Istilah Arahat yang sering kita jumpai dalam literatur Buddhis di Indonesia berasal dari kata dasar arahant (Bahasa Pali) [Bahasa Sansekertanya arhant; sedangkan dalam Buddhist Hybrid Sanskrit bisa arhant atau arahant]. Cukup banyak kata Pali yang berakhir dengan -ant, misalnya bhagavant, buddhimant, siilavant (sistem penulisan Veltuis), mahant, dlsb. Semuanya adalah kata sifat yang bisa juga diubah menjadi kata benda. Saya sendiri tak tahu bagaimana asal mula pemakaian bentuk Arahat ini di Indonesia. Tetapi beberapa literatur Inggris yang sempat saya telusuri menggunakan bentuk Arahant (bentuk kata dasar atau bentuk kamus). Dalam literatur Inggris, kadangkala bentuk yang berakhir dengan -ant ini digunakan bentuk nominatif singularnya, misalnya bhagavant menjadi bhagavaa. Ada sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia berasal dari bentuk -ant ini misalnya budiman, wartawan, begawan, kecuali kata MAHA. Sepertinya Penerbit Ehipassiko mulai mengadopsi bentuk Arahan untuk kata arahant ini, mirip dengan transliterasi istilah tersebut dalam Bahasa Mandarin, a luo han. Bentuk nominatif singular dari arahant sesuai tata bahasa Pali adalah araha.m atau arahaa.
Dalam mengadopsi istilah kelompok -ant ini ke dalam Bahasa Indonesia, kita bisa menggunakan sejumlah pendekatan,
1. Kebiasaan kasus per kasus yang tidak konsisten : maka arahant menjadi Arahat, bhagavant menjadi Bhagava.
2. Kebiasaan terdahulu (mengikuti tata cara penurunan kata wartawan, budiman secara konsisten) : maka arahant menjadi Arahan, bhagavant menjadi bhagawan.
Sekarang kembali pada diri kita, mau pilih yang mana? Atau mungkin ada cara yang ketiga?
Arahatta adalah bentuk kata benda (netral) dari arahant, keadaan ke-Arahat-an, arahantship.