Namo Buddhaya,
Sedikit masukan aja dari saya, mungkin ada baiknya kita melihat konsep "Happiness" apa yang dimaksudkan oleh Ajahn Brahm dalam memformulasikan 4 Kebenaran Mulia, sehingga kita tidak terjebak dalam konsep dan label "Happiness" yang kita asosiasikan dengan Kebahagiaan yang bersifat sementara (lalu termasuk ke dalam siklus Dukkha). Kalau kita baca dengan teliti, Sang Buddha dalam Dhammapada 203 dan 204 juga mengatakan Nibbana sebagai Kebahagiaan Tertinggi. Tentu ada alasan yang bijaksana mengapa Sang Buddha juga mengunnakan perumpamaan demikian.
Betul, ayat Dhammapada itu juga digunakan oleh Ajahn Brahm sebagai pembenaran bagi ajarannya membolak-balik 4 Kebenaran Suci. Tapi ayat Dhammapada itu
tidak memberikan pembenaran seperti itu. Ayat Dhammapada itu tidak mengubah 4 Kebenaran Suci menjadi: (1) Kebahagiaan, (2) Jalan menuju kebahagiaan, (3) Tidak adanya kebahagiaan, (4) Sebab-musabab tidak adanya kebahagiaan, itulah versi 4 Kebenaran Suci yang diajarkan oleh Ajahn Brahm. Tetap umat Buddha harus membaca ayat Dhammapada itu dalam konteks 3 Kebenaran Suci yang semestinya.
Saya baca sudah ada yang nge-post tentang salah satu jargon "Joy at Last: To Know that There is No Happiness in the World", di mana Romo Hudoyo bilang kalau pengertian dari Ajahn Brahm berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh guru beliau, Ajahn Chah. Pertanyaannya, apakah benar berlawanan?
Saya tidak mengatakan seperti itu ... tolong dibaca lagi dengan seksama. Yang saya tulis adalah:
"Justru ucapan Ajahn Chah ini memperlihatkan pengertian yang jauh lebih mendalam daripada pemahaman Ajahn Brahm sendiri." ... Apakah itu mengandung arti "berlawanan"? ...
Yang saya katakan ajaran Ajahn Brahm
berlawanan dengan ajaran Ajahn Chah adalah tentang
jhana.
Saya post kan link ke artikelnya di sini, bisa dibaca dalam pdf file. Mari kita selami bersama, apa yang Ajahn Brahm maksudnya dengan "Happiness", jargon dari Ajahn Chah, dan relevansi dengan 4 Kebenaran Mulia.
[...]
Saya barusan baca link yang Anda berikan ... terima kasih.
Dalam ceramah Ajahn Brahm itu,
kalimat pertamanya tertulis:
"This evening I want to talk about the Four Noble Truths (suffering, its cause,
its ending and the path leading to its ending). Towards the end of any retreat, whether
it is a three-month rainy season retreat or a shorter one, it's worthwhile to bring the
meditator's attention to the core teaching of the Lord Buddha. ..."
Kalau ini, mah, saya harus beranjali atau mengacungi jempol kepada beliau. Di sini beliau bicara tentang 4 Kebenaran Suci yang benar (penderitaan, sebabnya, berakhirnya, dan jalan menuju berakhirnya). ... Tidak ada masalah.
Tapi coba Anda baca ceramah beliau di sidang World Summit of Buddhism tahun 2002, yang saya tayangkan pada awal thread ini:
"... To avoid this misunderstanding
one may rearrange the central Dharma Teaching of the Four Noble Truths as Happiness (Dukkhanirodho); the Cause of Happiness (the Eight-Fold Path); the Absence of Happiness (Dukkha); and the Cause for the Absence of Happiness (Craving). This
shifts the focus onto happiness. - This is a simple re-packaging of the Dharma that retains the essence while being more attractive to modern audiences. It is justified by the Lord Buddha's statement that "Nirvana is the highest happiness" (Dhammapada 203, 204). When I present the Four Noble Truths in such a way, I find all generations listen and come back for more."
Ajahn Brahm mengatakan, "... kita boleh mengubah susunan Ajaran Dharma yang pokok tentang Empat Kebenaran Suci menjadi ... dst dst." -- Ini yang saya tidak setuju, dan mengatakan ini tidak lebih dari Dhamma-tainment, yang saya lihat justru akan membuat orang-orang yang tertarik pada Dhamma pada awalnya secara ini akan macet dalam realisasi Dhamma selanjutnya.
Salam,
Hudoyo