saudara kaiyin,
yang saya maksudkan disitu ketika seseorang mengisi cangkirnya dengan A...
maka ketika kita menyebutkan kelemahan/kesalahan pada konsep-nya....setidaknya A itu bisa berkurang...
Kalau saya pribadi, lebih memilih mengosongkan cangkir A itu dengan anjuran, bukan menunjukkan kelemahannya. Ada banyak cara mengarahkan pandangan seseorang, dan itu tidak selalu memerlukan pernyataan bahwa "ajaranmu ada yang salah".
Saya beri contoh ketika Buddha berdebat soal kasta, Buddha tidak mengatakan "membedakan orang berdasarkan kasta adalah salah" tetapi mengarahkan pola pikir lawan bicaranya agar berpikir, "apakah benar kasta membuat perbedaan?" dari sudut pandang yang dapat dimengerti lawan bicaranya. Ketika para Brahmana mengatakan bahwa Brahmana terlahir dari mulut Brahma, kasta rendah hanya terlahir dari kaki Brahma, Buddha tidak mengatakan pandangan itu salah, atau memaksakan pandangannya sendiri tentang kesamaan derajat.
Buddha hanya menanyakan pertanyaan sederhana:
"Jika menjalankan sila, apakah hanya Brahmana yang terlahir di alam bahagia setelah kematian, sedangkan kasta lain tidak? Sebaliknya seseorang melanggar sila dan berbuat jahat, apakah hanya kasta rendah yang terlahir di alam celaka, sedangkan Brahmana tidak?"
Sebagai orang awam, pasti masih memiliki ego. Kadang seseorang bisa menerima dirinya salah, tetapi tidak mau mengakuinya secara verbal. Kita tidak perlu menekannya untuk mengakuinya. Kadang orang belum bisa menerima, tetapi lambat laun dia mencerna dan mengerti. Kalau kita berikan rasa nyaman dalam diskusi, maka ia tidak segan untuk kembali lagi berdiskusi dengan kita. Saya pun enggan diskusi kalau saya di-"bego-bego"-in atau di-"salah-salah"-in terus. Kadang orang memang tidak cocok dengan dhamma, ya sudah tidak apa-apa. Setidaknya jangan sampai memberikan gambaran "umat Buddha itu kasar" dalam diri orang lain. Satu orang berpikir begitu, cerita ke teman2nya, keluarganya, akhirnya semua tidak ada yang minat dengar dhamma, bahkan mengembangkan permusuhan. Bayangkan seberapa banyak kesusahan yang kita berikan pada orang lain.
seperti biasa umat nasran1 biasanya mengatakan mr.T adalah awal.....kalau sudah tertanam konsep ini....mau bilang A b c pun semua nya jadi sesuai pandangannya...
kadang saya menggunakan sedikit pemutar balik kata guna menyadarkan kalau mr.T awal itu adalah bertabrakan dengan kenyataan.
ada jg kadang saya menggunakan kata "maha-pengasih" sebagai penyadar....contoh nya sudah pernah sy post.
Bagi saya, menyimak pembicaraan umat lain tentang kepercayaannya juga penting, karena dengan begitu kita bisa lebih mengenal pola pikirnya. Dengan mengetahui pola pikir seseorang, maka kita bisa memilah kira-kira topik dhamma apa yang sesuai, yang dapat diterima olehnya. Kalau kita mau berdana dhamma, kita tidak bisa menuntut orang yang mengerti omongan kita, tetapi harus kita yang mencoba mengerti bagaimana mereka berpikir. Walaupun satu agama, satu gereja/vihara, satu kelompok sel, tetap saja dua orang memiliki 2 pandangan berbeda.
well, ada kasus tertentu saya bisa membuat pikiran lawan diskusi menjadi sedikit open mind dan akhirnya mulai lah berpikir kritis ttg kepercayaan di anut-nya......
tetapi ada juga yg tidak.....sy rasa mencoba tidak ada salah-nya...selama sikon masih bisa....
ada juga beberapa kasus kalau lawan bicara kita orang termuka, mau tidak mau kita angguk kepala saja apa yg di katakannya.....
relatif lah...
terima kasih banyak,anda mau mengkritik saya...setidak nya bisa menjadi masukan bagi saya sendiri....
salam metta.
Ya, dengan orang dan kondisi berbeda, hasilnya pasti juga berbeda.
Terima kasih kembali.