Kala itu, raja menghabiskan waktu selama tujuh tahun, tujuh bulan, dan tujuh hari untuk menaklukkan seluruh kerajaan yang dikuasai oleh para raja tersebut. Dari masing-masing kerajaan, ia mengambil semua jenis makanan, yang keras dan yang lunak, dan seluruh raja yang berjumlah 101 orang, selama tujuh hari ia mengadakan pesta bersama mereka. Yang Bijak Nanda saat itu berpikir, “Saya tidak akan memperlihatkan diriku kepada raja sampai ia selesai menikmati kesenangan dari kekuasaan ini selama tujuh hari.” Dengan berkeliling untuk mendapatkan derma makanan di negeri Kuru Utara, ia tinggal di Gua Emas di pegunungan Himalaya selama tujuh hari. Setelah tujuh hari berlalu, pada hari ke tujuh, Manoja memikirkan kembali tentang kejayaan dan kekuasaannya, dan teringat kepada dirinya, “Kejayaan ini bukan diberikan oleh ayahku, ibuku, atau saudaraku yang lainnya. Kejayaan ini murni dari Nanda si petapa, dan hari ini adalah hari ke tujuh sejak terakhir kali saya melihatnya. Di mana gerangan teman yang memberikan kejayaan demikian ini kepadaku?” Dan ia pun kemudian terus teringat kepada Nanda. Dan Nanda, yang mengetahui bahwa dirinya telah diingatnya, datang dan berdiri di angkasa muncul di hadapannya. Raja berpikir, “Saya tidak tahu apakah petapa ini adalah seorang manusia atau seorang dewa. [317] Jika ia adalah seorang manusia, akan kuberikan kepadanya kekuasaan ini yang memerintah seluruh India. Akan tetapi, jika ia adalah seorang dewa, akan kuberikan penghormatan yang selayaknya diberikan kepada seorang dewa,” untuk membuktikan pemikirannya, ia mengucapkan bait pertama berikut:
Dewakah atau gandhabbakah dirimu? Atau Anda adalah
Sakka, yang muncul di tengah-tengah manusia, dengan
segala kesaktiannya? Kami sangat ingin mengetahuinya darimu.
Mendengar perkataannya, Nanda memaparkan keadaan sebenarnya dalam bait ke dua berikut:
Bukanlah Dewa, bukanlah gandhabba, apalagi Sakka
diriku ini; Saya hanyalah seorang manusia
yang memiliki kesaktian.
Kebenaranlah yang kuberitahukan ini padamu.
Ketika mendengar perkataannya ini, raja berpikir, “Ia mengatakan bahwa ia adalah seorang manusia. Meskipun demikian, ia sangatlah membantuku. Akan kubalas ia dengan keagungan yang kuberikan padanya,” dan kemudian berkata:
Besar pelayanan yang Anda berikan kepada kami,
melebihi yang dapat diungkapkan dengan kata-kata, di
tengah derasnya hujan tak setetes air pun yang mengenai kami.
Satu peneduh Anda ciptakan untuk kami ketika angin panas berhembus.
Dari batang-batang panah mematikan Anda
melindungi kami, di tengah musuh-musuh yang tak terhitung jumlahnya.
Berikutnya banyak kerajaan makmur yang Anda jadikan
saya sebagai pemimpinnya, terdapat 100 kesatria
yang kemudian tunduk pada kata-kata kami.
Apa yang menjadi pilihanmu dari harta kekayaan kami,
dengan senang hati diberikan padamu;
Kereta yang ditarik oleh kuda atau gajah, atau wanita-wanita
yang didandani dengan indahnya, atau bahkan
jika sebuah kediaman (istana) menjadi pilihanmu, itu pun
akan menjadi milikmu.
Di Kerajaan Aṅga atau Magadha jika Anda ingin
berdiam, atau di Kerajaan Assaka atau Avanti,
akan dengan senang hati pula kami berikan.
Bahkan setengah dari kerajaan yang kami miliki akan
diberikan dengan senang hati, katakan saja apa yang
hendak Anda miliki, dengan segera itu menjadi milikmu.
[318] Mendengar perkataan raja ini, Nanda, untuk menjelaskan keinginannya, berkata:
Bukanlah kekuasaan yang kuinginkan, bukan pula
sebuah kerajaan atau kota, ataupun kekayaan yang kuhendaki.
“Tetapi jika memang Anda mengasihi diriku,” katanya lagi, “Lakukanlah satu hal yang kukatakan berikut ini.”
Di dalam kerajaanmu kedua orang tuaku tinggal,
menikmati ketenangan di satu tempat pertapaan dalam hutan.
Tinggal bersama orang tuaku ini adalah seorang bijak,
Sona, dengannya tak bisa kudapatkan jasa kebajikan
dari mereka. Jika Anda dapat membantuku, kemarahannya akan reda.
Kemudian raja berkata kepadanya:
Dengan senang hati, wahai brahmana, akan kulakukan permintaanmu ini.
Akan tetapi, siapa gerangan yang harus kubawa untuk dapat mewujudkannya?
[319] Kemudian Yang Bijak Nanda berkata:
Lebih dari 100 perumah tangga, lebih dari 100
brahmana, dan semua kesatria mulia dan terkemuka ini,
beserta dengan Manoja, cukup untuk mewujudkan keinginanku.
Kemudian raja berkata:
Mari kita pergi, dengan kuda-kuda dan gajah-gajah pada
keretanya; Mari kita pergi, kembangkanlah panji-panjiku pada tiang-tiang kereta.
Saya akan pergi ke tempat Kosiya
(Nama keluarga (marga) dari Sona dan ayahnya) sang petapa itu tinggal.
_____________________________________
Demikian dikawal oleh empat kelompok pengawal, raja
itu berangkat mencari tempat ia, petapa tenang itu,
bertempat tinggal. —Bait ini diucapkan oleh Ia Yang
Sempurna Kebijaksanaan-Nya.
_____________________________________
Pada hari ketika raja tiba di tempat pertapaan yang dituju, Yang Bijak Sona terpikir [320], “Hari ini sudah lebih dari tujuh tahun, tujuh bulan dan tujuh hari sejak adikku pergi meninggalkan kami. Di mana gerangan ia berada sekarang?” Kemudian memindai dengan menggunakan mata dewanya, ia melihat saudaranya dan berkata dalam dirinya sendiri, “Ia sedang menuju ke sini beserta dengan 101 raja dan rombongan pasukan yang berjumlah 24 legiun untuk meminta maaf kepadaku. Para raja ini beserta dengan pasukannya telah menyaksikan banyak hal luar biasa yang dilakukan oleh adikku, dan karena tidak mengetahui kesaktianku, mereka berkata tentang diriku, ‘Petapa palsu ini terlalu bangga dengan kesaktiannya dan mencoba membandingkan dirinya dengan pemimpin kami.’ Dengan kesombongan yang demikian ini, mereka dapat berakhir di alam neraka. Akan kutunjukkan kepada mereka sedikit dari kekuatanku,” dan melayang di angkasa dengan meletakkan pemikulnya tidak bersentuhan dengan bahunya pada jarak empat aṅgula, demikian ia terbang, melewati dekat pada raja, untuk mengambil air di Danau Anotatta. Ketika melihat kedatangannya tersebut, Nanda tidak memiliki keberanian untuk memperlihatkan dirinya, ia menghilang dari tempat ia duduk, melarikan diri dan bersembunyi di pegunungan Himalaya. Lain halnya dengan Raja Manoja yang ketika melihatnya dalam penampilan seorang resi, berujar:
Siapa gerangan itu, yang mengambil air, dengan cara
terbang demikian di angkasa, dengan pemikul yang tidak
bersentuhan dengannya pada jarak empat aṅgula?
Disapa demikian oleh raja, Sang Mahasatwa mengucapkan dua bait berikutnya:
Saya adalah Sona, yang sempurna dalam perilaku
dan praktik moral (sila);
Kedua orang tuaku kujaga dengan perasaan tanpa lelah siang dan malam.
Buah-buahan dan akar-akaran di hutan kukumpulkan
sebagai makanan untuk mereka, dengan selalu
mengingat bagaimana baiknya mereka dahulu terhadap diriku. Mendengar perkataannya ini, raja ingin untuk berteman dengannya dan mengucapkan bait berikut:
[321] Kami ingin mengunjungi tempat pertapaan Kosiya
tinggal, tunjukkanlah jalannya, Sona, yang membawa
kami menuju ke sana.
Kemudian Sang Mahasatwa dengan kekuatannya memunculkan setapak jalan yang mengarah ke tempat pertapaan itu, dan mengucapkan bait ini:
Inilah jalannya: Perhatikanlah dengan baik, wahai raja,
kumpulan pohon koviļāra yang menyerupai awan, di
sanalah Kosiya tinggal.
_____________________________________
Demikian sang maharesi memberi petunjuk kepada para
kesatria, kemudian kembali terbang ke angkasa pulang ke kediamannya.
Berikutnya setelah menyapu tempat pertapaannya, ia
masuk ke dalam gubuk daun, membangunkan ayahnya
dan memberikannya tempat duduk.
‘Marilah,’ katanya, ‘Wahai maharesi, duduklah di sini,
karena para kesatria terkemuka akan melewati jalan ini.’
Laki-laki tua itu mendengar perkataan putranya, muncul
di hadapannya, keluar dari gubuknya dan duduk di dekat
pintu. —Bait-bait tersebut di atas diucapkan oleh Ia Yang
Sempurna Kebijaksanaan-Nya.
_____________________________________
bersambung ...