Terus terang sy cukup ragu dgn kalimat diharapkan makhluk lain ikut mudita maka barulah bermanfaat, mengapa?
seorg anak yg belum terlatih dalam meditasi mudita tentu sangat diragukan kekuatan muditanya bisa menyelamatkan dirinya dari umur pendek.
Bahkan berdasarkan keterangan dari sutta, seingat saya dewa kematian tidak bisa mendekat karena pada saat itu Sang Buddha dan para Bhikkhu Arya sedang membacakan paritta.
emank ada meditasi mudita ?
turut mudita memang harus sering dilatih, karena batin yang sering muncul adalah irihati
dan umur panjang bukan hanya dilatih dengan ikut mudita, tapi banyak sebab atau kondisi.
dewa kematian apa hubungan dengan umur pendek ?
boleh minta referensi !
Saya tidak tahu secara pasti ada disutta apa, yang saya tahu kisahnya sebagai berikut:
Seorang ibu mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan, lalu Ibu tersebut meletakan sebuah kain dipintu sambil menyatakan harapan apabila kain tersebut di injak oleh Sang Buddha maka anaknya berbahagia dan berumur panjang. Ketika Sang Buddha tiba, Beliau malah menyuruh Bhante Ananda mengangkat kain tersebut. Selesai makan si Ibu memberanikan diri untuk bertanya mengapa Sang Buddha mengangkat kain tersebut. Sang Buddha menjawab bahwa anak tersebut hanya akan hidup sampai 7 hari kedepan. Mendengar hal ini si Ibu bertanya apakah ada cara untuk menyelamatkan anaknya? Sang Buddha kemudian memberitahukan si Ibu untuk memberikan persembahan kepada Para Bhikkhu Arya berjumlah 500 Arahat 7 hari kemudian. Kira-kira demikian
Saya berasumsi andaikan ada sekalipun. Alasan saya mengajukan pertanyaan ini karena selama ini Pattidana di identikan dengan pelimpahan jasa kepada sanak keluarga yang telah meninggal.
terjawab sudah bahwa pelimpahan jasa utk mahluk hidup, manusia, deva, dan peta, tentunya mereka juga harus mengetahui dan turut muditalet's we say, ini nampaknya agak aneh bagi saya, dr mana mereka (objek patidanna) dapat memgetahuinya?
Parayana itu apa yah?
Parayana itu apa yah?
Parayana is
reading or recital of Puranas most of which r in
sloka or poetic forms.
Itu dari Dhammapada Atthakatha (komentar Dhammapada) sbb:INI dia....! :jempol:
Kisah Ayuvaddhanakumara
Suatu waktu terdapat dua orang pertapa yang tinggal bersama, mempraktekkan pertapaan yang keras (tapacaranam) selama bertahun-tahun lamanya. Kemudian, satu di antara dua pertapa itu meninggalkan kehidupan bertapa dan menikah. Setelah seorang anak laki-lakinya lahir, keluarga tersebut mengunjungi pertapa tua temannya dan memberi hormat kepadanya. Kepada kedua orang tua anak itu, sang pertapa berkata “Semoga kalian panjang umur”, tetapi dia tidak berkata apa-apa kepada si anak.
Kedua orang tua tersebut bingung dan menanyakan kepada pertapa, apakah alasannya ia tidak berkata apa-apa kepada anak itu. Sang pertapa berkata kepada mereka bahwa anak tersebut hanya akan hidup tujuh hari lagi dan ia tidak tahu bagaimana untuk mencegah kematiannya, tetapi Buddha Gotama mungkin tahu bagaimana cara mencegahnya.
Kemudian orang tua tersebut membawa anaknya menghadap Sang Buddha, ketika mereka memberi hormat kepada Sang Buddha, Beliau juga berkata “Semoga kalian panjang umur” hanya kepada kedua orang tua itu dan tidak kepada anaknya. Sang Buddha juga memperkirakan kematian akan datang pada anak itu. Untuk mencegah kematiannya, Sang Buddha berkata kepada orang tua itu agar mereka membangun paviliun di depan pintu masuk rumahnya dan meletakkan anak tersebut pada dipan di dalam paviliun. Kemudian beberapa bhikkhu diundang ke sana untuk membaca paritta selama tujuh hari. Pada hari ketujuh Sang Buddha sendiri datang ke paviliun itu. Para dewa dari seluruh alam semesta juga datang. Pada waktu itu raksasa Avaruddhaka berada di pintu masuk, menunggu kesempatan membawa anak itu pergi. Tetapi kedatangan para dewa menyebabkan raksasa tersebut hanya dapat menunggu di suatu tempat yang jauhnya 2 yojana dari anak tersebut. Sepanjang malam, pembacaan paritta dilaksanakan tanpa henti, sehingga melindungi anak tersebut. Hari berikutnya, anak tersebut diambil dari dipan dan melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Pada kesempatan itu, Sang Buddha berkata “Semoga kamu panjang umur” kepada anak tersebut. Ketika ditanya berapa lama anak tersebut akan hidup, Sang Buddha menjawab bahwa ia akan hidup selama seratus dua puluh tahun. Kemudian anak itu diberi nama Ayuvaddhana.
Ketika anak tersebut remaja, ia pergi berkeliling negeri dengan disertai lima ratus orang pengikut. Suatu hari mereka datang ke Vihara Jetavana, para bhikkhu mengenalinya, dan bertanya kepada Sang Buddha, “Dengan melaksanakan apa seseorang bisa berumur panjang?” Sang Buddha menjawab, “Dengan menghormati dan menghargai yang lebih tua, yang memiliki kebijaksanaan serta kesucian, niscaya seseorang akan memperoleh tidak hanya umur panjang, tetapi juga keindahan, kebahagiaan, dan kekuatan.”
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 109 berikut:
Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua,
kelak akan memperoleh empat hal, yaitu:
umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, dan kekuatan.
terjawab sudah bahwa pelimpahan jasa utk mahluk hidup, manusia, deva, dan peta, tentunya mereka juga harus mengetahui dan turut mudita
Pengalaman saya justru tidak mengatakan demikian, mungkin bro-sis pernah mendengar istilah kias? Beberapa tahun belakangan ini nenek saya pergi ke paranormal untuk dikias, awalnya saya gak ngerti dikias itu apa, lalu ketika saya dan nenek saya pergi ke paranormal yang lainnya lagi, Paranormal yang kedua bilang bahwa nenek saya itu auranya cerah, doanya kuat (maksudnya doa yang dilakukan paranormal pertama) jadi saya melihat ini bukan faktor mudita saja, karena nenek saya juga pasti gak ngerti teknis kias bagaimana.[ASK] apaan tu Kias ?
_/\_
[ASK] apaan tu Kias ?Istilah yang digunakan untuk menangkal ciong, begitu kira2
Istilah yang digunakan untuk menangkal ciong, begitu kira2IC, tolak bala gtu ya bro....Thanks bro Xan to. ;D
Anguttara Nikaya 7:53 Nandamātā
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia Mahāmoggallāna sedang melakukan perjalanan di Dakkhiṇāgiri bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu. Pada saat itu umat awam perempuan Veḷukaṇṭakī Nandamātā, setelah bangun tidur menjelang pagi, melafalkan Pārāyana.
Pada saat itu Raja [Deva] Vessavaṇa sedang melakukan perjalanan dari utara menuju selatan untuk suatu urusan. Ia mendengar umat awam perempuan Veḷukaṇṭakī Nandamātā melafalkan Pārāyana dan berdiri menunggu hingga pelafalan itu selesai. Ketika umat awam perempuan Nandamātā telah selesai, ia berdiam diri. Setelah mengetahui bahwa umat awam perempuan Nandamātā telah menyelesaikan pelafalannya, Raja [Deva] Vessavaṇa bersorak: “Bagus, saudari! Bagus, saudari!”
“Siapakah itu, sahabat?”
“Aku adalah saudaramu, Raja [Deva] Vessavaṇa, saudari.”
“Bagus, sahabat! Maka biarlah pembabaran Dhamma yang baru saja kulafalkan menjadi hadiah untuk tamu bagimu.”
“Bagus, saudari! Dan biarlah ini juga [64] menjadi hadiah untuk tamu bagiku. Besok, sebelum mereka sarapan pagi, Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna akan tiba di Veḷukaṇṭaka. Engkau harus melayani mereka dan mendedikasikan persembahan itu untukku. Itu akan menjadi hadiah untuk tamu darimu kepadaku.”
Kemudian ketika malam telah berlalu umat awam perempuan Nandamātā mempersiapkan berbagai makanan lezat di rumahnya. Kemudian, sebelum mereka sarapan pagi. Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna tiba di Veḷukaṇṭaka.
Kemudian umat awam perempuan Nandamātā berkata kepada seseorang: “Kemarilah, sahabat. Pergilah ke vihara dan umumkan waktunya kepada Saṅgha para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Sekarang adalah waktunya, Bhante, makanan telah siap di rumah Nyonya Nandamātā.’” Orang itu menjawab: “Baik, Nyonya,” dan ia pergi ke vihara dan menyampaikan pesannya. Kemudian Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan pergi ke rumah umat awam perempuan Nandamātā, di mana mereka duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan.
Kemudian, dengan tangannya sendiri, umat awam perempuan Nandamātā melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna dengan berbagai makanan lezat. Ketika Yang Mulia Sāriputta telah selesai makan dan telah menyimpan mangkuknya, ia duduk di satu sisi dan Yang Mulia Sāriputta bertanya kepadanya:
“Tetapi siapakah, Nandamātā, yang memberitahukan kepadamu bahwa Saṅgha para bhikkhu akan datang?”
(1) “Di sini, Bhante, setelah bangun menjelang pagi, aku melafalkan Parāyana … [65] [Di sini ia menceritakan, dalam posisi orang pertama, keseluruhan peristiwa seperti narasi di atas, diakhiri dengan kata-kata Vessavaṇa: “Dan itu akan menjadi hadiah untuk tamu darimu kepadaku.”] … Bhante, biarlah jasa apa pun yang kuperoleh melalui pemberian ini didedikasikan demi kebahagiaan Raja [Deva] Vessavaṇa.”
...
...
...
Dari 2 terjemahan di atas yg paling "kena" dgn versi palinya..yg mana?bisakah di quote kan kalimat yang anda maksud "paling kena" dengan versi pali nya ? (DN 16 Mahaparinibbana sutta adl sutta amat amat sangat panjangggg sekali, maka sy minta bantuan anda utk bersedia kalimat palinya di quote kan) ;D
Pengalaman saya justru tidak mengatakan demikian, mungkin bro-sis pernah mendengar istilah kias? Beberapa tahun belakangan ini nenek saya pergi ke paranormal untuk dikias, awalnya saya gak ngerti dikias itu apa, lalu ketika saya dan nenek saya pergi ke paranormal yang lainnya lagi, Paranormal yang kedua bilang bahwa nenek saya itu auranya cerah, doanya kuat (maksudnya doa yang dilakukan paranormal pertama) jadi saya melihat ini bukan faktor mudita saja, karena nenek saya juga pasti gak ngerti teknis kias bagaimana.
_/\_
let's we say, ini nampaknya agak aneh bagi saya, dr mana mereka (objek patidanna) dapat memgetahuinya?
dan katakan setelah mengetahui. namun mereka tdk mudita, so?
berarti bukankah hrs ada "kualitas2" yg...
mhn bantuannya
bisakah di quote kan kalimat yang anda maksud "paling kena" dengan versi pali nya ? (DN 16 Mahaparinibbana sutta adl sutta amat amat sangat panjangggg sekali, maka sy minta bantuan anda utk bersedia kalimat palinya di quote kan) ;D
saya tidak tahu seberapa hebat ilmu paranormal yg meramal nenek anda
andaikan benar berarti ilmu paranormal diatas sutta2 nikaya !
yang pasti semuanya ada kondisi dan sebab2 yang menyebabkan berbuah kamma, bukan ilmu paranormal yg jitu
Tentu saja ada sebab-sebabnya.... seperti cerita pada Ayuvaddhanakumara, anak itu selamat kan karena ada persembahan yang dilakukan kepada anggota sangha, sesuai dengan saran Sang Buddha, begitu juga Kias, ada dana nya sekian rupiah hehehehe........Dalam kias itu dia berdana BUKAN utk Sangha yang menjalani kehidupan suci, tetapi kepada Leluhur dia melalui perantara paranormal yang membantu kias tsb, begitukah ? apabila dia berdana utk leluhur saya rasa itu juga Patidana sehingga yang menolong nenek bukan paranormal nya tetapi KEBAJIKAN nenek yang telah berdana untuk leluhur.
Dalam kias itu dia berdana BUKAN utk Sangha yang menjalani kehidupan suci, tetapi kepada Leluhur dia melalui perantara paranormal yang membantu kias tsb, begitukah?
ngawur banget dehmbah guugle nyang jawab
Tentu saja ada sebab-sebabnya.... seperti cerita pada Ayuvaddhanakumara, anak itu selamat kan karena ada persembahan yang dilakukan kepada anggota sangha, sesuai dengan saran Sang Buddha, begitu juga Kias, ada dana nya sekian rupiah hehehehe........
Sepertinya bukan, tapi untuk paranormal itu. teknisnya apakah nanti didoakan setiap hari atau bagaimana saya kurang tahu. Tapi yang pasti dana kepada Arya Sangha lebih baiklah, buktinya Ayuvaddhana yang seharusnya hidup cuma 7 hari dapat hidup sampe 120 tahun, hanya dengan pemberian dana selama 7 hari, sedangkan kias cuma bertahan 1 tahun.IYA jelas lah bro Xan To berdana kepada Sangha itu tertinggi seperti yang dibabarkan sang Buddha dlm Sanghanussati "anuttaram punna kettam lokassati" (Ladang yang tersubur/termulia di dunia ini). Tapi jangan lupa bro, diwaktu itu yang baca paritta masih ada arahat, sedang jaman sekarang yang ada sekarat :'(
bro santo, cerita ayuvaddhanakumara dari kitab komentar ;), bukan sutta dari kitab nikaya
Ada yg bisa bantu terjemahin ini?Saya mencoba membantu boleh ga ? tapi ini jauh dari sempurna, saya menyadari kok.
AN 10.177
Then Janussonin the brahman went to the Blessed One and, on arrival, exchanged courteous greetings with him. After an exchange of friendly greetings & courtesies, he sat to one side. As he was sitting there, he said to the Blessed One, "Master Gotama, you know that we brahmans give gifts, make offerings, [saying,] 'May this gift accrue to our dead relatives. May our dead relatives partake of this gift.' Now, Master Gotama, does that gift accrue to our dead relatives? Do our dead relatives partake of that gift?"
"In possible places, brahman, it accrues to them, but not in impossible places."
"And which, Master Gotama, are the possible places? Which are the impossible places?"
"There is the case, brahman, where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in hell. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of hell-beings. This is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the animal womb. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of common animals. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of human beings. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of human beings. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of the devas. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of devas. This, too, is an impossible place for that gift to accrue to one staying there.
"Then there is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. With the break-up of the body, after death, he reappears in the realms of the hungry shades. He lives there, he remains there, by means of whatever is the food of hungry shades. He lives there, he remains that, by means of whatever his friends or relatives give in dedication to him. This is the possible place for that gift to accrue to one staying there.
"But, Master Gotama, if that dead relative does not reappear in that possible place, who partakes of that gift?"
"Other dead relatives, brahman, who have reappeared in that possible place."
"But, Master Gotama, if that dead relative does not reappear in that possible place, and other dead relatives have not reappeared in that possible place, then who partakes of that gift?"
"It's impossible, brahman, it cannot be, that over this long time that possible place is devoid of one's dead relatives. [1] But at any rate, the donor does not go without reward.
"Does Master Gotama describe any preparation for the impossible places?"
"Brahman, I do describe a preparation for the impossible places. There is the case where a certain person takes life, takes what is not given, engages in sensual misconduct, engages in false speech, engages in divisive speech, engages in abusive speech, engages in idle chatter, is covetous, bears ill will, and has wrong views. But he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of elephants. There he receives food, drink, flowers, & various ornaments. It's because he took life, took what is not given, engaged in sensual misconduct, engaged in false speech, engaged in divisive speech, engaged in abusive speech, engaged in idle chatter, was covetous, bore ill will, and had wrong views that he reappears in the company of elephants. But it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives that he receives food, drink, flowers, & various ornaments.
"Then there is the case where a certain person takes life... has wrong views. But he gives food... lamps to brahmans & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of horses... in the company of cattle... in the company of poultry. There he receives food, drink, flowers, & various ornaments. [2] It's because he took life... and had wrong views that he reappears in the company of poultry. But it's because he gave food, drink... & lamps to brahmans & contemplatives that he receives food, drink, flowers, & various ornaments.
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life, refrains from taking what is not given, refrains from sensual misconduct, refrains from false speech, refrains from divisive speech, refrains from abusive speech, refrains from idle chatter, is not covetous, bears no ill will, and has right views. And he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of human beings. There he experiences the five strings of human sensuality [delightful sights, sounds, smells, tastes, tactile sensations]. It's because he refrained from taking what is not given, refrained from sensual misconduct, refrained from false speech, refrained from divisive speech, refrained from abusive speech, refrained from idle chatter, was not covetous, bore no ill will, and had right views that he reappears in the company of human beings. And it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives that he experiences the five strings of human sensuality. [3]
"Then there is the case where a certain person refrains from taking life... and has right views. And he gives food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives. With the break-up of the body, after death, he reappears in the company of devas. There he experiences the five strings of divine sensuality [delightful sights, sounds, smells, tastes, tactile sensations]. It's because he refrained from taking what is not given... and had right views that he reappears in the company of devas. And it's because he gave food, drink, cloth, vehicles, garlands, scents, creams, bed, lodging, & lamps to brahmans & contemplatives that he experiences the five strings of divine sensuality. But at any rate, brahman, the donor does not go without reward."
"It's amazing, Master Gotama, it's astounding, how it's enough to make one want to give a gift, enough to make one want to make an offering, where the donor does not go without reward."
"That's the way it is, brahman. That's the way it is. The donor does not go without reward."
"Magnificent, Master Gotama! Magnificent! Just as if he were to place upright what was overturned, to reveal what was hidden, to show the way to one who was lost, or to carry a lamp into the dark so that those with eyes could see forms, in the same way has Master Gotama — through many lines of reasoning — made the Dhamma clear. I go to Master Gotama for refuge, to the Dhamma, & to the community of monks. May Master Gotama remember me as a lay follower who has gone to him for refuge, from this day forward, for life."
Semoga berkah ini diperoleh kepada saudara-saudara kita yang meninggal. Semoga saudara-saudara kita yang meninggal
'May this gift accrue to our dead relatives...
saya tidak paham Pali, tapi dari englishnya saya menangkap bahwa yg diterima oleh saudara2 yg meninggal itu adalah PEMBERIAN atau benda2 yg dipersembahkan itu, bukan BERKAHnya, dan saya pikir konteks sutta ini adalah memberikan persembahan makanan (sesajen) kepada sanak saudara yang telah meninggal.
May our dead relatives partake of this gift = Semoga sanak saudara kami yang telah meninggal memakan pemberian ini.
bagaimana dgn tirokhunda sutta? dan kisah2 di petavathu?
Menurut ku itu berkah.. Krn diakhir pembicaraan itu ada kata "Tapi setidaknya, donatur tidak akan sia2 tanpa pahala" dan kemudian penjelasannya.. Jd si donatur ini memberikan makanan dll..kepada brahmana atau samana..yg kemudian dia berkata semoga "pemberian" "berkah" ini di nikmati oleh sanak saudara yg telah meninggal...
Sambil nunggu Oma, di sini ada sedikit penjelasan tentang hal ini dari tulisan Bhikkhu S. Dhammika:
Persembahan untuk Mereka yang Sudah Meninggal Dunia
Brahmanisme pada masa Sang Buddha mengajarkan beberapa konsep yang berbeda, bahkan bertentangan tentang apa yang terjadi pada seseorang setelah meninggal dunia; bahwa mereka akan pergi ke surga, bahwa mereka terurai menjadi unsur-unsur, bahwa mereka menjadi tumbuhan atau bahwa mereka bergabung dengan para nenek moyang mereka, para ayah (patimaha), dalam kehidupan berikutnya. Semua gagasan ini disebutkan dalam Veda. Yang terakhir dari semua gagasan ini mungkin paling banyak diterima karena ia disebutkan paling sering dalam Tipitaka.
Selama masa Sang Buddha kelihatannya terdapat gagasan awal bahwa keadaan seseorang setelah kematian, apa pun itu, ditentukan oleh perilaku baik atau buruk orang tersebut selama hidup. Semua orang, seperti yang dipercayai, pergi ke dunia para ayah. Beberapa hari setelah pemakaman, anak laki-laki tertua, yang dipimpin oleh seorang brahmana, melakukan upacara yang disebut sraddha (Pali saddha, A. V, 273; D. I, 97) di mana bola-bola kecil adonan kue (pinda) dan makanan lainnya dipersembahkan kepada orang yang meninggal seraya doa ini dipanjatkan: “Semoga persembahan ini dinikmati oleh para leluhur yang telah meninggal dunia. Semoga para leluhur yang telah meninggal dunia menikmati persembahan ini.” (A. V, 269). Kepercayaannya bahwa makanan ini akan diterima oleh mereka yang telah meninggal dan membantu menyokong mereka. Persembahan kemudian diberikan kepada para brahmana yang memimpin upacara. Hanya anak laki-laki yang dapat melakukan upacara saddha, yang menjadi salah satu alasan utama orang-orang sangat berkeinginan memiliki anak laki-laki (A. III, 43). Melakukan upacara ini merupakan salah satu dari “lima persembahan” (pancabalim) yang diharapkan dilakukan oleh semua orang (A. II, 68). Bukti dari corak kehidupan spiritual India yang masih bertahan ini adalah upacara ini, yang sedikit berubah, masih dilakukan saat ini oleh umat Hindu. Jika anda mengunjungi Kuil Vishnupada di Gaya, anda dapat melihat upacara ini diadakan. Dalam dekade terakhir atau lebih, para peziarah Hindu telah mulai mengadakannya di Bodh Gaya.
Seperti juga banyak kepercayaan yang sezaman, Sang Buddha menjadikan gagasan Brahmanis tentang kehidupan setelah kematian lebih etis, dan mengalihkan praktek-praktek yang berhubungan dengan hal ini dari bersifat material menjadi bersifat psikologis. Beliau memaknai ulang “para ayah” (pita) sebagai “makhluk setan kelaparan” (peta) dan mengatakan bahwa hanya orang yang tamak, tidak bermoral atau jahat yang dapat terlahir kembali sebagai makhluk menderita demikian (A. I, 155). Seseorang yang baik dan berbudi, Beliau mengatakan, akan dapat terlahir kembali sebagai manusia atau di surga, alih-alih di dunia para ayah [yaitu alam setan kelaparan]. Ketika brahmana Janussoni bertanya apakah mungkin bagi orang-orang yang sudah meninggal untuk menerima dan menikmati persembahan barang yang diberikan kepada mereka, Sang Buddha menjawab bahwa ini hanya dapat terjadi jika mereka terlahir kembali sebagai setan kelaparan (A. V, 269).
Namun demikian, tampaknya tidak mungkin bahwa Sang Buddha mempercayai gagasan kuno bahwa persembahan barang dapat benar-benar disampaikan ke alam lain. Lebih mungkin bahwa Sang Buddha dengan menggunakan cara yang terampil, mengadopsi atau mempertimbangkan sudut pandang si penanya untuk berbicara kepadanya dalam istilah-istilah yang dapat mereka pahami. Dalam hal ini Beliau mungkin melakukannya karena walaupun Beliau tidak menerima bahwa benda-benda material dapat disampaikan ke alam lain, Beliau dapat melihat bahwa keinginan Janussoni untuk melakukan demikian didasarkan kehendak baik – cinta kasih, rasa terima kasih dan perhatian kepada para leluhurnya yang telah meninggal. Ketika Sang Buddha mengajar kepada para siswa-Nya, Beliau mengatakan bahwa cara terbaik mereka dapat memberikan kepada para sanak keluarga yang telah meninggal sesuatu yang dapat mereka nikmati adalah menjalankan kehidupan yang baik dan bermoral di sini dan saat ini. Suatu ketika Sang Buddha berkata: “Jika seorang bhikkhu berharap, ‘Mereka para sanak keluarga dan leluhurku yang telah meninggal dunia yang aku kenang dengan pikiran yang tenang, semoga mereka menikmati buah dan manfaat yang besar’, maka ia seharusnya seseorang yang dipenuhi dengan kebajikan, yang menghabiskan waktu dalam kesunyian, mengabdikan diri dalam meditasi dan ketenangan batin.” (A. V, 132). Kelihatannya gagasan Sang Buddha adalah jika anda berharap untuk memberikan kebahagiaan kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal, jalankanlah kehidupan yang penuh dengan kebajikan dan kejujuran.
Sesuai dengan penafsiran ini, Kathavatthu secara tegas menolak bahwa orang-orang yang sudah meninggal dapat menerima atau menikmati barang-barang materi yang dipersembahkan kepada mereka (Kv. XX, 4).
Di negara-negara Buddhis tradisional saat ini orang-orang akan melakukan perbuatan baik, biasanya dengan memberikan dana kepada para bhikkhu, dan kemudian dalam upacara sederhana melimpahkan jasa kebajikan yang mereka lakukan kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal dunia. Walaupun orang-orang diberitahukan oleh para bhikkhu dan sering mempercayai bahwa mereka benar-benar “mengirimkan jasa-jasa” kepada orang-orang yang dicintai yang telah meninggal dunia, ini merupakan pengertian yang salah dalam ajaran Buddhis.
Sumber: dhamma musings: Cermonies For The Departed (http://sdhammika.blogspot.com/2010/11/cermonies-for-departed.html)
jasa seh agak rancu..dalam sutta kebanyakan materi ..trus klo dana makanan misalnya...ke pertapa ato brahmana...yah muncul yah makanan juga.... (ga pernah aku baca kasus..yg muncul pakaian....).
hubungannya dgn..persembahan materi kepada mahluk peta apa neh?
klo ceng beng sama dengan pattidana bukan.?
Jd kata berkah...diganti dgn pemberian...lebih pas , terus krn alam peta makanannya dari teman atau keluarga yg mendekasikan persembahan atas namanya...bisa berarti... temannyaatau keluarga..mempersembahkan makanan atas namanya..ke pertapa ato brahmana... mirip juga ama sigalaka sutta
Jd kata berkah...diganti dgn pemberian...lebih pas , terus krn alam peta makanannya dari teman atau keluarga yg mendekasikan persembahan atas namanya...bisa berarti... temannyaatau keluarga..mempersembahkan makanan atas namanya..ke pertapa ato brahmana... mirip juga ama sigalaka sutta
Oh kata didekasikan itu..aku ambil dari sigalaka sutta.. Bagian bagaimana seog anak bersikap kepada orgtuanya. Kurasa supaya kalimatnya menjadi jelas..
Hallo teman2 ada yg ingin sy tanyakan. Menurut tradisi dikatakan Pattidana hanya bisa dilakukan kepada org yg telah meninggal apakah harus demikian? Tidak tidak bisakah kepada org yg masih hidup? Karena setahu saya pernah ada seorang ibu yg mempersembahkan dana kepada Sangha agar anaknya bisa berumur panjang.Pattidana artinya pelimpahan jasa, melimpahkan jasa kebajikan kita. Pattidana perbuatan yang terpuji, hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? Karena, ia tidak akan memanfaatkannya dengan baik. Justru ia mungkin akan merajalela dengan perbuatan jahatnya. Ini seperti halnya terus membantu orang namun orang yang dibantu tidak tahu berterimakasih, tidak mau mandiri, kecuali mungkin untuk orang yang kita sayangi mungkin keluarga atau sahabat, atau lainnya.
Salam
Pattidana artinya pelimpahan jasa, melimpahkan jasa kebajikan kita. Pattidana perbuatan yang terpuji, hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? Karena, ia tidak akan memanfaatkannya dengan baik. Justru ia mungkin akan merajalela dengan perbuatan jahatnya. Ini seperti halnya terus membantu orang namun orang yang dibantu tidak tahu berterimakasih, tidak mau mandiri, kecuali mungkin untuk orang yang kita sayangi mungkin keluarga atau sahabat, atau lainnya.
Pelimpahan jasa hanya dapat terjadi apabila si penerima menerimanya. Jika kita melimpahkan jasa kepada para deva, beberapa deva mungkin songong, dengan mengatakan gak butuh, terlebih lagi, deva mana yang mau kita limpahkan? Mereka sudah hidup nyaman (dalam waktu panjang).Dalam Anguttara Nikaya 7.53 Nandamata Sutta diceritakan bahwa Raja Dewa Vessavana meminta agar umat awam Nandamata "mendedikasikan" kepadanya jasa atas perbuatan berdana makanan kepada Sangha, ini tidak sesuai dengan statement anda di atas. bahkan seorang RAJA DEWA pun masih butuh jasa.
Lalu bagaimana jika dilimpahkan kepada (manusia) anak dan anak itu tidak tahu? Jika anak itu bermoral, ia akan mendapatkannya dengan sendiri (karena perbuatan baiknya memurnikan pemberian), jika anak itu tidak bermoral maka itu akan menjadi asuransinya, jika ia menolak pelimpahan jasa (suatu saat) maka asuransi hangus. Kalau masih tidak menyadari, mungkin akan berbuah kecil, itupun kalau si pelimpah jasa cukup bermoral.
Ingat! Hanya jasa kebajikan yang bisa dilimpahkan, bukan kajahatan Kejahatan tidak bisa dilimpahkan. Siapa yang mau menerima kejahatan? Ia sendiri pun tidak mau, apalagi orang lain.
Intinya, hewan, asura, makhluk di alam Neraka; tidak akan mendapatkan pelimpahan jasa akibat dihalang kamma buruk dan terlebih lagi, mereka tidak mengetahui dan tidak percaya kebajikan itu akan berbuah seperti apa. atau mungkin seperti hewan dikasih duit, tidak tahu cara menggunakannya.Apakah anda mengatakan bahwa selain hewan, asura, dan makhluk neraka akan DAPAT menerima pelimpahan jasa?
kalilmat di sini agak membingungkan, para deva tidak akan menerima, lalu para deva hanya mau menerima jasa, bukan pelimpahan. para deva akan menerima jika manusia itu bisa melihatnya.' Adalah sewajarnya manusia tidak bisa melihat dewa, kecuali dewa itu yang sengaja menampakkan/memperdengarkan dirinya kepada manusia spt pada kasus Nandamata.
Para deva tidak mungkin menerima pelimpahan jasa (biasa), atau dengan kata lain, mereka tidak akan menerimanya, mereka hanya mau menerima jasa, bukan pelimpahan. Mereka mungkin akan menerimanya jika manusia itu bisa melihatnya, atau mereka akan menerimanya dari sesama deva.
Manusia bisa dapat, bisa tidak, seperti asuransi yang saya jelaskan. Sama kayak si deva-deva.
Nah, setan kelaparan, inilah makanan terbaik untuk mereka. Semakin senang si setan kelaparan, semakin cepat ia bertumimbal lahir. Pelimpahan jasalah yang bisa membuat mereka senang. Mereka senantiasa kelaparan, setiap saat, setiap detik, jadi mereka selalu mencari kebahagiaan. Pelimpahan jasalah yang bisa membuat mereka senang, mereka akan sangat menerima pelimpahan jasa dari manapun, karena itu membuatnya bahagia.
Namun, sepertinya pelimpahan jasa adalah yang langka ditemukan mereka.
Semakin bahagia, semakin cepat ia bertumimbal lahir. Oleh karena itu, pelimpahan jasa untuk para leluhur yang misalnya terlahir menjadi setan kelaparan, akan sangat membuat mereka untuk segera bertumimbal lahir.
Kalau keluarganya tidak ada yang menjadi setan kelaparan trus??
Sang Buddha mengatakan: "Mustahil dalam samsara ini, tidak ada keluarga yang tidak terlahir menjadi setan kelaparan."
Keluarga itu banyak, bisa dari pihak ayah, ibu, saudara, dan saudara, atau yang agak jauh dari silsilah, atau yang pernah menjadi keluarga kita. Pasti ada keluarganya yang menjadi ini itu. Terimakasih.
Bukan bermaksud mendebat anda, karena pada signature anda tertulis "Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja."
Tapi di sini,agar tidak menyebarkan pandangan sesat maka dihimbau agar semua opini yang mengandung kata "Sang Buddha mengajarkan..." didukung oleh referensi yang otentik, di sutta/sutra mana ajaran itu terdapat.
Jawab: Kalau ini, susah bagi saya untuk tidak memuji Sang Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna. Kitab suci Buddha terlalu tebal, saya tidak bisa hapal di mana kata-kata itu, pastinya repot sekali setiap ngomong harus buka buku (syukur kalau ketemu). Ok ra, nanti saya lebih hati-hati. (Debat dan diskusi berbeda, saya menerima diskusi, yang pedas sekali pun gak apa-apa, yang penting itu benar [apa adanya]).
Mengapa anda tidak mau membagi jasa kepada orang jahat? apakah sewaktu melatih cinta kasih, belas kasihan, anda tidak mengarahkannya kepada semua makhluk, melainkan kepada semua makhluk yg baik saja? tidak mungkinkah seorang jahat juga bisa menjadi baik? bahkan Angulimala seorang pembunuh pun masih diterima oleh Sang Buddha dan menjadi Arahat.
Jawab: saya tidak mengatakan tidak mau berbagi jasa. Saya hanya memberi tanda tanya. Ini seperti halnya ketika seseorang bertanya: "Apakah saya boleh membantu pencuri?" Maka saya jawab: "Apakah baik, pencuri itu dibantu?" Biarlah dijawab masing-masing.
Jika suatu perbuatan berjasa dapat dilimpahkan kepada orang/makhluk lain, bagaimana dengan efektivitas hukum karma? dapatkah jasa itu mengintervensi hukum karma? Dalam Dhammapada tercantum syair yg intinya kurang lebih "Oleh diri sendiri seseorang melakukan kejahatan, dan diri sendiri kejahatan ditinggalkan, oleh diri sendiri seseorang menjadi murni, tidak ada orang lain yang dapat memurnikan orang lain." Bagaimana koneksinya antara opini anda dengan syair ini.
Jawab: yang di atas.
Dalam Anguttara Nikaya 7.53 Nandamata Sutta diceritakan bahwa Raja Dewa Vessavana meminta agar umat awam Nandamata "mendedikasikan" kepadanya jasa atas perbuatan berdana makanan kepada Sangha, ini tidak sesuai dengan statement anda di atas. bahkan seorang RAJA DEWA pun masih butuh jasa.
Jawab: oleh karena itu, saya katakan jika bisa lihat si deva (manusia bisa lihat deva), si deva mungkin mau. Sebelumnya saya juga tulis, beberapa deva "mungkin" songong, artinya beberapa mau. Tetapi, deva mana yang mau dilimpahkan, jika kita tidak bisa melihat mereka?
Mungkin karena anda adalah orang baik, tapi seorang yg jahat mungkin tidak keberatan menerima kejahatan. bahkan saya (gak tau apakah saya baik atau jahat) tidak akan menolak jika seorang koruptor melimpahkan uang hasil korupsinya kepada saya.
Jawab: semua orang mau perbuatan baik. Tetapi, orang jahat umumnya tidak tahu fungsi "Pelimpahan jasa". Kita boleh membagi kepada mereka, seperti yang saya tulis sebelumnya, mau gak kita bantu pencuri? Kalau kita kasihan atau mungkin keluarga kita/belas kasih, ya jawabnya silakan. Saya tidak mengatakan "Tidak".
Arahat penuh belas kasih, saya tahu itu.
Apakah anda mengatakan bahwa selain hewan, asura, dan makhluk neraka akan DAPAT menerima pelimpahan jasa?
Bisa dijelaskan bagaimana mekanisme "dihalang kamma buruk" ini? apakah selain spesies di atas akan tidak "dihalangi kamma buruk" dan selalu bisa menerima pelimpahan jasa?
Jawab: ada sambungannya, mungkin harus dibaca ulang.
kalilmat di sini agak membingungkan, para deva tidak akan menerima, lalu para deva hanya mau menerima jasa, bukan pelimpahan. para deva akan menerima jika manusia itu bisa melihatnya.' Adalah sewajarnya manusia tidak bisa melihat dewa, kecuali dewa itu yang sengaja menampakkan/memperdengarkan dirinya kepada manusia spt pada kasus Nandamata.
mohon diulang dengan kalimat yg lebih mudah.
Di atas saya sudah menyinggung tentang Nandamata Sutta, mungkinkah seorang raja dewa meminta sesuatu yang tidak akan ia terima?
Jawab: di atas juga sudah saya jawab.
ini ibarat seseorang kelaparan hampir mati yang meminta makanan lalu kita beri nasihat-nasihat bagaimana agar ia menjadi kaya, saya pikir setan kelaparan tidak membutuhkan jasa, setan atau siapapun juga yg kelaparan hanya butuh makan.
Jawab: sayang sekali setan kelaparan membutuhkan kebahagiaan untuk "Mati cepat", segera bertumimbal lahir. Karena, usia mereka cukup panjang, bisa ribuan tahun, mungkin ada yang cepat. "Pelimpahan Jasa" inilah makanan kebahagiaan untuk mereka.
Bagaikan nasihat baik yang menuntun seseorang pada kesejahteraannya, demikianlah pelimpahan jasa bagi si "peta".
Saya harap ini memenuhi "Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih."
Jawab: Tentu saja, Anda ingin mengujiku.
Jawab: Kalau ini, susah bagi saya untuk tidak memuji Sang Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna. Kitab suci Buddha terlalu tebal, saya tidak bisa hapal di mana kata-kata itu, pastinya repot sekali setiap ngomong harus buka buku (syukur kalau ketemu). Ok ra, nanti saya lebih hati-hati. (Debat dan diskusi berbeda, saya menerima diskusi, yang pedas sekali pun gak apa-apa, yang penting itu benar [apa adanya]).saya yakin dari ribuan member di sini tidak ada satupun yang hapal semua sutta/sutra, tapi hal itu bukan berarti kita tidak boleh mencari dari sumber yg sudah tersedia di mana2, online maupun offline. anda mengatakan menerima diskusi yg pedas sekalipun yang penting benar. benar yang bagaimana jika tanpa pembanding yang dapat dijadikan acuan?
Jawab: saya tidak mengatakan tidak mau berbagi jasa. Saya hanya memberi tanda tanya. Ini seperti halnya ketika seseorang bertanya: "Apakah saya boleh membantu pencuri?" Maka saya jawab: "Apakah baik, pencuri itu dibantu?" Biarlah dijawab masing-masing.ketika anda mengatakan hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? ini adalah bentuk pertanyaan rhetoris yang menyiratkan bahwa sebenarnya "kita" tidak mau berbagi dengan orang jahat. dan "kita" di sini tentu bukan merujuk pada anda dan saya dan semua orang di sini, melainkan hanya kebiasaan dalam komunikasi yang sebenarnya merujuk pada diri anda sendiri, bukankah demikian atau saya yg keliru memahami? sehubungan dengan contoh kasus "apakah saya boleh membantu pencuri?" jika ini ditujukan ke saya, maka saya akan menjawab "ya, saya akan membantu pencuri, perampok, dan penjahat apa pun; seperti dalam contoh yg saya kutip sebelumnya, toh Sang Buddha juga membantu Angulimala, bukankah sebagai seorang pengikut Sang Buddha kita selayaknya meneladani perilaku Sang Buddha, walaupun tidak semua setidaknya semampu saya.
Jika suatu perbuatan berjasa dapat dilimpahkan kepada orang/makhluk lain, bagaimana dengan efektivitas hukum karma? dapatkah jasa itu mengintervensi hukum karma? Dalam Dhammapada tercantum syair yg intinya kurang lebih "Oleh diri sendiri seseorang melakukan kejahatan, dan diri sendiri kejahatan ditinggalkan, oleh diri sendiri seseorang menjadi murni, tidak ada orang lain yang dapat memurnikan orang lain." Bagaimana koneksinya antara opini anda dengan syair ini.Kalau tidak keberatan tolong di copas lagi, karena saya belum melihat jawaban itu.
Jawab: yang di atas.
Jawab: oleh karena itu, saya katakan jika bisa lihat si deva (manusia bisa lihat deva), si deva mungkin mau. Sebelumnya saya juga tulis, beberapa deva "mungkin" songong, artinya beberapa mau. Tetapi, deva mana yang mau dilimpahkan, jika kita tidak bisa melihat mereka?Adakah rujukan mengenai hal ini bahwa melihat dewa dapat menjadi kriteria dewa mau menerima limpahan jasa, serta tentang deva yang "mungkin" songong. ini mungkin penting agar saya bisa mengetahui kapan harus melimpahkan jasa dan kepada jenis deva yg bagaimana.
Jawab: semua orang mau perbuatan baik. Tetapi, orang jahat umumnya tidak tahu fungsi "Pelimpahan jasa". Kita boleh membagi kepada mereka, seperti yang saya tulis sebelumnya, mau gak kita bantu pencuri? Kalau kita kasihan atau mungkin keluarga kita/belas kasih, ya jawabnya silakan. Saya tidak mengatakan "Tidak".ketika anda mengatakan " Siapa yang mau menerima kejahatan? ini juga saya pahami sebagai kalimat pertanyaan rhetoris yang maknanya lebih kurang sama spt pertanyaan rhetoris sebelumnya. tapi jika anda sendiri tidak menyetujui jawaban umum dari sebuah pertanyaan rhetoris seharusnya anda menyertakan juga jawaban versi anda.
Arahat penuh belas kasih, saya tahu itu.
Jawab: ada sambungannya, mungkin harus dibaca ulang.tidak etis jika dalam berdiskusi kita menyensor beberapa kalimat sehingga mengaburkan makna yang disampaikan. oleh karena itu saya terbiasa meng-quote keseluruhan post agar tidak terjadi kesalahpahaman, walaupun saya terpaksa membaginya dalam beberapa segmen agar memudahkan untuk menelusuri pertanyaan/jawaban ini untuk pernyataan yang mana.
kalilmat di sini agak membingungkan, para deva tidak akan menerima, lalu para deva hanya mau menerima jasa, bukan pelimpahan. para deva akan menerima jika manusia itu bisa melihatnya.' Adalah sewajarnya manusia tidak bisa melihat dewa, kecuali dewa itu yang sengaja menampakkan/memperdengarkan dirinya kepada manusia spt pada kasus Nandamata.walaupun anda mengaku sudah menjawab, tapi saya tetap tidak menemukan jawabannya, mohon sudi men-copas bagian yang anda anggap sebagai jawaban.
mohon diulang dengan kalimat yg lebih mudah.
Di atas saya sudah menyinggung tentang Nandamata Sutta, mungkinkah seorang raja dewa meminta sesuatu yang tidak akan ia terima?
Jawab: di atas juga sudah saya jawab.
Jawab: sayang sekali setan kelaparan membutuhkan kebahagiaan untuk "Mati cepat", segera bertumimbal lahir. Karena, usia mereka cukup panjang, bisa ribuan tahun, mungkin ada yang cepat. "Pelimpahan Jasa" inilah makanan kebahagiaan untuk mereka.untuk bagian ini saya menuntut referensi yang sah, karena anda tentu bukan dan tidak mewakili para "setan kelaparan" atau anda bisa dituduh memfitnah "Setan kelaparan"
Bagaikan nasihat baik yang menuntun seseorang pada kesejahteraannya, demikianlah pelimpahan jasa bagi si "peta".
saya yakin dari ribuan member di sini tidak ada satupun yang hapal semua sutta/sutra, tapi hal itu bukan berarti kita tidak boleh mencari dari sumber yg sudah tersedia di mana2, online maupun offline. anda mengatakan menerima diskusi yg pedas sekalipun yang penting benar. benar yang bagaimana jika tanpa pembanding yang dapat dijadikan acuan?
Jawab: Misalkan seseorang menulis: "Saya orang jahat (mungkin)." Jika tanda kurung itu ditiadakan maka maknanya, ia orang jahat. Jika apa adanya, tidak dibuang maka maknanya bisa jahat/baik. Demikian pula, Tuan memotong pernyataan saya yang diberi tanda kurung siku, maknanya jadi hilang. Maksud saya adalah "Benar" = fakta = apa adanya, bukan tentang benar atau salah, tetapi apa adanya. Apa adanya memang pastinya ke yang benar. Oleh karena itu, saya kurung kata lanjutan, atau mungkin bisa digunakan tanda petik.
Beberapa pernyataan orang lain, tidak dapat dipotong atau dipisah sepotong-potong, Tuan, beberapa mungkin bisa. Seperti halnya layar, tidak bisa dilipat karena akan hancur, demikian pula, beberapa pernyataan tidak bisa dipotong atau dipisah sepotong-potong karena mungkin ada tambahan pada kalimat berikutnya.
ketika anda mengatakan hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? ini adalah bentuk pertanyaan rhetoris yang menyiratkan bahwa sebenarnya "kita" tidak mau berbagi dengan orang jahat. dan "kita" di sini tentu bukan merujuk pada anda dan saya dan semua orang di sini, melainkan hanya kebiasaan dalam komunikasi yang sebenarnya merujuk pada diri anda sendiri, bukankah demikian atau saya yg keliru memahami? sehubungan dengan contoh kasus "apakah saya boleh membantu pencuri?" jika ini ditujukan ke saya, maka saya akan menjawab "ya, saya akan membantu pencuri, perampok, dan penjahat apa pun; seperti dalam contoh yg saya kutip sebelumnya, toh Sang Buddha juga membantu Angulimala, bukankah sebagai seorang pengikut Sang Buddha kita selayaknya meneladani perilaku Sang Buddha, walaupun tidak semua setidaknya semampu saya.
Jawab: Tuan, hampir semua yang saya jelaskan, Tuan keliru memahaminya. Saya tidak mungkin menjelaskan A-Z karena ini percakapan online, bukan secara langsung. Tuan pastinya memahami hal ini.
Maksud saya ketika mengatakan: "Apakah saya boleh membantu pencuri?" = "Apakah saya boleh ikut mencuri?" (tadi kelewat).
"... hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat?" Ini maksudnya bukan membantu dia jadi baik, tentu saja membantunya menjadi baik, itu perbuatan yang tidak bisa dikatakan "ditolak". Akan tetapi, maksud saya adalah "Maukah kita ikut berbuat jahat, membantunya melakukan perbuatan jahat?" Jika kita melimpahkan jasa kepada mereka yang jahat, "bisa jadi", kebajikan itu malah menolong sifat jahatnya bertahan lama, bisa juga sifat jahatnya jadi berkurang.
Dalam kasus Yang Mulia Angulima, ini bukan kasus "pelimpahan jasa". Tuan harusnya mengerti makna "pelimpahan jasa". Pelimpahan jasa berbeda dengan "membantu seseorang menjadi baik", ini dua kasus yang berbeda.
Pelimpahan jasa = membagi kebajikan
Membantu = menyarankan ia berbuat baik.
Jasa = menginginkan perbuatan baik berbuah.
Sepertinya ini sudah cukup jelas untuk pertanyaan berikutnya karena saya lihat, Tuan sepertinya salah memahami makna "pelimpahan jasa".
Baik sekali jika komentar pertama saya dibaca kembali (jika tidak keberatan).
bagian yg saya tidak sertakan adalah [apa adanya]. ini tidak saya sertakan bukan dengan tujuan untuk membelokkan maknanya, melainkan karena saya sudah sepakat dgn anda bahwa kata dalam kurung itu memang bermakna sama dengan kata yg mendahuluinya sehingga tidak perlu diulang. baiklah agar tidak berbelok kemana2, saya akan ulangi lagi dengan lengkapsaya yakin dari ribuan member di sini tidak ada satupun yang hapal semua sutta/sutra, tapi hal itu bukan berarti kita tidak boleh mencari dari sumber yg sudah tersedia di mana2, online maupun offline. anda mengatakan menerima diskusi yg pedas sekalipun yang penting benar. benar yang bagaimana jika tanpa pembanding yang dapat dijadikan acuan?
Jawab: Misalkan seseorang menulis: "Saya orang jahat (mungkin)." Jika tanda kurung itu ditiadakan maka maknanya, ia orang jahat. Jika apa adanya, tidak dibuang maka maknanya bisa jahat/baik. Demikian pula, Tuan memotong pernyataan saya yang diberi tanda kurung siku, maknanya jadi hilang. Maksud saya adalah "Benar" = fakta = apa adanya, bukan tentang benar atau salah, tetapi apa adanya. Apa adanya memang pastinya ke yang benar. Oleh karena itu, saya kurung kata lanjutan, atau mungkin bisa digunakan tanda petik.
Beberapa pernyataan orang lain, tidak dapat dipotong atau dipisah sepotong-potong, Tuan, beberapa mungkin bisa. Seperti halnya layar, tidak bisa dilipat karena akan hancur, demikian pula, beberapa pernyataan tidak bisa dipotong atau dipisah sepotong-potong karena mungkin ada tambahan pada kalimat berikutnya.
Jawab: Tuan, hampir semua yang saya jelaskan, Tuan keliru memahaminya. Saya tidak mungkin menjelaskan A-Z karena ini percakapan online, bukan secara langsung. Tuan pastinya memahami hal ini.
Maksud saya ketika mengatakan: "Apakah saya boleh membantu pencuri?" = "Apakah saya boleh ikut mencuri?" (tadi kelewat).anda mulai berputar-putar, sebelumnya anda secara jelas mengatakan "apakah saya boleh membantu pencuri? silakan dilihat lagi ke atas kalau anda merasa perlu berkelit, awalnya anda memang mengatakan hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? tapi kemudian anda memberikan contoh dengan kalimat apakah saya boleh membantu pencuri?, silakan dibaca kembali secara kronologis, respon saya dengan kasus Angulimala itu adalah tanggapan atas membantu pencuri itu, bukan atas membagi jasa kebaikan yang memang tentu saja tidak apple to apple.
"... hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat?" Ini maksudnya bukan membantu dia jadi baik, tentu saja membantunya menjadi baik, itu perbuatan yang tidak bisa dikatakan "ditolak". Akan tetapi, maksud saya adalah "Maukah kita ikut berbuat jahat, membantunya melakukan perbuatan jahat?" Jika kita melimpahkan jasa kepada mereka yang jahat, "bisa jadi", kebajikan itu malah menolong sifat jahatnya bertahan lama, bisa juga sifat jahatnya jadi berkurang.
Dalam kasus Yang Mulia Angulima, ini bukan kasus "pelimpahan jasa". Tuan harusnya mengerti makna "pelimpahan jasa". Pelimpahan jasa berbeda dengan "membantu seseorang menjadi baik", ini dua kasus yang berbeda.
Pelimpahan jasa = membagi kebajikanDi sini anda membuat pernyataan baru lagi yg saya perlu minta klarifikasi, Jasa = menginginkan perbuatan baik berbuah., jadi menurut anda dari kalimat itu jasa adalah sebuah keinginan
Membantu = menyarankan ia berbuat baik.
Jasa = menginginkan perbuatan baik berbuah.
Sepertinya ini sudah cukup jelas untuk pertanyaan berikutnya karena saya lihat, Tuan sepertinya salah memahami makna "pelimpahan jasa".Itulah sebabnya saya minta penjelasan dari anda agar saya tidak salah memahami.
Baik sekali jika komentar pertama saya dibaca kembali (jika tidak keberatan).[/b]sudah menjadi kebiasaan kami untuk membaca sebelum mengajukan atau menanggapi dengan pertanyaan. dan setelah membaca dan ternyata salah memahami, adalah kewajiban pemberi pernyataan untuk menjelaskan sejelas2nya.
Poin utama:
bagian yg saya tidak sertakan adalah [apa adanya]. ini tidak saya sertakan bukan dengan tujuan untuk membelokkan maknanya, melainkan karena saya sudah sepakat dgn anda bahwa kata dalam kurung itu memang bermakna sama dengan kata yg mendahuluinya sehingga tidak perlu diulang. baiklah agar tidak berbelok kemana2, saya akan ulangi lagi dengan lengkap
saya yakin dari ribuan member di sini tidak ada satupun yang hapal semua sutta/sutra, tapi hal itu bukan berarti kita tidak boleh mencari dari sumber yg sudah tersedia di mana2, online maupun offline. anda mengatakan menerima diskusi yg pedas sekalipun yang penting benar [apa adanya]. benar [apa adanya] yang bagaimana jika tanpa pembanding yang dapat dijadikan acuan?
Silakan ditanggapi
Jawab:Diskusi yang pedas sekalipun, yang penting benar (apa adanya). Maksudnya: walaupun ia mencela saya, jika hal itu pantas, saya terima karena apa adanya (benar).
Misalnya:
A: Anda tolol, Anda sebelumnya mengatakan ini kemudian itu dan sekarang beda lagi isinya.
Saya: Baiklah saya akui kesalahan saya, saya keliru (seandainya saya salah).
Kata "Tolol" itu kan "pedas", jika saya salah, saya terima. Inilah apa adanya. Jika ia mencoba mencela namun saya yang benar (saya tidak salah namun ia cukup kasar dan salah) maka saya diam, ia pasti ingin berdebat walaupun berkata "Saya tidak ingin berdebat". Karena, saya tidak ingin berdebat. Jika memungkinkan, saya kasih tahu kalau ia yang keliru. Jika ia menolak atau salah menafsirkan "lagi" maka saya diam, "dialah pemenangnya".
Seseorang boleh saja mengatakan: "Saya tidak ingin debat." Akan tetapi, jika isinya debat, ia ingin debat. Seseorang boleh saja mengatakan "Saya menghindari debat." Akan tetapi, jika isinya debat, ia ingin debat.
Jika hampir semua yg anda jelaskan telah keliru saya pahami, bukankah itu juga bisa terjadi dengan para pembaca lainnya. Apakah anda tidak merasa berkewajiban untuk meluruskan apa yg telah keliru dipahami itu yang bersumber dari pernyataan2 yang anda buat? dan jika hampir semua yg anda jelaskan telah keliru saya pahami, bukankah anda seharusnya menggunakan bahasa yang lebih mudah untuk dipahami saya dan mungkin para pembaca lainnya juga? dalam hal berdiskusi, saya ingat terjadi diskusi panas puluhan tahun lalu yang pernah saya baca, diksusi/debat itu berlangsung melalui majalah buddhism antara Bhikkhu Myanmar dan Srilanka, kalau gak salah majalah ini terbit 3 bulan sekali, dan debat itu berlangsung tiap terbit selama bertahun2 (3 tahun kalo gak salah), jadi soal online atau offline tidak ada masalah untuk berdiskusi, hanya mungkin cara penyampaiannya memerlukan usaha lebih banyak tapi bukan tidak bisa.
Jawab: Oleh karena itu, saya punya signature: tidak menerima debat.
Diskusi adalah satu hal, debat adalah hal lainnya, diskusi dan debat adalah berbeda dalam makna dan berbeda dalam kata. di sini Tuan juga keliru akan makna diskusi dan debat.
anda mulai berputar-putar, sebelumnya anda secara jelas mengatakan "apakah saya boleh membantu pencuri? silakan dilihat lagi ke atas kalau anda merasa perlu berkelit, awalnya anda memang mengatakan hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat? tapi kemudian anda memberikan contoh dengan kalimat apakah saya boleh membantu pencuri?, silakan dibaca kembali secara kronologis, respon saya dengan kasus Angulimala itu adalah tanggapan atas membantu pencuri itu, bukan atas membagi jasa kebaikan yang memang tentu saja tidak apple to apple.
Dan persamaan "Apakah saya boleh membantu pencuri?" = "Apakah saya boleh ikut mencuri?" sptnya agak terlalu dipaksakan, karena bahkan seorang tolol pun akan dapat memahami perbedaannya.
Jawab:
(a) hanya saja maukah kita membagi jasa kebajikan kepada orang jahat?
Maknanya: mau gak situ ikut berbuat jahat.
(b) apakahsayabaik,bolehmembantu pencuri?
Maknanya juga sama: mau gak situ ikut berbuat jahat.
Di sini anda membuat pernyataan baru lagi yg saya perlu minta klarifikasi, Jasa = menginginkan perbuatan baik berbuah., jadi menurut anda dari kalimat itu jasa adalah sebuah keinginanItulah sebabnya saya minta penjelasan dari anda agar saya tidak salah memahami.sudah menjadi kebiasaan kami untuk membaca sebelum mengajukan atau menanggapi dengan pertanyaan. dan setelah membaca dan ternyata salah memahami, adalah kewajiban pemberi pernyataan untuk menjelaskan sejelas2nya.
Jawab: ini saya jelaskan di poin utama (di bawah) atau dengan kata lain, yang paling utama harus Tuan pahami (seharusnya).
Poin utama:kita akan berputar2 terus selama anda masih tidak mampu memberikan referensi otentik tentang di mana Sang Buddha mengajarkan pelimpahan jasa ini. sebagai seorang Buddhis adalah sewajarnya saya mengikuti ajaran Sang Buddha, dan bukan ajaran lain apalagi ajaran anda. tapi sepertinya apa yang anda sampaikan sejauh ini adalah ajaran anda, karena jika anda mempelajari ini dari Sang Buddha atau dari catatan ajaran Sang Buddha anda tentu tidak perlu berlagak seolah-olah habis nabrak tiang listrik.
Karena Tuan tidak memahami arti pelimpahan jasa maka ini harusnya dipahami terlebih dahulu, jika tidak maka akan berputar-putar terus. Seperti yang saya katakan, komentar pertama saya sudah cukup jelas.
Pelimpahan jasa
Pelimpahan jasa adalah seseorang melimpahkan kebaikannya kepada seseorang (bisa satu atau lebih). Ini seperti halnya seseorang mengkopi file dan memindahkannya ke flashdisk seseorang. Tidak ada yang berkurang, kebajikan yang diterima orang pertama walaupun dibagi, tidak akan berkurang.
Ini berbeda dengan menolong seseorang. Misalnya orang itu orang jahat, kita ingin dia menjadi baik, "pelimpahan jasa" belum tentu membuatnya menjadi baik, sekali lagi, belum tentu. Pelimpahan jasa melimpahkan jasa kebajikan agar limpahan itu berbuah untuk si penerima, bukan berarti si penerima langsung jadi baik. Artinya, jika si penerima memiliki perbuatan jahat, perbuatan jahat itu akan berbuah padanya, dengan bantuan pelimpahan jasa, ia memiliki kebajikan baru, kebajikan tambahan. Seperti halnya jika warisan, pelimpahan jasa itu seperti warisan yang diberikan, jika seseorang miskin, itu akibat perbuatan buruknya, pelimpahan jasa adalah untuk meringankannya, tergantung limpahan itu, seperti tergantung jumlah warisan. jumlah warisan bisa saja cuman (katakanlah) sejuta, (jika) ia memiliki hutang besar (misalnya) maka ia hanya terbantu sedikit.ini menarik, jika karma seseorang mengarahkannya pada kelahiran di alam neraka, maka jika dilimpahkan jasa sebanyak2nya maka bisa jadi dia batal ke neraka. dengan kata lain anda mengatakan bahwa hukum karma bisa dibatalkan atau di-override oleh jasa. ini jelas tidak sejalan dengan ajaran Sang Buddha.
hutang besar = kamma buruk
sejuta = pelimpahan jasa.
Pelimpahan jasa = untuk meringankan seseorang, jika ia (si penerima) bermoral, itu bisa sangat bagus, jika tidak bermoral, ya, kamma buruk tidak cukup untuk limpahan yang ada.
Beda "pelimpahan jasa", "membantu seseorang", dan "jasa"apakah anda mewakili semua orangtua? anda tidak mungkin bisa mengetahui bagaimana orangtua akan membagikan warisan kepada anak2nya, saya percaya bahwa tiap orangtua memiliki pertimbangannya masing-masing, hanya setelah melakukan riset dengan menginterview sample orangtua baru bisa disimpulkan demikian, walaupun data statistik pun tidak mutlak benar, selalu terjadi anomali dalam riset statistik mana pun.
Contoh kalimat:
1. Saya limpahkan jasa saya kepada si "A"
Artinya: ia ingin berbagi kebaikan dari hasil perbuatannya. Seperti halnya orangtua mewariskan warisan kepada anaknya. Baik anaknya jahat ataupun baik, si anak akan menerima warisan, tetapi orangtua mana yang mau memberikan warisan yang banyak kepada anak yang jahat? Jika orangtua itu bijak? Kecuali mungkin anak satu-satunya, atau mungkin kasihan/belas kasih. Tetap saja, orangtua yang bijak, tidak akan memberikan warisan yang banyak kepada anaknya yang jahat.
2. Saya membantu si "A"ini memang cukup jelas, tapi apakah kualifikasi yang anda miliki untuk menilai sesuatu itu baik dan jahat? sesuatu yang baik menurut anda belum tentu baik bagi orang lain, dan sebaliknya.
Artinya: si "A" kurang baik atau pelaku kejahatan, saya membantunya agar ia menjadi baik, tidak terjerumus ke yang jahat karena itu akan menuntun pada kesengsaraannya. Saya akan membantunya di jalan yang baik karena itu akan menuntunnya kepada kesejahteraannya. Saya kira ini cukup jelas, tidak perlu panjang lebar.
3. Saya mau perbuatan baik saya berbuah.
Saya berbuat baik, saya menolong seseorang, saya menjalankan sila, saya menghormati mereka yang pantas, "Semoga saya terlahir di alam yang baik"; "Semoga perbuatan baik menuntunku pada kesejahteraanku." Inilah "jasa". Ketika dikatakan para deva ingin "jasa", inilah maksudnya.