III. ĀNANDA
71 (1) Channa
Pengembara Channa mendatangi Yang Mulia Ānanda dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah tersebut, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Teman Ānanda, apakah engkau mengajarkan untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi?”<489>
“Benar, teman” [216]
“Tetapi bahaya apakah yang engkau lihat yang karenanya engkau mengajarkan untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi?”
(1) “Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, dan penderitaan keduanya, dan ia mengalami penderitaan batin dan kesedihan. Tetapi ketika nafsu ditinggalkan, ia tidak menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, atau penderitaan keduanya, dan ia tidak mengalami penderitaan batin dan kesedihan.
“Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Tetapi ketika nafsu ditinggalkan, ia tidak melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, tidak memahami sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, atau kebaikan keduanya. Tetapi ketika nafsu ditinggalkan, ia memahami sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Nafsu menuntun menuju kebutaan, kehilangan penglihatan, dan ketiadaan pengetahuan; nafsu menghalangi kebijaksanaan, bersekutu dengan penderitaan, dan tidak mengarah menuju nibbāna.
(2) “Seseorang yang penuh kebencian, dikendalikan oleh kebencian …
(3) “Seseorang yang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran dikuasai oleh delusi, menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, dan penderitaan keduanya, dan ia mengalami penderitaan batin dan kesedihan. Tetapi ketika delusi ditinggalkan, ia tidak menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, atau penderitaan keduanya, dan ia tidak mengalami penderitaan batin dan kesedihan.
“Seseorang yang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran dikuasai oleh delusi, melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Tetapi ketika delusi ditinggalkan, ia tidak melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Seseorang yang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran dikuasai oleh delusi, tidak memahami sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, atau kebaikan keduanya. Tetapi ketika delusi [217] ditinggalkan, ia memahami sebagaimana adanya kebaikannya sendiri, kebaikan orang lain, dan kebaikan keduanya. Delusi menuntun menuju kebutaan, kehilangan penglihatan, dan ketiadaan pengetahuan; delusi menghalangi kebijaksanaan, bersekutu dengan penderitaan, dan tidak mengarah menuju nibbāna.
“Setelah melihat bahaya-bahaya ini dalam nafsu, kebencian, dan delusi, kami mengajarkan untuk meninggalkannya.”
“Tetapi adakah jalan, teman, adakah cara untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi?”
“Ada jalan, teman, ada cara untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.”
“Tetapi apakah jalan itu, apakah cara untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi?’
“Adalah jalan mulia berunsur delapan ini, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar. Ini adalah jalan, cara untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.”
“Jalan yang baik, teman, cara yang baik untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Cukuplah, teman Ānanda, untuk diperhatikan.”
72 (2) Ājīvaka
Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Kosambi di Taman Ghosita. Kemudian seorang perumah tangga tertentu, seorang siswa Ājīvaka,<490> mendatangi Yang Mulia Ānanda, memberi hormat kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:
(1) “Bhante Ānanda, Dhamma siapakah yang dibabarkan dengan baik? (2) Siapakah di dunia ini yang mempraktikkan jalan yang baik? (3) Siapakah di dunia ini yang merupakan yang sempurna?”<491>
“Baiklah, perumah tangga, aku akan mengajukan pertanyaan kepadamu sehubungan dengan hal ini. Engkau boleh menjawabnya sesuai dengan apa yang menurutmu benar.
(1) “Bagaimana menurutmu, perumah tangga? Apakah Dhamma dari mereka yang mengajarkan untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi adalah dibabarkan dengan baik atau tidak, atau bagaimanakah menurutmu?” [218]
“Dhamma dari mereka yang mengajarkan untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi adalah dibabarkan dengan baik. Demikianlah menurutku.”
(2) “Bagaimana menurutmu, perumah tangga? Apakah mereka yang berlatih untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi mempraktikkan jalan yang baik atau tidak, atau bagaimanakah menurutmu?”
“Mereka yang berlatih untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi mempraktikkan jalan yang baik. Demikianlah menurutku.”
(3) “Bagaimana menurutmu, perumah tangga? Apakah mereka yang telah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan adalah yang sempurna di dunia ini atau tidak, atau bagaimanakah menurutmu?
“Mereka yang telah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan adalah yang sempurna di dunia ini. Demikianlah menurutku.”
“Demikianlah, perumah tangga, engkau telah menyatakan: ‘Dhamma dari mereka yang mengajarkan untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi adalah dibabarkan dengan baik.’ Engkau telah menyatakan: ‘Mereka yang berlatih untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi mempraktikkan jalan yang baik.’ Engkau telah menyatakan: ‘Mereka yang telah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan adalah yang sempurna di dunia ini.’”
“Mengejutkan dan menakjubkan, Bhante, bahwa tidak ada memuji Dhamma sendiri juga tidak merendahkan Dhamma orang lain, melainkan hanya mengajarkan Dhamma dalam bidangnya sendiri. Maknanya disampaikan, tetapi tidak membawa diri sendiri ke dalam situasinya.<492>
“Bhante Ānanda, engkau mengajarkan Dhamma untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, [219] maka Dhammamu dibabarkan dengan baik. Engkau berlatih untuk meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, maka engkau mempraktikkan jalan yang baik di dunia ini. Engkau telah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan, maka engkau adalah yang sempurna di dunia ini.
‘Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali, Bhante! Ānanda yang mulia telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Ānanda Yang Mulia menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
73 (3) Orang Sakya
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara orang-orang Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Pada saat itu Sang Bhagavā baru saja sembuh dari sakitNya. Kemudian orang Sakya Mahānāma mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepadaNya:
“Sejak lama, Bhante, aku telah memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā sebagai berikut: ‘Pengetahuan muncul pada seseorang yang terkonsentrasi, bukan pada seseorang yang tanpa konsentrasi.’ Apakah konsentrasi mendahului pengetahuan, Bhante, atau apakah pengetahuan mendahului konsentrasi?”
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Sang Bhagavā baru saja sembuh dari sakitNya, namun orang Sakya Mahānāma ini menanyainya dengan pertanyaan yang sangat mendalam. Biarlah aku mengajak Mahānāma orang Sakya ini menjauh ke satu sisi dan mengajarkan Dhamma kepadanya.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda memegang tangan Mahānāma si orang Sakya, dan menuntunnya menjauh ke satu sisi, dan berkata kepadanya: “Sang Bhagavā telah membabarkan tentang perilaku bermoral dari seorang yang masih berlatih dan perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan, konsentrasi dari seorang yang masih berlatih [220] dan konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan, kebijaksanaan dari seorang yang masih berlatih dan kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan.
(1) “Dan apakah, Mahānāma, perilaku bermoral dari seorang yang masih berlatih? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam kesalahan-kesalahan kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Ini disebut perilaku bermoral dari seorang yang masih berlatih.
(2) “Dan apakah, konsentrasi dari seorang yang masih berlatih?<493> Di sini, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … [seperti pada 3:58] … jhāna ke empat … ini disebut konsentrasi dari seorang yang masih berlatih.
(3) “Dan apakah, kebijaksanaan dari seorang yang masih berlatih? Di sini, seorang bhikkhu memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan’ … [seperti pada 3:32] … ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Ini disebut kebijaksanaan dari seorang yang masih berlatih.
“Ketika siswa mulia tersebut telah sempurna dalam perilaku bermoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan pikiran melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.<494>
“Adalah dengan cara ini, Mahānāma, Sang Bhagavā membabarkan tentang perilaku bermoral dari seorang yang masih berlatih dan perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan; tentang konsentrasi dari seorang yang masih berlatih dan konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan; tentang kebijaksanaan dari seorang yang masih berlatih dan kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan.”
74 (4) Nigaṇṭha
Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Licchavi Abhaya dan Licchavi Paṇḍitakumāra mendatangi Yang Mulia Ānanda, memberi hormat kepadanya, dan duduk di satu sisi.<495> Kemudian Licchavi Abhaya berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Bhante, Nigaṇṭha Nātaputta mengaku maha-mengetahui dan maha-melihat dan memiliki pengetahuan dan penglihatan yang mencakup segala sesuatu, [dengan mengatakan]: ‘Ketika aku sedang berjalan, berdiri, tidur, dan terjaga, pengetahuan dan penglihatan secara konstan dan terus-menerus ada padaku.’<496> Ia mengajarkan penghentian kamma masa lalu dengan cara pertapaan keras dan penghancuran jembatan dengan tidak menciptakan kamma baru.<497> [221] Demikianlah, melalui hancurnya kamma, maka penderitaan dihancurkan. Melalui hancurnya penderitaan, maka perasaan dihancurkan. Melalui hancurnya perasaan, maka semua penderitaan akan terkikis. Dengan cara ini, penaklukan [penderitaan] terjadi melalui pemurnian melalui pengikisan yang terlihat langsung ini.<498> Apakah yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan hal ini?”
“Abhaya, ketiga jenis pemurnian pengikisan ini telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna yang mengetahui dan melihat, demi pemurnian makhluk-makhluk, demi penaklukan dukacita dan ratapan, demi lenyapnya kesakitan dan kesedihan, demi pencapaian metode, demi merealisasikan nibbāna. Apakah tiga ini?
(1) “Di sini, Abhaya, seorang bhikkhu adalah bermoral … [seperti dalam 3:73] … Setelah menerima aturan-aturan latihan ini, ia berlatih di dalamnya. Ia tidak menciptakan kamma baru dan ia menghentikan kamma lama setelah menyentuhnya lagi dan lagi.<499> Pengikisannya terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.
(2) “Ketika, Abhaya, bhikkhu ini telah sempurna dalam perilaku bermoral, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … [seperti pada 3:58] … jhāna ke empat … . Ia tidak menciptakan kamma baru dan ia menghentikan kamma lama setelah menyentuhnya lagi dan lagi. Pengikisannya terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.
(3) “Ketika, Abhaya, bhikkhu ini telah sempurna dalam perilaku bermoral dan konsentrasi, kemudian, dengan hancurnya noda-noda, ia merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ia tidak menciptakan kamma baru dan ia menghentikan kamma lama setelah menyentuhnya lagi dan lagi. Pengikisannya terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.<500>
“Ini, Abhaya, adalah ketiga jenis pemurnian pengikisan yang telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna yang mengetahui dan melihat, demi pemurnian makhluk-makhluk, demi penaklukan dukacita dan ratapan, demi lenyapnya kesakitan dan kesedihan, demi pencapaian metode, demi merealisasikan nibbāna.”
Ketika hal ini dikatakan, Licchavi Paṇḍitakumāra berkata kepada Licchavi Abhaya: “Mengapakah, teman Abhaya, engkau tidak berterima kasih<501> kepada Yang Mulia Ānanda atas kata-katanya yang disampaikan dengan baik?”
“Bagaimana, teman, aku tidak berterima kasih kepada Yang Mulia Ānanda atas kata-katanya yang disampaikan dengan baik? [222] Jika seseorang tidak berterima kasih kepada Yang Mulia Ānanda atas kata-katanya yang disampaikan dengan baik, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh keping.”