//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)  (Read 2801 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« on: 23 January 2016, 09:30:48 PM »
Ini adalah terjemahan dari The Madhyama Āgama (Middle-Length Discourses) vol. 1 yang diterjemahkan oleh Bhikkhu Analāyo dkk dari Taishō Tripitaka no. 26 (T 26). Volume 1 terdiri dari bagian 1-6 (dari 18 bagian) dan kotbah 1-71 (dari 222 kotbah). Berikut adalah terjemahan bagian pertama yang terdiri dari 10 kotbah pertama (MA 1-10).
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #1 on: 23 January 2016, 09:39:07 PM »
MADHYAMA ĀGAMA

Bagian 1 Tentang Kelompok Tujuh

1. Kotbah tentang Kualitas-Kualitas Bermanfaat<41>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika seorang bhikkhu memperoleh tujuh kualitas, maka ia akan mencapai kegembiraan dan kebahagiaan dalam [jalan] para orang mulia dan akan berkembang sepenuhnya menuju pelenyapan noda-noda.

Apakah tujuh hal itu? Mereka adalah: seorang bhikkhu mengetahui Dharma, mengetahui makna, mengetahui waktu yang tepat, mengetahui pengendalian, mengetahui dirinya sendiri, mengetahui perkumpulan-perkumpulan, dan mengetahui orang-orang berdasarkan keungulannya.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui Dharma? Seorang bhikkhu mengetahui kotbah-kotbah, bait-bait, penjelasan-penjelasan terperinci, syair-syair, sebab-sebab, ucapan-ucapan yang menginspirasi, kisah-kisah heroik, [apa yang telah] “demikian dikatakan”, kisah kelahiran, jawaban-jawaban pada pertanyaan, keajaiban-keajaiban, dan penjelasan makna. Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui Dharma.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui Dharma – yaitu, tidak mengetahui kotbah-kotbah, bait-bait, penjelasan-penjelasan terperinci, syair-syair, sebab-sebab, ucapan-ucapan yang menginspirasi, kisah-kisah heroik, [apa yang telah] “demikian dikatakan”, kisah kelahiran, jawaban-jawaban pada pertanyaan, keajaiban-keajaiban, dan penjelasan makna – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui Dharma.

[Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui Dharma dengan baik – yaitu, mengetahui kotbah-kotbah, bait-bait, penjelasan-penjelasan terperinci, syair-syair, sebab-sebab, ucapan-ucapan yang menginspirasi, kisah-kisah heroik, [apa yang telah] “demikian dikatakan”, kisah kelahiran, jawaban-jawaban pada pertanyaan, keajaiban-keajaiban, dan penjelasan makna – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui Dharma dengan baik.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui makna? Seorang bhikkhu mengetahui makna berbagai penjelasan: “Maknanya adalah ini, maknanya adalah itu.” Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui makna.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui makna – yaitu, tidak mengetahui makna berbagai penjelasan: “Maknanya adalah ini, maknanya adalah itu” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui makna.

[Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui makna dengan baik – yaitu, mengetahui makna berbagai penjelasan: “Maknanya adalah ini, maknanya adalah itu” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui makna dengan baik.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui waktu yang tepat? Seorang bhikkhu mengetahui: “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik penenangan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik pembangkitan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik keseimbangan”. Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui waktu yang tepat.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui waktu yang tepat – yaitu, ia tidak mengetahui: “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik penenangan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik pembangkitan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik keseimbangan” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui waktu yang tepat.

[Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui dengan baik waktu yang tepat – yaitu, ia mengetahui: “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik penenangan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik pembangkitan”, “Ini adalah waktu untuk mengembangkan karakteristik keseimbangan” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui dengan baik waktu yang tepat.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui pengendalian? Seorang bhikkhu mengetahuai pengendalian yang, setelah meninggalkan kemalasan dan kelambanan, berlatih kewaspadaan penuh ketika minum, makan, berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berbicara, berdiam diri, buang air besar, atau buang air kecil. Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui pengendalian.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui pengendalian – yaitu, ia tidak mengetahui [bagaimana] meninggalkan kemalasan dan kelambanan dan berlatih kewaspadaan penuh ketika minum, makan, berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berbicara, berdiam diri, buang air besar, atau buang air kecil – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui pengendalian.

[Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui pengendalian dengan baik – yaitu, ia mengetahui [bagaimana] meninggalkan rasa kantuk dan berlatih kewaspadaan penuh ketika minum, makan, berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berbicara, berdiam diri, buang air besar, atau buang air kecil – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui pengendalian dengan baik.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui dirinya sendiri? Seorang bhikkhu mengetahui tentang dirinya sendiri: “Aku memiliki keyakinan demikian, moralitas demikian, pembelajaran demikian, kedermawanan demikian, kebijaksanaan demikian, kefasihan demikian, [pengetahuan tentang] teks-teks kitab suci demikian, dan pencapaian demikian.” Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui dirinya sendiri.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui dirinya sendiri – yaitu, ia tidak mengetahui tentang dirinya sendiri: “Aku memiliki keyakinan demikian, moralitas demikian, pembelajaran demikian, kedermawanan demikian, kebijaksanaan demikian, kefasihan demikian, [pengetahuan tentang] teks-teks kitab suci demikian, dan pencapaian demikian” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui dirinya sendiri.

[Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui dirinya sendiri dengan baik – yaitu, ia mengetahui tentang dirinya sendiri: “Aku memiliki keyakinan demikian, moralitas demikian, pembelajaran demikian, kedermawanan demikian, kebijaksanaan demikian, kefasihan demikian, [pengetahuan tentang] teks-teks kitab suci demikian, dan pencapaian demikian” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui dirinya sendiri dengan baik.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui perkumpulan-perkumpulan? Seorang bhikkhu mengetahui: “Ini adalah perkumpulan para khattiya”,<42> “Ini adalah perkumpulan para brahmana”, “Ini adalah perkumpulan para perumah tangga”, “Ini adalah perkumpulan para pertapa”; “Dalam [jenis] perkumpulan itu aku seharusnya berjalan seperti ini, berdiri seperti ini, duduk seperti ini, berbicara seperti ini, berdiam diri seperti ini.” Ini adalah seorang bhikkhu yang mengetahui perkumpulan-perkumpulan.

Jika seorang bhikkhu tidak mengetahui perkumpulan-perkumpulan – yaitu, ia tidak mengetahui: “Ini adalah perkumpulan para khattiya”, “Ini adalah perkumpulan para brahmana”, “Ini adalah perkumpulan para perumah tangga”, “Ini adalah perkumpulan para pertapa”; “Dalam [jenis] perkumpulan itu aku seharusnya berjalan seperti ini, berdiri seperti ini, duduk seperti ini, berbicara seperti ini, berdiam diri seperti ini” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang tidak mengetahui perkumpulan-perkumpulan. [Tetapi] jika seorang bhikkhu mengetahui perkumpulan-perkumpulan dengan baik – yaitu, ia mengetahui: “Ini adalah perkumpulan para khattiya”, “Ini adalah perkumpulan para brahmana”, “Ini adalah perkumpulan para perumah tangga”, “Ini adalah perkumpulan para pertapa”; “Dalam [jenis] perkumpulan itu aku seharusnya berjalan seperti ini, berdiri seperti ini, duduk seperti ini, berbicara seperti ini, berdiam diri seperti ini” – maka seorang bhikkhu yang demikian adalah seseorang yang mengetahui perkumpulan-perkumpulan dengan baik.

Bagaimanakah seorang bhikkhu mengetahui orang-orang berdasarkan keunggulannya? Seorang bhikkhu mengetahui bahwa terdapat dua jenis individu: mereka yang memiliki keyakinan dan mereka yang tidak memiliki keyakinan. Mereka yang memiliki keyakinan adalah lebih unggul; mereka yang tidak memiliki keyakinan adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang memiliki keyakinan terdapat lagi dua jenis: mereka yang sering pergi menemui para bhikkhu dan mereka yang tidak sering pergi menemui para bhikkhu.<43> Mereka yang sering pergi menemui para bhikkhu adalah lebih unggul; mereka yang tidak sering pergi menemui para bhikkhu adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang sering pergi menemui para bhikkhu terdapat lagi dua jenis: mereka yang memberikan penghormatan kepada para bhikkhu dan mereka yang tidak memberikan penghormatan kepada para bhikkhu. Mereka yang memberikan penghormatan kepada para bhikkhu adalah lebih unggul; mereka yang tidak memberikan penghormatan kepada para bhikkhu adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang memberikan penghormatan kepada para bhikkhu terdapat lagi dua jenis: mereka yang bertanya tentang kotbah-kotbah dan mereka yang tidak bertanya tentang kotbah-kotbah. Mereka yang bertanya tentang kotbah-kotbah adalah lebih unggul; mereka yang tidak bertanya tentang kotbah-kotbah adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang bertanya tentang kotbah-kotbah terdapat lagi dua jenis: mereka yang mendengarkan dengan konsentrasi pada sebuah kotbah dan mereka yang tidak mendengarkan dengan konsentrasi pada sebuah kotbah. Mereka yang mendengarkan dengan konsentrasi pada sebuah kotbah adalah lebih unggul; mereka yang tidak mendengarkan dengan konsentrasi pada sebuah kotbah adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang mendengarkan dengan konsentrasi pada sebuah kotbah terdapat lagi dua jenis: mereka yang menguasai Dharma yang telah mereka dengar dan mereka yang tidak menguasai Dharma yang telah mereka dengar. Mereka yang menguasai Dharma yang telah mereka dengar adalah lebih unggul; mereka yang tidak menguasai Dharma yang telah mereka dengar adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang menguasai Dharma yang telah mereka dengar terdapat lagi dua jenis: mereka yang menyelidiki makna Dharma yang telah mereka dengar dan mereka yang tidak menyelidiki makna Dharma yang telah mereka dengar. Mereka yang menyelidiki makna Dharma yang telah mereka dengar adalah lebih unggul; mereka yang tidak menyelidiki makna Dharma yang telah mereka dengar adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang menyelidiki makna Dharma yang telah mereka dengar terdapat lagi dua jenis: mereka yang mengetahui Dharma, mengetahui maknanya, berkembang dalam Dharma, mengikuti Dharma, menyesuaikan diri dengan Dharma, dan berlatih sesuai dengan Dharma; dan mereka yang tidak mengetahui Dharma, tidak mengetahui maknanya, tidak berkembang dalam Dharma, tidak menyesuaikan diri dengan Dharma, dan tidak berlatih sesuai dengan Dharma. Mereka yang mengetahui Dharma, mengetahui maknanya, berkembang dalam Dharma, mengikuti Dharma, menyesuaikan diri dengan Dharma, dan berlatih sesuai dengan Dharma adalah lebih unggul; mereka yang tidak mengetahui Dharma, tidak mengetahui maknanya, tidak berkembang dalam Dharma, tidak menyesuaikan diri dengan Dharma, dan tidak berlatih sesuai dengan Dharma adalah lebih rendah.

Dari orang-orang yang mengetahui Dharma, mengetahui maknanya, berkembang dalam Dharma, mengikuti Dharma, menyesuaikan diri dengan Dharma, dan berlatih sesuai dengan Dharma, terdapat lagi dua jenis: terdapat mereka yang memberi manfaat pada diri sendiri dan orang lain, yang memberi manfaat pada orang banyak, yang memiliki belas kasih terhadap dunia, mencari keuntungan dan manfaat untuk para dewa dan manusia, dan mencari kedamaian dan kebahagiaan mereka; dan terdapat mereka yang tidak memberi manfaat pada diri sendiri dan orang lain, yang tidak memberi manfaat kepada orang banyak, yang tidak memiliki belas kasih terhadap dunia, tidak mencari keuntungan dan manfaat untuk para dewa dan manusia, dan tidak mencari kedamaian dan kebahagiaan mereka. Mereka yang memberi manfaat pada diri sendiri dan orang lain, yang memberi manfaat pada orang banyak, yang memiliki belas kasih terhadap dunia, mencari keuntungan dan manfaat untuk para dewa dan manusia, dan mencari kedamaian dan kebahagiaan mereka – [jenis] individu ini adalah yang terunggul di antara [jenis] individu [yang disebutkan di atas], yang termulia, tertinggi, terbaik, yang terunggul, yang paling unggul, paling mulia.

Seperti halnya dari seekor sapi muncul susu, dari susu muncul kepala susu (krim), dari kepala susu (krim) muncul mentega, dari mentega muncul ghee, dari ghee muncul krim ghee; dan di antara hal ini krim ghee adalah yang terunggul, termulia, tertinggi, terbaik, yang terunggul, yang paling unggul, paling mulia.

Dengan cara yang sama, jika orang-orang memberi manfaat pada diri sendiri dan orang lain, memberi manfaat pada banyak orang, memiliki belas kasih terhadap dunia, mencari keuntungan dan manfaat untuk para dewa dan manusia, dan mencari kedamaian dan kebahagiaan mereka, maka dari dua [jenis] orang yang disebutkan di atas, yang dibedakan di atas, dan ditunjukkan di atas, orang ini adalah yang terunggul, termulia, tertinggi, terbaik, yang terunggul, paling unggul, paling mulia. Ini adalah [bagaimana] seorang bhikkhu mengetahui orang-orang berdasarkan keunggulannya.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.<44>
« Last Edit: 24 January 2016, 02:59:08 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #2 on: 23 January 2016, 09:42:36 PM »
2. Kotbah tentang Pohon Karang<45>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Ketika daun-daun pohon karang milik tiga puluh tiga dewa menjadi layu, tiga puluh  tiga dewa berbahagia dan bergembira, [dengan mengatakan]: “Daun-daun pohon karang akan segera gugur!” Lagi, ketika daun-daun pohon karang milik tiga puluh tiga dewa telah gugur, tiga puluh tiga dewa berbahagia dan bergembira: “Daun-daun [baru] pohon karang akan segera muncul!” Lagi, ketika daun-daun [baru] pohon karang milik tiga puluh tiga dewa telah muncul, tiga puluh tiga dewa berbahagia dan bergembira: “Pohon karang akan segera menumbuhkan kuncup-kuncup!”<46> Lagi, ketika pohon karang milik tiga puluh tiga dewa telah menumbuhkan kuncup-kuncup, tiga puluh tiga dewa berbahagia dan bergembira: “[Kuncup-kuncup] pohon karang akan segera menyerupai paruh burung!”

Lagi, ketika [kuncup-kuncup] pohon karang milik tiga puluh tiga dewa menyerupai paruh burung, tiga puluh tiga dewa berbahagia dan bergembira: “[Kuncup-kuncup] pohon karang akan segera terbuka dan menyerupai mangkuk!”

Lagi, [ketika kuncup-kuncup] pohon karang milik tiga puluh tiga dewa telah terbuka dan menyerupai mangkuk, tiga puluh tiga dewa berbahagia dan bergembira: “Pohon karang akan segera mekar penuh!”

Ketika pohon karang mekar penuh, cahaya yang ia pancarkan, warna yang ia pantulkan, dan keharuman yang ia pancarkan menyebar sejauh seratus yojana. Kemudian, selama empat bulan musim panas tiga puluh tiga dewa menghibur diri mereka dilengkapi dengan lima jenis kesenangan indera surgawi. Ini adalah [bagaimana] tiga puluh tiga dewa berkumpul dan menghibur diri mereka di bawah pohon karang mereka.

Hal yang sama dengan seorang siswa mulia. Ketika berpikir meninggalkan kehidupan berumah tangga, seorang siswa mulia disebut sebagai telah melayukan daun-daun, bagaikan daun-daun yang melayu dari pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, ketika siswa mulia itu mencukur rambut dan janggut[nya], mengenakan jubah kuning, dan, berdasarkan keyakinan, meninggalkan kehidupan berumah tangga, menjadi [seorang yang] tanpa rumah, dan berlatih sang jalan. Pada saat ini siswa mulia itu disebut sebagai seseorang yang daun-daunnya telah gugur, bagaikan gugurnya daun-daun pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, ketika siswa mulia itu, terasing dari nafsu, terasing dari keadaan-keadaan yang jahat dan tidak bermanfaat, dengan awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan, berdiam setelah mencapai jhāna pertama. Pada saat ini siswa mulia itu disebut sebagai seseorang yang daun-daun barunya telah muncul, bagaikan munculnya daun-daun baru pada pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, siswa mulia itu, melalui penenangan awal dan kelangsungan pikiran, dengan ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, tanpa awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi, berdiam setelah mencapai jhāna kedua. Pada saat ini siswa mulia itu disebut sebagai telah menumbuhkan kuncup-kuncup, bagaikan tumbuhnya kuncup-kuncup pada pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, siswa mulia itu, terasing dari sukacita dan nafsu, dengan berdiam dalam keseimbangan dan tidak mencari apa pun, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh, mengalami kenikmatan dengan tubuh, berdiam setelah mencapai jhāna ketiga, yang dikatakan para orang mulia sebagai keseimbangan dan perhatian mulia, suatu kediaman yang membahagiakan.<47>  Pada saat ini siswa mulia itu disebut telah menumbuhkan [kuncup-kuncup] yang menyerupai paruh burung, bagaikan [kuncup-kuncup] yang menyerupai paruh burung pada pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, siswa mulia itu, dengan lenyapnya kenikmatan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya sebelumnya sukacita dan penderitaan, dengan bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan, keseimbangan, perhatian, dan kemurnian, berdiam setelah mencapai jhāna keempat. Pada saat ini siswa mulia itu disebut telah menumbuhkan [kuncup-kuncup] yang menyerupai mangkuk, bagaikan [kuncup-kuncup] yang menyerupai mangkuk pada pohon karang milik tiga puluh tiga dewa.

Lagi, siswa mulia itu menghancurkan noda-noda, [mencapai] pembebasan pikiran, dan pembebasan melalui kebijaksanaan, dan dalam kehidupan ini juga, dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Pada saat ini siswa mulia itu disebut mekar penuh, bagaikan mekar penuhnya pohon karang milik tiga puluh tiga dewa. Bhikkhu ini adalah seseorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, seorang arahant. Tiga puluh tiga dewa berkumpul di Aula Dharma Sejati dan, dengan bersorak gembira, memujinya:

Yang Mulia ini, dari desa atau kota ini, setelah mencukur rambut dan janggut[nya], mengenakan jubah kuning, dan setelah meninggalkan kehidupan berumah tangga berdasarkan keyakinan untuk menjadi seorang yang tanpa rumah, setelah berlatih sang jalan, ia telah menghancurkan noda-noda.

Ia telah [mencapai] pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan, dan dalam kehidupan ini juga [ia telah] dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Ini adalah [bagaimana] seorang arahant, dengan noda-noda yang dihancurkan, memasuki komunitas [para yang terbebaskan], bagaikan berkumpulnya tiga puluh tiga dewa di bawah pohon karang mereka.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #3 on: 23 January 2016, 09:47:56 PM »
3. Kotbah dengan Perumpamaan tentang Kota [Perbatasan]<48>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika kota perbatasan seorang raja dilengkapi dengan tujuh hal dan memperoleh dengan mudah dan tanpa kesulitan empat jenis persediaan yang berlimpah, maka kota [perbatasan] raja ini tidak akan diserang oleh musuh-musuh dari luar tetapi hanya oleh penghancuran diri dari dalam.

Apakah tujuh hal di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi? Dalam kota perbatasan raja sebuah menara pengawas telah didirikan, dibangun dengan kokoh di bumi, tidak dapat dihancurkan, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal pertama di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Lagi, bagi kota perbatasan raja sebuah parit telah digali, sangat dalam dan lebar, dengan baik dirancang dan dapat diandalkan, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal kedua di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Lagi, kota perbatasan raja dikelilingi dengan sebuah jalan yang terbuka dan bersih, rata dan lebar, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal ketiga di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Lagi, kota perbatasan raja telah membangun sekumpulan prajurit dengan empat kelompok – pasukan gajah,  pasukan kuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki – untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal keempat di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Lagi, kota perbatasan raja telah dilengkapi dengan senjata-senjata – busur dan panah, pedang dan tombak – untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal kelima di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Lagi, dalam kota perbatasan raja seorang jenderal telah ditunjuk sebagai penjaga gerbang, seorang yang berpikiran tajam dan bijaksana dalam membuat keputusan, berani dan tegas, dengan perencanaan yang baik, yang mengizinkan masuk hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal buruk, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal keenam di mana kota [perbatasan] dilengkapi.

Lagi, bagi kota perbatasan raja sebuah benteng tinggi telah dibangun, sangat kokoh, yang diplester dengan lumpur dan dicat dengan kapur, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah hal ketujuh di mana kota [perbatasan] raja dilengkapi.

Apakah empat jenis persediaan yang diperoleh kota [perbatasan] raja dalam berkelimpahan, dengan mudah dan tanpa kesulitan? Kota perbatasan telah disediakan dengan berlimpah-limpah air, rumput, dan kayu bakar, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah jenis pertama persediaan yang diperoleh kota [perbatasan] raja dalam berkelimpahan, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, kota perbatasan raja telah memanen berlimpah padi dan menyimpan berlimpah gandum, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah jenis kedua persediaan yang diperoleh kota [perbatasan] raja dalam berkelimpahan, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, kota perbatasan raja telah mengumpulkan banyak padi-padian dan berbagai jenis biji-bijian, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah jenis ketiga persediaan yang diperoleh kota [perbatasan] raja dalam berkelimpahan, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, kota perbatasan telah menyimpan ghee, madu, tebu, gula, ikan, garam, dan daging kering, dilengkapi dengan semua ini, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar. Ini adalah jenis keempat persediaan yang diperoleh kota [perbatasan] raja dalam berkelimpahan, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Suatu kota [perbatasan] raja yang demikian, yang dilengkapi dengan tujuh hal [ini] dan setelah mencapai dengan mudah dan tanpa kesulitan empat jenis persediaan yang berlimpah [ini], tidak akan diserang oleh musuh-musuh tetapi hanya oleh penghancuran diri dari dalam.

Dengan cara yang sama, jika seorang siswa mulia memperoleh tujuh kualitas bermanfaat dan mencapai empat keadaan pikiran yang lebih tinggi dengan mudah dan tanpa kesulitan, maka karena alasan ini siswa mulia itu akan melampaui jangkauan Raja Māra, tidak akan dipengaruhi oleh keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak akan dikotori oleh kekotoran-kekotoran, dan tidak akan terlahir kembali.

Bagaimanakah seorang siswa mulia memperoleh tujuh kualitas bermanfaat? Seorang siswa mulia memperoleh keyakinan kokoh yang dengan mendalam ditetapkan terhadap Sang Tathāgata, keyakinan dengan akar kuat yang tidak dapat dipengaruhi oleh para pertapa non-Buddhis atau para brahmana, atau oleh para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang pertama.

Lagi, siswa mulia itu memiliki pada setiap saat rasa malu. Apa yang memalukan ia mengetahuinya sebagai memalukan, [yaitu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, yang mencemari dan mengotori, yang memiliki berbagai akibat jahat dan menciptakan sebab utama kelahiran dan kematian. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang kedua.

Lagi, siswa mulia itu terus-menerus takut berbuat salah. Apa yang salah ia mengetahuinya sebagai salah, [yaitu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, yang mencemari dan mengotori, yang akan memiliki berbagai akibat jahat dan menciptakan sebab utama kelahiran dan kematian. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang ketiga.

Lagi, siswa mulia itu terus-menerus mengerahkan usaha, dengan memotong apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat. Ia terus-menerus membangkitkan pikirannya, berfokus pada satu hal dan kokoh sehubungan dengan akar-akar yang bermanfaat, tanpa meninggalkan tugasnya. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang keempat.

Lagi, siswa mulia itu banyak belajar dan mempelajari banyak hal, dengan menguasai dan tidak melupakannya, mengumpulkan banyak pembelajaran dari apa yang disebut Dharma, yang baik pada permulaannya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, yang memiliki makna dan ungkapan [yang tepat], diberkahi dengan kemurnian, dan menyatakan kehidupan suci. Dengan cara ini ia banyak belajar dan mempelajari banyak hal sehubungan dengan semua ajaran, membiasakan diri dengan mereka bahkan seribu kali, mempertimbangkan dan merenungkan mereka dengan pengetahuan, penglihatan, dan penembusan mendalam. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang kelima.

Lagi, siswa mulia itu terus-menerus berlatih perhatian, mencapai perhatian penuh, selalu mengingat dan tidak melupakan apa yang telah dilakukan atau didengar beberapa waktu yang lalu. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang keenam.

Lagi, siswa mulia itu mengembangkan pemahaman dan kebijaksanaan, mencapai pemahaman sehubungan dengan muncul dan lenyapnya fenomena, mencapai pengetahuan mulia yang menembus dan pemahaman yang membedakan sehubungan dengan pelenyapan sejati penderitaan. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh kualitas bermanfaat yang ketujuh.

Bagaimanakah siswa mulia itu mencapai empat keadaan pikiran yang lebih tinggi, dengan mudah dan tanpa kesulitan? Terasing dari nafsu, terasing dari keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, dengan awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan, siswa mulia itu berdiam setelah mencapai jhāna pertama. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu mencapai keadaan pikiran yang lebih tinggi yang pertama, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, melalui penenangan awal dan kelangsungan pikiran, dengan ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, tanpa awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi, siswa mulia itu berdiam setelah mencapai jhāna kedua. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu mencapai keadaan pikiran yang lebih tinggi yang kedua, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, terpisah dari sukacita dan nafsu, dengan berdiam dalam keseimbangan dan tidak mencari apa pun, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh, mengalami kenikmatan dengan tubuh, siswa mulia itu berdiam setelah mencapai jhāna ketiga, yang dikatakan para orang mulia sebagai keseimbangan dan perhatian mulia, suatu kediaman yang membahagiakan.<49> Ini adalah bagaimana siswa mulia itu mencapai keadaan pikiran yang lebih tinggi yang ketiga, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Lagi, dengan lenyapnya kenikmatan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya sebelumnya sukacita dan penderitaan, dengan bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan, keseimbangan, perhatian, dan kemurnian, siswa mulia itu berdiam setelah mencapai jhāna keempat. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu mencapai keadaan pikiran yang lebih tinggi yang keempat, dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Dengan cara ini siswa mulia itu, yang telah memperoleh tujuh kualitas bermanfaat dan mencapai empat keadaan pikiran yang lebih tinggi, dengan mudah dan tanpa kesulitan, melampaui jangkauan Raja Māra, dan tidak akan dipengaruhi oleh keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak akan terkotori oleh kekotoran-kekotoran dan tidak akan terlahir kembali.

Seperti halnya sebuah menara pengawas didirikan di dalam kota perbatasan raja, dibangun dengan kokoh di bumi, tidak dapat dihancurkan, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar – dengan cara yang sama, siswa mulia itu memperoleh keyakinan kokoh yang dengan dalam ditetapkan terhadap Sang Tathāgata, keyakinan dengan akar kuat yang tidak dapat dipengaruhi oleh para pertapa non-Buddhis atau para brahmana, atau oleh para dewa, Māra, Brahmā, atau siapa pun di dunia. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “menara pengawas” keyakinan, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya sebuah parit digali [di sekeliling] kota perbatasan raja, sangat dalam dan lebar, dengan baik dirancang dan dapat diandalkan, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama, siswa mulia itu memiliki pada setiap saat rasa malu. Apa yang memalukan ia mengetahuinya sebagai memalukan, [yaitu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, yang mencemari dan mengotori, yang memiliki berbagai akibat jahat, dan menciptakan sebab utama kelahiran dan kematian. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “parit” rasa malu, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya sebuah jalan mengelilingi kota perbatasan raja, terbuka dan bersih, rata dan lebar, untuk memastikan kedamaian di dalam dan mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama, siswa mulia itu pada setiap saat takut berbuat salah. Apa yang salah ia mengetahuinya sebagai salah, [yaitu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, yang mencemari dan mengotori, yang akan memiliki berbagai akibat jahat, yang menciptakan sebab utama kelahiran dan kematian. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “jalan rata” takut berbuat salah, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya sekumpulan prajurit dengan empat kelompok dibangun dalam kota perbatasan raja, dengan pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama, siswa mulia itu terus-menerus mengerahkan usaha, dengan meninggalkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat. Ia terus-menerus membangkitkan pikirannya, berfokus pada satu hal dan kokoh sehubungan dengan akar-akar yang bermanfaat, tanpa meninggalkan tugasnya. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “prajurit” usaha, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya senjata-senjata disediakan untuk para pasukan kota perbatasan raja – busur dan panah, pedang dan tombak – untuk memastikan kedamaian di dalam dan mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu banyak belajar dan mempelajari banyak hal, dengan menguasai dan tidak melupakannya, mengumpulkan banyak pembelajaran dari apa yang disebut Dharma, yang baik pada awalnya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, yang memiliki makna dan ungkapan [yang tepat], diberkahi kemurnian, dan menyatakan kehidupan suci. Dengan cara ini ia banyak belajar dan mempelajari banyak hal sehubungan dengan semua ajaran, membiasakan dirinya dengan mereka bahkan seribu kali, secara batin mempertimbangkan dan merenungkan mereka dengan pengetahuan, penglihatan, dan penembusan mendalam. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “senjata” banyak belajar, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya seorang jenderal ditunjuk sebagai penjaga gerbang pada kota perbatasan raja, seseorang yang berpikiran tajam dan bijaksana dalam membuat keputusan, berani dan tegas, dengan perencanaan yang baik, yang mengizinkan masuk hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal buruk, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu terus-menerus berlatih perhatian, mencapai perhatian penuh, selalu mengingat dan tidak melupakan apa yang telah dilakukan atau didengar beberapa waktu yang lalu. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “jenderal penjaga gerbang” perhatian, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya sebuah benteng tinggi dibangun, sangat kokoh, yang diplester dengan lumpur dan dicat dengan kapur, untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu mengembangkan pemahaman dan kebijaksanaan, mencapai pemahaman sehubungan dengan muncul dan lenyapnya fenomena, mencapai pengetahuan mulia yang menembus dan pemahaman yang membedakan sehubungan dengan pelenyapan sejati penderitaan. Ini adalah bagaimana siswa mulia itu memperoleh “benteng” kebijaksanaan, yang melenyapkan apa yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan bermanfaat.

Seperti halnya persediaan air, rumput, dan kayu bakar yang disediakan untuk kota perbatasan raja untuk memastikan kedamaian di dalam dan mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu, terasing dari nafsu, terasing dari keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, dengan awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan, berdiam setelah mencapai jhāna pertama. Ia berdiam dalam suatu kebahagiaan yang tidak kekurangan apa pun, suatu kebahagiaan yang damai yang membawa secara alamiah pada nirvana.

Seperti halnya berlimpah padi dipanen dan berlimpah gandum disimpan dalam kota perbatasan raja untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu, melalui penenangan awal dan kelangsungan pikiran, dengan ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, tanpa awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi, berdiam setelah mencapai jhāna kedua. Ia berdiam dalam suatu kebahagiaan yang tidak kekurangan apa pun, suatu kebahagiaan yang damai yang membawa secara alamiah pada nirvana.

Seperti halnya banyak padi-padian dan berbagai jenis biji-bijian dikumpulkan di dalam kota perbatasan raja untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu, terpisah dari sukacita dan nafsu, dengan berdiam dalam keseimbangan dan tidak mencari apa pun, dengan perhatian dan kewaspadaan penuh, mengalami kenikmatan dengan tubuh, berdiam setelah mencapai jhāna ketiga, yang dikatakan para orang mulia sebagai keseimbangan dan perhatian mulia, suatu kediaman yang membahagiakan. Ia berdiam dalam suatu kebahagiaan yang tidak kekurangan apa pun, suatu kebahagiaan yang damai yang membawa secara alamiah pada nirvana.

Seperti halnya ghee, madu, tebu, gula, ikan, garam, dan daging kering disimpan di dalam kota perbatasan raja, yang dilengkapi dengan semua ini untuk memastikan kedamaian di dalam dan untuk mengendalikan musuh-musuh dari luar; dengan cara yang sama siswa mulia itu, dengan lenyapnya kenikmatan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya sebelumnya sukacita dan penderitaan, dengan bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan, keseimbangan, perhatian, dan kemurnian, berdiam setelah mencapai jhāna keempat. Ia berdiam dalam suatu kebahagiaan yang tidak kekurangan apa pun, suatu kebahagiaan yang damai yang membawa secara alamiah pada nirvana.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #4 on: 23 January 2016, 09:53:47 PM »
4. Kotbah dengan Perumpamaan Air<50>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Aku akan mengajarkan kalian tentang tujuh [jenis] orang di air. Dengarkanlah dengan baik, dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan seksama!”

Para bhikkhu mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Buddha berkata:

Apakah tujuh hal itu?

Seumpamanya terdapat seseorang yang tetap terbaring di dalam air [di bawah permukaannya].

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan tetapi kemudian tenggelam lagi.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan dan tetap berdiri [di dalam air].

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan dan tetap berdiri; dan setelah tetap berdiri, mengamati. Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan dan tetap berdiri, dan setelah tetap berdiri, mengamati; dan, setelah mengamati, menyeberang [menuju pantai yang lebih jauh].

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan dan tetap berdiri; dan, setelah tetap bertahan, mengamati; dan, setelah mengamati, menyeberang; dan, setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang muncul di permukaan dan tetap berdiri; dan, setelah tetap bertahan, mengamati; dan, setelah mengamati, menyeberang; dan, setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh; dan, setelah mencapai pantai yang lebih jauh, disebut “seseorang yang berdiam di pantai yang lebih jauh.”

Dengan cara yang sama, aku akan mengulangi kepada kalian perumpamaan tentang tujuh [jenis] orang di air.

Dengarkanlah dengan baik, dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan seksama!

Para bhikkhu mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Buddha berkata:

Apakah tujuh hal itu?

Seumpamanya terdapat seseorang yang tetap terbaring di dalam air [di bawah permukaannya].

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tenggelam lagi.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri, dan setelah tetap berdiri, mengamati. Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; dan, setelah tetap berdiri, mengamati; dan, setelah mengamati, menyeberang.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; dan setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh.

Dan seumpamanya terdapat orang lain yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh; dan, setelah mencapai pantai yang lebih jauh, disebut “seorang brahmana yang berdiam di pantai yang lebih jauh.”

Aku telah mengajarkan secara ringkas perumpamaan tentang tujuh [jenis] orang di air ini. Seperti yang telah dinyatakan dan dijelaskan di atas, apakah kalian mengetahui apa maknanya, bagaimana untuk menjelaskannya, dan apa pesan moralnya?

Para bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā:

Sang Bhagavā adalah sumber Dharma, Sang Bhagavā adalah guru Dharma, Dharma berasal dari Sang Bhagavā. Semoga beliau menjelaskannya! Setelah mendengar, kami akan mengetahui maknanya sepenuhnya.

Sang Buddha berkata: “[Maka] dengarkanlah dengan baik, dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan seksama! Aku akan menjelaskan maknanya kepada kalian.”

Kemudian para bhikkhu mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Buddha berkata:

Apakah [makna dari] orang yang tetap terbaring [di dalam air]? Di sini, seseorang dirintangi oleh keadaan-keadaan tidak bermanfaat, dikotori oleh kekotoran-kekotoran, mengalami akibat dari keadaan-keadaan jahat, yang menciptakan sebab utama untuk kelahiran dan kematian.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang tetap terbaring [di dalam air]. Bagaikan seseorang yang, setelah tenggelam dan hanyut, tetap terbaring dalam air, demikian juga, aku katakan, orang [yang terkotori] ini. Inilah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang pertama dalam perumpamaan air. [Orang-orang] demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tenggelam lagi? Di sini, seseorang telah “muncul di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

[Tetapi] beberapa waktu kemudian ia kehilangan keyakinan, yang [kemudian] menjadi goyah, meninggalkan penjagaan moralitas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanaan – [praktek-praktek ini] dengan demikian menjadi goyah.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang, setelah muncul di permukaan, tenggelam lagi. Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air, muncul di permukaan tetapi kemudian tenggelam lagi – demikian juga, aku katakan, orang [yang kembali ke jalan yang salah] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang kedua dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri? Di sini, seseorang telah “muncul di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

Beberapa waktu kemudian keyakinannya [tetap] kuat dan tidak hilang, dan penjagaan moralitas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanannya [tetap] kokoh dan kuat dan tidak hilang.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri. Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air, muncul di permukaan dan tetap berdiri – demikian juga, aku katakan, orang [yang stabil] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang ketiga dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; dan, setelah tetap berdiri, mengamati? Di sini, seseorang telah “muncu di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

Beberapa waktu kemudian, keyakinannya tetap kuat dan tidak hilang, dan penjagaan moralotas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanaannya [tetap] kokoh dan kuat dan tidak hilang. Berkembang dalam Dharma sejati, ia mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, dan mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan. Melalui pengetahuan dan penglihatan demikian, tiga belenggu dilenyapkan: yaitu, pandangan diri, kemelekatan pada aturan-aturan, dan keragu-raguan; dan melalui lenyapnya tiga belenggu ini, ia mencapai [kesucian] pemasuk-arus.<51> Ia pasti maju menuju pencerahan sempurna dalam paling banyak tujuh kehidupan, tanpa jatuh ke dalam keadaan-keadaan jahat. Setelah melalui [paling banyak] tujuh kehidupan di alam surga atau manusia, ia akan mencapai akhir penderitaan.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang setelah muncul di permukaan, tetap berdiri, dan setelah tetap berdiri, mengamati. Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air dan setelah muncul di permukaan tetap berdiri, dan setelah tetap berdiri, mengamati – demikian juga, aku katakan, orang [yang mencapai kesucian pemasuk arus] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang keempat dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; dan setelah mengamati, menyeberang? Di sini, seseorang telah “muncul di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

Beberapa waktu kemudian, keyakinannya [tetap] kuat dan tidak hilang, penjagaan moralitas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanaannya [tetap] kokoh dan kuat dan tidak hilang. Berkembang dalam Dharma sejati, ia mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, dan mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya. Melalui pengetahuan dan penglihatan demikian, tiga belenggu dilenyapkan: yaitu, pandangan diri, kemelekatan pada aturan-aturan, dan keragu-raguan; dan, setelah melenyapkan tiga belenggu ini, ia [juga] melemahkan keinginan indera, kemarahan, dan ketidaktahuan, dan mencapai [kesucian] sekali-kembali. Setelah melalui satu kehidupan di alam surga atau manusia, ia akan mencapai akhir penderitaan.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; dan setelah mengamati, menyeberang. Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air dan setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; dan setelah mengamati, menyeberang – demikian juga, aku katakan, orang [yang mencapai kesucian sekali-kembali] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang kelima dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; dan setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh? Di sini, seseorang telah “muncul di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

Beberapa waktu kemudian keyakinannya [tetap] kuat dan tidak hilang, penjagaan moralitas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanaannya [tetap] kokoh dan kuat dan tidak hilang. Berkembang dalam Dharma sejati, ia mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, dan mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya. Melalui pengetahuan dan penglihatan demikian, lima belenggu yang lebih rendah dilenyapkan – yaitu, keinginan indera, kebencian, pandangan diri, kemelekatan pada aturan-aturan, dan keragu-raguan. Dengan lima belenggu yang lebih rendah ini dilenyapkan, ia akan terlahir di alam [surga] lain dan di sana mencapai nirvana akhir,<52> setelah mencapai kondisi tidak-kembali, tidak kembali lagi ke dunia ini.

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; dan setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh. Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air dan setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; dan setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh – demikian juga, aku katakan, orang [yang mencapai kesucian tidak-kembali] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang keenam dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh; dan setelah mencapai pantai yang lebih jauh, disebut “seorang brahmana yang berdiam di pantai [yang lebih jauh]”? Di sini, seseorang telah “muncul di permukaan” dengan memperoleh keyakinan dalam Dharma sejati, menjaga moralitas, mempraktekkan kedermawanan, banyak belajar, dan [mengembangkan] kebijaksanaan, [dengan cara demikian] berlatih Dharma sejati.

Beberapa waktu kemudian, keyakinannya [tetap] kuat dan tidak hilang, penjagaan moralitas, praktek kedermawanan, banyak pembelajaran, dan [pengembangan] kebijaksanaannya [tetap] kokoh dan kuat dan tidak hilang. Berkembang dalam Dharma sejati, ia mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, dan mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya. Melalui pengetahuan dan penglihatan demikian, ia mencapai pembebasan pikiran dari noda nafsu, dari noda kemenjadian, dan dari noda ketidaktahuan. Terbebaskan, ia mengetahui ia terbebaskan; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Ini adalah apa yang dimaksud dengan orang yang, setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh; dan setelah mencapai pantai yang lebih jauh, disebut “seorang brahmana yang berdiam di pantai [yang lebih jauh].” Bagaikan orang yang, setelah [hampir] hanyut dalam air dan setelah muncul di permukaan, tetap berdiri; setelah tetap berdiri, mengamati; setelah mengamati, menyeberang; setelah menyeberang, mencapai pantai yang lebih jauh; dan setelah mencapai pantai yang lebih jauh, disebut “seseorang yang berdiri di pantai [yang lebih jauh]” – demikian juga, aku katakan, orang [yang telah mencapai pembebasan] ini. Ini adalah apa yang dimaksud dengan [jenis] orang ketujuh dalam perumpamaan air. Orang-orang demikian benar-benar ditemukan di dunia.

Ketika aku mengatakan sebelumnya, “Aku akan mengajarkan kalian tentang tujuh [jenis] orang dalam perumpamaan air,” oleh karena hal ini aku mengatakannya.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #5 on: 23 January 2016, 10:01:06 PM »
5. Kotbah dengan Perumpamaan Tumpukan Kayu<53>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha, ketika berdiam di antara penduduk Kosala, mengadakan perjalanan ditemani oleh sekumpulan besar para bhikkhu.

Pada waktu itu Sang Bhagavā, ketika berada di jalan, tiba-tiba melihat di suatu tempat setumpukan besar kayu, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas. Ketika melihatnya, Sang Bhagavā turun dari sisi jalan, membentangkan alas duduknya di bawah sebatang pohon, dan duduk bersila.

Setelah duduk, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Apakah kalian melihat tumpukan besar kayu itu, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas?”

Para bhikkhu menjawab: “Kami melihatnya, Sang Bhagavā.”

Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Memeluk, atau duduk atau berbaring [di samping] tumpukan besar kayu, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas; atau memeluk, atau duduk atau berbaring [di samping] seorang wanita dari [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, seorang wanita yang sedang mekar penuh dalam masa muda, yang telah mandi dan memberi pewangi pada dirinya, mengenakan pakaian yang cemerlang, bersih, memakai kalungan bunga, dan menghiasi tubuhnya dengan kalung permata – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, memeluk, atau duduk atau berbaring [di samping] tumpukan besar kayu, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas – itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, memeluk, atau duduk atau berbaring [di samping] seorang wanita dari [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, yang sedang mekar penuh dalam masa muda, yang telah mandi dan memberi pewangi pada dirinya, mengenakan pakaian yang cemerlang, bersih, memakai bunga-bunga di rambutnya, dan menghiasi tubuhnya dengan kalung permata – itu, Sang Bhagavā, akan sangat menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian: ketika berlatih sebagai seorang pertapa, janganlah kehilangan jalan pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik untuk memeluk tumpukan besar kayu itu, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, atau duduk atau berbaring [di sampingnya]. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi, ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya,<54> bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika memeluk atau duduk atau berbaring [di samping] seorang wanita dari [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, yang sedang mekar penuh dalam masa muda, yang telah mandi dan memberi pewangi pada dirinya, mengenakan pakaian yang cemerlang bersih, memakai kalungan bunga, dan menghiasi tubuhnya dengan kalung permata – orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat mengambil seutas tali besar atau kawat yang terbuat dari rambut dan menariknya di sekeliling paha seseorang sehingga tali itu memotong kulitnya, dan setelah memotong kulitnya tali itu memotong dagingnya, dan setelah memotong dagingnya tali itu memotong uratnya, dan setelah memotong uratnya tali itu memotong tulangnya, dan setelah memotong tulangnya tali itu mencapai sumsum dan tertinggal di sana; atau jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, suatu pijatan dari tubuh, anggota tubuh, tangan, dan kaki seseorang, manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat mengambil seutas tali besar atau kawat yang terbuat dari rambut dan menariknya di sekeliling paha seseorang sehingga tali itu memotong kulit, dan setelah memotong kulitnya tali itu memotong dagingnya, dan setelah memotong dagingnya tali itu memotong uratnya, dan setelah memotong uratnya tali itu memotong tulangnya, dan setelah memotong tulangnya tali itu mencapai sumsum dan tertinggal di sana, itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, suatu pijatan dari tubuh, anggota tubuh, tangan, dan kaki seseorang, itu, Sang Bhagavā, akan sangat menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, ketika berlatih sebagai seorang pertapa, janganlah kehilangan jalan pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik mengalami seseorang yang kuat mengambil seutas tali besar atau kawat yang terbuat dari rambut dan menariknya di sekeliling paha seseorang sehingga tali itu memotong kulitnya, dan setelah memotong kulitnya tali itu memotong dagingnya, dan setelah memotong dagingnya tali itu memotong uratnya, dan setelah memotong uratnya tali itu memotong tulangnya, dan setelah memotong tulangnya tali itu mencapai sumsum dan tertinggal di sana. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, suatu pijatan dari tubuh, anggota tubuh, tangan, dan kakinya, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat memotong kaki seseorang dengan sebuah pisau yang telah ditajamkan pada sebuah batu asah; atau jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, penghormatan, kehormatan, dan sambutan – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat memotong kaki seseorang dengan sebuah pisau yang telah ditajamkan pada sebuah batu asah, itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, penghormatan, kehormatan, dan sambutan, itu, Sang Bhagavā, akan lebih menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, janganlah kehilangan jalan pertapa ketika berlatih sebagai seorang pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik mengalami seseorang yang kuat memotong kaki seseorang dengan sebuah pisau yang telah ditajamkan pada sebuah batu asah. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, penghormatan, kehormatan, dan sambutan, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat membungkus tubuh seseorang dalam plat besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas; atau jika seseorang menerima jubah, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat membungkus tubuh seseorang dalam plat besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, itu akan lebih menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima jubah, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, itu, Sang Bhagavā, akan lebih menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, janganlah kehilangan jalan pertapa ketika berlatih sebagai seorang pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik mengalami seseorang yang kuat membungkus tubuh seseorang dalam plat besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima jubah, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #6 on: 23 January 2016, 10:02:40 PM »
Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat membuka mulut seseorang dengan sepasang jepitan besi panas dan kemudian memasukkan ke dalam mulut orang itu sebuah bola besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas; dan bola besi panas itu membakar bibirnya; dan setelah membakar bibirnya, bola itu membakar lidahnya; dan setelah membakar lidahnya, bola itu membakar gusinya; dan setelah membakar gusinya, bola itu membakar kerongkongannya; dan setelah membakar kerongkongannya, bola itu membakar jantungnya; dan setelah membakar jantungnya, bola itu membakar perut dan ususnya; dan setelah membakar perut dan ususnya, bola itu keluar dari bawah; atau jika, [alih-alih,] seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, makanan dengan berbagai rasa tak terhitung – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat membuka mulut seseorang dengan sepasang jepitan besi panas, dan kemudian memasukkan ke dalam mulut orang itu sebuah bola panas yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas; dan bola panas itu membakar bibirnya; dan setelah membakar bibirnya, bola itu membakar lidahnya; dan setelah membakar lidahnya, bola itu membakar gusinya; dan setelah membakar gusinya, bola itu membakar kerongkongannya; dan setelah membakar kerongkongannya, bola itu membakar jantungnya; dan setelah membakar jantungnya, bola itu membakar perut dan ususnya; dan setelah membakar perut dan ususnya, bola itu keluar dari bawah, itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, makanan dengan berbagai rasa tak terhitung, itu, Sang Bhagavā, akan sangat menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, ketika berlatih sebagai seorang pertapa, janganlah kehilangan jalan pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik jika seseorang yang kuat membuka mulut seseorang dengan sepasang jepitan besi panas, dan kemudian memasukkan ke dalam mulut orang itu sebuah bola besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas; dan bola besi panas itu membakar bibirnya; dan setelah membakar bibirnya, bola itu membakar lidahnya; dan setelah membakar lidahnya, bola itu membakar gusinya; dan setelah membakar gusinya, bola itu membakar kerongkongannya; dan setelah membakar kerongkongannya, bola itu membakar jantungnya; dan setelah membakar jantungnya, bola itu membakar perut dan ususnya; dan setelah membakar perut dan ususnya, bola itu keluar dari bawah. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar sila dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima, sebagai persembahan yang diberikan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, makanan dengan berbagai rasa tak terhitung, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka. Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat mengambil sebuah tempat tidur besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dan kemudian memaksa dan mendorong seseorang untuk duduk atau berbaring di atasnya; atau jika seseorang menerima seperai, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat mengambil sebuah tempat tidur besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, dan kemudian memaksa dan mendorong seseorang untuk duduk atau berbaring di atasnya, itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima seperai, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, itu, Sang Bhagavā, akan sangat menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, ketika berlatih sebagai seorang pertapa janganlah kehilangan jalan pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik mengalami seseorang yang kuat mengambil sebuah tempat tidur besi atau tembaga yang semuanya terbakar menyala-nyala, dan kemudian memaksa dan mendorong seseorang untuk duduk atau berbaring di atasnya. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima seperai, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Sang Bhagavā lebih lanjut berkata kepada para bhikkhu:

Apakah yang kalian pikirkan? Jika seseorang yang kuat membawa sebuah ketel besar, dari besi atau tembaga, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dan setelah memegang dan mengangkat seseorang, membalikkannya dan meletakkannya ke dalam ketel itu; atau jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, sebuah tempat tinggal, yang diplester dengan lumpur dan dicat dengan kapur, dengan jendela-jendela dan pintu-pintu, rapat dan aman, dengan tempat perapian, hangat dan menyenangkan<55> – manakah [dari kedua hal ini] yang lebih menyenangkan?

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, jika seseorang yang kuat membawa sebuah ketel besar, dari besi atau tembaga, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dan setelah memegang dan mengangkat seseorang, membalikkannya dan meletakkannya ke dalam ketel itu, itu akan sangat menyakitkan. Sang Bhagavā, jika seseorang menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, sebuah tempat tinggal, yang diplester dengan lumpur dan dicat dengan kapur, dengan jendela-jendela dan pintu-pintu, rapat dan aman, dengan tempat perapian, hangat dan menyenangkan, itu, Sang Bhagavā, akan sangat menyenangkan.

Sang Bhagavā berkata:

Aku katakan kepada kalian, ketika berlatih sebagai seorang pertapa janganlah kehilangan jalan pertapa. Jika kalian berkeinginan untuk menyempurnakan kehidupan suci, akan lebih baik jika seseorang yang kuat membawa sebuah ketel besar, dari besi atau tembaga, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dan setelah memegang dan mengangkat seseorang, membalikkannya dan meletakkannya ke dalam ketel itu. Walaupun seseorang akan, karena hal itu, mengalami penderitaan atau bahkan kematian, tetapi ia tidak akan, ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Jika seseorang yang bodoh melanggar moralitas dan lalai, dengan memunculkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat, tidak berlatih kehidupan suci walaupun menyatakan melatihnya, bukan seorang pertapa walaupun menyatakan sebagai seorang pertapa, jika ia menerima, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan oleh [seseorang dari] [kasta] khattiya, brahmana, pedagang, atau pekerja, sebuah tempat tinggal, yang diplester dengan lumpur dan dicat dengan kapur, dengan jendela-jendela dan pintu-pintu, rapat dan aman, dengan tempat perapian, hangat dan menyenangkan, maka orang bodoh itu akan, karena [perilaku] yang tidak bermanfaat ini, mengalami buah keadaan-keadaan jahatnya selama waktu yang lama. Ketika tubuhnya terurai dan kehidupan berakhir, ia akan pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir di neraka.

Karena alasan ini kalian seharusnya merenungkan manfaat [bagi] kalian sendiri, manfaat [bagi] orang lain, dan manfaat [bagi] keduanya, dengan merenungkan demikian:

Peninggalan kehidupan berumah tanggaku untuk berlatih adalah tidak sia-sia, tidak kosong. Ini memiliki hasil dan buah yang sangat diinginkan, membawa pada kehidupan yang panjang dan pada kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik. Aku menerima dari orang-orang, sebagai persembahan yang diberikan dengan keyakinan, jubah, makanan dan minuman, tempat tidur dan seperai, dan obat-obatan. Semoga semua pendana itu memperoleh jasa yang besar, pahala yang besar, kemuliaan yang besar!

Kalian seharusnya berlatih seperti ini.

Ketika ajaran ini diberikan, enam puluh orang bhikkhu terbebaskan dari belenggu-belenggu melalui lenyapnya noda-noda, [sedangkan] enam puluh orang bhikkhu [lainnya] meninggalkan moralitas dan kembali ke kehidupan berumah tangga. Mengapakah demikian? Ajaran dan teguran Sang Bhagavā adalah mendalam dan sangat sulit, dan pelatihan dalam sang jalan juga mendalam dan sangat sulit.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #7 on: 23 January 2016, 10:08:09 PM »
6. Kotbah tentang Tempat Tujuan Orang Baik<56>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Aku akan mengajarkan kalian tentang tujuh tempat tujuan orang-orang baik dan tentang nirvana tanpa sisa. Dengarkanlah dengan baik, dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan seksama!

Para bhikkhu mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Buddha berkata:

Apakah tujuh hal itu? Seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan<57> melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi?

Seperti halnya sekam gandum yang terbakar yang, setelah terbakar api, dengan cepat padam dengan sendirinya. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir [segera setelah memasuki] keadaan antara. Ini adalah tempat tujuan pertama orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi?

Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara, tetapi ketika bergerak ke atas, menjadi padam dengan segera. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir [setelah sejenak menghabiskan waktu dalam] keadaan antara. Ini adalah tempat tujuan kedua orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi?

Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara, yang setelah bergerak ke atas kembali ke bawah, tetapi menjadi padam sebelum menyentuh tanah. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir [setelah menghabiskan beberapa waktu dalam] keadaan antara. Ini adalah tempat tujuan ketiga orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia ini.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi?

Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara, dan menjadi padam pada saat menyentuh tanah. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir pada kehidupannya yang berikutnya. Ini adalah tempat tujuan keempat orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi? Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara dan kemudian jatuh pada sejumlah kecil ranting dan rumput, menyebabkannya berasap dan terbakar, dan menjadi padam setelah itu telah terbakar habis. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir dengan usaha. Ini adalah tempat tujuan kelima orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi? Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara dan kemudian jatuh pada sejumlah besar ranting dan rumput, menyebabkannya berasap dan terbakar, dan menjadi padam setelah itu telah terbakar habis. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia mencapai nirvana akhir tanpa usaha. Ini adalah tempat tujuan keenam orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Lagi, seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanaannya, tetapi belum mencapai realisasi [akhir]. Dengan berlatih demikian, ke tempat tujuan manakah seorang bhikkhu demikian akan pergi?

Seperti halnya ketika [selempeng] besi yang semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, dipukul dengan sebuah palu, sebuah serpihan yang terbakar terbang ke udara dan jatuh pada sejumlah besar ranting dan rumput, menyebabkannya berasap dan terbakar; dan setelah itu telah terbakar, api menyebar ke desa-desa, kota-kota, hutan gunung, dan hutan belantara; setelah membakar habis desa-desa, kota-kota, hutan gunung, dan hutan belantara, api itu mencapai sebuah jalan, atau mencapai air, atau mencapai tanah rata, dan menjadi padam. Kalian seharusnya mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti itu. Setelah memotong lima belenggu yang lebih rendah, tetapi dengan sisa keangkuhan belum dipadamkan, ia [pertama-tama] pergi ke hulu [sepanjang jalan] menuju alam Akaniṭṭha di mana ia mencapai nirvana akhir. Ini adalah tempat tujuan ketujuh orang-orang baik, yang benar-benar ditemukan di dunia.

Apakah nirvana tanpa sisa itu? Seorang bhikkhu berlatih demikian:

Tidak ada diri, ataupun apa pun yang menjadi milik suatu diri; pada masa yang akan datang tidak akan ada diri dan tidak ada yang menjadi milik suatu diri. Apa yang telah menjadi ada akan ditinggalkan; dan ketika ini telah ditinggalkan, keseimbangan akan tercapai; [aku] tidak [akan] terkotori oleh kesenangan dalam keberadaan ataupun melekat pada kontak [melalui indera-indera].

Seorang praktisi yang demikian melihat keadaan damai yang tidak terkalahkan melalui kebijaksanannya. Setelah mencapai realisasi [akhir], aku katakan, bhikkhu itu tidak akan pergi ke timur, atau ke barat, atau ke selatan, atau ke utara, atau ke [mana pun dari] empat arah di antaranya, atau ke atas, atau ke bawah, tetapi akan mencapai keadaan damai, nirvana akhir, tepat di sini dan saat ini. Ketika aku katakan sebelumnya, “Aku akan mengajarkan kalian tentang tujuh tempat tujuan orang-orang baik dan tentang nirvana tanpa sisa,” oleh karena hal ini aku mengatakannya.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #8 on: 23 January 2016, 10:11:14 PM »
7. Kotbah tentang [Sumber-Sumber] Jasa Duniawi

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Kosambī, di taman Ghosita.

Pada waktu itu, pada sore hari, Yang Mulia Mahā Cunda bangkit dari duduk dalam meditasi dan mendekati Sang Buddha. Saat tiba, ia memberikan penghormatan dan, dengan duduk pada satu sisi, berkata: “Sang Bhagavā, apakah mungkin untuk menggambarkan [sifat dasar] jasa duniawi?”

Sang Bhagavā menjawab:

Itu mungkin, Cunda. Terdapat tujuh [sumber] jasa duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Apakah tujuh hal itu? Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mempersembahkan sebuah tempat tinggal atau sebuah aula perkumpulan kepada komunitas para bhikkhu. Ini, Cunda, adalah [sumber] pertama jasa duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Lagi, Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mempersembahkan [kepada mereka] di dalam tempat tinggal itu tempat tidur, tempat duduk, selimut wol, kasur bulu kempa, atau seperai. Ini, Cunda, adalah [sumber] kedua jasa duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Lagi, Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mempersembahkan kepada [mereka] semua di dalam tempat tinggal itu jubah yang baru, berkualitas baik. Ini, Cunda, adalah [sumber] ketiga jasa duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Lagi, Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik terus-menerus mempersembahkan kepada komunitas di dalam tempat tinggal itu bubur [pada] pagi hari dan makan siang... menyediakan pelayan taman monastik untuk melayani mereka... secara pribadi mendekati pelayan taman monastik untuk memberikan lebih banyak lagi persembahan, tanpa menghiraukan angin atau hujan, dingin atau salju... [memastikan bahwa setelah] para bhikkhu makan, jubah mereka tidak basah<58> oleh angin atau hujan, dingin atau salju, [sehingga mereka dapat] menikmati meditasi dan perenungan hening siang dan malam. Ini, Cunda, adalah [sumber] ketujuh jasa duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar.

Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik yang telah mencapai tujuh [sumber] jasa duniawi ini, apakah pergi atau datang, apakah berdiri atau duduk, apakah tidur atau terjaga, apakah siang atau malam, jasa mereka akan terus-menerus tumbuh, bertambah, dan menjadi semakin luas. Cunda, seperti halnya, dari munculnya pada sumbernya menuju masuknya ke dalam samudera raya, sungai Gangga menjadi semakin dalam dan semakin lebar, dengan cara yang sama, Cunda, jasa seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik yang telah mencapai tujuh [sumber] jasa duniawi, apakah pergi atau datang, apakah berdiri atau duduk, apakah tidur atau terjaga, apakah siang atau malam, akan terus-menerus tumbuh, bertambah, dan menjadi semakin luas.

Setelah itu, Yang Mulia Mahā Cunda bangkit dari tempat duduknya dan, setelah membuka bahu kanannya, berlutut dengan lutut kanannya di atas tanah dan, dengan menyatukan telapak tangannya bersama [untuk memberi penghormatan], berkata: “Sang Bhagavā, apakah mungkin untuk menggambarkan [sifat dasar] jasa yang melampaui duniawi?”

Sang Bhagavā menjawab:

Itu mungkin, Cunda. Terdapat juga tujuh [sumber] jasa yang melampaui duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Apakah tujuh hal itu? Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mendengar bahwa Sang Tathāgata atau seorang siswa Sang Tathāgata sedang berdiam di suatu tempat tertentu. Setelah mendengar hal ini, mereka bergembira dan sangat terinspirasi. Ini, Cunda, adalah [sumber] pertama jasa yang melampaui duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Lagi, Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mendengar bahwa Sang Tathāgata atau seorang siswa Sang Tathāgata bermaksud datang dari sana ke sini. Setelah mendengar hal ini, mereka bergembira dan sangat terinspirasi. Ini, Cunda, adalah [sumber] kedua jasa yang melampaui duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar. Lagi, Cunda, seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mendengar bahwa Sang Tathāgata atau seorang siswa Sang Tathāgata telah datang dari sana ke sini. Setelah mendengar hal ini, mereka bergembira dan sangat terinspirasi... mereka secara pribadi pergi menemui mereka dan memberikan penghormatan dengan pikiran yang murni... mereka memberikan persembahan kepada mereka... setelah memberikan penghormatan dan persembahan, mereka mengambil tiga perlindungan dalam Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu (Sangha)... mereka mengambil moralitas. Ini, Cunda, adalah [sumber] ketujuh jasa yang melampaui duniawi yang membawa pada jasa besar, pahala besar, nama besar, dan manfaat besar.

Cunda, jika seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mencapai tujuh [sumber] jasa duniawi dan juga tujuh [sumber] jasa yang melampaui duniawi ini, jasa mereka tidak dapat diukur [dengan ungkapan] “jasa sebanyak ini”, “buah jasa sebanyak ini”, “hasil jasa sebanyak ini”; ini tidak dapat dilingkupi, tidak dapat diukur. Jasa besar ini tidak dihitung. Cunda, seperti halnya [tanah] Jambudīpa [ini] terdapat lima sungai, Gangga yang disebutkan sebagai yang pertama, Yamunā yang kedua, Sarabhū yang ketiga, Aciravatī yang keempat, dan Mahī yang kelima; dan ketika mengalir ke dalam samudera raya, setelah berada di dalamnya, air mereka tidak dapat diukur sebagai “sebanyak galon ini”; ini tidak dapat dilingkupi, tidak dapat diukur. Air yang banyak ini tidak dapat dihitung. Dengan cara yang sama, Cunda, jika seorang putra atau putri yang berkeyakinan dari keluarga yang baik mencapai tujuh [sumber] jasa duniawi dan juga tujuh [sumber] jasa yang melampaui duniawi ini, jasa itu tidak dapat diukur sebagai “jasa sebanyak ini”, “buah jasa sebanyak ini”, “hasil jasa sebanyak ini”; ini tidak dapat dilingkupi, tidak dapat diukur. Jasa besar ini tidak dapat dihitung.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

Sungai Gangga adalah murni dan mudah diseberangi,
Samudera, dengan banyak harta karun, adalah raja semua perairan.
Bagaikan air sungai itu adalah kehormatan dan penghormatan orang-orang di dunia.
[Seperti halnya] semua sungai mencapai dan memasuki samudera raya,
Demikian juga dengan orang-orang yang mempersembahkan jubah, makanan dan minuman,
Tempat tidur, dipan, seperai, dan tempat duduk,
Tidak terukur adalah buah jasa mereka, yang membawa mereka pada alam yang lebih mulia,
Bagaikan air sungai-sungai yang memasuki samudera raya.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Yang Mulia Mahā Cunda dan para bhikkhu [lainnya] mendengar perkataan Sang Buddha, bergembira, dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #9 on: 23 January 2016, 10:15:57 PM »
8. Kotbah tentang Tujuh Matahari<59>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam di Vesālī, di Hutan Ambapālī.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan.<60> Demikianlah, seseorang tidak seharusnya menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya. Mengapa demikian? Akan tiba waktunya ketika tidak ada hujan. Pada waktu itu ketika tidak ada hujan, semua pepohonan, ratusan padi-padian, dan semua semak belukar untuk pengobatan akan layu seluruhya, menjadi hancur dan musnah, tidak akan ada lagi. Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya. Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari kedua akan muncul di dunia. Ketika matahari kedua muncul, aliran semua sungai kecil dan anak sungai menjadi kering, tidak akan ada lagi. Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya. Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari ketiga muncul di dunia. Ketika matahari ketiga muncul, semua sungai besar akan menjadi kering, tidak akan ada lagi. Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya.

Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari keempat muncul di dunia. Ketika matahari keempat muncul, sumber-sumber mata air besar di mana lima sungai di Jambudīpa muncul – Gangga sebagai yang pertama, Yamunā yang kedua, Sarabhū yang ketiga, Aciravatī yang keempat, dan Mahī yang kelima – sumber-sumber mata air besar itu akan menjadi kering, tidak akan ada lagi.

Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya.

Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari kelima muncul di dunia. Ketika matahari kelima muncul, air samudera raya akan menyurut seratus liga, dan terus menyusut perlahan-lahan sampai [hanya] tujuh ratus liga [luasnya]. Ketika matahari kelima muncul, dan sisa air dalam samudera [hanya] tujuh ratus liga [luasnya], ia akan terus menyusut perlahan-lahan sampai [hanya] seratus liga [luasnya]. Ketika matahari kelima muncul, air samudera raya akan berkurang [setinggi] satu batang pohon palem, dan terus berkurang perlahan-lahan sampai ia memiliki [kedalaman hanya] tujuh batang pohon palem. Ketika matahari kelima muncul dan sisa air di samudera memiliki [kedalaman hanya] tujuh batang pohon palem, ia akan terus berkurang perlahan-lahan sampai ia memiliki [kedalaman hanya] sebatang pohon palem. Ketika matahari kelima muncul, air samudera raya akan berkurang [setinggi] satu orang, dan terus berkurang perlahan-lahan sampai ia memiliki [kedalaman hanya] tujuh orang. Ketika matahari kelima muncul dan sisa air dalam samudera memiliki [kedalaman hanya] tujuh orang, ia akan berkurang lagi perlahan-lahan sampai ia memiliki [kedalaman hanya] satu orang. Ketika matahari kelima muncul, air dalam samudera akan berkurang sampai setingkat leher seseorang, sampai setingkat bahu, pinggang, pinggul, lutut, sampai setingkat mata kaki, dan [akhirnya] akan tiba waktunya ketika air samudera akan sepenuhnya mengering, tidak cukup untuk merendam [bahkan] satu jari.

Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya.

Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari keenam muncul di dunia. Ketika matahari keenam muncul, keseluruhan bumi yang besar, bersama-sama dengan Meru, raja para gunung, akan sepenuhnya diselimuti asap, sekumpulan asap. Seperti halnya tungku pembakaran seorang pembuat tembikar, pada waktu dinyalakan, sepenuhnya diselimuti asap, sekumpulan asap – dengan cara yang sama, ketika matahari keenam muncul, keseluruhan bumi yang besar, bersama-sama dengan Meru, raja para gunung, akan sepenuhnya diselimuti asap, sekumpulan asap.

Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya.

Lagi, akan tiba waktunya ketika matahari ketujuh muncul di dunia. Ketika matahari ketujuh muncul, keseluruhan bumi yang besar, bersama-sama dengan Meru, raja para gunung, akan semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, sekumpulan nyala api. Dengan cara ini, ketika matahari ketujuh muncul dan keseluruhan bumi yang besar, bersama-sama dengan Meru, raja para gunung, semuanya terbakar menyala-nyala, sangat panas, sekumpulan nyala api, [maka] angin akan membawa nyala api itu bahkan naik ke alam Brahmā. Kemudian para dewa yang bercahaya, yang baru saja terlahir sebagai dewa dan tidak pernah mengalami, melihat, atau mengetahui pembentukan dan kehancuran [siklus] dunia, ketika melihat api besar itu semuanya akan ketakutan, dengan rambut mereka berdiri, dan akan berpikir: “Api itu tidak akan mencapai sampai ke sini, bukan? Api itu tidak akan mencapai sampai ke sini, bukan?” Mereka yang terlahir sebagai dewa sebelumnya dan telah mengalami, melihat, dan mengetahui pembentukan dan kehancuran [siklus] dunia akan, ketika melihat api besar itu, menenangkan ketakutan para dewa tersebut, dengan berkata kepada mereka: “Janganlah takut! Api yang bersifat demikian itu tidak akan mencapai sampai ke sini.”

Ketika matahari ketujuh muncul, Meru, raja para gunung, akan runtuh, akan sepenuhnya hancur dan lenyap, [berkurang setinggi] seratus liga, dua ratus liga, tiga ratus liga, dan seterusnya sampai [berkurang setinggi] tujuh ratus liga, ia akan sepenuhnya hancur dan lenyap.

Ketika matahari ketujuh muncul, Meru, raja para gunung, bersama-sama dengan bumi yang besar ini, akan terbakar hancur dan musnah, dengan bahkan tidak ada abu yang tersisa.<61> Seperti halnya ghee panas atau minyak yang dimasak atau digoreng sampai ia sepenuhnya lenyap dan bahkan tidak ada asap atau jelaga yang tersisa, dengan cara yang sama, ketika matahari ketujuh muncul, Meru, raja para gunung, bersama-sama dengan bumi yang besar, akan [lenyap] dengan bahkan tidak ada abu yang tersisa.

Inilah mengapa [aku mengatakan bahwa] semua bentukan adalah tidak kekal, bersifat tidak bertahan [lama], cepat berubah, tidak dapat diandalkan. Demikianlah, seseorang seharusnya tidak menyenangi atau melekat pada bentukan-bentukan, seseorang seharusnya jijik terhadapnya sebagai yang menyusahkan, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk meninggalkannya, seseorang seharusnya mencari [jalan] untuk bebas darinya.

Aku sekarang telah mengatakan kepada kalian bahwa Meru, raja para gunung, akan runtuh dan sepenuhnya hancur. Siapakah yang dapat meyakini hal ini? Hanya mereka yang telah melihat kebenaran.

Aku sekarang telah mengatakan kepada kalian bahwa air samudera raya akan mengering dan lenyap. Siapakah yang dapat meyakini ini? Hanya mereka yang telah melihat kebenaran.

Aku sekarang telah mengatakan bahwa keseluruhan bumi yang besar akan terbakar dan lenyap. Siapakah yang dapat meyakini hal ini? Hanya mereka yang telah melihat kebenaran. Mengapa demikian?

Para bhikkhu, pada zaman dahulu terdapat seorang guru besar bernama Sunetta. Ia adalah guru suatu perguruan para pertapa non-Buddhis. Dengan meninggalkan nafsu indera, ia telah mencapai landasan-landasan kekuatan batin. Guru besar Sunetta memiliki ratusan ribu siswa yang tak terhitung. Guru besar Sunetta memberikan para siswanya ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā. Ketika guru Sutta memberikan ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā, beberapa siswanya tidak menjalankan ajarannya dengan baik.

Pada akhir kehidupan, beberapa dari mereka terlahir kembali di antara empat raja besar, beberapa terlahir kembali di antara tiga-puluh-tiga dewa, beberapa terlahir kembali di antara para dewa Yama, beberapa terlahir kembali di antara para dewa Tusita, beberapa terlahir kembali di antara para dewa yang menyenangi penciptaan, dan beberapa terlahir kembali di antara para dewa yang menyenangi ciptaan dewa lain. Jika, ketika guru besar Sunetta memberikan ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā, semua siswa itu telah mendengarkannya dengan baik, mereka mempraktekkan empat kediaman luhur dan, dengan mengatasi nafsu indera, akan, pada akhir kehidupan, telah mencapai kelahiran kembali di alam Brahmā.

Pada waktu itu guru besar Sunetta berpikir demikian: “Pada kehidupanku berikutnya aku tidak seharusnya terlahir kembali di tempat yang sama dengan para siswaku. Aku sekarang alih-alih akan mengembangkan dan berlatih cinta-kasih.” Setelah mengembangkan dan berlatih cinta-kasih, pada akhir kehidupan ia mencapai kelahiran kembali di antara para dewa yang bercahaya.

Pada waktu itu, guru besar Sunetta mengembangkan dan berlatih cinta-kasih, dan, setelah mengembangkan dan berlahir cinta-kasih, pada akhir kehidupan mencapai kelahiran kembali di antara para dewa yang bercahaya. Praktek jalan oleh guru besar Sunetta dan para siswanya tidak sia-sia; mereka memperoleh pahala besar.

Para bhikkhu, apakah yang kalian pikirkan? Guru besar pada zaman dahulu bernama Sunetta, yang adalah guru suatu perguruan para pertapa non-Buddhis dan yang, dengan mengatasi nafsu indera, mencapai landasan-landasan kekuatan batin, apakah kalian berpikir ini adalah orang lain? Janganlah berpikir demikian. Ketahuilah bahwa itu adalah aku.

Pada waktu itu aku bernama Sunetta, seorang guru besar, pemimpin suatu perguruan para pertapa non-Buddhis. Dengan mengatasi nafsu indera, aku mencapai kekuatan-kekuatan batin. Aku memiliki ratusan ribu siswa yang tak terhitung. Aku memberikan para siswaku ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā. Ketika aku memberikan ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā, tidak semua siswaku menjalankan ajaranku dengan baik. Pada akhir kehidupan, beberapa terlahir di antara empat raja besar, beberapa terlahir kembali di antara tiga-puluh-tiga dewa, beberapa terlahir kembali di antara para dewa Yama, beberapa terlahir kembali di antara para dewa Tusita, beberapa terlahir kembali di antara para dewa yang menyenangi penciptaan, dan beberapa terlahir kembali di antara para dewa yang menyenangi ciptaan dewa lain. Ketika aku memberikan ajaran tentang [jalan menuju] alam Brahmā, jika semua siswaku telah mempraktekkan ajaranku, mereka mengembangkan empat kediaman luhur dan, dengan mengatasi nafsu indera, pada akhir kehidupan mereka mencapai kelahiran kembali di alam Brahmā.

Pada waktu itu aku berpikir demikian: “Tidak tepat bagiku untuk terlahir kembali pada dunia berikutnya dalam alam yang sama dengan para siswaku. Aku sekarang alih-alih akan mengembangkan dan berlatih cinta-kasih.” Setelah mengembangkan dan berlatih cinta-kasih, pada akhir kehidupan, aku mencapai kelahiran kembali di antara para dewa yang bercahaya. Kemudian, aku mengembangkan dan berlatih cinta-kasih dan, setelah mengembangkan dan berlatih cinta-kasih, pada akhir kehidupan mencapai kelahiran kembali di antara para dewa yang bercahaya. Praktek jalan oleh diriku dan para siswaku tidak sia-sia; kami memperoleh pahala besar.

Pada waktu itu aku secara pribadi mempraktekkan jalan itu, yang bermanfaat bagi diriku sendiri dan bermanfaat bagi orang lain, yang bermanfaat bagi banyak orang, demi belas kasih kepada dunia, mencari keuntungan dan manfaat para dewa dan manusia, mencari kedamaian dan kebahagiaan mereka. Ajaran yang aku berikan pada waktu itu tidak membawa pada yang tertinggi, bukan kemurnian tertinggi, bukan kehidupan suci tertinggi, bukan penyelesaian kehidupan suci tertinggi. Pada waktu itu aku tidak dapat meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesedihan. Aku tidak dapat mencapai pembebasan sempurna dari penderitaan.

Tetapi sekarang, aku telah muncul di dunia sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan,<62> tercerahkan sempurna, diberkahi dengan pengetahuan dan perilaku [baik], pergi dengan baik, seorang yang mengetahui dunia, makhluk yang tiada tandingnya, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan,<63> guru para dewa dan manusia, yang disebut Buddha, pelindung dunia. Aku sekarang bermanfaat [bagi] diri sendiri dan bermanfaat [bagi] orang lain. Demi belas kasih kepada dunia aku mencari keuntungan dan manfaat para dewa dan manusia, mencari kedamaian dan kebahagiaan [mereka]. Ajaran yang sekarang aku berikan membawa pada yang tertinggi, merupakan kemurnian tertinggi, penyelesaian kehidupan suci tertinggi. Aku sekarang telah meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesedihan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan sempurna dari penderitaan.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #10 on: 23 January 2016, 10:23:42 PM »
9. Kotbah tentang Tujuh Kereta<64>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu yang menghabiskan pengasingan musim hujan di sana. [Pada waktu yang sama] Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta sedang menghabiskan pengasingan musim hujan di daerah asal [Sang Buddha].

Kemudian, sejumlah bhikkhu yang telah menyelesaikan pengasingan musim hujan di daerah asal [Sang Buddha], setelah tiga bulan berakhir, setelah menambal jubah mereka, mereka mengenakan jubah mereka, membawa mangkuk mereka, dan meninggalkan daerah asal [Sang Buddha] menuju Rājagaha. Dengan mengadakan perjalanan secara bertahap, mereka tiba di Rājagaha, di mana mereka pergi berdiam di Hutan Bambu. Kemudian para bhikkhu dari daerah asal [Sang Buddha] itu mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan menjatuhkan kepala mereka, dan duduk pada satu sisi.

Sang Bhagavā bertanya kepada mereka: “Para bhikkhu, dari manakah kalian datang, dan di tempat manakah kalian menghabiskan pengasingan musim hujan?”

Para bhikkhu dari daerah asal [Sang Buddha] menjawab: “Sang Bhagavā, kami datang dari daerah asal [Sang Bhagavā], setelah menghabiskan pengasingan musim hujan di sana.”

Sang Bhagavā bertanya kepada mereka:

Di antara para bhikkhu yang tinggal di daerah asal[ku], siapakah bhikkhu yang dipuji oleh para bhikkhu lain [demikian]: Dengan diri sendiri memiliki sedikit keinginan dan merasa puas, ia berkata [kepada yang lain] memuji [perilaku] memiliki sedikit keinginan dan merasa puas; dengan diri sendiri tinggal dalam keterasingan, ia berkata memuji [perilaku] tinggal dalam keterasingan; dengan diri sendiri bersemangat, ia berkata memuji [perilaku] bersemangat; dengan diri sendiri memiliki perhatian benar, ia berkata memuji perhatian benar; dengan diri sendiri memiliki keterpusatan pikiran, ia berkata memuji keterpusatan pikiran; dengan diri sendiri memiliki kebijaksanaan, ia berkata memuji kebijaksanaan; dengan diri sendiri menghancurkan noda-noda, ia berkata memuji penghancuran noda-noda; dengan diri sendiri mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain], ia berkata memuji [perilaku] mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain].

Para bhikkhu dari daerah asal [Sang Buddha] menjawab:

Sang Bhagavā, para bhikkhu yang tinggal di daerah asal [Sang Bhagavā] memuji Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta [demikian]: Dengan diri sendiri memiliki sedikit keinginan dan merasa puas, ia berkata [kepada yang lain] memuji [perilaku] memiliki sedikit keinginan dan merasa puas; dengan diri sendiri tinggal dalam keterasingan, ia berkata memuji [perilaku] tinggal dalam keterasingan; dengan diri sendiri bersemangat, ia berkata memuji [perilaku] bersemangat; dengan diri sendiri memiliki perhatian benar, ia berkata memuji perhatian benar; dengan diri sendiri memiliki keterpusatan pikiran, ia berkata memuji keterpusatan pikiran; dengan diri sendiri memiliki kebijaksanaan, ia berkata memuji kebijaksanaan; dengan diri sendiri menghancurkan noda-noda, ia berkata memuji penghancuran noda-noda; dengan diri sendiri mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain], ia berkata memuji [perilaku] mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain].

Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Sāriputta berpikir:

Sang Bhagavā telah bertanya kepada para bhikkhu dari daerah asal [beliau] tentang hal ini dan para bhikkhu dari daerah asal [beliau] telah memberikan pujian tertinggi kepada Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta [demikian]: Dengan diri sendiri memiliki sedikit keinginan dan merasa puas, ia berkata [kepada yang lain] memuji [perilaku] memiliki sedikit keinginan dan merasa puas; dengan diri sendiri tinggal dalam keterasingan, ia berkata memuji [perilaku] tinggal dalam keterasingan; dengan diri sendiri bersemangat, ia berkata memuji [perilaku] bersemangat; dengan diri sendiri memiliki perhatian benar, ia berkata memuji perhatian benar; dengan diri sendiri memiliki keterpusatan pikiran, ia berkata memuji keterpusatan pikiran; dengan diri sendiri memiliki kebijaksanaan, ia berkata memuji kebijaksanaan; dengan diri sendiri menghancurkan noda-noda, ia berkata memuji penghancuran noda-noda; dengan diri sendiri mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain], ia berkata memuji [perilaku] mendorong, menginspirasi, dan sepenuhnya menggembirakan [orang lain].

Yang Mulia Sāriputta berpikir lebih jauh: “Ketika aku dapat bertemu dengan Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta, aku akan bertanya kepadanya beberapa hal. Ia mungkin akan mampu memahami [dan menjawab] pertanyaanku.”

Pada waktu itu Sang Bhagavā, yang telah menyelesaikan pengasingan musim hujan di Rājagaha, tiga bulan telah berakhir, setelah menambal jubahnya, mengenakan jubahnya dan membawa mangkuknya, meninggalkan Rājagaha menuju Sāvatthī. Dengan mengadakan perjalanan secara bertahap, beliau tiba di Sāvatthī, di mana beliau pergi berdiam di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

[Sementara itu,] setelah berdiam selama beberapa hari di Rājagaha, Yang Mulia Sāriputta berpikir dan para bhikkhu [yang telah datang] dari daerah asal [Sang Buddha] mengenakan jubah mereka, membawa mangkuk mereka, dan meninggalkan Rājagaha menuju Sāvatthī. Dengan mengadakan perjalanan secara bertahap, mereka tiba di Sāvatthī, di mana mereka pergi berdiam di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta, yang telah menyelesaikan pengasingan musim hujan di daerah asal [Sang Buddha], tiga bulan telah berakhir, setelah menambal jubahnya, mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan meninggalkan daerah asal [Sang Buddha] menuju Sāvatthī. Dengan mengadakan perjalanan secara bertahap, ia tiba di Sāvatthī, di mana ia pergi berdiam di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta mendekati Sang Buddha dan memberikan penghormatannya dengan menjatuhkan kepalanya. Kemudian ia membentangkan alas duduknya [pada beberapa jarak] di depan Sang Buddha dan duduk bersila.

Kemudian Yang Mulia Sāriputta bertanya kepada beberapa bhikkhu lainnya: “Teman-teman yang mulia, apakah itu Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta?”

Para bhikkhu itu menjawab Yang Mulia Sāriputta: “Demikianlah. Yang mulia yang duduk di depan Sang Tathāgata, dengan kulit yang cerah dan hidung yang menonjol menyerupai paruh burung nuri, itulah beliau.”

Kemudian Yang Mulia Sāriputta, setelah mencatat penampilan wajah Puṇṇa Mantāṇiputta, menyimpan ingatan yang jelas tentangnya.

Ketika malam berakhir, pada saat fajar, Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah memakan makan siangnya, ia meletakkan jubah dan mangkuknya, mencuci tangan dan kakinya, meletakkan alas duduknya di atas bahunya, dan pergi ke suatu tempat untuk meditasi jalan di Hutan Orang Buta. Yang Mulia Sāriputta juga, ketika malam berakhir, pada saat fajar, mengenakan jubahnya, mengambil mangkuknya dan memasuki Sāvatthī untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah memakan makan siangnya, ia meletakkan jubah dan mangkuknya, mencuci tangan dan kakinya, meletakkan alas duduknya di atas bahunya, dan pergi ke suatu tempat untuk meditasi jalan di Hutan Orang Buta.

Kemudian, ketika Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta telah tiba di Hutan Orang Buta, ia membentangkan alas duduknya di bawah sebuah pohon dan duduk bersila. Yang Mulia Sāriputta juga, ketika tiba di Hutan Orang Buta, membentangkan alas duduknya di bawah sebuah pohon tidak jauh dari Puṇṇa Mantāṇiputta, dan duduk bersila.

Pada sore hari, setelah bangkit dari duduk bermeditasi, Yang Mulia Sāriputta mendekati Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta, bertukar salam ramah tamah, dan, dengan duduk pada satu sisi, bertanya kepada Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta: “Apakah yang mulia seseorang yang menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama?”<65>

[Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Demikianlah.”

[Sāriputta bertanya]: “Bagaimanakah, sahabat yang mulia, apakah engkau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama demi tujuan pemurnian moralitas?”

[Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Bukan demikian.”

[Sāriputta bertanya lebih lanjut]:

Apakah engkau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama demi tujuan pemurnian pikiran..., demi tujuan pemurnian pandangan..., demi tujuan pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan dari [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan?

[Atas masing-masing pertanyaan Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Bukan demikian.”

[Sāriputta bertanya lebih lanjut]:

Sebelumnya, aku bertanya kepada yang mulia apakah beliau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama, dan beliau berkata bahwa demikianlah halnya. Sekarang aku bertanya kepada yang mulia apakah beliau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama demi tujuan pemurnian moralitas, dan beliau menjawab “Bukan demikian.” [Aku juga telah bertanya kepada yang mulia apakah] beliau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama demi tujuan pemurnian pikiran..., demi tujuan pemurnian pandangan..., demi tujuan pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan dari [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan; dan [terhadap masing-masing pertanyaan] beliau menjawab, “Bukan demikian.” Dalam hal itu, demi tujuan apakah engkau menjalankan kehidupan suci di bawah pertapa Gotama?

[Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Sabahat yang mulia, demi tujuan nirvana tanpa sisa.”

[Sāriputta] bertanya lebih jauh: “Bagaimanakah ini, kemudian, sahabat yang mulia? Apakah demi tujuan pemurnian moralitas sehingga pertapa Gotama menunjukkan nirvana tanpa sisa?”

[Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Bukan demikian.”

[Sāriputta bertanya lebih jauh]:

Apakah demi tujuan pemurnian pikiran..., demi tujuan pemurnian pandangan..., demi tujuan pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan dari [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan sehingga pertapa Gotama menunjukkan nirvana tanpa sisa?

[Atas masing-masing pertanyaan Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab: “Bukan demikian.”

[Sāriputta bertanya lebih lanjut]:

Baru saja, aku bertanya kepada yang mulia apakah demi tujuan pemurnian moralitas sehingga pertapa Gotama menunjukkan nirvana tanpa sisa, dan beliau menjawab “Bukan demikian.” [Dan aku bertanya] apakah demi tujuan pemurnian pikiran..., demi tujuan pemurnian pandangan..., demi tujuan pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan dari [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan sehingga pertapa Gotama menunjukkan nirvana tanpa sisa; dan [terhadap masing-masing pertanyaan] yang mulia menjawab “Bukan demikian.” Apakah makna dari apa yang dikatakan yang mulia? Bagaimanakah seseorang dapat memahaminya?

[Puṇṇa Mantāṇiputta] menjawab:

Sahabat yang mulia, jika Sang Bhagavā, pertapa Gotama, menunjukkan nirvana tanpa sisa demi tujuan pemurnian moralitas, maka itu akan memuliakan apa yang dengan sisa [kemelekatan] sebagai yang tanpa sisa [kemelekatan. Jika Sang Bhagavā, pertapa Gotama, menunjukkan nirvana tanpa sisa demi tujuan pemurnian pikiran..., demi tujuan pemurnian pandangan..., demi tujuan pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan dari [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan..., demi tujuan pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan, maka itu akan memuliakan apa yang dengan sisa [kemelekatan] sebagai yang tanpa sisa [kemelekatan].

[Sebaliknya,] sahabat yang mulia, jika Sang Bhagavā menunjukkan nirvana tanpa sisa terpisah dari hal-hal ini, maka seorang duniawi juga [dapat mencapai] nirvana tanpa sisa, karena seorang duniawi juga terpisah dari hal-hal ini.

Alih-alih, sahabat yang mulia, [adalah] melalui pemurniaan moralitas, [sehingga] seseorang mencapai pemurnian pikiran; melalui pemurnian pikiran, seseorang mencapai pemurnian pandangan; melalui pemurnian pandangan, seseorang mencapai pemurniaan [dari] rintangan keragu-raguan; melalui pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan; melalui pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan; melalui pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan jalan untuk meninggalkan; melalui pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan jalan untuk meninggalkan, Sang Bhagavā, pertapa Gotama, menunjukkan nirvana tanpa sisa.

Sahabat yang mulia, dengarkanlah lebih lanjut. Suatu ketika Raja Pasenadi Kosala berada di Sāvatthī dan memiliki beberapa urusan [untuk dihadiri] di Sāketa. Ia berpikir, “Dengan menggunakan cara yang tepatl apakah aku dapat mencapai Sāketa dari Sāvatthī dalam perjalanan satu hari?” Ia lebih lanjut berpikir, “Aku sekarang akan memerintahkan tujuh kereta yang diatur [di sepanjang jalan] dari Sāvatthī ke Sāketa.” Maka, ia memerintahkan tujuh kereta yang diatur [di sepanjang jalan] dari Sāvatthī ke Sāketa. Setelah mengatur tujuh kereta, ia berangkat dari Sāvatthī dalam kereta pertama. Dengan mengendarai kereta pertama, ia sampai di kereta kedua; dengan meninggalkan di belakang kereta pertama dan mengendarai kereta kedua<66>, ia sampai di kereta ketiga; dengan meninggalkan di belakang kereta kedua dan mengendarai kereta ketiga, ia sampai di kereta keempat; dengan meninggalkan di belakang kereta ketiga dan mengendarai kereta keempat, ia sampai di kereta kelima; dengan meninggalkan di belakang kereta keempat dan mengendarai kereta kelima, ia sampai di kereta keenam; dengan meninggalkan di belakang kereta kelima dan mengendarai kereta keenam, ia sampai di kereta ketujuh; dengan meninggalkan di belakang kereta keenam dan mengendarai kereta ketujuh, ia sampai di Sāketa dalam satu hari.

Ketika raja telah menyelesaikan urusan di Sāketa, para orang-orang besar istana berkumpul dan mengelilingi raja, yang duduk di aula utama, dan dengan hormat berkata: “Raja Besar, apakah anda datang dalam satu hari dari Sāvatthī ke Sāketa?”

Raja menjawab: “Demikianlah.”

[Orang-orang istana bertanya]: “Apakah Raja Besar datang dalam satu hari dari Sāvatthī ke Sāketa dengan mengendarai kereta pertama?”

Raja menjawab: “Bukan demikian.”

[Orang-orang istana bertanya lebih lanjut]: “Apakah anda datang dari Sāvatthī ke Sāketa dengan mengendarai kereta kedua..., dengan kereta ketiga..., (dan seterusnya sampai dengan) dengan mengendarai kereta ketujuh?” [Dan terhadap masing-masing pertanyaan] raja menjawab: “Bukan demikian.”

Apakah yang engkau katakan, sahabat yang mulia: dengan cara apa Raja Pasenadi Kosala seharusnya menjawab ketika ditanyakan hal ini oleh perkumpulan orang istana?
« Last Edit: 24 January 2016, 03:00:22 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #11 on: 23 January 2016, 10:24:21 PM »
[Sāriputta menjawab:]

Raja [seharusnya] menjawab perkumpulan orang istana: “Aku sedang berada di Sāvatthī dan aku memiliki beberapa urusan [untuk dihadiri] di Sāketa. Kemudian aku berpikir, “Dengan menggunakan cara yang tepat apakah aku dapat mencapai Sāketa dari Sāvatthī dalam perjalanan satu hari?” Aku lebih lanjut berpikir, ‘Aku sekarang akan memerintahkan tujuh kereta yang diatur [di sepanjang jalan] dari Sāvatthī ke Sāketa.’ Maka, aku memerintahkan tujuh kereta yang diatur [di sepanjang jalan] dari Sāvatthī ke Sāketa. Setelah mengatur tujuh kereta, aku berangkat dari Sāvatthī dalam kereta pertama. Dengan mengendarai kereta pertama, aku sampai di kereta kedua; dengan meninggalkan di belakang kereta pertama dan mengendarai kereta kedua, aku sampai di kereta ketiga; dengan meninggalkan di belakang kereta kedua dan mengendarai kereta ketiga, aku sampai di kereta keempat; dengan meninggalkan di belakang kereta ketiga dan mengendarai kereta keempat, aku sampai di kereta kelima; dengan meninggalkan di belakang kereta keempat dan mengendarai kereta kelima, aku sampai di kereta keenam; dengan meninggalkan di belakang kereta kelima dan mengendarai kereta keenam, aku sampai di kereta ketujuh; dengan meninggalkan di belakang kereta keenam dan mengendarai kereta ketujuh, aku sampai di Sāketa dalam satu hari.

Demikianlah, sahabat yang mulia, [seharusnya] Raja Pasenadi Kosala menjawab pertanyaan yang diajukan dengan cara ini oleh perkumpulan orang istana.

[Puṇṇa Mantāṇiputta berkata:]

Dengan cara yang sama, sahabat yang mulia, melalui pemurnian moralitas, seseorang mencapai pemurnian pikiran; melalui pemurnian pikiran, seseorang mencapai pemurnian pandangan; melalui pemurnian pandangan, seseorang mencapai pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan; melalui pemurnian [dari] rintangan keragu-raguan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan; melalui pengetahuan dan penglihatan [apa yang merupakan] sang jalan dan [apa yang] bukan sang jalan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan; melalui pemurnian dengan pengetahuan dan penglihatan tentang sang jalan, seseorang mencapai pemurnian dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan; melalui pengetahuan dengan pengetahuan tentang jalan untuk meninggalkan, Sang Bhagavā menunjukkan nirvana tanpa sisa.

Kemudian Yang Mulia Sāriputta bertanya kepada Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta: “Siapakah nama yang mulia? Bagaimanakah para sahabat beliau dalam kehidupan suci memanggil yang mulia?”

Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta menjawab: “Sahabat yang mulia, aku bernama Puṇṇa dan ibuku bernama Mantāṇi,<67> oleh karena itu, para sahabatku dalam kehidupan suci memanggilku Puṇṇa Mantāṇiputta.”

Yang Mulia Sāriputta menyatakan pujiannya:

Mengagumkan, mengagumkan, Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta! Seperti layaknya seorang siswa Sang Tathāgata, [yang mulia] telah menjelaskan dengan bijaksana, dengan kepandaian dan ketetapan hati, tenang dan tanpa ragu-ragu, sebagai seorang yang telah menyelesaikan latihan yang telah mencapai kefasihan berbicara yang mulia, telah mencapai bendera tanpa-kematian, dan berdiam setelah dirinya sendiri merealisasi unsur tanpa-kematian – karena yang mulia telah mampu, ketika ditanyai, menjawab dengan lengkap tentang hal yang mendalam. Teman-teman Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta dalam kehidupan suci akan memperoleh manfaat besar jika mereka bertemu dengan Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta, untuk berkunjung dan memberikan penghormatan kepada beliau pada saat yang tepat. Sekarang aku juga telah memperoleh manfaat besar dengan mengunjungi dan memberikan penghormatan kepada beliau pada saat yang tepat [ini]. Manfaat besar akan diperoleh oleh teman-teman beliau dalam kehidupan suci jika mereka menggulung jubah mereka dan meletakkannya di atas kepala mereka untuk membawa Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta [di atas kepala mereka]. Sekarang aku juga telah memperoleh manfaat besar ketika mengunjungi dan memberikan penghormatan kepada beliau pada saat yang tepat [ini].

Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta bertanya kepada Yang Mulia Sāriputta: “Siapakah nama yang mulia? Bagaimanakah para sahabat beliau dalam kehidupan suci memanggil yang mulia?”

Yang Mulia Sāriputta menjawab: “Sahabat yang mulia, namaku adalah Upatissa dan nama ibuku adalah Sārī; oleh karena itu teman-temanku dalam kehidupan suci memanggilku Sāriputta.”

Yang Mulia Puṇṇa Mantāṇiputta menyatakan pujiannya:

Hari ini, tanpa disadari, aku telah berdiskusi dengan seorang siswa Sang Bhagavā, tanpa disadari aku telah berdiskusi dengan yang kedua paling dihormati, tanpa disadari aku telah berdiskusi dengan jenderal Dharma, tanpa disadari aku telah berdiskusi dengan siswa yang menjaga roda Dharma berputar. Jika aku mengetahui bahwa ini adalah Yang Mulia Sāriputta, aku tidak akan dapat menjawab dengan bahkan satu kalimat, apalagi berdiskusi sangat mendalam! Mengagumkan, mengagumkan, Yang Mulia Sāriputta! Seperti layaknya seorang siswa Sang Tathāgata, [yang mulia] telah menjelaskan dengan bijaksana, dengan kepandaian dan ketetapan hati, tenang dan tanpa ragu-ragu, sebagai seorang yang telah menyelesaikan latihan yang telah mencapai kefasihan berbicara yang mulia, telah mencapai bendera tanpa-kematian, dan berdiam setelah dirinya sendiri merealisasi unsur tanpa-kematian – karena yang mulia telah mengajukan pertanyaan yang sangat mendalam. Teman-teman Yang Mulia Sāriputta dalam kehidupan suci akan memperoleh manfaat besar jika mereka bertemu dengan Yang Mulia Sāriputta, untuk berkunjung dan memberikan penghormatan kepada beliau pada saat yang tepat. Sekarang aku juga telah memperoleh manfaat besar dengan mengunjungi dan memberikan penghormatan kepada beliau pada saat yang tepat [ini]. Manfaat besar akan diperoleh oleh teman-teman beliau dalam kehidupan suci jika mereka menggulung jubah mereka dan meletakkannya di atas kepala mereka untuk membawa Yang Mulia Sāriputta [di atas kepala mereka].

Dengan cara ini kedua orang yang mulia ini memuji satu sama lain. Setelah memuji satu sama lain, mereka bergembira dan mengingat [tanya jawab itu] dengan baik. Masing-masing bangkit dari tempat duduknya dan kembali ke tempat kediamannya [masing-masing].
« Last Edit: 24 January 2016, 03:00:58 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #12 on: 23 January 2016, 10:28:47 PM »
10. Kotbah tentang Lenyapnya Noda-Noda<68>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara para penduduk Kuru, di sebuah kota negeri Kuru yang bernama Kammāsadhamma.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Melalui mengetahui dan melihat, seseorang mencapai lenyapnya noda-noda, bukan tanpa mengetahui dan melihat. Bagaimanakah seseorang mencapai lenyapnya noda-noda melalui mengetahui dan melihat?

Terdapat pengamatan seksama dan terdapat pengamatan tidak seksama. Jika seseorang terlibat dalam pengamatan tidak seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul akan muncul dan [noda keinginan indera] yang telah muncul akan bertambah; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul akan muncul dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan bertambah. [Tetapi] jika seseorang terlibat dalam pengamatan seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul tidak akan muncul dan [noda keinginan indera] yang sudah muncul akan lenyap; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul tidak akan muncul dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan lenyap.

Orang duniawi yang bodoh, yang tidak mendengarkan Dharma sejati, tidak bertemu dengan teman-teman sejati yang baik, tidak mengetahui Dharma yang mulia, tidak terlatih dalam Dharma yang mulia, dan tidak mengetahui Dharma sebagaimana adanya – [jika seseorang yang demikian] terlibat dalam pengamatan tidak seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul akan muncul dan [noda keinginan indera] yang telah muncul akan bertambah; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul akan muncul, dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan bertambah. [Tetapi jika orang ini] terlibat dalam pengamatan seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul tidak akan muncul dan [noda keinginan indera] yang sudah muncul akan lenyap; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul tidak akan muncul dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan lenyap.

Melalui tidak mengetahui Dharma sebagaimana adanya, [orang duniawi yang bodoh] memikirkan pemikiran-pemikiran yang tidak seharusnya dipikirkan, dan tidak memikirkan pemikiran-pemikiran yang seharusnya dipikirkan. Melalui memikirkan pemikiran-pemikirannya yang tidak seharusnya dipikirkan, dan tidak memikirkan pemikiran-pemikiran yang seharusnya dipikirkan, noda keinginan indera yang belum muncul akan muncul, dan [noda keinginan indera] yang telah muncul akan bertambah; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul akan muncul dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan bertambah.

Siswa mulia yang terpelajar yang telah mendengarkan Dharma sejati, bertemu dengan teman-teman sejati yang baik, terlatih dalam Dharma yang mulia, dan mengetahui Dharma sebagaimana adanya – [jika seseorang yang meskipun demikian] terlibat dalam pengamatan tidak seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul akan muncul, dan [noda keinginan indera] yang telah muncul akan bertambah; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul akan muncul, dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan bertambah.

[Tetapi jika seseorang yang demikian] terlibat dalam pengamatan seksama, maka noda keinginan indera yang belum muncul tidak akan muncul dan [noda keinginan indera] yang sudah muncul akan lenyap; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul tidak akan muncul, dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan lenyap.

Melalui mengetahui Dharma sebagaimana adanya, [siswa mulia yang terpelajar] tidak memikirkan pemikiran-pemikiran yang tidak seharusnya dipikirkan, dan memikirkan pemikiran-pemikiran yang seharusnya dipikirkan. Melalui tidak memikirkkan pemikiran-pemikirannya yang tidak seharusnya dipikirkan, dan memikirkan pemikiran-pemikiran yang seharusnya dipikirkan, maka noda keinginan indera yang belum muncul tidak akan muncul, dan [noda keinginan indera] yang telah muncul akan lenyap; noda penjelmaan dan ketidaktahuan yang belum muncul tidak akan muncul, dan [noda penjelmaan dan ketidaktahuan] yang telah muncul akan lenyap.

Terdapat tujuh [cara] meninggalkan noda-noda, yang [menyebabkan] kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita. Apakah tujuh hal itu? Terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui melihat, terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui menjaga, terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui menghindari, terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui menggunakan, terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui menahan, terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui melenyapkan, dan terdapat noda-noda yang ditinggalkan melalui memperhatikan.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui melihat? Orang duniawi yang bodoh, yang tidak mendengarkan Dharma sejati, tidak bertemu dengan teman-teman sejati yang baik, tidak mengetahui Dharma yang mulia, dan tidak terlatih dalam Dharma yang mulia – ia tidak mengetahui Dharma sebagaimana adanya. [Seseorang yang demikian,] melalui tidak berlatih pengamatan seksama, memiliki pemikiran berikut: “Aku ada pada masa lampau! Aku tidak ada pada masa lampau! Dari sebab apakah aku ada pada masa lampau? Bagaimanakah aku ada pada masa lampau? Aku akan ada pada masa depan! Aku tidak akan ada pada masa depan! Dari sebab apakah aku akan ada pada masa depan? Bagaimanakah aku akan ada pada masa depan?” Ia membayangkan tentang dirinya [pada masa sekarang]: “Apakah ini yang disebut diri? Bagaimanakah ia menjadi ada? Makhluk yang sekarang ini, dari manakah ia berasal? Ke manakah ia akan pergi? Berakar dari sebab apakah ia ada? Dari sebab masa depan apakah ia akan ada?”

Ketika ia terlibat dalam pengamatan tidak seksama dengan cara ini, muncul [salah satu dari] enam pandangan. Pandangan muncul bahwa sesungguhnya terdapat suatu diri; atau pandangan muncul bahwa sesungguhnya tidak ada diri; atau pandangan muncul bahwa diri mengetahui diri; atau pandangan muncul bahwa diri mengetahui bukan-diri; atau pandangan muncul bahwa bukan-diri mengetahui diri; atau pandangan muncul bahwa ini adalah diri, yaitu bahwa apa yang dapat berbicara, dapat mengetahui, dapat melakukan perbuatan dan mengajar, dan apa yang melakukan perbuatan dan mengajar, yang lahir pada alam ini atau itu dan merasakan buah [perbuatan] baik dan buruk, yang pastinya tidak berasal dari mana pun, pastinya tidak ada, dan pastinya tidak akan ada.

Ini disebut tipuan pandangan, gejolak pandangan, belenggu pandangan, karenanya orang duniawi yang bodoh mengalami penderitaan kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.

[Sebaliknya,] siswa mulia yang terpelajar, yang telah mendengarkan Dharma sejati, memiliki teman-teman sejati yang baik, dan telah berlatih dalam Dharma yang mulia – ia mengetahui Dharma sebagaimana adanya, mengetahui penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui munculnya penderitaan sebagaimana adanya, mengetahui lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, dan mengetahui jalan [yang membawa] menuju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya. Melalui mengetahui hal ini sebagaimana adanya, tiga belenggu lenyap: pandangan diri, kemelekatan pada aturan-aturan, dan keragu-raguan. Melalui lenyapnya tiga belenggu ini, ia mencapai [kesucian] pemasuk-arus. Ia tidak akan jatuh ke dalam kondisi-kondisi yang jahat dan pasti maju menuju pencerahan sempurna paling banyak dalam tujuh kehidupan. Setelah melalui [paling banyak] tujuh kehidupan di surga atau di antara manusia, ia akan mencapai akhir penderitaan.

Jika seseorang tidak mengetahui dan melihat, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang mengetahui dan melihat, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui melihat.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui menjaga? Seorang bhikkhu, ketika melihat bentuk dengan mata, menjaga indera mata dan, dengan pengamatan seksama, merenungkan ketidakmurnian. Ia tidak menjaga indera mata jika, tanpa pengamatan seksama, ia merenungkan kemurnian. Jika seseorang tidak menjaga [indera mata], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika ia menjaganya, kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Hal yang sama untuk telinga, hidung, lidah, tubuh.... Ketika mengetahui objek-pikiran dengan pikiran, [seorang bhikkhu] menjaga indera pikiran dan, dengan pengamatan seksama, merenungkan ketidakmurnian. Ia tidak menjaga indera pikiran jika, tanpa pengamatan seksama, merenungkan kemurnian. Jika seseorang tidak menjaga [indera pikiran], kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika ia menjaganya, kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui menjaga.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui menghindari? Seorang bhikkhu, ketika melihat gajah yang ganas, seharusnya menghindarinya; ... dan hal yang sama seekor kuda ganas, sapi jantan ganas, anjing ganas, ular berbisa, sebuah jalan yang berbahaya, parit atau lubang, lubang kotoran, sungai, sumber mata air yang dalam, tebing gunung yang curam, seorang teman yang buruk, sahabat yang buruk, pengikut ajaran lain yang jahat, tetangga yang jahat, sebuah kediaman yang buruk, [atau] apa pun yang akan menyebabkan keragu-raguan muncul pada teman-temannya dalam kehidupan suci yang [sebelumnya] tidak meragukan. Seorang bhikkhu seharusnya sepenuhnya menghindari seorang teman yang buruk, sahabat yang buruk, pengikut ajaran lain yang jahat, tetangga yang jahat, sebuah kediaman yang buruk, [atau] apa pun yang akan menyebabkan keragu-raguan muncul pada teman-temannya dalam kehidupan suci yang [sebelumnya] tidak meragukan.

Jika seseorang tidak menghindari hal-hal ini, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang menghindari mereka, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui menghindari.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui menggunakan? Seorang bhikkhu tidak menggunakan jubahnya demi tujuan perolehan, ataupun demi kebanggaan, ataupun demi tujuan hiasan, tetapi untuk [perlindungan terhadap] nyamuk, serangga pengganggu, angin, hujan, dingin, dan panas, dan demi rasa malu [untuk menutupi bagian-bagian pribadi].

Ia tidak menggunakan makanan dan minuman demi tujuan perolehan, ataupun demi kebanggaan, ataupun demi kesenangan untuk tumbuh kuat, tetapi untuk memelihara tubuh dan menghilangkan kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita; demi tujuan menjalankan kehidupan suci, demi keinginan mengatasi ketidaknyaman sebelumnya dan mencegah munculnya ketidaknyaman baru; demi tujuan hidup dengan damai dan tanpa penyakit.

Ia tidak menggunakan kediaman dan tempat tinggal, tempat tidur dan seperai, demi tujuan perolehan, ataupun demi kebanggaan, ataupun demi tujuan hiasan, tetapi untuk menghilangkan kelelahan dan memudahkan bermeditasi.

Ia tidak menggunakan jamu-jamuan dan obat-obatan demi tujuan perolehan, ataupun demi kebanggaan, ataupun demi kesenangan untuk tumbuh kuat, tetapi untuk menghilangkan rasa sakit dan gangguan [kesehatan], untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan [tetap] aman dari penyakit.

Jika seseorang tidak menggunakan [kebutuhan-kebutuhan ini dengan tepat], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang menggunakan [mereka dengan tepat], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui menggunakan.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui menahan? Dengan penuh semangat meninggalkan [keadaan-keadaan] yang jahat dan tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan-keadaan yang bermanfaat, seorang bhikkhu terus-menerus membangkitkan pikiran dengan usaha tekun yang sepenuh hati [dengan berpikir]: “Bahkan jika tubuh, kulit, daging, urat, tulang, darah, dan sumsum semuanya mengering, aku tidak akan berhenti berusaha. Sampai tujuan telah dicapai aku tidak akan berhenti berusaha.”

Seorang bhikkhu seharusnya juga menahan rasa lapar dan haus; dingin dan panas; nyamuk, serangga pengganggu, lalat, kutu, dan caplak; diserang oleh angin dan matahari; diserang dengan kata-kata dan dipukul dengan tongkat – ia dapat menahannya [semua]. [Bahkan jika] tubuhnya menderita penyakit yang menyebabkan rasa sakit yang demikian luar biasa sehingga kehidupannya seakan-akan akan berakhir – apa pun yang tidak menyenangkan, ia dapat menahannya semua.

Jika seseorang tidak menahan [hal-hal demikian], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang menahannya, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui menahan.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui melenyapkan? Ketika pikiran nafsu indera muncul, seorang bhikkhu melenyapkan, membuang, meninggalkan, dan menyingkirkannya.<69> Ketika pikiran keinginan jahat atau mencelakai muncul, ia melenyapkan, membuang, meninggalkan, dan menyingkirkannya. Jika ia tidak melenyapkan [pikiran-pikiran demikian], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang melenyapkannya, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui melenyapkan.

Bagaimanakah noda-noda ditinggalkan melalui memperhatikan? Seorang bhikkhu memperhatikan perhatian, faktor pencerahan pertama, yang berdasarkan keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan membawa pada pembebasan. [Ia memperhatikan penyelidikan] fenomena... semangat... sukacita... ketenangan... konsentrasi...; ia memperhatikan keseimbangan, faktor pencerahan ketujuh, yang berdasarkan keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan membawa pada pembebasan. Jika seseorang tidak memperhatikan [faktor-faktor pencerahan], maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita akan muncul; tetapi jika seseorang memperhatikannya, maka kesedihan, kekesalan, kejengkelan, dan dukacita tidak akan muncul. Ini disebut meninggalkan noda-noda melalui memperhatikan.

Jika seorang bhikkhu, melalui melihat, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui melihat; melalui menjaga, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui menjaga; melalui menghindari, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui menghindari; melalui menggunakan, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui menggunakan; melalui menahan, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui menahan; melalui melenyapkan, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui melenyapkan; melalui memperhatikan, meninggalkan noda-noda yang harus ditinggalkan melalui memperhatikan – maka ia disebut seorang bhikkhu yang telah meninggalkan semua noda dan telah terbebaskan dari semua ikatan, yang melalui pengetahuan benar, telah dapat mengakhiri penderitaan.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 1)
« Reply #13 on: 23 January 2016, 10:31:16 PM »
Catatan Kaki:

<41> Cf. Dhammaññu-sutta, AN IV 113.

<42> Kita memilih istilah Pāli khattiya alih-alih terjemahan “ksatria”, untuk membuat jelas bahwa istilah itu menunjuk pada kasta, bukan pada suatu kelompok pahlawan tertentu.

<43> AN IV 115 alih-alih mengatakan memiliki keinginan untuk melihat para orang mulia, ariyānaṃ dassanakāma. Mungkin kata asli yang digunakan untuk terjemahan Mandarin juga menunjuk pada suatu “keinginan” demikian, karena karakter wang, yang digunakan dalam konteks saat ini, mungkin akibat salah menganggap kāma, “keinginan”, sebagai kama, “pergi” (√kram).

<44> Fengxing, kemungkinan berhubungan dengan kata India dharati/dhāreti, misalnya dalam ungkapan yang sering digunakan bhagavato sutvā bhikkhū dhāressantī. Karakter Mandarin itu bermakna secara harfiah, “menerima [perintah/ajaran] dan bertindak sesuai dengannya”, oleh sebab itu ia sering diterjemahkan sebagai “menjalankan sesuai demikian” atau sejenisnya. Menilai dari kitab-kitab India, ungkapan itu mulanya dipahami sebagai “menjunjung tinggi”, “menyimpan dalam pikiran”, “mengingat”. Para komentator dan penyusun kamus Mandarin belakangan menyadari hal ini kadangkala (T.40.1819: 844a29-b1 dan mungkin berdasarkan hal ini, HDC [s.v.]). Lebih lanjut, dalam T. 26 dan tempat lain seseorang menemukan fengxing dalam konteks di mana hanya “mengingat” yang masuk akal (misalnya dalam jawaban Sāriputta kepada Mahā Koṭṭhita dalam sutra 29). Berdasarkan hal ini dan bacaan lainnya, kita memilih untuk menerjemahkan fengxing sebagai “mengingat dengan baik” dalam rumusan penutup. Untuk pembahasan yang lebih terperinci lihat Bingenheimer, Studies in Āgama Literature – With Special Reference to the Shorter Chinese Saṃyuktāgama, pp. 51-55.

<45> Cf. Pāricchattaka-sutta, AN IV 117.

<46> Wang. Penerjemah tampaknya menganggap suatu kata India yang ekivalen jālaka yang berarti “jaring”, yang sebenarnya adalah salah satu makna yang mungkin. Namun di sini makna yang relevan adalah “kuncup”.

<47> Le zhu shi, Pāli sukha-vihāra. Dalam tradisi tekstual Cina karakter terakhir shi, “ruangan, kediaman”, kadangkala salah dianggap sebagai kong, “kekosongan”. Varian lainnya adalah ding, “konsentrasi”. Bahwa kong adalah kesalahan tulisan didukung oleh tidak adanya istilah yang berhubungan dalam versi Pāli dari rumusan itu.

<48> Cf. Nagaropama-sutta, AN IV 106.

<49> Di sini teks menambahkan “kekosongan”, mungkin disebabkan kesalahan penyalin, seperti yang dijelaskan dalam catatan no. 47, untuk le zhu shi di atas.

<50> Cf. Udakūpama-sutta, AN IV 11.

<51> Rumusan yang ditemukan pada titik ini dalam MĀ 4 dapat dipahami menyatakan bahwa belenggu-belenggu telah ditinggalkan sebelum pencapaian pemasuk-arus. Namun paralel Pāli AN IV 12 membaca tiṇṇaṃ saññojanānaṃ parikkhayā sotāpanno hoti, “dengan meninggalkan tiga belenggu ia menjadi seorang pemasuk-arus.” Bahwa pelenyapan tiga belenggu terjadi pada saat pemasuk-arus sendiri dapat dilihat lebih eksplisit dalam Sn 231 dan AN I 242.

<52> Bacaan yang sekarang membaca secara harfiah, “terlahir pada masa interval itu”, Pāli opapātika (AN IV 12).

<53> Cf. Aggikkhandhopama-sutta, AN IV 128.

<54> Cheng dapat menerjemahkan pratijñā (Akira Hirakawa, Bukkyō kanbon daijiten [Buddhist Chinese-Sanskrit Dictionary] (Tokyo: Reiyūkai, 1997], p. 903), sehingga makna yang dimaksud akan sama dengan paralel Pāli, AN IV 128: assamaṇassa samaṇapaṭiññassa abrahmacārissa brahmacāripaṭiññassa.

<55> Tidak ada referensi pada sebuah tempat perapian yang ditemukan dalam paralel Pāli. Karena para bhikkhu dan bhikkhuni Buddhis di India kuno tidak diperbolehkan untuk menyalakan api untuk menghangatkan diri mereka sendiri, seseorang tidak akan mengharapkan mereka diberikan suatu gubuk dengan tempat perapian.

<56> Cf. Purisagati-sutta, AN IV 70.

<57> Yaitu nirvana.

<58> Mengadopsi variasi bacaan zhan.

<59> Cf. Sattasūriya-sutta, AN IV 100.

<60> Mengadopsi variasi bacaan yi.

<61> Mengadopsi variasi bacaan hui.

<62> Wu suo zhuo. Untuk penjelasan bagaimana gelar kedua Sang Buddha, “Arahant”, dapat diterjemahkan dengan cara ini, lihat Jan Nattier, “The Ten Epithets of the Buddha in the Translations of Zhi Qian”, Annual Report of the International Research Institute for Advanced Buddhology at Soka University 6 (2003): 217-219.

<63> Dalam terjemahan Mandarin pra-Kumārajīva dari anuttarapuruṣadamyasārathi sebagai wushang shi dan daofayu, lihat Thich Minh Chau, The Chinese Madhyama Āgama dan the Pāli Majjhima Nikāya (Delhi: Motilal Banarsidass, 1991, cetakan ulang), p. 326; Nattier, “The Ten Epithets of the Buddha in the Translations of Zhi Qian”, pp. 244-245, 247. Walaupun pembacaan yang tampaknya salah dari damya menjadi dharma ini dapat mencerminkan suatu penafsiran yang independen atas istilah yang telah ada di India, kita di sini mengasumsikan, berlawanan dengan teks kita, bahwa bentuk yang benar dari gelar itu adalah seperti yang diterjemahkan di sini.

<64> Cf. Rathavinīta-sutta, MN I 145.

<65> Penggunaan ungkapan “pertapa Gotama” telah dipilih oleh Sāriputta bertujuan agar tidak mengungkapkan identitasnya sebagai sesama siswa Sang Buddha. Bagi seorang siswa cara yang pantas untuk menyebut Sang Buddha alih-alih adalah “Yang Dihormati-dunia” (bhagavā).

<66> Mengadopsi variasi pembacaan er.

<67> Teks memberikan nama ibunya hanya sebagai ci, Mettā.

<68> Cf. Sabbāsava-sutta, MN I 6.

<69> Bacaan sebenarnya membaca “tidak melenyapkan, membuang, meninggalkan, dan menyingkirkannya”, yang adalah suatu kesalahan tekstual.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa