang bisa saya tangkap dari cuplikan Shurangama Sutra bab2
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 21 August 2009, 11:07:16 PM
 [at] kelana, clicked
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 22 August 2009, 09:07:57 AM
Kata NYA, didalam Mahayana ada mengenal konsep, Sebagai berikut,

Asal mula kita (manusia dan semua makhluk) pada dasarnya berasal dari Mahatman / Adhi Buddha / Nirvana. Jadi secara eksplisit, Aliran Mahayana menyatakan ada sebab utama yang menjadi detonator terbentuknya samsara ini. Oleh karena itu, banyak semboyan dari Aliran Mahayana seperti:
- semua makhluk adalah satu
- semoga samsara berubah menjadi Nirvana
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)
- dsb.

Dharmamitra say
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...


Apakah konsep Mahayana berlawanan dengan yang kata yang di Bold, seperti ungkapan Bro Dharmamitra !!!
Karena saya liat penulisan Bro Dharmamitra banyak mengambil referensi Sutra mahayana, boleh dijelaskan mengapa berlawanan dengan pernyataan Bro Dharmamitra
karena sesudah dari Buddha kemudian menjadi manusia(upasaka),
kemudian yang pasti dari manusia ingin menjadi Buddha !

Dharmamitra say
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliaran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.


Kalau begitu cerita tentang adanya Alam Sukhavati itu buat apa  ya ? atau hanya menarik supaya ajaran ini lebih MENARIK, KEREN !

Dharmamitra say
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.


Dari pernyataan Bro Dharmamitra yang dibold diatas, berarti tidak ada lagi Arahat yang mempunyai kemampuan Abhinna seperti itu, sehingga tidak bisa menceritakan isi tentang 'ALAM SUKHAVATI'  !!! :)
Bro Dharmamitra hebat donk !, bisa tahu kemampuan sekian banyak Arahat selama 500 tahun dihitung mulai dari sekarang, sehingga para Arahat tidak bisa menceritakan konon adanya ‘Alam Sukhavati’ !

Dharmamitra say
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.


Boleh minta referensi Bro, kedua kalinya sesudah Bro Indra yang pertama
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 22 August 2009, 09:39:03 AM
Quote
Chan=Latihan senam balet? apa maksudnya bro? bisa dijabarkan lebih jelas lagi? kalau bisa dengan contoh kasus yang bro pahami/pengalaman bro.. jadi ada argumen yang mendukung pernyataan bro..
maksud saya, seseorang berhasil tidak nya mencapai pencerahan bisa diketahui dari metode latihan...
sama seperti ATLET BULU TANGKIS TERNAMA....kalau metode latihannya kita lihat seperti
-sprint , sit up, kemudian latihan smash latihan backhand....jogging atau apa...
tentu masuk akal kalau ATLET INI BISA JUARA..

tapi kalau mau JUARA BULUTANGKIS tapi metode latihannya main BALET bisa ga?

dalam Konsep Mahayana seseorang mengikuti latihan katanya bisa jadi bodhisatva, bisa juga lahir di Sukhavati ,kemudian bisa jadi Arahat [ yang notabane nya cuma bodhisatva tingkat 7 kalau tidak salah ] dengan kata lain belum sempurna..

bagaimana dengan visudhimagga ternyata karya besar Buddhagosa ini hanya tertulis jelas 1 tujuan dalam latihan sila samadhi dan panna...yakni NIBBANA.....

sudah beda bukan?

-------------------

Quote
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
setahu saya Arahat yang merealisasikan 6 abhnna tertinggi tidak sedikit...
memang Monggalana dikatakan bisa 7 abhinna? ga kan?

jadi kenapa Monggalana dikatakan terunggul dibidang kesaktian?
jawaban yg diberikan saya oleh seorang bikkhu,
karena Monggalana mampu memiliki kemampuan memasuki jhana sangat cepat dan menganti objek sangat cepat....
ibarat memory RAM arahat lain cuma 512, Monggalana punya 5gb. ^^

kalau Sammasambuddha itu mah processor XXX ditambah memory XXX

------------------------------------------------------
kalau bahasa inggris saya kurang jelas...tapi penjelasan saudara Kelana cukup membuktikan...

Quote
Kenapa kalimat ”Where there …” diterjemahkan dengan “Suatu ketika,…”, Sdr. Dharmamitra???
Setahu saya “Where there” berarti “Dimana ada”

jadi bukan menuju pada awal tercipta nya samsara, melainkan awal bagaimana pandangan salah yang masuk bisa membuat terjerumus terus dalam samsara..
-------------------------------

Quote
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...
loh, dalam konsep Theravada memang nibbana itu tidak termasuk bentukan Sankhara...

sekarang yang kita bicarakan konsep mahayana...anda katakan nirvana itu kekal dan abadi?
lalu mengapa Gotama masih harus terlahir jadi pangeran, kemudian cari Istri, terus butuh guru Alara Kalama dan Ramaputta untuk menembus Arupa-jhana...dan lagi Dibantu para Dewa untuk mendengar alunan kecapi..??????

mengapa bro? bukankah Gotama telah tercerahkan sempurna jauh sebelum kehidupannya ini....seperti yang dikatakan dalam sutra...
berarti yang Membuat Sammasambuddha bisa berubah jadi Manusia biasa itu konsep mahayana sendiri...

sekali lagi saya ingatkan
mahayana dalam sutra nya mengatakan bahwa
"buddha gotama telah mencapai penerangan sempurna jauh sebelum kelahirannya yg sekarang"
dan inilah kejanggalan fatal yg saya lihat..

metta
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 22 August 2009, 10:16:01 AM
Quote
Subhuti bertanya, “Mengapa kamu keluar darinya setelah kamu memasukinya?”
Manjusri menjawab, “Yang Mulia, anda harus mengetahui bahwa ini adalah perwujudan dari kebijaksanaan dan kearifan seorang Bodhisattva. Ia sesungguhnya memasuki realisasi Kearahatan dan terbebas dari samsara; kemudian, sebagai cara untuk menyelamatkan makhluk-makhluk, ia keluar dari realisasi itu. Subhuti, misalkan seorang pemanah yang ahli merencanakan untuk melukai musuh bebuyutannya, tetapi, karena salah menyangka putra kesayangannya di dalam hutan sebagai musuh, ia menembakkan panah padanya. Putranya berkata, ‘Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Mengapa ayah ingin melukaiku?’ Seketika itu juga, sang pemanah, yang berlari dengan cepat, mendorong putranya dan menangkap panah itu sebelum ia melukai seseorang. Seorang Bodhisattva adalah seperti ini: untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

walah, sesungguh nya nirvana itu apa sih.....mau masuk dan kemudian keluar seperti rumah sendiri...

dan lagi apa yg mau dibimbing dari savaka dan paccekabuddha?bukankah
Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties;


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 23 August 2009, 12:09:12 AM
Bro Dharma say,
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda
bro. 


PASTI BEDA !
Dharmamitra never say: sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..
Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjanggkau galaksi-galaksi yang amat jauh.
Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?
Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati.

Bang Dharmamitra, karena Amitabha Buddha itu tidak ada dalam Tipitaka, jadi ada di alam mana ?, atau Buddha masa lampaukah ? tidak jelas !, Buddha Gotama hanya membedakan ada Manusia Buddha, Pacceka Buddha, Savaka Buddha (Arahat)

Merealisasi Nibbana ada

Bro Dharmamitra say,
Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.


Seorang Arahat belum tentu punya Jhana/Abhinna, Alasan ini bisa diterima.

Arahat tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan) karena tidak punya Abhinna !
Apakah Bang Dharmamitra yakin bahwa Bhikkhu Thailand & Myanmar dalam 500 tahun yang lalu dihitung dari sekarang, yang menjadi Arahat semuanya tidak punya Abhinna ? dan ternyata sampai sekarang para Bhikkhu Thai & Myanmar yang mencapai Arahat dengan mempunyai Abhinna, dan tidak ada satupun Beliau2 membabarkan Dhamma bahwa ternyata ada bumi Sukhavati ( maksudnya diluar 31 alam kehidupan).

Jadi pernyataan ini TIDAK BISA diterima jika ada Bumi Sukhavati diluar 31 alam kehidupan .

Bro Dharmamitra say,
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.


Boleh tahu apa itu hasil Jalan Vajra ?

Kata NYA, didalam Mahayana ada mengenal konsep, Sebagai berikut,

Asal mula kita (manusia dan semua makhluk) pada dasarnya berasal dari Mahatman / Adhi Buddha / Nirvana. Jadi secara eksplisit, Aliran Mahayana menyatakan ada sebab utama yang menjadi detonator terbentuknya samsara ini. Oleh karena itu, banyak semboyan dari Aliran Mahayana seperti:
- semua makhluk adalah satu
- semoga samsara berubah menjadi Nirvana
- kita adalah Buddha (meskipun "kita" saat ini belumlah menjadi Sammasambuddha atau Savaka Buddha sekalipun)
- dsb.

Dharmamitra say
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...


Apakah konsep Mahayana berlawanan dengan yang kata yang di Bold, seperti ungkapan Bro Dharmamitra !!!
Karena saya liat penulisan Bro Dharmamitra banyak mengambil referensi Sutra mahayana, boleh dijelaskan mengapa berlawanan dengan pernyataan Bro Dharmamitra
karena sesudah dari Buddha kemudian menjadi manusia(upasaka),
kemudian yang pasti dari manusia ingin menjadi Buddha !

Dharmamitra say
Amitabha Buddha mencapai Kebuddhaan di sistem dunia(tata surya) Sukhavati 10 mahakalpa yang lampau. Dalam Tipitaka Pali memang tidak ada, tapi ada dalam Tripitaka Mahayana.

Sukhavati itu berjarak sangat jauh dari bumi ini. Dalam sutra dikatakan bahwa jaraknya adalah miliaran tanah Buddha (planet bumi). Jadi, jangan dulu bicarakan melihat Sukhavati bila Bumi (planet yang ada manusia) terdekat saja belum terlihat.


Kalau begitu cerita tentang adanya Alam Sukhavati itu buat apa  ya ? atau hanya menarik supaya ajaran ini lebih MENARIK, KEREN !

Dharmamitra say
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.


Dari pernyataan Bro Dharmamitra yang dibold diatas, berarti tidak ada lagi Arahat yang mempunyai kemampuan Abhinna seperti itu, sehingga tidak bisa menceritakan isi tentang 'ALAM SUKHAVATI'  !!! :)
Bro Dharmamitra hebat donk !, bisa tahu kemampuan sekian banyak Arahat selama 500 tahun dihitung mulai dari sekarang, sehingga para Arahat tidak bisa menceritakan konon adanya ‘Alam Sukhavati’ !

Dharmamitra say
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
Tentu saja realisasi  berbagai tingkat Bodhisattva Bhumi - sampai akhirnya Kebuddhaan.


Boleh minta referensi Bro, kedua kalinya sesudah Bro Indra yang pertama
 _/\_

Dharmamitra never say: sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..
Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjanggkau galaksi-galaksi yang amat jauh.
Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?
Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?

 [at]  bro Chandra and bro Indra,
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 23 August 2009, 12:10:45 AM
 [at]  bro Kelana

Ya, “Di antara kesamaan .....” bisa dipakai dan sangat cocok (great idea...!), tapi “Di mana kesamaan...” tidak sesuai dengan prinsip yang dijelaskan. Suatu bahasa yang menjelaskan suatu prinsip, tidak bisa begitu saja diterjemahkan mentah-mentah secara literal. Kata ‘where there was’ di sini tidak menunjukkan suatu ‘tempat’ atau ‘ di mana ada’. Kata ini lebih cocok dengan ‘di antara’ karena  ‘di antara’ juga berfungsi menjelaskan ‘suatu keadaan’.  Saya memilih ‘suatu ketika...’ karena keadaan yang dijelaskan di sini adalah keadaan di mana ruang dan waktu belum muncul. Suatu ketika ini sekaligus bermakna ‘where’ dan ‘when’.  Karena hal ini juga saya menyertakan bahasa Inggrisnya. Memang saya bertujuan mengajak bro sekalian menganalisa kenapa saya memakai ‘suatu ketika’ untuk frasa ‘where there was’. 
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.
Benar sekali, tidak ada penjelasan tentang ‘awal dari penyebab munculnya dunia’ (avidya) yang dalam cuplikan ini dijelaskan sebagai ‘tiba-tiba perbedaan muncul’. Namun proses munculnya Dunia dari ‘tiada dunia’ masih bisa dijelaskan. Yang dimaksud Buddha dengan ‘tiada awal yang dapat diketahui’ itu saya mengerti sebagai berikut: sebelum dunia muncul, tiada suatu apapun yang disebutkan sebagai ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’. Nah, bila diusut lebih jauh lagi, ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’ ini  tidak dapat diketahui awal mulanya.
Bila dunia(alam semesta beserta para mahkluk hidup) tidak dapat diketahui asal muasalnya, maka Paticcasamudpada itu bohong besar. Tentu saja Paticcasamudpada menjelaskan akan asal muasal Jaramarana. Karena jelas sekali disebutkan bahwa penyebabnya adalah Avidya. Tanpa memulai dari Awal, kita tidak bisa mencapai Akhir. Tanpa Sebab tiada Akibat. Ada sebab maka ada akibat.
 Ingatlah bahwa Semua yang memiliki Akhir memiliki Awal. Buddha sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak. Bila tiada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak ini; maka tidak mungkin ada pembebasan.
Bila, dunia ini tidak memiliki asal muasal, berarti ia kekal dan kita tidak akan pernah bisa terbebas darinya. Namun karena ia memiliki asal muasal, kita dapat terbebas darinya. Sebagaimana Bhikkhu Arya Asajji  menyatakan: “Segala sesuatu memiliki SEBAB, dan di dalam SEBAB itu dapat kita temukan PENYEBAB untuk mengakhirinya. Demikianlah Tathagata telah mengajarkan.”
Bukankah Buddha menyatakan: “Tathagata hanya mengajarkan Dukkha, sebab dari Dukkha, akhir dari Dukkha dan cara untuk mengakhirinya” juga “Tathagata hanya mengajarkan Dunia, awal dari Dunia, akhir dari Dunia, dan sebab menuju akhir dari Dunia.”
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 23 August 2009, 12:11:31 AM
Quote
Chan=Latihan senam balet? apa maksudnya bro? bisa dijabarkan lebih jelas lagi? kalau bisa dengan contoh kasus yang bro pahami/pengalaman bro.. jadi ada argumen yang mendukung pernyataan bro..
maksud saya, seseorang berhasil tidak nya mencapai pencerahan bisa diketahui dari metode latihan...
sama seperti ATLET BULU TANGKIS TERNAMA....kalau metode latihannya kita lihat seperti
-sprint , sit up, kemudian latihan smash latihan backhand....jogging atau apa...
tentu masuk akal kalau ATLET INI BISA JUARA..

tapi kalau mau JUARA BULUTANGKIS tapi metode latihannya main BALET bisa ga?

dalam Konsep Mahayana seseorang mengikuti latihan katanya bisa jadi bodhisatva, bisa juga lahir di Sukhavati ,kemudian bisa jadi Arahat [ yang notabane nya cuma bodhisatva tingkat 7 kalau tidak salah ] dengan kata lain belum sempurna..

bagaimana dengan visudhimagga ternyata karya besar Buddhagosa ini hanya tertulis jelas 1 tujuan dalam latihan sila samadhi dan panna...yakni NIBBANA.....

sudah beda bukan?

-------------------

Quote
Di jelaskan bahwa Abhinna Arahat memang memiliki jangkauan terbatas. Hanya sedikit Arahat yang punya abhinna sehebat  Arya Moggalana dkk.
Lagi pula Sukhavati itu bukan tingkatan alam seperti dalam 31 alam, tapi galaksi lain.
setahu saya Arahat yang merealisasikan 6 abhnna tertinggi tidak sedikit...
memang Monggalana dikatakan bisa 7 abhinna? ga kan?

jadi kenapa Monggalana dikatakan terunggul dibidang kesaktian?
jawaban yg diberikan saya oleh seorang bikkhu,
karena Monggalana mampu memiliki kemampuan memasuki jhana sangat cepat dan menganti objek sangat cepat....
ibarat memory RAM arahat lain cuma 512, Monggalana punya 5gb. ^^

kalau Sammasambuddha itu mah processor XXX ditambah memory XXX

------------------------------------------------------
kalau bahasa inggris saya kurang jelas...tapi penjelasan saudara Kelana cukup membuktikan...

Quote
Kenapa kalimat ”Where there …” diterjemahkan dengan “Suatu ketika,…”, Sdr. Dharmamitra???
Setahu saya “Where there” berarti “Dimana ada”

jadi bukan menuju pada awal tercipta nya samsara, melainkan awal bagaimana pandangan salah yang masuk bisa membuat terjerumus terus dalam samsara..
-------------------------------

Quote
Sabbe sangkhara anicca artinya segala yang berkondisi selalu berubah/tidak kekal.
Kebuddhaan itu apa termasuk Sangkhara? tidak toh..
Lagi pula ada 4 sifat Nirvana: Kekal Abadi, Kebahagiaan Sejati, Murni, Sunyata
apakah pencapaian Buddha bisa berubah menjadi upasaka? hehehe... kira-kira apa jawaban Buddha...
loh, dalam konsep Theravada memang nibbana itu tidak termasuk bentukan Sankhara...

sekarang yang kita bicarakan konsep mahayana...anda katakan nirvana itu kekal dan abadi?
lalu mengapa Gotama masih harus terlahir jadi pangeran, kemudian cari Istri, terus butuh guru Alara Kalama dan Ramaputta untuk menembus Arupa-jhana...dan lagi Dibantu para Dewa untuk mendengar alunan kecapi..??????

mengapa bro? bukankah Gotama telah tercerahkan sempurna jauh sebelum kehidupannya ini....seperti yang dikatakan dalam sutra...
berarti yang Membuat Sammasambuddha bisa berubah jadi Manusia biasa itu konsep mahayana sendiri...

sekali lagi saya ingatkan
mahayana dalam sutra nya mengatakan bahwa
"buddha gotama telah mencapai penerangan sempurna jauh sebelum kelahirannya yg sekarang"
dan inilah kejanggalan fatal yg saya lihat..

metta

Maaf, bro pertanyaan saya memang kurang jelas...Yang saya tanyakan itu “latihan” mana dari Ch’an yang tidak sesuai dengan Jalan Ariya?
Seperti saya contohkan di atas, Bhante Moggalana bisa mengingat kehidupan lampau lebih dari 1 Asankheyya dan 100 ribu kappa; dan hanya Bhante Sariputta dan 2 orang Arahat lain yang mampu. Sedangkan para Arahat lain tidak bisa mengingat lebih jauh dari batas ini. Begitu juga dengan Dibbacakkhu, Cuma saya lupa seberapa jauh yang bisa dilihat Arahat.
Itulah jawabannya bro, Nirvana bukan sangkhara...
Betul, lebih lengkapnya Buddha mengatakan: “Tathagata sudah merealisasikan Bodhi sejak waktu lampau yang tak terhitung, namun sampai sekarang dan seterusnya, Tathagatha masih belum menyelesaikan(/meninggalkan) Jalan Bodhisattva.”  Bodhisattva berikrar untuk terus berdiam dalam samsara sampai samsara kosong.
Coba bro bayangkan, ada seseorang yang tiba-tiba muncul entah dari mana dan menyatakan, “Saya adalah Buddha yang tercerahkan, saya akan mengajarkan jalan menuju Nirvana. Ayo, siapa yang mau terbebaskan datanglah...Lihatlah, saya bisa ini, bisa itu... saya tahu ini, saya tahu itu...” Apakah orang seperti ini dapat dipercaya atau tidak? Bahkan para politisi yang hebat sekalipun butuh kampanye memperkenalkan diri dan latar belakang, sebelum maju ‘bertempur’. Bila Buddha tidak melalui proses panjang sebagaimana kisah Pangeran Siddharta, maka jangankan para Dewa, manusia pun tidak bisa ditaklukkan.
Sebagai contoh, lihatlah orang-orang kaya, para konglomerat... Bila ada tiba-tiba muncul seorang kaya karena ‘hoki’ (entah warisan atau menang undian ), sekaya apapun orang itu; dia tidak akan mendapat respek dan penghargaan sebagai ‘orang kaya sejati’, yaitu orang yang mendapat kekayaan dengan perjuangan dan kepintaran.
Bukankah semakin parah, ganas, berbahaya dan mematikan perjuangan seorang Pahlawan maka semakin ia dihargai sebagai Pahlawan besar?
Coba lihat, kenapa semua Bodhisatta selalu lahir di kasta Brahmana atau Ksatria (tergantung mana yang dianggap paling tinggi saat itu)? Kenapa tidak dari kasta bawah atau menengah saja? Karena bila muncul dari kasta bawah, orang kasta Tinggi tidak akan mau mengikuti hanya karena GENGSI KASTA. Bodhisatta telah memahami hal ini, maka memilih kasta yang tertinggi. Masih banyak hal lain yang dilakukan dengan alasan yang kuat.
Jangan karena image Mahayana tidak baik di mata kita, kita langsung menilai semuanya salah dan sesat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 23 August 2009, 12:13:06 AM
Quote
Subhuti bertanya, “Mengapa kamu keluar darinya setelah kamu memasukinya?”
Manjusri menjawab, “Yang Mulia, anda harus mengetahui bahwa ini adalah perwujudan dari kebijaksanaan dan kearifan seorang Bodhisattva. Ia sesungguhnya memasuki realisasi Kearahatan dan terbebas dari samsara; kemudian, sebagai cara untuk menyelamatkan makhluk-makhluk, ia keluar dari realisasi itu. Subhuti, misalkan seorang pemanah yang ahli merencanakan untuk melukai musuh bebuyutannya, tetapi, karena salah menyangka putra kesayangannya di dalam hutan sebagai musuh, ia menembakkan panah padanya. Putranya berkata, ‘Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Mengapa ayah ingin melukaiku?’ Seketika itu juga, sang pemanah, yang berlari dengan cepat, mendorong putranya dan menangkap panah itu sebelum ia melukai seseorang. Seorang Bodhisattva adalah seperti ini: untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

walah, sesungguh nya nirvana itu apa sih.....mau masuk dan kemudian keluar seperti rumah sendiri...

dan lagi apa yg mau dibimbing dari savaka dan paccekabuddha?bukankah
Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties;




Yah, Arhat telah terbebas dari samsara, namun belum mencapai pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.
Bila tidak bebas datang dan pergi, apakah bisa dikatakan ‘Bebas’?
Nirvana itu apa sebenarnya? Nirvana itu tak terpahamkan. Bila dapat dipahami (dengan konsep) maka itu bukanlah Nirvana sejati, melainkan hanya ‘Konsep Nirvana’.
Nirvana adalah untuk direalisasikan. Awalnya saya juga salah paham dan berpikir bahwa Nirvana itu untuk dipahami. Ternyata point dari ‘memahami konsep nirvana’ itu bukan pada ‘pemahaman akan nirvana’, melainkan pada ‘motivasi’ untuk mencapai pembebasan. Nirvana itu tak akan terpahamkan sebelum direalisasikan sendiri secara langsung.
Saya sempat kecewa saat diajarkan bahwa Nirvana itu tak terpahamkan dan tak dapat diraih, sebagaimana dijelaskan dalam Sutra Intan. Sempat juga sedikit ragu akan ajaran Buddha, kok bertolak belakang antara di awal (ada nirvana, pembebasan) lalu di tengah (tidak ada yang bisa diraih); ataukah Mahayana yang salah? Lalu saya mulai kembali dari awal, Tipitaka Pali. Dengan berjalannya waktu dan semakin saya banyak belajar dan diajarkan, semakin paham bahwa memang demikianlah adanya. Ada pembebasan itu benar, namun mengatakan bahwa ia dapat diraih juga  tidak sepenuhnya benar. Karena pada tahap tertentu kita akan merealisasikan bahwa memang  ‘tiada apapun yang bisa diraih’. Dengan memahami bahwa pembebasan itu tak dapat diraih, semakin kita mendekat pada pembebasan. Hal ini terdengar kontradiksi, tapi demikianlah adanya. Bila saya berbohong dan pernyataan ini salah, saya bukan hanya tidak akan merealisasikan Bodhi dalam kehidupan ini, tapi juga akan jatuh ke neraka avici.
Mengapa demikian? Semakin kita ingin meraih pembebasan maka ‘kemelekatan’ tetap akan ada. Bila mata rantai ‘kemelekatan’ ini tidak diputuskan, maka ‘jara-marana’ tidak akan putus dan 12 nidana akan terus berputar dalam samsara.  Memang, dalam Abhidhamma sekalipun digunakan istilah-istilah mencapai pembebasan, semangat, dkk. Namun itu digunakan semata-mata demi keperluan tata bahasa sebagai petunjuk, bila tidak demikian, maka kita akan sulit mempelajarinya.
Siapakah yang memahami bahwa pembebasan itu tak dapat diraih, tapi tetap berjuang mati-matian menuju pembebasan itu? Bodhisattva. Kenapa? Karena pemahaman Bodhisattva akan pembebasan itu sangat mendalam jauh melebihi perkiraan dan pemahaman kita.
Orang biasa akan menilai berjuang demi hal yang tak dapat diraih adalah sia-sia dan bodoh. Namun, itu karena ia tak memahami kebenarannya. Lihatlah betapa luar biasanya Bodhisattva, bahkan setelah mencapai pembebasan, Bodhisattva malah makin sibuk berjuang  ‘mengosongkan’ samsara yang tak akan pernah ada habisnya ini. Orang mengatakan hal ini bodoh dan sia-sia, tak akan bisa dilakukan... Namun para Buddha memujinya sebagai Pahlawan besar, Mahasattva (mahkluk agung). Tak sadarkah kita bahwa semua Dhamma yang ada di muka bumi ini berkat perjuangan yang sedemikiannya dari para Bodhisattva? Bodhisattva mempergunakan berbagai cara hanya demi kita mau memikirkan kebahagian sejati dan pembebasan bagi diri kita sendiri, tanpa kita menyadari bahwa Bodhisattva telah hadir dan menyentuh kehidupan kita. Bodhisattva sering sekali muncul di tengah-tengah kita, namun kita tidak mengenali-Nya.
Jalan dari para Bodhisattva inilah yang dituangkan dalam wujud Mahayana. Mahayana bukanlah nama aliran, atau organisasi atau politik atau kelompok agama. Mahayana adalah wadah besar yang menampung semua aspirasi  agung dan memperjuangkannya hingga berhasil. Mahayana adalah pikiran Anda yang terbuka luas dan bebas. Mahayana adalah hati Anda yang penuh cita-cita agung akan pembebasan sejati. Mahayana adalah kasih murni Anda yang menghidupkan nadi-nadi spiritual dan kemanusiaan. Mahayana hanya sekedar sebutan. Sebenarnya tidak ada yang namanya Mahayana, apalagi hinayana. Hanya ada satu jalan, yaitu Jalan Kebuddhaan.
Namo  Buddhaya!
Namo Dharmaya!
Namo Sanghaya!
Namo Mahakaruna!
Namo Mahakarunika!
Namo Mahaprajnaparamita!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 23 August 2009, 01:57:53 PM
Quote
“Saya adalah Buddha yang tercerahkan, saya akan mengajarkan jalan menuju Nirvana. Ayo, siapa yang mau terbebaskan datanglah...Lihatlah, saya bisa ini, bisa itu... saya tahu ini, saya tahu itu...” Apakah orang seperti ini dapat dipercaya atau tidak? Bahkan para politisi yang hebat sekalipun butuh kampanye memperkenalkan diri dan latar belakang, sebelum maju ‘bertempur’. Bila Buddha tidak melalui proses panjang sebagaimana kisah Pangeran Siddharta, maka jangankan para Dewa, manusia pun tidak bisa ditaklukkan.
nah coba bayangkan AJARAN setelah Gotama duduk 6 tahun dengan prilaku nya sebelum duduk,
nyambung tidak kalau memakai alasan "untuk kampanye"

silahkan teliti sendiri...
----------------------------------
sudahlah saya tidak lagi mau berbicara panjang lebar dengan anda, mungkin saya terlalu bodoh untuk mengerti.
tapi menurut kebodohan saya ini,
pemahaman anda seperti mengatakan bahwa
"seorang Bodhisatva mampu menolong terus menerus dan berniat mengosongkan samsara tanpa kemelekatan"

bagi saya hal ini tentu disebut kemelekatan....


---------------------
Quote
untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana;
kalau dibaca lebih teltiti nirvana tidak lebih dari tempat seperti sekolah...dan bodhisatva seperti guru yang keluar masuk sekolah....

Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal;
masih butuh dibimbing?.....having DONE THEIR DUTY.....REACHED THE GOAL.

Quote
pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.
Bila tidak bebas datang dan pergi, apakah bisa dikatakan ‘Bebas’?
yah karena terlalu bebas nya itu, maka bisa mencari istri, mencari guru, dan kemudian dikatakan MAHA-SUCI....

----------------------------
begini saja, ketika saya telah mencapai SAVAKA BUDDHA atau PACCEKABUDDHA....masih kurang apa lagi untuk mengatasi derita ini????


Quote
“Tathagata sudah merealisasikan Bodhi sejak waktu lampau yang tak terhitung, namun sampai sekarang dan seterusnya, Tathagatha masih belum menyelesaikan(/meninggalkan) Jalan Bodhisattva.”
jadi pada waktu kisah 500 orang itu mana abhinna nya?

lagian bodhisatva-kan disebut buddha..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Chandra Bodhi on 23 August 2009, 06:12:09 PM
Dharmamitra say:
sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..

Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjangkau galaksi-galaksi yang amat jauh.

Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?

Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?


Berani Jamin Bro Dharmamitra, bahwa belum ada Arahat yang pernah menyebutkan Alam Sukhavati, walaupun sebutan nama lain, Apakah Bro Dharmamitra pernah dengar ?
karena memang belum pernah dengar, makanya kami minta petunjuk para murid2 aliran Mahayana untuk meyakinkan kami adanya alam Sukhavati, kalau hanya berdasarkan kitab suci Tripitaka Mahayana tidak bisa dibuktikan, dan pula di Tipitaka Pali tidak pernah sebutkan adanya alam Sukhavati.

kalau pernah dengar ada Arahat mengatakan adanya alam Sukhavati, kami juga akan bantu meluruskan adanya alam Sukhavati kepada umat lainnya.

Bro Dharmmitra say
[at]  bro Chandra and bro Indra,
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati


Bro Dharmamitra menyatakan sesuatu harus ada referensi, tidak boleh demikian, kalau hanya asal membabarkan tidak sesuai Buddha Dhamma, itu bahaya sekali, bisa menyebabkan pandangan salah kepada pembaca lainnya.
Kalau disuruh cari di sendiri sastra aliran Sukhavati, terus terang kami enggan, karena kitab tersebut tidak jelas, jadi sia2 bagi kita  membacanya.

Kalau disuruh cari referensi di kitab Tipitaka kanon Pali, banyak pembaca/pemirsa di Dhammacitta pasti punya semangat tinggi untuk mencari.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 23 August 2009, 06:49:07 PM
Ya, “Di antara kesamaan .....” bisa dipakai dan sangat cocok (great idea...!), tapi “Di mana kesamaan...” tidak sesuai dengan prinsip yang dijelaskan. Suatu bahasa yang menjelaskan suatu prinsip, tidak bisa begitu saja diterjemahkan mentah-mentah secara literal. Kata ‘where there was’ di sini tidak menunjukkan suatu ‘tempat’ atau ‘ di mana ada’. Kata ini lebih cocok dengan ‘di antara’ karena  ‘di antara’ juga berfungsi menjelaskan ‘suatu keadaan’.  Saya memilih ‘suatu ketika...’ karena keadaan yang dijelaskan di sini adalah keadaan di mana ruang dan waktu belum muncul. Suatu ketika ini sekaligus bermakna ‘where’ dan ‘when’.  Karena hal ini juga saya menyertakan bahasa Inggrisnya. Memang saya bertujuan mengajak bro sekalian menganalisa kenapa saya memakai ‘suatu ketika’ untuk frasa ‘where there was’. 
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.

Benar, dalam menerjemahkan sesuatu kita perlu melihat konteksnya. Tapi dalam cuplikan Shurangama Sutra tersebut tidak ada konteks yang menjelaskan bahwa itu adalah permulaan waktu dan ruang. Darimana anda bisa menyimpulkan itu adalah permulaan ruang dan waktu? Ini karena mungkin pikiran anda terpengaruh pada kalimat: “suddenly difference appears”, padahal dalam terjemahan lain tidak ada. Jadi penggunaan ‘suatu ketika...’ tidak bisa digunakan.

Kedua. Saya telah memberikan 2 alternatif terjemahan dan anda memilih kata “Di antara kesamaan .....”Nah, ini berarti sudah adanya 2 hal yang sudah muncul yang tidak ada penjelasan dalam sutra kapan munculnya. Jadi tidak mungkin kita mengatakan ini adalah TITIK AWAL.

Quote
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.
Benar sekali, tidak ada penjelasan tentang ‘awal dari penyebab munculnya dunia’ (avidya) yang dalam cuplikan ini dijelaskan sebagai ‘tiba-tiba perbedaan muncul’. Namun proses munculnya Dunia dari ‘tiada dunia’ masih bisa dijelaskan. Yang dimaksud Buddha dengan ‘tiada awal yang dapat diketahui’ itu saya mengerti sebagai berikut: sebelum dunia muncul, tiada suatu apapun yang disebutkan sebagai ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’. Nah, bila diusut lebih jauh lagi, ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’ ini  tidak dapat diketahui awal mulanya.

Itu hanyalah asumsi anda semata karena mungkin anda masih terpengaruh pada terjemahan “suddenly difference appears”. Sehingga menganggap sebagai sutra ini membahas tentang TITIK AWAL terbentuknya dunia dan anda menggunakan istilah”suatu KETIKA”,  “SEBELUM  dunia muncul”.

Proses pembentukkan dunia memang bisa dijelaskan, tapi kapan TITIK AWAL waktunya proses itu terjadi tidak bisa ditentukan TITIK awalnya. Sutra tidak menjelaskan hal itu.
Apa yang dikatakan dalam sutra, adalah BAGAIMANA terbentuknya dunia bukan KAPAN dunia terbentuk. Dalam sutra, Purna bertanya tentang BAGAIMANA dunia terbentuk bukan KAPAN dunia terbentuk. Sekali lagi ini bukan membahas WAKTU apalagi TITIK AWAL.

Quote
Bila dunia(alam semesta beserta para mahkluk hidup) tidak dapat diketahui asal muasalnya, maka Paticcasamudpada itu bohong besar. Tentu saja Paticcasamudpada menjelaskan akan asal muasal Jaramarana. Karena jelas sekali disebutkan bahwa penyebabnya adalah Avidya. Tanpa memulai dari Awal, kita tidak bisa mencapai Akhir. Tanpa Sebab tiada Akibat. Ada sebab maka ada akibat.

Pertama, Sdr. Dharmamitra. Saya harap kita tidak terjebak antara asal muasal dalam arti BAGAIMANA proses terbentuk dengan asal muasal dalam arti PERMULAAN WAKTU (titik awal). Ini perlu diperjelas.

Hukum Paticcasamudpada berarti sebab musabab yang saling bergantungan, dimana ke 12 nidana saling bergantungan, ada ini maka ada itu. Hukum Paticcasamudpada menjelaskan BAGAIMANA PROSES batin dan kehidupan itu terbentuk BUKAN menjelaskan tentang KAPAN, WAKTU dari proses batin dan kehidupan itu dimulai. Singkatnya tidak didisampaikan KAPAN AWAL EKSISTENSI kehidupan itu ada. Ini perlu kita catat.

Anda mengatakan adanya asal muasal, lalu darimana asal muasal Avidya? Apa penyebab Avidya?? Zippp!!! muncul begitu saja?? Jelas karena adanya batin. Lalu apa penyebab munculnya batin? demikian seterusnya. Sampai disini, mana yang bisa kita sebut dengan asal mula, titik awal, sebab pertama ??

Sang Buddha menjelaskan Paticcasamudpada BUKAN untuk menjelaskan asal mula (titik awal) eksistensi kehidupan di semesta ini. Avidya adalah penyebab UTAMA bukan penyebab PERTAMA. Bisa anda membedakannya?? Penyebab UTAMA berarti penyebab yang PENTING sedangkan penyebab PERTAMA adalah penyebab awal dari penyebab lainnya.

Karena proses ini berputar-putar terus, tidaklah mungkin menjelaskannya tanpa memutus rangkaian itu. Dan karena melihat Advidya adalah factor TERPENTING maka di putus pada mata rantai Advidya dan ditaruh pada urutan pertama dalam penjelasan Paticcasamudpada

Jadi penggunaan Paticcasamudpada oleh anda sebagai alasan adanya asal muasal (titik awal) tidaklah tepat.


Quote
Ingatlah bahwa Semua yang memiliki Akhir memiliki Awal. Buddha sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak. Bila tiada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak ini; maka tidak mungkin ada pembebasan.
Bila, dunia ini tidak memiliki asal muasal, berarti ia kekal dan kita tidak akan pernah bisa terbebas darinya. Namun karena ia memiliki asal muasal, kita dapat terbebas darinya.

Cuplikan anda berasal dari Udana 8.3 adalah mengenai Nibbana. Jadi menurut anda Nibbana merupakan asal muasal dari dunia??? Jika ya maka bertolak belakang dengan hukum sebab akibat. Jika ada sebab maka ada akibat. Tapi karena eksistensi Nibbana adalah tanpa penyebab maka ia pun tidak akan menimbulkan akibat. Jadi Nibbana bukanlah penyebab dari dunia ini, bukan pula penyebab pembebasan kita.

Sepemahaman saya, apa yang disampaikan dalam Nibbana Sutta itu bukan mengenai Nibbana sebagai SEBAB terbentuknya dunia atau pembebasan.  Tetapi yang disampaikan adalah eksistensi berdampingan antara Nibbana dan Pembebasan itu.

Analoginya (mudah-mudahan tepat):  api dan cahaya api, dimana ada api maka ada pula cahaya api, dimana ada cahaya api ada pula apinya, tidak bisa dipisahkan. Kita tidak bisa mengatakan cahaya api diakibatkan oleh api, karena keduanya ada berdampingan.
Berbeda dengan istilah ada api ada asap, karena keduanya bisa dipisahkan, karena ada api yang tidak megeluarkan asap.
 
Quote
juga “Tathagata hanya mengajarkan Dunia, awal dari Dunia, akhir dari Dunia, dan sebab menuju akhir dari Dunia.”

Dalam sutta/ sutra mana jika saya boleh tahu?? Saya baru tahu. Setahu saya adalah Sang Buddha mengajarkan Dukkha, Sebab Dukkha, Akhir Dukkha dan Jalan menuju Akhir Dukkha. Bukan awal Dunia.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 23 August 2009, 06:56:11 PM
Yah, Arhat telah terbebas dari samsara, namun belum mencapai pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.

Jawaban anda, Sdr. Dharmamitra, bertentangan dengan Saddharmapudarika Sutra yang mengatakan:

....Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples,---
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 23 August 2009, 09:27:37 PM
Quote
untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

Pratyekabuddha ini apakah berbeda dengan Paccekabuddha versi Theravada?
menurut Palikanon, Paccekabuddha mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri, tanpa bimbingan siapapun.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 23 August 2009, 10:13:07 PM
Quote from: Kelana
Cuplikan anda berasal dari Udana 8.3 adalah mengenai Nibbana. Jadi menurut anda Nibbana merupakan asal muasal dari dunia??? Jika ya maka bertolak belakang dengan hukum sebab akibat. Jika ada sebab maka ada akibat. Tapi karena eksistensi Nibbana adalah tanpa penyebab maka ia pun tidak akan menimbulkan akibat. Jadi Nibbana bukanlah penyebab dari dunia ini, bukan pula penyebab pembebasan kita.

Sepemahaman saya, apa yang disampaikan dalam Nibbana Sutta itu bukan mengenai Nibbana sebagai SEBAB terbentuknya dunia atau pembebasan.  Tetapi yang disampaikan adalah eksistensi berdampingan antara Nibbana dan Pembebasan itu.

Analoginya (mudah-mudahan tepat):  api dan cahaya api, dimana ada api maka ada pula cahaya api, dimana ada cahaya api ada pula apinya, tidak bisa dipisahkan. Kita tidak bisa mengatakan cahaya api diakibatkan oleh api, karena keduanya ada berdampingan.
Berbeda dengan istilah ada api ada asap, karena keduanya bisa dipisahkan, karena ada api yang tidak megeluarkan asap.

Dalam konsep Mahayana, detonator pertama yang membentuk samsara adalah Nirvana (Adhi Buddha / Mahatman / banyak istilah lainnya).

Mengenai bagaimana proses Nirvana sampai bisa membentuk samsara, saya juga kurang tahu. Saya juga ingin tahu bagaimana penjelasan dari sudut pandang Aliran Mahayana ini...

Adakah yang bisa menjelaskan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 24 August 2009, 12:46:28 AM
Quote
“Tathagata sudah merealisasikan Bodhi sejak waktu lampau yang tak terhitung, namun sampai sekarang dan seterusnya, Tathagatha masih belum menyelesaikan(/meninggalkan) Jalan Bodhisattva.”  Bodhisattva berikrar untuk terus berdiam dalam samsara sampai samsara kosong.
Coba bro bayangkan, ada seseorang yang tiba-tiba muncul entah dari mana dan menyatakan, “Saya adalah Buddha yang tercerahkan, saya akan mengajarkan jalan menuju Nirvana. Ayo, siapa yang mau terbebaskan datanglah...Lihatlah, saya bisa ini, bisa itu... saya tahu ini, saya tahu itu...” Apakah orang seperti ini dapat dipercaya atau tidak? Bahkan para politisi yang hebat sekalipun butuh kampanye memperkenalkan diri dan latar belakang, sebelum maju ‘bertempur’. Bila Buddha tidak melalui proses panjang sebagaimana kisah Pangeran Siddharta, maka jangankan para Dewa, manusia pun tidak bisa ditaklukkan.
begini bro..coba lihat Anathapindika...

apakah ketika Buddha bertemu dengan 5 petapa, Buddha menceritakan kehidupan lampau-nya? menceritakan perjuangan Bodhisatvanya?
mereka hanya mendengar Dhammacakkapavatana sutta, kemudian Kondana tercerahkan dan percaya...kenapa YM kondana dapat tercerahkan?????
padahal belum tahu kisah Buddha?


apakah ketika Anathapindika bertemu Buddha, Buddha menceritakan masa lampau-nya? kemudian buddha bercerita perjuangan bodhisatva nya?
dan kenapa Anathapindika mampu mencapai Sotapanna yang disebut telah percaya 100% pada Buddha,dhamma,sangha.
bukankah Anathapindika tidak tahu apa-apa tentang masa lalu BuddhaGotama..

kemudian kenapa Sariputta[sebelum masuk sangha dengan nama Upatissa kalau tidak salah] ketika mendengar 1 bait dari [Asaji] kalau tidak salah juga..
langsung mencapai Sotapanna padahal Sariputta saja tidak pernah MENDENGAR BAHKAN BERTEMU BUDDHA SEBELUM-NYA...
apakah Sariputta mengetahui usaha Buddha mencapai Pencerahan pada waktu itu?

kemudian Mengapa Bahiya mampu mencapai Arahat? apakah Bahiya meminta Buddha menjelaskan masa lalu nya? dan dengan susah payah atau bergelutat dengan kehidupan rumah tangga-nya
lalu mengapa BAhiya percaya kata Buddha?


yang unik adalah kisah seorang pemuda, memanggil Buddha dengan sebutan "sahabat" dikarenakan pemuda ini tidak tahu dan tidak pernah bertatap muka dengan Buddha Gotama...
setelah Buddha Gotama memberikan Wejangan Dhamma...[ saya lupa nama sutta -nya ]
pemuda ini mencapai tingkat kesucian.......
setelah mencapai tingkat kesucian barulah BuddhaGotama memperkenalkan diri-NYA bahwa dialah Arahat yang ingin ditemui-nya...

lalu dari mana kepercayaan pemuda ini?


------------------------------------------------

itulah sy katakan apa yang diajarkan Buddha Gotama SETELAH duduk dibawah pohon 6 tahun..
dan dengan alasan anda bahwa "BUDDHA BERSANDIWARA GUNA KAMPANYE MEMPERKENALKAN DIRI" adalah alasan tidak masuk AKAL.

sebab banyak manusia dikatakan dalam sutta mencapai PENCERAHAN tanpa mengetahui kisah hidup GOTAMA.....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 25 August 2009, 10:27:59 PM
 [at]  Bro marce...
Hehehe... Saya memakai analogi kampanye politik bukan berarti Buddha berkampanye. Benar sekali para murid utama Buddha baik Bhikkhu/bhikkhuni, maupun upasaka/upasika kebanyakan langsung percaya dan yakin pada Buddha Gotama. Namun, secara luas seorang Buddha butuh sokongan latar belakang yang baik. Bukankah dalam kanon Pali pun dijelaskan bahwa Bodhisatta Santusita memeriksa keadaan (paraminya, jambudwipa, dan calon keluarganya) sebelum meninggalkan Tusita?
Saya bukan sedang membenarkan tindakan orang yang mengaku "Buddha" tapi bertindak yang aneh-aneh. Mohon dibedakan. Yang saya bahas ini kehidupan Buddha Gotama. :)
Kenapa calon Buddha Pangeran Siddattha (dan juga para calon Buddha lainnya) menikah? Bisakah Ia tidak menikah? Tentu bisa saja, tapi untuk menghindari gosip-gosip kotor, beliau menikah dan memiliki anak. Gosip ini semacam: Bodhisatta bukan laki-laki sejati (banci atau mandul?), alasannya ia tidak menikah dan tidak punya anak.
Mengapa? Sudah sifat seorang calon Buddha untuk selalu muncul sebagai sosok manusia yang sempurna, fisik dan mental, bahkan kekayaan dan kekuasaan. Bahkan hal ini tidak terhindarkan oleh karena kumpulan kebajikan parami yang luar biasa.
Bodhisatta atau Arahat mungkin saja punya latar belakang sejarah yang kurang baik (namun kemudian bertobat dan tercerahkan), akan tetapi seorang Buddha selalu tampil sempurna tanpa cela. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang yang punya kecenderungan mental untuk mencari-cari kelemahan tidak akan dapat menemukannya pada seorang Buddha. Demikianlah sutta-sutta pun menuliskan hal ini. Banyak orang yang mencari-cari celah dari Buddha namun tak pernah menemukannya, dan akhirnya mereka pun menjadi yakin pada Kebuddhaan Sakyamuni Tathagata; walaupun ada yang mencela Buddha, celaan itu adalah hal yang dibuat-buat/fitnah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 25 August 2009, 10:40:43 PM
Dharmamitra say:
sesudah menjadi Buddha kemudian menjadi manusia.
Itukan pertanyaan dari bro marce..

Untuk apa Buddha cerita Sukhavati? Jawabannya ada di 48 ikrar Buddha Amitabha dalam Sukhavativyuha sutra.
Dalam kitab2 komentar Tipitaka Pali sendiri tertulis bahwa para Arahat memiliki level abhinna yang berbeda-beda. Contohnya, hanya ada 4 orang Arahat siswa Buddha Gotama yang mampu mengingat kehidupan lampau lebih jauh dari 1 Asankkheyya 100 ribu kappa. Begitu juga dengan abhinna mata dewa pun hanya sedikit yang kemampuannya sampai menjangkau galaksi-galaksi yang amat jauh.

Buddha sendiri menyatakan bahwa ada manusia di galaksi lain. Kenapa tidak ada Arahat dalam 500 tahun terakhir yang mempertegas hal ini atau menjelaskan lebih jauh?

Maksud saya adalah tidak ada Arahat yang berkeliling memberi tahu bahwa beliau punya Abhinna yang sedemikian hebat. Bila ada seorang Arahat yang berpromosi tentang hal-hal yang terlihat dengan mata batinnya, ini sama saja dengan memamerkan Abhinna. Namun, berbeda ketika Sang Arahat mengajarkan secara pribadi kepada murid dekatnya; ini terhitung mewariskan Dharma. Apakah Anda berani jamin, seumur hidup para Arahat itu tidak pernah menyebutkan Sukhavati (sekalipun dengan sebutan lain)?


Berani Jamin Bro Dharmamitra, bahwa belum ada Arahat yang pernah menyebutkan Alam Sukhavati, walaupun sebutan nama lain, Apakah Bro Dharmamitra pernah dengar ?
karena memang belum pernah dengar, makanya kami minta petunjuk para murid2 aliran Mahayana untuk meyakinkan kami adanya alam Sukhavati, kalau hanya berdasarkan kitab suci Tripitaka Mahayana tidak bisa dibuktikan, dan pula di Tipitaka Pali tidak pernah sebutkan adanya alam Sukhavati.

kalau pernah dengar ada Arahat mengatakan adanya alam Sukhavati, kami juga akan bantu meluruskan adanya alam Sukhavati kepada umat lainnya.

Bro Dharmmitra say
[at]  bro Chandra and bro Indra,
Oya, maaf bro sekalian. Saya lupa referensinya, karena sudah lama. Coba saja cari di sastra2 dari aliran Sukhavati


Bro Dharmamitra menyatakan sesuatu harus ada referensi, tidak boleh demikian, kalau hanya asal membabarkan tidak sesuai Buddha Dhamma, itu bahaya sekali, bisa menyebabkan pandangan salah kepada pembaca lainnya.
Kalau disuruh cari di sendiri sastra aliran Sukhavati, terus terang kami enggan, karena kitab tersebut tidak jelas, jadi sia2 bagi kita  membacanya.

Kalau disuruh cari referensi di kitab Tipitaka kanon Pali, banyak pembaca/pemirsa di Dhammacitta pasti punya semangat tinggi untuk mencari.

 _/\_

Kalau di Mahayana zaman modern ini mungkin Master Kuang Chin yang telah parinirvana beberapa tahun lalu di Taiwan. Beliau sendiri mengawali latihannya dengan metode NianFo untuk mencapai Samadhi, kemudian bertapa sendirian di gunung sampai akhirnya diketahui bahwa beliau telah tercerahkan.
Secara tradisi Mahayana, banyak para Biksu yang tercerahkan, entah mencapai Srotapanna, Anagami, Arahat ataupun Bodhisattva. Jadi, saya akui hal semacam ini diceritakan. Bukti pencerahan mereka bermacam-macam, mulai dari Sarira/relik, karya sastra, pemahaman mendalam yang diakui para sesepuh yang telah tercerahkan, sampai keajaiban-keajaiban.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 25 August 2009, 11:45:24 PM
Quote
Kenapa calon Buddha Pangeran Siddattha (dan juga para calon Buddha lainnya) menikah? Bisakah Ia tidak menikah? Tentu bisa saja, tapi untuk menghindari gosip-gosip kotor, beliau menikah dan memiliki anak. Gosip ini semacam: Bodhisatta bukan laki-laki sejati (banci atau mandul?), alasannya ia tidak menikah dan tidak punya anak.
Mengapa? Sudah sifat seorang calon Buddha untuk selalu muncul sebagai sosok manusia yang sempurna, fisik dan mental, bahkan kekayaan dan kekuasaan. Bahkan hal ini tidak terhindarkan oleh karena kumpulan kebajikan parami yang luar biasa.
oh gitu, jadi buat apa diajarkan bahwa setiap kehidupan ada pujian ada celaan, bukti nya sekarang juga di cela toh...karena berusaha menghindari gosip malah membawa celaan lain..

alasan anda ini benar-benar tidak masuk akal bro...

Quote
Banyak orang yang mencari-cari celah dari Buddha namun tak pernah menemukannya, dan akhirnya mereka pun menjadi yakin pada Kebuddhaan Sakyamuni Tathagata; walaupun ada yang mencela Buddha, celaan itu adalah hal yang dibuat-buat/fitnah.
sekarng bukti nya gw cela bukan...memang nya cela-an gw dibuat-buat tanpa dasar?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 12:11:03 AM
Yah, Arhat telah terbebas dari samsara, namun belum mencapai pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.

Jawaban anda, Sdr. Dharmamitra, bertentangan dengan Saddharmapudarika Sutra yang mengatakan:

....Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples,---

Arahat tidak memiliki Sabbanuttanana atau Kemahatahuan Buddha bro...
Arahat memiliki pengetahuan sempurna dalam hal 4 kesunyataan mulia...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 12:24:19 AM
Quote
Kenapa calon Buddha Pangeran Siddattha (dan juga para calon Buddha lainnya) menikah? Bisakah Ia tidak menikah? Tentu bisa saja, tapi untuk menghindari gosip-gosip kotor, beliau menikah dan memiliki anak. Gosip ini semacam: Bodhisatta bukan laki-laki sejati (banci atau mandul?), alasannya ia tidak menikah dan tidak punya anak.
Mengapa? Sudah sifat seorang calon Buddha untuk selalu muncul sebagai sosok manusia yang sempurna, fisik dan mental, bahkan kekayaan dan kekuasaan. Bahkan hal ini tidak terhindarkan oleh karena kumpulan kebajikan parami yang luar biasa.
oh gitu, jadi buat apa diajarkan bahwa setiap kehidupan ada pujian ada celaan, bukti nya sekarang juga di cela toh...karena berusaha menghindari gosip malah membawa celaan lain..

alasan anda ini benar-benar tidak masuk akal bro...

Quote
Banyak orang yang mencari-cari celah dari Buddha namun tak pernah menemukannya, dan akhirnya mereka pun menjadi yakin pada Kebuddhaan Sakyamuni Tathagata; walaupun ada yang mencela Buddha, celaan itu adalah hal yang dibuat-buat/fitnah.
sekarng bukti nya gw cela bukan...memang nya cela-an gw dibuat-buat tanpa dasar?



Kenapa? Karena mencela seorang Buddha merupakan karma buruk yang berat. Dalam Milanda Panha, Arya Nagasena mengatakan bahwa Bodhisatta menyiksa diri selama 6 tahun sebagai akibat karma buruk menghina Buddha Kassapa sebagai Bhikkhu gundul!
Buddha menghindari faktor-faktor yang memancing orang menciptakan karma buruk.

Ini sama seperti wanita pintar yang memakai pakaian sopan tertutup ketika pergi ke tempat ramai yang sudah pasti ada orang-orang berhati kotor.

apa yang tidak masuk akal?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 12:54:17 AM
Quote
untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

Pratyekabuddha ini apakah berbeda dengan Paccekabuddha versi Theravada?
menurut Palikanon, Paccekabuddha mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri, tanpa bimbingan siapapun.
Menurut Mahayana, ada dua tipe Prayetkabuddha:
1. Yang tercerahkan dengan usaha sendiri tapi tidak bisa mengajar.
2. Yang tercerahkan akan Paticcasamudpada.

Sedangkan Arahat adalah yang tercerahkan akan 4 Kesunyatan Mulia.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 12:57:04 AM

Benar, dalam menerjemahkan sesuatu kita perlu melihat konteksnya. Tapi dalam cuplikan Shurangama Sutra tersebut tidak ada konteks yang menjelaskan bahwa itu adalah permulaan waktu dan ruang. Darimana anda bisa menyimpulkan itu adalah permulaan ruang dan waktu? Ini karena mungkin pikiran anda terpengaruh pada kalimat: “suddenly difference appears”, padahal dalam terjemahan lain tidak ada. Jadi penggunaan ‘suatu ketika...’ tidak bisa digunakan.

Kedua. Saya telah memberikan 2 alternatif terjemahan dan anda memilih kata “Di antara kesamaan .....”Nah, ini berarti sudah adanya 2 hal yang sudah muncul yang tidak ada penjelasan dalam sutra kapan munculnya. Jadi tidak mungkin kita mengatakan ini adalah TITIK AWAL.

Itu hanyalah asumsi anda semata karena mungkin anda masih terpengaruh pada terjemahan “suddenly difference appears”. Sehingga menganggap sebagai sutra ini membahas tentang TITIK AWAL terbentuknya dunia dan anda menggunakan istilah”suatu KETIKA”,  “SEBELUM  dunia muncul”.

Proses pembentukkan dunia memang bisa dijelaskan, tapi kapan TITIK AWAL waktunya proses itu terjadi tidak bisa ditentukan TITIK awalnya. Sutra tidak menjelaskan hal itu.
Apa yang dikatakan dalam sutra, adalah BAGAIMANA terbentuknya dunia bukan KAPAN dunia terbentuk. Dalam sutra, Purna bertanya tentang BAGAIMANA dunia terbentuk bukan KAPAN dunia terbentuk. Sekali lagi ini bukan membahas WAKTU apalagi TITIK AWAL.

Quote
Bila dunia(alam semesta beserta para mahkluk hidup) tidak dapat diketahui asal muasalnya, maka Paticcasamudpada itu bohong besar. Tentu saja Paticcasamudpada menjelaskan akan asal muasal Jaramarana. Karena jelas sekali disebutkan bahwa penyebabnya adalah Avidya. Tanpa memulai dari Awal, kita tidak bisa mencapai Akhir. Tanpa Sebab tiada Akibat. Ada sebab maka ada akibat.

Pertama, Sdr. Dharmamitra. Saya harap kita tidak terjebak antara asal muasal dalam arti BAGAIMANA proses terbentuk dengan asal muasal dalam arti PERMULAAN WAKTU (titik awal). Ini perlu diperjelas.

Hukum Paticcasamudpada berarti sebab musabab yang saling bergantungan, dimana ke 12 nidana saling bergantungan, ada ini maka ada itu. Hukum Paticcasamudpada menjelaskan BAGAIMANA PROSES batin dan kehidupan itu terbentuk BUKAN menjelaskan tentang KAPAN, WAKTU dari proses batin dan kehidupan itu dimulai. Singkatnya tidak didisampaikan KAPAN AWAL EKSISTENSI kehidupan itu ada. Ini perlu kita catat.

Anda mengatakan adanya asal muasal, lalu darimana asal muasal Avidya? Apa penyebab Avidya?? Zippp!!! muncul begitu saja?? Jelas karena adanya batin. Lalu apa penyebab munculnya batin? demikian seterusnya. Sampai disini, mana yang bisa kita sebut dengan asal mula, titik awal, sebab pertama ??

Sang Buddha menjelaskan Paticcasamudpada BUKAN untuk menjelaskan asal mula (titik awal) eksistensi kehidupan di semesta ini. Avidya adalah penyebab UTAMA bukan penyebab PERTAMA. Bisa anda membedakannya?? Penyebab UTAMA berarti penyebab yang PENTING sedangkan penyebab PERTAMA adalah penyebab awal dari penyebab lainnya.

Karena proses ini berputar-putar terus, tidaklah mungkin menjelaskannya tanpa memutus rangkaian itu. Dan karena melihat Advidya adalah factor TERPENTING maka di putus pada mata rantai Advidya dan ditaruh pada urutan pertama dalam penjelasan Paticcasamudpada

Jadi penggunaan Paticcasamudpada oleh anda sebagai alasan adanya asal muasal (titik awal) tidaklah tepat.


Quote
Ingatlah bahwa Semua yang memiliki Akhir memiliki Awal. Buddha sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak. Bila tiada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak ini; maka tidak mungkin ada pembebasan.
Bila, dunia ini tidak memiliki asal muasal, berarti ia kekal dan kita tidak akan pernah bisa terbebas darinya. Namun karena ia memiliki asal muasal, kita dapat terbebas darinya.

Cuplikan anda berasal dari Udana 8.3 adalah mengenai Nibbana. Jadi menurut anda Nibbana merupakan asal muasal dari dunia??? Jika ya maka bertolak belakang dengan hukum sebab akibat. Jika ada sebab maka ada akibat. Tapi karena eksistensi Nibbana adalah tanpa penyebab maka ia pun tidak akan menimbulkan akibat. Jadi Nibbana bukanlah penyebab dari dunia ini, bukan pula penyebab pembebasan kita.

Sepemahaman saya, apa yang disampaikan dalam Nibbana Sutta itu bukan mengenai Nibbana sebagai SEBAB terbentuknya dunia atau pembebasan.  Tetapi yang disampaikan adalah eksistensi berdampingan antara Nibbana dan Pembebasan itu.

Analoginya (mudah-mudahan tepat):  api dan cahaya api, dimana ada api maka ada pula cahaya api, dimana ada cahaya api ada pula apinya, tidak bisa dipisahkan. Kita tidak bisa mengatakan cahaya api diakibatkan oleh api, karena keduanya ada berdampingan.
Berbeda dengan istilah ada api ada asap, karena keduanya bisa dipisahkan, karena ada api yang tidak megeluarkan asap.
 
Quote
juga “Tathagata hanya mengajarkan Dunia, awal dari Dunia, akhir dari Dunia, dan sebab menuju akhir dari Dunia.”

Dalam sutta/ sutra mana jika saya boleh tahu?? Saya baru tahu. Setahu saya adalah Sang Buddha mengajarkan Dukkha, Sebab Dukkha, Akhir Dukkha dan Jalan menuju Akhir Dukkha. Bukan awal Dunia.

 _/\_

Ya, “Di antara kesamaan .....” bisa dipakai dan sangat cocok (great idea...!), tapi “Di mana kesamaan...” tidak sesuai dengan prinsip yang dijelaskan. Suatu bahasa yang menjelaskan suatu prinsip, tidak bisa begitu saja diterjemahkan mentah-mentah secara literal. Kata ‘where there was’ di sini tidak menunjukkan suatu ‘tempat’ atau ‘ di mana ada’. Kata ini lebih cocok dengan ‘di antara’ karena  ‘di antara’ juga berfungsi menjelaskan ‘suatu keadaan’.  Saya memilih ‘suatu ketika...’ karena keadaan yang dijelaskan di sini adalah keadaan di mana ruang dan waktu belum muncul. Suatu ketika ini sekaligus bermakna ‘where’ dan ‘when’.  Karena hal ini juga saya menyertakan bahasa Inggrisnya. Memang saya bertujuan mengajak bro sekalian menganalisa kenapa saya memakai ‘suatu ketika’ untuk frasa ‘where there was’.  
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.

Benar, dalam menerjemahkan sesuatu kita perlu melihat konteksnya. Tapi dalam cuplikan Shurangama Sutra tersebut tidak ada konteks yang menjelaskan bahwa itu adalah permulaan waktu dan ruang. Darimana anda bisa menyimpulkan itu adalah permulaan ruang dan waktu? Ini karena mungkin pikiran anda terpengaruh pada kalimat: “suddenly difference appears”, padahal dalam terjemahan lain tidak ada. Jadi penggunaan ‘suatu ketika...’ tidak bisa digunakan.

Kedua. Saya telah memberikan 2 alternatif terjemahan dan anda memilih kata “Di antara kesamaan .....”Nah, ini berarti sudah adanya 2 hal yang sudah muncul yang tidak ada penjelasan dalam sutra kapan munculnya. Jadi tidak mungkin kita mengatakan ini adalah TITIK AWAL.

Quote
Bila saya memakai ‘di mana’, tentu ini menunjukkan tempat. Lalu di manakah tempat tanpa kesamaan maupun perbedaan? Di mana tiada kesamaan maupun perbedaan, tidak ada ruang ataupun waktu yang dapat ditunjukkan. Karena alasan itu saya memakai ‘suatu ketika’ untuk menyangkal ‘where’ sebagai tempat.
Benar sekali, tidak ada penjelasan tentang ‘awal dari penyebab munculnya dunia’ (avidya) yang dalam cuplikan ini dijelaskan sebagai ‘tiba-tiba perbedaan muncul’. Namun proses munculnya Dunia dari ‘tiada dunia’ masih bisa dijelaskan. Yang dimaksud Buddha dengan ‘tiada awal yang dapat diketahui’ itu saya mengerti sebagai berikut: sebelum dunia muncul, tiada suatu apapun yang disebutkan sebagai ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’. Nah, bila diusut lebih jauh lagi, ‘tiada kesamaan maupun perbedaan’ ini  tidak dapat diketahui awal mulanya.

Itu hanyalah asumsi anda semata karena mungkin anda masih terpengaruh pada terjemahan “suddenly difference appears”. Sehingga menganggap sebagai sutra ini membahas tentang TITIK AWAL terbentuknya dunia dan anda menggunakan istilah”suatu KETIKA”,  “SEBELUM  dunia muncul”.

Proses pembentukkan dunia memang bisa dijelaskan, tapi kapan TITIK AWAL waktunya proses itu terjadi tidak bisa ditentukan TITIK awalnya. Sutra tidak menjelaskan hal itu.
Apa yang dikatakan dalam sutra, adalah BAGAIMANA terbentuknya dunia bukan KAPAN dunia terbentuk. Dalam sutra, Purna bertanya tentang BAGAIMANA dunia terbentuk bukan KAPAN dunia terbentuk. Sekali lagi ini bukan membahas WAKTU apalagi TITIK AWAL.

Quote
Bila dunia(alam semesta beserta para mahkluk hidup) tidak dapat diketahui asal muasalnya, maka Paticcasamudpada itu bohong besar. Tentu saja Paticcasamudpada menjelaskan akan asal muasal Jaramarana. Karena jelas sekali disebutkan bahwa penyebabnya adalah Avidya. Tanpa memulai dari Awal, kita tidak bisa mencapai Akhir. Tanpa Sebab tiada Akibat. Ada sebab maka ada akibat.

Pertama, Sdr. Dharmamitra. Saya harap kita tidak terjebak antara asal muasal dalam arti BAGAIMANA proses terbentuk dengan asal muasal dalam arti PERMULAAN WAKTU (titik awal). Ini perlu diperjelas.

Hukum Paticcasamudpada berarti sebab musabab yang saling bergantungan, dimana ke 12 nidana saling bergantungan, ada ini maka ada itu. Hukum Paticcasamudpada menjelaskan BAGAIMANA PROSES batin dan kehidupan itu terbentuk BUKAN menjelaskan tentang KAPAN, WAKTU dari proses batin dan kehidupan itu dimulai. Singkatnya tidak didisampaikan KAPAN AWAL EKSISTENSI kehidupan itu ada. Ini perlu kita catat.

Anda mengatakan adanya asal muasal, lalu darimana asal muasal Avidya? Apa penyebab Avidya?? Zippp!!! muncul begitu saja?? Jelas karena adanya batin. Lalu apa penyebab munculnya batin? demikian seterusnya. Sampai disini, mana yang bisa kita sebut dengan asal mula, titik awal, sebab pertama ??

Sang Buddha menjelaskan Paticcasamudpada BUKAN untuk menjelaskan asal mula (titik awal) eksistensi kehidupan di semesta ini. Avidya adalah penyebab UTAMA bukan penyebab PERTAMA. Bisa anda membedakannya?? Penyebab UTAMA berarti penyebab yang PENTING sedangkan penyebab PERTAMA adalah penyebab awal dari penyebab lainnya.

Karena proses ini berputar-putar terus, tidaklah mungkin menjelaskannya tanpa memutus rangkaian itu. Dan karena melihat Advidya adalah factor TERPENTING maka di putus pada mata rantai Advidya dan ditaruh pada urutan pertama dalam penjelasan Paticcasamudpada

Jadi penggunaan Paticcasamudpada oleh anda sebagai alasan adanya asal muasal (titik awal) tidaklah tepat.


Quote
Ingatlah bahwa Semua yang memiliki Akhir memiliki Awal. Buddha sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak. Bila tiada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak tercipta, ada dengan sendirinya, yang mutlak ini; maka tidak mungkin ada pembebasan.
Bila, dunia ini tidak memiliki asal muasal, berarti ia kekal dan kita tidak akan pernah bisa terbebas darinya. Namun karena ia memiliki asal muasal, kita dapat terbebas darinya.

Cuplikan anda berasal dari Udana 8.3 adalah mengenai Nibbana. Jadi menurut anda Nibbana merupakan asal muasal dari dunia??? Jika ya maka bertolak belakang dengan hukum sebab akibat. Jika ada sebab maka ada akibat. Tapi karena eksistensi Nibbana adalah tanpa penyebab maka ia pun tidak akan menimbulkan akibat. Jadi Nibbana bukanlah penyebab dari dunia ini, bukan pula penyebab pembebasan kita.

Sepemahaman saya, apa yang disampaikan dalam Nibbana Sutta itu bukan mengenai Nibbana sebagai SEBAB terbentuknya dunia atau pembebasan.  Tetapi yang disampaikan adalah eksistensi berdampingan antara Nibbana dan Pembebasan itu.

Analoginya (mudah-mudahan tepat):  api dan cahaya api, dimana ada api maka ada pula cahaya api, dimana ada cahaya api ada pula apinya, tidak bisa dipisahkan. Kita tidak bisa mengatakan cahaya api diakibatkan oleh api, karena keduanya ada berdampingan.
Berbeda dengan istilah ada api ada asap, karena keduanya bisa dipisahkan, karena ada api yang tidak megeluarkan asap.
 
Quote
juga “Tathagata hanya mengajarkan Dunia, awal dari Dunia, akhir dari Dunia, dan sebab menuju akhir dari Dunia.”

Dalam sutta/ sutra mana jika saya boleh tahu?? Saya baru tahu. Setahu saya adalah Sang Buddha mengajarkan Dukkha, Sebab Dukkha, Akhir Dukkha dan Jalan menuju Akhir Dukkha. Bukan awal Dunia.

 _/\_


Tentu saja terjemahan saya bukanlah yang terbaik. Teman-teman sekalian silahkan menerjemahkan sendiri dari bahasa Inggrisnya.

Jika bro membaca paragraf lainnya tentu akan jelas bahwa Buddha sedang menjelaskan bagaimana alam dan mahkluk hidup terbentuk. Lagi pula "suddenly difference appears" ini menunjukkan bahwa Avidya itu pertama kali muncul tiba-tiba.

Mohon dibaca ulang post saya sebelumnya bro tentang: 'Where there was' tidak menunjukkan suatu tempat ataupun waktu. Bahwa saya memakai 'suatu ketika' untuk menyangkal 'where' sebagai tempat...
Mohon jangan anggap terjemahan saya yang jauh dari sempurna sebagai standard. Baiknya yang dijadikan standard itu bahasa Inggrisnya saja. harap maklum bro... :)

Sebenarnya titik awal itu memang tidak ada (kebenaran mutlak), ini berlaku bagi yang tercerahkan. Namun bagi kita yang belum tercerahkan, titik itu ada (kebenaran relatif).
Karena kita melihat semua ini dalam kebenaran relatif, maka titik itu ada. Ini sama seperti halnya nafsu. Bagi yang terbebaskan, tiada nafsu; tapi bagi kita, masih ada nafsu.
Bila kita mengatakan tiada (titik) awal, maka juga berarti tiada titik akhir (nibbana).
Dalam ajaran Mahayana, seluruh keberadaan kita ini adalah kosong dan bersifat khayal; artinya keberadaan ini tidak benar-benar ada. Apa yang kita sebut titik awal dan akhir itu tidak benar-benar eksis. Satu-satunya kebenaran adalah Sunyata sejati, Nirvana para Buddha.

 [at]  bro Upasaka, saya sekalian menjawab sebisa saya di sini... Tentu saja, saya belum sanggup untuk menjelaskannya secara sangat detail dan 100% sempurna. JAdi sekali lagi, harap maklumi kebodohan dan ketidakmampuan saya. Sulit sekali menjelaskan topik ini, karena butuh realisasi langsung akan Sunyata baru bisa memahami secara sempurna. Saya ini ibarat menyontek dari ajaran para Master sejati.

Dari pandangan Madhyamika, satu-satunya Kebenaran adalah Sunyata. Sunyata yang satu ini bisa disebut Nirvana para Buddha. Bila dikatakan bahwa Nirvana adalah detonator pertama, menurut saya bukan seperti itu. Detonator pertamanya tetaplah Avidya. Dan Bisa bro baca lagi kutipan Shurangama sutra di atas.
Samsara ini sebenarnya terbentuk secara khayal dan hanya eksis di dalam sebuah dunia Khalayan(MIMPI) raksasa. Oleh sebab itu, mereka yang terbebaskan dari dunia mimpi ini disebut sebagai: Yang Sadar (Yang Bangun), The Awakened One, a.k.a. BUDDHA.
Mahayana sering menyebut: "Kecuali Buddha, yang lainnya sedang bermimpi." Bahkan Bodhisattva pun sedang bermimpi menyelamatkan para mahkluk. Apalagi kita...
Mahayana-Yogacara mengajarkan: "Segala sesuatu muncul dari pikiran." Atau bisa kita katakan, 'segala sesuatu(samsara) muncul secara khayal dari pikiran sejati (Tathagata-garbha)'. Tapi tetap saja bukan berarti Nirvana adalah detonatornya.
Pikiran sejati kita itu pada dasarnya sudah bebas, hanya kita belum menyadarinya. Yang sadar adalah Buddha, yang bermimpi adalah mahkluk hidup. Ini seperti koin dengan dua sisi. Berdasarkan teori inilah Buddha mengajarkan cara mencapai Kebuddhaan dengan lebih cepat (Tantra, Ch'an).
Kenapa kita tidak menyadari pikiran sejati ini? Avidya menyelimutinya, menyebabkan kita memunculkan berbagai pandangan salah. Pikiran sejati yang tercemari oleh Avidya ini menjadi Alaya Vijnana, atau Kesadaran ke-8. Kemudian kita salah mengenali kesadaran ini sebagai suatu Diri (Atta). Dari sini muncul khayalan akan adanya suatu Diri. Lalu berkembang muncul kesadaran ke-7 yaitu pikiran yang membeda-bedakan (diskriminasi) yang melahirkan kesadaran pikiran atau kesadaran ke-6. Kesadaran ini memiliki beberapa faktor yang dapat berfungsi mengenali fenomena yang akhirnya memunculkan 5 kesadaran indera yang tak terpisahkan dari kesadaran ke-6.
Shurangama sutra menjelaskan hal ini secara lebih luas dan menambahkan proses terbentuknya 4 elemen alam semesta, sehingga total menjelaskan 6 elemen (angin, api, air, tanah, ruang kosong dan kesadaran).
Proses munculnya kesadaran yang tercemar avidya ini sangat pelik, rumit dan kacau. Akibatnya avidya itu tertanam dalam dan halus, sehingga disebut sebagai kemelekatan inherent (bawaan) karena terus terbawa dan terus menyebabkan kelahiran berulang. Maka dari itu dibutuhkan latihan dalam Ariya marga yang telah dirumuskan Buddha untuk melepaskan diri darinya.
Pikiran kita yang kita miliki sekarang ini merupakan turunan dari Pikiran sejati. Jadi sedikit banyak ia tetap memiliki potensi dari pIkiran sejati. Hal ini pula lah yang memungkinkan kita untuk mencapai Nirvana.
Kenapa pikiran manusia itu begitu menakjubkan dan mampu melakukan berbagai macam hal? Ini merupakan manifestasi dari Pikiran sejati. Ibarat kita dalam mimpi dapat melakukan apapun yang kita mau. Begitu juga, bagi yang memurnikan  pikirannya akan dapat menguasai dan mengendalikan 'Mimpi raksasa' ini.
Karena itulah Buddha memiliki abhinna yang tanpa batas. Namun, kenapa Buddha tetap tidak bisa mengintervensi karma kita dengan abhinnanya? Karena pada dasarnya kita juga Buddha. Potensi Kebuddhaan dalam diri kita inilah yang mencegahnya. Tapi dengan teknik khusus seperti Tantra, kita justru dapat ber-yoga dengan Buddha dan dengan begitu kekuatan Buddha dapat membantu kita mencapai Kebuddhaan.


Buddha benar mengatakan awal mula Dukkha sebagai awal mula Dunia. Dunia yang dimaksud di sini adalah Dunia sekaligus Dukkha. Dukkha adalah sifat dasar dari Dunia. Akhir dari Dunia juga adalah akhir dari Dukkha.
Kata-kata Buddha ini saya interpretasikan dengan cara saya sendiri sebagai juga alam semesta.
Sesuai pemikiran Mahayana, ketika kita mencapai akhir dari Dukkha, Dunia ini beserta alam semesta juga berakhir, bagi kita. Dan bila ini dicapai oleh semua mahkluk hidup, maka alam ini benar-benar akan berakhir secara total.
Ketika kita tersadarkan dan menjadi Buddha, maka kita akan melihat bahwa ternyata Dunia ini hanya sebuah mimpi. Mimpi ini hanya khayalan, tanpa awal dan tanpa akhir karena ia hanya mimpi, bukan sesuatu yang eksis secara nyata.
Hanya saja, bagi subjek yang mengalami 'mimpi' ini, maka mimpi ini nyata dan terjadi.

Titik awal ini ada tidak ? Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat. Bisa ada, bisa tidak.

Nirvana pun dapat dilihat dari berbagai macam konteks. Apapun yang kita katakan tentang Nirvana selalu bisa benar juga bisa salah, tergantung dari konteks mana kita berbicara.

Dari pembahasan di atas, seharusnya semakin jelas bahwa saya tidak mengatakan Nirvana sebagai sebab atau asal mula Dunia. Namun, beberapa faktor dari Nirvana terlibat dalam prosesnya. Adanya Nirvana menurut saya juga ada akibatnya, yaitu memungkinkan kita untuk terbebas dari samsara.


 




 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 01:13:27 AM
Menurut pandangan para Master, Acharya dan Pandit dari zaman kuno sampai sekarang. Mahayana tidaklah bertentangan dengan Theravada. Yang bertentangan itu adalah manusianya.
Bila sejak dari awal mula kita berpikir dengan dasar image negatif: 'Mahayana bertentangan dengan Theravada'; maka tidak perduli bagaimanapun penjelasan seseorang, tidak akan banyak berguna untuk membuat kita memahami ajaran Mahayana.
Seharusnya kita berpikir bahwa 'ini semua adalah ajaran Buddha, saya akan berusaha memahaminya, menghayatinya dan mempraktikkannya secara keseluruhan.'
Bila kita memulai dengan image negatif, tentu saja berdasarkan hukum psikologi, kita kemungkinan besar hanya akan menemukan sisi negatifna saja tanpa bisa melihat sisi positifnya.

Sutra Mahayana hanya dapat dipahami dengan menggunakan pikiran non-diskriminasi yaitu pikiran langsung yang terbuka tanpa membeda-bedakan. Dan pemahaman yang diperoleh bersifat intuitif dan pengalaman langsung.
Nanti lihatlah maxim Master Ch'an Han Shan, bagaimana beliau yang telah tercerahkan pun butuh waktu 8 bulan untuk menangkap makna umum dari Shurangama sutra. Yah, itu pun kalau percaya beliau tercerahkan... :D

Bila kita melihat ada yang janggal dan tidak sesuai kanon Pali, mungkin memang sutra itu salah terjemahan atau kita yang belum paham. Pada saat seperti ini seharusnya kita minta petunjuk pada Guru spiritual kita. Atau sebagai alternatif, berdoa kepada Triratna minta petunjuk. Entah ada Bodhisattva atau Dewa pelindung Dharma yang mendengar doa kita akan datang membantu.

Aum Mani Padme Hum! _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 26 August 2009, 03:49:46 AM
Quote
untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”

Pratyekabuddha ini apakah berbeda dengan Paccekabuddha versi Theravada?
menurut Palikanon, Paccekabuddha mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri, tanpa bimbingan siapapun.
Menurut Mahayana, ada dua tipe Prayetkabuddha:
1. Yang tercerahkan dengan usaha sendiri tapi tidak bisa mengajar.
2. Yang tercerahkan akan Paticcasamudpada.

Sedangkan Arahat adalah yang tercerahkan akan 4 Kesunyatan Mulia.



yg jenis 2 ini. tentunya adalah yg menerima bimbingan, bukan? bisa sebutkan satu atau beberapa nama Prayetkabuddha jenis ini, sekalian referensinya kalo ada. karena sekali lagi, menurut Pali seorang Paccekabuddha hanya muncul saat Buddhadhamma sudah lenyap, karena itu mrk harus berusaha sendiri
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 August 2009, 09:26:49 AM
Quote
Arahat tidak memiliki Sabbanuttanana atau Kemahatahuan Buddha bro...
Arahat memiliki pengetahuan sempurna dalam hal 4 kesunyataan mulia...
Buddha menyelamatkan apa dari makhluk hidup?
toh dalam 4 KM  DUkkha itu adalah Lahir.. ternyata Buddha juga masih lahir dan terus lahir..
sempurna yang bagaimana dimaksudkan?

dan akhir Dukkha adalah bebas dari kelahiran, Jadi? sudah bahagia kah ketika menjadi arahat?
-----------------------------------------
Quote
Kenapa? Karena mencela seorang Buddha merupakan karma buruk yang berat. Dalam Milanda Panha, Arya Nagasena mengatakan bahwa Bodhisatta menyiksa diri selama 6 tahun sebagai akibat karma buruk menghina Buddha Kassapa sebagai Bhikkhu gundul!
Buddha menghindari faktor-faktor yang memancing orang menciptakan karma buruk.

Ini sama seperti wanita pintar yang memakai pakaian sopan tertutup ketika pergi ke tempat ramai yang sudah pasti ada orang-orang berhati kotor.

apa yang tidak masuk akal?
loh, ini namanya memutar balik fakta dan kata...
bukannya di postingan pertama anda beralibi bahwa
"buddha sengaja berbuat demikian untuk tidak dicela"

lalu saya balas "pujian dan celaan tidak bisa dihindari di dunia ini," >> kata Buddha sendiri dalam Sutta.
kemudian bukti nya saya sendiri sekarang mencela buddha....

lalu anda mengatakan
Ini sama seperti wanita pintar yang memakai pakaian sopan tertutup ketika pergi ke tempat ramai yang sudah pasti ada orang-orang berhati kotor.

toh kenyataan wanita muslim pakai cadar di beberapa tempat ramai juga mendapat celaan bukan?
kemudian kalau pakai pakaian terbuka walau di pantai kuta pun, dapat celaan juga ?
mana ada didunia ini BEBAS DARI CELAAN...

anda tanya 500 orang saja dari se-isi dunia ini, pasti ada yg mencela ada pula yg memuji...hal itu BIASA.
--------------------------------------------------
Quote
Menurut Mahayana, ada dua tipe Prayetkabuddha:
1. Yang tercerahkan dengan usaha sendiri tapi tidak bisa mengajar.
2. Yang tercerahkan akan Paticcasamudpada.

Sedangkan Arahat adalah yang tercerahkan akan 4 Kesunyatan Mulia.
paccekaBuddha hanya ada ketika Sammasambuddha tidak ada....
jika ada alasan demikian bisa kutip SUTRA mengenai hal ini... toh anda bicara tentang paccekabuddha mesti ada sumber tepat nya...

---------------------------------------------
Quote
Sebenarnya titik awal itu memang tidak ada (kebenaran mutlak), ini berlaku bagi yang tercerahkan. Namun bagi kita yang belum tercerahkan, titik itu ada (kebenaran relatif).
Karena kita melihat semua ini dalam kebenaran relatif, maka titik itu ada. Ini sama seperti halnya nafsu. Bagi yang terbebaskan, tiada nafsu; tapi bagi kita, masih ada nafsu.
Bila kita mengatakan tiada (titik) awal, maka juga berarti tiada titik akhir (nibbana).
Dalam ajaran Mahayana, seluruh keberadaan kita ini adalah kosong dan bersifat khayal; artinya keberadaan ini tidak benar-benar ada. Apa yang kita sebut titik awal dan akhir itu tidak benar-benar eksis. Satu-satunya kebenaran adalah Sunyata sejati, Nirvana para Buddha.
mana nyambung bung penjelasan nya...

sama seperti Superman bagi anak-anak, Superman itu ada bagi mereka...akan tetapi sesungguh nya itu tidak ada, oleh karena itu ketika kebijaksanaan kita meningkat, maka tentu kita memahami bahwa pandangan salah-lah yang mengatakan itu ada...

persis sama dengan "aku/atta" sebenarnya "aku/atta" itu tidak ada.
tetapi pandangan salah-lah sehingga membentuk bahwa "ini-milik-ku"
ketika kita belajar meditasi vipassana kesadaran pun makin kuat dan kuat...
pelan-pelan pemahaman ini "berubah" menjadi "tidak ada aku/anatta"

Quote
Saya ini ibarat menyontek dari ajaran para Master sejati.
bisa tahu contekan anda dari master mana?

Quote
Kenapa kita tidak menyadari pikiran sejati ini? Avidya menyelimutinya, menyebabkan kita memunculkan berbagai pandangan salah. Pikiran sejati yang tercemari oleh Avidya ini menjadi Alaya Vijnana, atau Kesadaran ke-8. Kemudian kita salah mengenali kesadaran ini sebagai suatu Diri (Atta).
masa?  maaf
dari apa yang dibahas di diThread sebelah bahkan saya memberikan BUKTI berupa kutipan sutra
Mahayana ternyata mengenal adanya ARWAH/ROH pada suatu manusia..

jadi anda disini bicara Anatta/tanpa diri...tetapi kenyataan dalam sutra malah sebalik nya...
gimana ini?

---------------------------
Quote
Menurut pandangan para Master, Acharya dan Pandit dari zaman kuno sampai sekarang. Mahayana tidaklah bertentangan dengan Theravada.
Bila sejak dari awal mula kita berpikir dengan dasar image negatif: 'Mahayana bertentangan dengan Theravada'; maka tidak perduli bagaimanapun penjelasan seseorang, tidak akan banyak berguna untuk membuat kita memahami ajaran Mahayana.
Seharusnya kita berpikir bahwa 'ini semua adalah ajaran Buddha, saya akan berusaha memahaminya, menghayatinya dan mempraktikkannya secara keseluruhan.'
Bila kita memulai dengan image negatif, tentu saja berdasarkan hukum psikologi, kita kemungkinan besar hanya akan menemukan sisi negatifna saja tanpa bisa melihat sisi positifnya.
jadi anda menuding siapa dibalik pecah nya mazhab ini? kebetulan bhante Kasappa[kalau tdk salah] adalah pimpinan dari konsili ke-3, yang mana hanya sekte Sarstravida [ susah nulis nya ] alias Theradava yang berkembang sekarang ini.

sedangkan sekter mahasangsika [ mahayana ] juga buat konsili sendiri...toh memang karena bikkhu-bikkhu Theravada sudah tidak mungkin menganggap ajaran ke-dua belah pihak SAMA...
bukti nya sempat gw wawancara bikkhu Mahanatepong yang sudah memiliki vassa 40 tahun sekaligus pengajar meditasi.

kemudian dikatakan Nagarjuna mengambil kitab Mahayana dialam naga....apakah bikkhu lain tidak memiliki abhinna untuk ke alam naga?
jadi saya ragu akan kebenaran apakah betul Kitab itu disimpan di alam naga...ataukah rekayasa belaka agar terbuat hebooh bahwa ada kitab di fax dari surga....

Quote
Sutra Mahayana hanya dapat dipahami dengan menggunakan pikiran non-diskriminasi yaitu pikiran langsung yang terbuka tanpa membeda-bedakan. Dan pemahaman yang diperoleh bersifat intuitif dan pengalaman langsung.
saya tidak memiliki pikiran seperti itu, karena jelas berbeda masa mau tutup mata bilang tidak berbeda...
jadi bikkhu yang pada konsili ke-3 [entah siapa yang duluan memisahkan diri] semua itu diskriminasi ya..
memang penyusun Tipitaka pada konsili ke-3 semua bikkhu yang diskriminasi?

jadi bukan saya yang membeda-bedakan disini sendiri... tetapi memang banyak termasuk bikkhu tetapi mungkin anda tidak mengetahui. atau hanya saya yang bersuara sendiri disini..
bukti kan sudah ada perpisahan pada sangha konsili 3.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 August 2009, 03:00:51 PM
Yah, Arhat telah terbebas dari samsara, namun belum mencapai pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.

Jawaban anda, Sdr. Dharmamitra, bertentangan dengan Saddharmapudarika Sutra yang mengatakan:

....Arhats, stainless, free from depravity, self-controlled, thoroughly emancipated in thought and knowledge, of noble breed, (like unto) great elephants, having done their task, done their duty, acquitted their charge, reached the goal; in whom the ties which bound them to existence were wholly destroyed, whose minds were thoroughly emancipated by perfect knowledge, who had reached the utmost perfection in subduing all their thoughts; who were possessed of the transcendent faculties; eminent disciples,---

Arahat tidak memiliki Sabbanuttanana atau Kemahatahuan Buddha bro...
Arahat memiliki pengetahuan sempurna dalam hal 4 kesunyataan mulia...

Sdr. Dharmamitra, saya tahu pada umumnya Arahat tidak memiliki Sabbanuttanana atau Kemahatahuan seperti layaknya Sammasambuddha, dan  sutra tidak mengindikasikan bahwa “perfect knowledge” adalah masalah Sabbanuttanana, tetapi lebih dalam lagi yaitu pengetahuan sempurna akan Pencerahan yang SAMA yang dimiliki oleh seorang Sammasabuddha. Alangkah dangkalnya menafsirkan sutra tersebut jika “perfect knowledge” itu diartikan sebagai sempurna akan pengetahuan yang tidak ada hubungannya dengan Pencerahan seperti jumlah bintang di langit, berapa banyak tata surya, dll , karena ini semua merupakan pengetahuan yang tidak ada kaitannya dengan Pencerahan.

Pengetahuan sempurna seorang Arahat adalah hal-hal berhubungan dengan Pencerahan (termasuk 4 Kebenaran Mulia)  dan adalah SAMA dengan yang dimiliki seorang Sammasambuddha.  Yang membedakan adalah pengetahuan seorang Sammasambuddha tentang Pencerahan ini di tambah dengan pengetahuan duniawi yang luas (seperti jumlah bintang, tata surya, dll). Singkatnya Sabbanuttanana = Pengetahuan akan Pencerahan + pengetahuan duniawi yang luas.

Jika menurut Mahayanis, Arahat dikatakan belum lengkap pengetahuannya hanya karena tidak memiliki pengetahuan duniawi yang luas dan harus memilikinya agar disebut sempurna, rasa-rasanya perlu dipertanyakan mana yang lebih penting dan urgen bagi Mahayanis, pengetahuan akan pencerahan atau pengetahuan akan duniawi?

Untuk apa pengetahuan duniawi lainnya jika sudah bebas dari dukkha dan merealisasikan nibbana?

Di lihat pernyataan Sdr. Dharmamitra:
“Yah, Arhat telah terbebas dari samsara, namun belum mencapai pengetahuan lengkap sempurna sebagaimana seorang Sammasambuddha.”
Berkesan lebih mengukur dan mementingkan kesempurnaan dalam hal pengetahuan duniawi, daripada kesempurnaan dalam Pencerahan .

Itu saja dulu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 26 August 2009, 04:36:39 PM
Menurut pandangan para Master, Acharya dan Pandit dari zaman kuno sampai sekarang. Mahayana tidaklah bertentangan dengan Theravada. Yang bertentangan itu adalah manusianya.
Bila sejak dari awal mula kita berpikir dengan dasar image negatif: 'Mahayana bertentangan dengan Theravada'; maka tidak perduli bagaimanapun penjelasan seseorang, tidak akan banyak berguna untuk membuat kita memahami ajaran Mahayana.
Seharusnya kita berpikir bahwa 'ini semua adalah ajaran Buddha, saya akan berusaha memahaminya, menghayatinya dan mempraktikkannya secara keseluruhan.'
Bila kita memulai dengan image negatif, tentu saja berdasarkan hukum psikologi, kita kemungkinan besar hanya akan menemukan sisi negatifna saja tanpa bisa melihat sisi positifnya.

Sutra Mahayana hanya dapat dipahami dengan menggunakan pikiran non-diskriminasi yaitu pikiran langsung yang terbuka tanpa membeda-bedakan. Dan pemahaman yang diperoleh bersifat intuitif dan pengalaman langsung.
Nanti lihatlah maxim Master Ch'an Han Shan, bagaimana beliau yang telah tercerahkan pun butuh waktu 8 bulan untuk menangkap makna umum dari Shurangama sutra. Yah, itu pun kalau percaya beliau tercerahkan... :D

Bila kita melihat ada yang janggal dan tidak sesuai kanon Pali, mungkin memang sutra itu salah terjemahan atau kita yang belum paham. Pada saat seperti ini seharusnya kita minta petunjuk pada Guru spiritual kita. Atau sebagai alternatif, berdoa kepada Triratna minta petunjuk. Entah ada Bodhisattva atau Dewa pelindung Dharma yang mendengar doa kita akan datang membantu.
Aum Mani Padme Hum! _/\_

Masalahnya Bro Dharmamitra, sebagai seorang Buddhis yang berpedoman kitab suci TiPitaka Kanon Pali, tentulah Kitab itu yang jadi PEDOMAN dalam mencari KEBENARAN untuk mencapai PENCERAHAN

Kemudian para Theravadin di suruh pahami kitab Mahayana sebagai pedoman, pasti TOLAK bathin ini, bukan ndak mau terima, karena sutra (mahayana) banyak yang tidak bisa dijelaskan keBenarannya.
jadi bukan manusianya saja jadi dominan, tapi memang kebenaran yang didalam kitab Mahayana banyak tanda tanya (?), sehingga kalau di jelaskan dan diputar2 utk di cocokin dengan kitab Pali Kanon ndak ketemu.

Ajaran Buddha Gotama dibuat sedemikian bagus sesuai TIPITAKA Kanon Pali, di Mahayana ditambah lagi KARANGAN yang memang tidak jelas dan susah di pertanggung jawabkan Kebenaran itu, sehingga tumpah tindih.

Kalau udah memahami Tipitaka, kemudian disuruh membabarkan isi kitab Mahayana, udah pasti pada enggan, karena banyak pandangan salah.

Contoh seperti Bro Dharmamitra (liat pernyataan bro yang di bold), di Tipitaka sudah tidak sesuai, maksudnya apa ? Triratna itu siapa ? sampai kita harus minta doa petunjuk ! emang Triratna bisa membisik, ntar dikasih wahyu !
agama Tetangga baru ada berdoa, itu pun mereka percaya karena adanya penguasa tunggal dan minta petunjuk. (ada atau tidak ada, ndak jelas !)

di Tipitaka Kanon Pali sudah pasti bertentangan, tidak bisa diterima.

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 26 August 2009, 08:00:53 PM
Rasanya sudah mulai menyimpang nih....
Menyatakan bahwa sutra mahayana lebih meragukan daripada sutra theravada rasanya tidak relevan. Karena kedua sutra/sutta memiliki jejak sejarah yang sama tua, dan didukung oleh bukti-bukti para praktisi terdahulu yang "dikatakan" sudah mencapai kesucian tertentu...

PERLU DIPERJELAS :
1.YA, jika dikatakan sutra mahayana di INDONESIA banyak yang menyimpang.Tapi menyimpang dalam artian TIDAK SESUAI DENGAN ASLI-ny. Hal ini bisa dikarenakan salah terjemahan dan modifikasi isi yg sebenarnya. BUKAN keseluruhan sutra tersebut menyimpang.
2.YA, jika di Indonesia SAAT INI, lebih umum digunakan KANON PALI sebagai pedoman Buddhisme.Hal ini dikarenakan sistem pendidikan di sekolah hanya menggunakann KANON PALI, dan lebih banyak BEREDAR SECARA UMUM kanon pali.

Tapi, jika kita melihat secara lebih luas, di negara-negara dimana Buddhisme berkembang, penggunaan TRIPITAKA / TIPITAKA  adalah SAMA BANYAK.

Jadi, jgn berpikiran sempit, belum apa2 sudah enggan membaca Sutra Mahayana..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 August 2009, 08:50:00 PM
Rasanya sudah mulai menyimpang nih....
Menyatakan bahwa sutra mahayana lebih meragukan daripada sutra theravada rasanya tidak relevan. Karena kedua sutra/sutta memiliki jejak sejarah yang sama tua, dan didukung oleh bukti-bukti para praktisi terdahulu yang "dikatakan" sudah mencapai kesucian tertentu...

PERLU DIPERJELAS :
1.YA, jika dikatakan sutra mahayana di INDONESIA banyak yang menyimpang.Tapi menyimpang dalam artian TIDAK SESUAI DENGAN ASLI-ny. Hal ini bisa dikarenakan salah terjemahan dan modifikasi isi yg sebenarnya. BUKAN keseluruhan sutra tersebut menyimpang.
2.YA, jika di Indonesia SAAT INI, lebih umum digunakan KANON PALI sebagai pedoman Buddhisme.Hal ini dikarenakan sistem pendidikan di sekolah hanya menggunakann KANON PALI, dan lebih banyak BEREDAR SECARA UMUM kanon pali.

Tapi, jika kita melihat secara lebih luas, di negara-negara dimana Buddhisme berkembang, penggunaan TRIPITAKA / TIPITAKA  adalah SAMA BANYAK.

Jadi, jgn berpikiran sempit, belum apa2 sudah enggan membaca Sutra Mahayana..
kalau begitu tolong minta sumber sutra mahayana yang bisa di percaya....kebetulan anda mungkin lebih tahu dari pada saya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 26 August 2009, 08:57:52 PM
Rasanya sudah mulai menyimpang nih....
Menyatakan bahwa sutra mahayana lebih meragukan daripada sutra theravada rasanya tidak relevan. Karena kedua sutra/sutta memiliki jejak sejarah yang sama tua, dan didukung oleh bukti-bukti para praktisi terdahulu yang "dikatakan" sudah mencapai kesucian tertentu...

PERLU DIPERJELAS :
1.YA, jika dikatakan sutra mahayana di INDONESIA banyak yang menyimpang.Tapi menyimpang dalam artian TIDAK SESUAI DENGAN ASLI-ny. Hal ini bisa dikarenakan salah terjemahan dan modifikasi isi yg sebenarnya. BUKAN keseluruhan sutra tersebut menyimpang.
2.YA, jika di Indonesia SAAT INI, lebih umum digunakan KANON PALI sebagai pedoman Buddhisme.Hal ini dikarenakan sistem pendidikan di sekolah hanya menggunakann KANON PALI, dan lebih banyak BEREDAR SECARA UMUM kanon pali.

Tapi, jika kita melihat secara lebih luas, di negara-negara dimana Buddhisme berkembang, penggunaan TRIPITAKA / TIPITAKA  adalah SAMA BANYAK.

Jadi, jgn berpikiran sempit, belum apa2 sudah enggan membaca Sutra Mahayana..
kalau begitu tolong minta sumber sutra mahayana yang bisa di percaya....kebetulan anda mungkin lebih tahu dari pada saya.

Jelaskan dlu menurut anda apa kriteria 'bisa dipercaya' menurut anda...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dharmamitra on 26 August 2009, 10:17:03 PM
Rasanya sudah mulai menyimpang nih....
Menyatakan bahwa sutra mahayana lebih meragukan daripada sutra theravada rasanya tidak relevan. Karena kedua sutra/sutta memiliki jejak sejarah yang sama tua, dan didukung oleh bukti-bukti para praktisi terdahulu yang "dikatakan" sudah mencapai kesucian tertentu...

PERLU DIPERJELAS :
1.YA, jika dikatakan sutra mahayana di INDONESIA banyak yang menyimpang.Tapi menyimpang dalam artian TIDAK SESUAI DENGAN ASLI-ny. Hal ini bisa dikarenakan salah terjemahan dan modifikasi isi yg sebenarnya. BUKAN keseluruhan sutra tersebut menyimpang.
2.YA, jika di Indonesia SAAT INI, lebih umum digunakan KANON PALI sebagai pedoman Buddhisme.Hal ini dikarenakan sistem pendidikan di sekolah hanya menggunakann KANON PALI, dan lebih banyak BEREDAR SECARA UMUM kanon pali.

Tapi, jika kita melihat secara lebih luas, di negara-negara dimana Buddhisme berkembang, penggunaan TRIPITAKA / TIPITAKA  adalah SAMA BANYAK.

Jadi, jgn berpikiran sempit, belum apa2 sudah enggan membaca Sutra Mahayana..
Setuju... baik sekali pernyataan bro Edward...

Sementara ini, jawaban apapun yang akan saya ajukan tidak akan memuaskan teman-teman, selama Tripitaka Mahayana tidak dipercaya keasliannya.

Saya juga merasakan bahwa penerjemahan sutra Mahayana ke dalam bahasa Indonesia banyak sekali kekurangsempurnaannya sehingga yang membaca tak akan pernah memahaminya. Jangankan keakuratan terjemahan, bahkan saya sering menemukan tata bahasa Indonesia yang kacau. Karena itu, umumnya saya memakai terjemahan Inggris dari sumber tertentu yang saya percaya keakuratannya dan dapat dipahami.

Indonesia ini tidak seperti di zaman kerajaan Buddhist dulu atau seperti China kuno yang memiliki segudang Master yang menerjemahkan sutra secara baik seperti Biksu Xuanzang, Kumarajiva, Yixing, dll. Mungkin belum tiba waktunya, karena Sangha asli Indonesia sendiri baru bangkit kembali setelah tidur berabad-abad. Bandingkan dengan negara Buddhist lain yang Sanghanya awet ribuan tahun.

OK-lah, tidak ada cara lain lagi... Karma dan Jodoh Mahayana belum saatnya matang... :)

[Oh, Bhagavan Arya Avalokitesvara... Bhagavati Tara... adalah Kebahagian besar bagiku dapat mendengar dan memuji Mahakaruna Mahakarunika sehingga memberi berkah yang tak terhingga dan tak terbayangkan.
Aku berdoa agar semua mahkluk memperoleh berkah yang bahkan jauh lebih besar.
Bhagavan Arya Manjushri... adalah kebebasan besar dalam hidupku dapat mengenal Mahaprajna bagai mendapatkan pelita dalam kegelapan pekat.
Tiada sedikitpun penyesalan dalam hatiku sekalipun hidupku berakhir saat ini juga setelah memperoleh kesempatan langka dapat melihat wajah agung Mahaprajna yang membabarkan Mahayana.
Semoga semua mahkluk menyadari Mahaprajna dan memperoleh Dharma agung Nirvana para Buddha.
Saat matahari, bulan dan bintang bersinar cemerlang di selatan, semoga Dharma mahayana sekali lagi menerangi dunia, svaha!]


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 26 August 2009, 10:23:34 PM
loh,kok minta kriteria dari saya..
toh anda mengatakan terjemahan sutra ini kadang tidak sesuai asli nya bahkan mungkin melenceng..
jadi sy minta anda beri sumber yang bisa dipercaya sebagai VALID bahwa memang demikian sutra mahayana
baru saya bahas, toh sia-sia saya membahas roh,dll kalau ternyata penerjemah nya salah...

jadi sy minta sumber yang anda anggap telah memang lulus....

Quote
Saya juga merasakan bahwa penerjemahan sutra Mahayana ke dalam bahasa Indonesia banyak sekali kekurangsempurnaannya sehingga yang membaca tak akan pernah memahaminya. Jangankan keakuratan terjemahan, bahkan saya sering menemukan tata bahasa Indonesia yang kacau. Karena itu, umumnya saya memakai terjemahan Inggris dari sumber tertentu yang saya percaya keakuratannya dan dapat dipahami.
minta sumber nya donk..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 August 2009, 12:38:29 AM
Rasanya sudah mulai menyimpang nih....
Menyatakan bahwa sutra mahayana lebih meragukan daripada sutra theravada rasanya tidak relevan. Karena kedua sutra/sutta memiliki jejak sejarah yang sama tua, dan didukung oleh bukti-bukti para praktisi terdahulu yang "dikatakan" sudah mencapai kesucian tertentu...

PERLU DIPERJELAS :
1.YA, jika dikatakan sutra mahayana di INDONESIA banyak yang menyimpang.Tapi menyimpang dalam artian TIDAK SESUAI DENGAN ASLI-ny. Hal ini bisa dikarenakan salah terjemahan dan modifikasi isi yg sebenarnya. BUKAN keseluruhan sutra tersebut menyimpang.
2.YA, jika di Indonesia SAAT INI, lebih umum digunakan KANON PALI sebagai pedoman Buddhisme.Hal ini dikarenakan sistem pendidikan di sekolah hanya menggunakann KANON PALI, dan lebih banyak BEREDAR SECARA UMUM kanon pali.

Tapi, jika kita melihat secara lebih luas, di negara-negara dimana Buddhisme berkembang, penggunaan TRIPITAKA / TIPITAKA  adalah SAMA BANYAK.

Jadi, jgn berpikiran sempit, belum apa2 sudah enggan membaca Sutra Mahayana..

Bagaimana kalau ketidak-konsistenan antara sutra Mahayana sendiri, misalnya antara apa yang di-sabda-kan di dalam Sutra Intan (Vajracheddika Paramita Sutra) dengan Sutra Teratai (SaddharmaPundarika Sutra), tentang bagaimana konsep dan pegangan dari kaum MAHAYANA yang sedemikian meng-agung-kan penyelamatan oleh Bodhisatva sendiri yang ternyata di dalam Sutra Intan tercantum bahwa pada dasarnya bahkan TATHAGATHA sendiri tidak dapat menolong satu makhluk hidup manapun (yang ini sama harfiahnya (tidak ditafsirkan) di dalam konsep Theravada, dikatakan bahwa DIRI SENDIRI-lah yang menjadi pulau/pelindung sendiri).

Karena memang membandingkan antara Sutta Pali dan Sutra Sansekerta itu kadang ibarat membandingkan apel dan jeruk (karena memang pada dasarnya berbeda)...

Dalam hal ini bukan mengatakan bahwa Pali Kanon itu benar dan Sutra Sansekerta itu salah ataupun sebaliknya, tetapi saya lebih tertarik membahas internal Kitab Mahayana sendiri yang "menurut" saya itu ada beberapa yang kontradiksi satu sama lain. (Apa kali pengarangnya itu gak sama sehingga tidak mengikuti kaidah konsep yang mengalir satu arah, tetapi bolak balik dan bahkan tidak nyambung ?)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 27 August 2009, 06:55:57 AM
^^ bukannya sudah pernah di jelaskan sama ko Tan bahwa kitab mahayana terus bertambah karena tulisan dari master2 yang dianggap suci pun kadang di ambil dan dijadikan bagian kitab mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 27 August 2009, 07:52:28 AM
loh,kok minta kriteria dari saya..
toh anda mengatakan terjemahan sutra ini kadang tidak sesuai asli nya bahkan mungkin melenceng..
jadi sy minta anda beri sumber yang bisa dipercaya sebagai VALID bahwa memang demikian sutra mahayana
baru saya bahas, toh sia-sia saya membahas roh,dll kalau ternyata penerjemah nya salah...

jadi sy minta sumber yang anda anggap telah memang lulus....

Quote
Saya juga merasakan bahwa penerjemahan sutra Mahayana ke dalam bahasa Indonesia banyak sekali kekurangsempurnaannya sehingga yang membaca tak akan pernah memahaminya. Jangankan keakuratan terjemahan, bahkan saya sering menemukan tata bahasa Indonesia yang kacau. Karena itu, umumnya saya memakai terjemahan Inggris dari sumber tertentu yang saya percaya keakuratannya dan dapat dipahami.
minta sumber nya donk..
owh..mo cari referensi sutra mahayana yang asli?
Baca Taisho aja, di Indonesia hanya ada beberapa eksemplar...
Bisa minta copy-ny k Bro Tan ato Bro Nyana...
Ow iya, harus bisa mandarin yahh...Soalnya full Mandarin..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 27 August 2009, 08:19:10 AM
loh,kok minta kriteria dari saya..
toh anda mengatakan terjemahan sutra ini kadang tidak sesuai asli nya bahkan mungkin melenceng..
jadi sy minta anda beri sumber yang bisa dipercaya sebagai VALID bahwa memang demikian sutra mahayana
baru saya bahas, toh sia-sia saya membahas roh,dll kalau ternyata penerjemah nya salah...

jadi sy minta sumber yang anda anggap telah memang lulus....

Quote
Saya juga merasakan bahwa penerjemahan sutra Mahayana ke dalam bahasa Indonesia banyak sekali kekurangsempurnaannya sehingga yang membaca tak akan pernah memahaminya. Jangankan keakuratan terjemahan, bahkan saya sering menemukan tata bahasa Indonesia yang kacau. Karena itu, umumnya saya memakai terjemahan Inggris dari sumber tertentu yang saya percaya keakuratannya dan dapat dipahami.
minta sumber nya donk..
owh..mo cari referensi sutra mahayana yang asli?
Baca Taisho aja, di Indonesia hanya ada beberapa eksemplar...
Bisa minta copy-ny k Bro Tan ato Bro Nyana...
Ow iya, harus bisa mandarin yahh...Soalnya full Mandarin..
apakah sutra mahayana asli itu berasal dari china?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 27 August 2009, 09:06:10 AM
loh,kok minta kriteria dari saya..
toh anda mengatakan terjemahan sutra ini kadang tidak sesuai asli nya bahkan mungkin melenceng..
jadi sy minta anda beri sumber yang bisa dipercaya sebagai VALID bahwa memang demikian sutra mahayana
baru saya bahas, toh sia-sia saya membahas roh,dll kalau ternyata penerjemah nya salah...

jadi sy minta sumber yang anda anggap telah memang lulus....

Quote
Saya juga merasakan bahwa penerjemahan sutra Mahayana ke dalam bahasa Indonesia banyak sekali kekurangsempurnaannya sehingga yang membaca tak akan pernah memahaminya. Jangankan keakuratan terjemahan, bahkan saya sering menemukan tata bahasa Indonesia yang kacau. Karena itu, umumnya saya memakai terjemahan Inggris dari sumber tertentu yang saya percaya keakuratannya dan dapat dipahami.
minta sumber nya donk..
owh..mo cari referensi sutra mahayana yang asli?
Baca Taisho aja, di Indonesia hanya ada beberapa eksemplar...
Bisa minta copy-ny k Bro Tan ato Bro Nyana...
Ow iya, harus bisa mandarin yahh...Soalnya full Mandarin..
gpp karena saya hanya mau melihat beberapa kalimat, kemudian sy harap bro dharmamitra mau memberikan sumber nya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 27 August 2009, 08:16:59 PM
Ada baiknya tidak perlu mempermasalahkan terlalu jauh utk mencari titik temu. krn dlm perkembangannya ke-2nya memiliki bbrp pijakan yg berbeda, meski dikatakan masih sama-sama aliran buddhisme.
karena itu kembali lagi ke pengertian diskusi dlm board ini: yg non-mahayanist bertanya, maka mahayanist menjawab. terlepas dr puas atau tidak thdp jawaban yg diberikan, terima sajalah..
kita tidak bisa memaksakan agar jawaban yg terlontar selalu sesuai pemikiran dan pandangan kita toh? apalagi jika ingin memaksakan pendapat kita agar jawaban yg keluar sama dg pemikiran kita atau bahkan ingin agar pihak yg berbeda menerima pemikiran kita, itu sudah melenceng dan bakal jadi diskusi yg berputar-putar.

Semoga dimengerti.. :)

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 August 2009, 05:32:53 PM
Ada baiknya tidak perlu mempermasalahkan terlalu jauh utk mencari titik temu. krn dlm perkembangannya ke-2nya memiliki bbrp pijakan yg berbeda, meski dikatakan masih sama-sama aliran buddhisme.
karena itu kembali lagi ke pengertian diskusi dlm board ini: yg non-mahayanist bertanya, maka mahayanist menjawab. terlepas dr puas atau tidak thdp jawaban yg diberikan, terima sajalah..
kita tidak bisa memaksakan agar jawaban yg terlontar selalu sesuai pemikiran dan pandangan kita toh? apalagi jika ingin memaksakan pendapat kita agar jawaban yg keluar sama dg pemikiran kita atau bahkan ingin agar pihak yg berbeda menerima pemikiran kita, itu sudah melenceng dan bakal jadi diskusi yg berputar-putar.

Semoga dimengerti.. :)

_/\_

Apakah mungkin mendapatkan "KEBENARAN" dari diskusi diskusi seperti ini ?? Bukan-kah baik sekali apabila kita bisa mendapatkan "KEBENARAN" itu walaupun pada dasarnya apa yang kita yakini selama ini merupakan "KESALAHAN" ??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 28 August 2009, 07:51:25 PM
Memang, saya sendiri mengakui akan lebih baik bila hal-hal berjalan sesuai keinginan kita. Sayangnya lebih mudah untuk merubah diri sendiri daripada merubah orang lain. Kita tidak mungkin dapat membicarakan kebenaran, yang dapat kita lakukan hanya membicarakan konsep, penilaian dan pandangan kita tentang kebenaran. Hakikatnya kebenaran adalah dialami, bukan dibicarakan. Terlebih lagi bila dasar pijakannya sudah berbeda. Dari diskusi yang sudah-sudah sih saya lihat akhirnya berpulang kembali ke masing-masing. Apakah pihak penanya mau menerima jawaban dari penjawab atau tidak. Secara di sini tidak adanya otoritas sebagaimana dlm agama lain, jika kita menunjukkan KESALAHAN orang lain menurut standar KEBENARAN kita, apakah orang lain akan menerimanya? Alih-alih menerima, malah akan berbalik menunjukkan KESALAHAN kita menurut standar KEBENARAN dia. Klop dah syarat dan prasyarat diskusi muter-muter atau dalam bahasa inggris gaulnya: debat kusir.
Karenanya, YA! Kita tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari diskusi. Tapi bukan berarti diskusi tidak perlu, diskusi yg baik ibarat katalisator dalam mengondisikan kita utk merealisasi kebenaran. Dan pemahaman akan kebenaran bukan berasal dari orang lain melainkan terpenuhinya kondisi2 untuk itu dalam diri orang tsb.

Jelasnya mengenai fungsi dari diskusi mengutip pesan Sang Guru dalam Kathavatthu Sutta:
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui mendekati atau tidak mendekati. Seseorang yang mendengarkan [akan] mendekati; seseorang yang tidak mendengarkan tidak [akan] mendekati. Dengan mendekati, dia mengetahui dengan jelas kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya. Dengan jelas mengetahui kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya, dia menyentuh pelepasan benar. Untuk itulah guna dari diskusi, itulah guna dari mendengarkan nasehat, itulah guna dari mendekat, itulah guna dari mendengarkan: yaitu, pembebasan batin melalui tanpa kemelekatan."
diambil dari perpus DC (http://dhammacitta.org/tipitaka/an/an03/an03.067.than.html) (Makasih Suhu utk terjemahannya) _/\_

Semoga kita yang ada di sini dapat terus berdiskusi dng baik.. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 August 2009, 01:34:03 AM
Memang, saya sendiri mengakui akan lebih baik bila hal-hal berjalan sesuai keinginan kita. Sayangnya lebih mudah untuk merubah diri sendiri daripada merubah orang lain. Kita tidak mungkin dapat membicarakan kebenaran, yang dapat kita lakukan hanya membicarakan konsep, penilaian dan pandangan kita tentang kebenaran. Hakikatnya kebenaran adalah dialami, bukan dibicarakan. Terlebih lagi bila dasar pijakannya sudah berbeda. Dari diskusi yang sudah-sudah sih saya lihat akhirnya berpulang kembali ke masing-masing. Apakah pihak penanya mau menerima jawaban dari penjawab atau tidak. Secara di sini tidak adanya otoritas sebagaimana dlm agama lain, jika kita menunjukkan KESALAHAN orang lain menurut standar KEBENARAN kita, apakah orang lain akan menerimanya? Alih-alih menerima, malah akan berbalik menunjukkan KESALAHAN kita menurut standar KEBENARAN dia. Klop dah syarat dan prasyarat diskusi muter-muter atau dalam bahasa inggris gaulnya: debat kusir.
Karenanya, YA! Kita tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari diskusi. Tapi bukan berarti diskusi tidak perlu, diskusi yg baik ibarat katalisator dalam mengondisikan kita utk merealisasi kebenaran. Dan pemahaman akan kebenaran bukan berasal dari orang lain melainkan terpenuhinya kondisi2 untuk itu dalam diri orang tsb.

Jelasnya mengenai fungsi dari diskusi mengutip pesan Sang Guru dalam Kathavatthu Sutta:
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui mendekati atau tidak mendekati. Seseorang yang mendengarkan [akan] mendekati; seseorang yang tidak mendengarkan tidak [akan] mendekati. Dengan mendekati, dia mengetahui dengan jelas kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya. Dengan jelas mengetahui kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya, dia menyentuh pelepasan benar. Untuk itulah guna dari diskusi, itulah guna dari mendengarkan nasehat, itulah guna dari mendekat, itulah guna dari mendengarkan: yaitu, pembebasan batin melalui tanpa kemelekatan."
diambil dari perpus DC (http://dhammacitta.org/tipitaka/an/an03/an03.067.than.html) (Makasih Suhu utk terjemahannya) _/\_

Semoga kita yang ada di sini dapat terus berdiskusi dng baik.. :)

diskusi yang baik adalah diskusi dengan dasar/dalih yang dapat dipertanggungjawabkan dan TIDAK MENYERANG PRIBADI. itu saja... sepanjang masih dalam koridor itu, saya rasa semua diskusi/debat itu bermanfaat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 August 2009, 07:48:16 AM
Memang, saya sendiri mengakui akan lebih baik bila hal-hal berjalan sesuai keinginan kita. Sayangnya lebih mudah untuk merubah diri sendiri daripada merubah orang lain. Kita tidak mungkin dapat membicarakan kebenaran, yang dapat kita lakukan hanya membicarakan konsep, penilaian dan pandangan kita tentang kebenaran. Hakikatnya kebenaran adalah dialami, bukan dibicarakan. Terlebih lagi bila dasar pijakannya sudah berbeda. Dari diskusi yang sudah-sudah sih saya lihat akhirnya berpulang kembali ke masing-masing. Apakah pihak penanya mau menerima jawaban dari penjawab atau tidak. Secara di sini tidak adanya otoritas sebagaimana dlm agama lain, jika kita menunjukkan KESALAHAN orang lain menurut standar KEBENARAN kita, apakah orang lain akan menerimanya? Alih-alih menerima, malah akan berbalik menunjukkan KESALAHAN kita menurut standar KEBENARAN dia. Klop dah syarat dan prasyarat diskusi muter-muter atau dalam bahasa inggris gaulnya: debat kusir.
Karenanya, YA! Kita tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari diskusi. Tapi bukan berarti diskusi tidak perlu, diskusi yg baik ibarat katalisator dalam mengondisikan kita utk merealisasi kebenaran. Dan pemahaman akan kebenaran bukan berasal dari orang lain melainkan terpenuhinya kondisi2 untuk itu dalam diri orang tsb.

Jelasnya mengenai fungsi dari diskusi mengutip pesan Sang Guru dalam Kathavatthu Sutta:
"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui mendekati atau tidak mendekati. Seseorang yang mendengarkan [akan] mendekati; seseorang yang tidak mendengarkan tidak [akan] mendekati. Dengan mendekati, dia mengetahui dengan jelas kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya. Dengan jelas mengetahui kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya, dia menyentuh pelepasan benar. Untuk itulah guna dari diskusi, itulah guna dari mendengarkan nasehat, itulah guna dari mendekat, itulah guna dari mendengarkan: yaitu, pembebasan batin melalui tanpa kemelekatan."
diambil dari perpus DC (http://dhammacitta.org/tipitaka/an/an03/an03.067.than.html) (Makasih Suhu utk terjemahannya) _/\_

Semoga kita yang ada di sini dapat terus berdiskusi dng baik.. :)

diskusi yang baik adalah diskusi dengan dasar/dalih yang dapat dipertanggungjawabkan dan TIDAK MENYERANG PRIBADI. itu saja... sepanjang masih dalam koridor itu, saya rasa semua diskusi/debat itu bermanfaat.
se tahu saya dalam kitab itu juga tertulis...

jika seseorang yang anda temani berdiskusi marah atau emosi , orang ini tidak layak di temani...gitu ya? dengar- dengar kek nya begitu....lupa asli text nya bagaimana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 29 August 2009, 07:51:35 AM
"Monks, it's through his way of participating in a discussion that a person can be known as fit to talk with or unfit to talk with. If a person, when asked a question, wanders from one thing to another, pulls the discussion off the topic, shows anger & aversion and sulks, then — that being the case — he is a person unfit to talk with. But if a person, when asked a question, doesn't wander from one thing to another, doesn't pull the discussion off the topic, doesn't show anger or aversion or sulk, then — that being the case — he is a person fit to talk with.


"Para bhikkhu, ada 3 topik berikut untuk berdiskusi. Apakah tiga itu?

"Seseorang bisa berkata tentang masa lampau, dengan berkata, 'Demikianlah pada masa lampau.' Seseorang bisa berkata tentang masa depan. dengan berkata, 'Demikianlah yang akan terjadi dimasa depan.' Atau seseorang bisa berkata tentang masa kini, dengan berkata, 'Demikianlah masa kini.'

"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak memberikan sebuah jawaban langsung untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban langsung, tidak memberikan sebuah jawaban analitis (yang layak) untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban analitis, tidak memberikan sebuah pertanyaan balasan untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah pertanyaan balasan, tidak mengesampingkan pertanyaan yang perlu dikesampingkan, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika dia, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, memberikan sebuah jawaban langsung untuk sebuah pertanyaan yang membutuhkan sebuah jawaban langsung, memberikan sebuah jawaban analitis untuk sebuah pertanyaan yang membuthkan sebuah jawaban analitis, memberikan sebuah pertanyaan balasan untuk pertanyaan yang membutuhkan sebuah pertanyaan balasan, dan mengesampingkan sebuah pertanyaan yang perlu dikesampingkan, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.

"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, tidak sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, tidak sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya,[1] tidak sesuai dengan prosedur standar, kemudian &mdash dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, memperhatikan apa yang mungkin dan tidak mungkin, sesuai dengan asumsi-asumsi yang disepakati, sesuai dengan ajaran-ajaran yang diketahui kebenarannya, sesuai dengan prosedur standar, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.

"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui cocok atau tidak cocok untuk berdiskusi. Jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, merendahkan [si penanya], mempermalukannya, mengoloknya, mengambil kesempatan dari kesalahan-kesalahan kecilnya, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang tidak cocok untuk berdiskusi. Tetapi jika seseorang, ketika ditanyakan sebuah pertanyaan, tidak merendahkan [si penanya], tidak mempermalukannya, tidak mengoloknya, tidak mengambil kesempatan dari kesalahan-kesalahan kecilnya, kemudian — dengan demikian — dia adalah orang yang cocok untuk berdiskusi.

"Para bhikkhu, melalui caranya berpartisipasi dalam sebuah diskusi seseorang dapat diketahui mendekati atau tidak mendekati. Seseorang yang mendengarkan mendekati; seseorang yang tidak mendengarkan tidak mendekati. Dengan mendekati, dia mengetahui dengan jelas kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya.[2] Dengan jelas mengetahui kualitasnya, memahami kualitasnya, meninggalkan kualitasnya, dan menyadari kualitasnya, dia menyentuh pelepasan benar. Untuk itulah guna dari diskusi, itulah guna dari mendengarkan nasehat, itulah guna dari mendekat, itulah guna dari mendengarkan: yaitu, pembebasan batin melalui tanpa kemelekatan.
Mereka yang berdiskusi
ketika kemarahan, dogma, kesombongan,
   mengikuti apa yang bukan jalan mulia,
   saling mencari-cari kesalahan,
bersenang dalam kata-kata yang salah diucapkan,
         tergelincir, terjatuh, terkalahkan.
   Para mulia
   tidak berkata dengan cara demikian.
   
Jika orang bijaksana, mengetahui waktu yang tepat,
ingin berbicara,
kemudian, kata-katanya baik dan masuk akal,
mengikuti cara para bijaksana:
Itulah apa yang dikatakan oleh mereka yang sudah tercerahkan,
tanpa kemarahan atau kesombongan,
dengan batin yang tidak lepas kendali,
tanpa nada keras, tanpa dengki.
Tanpa iri
   mereka berkata berdasarkan pengetahuan benar.
Mereka akan bersenang dalam kata-kata yang diucapkan dengan baik.
dan tidak mengecilkan apa yang tidak.
Mereka tidak mempelajari untuk mencari kesalahan,
tidak mencari kesalahan-kesalahan kecil.
tidak merendahkan, tidak mempermalukan,
tidak berkata sembarangan.
      
Demi pengetahuan,
demi [menginspirasi] keyakinan jernih,
menasehati apa yang benar:
   Demikianlah para bijaksana memberikan nasehat,
   Demikianlah para bijaksana mendengarkan nasehat.
Mengetahui ini, orang bijaksana
seharusnya memberikan nasehat tanpa kesombongan."

---------------------------------
kalau mau berdiskusi sama seperti diatas, yah memang kita masih dibawah lah...
tapi usakan mendekati kan bisa..hehee



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 31 August 2009, 09:28:45 AM
maaf, kemarin saya ada kesibukan.
ok mari kita lanjutkan sedikit
Jika bro membaca paragraf lainnya tentu akan jelas bahwa Buddha sedang menjelaskan bagaimana alam dan mahkluk hidup terbentuk. Lagi pula "suddenly difference appears" ini menunjukkan bahwa Avidya itu pertama kali muncul tiba-tiba.

Mohon dibaca ulang post saya sebelumnya bro tentang: 'Where there was' tidak menunjukkan suatu tempat ataupun waktu. Bahwa saya memakai 'suatu ketika' untuk menyangkal 'where' sebagai tempat...
Mohon jangan anggap terjemahan saya yang jauh dari sempurna sebagai standard. Baiknya yang dijadikan standard itu bahasa Inggrisnya saja. harap maklum bro...

Ya, Sdr. Dharmamitra, dalam sutra tersebut Sang Buddha sedang menjelaskan bagaimana alam dan mahkluk hidup terbentuk, TAPI ini bukan berarti itu adalah permulaan waktu, titik awal, the beginning of time. Anda sendiri yang membuatnya seolah-olah ini adalah permulaan waktu, titik awal, the beginning of time dengan menerjemahkan 'Where there was' menjadi “suatu ketika” yang merupakan kata ganti waktu. Kemudian anda tidak mengacu pada terjemahan lain yang TIDAK terdapat kata "suddenly difference appears" dan dengan mudahnya anda mengatakan ini adalah permulaan waktu dimana Avidya itu pertama kali muncul tiba-tiba.

Menurut saya, jika memang yang dimaksud dalam sutra tersebut adalah mengenai Avidya, itu bukanlah kemunculan Avidya untuk pertama kali, karena kita tidak bisa menggunakan kata “pertama kali” dalam konteks eksitensi semesta. Tetapi itu adalah salah satu titik dari proses berputar dimana Avidya di tempatkan di bagian terpenting (bukan sebagai penyebab pertama) dari proses berputar tersebut.

Jika kita melihat paticcasamudpada dengan gambar bhava cakka kita bisa melihat bahwa tidak ada ujung dari rangkaian proses, tidak ada permulaan waktu.

Saya rasa cukup tanggapan dari saya.

Thanks
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Asiong on 07 November 2009, 10:33:45 PM
Kalau ada yang yang merasa lebih tinggi dan ada yang merasa lebih rendah nanti bisa jadi ribut.sedangkan dalam ajaran Buddha kita semuanya ( maksudnya T dan mahayana ) bagaikan suatu wadah saja.wadah untuk membentuk moral kita.
Menurut aku hal ini tidak perlu diperdebatkan setuju....?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 30 November 2009, 07:56:52 PM
Supaya sesuai dengan koridor boardnya, maka saya ingin bertanya di sini...

Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva

Tambahin sedikit,
Liam keng tidak sebatas melafalkan puja kepada Buddha/bodhisatva, liamkeng = membaca keseluruhan isi Sutra (khotbah Buddha).

Bro Chingik mengatakan bahwa membaca keseluruhan isi Sutra, maka itu disebut sebagai liam keng (nian jing). Apakah jika saya membaca Mahaparinirvana Sutra di dalam hati, itu termasuk liam keng (nian jing)?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 01 December 2009, 01:28:21 AM
Supaya sesuai dengan koridor boardnya, maka saya ingin bertanya di sini...

Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva

Tambahin sedikit,
Liam keng tidak sebatas melafalkan puja kepada Buddha/bodhisatva, liamkeng = membaca keseluruhan isi Sutra (khotbah Buddha).

Bro Chingik mengatakan bahwa membaca keseluruhan isi Sutra, maka itu disebut sebagai liam keng (nian jing). Apakah jika saya membaca Mahaparinirvana Sutra di dalam hati, itu termasuk liam keng (nian jing)?

Betul. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 December 2009, 09:50:18 AM
Supaya sesuai dengan koridor boardnya, maka saya ingin bertanya di sini...

Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva

Tambahin sedikit,
Liam keng tidak sebatas melafalkan puja kepada Buddha/bodhisatva, liamkeng = membaca keseluruhan isi Sutra (khotbah Buddha).

Bro Chingik mengatakan bahwa membaca keseluruhan isi Sutra, maka itu disebut sebagai liam keng (nian jing). Apakah jika saya membaca Mahaparinirvana Sutra di dalam hati, itu termasuk liam keng (nian jing)?

Betul. :)

Jadi liam keng (nian jing) itu artinya membaca Sutra yah?
Apakah tidak ada perbedaan spesifikasi dengan membaca buku lainnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 01 December 2009, 10:54:29 AM
Supaya sesuai dengan koridor boardnya, maka saya ingin bertanya di sini...

Liam keng (nian jing) => melafalkan puja kepada Buddha dan atau Bodhisattva

Tambahin sedikit,
Liam keng tidak sebatas melafalkan puja kepada Buddha/bodhisatva, liamkeng = membaca keseluruhan isi Sutra (khotbah Buddha).

Bro Chingik mengatakan bahwa membaca keseluruhan isi Sutra, maka itu disebut sebagai liam keng (nian jing). Apakah jika saya membaca Mahaparinirvana Sutra di dalam hati, itu termasuk liam keng (nian jing)?

Betul. :)

Jadi liam keng (nian jing) itu artinya membaca Sutra yah?
Apakah tidak ada perbedaan spesifikasi dengan membaca buku lainnya?

Tentu berbeda. Sutra itu isi kotbah Buddha, memiliki nilai Dhamma yang bermanfaat. Jadi bila sering liam keng (membaca sutra) dapat mengembangkan pemahaman atas isi sutra itu.
Selain itu, bisa menarik perhatian makhluk yang tidak terlihat dgn kasat mata utk turut serta mendengarkannya dan memberi dorongan munculnya pikiran baik.

Jadi adalah sangat baik kita membiasakan diri liam keng. Begitu juga baca sutta pali juga sama nilainya.
Bagi pemula itu akan meningkatkan keyakinannya pada Triratna, bagi yg sudah senior, itu berguna  utk menjaga keseimbangan batinnya, karena ada orang yg merasa telah menguasai satu kotbah Buddha dia merasa tidak perlu membacanya lagi terus menerus hingga ada kesombongan yg sangat halus melekat pd batinnya. Kecuali jika dia telah memiliki metode latihan yg lain. 

Ya, jadi selama ini orang pikir liam keng cuma berisi gatha puja belaka. Padahal meliputi membaca isi kotbah Buddha. 
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 December 2009, 11:44:16 AM
[at] Chingik

Oke. Kalau begitu saya bisa menyimpulkan bahwa liam keng (nian jing) itu sebenarnya hanya membaca teks. Tapi perbedaannya dengan "membaca awam" adalah objek bacaannya. Karena liam keng (nian jing) adalah membaca Sutra.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 01 December 2009, 01:08:40 PM
^ At tambahan dari bro chingik
Terkadang umat ada pemahamannya masih kurang bro, masih mengangap degnan membaca sutra bisa dapat memenuhi semua permintaannya, sebenarnya membaca sutra itu berguna untuk mengingat, sama seperti membaca sutta pali, kenapa harus berkali kali, agar terus di ingat dalam pikiran kita, supaya bertindak atas sutra tersebut, ataupun baca sutta berkali kali berguna untuk mengingat setiap perbuatan kita, sisanya karma baiklah yang menentukan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 01 December 2009, 01:16:20 PM
^ At tambahan dari bro chingik
Terkadang umat ada pemahamannya masih kurang bro, masih mengangap degnan membaca sutra bisa dapat memenuhi semua permintaannya, sebenarnya membaca sutra itu berguna untuk mengingat, sama seperti membaca sutta pali, kenapa harus berkali kali, agar terus di ingat dalam pikiran kita, supaya bertindak atas sutra tersebut, ataupun baca sutta berkali kali berguna untuk mengingat setiap perbuatan kita, sisanya karma baiklah yang menentukan.

yap , benar bro.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 December 2009, 01:37:31 PM
^^ kalo boleh di kalkulasi, berapa persen umat Buddha yang mengerti isi liam keng yang di bacanya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 01 December 2009, 01:41:23 PM
[at] Chingik

Oke. Kalau begitu saya bisa menyimpulkan bahwa liam keng (nian jing) itu sebenarnya hanya membaca teks. Tapi perbedaannya dengan "membaca awam" adalah objek bacaannya. Karena liam keng (nian jing) adalah membaca Sutra.

bukan soal hanya beda objek bacaan dgn "membaca awam", tapi tentu ada aspek lain lagi yg perlu diperhatikan, misalnya membaca awam bisa saja membaca sambil ngemil, baca setengah lalu nyambung lagi besok, kalo lagi gak mood ditunda sampe lusa, dan lain sebagainya. Jika liam keng dilakukan dengan cara seperti itu , tentu tidak mencapai esensi dari tujuan liamkeng. yakni membantu kita memiliki  perhatian penuh, disiplin dan menjaga empat sikap (berjalan, diam, duduk, baring) yang baik, dan  dapat mengarahkan kita pada 5 kesempurnaan (Sampada) yg ditujukan pd umat awam, yakni kesempurnaan saddha, sila, suta, caga dan panna.  
Dengan liamkeng, keyakinan tentu jadi semakin kokoh, sila semakin terkendali, suta (mendengarkan dharma) semakin terasup pemahamannya, caga (murah hati) karena di akhir liamkeng biasanya melakukan pelimpahan jasa, dan panna semakin berkembang (seperti Sutamayapanna, Cintamayapanna dan Bhavanamayapanna).      
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 01 December 2009, 01:45:01 PM
^^ kalo boleh di kalkulasi, berapa persen umat Buddha yang mengerti isi liam keng yang di bacanya

hehe, kayak biro pusat statistik, selalu itung-itungan..  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 December 2009, 02:10:23 PM
^^ kalo boleh di kalkulasi, berapa persen umat Buddha yang mengerti isi liam keng yang di bacanya

hehe, kayak biro pusat statistik, selalu itung-itungan..  ;D
kakakakak pengen tau aje sih sejauh mana pemahaman umat Buddhis mahayana mengerti ajarannya atau ikut2an doang ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 01 December 2009, 02:23:16 PM
1:10 orang dari 10 orang niamkeng hanya benar mengerti apa yang di baca, sisanya banyakan hanya ikutan2 baca, g pernah tes bikin survey, tentang seberapa paham taunya Sadharma purika bab 25 kepada satu vihara dari sekian banyaknya kebanyakan hanya tau baca saja, ada yang tau itu apa, tapi tidak pernah baca. yang pernah baca, dan mempelajarinya hanya segilintir saja biasanya umat yang sudah lama belajar dharma, atau pernah ikut dharma class,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 December 2009, 02:36:34 PM
^^ nah kenapa hal itu bisa terjadi?, ketika dhamma class berapa banyak yang ikut?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: purnama on 01 December 2009, 03:06:28 PM
^^ nah kenapa hal itu bisa terjadi?, ketika dhamma class berapa banyak yang ikut?

Semua sama lar pak, kebanyakan orang ke vihara banyak alasannya, tapi pas dharma class, pada mabur semua.  kira kira 25-40 orang, itu dari 100 orang ikut kebaktian, teravada saya juga lihat sama memiliki kesulitan yang sama, beberapa dari pengikut kebaktian hanya 25% rata - rata segitu yang mau ikut dharma class, kalau bisa 40 - 60 % , itu sudah cukup beruntung. kadang bisa mencapai 60 % dari pengikut tergantung topik dibahas, tapi kebanyakan abstain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bodohsatva on 16 December 2009, 09:41:43 AM
padahal...
para bodhisatva ketika jaman dimana dhama sejati tidak ada di dunia, mereka bersedia mengorbankan apapun termasuk nyawanya hanya demi mendengar... dharma sejati di babarkan walau hanya satu bait...

tragedi...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: platinumbyakko on 18 January 2010, 10:54:11 AM
maaf pendapat pribadi
dilihat dari debat yg ga abis2 ini saya yakin tidak ada satupun sotapanna di sini karena masih memandang aliran yg dianut sebagai milikku dan bukan mengembangkan batinnya sendiri malah saling menyudutkan pihak masing2.

seperti tong kosong semua nyaring bunyinya
kalau kalian meyakini buddhadharma kalian tidak akan mudah terhasut hal2 tentang aliran yg kalian anut masing2......

intinya yg satu sreg di mana ikuti aja jgn gontok2an oce

semoga semua makhluk berbahagia
Damai itu indah
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:09:54 AM
maaf pendapat pribadi
dilihat dari debat yg ga abis2 ini saya yakin tidak ada satupun sotapanna di sini karena masih memandang aliran yg dianut sebagai milikku dan bukan mengembangkan batinnya sendiri malah saling menyudutkan pihak masing2.

seperti tong kosong semua nyaring bunyinya
kalau kalian meyakini buddhadharma kalian tidak akan mudah terhasut hal2 tentang aliran yg kalian anut masing2......

intinya yg satu sreg di mana ikuti aja jgn gontok2an oce

semoga semua makhluk berbahagia
Damai itu indah

Jadi maksud Anda, seorang yang sudah mencapai tingkat sotapanna pasti tidak akan mendiskusikan (baca: berdebat) soal Dhamma? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 18 January 2010, 11:13:22 AM
Nambahin ah...biar rame..... ^-^


Yang lucunya disini.......Sama2 mengakui Guru Agung Sang Buddha....Mahayana dikritik habis2an oleh Theravada...seakan-akan Theravada pandangannya paling benar......Dan yang hebatnya lagi didalam Theravada ada Theravada yang mengkritik Theravada juga, seakan-akan theravada yang diyakini yang paling benar dan otentik....sampai bhikhu-bhikkhunya ikutan dikritik.... padahal silanya saja masih belepotan, boro-boro pati-pati, pariyatinya saja masih kacau :))

Memang ini forum diskusi tapi malu diliat umat lain, lho sesama agama Buddha saja diskusinya saja saling menjatuhkan bahkan sesama seperguruan juga begitu... ;D Keakuannya tinggi sekali kebalikan Dhamma yang digembar-gemborkan.

Ya..ini masukan aja dan sebaiknya merapatkan barisan......dan koreksi internal.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: platinumbyakko on 18 January 2010, 11:18:30 AM
semoga semua makhluk berbahagia

untuk upasaka jawabannya ya
karena berdebat walau apapun objeknya tetap mempertahankan paham ke'AKU'an dan mengembangkan kesombongan

maaf kalo ada salah kata
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:21:39 AM
Dalam dunia nyata, saya lebih sering melihat kaum Mahayanis yang mengritik kaum Theravadin. :)

Forum DhammaCitta memang forum Buddhis yang paling kritis. Jadi wajar saja diskusi perbedaan aliran juga dibahas. Ini menunjukkan keterbukaan. Bukan seperti agama tetangga yang hanya mendiskusikan perbedaan aliran di belakang, atau langsung mendiskreditkannya dengan fatwa tertentu.

Dan kenapa harus malu? Dari dulu sampai sekarang, tidak pernah ada kekerasan atau pertumpahan darah karena adanya perbedaan aliran dalam Agama Buddha. Justru harusnya umat Buddha bangga melihat fakta demikian dibanding dengan fakta sejarah dari agama lain.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 11:24:50 AM
Theravada kritik theravada??Bhikkhu pun dikitik2?? Yg bgmaina itu? Perasaan baru dengar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 January 2010, 11:26:22 AM
Nambahin lagi, apakah umat buddha tidak boleh mengkoreksi orang lain? Bukankah itu bisa jadi cerminan bagi diri kita sendiri? Orang lain tersesat kita jangan tersesat, orang lain berpandangan salah kita jangan berpandangan salah, jangan malah ada orang berpandangan salah kita ikut berpandangan salah, ada ajaran yang patut di pertanyakan kita boleh dong berpandangan kritis, yang jelas jangan mau jadi domba terus, harus bisa dong jadi gembala yang baik.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:36:55 AM
Umat Buddha memang suka berdiskusi. Tapi orang lain suka menyebutnya sebagai "berdebat". Tidak sedikit pula umat Buddha yang suka bersikap "sok idealis" dengan menyatakan hal itu tidak bermanfaat, tidak mengarahkan pada kesucian, padahal dirinya sendiri masih suka main internet. :)

Bahkan umat Buddha juga suka mengritik salah satu Romo Buddhis yang mendirikan pelatihan meditasinya. Begitu gencarnya umat Buddha yang mengritik Romo ini, seolah pandangannya paling benar.

Tapi kenapa dalam hal ini tidak diungkit? :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 11:41:36 AM
maklumlah darah muda suka sok jagoan.
Katanya jangan melekat,jangan melekat, tapi masih juga mau melekat.H.H.H.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 18 January 2010, 11:43:18 AM
Boleh2 saja kritik, boleh saja bebas, boleh saja mengkoreksi, boleh2 saja bilang mahayanis menjelekan theravadin...boleh2 saja mengatakan kritis, tetapi apa benar demikian....? Coba lihat hati masing2. Kalau masih berpikir kekritisan kita benar dan kita berharap orang tidak tersesat, bagaimana dengan diri kita apakah masih tersesat?

Apakah kalau mahayanis menjelakan theravada lalu kita melakukan hal yang sama?

Saya hanya memberikan masukan, mau diterima silakan dan tidak diterima silakan tapi fakta akan terlihat nantinya....



Paling2 sebentar lagi kebakaran ... :)). Sudah terlihat..responya cepat...kena juga akhirnya  :))



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:44:35 AM
maklumlah darah muda suka sok jagoan.

Aktif berdiskusi dan berpikir kritis bukan selalu karena sok jagoan.
Dan sok jagoan bukan selalu karena masih muda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 11:46:30 AM
Boleh2 saja kritik, boleh saja bebas, boleh saja mengkoreksi, boleh2 saja bilang mahayanis menjelekan theravadin...boleh2 saja mengatakan kritis, tetapi apa benar demikian....? Coba lihat hati masing2. Kalau masih berpikir kekritisan kita benar dan kita berharap orang tidak tersesat, bagaimana dengan diri kita apakah masih tersesat?

Apakah kalau mahayanis menjelakan theravada lalu kita melakukan hal yang sama?

Saya hanya memberikan masukan, mau diterima silakan dan tidak diterima silakan tapi fakta akan terlihat nantinya....



Paling2 sebentar lagi kebakaran ... :)). Sudah terlihat..responya cepat...kena juga akhirnya  :))

Saya sependapat dengan Bro Bond. Tapi itu di dunia nyata.
Sedangkan di dunia maya, saya tidak sungkan-sungkan kalau ada ajakan untuk berdiskusi.

Thread ini memang sengaja difasilitasi untuk berdiskusi. :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 January 2010, 11:48:11 AM
Kalo aye sih sudah jelas, hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 11:49:31 AM
_/\\  upasaka, betul.He.He.He.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 11:53:43 AM
Kalo aye sih sudah jelas, hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
jadi Dewa Mara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 18 January 2010, 12:03:50 PM
Boleh2 saja kritik, boleh saja bebas, boleh saja mengkoreksi, boleh2 saja bilang mahayanis menjelekan theravadin...boleh2 saja mengatakan kritis, tetapi apa benar demikian....? Coba lihat hati masing2. Kalau masih berpikir kekritisan kita benar dan kita berharap orang tidak tersesat, bagaimana dengan diri kita apakah masih tersesat?

Apakah kalau mahayanis menjelakan theravada lalu kita melakukan hal yang sama?

Saya hanya memberikan masukan, mau diterima silakan dan tidak diterima silakan tapi fakta akan terlihat nantinya....



Paling2 sebentar lagi kebakaran ... :)). Sudah terlihat..responya cepat...kena juga akhirnya  :))

Saya sependapat dengan Bro Bond. Tapi itu di dunia nyata.
Sedangkan di dunia maya, saya tidak sungkan-sungkan kalau ada ajakan untuk berdiskusi.

Thread ini memang sengaja difasilitasi untuk berdiskusi. :)



Memang benar difasilitasi untuk berdiskusi....tidak salah kalau ada ajakan...tidak ada yang mengatakan bro salah.....

Tetapi secara content ada penyudutan dimana melampaui batas2 norma yang ada...dalam hal ini saya tidak menilai anda lho dan tidak ditujukan kepada Anda....saya hanya memberi masukan secara umum. Tapi kalau ada yang ter-skak...ini adalah persepsi masing2 dan fakta yang ada. Kalau ada yg mau sadar bagus, tidak juga tidak mengapa....kebebasan kadang melampaui norma kebuddhisan. Saya pun tidak luput dari kelemahan tetapi tetap harus bergerak maju dan tidak mati disatu titik...Mo didunia nyata atau didunia maya seharusnya selaras dengan kepribadian kita. ini saja cluenya. Daripada munafik.



May u be happy
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 12:14:40 PM
Memang benar difasilitasi untuk berdiskusi....tidak salah kalau ada ajakan...tidak ada yang mengatakan bro salah.....

Tetapi secara content ada penyudutan dimana melampaui batas2 norma yang ada...dalam hal ini saya tidak menilai anda lho dan tidak ditujukan kepada Anda....saya hanya memberi masukan secara umum. Tapi kalau ada yang ter-skak...ini adalah persepsi masing2 dan fakta yang ada. Kalau ada yg mau sadar bagus, tidak juga tidak mengapa....kebebasan kadang melampaui norma kebuddhisan. Saya pun tidak luput dari kelemahan tetapi tetap harus bergerak maju dan tidak mati disatu titik...Mo didunia nyata atau didunia maya seharusnya selaras dengan kepribadian kita. ini saja cluenya. Daripada munafik.



May u be happy

Saya tidak merasa ditujukan ke arah saya.

Saya hanya mengutip kata-kata Bro Bond, sekalian untuk menunjukkan contoh pendapat yang saya setujui. Di samping saya juga mengutarakan pendapat lanjutan dari saya.

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 January 2010, 12:20:15 PM
So? Back to topic ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 18 January 2010, 12:37:24 PM
Memang benar difasilitasi untuk berdiskusi....tidak salah kalau ada ajakan...tidak ada yang mengatakan bro salah.....

Tetapi secara content ada penyudutan dimana melampaui batas2 norma yang ada...dalam hal ini saya tidak menilai anda lho dan tidak ditujukan kepada Anda....saya hanya memberi masukan secara umum. Tapi kalau ada yang ter-skak...ini adalah persepsi masing2 dan fakta yang ada. Kalau ada yg mau sadar bagus, tidak juga tidak mengapa....kebebasan kadang melampaui norma kebuddhisan. Saya pun tidak luput dari kelemahan tetapi tetap harus bergerak maju dan tidak mati disatu titik...Mo didunia nyata atau didunia maya seharusnya selaras dengan kepribadian kita. ini saja cluenya. Daripada munafik.



May u be happy

Saya tidak merasa ditujukan ke arah saya.

Saya hanya mengutip kata-kata Bro Bond, sekalian untuk menunjukkan contoh pendapat yang saya setujui. Di samping saya juga mengutarakan pendapat lanjutan dari saya.

:)

Baguslah kalo anda tidak merasa....pembelajaran yang baik.:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 January 2010, 12:41:23 PM
So? Back to topic ;D

Yes, back to topic saja. :)

Ada yang mau memulai reuni ini? ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 12:52:53 PM
Tanah suci amitabha kekal atau gak?Ha.H.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 January 2010, 01:18:56 PM
^
usia amitabha buddha
tidak tak terbatas = tidak kekal bro
ada hitung2an nya, gw lupa hitungan nya

tar amitabha buddha bakal parinibbana, trus digantikan oleh avalokitesvara menjadi penerus nya
setelah avalokitesvara baru mahasamprapta menjadi buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 January 2010, 01:20:54 PM
Theravada kritik theravada??Bhikkhu pun dikitik2?? Yg bgmaina itu? Perasaan baru dengar.

kamu lihat saja, Bhikkhu Luangta dikritik, Bhikkhu Ajahn brahm dikirtik, Bhikkhu Ajahn chah dkritik memangnya mereka bukan theravada
trus yang kritik itu emang dari mahayana doank???  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 01:24:59 PM
Kamsudnya tanah suci Amitabha?
Justru pernah bc sutra Amitabha usianya tidak terbatas,bukan terbatas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 01:28:35 PM
Theravada kritik theravada??Bhikkhu pun dikitik2?? Yg bgmaina itu? Perasaan baru dengar.

kamu lihat saja, Luangta dikritik, ajahn brahm dikirtik, ajahn chah dkritik memangnya mereka bukan theravada
trus yang kritik itu emang dari mahayana doank???  ^-^
mungkin kitiknya masalah teknis saja,Hahaha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 January 2010, 01:29:28 PM
Kamsudnya tanah suci Amitabha?
Justru pernah bc sutra Amitabha usianya tidak terbatas,bukan terbatas.

kan Anicca bro, mana ada sech yang kekal....   :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 January 2010, 01:31:24 PM
Theravada kritik theravada??Bhikkhu pun dikitik2?? Yg bgmaina itu? Perasaan baru dengar.

kamu lihat saja, Luangta dikritik, ajahn brahm dikirtik, ajahn chah dkritik memangnya mereka bukan theravada
trus yang kritik itu emang dari mahayana doank???  ^-^
mungkin kitiknya masalah teknis saja,Hahaha.

jadi semua kritikan hanya masalah teknis...  ;D

termasuk kritikan ngak bener
juga masalah teknis  :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 01:43:14 PM
Bgmana dngan ini?
15) Apabila aku telah menjadi Buddha, para makhluk yang berada dinegeriku, kehidupan atau usianya adalah tidak terbatas, kecuali atas kehendaknya mereka senang panjang atau pendek, jika tidak demikian, maka aku tak akan mencapai samyaksambuddha!

Amitayus sendiri adalah berarti Usia tiada batas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 01:44:25 PM
Trnyata enak ya jadi hakim pengkritik,wakaka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 01:50:54 PM
Theravada kritik theravada??Bhikkhu pun dikitik2?? Yg bgmaina itu? Perasaan baru dengar.

kamu lihat saja, Luangta dikritik, ajahn brahm dikirtik, ajahn chah dkritik memangnya mereka bukan theravada
trus yang kritik itu emang dari mahayana doank???  ^-^
mungkin kitiknya masalah teknis saja,Hahaha.

jadi semua kritikan hanya masalah teknis...  ;D

termasuk kritikan ngak bener
juga masalah teknis  :D
betul. Kritikan masalah teknis saja.Haha.Haha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 18 January 2010, 01:52:27 PM
kan di puji dan di cela adalah hal yg pasti di dunia ini.... :D

^
usia amitabha buddha
tidak tak terbatas = tidak kekal bro
ada hitung2an nya, gw lupa hitungan nya

tar amitabha buddha bakal parinibbana, trus digantikan oleh avalokitesvara menjadi penerus nya
setelah avalokitesvara baru mahasamprapta menjadi buddha
mana ada seh hitungannya.... :D

Amitabaha buddha setelah parinirvana, akan menjelma dan beremansipasi entah menjadi Buddha apa lagi...jadi menurut saya pelajari.
pergantian-pergantian itu sebenarnya oknum yg sama saja......hanya merek nya berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 18 January 2010, 02:05:45 PM
Mengapa harus dicela? Astaganaga.
Buddha Amitabha emanasi tidak mengurangi harta benda kita, knapa harus merasa rugi?
Justru sbaliknya, Bila memang ada Buddha Amitabha , justru menguntungkan semua makhluk.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: naviscope on 18 January 2010, 02:16:09 PM
Mengapa harus dicela? Astaganaga.
Buddha Amitabha emanasi tidak mengurangi harta benda kita, knapa harus merasa rugi?
Justru sbaliknya, Bila memang ada Buddha Amitabha , justru menguntungkan semua makhluk.
setubuh, eh se7....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 19 January 2010, 12:13:01 AM
Satuju, memang terkadang diskusi terlewat batas...
Tapi, jika teman-teman mau meluangkan waktu membaca alur dari diskusi kita selama ini, menurut saya ada proses pendewasaan pikiran dan pemberlajaran bersama dalam diskusi ini.
Efeknya pun terasa, banyak perubahan dalam gaya berdiskusi dalam forum ini, dan perubahan yg lebih baik tentunya...

Soo...Mari kita kembali menghangatkan thread ini  ;D

Ow iya, bosen neih kalau yg dibahas mengenai Amitabha dan Amitayus doank..Lagipula pembahasannya juga sudah banyak banget..
Mahayana tidak hanya seputar Pureland doang... :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 30 January 2010, 02:30:56 PM
Satuju, memang terkadang diskusi terlewat batas...
Tapi, jika teman-teman mau meluangkan waktu membaca alur dari diskusi kita selama ini, menurut saya ada proses pendewasaan pikiran dan pemberlajaran bersama dalam diskusi ini.
Efeknya pun terasa, banyak perubahan dalam gaya berdiskusi dalam forum ini, dan perubahan yg lebih baik tentunya...

Soo...Mari kita kembali menghangatkan thread ini  ;D

Ow iya, bosen neih kalau yg dibahas mengenai Amitabha dan Amitayus doank..Lagipula pembahasannya juga sudah banyak banget..
Mahayana tidak hanya seputar Pureland doang... :D

Iya... memang benar mas Edward, Mahayana kan ada juga Zen (Chan) dllnya, Kayaknya cuma aliran Sukhavati/Amitabha (Tientai) yang paling mendekati Karisten, atau mungkin memang sudah dipengaruhi barat, jaman kekuasaan keturunan raja Alexander di India? Entahlah.  :whistle:

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 30 January 2010, 03:33:25 PM
Satuju, memang terkadang diskusi terlewat batas...
Tapi, jika teman-teman mau meluangkan waktu membaca alur dari diskusi kita selama ini, menurut saya ada proses pendewasaan pikiran dan pemberlajaran bersama dalam diskusi ini.
Efeknya pun terasa, banyak perubahan dalam gaya berdiskusi dalam forum ini, dan perubahan yg lebih baik tentunya...

Soo...Mari kita kembali menghangatkan thread ini  ;D

Ow iya, bosen neih kalau yg dibahas mengenai Amitabha dan Amitayus doank..Lagipula pembahasannya juga sudah banyak banget..
Mahayana tidak hanya seputar Pureland doang... :D

Iya... memang benar mas Edward, Mahayana kan ada juga Zen (Chan) dllnya, Kayaknya cuma aliran Sukhavati/Amitabha (Tientai) yang paling mendekati Karisten, atau mungkin memang sudah dipengaruhi barat, jaman kekuasaan keturunan raja Alexander di India? Entahlah.  :whistle:



Setahu saya bukan Karisten tapi Hinduisme. Jika kita mempelajari konsep Hinduisme, kita akan melihat kemiripan yang sangat mendekati. Konsep Amitabha yang bermanifestasi ini dan itu sangat mirip dengan konsep Avatara dalam Hindu, hanya saja istilah/namanya yang berbeda.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sukuhong on 31 January 2010, 07:37:22 AM
Mengapa harus dicela? Astaganaga.
Buddha Amitabha emanasi tidak mengurangi harta benda kita, knapa harus merasa rugi?
Justru sbaliknya, Bila memang ada Buddha Amitabha , justru menguntungkan semua makhluk.

Memang kalau benar ada AMitaba Buddha, BAguslah dan Berbahagialah wahai para umat manusia yang sudah mempraktekan Dhamma yang sudah dibabarkan Beliau dan pasti akan diterima di surga Sukhavati !

tapi kalau Buddha Amitaba tidak benar adanya dan berupa khayalan ! gimana ?
bukankah sama saja dengan melakukan Akusala Kamma/perbuatan yang tidak bermamfaat, walaupun itu Kamma buruk yang diterima pelaku dengan mengarang adanya  Amitaba Buddha.
Para pengikut/umat yang sudah kecantol ama cerita pelaku pengarang, gimana ? kasihan deh !

Itulah pendapat saya abang Jus pukat.

Kalau pendapat abang/kakak yang lain, wa pu ce tau (artinya saya tidak tahu) ! silahkan batin masing-masing memahaminya tentang jalan dan cerita amitbaha Buddha benar atau tidak !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 31 January 2010, 07:51:37 AM
Mengapa harus dicela? Astaganaga.
Buddha Amitabha emanasi tidak mengurangi harta benda kita, knapa harus merasa rugi?
Justru sbaliknya, Bila memang ada Buddha Amitabha , justru menguntungkan semua makhluk.

Memang kalau benar ada AMitaba Buddha, BAguslah dan Berbahagialah wahai para umat manusia yang sudah mempraktekan Dhamma yang sudah dibabarkan Beliau dan pasti akan diterima di surga Sukhavati !

tapi kalau Buddha Amitaba tidak benar adanya dan berupa khayalan ! gimana ?
bukankah sama saja dengan melakukan Akusala Kamma/perbuatan yang tidak bermamfaat, walaupun itu Kamma buruk yang diterima pelaku dengan mengarang adanya  Amitaba Buddha.
Para pengikut/umat yang sudah kecantol ama cerita pelaku pengarang, gimana ? kasihan deh!
alasan tidk brmanfaat?
Alasan Buddha Amitabha ,adalah buddha khayalan ?
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:40:50 AM
Metode Sukhavati dan Amitabha dibabarkan Buddha Sakyamuni sendiri. Seorang Buddha tidaklah mungkin berbohong, Apalagi sampai ngomong tentang khayalan sudah barang tentu tidak masuk akal.

Bahkan kalau dipikir secara logika, bisa saja memang ada Amitabha Buddha.

Saya balik sekarang. Bagaimana kalau ternyata Nibbana itu juga bohong? Khayalan? Imajinasi? Karangan? Toh masih blm ada buktinya Nibbana itu gimana, ada atau nggak, dari segi science juga belum terbukti. Nah lho...sama saja dengan Sukhavati.

Shinran, patriark Tanah Suci pernah berkata, Amitabha mewujudkan diri di Gaya sebagai Sakyamuni Buddha. Ini juga ada kaitannya dengan masalah apakah Amitabha Buddha itu fiksi atau historikal!...hehe...

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 08:21:29 AM
Andaikan trdapat nenek2 yg sering memanjatkan kebktian Namo Amitabha namo Amitabha, nenek2 ini yakin dngan pikiran kuat bhwa akan dijemput oleh Para bodhisatva ke tanah kebhagiaan, stlah ia meninggal.
Tapi datang anak2 muda, mengatakan kpd nenek2, amitabha hanya mitos,karangan, tidak ada,boongan, lalu si nenek2 itu jadi ragu2, dan pikiran menjelang meninggal nenek2 itu menjadi tidak yakin ada amitabha? Bgaimana? Apakah anak muda itu melakukan karma baik dngan mengatakan pd nenek2 itu,bhwa amitabha itu boongan,kayalan,mitos,karangan orang?Ataukh anak muda itu melakukan akusalakamma?
Sedang kita tau, pikiran menjelang wafatnya seseorang berpengaruh pada kelahiran mendatang, betul nggak?
CMIIW.
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 01 February 2010, 11:08:55 AM
Sepertinya yang dikatakan Sdr. Gandalf , masuk akal. Dan sepertinya sudah pernah dibahas jadi saya hanya memberikan pertimbangan kembali.
Metode Sukhavati dan Amitabha dibabarkan Buddha Sakyamuni sendiri. Seorang Buddha tidaklah mungkin berbohong, Apalagi sampai ngomong tentang khayalan sudah barang tentu tidak masuk akal.
Bahkan kalau dipikir secara logika, bisa saja memang ada Amitabha Buddha.

Seorang Buddha tidaklah mungkin berbohong, saya meyakini hal ini juga. Tapi pernahkah kita mempertimbangkan bahwa kita mendapat informasi ini dari pihak ketiga? Pernahkah kita mempertimbangkan bahwa error, penambahan, kebohongan, adopsi alkulturasi, dll pada masa/ oleh pihak ketiga? Selain itu tidak ada literatur dalam aliran lain.

Yang terakhir ini mungkin dibantah dengan alasan bahwa literatur aliran lain tidak lengkap. Tapi sebaliknya pernahkan dipertimbangkan bahwa adanya penambahan literatur pada aliran Mahayana, yang tadinya tidak ada menjadi ada. Apalagi mengingat Mahayana lebih bersifat liberal (bisa dikatakan sangat liberal) dibanding dengan aliran lain. Kita bisa lihat literatur-literatur yang jelas bukan dari Buddha sejarah dicap sebagai Sutra, contoh Sutra Altar.

Jika kita berpola pikir demikian, maka pendapat bahwa“Metode Sukhavati dan Amitabha dibabarkan Buddha Sakyamuni sendiri”, masih dapat digoyahkan dan belum dapat dikatakan masuk akal.

Quote
Saya balik sekarang. Bagaimana kalau ternyata Nibbana itu juga bohong? Khayalan? Imajinasi? Karangan? Toh masih blm ada buktinya Nibbana itu gimana, ada atau nggak, dari segi science juga belum terbukti. Nah lho...sama saja dengan Sukhavati.

Jika Nibbana itu bohong baik dibuktikan secara science atau tidak, maka runtuhlah semua aliran Buddhisme, menimbang literatur semua aliran membahas mengenai Nibbana/Nirvana. Tapi ketika metode Sukhavati itu bohong maka hanya sebagian aliran yang runtuh, menimbang hanya Mahayana yang menjunjung ajaran ini. Jadi berbeda kualitas (secara literatur) antara Nirvana dan Sukhavati, sehingga tidak bisa diperbandingkan.

Quote
Shinran, patriark Tanah Suci pernah berkata, Amitabha mewujudkan diri di Gaya sebagai Sakyamuni Buddha. Ini juga ada kaitannya dengan masalah apakah Amitabha Buddha itu fiksi atau historikal!...hehe...

Secara logika, Patriark Tanah Suci jelas ia adalah Mahayanis, tentu saja akan “memenangkan” konsep Mahayana (terlepas ia suciwan atau bukan). Alasan ini tidaklah kuat. Jika ada non Mahayanis yang setaraf Patriark Tanah Suci mengatakan hal sama dengan yang dikatakan Patriark Tanah Suci, maka bukankah kemungkinannya akan menjadi jauh lebih besar. :)

Ini hanya pertimbangan saja, selanjutnya terserah diri masing-masing. ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hengki on 01 February 2010, 12:31:53 PM
haiya....... Dari dulu selalu membahas atau debat kusir tentang Mahayana. :)
Kenapa sih kita gak Melatih Diri aja sesuai dgn Tradisi yg kita anut sampai Mencapai Tingkat Kesucian jadi kita bisa membuktikan kebenaran Dhamma yg kita pelajari.
Gw sih always Mahayana walaupun gw sering ikut Kebaktian, Meditasi di Dhammacakka.
Ngapain sih hidup dibuat rumit........ Gitu aja koq repot :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hengki on 01 February 2010, 12:37:04 PM
Eh teman-teman,
Di Dhammacakka tiap hari Rabu, Kamis, Jumat ada Latihan Meditasi dipimpin oleh Bhante dari jam 19.00 sampai jam 20.30.
Yang mau Melatih Diri ikutan yok biar gak cuma Debat Kusir doang. Biar bisa membuktikan Kebenaran dari Teori yg kita pelajari :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 01 February 2010, 03:00:36 PM
Aya-aya wae ekstremis
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 03:40:55 PM
Andaikan trdapat nenek2 yg sering memanjatkan kebktian Namo Amitabha namo Amitabha, nenek2 ini yakin dngan pikiran kuat bhwa akan dijemput oleh Para bodhisatva ke tanah kebhagiaan, stlah ia meninggal.
Tapi datang anak2 muda, mengatakan kpd nenek2, amitabha hanya mitos,karangan, tidak ada,boongan, lalu si nenek2 itu jadi ragu2, dan pikiran menjelang meninggal nenek2 itu menjadi tidak yakin ada amitabha? Bgaimana? Apakah anak muda itu melakukan karma baik dngan mengatakan pd nenek2 itu,bhwa amitabha itu boongan,kayalan,mitos,karangan orang?Ataukh anak muda itu melakukan akusalakamma?
Sedang kita tau, pikiran menjelang wafatnya seseorang berpengaruh pada kelahiran mendatang, betul nggak?
CMIIW.
 


Andaikan trdapat nenek2 yg sering memanjatkan kebktian Namo Sun Go Kong atau Namo Na Cha, nenek2 ini yakin dngan pikiran kuat bhwa akan dijemput oleh Para bodhisatva ke tanah suci Sun Go Kong, stlah ia meninggal.
Tapi datang anak2 muda, mengatakan kpd nenek2, Sun Go Kong hanya mitos,karangan, tidak ada,boongan, lalu si nenek2 itu jadi ragu2, dan pikiran menjelang meninggal nenek2 itu menjadi tidak yakin ada Sun Go Kong? Bgaimana? Apakah anak muda itu melakukan karma baik dngan mengatakan pd nenek2 itu,bhwa Su Go Kong itu boongan,kayalan,mitos,karangan orang?Ataukh anak muda itu melakukan akusalakamma?
Sedang kita tau, pikiran menjelang wafatnya seseorang berpengaruh pada kelahiran mendatang, betul nggak?
CMIIW.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 February 2010, 03:43:24 PM
mencurigakan TL=JA?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 February 2010, 03:51:48 PM
Sebenarnya masalah amitabha dan Buddha yang lain itu sudah menjurus ke Faith, hampir sama dengan ajaran lain, sama2 tidak bisa membuktikan, tinggal Faith nya itu bagaimana untuk menyikapinya, apakah untuk memberikan suatu jalan lain selain Nirvana? atau untuk tujuan lain Buddha Amitabha, Ksitigarbha, Avalokitesvara harus di munculkan dalam ajaran Buddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 03:52:13 PM
 [at] tl,sayangnya nenek2 tidak percaya ama sungokong dan nacha ,karna sungokong dan nacha tak pernah bilang mereka ada tanah suci,dan tak pernah bilang ada ikrar2 dmikian.

 [at] mod indra, tidak dmikian,hahah, buat apa true lover protes juice alpukat,kalo orang sama,wakaka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 03:58:21 PM
mencurigakan TL=JA?

Saya mau bikin buku ahh, isinya tanah suci Sun Go Kong, boleh ngga ya? Nanti limaratus atau seribu tahun lagi ada tanah suci Sun Go Kong,  mungkin  agama Sun Go Kong, sekarang sudah ada kelenteng yang memuja Sun Go Kong kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:02:00 PM
Kalo kelenteng, i no comment.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 04:04:57 PM
Kalo kelenteng, i no comment.

Wah maaf mas Juice, maksudnya Vihara, tertulis jelas di depan gerbangnya Vihara kok.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:12:39 PM
memang vihara apa?
Klo sungokong, sy sndiri tdk tahu, apakah mitos atau bnaran,,
tpi klo buddha Amitabha itu trdpt ref sutra2 dan kitab2 suci yg diakui oleh Mahayana dan Tantrayana.Jadi sy tidk akan serta merta mgtakan Budha Amitayus adalah mitos.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:14:29 PM
Hebat sekali,orang2 yg tak punya abbhina tapi sudah berani bilang Amitabha adalah mitos &karangan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 February 2010, 04:18:57 PM
Hebat sekali,orang2 yg tak punya abbhina tapi sudah berani bilang Amitabha adalah mitos &karangan.
apakah dengan Abbhina seseorang bisa membuktikan Amitabha adalah nyata? siapakah yang mempunyai abbhina itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:21:04 PM
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 04:22:11 PM
memang vihara apa?
Klo sungokong, sy sndiri tdk tahu, apakah mitos atau bnaran,,
tpi klo buddha Amitabha itu trdpt ref sutra2 dan kitab2 suci yg diakui oleh Mahayana dan Tantrayana.Jadi sy tidk akan serta merta mgtakan Budha Amitayus adalah mitos.

Waduh lupa nama Viharanya mas, kalau tidak salah ada di jembatan lima, Jakarta. Apakah dijaman sekarang di Indonesia ada kelenteng?

Makanya kalau saya tulis bukunya sekarang, nanti seribu tahun lagi bisa dianggap kitab suci dan jadi referensi, gitu lho maksudnya mas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 04:26:54 PM
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.

Weleh tolong diceritain dong mas pengalaman bhiksu Tibet sama Patriah sucinya, apa mirip kisah perjalanan ke barat?  judul bukunya apa?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:28:14 PM
Kalau mas truelover bikin buku baru boleh saja,tapi sudah bukan bgian dri Tripitaka,melainkan made in true lover untk kepercyaan baru.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:31:25 PM
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.

Weleh tolong diceritain dong mas pengalaman bhiksu Tibet sama Patriah sucinya, apa mirip kisah perjalanan ke barat?  judul bukunya apa?
tidak perlu diceritakan, sebab terpampang jelas nama Amitabha tidak ditolak oleh bhiksu2 tibet yg punya abhinna dan patriak2 suci dari dulu sampai sekarang.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:33:46 PM
Klo mau lebih pasti, silahkan pergi ke daerah tibet dan himalaya. ;D _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 04:37:17 PM
Kalau mas truelover bikin buku baru boleh saja,tapi sudah bukan bgian dri Tripitaka,melainkan made in true lover untk kepercyaan baru.

Masuk Mahayana dong mas, kan juga menyinggung mengenai Buddha dan Tang Hsuan Tsang? Gimana nanti Sun Go Kong kita jadikan Buddha atau Bodhisattva? Biar lebih adem ayem yang membacanya.  Doakan supaya bukunya nanti bisa masuk kitab suci Tripitaka ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:40:48 PM
Kalau mas truelover bikin buku baru boleh saja,tapi sudah bukan bgian dri Tripitaka,melainkan made in true lover untk kepercyaan baru.

Masuk Mahayana dong mas, kan juga menyinggung mengenai Buddha dan Tang Hsuan Tsang? Gimana nanti Sun Go Kong kita jadikan Buddha atau Bodhisattva? Biar lebih adem ayem yang membacanya.  Doakan supaya bukunya nanti bisa masuk kitab suci Tripitaka ya?
hahaha, anda suka ngawur.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 04:42:29 PM
Quote
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.

Weleh tolong diceritain dong mas pengalaman bhiksu Tibet sama Patriah sucinya, apa mirip kisah perjalanan ke barat?  judul bukunya apa?
tidak perlu diceritakan, sebab terpampang jelas nama Amitabha tidak ditolak oleh bhiksu2 tibet yg punya abhinna dan patriak2 suci dari dulu sampai sekarang.
Weleh ceritanya beneran nggak nih?

Quote
Klo mau lebih pasti, silahkan pergi ke daerah tibet dan himalaya. ;D _/\_
Mau sih mas, tapi ora duwe duwite, mas Juice bisa sponsorin?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:46:04 PM
Quote
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.

Weleh tolong diceritain dong mas pengalaman bhiksu Tibet sama Patriah sucinya, apa mirip kisah perjalanan ke barat?  judul bukunya apa?
tidak perlu diceritakan, sebab terpampang jelas nama Amitabha tidak ditolak oleh bhiksu2 tibet yg punya abhinna dan patriak2 suci dari dulu sampai sekarang.
Weleh ceritanya beneran nggak nih?

Quote
Klo mau lebih pasti, silahkan pergi ke daerah tibet dan himalaya. ;D _/\_
Mau sih mas, tapi ora duwe duwite, mas Juice bisa sponsorin?
yah,jangan pergi sendiri, ramai2 saja ikut tour lebih murah. Gmana rombongan DC sekalian rame2 ke kusinara,budhagaya,tibet,himalaya,kakaka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 01 February 2010, 04:53:26 PM
Quote
Patriah suci, bhksu tibet dari dulu sampai kini.

Weleh tolong diceritain dong mas pengalaman bhiksu Tibet sama Patriah sucinya, apa mirip kisah perjalanan ke barat?  judul bukunya apa?
tidak perlu diceritakan, sebab terpampang jelas nama Amitabha tidak ditolak oleh bhiksu2 tibet yg punya abhinna dan patriak2 suci dari dulu sampai sekarang.
Weleh ceritanya beneran nggak nih?

Quote
Klo mau lebih pasti, silahkan pergi ke daerah tibet dan himalaya. ;D _/\_
Mau sih mas, tapi ora duwe duwite, mas Juice bisa sponsorin?

Nek..gelem tak gole i sponsor tapi sampean kudu tapa 3 tahun neng himalaya layake Bodhidharma...engko dadi bodhisatva iso ndelok Amitabha.. :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 04:59:53 PM
Mas bond bahasa apa teh?Wkwkwkwk. Tlg translate,H.ha.Ha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 01 February 2010, 05:04:59 PM
 :whistle: ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:09:20 PM
Uuuhhh bro bond iki ternyata wong jowo toh???  8)  8)

iyo duduk ndelok tok, aku yo gelem iso nang "jabang" kembang terate nang sukhavati......wkwkwkwk......

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 01 February 2010, 05:15:46 PM
mesti minta tolong Mbah Peacemind untuk translate ke bahasa manusia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 February 2010, 05:18:06 PM
JUNKER DETECT!!!!!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 05:25:05 PM
Amitabha Buddha dan Surga Sukhavati
oleh: Tim Rohani Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia
(KMBUI)
XV
Amitabha (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Sebenarnya, apakah teman-teman tau makna daripada kata itu? Kita mungkin sering menyebutkan kata tersebut ketika bertemu dengan teman sedharma atau ketika kita melakukan puja. Kata Amitabha atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut ini adalah kitipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus:
"Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus."
Jadi dapat disimpulkan, Buddha Amitabha (Amitayus) adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas yang usianya tidak terbatas oleh waktu. Negeri tempat beliau tinggal disebut Sukhavati yang kunon dikatakan berada nun jauh di sebelah barat bumi kita. Amitabha Buddha memiliki empat puluh delapan ikrar, yang isinya terutama untuk mendirikaan tanah suci atau surga, yang penghuninya dapat menghayati kehidupan berkebahagiaan tingkat tertinggi. Makhluk hidup yang memanggil nama Beliau, untuk memohon pertolongan, akan Beliau bawa mengarungi samudera kehidupan, hingga tiba di Tanah Suci yang Beliau ciptakan itu. Di antara ke-48 Ikrar-Nya, ada tiga yang merupakan Ikrar yang paling utama, yaitu:
1. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
2. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanya untuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan info
Harap mengulang inquirymengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
3. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?
"Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran." (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)
Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati.
"Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
1. Pikiran yang tulus,
2. Pikiran yang penuh keyakinan,
3. Pikiran yang terpusat pada tekad untuk terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.
Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.
Jadi, apa yang teman-teman tunggu? Marilah kita melakukan praktek yang menjadi sebab kelahiran kita di Surga Sukhavati. Amitofo!
Dedikasi:
"Semoga lenyaplah tiga kumpulan karma buruk yang menjengkelkan"
"Semoga memperoleh kebijaksanaan dan kesadaran yang nyata"
"Semoga semua hambatan dan karma buruk lenyap"
"Semoga senantiasa hidup melaksanakan Jalan Bodhisattva".

Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:29:27 PM
Quote
Seorang Buddha tidaklah mungkin berbohong, saya meyakini hal ini juga. Tapi pernahkah kita mempertimbangkan bahwa kita mendapat informasi ini dari pihak ketiga? Pernahkah kita mempertimbangkan bahwa error, penambahan, kebohongan, adopsi alkulturasi, dll pada masa/ oleh pihak ketiga? Selain itu tidak ada literatur dalam aliran lain.

Yang terakhir ini mungkin dibantah dengan alasan bahwa literatur aliran lain tidak lengkap. Tapi sebaliknya pernahkan dipertimbangkan bahwa adanya penambahan literatur pada aliran Mahayana, yang tadinya tidak ada menjadi ada. Apalagi mengingat Mahayana lebih bersifat liberal (bisa dikatakan sangat liberal) dibanding dengan aliran lain. Kita bisa lihat literatur-literatur yang jelas bukan dari Buddha sejarah dicap sebagai Sutra, contoh Sutra Altar.

Jika kita berpola pikir demikian, maka pendapat bahwa“Metode Sukhavati dan Amitabha dibabarkan Buddha Sakyamuni sendiri”, masih dapat digoyahkan dan belum dapat dikatakan masuk akal.

Nah... maka dari itu setiap agama pasti punya unsur faith! Menurut aliran Mahasanghika, golongan Theravada itu nambah2in kitab Pali seenaknya sendiri, yg Theravada ngomong Mahasanghika ngurang2in kitab..... sekarang mana yang bener?

Tidak ada bukti kuat juga bahwa Pali Canon adalah asli, demikian juga sutra-sutra Mahayana lainnya, kitab Sarvastivada, Mahasanghika dsb. Apa kemudian fondasi agama Buddha runtuh semua??

Quote
Jika Nibbana itu bohong baik dibuktikan secara science atau tidak, maka runtuhlah semua aliran Buddhisme, menimbang literatur semua aliran membahas mengenai Nibbana/Nirvana. Tapi ketika metode Sukhavati itu bohong maka hanya sebagian aliran yang runtuh, menimbang hanya Mahayana yang menjunjung ajaran ini. Jadi berbeda kualitas (secara literatur) antara Nirvana dan Sukhavati, sehingga tidak bisa diperbandingkan.

Banyak Patriark Chan yang mendukung praktik Sukhavati. Pendiri aliran Tiantai YA Zhiyi mendukung praktik Sukhavati. Sekte Huayan mendasarkan pada Avamsaka Sutra yang juga mendukung praktik Sukhavati. Di doa-doa aliran Karma Kagyu Tibetan selalu ada doa aspirasi Sukhavati, terutama oleh YM Karma Chagme YM Jey Tsongkhapa juga pernah menulis aspirasi menuju Tanah Suci. Dan masih banyak lainnya dari aliran Nyingma, Sakya, dll....... Semua sekte Mahayana menunjung Sukhavati, kecuali Nichiren. Tapi Nichiren pun mengakui Nembutsu juga sebagai ajaran Buddha yang benar, meskipun cuma provisional saja.

Dan dari semua aliran Mahayana tersebut semuanya bercita2 mencapai Apratishtita Nirvana....

Nah kalau ternyata Nibbana (Nirvana Shravakayana) itu gak eksis, ya Mahayana gak bakal runtuh, krn targetnya Nirvana Apratishtita alias Samyaksambuddha......

Lagipula apa kaitannya dnegan Nibbana ada atau tidak, dengan agama Buddha runtuh atau tidak? Memangnya kebenaran yang diakui dan dipercayai umum tidak bisa salah??

Secara tidak langsung pernyataan anda berarti mengatakan "Mahayana runtuh tidak jadi soal, toh hanya sebagian"...haha... ini sudah menunjukkan pandangan sektarian tentang mana yang "agama Buddha"  8)

Quote
Secara logika, Patriark Tanah Suci jelas ia adalah Mahayanis, tentu saja akan “memenangkan” konsep Mahayana (terlepas ia suciwan atau bukan). Alasan ini tidaklah kuat. Jika ada non Mahayanis yang setaraf Patriark Tanah Suci mengatakan hal sama dengan yang dikatakan Patriark Tanah Suci, maka bukankah kemungkinannya akan menjadi jauh lebih besar. Smiley

Ini hanya pertimbangan saja, selanjutnya terserah diri masing-masing. Wink

Itu bukan masalah Patriark, tetapi konsep Mahayana yg diajarkan Buddha memang begitu.....haha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 05:30:24 PM
Dihapus juga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 01 February 2010, 05:30:48 PM



Coba tanya popo2 yg uda meninggal, kalo lagi baca amitofo kebanyakan lagi ngumpulin parami mas..karena itu memang cara popo2 yg ngak ngerti hal2 yg njelimet jadi cuma bisa baca amituofo...tidak seperti beberapa mas yg jago dhamma tapi belum juga mencapai nibbana. makanya yang mo nanya popo2 tentang sukhavati, mati  dulu baru bisa.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 05:36:53 PM
Amitabha Buddha dan Surga Sukhavati
oleh: Tim Rohani Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia
(KMBUI)
XV
Amitabha (Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar. Sebenarnya, apakah teman-teman tau makna daripada kata itu? Kita mungkin sering menyebutkan kata tersebut ketika bertemu dengan teman sedharma atau ketika kita melakukan puja. Kata Amitabha atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut ini adalah kitipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama Amitayus:
"Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus."
Jadi dapat disimpulkan, Buddha Amitabha (Amitayus) adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas yang usianya tidak terbatas oleh waktu. Negeri tempat beliau tinggal disebut Sukhavati yang kunon dikatakan berada nun jauh di sebelah barat bumi kita. Amitabha Buddha memiliki empat puluh delapan ikrar, yang isinya terutama untuk mendirikaan tanah suci atau surga, yang penghuninya dapat menghayati kehidupan berkebahagiaan tingkat tertinggi. Makhluk hidup yang memanggil nama Beliau, untuk memohon pertolongan, akan Beliau bawa mengarungi samudera kehidupan, hingga tiba di Tanah Suci yang Beliau ciptakan itu. Di antara ke-48 Ikrar-Nya, ada tiga yang merupakan Ikrar yang paling utama, yaitu:
1. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
2. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanya untuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan info
Harap mengulang inquirymengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
3. Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?
"Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran." (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)
Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati.
"Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
1. Pikiran yang tulus,
2. Pikiran yang penuh keyakinan,
3. Pikiran yang terpusat pada tekad untuk terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.
Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.
Jadi, apa yang teman-teman tunggu? Marilah kita melakukan praktek yang menjadi sebab kelahiran kita di Surga Sukhavati. Amitofo!
Dedikasi:
"Semoga lenyaplah tiga kumpulan karma buruk yang menjengkelkan"
"Semoga memperoleh kebijaksanaan dan kesadaran yang nyata"
"Semoga semua hambatan dan karma buruk lenyap"
"Semoga senantiasa hidup melaksanakan Jalan Bodhisattva".

Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia


Nah tuh tadi mas Juice bilang ke Sukhavati pakai Abhinna, tapi KMBUI bilang musti mati dulu, mana yang benar nih mas? saya bingung lho mas   :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:37:07 PM
Quote
Masuk Mahayana dong mas, kan juga menyinggung mengenai Buddha dan Tang Hsuan Tsang? Gimana nanti Sun Go Kong kita jadikan Buddha atau Bodhisattva? Biar lebih adem ayem yang membacanya.  Doakan supaya bukunya nanti bisa masuk kitab suci Tripitaka ya?

Loh......kata2 anda ini kan sama kaya tuduhan dari aliran Mahasanghika pada aliran Vibhajyavadin Theravada sbg aliran yang suka nambah2in kitab ndak jelas!! Theravada aja dituduh nambah2in kitab!!

Kisa Xi Youji ya nggak ada yang nganggep sebagai kitab suci. Emang ada Patriark Buddhis yang menghormat Qitian Dasheng??? Tahu Qitian Dasheng kan?? hahaha.... Anda tahu isi kitab Xi Youji itu Buddhis apa nggak? Pernah baca novel aslinya karya Wu Chengen??

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 05:38:02 PM
True lover,ai mau tanya, pikiran (citta) orang menjelang wafat itu ada pengaruh tidak untk kelahiran mendatang??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:45:18 PM
Quote
Nah tuh tadi mas Juice bilang ke Sukhavati pakai Abhinna, tapi KMBUI bilang musti mati dulu, mana yang benar nih mas? saya bingung lho mas   Shocked

Wahhh... bingung bagus untuk Ahipasyika (Ehipassiko loh!!)

Dalam aliran Sukhavati, seperti yang para Patriark Tanah Suci bilang dan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra, Tanah Suci itu ada ketika Pikiran juga Murni / Suci. Jadi seperti yg juga YM Zhixu Ouyi bilang... gak usah nunggu meninggal baru masuk Tanah Suci, hiduppun juga bisa. Ini diakui oleh semua patriark Tanah Suci dan Vimalakirti di zaman Sang Buddha. Silahkan search dan aihipasyika lebih lanjut....  8) 8)  8)

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 05:51:50 PM
Quote
Nah tuh tadi mas Juice bilang ke Sukhavati pakai Abhinna, tapi KMBUI bilang musti mati dulu, mana yang benar nih mas? saya bingung lho mas   Shocked

Wahhh... bingung bagus untuk Ahipasyika (Ehipassiko loh!!)

Dalam aliran Sukhavati, seperti yang para Patriark Tanah Suci bilang dan dalam Vimalakirti Nirdesha Sutra, Tanah Suci itu ada ketika Pikiran juga Murni / Suci. Jadi seperti yg juga YM Zhixu Ouyi bilang... gak usah nunggu meninggal baru masuk Tanah Suci, hiduppun juga bisa. Ini diakui oleh semua patriark Tanah Suci dan Vimalakirti di zaman Sang Buddha. Silahkan search dan aihipasyika lebih lanjut....  8) 8)  8)

 _/\_
The Siddha Wanderer
oh,ai br tahu,trnyta tanah suci sudah ada saat hdup ktika pkiran sudah murni atau suci.
Mirip sotapanna,anagami,sakadagami,arahat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:53:16 PM
Quote
Sebenarnya masalah amitabha dan Buddha yang lain itu sudah menjurus ke Faith, hampir sama dengan ajaran lain, sama2 tidak bisa membuktikan, tinggal Faith nya itu bagaimana untuk menyikapinya, apakah untuk memberikan suatu jalan lain selain Nirvana? atau untuk tujuan lain Buddha Amitabha, Ksitigarbha, Avalokitesvara harus di munculkan dalam ajaran Buddha?

Tahukah anda...... dalam ajaran Sukhavati...... Buddha Amitabha itu = True Mind (Pikiran Sejati) = Nirvana???

Dan tahukah anda bagaimana metode Sukhavati dalam Chan? Di sana anda bisa lebih sadar apa sih sebenarnya Amitabha itu...ha2.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 05:55:27 PM
Quote
oh,ai br tahu,trnyta tanah suci sudah ada saat hdup ktika pkiran sudah murni atau suci.
Mirip sotapanna,anagami,sakadagami,arahat.

Yap. Tepat sekali. Tanah Suci yang paling Sejati adalah Nirvana itu sendiri.

Agama Buddha adalah agama "saat ini". Kalau saat ini aja gak di Pure Land, gimana meninggal bisa ke Pure Land?? ...hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 01 February 2010, 06:00:59 PM
Quote
Sebenarnya masalah amitabha dan Buddha yang lain itu sudah menjurus ke Faith, hampir sama dengan ajaran lain, sama2 tidak bisa membuktikan, tinggal Faith nya itu bagaimana untuk menyikapinya, apakah untuk memberikan suatu jalan lain selain Nirvana? atau untuk tujuan lain Buddha Amitabha, Ksitigarbha, Avalokitesvara harus di munculkan dalam ajaran Buddha?

Tahukah anda...... dalam ajaran Sukhavati...... Buddha Amitabha itu = True Mind (Pikiran Sejati) = Nirvana???

Dan tahukah anda bagaimana metode Sukhavati dalam Chan? Di sana anda bisa lebih sadar apa sih sebenarnya Amitabha itu...ha2.....

 _/\_
The Siddha Wanderer
jadi sosok Amitabha itu = Nirvana?
Orang baca2 sutra Amitabha berarti baca Nirvana?
Begitu maksudnya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 06:04:40 PM
Quote
oh,ai br tahu,trnyta tanah suci sudah ada saat hdup ktika pkiran sudah murni atau suci.
Mirip sotapanna,anagami,sakadagami,arahat.

Yap. Tepat sekali. Tanah Suci yang paling Sejati adalah Nirvana itu sendiri.

Agama Buddha adalah agama "saat ini". Kalau saat ini aja gak di Pure Land, gimana meninggal bisa ke Pure Land?? ...hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Amitofo,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Amitofo tidak bekerja untk umat ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:06:03 PM
Quote
jadi sosok Amitabha itu = Nirvana?
Orang baca2 sutra Amitabha berarti baca Nirvana?
Begitu maksudnya?

Yap

Membaca sutra Amitabha adalah membaca potensi Ke-Buddhaan dalam diri kita untuk kemudian dikembangkan hingga Nirvana dicapai.

Tapi ini "benar-benar membaca" loh!!...haha .... bukan cuma membaca saja.... itu namanya koar2 / membeo...

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:08:43 PM
Quote
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Amitofo,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Amitofo tidak bekerja untk umat ini?

Tentu saja bekerja, bahkan meskipun mungkin tidak terlahir di Pure Land, dia sudah ada jodoh karma dengan Amitabha dan dengan jodoh karma ini Amitabha dapat "menuntunnya". Seorang Samyaksambuddha dapat secara utuh membantu para makhluk hidup yang memiliki jodoh karma dengan Beliau.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 February 2010, 06:13:26 PM
[at] Bro Gandalf

- Jadi Nirvana itu wujudnya personal?
- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?
- Katanya Tanah Suci itu di sebelah barat? Apakah pikiran suci ada di sebelah barat?
- Katanya kalau dijembut Buddha Amitabha ke Sukhavati, baru dibimbing sampai mencapai Nirvana. Berarti orang yang dijemput dan dibimbing itu belum mencapai Nirvana atau pikiran suci kan?

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 06:18:42 PM
Quote
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Amitofo,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Amitofo tidak bekerja untk umat ini?

Tentu saja bekerja, bahkan meskipun mungkin tidak terlahir di Pure Land, dia sudah ada jodoh karma dengan Amitabha dan dengan jodoh karma ini Amitabha dapat "menuntunnya". Seorang Samyaksambuddha dapat secara utuh membantu para makhluk hidup yang memiliki jodoh karma dengan Beliau.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Ih mas Gandalf, mana yang benar nih? KMBUI bilang lain lagi

Quote
Sekarang, yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?
"Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati).  Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran." (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)

Satu bilang mungkin tidak terlahir di tanah suci, yang lain bilang selamanya terlahir di tanah suci, mana yang benar?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:23:09 PM
Quote
- Jadi Nirvana itu wujudnya personal?

Hakekat sejati Amitabha adalah Nirvana.

Tiap Buddha punya 3 tubuh (Nirmanakaya, Sambhogakaya dan Dharmakaya).

Hakekat Sejati Amitabha adalah Dharmakaya-nya.

Dan kita tahu dalam Mahayana bahwa Dharmakaya = Nirvana.

Dharmakaya dan Nirvana tidaklah terdeskripsikan, tidak bisa dilabeli personal maupun impersonal, beyond any description bahkan.

Quote
- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Pikiran adalah pelopor segalanya. Samsara adalah "proyeksi" dari pikiran kita sendiri.

Quote
- Katanya Tanah Suci itu di sebelah barat? Apakah pikiran suci ada di sebelah barat?

Tidak. Itu hanya kiasan. Karena ketika kita berada di Tanah Suci Akshobya, apa berarti kita di sebelah timur? Tanah Buddha ada di semua arah mata angin, bahkan center, zenith, dsb..... maka Pikiran Suci itu ada di mana?....hehe....

Quote
- Katanya kalau dijembut Buddha Amitabha ke Sukhavati, baru dibimbing sampai mencapai Nirvana. Berarti orang yang dijemput dan dibimbing itu belum mencapai Nirvana atau pikiran suci kan?

Belum tentu, Tidak semua praktisi Sukhavati begitu. Mereka yang usahanya masih belum full ya masih harus berlatih lagi. Mereka yang dengan menggunakan metode Nianfo sampai semua avarana terhapuskan juga ada. Apa lagi yang mau dibimbing di sistem dunia lain?....hehe.... Maka dari itu dikatakan bahwa seseorang paling baik pergi ke "Sukhavati sejati" yaitu pencerahan itu sendiri (Dharmakaya Buddha Amitabha)... dalam hidup ini dan saat ini.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 01 February 2010, 06:26:06 PM
Quote
- Jadi Nirvana itu wujudnya personal?

Hakekat sejati Amitabha adalah Nirvana.

Tiap Buddha punya 3 tubuh (Nirmanakaya, Sambhogakaya dan Dharmakaya).

Hakekat Sejati Amitabha adalah Dharmakaya-nya.

Dan kita tahu dalam Mahayana bahwa Dharmakaya = Nirvana.

Dharmakaya dan Nirvana tidaklah terdeskripsikan, tidak bisa dilabeli personal maupun impersonal, beyond any description bahkan.

Quote
- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Pikiran adalah pelopor segalanya. Samsara adalah "proyeksi" dari pikiran kita sendiri.

Quote
- Katanya Tanah Suci itu di sebelah barat? Apakah pikiran suci ada di sebelah barat?

Tidak. Itu hanya kiasan. Karena ketika kita berada di Tanah Suci Akshobya, apa berarti kita di sebelah timur? Tanah Buddha ada di semua arah mata angin, bahkan center, zenith, dsb..... maka Pikiran Suci itu ada di mana?....hehe....

Quote
- Katanya kalau dijembut Buddha Amitabha ke Sukhavati, baru dibimbing sampai mencapai Nirvana. Berarti orang yang dijemput dan dibimbing itu belum mencapai Nirvana atau pikiran suci kan?

Belum tentu, Tidak semua praktisi Sukhavati begitu. Mereka yang usahanya masih belum full ya masih harus berlatih lagi. Mereka yang dengan menggunakan metode Nianfo sampai semua avarana terhapuskan juga ada. Apa lagi yang mau dibimbing di sistem dunia lain?....hehe.... Maka dari itu dikatakan bahwa seseorang paling baik pergi ke "Sukhavati sejati" yaitu pencerahan itu sendiri (Dharmakaya Buddha Amitabha)... dalam hidup ini dan saat ini.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Oke, terimakasih atas jawabannya. Rupanya jawaban yang ada di gambaran pikiran saya kurang lebih memang diutarakan Anda. ;D

Kapan-kapan saya tanya lagi. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:27:07 PM
Quote
Quote
Ih mas Gandalf, mana yang benar nih? KMBUI bilang lain lagi

KMBUI ya KMBUI. Saya percaya sabda Sang Buddha dalam Vimalakirti Sutra dan para Patriark Suci. Silahkan search sendiri, jangan boro2 omong kalau ini pendapat pribadi saya....hahaha.....

Quote
Satu bilang mungkin tidak terlahir di tanah suci, yang lain bilang selamanya terlahir di tanah suci, mana yang benar?

Kita mendengar apakah betul-betul "mendengar"?...

Lagipula pernyataan itu tidak bertentangan dengan kata2 saya, apakah Sang Buddha Amitabha mengatakan kapan kita akan ke Pure Land??

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 06:28:29 PM
Quote
oh,ai br tahu,trnyta tanah suci sudah ada saat hdup ktika pkiran sudah murni atau suci.
Mirip sotapanna,anagami,sakadagami,arahat.

Yap. Tepat sekali. Tanah Suci yang paling Sejati adalah Nirvana itu sendiri.

Agama Buddha adalah agama "saat ini". Kalau saat ini aja gak di Pure Land, gimana meninggal bisa ke Pure Land?? ...hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Amitofo,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Amitofo tidak bekerja untk umat ini?


Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Sun Go Kong,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Sun Go Kong tidak bekerja untk umat ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:30:54 PM
Quote
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Sun Go Kong,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Sun Go Kong tidak bekerja untk umat ini?

Sun Go Kong gak duwe tekad ikrar mas!!...huehuehue...

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: truth lover on 01 February 2010, 06:36:55 PM
Quote
Anggaplah umat awam yg masih blum suci, tapi sdah buat kebajikan, dan percya pada Sun Go Kong,bgaimana kira2 tuh saat ia wafat,apakah daya tekad ikrar dri Sun Go Kong tidak bekerja untk umat ini?

Sun Go Kong gak duwe tekad ikrar mas!!...huehuehue...

 _/\_
The Siddha Wanderer

Ada mas, menurut kitab suci Sungokong nirdesa sutra yang akan disusun oleh bhagavan truth lover   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 01 February 2010, 06:47:44 PM
 [at]  atas

New religion beginnnn  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Juice_alpukat on 01 February 2010, 07:11:24 PM
menurut orang2, kisah suan san cang itu benar adanya, tetapi murid2 Beliau, i nocment,tah ada tah tidak,krna mnrut alih sejarah, literatur suensancang, mgkn tidk ada yg namanya tokoh kerasakti ini,patkay,sahceng.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 February 2010, 12:04:55 PM


Quote
- Katanya Tanah Suci itu di sebelah barat? Apakah pikiran suci ada di sebelah barat?

Tidak. Itu hanya kiasan. Karena ketika kita berada di Tanah Suci Akshobya, apa berarti kita di sebelah timur? Tanah Buddha ada di semua arah mata angin, bahkan center, zenith, dsb..... maka Pikiran Suci itu ada di mana?....hehe....

 _/\_
The Siddha Wanderer

Kalau pikiran BUDDHA ada di mana-mana, berarti di tanah suci SAKYAMUNI (kalau boleh di katakan dunia yang kita tempati ini adalah tanah suci SAKYAMUNI). Mengapa tidak berusaha mencapai pembebasan dengan ajaran SAKYAMUNI ?  Apakah ajaran SAKYAMUNI dan AMITABHA atau SAMMASAMBUDDHA lainnya itu berbeda ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: GandalfTheElder on 03 February 2010, 04:40:17 PM
Quote
Kalau pikiran BUDDHA ada di mana-mana, berarti di tanah suci SAKYAMUNI (kalau boleh di katakan dunia yang kita tempati ini adalah tanah suci SAKYAMUNI). Mengapa tidak berusaha mencapai pembebasan dengan ajaran SAKYAMUNI ?  Apakah ajaran SAKYAMUNI dan AMITABHA atau SAMMASAMBUDDHA lainnya itu berbeda ?

Pada hakekatnya, Tanah Suci Sakyamuni dan Amitabha itu ya nggak ada bedanya toh..... hehe....

Lagipula ajaran Amitabha itu dibabarkan siapa lagi kalau bukan Buddha Sakyamuni?

Makanya di aliran Sukhavati, Shakyamuni dan Amitabha dianggap sebagai "bapak dan ibu" kita.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sukuhong on 16 February 2010, 07:45:16 PM
Pada hakekatnya, Tanah Suci Sakyamuni dan Amitabha itu ya nggak ada bedanya toh..... hehe....
Lagipula ajaran Amitabha itu dibabarkan siapa lagi kalau bukan Buddha Sakyamuni?
Makanya di aliran Sukhavati, Shakyamuni dan Amitabha dianggap sebagai "bapak dan ibu" kita.
 _/\_
The Siddha Wanderer

tidak setuju ! :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bluppy on 21 February 2010, 11:20:14 PM
Waduh, panjang sekali thread ini, saya baru baca sampai halaman 24, tapi ingin bertanya beberapa pertanyaan:

1. sadhana sex itu apa?
2. 84000 jalan itu apa saja? ada dijelaskan satu persatu di sutra mana?
4. en btw nanya apakah ada sutra yg mengajarkan untuk vegetarian?

thanks untuk jawabannya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 February 2010, 11:39:34 PM
3. lankavatara sutra
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Tan on 01 June 2010, 06:10:31 PM
Salam,

Wah luar biasa, ternyata topik ini masih berlanjut juga. Saya jadi tertarik menjawab pertanyaan Sdr. Upasaka yang ini:

- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Ya sebenarnya tempat itu khan juga dikondisikan pikiran. Sukhavati adalah tempat ataupun kondisi pikiran keduanya tidak bertentangan. Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena. Demikian pula dengan neraka. Saat pikiran Anda merasakan penderitaan mendalam, maka saat itu Anda berada di neraka, meskipun sedang berada di sebuah rumah mewah yang berAC. Seorang boss yang banyak hutang meskipun berada di kasur empuk import dan di kamar super mewah, apakah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan? Pikiran adalah penentu dan pelopor.
Ajaran Sukhavati selaras dengan Buddhadharma. Demikian sedikit tambahan dari saya.


Amitabha,
Om Amideva Hrih

Tan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 13 September 2010, 10:50:17 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 13 September 2010, 10:59:41 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 13 September 2010, 11:03:48 PM
Waduh, panjang sekali thread ini, saya baru baca sampai halaman 24, tapi ingin bertanya beberapa pertanyaan:

1. sadhana sex itu apa?
2. 84000 jalan itu apa saja? ada dijelaskan satu persatu di sutra mana?
4. en btw nanya apakah ada sutra yg mengajarkan untuk vegetarian?

thanks untuk jawabannya

1. salah satu sadhana dalam tantra

    tidak cocok ditekuni manusia jaman sekarang

    gampang menyimpang ke jalur sesat bila ditekuni sembarang

2. dalam beberapa sutra sering terdapat 84000
 
     sebenarnya 84000 berarti banyak sekali

3..............
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 13 September 2010, 11:07:01 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

saya orgnya ga mudah nerima begitu saja...btw penjelasan pad2 td gw gak ngerti..mksdnya gmn? bisa jelasin lbh rinci? saya gak berbicara ttg Buddha loh..ttg bodhisattanya.. di theravada jg ada dibahas mengenai buddha2 masa lampau
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 13 September 2010, 11:10:21 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

saya orgnya ga mudah nerima begitu saja...btw penjelasan pad2 td gw gak ngerti..mksdnya gmn? bisa jelasin lbh rinci? di theravada jg ada dibahas mengenai buddha2 masa lampau

memang ada

tapi tidak sebanyak mahayana

ini bisa dilihat dari rupang2 dalam vihara 2

theravada: paling banter rupang 3 buddha

                    secara umum sakyamuni dan 2 arahat

mahayana : banyak buddha , boddisattva, dharmapala

anda sudah pernah baca / ngerti trikaya belom ?

kalo sudah pasti no1 terjawab
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 13 September 2010, 11:11:44 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

saya orgnya ga mudah nerima begitu saja...btw penjelasan pad2 td gw gak ngerti..mksdnya gmn? bisa jelasin lbh rinci? di theravada jg ada dibahas mengenai buddha2 masa lampau

memang ada

tapi tidak sebanyak mahayana

ini bisa dilihat dari rupang2 dalam vihara 2

theravada: paling banter rupang 3 buddha

                    secara umum sakyamuni dan 2 arahat

mahayana : banyak buddha , boddisattva, dharmapala

anda sudah pernah baca / ngerti trikaya belom ?

kalo sudah pasti no1 terjawab

mangnya bodhisatta ada trikaya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 13 September 2010, 11:14:48 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

saya orgnya ga mudah nerima begitu saja...btw penjelasan pad2 td gw gak ngerti..mksdnya gmn? bisa jelasin lbh rinci? di theravada jg ada dibahas mengenai buddha2 masa lampau

memang ada

tapi tidak sebanyak mahayana

ini bisa dilihat dari rupang2 dalam vihara 2

theravada: paling banter rupang 3 buddha

                    secara umum sakyamuni dan 2 arahat

mahayana : banyak buddha , boddisattva, dharmapala

anda sudah pernah baca / ngerti trikaya belom ?

kalo sudah pasti no1 terjawab

mangnya bodhisatta ada trikaya?

ada beberapa boddhisattva yg sudah lama mencapai kebuddhaan

tapi tetap menyelamatkan makhluk dalam wujud boodhisattva

kalo tidak salah boddhisattva yg bergelar mahasattva

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 13 September 2010, 11:19:38 PM
wah..makin ga jelas nih..kok malah saya tambah bingung..

bukannya lebih baik jd buddha ya spy bisa menyelamatkan byk makhluk? bagaimana cara bodhisatta menyelamatkan makhluk ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 13 September 2010, 11:24:29 PM
wah..makin ga jelas nih..kok malah saya tambah bingung..

bukannya lebih baik jd buddha ya spy bisa menyelamatkan byk makhluk? bagaimana cara bodhisatta menyelamatkan makhluk ?

begini lohh

boddhisattva sebagai calon buddha harus menyempurnakan paramitanya

sama saja seperti sakyamuni sebelum jadi buddha

beliau berjuang dalam bebrapa asankheya kappa

boddhisatva menyelamatkan makhluk dengan berkorban bahkan sampai raganya sendiri

sakyamuni sendiri dalam kehidupan lampaunya sebagai boddhisattva pun demikian

tekad boddhisattva adl menyelamatkan makhluk

para buddha memang akan terlahir lagi untuk yg trakhir kalinya

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 15 September 2010, 05:42:15 PM
Waduh, panjang sekali thread ini, saya baru baca sampai halaman 24, tapi ingin bertanya beberapa pertanyaan:

1. sadhana sex itu apa?
2. 84000 jalan itu apa saja? ada dijelaskan satu persatu di sutra mana?
4. en btw nanya apakah ada sutra yg mengajarkan untuk vegetarian?

thanks untuk jawabannya

1. salah satu sadhana dalam tantra

    tidak cocok ditekuni manusia jaman sekarang

    gampang menyimpang ke jalur sesat bila ditekuni sembarang

2. dalam beberapa sutra sering terdapat 84000
 
     sebenarnya 84000 berarti banyak sekali

3..............

lebih banyak 84.000 atau 88.000 ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 15 September 2010, 06:03:14 PM
Salam,

Wah luar biasa, ternyata topik ini masih berlanjut juga. Saya jadi tertarik menjawab pertanyaan Sdr. Upasaka yang ini:

- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Ya sebenarnya tempat itu khan juga dikondisikan pikiran. Sukhavati adalah tempat ataupun kondisi pikiran keduanya tidak bertentangan. Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena. Demikian pula dengan neraka. Saat pikiran Anda merasakan penderitaan mendalam, maka saat itu Anda berada di neraka, meskipun sedang berada di sebuah rumah mewah yang berAC. Seorang boss yang banyak hutang meskipun berada di kasur empuk import dan di kamar super mewah, apakah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan? Pikiran adalah penentu dan pelopor.
Ajaran Sukhavati selaras dengan Buddhadharma. Demikian sedikit tambahan dari saya.


Amitabha,
Om Amideva Hrih

Tan

Bro Tan yang baik, saya jadi bingung dengan pernyataan bro Tan nih:

- Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena - 

Apakah Sukhavati bukan alam? Apakah menurut bro Tan Sukhavati adalah hasil ciptaan pikiran? Bagaimana dengan Buddha Amitabha yang berdiam di Sukhavati, apakah merupakan ciptaan pikiran juga?
 
_/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 15 September 2010, 06:10:05 PM
oh..saya mau nanya nih ttg bodhisatva di mahayana..karena saya tidak terlalu mendalami mahayana, mohon ada yang bisa bantu menjawab..

1. kenapa semua bodhisatva mahayana dari alam lain yak? contohnya yang terkenal: Manjushri, Avalokitesvara, Samantabhadra, Ksitigarbha
2. saya dl sering membaca literatur ttg mahayana seputar bodhisatva (yang saya sebutkan di atas) dan timbul sejumlah kebingungan sampai saat ini. Dari segi historis, apakah ada bukti otentik kalau mereka itu ada?

untuk saat ini itu aja dl, masih byk pertanyaan lain sebenarnya..cuman agak susah nyusun kalimat yang baik..thx..

padpad

numpang lewat

1. alam lain ?

    dharmakaya tathagata memenuhi alam semesta

    memang merekka dari alam mana ?
 
    tentu setiap buddha bodhisattva tidak dapat diidentikkan denagn suatu alam

    nirmakaya buddha berjumlah sangat banyak tak terhitung

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

saya orgnya ga mudah nerima begitu saja...btw penjelasan pad2 td gw gak ngerti..mksdnya gmn? bisa jelasin lbh rinci? di theravada jg ada dibahas mengenai buddha2 masa lampau

memang ada

tapi tidak sebanyak mahayana

ini bisa dilihat dari rupang2 dalam vihara 2

theravada: paling banter rupang 3 buddha

                    secara umum sakyamuni dan 2 arahat

mahayana : banyak buddha , boddisattva, dharmapala

anda sudah pernah baca / ngerti trikaya belom ?

kalo sudah pasti no1 terjawab

Hindu lebih banyak lagi lho dewa-dewanya....   :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 15 September 2010, 07:11:26 PM

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

Hal ini sama seperti kisah perumpamaan berikut:
Seorang anak berkata kepada temannya,” Mendingan kamu percaya saja deh bahwa Naruto itu ada. Tidak ada ruginya. Kamu sih koleksi manga-nya tidak sebanyak aku jadi ada keraguan bahwa Naruto ada.”

Anak tersebut percaya bahwa Naruto itu ada karena koleksi manga-nya lebih banyak dari temannya dan di antara manga-nya ada judul Naruto dari Vol.1 sampai Naruto Shippuden. Padahal percaya dan ragu pada tokoh Naruto tidak ada hubungannya dengan berapa banyak koleksi manga Naruto.

Demikian juga rasa percaya dan ragu kepada Buddha masa lampau tidak ditentukan oleh adanya banyaknya literatur yang berisi urutan nama Buddha masa lampau. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 15 September 2010, 07:21:20 PM

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

Hal ini sama seperti kisah perumpamaan berikut:
Seorang anak berkata kepada temannya,” Mendingan kamu percaya saja deh bahwa Naruto itu ada. Tidak ada ruginya. Kamu sih koleksi manga-nya tidak sebanyak aku jadi ada keraguan bahwa Naruto ada.”

Anak tersebut percaya bahwa Naruto itu ada karena koleksi manga-nya lebih banyak dari temannya dan di antara manga-nya ada judul Naruto dari Vol.1 sampai Naruto Shippuden. Padahal percaya dan ragu pada tokoh Naruto tidak ada hubungannya dengan berapa banyak koleksi manga Naruto.

Demikian juga rasa percaya dan ragu kepada Buddha masa lampau tidak ditentukan oleh adanya banyaknya literatur yang berisi urutan nama Buddha masa lampau. :)


hal ini memang bagian dari indoktrinasi ala TBSN. mengapa para pengikut LSY percaya pada LSY, karena ada 200 buku lebih yg menuliskan kesaktian palsunya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 15 September 2010, 07:23:34 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 15 September 2010, 08:16:21 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 15 September 2010, 08:19:17 PM
Konsili Pertama

Taklama sesudah Buddha Gautama meninggal pada tahun 483 sebelum Masehi maka sejumlah 900 orang Murid Terutama berkumpul di Rajagriha. Disitu dibicarakan dan dirumuskan sari ajaran Sakyamuni tentang pokok-pokok ajaran (Dharnma) dan tentang peraturan beserta tata tertib (Vinaya) yang harus ditaati setiap bikkhu dan bikkhuni dalam masyarakat biara (Sangha).

Musyawarah besar di Rajagriha itu, pada perempat terakhir dari abad ke-5 sebelum Masehi, terpandang Konsili Pertama dalam sejarah agama Buddha. Perumusan sari-sari ajaran Sakyamuni itu diwariskan turun temurun secara lisan seperti kebiasaan yang berlaku pada masa itu, belum sipat tertulis. Perikeadaan itu serupa dengan hirnpunan Al-Hadits di dalam sejarah agama Islam, yang pada abad ke-2 dan abad ke-3 sepeninggal Nabi Muhammad, barulah dikumpulkan secara tertulis.

Konsili Kedua

Satu abad kemualan, yakni pada pertengahan abad ke-4 sebelum Masehi, berlangsung musyawarah lagi di Vaisali mengenai peraturan beserta tata tertib (Vinaya) yang harus ditaati setiap rahib dalam masyarakat biara (Sangha). Musyawarah di Vaisali itu merupakan Konsili Kedua dalam sejarah agama Buddha.

Di situ bermula perpisahan dua aliran:

Golongan Konservatif yang menyebut dirinya Sthaviravadins, yang pada masa belakangan lebih dikenal dengan aliran Theravada, bersikap mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni.

Golongan Liberal yang memberikan penapsiran-penapsiran lebih bebas atas ajaran Sakyamuni dan menyebutkan dirinya Mahasanghikas, yang pada masa belakangan lebih dikenal dengan aliran Mahayana

Kira-kira pada masa inilah disusun Empat Himpunan Baru di dalam Sutta-Pitaka, yang satu persatu himpunan itu dipang- gilkan Nikaya. Tahadinya Sutta-Pitaka itu cuma terdiri atas Digha Nikaya, terdiri atas 34 sutta. Sebagiannya amat terkenal dan sebagiannya lagi sedikit saja dipergunakan pada umumnya.

Paling terkenal di antara 34 sutta itu ialah Maha-parinib- bhana-sutta (Book.of Great Decease, Sutta tentang Kemangkatan Terbesar), berisikan berbagai pembahasan pada masa tiga bulan terakhir dari kehidupan Buddha Gautama beserta ucapan-ucapannya yang hampir-hampir dapat dipastikan otentiknya

Empat Himpunan Baru itu ialah :

Majjhima Nikaya, atau sutta yang sedang saja panjangnya, terdiri atas 152 sutta yang sipat isinya pendek-pendek, terbagi ke dalam 15 buah vaggha, yaitu kelompok masalah.

Samyutta Nikaya, berisikan 56 buah kelompok-Sutta (samyutta) berkenaan dengan pokok-pokok soal ataupun berkenaan dengan tokoh-tokoh utama. Diantara isinya sebuah versi tentang Khotbah Pertama di Benares, dikenal dengan Kotbah Penggerak Roda (Wheel-turning-Sermon}, sesudah Siddharta Gautama beroleh pencerahan di bawah pohon-Hikmat.

Anguttara Nikaya, berisikan 2.308 sutta, tersusun dalam 11 buah Nipata, yaitu kelompok, masalah. Masalah pertama berbicara tentang Buddha. Kelompok kedua berbicara tentang dua macam Buddha, dua macam tata laku dalam rimba-hidup. Kelompok ketiga berbicara tentang tiga macam rahib. Kelompok keempat berbicara tentang empat macam jalan menuju Nirwana. Begitu seterusnya sampai kelompok kesebelas yang berbicara tentang sebelas macam kebajikan dan sebelas macam kemunkaran.

Kuddhaka Nikaya, kumpulan berbagai sutta, berisikan pembahasan tentang hal-hal yang tidak termasuk dalam kelompok Nikaya lainnya. Di dalam himpunan ini diantara lain dijumpai Kuddhaka–patha, tentang pokok-pokok azasi dari kehidupan Buddha; dan Metta sutta tentang pengertian dan kegunaan cintakasih bagi tata-hidup manusia; dan Mahamangala-sutta tentang berbagai kerahiman yang dipandang paling terbesar; dan Dhammapada berisikan 423 bait sajak terbagi atas 26 vaggha (bab) membicarakan tentang nilai-nilai (ethika) yang merupakan pegangan hidup dan merupakan sutta paling terkenal dari seluruh kitab suci agama Buddha. Di antara lainnya dijumpai pula Theragatha dan Therigatha. yaitu nyanyian keagamaan untuk rahib lelaki dan nyanyian keagamaan untuk rahib wanita, yang kedudukannya mirip dengan Kitab Mazmur di dalam agama Yahudi dan agama kr****n. Juga di dalam himpunan Kuddhaka Nikaya itu terdapat kumpulan kisah-kisah Jataka (Dzanecka) tentang berbagai kehidupan yang lebih duluan dari Buddha pada berbagai penjelmaannya.

Itulah empat himpunan baru yang berupa tambahan terhadap Sutta’–Pitaka dan disusun sehabis Konsili Kedua. Terlebih khusus merupakan pegangan bagi mazhab Mahasanghikas (Maha- yana).

Konsili Ketiga.

Pada tahun 327 sebelum Masehi terjadi penyerbuan Iskandar Makedoni (356-323 SM) dari Asia Tengah melalui Khyber Pass ke dalam anak benua India, menempatkan seorang panglimanya menjabat gubernur India berkedudukan di kota Taksila, yang dewasa ini terletak dekat Pashawar. Pengaruh kekuasaan Grik pada anakbenua India itu tampak pada senipahat dan seni bangunan beserta pengaruh mithologi Grik itu tampak pada perkembangan keyakinan keagamaan di dalam agama Brahma/Hindu di India, yakni muncul keyakinan Trimurti dan Trishakti beserta pemujaan dewa-dewa lainnya.

Kekuasaan Grik itu sempat berkuasa seperempat abad lamanya dan pada akhimya ditumbangkan oleh dinasti Maurya. (321-184 SM), yang dibangun oleh Chandragupta berkedudukan di Pataliputra (Patna), la berhasil merebut ibukota Taksila itu dari tangan Selaucus Nicator pada tahun 305 sebelum Masehi.

Pada tahun 274 sM cucunya Kaisar Asoka (274 -236 sM) naik berkuasa, dan ditangan cucunya itu, dinasti tersebut merupakan imperium besar tiada taranya pada.anakbenua India. Kaisar Asoka itu pada akhirnya melepaskan agama Hindu dan memeluk agama Buddha dan mengumumkannya Agama-Resmi dalam imperium India. Agama itu mencapai puncak kemegahannya tiga abad sesudah Buddha Gautama meninggal dunia.

Pada tahun 244 sebelum Masehi berlangsung Konsili Ketiga di Pataliputera (Patna), ibukota imperium, atas anjuran Kaisar Asoka. Pada masa itulah pokok-pokok ajaran Budha Gautama itu mulai disusun secara tertulis di dalam bahasa Pali, terdiri atas tiga himpunan, dan tiga himpunan itulah yang disebut Tripitaka.

Jarak masa antara Sakyamuni dengan penyusunan himpunan tertulis itu telah berlalu tiga abad lamanya. Dalam masa yang panjang itu telah berlaku penapsiran-penapsiran lebih bebas dari oihak Mahasanghikas. Dengan begitu telah sulit membedakan manakah yang betul-betul ucapan Buddha Gautama, karena semuanya disandarkan pada sabda Buddha Gautama.

Dalam pada itu Kaisar Asoka, demikian William L. Langer di dalam Encyclopedia of World History edisi 1956 halaman 42, mengirimkan missi-missi Buddha ke berbagai

penguasa di luar anakbenua India, diantaranya ialah : Syria, Egypte, Cyrene (Lybia), Makedonia, dan Epirus (Grik). Tetapi cuma memperlihatkan hasil gemilang di Sailan dan di Birma.

Sekalipun pada tempat-tempat lainnya itu agama Buddha tidak berkembang seperti di Sailan dan di Birma itu akan tetapi pengaruh ajarannya cukup kuat mempesonakan kalangan terpelajar disitu hingga meresapi berbagai aliran filsafat, umpamanya Stoicism dan Neoplatonism. Sedangkan aliran Neoplatonism itu, yang sejak abad ke-3 masehi meresapi agama kr****n melalui St. Augustinus (354 -430 M), melahirkan sistem rahib dan biara dalam dunia kr****n.

Kemunduran agama Buddha di India.

Dinasti Maurya (321-184 sM) itu pada akhirnya ditumbangkan oleh dinasti Sungga (184 sM-78 M) pada tahun 184 sebelum Masehi. Dinasti baru itu mengambil kaum Brahmin menjadi penasihat-penasihat kerajaan (Kanvas). Mereka itu melakukan tekanan keras terhadap pengikut agama Buddha hingga akhirnya pengaruh agama Buddha, itu berangsur-angsur susut pada anak benua India.

Tetapi sejak tahun 78 sebelum Masehi terjadi pemberontakan di sana-sini, yang berkelanjutan dekat satu abad lamanya, dan terbentuk kembali penguasa-penguasa setempat yang menyatakan dirinya bebas dan berdaulat. Sekalipun begitu, satu persatunya tetap mempertahankan agama Hindu dan melakukan tekanan terus-menerus terhadap agama Buddha.

Konsili Keempat.

Pada masa itulah berlangsung Konsili Keempat di kota Jalandra dalam wilayah Punjab (Pertemuan Lima Sungai) dibawah prakarsa sekta Sarvastivada, yaitu pecahan mazhab Theravada. Tripitaka disalin ke dalam bahasa Sanskrit. Dibalik itu disusun bungarampai dalam bahasa. Sanskrit, bernama Agamas, bersamaan isinya dengan Nikaya.

Di sekitar masa itulah agama Buddha terpecah kedalam dua mazhab besar, berdasarkan bibit-bibit yang telah tumbuh sebelumnya, yang pokok keyakinan maupun pokok ajaran sudah sangat berbedaan, yaitu .

Hinayana. (Kereta Kecil), yang ingin mempertahankan kesederhanaan ajaran Sakyamuni. Nama itu diberikan oleh lawannya. Sedangkan para pengikut mazhab itu tetap mempertahankan namanya yang asli, yaitu Theravada, yakni aliran Tokoh-Tokoh Tertua (the Elders).

Mahayana, (Kereta-Besar), yang bersikap mempertahankan penapsiran atas setiap ajaran Sakyamuni, sebagai lanjutan dari sekta Mahasanghika; memusatkan pemujaannya pada pribadi Buddha, dan memperkembang ajaran tentang kodrat-kodrat gaib yang dipanggilkan dengan Bodhisatvas.

Di sekitar masa itulah disusun tujuh buku Abhidhamma dalam bahasa Sanskrit berisikan pembahasan-pembahasan yang filosofis atas setiap ajaran dan keyakinan keagamaan. Tujuh buku Abhidhamma itulah, beserta Mahayana-Sutras lainnya yang disusun pada masa belakangan, dipanggilkan dengan himpunan tennuda.

Sepeninggal dinasti Kushana (78-178 M) itu, yakni semenjak abad ketiga masehi, pengaruh agama Buddha pada anakbenua India makin mundur. Menjelang pertengahan abad ke-5 masehi lantas pengaruhnya itu lenyap dari bumi India, kecuali kelompok-kelompok kecil pada pusatnya masing-masing, dan sebaliknya berkembang dengan luas di Sailan, Birma, Muang- thai, Kamboja, Laos, Annam, dan terlebih-lebih di Tiongkok dan Korea dan Jepang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Johsun on 15 September 2010, 09:18:32 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?
namo buddhaya,
menurut saya, kitab theravada juga termasuk kitab suci mahayana, dinamakan MAHATIPITAKA..kitab theravada terutama sutta pitaka dinamakan Agama Sutra / AHANCING..
tidak tahu kalau vinaya pitaka / abhidhammapitaka entah termasuk/tidk...mungkin
Abhidhamma di mahayana disebut Abhidharma pitaka/Abhidharmakosa..
mengenai sejarah mahayana

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5939.0
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahayana?wasRedirected=true
http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Tripitaka.htm
http://www.nshi.org/Buddhisme/Indonesia%20Buddhisme/Tripitaka.htm

sesuatu yg blm ada di theravada belum tentu tidak sah,
misalnya petapa sumedha bertekad menjadi buddha, dihadapan buddha dipankara,
sedang metteya bertekad dihadapan buddha siapa?
Sama sekali diluar 28 buddha ala theravada, ternyata di Mahayana terdapat buddha sebelum 28 buddha ala theravada,
yaitu Raja sankha bertekad di hadapan buddha Sirimata, dalam mahayana.
Dapat dibaca disini;
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=8057.0

CMIIW
NAMASTE
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 15 September 2010, 10:49:48 PM
 [at] no pain no gain:

Salah satu alasannya adl krn sutra2 Mahayana dicatat di luar komunitas resmi. Menurut buku Mahayana Buddhism, the Doctrinal Foundation, ajaran dlm sutra Mahayana muncul dr para bhikkhu yg dlm meditasinya "bertemu" dg para Bodhisattva/Buddha dr tanah Buddha lain. Spt pengalaman Acariya Mun ketika tinggal di Goa Sarira bertemu dg para Buddha & Arahat (bs dilihat dlm topik Sambhogakaya dlm Tradisi Theravada di ruang Theravada).

Btw saya bukan seorg Mahayanis,hanya tahu sedikit2 ttg ajaran Mahayana. So cmiiw :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 09:52:23 AM
Salam,

Wah luar biasa, ternyata topik ini masih berlanjut juga. Saya jadi tertarik menjawab pertanyaan Sdr. Upasaka yang ini:

- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Ya sebenarnya tempat itu khan juga dikondisikan pikiran. Sukhavati adalah tempat ataupun kondisi pikiran keduanya tidak bertentangan. Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena. Demikian pula dengan neraka. Saat pikiran Anda merasakan penderitaan mendalam, maka saat itu Anda berada di neraka, meskipun sedang berada di sebuah rumah mewah yang berAC. Seorang boss yang banyak hutang meskipun berada di kasur empuk import dan di kamar super mewah, apakah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan? Pikiran adalah penentu dan pelopor.
Ajaran Sukhavati selaras dengan Buddhadharma. Demikian sedikit tambahan dari saya.


Amitabha,
Om Amideva Hrih

Tan

Bro Tan yang baik, saya jadi bingung dengan pernyataan bro Tan nih:

- Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena - 

Apakah Sukhavati bukan alam? Apakah menurut bro Tan Sukhavati adalah hasil ciptaan pikiran? Bagaimana dengan Buddha Amitabha yang berdiam di Sukhavati, apakah merupakan ciptaan pikiran juga?
 
_/\_

menurut owe

pikiran terkonsentrasi pada sukhavati

tidak mungkin tidak terlahir disana

maksudnya bila kita dengan tulus memohon terlahir di sukhavati dan dengan pikiran konsentrasi

maka pada saatnya pun pasti akan kesana

sukhavati  tentu saja alam

bila menyimak sutra amitabha

disana sudah disebutkan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 09:58:09 AM

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

Hal ini sama seperti kisah perumpamaan berikut:
Seorang anak berkata kepada temannya,” Mendingan kamu percaya saja deh bahwa Naruto itu ada. Tidak ada ruginya. Kamu sih koleksi manga-nya tidak sebanyak aku jadi ada keraguan bahwa Naruto ada.”

Anak tersebut percaya bahwa Naruto itu ada karena koleksi manga-nya lebih banyak dari temannya dan di antara manga-nya ada judul Naruto dari Vol.1 sampai Naruto Shippuden. Padahal percaya dan ragu pada tokoh Naruto tidak ada hubungannya dengan berapa banyak koleksi manga Naruto.

Demikian juga rasa percaya dan ragu kepada Buddha masa lampau tidak ditentukan oleh adanya banyaknya literatur yang berisi urutan nama Buddha masa lampau. :)

saya pikir menentukan

bukti nyatanya

yg sering mempertanyakan eksistensi buddha masa lampau tsb justru umat theravada

dosen saya di kuliah yg umat theravada bilang bahwa buddha amitbha adl buddha legendaris

seakan2  amitabha buddha dikesampingkan dan lebih baik blajar ajaran sakyamuni saja

bahkan guru agama saya jelas2 meragukan keberadaan surga sukhavati (dia theravada)

menurut dia tidak ada alam diluar 31 alam

bagi para umat theravada yg belum mengkaji sutra2 mahayana

wajar2 saja timbul keraguan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 10:00:25 AM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?

1. apakah sayamuni mungkin berbohong ?

2. apakah anda percaya sutra mahayana disabdakan sakyamuni sendiri ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Hendra Susanto on 16 September 2010, 10:37:51 AM
Salam,

Wah luar biasa, ternyata topik ini masih berlanjut juga. Saya jadi tertarik menjawab pertanyaan Sdr. Upasaka yang ini:

- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Ya sebenarnya tempat itu khan juga dikondisikan pikiran. Sukhavati adalah tempat ataupun kondisi pikiran keduanya tidak bertentangan. Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena. Demikian pula dengan neraka. Saat pikiran Anda merasakan penderitaan mendalam, maka saat itu Anda berada di neraka, meskipun sedang berada di sebuah rumah mewah yang berAC. Seorang boss yang banyak hutang meskipun berada di kasur empuk import dan di kamar super mewah, apakah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan? Pikiran adalah penentu dan pelopor.
Ajaran Sukhavati selaras dengan Buddhadharma. Demikian sedikit tambahan dari saya.


Amitabha,
Om Amideva Hrih

Tan

Bro Tan yang baik, saya jadi bingung dengan pernyataan bro Tan nih:

- Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena - 

Apakah Sukhavati bukan alam? Apakah menurut bro Tan Sukhavati adalah hasil ciptaan pikiran? Bagaimana dengan Buddha Amitabha yang berdiam di Sukhavati, apakah merupakan ciptaan pikiran juga?
 
_/\_

menurut owe

pikiran terkonsentrasi pada sukhavati

tidak mungkin tidak terlahir disana

maksudnya bila kita dengan tulus memohon terlahir di sukhavati dan dengan pikiran konsentrasi

maka pada saatnya pun pasti akan kesana

sukhavati  tentu saja alam

bila menyimak sutra amitabha

disana sudah disebutkan

maksudnya memohon?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 02:52:46 PM
Salam,

Wah luar biasa, ternyata topik ini masih berlanjut juga. Saya jadi tertarik menjawab pertanyaan Sdr. Upasaka yang ini:

- Jadi Tanah Suci itu tempat atau kondisi pikiran?

Ya sebenarnya tempat itu khan juga dikondisikan pikiran. Sukhavati adalah tempat ataupun kondisi pikiran keduanya tidak bertentangan. Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena. Demikian pula dengan neraka. Saat pikiran Anda merasakan penderitaan mendalam, maka saat itu Anda berada di neraka, meskipun sedang berada di sebuah rumah mewah yang berAC. Seorang boss yang banyak hutang meskipun berada di kasur empuk import dan di kamar super mewah, apakah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan? Pikiran adalah penentu dan pelopor.
Ajaran Sukhavati selaras dengan Buddhadharma. Demikian sedikit tambahan dari saya.


Amitabha,
Om Amideva Hrih

Tan

Bro Tan yang baik, saya jadi bingung dengan pernyataan bro Tan nih:

- Kondisi pikiran itu sendiri dapat menjadi Sukhavati. Dalam Buddhisme pikiran menciptakan fenomena - 

Apakah Sukhavati bukan alam? Apakah menurut bro Tan Sukhavati adalah hasil ciptaan pikiran? Bagaimana dengan Buddha Amitabha yang berdiam di Sukhavati, apakah merupakan ciptaan pikiran juga?
 
_/\_

menurut owe

pikiran terkonsentrasi pada sukhavati

tidak mungkin tidak terlahir disana

maksudnya bila kita dengan tulus memohon terlahir di sukhavati dan dengan pikiran konsentrasi

maka pada saatnya pun pasti akan kesana

sukhavati  tentu saja alam

bila menyimak sutra amitabha

disana sudah disebutkan

maksudnya memohon?

memohon disini berarti

berharap terlahir di sukhavati dengan

batin terpusat melafal nama buddha amitabha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 16 September 2010, 07:37:43 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?

1. apakah sayamuni mungkin berbohong ?

2. apakah anda percaya sutra mahayana disabdakan sakyamuni sendiri ?

Bro Padmakumara yang baik, Buddha Sakyamuni tak mungkin berbohong, tapi bukunya bisa saja bukan merupakan kata-kata Buddha Sakyamuni.

Umat aliran Theravada tidak harus mempercayai, bahkan terhadap Tipitaka sendiri, karena memang demikianlah cara berpikir kritis umat Theravada sesuai yang diajarkan oleh Sakyamuni Buddha dalam Kalama Sutta. Apakah harus mempercayai kitab Mahayana?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 16 September 2010, 07:55:54 PM

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

Hal ini sama seperti kisah perumpamaan berikut:
Seorang anak berkata kepada temannya,” Mendingan kamu percaya saja deh bahwa Naruto itu ada. Tidak ada ruginya. Kamu sih koleksi manga-nya tidak sebanyak aku jadi ada keraguan bahwa Naruto ada.”

Anak tersebut percaya bahwa Naruto itu ada karena koleksi manga-nya lebih banyak dari temannya dan di antara manga-nya ada judul Naruto dari Vol.1 sampai Naruto Shippuden. Padahal percaya dan ragu pada tokoh Naruto tidak ada hubungannya dengan berapa banyak koleksi manga Naruto.

Demikian juga rasa percaya dan ragu kepada Buddha masa lampau tidak ditentukan oleh adanya banyaknya literatur yang berisi urutan nama Buddha masa lampau. :)

saya pikir menentukan

bukti nyatanya

yg sering mempertanyakan eksistensi buddha masa lampau tsb justru umat theravada

dosen saya di kuliah yg umat theravada bilang bahwa buddha amitbha adl buddha legendaris

seakan2  amitabha buddha dikesampingkan dan lebih baik blajar ajaran sakyamuni saja

bahkan guru agama saya jelas2 meragukan keberadaan surga sukhavati (dia theravada)

menurut dia tidak ada alam diluar 31 alam

bagi para umat theravada yg belum mengkaji sutra2 mahayana

wajar2 saja timbul keraguan

saya menghormati semua Buddha..tapi untuk Amitabha sendiri, maaf sekali blm bisa percaya...jujur saya memeluk buddhisme karena ajaran ttg kemanusiaannya dan tentu saja tidak lepas dr teknik-tekniknya untuk mengembangakn diri ke arah positif. untuk masalah percaya originalitas sutra2, saya jujur masih blm percaya..tapi ada pelajaran yang saya petik dr cerita2 di sutra2 tersebut terlepas dia itu asli atau palsu..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 16 September 2010, 08:06:28 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?

1. apakah sayamuni mungkin berbohong ?

2. apakah anda percaya sutra mahayana disabdakan sakyamuni sendiri ?

1. apakah pertanyaan saya ada hubungan langsung dgn ucapan Buddha Gotama?
2. saya tidak tahu..tetapi kalo menurut analisis saya, tidak semua sutta berasal dr ucapan Buddha Sakyamuni..kenapa? rasanya ada yang janggal saja dgn beberapa sutta tersebut..

oya...untuk masalah berbagai macam bodhisatta sampe segala janji2nya serta mantra2nya..maaf saya jg ga percaya..menurut pemikiran saya, bagaimana seseorang dapat melakukan ritual2 terhdap sesosok yang blm diketahui jelas asal usulnya apalagi meminta2 kepadanya?


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 08:33:45 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?

1. apakah sayamuni mungkin berbohong ?

2. apakah anda percaya sutra mahayana disabdakan sakyamuni sendiri ?

Bro Padmakumara yang baik, Buddha Sakyamuni tak mungkin berbohong, tapi bukunya bisa saja bukan merupakan kata-kata Buddha Sakyamuni.

Umat aliran Theravada tidak harus mempercayai, bahkan terhadap Tipitaka sendiri, karena memang demikianlah cara berpikir kritis umat Theravada sesuai yang diajarkan oleh Sakyamuni Buddha dalam Kalama Sutta. Apakah harus mempercayai kitab Mahayana?

 _/\_

ngak kok

saya kan jawab karna npng pengen tau kebenaran buddha boddhisattva yg dikenal dalam sutra2 mahayana

kalimat yg di bold sepertinya mempertanyakan keaslian sutra mahayana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 08:34:59 PM

2. kalo percaya sabda sakyamuni dalam sutra mahayana

   mending percaya aja de

    kayaknya gk ada ruginya

    sutta aliran theravada jarang disinggung buddha boddhisattva masa lampau

   berbeda dengan mahayana

    karna itu sering timbul keraguan

Hal ini sama seperti kisah perumpamaan berikut:
Seorang anak berkata kepada temannya,” Mendingan kamu percaya saja deh bahwa Naruto itu ada. Tidak ada ruginya. Kamu sih koleksi manga-nya tidak sebanyak aku jadi ada keraguan bahwa Naruto ada.”

Anak tersebut percaya bahwa Naruto itu ada karena koleksi manga-nya lebih banyak dari temannya dan di antara manga-nya ada judul Naruto dari Vol.1 sampai Naruto Shippuden. Padahal percaya dan ragu pada tokoh Naruto tidak ada hubungannya dengan berapa banyak koleksi manga Naruto.

Demikian juga rasa percaya dan ragu kepada Buddha masa lampau tidak ditentukan oleh adanya banyaknya literatur yang berisi urutan nama Buddha masa lampau. :)

saya pikir menentukan

bukti nyatanya

yg sering mempertanyakan eksistensi buddha masa lampau tsb justru umat theravada

dosen saya di kuliah yg umat theravada bilang bahwa buddha amitbha adl buddha legendaris

seakan2  amitabha buddha dikesampingkan dan lebih baik blajar ajaran sakyamuni saja

bahkan guru agama saya jelas2 meragukan keberadaan surga sukhavati (dia theravada)

menurut dia tidak ada alam diluar 31 alam

bagi para umat theravada yg belum mengkaji sutra2 mahayana

wajar2 saja timbul keraguan

saya menghormati semua Buddha..tapi untuk Amitabha sendiri, maaf sekali blm bisa percaya...jujur saya memeluk buddhisme karena ajaran ttg kemanusiaannya dan tentu saja tidak lepas dr teknik-tekniknya untuk mengembangakn diri ke arah positif. untuk masalah percaya originalitas sutra2, saya jujur masih blm percaya..tapi ada pelajaran yang saya petik dr cerita2 di sutra2 tersebut terlepas dia itu asli atau palsu..


ya percaya gk percaya itu berpulang kepada diri masing2

tidak dapat dipaksakan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 08:36:38 PM
Utk pertanyaan ttg para Bodhisattva dlm Mahayana,setahu saya, mrk tdk memiliki biografi historis krn mrk adl Dhyani Bodhisattva yg mrpk perwujudan Sambhogakaya (tubuh cahaya). Dikatakan dlm sutra2 Mahayana bhw ketika Sang Buddha berkotbah,para Buddha lain & para Bodhisattva dtg dr tanah Buddha mrk masing2 utk mendengarkan kotbah tsb. Kehadiran para Buddha & Bodhisattva ini terjadi melalui perwujudan Sambhogakaya. Misalnya Avalokitesvara sesungguhnya berdiam di tanah Sukhavati,tetapi mewujudkan Nirmalakaya (tubuh perubahan) & Sambhogakaya di dunia Saha utk menolong para makhluk. Hanya perwujudan Nirmalakaya dpt kita ketahui sejarah biografisnya,misalnya Putri Miaoshan yg adl perwujudan Nirmalakaya Avalokitesvara. Utk melihat/mengetahui perwujudan Sambhogakaya,seseorang hrs mencapai tingkat tertentu dlm meditasi.

Selain itu para Bodhisattva Mahayana jg mrpk perwujudan dr sifat2 Sang Buddha sendiri,misalnya Manjusri mrpk perwujudan kebijaksanaan (prajna), Avalokitesvara mrpk perwujudan belas kasih (karuna),dst.

nah gini2...kok bisa tau ada bodhisatta A, B, C, dsb? kan mereka di alam lain bukan? apalgi cerita2 di suttanya pada saat jaman sang Buddha blm parinibbana bukan? kalo gt, knp kok di aliran thera sendiri tidak terdapat satupun nama2 bodhisatta di atas? apakah terjadi penambahan oleh mahayanis sendiri atau pengurangan oleh theravadin sendiri?

selidik punya selidik...tokoh2 terkenal yang di tipitaka theravadin memiliki asal usulnya dan juga dibuktikan dengan penemuan2 relik oleh peneliti..bagaimana dgn tokoh2 yang ditipitaka mahayanis, apakah ada bukti2 yang bisa mendukung keberadaan tokoh2 terkenalnya seperti avalokitesvara, samantabhadra, dsb?

saya jujur masih kritis thdp mahayana walaupun diakui sebagai mainstream buddhisme karena tidak menawarkan bukti2 yang cukup konkret..

ada yng bisa bantu jawab pertanyaan saya di atas?

1. apakah sayamuni mungkin berbohong ?

2. apakah anda percaya sutra mahayana disabdakan sakyamuni sendiri ?

1. apakah pertanyaan saya ada hubungan langsung dgn ucapan Buddha Gotama?
2. saya tidak tahu..tetapi kalo menurut analisis saya, tidak semua sutta berasal dr ucapan Buddha Sakyamuni..kenapa? rasanya ada yang janggal saja dgn beberapa sutta tersebut..

oya...untuk masalah berbagai macam bodhisatta sampe segala janji2nya serta mantra2nya..maaf saya jg ga percaya..menurut pemikiran saya, bagaimana seseorang dapat melakukan ritual2 terhdap sesosok yang blm diketahui jelas asal usulnya apalagi meminta2 kepadanya?

oh mungkin anda meragukan keaslian sutra2 mahayana

percaya gk percaya tergantung jodoh
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 09:03:05 PM
source : ........

Tanya: Apakah baik melakukan ibadah Theravada?
Jawab: Yang menuntut mencapai keBudhaan adalah Mahayana, sedangkan yang
menuntut mencapai Arahat dan Pratyeka Budha adalah Theravada. Jalan apa yang
ditempuh umat manusia itu adalah soal hetu pratyaya (jodoh-jodohan), meski-pun
terdapat fenomena yang berbeda, namun semuanya untuk mencapai kesadaran
kesunyataan dan nirvana. Yang menja-lan-kan ibadah Mahayana jangan mengeritik
Theravada, dan yang menjalankan ibadah Theravada jangan mencela Mahayana.

Tanya: Mahayana dan Theravada bagaimana saling mengeritiknya?
Jawab: Mahayana mengeritik Theravada sebagai egoistis dan berakar kebaikan yang
dangkal. Sedangkan Theravada mengeritik Mahayana sebagai takhyul, seperti bunga
sunyata, bulan dalam air, indah namun tidak praktis. Ini merupakan kritikan yang umum.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 16 September 2010, 09:04:15 PM
 syair Han San Tse

Di dunia banyak terdapat orang yang suka mencari gara gara.

Secara luas dipelajari berbagai macam pandangan.

Tidak mengenal sifat pribadinya.

Sehingga berjauhan dengan kebenaran yang sebenarnya.

Jika saya mengerti akan hakekat yang sejati.

Tak perlu mengungkapkan tekad yang semu.

Sekali tersadarkan, mengenal hati pribadi.

Pandangan terang Budha terbuka mekar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 September 2010, 10:00:37 PM
source : ........

Tanya: Apakah baik melakukan ibadah Theravada?
Jawab: Yang menuntut mencapai keBudhaan adalah Mahayana, sedangkan yang
menuntut mencapai Arahat dan Pratyeka Budha adalah Theravada. Jalan apa yang
ditempuh umat manusia itu adalah soal hetu pratyaya (jodoh-jodohan), meski-pun
terdapat fenomena yang berbeda, namun semuanya untuk mencapai kesadaran
kesunyataan dan nirvana. Yang menja-lan-kan ibadah Mahayana jangan mengeritik
Theravada, dan yang menjalankan ibadah Theravada jangan mencela Mahayana.

Tanya: Mahayana dan Theravada bagaimana saling mengeritiknya?
Jawab: Mahayana mengeritik Theravada sebagai egoistis dan berakar kebaikan yang
dangkal. Sedangkan Theravada mengeritik Mahayana sebagai takhyul, seperti bunga
sunyata, bulan dalam air, indah namun tidak praktis. Ini merupakan kritikan yang umum.

Pendapat di atas ini jelas keliru. Theravada mengajarkan jalan mencapai Pencerahan.; boleh menjadi Savaka Buddha, boleh menjadi Pacceka Buddha, boleh juga menjadi Sammasambuddha. Di dalam Theravada, jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha ini sama dengan jalan utama untuk menjadi Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. Sedangkan jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha di Theravada ini berbeda dengan jalan utama untuk menjadi Samyaksambuddha di Mahayana maupun Tantrayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 September 2010, 10:25:33 PM
source : ........

Tanya: Apakah baik melakukan ibadah Theravada?
Jawab: Yang menuntut mencapai keBudhaan adalah Mahayana, sedangkan yang
menuntut mencapai Arahat dan Pratyeka Budha adalah Theravada. Jalan apa yang
ditempuh umat manusia itu adalah soal hetu pratyaya (jodoh-jodohan), meski-pun
terdapat fenomena yang berbeda, namun semuanya untuk mencapai kesadaran
kesunyataan dan nirvana. Yang menja-lan-kan ibadah Mahayana jangan mengeritik
Theravada, dan yang menjalankan ibadah Theravada jangan mencela Mahayana.

Tanya: Mahayana dan Theravada bagaimana saling mengeritiknya?
Jawab: Mahayana mengeritik Theravada sebagai egoistis dan berakar kebaikan yang
dangkal. Sedangkan Theravada mengeritik Mahayana sebagai takhyul, seperti bunga
sunyata, bulan dalam air, indah namun tidak praktis. Ini merupakan kritikan yang umum.

Pendapat di atas ini jelas keliru. Theravada mengajarkan jalan mencapai Pencerahan.; boleh menjadi Savaka Buddha, boleh menjadi Pacceka Buddha, boleh juga menjadi Sammasambuddha. Di dalam Theravada, jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha ini sama dengan jalan utama untuk menjadi Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. Sedangkan jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha di Theravada ini berbeda dengan jalan utama untuk menjadi Samyaksambuddha di Mahayana maupun Tantrayana.

mohon dimaklumi Bro, quote dari Bro Padmakumara berasal dari Kitab ZZZ karya BADUT yg tidak memahami Buddhism tapi ngaku2 Buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 September 2010, 10:28:42 PM
mohon dimaklumi Bro, quote dari Bro Padmakumara berasal dari Kitab ZZZ karya BADUT yg tidak memahami Buddhism tapi ngaku2 Buddha

Saya maklumi. Tapi kalau masih saja ada yang tetap percaya pada badut, nah ini yang agak sulit saya maklumi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 16 September 2010, 11:02:49 PM
saya pikir menentukan
bukti nyatanya
yg sering mempertanyakan eksistensi buddha masa lampau tsb justru umat theravada
dosen saya di kuliah yg umat theravada bilang bahwa buddha amitbha adl buddha legendaries seakan2  amitabha buddha dikesampingkan dan lebih baik blajar ajaran sakyamuni saja
bahkan guru agama saya jelas2 meragukan keberadaan surga sukhavati (dia theravada)
menurut dia tidak ada alam diluar 31 alam
bagi para umat theravada yg belum mengkaji sutra2 mahayana
wajar2 saja timbul keraguan
Ini terjadi karena anda tidak bisa membedakan antara meraguan eksistensi Buddha masa lampau dengan meragukan keberadaan pribadi-pribadi Buddha yang ada di Mahayana.

Theravadin tidak meragukan keberadaan eksistensi Buddha masa lampau yang tak terhingga karena jelas dinyatakan dalam Sutta bahwa adanya Buddha masa lampau. Yang diragukan adalah nama-nama pribadi Buddha masa lampau yang ada dalam Mahayana berserta pernak-perniknya. Mengapa? Karena tidak ada catatan lengkap mengenai riwayat hidupnya. Contoh, Amitabha, di mana lahirnya, siapa ayah-ibunya, dimana ia mencapai pencerahan, masih hidupkah ia sekarang, apa ajarannya sama dengan Sakyamuni? Pertanyaan-pertanyaan personal dan konseptual ini yang tidak dapat dijawab secara menyeluruh yang membuat keraguan, bukan masalah ada atau tidak adanya Buddha masa lampau.

Jika kita sepakat bahwa Buddhisme baik Mahayana maupun Theravada sependapat bahwa ajaran semua Buddha (masa lampau, sekarang dan yang akan datang) adalah sama, maka untuk apa kita melihat ke belakang dan ke depan jika sekarang Buddha Sakyamuni hadir dengan ajaran yang sama dengan Buddha-Buddha yang lain?

Masalah pengkajian terhadap sutra-sutra Mahayana, beberapa Theravadin sudah melakukannya, anda bisa melihatnya beberapa di forum ini, di awal topik ini. Dan perlu saya pertanyakan sistem pengkajian yang anda maksud. Jika yang anda maksud dengan pengkajian sutra Mahayana hanya berupa baca-baca kemudian diperbandingkan dengan sutra Mahayana lainnya yang sejenis dalam bahasa yang sama pula, jelas ini bukan sebuah pengkajian namanya. Yang benar-benar pengkajian minimal adalah membandingkan literatur yang tidak sejenis namun berkaitan dan secara lintas bahasa.

Semoga anda memahaminya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 September 2010, 11:10:40 PM
[at] Kelana

Satu tambahan lagi yang juga perlu diragukan adalah... "Bagaimana proses dan tahap-tahap dimana Amitabha akhirnya mencapai Pencerahan atau menjadi Buddha?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 September 2010, 11:33:31 PM
[at] Kelana

Satu tambahan lagi yang juga perlu diragukan adalah... "Bagaimana proses dan tahap-tahap dimana Amitabha akhirnya mencapai Pencerahan atau menjadi Buddha?"

Mungkin referensi-nya masih ketinggalan di "ALAM NAGA"...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 16 September 2010, 11:39:19 PM
Mungkin referensi-nya masih ketinggalan di "ALAM NAGA"...

Mungkin jawaban yang digunakan adalah: "Buddha Sakyamuni sendiri yang menyatakan bahwa Amitabha adalah seorang Samyaksambuddha. Udah percaya aja deh... Gak ada ruginya."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 16 September 2010, 11:42:37 PM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 September 2010, 11:47:49 PM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx

Yang lebih gak "LOGIS", katanya BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lalu... Jadi "episode" pencapaian BUDDHA SAKYAMUNI di bawah pohon bodhi itu jadi kayak semacam sinetron untuk dipertontonkan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 16 September 2010, 11:55:22 PM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx

Yang lebih gak "LOGIS", katanya BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lalu... Jadi "episode" pencapaian BUDDHA SAKYAMUNI di bawah pohon bodhi itu jadi kayak semacam sinetron untuk dipertontonkan...

ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 September 2010, 11:59:18 PM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx

Yang lebih gak "LOGIS", katanya BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lalu... Jadi "episode" pencapaian BUDDHA SAKYAMUNI di bawah pohon bodhi itu jadi kayak semacam sinetron untuk dipertontonkan...

ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...

 ada yang mau bantu cari-kan referensi sutra mahayana tentang Buddha Sakyamuni telah mencapai kebuddhaan berkalpa kalpa dahulu ? lagi malas nyari... hehehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 12:00:43 AM
ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...

Menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana, Siddharta Gautama sudah menjadi Samyaksambuddha dari beberapa kehidupan-Nya yang lampau. Beliau lahir menjadi seorang Pangeran Sakya, kemudian menikah dan punya anak, kemudian pergi bertapa, kemudian menyiksa diri selama 6 tahun, dan akhirnya menyatakan dirinya sudah mencapai Pencerahan setelah melepaskan cara penyiksaan diri. Yang dilakukan Buddha Sakyamuni adalah berpura-pura belum menjadi Buddha, kemudian menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi Buddha itu cukup terjal. Ini semua dikatakan sebagai upaya kausalya.

Secara singkat, menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana: Buddha Sakyamuni adalah makhluk adiduniawi yang merupakan emanasi dari Amitabha Buddha, kemudian terlahir sebagai seorang Sakya, dan berpura-pura menjadi orang biasa hingga akhirnya menyatakan diri-Nya sudah menjadi Samyaksambuddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 September 2010, 12:05:39 AM
ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...

Menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana, Siddharta Gautama sudah menjadi Samyaksambuddha dari beberapa kehidupan-Nya yang lampau. Beliau lahir menjadi seorang Pangeran Sakya, kemudian menikah dan punya anak, kemudian pergi bertapa, kemudian menyiksa diri selama 6 tahun, dan akhirnya menyatakan dirinya sudah mencapai Pencerahan setelah melepaskan cara penyiksaan diri. Yang dilakukan Buddha Sakyamuni adalah berpura-pura belum menjadi Buddha, kemudian menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi Buddha itu cukup terjal. Ini semua dikatakan sebagai upaya kausalya.

Secara singkat, menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana: Buddha Sakyamuni adalah makhluk adiduniawi yang merupakan emanasi dari Amitabha Buddha, kemudian terlahir sebagai seorang Sakya, dan berpura-pura menjadi orang biasa hingga akhirnya menyatakan diri-Nya sudah menjadi Samyaksambuddha.

Kalau tidak salah, ada tercantum di Saddharma Pundarika Sutra (Sutra Bunga Teratai)...

Nah... kartu JOKER-nya keluar.... upaya kausalya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: No Pain No Gain on 17 September 2010, 12:08:06 AM
ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...

Menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana, Siddharta Gautama sudah menjadi Samyaksambuddha dari beberapa kehidupan-Nya yang lampau. Beliau lahir menjadi seorang Pangeran Sakya, kemudian menikah dan punya anak, kemudian pergi bertapa, kemudian menyiksa diri selama 6 tahun, dan akhirnya menyatakan dirinya sudah mencapai Pencerahan setelah melepaskan cara penyiksaan diri. Yang dilakukan Buddha Sakyamuni adalah berpura-pura belum menjadi Buddha, kemudian menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi Buddha itu cukup terjal. Ini semua dikatakan sebagai upaya kausalya.

Secara singkat, menurut pandangan Mahayana dan Tantrayana: Buddha Sakyamuni adalah makhluk adiduniawi yang merupakan emanasi dari Amitabha Buddha, kemudian terlahir sebagai seorang Sakya, dan berpura-pura menjadi orang biasa hingga akhirnya menyatakan diri-Nya sudah menjadi Samyaksambuddha.

hmmm...thx bro upasaka

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 12:18:19 AM
hmmm...thx bro upasaka

You are welcome... Sepertinya referensi ini memang ada di Saddharmapundarika Sutra (*lirik Bro dilbert). Saya kurang hafal di bagian mana atau bab berapa informasi ini tercantum. Sebab Saddharmapundarika Sutra isinya sangat panjang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 17 September 2010, 12:23:12 AM
hmmm...thx bro upasaka

You are welcome... Sepertinya referensi ini memang ada di Saddharmapundarika Sutra (*lirik Bro dilbert). Saya kurang hafal di bagian mana atau bab berapa informasi ini tercantum. Sebab Saddharmapundarika Sutra isinya sangat panjang.

Blunder terbesar Mahayana kelihatannya memang ada di Saddharmapundarika Sutra.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 12:26:56 AM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx

Yang lebih gak "LOGIS", katanya BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lalu... Jadi "episode" pencapaian BUDDHA SAKYAMUNI di bawah pohon bodhi itu jadi kayak semacam sinetron untuk dipertontonkan...

ini pernyataan bro dilbert sepihak? sy baca dr berbagai literatur, kok tidak ditemukan hal2 demikian...
Bukan ngarang deh.. Udah pernah dibahas di forum yang sama ini berkali-kali dulu.  Coba di cek. Mungkin ada di thread ini juga, coba baca kembali dari hal. 1. :)

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:03:19 AM
saya pikir menentukan
bukti nyatanya
yg sering mempertanyakan eksistensi buddha masa lampau tsb justru umat theravada
dosen saya di kuliah yg umat theravada bilang bahwa buddha amitbha adl buddha legendaries seakan2  amitabha buddha dikesampingkan dan lebih baik blajar ajaran sakyamuni saja
bahkan guru agama saya jelas2 meragukan keberadaan surga sukhavati (dia theravada)
menurut dia tidak ada alam diluar 31 alam
bagi para umat theravada yg belum mengkaji sutra2 mahayana
wajar2 saja timbul keraguan

1. Ini terjadi karena anda tidak bisa membedakan antara meraguan eksistensi Buddha masa lampau dengan meragukan keberadaan pribadi-pribadi Buddha yang ada di Mahayana.

2. Theravadin tidak meragukan keberadaan eksistensi Buddha masa lampau yang tak terhingga karena jelas dinyatakan dalam Sutta bahwa adanya Buddha masa lampau. Yang diragukan adalah nama-nama pribadi Buddha masa lampau yang ada dalam Mahayana berserta pernak-perniknya. Mengapa? Karena tidak ada catatan lengkap mengenai riwayat hidupnya. Contoh, Amitabha, di mana lahirnya, siapa ayah-ibunya, dimana ia mencapai pencerahan, masih hidupkah ia sekarang, apa ajarannya sama dengan Sakyamuni? Pertanyaan-pertanyaan personal dan konseptual ini yang tidak dapat dijawab secara menyeluruh yang membuat keraguan, bukan masalah ada atau tidak adanya Buddha masa lampau.

3. Jika kita sepakat bahwa Buddhisme baik Mahayana maupun Theravada sependapat bahwa ajaran semua Buddha (masa lampau, sekarang dan yang akan datang) adalah sama, maka untuk apa kita melihat ke belakang dan ke depan jika sekarang Buddha Sakyamuni hadir dengan ajaran yang sama dengan Buddha-Buddha yang lain?

4. Masalah pengkajian terhadap sutra-sutra Mahayana, beberapa Theravadin sudah melakukannya, anda bisa melihatnya beberapa di forum ini, di awal topik ini. Dan perlu saya pertanyakan sistem pengkajian yang anda maksud. Jika yang anda maksud dengan pengkajian sutra Mahayana hanya berupa baca-baca kemudian diperbandingkan dengan sutra Mahayana lainnya yang sejenis dalam bahasa yang sama pula, jelas ini bukan sebuah pengkajian namanya. Yang benar-benar pengkajian minimal adalah membandingkan literatur yang tidak sejenis namun berkaitan dan secara lintas bahasa.

Semoga anda memahaminya

1. gk usa ngeles
      intinya kan meragukan keaslian sutra2 mahayana
       
2. berarti semua buddha di masa lampau harus mempunyai riwayat yg lengkap
     kalau tidak semuanya pantas diragukan kebenarannya ?

3. karena sumpah amitabha buddha dapat membebaskan makhluk ke tanah sucinya
     avalokitesvara menyelamatkan semua makhluk
     ksitigarbha dengan sumpahh agungnya

      memang ajaran sama
      tapi sumpahnya tak sama
     kalau ikut anda berarti therajana dari thailand adalah yg terbaik
     gk perlu aliran lain
       lagi sam*** bermunculan


4 pendapat pribadi
    gk berlaku bagi saya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:04:32 AM
saya setuju sekali dengan pernyataan bro kelana dan upasaka..terdapat ajaran Buddha Gotama di dunia ini disertai dengan bukti sejarah mengenai riwayatnya (melalui sejumlah penelitian)..kok malah jauh2 mikir ke alam lain yang notabene masih blm jelas ada atau nggak? trus kenapa kok tau nama2 bodhisatta samapi tau si bodhisatta ini punya ikrar ini..bodhisatta itu punya ikrar itu...Buddha ini punya ikrar A samapi Z..darimana taunya?

gw cuman pensran aja..tolong bagi yang berkompoten di mahayana menjawab pertanyaan saya...spy rasa penasaran saya terobati.. thx

Yang lebih gak "LOGIS", katanya BUDDHA SAKYAMUNI sudah mencapai ke-BUDDHA-an sejak berkalpa kalpa yang lalu... Jadi "episode" pencapaian BUDDHA SAKYAMUNI di bawah pohon bodhi itu jadi kayak semacam sinetron untuk dipertontonkan...

hampir tepattttttttt
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:07:59 AM
source : ........

Tanya: Apakah baik melakukan ibadah Theravada?
Jawab: Yang menuntut mencapai keBudhaan adalah Mahayana, sedangkan yang
menuntut mencapai Arahat dan Pratyeka Budha adalah Theravada. Jalan apa yang
ditempuh umat manusia itu adalah soal hetu pratyaya (jodoh-jodohan), meski-pun
terdapat fenomena yang berbeda, namun semuanya untuk mencapai kesadaran
kesunyataan dan nirvana. Yang menja-lan-kan ibadah Mahayana jangan mengeritik
Theravada, dan yang menjalankan ibadah Theravada jangan mencela Mahayana.

Tanya: Mahayana dan Theravada bagaimana saling mengeritiknya?
Jawab: Mahayana mengeritik Theravada sebagai egoistis dan berakar kebaikan yang
dangkal. Sedangkan Theravada mengeritik Mahayana sebagai takhyul, seperti bunga
sunyata, bulan dalam air, indah namun tidak praktis. Ini merupakan kritikan yang umum.

Pendapat di atas ini jelas keliru. Theravada mengajarkan jalan mencapai Pencerahan.; boleh menjadi Savaka Buddha, boleh menjadi Pacceka Buddha, boleh juga menjadi Sammasambuddha. Di dalam Theravada, jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha ini sama dengan jalan utama untuk menjadi Pacceka Buddha dan Savaka Buddha. Sedangkan jalan utama untuk menjadi Sammasambuddha di Theravada ini berbeda dengan jalan utama untuk menjadi Samyaksambuddha di Mahayana maupun Tantrayana.

ajran theravada adl catur ariya sacca, kamma, tilakkhana, dlll

yg merupakan ajaran samma sambuddha

tentunya anda tau perngertian arahat

seorang yg berhasil karena melaksanakan ajaran samma sambuddha

kalau mau jadi boddhisattva ya harus jalanin 6 paramita

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:10:33 AM
hebat ya

kalau di semua thread therajana dari  thailand,

ditanya apa2 semua bersumber dari sutta

trus kalo mahayana menjawab dari sutranya

dibilang diragukan keaslian

memang gk salah dibilang anak sd

soalnya gk ngerti smp

saMPAI kapanpun anak sd ngomomng soal pelajarab smp

ya cuma bisa diketawain anak smp

kok begitu bodohnya komentar tapi gk ngerti

hahahhahahaa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 10:03:04 AM
ajran theravada adl catur ariya sacca, kamma, tilakkhana, dlll

yg merupakan ajaran samma sambuddha

tentunya anda tau perngertian arahat

seorang yg berhasil karena melaksanakan ajaran samma sambuddha

kalau mau jadi boddhisattva ya harus jalanin 6 paramita

Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.

Bagaimana proses dan tahap-tahap munculnya Samyaksambuddha menurut Anda? Apakah dengan mengembangkan 6 Paramita lalu tiba-tiba "JREEENNGGGG"... *berubah* menjadi Samyaksambuddha?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 11:19:22 AM
ajran theravada adl catur ariya sacca, kamma, tilakkhana, dlll

yg merupakan ajaran samma sambuddha

tentunya anda tau perngertian arahat

seorang yg berhasil karena melaksanakan ajaran samma sambuddha

kalau mau jadi boddhisattva ya harus jalanin 6 paramita

Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.

Bagaimana proses dan tahap-tahap munculnya Samyaksambuddha menurut Anda? Apakah dengan mengembangkan 6 Paramita lalu tiba-tiba "JREEENNGGGG"... *berubah* menjadi Samyaksambuddha?

haahaha

coba tunjukin suttanya

kan therajana apa2 bawa2 sutta

kalo omongan pribadi sih gk laku disini

saya sih ikut permainan aja => apa2 sutta => permainan anak sd

saya terpaksa turyn kasta dari sma

untuk melayani bocah2

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 12:47:12 PM
haahaha

coba tunjukin suttanya

kan therajana apa2 bawa2 sutta

kalo omongan pribadi sih gk laku disini

saya sih ikut permainan aja => apa2 sutta => permainan anak sd

saya terpaksa turyn kasta dari sma

untuk melayani bocah2

Ajaran Sang Buddha untuk para Savaka Buddha dapat seringkali ditemukan di Samyutta Nikaya. Ajaran Sang Buddha untuk mencapai Sammasambodhi dapat dibaca di Buddhavamsa. Adapula Sutta yang menceritakan proses dan tahap-tahap Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan dan menjadi Buddha. Saya lupa di Sutta apa... Yang jelas, tahap-tahap Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan itu sempat saya tulis di sini => http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6525.msg107826#msg107826 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6525.msg107826#msg107826).

Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 02:26:55 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?
Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.


anda agak berputar

coba tegaskan suttanya apa untuk menjelaskan hal diatas

saya bukan minta riwayat buddha dalam kehidupan terakhirnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 02:28:44 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?
Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.


anda agak berputar

coba tegaskan suttanya apa untuk menjelaskan hal diatas

saya bukan minta riwayat buddha dalam kehidupan terakhirnya

Tidak ada Sutta yang menjelaskan hal di atas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 02:29:43 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?
Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.


anda agak berputar

coba tegaskan suttanya apa untuk menjelaskan hal diatas

saya bukan minta riwayat buddha dalam kehidupan terakhirnya

Tidak ada Sutta yang menjelaskan hal di atas.

berarti pendapat sendiri yg tidak dapat dibuktikan ?

bila begitu kata theravada di postingan anda mungkin harus diralat
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 02:31:49 PM
berarti pendapat sendiri yg tidak dapat dibuktikan ?

bila begitu kata theravada di postingan anda mungkin harus diralat

Tidak juga. Sebab dalam Buddhavamsa, dijelaskan bagaimana Bodhisatta akhirnya bisa menjadi Sammasambuddha. Yang Beliau lakukan adalah mengumpulkan 10 Parami, lalu di kehidupan-Nya sebagai Siddhattha; Beliau melaksanakan Jalan Mulia Berunsur 8, mengembangkan 4 Landasan Perhatian, dan mengembangkan 7 Faktor Pencerahan.

Tidak perlu diralat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 02:37:14 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?
Setelah mengembangkan 10 Parami, pada kehidupan terakhirnya... ia tetap harus mengembangkan Jalan Mulia Berunsur 8; ia harus mengembangkan Empat Landasan Perhatian; ia harus mengembangkan 7 Faktor Pencerahan. Dengan cara seperti inilah seorang Sammasambuddha akan muncul di dunia ini.


baiklah bagaimana anda mempertangungjawabkan pernyataan anda diatas tanpa sutta ?

karena theravada hanya bersumber dari tripitaka

tolong beritahu saya bagian mana yg menerangkan .....

jalan untuk menjadi boddhisattva, sebelum samma sambuddha

mengenai pranidhana, paramita apa saja,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 02:55:27 PM
baiklah bagaimana anda mempertangungjawabkan pernyataan anda diatas tanpa sutta ?

karena theravada hanya bersumber dari tripitaka

tolong beritahu saya bagian mana yg menerangkan .....

jalan untuk menjadi boddhisattva, sebelum samma sambuddha

mengenai pranidhana, paramita apa saja,

Sudah saya katakan, sumbernya ada di Buddhavamsa. Kalau Anda belum tahu, Buddhavamsa adalah salah satu kitab yang termasuk dalam Khuddaka Nikaya. Khuddaka Nikaya itu salah satu Nikaya yang terdapat di Tipitaka, bukan di Tripitaka.  Di dalam Buddhavamsa, dijelaskan riwayat perjalanan Bodhisatta hingga menjadi Sammasambuddha. Untuk membaca referensi yang lebih ringkas, bisa dibaca di RAPB (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/).

Menurut Buddhavamsa, Buddha Gotama menyatakan tekad untuk menjadi Sammasambuddha di kehidupan lampau-Nya sebagai Petapa Sumedha di hadapan Buddha Dipankara. Setelah mendapat ramalan keberhasilan dari Buddha Dipankara, Petapa Sumedha pergi bertapa dan mulai mengumpulkan 10 Parami selama 4 asankheyya dan 100.000 kappa. 10 Parami itu adalah:

---------------------------------------------

Untuk ketiga kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 02:59:50 PM
[at] Padmakumara

Saya sangat ragu apakah Anda benar dahulunya sudah lama belajar Aliran Theravada di sekolah maupun vihara...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 06:57:54 PM
hmmm...thx bro upasaka

You are welcome... Sepertinya referensi ini memang ada di Saddharmapundarika Sutra (*lirik Bro dilbert). Saya kurang hafal di bagian mana atau bab berapa informasi ini tercantum. Sebab Saddharmapundarika Sutra isinya sangat panjang.

Blunder terbesar Mahayana kelihatannya memang ada di Saddharmapundarika Sutra.

Benar, saya sependapat. Apapun yang kita bahas mengenai Mahayana maka ujung-ujungnya adalah Saddharmapundarika Sutra, sutra dimana istilah hinayana muncul pertama kali, dimana isyilah upaya kausalya muncul. Nampaknya kita perlu dibicarakan khusus mengenai sutra ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 07:48:09 PM

1. gk usa ngeles
      intinya kan meragukan keaslian sutra2 mahayana

Argumen anda ini adalah sebuah tekhnik untuk menghindar dari persoalan karena tidak bisa menjawab. Sorrry saya tidak terpengaruh.

Isu utama kita adalah percaya atau tidak Buddha masa lalu bukan percaya atau tidak percaya sutra Mahayana. Saya rasa anda yang menghindar dari persoalan yang ada utarakan sendiri.
       
Quote
2. berarti semua buddha di masa lampau harus mempunyai riwayat yg lengkap
     kalau tidak semuanya pantas diragukan kebenarannya ?

Kenapa tidak?
Dan kenapa kita harus percaya kalau memang meragukan?
( ini 2 petanyaan loh)

Quote
3. karena sumpah amitabha buddha dapat membebaskan makhluk ke tanah sucinya
     avalokitesvara menyelamatkan semua makhluk
     ksitigarbha dengan sumpahh agungnya

      memang ajaran sama
      tapi sumpahnya tak sama
   

Ini berarti  anda sependapat bahwa semua Buddha memiliki ajaran yang sama.  Berarti ketika Buddha Sakyamuni mengajarkan bahwa: “Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan”, --- maka semua Buddha masa lampau dan yang akan datang akan mengajarkan hal ini. Dan ini berarti tidak ada hal lain yang dapat melindungi diri sendiri, termasuk sumpah seorang Buddha atau Bodhisatva.

Ketika Buddha Sakyamuni mengajarkan bahwa Nirvana yang tertinggi, maka semua Buddha mengajarkan yang sama, maka semua tanah Buddha bukanlah tujuan yang tertinggi.

Quote
4 pendapat pribadi
    gk berlaku bagi saya

Saya anggap anda tidak bisa menanggapi argumen saya dengan baik mengenai pengkajian, mungkin karena anda miskin akan pengetahuan mengenai pengkajian, mungkin.

Semoga ada lebih elegan dalam berdiskusi dan telepas dari "theravada phobia"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 09:05:39 PM
hmmm...thx bro upasaka

You are welcome... Sepertinya referensi ini memang ada di Saddharmapundarika Sutra (*lirik Bro dilbert). Saya kurang hafal di bagian mana atau bab berapa informasi ini tercantum. Sebab Saddharmapundarika Sutra isinya sangat panjang.

Blunder terbesar Mahayana kelihatannya memang ada di Saddharmapundarika Sutra.

Benar, saya sependapat. Apapun yang kita bahas mengenai Mahayana maka ujung-ujungnya adalah Saddharmapundarika Sutra, sutra dimana istilah hinayana muncul pertama kali, dimana isyilah upaya kausalya muncul. Nampaknya kita perlu dibicarakan khusus mengenai sutra ini.
Dalam Pali ada juga Upaya Kosalla - skillful means. Tetapi tidak sama dengan upaya kausalya yang dalam Saddharmapundarika Sutra.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 09:24:44 PM
hmmm...thx bro upasaka

You are welcome... Sepertinya referensi ini memang ada di Saddharmapundarika Sutra (*lirik Bro dilbert). Saya kurang hafal di bagian mana atau bab berapa informasi ini tercantum. Sebab Saddharmapundarika Sutra isinya sangat panjang.

Blunder terbesar Mahayana kelihatannya memang ada di Saddharmapundarika Sutra.

Benar, saya sependapat. Apapun yang kita bahas mengenai Mahayana maka ujung-ujungnya adalah Saddharmapundarika Sutra, sutra dimana istilah hinayana muncul pertama kali, dimana isyilah upaya kausalya muncul. Nampaknya kita perlu dibicarakan khusus mengenai sutra ini.
Dalam Pali ada juga Upaya Kosalla - skillful means. Tetapi tidak sama dengan upaya kausalya yang dalam Saddharmapundarika Sutra.

Benar, Sdr. Jerry,  oleh karena itu saya tidak katakan istilah ini pertama kali muncul, hanya menyebutkan "upaya kausalya muncul" (dalam bahasa Sanskerta tentunya, karena saya masih ragu apakah Upaya Kosalla [Pali] adalah sama dengan upaya kausalya)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:25:54 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

saya lebih tegaskan lagi

jadi apakah bisa dibilang omong kosong kalo bicara berdasar pendapat sendiri ?

karna tak ada sutta

yg saya tekankan kata theravadanay

menurut saya pencerahan ada banyak jalan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:26:16 PM
[at] Padmakumara

Saya sangat ragu apakah Anda benar dahulunya sudah lama belajar Aliran Theravada di sekolah maupun vihara...

ngapain saya bohong
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 09:30:14 PM
Benar, Sdr. Jerry,  oleh karena itu saya tidak katakan istilah ini pertama kali muncul, hanya menyebutkan "upaya kausalya muncul" (dalam bahasa Sanskerta tentunya, karena saya masih ragu apakah Upaya Kosalla [Pali] adalah sama dengan upaya kausalya)
Bro Kelana,
Seharusnya memang artinya sama yaitu skillful means. Tetapi saya tidak melihat di bagian mana skillful-nya di yang belakangan. ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 17 September 2010, 09:30:47 PM

1. gk usa ngeles
      intinya kan meragukan keaslian sutra2 mahayana

Argumen anda ini adalah sebuah tekhnik untuk menghindar dari persoalan karena tidak bisa menjawab. Sorrry saya tidak terpengaruh.

Isu utama kita adalah percaya atau tidak Buddha masa lalu bukan percaya atau tidak percaya sutra Mahayana. Saya rasa anda yang menghindar dari persoalan yang ada utarakan sendiri.
       
Quote
2. berarti semua buddha di masa lampau harus mempunyai riwayat yg lengkap
     kalau tidak semuanya pantas diragukan kebenarannya ?

Kenapa tidak?
Dan kenapa kita harus percaya kalau memang meragukan?
( ini 2 petanyaan loh)

Quote
3. karena sumpah amitabha buddha dapat membebaskan makhluk ke tanah sucinya
     avalokitesvara menyelamatkan semua makhluk
     ksitigarbha dengan sumpahh agungnya

      memang ajaran sama
      tapi sumpahnya tak sama
   

Ini berarti  anda sependapat bahwa semua Buddha memiliki ajaran yang sama.  Berarti ketika Buddha Sakyamuni mengajarkan bahwa: “Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan”, --- maka semua Buddha masa lampau dan yang akan datang akan mengajarkan hal ini. Dan ini berarti tidak ada hal lain yang dapat melindungi diri sendiri, termasuk sumpah seorang Buddha atau Bodhisatva.

Ketika Buddha Sakyamuni mengajarkan bahwa Nirvana yang tertinggi, maka semua Buddha mengajarkan yang sama, maka semua tanah Buddha bukanlah tujuan yang tertinggi.

Quote
4 pendapat pribadi
    gk berlaku bagi saya

Saya anggap anda tidak bisa menanggapi argumen saya dengan baik mengenai pengkajian, mungkin karena anda miskin akan pengetahuan mengenai pengkajian, mungkin.

Semoga ada lebih elegan dalam berdiskusi dan telepas dari "theravada phobia"


1. jadi anda gk brani ngaku ya

    yauda de . saya gk biasa menghadapi penge*** yg gk gentle

2 . kalau semua orang sepertri anda

     maka mahayna adl ajran yg agak tahyul ?

        karna meragukan ?

3 terlalu berbelit2

   jangan terobsesi dalam diskusi
 
   santai saja dengan bahasa ringan dan padat

4 baguslah anda ngaku itu argumen pribadi

   gk berdasar
 
    kadang orang merasa benar di jalan kecongkakan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 09:37:37 PM
Benar, Sdr. Jerry,  oleh karena itu saya tidak katakan istilah ini pertama kali muncul, hanya menyebutkan "upaya kausalya muncul" (dalam bahasa Sanskerta tentunya, karena saya masih ragu apakah Upaya Kosalla [Pali] adalah sama dengan upaya kausalya)
Bro Kelana,
Seharusnya memang artinya sama yaitu skillful means. Tetapi saya tidak melihat di bagian mana skillful-nya di yang belakangan. ;D

 ;D artinya saya rasa sama, tapi maksud saya maknanya sebenarnya sama atau tidak, kalau tidak sama, kok bisa tidak sama, begitu. Saya pribadi belum sempat baca literatur yang membahas hal ini. Saya sempat geregetan melihat sedikit-sedikit upaya kausalya, sedikit-sedikit upaya kausalya, bunuh = upaya kausalya, Aapkah anda merasa ada distorsi makna di sini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:00:54 PM
Benar, Sdr. Jerry,  oleh karena itu saya tidak katakan istilah ini pertama kali muncul, hanya menyebutkan "upaya kausalya muncul" (dalam bahasa Sanskerta tentunya, karena saya masih ragu apakah Upaya Kosalla [Pali] adalah sama dengan upaya kausalya)
Bro Kelana,
Seharusnya memang artinya sama yaitu skillful means. Tetapi saya tidak melihat di bagian mana skillful-nya di yang belakangan. ;D

 ;D artinya saya rasa sama, tapi maksud saya maknanya sebenarnya sama atau tidak, kalau tidak sama, kok bisa tidak sama, begitu. Saya pribadi belum sempat baca literatur yang membahas hal ini. Saya sempat geregetan melihat sedikit-sedikit upaya kausalya, sedikit-sedikit upaya kausalya, bunuh = upaya kausalya, Aapkah anda merasa ada distorsi makna di sini?
Kalau boleh jujur, menurut saya iya. Ada perbedaan antara pengertian upaya kosalla dalam Nikaya Pali dengan upaya kausalya.

Upaya Kausalya I: ShowHide

Upaya Kausalya

Pada saat itu, Sang Buddha menyapa Sang Sariputra setelah Beliau bangkit dari Perenungan-Nya dengan tenang dan damai :"Kebijaksanaan Para Buddha sangat dalam dan tak terbatas. Latihan Kebijaksanaan Mereka sungguh sulit untuk dimengerti dan ditembusi sehingga Para Sravaka dan PratyekaBuddha tidak mampu memahami-Nya. Karena betapapun juga Para Buddha itu telah bersahabat dengan Ratusan Ribu Koti yang tak terhitung dari Para Buddha yang telah dengan Sempurna melaksanakan Hukum Agung dari Para Buddha, dan yang dengan berani serta penuh semangat telah bergerak maju yang membuat Kemashuran Mereka menggema keseluruh semesta alam. Mereka telah menyempurnakan Hukum Agung yang belum pernah ada serta mengkhotbahkan-Nya setiap mendapat kesempatan, yang artinya sangat sulit untuk dimengerti. Wahai Sariputra ! Semenjak Aku menjadi Buddha, telah Aku bentangkan dan ajarkan secara panjang lebar dengan berbagai cara dan perumpamaan yang tak terhitung lagi jumlah-Nya dan telah Aku bimbing para umat agar mereka terlepas dari segala belenggu. Betapapun juga, Keluhuran dan Kebijaksanaan Paramita dari Sang Tathagata semuanya tiada cela.

Wahai Sariputra ! Kebijaksanaan Sang Tathagata sungguh Luas dan Agung, begitu dalam dan diluar jangkauan pikiran, Jiwa-Nya tiada bertepi, Ajaran-Nya tiada terhalangi, Kekuasaan-Nya, Keberanian-Nya, Meditasi-Nya, Penyelamatan-Nya, dan Perenungan-Nya, semua-Nya telah membuat Beliau mampu memasuki alam yang tiada berbatas serta menyempurnakan segala Hukum Kesunyataan.

Wahai Sariputra ! Sang Tathagata mampu membedakan segala sesuatu, mengkhotbahkan semua Hukum Kesunyataan dengan Sempurna, mampu mempergunakan Kata-Kata yang Lembut serta mampu membangkitkan Kegembiraan di dalam hati setiap umat. Wahai Sariputra ! Pada Hakekatnya, Sang Buddha telah menyempurnakan semua Hukum Kesunyataan yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya yang begitu dalam dan tak berbatas. Cukuplah wahai Sariputra, tiada gunanya Aku berkata lebih jauh lagi, karena Hukum Kesunyataan yang telah disempurnakan oleh Sang Buddha adalah Hukum Kesunyataan utama yang belum pernah ada, dan sulit untuk dipahami. Hanya Seorang Buddha dengan Seorang Buddha saja yang mampu menyelami Kenyataan Dari Segala Perwujudan, yaitu segala perwujudan yang memiliki bentuk sedemikian rupa, memiliki sifat sedemikian rupa, memiliki pengejawantahan sedemikian rupa, memiliki Kekuatan dan Fungsi yang sedemikian rupa, memiliki sebab utama dan sebab sekunder yang sedemikian rupa, memiliki akibat dan pahala yang sedemikian rupa serta memiliki dasar keseluruhan yang lengkap yang sedemikian rupa."

Pada saat itu, Sang Buddha yang berhasrat untuk memaklumkan Ajaran ini sekali lagi, bersabdalah Beliau dengan Syair:

"Betapa banyak-Nya Pahlawan-Pahlawan Dunia.
Yang mengabdi kepada Para Dewa dan manusia di alam ini.
Sesungguhnya semua mahluk hidup,
Tiada seorangpun mampu mengetahui,
Kekuatan dan Keberanian Sang Buddha,
Penyelamatan dan Perenungan Sang Buddha.

Meskipun Para Bodhisattva yang baru saja berPrasetya
Yang telah memuliakan Para Buddha yang tak terhitung.
Yang telah menyelami segala makna dan hakekat.
Yang mampu mengkhotbahkan Hukum dengan Sempurna,
Melimpah seperti padi dan jerami, bambu dan ilalang,
Memenuhi segala penjuru dunia dan semesta ini.

Seandainya, dengan Kebijaksanaan Ghaib yang berpadu dalam pikiran,
Selama berkalpa-kalpa yang jumlahnya seperti pasir Sungai Gangga,
Mereka semua bersama-sama merenungkan,
Merekapun tidak mampu memahami Kebijaksanaan Sang Buddha.
Meskipun Para Bodhisattva yang telah mencapai kesempurnaan,
Yang banyak-Nya seperti pasir Sungai Gangga.

Dengan pikiran bersatu Mereka menyelami bersama,
Namun Mereka tidak akan mampu mengerti.
Aku bersabda lagi kepada Sariputra:
'Hukum Yang Ghaib Dan Tiada Cela, dalam dan pelik
Telah Aku peroleh seluruh-Nya.
Hanya Aku yang mengetahui Kesunyataan-Kesunyataan ini,
Begitupun Para Buddha di alam semesta ini.

Ketahuilah, wahai Sariputra !
Ajaran-Ajaran dari Para Buddha tidaklah berbeda.
Di dalam Hukum-Hukum Kesunyataan yang telah dikhotbahkan Sang Buddha
Engkau harus menaruh Iman Kepercayaan yang dalam,
Karena sejauh itu setelah Ajaran pertama dari Sang Buddha
Beliau harus mengumandangkan Kebenaran Yang Sempurna'.

Aku menyapa seluruh Para Sravaka
Dan Para Pencahari Kendaraan KePratyekaBuddhaan,
Mereka yang telah Aku selamatkan dari belenggu-belenggu kesengsaraan
Dan yang telah mencapai Nirvana
'Sang Buddha senantiasa mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Kebijaksanaan-Nya,
Beliau menunjukkan Jalan Agung dengan Ajaran Tiga Vahana,
Semua umat yang mempunyai berbagai ikatan,
Beliau bimbing agar mencapai Kebebasan."

Di dalam Persidangan Agung itu terdapat Para Sravaka dan Para Arahat yang telah mencapai Kesempurnaan, yaitu Sang Ajnata Kaundinya beserta yang lain-lainnya yang berjumlah 1200 Orang, Para Bhikku, Bhikkuni, Upasaka dan Upasika yang telah berprasetya untuk menjadi Sravaka dan PratyekaBuddha, yang mereka Semua ini berpikir demikian : "Mengapa sekarang ini Sang Buddha benar-benar memuji Jalan Yang Bijaksana itu dengan begitu tulusnya dan mengutarakan Kata-Kata ini:'Hukum Kesunyataan yang telah diperoleh Sang Buddha sangat begitu dalam-Nya dan sulit untuk dimengerti. Apapun yang Beliau khotbahkan itu mempunyai makna yang sukar ditembus sehingga Para Sravaka dan PratyekaBuddha tidak mampu untuk memahami-Nya'. Namun demikian, Sang Buddha telah menyatakan bahwa hanya ada satu pembebasan yang tunggal dan Kamipun setelah memperoleh Hukum Kesunyataan ini dapat mencapai Nirvana. Tetapi Kami sekarang tidak mengerti kearah mana Prinsip itu menuju."

Pada saat itu, Sang Sariputra yang menyadari akan adanya keraguan di dalam Hati Keempat Kelompok dan menyadari akan Diri-Nya Sendiri yang tidak memahami maksud itu, maka berkatalah Beliau kepada Sang Buddha:"Yang Maha Agung ! Apakah kiranya yang menjadi sebab serta alasan mengapa Hukum Kesunyataan yang begitu dalam dan pelik dari Para Buddha yang dipuja dengan tulus sulit dipahami? Dari dahulu Hamba belum pernah mendengar Khotbah semacam itu dari Sang Buddha. Pada saat ini Keempat Kelompok Semua-Nya berada di dalam keraguan Hati, oleh karenanya berkenanlah kiranya Yang Maha Agung menjelaskan Hal ini, mengapa Yang Maha Agung memuji dengan sedemikian tulus terhadap Hukum Kesunyataan yang sangat begitu dalam dan pelik, yang sulit untuk dimengerti ini?"

Kemudian Sang Sariputra yang ingin mengulangi maksud ini sekali lagi, berkatalah Beliau dengan Syair :

"Duhai Mentari Kebijaksanaan ! Yang Maha Agung !
Sejauh ini Engkau telah mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan ini,
Dan telah menyatakan bahwa Engkau telah mencapai
Kekuatan, Keberanian dan Perenungan,
Meditasi, Kebebasan serta Hukum-Hukum Kesunyataan
Yang sulit dimengerti oleh orang lain.

Tentang Hukum Kesunyataan yang diperoleh pada Tahta Kebijaksanaan,
Tiada seorangpun yang mengajukan pertanyaan.
Tanpa Kami mohon, Engkau Sendiri telah bersabda,
Dengan memuji Jalan yang telah Engkau tempuh,

Bahwa Kebijaksanaan-Mu sangat Pelik
Yang telah diperoleh para Buddha, para Arahat
Dan Mereka yang sedang mencari Nirvana
Saat ini telah terjatuh kedalam jaring kebimbangan.
Mengapa Sang Buddha bersabda demikian itu ?

Para Pencahari kePratyekaBuddhaan,
Para Bhikku dan Bhikkuni,
Para Dewa, Naga dan Yaksa, Gandharva, Mahoraga
Para umat yang lain,
Saling mengulas dalam kebingungan,
Mengharapkan penjelasan Yang Maha Agung,
Apakah kiranya makna-Nya Hal ini ?
Kami berharap agar Sang Buddha menjelaskan-Nya.
Di dalam Persidangan Para Sravaka ini.

Sang Buddha bersabda Akulah Ketua dari Para Pengikut,
Tetapi sekarang Aku berada di dalam Kebijaksanaan-Ku Sendiri.
Berada di dalam keraguan dan tiada mampu memahami
Apakah ini merupakan Hukum Kesunyataan Yang Terakhir
Ataukah merupakan Jalan Yang Menuju Ke Sana.

Para Putra yang terlahir dari Mulut Sang Buddha
Dengan Tangan terkatub menanti dengan penuh harap.
Sudilah Sang Buddha mengumandangkan Suara Ghaib
Serta memaklumkan Kesunyataan itu sekarang juga.
Para Dewa, Naga, Yaksa, Raksasa, dan yang lainnya,
Yang banyaknya seperti pasir Sungai Gangga,
Para Bodhisattva yang telah berketetapan
Untuk menjadi Para Buddha.

Sejumlah Delapan Ribu Orang,
Juga, dari ribuan koti Negeri,
Para Raja Pemutar Roda Suci (Cakravatin) yang berada disini,
Dengan Tangan terkatub dan Hati yang takzim,
Berkeinginan untuk mendengar Jalan Sempurna."

Pada saat itu, Sang Buddha bersabda kepada Sang Sariputra :"Cukuplah, cukuplah, tiada gunanya berkata-kata lebih jauh lagi. Jika Aku membentangkan hal ini, maka seluruh dunia para dewa dan manusia semuanya akan terkejut dan bingung."

Sang Sariputra berkata lagi kepada Sang Buddha : "Yang Maha Agung ! Berkenanlah untuk membentangkan-Nya ! Sudilah untuk memaparkan-Nya ! Karena betapapun juga di dalam Persidangan Agung ini telah hadir ratusan ribu laksa koti asamkhyeya umat yang telah bertemu dengan Para Buddha yang Berindera Tajam dan BerKebijaksanaan Luhur. Jika saja mereka mendengar akan Ajaran Sang Buddha, maka mereka akan mampu mempercayai-Nya dengan takzim."

Kemudian Sang Sariputra mengutarakan lagi maksud ini, berkatalah Beliau dengan Syair :

"Duhai Raja Hukum Kesunyataan, Yang Maha Agung !
Sudilah kiranya menerangkan tanpa ragu-ragu !
Di dalam Persidangan Agung ini
Dimana hadir Para Umat tak terhitung jumlah-Nya.
Yang dapat meyakini-Nya dengan penuh Iman."

Sang Buddha bersabda lagi : "Cukuplah wahai Sariputra ! Jika Aku membentangkan hal ini, maka seluruh alam para dewa, manusia dan asura akan terkejut serta bingung dan para bhikku yang tinggi hati akan terjatuh kedalam neraka yang besar."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:01:10 PM
Upaya Kausalya II: ShowHide

Kemudian Sang Buddha bersabda lagi dengan Syair :

"Cukuplah, sudah, tiada gunanya berkata lagi,
Hukum Kesunyataan-Ku sangat dalam dan sulit diselami;
Mereka yang tinggi hati, ketika mendengar-Nya,
Tidak akan mempercayai-Nya dengan sungguh hati."

Kemudian Sang Sariputra berkata sekali lagi kepada Sang Buddha :"Yang Maha Agung ! Berkenanlah untuk membentangkan-Nya ! Sudilah untuk memaparkan-Nya ! Di dalam Persidangan sekarang ini telah hadir Orang-Orang yang setingkat dengan Hamba sejumlah ratusan ribu laksa koti yang di dalam kehidupan-Nya yang silam Mereka telah mengikuti Sang Buddha serta telah di bina oleh-Nya. Orang-Orang seperti ini sudah tentu dapat mempercayai-Nya dengan sesungguh hati dan sepanjang malam Mereka akan dapat beristirahat dengan tenang dan dalam banyak hal Mereka akan merasa mendapatkan Karunia Yang Besar."

Kemudian Sang Sariputra yang ingin mengutarakan lagi maksud ini, berkatalah Beliau dalam Syair :

"Yang Maha Agung dan Yang Maha Mulia !
Berkenanlah kiranya membentangkan Hukum Kesunyataan ini !
Hamba adalah Putera Tertua Sang Buddha.
Sudilah memaparkan-Nya secara berbeda.
Di dalam Persidangan ini telah hadir
Para Umat yang tak terhitung jumlahnya.
Yang mampu meyakini Hukum Kesunyataan ini dengan sepenuh hati.

Di dalam Kehidupan Sang Buddha yang silam, Beliau telah mengajar mahluk-mahluk ini.
Semuanya dengan sepenuh hati mengatupkan Tangan-Nya,
Ingin mendengar Sabda Sang Buddha.
Kami seluruhnya berjumlah 1200 Orang
Serta lain-lain-Nya yang bertetap hati untuk menjadi Para Buddha.
Semoga, demi Para Umat ini,
Berkenan untuk menjelaskan-Nya secara berbeda-beda.
Jika Mereka semua mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Mereka akan sangat bergembira."

Pada saat itu Sang Buddha menyapa Sang Sariputra :"Karena Engkau dengan tulus hati telah tiga kali mengulangi Permohonan-Mu, maka bagaimana mungkin Aku dapat menolak untuk mengatakan-Nya. Sekarang dengarkanlah dengan sepenuh hati, renungkan dan ingat-ingatlah ! Aku akan membeda-bedakan-Nya dan menjelaskan-Nya untuk-Mu."

Ketika Beliau selesai bersabda demikian ini, kemudian di dalam Persidangan itu bangkitlah 5000 bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika dari tempat duduknya dengan segera bersujud kepada Sang Buddha, setelah itu mereka mengundurkan diri. Karena akar kedosaan yang ada di dalam diri orang-orang ini sangat begitu dalam dan sifat sombongnya sangat besar sehingga mereka berpendapat bahwa mereka telah memperoleh apa yang sebenarnya belum mereka dapatkan dan telah membuktikan apa yang sebenarnya belum mereka buktikan. Karena kedosaan-kedosaan seperti ini maka mereka tidak ingin tetap berada disitu dan Sang Buddha sendiri diam dan tidak menghentikan mereka.

Kemudian Sang Buddha menyapa Sang Sariputra : "Sekarang di dalam Persidangan ini Aku bersih dari segala ranting dan daun yantg tidak berguna dan tidak memiliki sesuatupun lagi kecuali Kebenaran dan Kesunyataan Yang Murni. Merupakan sesuatu hal yang baik wahai Sariputra, bahwa orang-orang yang amat tinggi hati itu telah pergi. Sekarang dengarkanlah dengan cermat dan Aku membentangkan hal itu kepada-Mu."

Sang Sariputra berkata:"Begitulah Yang Maha Agung, dan Hamba ingin mendengarkan-Nya dengan hati penuh gembira."

Sang Buddha menyapa Sang Sariputra:"Hukum Kesunyataan Yang Mengagumkan seperti ini hanya dikhotbahkan oleh Para Buddha Tathagata pada kesempatan yang langka terjadi, seperti halnya Bunga Udumbara yang hanya terlihat sekali saja dalam jangka waktu yang panjang. Wahai Sariputra, dan Kalian Semua, percayalah Pada-Ku bahwa di dalam Ajaran Sang Buddha tidak terdapat satupun Ajaran yang palsu. Wahai Sariputra, makna dari Hukum-Hukum Kesunyataan yang telah diterangkan oleh Para Buddha pada setiap kesempatan itu, sangatlah sulit diselami, karena Aku membentangkan segala Hukum Kesunyataan dengan cara Yang Bijaksana yang tak terhitung jumlah-Nya serta dengan berbagai alasan dan pengutaraan yang penuh dengan peribaratan. Hukum-Hukum Kesunyataan ini tidak dapat dijangkau dengan daya pikir pembedaan, dan hanyalah Para Buddha saja yang mampu memahami-Nya. Karena Para Buddha Yang Agung itu hanya muncul di dunia ini karena sebab-sebab yang luar biasa saja. Wahai Sariputra, tahukah Engkau sebab-Nya mengapa Aku katakan bahwa Para Buddha Yang Agung ini hanya muncul di dunia ini hanya karena Satu Alasan yang penting saja ? Hal itu karena Para Buddha Yang Agung ini berkehendak untuk membuat semua mahluk hidup agar membuka matanya terhadap Pengetahuan Sang Buddha sehingga mereka dapat mencapai Jalan Yang Suci. Oleh karena Itulah Mereka muncul di dunia, karena Mereka ingin membuat para mahluk hidup memasuki Jalan Kebijaksanaan Sang Buddha, maka Mereka muncul di dunia. Wahai Sariputra, inilah sebabnya mengapa Para Buddha itu muncul di dunia ini hanya karena sebab-sebab yang sangat besar saja."

Sang Buddha menyapa Sang Sariputra:"Para Buddha Tathagata itu hanya mengajar Para Bodhisattva saja. Apapun yang Mereka lakukan senantiasa hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk mengambil Pengetahuan Sang Buddha dan membentangkan-Nya kepada semua umat. Wahai Sariputra ! Sang Tathagata hanya dengan sarana atau vahana Buddha saja mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan kepada seluruh mahluk hidup, jadi tidak terdapat Kendaraan lainnya, baik Kendaraan kedua maupun yang ketiga. Hukum-Hukum Kesunyataan dari Semua Para Buddha di alam semesta ini juga demikian hal-Nya. Wahai Sariputra ! Pada masa yang silam Para Buddha itu telah mengkhotbahkan Hukum-Hukum Kesunyataan ini dengan banyak cara dan dengan berbagai alasan serta ungkapan-ungkapan ibarat demi semua mahluk hidup. Seluruh Hukum-Hukum Kesunyataan ini hanya diperuntukkan bagi Satu Kendaraan Buddha sehingga para mahluk hidup yang telah mendengar Hukum dari Para Buddha itu pada akhirnya dapat memperoleh Pengetahuan Yang Sempurna.

"Wahai Sariputra ! Para Buddha yang akan datang harus turun ke dunia ini juga akan membentangkan Hukum-Hukum Kesunyataan dengan banyak Cara Yang Bijak yang tak terhitung jumlah-Nya serta dengan berbagai macam alasan dan ungkapan-ungkapan perumpamaan, demi semua umat. Semua Hukum-Hukum Kesunyataan ini hanya bagi Satu Kendaraan Buddha sehingga para mahluk hidup yang mendengar Hukum Kesunyataan dari Para Buddha itu akan dapat memperoleh Pengetahuan Yang Sempurna pada akhirnya.

"Wahai Sariputra ! Para Buddha Yang Maha Agung yang berjumlah Ratusan Ribu Laksa Koti itu saat ini berada di dalam Kawasan Buddha di alam semesta, yang Mereka itu sedang menyelamatkan dan menggembirakan hati semua umat, Para Buddha ini juga membentangkan Hukum-Hukum Kesunyataan demi semua mahluk hidup dengan banyak Cara Yang Bijaksana yang tak terhitung jumlah-Nya dan dengan berbagai alasan serta ungkapan-ungkapan peribaratan. Semua Hukum Kesunyataan ini hanya untuk Satu Kendaraan Buddha sehingga semua mahluk hidup yang mendengar Hukum Kesunyataan dari Para Buddha itu dapat memperoleh Pengetahuan Yang Sempurna pada akhirnya.

"Wahai Sariputra ! Para Buddha ini hanya mengajar Para Bodhisattva saja karena ingin untuk menunjukkan pada mahluk hidup akan Pengetahuan Sang Buddha, karena ingin untuk membuat seluruh mahluk hidup mengetahui tentang Pengetahuan Sang Buddha, dan karena ingin untuk membuat semua umat agar memasuki Jalan Pengetahuan Sang Buddha. Wahai Sariputra ! Saat ini, Akupun juga seperti Mereka. Karena mengetahui bahwa semua umat memiliki berbagai ragam keinginan yang melekat dalam-dalam di dalam jiwa mereka, maka sesuai dengan kemampuannya, Aku telah membentangkan Hukum-Hukum Kesunyataan dengan berbagai macam Alasan, Ungkapan-Ungkapan, Peribaratan dan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijak. Wahai Sariputra ! Semua Ajaran-Ajaran itu dimaksudkan untuk memantapkan Pengetahuan Yang Sempurna dari Satu Kendaraan Buddha. Wahai Sariputra ! Diseluruh alam semesta ini sesungguhnyalah tidak terdapat 2 Kendaraan, apalagi yang ketiga.

"Wahai Sariputra ! Para Buddha selalu turun di dalam masa yang jahat dari 5 kehancuran, yaitu kehancuran kalpa, kehancuran karena kesengsaraan, kehancuran semua mahluk hidup, kehancuran pendapat dan kehancuran usia hidup. Dengan demikian wahai Sariputra ! Karena di dalam masa kehancuran kalpa yang menggelisahkan itu semua umat menjadi begitu bernoda karena rasa tamak dan iri yang membawa mereka kearah kedewasaan setiap akar kejahatan, maka Para Buddha dengan segala Kekuatan-Kekuatan Yang Penuh Kebijaksanaan dan di dalam Satu Kendaraan Buddha menerangkan dan memperbeda-bedakan ke-Tiga Kendaraan. Wahai Sariputra ! Jika Para Pengikut-Ku yang menyebut dirinya sebagai Arhat ataupun PratyekaBuddha, maka mereka tidak akan mendengar ataupun mengerti bahwa Para Buddha Tathagata hanya mengajar Para Bodhisattva saja dan orang-orang ini bukanlah pengikut Sang Buddha maupun Arahat ataupun PratyekaBuddha.

"Lagu, Wahai Sariputra ! Jika Para Bhiksu dan Bhiksuni yang menyatakan bahwa mereka telah menjadi Arhat dan berkata, 'Inilah penitisan kami yang terakhir, sebelum mencapai Nirvana,' dan kemudian mereka tidak berusaha lagi untuk mencari Penerangan Agung, maka ketahuilah bahwa golongan ini semuanya sangat sombong. Karena betapapun juga tidak ada hal yang seperti itu sebagai seorang bhikku yang telah benar-benar mencapai KeArhatan meskipun Ia tidak meyakini Hukum Kesunyataan ini. Tetapi terdapat perkecualian jika setelah Kemokshaan Sang Buddha tidak terdapat Seorang Buddha lagi yang hadir. Karena sesudah Kemokshaan Sang Buddha nanti, sangatlah begitu sulit untuk mencari seseorang yang dapat menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan serta menjelaskan makna dari Sutta-Sutta semacam ini. Hanya jika mereka bertemu dengan Para Buddha yang lain, barulah mereka dapat memperoleh pemecahan masalah di dalam Hukum Kesunyataan yang sama ini. Wahai Sariputra ! Dengan sepenuh hati engkau harus meyakini dan meresapi, menerima dan memelihara Ajaran Sang Buddha. Tiada satupun Ajaran Para Buddha Tathagata yang palsu dan tidak terdapat Kendaraan lain kecuali Satu Kendaraan Buddha."

Pada saat itu Yang Maha Agung ingin untuk memaklumkan Ajaran ini sekali lagi, maka bersabdalah Beliau dengan Syair:

"Para Bhikku dan Bhikkuni
Yang pikirannya penuh kesombongan,
Para Upasaka yang dihinggapi keangkuhan,
Para Upasika yang terselimuti rasa ketidak-percayaan,
Keempat Kelompok seperti ini,
Berjumlah 5000 orang,
Yang tidak menyadari kesalahannya
Dan kekeliruan akan Titah-Titah Ajaran,
Hanya terpancang pada pendapat-pendapatnya yang salah saja,
Kecerdasan-kecerdasan kecil yang mereka tunjukkan itu,
Merupakan sampah Persidangan, yang tak berguna.
Karena Kebijaksanaan Agung dari Sang Buddha terpancar
Mereka malahan mengundurkan diri.
Orang-orang yang memiliki rasa kesadaran yang kecil ini,
Tiada mampu menerima Hukum Kesunyataan ini.
Sekarang Persidangan tidak lagi mempunyai ranting dan daun,
Kecuali Mereka yang setia dan beriman.
Wahai Sariputra ! Dengarkanlah dengan cermat.
Hukum-Hukum yang telah diperoleh Para Buddha,
Dengan Kekuatan-Kekuatan Agung-Nya Yang Bijaksana,
Mereka khotbahkan bagi semua umat.

Pikiran-Pikiran apapun yang ada di dalam batin mereka,
Segala jalan yang mereka tempuh
Betapapun ragam keinginan mereka,
Serta karma-karma mereka yang silam, baik maupun buruk,
Sang Buddha mengetahui semuanya dengan sempurna.
Dengan berbagai ragam alasan dan perumpamaan,
Cara dan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijak,
Beliau membuat mereka semua bergembira,
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:01:18 PM
Upaya Kausalya III: ShowHide

Dengan mengkhotbahkan segala Sutta-Sutta,
Atau gatha, atau sesuatu yang terdahulu,
Atau kisah kelahiran, atau hal-hal yang belum pernah ada,
Dan juga mengkhotbahkan dengan alasan-alasan,
Dengan perumpamaan dan gaya
Serta dengan tulisan-tulisan upadesa.
Orang-orang bodoh yang menyukai hukum-hukum hina,
Yang dengan serakah mendambakan diri pada kebendaan,
Yang dibawah asuhan Para Buddha yang tak terhitung,
Tidak berjalan diatas Hukum Kesunyataan Yang Dalam dan Ghaib,
Yang tertimpa oleh segala jenis kesengsaraan.

Karena hal ini, Aku mengkhotbahkan tentang Nirvana.
Aku telah menerapkan Cara-Cara Yang Penuh Kebijaksanaan
Untuk mempermudah mereka memasuki Kebijaksanaan Sang Buddha.
Tetapi belum pernah Aku Sabdakan, 'Kalian semua akan mencapai Jalan KeBuddhaan.'
Alasan mengapa Aku tidak pernah bersabda demikian itu.
Ialah bahwa waktu untuk mengatakannya belumlah tiba.

Tetapi sekarang inilah masanya,
Dan Aku telah berketetapan untuk mengkhotbahkan Kendaraan Agung
Sembilan bagian Hukum Kesunyataan-Ku ini
Dikhotbahkan menurut kemampuan semua umat
Yang semuanya merupakan Pengenalan akan Kendaraan Agung,
Oleh karenanya Aku khotbahkan Sutta ini.

Terdapat para Putera Buddha yang berpikiran suci,
Yang berwatak lembut dan cerdas,
Dan yang, di dalam Kawasan-Kawasan Buddha yang tak terhitung jumlah-Nya,
Telah menempuh Jalan Yang Agung dan Ghaib,
Atas nama para Putera Buddha ini
Atau berkhotbah tentang Sutta Kendaraan Agung ini.
Dan Aku tetapkan bahwa orang-orang seperti ini
Di dalam dunia yang mendatang akan mencapai Jalan KeBuddhaan.
Atas Kepercayaan Mereka yang dalam akan Sang Buddha,
Dan pemeliharaan Titah-Titah Suci,
Mereka ini, ketika mendengar bahwa Mereka akan menjadi Para Buddha,
Semuanya dihinggapi kegembiraan yang besar.
Sang Buddha mengetahui batin dan tindak Mereka,
Karenanya Beliau mengkhotbahkan Kendaraan Agung kepada Mereka.
Jika Para Sravaka maupun Bodhisattva
Mendengar Hukum Kesunyataan yang Aku khotbahkan,
Meskipun hanya sebait Syair saja,
Tanpa ragu-ragu lagi Mereka semua akan menjadi Buddha,
Di dalam Kawasan Sang Buddha di alam semesta ini
Hanya terdapat Satu Kendaraan Hukum Kesunyataan saja,
Tidak ada yang kedua maupun yang ketiga,
Kecuali Ajaran-Ajaran Yang Bijaksana dari Sang Buddha.

Tetapi dengan ungkapan-ungkapan sementara
Beliau telah membimbing semua mahluk hidup,
Dengan membentangkan Kebijaksanaan Sang Buddha.

Pada saat munculnya Para Buddha di dunia
Hanya inilah satu-satunya yang benar,
Karena dua yang lain tidaklah benar.
Mereka tiada pernah dengan Kendaraan kecil
Menyelamatkan semua mahluk hidup.

Sang Buddha Sendiripun berada di dalam Kendaraan Agung,
Sesuai dengan Hukum yang telah Beliau peroleh,
Terhiasi dengan daya Meditasi dan Kebijaksanaan,
Dan dengan itu Beliau menyelamatkan semua umat.

Aku, setelah menyatakan Jalan Agung,
Kendaraan Agung, Hukum seluruh alam,
Seandainya Saya bertukar Kendaraan kecil
Meskipun hanya seorang manusia,
Aku akan terjatuh dalam penyesalan,
Sesuatu hal yang tidak boleh terjadi.
Jika seseorang berubah kepercayaan
Untuk kemudian percaya pada Sang Buddha,
Sang Tathagata tidak akan menipu mereka,
Karena Beliau tidak memiliki perasaan serakah dan iri,

Dan Beliaupun bebas dari segala akibat Hukum.
Jadi Sang Buddha, di alam semesta,
Merupakan Manusia yang benar-benar tiada cela.
Aku, dengan Tanda-Tanda yang menghiasi Tubuh-Ku,
Dengan Sinar-Nya menerangi dunia,
Dan Aku dimuliakan oleh para umat yang tak terhitung jumlahnya,
Kepada mereka Aku khotbahkan tentang Rahasia Kesunyataan.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Dahulu kala Aku berPrasetya,
Karena ingin membuat seluruh mahluk
Menduduki Tingkatan yang sama dengan-Ku tanpa ada perbedaan,
Sesuai dengan Prasetya yang Aku ucapkan dahulu,
Sekarang Seluruh-Nya telah terpenuhi,
Untuk merubah semua para umat
Dan membimbingnya memasuki Jalan KeBuddhaan.
Bilamanapun juga Aku bertemu dengan setiap umat
Aku ajar mereka dengan Jalan keBuddhaan.

Tetapi orang bodoh tetap saja bingung
Dan tersesat karena tidak pernah menerima Ajaran-Ku.
Aku tahu bahwa mahluk-mahluk ini semua
Tiada pernah menjalankan dasar-dasar Kebajikan,
Terpancang kokoh pada kelima keinginan,
Dan melalui kebodohan, mereka berada dalam kesengsaraan,
Karena alasan-alasan nafsu-nafsu keinginan ini,
Mereka terjatuh kedalam tiga jalan iblis,
Pada perpindahan dalam 6 bentuk perwujudan,
Mereka menderita kesengsaraan yang hebat,
Diterima di dalam rahim dalam bentuk yang hina,
Kehidupan demi kehidupan mereka berkembang
Berkepribadian nista dan berkebahagiaan kecil,
Mereka tertindih oleh segala penderitaan,
Mereka telah memasuki pandangan yang salah,
Seperti 'ada' dan 'tiada',
Bersandar pada 62 pandangan-pandangan yang keliru ini,

Mereka terbenam dalam-dalam pada pandangan yang keliru ini,
Memeganginya dengan kuat tanpa mampu melepaskannya.
Keangkuhan dan kesombongan,
Rasa curiga, tidak jujur dan rasa tidak percaya,
Selama ribuan dan jutaan kalpa
Mereka tidak mendengar Hukum Yang Benar,

Orang-orang seperti ini sukar untuk diselamatkan.
Oleh karena alasan ini wahai Sariputra !
Aku tetapkan Cara Yang Bijaksana bagi mereka,
Dengan memaklumkan jalan untuk mengakhiri penderitaan,
Mengajarkannya melalui Ajaran Nirvana.
Meskipun Aku menyatakan tentang Nirvana,
Namun itu bukanlah Kemokshaan Yang Sejati.
Segala perwujudan, dari permulaan,
Senantiasa bersifat Nirvana.

Jika Seorang Putera Buddha telah memenuhi Tugas-Nya,
Di dalam dunia mendatang Ia akan menjadi Seorang Buddha.
Hanya dengan Cara-Ku Yang Penuh Kebijaksanaan saja,
Benar-benar Aku wujudkan/maklumkan Tiga Kendaraan Hukum.
Karena Semua Para Yang Maha Agung
Semua-Nya membentangkan Satu Kendaraan Agung.

Sekarang biarlah di dalam Persidangan Agung ini
Semuanya terlepas dari rasa ragu dan bingung.
Para Buddha tidaklah berbeda Pernyataan-Nya,
Hanyalah ada Satu Kendaraan dan tidak ada yang kedua.
Berkalpa-kalpa yang tak terhitung jumlahnya yang telah lalu,
Para Buddha yang telah moksha yang tanpa bilangan banyak-Nya,
Beratus, beribu, dan berjuta,
Jumlah-Jumlah itu tidak dapat dihitung.

Semua Para Yang Maha Agung seperti ini,
Dengan berbagai alasan dan perumpamaan,
Dengan Kekuatan Kebijaksanaan yang banyak sekali,
Telah memaklumkan beraneka ragam Hukum Kesunyataan.
Tetapi semua Yang Maha Agung ini
Memaklumkan Satu Kendaraan Hukum Kesunyataan,
Dengan merubah para umat yang tak terhitung jumlahnya,
Untuk memasuki jalan KeBuddhaan.

Lebih-lebih lagi, Para Yang Maha Mulia itu,
Mengetahui seluruh alam-alam
Alam Para Dewa, manusia dan mahluk-mahluk lainnya
Yang benar-benar memiliki hasrat di dalam hatinya,

Dengan berbagai Kebijaksanaan,
Membantu membentangkan prinsip yang pertama itu.
Jika ada mahluk-mahluk hidup
Yang telah bertemu dengan Para Buddha yang terdahulu
Seandainya setelah mendengar Hukum Kesunyataan itu,
Mereka sudah memberikan dana,
Jika Mereka menjaga Titah-Titah dan memelihara-Nya,
Bersifat penuh semangat, Meditasi dan Bijaksana,
Karena telah memiliki bermacam Jalan Kebahagiaan dan Keluhuran ini,
Mahluk-mahluk seperti ini
Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan.

Setelah Kemokshaan Para Buddha,
Orang-orang yang berjiwa Welas asih dan Lembut
Umat yang telah menegakkan Kebenaran
Semuanya telah memperoleh Jalan KeBuddhaan.
Setelah Kemokshaan Para Buddha,

Mereka yang memuliakan Peninggalan-Peninggalan-Nya,
Dan mendirikan berkoti macam Stupa,
Dengan emas, perak dan kristal,
Dengan batu bulan dan lapis lazuli,
Dengan indahnya menghiasi setiap Stupa,
Mereka yang membangun Candi-Candi batu,
Kayu Cendana dan Kayu Gaharu,
Kayu elang dan kayu-kayu lainnya,
Dari bata, genteng dan tanah liat,
Ataupun mereka yang di dalam hutan belantara
Mengonggok tanah untuk Candi Para Buddha,
Bahkan anak-anak, dalam permainannya,
Yang mengumpulkan pasir untuk membuat sebuah Stupa Buddha,
Mereka ini telah mencapai Jalan KeBuddhaan.

Jika para manusia, demi Buddha,
Telah mengembangkan cita-citanya,
Yang terhiasi dengan tanda-tanda khusus,
Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan.
Ataupun mereka yang dengan 7 benda berharga,
Dengan kuningan, tembaga merah dan putih,
Dengan lilin, timah hitam dan timah putih,
Dengan kayu besi dan tanah liat,
Ataupun dengan olesan pernis,
Telah menghiasi dan membuat gambaran dari Para Buddha,
Mereka ini telah mencapai Jalan KeBuddhaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:01:28 PM
Upaya Kausalya IV: ShowHide

Bahkan anak-anak yang pada saat bermain,
Yang, baik dengan rerumputan, kayu maupun pena,
Ataupun dengan kuku jari,
Telah menggambar Lukisan Buddha,
Orang-Orang ini semua
Sedikit demi sedikit mengumpulkan Pahala,
Dan menyempurnakan Jiwa Welas Asih Yang Agung,
Semuanya telah mencapai Jalan KeBuddhaan,

Sesungguhnyalah, dengan mempengaruhi Para Bodhisattva,
Untuk menyelamatkan umat yang tak terhitung jumlahnya.
Jika Seseorang, memuliakan dengan hati sujud,
Gambar-Gambar Lukisan Buddha indah, Stupa-Stupa dan Candi
Dengan bebungaan, dedupaan, bendera dan payung,
Atau menyuruh orang lain untuk memainkan musik,
Menabuh genderang, meniup terompet tanduk dan siput,
Seruling tiup dan peluit, memainkan kecapi, dan harpa,
Gitar, gong dan canang,
Seluruh bunyi-bunyi ghaib seperti ini,
Semuanya dimainkan sebagai penghormatan;
Atau dengan hati yang penuh kegembiraan,
Dengan bernyanyi, telah memuji jasa-jasa Para Buddha
Meskipun dengan suara pelan,
Merekapun juga telah mencapai Jalan KeBuddhaan.

Bahkan Seseorang yang, dengan pikiran yang kacau,
Hanya dengan sekuntum bunga,
Telah memuliakan Lukisan Sang Buddha itu,
Sedikit demi sedikit Ia akan melihat Para Buddha,
Ataupun Mereka yang telah mempersembahkan puja dan puji,
Seandainya hanya dengan merangkapkan tangannya saja,
Ataupun bahkan mengangkat satu tangannya,
Ataupun dengan sedikit menundukkan kepala,
Dengan itu Ia melihat Para Buddha,
Mencapai Jalan Agung,

Menyelamatkan para umat yang begitu besarnya,
Dan memasuki Nirvana yang tak berwujud,
Seperti halnya jika kayu bakar habis maka matilah sang api.
Jika terdapat seseorang dengan pikiran kalut
Memasuki Stupa ataupun Candi
Dan menangis meskipun hanya mengucapkan 'Namah Buddha,'
Ia telah mencapai jalan KeBuddhaan.

Jika terdapat Seseorang, dari Para Buddha yang telah silam,
Baik masih hidup maupun sudah moksha,
Telah mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Mereka semua telah mencapai Jalan KeBuddhaan.
Semua Para Buddha yang akan datang,
Yang berjumlah tak terbatas,
Seluruh Tathagata-Tathagata ini
Juga mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan dengan Cara-Cara Yang Bijak
Menyelamatkan semua mahluk hidup
Agar memasuki Kebijaksanaan Buddha Yang Tiada Cela

Dari Mereka yang mendengar Hukum Kesunyataan
Tidak ada seorangpun yang gagal menjadi seorang Buddha.
Inilah Prasetya asli dari Para Buddha,
'Dengan Jalan Buddha yang Aku tempuh,
Aku ingin membuat semua mahluk di alam semesta
Untuk mencapai Jalan yang sama berbarengan dengan-Ku.'
Meskipun Para Buddha di masa-masa yang akan datang
Memaklumkan ratusan, ribuan, berkoti-koti,
Rentetan Ajaran yang tak terhitung jumlah-Nya,
Pada nyatanya hanya terdapat satu Kendaraan.
Para Buddha, Yang Maha Agung,
Mengetahui bahwa tidak ada sesuatupun yang memiliki perwujudan yang bebas

Bahwa benih-benih KeBuddhaan timbul dari suatu sebab,
Sehingga Mereka membentangkan Satu Kendaraan.
Segala sesuatu berada pada susunannya yang tertentu,
Oleh karena itu dunia ada selama-lamanya.

Setelah mengetahui hal ini atas Tahta Kebijaksanaan,
Para Pemimpin memaklumkan-Nya dalam Cara Yang Bijak.
Pada siapa para dewa dan manusia memuliakan,

Para Buddha sekarang yang berada di alam semesta,
Yang Jumlah-Nya seperti pasir-pasir Sungai Gangga,
Dan yang muncul di dunia
Untuk menjadi Relief segala mahluk hidup,
Merekapun memaklumkan Hukum Kesunyataan seperti ini.
Karena mengetahui KeAgungan Nirvana,
Meskipun karena Kekuatan-Kekuatan Mereka Yang Bijak,
Mereka melakukan berbagai macam Cara,
Sesungguhnya Cara-Cara itu hanyalah Satu Kendaraan Buddha.

Karena mengetahui tingkah semua umat,
Apapun yang telah mereka kembangkan di masa yang silam,
Kecendrungannya dan Semangatnya,
Dan kemampuan mereka, cerdas maupun bodoh,
Dengan berbagai macam cara,
Perumpamaan dan kisah-kisah,
Sehingga mereka dapat menerima
Demikianlah Mereka telah mengajar dengan Bijak.

Pun pula Aku sekarang, dengan cara yang sama,
Demi keselamatan para mahluk hidup,
Melalui berbagai Ajaran,
Memaparkan Jalan KeBuddhaan.
Aku, dengan Kekuatan-Ku Yang Bijak,
Mengetahui sifat dan kecendrungan semua umat,
Secara Bijaksana Aku maklumkan Hukum-Hukum Kesunyataan
Yang membuat semua mahluk memperoleh Kebahagiaan.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Aku karena mengamati dengan Mata Buddha,
Mengetahui para umat yang berada dalam 6 bentuk perwujudan,
Sengsara serta tanpa Kebahagiaan dan Kebijaksanaan,
Berada di dalam jalan kebinasaan yang berbahaya,
Dalam penderitaan yang terus menerus yang tiada berujung,
Dengan eratnya terikat pada kelima keinginan
Seperti lembu yang mengurus ekornya,
Tercekik oleh keserakahan dan kebirahian,
Terbutakan dan tiada mampu melihat apapun jua,
Mereka tidaklah mencari Sang Buddha, Yang Maha Kuasa,
Serta Hukum Kesunyataan untuk mengakhiri kesengsaraan.
Sebaliknya dengan dalamnya terjatuh kedalam bidah-bidah,
Dan mencari dengan penuh penderitaan agar terhindar dari penderitaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:01:38 PM
Upaya Kausalya V: ShowHide


Demi seluruh mahluk ini,
Hati-Ku merasa sangat Kasihan.
Pada pertama kali Aku duduk diatas Tahta Kebijaksanaan,
Dengan memandang Pohon itu dan berjalan mengitari-Nya,
Selama 3 kali 7 hari,
Aku merenungkan masalah-masalah seperti ini;

'Kebijaksanaan yang telah Aku peroleh sangat begitu Menakjubkan dan begitu Agung.
Tetapi semua umat begitu rendah kemampuannya,
Terikat oleh nafsu dan terbutakan oleh ketidak tahuan.
Golongan mahluk-mahluk seperti ini,
Bagaimana mereka dapat diselamatkan ?'

Kemudian semua Raja Brahma
Dan Sang Sakra dari seluruh Para Dewa,
Keempat Mahluk Dewa yang menjaga dunia,
Juga Dewa Sang Maha Raja Agung Mahesvara dan Isvara,
Dan seluruh Mahluk-Mahluk Surga yang lain,
Beserta ratusan ribu laksa pengikut,
Dengan takzimnya menghormati dengan Tangan terkatub,
Dengan memohon-Ku agar memutar Roda Hukum Kesunyataan.

Kemudian Aku merenung dalam Diri-Ku Sendiri:
'Seandainya Aku hanya memuja Kendaraan Buddha saja,
Semua umat yang jatuh kedalam kesengsaraan,
Tidak akan mampu mempercayai Hukum Kesunyataan ini,
Dan dengan melanggar Hukum Kesunyataan lewat ketidak percayaan,
Akan terjatuh kedalam 3 jalan iblis.
Lebih baik Aku tidak mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan itu,
Tetapi masuk Nirvana saja dengan segera.

Namun ketika Aku ingat akan apa yang telah dilakukan oleh
Para Buddha Yang Terdahulu dengan Kekuasaan-Kekuasaan Mereka Yang Bijak,
Aku berpikir : Jalan yang telah Aku capai
Harus Aku khotbahkan sebagai Tiga Kendaraan.'
Sementara Aku sedang merenung demikian itu,
Seluruh Para Buddha di alam semesta bermunculan
Dan dengan Suara Yang Maha Mulia, Mereka menggembirakan Aku

'Bagus sekali ! Wahai Sang Sakyamuni Buddha !
Pemimpin Utama Tiada Tandingan !
Setelah mencapai Hukum Kesunyataan Yang Agung ini,
Engkau telah mengikuti Semua Para Buddha
Dalam mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijaksana.
Kamipun juga telah memperoleh,

Hukum Kesunyataan Yang Maha Menakjubkan dan Agung ini,
Tetapi demi beberapa golongan mahluk,
Kami membagi dan mengkhotbahkan-Nya dalam 3 Kendaraan.
Mereka yang berkebijaksanaan rendah, yang menyukai hukum-hukum hina,
Tidaklah percaya bahwa mereka dapat menjadi Para Buddha,
Oleh karenanya, dengan Cara-Cara Yang Arif,
Kami membagi dan mengkhotbahkan hasil-hasil yang wajar.
Meskipun Kami juga memaklumkan KeTiga Kendaraan,
Hal itu hanyalah untuk Ajaran Para Bodhisattva saja.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Demi mendengar Ajaran-Ajaran dari Para Singa Mulia itu,
Yang begitu Jelas dan Ghaib,
Aku menghormati Mereka, 'Terpujilah Para Buddha.'
Dan kembali merenungkan begini,
'Karena telah terjun kedalam dunia yang jahat dan menggelisahkan,
Aku, sesuai dengan Titah Para Buddha,
Akan melanjutkan-Nya juga dengan Patuh.'

Setelah selesai merenungkan hal ini,
Dengan segera Aku pergi ke Varanasi.
Alam Nirvana dari segala perwujudan,
Yang Tiada Dapat Diutarakan,
Aku, dengan kemampuan-Ku Yang Bijaksana,
Berkhotbah kepada Kelima Bhikku.
Inilah yang disebut Pemutaran Roda Dharma Yang Pertama.
Sesudah mana terdapatlah kabar tentang Nirvana
Dan juga tentang Nama-Nama Arahat yang terpisah,
Nama Dharma dan Nama Samgha.
Selama berkalpa-kalpa yang panjang
Aku telah memuja dan menunjukkan Hukum Nirvana
Untuk Penghentian Yang Abadi dari kesengsaraan para mahluk;
Oleh karena itu telah Aku sabdakan dengan tiada henti-hentinya.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Ketika Aku melihat Para Putera Buddha
Yang bertekad untuk mencari Jalan KeBuddhaan,
Selama ribuan dan laksaan koti yang tanpa hitungan,
Semuanya dengan hati takzim,
Mendekati Sang Buddha;
Mereka telah mendengar dari Para Buddha
Hukum Kesunyataan yang telah Mereka terangkan dengan Sempurna.

Kemudian Aku menyadari Pikiran ini:
'Alasan mengapa Sang Tathagata muncul ialah
Untuk mengkhotbahkan Kebijaksanaan Sang Buddha,
Sekaranglah saatnya.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Orang-orang yang bodoh, yang tolol,
Orang-orang yang terikat pada keduniawian dan kesombongan
Tidak akan dapat mempercayai Hukum Kesunyataan ini.

Tetapi sekarang Aku gembira dan tiada bimbang,
Di tengah-tengah Para Bodhisattva,
Dengan jujur menyingkirkan Kebijaksanaan
Dan hanya memaklumkan Jalan Agung.

Kalian Para Bodhisattva yang mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Semuanya telah tersingkirkan dari jaring-jaring keraguan,
Kalian Para Arahat yang berjumlah 1200
Semua-Nya akan menjadi Para Buddha.

Dengan cara yang sama bahwa Para Buddha yang silam, sekarang dan yang mendatang, mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan,
Begitu juga Aku sekarang,
Mengkhotbahkan Hukum yang tidak dapat dibagi-bagi.

Munculnya Para Buddha di dunia
Adalah berjauhan dan jarang terjadi
Ketika Mereka benar-benar turun di dunia,
Pun dengan kelangkaan Mereka mengkhtobahkan Hukum Kesunyataan ini.
Bahkan sampai berkalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya,
Jaranglah Hukum Kesunyataan ini dapat di dengar,
Dan Mereka yang mampu mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Orang-Orang seperti ini juga jarang.
Hal ini seperti Bunga Udumbara
Yang semua umat menyenangi dan menikmati,
Jarang terlihat oleh para dewa dan manusia,
Yang muncul sekali dalam waktu yang panjang.
Begitulah Dia yang setelah mendengar Hukum Kesunyataan ini.
Kemudian memuja-Nya dengan penuh kegembiraan,

Serta mengucapkan-Nya meskipun hanya sepatah kata saja,
Dia yang telah memuliakan
Semua Para Buddha di dalam KeTiga Dunia.
Orang seperti ini sangatlah jarang,
Lebih jarang dari Bunga Udumbara.
Bebaskanlah dirimu dari kebimbangan;

Akulah Raja Hukum Kesunyataan
Dan menyatakan pada seluruh Persidangan;
'Aku, hanya dengan Satu Kendaraan Agung,
Mengajar Para Bodhisattva,
Dan tidak memiliki Seorang Pengikut Sravakapun.'

Ketahuilah kalian semua, wahai Sariputra,
Para Sravaka dan Bodhisattva,
Bahwa Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini
Adalah misteri seluruh Buddha.
Karena dunia yang jahat dari kelima kebobrokan
Hanya menyukai ikatan-ikatan keduniawian,
Mahluk-mahluknya yang seperti ini
Tiada pernah mencari Jalan KeBuddaan.
Generasi-generasi jahat yang mendatang,
Yang mendengar Kendaraan Tunggal
Yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha
Di dalam khayalan dan ketidak percayaan mereka,
Akan melanggar Hukum Kesunyataan itu dan terjatuh kedalam jalan-jalan jahat.
Tetapi terdapatlah Mahluk-Mahluk yang Rendah Hati dan Suci,
Yang mencurahkan Diri untuk mencari Jalan KeBuddhaan;

Bagi Mereka semua-Nya ini,
Kupuji dengan panjang lebar akan Jalan Kendaraan Tunggal.
Ketahuilah wahai Sariputra !
Hukum Kesunyataan dari Para Buddha adalah demikian:
Dengan laksaan koti dari Cara-Cara Yang Bijaksana
Mereka memaklumkan Hukum Kesunyataan ketika ada kesempatan.
Namun Mereka yang tidak ingin mempelajari-Nya
Semuanya tidak akan mampu menyelami-Nya.

Tetapi Engkau telah mengetahui
Jalan-Jalan Bijaksana yang sangat berguna dari
Para Buddha, Pemimpin-Pemimpin Dunia,
Tidak memiliki keragu-raguan yang lebih lanjut lagi,
Bergembiralah senangkanlah Hati-Mu,
Karena mengetahui bahwa Engkau akan menjadi Para Buddha."

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Kegaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Upayakausalya, Bab 2.


Silakan dibaca 5 bagian Upaya Kausalya Sutra ini, terpaksa saya potong pendek-pendek saking panjangnya Sutra ini dengan perbandingan terbalik terhadap muatan dhamma yang terkandung di dalamnya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 10:14:18 PM

1. jadi anda gk brani ngaku ya

    yauda de . saya gk biasa menghadapi penge*** yg gk gentle

Maaf, saya tidak akan terseret pada teknik pengalihan anda ini. Untuk kedua kalinya anda mengalihkan isu utama. Dan ini adalah pendapat pribadi anda, maaf saya tidak merima pendapat pribadi. Isu utamanya adalah percaya atau tidak Buddha masa lampau bukan percaya atau tidak sutra Mahayana.


Quote
2 . kalau semua orang sepertri anda

     maka mahayna adl ajran yg agak tahyul ?

        karna meragukan ?

Maaf, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Anda tidak menyangkal argumen saya, berarti ada 2 kemungkinan : anda tidak tahu dan anda sependapat. Untuk ketiga kalinya anda menghindar.

Kembali ke pertanyaan
Kenapa tidak?
Dan kenapa kita harus percaya kalau memang meragukan?
( ini 2 petanyaan loh)

Quote
3 terlalu berbelit2

   jangan terobsesi dalam diskusi
 
   santai saja dengan bahasa ringan dan padat

Maaf, mengecewakan anda, saya adalah orang yang serius dalam berdiskusi. Anda bisa bermain-main dan mengalihkan isu di topik lain dengan rekan-rekan yang lain, tapi tidak dengan saya.

Tidak ada tanggapan penolakan dari anda mengenai ajaran semua Buddha adalah sama dan anda sudah mengatakan ya sama, berarti perkataan saya benar.


Quote
4 baguslah anda ngaku itu argumen pribadi

   gk berdasar
 
    kadang orang merasa benar di jalan kecongkakan
Maaf, ini pendapat pribadi anda, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Tidak ada pengakuan dari saya. Semua tahu itu.
Tidak ada argumen anda mengenai cara pengkajian sutra, berarti mengisyaratkan anda tidak memiliki pengetahuan akan hal tersebut. Maaf, ternyata saya salah berbicara kepada orang yang tidak tepat mengenai pengkajian sutra.

Saya rasa cukup bagi saya untuk menanggapi anda (saya sudah memberikan anda kesempatan 3 kali), Sdr. Padmakumara, selain anda tidak serius dalam berdiskusi, mengalihkan isu, berargumen tanpa dasar, saya rasa anda bukan narasumber yang baik dan tepat untuk menjawab ajaran Mahayana. OMG! Saya lupa anda dari ZFZ bukan dari Mahayana bahkan bukan Buddhisme, pantas anda tidak bisa menjawab dengan baik mengenai Mahayana. Karena bukan narasumber yang baik dan tepat, maka semua ucapan anda saya pandang angin lalu. Silahkan anda berargumen sendiri, entah mau berargumen apapun silahkan, menjelek-jelekkan saya silahkan, toh tetap anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya. ^-^

Demikian, selanjutnya no comment untuk anda.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 17 September 2010, 10:19:49 PM
Upaya Kausalya V: ShowHide


Demi seluruh mahluk ini,
Hati-Ku merasa sangat Kasihan.
Pada pertama kali Aku duduk diatas Tahta Kebijaksanaan,
Dengan memandang Pohon itu dan berjalan mengitari-Nya,
Selama 3 kali 7 hari,
Aku merenungkan masalah-masalah seperti ini;

'Kebijaksanaan yang telah Aku peroleh sangat begitu Menakjubkan dan begitu Agung.
Tetapi semua umat begitu rendah kemampuannya,
Terikat oleh nafsu dan terbutakan oleh ketidak tahuan.
Golongan mahluk-mahluk seperti ini,
Bagaimana mereka dapat diselamatkan ?'

Kemudian semua Raja Brahma
Dan Sang Sakra dari seluruh Para Dewa,
Keempat Mahluk Dewa yang menjaga dunia,
Juga Dewa Sang Maha Raja Agung Mahesvara dan Isvara,
Dan seluruh Mahluk-Mahluk Surga yang lain,
Beserta ratusan ribu laksa pengikut,
Dengan takzimnya menghormati dengan Tangan terkatub,
Dengan memohon-Ku agar memutar Roda Hukum Kesunyataan.

Kemudian Aku merenung dalam Diri-Ku Sendiri:
'Seandainya Aku hanya memuja Kendaraan Buddha saja,
Semua umat yang jatuh kedalam kesengsaraan,
Tidak akan mampu mempercayai Hukum Kesunyataan ini,
Dan dengan melanggar Hukum Kesunyataan lewat ketidak percayaan,
Akan terjatuh kedalam 3 jalan iblis.
Lebih baik Aku tidak mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan itu,
Tetapi masuk Nirvana saja dengan segera.

Namun ketika Aku ingat akan apa yang telah dilakukan oleh
Para Buddha Yang Terdahulu dengan Kekuasaan-Kekuasaan Mereka Yang Bijak,
Aku berpikir : Jalan yang telah Aku capai
Harus Aku khotbahkan sebagai Tiga Kendaraan.'
Sementara Aku sedang merenung demikian itu,
Seluruh Para Buddha di alam semesta bermunculan
Dan dengan Suara Yang Maha Mulia, Mereka menggembirakan Aku

'Bagus sekali ! Wahai Sang Sakyamuni Buddha !
Pemimpin Utama Tiada Tandingan !
Setelah mencapai Hukum Kesunyataan Yang Agung ini,
Engkau telah mengikuti Semua Para Buddha
Dalam mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijaksana.
Kamipun juga telah memperoleh,

Hukum Kesunyataan Yang Maha Menakjubkan dan Agung ini,
Tetapi demi beberapa golongan mahluk,
Kami membagi dan mengkhotbahkan-Nya dalam 3 Kendaraan.
Mereka yang berkebijaksanaan rendah, yang menyukai hukum-hukum hina,
Tidaklah percaya bahwa mereka dapat menjadi Para Buddha,
Oleh karenanya, dengan Cara-Cara Yang Arif,
Kami membagi dan mengkhotbahkan hasil-hasil yang wajar.
Meskipun Kami juga memaklumkan KeTiga Kendaraan,
Hal itu hanyalah untuk Ajaran Para Bodhisattva saja.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Demi mendengar Ajaran-Ajaran dari Para Singa Mulia itu,
Yang begitu Jelas dan Ghaib,
Aku menghormati Mereka, 'Terpujilah Para Buddha.'
Dan kembali merenungkan begini,
'Karena telah terjun kedalam dunia yang jahat dan menggelisahkan,
Aku, sesuai dengan Titah Para Buddha,
Akan melanjutkan-Nya juga dengan Patuh.'

Setelah selesai merenungkan hal ini,
Dengan segera Aku pergi ke Varanasi.
Alam Nirvana dari segala perwujudan,
Yang Tiada Dapat Diutarakan,
Aku, dengan kemampuan-Ku Yang Bijaksana,
Berkhotbah kepada Kelima Bhikku.
Inilah yang disebut Pemutaran Roda Dharma Yang Pertama.
Sesudah mana terdapatlah kabar tentang Nirvana
Dan juga tentang Nama-Nama Arahat yang terpisah,
Nama Dharma dan Nama Samgha.
Selama berkalpa-kalpa yang panjang
Aku telah memuja dan menunjukkan Hukum Nirvana
Untuk Penghentian Yang Abadi dari kesengsaraan para mahluk;
Oleh karena itu telah Aku sabdakan dengan tiada henti-hentinya.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Ketika Aku melihat Para Putera Buddha
Yang bertekad untuk mencari Jalan KeBuddhaan,
Selama ribuan dan laksaan koti yang tanpa hitungan,
Semuanya dengan hati takzim,
Mendekati Sang Buddha;
Mereka telah mendengar dari Para Buddha
Hukum Kesunyataan yang telah Mereka terangkan dengan Sempurna.

Kemudian Aku menyadari Pikiran ini:
'Alasan mengapa Sang Tathagata muncul ialah
Untuk mengkhotbahkan Kebijaksanaan Sang Buddha,
Sekaranglah saatnya.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Orang-orang yang bodoh, yang tolol,
Orang-orang yang terikat pada keduniawian dan kesombongan
Tidak akan dapat mempercayai Hukum Kesunyataan ini.

Tetapi sekarang Aku gembira dan tiada bimbang,
Di tengah-tengah Para Bodhisattva,
Dengan jujur menyingkirkan Kebijaksanaan
Dan hanya memaklumkan Jalan Agung.

Kalian Para Bodhisattva yang mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Semuanya telah tersingkirkan dari jaring-jaring keraguan,
Kalian Para Arahat yang berjumlah 1200
Semua-Nya akan menjadi Para Buddha.

Dengan cara yang sama bahwa Para Buddha yang silam, sekarang dan yang mendatang, mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan,
Begitu juga Aku sekarang,
Mengkhotbahkan Hukum yang tidak dapat dibagi-bagi.

Munculnya Para Buddha di dunia
Adalah berjauhan dan jarang terjadi
Ketika Mereka benar-benar turun di dunia,
Pun dengan kelangkaan Mereka mengkhtobahkan Hukum Kesunyataan ini.
Bahkan sampai berkalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya,
Jaranglah Hukum Kesunyataan ini dapat di dengar,
Dan Mereka yang mampu mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Orang-Orang seperti ini juga jarang.
Hal ini seperti Bunga Udumbara
Yang semua umat menyenangi dan menikmati,
Jarang terlihat oleh para dewa dan manusia,
Yang muncul sekali dalam waktu yang panjang.
Begitulah Dia yang setelah mendengar Hukum Kesunyataan ini.
Kemudian memuja-Nya dengan penuh kegembiraan,

Serta mengucapkan-Nya meskipun hanya sepatah kata saja,
Dia yang telah memuliakan
Semua Para Buddha di dalam KeTiga Dunia.
Orang seperti ini sangatlah jarang,
Lebih jarang dari Bunga Udumbara.
Bebaskanlah dirimu dari kebimbangan;

Akulah Raja Hukum Kesunyataan
Dan menyatakan pada seluruh Persidangan;
'Aku, hanya dengan Satu Kendaraan Agung,
Mengajar Para Bodhisattva,
Dan tidak memiliki Seorang Pengikut Sravakapun.'

Ketahuilah kalian semua, wahai Sariputra,
Para Sravaka dan Bodhisattva,
Bahwa Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini
Adalah misteri seluruh Buddha.
Karena dunia yang jahat dari kelima kebobrokan
Hanya menyukai ikatan-ikatan keduniawian,
Mahluk-mahluknya yang seperti ini
Tiada pernah mencari Jalan KeBuddaan.
Generasi-generasi jahat yang mendatang,
Yang mendengar Kendaraan Tunggal
Yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha
Di dalam khayalan dan ketidak percayaan mereka,
Akan melanggar Hukum Kesunyataan itu dan terjatuh kedalam jalan-jalan jahat.
Tetapi terdapatlah Mahluk-Mahluk yang Rendah Hati dan Suci,
Yang mencurahkan Diri untuk mencari Jalan KeBuddhaan;

Bagi Mereka semua-Nya ini,
Kupuji dengan panjang lebar akan Jalan Kendaraan Tunggal.
Ketahuilah wahai Sariputra !
Hukum Kesunyataan dari Para Buddha adalah demikian:
Dengan laksaan koti dari Cara-Cara Yang Bijaksana
Mereka memaklumkan Hukum Kesunyataan ketika ada kesempatan.
Namun Mereka yang tidak ingin mempelajari-Nya
Semuanya tidak akan mampu menyelami-Nya.

Tetapi Engkau telah mengetahui
Jalan-Jalan Bijaksana yang sangat berguna dari
Para Buddha, Pemimpin-Pemimpin Dunia,
Tidak memiliki keragu-raguan yang lebih lanjut lagi,
Bergembiralah senangkanlah Hati-Mu,
Karena mengetahui bahwa Engkau akan menjadi Para Buddha."

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Kegaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Upayakausalya, Bab 2.


Silakan dibaca 5 bagian Upaya Kausalya Sutra ini, terpaksa saya potong pendek-pendek saking panjangnya Sutra ini dengan perbandingan terbalik terhadap muatan dhamma yang terkandung di dalamnya.

Saya coba untuk menganalisanya. Thanks Sdr. Jerry.
Tapi ada tidak literatur yang bukan sutra, kamus misalnya atau para ahli yang membicarakan mengenai Upaya Kausalya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 10:42:18 PM
Upaya Kausalya V: ShowHide


Demi seluruh mahluk ini,
Hati-Ku merasa sangat Kasihan.
Pada pertama kali Aku duduk diatas Tahta Kebijaksanaan,
Dengan memandang Pohon itu dan berjalan mengitari-Nya,
Selama 3 kali 7 hari,
Aku merenungkan masalah-masalah seperti ini;

'Kebijaksanaan yang telah Aku peroleh sangat begitu Menakjubkan dan begitu Agung.
Tetapi semua umat begitu rendah kemampuannya,
Terikat oleh nafsu dan terbutakan oleh ketidak tahuan.
Golongan mahluk-mahluk seperti ini,
Bagaimana mereka dapat diselamatkan ?'

Kemudian semua Raja Brahma
Dan Sang Sakra dari seluruh Para Dewa,
Keempat Mahluk Dewa yang menjaga dunia,
Juga Dewa Sang Maha Raja Agung Mahesvara dan Isvara,
Dan seluruh Mahluk-Mahluk Surga yang lain,
Beserta ratusan ribu laksa pengikut,
Dengan takzimnya menghormati dengan Tangan terkatub,
Dengan memohon-Ku agar memutar Roda Hukum Kesunyataan.

Kemudian Aku merenung dalam Diri-Ku Sendiri:
'Seandainya Aku hanya memuja Kendaraan Buddha saja,
Semua umat yang jatuh kedalam kesengsaraan,
Tidak akan mampu mempercayai Hukum Kesunyataan ini,
Dan dengan melanggar Hukum Kesunyataan lewat ketidak percayaan,
Akan terjatuh kedalam 3 jalan iblis.
Lebih baik Aku tidak mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan itu,
Tetapi masuk Nirvana saja dengan segera.

Namun ketika Aku ingat akan apa yang telah dilakukan oleh
Para Buddha Yang Terdahulu dengan Kekuasaan-Kekuasaan Mereka Yang Bijak,
Aku berpikir : Jalan yang telah Aku capai
Harus Aku khotbahkan sebagai Tiga Kendaraan.'
Sementara Aku sedang merenung demikian itu,
Seluruh Para Buddha di alam semesta bermunculan
Dan dengan Suara Yang Maha Mulia, Mereka menggembirakan Aku

'Bagus sekali ! Wahai Sang Sakyamuni Buddha !
Pemimpin Utama Tiada Tandingan !
Setelah mencapai Hukum Kesunyataan Yang Agung ini,
Engkau telah mengikuti Semua Para Buddha
Dalam mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijaksana.
Kamipun juga telah memperoleh,

Hukum Kesunyataan Yang Maha Menakjubkan dan Agung ini,
Tetapi demi beberapa golongan mahluk,
Kami membagi dan mengkhotbahkan-Nya dalam 3 Kendaraan.
Mereka yang berkebijaksanaan rendah, yang menyukai hukum-hukum hina,
Tidaklah percaya bahwa mereka dapat menjadi Para Buddha,
Oleh karenanya, dengan Cara-Cara Yang Arif,
Kami membagi dan mengkhotbahkan hasil-hasil yang wajar.
Meskipun Kami juga memaklumkan KeTiga Kendaraan,
Hal itu hanyalah untuk Ajaran Para Bodhisattva saja.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Demi mendengar Ajaran-Ajaran dari Para Singa Mulia itu,
Yang begitu Jelas dan Ghaib,
Aku menghormati Mereka, 'Terpujilah Para Buddha.'
Dan kembali merenungkan begini,
'Karena telah terjun kedalam dunia yang jahat dan menggelisahkan,
Aku, sesuai dengan Titah Para Buddha,
Akan melanjutkan-Nya juga dengan Patuh.'

Setelah selesai merenungkan hal ini,
Dengan segera Aku pergi ke Varanasi.
Alam Nirvana dari segala perwujudan,
Yang Tiada Dapat Diutarakan,
Aku, dengan kemampuan-Ku Yang Bijaksana,
Berkhotbah kepada Kelima Bhikku.
Inilah yang disebut Pemutaran Roda Dharma Yang Pertama.
Sesudah mana terdapatlah kabar tentang Nirvana
Dan juga tentang Nama-Nama Arahat yang terpisah,
Nama Dharma dan Nama Samgha.
Selama berkalpa-kalpa yang panjang
Aku telah memuja dan menunjukkan Hukum Nirvana
Untuk Penghentian Yang Abadi dari kesengsaraan para mahluk;
Oleh karena itu telah Aku sabdakan dengan tiada henti-hentinya.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Ketika Aku melihat Para Putera Buddha
Yang bertekad untuk mencari Jalan KeBuddhaan,
Selama ribuan dan laksaan koti yang tanpa hitungan,
Semuanya dengan hati takzim,
Mendekati Sang Buddha;
Mereka telah mendengar dari Para Buddha
Hukum Kesunyataan yang telah Mereka terangkan dengan Sempurna.

Kemudian Aku menyadari Pikiran ini:
'Alasan mengapa Sang Tathagata muncul ialah
Untuk mengkhotbahkan Kebijaksanaan Sang Buddha,
Sekaranglah saatnya.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Orang-orang yang bodoh, yang tolol,
Orang-orang yang terikat pada keduniawian dan kesombongan
Tidak akan dapat mempercayai Hukum Kesunyataan ini.

Tetapi sekarang Aku gembira dan tiada bimbang,
Di tengah-tengah Para Bodhisattva,
Dengan jujur menyingkirkan Kebijaksanaan
Dan hanya memaklumkan Jalan Agung.

Kalian Para Bodhisattva yang mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Semuanya telah tersingkirkan dari jaring-jaring keraguan,
Kalian Para Arahat yang berjumlah 1200
Semua-Nya akan menjadi Para Buddha.

Dengan cara yang sama bahwa Para Buddha yang silam, sekarang dan yang mendatang, mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan,
Begitu juga Aku sekarang,
Mengkhotbahkan Hukum yang tidak dapat dibagi-bagi.

Munculnya Para Buddha di dunia
Adalah berjauhan dan jarang terjadi
Ketika Mereka benar-benar turun di dunia,
Pun dengan kelangkaan Mereka mengkhtobahkan Hukum Kesunyataan ini.
Bahkan sampai berkalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya,
Jaranglah Hukum Kesunyataan ini dapat di dengar,
Dan Mereka yang mampu mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Orang-Orang seperti ini juga jarang.
Hal ini seperti Bunga Udumbara
Yang semua umat menyenangi dan menikmati,
Jarang terlihat oleh para dewa dan manusia,
Yang muncul sekali dalam waktu yang panjang.
Begitulah Dia yang setelah mendengar Hukum Kesunyataan ini.
Kemudian memuja-Nya dengan penuh kegembiraan,

Serta mengucapkan-Nya meskipun hanya sepatah kata saja,
Dia yang telah memuliakan
Semua Para Buddha di dalam KeTiga Dunia.
Orang seperti ini sangatlah jarang,
Lebih jarang dari Bunga Udumbara.
Bebaskanlah dirimu dari kebimbangan;

Akulah Raja Hukum Kesunyataan
Dan menyatakan pada seluruh Persidangan;
'Aku, hanya dengan Satu Kendaraan Agung,
Mengajar Para Bodhisattva,
Dan tidak memiliki Seorang Pengikut Sravakapun.'

Ketahuilah kalian semua, wahai Sariputra,
Para Sravaka dan Bodhisattva,
Bahwa Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini
Adalah misteri seluruh Buddha.
Karena dunia yang jahat dari kelima kebobrokan
Hanya menyukai ikatan-ikatan keduniawian,
Mahluk-mahluknya yang seperti ini
Tiada pernah mencari Jalan KeBuddaan.
Generasi-generasi jahat yang mendatang,
Yang mendengar Kendaraan Tunggal
Yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha
Di dalam khayalan dan ketidak percayaan mereka,
Akan melanggar Hukum Kesunyataan itu dan terjatuh kedalam jalan-jalan jahat.
Tetapi terdapatlah Mahluk-Mahluk yang Rendah Hati dan Suci,
Yang mencurahkan Diri untuk mencari Jalan KeBuddhaan;

Bagi Mereka semua-Nya ini,
Kupuji dengan panjang lebar akan Jalan Kendaraan Tunggal.
Ketahuilah wahai Sariputra !
Hukum Kesunyataan dari Para Buddha adalah demikian:
Dengan laksaan koti dari Cara-Cara Yang Bijaksana
Mereka memaklumkan Hukum Kesunyataan ketika ada kesempatan.
Namun Mereka yang tidak ingin mempelajari-Nya
Semuanya tidak akan mampu menyelami-Nya.

Tetapi Engkau telah mengetahui
Jalan-Jalan Bijaksana yang sangat berguna dari
Para Buddha, Pemimpin-Pemimpin Dunia,
Tidak memiliki keragu-raguan yang lebih lanjut lagi,
Bergembiralah senangkanlah Hati-Mu,
Karena mengetahui bahwa Engkau akan menjadi Para Buddha."

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Kegaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Upayakausalya, Bab 2.


Silakan dibaca 5 bagian Upaya Kausalya Sutra ini, terpaksa saya potong pendek-pendek saking panjangnya Sutra ini dengan perbandingan terbalik terhadap muatan dhamma yang terkandung di dalamnya.

Saya coba untuk menganalisanya. Thanks Sdr. Jerry.
Tapi ada tidak literatur yang bukan sutra, kamus misalnya atau para ahli yang membicarakan mengenai Upaya Kausalya?
Gimana pun para scholar atau meditator dari Mahayanis atau Tantrayanis mendefinisikan Upaya Kausalya pasti merujuk berdasarkan Upaya Kausalya Sutra di atas bukan? Jika YA, ya ini acuan langsungnya. ;D

My pleasure Om Kelana.
_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 10:59:42 PM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

saya lebih tegaskan lagi

jadi apakah bisa dibilang omong kosong kalo bicara berdasar pendapat sendiri ?

karna tak ada sutta

yg saya tekankan kata theravadanay

menurut saya pencerahan ada banyak jalan

Anda tahu arti Sutta tidak? Sutta adalah khotbah Sang Buddha. Inti khotbah Sang Buddha adalah mengenai "dukkha dan terhentinya dukkha". Untuk mencapai terhentinya dukkha, seseorang bisa memilih untuk menjadi Savaka Buddha, Pacceka Buddha, maupun Sammasambuddha.

Dan perlu diingat, apa yang tertulis di Tipitaka (Kanon Pali - Theravada) itu tidak hanya Sutta. Theravadin menggunakan referensi tidak sebatas Sutta, namun juga menggunakan Vinaya Pitaka, Abhidhamma Pitaka, Atthakatha, dan juga Tika. Jadi selama referensi yang saya gunakan berasal dari sumber-sumber ini; itu namanya valid.

Kalau pun Anda memang benar sudah lama mempelajari Theravada di sekolah dan di vihara, menurut saya dulu Anda pasti kurang belajar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 11:15:16 PM
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 11:27:05 PM
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.
Jantan? Itu lambang gendernya aja female.. ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 11:28:59 PM
Jantan? Itu lambang gendernya aja female.. ^-^

Menurut ajaran Mahaguru-nya Padmakumara; female adalah male, male adalah female.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 17 September 2010, 11:44:02 PM
Jantan? Itu lambang gendernya aja female.. ^-^

Menurut ajaran Mahaguru-nya Padmakumara; female adalah male, male adalah female.
Trus kenapa Mahaguru cuman tertarik ama female? Koq ga tertarik ama male juga sekalian? >:D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 17 September 2010, 11:53:16 PM
Trus kenapa Mahaguru cuman tertarik ama female? Koq ga tertarik ama male juga sekalian? >:D

Hmm... Kalau saya jawab terus terang, saya tidak enak kalau jawaban saya nanti akan menyinggung Padmakumara.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 18 September 2010, 12:37:54 AM
Upaya Kausalya V: ShowHide


Demi seluruh mahluk ini,
Hati-Ku merasa sangat Kasihan.
Pada pertama kali Aku duduk diatas Tahta Kebijaksanaan,
Dengan memandang Pohon itu dan berjalan mengitari-Nya,
Selama 3 kali 7 hari,
Aku merenungkan masalah-masalah seperti ini;

'Kebijaksanaan yang telah Aku peroleh sangat begitu Menakjubkan dan begitu Agung.
Tetapi semua umat begitu rendah kemampuannya,
Terikat oleh nafsu dan terbutakan oleh ketidak tahuan.
Golongan mahluk-mahluk seperti ini,
Bagaimana mereka dapat diselamatkan ?'

Kemudian semua Raja Brahma
Dan Sang Sakra dari seluruh Para Dewa,
Keempat Mahluk Dewa yang menjaga dunia,
Juga Dewa Sang Maha Raja Agung Mahesvara dan Isvara,
Dan seluruh Mahluk-Mahluk Surga yang lain,
Beserta ratusan ribu laksa pengikut,
Dengan takzimnya menghormati dengan Tangan terkatub,
Dengan memohon-Ku agar memutar Roda Hukum Kesunyataan.

Kemudian Aku merenung dalam Diri-Ku Sendiri:
'Seandainya Aku hanya memuja Kendaraan Buddha saja,
Semua umat yang jatuh kedalam kesengsaraan,
Tidak akan mampu mempercayai Hukum Kesunyataan ini,
Dan dengan melanggar Hukum Kesunyataan lewat ketidak percayaan,
Akan terjatuh kedalam 3 jalan iblis.
Lebih baik Aku tidak mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan itu,
Tetapi masuk Nirvana saja dengan segera.

Namun ketika Aku ingat akan apa yang telah dilakukan oleh
Para Buddha Yang Terdahulu dengan Kekuasaan-Kekuasaan Mereka Yang Bijak,
Aku berpikir : Jalan yang telah Aku capai
Harus Aku khotbahkan sebagai Tiga Kendaraan.'
Sementara Aku sedang merenung demikian itu,
Seluruh Para Buddha di alam semesta bermunculan
Dan dengan Suara Yang Maha Mulia, Mereka menggembirakan Aku

'Bagus sekali ! Wahai Sang Sakyamuni Buddha !
Pemimpin Utama Tiada Tandingan !
Setelah mencapai Hukum Kesunyataan Yang Agung ini,
Engkau telah mengikuti Semua Para Buddha
Dalam mempergunakan Kekuatan-Kekuatan Yang Bijaksana.
Kamipun juga telah memperoleh,

Hukum Kesunyataan Yang Maha Menakjubkan dan Agung ini,
Tetapi demi beberapa golongan mahluk,
Kami membagi dan mengkhotbahkan-Nya dalam 3 Kendaraan.
Mereka yang berkebijaksanaan rendah, yang menyukai hukum-hukum hina,
Tidaklah percaya bahwa mereka dapat menjadi Para Buddha,
Oleh karenanya, dengan Cara-Cara Yang Arif,
Kami membagi dan mengkhotbahkan hasil-hasil yang wajar.
Meskipun Kami juga memaklumkan KeTiga Kendaraan,
Hal itu hanyalah untuk Ajaran Para Bodhisattva saja.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Demi mendengar Ajaran-Ajaran dari Para Singa Mulia itu,
Yang begitu Jelas dan Ghaib,
Aku menghormati Mereka, 'Terpujilah Para Buddha.'
Dan kembali merenungkan begini,
'Karena telah terjun kedalam dunia yang jahat dan menggelisahkan,
Aku, sesuai dengan Titah Para Buddha,
Akan melanjutkan-Nya juga dengan Patuh.'

Setelah selesai merenungkan hal ini,
Dengan segera Aku pergi ke Varanasi.
Alam Nirvana dari segala perwujudan,
Yang Tiada Dapat Diutarakan,
Aku, dengan kemampuan-Ku Yang Bijaksana,
Berkhotbah kepada Kelima Bhikku.
Inilah yang disebut Pemutaran Roda Dharma Yang Pertama.
Sesudah mana terdapatlah kabar tentang Nirvana
Dan juga tentang Nama-Nama Arahat yang terpisah,
Nama Dharma dan Nama Samgha.
Selama berkalpa-kalpa yang panjang
Aku telah memuja dan menunjukkan Hukum Nirvana
Untuk Penghentian Yang Abadi dari kesengsaraan para mahluk;
Oleh karena itu telah Aku sabdakan dengan tiada henti-hentinya.

Ketahuilah wahai Sariputra !
Ketika Aku melihat Para Putera Buddha
Yang bertekad untuk mencari Jalan KeBuddhaan,
Selama ribuan dan laksaan koti yang tanpa hitungan,
Semuanya dengan hati takzim,
Mendekati Sang Buddha;
Mereka telah mendengar dari Para Buddha
Hukum Kesunyataan yang telah Mereka terangkan dengan Sempurna.

Kemudian Aku menyadari Pikiran ini:
'Alasan mengapa Sang Tathagata muncul ialah
Untuk mengkhotbahkan Kebijaksanaan Sang Buddha,
Sekaranglah saatnya.'

Ketahuilah wahai Sariputra !
Orang-orang yang bodoh, yang tolol,
Orang-orang yang terikat pada keduniawian dan kesombongan
Tidak akan dapat mempercayai Hukum Kesunyataan ini.

Tetapi sekarang Aku gembira dan tiada bimbang,
Di tengah-tengah Para Bodhisattva,
Dengan jujur menyingkirkan Kebijaksanaan
Dan hanya memaklumkan Jalan Agung.

Kalian Para Bodhisattva yang mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Semuanya telah tersingkirkan dari jaring-jaring keraguan,
Kalian Para Arahat yang berjumlah 1200
Semua-Nya akan menjadi Para Buddha.

Dengan cara yang sama bahwa Para Buddha yang silam, sekarang dan yang mendatang, mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan,
Begitu juga Aku sekarang,
Mengkhotbahkan Hukum yang tidak dapat dibagi-bagi.

Munculnya Para Buddha di dunia
Adalah berjauhan dan jarang terjadi
Ketika Mereka benar-benar turun di dunia,
Pun dengan kelangkaan Mereka mengkhtobahkan Hukum Kesunyataan ini.
Bahkan sampai berkalpa-kalpa yang tak terhitung banyaknya,
Jaranglah Hukum Kesunyataan ini dapat di dengar,
Dan Mereka yang mampu mendengar Hukum Kesunyataan ini,
Orang-Orang seperti ini juga jarang.
Hal ini seperti Bunga Udumbara
Yang semua umat menyenangi dan menikmati,
Jarang terlihat oleh para dewa dan manusia,
Yang muncul sekali dalam waktu yang panjang.
Begitulah Dia yang setelah mendengar Hukum Kesunyataan ini.
Kemudian memuja-Nya dengan penuh kegembiraan,

Serta mengucapkan-Nya meskipun hanya sepatah kata saja,
Dia yang telah memuliakan
Semua Para Buddha di dalam KeTiga Dunia.
Orang seperti ini sangatlah jarang,
Lebih jarang dari Bunga Udumbara.
Bebaskanlah dirimu dari kebimbangan;

Akulah Raja Hukum Kesunyataan
Dan menyatakan pada seluruh Persidangan;
'Aku, hanya dengan Satu Kendaraan Agung,
Mengajar Para Bodhisattva,
Dan tidak memiliki Seorang Pengikut Sravakapun.'

Ketahuilah kalian semua, wahai Sariputra,
Para Sravaka dan Bodhisattva,
Bahwa Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan ini
Adalah misteri seluruh Buddha.
Karena dunia yang jahat dari kelima kebobrokan
Hanya menyukai ikatan-ikatan keduniawian,
Mahluk-mahluknya yang seperti ini
Tiada pernah mencari Jalan KeBuddaan.
Generasi-generasi jahat yang mendatang,
Yang mendengar Kendaraan Tunggal
Yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha
Di dalam khayalan dan ketidak percayaan mereka,
Akan melanggar Hukum Kesunyataan itu dan terjatuh kedalam jalan-jalan jahat.
Tetapi terdapatlah Mahluk-Mahluk yang Rendah Hati dan Suci,
Yang mencurahkan Diri untuk mencari Jalan KeBuddhaan;

Bagi Mereka semua-Nya ini,
Kupuji dengan panjang lebar akan Jalan Kendaraan Tunggal.
Ketahuilah wahai Sariputra !
Hukum Kesunyataan dari Para Buddha adalah demikian:
Dengan laksaan koti dari Cara-Cara Yang Bijaksana
Mereka memaklumkan Hukum Kesunyataan ketika ada kesempatan.
Namun Mereka yang tidak ingin mempelajari-Nya
Semuanya tidak akan mampu menyelami-Nya.

Tetapi Engkau telah mengetahui
Jalan-Jalan Bijaksana yang sangat berguna dari
Para Buddha, Pemimpin-Pemimpin Dunia,
Tidak memiliki keragu-raguan yang lebih lanjut lagi,
Bergembiralah senangkanlah Hati-Mu,
Karena mengetahui bahwa Engkau akan menjadi Para Buddha."

Demikianlah Sutta Bunga Teratai Dari Kegaiban Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan, Tentang Upayakausalya, Bab 2.


Silakan dibaca 5 bagian Upaya Kausalya Sutra ini, terpaksa saya potong pendek-pendek saking panjangnya Sutra ini dengan perbandingan terbalik terhadap muatan dhamma yang terkandung di dalamnya.

Saya coba untuk menganalisanya. Thanks Sdr. Jerry.
Tapi ada tidak literatur yang bukan sutra, kamus misalnya atau para ahli yang membicarakan mengenai Upaya Kausalya?
Gimana pun para scholar atau meditator dari Mahayanis atau Tantrayanis mendefinisikan Upaya Kausalya pasti merujuk berdasarkan Upaya Kausalya Sutra di atas bukan? Jika YA, ya ini acuan langsungnya. ;D

My pleasure Om Kelana.
_/\_

Wah kalau scholarnya Mahayanis atau Tantrayanis jelas condong ke sana, maksud saya yang netral gitu, kemudian misalnya dibahas dari segi etimologinya untuk melihat arti sebenarnya.
BTW, saya sudah baca Upaya Kausalya Sutra yang diberikan Sdr. Jerry, kesimpulan sementara, Upaya Kausalya adalah usaha Buddha untuk mengajar dengan 3 jalan. Saya tidak merasa ada yang aneh-aneh seperti penggunaan amoral sebagai usahanya. Atau mungkin saya baru separuh membacanya. Saya justru melihat ada sedikit penggunaan amoral pada Saddharmapundarika Sutra yaitu "white lie" saat membahas perumpamaan rumah terbakar dan menyelamatkan anak orang kaya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 18 September 2010, 07:18:17 AM
Dear all,

Upaya Kausalya Sutra yang dimaksud bukan hanya bab Upaya Kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra seperti yang dikutip oleh sdr. Jerry, melainkan ada juga sutra khusus yang membicarakan/mempertanyakan tindak tanduk Bodhisattva Sakyamuni selama pengembaraannya dalam samsara:

Quote
This is well illustrated by another sutra entirely devoted to skill-in-means, with the shortened title of Upayakausalya Sutra. This sutra contains a series of questions and answers concerning legendary events in the life of Siddhartha, explaining that they were not what they appeared to be, but served the higher purpose of the Buddha’s teaching. For example, why did the Buddha, free of karmic hindrances and omniscient, once return empty-handed from his begging round? This was, it seems, out of his compassion for monks in the future who similarly will return occasionally empty-handed. Sometimes the person who composed the sutra seems to have been at a loss, or had to use some ingenuity, to explain a feature of the Buddha’s conduct. Why did the Buddha, when still a Bodhisattva just after his birth, walk seven steps?

"If it had been more beneficial to sentient beings to walk six steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked six steps. If it had been more beneficial to sentient beings to walk eight steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked eight steps. Since it was most beneficial to sentient beings to walk seven steps, he walked seven steps, not six or eight, with no one supporting him."(Chang 1983: 445)

The teaching of skill-in-means is of some importance when considering Mahayana ethics, since there is a tendency to subordinate all to the overriding concern of a truly compassionate motivation accompanied by wisdom. Thus it can be skill-in-means for a Bodhisattva to act in a way contrary to the ‘narrower’ moral or monastic code of others. The Upayakausalya Sutra recounts how the Buddha in a previous life as a celibate religious student had sexual  intercourse in order to save a poor girl who threatened to die for love of him (ibid.: 433). A story well known in Mahayana circles tells similarly how in a previous life, while still a Bodhisattva, the Buddha killed a man. This was the only way to prevent that man from killing 500 others and consequently falling to the lowest hell for a very long time. The Bodhisattva’s act was motivated by pure compassion; he realized he was acting against the moral code but he was realistically prepared to suffer in hell himself out of his concern for others. As a result, the sutra assures us, not only did the Bodhisattva progress spiritually and avoid hell, but the potential murderer was also reborn in a heavenly realm (ibid.: 456–7).

Sumber: Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundation

Jadi upaya kausalya yang bersifat melanggar aturan moralitas (sila) hanya dilakukan Bodhisattva berlandaskan kebijaksanaan (prajna) dan cinta kasih (karuna). Saya rasa orang biasa seperti kita tidak bisa mengklaim bahwa perbuatan buruk kita untuk menyelamatkan orang lain dilandasi dengan prajna dan karuna yang demikian; oleh sebab itu bukan upaya kausalya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 18 September 2010, 09:24:50 AM
Dear all,

Upaya Kausalya Sutra yang dimaksud bukan hanya bab Upaya Kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra seperti yang dikutip oleh sdr. Jerry, melainkan ada juga sutra khusus yang membicarakan/mempertanyakan tindak tanduk Bodhisattva Sakyamuni selama pengembaraannya dalam samsara:

Quote
This is well illustrated by another sutra entirely devoted to skill-in-means, with the shortened title of Upayakausalya Sutra. This sutra contains a series of questions and answers concerning legendary events in the life of Siddhartha, explaining that they were not what they appeared to be, but served the higher purpose of the Buddha’s teaching. For example, why did the Buddha, free of karmic hindrances and omniscient, once return empty-handed from his begging round? This was, it seems, out of his compassion for monks in the future who similarly will return occasionally empty-handed. Sometimes the person who composed the sutra seems to have been at a loss, or had to use some ingenuity, to explain a feature of the Buddha’s conduct. Why did the Buddha, when still a Bodhisattva just after his birth, walk seven steps?

"If it had been more beneficial to sentient beings to walk six steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked six steps. If it had been more beneficial to sentient beings to walk eight steps than to walk seven steps, the Bodhisattva would have walked eight steps. Since it was most beneficial to sentient beings to walk seven steps, he walked seven steps, not six or eight, with no one supporting him."(Chang 1983: 445)

The teaching of skill-in-means is of some importance when considering Mahayana ethics, since there is a tendency to subordinate all to the overriding concern of a truly compassionate motivation accompanied by wisdom. Thus it can be skill-in-means for a Bodhisattva to act in a way contrary to the ‘narrower’ moral or monastic code of others. The Upayakausalya Sutra recounts how the Buddha in a previous life as a celibate religious student had sexual  intercourse in order to save a poor girl who threatened to die for love of him (ibid.: 433). A story well known in Mahayana circles tells similarly how in a previous life, while still a Bodhisattva, the Buddha killed a man. This was the only way to prevent that man from killing 500 others and consequently falling to the lowest hell for a very long time. The Bodhisattva’s act was motivated by pure compassion; he realized he was acting against the moral code but he was realistically prepared to suffer in hell himself out of his concern for others. As a result, the sutra assures us, not only did the Bodhisattva progress spiritually and avoid hell, but the potential murderer was also reborn in a heavenly realm (ibid.: 456–7).

Sumber: Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundation

Jadi upaya kausalya yang bersifat melanggar aturan moralitas (sila) hanya dilakukan Bodhisattva berlandaskan kebijaksanaan (prajna) dan cinta kasih (karuna). Saya rasa orang biasa seperti kita tidak bisa mengklaim bahwa perbuatan buruk kita untuk menyelamatkan orang lain dilandasi dengan prajna dan karuna yang demikian; oleh sebab itu bukan upaya kausalya.

Info yang menarik, Sdr. Seniya. Thanks
Tapi sepertinya itu berkaitan dengan Bodhisatva bukan Buddha. Seorang Bodhisatva, seperti semua tradisi Buddhisme mengakui bahwa seorang bodhisatva adalah dalam taraf pelatihan, pengembangan paramita, dimana buah dari paramita belum terkumpul, jadi wajar saja ada kondisi yang membuat seorang bodhisatva melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan. Tapi seorang Buddha melakukan amoral??? saya masih ragu. Mungkin Sdr. Seniya atau rekan yang lain memiliki info seorang Buddha melakukan amoral dengan alasan upaya kausalya selain "white lie" dalam Saddharmapundarika Sutra?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 10:06:15 AM

1. jadi anda gk brani ngaku ya

    yauda de . saya gk biasa menghadapi penge*** yg gk gentle

Maaf, saya tidak akan terseret pada teknik pengalihan anda ini. Untuk kedua kalinya anda mengalihkan isu utama. Dan ini adalah pendapat pribadi anda, maaf saya tidak merima pendapat pribadi. Isu utamanya adalah percaya atau tidak Buddha masa lampau bukan percaya atau tidak sutra Mahayana.


Quote
2 . kalau semua orang sepertri anda

     maka mahayna adl ajran yg agak tahyul ?

        karna meragukan ?

Maaf, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Anda tidak menyangkal argumen saya, berarti ada 2 kemungkinan : anda tidak tahu dan anda sependapat. Untuk ketiga kalinya anda menghindar.

Kembali ke pertanyaan
Kenapa tidak?
Dan kenapa kita harus percaya kalau memang meragukan?
( ini 2 petanyaan loh)

Quote
3 terlalu berbelit2

   jangan terobsesi dalam diskusi
 
   santai saja dengan bahasa ringan dan padat

Maaf, mengecewakan anda, saya adalah orang yang serius dalam berdiskusi. Anda bisa bermain-main dan mengalihkan isu di topik lain dengan rekan-rekan yang lain, tapi tidak dengan saya.

Tidak ada tanggapan penolakan dari anda mengenai ajaran semua Buddha adalah sama dan anda sudah mengatakan ya sama, berarti perkataan saya benar.


Quote
4 baguslah anda ngaku itu argumen pribadi

   gk berdasar
 
    kadang orang merasa benar di jalan kecongkakan
Maaf, ini pendapat pribadi anda, saya tidak menerima pendapat pribadi.
Tidak ada pengakuan dari saya. Semua tahu itu.
Tidak ada argumen anda mengenai cara pengkajian sutra, berarti mengisyaratkan anda tidak memiliki pengetahuan akan hal tersebut. Maaf, ternyata saya salah berbicara kepada orang yang tidak tepat mengenai pengkajian sutra.

Saya rasa cukup bagi saya untuk menanggapi anda (saya sudah memberikan anda kesempatan 3 kali), Sdr. Padmakumara, selain anda tidak serius dalam berdiskusi, mengalihkan isu, berargumen tanpa dasar, saya rasa anda bukan narasumber yang baik dan tepat untuk menjawab ajaran Mahayana. OMG! Saya lupa anda dari ZFZ bukan dari Mahayana bahkan bukan Buddhisme, pantas anda tidak bisa menjawab dengan baik mengenai Mahayana. Karena bukan narasumber yang baik dan tepat, maka semua ucapan anda saya pandang angin lalu. Silahkan anda berargumen sendiri, entah mau berargumen apapun silahkan, menjelek-jelekkan saya silahkan, toh tetap anda tidak bisa menjawab pertanyaan saya. ^-^

Demikian, selanjutnya no comment untuk anda.

hahahahahaha

karakter therajana keluar

egonya gede bener

ke atas mencapai gunung semeru

kebawah sampai neraka

apakah anda tau 4 jurus therajana

sekarang jadi 5 jurus

jurus kelima : pengekor

ikut2 an pake kata2 "itu hanya pendapat pribadi"

karna uda terjebak, lanngsung ikut kata2 orang lain

trus jurus ke 4 dipake ; ngeles

buktinya gk brani diskusi lagi

ahahaahaaahhaah

orang yg merasa pintar tapi melekat pada dhamma

lebih tepatnya mele3kat pada sutta



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 10:10:08 AM
Di dalam Theravada, bila seseorang ingin menjadi Sammasambuddha; maka ia harus mengembangkan 10 Parami. 10 Parami tentunya lebih banyak daripada 6 Paramita, bukan?

saya lebih tegaskan lagi

jadi apakah bisa dibilang omong kosong kalo bicara berdasar pendapat sendiri ?

karna tak ada sutta

yg saya tekankan kata theravadanay

menurut saya pencerahan ada banyak jalan

Anda tahu arti Sutta tidak? Sutta adalah khotbah Sang Buddha. Inti khotbah Sang Buddha adalah mengenai "dukkha dan terhentinya dukkha". Untuk mencapai terhentinya dukkha, seseorang bisa memilih untuk menjadi Savaka Buddha, Pacceka Buddha, maupun Sammasambuddha.

Dan perlu diingat, apa yang tertulis di Tipitaka (Kanon Pali - Theravada) itu tidak hanya Sutta. Theravadin menggunakan referensi tidak sebatas Sutta, namun juga menggunakan Vinaya Pitaka, Abhidhamma Pitaka, Atthakatha, dan juga Tika. Jadi selama referensi yang saya gunakan berasal dari sumber-sumber ini; itu namanya valid.

Kalau pun Anda memang benar sudah lama mempelajari Theravada di sekolah dan di vihara, menurut saya dulu Anda pasti kurang belajar.

pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 10:11:15 AM
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 September 2010, 10:29:09 AM
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

Anda hanya menjawab "ada banyak jalan menuju Pencerahan". Sedangkan yang saya tanyakan adalah: "Bagaimana proses dan tahap-tahap seseorang akhirnya mencapai Pencerahan?"

Mengerti maksud pertanyaan saya? Maksudnya adalah "apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang pada saat mencapai Pencerahan (menjadi Buddha)? Sebagai referensi, kalau di Theravada, dikatakan bahwa Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan melalui tahapan:

--------------------------------------------------

Untuk kelima kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 September 2010, 10:29:16 AM
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 01:26:49 PM
[at] Padmakumara

Untuk keempat kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

*Saya rasa Anda cukup jantan sebagai seorang pria. Kalau Anda tidak tahu, katakan tidak tahu. Tidak perlu sengaja melewatkan pertanyaan saya ini.

anda betul betul buta

sudah dijawab dibilang belum

pantas saja jawaban anda selama ini gk nyambung

Anda hanya menjawab "ada banyak jalan menuju Pencerahan". Sedangkan yang saya tanyakan adalah: "Bagaimana proses dan tahap-tahap seseorang akhirnya mencapai Pencerahan?"

Mengerti maksud pertanyaan saya? Maksudnya adalah "apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang pada saat mencapai Pencerahan (menjadi Buddha)? Sebagai referensi, kalau di Theravada, dikatakan bahwa Siddhattha Gotama mencapai Pencerahan melalui tahapan:
  • mencabut 5 rintangan batin
  • memasuki jhana-jhana
  • mengarahkan pikiran ke pandangan terang
  • mengarahkan pikiran ke bentuk-bentuk iddhi
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan dibbasota
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan ceto-pariyanana
  • mengarahkan pikiran ke kemampuan pubbenivasanussatinana
  • mengarahkan pikiran ke pengetahuan tentang penghancuran asavakkhayanana
  • mengetahui sebagaimana "inilah Jalan yang menuju lenyapnya penderitaan"

--------------------------------------------------

Untuk kelima kalinya: "Lalu bagaimana proses dan tahap-tahap Pencerahan menurut Anda?"

saya sama sekali tidak tau karena belum merasakannya

menurut saya pencerahan itu tidak dapat dijelaskan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 01:27:58 PM
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*

enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 September 2010, 02:31:57 PM
enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu

Buddhavamsa saat ini hanya tersedia dalam Bahasa Pali dan Bahasa Inggris. Untuk memudahkan Anda membacanya dalam Bahasa Indonesia, saya sudah memberi Anda link RAPB (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/) dari kemarin. Sekali lagi, baca RAPB di sini => http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/ (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/).

Sepertinya Anda tidak tahu RAPB... Sedikit informasi untuk Anda, RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) adalah sebuah kompilasi yang mengandung intisari Buddhavamsa plus komentar-komentar, yang merupakan salah satu hasil karya tim DhammaCitta Press; yang menerjemahkannya langsung dari tulisan Mingun Sayadaw. Mingun Sayadaw adalah salah seorang bhikkhu dari Myanmar yang memegang gelar tipitakadhara (orang yang menghapal seluruh isi Tipitaka) dan pernah mendapatkan penghargaan dari Guiness Book Records sebagai manusia dengan ingatan paling kuat.

Saya sudah menjawab dari kemarin. Anda saja yang tidak paham-paham... Umat Buddha hari gini tidak tahu kalau di Theravada ada jalan untuk menjadi Sammasambuddha? Kemana saja Anda, Bro?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 18 September 2010, 02:32:09 PM
saya sama sekali tidak tau karena belum merasakannya

menurut saya pencerahan itu tidak dapat dijelaskan

Lalu Mahaguru Anda yang katanya sudah mencapai Pencerahan itu pun tidak bisa menjelaskan tahap-tahap menuju Pencerahan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 18 September 2010, 03:19:48 PM
pertanggung jawabkan perkataan anda yg dibold

ayo mana sumbernya ?

jangan ngeles lagi de
kayak kelana

kelana itu emang persis kaya namanya

pikirannnya berkelana trus gk jelas'

omongannnya ngawur

kalo terjebak langsung kabur

anda juga mau begitu ?

akhir kata anak sd sampai kapanpun merasa dirinya benar ngomongin hal anak smp

akhirnya saya ngerti perumpamaan itu

mahayana ngerti theravada, tidak sebaliknya

tantrayana ngerti mahayana dan theravada, tapi tidak sebaliknya

*padmakumara mode on*

anda betul betul buta

sudah saya jelaskan bahwa sumbernya ada di Buddhavamsa.

pantas saja jawaban anda selama ini gak nyambung

*padmakumara mode off*

Kikikikiki...........      ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 18 September 2010, 03:20:21 PM

Info yang menarik, Sdr. Seniya. Thanks
Tapi sepertinya itu berkaitan dengan Bodhisatva bukan Buddha. Seorang Bodhisatva, seperti semua tradisi Buddhisme mengakui bahwa seorang bodhisatva adalah dalam taraf pelatihan, pengembangan paramita, dimana buah dari paramita belum terkumpul, jadi wajar saja ada kondisi yang membuat seorang bodhisatva melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan. Tapi seorang Buddha melakukan amoral??? saya masih ragu. Mungkin Sdr. Seniya atau rekan yang lain memiliki info seorang Buddha melakukan amoral dengan alasan upaya kausalya selain "white lie" dalam Saddharmapundarika Sutra?

Ya, anda benar, itu tentang upaya kausalya seorang Bodhisattva untuk menolong orang lain. Sedangkan upaya kausalya yang dilakukan Sang Buddha dalam Saddharmapundarika Sutra hanya mengadaptasikan ajaran Beliau agar dapat dipelajari oleh semua orang dengan berbagai kecenderungan seperti yang dikutip sdr. Jerry sebelumnya. Seperti dikatakan dalam buku Mahayana Buddhism yang ditulis oleh Paul Williams, seorang peneliti Buddhisme Mahayana, tentang upaya kausalya dalam Saddharmapundarika Sutra ini:

Quote
In the sutra [Saddharmapundarika Sutra/Lotus Sutra] the Buddha, Sakyamuni Buddha, is at pains to make it quite clear to his audience that he, as a Buddha, is infinitely superior both cognitively and spiritually to those who have attained other religious goals, Buddhist and non-Buddhist:

"The Hero of the World is incalculable.
Among gods, worldlings,
And all varieties of living beings,
None can know the Buddha.
As to the Buddha’s strengths, . . . his sorts of fearlessness, . . .
His deliverances, . . . and his samadhis,
As well as the other dharmas of a Buddha,
None can fathom them."(Hurvitz 1976: 23)

Nevertheless he, the Buddha, has employed his skill-in-means and devices (upaya/upayakausalya) in order to adapt his teaching to the level of his hearers. This teaching of skill-in-means, or skilful means, is a key doctrine of the Mahayana, and one of the key teachings of the Lotus Sutra. It was undoubtedly one of the factors responsible for the success of the Lotus Sutra in East Asia. Among the principal problems which faced Buddhist missionaries during the early transmission of Buddhism to China, and thence, of course, to other countries in East Asia, was on the one hand the quantity of apparently contradictory teachings attributed to the Buddha, and on the other a pressing need to adapt the Buddhist message to suit cultures very different from those in India. Broadly speaking, in the Lotus Sutra the device of skill-in-means – the Buddha’s cleverness in applying appropriate strategems – is used to suggest that out of his infinite compassion the Buddha himself adapted his teaching to the level of his hearers. Where Buddhas are concerned, all is subordinate to their compassionate intentions that entail appropriate behaviour in that particular context. Hence, although the corpus of teachings attributed to the Buddha, if taken as a whole, embodies many contradictions, these contradictions are only apparent. Teachings are appropriate to the context in which they are given and thus their contradictions evaporate. The Buddha’s teachings are to be used like ladders, or, to apply an age-old Buddhist image, like a raft employed to cross a river. There is no point in carrying the raft once the journey has been completed and its function fulfilled. When used, such a teaching transcends itself.

The doctrine of skill-in-means prompted the Chinese Buddhist philosophical schools to produce schemata known as panjiao (p’an-chiao). Each school ranks the Buddha’s teaching in progression leading up to the highest teaching, the ‘most true’ teaching, embodied in the principal sutra of that school. Thus each school explains the purpose for teaching each doctrine, and the reason why only its own sutra embodies the final teaching – inasmuch as the final teaching can be captured directly or indirectly in words.

Moreover the doctrine of skill-in-means was taken to entail an apparently infinite flexibility in adapting the teaching of the Buddha to suit changing circumstances. The Buddha teaches out of his infinite compassion for sentient beings. All teachings are exactly appropriate to the level of those for whom they were intended. Any adaptation whatsoever, provided it is animated by the Buddha’s compassion and wisdom, and is suitable for the recipient, is a part of or relatively acceptable to Buddhism. The Buddha, or indeed in some contexts a Bodhisattva, is quite capable of teaching even non-Buddhist teachings if that is for the benefit of beings. In point of fact, the application of skill-in-means in Mahayana Buddhism comes to extend beyond simply adapting the doctrine to the level of the hearers to refer to any behaviour by the Buddha or Bodhisattvas which is perhaps not what one might expect, but which is done through the motivation of compassion, animated by wisdom, for the benefit of others.

Anda dapat membaca versi lengkap Saddharmapundarika Sutra dalam bahasa Indonesia di http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm (http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm) dan membuktikan sendiri apakah ada di dalamnya upaya kausalya yang bersifat amoral selain white lie yang dilakukan Sang Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 11:20:49 PM
saya sama sekali tidak tau karena belum merasakannya

menurut saya pencerahan itu tidak dapat dijelaskan

Lalu Mahaguru Anda yang katanya sudah mencapai Pencerahan itu pun tidak bisa menjelaskan tahap-tahap menuju Pencerahan?

kalau mau berhasil....


menghormati guru

menghargai dhamma

tekun bersadhana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 18 September 2010, 11:23:15 PM
enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu

Buddhavamsa saat ini hanya tersedia dalam Bahasa Pali dan Bahasa Inggris. Untuk memudahkan Anda membacanya dalam Bahasa Indonesia, saya sudah memberi Anda link RAPB (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/) dari kemarin. Sekali lagi, baca RAPB di sini => http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/ (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/).

Sepertinya Anda tidak tahu RAPB... Sedikit informasi untuk Anda, RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) adalah sebuah kompilasi yang mengandung intisari Buddhavamsa plus komentar-komentar, yang merupakan salah satu hasil karya tim DhammaCitta Press; yang menerjemahkannya langsung dari tulisan Mingun Sayadaw. Mingun Sayadaw adalah salah seorang bhikkhu dari Myanmar yang memegang gelar tipitakadhara (orang yang menghapal seluruh isi Tipitaka) dan pernah mendapatkan penghargaan dari Guiness Book Records sebagai manusia dengan ingatan paling kuat.

Saya sudah menjawab dari kemarin. Anda saja yang tidak paham-paham... Umat Buddha hari gini tidak tahu kalau di Theravada ada jalan untuk menjadi Sammasambuddha? Kemana saja Anda, Bro?

saya cuma butuh post kata2 langsung

tidak perlu tipuan seperti itu

mahasi sayadaw yang itu saya pernah dengar

apakah masi hidup dia ?

cuma menghafal, so what

rapb apakah sama dengan buku riwayat agung para buddha yg sudah terbit dalam 3 jilid ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 September 2010, 12:03:20 AM
enak aka tinggal ngomomng

baru kali ini ketemu member yg cuma kasitau judul tapi gk brani nunjukin

ayo tunjukin. bisa aja anda mau nipu

Buddhavamsa saat ini hanya tersedia dalam Bahasa Pali dan Bahasa Inggris. Untuk memudahkan Anda membacanya dalam Bahasa Indonesia, saya sudah memberi Anda link RAPB (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/) dari kemarin. Sekali lagi, baca RAPB di sini => http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/ (http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/).

Sepertinya Anda tidak tahu RAPB... Sedikit informasi untuk Anda, RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) adalah sebuah kompilasi yang mengandung intisari Buddhavamsa plus komentar-komentar, yang merupakan salah satu hasil karya tim DhammaCitta Press; yang menerjemahkannya langsung dari tulisan Mingun Sayadaw. Mingun Sayadaw adalah salah seorang bhikkhu dari Myanmar yang memegang gelar tipitakadhara (orang yang menghapal seluruh isi Tipitaka) dan pernah mendapatkan penghargaan dari Guiness Book Records sebagai manusia dengan ingatan paling kuat.

Saya sudah menjawab dari kemarin. Anda saja yang tidak paham-paham... Umat Buddha hari gini tidak tahu kalau di Theravada ada jalan untuk menjadi Sammasambuddha? Kemana saja Anda, Bro?

saya cuma butuh post kata2 langsung

tidak perlu tipuan seperti itu

mahasi sayadaw yang itu saya pernah dengar

apakah masi hidup dia ?

cuma menghafal, so what

rapb apakah sama dengan buku riwayat agung para buddha yg sudah terbit dalam 3 jilid ?

si tolol ini bahkan gak bisa membedakan M I N G U N SAYADAW dan M A H A S I Sayadaw =)) =)) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 19 September 2010, 01:37:32 AM
Upaya Kausaya Sutra yang saya kutip, bagian dari Saddharmapundarika Sutra koq.. Karena kepanjangan, besok-besok saya baru lanjutkan baca lagi. :)

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 September 2010, 09:38:24 AM
kalau mau berhasil....


menghormati guru

menghargai dhamma

tekun bersadhana


- Upasaka bertanya: Apa itu Pencerahan?

- Padmakumara menjawab: Pencerahan itu tidak bisa dijelaskan.

- Upasaka bertanya: Kalau tidak bisa dijelaskan, bagaimana kita tahu Pencerahan itu seperti apa?

- Padmakumara: Dengan cara menghormati guru, menghargai dharma dan tekun bersadhana; maka akan tahu seperti apa Pencerahan itu.

- Upasaka bertanya: Bagaimana tahap-tahap menuju Pencerahan itu?

- Padmakumara bertanya: Dengan cara menghormati guru, menghargai dharma dan tekun bersadhana; maka akan tahu seperti apa Pencerahan itu.

- Upasaka bertanya: Yang saya tanya, apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang saat mencapai Pencerahan? Sebagai referensi, Siddhattha Gotama memasuki tahapan-tahapan meditatif seperti yang sudah saya tulis kemarin...

- Padmakumara menjawab: Pencerahan tidak bisa dijelaskan.

- Upasaka jadi: ................................

-----------------------------

Tolong buka mata Anda, Bro. Yang saya tanyakan adalah "bagaimana tahapan atau fase-fase yang terjadi pada seseorang hingga akhirnya tercerahkan?". Jawaban Anda di atas (yang saya cetak huruf tebal biru) lebih condong disebut sebagai metode untuk mencapai Pencerahan. Ada jurang perbedaan besar antara pertanyaan saya dengan jawaban Anda. Kalau intelektual Anda tidak sanggup mencerna kata-kata saya, akan saya berikan ilustrasi sebagai berikut....

Upasaka bertanya: "Bagaimana tahap-tahap yang terjadi pada pikiran seseorang saat mengalami mimpi dalam tidur?"
Padmakumara menjawab: "Kalau mau mengalami mimpi dalam tidur, harus berbaring di ranjang, pejamkan mata, dan tenangkan diri Anda."

Saya harap Anda paham kali ini...

*Untuk kedua kalinya: "Lalu Mahaguru Anda yang katanya sudah mencapai Pencerahan itu pun tidak bisa menjelaskan tahap-tahap menuju Pencerahan?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 September 2010, 09:38:35 AM
saya cuma butuh post kata2 langsung

tidak perlu tipuan seperti itu

mahasi sayadaw yang itu saya pernah dengar

apakah masi hidup dia ?

cuma menghafal, so what

rapb apakah sama dengan buku riwayat agung para buddha yg sudah terbit dalam 3 jilid ?

Baiklah, kalau Anda ingin mempermalukan diri Anda lebih jauh lagi. Kali ini akan saya cantumkan sumber sejelas-jelasnya...

---------------------------------

Referensi yang menjelaskan bagaimana seseorang yang bertekad untuk menjadi Sammasambuddha (Bodhisatta) perlu mengembangkan Parami, dapat dibaca di RAPB I - Bab 3, halaman 73. Urutan-urutan Parami dibahas lebih lanjut di RAPB I - Bab 3, halaman 76. Fungsi dan karakteristik dari pentingnya Parami bagi seorang Bodhisatta diuraikan di RAPB I - Bab 3, halaman 85. Kondisi yang diperlukan untuk mengumpulkan Parami dibahas di RAPB I - Bab 3, halaman 94. ... Cara mempraktikkan 10 Parami di RAPB I - Bab 3, halaman 142. ... dan masih banyak lagi metode untuk menjadi Sammasambuddha yang dibahas di sana.

---------------------------------

Ini semua bersumber dari Buddhavamsa, salah satu kitab yang terdapat dalam Khuddaka Nikaya di Tipitaka Pali (Theravada). Di dalam Tripitaka Mahayana, justru metode sejelas ini tidak dapat ditemukan. Tripitaka Mahayana juga memiliki 4 Nikaya yang ada di Tipitaka Pali (Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya); namun Tripitaka Mahayana tidak memiliki Khuddaka Nikaya. Jadi ajaran untuk menjadi Sammasambuddha yang paling lengkap justru ada di Theravada, bukan ada di Mahayana, Tantrayana apalagi TBSN! Harap hal ini Anda ketahui secara jelas.

Saya bukan penipu seperti Anda. Jadi saya tidak akan mungkin menyatakan sesuatu yang omong kosong. Sekarang saya sudah menyertakan sumber referensi sejelas-jelasnya. Kalau Anda masih saja mempertanyakan, maka Anda hanya terlihat mencari-cari celah; alias Anda tidak punya itikad diskusi yang baik.

Yang saya sebutkan kemarin adalah Mingun Sayadaw, bukan Mahasi Sayadaw. Anda lagi-lagi mempermalukan diri Anda sendiri. Lihat, Bro Indra saja tertawa terbahak-bahak... :)

RAPB adalah sebuah buku yang tebal. Oleh karena itu, disusunlah dalam 3 jilid. Ya, Tim DhammaCitta Press sudah menerbitkannya. Akhirnya ada juga sedikit hal yang Anda ketahui, rupanya Anda tidak kuper-kuper amat.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 19 September 2010, 10:59:04 AM
kalau mau berhasil....


menghormati guru

menghargai dhamma

tekun bersadhana


- Upasaka bertanya: Apa itu Pencerahan?

- Padmakumara menjawab: Pencerahan itu tidak bisa dijelaskan.

- Upasaka bertanya: Kalau tidak bisa dijelaskan, bagaimana kita tahu Pencerahan itu seperti apa?

- Padmakumara: Dengan cara menghormati guru, menghargai dharma dan tekun bersadhana; maka akan tahu seperti apa Pencerahan itu.

- Upasaka bertanya: Bagaimana tahap-tahap menuju Pencerahan itu?

- Padmakumara bertanya: Dengan cara menghormati guru, menghargai dharma dan tekun bersadhana; maka akan tahu seperti apa Pencerahan itu.

- Upasaka bertanya: Yang saya tanya, apa saja yang terjadi pada fisik atau batin seseorang saat mencapai Pencerahan? Sebagai referensi, Siddhattha Gotama memasuki tahapan-tahapan meditatif seperti yang sudah saya tulis kemarin...

- Padmakumara menjawab: Pencerahan tidak bisa dijelaskan.

- Upasaka jadi: ................................

-----------------------------

Tolong buka mata Anda, Bro. Yang saya tanyakan adalah "bagaimana tahapan atau fase-fase yang terjadi pada seseorang hingga akhirnya tercerahkan?". Jawaban Anda di atas (yang saya cetak huruf tebal biru) lebih condong disebut sebagai metode untuk mencapai Pencerahan. Ada jurang perbedaan besar antara pertanyaan saya dengan jawaban Anda. Kalau intelektual Anda tidak sanggup mencerna kata-kata saya, akan saya berikan ilustrasi sebagai berikut....

Upasaka bertanya: "Bagaimana tahap-tahap yang terjadi pada pikiran seseorang saat mengalami mimpi dalam tidur?"
Padmakumara menjawab: "Kalau mau mengalami mimpi dalam tidur, harus berbaring di ranjang, pejamkan mata, dan tenangkan diri Anda."

Saya harap Anda paham kali ini...

*Untuk kedua kalinya: "Lalu Mahaguru Anda yang katanya sudah mencapai Pencerahan itu pun tidak bisa menjelaskan tahap-tahap menuju Pencerahan?"

okelah kalo gitu

intinya kalau mau berhasil mencapai siddhi cahaya pelangi

tekunilah sadhana sampai berhasil lulus sadhana mahapurna
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 19 September 2010, 11:01:41 AM
saya cuma butuh post kata2 langsung

tidak perlu tipuan seperti itu

mahasi sayadaw yang itu saya pernah dengar

apakah masi hidup dia ?

cuma menghafal, so what

rapb apakah sama dengan buku riwayat agung para buddha yg sudah terbit dalam 3 jilid ?

Baiklah, kalau Anda ingin mempermalukan diri Anda lebih jauh lagi. Kali ini akan saya cantumkan sumber sejelas-jelasnya...

---------------------------------

Referensi yang menjelaskan bagaimana seseorang yang bertekad untuk menjadi Sammasambuddha (Bodhisatta) perlu mengembangkan Parami, dapat dibaca di RAPB I - Bab 3, halaman 73. Urutan-urutan Parami dibahas lebih lanjut di RAPB I - Bab 3, halaman 76. Fungsi dan karakteristik dari pentingnya Parami bagi seorang Bodhisatta diuraikan di RAPB I - Bab 3, halaman 85. Kondisi yang diperlukan untuk mengumpulkan Parami dibahas di RAPB I - Bab 3, halaman 94. ... Cara mempraktikkan 10 Parami di RAPB I - Bab 3, halaman 142. ... dan masih banyak lagi metode untuk menjadi Sammasambuddha yang dibahas di sana.

---------------------------------

Ini semua bersumber dari Buddhavamsa, salah satu kitab yang terdapat dalam Khuddaka Nikaya di Tipitaka Pali (Theravada). Di dalam Tripitaka Mahayana, justru metode sejelas ini tidak dapat ditemukan. Tripitaka Mahayana juga memiliki 4 Nikaya yang ada di Tipitaka Pali (Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya); namun Tripitaka Mahayana tidak memiliki Khuddaka Nikaya. Jadi ajaran untuk menjadi Sammasambuddha yang paling lengkap justru ada di Theravada, bukan ada di Mahayana, Tantrayana apalagi TBSN! Harap hal ini Anda ketahui secara jelas.

Saya bukan penipu seperti Anda. Jadi saya tidak akan mungkin menyatakan sesuatu yang omong kosong. Sekarang saya sudah menyertakan sumber referensi sejelas-jelasnya. Kalau Anda masih saja mempertanyakan, maka Anda hanya terlihat mencari-cari celah; alias Anda tidak punya itikad diskusi yang baik.

Yang saya sebutkan kemarin adalah Mingun Sayadaw, bukan Mahasi Sayadaw. Anda lagi-lagi mempermalukan diri Anda sendiri. Lihat, Bro Indra saja tertawa terbahak-bahak... :)

RAPB adalah sebuah buku yang tebal. Oleh karena itu, disusunlah dalam 3 jilid. Ya, Tim DhammaCitta Press sudah menerbitkannya. Akhirnya ada juga sedikit hal yang Anda ketahui, rupanya Anda tidak kuper-kuper amat.

saya tetap gk akan percaya

sebelum dikutipkan langsung kata2nya

karena anda menggunakan theravada

kita liat saja

harga buku tu brapa tu

hahaahaa

kayaknya mahal

kok gk beli dari penerbit resmi hah ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 September 2010, 11:04:40 AM
okelah kalo gitu

intinya kalau mau berhasil mencapai siddhi cahaya pelangi

tekunilah sadhana sampai berhasil lulus sadhana mahapurna

*Hudoyo Hupudio mode on*

Ini orang gak ngerti. :)

*Hudoyo Hupudio mode off*
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 September 2010, 11:05:00 AM
saya tetap gk akan percaya

sebelum dikutipkan langsung kata2nya

karena anda menggunakan theravada

kita liat saja

harga buku tu brapa tu

hahaahaa

kayaknya mahal

kok gk beli dari penerbit resmi hah ?

Bagus. Jangan langsung percaya pada ucapan saya, kecuali Anda sudah membuktikannya sendiri. Saya puji sikap kritis Anda yang satu ini. Buku RAPB ini bisa Anda dapatkan gratis tanpa pungutan biaya sepeser pun. Anda bisa me-request Buku RAPB ini di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 19 September 2010, 11:19:37 AM
saya tetap gk akan percaya

sebelum dikutipkan langsung kata2nya

karena anda menggunakan theravada

kita liat saja

harga buku tu brapa tu

hahaahaa

kayaknya mahal

kok gk beli dari penerbit resmi hah ?

Bagus. Jangan langsung percaya pada ucapan saya, kecuali Anda sudah membuktikannya sendiri. Saya puji sikap kritis Anda yang satu ini. Buku RAPB ini bisa Anda dapatkan gratis tanpa pungutan biaya sepeser pun. Anda bisa me-request Buku RAPB ini di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507).

owe sih uda ada e book nya

kalo liat nama " ketua " yg bagiin

owe kagak bakal dikasih walau minta ampe berbusa

kan sensi2 gitu de

hahaahaaa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 19 September 2010, 11:27:41 AM
owe sih uda ada e book nya

kalo liat nama " ketua " yg bagiin

owe kagak bakal dikasih walau minta ampe berbusa

kan sensi2 gitu de

hahaahaaa

Coba saja dulu... Lagipula, kalau sudah ada ebook-nya sudah bisa baca semua isi RAPB kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 19 September 2010, 07:28:45 PM
saya tetap gk akan percaya

sebelum dikutipkan langsung kata2nya

karena anda menggunakan theravada

kita liat saja

harga buku tu brapa tu

hahaahaa

kayaknya mahal

kok gk beli dari penerbit resmi hah ?

Bagus. Jangan langsung percaya pada ucapan saya, kecuali Anda sudah membuktikannya sendiri. Saya puji sikap kritis Anda yang satu ini. Buku RAPB ini bisa Anda dapatkan gratis tanpa pungutan biaya sepeser pun. Anda bisa me-request Buku RAPB ini di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507).

owe sih uda ada e book nya

kalo liat nama " ketua " yg bagiin

owe kagak bakal dikasih walau minta ampe berbusa

kan sensi2 gitu de

hahaahaaa

Kalau sdr.padpad posisi-nya ada di MEDAN, saya akan antarkan ke sdr.padpad. Kebetulan saya masih ada 12 set RAPB
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 20 September 2010, 02:11:02 PM
Cuplikan Payasi Sutta Digha Nikaya:

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_23_Payasi_Sutta_Walshe

29. ‘Pangeran, aku akan memberikan sebuah perumpamaan .... Suatu ketika, beberapa penduduk dari suatu daerah pergi merantau. Dan seseorang berkata kepada temannya: “Ayo, mari kita pergi ke desa itu, kita mungkin menemukan sesuatu yang berharga!” temannya setuju, maka mereka pergi ke daerah itu, dan sampai ke jalan desa. [350] Dan di sana mereka melihat tumpukan rami yang telah dibuang, dan salah seorang berkata: “Ini adalah tumpukan rami. Engkau buat seikat, aku buat seikat, dan kita berdua akan membawanya.” Yang lainnya setuju, dan mereka melakukan hal itu. Kemudian, mereka sampai ke jalan desa yang lain, mereka menemukan tumpukan benang rami, dan salah satu dari mereka berkata: “Tumpukan benang rami ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami ini. Mari kita buang rami yang kita bawa, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban benang rami ini.” “Aku telah membawa rami ini menempuh perjalanan yang jauh dan rami ini sudah terikat dengan baik. Ini cukup buatku – engkau lakukanlah apa yang engkau suka!” Maka temannya membuang rami itu dan mengambil benang rami.’

‘“Sampai di jalan desa lainnya, mereka menemukan beberapa kain rami, dan salah seorang dari mereka berkata: “Tumpukan kain rami ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami atau benang rami ini. Engkau buanglah beban rami itu dan aku akan membuang beban benang rami ini, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban kain rami ini.” Tetapi yang lainnya menjawab seperti sebelumnya, maka temannya membuang benang rami itu dan mengambil kain rami. [351] Di desa lainnya, mereka melihat tumpukan batang linen ..., di desa lain, benang linen ..., di desa lain, kain linen ..., di desa lain, kapas ..., di desa lain, benang katun ..., di desa lain, kain katun ..., di desa lain, besi ..., di desa lain, tembaga ..., di desa lain, timah ..., di desa lain, timah hitam ..., di desa lain, perak ..., di desa lain, emas. Kemudian salah seorang berkata: “Tumpukan emas ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami, benang rami, kain rami, batang linen, benang linen, kain linen, kapas, benang katun, kain katun, besi, timah, timah hitam, perak ini. Engkau buanglah beban rami itu dan aku akan membuang beban perak ini, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban emas ini.” “Aku telah membawa rami ini menempuh perjalanan yang jauh dan rami ini sudah terikat dengan baik. Ini cukup buatku – engkau lakukanlah apa yang engkau suka!” Maka temannya membuang beban perak itu dan mengambil emas.’

‘Kemudian mereka pulang ke desa mereka. Dan di sana, ia yang membawa beban rami tidak memberikan kesenangan kepada orang tua, istri dan anak-anaknya, dan ia bahkan tidak mendapatkan kesenangan atau [352] kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Tetapi ia yang pulang membawa emas memberikan kesenangan bagi orang tua, istri dan anak-anaknya, teman dan rekan-rekannya, dan ia mendapatkan kegembiraan dan kebahagiaan untuk dirinya sendiri juga.’

‘Pangeran, engkau berbicara seperti si pembawa rami dalam perumpamaanku. Pangeran, lepaskanlah pandangan salahmu itu, lepaskanlah! Jangan biarkan pandangan itu menyebabkan kemalangan dan penderitaan bagimu untuk waktu yang lama!’
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 20 September 2010, 08:20:46 PM
Cuplikan Payasi Sutta Digha Nikaya:

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_23_Payasi_Sutta_Walshe

29. ‘Pangeran, aku akan memberikan sebuah perumpamaan .... Suatu ketika, beberapa penduduk dari suatu daerah pergi merantau. Dan seseorang berkata kepada temannya: “Ayo, mari kita pergi ke desa itu, kita mungkin menemukan sesuatu yang berharga!” temannya setuju, maka mereka pergi ke daerah itu, dan sampai ke jalan desa. [350] Dan di sana mereka melihat tumpukan rami yang telah dibuang, dan salah seorang berkata: “Ini adalah tumpukan rami. Engkau buat seikat, aku buat seikat, dan kita berdua akan membawanya.” Yang lainnya setuju, dan mereka melakukan hal itu. Kemudian, mereka sampai ke jalan desa yang lain, mereka menemukan tumpukan benang rami, dan salah satu dari mereka berkata: “Tumpukan benang rami ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami ini. Mari kita buang rami yang kita bawa, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban benang rami ini.” “Aku telah membawa rami ini menempuh perjalanan yang jauh dan rami ini sudah terikat dengan baik. Ini cukup buatku – engkau lakukanlah apa yang engkau suka!” Maka temannya membuang rami itu dan mengambil benang rami.’

‘“Sampai di jalan desa lainnya, mereka menemukan beberapa kain rami, dan salah seorang dari mereka berkata: “Tumpukan kain rami ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami atau benang rami ini. Engkau buanglah beban rami itu dan aku akan membuang beban benang rami ini, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban kain rami ini.” Tetapi yang lainnya menjawab seperti sebelumnya, maka temannya membuang benang rami itu dan mengambil kain rami. [351] Di desa lainnya, mereka melihat tumpukan batang linen ..., di desa lain, benang linen ..., di desa lain, kain linen ..., di desa lain, kapas ..., di desa lain, benang katun ..., di desa lain, kain katun ..., di desa lain, besi ..., di desa lain, tembaga ..., di desa lain, timah ..., di desa lain, timah hitam ..., di desa lain, perak ..., di desa lain, emas. Kemudian salah seorang berkata: “Tumpukan emas ini adalah apa yang kita butuhkan dari rami, benang rami, kain rami, batang linen, benang linen, kain linen, kapas, benang katun, kain katun, besi, timah, timah hitam, perak ini. Engkau buanglah beban rami itu dan aku akan membuang beban perak ini, dan kita melanjutkan perjalanan dengan membawa beban emas ini.” “Aku telah membawa rami ini menempuh perjalanan yang jauh dan rami ini sudah terikat dengan baik. Ini cukup buatku – engkau lakukanlah apa yang engkau suka!” Maka temannya membuang beban perak itu dan mengambil emas.’

‘Kemudian mereka pulang ke desa mereka. Dan di sana, ia yang membawa beban rami tidak memberikan kesenangan kepada orang tua, istri dan anak-anaknya, dan ia bahkan tidak mendapatkan kesenangan atau [352] kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Tetapi ia yang pulang membawa emas memberikan kesenangan bagi orang tua, istri dan anak-anaknya, teman dan rekan-rekannya, dan ia mendapatkan kegembiraan dan kebahagiaan untuk dirinya sendiri juga.’

‘Pangeran, engkau berbicara seperti si pembawa rami dalam perumpamaanku. Pangeran, lepaskanlah pandangan salahmu itu, lepaskanlah! Jangan biarkan pandangan itu menyebabkan kemalangan dan penderitaan bagimu untuk waktu yang lama!’

semoga padpad bisa 'tercerahkan' setelah membaca cerita ini. ^:)^

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 20 September 2010, 08:24:23 PM
saya tetap gk akan percaya

sebelum dikutipkan langsung kata2nya

karena anda menggunakan theravada

kita liat saja

harga buku tu brapa tu

hahaahaa

kayaknya mahal

kok gk beli dari penerbit resmi hah ?

Bagus. Jangan langsung percaya pada ucapan saya, kecuali Anda sudah membuktikannya sendiri. Saya puji sikap kritis Anda yang satu ini. Buku RAPB ini bisa Anda dapatkan gratis tanpa pungutan biaya sepeser pun. Anda bisa me-request Buku RAPB ini di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9384.msg270507#msg270507).

owe sih uda ada e book nya

kalo liat nama " ketua " yg bagiin

owe kagak bakal dikasih walau minta ampe berbusa

kan sensi2 gitu de

hahaahaaa

Kalau sdr.padpad posisi-nya ada di MEDAN, saya akan antarkan ke sdr.padpad. Kebetulan saya masih ada 12 set RAPB

thanks de

tapi owe bukan di medan

haha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 20 September 2010, 08:25:08 PM
Pangeran, engkau berbicara seperti si pembawa rami dalam perumpamaanku. Pangeran, lepaskanlah pandangan salahmu itu, lepaskanlah! Jangan biarkan pandangan itu menyebabkan kemalangan dan penderitaan bagimu untuk waktu yang lama!’

apa yg kau maksud denagn ini lim

tolong jelaskan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 20 September 2010, 08:44:21 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 22 September 2010, 11:17:52 AM
sungguh terikat 

sungguh terikat

sulit diseberangkan

sulit diseberangkan

terus tumimbal lahir tanpa henti

terus tumimbal lahir tanpa henti

tidak mengenal hidup dan mati

tidak mengenal hidup dan mati

kelihatannya berjodoh padahal tidak

kelihatannya berjodoh padahal tidak

mohon ampun depan raja yama

mohon ampun depan raja yama
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 22 September 2010, 08:22:03 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 23 September 2010, 06:41:42 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: andry on 23 September 2010, 07:39:52 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
inget se xiung, ini Dhamma, dengan huruf D besar... beda pemaknaan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 24 September 2010, 03:20:05 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
inget se xiung, ini Dhamma, dengan huruf D besar... beda pemaknaan.

maaf ! padpad tidak bisa membedakan karena memang sudah demikian yang ada =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 24 September 2010, 08:03:15 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
inget se xiung, ini Dhamma, dengan huruf D besar... beda pemaknaan.

maaf ! padpad tidak bisa membedakan karena memang sudah demikian yang ada =))

benar sekali

tumben otakmu dipake
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 24 September 2010, 08:09:19 PM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
inget se xiung, ini Dhamma, dengan huruf D besar... beda pemaknaan.

maaf ! padpad tidak bisa membedakan karena memang sudah demikian yang ada =))

benar sekali

tumben otakmu dipake

ai any time mengunakannya
tapi anda sama sekali tidak memakainya =))=))
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jerry on 25 September 2010, 12:01:44 AM
to keep it 'fresh from oven' mah bro.. :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: padmakumara on 25 September 2010, 10:26:52 AM
bro Fabian ternyata padpad masih belum mengerti, padpad masih belum mengerti

 :'(

 _/\_

1. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia,
2. Jauh lebih sulit mengenal Dhamma
3. Lebih sulit daripada itu mendapat kesempatan mempraktikkan Dhamma
4. Yang tersulit diantara semuanya adalah me-realisasi Dhamma.

Sampai dimanakah kita...?

 _/\_

1. untungnya sudah

2.gampang tu

3. lebig gampang lagi

4. kalo ini susah


ahahahhaha
inget se xiung, ini Dhamma, dengan huruf D besar... beda pemaknaan.

maaf ! padpad tidak bisa membedakan karena memang sudah demikian yang ada =))

benar sekali

tumben otakmu dipake

ai any time mengunakannya
tapi anda sama sekali tidak memakainya =))=))
 _/\_

gimana mau pake kalo punya aja ngak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: natalya dewi on 03 October 2010, 05:43:48 PM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 October 2010, 06:08:55 PM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...

Penyelidikan Dhamma juga termasuk di dalam praktek. Setuju-kah anda ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 04 October 2010, 01:14:48 AM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...

Mungkin pertanyaan yang tepat adalah: "Mana ada Sang Buddha mengajarkan vegetarian, baca mantra, melakukan mudra, mengajarkan sadhana, serta memberikan ajaran rahasia (esoterik) semasa Beliau hidup?"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 04 October 2010, 05:00:26 AM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...

membahas Dhamma dan memberi tahu mana yang benar dan mana salah ! atau kata lain meluruskan pandangan sesuai dengan ajaran Buddha Gotama, hal tersebut dilakukan termasuk perbuatan Baik, setuju ?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Edward on 14 October 2010, 04:47:30 AM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...

Mungkin pertanyaan yang tepat adalah: "Mana ada Sang Buddha mengajarkan vegetarian, baca mantra, melakukan mudra, mengajarkan sadhana, serta memberikan ajaran rahasia (esoterik) semasa Beliau hidup?"
::)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Nevada on 14 October 2010, 10:39:35 AM
::)

8->
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 14 October 2010, 11:56:55 AM
Sengit sekali pembahasannya. menurut saya, daripada asik memperdebatkan mana yang benar, mengapa tidak melatih diri supaya mencapai pencerahan. kalau sudah mencapai pencerahan, anda kan bisa tahu sendiri mana yang benar ? di dhammapada kan ada ditulis, daripada seratus tahun membaca paritta dan belajar, lebih baik melatih diri...beigutlah intinya kira-kira. daripada berdebat 100 halaman, mengapa tidak melatih diri saja ? kalau berdebat seperti ini, buntut-buntutnya saling menuding, lalu timbul perasaan benci dan lain-lain, ini bukan menambah kamma baik, malah menambah kamma buruk.
untuk gampangnya, pakai aja inti ajaran buddha: kurangi berbuat jahat, perbanyak perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran. mana ada theravada dan mahayana pada masa sang Buddha hidup...

Mungkin pertanyaan yang tepat adalah: "Mana ada Sang Buddha mengajarkan vegetarian, baca mantra, melakukan mudra, mengajarkan sadhana, serta memberikan ajaran rahasia (esoterik) semasa Beliau hidup?"

di Kitab Mahayana, Vajrayana ada tuh...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arook on 16 December 2010, 04:07:06 PM
Apakah benar Mahayana mengajarkan tentang proses setelah manusia mati? jika dlm khasanah Jawa disebut SANGKAN PARANING DUMADI..terima kasih
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mahadeva on 22 December 2010, 12:29:11 PM
Apakah benar Mahayana mengajarkan tentang proses setelah manusia mati? jika dlm khasanah Jawa disebut SANGKAN PARANING DUMADI..terima kasih

tidak..itukan kejawen...

di buddhism tujuannya bukan untuk dumadi kok.....tapi kebangunan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 22 December 2010, 03:40:57 PM
Dari perdebatan yang demikian panjang dan melelahkan, kesimpulan saya adalah:


Theravada cenderung menuduh Mahayana ETERNALISTIK :ngomel:
Mahayana cenderung menuduh Theravada  NIHILISTIK :ngomel:


Referensi mengenai Eternalistik dan Nihilistik adalah sbb:
Quote
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2604.0  (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=2604.0)

NIHILISME
3. Ajita Kesakambala
Pandangannya adalah uccheda-vada, kemusnahan/annihilation. Lebih lanjut bisa dikategorikan sebagai materialisme, yang menyangkal kehidupan lampau, kehidupan yang akan datang, kelahiran kembali, surga, neraka, buah dari perbuatan, baik ataupun buruk. Ia juga menyangkal semua pengetahuan yang timbul dari pencerahan. Pandangannya bisa juga disebut natthika-vada (nihilisme).

ETERNALISME
4. Pakudha Kaccayana, [….], alirannya bisa digolongkan sebagai akiriya-vada, yaitu menyangkal perbuatan berkehendak. Tetapi aliran tersebut juga bisa digolongkan sassata-vada (kekekalan), karena ia percaya ada suatu atta dalam setiap makhluk.

In my opinion, semua itu berpangkal dari ajaran Buddha yang paling eksentrik yaitu AN-ATTA .  Anatta adalah ajaran yang jelas-jelas BERLAWANAN dengan ajaran  SEMUA AGAMA di dunia yang mengajarkan adanya ATTA (apapun istilahnya, Jiva, Jiwa, Soul, Spirit, Roh, etc.) yang ETERNAL. :D

BRAHMANISME memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa ATTA/ATMAN bila MOKSHA akan menyatu dengan BRAHMAN. Bagai TETES AIR menyatu dengan SAMUDRA. Manunggaling Kawula Gusti. Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D

Jainisme walau NON-THEIS (tidak mempercayai BRAHMA sebagai Pencipta Semesta) namun juga memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa bila JIVA  MOKSHA maka jiva akan mencapai NIRVANA (Jainisme menganggap Nirvana/Nibbana adalah alam tertinggi , lebih tinggi dari Alam Maha Brahma). Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK. :D

Menurut logika sederhana, Buddha seharusnya menerima paham NIHILISTIK sebagai pasangan ideal dari AN-ATTA. Namun ternyata Buddha dengan tegas menolak NIHILSIME. Mengapa? Di satu sisi, bila Buddha menerimanya maka berarti dia menyetujui Ajita Kesakambala sang guru NIHILISME. :))

Di sisi lain, cara Buddha menolak NIHILISME adalah sedikit banyak meniru DENIAL METHOD-nya JAINISME. Bukan ini bukan itu. Bukan eternalis bukan nihilis. :??


Tidak ada kepastian yang dapat dijangkau dengan logika (nihil? eternal?)  dalam hal (PARI)NIBBANA ini yang kemudian menjadi DEBAT ABADI antara Theravada dan Mahayana masa kini. ~X( ~X(


ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama  DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME  dan ATHEISME  yang juga tak akan pernah berakhir).

Dan perdebatan (Pari)nibbana ini kemudian merembet ke perdebatan Arahat versus Bodhisattva & Dhammakaya versus Trikaya.

Mungkin yang paling happy ^-^  dalam benang kusut ETERNALISME (ala Pakudha Kaccayana) dan NIHILISME (ala Ajita Kesakambala ) ini adalah Sanjaya Belatthaputta yang mengajarkan AGNOSTIK-ISME (don’t know)  alias SKEPTIK-ISME (ragu pangkal cerah – pinjem morpheus punya istilah).

Karena itu konon Sanjaya Belatthaputta yang jeli melihat ‘titik lemah’ ajaran Buddha ini pernah bercanda (lebih kurang demikian): “Yang merasa pandai silahkan jadi pengikut Buddha, yang merasa kurang pandai silahkan jadi pengikut saya saja.”  =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mahadeva on 22 December 2010, 08:03:18 PM
'Menurut logika sederhana, Buddha seharusnya menerima paham NIHILISTIK sebagai pasangan ideal dari AN-ATTA. Namun ternyata Buddha dengan tegas menolak NIHILSIME. Mengapa? Di satu sisi, bila Buddha menerimanya maka berarti dia menyetujui Ajita Kesakambala sang guru NIHILISME. :))'

hmm..anatta kalau menurut saya bukan nihilistik kok....bukan juga eternalis....

yah sama seperti kolong meja.....apakah bisa ada tanpa meja?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 23 December 2010, 05:59:10 AM
Karena itu konon Sanjaya Belatthaputta yang jeli melihat ‘titik lemah’ ajaran Buddha ini pernah bercanda (lebih kurang demikian): “Yang merasa pandai silahkan jadi pengikut Buddha, yang merasa kurang pandai silahkan jadi pengikut saya saja.”) [/b]

saya pilih yang bold hitam  :)) :))
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 23 December 2010, 10:00:11 AM
Saya lebih setuju terjemahan AN-ATTA = NOT SELF daripada NO SELF...
NOT SELF = tidak sendiri (tidak berdiri sendiri, berkondisi)
NO SELF = tidak ada (NO) diri
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 23 December 2010, 04:03:40 PM
Saya lebih setuju terjemahan AN-ATTA = NOT SELF daripada NO SELF...
NOT SELF = tidak sendiri (tidak berdiri sendiri, berkondisi)
NO SELF = tidak ada (NO) diri

Berdasarkan definisi you, koq rasanya agak janggal.

NOT SELF / BUKAN DIRI  maksudnya adalah masih 'ada diri yang lain' yang mungkin lebih 'sejati' dan bukan 'palsu' misalnya Diri Sejati / Aku sejati / Roh Kudus dalam Karesten.

'Tidak berdiri sendiri, berkondisi' lebih cocok istilahnya ' NO SELF / TIDAK ADA DIRI / TIADA DIRI' karena yang disebut diri ini terdiri dari beberapa unsur yang mendukungnya, alias diri ini berkondisi, tergantung pada unsur-unsur penyusunnya, dan kalo unsur-unsur itu berantakan atau terceraiberai atau nggak ada lagi maka tak ada lagi yang disebut diri.



Atau gimana menurut you?

Atau....

Pilih satu, beberapa, atau semua di antara pilihan-pilihan di bawah ini, mana yang you anggap benar

AN-ATTA =
1) Bukan Diri?
2) Tiada Diri?
3) Bukan Ego?
4) Tiada Ego?
5) Bukan Aku?
6) Tiada Aku?
7) Bukan Atman?
8 ) Tiada Atman?
9) Bukan Jiwa?
10 ) Tiada Jiwa?
11) Bukan Roh?
12) Tiada Roh?
13) Bukan keakuan?
14) Tiada keakuan?

15) ada yang mau nambahin definisi lain?



Kadang ada orang (Buddha?) yang bedain Ego dengan Diri
Kadang ada orang (Hindu?) yang bedain Atman dengan Jiwa.
Kadang ada orang (Karesten?) yang bedain Roh dan Jiwa.
 
Kayaknya rame nih kalau dibikin pooling yak. =))


Moderator: Lha... koq OOT jadi bahas Anatta. Bikin thread baru dong kalau mau pooling! :ngomel:


BACK TO TOPIC!
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 23 December 2010, 04:14:37 PM

hmm..anatta kalau menurut saya bukan nihilistik kok....bukan juga eternalis....

yah sama seperti kolong meja.....apakah bisa ada tanpa meja?

Haaa...
Definisi ANATTA you mirip definisi SUNYATA nya Mahayana dong! Ada tapi tiada. Tiada tapi ada. Bukan ada juga bukan tiada.
Atau gimana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 23 December 2010, 04:22:46 PM
Sebenarnya Theravada sendiri pengertian nibbana dan anatta sudah jelas dan banyak disutta. Hanya kebanyakan ketika terjadi perdebatan mereka mencoba mengkonsepkan dan terjebak pada nihilisme(lihat perdebatan dengan bro Tan dan theravadin pada jaman dahulu kala  ^-^). Tetapi tidak mau mengakuinya   alias bingung sendiri. Kalau di pihak mahayana memang lebih terkesan eternalis tapi lebih baik tidak terburu-buru menyimpulkan karena banyak esensi mahayana yang belum tergali (mungkin) .

Metta.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mokau Kaucu on 24 December 2010, 12:29:29 AM
saya pilih yang bold hitam  :)) :))
 _/\_

Yang merasa sangat pandai, silahkan ikut Buddha Idup
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mahadeva on 24 December 2010, 07:03:41 AM
Haaa...
Definisi ANATTA you mirip definisi SUNYATA nya Mahayana dong! Ada tapi tiada. Tiada tapi ada. Bukan ada juga bukan tiada.
Atau gimana?

dulu Ajahn Chah pernah liat ada muridnya yang membaca Prajna Paramita Hrdaya Sutra dan beliau juga membolehkan. Malah beliau cuma bilang, "Kalau semua itu kosong, siapa yang baca sekarang?"

jadi kalau menurut saya, perbedaan mahayana dan theravada bukan pada anatta atau sunyata....
anatta dan sunyata kan bener2 sudah ultimate truth..sudah ga bisa didefinisikan.....

dan pengertian anatta itu boleh macem2.. bisa tanpa aku, tanpa diri...tanpa inti....

dan yang bener tu sabbe dhamma anatta ti......jadi bukan hanya yang berkondisi, yang tidak berkondisi pun anatta...
jadi ini juga menjawab, arti 'bukan diri sejati' bukan  berarti ntar ada 'diri sejati yang ada di luar sankhara'..
nibbana tu ya tanpa inti....

dan tidak ada dalam buddhisme tu, perumpamaan air segelas yang masuk dalam air laut lalu air segelas itu menjadi hilang identitasnya sehingga disebut tanpa aku, bukan seperti itu..

jadi sdr arook, menganggap adanya kesamaan antara sangkang paraning dumadi dengan buddhisme?

kesamaanya di mana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 24 December 2010, 07:12:34 AM
Sebenarnya Theravada sendiri pengertian nibbana dan anatta sudah jelas dan banyak disutta. Hanya kebanyakan ketika terjadi perdebatan mereka mencoba mengkonsepkan dan terjebak pada nihilisme(lihat perdebatan dengan bro Tan dan theravadin pada jaman dahulu kala  ^-^). Tetapi tidak mau mengakuinya   alias bingung sendiri. Kalau di pihak mahayana memang lebih terkesan eternalis tapi lebih baik tidak terburu-buru menyimpulkan karena banyak esensi mahayana yang belum tergali (mungkin) .

Metta.

 :outoftopic:

yang di bold
maaf bro Bond, maksudnya siapa ya ? bro Tan atau kaum theravadin !

 _/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bond on 24 December 2010, 08:46:00 AM
:outoftopic:

yang di bold
maaf bro Bond, maksudnya siapa ya ? bro Tan atau kaum theravadin !

 _/\_



Kaum Theravadin yang pernah terlibat perdebatan dengan bro Tan ^-^

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 24 December 2010, 09:58:12 AM
In my humble opinion (IMHO)


Theravada cenderung Konservatif
Mahayana cenderung Liberal

Koq kayak Partai Republik vs Partai Demokrat di USA aja ya? ^-^

Theravada cenderung Individualis/Egois
Mahayana cenderung Sosialis/Altruis

Koq kayak Kapitalis vs Komunis aja ya? ^-^

Theravada cenderung menjunjung tinggi Citta Logis Kritis
Mahayana cenderung menjunjung tinggi Hati Maitri Karuna

Koq kayak Ilmuwan vs Rohaniawan aja ya ^-^


---------------------------------------------------------------------------------


Kayaknya ga bakal kelar nih debat kusir...ehhh diskusi  ini.
Masih perlu dilanjutkan?


*Ryu mode on*
LOCKEDDDDDDDDDD  =)) =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Mahadeva on 26 December 2010, 09:17:59 PM
dikatakan thema, mahayan cenderung menjungjung maitri karuna: kalau semua ini sunyata, buat apa mengasihi makhluk lain? kan diri sendiri ini dan makhluk lain tidak pernah ada sesungguhnya....
jadi tidak ada yang perlu diselamatkan kan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 26 December 2010, 09:59:47 PM
Sabbe sankhara anicca: semua yang berkondisi tidak kekal.
Sabbe sankhara dukkha: semua yang berkondisi tak memuaskan/penderitaan
Sabbe dhamma anatta: segala sesuatu anatta.

Dari yang di bold terlihat jelas bahwa segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal (anicca) dan tak memuaskan (dukkha). Tetapi hal ini hanya berlaku bagi yang berkondisi, bila terlepas dari kondisi (Nibbana) maka dukkha dan anicca telah tak berlaku lagi, dengan kata lain tak ada dukkha maupun anicca pada Nibbana (Parinibbana).

Saya akan memberikan penjelasan lebih detil kepada teman-teman yang masih belum mengerti: anda anicca dan dukkha, saya anicca dan dukkha, kita semua anicca dan dukkha, mahluk hidup anicca dan dukkha, benda mati anicca, mahluk neraka anicca dan dukkha, mahluk dewa anicca dan dukkha, 31 alam kehidupan anicca dan dukkha, Nibbana terbebas dari anicca dan dukkha, sebab Nibbana tak berkondisi.

Sedangkan pada anatta bukan dikatakan hanya yang berkondisi, tetapi semua dhamma, dhamma yang dimaksud disini adalah bahwa segala sesuatu (dhamma) yang berkondisi maupun yang tak berkondisi. Adalah anatta.

Anda anatta, saya anatta, kita semua anatta, benda hidup anatta, benda mati anatta, mahluk neraka anatta, mahluk dewa anatta, 31 alam kehidupan anatta, Nibbana anatta.....anda masih hidup anatta, anda sudah mati anatta, anda mencapai Parinibbana anatta.....Segala sesuatu anatta....baik yang berkondisi maupun yang tak berkondisi....

Kelima khandha ada... tetapi atta tak ada.... yang ada hanya anggapan salah yang menganggap bahwa atta itu ada....

Apakah teman-teman masih ada yang kurang jelas mengenai anatta ini...?
 
_/\_

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 27 December 2010, 05:51:51 AM
^^^
cukup mengerti

 :jempol:

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 27 December 2010, 07:18:22 AM
atta bersaksi bahwa Tiada atta selain annata =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 27 December 2010, 01:36:52 PM
Berdasarkan definisi you, koq rasanya agak janggal.

NOT SELF / BUKAN DIRI  maksudnya adalah masih 'ada diri yang lain' yang mungkin lebih 'sejati' dan bukan 'palsu' misalnya Diri Sejati / Aku sejati / Roh Kudus dalam Karesten.

'Tidak berdiri sendiri, berkondisi' lebih cocok istilahnya ' NO SELF / TIDAK ADA DIRI / TIADA DIRI' karena yang disebut diri ini terdiri dari beberapa unsur yang mendukungnya, alias diri ini berkondisi, tergantung pada unsur-unsur penyusunnya, dan kalo unsur-unsur itu berantakan atau terceraiberai atau nggak ada lagi maka tak ada lagi yang disebut diri.



Atau gimana menurut you?

Atau....

Pilih satu, beberapa, atau semua di antara pilihan-pilihan di bawah ini, mana yang you anggap benar

AN-ATTA =
1) Bukan Diri?
2) Tiada Diri?
3) Bukan Ego?
4) Tiada Ego?
5) Bukan Aku?
6) Tiada Aku?
7) Bukan Atman?
8 ) Tiada Atman?
9) Bukan Jiwa?
10 ) Tiada Jiwa?
11) Bukan Roh?
12) Tiada Roh?
13) Bukan keakuan?
14) Tiada keakuan?

15) ada yang mau nambahin definisi lain?



Kadang ada orang (Buddha?) yang bedain Ego dengan Diri
Kadang ada orang (Hindu?) yang bedain Atman dengan Jiwa.
Kadang ada orang (Karesten?) yang bedain Roh dan Jiwa.
 
Kayaknya rame nih kalau dibikin pooling yak. =))


Moderator: Lha... koq OOT jadi bahas Anatta. Bikin thread baru dong kalau mau pooling! :ngomel:


BACK TO TOPIC!

AN-ATTA = NOT SELF (tidak berdiri sendiri)... karena tiada sesuatu fenomena itu terdiri dari hanya 1 kondisi saja... atau ADA (CMIIW = Correct Me if I'm Wrong) ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 28 December 2010, 04:19:09 PM
dikatakan thema, mahayan cenderung menjungjung maitri karuna: kalau semua ini sunyata, buat apa mengasihi makhluk lain? kan diri sendiri ini dan makhluk lain tidak pernah ada sesungguhnya....
jadi tidak ada yang perlu diselamatkan kan?
Bro, konsep sunyata gak disetujui semua Theravadin lho. Btw, sunyata itu bisa berarti ada tapi tiada, tiada tapi ada. Ingat Nagarjuna itu backgroundnya itu keluarga Brahmana yang pake Sanskrit, dia paham semua ajaran Brahmanisme. Lalu kemudian baru pindah ke Buddhisme Mahayana. Dia juga ahli Pali. Jadi akhirnya ya gado-gado T dan M gitu lho. Tapi basicnya M. Jelas?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 28 December 2010, 04:22:49 PM
Bro, konsep sunyata gak disetujui semua Theravadin lho. Btw, sunyata itu bisa berarti ada tapi tiada, tiada tapi ada. Ingat Nagarjuna itu backgroundnya itu keluarga Brahmana yang pake Sanskrit, dia paham semua ajaran Brahmanisme. Lalu kemudian baru pindah ke Buddhisme Mahayana. Dia juga ahli Pali. Jadi akhirnya ya gado-gado T dan M gitu lho. Tapi basicnya M. Jelas?

Mau tanya bro Thema... menurut pengetahuan bro Thema... apakah ada suatu fenomena yang "penyebab-nya" hanya 1 kondisi ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 29 December 2010, 06:40:19 AM
Someone claims ANATTA but actually she/he is ATTA
Someone says ATTA but actually she/he is ANATTA
Well, who is better, Dilbert?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 29 December 2010, 12:14:24 PM
Someone claims ANATTA but actually she/he is ATTA
Someone says ATTA but actually she/he is ANATTA
Well, who is better, Dilbert?

Claiming or not claiming, saying or silent, everything and everyone is ANATTA This is the ABSOLUTE TRUTH.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: JimyTBH on 29 December 2010, 12:42:08 PM
What is buddha nature? Tathata??
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:49:03 PM
Claiming or not claiming, saying or silent, everything and everyone is ANATTA This is the ABSOLUTE TRUTH.
Haaaa.....=))
Saya bertanya (Indonesia mode on, dimarahi netters di sini kalo pake English) kok malah muter-muter jawabnya.
Licin kayak ular..eeeh... belut.

Religious people is a lunatic people
Leave the religions! And you will be normal again.
Meet Buddha? Kill Buddha!
(Zen sayings)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 29 December 2010, 12:49:59 PM
What is buddha nature? Tathata??
Worm in the sh*t
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: fabian c on 29 December 2010, 02:29:35 PM
Haaaa.....=))
Saya bertanya (Indonesia mode on, dimarahi netters di sini kalo pake English) kok malah muter-muter jawabnya.
Licin kayak ular..eeeh... belut.

Religious people is a lunatic people
Leave the religions! And you will be normal again.
Meet Buddha? Kill Buddha!
(Zen sayings)

Apakah saya yang muter-muter, atau bro Thema yang tidak mengerti..?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2010, 02:55:29 PM
Haaaa.....=))
Saya bertanya (Indonesia mode on, dimarahi netters di sini kalo pake English) kok malah muter-muter jawabnya.
Licin kayak ular..eeeh... belut.

Religious people is a lunatic people
Leave the religions! And you will be normal again.
Meet Buddha? Kill Buddha!
(Zen sayings)

Anda harus seperti LINJI untuk mengatakan Meet Buddha, Kill Buddha... jika tidak anda seperti BEO...

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2010, 02:56:24 PM
Apakah saya yang muter-muter, atau bro Thema yang tidak mengerti..?

Saya bantu bro fabian... Bro Thema yang tidak mengerti...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2010, 02:57:21 PM
Kaum Theravadin yang pernah terlibat perdebatan dengan bro Tan ^-^

bro Tan = Ivan Taniputra ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 29 December 2010, 03:12:08 PM
bro Tan = Ivan Taniputra ?
saya bantu, betul Ivan Taniputra
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2010, 03:19:37 PM
saya bantu, betul Ivan Taniputra

Kalau tidak salah saya... Sdr. Ivan Taniputra sekarang sudah "join" ke Zhen Fo Zhong (a.k.a. Grand Master Lu Sheng Yen)...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 29 December 2010, 03:46:44 PM
Kalau tidak salah saya... Sdr. Ivan Taniputra sekarang sudah "join" ke Zhen Fo Zhong (a.k.a. Grand Master Lu Sheng Yen)...
mending tanya langsung ke orangnya, khan masih suka kesini ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Thema on 30 December 2010, 01:26:42 PM
Anda harus seperti LINJI untuk mengatakan Meet Buddha, Kill Buddha... jika tidak anda seperti BEO...

Nggak,saya modfikasi artinya
Meet Buddha Kill Buddha BISA diartikan pula agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu semacam LSY.
Bakal banyak lho yang akan muncul.
Mengapa? Lho khan jelas-jelas kita harus mengandalkan diri kita sendiri sesuai pesan terakhir Buddha.

Oh ya, dilbert, sebenarnya kalau kamu jawab pertanyaan saya maka di situlah saya mau ungkapkan sesuatu.
tapi karena you gak mau jawab terus terang ya udah, batal deh.

Ini postingan saya yang terakhir di thread ini
Bye everybody, kalau kata-kata saya ada yang menyinggung hati, mohon diampuni ya. ^:)^

Let's meditate! _/\_

Nammo Buddhaya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 03 January 2011, 02:51:17 PM
Nggak,saya modfikasi artinya
Meet Buddha Kill Buddha BISA diartikan pula agar kita waspada terhadap guru/buddha palsu semacam LSY.
Bakal banyak lho yang akan muncul.
Mengapa? Lho khan jelas-jelas kita harus mengandalkan diri kita sendiri sesuai pesan terakhir Buddha.

Oh ya, dilbert, sebenarnya kalau kamu jawab pertanyaan saya maka di situlah saya mau ungkapkan sesuatu.
tapi karena you gak mau jawab terus terang ya udah, batal deh.

Ini postingan saya yang terakhir di thread ini
Bye everybody, kalau kata-kata saya ada yang menyinggung hati, mohon diampuni ya. ^:)^

Let's meditate! _/\_

Nammo Buddhaya

Pertanyaan bro Thema kepada saya yang apa ? Soal An-Atta itu ?? bukankah jawaban saya An-Atta = Not Self (Tidak berdiri sendiri)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 04 January 2011, 06:17:48 AM
Kalau tidak salah saya... Sdr. Ivan Taniputra sekarang sudah "join" ke Zhen Fo Zhong (a.k.a. Grand Master Lu Sheng Yen)...

coba telusuri kebenarannya !  ^-^

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 04 January 2011, 08:01:52 AM
Kalau tidak salah saya... Sdr. Ivan Taniputra sekarang sudah "join" ke Zhen Fo Zhong (a.k.a. Grand Master Lu Sheng Yen)...

link
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 04 January 2011, 02:00:48 PM
sabbe sankhara anicca, turut berduka cita
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 04 January 2011, 04:45:31 PM
'lahan besar'  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: arook on 21 January 2011, 05:59:18 PM
Mengingatkan saya dgn ajaran syekh Siti Jenar dlm lakon tanah Jawa. Pada hakekatnya sama...pencerahan itu hanya diri sendiri yg merasakanya dan setiap manusia pasti berbeda beda prosesi tahap pencapaianya. Mendengarkan ceramah saja tidak bisa memberikan jaminan mendapat pencerahan, harus seperti air yg mengalir.....mengalami sendiri perjalanannya, menghadapi sendiri segala kendala dan resikonya. Salut pada filosofi CHAN
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 22 January 2011, 03:37:34 PM
link

Saya langsung per telepon komunikasi dengan pak ivan, dan ngaku-nya ke saya memang seperti itu. Sekarang lebih fokus ke ZFZ...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 22 January 2011, 03:38:56 PM
Mengingatkan saya dgn ajaran syekh Siti Jenar dlm lakon tanah Jawa. Pada hakekatnya sama...pencerahan itu hanya diri sendiri yg merasakanya dan setiap manusia pasti berbeda beda prosesi tahap pencapaianya. Mendengarkan ceramah saja tidak bisa memberikan jaminan mendapat pencerahan, harus seperti air yg mengalir.....mengalami sendiri perjalanannya, menghadapi sendiri segala kendala dan resikonya. Salut pada filosofi CHAN

Mendengarkan dhamma, penyelidikan dhamma merupakan salah satu dari 7 faktor pencerahan (Bhojangga)... Masih ada 6 faktor lagi...
Kurang 1 faktor, seharusnya tidak bisa mencapai apa itu pencerahan ? Karena syarat-nya wajib dan mutlak
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lobsangchandra on 02 April 2011, 09:43:59 PM
Mahayana tradisi yang mana ? bila Mahayana tradisi tibetan ada 4 aliran besar, yaitu :

- Nyingma
- Kagyu
- Sakya
- Gelug

bila tradisi China saya tidak bgt tau...terlalu banyak...hehehe ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: eltan sudjianto on 03 April 2011, 12:17:57 AM
saya pernah mengenal Mahayana..sekarang saya belajar Theravada
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 03 April 2011, 07:48:34 AM
Mendengarkan dhamma, penyelidikan dhamma merupakan salah satu dari 7 faktor pencerahan (Bhojangga)... Masih ada 6 faktor lagi...
Kurang 1 faktor, seharusnya tidak bisa mencapai apa itu pencerahan ? Karena syarat-nya wajib dan mutlak

bold, kata2nya mirip tetangga, naik haji  :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 04 April 2011, 12:03:58 PM
Mahayana tradisi yang mana ? bila Mahayana tradisi tibetan ada 4 aliran besar, yaitu :

- Nyingma
- Kagyu
- Sakya
- Gelug

bila tradisi China saya tidak bgt tau...terlalu banyak...hehehe ;D

ada satu lagi yang ngaku cabang dari Tantra... ZFZ (Zhen Fo Zhong)... Katanya Pendiri-nya mendapat-kan inisiasi dan pengakuan dari semua sekte yang ada di tibet.
hahahahaha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lobsangchandra on 06 April 2011, 03:55:45 PM
ada satu lagi yang ngaku cabang dari Tantra... ZFZ (Zhen Fo Zhong)... Katanya Pendiri-nya mendapat-kan inisiasi dan pengakuan dari semua sekte yang ada di tibet.
hahahahaha
hati2 banyak buddhism palsu.... :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Jhohsun on 06 April 2011, 04:08:50 PM
Semoga semua makhluk berbahagia
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 April 2011, 11:24:32 AM
hati2 banyak buddhism palsu.... :o

Kitab aja banyak yang diragukan ke-asli-annya, terutama kalau setelah dibolak balik, runut dari depan ke belakang, antara satu kitab dengan kitab lain... KOK BISA BERTABRAKAN / KONTRADIKSI ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 07 April 2011, 03:14:28 PM
^^^
maksudnya kitab Tripitaka Sankrit referensi dari umat Mahayana, begitukah ?  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 April 2011, 03:34:22 PM
^^^
maksudnya kitab Tripitaka Sankrit referensi dari umat Mahayana, begitukah ?  ^-^

Gak baik menjawab pertanyaan dengan pertanyaan kembali...

 :)) :)) :))

 ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: lobsangchandra on 07 April 2011, 06:50:48 PM
^^^
maksudnya kitab Tripitaka Sankrit referensi dari umat Mahayana, begitukah ?  ^-^
umat Mahayana yg mana nih? tradisi china, tibetan, atau yg lain ?  :o
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 07 April 2011, 07:38:40 PM
umat Mahayana yg mana nih? tradisi china, tibetan, atau yg lain ?  :o

tidak banyak berbeda
putar kanan putar kiri, tidak ketemu  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 07 April 2011, 07:39:35 PM
Gak baik menjawab pertanyaan dengan pertanyaan kembali...

 :)) :)) :))

 ^:)^


 _/\_
Title: Mahayana Sekarang, Aliran Campur Aduk???
Post by: Kelana on 11 July 2011, 12:11:57 PM
Mahayana sekarang adalah aliran campur aduk, benarkah? Pertanyaan ini berdasarkan pada indikasi campur aduknya literatur yang digunakan oleh Mahayana sekarang. Salah satu sinyalnya adalah pernyataan salah satu anggota forum:

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754)

Quote
Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana tanpa terkecuali, sehingga Dharmapada yang dipakai pun bisa dari Mahisasaka bisa dari Sarvastivada bisa dari Theravada.

Jika menerima semua aliran Buddhis Sravakayana tanpa terkecuali, ini berarti segala ajarannya yang terkandung di dalamnya juga diterima, termasuk yang ada di dalam Kanon Pali yang merupakan “transmigrasi” kitab-kitab Sthaviravada. Jadi jelas di sini ada campur aduk ajaran baik dari Mahasamghika dengan segala alirannya dan Sthaviravada dengan segala alirannya termasuk Theravada.

Alih-alih menerima akan adanya campur aduk literatur, jutru menyatakan campur aduk tersebut sebagai tahapan-tahapan Mahayana. Sebuah jawaban klise Mahayanis yang memposisikan ajaran non--Mahayana hanya sebagai pondasi dari “singgasana megah” ajaran Mahayana. Apakah benar demikian? Ternyata tidak juga.

Mari kita ambil satu kata yang ada di banyak literatur Buddhis, yaitu Arahat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada perbedaan dalam tingkat spiritual antara Arahat ala Mahayana dengan Arahat ala non-Mahayana /Sravakayana  (diwakilkan oleh Theravada)

Dalam Mahayana, batin seorang Arahat masih belum bersih sempurna dan masih bisa dilahirkan kembali.
Sedangan Theravada, batin seorang Arahat telah bersih sempurna dan tidak lagi dilahirkan.

Jika dikatakan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Shravakayana tanpa terkecuali, ini berarti Mahayanis harus menerima kebenaran bahwa Arahat sebagai pencapaian tertinggi dan sekaligus menerima kebenaran bahwa Arahat sebagai pencapaian yang bukan tertinggi. Kenyataannya???

Jika Mahayana menerima semua aliran Buddhis Shravakayana termasuk literaturnya antara lain yaitu Dhammapada (jika Dhammapada dianggap sebagai bagian dari ajaran Sravakayana), maka seharusnya juga menerima semua sifat seorang Arahat seperti yang tertuang dalam Dhammapada VII, Arahantavagga, antara lain: tidak ada perjalanannya (tidak dilahirkan lagi), begitu juga dalam Sona Sutta. Sedangkan dalam Saddharmapundarika Sutra jelas dikatakan Arahat Sariputra, masih bisa menjadi Padmaprabha Tathagata.

Jika ditanya: Lalu mana yang benar? Apakah mungkin untuk menjawab bahwa 2-2nya benar? karena kebenaran itu hanya ada 1. Dan ini bukanlah bentuk dari tahapan-tahapan berpikir karena keduanya saling bertolak belakang dan tidak saling menopang.

Masalah Arahat hanyalah satu kasus, mungkin ada kasus lainnya lagi.

Alasan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana karena adanya “Theravadin Mahayana" di Sri Lanka seperti catatan Xuanzang ketika berkunjung ke pusat Theravada di Srilanka, perlu dipertanyakan kebenarannya dan merupakan alasan yang menggelikan. (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754) )

Dalam sejarah, Xuanzang tidak pernah ke Sri Lanka. Meskipun ia pernah mendengar mengenai Chi-sse-tseu (Ceylon). Perjalanannya hanya sampai di tenggara India, di Kanchipuram. (http://www.drben.net/files/China/Source_Materials/China_Maps/Historic_Maps/Tang_Dynasty/xuanzang-travels-mapBT.jpg (http://www.drben.net/files/China/Source_Materials/China_Maps/Historic_Maps/Tang_Dynasty/xuanzang-travels-mapBT.jpg)).  Berbeda dengan Faxian yang memang mencapai Sri Lanka dan menetap selama sekitar 2 tahun.

Dalam  catatannya mengenai Sri Lanka berasal dari kisah-kisah yang ia dengar dari masyarakat setempat (India) karena hubungan antara India dan Sri Lanka, terutama kisah seorang yang disebut Deva Bodhisattva yang datang dari Sri Lanka ke India. (Sbr: Da-Tang Xiyu Ji : Translator: Samuel Beal, Oxford University).
Dan pertemuannya dengan beberapa bhikkhu Sinhala dari Sri Lanka yang sedang mengungsi di selatan India karena adanya wabah.  (http://people.chinese.cn/whcs/xuanzang/article/p6en.html (http://people.chinese.cn/whcs/xuanzang/article/p6en.html)).

Tidak ada secara jelas dalam catatan Xuanzang bahwa terdapat “Theravadin Mahayana". Theravadin Mahayana" adalah sekelompok Theravadin yang juga mengadopsi ajaran Mahayana. Yang ada adalah mereka yang mempelajari 2 tradisi (mempelajari bukan berarti mempraktikkan). Meskipun dipaksa ada “Theravadin Mahayana" , maka konteksnya menjadi berbeda karena yang ada adalah  “Theravadin Mahayana" bukan “Mahayanis Theravada”. “Sedangkan yang dibicarakan adalah mengenai Mahayana. Ini sudah keluar dari konteks.

Jadi  argumen bahwa Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana, sebagai jawaban  bahwa Mahayana yang sekarang bukanlah aliran campur aduk, adalah sangat lemah, cenderung omong kosong.

Kini Mahayanis dihadapkan pada 2 pilihan:
1.   Apakah tetap membuat Mahayana sebagai aliran campur aduk karena mencampurkan literatur berbagai tradisi meskipun bertolak belakang dan bukan suatu bentuk tahapan pemikiran? Dan tetap menyontek literatur dari tradisi lain yang dianggapnya sama dan tetap sesumbar mengatakan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana, meskipun kenyataannya tidak demikian?
2.   Atau apakah sebaliknya,  menjadi aliran mandiri yang tidak sesumbar mengatakan “menerima semua aliran  Sravakayana” dan berusaha menggali terus literatur –literatur “asli” Mahayana sebagai pedoman dan pemecah solusi?

Evam

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 11 July 2011, 01:24:38 PM
Mahayana sebagai gerakan baru , antiklimaks dari perpecahan antar sekte   

Pada masa awalnya, sebelum Mahayana muncul, kondisi ajaran Buddha sejak kemangkatan Beliau telah terpecah menjadi belasan sekte. 
Dari berbagai sekte tersebut, masing-masing telah memiiki kanon sendiri, Sutta, Vinaya, dan Abhidhamma. Meskipun garis besar dari isi kanon tersebut sama,tapi masih terdapat perbedaan minor.
Perpecahan antar sekte lebih banyak diseputar perbedaan doktrin ajaran, yang semuanya bergerak di seputar ajaran2 sravakayana. Saat itu Buddhisme yang sarat dengan sektarian seolah-olah telah melemahkan Buddhisme itu sendiri.
Sedangkan dari sekian banyak perbedaan itu, sepertinya masih belum masuk ke polemik mengenai doktrin Mahayana.
Konon Mahayana mulai populer sejak Nagarjuna.  Literatur yg dianggap paling awal adalah prajnaparamita sutra. Meskipun Mahayana mengutamakan doktrin2 Mahayana, tetapi doktrin2 Sravakayana tetap dijadikan sebagai pedoman, tidak peduli dari sekte mana, karena pada saat itu begitu banyak sekte (hinayana) yang sukanya gontok2an, Gerakan Baru Mahayana tidak mau ambil pusing siapa yang benar dan sapa yang salah. Di antara gontok2an sekte2 yg berpegang mati2an pada kanon kendaraan kecil, semuanya di pelajari , didalami.
Jadi sebenarnya bukan karena Mahayana mau campur aduk, tetapi semua itu dianggap utk membuat suatu konsolidasi yang non-diskriminatif pd salah satu sekte pada masa itu. Jadi sebenarnya pd masa awal kemunculan Mahayana , tidak lebih ke arah sebagai aliran, tetapi sebagai gerakan reformasi terhadap perpecahan sekte yg tidak karuan. 

Jadi sesungguhnya Mahayana jangan dipandang sebagai aliran. Mahayana menampung semua doktrin dan dipelajari. Itulah letak spiritualisme Mahayana. Mahayana sebagai suatu aliran adalah proses sejarah  dan utk masa sekarang mungkin saja boleh anggap sudah jadi sebuah aliran. 

Quote
1.   Apakah tetap membuat Mahayana sebagai aliran campur aduk karena mencampurkan literatur berbagai tradisi meskipun bertolak belakang dan bukan suatu bentuk tahapan pemikiran? Dan tetap menyontek literatur dari tradisi lain yang dianggapnya sama dan tetap sesumbar mengatakan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana, meskipun kenyataannya tidak demikian?
Mahayana memang menampung semua literatur dari berbagai sekte (seperti sdh dijelaskan di atas) , tetapi tujuannya utk menggali isi ajaran itu dan mempelajarinya, itulah sebabnya mengapa berdiri Universitas Nalanda. Mengatakan menyontek adalah kekonyolon dan kepicikan berpikir, karena seolah2 literatur itu dianggap sebagai kepemilikan. "Milik aku, jadi elu nyontek gw punya", itulah ciri khas dari pemikiran sektarian yg terbukti mengapa sampai muncul 18 sekte pd masa awal, karena pemikiran yg suka gontok2an sambil bilang ini ajaran ku ini bukan ajaran mu.   



 






 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 11 July 2011, 01:54:26 PM
Mahayana sebagai gerakan baru , antiklimaks dari perpecahan antar sekte   

Pada masa awalnya, sebelum Mahayana muncul, kondisi ajaran Buddha sejak kemangkatan Beliau telah terpecah menjadi belasan sekte. 
Dari berbagai sekte tersebut, masing-masing telah memiiki kanon sendiri, Sutta, Vinaya, dan Abhidhamma. Meskipun garis besar dari isi kanon tersebut sama,tapi masih terdapat perbedaan minor.
Perpecahan antar sekte lebih banyak diseputar perbedaan doktrin ajaran, yang semuanya bergerak di seputar ajaran2 sravakayana. Saat itu Buddhisme yang sarat dengan sektarian seolah-olah telah melemahkan Buddhisme itu sendiri.
Sedangkan dari sekian banyak perbedaan itu, sepertinya masih belum masuk ke polemik mengenai doktrin Mahayana.
Konon Mahayana mulai populer sejak Nagarjuna.  Literatur yg dianggap paling awal adalah prajnaparamita sutra. Meskipun Mahayana mengutamakan doktrin2 Mahayana, tetapi doktrin2 Sravakayana tetap dijadikan sebagai pedoman, tidak peduli dari sekte mana, karena pada saat itu begitu banyak sekte (hinayana) yang sukanya gontok2an, Gerakan Baru Mahayana tidak mau ambil pusing siapa yang benar dan sapa yang salah. Di antara gontok2an sekte2 yg berpegang mati2an pada kanon kendaraan kecil, semuanya di pelajari , didalami.
Jadi sebenarnya bukan karena Mahayana mau campur aduk, tetapi semua itu dianggap utk membuat suatu konsolidasi yang non-diskriminatif pd salah satu sekte pada masa itu. Jadi sebenarnya pd masa awal kemunculan Mahayana , tidak lebih ke arah sebagai aliran, tetapi sebagai gerakan reformasi terhadap perpecahan sekte yg tidak karuan. 

Jadi sesungguhnya Mahayana jangan dipandang sebagai aliran. Mahayana menampung semua doktrin dan dipelajari. Itulah letak spiritualisme Mahayana. Mahayana sebagai suatu aliran adalah proses sejarah  dan utk masa sekarang mungkin saja boleh anggap sudah jadi sebuah aliran. 

Argumen di atas tidak menjawab sama sekali, hanya menukar istilah “menerima semua” dengan kata “konsolidasi”. Problem Arahat yang masih ada adalah bukti tidak adanya konsolidasi. Dan justru sikap tidak ambil pusing inilah membuat campur aduk itu muncul.

Quote
Mahayana memang menampung semua literatur dari berbagai sekte (seperti sdh dijelaskan di atas) , tetapi tujuannya utk menggali isi ajaran itu dan mempelajarinya, itulah sebabnya mengapa berdiri Universitas Nalanda. Mengatakan menyontek adalah kekonyolon dan kepicikan berpikir, karena seolah2 literatur itu dianggap sebagai kepemilikan. "Milik aku, jadi elu nyontek gw punya", itulah ciri khas dari pemikiran sektarian yg terbukti mengapa sampai muncul 18 sekte pd masa awal, karena pemikiran yg suka gontok2an sambil bilang ini ajaran ku ini bukan ajaran mu.   

Bukan suatu hal gegabah atau kepicikan, atau alasan tanpa dasar. Ini bukan hanya sekedar pengakuan literatur semata tetapi juga penerimaan ajaran yang ada di dalamnya. Jika dikatakan menerima semua aliran dan menggunakan literatur tradisi lain, ini berarti seharusnya menerima juga semua ajaran yang terkandung di dalamnya. Jika tidak menerima ajarannya tetapi hanya menggunakan literatur tradisi lain sebagai pemecah masalah yang ia buat sendiri , kata apa yang lebih tepat selain menyontek ooohh atau bahasa sekarang copas a.k.a copy paste. Perilaku copas tersebut sering terjadi dikalangan Mahayanis, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada non-Mahayanis, tetapi sekarang ita dalam konteks Mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 11 July 2011, 02:53:14 PM
Quote
Argumen di atas tidak menjawab sama sekali, hanya menukar istilah “menerima semua” dengan kata “konsolidasi”. Problem Arahat yang masih ada adalah bukti tidak adanya konsolidasi. Dan justru sikap tidak ambil pusing inilah membuat campur aduk itu muncul.
Faktanya problem arahat sudah jadi polemik antar sekte sejak awal. Saat itu saja belum ada polemik mengenai mahayana kontra hinayana.  Walau doktrin Mahayana jg memiliki pandangan sendiri mengenai Arahat. Tapi dari perbedaan2 itu sangat jelas mengindikasikan bahwa memang ada "sesuatu" yg belum clear mengenai seputar sosok Kearahatan. Sehingga seorang pembelajar tidak boleh terpaku pd salah satu pandangan sekte.
Tidak ambil pusing di sini dimaksudkan tidak ingin terpengaruh pd salah satu pandangan itu. 
Percaya bahwa hanya sekte aku yg paling benar dan yg lain salah adalah yg dihindari gerakan Mahayana. Makanya salah satu ikrar bodhisatva (baca:misi mahayana) : "mempelajari pintu ajaran yg tak terhingga jumlahnya".

Quote
Bukan suatu hal gegabah atau kepicikan, atau alasan tanpa dasar. Ini bukan hanya sekedar pengakuan literatur semata tetapi juga penerimaan ajaran yang ada di dalamnya. Jika dikatakan menerima semua aliran dan menggunakan literatur tradisi lain, ini berarti seharusnya menerima juga semua ajaran yang terkandung di dalamnya. Jika tidak menerima ajarannya tetapi hanya menggunakan literatur tradisi lain sebagai pemecah masalah yang ia buat sendiri , kata apa yang lebih tepat selain menyontek ooohh atau bahasa sekarang copas a.k.a copy paste. Perilaku copas tersebut sering terjadi dikalangan Mahayanis, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada non-Mahayanis, tetapi sekarang ita dalam konteks Mahayana.

Bagi Mahayana, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, sehingga memetik atau menerima satu kebenaran doktrin tidak perlu ditutupi, apalagi dikatakan copas. Kebelengguan anda bahwa kebenaran hanya milik salah satu tradisi yang anda pegang erat sehinggg terkungkung sendiri padanya.  Ini yang menjadi cermin dari sifat gontok2an antar sekte. 

Pada dasarnya pembelajara Mahayana tidak selalu harus menerima semua ajaran dalam tradisi berbeda itu ataupun menolak. Dikala merasa salah satu ajaran bisa diterima/ditolak, itu hanya proses/tahapan dari pembelajarannya. 
Toh semua doktrin akhirnya harus dilepas juga bagi seorang mahayanis.



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 July 2011, 08:15:50 PM
Makanya salah satu ikrar bodhisatva (baca:misi mahayana) : "mempelajari pintu ajaran yg tak terhingga jumlahnya".

tapi di lain pihak, ada ikar lain yg membawa misi: mengkonversi penganut sravakayana (aka hinayana) menjadi pemeluk mahayana, yg menyiratkan bahwa hanya ajaran mahayana yg benar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 11 July 2011, 10:10:14 PM
tapi di lain pihak, ada ikar lain yg membawa misi: mengkonversi penganut sravakayana (aka hinayana) menjadi pemeluk mahayana, yg menyiratkan bahwa hanya ajaran mahayana yg benar.

Mahayana dlm konteks sebagai doktrin, tidak pernah ada pernyataan mengkonversi sravakayana menjadi pemeluk mahayana apalagi dalam bentuk ikrar. 
Harap dipahami, dalam mahayana, sravakayana adalah salah satu bagian dari tahapan pelatihan, dan yang dilakukan bukan mengkonversi, tetapi sebagai proses kesinambungan dari tahapan pelatihan.  JIka mengkonversi, berarti seorang mahayanis tidak boleh mempelajari doktrin sravakayana. Tanpa memahami ajaran2 sravakayana ,mana mungkin bisa melanjutkan tahapan2 bodhisatva?
Tetapi tidak demikian, jadi ,ada sravakayana yang tidak ingin melanjutkan jalan bodhisatva dan ada yang mau.  Itu pilihan masing2.

Mahayana dalam konteks gerakan pembaharuan lebih-lebih sarat dengan pembelajarn terhadap doktrin2 sravakayana. Dari proses pembelajaran, pada akhirnya seorang mahayanis justru tidak boleh terbelenggu oleh pandangan bahwa doktrin yg dia pelajari sebagai kebenaran dan menafikan yang lainnya, sebaliknya ia harus melepaskan kemelekatn pada konsep diri dan dharma.   

 

 














 

   
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 07:46:20 AM
anehnya kok ada kata2 ini dalam sutra maha :
Subhuti, To Sum up, the merits resulting from this Sutra are inconceivable, inestimable and without limit. The Tathagata expounds it to those initiated into the Mahayana and the Supreme Yana. If they are able to receive, hold (in mind), read and recite it and expound it widely to others, the Tathagata will know and will see that they will achieve inexpressible and inconceivable merits that are without measure or limit. They will bear (responsibility for) the Tathagata's supreme Enlightenment (Anuttara-samyak-sambodhi) Why? Because, Subhuti, those who take delight in the Hinayana and hold the view of an ego, a personality, a being and a life, cannot listen to, receive, hold (in mind), read and recite this Sutra and explain it to others

jadi intinya maha mempelajari semua dan mengetahui ya kalau hinayana itu payah =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 July 2011, 07:54:42 AM
Mahayana dlm konteks sebagai doktrin, tidak pernah ada pernyataan mengkonversi sravakayana menjadi pemeluk mahayana apalagi dalam bentuk ikrar. 
Harap dipahami, dalam mahayana, sravakayana adalah salah satu bagian dari tahapan pelatihan, dan yang dilakukan bukan mengkonversi, tetapi sebagai proses kesinambungan dari tahapan pelatihan.  JIka mengkonversi, berarti seorang mahayanis tidak boleh mempelajari doktrin sravakayana. Tanpa memahami ajaran2 sravakayana ,mana mungkin bisa melanjutkan tahapan2 bodhisatva?
Tetapi tidak demikian, jadi ,ada sravakayana yang tidak ingin melanjutkan jalan bodhisatva dan ada yang mau.  Itu pilihan masing2.

Mahayana dalam konteks gerakan pembaharuan lebih-lebih sarat dengan pembelajarn terhadap doktrin2 sravakayana. Dari proses pembelajaran, pada akhirnya seorang mahayanis justru tidak boleh terbelenggu oleh pandangan bahwa doktrin yg dia pelajari sebagai kebenaran dan menafikan yang lainnya, sebaliknya ia harus melepaskan kemelekatn pada konsep diri dan dharma.   

jadi apakah anda membantah bahwa ikrar demikian itu memang ada dalam sutra mahayana? saya hanya memiliki sumber dalam versi cetakan jadi susah untuk copas. mungkin member lain ada yg bisa membantu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: wang ai lie on 12 July 2011, 08:36:25 AM
apakah ini yang di maksud bro?

Quote
Dasabhumi merupakan tingkatan-tingkatan yang ditempuh oleh Bodhisatva melalui paramita menuju Samyak Sambodhi.


Kesepuluh tingkat dasabhumi ini adalah:

1. Pramudita (kebahagiaan)

Ketika seorang Bodhisatva menyadari bahwa ia telah melaksanakan dana paramita dan juga telah menyadari kekosongan dari Sang Aku (pudgala nairatmya) dan juga kekosongan dari setiap dharma (dharma nairatmya).

2. Vimala (murni bersih)

Ketika seorang Bodhisatva telah terbebas dari karma-karma buruk dengan melaksanakan sila paramita dan telah mengukuhkan kusala-mula (akar baik). Pikirannya telah terbebas dari segala kemelekatan. Dengan giat melaksanakan dhyana samadhi.

3. Prabhakari (cemerlang)

Seorang Bodhisatva memancarkan cahaya di dalam ksanti paramita karena ia telah tidak memiliki rasa marah dan dendam. Ia juga telah melaksanakan keempat dhyana dan hasilnya serta memperoleh Panca Abhijna. Ia telah terlepas dari raga, dvesa dan moha.

4. Arismati (menyala berkobar-kobar)

Seorang Bodhisatva dengan melaksanakan virya paramita akan banyak membantu ia dalam kemajuan batin menuju bodhi (37 bodhipaksiya dharma).

5. Sudurjaya (tak terkalahkan)

Seorang Bodhisatva dengan melaksanakan dhyana paramita mengembangkan prajna dan merealisasikan aryasatya dan menembusi hakekat samvrti satya dan paramartha satya.

6. Abhimukti (menuju bodhi)

Seorang Bodhisatva pada tingkat tersebut menyelami arti dari pratitya samutpada. Prajna telah diperoleh berkat pengertian mengenai sunyata.

7. Durangama (berjalan jauh)

Dalam tingkat ini seorang Bodhisatva mengembangkan karuna, pengetahuan tentang panca skanda, menuju bodhi dan memiliki virya paramita. Dari sravakayana menuju Mahayana dengan upaya kausalya (usaha yang mudah dan sesuai) dan akhirnya bodhi.


8. Acala (teguh/kokoh)

Seorang Bodhisatva membuat kemajuan yang pasti dan mengetahui kapan ia menjadi Budha berkat vyakarana (petunjuk).

9. Sadhumati (pikiran baik)

Seorang Bodhisatva melengkapi perbuatannya di dalam bala paramita yaitu dengan dasabala (sepuluh kekuatan) Sang Budha. Sekarang ia memiliki kebijaksanaan sempurna dan siap membimbing setiap makhluk menuju Nirvana.

10. Dharmamegha (mega dharma)

Pada tingkat ini seorang Bodhisatva mencapai dhyana paramita dan pengetahuan sempurna. Ia telah sampai pada tingkat calon Budha. Ia juga telah menerimaabhiseka dari para Budha mengenai Kebuddhaan. Tubuh dharmakayanya sekarang telah sempurna dan ia dapat menunjukkan kemukjizatan. Dengan demikian selesailah karya seorang Bodhisatva dalam dasabhumi.


(Kutipan dari karya Prof. Nalinaksha Dutt "Mahayana Buddhism")

Quote
Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual[1] (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana [2]) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.[3]

Spoiler: ShowHide
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahayana (http://id.wikipedia.org/wiki/Mahayana)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 12 July 2011, 08:37:31 AM
Mahayana dlm konteks sebagai doktrin, tidak pernah ada pernyataan mengkonversi sravakayana menjadi pemeluk mahayana apalagi dalam bentuk ikrar. 
Harap dipahami, dalam mahayana, sravakayana adalah salah satu bagian dari tahapan pelatihan, dan yang dilakukan bukan mengkonversi, tetapi sebagai proses kesinambungan dari tahapan pelatihan.
JIka mengkonversi, berarti seorang mahayanis tidak boleh mempelajari doktrin sravakayana. Tanpa memahami ajaran2 sravakayana ,mana mungkin bisa melanjutkan tahapan2 bodhisatva?
Saya tertarik paham bahwa sravakayana adalah bagian dari Mahayana dan bukan jalan berbeda. Saya kutip dari Bhaisajyaguru Buddha Sutra:
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."


Jika memang sravaka (dan Pratyeka) itu adalah tahapan, mengapa harus dibimbing untuk keluar dari sana?


Quote
Tetapi tidak demikian, jadi ,ada sravakayana yang tidak ingin melanjutkan jalan bodhisatva dan ada yang mau.  Itu pilihan masing2.
Menurut Mahayana pun, sravaka yang tidak melanjutkan adalah pandangan keliru. Dari Saddharmapundarika Sutra Bab III:
"Owing to the mighty will of the Bodhisattva thou, Sâriputra, hast no recollection of thy former vow to observe the (religious) course; of the counsel of the Bodhisattva, the decree of the Bodhisattva. Thou thinkest that thou hast reached final rest. I, wishing to revive and renew in thee the knowledge of thy former vow to observe the (religious) course, will reveal to the disciples the Dharmaparyaya called 'the Lotus of the True Law,' ..."

Kisahnya di sini adalah Sariputra dibuat 'hilang ingatan' akan tekad Bodhisatva sehingga ia berpikir perjalanannya telah selesai (karena mencapai sravaka). Tapi di sini Buddha Sakyamuni membangkitkan kembali pengetahuan sejatinya, dan kemudian dikatakan bahwa di masa depan, Sariputra akan menjadi Tathagata bernama Padmaprabha. 

Bagaimana menurut bro chingik?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 12 July 2011, 10:23:16 AM
Faktanya problem arahat sudah jadi polemik antar sekte sejak awal. Saat itu saja belum ada polemik mengenai mahayana kontra hinayana.  Walau doktrin Mahayana jg memiliki pandangan sendiri mengenai Arahat. Tapi dari perbedaan2 itu sangat jelas mengindikasikan bahwa memang ada "sesuatu" yg belum clear mengenai seputar sosok Kearahatan. Sehingga seorang pembelajar tidak boleh terpaku pd salah satu pandangan sekte.
Tidak ambil pusing di sini dimaksudkan tidak ingin terpengaruh pd salah satu pandangan itu. 
Percaya bahwa hanya sekte aku yg paling benar dan yg lain salah adalah yg dihindari gerakan Mahayana. Makanya salah satu ikrar bodhisatva (baca:misi mahayana) : "mempelajari pintu ajaran yg tak terhingga jumlahnya".

Dari “menerima semua”, “konsolidasi” kemudian kini menjadi “mempelajari
Sdr. Chingik, jika Mahayana menerima semua aliran Sravakayana, maka berarti menerima Arahat sebagai pencapaian yang tertinggi. Jika tidak, ini berarti Mahayana tidak menerima semua. Opsi ini perlu dipilih.

Masalah Arahat bukan saja masalah mengenai posisinya dalam tingkat spiritual tetapi juga cara-cara pencapaiannya. Jika dikatakan mengenai Arahat ini adalah sesuatu yang belum clear dan masih dipelajari, maka ini sama saja Mahayana belum menerima semua ajaran aliran Sravakayana. Ajaran Sravakayana hanya dijadikan pajangan, koleksi yang kalau dibutuhkan baru dicopy literaturnya untuk memberi jawaban atas masalah yang ditimbulkan dan yang tidak bisa diselesaikan oleh Mahayanis dengan literatur Mahayana-nya.

Selain itu, jika masalah Arahat masih dipelajari, maka ini berarti selama kemunculannya, Mahayana sendiri masih mempertanyakan kebenaran sutranya sendiri, seperti Saddharmapundarika Sutra yang di dalamnya jelas membahas mengenai tingkat spiritual dari Arahat Sariputra yang masih bisa di-upgrade lagi. Ini berarti pernyataan dalam sutra ini masih diragukan. Padahal Saddharmapundarika Sutra konon adalah sutra penting dalam Mahayana sehingga bahkan menjadi pondasi berdirinya salah satu aliran Mahayana, bahkan mungkin Mahayana itu sendiri karena sutra ini yang konon pertama kali menerbitkan istilah Mahayana dan Hinayana.

Sdr. Chingik, kita tidak bisa menepis adanya “campur aduk” pada Mahayana karena faktanya demikian, dan fakta tersebut ada dalam literatur-literatur Mahayana itu sendiri. Semakin kita menepis, semakin kuat mencekik.

Quote
Bagi Mahayana, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, sehingga memetik atau menerima satu kebenaran doktrin tidak perlu ditutupi, apalagi dikatakan copas. Kebelengguan anda bahwa kebenaran hanya milik salah satu tradisi yang anda pegang erat sehinggg terkungkung sendiri padanya.  Ini yang menjadi cermin dari sifat gontok2an antar sekte. 

Pada dasarnya pembelajara Mahayana tidak selalu harus menerima semua ajaran dalam tradisi berbeda itu ataupun menolak. Dikala merasa salah satu ajaran bisa diterima/ditolak, itu hanya proses/tahapan dari pembelajarannya. 
Toh semua doktrin akhirnya harus dilepas juga bagi seorang mahayanis.

Benar, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, namun ketika disodorkan, disajikan 2 klaiman kebenaran, maka seseorang perlu menentukannya mana yang benar, contohnya masalah Arahat. Kebenaran itu hanya 1.  Kecuali ingin menegaskan lebih kuat bahwa Mahayana itu aliran campur aduk sekaligus linglung karena kedua kebenaran ada padanya dan tidak tahu mana yang benar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 11:39:34 AM
mungkin ceritanya mahayana mau menampung semua sehingga sutra2 palsu pun di anggap berharga dan berguna, sehingga ya gado2 lah jadinya. mau tujuan ke ancol, ke nibana, ke surga mana, semua di tampung, akhirnya umat pada bingung :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 12:38:34 PM
 
anehnya kok ada kata2 ini dalam sutra maha :
Subhuti, To Sum up, the merits resulting from this Sutra are inconceivable, inestimable and without limit. The Tathagata expounds it to those initiated into the Mahayana and the Supreme Yana. If they are able to receive, hold (in mind), read and recite it and expound it widely to others, the Tathagata will know and will see that they will achieve inexpressible and inconceivable merits that are without measure or limit. They will bear (responsibility for) the Tathagata's supreme Enlightenment (Anuttara-samyak-sambodhi) Why? Because, Subhuti, those who take delight in the Hinayana and hold the view of an ego, a personality, a being and a life, cannot listen to, receive, hold (in mind), read and recite this Sutra and explain it to others

jadi intinya maha mempelajari semua dan mengetahui ya kalau hinayana itu payah =))
Dalam doktrin Mahayana, hinayana tidak dipandang sbg sebuah aliran. 
Jadi hinayana menurut Sutra Mahayana itu ditujukan pada siapa? Ada beberapa bhikkhu sebagai siswa sravaka yang hanya merasa pencapaiannya sudah final dan tidak mau melanjutkan nasihat Buddha. Merekalah yang disebut hinayana. Tidaklah aneh bila Buddha mengkritisi mereka, sama seperti ketika Buddha mengkritisi para pertapa yg berbeda pandangan dengan Buddha.
Sariputta , Mahakasyapa, Moggallana sbg siswa sravaka utama tidak dipandang sebagai hinayana, karena akhirnya mereka juga diramalkan akan menjadi Buddha.
Jadi menjadi hinayana atau tidak, itu tergantung pd aspirasi batin. Bukan berarti seseorang melatih ajaran sravaka lalu disebut hinayana.

Sebagai contoh, Master Yinshun adalah bhiksu Mahayana yang sangat menjunjung tinggi kitab Agama Sutra.
Master Zhiyi (pendiri tradisi Tientai di China) juga mengajar teknik samatha vipasyana kepada kakaknya.
Jadi tidak benar bila semua hal yg berhubungan dengan jalan sravaka dianggap sebagai hinayana.
     
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 01:22:24 PM
Quote
Saya tertarik paham bahwa sravakayana adalah bagian dari Mahayana dan bukan jalan berbeda. Saya kutip dari Bhaisajyaguru Buddha Sutra:
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."


Jika memang sravaka (dan Pratyeka) itu adalah tahapan, mengapa harus dibimbing untuk keluar dari sana?
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
 Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.   
 
Quote
Menurut Mahayana pun, sravaka yang tidak melanjutkan adalah pandangan keliru. Dari Saddharmapundarika Sutra Bab III:
"Owing to the mighty will of the Bodhisattva thou, Sâriputra, hast no recollection of thy former vow to observe the (religious) course; of the counsel of the Bodhisattva, the decree of the Bodhisattva. Thou thinkest that thou hast reached final rest. I, wishing to revive and renew in thee the knowledge of thy former vow to observe the (religious) course, will reveal to the disciples the Dharmaparyaya called 'the Lotus of the True Law,' ..."

Kisahnya di sini adalah Sariputra dibuat 'hilang ingatan' akan tekad Bodhisatva sehingga ia berpikir perjalanannya telah selesai (karena mencapai sravaka). Tapi di sini Buddha Sakyamuni membangkitkan kembali pengetahuan sejatinya, dan kemudian dikatakan bahwa di masa depan, Sariputra akan menjadi Tathagata bernama Padmaprabha. 

Bagaimana menurut bro chingik?

Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 July 2011, 01:31:20 PM
Inti-nya memang doktrin Mahayana berbeda dengan doktrin Theravada...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 12 July 2011, 02:15:36 PM
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
 Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya. 
Betul, saya sangat setuju sekali bahwa memang dalam Mahayana, tidak ada tiga kendaraan. Saddharmapundarika Sutra sendiri menyatakannya:

"I do firmly establish the teaching of Tathâgata-knowledge, Sâriputra; I do lead the teaching of Tathâgata-knowledge on the right path, Sâriputra. By means of one sole vehicle, to wit, the Buddha-vehicle, Sâriputra, do I teach creatures the law; there is no second vehicle, nor a third."


Quote
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.
Membangun fondasi adalah keliru jika tidak dilanjutkan ke tahapan lebih lanjut. Bahkan pondasi tersebut tidak bisa disebut sebagai pondasi yang benar.

"Now, Sâriputra, such disciples, Arhats, or Pratyekabuddhas who do not hear their actually being called to the Buddha-vehicle by the Tathâgata, who do not perceive, nor heed it, those, Sâriputra, should not be acknowledged as disciples of the Tathâgata, nor as Arhats, nor as Pratyekabuddhas."
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 02:21:15 PM
 
Quote
Dari “menerima semua”, “konsolidasi” kemudian kini menjadi “mempelajari
Sdr. Chingik, jika Mahayana menerima semua aliran Sravakayana, maka berarti menerima Arahat sebagai pencapaian yang tertinggi. Jika tidak, ini berarti Mahayana tidak menerima semua. Opsi ini perlu dipilih.
Mahayana sebagai sebuah gerakan, menerima semua aliran Sravakayana sebagai cerminan bahwa mahayana tidak mengabaikan fondasi ajaran. Tetapi Mahayana sendiri memiliki tahapan lanjutan, sehingga tidak mungkin harus menganggap jalan sravaka sebagai final. Seperti yg saya jelaskan ke bro Kainyn, selama membangun fondasi, fondasi itu bukan suatu kekeliruan, tetapi jika hanya berhenti pada fondasi, itu bukan tujuan mahayana.

Quote
Masalah Arahat bukan saja masalah mengenai posisinya dalam tingkat spiritual tetapi juga cara-cara pencapaiannya. Jika dikatakan mengenai Arahat ini adalah sesuatu yang belum clear dan masih dipelajari, maka ini sama saja Mahayana belum menerima semua ajaran aliran Sravakayana. Ajaran Sravakayana hanya dijadikan pajangan, koleksi yang kalau dibutuhkan baru dicopy literaturnya untuk memberi jawaban atas masalah yang ditimbulkan dan yang tidak bisa diselesaikan oleh Mahayanis dengan literatur Mahayana-nya.
Selain itu, jika masalah Arahat masih dipelajari, maka ini berarti selama kemunculannya, Mahayana sendiri masih mempertanyakan kebenaran sutranya sendiri, seperti Saddharmapundarika Sutra yang di dalamnya jelas membahas mengenai tingkat spiritual dari Arahat Sariputra yang masih bisa di-upgrade lagi. Ini berarti pernyataan dalam sutra ini masih diragukan. Padahal Saddharmapundarika Sutra konon adalah sutra penting dalam Mahayana sehingga bahkan menjadi pondasi berdirinya salah satu aliran Mahayana, bahkan mungkin Mahayana itu sendiri karena sutra ini yang konon pertama kali menerbitkan istilah Mahayana dan Hinayana.

Saya rasa anda salah menangkap maksud "masalah arahat belum clear" di sini. Yg saya maksudkan adalah polemik status kearahatan itu sudah terjadi di dalam tubuh 18 sekte yg notabene adalah sekte jalan sravaka. Seharusnya anda tanyakan atau gali sendiri mengapa bisa terjadi polemik antar sekte itu, tanpa perlu melibatkan mahayana dulu.  Terus, berdasarkan apa bro merasa yakin sekte yg bro anut sebagai yg paling benar, pdhal 18 sekte itu memiliki pandngan berbeda-beda. Tidak jauh2 dari masalah kepercayaan belaka juga bukan?. 


Quote
Sdr. Chingik, kita tidak bisa menepis adanya “campur aduk” pada Mahayana karena faktanya demikian, dan fakta tersebut ada dalam literatur-literatur Mahayana itu sendiri. Semakin kita menepis, semakin kuat mencekik.
campur aduk itu kan berdasarkan pemikiran bro yg tidak bisa melihat sistem mahayana secara utuh. Wajar sajalah.
Faktanya, para sesepuh mahayana tidak merasa tercekik, bahkan bisa belajar melepas juga, salah satunya tradisi Zen bahkan secara khusus menekankan utk melepaskan kemelekatan pd persepsi kata-kata dan kitab suci.   

Quote
Benar, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, namun ketika disodorkan, disajikan 2 klaiman kebenaran, maka seseorang perlu menentukannya mana yang benar, contohnya masalah Arahat. Kebenaran itu hanya 1.  Kecuali ingin menegaskan lebih kuat bahwa Mahayana itu aliran campur aduk sekaligus linglung karena kedua kebenaran ada padanya dan tidak tahu mana yang benar.
Karena anda melihat dari kacamata sektarian, makanya berpikir demikian. 2 klaim kebenaran itu kan dari sudut pandang anda karena terlanjur memposisikan mindset  : "pandangan yg saya pegang ini sdh benar dan yg lain pasti salah".     
seperti telah sy jelaskan ke bro Kainyn, membangun fondasi bukanlah kekeliruan (dlm hal ini mempelajari jalan sravaka), tetapi membangun fondasi tanpa melanjutkan tahapan berikut, apakah bisa dianggap benar? (ini bicara dalam konteks bagi seorang siswa mahayana)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 02:23:34 PM
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
 Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.   
 
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.

yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 12 July 2011, 02:28:38 PM
yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
Bisa iya, bisa tidak. Tapi seandainya pun tidak disebut sebagai 'menyimpang', tetap jalan Sravaka & Pratyeka adalah bukan jalan yang ideal, bukan pula sebagai fondasi, namun sebuah jalan yang berbeda dari Mahayana.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 02:33:39 PM
mungkin ceritanya mahayana mau menampung semua sehingga sutra2 palsu pun di anggap berharga dan berguna, sehingga ya gado2 lah jadinya. mau tujuan ke ancol, ke nibana, ke surga mana, semua di tampung, akhirnya umat pada bingung :))
Jika bilang ada yg palsu, berarti anda mengakui ada sutra Mahayana yg asli bukan?
Memang benar mahayana sbg sbuah aliran,  tidak luput dari penyusupan sutra palsu yg dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.  Tidak berarti Mahayana dianggap sama palsunya dgn sutra palsu itu.
Sutra2 palsu pernah diklasifikasikan dalam kanon Taisho, tapi orang yang mau belajar pasti sdh mengerti bahwa apa yg asli dan palsu jika telah diklasifikasikan, maka tidak akan terjerumus.  Mereka diarsipkan utk kajian sejarah. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 02:37:01 PM

Karena anda melihat dari kacamata sektarian, makanya berpikir demikian. 2 klaim kebenaran itu kan dari sudut pandang anda karena terlanjur memposisikan mindset  : "pandangan yg saya pegang ini sdh benar dan yg lain pasti salah".     
seperti telah sy jelaskan ke bro Kainyn, membangun fondasi bukanlah kekeliruan (dlm hal ini mempelajari jalan sravaka), tetapi membangun fondasi tanpa melanjutkan tahapan berikut, apakah bisa dianggap benar? (ini bicara dalam konteks bagi seorang siswa mahayana)

kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 02:57:10 PM
yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
bukan, itu ditujukan ke semua penganut ajaran sesat . Bukan ke sravaka.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 03:11:45 PM
kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?
mungkin mirip seperti ada arahat yg harus melalui jhana ada yg tidak.
tapi menurut saya tidak ada, meskipun terlihat ada, itu pasti karena pd masa kehidupan lalu telah pernah belajar fondasi itu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: djoe on 12 July 2011, 05:01:23 PM
Dalam doktrin Mahayana, hinayana tidak dipandang sbg sebuah aliran. 
Jadi hinayana menurut Sutra Mahayana itu ditujukan pada siapa? Ada beberapa bhikkhu sebagai siswa sravaka yang hanya merasa pencapaiannya sudah final dan tidak mau melanjutkan nasihat Buddha. Merekalah yang disebut hinayana. Tidaklah aneh bila Buddha mengkritisi mereka, sama seperti ketika Buddha mengkritisi para pertapa yg berbeda pandangan dengan Buddha.
Sariputta , Mahakasyapa, Moggallana sbg siswa sravaka utama tidak dipandang sebagai hinayana, karena akhirnya mereka juga diramalkan akan menjadi Buddha.
Jadi menjadi hinayana atau tidak, itu tergantung pd aspirasi batin. Bukan berarti seseorang melatih ajaran sravaka lalu disebut hinayana.

Sebagai contoh, Master Yinshun adalah bhiksu Mahayana yang sangat menjunjung tinggi kitab Agama Sutra.
Master Zhiyi (pendiri tradisi Tientai di China) juga mengajar teknik samatha vipasyana kepada kakaknya.
Jadi tidak benar bila semua hal yg berhubungan dengan jalan sravaka dianggap sebagai hinayana.
   

Pandangan seseorang yang menentukan seseorang masuk ke mana, hinayana atau mahayana, Bukan karena sesuatu  yang dipelajarinya, bukan dari hal ekternal. Karena hinayana maupun mahayana bukan aliran.
Seperti seseorang yang berpandang kebenaran hanya ditemukan dalam ajaran dan kitab suci agama saya dan bukan dari yang lain. Jika seseorang berpandangan seperti ini maka cara pandangnya yang menentukan dia masuk kemana, seperti contoh disini orang tersebut masuk ke dalam orang yang berpandangan sempit.
Buddha sendiri menganjurkan untuk mencari kebenaran dalam ajarannya dan bukan mempercayai tanpa menyelidiki. Tidak seperti agama lain pada saat zaman Buddha yang mengatakan ajaran mereka yang paling benar. Buddha tidak seperti itu ketika dalam membabarkan ajaran  kepada umat dari agama lain.

Maka cara pandang seseorang yang menentukan dia berpandangan sempit atau berwawasan luas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 05:04:51 PM
akhirnya ada orang yang berpandangan luas hadir di sini, mari master beri penjelasan :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 05:08:35 PM
bukan, itu ditujukan ke semua penganut ajaran sesat . Bukan ke sravaka.

jadi kalau sravaka dibimbing ke jalan mahayana untuk apa?

mungkin mirip seperti ada arahat yg harus melalui jhana ada yg tidak.
tapi menurut saya tidak ada, meskipun terlihat ada, itu pasti karena pd masa kehidupan lalu telah pernah belajar fondasi itu
sekarang kalau arahat disebutnya dasar atau final?

pondasi atau tidak?

harus jadi arahat dulu atau tidak untuk menapaki mahayana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 05:22:34 PM
jadi apakah anda membantah bahwa ikrar demikian itu memang ada dalam sutra mahayana? saya hanya memiliki sumber dalam versi cetakan jadi susah untuk copas. mungkin member lain ada yg bisa membantu?

Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 05:45:54 PM
jadi kalau sravaka dibimbing ke jalan mahayana untuk apa?
sekarang kalau arahat disebutnya dasar atau final?

pondasi atau tidak?

harus jadi arahat dulu atau tidak untuk menapaki mahayana?

Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Memasuki jalan mahayana  (jalan bodhisatva) tidak ditentukan dari mana status pencapaian seseorang. Sejauh anda membangkitkan aspirasi utk mencapai sama seperti seorang Samyaksambuddha, anda disebut memasuki jalan mahayana walaupun masih awam. Bisa juga anda membangkitkan belas kasih kepada seluruh makhluk, anda menumbuhkan benih mahayanis dalam diri anda. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 July 2011, 06:04:25 PM
Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

spekulasi saya... kitab kitab mahayana itu di"tulis" oleh beberapa orang yang tidak memiliki kontinuitas dan kesinambungan doktrin... makanya kadang memuji, kadang merendahkan...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 July 2011, 06:06:45 PM
Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Mungkin pengertian samsara berbeda antara Theravada dan Mahayana... Karena menurut Theravada, seseorang yang masih terkondisi dan terlahir di 31 alam itu masih mengalami samsara, Bagaimana menurut Mahayana ? karena para sravaka masih bisa "lanjut"... tentu-nya harus terlahir untuk "lanjut"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 06:12:38 PM
spekulasi saya... kitab kitab mahayana itu di"tulis" oleh beberapa orang yang tidak memiliki kontinuitas dan kesinambungan doktrin... makanya kadang memuji, kadang merendahkan...

lalu kitab nikaya2  yg juga kadang memuji dan kadang merendahkan dianggap terkecuali ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 12 July 2011, 06:31:14 PM
lalu kitab nikaya2  yg juga kadang memuji dan kadang merendahkan dianggap terkecuali ?

Sebetulnya ini topik tetangga (Pertanyaan kritis mengenai Theravada), tapi saya mau minta bocoran dikit, maksudnya bro chingik, dalam nikaya2, apakah yang kadang direndahkan dan kadang dipuji?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 08:07:33 PM
Sebetulnya ini topik tetangga (Pertanyaan kritis mengenai Theravada), tapi saya mau minta bocoran dikit, maksudnya bro chingik, dalam nikaya2, apakah yang kadang direndahkan dan kadang dipuji?

Sebenarnya ungkapan "kadang merendahkan kadang memuji" itu pesepsi pribadi dari bro dilbert. Saya sendiri tidak memandang demikian, atau lebih tepatnya ketika apa yg terlihat memuji siswa sravaka itu hanya utk menyatakan keadaan apa adanya pada diri seorang sravaka. Dan ketika apa yg terlihat seperti merendahkan itu mesti dilihat sbg konteks mengkritisi dari seorang guru Buddha kepada siswanya. Dalam rangkaian Sutra mahayana, bila kita lihat seutuhnya, tidak semestinya melihat sebagai merendahkan, karena semua itu merupakan murid Buddha dan Buddha sebagai guru tentu adalah wajar mengkritisi siswa yang hanya berdiam dalam tahapan sravaka, apalagi terlihat para siswa yang bahkan enggan mendengar wejangan Buddha (lihat Saddharmpundarika , ada 5000 siswa sravaka meninggalkan pesamuan. Tetapi para sravaka agung tidak).

Namun bila konteks ini tetap dipaksakan sebagai memuji dan merendahkan, maka kasus demikian seharusnya memiliki kesamaan dalam kitab2 nikaya, manakala Buddha memuji potensi wanita (wanita bisa menjadi arahat)  sekaligus merendahkan wanita (wanita yg memasuki Sangha dapat membuat umur sasana berkurang).   



 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 12 July 2011, 08:40:14 PM
Mungkin pengertian samsara berbeda antara Theravada dan Mahayana... Karena menurut Theravada, seseorang yang masih terkondisi dan terlahir di 31 alam itu masih mengalami samsara, Bagaimana menurut Mahayana ? karena para sravaka masih bisa "lanjut"... tentu-nya harus terlahir untuk "lanjut"
Iya, mahayana memandang secara berbeda lagi.
Dalam mahayana , siklus kematian dan kelahiran (samsara) bagi seorang arahat,paccekabuddha dan bodhisatva 8 bhumi ke atas telah berakhir. Mereka tidak dilahirkan lagi di triloka. Tetapi mereka masih memliki satu jenis siklus lain , saya hanya bisa terjemahkan bebas dari istilah mandarin "Bian Yi Sheng Si"  yg artinya kira2 sbg siklus perubahan.  Makhluk suci ini seperti inilah yg dikatakan dapat menjelma di triloka dan melakukan aktifitas menyelamatkan makhluk lain. Batin mereka telah bebas dari belenggu dan merealisasi pemahaman anatta, dengan inilah mereka baru dapat benar2 bekerja secara altruis dlm arti yg sesungguhnya. Dengan inilah mereka baru dapat mewujudkan apa yg menjadi cita2 agung, bekerja tanpa jeda demi kebahagiaan makhluk hidup di semesta.
Dalam Mahayana, mencapai kesucian bagi seseorang merupakan akhir dari belenggu siklus samsara (mengakhiri penderitaan sendiri) , pd saat yg sama juga merupakan langkah awal utk bekerja secara penuh  demi menyelamatkan makhluk lain yg tidak dibatasi oleh siklus samsara.     
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 July 2011, 11:27:03 PM
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.


Kalau begitu, apakah para praktisi mahayana sudah menamatkan tahapan sravaka-nya hingga melanjutkan kepada tahapan mahayana? ataukah tahapan sravaka ini bersifat optional?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 July 2011, 11:29:16 PM
kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?

saat ini sepertinya bisa, karena banyak praktisi mahayana yg tidak paham hinayana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 July 2011, 11:30:47 PM
Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

itulah maka dikatakan bahwa sutra2 mahayana itu saling kontradiktif satu sama lain, inconsistent
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 12 July 2011, 11:36:45 PM
promosi lagi ah,

http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_(Bodhi) (http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_(Bodhi))

sebelum melanjutkan diskusi, sangat disarankan untuk membaca artikel di atas
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 July 2011, 11:51:52 PM
Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Memasuki jalan mahayana  (jalan bodhisatva) tidak ditentukan dari mana status pencapaian seseorang. Sejauh anda membangkitkan aspirasi utk mencapai sama seperti seorang Samyaksambuddha, anda disebut memasuki jalan mahayana walaupun masih awam. Bisa juga anda membangkitkan belas kasih kepada seluruh makhluk, anda menumbuhkan benih mahayanis dalam diri anda. 
jadi kalau seorang arahat memberikan pengetahuannya setengah atau seperempat belum lulus ya?, kalau keburu mati bijimana? harus terlahir lagi ya untuk memberikan "semua" ajaannya?

semua ajarannya itu seperti bijimana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 13 July 2011, 10:11:23 AM
itulah maka dikatakan bahwa sutra2 mahayana itu saling kontradiktif satu sama lain, inconsistent

Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 July 2011, 10:38:38 AM
Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 

mengkritisi murid atas ajaran sravaka yang sudah diajarkan-nya sendiri ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: rooney on 13 July 2011, 10:44:48 AM
mengkritisi murid atas ajaran sravaka yang sudah diajarkan-nya sendiri ?

Mungkin karena dianggap sudah berpuas diri terhadap pencapaian sravaka  :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 July 2011, 10:50:36 AM
Mungkin karena dianggap sudah berpuas diri terhadap pencapaian sravaka  :-?

murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 July 2011, 11:14:20 AM
murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...
ketika belum jadi guru maka percuma jadi murid, percuma jadi arahat juga, bahkan kalau ngajar ga ada yang nerima juga percuma, ga mendapatkan hasil, btw yang nilai si arahat udah total memberi ajaran itu siapa ya?  kalau belom lulus mengajar berarti khan harus terlahir kembali, khan buda juga belom lulus jadi guru juga buktinya masih banyak yang belom menerima buda sebagai guru selamat :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 13 July 2011, 11:19:59 AM
murid-murid tamat sekolah, tetapi tidak semua bisa menjadi guru...

dalam konteks 1 kehidupan mungkin dianggap sudahlah. Tapi Buddhisme mengenal siklus kehidupan sekrang dan akan datang, maka potensi murid utk menjadi guru itu terbuka luas pd masa yg akan datang.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 13 July 2011, 01:52:44 PM
Kalau begitu, apakah para praktisi mahayana sudah menamatkan tahapan sravaka-nya hingga melanjutkan kepada tahapan mahayana? ataukah tahapan sravaka ini bersifat optional?

Ada yg sudah (contohnya para sravaka agung seperti sariputra, mahakasyapa, dst, ya karena kita bicara dlm ranah mahayana maka tentu para sravaka agung ini jg dipanang sbg praktisi mahayana) dan ada yg belum.
Namun tidak ada ketentuan saat seseorang mengaspirasikan jalan bodhisatva harus menamatkan tahapan sravaka.  Menjalani mana dulu boleh, yg terpenting adalah aspirasi nya. Ketika seseorang tidak mengambil jalan sravaka, sebenarnya tahapan2 bodhisatva yg dia jalani terdapat praktik2 yg yg sama dgn jalan sravaka (seperti 37 bodhipaksa dharma). Atau ketika seseorang menjalani jalan sravaka dengan memiliki cita-cita Sammasambuddha, ya berarti dia mengambil jalur mahayana. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 13 July 2011, 02:03:19 PM
jadi kalau seorang arahat memberikan pengetahuannya setengah atau seperempat belum lulus ya?, kalau keburu mati bijimana? harus terlahir lagi ya untuk memberikan "semua" ajaannya?

semua ajarannya itu seperti bijimana?
ga ngerti maksud dan relevansi pertanyaan ini.
   
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 13 July 2011, 06:09:17 PM
promosi lagi ah,

http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_(Bodhi) (http://dhammacitta.org/dcpedia/Para_Arahant,_Boddhisattva,_dan_Buddha_(Bodhi))

sebelum melanjutkan diskusi, sangat disarankan untuk membaca artikel di atas

Suatu upaya rekonsiliasi yang mengajak umat menuju pada integrasi yang harmoni dengan pilihan masing2 kendaraan.
Sayangnya Bhikkhu Bodhi tetap gagal menyajikan argumentasi yang netral. Subjectivitas masih kental dirasakan, terlihat dari keterlanjuran mengasumsikan kitab kanonik awal sebagai yang murni dan mahayana sebagai hasil inspirasi para praktisi belakangan, yang secara tidak langsung menilai doktrin mahayana bukan asli wejangan dari mulut Sang Buddha.
Tapi bagaimanapun jg, tidak mengurangi rasa respek atas sikap moderatnya
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 July 2011, 06:22:57 PM
Begini. Anda khan blg kalao si arahat βέĺĺ☺♏  memberikan semua ilmunya berarti βέĺĺ☺♏  lulus, nah gimana kalao arahat ini keburu mati sblm memberikan ajarannya, contohnya seperti bahiya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 13 July 2011, 06:36:54 PM
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
 Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.   
 
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.


Ayolah, Sdr. Chingik, sudah jelas masalah Arahat adalah hal yang berbeda dan bertolak belakang, dan bukan tahapan. Bagi Sravakayana, Arahat adalah spiritual tertinggi dan itu sudah final. Jika anda mengatakan itu adalah tahapan dan harus ada lanjutan, ini berarti anda mengatakan bahwa itu bukan final dan ini juga berarti menolak ajaran Sravakayana yang menggapnya sudah final. Jika menerima seharusnya juga menerima bahwa Arahat adalah spiritual tertinggi juga sesuatu yang final.

Singkatnya: jika si A mengatakan sudah final, kemudian si B mengatakan belum dan masih ada lanjutan, ini berarti si B menolak (tidak menerima) apa yang dikatakan si A .

Ayolah Sdr. Chingik ini hanya logika sederhana saja mengenai perbedaan antara menolak dan menerima. Kalau hal sederhana seperti ini saja anda tidak memahaminya, ya, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Saya rasa saya tidak bisa menemukan jawabannya pada argumen-argumen anda. Jadi silahkan anda berargumen lagi, tapi saya tidak akan menanggapinya karena saya yakin argumennya akan sama selama anda belum bisa membedakan antara menerima dengan menolak. Dan pertanyaan rekan-rekan lain juga banya yang menunggu.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 13 July 2011, 07:32:04 PM
Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 

dikatakan kontradiksi jika menilai sesuatu sebagai baik dan pada kesempatan lain sebagai buruk utk kasus yg sama. bukan pada kasus yg berbeda
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 13 July 2011, 09:28:43 PM
bolak balik memang tidak akan ketemu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 14 July 2011, 10:19:56 AM
Begini. Anda khan blg kalao si arahat βέĺĺ☺♏  memberikan semua ilmunya berarti βέĺĺ☺♏  lulus, nah gimana kalao arahat ini keburu mati sblm memberikan ajarannya, contohnya seperti bahiya.

coba check bahiya apa ada muncul di sutra mahayana dan di-ramalkan bisa jadi sammasambuddha "XXXXX"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 15 July 2011, 11:12:58 PM
Begini. Anda khan blg kalao si arahat βέĺĺ☺♏  memberikan semua ilmunya berarti βέĺĺ☺♏  lulus, nah gimana kalao arahat ini keburu mati sblm memberikan ajarannya, contohnya seperti bahiya.
Tidak bisa dilihat hanya dari sisi si arahat. Sisi orang yang belajar dari sang arahat juga menentukan peran bgm proses pembelajaran itu bisa ttp berkesinambungan, yang akhirnya kembali pada karma si pembelajar.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 15 July 2011, 11:31:19 PM
dikatakan kontradiksi jika menilai sesuatu sebagai baik dan pada kesempatan lain sebagai buruk utk kasus yg sama. bukan pada kasus yg berbeda
Ya, sy juga tidak melihatnya sbg kasus yang berbeda.  Apalagi masalah gender ini sdh sering jadi perdebatan, dan sdh cukup mengindikasikan sifat kontradiksinya.
Hanya saja sy tidak ingin terjebak dlm spekulasi, sama hal nya sy menilai orang yang salah memahami mahayana juga juga krn cara spekulasi mereka saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 15 July 2011, 11:43:33 PM
Ya, sy juga tidak melihatnya sbg kasus yang berbeda.  Apalagi masalah gender ini sdh sering jadi perdebatan, dan sdh cukup mengindikasikan sifat kontradiksinya.
Hanya saja sy tidak ingin terjebak dlm spekulasi, sama hal nya sy menilai orang yang salah memahami mahayana juga juga krn cara spekulasi mereka saja.


maksud saya begini, untuk contih kasus gender, Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpendek umur Sasana, adakah di kesempatan lain di mana Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpanjang umur Sasana?

seperti halnya dalam Mahayana, di satu pihak mengakui bahwa Arahat adalah pencapaian yg mulia/ terpuji/final, tapi dipihak lain juga dikatakan sebaliknya. ini yg saya maksudkan dengan kontradiksi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 16 July 2011, 12:07:38 AM
Ayolah, Sdr. Chingik, sudah jelas masalah Arahat adalah hal yang berbeda dan bertolak belakang, dan bukan tahapan. Bagi Sravakayana, Arahat adalah spiritual tertinggi dan itu sudah final. Jika anda mengatakan itu adalah tahapan dan harus ada lanjutan, ini berarti anda mengatakan bahwa itu bukan final dan ini juga berarti menolak ajaran Sravakayana yang menggapnya sudah final. Jika menerima seharusnya juga menerima bahwa Arahat adalah spiritual tertinggi juga sesuatu yang final.

Singkatnya: jika si A mengatakan sudah final, kemudian si B mengatakan belum dan masih ada lanjutan, ini berarti si B menolak (tidak menerima) apa yang dikatakan si A .

Ayolah Sdr. Chingik ini hanya logika sederhana saja mengenai perbedaan antara menolak dan menerima. Kalau hal sederhana seperti ini saja anda tidak memahaminya, ya, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Saya rasa saya tidak bisa menemukan jawabannya pada argumen-argumen anda. Jadi silahkan anda berargumen lagi, tapi saya tidak akan menanggapinya karena saya yakin argumennya akan sama selama anda belum bisa membedakan antara menerima dengan menolak. Dan pertanyaan rekan-rekan lain juga banya yang menunggu.


Ayolah bro kelana,  masalah arahat yang saya katakan masih berlanjut itu kan memang pada dasarnya saya bicara dlm konteks mahayana, dan saya juga tau pandangan theravada berbeda, yang samasekali tidak pernah saya konflikkan.   
Konflik sdh jadi masalah klasik. Justru notabene terjadinya hingga membuat sasana terpecah sampai 18-20 sekte, tanpa melibatkan mahayana pun isu arahat sudah menjadi salah satu agenda perbedaan pendapat di saat itu. Saya tdk mau memperpanjang isu ini.
Mengenai ajaran mahayana yang campur aduk, sudah sy jelaskan pd tanggapan sebelumnya. Saya rasa cukup sampai di sini.   

 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 16 July 2011, 12:31:36 AM
maksud saya begini, untuk contih kasus gender, Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpendek umur Sasana, adakah di kesempatan lain di mana Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpanjang umur Sasana?

seperti halnya dalam Mahayana, di satu pihak mengakui bahwa Arahat adalah pencapaian yg mulia/ terpuji/final, tapi dipihak lain juga dikatakan sebaliknya. ini yg saya maksudkan dengan kontradiksi
Tetapi maksud saya juga adalah Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpendek umur Sasana, itu berkenaan dengan pernyataan yang menurunkan derajat wanita. Kemudian mengatakan wanita jika berlatih juga berpotensi mencapai kesucian tertinggi, yang mana ini berkenaan dengan mengangkat derajat wanita. Itu yang saya maksudkan kontradiksi.

Dalam kasus mahayana, Buddha bukan mencela Arahat sehubungan dengan pencapaiannya, tetapi dengan posisi sbg guru, Buddha perlu menggunakan cara tertentu utk mendorong siswa agar mau meneruskan instruksi guru. Dan terbukti, terdapat siswa yang ttp setia dan tetap direspek contohnya  para siswa utama, dan ada siswa yang tidak mau mendengarkan, contohnya 5000 arahat yang meninggalkan pesamuan.  Karena ada kejadian seperti ini, maka itu bukan pernyataan kontradiksi. Ada yang layak dipuji dan ada yang memang perlu dikritisi atas kekeliruan mereka. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 16 July 2011, 07:19:32 AM
Tidak bisa dilihat hanya dari sisi si arahat. Sisi orang yang belajar dari sang arahat juga menentukan peran bgm proses pembelajaran itu bisa ttp berkesinambungan, yang akhirnya kembali pada karma si pembelajar.
jadi apakah bahiya masih bisa terlahir lagi?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 16 July 2011, 08:29:26 AM
jadi apakah bahiya masih bisa terlahir lagi?

tergantung apakah si bahiya beragama theravada atau mahayana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 16 July 2011, 02:54:00 PM
tergantung apakah si bahiya beragama theravada atau mahayana

 =))

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 16 July 2011, 04:00:55 PM
tergantung apakah si bahiya beragama theravada atau mahayana
Eh ga taunya dia beragama hindu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 17 July 2011, 06:41:03 AM
Tetapi maksud saya juga adalah Sang Buddha mengatakan bahwa bhikkhuni dapat memperpendek umur Sasana, itu berkenaan dengan pernyataan yang menurunkan derajat wanita. Kemudian mengatakan wanita jika berlatih juga berpotensi mencapai kesucian tertinggi, yang mana ini berkenaan dengan mengangkat derajat wanita. Itu yang saya maksudkan kontradiksi.
 

menurut saya tidak berkontradiksi
yang mengatakan 'kontradiksi' adalah aliran2 tertentu utk 'pembenaran' atau tidak mengerti maksud dari Sang Buddha
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 17 July 2011, 08:52:59 AM
menurut saya tidak berkontradiksi
yang mengatakan 'kontradiksi' adalah aliran2 tertentu utk 'pembenaran' atau tidak mengerti maksud dari Sang Buddha

Jaah, kalo ngomong gitu saya juga bisa. Kalo tau gitu mending saya tinggal ngomong gitu juga ke Om Indra atas statementnya yang mengatakan kontradiksi dlm mahayana:
"menurut saya tidak berkontradiksi
yang mengatakan 'kontradiksi' adalah aliran2 tertentu utk 'pembenaran' atau tidak mengerti maksud dari Sang Buddha"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 17 July 2011, 08:56:06 AM
Jaah, kalo ngomong gitu saya juga bisa. Kalo tau gitu mending saya tinggal ngomong gitu juga ke Om Indra atas statementnya yang mengatakan kontradiksi dlm mahayana:
"menurut saya tidak berkontradiksi
yang mengatakan 'kontradiksi' adalah aliran2 tertentu utk 'pembenaran' atau tidak mengerti maksud dari Sang Buddha"

tapi ini namanya Plagiarism
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 17 July 2011, 10:21:36 AM
Haha, mksd saya mencap orang dengan kata2 sperti itu siapa pun bisa. Tapi utk apa, kata2 seperti itu hanya ungkapan dari sikap fanatisme, ga relevan dengan sebuah diskusi. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 17 July 2011, 11:10:26 AM
Eh ga taunya dia beragama hindu
jadi apakah akan terlahir lagi?

apakah mahayana mengenal bahiya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kipasangin on 17 July 2011, 11:46:16 AM
Sepertinya ada, karena bahiya ada masuk dalam suttapitaka.karena sepertinya mahayana juga ada sutra pitaka yang isinya hampir sama..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 17 July 2011, 01:12:10 PM
jadi apakah akan terlahir lagi?

apakah mahayana mengenal bahiya?
Bahiya telah mencapai nirvana, tentu saja tidak terlahir lagi. 
Apa relevansinya dengan pertanyaan "apakah mahayana mengenal bahiya?"

Dlm Samyuttagama dari Agama-sutra mencatat ttg Bahiya yang isinya paralel dengan Bahiya Sutta.


Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 17 July 2011, 04:57:33 PM
Bahiya telah mencapai nirvana, tentu saja tidak terlahir lagi. 

apakah mencapai nirvana berarti tidak terlahir kembali?
bagaimana dengan Buddha?

Quote
Apa relevansinya dengan pertanyaan "apakah mahayana mengenal bahiya?"

Dlm Samyuttagama dari Agama-sutra mencatat ttg Bahiya yang isinya paralel dengan Bahiya Sutta.


source pls
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 17 July 2011, 06:40:31 PM
Bahiya telah mencapai nirvana, tentu saja tidak terlahir lagi. 
Apa relevansinya dengan pertanyaan "apakah mahayana mengenal bahiya?"

Dlm Samyuttagama dari Agama-sutra mencatat ttg Bahiya yang isinya paralel dengan Bahiya Sutta.


bagaimana pula dibawah ini, apakah relevan atau memang inkonsisten atau gado2  :whistle:

Iya, mahayana memandang secara berbeda lagi.
Dalam mahayana , siklus kematian dan kelahiran (samsara) bagi seorang arahat,paccekabuddha dan bodhisatva 8 bhumi ke atas telah berakhir. Mereka tidak dilahirkan lagi di triloka. Tetapi mereka masih memliki satu jenis siklus lain , saya hanya bisa terjemahkan bebas dari istilah mandarin "Bian Yi Sheng Si"  yg artinya kira2 sbg siklus perubahan.  Makhluk suci ini seperti inilah yg dikatakan dapat menjelma di triloka dan melakukan aktifitas menyelamatkan makhluk lain. Batin mereka telah bebas dari belenggu dan merealisasi pemahaman anatta, dengan inilah mereka baru dapat benar2 bekerja secara altruis dlm arti yg sesungguhnya. Dengan inilah mereka baru dapat mewujudkan apa yg menjadi cita2 agung, bekerja tanpa jeda demi kebahagiaan makhluk hidup di semesta.
Dalam Mahayana, mencapai kesucian bagi seseorang merupakan akhir dari belenggu siklus samsara (mengakhiri penderitaan sendiri) , pd saat yg sama juga merupakan langkah awal utk bekerja secara penuh  demi menyelamatkan makhluk lain yg tidak dibatasi oleh siklus samsara.     
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 17 July 2011, 06:59:16 PM
Bahiya telah mencapai nirvana, tentu saja tidak terlahir lagi. 
Apa relevansinya dengan pertanyaan "apakah mahayana mengenal bahiya?"

Dlm Samyuttagama dari Agama-sutra mencatat ttg Bahiya yang isinya paralel dengan Bahiya Sutta.



apakah kearahatannya sempurna atau setengah2? karena bahiya tidak mengajarkan apa2, atau tidak mempunyai murid.

apakah bahiya bisa menjelma di triloka?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kipasangin on 17 July 2011, 07:19:31 PM
(kemungkinan dalam paham mahayana).
pencapaian tertingginya adalah bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana.
sementara, bahiya memasuki nirvana, telah bebas seutuhnya-tak akan mundur & terlahir lagi, kecuali "dibangunkan" Para Buddha, menurut mahayana, orang mulia seperti bahiya belum mencapai tahapan "bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana".
"bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana" adalah pencapaian tertinggi seperti yang telah dicapai Sakyamuni, Avalokitesvara, Ksitigarbha, Manjusri,dll.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 17 July 2011, 08:25:51 PM
(kemungkinan dalam paham mahayana).
pencapaian tertingginya adalah bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana.
sementara, bahiya memasuki nirvana, telah bebas seutuhnya-tak akan mundur & terlahir lagi, kecuali "dibangunkan" Para Buddha, menurut mahayana, orang mulia seperti bahiya belum mencapai tahapan "bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana".
"bebas masuk(memasuki)-keluar samsara maupun nirvana" adalah pencapaian tertinggi seperti yang telah dicapai Sakyamuni, Avalokitesvara, Ksitigarbha, Manjusri,dll.


wow !, ada juga cerita beginian :))

oh ternyata ada cara juga bisa bebas masuk-keluar samsara maupun nirwana
 ketika orang sudah berada di nirwana bisa kembali lagi ke samsara
begitu juga sebaliknya
jadi nirwana dan samsara itu menurut bro kipas angin seperti suatu alam  !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kipasangin on 17 July 2011, 08:47:19 PM
wow !, ada juga cerita beginian :))

oh ternyata ada cara juga bisa bebas masuk-keluar samsara maupun nirwana
 ketika orang sudah berada di nirwana bisa kembali lagi ke samsara
begitu juga sebaliknya
jadi nirwana dan samsara itu menurut bro kipas angin seperti suatu alam  !
sepertinya nirwana bukan sebuah alam, tetapi keadaan tidak terpikirkan,tapi nirwana bukannya tidak ada, nirwana itu ada. D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 17 July 2011, 11:31:03 PM
apakah mencapai nirvana berarti tidak terlahir kembali?
bagaimana dengan Buddha?

source pls
Sudah tau perbedaan konsep antara dua aliran. Jadi ingin mencari pembenaran dari tolak ukur siap lagi? Kalo merasa tertarik dengan topik nirvana, boleh buka thread baru. 

-apakah tidak disebutkan sumber?   
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 17 July 2011, 11:47:40 PM
apakah kearahatannya sempurna atau setengah2? karena bahiya tidak mengajarkan apa2, atau tidak mempunyai murid.

apakah bahiya bisa menjelma di triloka?

Hanya berkenaan dengan bebas dari belenggu samsara, kearahatan disebut sempurna. Berkenaan dengan pencapaian pengetahuan sempurna,  arahat tidak sebanding dengan sammasambuddha, tidak sebanding ini dikatakan ketidaksempurnaan arahat.

Arahat yang menjelma bukan dilahirkan kembali.
Mohon dijawab, jika Arahat mati, apakah ada kemungkinan utk berhubungan dengan sesama arahat lain, dan dunia ini lagi?     
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 18 July 2011, 05:58:08 AM
Arahat yang menjelma bukan dilahirkan kembali.
Mohon dijawab, jika Arahat mati, apakah ada kemungkinan utk berhubungan dengan sesama arahat lain, dan dunia ini lagi?     


bisa menjelma kayak film SunGoKong, kebanyakan nonton film kali :))

bold, kalau sesuai Tipitaka bahasa Pali : TIDAK ...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 18 July 2011, 06:04:27 AM
Sudah tau perbedaan konsep antara dua aliran. Jadi ingin mencari pembenaran dari tolak ukur siap lagi? Kalo merasa tertarik dengan topik nirvana, boleh buka thread baru. 

-apakah tidak disebutkan sumber?   

IMO
mungkin penasaran dengan inkonsisten nya sutra-sutra yang bolak balik tidak ketemu, mana tahu bro chingik bisa menjelaskan lebih detail atau ada penemuan sutra2 baru. ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 July 2011, 07:13:42 AM
Hanya berkenaan dengan bebas dari belenggu samsara, kearahatan disebut sempurna. Berkenaan dengan pencapaian pengetahuan sempurna,  arahat tidak sebanding dengan sammasambuddha, tidak sebanding ini dikatakan ketidaksempurnaan arahat.
ohh, jadi kalau kek bahiya gitu dia belum mencapai pengetahuan sempurna, tidak sebanding dengan samasambuda, trus kalau gitu pencapaian arahatnya itu buat apa? berguna atau tidak? sia2 atau tidak? apa ada kelanjutan untuk bahiya buat menyempurnakan pengetahuannya agar seimbang dengan samasambuda?
Quote
Arahat yang menjelma bukan dilahirkan kembali.
Mohon dijawab, jika Arahat mati, apakah ada kemungkinan utk berhubungan dengan sesama arahat lain, dan dunia ini lagi?     
lah mana aye tau, menurut mahayana bagaimana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 08:49:39 AM
Arahat yang menjelma bukan dilahirkan kembali.
Mohon dijawab, jika Arahat mati, apakah ada kemungkinan utk berhubungan dengan sesama arahat lain, dan dunia ini lagi?     


kalau begitu, pangeran sidhartha gautama yg keluar dari rahim ibunya setelah dikanfung selama 10 bulan itu disebut apa ya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 09:23:16 AM
kalau begitu, pangeran sidhartha gautama yg keluar dari rahim ibunya setelah dikanfung selama 10 bulan itu disebut apa ya?


Kalau saya mengatakan itu sesungguhnya bukan dilahirkan lagi, apakah anda bisa menerimanya?
Lalu adakah orang biasa yang dilahirkan itu keluar secara ajaib dari sisi tubuh dan langsung melangkahkan kakiknya muncul teratai di tanah?
Apakah hanya itu yg bisa diterima, lalu mengatakan "sesungguhnya bukan dilahirkan"  yg sama2 pernyataan tidak konvensional adalah tidak bisa terima ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 09:29:37 AM
ohh, jadi kalau kek bahiya gitu dia belum mencapai pengetahuan sempurna, tidak sebanding dengan samasambuda, trus kalau gitu pencapaian arahatnya itu buat apa? berguna atau tidak? sia2 atau tidak? apa ada kelanjutan untuk bahiya buat menyempurnakan pengetahuannya agar seimbang dengan samasambuda?lah mana aye tau, menurut mahayana bagaimana?
Saya tidak mengatakan sia2.
Pertanyaan buat apa, berguna atau tidak, mungkin bisa saya berikan gambaran yang hampir sama pada Anagami. Anagami juga belum sebanding Arahat ,tetapi pencapaian anagami buat apa? berguna atau tidak?  Tentu tetap masih berguna. Tetapi mencapai anagami bukan berarti cukup.
Pada kasus arahat, ya memang benar Theravada menganggap telah selesai. Tetapi skrg kita sedang bahas konteks mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 09:29:46 AM
Kalau saya mengatakan itu sesungguhnya bukan dilahirkan lagi, apakah anda bisa menerimanya?
Lalu adakah orang biasa yang dilahirkan itu keluar secara ajaib dari sisi tubuh dan langsung melangkahkan kakiknya muncul teratai di tanah?
Apakah hanya itu yg bisa diterima, lalu mengatakan "sesungguhnya bukan dilahirkan"  yg sama2 pernyataan tidak konvensional adalah tidak bisa terima ?

pertanyaan saya, hal itu disebut apakah? keluar secara ajaib dari sisi kanan ini bisa lebih dijelaskan? apakah bagian pinggang si ibu terkoyak? jadi ingat film "ALIEN"
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 09:48:16 AM
bisa menjelma kayak film SunGoKong, kebanyakan nonton film kali :))

bold, kalau sesuai Tipitaka bahasa Pali : TIDAK ...

Bagi anda bisa menjelma lagi itu lucu. Bagi saya itu masih ada memiliki nilai manfaatnya bagi dunia.

Tapi menurut anda Arahat yg sudah mati berarti sudah putus hubungan selama-lamanya secara abadi dengan dunia ini, bagi saya itu tidak memiliki manfaatnya bagi dunia, bahkan bagi Buddhasasana sendiri.
Dari sini, maka Arahat adalah pencapaian yang tidak begitu penting bagi dunia. Tidak perlu heran jika penghormatan kepada Arahat semakin berkurang dari teori seperti ini.   (Saya memberi hormat kepada Arahat setinggi2nya, tetapi tidak dengan teori seperti itu).


 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 09:51:38 AM
pertanyaan saya, hal itu disebut apakah? keluar secara ajaib dari sisi kanan ini bisa lebih dijelaskan? apakah bagian pinggang si ibu terkoyak? jadi ingat film "ALIEN"
bukannya justru Om yang harus menjelaskannya jika memandang kelahiran bodhisatta adalah disebut dilahirkan. Apakah fenomena seperti itu disebut dilahirkan?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 09:56:43 AM
bukannya justru Om yang harus menjelaskannya jika memandang kelahiran bodhisatta adalah disebut dilahirkan. Apakah fenomena seperti itu disebut dilahirkan?
di agama yg saya anut, tidak ada adegan spt itu, andalah yg menyinggung fenomena itu, jadi penjelasan itu tetap menjadi kewajiban anda. monggo
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 18 July 2011, 02:07:04 PM
kalau begitu, pangeran sidhartha gautama yg keluar dari rahim ibunya setelah dikanfung selama 10 bulan itu disebut apa ya?

acting... bahasa buddhis-nya UPAYA KAUSALYA...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: bawel on 18 July 2011, 02:12:25 PM
apa sih gunanya pengetahuan sempurna bagi para arahat? ;D
buddha kan udah mengajarkan intinya dan para arahat sudah memahaminya, sudah membuktikan sendiri, sudah merealisasikannya juga, jadi untuk apa lagi mencari pengetahuan lainnya? ;D
apakah pengetahuan lainnya itu begitu pentingnya sehingga harus membanding-bandingkan segala? ;D
ingat, membanding-bandingkan itu kan suatu bentuk kesombongan ;D.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 18 July 2011, 02:17:38 PM
Saya tidak mengatakan sia2.
Pertanyaan buat apa, berguna atau tidak, mungkin bisa saya berikan gambaran yang hampir sama pada Anagami. Anagami juga belum sebanding Arahat ,tetapi pencapaian anagami buat apa? berguna atau tidak?  Tentu tetap masih berguna. Tetapi mencapai anagami bukan berarti cukup.
Pada kasus arahat, ya memang benar Theravada menganggap telah selesai. Tetapi skrg kita sedang bahas konteks mahayana.

iya bagi mahayana bagaimana?

pencapaian apapun soal manfaat itu hanya dirinya yang bisa mengetahui bermanfaat atau tidak, tidak ada hubungan dengan orang lain.
apa dengan seseorang menjadi arahat maka dia bisa membuat orang lain jadi arahat dengan otomatis misalnya dengan mengulang nama si arahat itu berulang2?

soal kecukupan bagi mahayana seperti apa? kenapa pencapaian arahat itu tidak cukup? apakah bahiya itu mencapai arahat itu menjadi mubajir?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 18 July 2011, 02:47:51 PM
Bagi anda bisa menjelma lagi itu lucu. Bagi saya itu masih ada memiliki nilai manfaatnya bagi dunia.
teori 'penjelmaan' timbul persepsi2 sehingga banyak terjadi  pandangan salah

Quote
Tapi menurut anda Arahat yg sudah mati berarti sudah putus hubungan selama-lamanya secara abadi dengan dunia ini, bagi saya itu tidak memiliki manfaatnya bagi dunia, bahkan bagi Buddhasasana sendiri.

Buddha Gotama memberi tugas kepada para 60 Arahant utk menyebar Dhamma demi mamfaat dan kebahagiaan bagi makluk dunia
kenapa tidak kepada Bhikkhu yang belum mencapai Nibbana  :whistle:

Quote
Dari sini, maka Arahat adalah pencapaian yang tidak begitu penting bagi dunia. Tidak perlu heran jika penghormatan kepada Arahat semakin berkurang dari teori seperti ini.(Saya memberi hormat kepada Arahat setinggi2nya, tetapi tidak dengan teori seperti itu).
bro chingik, kok membuat kesimpulan pencapaian tidak penting bagi dunia dan penghormatan kepada Arahat bisa berkurang !  ::)
apakah anda pernah bertemu beberapa Arahat dan terjadi fenomena demikian !
atau hanya berdasarkan teori/sutra Mahayana maka dibuatlah kesimpulan ?   ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 07:19:15 PM
apa sih gunanya pengetahuan sempurna bagi para arahat? ;D
buddha kan udah mengajarkan intinya dan para arahat sudah memahaminya, sudah membuktikan sendiri, sudah merealisasikannya juga, jadi untuk apa lagi mencari pengetahuan lainnya? ;D
apakah pengetahuan lainnya itu begitu pentingnya sehingga harus membanding-bandingkan segala? ;D
ingat, membanding-bandingkan itu kan suatu bentuk kesombongan ;D.

cuma sarjana s1 masi bukan jaminan utk dapat pekerjaan yg bagus, jadi harus lanjut lagi ke s2, s3, dst.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 08:54:19 PM
di agama yg saya anut, tidak ada adegan spt itu, andalah yg menyinggung fenomena itu, jadi penjelasan itu tetap menjadi kewajiban anda. monggo
Kalo tidak ya sudah.
Saya cuma tau Theravada bahkan dlm RAPB mencatat bodhisatta bisa langsung berjalan dan berbicara. 
Dengan kemampuan seperti itu dalam mahayana tetap menganggap bodhisatva tidak "dilahirkan" , ttapi kekuatan menjelma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 09:00:53 PM
Kalo tidak ya sudah.
Saya cuma tau Theravada bahkan dlm RAPB mencatat bodhisatta bisa langsung berjalan dan berbicara. 
Dengan kemampuan seperti itu dalam mahayana tetap menganggap bodhisatva tidak "dilahirkan" , ttapi kekuatan menjelma.

jika anda katakan "menjelma", penjelmaan adalah salah satu mata rantai dari 12 mata rantai paticca-samuppada, dengan demikian apakah seorang Buddha masih terperangkap dalam lingkaran paticca-samuppada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 09:22:13 PM
IMO
mungkin penasaran dengan inkonsisten nya sutra-sutra yang bolak balik tidak ketemu, mana tahu bro chingik bisa menjelaskan lebih detail atau ada penemuan sutra2 baru. ^-^
Anggapan inkonsitensi ini hanya ada pd orang yang mindset nya terpaku pd penilaian bhw hanya aliran yang dianutnya pasti benar dan aliran lain salah.
Berdiskusilah secara objektif. Inkonsistensi yang anda sebutkan, jika benar demikian adanya, mengapa masalah gender yang saya singgung sblmnya tidak dianggap sama2 inskonsistensi dr ajaran Buddha, mohon jelaskan, jangan sedikit2 hanya mencari pembenaran tanpa argumen yang sehat, kalo hanya bisa mengatakan ajaran gini gitu, maka ajaran agama a sampai z juga bisa seenak2nya meneriakkan tuduhan tak berdasar pd siapa pun.
Kapasitas saya di sini hanya utk menyanggah argumen tak berdasar dari Kelana. Bukan mencari kesalahan pd aliran lain.  Tujuan saya hanya ingin mengembalikan pemahaman yang seimbang pd masing2 aliran.
 
 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 09:35:04 PM
Anggapan inkonsitensi ini hanya ada pd orang yang mindset nya terpaku pd penilaian bhw hanya aliran yang dianutnya pasti benar dan aliran lain salah.
Berdiskusilah secara objektif. Inkonsistensi yang anda sebutkan, jika benar demikian adanya, mengapa masalah gender yang saya singgung sblmnya tidak dianggap sama2 inskonsistensi dr ajaran Buddha, mohon jelaskan, jangan sedikit2 hanya mencari pembenaran tanpa argumen yang sehat, kalo hanya bisa mengatakan ajaran gini gitu, maka ajaran agama a sampai z juga bisa seenak2nya meneriakkan tuduhan tak berdasar pd siapa pun.
Kapasitas saya di sini hanya utk menyanggah argumen tak berdasar dari Kelana. Bukan mencari kesalahan pd aliran lain.  Tujuan saya hanya ingin mengembalikan pemahaman yang seimbang pd masing2 aliran.
 
 

tidak ada masalah gender, Sang Buddha jelas menjawab pertanyaan Ananda bahwa perempuan juga memiliki kesempatan yg sama dalam hal pencapaian kesucian. tapi dengan masuknya perempuan ke dalam Sangha dapat memperpendek usia Sasana, hal ini adalah fakta yg sudah diprediksi oleh Sang Buddha. saya tidak melihat hal ini sebagai kontradiksi
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 10:06:23 PM
acting... bahasa buddhis-nya UPAYA KAUSALYA...

Bisa jelaskan dulu apa itu Upaya Kausalya dan apa tujuannya?

Pernah baca Anguttara nikaya bagian bagian Ananda vagga?  Buddha mendeskripsikan sistem dunia yang maha luas dengan beribu2 tata surya yang mana beribu2 alam manusia, beribu2 alam dewa di dalam nya?
Menurut mu apa mungkin Buddha hanya muncul di jambudipa sini ini dengan umur hanya 80 tahun mengajar Dhamma 45 tahun, sedangkan luas sistem semesta ini begitu luas. Seorang Sammasambuddha menyempurnakan paramita begitu lama, dan setelah mencapai pencerahan, Beliau begitu disanjung dan dihormati para dewa dan brahma, tetapi Buddha hanya mengajar di Jambudipa sini selama 80 tahun yang sekejap mata.   

Jika tanpa upaya kausalya dan kekuatan menjelma, maka saya rasa pencapaian seorang Sammaambuddha tidak menunjukkan keistimewaan apapun bagi dunia ini, apalagi dengan adhitananya yang selalu dikumandangkan demi kebahagiaan semua makluk hidup saat diramal oleh Buddha Dipankara. 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 10:34:42 PM
Bisa jelaskan dulu apa itu Upaya Kausalya dan apa tujuannya?

Pernah baca Anguttara nikaya bagian bagian Ananda vagga?  Buddha mendeskripsikan sistem dunia yang maha luas dengan beribu2 tata surya yang mana beribu2 alam manusia, beribu2 alam dewa di dalam nya?
Menurut mu apa mungkin Buddha hanya muncul di jambudipa sini ini dengan umur hanya 80 tahun mengajar Dhamma 45 tahun, sedangkan luas sistem semesta ini begitu luas. Seorang Sammasambuddha menyempurnakan paramita begitu lama, dan setelah mencapai pencerahan, Beliau begitu disanjung dan dihormati para dewa dan brahma, tetapi Buddha hanya mengajar di Jambudipa sini selama 80 tahun yang sekejap mata.   

Jika tanpa upaya kausalya dan kekuatan menjelma, maka saya rasa pencapaian seorang Sammaambuddha tidak menunjukkan keistimewaan apapun bagi dunia ini, apalagi dengan adhitananya yang selalu dikumandangkan demi kebahagiaan semua makluk hidup saat diramal oleh Buddha Dipankara. 

pernah baca Mahasamaya Sutta? di sana dikatakan bahwa makhluk2 dari alam semesta lain datang untuk mendengarkan pembabaran Mahasamaya Sutta ini. memang adalah keberuntungan bagi kita bahwa Buddha muncul di alam semesta kita ini, makhluk2 di alam semesta lain terpaksa harus bersusah payah untuk datang ke sini untuk mendengarkan ajaran.

kembali kepada penjelmaan, apakah itu berarti Sang Buddha kembali terperangkap dalam lingkaran paticcasamuppada?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 10:39:21 PM
iya bagi mahayana bagaimana?

pencapaian apapun soal manfaat itu hanya dirinya yang bisa mengetahui bermanfaat atau tidak, tidak ada hubungan dengan orang lain.
apa dengan seseorang menjadi arahat maka dia bisa membuat orang lain jadi arahat dengan otomatis misalnya dengan mengulang nama si arahat itu berulang2?

soal kecukupan bagi mahayana seperti apa? kenapa pencapaian arahat itu tidak cukup? apakah bahiya itu mencapai arahat itu menjadi mubajir?
Benar pencapaian apapun hanya diri sendiri yang tahu bermanfaat atau tidak. Tetapi tidak semua orang berpikiran sama. Ada juga orang yang menimbang bahwa  apakah pencapaiannya dpt bermanfaat bagi orang lain. Orang seperti ini disebut memiliki semangat altruis. Maka itu mengapa ada yang hanya ingin menjadi sravaka dan ada yang ingin lebih dari itu dan itu telah ditunjukkan oleh pertapa Sumedha ketika beliau lebih memilih mencapai Sammasambuddha dari pada Arahat dihadapan Buddha Dipankara.

Bermanfaat buat yang lain bukan berarti harus bisa mengubah orang lain secara langsung seperti yang bro pelintirkan bhw harus bisa membuat orang jadi arahat secara otomatis dengan melafal namanya terus. Tidak dapat membuat orang lain menjadi arahat scr otomatis, bukan berarti tidak bermanfaat, tetapi degn kekuatan kebijaksanaan dan kesabaran, seseorang akan dibimbing secara berangsur2, jika tdk pd kehidupan ini, masih ada kesmpatan di kehidupan akan datang, semua bergantung pd karma orang yang diajarkan dan tergantung pd kekuatan adhitana dari orang yang mngajarkan.

Pencapaian bahiya sdh saya jelaskan sebelumnya. Jadi tdk perlu sy ulang lagi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: chingik on 18 July 2011, 10:52:21 PM
jika anda katakan "menjelma", penjelmaan adalah salah satu mata rantai dari 12 mata rantai paticca-samuppada, dengan demikian apakah seorang Buddha masih terperangkap dalam lingkaran paticca-samuppada?
Seorang Buddha sdh tidak memiliki avijja, jadi tidak terperngkap dlm paticca-sammupadda. Istilah menjelma yang saya maksudkan bukan proses kemenjadian yang sama dengan Bhava paccaya jati, apalagi proses bhava paccaya jati hanya berlaku utk makhluk puthujjana yang difaktori oleh kammabhava dan uppatibhava.
Menjelma sini dapat diselaraskan dengan kekuatan iddhi seperti dalam Mahaparinibbana Sutta saat Buddha berbicara dengan kepada 8 kelompok mahluk sementara para mereka tidak tahu itu merupakan "jelmaan" Buddha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 18 July 2011, 11:04:31 PM
Seorang Buddha sdh tidak memiliki avijja, jadi tidak terperngkap dlm paticca-sammupadda. Istilah menjelma yang saya maksudkan bukan proses kemenjadian yang sama dengan Bhava paccaya jati, apalagi proses bhava paccaya jati hanya berlaku utk makhluk puthujjana yang difaktori oleh kammabhava dan uppatibhava.
Menjelma sini dapat diselaraskan dengan kekuatan iddhi seperti dalam Mahaparinibbana Sutta saat Buddha berbicara dengan kepada 8 kelompok mahluk sementara para mereka tidak tahu itu merupakan "jelmaan" Buddha.

saya anggap kekuatan menjelma ini eksklusif hanya pada seorang Buddha, tapi dalam patisambhiddamagga Pali, yg seharusnya juga terdapat dalam Mahayana, termasuk bagian manakah kekuatan menjelma ini dalam daftar kekuatan/pengetahuan eksklusif Sang Buddha berikut ini:
- Pengetahuan penembusan indria-indria makhluk lain
- Pengetahuan watak dan kecenderungan tersembunyi makhluk-makhluk
- Pengetahuan Keajaiban Ganda
- Pengetahuan Belas Kasih Agung
- Pengetahuan Kemahatahuan
- Pengetahuan tanpa halangan

dalam buku ini sama sekali tidak disebutkan mengenai kekuatan menjelma, adakah rujukan mengenai kekuatan ini?


dan dengan kekuatan menjelma ini, apa yg menghalangi seorang Buddha untuk menjelma di masa sekarang ini? bukankah penjelmaan Buddha akan jauh lebih bermanfaat bermanfaat pada saat ini?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: marcedes on 19 July 2011, 12:43:23 AM
ini diskusi yg tak berujung.....

Pertanyaan (P) JAWAB(J)
P:mengapa sangbuddha acting sedemikian hebat?

J:upayakausalya
( mau lanjut diskusi apa coba? )

P:mengapa Buddha membuat kerumitan seperti ini? mengetahui pecah nya sangha kemudian muncul lagi sebagai   
Padmasambhava ( pro mahayana ) ?

J:Upayakausalya
(mau lanjut diskusi apa lagi? )

P: SangBuddha sungguh keterlaluan...
ketika pertapa , Alara kalama, dan Udraka Ramputra masih hidup, tidak di ajarkan dhamma(masih sembunyi kemampuan)
tunggu mereka berdua mati, baru mencoba memakai kemampuan batin untuk mengajarkan mereka? ga salah nih ? nah lo...www.bingung.com

J: upayakausalya, Buddha nanti bertemu entah di kalpa mana, dan buddha akan mengajarkan dhamma di saat yg tepat...


singkat diskusi....
tidak ada jawaban berbobot.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 19 July 2011, 07:36:30 AM
ini diskusi yg tak berujung.....

Pertanyaan (P) JAWAB(J)
P:mengapa sangbuddha acting sedemikian hebat?

J:upayakausalya
( mau lanjut diskusi apa coba? )

P:mengapa Buddha membuat kerumitan seperti ini? mengetahui pecah nya sangha kemudian muncul lagi sebagai   
Padmasambhava ( pro mahayana ) ?

J:Upayakausalya
(mau lanjut diskusi apa lagi? )

P: SangBuddha sungguh keterlaluan...
ketika pertapa , Alara kalama, dan Udraka Ramputra masih hidup, tidak di ajarkan dhamma(masih sembunyi kemampuan)
tunggu mereka berdua mati, baru mencoba memakai kemampuan batin untuk mengajarkan mereka? ga salah nih ? nah lo...www.bingung.com

J: upayakausalya, Buddha nanti bertemu entah di kalpa mana, dan buddha akan mengajarkan dhamma di saat yg tepat...


singkat diskusi....
tidak ada jawaban berbobot.

lanjut,

P: Kenapa seorang Buddha melakukan pembunuhan?
J: itu bukan membunuh, itu tindakan menyelamatkan
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 19 July 2011, 07:53:50 AM
Benar pencapaian apapun hanya diri sendiri yang tahu bermanfaat atau tidak. Tetapi tidak semua orang berpikiran sama. Ada juga orang yang menimbang bahwa  apakah pencapaiannya dpt bermanfaat bagi orang lain. Orang seperti ini disebut memiliki semangat altruis. Maka itu mengapa ada yang hanya ingin menjadi sravaka dan ada yang ingin lebih dari itu dan itu telah ditunjukkan oleh pertapa Sumedha ketika beliau lebih memilih mencapai Sammasambuddha dari pada Arahat dihadapan Buddha Dipankara.

Bermanfaat buat yang lain bukan berarti harus bisa mengubah orang lain secara langsung seperti yang bro pelintirkan bhw harus bisa membuat orang jadi arahat secara otomatis dengan melafal namanya terus. Tidak dapat membuat orang lain menjadi arahat scr otomatis, bukan berarti tidak bermanfaat, tetapi degn kekuatan kebijaksanaan dan kesabaran, seseorang akan dibimbing secara berangsur2, jika tdk pd kehidupan ini, masih ada kesmpatan di kehidupan akan datang, semua bergantung pd karma orang yang diajarkan dan tergantung pd kekuatan adhitana dari orang yang mngajarkan.

Pencapaian bahiya sdh saya jelaskan sebelumnya. Jadi tdk perlu sy ulang lagi.
hmm, tetapi sungguh aneh kenapa gotama tidak mau bertekad seperti sumeda?

kenapa dia mengajarkan muridnya jadi egois?

aspirasi nya :
Sumedha, yang sedang bertiarap, seketika muncul keinginan untuk menjadi Buddha, “Jika aku menghendaki, hari ini juga aku dapat menjadi Arahanta yang mana asava dipadamkan dan kotoran batin lenyap. Tapi, apa untungnya ? Seorang manusia luar biasa sepertiku merealisasi Buah Arahatta dan Nibbana sebagai murid yang tidak berguna dari Buddha Dipankara ? Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai ke-Buddha-an.”

“Apa gunanya, secara egois keluar dari lingkaran kelahiran sendirian, padahal aku adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki kebijaksanaan, keyakinan, dan usaha. Aku akan berusaha mencapai ke-Buddha-an dan membebaskan semua makhluk termasuk para dewa dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan.”

“Setelah mencapai ke-Buddha-an sebagai hasi dari perbuatanku yang tiada bandingnya dengan bertiarap dan menjadi jembatan untuk Buddha Dipankara, aku akan menolong banyak makhluk keluar dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan.”

“ Setelah menyeberangi sungai samsara dan meninggalkan tiga alam kehiduapn, aku akan menaiki rakit Dhamma Jalan Mulia Berfaktor Delapan dan pergi menyelamatkan semua makhluk termasuk dewa.” Demikianlah pikirannya bercita-cita untuk menjadi Buddha.


kalau di pikir2 lucu juga, seorang bertekad menjadi buda dan tidak mau jadi arahat yang egois, kemudian ingin jadi buda dan membuat semua mahluk jadi mahluk egois =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 19 July 2011, 09:27:33 AM
Bisa jelaskan dulu apa itu Upaya Kausalya dan apa tujuannya?

Pernah baca Anguttara nikaya bagian bagian Ananda vagga?  Buddha mendeskripsikan sistem dunia yang maha luas dengan beribu2 tata surya yang mana beribu2 alam manusia, beribu2 alam dewa di dalam nya?
Menurut mu apa mungkin Buddha hanya muncul di jambudipa sini ini dengan umur hanya 80 tahun mengajar Dhamma 45 tahun, sedangkan luas sistem semesta ini begitu luas. Seorang Sammasambuddha menyempurnakan paramita begitu lama, dan setelah mencapai pencerahan, Beliau begitu disanjung dan dihormati para dewa dan brahma, tetapi Buddha hanya mengajar di Jambudipa sini selama 80 tahun yang sekejap mata.   

Jika tanpa upaya kausalya dan kekuatan menjelma, maka saya rasa pencapaian seorang Sammaambuddha tidak menunjukkan keistimewaan apapun bagi dunia ini, apalagi dengan adhitananya yang selalu dikumandangkan demi kebahagiaan semua makluk hidup saat diramal oleh Buddha Dipankara.
Jadi kalau menurut Mahayana, seharusnya kalau sudah menyempurnakan paramitha sedemikian lama, tidak takluk pada hukum alam? (1) Berapa idealnya umur seorang Buddha? (2) Kenapa tidak sekalian hidup selamanya saja agar bisa mengajar terus menerus, misalnya sampai tahun 2011 ini? (3)



Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 19 July 2011, 10:51:08 AM
Seorang Buddha sdh tidak memiliki avijja, jadi tidak terperngkap dlm paticca-sammupadda. Istilah menjelma yang saya maksudkan bukan proses kemenjadian yang sama dengan Bhava paccaya jati, apalagi proses bhava paccaya jati hanya berlaku utk makhluk puthujjana yang difaktori oleh kammabhava dan uppatibhava.
Menjelma sini dapat diselaraskan dengan kekuatan iddhi seperti dalam Mahaparinibbana Sutta saat Buddha berbicara dengan kepada 8 kelompok mahluk sementara para mereka tidak tahu itu merupakan "jelmaan" Buddha.

sekarang sudah keliatan kok ! :))

 
Jadi kalau menurut Mahayana, seharusnya kalau sudah menyempurnakan paramitha sedemikian lama, tidak takluk pada hukum alam? (1) Berapa idealnya umur seorang Buddha? (2) Kenapa tidak sekalian hidup selamanya saja agar bisa mengajar terus menerus, misalnya sampai tahun 2011 ini? (3)


benar sudah menjelma jadi buda hidup LSY  =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 19 July 2011, 10:58:04 AM
ini diskusi yg tak berujung.....

Pertanyaan (P) JAWAB(J)
P:mengapa sangbuddha acting sedemikian hebat?

J:upayakausalya
( mau lanjut diskusi apa coba? )

P:mengapa Buddha membuat kerumitan seperti ini? mengetahui pecah nya sangha kemudian muncul lagi sebagai   
Padmasambhava ( pro mahayana ) ?

J:Upayakausalya
(mau lanjut diskusi apa lagi? )

P: SangBuddha sungguh keterlaluan...
ketika pertapa , Alara kalama, dan Udraka Ramputra masih hidup, tidak di ajarkan dhamma(masih sembunyi kemampuan)
tunggu mereka berdua mati, baru mencoba memakai kemampuan batin untuk mengajarkan mereka? ga salah nih ? nah lo...www.bingung.com

J: upayakausalya, Buddha nanti bertemu entah di kalpa mana, dan buddha akan mengajarkan dhamma di saat yg tepat...


singkat diskusi....
tidak ada jawaban berbobot.

memang beginilah kalau ajaran yang INKONSISTEN,
bolak balik tidak akan menemukan Jawaban yg berbobot
akhirnya terakhir keluar jawaban canggih : UPAYA KAUSALYA  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 31 July 2011, 12:39:50 PM
gimana seorang buddha bisa menjelma kembali setelah parinibbana??
sedangkan saat seorang buddha parinibbana saja, panca kandha-nya juga udah tidak berjalan lagi, alias turned off..
kalo seorang buddha berpikir "biarlah aku menjelma kembali untuk kebahagiaan para makhluk", berarti argumen ini secara tidak langsung menyatakan:
1. buddha masih mempunyai keinginan untuk menjelma, yang mana keinginan itu udah di hapus dari dirinya sejak saat mencapai pencerahan..
2. kalopun bukan keinginan, berarti anda menyatakan bahwa seorang buddha setelah parinibbana setidaknya masih mempunyai pikiran (sehingga bisa mikir untuk menjelma), yang notabene adalah salah satu dari panca kandha yang seharusnya sudah tidak ada lagi segera setelah sang buddha parinibbana..


CMIIW
mohon bimbingannya dari para senior sekalian..
 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 31 July 2011, 12:44:01 PM
^^
sepertinya jawaban dipastikan tidak akan memuaskan :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: wang ai lie on 31 July 2011, 03:18:47 PM
^^
sepertinya jawaban dipastikan tidak akan memuaskan :)

pikiran jelek muncul nih bro adi
Spoiler: ShowHide
apa ada klonengan lagi ya  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 31 July 2011, 10:32:38 PM
saya cuma minta pendapat dari para senior sekalian, karena saya juga masih awam di forum ini...
mohon bimbingannya..
 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: wang ai lie on 03 August 2011, 08:03:24 AM
http://www.facebook.com/groups/dhammacitta/?id=131223853636078&notif_t=group_activity (http://www.facebook.com/groups/dhammacitta/?id=131223853636078&notif_t=group_activity)

di tunggu kehadirannya semua segera!!  btw bukan hadir saja , tapi komentar dan tanggapanya ya om   :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: rayzhin on 19 November 2011, 09:55:31 PM
gimana seorang buddha bisa menjelma kembali setelah parinibbana??
sedangkan saat seorang buddha parinibbana saja, panca kandha-nya juga udah tidak berjalan lagi, alias turned off..
kalo seorang buddha berpikir "biarlah aku menjelma kembali untuk kebahagiaan para makhluk", berarti argumen ini secara tidak langsung menyatakan:
1. buddha masih mempunyai keinginan untuk menjelma, yang mana keinginan itu udah di hapus dari dirinya sejak saat mencapai pencerahan..
2. kalopun bukan keinginan, berarti anda menyatakan bahwa seorang buddha setelah parinibbana setidaknya masih mempunyai pikiran (sehingga bisa mikir untuk menjelma), yang notabene adalah salah satu dari panca kandha yang seharusnya sudah tidak ada lagi segera setelah sang buddha parinibbana..


CMIIW
mohon bimbingannya dari para senior sekalian..
 _/\_


saya kira ini adalah pertannyaan yang tidak berguna.

Kita harusnya mempelajari hal-hal yang mengarahkan menuju Kebuddhan, bukan setelah itu.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 19 November 2011, 09:59:06 PM

saya kira ini adalah pertannyaan yang tidak berguna.

Kita harusnya mempelajari hal-hal yang mengarahkan menuju Kebuddhan, bukan setelah itu.

dalam forum, wajar jika kita berbagi pengetahuan...
lagipula itu kan hanya argumen saya...
terserah pada pembaca, mau setuju atau tidak setuju..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: rayzhin on 19 November 2011, 10:41:01 PM
dalam forum, wajar jika kita berbagi pengetahuan...
lagipula itu kan hanya argumen saya...
terserah pada pembaca, mau setuju atau tidak setuju..

Kalau begitu cobalah tanya kepada Sang Buddha, karena dia yang paling tahu
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 19 November 2011, 10:44:19 PM
untuk apa bertanya pada sang buddha??
sudah beliau babarkan sendiri dalam sutta-suttanya, jadi saya rasa sudah cukup jelas...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 22 November 2011, 09:57:22 AM
untuk apa bertanya pada sang buddha??
sudah beliau babarkan sendiri dalam sutta-suttanya, jadi saya rasa sudah cukup jelas...
Ini boardnya Mahayana, bro, jadi tidak boleh pakai referensi 'sutta'.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 22 November 2011, 03:26:00 PM
Ini boardnya Mahayana, bro, jadi tidak boleh pakai referensi 'sutta'.

jadi harus pakai SUTRA
tapi harus hati2 menggunakan kata Sutra, ada juga barang konsumen merk 'Sutra'  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 22 November 2011, 03:37:52 PM
Ini boardnya Mahayana, bro, jadi tidak boleh pakai referensi 'sutta'.
oh, maaf, salah ucap....
udah kebiasaan ngomong pake bahasa pali, jadi agak tidak terbiasa nulis sanskrit..  ^:)^ ^:)^
jadi harus pakai SUTRA
tapi harus hati2 menggunakan kata Sutra, ada juga barang konsumen merk 'Sutra'  :))
yang ada JUPE-nya yah???
wkwkwkw,..
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Choa on 19 March 2012, 05:54:01 AM
gimana seorang buddha bisa menjelma kembali setelah parinibbana??
sedangkan saat seorang buddha parinibbana saja, panca kandha-nya juga udah tidak berjalan lagi, alias turned off..
kalo seorang buddha berpikir "biarlah aku menjelma kembali untuk kebahagiaan para makhluk", berarti argumen ini secara tidak langsung menyatakan:
1. buddha masih mempunyai keinginan untuk menjelma, yang mana keinginan itu udah di hapus dari dirinya sejak saat mencapai pencerahan..
2. kalopun bukan keinginan, berarti anda menyatakan bahwa seorang buddha setelah parinibbana setidaknya masih mempunyai pikiran (sehingga bisa mikir untuk menjelma), yang notabene adalah salah satu dari panca kandha yang seharusnya sudah tidak ada lagi segera setelah sang buddha parinibbana..


CMIIW
mohon bimbingannya dari para senior sekalian..
 _/\_

saya tanya balik
apakah para buddha "tidak bisa" menjelma kembali setelah parinibbana?
apakah anda "mampu" menilai kualitas seorang Sammasambuddha?

saya tanya, siapa anda yang mengangap diri "pantas" menilai seorang
Sammasambuddha tidak dapat atau dapat menjelma

apakah anda seorang Sammasambuddhja atau lebih tinggi
(maaf, kebodohan jangan di piara, dan kalau mau nilai, nilai diri sendiri dulu
sebelum kamu menilai orang/mahluk lain)

1-lagi "siapa kamu"yang pantas menilai seorang Sammasambuddha mempunyai
keinginan atau tidak
bukankah otakmu yang di penuhi oleh sutta juga tahu bahwa objek tentang
Sammasambuddha tidak dapat di bahas oleh mahluk "putthujhanna"?
sampai kiamat juga kamu tidak akan ngerti kalau membahas tentang Sammasambuddha
termasuk seluruh praktisi Theravada besertha bhikkhu arahatnya

2-lagi anda membuat statemen tentang seorang Sammasambuddha
kok tololnya parah ya?
hampir semua member disini rasanya gampang sekali menilai seorang
Sammasambuddha, seperti tidak ada penghormatan tentang kualitasnya

apakah anda tersingung dengan tulisan saya
coba baca komen rekan-rekan anda di sub forum Mahayana, wajarkan saya bilang
mereka bodoh, karena tidak sadar membahas seorang Sammasambuddha dan
akhirnya akan gila sendiri, ini menurut sutta theravada loh
 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Choa on 19 March 2012, 05:55:56 AM
jadi harus pakai SUTRA
tapi harus hati2 menggunakan kata Sutra, ada juga barang konsumen merk 'Sutra'  :))
jaga cetanamu "nak" dari akusala kamma
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 19 March 2012, 02:35:32 PM
saya tanya balik
apakah para buddha "tidak bisa" menjelma kembali setelah parinibbana?
apakah anda "mampu" menilai kualitas seorang Sammasambuddha? => dua-duanya tidak bisa menurut saya

saya tanya, siapa anda yang mengangap diri "pantas" menilai seorang
Sammasambuddha tidak dapat atau dapat menjelma => saya umat buddha, jadi saya merasa pantas menilai tentang seorang samma sambuddha dan tidak pantas menilai nabi muhammad

apakah anda seorang Sammasambuddhja atau lebih tinggi => setidaknya saya tidak berbohong dengan mengatakan iya
(maaf, kebodohan jangan di piara, dan kalau mau nilai, nilai diri sendiri dulu
sebelum kamu menilai orang/mahluk lain)

1-lagi "siapa kamu"yang pantas menilai seorang Sammasambuddha mempunyai
keinginan atau tidak => anatta
bukankah otakmu yang di penuhi oleh sutta juga tahu bahwa objek tentang
Sammasambuddha tidak dapat di bahas oleh mahluk "putthujhanna"? => tahu
sampai kiamat juga kamu tidak akan ngerti kalau membahas tentang Sammasambuddha
termasuk seluruh praktisi Theravada besertha bhikkhu arahatnya

2-lagi anda membuat statemen tentang seorang Sammasambuddha
kok tololnya parah ya? => kalo pinter mungkin saya sekarang udah jadi samma-sambuddha, untung anda pinter..
hampir semua member disini rasanya gampang sekali menilai seorang
Sammasambuddha, seperti tidak ada penghormatan tentang kualitasnya

apakah anda tersingung dengan tulisan saya
coba baca komen rekan-rekan anda di sub forum Mahayana, wajarkan saya bilang
mereka bodoh, karena tidak sadar membahas seorang Sammasambuddha dan
akhirnya akan gila sendiri, ini menurut sutta theravada loh => di thread sebelah katanya semua aliran sama saja..
jaga cetanamu "pak" dari akusala kamma
 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Choa on 19 March 2012, 08:49:52 PM


bagus, bagus
saya akan menjaga cetana saya
terima kasih

anumodana
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 27 December 2012, 09:39:38 PM
gimana seorang buddha bisa menjelma kembali setelah parinibbana??
sedangkan saat seorang buddha parinibbana saja, panca kandha-nya juga udah tidak berjalan lagi, alias turned off..
kalo seorang buddha berpikir "biarlah aku menjelma kembali untuk kebahagiaan para makhluk", berarti argumen ini secara tidak langsung menyatakan:
1. buddha masih mempunyai keinginan untuk menjelma, yang mana keinginan itu udah di hapus dari dirinya sejak saat mencapai pencerahan..
2. kalopun bukan keinginan, berarti anda menyatakan bahwa seorang buddha setelah parinibbana setidaknya masih mempunyai pikiran (sehingga bisa mikir untuk menjelma), yang notabene adalah salah satu dari panca kandha yang seharusnya sudah tidak ada lagi segera setelah sang buddha parinibbana..


CMIIW
mohon bimbingannya dari para senior sekalian..
 _/\_

1. Yang tidak berjalan lagi panca khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri. Dalam agama Buddha dijelaskan bahwa parinibbana itu bukan musnah, juga bukan ada (eksis) seperti keberadaan yang kita rasakan dan jalani sekarang (berbentuk nama dan rupa). Jadi otomatis pertanyaan Anda sudah terjawab, yang berhenti (turned-off) adalah Panca Khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri (dalam Mahayana dikenal aspek Dharmakaya, yaitu perwujudan kebahagiaan dari Buddha itu sendiri, dan tentunya Anda/Buddha masih bisa berpikir dan merasa 'ada', bukan musnah).

2. Pikiran disini tentunya bukan (tidak sama dengan) Sankhara dalam Panca Khanda.

Dalam Mahayana, selain mencapai keterbebasan untuk diri sendiri (bebas dari dukkha/samsara), ada juga yang disebut purifikasi sahaloka, atau membebaskan/membahagiakan makhluk-makhluk yang ada dalam jangkauan Kebuddhaan (ksetra) seorang Buddha (Samma Sambuddha). Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita), maka dinamakan ksetra murni atau sukhavati.

Bila ada yang kurang jelas mohon ditanyakan kembali. Salam dan semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2012, 11:23:24 AM
1. Yang tidak berjalan lagi panca khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri. Dalam agama Buddha dijelaskan bahwa parinibbana itu bukan musnah, juga bukan ada (eksis) seperti keberadaan yang kita rasakan dan jalani sekarang (berbentuk nama dan rupa). Jadi otomatis pertanyaan Anda sudah terjawab, yang berhenti (turned-off) adalah Panca Khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri (dalam Mahayana dikenal aspek Dharmakaya, yaitu perwujudan kebahagiaan dari Buddha itu sendiri, dan tentunya Anda/Buddha masih bisa berpikir dan merasa 'ada', bukan musnah).


--  Yang tidak berjalan lagi panca khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri.

-- tentunya Anda/Buddha masih bisa berpikir dan merasa 'ada', bukan musnah

Pertanyaa : yang berpikir itu apa ? dan menggunakan apa berpikir ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 29 December 2012, 11:24:35 AM

Dalam Mahayana, selain mencapai keterbebasan untuk diri sendiri (bebas dari dukkha/samsara), ada juga yang disebut purifikasi sahaloka, atau membebaskan/membahagiakan makhluk-makhluk yang ada dalam jangkauan Kebuddhaan (ksetra) seorang Buddha (Samma Sambuddha). Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita), maka dinamakan ksetra murni atau sukhavati.


Mirip ajaran tetangga, kalau surga itu juga tidak ada makhluk menderita, abadi selama-nya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 31 December 2012, 06:55:39 AM
--  Yang tidak berjalan lagi panca khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri.

-- tentunya Anda/Buddha masih bisa berpikir dan merasa 'ada', bukan musnah

Pertanyaa : yang berpikir itu apa ? dan menggunakan apa berpikir ?

Yang berpikir itu Anda, sebagai Buddha. Menggunakan apa? Aspek Adi Buddha.

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 31 December 2012, 06:56:55 AM
Mirip ajaran tetangga, kalau surga itu juga tidak ada makhluk menderita, abadi selama-nya...

Apa ada tulisan saya yang menyiratkan demikian?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 31 December 2012, 11:01:09 PM
Apa ada tulisan saya yang menyiratkan demikian?

 _/\_

jelas sekali tulisan anda menyiratkan, 
apakah jurus ilmu belut mau di keluarkan !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sunna on 02 January 2013, 12:08:41 PM
Kmrn2 sy ada cb ikut kebaktian mahayana di satu vihara di jakarta..
yg bikin bingung adalah.. sy tdk ngerti apa2! karena semua berbahasa mandarin

pertanyaannya adalah apakah untuk mengerti mahayana, sy hrs bljr bhs mandarin terlebih dulu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sanjiva on 02 January 2013, 12:36:54 PM
Kmrn2 sy ada cb ikut kebaktian mahayana di satu vihara di jakarta..
yg bikin bingung adalah.. sy tdk ngerti apa2! karena semua berbahasa mandarin

pertanyaannya adalah apakah untuk mengerti mahayana, sy hrs bljr bhs mandarin terlebih dulu?

Ada nilai plusnya jika mengerti Mandarin, apalagi sutra mahayana yg masih komplit tinggal yg berbahasa mandarin (CMIIW) sedangkan versi sanskertanya sudah tidak lengkap (CMIIW lagi).

Kayak Theravada, tahu (sedikit) bahasa Pali akan sangat membantu dalam belajar sutta.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 January 2013, 03:14:19 PM
--  Yang tidak berjalan lagi panca khanda, bukan Kebuddhaan itu sendiri.

-- tentunya Anda/Buddha masih bisa berpikir dan merasa 'ada', bukan musnah

Pertanyaa : yang berpikir itu apa ? dan menggunakan apa berpikir ?

Yang berpikir itu Anda, sebagai Buddha. Menggunakan apa? Aspek Adi Buddha.

Salam.  _/\_

Kalau saya berpikir karena masih terkondisi oleh panca-khanda... Nah, kalau Buddha (yang sudah parinibbana itu) berpikir menggunakan apa ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 05 January 2013, 03:18:10 PM
Dalam Mahayana, selain mencapai keterbebasan untuk diri sendiri (bebas dari dukkha/samsara), ada juga yang disebut purifikasi sahaloka, atau membebaskan/membahagiakan makhluk-makhluk yang ada dalam jangkauan Kebuddhaan (ksetra) seorang Buddha (Samma Sambuddha). Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita), maka dinamakan ksetra murni atau sukhavati.


Mirip ajaran tetangga, kalau surga itu juga tidak ada makhluk menderita, abadi selama-nya...

Apa ada tulisan saya yang menyiratkan demikian?

 _/\_

kalau quote anda ini : "Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita)"... dimana ada dunia yang bebas dari makhluk menderita ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 05 January 2013, 08:29:37 PM
Kalau saya berpikir karena masih terkondisi oleh panca-khanda... Nah, kalau Buddha (yang sudah parinibbana itu) berpikir menggunakan apa ?

Silakan dibaca ulang, sudah dijawab: Adi Buddha.

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 05 January 2013, 08:37:18 PM
kalau quote anda ini : "Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita)"... dimana ada dunia yang bebas dari makhluk menderita ?

Baik, kita gunakan keterbatasan bahasa untuk mendefinisikan sesuatu yang tak terjangkau pikiran.

Dunia yang bebas makhluk menderita? Tentu saja nibbana (dalam aliran tertentu), dan dharmakaya (dalam aliran tertentu juga).

Memangnya Anda pikir siapa yang mengalami kondisi nibbana? Dan bagaimana para makhluk bisa mengalami nibbana itu?

Jika Anda pernah masuk dalam kondisi nibbuto (nibbana sesaat), Anda akan tahu ada banyak sekaligus satu makhluk mengalami kondisi pencerahan tersebut. Semua makhluk ada dalam nibbana, sekaligus juga Anda sebagai yang mengalaminya. Itu saja, mohon dimaklumi keterbatasan bahasa sebagai pengantar maksud (makna). Dipahami secara substantif ya, jangan harfiah.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 05 January 2013, 11:15:01 PM
Kalau saya berpikir karena masih terkondisi oleh panca-khanda... Nah, kalau Buddha (yang sudah parinibbana itu) berpikir menggunakan apa ?

Sdr. Dilbert, sepertinya anda perlu menegaskan apa yang anda maksud dengan parinnibana di sini, apakah saupadisesa-nibbana atau anupadisesa-nibbana. Dengan demikian orang yang tadinya tidak tahu adanya 2 aspek nibbana ini bisa paham, dan menjadi tidak rancu antara nibbana sebagai kondisi pikiran/batin dengan parinibbana sebagai realitas tertinggi.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 05 January 2013, 11:38:00 PM
Sdr. Dilbert, sepertinya anda perlu menegaskan apa yang anda maksud dengan parinnibana di sini, apakah saupadisesa-nibbana atau anupadisesa-nibbana. Dengan demikian orang yang tadinya tidak tahu adanya 2 aspek nibbana ini bisa paham, dan menjadi tidak rancu antara nibbana sebagai kondisi pikiran/batin dengan parinibbana sebagai realitas tertinggi.

Bang Kelana,
nibbana memang memiliki dua makna spt yg anda sebutkan di atas, tapi parinibbana hanya memiliki satu makna yaitu anupadisesa-nibbana. jadi IMO pertanyaan dari Bang Dilbert itu sudah cukup eksplisit, dan seharusnya dijawab dengan jawaban yg tegas.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 05 January 2013, 11:43:56 PM
Bang Kelana,
nibbana memang memiliki dua makna spt yg anda sebutkan di atas, tapi parinibbana hanya memiliki satu makna yaitu anupadisesa-nibbana. jadi IMO pertanyaan dari Bang Dilbert itu sudah cukup eksplisit, dan seharusnya dijawab dengan jawaban yg tegas.

Benar, Sdr. Indra saya juga melihatnya cukup eksplisit, untuk itu saya meminta Sdr. Dilbert menegaskan kembali agar lebih jelas, bukan untuk saya tapi untuk yang lain yang mungkin tidak sadar.  :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 06 January 2013, 06:32:21 AM
Benar, Sdr. Indra saya juga melihatnya cukup eksplisit, untuk itu saya meminta Sdr. Dilbert menegaskan kembali agar lebih jelas, bukan untuk saya tapi untuk yang lain yang mungkin tidak sadar.  :)

susah memang menyadarkan yang berlum tersadarkan 
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 06 January 2013, 05:07:36 PM
susah memang menyadarkan yang berlum tersadarkan 
Seperti yang kita ketahui bersama, Sdr. Adi, bahwa tidak ada orang lain yang bisa menyelamatkan, menyadarkan seseorang kecuali diri sendiri yang bersangkutan. Orang lain hanya sebagai pemicu saja.

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 January 2013, 01:52:32 PM
Benar, Sdr. Indra saya juga melihatnya cukup eksplisit, untuk itu saya meminta Sdr. Dilbert menegaskan kembali agar lebih jelas, bukan untuk saya tapi untuk yang lain yang mungkin tidak sadar.  :)

parinibbana yang dimaksud adalah anupadisesa nibbana (nibbana tanpa sisa).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 07 January 2013, 01:55:41 PM
Silakan dibaca ulang, sudah dijawab: Adi Buddha.

Salam.  _/\_

Kalau dalam konsep ajaran yang menggunakan referensi Pali Kanon, maka setelah parinibbana (anupadisesa nibbana), maka tidak ada lagi khanda yang ter-sankhara (mengalami bentukan), jadi yang berpikir itu apa dan siapa ?

Kalau konsep-nya Mahayana, yah balik lagi ke Trikaya... dan seperti-nya memang ada perbedaan cukup prinsipil dan mendasar antara pengajaran berdasarkan Pali Kanon (baca : Theravada) dan Mahayana. Sehingga di dalam Mahayana (baca : Saddharmapundarika sutra), Buddha Sakyamuni di ajaran Mahayana meng-klaim bahwa diri-NYA sudah mencapai ke-buddha-an berkalpa2 yang lampau, sehingga episode pencapaian ke-buddha-an di bawah pohon bodhi adalah pengulangan donk ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 07 January 2013, 04:56:32 PM
Kalau dalam konsep ajaran yang menggunakan referensi Pali Kanon, maka setelah parinibbana (anupadisesa nibbana), maka tidak ada lagi khanda yang ter-sankhara (mengalami bentukan), jadi yang berpikir itu apa dan siapa ?

Kalau konsep-nya Mahayana, yah balik lagi ke Trikaya... dan seperti-nya memang ada perbedaan cukup prinsipil dan mendasar antara pengajaran berdasarkan Pali Kanon (baca : Theravada) dan Mahayana. Sehingga di dalam Mahayana (baca : Saddharmapundarika sutra), Buddha Sakyamuni di ajaran Mahayana meng-klaim bahwa diri-NYA sudah mencapai ke-buddha-an berkalpa2 yang lampau, sehingga episode pencapaian ke-buddha-an di bawah pohon bodhi adalah pengulangan donk ?

Yang Anda jelaskan benar, dalam aliran tertentu memang didefinisikan sedemikian rupa. Dalam Mahayana, kondisi tercerahkan demikian (maaf tidak saya sebutkan agar tidak ada polemik) sesungguhnya seperti "tidur" (sesuai dengan penjelasan Anda di atas tentang 'terhentinya' khanda). Masih dalam konteks Mahayana, seorang Samma Sambuddha-lah yang kemudian membangunkan "si tidur" ini agar menempuh jalan Bodhisattva-Mahasattva.

Jadi sesungguhnya tidak ada pertentangan antara satu aliran dengan yang lain, karena masing-masing aliran memiliki tujuan berbeda.

Berhubung Anda tampaknya memahami konsep Trikaya serta Kebuddhaan Sakyamuni yang "seperti sandiwara", maka saya jelaskan sedikit tentang konsep Kebuddhaan Mahayana, khususnya Anuttara Samyak Sambodhi.

Dalam Kebuddhaan itu sendiri, secara hakikat sebenarnya semua kosong, dalam arti kita tidak memiliki jati diri, identitas, ataupun label apa-apa (termasuk gelar Samma-Sambuddha, Bodhisattva, Arahat, Manusia, Dewa, dsb). Semua itu dilihat sebagai 'peran' (makanya dalam filosofi Jawa yang terpengaruh kerajaan-kerajaan Buddhis, sering disebut "Hidup seperti panggung sandiwara"). Jadi selama siapa pun itu, masih terikat dengan pencapaian yang dialami-Nya, sesungguhnya dia belum menyadari hakikat keberadaan (hidup) yang sesungguhnya, yaitu bebas, tak ada belenggu (ikatan) termasuk pencapaian itu sendiri.

Dalam konsep Mahayana juga, semua bentuk kenikmatan maupun kegaiban bisa diwujudkan (umumnya digambarkan lewat pembentukan Sukhavati oleh Buddha tertentu). Kemampuan itu tidak terbayangkan oleh pikiran yang terbelenggu (sankhara), karena sifat dari Adi Buddha itu sendiri unlimited (tak terbatas) kemampuannya (tidak diberi huruf kapital karena kata sifat).

Makhluk terbelenggu yang menganggap potensinya hanya sebesar yang mampu dipikirkannya, karena itu apapun itu (bentuk kejahatan maupun kesucian) selalu diinterpretasikan sebagai satu sosok yang kekal abadi (seperti Buddha dan Nibbana misalnya), serta harus ada 'sosok' yang mengalami. Padahal, dengan adanya 'sosok', justru keberadaan kita yang tiada identitas hakiki jadi tidak optimal, ibaratnya kita hanya mengidentifikasikan diri kita sebagai guru les bahasa, padahal di luar itu kita juga bisa menyandang gelar anak, profesor, sarjana, pengusaha, dsb (seperti halnya multi-status atau multi-profesi).

Kira-kira demikian yang bisa saya jelaskan. Apa yang saya jelaskan bukan bersifat akademis (sesuai literatur/referensi tertentu), tapi saya jamin keabsahannya (dari segi pengalaman maupun sumber yang mengajarkannya).

Yang jelas (kalau boleh sedikit berbagi), nirwana atau lautan dharmakaya (Tubuh Semua Buddha) itu jauh lebih nikmat dan membahagiakan dari yang pernah didefinisikan di buku-buku. Tentu semua ini menanti untuk dibuktikan. Semoga semua bisa menyadari dan merasakannya.

Salam bahagia penuh kedamaian.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 07 January 2013, 05:08:10 PM
Teruntuk Sdr. Dilbert yang berbahagia, coba renungkan sejenak; mengapa ucapan Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitattha lebih umum diucapkan daripada "Semoga semua makhluk menjadi Buddha atau Arahat"? Ucapan kedua itu malah hampir tidak terdengar sama sekali.

Jadi, pada prinsipnya secara umum memang ajaran Buddha menekankan pembahagiaan semua makhluk, di atas segala pencapaian atau konsep kesucian lainnya. Sebab, pada hakikatnya memang yang dibebaskan itu tidak lain dan tidak bukan hanyalah bentukan.

Ini memang ekstrim, seperti (seolah-olah) saya mengatakan makhluk itu tidak ada (nihil), tapi bukan itu maksudnya. Kita ada, itu sudah jelas, terbukti dengan saya yang mengetik, serta membaca tulisan di forum ini. Saya ada, itu sudah tidak akan diperdebatkan. Tapi keberadaan saya yang 'Terkondisi' ini lho yang dimaksud sebagai penderitaan, ketidakmaksimalan, atau disebut secara umum sebagai dukkha (ketidakpuasan).

Makanya, bagi saya pribadi ajaran Buddha tidak ada yang bertentangan, semua tergantung konteks dan sudut pandang saja.

Anda mengerti sedikit Pali Kanon, atau mungkin juga mempelajari beberapa aliran. Bila ada kerancuan atau kebingungan Anda selama ini, mari kita diskusikan dan semoga mendapatkan titik temu (agar pelatihan diri bisa lebih maksimal).

Oke, selamat menjalani hidup dengan bahagia. Salam sejahtera.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 07 January 2013, 05:35:35 PM
Choa is back
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 07 January 2013, 08:44:22 PM
Choa is back

yakinkah master lalat menjelma master belut !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 07 January 2013, 08:50:46 PM
Yang Anda jelaskan benar, dalam aliran tertentu memang didefinisikan sedemikian rupa. Dalam Mahayana, kondisi tercerahkan demikian (maaf tidak saya sebutkan agar tidak ada polemik) sesungguhnya seperti "tidur" (sesuai dengan penjelasan Anda di atas tentang 'terhentinya' khanda). Masih dalam konteks Mahayana, seorang Samma Sambuddha-lah yang kemudian membangunkan "si tidur" ini agar menempuh jalan Bodhisattva-Mahasattva.

Jadi sesungguhnya tidak ada pertentangan antara satu aliran dengan yang lain, karena masing-masing aliran memiliki tujuan berbeda.

jika berbeda tentunya ada pertentangan jangan dipaksakan utk tidak bertentangan.
masalahnya perlukah atau tidak jika perbedaan dipertentangkan !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 08 January 2013, 11:34:26 AM
Teruntuk Sdr. Dilbert yang berbahagia, coba renungkan sejenak; mengapa ucapan Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitattha lebih umum diucapkan daripada "Semoga semua makhluk menjadi Buddha atau Arahat"? Ucapan kedua itu malah hampir tidak terdengar sama sekali.

Bukan-kah Mahayana yang ikrar-nya akan membawa semua makhluk mencapai ke-buddha-an ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 09 January 2013, 05:22:58 AM
Teruntuk Sdr. Dilbert yang berbahagia, coba renungkan sejenak; mengapa ucapan Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitattha lebih umum diucapkan daripada "Semoga semua makhluk menjadi Buddha atau Arahat"? Ucapan kedua itu malah hampir tidak terdengar sama sekali.


Bukan-kah Mahayana yang ikrar-nya akan membawa semua makhluk mencapai ke-buddha-an ?

harusnya level arahat lebih rendah dibandingkan level bodisatwa,
kok bisa menyebut pencapaian terakhir Arahat !, begitukah ?  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 09 January 2013, 06:48:42 AM
Bukan-kah Mahayana yang ikrar-nya akan membawa semua makhluk mencapai ke-buddha-an ?

Rekan Dilbert yang berbahagia, secara harfiah Mahayana berarti Kendaraan Besar (Great Vehicle).

Dalam hal ini, ikrar Mahayana di atas dapat berarti; saya mencapai Kebuddhaan, dia/mereka juga mencapai Kebuddhaan. Sampai disini setuju?

Nah, dalam konsep lebih dalam (Mahayana), setiap makhluk yang sudah mencapai Kebuddhaan, memiliki Buddha Field sendiri (area aktivitas Buddha, atau disebut juga Tanah Buddha - Buddha Ksetra).

Dalam Buddha Ksetra tersebut, tugas/misi Buddha yang bersangkutan adalah membuat makhluk-makhluknya mencapai kebahagiaan (termasuk salah satunya mencapai kondisi Buddha itu sendiri; baik Arahat maupun Samma-Sambuddha).

Karena semesta ini paralel (setiap Buddha punya lingkup pengaruh tersendiri, atau umat awam sering berucap bahwa dalam satu semesta makro tidak bisa ada dua Buddha), maka sebenarnya setiap Buddha punya rekam jejak tersendiri, yang mana itu merupakan hasil perjalanan-Nya selama masih menjadi makhluk terkondisi.

Maksudnya (dalam pengertian lebih mudah): Anda dan segala perbuatan Anda selama kalpaan masa, melintasi waktu dan ruang yang sifatnya relatif (bukan linear) tapi terkait (Paticcasamuppada), kelak semua perjalanan Anda itulah (baik maupun buruk) yang akan Anda warisi sebagai bentuk semesta tempat Anda beraktivitas Kebuddhaan (Buddha Ksetra).

Nah (ini potensial jadi perdebatan), sesungguhnya makhluk dalam semesta Anda itu nantinya sunya (tidak memiliki sifat hakiki), mereka merupakan hasil (kreasi/ciptaan) Anda sendiri selama kalpaan masa Anda berpetualang di dunia kehidupan (31 alam, 33, atau 6 tergantung literatur).

Ini secara implisit juga menjawab kenapa ada makhluk yang "digaji" di neraka untuk menyiksa para terpidana (makhluk yang dihukum). Ini juga menjelaskan banyak fenomena kenapa ada wujud Bodhisattva yang berbeda (misalnya Avalokitesvara sebagai pria dan wanita), ada yang bisa melihat roh Ayahnya, Leluhur, setan yang mengganggu, sedangkan yang lain tidak. Setiap interkorelasi antar-makhluk itu bersifat independen, dalam artian yang Anda alami sesuai karma Anda, walau kita bersaudara belum tentu saya menyaksikan yang Anda saksikan (misalnya dihantui arwah nenek moyang meminta diselamatkan, menjelaskan kondisinya di alam penderitaan, dsb).

Dan sesungguhnya, ini yang akan jadi perdebatan... sosok yang Anda tolong dan ajari dharma sekarang bisa saja sudah Buddha.

Jujur saja, hal itu jarang diungkap kepada publik (umat awam). Tapi berhubung kita di konteks Mahayana saya buka sedikit (bila ada perdebatan tidak konstruktif, tidak saya lanjutkan).

Ini juga menjelaskan, bagaimana seorang Samma-Sambuddha bisa mengetahui jauh ke depan (misalnya sosok Devadatta yang sesungguhnya 'telah' menjadi Pacekka Buddha di area Ksetra lain, diungkapkan secara terkondisi sebagai "akan menjadi Buddha suatu saat" oleh Sakyamuni Buddha sewaktu menjalani kondisi sebagai Sidharta Gautama).

Makanya, sudah saya katakan sejak awal... semua itu sunya. Saya saja tidak nyata, bagaimana Anda dan yang lain bisa nyata... :)

Bila bingung, ini indikasi cukup jauh dari memahami, tidak akan diteruskan lagi. Bila ada respon konstruktif, boleh kita lanjutkan. Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 09 January 2013, 06:59:12 AM
Nah, tentang membawa semua makhluk menjadi Buddha, sebenarnya tidak ada makhluk yang dibawa. Bagaimana bisa dibawa, wong semua cuma peran?

Analogi mudah seperti ini: Anda dengan kostum Anda, berperan sebagai Winnie The Pooh, dalam suatu teater yang juga ada peran lain, serta juga lingkungan (analogi semesta/dunia).

Jika ada yang berkata bahwa Winnie The Pooh bisa diselamatkan dan menjadi guru atau insinyur suatu hari, tentu ini jadi rancu, karena "bukankah Winnie adalah sebuah karakter saja, yang dimainkan dan dibawakan sesuai dengan skenario (karma)?"

Bukan begitu?

Itulah peran. Semua skhanda yang kita miliki sekarang membuat kita jadi memiliki peran (kondisi). Ini tak luput (tak bisa dihindari oleh siapapun) termasuk pada Buddha Gautama sendiri (memiliki kisah hidup tersendiri, baik maupun buruk dari berbagai sudut pandang).

Jadi, mengantar semua makhluk menjadi Buddha? :)

Tidak ada yang dibawa, tidak ada yang dicapai, apalagi yang membawa dan mencapai. Jika masih "ada" berarti belum mencapai dan dicapai. :)

Salam. Semoga dimengerti.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 09 January 2013, 11:04:00 AM
kalau quote anda ini : "Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita)"... dimana ada dunia yang bebas dari makhluk menderita ?


kalau quote anda ini : "Bila sahaloka tersebut murni (bebas dari makhluk menderita)"... dimana ada dunia yang bebas dari makhluk menderita ?

Hanya sebagai intermezo.
Kita tahu bahwa ada ajaran yang mengatakan sarva samskara dukha (sabbe sankhara dukkha), semua yang terbentuk dari perpaduan unsur adalah dukkha. Ini berarti loka apapun memiliki sifat dukkha. Sahaloka sendiri berarti dunia (bumi) yang tidak kekal.

Dalam Mahayana yang saya ketahui, mengenal sukhavati, ini pun adalah alam bentukan. Adalah salah jika dikatakan sukhavati adalah nirvana (dalam konteks realitas tertinggi bukan kondisi batin) bebas dari dukkha. Ada banyak sutra yang menjelaskan bagaimana isi sukhavati yang terdapat sungai, pohon dan terpenting adalah masih adanya makhluk-makhluk yang berlatih dharma. Ini berarti masih ada kekotoran batin yang tersisa. Beberapa di antara makhluk tersebut juga dipastikan akan dilahirkan kembali. Lagi pula kalau kita berpegang pada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati.

Jadi tidak ada loka yang benar-benar bebas dari dukkha karena lokanya sendiri sifatnya adalah dukkha.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 09 January 2013, 05:56:04 PM
Lagi pula kalau kita berpegang pada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati.


hihihihi... prinsip error, konsep error... ntar yang belajar juga jadi error.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 09 January 2013, 08:21:09 PM
Lagi pula kalau kita berpegang pada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati.

Jadi tidak ada loka yang benar-benar bebas dari dukkha karena lokanya sendiri sifatnya adalah dukkha.

Dua kalimat di atas kok bertentangan? Di atas disebutkan bahwa prinsip sukhavati=dukhavati adalah error, tapi di bawah Anda melegitimasi kembali bahwa sukhavati (loka) adalah dukkha.

Dan perlu saya luruskan, "isi=kosong, kosong=isi" bukan berarti sukhavati=dukhavati, jahat=baik, dingin=panas, awam=bhikkhu. Itu adalah pemahaman keliru.

Sukhavati juga bukan nirwana, karena nirwana adalah kondisi (bukan alam/loka).

Salam. Semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 09 January 2013, 09:30:47 PM
hihihihi... prinsip error, konsep error... ntar yang belajar juga jadi error.

Saya khawatir jika hasil akhir juga error.  ;)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 09 January 2013, 09:33:54 PM
Dua kalimat di atas kok bertentangan? Di atas disebutkan bahwa prinsip sukhavati=dukhavati adalah error, tapi di bawah Anda melegitimasi kembali bahwa sukhavati (loka) adalah dukkha.

Dan perlu saya luruskan, "isi=kosong, kosong=isi" bukan berarti sukhavati=dukhavati, jahat=baik, dingin=panas, awam=bhikkhu. Itu adalah pemahaman keliru.

Sukhavati juga bukan nirwana, karena nirwana adalah kondisi (bukan alam/loka).

Salam. Semoga berbahagia.  _/\_

Seandainya anda sudah mengosongkan pikiran anda (lepas dari pemahaman anda sendiri) maka anda bisa memahami bahwa yang saya sampaikan adalah pengandaian, jika, kalau,  ketika mengatakan: "Lagi pula kalau kita berpegangpada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati." Saya tidak memegang konsep error tersebut sebagai alasan, mereka yang paham akan tahu ini adalah sebuah kritikan. Dan kalimat terakhir adalah kesimpulan dari penjelasan saya yang di atasnya (bukan konsep error).

sukhavati=dukhavati adalah dampak dari konsep error isi=kosong, kosong=isi. Jika anda renungkan dan runtunkan maka kosep itu akan menghasilkan dampak yang seperti itu. Yang saya ketahui adalah selama ini tidak ada yang mengungkap mengapa isi=kosong, kosong=isi sekali lagi ditekankan isi sama dengan kosong, kosong sama dengan isi. Yang diungkapkan adalah memberikan makna baru yang justru menyiratkan kosong tidak sama dengan isi, begitu sebaliknya. Tidak ada yang mengungkapkan apa saja yang sama antara kosong dan isi sehingga pantas sepenuhnya disebut kosong=isi, isi=kosong atau Nirvana=samsara, samsara=Nirvana. Satu saja perbedaan antara keduanya maka tidak bisa disebut sama (=).

Dan saya tidak pernah mengatakan sukhavati adalah nirvana karena itu saya katakan: Adalah salah jika dikatakan sukhavati adalah nirvana (nirvana dalam konteks realitas tertinggi / anupadisesa-nibbana bukan nirvana sebagai kondisi batin/ saupadisesa-nibbana)

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Selanjutnya saya no comment.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 09 January 2013, 10:02:47 PM
Seandainya anda sudah mengosongkan pikiran anda (lepas dari pemahaman anda sendiri) maka anda bisa memahami bahwa yang saya sampaikan adalah pengandaian, jika, kalau,  ketika mengatakan: "Lagi pula kalau kita berpegangpada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati." Saya tidak memegang konsep error tersebut sebagai alasan, mereka yang paham akan tahu ini adalah sebuah kritikan. Dan kalimat terakhir adalah kesimpulan dari penjelasan saya yang di atasnya (bukan konsep error).

sukhavati=dukhavati adalah dampak dari konsep error isi=kosong, kosong=isi. Jika anda renungkan dan runtunkan maka kosep itu akan menghasilkan dampak yang seperti itu. Yang saya ketahui adalah selama ini tidak ada yang mengungkap mengapa isi=kosong, kosong=isi sekali lagi ditekankan isi sama dengan kosong, kosong sama dengan isi. Yang diungkapkan adalah memberikan makna baru yang justru menyiratkan kosong tidak sama dengan isi, begitu sebaliknya. Tidak ada yang mengungkapkan apa saja yang sama antara kosong dan isi sehingga pantas sepenuhnya disebut kosong=isi, isi=kosong atau Nirvana=samsara, samsara=Nirvana. Satu saja perbedaan antara keduanya maka tidak bisa disebut sama (=).

Dan saya tidak pernah mengatakan sukhavati adalah nirvana karena itu saya katakan: Adalah salah jika dikatakan sukhavati adalah nirvana (nirvana dalam konteks realitas tertinggi / anupadisesa-nibbana bukan nirvana sebagai kondisi batin/ saupadisesa-nibbana)

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Selanjutnya saya no comment.

Halo, rekan Kelana.  :)

Saya sangat paham yang Anda sampaikan adalah pengandaian, karena jelas di depan kalimat tersebut didahului dengan kata 'Lagipula'.
Sudah jelas pula Anda tidak memegang prinsip tersebut, karena sudah diwakili dengan kata 'error'.
Yang saya katakan kontradiksi, ketika Anda menyebut sukhavati=dukhavati adalah konsep error, lalu mengapa di bawahnya Anda sebut loka (termasuk sukhavati pun) merupakan dukkha?

Tentang makna "kosong=isi, isi=kosong", apalagi yang mau dibahas jika sudah jatuh vonis error? :)
Kalau Anda membuka ruang diskusi tentu saja saya bersedia menjelaskan serta bertukar pikiran dengan Anda.
Mengutip dan mengubah sedikit ungkapan Anda di atas, jika Anda bersedia membuka pikiran dan membersihkan persepsi Anda atas konsep "kosong=isi, isi=kosong" yang sekiranya sudah Anda pahami (bagi saya masih dipahami secara keliru) mungkin pandangan dan paradigma Anda bisa berubah.
Tapi tentunya dengan vonis error itu saya ragu Anda akan melepaskan pemahaman Anda sejenak tentang "kosong=isi, isi=kosong" yang Anda (kira) sudah Anda pahami itu.

Tentang sukhavati dan nirwana, saya kira maksud kita sama.

Baik, selamat malam dan selamat beristirahat.

Salam damai dalam dharma.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 10 January 2013, 04:42:19 AM
Saya khawatir jika hasil akhir juga error.  ;)

sudah mulai kelihatan gejala error  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 10 January 2013, 10:56:34 AM
sudah mulai kelihatan gejala error  ^-^

apakah mungkin ada hal karena tidak mau mengakui kebenaran pandangan lain (sikap egoisme) sehingga membuta-kan kebenaran  yang sudah di depan mata ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 10 January 2013, 06:02:24 PM
apakah mungkin ada hal karena tidak mau mengakui kebenaran pandangan lain (sikap egoisme) sehingga membuta-kan kebenaran  yang sudah di depan mata ?

Apa itu kebenaran?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 10 January 2013, 08:30:18 PM
Apa itu kebenaran?

 _/\_

hanya spekulasi : kira2 begitulah :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 05:15:07 AM
hanya spekulasi : kira2 begitulah :)

Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 January 2013, 05:47:31 AM

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

Buddha apa yang membahas tentang bentuk kucing ?
tolong referensi !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 06:02:03 AM
Buddha apa yang membahas tentang bentuk kucing ?
tolong referensi !

:)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 January 2013, 06:52:25 AM
Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_
jadi kalau ada orang yang merasa melihat tuhan, mengalami mukzizat, membuktikan kebenaran alkitab, itu maka jadi kebenaran?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 11 January 2013, 02:20:13 PM
Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

saya QUOTE tulisan member Fabian C. saja....

-----------

Logika Aneh Umat Buddha
Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

“para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.”

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4873.0/nowap.html
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 03:03:52 PM
jadi kalau ada orang yang merasa melihat tuhan, mengalami mukzizat, membuktikan kebenaran alkitab, itu maka jadi kebenaran?

Bagi dia tentu saja kebenaran. Bagi Anda yang pernah melihat Buddha dan merasakan kebenaran dharma-Nya, bagi Anda juga kebenaran.

Itu jika bicara kebenaran kondisional (samutti-sacca). Jika kita mau menyalahkan (pihak lain atas keyakinannya), atas dasar apa? Jika memang dia melihat tuhan (walau bisa saja cuma halusinasi), bukankah bukan hak kita untuk menyatakan dia salah (kecuali kita melihat persis kejadian yang ia lihat, dan kita punya bukti kuat untuk menyanggah kekeliruan penafsirannya/pemahamannya).

Belajar dharma bukan jadi ekstrimis, tapi lebih toleran terhadap pemahaman makhluk lain. Segala bentuk keyakinan dan iman mereka juga bukan tanpa sebab (karma masa lampau). Anda kira jumlah umat tertentu dibandingkan jumlah umat Buddha adalah sebuah kebetulan?

Tidak, ada sebab-sebabnya. Dan orang yakin juga bukan karena iman buta atau salah lihat (tuhan), tapi ada hubungan karma yang terbangun antar tuhan dan pengikutnya di bumi.

Demikian penjelasan saya. Kurang lebihnya mohon bimbingan dan masukan. Semoga kita semua bisa lebih maju dalam dharma.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 11 January 2013, 03:09:01 PM
Bagi dia tentu saja kebenaran. Bagi Anda yang pernah melihat Buddha dan merasakan kebenaran dharma-Nya, bagi Anda juga kebenaran.

Itu jika bicara kebenaran kondisional (samutti-sacca). Jika kita mau menyalahkan (pihak lain atas keyakinannya), atas dasar apa? Jika memang dia melihat tuhan (walau bisa saja cuma halusinasi), bukankah bukan hak kita untuk menyatakan dia salah (kecuali kita melihat persis kejadian yang ia lihat, dan kita punya bukti kuat untuk menyanggah kekeliruan penafsirannya/pemahamannya).

Belajar dharma bukan jadi ekstrimis, tapi lebih toleran terhadap pemahaman makhluk lain. Segala bentuk keyakinan dan iman mereka juga bukan tanpa sebab (karma masa lampau). Anda kira jumlah umat tertentu dibandingkan jumlah umat Buddha adalah sebuah kebetulan?

Tidak, ada sebab-sebabnya. Dan orang yakin juga bukan karena iman buta atau salah lihat (tuhan), tapi ada hubungan karma yang terbangun antar tuhan dan pengikutnya di bumi.

Demikian penjelasan saya. Kurang lebihnya mohon bimbingan dan masukan. Semoga kita semua bisa lebih maju dalam dharma.  _/\_

Bagi saya Lobha Dosa dan Moha itu nyata... jika lobha, dosa dan moha eksis, maka padam-nya lobha, dosa dan moha itu menjadi logis.... bagi anda, sukhavati itu nyata ? pernah mengalami ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 03:14:04 PM
Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4873.0/nowap.html

Sesungguhnya ini bertentangan dengan kata-kata Buddha sendiri:
1. Lihatlah sesuatu apa adanya.
2. Jangan percaya ajaran-Ku, hanya karena respek pada-Ku.
3. Telitilah ajaran-Ku dengan seksama, seperti halnya Anda akan membeli emas.

Saddha/shraddha dibangun lewat perenungan, pembelajaran, telaah, teliti dan studi mendalam. Saddha/shraddha bukan dibangun atas praduga tertentu (presume innocence ataupun presume guilty). Ini namanya cenderung berprasangka dahulu sebelum meneliti.

Tapi ya, itu hak setiap individu dalam pendekatannya terhadap dharma. Sah-sah saja punya metode keimanan tersendiri. :)

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 03:25:06 PM
Bagi saya Lobha Dosa dan Moha itu nyata... jika lobha, dosa dan moha eksis, maka padam-nya lobha, dosa dan moha itu menjadi logis.... bagi anda, sukhavati itu nyata ? pernah mengalami ?

Tentu, LDM nyata, orang melihat tuhan atau dewa juga nyata. Terus terang saya juga punya tante yang sering berkomunikasi dengan dewa (sesuai pengakuannya). Apa kita mau lancang mengatakan bahwa dewanya tidak nyata? Juga mengatakan mukjizatnya tidak nyata?

Kecuali tentunya kita bisa membuktikan bahwa mukjizat yang ia alami semata hanya karmanya yang berbuah.
Jika tidak, kita bisa dituduh menghina kepercayaannya (atau seringkali kita disebut tidak toleran terhadap kepercayaan lain).

Nah, kembali dalam kerangka berpikir Buddha Dharma, bagi saya:
Jangan meyakini sebuah kebenaran hanya karena tertulis di kitab suci, atau diyakini orang banyak.
Tapi yakinilah sesuatu karena Anda benar-benar sudah mengalami, sudah melihat dan membuktikan sendiri.

Bukan saya sok ehipassiko, tapi memang ini kerangka berpikir yang logis menurut saya.
Bila saya sudah melihat piramida, dan bentuknya seperti limas, baru akan saya katakan dan cerita pada orang sesuai dengan penglihatan dan pengalaman saya.
Jika saya baru baca buku tentang piramida, lalu lancang mendebat orang yang sudah lihat dan bahkan sudah masuk ke dalamnya (ikut tur atau studi), bukankah ini konyol?

Itu yang saya sering hadapi.

Mau bicara tentang sukhavati, nibbana, LDM, dll... semua mengacu pada buku. Ketika saya bilang kenyataannya tidak demikian, semua seolah tidak senang dan mendebat saya karena "kata-kata buku" tersebut.

Ini yang membuat saya enggan berbagi lagi terkadang.

Tapi ya begitu... katanya memang makhluk di sahaloka ini agak bebal... makanya sulit dimurnikan (dibebaskan mencapai nibbana). Jadi ya, saya sabar saja...

:)

Demikian. Semoga bisa dipahami.

Salam perenungan dan semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 January 2013, 04:29:08 PM
Itu yang saya sering hadapi.

Mau bicara tentang sukhavati, nibbana, LDM, dll... semua mengacu pada buku. Ketika saya bilang kenyataannya tidak demikian, semua seolah tidak senang dan mendebat saya karena "kata-kata buku" tersebut.

Ini yang membuat saya enggan berbagi lagi terkadang.

Tapi ya begitu... katanya memang makhluk di sahaloka ini agak bebal... makanya sulit dimurnikan (dibebaskan mencapai nibbana). Jadi ya, saya sabar saja...

:)

Demikian. Semoga bisa dipahami.

Salam perenungan dan semoga berbahagia.  _/\_

bold : =)) =))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 04:47:31 PM
Itu yang saya sering hadapi.

Mau bicara tentang sukhavati, nibbana, LDM, dll... semua mengacu pada buku. Ketika saya bilang kenyataannya tidak demikian, semua seolah tidak senang dan mendebat saya karena "kata-kata buku" tersebut.

Ini yang membuat saya enggan berbagi lagi terkadang.

Tapi ya begitu... katanya memang makhluk di sahaloka ini agak bebal... makanya sulit dimurnikan (dibebaskan mencapai nibbana). Jadi ya, saya sabar saja...

:)

Demikian. Semoga bisa dipahami.

Salam perenungan dan semoga berbahagia.  _/\_

Jangan berkecil hati Bro, seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama, walaupun banyak orang gak percaya, tetap saja dia tanpa mengenal lelah terus-menerus mengatakan demikian. saya percaya anda lebih baik dari badut itu.

contoh lain adalah seorang guru para arahat yg pernah mampir ke forum ini, pengakuannya juga tidak dipercaya para member di sini, tapi karena dia hanyalah seorang guru kosong melompong, maka akhirnya dia nyerah. saya percaya anda lebih baik dari guru para arahat itu.

walaupun orang tidak mempercayai anda, setidaknya pembaca bisa terhibur dengan kelucuan anda. jadi tidak ada yg sia-sia.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 06:41:12 PM
Jangan berkecil hati Bro, seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama, walaupun banyak orang gak percaya, tetap saja dia tanpa mengenal lelah terus-menerus mengatakan demikian. saya percaya anda lebih baik dari badut itu.

contoh lain adalah seorang guru para arahat yg pernah mampir ke forum ini, pengakuannya juga tidak dipercaya para member di sini, tapi karena dia hanyalah seorang guru kosong melompong, maka akhirnya dia nyerah. saya percaya anda lebih baik dari guru para arahat itu.

walaupun orang tidak mempercayai anda, setidaknya pembaca bisa terhibur dengan kelucuan anda. jadi tidak ada yg sia-sia.

_/\_

Halo.

Terima kasih jika Anda terhibur dengan kehadiran saya.  _/\_

Kalau boleh bertanya, apakah Anda juga terhibur dengan keberadaan Badut dari India (tidak boleh sebut nama)? Karena tampaknya Anda mendewakan sekali sosok tersebut.

Mohon kejujurannya. Terima kasih sebelumnya. Salam. :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 06:47:15 PM
Halo.

Terima kasih jika Anda terhibur dengan kehadiran saya.  _/\_

Kalau boleh bertanya, apakah Anda juga terhibur dengan keberadaan Badut dari India (tidak boleh sebut nama)? Karena tampaknya Anda mendewakan sekali sosok tersebut.

Mohon kejujurannya. Terima kasih sebelumnya. Salam. :)

saya tidak mendewakan Badut mana pun, mungkin anda adalah pengecualian, tapi di manakah anda melihat saya mendewakan seorang Badut?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 07:01:59 PM
saya tidak mendewakan Badut mana pun, mungkin anda adalah pengecualian, tapi di manakah anda melihat saya mendewakan seorang Badut?

Anda yakin?
Yang Anda terjemahkan itu apa?
Yang Anda beri hormat itu siapa?
Dan, yang Anda selalu percayai tanpa dibantah sedikit pun, itu apa dan siapa?

Definisi Badut itu apa (untuk menyamakan persepsi, karena saya kira Badut itu adalah profesi yang terpuji, sebab menghibur orang)?

Oke, salam Badut dan semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 07:16:05 PM
Anda yakin?
Yang Anda terjemahkan itu apa?
terjemahan yg mana yg anda maksudkan? saya sudah menerjemahkan banyak buku dari berbagai sumber. lalu apa masalahnya dengan pekerjaan menerjemahkan?

Quote
Yang Anda beri hormat itu siapa?

banyak, orang tua, guru, teman2, tapi tidak ada badut, mungkin anda adalah pengecualian.

Quote
Dan, yang Anda selalu percayai tanpa dibantah sedikit pun, itu apa dan siapa?
kalau ini tidak ada.

Quote
Definisi Badut itu apa (untuk menyamakan persepsi, karena saya kira Badut itu adalah profesi yang terpuji, sebab menghibur orang)?


saya akan menjawab tapi sebelumnya tolong anda mendefinisikan badut itu juga seperti yg anda gunakan ketika membalas saya di atas, karena kalau anda sudah memahami spt yg saya pahami, maka saya tidak perlu repot2 lagi menjelaskan pada anda.

Quote
Oke, salam Badut dan semoga berbahagia.  _/\_

maaf saya tidak memberi salam pada badut, dan anda bukan pengecualian di sini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 07:32:16 PM
terjemahan yg mana yg anda maksudkan? saya sudah menerjemahkan banyak buku dari berbagai sumber. lalu apa masalahnya dengan pekerjaan menerjemahkan?

banyak, orang tua, guru, teman2, tapi tidak ada badut, mungkin anda adalah pengecualian.
kalau ini tidak ada.

saya akan menjawab tapi sebelumnya tolong anda mendefinisikan badut itu juga seperti yg anda gunakan ketika membalas saya di atas, karena kalau anda sudah memahami spt yg saya pahami, maka saya tidak perlu repot2 lagi menjelaskan pada anda.

maaf saya tidak memberi salam pada badut, dan anda bukan pengecualian di sini.

Suka berputar dulu rupanya. :)

Baik, langsung ke poinnya saja: Siapa Buddha itu, badut atau bukan?

Dari sini kita akan tahu seperti apa definisi badut yang Anda berikan pada makhluk lain.

Sisa pertanyaannya masih sama seperti di atas:
2. Yang Anda terjemahkan, teks Buddhisme itu ilmu badut atau bukan?
3. Rupang yang Anda hormati itu, badut juga atau bukan?
4. Kata-kata Buddha dan Tripitaka yang selalu Anda percayai tanpa dibantah sedikit pun, juga kata-kata badut atau bukan?

Anda yang memunculkan terminologi badut, mari kita kupas tuntas topik badut ini. :)

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 11 January 2013, 07:37:41 PM
Bagi dia tentu saja kebenaran. Bagi Anda yang pernah melihat Buddha dan merasakan kebenaran dharma-Nya, bagi Anda juga kebenaran.

Itu jika bicara kebenaran kondisional (samutti-sacca). Jika kita mau menyalahkan (pihak lain atas keyakinannya), atas dasar apa? Jika memang dia melihat tuhan (walau bisa saja cuma halusinasi), bukankah bukan hak kita untuk menyatakan dia salah (kecuali kita melihat persis kejadian yang ia lihat, dan kita punya bukti kuat untuk menyanggah kekeliruan penafsirannya/pemahamannya).

Belajar dharma bukan jadi ekstrimis, tapi lebih toleran terhadap pemahaman makhluk lain. Segala bentuk keyakinan dan iman mereka juga bukan tanpa sebab (karma masa lampau). Anda kira jumlah umat tertentu dibandingkan jumlah umat Buddha adalah sebuah kebetulan?

Tidak, ada sebab-sebabnya. Dan orang yakin juga bukan karena iman buta atau salah lihat (tuhan), tapi ada hubungan karma yang terbangun antar tuhan dan pengikutnya di bumi.

Demikian penjelasan saya. Kurang lebihnya mohon bimbingan dan masukan. Semoga kita semua bisa lebih maju dalam dharma.  _/\_
Apa itu kebenaran?

 _/\_
Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

??? ??? ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 07:55:02 PM
??? ??? ???

Halo, rekan Ryu.

Yang Anda tebalkan itu 'kan konsep agama Buddha. Sedangkan yang Anda tanya di postingan lain adalah konsep agama theistik.

Tentu tidak bijak menggunakan parameter agama Buddha untuk menilai kepercayaan lain, sama seperti halnya menggunakan parameter agama lain untuk mengukur atau menilai dan memvonis agama Buddha.

Demikian.

Selain itu, tentu kita juga tahu, ada kebenaran mutlak dan kebenaran konvensional (terkondisi, bersifat relatif). Jadi bila membicarakan sesuatu, tentu sesuai konteksnya.

Oke, semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 January 2013, 07:59:09 PM
Anda yakin?
Yang Anda terjemahkan itu apa?
Yang Anda beri hormat itu siapa?
Dan, yang Anda selalu percayai tanpa dibantah sedikit pun, itu apa dan siapa?

Definisi Badut itu apa (untuk menyamakan persepsi, karena saya kira Badut itu adalah profesi yang terpuji, sebab menghibur orang)?

Oke, salam Badut dan semoga berbahagia.  _/\_


anda mengaku badut atau belut ?
supaya persepsi sama, jadi tolong di jelaskan !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 08:03:57 PM
Suka berputar dulu rupanya. :)

Baik, langsung ke poinnya saja: Siapa Buddha itu, badut atau bukan?

Dari sini kita akan tahu seperti apa definisi badut yang Anda berikan pada makhluk lain.

Sisa pertanyaannya masih sama seperti di atas:
2. Yang Anda terjemahkan, teks Buddhisme itu ilmu badut atau bukan?
3. Rupang yang Anda hormati itu, badut juga atau bukan?
4. Kata-kata Buddha dan Tripitaka yang selalu Anda percayai tanpa dibantah sedikit pun, juga kata-kata badut atau bukan?

Anda yang memunculkan terminologi badut, mari kita kupas tuntas topik badut ini. :)

Salam.  _/\_

sepertinya anda yg memulai berputar, tapi baiklah saya selalu berbaik hati untuk melayani semua diskusi, bahkan dengan orang yg jumlah selnya minimal sekalipun.
sejujurnya saya katakan, jika Buddha yg anda maksudkan adalah Buddha Gotama, saya bisa tegaskan bahwa saya tidak kenal secara pribadi dgn Beliau.
mengenai Badut, karena kita menggunakan terminologi yg sama, kenapa anda merasa sangat cemas mengemukakan definisi anda?

2. Teks Buddhisme yg saya terjemahkan itu entah apa saya tidak tahu, saya menerjemahkannya atas permintaan teman2, dan saya tidak memahami ilmu apa yg diajarkan dalam teks tersebut, bagaimana menurut anda?

3. Saya tidak menghormati rupang, apakah anda memiliki mata dewa sehingga melihat saya menghormati rupang, bisakah anda melihat warna apa kolor yg saya pakai hari ini?

4. Saya tidak percaya sedikit pun pada kata-kata Buddha pada Tripitaka, bahkan saya meragukan Tripitaka itu berisi kata2 Buddha. anda sudah berkali2 salah melihat, jadi tidak perlu berlagak jadi orang sakti di sini.

pertama kali saya menyebut BADUT adalah dalam kalimat ini "seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama", dan jika anda punya mata, pasti punya, tapi apakah bisa melihat, atau jika anda tidak buta huruf, saya sudah mencantumkan T&C dalam tanda kurung. dan pada jawaban anda, anda juga menggunakan kata yg sama, lalu kenapa anda menjawab dengan kata yg sama jika anda tidak memahami apa yg saya maksudkan dengan kata itu?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 January 2013, 08:08:49 PM
sepertinya anda yg memulai berputar, tapi baiklah saya selalu berbaik hati untuk melayani semua diskusi, bahkan dengan orang yg jumlah selnya minimal sekalipun.
sejujurnya saya katakan, jika Buddha yg anda maksudkan adalah Buddha Gotama, saya bisa tegaskan bahwa saya tidak kenal secara pribadi dgn Beliau.
mengenai Badut, karena kita menggunakan terminologi yg sama, kenapa anda merasa sangat cemas mengemukakan definisi anda?

2. Teks Buddhisme yg saya terjemahkan itu entah apa saya tidak tahu, saya menerjemahkannya atas permintaan teman2, dan saya tidak memahami ilmu apa yg diajarkan dalam teks tersebut, bagaimana menurut anda?

3. Saya tidak menghormati rupang, apakah anda memiliki mata dewa sehingga melihat saya menghormati rupang, bisakah anda melihat warna apa kolor yg saya pakai hari ini?

4. Saya tidak percaya sedikit pun pada kata-kata Buddha pada Tripitaka, bahkan saya meragukan Tripitaka itu berisi kata2 Buddha. anda sudah berkali2 salah melihat, jadi tidak perlu berlagak jadi orang sakti di sini.

pertama kali saya menyebut BADUT adalah dalam kalimat ini "seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama", dan jika anda punya mata, pasti punya, tapi apakah bisa melihat, atau jika anda tidak buta huruf, saya sudah mencantumkan T&C dalam tanda kurung. dan pada jawaban anda, anda juga menggunakan kata yg sama, lalu kenapa anda menjawab dengan kata yg sama jika anda tidak memahami apa yg saya maksudkan dengan kata itu?



disarankan hati2, si master belut ini sudah mencapai bodohsatwa, anda bisa di buat berputar dengan teori belutnya  :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 08:24:06 PM
sepertinya anda yg memulai berputar, tapi baiklah saya selalu berbaik hati untuk melayani semua diskusi, bahkan dengan orang yg jumlah selnya minimal sekalipun.
sejujurnya saya katakan, jika Buddha yg anda maksudkan adalah Buddha Gotama, saya bisa tegaskan bahwa saya tidak kenal secara pribadi dgn Beliau.
mengenai Badut, karena kita menggunakan terminologi yg sama, kenapa anda merasa sangat cemas mengemukakan definisi anda?

2. Teks Buddhisme yg saya terjemahkan itu entah apa saya tidak tahu, saya menerjemahkannya atas permintaan teman2, dan saya tidak memahami ilmu apa yg diajarkan dalam teks tersebut, bagaimana menurut anda?

3. Saya tidak menghormati rupang, apakah anda memiliki mata dewa sehingga melihat saya menghormati rupang, bisakah anda melihat warna apa kolor yg saya pakai hari ini?

4. Saya tidak percaya sedikit pun pada kata-kata Buddha pada Tripitaka, bahkan saya meragukan Tripitaka itu berisi kata2 Buddha. anda sudah berkali2 salah melihat, jadi tidak perlu berlagak jadi orang sakti di sini.

pertama kali saya menyebut BADUT adalah dalam kalimat ini "seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama", dan jika anda punya mata, pasti punya, tapi apakah bisa melihat, atau jika anda tidak buta huruf, saya sudah mencantumkan T&C dalam tanda kurung. dan pada jawaban anda, anda juga menggunakan kata yg sama, lalu kenapa anda menjawab dengan kata yg sama jika anda tidak memahami apa yg saya maksudkan dengan kata itu?

Menulis panjang, tapi tidak menjawab.
Jadi Buddha itu Badut atau bukan?
Anda juga tidak kenal saya secara pribadi, hanya membaca tulisan saya, toh Anda bisa menilai saya dan juga orang lain.
Jika Anda tidak belajar apapun dari teks terjemahan Anda, lalu apa yang Anda ketahui sehingga bisa menilai sesuatu sebagai badut, dan sesuatu lain sebagai suci? Jika boleh tahu, apa parameter Anda dalam menilai sesuatu?

Terminologi badut siapa yang memulai memperkenalkan? Lalu apa relevansinya sehingga saya yang harus menjelaskan definisinya?

Jadi rupang itu bukan Anda hormati, lalu diapakan kalau boleh tahu?

Jika Anda benar tidak percaya Buddha, lalu atas dasar apa semua tulisan Anda disini tentang dharma?
Dan atas alasan apa pula sinisme yang Anda ungkapkan pada pandangan lain yang tidak sesuai dengan pandangan Anda tentang ajaran Buddha?
Saya dengan mudah bisa menemukan ribuan postingan Anda yang mementahkan tulisan Anda di atas, bahwa Anda tidak kenal Buddha, tidak tahu apa yang diterjemahkan, juga tidak menghormat rupang-Nya.
Bukti tertulis tidak bisa menyembunyikan fanatisme, sadari itu dan akui. :)

Tentang definisi badut, Anda sampaikan definisi Anda, saya akan iringi. Bagaimana? Cukup adil 'kan? Anda yang duluan mengetiknya, jadi Anda jelaskan versi Anda terlebih dahulu.

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 08:35:18 PM
Menulis panjang, tapi tidak menjawab.
Jadi Buddha itu Badut atau bukan?
no idea

Quote
Anda juga tidak kenal saya secara pribadi, hanya membaca tulisan saya, toh Anda bisa menilai saya dan juga orang lain.

spesialisasi saya memang menilai badut, karena sangat mudah.

Quote
Jika Anda tidak belajar apapun dari teks terjemahan Anda, lalu apa yang Anda ketahui sehingga bisa menilai sesuatu sebagai badut, dan sesuatu lain sebagai suci? Jika boleh tahu, apa parameter Anda dalam menilai sesuatu?

oops ... tidak boleh tahu. itu informasi rahasia.

Quote
Terminologi badut siapa yang memulai memperkenalkan? Lalu apa relevansinya sehingga saya yang harus menjelaskan definisinya?
saya yg mulai memperkenalkan plus dengan sedikit antisipasi dalam tanda kurung.

Quote
Jadi rupang itu bukan Anda hormati, lalu diapakan kalau boleh tahu?

kasih tau gak ya? mau tau aja apa mau tau banget?

Quote
Jika Anda benar tidak percaya Buddha, lalu atas dasar apa semua tulisan Anda disini tentang dharma?

tulisan yg mana?

Quote
Dan atas alasan apa pula sinisme yang Anda ungkapkan pada pandangan lain yang tidak sesuai dengan pandangan Anda tentang ajaran Buddha?

atas alasan "suka2 gue situ mau apa?"

Quote
Saya dengan mudah bisa menemukan ribuan postingan Anda yang mementahkan tulisan Anda di atas, bahwa Anda tidak kenal Buddha, tidak tahu apa yang diterjemahkan, juga tidak menghormat rupang-Nya.
Bukti tertulis tidak bisa menyembunyikan fanatisme, sadari itu dan akui. :)

loh kalau mudah ya silakan dilakukan, saya toh gak keberatan, tapi jangan lupa klik THANKS jika anda merasa bahwa postingan saya itu bermanfaat.

Quote
Tentang definisi badut, Anda sampaikan definisi Anda, saya akan iringi. Bagaimana? Cukup adil 'kan? Anda yang duluan mengetiknya, jadi Anda jelaskan versi Anda terlebih dahulu.


oh ... saya punya ide lebih baik, bagaimana jika anda sampaikan definisi anda, saya akan iringi?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 08:36:08 PM
Rekan Indra yang budiman, kebetulan saya menemukan postingan ini:

emang begitu? saya juga punya altar di rumah, patungnya saya beli dari langsung diletakkan di atas altar. mata patung itu sudah dlm kondisi setengah terbuka sejak dibeli, dan jika terbuka lebar menurut saya akan menjadi kurang indah, dan saya pasti memilih patung lain yg tersedia.

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22334.msg398025.html#msg398025

Kalau boleh tahu, rupang yang Anda beli itu untuk apa? Berhubung Anda meletakkannya di atas altar (meja bakti puja).

Salam kejujuran. Semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 08:37:39 PM
no idea

spesialisasi saya memang menilai badut, karena sangat mudah.

oops ... tidak boleh tahu. itu informasi rahasia.
saya yg mulai memperkenalkan plus dengan sedikit antisipasi dalam tanda kurung.

kasih tau gak ya? mau tau aja apa mau tau banget?

tulisan yg mana?

atas alasan "suka2 gue situ mau apa?"

loh kalau mudah ya silakan dilakukan, saya toh gak keberatan, tapi jangan lupa klik THANKS jika anda merasa bahwa postingan saya itu bermanfaat.

oh ... saya punya ide lebih baik, bagaimana jika anda sampaikan definisi anda, saya akan iringi?

Jadi cuma seperti ini kemampuan Anda?

Salam sejahtera.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 08:39:22 PM
Rekan Indra yang budiman, kebetulan saya menemukan postingan ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,22334.msg398025.html#msg398025

Kalau boleh tahu, rupang yang Anda beli itu untuk apa? Berhubung Anda meletakkannya di atas altar (meja bakti puja).

Salam kejujuran. Semoga berbahagia.  _/\_

oh itu cuma rupang Son Goku, Piccolo, Bejita, dan lain-lain, apakah anda juga menyukai anime?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 08:40:11 PM
Jadi cuma seperti ini kemampuan Anda?

Salam sejahtera.  _/\_

dengan orang bersel minimal saya memang cukup mengerahkan kemampuan minimal saja.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 08:54:25 PM
Sejauh ini ternyata minim yang bisa berdiskusi dengan baik, triknya masih sama: Argumentum ad hominem (menyerang karakter daripada menanggapi substansi), penghinaan (abusif) dan sarkasme, serta pengalihan topik (penyesatan relevansi).

Jika hanya seperti ini, tidak heran jika Buddhisme merosot.  :(

Orang bijak berani berbuat berani bertanggung jawab.
Orang belajar dharma tercermin dari tutur kata dan perbuatannya.
Berani menghina tapi tak terima dihina, inikah sikap seorang ksatria?

Melekat pada rakit tetap sebuah kemelekatan.
Belum bisa melepas jangan berpura-pura bisa melepas.

Kemunafikan lebih bahaya dari kemelekatan.
Jika memiliki keduanya maka bersiaplah melepaskan.

Melepaskan itu indah...

Seindah tidak memiliki ego.

Bebas leluasa,

... itu inti dari semua keberadaan.

Salam kebebasan. Semoga semuanya mencapai keterbebasan.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 08:57:48 PM
Sejauh ini ternyata minim yang bisa berdiskusi dengan baik, triknya masih sama: Argumentum ad hominem (menyerang karakter daripada menanggapi substansi), penghinaan (abusif) dan sarkasme, serta pengalihan topik (penyesatan relevansi).

Jika hanya seperti ini, tidak heran jika Buddhisme merosot.  :(

Orang bijak berani berbuat berani bertanggung jawab.
Orang belajar dharma tercermin dari tutur kata dan perbuatannya.
Berani menghina tapi tak terima dihina, inikah sikap seorang ksatria?

Melekat pada rakit tetap sebuah kemelekatan.
Belum bisa melepas jangan berpura-pura bisa melepas.

Kemunafikan lebih bahaya dari kemelekatan.
Jika memiliki keduanya maka bersiaplah melepaskan.

Melepaskan itu indah...

Seindah tidak memiliki ego.

Bebas leluasa,

... itu inti dari semua keberadaan.

Salam kebebasan. Semoga semuanya mencapai keterbebasan.  _/\_

suatu tulisan yg sangat indah, saya sangat terpesona melihat ada orang yg begitu mahir dalam menggambarkan dirinya sendiri, sesungguhnya orang spt anda adalah jarang terdapat di dunia, sebagian besar orang di dunia lebih ahli menilai orang lain daripada diri sendiri.

_/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 09:02:44 PM
dengan orang bersel minimal saya memang cukup mengerahkan kemampuan minimal saja.

Tidak ada gunanya menggunakan terminologi yang Anda tidak mampu jelaskan. Mau berekspresi saja malu ya? :)
Tidak apa-apa kalau emosi, tidak usah menggunakan terminologi abusif dan sindiran tertentu orang juga sudah paham.

Marah ya, pujaannya dihina?

Sudahlah... jangan mulai sesuatu yang Anda tidak mampu tuntaskan (terima balik).
Belajar dharma saja pelan-pelan, nanti juga sampai. Ini masukan tulus dari saya, bukan menghina atau yang lain-lain.

Senang bisa bertemu dengan Anda (secara maya).

Salam kebahagiaan ya, dari makhluk bersel satu... :)

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 January 2013, 09:07:24 PM
suatu tulisan yg sangat indah, saya sangat terpesona melihat ada orang yg begitu mahir dalam menggambarkan dirinya sendiri, sesungguhnya orang spt anda adalah jarang terdapat di dunia, sebagian besar orang di dunia lebih ahli menilai orang lain daripada diri sendiri.

_/\_

Tidak ada satu kata pun yang menggambarkan diri saya. Kata pengganti orang pertama (saya, aku) pun tidak ada dalam tulisan.

Sadari: Persepsi.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Indra on 11 January 2013, 09:23:53 PM
Tidak ada gunanya menggunakan terminologi yang Anda tidak mampu jelaskan. Mau berekspresi saja malu ya? :)

saya memang tidak perlu menjelaskan terminologi umum yg sudah sangat dimengerti oleh para pengunjung setia forum ini, melihat jumlah anda memang wajar kalau terminologi itu terasa sulit. kalau anda meminta dengan sopan mungkin saya akan menjelaskan pada anda.

Quote
Tidak apa-apa kalau emosi, tidak usah menggunakan terminologi abusif dan sindiran tertentu orang juga sudah paham.

loh kan tadi udah dikasih tau alasannya, lupa ya? banyak makan makanan bergizi untuk menambah jumlah.

Quote
Marah ya, pujaannya dihina?
saya sangat menikmati permainan ini, bagaimana mungkin bisa marah, sudahlah, tidak perlu berlagak suci dan sakti di sini, penonton sudah melihat wujud asli anda, anda tidak bisa membaca pikiran saya, buktinya anda tidak mampu menjawab pertanyaan kolor dari saya tadi.

Quote
Sudahlah... jangan mulai sesuatu yang Anda tidak mampu tuntaskan (terima balik).

same rule.

Quote
Belajar dharma saja pelan-pelan, nanti juga sampai. Ini masukan tulus dari saya, bukan menghina atau yang lain-lain.

saya hanya menerima masukan yg bagus, bukan sampah, maaf mengecewakan anda.

Quote
Senang bisa bertemu dengan Anda (secara maya).

nikmat bisa bertemu dengan anda (secara maya)

Quote
Salam kebahagiaan ya, dari makhluk bersel satu... :)

astaga ... ternyata dari spesies amoeba, saya terlalu menilai tinggi anda tadinya, maafkan saya.

Tidak ada satu kata pun yang menggambarkan diri saya. Kata pengganti orang pertama (saya, aku) pun tidak ada dalam tulisan.


tidakkah anda melihat betapa luar biasanya saya? bahkan tanpa menggunakan kata pengganti orang pertama pun saya mampu menebak bahwa anda sedang menjelaskan tentang diri anda sendiri yg begitu menyedihkan.


Quote
Sadari: Persepsi.

 _/\_

tuh kan anda memamerkan kesedikitan sel anda lagi,  seharusnya jangan cuma persepsi yg disadari, melainkan juga bentuk, perasaan, dst.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 January 2013, 11:30:14 AM
Quote

Quote from: Indra on Yesterday at 08:03:57 PM

    sepertinya anda yg memulai berputar, tapi baiklah saya selalu berbaik hati untuk melayani semua diskusi, bahkan dengan orang yg jumlah selnya minimal sekalipun.
    sejujurnya saya katakan, jika Buddha yg anda maksudkan adalah Buddha Gotama, saya bisa tegaskan bahwa saya tidak kenal secara pribadi dgn Beliau.
    mengenai Badut, karena kita menggunakan terminologi yg sama, kenapa anda merasa sangat cemas mengemukakan definisi anda?

    2. Teks Buddhisme yg saya terjemahkan itu entah apa saya tidak tahu, saya menerjemahkannya atas permintaan teman2, dan saya tidak memahami ilmu apa yg diajarkan dalam teks tersebut, bagaimana menurut anda?

    3. Saya tidak menghormati rupang, apakah anda memiliki mata dewa sehingga melihat saya menghormati rupang, bisakah anda melihat warna apa kolor yg saya pakai hari ini?

    4. Saya tidak percaya sedikit pun pada kata-kata Buddha pada Tripitaka, bahkan saya meragukan Tripitaka itu berisi kata2 Buddha. anda sudah berkali2 salah melihat, jadi tidak perlu berlagak jadi orang sakti di sini.

    pertama kali saya menyebut BADUT adalah dalam kalimat ini "seorang badut penipu (gak boleh sebut nama) pernah mengaku minum kopi bareng Buddha Gotama", dan jika anda punya mata, pasti punya, tapi apakah bisa melihat, atau jika anda tidak buta huruf, saya sudah mencantumkan T&C dalam tanda kurung. dan pada jawaban anda, anda juga menggunakan kata yg sama, lalu kenapa anda menjawab dengan kata yg sama jika anda tidak memahami apa yg saya maksudkan dengan kata itu?


Quote

quote from Sunya :

Menulis panjang, tapi tidak menjawab.
Jadi Buddha itu Badut atau bukan?
Anda juga tidak kenal saya secara pribadi, hanya membaca tulisan saya, toh Anda bisa menilai saya dan juga orang lain.
Jika Anda tidak belajar apapun dari teks terjemahan Anda, lalu apa yang Anda ketahui sehingga bisa menilai sesuatu sebagai badut, dan sesuatu lain sebagai suci? Jika boleh tahu, apa parameter Anda dalam menilai sesuatu?

Terminologi badut siapa yang memulai memperkenalkan? Lalu apa relevansinya sehingga saya yang harus menjelaskan definisinya?

Jadi rupang itu bukan Anda hormati, lalu diapakan kalau boleh tahu?

Jika Anda benar tidak percaya Buddha, lalu atas dasar apa semua tulisan Anda disini tentang dharma?
Dan atas alasan apa pula sinisme yang Anda ungkapkan pada pandangan lain yang tidak sesuai dengan pandangan Anda tentang ajaran Buddha?
Saya dengan mudah bisa menemukan ribuan postingan Anda yang mementahkan tulisan Anda di atas, bahwa Anda tidak kenal Buddha, tidak tahu apa yang diterjemahkan, juga tidak menghormat rupang-Nya.
Bukti tertulis tidak bisa menyembunyikan fanatisme, sadari itu dan akui. :)

Tentang definisi badut, Anda sampaikan definisi Anda, saya akan iringi. Bagaimana? Cukup adil 'kan? Anda yang duluan mengetiknya, jadi Anda jelaskan versi Anda terlebih dahulu.


Quote


Thank you from member GandalfTheElf :

Salam.  _/\_
Follow members gave a thank to your post:
GandalfTheElder
For this post, 1 member gave a thank you!


--------------------------------------

Rupa-nya member GandalfTheElder menyimak thread ini, dan khusus memberikan tanda ThankYou... hihihihihi... ayooo ikutan donk...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 January 2013, 11:33:48 AM
Tidak ada gunanya menggunakan terminologi yang Anda tidak mampu jelaskan. Mau berekspresi saja malu ya? :)
Tidak apa-apa kalau emosi, tidak usah menggunakan terminologi abusif dan sindiran tertentu orang juga sudah paham.

Marah ya, pujaannya dihina?

Sudahlah... jangan mulai sesuatu yang Anda tidak mampu tuntaskan (terima balik).
Belajar dharma saja pelan-pelan, nanti juga sampai. Ini masukan tulus dari saya, bukan menghina atau yang lain-lain.

Senang bisa bertemu dengan Anda (secara maya).

Salam kebahagiaan ya, dari makhluk bersel satu... :)

 _/\_

ISI = KOSONG, KOSONG = ISI...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 12 January 2013, 01:36:12 PM
Halo, rekan Ryu.

Yang Anda tebalkan itu 'kan konsep agama Buddha. Sedangkan yang Anda tanya di postingan lain adalah konsep agama theistik.

Tentu tidak bijak menggunakan parameter agama Buddha untuk menilai kepercayaan lain, sama seperti halnya menggunakan parameter agama lain untuk mengukur atau menilai dan memvonis agama Buddha.

Demikian.

Selain itu, tentu kita juga tahu, ada kebenaran mutlak dan kebenaran konvensional (terkondisi, bersifat relatif). Jadi bila membicarakan sesuatu, tentu sesuai konteksnya.

Oke, semoga berbahagia.  _/\_
menurut anda ajaran buda kebenaran mutlak atau bijimana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 12 January 2013, 04:00:47 PM
menurut anda ajaran buda kebenaran mutlak atau bijimana?

Buddha, maksudnya?

Tentu saja kebenaran mutlak, walau tetap mengajarkan kebenaran kondisional (kebenaran yang sesuai dengan kondisi makhluk dan lingkungan).

Saya percaya ajaran Buddha bukan karena diajari (indoktrinasi) sejak kecil, bukan pula menempuh pendidikan akademis (misalnya sarjana Buddhis atau ahli Tripitaka), tapi dari pengalaman saya sendiri. Bukan mau menyombongkan diri, tapi bila ditanya jujur, itulah jawaban saya.

Bukan belajar kitab itu salah, tapi kita jangan menganggapnya kebenaran mutlak (bila ada yang bercerita di luar itu maka kita bantah duluan karena tidak ditulis di kitab). Saya kira umat Buddha harus belajar bijak dan arif menyikapi kehidupan khususnya spiritual.

Kita lihat di forum-forum keyakinan lain banyak yang berkata, "Jangan kira ahli kitab itu pasti masuk surga", atau "Perkembangan spiritual tidak hanya didapat dari agama belaka".
Saya termasuk yang setuju dengan dua pernyataan itu.
Bukan kita mendewakan logika atau kemampuan diri sendiri, tapi pembuktian dan analisa pribadi memegang peranan penting dalam dunia spiritual.
"Katanya-katanya" sangat tidak tidak bisa dijadikan pegangan terutama jika Anda sudah tembus sampai taraf tertentu (banyak rintangan yang menjebak dan seolah kelihatan benar padahal tidak).
Mara saja bisa menyamar menjadi Buddha atau Bodhisattva, kalau bukan percaya pada kebenaran dan kebaikan, serta percaya pada penglihatan diri sendiri, kita mau percaya apa/siapa?

Begitu... Panjang-panjang menulis intinya ehipassiko saja. Saya kira saya masih dalam jalur pelatihan yang tepat, bukan?

Mohon koreksinya.

Terima kasih.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 12 January 2013, 04:02:17 PM
Sekedar info, saya dulunya penganut kepercayaan monotheistik.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 12 January 2013, 05:12:08 PM
Sekedar info, saya dulunya penganut kepercayaan monotheistik.

 _/\_

mungkin saja ntar anda akan belajar dan meyakini ajaran di Pali Kanon (Kitab berbahasa Pali). who knows ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 13 January 2013, 06:31:37 AM
--------------------------------------

Rupa-nya member GandalfTheElder menyimak thread ini, dan khusus memberikan tanda ThankYou... hihihihihi... ayooo ikutan donk...

udah 'tua', capek  :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 13 January 2013, 06:37:30 AM

Mara saja bisa menyamar menjadi Buddha atau Bodhisattva, kalau bukan percaya pada kebenaran dan kebaikan, serta percaya pada penglihatan diri sendiri, kita mau percaya apa/siapa?

bold : cerita atau khayalan ?

Quote
Begitu... Panjang-panjang menulis intinya ehipassiko saja. Saya kira saya masih dalam jalur pelatihan yang tepat, bukan?

Mohon koreksinya.

Terima kasih.

 _/\_

latihan dan praktekknya nya dengan baca keng ?

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 January 2013, 10:31:03 AM
Buddha, maksudnya?

Tentu saja kebenaran mutlak, walau tetap mengajarkan kebenaran kondisional (kebenaran yang sesuai dengan kondisi makhluk dan lingkungan).
oh jadi menurut anda ajaran lain selain ajaran buda bukan kebenaran mutlak ya?

Quote
Saya percaya ajaran Buddha bukan karena diajari (indoktrinasi) sejak kecil, bukan pula menempuh pendidikan akademis (misalnya sarjana Buddhis atau ahli Tripitaka), tapi dari pengalaman saya sendiri. Bukan mau menyombongkan diri, tapi bila ditanya jujur, itulah jawaban saya.
ini sebatas kepercayaan anda atau kepercayaan semua umat buda?

Quote
Bukan belajar kitab itu salah, tapi kita jangan menganggapnya kebenaran mutlak (bila ada yang bercerita di luar itu maka kita bantah duluan karena tidak ditulis di kitab). Saya kira umat Buddha harus belajar bijak dan arif menyikapi kehidupan khususnya spiritual.

Kita lihat di forum-forum keyakinan lain banyak yang berkata, "Jangan kira ahli kitab itu pasti masuk surga", atau "Perkembangan spiritual tidak hanya didapat dari agama belaka".
Saya termasuk yang setuju dengan dua pernyataan itu.
jangankan kitab, kepercayaan orang saja saya meragukan kok
Quote
Bukan kita mendewakan logika atau kemampuan diri sendiri, tapi pembuktian dan analisa pribadi memegang peranan penting dalam dunia spiritual.
boleh di share menurut cara logika anda di sini?
Quote
"Katanya-katanya" sangat tidak tidak bisa dijadikan pegangan terutama jika Anda sudah tembus sampai taraf tertentu (banyak rintangan yang menjebak dan seolah kelihatan benar padahal tidak).
Mara saja bisa menyamar menjadi Buddha atau Bodhisattva, kalau bukan percaya pada kebenaran dan kebaikan, serta percaya pada penglihatan diri sendiri, kita mau percaya apa/siapa?
jadi penglihatan diri sendiri bisa di percaya ya?

Quote
Begitu... Panjang-panjang menulis intinya ehipassiko saja. Saya kira saya masih dalam jalur pelatihan yang tepat, bukan?

Mohon koreksinya.


Terima kasih.

 _/\_
entahlah, coba lagi :D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 13 January 2013, 01:13:24 PM
oh jadi menurut anda ajaran lain selain ajaran buda bukan kebenaran mutlak ya?
ini sebatas kepercayaan anda atau kepercayaan semua umat buda?
jangankan kitab, kepercayaan orang saja saya meragukan kokboleh di share menurut cara logika anda di sini?jadi penglihatan diri sendiri bisa di percaya ya?
entahlah, coba lagi :D

Halo. :)

Untuk memperjelas, kita samakan persepsi dulu ya.
Saya kurang paham apa itu Buda, mohon dijelaskan maksudnya (sudah kedua kali saya bertanya).

Tentang kepercayaan, saya hanya mewakili diri saya sendiri. Saya percaya Anda dan yang lain pun begitu (masing-masing dengan kepercayaannya, walau bisa saja satu aliran atau satu wadah agama).

Kalau dari kata-kata Anda di atas, berarti kepercayaan orang lebih tinggi nilainya dari kata-kata kitab?
Logika saya ehipassiko. Kalau Anda?

Kalau bukan percaya dengan diri sendiri, kita mau percaya siapa atau apa?

Mohon pandangannya.

Terima kasih.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 January 2013, 05:28:06 PM
Halo. :)

Untuk memperjelas, kita samakan persepsi dulu ya.
Saya kurang paham apa itu Buda, mohon dijelaskan maksudnya (sudah kedua kali saya bertanya).
Buda khan panutan atau yang sering di sembah/dipuja sama anda ?

Quote
Tentang kepercayaan, saya hanya mewakili diri saya sendiri. Saya percaya Anda dan yang lain pun begitu (masing-masing dengan kepercayaannya, walau bisa saja satu aliran atau satu wadah agama).
i see

Quote
Kalau dari kata-kata Anda di atas, berarti kepercayaan orang lebih tinggi nilainya dari kata-kata kitab?
?? kok kesimpulannya gitu?

Quote
Logika saya ehipassiko. Kalau Anda?
[morpheus]ragu pangkal cerah [/morpheus]

Quote
Kalau bukan percaya dengan diri sendiri, kita mau percaya siapa atau apa?

Mohon pandangannya.
ragukan semuanya

Quote
Terima kasih.  _/\_
same2

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 13 January 2013, 06:04:06 PM
Buda khan panutan atau yang sering di sembah/dipuja sama anda ?
i see
?? kok kesimpulannya gitu?
[morpheus]ragu pangkal cerah [/morpheus]
ragukan semuanya
same2

Hm, jadi begini ya?  :-?

 ::)

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: morpheus on 13 January 2013, 08:39:08 PM
pantesan kursi saya terasa panas, ternyata ada yang mengutip kata2 dan menyebut nama saya dengan tidak hormat  ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 13 January 2013, 09:53:27 PM
pantesan kursi saya terasa panas, ternyata ada yang mengutip kata2 dan menyebut nama saya dengan tidak hormat  ;D
khan ada tuh [sumber] namanya wkwkwkwkwk
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 20 January 2013, 08:48:02 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

[at] Sunya:

Maksud saya, dalam sutta2 Pali Sang Buddha hanya menyatakan satu jalan (kendaraan) menuju Pencerahan, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa pada Kearahatan spt yg telah Beliau tempuh dan Beliau sarankan kepada para siswa-Nya dengan mengatakan inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi, tetapi Beliau tidak mengatakan bahwa jalan lain selain menuju Kearahatan itu rendah/kecil (misalnya jalan menuju Brahma melalui Empat Keadaan Tanpa Batas).

Namun tiba2 dalam sutra2 Mahayana Sang Buddha mengatakan jalan Kebuddhaan/Bodhisattva lebih tinggi dengan menyatakan bahwa jalan Kearahatan yang telah diajarkan sebelumnya lebih rendah/kecil, hanya untuk mereka yang tidak "berkemampuan" atau "egois". Sepertinya Sang Buddha tidak konsisten dengan kata2-Nya sendiri dalam sutra2 Mahayana.

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 20 January 2013, 10:31:12 PM
Namo tassa bhagavato arahato samma sambuddhassa
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 21 January 2013, 06:04:46 AM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Namo tassa bhagavato arahato samma sambuddhassa

harusnya pengarang dadakan itu menambah :  namo tassa bhagavato arahato mahasatvaya samma sambuddhassa  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 21 January 2013, 12:23:39 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_

cekidot di Saddharmapundarika sutra soal Sravaka di dalam Hinayana...
http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 21 January 2013, 09:54:25 PM
Topik pindahan dari: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23743.msg433009.html#msg433009

Betul, dan dari penjelasan Anda sendiri sudah cukup jelas (saya beri warna biru). Lalu, teks yang saya beri warna merah, saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

Tentang pernyataan "Inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi", sebenarnya secara implisit ini sudah menyiratkan bahwa yang lain lebih rendah dari yang tertinggi tersebut. Ini hanya persoalan cara pengungkapan saja. Misalnya saya katakan saya paling pintar di dunia, bukankah secara tidak langsung menyatakan yang lain tidak lebih pintar dari saya? Kira-kira seperti itu logika linguistiknya.

Tentang ketidaksamaan perkataan Buddha dengan sutta sebelumnya, saya kira hanya persoalan segmentasi audiens. Maksudnya, jika kita di sebuah kelas setingkat TK, kita bisa mengatakan, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan tepat warnanya, maka dia murid paling pintar di kelas ini."

Lalu, di kesempatan lain (sepuluh tahun kemudian), masih di komposisi kelas yang sama (murid-muridnya sama, tapi usia sudah lebih dewasa), maka bisa saja kata-kata itu berubah, "Siapa yang bisa menggambar buah dengan warna kreatif dan tidak sama dengan aslinya, tapi terlihat segar dan menawan, maka ia yang paling pandai dalam kelas seni kreatif ini."

Kalau tentang "tidak berkemampuan" atau "egois", saya kira harus ada rujukan sutra yang dimaksud, dan bisa divalidasi/diverifikasi keabsahannya. Benar, memang dalam sutra-sutra Mahayana rata-rata memusatkan pencapaian pada Samma Sambuddha, tapi jika menghina atau merendahkan tingkat spiritual yang sudah diajarkan sebelumnya, saya kira juga agak mustahil.

Jadi, saya minta sutra valid (sah) yang dimaksud, tentang perendahan makna pencapaian spiritual tertentu, yang saya kira tidak mungkin dilontarkan oleh sosok manifestasi Sakyamuni (bahkan jika bicara perbedaan pandangan, dalam aliran tertentu saja sosok Sakyamuni sudah tidak mungkin bermanifestasi kembali dalam wujud apapun, jadi seharusnya jika tokoh sentralnya saja diragukan masih ada, bagaimana mungkin dan apa relevansinya membicarakan sutra-sutra yang notabene diragukan keabsahan dan keberadaan penulis/pencetusnya?).

Kita berusaha fokus dan tidak melebar. Semoga diskusi bisa membawa manfaat. Salam.  _/\_

Tak lama setelah Pencerahan-Nya Sang Buddha berkata kepada Upaka yang bertemu dengan Beliau di jalan:

‘Aku adalah seorang yang telah melampaui segalanya, pengenal segalanya,
Tidak ternoda di antara segalanya, meninggalkan segalanya,
Terbebaskan dalam lenyapnya nafsu. Setelah mengetahui semua ini
Bagi diriKu, siapakah yang harus Kutunjuk sebagai guru?

‘Aku tidak memiliki guru, dan seseorang yang setara denganKu
Tidak ada di segala alam
Bersama dengan semua deva, karena Aku tidak memiliki
Siapapun yang dapat menandingiKu.

‘Karena Aku adalah Arahant di dunia ini,
Aku adalah Guru Tertinggi.
Aku sendiri adalah seorang Yang Tercerahkan Sempurna
Yang api-apinya telah padam.

Aku pergi sekarang ke kota Kāsi
Untuk memutar Roda Dhamma.
Dalam dunia yang telah buta
Aku pergi untuk menabuh tambur Keabadian.’

‘Dengan pengakuanMu, teman,
Engkau pasti adalah Pemenang Segalanya.’  [28]

‘Para pemenang adalah mereka yang sepertiKu
Yang telah memenangkan penghancuran noda-noda.
Aku telah menaklukkan segala kondisi jahat,
Oleh karena itu, Upaka, Aku adalah pemenang.’
(MN 26: Ariyapariyesana Sutta, http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375040.html#msg375040 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375040.html#msg375040))

Dalam sutta yang sama, ketika berjumpa dengan lima pertapa yang kemudian menjadi lima bhikkhu pertama, Sang Buddha mengatakan:

 “Kemudian Aku memberitahu mereka: ‘Para bhikkhu, jangan menyapa Sang Tathāgata dengan nama dan sebagai “teman.” Sang Tathāgata adalah seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu, Keabadian telah tercapai. Aku akan memberikan instruksi kepada kalian, Aku akan mengajarkan Dhamma kepada kalian. Dengan mempraktikkan sesuai yang diinstruksikan, dengan menembusnya untuk kalian sendiri di sini dan saat ini melalui pengetahuan langsung, kalian akan segera memasuki dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang karenanya para anggota keluarga meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah.’

Ketika memberikan ajaran pertama (Dhammacakkappavattana Sutta) Sang Buddha mengatakan tentang Empat Kebenaran Mulia (yang dlm ajaran Mahayana dianggap landasan bagi Kearahatan) yang ditembus-Nya sehingga mencapai tingkat Kebuddhaan:

“Selama, para bhikkhu, pengetahuanKu dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini belum sempurna dimurnikan dengan cara ini,  [35]Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika pengetahuanKu dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini telah sempurna dimurnikan dengan cara ini, maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: ‘Kebebasan batinKu tidak tergoyahkan. Ini adalah kelahiranKu yang terakhir. Tidak akan ada lagi penjelmaan baru.’”
(http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375041.html#msg375041 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg375041.html#msg375041))

Tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan, dalam Dhammapada dikatakan sbb:

273. Di antara semua jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah yang terbaik; di antara semua kebenaran, Empat Kebenaran Mulia adalah yang terbaik. Di antara semua keadaan, maka keadaan tanpa nafsu (viraga = Nibbana) adalah yang terbaik; dan di antara semua makhluk hidup, maka orang yang melihat [Empat Kebenaran Mulia] adalah yang terbaik.

274. Inilah satu-satunya jalan. Tidak ada jalan lain yang dapat membawa pada kemurnian pandangan. Ikutilah jalan ini, yang dapat mengalahkan Mara (penggoda).

275. Dengan mengikuti jalan ini, engkau dapat mengakhiri penderitaan. Dan jalan ini pula yang Kutunjukkan setelah Aku mengetahui bagaimana cara mencabut duri-duri (kekotoran batin).

Tentang rujukan dari sutra Mahayana tentang keegoisan jalan Kearahatan, salah satunya dikatakan demikian:

'Subhuti, to sum up, the merits resulting from this sutra are inconceivable, inestimable and without limit. The Tathagata expounds it to those initiated into the Mahayana and the Supreme Yana. If they are able to receive, hold (in mind), read and recite it and expound it widely to others, the Tathagata will know and will see that they will achieve inexpressible and inconceivable merits that are without measure or limit. They will bear (responsibility for) the Tathagata's Supreme Enlightenment (Anuttara-samyak-sambodhi.) Why? Because, Subhuti, those who take delight in the Hinayana and hold the view of an ego, a personality, a being and a life, cannot listen to, receive, hold (in mind), read and recite this sutra and explain it to others.
( Vajracchedika-prajna-paramita Sutra, http://www.fodian.net/world/diamond2.htm (http://www.fodian.net/world/diamond2.htm))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 21 January 2013, 09:59:03 PM
O ya ketinggalan, satu lagi: dalam sutta Pali Sang BUddha tidak begitu membedakan antara diri-Nya dengan para Arahat spt yang disebutkan dalam sutta berikut:

 “Para bhikkhu, melalui kekecewaan terhadap bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran, melalui peluruhannya dan lenyapnya, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, terbebaskan melalui ketidak-melekatan; Beliau disebut Yang Tercerahkan Sempurna. Melalui kekecewaan terhadap bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran, melalui meluruhnya dan lenyapnya, seorang bhikkhu yang terbebaskan oleh kebijaksanaan terbebaskan melalui ketidak-melekatan; ia disebut terbebaskan melalui kebijaksanaan.  [57]

“Karena itu, para bhikkhu, apakah yang menjadi perbedaan, kesenjangan, yang membedakan antara Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dan seorang bhikkhu yang terbebaskan melalui kebijaksanaan?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Sang Tathāgata, para bhikkhu, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, adalah penemu jalan yang belum muncul sebelumnya, pembuat jalan yang belum dibuat sebelumnya, yang menyatakan jalan yang belum dinyatakan sebelumnya. Beliau adalah pengenal sang jalan, penemu sang jalan, yang terampil dalam jalan. Dan para siswaNya sekarang berdiam dengan mengikuti jalan tersebut dan menjadi memilikinya sesudahnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah perbedaan, kesenjangan, yang membedakan antara Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dan seorang bhikkhu yang terbebaskan oleh kebijaksanaan.”
(SN 22:58, http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg401429.html#msg401429 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg401429.html#msg401429))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 22 January 2013, 12:38:37 PM
bro Seniya, dari post terakhir, Arahat, Arahat dan Arahat
tapi tidak ada jawaban dari yang mengkultuskan bodhisatwa !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 22 January 2013, 09:17:42 PM
harusnya pengarang dadakan itu menambah :  namo tassa bhagavato arahato mahasatvaya samma sambuddhassa  ^-^

Wah saya tidak tahu kenapa tidak ditambahkan demikian. Namun setidaknya title Arahat/Arhat juga melekat pada seorang Sammasambuddha/Samyaksambuddha, hal ini banyak tercantum juga di sutra-sutra Mahayana. Contoh:

Namo Bhagavate Bhaisajyaguru vaiduryaprabharajaya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya tadyatha: Om Bhaisajye Bhaisajye Maha Bhaisajye-samudgate Svaha (Mantra di Bhaisajyaguru Vaiduryaprabharajaya Sutra)

Namo bhagavate Sakyamuniye Arhate Samyaksambuddhaya. (salah satu bagian dari Surangama Mantra)

Jadi jika merujuk sutra maka yang mengatakan bahwa seorang Samyaksambuddha bukan Arahat jelas keliru, mungkin perlu banyak baca lagi sutra-sutra.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 22 January 2013, 09:18:59 PM
cekidot di Saddharmapundarika sutra soal Sravaka di dalam Hinayana...
http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm


Mungkin Sdr. Dilbert berkenan untuk memberi intisari dari sutra tersebut berkaitan dengan Sravaka, mengingat mungkin ada yang malas membacanya atau mungkin ada yang khawatir dirinya akan disebut “sutra minded” setelah membaca sutra tersebut.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 22 January 2013, 09:21:41 PM
‘Aku tidak memiliki guru, dan seseorang yang setara denganKu
Tidak ada di segala alam
Bersama dengan semua deva, karena Aku tidak memiliki
Siapapun yang dapat menandingiKu.

‘Karena Aku adalah Arahant di dunia ini,
Aku adalah Guru Tertinggi.
Aku sendiri adalah seorang Yang Tercerahkan Sempurna


Ah.. ini kan kitab Pali bukan Mahayana punya  :P ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 22 January 2013, 09:33:46 PM
Iya, krn gw gak punya bnyk akses k teks2 Mahayana. Taunya yg pali doank. Kalo ad yg bisa bantuin carikan teks2 Mahayana yg lain yg merendahkan Arahat n mengkultuskan Bodhisattva selain Diamond Sutra td.

Kalo Saddharmapundarika Sutra gw pernah baca tp blm habis n blm menemukan yg dimaksud.

NB: Maaf, bukan bermaksud mencari kesalahan/kelemahan dlm sutra2 Mahayana, tp hny sekedar ingin tahu aja. Jika pengertian saya thd sutra2 Mahayana tsb salah, mohon dikoreksi....
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 22 January 2013, 10:14:13 PM
Iya, krn gw gak punya bnyk akses k teks2 Mahayana. Taunya yg pali doank. Kalo ad yg bisa bantuin carikan teks2 Mahayana yg lain yg merendahkan Arahat n mengkultuskan Bodhisattva selain Diamond Sutra td.

Kalo Saddharmapundarika Sutra gw pernah baca tp blm habis n blm menemukan yg dimaksud.

NB: Maaf, bukan bermaksud mencari kesalahan/kelemahan dlm sutra2 Mahayana, tp hny sekedar ingin tahu aja. Jika pengertian saya thd sutra2 Mahayana tsb salah, mohon dikoreksi....

Setahu saya dalam Saddharmapundarika Sutra dikatakan Sariputra akan menjadi Buddha bernama Padmaprabha, padahal Sariputra saat itu telah mencapai tingkat Arahat. Secara tidak langsung ini mengatakan bahwa tingkat Arhat masih bisa di upgrade lagi, jadi belum sempurna.

Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra, http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html (http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html)

Ratu Srimala disuruh Sang Buddha untuk menjelaskan/membabarkan ajaran yang telah diberikan oleh Sang Buddha. Dalam pembabarannya salah satunya menyinggung mengenai Arhat dan Pratyekabuddha yang masih memiliki rasa takut dan juga akan dilahirkan kembali.

Spoiler: ShowHide
"Queen, you must preach eloquently the embrace of the Illustrious Doctrine that was held by all the Buddhas and was explained by me." Queen Srimala replied to the Lord, "Very well." Having thought over the Lord's exhortation, she appealed to the Lord with these words:

…..Lord, the Arhats and Pratyekabuddhas not only take refuge in Tathagatahood, but also have fear. This is because both the Arhats and Pratyekabuddhas hold to the idea of nonforbearing fear toward all constructions, for example, as though facing an executioner with uplifted sword. On that account, neither attains the deliverance that has endless bliss. But Lord, the refuge does not seek a refuge. Just as sentient beings without a refuge are fearful of this and that and seek deliverance from this and that, so also the Arhats and Pratyekabuddhas fear and, beset with fear, the Arhats and Pratyekabuddhas take refuge in the Lord.

Lord, not only do the Arhats and Pratyekabuddhas have fear, but also, that being the case, both have a remainder of rebirth nature and are eventually reborn. They have a remainder of resort; hence they are not pure. They have not finished with karma; hence they have many needs. Besides, they have many natures to be eliminated; and because those are not eliminated, the Arhats and Pratyekabuddhas are far away from the Nirvana-realm........"

(Srimala Devi Simhanada Sutra - Chapter Three: Clarifying the Final Meaning  5. One Vehicle)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 23 January 2013, 06:49:08 AM
Setahu saya dalam Saddharmapundarika Sutra dikatakan Sariputra akan menjadi Buddha bernama Padmaprabha, padahal Sariputra saat itu telah mencapai tingkat Arahat. Secara tidak langsung ini mengatakan bahwa tingkat Arhat masih bisa di upgrade lagi, jadi belum sempurna.

Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra, http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html (http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html)

Ratu Srimala disuruh Sang Buddha untuk menjelaskan/membabarkan ajaran yang telah diberikan oleh Sang Buddha. Dalam pembabarannya salah satunya menyinggung mengenai Arhat dan Pratyekabuddha yang masih memiliki rasa takut dan juga akan dilahirkan kembali.

Spoiler: ShowHide
"Queen, you must preach eloquently the embrace of the Illustrious Doctrine that was held by all the Buddhas and was explained by me." Queen Srimala replied to the Lord, "Very well." Having thought over the Lord's exhortation, she appealed to the Lord with these words:

…..Lord, the Arhats and Pratyekabuddhas not only take refuge in Tathagatahood, but also have fear. This is because both the Arhats and Pratyekabuddhas hold to the idea of nonforbearing fear toward all constructions, for example, as though facing an executioner with uplifted sword. On that account, neither attains the deliverance that has endless bliss. But Lord, the refuge does not seek a refuge. Just as sentient beings without a refuge are fearful of this and that and seek deliverance from this and that, so also the Arhats and Pratyekabuddhas fear and, beset with fear, the Arhats and Pratyekabuddhas take refuge in the Lord.

Lord, not only do the Arhats and Pratyekabuddhas have fear, but also, that being the case, both have a remainder of rebirth nature and are eventually reborn. They have a remainder of resort; hence they are not pure. They have not finished with karma; hence they have many needs. Besides, they have many natures to be eliminated; and because those are not eliminated, the Arhats and Pratyekabuddhas are far away from the Nirvana-realm........"

(Srimala Devi Simhanada Sutra - Chapter Three: Clarifying the Final Meaning  5. One Vehicle)

pantesan ada pengakuan arahat mengangis, ada pertemuan dengan buddha minum kopi, dll, bukankah begitu om kelana?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 23 January 2013, 07:25:31 AM
Setahu saya dalam Saddharmapundarika Sutra dikatakan Sariputra akan menjadi Buddha bernama Padmaprabha, padahal Sariputra saat itu telah mencapai tingkat Arahat. Secara tidak langsung ini mengatakan bahwa tingkat Arhat masih bisa di upgrade lagi, jadi belum sempurna.

Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra, http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html (http://www.hermeticsource.info/srimalaidevi-simhanada-sutra-lions-roar-of-queen-srimala.html)

Ratu Srimala disuruh Sang Buddha untuk menjelaskan/membabarkan ajaran yang telah diberikan oleh Sang Buddha. Dalam pembabarannya salah satunya menyinggung mengenai Arhat dan Pratyekabuddha yang masih memiliki rasa takut dan juga akan dilahirkan kembali.

Spoiler: ShowHide
"Queen, you must preach eloquently the embrace of the Illustrious Doctrine that was held by all the Buddhas and was explained by me." Queen Srimala replied to the Lord, "Very well." Having thought over the Lord's exhortation, she appealed to the Lord with these words:

…..Lord, the Arhats and Pratyekabuddhas not only take refuge in Tathagatahood, but also have fear. This is because both the Arhats and Pratyekabuddhas hold to the idea of nonforbearing fear toward all constructions, for example, as though facing an executioner with uplifted sword. On that account, neither attains the deliverance that has endless bliss. But Lord, the refuge does not seek a refuge. Just as sentient beings without a refuge are fearful of this and that and seek deliverance from this and that, so also the Arhats and Pratyekabuddhas fear and, beset with fear, the Arhats and Pratyekabuddhas take refuge in the Lord.

Lord, not only do the Arhats and Pratyekabuddhas have fear, but also, that being the case, both have a remainder of rebirth nature and are eventually reborn. They have a remainder of resort; hence they are not pure. They have not finished with karma; hence they have many needs. Besides, they have many natures to be eliminated; and because those are not eliminated, the Arhats and Pratyekabuddhas are far away from the Nirvana-realm........"

(Srimala Devi Simhanada Sutra - Chapter Three: Clarifying the Final Meaning  5. One Vehicle)


Thx atas tambahannya. Soal Saddharmapundarika Sutra memang disebutkan Sariputra yang sudah Arahat akan menjadi Buddha lagi sehingga menyiratkan pencapaian Arahat belum final.... Kita tunggu penjelasan dari yang benar2 ngerti sutra2 Mahayana saja.... :)
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 23 January 2013, 08:33:30 AM
pantesan ada pengakuan arahat mengangis, ada pertemuan dengan buddha minum kopi, dll, bukankah begitu om kelana?

Mungkin saja. Tapi, penurunan status Arahant dalam sutra-sutra Mahayana, menurut saya cenderung lebih banyak mengakibatkan beralihnya niat aspirasi seseorang ke jalan Mahayana yaitu jalan bodhisattva.

Kalau masalah Buddha yang sudah parinirvana bisa minum kopi, itu akibat dari penggunaan istilah-istilah positif dan personifikasi dalam Mahayana yang beberapa menjadi kebablasan.  Contoh:  parinirvana yang berarti padam penuh/total merupakan istilah negatif karena berkesan kosong, tidak ada apa-apa,  menjadi Dharmakaya (tubuh Dharma)  yang bersifat positif karena berkesan ada sesuatu yaitu tubuh. Ada istilah Tathagatagarbha (rahim/embrio/janin Tatagatha). Kemudian kebablasan dianggap bisa berjalan, berkomunikasi, dll. Kemudian aliran Vajrayana kebabalasan juga menjadikannya Adi-Buddha (Buddha Awal) berkesan adanya sosok Buddha – mungkin tidak bisa menerima tidak adanya penyebab awal. Kemudian muncullah simbol berupa patung Adi-Buddha memeluk wanita.

Menariknya, sutra Mahayana sendiri yaitu Lankavatara Sutra menjelaskan bahwa penggunaan istilah positif tersebut sebagai cara untuk merangkul mereka-mereka yang masih memegang erat pemikiran akan adanya Atta/Atman/ Diri sejati.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 23 January 2013, 11:14:21 AM
Wah saya tidak tahu kenapa tidak ditambahkan demikian. Namun setidaknya title Arahat/Arhat juga melekat pada seorang Sammasambuddha/Samyaksambuddha, hal ini banyak tercantum juga di sutra-sutra Mahayana. Contoh:

Namo Bhagavate Bhaisajyaguru vaiduryaprabharajaya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya tadyatha: Om Bhaisajye Bhaisajye Maha Bhaisajye-samudgate Svaha (Mantra di Bhaisajyaguru Vaiduryaprabharajaya Sutra)

Namo bhagavate Sakyamuniye Arhate Samyaksambuddhaya. (salah satu bagian dari Surangama Mantra)

Jadi jika merujuk sutra maka yang mengatakan bahwa seorang Samyaksambuddha bukan Arahat jelas keliru, mungkin perlu banyak baca lagi sutra-sutra.


Pengarang Sutra-sutra-nya beda-beda, terus tidak dari satu jaman, terus tidak satu ajaran, yah begini-lah, gak konsisten dari awal sampai akhir. maka-nya kenapa Mahayana tidak ada konsili sangha lagi. Sutra-nya cuma di kompilasi saja (dikumpul2in).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 03:15:20 AM
Iya, krn gw gak punya bnyk akses k teks2 Mahayana. Taunya yg pali doank. Kalo ad yg bisa bantuin carikan teks2 Mahayana yg lain yg merendahkan Arahat n mengkultuskan Bodhisattva selain Diamond Sutra td.

Kalo Saddharmapundarika Sutra gw pernah baca tp blm habis n blm menemukan yg dimaksud.

NB: Maaf, bukan bermaksud mencari kesalahan/kelemahan dlm sutra2 Mahayana, tp hny sekedar ingin tahu aja. Jika pengertian saya thd sutra2 Mahayana tsb salah, mohon dikoreksi....

Saya sangat menghargai usaha Anda dalam memberi kutipan bahwa Samma Sambuddha Sakyamuni adalah seorang Arahat (juga). Memang ini benar, seperti seorang guru yang dapat menganalogikan dirinya juga seorang siswa (pembelajar), atau seorang dewasa menganalogikan (berpura-pura) dirinya seorang anak-anak untuk memberi motivasi tertentu pada mereka.
Bukan berupa argumentasi saja, sebab dalam teks lain juga sangat jelas membedakan antara Samma Sambuddha, Pacekka Buddha, dan Savaka Buddha (Arahat). Juga kerap disebutkan, Tathagata (yaitu Sakyamuni sendiri) hanya satu-satunya di gugusan alam semesta tempat Ia memutar roda dharma, sedangkan Arahat tidak terhingga jumlahnya. Dari sisi ini sudah kita simpulkan bahwa diferensiasi maupun similarisasi amat tergantung pada konteks, dan tidak (jangan) ditelan mentah-mentah.

Pejabat menganalogikan dirinya adalah kuli (pelayan) masyarakat, tidak bisa dikatakan salah.
Tapi mengatakan pejabat (gubernur, menteri, presiden) adalah kuli (dan hanya kuli belaka) juga tidaklah benar.

Demikian, semoga kita bisa lebih bijak menginterpretasikan makna sebuah teks (khususnya tulisan yang dianggap kitab suci, pedoman pembinaan, koridor pelatihan, dlsb).

Salam cerdas, bijak dalam dharma.  Semoga berbahagia. _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 03:17:31 AM
Pengarang Sutra-sutra-nya beda-beda, terus tidak dari satu jaman, terus tidak satu ajaran, yah begini-lah, gak konsisten dari awal sampai akhir. maka-nya kenapa Mahayana tidak ada konsili sangha lagi. Sutra-nya cuma di kompilasi saja (dikumpul2in).

Bukankah teks manapun juga hasil kumpulan? Adakah orang suci yang menulis sendiri teks (pesan)-Nya, lalu dipublikasi sendiri?

Dan mohon kiranya diuraikan lebih detil, apa yang tidak konsisten.

Salam bahagia dalam dharma.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 26 January 2013, 09:58:08 AM
[spoiler]
Saya sangat menghargai usaha Anda dalam memberi kutipan bahwa Samma Sambuddha Sakyamuni adalah seorang Arahat (juga). Memang ini benar, seperti seorang guru yang dapat menganalogikan dirinya juga seorang siswa (pembelajar), atau seorang dewasa menganalogikan (berpura-pura) dirinya seorang anak-anak untuk memberi motivasi tertentu pada mereka.
Bukan berupa argumentasi saja, sebab dalam teks lain juga sangat jelas membedakan antara Samma Sambuddha, Pacekka Buddha, dan Savaka Buddha (Arahat). Juga kerap disebutkan, Tathagata (yaitu Sakyamuni sendiri) hanya satu-satunya di gugusan alam semesta tempat Ia memutar roda dharma, sedangkan Arahat tidak terhingga jumlahnya. Dari sisi ini sudah kita simpulkan bahwa diferensiasi maupun similarisasi amat tergantung pada konteks, dan tidak (jangan) ditelan mentah-mentah.

Pejabat menganalogikan dirinya adalah kuli (pelayan) masyarakat, tidak bisa dikatakan salah.
Tapi mengatakan pejabat (gubernur, menteri, presiden) adalah kuli (dan hanya kuli belaka) juga tidaklah benar.

Demikian, semoga kita bisa lebih bijak menginterpretasikan makna sebuah teks (khususnya tulisan yang dianggap kitab suci, pedoman pembinaan, koridor pelatihan, dlsb).

Salam cerdas, bijak dalam dharma.  Semoga berbahagia. _/\_


=)) =)) =))

Salam Super ....

Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sanjiva on 26 January 2013, 10:26:36 AM

=)) =)) =))

Salam Super ....

Salam Dahsyat juga  :)) :))
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: K.K. on 26 January 2013, 10:34:45 AM

=)) =)) =))

Salam Super ....



Cocologi tingkat Brahma.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 12:15:04 PM
Supaya bagi para pemula tidak bingung.

Permasalahan Sang Buddha sebagai Arahat muncul dari permasalahan/pertanyaan penurunan status Arahat dan permasalahan pencapaian kearahatan Petapa Gotama melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Ini berarti kita berbicara dalam konteks kesucian batin bukan dalam konteks jasmani atau kemampuan duniawi. 

Bukti-bukti teks dari kedua tradisi besar baik Mahayana dan Theravada menyatakan bahwa Buddha adalah Arahat. Ini berarti Pencapaian Bodhi (Kebodhian), Pencerahan, Nirvana antara Buddha (Samyaksambuddha dan Pratyekabuddha) dan Arahat adalah sama.

Adalah lucu mempertanyakan kearahatan Sang Buddha dan menganggap Buddha bukan seorang Arahat, padahal konteks pembicaraan sudah jelas yaitu berkaitan dengan kesucian batin, bukan yang lain.

Akan berbeda jika kita berbicara dalam konteks jasmani/fisik atauduniawi (bukan kesucian batin). Untuk menunjukkan keberadaan fisik adanya orang dan membedakannya maka dalam teks-teks menyebutkan secara terpisah.

Oleh karena itu kita diharapkan sering baca sutra dan membandingkan sehingga bisa membedakannya, jangan takut kalau nanti disebut "sutra minded". Dan kita perlu teliti dalam konteks apa yang sedang dibicarakan sehingga nanti tidak disebut "membelut" (kata trend di DC).     
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sanjiva on 26 January 2013, 02:14:34 PM
Bukti-bukti teks dari kedua tradisi besar baik Mahayana dan Theravada menyatakan bahwa Buddha adalah Arahat. Ini berarti Pencapaian Bodhi (Kebodhian), Pencerahan, Nirvana antara Buddha (Samyaksambuddha dan Pratyekabuddha) dan Arahat adalah sama.

Seingat gw dulu di DC ada yg menyatakan dengan acuan sutra Mahayana tertentu bahwa level arahat bahkan masih di bawah bodhisatva, apalagi dibandingkan dengan samyaksambuddha.  ::) :-?

Seperti ada score level2nya begitu dulu kalo ga salah baca/ingat di diskusi DC. ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 January 2013, 02:19:43 PM

Mungkin Sdr. Dilbert berkenan untuk memberi intisari dari sutra tersebut berkaitan dengan Sravaka, mengingat mungkin ada yang malas membacanya atau mungkin ada yang khawatir dirinya akan disebut “sutra minded” setelah membaca sutra tersebut.


1. Buka Mozilla Firefox / Internet Explorer / Google Chrome
2. surf web : http://www.fodian.net/world/Indonesian/0262.htm
3. Klik masing-masing sub-bab
4. Ctrl-F (shortcut key untuk find/search) : Keyword (Sravaka, Hinayana).
5. Selamat mencoba.

 ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 January 2013, 02:24:07 PM
Seingat gw dulu di DC ada yg menyatakan dengan acuan sutra Mahayana tertentu bahwa level arahat bahkan masih di bawah bodhisatva, apalagi dibandingkan dengan samyaksambuddha.  ::) :-?

Seperti ada score level2nya begitu dulu kalo ga salah baca/ingat di diskusi DC. ???

Dalam Mahavastu [salah satu kitab tradisi Mahasanghika, abad 2 SM], Kasyapa dikisahkan meminta Katyayana untuk menjelaskan 10 tingkatan Bodhisattva:

1. Duraroha.
Pada tahap ini seorang Bodhisattva melatih kualitas dari pembebasan, welas asih, keyakinan, kerendahan hati, belajar semua sastra, kepahlawanan, semangat, meninggalkan keduniawian dan keteguhan.

2. Baddhamana
Para Bodhisattva pada tingkat ini tidak menyukai keberadaan dan mereka memiliki 20 ciri-ciri khusus yaitu baik hati, manis dan lain-lain

3. Pushpamandita.
Bodhisattva pada tingkat ini mengorbankan harta dan diri mereka untuk mendapatkan satu syair Dharma

4. Rucira.
Bodhisattva tidak lagi melakukan pelanggaran yang besar pada tahap in dan terlahir di alam para dewa tingkat tinggi.

5. Citravistara
Bodhisattva memandang semua keberadaan dibakar oleh api nafsu, kebencian dan kebodohan batin

6. Rupavati.
Tidak ada dua Buddha di satu tanah Buddha, namun ada Buddha dengan jumlah yang tidak terbatas di berbagai alam semesta

7. Durjaya.
Pikiran Bodhisattva pada saat ini sepenuhnya terkendali. Lewat welas asih mereka dapat menuju ke tingkatan berikutnya, di mana tiga tingkatan berikutnya berjalan seperti seorang pangeran ketika menjadi Cakravartin.

8. Jammanidesa.
Pada tingkatan ini Bodhisattva dipandang sebagai Buddha. Mereka fasih dalam ajaran dan merupakan guru-guru agung.

9. Yauvarajya.
Disebutkan nama-nama dari para Buddha [Bodhisattva yang dianggap sebagai Buddha]

10. Abhisheka.
Bodhisattva terlahir di Surga Tusita dan menunggu kelahiran di alam manusia sebagai Samyaksambuddha.

Dalam Pancavimsatisahasrika Prajnaparamita Sutra disebutkan tentang 10 tingkatan Bodhisattva yang terbagi dalam 5 kelompok:

1.Manusia Biasa
a) Pengetahuan Murni [suklavidarsana-bhumi] – kebijaksanaan awal tanpa meditasi
b) Keluarga [gotra-bhumi] – poin tolak ukur di mana seseorang mempraktekkan jalan Sravaka, Prateyka atau Bodhisattva.

2. Sravaka
a) Delapan manusia [astamaka bhumi] – kandidat Srotapanna
b) Pengetahuan [darsana-bhumi] – Srotapanna
c) Pelemahan (nafsu) [tanu-bhumi] -  Sakrdagamin
d) Pelepasan dari nafsu [vitaraga-bhumi] – Anagamin
e) Penyelesaian [krtavi-bhumi] - Arhat

3. Pratyekabuddha – [Pratyekabuddha-bhumi]
4. Bodhisattva – [Bodhisattva-bhumi]
5. Buddha – [Buddha-bhumi]

Jadi untuk menjadi seorang Bodhisattva seseorang harus mencapai tingkatan yang juga dicapai oleh Arhat dan Pratyekabuddha terlebih dahulu.

Sedangkan yang biasa dikenal orang adalah 10 tingkatan Bodhisattva dalam Dasabhumika Sutra dan Samdhinirmocana Sutra:

1. Pramudita
2. Vimala
3. Prabhakari
4. Arcismati
5. Sudurjaya
6. Abhimukhi
7. Duramgama
8. Acala
9. Sadhumati
10. Dharmamegha

Di tiap tingkatan selalu ada klesha yang harus dilenyapkan.

Arhat dan Pratyeka Buddha setara dengan tingkat ke-6 Bodhisattva (Abhimukhi).

---

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5965.0
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sanjiva on 26 January 2013, 02:29:10 PM
Dalam Mahavastu [salah satu kitab tradisi Mahasanghika, abad 2 SM], Kasyapa dikisahkan meminta Katyayana untuk menjelaskan 10 tingkatan Bodhisattva:

1. Duraroha.
Pada tahap ini seorang Bodhisattva melatih kualitas dari pembebasan, welas asih, keyakinan, kerendahan hati, belajar semua sastra, kepahlawanan, semangat, meninggalkan keduniawian dan keteguhan.

2. Baddhamana
Para Bodhisattva pada tingkat ini tidak menyukai keberadaan dan mereka memiliki 20 ciri-ciri khusus yaitu baik hati, manis dan lain-lain

3. Pushpamandita.
Bodhisattva pada tingkat ini mengorbankan harta dan diri mereka untuk mendapatkan satu syair Dharma

4. Rucira.
Bodhisattva tidak lagi melakukan pelanggaran yang besar pada tahap in dan terlahir di alam para dewa tingkat tinggi.

5. Citravistara
Bodhisattva memandang semua keberadaan dibakar oleh api nafsu, kebencian dan kebodohan batin

6. Rupavati.
Tidak ada dua Buddha di satu tanah Buddha, namun ada Buddha dengan jumlah yang tidak terbatas di berbagai alam semesta

7. Durjaya.
Pikiran Bodhisattva pada saat ini sepenuhnya terkendali. Lewat welas asih mereka dapat menuju ke tingkatan berikutnya, di mana tiga tingkatan berikutnya berjalan seperti seorang pangeran ketika menjadi Cakravartin.

8. Jammanidesa.
Pada tingkatan ini Bodhisattva dipandang sebagai Buddha. Mereka fasih dalam ajaran dan merupakan guru-guru agung.

9. Yauvarajya.
Disebutkan nama-nama dari para Buddha [Bodhisattva yang dianggap sebagai Buddha]

10. Abhisheka.
Bodhisattva terlahir di Surga Tusita dan menunggu kelahiran di alam manusia sebagai Samyaksambuddha.

Dalam Pancavimsatisahasrika Prajnaparamita Sutra disebutkan tentang 10 tingkatan Bodhisattva yang terbagi dalam 5 kelompok:

1.Manusia Biasa
a) Pengetahuan Murni [suklavidarsana-bhumi] – kebijaksanaan awal tanpa meditasi
b) Keluarga [gotra-bhumi] – poin tolak ukur di mana seseorang mempraktekkan jalan Sravaka, Prateyka atau Bodhisattva.

2. Sravaka
a) Delapan manusia [astamaka bhumi] – kandidat Srotapanna
b) Pengetahuan [darsana-bhumi] – Srotapanna
c) Pelemahan (nafsu) [tanu-bhumi] -  Sakrdagamin
d) Pelepasan dari nafsu [vitaraga-bhumi] – Anagamin
e) Penyelesaian [krtavi-bhumi] - Arhat

3. Pratyekabuddha – [Pratyekabuddha-bhumi]
4. Bodhisattva – [Bodhisattva-bhumi]
5. Buddha – [Buddha-bhumi]

Jadi untuk menjadi seorang Bodhisattva seseorang harus mencapai tingkatan yang juga dicapai oleh Arhat dan Pratyekabuddha terlebih dahulu.

Sedangkan yang biasa dikenal orang adalah 10 tingkatan Bodhisattva dalam Dasabhumika Sutra dan Samdhinirmocana Sutra:

1. Pramudita
2. Vimala
3. Prabhakari
4. Arcismati
5. Sudurjaya
6. Abhimukhi
7. Duramgama
8. Acala
9. Sadhumati
10. Dharmamegha

Di tiap tingkatan selalu ada klesha yang harus dilenyapkan.

Arhat dan Pratyeka Buddha setara dengan tingkat ke-6 Bodhisattva (Abhimukhi).

---

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5965.0

Pasti para pemula bingung.   ;D
 _/\_
Supaya bagi para pemula tidak bingung.

Permasalahan Sang Buddha sebagai Arahat muncul dari permasalahan/pertanyaan penurunan status Arahat dan permasalahan pencapaian kearahatan Petapa Gotama melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Ini berarti kita berbicara dalam konteks kesucian batin bukan dalam konteks jasmani atau kemampuan duniawi. 

Bukti-bukti teks dari kedua tradisi besar baik Mahayana dan Theravada menyatakan bahwa Buddha adalah Arahat. Ini berarti Pencapaian Bodhi (Kebodhian), Pencerahan, Nirvana antara Buddha (Samyaksambuddha dan Pratyekabuddha) dan Arahat adalah sama.

Adalah lucu mempertanyakan kearahatan Sang Buddha dan menganggap Buddha bukan seorang Arahat, padahal konteks pembicaraan sudah jelas yaitu berkaitan dengan kesucian batin, bukan yang lain.

Akan berbeda jika kita berbicara dalam konteks jasmani/fisik atauduniawi (bukan kesucian batin). Untuk menunjukkan keberadaan fisik adanya orang dan membedakannya maka dalam teks-teks menyebutkan secara terpisah.

Oleh karena itu kita diharapkan sering baca sutra dan membandingkan sehingga bisa membedakannya, jangan takut kalau nanti disebut "sutra minded". Dan kita perlu teliti dalam konteks apa yang sedang dibicarakan sehingga nanti tidak disebut "membelut" (kata trend di DC).   

IMHO, Mahayana dan Theravada sudah terlalu jauh berbeda dalam segi doktrin sehingga bila disama2kan / dicocok2an pun pasti ga akan sejalan.  Pencapaian kesucian (arahat) sebagai tujuan akhir juga menjadi salah satu kontradiksi di antara keduanya.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 02:49:28 PM
Seingat gw dulu di DC ada yg menyatakan dengan acuan sutra Mahayana tertentu bahwa level arahat bahkan masih di bawah bodhisatva, apalagi dibandingkan dengan samyaksambuddha.  ::) :-?

Seperti ada score level2nya begitu dulu kalo ga salah baca/ingat di diskusi DC. ???

Betul, beberapa sutra memang menyatakan demikian.
Oleh karena itu dikatakan sutra-sutra Mahayana ada yang tidak konsisten. Dalam Amitabha Sutra disebutkan titel Amitabha adalah Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha.
Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra menyatakan Arahat masih ada takut, tapi sekaligus menyebut title seorang Buddha dengan Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha.

“….After 20,000 aeons you will become the Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha Samantaprabha….” (Srimala Devi Simhanada Sutra)

Dan tentu saja bagi pemula akan membingungkan. Inilah mengapa beberapa orang mengkritisi sutra Mahayana, bukan karena fanatik terhadap tradisi tertentu tapi karena ada yang tidak beres.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 02:55:45 PM
Pasti para pemula bingung.   ;D
 _/\_
IMHO, Mahayana dan Theravada sudah terlalu jauh berbeda dalam segi doktrin sehingga bila disama2kan / dicocok2an pun pasti ga akan sejalan.  Pencapaian kesucian (arahat) sebagai tujuan akhir juga menjadi salah satu kontradiksi di antara keduanya.

Saya justru mempertanyakan Mahayana yang mana. Mahayana akhir yang kita lihat sekarang memang sepertinya jauh berbeda, tapi saya rasa tidak terlalu beda jauh diawal-awal kemunculannya atau disebut proto-Mahayana.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: williamhalim on 26 January 2013, 03:16:02 PM
logika w aj:

Pembagian tingkatan2 tsb adalah pembagian "pencapaian kondisi batin", artinya dikelompok2kan berdasarkan realisasi pengikisan kekotoran batin pada tiap2 tahapan.

Selanjutnya ada istilah: menunda pencapaian Nibbana sebelum semua makhluk terbebaskan (= Boddhisatva)
Balik ke logika lagi:
- Bukankah proses pemurnian batin adalah realisasi dari hasil disiplin dan latihan, apakah suatu "realiasi hasil latihan" bisa ditunda2?
- Realisasi = hasil, berarti otomatis dan tidak bisa ditunda. Klu mau yg bisa ditunda adalah latihannya (supaya tidak terlanjur berbuah)
- Artinya para Boddhistva sengaja meninggalkan kekotoran batinnya sedikit, menunggu semua makhluk lain terkikis dulu kekotorannya, baru kemudian melanjutkan lagi latihan dan disiplinnya..

Bukannya masalah Mahayana atau Theravada, logika begini sama sekali nggak bisa w pahami..

::
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 January 2013, 03:17:03 PM
Betul, beberapa sutra memang menyatakan demikian.
Oleh karena itu dikatakan sutra-sutra Mahayana ada yang tidak konsisten. Dalam Amitabha Sutra disebutkan titel Amitabha adalah Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha.
Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra menyatakan Arahat masih ada takut, tapi sekaligus menyebut title seorang Buddha dengan Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha.

“….After 20,000 aeons you will become the Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha Samantaprabha….” (Srimala Devi Simhanada Sutra)

Dan tentu saja bagi pemula akan membingungkan. Inilah mengapa beberapa orang mengkritisi sutra Mahayana, bukan karena fanatik terhadap tradisi tertentu tapi karena ada yang tidak beres.


Kalau satu pihak merasa ada yang tidak beres, terus ada pihak lain tidak merasa-kan ketidakberes-annya. Manakah yang tidak beres ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 26 January 2013, 03:17:42 PM
Saya justru mempertanyakan Mahayana yang mana. Mahayana akhir yang kita lihat sekarang memang sepertinya jauh berbeda, tapi saya rasa tidak terlalu beda jauh diawal-awal kemunculannya atau disebut proto-Mahayana.

Apa kitab-nya yang proto-Mahayana ? sebelum kitab2 yang diambil dari alam naga ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 03:50:42 PM
Supaya bagi para pemula tidak bingung.

Permasalahan Sang Buddha sebagai Arahat muncul dari permasalahan/pertanyaan penurunan status Arahat dan permasalahan pencapaian kearahatan Petapa Gotama melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan. Ini berarti kita berbicara dalam konteks kesucian batin bukan dalam konteks jasmani atau kemampuan duniawi. 

Bukti-bukti teks dari kedua tradisi besar baik Mahayana dan Theravada menyatakan bahwa Buddha adalah Arahat. Ini berarti Pencapaian Bodhi (Kebodhian), Pencerahan, Nirvana antara Buddha (Samyaksambuddha dan Pratyekabuddha) dan Arahat adalah sama.

Adalah lucu mempertanyakan kearahatan Sang Buddha dan menganggap Buddha bukan seorang Arahat, padahal konteks pembicaraan sudah jelas yaitu berkaitan dengan kesucian batin, bukan yang lain.

Akan berbeda jika kita berbicara dalam konteks jasmani/fisik atauduniawi (bukan kesucian batin). Untuk menunjukkan keberadaan fisik adanya orang dan membedakannya maka dalam teks-teks menyebutkan secara terpisah.

Oleh karena itu kita diharapkan sering baca sutra dan membandingkan sehingga bisa membedakannya, jangan takut kalau nanti disebut "sutra minded". Dan kita perlu teliti dalam konteks apa yang sedang dibicarakan sehingga nanti tidak disebut "membelut" (kata trend di DC).     


Betul, beberapa sutra memang menyatakan demikian.
Oleh karena itu dikatakan sutra-sutra Mahayana ada yang tidak konsisten. Dalam Amitabha Sutra disebutkan titel Amitabha adalah Tathagata, Arahat, Samyaksambuddha.
Dalam Srimala Devi Simhanada Sutra menyatakan Arahat masih ada takut, tapi sekaligus menyebut title seorang Buddha dengan Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha.

“….After 20,000 aeons you will become the Tathagata-Arhat-Samyaksambuddha Samantaprabha….” (Srimala Devi Simhanada Sutra)

Dan tentu saja bagi pemula akan membingungkan. Inilah mengapa beberapa orang mengkritisi sutra Mahayana, bukan karena fanatik terhadap tradisi tertentu tapi karena ada yang tidak beres.

Dalam konsep Mahayana ada yang namanya manifestasi, dan menjadi Arahat adalah satu bentuk manifestasi, selain bentuk-bentuk lainnya yang tidak terhingga. Jika dalam pandangan sempit menilai bahwa Amitabha Buddha adalah Arahat dan di sisi lain menganggap Arahat masih ada kekurang-sempurnaan tertentu, itu karena tidak memahami konsep "Tiada Aku" yang sesungguhnya.

Jika seorang sudah mencapai Bodhisattva taraf tertentu, tentu Ia akan paham bahwa semua titel, gelar, pencapaian hanyalah sebuah identitas tanpa inti, bukanlah diri sejati. Jadi bila Amitabha Buddha dikatakan (rekan Kelana) tidak bisa menyandang 2 sebutan/gelar sekaligus, ini tidaklah benar ditinjau dari sisi manifestasi tanpa batas seorang Buddha.

Seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi) otomatis merupakan Arahat (karena sudah melepaskan belenggu keterikatan, memenangkan arus). Tapi seorang Arahat belum tentu seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi).

Saya kira logika di atas cukup mudah dimengerti, bagi yang open-minded.

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 03:53:32 PM
Kalau satu pihak merasa ada yang tidak beres, terus ada pihak lain tidak merasa-kan ketidakberes-annya. Manakah yang tidak beres ?

Yang tidak beres adalah yang kurang mau meneliti secara obyektif, terikat pada mazhab tertentu. :)

Salam dharma dan semoga berbahagia.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 03:55:09 PM
Apa kitab-nya yang proto-Mahayana ? sebelum kitab2 yang diambil dari alam naga ?

Kitab apa yang diambil dari alam naga?  :-?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: sanjiva on 26 January 2013, 03:56:33 PM
Apa kitab-nya yang proto-Mahayana ? sebelum kitab2 yang diambil dari alam naga ?

Ini pertanyaan serius ya bro?   ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 04:24:05 PM
Kalau satu pihak merasa ada yang tidak beres, terus ada pihak lain tidak merasa-kan ketidakberes-annya. Manakah yang tidak beres ?

Tergantung sejauh mana alasan, argumen yang diberikan dari ketidakberesan atau  keberesan dari kedua belah pihak. Yang pasti hanya 1 yang benar.

Quote
Apa kitab-nya yang proto-Mahayana ? sebelum kitab2 yang diambil dari alam naga ?

Ya, kitab-kitab yang ada sebelum munculnya kitab-kitab yang secara tradisi dikatakan diambil oleh Naga.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 04:31:20 PM
Dalam konsep Mahayana ada yang namanya manifestasi, dan menjadi Arahat adalah satu bentuk manifestasi, selain bentuk-bentuk lainnya yang tidak terhingga. Jika dalam pandangan sempit menilai bahwa Amitabha Buddha adalah Arahat dan di sisi lain menganggap Arahat masih ada kekurang-sempurnaan tertentu, itu karena tidak memahami konsep "Tiada Aku" yang sesungguhnya.

Jika seorang sudah mencapai Bodhisattva taraf tertentu, tentu Ia akan paham bahwa semua titel, gelar, pencapaian hanyalah sebuah identitas tanpa inti, bukanlah diri sejati. Jadi bila Amitabha Buddha dikatakan (rekan Kelana) tidak bisa menyandang 2 sebutan/gelar sekaligus, ini tidaklah benar ditinjau dari sisi manifestasi tanpa batas seorang Buddha.

Seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi) otomatis merupakan Arahat (karena sudah melepaskan belenggu keterikatan, memenangkan arus). Tapi seorang Arahat belum tentu seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi).

Saya kira logika di atas cukup mudah dimengerti, bagi yang open-minded.

Salam.  _/\_

Sdr. Sunya, saat anda menanggapi Sdr. Ariyakumara yang menyatakan bahwa: "Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa pada Kearahatan spt yg telah Beliau tempuh…” anda menepisnya dengan mengatakan:

…..saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg433028.html#msg433028 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg433028.html#msg433028)

Saya pribadi menangkap bahwa Kearahatan yang dimaksud Sdr, Ariyakumara adalah sifat-sifat Arahat, bukan dalam konteks arahat sebagai makhluk dengan pencapaiannya dengan cara mendengar. Oleh karena itu saya konsisten mengatakan bahwa Sang Buddha juga adalah Arahat.

Sekarang anda mengatakan: Seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi) otomatis merupakan Arahat.

Adanya titel Tathagatha-Arhat-Samyaksambuddha bukanlah karena Buddha bisa bermanifestasi, atau pernah dilahirkan sebagai arahat tetapi karena memang Sang Buddha adalah Arahat.  Jika iya alasannya adalah karena manifestasi atau pernah dilahirkan sebagai arahat maka titel bodhisattva juga perlu dimasukkan ke dalamnya karena dalam Mahayana seorang Buddha juga bisa bermanifestasi menjadi bodhisattva dan konon katanya kedudukannya lebih tinggi dari arahat. Tidaklah terlalu susah menambahkan 1 titel bodhisattva dari banyak titel Sang Buddha. Tapi kenyataannya, tidak ada dalam sutra penyebutan bodhisattva sebagai titel untuk Sang Buddha disejajarkan dengan Tathagatha, Arhat, Samyaksambuddha.

Itu saja yang bisa saya sampaikan.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 26 January 2013, 04:33:57 PM
Tergantung sejauh mana alasan, argumen yang diberikan dari ketidakberesan atau  keberesan dari kedua belah pihak. Yang pasti hanya 1 yang benar.

Ya, kitab-kitab yang ada sebelum munculnya kitab-kitab yang secara tradisi dikatakan diambil oleh Naga.

Tidak ada kemungkinan 2 2 nya salah?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 05:05:28 PM
Tidak ada kemungkinan 2 2 nya salah?

Jika iya 2-2-nya salah maka ada 2 kemungkinan
1.   ada hal yang di luar ketidakberesan dan keberesan. Apakah hal itu? (Setengah beres atau setengah tidak beres masih dalam konteks beres dan tidak beres)
2.   apa yang dibicarakan/dipermasalahkan tidak pernah eksis.

Hanya itu yang saya tahu kalau 2-2-nya salah.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 26 January 2013, 05:19:14 PM
Jika iya 2-2-nya salah maka ada 2 kemungkinan
1.   ada hal yang di luar ketidakberesan dan keberesan. Apakah hal itu? (Setengah beres atau setengah tidak beres masih dalam konteks beres dan tidak beres)
2.   apa yang dibicarakan/dipermasalahkan tidak pernah eksis.

Hanya itu yang saya tahu kalau 2-2-nya salah.

Itulah ;D , apakah ada cara untuk menelusuri hal itu?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 26 January 2013, 07:17:11 PM
Sdr. Sunya, saat anda menanggapi Sdr. Ariyakumara yang menyatakan bahwa: "Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa pada Kearahatan spt yg telah Beliau tempuh…” anda menepisnya dengan mengatakan:

…..saya kira ini kurang valid (Pangeran Siddharta bukan mencapai Arahat, tapi Samma Sambuddha).

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg433028.html#msg433028 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9103.msg433028.html#msg433028)

Saya pribadi menangkap bahwa Kearahatan yang dimaksud Sdr, Ariyakumara adalah sifat-sifat Arahat, bukan dalam konteks arahat sebagai makhluk dengan pencapaiannya dengan cara mendengar. Oleh karena itu saya konsisten mengatakan bahwa Sang Buddha juga adalah Arahat.

Sekarang anda mengatakan: Seorang Samma Sambuddha (Samyak-Sambodhi) otomatis merupakan Arahat.

Adanya titel Tathagatha-Arhat-Samyaksambuddha bukanlah karena Buddha bisa bermanifestasi, atau pernah dilahirkan sebagai arahat tetapi karena memang Sang Buddha adalah Arahat.  Jika iya alasannya adalah karena manifestasi atau pernah dilahirkan sebagai arahat maka titel bodhisattva juga perlu dimasukkan ke dalamnya karena dalam Mahayana seorang Buddha juga bisa bermanifestasi menjadi bodhisattva dan konon katanya kedudukannya lebih tinggi dari arahat. Tidaklah terlalu susah menambahkan 1 titel bodhisattva dari banyak titel Sang Buddha. Tapi kenyataannya, tidak ada dalam sutra penyebutan bodhisattva sebagai titel untuk Sang Buddha disejajarkan dengan Tathagatha, Arhat, Samyaksambuddha.

Itu saja yang bisa saya sampaikan.

Agar jelas, mari kita kutip secara lengkap:

[at] Sunya:

Maksud saya, dalam sutta2 Pali Sang Buddha hanya menyatakan satu jalan (kendaraan) menuju Pencerahan, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa pada Kearahatan spt yg telah Beliau tempuh dan Beliau sarankan kepada para siswa-Nya dengan mengatakan inilah satu2nya jalan yang mulia dan tertinggi, tetapi Beliau tidak mengatakan bahwa jalan lain selain menuju Kearahatan itu rendah/kecil (misalnya jalan menuju Brahma melalui Empat Keadaan Tanpa Batas).

Namun tiba2 dalam sutra2 Mahayana Sang Buddha mengatakan jalan Kebuddhaan/Bodhisattva lebih tinggi dengan menyatakan bahwa jalan Kearahatan yang telah diajarkan sebelumnya lebih rendah/kecil, hanya untuk mereka yang tidak "berkemampuan" atau "egois". Sepertinya Sang Buddha tidak konsisten dengan kata2-Nya sendiri dalam sutra2 Mahayana.

Betul, walau arahat ini kata sifat (bukan huruf kapital), tetap yang dicapai Siddharta Gautama saat itu adalah Samma Sambuddha 'kan? Sebab, tidak mungkin ada arahat yang bisa mengajar (membabarkan) dharma. Menurut saya masih lebih tepat disebut Samma Sambuddha, walau otomatis arahat juga dicapai.

Logikanya: Anda lulus kuliah S1, jelas disebut sarjana S1, walau Anda juga sudah melewati jenjang D1-D3. Seperti itu juga Kearahatan dan Samma Sambuddha, jika disebut 'hanya' menjadi arahat tentu akan bias (rancu), sebab kapasitas-Nya lebih dari itu.

Oke, yang menjadi poin masalah 'kan apa Arahat dan Samma Sambuddha satu taraf (level) yang sama, bukan begitu? Kalau yang ini saya kira sudah saya pernah jawab sebelumnya.

Tentang titel, saya kebetulan pernah membahasnya dengan rekan yang beraliran 'T'. Kebetulan sebutan bodhisattva di aliran 'T' ini mengacu pada setiap makhluk, karena pada prinsipnya semua makhluk itu calon Buddha, begitu katanya.

Sedangkan (yang saya pahami), dalam Mahayana sebutan Bodhisattva baru diberikan pada yang menempuh jalan ini (menolong/membebaskan makhluk), dan aktivitasnya disebut aktivitas bodhisattva.

Karena itu, untuk menghindari kerancuan istilah antar aliran, saya kira pemberian titel ini lebih condong seperti yang Anda sebutkan di atas.

Ada sebutan lain untuk Buddha di aliran Mahayana dan Tantrayana, yaitu Mahasattva (definisi singkatnya, Bodhisattva yang telah menempuh tingkat kesucian tertentu).

Oke, mohon koreksinya. Terima kasih sebelum dan sesudahnya.

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 26 January 2013, 08:41:19 PM
diputar kanan kiri atas bawah dan kembali lagi .......
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: will_i_am on 26 January 2013, 08:53:48 PM
pakai pelicin merk apa??? :P :P
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 10:14:48 PM
Agar jelas, mari kita kutip secara lengkap:

Betul, walau arahat ini kata sifat (bukan huruf kapital), tetap yang dicapai Siddharta Gautama saat itu adalah Samma Sambuddha 'kan? Sebab, tidak mungkin ada arahat yang bisa mengajar (membabarkan) dharma. Menurut saya masih lebih tepat disebut Samma Sambuddha, walau otomatis arahat juga dicapai.

Logikanya: Anda lulus kuliah S1, jelas disebut sarjana S1, walau Anda juga sudah melewati jenjang D1-D3. Seperti itu juga Kearahatan dan Samma Sambuddha, jika disebut 'hanya' menjadi arahat tentu akan bias (rancu), sebab kapasitas-Nya lebih dari itu.

Oke, yang menjadi poin masalah 'kan apa Arahat dan Samma Sambuddha satu taraf (level) yang sama, bukan begitu? Kalau yang ini saya kira sudah saya pernah jawab sebelumnya.

Tentang titel, saya kebetulan pernah membahasnya dengan rekan yang beraliran 'T'. Kebetulan sebutan bodhisattva di aliran 'T' ini mengacu pada setiap makhluk, karena pada prinsipnya semua makhluk itu calon Buddha, begitu katanya.

Sedangkan (yang saya pahami), dalam Mahayana sebutan Bodhisattva baru diberikan pada yang menempuh jalan ini (menolong/membebaskan makhluk), dan aktivitasnya disebut aktivitas bodhisattva.

Karena itu, untuk menghindari kerancuan istilah antar aliran, saya kira pemberian titel ini lebih condong seperti yang Anda sebutkan di atas.

Ada sebutan lain untuk Buddha di aliran Mahayana dan Tantrayana, yaitu Mahasattva (definisi singkatnya, Bodhisattva yang telah menempuh tingkat kesucian tertentu).

Oke, mohon koreksinya. Terima kasih sebelum dan sesudahnya.

Salam.  _/\_

Sdr. Sunya, JIKA kita berbicara dalam konteks jenis makhluk yang mencapai dengan cara usaha sendiri, bisa mengajar, dan sejenisnya, maka kita bisa menyatakan mencapai Sammasambuddha, dan anda bisa dikatakan tepat mengatakannya. Tetapi kita berbicara dalam konteks batin.

Analogi S1 dan D3 hanya berlaku dalam konteks jenis makhluk, bagaimana caranya ia mencapai, bukan apa yang ia “peroleh”.

Analogi yang tepat dari konteks kearahatan yang sedang dibahas adalah kedua mantan pelajar tersebut sama-sama memiliki pengetahuan Desain (misalnya jika S1 Desain dan D3 Desain.) disebut Desainer. Jadi tidak peduli bagaimana ia mencapainya, berapa lama dibutuhkan untuk mencapainya. 
Jadi, kita harus tetap pada jalur konteks.

Dalam konsep Mahayana, seperti yang anda ketahui bahwa Buddha bisa bermanifestasi termasuk jadi bodhisattva dan jelas sudah dijalani oleh Siddhartha. Jadi, lagi jika alasannya titel Tathagatha – Arhat - Samyaksambuddha karena alasan bisa manifestasi jadi arahat maka gelar bodhisattva juga harusnya dimasuki karena Ia telah menjalani hidup sebagai bodhisattva, jadi  titelnya jadi Tathagata-Bodhisattva-Samyaksambuddha. 

Ya saya pernah mendengar istilah Mahasattva, namun mungkin karena pengetahuan saya yang terbatas, dalam teks kepustakaan saya hanya melihat gelar mahasatva disandingkan dengan gelar bodhisattva , cth: Avalokitesvata Bodhisattva Mahasattva, saya belum melihat Sakyamuni Buddha Mahasattva.

Dan saya rasa gelar bodhisattva (dalam tingkatan bodhisattva) yang dimaksud bukan berarti dalam konteks arti calon Buddha tetapi dalam konteks makhluk yang memiliki bodhi.

Itu saja yang bisa saya sampaikan saat ini.
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Kelana on 26 January 2013, 10:17:07 PM
Itulah ;D , apakah ada cara untuk menelusuri hal itu?

Kalau yang dimaksud adalah menelusuri hal diluar ketidakberesan dan keberesan, saya pikir tidak ada, karena hal yang dimaksud tidak pernah ada (saya tidak berbicara dalam konteks filsafat tinggi ala zen dengan persepsi dan diskriminasi pikiran).
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: ryu on 26 January 2013, 11:40:32 PM
Kalau yang dimaksud adalah menelusuri hal diluar ketidakberesan dan keberesan, saya pikir tidak ada, karena hal yang dimaksud tidak pernah ada (saya tidak berbicara dalam konteks filsafat tinggi ala zen dengan persepsi dan diskriminasi pikiran).
Semisal tingkat kesucian, pencapaian kesucian, hal2 itu bisakah ditelusuri dan dibuktikan?
Jadi bukan hanya sekedar suatu kitab menyatakan ada kesucian sotapana dst apakah itu hanya klaim, mythn atau memang ada? Bagaimana cara membuktikannya?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 27 January 2013, 04:55:49 AM
Sdr. Sunya, JIKA kita berbicara dalam konteks jenis makhluk yang mencapai dengan cara usaha sendiri, bisa mengajar, dan sejenisnya, maka kita bisa menyatakan mencapai Sammasambuddha, dan anda bisa dikatakan tepat mengatakannya. Tetapi kita berbicara dalam konteks batin.

Analogi S1 dan D3 hanya berlaku dalam konteks jenis makhluk, bagaimana caranya ia mencapai, bukan apa yang ia “peroleh”.

Analogi yang tepat dari konteks kearahatan yang sedang dibahas adalah kedua mantan pelajar tersebut sama-sama memiliki pengetahuan Desain (misalnya jika S1 Desain dan D3 Desain.) disebut Desainer. Jadi tidak peduli bagaimana ia mencapainya, berapa lama dibutuhkan untuk mencapainya. 
Jadi, kita harus tetap pada jalur konteks.

Dalam konsep Mahayana, seperti yang anda ketahui bahwa Buddha bisa bermanifestasi termasuk jadi bodhisattva dan jelas sudah dijalani oleh Siddhartha. Jadi, lagi jika alasannya titel Tathagatha – Arhat - Samyaksambuddha karena alasan bisa manifestasi jadi arahat maka gelar bodhisattva juga harusnya dimasuki karena Ia telah menjalani hidup sebagai bodhisattva, jadi  titelnya jadi Tathagata-Bodhisattva-Samyaksambuddha. 

Ya saya pernah mendengar istilah Mahasattva, namun mungkin karena pengetahuan saya yang terbatas, dalam teks kepustakaan saya hanya melihat gelar mahasatva disandingkan dengan gelar bodhisattva , cth: Avalokitesvata Bodhisattva Mahasattva, saya belum melihat Sakyamuni Buddha Mahasattva.

Dan saya rasa gelar bodhisattva (dalam tingkatan bodhisattva) yang dimaksud bukan berarti dalam konteks arti calon Buddha tetapi dalam konteks makhluk yang memiliki bodhi.

Itu saja yang bisa saya sampaikan saat ini.

Baik, saya terima penjelasannya. Terima kasih untuk koreksinya.  _/\_

Kembali pada pembahasan utama saya dengan Sdr. Ariyakumara, apakah arahat adalah pencapaian tertinggi atau bukan, pencapaian final atau masih ada terusannya, saya kira akan lebih akurat dan meyakinkan bila dijalani sendiri. Kata-kata dan penjelasan teoritis hanya akan berujung spekulasi atau perkiraan secara intelektual (termasuk mengkaji hal ini dari sisi gelar, dlsb). Namun yang saya ketahui (yakini), semua pencapaian itu bukan diri sejati, termasuk Arahat, Pacekka Buddha, Samma Sambuddha, (dan) apalagi Bodhisattva/Mahasattva.

Hal itu (yang digarisbawahi) yang diusahakan/diupayakan untuk dicapai oleh setiap makhluk (dalam konteks Mahayana). Sebab, bila masih merasa ada yang dicapai, ada gelar kesucian yang dilekati sebagai diri, maka Dia belumlah mencapai keterbebasan sesungguhnya (dalam konteks Mahayana).

Analogi sederhananya: Seseorang bisa saja mencapai gelar Sarjana, Doktor, atau Profesor, tapi jika hanya berdiam/terpaku pada gelar tersebut dan tidak mencoba potensi lainnya (di luar kompetensi gelar yang dicapai) maka dia belumlah bisa dikatakan serba-bisa (atau sempurna, dalam bahasa spiritual).

Arahat ada dua makna (sesuai yang sudah dibahas):
1. Sifat.
2. Makhluk.

Untuk no. 2 jelas tidak kekal, ini sudah pasti (mutlak).
Untuk no. 1, yang saya ketahui dalam Mahayana memang sifat-sifat penolakan atas duniawi, samsara atau dukkha dalam jalur Arahat tidak bisa diterapkan dalam jalan bodhisattva, sebab akan menemui banyak kendala terkait perbauran dengan makhluk lainnya.

Selain itu, dalam Mahayana juga ada konsep, samsara sebenarnya juga merupakan aspek dari nirvana (saya tidak gunakan nibbana, khawatir beda terminologi beda makna), sebab potensi seorang makhluk yang tak terbatas, memungkinkan sekali untuk menciptakan kehidupan atau semesta yang diingini-Nya (kalau sudah realisasi Kebuddhaan). Ini termasuk bentuk kehidupan seperti ini (dengan dan/atau tanpa dukkha). Jadi (intinya), semua keberadaan termasuk gelar dan pencapaian, hanya layaknya sebuah permainan (belaka), sebab semuanya tidak tetap (berubah), serta tak memiliki inti kekal.

Oke, semoga bisa membawa manfaat bagi semua.

Salam, dan terima kasih untuk bimbingan serta koreksinya.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 10 February 2013, 10:42:47 PM
Melepas kemelekatan dalam aliran lain bisa diartikan sebagai meninggalkan keduniawian, menghindari segala benda/materi dan kebiasaan, menempuh suatu jalan pembatasan dalam segala aspek kehidupan, serta menempuh suatu jalan yang (diyakini/dipercayai/diimani) akan menuju pada kesucian.

Beda pada perspektif Mahayana, bahwa melepas kemelekatan bukan berarti tidak bisa memiliki segala sesuatu, tidak boleh beraktivitas seperlunya (sesuai dengan keperluan dan asas manfaat). Dalam Mahayana, menjadi orang kaya dapat lebih bermanfaat bagi makhluk lain daripada tidak memiliki apa-apa.

Beraktivitas secara "duniawi" (dalam asas manfaat) dapat lebih memberi kontribusi bagi kehidupan daripada pengasingan diri.

Lebih ekstrim (dalam), dalam nirvana sesungguhnya ada samsara, dan dalam samsara sebenarnya ada nirvana. Sekarang sesungguhnya adalah nirvana, jika kita telah merealisasinya. Sekarang juga adalah samsara, jika kita tidak bisa melihat makna hakiki dari kehidupan.

Nirvana yang sesungguhnya, adalah melihat semua makhluk berbahagia.

Tiada pencapaian,

tiada yang dicapai,

(apalagi) Yang Mencapai (tidak ada Buddha).

Semua anatta/anatman, sebab merupakan paduan unsur-unsur belaka.

Pada hakikatnya, kita (semua) bebas, LELUASA.

Lihatlah, buktikan sendiri.

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 February 2013, 05:57:32 AM
Melepas kemelekatan dalam aliran lain bisa diartikan sebagai meninggalkan keduniawian, menghindari segala benda/materi dan kebiasaan, menempuh suatu jalan pembatasan dalam segala aspek kehidupan, serta menempuh suatu jalan yang (diyakini/dipercayai/diimani) akan menuju pada kesucian.

Beda pada perspektif Mahayana, bahwa melepas kemelekatan bukan berarti tidak bisa memiliki segala sesuatu, tidak boleh beraktivitas seperlunya (sesuai dengan keperluan dan asas manfaat). Dalam Mahayana, menjadi orang kaya dapat lebih bermanfaat bagi makhluk lain daripada tidak memiliki apa-apa.

Beraktivitas secara "duniawi" (dalam asas manfaat) dapat lebih memberi kontribusi bagi kehidupan daripada pengasingan diri.

Lebih ekstrim (dalam), dalam nirvana sesungguhnya ada samsara, dan dalam samsara sebenarnya ada nirvana. Sekarang sesungguhnya adalah nirvana, jika kita telah merealisasinya. Sekarang juga adalah samsara, jika kita tidak bisa melihat makna hakiki dari kehidupan.

Nirvana yang sesungguhnya, adalah melihat semua makhluk berbahagia.

tambah istilah baru arti Nirvana

Quote
Tiada pencapaian,

tiada yang dicapai,

(apalagi) Yang Mencapai (tidak ada Buddha).


Semua anatta/anatman, sebab merupakan paduan unsur-unsur belaka.

Pada hakikatnya, kita (semua) bebas, LELUASA.

Lihatlah, buktikan sendiri.

 _/\_

ujung2nya kosong adalah isi, isi adalah kosong  ^-^
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 February 2013, 07:17:25 AM
tambah istilah baru arti Nirvana

ujung2nya kosong adalah isi, isi adalah kosong  ^-^

Istilah lama nirvana apa?

Jangan terburu-buru menyimpulkan sesuatu, biarlah semua mengalir seperti air. :)

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 11 February 2013, 06:02:06 PM
Istilah lama nirvana apa?

ndak tahu, emang sebelumnya apa ?
nah sekarang istilah anda baru saya baca

Quote
Jangan terburu-buru menyimpulkan sesuatu, biarlah semua mengalir seperti air. :)

 _/\_

apa hubungan menyimpulkan sesuatu dengan mengalirnya aliran air ya  ???
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 11 February 2013, 06:22:27 PM
ndak tahu, emang sebelumnya apa ?
nah sekarang istilah anda baru saya baca

apa hubungan menyimpulkan sesuatu dengan mengalirnya aliran air ya  ???

Bila yang sebelumnya tidak tahu, bagaimana ada kesimpulan ada istilah baru arti Nirvana?

Mengalir seperti air, bukan mengalirnya aliran air. Semoga bisa dicermati lagi. Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 13 February 2013, 12:08:56 PM
Bila yang sebelumnya tidak tahu, bagaimana ada kesimpulan ada istilah baru arti Nirvana?

Mengalir seperti air, bukan mengalirnya aliran air. Semoga bisa dicermati lagi. Salam.  _/\_

dan apakah bro sunya sudah mengalami nirvana lama dan nirvana baru ?
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: adi lim on 13 February 2013, 05:08:53 PM
Bila yang sebelumnya tidak tahu, bagaimana ada kesimpulan ada istilah baru arti Nirvana?

nirvana, yang arti lama, dari anda apa ?

terus anda sudah mengalami yang nirvana lama atau nirvana baru !
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 13 February 2013, 05:43:25 PM
dan apakah bro sunya sudah mengalami nirvana lama dan nirvana baru ?

Maaf, sebelum dijawab, bisa dijelaskan definisi nirvana lama dan nirvana baru?

Salam.  _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: Sunya on 13 February 2013, 05:50:10 PM
nirvana, yang arti lama, dari anda apa ?

terus anda sudah mengalami yang nirvana lama atau nirvana baru !

Yang melontarkan premis ini adalah Anda sendiri:

tambah istilah baru arti Nirvana

ujung2nya kosong adalah isi, isi adalah kosong  ^-^

Mungkin Anda bisa menjelaskan arti silogisme tersebut?

 _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 14 February 2013, 11:39:56 AM
awas belut... licin... hehehehe
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: jsilavati on 04 July 2014, 11:55:50 AM
Ikutilah Teladan Sang Buddha
Sangatlah bijaksana apabila kita senantiasa mengingat bahwa tidak pernah terdapat 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma. Label-label tersebut baru diperkenalkan di era sesudahnya oleh umat Buddha sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya. Karenanya kita tidak seharusnya bermimpi untuk menyebut Sang Buddha sebagai seorang 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' , bahkan Sang Buddha tidak pernah menyebut diriNya sebagai seorang 'Buddhist'.

Ven. Piyasilo
Vihara Buddhist Damansara
Hari Devarohana (14 Oktober 1981)
Ditulis khusus untuk UNISAINS 1981
Dari naskah asli : The One Way, A Comparative Study of Mahayana and Theravada
Penerjemah : Ir. Edij Juangari
Diterbitkan oleh : Yayasan Penerbit Karaniya, Bandung _/\_
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: dilbert on 04 July 2014, 02:22:21 PM
Ikutilah Teladan Sang Buddha
Sangatlah bijaksana apabila kita senantiasa mengingat bahwa tidak pernah terdapat 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma. Label-label tersebut baru diperkenalkan di era sesudahnya oleh umat Buddha sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya. Karenanya kita tidak seharusnya bermimpi untuk menyebut Sang Buddha sebagai seorang 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' , bahkan Sang Buddha tidak pernah menyebut diriNya sebagai seorang 'Buddhist'.

Ven. Piyasilo
Vihara Buddhist Damansara
Hari Devarohana (14 Oktober 1981)
Ditulis khusus untuk UNISAINS 1981
Dari naskah asli : The One Way, A Comparative Study of Mahayana and Theravada
Penerjemah : Ir. Edij Juangari
Diterbitkan oleh : Yayasan Penerbit Karaniya, Bandung _/\_

---

Bukti-nya beda tuh ajarannya...
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: seniya on 05 July 2014, 08:16:34 AM
Ikutilah Teladan Sang Buddha
Sangatlah bijaksana apabila kita senantiasa mengingat bahwa tidak pernah terdapat 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma.

Saya setuju bahwa belum ada yang disebut 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' di era Sang Buddha Gautama membabarakan Dharma. Masa tersebut disebut masa Buddhisme prasektarian atau Buddhisme awal.

Quote
Label-label tersebut baru diperkenalkan di era sesudahnya oleh umat Buddha sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya. Karenanya kita tidak seharusnya bermimpi untuk menyebut Sang Buddha sebagai seorang 'Theravada', 'Mahayana', atau 'Vajrayana' , bahkan Sang Buddha tidak pernah menyebut diriNya sebagai seorang 'Buddhist'.

Munculnya aliran2 tsb sebenarnya bukan karena "diperkenalkan sebagai suatu alasan untuk memudahkan mereka memahami darimana seseorang itu memandang kedalaman dan totalitas dari Sang Buddha dan AjaranNya", melainkan memang ada perbedaan penafsiran dan pandangan terhadap Dhamma dan Vinaya itu sendiri. Untuk lebih memahami mengapa muncul aliran-aliran (sektarianisme)  terutama pada masa Buddhisme awal, silahkan baca2 topik2 di subforum Buddhisme Awal (http://dhammacitta.org/forum/index.php/board,82.0.html) ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: jsilavati on 05 July 2014, 10:15:48 AM
 ;D
Title: Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
Post by: hwakened on 01 July 2018, 11:49:49 AM
Izinkan mngakhiri dgn sebuah cerita :

Ad 4 kapal yg bertujuan ke daratan seberang, keempat kapal tlah lama mngambang di laut tanpa prnah mncapai tujuannya

Di dlm kapal2 itu didiami org yg telah mngakhiri penderitaanny sndiri dgn carany sndiri ;

-kapal pertama : Si cerdas - mngakhiri derita dgn mlampaui kecerdasannya sndiri.. hny dgn kompas dan layar dia duduk berdiam , hening

-kapal kedua : Si pelafal paritta -  mngakhiri derita dgn percaya penuh dan membaca paritta.. kaplny kosong.. dia tlah berserah diri pd alam , mahkluk dr sgala alam , bodhisatta akan mmbawa ny ke seberang

-kapal ketiga : Si pekerja - mngakhiri derita dgn slalu berbuat, dia slalu trlht bahagia baik mncuci toilet maupun mnambal kapalny, kapalny besar, sjk brlayar dia tlh bkrja tnpa henti mngmbl apapun d prjalananny utk dtambal, mmberi apapun yg dibutuhkan stiap org dia temui, dia pcy buah dr kerjany akan mmbawa ny sampai d seberang

-kapal keempat : Si sesat - mngakhiri derita dgn mlatih energi, dia mggunakan mantra , api dll utk mmbangkitkan energi ny, dia prcy smua alam semesta hanya brasal dr satu energi, kplny pun dlgkpi mesin boat yg pd jaman itu blm ada.

Badai tb2 dtg dr kjauhan dan keempat kapal brtemu, keempat slg brdebat, skeptis dgn metode kapal lain. Mis: si cerdas mmprtnykn si pelafal yg blm mngalami penaklukkan intelekny dan si pelafal jg heran saja dgn si cerdas yg tdk berserah diri spenuhny.

Ketika badai melahap kapal2 itu smua loncat kapal, si cerdas yg trkhr krn byk prtnyaan. Smua brkmpl di kapal si sesat, dia mnyalakan mesinny dgn energi dan mrk keluar dr badai, tiba di pulau seberang.

Yg prtama sampai td pun dtg mnyambut; keempat org itu brtny2 : Kenapa skrg pula br bs sampai?
Yg pertama mnjawab : Akhirny 4 org keras kepala ini bersama

Salam metta