Ngomong-in soal karang-mengarang.... KENAPA "PENGARANG ABHIDHAMMA" ataupun KELOMPOK BHIKKHU yang bersekongkol untuk memasukkan ABHIDHAMMA itu tidak MENGARANG soal kisah Pembabaran Abhidhamma saja ke Nikaya dan Vinaya... Biar KLOP begitu....
Oh.... mungkin saja lupa... gak kepikiran utk menyesuaikan "alur cerita fiktif" itu, supaya klop....
JRENG....
Di suatu masa, sekitar 100 tahun setelah Buddha Parinibbana, tidak ada yang namanya sekte. Komunitas buddhis mempunyai nikaya/agama yang diwariskan secara lisan. Beberapa sutta baru masih bisa dimasukkan, dan semuanya harmonis.
Setelah masa tersebut, ada Konsili ke II yang menyusun ulang semua nikaya. Tahap ini juga masih harmonis
Di masa sebelum, atau mungkin sesudah Asoka, karena penyebaran dharma ke wilayah yang semakin besar, pusat-pusat dharma semakin terisolasi satu sama lain. Mereka masing-masing harus menerjemahkan ke bahasa yang berbeda, mengurus masalah yang berbeda, sehingga muncul perbedaan.
Setelah itu para bhikkhu mulai mengembangkan abhidhamma, dan punya interpretasi berbeda tentang ini. Muncullah aliran-aliran.
Aliran-aliran ini semua punya sutta dan vinaya yg sama. Hanya interpretasinya beda. Karena semua sekte ini diturunkan dari satu kelompok yg sama, jadi sutta/nikaya nya sama persis. Dan ini benar-benar dijaga ketat tidak boleh ada yang diubah.
Kebanyakan aliran ini kemudian menambahkan kitab-kitab post-canon, komentar, kitab abhidhamma, dll yang berbeda dengan aliran lain. Tapi kitab nikaya gak diubah-ubah.
1 Aliran pecah menjadi 2, 2 menjadi 4, dan seterusnya sampai ada 18.
Satu pergi ke Sri Lanka dan bertahan sampai saat ini sebagai "Theravada"
17 aliran sisanya musnah karena berbagai hal. Tetapi fragmen kitab-kitabnya dan filosofi abhidhamma nya ada dalam keadaan tercampur dan dapat ditemukan di China dan Tibet. Dengan membandingkan koleksi kitab nikaya dari china dan tibet, kita bisa menentukan yang mana kitab belakangan dan yang mana kitab lebih awal.
Apakah ada yg lebih tua dari penulisan tripitaka konsili IV versi theravada?
Sulit dipastikan. Kalaupun ada, tak ada bukti, lah sudah terbakar semua....
Tapi kemungkinan penulisan tripitaka dalam berbagai bahasa tidak hanya terjadi di Sri Lanka, tetapi merupakan fenomena yang terjadi di India pada periode itu.
Ini bisa dilihat dari penemuan
http://en.wikipedia.org/wiki/Gandh%C4%81ran_Buddhist_texts sekte dharmagupta
Kalau ada fragmen tripitaka, kemungkinan seluruh koleksi dituliskan kan? Tapi sekali lagi tidak ada bukti, sudah jadi puing.
Terus kalaupun ditulis abad ke-2 lalu kenapa? Hanya karena beda penulisan 100 tahun apakah berpengaruh? Setelah dibandingkan dengan versi china, tidak terdapat perbedaan penting kok dalam hal makna.
Penerjemahan ke Mandarin sendiri menyiratkan adanya teks sansekerta/bahasa lain yang dipakai sebagai basis.
148: An Shigao, a Parthian prince and Buddhist monk, arrives in China and proceeds to make the first translations of Theravada texts into Chinese.
178: The Kushan monk Lokaksema travels to the Chinese capital of Loyang and becomes the first known translator of Mahayana texts into Chinese.
Abad ke-2 sudah ada penerjemahan ke bahasa mandarin, artinya teks bahasa asli sudah dibuat sebelumnya.
Lagipula, sudah dikatakan, bukan masalah siapa yang nulis duluan. Kenyataannya semua kanon ini dihapalkan lalu terbagi-bagi. Ketika sekte mahavihara, mahasangika dan sarvastivada dan lain-lain menuliskan kanon mereka, entah seratus tahun lebih awal atau lebih kemudian, mereka sudah terisolasi satu sama lain. Apa yang sama dalam kanon mereka, itulah warisan bersama. Sisanya adalah tambahan masing-masing alias sektarian.
Kalau abhidhamma PITAKA (versi theravada) itu ajaran asli Buddha, dan berdasarkan konsili, kenapa ada Kathavatthu yang jelas-jelas isinya bantahan terhadap pandangan sekte-sekte lain.