Sang Buddha Gotama adalah teladan bagi penganut Arahat dan penganut Bodhisattva, bukankah penganut keduanya berujung pada Sang Buddha Gotama? dalam artikel itu dijelaskan bahwa para Arahat pun melakukan aktivitas sosial seperti halnya penganut Bodhisattva, dan sebaliknya penganut Bodhisattva pun tidak melulu melakukan aktivitas sosial, mereka juga melatih samadhi dan pandangan terang. bukankah sebenarnya hal demikian adalah sinkretisme, dalam jenis yg tetap murni pada masing2 aliran?
Dalam kacamata Bikkhu Bodhi (setidaknya sebagaimana yang saya tangkap), hal yang bro Indra maksud di atas bukan sinkretisme. Pada bagian akhir artikel tersebut, beliau menawarkan apa yang disebut sebagai "integrasi sehat dari kendaran-kendaraan", yang dibedakan dengan "sinkretisme" yang harus dihindari. Menurut beliau: "Buddhisme sejati memerlukan seluruh tiga ini: Buddha, Arahant, dan Bodhisattva." Menurut beliau, Mahayana tidak lahir dari luar Buddhisme dan justru lahir dari kreativitas produk internal dari Buddhis sendiri. Mahayana, meski tidak ada dalam naskah-naskah "Buddhisme awal," menurut beliau, masih bisa diterima dikarenakan merupakan anak dari rahim Buddhisme. Menurut hipotesis beliau, Mahayana mucul karena adanya suatu idealisme tertentu:
"Kita dapat membayangkan suatu periode ketika bodhisattva-yāna telah dengan sadar diterima oleh semakin banyak Buddhis, mungkin pertama dalam lingkaran kecil para bhikkhu, yang mencari tuntunan dari sūtra-sūtra dari Nikāya-nikāya atau Āgama dan kisah-kisah Jātaka yang menceritakan kehidupan-kehidupan lampau Sang Buddha. Mereka masih anggota dari komunitas Buddhis awal dan mungkin bahkan tidak sadar bahwa mereka telah berbelok dan membentuk tradisi baru. Mereka tidak menganggap diri mereka sebagai 'Buddhis Mahāyāna,' seperti yang kita pahami sekarang ini, melainkan hanya sebagai komunitas Buddhis yang bertekad untuk mengikuti bodhisattva-yāna, yang mungkin mereka sebut mahāyāna hanya dalam makna bahwa hal tersebut merupakan “jalan besar” menuju pencerahan. Akan tetapi, walaupun selama beberapa saat mereka telah berusaha untuk tetap berada dalam lingkungan Buddhisme mainstream, begitu mereka mulai secara terbuka menyebarkan sosok ideal bodhisattva, maka mereka terlibat dalam konfrontasi terbuka dengan mereka yang terikat lebih kuat pada gagasan dan sosok ideal dari sūtra-sūtra yang lebih tua dan kokoh. Konfrontasi ini memperkuat makna perbedaan dan dengan demikian mengarahkan gabungan kesadaran mereka kepada komunitas yang berputar di sekitar visi baru dari jalan dan tujuan Buddhis.
Pada titik ini mereka mungkin telah menemukan bahwa ajaran-ajaran dari Nikāya-nikāya dan sūtra-sūtra Āgama, yang menjelaskan praktik yang diperlukan untuk mencapai kebebasan dari lingkaran kelahiran dan kematian, tidak lagi sesuai dengan kebutuhan mereka. Tentu saja, mereka masih menerima ajaran-ajaran ini sebagai benar, karena ajaran tersebut juga berasal langsung dari Sang Buddha, tetapi mereka juga merasakan perlunya naskah-naskah yang berasal dari otoritas yang sama yang memberikan ajaran rinci tentang praktik dan tahap-tahapan jalan bodhisattva, yang bertujuan untuk mencapai tingkat yang tidak lebih rendah dari Kebudhaan. Adalah untuk mengisi keperluan ini, diduga, maka sūtra-sūtra Mahāyāna mulai muncul di pentas Buddhis India."Oleh karena itu, sebenarnya Bhikkhu Bodhi menawarkan suatu pandangan yang cukup moderat untuk menyatukan Theravada dan Mahayana, yaitu dengan melihat keduanya sebagai integral dalam satu komunitas Buddhis. Hal mana yang menurut beliau bukanlah sinkretisme, karena Mahayana adalah hasil kreatifitas dari anggota "Buddhisme awal," bukan adopsi dari kepercayaan lain.
Mekipun demikian, saya tetap melihat Bhikkhu Bodhi adalah bagian dari "penganut Nikaya murni," meskipun kadang-kadang ia mengkritik "penganut Nikaya murni" sebagai cara agar beliau berada dalam posisi yang netral.
Ia menamakan "penganut Nikaya murni" sebagai kelompok garis keras yang merupakan "pendukung Nikāya-nikāya yang konservatif," yang menurut beliau, "menolak semua perkembangan belakangan dalam sejarah pemikiran Buddhis sebagai penyimpangan dan distorsi." (Artinya: menolak Mahayana; dalam hal ini Mahayana dianggap sebagai "perkembangan belakang dalam sejarah pemikiran buddhis") . Kelompok inilah yang menurut Bikkhu Bodhi sebagai: "penganut kemurnian Nikāya." Dalam hal ini, Bhikkhu Bodhi memosisikan dirinya berada di luar kelompok tersebut, ketika menawarkan solusi bahwa Mahayana adalah kelompok yang integral . Pada bagian ini sebenarnya saya hampir percaya juga bahwa Bhikkhu Bodhi bukan penganut Nikaya murni. Akan tetapi, saat saya membaca bagian akhirnya, terutama pada bagian yang menyerukan kembali ke otentisitas dan ajaran Buddha yang asli seraya menolak sinkretisme (sebagaimana yang telah saya kutip di atas), saya tiba-tiba menemukan bahwabeliau sebenarnya masih sepandangan dengan kelompok yang disebutnya sebagai "penganut Nikaya murni," (Alasan mengenai hal ini telah kujabarkan di atas), terutama dalam keyakinannya untuk mempertahankan apa yang disebut sebagai "Buddhisme otentik", "awal" atau "asli". Perbedaannya dengan kelompok tersebut, mungkin hanya pada toleransinya terhadap Mahayana, sedangkan beliau tetap mempertahankan dalih-dalih mengenai "kemurnian" atau "otentisitas." Dalam hal ini, saya melihat Bhikkhu Bodhi hanya versi yang lebih moderat dari apa yang disebutnya sendiri sebagai "penganut Nikaya murni"
Menurut saya, hal ini yang harus dipertanyakan adalah soal konstruksi "Buddhisme awal" atau "asli": bagaimana mungkin kita bisa merekonstruksi ulang suatu Buddhisme awal yang diklaim sebagai asli, padahal sebagaimana yang dikatakannya sendiri oleh beliau, hal yang dimaksud "tidak berhasil bertahan dalam kehancuran." Saya membayangkan bagaimana Bhikkhu Bodhi berusaha mengais-ngais dari serakan naskah-naskah Nikaya pali, sambil berusaha memilah mana yang asli dan mana yang tidak, dalam usahanya untuk menemukan model yang bisa diakui sebagai prototype "Buddhisme awal." Tugas ini hampir seperti tugas arkeologi. Bahayanya dalam tugas ini adalah, seseorang bisa sulit membedakan antara mana yang merupakan hanya imajinasi atau mana yang merupakan bentuk "Buddhisme awal" yang sebenarnya.