opini dan informasi yg benar tetaplah benar, terlepas dari siapa pengucapnya.
konteks percakapan di sini adalah konteks general, dalam arti si pengucap melakukannya dengan cara yg wajar, tidak arogan, tidak mencari2 kesalahan, tidak menggurui, dll.
Semoga memang demikian adanya. Sehingga tidak ada kebencian yang timbul dari kedua belah pihak adalah hal yang terbaik.
Saya hanya menambahkan dari sudut pandang dari sisi korban “ yang mendapat kecaman/kritik “. Mungkin kita akan setuju walaupun kita telah melakukan kesalahan ( benar- benar salah ), kemudian mendapat kecaman dan kritikan pedas, maka biasanya kita tidak menyalahkan diri sendiri sama sekali, karena...
Kritik atau kecaman selalu menempatkan seseorang dalam posisi defensif/bertahan dan biasanya korban tersebut ( walaupun salah ) selalu berusaha mempertahankan dirinya dengan segala cara, kritik atau kecaman adalah berbahaya, karena melukai kebanggaan, perasaan penting dan membangkitkan rasa benci. Sering kritikan atau kecaman tidak membuat perubahan yang langgeng dan baik, dan malah seringkali menimbulkan kebencian dan kemarahan. Ini terjadi karena hampir setiap orang berprinsip pada pola pikir ” Kehausan kita akan persetujuan dan dihargai sama besarnya dengan ketakutan kita kepada kritik dan kecaman.”
Pernyataan dari seorang pendiri toko-toko Amerika, John Wanamaker berkata,”Saya sudah belajar 30 tahun yang lalu bahwa sungguh bodoh untuk memarahi, mengkritik/mengecam orang lain. Saya sudah menpunyai cukup masalah dalam mengatasi keterbatasan saya sendiri tanpa memperdulikan fakta bahwa kemampuan inteligensia seseorang adalah tidak sama.” Akhirnya dia menyadari bahwa 99 dari 100 orang tidak mengkrtik /mengecam dirinya sendiri sama sekali, tidak peduli betapa salahnya apa yang sudah dilakukannya.( sisa 1 orang dari yang tersisa juga bukan saya, karena saya juga termasuk 99 orang tersebut )
Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh melakukan kritikan atau kecaman, tetapi lakukanlah dengan cerdas dan bijaksana pada saat yang tepat.