sebelum nya saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Sis Hemayanti dan CandraWie
atas pencerahannya.. thx
saya mau tanya lagi nih...
1 - kebijaksanaan itu artinya apa?
- kebijaksanaan muncul dari mana?
- dan apa contohnya ? (maaf pertanyaan saya terlalu bertele-tele)
2.kenapa ya menjalankan sila itu dengan baik bisa katakan sulit untuk menjalankannya secara kontinyu / berkelanjutan? padahal kita telah mengetahui penjelasan umum tentang sila misalnya akibatnya, cara menjalankannya yang telah diuraikan oleh sis hemayanti bisa dikatakan sudah jelas.. tapi kenapa masih aja suka melanggar dengan menggunakan asas manfaat atau baik disengaja ataupun tidak disengaja.. jujur saja, saya merasa frustasi menjadi agama buddha karena untuk menjalankan ajaran dasarnya aja bisa dikatakan kurang mampu..
dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan:
1. pandangan benar (samma ditthi)
2. pikiran benar (samma sankappa)
3. ucapan benar (samma vaca)
4. perbuatan benar (samma kammanta)
5. matapencaharian benar (samma ajiva)
6. daya upaya benar (samma vayama)
7. perhatian benar (samma sati)
8. konsentrasi benar (samma samadhi)
poin 1 dan 2, yaitu
pandangan benar dan pikiran benar itu termasuk kelompok
panna.
3, 4, dan 5 adalah kelompok sila
6, 7 dan 8 adalah kelompok samadhi
Pandangan benar1. pandangan benar tentang 4 kebenaran mulia (masing2 terdiri dari 3 tahap)
2. menurut kitab Uparipannasa
a. Kammassakata Sammaditthi : pandangan benar tentang hukum perbuatan (kamma niyama).
b. Vipassana Sammaditthi : pandangan benar yang timbul setelah penyadaran jeli terhadap nama (batin) dan rupa (jasmani) yang terkena Tilakkhana
c. Magga Sammaditthi : pengetahuan benar dalam perenungan terhadap objek-objek indera dan batin sebagaimana adanya (yaitu dicengkeram oleh anicca, dukkha, anatta)
d. Phala Sammaditthi : pendangan benar yang menyertai empat tingkat 'buah' yang merupakan hasil dari empat tingkat 'jalan'
e. Paccavekkhana Sammaditthi : pandangan benar berupa swarenungan yang terjadi dengan sendirinya setelah pencapaian 'jalan' dan 'buah'.
Pikiran benarpikiran benar ialah pikiran yang menghindari kejahatan dan pikiran yang cenderung pada kebajikan, yaitu :
1. pikiran yang bebas dari akusalamula 3 (lobha, dosa, dan moha)
2. pikiran yang berisi metta (cinta kasih)
3. pikiran yang berisi karuna (belas kasih)
untuk pertanyaan kedua, ini mungkin sama dengan ketika anak2 bertanya tentang mengapa ya menulis itu susah?
padahal udah tau ini huruf A, B, C, dst, udah dicontohkan pula, udah dipegang tangannya, tapi kenapa ya masih sulit, masih bengkok2 tulisannya, masih g jelas, dan sebagainyalah.
ini butuh latihan, sama seperti menjalankan sila, latihan, sila itu sendiri sering disebut / diterjemahkan sebagai latihan kemoralan, 5 sila, 5 latihan kemoralan.
tidak ada sesuatu yang instan, semua butuh usaha om herdi, butuh latihan yang kontinu. dan yang paling penting ya butuh usaha.
bukan hanya sila saya pikir, semua hal apapun yang baru dan masih asing bagi kita, pasti butuh usaha, butuh latihan untuk membuatnya menjadi mudah, untuk menjadi seorang ahli yang mahir, pasti butuh latihan dan butuh usaha.
coba om ingat waktu masih kecil, apakah langsung bisa berjalan?
tentu tidak kan, awalnya belajar merangkak dulu, kemudian, berdiri, setelah itu selangkah demi selangkah, jatuh, ya bangun lagi, jatuh lagi, bangun lagi.
nah sekarang inilah hasilnya, bisa berjalan dengan baik, bahkan kalo harus tutup mata pun tetap bisa berjalan. karna sudah mahir, sudah terbiasa, begitu juga menulis sudah mahir, tutup mata pun bisa, sudah terlatih.
jangankan sila, mencuri pun butuh latihan om, kalo g terlatih ya bisa2 ketangkep.
tidak ada yang perlu disesali, apalagi sampai merasa frustasi, semua itu adalah hal yang wajar kok om.
selama masih mau melatih, masih mau berusaha ya pasti bisa, frustasi itu termasuk salah satu faktor batin (cetasika) yang buruk, makanya jangan dipelihara om.
inilah uniknya, istimewanya agama buddha, kita disuruh membuktikan sendiri, menjalankan sendiri, kita harus bisa berdiri diatas kaki kita sendiri.
sama seperti anak2 yang belajar berjalan, dia harus mandiri, g boleh bergantung sama orang lain, sama orang tuanya.
nah ibaratnya seorang anak yang berpikir, untuk apa saya belajar berjalan? toh selalu ada mama, selalu ada papa yang menggendong saya, dia menggantungkan dirinya pada orang lain yang dianggap berkuasa, diangkap bisa menolong, bisa membantu, nah begitulah jadinya, dia g mau belajar berjalan, jadinya lumpuh, g bisa apa2. hidupnya tergantung pada orang lain. kasihan..
tapi kalo orang tua yang sayang sama anaknya, orang tua yang bijak, yah anaknya diajar, dikasi pengertian, hingga akhirnya tau kalo dia harus belajar, berlatih berjalan, karna dia g boleh terus2an bergantung sama orangtuanya. nah itu panna, pengertian yang benar. itulah agama buddha, Sang Buddha menunjukkan ini lho jalannya, nah kamu jalani sendiri, praktekkan sendiri, Sang Buddha sudah praktek, muridnya juga sudah banyak yang berhasil, nah sekarang giliran kita, kalo mau ya silahkan, udah ditunjukkan, ini lho. kalo kita menutup mata, g mau tau, masa bodoh, cari gampang, g terima sendiri.
makanya kalo sekarang kita pikir2 lagi, pasti tidak ada satu orangpun yang pernah menyesal walaupun dulu mereka pernah berkali2 jatuh ketika belajar berjalan, sebab hasilnya ada, diterima sekarang.
sama ketika belajar menyetir, lalu tabrak sana sini, sampai mobilnya g berbentuk
akhirnya menjadi bisa, mahir, nah apakah menyesal?
menyesal kalo kakinya patah atau masuk rumah sakit.
tapi jika tidak ya tidak akan menyesal, hasilnya ada, jadi bisa mandiri, g bergantung sama pak supir.
makanya kalo menyetir mesti hati2, tau aturannya, mana gas, mana rem, tau rambu2 jalan, jangan asal tancap, kemudian mesti hati2.
nah begitu juga sama kalo melaksanakan sila, harus tau aturannya, dan mesti hati2, mesti sati.
cukup dulu deh om...
oh iya nanti ada tambahan untuk pandangan benar, saya ketik dulu yah,