//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Moralitas  (Read 10542 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Moralitas
« Reply #30 on: 11 March 2008, 03:17:08 PM »
memang anda bisa melihat hal positif dari artikel-artikel yang ada tuhan karena anda sudah mengerti.
tapi bagi yang belum mengerti, bagaimana jika para pemula begitu masuk forum Buddhist selalu diwarnai hal-hal tentang tuhan?

tuhan lagi... tuhan lagi... hantu lagi... hantu lagi...
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #31 on: 11 March 2008, 03:22:43 PM »
:-? ada usul yang lebih baik ??? atau saya seleksi artikel nya _/\_
Smile Forever :)

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #32 on: 14 May 2008, 11:56:06 AM »
Pertapa Yang Berjudi

Pembaca yang bijaksana, bagaimana pendapat anda jika suatu hari anda menyaksikan seorang pertapa memasuki sebuah rumah perjudian dan berjudi di dalam sana? Salahkah pertapa itu? Dosakah seorang pertapa berjudi? Pertanyan sederhana ini menghasilkan berbagai tanggapan dan jawaban dengan kesimpulan hampir semua orang yang di tanyai menyatakan bahwa seorang Pertapa berjudi, pasti bersalah dan dosa.

Semua ini karena pada umumnya kita selalu menarik suatu kesimpulan, hanya berdasarkan kejadian / peristiwa yang melintas di hadapan kita pada saat itu saja. Dengan kata lain, kita selalu menjatuhkan vonis berdasarkan sebagian kecil tragedy yang kebetulan kita saksikan. Memang tidak dapat kita pungkiri segala bentuk perjudian adalah salah, jika di lihat dari sudut pandang hukun dan agama. Tetapi sebelum kita memberikan pendapat lebih lanjut, mari kita ikuti kisah berikut ini.

Dahulu kala di salah satu pegunungan yang terpencil, hiduplah dua orang pemuda yang melakukan pembinaan diri ( bertapa ) untuk mencapai pencerahan. Sebut saja namanya pertapa Ming dan pertapa Wang. Mereka berdua menjalani pembinaan diri sesuai keyakinan masing-masing.

Ming menjalani kehidupan pertapa dengan suatu keyakinan ia tidak akan menyusahkan orang dan rajin berbuat kebaikan serta selalu berusaha menciptakan kedamaian & kebahagiaan sepanjang perjalanan yang dilaluinya.

Disampin gitu, Ming seanntiasa mempelajari dan mempraktekkan Dhamma. Tetapi dalam hal makanan, Ming masih belum sepnuhnya dapat mengatasi selera makannya. Sehingga kadang kala ia masih mengkonsumsi daging hewan, hasil pindapatta.

Itulah salah satu alasan Wang, yang selalu menasehati Ming dalam hal menu makanan. Wang menjalani hidup bervegetarian dan benar-benar menerapkan sila dalam kehidupan pertapaan nya.

Ia memiliki keyakinan asalkan ia rajin membina diri, menghindari segala kehidupan / urusan keduniawian, maka ia akan segera mencapai pencerahan. Setiap makhluk hidup harus menjalani karma masing-masing dalam hidup ini, jadi ia tak dapat berbuat apapun untuk meringankan penderitaan makhluk hidup. Jika ia menolong mereka yang sedang menderita, itu berarti ia melanggar takdir. Demikianlah prinsip Wang.

Suatu ketika dalam meditasi, Ming dan Wang bertemu seorang Mahasattva. Dalam pertemuan itu, Sang Mahasattva melantunkan syair kepada mereka berdua. Bunyi syair itu antara lain :

Suka & Dukkha mencengkerami kehidupan manusia
Ibarat kesetiaan bayangan mendampingi
Tidak seorangpun yang dapat lolos dari cengkraman Suka & Dika
Mereka yang berhasil meninggalkannya, itulah yang di sebut sebagai ARIYA.

Telah ratusan reinkarnasi mempelajari Dhamma
Memahami dan membabarkan Dhamma dengan sempurna
Semua adalah percuma
Mengutamakan keberhasilan diri, mengacuhkan derita di depan mata

Bagaimana di katakan berjodoh pada ajaran Buddha
Sia-sialah segala usaha
Roda reinkarnasi mengantarkan ke awal perjalanan.

Menjunjung Langit & Bumi
Merupakan keputusan Bijaksana dari para Ariya.


Setelah mendengarkan syair tersebut, Ming segera menyadari makna yang terkandung dalam syair itu. Yang mengingatkan kepada mereka untuk mempraktekkan Dhamma, menebar kebaikan dalam hidup mereka.

Sedangkan menurut Wang, syair itu mengandung makna agar mereka segera menegakkan disiplin diri dalam upaya membina diri untuk mencapai pencerahan. Demikianlah syair yang dilantunkan Sang Mahasattva menghasilkan dua pengertian yang berbeda.

Ming memutuskan untuk melakukan pengembaraan, menyebarkan Dhamma dan kebajikan, seiring dalam usaha pembinaaan diri mencapai pencerahan. Begitu pula dengan Wang. Hanya saja Wang kurang dalam menebar kebajikan. Karena menurutnya, semua derita disebabkan karma. Kita tak dapat berbuat apa-apa untuk mengubah karma seseorang, karena hal itu dapa bertentangan dengan takdir yang telah di putuskan Langit.

Pengembaraan mengantarkan mereka tiba di sebuah desa terpencil. Ketika memasuki desa itu, mereka berdua melihat seorang anak cacat memohon belas kasih di pintu desa. Kedua kaki anak tersebut buntung dan ia tidak mengenakan pakaian yang layak. Tubuhnya kurus kering, sesekali ia berguman dengan suara yang lirih karena kondisi tubuhnya yang lemah. “Tuan..kasihanilah saya…” seraya mengulurkan tangannya penuh harapan.

Karuna yang telah bersemayan di ladang hati Ming menggerakan dia menghampiri anak malang itu. Kemudian Ming memberikan semangkuk beras kepada anak tersebut. Melihat tindakan Ming, Wang segera menegurnya karena bekal beras yang mereka bawa hanya sebanyak tiga mangkuk saja.

Menurut Wang, kondisi anak itu berhubungan dengan karma yang telah dilakukan anak itu. Baik di kehidupan ini ataupun di kehidupan sebelumnya.

Langit telah mengatur nasib yang harus di jalani anak tersebut. Jadi mereka tidak boleh melawan takdir. Mendengar perkataan Wang, Ming hanya tersenyum simpul seraya melanjutkan perjalanan. Pembaca yang baik, benarkah pendapat Wang? Bagaimana jika suatu hari dia yang mengalami nasib seperti anak cacat itu. Ketika itu seseorang berkata kepadanya, “ini telah merupakan karmamu, saya tak dapat membantumu.”
Beberapa saat kemudian seorang pemuda yang melihat kewelas asihan mereka, menghampiri pertapa Ming & Wang. Pemuda ia bersimpuh di depan kaki mereka berdua, memohon belas kasih. Pertapa Ming segera menuntun pemuda itu berdiri.

Kepada pertapa Ming & Wang, pemuda itu menceritakan telah lama ibunya menderita penyakit paru-paru. Hidup mereka sangat miskin, sehingga untuk menebus obat saja tidak mampu. Tabib dan penjual obat, tidak ada yang bersedia memberikan setitik belas kasih. Sekalipun dalam bentuk pinjaman yang akan di lunaskan di kemudian hari.

Sampai disini pertapa Wang mohon pamit kepada pertapa Ming. Ia hendak meneruskan perjalanannya dan terbebas dari berbagai kepelikan kemalangan masalah kehidupan. Alasan dia tetap sama, “semua itu telah merupakan karma mereka, yang harus mereka jalani. Kita tak dapat berbuat apa-apa.”

Pertapa Ming kemudian mengikuti pemuda itu pulang ke rumah dan melihat kondisi kesehatan ibu pemuda itu sudah sangat parah serta harus segera mendapatkan perawatan. Ming yang tidak memilki uang, menemui para tabib dan penjual obat di desa itu. Namun ternyata tak seorang pun yang memiliki sedikit kewelas asihan untuk mengulurkan tangan mereka.

“Tak ada uang, tak ada obat ataupun pengobatan.”
Begitulah mereka bersikeras, menunjukkan kekokohan sifat ke egoisan sebagian manusia di permukaan bumi ini. Padahal mereka sanggup untuk melakukannya tanpa mengalami kerugian yang berarti.

Salah seorang penjual obat memperolok pertapa Ming dengan mengajurkan ia ke rumah perjudian untuk mengadu nasib. Ming kemudian menuju ke rumah perjudian, menemui sang majikan untuk memohon kemurdahan hatinya memolong ibu yang malang itu. Setelah mendengarkan kisah ibu yang sedang membutuhkan pertolongan,. Nurani sang majikan tergerak. Ia memberikan sedikit uang kepada pertapa Ming untuk berjudi, mengadu nasib.

Majikan :
Uang ini memang tak cukup untuk menebus pengobatan ibu itu, pertapa. Tetapi uang ini sebagai modal untuk anda berjudi. Saya telah menunjukkan kewelas asihanku, sekarang giliran anda menunjukkan kewelas asihanmu. Sanggupkah engkau melanggar sila demi nyawa seseorang? Jika keberuntungan juga memberikan dukungan kepada ibu itu, hari ini anda akan menang.

Sebenarnya majikan rumah perjudian telah siap memberikan bantuan kepada ibu yang malang itu, sekalipun jika pertapa Ming kalah. Namun ia hendak mneguji sejauh mana kewelas asihan Pertapa Ming. Sedangkan Pertapa Ming berpendapat itulah kesempatan satu-satunya yang ada pada saat itu untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Akhirnya ia mulai memasang taruhan di meja judi. Untuk kedua kalinya pertapa Ming melanggar sila.

Karena dalam perjudian yang dilakukannya, ia menggunakan kekuatan bathin menembus pandang dadu-dadu yang tertutup di dalam mangkuk, sehingga pertapa Ming dapat melihat dengan jelas angka yang ditunjukkan dadu-dadu di dalam mangkuk yang tertutup. Perjudian berakhir dengan kemenangan mutlak di raih Ming. Merasa uang untuk menbus pengobatan ibu yang malang itu telah cukup, Ming menghentikan permainan. Setelah mengucapkan terima kasih, Ming segera meninggalkan rumah perjudian itu dan menolong ibu malang tersebut.

Tabib mata duitan tertawa menyeringai melihat sjumlah uang dihadapannya. Menyulap sikap tabib yang sebelumnya angkuh menjadi bersikap manis, semanis madu. Beberapa hari kemudian, kesehatan ibu itu mulai pulih. Hingga akhirnya sembuh dalam beberapa minggu. Ibu dan anak bersembah sujud di hadapan pertapa Ming, mengucapkan terima kasih. Mereka menganggap pertapa Ming sebagai Buddha hidup yang telah menolong mereka. Setelah menuntun mereka berdiri, pertapa Ming mengatakan ia hanya perantara dari kewelas asihan THIEN.

Hari itu pertapa Ming meneruskan pengembaraannya, menjalankan misi menyebarkan Dhamma dan kebajikan sepanjang jalan yang di laluinya. Namun sepanjang perjalanan meninggalkan desa itu, ia harus menerima cacian dan makian bahkan beberapa lemparan telur busuk dari penduduk desa yang menganggap pertapa Ming sebagai pertapa gadungan yang telah melanggar sila ( Berjudi ). Tidak seorangpun yang mengetahui kemuliaan Pertapa Ming dibalik tindakan nya. Selain majikan rumah perjudian, ibu yang malang dan anaknya serta…THIEN.

Pembaca yang baik, demikianlah sikap yang ditunjukkan sebagian umat manusia atas suatu kebaikan yang mulia. Dimana kadang mereka hanya dapat memberikan berbagai komentar tidak bermanfaat, tanpa melakukan suatu tindakan positif. Salahkah perbuatan yang telah di lakukan Pertapa Ming demi menyelamatkan nyawa seseorang? Kembali THIEN jugalah yang Maha tahu dan dapat memberikan jawaban pasti.


Syair Moralitas

Keagungan sebuah Kebaikan
Hanya dapat di rasakan oleh mereka yang pernah menerima dan menyadarinya.
Mereka yang dapat meneladani Kebaikan di hadapannya,
Adalah mereka yang di sebut sebagai Muliawan.

_/\_ :lotus:
« Last Edit: 14 May 2008, 11:59:27 AM by LotharGuard »
Smile Forever :)

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #33 on: 31 August 2008, 06:24:17 PM »
Kebajikan Yang Tertunda

Yan Shun, He Tie & Nan Yao merupakan 3 orang sahabat yang menetap di sebuah dusun di lembah aliran sungai Lie Ciang, propinsi Kui Lim. Mereka bertiga merupakan petani yang berhasil di dusunnya dan dikenal hingga ke dusun-dusun sekitarnya karena perbuatan baik yang pernah dan selalu mereka lakukan. Namun mereka masing-masing memiliki persepsi yang berbeda dalam melakukan misi kebajikan / kemamusiaan.

Yan Shun : melakukan kebajikan untuk konsumsi public demi meraih ketenaran.
He Tie      : melakukan kebajikan selama menguntungkan dirinya
Nan Yao   : melakukan kebajikan sebatas kemampuannya.


Pada suatu ketika, Yan Shun mengundang He Tie dan Nan Yao ke tempatnya untuk jamuan makan siang seraya menikmati hidangan teh hangat hasil kebunnya. Pada kesempatan itu, Yan Shun & He Tie menceritakan kebajikan-kebajikan yang telah dilakukannya di bulan itu. Mereka bertiga duduk di halaman rumah Yan Shun yang luas, di bawah pohon Liu di tepi sungai Lie Ciang.

Beberapa saat kemudian dari arah sungai terdengar suara seorang perempuan meminta tolong. Serentak mereka bertiga melihat ke permukaan air sungai yang jernih. Kelihatan perempuan tersebut timbul tenggelam di permukaan air sambil memukul-mukul permukaan air. Ternyata ia tak pandai berenang dan terbawa arus sungai yang cukup deras. Mereka bertiga segera berlari di pinggir sungai mengikuti hanyutnya perempuan malang tersebut, tetapi tak seorangpun di antara mereka yang terjun ke sungai untuk menolong perempuan tersebut. Suara hati mereka mengatakan bahwa perempuan itu harus segara diselamatkan. Namun ternyata sifat dasar mereka yang lebih berperan saat itu, mempertimbangkan untung ruginya.

Yan Shun : Bila kutolong perempuan tersebut, tak ada yang mengetahuinya selain kami bertiga. Sebaiknya saya menunggu mereka (He Tie atau Nan Yao) saja yang menolong.

He Tie      : Kelihatannya tidak ada keuntungan yang dapat ku raih, bila ia saya selamatkan. Perempuan itu kelihatannya bukan orang kaya. Biarlah Yan Shun atau Nan Yao aja yang menyelamatkannya.

Nan Yao   : Gawat, bagaimana ini. Saya sendiri tidak bisa berenang. Biarlah Yan Shun atau He Tie aja yang menyelamatkannya.

Sebuah sampan kecil yang mengapung di permukaan sungai menyadarkan lamunan mereka. Di atas sampan tersebut, dinaiki seorang bocah berusia ± 8 tahun menjulurkan bambu menolong perempuan tersebut. Akhirnya perempuan tersebut diselamatkan oleh anak kecil tersebut. Setelah berdiri di atas sampan, perempuan dan anak tersebut melambaikan tangan kea rah mereka bertiga seraya tersenyum dan untuk selanjutnya menghilang dari pandangan mereka.

Pembaca yang bijak, apabila anda berada di dalam situasi tersebut, tindakan bagaimana yang akan anda lakukan? Tokoh mana yang akan anda pilih?

Bila diantara mereka memiliki sebuah ketulusan, kejujuran, dan tidak saling menunggu dalam berbuat kebajikan, maka perempuan malang tersebut dapat diselematkan mereka.

Agungnya sebuah kebajikan akan terlihat di dalam keadaan bahaya & kesusahan, sekecil apapun sebuah kebajikan yang kita lakukan adalah mulia daripada tidak berindak sama sekali. Kisah di atas mengingatkan kepada penulis, dimana pernah seorang bocak kecil yang menangis karena menahan lapar dengan wajah pucat pasi. Ketika itu disekelilingnya terdapat beberapa orang yang hanya menyaksikan bocah malang tersebut tanpa bertindak apapun.
Langit jugalah yang Maha Pengasih, menggerakan suara nurani seseorang disana untuk merogoh semua uang di sakunya, kemudian mebelikan makanan untuk bocah kecil yang malang tersebut. Semoga orang tuanya dapat lebih memperhatikan dan menyayanginya sebagaimana ia sendiri ingin diperhatikan dan disayangi.

Dan semoga kita semua dapat meneladani suara nurani seseorang tersebut, bila suatu saat menyaksikan hal yang sama atau serupa. Semoga…

Dhammapada V:9
Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu adalah baik.
Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati gembira dan puas.

Dhammapada V:9
Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu adalah baik.
Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati gembira dan puas.
Smile Forever :)

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #34 on: 31 August 2008, 06:55:57 PM »
12 Pedoman Agar Kita BERBAKTI Kepada Orang Tua Yang Membesarkan Kita


1.   Ingatlah kepada Jasa mereka dalam membesarkan, merawat dan mendidik kita.
2.   Mereka rela menahan letih dan lapar demi anaknya.
3.   Derita yang dialami mereka tidak terhitung dalam membesarkan kita.
4.   Cinta dan Kasih sayang orang tua adalah sepanjang masa.
5.   Sekalipun kita cacat, buruk rupa dan miskin, mereka tetap mencintai kita dan menyayangi kita.
6.   Mereka tidak akan meninggalkan kita dalam kesedihan.
7.   Sekalipun Nyawa akan mereka korbankan demi anaknya.
8.   Tidak ada cinta dan kasih sayang yang dapat menandingi ketulusan cinta dan kasih asyang orang tua terhadap anaknya.
9.   Deita kita adalah derita mereka.
10.   Bila anaknya bahagia, mereka lebih bahagia.
11.   Hubungan orang tua dan anak tidak terputuskan ibarat air.
12.   Di dalam darah kita, mengalir darah kedua orang tua kita.


_/\_ :lotus: :)
Smile Forever :)

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #35 on: 31 August 2008, 08:34:22 PM »
Uang atau Ayah?

Berikut ini merupakan sebuah kisah nyata yang diangkat kembali ke permukaan tanpa adanya maksud tertentu, selain melukiskan kejamnya hati seorang anak manusia terhadap ayah kandungnya yang sejak ia dilahirkan di dunia ini telah mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya dengan baik. Segala kebutuhan hidup mereka (sebagai anak) tidak pernah kurang. Nama tokoh dan karakter telah disamarkan, sehingga apabila terjadi kesamaan nama dan karakter semata-mata bukanlah unsur kesengajaan.

Malam itu udara terasa pengap di dalam sebuah kamar pasien yang terdapat di sebuah rumah sakit. Kamar itu tidak memiliki pendingin ruangan (AC) dan hanya sebuah kipas angina kecil terletak disudut ruangan. Maklum, kamar pasien tersebut tergolong kedalam kelas ekonomi yang ditempati 5 pasien, di rumah sakit tersebut. Di dekat sudut ruangan terbaring tergolong kedalam kelas ekonomi yang ditempati 5 pasien, di rumah sakit tersebut. Di dekat sudut ruangan terbaring seorang kakek berusia ± 70 tahun dengan kulit wajahnya yang telah keriput dimakan usia. Kakek tersebut ditemani putrinya yang hanya dapat menjenguk ayahnya pada malam hari disebabkan kesibukan sebagai seorang ibu rumah tangga. Kakek memiliki 3 orang anak, 2 putra dan 1 putri telah diopname selama 3 hari akibat tekanan darah tinggi dan menunggu tebusan untuk biaya rumah sakit. Beselang beberapa waktu ke-2 putranya memasuki kamar itu dan menghampiri pembaringan ayah mereka. Melihat kedatangan ke-2 putranya, kekek yang mulai sembuh itu tersenyum bahagia. Namun di luar dugaan, ia mendapatkan bentakan yang sangat memilukan hatinya dank e-2 putranya yang hidup dalam kemakmuran sejak menerima warisan dari ayahnya. Kedua putranya berusaha di bidang Onderdil / Sparepart mobil.

Putra Sulung ( Bo Ceng ) : Telah kuperingati jangan sembarang makan ! dalam dua bulan kau sudah masuk rumah sakit 2 kali. Kalau begini, semua jadi susah akibat ulahmu. Belum lagi uang perobatan rumah sakit yang harus dibayar.

Putra Ke Dua ( Pu Haw ) : Kalau tak bisa makan durian, jangan dipaksa dong, kami tak bisa terus-menerus membiayai uang perobatanmu tahu? Phing, kali ini kau yang bayar, kami tidak mau mengurusi masalah ini lagi dan jangan coba-coba telepon kami lagi !

Yen Phing ( Sang Putri ) : Tapi… dari mana saya bisa dapatkan uang perobatan? Kalian kan tahu keadaan ekonomi keluarga saya.

Pu Hau dan Bo Ceng tidak menghiraukan pertanyaan adiknya, segera mereka melangkah keluar dari kamar itu dan meninggalkan rumah sakit itu.

Kakek : “Ayah tahu kamu sedang susah, Nak. Tidak apa-apa, kamu jangan pikirkan biaya rumah sakit.

Bila terjadi apa-apa kamu tinggalkan ayah saja!” Ujar Sang Ayah dengan mimic wajah sedih sekali. Tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan Yen Phing lagi disebabkan kesedihan yang mendalam melihat kesedihannya, ia mengatakan kepada ayahnya agar jangan kuatir biaya rumah sakit. Nanti ia akan coba meminjam dengan orang lain. Sebenarnya kepada siapa ia hendak meminjam, ia sendiripun tidak tahu. Beberapa pengunjung yang bersimpati berbincang-bincang dengan Yen Phing.

Menyaksikan hal itu salah seorang pengunjung yang kebetulan berada di kamar itu melangkah keluar dan menuju kasir rumah sakit tersebut yang terletak di lantai satu, untuk melunaskan semua biaya perobatan kakek itu. Ternyata biaya pengobatan kakek itu selama 3 hari diopname di rumah sakit tersebut berjumlah Rp. 1.750.000,- kepada Sang Kasir di rumah sakit, Sang Budiman berpesan agar merahasiakan tentang jati diri orang yang melunasi biaya perawatan rumah sakit. Kemudian kwitansi tanda pembayaran diletakkan Sang Budiman di meja dekat pembaringan Sang Kakek ketika Yen Phing sedang ke toilet sejenak. Setelah itu, Sang Budiman itu pun meninggalkan rumah sakit setelah berpamitan pada sahabatnya yang sedang dirawat disana. Tidak seorang pun yang mengetahui kebajikan yang telah dilakukan Sang Budiman tersebut, Selain kasir di rumah sakit tersebut, Ia sendiri dan Tuhan.

Demikianlah pembaca yang budiman, teganya seorang anak yang lebih memilih uang daripada ayah kandungnya yang sejak ia dilahirkan sangat menyayanginya. Bahkan mewariskan usaha Onderdil Mobil yang dirintisnya dengan tetesan keringat sejak 30 tahun yang lalu. Semoga kita dapat lebih berbakti kepada orang tua kita. Seorang anak yang berbakti, sekalipun “Nyawa” akan ia korbankan demi Ayah / Ibunya. Dan semoga Bo Cen & Pu Haw dapat segera menyadari kekeliruan mereka dan malu bahwa masih ada manusia yang lebih memperdulikan berbakti kepada Orang Tua Mereka selain mereka sendiri.


Dhammapada 118
Apabila seseorang berbuat baik,
Hendaklah ia, mengulangi perbuatannya itu Dan bersuka cita dengan perbuatannya itu.
Sungguh membahagiakan akibat dari memupuk perbuatan bajik.

Dhammapada 117
Orang kikir tak dapat pergi kea lam dewa. Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati.
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi. Dan karenanya ia akan bergembira di dalam berikutnya.
Smile Forever :)

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Moralitas
« Reply #36 on: 05 September 2008, 05:32:10 PM »
Pedoman yang membedakan seorang Sahabat Sejati & Teman Palsu


Sahabat Sejati

1.   Menuntun kita ke jalan kebenaran
2.   Bersama kita di saat suka & duka
3.   Menasehati kita bila bersalah
4.   Mencegah kita berbuat kejahatan
5.   Menegur kita di saat terlena
6.   Di saat suka ia tidak melupakan kita
7.   Menolong kita dalam kesusahan
8.   melindungi kita kala badai menerjang

Teman Palsu

1.   Menuntun kita ke jalan yang sesat
2.   Bersama kita hanya di saat suka
3.   Memuji kita walaupun salah
4.   mendukung kita berbuat kejahatan
5.   membiarkan kita di saat terlena
6.   Di saat suka ia melupakan kita
7.   Meninggalkan kita dalam kesusahan
8.   Menyelamatkan diri sendiri kala badai menerjang

Demikianlah Ke – 16 PEDOMAN yang dapat digunakan untuk menentukan jenis sahabat sahabat atau teman yang berada di sekitar kehidupan kita.

_/\_ :lotus: :)
« Last Edit: 05 September 2008, 05:40:23 PM by LotharGuard »
Smile Forever :)

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Moralitas
« Reply #37 on: 08 September 2008, 08:45:58 PM »
 _/\_
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~