//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - chingik

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 61
46
itulah maka dikatakan bahwa sutra2 mahayana itu saling kontradiktif satu sama lain, inconsistent

Mengatakan sebagai kontrakdiktif, berarti belum memahami arti dan interaksi hubungan guru dan siswa (dalam kasus ini ada kalanya Buddha mengkritisi siswa sravaka dan pd kesempatan lain memujinya).
Saya balik bertanya, apakah seorang guru hanya boleh terus memuji siswa, walau siswa melakukan kekeliruan?

Atau, ketika Buddha pada satu kesempatan memuji perempuan, pd kesempatan lain merendahkan perempuan, apakah karena kasus ini ada di kitab nikaya , maka dianggap tdk kontradiksi? 

47
Diskusi Umum / Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« on: 12 July 2011, 09:26:29 PM »
ok, kesimpulan saya , cmiiw, samvega keliatannya tidak penting buat sebagian besar pembaca di forum ini, atau boleh saya simpulkan blm penting buat umat Buddha.
Kalo benar, sekali lagi, mohon sharing, apakah itu sebagai pertanda umat Buddha blum benar2 menangkap esensi dari tujuan tertinggi ajaran Buddha, nibbana?



48
Engaged Buddhism / Re: Sekolah Tzu Chi Tak Bedakan Suku & Agama
« on: 12 July 2011, 09:02:45 PM »
cuma katanya biaya sekolahnya cukup mahal ya? mohon infonya . thanks

49
Theravada / Re: pertanyaan tentang samma-sambuddha
« on: 12 July 2011, 08:59:11 PM »
Sepertinya hipotesis 'ada, tidak ada, ada & tidak, bukan ada bukan tidak', semuanya ditolak karena di luar batas kemampuan berpikir sih. Kalau dulu saya baca buku Buddhisme 'gado-gado' yah memang yang pertama itu "Adi-Buddha", semacam Prima Causa. Tapi tetap kembali lagi banyak kelemahan dari argumen satu titik sebagai asal mula.

Saya jg tidak pernah menemukan ada penyebutan Buddha pertama.
Tapi menurut saya, Kebuddhaan adalah suatu realiasi jalan menuju akhir samsara, atau dalam bahasa ilmuwan : penemu metode utk mengakhiri penderitaan.  Sebagai sebuah penemuan , semestinya dipandang secara berbeda dengan definisi "asal mula makhluk, asal mula semesta" 
Sebagai contoh, awal dari ditemukannya cara menerbangkan benda ke luar angkasa itu ada, bukan tanpa awal. 
Jadi hal ini membuka kemungkinan bahwa di masa tanpa awal bisa saja orang belum menemukan jalan mengakhiri samsara, makhluk hanya terus menerus lahir mati lahir mati dlam siklus ini. Tetapi dgn berprosesnya waktu, seseorang lalu menemukan jalan tersebut. Dan saat itu tentu orang tersebut sebagai awal nya , sang penemu jalan, Buddha.
Jadi apa itu tidak memungkinkan? Dia kan hanya menemukan apa yg belum pernah orang temukan sebelumnya. Sama seperti orang menemukan pesawat, komputer, yg belum pernah ditemukan sebelumnya. Jadi apakah itu memungkinkan ? Dari sudut pandang ini, saya tidak menemukan unsur kemustahilannya. Ini hanya hipotesa sepintas dari saya.
 


[/quote]

50
Mungkin pengertian samsara berbeda antara Theravada dan Mahayana... Karena menurut Theravada, seseorang yang masih terkondisi dan terlahir di 31 alam itu masih mengalami samsara, Bagaimana menurut Mahayana ? karena para sravaka masih bisa "lanjut"... tentu-nya harus terlahir untuk "lanjut"
Iya, mahayana memandang secara berbeda lagi.
Dalam mahayana , siklus kematian dan kelahiran (samsara) bagi seorang arahat,paccekabuddha dan bodhisatva 8 bhumi ke atas telah berakhir. Mereka tidak dilahirkan lagi di triloka. Tetapi mereka masih memliki satu jenis siklus lain , saya hanya bisa terjemahkan bebas dari istilah mandarin "Bian Yi Sheng Si"  yg artinya kira2 sbg siklus perubahan.  Makhluk suci ini seperti inilah yg dikatakan dapat menjelma di triloka dan melakukan aktifitas menyelamatkan makhluk lain. Batin mereka telah bebas dari belenggu dan merealisasi pemahaman anatta, dengan inilah mereka baru dapat benar2 bekerja secara altruis dlm arti yg sesungguhnya. Dengan inilah mereka baru dapat mewujudkan apa yg menjadi cita2 agung, bekerja tanpa jeda demi kebahagiaan makhluk hidup di semesta.
Dalam Mahayana, mencapai kesucian bagi seseorang merupakan akhir dari belenggu siklus samsara (mengakhiri penderitaan sendiri) , pd saat yg sama juga merupakan langkah awal utk bekerja secara penuh  demi menyelamatkan makhluk lain yg tidak dibatasi oleh siklus samsara.     

51
Sebetulnya ini topik tetangga (Pertanyaan kritis mengenai Theravada), tapi saya mau minta bocoran dikit, maksudnya bro chingik, dalam nikaya2, apakah yang kadang direndahkan dan kadang dipuji?

Sebenarnya ungkapan "kadang merendahkan kadang memuji" itu pesepsi pribadi dari bro dilbert. Saya sendiri tidak memandang demikian, atau lebih tepatnya ketika apa yg terlihat memuji siswa sravaka itu hanya utk menyatakan keadaan apa adanya pada diri seorang sravaka. Dan ketika apa yg terlihat seperti merendahkan itu mesti dilihat sbg konteks mengkritisi dari seorang guru Buddha kepada siswanya. Dalam rangkaian Sutra mahayana, bila kita lihat seutuhnya, tidak semestinya melihat sebagai merendahkan, karena semua itu merupakan murid Buddha dan Buddha sebagai guru tentu adalah wajar mengkritisi siswa yang hanya berdiam dalam tahapan sravaka, apalagi terlihat para siswa yang bahkan enggan mendengar wejangan Buddha (lihat Saddharmpundarika , ada 5000 siswa sravaka meninggalkan pesamuan. Tetapi para sravaka agung tidak).

Namun bila konteks ini tetap dipaksakan sebagai memuji dan merendahkan, maka kasus demikian seharusnya memiliki kesamaan dalam kitab2 nikaya, manakala Buddha memuji potensi wanita (wanita bisa menjadi arahat)  sekaligus merendahkan wanita (wanita yg memasuki Sangha dapat membuat umur sasana berkurang).   



 

52
spekulasi saya... kitab kitab mahayana itu di"tulis" oleh beberapa orang yang tidak memiliki kontinuitas dan kesinambungan doktrin... makanya kadang memuji, kadang merendahkan...

lalu kitab nikaya2  yg juga kadang memuji dan kadang merendahkan dianggap terkecuali ?

53
jadi kalau sravaka dibimbing ke jalan mahayana untuk apa?
sekarang kalau arahat disebutnya dasar atau final?

pondasi atau tidak?

harus jadi arahat dulu atau tidak untuk menapaki mahayana?

Dalam konteks mahayana, arahat dianggap terbebas dari belenggu samsara, tetapi dari aspek pengetahuan tertinggi, belum setara SamyakSambuddha. Dalam transmisi ajaran, idealnya seorang guru akan menurunkan semua pengetahuan kepada sang murid. Maka dalam konteks mahayana, Buddha idealnya menurunkan semua pengetahuanNya agar para siswanya dapat mencapai setara dengan Buddha sendiri. Itulah tujuan sravaka dibimbing menuju jalan mahayana, agar apa yg Buddha capai , sang siswa juga diharapkan mencapainya. 

Memasuki jalan mahayana  (jalan bodhisatva) tidak ditentukan dari mana status pencapaian seseorang. Sejauh anda membangkitkan aspirasi utk mencapai sama seperti seorang Samyaksambuddha, anda disebut memasuki jalan mahayana walaupun masih awam. Bisa juga anda membangkitkan belas kasih kepada seluruh makhluk, anda menumbuhkan benih mahayanis dalam diri anda. 

54
jadi apakah anda membantah bahwa ikrar demikian itu memang ada dalam sutra mahayana? saya hanya memiliki sumber dalam versi cetakan jadi susah untuk copas. mungkin member lain ada yg bisa membantu?

Jika ada ikrar demikian mengapa dalam Sutra Mahayana , Sariputra , Mahakasyapa dan siswa sravaka agung lainnya tidak lantas berubah status sbg bodhisatva saja setelah diramalkan akan menjadi Buddha? Bahkan dalam Saddharmapundarika, kata pembukanya tetap memuji para siswa sravaka sebagai bukti kedudukan sravaka adalah terhormat dan tdk semata-mata sbg hinayana. Berikut kutipannya: Pada suatu ketika Sang Buddha bersemayam di Rajagraha di Gunung Gridhrakuta, dihadap oleh 12.000 Bhiksu yang semuanya telah mencapai kesucian Arahat, yang tiada tercela, yang telah bebas dari ikatan keduniawian, yang telah mengatasi segala belenggu dan yang telah dapat mengendalikan pikiran dan nafsu keinginannya.

Mereka tetap disebut sbg sravaka agung, jadi pemahaman sbg konversi di sini tidaklah tepat, lebih tepatnya sebagai bimbingan utk memasuki tahapan berlanjut.   

55
kalau tidak belajar pondasi, langsung ke mahayana bijimana? apakah bisa tanpa pondasi?
mungkin mirip seperti ada arahat yg harus melalui jhana ada yg tidak.
tapi menurut saya tidak ada, meskipun terlihat ada, itu pasti karena pd masa kehidupan lalu telah pernah belajar fondasi itu

56
yang di post kutu :
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."

artinya jalan sravaka jalan menyimpang khan?
bukan, itu ditujukan ke semua penganut ajaran sesat . Bukan ke sravaka.

57
mungkin ceritanya mahayana mau menampung semua sehingga sutra2 palsu pun di anggap berharga dan berguna, sehingga ya gado2 lah jadinya. mau tujuan ke ancol, ke nibana, ke surga mana, semua di tampung, akhirnya umat pada bingung :))
Jika bilang ada yg palsu, berarti anda mengakui ada sutra Mahayana yg asli bukan?
Memang benar mahayana sbg sbuah aliran,  tidak luput dari penyusupan sutra palsu yg dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.  Tidak berarti Mahayana dianggap sama palsunya dgn sutra palsu itu.
Sutra2 palsu pernah diklasifikasikan dalam kanon Taisho, tapi orang yang mau belajar pasti sdh mengerti bahwa apa yg asli dan palsu jika telah diklasifikasikan, maka tidak akan terjerumus.  Mereka diarsipkan utk kajian sejarah. 

58
 
Quote
Dari “menerima semua”, “konsolidasi” kemudian kini menjadi “mempelajari
Sdr. Chingik, jika Mahayana menerima semua aliran Sravakayana, maka berarti menerima Arahat sebagai pencapaian yang tertinggi. Jika tidak, ini berarti Mahayana tidak menerima semua. Opsi ini perlu dipilih.
Mahayana sebagai sebuah gerakan, menerima semua aliran Sravakayana sebagai cerminan bahwa mahayana tidak mengabaikan fondasi ajaran. Tetapi Mahayana sendiri memiliki tahapan lanjutan, sehingga tidak mungkin harus menganggap jalan sravaka sebagai final. Seperti yg saya jelaskan ke bro Kainyn, selama membangun fondasi, fondasi itu bukan suatu kekeliruan, tetapi jika hanya berhenti pada fondasi, itu bukan tujuan mahayana.

Quote
Masalah Arahat bukan saja masalah mengenai posisinya dalam tingkat spiritual tetapi juga cara-cara pencapaiannya. Jika dikatakan mengenai Arahat ini adalah sesuatu yang belum clear dan masih dipelajari, maka ini sama saja Mahayana belum menerima semua ajaran aliran Sravakayana. Ajaran Sravakayana hanya dijadikan pajangan, koleksi yang kalau dibutuhkan baru dicopy literaturnya untuk memberi jawaban atas masalah yang ditimbulkan dan yang tidak bisa diselesaikan oleh Mahayanis dengan literatur Mahayana-nya.
Selain itu, jika masalah Arahat masih dipelajari, maka ini berarti selama kemunculannya, Mahayana sendiri masih mempertanyakan kebenaran sutranya sendiri, seperti Saddharmapundarika Sutra yang di dalamnya jelas membahas mengenai tingkat spiritual dari Arahat Sariputra yang masih bisa di-upgrade lagi. Ini berarti pernyataan dalam sutra ini masih diragukan. Padahal Saddharmapundarika Sutra konon adalah sutra penting dalam Mahayana sehingga bahkan menjadi pondasi berdirinya salah satu aliran Mahayana, bahkan mungkin Mahayana itu sendiri karena sutra ini yang konon pertama kali menerbitkan istilah Mahayana dan Hinayana.

Saya rasa anda salah menangkap maksud "masalah arahat belum clear" di sini. Yg saya maksudkan adalah polemik status kearahatan itu sudah terjadi di dalam tubuh 18 sekte yg notabene adalah sekte jalan sravaka. Seharusnya anda tanyakan atau gali sendiri mengapa bisa terjadi polemik antar sekte itu, tanpa perlu melibatkan mahayana dulu.  Terus, berdasarkan apa bro merasa yakin sekte yg bro anut sebagai yg paling benar, pdhal 18 sekte itu memiliki pandngan berbeda-beda. Tidak jauh2 dari masalah kepercayaan belaka juga bukan?. 


Quote
Sdr. Chingik, kita tidak bisa menepis adanya “campur aduk” pada Mahayana karena faktanya demikian, dan fakta tersebut ada dalam literatur-literatur Mahayana itu sendiri. Semakin kita menepis, semakin kuat mencekik.
campur aduk itu kan berdasarkan pemikiran bro yg tidak bisa melihat sistem mahayana secara utuh. Wajar sajalah.
Faktanya, para sesepuh mahayana tidak merasa tercekik, bahkan bisa belajar melepas juga, salah satunya tradisi Zen bahkan secara khusus menekankan utk melepaskan kemelekatan pd persepsi kata-kata dan kitab suci.   

Quote
Benar, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, namun ketika disodorkan, disajikan 2 klaiman kebenaran, maka seseorang perlu menentukannya mana yang benar, contohnya masalah Arahat. Kebenaran itu hanya 1.  Kecuali ingin menegaskan lebih kuat bahwa Mahayana itu aliran campur aduk sekaligus linglung karena kedua kebenaran ada padanya dan tidak tahu mana yang benar.
Karena anda melihat dari kacamata sektarian, makanya berpikir demikian. 2 klaim kebenaran itu kan dari sudut pandang anda karena terlanjur memposisikan mindset  : "pandangan yg saya pegang ini sdh benar dan yg lain pasti salah".     
seperti telah sy jelaskan ke bro Kainyn, membangun fondasi bukanlah kekeliruan (dlm hal ini mempelajari jalan sravaka), tetapi membangun fondasi tanpa melanjutkan tahapan berikut, apakah bisa dianggap benar? (ini bicara dalam konteks bagi seorang siswa mahayana)

59
Quote
Saya tertarik paham bahwa sravakayana adalah bagian dari Mahayana dan bukan jalan berbeda. Saya kutip dari Bhaisajyaguru Buddha Sutra:
"Aku berikrar bahwa bila Aku mencapai Penerangan di masa yang akan datang, jika ada makhluk hidup yang menempuh jalan menyimpang. Aku akan membimbing mereka kembali ke jalan Penerangan.
Jika ada yang menjadi pengikut jalan Sravaka atau Pratyekabuddha, mereka akan berangsur-angsur dibimbing ke Jalan Mahayana."


Jika memang sravaka (dan Pratyeka) itu adalah tahapan, mengapa harus dibimbing untuk keluar dari sana?
Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b.  Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
 Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.   
 
Quote
Menurut Mahayana pun, sravaka yang tidak melanjutkan adalah pandangan keliru. Dari Saddharmapundarika Sutra Bab III:
"Owing to the mighty will of the Bodhisattva thou, Sâriputra, hast no recollection of thy former vow to observe the (religious) course; of the counsel of the Bodhisattva, the decree of the Bodhisattva. Thou thinkest that thou hast reached final rest. I, wishing to revive and renew in thee the knowledge of thy former vow to observe the (religious) course, will reveal to the disciples the Dharmaparyaya called 'the Lotus of the True Law,' ..."

Kisahnya di sini adalah Sariputra dibuat 'hilang ingatan' akan tekad Bodhisatva sehingga ia berpikir perjalanannya telah selesai (karena mencapai sravaka). Tapi di sini Buddha Sakyamuni membangkitkan kembali pengetahuan sejatinya, dan kemudian dikatakan bahwa di masa depan, Sariputra akan menjadi Tathagata bernama Padmaprabha. 

Bagaimana menurut bro chingik?

Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya.  Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya. 
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.

60
 
anehnya kok ada kata2 ini dalam sutra maha :
Subhuti, To Sum up, the merits resulting from this Sutra are inconceivable, inestimable and without limit. The Tathagata expounds it to those initiated into the Mahayana and the Supreme Yana. If they are able to receive, hold (in mind), read and recite it and expound it widely to others, the Tathagata will know and will see that they will achieve inexpressible and inconceivable merits that are without measure or limit. They will bear (responsibility for) the Tathagata's supreme Enlightenment (Anuttara-samyak-sambodhi) Why? Because, Subhuti, those who take delight in the Hinayana and hold the view of an ego, a personality, a being and a life, cannot listen to, receive, hold (in mind), read and recite this Sutra and explain it to others

jadi intinya maha mempelajari semua dan mengetahui ya kalau hinayana itu payah =))
Dalam doktrin Mahayana, hinayana tidak dipandang sbg sebuah aliran. 
Jadi hinayana menurut Sutra Mahayana itu ditujukan pada siapa? Ada beberapa bhikkhu sebagai siswa sravaka yang hanya merasa pencapaiannya sudah final dan tidak mau melanjutkan nasihat Buddha. Merekalah yang disebut hinayana. Tidaklah aneh bila Buddha mengkritisi mereka, sama seperti ketika Buddha mengkritisi para pertapa yg berbeda pandangan dengan Buddha.
Sariputta , Mahakasyapa, Moggallana sbg siswa sravaka utama tidak dipandang sebagai hinayana, karena akhirnya mereka juga diramalkan akan menjadi Buddha.
Jadi menjadi hinayana atau tidak, itu tergantung pd aspirasi batin. Bukan berarti seseorang melatih ajaran sravaka lalu disebut hinayana.

Sebagai contoh, Master Yinshun adalah bhiksu Mahayana yang sangat menjunjung tinggi kitab Agama Sutra.
Master Zhiyi (pendiri tradisi Tientai di China) juga mengajar teknik samatha vipasyana kepada kakaknya.
Jadi tidak benar bila semua hal yg berhubungan dengan jalan sravaka dianggap sebagai hinayana.
     

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 61