Pak Hudoyo, saya ingin melanjutkan dialog ini. Ada bbrp hal yang menurut saya perlu pemahaman yg lebih baik.
Berhentinya pikiran adalah sadar/eling. Tapi bukankah bahwa dalam prakteknya, kita tidak bisa berhenti secara serta merta untuk jangka waktu yang panjang. Paling-paling hanya sekejap-sekejap saja dalam kesadaran. Disamping itu, untuk berhenti tentu tidak bisa dengan suatu kemauan sadar (voluntary). Bagi orang2 yang belum bisa menangkap kiatnya, tentu perbincangan semacam ini tidak ada artinya.
Lagipula, kehausan memupuk pengetahuan itu tidak bisa / jarang yg bisa menyadarinya untuk diberhentikan secara serta merta. Hal ini sangat berkaitan erat dengan keinginan / nafsu untuk mencapai pencerahan.
Melakukan hal ini sepertinya justru akan sangat menakutkan bagi kebanyakan orang.
Oleh karena itu, untuk menuju kepada 'aktualisasi berhenti' tersebut, orang-orang yg sudah telanjur belajar agama Buddha, memerlukan suatu pijakan konseptual yg bisa memberinya rasa nyaman. Inilah yang saya maksud dengan 'belajar'.
Bukankah demikian yg terjadi senyatanya di lapangan?
Rekan Suchamda,
Memang benar kata Anda, ... orang tidak mungkin berhenti berpikir untuk jangka waktu panjang ... apalagi bagi para pemula ...
Yang menjadi masalah ialah, biasanya pemeditasi itu
MENGHARAPKAN untuk bisa berhenti berpikir untuk waktu panjang ... Mereka lupa bahwa
yang penting adalah PIKIRAN BERHENTI PADA SAAT INI ...
Lihat ...
begitu licinnya si aku/pikiran ini ... instruksinya "Sadarilah pikiran/si aku
pada saat ini" ... lalu diterjemahkannya menjadi, "Sadarilah pikiran/si aku
terus-menerus" ... Itu kan si aku lagi yang menyelinap masuk kembali dan sekarang bertopeng/berperan sebagai seorang
pemeditasi ...
Betul sekali, orang yang belajar Buddha-Dhamma secara intelektual belaka, itu tidak lain karena dia mencari
KEPUASAN INTELEKTUAL, ... dan itu sering dikacaukannya dengan
PENCERAHAN yang sesungguhnya. ...
Itulah sebabnya saya katakan, banyak orang belajar Agama Buddha untuk mengejar KEPUASAN EGO, KEPUASAN INTELEKTUAL untuk mengenyam sedikit
KEBAHAGIAAN karena
MERASA MENGERTI BUDDHA-DHAMMA. Mereka lupa bahwa eksistensi ini pada dasarnya adalah
DUKKHA. ... Bagi saya, orang yang mempelajari Buddha-Dhamma seperti ini, sama saja seperti orang yang memegang seekor ular pada ekornya ... ia akan menderita terus.
Lalu Anda ingin memberikan "pijakan intelektual" yang bisa memberinya "rasa nyaman". ... Nah itulah, ... kata kuncinya adalah "yang bisa memberinya
rasa nyaman" ... Silakan saja Anda coba ... saya ingin tahu, kapan orang seperti itu akan 'sadar' ... Anda punya kasus yang bisa ditampilkan? ...
Menurut saya, itu sama saja dengan
memberikan narkoba kepada orang yang sudah kecanduan narkoba ...
Buat saya, sih, bagi orang yang kecanduan narkoba tidak ada obat lain daripada ...
diguyur pakai air dingin. ...
Buktinya saya berhasil ... lihat si Riky, anak saya sekarang. ...
... Berkat
ketajaman inteleknya, ia mampu
memahami paparan saya ... lalu
menerapkannya dalam batinnya sendiri.
Salam,
Hudoyo