Saya melihat anda begitu bangga berpikir bisa menebak apa arti Pencerahan itu, anda begitu senang dan semangat menyampaikannya di sini.. Ibarat cerita Zen, seseorang yang diklaim mencapai pencerahan menulis puisi pada gurunya, lalu gurunya menulis kata "Kentut", dan murid menjadi marah dan menghampiri gurunya. Dan sekali lagi manfaat dari opini anda itu apa bagi diri anda sendiri ? Nihil bukan ?
Dan jika katanya anda tidak mementingkan teori yang ada di Tipitaka dsb, tentu yang anda fokus adalah bagaimana melatih diri agar bisa mencapai pencerahan, bukan memikirkan bagaimana koq Buddha bisa mencapai Pencerahan
Tahu namanya "Post hoc ergo propter hoc"? Logical Fallacy yang salah mengaitkan dua hal yang sekuensial namun sebetulnya tidak ada relevansi.
Contoh:
*Kenapa Siddhatta mencapai pencerahan?
- Karena kabur dari istana naek kuda pribadinya. Coba kalo naek kuda sewaan, pasti dia udah dipaksa jadi kenek karena ga bawa duit bayar argo kuda.
Di sini perlunya kita bicara berdasarkan rujukan yang disepakati dulu. Apakah itu pencerahan menurut Buddhisme, dan apakah pencerahan menurut 'enaknya udel gue'. Pencerahan sempurna menurut Buddhisme adalah setelah mengetahui seluruhnya dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha.
Memahami argumen melalui rujukan yang disepakati, maka bisa dihindari 'logika seenak udel' yang menghubungkan pencerahan dengan pemandangan alam ataupun jadi kenek kuda sewaan, dengan demikian logical fallacy juga tidak terjadi.
WELL DONE!
Pernyataan2 di atas mengungkapkan apa yg gw pikirkan tapi belum bisa gw tuliskan di sini, sejak menyimak thread ini dari awal. Bravo!
Saya bukan seorang Buddhis tulen seperti anda (mungkin). Saya tidak bisa menghafal dan merasa tidak perlu menghafal semua yang ditulis di tipitaka. Namun saya (mencoba) memegang teguh ajaran universal (metta) Buddha, sabar, pengasih, bijak dsb. Yang beginian tidak butuh literatur ilmiah. Itu cukup dan itu yang dibutuhkan oleh saya (atau manusia) setiap hari.
Bagaimana bisa memegang teguh kalau belum tahu apa itu ajaran universal Buddha?
Justru bisa tahunya setelah mendalami Tipitaka yang menjelaskan dengan lebih rinci mengenai hal2 tersebut.
Apakah bisa tahu arti satu kata saja "metta" sudah merasa cukup dan tidak perlu belajar lagi? Sudah merasa tahu segalanya dan merasa bisa praktek total.
Diumpamakan anak SD mungkin hafal rumus Einstein E = MC², lantas merasa sudah paham membuat bom atom dan tidak perlu belajar lagi hingga ke perguruan tinggi dan seterusnya.
Teman anda yang is1am dan kr15ten harvard saja tidak mungkin sudah merasa 15slam dan kr15ten hanya karena tahu kata allah saja, pasti mereka pernah belajar lebih jauh ajran dan isi kitab suci mereka bukan? Masa untuk tahu buddhism tidak merasa pelu belajar lebih jauh dulu seperti halnya agama mereka? Terlalu cepat berpuas diri dengan pengetahuan yang tidak seberapa dan merasa sudah tahu segalanya (tentang Buddha dhamma).