UPASAKA SHEN SHAN
Upasaka Shen Shan, orang Anhui yang berprofesi sebagai seorang guru. Ia seorang guru yang baik yang serius belajar maupun mengajar.
Selama bertahun-tahun lamanya, Shen Shan selalu diganggu oleh sebuah mimpi buruk. Ia sering bermimpi beberapa orang bhiksu, tanpa sebab yang jelas ingin meminta nyawanya.
Ia lari ke timur, bhiksu muncul di timur.
Ia lari ke barat, bhiksu muncul di barat.
Ia lari ke selatan, bhiksu muncul di selatan.
Ia lari ke utara, bhiksu muncul di utara.
Akhirnya, Upasaka Shen Shan selalu berhasil ditangkap oleh para bhiksu, lalu ia pun dilempar ke dalam lautan api.
Kemudian ia pun terbangun setelah berteriak "histeris". Ia ketakutan hingga sekujur tubuhnya bercucuran keringat dingin!
Mimpi ini selalu terjadi beberapa hari sekali dan tidak pernah berhenti semenjak kecil hingga dewasa.
Upasaka Shen Shan memohon pada dewa dan sembahyang pada Buddha, juga melakukan sembahyang pertobatan di mana-mana, namun, mimpi buruk ini tidak pernah berhenti terus mengganggunya, Upasaka Shen Shan sangat resah dan ketakutan.
Upasaka Shen Shan mendengar bahwa memuja Avalokitesvara Bodhisattva dan memanjatkan"Sutra Raja Agung" itu manjur. Lalu ia pun memuja sesosok Avalokitevara Bodhisattva dan setiap hari memanjatkan "Sutra Raja Agung".
Setengah tahun kemudian, suatu malam ia bertemu Bodhisattva berkata padanya:
"Kejahatan yang Anda lakukan dalam kehidupan lampau Anda adalah membakar sebuah vihara, hanya karena istri Anda ingin menjadi bhiksuni, sekali Anda marah, Anda lampiaskan kemarahan Anda pada vihara, makanya Anda mengalami pembalasan karma ini!"
"Bagaimana mengatasinya?"
Bodhisattva berkata:
"Carilah manusia berkepala macan! Beliau adalah bhiksu suci abad sekarang."
Upasaka Shen Shan tidak tahu siapa manusia berkepala macan, belakangan seseorang memberitahunya bahwa manusia berkepala macan adalah orang yang bermarga "Lu".
Upasaka Shen Shan akhirnya berhasil menemukan saya.
Begitu saya dengar bahwa kasus membakar vihara dan membunuh bhiksu yang dilakukannya termasuk lima perbuatan durhaka. Lantas, bagaimana saya mengatasinya?
Saya sendiri juga bingung, karma kejahatan ini terlalu berat, namun, Bodhisattva malah merekomendasi "manusia berkepala macan", kalau bukan saya yang menolongnya, siapa yang menolongnya?
Kemudian,
Saya minta Upasaka Shen Shan memuja altar "bhiksu tanpa nama" di dalam vihara, malamnya saya pun menjalankan ritual.
Kepala memancarkan tiga sinar, "sinar Buddha", "sinar putih", "sinar roh", menyeberangkan bhiksu tanpa nama ke surga barat. Ritual ini merupakan ritual penyeberangan tertinggi.
Saya mau Upasaka Shen Shan berikrar, asalkan mendengar ada yang membangun vihara, membangun stupa, membuat pratima, memberi persembahan pada Sangha, Upasaka Shen Shan harus menyumbang semuanya secara sukarela.
Upasaka Shen bersedia.
Saya minta Upasaka Shen memanjatkan "Sutra Raja Agung" sebanyak sejuta kali, Upasaka Shen juga setuju.
Upasaka Shen Shan bersarana pada saya dan menerima abhiseka.
Anehnya, semenjak itu, Upasaka Shen Shan tidak mengalami lagi kejadian bhiksu meminta nyawa.
*
Saya minta Upasaka Shen Shan menjalani metode mengumpulkan berkah dan mengikis karma:
1. Bersembah sujud.
2. Memberi persembahan.
3. Bertobat.
4. Berdana secara sukarela.
5. Memohon memutar Dharmacakra.
6. Memohon Buddha menetap di dunia.
7. Penyaluran jasa.
Upasaka Shen Shan melakukannya satu per satu, kemudian mengalami kontak batin, Avalokitesvara Bodhisattva selalu menampakkan diri memberi petunjuknya seputar bersadhana. Sekarang tidak hanya mimpi buruk saja hilang, mimpi baik muncul satu per satu, kesejahteraan dan keberuntungan menghampirinya.
Malah Upasaka Shen Shan pun ingin menjadi bhiksu!
Diposkan oleh smiley di 08.34 0 komentar
Label: Buku ke 197 - Menguak Rahasia Langit
BODHISATTVA TUA ZHAO LU
Zhao Lu, seorang veteran tua yang sudah lama bersarana pada saya.
Zhao Lu bermatapencaharian menjual bakmi di samping jalan.
Suatu kali saya makan bakmi di tempatnya, ia dapat mengenali saya dan berkata:
"Mahaguru, saya adalah siswa Anda, Zhao Lu."
Saya ingat dia, ternyata dia adalah tentara tua di dalam kemiliteran, dia sudah bersarana dan belajar Agama Buddha semasa di kemiliteran, setelah pensiun, ia jual bakmi.
Ia berkata:
"Mahaguru makan bakmi, gratis."
Saya berkata:
"Menyusahkan Anda saja, jangan gratis."
Ia berkata:
"Mahaguru pernah menolong saya, apalah artinya semangkuk bakmi ini, sekalipun Mahaguru setiap hari makan di sini, Mahaguru juga tidak perlu bayar, ini sudah sepantasnya."
"Kapan saya pernah menolong Anda?" tanya saya.
Lalu, Zhao Lu pun menceritakan saya sebuah kejadian unik.
*
Zhao Lu tinggal di dalam lorong kumuh yang terdiri dari sederetan rumah petak yang terbuat dari kayu, tanah, dan batu, bangunan rumahnya sangat kasar.
Dengan kata lain, tembok setiap rumah digunakan bersama. Di dalam ruang yang kecil, disekat lagi menjadi satu ruangan dengan dua kamar, walaupun demikian, itu juga hasil tabungan selama hidup Zhao Lu.
Hampir semua penghuni sederetan rumah itu adalah veteran tua.
Suatu hari, terjadi kebakaran di tetangga barat.
Api cukup besar.
Hampir membakar rumah Zhao Lu, Zhao Lu ketakutan dan memucat, melihat rumah sepanjang hidupnya hampir dilahap si jago merah, semua berubah menjadi hampa.
Ia melontarkan satu kalimat:
"Mahapadmakumara putih, Mahaguru, tolong saya!"
Tiba-tiba dari permukaan tanah berputar seembus angin aneh.
Angin ini dikatakan aneh memang aneh, tiba-tiba berputar, pasir dan bebatuan beterbangan, bahkan manusia pun tidak dapat berdiri tegak.
Angin meniup api. Api pun dihalangi, lalu api dipadamkan. Aneh! Aneh! Angin meniup api, menghambat jalannya api, lalu meniup kencang, api pun padam.
Begitu api padam, angin pun hilang entah ke mana.
Zhao Lu berkata:
"Dalam kejadian ini, bukankah Mahaguru telah menolong saya!"
Saya bertanya:
"Biasanya Anda menekuni sadhana apa?"
Zhao Lu menjawab:
"Setelah saya bersarana, saya hanya baca Sutra Raja Agung, japa mantra hati Mahaguru, biasanya waktu saya tidak banyak, kadang-kadang menyebutkan nama Buddha, memohon terlahir di alam suci. Namun, saya sangat berkonsentrasi baik menyebutkan nama Buddha, menjapa mantra, maupun membaca Sutra."
Saya berkata:
"Benar! Bila Anda berkonsentrasi, Anda pasti akan mengalami kontak batin."
Zhao Lu berkata:
"Terimakasih, Mahaguru!"
Saya menjawab:
"Anda tidak perlu berterimakasih pada saya, berterimakasihlah pada Amitabha Buddha dan Avalokitesvara Bodhisattva!"
*
Avalokitesvara Bodhisattva mempunyai sebuah gatha:
Cahaya bersih tanpa noda.
Dapat menaklukkan musibah angin dan api.
Mentari kebijaksanaan menghancurkan semua kegelapan.
Cahaya terang memancari dunia.
Saya berkata:
Di dalam sadhana Tantra saya, ada cinta kasih, simpati, belas kasih, baik hati, hati mahakaruna. Dapat membebaskan para insan dari dukha, Anda harus yakin dan menerapkannya!
Diposkan oleh smiley di 08.34 0 komentar
Label: Buku ke 197 - Menguak Rahasia Langit
UPASAKA LU SEN
Upasaka Lu Sen adalah siswa saya dari China daratan. Hobinya traveling. Suatu hari, Upasaka Lu Sen dan temannya pergi mendaki gunung, karena jalan pegunungan yang berkelok-kelok, berbatu, dan licin, sekali Lu Sen lengah, ia lantas terperosok ke dalam sungai di sisi jalan.
Tak disangka arus sungai sangat dalam, malah sangat deras, seketika Lu Sen terbawa pusaran.
Peristiwa ini terjadi secara tiba-tiba, rekan seperjalanannya sama sekali tidak sempat menolongnya.
Konon, Lu Sen jatuh ke sungai, tidak sempat bereaksi apapun, hanya saja ia langsung japa satu kalimat:
"Om. Guru. Lian Sheng. Siddhi. Hum."
Di dalam kedalaman air.
Ia justru melihat gambar wajah Mahaguru Lu, Mahaguru Lu berkata padanya:
"Saya datang menyelamatkan Anda!"
Lu Sen hanya merasakan sepasang kakinya ditadah seseorang, lalu ia diangkat ke permukaan sungai.
Ia merasakan lagi seseorang mendorongnya dari belakang, mendorongnya ke darat.
Pakaian Lu Sen basah kuyup.
Sepatu Lu Sen berlumuran lumpur.
Ia berdiri di tempat.
Ia masih shock sampai terus-menerus menjapa:
"Om. Guru. Lian Sheng. Siddhi. Hum.Om. Guru. Lian Sheng. Siddhi. Hum.Om. Guru. Lian Sheng. Siddhi. Hum."
*
Rekannya bergegas datang.
Ia berkata pada rekannya:
"Mahaguru saya ada di dalam sungai!"
Rekannya menjawab:
"Kepalamu sedang pusing."
Ia berkata pada rekannya:
"Mahaguru saya menadah kaki saya dengan sepasang tangannya, saya bagaikan terbang ke darat!"
Rekannya berkata:
"Omong kosong!"
Namun, rekannya juga tidak habis pikir, Lu Sen sendiri tidak bisa berenang, bagaimana ia bisa mengapung di atas permukaan air!
Rekannya juga tidak habis pikir, jarak antara posisi Lu Sen jatuh dan darat sekitar 500-600 meter, bahkan seteguk air pun tidak terminum, bagaimana ia melakukannya?
*
Di dalam "Sutra Dharmapada" saya membaca:
Demi menyadarkan seorang nelayan, Sang Buddha pernah membuat seseorang berjalan di atas sungai besar, hanya mata kakinya saja yang terendam air! Ia berjalan di permukaan air dari selatan sungai hingga utara sungai, lalu bersembah sujud pada Sang Buddha dan memohon Sang Buddha berceramah Dharma. (daya gaib)
Si nelayan terperanjat:
"Air sungai ini sangat dalam!"
Orang itu berkata:
"Hanya mata kakinya saja yang terendam air!"
Sang Buddha berkata:
"Sadhu! Sadhu! Asalkan Anda percaya dengan teguh, jangankan menyeberangi sungai bermil-mil, bahkan menyeberangi samudera samsara pun Anda bisa."
*
Dalam artikel ini, saya beritahu Anda semua, seseorang yang yakin akan menghasilkan "kekuatan keyakinan".
Upasaka Lu Sen "yakin" terhadap Mahaguru Lu, ketika jatuh ke sungai, ia menjapa mantra hati Mahaguru, sehingga menghasilkan "kekuatan keyakinan", "kekuatan keyakinan" lah yang menyelamatkan jiwa Upasaka Lu Sen.
================
yang di bold kok mirip ajaran tetangga?