//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ajaran Sunnata Dalam Theravada  (Read 43785 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« on: 14 November 2007, 09:51:04 PM »
Sunyata..sunyata dan sunyata, kita sering mendengar istilah ini dan kita lebih sering mendengarnya dari umat Mahayana yang mengacu pada Prajnaparamita Hrdaya Sutra. Lalu apakah dalam Theravada tidak terdapat istilah ataupun mengenal ajaran mengenai Sunyata?

Nampaknya tidak demikian. Dalam Theravada nampaknya juga terdapat istilah maupun ajaran mengenai Sunyata. Tapi nampaknya istilah Sunyata atau dalam bahasa Pali "Suññata" dalam Theravada tidaklah sepopuler dalam Mahayana. Mengapa tidak populer? Karena istilah Suññata adalah suatu bentuk penggambaran dari istilah lainnya yaitu Anatta. Istilah Anatta inilah yang lebih populer dikalangan Theravadin.

Istilah Suñña atau Suññata terdapat dalam Kitab Pali salah satunya dalam Suññataloka Sutta

Atha kho āyasmā ānando…pe… bhagavantaṃ etadavoca – ‘‘‘suñño loko, suñño loko’ti, bhante, vuccati. Kittāvatā nu kho, bhante, suñño lokoti vuccatī’’ti?

‘‘Yasmā ca kho, ānanda, suññaṃ attena vā attaniyena vā tasmā suñño lokoti vuccati......”


Kira-kira demikian terjemahannya:

Y.M. Ananda mengunjungi Sang Bhagava dan setelah tiba ia memberikan sujud hormat, dan duduk di salah satu sisi. Saat ia duduk di sana ia berkata kepada Sang Bhagava, ”Dikatakan bahwa dunia itu kosong (sunna), dunia adalah kosong, Bhante, dalam hal apakah dikatakan bahwa dunia itu adalah kosong?”

”Sejauh dimana dunia kosong dari diri sejati/inti (atta), karena hal itulah dikatakan, Ananda, bahwa dunia itu kosong.”


(Sunnataloka Sutta; Samyutta Nikaya 35.85 {S 4.53})

Dari sini kita bisa melihat bahwa dalam Theravada terdapat istilah Sunyata / Suññata dan mengajarkan mengenai Suññata. Sang Buddha mengajarkan mengenai Suññata. Dan kemudian ajaran Sunyata ini ditempa kembali, dikembangkan dan dipopulerkan oleh Nagarjuna, hingga menjadi populer dikalangan Mahayanis. Sedangkan Theravadin lebih menggunakan istilah Anatta dibandin dengan Suññata.

Demikian.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #1 on: 14 November 2007, 10:00:21 PM »
eeeee.....

 _/\_ _/\_ _/\_ _/\_ _/\_

baru tau aku..thx for the info boss...kalo gitu Nagarjuna bukanlah penemu teori Sunyata... ;D tapi kenapa banyak yg bilank dia yg menemukan teori SUnyata yak...:hammer: credited for somehing that he didn't discover...

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #2 on: 14 November 2007, 10:07:30 PM »
wow... study literatur anda berdua mengerikan... (mengagumkan)

 ^:)^ ^:)^ ^:)^
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #3 on: 14 November 2007, 10:17:03 PM »
kayakne...gw gk mengerikan deh...yg mengerikan cuma Ko kelana... ;D


Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #4 on: 23 November 2007, 07:50:22 AM »
cm mo tanya, apa yang dimaksud "loka" atau dunia yang disebut diatas  _/\_

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #5 on: 24 November 2007, 07:50:59 AM »

baru tau aku..thx for the info boss...kalo gitu Nagarjuna bukanlah penemu teori Sunyata... ;D tapi kenapa banyak yg bilank dia yg menemukan teori SUnyata yak...:hammer: credited for somehing that he didn't discover...

Y welcome.
Mungkin karena istilah sunyata tidak populer di aliran lain dan mungkin banyak yang tidak tau mengenai hal ini. Opini pribadi saya, Nagarjuna hanya menempa kembali ajaran anatta. Seperti besi yang ditempa menjadi sesuatu yang baru. Apakah hasil tempaan itu bersesuaian dengan yang dimaksud oleh Sang Buddha sendiri atau tidak, saya belum tahu pasti. Yang pasti sekarang banyak orang yang bingung mengenai istilah kosong=isi atau sunyata=rupa  ^-^
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #6 on: 24 November 2007, 07:51:50 AM »
cm mo tanya, apa yang dimaksud "loka" atau dunia yang disebut diatas  _/\_

Yang saya sampaikan di atas hanya sebagian dari sutta sunnataloka sutta. Selengkapnya sebagai berikut:

----

Atha kho āyasmā ānando…pe… bhagavantaṃ etadavoca – ‘‘‘suñño loko, suñño loko’ti, bhante, vuccati. Kittāvatā nu kho, bhante, suñño lokoti vuccatī’’ti?

‘‘Yasmā ca kho, ānanda, suññaṃ attena vā attaniyena vā tasmā suñño lokoti vuccati. Kiñca, ānanda, suññaṃ attena vā attaniyena vā?

Cakkhu kho, ānanda, suññaṃ attena vā attaniyena vā. Rūpā suññā attena vā attaniyena vā, cakkhuviññāṇaṃ suññaṃ attena vā attaniyena vā, cakkhusamphasso suñño attena vā attaniyena vā…pe… yampidaṃ manosamphassapaccayā uppajjati vedayitaṃ sukhaṃ vā dukkhaṃ vā adukkhamasukhaṃ vā tampi suññaṃ attena vā attaniyena vā. Yasmā ca kho, ānanda, suññaṃ attena vā attaniyena vā, tasmā suñño lokoti vuccatī’’ti. Dutiyaṃ.

----
Kira-kira terjemahan lengkapnya:

----

Y.M. Ananda mengunjungi Sang Bhagava dan setelah tiba ia memberikan sujud hormat, dan duduk di salah satu sisi. Saat ia duduk di sana ia berkata kepada Sang Bhagava, ”Dikatakan bahwa dunia itu kosong (sunna), dunia adalah kosong, Bhante, dalam hal apakah dikatakan bahwa dunia itu adalah kosong?”

”Sejauh dimana dunia kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri, karena hal itulah dikatakan, Ananda, bahwa dunia itu kosong. Dan apakah yang kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri?

Mata, Ananda, adalah kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri. Jasmani adalah kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri. Kesadaran mata……, kontak/sentuhan (phassa) mata ……..kontak pikiran yang menghasilkan perasaan suka dan duka maupun yang tidak suka dan tidak duka (adukkhamasukha) adalah kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri.

Demikanlah Ananda, hal-hal yang kosong dari diri sejati/inti (atta) atau kosong dari yang berkenaan dengan diri, karena itulah dunia itu adalah kosong.

-----end

(Sunnataloka Sutta; Samyutta Nikaya 35.85 {S 4.53})

Catatan: yang titik-titik (…..) sepertinya ada terusannya. Ketika saya cari, saya temukan bahwa yang titik-titik tesebut Sang Buddha menjelaskan mengenai 6 indera, 6 kesadaran, 6 sentuhan/kontak, dan 18 perasaan (saya tidak tahu secara rinci mengenai hal ini dan mungkin Sdr. Markos yang justru lebih paham dari saya)

Dari sutta tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa “loka” atau dunia adalah segala sesuatu yang berunsur, termasuk nama (batin) dan rupa (jasmani).

Demikian setahu saya.
« Last Edit: 24 November 2007, 07:53:29 AM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #7 on: 24 November 2007, 08:01:28 AM »
O ya, ajaran sunnata ternyata ada juga dalam Majjhima Nikaya, yaitu
Cula-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 121
Maha-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 122
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #8 on: 24 November 2007, 06:43:00 PM »
(Sunnataloka Sutta; Samyutta Nikaya 35.85 {S 4.53})

Catatan: yang titik-titik (…..) sepertinya ada terusannya. Ketika saya cari, saya temukan bahwa yang titik-titik tesebut Sang Buddha menjelaskan mengenai 6 indera, 6 kesadaran, 6 sentuhan/kontak, dan 18 perasaan
Dari sutta tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa “loka” atau dunia adalah segala sesuatu yang berunsur, termasuk nama (batin) dan rupa (jasmani).

Demikian setahu saya.

hmm.... kelihatannya nyambungnya bener ke anatta yah....

anumodana atas dhamma yang anda sampaikan  _/\_

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #9 on: 24 November 2007, 06:45:54 PM »
O ya, ajaran sunnata ternyata ada juga dalam Majjhima Nikaya, yaitu
Cula-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 121
Maha-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 122


mnt perincian isinya dong, bro....

anumodana

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #10 on: 24 November 2007, 06:58:29 PM »
Salut ama Bro Kelana..
^:)^  ^:)^  ^:)^
Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #11 on: 26 November 2007, 06:43:48 AM »
O ya, ajaran sunnata ternyata ada juga dalam Majjhima Nikaya, yaitu
Cula-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 121
Maha-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 122


mnt perincian isinya dong, bro....

anumodana

Saya belum menemukan yang berbahasa Indonesianya, tapi yang bahasa Inggris. Berikut yang berbahasa Inggrisnya.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Cula-suññata Sutta
« Reply #12 on: 26 November 2007, 06:56:25 AM »
Namo Tassa Bhagavanto Arahato Sammāsambuddhasa

---------------

Cula-suññata Sutta
The Lesser Discourse on Emptiness

I have heard that on one occasion the Blessed One was staying at Savatthi in the Eastern Monastery, the palace of Migara's mother. Then in the evening, Ven. Ananda, coming out of seclusion, went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there, he said to the Blessed One: "On one occasion, when the Blessed One was staying among the Sakyans in a Sakyan town named Nagaraka, there — face-to-face with the Blessed One — I heard this, face-to-face I learned this: 'I now remain fully in a dwelling of emptiness.' Did I hear that correctly, learn it correctly, attend to it correctly, remember it correctly?"

[The Buddha:] "Yes, Ananda, you heard that correctly, learned it correctly, attended to it correctly, remembered it correctly. Now, as well as before, I remain fully in a dwelling of emptiness. Just as this palace of Migara's mother is empty of elephants, cattle, & mares, empty of gold & silver, empty of assemblies of women & men, and there is only this non-emptiness — the singleness based on the community of monks; even so, Ananda, a monk — not attending to the perception1 of village, not attending to the perception of human being — attends to the singleness based on the perception of wilderness. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of wilderness.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of village are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of human being are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the perception of wilderness.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of village. This mode of perception is empty of the perception of human being. There is only this non-emptiness: the singleness based on the perception of wilderness.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

The Perception of Earth
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of human being, not attending to the perception of wilderness — attends to the singleness based on the perception of earth. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of earth. Just as a bull's hide is stretched free from wrinkles with a hundred stakes, even so — without attending to all the ridges & hollows, the river ravines, the tracts of stumps & thorns, the craggy irregularities of this earth — he attends to the singleness based on the perception of earth. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of earth.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of human being are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of wilderness are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the perception of earth.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of human being. This mode of perception is empty of the perception of wilderness. There is only this non-emptiness: the singleness based on the perception of earth.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

(The Infinitude of Space)
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of wilderness, not attending to the perception of earth — attends to the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of space. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of the dimension of the infinitude of space.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of wilderness are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of earth are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of space.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of wilderness. This mode of perception is empty of the perception of earth. There is only this non-emptiness: the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of space.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

(The Infinitude of Consciousness)
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of earth, not attending to the perception of the dimension of the infinitude of space — attends to the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of consciousness. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of the dimension of the infinitude of consciousness.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of earth are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of the infinitude of space are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of consciousness.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of earth. This mode of perception is empty of the perception of the dimension of the infinitude of space. There is only this non-emptiness: the singleness based on the perception of the dimension of the infinitude of consciousness.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

(Nothingness)
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of the dimension of the infinitude of space, not attending to the perception of the dimension of the infinitude of consciousness — attends to the singleness based on the perception of the dimension of nothingness. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its perception of the dimension of nothingness.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of the infinitude of space are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of the infinitude of consciousness are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the perception of the dimension of nothingness.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of the dimension of the infinitude of space. This mode of perception is empty of the perception of the dimension of the infinitude of consciousness. There is only this non-emptiness: the singleness based on the perception of the dimension of nothingness.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

(Neither Perception nor Non-Perception)
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of the dimension of the infinitude of consciousness, not attending to the perception of the dimension of nothingness — attends to the singleness based on the dimension of neither perception nor non-perception. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in the dimension of neither perception nor non-perception.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of the infinitude of consciousness are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of nothingness are not present. There is only this modicum of disturbance: the singleness based on the dimension of neither perception nor non-perception.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of the dimension of the infinitude of consciousness. This mode of perception is empty of the perception of the dimension of nothingness. There is only this non-emptiness: the singleness based on the dimension of neither perception nor non-perception.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

Theme-Less Concentration
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of the dimension of nothingness, not attending to the perception of the dimension of neither perception nor non-perception — attends to the singleness based on the theme-less concentration of awareness. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its theme-less concentration of awareness.

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of nothingness are not present. Whatever disturbances that would exist based on the perception of the dimension of neither perception nor non-perception, are not present. And there is only this modicum of disturbance: that connected with the six sensory spheres, dependent on this very body with life as its condition.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the perception of the dimension of nothingness. This mode of perception is empty of the perception of the dimension of neither perception nor non-perception. There is only this non-emptiness: that connected with the six sensory spheres, dependent on this very body with life as its condition.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, & pure.

Release
"Further, Ananda, the monk — not attending to the perception of the dimension of nothingness, not attending to the perception of the dimension of neither perception nor non-perception — attends to the singleness based on the theme-less concentration of awareness. His mind takes pleasure, finds satisfaction, settles, & indulges in its theme-less concentration of awareness.

"He discerns that 'This theme-less concentration of awareness is fabricated & mentally fashioned.' And he discerns that 'Whatever is fabricated & mentally fashioned is inconstant & subject to cessation.' For him — thus knowing, thus seeing — the mind is released from the effluent of sensuality, the effluent of becoming, the effluent of ignorance. With release, there is the knowledge, 'Released.' He discerns that 'Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for this world.'

"He discerns that 'Whatever disturbances that would exist based on the effluent of sensuality... the effluent of becoming... the effluent of ignorance, are not present. And there is only this modicum of disturbance: that connected with the six sensory spheres, dependent on this very body with life as its condition.' He discerns that 'This mode of perception is empty of the effluent of sensuality... becoming... ignorance. And there is just this non-emptiness: that connected with the six sensory spheres, dependent on this very body with life as its condition.' Thus he regards it as empty of whatever is not there. Whatever remains, he discerns as present: 'There is this.' And so this, his entry into emptiness, accords with actuality, is undistorted in meaning, pure — superior & unsurpassed.

"Ananda, whatever contemplatives and priests who in the past entered & remained in an emptiness that was pure, superior, & unsurpassed, they all entered & remained in this very same emptiness that is pure, superior, & unsurpassed. Whatever contemplatives and priests who in the future will enter & remain in an emptiness that will be pure, superior, & unsurpassed, they all will enter & remain in this very same emptiness that is pure, superior, & unsurpassed. Whatever contemplatives and priests who at present enter & remain in an emptiness that is pure, superior, & unsurpassed, they all enter & remain in this very same emptiness that is pure, superior, & unsurpassed.

"Therefore, Ananda, you should train yourselves: 'We will enter & remain in the emptiness that is pure, superior, & unsurpassed.'"

That is what the Blessed One said. Gratified, Ven. Ananda delighted in the Blessed One's words.

------end

Cula-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 121
Translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu
Sumber: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.121.than.html

GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Maha-suññata Sutta
« Reply #13 on: 26 November 2007, 07:16:02 AM »
Namo Tassa Bhagavanto Arahato Sammāsambuddhasa


Translator's Introduction

This sutta gives many valuable lessons on practical issues surrounding the attempt to develop an internal meditative dwelling of emptiness, to maintain it, and to see it through to Awakening. Some of these issues include the need for seclusion as a conducive setting for the practice, types of conversation and thinking that are beneficial and harmful for the practice, the dangers of being distracted by visitors, and the proper attitude to have toward one's teacher. However, for an explanation of emptiness in and of itself, it's necessary to look elsewhere in the Canon.

There you find emptiness approached from three perspectives, treating it (1) as a meditative dwelling, (2) as an attribute of objects, and (3) as a type of awareness-release. The first approach is obviously the most immediately relevant to the discussion in this sutta, but in fact all three approaches play a role here.

Emptiness as a meditative dwelling is most fully discussed in MN 121. Essentially, it boils down to the ability to center the mind in a particular mode of perception, to maintain it there, and then to notice the absence and presence of disturbance within that mode. The process starts with perceptions of one's external surroundings — village, wilderness, the earth property — and then moves internally to the four formless states, the "themeless concentration of awareness," and finally to release from all mental fermentation. Each step is compared to the one preceding it to see how its more refined perception engenders less disturbance. For instance, if you move from a perception of the wilderness to a perception of earth, the first step is to settle and "indulge" in that perception. Then you notice what types of disturbance have been abandoned in the move from the perception of wilderness to the perception of earth — for example, all thought of the dangers of wilderness are gone — and then to see what disturbances remain based on the latter perception. Then you abandon the perception causing those disturbances and move on to a more refined level of perception. This process is pursued until it arrives at the "themeless concentration of awareness." When noting that even this refined level of concentration is fabricated, inconstant, and subject to cessation, one gains total release from all mental fermentations and the disturbances that would arise based on them. This is the level of emptiness that is "superior and unsurpassed," and is apparently what the Buddha is referring to in this sutta when he says that by "not attending to any themes, he enters & remains in internal emptiness."

Notice that in every step along the way of this process, the emptiness is the lack of disturbance experienced in a particular mind state. This means that the mind state is to be perceived simply as an example of the presence and absence of stress. In other words, emptiness in this sense relates directly to the second of the three characteristics — stress or suffering. The pursuit of this emptiness relates to the four noble truths, as it looks for the causes of stress and uses tranquility together with insight to abandon those causes in a quest to put a total end to suffering.

Emptiness in its second meaning, as an attribute of objects, is most fully discussed in SN 35.85. That sutta describes emptiness as meaning the lack of self or anything pertaining to a self in the internal and external sense media. Whatever sense of self that may surround these objects is not inherent in them, and is instead simply the result of one's own penchant for "I-making" and "my-making." Seeing the artificiality of "I-making" and "my-making" in this way helps lead to a sense of disenchantment with these "makings," thus helping to abandon any clinging associated with them.

Thus emptiness in this sense relates directly to the third of the three characteristics: not-self. However, just as the three characteristics are not radically separate from one another — everything stressful is for that reason not-self — the practical application of this sense of emptiness is not radically different from the first. As SN 12.15 points out, when one no longer latches onto any idea of "my self," one sees phenomena within and without simply as examples of stress arising and passing away. To practice meditation from this perspective — seeing each state of concentration as an example of stress arising and passing away — is to develop emptiness as a meditative dwelling.

Emptiness in its third meaning, as a type of awareness-release, is an application of emptiness in its second. MN 43 describes this state of concentration as follows: "There is the case where a monk — having gone into the wilderness, to the root of a tree, or into an empty dwelling — considers this: 'This is empty of self or of anything pertaining to self.'" It adds that this awareness-release is different from the awareness-release that results when one doesn't attend to any themes. Thus this state of concentration cannot be entirely equated with the emptiness as a meditative dwelling mentioned in this sutta. MN 106 further adds that if one frequently abides in the emptiness awareness-release, one may either attain the dimension of nothingness — one of the formless states — or be committed to the discernment that will lead to Awakening. The first of these two alternatives is another way in which emptiness as an awareness-release differs from emptiness as a meditative dwelling as defined in MN 121. However, because the standard definition of discernment is seeing phenomena in terms of the four noble truths, the second alternative — being committed to discernment — would apparently follow the same pattern suggested by SN 12.15, above. In other words, as one no longer perceives phenomena in terms of self, one tends to view them simply as examples of stress arising and passing away. So, again, this third meaning of emptiness, like the second, eventually leads in practice back to the first. As MN 43 notes, when one attains full awakening, the themeless awareness-release and the emptiness awareness-release come to differ only in name, and not in actuality.

In reading the following sutta, you will notice that the various meanings of emptiness will fit some contexts better than others. Still, it is important to remember that in the course of practice, all three meanings are related and all will inevitably play a role in Awakening.

---------------

Maha-suññata Sutta
The Greater Discourse on Emptiness

I have heard that on one occasion the Blessed One was staying among the Sakyans at Kapilavatthu in the Banyan Park. Then in the early morning, the Blessed One, having put on his robes and carrying his bowl and outer robe, went into Kapilavatthu for alms. Having gone for alms in Kapilavatthu, after the meal, returning from his alms round, he went to the dwelling of Kala-khemaka the Sakyan for the day's abiding. Now at that time many resting places had been prepared in Kala-khemaka the Sakyan's dwelling. The Blessed One saw the many resting places prepared there and, on seeing them, the thought occurred to him, "There are many resting places prepared here. Do many monks live here?"

Now at that time Ven. Ananda, together with many other monks, was making robes at the dwelling of Ghata the Sakyan. Then, when it was evening, the Blessed One rose from seclusion and went to the dwelling of Ghata the Sakyan. On arrival, he sat down on a seat made ready. Having sat down, he asked Ven. Ananda, "There are many resting places prepared in Kala-khemaka the Sakyan's dwelling. Do many monks live there?"

"Yes, lord, there are many resting places prepared in Kala-khemaka the Sakyan's dwelling. Many monks live there. Our time for making robes has come around."

"Ananda, a monk does not shine if he delights in company, enjoys company, is committed to delighting in company; if he delights in a group, enjoys a group, rejoices in a group. Indeed, Ananda, it is impossible that a monk who delights in company, enjoys company, is committed to delighting in company; who delights in a group, enjoys a group, rejoices in a group, will obtain at will — without difficulty, without trouble — the pleasure of renunciation, the pleasure of seclusion, the pleasure of peace, the pleasure of self-awakening. But it is possible that a monk who lives alone, withdrawn from the group, can expect to obtain at will — without difficulty, without trouble — the pleasure of renunciation, the pleasure of seclusion, the pleasure of peace, the pleasure of self-awakening.

"Indeed, Ananda, it is impossible that a monk who delights in company, enjoys company, is committed to delighting in company; who delights in a group, enjoys a group, rejoices in a group, will enter & remain in the awareness-release that is temporary and pleasing, or in the awareness-release that is not-temporary and beyond provocation. But it is possible that a monk who lives alone, withdrawn from the group, can expect to enter & remain in the awareness-release that is temporary and pleasing, or in the awareness-release that is not-temporary and beyond provocation.

"Ananda, I do not envision even a single form whose change & alteration would not give rise to sorrow, lamentation, pain, distress, & despair in one who is passionate for it and takes delight in it.

"But there is this (mental) dwelling discovered by the Tathagata where, not attending to any themes, he enters & remains in internal emptiness. If, while he is dwelling there by means of this dwelling, he is visited by monks, nuns, lay men, lay women, kings, royal ministers, sectarians & their disciples, then — with his mind bent on seclusion, tending toward seclusion, inclined toward seclusion, aiming at seclusion, relishing renunciation, having destroyed those qualities that are the basis for mental fermentation — he converses with them only as much is necessary for them to take their leave.1

"So, Ananda, if a monk should wish, 'May I enter & remain in internal emptiness,' then he should get the mind steadied right within, settled, unified, & concentrated. And how does the monk get the mind steadied right within, settled, unified, & concentrated? There is the case where a monk — quite withdrawn from sensual pleasures, withdrawn from unskillful qualities — enters & remains in the first jhana... the second jhana... the third jhana... the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither-pleasure-nor-pain. That is how a monk gets the mind steadied right within, settled, unified, & concentrated.

"He attends to internal emptiness. While he is attending to internal emptiness, his mind does not take pleasure, find satisfaction, grow steady, or indulge in internal emptiness. When this is the case, he discerns, 'While I am attending to internal emptiness, my mind does not take pleasure, find satisfaction, grow steady, or indulge in internal emptiness.' In this way he is alert there.

"He attends to external emptiness...2

"He attends to internal & external emptiness...

"He attends to the imperturbable.3 While he is attending to the imperturbable, his mind does not take pleasure, find satisfaction, grow steady, or indulge in the imperturbable. When this is the case, he discerns, 'While I am attending to the imperturbable, my mind does not take pleasure, find satisfaction, grow steady, or indulge in the imperturbable.' In this way he is alert there.

"When that is the case, he should get the mind steadied right within, settled, unified, & concentrated in his first theme of concentration.

"He then attends to internal emptiness. While he is attending to internal emptiness, his mind takes pleasure, finds satisfaction, grows steady, & indulges in internal emptiness. When this is the case, he discerns, 'While I am attending to internal emptiness, my mind takes pleasure, finds satisfaction, grows steady, & indulges in internal emptiness.' In this way he is alert there.

"He attends to external emptiness...

"He attends to internal & external emptiness...

"He attends to the imperturbable. While he is attending to the imperturbable, his mind takes pleasure, finds satisfaction, grows steady, & indulges in the imperturbable. When this is the case, he discerns, 'While I am attending to the imperturbable, my mind takes pleasure, finds satisfaction, grows steady, & indulges in the imperturbable.' In this way he is alert there.

"If, while the monk is dwelling by means of this dwelling, his mind inclines to walking back & forth, he walks back & forth [thinking,] 'While I am walking thus, no covetousness or sadness, no evil, unskillful qualities will take possession of me.' In this way he is alert there.

"If, while he is dwelling by means of this dwelling, his mind inclines to standing... to sitting... to lying down, he lies down, [thinking,] 'While I am lying down thus, no covetousness or sadness, no evil, unskillful qualities will take possession of me.' In this way he is alert there.

"If, while he is dwelling by means of this dwelling, his mind inclines to speaking, he resolves that 'I will not engage in talk that is base, vulgar, common, ignoble, unbeneficial, that does not lead to disenchantment, dispassion, cessation, calm, direct knowledge, self-awakening, or Unbinding — i.e., talk about kings, robbers, & ministers of state; armies, alarms, & battles; food & drink; clothing, furniture, garlands, & scents; relatives; vehicles; villages, towns, cities, the countryside; women & heroes; the gossip of the street & the well; tales of the dead; tales of diversity, the creation of the world & of the sea; talk of whether things exist or not.' In this way he is alert there.

"'But,' [he resolves,] 'I will engage in talk that is scrupulous, conducive to release of awareness, and leads exclusively to disenchantment, dispassion, cessation, calm, direct knowledge, self-awakening, & Unbinding — i.e., talk on modesty, contentment, seclusion, non-entanglement, arousing persistence, virtue, concentration, discernment, release, and the knowledge & vision of release.' In this way he is alert there.

"If, while he is dwelling by means of this dwelling, his mind inclines to thinking, he resolves that 'I will not think thoughts that are base, vulgar, common, ignoble, unbeneficial, that do not lead to disenchantment, dispassion, cessation, calm, direct knowledge, self-awakening, or Unbinding — i.e., thoughts of sensuality, thoughts of ill will, thoughts of harmfulness.' In this way he is alert there.

"'But,' [he resolves,] 'I will think thoughts that are noble, onward-leading, that lead to the right ending of stress for the person who acts on them — i.e., thoughts of renunciation, thoughts of no ill will, thoughts of harmlessness.' In this way he is alert there.

GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #14 on: 26 November 2007, 07:16:16 AM »
"Ananda, there are these five strings of sensuality. Which five? Forms cognizable via the eye — agreeable, pleasing, charming, endearing, fostering desire, enticing. Sounds cognizable via the ear... Aromas cognizable via the nose... Flavors cognizable via the tongue... Tactile sensations cognizable via the body — agreeable, pleasing, charming, endearing, fostering desire, enticing. These are the five strings of sensuality where a monk should reflect on his mind repeatedly: 'Is there within me, in any circumstance or another, any engagement of awareness that arises with regard to these five strings of sensuality?' If, on reflection, the monk discerns, 'There is within me, in one circumstance or another, an engagement of awareness that arises with regard to these five strings of sensuality,' then — this being the case — he discerns that 'Desire-passion for the five strings of sensuality has not been abandoned by me.' But if, on reflection, he discerns, 'There is not within me, in any circumstance or another, any engagement of awareness that arises with regard to these five strings of sensuality,' then — this being the case — he discerns that 'Desire-passion for the five strings of sensuality has been abandoned by me.' In this way he is alert there.

"There are these five clinging-aggregates where a monk should stay, keeping track of arising & passing away (thus): 'Such is form, such its origination, such its disappearance. Such is feeling... Such is perception... Such are fabrications... Such is consciousness, such its origination, such its disappearance.' As he stays keeping track of arising & passing away with regard to these five clinging-aggregates, he abandons any conceit that 'I am' with regard to these five clinging-aggregates. This being the case, he discerns, 'I have abandoned any conceit that "I am" with regard to these five clinging-aggregates.' In this way he is alert there.

"These qualities, Ananda, are exclusively skillful in their grounding, noble, transcendent, inaccessible to the Evil One.

"What do you think, Ananda: When envisioning what aim is it proper for a disciple to follow after the Teacher even when being rebuked?"

"For us, lord, the teachings have the Blessed One as their root, their guide, & their arbitrator. It would be good if the Blessed One himself would explicate the meaning of this statement. Having heard it from the Blessed One, the monks will remember it."

"Ananda, it's not proper for a disciple to follow after the Teacher to hear discourses, verses, or catechisms. Why is that? For a long time, Ananda, have you listened to the teachings, retained them, discussed them, accumulated them, examined them with your mind, and penetrated them well in terms of your views. But as for talk that is scrupulous, conducive to release of awareness, and leads exclusively to disenchantment, dispassion, cessation, calm, direct knowledge, self-awakening, & Unbinding — i.e., talk on modesty, contentment, seclusion, non-entanglement, arousing persistence, virtue, concentration, discernment, release, and the knowledge & vision of release: It's for the sake of hearing talk of this sort that it is proper for a disciple to follow after the Teacher as if yoked to him.

"This being the case, there is the teacher's undoing, there is the student's undoing, there is the undoing of one who leads the holy life.

"And how is there the teacher's undoing? There is the case where a certain teacher4 resorts to a secluded dwelling: a wilderness, the shade of a tree, a mountain, a glen, a hillside cave, a charnel ground, a forest grove, the open air, a heap of straw. While he is living thus secluded, brahmans & householders from town & countryside visit him. When they visit him, he gets smitten with things that infatuate, falls into greed, and reverts to luxury. This is called a teacher undone with a teacher's undoing. He has been struck down by evil, unskillful qualities that defile, that lead to further becoming, are troublesome, ripen in pain, and lead to future birth, aging, & death. Such is the teacher's undoing.5

"And how is there the student's undoing? A student of that teacher, imitating his teacher's seclusion, resorts to a secluded dwelling: a wilderness, the shade of a tree... a heap of straw. While he is living thus secluded, brahmans & householders from town & countryside visit him. When they visit him, he gets smitten with things that infatuate, falls into greed, and reverts to luxury. This is called a student undone with a student's undoing. He has been struck down by evil, unskillful qualities that defile, that lead to further becoming, are troublesome, ripen in pain, and lead to future birth, aging, & death. Such is the student's undoing.

"And how is there the undoing of one who leads the holy life? There is the case where a Tathagata arises in the world, worthy and rightly self-awakened, consummate in knowledge & conduct, well-gone, an expert with regard to the world, unexcelled as a trainer for those people fit to be tamed, the Teacher of divine & human beings, awakened, blessed. He resorts to a secluded dwelling: a wilderness, the shade of a tree, a mountain, a glen, a hillside cave, a charnel ground, a forest grove, the open air, a heap of straw. While he is living thus secluded, brahmans & householders from town & countryside visit him. When they visit him, he doesn't get smitten with things that infatuate, doesn't fall into greed, doesn't revert to luxury. A student of that teacher, imitating his teacher's seclusion, resorts to a secluded dwelling: a wilderness, the shade of a tree... a heap of straw. While he is living thus secluded, brahmans & householders from town & countryside visit him. When they visit him, he gets smitten with things that infatuate, falls into greed, and reverts to luxury. This is called one following the holy life who is undone with the undoing of one who leads the holy life. He has been struck down by evil, unskillful qualities that defile, that lead to further becoming, are troublesome, ripen in pain, and lead to future birth, aging, & death. Such is the undoing of one who leads the holy life.

"And in this regard, Ananda, the undoing of one who leads the holy life ripens in more pain, more bitterness, than the teacher's undoing or the student's undoing. It leads even to the states of deprivation.

"Therefore, Ananda, engage with me as friends and not as opponents. That will be for your long-term well-being & happiness.

"And how do students engage with the teacher as opponents and not as friends? There is the case where a teacher teaches the Dhamma to his students sympathetically, seeking their well-being, out of sympathy: 'This is for your well-being; this is for your happiness.' His disciples do not listen or lend ear or apply their minds to gnosis. Turning aside, they stray from the Teacher's message. This is how students engage with the teacher as opponents and not as friends.6

"And how do students engage with the teacher friends and not as opponents? There is the case where a teacher teaches the Dhamma to his students sympathetically, seeking their well-being, out of sympathy: 'This is for your well-being; this is for your happiness.' His disciples listen, lend ear, & apply their minds to gnosis. Not turning aside, they don't stray from the Teacher's message. This is how students engage with the teacher as friends and not as opponents.

"Therefore, Ananda, engage with me friends and not as opponents. That will be for your long-term well-being & happiness.

"I won't hover over you like a potter over damp, unbaked clay goods. Scolding again & again, I will speak. Urging you on again & again, I will speak. Whatever is of essential worth will remain."

That is what the Blessed One said. Gratified, Ven. Ananda delighted in the Blessed One's words.

------end

Maha-Suññata-sutta, Majjhima Nikaya 122
Translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu
Sumber: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.122.than.html
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #15 on: 30 May 2008, 09:44:05 AM »
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #16 on: 30 May 2008, 11:47:21 AM »
eeeee.....

 _/\_ _/\_ _/\_ _/\_ _/\_

baru tau aku..thx for the info boss...kalo gitu Nagarjuna bukanlah penemu teori Sunyata... ;D tapi kenapa banyak yg bilank dia yg menemukan teori SUnyata yak...:hammer: credited for somehing that he didn't discover...

Nagarjuna menggunakan sunnyata sebagai landasan pemikiran & tulisannya. Seluruh tulisan Nagarjuna, dan sutra-sutra Maha-prajnaparamita bernafaskan Sunnyata. - Sunnyata pada dasarnya adalah kebebasan dari dualitas, dualitas ada vs tidak ada, dualitas samsara vs nibbana.

Dalam Sutta Pitaka Pali, sunnyata hanya diajarkan dalam segelintir sutta. Seluruh isi Sutta Pitaka bukan bernafaskan kebebasan dari dualitas, melainkan justru bernafaskan dualitas samsara vs nibbana.

Dalam Abhidhamma Pali (Theravada), dualitas samsara vs nibbana ini malah berkembang lagi menjadi pluralitas dhamma-dhamma, dengan ajarannya tentang paramattha-dhamma yang terdiri dari: citta (89), cetasika (52), rupa (28?) dan nibbana (1). ...

Seorang Madhyamika akan menjawab, tidak ada paramattha-dhamma dan sammuti-dhamma, semua itu sunnyata. ... Tidak ada Empat Kesunyataan Mulia, semua itu sunnyata. ... Maka Samsara = Nibbana.

Inilah persimpangan jalan antara Madhyamika dan Theravada dalam memahami ajaran Sang Buddha.

Di kalangan para bhikkhu Theravada, biasanya sunnyata hanya dibicarakan di antara bhikkhu patipatti (pemeditasi). Antara lain, YM Buddhadasa Mahathera, sering kali menggunakan sunnyata sebagai sinonim dari anatta.

Di kalangan umat Buddha yang hanya mengunjungi kebaktian Minggu, kata 'sunnyata' dan 'anatta' menakutkan. Lalu timbullah semboyan-semboyan seperti "kosong = isi" dsb, tanpa mengerti sesungguhnya hakikat dari pikirannya sendiri.

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 30 May 2008, 11:53:11 AM by hudoyo »

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #17 on: 30 May 2008, 11:54:26 AM »
 [at] atas
hukum Sunyata adalah..seluruh hal ada kombinasi..tidak berinti(atta)..

ini adalah Pemahan Mahayana juga..

dan dari yg gw liat..

Samsara bukan Nibbana..

kenapa begitu?

jika samsara adalah Nibbana..maka kita Nibbana..

:hammer:

bukankah Nagarjuna sangat bodoh?

oh Yesh! I think so..

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #18 on: 30 May 2008, 11:56:11 AM »
oh iyah tambahan..

buat yg merah2

dalam Theravada ada yg namane Upekkha..

ngerti?

kalo ngerti Upekkha..kayakne aye gk perlu jelasin lage deh..
« Last Edit: 30 May 2008, 11:58:39 AM by El Sol »

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #19 on: 30 May 2008, 12:05:40 PM »
[at] atas
hukum Sunyata adalah..seluruh hal ada kombinasi..tidak berinti(atta)..
menurut saya ini juga sebenarnya salah satu kabut...

jgn berpikir bahwa mahkluk adalah kombinasi dari panca khandha. seharusnya yg lebih ditekankan adalah "mahkluk adalaha upadana dari panca khandha, bukan panca khandhanya..."

Quote
jika samsara adalah Nibbana..maka kita Nibbana..
ketika upadana telah lenyap, samsara & nibbana bukanlah soal lagi... itulah nibbana.

btw upekkha itu apa? perasaan? pikiran seimbang? ???
« Last Edit: 30 May 2008, 12:08:53 PM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #20 on: 30 May 2008, 12:09:46 PM »
Quote
[at] atas
hukum Sunyata adalah..seluruh hal ada kombinasi..tidak berinti(atta)..

ini adalah Pemahan Mahayana juga..

Di sini perbedaannya.
Tetapi kritik Theravada adalah, memang semua hal mempunyai satu kesamaan, yaitu tiga karakteristik khusus (dukkha, anicca, dan anatta). Memang semua hal kosong dari diri, tetapi jika tidak ada karakteristik, bagaimana hal-hal bisa dibedakan (bahkan oleh Sang Buddha)?
jeruk = apel, baik = buruk, dsb.

Selain tiga karakteristik umum (semuanya ada karakteristik ini, bahkan nibanna), hal-hal yang ada mempunyai kharakteristik khusus. Misalnya, kebencian tidak sama dengan cinta kasih, hal-hal bisa dibedakan dari karakteristik khususnya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #21 on: 30 May 2008, 12:23:40 PM »
Quote
menurut saya ini juga sebenarnya salah satu kabut...

jgn berpikir bahwa mahkluk adalah kombinasi dari panca khandha. seharusnya yg lebih ditekankan adalah "mahkluk adalaha upadana dari panca khandha, bukan panca khandhanya..."

Upadana itu kemelekatan khan? bagaimana mungkin gw hanya terdiri dari kemelekatan? jika gk ada kemelekatan(dah Nibbana) dah gk ada panca skandha?


Quote
jika samsara adalah Nibbana..maka kita Nibbana..
ketika upadana telah lenyap, samsara & nibbana bukanlah soal lagi... itulah nibbana.

btw upekkha itu apa? perasaan? pikiran seimbang? ???
[/quote]

bah..kalo Upadana telah lenyap...tentu saja Samsara adalah samsara..Nibbana adalah Nibbana...

kalo Upadana telah lenyap Samsara=Nibbana..maka sang Buddha masih samsara..gitu?

-_-"

Upekkha..

keseimbangan batin..

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #22 on: 30 May 2008, 12:27:14 PM »
Quote
[at] atas
hukum Sunyata adalah..seluruh hal ada kombinasi..tidak berinti(atta)..

ini adalah Pemahan Mahayana juga..

Di sini perbedaannya.
Tetapi kritik Theravada adalah, memang semua hal mempunyai satu kesamaan, yaitu tiga karakteristik khusus (dukkha, anicca, dan anatta). Memang semua hal kosong dari diri, tetapi jika tidak ada karakteristik, bagaimana hal-hal bisa dibedakan (bahkan oleh Sang Buddha)?
jeruk = apel, baik = buruk, dsb.

Selain tiga karakteristik umum (semuanya ada karakteristik ini, bahkan nibanna), hal-hal yang ada mempunyai kharakteristik khusus. Misalnya, kebencian tidak sama dengan cinta kasih, hal-hal bisa dibedakan dari karakteristik khususnya.

setoejoe~~
« Last Edit: 30 May 2008, 12:33:08 PM by El Sol »

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #23 on: 30 May 2008, 12:55:10 PM »
Quote
bah..kalo Upadana telah lenyap...tentu saja Samsara adalah samsara..Nibbana adalah Nibbana...

kalo Upadana telah lenyap Samsara=Nibbana..maka sang Buddha masih samsara..gitu?

wah saya kehabisan kata-kata nih... :)

yg berasumsi, "kalau upadana telah lenyap, maka bla bla bla..." adalah upadana sendiri.
alhasil upadana ini tak kunjung padam.
ketika upadana telah padam, tak perduli apakah tubuh fisik ini masih di samsara. itulah nibbana.
Sang Buddha mengatakan: "Nibbana ada di sini dan pada saat ini."
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #24 on: 30 May 2008, 01:06:33 PM »
[...]
dan dari yg gw liat..
Samsara bukan Nibbana..

Ini penglihatan Theravada, bukan Madhyamika.
Silakan berpegang pada apa yang "Anda lihat".

Salam,
Hudoyo


Wikipedia - Śūnyatā

Śūnyatā, (Sanskrit noun from the adj. sūnya - 'void' ), Suññatā (Pāli; adj. suñña), stong pa nyid (Tibetan), Kuu, 空 (Japanese) qoɣusun (Mongolian) meaning "Emptiness" or "Voidness", is a characteristic of empirical phenomena arising from the fact (as observed and taught by the Buddha) that the impermanent nature of form means that nothing possesses essential, enduring identity (see anattā). In the Buddha's spiritual teaching, insight into the emptiness of phenomena (Pali: suññatānupassanā) is an aspect of the cultivation of insight (vipassanā-bhāvanā) that leads to wisdom and inner peace. The importance of this insight is especially emphasised in Mahayana Buddhism.


Nomenclature and etymology

Śūnyatā (Sanskrit) holds the semantic field of "emptiness" and is the noun form of "Shunya" (Sanskrit) which holds the semantic field "zero", literally zero "ness".

In the Mūlamadhamaka kārikas[1] attributed to Nagarjuna, Śūnyatā is qualified as "...void, unreal, and non-existent".[2] Eliot (1993: p.81) et. al. in commenting on the aforecited qualification of Śūnyatā from De la Valée Poussin, furthers that:

"None of these translations of śûnya is, however, quite satisfactory and there is much to be said for Stcherbatsky's [Stcherbatsky (1927). The Conception of Nirvana.] rendering - relative or contingent. Phenomena are śûnya or unreal because no phenomenon when taken by itself is thinkable: they are all interdependent and have no separate existence of their own."[3]


Origin and development of Śūnyatā

The theme of śūnyatā emerged from the Buddhist doctrines of Anatta (Pali, Sanskrit:Anātman—the nonexistence of the self, or Ātman) and Paticcasamuppada (Pali, Sanskrit: pratītyasamūtpāda, Interdependent Arising). The Suñña Sutta,[5] part of the Pali Canon, relates that the monk Ananda, the attendant to Gautama Buddha asked, "It is said that the world is empty, the world is empty, lord. In what respect is it said that the world is empty?" The Buddha replied, "Insofar as it is empty of a self or of anything pertaining to a self: Thus it is said, Ananda, that the world is empty."

Over time, many different philosophical schools or tenet-systems (siddhānta in Sanskrit)[6] have developed within Buddhism in an effort to explain the exact philosophical meaning of emptiness.

After the Buddha, Śūnyatā was further developed by Nāgārjuna and the Madhyamaka school, which is usually counted as an early Mahayana school. Śūnyatā ("positively" interpreted - see Tathagatagarbha section below) is also an important element of the Tathagatagarbha literature, which played a formative role in the evolution of subsequent Mahayana doctrine and practice. In the Tibetan Buddhist tradition, detailed dialogs between the perspectives of the various schools are preserved in order to train students. For example, in the Tibetan tradition some of the main philosophical schools are listed as: Vaibhasika, Sautrantika, Cittamatra, and several schools within Madhyamaka (such as Svatantrika-Madhyamika and Prasangika-Madhyamika).

It should be noted that the exact definition and extent of shunyata varies within the different Buddhist schools of philosophy which can easily lead to confusion. These tenet-systems all explain in slightly different ways what phenomena 'are empty of', which phenomena exactly are 'empty' and what emptiness means.

For example, in the Cittamatra school it is said that the mind itself ultimately exists, but other schools like the Madhyamaka deny this.

In the Mahayana Tathagatagarbha sutras, in contrast, only impermanent, changeful things and states (the realm of samsara) are said to be empty in a negative sense - but not the Buddha or Nirvana, which are stated to be real, eternal and filled with inconceivable, enduring virtues.

Further, the Lotus Sutra states that seeing all phenomena as empty (sunya) is not the highest, final attainment: the bliss of total Buddha-Wisdom supersedes even the vision of complete emptiness.


Śūnyatā in presectarian Buddhism, in the Nikayas

Sunnata (Sanskrit: Śūnyatā, "Emptiness", is the noun form of Shunya (zero) in Sanskrit, literally zero "ness") in Pali contexts is not the metaphysical Zero (non-being as a principle of being, infinite possibility as distinguished from indefinite actuality), but a characteristic of this world.

In S IV.295-96, it is explained that the Alms-man experiences a deathlike contemplation in which consciousness and feeling have been arrested. When he returns he recounts "three touches" that touch him, "emptiness" (suññato), "formlessness"(animito) and "making no plans (appanihito phasso)," and he discriminates (viveka) accordingly. The meaning of the "emptiness" as contemplated here is explained at M 1.29 as the "emancipation of the mind by Emptiness (sunnata ceto vimutti) being consequent upon the realization that `this world is empty of spirit (atta) or anything spiritual (attaniya)' (suññam idam attena vā attaniyena vā)".

The term is also used in two suttas in the Majjhima Nikaya, where it is used in the context of a progression of mental states to refer to each state's emptiness of the one below.

The stance that nothing contingent has any inherent essence forms the basis of the more sweeping 'sunyavada' doctrine. In the Mahayana, this doctrine, without denying their value, denies any essence to even the Buddha's appearance and to the promulgation of the Dhamma itself.


Later Theravada texts

In the Patisambhidamagga, many meanings are given, including nirvana. Formations are said to be empty in/of/by own-nature, a similar expression to one used in Mahayana literature.


Mahayana

The 'Vajracchedika Sutra' states the following: 'Those who see me in the body (rupena) and think of me in sounds (ghosaih), their way of thinking is false, they do not see me at all. ... The Buddha cannot be rightly understood (rjuboddhum) by any means (upayena)."

Not that "means" are not dispositive to a right understanding, but that if regarded as ends, even the most adequate means are a hindrance. What is true of ethics is also true of the supports of contemplation on emptiness: as in the well known Parable of the Raft (Alagaddupama Sutra), the means of crossing a river are of no more use when the goal of the other shore has been reached.


Śunyata in the Heart Sutra

Śūnyatā is a key theme of the Heart Sutra (one of the Mahayana Perfection of Wisdom Sutras), which is commonly chanted by Mahayana Buddhists worldwide.

The Heart Sutra declares that the skandhas, which constitute our mental and physical existence, are empty in their nature or essence, i.e., empty of any such nature or essence. But it also declares that this emptiness is the same as form (which connotes fullness)--i.e., that this is an emptiness which is at the same time not different from the kind of reality which we normally ascribe to events; it is not a nihilistic emptiness that undermines our world, but a "positive" emptiness which defines it.

"The noble bodhisattva, Avalokitesvara, engaged in the depths of the practice of the perfection of wisdom, looked down from above upon the five skandhas (aggregates), and saw that they were empty in their essential nature."
 
"Hear, O Sariputra, emptiness is form; form is just emptiness. Apart from form, emptiness is not; apaart from emptiness, form is not. Emptiness is that which is form, form is that which is emptiness. Just thus are perception, cognition, mental construction, and consciousness."
 
"Hear, O Sariputra, all phenomena of existence are marked by emptiness: not arisen, not destroyed, not unclean, not clean not deficient nor fulfilled."


Śūnyatā in Nāgārjuna's Madhyamaka school

For Nāgārjuna, who provided the most important philosophical formulation of śūnyatā, emptiness as the mark of all phenomena is a natural consequence of dependent origination; indeed, he identifies the two. In his analysis, any enduring essential nature (i.e., fullness) would prevent the process of dependent origination, would prevent any kind of origination at all, for things would simply always have been and always continue to be.

This enables Nāgārjuna to put forth a bold argument regarding the relation of nirvāna and samsāra. If all phenomenal events (i.e., the events that constitute samsāra) are empty, then they are empty of any compelling ability to cause suffering. For Nāgārjuna, nirvāna is neither something added to samsāra nor any process of taking away from it (i.e., removing the enlightened being from it). In other words, nirvāna is simply samsāra rightly experienced in light of a proper understanding of the emptiness of all things.


Sunyata in the Tathagatagarbha Sutras

The class of Buddhist scriptures known as the Tathagatagarbha sutras presents a seemingly variant understanding of Emptiness. According to these scriptures, the Buddha and Nirvana, unlike compounded conditioned phenomena, are not empty of intrinsic existence, but merely empty of the impermanent, the defective and the Self-less.

In the "Srimala Sutra" the Buddha is seen as empty of all defilement and ignorance, not of intrinsic Reality. The "Mahayana Mahaparinirvana Sutra" supports such a vision and views Ultimate Emptiness as the Buddhic cognition ("jnana") which perceives both Emptiness and non-Emptiness, wherein "the Empty is the totality of Samsara and the non-Empty is Great Nirvana". The Buddha in the Mahayana Mahaparinirvana Sutra, further, indicates that to view absolutely everything as empty is an unbalanced approach and constitutes a deviation from the middle path of Buddhism:

"The wise perceive Emptiness and non-Emptiness, the Eternal and the Impermanent, Suffering and Bliss, the Self and the non-Self. ... To perceive the Emptiness of everything and not to perceive non-Emptiness is not termed the Middle Way; to perceive the non-Self of everything and not to perceive the Self is not termed the Middle Way."

Moreover, this particular sutra contains a passage in which the Buddha castigates those who view the Tathagatagarbha (which is the indwelling, immortal Buddha-element) in each being as empty. The sutra states how the Buddha declares that they are effectively committing a form of painful spiritual suicide through their wrongheaded stance:

"By having cultivated non-Self in connection with the Tathagatagarbha and having continually cultivated Emptiness, suffering will not be eradicated but one will become like a moth in the flame of a lamp."

( The Tibetan version of the Mahayana Mahaparinirvana Sutra). The attainment of nirvanic Liberation ("moksha"), by contrast, is said to open up a realm of "utter bliss, joy, permanence, stability, [and] eternity" (ibid), in which the Buddha is "fully peaceful" (Dharmakshema "Southern" version).

Perhaps, the clearest statement of Tathagatagarbha Buddhism's understanding of Emptiness is found in the Angulimaliya Sutra, where we read the following clarifying explanation:

" ... by cultivating extreme emptiness and continually considering things to be empty, one will behold the utter destruction of all phenomena. Though Liberation is not empty, one will see and think it to be empty. Thus, for example, having thought hail-stones to be jewels, one comes to think that real gems are empty [śūnya]. Likewise, you too think of phenomena which are not empty [aśūnya] to be empty [śūnya], for viewing phenomena as empty, you dissolve into emptiness (śūnya) even those phenomena which are not empty. Some phenomena are empty [of existence] and some phenomena are not empty [of existence]. Just like the hail-stones, the billions of kleshas [mental and moral afflictions] are empty [of existence], like the hail-stones, those phenomena appertaining to ignorance are empty [of existence] and swiftly fade away. Like the real beryl gems, the Buddha is eternal. Liberation is like the real beryl gems."

Thus in the distinctive Tathagatagarbha sutras a balance is drawn between the empty, impermanent and coreless realm of samsara and the everlasting, liberative Reality of the Buddha and Nirvana. The Lotus Sutra (Chapter 4) likewise suggests that seeing all things as empty is not the ultimate Buddhic realisation, not the final "gain" or "advantage": Buddha-Wisdom is indicated there to transcend the perception of emptiness.


The Buddhist Concept of Emptiness

The Buddhist concept of Emptiness (shunyata) is a very subtle concept which is not understood by many buddhists themselves. In order to get a grasp on Emptiness it is necessary to know what Emptiness is an Emptiness of. Emptiness refers to Emptiness of inherent existence.

According the Madhyamaka, or Middle Way philosophy which is central to Mahayana Buddhism, ordinary beings misperceive all objects of perception in a fundamental way. The misperception is caused by the psychological tendency to grasp at all objects of perception as if they really existed as independent entities. This is to say that ordinary beings believe that such objects exist 'out there' as they appear to perception. Another way to frame this is to say that objects of perception are thought to have svabhava or 'inherent existence' - 'own being' or 'own power' - which is to say that they are perceived and thought to exist 'from their own side' exactly as they appear.

Sunyata - translated as Emptiness - is the concept that all objects are Empty of svabhava, they are Empty of 'inherent existence'.

Note that it is completely incorrect to think as Emptiness as being the same as Nothingness, a mistake which is often made. Emptiness does not negate the play of appearances which manifest to a multitude of sentient beings, it asserts that they are insubstantial.

The Dalai Lama (2005: p.?) states that:

"One of the most important philosophical insights in Buddhism comes from what is known as the theory of emptiness. At its heart is the deep recognition that there is a fundamental disparity between the way we perceive the world, including our own experience in it, and the way things actually are. In our day-to-day experience, we tend to relate to the world and to ourselves as if these entities possessed self-enclosed, definable, discrete and enduring reality. For instance, if we examine our own conception of selfhood, we will find that we tend to believe in the presence of an essential core to our being, which characterises our individuality and identity as a discrete ego, independent of the physical and mental elements that constitute our existence. The philosophy of emptiness reveals that this is not only a fundamental error but also the basis for attachment, clinging and the development of our numerous prejudices. According to the theory of emptiness, any belief in an objective reality grounded in the assumption of intrinsic, independent existence is simply untenable. All things and events, whether ‘material’, mental or even abstract concepts like time, are devoid of objective, independent existence. To intrinsically possess such independent existence would imply that all things and events are somehow complete unto themselves and are therefore entirely self-contained. This would mean that nothing has the capacity to interact with or exert influence on any other phenomena. But we know that there is cause and effect – turn a key in a car, the starter motor turns the engine over, spark plugs ignite and fuel begins to burn… Yet in a universe of self-contained, inherently existing things, these events could never occur! So effectively, the notion of intrinsic existence is incompatible with causation; this is because causation implies contingency and dependence, while anything that inherently existed would be immutable and self-enclosed. In the theory of emptiness, everything is argued as merely being composed of dependently related events; of continuously interacting phenomena with no fixed, immutable essence, which are themselves in dynamic and constantly changing relations. Thus, things and events are 'empty' in that they can never possess any immutable essence, intrinsic reality or absolute ‘being’ that affords independence."[10]



Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #25 on: 30 May 2008, 01:10:56 PM »
Di sini perbedaannya.
Tetapi kritik Theravada adalah, memang semua hal mempunyai satu kesamaan, yaitu tiga karakteristik khusus (dukkha, anicca, dan anatta). Memang semua hal kosong dari diri, tetapi jika tidak ada karakteristik, bagaimana hal-hal bisa dibedakan (bahkan oleh Sang Buddha)?
jeruk = apel, baik = buruk, dsb.

Selain tiga karakteristik umum (semuanya ada karakteristik ini, bahkan nibanna), hal-hal yang ada mempunyai kharakteristik khusus. Misalnya, kebencian tidak sama dengan cinta kasih, hal-hal bisa dibedakan dari karakteristik khususnya.

"Baik" vs "buruk", "samsara" vs "nibbana", "atta" vs "anatta", "cinta" vs "benci", semua dualitas itu diciptakan oleh pikiran.
PEMBEDAAN adalah gerak pikiran.
Bila pikiran berhenti, semua pembedaan itu, semua dualitas itu runtuh.

Ini terlihat di dalam KEHENINGAN vipassana.

Salam,
Hudoyo

« Last Edit: 30 May 2008, 01:12:38 PM by hudoyo »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #26 on: 30 May 2008, 01:24:47 PM »
Quote
"Baik" vs "buruk", "Samsara" vs "nibbana", "atta" vs "anatta", "cinta" vs "benci", semua dualitas itu diciptakan oleh pikiran.
PEMBEDAAN adalah gerak pikiran.
Bila pikiran berhenti, semua pembedaan itu, semua dualitas itu runtuh.

Ini terlihat di dalam KEHENINGAN vipassana.

Salam,
Hudoyo

Mungkin begitu kalau instruksi "Yang Sadar" kepada "Yang Sadar". Sekarang saya hanya berusaha sadar Pak, masih belum sadar. Kalau sebagai orang belum sadar saya membayangkan "Yang Sadar" saja, kapan saya sadarnya?
Jangan bilang lagi gak usah pakai kata kapan. Kapan ini juga cuma istilah saja.
Usaha saya juga masih mengandalkan "konsep".
Jangan bilang lagi gak usah pakak kata masih. Masih ini juga cuma istilah saja.
Saya ditanya berhenti, saya masih pakai konsep berhenti Pak, sampai berhenti sesungguhnya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #27 on: 30 May 2008, 01:27:29 PM »
Jadi sebenernya sunnyata karena anatta atau sunyata = anatta?

yg di maksud kosong(sunyatta) karena tidak ada yg permanen ya, anicca--->anatta?

 _/\_
« Last Edit: 30 May 2008, 01:30:22 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #28 on: 30 May 2008, 01:28:34 PM »
Mungkin begitu kalau instruksi "Yang Sadar" kepada "Yang Sadar". Sekarang saya hanya berusaha sadar Pak, masih belum sadar. Kalau sebagai orang belum sadar saya membayangkan "Yang Sadar" saja, kapan saya sadarnya?
Jangan bilang lagi gak usah pakai kata kapan. Kapan ini juga cuma istilah saja.
Usaha saya juga masih mengandalkan "konsep".
Jangan bilang lagi gak usah pakak kata masih. Masih ini juga cuma istilah saja.
Saya ditanya berhenti, saya masih pakai konsep berhenti Pak, sampai berhenti sesungguhnya.

Selama orang tetap berpegang pada konsep--konsep pikiran yang dualistik, ia tidak akan pernah bebas.

Salam,
hudoyo

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #29 on: 30 May 2008, 01:29:36 PM »
Quote
Selama orang tetap berpegang pada konsep--konsep pikiran yang dualistik, ia tidak akan pernah bebas.

Maksud saya juga mau lepas bahkan dari kata-kata itu Pak.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #30 on: 30 May 2008, 01:32:56 PM »
Baguslah ... :) ... Kalau mau lepas, sekarang ... jangan ditunda-tunda, karena masih senang dengan konsep ajaran.

Salam,
hudoyo

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #31 on: 30 May 2008, 01:33:32 PM »
Maksudnya bagus apa pak?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #32 on: 30 May 2008, 01:35:55 PM »
Anda bilang, "mau lepas". ... Saya bilang, "Baguslah".

Salam,
hudoyo

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #33 on: 30 May 2008, 01:37:22 PM »
;D
Sudah selesai.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #34 on: 30 May 2008, 02:42:57 PM »
Jadi sebenernya sunnyata karena anatta atau sunyata = anatta?

yg di maksud kosong(sunyatta) karena tidak ada yg permanen ya, anicca--->anatta?

 _/\_

Konsep 'sunnyata' dalam Buddhisme mengalami evolusi pemahaman. (Lihat uraian dari Wikipedia di atas.)

Dimulai dari Theravada, 'sunnyata' berkembang dari konsep 'anatta' dan 'paticca-samuppada'. Dalam Sunnya-sutta, ketika Ananda bertanya kepada Sang Buddha: "Orang bilang 'dunia ini kosong'; apa artinya 'dunia ini kosong', Bhante?" - Sang Buddha menjawab: "Dunia ini kosong dari atta, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan atta."

Dalam Theravada, 'sunnyata' juga mengacu pada pengalaman meditasi yang disebut "emancipation of the mind by Emptiness (sunnata ceto vimutti)", sebagai realisasi dari kata-kata Sang Buddha di atas. (MN 1.29)

Kemudian, setelah zaman Sang Buddha, konsep 'sunnyata' dikembangkan oleh Nagarjuna dalam aliran Madhyamika, yang menjadi intisari dari filsafat Jalan Tengah dari Mahayana.

Di dalam Mahayana, konsep 'sunnyata' berkembang menjadi 'kosong dari hakikat dalam dirinya sendiri' (svabhava). Ini berlaku untuk apa pun yang bisa kita kenali. Bahkan ini berlaku untuk fenomena Buddha dan Ajaran, semuanya kosong.

Dalam Vajracchedika-sutra, Sang Buddha berkata, "Barang siapa melihatku sebagai rupa, dan berpikir tentang aku sebagai suara, cara berpikir mereka salah. ... Buddha tidak dapat dipahami dengan benar dengan cara apa pun."

Dalam Prajna-paramita-hrdaya-sutra, konsep 'sunyata' berkembang lebih jauh lagi: "Panca-skandha ini kosong, tidak punya hakikat atau esensi." Tetapi di situ sekaligus juga dinyatakan, "kekosongan ini sama dengan rupa ... vedana ... dst" (yang berarti ada kepenuhan).  Jadi, kekosongan itu pada saat yang sama adalah sama dengan apa yang biasanya kita kenal sebagai rupa, vedana ... dst.

Di sana dikatakan, "Bodhisattva Avalokitesvara, berada dalam kedalaman praktik prajna-paramita, memandang dari atas pada kelima skandha, dan melihat bahwa semuanya kosong dari esensi."

"Dengarkan, Sariputra, sunyata adalah rupa, rupa adalah sunyata. Terlepas dari rupa, tidak ada sunyata; terlepas dari sunyata, tidak ada rupa. Sunyata adalah apa yang disebut rupa; rupa adalah apa yang disebut sunyata. ... (Begitu pula dengan skandha-skandha yang lain)."

"Dengarkan, Sariputra, semua fenomena eksistensi ini ditandai oleh kekosongan: tidak muncul, tidak lenyap,  tidak bersih, tidak kotor, tidak kurang, tidak penuh."

Puncak dari konsep 'sunnyata' adalah pernyataan Nagarjuna, bahwa 'nirvana' = 'samsara'. Jika semua fenomena yang membentuk samsara itu kosong, maka mereka pun kosong dari kemampuan untuk menimbulkan penderitaan. Jadi, nirvana bukanlah sesuatu yang terletak di luar samsara. Dengan kata lain, 'nirvana' adalah 'samsara' yang dialami secara benar,  sebagai kosong dari segala sesuatu. (Dalam Theravada, ini dinamakan oleh Sang Buddha: "melihat apa adanya" (yathabhutam-nyanadassanam).)

Inilah puncak konsep 'sunnyata' yang mengatasi segala dualitas. Konsep 'sunyata' menyatakan bahwa segala sesuatu kosong dari 'svabhava' (eksistensi inheren).

Dari sini, muncullah reaksi, yang kembali kepada dualitas. Dalam sutra-sutra Tathagata-garbha dinyatakan bahwa Buddha & Nirvana, berbeda dengan segala sesuatu yang sankhata, tidaklah kosong dari eksistensi intrinsik, tetapi hanya kosong dari apa yang tidak kekal, yang tidak memuaskan dan yang tanpa-aku.

Dalam Srimala-sutra, Buddha digambarkan sebagai kosong dari semua avijja dan kotoran batin, tapi memiliki Realitas intrinsik.

Dalam Mahayana-Mahaparinirvana-sutra dikatakan, Kekosongan Tertinggi adalah pemahaman Buddhis yang melihat Kekosongan dan Bukan-Kekosongan, di mana "Kekosongan adalah keseluruhan Samsara, dan Bukan-Kekosongan adalah Nirvana yang Agung." -- Dalam sutra itu, Sang Buddha menyatakan:

"Orang bijak melihat Kekosongan dan Bukan-Kekosongan, yang Kekal dan yang Tidak Kekal, Penderitaan dan Kebahagiaan, Diri (atman) dan Bukan-Diri (anatman) ... Melihat Kekosongan segala sesuatu tanpa melihat Ketidakkosongan bukanlah Jalan Tengah; melihat bukan-diri (anatman) dalam segala sesuatu dan tidak melihat diri (atman) bukanlah Jalan Tengah ..."

Jadi, di dalam sutra-sutra Tathagata-garbha diupayakan keseimbangan antara samsara yang kosong, tidak kekal dan tanpa-inti, dengan Realitas yang abadi dan membebaskan dari Buddha & Nirvana.

Di dalam sutra ini, Sang Buddha mengecam  mereka yang melihat Tathagata-garbha (yakni unsur Kebuddhaan yang abadi di dalam batin setiap orang) sebagai kosong.  Di situ Sang Buddha menyatakan bahwa pada dasarnya mereka melakukan bunuh diri spiritual dengan pendiriannya yang salah itu:

"Dengan memupuk Tanpa-Diri (anatman) dalam kaitan dengan Tathagata-garbha, dan terus-menerus memupuk Kekosongan, Penderitaan tidak akan lenyap, tetapi ia bagaikan serangga berada dalam api sebuah pelita."

Menurut versi Tibet dari sutra ini, pencapaian Pembebasan Nirvana ("moksha") membuka sebuah alam yang "penuh kebahagiaan, sukacita, kekekalan, stabilitas, dan keabadian, yang di situ Buddha berada dalam kedamaian penuh (Dharmaksema).

Puncak dari reaksi terhadap konsep 'sunnyata' Nagarjuna terkandung dalam Saddharma-pundarika-sutra, di mana dinyatakan bahwa melihat segala sesuatu sebagai kosong bukanlah realisasi Buddhis yang tertinggi; diperlukan kearifan Buddha untuk mengatasi  persepsi kekosongan.

Salam,
hudoyo

 
« Last Edit: 30 May 2008, 08:40:19 PM by hudoyo »

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #35 on: 30 May 2008, 03:29:39 PM »
Terima kasih penjelasannya Pak Hud, terus terang evolusi pemahaman sunyatta makin lama makin njelimet dalam perkembangannya. Gimana mereka mo merealisasi  nibbana ya.......... ???
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #36 on: 30 May 2008, 08:12:00 PM »
Waw...Gila banget ya...
Semua ahli dhamma berbicara...
Pusing bacanya...
Dhamma tingkat tinggi...
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #37 on: 30 May 2008, 08:15:29 PM »


Upadana itu kemelekatan khan? bagaimana mungkin gw hanya terdiri dari kemelekatan? jika gk ada kemelekatan(dah Nibbana) dah gk ada panca skandha?


Quote
jika samsara adalah Nibbana..maka kita Nibbana..
ketika upadana telah lenyap, samsara & nibbana bukanlah soal lagi... itulah nibbana

Kan sudah ada didalam hukum patticasamupadda bukan??
Avijja,sankhara,vinnana,nama rupa,salayatana,Perasaan,bla2...
Kl slh 1 hal tersbt dpt dipatahkan maka roda samsara akan runtuh seketika...
(Itu menurut pendapat saya,kl salah mohon dikoreksi)
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #38 on: 30 May 2008, 08:24:06 PM »
Terima kasih penjelasannya Pak Hud, terus terang evolusi pemahaman sunyatta makin lama makin njelimet dalam perkembangannya. Gimana mereka mo merealisasi  nibbana ya.......... ???

Itulah ... :)  Menurut hemat saya, nibbana baru terealisir kalau orang sudah berhenti berteori tentang 'sunnata'. ... ;D

Namun, pada garis besarnya kita bisa melihat bahwa ada tiga kubu:

(1) mereka yang berpikir dualistik: sebagian besar Sutta Pitaka/Theravada (samsara vs nibbana);

(2) mereka yang berpikir nondualistik: Nagarjuna, sutra-sutra Mahaprajnaparamita (Sutra Intan, Sutra Hati dsb) dan berhenti pada paradoks-paradoks--seperti "nirvana = samsara"-- dalam hal ini termasuk juga Zen;

(3) mereka yang berpikir non-dualistik juga, tetapi lalu memberi makna 'positif' (kembali menjadi dualistik) pada Hakikat yang Tertinggi (summum bonum) dengan konsep-konsep seperti Tathagata-garbha, Buddha-dhatu, Dharmakaya dsb -- ini terdapat dalam sutra-sutra Tathagata-garbha, Mahayana-Mahaparinirvana-sutra, Lotus Sutra. -- Itulah sebabnya ada rekan di DC ini--yang berangkat dari pemikiran Theravada--mempertanyakan, sepertinya konsep "benih Buddha" itu seperti 'atta' lagi. ...

Kelompok ketiga ini menarik, karena tampak pertemuan dengan filsafat Hinduisme di mana Hakikat yang Tertinggi itu didefinisikan secara nondualistik, namun diberi makna 'positif' dengan konsep 'Brahman'. -- Saya menduga inilah salah satu penyebab penting dari terserapnya kembali Buddhisme ke dalam Hinduisme di India, sementara Buddhisme berkembang pesat di luar India.

Sekali lagi saya tekankan, bahwa konsep 'sunnata' itu, kalau cuma tinggal konsep, tidak lebih daripada intellectual exercise belaka, dan sama sekali tidak ada gunanya. Oleh karena itu mari kita kembali kepada vipassana, mengamati gerak-gerik pikiran itu sendiri ... dan dengan demikian menembus 'anatta', 'sunnata'.

Perlu diperhatikan pula, tidak jarang Sang Buddha menekankan bahwa pencerahan itu "melihat apa adanya" (yathabhutam nyana-dassanam) ... jadi tidak ditampilkan sebagai dualitas konsep-konsep, 'baik' & 'buruk', 'atta' & 'anatta', 'samsara' & 'nibbana' dsb. ... Ini sering dikemukakan oleh bhikkhu-bhikkhu patipatti (meditasi), jarang disinggung oleh mereka yang tidak bermeditasi.

Tetapi 'melihat apa adanya' --bukan 'apa yang diharapkan (nibbana)'-- ini pun harus ditembus, bukan dipegang lagi sebagai konsep, apalagi semboyan.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 30 May 2008, 09:05:50 PM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #39 on: 30 May 2008, 08:51:22 PM »
Kan sudah ada didalam hukum patticasamupadda bukan??
Avijja,sankhara,vinnana,nama rupa,salayatana,Perasaan,bla2...
Kl slh 1 hal tersbt dpt dipatahkan maka roda samsara akan runtuh seketika...
(Itu menurut pendapat saya,kl salah mohon dikoreksi)
_/\_

Tidak salah, kok ... :)   Itu pandangan Theravada, yang bersifat dualistik: ada samsara > dipatahkan/ditembus > tercapai nibbana.

Tetapi di dalam banyak sutta, Sang Buddha juga bilang: "Pembebasan itu berarti 'melihat apa adanya' ..." (yathabhutam nyana dassanam) ... Apa artinya 'melihat apa adanya'? ... Coba direnungkan. ... 'Melihat apa adanya' (samsara) bukanlah 'melihat apa yang diharapkan' (nibbana), bukanlah 'melihat dengan pikiran'. ... :)  ... Nah, ini sudah dekat dengan Nagarjuna yang berkata, "nirvana = samsara".

Tapi, yah, ini harus ditembus dalam meditasi vipassana ... bukan dibolak-balik dengan logika, jelas tidak sampai.  ;D

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 30 May 2008, 08:58:25 PM by hudoyo »

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #40 on: 31 May 2008, 08:38:20 PM »
Kan sudah ada didalam hukum patticasamupadda bukan??
Avijja,sankhara,vinnana,nama rupa,salayatana,Perasaan,bla2...
Kl slh 1 hal tersbt dpt dipatahkan maka roda samsara akan runtuh seketika...
(Itu menurut pendapat saya,kl salah mohon dikoreksi)
_/\_

Tidak salah, kok ... :)   Itu pandangan Theravada, yang bersifat dualistik: ada samsara > dipatahkan/ditembus > tercapai nibbana.

Tetapi di dalam banyak sutta, Sang Buddha juga bilang: "Pembebasan itu berarti 'melihat apa adanya' ..." (yathabhutam nyana dassanam) ... Apa artinya 'melihat apa adanya'? ... Coba direnungkan. ... 'Melihat apa adanya' (samsara) bukanlah 'melihat apa yang diharapkan' (nibbana), bukanlah 'melihat dengan pikiran'. ... :)  ... Nah, ini sudah dekat dengan Nagarjuna yang berkata, "nirvana = samsara".

Tapi, yah, ini harus ditembus dalam meditasi vipassana ... bukan dibolak-balik dengan logika, jelas tidak sampai.  ;D

Salam,
hudoyo
Iya ya...Dipikir2 gw sendiri tertawa...
Apa yg artinya melihat segala sesuatu apa adanya??
Maksudnya apa ya??
Contohnya : melihat ce...Gimana cara melihat dia apa adanya(Materi,fisik,batin,dll?)
Thanks atas bimbingannya ^^
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #41 on: 31 May 2008, 09:53:23 PM »
Quote
Contohnya : melihat ce...Gimana cara melihat dia apa adanya(Materi,fisik,batin,dll?)
Thanks atas bimbingannya ^^

liat cw itu sebagai "orang"

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #42 on: 31 May 2008, 10:25:46 PM »
Contohnya : melihat ce...Gimana cara melihat dia apa adanya(Materi,fisik,batin,dll?)
Thanks atas bimbingannya ^^
_/\_
wah kalau melihat apa adanya dpt ditempuh dg cara apa yg dilihat, apa yg didengar, apa yg dipikir pasti Sang Buddha tidak akan mengalami keraguan utk membabarkan dhamma yg dalam ini.

menurut saya, melihat apa adanya tercapai ketika kita membuang segala kerumitan yg diciptakan pikiran.
pikiran selalu bertanya,
ini apa?
itu apa?
ini bagaimana?
itu bagaimana?
dst...


ketika semua berhenti, menerima apa adanya, itulah melihat apa adanya.

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #43 on: 01 June 2008, 03:44:23 AM »
Iya ya...Dipikir2 gw sendiri tertawa...
Apa yg artinya melihat segala sesuatu apa adanya??
Maksudnya apa ya??
Contohnya : melihat ce...Gimana cara melihat dia apa adanya(Materi,fisik,batin,dll?)
Thanks atas bimbingannya ^^
_/\_

Sebelum bisa melihat apa adanya, lebih dulu perlu direnungkan dan disadari bagaimana biasanya kita melihat segala sesuatu di sekitar kita.

Riky mengambil contoh: melihat cewek. ... OK, bagaimana biasanya Anda melihat cewek? ... Seperti kata Rekan Tesla, mau tidak mau, pasti diikuti oleh berbagai pikiran, emosi, kehendak, harapan, kesenangan, ketidaksenangan, kebencian dsb, bukan? ... "Wah, cewek ini cantik, saya ingin gandeng dia, saya ingin miliki dia" ... dst ... Atau, "Wah, cewek ini jelek, judes, saya benci ama dia" ... Itu yang biasanya selalu terjadi, bukan? ... Ketika melihat apa pun, selalu diikuti pikiran, si aku dan emosi..

Nah, bisakah Riky melihat seorang cewek TANPA pikiran, perasaan, keinginan, penolakan, kehendak apa pun? ... Secara singkat, bisakah Riky melihat apa pun tanpa PIKIRAN, SI AKU dan EMOSI? ...

HARUS BISA ... yaitu dengan latihan meditasi vipassana.

Untuk lebih jelasnya bacalah uraian panjang lebar dari saya dalam thread "Cetana & Pikiran" ... perhatikan langkah #1 "sa~njaanaati" (persepsi murni) ...

Nah, langkah #1 itulah yang dikatakan oleh Sang Buddha "melihat apa adanya" (yathabhutam nyanadassanam) ... maksudnya, tanpa disertai pikiran, perasaan dan keinginan/harapan kita sendiri. ...

Salam,
Hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 03:51:47 AM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #44 on: 01 June 2008, 06:36:34 AM »
Hehehehe......mabok ga?  ^-^
Itu mah belum seberapa. Kalau mau mempelajari madhyamaka, silakan baca pengantarnya di e-book yg bisa didownload dengan mengirimkan request ke adminnya : Introduction into The Middle Way (click)

Nanti, kalau pengantarnya sudah dipahami, barulah baca text Madhyamaka yang sesungguhnya spt Mulamadhyamakavatara , Mulamadhyamakakarika, dst.
Nah, setelah itu, nanti juga perlu disimak adanya perbedaan2 antara Madhyamaka Prasangika dan Madhyamaka Svatantrika.
Lalu nantinya lagi, coba pahami perbedaan pandangan2 antara tokoh madhyamaka spt Chandrakirti vs Tsongkhapa.
Setelah itu baru bisa memahami apa yg disebut dengan "Buddha Nature" atau "Adi Buddha" dalam Mahayana Uttaratantra Shastra yang terdapat dalam filosofi Yogacara. Semuanya itu bicara tentang sunyata.
Selamat berkelana dalam belantara rimba konseptual filosofi Buddhis... Oya, siapkan panadol disamping anda....^-^

« Last Edit: 01 June 2008, 06:53:56 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #45 on: 01 June 2008, 06:58:14 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Intellectual Exercise
« Reply #46 on: 01 June 2008, 07:16:59 AM »
Iya, semua itu cuma intellectual exercise ... tidak membebaskan ...

Dan perdebatan semacam itu dilembagakan di dalam Tibetan Buddhism ... perdebatan terbuka ditonton banyak orang seperti dua orang pesilat sedang pibu. ... :)

Padahal semua itu cuma gerak pikiran ... Kalau dibiarkan merajalela, tidak akan pernah berhenti. ... :)

Salam,
hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #47 on: 01 June 2008, 07:45:23 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Ya, benar.
Tapi perjalanan spiritual dan proses masing2 orang tidaklah sama. Semua itu memiliki fungsi dan porsinya sendiri2.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #48 on: 01 June 2008, 07:50:23 AM »
Iya, semua itu cuma intellectual exercise ... tidak membebaskan ...

Dan perdebatan semacam itu dilembagakan di dalam Tibetan Buddhism ... perdebatan terbuka ditonton banyak orang seperti dua orang pesilat sedang pibu. ... :)

Padahal semua itu cuma gerak pikiran ... Kalau dibiarkan merajalela, tidak akan pernah berhenti. ... :)

Salam,
hudoyo

Betul, cuman intellectual analysis yg tidak membebaskan.
Meskipun demikian masih perlu diinformasikan ke publik bahwa ada metode semacam itu. Metode inilah yang pernah disebutkan oleh salah satu peserta di salah satu thread yg ia sebut dengan 'analytical insight'.

Metode 'analytical' inilah yang kemudian disebut oleh orang vajrayana tibetan sebagai 'sutric  method' yang berseberangan dengan 'tantric method'. Jadi, dalam Tibetan Buddhism itu sendiri juga memiliki keberagaman metode upaya kausalya, dari yg konseptual hingga non-konseptual; dari yg 'ala pandita' hingga 'ala rumput kusulu'; dari yang meditasi 'murni' (eg.samatha-vipasyana) hingga meditasi dengan ritual2 (eg.yidam yoga).

Katanya, analytical insight ini akan menjadi katalisator dalam meditasi non-konseptual yg sesungguhnya.
Oleh karena itu, dalam Vajrayana, analytical method ini digunakan sebagai fondasi kala seseorang memasuki tahap tantra sehingga tidak memunculkan kesalahan pandangan (eg. menjadi tahayul).
« Last Edit: 01 June 2008, 07:56:37 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #49 on: 01 June 2008, 07:51:45 AM »
Ya, benar.
Tapi perjalanan spiritual dan proses masing2 orang tidaklah sama. Semua itu memiliki fungsi dan porsinya sendiri2.

Menurut hemat saya ... melalui sekalipun berbeda-beda ... sekalipun banyak jalan ... titik temu semua jalan itu adalah berhentinya si aku & pikiran ...

Jadi buat saya ... untuk apa mempelajari sesuatu yang toh akan dibuang kembali. ...

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #50 on: 01 June 2008, 07:54:28 AM »
Betul, cuman intellectual analysis yg tidak membebaskan.
Meskipun demikian masih perlu diinformasikan ke publik bahwa ada metode semacam itu. Metode inilah yang pernah disebutkan oleh salah satu peserta di salah satu thread yg ia sebut dengan 'analytical insight'.

Metode 'analytical' inilah yang kemudian disebut oleh orang vajrayana tibetan sebagai 'sutric  method' yang berseberangan dengan 'tantric method'. Jadi, dalam Tibetan Buddhism itu sendiri juga memiliki keberagaman metode upaya kausalya, dari yg konseptual hingga non-konseptual, dari yg 'ala pandita' hingga 'ala rumput kusulu'.

Silakan saja memakai metode itu kalau memang orang yakin bahwa melalui apa yang disebut "analytical insight" bisa tercapai pencerahan. ...

Saya sendiri meragukan itu ... seperti saya pun meragukan bahwa vipassana yang tradisional bisa mencerahkan ... karena di situ penuh "analytical / contemplative knowledge".

Jadi, buat saya ... baik Maha-satipatthana-sutta ... maupun uraian tentang dzogchen yang pernah saya baca ... semuanya penuh "analytical knowledge" yang tidak membebaskan.

Bagi saya ... tidak ada upaya-kausalya ... kalau pikiran harus berhenti, ia harus berhenti sekarang juga ... "Langkah pertama adalah langkah terakhir".

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 07:57:34 AM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #51 on: 01 June 2008, 08:06:37 AM »
Betul, cuman intellectual analysis yg tidak membebaskan.
Meskipun demikian masih perlu diinformasikan ke publik bahwa ada metode semacam itu. Metode inilah yang pernah disebutkan oleh salah satu peserta di salah satu thread yg ia sebut dengan 'analytical insight'.

Metode 'analytical' inilah yang kemudian disebut oleh orang vajrayana tibetan sebagai 'sutric  method' yang berseberangan dengan 'tantric method'. Jadi, dalam Tibetan Buddhism itu sendiri juga memiliki keberagaman metode upaya kausalya, dari yg konseptual hingga non-konseptual, dari yg 'ala pandita' hingga 'ala rumput kusulu'.

Silakan saja memakai metode itu kalau memang orang yakin bahwa melalui apa yang disebut "analytical insight" bisa tercapai pencerahan. ...

Saya sendiri meragukan itu ... seperti saya pun meragukan bahwa vipassana yang tradisional bisa mencerahkan ... karena di situ penuh "analytical / contemplative knowledge".

Jadi, buat saya ... baik Maha-satipatthana-sutta ... maupun uraian tentang dzogchen yang pernah saya baca ... semuanya penuh "analytical knowledge" yang tidak membebaskan.

Bagi saya ... tidak ada upaya-kausalya ... kalau pikiran harus berhenti, ia harus berhenti sekarang juga ... "Langkah pertama adalah langkah terakhir".

Salam,
hudoyo

Kalau menurut saya, justru keberagaman metode dalam buddhism -- "84.000 pintu dharma"-- adalah suatu keindahan tersendiri. Tiap2 orang punya kecondongan dan disposisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, yang terpenting adalah tahu kapan menggunakan obat yang tepat.

Saya sendiri saat ini sudah tidak memakai metode itu. Oleh karena sebab itulah maka saya berani mengatakan di thread lain bahwa pengetahuan intelektual tidak bermanfaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi berhubung saya juga pernah melalui jalan itu, maka saya tidak pernah bisa tahu, apakah tanpa melalui yang itu saya mendapat yang ini.
Oleh karena itu, standpoint saya menghadapi hal2 seperti ini adalah bersikap open saja. Apabila ada informasi baru apa saja, silakan diberikan kepada publik. Ini untuk memperluas wawasan. Biarlah mereka semakin cerdas untuk menimbang dan memahami sesuai dengan kondisi masing2. Apa yang bapak sampaikan pun sangat baik, hanya saja mungkin ada beberapa orang yang susah memahami, ataupun sudah kadung terikat kuat dengan konsep2 sebelumnya.
« Last Edit: 01 June 2008, 08:16:15 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #52 on: 01 June 2008, 08:15:29 AM »
Kalau menurut saya, justru keberagaman metode dalam buddhism -- "84.000 pintu dharma"-- adalah suatu keindahan tersendiri. Tiap2 orang punya kecondongan dan disposisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, yang terpenting adalah tahu kapan menggunakan obat yang tepat.

Saya sendiri saat ini sudah tidak memakai metode itu. Oleh karena sebab itulah maka saya berani mengatakan di thread lain bahwa pengetahuan intelektual tidak bermanfaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi berhubung saya juga melalui jalan itu, maka saya tidak pernah bisa tahu, apakah tanpa melalui yang itu saya mendapat yang ini.
Oleh karena itu, standpoint saya menghadapi hal2 seperti ini adalah bersikap open saja. Apabila ada informasi baru apa saja, silakan diberikan kepada publik. Ini untuk memperluas wawasan. Biarlah mereka semakin cerdas untuk menimbang dan memahami sesuai dengan kondisi masing2. Apa yang bapak sampaikan pun sangat baik, hanya saja mungkin ada beberapa orang yang susah memahami, ataupun sudah kadung terikat kuat dengan konsep2 sebelumnya.

Kalau saya, saya HANYA memberikan apa yang saya alami sendiri ... bahkan ketika yang saya alami itu berbeda, bahkan bertolak belakang, dengan kitab suci ...

Saya tidak memberikan teori-teori dari kitab suci ... "Memperluas wawasan" bukanlah tujuan saya ... karena seluas apa pun wawasan, sama sekali tidak membebaskan.

Saya sama sekali tidak bertumpu pada teori kitab suci yang tidak saya realisasikan sendiri. ... Kalau orang memahami apa yang saya katakan, syukurlah ... Kalau tidak, ya silakan dilupakan, dan cari jalan lain ... Tapi saya tidak menyodorkan jalan lain yang saya tidak tahu. ... Saya pun tidak mencari persetujuan orang lain.

Boleh saya tahu, mengapa Anda "sekarang tidak memakai metode itu lagi"? ... :)

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 01 June 2008, 08:19:25 AM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #53 on: 01 June 2008, 08:24:40 AM »
Kalau menurut saya, justru keberagaman metode dalam buddhism -- "84.000 pintu dharma"-- adalah suatu keindahan tersendiri. Tiap2 orang punya kecondongan dan disposisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, yang terpenting adalah tahu kapan menggunakan obat yang tepat.

Saya sendiri saat ini sudah tidak memakai metode itu. Oleh karena sebab itulah maka saya berani mengatakan di thread lain bahwa pengetahuan intelektual tidak bermanfaat untuk mencapai pembebasan. Tetapi berhubung saya juga melalui jalan itu, maka saya tidak pernah bisa tahu, apakah tanpa melalui yang itu saya mendapat yang ini.
Oleh karena itu, standpoint saya menghadapi hal2 seperti ini adalah bersikap open saja. Apabila ada informasi baru apa saja, silakan diberikan kepada publik. Ini untuk memperluas wawasan. Biarlah mereka semakin cerdas untuk menimbang dan memahami sesuai dengan kondisi masing2. Apa yang bapak sampaikan pun sangat baik, hanya saja mungkin ada beberapa orang yang susah memahami, ataupun sudah kadung terikat kuat dengan konsep2 sebelumnya.

Kalau saya, saya HANYA memberikan apa yang saya alami sendiri ... bahkan ketika yang saya alami itu berbeda, bahkan bertolak belakang, dengan kitab suci ...

Saya tidak memberikan teori-teori dari kitab suci ... "Memperluas wawasan" bukanlah tujuan saya ... karena seluas apa pun wawasan, sama sekali tidak membebaskan.

Saya sama sekali tidak bertumpu pada teori kitab suci yang tidak saya realisasikan sendiri.

Boleh saya tahu, mengapa Anda "sekarang tidak memakai metode itu lagi"? ... :)

Salam,
hudoyo



Silakan saja bapak.

Kembali mencoba mengaitkan dialog kita dengan topik awal, maka menurut saya, pemahaman tentang sunyata (emptiness) sedikit banyak akan memberikan suatu sikap keterbukaan (openness). Karena emptiness dan openness sangat berkaitan. Dari situ, saya sekedar melihat bahwa segala macam fenomena memiliki potensi variasi yang tak terbatas. Yang terpenting adalah konsistensi.
Maksud saya, apabila kita belajar atas dasar teori abhidhamma, ya bicaralah dengan term2 teknis yang akurat dari abhidhamma. Demikian pula bila kita berbicara tentang madhyamaka, tentu harus dengan memahami term2 dan pola pikir madhyamaka itu sendiri. Bukan di saling silangkan terlalu dini.
Kebetulan disini sedang membicarakan tentang Sunyata yg tidak saja dipandang dari sisi Theravad tetapi juga kemudian ditarik sebagai perbandingan dengan Mahayana. Tentu saja, kita perlu mengemukakan sesuatu hal itu sesuai dengan basisnya.

Yang menjadi masalah menurut saya, adalah orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup. Ini suatu problem.
« Last Edit: 01 June 2008, 08:28:41 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #54 on: 01 June 2008, 08:38:12 AM »
Silakan saja bapak.

Kembali mencoba mengaitkan dialog kita dengan topik awal, maka menurut saya, pemahaman tentang sunyata (emptiness) sedikit banyak akan memberikan suatu sikap keterbukaan (openness). Karena emptiness dan openness sangat berkaitan. Dari situ, saya sekedar melihat bahwa segala macam fenomena memiliki potensi variasi yang tak terbatas. Yang terpenting adalah konsistensi.
Maksud saya, apabila kita belajar atas dasar teori abhidhamma, ya bicaralah dengan term2 teknis yang akurat dari abhidhamma. Demikian pula bila kita berbicara tentang madhyamaka, tentu harus dengan memahami term2 dan pola pikir madhyamaka itu sendiri. Bukan di saling silangkan terlalu dini.
Kebetulan disini sedang membicarakan tentang Sunyata yg tidak saja dipandang dari sisi Theravad tetapi juga kemudian ditarik sebagai perbandingan dengan Mahayana. Tentu saja, kita perlu mengemukakan sesuatu hal itu sesuai dengan basisnya.

Yang menjadi masalah menurut saya, adalah orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup. Ini suatu problem.

Ini saya kurang setuju. ... Bagi saya "keterbukaan" bukan berarti membiarkan pikiran merajalela ...

Maaf saja ... saya melihat semua yang Anda kemukakan itu tidak lebih daripada gerak pikiran ... Itu yang tidak saya setujui ... Itu saja.

Quote
orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup

Ini belum pernah saya temui ... bisa ditunjukkan?

Anda belum menjawab pertanyaan saya: Mengapa Anda sekarang "tidak memakai metode itu lagi"?

Salam,
Hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 08:40:30 AM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #55 on: 01 June 2008, 08:41:09 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #56 on: 01 June 2008, 08:45:57 AM »
Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.

Maaf, Rekan Suchamda sudah melakukan "ad hominem" (menghakimi pendirian lawan bicara). ...
Mohon jangan diulangi.

Salam,
hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #57 on: 01 June 2008, 08:53:50 AM »
Silakan saja bapak.

Kembali mencoba mengaitkan dialog kita dengan topik awal, maka menurut saya, pemahaman tentang sunyata (emptiness) sedikit banyak akan memberikan suatu sikap keterbukaan (openness). Karena emptiness dan openness sangat berkaitan. Dari situ, saya sekedar melihat bahwa segala macam fenomena memiliki potensi variasi yang tak terbatas. Yang terpenting adalah konsistensi.
Maksud saya, apabila kita belajar atas dasar teori abhidhamma, ya bicaralah dengan term2 teknis yang akurat dari abhidhamma. Demikian pula bila kita berbicara tentang madhyamaka, tentu harus dengan memahami term2 dan pola pikir madhyamaka itu sendiri. Bukan di saling silangkan terlalu dini.
Kebetulan disini sedang membicarakan tentang Sunyata yg tidak saja dipandang dari sisi Theravad tetapi juga kemudian ditarik sebagai perbandingan dengan Mahayana. Tentu saja, kita perlu mengemukakan sesuatu hal itu sesuai dengan basisnya.


Yang menjadi masalah menurut saya, adalah orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup. Ini suatu problem.

Ini saya kurang setuju. ... Bagi saya "keterbukaan" bukan berarti membiarkan pikiran merajalela ...

Maaf saja ... saya melihat semua yang Anda kemukakan itu tidak lebih daripada gerak pikiran ... Itu yang tidak saya setujui ... Itu saja.

Ya, memang gerak pikiran dan saya sadari itu, karena saya perlu mengemukakan itu disini.
Dan kemudian, itu jugalah yang saya praktekkan hingga hari ini, dimana saya tidak menolak bila pikiran2 itu muncul. Bila ego itu muncul pun tidak ditolak tapi cukup disadari saja. Termasuk semua fenomena2 yang membutuhkan tanggapan ya saya biarkan saja apa adanya, tapi bukan menghanyutkan diri tanpa sadar. Itulah yang saya maksud dengan openness. Kalau saya menolak, saya sadar menolak, kalau saya hanyut, kemudian muncul kesadaran bahwa terhanyut. Semua itu diterima saja secara ikhlas.

orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup

Ini belum pernah saya temui ... bisa ditunjukkan?

Anda belum menjawab pertanyaan saya: Mengapa Anda sekarang "tidak memakai metode itu lagi"?

Salam,
Hudoyo

Bisa dan banyak pak, lihat saja dari banyak diskusi-diskusi di milis2 buddhis: terutama mereka yang bertengkar karena konsep 'anatta', dsb.
Dan juga tak sedikit para bhikkhu yang mengajarkan sikap2 sektarian kepada umatnya.

Mengenai pertanyaan bapak.
Saya tidak menggunakan itu lagi karena pada saat retret vipassana saya tiba2 tersadar bahwa semua itu tiada lain hanyalah bentukan pikiran. Belajar filosofi sampai sakit kepala bertahunan ternyata ditembusi oleh sebuah pengalaman sekejap yg sangat sederhana.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #58 on: 01 June 2008, 08:56:20 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Ya, benar.
Tapi perjalanan spiritual dan proses masing2 orang tidaklah sama. Semua itu memiliki fungsi dan porsinya sendiri2.

berjalan tentu saja berbeda, tapi berhenti adalah sama.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #59 on: 01 June 2008, 08:58:51 AM »
berjalan tentu saja berbeda, tapi berhenti adalah sama.

Iya ... daripada berjalan berputar-putar ... mengapa tidak berhenti sekarang? ...

Sang Buddha: "Angulimala, aku sudah lama berhenti. Kamulah yang masih terus berlari. Apa yang kamu cari? Berhentilah!"

Salam,
hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #60 on: 01 June 2008, 08:59:44 AM »
Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.

Maaf, Rekan Suchamda sudah melakukan "ad hominem" (menghakimi pendirian lawan bicara). ...
Mohon jangan diulangi.

Salam,
hudoyo

Maaf pak, saya belum bisa melihat hal itu sebagai ad hominem. Setahu saya, arti dari ad hominem adalah menyerang pribadi yang bersangkutan dengan hal-hal yang tidak relevan dengan argumennya.
Disini saya hanya mengingatkan saja, sama sekali tidak menyerang.
Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kapasitas kita bukanlah sama atau untuk diukur dengan seorang bodhisattva calon Sammasambuddha.

Kemudian, kalimat saya yang kedua. Apakah salah?
Maaf, saya tidak mengerti, bisakah ditunjukkan pemikiran anda mengatakan saya ad hominem?

"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #61 on: 01 June 2008, 09:04:22 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.

Yah, tentu saja saya bukanlah Buddha dan saya tidak mungkin menjadi Buddha. :)
apakah saya ekstrim? atau kamu tidak bisa menerima?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #62 on: 01 June 2008, 09:07:41 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.

Yah, tentu saja saya bukanlah Buddha dan saya tidak mungkin menjadi Buddha. :)
apakah saya ekstrim? atau kamu tidak bisa menerima?

Bukan anda yang ekstrim , tapi anda meluncurkan suatu pendapat dari sudut pandang yg ekstrim. Anda menilai bahwa tidak perlu belajar karena Sang Buddha juga tidak belajar. Buddha adalah manusia super unggul, sedangkan kita semua hanya rata-rata saja. Itulah mengapa saya katakan anda mengambil sikap yang ekstrim.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #63 on: 01 June 2008, 09:10:31 AM »
Ya, memang gerak pikiran dan saya sadari itu, karena saya perlu mengemukakan itu disini.
Dan kemudian, itu jugalah yang saya praktekkan hingga hari ini, dimana saya tidak menolak bila pikiran2 itu muncul. Bila ego itu muncul pun tidak ditolak tapi cukup disadari saja. Termasuk semua fenomena2 yang membutuhkan tanggapan ya saya biarkan saja apa adanya, tapi bukan menghanyutkan diri tanpa sadar. Itulah yang saya maksud dengan openness. Kalau saya menolak, saya sadar menolak, kalau saya hanyut, kemudian muncul kesadaran bahwa terhanyut. Semua itu diterima saja secara ikhlas.

Saya setuju, kalau itu yang dimaksud dengan 'keterbukaan' ... jadi 'keterbukaan' bukan berarti "memperluas wawasan intelektual" ... itu sama sekali berbeda.


Quote from: Suchamda
orang yg belajar Buddhism hingga mencapai tataran kurikulum sunyata tapi sikap batinnya malah menjadi semakin sempit dan tertutup

Ini belum pernah saya temui ... bisa ditunjukkan?

Bisa dan banyak pak, lihat saja dari banyak diskusi-diskusi di milis2 buddhis: terutama mereka yang bertengkar karena konsep 'anatta', dsb.
Dan juga tak sedikit para bhikkhu yang mengajarkan sikap2 sektarian kepada umatnya.

Oh, itu sih, karena orang-orang itu sesungguhnya belum sampai pada tataran 'sunyata' ... tapi sudah bicara tentang 'sunyata' ... Di situ letak problemnya. ...


Quote from: Suchamda
Quote from: hudoyo
Anda belum menjawab pertanyaan saya: Mengapa Anda sekarang "tidak memakai metode itu lagi"?

Salam,
Hudoyo

Mengenai pertanyaan bapak.
Saya tidak menggunakan itu lagi karena pada saat retret vipassana saya tiba2 tersadar bahwa semua itu tiada lain hanyalah bentukan pikiran. Belajar filosofi sampai sakit kepala bertahunan ternyata ditembusi oleh sebuah pengalaman sekejap yg sangat sederhana.

Bagus ... Dan sekarang Anda menyodorkan filsafat Madhyamaka kepada pembaca ... sesuatu yang sudah Anda tinggalkan sendiri. ...

Saya dulu juga senang sekali membaca filsafat-filsafat Buddhis selama bertahun-tahun ... Tetapi setelah mengenal vipassana yang sesungguhnya ... saya menyadari bahwa selama bertahun-tahun itu saya telah tersesat ...

Dan sekarang saya tidak mau orang mengulangi ketersesatan yang telah memakan waktu bertahun-tahun dari hidup saya. ...

Salam,
hudoyo

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #64 on: 01 June 2008, 09:13:07 AM »
^sudah jelas Sang Buddha tidak tercerahkan dg berkeliling mempelajari sesuatu yg rumit.
Jhana Nothingness, Not Perception nor Non-Perception, Anatta, Sunyata, Theravada, Mahayana, Vajrayana, dll...

jadi menurut saya, tidak ada pencerahan yg berasal dari "mempelajari". :)

_/\_

Perlu anda sadari, bahwa anda bukan Sang Buddha.
Kedua, untuk sampai pada pemahaman ini, anda toh melalui belajar yg sebelumnya.
Jadi tolong jangan bersikap ekstrim.

Yah, tentu saja saya bukanlah Buddha dan saya tidak mungkin menjadi Buddha. :)
apakah saya ekstrim? atau kamu tidak bisa menerima?

Bukan anda yang ekstrim , tapi anda meluncurkan suatu pendapat dari sudut pandang yg ekstrim. Anda menilai bahwa tidak perlu belajar karena Sang Buddha juga tidak belajar. Buddha adalah manusia super unggul, sedangkan kita semua hanya rata-rata saja. Itulah mengapa saya katakan anda mengambil sikap yang ekstrim.

yah, saya boleh bilang saya lebih tahu tentang Buddha dari pada Anda!
oleh sebab itu saya katakan saya tidak mungkin menjadi Buddha.
Tetapi kalau menjadi manusia super adalah mungkin. :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #65 on: 01 June 2008, 09:14:44 AM »
Maaf pak, saya belum bisa melihat hal itu sebagai ad hominem. Setahu saya, arti dari ad hominem adalah menyerang pribadi yang bersangkutan dengan hal-hal yang tidak relevan dengan argumennya.
Disini saya hanya mengingatkan saja, sama sekali tidak menyerang.
Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kapasitas kita bukanlah sama atau untuk diukur dengan seorang bodhisattva calon Sammasambuddha.

Kemudian, kalimat saya yang kedua. Apakah salah?
Maaf, saya tidak mengerti, bisakah ditunjukkan pemikiran anda mengatakan saya ad hominem?



Menuduh lawan bicara sebagai "ekstrem" bagi saya adalah 'ad hominem' ... karena itu sudah merupakan penilaian negatif yang subyektif (tidak obyektif) yang tidak berkaitan dengan argumentasi lawan bicara.

Salam,
Hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #66 on: 01 June 2008, 09:18:28 AM »
Quote
Bagus ... Dan sekarang Anda menyodorkan filsafat Madhyamaka kepada pembaca ... sesuatu yang sudah Anda tinggalkan sendiri. ...

Saya dulu juga senang sekali membaca filsafat-filsafat Buddhis selama bertahun-tahun ... Tetapi setelah mengenal vipassana yang sesungguhnya ... saya menyadari bahwa selama bertahun-tahun itu saya telah tersesat ...

Dan sekarang saya tidak mau orang mengulangi ketersesatan yang telah memakan waktu bertahun-tahun dari hidup saya. ...

Saya paham pak.
Saya berpikir demikian:
Apa yang pak Hudoyo sampaikan sudah sangat sangat jelas, dan hal itu seharusnya dipahami oleh para pembaca disini.
Tetapi, barangkali juga ada beberapa orang yang ngotot untuk berkutat pada teori filsafat. Saya melihatnya mereka masih sangat bangga2nya mengedepankan teori Theravada tentang sunyata. Oleh karena itu, saya sodorkan sekalian makanan yg lebih rumit lagi yaitu berupa Madhyamaka. Itu kalau mereka mau atas kemauan mereka sendiri. Saya hanya berniat untuk mempercepat prosesnya saja hingga cepat mencapai titik muak. Perumpamaannya, kalau orang rakus makan, dikasih aja sekalian makanan berlebih-lebih hingga muntah sendiri. ;))
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #67 on: 01 June 2008, 09:21:08 AM »
Maaf pak, saya belum bisa melihat hal itu sebagai ad hominem. Setahu saya, arti dari ad hominem adalah menyerang pribadi yang bersangkutan dengan hal-hal yang tidak relevan dengan argumennya.
Disini saya hanya mengingatkan saja, sama sekali tidak menyerang.
Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kapasitas kita bukanlah sama atau untuk diukur dengan seorang bodhisattva calon Sammasambuddha.

Kemudian, kalimat saya yang kedua. Apakah salah?
Maaf, saya tidak mengerti, bisakah ditunjukkan pemikiran anda mengatakan saya ad hominem?



Menuduh lawan bicara sebagai "ekstrem" bagi saya adalah 'ad hominem' ... karena itu sudah merupakan penilaian negatif yang subyektif (tidak obyektif) yang tidak berkaitan dengan argumentasi lawan bicara.

Salam,
Hudoyo

Saya sudah jelaskan di atas mengapa saya mengatakan "bersikap ekstrim".
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #68 on: 01 June 2008, 09:21:28 AM »
Bukan anda yang ekstrim , tapi anda meluncurkan suatu pendapat dari sudut pandang yg ekstrim. Anda menilai bahwa tidak perlu belajar karena Sang Buddha juga tidak belajar. Buddha adalah manusia super unggul, sedangkan kita semua hanya rata-rata saja. Itulah mengapa saya katakan anda mengambil sikap yang ekstrim.

Saya sama sekali tidak setuju dengan ini ... Buddha bukanlah manusia "super unggul" (mungkin hampir seperti "Tuhan"?) ... Buddha adalah manusia biasa seperti kita-kita ini ... bedanya hanyalah beliau telah berhenti, telah mencapai akhir perjalanan ...

Justru karena Buddha berangkat sebagai manusia biasa, maka kita pun bisa mencapai apa yang dicapai Buddha ... Dengan kata lain, Buddha adalah TELADAN yang harus diteladani oleh semua siswa beliau ...

Bagaimana kita bisa meneladani Buddha kalau Buddha itu manusia "super unggul", sedangkan kita "hanya rata-rata saja". ... Mustahil, kan? ...

Jadi, saya sependapat sepenuhnya dengan Rekan Tesla dalam hal ini.

Salam,
Hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #69 on: 01 June 2008, 09:25:26 AM »
Saya sudah jelaskan di atas mengapa saya mengatakan "bersikap ekstrim".

Vonis 'ekstrem' itu dari sudut pandang Anda yang subyektif ... bukan dari sudut pandang forum pembaca ... itulah yang saya sebut 'ad hominem'.

Apalagi sudut pandang subyektif itu didasarkan pada pemahaman bahwa Buddha adalah manusia "super unggul" ...

Salam,
hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #70 on: 01 June 2008, 09:29:58 AM »
Quote
Bagaimana kita bisa meneladani Buddha kalau Buddha itu manusia "super unggul", sedangkan kita "hanya rata-rata saja". ... Mustahil, kan? ...

Ini sekedar pendapat saja. Essensinya tidak jelas dan bisa diperdebatkan. Dan hasil akhirnya pun tak bisa melalui reality test.

Yang saya maksudkan adalah bahwa Sang Buddha menemukan sendiri Dhamma yang kemudian dibabarkannya. Sedangkan kita semua, harus melalui proses belajar untuk bisa memahami apa yang dibabarkannya.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #71 on: 01 June 2008, 09:36:40 AM »
Saya paham pak.
Saya berpikir demikian:
Apa yang pak Hudoyo sampaikan sudah sangat sangat jelas, dan hal itu seharusnya dipahami oleh para pembaca disini.
Tetapi, barangkali juga ada beberapa orang yang ngotot untuk berkutat pada teori filsafat. Saya melihatnya mereka masih sangat bangga2nya mengedepankan teori Theravada tentang sunyata. Oleh karena itu, saya sodorkan sekalian makanan yg lebih rumit lagi yaitu berupa Madhyamaka. Itu kalau mereka mau atas kemauan mereka sendiri. Saya hanya berniat untuk mempercepat prosesnya saja hingga cepat mencapai titik muak. Perumpamaannya, kalau orang rakus makan, dikasih aja sekalian makanan berlebih-lebih hingga muntah sendiri. ;))


hehe ... ;D  ... Jadi, sekali lagi, setelah Anda menyadari bahwa selama ini Anda tersesat ke dalam rimba pikiran ... sekarang Anda mengajak orang lain untuk ikut tersesat? ... ;D

Apakah itu akan "mempercepat prosesnya hingga cepat mencapai titik muak"? ... Apakah tidak mungkin terjadi sebaliknya ... orang malah lebih dalam tersesat ke dalam rimba pikiran? ...

Boleh saya bertanya soal pribadi ... apakah Anda sekarang sudah mencapai "titik muak" ... dalam arti bahwa Anda sudah membuang semua filsafat? ;D

Salam,
Hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #72 on: 01 June 2008, 09:39:17 AM »
Saya sudah jelaskan di atas mengapa saya mengatakan "bersikap ekstrim".

Vonis 'ekstrem' itu dari sudut pandang Anda yang subyektif ... bukan dari sudut pandang forum pembaca ... itulah yang saya sebut 'ad hominem'.


Saya rasa yang terpenting adalah alasan apa yang ada di balik suatu pengungkapan. Walaupun menurut pendapat anda reason saya mengatakan Sang Buddha adalah lebih unggul dari kita itu salah, tetapi itu sama sekali bukan karena suatu sikap sentimen. Ada alasannya untuk mengatakan demikian.

Kedua, saya tidak pernah bisa tahu bagaimana sudut pandang forum pembaca, apakah bapak merasa bisa tahu?

Kalau rekan Tesla merasa divonis, dengan ini saya ingin mengucapkan permintaan maaf. 
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #73 on: 01 June 2008, 09:40:35 AM »
Yang saya maksudkan adalah bahwa Sang Buddha menemukan sendiri Dhamma yang kemudian dibabarkannya. Sedangkan kita semua, harus melalui proses belajar untuk bisa memahami apa yang dibabarkannya.
Baiklah Suchamda, kita tidak ngomong yg ekstrim2 lagi. Maafkan aku :) ^:)^

Logika sederhana saja, sudah ada contoh jelas Sang Buddha yg menemukan sendiri Dhamma, kenapa kamu malah berpendapat bahwa kita yg biasa ini harus melalui proses belajar?

kalau kamu berpikir bahwa Sang Buddha sebelum tercerahkan memang sudah lebih tinggi dari Anda entah karena suatu sebab, maka saya pertanyakan kembali dasar Buddhisme Anda. masih berpikir Sang Buddha memang terlahir 'lebih' karena pemberian anugerah Tuhan? ^-^
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #74 on: 01 June 2008, 09:44:01 AM »
Ini sekedar pendapat saja. Essensinya tidak jelas dan bisa diperdebatkan. Dan hasil akhirnya pun tak bisa melalui reality test.

Ini juga sekadar pendapat saya ... sama-sama kita tampilkan di forum ini ... biar masing-masing pembaca memilih: cenderung pada pendapat Anda ... atau cenderung pada pendapat saya. ... :)


Quote
Yang saya maksudkan adalah bahwa Sang Buddha menemukan sendiri Dhamma yang kemudian dibabarkannya. Sedangkan kita semua, harus melalui proses belajar untuk bisa memahami apa yang dibabarkannya.

Saya merasa ada kerancuan tentang istilah 'belajar' di sini ... Di atas Anda menggunakan kata 'belajar' untuk suatu kegiatan intelektual mempelajari filsafat-filsafat Buddhis ...

Untuk mengenal Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha, tidak perlu belajar secara intelektual seperti itu ... lihat saja berapa banyak pakar kitab suci, tapi mereka tidak tercerahkan ...

Untuk mengenal Dhamma orang harus mengenal pikirannya sendiri ... sampai pikiran itu berhenti. ... Di situlah orang baru tahu apa yang dinamakan oleh Sang Buddha "melihat apa adanya".

Salam,
Hudoyo

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #75 on: 01 June 2008, 09:44:58 AM »
Kalau rekan Tesla merasa divonis, dengan ini saya ingin mengucapkan permintaan maaf. 

Sama sama, maafkan saya! :)

bow to you ^:)^
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #76 on: 01 June 2008, 09:46:04 AM »
Quote
Logika sederhana saja, sudah ada contoh jelas Sang Buddha yg menemukan sendiri Dhamma, kenapa kamu malah berpendapat bahwa kita yg biasa ini harus melalui proses belajar?

kalau kamu berpikir bahwa Sang Buddha sebelum tercerahkan memang sudah lebih tinggi dari Anda entah karena suatu sebab, maka saya pertanyakan kembali dasar Buddhisme Anda. masih berpikir Sang Buddha memang terlahir 'lebih' karena pemberian anugerah Tuhan? chuckle

Sebenarnya tidak perlu pakai logika. Cukup lihat saja diri kamu sendiri bagaimana. Lihatlah juga kenyataan di sekitar kamu. :)
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #77 on: 01 June 2008, 09:47:53 AM »
Saya rasa yang terpenting adalah alasan apa yang ada di balik suatu pengungkapan. Walaupun menurut pendapat anda reason saya mengatakan Sang Buddha adalah lebih unggul dari kita itu salah, tetapi itu sama sekali bukan karena suatu sikap sentimen. Ada alasannya untuk mengatakan demikian.

Anda sudah bilang dan saya sudah bilang, bahwa itu sekadar pendapat yang berbeda. ... Terpulang pada sidang pembaca untuk mengambil kesimpulan ...

Quote
Kedua, saya tidak pernah bisa tahu bagaimana sudut pandang forum pembaca, apakah bapak merasa bisa tahu?

Yang penting menghindari penilaian subyektif terhadap sikap/pendapat lawan bicara masuk ke dalam diskusi yang terbuka.

Kalau perlu juga penilaian, seharusnya itu disampaikan dalam bentuk pertanyaan: "Tesla, apakah pendapat Anda itu tidak ekstrem?"

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 09:51:24 AM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #78 on: 01 June 2008, 09:48:28 AM »
Quote from: Hudoyo
Untuk mengenal Dhamma orang harus mengenal pikirannya sendiri ... sampai pikiran itu berhenti. ... Di situlah orang baru tahu apa yang dinamakan oleh Sang Buddha "melihat apa adanya".

Untuk tahu dan menjalankan apa yang bapak katakan, apakah itu bukan suatu proses belajar?
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #79 on: 01 June 2008, 09:50:23 AM »
Sebenarnya tidak perlu pakai logika. Cukup lihat saja diri kamu sendiri bagaimana.
saya setuju mengenai ini

Quote
Lihatlah juga kenyataan di sekitar kamu. :)
jadi Anda sekarang berpikir, pencerahan dapat dicapai dg cara melihat kenyataan di sekitar saya (diluar)?

Terus terang saya setuju dg pendapat pertama, yaitu melihat ke diri sendiri (ke dalam), bukan melihat sekitar (ke luar).
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #80 on: 01 June 2008, 09:52:29 AM »
Quote from: Hudoyo
Saya merasa ada kerancuan tentang istilah 'belajar' di sini ... Di atas Anda menggunakan kata 'belajar' untuk suatu kegiatan intelektual mempelajari filsafat-filsafat Buddhis ...

Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan dengan belajar.
Belajar adalah segala sesuatu proses yang kita lalui untuk mencapai suatu titik pada saat kini.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #81 on: 01 June 2008, 09:54:39 AM »
Quote from: Tesla
Terus terang saya setuju dg pendapat pertama, yaitu melihat ke diri sendiri (ke dalam), bukan melihat sekitar (ke luar).

Mengapa anda harus membedakan apa yang di dalam dan apa yang di luar? Bukankah itu pikiran konseptual lagi?

Maaf, rekan Tesla apakah anda tidak melihat bahwa ini yg saya maksud  dengan ekstrim, condong ke satu hal? Menolak sesuatu dan menyukai yang lainnya, pilih-pilih, membuat penilaian2, dst.
« Last Edit: 01 June 2008, 09:58:17 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #82 on: 01 June 2008, 09:55:38 AM »
xixixi "aku".....

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #83 on: 01 June 2008, 09:56:18 AM »
Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan dengan belajar.
Belajar adalah segala sesuatu proses yang kita lalui untuk mencapai suatu titik pada saat kini.

Saya tidak berpendapat demikian. ...

Menurut saya, untuk berhenti tidak perlu belajar apa pun. ... Ketika disadari bahwa segala sesuatu yang selama ini kita pelajari ternyata hanya kesesatan belaka ... itulah berhenti. ... Jadi tidak ada proses belajar untuk berhenti ... Untuk berhenti hanya diperlukan sadar/eling.

Salam,
hudoyo

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #84 on: 01 June 2008, 10:00:06 AM »
Mengapa anda harus membedakan apa yang di dalam dan apa yang di luar? Bukankah itu pikiran konseptual lagi?

Maaf, inilah yg saya maksud dengan ekstrim, condong ke satu hal. Menolak sesuatu dan menyukai yang lainnya, pilih-pilih, membuat penilaian2, dst.
yah istilah dalam dan luar itu adalah konsep pikiran yg saya harapkan kamu dapat memahaminya.
yg kalau bukan konsep:
pikiran berhenti yg dimaksud Pak Hudoyo adalah ketika tidak ada lagi subjek, objek dan predikat. tidak ada lagi aku yg berhenti juga.

ekstrim juga? :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #85 on: 01 June 2008, 10:00:28 AM »
Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan dengan belajar.
Belajar adalah segala sesuatu proses yang kita lalui untuk mencapai suatu titik pada saat kini.

Saya tidak berpendapat demikian. ...

Menurut saya, untuk berhenti tidak perlu belajar apa pun. ... Ketika disadari bahwa segala sesuatu yang selama ini kita pelajari ternyata hanya kesesatan belaka ... itulah berhenti. ... Jadi tidak ada proses belajar untuk berhenti ... Untuk berhenti hanya diperlukan sadar/eling.

Salam,
hudoyo

Kalau saya melihatnya, apa yang kita bicarakan sebetulnya pada basis yang sama. Hanya saja cara mengungkapkannya berbeda. Berbeda dari cara melihatnya, padahal esensinya sudah ketemu.

"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #86 on: 01 June 2008, 10:04:02 AM »
Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan dengan belajar.
Belajar adalah segala sesuatu proses yang kita lalui untuk mencapai suatu titik pada saat kini.

Saya tidak berpendapat demikian. ...

Menurut saya, untuk berhenti tidak perlu belajar apa pun. ... Ketika disadari bahwa segala sesuatu yang selama ini kita pelajari ternyata hanya kesesatan belaka ... itulah berhenti. ... Jadi tidak ada proses belajar untuk berhenti ... Untuk berhenti hanya diperlukan sadar/eling.

Kalau saya melihatnya, apa yang kita bicarakan sebetulnya pada basis yang sama. Hanya saja cara mengungkapkannya berbeda. Berbeda dari cara melihatnya, padahal esensinya sudah ketemu.

Sampai posting sebelum ini saja kita masih bersilang pendapat ... Kalau sekarang Anda berpendapat demikian, ya silakan saja. ...

Saya sendiri tidak punya pendapat apa-apa. ... Lihat saja 'apa adanya'. :)

Salam,
hudoyo

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #87 on: 01 June 2008, 10:04:42 AM »
Mengapa anda harus membedakan apa yang di dalam dan apa yang di luar? Bukankah itu pikiran konseptual lagi?

Maaf, inilah yg saya maksud dengan ekstrim, condong ke satu hal. Menolak sesuatu dan menyukai yang lainnya, pilih-pilih, membuat penilaian2, dst.
yah istilah dalam dan luar itu adalah konsep pikiran yg saya harapkan kamu dapat memahaminya.
yg kalau bukan konsep:
pikiran berhenti yg dimaksud Pak Hudoyo adalah ketika tidak ada lagi subjek, objek dan predikat. tidak ada lagi aku yg berhenti juga.

ekstrim juga? :)

Hmm, tidak ada subyek-obyek, berarti untuk 'melihat' tidak perlu pilih2 lagi luar atau dalam kan?
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #88 on: 01 June 2008, 10:06:20 AM »
Dah pada OOT nih :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #89 on: 01 June 2008, 10:07:24 AM »
Mengapa anda harus membedakan apa yang di dalam dan apa yang di luar? Bukankah itu pikiran konseptual lagi?

Maaf, inilah yg saya maksud dengan ekstrim, condong ke satu hal. Menolak sesuatu dan menyukai yang lainnya, pilih-pilih, membuat penilaian2, dst.
yah istilah dalam dan luar itu adalah konsep pikiran yg saya harapkan kamu dapat memahaminya.
yg kalau bukan konsep:
pikiran berhenti yg dimaksud Pak Hudoyo adalah ketika tidak ada lagi subjek, objek dan predikat. tidak ada lagi aku yg berhenti juga.

ekstrim juga? :)

Hmm, tidak ada subyek-obyek, berarti untuk 'melihat' tidak perlu pilih2 lagi luar atau dalam kan?
bicara soal non-konsep, tidak ada lagi yg melihat.

kalau pakai pikiran ga akan ketemu. :)
sudah jelas ketika ada pikiran, berarti ada subjek nya.

utk saat ini kita break dulu deh. ;)
« Last Edit: 01 June 2008, 10:09:14 AM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #90 on: 01 June 2008, 10:15:01 AM »
teringat cerita zen; 3 orang bhikkhu yang sedang meditasi....yang "tidak boleh bersuara"

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #91 on: 01 June 2008, 10:15:44 AM »
Quote
Dah pada OOT nih  :))

Iya, OOT. ;D
Tapi saya merasa masih mendapat manfaat dari dialog ini, dan masih ada sedikit relevansi dimana saya mencoba utk menyampaikan tentang sikap jalan tengah dan ini berhubungan dengan sunyata. Mohon permisi untuk tempatnya. ^:)^
« Last Edit: 01 June 2008, 10:24:46 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #92 on: 01 June 2008, 10:16:22 AM »
Dah pada OOT nih :))

Nggak, sih ... :) ... Semua pembicara dalam thread ini mencoba melihat/menyadari apa sesungguhnya 'sunnyata' itu dalam batin masing-masing.

Salam,
hudoyo

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #93 on: 01 June 2008, 10:17:01 AM »
hahhahahhahahah

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #94 on: 01 June 2008, 10:20:28 AM »
Quote
Sampai posting sebelum ini saja kita masih bersilang pendapat ... Kalau sekarang Anda berpendapat demikian, ya silakan saja. ...

Sejauh ini saya merasa demikian. Tapi rasanya, kita perlu menyimak ulang dialog ini. Mungkin ada pemahaman2 tersirat yang belum saya tangkap.

Quote
Saya sendiri tidak punya pendapat apa-apa. ... Lihat saja 'apa adanya'. Smiley

Salam,
hudoyo

Maaf, saya masih belum mengerti.... ???
Bagaimana sesuatu yang anda jabarkan itu bukan merupakan suatu pendapat?
Kalau saya sih jelas sadar punya pendapat, tapi itu hanya bersifat tentative belaka ga mutlak.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #95 on: 01 June 2008, 10:28:49 AM »
Sejauh ini saya merasa demikian. Tapi rasanya, kita perlu menyimak ulang dialog ini. Mungkin ada pemahaman2 tersirat yang belum saya tangkap.

Salah satu yang belum Anda "tangkap" adalah pertanyaan pribadi saya:
Boleh saya bertanya soal pribadi ... apakah Anda sekarang sudah mencapai "titik muak" ... dalam arti bahwa Anda sudah membuang semua filsafat? ...

Tapi, kalau itu dianggap terlalu pribadi, ya nggak usahlah dijawab. ... :)


Quote
Maaf, saya masih belum mengerti.... ???
Bagaimana sesuatu yang anda jabarkan itu bukan merupakan suatu pendapat?
Kalau saya sih jelas sadar punya pendapat, tapi itu hanya bersifat tentative belaka ga mutlak.

Di sini saya menanggapi statement Anda: "Kalau saya melihatnya, apa yang kita bicarakan sebetulnya pada basis yang sama. Hanya saja cara mengungkapkannya berbeda. Berbeda dari cara melihatnya, padahal esensinya sudah ketemu."

Saya tidak punya pendapat apa-apa tentang itu.

Salam,
hudoyo

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #96 on: 01 June 2008, 10:54:57 AM »
Fanatics VS Fanatics...

;D

pemenangnya~~...

FANATICS...

CONGRATS...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #97 on: 01 June 2008, 11:08:02 AM »
Wah udah tenggelam posting gw.. ^^
Sori ya OOT dkit aja ^^,kalau mau bljr Tipitaka bagusnya dimulai dr mana ya?? abhidhamma,sutta,vinaya?Thanks ^^

_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #98 on: 01 June 2008, 11:12:34 AM »
Fanatics VS Fanatics...

;D

pemenangnya~~...

FANATICS...

CONGRATS...

hehe ... bertukar pikiran dianggap pertandingan kungfu ... harus ada yang kalah dan yang menang ... :)

Rekan Suchamda dan saya sama-sama memperoleh manfaat yang besar dari diskusi ini, kok. ... Tanya saja sama dia. :)

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 11:17:37 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #99 on: 01 June 2008, 11:16:29 AM »
Wah udah tenggelam posting gw.. ^^
Sori ya OOT dkit aja ^^,kalau mau bljr Tipitaka bagusnya dimulai dr mana ya?? abhidhamma,sutta,vinaya?Thanks ^^

_/\_

Wah, maaf, tidak tahu saya ... Saya bukan pakar Tipitaka. :)

Salam,
hudoyo

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #100 on: 01 June 2008, 11:31:28 AM »
Wah udah tenggelam posting gw.. ^^
Sori ya OOT dkit aja ^^,kalau mau bljr Tipitaka bagusnya dimulai dr mana ya?? abhidhamma,sutta,vinaya?Thanks ^^

_/\_

Wah, maaf, tidak tahu saya ... Saya bukan pakar Tipitaka. :)

Salam,
hudoyo

Kalau Pak hudoyo mulai beljar drmn??(Dipanggil pak ketuaan gk ya??^^)
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #101 on: 01 June 2008, 12:04:20 PM »
Fanatics VS Fanatics...

;D

pemenangnya~~...

FANATICS...

CONGRATS...
Wah, menurut saya El Sol lah yg paling paham soal Fanatics di sini.
saya yakin ketika master Fanatics membaca dg teliti lagi, ada yg hilang di sana.

coba lihat jawaban2 di sini. ada unsur2 kebencian tidak?

oh ya, biasanya kamu akan menjawab 'munafik'. yah okelah.
tapi coba kamu lihat jawaban munafik ini kebenaran atau ketidakbenaran.
kalau kamu binggung, coba kamu tanyakan.

_/\_
« Last Edit: 01 June 2008, 12:06:32 PM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #102 on: 01 June 2008, 12:09:01 PM »
Fanatics VS Fanatics...

;D

pemenangnya~~...

FANATICS...

CONGRATS...

hehe ... bertukar pikiran dianggap pertandingan kungfu ... harus ada yang kalah dan yang menang ... :)

Rekan Suchamda dan saya sama-sama memperoleh manfaat yang besar dari diskusi ini, kok. ... Tanya saja sama dia. :)

Salam,
hudoyo

Lho iya jelas! Saya mendapatkan beberapa manfaat dari dialog ini, disamping itu, rekan2 yang dapat menyimak apa kami bicarakan tentunya akan mendapat manfaat juga. Kalau tidak bermanfaat, saya sudah diamkan saja.
Semua ini kan adalah dialog, dan forum ini adalah ajang bertukar pendapat, jadi jangan menabukan perbedaan pendapat. Ini salah satu contoh konsep juga yg membelenggu. Bagi saya, sunyata itu adalah bersikap openness. Utk menunjang itu, diperlukan sikap supel / proaktif. Berdialoglah secara dewasa.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #103 on: 01 June 2008, 12:10:32 PM »
At:tesla
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #104 on: 01 June 2008, 12:26:36 PM »
Wah udah tenggelam posting gw.. ^^
Sori ya OOT dkit aja ^^,kalau mau bljr Tipitaka bagusnya dimulai dr mana ya?? abhidhamma,sutta,vinaya?Thanks ^^

_/\_
jawaban sederhana: ini adalah pertanyaan yg tidak tepat. :)

kita sudah lama mencari-cari jawaban. mengharapkan jawaban.
kenapa tidak 1 detik atau 0,00000....1 detik saja berhenti mencari jawaban.
menerima apa adanya, melihat apa adanya.

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #105 on: 01 June 2008, 01:17:21 PM »
Bukan. Bukan itu yang saya maksudkan dengan belajar.
Belajar adalah segala sesuatu proses yang kita lalui untuk mencapai suatu titik pada saat kini.

Saya tidak berpendapat demikian. ...

Menurut saya, untuk berhenti tidak perlu belajar apa pun. ... Ketika disadari bahwa segala sesuatu yang selama ini kita pelajari ternyata hanya kesesatan belaka ... itulah berhenti. ... Jadi tidak ada proses belajar untuk berhenti ... Untuk berhenti hanya diperlukan sadar/eling.

Salam,
hudoyo

Pak Hudoyo, saya ingin melanjutkan dialog ini. Ada bbrp hal yang menurut saya perlu pemahaman yg lebih baik.

Berhentinya pikiran adalah sadar/eling. Tapi bukankah bahwa dalam prakteknya, kita tidak bisa berhenti secara serta merta untuk jangka waktu yang panjang. Paling-paling hanya sekejap-sekejap saja dalam kesadaran. Disamping itu, untuk berhenti tentu tidak bisa dengan suatu kemauan sadar (voluntary). Bagi orang2 yang belum bisa menangkap kiatnya, tentu perbincangan semacam ini tidak ada artinya.
Lagipula, kehausan memupuk pengetahuan itu tidak bisa / jarang yg bisa menyadarinya untuk diberhentikan secara serta merta. Hal ini sangat berkaitan erat dengan keinginan / nafsu untuk mencapai pencerahan.
Melakukan hal ini sepertinya justru akan sangat menakutkan bagi kebanyakan orang.

Oleh karena itu, untuk menuju kepada 'aktualisasi berhenti' tersebut, orang-orang yg sudah telanjur belajar agama Buddha, memerlukan suatu pijakan konseptual yg bisa memberinya rasa nyaman. Inilah yang saya maksud dengan 'belajar'.

Bukankah demikian yg terjadi senyatanya di lapangan?
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #106 on: 01 June 2008, 01:23:37 PM »
semoga rekan Suchamda terbebas dari penderitaan. :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #107 on: 01 June 2008, 02:15:52 PM »
semoga rekan Suchamda terbebas dari penderitaan. :)


:)
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #108 on: 01 June 2008, 02:24:49 PM »
oh kebetulan sekali bertemu dg cerita ini, semoga bermanfaat:

Quote
ini ada cerita menarik...

ini tentang seorang perempuan barat yang kemudian menjadi bhiksuni dalam tradisi tantrayana tibet...

setelah bertahun-tahun mempelajari mantra, puja dan meditasi... bahkan mungkin sudah lebih dari sepuluh tahun...

pada suatu saat bhiksuni ini di wawancarai oleh satu majalah barat...

pertanyaannya ...

setelah sekian lama anda melakukan semua itu dan melakukan meditasi ,
apa saja yang telah anda dapatkan ?


bhiksuni ini menjawab...

semestinya yang ditanya bukan apa saja yang telah saya dapat kan...
tapi apa saja yang telah saya lepaskan...


semoga membantu rekan2 sekalian, Buddha mengajarkan melepaskan, Buddha tidak pernah mengajarkan mendapatkan.

 _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #109 on: 01 June 2008, 03:31:30 PM »

Kalau Pak hudoyo mulai beljar drmn??(Dipanggil pak ketuaan gk ya??^^)
_/\_

hehe ... saya lahir tahun 1943 ... tampaknya belum terlalu tua, ya? ... :)

Saya dulu mulai belajar sutta pitaka, abhidhammattha-sangaha ... selama bertahun-tahun saya belajar itu ...

Tetapi setelah saya menjalankan vipassana dengan intensif ... saya sadar bahwa ternyata saya telah membuang waktu saya yang berharga selama bertahun-tahun ... ternyata bahwa pengetahuan yang telah saya kumpulkan selama bertahun-tahun itu harus saya buang lagi ketika saya masuk ke dalam vipassana ... Jadi sia-sia saja saya belajar selama itu.

Dengan demikian, saya lalu mengajar MMD ... maksud saya, agar umat Buddha yang serius ingin mencapai pembebasan tidak mengulangi lagi kesalahan dan kesia-siaan yang telah menghabiskan bertahun-tahun dari hidup saya. ... :)

Salam,
hudoyo

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #110 on: 01 June 2008, 03:40:41 PM »
Fanatics VS Fanatics...

;D

pemenangnya~~...

FANATICS...

CONGRATS...
Wah, menurut saya El Sol lah yg paling paham soal Fanatics di sini.
saya yakin ketika master Fanatics membaca dg teliti lagi, ada yg hilang di sana.

coba lihat jawaban2 di sini. ada unsur2 kebencian tidak?

oh ya, biasanya kamu akan menjawab 'munafik'. yah okelah.
tapi coba kamu lihat jawaban munafik ini kebenaran atau ketidakbenaran.
kalau kamu binggung, coba kamu tanyakan.

_/\_
did I say i'm not one of the fanatics? -_-"


Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #111 on: 01 June 2008, 03:57:39 PM »
did I say i'm not one of the fanatics? -_-"

I didn't see you said such :)

next question?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline asunn

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 212
  • Reputasi: 13
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #112 on: 01 June 2008, 04:11:09 PM »
terima kasih atas diskusinya pak hud, suchamda, tesla dan lain2x....
banyak sharring yg bermanfaat :)

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #113 on: 01 June 2008, 05:11:06 PM »
Pak Hudoyo, saya ingin melanjutkan dialog ini. Ada bbrp hal yang menurut saya perlu pemahaman yg lebih baik.

Berhentinya pikiran adalah sadar/eling. Tapi bukankah bahwa dalam prakteknya, kita tidak bisa berhenti secara serta merta untuk jangka waktu yang panjang. Paling-paling hanya sekejap-sekejap saja dalam kesadaran. Disamping itu, untuk berhenti tentu tidak bisa dengan suatu kemauan sadar (voluntary). Bagi orang2 yang belum bisa menangkap kiatnya, tentu perbincangan semacam ini tidak ada artinya.
Lagipula, kehausan memupuk pengetahuan itu tidak bisa / jarang yg bisa menyadarinya untuk diberhentikan secara serta merta. Hal ini sangat berkaitan erat dengan keinginan / nafsu untuk mencapai pencerahan.
Melakukan hal ini sepertinya justru akan sangat menakutkan bagi kebanyakan orang.

Oleh karena itu, untuk menuju kepada 'aktualisasi berhenti' tersebut, orang-orang yg sudah telanjur belajar agama Buddha, memerlukan suatu pijakan konseptual yg bisa memberinya rasa nyaman. Inilah yang saya maksud dengan 'belajar'.

Bukankah demikian yg terjadi senyatanya di lapangan?

Rekan Suchamda,

Memang benar kata Anda, ... orang tidak mungkin berhenti berpikir untuk jangka waktu panjang ... apalagi bagi para pemula ...

Yang menjadi masalah ialah, biasanya pemeditasi itu MENGHARAPKAN untuk bisa berhenti berpikir untuk waktu panjang ... Mereka lupa bahwa yang penting adalah PIKIRAN BERHENTI PADA SAAT INI ...

Lihat ... begitu licinnya si aku/pikiran ini ... instruksinya "Sadarilah pikiran/si aku pada saat ini" ... lalu diterjemahkannya menjadi, "Sadarilah pikiran/si aku terus-menerus" ... Itu kan si aku lagi yang menyelinap masuk kembali dan sekarang bertopeng/berperan sebagai seorang pemeditasi ... :)

Betul sekali, orang yang belajar Buddha-Dhamma secara intelektual belaka, itu tidak lain karena dia mencari KEPUASAN INTELEKTUAL, ... dan itu sering dikacaukannya dengan PENCERAHAN yang sesungguhnya. ...

Itulah sebabnya saya katakan, banyak orang belajar Agama Buddha untuk mengejar KEPUASAN EGO, KEPUASAN INTELEKTUAL untuk mengenyam sedikit KEBAHAGIAAN karena MERASA MENGERTI BUDDHA-DHAMMA. Mereka lupa bahwa eksistensi ini pada dasarnya adalah DUKKHA. ... Bagi saya, orang yang mempelajari Buddha-Dhamma seperti ini, sama saja seperti orang yang memegang seekor ular pada ekornya ... ia akan menderita terus. :)

Lalu Anda ingin memberikan "pijakan intelektual" yang bisa memberinya "rasa nyaman". ... Nah itulah, ... kata kuncinya adalah "yang bisa memberinya rasa nyaman" ... Silakan saja Anda coba ... saya ingin tahu, kapan orang seperti itu akan 'sadar' ... Anda punya kasus yang bisa ditampilkan? ... :)

Menurut saya, itu sama saja dengan memberikan narkoba kepada orang yang sudah kecanduan narkoba ... :)

Buat saya, sih, bagi orang yang kecanduan narkoba tidak ada obat lain daripada ... diguyur pakai air dingin. ... :)

Buktinya saya berhasil ... lihat si Riky, anak saya sekarang. ... :) ... Berkat ketajaman inteleknya, ia mampu memahami paparan saya ... lalu menerapkannya dalam batinnya sendiri. :)

Salam,
Hudoyo
« Last Edit: 01 June 2008, 05:34:49 PM by hudoyo »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #114 on: 01 June 2008, 05:56:07 PM »
OK, sudah jelas. Terimakasih.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #115 on: 01 June 2008, 10:53:18 PM »
OK, sudah jelas. Terimakasih.

turut senang Rekan Suchamda telah keluar dari garis bilangan dan melihat irrational number. :)
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #116 on: 02 June 2008, 08:21:24 PM »

Kalau Pak hudoyo mulai beljar drmn??(Dipanggil pak ketuaan gk ya??^^)
_/\_

hehe ... saya lahir tahun 1943 ... tampaknya belum terlalu tua, ya? ... :)

Saya dulu mulai belajar sutta pitaka, abhidhammattha-sangaha ... selama bertahun-tahun saya belajar itu ...

Tetapi setelah saya menjalankan vipassana dengan intensif ... saya sadar bahwa ternyata saya telah membuang waktu saya yang berharga selama bertahun-tahun ... ternyata bahwa pengetahuan yang telah saya kumpulkan selama bertahun-tahun itu harus saya buang lagi ketika saya masuk ke dalam vipassana ... Jadi sia-sia saja saya belajar selama itu.

Dengan demikian, saya lalu mengajar MMD ... maksud saya, agar umat Buddha yang serius ingin mencapai pembebasan tidak mengulangi lagi kesalahan dan kesia-siaan yang telah menghabiskan bertahun-tahun dari hidup saya. ... :)

Salam,
hudoyo
Ngerti pak,gw seperti bapak ketika masuk forum ni(dulu agama gw selalu terkuntang kanting C0z guru agama yg menurut gw oke cm kelaz 1sma(lagian gw baru berminat ma agama Buddha paz klz 1sma).Skrg gw klz 2sma guru agama yg baru kurang tau,dia hanya fokus pada teori.Hancur deh....)Gw sadar "ego" gw sangat tinggi bagaikan katak dibawah tempurung....(dhamma hanya segumpal,sombong selangit)...
Setelah gw renungkan perlahan2,gw sadar teori penting sebagai acuan dasar tetapi yg lebih penting lagi adalah praktek meditasi(hanya dengan cara ini kita sendiri membuktikan,bukan berspekulasi dengan teori)Benar2 tercerahkan...Jd menurut pak hudoyo baiknya gimana?Gw mulai drmn?Mksd gw bljar tipitaka karena gw gk tau apa2 tentang Dhamma,Kl gw ditanya abhidhmma,sutta itu apa gw gk tau lo...Gw cuma tau hal2 umum,dr hal yg gw liat dan dengar(makanya Dhamma gw payah banget)Maksud gw sih mau bljr teorinya dulu dr Tipitaka tp gw gk tau mau mulainya dr  mana...Gw pengenya meditasi(Tp gw "ragu")...
Bagusnya pemula kayak gw mulainya dr mn ya Pak??
Terima kasih
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #117 on: 02 June 2008, 08:44:59 PM »
iyah mo ngapain yah? gua juga binggung... yah terserah lo dah...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #118 on: 02 June 2008, 08:47:53 PM »
iyah mo ngapain yah? gua juga binggung... yah terserah lo dah...
Jangan gitu donk...
Kok ditelantarin??Hwaaaaaaaaaaa..............
Tdk...............
Ko tesla gimana?Apa gw jalani aja ya??
Bingung...
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #119 on: 03 June 2008, 12:11:12 AM »
Maksud gw sih mau bljr teorinya dulu dr Tipitaka tp gw gk tau mau mulainya dr  mana...Gw pengenya meditasi(Tp gw "ragu")...
Bagusnya pemula kayak gw mulainya dr mn ya Pak??
Terima kasih
_/\_

Jika kita ingin belajar teori, sekali lagi teori, maka teori awal adalah mengetahui apa itu perbuatan baik, bagaimana berbuat baik. Carilah dalam Tipitaka. Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa kemoralan adalah salah satu pengkondisi ketenangan dalam meditasi. Jadi jangan berharap kita akan "berhenti" jika masih dikejar-kejar KPK karena korupsi. Seperti Angulimala berhenti dari membunuh terlebih dulu.
« Last Edit: 03 June 2008, 12:16:10 AM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #120 on: 03 June 2008, 03:24:33 AM »
Maksud gw sih mau bljr teorinya dulu dr Tipitaka tp gw gk tau mau mulainya dr  mana...Gw pengenya meditasi(Tp gw "ragu")...
Bagusnya pemula kayak gw mulainya dr mn ya Pak??
Terima kasih
_/\_

Jika kita ingin belajar teori, sekali lagi teori, maka teori awal adalah mengetahui apa itu perbuatan baik, bagaimana berbuat baik. Carilah dalam Tipitaka. Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa kemoralan adalah salah satu pengkondisi ketenangan dalam meditasi. Jadi jangan berharap kita akan "berhenti" jika masih dikejar-kejar KPK karena korupsi. Seperti Angulimala berhenti dari membunuh terlebih dulu.

Riky, kalau kamu ingin mempelajari Ajaran Sang Buddha dari mulut Sang Buddha sendiri, pertama-tama bacalah khotbah pertama Sang Buddha kepada 5 petapa teman beliau menyiksa diri dulu. Khotbah itu di kenal dengan nama: Dhamma-cakka-ppavattana-sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma).

Di situ, awal dari segala awal, Sang Buddha menyatakan bahwa eksistensi ini, kehidupan ini, badan & batin (nama-rupa) adalah DUKKHA. ... Sang Buddha lalu menguraikan, mengapa ada DUKKHA, sebabnya DUKKHA ... yaitu adanya kehausan, keinginan dalam batin manusia ... Ketiga, Sang Buddha menyatakan bahwa DUKKHA bisa berakhir ... itulah nibbana ... Dan keempat, Sang Buddha menunjukkan Jalan menuju Berakhirnya DUKKHA, yaitu Jalan Suci Berfaktor Delapan (Ariya Atthangika Magga).

Tentu kamu sudah mendengar semua ini dari guru Agama Buddha-mu. ... Tapi cobalah baca sendiri kata-kata Sang Buddha dalam Dhamma-cakka-ppavatana-sutta ... Hatimu akan bergetar membaca sutta pertama itu ... Dan kamu akan menjadi siswa Sang Buddha ... bukan siswa guru Agama Buddha-mu. ;D

Salam,
Hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #121 on: 03 June 2008, 03:40:26 AM »
Ngerti pak,gw seperti bapak ketika masuk forum ni(dulu agama gw selalu terkuntang kanting C0z guru agama yg menurut gw oke cm kelaz 1sma(lagian gw baru berminat ma agama Buddha paz klz 1sma).Skrg gw klz 2sma guru agama yg baru kurang tau,dia hanya fokus pada teori.Hancur deh....)Gw sadar "ego" gw sangat tinggi bagaikan katak dibawah tempurung....(dhamma hanya segumpal,sombong selangit)...
Setelah gw renungkan perlahan2,gw sadar teori penting sebagai acuan dasar tetapi yg lebih penting lagi adalah praktek meditasi(hanya dengan cara ini kita sendiri membuktikan,bukan berspekulasi dengan teori)Benar2 tercerahkan...Jd menurut pak hudoyo baiknya gimana?Gw mulai drmn?Mksd gw bljar tipitaka karena gw gk tau apa2 tentang Dhamma,Kl gw ditanya abhidhmma,sutta itu apa gw gk tau lo...Gw cuma tau hal2 umum,dr hal yg gw liat dan dengar(makanya Dhamma gw payah banget)Maksud gw sih mau bljr teorinya dulu dr Tipitaka tp gw gk tau mau mulainya dr  mana...Gw pengenya meditasi(Tp gw "ragu")...
Bagusnya pemula kayak gw mulainya dr mn ya Pak??
Terima kasih
_/\_

Riky,

O, jadi usiamu sekarang 17 tahun, ya ... pantas jadi cucu saya ... :) Tapi jangan panggil saya "engkong", ya ... panggil "pak" aja ... biar saya merasa mudaan sedikit. ;D

Saya akan menuntunmu, baik mempelajari secara sistematis Ajaran Sang Buddha dari mulut Sang Buddha sendiri sebagai teori ... maupun meditasi vipassana yang saya lakukan sendiri sebagai praktik.

Tapi tidak di sini, karena ini sudah menjadi OOT. ... Meditasi vipassana akan saya bahas dalam thread "MMD" (board: Meditasi) ... dan Ajaran Sang Buddha dari mulut Sang Buddha sendiri akan saya tampilkan dalam thread baru: "THE WORDS OF THE BUDDHA" dalam board Theravada ini.

"The Words of the Buddha" ini merupakan salah satu buku tentang ajaran Sang Buddha dari mulut Sang Buddha sendiri yang saya baca ketika pertama kali belajar Agama Buddha pada tahun 1967.

Nah, cobalah Riky berkunjung ke kedua thread itu. ... :)

Salam,
hudoyo


Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #122 on: 03 June 2008, 04:59:13 AM »
karena saya juga sedang binggung soal "paham" Theravada, saya anggap ini jodoh.

mudah2an ada yg tercerahkan lagi pada saya...

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Ajaran Sunnata Dalam Theravada
« Reply #123 on: 03 June 2008, 07:44:31 PM »
Panggil kak hudoyo aja(biar +lebih muda lagi)
Pak disana tread Therevada yg bapak rekomendasikan sudah ada kan?
Saya pasti akan berkunjung dan menjadi murid yg teladan dalam pemahaman Buddhisme..
Semoga saya tercerahkan....
Semoga semua makhluk tercerahkan...
Saddhu...Saddhu...Saddhu...
_/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

 

anything