Topik Buddhisme > Buddhisme untuk Pemula

Jalan Mulia Berunsur Delapan

(1/3) > >>

Yi FanG:
Jalan Mulia Berunsur Delapan
Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, kebenaran mulia tentang jalan menuju musnahnya derita?
Inilah jalan mulia berunsur delapan yaitu:
pandangan benar,
pikiran benar,
ucapan benar,
perbuatan benar,
penghidupan benar,
daya upaya benar,
perhatian benar,
keteguhan batin benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, pandangan benar?
Wahai para Bhikkhu,
pengetahuan pada derita,
pengetahuan pada asal mula derita,
pengetahuan pada musnahnya derita,
pengetahuan pada jalan menuju musnahnya derita.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut pandangan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, pikiran benar?
Pikiran pada pelepasan (kesenangan terhadap nafsu indrawi),
pikiran tanpa kehendak buruk,
pikiran tidak menyakiti.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut pikiran benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, ucapan benar?
Menghindarkan diri dari ucapan bohong,
menghindarkan diri dari ucapan menghasut,
menghindarkan diri dari ucapan kasar,
menghindarkan diri dari ucapan membual.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut ucapan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, perbuatan benar?
Menghindarkan diri dari membunuh,
menghindarkan diri dari mengambil barang yang tidak diberikan,
menghindarkan diri dari perbuatan asusila.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut perbuatan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, penghidupan benar?
Wahai para Bhikkhu, seorang siswa ‘Sang Buddha yang mulia’ di Ajaran ini
menghindari penghidupan yang salah,
menjalankan penghidupan yang benar.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut penghidupan benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, daya upaya benar?
Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk tidak memunculkan hal- hal yang buruk, yang tidak baik yang belum muncul;
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk menyingkirkan hal-hal yang buruk, yang tidak baik yang telah muncul;
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk memunculkan hal-hal yang baik yang belum muncul;
berhasrat, berusaha, bersemangat, memapah dan menegakkan pikiran untuk memasang, memelihara, memperbanyak, memperbesar, mengembangkan, menyempurnakan hal-hal yang baik yang telah muncul.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut daya upaya benar.

Bagaimanakah wahai para Bhikkhu, perhatian benar?
Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini
merenungkan tubuh di tubuh, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;
merenungkan perasaan di perasaan, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;
merenungkan pikiran di pikiran, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia;
merenungkan isi-isi batiniah di isi-isi batiniah, bersemangat, berpenyadaran, berperhatian, menyingkirkan kegemaran (abhijjhā) dan kepiluan hati (domanassa) di dunia.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut perhatian benar.

Bagaimanakah, wahai para Bhikkhu, keteguhan batin benar?
Wahai para Bhikkhu, seorang bhikkhu di Ajaran ini, setelah terbebas dari nafsu indria dan terbebas dari bentuk pikiran yang tidak baik, memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, (yakni keadaan batin) yang terdapat kegiuran dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari ketenangan, disertai dengan pengarahan pikiran pada objek, dan pertimbangan pikiran pada objek.
Kemudian, karena menenangkan vitakka dan vicāra, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, (yakni keadaan batin) yang terdapat kejernihan di dalam, kemunculan dan berkembangnya dhamma batiniah nan utama, kegiuran dan kebahagiaan yang ditimbulkan dari keteguhan batin yang tanpa disertai dengan vitakka dan vicāra.
Selanjutnya, karena melenyapkan kegiuran, ia berbatin seimbang, berperhatian, berkesadaran murni, dan mengenyam kebahagiaan melalui gugusan batiniah, memasuki dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang oleh para Ariya dikatakan sebagai “Ia yang berbatin seimbang, penuh perhatian, dan mencapai kebahagiaan.”
Kemudian, karena melenyapkan sukha dan dukkha serta melenyapkan kesenangan hati dan kesedihan hati yang telah dirasakan sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat, (yakni keadaan batin) yang tiada derita maupun bahagia, terdapat perhatian murni yang ditimbulkan dari keseimbangan.
Ini, wahai para Bhikkhu, disebut keteguhan batin benar.”
----

Ariyaṭṭhaṅgikamagga
“Katamañca, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṁ?
Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo seyyathīdaṁ: sammādiṭṭhi, sammāsaṅkappo, sammāvācā, sammākammanto, sammā-ājīvo, sammāvāyāmo, sammāsati, sammāsamādhi.

Katamā ca, bhikkhave, sammādiṭṭhi?
Yaṁ kho, bhikkhave, dukkhe ñāṇaṁ, dukkha-samudaye ñāṇaṁ, dukkhanirodhe ñāṇaṁ, dukkhanirodhagāminiyā paṭipadāya ñāṇaṁ, ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammādiṭṭhi.

Katamo ca, bhikkhave, sammāsaṅkappo?
Nekkhammasaṅkappo abyāpādasaṅkappo avihiṁsāsaṅkappo, ayaṁ vuccati bhikkhave, sammāsaṅkappo.

Katamā ca, bhikkhave, sammāvācā?
Musāvādā veramaṇī pisuṇāya vācāya veramaṇī pharusāya vācāya veramaṇi samphappalāpā veramaṇī, ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammāvācā.

Katamo ca, bhikkhave, sammākammanto?
Pāṇātipātā veramaṇī adinnādānā veramaṇī kāmesumicchācārā veramaṇī, ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammākammanto.

Katamo ca, bhikkhave, sammā-ājīvo?
Idha, bhikkhave, ariyasāvako micchā-ājīvaṁ pahāya sammā-ājīvena jīvitaṁ kappeti, ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammā-ājīvo.

Katamo ca, bhikkhave, sammāvāyāmo?
Idha, bhikkhave, bhikkhu anuppannānaṁ pāpakānaṁ akusalānaṁ dhammānaṁ anuppādāya chandaṁ janeti vāyamati vīriyaṁ ārabhati cittaṁ paggaṇhāti padahati; uppannānaṁ pāpakānaṁ akusalānaṁ dhammānaṁ pahānāya chandaṁ janeti vāyamati vīriyaṁ ārabhati cittaṁ paggaṇhāti padahati; anuppannānaṁ kusalānaṁ dhammānaṁ uppādāya chandaṁ janeti vāyamati vīriyaṁ ārabhati cittaṁ paggaṇhāti padahati; uppannānaṁ kusalānaṁ dhammānaṁ ṭhitiyā asammosāya bhiyyobhāvāya vepullāya bhāvanāya pāripūriyā chandaṁ janeti vāyamati vīriyaṁ ārabhati cittaṁ paggaṇhāti padahati. Ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammāvāyāmo.

Katamā ca, bhikkhave, sammāsati?
Idha, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā vineyya loke abhijjhā-domanassaṁ; vedanāsu vedanānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā vineyya loke abhijjhā-domanassaṁ; citte cittānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā vineyya loke abhijjhā-domanassaṁ; dhammesu dhammānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā vineyya loke abhijjhā-domanassaṁ. Ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammāsati.

Katamo ca, bhikkhave, sammāsamādhi?
Idha, bhikkhave, bhikkhu vivicceva kāmehi vivicca akusalehi dhammehi savitakkaṁ savicāraṁ vivekajaṁ pītisukhaṁ paṭhamaṁ jhānaṁ upasampajja viharati. Vitakkavicārānaṁ vūpasamā ajjhattaṁ sampasādanaṁ cetaso ekodibhāvaṁ avitakkaṁ avicāraṁ samādhijaṁ pītisukhaṁ dutiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati. Pītiyā ca virāgā upekkhako ca viharati, sato ca sampajāno, sukhañca kāyena paṭisaṁvedeti, yaṁ taṁ ariyā ācikkhanti ‘upekkhako satimā sukhavihārī’ti tatiyaṁ jhānaṁ upasampajja viharati. Sukhassa ca pahānā dukkhassa ca pahānā pubbeva somanassa-domanassānaṁ atthaṅgamā adukkhamasukhaṁ upekkhāsatipārisuddhiṁ catutthaṁ jhānaṁ upasampajja viharati. Ayaṁ vuccati, bhikkhave, sammāsamādhi. Idaṁ vuccati, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṁ.”
----

 _/\_

Sumedho:
kode donk :) maksudnya nomor sutta-nya

thanks

Sunkmanitu Tanka Ob'waci:
Vibhaṅgasuttaṃ, ada di proyek SN

Yi FanG:
SUTTA PEMUTARAN RODA DHAMMA
Demikianlah telah kudengar:

Suatu ketika Bhagavā bersemayam di Taman Rusa Isipatana dekat kota Bārāṇasī. Saat itulah Bhagavā memanggil Pañcavaggiya-bhikkhu.1


             “Para Bhikkhu, ada 2 hal ekstrem yang tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah sebagai petapa, yakni:
(1) menuruti kesenangan hawa nafsu terhadap hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu, yang rendah, duniawi, yang dilakukan oleh mereka yang bodoh, yang tidak luhur, dan tidak berfaedah,
(2) melakukan penyiksaan diri, yang menyakitkan, yang tidak luhur, dan tidak berfaedah.

O, para Bhikkhu, Jalan Tengah (majjhimā paṭipadā) yang terhindar dari kedua jalan ekstrem itu, yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata, membuka mata batin, menimbulkan pengetahuan, membawa ketenangan, pengetahuan batin luar biasa, kesadaran agung, dan pencapaian Nibbāna.


             Apakah, o, para Bhikkhu, Jalan Tengah, yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata, yang membuka mata batin, yang menimbulkan pengetahuan, yang membawa ketenangan, pengetahuan batin luar biasa, kesadaran agung, dan pencapaian Nibbāna itu?
Demikian inilah Jalan Mulia Berunsur Delapan (ariya aṭṭhaṅgika magga), yaitu:
sammādiṭṭhi         : pandangan benar,
sammāsaṅkappo  : pikiran benar,
sammāvācā          : ucapan benar,
sammākammanto : perbuatan benar,
sammā-ājīvo         : pencaharian benar,
sammāvāyāmo     : daya upaya benar,
sammāsati            : perhatian benar,
sammāsamādhi    : konsentrasi2  benar.

Itulah, o, para Bhikkhu, Jalan Tengah yang telah sempurna diselami oleh Tathāgata, yang membuka mata batin, yang menimbulkan pengetahuan, yang membawa ketenangan, pengetahuan batin luar biasa, kesadaran agung, dan pencapaian Nibbāna.


             Inilah, o, para Bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang penderitaan (dukkha ariyasacca), yakni:
jātipi dukkhā                                                          : kelahiran adalah penderitaan,
jarāpi dukkhā                                                         : usia tua adalah penderitaan,
maraṇampi dukkhaṁ                                              : kematian adalah penderitaan,
sokaparidevadukkhadomanassupāyāsāpi dukkhā: kesedihan, ratap tangis, kesakitan/penderitaan (jasmani), kepedihan hati, dan keputusasaan adalah penderitaan,
appiyehi sampayogo dukkho                                 : berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah penderitaan,
piyehi vippayogo dukkho                                       : berpisah dari yang disenangi adalah penderitaan,
yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ                  : tidak mendapat apa yang diinginkan adalah penderitaan,
saṅkhittena pañcupādānakkhandhā dukkhā         : singkatnya, lima gugusan pembentuk penyebab kemelekatan adalah penderitaan.

Inilah, o, para Bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang asal mula penderitaan (dukkhasamudaya ariyasacca), yakni: kesenangan3  (taṇha) inilah, yang membuat kelahiran kembali, yang disertai dengan hawa nafsu dan kegemaran, yang menggemari objek di sana sini, yakni:
kāmataṇhā       : kesenangan terhadap nafsu indrawi,
bhavataṇhā      : kesenangan terhadap kemenjadian,
vibhavataṇhā    : kesenangan terhadap ketidakmenjadian.

Inilah, o, para Bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang musnahnya penderitaan (dukkhanirodha ariyasacca), yakni: musnahnya kesenangan tersebut tanpa sisa karena lenyapnya nafsu, terlepasnya kesenangan, tertolaknya kesenangan, terbebas dari kesenangan, tak terikat oleh kesenangan.

Inilah, o, para Bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang jalan menuju musnahnya penderitaan (dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasacca). Demikian inilah Jalan Mulia Berunsur Delapan, yakni:
sammādiṭṭhi         : pandangan benar,
sammāsaṅkappo  : pikiran benar,
sammāvācā          : ucapan benar,
sammākammanto : perbuatan benar,
sammā-ājīvo         : pencaharian benar,
sammāvāyāmo     : daya upaya benar,
sammāsati            : perhatian benar,
sammāsamādhi    : konsentrasi  benar.


             O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan (cakkhu), telah timbul pengetahuan (ñāṇa), telah timbul kebijaksanaan (paññā), telah timbul ilmu (vijjā), telah timbul sinar terang (āloka), atas segala yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Ini adalah kebenaran mulia tentang penderitaan.’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang penderitaan ini patut dikenali (pariññeyya).’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang penderitaan ini telah dikenali (pariññāta).’


             O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Ini adalah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan.’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini patut dilenyapkan (pahātabba).’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang penderitaan ini telah dilenyapkan (pahīna).’


             O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Ini adalah kebenaran mulia tentang musnahnya penderitaan.’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang musnahnya penderitaan ini patut dicapai (sacchikātabba).’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang musnahnya penderitaan ini telah dicapai (sacchikata).’


             O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Ini adalah kebenaran mulia tentang jalan menuju musnahnya penderitaan.’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang jalan menuju musnahnya penderitaan ini patut dikembangkan (bhāvetabba).’

O, para Bhikkhu, pada Tathāgata, telah timbul penglihatan, telah timbul pengetahuan, telah timbul kebijaksanaan, telah timbul ilmu, telah timbul sinar terang, atas segala hal yang tidak pernah Tathāgata dengar bahwa, ‘Kebenaran mulia tentang jalan menuju musnahnya penderitaan ini telah dikembangkan (bhāvita).’


             O, para Bhikkhu, selama pemahaman terhadap pengetahuan sebagaimana yang sebenarnya (yathābhūta ñāṇadassana) tentang Empat Kebenaran Mulia, yang terdiri dari 3 tahap dan 12 ciri yang ada pada Tathāgata belum sempurna; tidak akanlah, o, para Bhikkhu, Tathāgata menyatakan diri sebagai orang yang mencapai penerangan sempurna, nan tiada bandingnya di dunia, di alam dewa, alam māra, dan alam brahma, bersama dengan himpunan para samaṇa, brāhmaṇa, dewa, dan manusianya.

Akan tetapi, o, para Bhikkhu, ketika pemahaman terhadap pengetahuan sebagaimana yang sebenarnya (yathābhūta ñāṇadassana) tentang Empat Kebenaran Mulia, yang terdiri dari 3 tahap dan 12 ciri yang ada pada Tathāgata telah sempurna; pada saat itulah, o, para Bhikkhu, Tathāgata menyatakan diri sebagai orang yang mencapai penerangan sempurna, nan tiada bandingnya di dunia, di alam dewa, alam māra, dan alam brahma, bersama dengan himpunan para samaṇa, brāhmaṇa, dewa, dan manusianya.”

Timbullah dalam diri Tathāgata pengetahuan dan pengertian, “Tak tergoncangkan kebebasan batin-Ku. Ini adalah kelahiran yang terakhir. Kini tidak ada tumimbal lahir lagi.” Inilah Sabda Bhagavā; Para bhikkhu Pañcavaggiya merasa puas dan bersukacita atas sabda Bhagavā.

Ketika sabda ini disampaikan, timbullah pada Y.M. Koṇḍañña Mata-Dhamma (Dhammacakkhu) yang bersih tanpa noda bahwa, “Segala sesuatu yang muncul karena faktor pembentuk; semuanya itu sewajarnya mengalami kemusnahan.” (Yaṅkiñci samudayadhammaṁ, sabbantaṁ nirodhadhammaṁ)


             Ketika Roda Dhamma (Dhammacakka) ini diputar oleh Bhagavā, para dewa bumi berseru mengumandangkan suara, “Itulah Roda Dhamma nan tiada taranya telah diputar oleh Bhagavā di Taman Rusa Isipatana dekat kota Bārāṇasī, yang tak dapat dihentikan oleh para samaṇa, brāhmaṇa, dewa, māra, brahma, atau siapa pun di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa bumi, para dewa Cātumahārājika berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Cātumahārājika, para dewa Tāvatiṁsa berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Tāvatiṁsa, para dewa Yāma berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Yāma, para dewa Tusita berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Tusita, para dewa Nimmānaratī berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Nimmānaratī, para dewa Paranimmitavasavattī berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma … di dunia.”

Mendengar ucapan dewa-dewa Paranimmitavasavattī, para dewa yang bersemayam di alam brahma berseru mengumandangkan suara “Itulah Roda Dhamma nan tiada taranya telah diputar oleh Bhagavā di Taman Rusa Isipatana dekat kota Bārāṇasī, yang tak dapat dihentikan oleh para samaṇa, brāhmaṇa, dewa, māra, brahma, atau siapa pun di dunia.”

Demikianlah pada saat itu juga, suara berkumandang hingga menembus ke alam brahma. Serentak, 10.000 tingkat alam berguncang, bergeletar, bergoyah, dan sinar gilang-gemilang yang tiada taranya muncul di dunia melebihi kemampuan cahaya kedewaan.

Pada saat itu, Bhagavā berseru, “Koṇḍañña telah sungguh-sungguh mengerti, Saudara!” Karena itulah, Y.M. Koṇḍañña memperoleh sebutan “Añña Koṇḍañña”, Koṇḍañña yang Telah Mengerti.
---------

                             Anuttaraṁ abhisambodhiṁ                              Sambujjhitvā tathāgato
                             Paṭhamaṁ yaṁ adesesi                                   Dhammacakkaṁ anuttaraṁ
                             Sammadeva pavattento                                  Loke appaṭivattiyaṁ
                             Yatthākkhātā ubho antā                                 Paṭipatti ca majjhimā
                             Catūsvāriyasaccesu                                        Visuddhaṁ ñāṇadassanaṁ
                             Desitaṁ dhammarājena                                  Sammāsambodhi-kittanaṁ
                             Nāmena vissutaṁ suttaṁ                                Dhammacakkap-pavattanaṁ
                             Veyyākaraṇa-pāṭhena                                     Saṅgītantam-bhaṇāma se.


DHAMMACAKKAPPAVATTANA SUTTA4
             Evamme sutaṁ. Ekaṁ samayaṁ bhagavā, bārāṇasiyaṁ viharati, isipatane migadāye. Tatra kho bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi.

             Dveme bhikkhave antā pabbajitena na sevitabbā, yo cāyaṁ kāmesu kāmasukhallikānuyogo, hīno gammo pothujjaniko anariyo anatthasañhito, yo cāyaṁ attakilamathānuyogo, dukkho anariyo anatthasañhito. Ete te bhikkhave ubho ante anupagamma, majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā, cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṁvattati.

             Katamā ca sā bhikkhave majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā, cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṁvattati. Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo. Seyyathīdaṁ: sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo, sammāvācā sammākammanto sammā-ājīvo, sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi. Ayaṁ kho sā bhikkhave majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā, cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṁvattati.

             Idaṁ kho pana bhikkhave dukkhaṁ ariyasaccaṁ. Jātipidukkhā jarāpi dukkhā maraṇampi dukkhaṁ, sokaparidevadukkha-domanassu-pāyāsāpi dukkhā, appiyehi sampayogo dukkho piyehi vippayogo dukkho yampicchaṁ na labhati tampi dukkhaṁ, saṅkhittena pañcupādānak-khandhā dukkhā.
Idaṁ kho pana bhikkhave dukkhasamudayo ariyasaccaṁ. Yāyaṁ taṇhā ponobbhavikā nandirāga-sahagatā tatra tatrābhinandinī. Seyyathīdaṁ: kāmataṇhā bhavataṇhā vibhavataṇhā.
Idaṁ kho pana bhikkhave dukkhanirodho ariyasaccaṁ. Yo tassāyeva taṇhāya asesavirāga-nirodho cāgo paṭinissaggo mutti anālayo.
Idaṁ kho pana bhikkhave dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṁ, ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo. Seyyathīdaṁ: sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo, sammāvācā sammākammanto sammā-ājīvo, sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi.

             Idaṁ dukkhaṁ ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññeyyanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhaṁ ariyasaccaṁ pariññātanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.

             Idaṁ dukkhasamudayo ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo ariyasaccaṁ pahātabbanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhasamudayo ariyasaccaṁ pahīnanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.

             Idaṁ dukkhanirodho ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikātabbanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodho ariyasaccaṁ sacchikatanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.

             Idaṁ dukkhanirodha-gāminī paṭipadā ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodha-gāminī paṭipadā ariyasaccaṁ bhāvetabbanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.
Taṁ kho panidaṁ dukkhanirodha-gāminī paṭipadā ariyasaccaṁ bhāvitanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuṁ udapādi ñāṇaṁ udapādi paññā udapādi vijjā udapādi āloko udapādi.

             Yāvakīvañca me bhikkhave imesu catūsu ariyasaccesu, evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ na suvisuddhaṁ ahosi. Neva tāvāhaṁ bhikkhave sadevake loke samārake sabrahmake, sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya, anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ.
Yato ca kho me bhikkhave imesu catūsu ariyasaccesu, evantiparivaṭṭaṁ dvādasākāraṁ yathābhūtaṁ ñāṇadassanaṁ suvisuddhaṁ ahosi. Athāhaṁ bhikkhave sadevake loke samārake sabrahmake, sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya, anuttaraṁ sammāsambodhiṁ abhisambuddho paccaññāsiṁ, ñāṇañca pana me dassanaṁ udapādi, akuppā me vimutti, ayamantimā jāti, natthidāni punabbhavoti. Idamavoca bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū bhagavato bhāsitaṁ abhinanduṁ.
Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṁ bhaññamāne, āyasmato koṇḍaññassa virajaṁ vītamalaṁ dhammacakkhuṁ udapādi. Yaṇkiñci samudayadhammaṁ sabbantaṁ nirodhadhammanti.

             Pavattite ca bhagavatā dhammacakke, bhummā devā saddamanussāvesuṁ, etambhagavatā bārāṇasiyaṁ isipatane migadāye anuttaraṁ dhammacakkaṁ pavattitaṁ, appaṭivattiyaṁ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasminti. 
Bhummānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, cātummahārājikā devā saddamanussāvesuṁ.
Cātummahārājikānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, tāvatiṁsā devā saddamanussāvesuṁ.
Tāvatiṁsānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, yāmā devā saddamanussāvesuṁ.
Yāmānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, tusitā devā saddamanussāvesuṁ.
Tusitānaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, nimmānaratī devā saddamanussāvesuṁ.
Nimmānaratīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, paranimmitavasavattī devā saddamanussāvesuṁ.
Paranimmitavasavattīnaṁ devānaṁ saddaṁ sutvā, brahmakāyikā devā saddamanussāvesuṁ. Etambhagavatā bārāṇasiyaṁ isipatane migadāye anuttaraṁ dhammacakkaṁ pavattitaṁ, appaṭivattiyaṁ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasminti. Itiha tena khaṇena tena muhuttena, yāva brahmalokā saddo abbhuggacchi. Ayañca dasasahassī lokadhātu, saṅkampi sampakampi sampavedhi. Appamāṇo ca oḷāro obhāso loke pāturahosi. Atikkammeva devānaṁ devānubhāvaṁ. Atha kho bhagavā udānaṁ udānesi, aññāsi vata bho koṇḍañño, aññāsi vata bho koṇḍaññoti. Itihidaṁ āyasmato koṇḍaññassa, aññākoṇḍaññotveva nāmaṁ, ahosīti.
---------


1 Sebutan untuk 5 orang bhikkhu buddhasāvaka pertama, yakni: Ayya Aññā Koṇḍañña, Ayya Bhaddiya, Ayya Vappa, Ayya Mahānāma dan Ayya Assaji.
2 Keteguhan pikiran.
3 Kegandrungan atau kesenangan terhadap segala sesuatu demi bertahannya samsāra.
4 Vinayapiṭaka, Mahāvibaṅga; Saṁyuttanikāya, Mahāvagga.


 _/\_

Yi FanG:

--- Quote from: Sumedho on 14 March 2010, 09:12:29 PM ---kode donk :) maksudnya nomor sutta-nya

thanks

--- End quote ---

s0rry y.. sy ga tw, s0alny catat dr p0ster pnya ..
Hhe ..  :)

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version