Karena tak ada sikon yang cocok. Inilah cara bekerja kamma, setelah sikonnya ketemu maka ia dapat berbuah, bila sikonnya tak ketemu maka ia takkan berbuah.
Contoh: bila seseorang banyak membunuh mahluk lain, tapi kemudian ia berlatih meditasi hingga mencapai Jhana, maka ia akan terlahir di alam Brahma, untuk sementara perbuatannya membunuh tak mendapatkan kesempatan berbuah, karena sikon di alam Brahma tak memungkinkan untuk itu.
Sikon cocok atau tidak juga bisa diusahakan. Kamma ini menjadi tidak berbuah juga karena ada kamma lain, yang berarti ada usaha lain. Jadi walaupun tampak seperti 'undian', tapi sebetulnya semua adalah hasil 'usaha' yang berinteraksi satu sama lain.
- Bila kesucian bisa di dapat hanya dengan menemukan situasi yang cocok tanpa pernah berlatih sebelumnya maka tak perlu berlatih, mudah-mudahan ketemu situasi yang cocok.
- Bila kesucian bisa didapat hanya dengan mendengarkan Dhamma tanpa perlu berlatih maka banyak diantara penghuni DC dan umat Buddha yang telah mencapai kesucian.
- Bila tidak melakukan perbuatan jahat saja bisa menyebabkan orang menjadi suci maka tapadaksa (tanpa kaki dan tangan) yang bisu tentu sudah menjadi suci.
Mettacittena,
'Mudah-mudahan ketemu situasi yang cocok' juga paham fatalisme. Situasi kondusif adalah diusahakan, bukan ditunggu untuk datang, walaupun kalau memang ada kamma (hasil usaha lampau) yang cocok, bisa terjadi juga.
Mendengar maka mengerti. Mengerti maka 'berpraktek', ini sudah otomatis. Seperti orang sering ikut seminar kesehatan, kalau mengerti maka ia akan berpola hidup sehat. Demikian juga seseorang yang mengerti pasti hidupnya akan berubah sesuai pandangannya. Ini tidak terpisahkan, jadi kalau orang dibilang mengerti tapi tidak praktek dalam kehidupannya, saya rasa itu bukan mengerti namanya.
Tidak melakukan perbuatan jahat tidak menyucikan, tapi menimbulkan kondisi yang kondusif untuk menyadari kebenaran. Misalnya tidak melakukan perbuatan jahat, maka bathin tenang. Dari tenangnya itu maka mudah mencapai konsentrasi. Lalu kalau dalam konteks Buddhisme, perbuatan juga dilakukan melalui pikiran, sehingga seorang cacat tangan/kaki + bisu, tetap bisa melakukan kebaikan/kejahatan.
Contohnya seperti di dhammapada atthakatha, seorang anak hartawan pelit yang dibaringkan hampir mati, tidak bisa gerak dan bicara, tapi melihat Buddha, ia menghormat melalui pikiran, bathinnya tenang dan terlahir di Tavatimsa.