//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging  (Read 26908 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #45 on: 25 June 2011, 10:39:21 AM »
Quote
Santacitto Novice 25 Juni jam 10:31
Dari segi sila, umat awam tentu diwajibkan untuk melatih lima sila yakni menghindari pembunuhan, pencurian, perzinahan, berbohong dan mabuk-mabukan. Ia pun hendaknya menghindari hal-hal yang tidak bermoral yang tercatat dalam Parabhavasutta dari Suttanipāta dan juga Sigalovāda Sutta dari Dīghanikāya. Selain menghindari segala bentuk perbuatan yang tidak bermoral, umat awam juga hendaknya mengembangkan perbuatan-perbuatan bajik, seperti berdana, membantu atau menolong makhluk yang membutuhkan, berbicara yang bermanfaat saja, dll atau singkatnya berbuatlah sesuatu yang merupakan lwan dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk2an.

Secara spiritual, baik umat awam maupun mereka yang menjalankan kehidupan monastik, sebenarnya memiliki tujuan yang sama. Mereka hendaknya berusaha untuk mengembangkan batin demi tercapainya pembebasan. Hal ini mengapa pada jaman Buddha banyak umat awam yang mencapai kesucian. INi disebabkan karena waktu itu, umat awampun melatih batin mereka demi pelenyapan kekotoran batin dan pencapaian nibbāna.

Mettacittena,
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #46 on: 25 June 2011, 10:47:36 AM »
Saya juga punya pemikiran mirip. Umat Buddha terlalu banyak melahap isi Sutta / Tipitaka secara horizontal. Padahal isi Ajaran Sang Buddha yang dijelaskan di Sutta dan di Tipitaka, mayoritas adalah "ajaran untuk para bhikkhu, bhikkhuni, atau paling tidak diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin serius mengambil jalan spiritual".

JMB8 misalnya. Sang Buddha menjelaskan JMB8 kepada para bhikkhu dan orang yang ingin merealisasi Pembebasan. JMB8 tidak ajarkan kepada umat awam seperti Sigala dalam Sigalovada Sutta! Namun ironisnya banyak umat Buddha berusaha mengaplikasikan JMB8 ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan duniawinya; misalnya "mencari kekayaan sesuai dengan JMB8", "mencari pacar dengan metode JMB8". ^-^

Begitu juga perihal memakan daging. Sang Buddha menjelaskan bahwa para bhikkhu boleh memakan daging dengan 3 syarat. Syarat ini adalah untuk para bhikkhu, namun bagi umat awam tidak disinggung sedikitpun. Sang Buddha menekankan bahwa pada hakikatnya, memakan daging bukanlah hal tercela selama para bhikkhu tidak menyetujui pembunuhan terhadap hewan tersebut sebelum diolah menjadi makanan untuknya.

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Sebenarnya kalau saya lihat, JMB8 itu ada tingkatannya mulai dari moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Untuk umat awam, paling tepat untuk mengikuti unsur-unsur moralitasnya seperti ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Walaupun tetap saja moralitasnya tidak bakal mencapai kemurnian.

Untuk mencari kekayaan, saya rasa bisa memakai standar penghidupan benar dari JMB8 namun ya hasilnya akan lebih lama dibanding yang memakai cara yang lebih "fleksibel". Contohnya saja di Indonesia, saya tidak yakin ada pebisnis besar yang tidak "main belakang"untuk mempercepat laju pertumbuhan usahanya ;D. Kalau yang mengikuti JMB8, hmmm tentu saja laju pertumbuhannya lebih lambat karena bisnis besar memang agak "kotor". Sulit bagi seorang umat awam untuk tetap bersih ketika dia nyemplung ke area yang "kotor".  ;D

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #47 on: 25 June 2011, 11:45:40 AM »
Quote from: rooney
Sebenarnya kalau saya lihat, JMB8 itu ada tingkatannya mulai dari moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Untuk umat awam, paling tepat untuk mengikuti unsur-unsur moralitasnya seperti ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Walaupun tetap saja moralitasnya tidak bakal mencapai kemurnian.

Kalau saya lihat, JMB8 itu tidak ada tingkatan-tingkatannya. Semuanya adalah ruas yang "sederajat" dan berada dalam satu paket. Lalu, jika diurutkan sesuai praktiknya; maka yang dikembangkan pertama adalah Panna, kemudian Sila dan terakhir adalah Samadhi. Jadi bukan Sila-Samadhi-Panna.

Saya lupa referensi Sutta-nya, yang saya ingat ada di Samyutta Nikaya. Di Sutta itu, Sang Buddha menjelaskan bahwa "Pembebasan Benar" dimulai dari Pandangan Benar, Kehendak Benar, ... hingga Konsentrasi Benar".


Quote from: rooney
Untuk mencari kekayaan, saya rasa bisa memakai standar penghidupan benar dari JMB8 namun ya hasilnya akan lebih lama dibanding yang memakai cara yang lebih "fleksibel". Contohnya saja di Indonesia, saya tidak yakin ada pebisnis besar yang tidak "main belakang"untuk mempercepat laju pertumbuhan usahanya ;D. Kalau yang mengikuti JMB8, hmmm tentu saja laju pertumbuhannya lebih lambat karena bisnis besar memang agak "kotor". Sulit bagi seorang umat awam untuk tetap bersih ketika dia nyemplung ke area yang "kotor".  ;D

Penghidupan Benar adalah menghindari penipuan, ketidak-setiaan, penujuman, kecurangan dan memungut bunga tinggi*. Lalu dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan Penghidupan Benar? Penghidupan Benar adalah dengan pindapata, menerima undangan makan dari seorang perumah tangga non-Ariya, menerima persembahan materi pokok dari umat awam, dan tidak menerima imbalan setelah membabarkan Dhamma. Apakah seorang umat awam dapat sepenuhnya menjalankan Penghidupan Benar ini? ^-^

Yang sering disalah-kaprahkan umat Buddha adalah antara Penghidupan Benar (Samma Ajiva) dengan Perdagangan Tidak Benar. Keduanya adalah hal berbeda, dan "Perdagangan Tidak Benar" (menjual senjata, racun, jagal hewan, dsb.) memang aplikatif bagi umat awam. Dan memang itulah yang menjadi patokan utama bagi perumah tangga Buddhis dalam mencari kekayaan.

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^

Spoiler: ShowHide
* Contoh-contoh penghidupan tidak benar yang disebutkan adalah beberapa kategori penghidupan yang dilakukan oleh kaum brahmana di India pada masa kehidupan Sang Buddha, dan Beliau menghimbau para bhikkhu-bhikkhuni untuk tidak menjalani penghidupan seperti itu.

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #48 on: 25 June 2011, 11:59:40 AM »
Penghidupan Benar adalah menghindari penipuan, ketidak-setiaan, penujuman, kecurangan dan memungut bunga tinggi*. Lalu dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan Penghidupan Benar? Penghidupan Benar adalah dengan pindapata, menerima undangan makan dari seorang perumah tangga non-Ariya, menerima persembahan materi pokok dari umat awam, dan tidak menerima imbalan setelah membabarkan Dhamma. Apakah seorang umat awam dapat sepenuhnya menjalankan Penghidupan Benar ini? ^-^

Yang sering disalah-kaprahkan umat Buddha adalah antara Penghidupan Benar (Samma Ajiva) dengan Perdagangan Tidak Benar. Keduanya adalah hal berbeda, dan "Perdagangan Tidak Benar" (menjual senjata, racun, jagal hewan, dsb.) memang aplikatif bagi umat awam. Dan memang itulah yang menjadi patokan utama bagi perumah tangga Buddhis dalam mencari kekayaan.

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^

Spoiler: ShowHide
* Contoh-contoh penghidupan tidak benar yang disebutkan adalah beberapa kategori penghidupan yang dilakukan oleh kaum brahmana di India pada masa kehidupan Sang Buddha, dan Beliau menghimbau para bhikkhu-bhikkhuni untuk tidak menjalani penghidupan seperti itu.


 :))

Membingungkan juga maksud penghidupan benar. Kalau  mau paling ideal itu memang pindapatta, namun saya sering sekali mendengarkan bhikuu yang berbicara tentang penghidupan benar yang disetarakan dengan perdagangan benar :-?.  Kalau mengenai masalah bisnis, memang sangat berat untuk bisa "lurus"  :|

Bagaimana dengan saran dari Sang Buddha dalam mencari pasangan?  ;D Salah satunya kalo tidak salah yaitu kesamaan moralitas, apakah bisa dikatakan bahwa saran tersebut adalah "metode mencari pasangan sesuai JMB8" ?
« Last Edit: 25 June 2011, 12:02:42 PM by rooney »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #49 on: 27 June 2011, 09:55:47 PM »

Saya sering mendengar banyak komentar dari umat Buddha yang idealis maupun bhikkhu senior tentang berdagang atau berbisnis tanpa melakukan kecurangan, penipuan atau ketidak-jujuran. Menurut saya konsep seperti hanya omong kosong. Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada. ^-^


di thread sebelah Bro Upasaka membuat judul thread yg kontroversial spt quote di atas untuk meningkatkan rating thread itu, tapi di thread ini Bro Upasaka juga mengatakan hal yg sama, tidak tau apakah tujuannya juga sama atau tidak.

Karena ada bisnis yang kondusif untuk jujur, jadi ada kemungkinan menjalankan bisnis dengan jujur. Namun apakah seseorang bisa tidak berbohong seumur hidup dalam semua kondisi? Saya tidak yakin.

Mengenai pernyataan kontroversial itu, setelah pada Bro Harpuia dan Bro hatRed, untuk ketiga kalinya saya akan mengatakan pada Bro Indra bahwa pernyataan itu saya pakai untuk membuat thread ini lebih eksplosif. Itu trik saya untuk membuat "keributan". ;D

nah karena Bro upasaka sendiri mengatakan ada bisnis yg kondusif untuk jujur dan ada yg tidak, bagaimanakah dengan pernyataan di atas bahwa "Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada", dengan kata lain "Orang yg mengerti bisnis berkata bahwa tidak ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% tanpa musavada"?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #50 on: 27 June 2011, 10:06:23 PM »
di thread sebelah Bro Upasaka membuat judul thread yg kontroversial spt quote di atas untuk meningkatkan rating thread itu, tapi di thread ini Bro Upasaka juga mengatakan hal yg sama, tidak tau apakah tujuannya juga sama atau tidak.

nah karena Bro upasaka sendiri mengatakan ada bisnis yg kondusif untuk jujur dan ada yg tidak, bagaimanakah dengan pernyataan di atas bahwa "Hanya orang yang tidak mengerti dunia bisnis yang bisa mengatakan bahwa ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% dan tanpa musavada", dengan kata lain "Orang yg mengerti bisnis berkata bahwa tidak ada cara untuk menjalankan bisnis dengan kejujuran 100% tanpa musavada"?

Lah, kan awalnya pembahasan di sebelah bermulai di thread ini toh. Mau membahas di sini atau di sebelah?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #51 on: 27 June 2011, 10:09:33 PM »
Lah, kan awalnya pembahasan di sebelah bermulai di thread ini toh. Mau membahas di sini atau di sebelah?

 di sebelah sudah dijelaskan bahwa pernyataan itu dibuat untuk meng-explode thread itu, tapi apakah jawaban yg sama juga berlaku untuk thread ini? berarti kata "thread ini" seharusnya diganti menjadi "thread ini dan itu"

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #52 on: 27 June 2011, 10:17:59 PM »
di sebelah sudah dijelaskan bahwa pernyataan itu dibuat untuk meng-explode thread itu, tapi apakah jawaban yg sama juga berlaku untuk thread ini? berarti kata "thread ini" seharusnya diganti menjadi "thread ini dan itu"

;D Ya, bisa dianggap begitu.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #53 on: 27 June 2011, 10:47:49 PM »
Emang licin .....awas kepleset....

yaa... gitu deh

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #54 on: 02 July 2011, 01:20:12 PM »
Quote
Begitu juga perihal memakan daging. Sang Buddha menjelaskan bahwa para bhikkhu boleh memakan daging dengan 3 syarat. Syarat ini adalah untuk para bhikkhu, namun bagi umat awam tidak disinggung sedikitpun. Sang Buddha menekankan bahwa pada hakikatnya, memakan daging bukanlah hal tercela selama para bhikkhu tidak menyetujui pembunuhan terhadap hewan tersebut sebelum diolah menjadi makanan untuknya.

Namun tetap saja hukum "ada demand ada supply" berlaku. Dan harus diakui bahwa permintaan akan daging hewan yang membuat hewan-hewan ternak selama ini hidup hanya untuk menjadi makanan manusia.

Hmmm...  ::) ::) ::) klo begitu solusi mrnt bro. upasaka bagi seorang umat awam yang mengasihi hewan sesuai ajaran Sang Buddha, sebaiknya vegetarian atau tidak? Apakah umat awam melakukan suatu hal yang tercela ketika memakan daging karena itu yang menyebabkan demand-supply?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #55 on: 19 October 2012, 02:04:10 PM »
Untuk Melatih Bodhicitta memang baik Vegetarian tidak ada salah Tapi jangan juga mejudge bahwa klo makan daging itu sebuah karma buruk... Baiknya Merefer pada Sutta & vinaya. sudah disebutkan bahwa BoLeh Makan dengan 3 syarat. Saya kira itu sudah jelas. Masalah itu menambah ikut menyokong semakin berkembangnya pemotongan hewan, ituPun secara Tidak Langsung karna daging yg dipersembahkan pada Bhikku adalah bukan keinginannya dan harus mudah diSOkong.. Tapi alangkah lebih Baiknya memeberi persembahan pada Bhikku jangan Berupa danging apapun..

Tidak ada artinya Seorang yg BerVegetarian klo hati masih Busuk, Pikiran masih kotor, dan punya penyakit hati...

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #56 on: 30 November 2012, 03:44:59 PM »
quote dari thread awal
REFERENSI SUTTA
Majjhima Nikaya 55
Spoiler: ShowHide

Khotbah ini penting sekali karena disini Sang Buddha menyatakan dengan jelas pendapat Beliau tentang makan daging. Tabib Raja, Jivaka Komarabhacca, datang mengunjungi Sang Buddha. Setelah memberi penghormatan, dia berkata: “Yang Mulia, saya telah mendengar hal ini: ‘Mereka menyembelih makhluk hidup untuk Samana Gotama (yaitu Sang Buddha); Samana Gotama dengan sadar memakan daging yang dipersiapkan kepadanya dari binatang yang dibunuh untuk dirinya’…”; dan bertanya apakah hal ini memang benar. Sang Buddha menyangkali hal ini, menambahkan “Jivaka, saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging tidak diijinkan untuk dimakan: apabila dilihat, didengar atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) … Saya nyatakan bahwa dalam tiga hal daging diijinkan untuk dimakan: ketika tidak dilihat, didengar, atau dicurigai (bahwa makhluk hidup tersebut telah secara khusus disembelih untuk dirinya) ….” Lebih lanjut, Sang Buddha menambahkan: “Jika seseorang menyembelih suatu makhluk hidup untuk Tathagata (yaitu Sang Buddha) atau para siswanya, dia menimbun banyak kamma buruk dalamlima hal … (i) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan giring makhluk hidup itu’ ... (ii) Ketika makhluk hidup itu menderita kesakitan dan kesedihan ketika dijerat dengan lehernya yang terikat … (iii) Ketika dia berkata: ‘Pergi dan sembelihlah makhluk hidup itu’ … (iv) Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena disembelih … (v) Ketika dia mempersembahkan kepada Tathagata atau para siswanya dengan makanan yang tidak diijinkan …. ” Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Sang Buddha membedakan antara daging yang diijinkan1 dengan tiga kondisi dan daging yang tidak diijinkan. Ini adalah kriteria yang paling penting sehubungan dengan makan daging.



Iseng2 ngecek perbedaan atau persamaan
majjhima nikaya 55 (Jivaka Sutta)
antara tipitaka pali, dan tripitaka chinese

untuk tripitaka chinese
ngk ketemu di tipitaka taisho
karena ngk tau nama suttanya
tapi ketemu terjemahan inggrisnya
http://buddhism.org/Sutras/DHARMA/
kebetulan judulnya Jivaka Sutta: Discourse to Doctor Jivaka on vegetarianism.
Spoiler: ShowHide


Jiivaka Sutta
(Discourse to Jivaka on Vegetarianism)
   
I heard thus:

At one time the Blessed One lived in Rajagrha, in the mango orchard of Jiivaka, the foster son of the prince. Jiivaka the foster son of the prince (King Bimbisara) approached the Blessed One, worshipped, sat on a side and said: "I have heard this, venerable sir, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that knowing, it was killed on account of him. Venerable sir, those who say, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that, knowing, it was killed on account of him, are they saying the rightful words of the Blessed One and not blaming the Teaching?"

"Jiivaka, those who say, that living things are killed on account of the recluse Gotama, and he partakes that knowing, because it was killed on account of him. They are not my words, and they blame me falsely. Jiivaka, I say that on three instances meat should not be partaken, when seen, heard or when there is a doubt. I say, that on these three instances meat should not be partaken. I say, that meat could be partaken on three instances, when not seen, not heard and when there is no doubt about it.

"Jiivaka, the Bhikkhu supported by a village or hamlet sits pervading one direction with thoughts of loving kindness, and also the second, third, fourth, above, below and across, in all circumstances, for all purposes, towards all. With that thought developed limitlessly and grown great without anger. Then a certain householder or the son of a householder approaches and invites him for the next day’s meal. If the Bhikkhu desires he accepts and at the end of that night, putting on robes and taking bowl and robes, approaches the house of that householder or the son of the householder and sits on the prepared seat. That householder or his son serves him with the nourishing food with his own hands. It does not occur to him, 'This householder should offer me nourishing food in the future too.' He partakes that morsel food, neither enslaved and swooned, nor guilty. Wisely reflecting the danger. Jiivaka, does this Bhikkhu think to trouble himself, another or both at that moment?"

"No, venerable sir, he does not."

"Jiivaka, isn’t this Bhikkhu partaking this food without a blemish?"

"He is. Venerable sir I have heard, that Brahma abides, in loving kindness. I witness it in the Blessed One. The Blessed One abides in loving kindness."

"Jiivaka, the Thus Gone One has dispelled that greed, hate and delusion, pulled it out with the roots, made palm stumps and made them not to grow again. If you say it, on account of that, I allow it."

’‘Venerable sir, I say it, on account of that."

"Jiivaka, the Bhikkhu abides supported on a certain village or hamlet. He abides pervading one direction with thoughts of compassion….With thoughts of intrinsic joy…With equanimity and also the second, third, fourth, above, below and across, in all circumstances, for all purposes, towards all, equanimity grown great and developed limitlessly without anger. Then a certain householder or the son of a householder approaches him and invites him for the next day’s meal. If the Bhikkhu desires he accepts the invitation. At the end of that night, putting on robes and taking bowl and robes, he approaches the house of that householder or the son of the householder and sits on the prepared seat. That householder serves the Bhikkhu with the nourishing food with his own hands. It doesn’t occur to him, 'this householder should offer me nourishing food in the future too.' He partakes that morsel food, not enslaved, not swooned, and without a guilt, wisely reflecting the danger. Jiivaka, does this Bhikkhu think to trouble himself, another, or trouble both at that moment?"

"No, venerable sir, he does not."

"Jiivaka, doesn’t this Bhikkhu partake this food without a blemish?"

"Venerable sir, he partakes food without a blemish. I have heard, that Brahma abides in equanimity. I witness it, in the Blessed One. The Blessed One, abides in equanimity."

"Jiivaka, the Thus Gone One is not troubled, is detached, and not averse to greed, hate and delusion, pulled it out with the roots, made palm stumps and made not to grow again. If it is said on account of that, I allow it."

"Venerable sir, I say it, on account of that."

"Jiivaka, who ever destroys living things on account of the Thus Gone One or the disciples of the Thus Gone One, accumulate much demerit on five instances: If he said, go bring that living thing of such name. In this first instance he accumulates much demerit. If that living thing is pulled along, tied, with pain at the throat, feeling displeased and unpleasant. In this second instance he accumulates much demerit. If it was said, go kill that animal. In this third instance he accumulates much demerit. When killing if that animal feels displeased and unpleasant, in this fourth instance he accumulates, much demerit and when the Thus Gone One or a disciple of the Thus Gone tastes that un-suitable food. In this fifth instance he accumulates much demerit. Jiivaka, if anyone destroys the life of a living thing on account of the Thus Gone One or a disciple of the Thus Gone One, he accumulates much demerit on these five instances."

When this was said Jiivaka the foster son of the prince said; "Wonderful venerable sir, the Bhikkhus partake suitable faultless food. Now I understand venerable sir. It is as though something overturned was reinstated. Something covered was made manifest. As though the path was told to someone who had lost his way. As though an oil lamp was lighted, for those who have sight to see forms. In various ways the Teaching is explained. Now I take refuge in the Blessed One, in the Teaching and the Community of Bhikkhus. May I be remembered as one who has taken refuge from today until life ends."


untuk tipitaka pali
http://what-buddha-said.net/Canon/Sutta/MN/MN55.htm
Spoiler: ShowHide
This have I heard: On one occasion the Blessed One was living at Rajagaha in the Mango Grove of Jivaka Komārabhacca. Then Jivaka Komārabhacca went to the Blessed One, and after paying respect to him, he sat down at one side and said to the Blessed One:

Venerable sir I have heard this: They slaughter living beings for the recluse Gotama, the recluse Gotama deliberately eats meat prepared for him from animals killed for his sake... Venerable sir, do those who postulate this actually speak about what has been said & done by the Blessed One and do they not misrepresent him with what is contrary to the facts? Do they really describe what is in accordance with the truth, so that nothing can provide reason for any criticism. Is any of their accusations really correct ? [369]

Jivaka, those who speak thus, do not truthfully speak about what has been said or done by me, but misrepresent me with what is untrue and quite contrary to the actual facts...
Jivaka, I say there are three occasions in which meat should not be eaten; when it is seen, heard or suspected that the living being has been killed for sake of a bhikkhu. I say: Meat should not be eaten on these three occasions.
I say that there are three occasions in which meat may be eaten: when it is not seen, not heard, and not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu, I say: Meat may be eaten on these three occasions.

Please consider this Jivaka: Some bhikkhu lives in dependence upon a certain village or town. He dwells pervading one quarter with a mind permeated with infinite friendliness, likewise the second, likewise the third, likewise the 4th; so above, below, around and everywhere, and to all as to himself, he dwells pervading this all-encompassing universe with a mind saturated with infinite friendliness, intense, illuminating & immeasurable, without hostility & without any trace of ill will. Then a householder or a householder's son comes to him and invites him for the next day's meal. The bhikkhu accepts, if he likes. When the night is ended, in the morning he dresses, and taking his bowl and outer robe, goes to the house of that householder or householder's son and sits down on a seat made ready. Then the householder or householder's son serves him with good almsfood. He does not think: How good that this lay householder or householder's son serves me with good almsfood! If only a householder or householder's son might serve me with such good almsfood in the future too! He does not think like that. He eats that almsfood without being attached to it, without longing or urging for it, and utterly disgusted with it, he sees the danger in it and understands the escape from it...!!!
What do you think, Jivaka? Would that bhikkhu on that occasion choose thus & aim thus for his own suffering, or for another's suffering, or for the suffering of both ?

No, venerable sir.

Does not that bhikkhu sustain himself with blameless food on that occasion ?

Yes, venerable sir. Now I understand this, venerable sir: Brahma dwells in friendliness. Venerable sir, the Blessed One is my visible witness to that; for the Blessed One indeed also dwells in such infinite friendliness...

Jivaka, any lust, [370] any hate, any confusion whereby ill will might arise have been eliminated by the Tathagata, cut off at the root, made like a palm stump, done away with, so that they are incapable of any future growth nor arising. If what you said referred to that, then I agree with you.

Venerable sir, what I said, referred to exactly that.

Please reconsider this Jivaka: Some bhikkhu lives in dependence upon a certain village or town. He dwells pervading the 1st quarter with a mind permeated with infinite & compassionate pity, ... & with a mind filled with infinite & mutual joy, & with a mind saturated with infinite equanimity, likewise the 2nd, 3rd, & the 4th quarter; as above so below, across, around and everywhere, and to all as to himself, he dwells pervading the all-encompassing universe with a mind saturated with quite infinite pity, joy, & equanimity, intense, illuminating & immeasurable, without hostility & without any trace of ill will. Then a householder or a householder's son comes to him and invites him for the next day's meal. The bhikkhu accepts, if he likes. When the night is ended, in the morning he dresses, and taking his bowl and outer robe, goes to the house of that householder or householder's son and sits down on a seat made ready. Then the householder or householder's son serves him with good almsfood. He does not think: How good that this lay householder or householder's son serves me with good almsfood! If only a householder or householder's son might serve me with such good almsfood in the future too! He does not think like that! He eats that almsfood without being attached to it, without longing or yearning for it, and utterly disgusted with it, he sees the danger in it and understands the escape from it...!!!

What do you think, Jivaka? Would that bhikkhu on that occasion choose thus & aim thus for his own affliction, or for another's affliction, or for the affliction of both ?

No, venerable sir.

Does not that bhikkhu sustain himself with blameless food on that occasion ?

Yes, venerable sir. Now I understand this, venerable sir: Brahma dwells in pity, mutual joy & equanimity. Venerable sir, the Blessed One is my visible witness to that; for the Blessed One indeed also dwells in such infinite pity, mutual joy & equanimity...

Jivaka, any lust any hate, any confusion whereby cruelty or envy or aversion or resentment or discontent might arise, have been eliminated by the Tathagata, cut off at the very root made like a palm stump, done away with, so that they are unable to arise in the future. If what you said referred to that, then I agree with you. [371]

Venerable sir, what I said, referred to exactly that.

If anyone slaughters a living being for sake of the Tathagata or any of his disciples, he thereby creates much demerit in these five instances: When he says: Go and fetch that living sentient being this is the first instance in which he lays up much demerit. When that living being experiences pain and fear on being led along by the neck, this is the second instance in which he lays up much demerit.
When he says: Go and slaughter that living sentient being this is the third instance in which he accumulates much demerit. When that living being experiences pain and panic on being killed, this is the fourth instance in which he lays up much demerit. When he provides the Tathagata or his disciples with such food that is not permitted, which is unsuitable & unacceptable, this is the fifth instance in which he collects much demerit.
Anyone who slaughters a living being for sake of the Tathagata or any of his disciples creates future disadvantage on these five occasions...

When this was spoken, Jivaka Komârabhacca said to the Blessed One:
It is wonderful, Venerable Sir, it is marvellous. The bhikkhus sustain themselves with allowed, acceptable & blameless food... Magnificent, Venerable Sir, Magnificent, Venerable Sir!...
From today let the Blessed One remember me as a lay follower who has gone to him for shelter for as long
as this life lasts.


ternyata di tipitaka pali en tripitaka chinese
isinya sama, sama2 ada kalimat
tripitaka chinese : I say, that meat could be partaken on three instances, when not seen, not heard and when there is no doubt about it.
tipitaka pali :  I say that there are three occasions in which meat may be eaten: when it is not seen, not heard, and not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu, I say: Meat may be eaten on these three occasions.

yg bikin bingung, kenapa di tripitaka chinese,
terjemahan judulnya jadi
Jivaka Sutta: Discourse to Doctor Jivaka on vegetarianism ?
mungkin perbedaan intrepretasi nya ada
di kata no doubt / not suspected ?
« Last Edit: 30 November 2012, 04:04:34 PM by bluppy »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #57 on: 30 November 2012, 04:29:32 PM »
Soal "no doubt" vs "not suspected" maknanya sih sama. Intinya kalau dalam diri kita ada dugaan binatang itu dibunuh untuk kita, sebaiknya tidak dimakan. Kalau kita yakin, tidak ragu, bahwa kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka boleh saja dimakan.

Kalau judulnya mungkin cuma keyword aja untuk orang yang mau baca, karena kalau cuma "khotbah kepada Jivaka", orang ga tahu apa isinya tanpa membaca sutranya.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #58 on: 30 November 2012, 04:36:18 PM »
Yang sutranya kok pake 'bhikkhu' ??
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Pandangan Sang Buddha Tentang Makan Daging
« Reply #59 on: 30 November 2012, 04:45:40 PM »
Soal "no doubt" vs "not suspected" maknanya sih sama. Intinya kalau dalam diri kita ada dugaan binatang itu dibunuh untuk kita, sebaiknya tidak dimakan. Kalau kita yakin, tidak ragu, bahwa kematian hewan itu tidak ada hubungannya dengan kita, maka boleh saja dimakan.

terus di tipitaka pali ada 1 kalimat
"not suspected, that the living being has been killed for sake of the bhikkhu"
tapi di terjemahan tripitaka chinese, tidak ada kalimat itu
hanya ada "no doubt about it"
jadi penasaran pengen liat naskah sanksrit atau chinese nya
tapi ngk ketemu naskah aslinya

jadi mungkin ada yg mengartikan
all meat no doubt comes by killing
padahal bisa juga hewan nya mati alami, terus jadi bangkai/daging

Yang sutranya kok pake 'bhikkhu' ??
ngk tau kenapa pakai kata "bhikkhu"
tapi dapat dari website mahayana
http://buddhism.org/Sutras/DHARMA/
websitenya nulis sutra, dharma

tapi will_i_am jeli juga yag
ternyata di website itu ada sutra, juga ada sutta
mungkin terjemahannya copas dari tempat lain
jadi sepertinya belum bisa dipastikan berasal dari tripitaka chinese
penonton kecewa deg
« Last Edit: 30 November 2012, 04:47:58 PM by bluppy »

 

anything