//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa  (Read 41078 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #30 on: 27 November 2009, 12:00:12 AM »
_/\_ Sdr Peacemind

Jangan serius thdp tulisan saya sebelumnya.. ;D Tulisan saya cm menyoal KONON adanya "Buddha hidup" di masa lalu di Cina yg demen makan daging dan minum arak. Sedangkan masa kini, ada lg KONON "Buddha hidup" yg menikah dan berumah tangga. Itu fenomena di salah 1 aliran Buddhisme. ;)

Tapi utk pernyataan soal arahat yg bunuh diri bukan masalah, saya pikir memang demikian.. Bahkan jika pun setelah menjadi arahat lalu bunuh diri jg bukan masalah. Di sana benar-benar tidak ada diri lagi yg dibunuh dan tidak ada kamma vipaka yg timbul sbg akibat perbuatan. Di 1 sutta ketika Sang Buddha menjelaskan, lalu ditanya oleh 1 orang siswanya, "siapa yg merasakan?" Jawaban Sang Buddha adalah pertanyaan tsb tidak valid, karena Sang Buddha tidak menyatakan adanya yg merasakan. Tetapi pertanyaan itu hendaknya diganti menjadi "Dari mana timbulnya perasaan?" Lalu Sang Buddha menjawab dan memberi eksposisi terkait Paticca-Samuppada.

Kesimpulan saya mengenai keterkaitan Sutta tsb dgn dlm menjelaskan fenomena spt arahat bunuh diri adalah simple. Pertanyaan ttg mengapa seorang arahat bisa terkesan bunuh diri, hanya akan valid jika kita melihat hal ini dari sisi masih adanya "diri". Sedangkan jika kita melihat dr sudut pandang ariya puggala sendiri, pertanyaan itu tidak valid karena di sana tidak lagi ada "diri".

Tapi cara pandang ini tidak bisa diterapkan dalam semua hal, seperti arahat yg minum arak, menikah, terbahak-bahak dan "mungkin" menangis [yg terakhir asumsi pribadi]. Karena seperti pendapat Sdr Peacemind bahwa mereka tdk akan lagi jatuh dalam nafsu sensual. Sedangkan soal terbahak2 dan menangis, sangat kuat kemungkinan mereka tidak akan tergoyahkan lagi oleh jenis2 perasaan yg timbul dari kontak yg mereka alami, apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan.

mettacittena,
appamadena sampadetha

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #31 on: 27 November 2009, 12:02:31 AM »
Di thread2 lain, sudah disepakati bahwa arahat adalah seorang yang sempurna dalam moralitas, konsentrasi dan kebijaksaan. Ia juga merupakan seorang yang tidak terjerumus lagi dalam kenikmatan duniawi (kāma). Mungkinkah orang demikian masih menginginkan kehidupan berumah-tangga, menikmati arak, dll? Mungkin saudara2 bisa membaca Magandiyasutta dari Majjhimanikāya tentang bagaimana pandangan Sang BUddha sebgai seorang arahat terhadap kenikmatan2 duniawi..

Justru karena Sang Buddha dan mereka yang telah mencapai kesucian arahat, meninggalkan segala kekotoran batin, mereka tidak akan lagi terjerembab dalam kenikmatan2 kāma.

Jika saudara2 melihat keseluruhan cerita Ānanda, Bakula atau Mahapajapatigotami yang parinibbāna dengan membakar dirinya melalui pencapaian tejakasina, saudara sekalian akan mengetahui betapa mereka memutuskan parinibbana bukan berdasarkan pada campur tangan "self". Kematian mereka tidak bisa disamakan dengan stupid narrow minded persons yang mati bunuh diri....!

Be happy.

Be happy.
jadi mereka (Ananda, Bakula..)melakukan aksi itu atas dasar apa?

Jika kita melihat berbagai cerita yang ada, banyak arahat yang tahu kapan hari kematiannya. Seperti Sariputta, MOgalanna, Bakula, Pajapatigotami, dll dan termasuk Sang BUddha mengetahui kapan beliau akan memasuki parinibbana. Dalam Komentar Cundasutta, dikatakn bahwa Sariputta mengetahui bahwa beliau akan meninggal setelh tujuh hari lagi.. Oleh karenanya beliau memutuskan pergi ke rumah ibunya...

 so  “sattāhameva  me āyusaṇkhārā pavattissantī”ti ñatvā “kattha parinibbāyissāmī”ti cintesi - "Beliau (Sariputta), setelah mengetahui, "Setelah tujuh hari kekuatan kehidupan (life force) ku akan habis", berpikir, "Di mana,saya akan memasuki parinibbāna?"

Pernyataan di atas sangat jelas bahwa seorang arahat meninggal / parinibbāna bukan karena kebodohan, bukan karena "self", bukan karena narrow thought.

Be happy.

Memang tidak aneh seorang arahat tahu kapan saat kematiannya tiba, bahkan para praktisi Sukhavati yg berikrar utk terlahir di Sukhavati juga sanggup mengetahui kapan tiba saat kematiannya. Lantas cara-cara para praktisi Sukhavati menyambut kematian itu juga berbeda-beda, ada yang duduk bersila, berbaring, bahkan ada yang dengan sikap berdiri. Namun cara2 yg diperlihatkan itu bisa dianggap sah-sah saja karena kita mengasumsikan bahwa praktisi Sukhavati masih belum merealisasi kearahatan, jadi bisa saja mereka mengakhiri hidup dengan cara2 yang tidak lumrah. Nah bagaimana dgn arahat yang tidak lagi memiliki sedikitpun noda2 batin, namun melakukan aksi2 yang sepertinya tidak memperlihatkan sosok yg sanggup mengakhiri hidup dengan membiarkan nafasnya berhenti secara natural. Jadi pertanyaan tentang atas dasar apa Arahat melakukan aksi2 itu masih belum terjawab.    (maka dari itu saya lebih prefer ke kesimpulan bhw sebenarnya kita tidak dapat menilai Arahat dgn kacamata awam, dan dengan demikian diskusi ttg Luanta Mahaboowa pun menjadi absurd, karena keterbatasan kita sendiri)

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #32 on: 27 November 2009, 12:23:19 AM »
Godhika Thera, pada suatu kesempatan, melatih meditasi ketenangan dan pandangan terang, di atas lempengan batu di kaki gunung Isigili di Magadha. Ketika beliau telah mencapai Jhana, beliau jatuh sakit; dan kondisi ini mempengaruhi latihannya. Dengan mengabaikan rasa sakitnya, dia tetap berlatih dengan keras; tetapi setiap kali beliau mencapai kemajuan beliau merasa kesakitan. Beliau mengalami hal ini sebanyak enam kali. Akhirnya, beliau memutuskan untuk berjuang keras hingga mencapai tingkat arahat, walaupun ia harus mati untuk itu.

Tanpa beristirahat beliau melanjutkan meditasinya dengan rajin. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Dengan memilih perasaan sakit sebagai obyek meditasi, beliau memotong lehernya sendiri dengan pisau. Dengan berkonsentrasi terhadap rasa sakit, beliau dapat memusatkan pikirannya dan mencapai arahat, tepat sebelum beliau meninggal.

 _/\_
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #33 on: 27 November 2009, 12:24:33 AM »
IMO, pertanyaan spt:

Quote
seorang arahat sudah tidak ada LDM yg mendorong tindakannya, lantas apa yg menyebabkan arahat mengakhiri nama & rupannya? bagaimana pikiran arahat, kenapa bisa sampai mengakhiri nama & rupanya yg belum habis berproses?

Quote
Nah bagaimana dgn arahat yang tidak lagi memiliki sedikitpun noda2 batin, namun melakukan aksi2 yang sepertinya tidak memperlihatkan sosok yg sanggup mengakhiri hidup dengan membiarkan nafasnya berhenti secara natural. Jadi pertanyaan tentang atas dasar apa Arahat melakukan aksi2 itu masih belum terjawab.

Bukan pertanyaan yg valid lagi-lagi, karena mengindikasikan masih adanya sosok diri di sana yg berpikir, berkehendak dan lalu bertindak memutuskan hidupnya. Jangan melihat dr kacamata puthujjana tetapi dr kacamata arahat itu sendiri utk mengerti tindakan seorang arahat. Jika tdk dpt melihat dr kacamata arahat, ya tinggalkan saja dulu pertanyaannya tak terjawab hingga waktunya nanti. Atau berpuas diri dg jawaban acinteyya, bisa juga... ;D
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #34 on: 27 November 2009, 12:35:45 AM »
_/\_ Sdr Peacemind

Jangan serius thdp tulisan saya sebelumnya.. ;D Tulisan saya cm menyoal KONON adanya "Buddha hidup" di masa lalu di Cina yg demen makan daging dan minum arak. Sedangkan masa kini, ada lg KONON "Buddha hidup" yg menikah dan berumah tangga. Itu fenomena di salah 1 aliran Buddhisme. ;)

Tapi utk pernyataan soal arahat yg bunuh diri bukan masalah, saya pikir memang demikian.. Bahkan jika pun setelah menjadi arahat lalu bunuh diri jg bukan masalah. Di sana benar-benar tidak ada diri lagi yg dibunuh dan tidak ada kamma vipaka yg timbul sbg akibat perbuatan. Di 1 sutta ketika Sang Buddha menjelaskan, lalu ditanya oleh 1 orang siswanya, "siapa yg merasakan?" Jawaban Sang Buddha adalah pertanyaan tsb tidak valid, karena Sang Buddha tidak menyatakan adanya yg merasakan. Tetapi pertanyaan itu hendaknya diganti menjadi "Dari mana timbulnya perasaan?" Lalu Sang Buddha menjawab dan memberi eksposisi terkait Paticca-Samuppada.

Kesimpulan saya mengenai keterkaitan Sutta tsb dgn dlm menjelaskan fenomena spt arahat bunuh diri adalah simple. Pertanyaan ttg mengapa seorang arahat bisa terkesan bunuh diri, hanya akan valid jika kita melihat hal ini dari sisi masih adanya "diri". Sedangkan jika kita melihat dr sudut pandang ariya puggala sendiri, pertanyaan itu tidak valid karena di sana tidak lagi ada "diri".

Tapi cara pandang ini tidak bisa diterapkan dalam semua hal, seperti arahat yg minum arak, menikah, terbahak-bahak dan "mungkin" menangis [yg terakhir asumsi pribadi]. Karena seperti pendapat Sdr Peacemind bahwa mereka tdk akan lagi jatuh dalam nafsu sensual. Sedangkan soal terbahak2 dan menangis, sangat kuat kemungkinan mereka tidak akan tergoyahkan lagi oleh jenis2 perasaan yg timbul dari kontak yg mereka alami, apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan.

mettacittena,


Santai aja Jerry.. saya nggak serius lah.. Malah sambil jawab, saya ketawa sendiri.. Pernyataanya lucu..

Yap sutta yang anda kutip memang sangt menarik dalam hal ini..

Be happy.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #35 on: 27 November 2009, 02:00:50 AM »
_/\_

Memang, dari Sutta tsb dan bbrp sutta lainnya yg saya tau, terlihat kalau proses yg terjadi pd seorang Buddha dan arahat, para Tathagata, hanya sampai ke rantai phassa paccaya vedana. Dan dr sana tidak ada lg keinginan yg timbul, termasuk keinginan bunuh diri yg dibahan bakari oleh perasaan. Demikian pula dg keinginan spt minum arak, menikah, dan termasuk pula keinginan utk terbahak-bahak dan menangis yg dipengaruhi oleh perasaan. Well.. this is my assumption only.. CMIIW

Mettacittena,
appamadena sampadetha

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #36 on: 27 November 2009, 09:38:37 AM »
masalah Ananda menggunakan Abhinna kita tidak tahu persisnya, karena itu tentu pasti berasal bukan dari sangha konsili 1....
tidaklah mungkin Ananda yang mengulang sutta mengenai dirinya meninggal...jadi tentu kejadian ini hanya di ulang pada konsili 2...atau pada kitab komentar...

dalam kata sariputta telah dijelaskan, Arahat tidak mencoba untuk mempercepat atau memperlambat, mereka hanya menunggu waktu seperti menunggu buah jatuh dari pohon-nya...
jadi jika masalah "arahat" mempercepat bunuh diri-nya, saya kira hal ini agak rancu...

kemudian masalah Godhika thera yg memakai objek perasaan sakit, saya rasa beliau Hokky begitu, karena mencoba gambling antara arahat dan nyawa.

-----------------------------------------------------
setahu saya 4 Acintteya itu salah satunya..
(1) Isi pikiran seorang sammasambuddha, oh para bhikkhu,
memikirkan kualitas seorang Buddha adalah satu hal yang tidak
seharusnya dipikirkan


tapi. saya rasa ada benarnya,soalnya waktu bhante Maha bilang kalau pertanyaan saya "pertanyaan gila".


Quote
Jangan serius thdp tulisan saya sebelumnya..  Tulisan saya cm menyoal KONON adanya "Buddha hidup" di masa lalu di Cina yg demen makan daging dan minum arak. Sedangkan masa kini, ada lg KONON "Buddha hidup" yg menikah dan berumah tangga. Itu fenomena di salah 1 aliran Buddhisme.
:)) :)) :))
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #37 on: 27 November 2009, 10:00:35 AM »
ini pada :outoftopic: wahai para scholar.. :backtotopic:

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #38 on: 27 November 2009, 11:14:41 AM »
ini pada :outoftopic: wahai para scholar.. :backtotopic:

Ini para scholarnya podo stubborn..  :))  :))  :))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #39 on: 27 November 2009, 12:43:08 PM »
Mengenai citta setelah nibbana. Banyak yg salah kaprah tentang pandangan Luangta Mahaboowa terhadap masalah ini. Semua trah/murid Ajahn Mun yg utama dalam tradisi dhutangga selalu menggunakan kata " CITTA" daripada menggunakan  kata "NAMA"  bahkan kadangkala menggunakan kata CITTA sebagai citta itu sendiri , saya pun tidak tahu alasannya. Tetapi pernah dibahas dalam penjelasan Luangta.  Sehingga kalau kita membaca tulisan Luangta atau pun murid utama Ajahn Mun berbicara tentang citta harus diperhatikan konteks kalimatnya agar tidak terjebak pada pengertian yg salah tentang citta . Kedua, audience saat Luangta berbicara adalah umat awam yg tidak semuanya mengerti bahasa kitab suci Tipitaka. Sehingga kata citta digunakan agar dimengerti.
ya, saya mengerti hal tsb, bahkan citta juga diartikan sebagai sati (awareness) oleh Ajahn Mun... :)
namun walaupun citta diartikan sebagai nama (ataupun nama dhamma), bagi saya pernyataan itu (ada citta/nama yg pure/nama dhamma setelah nibbana) tetap tidak valid.

apa yg tersisa setelah parinibbana, dalam sutta telah dikatakan, tidak ada lagi cara di dunia ini utk menjelaskan orang tsb & saya lebih memilih sutta daripada abhidhamma dalam hal ini.
pada saat nibbana, LDM padam.
pada saat parinibbana, pancakhanddha padam.
setelah itu --- tidak bisa dijelaskan :)
Yup, pada dasarnya dan saya yakin tidak ada satupun dari kita yg putthujana memahami secara 100% kecuali kita sendiri telah mengalaminya. Sebenarnya dengan mengatakan setelah nibbana ada eksistensi adalah kurang tepat dan dengan mengatakan tidak ada eksistensi adalah juga kurang tepat. Maka Buddha memilih diam, dan dalam berbagai kesempatan Luangta pun meminta maaf dalam menjelaskan tentang pengalamannya yang pasti sulit dimengerti sehingga memilih kata yg sederhana dengan penjelasan sederhana dan diakui pula penjelasan itupun jauh dari arti sebenarnya dan pengalaman itu sendiri. Tapi demi kepentingan penjelasan maka ia tetap melakukannya
Perumpamaan milinda panha tentang apakah api ada jika pemicu apinya sudah tidak ada lagi, dia mengatakan api ada tapi juga tidak ada untuk menyala. Saya rasa ini adalah mengenai penggenggaman satu pandangan yg merupakan kilesa dimana semua pandangan apapun pada akhirnya dilepas dan ini berkaitan pada penembusan anatta, seperti rakit yang harus dilepas pada saat mencapai seberang. Maka Luangta memberikan perumpamaan ketika seorang datang ke sebuah ruangan kosong, lalu ia mengatakan itu kosong sebenarnya itu belum kosong karena ia berdiri tepat diruangan itu. Hanya ketika ia benar2 meninggalkannya lagi maka tidak ada yang tersisa. Memang sulit sekali...saya pun harus berulang membaca referensi2 yg ada.
[/size]
Quote
Pada Nibbana hanya ada Nama Dhamma saja (Nama/batin secara kebenaran), sementara nama dan rupa khandanya musnah

Disini yg org sering kepleset dimana dengan pernyataan nama dan rupa khanda lenyap, berarti pada waktu nibbana dicapai, mahluk juga lenyap
pernyataan ini menghasilkan pertanyaan baru: apakah setelah parinibbana, arahat & buddha masih mahkluk? bagi saya, eksistensi memang lenyap ketika nibbana. mungkin saya masuk dalam kategori orang yg sering kepleset itu, mungkin juga sebaliknya.
Mengenai citta setelah nibbana. Banyak yg salah kaprah tentang pandangan Luangta Mahaboowa terhadap masalah ini. Semua trah/murid Ajahn Mun yg utama dalam tradisi dhutangga selalu menggunakan kata " CITTA" daripada menggunakan  kata "NAMA"  bahkan kadangkala menggunakan kata CITTA sebagai citta itu sendiri , saya pun tidak tahu alasannya. Tetapi pernah dibahas dalam penjelasan Luangta.  Sehingga kalau kita membaca tulisan Luangta atau pun murid utama Ajahn Mun berbicara tentang citta harus diperhatikan konteks kalimatnya agar tidak terjebak pada pengertian yg salah tentang citta . Kedua, audience saat Luangta berbicara adalah umat awam yg tidak semuanya mengerti bahasa kitab suci Tipitaka. Sehingga kata citta digunakan agar dimengerti.
ya, saya mengerti hal tsb, bahkan citta juga diartikan sebagai sati (awareness) oleh Ajahn Mun... :)
namun walaupun citta diartikan sebagai nama (ataupun nama dhamma), bagi saya pernyataan itu (ada citta/nama yg pure/nama dhamma setelah nibbana) tetap tidak valid.

apa yg tersisa setelah parinibbana, dalam sutta telah dikatakan, tidak ada lagi cara di dunia ini utk menjelaskan orang tsb & saya lebih memilih sutta daripada abhidhamma dalam hal ini.
pada saat nibbana, LDM padam.
pada saat parinibbana, pancakhanddha padam.
setelah itu --- tidak bisa dijelaskan :)

Quote
Pada Nibbana hanya ada Nama Dhamma saja (Nama/batin secara kebenaran), sementara nama dan rupa khandanya musnah

Disini yg org sering kepleset dimana dengan pernyataan nama dan rupa khanda lenyap, berarti pada waktu nibbana dicapai, mahluk juga lenyap
pernyataan ini menghasilkan pertanyaan baru: apakah setelah parinibbana, arahat & buddha masih mahkluk? bagi saya, eksistensi memang lenyap ketika nibbana. mungkin saya masuk dalam kategori orang yg sering kepleset itu, mungkin juga sebaliknya.


Pada akhirnya ide ada dan tiada hanya semua ide yg harus dilepas, dan hanya melihat apa adanya dengan sebagaimana adanya. Kalau kita bilang ada maka tidak ada, jika bilang ada yg ada dan tidak ada maka ada kesan tersisa dsb. Pada akhirnya nibbana hanya yg tak berkondisi bebas dari polusi yg hanya dapat dimengerti para arya. Definisi pada kevatsuttam pun bila diartikan secara harfiah seakan2 ada yg abadi nyatanya tak terpikirkan dan hanya bisa dialami.Apapun penjelasannya maka akan muncul jawaban yang tidak memuaskan dan membingungkan dan ini bukan kesalahan Luangta tetapi karena kita yang belum mencapainya
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #40 on: 27 November 2009, 02:13:24 PM »
Tak ada sedikit keraguan apa yg ditulis pada Tipitaka. Saya hanya ingin mencoba mengulas semua hal berkaitan dengan kontroversi Luangta secara proposional dan menyeluruh daripada sepotong-sepotong saja.

1. Selama kita tidak mengetahui batin beliau saat menangis maka apapun penilaian kita adalah spekulatif sifatnya. Kecuali ada yang berani menyatakan dengan pasti tau batin Luangta saat itu dan melihatnya langsung dengan abinna. Diantara arahat dengan arahat saja bisa tidak tau.

2. Luangta telah menjelaskan reaksi pancakhanda hingga airmata keluar karena meningat pengalaman nibbana. artinya penyabnya adalah kusala citta. Tapi bila kita menggunakan alasan tidak upekha dan sebagainya. contoh : Jika di abhidhamma bisa menjelaskan citta yang muncul saat orang berbicara kasar ataupun kasus bunuh diri tetapi nampaknya tidak berlaku dan tidak ada penjelasan detil tentang itu yg ada hanyalah kiriya. Dan penjelasan itu pun adalah dari SB yg ada pada sutta . Dari penjelasan Sb maka dapat disimpulkan bahwa penjelasan abhidhamma tentang bicara kasar dan bunuh diri tidak lagi relevan pada kasus tertentu pada seorang arahat.

3. Pasti ada suatu alasan pembenaran atas Pilinda Vacca , YM bhikkhu Channa, ataupun YM Ananda. Karena ada tertulis dalam Tipitaka. Dan ada juga argumen bahwa tidak ada tertulis arahat menangis. Katakan ada tertulis arahat tidak mungkin menangis maka mengapa saat itu tidak ditanyakan bagaimana jika menangis karena kebahagiaan dan adanya reaksi panckhanda dsb.  Sama halnya ketika Ananda tidak bertanya mana vinaya yang harus dihilangkan dan tidak dihilangkan(saya tidak menyalahkan Ananda, cuma contoh saja) .Tentu argumen lainnya muncul , lho keluarnya airmata kan artinya ngak upekha tidak bisa mengendalikan emosi-->inikan penjelasan pada putthujana, tapi ada perlakuan khusus pada dengan berbagai alasan yg tidak bisa dibantah karena arahat  Pilinda vacca dan YM Ananda, keterangannya dari SB/Tipitaka. Maka pertanyaanya , kalau begitu mengapa para skeptik Luangta tidak bertanya pada Buddha saja atau bertanya pada Tipitaka supaya muncul jawaban "ya" atau "Tidak" daripada berkomentar sendiri dengan suatu kepastian yg tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Maka kembali lagi ke Pilinda Vacca akan muncul pertanyaan, apa bedanya memberi tahu Pilinda Vacca untuk mengubah kebiasaannya berbicara kasar dengan memanggil orang lain dengan kata 'kasta rendah/orang malang' bukankah seorang arahat memiliki pengendalian dan upekha yg tinggi? Ini mengenai Pilinda.

Mengenai Bhikkhu Channa. apakah pada saat sebelum Bhikkhu channa menggorok lehernya apakah dia sudah mencapai minimal sotapana? jika ya apakah ada tertulis, jika tidak apakah ada tertulis? jika sudah sotapana , maka seorang sotapana sudah menghancurkan michadithi, tetapi koq masih bisa berpikir bunuh diri?

Mengenai Bhikkhu Ananda membakar diri, lagi2 ada pembenaran dan toleransi hanya karena tertulis dia arahat di Tipitaka. Padahal pembuatan penulisan itukan tinggal ditambahkan saja tulisan itu mau belakangan ataupun tidak sama saja asal isinya benar. Sehingga koq patokannya karena ada tertulis atau tidak tertulis sehingga dijadikan justifikasi pencapaian seseorang tanpa memperhatikan aspek2 kebenaran dari semua kondisi batin yg sebenarnya?
Arahat hanyalah manusia biasa yg kilesanya tidak ada.

Kembali kepada menangis. Bahwa semua kasus yang tercantum pada tipitaka bhikkhu yg menangis adalah karena kesedihan. Tapi memang belum ada kasus menangis dan baru terjadi sekarang. Kembali jika saat jaman Sang Buddha belum ada kasus arahat bunuh diri atau kasus bicara kasar dan kasus itu muncul maka baru ada penjelasan. Nah kasus Luangta kebetulan muncul sekarang, lalu kenapa yg dijadikan patokan hanya waktu sepanjang hidup Sang Buddha saja.atau terakhir kitab komentar dimasukan. Padahal sepanjang waktu kehidupan adalah sangat panjang mengapa itu tidak tertulis pada tipitaka, artinya sesuatu diluar tipitaka adalah salah? sehingga dasar pencapaian harus melalui teks sutta?
Dan kebenaran hanya dinilai dari sepanjang sejarah yg terjadi pada masa Buddha hidup?

4. Dasar mereka yg patok mati Tipitaka biasanya adalah dari parinibbana sutta, bahwa sutta dan vinaya maka hal itu dicocokan. Tapi disatu sisi kalama Sutta mengatakan, bukan karena KITAB SUCI sesuatu itu benar.  Sehingga ketika ada argumen suatu hal yang kontroversi dalam lingkungan buddhist maka buru2 dikeluarkan Tipitaka sebagai dasar, tetapi ketika agama lain berpatokan pada kitab suci maka yang dijadikan patokan adalah kalama sutta yang sebenarnya juga bagian dari kitab suci. Yang sebenarnya dan sebaiknya melihat relevansi kebenaran secara holistik. Yang lucunya, yang menggunakan Tipitaka saja masih bisa salah apalagi menggunakan pemikiran sendiri.

5. Sesungguhnya semua tulisan saya diatas bukan merupakan keraguan terhadap Tipitaka, Buddha, Dhamma dan Sangha. Hanya ingin dan mengajak teman2 disini untuk merenungkan tanpa harus menyetujuinya bahwa kebenaran atau kebenaran terhadap pencapaian seseorang itu khususnya Bhikkhu Sangha dan orang lain pada umumnya bukan sebatas apa yg tertulis tetapi makna yang tertulis dan keseluruhan aspek kebenaran termasuk mengetahui kondisi batin seseorang secara pasti.

6.Selama kita masih putthujana tidak ada yang dapat menilai dengan pasti apakah orang itu arahat atau tidak pada masa setelah Buddha parinibbana. yang ada hanya spekulasi termasuk saya yang meyakini/saddha terhadap Luangta adalah arahat tetapi jika ada yg berani mengatakan dengan pasti bahwa dia belum arahat atau dia adalah orang yg berpandangan eternalis maka 100% hanya sebuah pendapat tanpa argumen yg pasti dan lebih meragukan kecuali dia adalah arahat. Inilah hal yang pasti.

7. Demikian rangkuman saya untuk menjawab segala kontroversi terhadap Luangta, dan saya mohon maaf bila ada pihak2 yang merasa tersinggung. Dan argumen2 diatas beserta argumen balik lainnya adalah merupakan hal2 yg sering saya dengar seputar pertanyaan tentang Luangta.Sekali lagi yang saya tulis diatas bukan keraguan saya terhadap Buddha , Dhamma dan Sangha termasuk Tipitaka tetapi hanya sebuah bualan yg untuk diteliti itupun kalau mau diteliti.

Harap ditanggapi dengan santai ...silakan diskusi diteruskan..... _/\_
« Last Edit: 27 November 2009, 02:22:09 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #41 on: 27 November 2009, 04:24:14 PM »
_/\_ Sdr Peacemind

Jangan serius thdp tulisan saya sebelumnya.. ;D Tulisan saya cm menyoal KONON adanya "Buddha hidup" di masa lalu di Cina yg demen makan daging dan minum arak. Sedangkan masa kini, ada lg KONON "Buddha hidup" yg menikah dan berumah tangga. Itu fenomena di salah 1 aliran Buddhisme. ;)

Tapi utk pernyataan soal arahat yg bunuh diri bukan masalah, saya pikir memang demikian.. Bahkan jika pun setelah menjadi arahat lalu bunuh diri jg bukan masalah. Di sana benar-benar tidak ada diri lagi yg dibunuh dan tidak ada kamma vipaka yg timbul sbg akibat perbuatan. Di 1 sutta ketika Sang Buddha menjelaskan, lalu ditanya oleh 1 orang siswanya, "siapa yg merasakan?" Jawaban Sang Buddha adalah pertanyaan tsb tidak valid, karena Sang Buddha tidak menyatakan adanya yg merasakan. Tetapi pertanyaan itu hendaknya diganti menjadi "Dari mana timbulnya perasaan?" Lalu Sang Buddha menjawab dan memberi eksposisi terkait Paticca-Samuppada.

Kesimpulan saya mengenai keterkaitan Sutta tsb dgn dlm menjelaskan fenomena spt arahat bunuh diri adalah simple. Pertanyaan ttg mengapa seorang arahat bisa terkesan bunuh diri, hanya akan valid jika kita melihat hal ini dari sisi masih adanya "diri". Sedangkan jika kita melihat dr sudut pandang ariya puggala sendiri, pertanyaan itu tidak valid karena di sana tidak lagi ada "diri".

Tapi cara pandang ini tidak bisa diterapkan dalam semua hal, seperti arahat yg minum arak, menikah, terbahak-bahak dan "mungkin" menangis [yg terakhir asumsi pribadi]. Karena seperti pendapat Sdr Peacemind bahwa mereka tdk akan lagi jatuh dalam nafsu sensual. Sedangkan soal terbahak2 dan menangis, sangat kuat kemungkinan mereka tidak akan tergoyahkan lagi oleh jenis2 perasaan yg timbul dari kontak yg mereka alami, apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan.

mettacittena,


Khusus yg dibold mas Jery . Seorang arahat pasti tidak mungkin tertawa terbahak-bahak ,ini saya setuju karena itu adalah tindakan yang berlebihan terhadap sesuatu yang menyenangkan.

Mengenai menangis, bila seorang arahat bersedih lalu menangis maka tentu dia bukan arahat. Bila seseorang menangis karena kebahagiaan lalu dia menangis bahkan menangis tersungguk sampai tidak dapat berkata-kata maka itu berlebihan. Maka ini bisa dibilang berlebihan juga dan pasti belum arahat.

Kasus terbahak-bahak dan senyum ini bertetanggaan yg satu terkendali dan yg satunya lagi tidak terkendali, termasuk senyuman arahat dan senyuman puthhujana juga berbeda.

Sama halnya hanya mengeluarkan airmata karena kebahagiaan luarbiasa(bisa jadi piti yg sangat kuat muncul) karena dalam kasus Luangta adalah Luangta mengingat pengalaman nibbana. Tetapi ia menangis tidak tersedu2 atau sampai tidak bisa berkata2 , just mengeluarkan airmata. Tentu ada argumen yg mengatakan lho koq fotonya seperti tersedu-sedu?. Masalahnya ketika airmata mengalir dia sedang memberikan dhammadesana, lalu dia langsung sadar bilang "oh... saya mengingat itu semua sampai airmata ini mengalir .....dsb" Jadi sambil memberi keterangan airmata mengalir lalu dia mengusapnya dan sesekali berbicara juga, jadi mirip ekspresi tersedu2 :)) kecuali kita lihat sendiri. Saya pun sebatas menduga saja. ^-^ Kecuali mereka yg melihat langsung baru bisa menjelaskan/kalau ada rekamannya ;D-->seakan-akan saya hanya mencari pembenaran ya, tapi tiba2 saja pikiran menyelidik/investigasi seperti detektif conan muncul seperti demikian. ;D

 
Lalu adakah perbedaan senyuman yg bisa terjadi pada arahat, tidak mungkin terbahak2 VS keluarnya airmata arahat yg bukan karena kesedihan tapi kebahagiaan atau ingatan yg membahagiakan tapi bukan menangis tersedu2 karena kebahagiaan.


Mengingat batin arahat masih ada yg disebut kusala cita (menurut abhidhamma). Apakah ada reaksi setiap citta pada rupakhanda...?
Misal ketika arahat merasakan sakit mata, dan mengeluarkan airmata. Maka yang terjadi batinnya adalah tak tergoyahkan tapi rasa sakit tetap muncul dan bereaksi dengan keluarnya airmata. Sama halnya rasa bahagia yang muncul dan bereaksi pada simpul2 saraf tertentu hingga muncul airmata. Sementara yang mengetahui hanya menyadari saja dan tidak membiarkan rasa sakit atau rasa bahagia mempengaruhinya tetapi tidak ada kendali atas reaksi rupakhandha. Sama halnya memotong tangan pasti keluar darah.


Oleh karena itu apakah mengeluarkan airmata = menangis? kalau definisi ini bisa terjawab maka akan ada secercah cahaya  ;D

Karena bisa saja ada kasus nantinya seorang arahat begitu pindapata, ada perumah tangga lagi masa-masakan yang menyengat misal bawang, lalu dia mengusap2 karena tidak tahan matanya perih, merah sampai menangis  tersedu2, apakah itu kategori juga hal yang tidak mungkin seorang arahat bersikap demikian. -->reaksi rupakhanda.

Atau disuatu perjalanan tanpa sengaja seorang arahat berjalan pindapata tiba2 segerombolan pendemo berlarian dan ditembak gas airmata oleh pendemo . Akhirnya arahat tersebut mengalami sesak nafas dan mengeluarkan airmata. bagaimana penjelasan sesuai jaman sekarang.?

Hal menarik lainnya bila hal ini bisa dijelaskan secara alamiah dari dunia kedokteran tentang reaksi saraf2 tertentu kemudian menimbulkan reaksi2 organ tubuh. Dan kemudian mereka yang terlatih sadar melihat itu semua dimana hanya citta yang mengetahui fenomena itu.



« Last Edit: 27 November 2009, 04:54:11 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline maya devi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 159
  • Reputasi: 16
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #42 on: 27 November 2009, 05:19:35 PM »
Wah seru sekali diskusinya........ pada menguasai abhidhamma, meditasi.

Dulu teman saya sempat terpengaruh dengan ucapan seorang moderator buddhis yang menyinggung tentang seorang yang mengaku arahat tetapi menangis.
Kita sama-sama tahu siapakah yang dimaksud sang moderator.
Saya kasihan melihat reaksi teman saya, sampe dia kehilangan kesempatan bertemu dengan Luangta. Ketika teman berkomentar saya cuma bilang coba aja ketemu, setelah ketemu dia pasti ga mampu berkomentar :)

Benar yang ko bond bilang kita harus merasakan dan melihat langsung baru kita bisa berkomentar.
Klo dilihat dari murid Luangta kita sudah memperoleh gambaran tentang Luangta.
 
Menurut saya untuk apa diperdebatkan yang penting bagaimana praktek kita. Mencapai Jhana aja masih susah apalagi mau mengomentari pencapaian arahat.
Dusila Bhante sekalipun kalaupun pikiran kita mengarah kepada Ariya Sangha saat berdana atau namaskara itu merupakan karma baik. :)  (demikianlah yang kubaca......)
 
Tak ada sedikit keraguan apa yg ditulis pada Tipitaka. Saya hanya ingin mencoba mengulas semua hal berkaitan dengan kontroversi Luangta secara proposional dan menyeluruh daripada sepotong-sepotong saja.

1. Selama kita tidak mengetahui batin beliau saat menangis maka apapun penilaian kita adalah spekulatif sifatnya. Kecuali ada yang berani menyatakan dengan pasti tau batin Luangta saat itu dan melihatnya langsung dengan abinna. Diantara arahat dengan arahat saja bisa tidak tau.

2. Luangta telah menjelaskan reaksi pancakhanda hingga airmata keluar karena meningat pengalaman nibbana. artinya penyabnya adalah kusala citta. Tapi bila kita menggunakan alasan tidak upekha dan sebagainya. contoh : Jika di abhidhamma bisa menjelaskan citta yang muncul saat orang berbicara kasar ataupun kasus bunuh diri tetapi nampaknya tidak berlaku dan tidak ada penjelasan detil tentang itu yg ada hanyalah kiriya. Dan penjelasan itu pun adalah dari SB yg ada pada sutta . Dari penjelasan Sb maka dapat disimpulkan bahwa penjelasan abhidhamma tentang bicara kasar dan bunuh diri tidak lagi relevan pada kasus tertentu pada seorang arahat.

3. Pasti ada suatu alasan pembenaran atas Pilinda Vacca , YM bhikkhu Channa, ataupun YM Ananda. Karena ada tertulis dalam Tipitaka. Dan ada juga argumen bahwa tidak ada tertulis arahat menangis. Katakan ada tertulis arahat tidak mungkin menangis maka mengapa saat itu tidak ditanyakan bagaimana jika menangis karena kebahagiaan dan adanya reaksi panckhanda dsb.  Sama halnya ketika Ananda tidak bertanya mana vinaya yang harus dihilangkan dan tidak dihilangkan(saya tidak menyalahkan Ananda, cuma contoh saja) .Tentu argumen lainnya muncul , lho keluarnya airmata kan artinya ngak upekha tidak bisa mengendalikan emosi-->inikan penjelasan pada putthujana, tapi ada perlakuan khusus pada dengan berbagai alasan yg tidak bisa dibantah karena arahat  Pilinda vacca dan YM Ananda, keterangannya dari SB/Tipitaka. Maka pertanyaanya , kalau begitu mengapa para skeptik Luangta tidak bertanya pada Buddha saja atau bertanya pada Tipitaka supaya muncul jawaban "ya" atau "Tidak" daripada berkomentar sendiri dengan suatu kepastian yg tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Maka kembali lagi ke Pilinda Vacca akan muncul pertanyaan, apa bedanya memberi tahu Pilinda Vacca untuk mengubah kebiasaannya berbicara kasar dengan memanggil orang lain dengan kata 'kasta rendah/orang malang' bukankah seorang arahat memiliki pengendalian dan upekha yg tinggi? Ini mengenai Pilinda.

Mengenai Bhikkhu Channa. apakah pada saat sebelum Bhikkhu channa menggorok lehernya apakah dia sudah mencapai minimal sotapana? jika ya apakah ada tertulis, jika tidak apakah ada tertulis? jika sudah sotapana , maka seorang sotapana sudah menghancurkan michadithi, tetapi koq masih bisa berpikir bunuh diri?

Mengenai Bhikkhu Ananda membakar diri, lagi2 ada pembenaran dan toleransi hanya karena tertulis dia arahat di Tipitaka. Padahal pembuatan penulisan itukan tinggal ditambahkan saja tulisan itu mau belakangan ataupun tidak sama saja asal isinya benar. Sehingga koq patokannya karena ada tertulis atau tidak tertulis sehingga dijadikan justifikasi pencapaian seseorang tanpa memperhatikan aspek2 kebenaran dari semua kondisi batin yg sebenarnya?
Arahat hanyalah manusia biasa yg kilesanya tidak ada.

Kembali kepada menangis. Bahwa semua kasus yang tercantum pada tipitaka bhikkhu yg menangis adalah karena kesedihan. Tapi memang belum ada kasus menangis dan baru terjadi sekarang. Kembali jika saat jaman Sang Buddha belum ada kasus arahat bunuh diri atau kasus bicara kasar dan kasus itu muncul maka baru ada penjelasan. Nah kasus Luangta kebetulan muncul sekarang, lalu kenapa yg dijadikan patokan hanya waktu sepanjang hidup Sang Buddha saja.atau terakhir kitab komentar dimasukan. Padahal sepanjang waktu kehidupan adalah sangat panjang mengapa itu tidak tertulis pada tipitaka, artinya sesuatu diluar tipitaka adalah salah? sehingga dasar pencapaian harus melalui teks sutta?
Dan kebenaran hanya dinilai dari sepanjang sejarah yg terjadi pada masa Buddha hidup?

4. Dasar mereka yg patok mati Tipitaka biasanya adalah dari parinibbana sutta, bahwa sutta dan vinaya maka hal itu dicocokan. Tapi disatu sisi kalama Sutta mengatakan, bukan karena KITAB SUCI sesuatu itu benar.  Sehingga ketika ada argumen suatu hal yang kontroversi dalam lingkungan buddhist maka buru2 dikeluarkan Tipitaka sebagai dasar, tetapi ketika agama lain berpatokan pada kitab suci maka yang dijadikan patokan adalah kalama sutta yang sebenarnya juga bagian dari kitab suci. Yang sebenarnya dan sebaiknya melihat relevansi kebenaran secara holistik. Yang lucunya, yang menggunakan Tipitaka saja masih bisa salah apalagi menggunakan pemikiran sendiri.

5. Sesungguhnya semua tulisan saya diatas bukan merupakan keraguan terhadap Tipitaka, Buddha, Dhamma dan Sangha. Hanya ingin dan mengajak teman2 disini untuk merenungkan tanpa harus menyetujuinya bahwa kebenaran atau kebenaran terhadap pencapaian seseorang itu khususnya Bhikkhu Sangha dan orang lain pada umumnya bukan sebatas apa yg tertulis tetapi makna yang tertulis dan keseluruhan aspek kebenaran termasuk mengetahui kondisi batin seseorang secara pasti.

6.Selama kita masih putthujana tidak ada yang dapat menilai dengan pasti apakah orang itu arahat atau tidak pada masa setelah Buddha parinibbana. yang ada hanya spekulasi termasuk saya yang meyakini/saddha terhadap Luangta adalah arahat tetapi jika ada yg berani mengatakan dengan pasti bahwa dia belum arahat atau dia adalah orang yg berpandangan eternalis maka 100% hanya sebuah pendapat tanpa argumen yg pasti dan lebih meragukan kecuali dia adalah arahat. Inilah hal yang pasti.

7. Demikian rangkuman saya untuk menjawab segala kontroversi terhadap Luangta, dan saya mohon maaf bila ada pihak2 yang merasa tersinggung. Dan argumen2 diatas beserta argumen balik lainnya adalah merupakan hal2 yg sering saya dengar seputar pertanyaan tentang Luangta.Sekali lagi yang saya tulis diatas bukan keraguan saya terhadap Buddha , Dhamma dan Sangha termasuk Tipitaka tetapi hanya sebuah bualan yg untuk diteliti itupun kalau mau diteliti.

Harap ditanggapi dengan santai ...silakan diskusi diteruskan..... _/\_

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #43 on: 27 November 2009, 05:43:35 PM »
sdr, bond
mengenai kontroversi, dalam Tipitaka ketika seseorang telah parinibbana, ibarat lilin yang padam ,kemudian sumbu nya padam, minyaknya pun habis..

tetapi dikatakan Luanta melalui pengalaman AjahnMun bahwa "adanya Buddha bahkan savaka-arahat memuji pencapaian beliau"
apakah setelah anupadisesa nibbana masih ada yg tersisa?
Quote
4. Dasar mereka yg patok mati Tipitaka biasanya adalah dari parinibbana sutta, bahwa sutta dan vinaya maka hal itu dicocokan. Tapi disatu sisi kalama Sutta mengatakan, bukan karena KITAB SUCI sesuatu itu benar.  Sehingga ketika ada argumen suatu hal yang kontroversi dalam lingkungan buddhist maka buru2 dikeluarkan Tipitaka sebagai dasar, tetapi ketika agama lain berpatokan pada kitab suci maka yang dijadikan patokan adalah kalama sutta yang sebenarnya juga bagian dari kitab suci. Yang sebenarnya dan sebaiknya melihat relevansi kebenaran secara holistik. Yang lucunya, yang menggunakan Tipitaka saja masih bisa salah apalagi menggunakan pemikiran sendiri.

5. Sesungguhnya semua tulisan saya diatas bukan merupakan keraguan terhadap Tipitaka, Buddha, Dhamma dan Sangha. Hanya ingin dan mengajak teman2 disini untuk merenungkan tanpa harus menyetujuinya bahwa kebenaran atau kebenaran terhadap pencapaian seseorang itu khususnya Bhikkhu Sangha dan orang lain pada umumnya bukan sebatas apa yg tertulis tetapi makna yang tertulis dan keseluruhan aspek kebenaran termasuk mengetahui kondisi batin seseorang secara pasti.
berarti bro bond sama dong dengan saya, tidak bisa mempercayai Tipitaka 100%.  :)

Quote
7. Demikian rangkuman saya untuk menjawab segala kontroversi terhadap Luangta, dan saya mohon maaf bila ada pihak2 yang merasa tersinggung. Dan argumen2 diatas beserta argumen balik lainnya adalah merupakan hal2 yg sering saya dengar seputar pertanyaan tentang Luangta.Sekali lagi yang saya tulis diatas bukan keraguan saya terhadap Buddha , Dhamma dan Sangha termasuk Tipitaka tetapi hanya sebuah bualan yg untuk diteliti itupun kalau mau diteliti.
wah bro bond seperti jubir pihak Sangha neh.... ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
oke dah..

disitulah masalahnya...nah ini yg saya maksudkan dgn bro fabian...
menjadi masalah total disini
"bagaimana mungkin seorang putthujana berani memberikan statment bahwa Luanta bukan "arahat" apabila diri sendiri masih awam"

may all being  happy...case closed dah....
« Last Edit: 27 November 2009, 05:49:25 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Pertanyaan seputar Luanta Mahaboowa
« Reply #44 on: 27 November 2009, 05:48:25 PM »
tetapi dikatakan Luanta melalui pengalaman AjahnMun bahwa "adanya Buddha bahkan savaka-arahat memuji pencapaian beliau"
apakah setelah anupadisesa nibbana masih ada yg tersisa?
1 pertanyaan, buku tsb karangan Luanta atau langsung Ajahn Mun?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~