//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 647734 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #450 on: 16 April 2009, 11:08:57 AM »

Pancakhanda.

Jadi yang membedakan antara nibbana dan parinibbana, hanya pada hilang dan lenyapnya tubuh belaka atau alias mati? Bukankah demikian maksudnya? Kalau demikian, maka nibbana masih bisa dicemari oleh pancakandha. Kalau seseorang dikatakan sudah merealisasikan nibbana/nirvana tapi masih tercemar oleh pancakandha bukankah sulit dikatakan bahwa ia merealisasikan nibbana/nirvana? Jika kematian masih membawa dampak perubahanan padanya dapatkah dikatakan ia mencapai nibbana/nirvana? Bukankah nibbana/nirvana adalah kondisi yang melampaui kehidupan dan kematian?

bukan hanya pada "hilang"-nya tubuh (rupa) yang merupakan salah satu khandha dari panca khanda... tetapi semua khanda sudah tidak bersatu padu lagi. Terhenti proses bersatu-nya khanda-khanda itu...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #451 on: 16 April 2009, 11:11:22 AM »
DILBERT:

buat apa lagi semua paramita ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada ? bukankah ini INKONSISTEN...

TAN:

Buat apa lagi semua paramita dilepaskan ketika dualisme nirvana dan samsara sudah tidak ada? Apakah paramita itu sesuatu yang bisa kita lepaskan seenaknya seperti membawa tas belanjaan setelah berbelanja di mall? Saya kira tidak begitu lho. Paramita tidaklah dipegang atau dilepaskan. Itu adalah sesuatu yang alami.

Amiduofo,

Tan

Sdr.Tan benar ketika mengatakan bahwa Paramita tidak dipegang dan dilepaskan. Itu sesuatu yang alami... Maka ketika mencapai parinibbana (nibbana tanpa sisa). Tidak ada lagi yang bisa dipancarkan paramita-nya... karena alamiahnya sudah berhenti proses.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #452 on: 16 April 2009, 11:20:26 AM »
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***


"Maitri Karuna" seorang Sammasambuddha, adalah beliau mengajar manusia dan dewa.
yaa... gitu deh

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #453 on: 16 April 2009, 11:26:03 AM »

Yang dimaksud oleh Bro Dilbert adalah Parinibbana, Nibbana tanpa sisa.

Apakah "sisa" itu kalau gitu? Apa yang bisa tersisa dari pencapaian nibbana? Kalau tanpa sisa apa yang tak tersisa kalau demikian? Mohon masukkannya. Terimakasih.

yang sisa itu adalah pencapaian nibbana oleh individu yang masih hidup di dunia ini... yang dalam hal ini adalah panca khanda... itu lah sisa...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #454 on: 16 April 2009, 11:51:14 AM »
ANDA:

Timbunan paramita seorang Bhodhisattva memuncak pada pencapaian Sammasambuddha.

TAN:

Setelah itu habis sama sekali ya? Sungguh ironis! Seseorang berjuang sungguh-sungguh demi membebaskan diri dari lobha dosa, dan moha. Tetapi begitu "gong"nya sudah dicapai, semua "hilang" sama sekali. Tidak ada sisa2 maitri karunanya.  Ini yang saya tidak bisa terima. Mohon maaf bagi saya tidak logis.

***


"Maitri Karuna" seorang Sammasambuddha, adalah beliau mengajar manusia dan dewa.


yang di bold MERAH itu-lah pola pikir seorang puthujana yang masih mempertimbangkan untung rugi (DUALISME)... makanya tidak akan logis kalau pola pikir seorang puthujana (awam) dibandingkan dengan seorang tercerahkan...

di sutra vajracheddika (sutra intan / salah satu sutra utama Mahayana), saya kutip:

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi

Kemudian lagi :

"Subhuti, seorang Bodhisattva juga demikian, jika dia berkata, "Aku harus membebaskan makhluk hidup yang tak terhitung dari tumimbal lahir, maka dia tidak akan disebut seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma yang dinamakan Bodhisattva. Karena itu Hyang Buddha mengatakan semua Dharma tidak memiliki konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan."

"Subhuti, jika seorang Bodhisattva mengatakan, "Aku akan menghiasi Tanah Buddha", dia tidak akan disebut Bodhisattva. Apa sebabnya? Memperindah tanah Buddha dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan memperindah. Oleh sebab itu dinamakan memperindah. Subhuti, jika seorang Bodhisattva memahami bahwa segala Dharma tidak memiliki konsepsi diri, Tathagatha menyebutnya sebagai
seorang Bodhisattva sejati."


Kemudian :

"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Jika ada orang yang mengatakan bahwa Tathagatha mempunyai pikiran : "Aku akan membebaskan semua makhluk hidup". Subhuti, jangan mempunyai pikiran demikian. Mengapa? Karena sebenarnya tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha. Jika ada makhluk hidup yang dibebaskan oleh Tathagatha, maka Tathagatha akan mempunyai konsepsi
keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Subhuti, keberadaan konsepsi keakuan dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan keberadaan konsepsi diri tetapi orang awam menganggapnya sebagai keberadaan konsepsi keakuan. Subhuti, orang awam dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan orang awam. Oleh sebab itu dinamakan orang awam."


Dan Lagi :

"Subhuti, seorang Bodhisattva boleh memenuhi sistem dunia yang banyaknya bagai butir-butir pasir di sungai Gangga dengan 7 macam permata mulia dan memberikannya sebagai dana amal. Tetapi jika seorang lainnya mengetahui bahwa semua Dharma tidak memiliki diri dan mencapai Anuttpatika-Dharma-ksanti, pahala dan kebajikan dari Bodhisattva tersebut akan melampaui Bodhisattva yang pertama. Mengapa begitu? Subhuti, itu disebabkan karena Bodhisattva tidak menerima pahala dan kebajikan."

Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Djunjungi, bagaimana bisa Bodhisattva tidak menerima pahala dan kebajikan?"

"Subhuti, karena Bodhisattva tidak boleh mengharapkan pahala dan kebajikan dari perbuatan baik yang dilakukannya, mereka dikatakan tidak menerima pahala dan kebajikan."


-------

Jika mainstream ajaran Mahayana lebih menekankan pada pencapaian annutara sammasambuddha, menurut saya OK OK saja... tetapi bukan dalam artian bahwa setelah pencapaian nibbana tanpa sisa (parinibbana) seorang annutara samyaksambuddha itu masih bisa begini begitu... Tentu beda pencapaian seorang sravaka dengan seorang pacceka maupun seorang samyaksambuddha. Tetapi dalam runut (proses) alamiah-nya tentang pembebasan adalah berhenti-nya proses, melihat apa adanya (secara alamiah), melampaui dualisme untung rugi, baik jahat dsbnya. Itulah akhir dari penderitaan.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #455 on: 16 April 2009, 11:59:22 AM »
>> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
Apakah Mahayana mempertimbangkan bahwa seseorang yang belum mencapai Ke-Buddha-an bisa berbuat kesalahan, sehingga bisa juga mengajarkan hal yang keliru, ataukah hanya berasumsi ajaran Mahayana pasti benar, keegoisan dikikis dengan menyebarkan ajaran PASTI BENAR ini?


Quote
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)
Ini pemikiran keliru tentang Theravada. Dalam Theravada, kita TIDAK BISA menolong orang lain, bahkan Buddha sendiri tidak bisa. (Bisa dilihat dari kedatangan Buddha Gotama TIDAK "menyulap" semua mahluk jadi suci.)
Buddha hanya memberikan jalan, namun seseorang harus 'menolong dirinya sendiri'. Jadi mungkin di Mahayana ada semacam "Juru selamat" yang bisa menolong orang lain, namun di Theravada tidak. Terlebih lagi, orang yang masih menggapai-gapai dalam lumpur TIDAK BISA menyelamatkan orang yang di lumpur juga. Orang yang sudah selamat dari lumpur baru bisa membantu mereka yang masih di lumpur.
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?


Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #456 on: 16 April 2009, 12:06:47 PM »
Mungkin didalam nibbana sudah tidak ada dilbert, tan, dan makhluk dan aku.
Dan mungkin begitu mnrt pndngan buddhism. Maka apa yg diributkan mgnai nibbana.
CMIIW.FMIIW.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #457 on: 16 April 2009, 12:13:57 PM »
>> mungkin kita tidak bisa menolong semua, tapi berapa banyak yang bisa kita tolong kita tolong (mengikis ke-egoisan, mementingkan diri sendiri)
Apakah Mahayana mempertimbangkan bahwa seseorang yang belum mencapai Ke-Buddha-an bisa berbuat kesalahan, sehingga bisa juga mengajarkan hal yang keliru, ataukah hanya berasumsi ajaran Mahayana pasti benar, keegoisan dikikis dengan menyebarkan ajaran PASTI BENAR ini?


Quote
beda pemikiran theravada ama mahayana
Theravada : mencapai buddha baru menolong orang (tapi base berdasarkan pemikiran ini, saya ragu, kalau setelah mencapai buddha mo menolong orang, karena sudah berpikiran masa bodoh dengan orang lain, yang penting saya selamat).
Mahayana : mencapai boddhisattva dan berusaha menolong semua orang (karena kalau menunggu mencapai buddha dulu, sudah terlalu lama dan terlambat)
Ini pemikiran keliru tentang Theravada. Dalam Theravada, kita TIDAK BISA menolong orang lain, bahkan Buddha sendiri tidak bisa. (Bisa dilihat dari kedatangan Buddha Gotama TIDAK "menyulap" semua mahluk jadi suci.)
Buddha hanya memberikan jalan, namun seseorang harus 'menolong dirinya sendiri'. Jadi mungkin di Mahayana ada semacam "Juru selamat" yang bisa menolong orang lain, namun di Theravada tidak. Terlebih lagi, orang yang masih menggapai-gapai dalam lumpur TIDAK BISA menyelamatkan orang yang di lumpur juga. Orang yang sudah selamat dari lumpur baru bisa membantu mereka yang masih di lumpur.
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?



Mantap... setajam silet...

GRP SENT...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #458 on: 16 April 2009, 12:22:40 PM »
GRP untuk semuanya karena berdiskusi dengan baik, _/\_

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #459 on: 16 April 2009, 01:21:27 PM »
Jadi ajaran Theravada bukan agar egois & berpangku tangan, tetapi agar seseorang tahu diri kalau ga bisa berenang, jangan jadi lifeguard.

<< bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)


Mengenai hal ini, saya mau tanya, apakah ini berarti di Mahayana, orang yang terperangkap dalam lumpur, belum keluar dari lumpur, bisa menolong orang lain yang juga di lumpur?
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?
« Last Edit: 16 April 2009, 01:34:57 PM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #460 on: 16 April 2009, 02:03:22 PM »
bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)
Memangnya kalo Bro naviscope masuk vihara Theravada, semua orang nongkrong sendiran di perpustakaan baca buku, tidak ada yang diskusi, nanya bhante, ikut dhamma class, denger ceramah?
Saya sih memang ke vihara mana pun, tapi setahu saya, rumah ibadah agama apa pun ga ada yang cuma disodorin buku lalu disuruh belajar sendiri deh.

Saya rasa OK saja tentu kalau sesama umat saling peduli, justru harus begitu. Tetapi saya kurang cocok dengan sikap "promosi agama sendiri" ke orang lain dengan dalih "mengikis keegoisan". Saya juga sering bertemu dengan "sales agama" dengan dalih "mengasihi dan ingin menyelamatkan jiwa saya". Bagi saya, itu bukan "tidak egois" atau "mengasihi", tetapi lebih ke arah "menghakimi" ("saya sudah tahu yang paling benar, sementara anda punya salah, maka saya mengenalkan punya saya supaya anda ga sesat").



Quote
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?

Ada kasus seseorang mau menolong temannya hampir tenggelam, tetapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Orang yang hampir tenggelam itu meronta-ronta sambil berusaha terus memeluk "penyelamat"nya dengan keras. Alhasil, keduanya mati tenggelam.
Terlepas dari niat baiknya, si penyelamat tidak tahu bahwa kalau mau menolong orang yang hampir tenggelam itu harus dari belakang, maka hasilnya begitu.

Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".


Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #461 on: 16 April 2009, 02:32:58 PM »
Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".

 =))

bisa saja bro Kainyn...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #462 on: 16 April 2009, 02:37:51 PM »
bukan nya mo sok jadi lifeguard
tapi berusaha saling belajar, saling sharing, saling membantu, bahu membahu (beda kalau ditheravada, kan lebih cenderung belajar sendiri, nah kalau belajar sendiri-sendiri, umat awam yang tidak mengerti, langsung dikasi buku tripitaka, nech belajar sendiri ya, sang buddha sudah menunjukan jalan)
Memangnya kalo Bro naviscope masuk vihara Theravada, semua orang nongkrong sendiran di perpustakaan baca buku, tidak ada yang diskusi, nanya bhante, ikut dhamma class, denger ceramah?
Saya sih memang ke vihara mana pun, tapi setahu saya, rumah ibadah agama apa pun ga ada yang cuma disodorin buku lalu disuruh belajar sendiri deh.

Saya rasa OK saja tentu kalau sesama umat saling peduli, justru harus begitu. Tetapi saya kurang cocok dengan sikap "promosi agama sendiri" ke orang lain dengan dalih "mengikis keegoisan". Saya juga sering bertemu dengan "sales agama" dengan dalih "mengasihi dan ingin menyelamatkan jiwa saya". Bagi saya, itu bukan "tidak egois" atau "mengasihi", tetapi lebih ke arah "menghakimi" ("saya sudah tahu yang paling benar, sementara anda punya salah, maka saya mengenalkan punya saya supaya anda ga sesat").



Quote
<< setidaknya kita berusaha, sama2 keluar dari lumpur
kalau kayak gitu, belum keluar dari lumpur, kita harus keluar dari lumpur dulu, tetapi orang lain sudah keburu tenggelam dan mati bro, gimana dong? orang itu sudah terlanjur masuk neraka, gimana lagi mo diselamatin?

Ada kasus seseorang mau menolong temannya hampir tenggelam, tetapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Orang yang hampir tenggelam itu meronta-ronta sambil berusaha terus memeluk "penyelamat"nya dengan keras. Alhasil, keduanya mati tenggelam.
Terlepas dari niat baiknya, si penyelamat tidak tahu bahwa kalau mau menolong orang yang hampir tenggelam itu harus dari belakang, maka hasilnya begitu.

Ini memang kepercayaan, masalah kecocokan, bukan benar & salah. Tapi kalau saya memang lebih cocok dengan "keluarlah dari lumpur secepatnya, maka dengan begitu bisa membantu yang masih di lumpur" bukan "saya tidak akan keluar dari lumpur kalau tidak beramai-ramai".



Serperti saya tekankan sama seperti Bro tan. Konsep Tera dengan maha memang ada perbedaan. Bukan berarti Mahayana itu tidak murni ajarannya, bukan berarti tera murni ajarannya, karena semua kitab kitab suci yang ada itu tidak ada letak permurnianya. Semua itu berdiri sendiri Mahayana dengan Kanon Sansekerta pada konsuil ke 2. Sementara kanon pali Pada konsuil ke 3. Dimana kedua aliran ini sebenarnya tidak pernah ketemu. memiliki daerah masing, tradisi sendiri - sendiri. Bagaimana mungkin bisa kalo memaksakan Konsep Tera ke maha. Konsep maha ke tera kalo orangnya masih punya EGO sendiri. Seperti saya katakan anda hilangkan EGO anda dulu baru bisa pelajari sesuatu yang berbenda dengan anda.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #463 on: 16 April 2009, 02:52:14 PM »
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #464 on: 16 April 2009, 03:00:03 PM »
^
^
^
thanks bro

tapi apakah kamu yakin mahayana ada dulu-an?
kalau mahayana ada dulu-an, lebih asli mana donk,
ama yang muncul belakangan...

pertanyaan retoris...  ;D

Sebenernya ngak ada yang duluan Pis, dua duanya itu udah berdiri sendiri semenjak Buddha kita meninggal. Angak ada istilah permurnian ajaran aliran tapi yang ada adalah pemahaman, doktrin, tradisi dan juga kehadiran dua aliran ini emang sudah ada. jadi tidak ada yang saling mendahului dan tidak ada paling murni sebenarnya.

Lagi pula Sadarlah yang merasa sana sini pali, Buddha kita tuh sebenarnya tuh ngak pernah bisa berbahasa pali, dia mengunakan Bahasa Maghandi. makanya kenapa saya gembar gembor buku Wacana Buddha Dharma karangan Romo Khrisnanda Wijaya Mukti, karena dalam buku itu sudah disebutkan kedua aliran ini hadir darimana . Makanya Baca dulu. Sebelum komentar