oleh: Ven. Ananda Mangala
Judul Asli: The Bhikkhu Sangha in The Buddha Sasana; Sumber: The Young Buddhist Suplement Commemorating Venerable Ananda Mangala Mahanayaka Thera's Twenty Five Years Dhammaduta Work p.15-20; Alih Bahasa: Dhana Putra; Editor: Nani Linda, SH.
Buddha Sasana
Interprestasi saya terhadap kata "Buddha Sasana" bukanlah suatu yang terdiri atau merupakan satu kesatuan lepas dari konsep Buddha Gautama, Dhamma, dan Sangha yang didirikanNya. Zaman sekarang, para sarjana dan agamawan bersedia bekerja sama untuk mencoba melakukan suatu lebih baik dari Sang Buddha sendiri. Inti dari tulisan ini ingin memberitahukan kepada pembaca akar yang paling dasar dari makna "Buddha Sasana", seperti yang dipahami pada zaman Sammasambuddha. Pangeran Siddharta adalah lambang dari seorang Bodhisatta yang memanfaatkan dirinya, melalui banyak petualangan samsara, pencapaian yang hebat dalam Sepuluh Kebajikan (Dasa Paramita). Saya lebih suka menekankan bahwa Buddha Gautama sebagai Sammasambuddha, sebagai guru para dewa dan manusia, dan juga sebagai satu-satunya Tathagata sejati sampai ajaranNya hilang total dan di tengah-tengah awan hitam garis perak dari muncul Buddha Maitreya.
Benar-benar saya tegaskan bahwa pada masa sekarang adalah masa ajaran Sammasambuddha Gautama. Bukan masa ajaran yang telah beralih kepada seorang bhikkhu, pemimpin negara, guru agama, atau pun seorang arahat. Banyak cara pemujaan yang aneh tumbuh subur seperti jamur di musim hujan dalam Buddha Sasana dari Buddha Gautama. Pernyataan "seperti di masa Buddha Gautama, demikian juga sekarang" merupakan kenyataan. Cara Buddha Gautama melaksanakannya melalui Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan akan tetap ada walaupun keadaan telah berubah. Merupakan suatu kejadian besar yang menyedihkan bahwa, beberapa sarjana terkenal dan beberapa bhikkhu yang condong ke arah duniawi mulai berbicara berulang kali tentang "anicca" (ketidak-kekalan), untuk menstabilkan cepatnya pertumbuhan gejala arus menuju hal-hal yang lebih bersifat duniawi di antara Bhikkhu Sangha dalam Buddha Sasana.
Buddha Sasana adalah tempat diterimanya Buddha Gautama sebagai Pencapai Kesempurnaan, mempraktikkan ajaranNya, dan jalan dari pembabaran ajaranNya. Ini telah didirikan dengan mantap ketika Sang Buddha menyatakan kalimat berikut kepada siswa utamanya,
"O Para bhikkhu, pergilah mengembara demi keuntungan orang banyak, demi kebahagiaan orang banyak, karena cinta kasih kepada dunia, demi kesejahteraan, keuntungan, dan kebahagiaan para dewa dan umat manusia. Janganlah pergi berdua ke arah yang sama. O para bhikkhu, umumkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya".
Para siswa utama itu memang istimewa, memiliki pembimbing pribadi yakni Sammasambuddha sendiri. Siswa utama itu yang tiada hentinya mempraktikkan Dhamma untuk mencapai pembebasan seluruh kekotoran batin (kilesa). Mereka adalah pendukung yang secara perlahan-lahan menghapuskan seluruh sisa nafsu akan kebencian dan angan-angan. Para siswa utama itu yang maju dalam Jalan Mulia dengan:
1. Latihan Patimokkha (sila).
2. Meditasi yang membebaskan semua kemelekatan manusia dan dewa (samadhi).
3. Kebijaksanaan —yang mengandung kebebasan akan ketergantungan terhadap ritual yang bersifat takhyul, dan memahami Kebenaran bahwa segala sesuatu yang berkondisi pasti berubah dan dalam keadaan yang berubah terus menerus dan kekurangan pada hakekatnya disebut "jiwa" —(pañña).
Buddha Dhamma
Ajaran Buddha Gautama memiliki selera duniawi yang secara perlahan-lahan melalui proses yang bertahap, memasuki ambang pintu di atas duniawi. Dhamma yang diajarkan telah dibuktikan oleh mereka yang melaksanakan sendiri disiplin dengan dedikasi yang sangat tinggi, dan hal ini tentu tidak mungkin bagi "sarjana profesional yang melaksanakan hanya dengan sebagian waktunya", "orang keyakinan keagamaannya setengah-setengah", dan "orang yang ketaatannya berorientasi pada keuntungan".
Dhamma seperti yang diajarkan oleh Buddha Gautama memantapkan Buddha Sasana dengan cinta kasih Sang Buddha yang sangat besar, yakni melalui:
1. Latihan meditasi dalam berbagai cara dengan latar belakang kondisi psikologi dari setiap individu.
2. Latihan biarawan dapat diterapkan untuk para bhikkhu dan bhikkhuni.
3. Sejumlah khotbah khusus ditujukan pada mereka yang meninggalkan kehidupan rumah tangga.
4. Beberapa khotbah pantas dan dapat diterapkan oleh perumah tangga.
5. Menggunakan cara tanya jawab dengan umat.
6. Melakukan latihan pada hari-hari uposatha.
7. Khotbah khusus yang tinggi untuk mereka yang telah berlatih meditasi vipassana dengan baik.
Bhikkhu Sangha
Adalah Sammasambuddha (Gautama Sakyamuni) yang mengajarkan para siswanya melaksanakan Jalan Mulia Beruas Delapan bagi para Bhikkhu Sangha dan upasaka-upasika. Bhikkhu Sangha ditangani sendiri oleh Sang Buddha dan ajaran yang diperkenalkannya, karena dan ketika kebutuhan itu muncul, diberikanlah latihan kedisiplinan yang dikenal dengan Patimokkha untuk para bhikkhu dan bhikkhuni. Latihan itu memiliki pendekatan humanis yang dalam terhadap masalah menghadapi "seorang bhikkhu melakukan kesalahan" melalui "latihan memperbaiki dengan proses yang simpati dan sabar".
Bhikkhu Sangha menonjol sebagai lambang kehidupan yang bersejarah dari kelanjutan Buddha Sasana sejak Tathagata parinibbana. Ini adalah sumber dari mana Dhamma terbukti terus dipelajari dan dipraktikkan dan juga sungguh-sungguh diselidiki serta disadari sepenuhnya.
Latihan Kedisiplinan
Tanggung jawab moral yang mengikat para bhikkhu dan bhikkhuni dikenal dengan Patimokkha Sila, dapat diterapkan dalam kehidupan tanpa paksaan. Apapun kemungkinannya, kemampuan para bhikkhu atau bhikkhuni dalam kehidupan sosial, budaya, pendidikan, profesional, administrasi atau tingkat organisasi; buktinya bhikkhu atau bhikkhuni yang sejati bertahan hanya karena ketaatan pada Patimokkha Sila. Latihan kedisplinan ini merupakan teknik yang baik untuk menghapus kekotoran batin dan mempercepat perjalanan petualangan dalam lingkaran samsara. Latihan dini diartikan membangun benteng dan membantu secara perlahan-lahan mendapat kekuatan untuk merealisasi Dhamma, di sini dan sekarang, tentu saja tidak dalam kehidupan berikutnya.
Ikhtiar para sarjana hanya bersangkutan dengan benteng penyebaran Dhamma. Akan tetapi, tanpa usaha yang tekun dalam "semangat dan tulisan Dhamma", para sarjana dan akademikus yang mahir pun hanyalah dinding penopang "teori" dan bukan "praktik". Teori memasak dan mengetahui resep tidak cukup untuk memberikan rasa sedap pada makanan, jika resep itu tidak dipraktikkan.
Demikian pula, rasa buah Dhamma, harus diterapkan dalam praktik, yakni patimokkha Sila.
Tugas Bhikkhu Sangha adalah berusaha sekuat tenaga untuk berjalan pada jalan Patimokkha Sila dan mencapainya, di sini dan sekarang, salah satu rasa dari Buddha Dhamma —rasa akan pembebasan dan tanpa kematian.
Praktik Kedisiplinan
I. Bagi para bhikkhu —proses pertumbuhan yang bertahap terdiri dari:
1. belajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
2. belajar Dhamma, mengajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
3. memasuki pelajaran Dhamma yang lebih jauh, mengajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
4. sepenuhnya melakukan latihan vipassana dan menjalani Patimokkha Sila dengan taat.
II. Bagi para bhikkhuni —sama halnya dengan bhikkhu tetapi dengan Patimokkha Sila dari Sangha Bhikkhuni.
III. Bagi umat awam:
A. Bagi seorang upasaka-upasika:
1. mempelajari tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan Pancasila Buddhis.
2. belajar lebih banyak tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan delapan sila.
3. belajar lebih banyak lagi tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan Sepuluh Sila (Dasasila). (Latihan sila bagi samanera membuat seorang samanera mempersiapkan dirinya untuk menjadi bhikkhu).
B. Bagi umat awam:
1. menerima latihan yang bersifat kerohanian —menerima Tisarana, menjalankan sila setiap saat dan pada saat yang sama menanam kebajikan seperti dinyatakan dalam paramita dan meditasi.
2. menerima latihan yang bersifat kerohanian —menerima Tisarana dan menentukan sendiri atas disiplin yang dengan tujuan untuk mencapai kemampuan Bodhisatta dan meditasi.
Apakah Maknanya Kata "Bhikkhu"
Dalam seluruh Kitab Suci Tipitaka (Pali) tidak ada istilah lain yang menguraikan tentang "Samana" selain kata "bhikkhu". Kata bhikkhu mempunyai ciri tradisional yang pasti tidak dapat disamakan dengan kata seperti "guru", "lama", "yang mulia", "sadhu", atau "pendeta".
Kata Bhikkhu juga tidak dapat dikatakan dengan definisi "pekerja ajaib", "ahli silat" atau orang yang menggunakan keahliannya untuk menghasilkan uang. Kata bhikkhu juga tidak dapat dikatakan sebagai "manipulator" untuk menipu umat.
Namun seorang bhikkhu adalah seorang individu yang pada waktu memasuki Sangha dengan upacara upasampada, dan tidak memiliki rintangan seperti:
1. hutang.
2. ikatan keluarga.
3. cacat kelamin.
4. mempunyai penyakit kulit yang tidak dapat disembuhkan.
5. cacat fisik (buta, tuli, atau pincang).
6. kewajiban milliter.
7. perjanjian lainnya dengan raja maupun negara.
Seorang bhikkhu adalah orang yang menjalankan hidup tanpa ikatan perkawinan. Bhikkhu termasuk adalah anggota Sangha dalam Buddha Sasana dan secara sukarela menyatakan dirinya untuk belajar Buddha Dhamma, mempraktikkan Dhamma, dan taat pada Patimokkha Sila untuk merealisasi buah dari Jalan Mulia Beruas Delapan, di sini dan sekarang.
Bhikkhu adalah orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan mencoba dalam setidaknya tingkat yang paling dasar untuk memahami Empat Kesunyataan Mulia. Bhikkhu adalah orang yang menggunakan seluruh waktunya untuk mengamati munculnya "khayalan diri sendiri", kasar maupun halus.
Ketergantungan Mulia Seorang Bhikkhu
Empat kebutuhan pokoknya yaitu makanan, pakaian, tempat tinggal, dan obat-obatan, para bhikkhu sudah terlatih untuk sepenuhnya tergantung pada umatnya untuk:
1. Makanan.
Bhikkhu pergi pindapatta atau menerima dana makanan hanya untuk mempertahankan tubuhnya, menjauhi rasa sakit karena lapar. Dia melatih diri untuk makan secukupnya, pada waktu sebelum tengah hari. Tentu saja, ia tidak makan untuk membentuk otot-ototnya, membuatnya kuat supaya terlihat menarik. Dia mengekang nafsu dan berusaha menjaga kesadarannya dengan baik untuk melepas dirinya sendiri dari "rasa" dan juga "keterikatan yang sensual". Dia melatih pikirannya untuk tetap menjaga kewaspadaan sehingga dapat melatih Usaha Benar, Pikiran Benar, dan Konsentrasi Benar.
2. Jubah.
Bhikkhu menerima jubahnya untuk menutupi tubuhnya, untuk melindungi tubuhnya dari panas dan dingin dan angin, dan juga melindungi tubuhnya dari gigitan serangga. Ia harus mengenakan jubahnya dengan penuh perhatian, tanpa sedikitpun cenderung pada hal yang bersifat duniawi atau menyesuaikan diri dengan mode. Dia benar-benar sadar sepenuhnya bahwa jubah adalah lambang dari pelepasan dari kehidupan rumah tangganya dan menerima kehidupan tanpa rumah. Berpakaian untuk membantunya mengembangkan kemampuannya dalam memperkuat Sati —kesadaran.
3. Tempat Tinggal.
Bhikkhu menerima tempat tinggal yang dipersembahkan oleh donatur. Dia akan menggunakan tempat tinggal dan perlengkapannya untuk mendapat lebih banyak kesempatan mengembangkan sati —pemusatan pikiran. Dia menerima tempat tinggal atau perlengkapannya hanya untuk mencabut ketidaksenangan sehingga dia dapat membantu di waktu ini untuk mencapai pemusatan pikiran.
4. Obat-obatan.
Bhikkhu menerima obat-obatan tanpa keinginan seperti umat awam. Dia menggunakan obat untuk mengatasi rasa sakit jasmani yang dideritanya, sehingga dia dapat melanjutkan tugas baktinya dalam berusaha sekeras-kerasnya dalam disiplin kehidupan para bhikkhu. Dia mulai tumbuh lebih hidup dalam anicca, dukkha, dan anatta. Dia tidak diikuti dengan kegelisahan dan kemelekatan dari orang biasa. Dia memperkuat kondisi Satipattana untuk menumbuhkan kesadaran sifat alamiah dari semua kondisi dan dengan memantulkan kesadarannya mencapai kebijaksanaan Dhamma.
Apa Yang Tidak Boleh Dilakukan Seorang Bhikkhu
Umat yang menyokong para bhikkhu dalam Buddha Sasana harus mengerti komitmen para bhikkhu dalam kehidupan kebhikkhuannya. Oleh karena itu, dengan rasa kasihan yang mendalam memberikan dorongan yang memungkinkan bagi seorang bhikkhu untuk berbuat sesuai dengan komitmen Patimokkha Sila.
Bhikkhu tidak mengelola unsur-unsur pengetahuan dan materi duniawi. Seorang bhikkhu tidak menjadi tiang penyangga dalam cara awam dari pendirian pusat agama Buddha, tetapi dia hanya berkewajiban untuk tinggal dalam peraturan Patimokkha tanpa memilikinya untuk selama-lamanya, tetapi hanya menggunakannya dalam kehendak dan kesenangan orang biasa. Seorang tidak berbuat sesuai dengan kehidupan seorang bhikkhu, bila dia mencari nafkah dengan menerima gaji atau menggunakan kemampuannya untuk memperoleh honor. Seorang bhikkhu tidak pernah mencari jaminan dalam hubungannya dengan empat kebutuhan pokok, tetapi tetap sebagai seorang bhikkhu tergantung dan menerima situasi sebagaimana adanya dan apa yang terjadi.
Bhikkhu menjadi kekurangan dari istilah bhikkhu bila ia mencari jaminan dalam keinginan material. Tugasnya hanya mencari "jaminan spritual". Bhikkhu seharusnya tidak menjadi beban bagi donaturnya, namun tetap mudah dirawat. Seorang bhikkhu berhenti menjadi bhikkhu seutuhnya bila dia melanggar salah satu dari empat peraturan utama (parajika).
bersambung..