ajaran kan dipelajari melalui kitab, sepertinya sulit diterima kalo kitab salah tapi ajaran masih benar. tapi mari kita berandai2 lagi, seandainya memang demikian, kita masih bisa menggunakan tools lain yaitu logika dan pengalaman, kalau seteah membandingkan ternyata kitab salah dan ajaran dari guru2 terbukti benar maka saya memilih mengikuti ajaran yg benar daripada kitab yg salah.
sepertinya saya sedang dituntun gak tau kemana, mungkin ke dalam lubang jebakan, tapi akan saya ikutin permainan bro kainyn
Bukan, memang biasa saya suka main "jebakan", tapi kali ini tidak.
OK, thanx buat jawabannya.
^
kalo om kain sendiri ditanya kek gitu gmana
Sederhana. Saya akan katakan ajaran Buddha bukanlah ajaran yang menggantungkan hidup-mati, benar-salah pada kitab. Itulah yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lain. Kepada umat Kalama, Buddha sudah mengatakan "kitab belum tentu benar". Lalu kenapa kita sendiri malah ngotot kitab harus benar?
Umat lain boleh klaim kitabnya PASTI GA ADA SALAH, karena ditulis dengan intervensi mahluk adikuasa. Ajaran Buddha tidak demikian. Semua kitab hanyalah sebuah pesan berantai dari manusia ke manusia lainnya, yang tentu saja sarat dengan kesalahan (walaupun maknanya belum tentu salah). Itulah sebabnya semua kitab dimulai dengan "evam me suttam" ("demikianlah yang kudengar").
Menarik juga pertanyaannya...
Bagi saya, kekeliruan penulisan seperti itu bukan menjadi hal yang memarginalkan esensi dari ajaran agama itu. Bahkan tidak peduli apakah Buddha Gotama itu pernah hidup atau hanya sebuah karangan fiksi, namun yang jelas esensi ajaran (Buddhisme) itu masih cukup sahid. Dan itulah yang saya jadikan pedoman, dan alasan mengapa sampai saat ini saya masih berjalan di Buddhadhamma.
Setuju sekali. Ajaran Buddha selalu mengembalikan kebenaran pada diri masing-masing, bukan pada buku. Itulah esensi Buddha-dhamma. Jadi memang Buddhisme bukan ajaran "kitab-sentrisme".
dalam minggu ini, udah beberapa kali Kalama Sutta ini kembali digunakan..... mungkin lagi rame lagi utk mengkritisi Tipitaka nih he3.....
Bro Kai, harus diingat bhw Kalama Sutta menyatakan dengan jelas bukan masalah kitabnya, atau
Kembalikan pada kebenaran pribadi namun ke bagaimana suatu hal itu bisa membawa manfaat bagi perkembangan batin.....
itu yg jelas2 disebut dalam Kalama Sutta mengenai kerugian dari LDM dan keuntungan dari terbebas dari LDM
source :
samaggiphala.or.idJadi yg ditelaah bukannya kitabnya melainkan bagaimana manfaat dari kitab itu terhadap pengikisan LDM
Kitab itu adalah peta, utk menunjukkan arah ke pengikisan LDM tapi peta itu sendiri bukan tujuan
Sama seperti telunjuk yang digunakan utk menunjuk bulan tapi telunjuk itu bukanlah bulan
Hanya org bodoh yg bilang telunjuk = bulan, atau peta = tujuan
Jadi bukan peta atau telunjuk yg salah, si pelaksananya itulah yg salah.......