(Ini kitab Saddharmapundarika Sutra bab 3 yang membahas istilah Mahayana dan Hinayana)
Dicopas dari : dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12225.0.html
Lalu Sang Buddha bersabda :
"Wahai, Sariputra, bukankah telah Ku-terangkan sebelumnya, bahwa para Buddha, Yang Dipuja Dunia, ,dengan bermacam-macam alasan, kiasan dan istilah telah menguraikan Dharma secara bijaksana, itu semua untuk mencapai Penerangan Sejati. Semua ajaran ini ditujukan untuk meningkatkan para Bodhisatva.
Wahai Sariputra, baiklah Ku-terangakan arti ini lebih jelas dengan sebuah kiasan. Ketahuilah orang-orang pandai mencapai pengertian melalui kiasan.
Sariputra !, bayangkan dalam sebuah kerajaan, dikota atau di dusun ada seorang kepala keluarga yang ternama. Orang itu sudah tua renta tetapi hidupnya berkecukupan, memiliki banyak ladang, rumah, budak, dan pembantu.
Rumahnya luas dan besar, pintunya hanya sebuah, didiami oleh seratus, dua ratus atau lima ratus orang penghuni. Serambi-serambi dan ruangan-ruangannya telah usang dan rusak, dinding-dindingnya melengkung, dasar-dasar tiangnya rapuh, penyangga atapnya rapuh dan sangat membahayakan.
Dari tiap sisi, dalam waktu bersamaan, sekonyong-konyong api berkobar dan rumah itu menyala-nyala. Bayangkan anak-anak orang itu, sepuluh, dua puluh atau tiga puluh orang ada didalam. Kepala keluarga yang melihat api menjilat dimana-mana, sangat terkejut dan berpikir :
"Meskipun aku dapat keluar dengan aman dari rumah terbakar ini, anak-anakku sedang asyik bermain-main didalam, dengan permainannya tanpa cemas, tak mengerti, dan takut. Meskipun api yang dapat mengakibatkan sakit dan derita mengepung mereka, tetapi mereka tak memikirkannya, tidak takut dan tidak berniat lari."
Sariputra, orang tua tadi merenungkan begini :
"Saya kuat dalam badan dan tenaga dapatkah aku membawa mereka keluar dengan usungan bunga, bangku, atau meja ?
Ia berpikir lagi : "Rumah ini pintunya hanya sebuah pun sempit dan kecil, anak-anakku masih muda, tak tahu apa-apa selain bermain-main, mungkin mereka akan terbakar. Harus kujelaskan kepada mereka bahaya ini, memperingatkan mereka bahwa rumah ini terbakar dan mereka harus cepat-cepat keluar, agar tidak terbakar atau hangus kena api."
Merenungkan demikian, sesuai dengan pikirannya, ia berseru : "Keluarlah cepat-cepat, kalian semua !" Meskipun Sang Ayah, karena sayangnya membujuk-bujuk dan menegur dengan kata-kata lembut, namu anak-anak yang sedang asyik bermain-main itu segan untuk percaya dan tetap tak menghiraukannya, tak takut dan tak niat lari, lebih lagi mereka tak mengerti api, tak mengerti apa artinya rumah terbakar, tak mengerti apa yang dimaksud dengan mendapat cedera, mereka tetap berlarian kesana kemari, bermain-main kadang-kadang mereka memandang ayah mereka.
Kemudian Ayah anak-anak itu berpikir : "Rumah ini sedang menyala dalam kebakaran besar. Bila aku dan anak-anakku tidak segera keluar, kami niscaya akan terbakar pula. Baiklah kuusahakan cara yang bijaksana agar anak-anakku terhindar dari bencana."
Mengetahui kesukaan anak terhadap bermacam-macam permainan yang menarik perhatian mereka, ayah mereka lalu berkata : "Barang-barang yang kalian gemari untuk mainan, begitu mahal dan bagus, sekarang ada padaku. Bila kalian tidak segera untuk mendapatkannya, kalian akan menyesal kemudian. Lihatlah bermacam-macam kereta domba, kereta rusa dan kereta lembu ada tersedia diluar pintu untuk kalian pakai bermain-main. Kalian semua harus segera keluar dari rumah terbakar ini, akan kuberikan mana yang kalian sukai."
Demikianlah, setelah anak-anak itu mendengar adanya permainan yang menarik seperti yang disebutkan oleh ayah mereka, yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, semua menjadi bersemangat, sambil dorong-mendorong, dan dahulu-mendahului, mereka dengan bersusah payah akhirnya berhasil keluar dari rumah terbakar itu.
Si ayah yang melihat bahwa anak-anaknya selamat semua di halaman, duduk dipinggir lapangan, tak lagi bingung, hatinya tenteram dan gembira sekali.
Anak-anak datang kepadanya : "Ayah, manakah barang mainan yang indah itu seperti ayah janjikan tadi, kereta domba, kereta rusa, kereta lembu."
Sariputra, sang ayah kemudian memberikan kepada tiap anak sebuah kereta besar (Mahayana), indah dan menarik, dihiasi dengan barang-barang berharga, diberi tempat duduk dan sandaran, digantungi genta-genta pada keempat sisinya; semua diliputi tabir yang dihiasi dengan barang-barang mahal dan bagus pula yang disambung dengan tali-temali penuh batu permata; digantungi bunga rampai; diatas tikar yang indah; dibubuhi bantalan merah; kereta itu ditarik oleh lembu yang putih bersih, tampan dan kuat, yang berjalan dengan langkah tetap secepat angin; ada pula pembantu dan pengiring menjaganya.
Mengapa sang ayah berbuat demikian ? karena ia sangat kaya dan harta benda serta lumbungnya melimpah-limpah.
Orang tua itu berpikir demikian : "Kekayaanku tak terbatas, tak pantas kuberi anak-anakku kendaraan kecil (Hinayana) yang kurang berharga. Anak-anakku ini, aku sayangi tanpa perbedaan. Aku memiliki kereta-kereta besar, tak terbatas jumlahnya; mampu kuberikan kepada semua orang; dan sisanya tak akan berkurang apalagi hanya kuberikan kepada anak-anakku."
Sementara anak-anak itu masing-masing telah mengendarai kereta besar, mendapatkan sesuatu yang belum pernah mereka miliki dan belum pernah diharapkan sebelumnya.
Sariputra, bagaimana pendapatmu. Apakah ayah yang memberikan kepada anak-anaknya kereta besar, bagus dan mewah yang sama itu, terlibat dalam ketidak-benaran ?"
Sariputra menjawab : "Tidak, Yang Dipuja Dunia; sang ayah itu hanya mengusahakan agar anak-anaknya terhindar dari bencana kebakaran dan menyelamatkan hidup mereka; ia tidak melakukan ketidak-benaran. Bagaimana ? dengan cara demikian ia menyelamatkan jiwa mereka dan mereka bahkan memperoleh barang mainan; bijaksana sekali tindakannya untuk menyelamatkan anak-anak mereka dari rumah terbakar itu.
Yang Dipuja Dunia, bilamana ia tak memberikan kereta yang kecil sekalipun, maka ia tidak akan melakukan kebenaran. Mengapa ? karena sejak mula ayah itu menetapkan maksudnya : "Dengan cara yang bijaksana kuhendaki anak-anakku selamat." Dengan dasar inilah ia tidak melakukan tindakan yang tidak benar. Lebih-lebih mengingat, bahwa kekayaannya tak terbatas; ayah yang menghendaki kesejahteraan anak-anaknya itu, telah memberikan kepada mereka kereta besar yang sama."
Sang Buddha menyahut : "Benar, benar sekali; demikianlah seperti apa yang kaukatakan, Sariputra.
Demikian pula halnya dengan Tathagata, karena ia adalah ayah bagi semua dunia; yang telah bebas daripada takut, putus asa, cemas, kurang pengertian dan kegelapan; telah sempurna dalam pengetahuan, kekuatan batin, dan tanpa takut; memiliki kesaktian dan kebijaksanaan; telah mendapatkan kesempurnaan yang paripurna; yang bermurah hati dan berwelas asih; tak kenal jenuh; selalu mencari apa yang baik dan menguntungkan segenap mahluk.
(Jadi Mahayana dan Hinayana itu hanyalah nama "ISTILAH" bukan nama sebuah sekte aliran tertentu)