ok.. back to topic.. roh yang anda maksudkan itu apa..
mengenai kuda berkaki seribu.. saya akan percaya jika ada bukti yang jelas.. misal ada foto tanpa diedit... bukan dengan merengek kepada hedi.. hed.. percayalah pada gw ada kuda berkaki seribu.. itu konyol namanya.. atau merengek pada ilmuwan dan tetap ngotot minta ilmuwan menjalaskan apakah ada kuda berkaki seribu padahal diri sendiri belum bisa memberi bukti adanya kuda berkaki seribu..
Oh, jadi maksud anda, seharusnya saya membuktikan adanya roh. Membuktikan kepada siapa? Kepada anda atau kepada diri saya sendiri? Kalau untuk diri saya sendiri, sudah terbukti bahwa roh itu ada. Kalau saya harus membuktikan keberadaan roh itu kepada anda, mungkin lain kali saja. Saya membuka thread ini bukan untuk membuktikan kebenaran pengalaman saya kepada anda. Tetapi –maaf saya ulangi lagi- untuk mengetahui apakah ada pembahasan konsep PLB dalam budhisme, baik itu yang menentang atau yang menyetujui, yang penting berdasarkan budhisme yang tercatat dalam suta-suta.
Sebagai contoh, saya sudah menceritakan pengalaman yang sama kepada sekelompok orang dari agama tertentu. Tanpa saya harus menceritakan lebih detail dan tanpa saya harus membuktikan keberadaan roh, mereka langsung dapat memberikan penjelasan tentang PLB berdasarkan teori agamanya yang tercatat dalam kitab suci mereka. Dan begitu saya mengetahui “oh, ternyata ada pembabaran tentang konsep PLB dalam agama ini. ”. Hal yang sama ingin saya cari dalam budhisme. Jika misalnya anda mewakili budhisme, maka dapat saya simpulkan bahwa dalam agama budha, tidak terdapat pembabaran tentang PLB. Artinya Budhisme tidak menentang dan tidak pula menyetujui PLB, alias no comment Dan diskusi ini selesai.
Begini, ini Mas CM yak?
Roh itu hanya ada dalam istilah agama samawi yang berarti Jiwa, sesuatu yang kekal, yang memberi kehidupan.
Nah dalam Buddhist sudah jelas Jiwa yang kekal itu tidak ada.
Nah dalam meditasi anda mungin dalam sutta ini ada dijelaskan :
SamanaPhala Sutta :
'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'tubuh-ciptaan-batin' (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun.'
'O Baginda, sama seperti halnya seseorang menarik sebatang ilalang keluar dari pelepahnya. Maka ia akan mengerti : 'Inilah ilalang, inilah pelepah. Ilalang adalah satu hal, pelepah adalah hal yang lain. Adalah dari pelepah bahwasanya ilalang itu telah ditarik keluar.'
'O Baginda, sama seperti halnya seseorang mengeluarkan ular dari selongsongnya. Maka ia akan tahu : 'Inilah ular, inilah selongsong. Ular adalah satu hal, selongsong adalah hal yang lain. Adalah dari selongsong bahwasanya ular itu telah dikeluarkan.'
'O Baginda, sama seperti halnya seseorang menghunus pedang dari sarungnya. Maka ia akan tahu : 'Inilah pedang, inilah sarung pedang. Pedang adalah satu hal, sarung pedang adalah hal yang lain. Adalah dari sarung-pedang bahwasanya pedang itu telah dihunus.'
'Demikian Pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan 'wujud-ciptaan-batin' (manomaya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan 'tubuh-ciptaan-batin' melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apa pun.'
'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'
'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan; ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia dapat pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'
'O Baginda, sama seperti halnya seorang pembuat barang-barang tembikar atau pembantunya, dapat membuat, berhasil menciptakan berbagai bentuk barang tembikar yang mengkilap menurut keinginannya.'
'O Baginda, sama seperti halnya pemahat gading atau pembantunya, dapat memilih gading serta berhasil memahatnya menjadi berbagai bentuk pahatan-gading menurut keinginannya.'
'O Baginda, sama seperti halnya tukang emas atau pembantunya, dapat menjadikan, berhasil membuat berbagai bentuk barang dari emas menurut keinginannya.'
'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan gaib). Demikianlah ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam, seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.'
'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'
'Dengan pikirannya yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan-kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat.'
'O Baginda, sama seperti halnya seseorang yang sedang berada di jalan raya, dapat mendengar suara genderang-besar, suara tambur, suara tiupan terompet kulit-kerang, suara genderang-kecil. Maka ia akan tahu : 'Ini suara genderang besar, ini suara tambur, ini suara tiupan terompet kulit-kerang, ini suara genderang kecil.'
'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan dibba-sota (telinga dewa). Dan dengan kemampuan-kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa yang jauh atau yang dekat.'
'Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.'
'Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain.
Ia mengetahui:
Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu.
Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai kebencian.
Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian.
Pikiran yang disertai ketidak tahuan sebagai pikiran yang disertai ketidaktahuan.
Pikiran tanpa-ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang raga-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terpusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan (kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak bebas.'
'O Baginda, sama halnya seperti seorang wanita, lelaki atau anak kecil, yang ingin memperindah diri dengan melihat wajahnya pada permukaan sebuah kaca yang bersih dan jernih atau pada sebuah tempayan yang berisikan air jernih; maka apabila wajahnya memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya memiliki tahi-lalat; apabila wajahnya tidak memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya tidak memiliki tahi-lalat.'
'Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain. Dan ia mengetahui :
Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai nafsu.
Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa-nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai kebencian.
Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian.
Pikiran yang disertai ketidaktahuan sebagai pikiran yang disertai ketidaktahuan.
Pikiran tanpa-ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa-ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terpusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan (kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak-bebas sebagai pikiran yang tidak-bebas.
'Inilah, OBaginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.'