ada cerita nyata yang saya alami sendiri.
tahun lalu anak sepupu saya yang masih kuliah(di surabaya) kena rampok subuh jam 4 pagi,mobil yang masih baru berapa bulan dibelikan ayahnya diambil paksa,lalu anak itu di tembak dan dibuang di pinggir jalan tol.
ternyata anak itu baru pulang dari dugem di sebuah tempat,dan memang sudah sering.
saat melayat itulah saya mendengar komentar dari tamu2 yang datang.
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.
yang menarik komentar si C----
bila semua musibah selalu di limpahkan ke takdir atau karma,maka si orang tua tidak perlu lagi mendidik anak,tidak perlu lagi mengawasi anak,bahkan lepas tanggung jawab.
demikianlah pemahaman umat awam.
sebetulnya kejadian seperti ini salah siapa?
ada 3 pandangan yang berbeda.
A bilang itu sudah takdir.
b bilang itu adalah karma si anak.---memang karma dia hanya sampai disitu.
C bilang itu kesalahan orang tua yang kurang perhatian terhadap kehidupan anaknya.
Dari 3 pandangan diatas------
A menggunakan konsep takdir,pemahaman ini banyak celah.
Di satu sisi kematian si anak SUDAH ditakdirkan,namun di sisi lain dalam konsep takdir juga ada keharusan orang tua untuk mendidik anak.
Sehingga terjadilah benturan,misalnya-----
suatu saat orang tua yang sedang menasehati anaknya,agar menjauh dari kebiasaan buruk yang membahayakan kesehatan dan keselamatan,maka si anak bisa menjawab> tidak masalah ayah,kan sudah ada garis takdir dalam diri saya,bagaimanapun saya menghindari kalau sudah takdir mana bisa menghindar,sebaliknya bila saya belum takdirnya mati,maka tidak ada yang bisa membunuh saya,narkoba sekalipun.
B menggunakan konsep karma diri sendiri,
konsep ini bila tidak hati2 juga akan muncul celah.
Yang saya dengar saat melayat,orang itu begitu ceroboh dalam mengartikan karma,seolah olah terjemahan atau arti karma HAMPIR disamakan dengan takdir,---tidak ada yang bisa merubahnya.
dia telah mengesampingkan faktor external(lingkungan,orang tua,alam DLL) yang bisa mempengaruhi seorang anak untuk MELAKUKAN/MEMILIKI sebuah SEBAB.
seorang anak bisa memiliki sebuah tekad,sebuah pandangan,sebuah pengetahuan tentang efec narkoba pasti ada sebab,------dia telah dicuci otak oleh orang tua,teman ,guru----sehingga dia bisa menghindari narkoba atau prilaku buruk lainnya.
Masalahnya tinggal seberapa hebat deterjen dan seberapa kotor otak yang akan dicuci.
Makanya kadang bisa terjadi----5 bersaudara yang menerima cuci otak dari merk deterjen(orang tua atau guru) yang sama,hasilnya bisa berlainan.
C menggunakan konsep pendidikan umum,tanpa ada unsur spiritual,konsep ini akan mengalami kebuntuan bila si anak memiliki karma buruk yang kuat,sehingga di-didik bagaimanapun si anak tetap bejat,----tapi mungkin bisa mengurangi sedikit,bukan sama sekali sia sia .
Kembali ke kasus yang saya ceritakan,salah siapa?
Agak sulit menjawab dengan tepat kasus perkasus,karena kita tidak paham betul kronologi yang sebenarnya(detail),dan kita juga tidak tahu prilaku mereka sehari hari dari dulu sampai sekarang(keluarga mereka).
Tidak ada artinya dan bukan kapasitas kita untuk memberi vonis siapa yang salah,makna dari kasus ini hanya sebatas untuk menambah kewaspadaan diri kita masing2 dalam perjalanan hidup kita.
Perlindungan,pendidikan,pengawasan ,pembiayaan adalah sebuah kewajiban setiap orang tua terhadap anaknya,maka kelalaian atas sebuah kewajiban adalah sebuah kesalahan.
dan merupakan hak si anak untuk mendapatkan semua itu.