[at] morpheus
Meditasi adalah memang untuk menyadari. Tapi bukan berarti kita biarkan mengalir saja seperti air...
Ya, tadi saya belum sempat menjelaskan lebih terperinci... he...
Memang memegang harapan dan menolak harapan adalah merintangi diri sendiri...
Dalam tahap awal, harapan itu yang menyokong pengembangan kita dalam bermeditasi. Saat melihat hakikat sejati, harapan itu akan terlepas dengan sendirinya...
...
“Kau sudah memberikan penjelasan sederhana yang terdapat saripati kebajikan yang sangat tinggi di dalamnya. Meski kau tidak mempelajari semua segi dunia ini, namun kau dan sekeluargamu tahu jalan kebenaran dan menyebarkan keharuman sampai ke semua pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapatkan kepuasan, maka (1) semoga aku pun juga akan mendapatkan apa yang aku cari.”
...
...
dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, (2) Beliau menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (Asavakkhayanana)… Beliau mengetahui sebagaimana adanya “Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya penderitaan”. Dengan mengetahui dan melihat demikian, maka (3) pikirannya terbebaskan dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda pewujudan (bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya.
...
1) Pertapa Siddhattha mempunyai harapan (bercita-cita) untuk mencapai Pencerahan.
2) Setelah mencapai pikiran yang terpusat, Pertapa Siddhattha mempunyai harapan untuk melenyapkan noda-noda batin dengan mengarahkan pikirannya.
3) Setelah melihat sebagaimana adanya (sadar sempurna) dan melenyapkan noda-noda batin, Pertapa Siddhattha pun terbebas dari segala konsepsi, dan sekaligus merealisasi Pencerahan.