Yang saya tahu, Buddha mengatakan orang yang meninggalkan rumah tangga untuk hidup sebagai bhikkhu dalam vinaya, bermoral, mengembangkan jhana (I-IV), mengembangkan 3 pengetahuan dan mengakhiri dukkha, tetap tidak bisa menjawab pertanyaan tentang teori "atta" karena hal demikian memang tidak ada hubungannya dengan apa yang diajarkan Buddha.
Tentang Anatta, Buddha mengatakan apa yang dipersepsi adalah tidak kekal. Yang tidak kekal adalah tidak memuaskan, dan karena itu tidak bisa disebut sebagai "diri/atta" = anatta. Setahu saya, Buddha tidak pernah membahas "atta" lebih dari itu.
‘Maka, ânanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi semua kontak.’
21. ‘Aku mengatakan: “Kesadaran mengondisikan batin-dan-jasmani.” … [63] jika kesadaran tidak masuk ke dalam rahim ibu, akankah batin-dan-jasmani berkembang di sana?’ ‘Tidak, Bhagavà.’
‘Atau jika kesadaran, setelah memasuki rahim ibu, kemudian dibelokkan, akankah batin-dan-jasmani itu dilahirkan dalam kehidupan ini?’ ‘Tidak Bhagavà.’ ‘Dan jika kesadaran dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah batin-dan-jasmani tumbuh, berkembang dan dewasa?’ ‘Tidak, Bhagavà.’ ‘Oleh karena itu, ânanda, kesadaran ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi batin-dan-jasmani.’
22. ‘Aku mengatakan: “Batin-dan-jasmani mengondisikan kesadaran.” … jika kesadaran tidak menemukan tempat bersandar dalam batin-dan-jasmani, akankah selanjutnya ada kelahiran, kematian, dan penderitaan?’ ‘Tidak, Bhagavà.’ Oleh karena itu, ânanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi kesadaran. Sejauh itulah, ânanda, kita dapat melacak327 kelahiran dan kerusakan, kematian dan kejatuhan ke alam-alam lain dan terlahir kembali,328 sedemikian jauhlah jalan pembentukan, konsep, sedemikian jauhlah, bidang pemahaman, sedemikian jauhlah lingkaran berputar [64] sejauh yang bisa dilihat dalam kehidupan ini,329 yaitu batin-dan-jasmani bersama dengan kesadaran.’
23. ‘Dalam cara bagaimanakah, ânanda, orang-orang menjelaskan sifat dari diri? Beberapa menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas,330 mengatakan: “Diriku adalah bermateri dan terbatas;” beberapa menyatakannya sebagai bermateri dan tidak terbatas …
Khotbah Panjang Tentang Asal-Mula 195
beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan terbatas …; beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan tidak terbatas, mengatakan: “Diriku adalah tanpa materi dan tidak terbatas.”’
24. ‘Siapa pun yang menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas, menganggapnya sebagai demikian saat ini, atau di alam berikutnya, berpikir: “Meskipun tidak demikian saat ini, aku akan mendapatkannya di sana.”331 Karena itu, itulah yang perlu dikatakan mengenai pandangan bahwa diri adalah bermateri dan terbatas, dan hal yang sama berlaku untuk teori-teori [65] lainnya. Demikianlah, ânanda, bagi mereka yang mengusulkan penjelasan tentang diri.’
25-26. ‘Bagaimanakah dengan mereka yang tidak menjelaskan sifat dari diri? … (seperti paragraf 23-24 tetapi kebalikannya.)’ [66]
27. ‘Dengan cara bagaimanakah, ânanda, orang-orang menganggap diri? Mereka menyamakannya dengan perasaan: “Perasaan adalah diriku,”332 atau: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat,”333 atau: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”’334
28. ‘Sekarang, ânanda, seorang yang mengatakan: “Perasaan adalah diriku,” harus diberitahu: “Ada tiga jenis perasaan, Teman: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Yang manakah di antara ketiga itu yang engkau anggap dirimu?” Ketika perasaan menyenangkan dirasakan, perasaan menyakitkan atau netral tidak dirasakan, tetapi hanya perasaan menyenangkan. Ketika perasaan menyakitkan dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau netral yang dirasakan. Dan ketika perasaan netral dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau menyakitkan dirasakan.’
29. ‘Perasaan menyenangkan adalah tidak kekal, terkondisi,335 muncul bergantungan, mengalami kerusakan, mengalami pelenyapan, memudar, padam – dan demikian pula perasaan menyakitkan [67] dan perasaan netral. Maka siapa pun yang, ketika mengalami suatu perasaan menyenangkan, berpikir: “Ini adalah diriku,” akan, saat
196 D īãgha Nikà āya 15: Mahànidàna Sutta
lenyapnya perasaan menyenangkan itu, berpikir: “Diriku telah lenyap!” dan demikian pula dengan perasaan menyakitkan dan perasaan netral. Karena itu, siapa pun yang berpikir: “Perasaan adalah diriku” merenungkan sesuatu dalam kehidupan ini yang tidak kekal, campuran antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, mengalami kemunculan dan pelenyapan. Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan adalah diriku.”’
30. ‘Tetapi siapa pun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat,” harus ditanya: “Jika, Teman, tidak ada perasaan sama sekali yang dialami, akankah ada pikiran: ‘Aku’?” [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavà.”336 Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak terlihat.”’
31. ‘Dan siapa pun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.” Harus ditanya: “Baiklah, Teman, jika semua perasaan lenyap, akankah ada pikiran: ‘Aku adalah ini?’”337 [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavà.” Oleh karena itu, tidaklah tepat mempertahankan: [68] “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak terlihat, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”’
32. ‘Sejak saat, ânanda, ketika seorang bhikkhu tidak lagi menganggap perasaan sebagai diri, atau diri yang tidak terlihat, atau sebagai yang terlihat dan adalah sifat yang hanya bisa dirasakan, dengan tidak menganggap demikian, ia tidak melekat pada apa pun di dunia ini; karena tidak melekat, ia tidak bergairah oleh apa pun juga, dan dengan tidak bergairah, ia memperoleh pembebasan diri,338 dan ia mengetahui: “Kelahiran telah selesai, kehidupan suci telah dijalani, telah dilakukan apa yang harus dilakukan, tidak ada apa-apa lagi di sini.”’
‘Dan jika seseorang berkata kepada bhikkhu yang batinnya terbebaskan demikian: “Tathàgata ada setelah kematian,”339 itu akan [terlihat olehnya sebagai] suatu pendapat salah dan tidak
Khotbah Panjang Tentang Asal-Mula 197
tepat, demikian pula: “Tathàgata tidak ada setelah kematian ..., ada dan tidak ada ..., bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian.” Mengapa demikian? Sejauh, ânanda, yang dicapai oleh pembedaan, sejauh yang dicapai oleh bahasa, sejauh yang dicapai oleh konsep, sejauh yang dicapai oleh pemahaman, sejauh yang dicapai dan diputar oleh lingkaran – bhikkhu itu terbebaskan dari semuanya oleh pengetahuan-super,340 dan untuk mempertahankan bahwa bhikkhu yang terbebaskan demikian itu tidak mengetahui dan tidak melihat adalah pandangan salah dan tidak benar.’
dari DN DC