//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - hengki

Pages: 1 ... 3 4 5 6 7 8 9 [10] 11
136
Pure Land / Tanah Suci / Nasehat Master Chu Hung
« on: 29 March 2008, 10:35:39 PM »
Master Chu Hung (1535-1615), juga dikenal dengan nama Yun ch'I atau Lien-ch'ih adalah salah seorang dari tiga "naga dan gajah", praktisi yang banyak dikagumi dan dihormati orang pada periode Ming.
Beliau juga dikenal sebagai Patriarch ke-8 tradisi Pure-land.
Sebagai Bhiksu yang menjalani tradisi Zen dan Pure-land, Master Chu-Hung menekan-kan penting-nya pelaksanaan Sila, partisipasi aktif
dalam masyarakat dan praktek latihan Zen dan PureLand.

Berikut ini adalah wejangan beliau:
***
" Aturlah sebuat tempat yang sunyi dan berlatih-lah menyebut nama Buddha secara teratur di sana. Ini merupakan sesuatu yang paling baik dilakukan di dunia ini. Ruangan-nya tidak perlu harus bagus. Cukup asalkan ada cukup ruang untuk melakukan meditasi berjalan, duduk dan Namaskara.
Tidak-lah perlu untuk menunggu sampai semua urusan duniawi anda selesai. Setiap hari tentu saja ada hal yang harus kita kerjakan,
anda mungkin ingin menyelesaikan semua-nya, tetapi itu mungkin tidak akan pernah terjadi.
Setiap hari bekerjalah menyebut nama Buddha. Anda telah berkelana cukup lama dan jauh...Dalam lautan samsara ini, metode menyebut nama Buddha adalah yang terbaik dilakukan. Anda harus menyatukan seluruh pikiran dan tekad anda untuk melakukan-nya...."

137
Chan atau Zen / Tanya Jawab dengan Master Sheng Yen : Soal Namaskara
« on: 29 March 2008, 10:24:04 PM »
Tanya Jawab Dengan Ven.Sheng Yen : Soal Namaskara
(Diambil dari "Zen : Pengetahuan dan Tindakan", diterbitkan olah penerbit Karaniya)

Question :
Maukah anda menjelaskan praktek dan manfaat namaskara dalam Ch'an ? Bagaimana seharusnya seseorang bersikap dalam melakukan Namaskara ? Kadang-kadang anda menyuruh melakukan-nya dengan sikap pertobatan, kadang-kadang dengan kesadaran akan gerakan tubuh, kadang-kadang dengan rasa terima kasih. Anda juga menyinggung cara bernamaskara dan hasil yang bisa diperoleh dari praktek namaskara.

Answer :
Namaskara adalah praktek kuno di India yang sudah lama ada sebelum Buddha-Dharma muncul di sana, sekitar 2500 tahun lalu. Di waktu itu agama adalah kekuatan dominan di India dan ada cara interaksi antara orang dan mahkluk ke-dewa-an dan alam spiritual. Namaskara adalah bentuk interaksi itu.
Sewaktu orang berdiri atau duduk, kepala tegak dan mata menatap ke depan. Sewaktu anda Namaskara, anda secara simbolis meletakkan kepala anda di kaki dari sosok yang sedang ada beri sujud dan telapak tangan menghadap ke atas yang melambangkan anda sedang menyangga kaki sosok tersebut.
Kepala itu bagian yang paling terhormat dari tubuh kita sedangkan kaki adalah bagian yang paling tidak terhormat. Jadi orang yang bersujud memakai bagian tubuhnya yang bermartabat dan meletakkan-nya pada bagian yang paling rendah dari orang lain. Dalam posisi ini amatlah mudah bagi perasaan rendah hati, kekurangan dan ketidaksempurnaan untuk muncul dalam pikiran seseorang.
Dalam posisi dan kondisi pikiran seperti ini, keakuan seseorang akan berkurang. Pikiran cenderung menjadi lebih jernih, masalah terlihat lebih tajam dan lenyap lebih cepat. Sewaktu kondisi demikian muncul lebih mudah bagi seseorang untuk berhubungan dengan sesuatu yang bersifat spiritual atau alam ke-dewa-an. Apakah anda percaya alam-alam itu ada atau tidak, itu bukan masalah. Kenyataan-nya kita tidak bisa mengatakan bahwa semua itu hanya tahayul dan menolak akan keberadaan alam gaib. Alam itu benar-benar ada dan seorang manusia selalu berhubungan dengan alam ini, terlepas apakah dia menyadari-nya atau tidak. Ini-lah salah satu manfaat dari Namaskara, yaitu untuk melampaui batas keduniawi-an dan berhubungan lebih dalam dengan realitas spiritual.
Di masa sang Buddha, seseorag menjadi siswa dengan berbuat dua hal. Pertama mereka berlindung pada tiga mustika (Buddha, Dharma dan Sangha); kedua, mereka menunjuk-kan sujud dan penghormatan kepada Sang Buddha. Sujud melibatkan gerak atau tindakan ritual, sementara penghormatan pada sikap mental.
Berlindung pada tiga mustika adalah perbuatan simbolis yang dikenal luas oleh kebanyakan umat Buddha. Itu dilakukan lewat sujud dan penghormatan dalam dua cara berbeda. Yang satu lewat persembahan dan yang lain lewat ritual. Penghormatan ritual bisa ditunjuk-kan dalam banyak cara, tetapi yang paling sederhana adalah dengan merangkapkan tangan (beranjali), menatap ibu jari tangan dan kemudian membungkuk. Sikap yang lebih dalam adalah dengan Namaskara.
Ada dua cara Namaskara. Yang satu adalah menyentuh lantai dengan lutut, siku dan kening dengan telapak tangan menghadap ke atas. Ini cara yang kita lakukan. Ini yang kebanyakan dilakukan dalam tradisi Buddhis di Cina. Cara yang lain adalah dengan menjulurkan seluruh bagian depan tubuh dan menyentuh tanah dalam posisi namaskara penuh. Cara ini kebanyakan dilakukan oleh mereka yang menjalani tradisi Tibet.
Waktu ber-Namaskara, penting bagi anda untuk menjaga kepala dan badan dalam satu garis lurus ketika membungkuk. Kalau tidak anda bisa sakit kepala.
-------------------------------------------

Question:
Apa maksud anda dengan memberi persembahan ?

Answer:
Persembahan berarti anda memberikan bagian dari dirimu kepada Tiga Mustika. Anda melakukan dan memberikan yang terbaik. Jika anda mampu, persembahan bisa termasuk uang. Tetapi uang bukan-lah satu-satunya bentuk persembahan. Anda bisa mempersembahkan air, makanan, atau bunga. Anda juga bisa mempersembahkan tenaga. Ingat, yang berperan adalah pikiran dan niat anda.
Namaskara seperti memberi persembahan dengan tubuh. Menurut Sutra ada enam cara melatih diri. Pertama membaca Sutra, kedua mencetak Kitab Suci, ketiga Namaskara, ke-empat memberi persembahan, kelima bertobat, keenam menguraikan Dharma. Meditasi dan perenungan adalah bagian praktek yang lebih khusus. Di masa silam, saat orang melatih Dharma, mereka biasanya mulai dengan keenam latihan pertama tersebut.
Banyak orang memperoleh hambatan fisik atau psikologis saat meditasi, yang merupakan manifestasi karma masa lampau. Mereka mungkin mengeluh bahwa mereka mengantuk atau melamun, dan bahkan tidak bisa lama-lama membaca Sutra. Jika membaca keras-keras mereka akan capek, jika membaca pelan, pikiran mereka berkelana. Di saat begitu namaskara baik untuk dilakukan.
Dalam Buddha-Dharma, penekanan besar diletak-kan pada sikap sujud, hormat dan pertobatan, terutama buat mereka yang punya kesulitan dalam meditasi. Namaskara disertai dengan pertobatan seringkali bermanfaat. Dalam tradisi Vajrayana Tibet, pemula memulai kehidupan spiritual dengan empat latihan dasar. Yang pertama adalah Namaskara penuh 100 ribu kali. Saat selesai kondisi fisiologis dan psikologis orang itu akan berubah dan akan jauh lebih mudah buat orang itu untuk mulai berlatih meditasi.
Di Cina, dari masa dinasti Sui, terutama di tradisi Tien Tai, praktek Namaskara sudah digiatkan. Beragam cara dibuat untuk mereka yang melatih pertobatan. Salah satunya disebut pertobatan Sutra Teratai. Yang lain didasarkan pada Sutra lain-nya. Bagi kebanyakan orang, Samadhi tidaklah mudah dicapai, sehingga amatlah penting dan bermanfaat melakukan Namaskara pertobatan.
Saya sudah menjelaskan berbagai jenis Namaskara. Sebagai tambahan, Namaskara bisa dilakukan cepat atau lambat. Namaskara bisa dilakukan di depan sebuah Buddha Rupang atau dengan gambaran Tiga Mustika di benak anda; atau bisa juga dilakukan hanya dengan menyadari gerakan-nya sendiri. Tujuan menyadari gerakan selagi ber-Namaskara adalah untuk melupakan tubuh dan pikiran agar Namaskara bisa mengalir dengan sendirinya.
Ada empat pencerapan mental yang bisa dicapai selagi Namaskara dengan pikiran terpusat pada gerakan. Yang pertama adalah mengamati segala aspek gerakan tubuh, setiap dan semua detil, sembari mengarahkan gerakan itu. Pada tingkat kedua anda tidak mengamati semua detil, tetapi menyadari gerakan tubuh. Ketiga, anda tidak mengarahkan gerak tubuh atau menganggap tubuh sebagai milik, tetapi tetap mengawasi gerakan. Keempat anda tidak menyadari tubuh atau siapa yang bergerak, tetapi Namaskara tetap berjalan. Ada dua ragam untuk tingkat yang ke-empat. Yang pertama adalah diam, tidak ada gerakan sama sekali, tetapi ini bukanlah Samadhi sejati. Ragam yang lebih tinggi adalah saat tubuh tetap ber-Namaskara walaupun pikiran sudah berhenti bergerak..
Tingkatan ini tidaklah mudah dicapai. Di sini di pusat Ch'an saya hanya melihat beberapa yang mencapai tingkat ke-empat jenis pertama. Saya juga melihat beberapa orang mencapai tingkat ketiga, di mana mereka bilang seakan-akan mereka sedang mengamati orang lain.
Sejauh ini saya menyinggung mengenai Namaskara lambat. Pada saat anda melakukan Namaskara lambat, anda bisa saja masih mempunyai banyak pikiran mengembara. Jika anda tidak bisa menenangkan pikiran, anda bisa melakukan Namaskara cepat. Ini biasanya mengurangi pikiran yang berkelana, terutama bila digabungkan dengan melafal nama Buddha.
Saya sudah membahas sedikitnya empat ragam Namaskara: Namaskara penghormatan, Namaskara pernyataan rasa terima-kasih, Namaskara pertobatan dan Namaskara sebagai latihan konsentrasi. Sehubungan dengan tiga jenis yang pertama, anda tidak akan bisa terus bernamaskara dan tetap mempertahankan sikap mental itu dalam waktu lama. Anda bisa mulai dengan perasaan terima kasih, tetapi kondisi mental itu akan pudar dan hilang. Hal yang sama berlaku bagi sikap penghormatan dan pertobatan. Yang seterusnya anda lakukan adalah memperhatikan gerakan Namaskara anda.
Namaskara pertobatan biasanya diikuti dengan beberapa jenis liturgi yang dilafal sebelum atau setelah Namaskara. Liturgi menyatakan perasaan bertobat. Tetapi bagian utama praktek tetaplah Namaskara. Selagi Namaskara, janganlah anda menyalahkan diri sendiri atau menuruti perasaan kasihan pada diri sendiri. Jangan memelihara perasaan demikian terus menerus dalam hati. Begitu anda bertobat, buang jauh-jauh perasaan itu dan bernamaskaralah !!
 -------------------------------------------

Question:
Jika seseorang membuang perasaan bertobat, bukan-kah hal itu menjadi latihan Samadhi ?

Answer:
Ada bedanya. Pertama ada pelafalan liturgi sebelum dan sesudah-nya. Lagi pula, dalam jenis latihan ini, orang melafal nama Buddha atau Bodhisattva yang berbeda-beda selama Namaskara. Karena penambahan pelafalan ini tidak mungkin untuk memasuki Samadhi. Selain itu kalau seseorang melakukan ini dalam waktu yang cukup lama, pikiran akan tenang dan meditasi duduk akan menjadil ebih mudah.
Adapula ada orang yang melakukan Namaskara pertobatan tanpa mengikutsertakan liturgi. Mereka biasanya hanya mengikuti suatu pola. Contohnya, setiap hari mereka ber-Namaskara 500 kali sehari dengan pikiran yang bertobat. Sekali lagi, itu tidak berarti bahwa mereka memaksakan pertobatan, mereka hanya mengingatkan diri sendiri sebelum mulai bahwa ini adalah namaskara pertobatan. Ini praktek yang bermanfaat. Saya melakukan hal itu sewaktu saya masih seorang Bhiksu muda dan setelah beberapa lama saya mendapat reaksi khusus dari praktek tersebut. Saya mendapat ketenangan pikiran dan sesudah itu pikiran menjadi lebih jernih.
-------------------------------------------

Question:
Apakah anda mengajarkan Namaskara sebagai pengganti meditasi sekali atau dua kali seminggu ?

Answer:
Kalau namaskara menjadi bagian dari jadwal latihan anda itu sangat bagus, tetapi mestinya jangan menjadi pengganti meditasi. Anda harus bernamaskara sebagai tambahan meditasi. Akan tetapi, bila anda mencoba duduk dan merasa amat tidak nyaman, baik tubuh atau pikiran, boleh boleh saja diganti dengan Namaskara. Tetapi harap diingat, anda tidak boleh menyerah begitu saja , anda harus mencoba benar-benar untuk duduk. Kalau tidak mampu juga, lakukan Namaskara sebagai wujud penyesalan.
-------------------------------------------

Question:
Selama penyunyian, terkadang Anda berkata bahwa kita harus merefkeksikan kekurangan kita lalu melupakan-nya dan memusatkan perhatian pada gerakan namaskara. Apa gunanya hal ini ?

Answer:
Kalau saya meminta anda Namaskara, sewaktu-waktu saya meminta anda merefleksikan kekurangan anda, dan di lain waktu saya meminta anda untuk namaskara disertai rasa terima kasih pada Tiga Mustika. Manfaatnya adalah untuk membangkitkan perasaan bertobat dan bersyukur dalam diri anda. Kalau kita punya pikiran seperti ini , pikiran akan lebih mudah tenang. Ini baik untuk meditasi.
-------------------------------------------

Question:
Saya belum bisa melakukan-nya. Selama penyunyian saya memaksa diri untuk membangkitkan perasaan untuk bertobat dan bersyukur. Tetapi saya tidak yakin kalau di sanalah semua konsentrasiku seharusnya ada, atau kalau saya harus berkata itu adalah semacam pelonggaran di permulaan, kemudian melupakan-nya dan hanya berkonsentrasi pada gerakan. Saya jadi bingung dan tegang.

Answer:
Kalau anda bisa membangkitkan perasaan bertobat atau bersyukur itu baik. Kalau tidak bisa, katakan saja beberapa hal lalu tinggalkan dan konsentrasilah pada gerakan anda. Jangan memaksa.
Beberapa orang melakukan Namaskara selama penyunyian dan mereka ingin berlinang dengan air mata, mereka ingin menangis dengan penyesalan mendalam. Kalau itu tidak terjadi mereka menanyaiku mengapa saya tidak membiarkan mereka menangis. Saya bilang saya tidak mengurusi hal-hal yang demikian. Saya berkata bahwa penyunyian bukanlah-lah tempat untuk menangis atau saya bilang mereka bukanlah jenis orang yang mudah menangis.

138
rekan-rekan,
saya mau tanya nih.
kalau pelihara ikan arwana atau ikan lohan diperbolehkan gak menurut Agama Buddha?
karena ikan arwana dan ikan lohan kan makanannya makhluk hidup seperti jangkrik, ikan2 kecil, udang, dll.
apa itu bukan berarti membunuh makhluk2 kecil itu.
terus gimana dengan pelihara burung berkicau seperti murai batu, poksai, tekukur, dll?
seharusnya kan burung2 itu bisa hidup bebas di alam terbuka dan bukannya dikurung dalam sangkar kecil.

mohon pendapat dan masukan dari teman2.
anumodana

139
Kafe Jongkok / Jika Aku Menjadi
« on: 26 March 2008, 05:51:58 PM »
Ada satu acara yang menurut saya sangat bagus ditayangkan setiap hari minggu jam 6 sore di Trans TV.
Hari minggu kemarin disorot kehidupan seorang pencari belut. Dia mencari belut harus berjalan jauh dan sampai siang hari belum ada satu ekor belut. Dari pagi dia tidak sarapan sama sekali. Dan walaupun mendapat belut, hasil yang didapat juga tidak seberapa untuk dibawa pulang ke rumah. Kadang2 ada orang yang menyuruh dia memetik buah kelapa dan dia mendapat bagian seperlima dari kelapa yang dia petik.
Dia harus menghidupi anak dan istri. Istrinya sekarang sedang hamil tua. Yang dimakan oleh sekeluarga bukannya nasi dan lauk pauk tapi hanya berupa singkong rebus.
Sungguh menyedihkan sekali melihat kemiskinan keluarga itu.
Masih sangat banyak orang2 yang sangat susah di sekitar kita dan untuk itu diperlukan keperdulian dari kita semua untuk membantu meringankan penderitaan saudara2 kita yang kekurangan.


140
Teknologi Informasi / Situs Porno dilarang
« on: 26 March 2008, 05:41:28 PM »
sekarang situs porno dilarang di indonesia. suatu langkah yang sangat bagus karena film porno dan gambar porno sangat merusak mental generasi muda disamping narkoba. seharusnya vcd porno juga dilarang dan diberantas karena bisa menjangkau sampai ke desa2 di pelosok seluruh indonesia. bayangkan generasi penerus macam apa yang akan diwariskan bila mereka kecanduan narkoba dan keranjingan nonton film porno. mengerikan dampak negatif dari narkoba dan film porno.
jaman dulu cina dikalahkan dengan candu.
jangan sampai generasi muda hancur oleh narkoba dan pornografi.

141
Kabar gembira!!!
Sayalay Dipankara akan membimbing Retreat Meditasi Samatha di Cibodas tgl 14 -28 Mei 2008; Retreat Sayadaw Tejaniya tgl 1 - 10 Juli 2008; Retreat Pa Auk Sayadaw tgl 10 Des 2008 - 10 Maret 2009.
Bagi yang mau ikutan, daftar ke Charles di 0812-1050996. email : vod [at] telkom.net

Semoga kita semua semakin Maju dalam Praktek Dharma.
Semoga bermanfaat.

Metta,
Hengki

142
Vegetarian / Boleh gak makan pecel lele?
« on: 16 March 2008, 06:09:45 PM »
menurut Agama Buddha kan dibilang bahwa kita boleh makan hewan tapi ada 3 syarat yg harus dipenuhi :
1. Kita tidak melihat sewaktu hewan itu dibunuh.
2. Kita tidak mendengar sewaktu hewan itu dibunuh.
3. Hewan itu tidak dengan sengaja dibunuh untuk kita makan.

Jadi kalau kita makan lele di tukang pecel lele atau makan ikan mas, gurame, sepat, dll di Lembur Kuring, Sari Kuring, dan restoran sejenis apakah diperbolehkan atau tidak? Sekarang restoran2 memajang lobster hidup dan bila kita mau makan, lobster itu baru dibunuh.
Gimana menurut teman2.

Mohon petunjuk buat saya yang masih awam dan lugu :)

143
Pengalaman Pribadi / Introspeksi Diri
« on: 09 March 2008, 06:26:08 PM »
Waktu gue masih muda  :) gue juga suka sekali melihat kesalahan orang lain dan suka mencibir bila mereka melakukan kesalahan walaupun mereka pada dasarnya baik. Gue dulu juga suka benci orang kaya karena gue anggap orang kaya itu jahat, licik, egois, dsbnya. Tapi seiring dengan perjalanan waktu, gue menyadari bahwa gue juga banyak sekali punya kesalahan yang gue gak sadari dan teman2 baik gue gak enak kalau bilang gue ada kesalahan, lain dengan musuh gue yang lebih berkata jujur karena mereka membongkar kesalahan2 dan aib gue yang harusnya gue terima kasih pada mereka karena gue gak sebaik yang gue kira  :)
Dan dari pengalaman gue, gue sadar bahwa gak semua orang kaya itu jahat, egois, licik, dll dan gak semua orang susah itu baik, jujur, dll.
Kaya dan miskin adalah karena perbuatan mereka sendiri di masa lampau maupun di masa sekarang.

Terus gue belajar dari pengalaman bahwa Melatih Diri itu sangat penting dan tidak cukup cuma dengan membaca Buku Dharma aja.
Dari pengalaman gue cara yang efektif untuk mengatasi pola pikir yang negatif, kebencian dan kesombongan, menganggap diri gue gak ada salah adalah dengan melatih meditasi Metta dan Bertobat atas semua kesalahan2 yang telah gue lakukan selama ini dan setelah mengakui kesalahan2 kita di depan Altar lalu gue Namaskara semampu gue misal 50 x, 75 x, 100x.
Bhante Ajahn Brahmavamso mengatakan bahwa dengan kita sering2 melakukan Namaskara maka akan mengikis ego dan kesombongan kita serta membuat kita jadi bisa introspeksi diri kita dan lebih melihat ke dalam diri sendiri daripada melihat ke luar dalam arti melihat kesalahan orang lain.

Semoga artikel yang pendek ini bisa membawa manfaat bagi kita semua.

144
Y.M. Jigme Palden Rinpoche dari Swiss mengadakan Dharma Teaching PADMASAMBHAVA dan Blessing Kilaya pd tgl 2 Maret 2008 jam 13.00 di Vihara Tharpaling, Pangeran Jayakarta.
Semoga bermanfaat.

145
Panti Asuhan Buddhis Prajapati. Kakaskasen 2, Kompleks Vihara Surya Dharma. Tomohon, Sulawesi Utara membutuhkan bantuan Dana.
Lokasinya sekitar 45 menit dari Menado.
Bagi yang mau Berdana, transfer ke BCA. A/N : ELLEN SELLA.
A/C : 170-0175509.

Untuk informasi hub Meci Padma di 0813-83165658.

Semoga kita bisa menolong meringankan penderitaan sesama kita yang kurang beruntung.

Anumodana

146
THERAPY VIPASSANA

Kasus-kasus penyembuhan melalui Meditasi Vipassana

A.   Dua kasus yang diceritakan oleh Y.A. Mahasi Sayadaw.

1.   Seorang Thera sembuh dari penyakit “Angin” yang kronis dan rematik.

Sekitar tahun 1945, di desa Leik Chin, kira-kira 4 mil barat laut dari desa Seik Khun, seorang Thera yang hanya mendengar tentang teknik meditasi Vipassana dari Y.A. Mahasi Sayadaw percaya akan hal itu dan batinnya menjadi gembira sekali, lalu ia berlatih meditasi Vipassana dengan penuh perhatian di dalam padepokannya sendiri. Nampaknya hanya dalam beberapa hari kemudian, konsentrasi Vipassana yang luar biasa dan pengetahuan pandangan terang muncul dan penyakit “angin” yang kronis itu, yang telah dideritanya lebih dari dua puluh tahun, hilang total.

Penyakit kronis itu telah menyiksa dirinya sejak menjadi Samanera berumur delapan belas tahun, ia harus mengkonsumsi obat setiap hari. Kecuali itu ia juga menderita penyakit rematik, yang menyebabkan ia membutuhkan pemijatan setiap hari untuk meringankan penderitaanya.

Dengan hilang totalnya keluhan-keluhan itu, sewaktu melaksanakan konsentrasi mencatat (dalam batin), ia akhirnya bisa hidup lebih nyaman tanpa harus bergantung kepada obat-obatan dan pemijatan. Diketahui dari para Bhikkhu-Bhikkhu asuhannya bahwa oleh karena Thera itu mempunyai keyakinan dan kepercayaan yang dalam, maka setiap penyakit yang bagaimanapun bisa lenyap jika meditasi dilakukan menurut teknik perenungan Satipatthana (landasan perhatian) :

Maksudnya perenungan terhadap keempat landasan perhatian, yaitu :
Perenungan terhadap pikiran (Cittanupassana),
Perenungan terhadap perasaan (Vedananupassana),
Perenungan terhadap jasmani (Kayanupassana),
Perenungan terhadap Dhamma (Dhammanupassana)

Ia selalu mendapatkan pertolongan terapi Vipassana, dan tanpa bergantung pada obat-obatan lagi, kapan saja ia merasa tidak enak atau sakit. Ia menginstruksikan dan menasehati pengikut-pengikutnya Samanera-Samanera dan murid-muridnya untuk melakukan hal yang sama jika mereka jatuh sakit.

Judul Buku : "Therapi Vipassana. Kasus2 Kesembuhan Melalui Meditasi Vipassana. Dihimpun oleh : Y.A. Mahasi Sayadaw

147
Yasati akan mengadakan Latihan Meditasi Vipassana metode Mahasi Sayadaw tgl 19-28 Maret 2008 dan 28-30 Maret 2008 oleh Sayadaw U Pandita di Jhana Manggala, Gunung Geulis, Bogor.
Bagi yang mau ikutan daftar ke Oedis Tjandra di 0811887339.

Semoga bermanfaat

148
Pengalaman Pribadi / Akhirnya anak itu lahir dengan selamat
« on: 02 February 2008, 07:19:06 PM »
Kesaksian Buddhis
Anak Itu Lahir Dengan Selamat
Dituturkan langsung oleh Rohani, Medan 
________________________________________
Sosok kecil, ramah dan murah senyum tentunya sudah tidak asing lagi bagi umat di Vihara Bodhi. Sdri Rohani; begitu biasanya ia disapa, merupakan aktivis yang telah banyak memberikan sumbangan pada perkembangan Buddha Dharma dan organisasi. Beberapa bulan setelah pernikahannya dengan suaminya yang juga aktivis dalam buddhisme, beliau diminta oleh beberapa dokter untuk mengugurkan kandungan karena janin tidak normal. Tetapi atas kasihnya dan pengertian yang mendalam tentang Dharma membuatnya memiliki buah hati yang comel. Sekarang ini beliau hidup bahagia bersama suami dan anaknya dengan tidak lupa untuk mempraktekkan Buddha Dharma.

AWAL MULANYA
Lebih kurang tiga minggu setelah pernikahanku, saya terjatuh di kamar mandi dan mencederai tulang ekorku. Setelah berobat ke sinshe selama hampir 2 minggu, saya pergi melakukan pemotretan sinar X (rontgen) pada bagian pinggang dan panggul. Begitu keluar dari kamar rontgen, perut saya terasa sangat mules. Dalam hati saya berpikir, “Jangan-jangan saya hamil”. Saya pernah beberapa kali rontgen untuk mengetahui keadaan tulang belakang saya yang pernah cedera pada saat saya berumur belasan tahun tapi belum pernah sekalipun sakit perut setelah itu. Apalagi sakitnya lain daripada sakit lambung yang kadang saya alami.
Kecurigaan saya sirna ketika besoknya saya mendapatkan mens (haid) yang hanya berupa sedikit bercak darah saja. Namun besoknya tidak ada lagi sama sekali dan lusanya sedikit lagi. Kerucigaan saya muncul kembali.
Saya membeli alat Test kehamilan dan melakukan tes, ternyata hasilnya memang positif. Saya dan suami yang menemani saya pada saat pengetesan sangat bahagia, tapi malam itu juga saya mendapatkan pendarahan lagi. Kali ini saya sangat cemas karena sudah tahu bahwa itu bukan darah haid. Lebih-lebih lagi karena jumlah darahnya jauh lebih banyak dibandingkan hari sebelumnya.
Keesokan sorenya kami ke dokter tulang yang sekaligus menyandang gelar SPOG (ahli kebidanan). Setelah dokter melihat hasil rontgen dan menerangkan tentang masalah tulang saya, saya memberitahukan dokter bahwa saya mungkin sedang hamil. Saya di USG. Tidak diragukan lagi, saya 100% hamil. “Janinmu antara melekat dan tidak lho. Hamil kok rontgen, anakmu bisa cacat lho”, kata si dokter tapi saya dan suami hanya tertawa. Terlalu bahagia untuk mengkhawatirkan kata “cacat” yang dikatakan si dokter. Setelah beristirahat dan diberikan suntikan penguat janin selama 2 hari terturut-turut, saya tidak mengalami pendarahan lagi.

    Untuk pemeriksaan rutin bulanan, kami memutuskan untuk mencari dokter yang “hanya” spesialis kandungan saja. Karena dokter pertama yang saya cari, cukup pintar tapi terlalu serba tahu sehingga kami agak deg-degan. Beliau bisa mengobati pasien secara akupuntur, beliau juga dokter tulang, juga spesialis kebidanan dan juga melayani perawatan kecantikan (kulit dan tubuh).
Dokter kedua saya yang saya kunjungi cukup terkenal. Beliau direktur sebuah RS Swasta di Medan. Oleh beliau saya disarankan untuk menggugurkan kandangan saya saja. Beliau takut kalau anak saya kandung nantinya idiot atau mendapatkan masalah jantung atau menderita anemia, dll.
Suami dan saya langsung saja lemas begitu mendengar penjelasan kata “CACAT” yang dimaksud oleh dokter yang pertama. Kami sangat sedih dan bingung.

Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku saat itu adalah ‘mengadukan’ kesedihan dan kegalauan hatiku pada para Buddha dan Bodhisatva. Di depan Bodhisatva Rupang Avalokitesvara (Kwan-Im) yang dicetak di sampul sebuah kitab suci, saya memohon petunjuk. Saya bersujud dan ‘mengadukan’ masalah saya kepada-Nya. Walaupun hanya merupakan komunikasi satu arah, saya merasa lebih lega, lebih tenang, dan mulai bisa memikirkan langkah yang selanjutnya. ( Walaupun saya tahu bahwa membicarakan masalah kita kepada orang lain terkadang memang sangat membantu, tetapi ‘mengadu’ kepada Buddha maupun Bodhisatva juga bisa sangat melegakan karena mereka tidak pernah menertawakan kita, tidak pernah membocorkan rahasia kita, dan selalu menjadi pendengar yang setia. Kita juga tidak perlu takut kalau “Mereka” akan khawatir atau menderita gara-gara memikirkan masalah kita.)
Saya sangat takut dan terus mengelak dari kata “menggugurkan”. Saya pergi ke toko buku untuk mencari buku-buku mengenai efek rontgen dan radiasi terhadap kehamilan. Informasi-informasi yang saya peroleh justru membuat saya lebih pesimis ketimbang optimis. Memang sih dinyatakan kalau rontgen aman bagi “orang hamil” jika dosis radiasinya tidak lebih dari 10 rad tapi ketika saya menghubungi pimpinan klinik tempat saya rontgen, Bapak tersebut hanya bisa mengatakan, “Hamil kok rontgen?. Kalau dokter menyarankan kamu untuk menggugurkan ya gugurkan saja”. Saya sungguh kecewa. Mengapa masalah menggugurkan seorang “calon manusia” dianggap seperti membuang seloyang “kue” yang gosong ke dalam tong sampah?!

Mengapa begitu mudah menyarankan para orang tua untuk menggugurkan kandungan mereka? Mungkin tujuan para dokter memang baik (contohnya jika si calon anak idiot, orang tua akan sangat terbebani baik mental maupun materi; bagaimana masa depan si anak jika orang tuannya meninggal duluan? Tapi sebelum memvonis untuk mengakhiri hidup seorang calon manusia, sudah 100% kah kalau si calon manusia tersebut akan menderita penyakit tersebut? Apakah memang tidak ada lagi upaya lain yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya baik selama dalam kandungan maupun setelah dilahirkan?
Janin yang telah digugurkan itu sangat menyedihkan. Mereka harus terus hidup tapi bukan sebagai seorang manusia, tetapi sebagai seorang hantu yang penasaran. (Bagi yang telah terlanjur melakukannya, sebaiknya bisa melakukan chiau to, maupun pelimpahan jasa agar roh-roh penasaran tersebut bisa lebih cepat tumimba lahir [dilahirkan kembali] ).
Seorang anak yang terlahir normalpun bisa saja menjadi cacat gara-gara kecelakaan maupun sakit misalnya gara gara virus yang menyebabkan radang selaput otak, deman yang terlalu tinggi, dll.
Walaupun saya 100% tidak mau menggugurkan kandungan saya, saya tetap tidak bisa memutuskannya secara sepihak karena “anak” adalah milik “suami dan istri”. Bukannya suamiku tidak merasa berat untuk menggugurkan kandunganku, tetapi dia terlalu cemas dengan masa depan anak kami jika ia benar terlahir cacat.

Terus terang, saya sendiri juga sangat mencemaskan hal tersebut tetapi saya juga percaya kepada ajaran Sang Bhagava terutama pada “karma”
Saya memeriksakan diri ke dokter kandungan di luar negeri. Setelah pemeriksaan, saya juga mendapatkan jawaban yang sama. Setelah kembali ke tanah air, saya dan suami melakukan berbagai pertimbangan diskusi, akhirnya saya mendapatkan persetujuan dari suami saya untuk melanjutkan kehamilan. Suami saya bertanya kepada saya, “kamu yakin bisa?”. Saya jawab, “Ya, tapi harus dengan bantuanmu karena anak jenis apapun yang kita dapatkan adalah hasil dari karma kita berdua”.
Yach, saat itu saya bisa sedemikian gigih mempertahankan kandungan saya karena saya mengenal  Buddha Dharma. Saya yakin diantara beribu-ribu sutra; diantara para Buddha dan Bodhisatva yang tak terhitung jumlahnya, pasti terdapat suatu petunjuk. Benar saja, di dalam Bhaisajyaguru Sutra, saya mendapatkan semangat baru dan petunjuk yang sangat amat berharga.

Satu-satunya kecemasan dan ketakutan saya setelah itu adalah apakah “karma buruk” (yang entah seberat apa yang menyebabkan seseorang mendapatkan anak yang cacat) kami bisa sempat kami perbaiki / ubah dalam waktu beberapa bulan? Mampu dan sempatkah kami?
KESEMBUHAN
Sejak itu, saya benar-benar menjaga kesehatan; memeriksakan diri ke dokter secara rutin, mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi. Ibu saya secara rutin memasakkan pati ayam dengan ginseng dan ‘toung choung chau’ untuk saya tetapi Beliau tidak pernah memesan ayam itu duluan, juga tidak pernah menyuruh si penjual untuk menyembelih ayam yang masih hidup. Beliau hanya membeli ayam kampung yang memang kebetulan sudah disembelih. Sebelum meminum pat ayam tersebut, saya selalu membaca ‘Namo Amitabha Buddha‘ sebanyak 7 kali. Jasa dari pengagungan nama Buddha tersebut saya limpahkan kepada si “ayam” agar dia bisa mendapatkan tumimbal lahir yang baik.
Selain itu, saya membaca mantra dan nama Buddha setiap hari (kapan saja, dimana saja, setiap ada kesempatan dalam 24 jam) baik pada saat istirahat, pada saat melakukan aktivitas sehari-hari, diperjalanan, maupun ketika akan tidur. Sampai-sampai setiap kali saya terjaga dari tidur, baik pada saat tengah malam maupun di pagi hari, saya sering mendapati diri saya sedang membaca Dharani maupun Mantra; mungkin saya hanya setengah tidur, entahlah.... kadang-kadang saya sangat sadar sedang membaca dan tiba-tiba karena sesuatu seperti suara, dll, saya terbangun dan baru menyadari kalau ternyata tadinya saya sedang tertidur. Dharani yang saya pilih saat itu adalah Maha Karuna Dharani, dan Mantra Bhaisajyaguru Buddha. Pertimbangan saya adalah bahwa Maha Karuna Dharani (Ta Pei Cou) adalah Dharani dari Bodhisatva Avalokitesvara (Kwan Im) yang sangat terkenal welas asihNya sedangkan Mantra Bhaisajyaguru Buddha adalah mantra dari Buddha Bhaisajyaguru yang pernah berikrar untuk membebaskan semua makhluk dari penyakit dan malapetaka.
Kami (suami, ibu saya, dan saya) melakukan lebih banyak lagi perbuatan baik (seperti: melepaskan makhluk hidup, berdana untuk pendirian vihara dan pembuatan Buddha/Bodhisatva rupang; mencetak kitab suci; athasila; melakukan kegiatan sosial, dll) yang jasa-jasanya kami limpahkan kepada kandungan saya.

Selain itu, saya juga beribadah ke Vihara setiap hari Uposatha. Kami juga meminta bantuan anggota Sangha untuk membantu janin kami melakukan kegiatan / ritual yang bisa meringankan karma kehidupan lalunya. Walaupun saya agak mendapatkan halangan untuk berbicara dengan anggota sangha karena bertemu dengan umat yang sok tahu yang mengatakan bahwa anggota sangha tidak punya waktu untuk membantu padahal begitu anggota Sangha menerima surat saya (padahal belum kenal), Beliau segera menghubungi saya dan menyatakan bersedia untuk membantu.

Saya memohon setulus hati kepada Avalokitesvara Bodhisatva (Kwan Im) untuk menolong saya agar tidak mendapatkan anak yang cacat. Apapun karma buruk yang pernah saya lakukan baik secara sengaja maupun tak sengaja, biarkanlah saya menerimanya dalam bentuk yang lain.
Jikalau bayi yang saya kandung memang harus cacat sesuai dengan karma masa lalunya, biarkanlah ‘dia’ bertumimbal lahir sekarang berkat pelimpahan jasa kami untuknya. (Artinya: saya akan “keguguran” bukan “menggugurkan”, dimana janin “dibunuh” dengan sengaja sehingga ‘dia’ harus menjadi hantu penasaran untuk menghabiskan sisa hidupnya yang seharusnya dia jalani sebagai seorang manusia.)
Melihat perut saya yang semakin buncit, merasa bayi mungil yang bergerak di dalamnya, dan menebak-nebak perkembangannya dari bulan ke bulan merupakan masa yang sangat indah. Pikiran saya sangat tenang. Siang dan malam saya membaca mantra tapi anehnya saya sering memimpikan hal yang tidak-tidak yang selalu membuat saya tersentak bangun karena mimpi tersebut begitu nyata. Anehnya lagi mimpi tersebut selalu berhubungan dengan cecak dan lokasi mimpinya selalu di kamar tidur kami.
Beberapa kali saya bermimpi kalau kami sedang tidur dan tiba-tiba ada seekor cecak yang melompat ke tengah ranjang kami untuk menyerang “sesuatu” yang berada di sana. Tapi saya tidak tahu apa yang diserang. Selalu saja saya tersentak kaget dan terbangun. Sibuk membolak-balik bantal dan guling untuk memastikan memang tidak ada cecak disana. Saya pikir mungkin karena di rumah baru kami sering mendengar decakan cecak yang sangat kuat baik siang maupun malam.
Saya menceritakan mimpi saya kepada seorang teman. Karena khawatir, dia menanyakan arti mimpi tersebut kepada seorang kenalannya yang bisa berhubungan dengan ‘datuk’. Saya diberitahukan bahwa kandungan saya sudah rusak. Pikiran saya sempat kacau beberapa hari.

Suatu malam, saya bermimpi melihat langit-langit kamar tidur kami penuh dengan awan putih. Di antara awan putih itu tampak sebuah leher botol seperti botol aqua 1500 ml. Tiba-tiba dari tengah ranjang kamu keluar seekor “jangkrik raksasa” yang berwarna coklat yang terlihat seperti seekor ayam yang gosong terpanggang.
Jangkrik raksasa yang berukuran kira-kira 50 cm itu terbang ke langit-langit dan masuk ke dalam lubang botol yang kecil itu. Saya terperanjat dan terbangun sambil berseru., “Lihat!”. Saya terduduk dengan posisi tangan kanan menunjuk ke langit-langit, tangan kiri menepuk suami saya yang sedang tidur agar dia bangun dan melihat pemandangan yang menakjubkan itu. Pada saat bersamaan saya tersadar bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.

Saya pikir saya memang benar-benar terlalu banyak pikiran karena kebetuan memang ada seekor jangkrik yang berwarna coklat (sama seperti yang terlihat dalam mimpiku; hanya saja ukurannya yang berbeda dan yang dalam mimpi itu jangkrik yang sudah mati) di kamar mandi kami. Jangkrik hidup itu berada di kamar mandi kami selama 2 atau 3 hari tanpa berpindah-pindah tempat.
Tidak lama berselang, saya bermimpi ada “sesuatu” yang memandang kami dari jendela kamar. Setelah melihat jelas, ternyata “sesuatu” itu adalah seekor jangkrik yang kira-kira 50 cm tingginya, berwarna hijau, montok, dan kelihatan sangat lucu (mirip grasshopper dalam film-film kartun). Dia berdiri di jendela kamar tidur kami sambil tersenyum, lalu tiba-tiba dia melompat ke tengah ranjang kami. Saya kaget dan terbangun.
Saya menceritakan pada suami saya tentang mimpi tersebut. Saya katakan padanya bahwa jangkrik coklat itu mungkin hanya pikiranku saja tapi kenapa saya bisa tiba-tiba bermimpi tentang jangkrik hijau? Suami saya memberitahukan saya bahwa pada saat saya ke luar negeri (kurang lebih seminggu sebelum mimpi tersebut) di rumah kami memang masuk seekor jangkrik hijau yang juga tinggal selama beberapa hari.
Saya sangat penasaran dan gelisah dengan mimpi-mimpi itu. Akhirnya suatu hari ketika saya sembhayang ke Vihara Setia Budi, saya meminta petunjuk Kuan Te Kong. Setelah berulang kali saya mencoba, akhirnya melalui sebuah “chiam” dikatakan bahwa “Kwan Im sedang menyirami tanaman bambu yang baru tumbuh dengan air suci-Nya (Kan Lu Sui).

Waktu terus berlalu. Akhirnya masa kelahiranpun mendekat. Mama saya sangat khawatir dan membaca Ksitigarbha Sutra sebanyak mungkin dan melakukan pelimpahan jasa untuk saya. Bayi saya dilahirkan secara bedah caesar menimbang masalah tulang saya dan posisi bayi yang sungsang. Tetapi beberapa hari sebelum operasi, saya bermimpi melihat seekor cecak yang ketakutan (ukuran normal) hendak keluar dari jendela samping kamar tidur kami, tapi begitu dia menjulurkan kepalanya, seekor cecak yang ukurannya 4 atau 5 kali lebih besar darinya, membuka mulut dan menelannya begitu saja.
Kami memilih tanggal 2 April 2001, hanya beberapa hari lebih cepat dari hari kemungkinan lahir normal, tetapi ketika periksa ke dokter, dokter menyuruh kami memilih hari di akhir Maret. “Takut ngak sempat”, katanya. Saya menjadi sangat cemas dan tertekan. Walaupun hanya dimajukan seminggu sampai 10 hari tapi cukup memusingkan karena semua jadwal tugas saya selama cuti hamil yang sudah saya susun menjadi kacau. Selain itu, jumlah Mantra dan Sutra yang harus saya baca sesuai dengan kaul saya juga harus saya penuhi dalam waktu yang lebih singkat.
Walau telah mempersiapkan diri selama 7 bulan ternyata saya masih tetap takut untuk menghadapi kenyataan. “Gimana jika anakku terlahir cacat?”

Akhirnya hari yang di pilih tiba, dibawah pengaruh obat bius (padahal hanya bius lokal) semakin lama saya semakin tidak bisa membaca Mantra Maha Karuna Dharani. Setiap kali baca, selalu macet dan tidak bisa mengingat kelanjutannya. Akhirnya saya beralih ke pelafalan nama Buddha dan Bodhisatva saja yakni “Nam Yau Se Fo” dan “Namo Kwan Se Im Phu Sat”.
Suara tangisan nyaring terdengar. Saya sangat ketakutan karena perawat belum membawa si kecil ke sampingku. Saya memohon kepada Avalokitesvara Bodhisatva. Akhirnya sikecil yang tengah menangis dibawa ke sisiku. Tangisnya terhenti, kedua matanya terbuka lebar, salah satu tangannya bergerak tak menentu. Walaupun tak bisa melihat jelas tanpa kacamata tapi perasaan saya mengatakan anakku normal. “Terima kasih Kwan Im Phu Sat. Terima kasih”, sambil mengucapkan ini dalam hati, air mata saya mengalir keluar. Saya tidak tahu apakah itu tangis bahagia, tangis terima kasih, tangis lega, atau tangis dari ketakutan yang terpendam selama berbulan-bulan. Entahlah--- yang pasti, air mataku terus mengucur selama saya tidak sadarkan diri (ketika jumlah obat bius yang ditambah pada saat dokter menjahit bekas sayatan).

Samar-samar saya mendengar suara ibu saya yang mengatakan, “Bayinya sehat, Jangan Khawatir”. Akhirnya saya sadar kalau saya sudah berada dikamar pasien. Suami, kedua orang tua saya, ibu mertua saya dan tante saya sedang menatap saya dengan cemas karena saya terus gemetar (suhu di kamar operasi sangat dingin) dan air mata saya terus bercucuran (lebih dari satu jam).
Ketika dokter datang melihat saya, beliau mengoloki saya karena saya terus mengucurkan air mata selama tak sadarkan diri. Beliau bertanya “Gimana, cacat tidak?”. Sekarang anak kami sudah berusia hampir 3 tahun. Suami dan saya menamakannya: Kent Siddharta Canglu yang berarti Kent adalah cita-cita dari keluarga Cang dan Lu yang tercapai.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya saya ucapkan kepada Ibu dan suami saya yang tercinta, Yang Arya Bhante Jinnadhammo Mahathera di Medan, Yang Arya Bhikksuni Coung Khai di Jakarta, Yang Arya Bhiksu Pratama di Medan dan masih banyak lagi pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 


149
Pengalaman Pribadi / Kakek dan nenek itu Berterima kasih
« on: 01 February 2008, 07:22:35 PM »
Kakek & Nenek Itu Berterima Kasih
Dituturkan langsung oleh Jennifer Lie
________________________________________
Jenniffer Lie, itulah nama yang tercantum dalam Kartu Tanda Pendudukku. Pada kesempatan ini saya ingin menceritakan pengalaman saya yang mana kejadian ini mempunyai hubungan yang kuat dengan kebiasanku, yaitu memberikan persembahan / dana makanan kepada anggota Sangha, karena sejak YM. Bhikkhu Sudhammacaro berdiam di Vihara Mahasampatti saya selalu memberikan persembahan makanan. 
Kejadian ini sebenarnya saya alami lewat mimpi, akan tetapi ini tentu saja berbeda dengan bunga-bunga mimpi yang biasanya banyak kita alami karena saya mengalami hal yang sama berkali-kali, tidak hanya sekali. 

Dalam tidur, saya sering melihat adanya pusaran hitam yang mencoba untuk menarik saya ke dalam, pusaran itu seperti pusaran angin puting beliung yang dengan kekuatannya dapat menarik apa saja ke dalamnya. Tentu saja saya ketakutan melihat hal ini, akan tetapi sewaktu ditarik ke dalam pusaran saya selalu berusaha memanjatkan paritta suci yang diajarkan oleh Sang Bhagava, bahkan setelah itu saya juga melafatkan nama para Buddha. Setelah berkeringatan sedemikian lama, akhirnya saya terbangun dari mimpi itu dan biasanya setelah bangun badan saya terasa kecapekan seperti benar-benar mengeluarkan tenaga untuk melawan arus itu. Saya tahu itu merupakan akibat yang ditimbulkan dari pikiran saya sendiri, tetapi saya tidak dapat berbuat banyak karena kita tidak dapat mengontrol pikiran sewaktu sedang tidur. 

Setelah kejadian itu saya alami beberapa kali, saya berkonsultasi dengan Bhante Sudhammacaro mengenal hal itu. Menurut Bhante, mungkin itu karena kehadiran makhluk-makhluk alam rendah dan meminta saya melimpahkan jasa dari perbuatan bajik bagi mereka. 
Maka setiap hari setelah memberikan persembahan dana makanan, saya selalu melimpahkan jasa pahala dari kebajikan ini kepada semua makhluk. Tentunya semua makhluk yang saya tujukan ini dapat termasuk didalamnya makhluk alam rendah ini. 
Setelah beberapa hari melakukan pelimpahan jasa, saya mengalami sebuah mimpi lagi. Tetapi mimpi kali ini tidak seperti mimpi-mimpi yang sebelumnya dimana saya ditarik kedalam putaran hitam. Kali ini, saya seperti sedang tidur di tempat tidur dan tiba-tiba melihat kehadiran dua orang, kakek dan nenek dalam pakaian traditional chinese kuno yang mana sekelilingnya diselimuti asap putih. Wajah mereka putih pucat dan kulitnya seperti terkelupas. Salah satu dari mereka yaitu neneknya mengulurkan tangan untuk bersalaman sambil mengucapkan terima kasih. Rupanya nenek itu berterima kasih kepadaku atas pelimpahan jasa yang saya lakukan. Sedangkan kakek itu hanya berdiri tersenyum. Setelah itu mereka berbalik jalan menjauhiku dan akhirnya menghilang.

Setelah sadar, kemudian saya berpikir “Mungkin karena mereka tahu saya sering memberikan dana persembahan maka makhluk-makhluk peta ini meminta bantuan saya melalui mimpi tadi.” Jadi terbuktilah ajaran Sang Bhagava mengenai pelimpahan jasa dan telah saya buktikan sendiri bahwa melalui pelimpahan jasa kita dapat membantu makhluk-makhluk yang menderita.   
Semoga dengan kesaksian ini dapat memberikan inspirasi bagi kita untuk melakukan kebajikan dan melimpahkan jasa bagi semua makhluk. Sabbe satta bhavantu sukhitata, semoga semua makhluk berbahagia.

150
Diskusi Umum / Bertemu Makhluk-makhluk itu
« on: 31 January 2008, 05:07:08 PM »
Bertemu Makhluk-Makhluk Itu
Dituturkan langsung oleh seorang Upasaka, Jakarta 
________________________________________
Tiga minggu setelah kerusuhan besar melanda Jakarta, tepatnya pada Jumat pagi, sekitar pukul 2.00 WIB. Saya terjaga dari tidur. Saya ingin menggerakan badan saya tetapi tidak dapat. Saya masih dapat berpikir jernih. Mendadak muncul suara halus ditelinga saya yang dibarengi dengan semilir angin yang aneh. Suara itu adalah suara wanita. Mereka berteriak kesakitan dan minta tolong. Suara mereka sungguh menyedihkan sekali. Kemudian saya mencoba menenangkan diri saya, dan dalam batin saya muncul gambaran mereka. Mereka berpakaian putih yang berlumuran darah dan sobek sana-sini. Terlihat jelas bekas luka di tubuh mereka dalam pandangan saya. Muka mereka sangat menderita sekali. Selanjutnya saya mengambil inisiatif untuk membacakan Namakara Gatha, Vandana dan kalimat "“Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta:, yang artinya “Semoga Semua Makluk Berbahagia”. Kemudian mereka berangsur-angsur lenyap. Setelah itu saya mulai dapat menggerakkan badan lagi, sedang sebelumnya tidak dapat sama sekali. Pada saat mereka lenyap, anjing peliharaan saya melolong panjang sekali, padahal sama sekali dia tidak pernah melakukan hal demikian sebelumnya. Ibu sayapun juga terjaga dan melihat banyak sosok gelap di depan pintu rumah, tetapi ia tidak menggubrisnya karena mata yang masih mengantuk.

Sejenak setelah peristiwa itu, saya teringat akan Dhammapada Atthakatha yang isinya mengenai manfaat orang yang berdana kepada Bhikkhu Sangha atas nama orang-orang yang telah meninggal. Dalam kitab suci itu disebutkan Raja Bimbisara diganggu oleh peta-peta kelaparan dan kedinginan, yang merupakan saudara raja dalam kehidupan yang lampau. Raja Bimbisara meminta nasehat kepada Sang Buddha, dan Beliau mengajurkan kepada raja untuk berdana makanan dan jubah kepada Sangha atas nama para peta tersebut. Setelah raja melakukannya, peta-peta itu terlahir kembali di alam bahagia.

Saya memutuskan untuk berdana makanan atas nama mereka. Dalam kondisi krisis ekonomi saat ini, saya hanya bisa berdana makanan sederhana saja. Tetapi saya bertekad dengan dana ini, semoga mereka dapat menikmati pelimpahan jasa. Pada hari Sabtu, saya berangkat ke Vihara dan berdana makanan atas nama para korban. Ada juga beberapa umat yang ikut berdana, menyiapkan makanan dan minuman untuk para Bhikkhu Sangha. Dalam kesempatan tersebut, kami mendapatkan wejangan Dhamma singkatnya mengenai manfaat berdana. Saya begitu terpesona dengan perkataan Bhikkhu Sangha. Rupanya manfaat berdana itu tidak hanya dinikmati oleh para korban yang telah meninggal tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang berdana, karena mereka akan mendapatkan kesehatan yang baik, usia panjang, kecantikan, kecakapan dan kekayaan. Setelah itu Bhikkhu Sangha membacakan parrita Pattidana (Pelimpahan Jasa), dan saya memusatkan pikiran untuk menyalurkan jasa-jasa kebajikan ataqs nama mereka dengan menuangkan air dalam mangkuk ke mangkuk yang lainnya sebagai simbol dilakukannya pelimpahan jasa.

Saya merasa bahagia dan terharu sekali karena saya dapat membahagiakan sesama makhluk yang menderita. Memang dari sudut kuantitas tidaklah seberapa banyak jumlahnya, tetapi hanya ini yang dapat saya lakukan. Kemudian saya pulang ke rumah dengan membawa kebahagiaan.

(Dikutip dari Majalah Dhammacakka No.12/Tahun IV/198)

Pages: 1 ... 3 4 5 6 7 8 9 [10] 11
anything