melanggar ato tidaknya tergantung pada kondisi bathin sang biksu dan persepsi orang terhadapnya
bisa sj biksu tersebut sedang melatih meditasi dan hukum annica
kemajuan diera globalisasi menyebabkan perubahan lifestyle para bhiksu modern....
bukan mustahil diantara biksu2 di foto tersebut ada yg mencapai tingkat kesucian tertentu
Gambar di atas perlu ada penjelasannya nih... bisa aja aktor atau bhiksu gadungan?
wah sesat nih... ??? Mana ada kayak gitu. Melanggar ya melanggar. Kalo ga boleh sentuh wanita, ya ga boleh.
Gambar di atas perlu ada penjelasannya nih... bisa aja aktor atau bhiksu gadungan?
Banyak yang terguncang ::) ^-^
Gambarnya di spoiler dunk ;Ddone :D
Gambarnya di spoiler dunk ;D
However, friends broke the news: This is just a fund-raising advertising to help a friend named Zhang Yongfei patients, monks, priests and nuns are Zhang Yongfei disguise in order to attract people's attention.
The reporter was removed followed by from Dongguan Changan hospital, learned that the hospital does have a man named Zhang Yongfei patients are receiving treatment in intensive care unit. But medical staff refused introduced Zhang Yongfei "We can not reveal the patient's condition.
User Interpretation: network hype should have a certain moral bottom line. Monk living in rules and prohibitions, priests, nuns, and scantily clad sexy girl with this spoof is wrong.
gambar2 yang terakhir itu ada penjelasannya di sini:
http://news.xinhuanet.com/local/2011-06/16/c_121544898.htm
(http://news.xinhuanet.com/local/2011-06/16/121544898_11n.jpg)
dari google translate:
dengan kata lain, itu cuman pertunjukan jalanan dengan kostum2 untuk menarik perhatian orang.
Terlepas benar atau tidak, jika tidak ada penjelasan lebih lanjut, ini hanya nantinya membentuk opini yg tidak dapat dipertanggung jawabkan
gambar2 yang terakhir itu ada penjelasannya di sini:
http://news.xinhuanet.com/local/2011-06/16/c_121544898.htm
dari google translate:
dengan kata lain, itu cuman pertunjukan jalanan dengan kostum2 untuk menarik perhatian orang.
Tidak jelas tujuan dan niat dari posting ini, tetapi berakibat secara langsung pembentukan persepsi / opini negatif terhadap ajaran agama Buddha apalagi memakai foto yang tidak jelas sumbernya.ga jelas bijimana? sudah di kasih tuh link aslinya, kalau ada yang bisa terjemahin lebih bagus lagi lah biar tau artinya yang di post disana :P
Apakah bro ryu terlibat langsung atau berada di lokasi kejadian pada saat foto tersebut di ambil? Atau bro Ryu mengenal subjek subjek yang ada di foto?
atau hanya ingin membuat gossip saja seperti infotainment
Gambar di atas perlu ada penjelasannya nih... bisa aja aktor atau bhiksu gadungan?
wah sesat nih... ??? Mana ada kayak gitu. Melanggar ya melanggar. Kalo ga boleh sentuh wanita, ya ga boleh.
Kalau yang melihat foto adalah manusia, wajar karena pikiran dipenuhi persepsi (sudut pandang) manusia, juga adanya sifat lobha (nafsu).
Jika yang melihat foto itu adalah kucing atau kambing, maka mereka tidak melihat sesuatu yang salah, sebab hanya dua makhluk atau lebih yang bergandengan, atau bahkan hanya berfoto bersama.
Jadi risih karena paham. Jika tidak paham, anak kecil saja berlarian tanpa busana tidak ada pikiran macam-macam.
Bebaskan persepsi, kau lebih melihat sesuatu dengan apa adanya. :)
_/\_
biksu mahayana melanggar kaga kek gini?
melanggar ato tidaknya tergantung pada kondisi bathin sang biksu dan persepsi orang terhadapnya
bisa sj biksu tersebut sedang melatih meditasi dan hukum annica
kemajuan diera globalisasi menyebabkan perubahan lifestyle para bhiksu modern....
bukan mustahil diantara biksu2 di foto tersebut ada yg mencapai tingkat kesucian tertentu
[at] ryu, dah makin ka-cau dah... mending tinggal kan atribut bhikkhu drpd malu2 in gtu... haiyahhh...
klo kondisi bathin seorang bhikkhu bagus, kaga bakal dah bertinggal memalukan seperti itu...
persepsi orang yg melihat, pasti akan negatif, krn tindakan para bhikkhu di foto jauh dr definisi bhikkhu yg benar...
buset, prilaku gtu dikata melatih meditasi n hukum annica ? klo ada pembenaran begini, bsok oknum bhikkhu2 yg ga bener pada pegi ke diskotik dgn dalih melatih meditasi n hukum annica...
pertanyaan nya, emang nya meditasi tu mengumbar ego ato mengendalikan ego ?
bergandengan tangan, melihat tubuh wanita, mengumbar/memuaskan ego, apa hub dgn hukum annica ? klo mau memahami hukum annica, pegi sono ke kamar mayat n kuburan... itu baru nyata melihat proses annica...
ngaco dah...
sekalian aja lepas jubah, pake baju kyak artis kpop, trus rambut di buat mohawk, ikuti lifestyle sebebas-bebasnya... lbih enak toh, ngapain kudu berstatus bhikkhu ? klo mau jd bhikkhu, kudu paham apa bhikkhu itu, lepaskan semua keterikatan pemuasan ego... klo kaga bs, mending lepas jubah sono...
klo tdk bs jd bhikkhu yg baik, jd lah umat yg baik,
klo kaga bs jd umat yg baik, jd lah setidaknya manusia yg baik...
wuihhh... dagelan apa lg nih... tu mustahilll buangettt... bhikkhu mencapaio kesucian berprilaku seperti gtu ? ngaco abis dah...
Setelah melihat foto2 diatas,inilah yang ada di benak saya.
Apakah foto2 itu ada manfaatnya setelah saya lihat ? ----tidak ada sama sekali.saya tidak merasakan maknanya.
Apakah foto2 itu jadi mempengaruhi saya,merubah pandangan saya tentang bhiksu ?----tidak sama sekali---
Alasannya?
Apakah bhiksu sedunia punya kualitas yang sama? ----tidak.
Apakah pendeta,pastor,ulama sedunia punya kualitas yang sama?----tidak.
Apakah polisi sedunia punya kualitas yang sama ?---tidak.
Penyandang Profesi atau status yang disebut diatas juga ada yang brengsek----oknumnya.
Belum lagi bila itu hanya foto hasil ediet,----apakah ada perlunya saya teliti? ---- tidak ada faedahnya.
Apakah saya perlu Tanya sumbernya dari mana atau siapa?----tidak perlu.
Apakah saya perlu tahu apa motivasi mengumpulkan foto2 demikian,entah itu palsu/bohong atau tidak----tidak perlu.
Apakah saya akan menebak nebak apalagi memberi vonis ini komersil ?----tidak perlu.
Yang jelas foto2 itu adalah tidak berguna sama sekali,maaf ini dimata saya.
Lalu kenapa saya memberi komentar?---kasihan kalau ada umat yang akan terbebani setelah melihat foto2 tsb.
Salam.
maaf ni ya om... trus diatas itu tulisan om ? trus tulisan om itu termasuk komentar bukan om ?
maaf beribu ribu maaf om... apakah ada manfaat nya om melihat umat yg terbebani setelah menlihat foto2 tsb ? jika tidak, napa perlu mengasihani ? jika ya, ini yg membuat bingung ;D
cm mengomentari bkn berarti terbebani om. ketika om melihat seorang ibu membunuh anak nya hanya karena burung si anak mengecil, kemudian om memberikan pandangan om yg bs dikatakan sebagai komentar om terhadap peristiwa itu, apakah bs dikatakan om terbebani dgn peristiwa itu ?
;D maaf beribu ribu maaf loh om... sy cm cuap2, jika tdk terbebani, abaikan aja om... klo merasa terbebani oleh tulisan sy, ya di tanggapi aja om... ;D
maaf ni ya om... trus diatas itu tulisan om ? trus tulisan om itu termasuk komentar bukan om ?santai aja.
maaf beribu ribu maaf om... apakah ada manfaat nya om melihat umat yg terbebani setelah menlihat foto2 tsb ? jika tidak, napa perlu mengasihani ? jika ya, ini yg membuat bingung ;D
cm mengomentari bkn berarti terbebani om. ketika om melihat seorang ibu membunuh anak nya hanya karena burung si anak mengecil, kemudian om memberikan pandangan om yg bs dikatakan sebagai komentar om terhadap peristiwa itu, apakah bs dikatakan om terbebani dgn peristiwa itu ?
;D maaf beribu ribu maaf loh om... sy cm cuap2, jika tdk terbebani, abaikan aja om... klo merasa terbebani oleh tulisan sy, ya di tanggapi aja om... ;D
Setelah melihat foto2 diatas,inilah yang ada di benak saya.
Apakah foto2 itu ada manfaatnya setelah saya lihat ? ----tidak ada sama sekali.saya tidak merasakan maknanya.
Apakah foto2 itu jadi mempengaruhi saya,merubah pandangan saya tentang bhiksu ?----tidak sama sekali---
Alasannya?
Apakah bhiksu sedunia punya kualitas yang sama? ----tidak.
Apakah pendeta,pastor,ulama sedunia punya kualitas yang sama?----tidak.
Apakah polisi sedunia punya kualitas yang sama ?---tidak.
Penyandang Profesi atau status yang disebut diatas juga ada yang brengsek----oknumnya.
Belum lagi bila itu hanya foto hasil ediet,----apakah ada perlunya saya teliti? ---- tidak ada faedahnya.
Apakah saya perlu Tanya sumbernya dari mana atau siapa?----tidak perlu.
Apakah saya perlu tahu apa motivasi mengumpulkan foto2 demikian,entah itu palsu/bohong atau tidak----tidak perlu.
Apakah saya akan menebak nebak apalagi memberi vonis ini komersil ?----tidak perlu.
Yang jelas foto2 itu adalah tidak berguna sama sekali,maaf ini dimata saya.
Lalu kenapa saya memberi komentar?---kasihan kalau ada umat yang akan terbebani setelah melihat foto2 tsb.
Salam.
Ya kalo memang tidak ingin ADA UMAT TERBEBANI ya sebaiknya menggunakan komentar dengan nada yg ADEM aja bro...saya masih baru tapi melihat ada yang bernada panas jadi takut juga deh....:)apa komentar saya bernada panas? kalau iya sorry lo
apa komentar saya bernada panas? kalau iya sorry lo
santai aja.=_="
saya sendiri sama sekali tidak terbebani setelah melihat foto2 itu,tapi saya kawatir kalau2 ada yang terbebani,
misalnya setelah melihat foto2 itu menjadi timbul tanda tanya----bhiksu kok begitu.
semoga saja tidak ada.
=_="
Yang dicetak tebal pertama: Terbebani karena foto.Om, apakah kedua beban tersebut muncul setelah melihat foto2 tsb, atau muncul sebelum melihat foto2 tsb?
Yang dicetak tebal kedua: Terbebani kalau ada yang terbebani.
Obyek cetak tebal pertama: Foto.
Obyek cetak tebal kedua: Pembaca.
Membaca dan memberi cetak tebal harus lengkap dan tidak sepotong-sepotong. _/\_
Om, apakah kedua beban tersebut muncul setelah melihat foto2 tsb, atau muncul sebelum melihat foto2 tsb?
Saya bukan Om Anda. :)
Jika memang Anda masih sangat-sangat muda hingga belum bisa memahami apa yang dibicarakan, mari saya bantu jelaskan. _/\_
Kalimat pertama tentu setelah melihat foto baru muncul reaksi (terbebani, tidak terbebani, dsb).
Kalimat kedua, bisa jadi sebelum dan sesudah, sebab:
1. Obyek kekhawatiran adalah pembaca (anggota forum), bukan foto.
2. Di postingan rekan Hadi (yang menyampaikan kekhawatiran) juga sudah jelas dan berkali-kali ia sebutkan, bahwa foto tersebut tidak berarti apa-apa terhadap sudut pandang dia kepada bhikkhu.
3. Dalam postingan para pembaca, sebelum postingan pertama rekan Hadi, sudah jelas kata-katanya secara eksplisit maupun implisit, menjelaskan bahwa mereka terguncang, kaget, tertegun, merasa malu, kacau, dlsb. Semua kata tersebut dapat Anda temukan dalam postingan mereka. Kalau indikasi ini belum mengarah ke 'terbebani', lalu apa definisi yang lebih pas?
4. Saya berikan contoh kasus, sebagai penutup penjelasan ini.
Ibu khawatir anaknya kecewa sebab tidak diijinkan menonton serial Naruto sebelum tidur.
Ini untuk Anda jawab:
a. Apa kekhawatiran ibu terkait dengan sudah menonton atau belum menonton serial Naruto?
b. Apa sang ibu terbebani dengan serial Naruto, atau terbebani dengan rasa kecewa sang anak?
Salam pandai-bijak dalam spiritual.
Semoga Anda berbahagia. _/\_
maaf ni om... emang sih situ bkn om saya, tp ya krn situ kyak nya lebih tua n lebih pandai-bijak dalam spiritual, maka nya sy panggil om... ;D
dr uraian om mengenai terbebani, berarti om jg terbebani dengan tulisan bro sunyata... btul ga om ? jk tidak terbebani, om tdk bakal mengomentari tulisan sunya, seperti rekan2 lain yg diklaim om terbebani krn mengomentari foto tersebut. coba sy uraikan nih ya point2 nya
1. Obyek kekhawatiran adalah si pembaca (anggota forum), bukan foto/tulisan bahkan si penulis.
2. Dalam postingan bro sunya dan rekan2 lain (except om dan om hadi) menyampaikan pandangan mereka, terlepas apa kondisi bathin nya ketika menulis (bkn cm bs sekedar menebak) tp tiba2 om dan om hadi terguncang, kaget, tertegun, dsb, sehingga om dan om hadi mengomentari tulisan2 yg ada...
3. Dalam kasus ibu-anak dan naruto, tiba2 datang si om anak, yg merasa terbebani dgn tindakan si ibu, sehingga ia bertindak sebagai guru yg menasehati murid.
Salam santai dalam spiritual ;D
Saya bukan Om Anda. :)Baiklah, mari kita baca.
Jika memang Anda masih sangat-sangat muda hingga belum bisa memahami apa yang dibicarakan, mari saya bantu jelaskan. _/\_
Kalimat pertama tentu setelah melihat foto baru muncul reaksi (terbebani, tidak terbebani, dsb).Tidak perlu dibahas.
Kalimat kedua, bisa jadi sebelum dan sesudah, sebab:Lalu masalah anda ada dimana? Jangan sampai itu hanya persepsi bukan om saya.
1. Obyek kekhawatiran adalah pembaca (anggota forum), bukan foto.
2. Di postingan rekan Hadi (yang menyampaikan kekhawatiran) juga sudah jelas dan berkali-kali ia sebutkan, bahwa foto tersebut tidak berarti apa-apa terhadap sudut pandang dia kepada bhikkhu.Ini saya juga sudah tahu.
3. Dalam postingan para pembaca, sebelum postingan pertama rekan Hadi, sudah jelas kata-katanya secara eksplisit maupun implisit, menjelaskan bahwa mereka terguncang, kaget, tertegun, merasa malu, kacau, dlsb. Semua kata tersebut dapat Anda temukan dalam postingan mereka. Kalau indikasi ini belum mengarah ke 'terbebani', lalu apa definisi yang lebih pas?'Khawatir'
4. Saya berikan contoh kasus, sebagai penutup penjelasan ini.Mari kita baca.
Ibu khawatir anaknya kecewa sebab tidak diijinkan menonton serial Naruto sebelum tidur.Terima kasih
Ini untuk Anda jawab:
a. Apa kekhawatiran ibu terkait dengan sudah menonton atau belum menonton serial Naruto?Jika si ibu tidak tau apa itu Naruto, maka dia tidak akan terbebani.
b. Apa sang ibu terbebani dengan serial Naruto, atau terbebani dengan rasa kecewa sang anak?Misal Naruto tidak tayang di TV, maka si ibu tidak akan terbebani sehubungan dengan serial Naruto. Jika si ibu tidak punya anak,
Salam pandai-bijak dalam spiritual.Terima kasih, bukan om saya. Lain kali replynya jangan berbelit-belit jika persepsi bukan om saya mengatakan bahwa orang tidak memahami apa yang dibicarakan.
Semoga Anda berbahagia. _/\_
1,berkenaan dengan adanya foto2 itu, saya pribadi sama sekali tidak terbebani.Ya.
2,saya menjadi terbebani -dalam arti kawatir,kalau mungkin ada umat pemula,baik member atau tamu DC,yang akan terpengaruh oleh foto2 tsb----tapi semoga kekawatiran/kecemasan saya itu hanya sia sia,itu lebih baik.Saya ingin bertanya, apakah kekhawatiran anda timbul setelah atau sebelum postingan om ryu tentang foto2, tsb? Terima kasih.
salam
1,berkenaan dengan adanya foto2 itu, saya pribadi sama sekali tidak terbebani.
2,saya menjadi terbebani -dalam arti kawatir,kalau mungkin ada umat pemula,baik member atau tamu DC,yang akan terpengaruh oleh foto2 tsb----tapi semoga kekawatiran/kecemasan saya itu hanya sia sia,itu lebih baik.
salam
Jadi senyum karena melihat logika begini. :)
Jadi kalau saya kira Anda yang lebih tua, jadi saya panggil Kek, begitu? :) Padahal dalam forum maya tidak diketahui usia ataupun fisik yang menulis, kecuali dari pengakuan atau kesaksian tertentu.
Mengomentari itu bukan indikator terbebani, tapi tulisan yang menyatakan terguncang, kacau, kaget, dsb... yang merupakan indikator lebih akurat bahwa penulis terbebani.
Tidak usah diuraikan, benahi saja logika berpikir dulu. _/\_
Baiklah, mari kita baca.
Tidak perlu dibahas.
Lalu masalah anda ada dimana? Jangan sampai itu hanya persepsi bukan om saya.
Ini saya juga sudah tahu.
'Khawatir'
Mari kita baca.
Terima kasih
Jika si ibu tidak tau apa itu Naruto, maka dia tidak akan terbebani.
Misal Naruto tidak tayang di TV, maka si ibu tidak akan terbebani sehubungan dengan serial Naruto. Jika si ibu tidak punya anak,dia pasti terbebani suaminya nonton Naruto sebelum tidur!boleh anda katakan si ibu tidak punya beban sehubungan dengan anaknya.
Terima kasih, bukan om saya. Lain kali replynya jangan berbelit-belit jika persepsi bukan om saya mengatakan bahwa orang tidak memahami apa yang dibicarakan.
1,berkenaan dengan adanya foto2 itu, saya pribadi sama sekali tidak terbebani.
2,saya menjadi terbebani -dalam arti kawatir,kalau mungkin ada umat pemula,baik member atau tamu DC,yang akan terpengaruh oleh foto2 tsb----tapi semoga kekawatiran/kecemasan saya itu hanya sia sia,itu lebih baik.
salam
Biasanya thread seperti ini (bhikkhu diduga melanggar Vinaya) pasti ramai dikomentari, dari yang datar sampai yang tendensius. Dalam beberapa postingan, sudah jelas keterguncangan tersebut (sampai digunakan kata kacau, memalukan, sesat, tertegun), tapi masih disanggah sebagai ekspresi keterbebanan. :)
Jujur dalam berekspresi sepertinya bukan bagian dari sila Buddhisme ya?
Saya maklum dan mahfum jika memang demikian. _/\_
justru sy yg tersenyum dgn logika om loh.. mungkin om bs lebih menggunakan logika om untuk dpt memahami logika sy diatas. klo ga nemu logika nya, itu krn spiritual om kelampau tinggi om... ;D
bukan kah om pernah mengatakan "Jika memang Anda masih sangat-sangat muda hingga belum bisa memahami apa yang dibicarakan"
jd sy berkesimpulan om tentu nya lebih dewasa dan tua dr pd kita2 disini ;D
nah tu om sadar sendiri, klo mengomentari bukan indikator terbebani.
wah om pandai menilai bathin orang, om bs baca kondisi bathin orang saat berkomentar ya ? koq om tau yg komentar bathin si penulis terguncang, kacau, kaget dsb ?
mau tanya nih om, om bener2 tau, punya kemampuan supranatural ?
ato
om cm pandai menebak2 om ?
hehehehe... ;D klo jawaban nya yg kedua, sungguh disayangkan loh om, orang yg dewasa-pandai-bijak dalam spiritual masih menggunakan jurus tebak menebak... =))
makasih loh om saran nya, ya nti sy perbaiki logika berpikir sy, krn sy orang biasa yg masih belajar menjadi lebih baik.
tp klo om, jgn perbaiki lg logika berpikir om yg dewasa-pandai-bijak dalam spiritual tersebut...
salam santai dalam spiritual om... ;D
om, kata bro sanjiva, yg di foto itu biksu om, bukan bhikkhu. masa om ga tau ? saya aja uda tau... ;D
gini loh om, kita berbicara gaya bahasa. penggunaan kata2 seperti kacau, memalukan, sesat dan lain nya, hanya lah bumbu dalam berbicara/menulis, tp apakah itu menyatakan kondisi bathin nya ? blom tentu om... bukan kah om sblum nya sdh menyadari bahwa mengomentari itu bukan indikator terbebani, kenapa sekarang om berbicara sebaliknya, ketika orang lain mengomentari om katakan sebagai indikator terbebani ? namun hal itu tdk berlaku untuk om pribadi... ini yg luar biasa hebat nya logika om ;D
klo mau berpikir ngaco dikti nih om. sy theravada tuk apa sy urus si biksu mahayana ? terlebih mau terbebani dgn prilaku mereka, toh yg dirugikan kan pihak mahayana, bkn theravada, apalagi sy, betul ga om ? ketika sy mengomentari dgn gaya ceplas ceplos anak muda, om mengindikasikan bahwa komentar itu sebagai bentuk terbebani... urusan nya apa coba ? apakah om jg terbebani dgn komentar sy, sampai om repot2 mau mengomentari nya ?
open mind dikit lah om... berpikir luas dalam spiritual deh... ;D
Kasihan... :)
hahaha... makasih loh om, sy dikasihani...
skrng malah sy yg merasa kasihan dgn om, kadang bener kata orang. seseorang yg merasa terlalu menguasai ilmu agama membuat diri nya menjadi orang gila baru, merasa tinggi dan merendahkan orang lain, merasa spiritual nya paling hebat dari pada orang lain. hal ini yg patut dikasihani... ato jgn2 uda merasa mencapai kesucian jg ?
=))
Anda memberi nama (giving names). Sebagai seorang yang punya etika, saya rasa saudara dapat lebih bijak dalam menyebut lawan diskusi (saya biasa menggunakan Sdr/Sdri, rekan, Pak, Bu, atau sebutan lain yang lebih santun). Jika ini tidak diperhatikan, saya rasa percuma saudara pintar dalam agama apapun, tapi hal mendasar tidak bisa diaplikasikan. :)Maaf, saya bukan saudara atau bapakmu. Bagaimana saja rekan ini.
Tanggapan saya atas substansi postingan Anda:'khawatir'
Khawatir itu tidak termasuk dalam konteks terbebani ya? Jika bukan, lalu seperti apa kriteria seseorang itu terbebani?
Belum tentu keterbebanan sang ibu karena serial Naruto, bisa jadi karena waktu sudah malam, besok harus bangun pagi, dsb. Tidak ada kaitan tahu atau tidak Naruto. Saya pikir jika serial Doraemon atau Sponge Bob pun, ibu tetap akan melarang jika memang sudah malam. Ini perlu Anda cermati sehubungan Anda mengaitkan keterbebanan tertentu kepada obyek lain, yang tidak berkaitan secara langsung.WOW, ternyata saya telah mengatakan sesuatu yang tidak berkaitan. Saya harus pergi bercermin dulu.
Rekan Hadi khawatir terhadap reaksi pembaca, sama sekali tidak berkaitan dengan rekan Hadi terbebani atau tidak dengan foto tersebut.Ya, saya memaafkan Anda. Kita'kan rekan.
Ini (saya kira) sudah jelas. Bahkan dari yang bersangkutan sudah memberi klasifikasi permasalahan:
Jika ini masih sukar dipahami, mohon dimaafkan kekurangan saya dalam menjelaskan.
Salam bahagia untuk kita semua. _/\_
Anda sedang bicara tentang diri Anda sendiri? _/\_Anda sedang bicara tentang diri Anda sendiri? _/\_
Anda sedang bicara tentang diri Anda sendiri? _/\_
Anda sedang bicara tentang diri Anda sendiri? _/\_
Kalau yang melihat foto adalah manusia, wajar karena pikiran dipenuhi persepsi (sudut pandang) manusia, juga adanya sifat lobha (nafsu).
Jika yang melihat foto itu adalah kucing atau kambing, maka mereka tidak melihat sesuatu yang salah, sebab hanya dua makhluk atau lebih yang bergandengan, atau bahkan hanya berfoto bersama.
Jadi risih karena paham. Jika tidak paham, anak kecil saja berlarian tanpa busana tidak ada pikiran macam-macam.
Bebaskan persepsi, kau lebih melihat sesuatu dengan apa adanya. :)
_/\_
Tetap satu kata: Kasihan. :)
hehehe... sy ingin melihat, apakah dgn tulisan sy yg kasihan itu, kira2 ada seorang bijak yg pandai logika nya terguncang bathin nya dan menjadi terbeban ga ? trus mengomentari tulisan sy...
jika ada, maka sy cm bs mengkasihani diri nya yg benar2 tdk tau malu...
nulisnya koq gt terus kk, klo mengomentarin brarti terguncang..?? klo ngomentarin brarti ga tau malu?
wew mdg diem aja klo gt.. :p
tolong tanya-----
yang brengsek itu bhiksunya(oknum) atau mahayana?
Foto-foto tersebut sebagian sudah terbantahkan adalah palsu. Sebagian lagi tidak diketahui apakah palsu atau tidak. Dan menurut saya bukan tugas para umat mahayana untuk mengklarifikasi-nya karena sumber di foto tersebut juga berasal dari forum lain.
Kebetulan saja ada om morpheus yang canggih bisa tahu sumber beberapa foto tersebut.
Sebenarnya bhikku di negeri gajah juga banyak yang merokok di depan umum, karena merokok katanya tidak diatur dalam vinaya.
Selama tidak ada data lengkap paling jadi flame arena saling cari kesalahan saja.
ini pembahasan semakin melebar... kita fokus ke mahayana dulu bro. klo mau perbandingan, bro buat satu thread, posting foto2 nya disana, ntar biar kan pembaca mengomentari nya.
sebenarnya point nya bkn untuk menyudutkan aliran mahayana atau saling menyalahkan, tp mengomentari sikap/prilaku yg tidak pantas dr biksu tersebut. tiba2 datang seorang pandai bijak dlm spiritual yg mempermasalahkan komentar2 dgn mengatakan bahwa rekan2 yg mengomentari foto tersebut berarti terbebani...
nah pahlawan kesiangan tersebut rupa nya agar tinggi logika nya n ego nya, tdk menyadari bahwa ia melakukan hal yg serupa yaitu mengomentari tulisan orang lain, yg berarti ia jg terbebani dgn tulisan rekan2 lain.
dapat point nya ?
krn ada orang pandai nan bijak dalam spiritual yg mengklaim demikian. jk berani mengomentari 1 kata saja, berarti tanda nya lu uda terbebani, bathin lu uda terguncang hebat...
klo ga tau malu itu, cm berlaku untuk orang yg mengklaim hal tersebut, krn otomatis diri nya telah menjilat ludah nya sendiri...
eit... orang ini diklaim uda kelewat bijak dalam spiritual, mungkin uda capai kesucian jg... ;D ati2 loh...
sebelumnya saya jelaskan dulu ----
saya belum sebagai umat Buddhist,apalagi soal aliran sama sekali belum paham betul perbedaan antar aliran.tapi saya tahu adanya aliran2 yang ada.
karena Mahayana adalah salah satu aliran dari agama Buddha,dan dari post anda itu saya mencium adanya ke-tidak senang-an anda terhadap aliran Mahayana,maka saya bisa menulis----tolong tanya bla bla bla.
arti pertanyaan saya itu-----apakah tingkah laku bhiksu Mahayana rata2 memang seperti itu?
ini pembahasan semakin melebar... kita fokus ke mahayana dulu bro. klo mau perbandingan, bro buat satu thread, posting foto2 nya disana, ntar biar kan pembaca mengomentari nya.
sebenarnya point nya bkn untuk menyudutkan aliran mahayana atau saling menyalahkan, tp mengomentari sikap/prilaku yg tidak pantas dr biksu tersebut. tiba2 datang seorang pandai bijak dlm spiritual yg mempermasalahkan komentar2 dgn mengatakan bahwa rekan2 yg mengomentari foto tersebut berarti terbebani...
nah pahlawan kesiangan tersebut rupa nya agar tinggi logika nya n ego nya, tdk menyadari bahwa ia melakukan hal yg serupa yaitu mengomentari tulisan orang lain, yg berarti ia jg terbebani dgn tulisan rekan2 lain.
dapat point nya ?
q liat2 page dpn, kyknya ga ada yg ngomong gt.. qlo qta komen ditakut2in gt y jd males komen jd'nya......
sebenarnya, rekan2 berkomentar terhadap foto biksu, tiba2 muncul statment bahwa yg mengomentari merasa terbeban dgn keberadaan foto tersebut.
itu biang permasalahan nya.
Mengenai foto2 merokok itu sudah pernah ada yg posting, cuma kalau saya baca kesan-nya diskusi di sana tidak memojokkan aliran-nya.
Nah kalau di thread ini kesan-nya memojokkan suatu aliran.
Kalau mau netral harusnya dibahas satu persatu gambar itu pelanggaran-nya di mana walau kita gak tau itu foto biksu aslii atau bukan, jadi bukan membangun opini bahwa banyak biksu-biksu "mahayana" seperti itu. Apalagi di indonesia juga banyak biksu2 palsu yg cuma mengenakan jubah untuk mencari uang.
Menurut saya bukan soal terbebani tapi lebih baik fokus pelanggaran-nya di mana biar diketahui bersama, karena saya sendiri belum paham mana yg termasuk melanggar atau tidak dari etika mahayana.
jadi jawabannya adalah melanggar.
selesai?
Maaf, saya bukan saudara atau bapakmu. Bagaimana saja rekan ini.
'khawatir'
WOW, ternyata saya telah mengatakan sesuatu yang tidak berkaitan. Saya harus pergi bercermin dulu.
Ya, saya memaafkan Anda. Kita'kan rekan.
lempar handuk
Mengenai foto2 merokok itu sudah pernah ada yg posting, cuma kalau saya baca kesan-nya diskusi di sana tidak memojokkan aliran-nya.
Nah kalau di thread ini kesan-nya memojokkan suatu aliran.
Kalau mau netral harusnya dibahas satu persatu gambar itu pelanggaran-nya di mana walau kita gak tau itu foto biksu aslii atau bukan, jadi bukan membangun opini bahwa banyak biksu-biksu "mahayana" seperti itu. Apalagi di indonesia juga banyak biksu2 palsu yg cuma mengenakan jubah untuk mencari uang.
Menurut saya bukan soal terbebani tapi lebih baik fokus pelanggaran-nya di mana biar diketahui bersama, karena saya sendiri belum paham mana yg termasuk melanggar atau tidak dari etika mahayana.
Kalau yang saya baca dari tulisan Sdr. Tono, sudah jelas dalam beberapa postingan upaya generalisasi dan penggiringan opini itu jelas ditulis, walau dengan dalih "melempar handuk" bahwa tulisan itu ditujukan ke saya. :) Apapun alasannya, tulisan itu sudah jelas bermakna penghakiman sepihak dan penyamarataan.
Mengenai pelanggaran, sebenarnya bisa dilihat sesuai dengan sekte/aliran yang ia anut. Kalau memang rahib tersebut dari Mahayana, tentu rujukan aturannya harus dari sekte bersangkutan, serta jika ada validasi pasal/ayat yang ia langgar.
Kalau ada yang menyebut melanggar, tentu umumnya punya referensi (dasar) pernyataannya.
Kita tunggu saja. _/\_
1,bukan hanya sebatas kesan memojokkan tapi sudah menjelekkan.
jika di thread ini ada kesan memojokkan mahayana, itu sy sengaja mengiring om sunya untuk berkomentar, apakah diri nya merasa terbebani sampai dia harus ikut mengomentari tulisan saya tentang biksu mahayana.
moga dipahami, maaf jk terkesan memojokkan mahayana.
1,bukan hanya sebatas kesan memojokkan tapi sudah menjelekkan.
2,dengan tujuan HANYA untuk menggiring Sunya untuk berkomentar,lalu TEGA menjelekkan Mahayana,anda salah perhitungan,lain kali bisa belajar lebih cantik.
3,minta maaf? kepada siapa? tidak ada seorangpun yang berhak mengakui sebagai pemilik Mahayana sehingga BOLEH menerima permintaan maaf.
* morpheus lagi mikir bikin thread "bhikkhu theravada melanggar kaga kek gini?" biar rame *
* morpheus lagi mikir bikin thread "bhikkhu theravada melanggar kaga kek gini?" biar rame *telat om :
Rekan Sunyata, sekedar info saja, sebutan Sdr/Sdri, atau Bapak, ini adalah etika penulisan yang formal, dari kop surat sampai sebutan umum di masyarakat. Sedangkan panggilan Om, saya kira belum umum. Sampai disini bisa dimengerti?Ternyata rekan tidak mengerti dan saya juga tidak berniat untuk menjelaskannya kepada rekan.
Khawatir Anda sebut bukan terbebani, lalu saya tanya apa kriteria terbebani, Anda jawab 'khawatir'? Dimana dan bagaimana konsistensi Anda? :)Tolong bantu saya cari di mana saya menulis hal tersebut.
Sejauh ini yang saya tahu Anda mengaitkan kekhawatiran rekan Hadi dan Ibu dalam kasus Naruto tersebut dengan dua hal yang tidak berkaitan langsung, makanya saya beri contoh bahwa kekhawatiran Ibu tersebut bisa saja berasal dari anaknya yang tidur terlalu malam, bukan soal film Naruto yang ditontonnya. Ini berlaku sama untuk postingan rekan Hadi, dimana kekhawatiran beliau lebih kepada keterbebanan umat Buddha yang melihat foto, bukan foto/obyek-nya yang dipermasalahkan. Saya kira harusnya Anda sudah mengerti. _/\_Mohon rekan jangan berbelit2. Jika rekan memang senang menyalahkan diri sendiri, maka biarlah semua menjadi kesalahan rekan.
Maaf lagi jika belum mengerti, itu pasti kesalahan saya. :)
Beberapa alasan saya tidak mengomentari rekan Dato:
1. Banyak asumsi yang kurang logis serta tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dari usia saya yang disebut-sebut lebih tua, padahal tidak saya pernah nyatakan sama sekali.
Asumsi bahwa saya mengatakan mengomentari=terbebani, padahal tidak pernah saya nyatakan satu kali pun.
2. Kurang beretika dalam berdiskusi.
Mengutip dan menanggapi tulisan yang ditujukan pada orang lain, bukan pada dirinya.
3. Generalisasi dan provokatif.
Menyebut bahwa rahib dalam foto adalah Mahayanis, tanpa didasari pembuktian yang empiris.
Menyebut saya juga adalah Mahayanis, padahal tidak ada dasar argumentasinya. Beliau tidak kenal saya, saya tidak pernah menyatakan juga bahwa saya adalah Mahayanis, lalu darimana muncul stigma dan labelisasi tersebut.
Belum cukup sampai disitu, beliau juga menegaskan bahwa beliau dari Theravada, seolah ini konflik antar dua aliran/sekte.
Menurut saya ini berlebihan, kasus rahib ada di foto dan dinilai kurang pantas, sampai membenturkan aliran dan menuduh sana-sini.
4. Argumentasi intimidatif.
Berulang kali menulis bahwa yang menanggapi berarti terbebani, terguncang, tidak tahu malu, dsb... (tulisan ini telah diedit kemudian: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23894.msg436769.html#msg436769). Jadi trik seperti ini seolah ingin menghalangi komentar dari orang lain, sebab sudah ada stigma/label yang mengancam.
5. Menjustifikasi sebuah opini seolah benar, menyatakan bahwa orang lain mengklaim dirinya suci, merasa tinggi, merasa hebat. Padahal dasar (argumentasi)-nya tidak ada sama sekali, hanya berupa opini/paradigma subyektif belaka.
Kalau yang saya baca dari tulisan Sdr. Tono, sudah jelas dalam beberapa postingan upaya generalisasi dan penggiringan opini itu jelas ditulis, walau dengan dalih "melempar handuk" bahwa tulisan itu ditujukan ke saya. :) Apapun alasannya, tulisan itu sudah jelas bermakna penghakiman sepihak dan penyamarataan.
Mengenai pelanggaran, sebenarnya bisa dilihat sesuai dengan sekte/aliran yang ia anut. Kalau memang rahib tersebut dari Mahayana, tentu rujukan aturannya harus dari sekte bersangkutan, serta jika ada validasi pasal/ayat yang ia langgar.
Kalau ada yang menyebut melanggar, tentu umumnya punya referensi (dasar) pernyataannya.
* morpheus lagi mikir bikin thread "bhikkhu theravada melanggar kaga kek gini?" biar rame *
1,bukan hanya sebatas kesan memojokkan tapi sudah menjelekkan.
2,dengan tujuan HANYA untuk menggiring Sunya untuk berkomentar,lalu TEGA menjelekkan Mahayana,anda salah perhitungan,lain kali bisa belajar lebih cantik.
3,minta maaf? kepada siapa? tidak ada seorangpun yang berhak mengakui sebagai pemilik Mahayana sehingga BOLEH menerima permintaan maaf.
1. gini deh, kadang2 sy merasa aneh... bole bantu saya ga bos, tulisan sy yg dikategorikan "sudah menjelekkan" tu yg mana aja ?3 analisa atau komentar saya adalah mengambil dari tulisan anda sendiri-----jika di thread ini ada kesan memojokkan mahayana, itu sy sengaja mengiring om sunya untuk berkomentar, apakah diri nya merasa terbebani sampai dia harus ikut mengomentari tulisan saya tentang biksu mahayana.
2. saya memang menggiring sunya, tp sy tidak menjelekkan mahayana, apa yg saya tulis, adalah kenyataan, yg menjelekkan mahayana adalah oknum biksu/rahib yg saya temui/lihat. jika memang sy berbohong atas apa yg saya tulis, silakan anda vonis sy dengan sumpah serapah anda...
3. ya jk tdak mau maaf nya ya sudah, gtu aja koq repot toh ya... klo sy ngasih orang, orang ga mau, ya uda sy simpan lg... ;D
saya harus memberikan klarifikasi karena postingan di atas sudah mengarah pada "fitnah", bahwa komentar "melempar handuk" itu adalah postingan saya, bukan Dato.
Ternyata rekan tidak mengerti dan saya juga tidak berniat untuk menjelaskannya kepada rekan.
Tolong bantu saya cari di mana saya menulis hal tersebut.
Mohon rekan jangan berbelit2. Jika rekan memang senang menyalahkan diri sendiri, maka biarlah semua menjadi kesalahan rekan.
BTT
Khawatir itu tidak termasuk dalam konteks terbebani ya? Jika bukan, lalu seperti apa kriteria seseorang itu terbebani?
'khawatir'
hehehe...
dr pd buat kesimpulan sepihak, yuks sy giring debat ma ente, ane lg punya byk waktu tuk ladeni logika ente..
1. tunjukan asumsi sy yg kurang logis serta tidak dapat dipertangungjawabkan tu yg mana ? sy rasa anda ckup jantan untuk menunjukan "ini loh yg ga logis" bkn cm sekedar cuap2.
memang anda tidak menyatakan secara tertulis, tp tersirat. bukan kah anda yg menggiring pembaca bahwa komentar2 diatas tentang foto bhikkhu karena terbebani, terlihat dr penggunaan kata kacau, memalukan dan lainnya, apakah anda sudah cukup pinter menguasai jurus belut ? ;D
oh, klo mengutip dan menanggapi tulisan di forum itu berarti kurang beretika dalam berdiskusi ? apakah ini forum pribadi anda atau forum umum ? boleh tunjukan dimana saya mengutip dan menanggapi tulisan yg ditujukan pada orang lain ?
klo anda bs menunjukan berarti anda bukan asal cuap2 tanpa dasar, jk tdk bs menunjukan, maka anda memang seorang yg memalukan... ;D
apakah anda bs menyatakan bahwa rahib difoto tersebut adalah theravada atau bahkan dr agama lain. bukti ? saya rasa anda tidak bodoh untuk mengetahui model jubah rahib mahayana.
saya pernah mengatakan "anda dari mahayana", jika memang saya, ya di info kan "maaf saya bukan mahayana" selesai, maka saya akan mengatakan "oh maaf, rupanya anda bukan mahayana". koq kekanak-kanakan ? sampe bawa2 stigma n labelisasi.
gini deh, sekarang saya tanya, ada buddhist aliran apa ?
nah, mengenai "konflik antar dua aliran/sekte" dan "sampai membenturkan aliran dan menuduh sana-sini" ini murni fitnah, baca konteks kalimat saya, jgn pandai membuat kesimpulan dan membuat fitnah, jk anda seorang buddhist, anda sudah berbicara tidak benar.
anda berulang kali menuduhkan bahwa saya terbebani sehingga mengomentari foto biksu tersebut. saya menanggapi, saya dari theravada, untuk apa saya terbebani dengan foto biksu mahayana ?
tolong tunjukan secara jelas, dimana kalimat saya yg menguatkan kesimpulan anda bahwa saya menimbulkan konflik dan membenturkan aliran. anda ga perlu menggiring pembaca ke arah yg sebaliknya, hati anda cukup busuk dalam hal ini.
anda tau, apa kalimat yg saya edit tersebut ? saya copas kan disini, agar logika anda sedikit bekerja dengan baik
"hehehe... sy ingin melihat, apakah dgn tulisan sy yg kasihan itu, kira2 ada seorang bijak yg pandai logika nya terguncang bathin nya dan menjadi terbeban ga ? trus mengomentari tulisan sy...
jika ada, maka sy cm bs mengkasihani diri nya yg benar2 tdk tau malu..."
dimana tuduhan "Jadi trik seperti ini seolah ingin menghalangi komentar dari orang lain, sebab sudah ada stigma/label yang mengancam" ??
berulang kali anda disini menyatakan fitnah demi fitnah, sungguh memalukan orang pandai dan bijak dalam spiritual tp membuat fitnah demi fitnah. mohon penjelasan sebelum melebar. saya rasa anda bukan orang pandai dan bijak dalam omong kosong...
ok, saya uraikan. saya rasa anda masih ingat dengan tulisan ini
"sampai saat ini sy tdk pernah menyatakan bahwa spiritual sy lebih tinggi dr pd orang lain dengan mengatakan pandai-bijak dalam spiritual, seperti yg om lakukan.
sampai saat ini saya tidak merendahkan spiritual orang lain dgn mengatakan "masih sangat-sangat muda", seperti yg om lakukan."
saya memang pernah mengatakan, "orang ini diklaim uda kelewat bijak dalam spiritual, mungkin uda capai kesucian jg..." apakah kalimat "mungkin" itu yg anda sebut sebagai "Menjustifikasi" ? terlalu kekanak-kanakan anda...
tolong, klo buat kesimpulan, disertakan dengan bukti, jgn buat kesimpulan sepihak berdasarkan suasana hati anda, apakah bathin anda sudah mulai terguncang ? eh ini pertanyaan loh, bukan justifikasi, ntar bilang saya nuduh bathin anda terguncang... hadoh...
ternyata orang yg pandai-bijak dalam spiritual, bisa membuat fitnah demi fitnah, membuat kesimpulan sepihak berdasarkan suasana hati nya dan "mungkin" bathin nya terguncang kuat...
astagabuddha... [-o<
3 analisa atau komentar saya adalah mengambil dari tulisan anda sendiri-----jika di thread ini ada kesan memojokkan mahayana, itu sy sengaja mengiring om sunya untuk berkomentar, apakah diri nya merasa terbebani sampai dia harus ikut mengomentari tulisan saya tentang biksu mahayana.
moga dipahami, maaf jk terkesan memojokkan mahayana.
jadi anda yang mengaku sendiri telah memojokkan Mahayana.----dengan sengaja.
lalu dibawah anda minta maaf.
dari pada anda cm bs mengatakan postingan dato'tono bernada "generalisasi dan penggiringan opini" tolong bantu saya, tunjukan, copy kan tulisan sy jika perlu.
fitnah dari mana lagi saya "melempar handuk". wah, ternyata orang yg pinter dan bijak dalam spiritual bs ngaco n jago fitnah gini ya... cm satu kata "me-ma-lu-kannn... " (pake gaya roma irama)
mana lagi tulisan sy yg bermakna penghakiman sepihak dan penyamarataan bung ? bok ya, klo nulis, sertakan bukti, habisi dato' sampe ke akar2 nya, bkn cm pandai bercuap2 n buat fitnah...
haiyahhh... ci lo kooo wong siji iki, ngenes ndelo otak ne koyok udang tenan... ;D
haiyahhh... dagelan apa lg ini... saya ada memvonis biksu botak itu melanggar ? tunjukan deh, tulisan saya yg mana ? saya kasih 3x kesempatan, jika tidak bisa, bole ga saya sebut anda dengan kata sibodoh ? ;D
saya menantikan jawaban anda... kpn aja deh bole anda balas, sesempatnya anda deh... ka - cow
ternyata bener apa yg saya liat di genting malaysia, seorang biksu mahayana yg kepala nya botak didampingi 3 wanita berkeling tempat judi terbesar di malaysia.
tanpa merasa terbebani, kasihan sy liat para biksu mahayana, wktu jd umat kaga bs gtu, bs gtu pd saat kepala uda gundul n pake baju biksu.
mungkin si biksu itu lg bersandiwara jalan2 biar diliat orang luas.
mungkin ini cara biksu mahayana untuk melatih meditasi dan melihat annica.
mungkin ini cara biksu mahayana untuk refreshing.
dan mungkin2 yg lain...
itu masih mending, di beberapa pusat keramaian, di singapore n malaysia (seperti bukit bintang) byk tu berkeliaran si biksu mahayana botak meminta2 duit keliling2 mendekati wisatawan berdalih beli makan n bangun wihara di cino sono
dr pd kaga ada kerjaan, lontang lantung... ya gunduli kepala... mayan, idup ga perlu duit, apa pun tersedia... hihihihi... kasihan... kasihan... kasihan... apa seperti itu pemimpin mahayana ? jd kepala botak n jubah hanya identitas pd saat ritual, diluar itu mah kaga ada beda nya ma bedjo di kampung pecinan jakarte... mau gandeng cewe, tidur ma cewe di hotel genting, main judi, buka situs bokep dan lain nya...
* di edit, krn ada sesuatu yg rahasia * :))
beberapa waktu lalu ada yg lebih lucu, ada biksu botak mahayana (terlihat dr baju nya n ngomong fasih mandarin, mata sipit) keliling2 masuk ke toko2 minta duit, berdalih tuk makan n bangun vihara di cino sono...
eh masuk2 toko ane, kasih liongtin plastik buddha, trus ngomong pake mandarin, minta duit... klo kasih dia nya pergi, bsok nya datang lg, jd ketergantungan akhirnya... yg lucu nya adalah, klo kaga dikasih, tu liongtin yg uda dikasih ke kita, diminta balik... wkwkwk... ni niat ngasih liongtin, apa niat nya cm ke duit ?
klo hal lucu, tentunya bkn hal yg membebani... ntah lah jika ada yg beranggapan, terbebani dgn hal lucu ;D
sibuk amat ya nyari duit sampe ke indon tuk bangun vihara di cono sono. klo jd biksu mahayana bok ya baca sutra, latih kungfu n taichi... bkn kah seharusnya demikian ;D
ok. saya jelaskan. tidak ada dlm benak sy untuk membenci salah satu aliran. saya hanya bersikap kritis, jika salah, saya katakan salah. baik bhikkhu theravada pun, sy akan bersikap kritis, jk memang berprilaku tidak pantas, sy akan mengkritik. bkn memvonis, krn itu adalah urusan sangha yg didasarkan pada peraturan kebhikkhuan (vinaya). sy menghormat mereka yg patut dihormat, yaitu para bhikkhu maupun biksu yg berprilaku benar.
mengenai pertanyaan om, apakah yg salah adalah oknum atau mahayana nya. maka jawaban saya adalah oknum nya, bkn mahayana nya, di mahayana ada vinaya yg mengatur prilaku para biksu. namun pelanggaran bs terjadi dgn dalih apa pun (pembenaran pribadi) untuk kepentingan nya. ini yg patut di kritik, bkn memvonis salah.
tp di thread ini, sy sengaja memancing reaksi umat mahayana trutama om sunya yg mengklaim bahwa lebih pandai-bijak dalam spiritual, terhadap kasus2 biksu mahayana tersebut berkaitan dgn pembahasan sebelumnya yaitu masalah terbebani.
sebenarnya komentar sy terhadap biksu di foto, bkn krn sy terbebani, tp sy mengkritisi prilaku mereka, namun ada klaim bahwa sebagian dr foto adalah sandiwara. permasalah muncul ketika ada pahlawan kesiangan yg menyalahkan setiap orang yg mengomentari foto2 tersebut...
1. Anda harus lebih jeli, di setiap poin tersebut sudah saya beri penjelasan di bawahnya.
Bila belum terlihat, atau mungkin terlewatkan, saya salin kembali:
Dari usia saya yang disebut-sebut lebih tua, padahal tidak saya pernah nyatakan sama sekali.
Asumsi bahwa saya mengatakan mengomentari=terbebani, padahal tidak pernah saya nyatakan satu kali pun.
Yang menggunakan kata kacau, memalukan, dsb bukan saya, silakan Anda baca lagi siapa yang menyatakannya pertama kali. :)
2. Ini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23894.msg436749.html#msg436749
Postingan yang saya tujukan untuk rekan lain, Anda jadikan kesimpulan tertentu. Sudah jelas yang saya kutip adalah rekan Sunyata, tulisan itu saya tujukan untuk dia, Anda jadikan kesimpulan bahwa saya lebih tua dari yang lain (Anda sebut lebih tua dari kita-kita).
Jika ini tidak diakui tidak apa-apa, saya sudah agak paham perilaku Anda. :)
3. Oh, jadi normalnya seorang bebas ber-statement apa saja, lalu menunggu orang mengklarifikasi kebenaran atau kekeliruan tersebut?
Itu namanya fitnah, Pak. Seperti saya menyebut Anda teroris, lalu Anda berharap Anda klarifikasi: "Maaf, saya bukan teroris." Begitu maksud Anda?
Lalu upaya generalisir rahib yang di foto sebagai rahib Mahayana bagaimana? Semua juga tahu bahwa jubah bisa dipakai siapa saja, tidak merupakan indikator asal-mula aliran. Bagaimana Anda bisa sampai pada kesimpulan bahwa rahib Mahayana berkelakuan seperti yang di foto? Jawaban Anda saya kira masih akan irelevan, kita lihat saja. :)
Sisanya saya kira tidak perlu saya tanggapi, terlalu emosional dan penuh prasangka negatif. :)
Salam, semoga berbahagia selalu. _/\_
Ini:
Lalu dengan mudah Anda berdalih:
Apapun dalih dan alasan Anda, Anda telah melakukan generalisasi. :) Tuduh menuduh sana-sini, Anda juga tak bisa menunjukkan faktanya. Dimana ada yang menyalahkan orang yang mengomentari? Bisa Anda beri kutipan postingan tersebut? Lalu dimana juga ada orang yang sok lebih suci dan lebih pandai-bijak? Mohon juga kutipannya. Salam pandai-bijak untuk Anda. _/\_
2. saya memang menggiring sunya, tp sy tidak menjelekkan mahayana, apa yg saya tulis, adalah kenyataan, yg menjelekkan mahayana adalah oknum biksu/rahib yg saya temui/lihat. jika memang sy berbohong atas apa yg saya tulis, silakan anda vonis sy dengan sumpah serapah anda...
bung yg paling pandai n bijak sedunia... dimana generalisasi saya ? kan saya kata, itu saya saksikan, si gundul dikelilingi 3 wanita... koq anda terbebani dgn cerita saya ? waduh... ternyata anda menjilat ludah anda sendiri ? bathin anda terguncang hebat dgn cerita nyata saya ?
itu cerita nyata, kaga dibuat2 bung... haiyahhh... klo sy ngarang, itu baru tuduhan tanpa alasan... bs pahami ga sih ?
Menggiring kemana? Anda sedang bertukar pikiran atau sedang menggiring opini? :)
Berkomentar juga bukan berarti terbebani. Sudah dijelaskan berkali-kali Anda ternyata belum paham. :)
Salam bahagia untuk Anda. _/\_
klo berkomentar bkn terbebani, kenapa diawal pembahasan thread ini anda ngotot, yg mengomentari foto si biksu botak berarti terbebani ? asli jurus belut keluar.. muter sana sini... logika nya di benahi dulu dah
Saya sama sekali tidak meragukan cerita Anda. Anda punya masalah dalam memahami kata-kata? Yang saya tulis: Anda melabeli bahwa rahib di Mahayana seperti di foto, lalu berdalih bahwa itu untuk menggiring anggota forum (Sunya, dalam hal ini). Ini bisa Anda pahami?
Lalu dimana postingan tentang ada yang menyalahkan orang yang mengomentari? Bisa Anda beri kutipan postingan tersebut? Lalu dimana juga ada orang yang sok lebih suci dan lebih pandai-bijak? Anda selalu berkata orang lain memfitnah dan bodoh, tapi Anda sendiri tidak bisa mempertahankan argumen Anda dengan memberi bukti dan fakta yang cukup valid. :)
Semoga berbahagia. Jangan diambil hati.
Salam. _/\_
Tunjukkan postingan, jangan menuduh tanpa bukti. Salam. _/\_
trus anda merasa terbebani jk misalkan saya melebeli biksu mahayana seperti difoto ? klo ga, napa situ repot ?
oh anda tidak menyalahkan orang yg mengomentari ? ya uda, skip... > clear ?
oh jg anda bukan orang suci toh... pdhal sy baru mengatakan mungkin orang ini uda suci.. tp bagus lah, klo anda blom suci. krn memalukan klo ada orang suci punya logika sperti anda... > clear ?
oh jd anda tidak pandai nan bijak ? berarti bodoh dan tidak bijak ? oh baik lah klo begitu... sy catet... > clear ?
oh berarti anda tidak suka memfitnah dan bodoh ? ok baik lah... > clear ?
bukti nyata n valid ada didepan, tp sy liat hanya jd debat konyol, krn anda pake jurus belut n logika kodok, lompat sana sini, dr pd sy buang waktu... sy ikuti aja jurus belut anda... ;D anda terbebani dgn gaya itu ?
:)) tenang kan bathin anda dulu... tarik napas... buang... smbarang aja buang lewat mana... =))
Kalau banjir dan kebakaran apakah korban dibiarkan hanyut atau terbakar?
Peraturan dibuat tanpa pengecualian atau bagaimana?
sy jg minta bukti, kaga muncul2, cm comot sana sini... klo sy malas comot sana sini, baca aja plan2 dr awal... ntar kan paham sendiri.. klo ga paham mah dah kelewat buntu tu logika... ka-chow...
=))
sy cm bs katakan... "kasihan"
haiyahhh... anak2 dilawan, ya gini dah... dr pd ntar nangis n ngompol, ya uda sy skip aja, buang2 waktu sy debat konyol gini...
eit, ntar tersinggung pula dikata anak2, dikata lebih tua ga trima... ah bawel dah... terserah situ aja dah, kan situ orang pandai-bijak dalam spiritual...
mungkin dah kelewat suci kali... ;D
sy komentari seribu kali, jg lu bantah tanpa bs kasih jawaban yg pas... apa lg contoh, teroris, terlihat banget bodoh nya (dipikirkan sendiri aja dah, dimana bodoh nya, cape jelasin). sy uda tau logika anda, kualitas otak anda dan kemampuan anda, tetap aja saya melebeli anda bodoh dan tukang fitnah...
;D
klo berkomentar bkn terbebani, kenapa diawal pembahasan thread ini anda ngotot, yg mengomentari foto si biksu botak berarti terbebani ? asli jurus belut keluar.. muter sana sini... logika nya di benahi dulu dah
karena sudah 7 halaman, jadi mungkin sudah ada yang bahas? Saya ga sempat baca semua postingan..
Saya bahas bhikkhu (Theravada) ya.. jadi mungkin OOT. Kalau vinaya dalam Mahayana saya belum pernah telusuri.
Nggaklah... korban tentu saja ditolong. Kalo dihubungkan dengan vinaya, IMHO vinaya itu membantu agar seorang bhikkhu tidak "hanyut" atau "terbakar".
Note: kita mungkin mengintepretasikan perumpamaan tersebut (misalnya kata "hanyut" atau "terbakar") secara berbeda. Kalo menurutmu iya, silakan jelaskan arti perumpamaan tsb.
Boleh lebih spesifik? mungkin km bisa sebutkan pengecualian-pengecualian apa yang membuat suatu pelanggaran menjadi halal?
haiyah... yg simple2 aja, kan sy kata jika ada kesan memojokan, sy minta maaf, jika tidak ada kesan itu, ya uda koq repot...karena reply anda masih ada banyak tanda tanya,maka terpaksa saja jawab.
masalah gini aja di bahas berulang2, jd sy harus gmn ? pai kui 1000x ma patung ? pai kui ma orang mahayana ? uda lah, ga usa childish, buddha mahayana aja diem membisu koq... cpddd...
Tidak, saya tidak terbebani jika Anda melakukan apapun. Darimana Anda tahu saya repot? Saya sama halnya Anda, hanya membalas postingan. Dimana letak repotnya?
Saya tidak menyalahkan, tapi Anda menyatakan saya menyalahkan komentar orang. Lalu saya minta bukti dimana? Anda mau lari dari tanggung jawab pernyataan Anda sendiri? :)
Jika memang Anda masih sangat-sangat muda hingga belum bisa memahami apa yang dibicarakan, mari saya bantu jelaskan. _/\_
Kalimat pertama tentu setelah melihat foto baru muncul reaksi (terbebani, tidak terbebani, dsb).
Kalimat kedua, bisa jadi sebelum dan sesudah, sebab:
1. Obyek kekhawatiran adalah pembaca (anggota forum), bukan foto.
2. Di postingan rekan Hadi (yang menyampaikan kekhawatiran) juga sudah jelas dan berkali-kali ia sebutkan, bahwa foto tersebut tidak berarti apa-apa terhadap sudut pandang dia kepada bhikkhu.
3. Dalam postingan para pembaca, sebelum postingan pertama rekan Hadi, sudah jelas kata-katanya secara eksplisit maupun implisit, menjelaskan bahwa mereka terguncang, kaget, tertegun, merasa malu, kacau, dlsb. Semua kata tersebut dapat Anda temukan dalam postingan mereka. Kalau indikasi ini belum mengarah ke 'terbebani', lalu apa definisi yang lebih pas?
4. Saya berikan contoh kasus, sebagai penutup penjelasan ini.
Ibu khawatir anaknya kecewa sebab tidak diijinkan menonton serial Naruto sebelum tidur.
Ini untuk Anda jawab:
a. Apa kekhawatiran ibu terkait dengan sudah menonton atau belum menonton serial Naruto?
b. Apa sang ibu terbebani dengan serial Naruto, atau terbebani dengan rasa kecewa sang anak?
Salam pandai-bijak dalam spiritual.
Saya tidak mengatakan saya suci, ataupun tidak mengatakan saya tidak suci. Ini bukan yang sedang saya bahas. Yang saya tanyakan, dimana Anda mendapat kesimpulan bahwa saya menyatakan diri sebagai seorang suci? Jadi Anda harus menjelaskan pernyataan Anda sendiri, sebab Anda yang menyatakan (atau tepatnya sebenarnya: menuduh).
Anda boleh saja sebut saya atau siapapun sebagai belut, kodok, dsb... tapi yang terpenting Anda bisa bertanggung jawab atas perkataan Anda sendiri. :)
Semua disini tenang, tidak ada masalah apa-apa. Salam bahagia dan sukses untuk Anda. _/\_
hahaha... makasih loh om, sy dikasihani...
skrng malah sy yg merasa kasihan dgn om, kadang bener kata orang. seseorang yg merasa terlalu menguasai ilmu agama membuat diri nya menjadi orang gila baru, merasa tinggi dan merendahkan orang lain, merasa spiritual nya paling hebat dari pada orang lain. hal ini yg patut dikasihani... ato jgn2 uda merasa mencapai kesucian jg ?
krn ada orang pandai nan bijak dalam spiritual yg mengklaim demikian. jk berani mengomentari 1 kata saja, berarti tanda nya lu uda terbebani, bathin lu uda terguncang hebat...
klo ga tau malu itu, cm berlaku untuk orang yg mengklaim hal tersebut, krn otomatis diri nya telah menjilat ludah nya sendiri...
eit... orang ini diklaim uda kelewat bijak dalam spiritual, mungkin uda capai kesucian jg... ;D ati2 loh...
oh jg anda bukan orang suci toh... pdhal sy baru mengatakan mungkin orang ini uda suci.. tp bagus lah, klo anda blom suci. krn memalukan klo ada orang suci punya logika sperti anda... > clear ?
[at] Sunya: Hari senin baru saya bales ya... sudah mau off..
dibawah ini adalah tanggapan anda kepada bro sunyata
oh jd anda masih mempermasalah kan masalah suci ? mang anda dapat kesimpulan dari mana bahwa anda di nyatakan sebagai orang suci ? nih saya copas tulisan saya
apakah kalimat tanya saya dan diawali kata jangan2, anda klaim sebagai tuduhan saya kepada anda, bahwa anda adalah orang suci ? betul yg itu ?
saya menemukan pernyataan saya yg kedua, nih saya copas tulisan saya
dimana tuduhan saya terhadap anda bahwa anda seorang yg suci ? krn anda bolak balik ga jelas kayak belut. terakhir saya mengatakan
bagian mana yg sy tidak tanggung jawab ? sy cm males ladeni tipe orang seperti anda, debat ga jelas, pake jurus belut... ga usa melebar, kita bahas balasan sy ke anda dulu... clear kan masalah ini.
Tidak berniat menjelaskan atau tidak mau mengakui kesalahan pribadi? Apa di dunia nyata Anda juga memilih menggunakan Om daripada Bapak/Ibu/Sdr./Sdri?Persepsi oh persepsi... Biar saya jelaskan. Sudah +- 1thn saya di forum ini memanggil orang dengan sebutan om karena memang saya lebih muda. Kalaupun tidak, maka itu hanya panggilan akrab dan sudah sedikit lamanya berlaku disini. Masa, anda dipanggil om saja heboh. Jadi ini semoga jelas.
Disini:Sekali lagi persepsi membutakan anda. Sejak awal itu hanyalah sindiran terhadap Om Hadi (lihat tanda '' nya) karena dia merasa tidak terbebani, tapi khawatir.
Dan jawaban Anda sangat jelas:
Bagaimana? Masih tidak diakui juga? :)
Pasti yang salah selalu orang lain, dan dalam hal ini dapat dipastikan adalah saya. :)Biarlah orang yang senang merasa bersalah, merasa bersalah sesukanya.
Orang berjiwa besar bisa mengakui kesalahan, selalu mengembangkan diri. Orang yang hanya bisa melihat kesalahan orang lain, sulit bisa berkembang. Paling hebat jadi kritikus atau pengamat saja. :)Saya tidak menyangka anda dapat mengatakan hal2 yang merujuk ke pribadi tertentu seperti ini.
Halo, rekan Tono.
Saya tidak mempermasalahkan apakah kalimat Anda diawali "jangan-jangan", "mungkin", atau yang lain. Yang saya pertanyakan dasar argumentasi Anda.
Bila kalimat di atas masih sulit dipahami, saya beri contoh (ditujukan) kepada Anda: "Saya kira jangan-jangan Tono ini maling", atau "Mungkin Tono maling".
Nah, sampai disini sudah paham? Kenapa saya bertanya alasan argumentasi Anda, sama seperti Anda yang bisa jadi bertanya: "Kenapa saya disebut maling? Apa alasan dan dasar argumentasinya?"
Ini soal sederhana saja, tidak ada niat saya sedikit pun untuk mengajak Anda debat (seperti yang Anda tuduhkan lagi kepada saya).
Permasalahan lain, jika ini sudah dipahami, saya tunggu klarifikasi Anda. Terima kasih sebelum dan sesudahnya. _/\_
Beberapa alasan saya tidak mengomentari rekan Dato:
1. Banyak asumsi yang kurang logis serta tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dari usia saya yang disebut-sebut lebih tua, padahal tidak saya pernah nyatakan sama sekali.
Asumsi bahwa saya mengatakan mengomentari=terbebani, padahal tidak pernah saya nyatakan satu kali pun.
2. Kurang beretika dalam berdiskusi.
Mengutip dan menanggapi tulisan yang ditujukan pada orang lain, bukan pada dirinya.
3. Generalisasi dan provokatif.
Menyebut bahwa rahib dalam foto adalah Mahayanis, tanpa didasari pembuktian yang empiris.
Menyebut saya juga adalah Mahayanis, padahal tidak ada dasar argumentasinya. Beliau tidak kenal saya, saya tidak pernah menyatakan juga bahwa saya adalah Mahayanis, lalu darimana muncul stigma dan labelisasi tersebut.
Belum cukup sampai disitu, beliau juga menegaskan bahwa beliau dari Theravada, seolah ini konflik antar dua aliran/sekte.
Menurut saya ini berlebihan, kasus rahib ada di foto dan dinilai kurang pantas, sampai membenturkan aliran dan menuduh sana-sini.
4. Argumentasi intimidatif.
Berulang kali menulis bahwa yang menanggapi berarti terbebani, terguncang, tidak tahu malu, dsb... (tulisan ini telah diedit kemudian: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23894.msg436769.html#msg436769). Jadi trik seperti ini seolah ingin menghalangi komentar dari orang lain, sebab sudah ada stigma/label yang mengancam.
5. Menjustifikasi sebuah opini seolah benar, menyatakan bahwa orang lain mengklaim dirinya suci, merasa tinggi, merasa hebat. Padahal dasar (argumentasi)-nya tidak ada sama sekali, hanya berupa opini/paradigma subyektif belaka.
Jadi, dari beberapa poin tersebut, selain beberapa yang lain yang tidak saya sebutkan, saya menghindari diskusi ataupun debat dengan rekan Tono.
Demikian, semoga bisa diterima.
Salam. _/\_
3. Dalam postingan para pembaca, sebelum postingan pertama rekan Hadi, sudah jelas kata-katanya secara eksplisit maupun implisit, menjelaskan bahwa mereka terguncang, kaget, tertegun, merasa malu, kacau, dlsb. Semua kata tersebut dapat Anda temukan dalam postingan mereka. Kalau indikasi ini belum mengarah ke 'terbebani', lalu apa definisi yang lebih pas?
Halo, rekan Tono.
Saya tidak mempermasalahkan apakah kalimat Anda diawali "jangan-jangan", "mungkin", atau yang lain. Yang saya pertanyakan dasar argumentasi Anda.
Bila kalimat di atas masih sulit dipahami, saya beri contoh (ditujukan) kepada Anda: "Saya kira jangan-jangan Tono ini maling", atau "Mungkin Tono maling".
Nah, sampai disini sudah paham? Kenapa saya bertanya alasan argumentasi Anda, sama seperti Anda yang bisa jadi bertanya: "Kenapa saya disebut maling? Apa alasan dan dasar argumentasinya?"
Ini soal sederhana saja, tidak ada niat saya sedikit pun untuk mengajak Anda debat (seperti yang Anda tuduhkan lagi kepada saya).
Permasalahan lain, jika ini sudah dipahami, saya tunggu klarifikasi Anda. Terima kasih sebelum dan sesudahnya. _/\_
skrng malah sy yg merasa kasihan dgn om, kadang bener kata orang. seseorang yg merasa terlalu menguasai ilmu agama membuat diri nya menjadi orang gila baru, merasa tinggi dan merendahkan orang lain, merasa spiritual nya paling hebat dari pada orang lain. hal ini yg patut dikasihani... ato jgn2 uda merasa mencapai kesucian jg ?
wah trims bro indra... uda mengingatkan si om sunya. semoga diatas tulisan sy trakhir tuk dia...
ya moge2 jg ga terbebani dgn tulisan2 sy... smpe dia sibuk menanggapi tulisan sy ;D
Persepsi oh persepsi... Biar saya jelaskan. Sudah +- 1thn saya di forum ini memanggil orang dengan sebutan om karena memang saya lebih muda. Kalaupun tidak, maka itu hanya panggilan akrab dan sudah sedikit lamanya berlaku disini. Masa, anda dipanggil om saja heboh. Jadi ini semoga jelas.
Sekali lagi persepsi membutakan anda. Sejak awal itu hanyalah sindiran terhadap Om Hadi (lihat tanda '' nya) karena dia merasa tidak terbebani, tapi khawatir.
Biarlah orang yang senang merasa bersalah, merasa bersalah sesukanya.
Saya tidak menyangka anda dapat mengatakan hal2 yang merujuk ke pribadi tertentu seperti ini.
[at] Sunya, Padahal saya mengira anda ini 'suci'.
kenapa cm masalah suci ga suci aja yg anda bahas ? kenapa masalah terbebani anda lewatkan ato sengaja dilewatkan ? bukan kah anda membuat kesan bahwa anda tidak pernah mennyatakan secara explisit bahwa berkomentar tentang foto = terbebani ?
bukti2 uda saya uraikan diatas, kenapa terkesan di skip ? biar seru, sy copas lg
anda mungkin bs mengatakan "Saya kira jangan-jangan Tono ini maling", atau "Mungkin Tono maling" pasti dengan dasar sesuatu, bs jd dr tingkah laku si Tono.
begitu pula, kenapa muncul dugaan sy dan itu sdh sy nyatakan di postingan sy, mohon di baca lebih seksama
jika seseorang merasa tinggi dr pd orang lain, tentunya ia merasa lebih dr pd orang lain bukan ? jd muncul dugaan dr prilaku anda tersebut dengan dugaan, jgn2 uda merasa mencapai kesucian jg ?
tp anda tidak terbebani dgn pertanyaan itu, dengan simple tinggal anda jawab "saya blom mencapai kesucian" maka selesai koq, kenapa hrs bersikap seperti anak kecil ?
ga usa melebar, kita bahas balasan sy ke anda dulu... clear kan masalah ini.
bahkan orang suci pun masih bisa lupa
Pertanyaan saya tidak dijawab. Sekali lagi: Apa di dunia nyata Anda juga memilih menggunakan Om daripada Bapak/Ibu/Sdr./Sdri?Sangat tidak etis menanyakan masalah pribadi seseorang di forum terbuka. Tapi saya kasih bocoran saja kalau saya menggunakannya seseuai situasi dan kondisi.
Heboh? Saya kira ini hanya persepsi Anda. Saya bertanya dengan tenang, pun berkomentar dan memberi penjelasan dengan tenang. :)Ya, orang 'suci' memang seharusnya tenang.
Tidak perlu menyindir Pak Hadi atau siapapun, kita berdiskusi secara terbuka saja. Mengutip tulisan salah satu rekan: Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah. Kalau menggunakan sindiran, rasanya kurang etis, jika ini sebuah diskusi antar sahabat atau teman. :)Ya, saya minta maaf kepada om hadi. Karena kita'kan rekan.
Saya lebih memilih orang yang bisa menyadari kesalahan, daripada orang yang dengan alasan tertentu tidak mau mengakui kesalahan. :)A: Apakah anda mengatakan diri anda sendiri?
Kata-kata merujuk pribadi? Apakah Anda merasa? Saya hanya mengatakan orang yang hanya bisa melihat kesalahan orang lain, sulit bisa berkembang. Paling hebat jadi kritikus atau pengamat saja.Saya merasa bahwa anda merujuk pada diri anda sendiri.
Salam persepsi dan sesungguhnya semua makhluk itu berpersepsi, sebab itu adalah kewajaran. :)Adakah yg mengatakan hanya makhluk tertentu yang mempunyai persepsi? Dari dulu, semua kata persepsi itu hanyalah lelucon yang ditujukan pada anda. Tetapi anda tidak menyadarinya...
_/\_
Saya juga mengira Anda suci. Jadi? :)Jadi marilah kita bersatu dalam perkumpulan yang dianggap dan menganggap orang lain suci.
Sangat tidak etis menanyakan masalah pribadi seseorang di forum terbuka. Tapi saya kasih bocoran saja kalau saya menggunakannya seseuai situasi dan kondisi.
Ya, orang 'suci' memang seharusnya tenang.
Ya, saya minta maaf kepada om hadi. Karena kita'kan rekan.
A: Apakah anda mengatakan diri anda sendiri?
B: Apakah anda mengatakan diri anda sendiri?
C: Mungkin memang lebih baik mengatai diri sendiri...
Saya merasa bahwa anda merujuk pada diri anda sendiri.
Adakah yg mengatakan hanya makhluk tertentu yang mempunyai persepsi? Dari dulu, semua kata persepsi itu hanyalah lelucon yang ditujukan pada anda. Tetapi anda tidak menyadarinya...
Jadi marilah kita bersatu dalam perkumpulan yang dianggap dan menganggap orang lain suci.
Ngomong2 rekan, saya dan anda sudah sangat OOT. Lebih baik saya dan anda menghentikan diskusi yang OOT ini sehingga yang lain bisa BTT. Jika anda mengerti maksud saya...
Wahhh, topiknya ttg bikshu Mahayana.. tapi ada foto bhikkhu Theravada:
(http://attach.bbs.china.com.cn/forum/201204/03/203208ai0lqnzu7vopltuj.jpg)
Anw topik ini nggak penting banget ya, sudah jelas" melanggar, masih ditanyakan...... freak!
Baik, situasi dan kondisi seperti apa?Itu menurut rekan.
Saya kira penggunaan bahasa bukan masalah pribadi. Ini hal yang umum. Dimana letak masalah pribadinya?
Jangan mulai OOT dengan kembali menyoroti masalah kesucian dsb.Saya rasa sebelum ngomongin orang lain kita harus ngaca terlebih dahulu.
A, B, dan C tidak relevan. Saya bilang (saya ulangi kalau Anda kurang jelas: Saya lebih memilih orang yang bisa menyadari kesalahan, daripada orang yang dengan alasan tertentu tidak mau mengakui kesalahan.
Hm, jadi diskusi ini juga berisi lelucon? Kenapa Anda menanggapi sesuatu bersifat lelucon? :)Apakah rekan menyimpan rasa tidak senang terhadap member di forum ini? Ataupun Buddhis teoritis di forum ini? Kalau memang anda tidak suka dengan lelucon anda bisa skip. Fine?
Saya pribadi selalu menganggap diskusi sebagai sarana tukar pikiran, selain mungkin menambah teman 'seperjalanan' (dalam dharma). Tapi jika sudah beberapa kali Anda menulis, bahwa Anda ada niat menyindir, membuat lelucon tentang orang lain, rasanya bagi saya kurang baik sebagai seorang pengikut Buddhisme yang memegang teguh perkataan/ucapan yang baik dan benar. Kecuali jika Anda Buddhis secara teoritis saja, yang saya duga banyak di forum ini. Kata-katanya banyak berisi ayat sutta (kitab suci) tapi dari kata-katanya sangat bertolak belakang dari yang dia pelajari/tuliskan.
Saya sendiri tidak pernah menjadikan Anda lelucon, atau bahkan ada niat ke arah sana. Jika Anda anggap ini normal dalam pertemanan dan hubungan antar-makhluk, saya kira kita bisa melanjutkan dengan toleransi tertentu (saya bersedia jadi bahan lelucon, jangan khawatir saya akan membalasnya kembali).
Salam cinta kasih dalam dharma. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. _/\_Ya, semoga saya hidup berbahagia. Terima kasih.
IMO, jika ada pernyataan seorang member yg terkesan menjelekkan, dan bahwa pernyataan itu tidak benar, maka bagi yg memahami seharusnya mengklarifikasi, misalnya "begini loh, dalam ajaran Mahayana ada aturan tidak boleh begini begitu, jadi oknum2 di atas berperilaku tidak sesuai ajaran Mahayana, jadi bukan salah mahayananya." dengan begini pembaca akan lebih menghargai dan juga anda telah berkontribusi dalam memberikan pembelajaran kepada pembaca.terima kasih telah diingatkan,tapi karena saya bukan umat Mahayana jadi saya tidak tahu aturan Mahayana itu tidak boleh begini atau begitu.
Saya tidak merasa memulai sesuatu yang keluar topik. Dalam dua postingan terakhir saja, setidaknya ada 3-4 unsur OOT yang Anda angkat, diantaranya masalah kesucian, sindir-menyindir, memberi pilihan A, B, C yang tidak relevan dengan tulisan sebelumnya, serta bahkan panggilan formal dan etis (umum) yang masih Anda sangkal dan tolak penggunaannya. Apa susahnya mengakui kesalahan dan belajar berbahasa dengan baik? Kita selain pandai secara intelektual dan akademis, bukankah kita juga harus etis dalam berkomunikasi, yang salah satunya menghargai lawan bicara?Jangan menghindar rekan, anda menanggapi reply OOT dan anda juga melayani reply OOT. Kedua ini jelas OOT. Apa susahnya mengakui kesalahan dan belajar dengan baik? Saya semata tidak ingin menggunakan Bu dan Pak dan Saudari dan Saudara kepada anda, tetapi rekan? Apakah selain Om saya juga tidak boleh memanggil anda sebagai rekan saya? Kalau ya, fine!
Kalau bersosialisasi dengan orang Barat saja, mereka bisa menanyakan, "Seharusnya saya panggil kamu apa? Apakah boleh saya memanggilmu seperti ini? Apakah kamu senang saya panggil begini?"Saya memang Junker dengan pengetahuan tidak tinggi. Saya bahkan tidak dapat mengerti tulisan anda. Apakah anda terbebani? Apakah anda terguncang? Apa maksud anda menanggapi =_=" saya? Anda tidak suka candaan? Anda ingin buat chaos di sini? Apa maksud anda mereply postingan OOT? Maksud anda datang ke forum ini apa? Memecah belah? Mengadu domba? Why? Oh, ok. Fine!
Apa budaya Timur sedemikian merosotnya hingga menghargai teman komunikasi saja dianggap sebelah mata dan disepelekan?
Jangan katakan OOT, tapi berusahalah untuk berdiskusi yang baik. Tanpa bahasa benar dan kesantunan, apa yang mau Anda diskusikan?
_/\_
Pertanyaannya terlalu bias.
Jika yang ditanyakan adalah apakah bhiksu Mahayana melanggar vinaya jika melakukan perbuatan seperti dalam foto tersebut, jawabannya ya untuk beberapa foto.
(http://attach.bbs.china.com.cn/forum/201204/03/203158pytpgbt224dbt9bt.jpg)
menurut bebi.....yg satu ini blm tentu melanggar.......bisa saja foto di atas adalah teknik meditasi terajana tingkat tinggi terbaru....coba perhatikan bhikhu tersebut seolah2 energynya sdh menyatu dan selaras dgn alam semesta sekitarnya _/\_
Itu menurut rekan.
Saya rasa sebelum ngomongin orang lain kita harus ngaca terlebih dahulu.
Apakah rekan menyimpan rasa tidak senang terhadap member di forum ini? Ataupun Buddhis teoritis di forum ini? Kalau memang anda tidak suka dengan lelucon anda bisa skip. Fine?
Ya, semoga saya hidup berbahagia. Terima kasih.
Jangan menghindar rekan, anda menanggapi reply OOT dan anda juga melayani reply OOT. Kedua ini jelas OOT. Apa susahnya mengakui kesalahan dan belajar dengan baik? Saya semata tidak ingin menggunakan Bu dan Pak dan Saudari dan Saudara kepada anda, tetapi rekan? Apakah selain Om saya juga tidak boleh memanggil anda sebagai rekan saya? Kalau ya, fine!
Saya memang Junker dengan pengetahuan tidak tinggi. Saya bahkan tidak dapat mengerti tulisan anda. Apakah anda terbebani? Apakah anda terguncang? Apa maksud anda menanggapi =_=" saya? Anda tidak suka candaan? Anda ingin buat chaos di sini? Apa maksud anda mereply postingan OOT? Maksud anda datang ke forum ini apa? Memecah belah? Mengadu domba? Why? Oh, ok. Fine!
aih ... panggilan OM aja diributin, saya juga dipanggil OM sama nak Sunyata, padahal saya lebih muda dari dia, tapi saya gak keberatan tuh
Memangnya saya keberatan? Membahas etika bahasa yang kebetulan sampelnya adalah peristiwa yang kita alami, bukan berarti keberatan toh? Membahas dharma juga kerap terkait dengan kehidupan sehari-hari, dan belum tentu kita kaitkan dengan subyektivitas kita (senang dan tidak senang, keberatan dan tidak keberatan). Kita bahas sesuai referensi/rujukan (misalnya kitab suci atau norma umum), bukan atas dasar perasaan subyektif kita. :)
Salam obyektivitas dan semoga berbahagia. _/\_
cuma masalah panggilan aja sampai terbeban begitu... =))
ternyata orang suci masih memikul beban... :P
kalau itu bukan ekspresi keberatan seharusnya tidak perlu mengacaukan diskusi dengan komentar2 OOT, jika salah satu lebih bijaksana, ia seharusnya bisa berinisiatif untuk mengakhiri perdebatan yg tidak perlu, karena untuk berdebat minimal diperlukan 2 orang, dan hanya diperlukan 1 orang untuk mengakhirinya
[at] Sunyata,
kalau boleh saya mau kasih saran pada anda. Sepengamatan saya, umumnya orang tidak terlalu mempermasalahkan kesalahan panggilan yg berhubungan dengan umur, tapi orang akan merasa sangat terganggu jika ada kesalahan panggilan sehubungan dengan gender, anda bisa melihat di forum ini, di mana member baru biasanya protes jika terjadi kesalahan pada Bro/Sis. jadi saran saya mungkin anda bisa mencoba mengganti panggilan OM menjadi MBAK, mungkin hal ini bisa mendamaikan kalian.
Disclaimer: saran boleh tidak diterima.
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).
=_="ini. Akibatnya, dari halaman 3 rata-rata postingan isinya OOT. Saya tidak menduga ini akan memanjang sampai 8 halaman. Jadi saya maaf atas =_=" ini. Semoga kata-kata saya yang dirasa ada menusuk dimaafkan.
Ada baiknya andapun menghentikan berbagai prasangka yang tidak perlu dalam berdiskusi di DC ini. Ingat, prasangka anda pun bisa saja bersekutu dengan dosa citta yang tidak bermanfaat dalam perkembangan batin dan kesadaran anda sendiri.persepsi gitu loh....
_/\_
Untuk rekan Sunya, panggilan Om di DC setahu saya bukanlah untuk mengolok2 malah gw kira cenderung untuk menghormat lawan bicara. Kalau Anda sempat mengamati, beberapa member wanita di DC pun memanggil member pria dengan istilah om dan itu bukanlah untuk melecehkan. Sebagai contoh bisa dilihat misalnya sis Hemayanti (sorry gw pinjam sebentar buat contoh sis ;D ) sering memanggil gw dengan kata om. Sebagai orang yang berlatih dharma semestinya anda bisa lebih mengembangkan kesabaran dan toleransi di sini, tidak perlu tersinggung apalagi marah2.
Di forum lain pun istilah om untuk menyebut lawan bicara pria sudah menjadi kelaziman seperti misalnya di forum fotografi yg dulu gw ikuti. Bahkan kalau anda main di kaskus, mungkin akan sering dipanggil bro atau agan. Nah, apakah anda juga akan tidak terima panggilan bro (brother) dengan alasan orang itu bukan anak ayah ibu anda ?
Ada baiknya andapun menghentikan berbagai prasangka yang tidak perlu dalam berdiskusi di DC ini. Ingat, prasangka anda pun bisa saja bersekutu dengan dosa citta yang tidak bermanfaat dalam perkembangan batin dan kesadaran anda sendiri.
_/\_
Kesalahan terbesar Anda, Anda bersikukuh bahwa ini masalah pribadi.
Dalam forum itu biasa saling mengoreksi, termasuk dalam hal normatif dan wawasan umum. Jika terlampau tendensius, kita bisa saja selalu mengaitkan suatu pembahasan dengan hal-hal personal. :)
Ilustrasi mudah: Anak melempar Anda dengan sandal. Anda menasihati bahwa ini perbuatan salah, kurang sopan, dlsb... Apakah ini disebut keberatan dilempar sandal oleh anak?
Belajar dharma logika harus kuat, jika beda tipis antara masalah pribadi dengan isu normatif tidak bisa didiferensiasikan, maka repot membahas yang lebih dalam. :)
Salam. _/\_
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).
Salam bijak dan arif dalam dharma. Semoga berbahagia. _/\_
Baiklah sudah cukup OOTnya. Sampai sejauh ini yang dibahas kebanyakan OOT. Jadi sesuai saran Sunya, Om Indra maupun Om Sanjiva, saya meminta maaf atas semua OOT yang saya sudah tulis, tuduhan-tuduhan ataupun sejenisnya yang ditujukan kepada Sunya ataupun Om Hadi. Jujur, itu hanya bercanda dan tidak ada niat menghina atau sejenisnya. Saya juga tidak ingin membahas masalah kecil yang menjadi besar ini lagi, buang tenaga.
Akhir kata saya minta maaf, terutama Om Hadi karena saya yang memulai dengan emoticon ini. Akibatnya, dari halaman 3 rata-rata postingan isinya OOT. Saya tidak menduga ini akan memanjang sampai 8 halaman. Jadi saya maaf atas =_=" ini. Semoga kata-kata saya yang dirasa ada menusuk dimaafkan.
Semoga Sunya dan Om Hadi tidak lagi terbebani, tenang dan bahagia dengan permintaan maaf ini. Terima kasih. Ini akan jadi pembelajaran buat saya. _/\_
3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)
mungkin anda tidak membaca disclaimer saya di atas, jadi silakan dibaca sekarang.
soal anak melempar sandal, saya tidak tahu karena saya belum pernah mengalaminya, nanti akan saya beritahu anda apa yg saya lakukan ketika saya mengalaminya.
Menurut Kalama sutta, bahkan logika pun tidak boleh dijadikan acuan dalam menerima suatu ajaran, termasuk belajar Dharma. jadi saya pikir saya lebih memilih mengikuti apa yg diajarkan oleh Sang Buddha daripada ajaran anda. tapi terima kasih sudah berusaha mengajari walaupun gagal. ;D
lagipula kalau anda meggunakan logika, seharusnya anda melihat bahwa postingan saya itu saya tujukan kepada Sunyata (with "ta")
ketika anda membahas suatu etika, menurut anda bagaimana etika seseorang yg ngotot membahas sesuatu di thread milik orang lain dengan topik yg sama sekali tidak berhubungan? jika anda punya etika, bukankah anda tidak dilarang untuk membuka thread sendiri, yg bukannya tidak pernah anda lakukan sebelumnya.
Anda tidak perlu mengalaminya, namanya juga ilustrasi. :) Jika beranalogi saja tidak sanggup, bagaimana mau mencerna sesuatu yang lebih dalam dan rumit? :)
Logika yang saya maksud adalah akal. Apa Anda tidak menggunakan akal dalam mengkaji ajaran Buddha? Diterima saja mentah-mentah? Kelihatannya sih begitu, dari diskusi yang sudah-sudah. Doktrinis agaknya bukan sifat agama Buddha, tapi lain di teori dan lain yang dipraktekkan umat-umatNya. :)
_/\_
Tipikal penggiringan opini. :)
Apa yang saya bahas masih umum dan berkaitan, seputar moralitas. Jika memang diluar topik, bisa disebutkan apa kriteria dari topik ini sehingga komentar yang ada selalu di jalur yang tepat?
Salam dan terima kasih sebelumnya. _/\_
masih tetap sama, saya tetap lebih cocok dengan ajaran Buddha, jadi saya tetap menolak ajaran anda itu dalam hal belajar Dharma.
apakah panggilan OM dan segala etika diskusi versi anda itu berhubungan dengan " biksu mahayana melanggar kaga kek gini?", tolong tunjukkan dimana letak relevansinya
Dan lucunya, saya tak merasa mengajari apa-apa. :)
Tentu ada, ini masalah rujukan peraturan. Jika dalam diskusi ada norma dan kaidah yang harus diikuti dan ditaati secara tertulis maupun normatif, dalam kasus rahib (maaf saya menghindari biksu atau bhikkhu karena beberapa pertimbangan) juga ada aturan atau kaidah acuan sesuai darimana rahib tersebut berasal. Kita orang Timur, menjunjung etika dan aturan ketimuran (idealnya). Sedangkan rahib sesuai alirannya, juga menjunjung etika dan aturan yang (idealnya) harus dia/mereka ikuti. Bukan begitu?
Jika kita saja tidak menjunjung etika dan aturan/norma, bagaimana mau mengkritisi orang lain? Bagi saya agama Buddha itu yang mendasar tentang moralitas. Bila ini saja sudah dianggap sepele, percuma bicara yang tinggi-tinggi.
Dari segi akademis dan intelektualitas, membahas etika itu hal biasa. Lucunya Anda dan beberapa teman Anda selalu mengkaitkan ini dengan masalah pribadi. Padahal yang mengalami belum tentu menganggapnya sebagai masalah personal. :)
Salam obyektivitas saja ya... Bersihkan pandangan. :)
Masih dianggap masalah pribadi, rupanya sulit berdiskusi secara kepala dingin. :)Sunya, saya tidak panas.
Sebaiknya bagi saya lebih penting bagi Anda untuk menganalisa apakah perkataan dan komentar saya ada nilai kebenarannya atau tidak, sebab itu yang bisa diambil hikmahnya bagi saya dan juga bagi Anda dan yang lain. Persoalan norma, pengetahuan dharma dan praktek sehari-hari, itu sudah biasa dibicarakan dalam forum-forum luar maupun dalam negeri, tanpa harus dikaitkan dengan perasaan sentimentil dan menduga-duga, bahwa yang bertanya ini marah, tersinggung, dsb.Apa yang penting bagi anda belum tentu penting bagi orang lain. Seperti saran Om Indra, anda lebih baik buka thread lain karena kita sedang bahas Bhiksu Mahayana di sini. Sunya, saya juga tidak berpikir anda marah dan tersinggung.
Saya jadi agak kapok membahas sesuatu secara terperinci, ternyata banyak juga anggota yang sensitif. :)Sunya, mohon jangan beralasan tentang terperinci dan sensitif. Jika anda malas menjelaskan secara terperinci, katakan. Saya tidak marah. Jika anda merasa ada member yang sensitif, katakan. Saya tidak marah. I am fine both ways.
Tentu ada, ini masalah rujukan peraturan. Jika dalam diskusi ada norma dan kaidah yang harus diikuti dan ditaati secara tertulis maupun normatif, dalam kasus rahib (maaf saya menghindari biksu atau bhikkhu karena beberapa pertimbangan) juga ada aturan atau kaidah acuan sesuai darimana rahib tersebut berasal. Kita orang Timur, menjunjung etika dan aturan ketimuran (idealnya). Sedangkan rahib sesuai alirannya, juga menjunjung etika dan aturan yang (idealnya) harus dia/mereka ikuti. Bukan begitu?Sunya, mohon beritahu saya bagaimana caranya anda dapat tahu kalau Om Indra adalah orang timur tanpa berkenalan secara langsung? Mohon maaf saya OOT lagi.
Jika kita saja tidak menjunjung etika dan aturan/norma, bagaimana mau mengkritisi orang lain? Bagi saya agama Buddha itu yang mendasar tentang moralitas. Bila ini saja sudah dianggap sepele, percuma bicara yang tinggi-tinggi.
Dari segi akademis dan intelektualitas, membahas etika itu hal biasa. Lucunya Anda dan beberapa teman Anda selalu mengkaitkan ini dengan masalah pribadi. Padahal yang mengalami belum tentu menganggapnya sebagai masalah personal. :)
Salam obyektivitas saja ya... Bersihkan pandangan. :)
Newbie minta izin ngomong yah.
Panggil Om memang tidak salah.
Tapi kalau ada orang tidak suka dipanggil om, yah gak harus dipaksakan juga kan?
Tanya aja mau-nya dipanggil apa?
Demikian kan gak harus debat yang :outoftopic:
:backtotopic: pls
Newbie minta izin ngomong yah.Anda benar, Top. Ini adalah kesalahan saya. Kalau Top ingin, saya akan minta maaf untuk ke 2 kalinya. Apakah anda ingin dipanggil Om atau lainnya, Top? Maaf saya OOT lagi.
Panggil Om memang tidak salah.
Tapi kalau ada orang tidak suka dipanggil om, yah gak harus dipaksakan juga kan?
Tanya aja mau-nya dipanggil apa?
Demikian kan gak harus debat yang :outoftopic:
:backtotopic: pls
Anda benar, Top. Ini adalah kesalahan saya. Kalau Top ingin, saya akan minta maaf untuk ke 2 kalinya. Apakah anda ingin dipanggil Om atau lainnya, Top? Maaf saya OOT lagi.
Padahal di tulisan saya yang Anda kutip tersebut sudah saya jelaskan dengan terperinci:
1. Saya tidak keberatan dipanggil apa saja, bahkan nama binatang pun sudah sering saya terima (di forum ini lho, bisa Anda cek). Perkara saya senang ataupun tidak senang dipanggil Om, itu sudah termasuk personal (masalah saya pribadi) yang tidak pantas diangkat dalam pembahasan.
2. Saya sama sekali tidak menyatakan bahwa panggilan Om itu untuk mengolok.
3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)
4. Jauhkan pikiran Anda dari prasangka bahwa lawan bicara Anda sedang marah, tersinggung, dsb... Saya sama sekali tenang dan senyum-senyum saja memberi tanggapan dan pertanyaan disini. :)
Sabar, lawan diskusi Anda tidak marah. Ubah persepsi Anda, kita sedang membahas etika dan norma. Be academic, itu saja. _/\_
ada pepatah mengatakan "kalo maling mengaku, maka penjara akan penuh"
Sunya, saya tidak panas.
Apa yang penting bagi anda belum tentu penting bagi orang lain. Seperti saran Om Indra, anda lebih baik buka thread lain karena kita sedang bahas Bhiksu Mahayana di sini. Sunya, saya juga tidak berpikir anda marah dan tersinggung.
Sunya, mohon jangan beralasan tentang terperinci dan sensitif. Jika anda malas menjelaskan secara terperinci, katakan. Saya tidak marah. Jika anda merasa ada member yang sensitif, katakan. Saya tidak marah. I am fine both ways.
Sunya, mohon beritahu saya bagaimana caranya anda dapat tahu kalau Om Indra adalah orang timur tanpa berkenalan secara langsung? Mohon maaf saya OOT lagi.
Kalau tidak ada keberatan mengenai istilah, mengapa anda repot2 menegur member yang mengunakan kata "kk" dan "om" ? Apalah artinya istilah dan norma, kalau semuanya sunya, kosong, kosong tapi isi, isi tapi kosong. 8-} Apalagi pemanggilan istilah itu tidak ada niatan untuk mengolok, seperti kata anda sendiri. Siapa yang seharusnya memakai nalar dalam menerima hal ini? Mengapa jadi masalah yang panjang lebar?
Gw sama sekali tidak marah, tersinggung, dsb. Nyante aja om. ;D Seperti yang gw bilang, ubahlah persepsi anda dan jangan mudah berprasangka buruk. _/\_
BTW, ga nyangka, hanya untuk menjawab pertanyaan sederhana dengan 'ya' atau 'tidak' saja memakan belasan halaman 'diskusi'. Beda dengan thread serupa di 'yang satunya', yang adem ayem ga bergelit-gelut. Kalau bisa dibikin mudah, kenapa harus dipersulit? :whistle:
Ada juga pepatah mengatakan, "Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak." :)
Padahal di tulisan saya yang Anda kutip tersebut sudah saya jelaskan dengan terperinci:
1. Saya tidak keberatan dipanggil apa saja, bahkan nama binatang pun sudah sering saya terima (di forum ini lho, bisa Anda cek). Perkara saya senang ataupun tidak senang dipanggil Om, itu sudah termasuk personal (masalah saya pribadi) yang tidak pantas diangkat dalam pembahasan.
2. Saya sama sekali tidak menyatakan bahwa panggilan Om itu untuk mengolok.
3. Saya sedang membahas etika bahasa yang umum, dari formal sampai normatif (dipakai sehari-hari). Ini sama sekali tidak berkaitan dengan masalah pribadi. Kalau Anda kurang yakin, saya pernah menegur salah satu anggota forum yang memanggil seorang kakek dengan sebutan kakak, yang saya kira saat itu kuranglah pantas (kecuali umurnya berdekatan). Apa ini juga disebut masalah pribadi saya? Bagi saya ada hal tertentu bersifat norma, ada hal tertentu (pribadi) yang tidak perlu dibahas berlarut-larut. Kalau ini belum bisa Anda bedakan juga, saya sih cuma senyum saja... ternyata hanya seperti ini kemampuan nalar beberapa anggota forum disini. :)
4. Jauhkan pikiran Anda dari prasangka bahwa lawan bicara Anda sedang marah, tersinggung, dsb... Saya sama sekali tenang dan senyum-senyum saja memberi tanggapan dan pertanyaan disini. :)
Sabar, lawan diskusi Anda tidak marah. Ubah persepsi Anda, kita sedang membahas etika dan norma. Be academic, itu saja. _/\_
Saya ulangi: Saya sedang berdiskusi masalah etika bahasa. Itu saja. Jika Anda anggap mengacaukan diskusi, saya bisa menerima sanksi apapun yang diberikan. Jika Anda masih menganggap saya keberatan, berarti Anda dipenuhi prasangka. Pada faktanya, saya sering dipanggil lebih parah dari sebutan Om tersebut, nama-nama binatang dan pemain sirkus pun pernah saya terima di forum ini. Ucapan Om itu sebuah panggilan kepada saudara Ayah atau Ibu, bukan sesuatu yang bisa membuat siapapun keberatan. Sekali lagi: Etika penggunaan bahasa yang benar. Jika memang Anda minimal lulus sekolah atas, pasti Anda bisa membedakan topik akademis dan juga masalah pribadi (personal).
Salam bijak dan arif dalam dharma. Semoga berbahagia. _/\_
Hipotesa dari segi penggunaan bahasa. Seseorang yang bisa berbahasa Indonesia dan juga tahu budaya dan tren di Indonesia, dapat dipastikan ia hidup di negara Indonesia, atau setidaknya dekat dengan Indonesia. Indonesia termasuk negara Timur 'kan?penarikan kesimpulan itu pakai persepsi juga ya?
Sama halnya, saya kira kita tak perlu naif, di forum ini lebih dari 50% juga etnis Tiong Hoa Indonesia, walau saya mungkin tidak pernah mendata satu-persatu.
Ehipassiko itu bukan berarti harus mencoba atau bertemu langsung (misalnya narkoba dan makhluk halus), tapi bisa diambil kesimpulan dari beberapa elemen analistis.
Demikian, mohon koreksinya bila keliru.
Salam. _/\_
masuk akal, karena jangankan di seberang lautan, yg di luar angkasa yg berjarak ribuan tahun cahaya pun bisa tampak kok asalkan ada mata yg bekerja. Tapi gajah yg menutupi mata menyebabkan mata jadi tertutup dan tidak bisa bekerja, makanya tidak bisa terlihat.
[at] Sunya, Terima kasih. Saya terima semua saran anda. Sekarang fokus ke topik saja.
Kl gt sy bole pgl kk ga tar diblg bkn kakak pdhal sbnrnya singkatannya bkn tu... :P tp kk singkatannya bs jg kakek kn hahhaha....jd sy pgl kakek hadi ato om hadi nh?
Om ga hrs sodara ayah ato ibu kok....
Omong-omong, reputasi saya dari 3 jadi -1 dalam satu hari. :-[
M14ka, sekedar info saja, saya panggil Om untuk Pak Hadi. _/\_
Hipotesa dari segi penggunaan bahasa. Seseorang yang bisa berbahasa Indonesia dan juga tahu budaya dan tren di Indonesia, dapat dipastikan ia hidup di negara Indonesia, atau setidaknya dekat dengan Indonesia. Indonesia termasuk negara Timur 'kan?
Sama halnya, saya kira kita tak perlu naif, di forum ini lebih dari 50% juga etnis Tiong Hoa Indonesia, walau saya mungkin tidak pernah mendata satu-persatu.
Ehipassiko itu bukan berarti harus mencoba atau bertemu langsung (misalnya narkoba dan makhluk halus), tapi bisa diambil kesimpulan dari beberapa elemen analistis.
Demikian, mohon koreksinya bila keliru.
Salam. _/\_
Ya, seseorang bisa melihat lebih luas dan jauh bila dirinya sudah tidak tertutupi debu/kekotoran batin, atau minimal LDM bisa dikikis setahap demi setahap. Tanpa usaha pengurangan LDM, pandangan seseorang akan cenderung sempit, menilai sesuatu dengan filter LDM tersebut. Segala fenomena yang sebenarnya netral, jadi bisa menimbulkan kebencian, keserakahan, iri hati, kekecewaan, dsb.
Coba kita lihat, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pengakuan seseorang tentang apa yang ia miliki, selama benar-benar ia miliki. Pengakuan itu dapat berupa kepemilikan barang (materi), kemampuan (skill, kecerdasan, pengetahuan), atau juga potensi spiritual. Semua wajar. Akan jadi masalah bila kita tanggapi/respon dengan rasa iri (cemburu/dengki), maka sesuatu yang memang jadi hak orang lain (makhluk lain); dari pernyataan sampai kepemilikan tersebut, jadi berubah/bertransformasi dalam sekejap, masalah buat kita. Betul?
Semua keputusan pemanggilan ada pada subyek (dalam hal ini M14ka). Kalau saya pribadi mau dipanggil apa juga tidak masalah. Dulu saya pernah dipanggil belut, badut, bahkan bod*h dan tol*l, juga tetap saya layani pembicaraannya. Bagi saya yang salah bukan pada yang dipanggil, tapi pada subyek yang memberi panggilan tersebut, sebab itu adalah proyeksi dari pikiran dia dalam menilai sesuatu. :)
saya ingin bertanya ulang karena pertanyaan ini sudah saya tanyakan dan tidak dijawab.
di mana anda dipanggil "badut" di forum ini? saya selalu mengikuti semua diskusi di forum ini, tapi kenapa yg satu ini bisa terlewat ya? awas, anda akan dianggap memfitnah jika tidak bisa membuktikan.
badut, belut, t*l*l, b*d*h ? koq bs sampe di panggil gtu... astagabuddha...
ini yg masalah, si om ato si lawan bicara ya ? hmmm...
gpp lah, ambil sisi positifnya, thomas alfa edison dulu nya jg dikatakan gila, b*d*h tp berhasil menemukan sesuatu n jd ilmuwan hebat, sapa tau om ntar bs jd spiritual hebat menemukan cara mencapai kesucian express... ;D
:hammer: dato gak salah orang kah?
sunya[/b]]
Semua keputusan pemanggilan ada pada subyek (dalam hal ini M14ka). Kalau saya pribadi mau dipanggil apa juga tidak masalah. Dulu saya pernah dipanggil belut, badut, bahkan bod*h dan tol*l, juga tetap saya layani pembicaraannya. Bagi saya yang salah bukan pada yang dipanggil, tapi pada subyek yang memberi panggilan tersebut, sebab itu adalah proyeksi dari pikiran dia dalam menilai sesuatu. :)
saya pikir kita ngomong soal melihat semut dan gajah. dalam melihat, mata yg tertutup debu tentu beda dengan mata yg tertutup gajah.
ya selama ia benar2 memiliki, tapi sangat layak untuk dipermasalahkan jika hal itu adalah kebohongan, apalagi jika bertujuan untuk menjaring pengikut demi mencari kehidupan mewah tanpa bekerja, spt yg dilakukan oleh seorang badut hidup.
saya ingin bertanya ulang karena pertanyaan ini sudah saya tanyakan dan tidak dijawab.
di mana anda dipanggil "badut" di forum ini? saya selalu mengikuti semua diskusi di forum ini, tapi kenapa yg satu ini bisa terlewat ya? awas, anda akan dianggap memfitnah jika tidak bisa membuktikan.
maaf saya tidak memberi salam pada badut, dan anda bukan pengecualian di sini.
Jangan mengancam, Sdr. Indra. :)
Jika Anda selalu mengikuti diskusi, bagaimana Anda bisa melewatkan tulisan Anda sendiri:
Indra, Indra... belajar mengingat dan bertanggung jawab. _/\_
Pengecualian misalnya memegang wanita saat banjir atau kebakaran (dengan maksud menolong). Jika ini tidak dipermasalahkan dalam Vinaya, maka pertanyaan tentang pengecualian ini gugur.
Bisa dijelaskan makna dari kata "hanyut" atau "terbakar" yang Anda maksud...
oh, ternyata persis sesuai dugaan saya, jika tulisan saya yg anda maksudkan, sebutan "badut" itu bukan ditujukan pada anda. dan saya percaya bahwa semua member di sini yg bergabung sebelum tahun 2012 tahu persis siapa yg saya maksudkan, ternyata dibalik segala omong besar etika berbahasa, anda sama sekali tidak memahami bahasa.
saya sudah mempertanggungjawabkan bagian saya, mana bagian anda?
Saya kira makna dari kalimat tersebut sudah jelas, ternyata masih mau berkelit. :)
Saya tidak berurusan dengan siapa yang Anda sebut badut. Yang saya lihat, Anda memasukkan lawan bicara Anda sebagai "bukan pengecualian", yang artinya sama dengan obyek dan predikat yang Anda berikan sebelumnya. Jika ini Anda maksud bahwa saya tidak paham bahasa, maaf saja saya kebetulan dari jurusan Bahasa. Untuk memahami kalimat seperti ini, saya kira anak sekolah dasar pun sudah bisa mengerti.
Mari kita lihat lagi kalimat yang sudah jelas tapi tidak mau Anda akui maknanya:
"Maaf saya tidak memberi salam pada badut, dan anda bukan pengecualian di sini."
:)
Salam keberanian saja, rekan Indra. Hal sekecil ini Anda mau cuci tangan? :)
_/\_
Menurut gw, diskusi di thread ini sudah jauh melenceng dari topiknya yang semula, menjadi ngalor ngidul dan acara berbalas pantun.
Kemana tuhan dan para punggawanya yang menjadi moderator di DC ini? Ataukah memang sengaja membiarkan diskusi 14 halaman sementara yang menjawab pertanyaan topik hanya 3 orang saza ?
Saran gw: sudahlah, yang waras ngalah saja. ^-^ ;D
Disclaimer:
Gw berkomentar ini tidak merasa terbebani lho. :whistle:
Pepatah itu kiasan, rekan Indra. :)
Saya kira kurang relevan. Bohong atau tidak bohong setelah ditelusuri baru ditemukan. Sedangkan jika baru sebatas klaim, atau bahkan dugaan, saya rasa kurang layak jika dicemooh, dicela atau ditertawakan.
Bagi saya badut mati juga ada, toh dia sudah meninggal lebih dari dua abad yang lalu. Kalau ini bagaimana?
Bahas begini jangan emosi ya, saya bahas masih ikut alur diskusi Anda. Salam. _/\_
saya tidak emosi, dan mari kita lanjutkan diskusinya.
saya tidak tahu soal badut mati itu, bisa tolong informasi yg lebih jelas, apakah badut itu yg sudah matek lebih dari 200 tahun lalu itu punya nama yg cukup bisa diidentifikasikan orangnya?
[at] Sanjiva, sekarang udah mulai diskusi beneran, jadi gak ada hubungan soal ngalah2an
Semua keputusan pemanggilan ada pada subyek (dalam hal ini M14ka). Kalau saya pribadi mau dipanggil apa juga tidak masalah. Dulu saya pernah dipanggil belut, badut, bahkan bod*h dan tol*l, juga tetap saya layani pembicaraannya. Bagi saya yang salah bukan pada yang dipanggil, tapi pada subyek yang memberi panggilan tersebut, sebab itu adalah proyeksi dari pikiran dia dalam menilai sesuatu. :)
Untuk panggilan pada Pak Hadi, kalau tanya saran saya, sebaiknya tanyakan pada yang bersangkutan lebih nyaman dan baik.
Sebelum ini, sudah pernah saya postingkan tentang sikap moral orang bule, bahwa walau mereka tidak punya etika panggilan baku untuk orang lebih tua, tapi mereka bisa menanyakan, "Bagaimana saya harus memanggilmu?", atau "Kau lebih nyaman kupanggil apa?"
Itu sekedar pengalaman saja, bisa saja kurang relevan dan tepat.
Ya, terima kasih untuk referensi panggilan Om dari M14ka dan Sdr. Sunyata. _/\_
Kl ga masalah np pembahasannya panjang banget yaa.... ^-^ Jadi kl dipanggil om juga uda ga masalah donk ya kk? ;D
:hammer: om lagi om lagi ... cpddd
saya klarifikasi ya, bukan bermaksud cuci tangan, tapi jika anda adalah target saya, maka sebutan "badut" itu pun menurut saya sudah terlalu mulia buat anda.
"Maaf saya tidak memberi salam pada badut, dan anda bukan pengecualian di sini."--> pengecualian dalam kalimat itu adalah dalam konteks "memberi salam", bukan "badutnya"
jika saya mengatakan "badut" pada anda, itu berarti saya sangat memuji anda, dan itu adalah kebohongan.
Disclaimer:
Gw berkomentar ini tidak merasa terbebani lho. :whistle:
saya tidak emosi, dan mari kita lanjutkan diskusinya.
saya tidak tahu soal badut mati itu, bisa tolong informasi yg lebih jelas, apakah badut itu yg sudah matek lebih dari 200 tahun lalu itu punya nama yg cukup bisa diidentifikasikan orangnya?
[at] Sanjiva, sekarang udah mulai diskusi beneran, jadi gak ada hubungan soal ngalah2an
ya selama ia benar2 memiliki, tapi sangat layak untuk dipermasalahkan jika hal itu adalah kebohongan, apalagi jika bertujuan untuk menjaring pengikut demi mencari kehidupan mewah tanpa bekerja, spt yg dilakukan oleh seorang badut hidup.
Saya kira kurang relevan. Bohong atau tidak bohong setelah ditelusuri baru ditemukan. Sedangkan jika baru sebatas klaim, atau bahkan dugaan, saya rasa kurang layak jika dicemooh, dicela atau ditertawakan.
I'm out now. Moga2 kuat nih gw, semoga tetap waras. >:D
Kl ga masalah np pembahasannya panjang banget yaa.... ^-^ Jadi kl dipanggil om juga uda ga masalah donk ya kk? ;D
Jangan terbebani... santai saja, Sdr/Sdri. Sanjiva. _/\_
Dari awal juga tidak masalah, M14ka... :) Pembahasan panjang bukan soal ada yang keberatan dipanggil Om, tapi lebih ke soal etika dalam berkomunikasi. Kita harus jeli melihat substansi (inti) masalah, bukan terpaku pada isu di permukaan.ok d.... :backtotopic:
Salam. _/\_
thread ini bisa difilter dan displit, ga? jadi ada satu thread khusus Indra dan Sunya. Mungkin bisa diberi judul: "Indra & Sunya's Corner" :))
Anda tidak bisa menjaga harga diri Anda sendiri. :) Dengan berusaha menjatuhkan orang lain, sebenarnya kita sedang memperlihatkan kualitas dari diri kita sendiri.saya selalu terbuka pada siapa pun, saya tidak berlagak suci, selalu tampil apa adanya.
Pembelaan Anda sangat lemah, bahkan celahnya sangat diketahui. Masa Anda tidak memberi salam pada siapapun, termasuk orang tua dan orang yang Anda hormati? :)
Indra, Indra... orang yang besar adalah orang yang mau mengakui kekeliruan, bukan berkelit dan membuat argumen Anda malah terlihat konyol.
Saya dan rekan-rekan lain tidak sungkan untuk berkata, "maaf", "mohon koreksi", "mohon bimbingan dan petunjuk", tapi Anda seolah-olah sudah dewa atau bahkan Buddha? Yang secuil kesalahan kecil saja tidak mau diakui sebagai kekeliruan penulisan.rekan2 mana yg anda maksudkan? apakah anda bertindak sebagai juru bicara dari rekan2 itu? tolong sebutkan siapa yg anda wakili
Saya hanya ingin lihat, bagaimana Anda coba berkelit lagi dari klarifikasi Anda di atas. _/\_
Catatan: Dengan metode berkelit Anda, apakah Anda belut? Saya tidak perlu melabeli Anda macam-macam, seperti Anda melabeli orang lain.
Baik, bolehkah saya minta kejelasan atas tulisan ini sebelumnya:
Sudah saya tanggapi tapi belum Anda respon kembali:
Jika Anda jujur, menyebut siapa orang yang Anda maksud, maka saya akan ikuti diskusi ini. Tapi jika Anda normatif, beralasan bahwa badut itu adalah badut sirkus biasa (yang saya kira sama sekali tidak menjaring pengikut demi mencari kehidupan mewah tanpa bekerja, seperti argumen Anda di atas), maka saya tidak akan menanggapi topik badut ini lagi.
Jadi siapa dan apa badut yang Anda maksud? Kita samakan persepsi dulu, baru bicara lebih jauh.
Nama boleh Anda sensor dan samarkan, demi etika reputasi. Namun definisi badut yang Anda sematkan juga harus jelas, apa maknanya.
Oke, saya tunggu pembahasan badut yang sudah mati lebih dari 2 abad, selama persepsi kita sama (minimal mendekati).
Salam. _/\_
Dari awal juga tidak masalah, M14ka... :) Pembahasan panjang bukan soal ada yang keberatan dipanggil Om, tapi lebih ke soal etika dalam berkomunikasi. Kita harus jeli melihat substansi (inti) masalah, bukan terpaku pada isu di permukaan.
Salam. _/\_
thread ini bisa difilter dan displit, ga? jadi ada satu thread khusus Indra dan Sunya. Mungkin bisa diberi judul: "Indra & Sunya's Corner" :))semoga diakhir diskusi oot ini kedua2nya mencapai tingkat kesucian sotapanna dan bumi berguncang enam kali, halilintar menggelegar, dewa2 menghujani bumi dengan bunga2 aneka warna dan berseru sadhu 3x.
semoga diakhir diskusi oot ini kedua2nya mencapai tingkat kesucian sotapanna dan bumi berguncang enam kali, halilintar menggelegar, dewa2 menghujani bumi dengan bunga2 aneka warna dan berseru sadhu 3x.
saya selalu terbuka pada siapa pun, saya tidak berlagak suci, selalu tampil apa adanya.
memang benar, kalau andaa bertemu dengan orang tua saya atau orang yg saya hormati, anda boleh bertanya kepada mrk.
saya memang hanya wong cilik, walaupun saya juga mengakui kekeliruan saya jika benar keliru, dan untuk berkelit itu adalah wilayah belut.
rekan2 mana yg anda maksudkan? apakah anda bertindak sebagai juru bicara dari rekan2 itu? tolong sebutkan siapa yg anda wakili
klarifikasi sudah diberikan
bukan, anda hanya berusaha untuk mencari spesies sejenis anda, tapi anad harus mencobanya pada orang lain, jangan ke saya.
Demi melanjutkan topik ini saya akan blak2an dengan anda, dan tidak perlu sensor2an, Badut yg saya maksudkan adalah yg ramai dibahas di sini http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,17326.0.html
setelah saya memenuhi tuntutan anda, bisakah anda menjawab pertanyaan saya itu sekarang? atau anda ingin bergeliat lagi?
Namun definisi badut yang Anda sematkan juga harus jelas, apa maknanya.
penonton bisa melihat sendiri bagaimana anda bergeliat-geliut, banyak yg menyaksikan bahwa memang panggilan "OM" lah yg menjadi sumber permasalahan
Baik, bolehkah saya minta kejelasan atas tulisan ini sebelumnya:
Sudah saya tanggapi tapi belum Anda respon kembali:
Jika Anda jujur, menyebut siapa orang yang Anda maksud, maka saya akan ikuti diskusi ini. Tapi jika Anda normatif, beralasan bahwa badut itu adalah badut sirkus biasa (yang saya kira sama sekali tidak menjaring pengikut demi mencari kehidupan mewah tanpa bekerja, seperti argumen Anda di atas), maka saya tidak akan menanggapi topik badut ini lagi.
Jadi siapa dan apa badut yang Anda maksud? Kita samakan persepsi dulu, baru bicara lebih jauh.
Nama boleh Anda sensor dan samarkan, demi etika reputasi. Namun definisi badut yang Anda sematkan juga harus jelas, apa maknanya.
Oke, saya tunggu pembahasan badut yang sudah mati lebih dari 2 abad, selama persepsi kita sama (minimal mendekati).
Salam. _/\_
sesuai aturan yg anda tetapkan sendiri, bahwa jika saya menyebutkan siapa badut yg saya maksud maka anda akan melanjutkan diskusi ini, yaitu tentang badut yg mati lebih dari 2 abad lalu. tapi setelah saya memenuhi tuntutan anda, ternyata anda masih bergeliat-geliut. bagi saya, Sang Badut yg saya maksudkan itu malah tampak lebih mulia daripada anda, oleh karena itu Badut yg saya maksudkan itu layak untuk diberi gelar sebagai Badut BESAR dan anda adalah seekor badut kecil.untung om brenti di sini kalo di terusin bisa di minta no hp sama alamat lho =))
Selanjutnya setelah melihat bagaimana karakter dan kualitas anda, dan juga bahwa misi saya dalam menelanjangi kesucian anda juga sudah tercapai, saya merasa tidak ada manfaatnya melayani anda lebih jauh.
juga menuruti salah seorang rekan yg menyarankan agar yg waras ngalah aja, maka saya ngalah dan tidak akan melanjutkan lebih jauh, kecuali jika saya melihat anda masih memakai topeng yg sama lagi. jadi anda bebas untuk berkotek lebih nyaring asal gak bikin jengkel mod/admin.
Salam Badut kecil dengan jurus belut
_/\_
untung om brenti di sini kalo di terusin bisa di minta no hp sama alamat lho =))
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23764.msg433631.html#msg433631 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23764.msg433631.html#msg433631)
sesuai aturan yg anda tetapkan sendiri, bahwa jika saya menyebutkan siapa badut yg saya maksud maka anda akan melanjutkan diskusi ini, yaitu tentang badut yg mati lebih dari 2 abad lalu. tapi setelah saya memenuhi tuntutan anda, ternyata anda masih bergeliat-geliut. bagi saya, Sang Badut yg saya maksudkan itu malah tampak lebih mulia daripada anda, oleh karena itu Badut yg saya maksudkan itu layak untuk diberi gelar sebagai Badut BESAR dan anda adalah seekor badut kecil.
Selanjutnya setelah melihat bagaimana karakter dan kualitas anda, dan juga bahwa misi saya dalam menelanjangi kesucian anda juga sudah tercapai, saya merasa tidak ada manfaatnya melayani anda lebih jauh.
juga menuruti salah seorang rekan yg menyarankan agar yg waras ngalah aja, maka saya ngalah dan tidak akan melanjutkan lebih jauh, kecuali jika saya melihat anda masih memakai topeng yg sama lagi. jadi anda bebas untuk berkotek lebih nyaring asal gak bikin jengkel mod/admin.
Salam Badut kecil dengan jurus belut
_/\_
Kalau tidak berlagak suci, kenapa Anda seolah menempatkan diri lebih dari orang lain? Kata-kata Anda banyak yang merendahkan, seolah Anda lebih paham dan sempurna, bahkan sebutan badut saja Anda sebut terlalu mulia untuk orang lain. Bagaimana dengan belut? Apakah ini standar Anda dalam memanggil sesama manusia? Jika demikian saya bisa berasumsi mungkin Anda bukan manusia lagi, entah dewa atau bahkan Buddha?
Bisa saya minta alamat rumah dan vihara Anda? Saya mau bertanya pada orang tua dan bhante pembimbing Anda.
Saya tidak mewakili siapa-siapa, jika Anda memang pengikut forum ini, atau juga cukup banyak bersosialisasi, Anda akan tahu bahwa maaf dan permintaan koreksi adalah sebuah kewajaran. Jika Anda masih menanyakan siapa, apakah cukup sulit bagi Anda menemukan rekan-rekan yang rendah hati dan berkata maaf jika salah, dan minta koreksi jika sedang berdiskusi? Jika memang Anda sulit, saya bantu carikan. Setelah saya berikan, sudikah Anda meneladani perilaku mereka, dengan meminta maaf, mengakui kesalahan, serta berjanji akan memposting tulisan yang tidak arogan dan membuka pintu koreksi bagi para anggota forum?
Jika Anda sanggupi itu, saya akan bantu carikan.
Maaf, saya manusia dan saya yakin Anda juga manusia. Jika Anda menganggap orang adalah belut, itu adalah urusan batin Anda pribadi. Salam cinta kasih dan persaudaraan. _/\_
Satu hal yang dari dulu saya yakini: Ahli kitab suci belum tentu bijaksana. Sehari mau membaca berapa sutta, setahun mau hafal berapa jilid, tidak menjamin kelakuan dan moral bertambah baik. :)hehehehe tipikal orang yang sok praktek bilang begini =)) , saya yakini juga orang yang suka menggaung2kan praktekpun belum tentu bijaksana, Sehari mau praktek, setahun mau banyak praktek, tidak menjamin kelakuan dan moral bertambah baik.
Lebih unik, yang begini ini ada juga yang mendukung, atas nama solidaritas dan pertemanan. :)
Tidak salah slogan dalam agama Buddha, "Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia." Bukan "Semoga Semua Makhluk Mencapai Nibbana."ya betul, tidak salah ajaran buda makin ancur, dari asal ajarannya untuk tidak terlahir kembali, malah menjadi pengen terlahir kembali.
Diskusi ini menarik, bagi saya pribadi membuktikan dan menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat relatif, tergantung dari banyak faktor. Sesuatu yang benar dan baik belum tentu disenangi dan dibela, sesuatu yang salah dan buruk belum tentu dicemooh dan dicela. Semua tergantung apa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana. Singkatnya, siapa yang menjelaskan dan apa latar belakangnya bisa mempengaruhi, apa hubungannya dengan pendukungnya juga bisa sangat berpengaruh.bagi saya sudah bosen sih menghadapi orang yang sok sudah praktek, apalagi orang suci sudah membosankan, Sesuatu yang benar dan baik belum tentu dicemooh dan dicela, sesuatu yang salah dan buruk belum tentu disenangi dan dibela. Semua tergantung apa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana. Singkatnya, siapa yang menjelaskan dan apa latar belakangnya belum tentu mempengaruhi, apa hubungannya dengan pendukungnya jugbelum tentu berpengaruh =))
Benar salah itu relatif, pertemanan dan solidaritas memang adalah yang utama. Untuk ini saya setuju.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia. _/\_semoga anda pasti terlahir terus _/\_
Sesuatu yang benar dan baik belum tentu disenangi dan dibela, sesuatu yang salah dan buruk belum tentu dicemooh dan dicela.
Dalam postingan para pembaca, sebelum postingan pertama rekan Hadi, sudah jelas kata-katanya secara eksplisit maupun implisit, menjelaskan bahwa mereka terguncang, kaget, tertegun, merasa malu, kacau, dlsb. Semua kata tersebut dapat Anda temukan dalam postingan mereka. Kalau indikasi ini belum mengarah ke 'terbebani', lalu apa definisi yang lebih pas?
Kebencian dan kedengkian sudah merasuk di hati. Mau ditulis apa juga tetap dibantah. :)
Salam kasih sayang saja, semoga semua makhluk hidup berbahagia. _/\_
saya cm bilang "kasihan"
saya cm bilang "kasihan"semoga om dato' berbahagia. _/\_
oops ... untung deh gue. soalnya gue udah terlalu berpengalaman dalam hal ancaman dan mau dibunuh, jadi bisa melihat gelagat =))
semoga om dato' berbahagia. _/\_
semoga diakhir diskusi oot ini kedua2nya mencapai tingkat kesucian sotapanna dan bumi berguncang enam kali, halilintar menggelegar, dewa2 menghujani bumi dengan bunga2 aneka warna dan berseru sadhu 3x.
biar seru :D