//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhikkhu Sangha Dalam Buddha Sasana  (Read 2731 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Bhikkhu Sangha Dalam Buddha Sasana
« on: 09 October 2010, 07:54:36 AM »
oleh: Ven. Ananda Mangala

Judul Asli: The Bhikkhu Sangha in The Buddha Sasana; Sumber: The Young Buddhist Suplement Commemorating Venerable Ananda Mangala Mahanayaka Thera's Twenty Five Years Dhammaduta Work p.15-20; Alih Bahasa: Dhana Putra; Editor: Nani Linda, SH.

Buddha Sasana

Interprestasi saya terhadap kata "Buddha Sasana" bukanlah suatu yang terdiri atau merupakan satu kesatuan lepas dari konsep Buddha Gautama, Dhamma, dan Sangha yang didirikanNya. Zaman sekarang, para sarjana dan agamawan bersedia bekerja sama untuk mencoba melakukan suatu lebih baik dari Sang Buddha sendiri. Inti dari tulisan ini ingin memberitahukan kepada pembaca akar yang paling dasar dari makna "Buddha Sasana", seperti yang dipahami pada zaman Sammasambuddha. Pangeran Siddharta adalah lambang dari seorang Bodhisatta yang memanfaatkan dirinya, melalui banyak petualangan samsara, pencapaian yang hebat dalam Sepuluh Kebajikan (Dasa Paramita). Saya lebih suka menekankan bahwa Buddha Gautama sebagai Sammasambuddha, sebagai guru para dewa dan manusia, dan juga sebagai satu-satunya Tathagata sejati sampai ajaranNya hilang total dan di tengah-tengah awan hitam garis perak dari muncul Buddha Maitreya.

Benar-benar saya tegaskan bahwa pada masa sekarang adalah masa ajaran Sammasambuddha Gautama. Bukan masa ajaran yang telah beralih kepada seorang bhikkhu, pemimpin negara, guru agama, atau pun seorang arahat. Banyak cara pemujaan yang aneh tumbuh subur seperti jamur di musim hujan dalam Buddha Sasana dari Buddha Gautama. Pernyataan "seperti di masa Buddha Gautama, demikian juga sekarang" merupakan kenyataan. Cara Buddha Gautama melaksanakannya melalui Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan akan tetap ada walaupun keadaan telah berubah. Merupakan suatu kejadian besar yang menyedihkan bahwa, beberapa sarjana terkenal dan beberapa bhikkhu yang condong ke arah duniawi mulai berbicara berulang kali tentang "anicca" (ketidak-kekalan), untuk menstabilkan cepatnya pertumbuhan gejala arus menuju hal-hal yang lebih bersifat duniawi di antara Bhikkhu Sangha dalam Buddha Sasana.

Buddha Sasana adalah tempat diterimanya Buddha Gautama sebagai Pencapai Kesempurnaan, mempraktikkan ajaranNya, dan jalan dari pembabaran ajaranNya. Ini telah didirikan dengan mantap ketika Sang Buddha menyatakan kalimat berikut kepada siswa utamanya,

"O Para bhikkhu, pergilah mengembara demi keuntungan orang banyak, demi kebahagiaan orang banyak, karena cinta kasih kepada dunia, demi kesejahteraan, keuntungan, dan kebahagiaan para dewa dan umat manusia. Janganlah pergi berdua ke arah yang sama. O para bhikkhu, umumkanlah Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya".

Para siswa utama itu memang istimewa, memiliki pembimbing pribadi yakni Sammasambuddha sendiri. Siswa utama itu yang tiada hentinya mempraktikkan Dhamma untuk mencapai pembebasan seluruh kekotoran batin (kilesa). Mereka adalah pendukung yang secara perlahan-lahan menghapuskan seluruh sisa nafsu akan kebencian dan angan-angan. Para siswa utama itu yang maju dalam Jalan Mulia dengan:

1. Latihan Patimokkha (sila).
2. Meditasi yang membebaskan semua kemelekatan manusia dan dewa (samadhi).
3. Kebijaksanaan —yang mengandung kebebasan akan ketergantungan terhadap ritual yang bersifat takhyul, dan memahami Kebenaran bahwa segala sesuatu yang berkondisi pasti berubah dan dalam keadaan yang berubah terus menerus dan kekurangan pada hakekatnya disebut "jiwa" —(pañña).



Buddha Dhamma

Ajaran Buddha Gautama memiliki selera duniawi yang secara perlahan-lahan melalui proses yang bertahap, memasuki ambang pintu di atas duniawi. Dhamma yang diajarkan telah dibuktikan oleh mereka yang melaksanakan sendiri disiplin dengan dedikasi yang sangat tinggi, dan hal ini tentu tidak mungkin bagi "sarjana profesional yang melaksanakan hanya dengan sebagian waktunya", "orang keyakinan keagamaannya setengah-setengah", dan "orang yang ketaatannya berorientasi pada keuntungan".

Dhamma seperti yang diajarkan oleh Buddha Gautama memantapkan Buddha Sasana dengan cinta kasih Sang Buddha yang sangat besar, yakni melalui:

1. Latihan meditasi dalam berbagai cara dengan latar belakang kondisi psikologi dari setiap individu.
2. Latihan biarawan dapat diterapkan untuk para bhikkhu dan bhikkhuni.
3. Sejumlah khotbah khusus ditujukan pada mereka yang meninggalkan kehidupan rumah tangga.
4. Beberapa khotbah pantas dan dapat diterapkan oleh perumah tangga.
5. Menggunakan cara tanya jawab dengan umat.
6. Melakukan latihan pada hari-hari uposatha.
7. Khotbah khusus yang tinggi untuk mereka yang telah berlatih meditasi vipassana dengan baik.



Bhikkhu Sangha

Adalah Sammasambuddha (Gautama Sakyamuni) yang mengajarkan para siswanya melaksanakan Jalan Mulia Beruas Delapan bagi para Bhikkhu Sangha dan upasaka-upasika. Bhikkhu Sangha ditangani sendiri oleh Sang Buddha dan ajaran yang diperkenalkannya, karena dan ketika kebutuhan itu muncul, diberikanlah latihan kedisiplinan yang dikenal dengan Patimokkha untuk para bhikkhu dan bhikkhuni. Latihan itu memiliki pendekatan humanis yang dalam terhadap masalah menghadapi "seorang bhikkhu melakukan kesalahan" melalui "latihan memperbaiki dengan proses yang simpati dan sabar".

Bhikkhu Sangha menonjol sebagai lambang kehidupan yang bersejarah dari kelanjutan Buddha Sasana sejak Tathagata parinibbana. Ini adalah sumber dari mana Dhamma terbukti terus dipelajari dan dipraktikkan dan juga sungguh-sungguh diselidiki serta disadari sepenuhnya.



Latihan Kedisiplinan

Tanggung jawab moral yang mengikat para bhikkhu dan bhikkhuni dikenal dengan Patimokkha Sila, dapat diterapkan dalam kehidupan tanpa paksaan. Apapun kemungkinannya, kemampuan para bhikkhu atau bhikkhuni dalam kehidupan sosial, budaya, pendidikan, profesional, administrasi atau tingkat organisasi; buktinya bhikkhu atau bhikkhuni yang sejati bertahan hanya karena ketaatan pada Patimokkha Sila. Latihan kedisplinan ini merupakan teknik yang baik untuk menghapus kekotoran batin dan mempercepat perjalanan petualangan dalam lingkaran samsara. Latihan dini diartikan membangun benteng dan membantu secara perlahan-lahan mendapat kekuatan untuk merealisasi Dhamma, di sini dan sekarang, tentu saja tidak dalam kehidupan berikutnya.

Ikhtiar para sarjana hanya bersangkutan dengan benteng penyebaran Dhamma. Akan tetapi, tanpa usaha yang tekun dalam "semangat dan tulisan Dhamma", para sarjana dan akademikus yang mahir pun hanyalah dinding penopang "teori" dan bukan "praktik". Teori memasak dan mengetahui resep tidak cukup untuk memberikan rasa sedap pada makanan, jika resep itu tidak dipraktikkan.

Demikian pula, rasa buah Dhamma, harus diterapkan dalam praktik, yakni patimokkha Sila.

Tugas Bhikkhu Sangha adalah berusaha sekuat tenaga untuk berjalan pada jalan Patimokkha Sila dan mencapainya, di sini dan sekarang, salah satu rasa dari Buddha Dhamma —rasa akan pembebasan dan tanpa kematian.



Praktik Kedisiplinan

I. Bagi para bhikkhu —proses pertumbuhan yang bertahap terdiri dari:
1. belajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
2. belajar Dhamma, mengajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
3. memasuki pelajaran Dhamma yang lebih jauh, mengajar Dhamma, mempraktikkan Patimokkha Sila dan meditasi.
4. sepenuhnya melakukan latihan vipassana dan menjalani Patimokkha Sila dengan taat.
II. Bagi para bhikkhuni —sama halnya dengan bhikkhu tetapi dengan Patimokkha Sila dari Sangha Bhikkhuni.
III. Bagi umat awam:
A. Bagi seorang upasaka-upasika:
1. mempelajari tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan Pancasila Buddhis.
2. belajar lebih banyak tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan delapan sila.
3. belajar lebih banyak lagi tentang Tisarana, meditasi, dan menjalankan Sepuluh Sila (Dasasila). (Latihan sila bagi samanera membuat seorang samanera mempersiapkan dirinya untuk menjadi bhikkhu).
B. Bagi umat awam:
1. menerima latihan yang bersifat kerohanian —menerima Tisarana, menjalankan sila setiap saat dan pada saat yang sama menanam kebajikan seperti dinyatakan dalam paramita dan meditasi.
2. menerima latihan yang bersifat kerohanian —menerima Tisarana dan menentukan sendiri atas disiplin yang dengan tujuan untuk mencapai kemampuan Bodhisatta dan meditasi.



Apakah Maknanya Kata "Bhikkhu"

Dalam seluruh Kitab Suci Tipitaka (Pali) tidak ada istilah lain yang menguraikan tentang "Samana" selain kata "bhikkhu". Kata bhikkhu mempunyai ciri tradisional yang pasti tidak dapat disamakan dengan kata seperti "guru", "lama", "yang mulia", "sadhu", atau "pendeta".

Kata Bhikkhu juga tidak dapat dikatakan dengan definisi "pekerja ajaib", "ahli silat" atau orang yang menggunakan keahliannya untuk menghasilkan uang. Kata bhikkhu juga tidak dapat dikatakan sebagai "manipulator" untuk menipu umat.

Namun seorang bhikkhu adalah seorang individu yang pada waktu memasuki Sangha dengan upacara upasampada, dan tidak memiliki rintangan seperti:

1. hutang.
2. ikatan keluarga.
3. cacat kelamin.
4. mempunyai penyakit kulit yang tidak dapat disembuhkan.
5. cacat fisik (buta, tuli, atau pincang).
6. kewajiban milliter.
7. perjanjian lainnya dengan raja maupun negara.

Seorang bhikkhu adalah orang yang menjalankan hidup tanpa ikatan perkawinan. Bhikkhu termasuk adalah anggota Sangha dalam Buddha Sasana dan secara sukarela menyatakan dirinya untuk belajar Buddha Dhamma, mempraktikkan Dhamma, dan taat pada Patimokkha Sila untuk merealisasi buah dari Jalan Mulia Beruas Delapan, di sini dan sekarang.

Bhikkhu adalah orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh dan mencoba dalam setidaknya tingkat yang paling dasar untuk memahami Empat Kesunyataan Mulia. Bhikkhu adalah orang yang menggunakan seluruh waktunya untuk mengamati munculnya "khayalan diri sendiri", kasar maupun halus.



Ketergantungan Mulia Seorang Bhikkhu

Empat kebutuhan pokoknya yaitu makanan, pakaian, tempat tinggal, dan obat-obatan, para bhikkhu sudah terlatih untuk sepenuhnya tergantung pada umatnya untuk:

1. Makanan.
Bhikkhu pergi pindapatta atau menerima dana makanan hanya untuk mempertahankan tubuhnya, menjauhi rasa sakit karena lapar. Dia melatih diri untuk makan secukupnya, pada waktu sebelum tengah hari. Tentu saja, ia tidak makan untuk membentuk otot-ototnya, membuatnya kuat supaya terlihat menarik. Dia mengekang nafsu dan berusaha menjaga kesadarannya dengan baik untuk melepas dirinya sendiri dari "rasa" dan juga "keterikatan yang sensual". Dia melatih pikirannya untuk tetap menjaga kewaspadaan sehingga dapat melatih Usaha Benar, Pikiran Benar, dan Konsentrasi Benar.
2. Jubah.
Bhikkhu menerima jubahnya untuk menutupi tubuhnya, untuk melindungi tubuhnya dari panas dan dingin dan angin, dan juga melindungi tubuhnya dari gigitan serangga. Ia harus mengenakan jubahnya dengan penuh perhatian, tanpa sedikitpun cenderung pada hal yang bersifat duniawi atau menyesuaikan diri dengan mode. Dia benar-benar sadar sepenuhnya bahwa jubah adalah lambang dari pelepasan dari kehidupan rumah tangganya dan menerima kehidupan tanpa rumah. Berpakaian untuk membantunya mengembangkan kemampuannya dalam memperkuat Sati —kesadaran.
3. Tempat Tinggal.
Bhikkhu menerima tempat tinggal yang dipersembahkan oleh donatur. Dia akan menggunakan tempat tinggal dan perlengkapannya untuk mendapat lebih banyak kesempatan mengembangkan sati —pemusatan pikiran. Dia menerima tempat tinggal atau perlengkapannya hanya untuk mencabut ketidaksenangan sehingga dia dapat membantu di waktu ini untuk mencapai pemusatan pikiran.
4. Obat-obatan.
Bhikkhu menerima obat-obatan tanpa keinginan seperti umat awam. Dia menggunakan obat untuk mengatasi rasa sakit jasmani yang dideritanya, sehingga dia dapat melanjutkan tugas baktinya dalam berusaha sekeras-kerasnya dalam disiplin kehidupan para bhikkhu. Dia mulai tumbuh lebih hidup dalam anicca, dukkha, dan anatta. Dia tidak diikuti dengan kegelisahan dan kemelekatan dari orang biasa. Dia memperkuat kondisi Satipattana untuk menumbuhkan kesadaran sifat alamiah dari semua kondisi dan dengan memantulkan kesadarannya mencapai kebijaksanaan Dhamma.



Apa Yang Tidak Boleh Dilakukan Seorang Bhikkhu

Umat yang menyokong para bhikkhu dalam Buddha Sasana harus mengerti komitmen para bhikkhu dalam kehidupan kebhikkhuannya. Oleh karena itu, dengan rasa kasihan yang mendalam memberikan dorongan yang memungkinkan bagi seorang bhikkhu untuk berbuat sesuai dengan komitmen Patimokkha Sila.

Bhikkhu tidak mengelola unsur-unsur pengetahuan dan materi duniawi. Seorang bhikkhu tidak menjadi tiang penyangga dalam cara awam dari pendirian pusat agama Buddha, tetapi dia hanya berkewajiban untuk tinggal dalam peraturan Patimokkha tanpa memilikinya untuk selama-lamanya, tetapi hanya menggunakannya dalam kehendak dan kesenangan orang biasa. Seorang tidak berbuat sesuai dengan kehidupan seorang bhikkhu, bila dia mencari nafkah dengan menerima gaji atau menggunakan kemampuannya untuk memperoleh honor. Seorang bhikkhu tidak pernah mencari jaminan dalam hubungannya dengan empat kebutuhan pokok, tetapi tetap sebagai seorang bhikkhu tergantung dan menerima situasi sebagaimana adanya dan apa yang terjadi.

Bhikkhu menjadi kekurangan dari istilah bhikkhu bila ia mencari jaminan dalam keinginan material. Tugasnya hanya mencari "jaminan spritual". Bhikkhu seharusnya tidak menjadi beban bagi donaturnya, namun tetap mudah dirawat. Seorang bhikkhu berhenti menjadi bhikkhu seutuhnya bila dia melanggar salah satu dari empat peraturan utama (parajika).



bersambung..
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Bhikkhu Sangha Dalam Buddha Sasana
« Reply #1 on: 09 October 2010, 07:54:56 AM »
Dapatkah Seorang Bhikkhu Direhabilitasi

Ada dua cara untuk merehabilitasi seorang bhikkhu, secara spritual dan material:

I. Secara Spritual —dengan membaca kembali Patimokkha dalam pasamuan bhikkhu sangha dan sadar sepenuhnya bahwa praktik ini akan membangkitkannya untuk menyokong usahanya sendiri mencapai kesucian. Melalui perbaikan diri dan pelaksanaan dari "Sangha kamma".
II. Secara Material —dengan bersikap sedang dalam segala kebutuhan. Bersikap sedang dalam hal makanan, jubah, dan tempat tinggal.

Sang Buddha dengan kasih sayangnya yang sangat besar (mahakaruna) mempersiapkan suatu masa selama tiga bulan untuk memusatkan diri pada perbaikan spritual yang bertepatan dengan dimulainya musim hujan (masa vassa) sehingga dapat bersama-sama bhikkhu sangha dalam kebersamaan spritual yang belum diselesaikan bernama "vas", yang berakhir setelah tiga bulan dengan upacara Kathina. Masa tiga bulan ini adalah saat yang sangat berharga dalam kehidupan para bhikkhu karena dia dapat tinggal bersama dalam persatuan bhikkhu sangha dan memenuhi latihan spritual yang mendasar dan pada saat yang bersamaan merawat dengan donatur yang saleh.

Agak cukup sial bila masa vassa ini kehilangan arti spritual dan hanya menjadi tradisi rutin untuk mengejar latihan sosial yang di luar. Usaha harus dilakukan untuk memperkuat makna dari tiga bulan besar tersebut, yang menyokong perbaikan bagi para bhikkhu. Pengulangan pembacaan Patimokkha harus ditumbuhkan pada para bhikkhu dalam kondisi kesiapan dan membawa para bhikkhu menuju kesadaran penuh, dengan acuan pada bidangnya bagi seorang bhikkhu. Pengulangan seharusnya di bawah keadaan yang tidak menjadi hanya latihan rutin verbal dari pengulangan itu atau hanya mendengarkan latihan. Dalam latihan dengan kesadaran yang dalam, bhikkhu harus menumbuhkan sikap pencarian batin dengan bertanya pada dirinya sendiri:

1. Mengapa saya menjadi seorang bhikkhu?
2. Apakah saya benar-benar seorang bhikkhu?
3. Apakah saya datang dalam kesucian disiplin?
4. Haruskah saya mengambil keuntungan dari latihan yang diperbaiki?
5. Apakah saya ingin mengatasi hal yang membuat penurunan?
6. Apakah saya selanjutnya berada pada jalan yang membawa kebebasan?
7. Apakah saya tergelincir dan terjatuh pada sungai dari "tidak kembali"?



Mahagopalaka Sutta

Kedudukan bhikkhu dalam Buddha Sasana telah jelas dinyatakan oleh Sang Buddha dalam Mahagopalaka Sutta yang dikenal dengan "sutta tentang gembala sapi". Sang Buddha tidak pernah diam apabila ada yang ingin mempertanyakan antara yang benar dan salah.

Ketika Sang Buddha tinggal di Savatthi, di Jetavanarama, di vihara milik Anathapindika, seorang milioner. Sang Buddha memanggil para bhikkhu dan menyapanya demikian:

"Oh, para bhikkhu, seorang pengembala yang mempunyai sebelas cacat tidak cocok untuk memelihara kawanan ternak dan membuat kariernya berhasil. Apakah yang sebelas itu?"

"Dalam dunia ini, seorang pengembala yang:

1. tidak mengenal rupa (segala bentuk).
2. tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan watak.
3. tidak tahu bagaimana caranya membuang tahi lalat.
4. tidak tahu bagaimana membalut luka.
5. tidak tahu bagaimana membuat asap.
6. tidak tahu di mana ada arungan.
7. tidak tahu mana air yang dapat diminum dan yang tidak.
8. tidak tahu jalan.
9. tidak pandai dalam hal ladang pengembalaan.
10. mengeringkan susu.
11. tidak dapat memberikan pertimbangan khusus, sapi mana yang memimpin".

"Bhikkhu, dengan cara yang sama seorang bhikkhu yang memiliki sebelas cacat tidak cocok untuk mencapai:

1. pertumbuhan.
2. kemajuan.
3. perkembangan penuh dalam Dhamma-vinaya. Apakah sebelas hal tersebut?"

Sang Buddha menguraikan sepuluh hal seperti tentang pengembala tetapi pada point kesebelas. Beliau berkata sebagai berikut,

"tidak memberikan pertimbangan apapun kepada bhikkhu yang telah lama, siapa yang tua dan siapa yang memimpin Bhikkhu Sangha".



Pertumbuhan, Kemajuan, Dan perkembangan

Sang Buddha dalam Mahagopalaka Sutta mengambil saat yang baik untuk mengobati kemunduran yang membatalkan para bhikkhu dari jalan pertumbuhan, kemajuan, dan pengembangan penuh. Kemudian Sang Buddha melanjutkan:

1. Bagaimanakah bhikkhu yang mengenal rupa?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu memahami "rupa" (dalam segala bentuknya) sebagaimana adanya. Dia memahami segala macam bentuk yang terurai menjadi empat unsur dasar (apo, tejo, vayu, dan patthavi).
2. Bagaimana seorang bhikkhu mampu membedakan karakter?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu mengenal segala sesuatu sebagai adanya, yakni kebodohan adalah karakter dari orang yang berkeinginan buruk dan kebijaksanaan adalah keinginan yang baik.
3. Bagaimana seorang bhikkhu menghilangkan telor lalat?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu tidak terhibur dengan kesenangan indera. Dia tidak membiarkan pikiran yang dengki. Dia tidak mengizinkan pikiran yang jahat. Dia tidak mendorong munculnya niat yang buruk. Apabila hal tersebut muncul, seorang bhikkhu harus menghilangkannya, membuangnya, menghalanginya, dan berusaha dengan serius untuk melenyapkan penyebabnya.
4. Bagaimana seorang bhikkhu merawat luka?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu yang menerima bentuk lewat matanya, mendengar suara, mencium bau, merasakan rasa, merasa kontak dengan badan, mengenal objek mental, adalah tidak dikelilingi dengan pandangan umum, membuat dia berusaha dengan tekun untuk menjaga kemampuan indera dan menangkis segala kesempatan yang tidak bermanfaat dan berguna seperti iri hati dan kesedihan yang akan menggagalkan usahanya. Bhikkhu menjalani kehidupannya dengan penuh perhatian dan tetap tekun.
5. Bagaimana seorang bhikkhu membuat asap?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu mengajarkan Dhamma dengan terperinci kepada orang lain, sebagaimana yang dia dengar dan pelajari.
6. Bagaimana seorang bhikkhu mengetahui arus?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu yang ada kalanya mengunjungi para thera, yang tahu lebih banyak dan tahu belajar Dhamma Vinaya dan Patimokkha, bertanya, "Apakah asal usul kata ini, bhante? Apakah arti kata ini, bhante?" Kemudian, Thera tersebut akan memperlihatkan kepadanya apa yang harus diperlihatkan, menjelaskan apa yang harus dijelaskan, dan berbagai pokok ajaran yang akan menghilangkan keragu-raguannya.
7. Bagaimana seorang bhikkhu tahu, mana air yang harus diminum atau tidak?
Dalam Sasana, O para bhikkhu, bila Dhamma Vinaya telah dijelaskan, seorang bhikkhu mendapat pengetahuan dari maknanya, mengenal Dhamma, dan memperoleh kesenangan dengan apa yang berhubungan dalam merealisasi Dhamma.
8. Bagaimana seorang bhikkhu memahami jalan?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu memahami delapan ruas jalan mulia.
9. Bagaimana seorang bhikkhu menjadi pandai terhadap tanah gembalaan?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu memahami empat landasan meditasi seperti yang diketahuinya.
10. Bagaimana seorang bhikkhu tidak membuat susu kering?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu ketika donatur mempersembahkan kepadanya jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan; bersikap sedang dalam menerimanya.
11. Bagaimana seorang bhikkhu memberikan penghormatan kepada yang lebih tua?
Dalam Sasana, seorang bhikkhu menyenangi yang lebih tua dengan berbagai keperluan, ucapan yang sopan, pikiran hormat, baik di depan umum maupun pada saat berdua.

O para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki sebelas kualitas tersebut pasti akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan perkembangan yang penuh dalam Sasana.



Keunggulan Yang Terawat

Perawatan dari bhikkhu telah disusun dengan baik berdasarkan kasih sayang Sang Buddha tanpa mengganggu kebebasan para bhikkhu. Usaha fakultatif memberikan keunggulan. Gerakan apa saja yang harus ditentukan tersebut:

1. keunggulan dari kebebasan.
2. keunggulan dari kebebasan disiplin.
3. keunggulan dalam mengkoreksi diri sendiri.
4. keunggulan dalam pemusatan pikiran.
5. keunggulan dalam bentuk transendent.



Apakah Yang Harus Dilakukan Oleh Seorang Bhikkhu

Sangat penting untuk ditekankan pada tugas dan kewajiban dari seorang bhikkhu dalam menjaga tradisi upacara upasampada.

Sebagai seorang bhikkhu secara sukarela memilih untuk meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menerima bentuk kehidupan pelepasan, dia diharapkan memberikan prioritas utama untuk memenuhi tugas dan menolak pekerjaan.

Sepanjang dengan sekte dan keuntungan akademik, dia harus bersikap serius meliputi dalam praktik meditasi untuk mencapai klimaks dari:

1. menyelidiki rupa (materi) dan memutuskan arupa dengan baik.
2. menyelidiki rupa dan arupa dalam hal melihat penyebabnya.
3. menumbuhkan kesadaran untuk membedakan karakteristik dari anicca, dukkha, dan anatta.

Bhikkhu mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya setelah menggunakan hal istimewa kebhikkhuan untuk keseimbangan dari kehidupannya sebagai bhikkhu di dalam Sangha untuk mencapai tujuan akhir dengan menumbuhkan:

1. perubahan kemoralan dalam bentuk pikiran, kata-kata, dan perbuatan.
2. kondisi pikiran yang tidak tergoyahkan.
3. pandangan terang spritual tentang jalan yang dapat menghasilkan buah dan Nibanna.

Kehidupan bhikkhu menghasilkan banyak kesempatan bagi para bhikkhu dalam tahap mengembangkan:

1. kemoralan membawa terhadap kearahatan melalui latihan Patimokkha.
2. pemusatan pikiran mempercepat jalan mencapai tingkat kesucian Arahat dengan meditasi.
3. mencapai pandangan terang membawa pada kearahatan dengan latihan vipassana.
4. Mempunyai kesucian yang membawa pada pencapaian tingkat Arahat melalui tujuh tingkat kesucian.
5. membangun pengetahuan (kebijaksanaan) berasal dari kesucian demikian membawa tingkat kesucian.

Tugas-tugas pokok para bhikkhu yag berjuang menghadapi sikap alamiahnya sendiri. Dia telah memahami untuk semua tentang dirinya dan secara terus menerus bertanya kepada dirinya sendiri, apakah dia layak menggunakan jubah bhikkhu ini? Melalui sati yang berada di luar dia telah memahami kemampuannya untuk merealisasi Dhamma di sini dan sekarang. Dia harus mencapai tingkat kesucian Arahat sehingga dia dapat menghancurkan sepuluh belenggu yang menyebabkan kelahiran berulang kali dari kelahiran dan kematian dan mencapai "tanpa kematian".
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))