//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sila 5  (Read 20326 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Upaseno

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 244
  • Reputasi: 17
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #30 on: 10 October 2007, 10:40:45 AM »
Orang-orang ini ngomongin sila kok uda seperti sempurna dalam sila dan ga bakal melanggar sila.

Sangat disayangkan...idealism terlalu tinggi, meskipun belum tahu keadaan-keadaan diluar dugaan mereka!

Yah...sangat disayangkan...pendidikan Buddhism yang idealis inilah yang menggerogoti Buddhism sendiri.




« Last Edit: 10 October 2007, 10:44:39 AM by Upaseno »

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Sila 5
« Reply #31 on: 10 October 2007, 11:04:13 AM »
waduh, galak bener........... ;D  cuma dipancing secuil aja, udah dianggap geger...........

emang pendidikan buddhis di indo payah, soalnya yang ngajarinnya juga emosian sih ... buah khan ga akan jatuh jauh dari pohonnya    :whistle:

justru dinamika harus dijalani sebagaimana apa adanya sebagaimana buddha yang tidak pernah memaksakan harus mengikuti-NYA, bukannya justru harus dimatikan

Offline Upaseno

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 244
  • Reputasi: 17
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #32 on: 10 October 2007, 11:27:21 AM »
"waduh, galak bener........... ;D  cuma dipancing secuil aja, udah dianggap geger..........."---Iya sorry mas, gue bukan yang mantuk-mantuk dan sok alim.

"emang pendidikan buddhis di indo payah, soalnya yang ngajarinnya juga emosian sih ... buah khan ga akan jatuh jauh dari pohonnya    :whistle:"---iya, tolong beresin pendidikan di indo, sebelum aye pulang indo yah, Mas...Thanks alot sebelumnya.  Beresin juga tuh pengajar2 yang emosian.

"justru dinamika harus dijalani sebagaimana apa adanya sebagaimana buddha yang tidak pernah memaksakan harus mengikuti-NYA, bukannya justru harus dimatikan"---O, yes...finally you are enlightened.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Sila 5
« Reply #33 on: 10 October 2007, 11:50:24 AM »
"waduh, galak bener........... ;D  cuma dipancing secuil aja, udah dianggap geger..........."---Iya sorry mas, gue bukan yang mantuk-mantuk dan sok alim.

waaah... ini mirip ama pernyataan bhante2 yang ngerokok di thailand sono......


"emang pendidikan buddhis di indo payah, soalnya yang ngajarinnya juga emosian sih ... buah khan ga akan jatuh jauh dari pohonnya    :whistle:"---iya, tolong beresin pendidikan di indo, sebelum aye pulang indo yah, Mas

mumpung anda ada di luar negeri, mungkin bisa mencarikan modul pengajaran yang sesuai??? yang tentunya ga membuat produk yang sok alim  :whistle:

...Thanks alot sebelumnya. 

kalo ke sesama buddhis, saya biasanya menyebut "anumodana"


Beresin juga tuh pengajar2 yang emosian.

kalimatnya mirip ama boss saya di kantor nih  ^:)^


"justru dinamika harus dijalani sebagaimana apa adanya sebagaimana buddha yang tidak pernah memaksakan harus mengikuti-NYA, bukannya justru harus dimatikan"---O, yes...finally you are enlightened.

anumodana atas pengkondisian akusala yang dilakukan bhante.... itu bisa dijadikan latihan untuk batin saya

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #34 on: 10 October 2007, 12:53:02 PM »
hmmmm... ehem.

Mungkin Bhante bisa bantu memberikan pendapat, bagaimana seharusnya sila dilaksanakan?

Anumodana,
Willibordus

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Sila 5
« Reply #35 on: 10 October 2007, 01:37:03 PM »
manusia.
apa yang dicari?
melekat.
tidak melekat.
ketidak melekatan pada melekat.
melekat kepada ketidakmelekatan.
apa saja yang dipegangnya selalu dipeluk erat.

dunia.
kemana kau pergi?
kau selalu bersamaku.
kubersembunyi
kuberlari
bersembunyi dalam pelarian
pelarian dalam ketersembunyian.
kemana saja kaki melangkah selalu kembali berpijak.

apakah arti semua ini?
awan-awan mengawang di angkasa.
berbentuk gambaran-gambaran
senantiasa bergerak
senantiasa berubah
akankah kau matikan
dalam sebuah lukisan?

adakah awan dalam lukisan?
adakah dunia dalam pelarian?
adakah pencarian kala terpegang?

Sesuatu bukan muncul tanpa sebab,
bukan pula karena titah sang Dewata,
bukan juga karena aku,
bukan juga karena bukan-aku,
bukan juga dari keduanya.
lalu mengapa kau bekukan?

Jangan kau tanya apa arti puisi ini
karena aku terlampau lelah berkelana
biarlah sang waktu menjadi juru kuncimu.

Suchamda, 10 Oktober 2007




« Last Edit: 10 October 2007, 01:49:21 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Gun@saro

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 111
  • Reputasi: 15
  • Gender: Male
  • Satisampajañña
Re: Sila 5
« Reply #36 on: 10 October 2007, 02:11:51 PM »
Coba kita telaah dgn jujur, diskusi ini mengarah kepada 'sikap' kita menjalankan sila/kemoralan, atau 'prinsip' dasar penetapan aturan main dr sistem moralitas/sila tsb???

*

Sebagai umat awam kita tahu bhw Pancasila Buddhis sifatnya bukan 'perintah' seperti di agama² tetangga. Namun bukan berarti ini merupakan alasan pembenaran pula. Vinaya bhikkhu/i yg jelas berupa larangan, pun ada potensi pelanggaran. Fakta² ini mengindikasikan bhw ini merupakan derajat dr sistem moralitas, sejauh mana mengikat kita. Kedisiplinan khan tumbuh-kembang sesuai dgn kondisnya yg pas...

*

Poin lain adalah, kita perlu menyamakan persepsi tata-bahasa kala berdiskusi, sehingga bisa mengeliminir banyak distorsi minor yg gak perlu, tapi bisa menjadi berabe... Kamma merupakan tindakan aktiv (kalimat aktiv dah istilahnya), melalui: bathin, ucapan, & aksi fisik/jasmani... Mengonsumsi segala bentuk produk yg melemahkan kewaspadaan bathin/jasmani, dgn segala cara ~ merupakan tindakan aktiv... Jelas beda dengan saat dibius (ada prefix "di") sebagai kata kerja pasiv...
Dari tata-bahasa, ini sudah jelas dua kasus yg gak bisa dibandingkan... Kata kerja aktiv & kata kerja pasiv...
Mengonsumsi benda demi pemuasan indera ~ jelas beda dgn mengonsumsi obat utk kesehatan fisik... Perkara jika timbul "alasan" pengobatan dgn minum arak obat, karena senang dgn aroma arak & rasanya; apakah pelanggaran? Sdh jelas jawabannya...

*

Ketika berbicara pada tatanan idealis (prinsip) sebuah barometer moralitas/sila, selayaknya tidak dicampuradukan dgn realitas sikap kita di dalam mempraktikkannya...
Ektrimnya saja: realisasi Nibbana (Asankhata Dhamma), apakah tidak terlalu idealis? Padam-totalnya: lobha, dosa, & moha... lho... Lha diajak ikut Diskusi Abhidhamma saja sudah nolak dgn alasan itu ilmu terlalu tinggi, rumit, dll... Apa bisa dipaksakan? Sikap & prinsip merupakan 2 hal yg berbeda...

*

Pancasila Buddhis merupakan pilar mayor moralitas Buddhis. Jika diibaratkan penyaring air, maka poin² kriteria/barometer dlm Pancasila seperti batu kerikil yg menyaring kotoran/sampah besar... Jika sebagai Buddhis awal, tentunya sikap praktik Dhamma kita cocok dgn saringan awal ini. Tapi coba kita lihat contohnya sila ke-3; paling rentan terjadi pembenaran bagi yg hendak memuaskan indera birahinya. Hubungan badan dgn PSK, khan bisa? Khan tidak terjerat kriteria² dr sila tsb?
Saat itu, 'sikap' bathin kita dlm praktik 'prinsip' akan sangat terlihat jelas... Pancasila sudah mirip dgn pengendara sepeda motor yg diancam tilang oleh polisi. Bukan pengendara sepeda-motor yg paham/ngerti akan prefentif cidera parah pd, jika terjadi kecelakaan. Sikap pengendara yg terakhir ini, bahkan jika sanksi/tilang tsb dicabut sekalipun, dia akan tetap mengenakan helm setiap saat, krn paham akan faedahnya...
Pancasila bukan pat²-gulipat kecerdasan, inovasi, & kreasi kita dlm breaking the codes. Namun pengembangan value bathin, sehingga tercapainya kesempurnaan moralitas... Hal ini tentunya jika perlu kita poles sehingga tdk jadi momok bagi pemula. Toh, sekali lagi, ini bukan perintah; tapi latihan kemoralan...

*

Saya sendiri sering jebol koq dlm mempraktikkan Pancasila, tapi bukan berarti hal ini membungkam saja ukt diskusi prinsip yg paling ideal... Di komunitas ini, justru diharapkan kita bisa saling: asah, asih, & asuh... Kita berjuang masing² secara mandiri di dalam kebersamaan...
Sukhi Hotu...

Gunasaro

Offline Upaseno

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 244
  • Reputasi: 17
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #37 on: 10 October 2007, 06:33:33 PM »
To Markosprawira:
Saya pikir, tidak terlalu penting lagi untuk melanjutkan diskusi dengan anda. 
Kalau anda berpikir bahwa saya salah...ya anggaplah saja.
Tetapi, saya salut dengan anda. 


To willibordus:
Mungkin Bhante bisa bantu memberikan pendapat, bagaimana seharusnya sila dilaksanakan? --Willi, coba baca lagi pertanyaan saya kepada Lily dengan baik-baik.  Mungkin anda bisa meraba apa yang saya maksud.  Jika masih belum mengerti, boleh tanya saya lagi.

To Suchamda dan Gunasaro:
Thank you sudah memberi tambahan informasi.


Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #38 on: 11 October 2007, 02:54:37 AM »
Ato jgn2 bhante suka minum yah????  :-?


jadi inget bhante2 di thai yang merokok dengan alasan "tidak diatur di vinaya"......  :whistle: 

padahal sudah jelas buddhism adalah pengontrolan diri, kok yah cari2 barang yang bisa melemahkan pengontrolan....

kalo dingin sih, pake sweater aja.... atau minum wedang jahe.....   ;D
setau gw pake sweater melanggar Vinaya...kalo gk salah pakain Bhikkhu cuma boleh 2 ato 3 lapis..><" gk pasti..dan lupa...

setau gw merokok itu buat ngusir nyamuk deh...><"

CMIIW
« Last Edit: 11 October 2007, 02:58:10 AM by El Sol »

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Sila 5
« Reply #39 on: 11 October 2007, 04:06:26 AM »
Mengontrol bukan berarti menghindari

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Re: Sila 5
« Reply #40 on: 11 October 2007, 05:59:37 AM »
Quote
setau gw merokok itu buat ngusir nyamuk deh...><"
;D Mendingan bakar menyan aj bwt usir nyamuk mah... :))
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."


Offline san

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 475
  • Reputasi: 35
Re: Sila 5
« Reply #42 on: 11 October 2007, 06:26:32 AM »
saya rasa kita tidak jangan terjebak dalam ruang lingkup yang kecil. kebahagiaan yang sesungguhnya bukan diperoleh karena hidup sesuai sila melainkan hidup sesuai dhamma --> jalan tengah mulia berunsur 8. diskusi ini terlalu sempit jika hanya memandang sila tanpa disertai dengan kebijaksanaan2x dhamma yang lain dalam jalan tengah buddhisme.

Klo menurut saya, jauh lebih penting untuk memikirkan hidup kita apakah sesuai dengan dhamma daripada hidup sesuai sila. Sama seperti nelayan yang hidup dari menangkap ikan --> jauh lebih penting bagaimana untuk mendapatkan kebahagiaan dengan melaksanakan jalan tengah daripada membuat hidupnya terkondisikan menderita akibat "kekeras-hatiannya" untuk tidak melanggar sila.
be happy ^^

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Sila 5
« Reply #43 on: 11 October 2007, 06:37:37 AM »
Dengan memahami penjelasan2 tentang ethics dalam link yang saya berikan tersebut, maka kita akan bisa melihat perdebatan antara Markos Prawira (MP) dan Bhante Upaseno (UP) dari sudut perspektif yang netral obyektif.
Meskipun tataran diskusi yg dilakukan oleh MP dan UP belum memberikan uraian descriptive dan reason2 dari masing2 pandangannya, akan tetapi sekiranya kita sudah bisa menduga arah yg akan dibicarakannya.
Karena dari pembicaraan tersebut tidak terdapat arus komunikasi yang bersifat informasional ataupun argumentative, maka tentu sulit untuk dicapai suatu titik temu pemahaman. Oleh karena itu dari kejadian itu kita hanya bisa mencoba untuk berpikir dari dirinya masing2 untuk menelaah issue ini. Utk dapat menelaah kita butuh framework / kerangka pemikiran. Untuk membangun sebuah kerangka pemikiran kita membutuhkan wawasan dan juga penamaan. Penamaan ini untuk mempermudah indentifikasi dan sebagai signatura (penanda).

Boleh dikatakan bahwa MP berbicara dari sudut normative ethics, sedangkan BU berbicara dari sudut applied ethics. MP berbicara dari tataran idealis, sedangkan BU berbicara dari tataran realisme praktis.
Setelah mengetahui pijakan masing2 tersebut, maka kita akan melihat bhw kedua posisi itu memang tidak perlu dipertentangkan, akan tetapi dapat dipahami sebagai sebuah penggambaran dari dua buah tataran yg berbeda, masing2 dengan problematikanya sendiri2.
Apa yang harusnya kita cari adalah mempelajari kompleksitas dari permasalahan ethics ini sehingga kita mendapatkan gambaran yg menyeluruh.

Note:
Deontologist ethics : akan menyatakan perbuatan bajik dari perbuatan itu sendiri. Memfokuskan diri untuk melihat benar dan salah dari suatu perbuatan itu dari dirinya sendiri.
Consequentialist ethics : akan melihat benar dan salah dari suatu perbuatan dari sudut hasil yang diperolehnya.
Disini, consequentialist bercabang lagi menjadi utilitarian ethics: dimana konsekwensinya dinilai dari hasil kontribusi terhadap keseluruhan utilitas.
« Last Edit: 11 October 2007, 08:35:27 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Sila 5
« Reply #44 on: 11 October 2007, 11:24:19 AM »
Anumodana kepada rekan2 semua

Meskipun diskusi ini sedikit tegang, namun sangat menarik dan saya pribadi telah mendapatkan beberapa manfaat.

Seperti yg dikemukakan oleh Bro Gunasaro dan ditegaskan lagi oleh Bro Suchamda; kita dapat melihat disini, pembahasan bertitik tolak dari "prisnsip / seyogyanya sila dijalankan" ataukah "sikap / implementasinya di lapangan".

Tanpa menyelaraskan sudut pandang bahasan, maka diskusi tidak akan menemukan keselarasan.

BTW, segala sesuatunya kembali kepada sikap bathin kita. Itulah yg terpenting.


 _/\_
::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

 

anything