Teknik jogging untuk meredakan rasa frustrasi ini bisa cocok di semua orang yang sehat secara mental dan fisik. Sebab ada korelasi sistem syaraf antara kinerja fisik dengan kinerja psikis.
Bukan olahraga yang saya tekankan di teknik ini. Namun, yang saya tekankan adalah "aktivitas menyenangkan yang memicu adrenalin sehingga adanya pelepasan hormon endorfin yang memicu euforia". Kalau tidak percaya, coba saja jogging atau berlari santai beberapa saat ketika dalam suasana sedih.
Aktivitas yang menyenangkan OK! Tapi jika jogging tidak semua orang bisa memberikan hasil yang sama. Bagimu mungkin itu cara yang cocok, tapi tidak bagi orang lain. Karena apa yang di pikiran orang lain tidak sama dengan di pikiran kita sendiri. Ketertarikan seseorang pada sesuatu itu berbeda.
Kamu bisa buktikan ini dengan uji coba sederhana, dengan waktu 1 menit juga cukup:
-Kumpulkan beberapa orang teman-mu. Dan suruh mereka menutup mata, minta mereka membayangkan sebuah mobil lengkap dengan bentuk dan warna-nya jika perlu dengan aksesoris yang diinginkan.
Hasil-nya sangat bervariasi. Merk mobilnya sama tapi warnanya beda. Aksesoris-nya beda.
Karena disaat mereka memilih, ada yang cenderung karena model ingin yang terbaru, ada yang cenderung dengan fungsi-nya, ada yang cenderung dengan kenyamanan-nya, dan ada yang cenderung keamanan mobil tersebut.
Tapi kebanyakan mereka memilih karena model. Rata-rata manusia seperti itu, sehingga pembuatan produk baru selalu diminati orang.
Sekarang kita balik ke jogging, saya tidak pernah mendapatkan manfaat menghilangkan rasa sedih dengan jogging. Karena jogging itu terasa membosankan buat saya. Dalam keadaan tidak sedih saja saya berat melakukan-nya. Apalagi disaat sedih. Tapi disaat saya gembira, saya sanggup melakukan-nya. Program fitnes saya dulu terganggu karena perasaan sedih. Dalam keadaan gembira saya bisa 1jam jogging di treadmill, dalam keadaan sedih 10 menit saja bertahan sudah hebat.
Tapi saya bisa mengalihkan ke hal lain. Contohnya:saya menyukai voli terutama jika dalam suasana pertandingan, rasa sedih itu bisa teralihkan sesaat. Menurut saya itu bisa berhasil karena voli butuh fokus perhatian lebih banyak dan berada dalam suasana mencari kemenangan. Yang membuat adrenalin terpacu. Berarti saya menyukai yang ada tantangan-nya.
Nah, jika menyukai tantangan seharusnya saya bersemangat di wahana dufan. Karena banyak tantangan-nya.Tapi yang terjadi ketika saya dulu pergi ke dufan dan ikut permainan-nya. Saya bukan gembira atau bersemangat, yang terjadi malah stress, gemetar dan pucat. Muntah saja yang tidak.
Kenapa? Karena ternyata saya tidak sanggup berada di ketinggian. Sejak saat itu saya tidak pernah tertarik untuk bermain disana.
Bagaimana jika kita mengganti emosi sedih ke emosi lainnya, namun jangan emosi senang? Bisa juga! Misalkan ada seseorang punya ketakutan tersendiri dengan kematian atau penderitaan jasmani. Kita bisa membuatnya kaget atau mengancam dengan hal-hal berbau kekerasan fisik maupun kematian pada orang itu. Setelah melakukan teknik ini, lihat bagaimana reaksinya! Pasti rasa frustrasinya sudah berganti dengan rasa ketakutan dan terpukul (shocked).
Anggap saja kejadian ini contoh-nya, seseorang mengalami frustasi berat karena barusan di PHK sama kekasih-nya. Dan dia berniat bunuh diri karena sudah tidak bersemangat dalam hidup. Sepanjang perjalanan pulang, dia sibuk memikirkan cara bunuh diri yang paling dramatis.
Dan motor dikendarai-nya dengan kencang, maklumlah namanya juga lagi frustasi, tapi tiba-tiba motor-nya menjadi oleng karena ban-nya pecah mendadak. Pada situasi seperti itu dia secara reflek mempertahankan kemudi motornya supaya tidak jatuh, tapi tetap tak tertahankan akhirnya dia jatuh dan terseret. Terbentur ke aspal tapi dia selamat. Hanya luka lecet saja. Disaat dia mengetahui dia selamat yang terjadi di pikiran-nya malah," Untung gue selamat!"
Inti yang ingin saya sampaikan, manusia itu terlalu bervariasi. Jadi tidak semua cara itu bisa cocok antara yang satu dengan yang lain.