//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa  (Read 41267 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #45 on: 27 November 2009, 06:17:14 PM »
tetapi dikatakan Luanta melalui pengalaman AjahnMun bahwa "adanya Buddha bahkan savaka-arahat memuji pencapaian beliau"
apakah setelah anupadisesa nibbana masih ada yg tersisa?
1 pertanyaan, buku tsb karangan Luanta atau langsung Ajahn Mun?

Sekalian jawab om Tesla sama om mercy ya...

1. Itu ditulis oleh Luangta Mahaboowa
2. Luangta Mahaboowa sudah menjelaskan itu samadhi nimitta.
3. Dalam tulisan Luangta tentang Ajahn Mun berkaitan munculnya arahat dan Buddha tidak ada kesimpulan apa2
Quote
Tinggal di Goa Sarira, Acariya Mun sering dikunjungi oleh para Savaka Arahant, yang muncul di hadapannya melalui samadhi nimitta. Masing-masing savaka Arahant memberikan pembabaran Dhamma untuk membantunya, menerangkan praktek-praktek tradisi dari para Arya.

…………

Seorang savaka Arahant, setelah memberikan pembabaran tersebut dan meninggalkannya, Acariya Mun dengan rendah hati menerima ajaran Dhamma tersebut. Ia waspada dalam mengkontemplasi setiap aspek dari ajaran tersebut, memisahkan tiap-tiap poin dan menganalisa semuanya dengan cermat, satu demi satu. Ketika lebih banyak savaka Arahant yang datang untuk mengajarinya (Dhamma) dengan cara ini, maka ia (Acariya Mun) mendapatkan banyak pemahaman baru ke dalam praktek hanya dengan mendengarkan pembabaran (para savaka Arahant tersebut). Mendengarkan pembabaran Dhamma yang sangat menakjubkan ini, semangat Acariya Mun untuk bermeditasi meningkat, sehingga banyak meningkatkan pemahamannya terhadap Dhamma.

Acariya Mun dikisahkan mencapai tingkatan Anagami ketika ia bermeditasi di goa tersebut, setelah mendengarkan pembabaran para savaka Arahant.

=============================================================================

Pada malam hari ketika Acariya Mun mencapai vimutti, sekelompok Buddha, diikuti oleh para pengikut Arahanta Mereka, datang untuk mengucapkan selamat padanya karena telah mencapai vimuttidhamma. Pada suatu malam, seorang Buddha, diikuti oleh 10000 pengikut Arahant, datang untuk berkunjung; malam hari berikutnya, ia dikunjungi oleh Buddha yang lain, yang diikuti pula oleh 100000 Arahant. Setiap malam, ia dikunjungi oleh Buddha yang berbeda, yang datang untuk memberikan apresiasi pada Acariya Mun, diikuti oleh pengikut Arahant dengan jumlah yang berbeda-beda.

Acariya Mun berkata bahwa jumlah dari pengikut Arahant bermacam-macam tergantung dari kusala kamma / parami yang dikumpulkan oleh Buddha tersebut, sebuah faktor yang membedakan satu Buddha dengan Buddha lainnya. Jumlah Arahant yang mengikuti setiap Buddha tidak merepresentasikan jumlah seluruh dari pengikut Arahant-Nya, mereka hanya menunjukkan parami yang dimiliki oleh masing-masing Buddha. Di antara para pengikut Arahant tersebut, terdapat sedikit samanera.

…………..

Acariya Mun menjawab bahwa ia tidak memiliki keraguan tentang sifat sejati dari Buddha dan para Arahant. Apa yang masih menjadi pertanyaan baginya adalah: Bagaimana mungkin Sang Buddha dan para Arahant, yang telah mencapai anupadisesa-nibbana, yang tanpa sisa dan bebas dari realita konvensional, masih muncul dalam wujud tubuh. Sang Buddha menjelaskan persoalan ini padanya:

Jika mereka yang telah mencapai anupadisesa nibbana hendak berinteraksi dengan Arahant lainnya, yang telah membersihkan hati mereka namun masih memiliki tubuh fisik yang sementara ini, maka mereka harus secara sementara mengambil wujud ‘duniawi’ dengan tujuan untuk membuat kontak. Namun, jika semua perhatian telah mencapai anupadisesa nibbana, yang tanpa sisa dan tanpa realita konvensional, maka  penggunaan wujud konvensional tidak lagi dibutuhkan. Maka dari itu perlu untuk mengambil wujud konvensional ketika berhadapan dengan realita konvensional, namun ketika dunia konvensional telah dilampaui secara sempurna, maka tidak ada lagi masalah yang timbul.

Semua Buddha mengetahui kejadian yang berkaitan dengan masa lalu dan masa depan dengan nimitta yang menyimbolkan realita konvensional dari kejadian yang ditanyakan. Sebagai contoh, ketika seorang Buddha berkeinginan untuk mengetahui kehidupan-kehidupan Buddha-Buddha yang sebelum-Nya, maka ia harus mengambil nimitta dari tiap Buddha, dan keadaan-keadaan tertentu yang mana Ia alami, sebagai alat untuk membawa langsung pada pengetahuan tersebut. Jika sesuatu eksis di luar dunia relatif dari realita konvensional, yaitu vimutti, maka tidak ada simbol yang dapat merepresentasikannya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang Buddha-Buddha masa lampau bergantung pada konvensi duniawi yang memberikan dasar umum bagi pengertian, seperti yang digambarkan oleh kedatanganku kali ini. Hal tersebut diperlukan bahwa Aku dan para semua pengikut Arahant-Ku muncul dalam wujud sementara kita, agar yang lainnya, seperti dirimu, dapat memiliki cara untuk menentukan seperti apakah wujud kita. Jika kita tidak muncul dengan wujud ini, maka tiada seorangpun yang dapat melihat kita.

Pada saat ketika diperlukan untuk berinteraksi dengan realita konvensional, maka vimutti harus dimanifestasikan dengan cara-cara konvensional yang cocok/benar. Dalam kasus vimutti yang murni, ketika dua citta yang telah termurnikan saling berinteraksi satu sama lain, maka yang muncul hanya esensi kualitas dari mengetahui – yang tidak mungkin dijelaskan dengan cara apapun. Maka ketika kita ingin menunjukkan sifat dari kesucian sempurna, maka kita harus menggunakan cara-cara kovensional untuk membantu kita menggambarkan pengalaman dari vimutti. Kita dapat berkata bahwa vimutti adfalah “kondisi pabhassara (bercahaya dengan sendirinya) bebas dari semua nimitta yang merepresentasikan kebahagiaan sempurna”, secara singkat, namun pernyataan ini sudah banyak digunakan dan hanya merupakan metafora konvensional. Seseorang yang mengetahui dengan jelas hal tersebut dalam hatinya, maka tidak akan mungkin memiliki keraguan terhadap vimutti. Oleh karena karakteristik yang sebenarnya tidak akan mungkin dapat dijabarkan, vimutti tidak dapat dibayangkan di dalam artian relatif dan konvensional. Meskipun begitu, vimutti bermanifestasi secara konvensional dan vimutti yang eksis di dalam kondisi asal mulanya, diketahui dengan jelas dan sempurna oleh Arahant. Hal ini mencakup vimutti yang memanifestasikan dirinya dengan cara menggunakan aspek-aspek konvensional di bawah keadaan tertentu, dan vimutti yang eksis di dalam tingkatan asal mulanya yaitu tidak berkondisi. Apakah kamu menanyakan hal ini karena kamu ragu ataukah sebagai sebuah percakapan saja?

Acariya Mun menjawab: “Aku tidak memiliki keraguan terhadap aspek konvensional dari semua Buddha, ataupun aspek yang tidak berkondisi. Pertanyaanku hanyalah merupakan sebuah cara konvensional untuk menunjukkan penghormatan. Meskipun tanpa kedatangan Anda dan para pengikut Arahant, aku tidak memiliki keraguan di mana letak Buddha, Dhamma dan Sangha yang sesungguhnya berada. Ini adalah keyakinanku yang sangat jelas bahwa siapapun yang melihat Dhamma melihat Tathagata. Ini berarti bahwa Sang Buddha, Dhamma dan Sangha masing-masing menunjukkan tingkatan kemurnian yang sama, yang sepenuhnya bebas dari realita konvensional, yang dikenal sebagai Tiga Permata (Triratna).”

Salah satu kritik terhadap Acariya Mun adalah bahwa Kanon Pali tidak mencantumkan satu kejadianpun yang mendukung pernyataan Acariya Mun, bahwa para Arahant yang telah parinibbana datang untuk mendiskusikan Dhamma dengannya dan menunjukkan cara mereka mencapai Nibbana.

Acariya Mun kemudian berkata bila kita menerima bahwa Tipitaka tidak memegang monopoli atas Dhamma, maka tentu saja mereka yang mempraktekkan ajaran Buddha dengan benar akan dengan sendirinya mengetahui segala aspek dari Dhamma, sesuai dengan kemampuan alami mereka, tanpa peduli apakah dicantumkan dalam Tipitaka atau tidak.

Nah disitu Luangta juga hanya menulis apa yg diceritakan. Bahkan di buku legenda spiritual Ajahn Mun . Luangta mengatakan bahwa selain pengalaman dia sendiri tentang Ajahn Mun ketika tinggal bersama selama 7 tahun sebagai asisten Ajahn Mun, beliau juga mengatakan ada beberapa cerita dari murid2 Ajahn Mun lainnya. Dan disitu juga Luangta tidak menyimpulkan apa2 apakah itu benar demikian atau tidak. Dia hanya mengatakan itu samadhi nimitta.

Nah mengenai samadhi nimitta sehingga saya teringat kisah Buddha sebelum mencapai penerangan dia diganggu putri Mara yang muncul, bahkan perwujudan wajah Buddha sendiri. Saya menduga ini semacam "test" atau semacam nimita kilesa atau bisa juga nimitta dhamma. Ini sekiranya terlihat dari jawaban Ajahn Mun yang dibold biru dimana dia tidak mengiyakan ataupun menolak. Sehingga kontroversi atau tidaknya adalah dipikiran kita sendiri.



ini linknya   http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5087.0.html

Sekarang kembali kepada bro untuk menyelidiki. Salam sejahtera selalu  _/\_
« Last Edit: 27 November 2009, 06:42:21 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #46 on: 27 November 2009, 06:28:45 PM »
Quote
berarti bro bond sama dong dengan saya, tidak bisa mempercayai Tipitaka 100%.

Mengenai mempercayai Tipitaka tentu saya percaya 100 % sebagai alat bantu untuk praktek Dhamma yang berharga. Tetapi dalam menyikapi dan menilai suatu kebenaran atau pencapaian seseorang maka tidak 100% harus berpatokan pada tulisan Tipitaka saja. Banyak pertimbangan lainnya yang patut dipertimbangkan.

Seperti perumpamaan Zen : ketika dua orang bhikkhu ingin menyeberangi sungai dan melihat seorang wanita yang juga ingin menyeberangi di derasnya arus sungai. Maka Salah satu bhikkhu menggendong wanita itu dan menyebrang. Tetapi bhikkhu satunya lagi mengatakan itu tidak boleh....lalu bhikkhu yang menggendong mengatakan "pikiranmulah yang kotor"

« Last Edit: 27 November 2009, 06:30:22 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #47 on: 27 November 2009, 07:16:04 PM »
Mungkin sutta di bawah ini yang saya kutip dari Samyuttanikāya berhubungan dengan topik yang sedang di bahas:

                                                   Upatissasuttaṃ
 
        Sāvatthiyaṃ viharati. Tatra kho āyasmā sāriputto bhikkhū āmantesi – ‘‘āvuso bhikkhave’’ti. ‘‘Āvuso’’ti kho te bhikkhū āyasmato sāriputtassa paccassosuṃ. Āyasmā sāriputto etadavoca –

           ‘Idha mayhaṃ, āvuso, rahogatassa paṭisallīnassa evaṃ cetaso parivitakko udapādi – ‘atthi nu kho taṃ kiñci lokasmiṃ yassa me vipariṇāmaññathābhāvā uppajjeyyuṃ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā’ti? Tassa mayhaṃ, āvuso, etadahosi – ‘natthi kho taṃ kiñci lokasmiṃ yassa me vipariṇāmaññathābhāvā uppajjeyyuṃ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā’’’ti.

          Evaṃ vutte, āyasmā ānando āyasmantaṃ sāriputtaṃ etadavoca – ‘‘satthupi kho te, āvuso sāriputta, vipariṇāmaññathābhāvā nuppajjeyyuṃ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā’’ti? ‘‘Satthupi kho me, āvuso, vipariṇāmaññathābhāvā nuppajjeyyuṃ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā, api ca me evamassa – ‘mahesakkho vata, bho, satthā antarahito mahiddhiko mahānubhāvo. Sace hi bhagavā ciraṃ dīghamaddhānaṃ tiṭṭheyya tadassa bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukampāya atthāya hitāya sukhāya devamanussāna’nti. Tathā hi panāyasmato sāriputtassa dīgharattaṃ ahaṅkāramamaṅkāramānānusayā susamūhatā. Tasmā āyasmato sāriputtassa satthupi vipariṇāmaññathābhāvā nuppajjeyyuṃ sokaparidevadukkhadomanassupāyāsā’’ti. Dutiyaṃ.
                                          
                                        
                                         Khotbah Terhadap Upatissa

         Ketika (Sang Buddha berdiam di Savatthi), Bhikkhu Sāriputta menyapa para bhikkhu - “Para bhikkhu, temanku”. “Teman”, jawab para bhikkhu tersebut. Bhikkhu Sāriputta mengatakan demikian, -

          “Ketika berada dalam kesendirian, pikiran muncul pada diriku demikian – ‘Adakah sesuatu di dunia ini yang ketika berubah akan memunculkan kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku?’. Temanku, kemudian ini muncul padaku – Di dunia ini yang ketika berubah tidak ada yang mampu memunculkan kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku. “

          Ketika ini dikatakan, Bhikkhu Ānanda berkata kepada Bhikkhu Sāriputta demikian – “Temanku, meskipun perubahan (kematian) muncul pada Sang Guru (Buddha), tidakkkah di sana akan muncul kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada dirimu?” (Bhikku Sāriputta) menjawab, “Temanku, meskipun perubahan (kematian) muncul pada Sang Guru (Buddha), di sana tidak akan muncul kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku, namun saya berpikir, ‘Sungguh Sang Buddha yang begitu berpengaruh, sakti dan kuat telah meninggal. Seandainya Sang Buddha hidup lebih lama, hal ini akan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi banyak orang, demi kasing sayang kepada dunia, demi kebaikan,kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi para dewa dan manusia”.

          “Ini tentu disebabkan karena  ‘saya-pembuat (I-making)’, ‘saya pemilik (mine-making)’ dan ‘kecenderungan laten kesombongan’ telah begitu lama dihancurkan secara total oleh Bhikkhu Sāriputta, sehingga meskipun perubahan (kematian) terjadi pada Sang Buddha, kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan tidak muncul pada dirinya.”

May all be happy
« Last Edit: 27 November 2009, 07:18:25 PM by Peacemind »

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #48 on: 27 November 2009, 07:27:48 PM »
^
^
Thanks Samanera untuk referensinya.

Jadi ratap tangis = nangis tersedu-sedu? atau
ratap tangis = keluar airmata? atau
Keluar air mata belum tentu ratap tangis.tergantung sebabnya? atau

dan kalo dilihat urutannya "berubah tidak ada yang mampu memunculkan kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku. “ penyebabnya semuanya adalah akusala. So ?   ;D

Biasanya sih...ratap tangis itu berhubungan dengan kesedihan, penderitaan, stress dll.

Kalau menangis bahasa palinya apa dan ratap tangis bahasa palinya apa? dan keluar airmata bahasa palinya apa?



 _/\_



« Last Edit: 27 November 2009, 07:43:56 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #49 on: 27 November 2009, 07:54:53 PM »
^
^

Jadi ratap tangis = nangis tersedu-sedu? atau
ratap tangis = keluar airmata? atau
Keluar air mata belum tentu ratap tangis.tergantung sebabnya? atau

dan kalo dilihat urutannya "berubah tidak ada yang mampu memunculkan kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku. “ penyebabnya semuanya adalah akusala. So ?   ;D

Biasanya sih...ratap tangis itu berhubungan dengan kesedihan, penderitaan, stress dll.

Thanks Samanera untuk referensinya.

 _/\_





Kalau seorang puthujjana, menangis muncul biasanya karena terseret oleh perasaan senang atau sedih. Kalalu air mata muncul tentu bukan hanya karena menangis. Contoh, saat mata dimasuki debu, air mata juga bisa keluar.  :'(  Kalau seorang arahat menangis.. ? Nggak tahu juga.

Namun ada satu cerita menarik dalam Bhaddiyasutta dari Kitab Udana. Di sana, setelah membandingkan  pikirannya yang kini bebas dari ketakutan (karena pencapain2 yang diperolehnya setelah menjadi seorang bhikkhu) dengan kondisi sebelumnya, seorang Bhikkhu bernama Bhaddiya justru mengungkapkan kebahagiaannya dengan mengatakan, "aho sukha,aho sukha - Sungguh kebahagiaan, sungguh kebahagiaan".

Jadi tampaknya setiap bhikkhu berbeda dalam mengekspresikan pencapaiannya.

Be happy.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #50 on: 27 November 2009, 08:33:25 PM »
 [at] _/\_ Sdr Peacemind

Khotbah terhadap Upatissa? ??? Atau Khotbah Upatissa? :)

 [at] Om Bond

Ga masalah, kita sama2 dalam konteks menduga saja. Saya yakin tidak ada yg menjawab di sini melalui pengetahuan langsung. Dan pendapat yg manapun, tdk memengaruhi scr langsung thdp Luangta. Ini hanya sekadar tukar pendapat di forum saja. Terlepas dr Luangta seorang arahat atau bukan, pengabdian beliau thdp Dhamma bukan hal yg patut diabaikan, sebaliknya layak utk dihormati. _/\_

Quote
Misal ketika arahat merasakan sakit mata, dan mengeluarkan airmata. Maka yang terjadi batinnya adalah tak tergoyahkan tapi rasa sakit tetap muncul dan bereaksi dengan keluarnya airmata. Sama halnya rasa bahagia yang muncul dan bereaksi pada simpul2 saraf tertentu hingga muncul airmata. Sementara yang mengetahui hanya menyadari saja dan tidak membiarkan rasa sakit atau rasa bahagia mempengaruhinya tetapi tidak ada kendali atas reaksi rupakhandha. Sama halnya memotong tangan pasti keluar darah.

Kalau kita melihat ke narasumber langsung, saat kakinya terluka oleh pecahan batu pun Sang Buddha tidak mengeluarkan airmata sbg reaksi. Begitu pula saat Maha-moggallana Thera dimassakan oleh para penjahat hingga sekarat. Atau Angulimala Thera yg dilempar batu oleh warga hingga konon 1 batu melesak masuk ke telinga dan merusak gendang telinganya? cmiiw yg terakhir ttg batu, kurang ingat.
Di sini dapat dilihat endurance mereka, para arahat, yang mampu menahankan apapun yg timbul dan terjadi dengan kesabaran dan upekkha. Jika hal2 demikian menyakitkan saja mereka dapat menahankan dengan sabar, apalagi yang menyenangkan seperti piti? Logikanya, lebih gampang keluar air mata karena dipukul atau krn gembira? Dan yg manapun, bukankah menunjukkan bahwa orang tsb terseret oleh perasaan yg timbul dan kurang mindful mengawasi batinnya? Dlm kalimat Anda di atas:
Quote
Masalahnya ketika airmata mengalir dia sedang memberikan dhammadesana, lalu dia langsung sadar bilang "oh... saya mengingat itu semua sampai airmata ini mengalir .....dsb"
Dalam kasus Raja Bhaddiya yg merasakan kebahagiaan luar biasa dr nibbana dan berulang kali mengucapkan, "O, bahagianya," tidak tercatat kalau beliau mengeluarkan airmata setitik pun. Ini bbrp kasus dlm Sutta yg dpt disimpulkan scr implisit bahwa arahat tdk lagi terpengaruh oleh perasaan sukha maupun dukkha.

Bagaimanapun, memang ada hal2 tertinggal tak terjelaskan eksplisit oleh Tipitaka seperti bagaimana bila seorang arahat mengeluarkan airmata? Di sini, jawaban menyunat Kalama Sutta utk mengcounter Tipitaka sendiri saya kira tidak relevan. Karena Kalama Sutta mengajarkan tentang sikap menyelidiki dan tidak menerima begitu saja terhadap persoalan mengenai kamma dan punabbhava, ini dapat diketahui dari isi sutta tsb. Dan itu ditujukan bagi mereka yg belum memiliki keyakinan thdp Tiratana (baca: non-buddhist). Sedangkan bagi mereka yg memiliki keyakinan thdp Tiratana (baca: buddhist), rujukan yg dipakai seharusnya adl 4 Mahapadesa: kewibawaan utama.

Quote
Karena bisa saja ada kasus nantinya seorang arahat begitu pindapata, ada perumah tangga lagi masa-masakan yang menyengat misal bawang, lalu dia mengusap2 karena tidak tahan matanya perih, merah sampai menangis  tersedu2, apakah itu kategori juga hal yang tidak mungkin seorang arahat bersikap demikian. -->reaksi rupakhanda.

Atau disuatu perjalanan tanpa sengaja seorang arahat berjalan pindapata tiba2 segerombolan pendemo berlarian dan ditembak gas airmata oleh pendemo . Akhirnya arahat tersebut mengalami sesak nafas dan mengeluarkan airmata. bagaimana penjelasan sesuai jaman sekarang.?
Joking: Kalau arahatnya Luangta, pasti langsung keluar air mata. Saya cukup yakin itu. ;D

Mettacittena,
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #51 on: 27 November 2009, 09:34:57 PM »
[at] _/\_ Sdr Peacemind

Khotbah terhadap Upatissa? ??? Atau Khotbah Upatissa? :)

 _/\_
Yang benar, Khotbah Upatissa.. Yang saya sebutkan di atas perlu direvisi. Tadinya sewaktu saya mencek, saya tahu itu salah tapi sayangnya sudah nggak bisa dimodifikasi lagi. Saya pikir nggak ada orang yang aware dengan kesalahan ini... Kok ini saudara Jerry jelinya minta ampun.. hehehe...  ;D

Thanks to bring it again...  :)

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #52 on: 27 November 2009, 09:38:30 PM »
[at] _/\_ Sdr Peacemind

Khotbah terhadap Upatissa? ??? Atau Khotbah Upatissa? :)

 _/\_
Yang benar, Khotbah Upatissa.. Yang saya sebutkan di atas perlu direvisi. Tadinya sewaktu saya mencek, saya tahu itu salah tapi sayangnya sudah nggak bisa dimodifikasi lagi. Saya pikir nggak ada orang yang aware dengan kesalahan ini... Kok ini saudara Jerry jelinya minta ampun.. hehehe...  ;D

Thanks to bring it again...  :)

Jerry gitu loh... ^-^

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #53 on: 27 November 2009, 10:03:47 PM »
^
^
Thanks Samanera untuk referensinya.

Jadi ratap tangis = nangis tersedu-sedu? atau
ratap tangis = keluar airmata? atau
Keluar air mata belum tentu ratap tangis.tergantung sebabnya? atau

dan kalo dilihat urutannya "berubah tidak ada yang mampu memunculkan kesedihan, ratap tangis, penderitaan, stress dan keputus-asaan pada diriku. “ penyebabnya semuanya adalah akusala. So ?   ;D

Biasanya sih...ratap tangis itu berhubungan dengan kesedihan, penderitaan, stress dll.

Kalau menangis bahasa palinya apa dan ratap tangis bahasa palinya apa? dan keluar airmata bahasa palinya apa?


 _/\_





Tadi udah saya kutip, kok nggak lihat pertanyaan yang paling bawah..

Menangis = rodana. Bond menangis: Bond rodati. Bond menangis karena digigit anjing: Bond suṇakhena daṭṭho rodati. :D


Kata parideva telah diterjemahkan ke bahasa inggris sebagai lamentation. Visuddhimagga menerangkan bahwa parideva adalah kesedihan yang disertai dengan memukul-mukul dadanya. Jadi dengan jelas ini merupakan an act of crying.. Saya merasa cocok untuk menerjemahkan istilah parideva sebagai ratap tangis..

Kata assupātana bisa diterjemahkan sebgai keluar air mata. assu adalah air mata, pātana: jatuh.. assupātana yang secara literal adalah 'air mata yang jatuh', bisa dikatakan sebagai 'keluar air mata'.

Be happy.


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #54 on: 27 November 2009, 10:10:54 PM »
[at] _/\_ Sdr Peacemind

Khotbah terhadap Upatissa? ??? Atau Khotbah Upatissa? :)

 _/\_
Yang benar, Khotbah Upatissa.. Yang saya sebutkan di atas perlu direvisi. Tadinya sewaktu saya mencek, saya tahu itu salah tapi sayangnya sudah nggak bisa dimodifikasi lagi. Saya pikir nggak ada orang yang aware dengan kesalahan ini... Kok ini saudara Jerry jelinya minta ampun.. hehehe...  ;D

Thanks to bring it again...  :)

Jerry gitu loh... ^-^
Belajar dari Sdr Peacemind koq.. :whistle: Masih dendam saya di thread lain soal koreksi ttg arahat dan Samma-sambuddha yg tidak terlepas dari kamma-vipaka. :-[

Mettacittena
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #55 on: 27 November 2009, 10:46:24 PM »
[at] _/\_ Sdr Peacemind

Khotbah terhadap Upatissa? ??? Atau Khotbah Upatissa? :)

 _/\_
Yang benar, Khotbah Upatissa.. Yang saya sebutkan di atas perlu direvisi. Tadinya sewaktu saya mencek, saya tahu itu salah tapi sayangnya sudah nggak bisa dimodifikasi lagi. Saya pikir nggak ada orang yang aware dengan kesalahan ini... Kok ini saudara Jerry jelinya minta ampun.. hehehe...  ;D

Thanks to bring it again...  :)

Jerry gitu loh... ^-^
Belajar dari Sdr Peacemind koq.. :whistle: Masih dendam saya di thread lain soal koreksi ttg arahat dan Samma-sambuddha yg tidak terlepas dari kamma-vipaka. :-[

Mettacittena

Inilah bahayanya kalau kebencian dibalas dengan kebencian.. tidak akan pernah berakhir..  ;D

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #56 on: 28 November 2009, 12:07:12 AM »
tetapi dikatakan Luanta melalui pengalaman AjahnMun bahwa "adanya Buddha bahkan savaka-arahat memuji pencapaian beliau"
apakah setelah anupadisesa nibbana masih ada yg tersisa?
1 pertanyaan, buku tsb karangan Luanta atau langsung Ajahn Mun?
buku tersebut karangan Luanta.....

memang ada benarnya tulisan dalam milinda panha, ajaran murni akan lenyap..
dan sekarang berbagai polemik malah membingunkan....
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #57 on: 28 November 2009, 12:09:10 AM »
Lanjutt yoooo  ;D

Pertanyaan .....
Apakah Arahat bisa pikun??
 _/\_
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline g.citra

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.372
  • Reputasi: 31
  • Gender: Male
  • Hidup adalah Belajar, Belajar adalah Hidup
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #58 on: 28 November 2009, 12:27:24 AM »
^ Jawab:

Buktiin aja nanti kalau kamu dah arahat! :))

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #59 on: 28 November 2009, 10:08:48 AM »
Ada satu kisah menarik dalam Dhammapada Atthakata:

Ada seorang samanera yang umurnya masih sangat muda (mungkin dibawah sepuluh tahun) tetapi telah mencapai tingkat kesucian Arahat. Suatu ketika beliau sedang mengipasi gurunya yang sedang beristirahat tidur.
Guru beliau rupanya pada waktu itu bermimpi, tanpa disadari tangannya menyodok kipas yang sedang dipegang oleh Samanera tersebut. sehingga menyebabkan kipas yang dipegang Samanera menusuk matanya sendiri.

Sebagai akibatnya bola mata Samanera keluar dari rongga matanya.
Samanera tidak mengeluh atau menangis, ia tetap melaksanakan tugasnya mengipas gurunya, sambil tangan yang satu menutupi rongga matanya yang berdarah, yang sudah tak ada bola matanya.

Ketika gurunya bangun lalu ia melihat Samanera sedang mengipasinya dengan tangan menutupi rongga matanya yang berdarah, lalu ia bertanya, "ada apa denganmu? mengapa matamu?" lalu Samanera menceritakan apa yang dialaminya, kepada gurunya.

Gurunya lalu merasa bersalah, (kalau tidak salah akhir ceritanya lalu berjuang dengan sungguh-sungguh hingga mencapai kesucian).

 _/\_
« Last Edit: 28 November 2009, 10:34:07 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata