... krn ga bisa post link nya.. aku tulis jawaban bhante utammo n copas jatakanya...
Mahluk halus memang kadang dapat "mempengaruhi" orang di sekitarnya, baik anggota keluarganya maupun yang bukan keluarga, sehingga orang tersebut akan bertindak dan berbicara menurut keinginan mahluk tersebut. Kondisi ini sering disebut sebagai "kesurupan". Sebenarnya, istilah "kesurupan" atau "kemasukan" itu adalah istilah yang kurang tepat, mengingat tubuh manusia bukanlah seperti sebuah gelas kosong yang dapat diisi dan dimasuki suatu cairan atau benda.
Istilah yang lebih sesuai dengan kenyataan ini adalah "dipengaruhi". Jadi, menghadapi orang yang sedang "dipengaruhi" mahluk halus, sebaiknya orang disekitarnya menanyakan kepada mahluk halus tersebut dengan baik-baik tentang maksud dan tujuannya. Biasanya mahluk itu akan menyampaikan sesuatu atau mengungkapkan kesulitan tertentu yang sedang dihadapinya. Kalau memang masalah yang dihadapi mahluk halus tersebut dapat dibantu, misalnya saja dengan memberitahukan keluarganya bahwa dirinya telah meninggal dunia, maka ada baiknya seorang umat Buddha dengan pikiran penuh kasih sayang berkenan membantu mereka. Dengan demikian, mereka dapat berbahagia di alam kelahiran yang sekarang dan tidak lagi berusaha "mempengaruhi" orang lagi karena masalahnya telah diselesaikan. Namun, kalau memang mahluk itu agak sulit diajak komunikasi, umat Buddha secara sendirian maupun berkelompok dapat membacakan Karaniyametta Sutta yaitu kotbah Sang Buddha tentang pemancaran cinta kasih. Sutta ini memang disampaikan oleh Sang Buddha dalam rangka memberikan pengertian kepada para mahluk halus agar tidak mengganggu manusia. Biasanya, setelah dibacakan sutta tersebut, orang yang "dipengaruhi" dapat tenang dan terbebas dari pengaruh mahluk halus.
B. Uttamo
Surabha-Miga-Jataka (Cerita Jataka tentang Dewa Sakka merasuki tubuh pendeta)
--------------------------------------------------------------------------------
Berikut ini adalah cerita Jataka No.483
SURABHA-MIGA-JATAKA
(di-ambil dari SUTTA PITAKA - KHUDDAKA NIKAYA - JATAKA VOL IV, terbitan INDONESIA TRIPITAKA CENTER - MEDAN)
"Terus berusaha, O manusia," dan seterusnya - Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berada di Jetavana, untuk menjelaskan secara lengkap sebuah pertanyaan singkat yang diajukan dirinya sendiri kepada Panglima Dharma (Sariputra).
Pada waktu itu, Sang Guru menanyakan sebuah pertanyaan singkat kepada sang Thera. Ini adalah cerita selengkapnya, yang disingkat, tentang keturunan dari alam Dewa.
Ketika Yang Mulia Pindola-Bharadvaja dengan kekuatan supranaturalnya memperoleh patta yang terbuat dari kayu cendana di hadapan saudagar besar Rajagaha, Sang Guru melarang para bhikkhu untuk menggunakan kekuatan gaib mereka. Kemudian penganut pandangan salah itu berpikir "Petapa Gotama ini telah mengeluarkan larangan dalam penggunaan kekuatan gaib; sekarang Beliau sendiri tidak akan menggunakan kekuatan gaibnya," Para siswa mereka menjadi terganggu dan berkata kepada para pesalah tersebut ,"Mengapa kalian tidak mengambil patta dengan kekuatan gaib ?" Mereka menjawab,"Ini bukanlah hal yang sulit bagi kami, teman. Tetapi kami berpikir, siapa yang mau menunjukkan kekuatannya yang bagus dan hebat hanya untuk sebuah patta kayu yang tidak begitu berharga? Jadi kami tidak mengambilnya. Para petapa dari kaum Sakya yang mengambilnya dan menunjukkan kekuatan gaib mereka dikarenakan keserakahan mereka belaka. Jangan pikir kami tidak bisa menggunakan kekuatan gaib. Katakanlah kami tidak mempertimbangkan murid petapa Gotama. Jika kami suka, kami akan menunjukkan kekuatan gaib kepada Gotama sendiri. Jika petapa Gotama menggunakan satu kekuatan gaib, kami akan menggunakan kekuatan gaib dua kali yang lebih bagus daripadanya."
Para bhikkhu yang mendengar ini, memberitahukan Sang Bhagava tentangnya, "Guru, para penganut pandangan salah itu mengatakan bahwa mereka akan membuat mukjizat." Sang Guru berkata, "Biarakan mereka melakukannya, para bhikkhu, saya juga akan melakukan hal yang sama." Raja Bimbisara mendengar hal ini dan pergi bertanya kepada Sang Bhagava, "Apakah Anda akan menggunakan kekuatan gaib, Bhante ?". "Ya, Paduka." "Bukankah ada perintah larangan yang dikeluarkan berkaitan dengan masalah ini, Bhante?" "Perintah itu, Paduka, dikeluarkan untuk para siswaku; tidak ada perintah larangan bagi para Buddha. Bunga dan buah di tamanmu tidak boleh diambil orang lain, tetapi peraturan ini tidak berlaku bagi dirimu sendiri." "Kalau begitu, dimana Anda akan menunjukkan kekuatan gaib, Bhante ?" "Di kota Savatthi, di bawah pohon mangga yang lebat." "Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan, Bhante?" "Tidak ada, Paduka."
Keesokan harinya setelah sarapan pagi, Sang Guru berpindapata. "Kemana Sang Guru pergi?" tanya orang-orang. Para Bhikkhu menjawab, "Ke gerbang kota Savatthi, di bawah pohon mangga yang lebat. Beliau akan menggunakan kekuatan gaibnya sebanyak dua kali kepada para pesalah yang membingungkan tersebut." Orang-orang berkata, "Kekuatan gaib yang akan digunakan ini adalah yang disebut-sebut dengan karya agung. Kami akan pergi melihatnya." Mereka pergi bersama dengan Sang Guru. Beberapa dari pesalah tersebut juga mengikuti Sang Guru, dengan para siswanya: "Kami juga akan menunjukkan suatu kekuatan gaib di tempat dimana petapa Gotama menunjukkan kekuatan gaibnya."
Akhirnya Sang Guru tiba di Savatthi, Raja bertanya kepadanya, "Apakah benar, Bhante, Anda akan menunjukkan kekuatan gaib seperti yang dikatakan orang-orang?" "Ya, benar." "Kapan?" "Pada hari ketujuh, mulai dari hari ini, di saat bulan purnama di bulan Juni." "Bolehkah saya membuat sebuah paviliun, Bhante?" "Tenang, Paduka. Tempat di mana saya akan menggunakan kekuatan gaib ini, akan dibangun oleh Dewa Sakka sebuah paviliun yang luasnya dua belas yojana," "Boleh saya mengumumkannya diseluruh kota?" "Silahkan saja, Paduka." Raja memanggil Penggema Dharma (Dhammaghosaka), dengan berpakaian lengkap, untuk memberitahukan pengumuman berikut ini: "Pengumuman! Sang Guru akan menggunakan kekuatan gaib kepada para penganut pandangan salah yang membingungkan tersebut di gerbang kota Savatthi, di bawah pohon mangga yang lebat, tujuh hari lagi dimulai dari hari ini!" Setiap hari pengumuman ini diberitahukan. Ketika para pesalah tersebut mendengar berita ini, bahwasanya kekuatan gaib akan digunakan di bawah pohon mangga yang lebat, mereka membayar semua pemiliki pohon mangga untuk menebang pohon mangganya di Savatthi.
Di malam bulan purnama, Sang Penggema Dhamma membuat pengumuman, "Pagi hari ini akan ditunjukkan kekuatan gaib tersebut." Dengan kekuatan para dewa, kejadian ini terlihat seolah-seolah seperti semua penduduk India berada di depan pintu dan mendengarkan pengumuman ini; Siapa saja yang memiliki niat untuk pergi di dalam hatinya, mereka akan pergi dan dapat melihat sendiri di Savatthi karena kerumunan orang itu terbentang mencapai dua belas ribu yojana.
Pagi-pagi buta, Sang Guru berkeliling untuk berpindapata. Tukang kebun kerajaan yang bernama Ganda atau Lebat, baru saja membawa untuk raja sebuah mangga masak, benar-benar masak, sangat besar. Ketika melihat Sang Guru di gerbang kota. "Buah ini pantas untuk Sang Guru," katanya sambil memberikannya. Sang Guru mengambilnya kemudian memakannya setelah duduk di satu sisi. Setelah selesai makan, Beliau berkata, "Ananda, berikan batu ini kepada tukang kebun untuk di tanam di tempat ini; ini akan tumbuh menjadi pohon mangga yang lebat." Ananda melakukan perintah Sang Guru. Tukang kebun itu menggali lubang dan menanamnya. Pada waktu itu juga, batunya pecah, keluar akar-akar, muncul batang pohon seperti tiang bajak yang merah dan tinggi. Bahkan ketika orang-orang yang melihatnya ini, pohon itu tumbuh menjadi sebuah pohon mangga yang sebesar seratus hasta, lebarnya lima puluh hasta dan cabang pohon yang tingginya lima puluh hasta juga. Pada waktu yang sama, bunga-bunga bermekaran, buah menjadi masak, pohon berdiri mengarah tinggi ke langit, tertutupi oleh lebah, dengan buah yang berwarna keemasan. Ketika angin berhembus di pohon ini, buah-buah manis tersebut jatuh, kemudian para bhikkhu datang ke pohon tersebut dan memakannya serta beristirahat. Dimalam hari, raja para dewa yang sedang mengamati dunia ini mengetahui bahwa ada tugas baginya untuk membuat sebuah paviliun yang dibangun dengan tujuh benda berharga. Maka ia mengutus Vissakamma untuk membuat sebuah paviliun dengan tujuh benda berharga yang luasnya mencapai dua belas yojana dan ditutupi oleh bunga teratai berwarna biru. Demikian para dewa dari sepuluh ribu belahan bumi berkumpul bersama. Setelah menggunakan ekuatan gaibnya kepada para pesalah yang membingungkan tersebut, Sang Guru berjalan melewati para siswa-Nya, membangkitkan keyakinan di dalam diri mereka, kemudian bangkit dan duduk di tempat duduk Buddha membabarkan hukum. Dua puluh juta umat menikmati air kehidupan. Kemudian dengan bermeditasi untuk mencari tahu dimana para Buddha pergi setelah menggunakan kekuatan gaib, Beliau mengetahui bahwa tempat itu adalah alam Surga Tavatimsa. Beliau bangkit dari duduknya, meletakkan kaki kanan-Nya di puncak gunung Yugandhara dan yang sebelah kiri di puncak gunung Sineru, dan memulai masa vassa di bawah pohon koral yang besar, duduk di tahta batu berwarna kuning, selama tiga bulan memberikan khotbah tentang Abidhamma kepada para dewa.
Orang-orang tidak tahu kemana Sang Guru pergi. Mereka melihat dan berkata, "MAri kita pulang," dan tinggal didalamnya selama musim hujan. Ketika masa vassa hampir berakhir dan pestanya telah dipersiapkan, Maha Mogallana pergi memberitahu Sang Bhagava. Dimana Sang Guru bertanya kepadanya, "Dimanakah Sariputra berada sekarang?" "Bhante, setelah kekuatan gaib itu yang membuatnya gembira, ia menetap dengan lima ratus bhikkhu lainnya di kota Samkassa sampai sekarang." "Mogallana, pada hari ketujuh mulai dari sekarang, saya akan turun ke depan pintu gerbang kota Samkassa. Bagi siapa saja yang ingin melihat Sang Tathagata datang berkumpul di dalam kota Samkassa." Siswa itu menyetujuinya, kemudian pergi memberitahu penduduk. Ia membawa semuanya dari Savatthi menuju ke Samkassa dengan secepat kedipan mata, yang berjarak sejauh tiga puluh yojana. Setelah semua persiapannya selesai untuk perayaan, Sang Guru memberitahu Dewa Sakka bahwa sudah waktunya Beliau kembali ke alam manusia. Kemudian Sakka berkata kepada Vissakamma, "Buat tangga bagi jalan Sang Dasabala untuk turun ke alam manusia. Ia meletakkan kepada tangga di puncak gunung Sineru dan ujungnya di gerbang kota Samkassa. Di antara keduanya, ia membuat tiga tingkatan, yaitu satu tingkat dengan permata, satu dengan perak dan satunya lagi dengan emas. Bagian pegangan dari tiang tangga tersebut tersebut dari tujuh benda berharga. Setelah menggunakan kekuatan gaib-Nya untuk pembebasan dunia, Sang guru turun dengan menggunakan tangga di udara yang tersebut dari batu permata. Sakka yang membawakan jubah dan patta beliau, Suyama membawa sebuah kipas ekor sapi, Brahma yang merupakan pimpinan semua makhluk memberikan payung, dan para dewa dari sepuluh ribu belahan bumi memuja dengan kalung bunga dan minyak wangi. Sewaktu Sang Guru bediri di anak tangga yang terakhir, pertama sekali Yang Mulia Sariputra memberikan salam hormat yang kemudian diikuti oleh rombongannya.
Dengan berada di antara kumpulan orang banyak itu. Sang Guru berpikir, "Mogallana telah menunjukkan bahwa dirinya memiliki kekuatan gaib, Upali pandai dalam peraturan sila (Vinaya), sedangkan kemampuan Sariputra dalam hal kebijaksanaan yang tinggi belum pernah ditunjukkan. Selain diriku, tidak ada orang lain yang kebijaksanaan yang demikian penuh dan lengkap. Saya akan membuat orang lain mengetahui tentang kebijaksaannya." Pertama-tama beliau menanyakan sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada umat awam (upasaka) dan mereka dapat menjawabnya. Kemudian Beliau menanyakan sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk mereka yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapanna dan mereka dapat menjawabnya, tetapi umat awam tidak dapat menjawabnya. Dengan cara yang sama, Beliau menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bergiliran kepada mereka yang telah mencapai tingkat kesucian Sakadagami, Anagami, Khinasava (Ia yang kotoran bathinnya telah lenyap, di beri contoh misalnya seorang arahat), Mahasavaka dan Aggasavaka (Savaka diartikan sebagai seorang pendengar, seorang siswa (tapi bukan seorang arahat); dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, mereka yang berada di bawah tingkatan secara bergiliran tidak dapat menjawabnya, tetapi mereka yang berada di atas tingkatan dapat menjawabnya. Kemudian Beliau menanyakan sebuah pertanyaan yang ditujukan pada tingkatan Sariputra; dan ini hanya bisa dijawab oleh Sariputra. Yang lain bertanya, "Siapakah murid yang dapat menjawab pertanyaan Sang Guru?" Mereka diberitahu bahwa orang tersebut adalah Dhammasenapati, namanya Sariputra. "Betapa tinggi kebijaksanaannya!" kata mereka. Sejak saat itu, kebijaksanaan sang Thera yang tinggi itu pun diketahui oleh manusia dan para dewa. Kemudian Sang Guru berkata kepadanya,
"Sebagian orang masih harus melewati cobaan, dan sebagian lagi telah mencapai tujuannya: Katakan perbedaan tingkah laku mereka, karena Anda mengetahui segalanya."
Setelah menanyakan pertanyaan tersebut yang datang dari ruang lingkup seorang Buddha, Beliau menambahkan, "Di sini ada sebuah kesimpulan singkat, Sariputra. Apa maksud dari semua permasalahan dengan sikapnya?" Sang Murid memikirkan pertanyaan tersebut. Ia berpikir, "Guru menanyakan tentang sikap benar yang dimiliki seseorang seiring bertambahnya tingkat kesucian, baik mereka yang berada di tingkat yang lebih rendah maupun yang telah mencapai tingkat tinggi?" Ia tidak memiliki keraguan terhadap pertanyaan yang umum. Tetapi ia kemudian berpikir, "Cara yang tepat untuk bertingkah laku dapat dijelaskan dalam banyak cara, sesuai dengan elemen penting dari orang tersebut, dan seterusnya dimulai dari itu. Sekarang dengan cara yang mana baru dapat saya jawab maksud dari Giri?" Ia ragu akan maksud tersebut. Sang Guru berpikir, "Sariputra tidak memiliki keraguan terhadap pertanyaan yang umum, tetapi ia ragu ketika berhubungan dengan sudut pandang mana saya melihatnya. Jika saya tidak memberikan petunjuk, ia tidak akan bisa menjawabnya. Jadi saya akan memberinya satu petunjuk. "Beliau memberi petunjuk tersebut dengan berkata, "Lihat kemari, Sariputra, apakah menurutmu ini benar?" (sambil menyebutkan beberapa petunjuk). Sariputra membenarkan petunjuk tersebut.
Setelah petunjuk diberikan, Beliau mengetahui bahwa Sariputra telah mengetahui maksud-Nya dan akan mampu menjawabnya dengan lengkap, dimulai dari elemen manusia. Demikianlah pertanyaan tersebut diberikan kepada sang murid, kemudian dengan seratus petunjuk, bukan, seribu petunjuk yang diberikan oleh Sang Guru, ia dapat menjawab pertanyaan yang berada di ruang lingkup seorang Buddha.
Sang Buddha memaparkan Dhamma kepada kumpulan tersebut yang memenuhi tempat seluas dua belas yojana. Tiga puluh juta orang menikmati air kehidupan ini.
Setelah selesai, kumpulan orang tersebut membubarkan diri dan Sang Guru melanjutkan perjalanannya sambil berpindapata yang akhirnya sampai di kota Savatthi. Keesokan harinya setelah berpindapat di Savatthi, Beliau memberitahukan semua bhikkhu tentang kewajiban mereka dan kemudian masuk ke dalam gandhakuti. Di malam hari, para bhikkhu duduk di dhammasabha membicarakan tentang kebijaksanaan Sariputra. "Kebijaksanaan tinggi, Avuso, dimiliki Sariputra. Ia memiliki kebijaksanaan yang luas, cepat, tajam dan menarik." Sang Guru menanyakan sebuah pertanyaan singkat dan ia dapat menjawabnya secara panjang lebar dan benar." Sang guru yang berjalan masuk menanyakan mereka apa yang sedang dibicarakan, dan mereka memberitahu-Nya. Beliau berkata, "Ini bukan pertama kai, para bhikkhu, Sariputra dapat menjawab dengan panjang lebar dan benar sebuah pertanyaan yang singkat, tetapi di masa lampau ia juga sudah pernah melakukannya," dan Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.