//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: perlukah harapan itu ?  (Read 7228 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
perlukah harapan itu ?
« on: 27 June 2012, 11:34:05 AM »
Namo buddhaya  _/\_

setelah survey melihat pengajaran guru" agama tetangga ..
dikatakan hidup harus ada harapan ..

apakah harapan itu penting ?
bukankah jika ada harapan maka akan juga adanya dukkha?

mohon pencerahannya  _/\_
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline Asia

  • Teman
  • **
  • Posts: 74
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #1 on: 27 June 2012, 12:27:20 PM »
Tergantung pengertian masing-masing orang tentang "pengharapan" itu sendiri. Dalam Buddhism juga ada pengharapan, yaitu harapan bahwa kita bisa mengakhiri dukkha. Tapi ya, harapan itu hanya mungkin terwujud, jika kita tau jalannya.
« Last Edit: 27 June 2012, 12:28:51 PM by Asia »

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #2 on: 27 June 2012, 02:55:06 PM »
Namo buddhaya  _/\_

setelah survey melihat pengajaran guru" agama tetangga ..
dikatakan hidup harus ada harapan ..
apakah harapan itu penting ?
sebagai umat awam masih butuh banyak pengharapan  ;D

Quote
bukankah jika ada harapan maka akan juga adanya dukkha?
pertanyaan diubah :
bukankah jika masih ingin ada harapan sepertinya masih ada dukkha ?
mohon pencerahannya  _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #3 on: 27 June 2012, 04:43:46 PM »
saya masih bingung ..
setiap x saya mendapat sebuah harapan.. saya merasa dunia ini sangatlah nikmat ..
dunia ini terasa sangatt berbahagia..

tapi ketika saya tidak lg berharap ,, yg saya pikirkan adalah kegelisahan ,, ketakutan akan datangnya kematian ..

mohon pencerahanny
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline stevani

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 21
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #4 on: 27 June 2012, 05:54:48 PM »
harapan, menurutku harapan itu tercapai baru rasanya senang/nikmat. tapi setelah harapan itu tak terkabul seringkali rasa kecewalah yang mengahampiri. so, dari pada banyak berharap lebih baik banyak mensyukuri apa yang telah dimiliki,  ;D


tapi ketika saya tidak lg berharap ,, yg saya pikirkan adalah kegelisahan ,, ketakutan akan datangnya kematian ..


hmm, aku saranin jangan takut mati,,, 8) nanti malah dihari kematianmu, hatimu jd melekat dan malah terlahir kealam rendah, atau masih baiknya karena  menjalankan sila dengan taat  dilahirkan ke alam manusia  :)
aku pernah baca buku 'don't worry be healthy' yg katanya "hiduplah seakan hari ini adalah hari terakhir anda hidup"
kalau kamu melaksanakan kata2 tsb, dijamin di hari kematian anda menjelang, kau sdh terbiasa   ;D, terbiasa menyiapkan kematian, hahaha  :))  :))  :))
atau kalau susah laksanainnya mendingan meditasi kematian aja (intiny sama)  ;D
« Last Edit: 27 June 2012, 05:57:36 PM by stevani »
sungguh tak menyesal dikehidupan sekarang kumengenal dhamma _/\_

Offline DeNova

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.067
  • Reputasi: 106
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #5 on: 27 June 2012, 06:04:21 PM »
Menurut saya penting punya harapan. Karena dengan harapan maka semangat itu muncul. Dari semangat kita bisa hidup dengan penuh kesadaran...
Dan memang paling bagus berpedoman " ini adalah hari terakhir ku di dunia. Karena dengan begitu maka kita akan melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan sehari ini karena hari esok tak pernah akan tiba untuk kita"
Meditasi mayat adalah cara terbaik untuk melapaskan diri dari kemelekatan.... Sadarilah bahwa semuanya ini pasti akan berlalu, hancur dan tak kekal dengan begitu baru kita akan menyadari tak ada gunanya berbuat buruk terhadap org lain... Toh sama juga seperti diri mereka kita juga terlahir telanjang dan akan mati dan membusuk seperti mereka juga.... Be happy :D

Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #6 on: 27 June 2012, 06:11:50 PM »
tq atas sarannya cc"   ^-^ ^-^

tapi ogah ah meditasi mayat .. = w =
liat aj ud ogah apalagi meditasiin .. lebih baik gw memikirkan dengan mata terbuka ,,
dari pada memikirkan pada saat mata tertutup  :))


semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline stevani

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 21
  • Reputasi: 0
  • Gender: Female
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #7 on: 27 June 2012, 06:18:07 PM »
tq atas sarannya cc"   ^-^ ^-^

tapi ogah ah meditasi mayat .. = w =
liat aj ud ogah apalagi meditasiin .. lebih baik gw memikirkan dengan mata terbuka ,,
dari pada memikirkan pada saat mata tertutup  :))


bukan meditasi mayat, -,- tp kematian! membayangkan saat kita dikubur dipeti yg dingin, ditangisi keluarga, dsb. _/\_
sungguh tak menyesal dikehidupan sekarang kumengenal dhamma _/\_

Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #8 on: 27 June 2012, 06:49:25 PM »
ud mpe bosen gtu mah  :))
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #9 on: 27 June 2012, 06:56:58 PM »
harapan adalah sesuatu landasan atas perbuatan dengan berharap kita dapat melakukan sesuatu perbuatan dengan lebih yakin dan semangat karena kita berharap akan mendapatkan sesuatu. harapan dapat menimbulkan dukha dan juga sukha, harapan bisa tinggal harapan bila kita terlalu melekat pada harapan itu sendiri karena kita harus sadar bahwa dengan mengharapkan sesuatu diluar batas kemampuan kita dengan tidak memahami sesuatu proses maka kita akan terjerumus akan dunia samsara ini. kita boleh berharap karena dengan berharap kita dapat menjalankan hidup dengan lebih baik, buat lah pengharapan yang baik untuk diri sendiri,orang lain dan lingkungan disekitar kita. lakukan jalan hidup kita sesuai harapan kita dengan bijaksana. manusia butuh harapan karena itu adalah sifat dasar manusia akan kebahagiaan mendapatkan sesuatu. kebahagian dasar semua mahluk adalah mendapat dengan berharap maka kita mendapatkan sesuatu dikemudian hari akan tercapai harapan kita. jadi pengharapan adalah level dasar kebahagiaan semua mahluk karena mendapatkan sesuatu.
jadi harapan dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan sebagai level dasar kebahagian karena mendapat. yang akan berkembang ke level lebih tinggi dengan memberi karena ini masih tahap yang bersinambungan akan kebahagiaan level dasar manusia.
semoga bermanfaat, semoga anda bahagia, semoga semua mahluk berbahagia.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #10 on: 27 June 2012, 10:08:53 PM »
kalau menurut saya harapan sama juga dengan tekad.. ya selama ini kita juga bertekad kan, bertekad tidak membunuh dll :)
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #11 on: 28 June 2012, 01:17:30 PM »
sebagai umat awam masih butuh banyak pengharapan  ;D
pertanyaan diubah :
bukankah jika masih ingin ada harapan sepertinya masih ada dukkha ?
mohon pencerahannya  _/\_

jika ingin tidak ada harapan apakah itu masih ada dukkha juga om?
atau malah sedang berdukkha. ;D


Quote
apakah harapan itu penting ?
bukankah jika ada harapan maka akan juga adanya dukkha?
harapannn... mungkin lebih ke cita2 yah, kalo cuma harapan, yah harapan :))
berharappp saja tanpa berusaha, nah kalo harapan yang bisa menimbulkan semangat, membuat kita lebih giat berusaha, itu perlu.
karna kita juga harus bertahan hidup. ;D
tapi jangan melekat sama harapan, bisa punya harapan tapi tetap hidup pada saat ini, jangan hidup hanya membayangkan harapannya tercapai saja, tapi tidak bisa menikmati proses pencapaian harapannya. hehehe.
dan kalo kenyataan tidak sesuai harapan, bersiap2lah untuk menerima.
resiko punya harapan sih.  :P
« Last Edit: 28 June 2012, 01:20:10 PM by hemayanti »
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #12 on: 28 June 2012, 03:40:58 PM »
imo,
harapan muncul karena tanha dan saat enam indria bersaudara bertemu suatu obyek.

meskipun harapan itu salah satu bentuk dukkha, bukan berarti harus ditolak keberadaannya, karena harapan itu sendiri merupakan salah satu aspek kehidupan. selama ini ane masih memakai harapan buat wake up in the morning and go on with life  _/\_      dan     PDKT ^-^

harapannn... mungkin lebih ke cita2 yah, kalo cuma harapan, yah harapan :))
berharappp saja tanpa berusaha, nah kalo harapan yang bisa menimbulkan semangat, membuat kita lebih giat berusaha, itu perlu.
tapi jangan melekat sama harapan, bisa punya harapan tapi tetap hidup pada saat ini, jangan hidup hanya membayangkan harapannya tercapai saja, tapi tidak bisa menikmati proses pencapaian harapannya. hehehe.
dan kalo kenyataan tidak sesuai harapan, bersiap2lah untuk menerima.
resiko punya harapan sih.  :P

butuh kebijaksanaan dalam mengolah harapan :)



Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #13 on: 28 June 2012, 05:10:16 PM »
bagaimana kepada seorang yg sudah tidak berniat untuk hidup ?
apakah org tersebut berarti tidak memiliki harapan untuk hidup ?
apa saran kk" ?

 _/\_
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #14 on: 28 June 2012, 09:42:21 PM »
bagaimana kepada seorang yg sudah tidak berniat untuk hidup ?
apakah org tersebut berarti tidak memiliki harapan untuk hidup ?
apa saran kk" ?

 _/\_
dia punya harapan untuk mati. ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #15 on: 29 June 2012, 04:46:37 PM »
saya masih bingung ..
setiap x saya mendapat sebuah harapan.. saya merasa dunia ini sangatlah nikmat ..
dunia ini terasa sangatt berbahagia..

Itu karena kamu memikirkan tentang perasaan menyenangkan yang mungkin akan kamu alami.

atau kamu sedang berpikir, bahwa ada jalan keluar dari perasaan tidak menyenangkan yang sedang kamu alami.

Quote
tapi ketika saya tidak lg berharap ,, yg saya pikirkan adalah kegelisahan ,, ketakutan akan datangnya kematian ..

mohon pencerahanny

Itu karena tidak terpikirkan olehmu, perasaan menyenangkan apa yang bisa kamu peroleh.

atau kamu tidak bisa memikirkan, kemungkinan tentang jalan keluar dari perasaan tidak menyenangkan yang sedang kamu alami.

_____________________

so, pelan-pelan aja diperhatikan pikiran itu... kadang dia suka mendramatisir.. kadang dia terasa begitu solid/nyata, dan mampu menghanyutkan atau membuat kita terombang-ambing.

Kalau km masih terhanyut, jangan pula berpura-pura bahwa kamu tidak terhanyut. Sadari saja kalo km sedang terhanyut, tapi jangan juga menghanyutkan diri. Tunggu saja, nanti pelan-pelan bisa dipahami bahwa drama-pikiran ternyata tidak sesolid itu.
« Last Edit: 29 June 2012, 04:57:15 PM by dhammadinna »

Offline senbudha

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 209
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #16 on: 29 June 2012, 06:24:38 PM »
Orang duniawi yang masih berharap ini itu adalah wajar,karena memang masih dikuasai moha loba dosa.Orang yang tidak punya harapan lagi ya sudah siap didoakan.Di jalan spiritual saja, orang masih berharap ini itu.Orang gila saja mengais sampah berharap ketemu makanan untuk isi perut.Yang penting jangan "terlalu"berharap hal baik dalam hal apapun,apalagi tidak pernah ada karma baik yang cukup.Juga jangan berharap yang buruk tidak datang,karena waktunya tiba akan datang sendiri dengan santai.Orang yang berlatih dengan benar akan menerima hal baik dan buruk dengan tenang. SEDANGKAN ORANG YANG TIDAK MENGHARAPKAN APAPUN DALAM HIDUPNYA MAKA DIA TELAH MENCAPAI REALISASI DHAMMA.SUDAH PADAM SEGALA NAFSU KEINGINANNYA.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #17 on: 29 June 2012, 08:40:40 PM »
artikel ini sepertinya sangat cocok.
baca dengan perlahan :)

Pengharapan Sebagai Suatu Rintangan
Spoiler: ShowHide
Pengharapan sangatlah penting, karena ia bisa menjadikan saat ini tidak begitu sulit untuk dipikul.
Jika kita percaya bahwa besok akan lebih baik maka kita bisa memikul kesulitan pada hari ini.
Tetapi hanya itulah yang paling banyak bisa diberikan oleh sebuah pengharapan bagi kita menjadikan kesulitan kita lebih ringan.
Ketika saya merenungkan secara mendalam tentang sifat dari suatu pengharapan, saya melihat sesuatu yang tragis.
Karena kita melekat pada pengharapan kita di masa yang akan datang,
kita tidak memusatkan tenaga dan kemampuan kita pada saat ini.
Kita gunakan pengharapan untuk mempercayai sesuatu yang lebih baik bakal terjadi di kelak kemudian hari bahwa kita akan sampai pada kedamaian, atau Kerajaan Tuhan.
Pengharapan menjadi semacam rintangan.
Jika anda bisa menghindarkan diri dari pengharapan, anda bisa membawa diri anda sepenuhnya pada saat ini, dan menemukan kegembiraan yang sudah ada di sini.
Pencerahan, kedamaian dan kegembiraan tidak akan dihadiahkan oleh orang lain.
Sumurnya ada di dalam diri kita, dan jika kita menggalinya dengan dalam pada saat ini, airnya akan menyembur keluar.
Kita harus kembali pada saat ini agar bisa benar-benar hidup.
Kita berlatih napas yang disadari, kita berlatih untuk kembali pada saat ini, di mana segala sesuatunya sedang terjadi.

Peradaban Barat memberikan begitu banyak penekanan pada gagasan pengharapan, sehingga kita mengorbankan saat ini.
Pengharapan adalah untuk masa yang akan datang.
Ia tidak bisa membantu kita menemukan kegembiraan, kedamaian atau pencerahan pada saat ini.
Banyak agama yang berdasarkan pada gagasan pengharapan ini,  dan ajaran tentang menahan diri dari
pengharapan bisa membuat suatu reaksi yang keras. Tetapi suatu kejutan bisa membawa sesuatu yang penting.
Saya tidak mengatakan bahwa anda tidak boleh mempunyai pengharapan, tetapi pengharapan itu tidak cukup.
Pengharapan bisa menciptakan rintangan bagi anda, dan jika anda berada dalam kekuatan pengharapan, anda tidak akan membawa diri anda
kembali sepenuhnya pada saat ini.
Jika anda menyalurkan kembali tenaga tersebut untuk menjadi sadar sepenuhnya terhadap apa yang terjadi pada saat ini, anda akan mampu membuat suatu terobosan dan menemukan kegembiraan serta kedamaian tepat pada saat ini, di dalam diri anda dan di sekeliling anda.

A.J. Muste, seorang pemimpin gerakan perdamaian di Amerika pada pertengahan abad ke-20 yang mengilhami jutaan orang, berkata,
“Tidak ada jalan menuju perdamaian, perdamaian itulah Sang Jalan”.
Ini berarti kita bisa memahami perdamaian tepat pada saat ini dengan penampilan kita, senyum kita, ucapan kita dan perbuatan kita.
Karya perdamaian bukanlah suatu alat.

Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kedamaian.
Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kegembiraan.
Jika kita mempunyai tekad, kita dapat melakukannya.
Kita tidak memerlukan masa yang akan datang.
Kita bisa tersenyum dan rileks.
Segala sesuatu yang kita inginkan ada di sini pada saat ini.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #18 on: 29 June 2012, 10:15:59 PM »
artikel ini sepertinya sangat cocok.
baca dengan perlahan :)

Pengharapan Sebagai Suatu Rintangan
Spoiler: ShowHide
Pengharapan sangatlah penting, karena ia bisa menjadikan saat ini tidak begitu sulit untuk dipikul.
Jika kita percaya bahwa besok akan lebih baik maka kita bisa memikul kesulitan pada hari ini.
Tetapi hanya itulah yang paling banyak bisa diberikan oleh sebuah pengharapan bagi kita menjadikan kesulitan kita lebih ringan.
Ketika saya merenungkan secara mendalam tentang sifat dari suatu pengharapan, saya melihat sesuatu yang tragis.
Karena kita melekat pada pengharapan kita di masa yang akan datang,
kita tidak memusatkan tenaga dan kemampuan kita pada saat ini.
Kita gunakan pengharapan untuk mempercayai sesuatu yang lebih baik bakal terjadi di kelak kemudian hari bahwa kita akan sampai pada kedamaian, atau Kerajaan Tuhan.
Pengharapan menjadi semacam rintangan.
Jika anda bisa menghindarkan diri dari pengharapan, anda bisa membawa diri anda sepenuhnya pada saat ini, dan menemukan kegembiraan yang sudah ada di sini.
Pencerahan, kedamaian dan kegembiraan tidak akan dihadiahkan oleh orang lain.
Sumurnya ada di dalam diri kita, dan jika kita menggalinya dengan dalam pada saat ini, airnya akan menyembur keluar.
Kita harus kembali pada saat ini agar bisa benar-benar hidup.
Kita berlatih napas yang disadari, kita berlatih untuk kembali pada saat ini, di mana segala sesuatunya sedang terjadi.

Peradaban Barat memberikan begitu banyak penekanan pada gagasan pengharapan, sehingga kita mengorbankan saat ini.
Pengharapan adalah untuk masa yang akan datang.
Ia tidak bisa membantu kita menemukan kegembiraan, kedamaian atau pencerahan pada saat ini.
Banyak agama yang berdasarkan pada gagasan pengharapan ini,  dan ajaran tentang menahan diri dari
pengharapan bisa membuat suatu reaksi yang keras. Tetapi suatu kejutan bisa membawa sesuatu yang penting.
Saya tidak mengatakan bahwa anda tidak boleh mempunyai pengharapan, tetapi pengharapan itu tidak cukup.
Pengharapan bisa menciptakan rintangan bagi anda, dan jika anda berada dalam kekuatan pengharapan, anda tidak akan membawa diri anda
kembali sepenuhnya pada saat ini.
Jika anda menyalurkan kembali tenaga tersebut untuk menjadi sadar sepenuhnya terhadap apa yang terjadi pada saat ini, anda akan mampu membuat suatu terobosan dan menemukan kegembiraan serta kedamaian tepat pada saat ini, di dalam diri anda dan di sekeliling anda.

A.J. Muste, seorang pemimpin gerakan perdamaian di Amerika pada pertengahan abad ke-20 yang mengilhami jutaan orang, berkata,
“Tidak ada jalan menuju perdamaian, perdamaian itulah Sang Jalan”.
Ini berarti kita bisa memahami perdamaian tepat pada saat ini dengan penampilan kita, senyum kita, ucapan kita dan perbuatan kita.
Karya perdamaian bukanlah suatu alat.

Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kedamaian.
Setiap langkah yang kita buat haruslah merupakan kegembiraan.
Jika kita mempunyai tekad, kita dapat melakukannya.
Kita tidak memerlukan masa yang akan datang.
Kita bisa tersenyum dan rileks.
Segala sesuatu yang kita inginkan ada di sini pada saat ini.


thich nhat hanh :P

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #19 on: 30 June 2012, 02:52:41 PM »
thich nhat hanh :P
100 untuk om jupe.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline juanpedro

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 949
  • Reputasi: 48
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #20 on: 30 June 2012, 10:06:36 PM »
100 untuk om jupe.

semenjak diberi tau cc jangan melekat pada harapan tempo dulu jadinya sering baca artikel yang bagian itu  :))

Offline jodyandrean

  • Teman
  • **
  • Posts: 97
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
  • Namo Buddhaya
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #21 on: 01 July 2012, 04:38:17 PM »
wah .. membantu bnyk nich  _/\_

saya baru ngerti  :))

tapi kadang tanpa ada harapan .. hidup terasa hampa ..
1 menit ibarat 3 jam  :o :o

huahahahaha  ^:)^ ^:)^
semua manusia membingungkan tentang kebahagiaan,,
semua manusia mencari kebahagiaan,,
semua manusia tidak pernah menyadari apa yg dilakukannya.
ketika manusia mengetahui dhamma,,
sebenarnya kebahagiaan itu telah ada pada dirinya

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #22 on: 01 July 2012, 05:58:06 PM »
Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?

Spoiler: ShowHide



MN 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat





1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.’  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. “Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. “Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri [189] … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. “Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.”’”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #23 on: 01 July 2012, 07:44:10 PM »
Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?

Spoiler: ShowHide



MN 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat


1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.’  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. “Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. “Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri [189] … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. “Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.”’”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

baru tau kalo ada yang versi Sang Buddha om. :)
 _/\_ Anumodana.
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #24 on: 03 July 2012, 04:01:16 PM »
Kenapa gak baca versi yg langsung diajarkan oleh Sang Buddha?


Majjhima Nikaya 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat


1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.’  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan;
   Karena masa lalu telah ditinggalkan
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam –
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]

4. “Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? [selanjutnya di spoiler]

Spoiler: ShowHide

Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.

5. “Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.

6. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.

7. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.

8. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri [189] … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

9. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.

10.    “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.

11. “Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari “Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.”’”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Yang dibold, seharusnya Mortalitas.

Mortalitas = kematian
« Last Edit: 03 July 2012, 04:02:59 PM by dhammadinna »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: perlukah harapan itu ?
« Reply #25 on: 03 July 2012, 04:07:34 PM »
Yang dibold, seharusnya Mortalitas.

Mortalitas = kematian

correct, itu dikutip dari thread MN yg unedited, thanks atas koreksinya

 

anything