karuna_murti,
Contoh yang sangat bagus. Memang benar, kadang2 Buddha Gotama memberikan ajaran dengan cara2 yang 'aneh'. Tetapi tentu perlu diingat bahwa hal itu dilakukan karena seorang Samma Sambuddha memang mengerti kondisi pikiran seseorang sehingga dapat memberikan ajaran yang sesuai. Tetapi untuk yang lainnya, saya rasa tidak bisa seperti itu. Saya rasa juga kita tidak perlu melakukan hal-hal tersebut. Bisakah dibayangkan jika suatu saat ada promosi:
"Hadirilah ceramah Dhamma oleh Bhikkhu X, dan dapatkan kesempatan untuk bertemu dengan bidadari kaki merah di Tavatimsa!"
Saya cukup 'pesimis' untuk mengatakan bahwa hal itu tidak akan membawa orang pada pengertian Dhamma, malah mengundang para 'pencari nikmat indriah' untuk berkumpul.
Kita harus melihat 'latar belakang' secara keseluruhan, bukan hanya 'mengikuti' tanpa mengerti, seperti sudah disinggung oleh nyanadhana sebelumnya.
Dalam kisah itu, pikiran Nanda begitu 'melekat' pada Janapadakalyani Nanda. Ketika melihat bidadari berkaki merah itu, seketika itu pula pikiran melekat pada Janapadakalyani hilang. Kemudian, sebelum pikirannya 'melambung' lebih jauh, perasaan 'malu'-nya sudah dominan, sehingga Nanda ini tidak melekat pada pikiran bidadari ini, juga sudah melepas pikiran Janapadakalyani. Buddha Gotama sudah mengetahui potensi dari Nanda ini, sehingga melakukannya.
Saya juga rasa Ajahn Brahm punya niat yang baik. Hanya saja menurut pendapat saya pribadi, saya tidak setuju.