Lokesvaranatha, Lokesvara, Lokanatha (Avalokitesvara Bodhisattva di Negara-negara Theravada) - 世自在王 /世饒王佛SrilankaDi Srilanka, Avalokitesvara Bodhisattva disebut sebagai Natha, perpendekan dari Lokesvaranatha. Pemujaan-Nya menjadi popular pada periode Kotte (abad 14-15 M) dan sumber-sumber tantang-Nya ditemukan paling awal sekitar abad ke 9 -10 M. Pusat pemujaan-Nya adalah Totagamuwa di Distrtik Galle. Sewaktu pemujaan Natha mencapai puncaknya di abad ke-15, bhikkhu penyair terpelajar yang masyhur Totagamuve Sri Rahula merupakan salah seorang pemuja setianya.
Gunakarandavyuha Sutra dan Saddharmapundarika Sutra, dua sutra penting mengenai Avalokitesvara, menyebutkan tentang Pulau Srilanka. Bodhisattva Avalokitesvara muncul pada inskripsi Tiriyaya pada abad ke-8 M. Pada abad ke-10, inskripsi Anuradha Mihintale menyebutkan Nayinda sebagai Avalokitesvara dan ditemukan pula mantra “Om Manipadme Svasti” di Polonnaruva. Di Pinduragala ditemukan relief yang menggambarkan Maitreya dan Avalokitesvara berdampingan, berasal dari abad ke-7 M. Avalokitesvara (Natha)dideskripsikan di karya Sansekerta, Sariputra pada abad 15 M. Ada delapan wujud Avalokitesvara : Siva Natha, Brahma Natha, Visnu Natha, Gauri Natha, Matsyendra Natha, Bhadra Natha, Bauddha Natha dan Gana Natha. Mahayana sendiri masuk ke Srilanka pada bad ke 3 M. Di Gua Kothgalkanda dari abad ke 5-7 M, terdapat lukisan Tara Bodhisattva, bentuk feminin Avalokitesvara, dalam posisi meditasi. Sampai sekarangpun rakyat Srilanka tetap memuja Natha.
Cetiya khususnya, Natha Devale, terletak di sebelah barat Cetiya Gigi di Kandy. Juga ada bukti yang menunjukkan bahwa upacara kerajaan penting, seperti memilih nama rajadan penganugerahan pedang kerajaan, mengambil tempat di cetiya ini. Penemuan Nätha dalam bentuk Sinhala-dvìpeÀrogya-sala Lokanatha (Sang Lokanatha Penyembuh dariLanka) menunjukkan bahwa dia juga dipuja karena kekuatan penyembuhannya.
Demikianlah sekiatr abad ke-6 M dan ke-7 M secara simultan pemujaan Avalokitesvara Bodhisattva muncul di negara-negara Buddhis Theravada seperti Srilanka dan negara-negara Asia Tenggara.
MyanmarDi Myanmar, Lokanatha / Lokabyuha Natta adalah symbol kedamaian, harmoni, kegembiraan dan pertumbuhan akan apa yang baik dan benar. Ia dikenal sebagai symbol esensi dari kultur Myanmar dan rupangnya sangat banyak sekali ditemukan di Myanmar. Arcanya sering terlihat di Bantay Chmar dan AngkorThom, dan di Nak Pan. Di Champa, dia dilambangkan dengan satu kepala dan jarang lebih dari delapan lengan. Akan tetapi,di Khmer dia digambarkan mem-punyai enam belas kepaladan lengan yang memegang berbagai simbol Tantra dan simbol lainnya.
Di Myanmar, pemujaan Avalokitesvara semakin terlihat pada periode Pagan. Raja Buddhis Aniruddha yang beragama Buddhis Theravada memuja Avalokitesvara sebagai Lokanatha. Pada masa raja Jayavarman VII sendiri dibangun kuil yang ada pemujaan Bodhisattva Prajnaparamita dan Lokesvara. Di Myanmar ada beberapa vihara yang mempunyai pemujaan Lokanatha, di antaranya Sinoodan, Yangon Township.
Penggambaran Lokanatha yang tertua di Myanmar ada di relief dinding Vihara Apeyatana di Pagan. Lokantaha dalam posisi duduk yaitu postur Lelathana dapat ditemukan di relief Buddhis dari Pemerintahan Rakhine di Era Vesali. Di daerah Pagan, gambar Sang Bodhisatta Lokantah dalam postur Lelathana dapat ditemukan di Pawdawmu, Paungku, Ananda dan Apeyatana Pagoda serta beberapa tempat lainnya. Rupang Lokantah juga ditemukan di latar depan Tahta Thihathana.
Bhikkhu Buddhis bernama Shin Maharahtathara, penyair dan penulis literature Myanmar yang terkenal, mengidentifikasikan Raja Saw Bramhadatt as Lokanath di puisi epiknya tentang Bhuridhatt, Buddha yang akan datang.
Lokanatha adalah symbol daripada seni rupa Myanmar. Ukiran dirinya juga menghiasi saing waing, orketra tradisional Myanmar sehingga Lokanath adalah deity pelindung bagi seni pertunjukan. Ia digambarkan duduk di atas bunga teratai yang menyimbolkan kesucian, kedamaian, kebijaksanaan dan kebenaran.
Di Champa dan Khmer, Lokesvara biasanya digambarkan berdiri telanjang dada dalam posisi contrapposto[dengan pinggul, bahu, dan kepalanya menghadap arah yangberbeda] dengan dhoti pendek melingkar ketat di pinggangdan diperkokoh oleh ikat pinggang berhias. Dia memakaimustika di lehernya, telinga, lengan, dan pergelangan kaki.Rambutnya dijalin tinggi dengan mukuta (penutup kepala)dan terdapat sebuah mahkota di atasnya. Di atas mahkotanya,tergambar Buddha Amitäbha dari mana dia berasal. Diakadangkala digambarkan memiliki mata ketiga, tetapi inijarang terlihat di Tibet atau Nepal, dan tak pernah di AsiaTimur.
Pada suatu waktu, Pelindung daripada alam semesta, yang diketahui sebagai Lokabyuha Natta atau Lokanath sedang berekliling di daerah kekuasaan-Nya untuk melihat bahwa segala sesuatu baik adanya. Ia kemudian datang ke Kethayaza Chinthemin di mana Raja Singa dan Gajah terbang saling bertarung. Pertarungan itu terjadi karena mereka memperebutkan awan lembut yang merupakan makanan favorut mereka.
Hyang Lokanat melihat bahwa apabila pertarungan itu menjadi semakin sengit, maka seluruh bumi akan terbakar dan menjadi abu. Lokanat mulai memainkan irama dengan canang kecilnya untuk menghilangkan rasa kebencian dan permusuhan di antara mereka, dengan menanam rasa cinta kasih dan persahabatan di antara si Raja Singa dan Gajah Terbang. Hyang Lokanath kemudian menyanyi dengan suara-Nya yang merdu dan menari sesuai irama lagu tersebut.
Akhirnya, setelah Raja Singa dan gajah terbang mendengar lagu yang indah tersebut dan melihat tarian Lokanat yang agung, amarah mereka mulai mereda dan menghentikan pertarungan mereka. Api kemarahan mereka telah lenyap berkat Hyang Lokanat.
Figur Lokanath di Myanmar digambarkan duduk di atas tahta teratai, duduk dengan satu lutut diangkat dan lutut yang lainnya ditekuk menggenggam alat musiknya, canang. Tangan-Nya diangkat bagikan koreografi tari-tarian yang penuh kelembutan, kehalusan dan keanggunan bagaikan burung yang sedang terbang di angkasa raya. Wajah-Nya menampilkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Tak heran Lokanat/ Avalokitesvara menjadi symbol kedamaian, kebahagiaan dan seni.
ThailandPada bada ke-7 M di Thailand Tengah (Dvaravati) adalah sebuah kerajaan yang besar dan mengadakan hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Oleh karean itu, ajaran-ajaran Mahayana juga berkembang di sana. Di Dvaravati dihasilkan banyak arca Avalokitesvara pada abad ke 8-9 M. Ditemukan pula Motif Banaspati di dalam kesenian Dvaravai. Motif tersebut menggambarkan Sang Buddha berdiri di tas kepala burung garuda dan ditemani oleh Avalokitesvara Bodhisattva dan satu bodhisattva lainnya. Di Thailand ditemukan pula arca Shiva yang di atas kepalanya terdapat Buddha.
Avalokitesvara di Thailand digambarkanmemiliki dua, empat, atau enam lengan dan terlihat sangatmirip dengan Lokesvaranya Khmer. Di dalam dua tangan kanannya, dia memegang tasbih dan teratai. Beberapa arca besar ditemukan di Chaiya, Thailand selatan. Kenyatannya, kebanyakan barang kuno yang ditemukan adalah arca Bodhisattva (terutama Avalokitesvara) daripada arca Buddha. Arca Avalokitesvara selalu ditampilkan dalam bentuk pertapa muda atau pangeran muda.
KambojaPemujaan Avalokitesvara muncul di Kamboja sejauh kira-kira abad 7 -8 M. Ia dipanggil dengan berbagai sebutan mula dari Vrah Kamrateu, Sri Avalokitesvara, Avalokitesa, Avalokita dan lain sebagainya. Nama-nama tersebut muncul pada periode Angkor. Arca-arca Avalokiesvara yang menarik diproduksi di Kamboja pada abad 9 – 10 M. Di Bayon ditemukan mural/gambar Avalokitesvara/. Pemujaan Avalokitesvara juga terdapat di kota Amarendrapuram yang merupakan kota bergama Buddhis Mahayana dan dibangun oleh Raja Jayavarman II.
Nepal dan BangladeshSedangkan untuk di Nepal, pemujaan Avalokitesvara sering dihubungkan dengan Matsyendranath (/Minapa?), salah satu dari 84 Mahasiddha dalam tradisi Vajrayana dan merupakan salah satu penemu Hatha Yoga. Berdasarkan catatan Fa Xian, di Bangladesh pernah dibangun Ashrama Vihara bagi Avalokitesvara, demikian juga dengan catatan Xuan Zang.
The Siddha Wanderer