Memang "pathless" atau "kebenaran" atau apapun labelnya tidak jadi masalah, yang penting adalah keadaan sesungguhnya, terbebas dari konsep.
1. Bagaimana seseorang yang sudah "melihat" menjelaskan kepada yang "belum melihat" tanpa mempergunakan "konsep", atau "abstraksi", atau "penjabaran"? Bagaimana seseorang "melek" bisa mentransfer penglihatan kepada "orang buta"?
Di sini saya melihat perlunya "konsep/label", bukan untuk yang telah "melihat", tetapi kepada kami yang "orang buta".
Buddha Gotama konon telah "melihat", tetapi beliau mempergunakan "konsep" untuk menuntun "orang buta" agar bisa melihat,
walaupun ada contoh bahasa yang digunakan bukanlah "konsep", tetapi tidak dipergunakan untuk semua.
2. Bagaimana kita bisa mengetahui ada "jalan", ataukah "tidak ada jalan", atau "semua jalan sama"? Bagi saya, ada 2 macam skeptis. Yang satu mempertanyakan/meragukan segala macam, sedangkan yang satu meneliti dengan hati-hati, meskipun masih buta, sama seperti seseorang mempercayai dokter, walaupun dia tidak meneliti bagaimana dokter tersebut mengambil ijazah, bagaimana dokter tersebut bisa mengambil kesimpulan, bagaimana dokter menulis resep, bagaimana dokter begini, begitu, dll.
Tentu saja bukan berarti semua dokter sama, ada "dokter" yang cuma mengambil keuntungan, ada "dokter" yang berkhayal, ada "dokter" yang cuma ikut-ikutan (seperti new age, dll), tetapi kata perawat yang mengikuti "dokter asli", begini loh obat yang diresepkan, dan konon cuma ada 1 dokter pada saat sekarang, konon hanya bisa mengikuti resep itu (tetapi bisa ada orang yang mendapatkan resep sendiri ketika tidak ada resep dokter, walaupun bahan-bahannya intinya sama). Saya mengikuti resep yang dianjurkan bukan tanpa alasan, di luar itu saya tidak "meyakini" kebenarannya, saya anggap tidak perlu.
3. Jika tanpa label, bagaimana kita bisa memilih resep yang baik? Bagaimana kita tahu itu resep asli atau palsu? Tentu kita bandingkan resep tertentu dengan resep yang konon asli.
Yang sering terjadi adalah seseorang memalsukan resep, menggunakan resep bukan pada tempatnya, sendiri tidak tahu resep asli atau tidak, mencampuraduk segala macam bahan jadi satu, atau mengatakan segala macam bahan adalah resep.
Beberapa perawat atau bahkan pasien berusaha mati-matian menjaga label yang konon adalah resep asli, dengan tujuan agar hal-hal di atas tidak terjadi. Bukan karena resep yang lain salah, atau tidak ada resep lain, tetapi agar resep asli tidak hilang begitu saja.
Apakah hal di atas tidak baik?